TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN …/Tinjauan... · DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH...
-
Upload
trinhnguyet -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
Transcript of TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN …/Tinjauan... · DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH...
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN WALIKOTA
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA SURAKARTA
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh:
ADITYA WICAKSONO
E 1104088
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN
WALIKOTA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh :
ADITYA WICAKSONO
NIM. E.1104088
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
WALUYO, S. H., M . Si
NIP. 196808131994031001
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN WALIKOTA
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh :
ADITYA WICAKSONO
NIM. E.1104088
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada:
Hari : .....................................
Tanggal : .....................................
TIM PENGUJI
1. Djoko Wahyu W, S.H., M.S. : ...........................................
NIP 195205111980031002
2. Wida Astuti, S.H ___________ : ............................................
NIP 196007151988032001
3. Waluyo, S.H.M.Si ___________ : ............................................
NIP 196808131994031001
MENGETAHUI
Dekan,
(Moh. Jamin, S.H., M.Hum.)
NIP. 196109301986011001
ABSTRAK
ADITYA WICAKSONO, E.1104088, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PELAKSANAAN PERAN WALIKOTA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH KOTA SURAKARTA Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Peran Walikota dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah Kota Surakarta
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dan apabila
dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum Normatif Sosiologi. Lokasi penelitian di
Kantor Pemerintahan Kota Surakarta. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer
dan sekunder. Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui observasi,
wawancara, dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-
undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis data
kualitatif dan analisis isi untuk kemudian diambil kesimpulan secara deduktif.
Dari penelitian ini dapat diperoleh hasil bahwa Walikota dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah Kota Surakarta dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, karena dalam pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Surakarta setelah Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Strategi pokok pembangunan jangka menengah Kota Surakarta untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pembangunan Kota Surakarta,
Dalam rangka mencapai pembangunan Kota Surakarta, dengan mencermati permasalahan
yang berkembang baik secara nasional maupun daerah serta memperhatikan kebijakan
dan strategi samapai pada tahun 2008 yang merupakan tahap peningkatan daya
Kompetitif dan komparatif daerah, maka prioritas pembangunan pemerintah daerah Kota
Surakarta.
Sesuai dengan amanat undang – undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang jadi
kewenangan daerah tersebut, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asaa otonomi dan
tugas pembantuan. Urusan pemerintah yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan
yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah untuk diselengggarakan yang terkait dengan
upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang menjadikan kekhasan
daerah.
MOTTO
“..........................tegakkanlah keadilan, dan menjadi saksi
Allah, meskipun atas dirimu sendiri atau ibu bapakmu, dan
karib kerabatmu .........................janganlah kamu turuti hawa
nafsu sehingga kamu berlaku tiada adil, sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu kaerjakan” (Q.S An-Nisa : 135)
Jadilah pohon kurma, tinggi cita-citanya, kebal dari
penyakit, dan apabila dilempar dengan batu, ia membalas
dengan kurmanya (Dr. Aidh Al Qarni)
Bahagia adalah bukan pada saat kita mendapatkan apa
yang kita mau, tetapi bahagia adalah pada saat kita
menghargai apa yang kita punya (Dian Paramitha
Sastrowardoyo)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
(Q. S. Alam Nasyrah : 6,7)
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa kasih sayang dari hati yang paling
dalam skripsi ini Aditya Wicaksono persembahkan kepada
kedua orang tua tercinta Bapak Santoso Josoharjono dan Ibu
Suharni tersayang semoga dengan selesainya skripsi
anandamu ini bisa membuat Bapak dan Ibu bahagia (amin)
Kedua kakak aku Mbak lina, dan Mbak Dyna Serta mas Ferry
dan Pindy Restapati yang Aditya Wicaksono sayangi
Sahabat-sahabatku, dan
Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah, Swt. Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta diiringi
rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN WALIKOTA DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA SURAKARTA ”, dapat penulis
selesaikan.
Penulisan hukum ini dapat membahas tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
seorang ayah terhadap anak kandungnyabdi Pengadilan Negeri Karanganyar. Penulis
yakin bahwa penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ijin kepada Penulis untu menyusun penulisan
hukum ini.
2. Bapak Lego Karjoko, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara
terima kasih Pak atas nasehatnya.
3. Bapak Waluyo, SH. M.Si selaku Pembimbing I saya, yang mana telah menyediakan
waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan hingga tersusunnya
skripsi ini.
4. Bapak Moch Najib I, S.H, M.H selaku pembimbing akademik, terima kasih pak atas
nasehat-nasehatnya.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada
Penulis.
6. Bapak Harjono,S.H., M.H selaku Ketua Bagian Non Reguler terima kasih atas
dedikasinya terhadap Mahasiswa Non Reguler yang telah menjadi Ayah bagi kami.
7. Staf dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Ketua Pendapatan, Pengelolaan dan Aset Daerah Pemerintahan Kota Surakarta
beserta jajarannya, terima kasih atas bimbingannya selama penulis melakukan
penelitian di Pemerintahan Kota Surakarta.
9. Terima kasih kepada Bapak dan Ibuku tersayang yang selalu memberikan
dukungannya kepada Aditya Wicaksono, dan juga yang selalu mendoakan yang
terbaik buat saya hingga saya bisa menyelesaikan skripsi saya ini. Semoga Bapak dan
Ibu diberikan kesehatan(amin), juga kepada kedua kakak saya Mbak Lina dan Mbak
Dyna terima kasih atas dukungannya semoga kalian dimudahkan dalam pekerjaannya
dan dimurahkan rezekinya(amin).
10. Untuk Bapak Bambang Arianto dan Keluarga , terima kasih atas doa-doa dan
dukungannya yang selalu memberikan semangat dan arti tersendiri. Yang ti yang
selalu menasehatiku, makasih ya.
11. Buat Pindy Restapati terima kasih buat sejuta kasih sayang, ketulusan, dan kesabaran
yang telah kamu berikan, yang selalu ada di saat aku butuhkan yang selalu memberi
nasehat dan suport di saat aku putus asa, semoga rasa sayang itu tak kan putus dan
mendapat ridho Allah, Swt.
12. Untuk sahabat-sahabatku semua makasih ya.
13. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
penyusunan penulisan hukum ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat memperjelas isi penulisan hukum ini. Semoga Allah, Swt
membalas segala amal kebaikan sermuanya dan mudah-mudahan penulisan hukum ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi Penulis, kalangan akademisi,
praktisi serta masyarakat umum. Amin ya Robbal ‘alamin.
Surakarta, Juli 2009
Penulis
Aditya Wicaksono
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ iii
ABSTRAK ............................................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .............................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
E. Metode Penelitian ......................................................................... 9
F. Sistematika Skripsi ....................................................................... 12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13
A. Kerangka Teori .............................................................................. 13
1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintah Daerah Dengan
Penyelenggaraanya ................................................................. 13
a. Pengertian Pemerintah Daerah ........................................ 13
b. Tujuan Penyelenggaraannya Pemerintah Daerah ............ 16
c. Prinsip-prinsip otonomi daerah menurut
UU No. 32 Tahun 2004 .......................................... ........ 27
2. Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Keuangan .................. 32
Pengertian Pengelolaan Keuangan ......................................... 32
3. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah ....................... 38
4. Tinjauan Umum Sumber Keuangan Daerah ......................... 39
a. Perimbangan Keuangan Antara Pusat
Dan Daerah .................................................................... 39
b. Pelaksanaan Otonomi Daerah menurut
UU No.32 Tahun 2004 .................................................. 48
c. Hak dan Kewajiban Daerah Dalam
Menyelenggarakan Otonomi............................... .......... 56
5. Pihak-pihak/Pejabat yang berkaitan dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah .............................................. 58
a. DPRD ..................................................................... ........ 58
b. Walikota .................................................................. ....... 60
c. Sekretaris Daerah ................................................... 63
d. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah .............. ....... 64
e. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah ....................... ....... 65
f. Bendahara Umum Daerah ....................................... ....... 66
g. Satuan Kerja Perangkat Daerah ....................................... 67
B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 68
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 71
A. Peran Walikota Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Kota Surakarta Ditinjau Dari UU No. 32 Tahun 2004 ................. 71
B. Kegiatan Yang Dilakukan Oleh Walikota dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat ............................................................ 86
a. Prioritas Pembangunan Tahun 2007……………………. ........ 86
b. Pengelolaan Belanja Daerah …………………………… ........ 90
1). Kebijakan Umum Keuangan Daerah………………… 90
2). Pengelolaan Pendapatan Daerah…………………….. 91
3). Pendapatan Asli Daerah……………………………… 92
4). Dana Perimbangan……………………………………. 92
C. Langkah Dan Cara-Cara Dalam Pengelolaan Keuangan
Daerah Yang Dapat Meningkatkan Perekonomian Di
Kota Surakarta ..................................................................... ......... 93
BAB IV : PENUTUP ............................................................................................ 110
A. Kesimpulan .................................................................................... 110
B. Saran .............................................................................................. 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi dan kepercayaan yang melanda Indonesia memberikan
dampak positif dan dampak negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat Indonesia. Krisis ekonomi dan kepercayaan yang dialami telah
membuka jalan bagi munculnya reformasi total di seluruh aspek kehidupan
bangsa Indonesia. Tujuan reformasi total tersebut adalah mewujudkan
masyarakat madani, terciptanya Good Governance dan mengembangkan
modal pembangunan yang adil dan merata. Disamping itu reformasi total telah
memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik, kelembagaan
sosial, sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi
lingkungan legal dan regulasi untuk pembaruan paradigma di berbagai bidang
kehidupan.
Sistem pemerintahan daerah di Indonesia, menurut undang- undang dasar
1945. Berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan di
bagi dalam daerah Provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah
yang lebih kecil. Daerah-daerah yang bersifat otonom atau sifat daerah belaka,
semuanya berdasarkan aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Oleh
karena itu, di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar
permusyawaratan.(Dr.H.Siswanto Sunarno, 2006:1)
Berdasarkan pasal 18 Amandemen kedua Undang-undang dasar 1945
menyebutkan:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi
dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-undang.
2. Pemerintahan daerah propinsi, daerah Kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas
pembantuan.
3. Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah propinsi, Kabupaten, dan Kota di pilih secara demokrasi
4. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah Pusat.
5. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas Pembantuan.
6. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam
Undang-undang.
Pasal 18 diatas merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan
otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab kepada kepala daerah sebagaimana tertuang kedalam
ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaran otonomi
daerah, pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sebagai
pengganti UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang sudah
tidak sesuai dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah. Dikeluarkannya undang-undang baru
tersebut telah memberikan angin baru bagi kehidupan pemerintah Indonesia
yang inovatif serta transparan dalam mengelola proses-proses pembangunan
dan pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan UU No.32 Tahun 2004 ini telah
disempurnakan dengan jelas dan tegas bahwa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah sesuai dengan amanat UUD 1945. pemerintah daerah yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu di tingkatkan dengan
lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan
antar pemerintahan daerah, potensi dan keragamanan daerah, peluang dan
tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-
luasnya kepada dearah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Sebagai konsekuensi dari adanya hak wewenang dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka kepada daerah
diberikan sumber-sumber keuangan sendiri. Masalah pendapatan asli daerah
ini merupakan masalah yang sangat penting menyangkut tugas-tugas dan
kegiatan daerah otonomi dalam menyelenggarakan usaha-usahanya, dalam
bidang keamanan, ketertiban umum, sosial kebudayaan, dan kesejahteraan
pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya. Sedangkan dalam hal
pembiayaan pembangunan daerah sebaiknya juga dibiayai dari pendapatan
daerah berdasarkan program pembangunan daerah.
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
adalah suatu pembagian keuangan yang adil, proposional, demokratis,
transparan, dan bertanggung jawab. Dalam jangka pendanaan penyelenggaran
desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan
daerah serta besarnya pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.
Dalam melaksanakan kekuasaannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 155 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Walikota
melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Serta
pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah.
Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2) Pasal 155 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan,
menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.
Perubahan di era otonomi ini secara langsung maupun tidak langsung
akan turut berpengaruh terhadap manajemen fiskal. Semakin besar dana yang
ditransfer ke daerah, semakin terbatas jumlah dana yang didapat dialokasikan
bagi kegiatan pemerintah pusat. Selanjutnya pemerintah daerah akan
menformulasi yang diperoleh dari hak otonomi dan Desentralisasi. Pergeseran
penggunaan dana yang lebih besar untuk daerah umumnya akan berdampak
pada peningkatan peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan fungsi
pemerintahan secara umum, utamanya yang berkaitan dengan fungsi alokasi,
kecuali atas dana yang bersumber dari DAK (Dana Alokasi Khusus)
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan penuh atas pengalokasian dan
penggunaan dana peimbangan tersebut. Hal ini tentu saja membuka peluang
bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas pencapaian
kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan. APBD merupakan
dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu. Semua
penerimaan Daerah dan pengeluaran Daerah dalam rangka Desentralisasi
dicatat dan dikelola dalam APBD.
Sebagai kepala pemerintah daerah, Walikota menyelenggarakan urusan
pemerintah yang telah menyerahkan oleh pemerintah atasan untuk dikelola
menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Pergerakan ini pada prinsipnya
merupakan pemberian kesempatan kepada kota untuk mengatur rumah
tangganya sendiri yang lebih dekat dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Hal
ini dapat diartikan sebagai wujud pemberian kepercayaan kepada kota untuk
dikelola oleh daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Dalam melaksanakan kewajiban untuk lebih meningkatkan penyelengggaraan
pemerintah secara berdaya guna dan berhasil guna, sesuai dengan aspirasi
pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang, Walikota
dalam melakukan Pengelolaan Keuangan Daerah mensyaratkan program
daerah pada program Sapta Marta yaitu mengarahkan program dan kegiatan
pada:
a. pengaruh besar pada perekonomian.
b. Mendorong sektor swasta.
c. Memperluas lapangan kerja.
d. Usaha pemertaan
e. Pengusaha golongan lemah
f. Menggunakan produksi dalam negeri.
g. Komoditi ekspor dan pariwisata
Kebijaksaan penyusunan, pelaksanaan dan penetapan anggaran harus
tetap prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis prinsip kemandirian,
prinsip efesiensi, anggaran dan prioritas dengan berlakunya itu UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka Walikota sebagai kepala daerah
berhak dan mempunyai wewenang dalam memimpin pemerintahan pada
umumnya dan sebagai pemegang kekuasaan umum dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah. Walikota berhak menentukan langkah dan cara-cara dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah tersebut.
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia baru saja
bangkit dari krisis yang berkepanjangan, hal ini mempengaruhi situasi
perekonomian kota Surakarta yang masih belum pulih dari krisis tersebut,
sehingga dalam Pengelolaan Keuangan sedikit mendapat kendala. Hal ini
disebabkan oleh tingginya tingkat kemiskinan, meningkatnya angka
pengangguran dan banyaknya anak putus sekolah. Dengan latar belakang hal
tersebut, membuat penulis tertarik untuk membahas mengenai Pengelolaan
Keuangan Daerah, yang dibuat dalam satu bentuk penulisan skripsi dengan
judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Peran Walikota Dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tertarik untuk mengetahui dan
mempelajari peran Walikota dalam mengelola keuangan di kota Surakarta di
era reformasi dan otonomi daerah ini. Dengan judul penelitian :
“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERAN
WALIKOTA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
KOTA SURAKARTA.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Walikota dalam mengelola keuangan daerah Kota
Surakarta ditinjau dari UU No.32 Tahun 2004?
2. Kegiatan apa saja yang dilakukan Walikota dalam Pengelolaan Keuangan
Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
3. Langkah dan cara-cara apa saja dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang
dapat meningkatkan perekonomian di Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Obyektif.
Tujuan Obyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui Pengelolaan Keuangan Daerah oleh Walikota di
Kota Surakarta menurut UU No. 32 Tahun 2004
b. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan Walikota dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
c. Untuk mengetahui langkah dan cara-cara dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah yang dapat meningkatkan perekonomian di Kota
Surakarta
2. Tujuan Subyektif
Tujuan Subyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengetahuan penulis dalam penulisan Hukum
Administrasi Negara yang berhubungan dengan peran Walikota dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah.
b. Untuk memperluas pemahaman serta pengembangan aspek
Pengelolaan Keuangan Daerah dalam teori maupun praktek di
lapangan.
c. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan untuk penulisan hukum
guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan
dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum Administrasi
Negara yang berhubungan dengan peran Walikota dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah.
b. Memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai proses pelaksanaan
peran Walikota dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintahan
kota.
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti
b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
dinamis, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c. Dari hasil penelitian ini, akan menambah pengetahuan kita sejauh
mana pelaksanaan pemerintahan itu dijalankan dan dilaksanakan.
E. Metode Penelitian
Metode berasal dari kata metodhos (Yunani) yang artinya adalah cara
atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan suatu cara karja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek
penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Menurut
Soerjono Soekanto, sebagaimana dikutip oleh Rosady Roslan menjelaskan
penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan
konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Menarik kesimpulan dari pembahasan tersebut, bahwa sistem dan metode
yang dipergunakan untuk memperoleh informasi atau bahan materi suatu
pengetahuan ilmiah yang disebut dengan metodologi ilmiah. Pada sisi lain
dalam kegiatan untuk mencari informasi tersebut dengan tujuan untuk
menemukan hal-hal yang baru merupakan suatu prinsip-prinsip tertentu atau
solusi (pemecahan masalah) tersebut disebut dengan penelitian. (Soerjono
Soekanto, 1986).
Dapat dikatakan bahwa metode merupakan suatu unsur yang mutlak
harus ada dalam penelitian, dipilih berdasarkan dan mempertimbangkan
keserasian dengan obyek serta metode yang digunakan sesuai dengan tujuan,
sasaran, variabel dan masalah yang hendak diteliti. Hal tersebut diperlukan
untuk memperoleh hasil penelitian yang mempunyai nilai validitas dan
reabilitas yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, metode yang
digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah normatif
sosiologi. Penelitian normatif menggunakan sumber data sekunder sebagai
sumber data yang utama.
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka
penulis mengambil lokasi di Kantor Pemerintah Kota Surakarta dan
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Alasan pemilihan Kantor Pemerintah Kota Surakarta sebagai tempat
penelitian adalah karena di Kantor Pemerintah Kota Surakarta tersebut
dapat diperoleh data yang ingin diketahui secara sistematik maupun secara
keseluruhan pelaksanaan peran Walikota dalam Pengelolaan Keuangan
Daerah kota Surakarta.
3. Jenis Data
Data adalah suatu keterangan atau fakta dari obyek yang diteliti. Jenis
data dalam penelitian ini adalah data sekunder, merupakan data atau fakta
atau keterangan yang digunakan oleh seseorang yang diperoleh melalui
bahan-bahan, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan,
desertasi, bahan-bahan kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
4. Sumber Data
Berkaitan dengan jenis data yang digunakan, maka sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yang berupa :
1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
2) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
b. Bahan hukum sekunder berupa :
Data Tahunan yang dilakukan di Kantor Pemerintah Kota Surakarta
dalam pelaksanaan peran Walikota dalam Pengelolaan Keungan Daerah
Kota Surakarta.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis memakai
teknik pengumpulan data studi kepustakaan atau dokumentasi. Studi
dokumentasi ini sebagai metode pengumpulan data yang utama dan
dokumen-dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi nara sumber yang
dapat memecahkan permasalahan penelitian. Di dalam melakukan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian dan sebagainya.
Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya yang berwujud
tulisan saja tetapi dapat berupa benda-benda peninggalan seperti prasasti
dan simbol-simbol.
6. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan
teknik analisis konten (content analysis). Analisis konten dipergunakan
karena dikaitkan dengan data yang dikumpulkan berupa data sekunder atau
data studi dokumen. Pada prinsipnya analisis ini dikaitkan dengan data
sekunder atau data studi dokumen, maka teknik analisis konten dapat pula
diterapkan pada penelitian hukum normatif. Studi dokumen merupakan
suatu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan melalui data tertulis
dengan mempergunakan content analysis. Dalam penelitian yang
dilaksanakan ini, penulis hanya menggunakan dokumen siap pakai sebagai
satu-satunya data, yaitu melakukan inventarisasi dan menganalisis
dokumen sekunder yang berkaitan dengan masalah peran Walikota dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam penelitian bentuk analisis adalah
seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Pemerintahan daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Adapun model
analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen pokok
yaitu reduksi data/sajian data dan penarikan kesimpulan dengan
verifikasinya yang dilakukan dengan cara interaksi baik antar
komponennya maupun dengan proses pengumpulan data dalam proses yang
berbentuk siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara tiga
komponen analisa dengan proses pengumpulan data selama kegiatan
pengumpulan data berlangsung maupun sesudah pengumpulan data dengan
menggunakan waktu yang masih tersisa bagi peneliti (HB. Soetopo, 2002:
94 & 95).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,
maka penulis membuat suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu pendahuluan,
tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup, ditambah dengan lampiran-
lampiran dan daftar pustaka. Yang apabila disusun dengan sistematis adalah
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran
awal tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodelogi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis mengemukakan kerangka teori dari
penulisan skripsi, yang terdiri dari: Tinjauan Umum Tentang
Pemerintahan daerah dengan penyelenggaraannya, Dasar
hukum Pengelolaan Keuangan Daerah, Tinjauan tentang
Pengelolaan Keuangan, Sumber-sumber Keuangan Daerah,
Pihak-pihak atau pejabat yang keterkaitan dalam Pengelolaan
keuangan daerah.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab III ini akan diuraikan tentang hasil penelitian dan
pembahasannya yaitu mengenai peran Walikota dalam
mengelola keuangan daerah Kota Surakarta ditinjau dari UU
No. 32 Tahun 2004, Kegiatan yang dilakukan Walikota dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan Langkah dan cara-cara dalam
pengelolaan Keuangan Daerah yang dapat meningkatkan
perekonomian di Kota Surakarta
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan Kesimpulan berdasarkan analisis
data yang dilakukan sebagai jawaban atas permasalahan yang
telah dirumuskan dan juga diuraikan mengenai saran-saran
yang ditujukan pada para pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Pemerintah Daerah Dengan Penyelenggaraanya
a. Pengertian Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah adalah bagian dari pemerintah suatu negara
berdaulat yang dibentuk secara politis berdasarkan suatu undang-
undang, yang memiliki lembaga-lembaga/badan-badan yang
menjalankan pemerintahan yang dipilih oleh masyarakat Daerah
tersebut dan dilengkapi dengan kewenangan untuk membuat peraturan,
memungut pajak serta memberikan pelayanan kepada warga yang ada
dalam wilayah kekuasaannya.
Dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan, fungsi,
tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk
mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala
kegiatan yang terorganisir yang bersumber pada kedaulatan dan
kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat atau penduduk
dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Di samping itu
dari segi struktural fungsional pemerintahan dapat didefinisikan pula
sebagai suatu sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi
yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mewujudkan tujuan
negara.
Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, baiklah kita lihat
pasal 18 UUD 1945 dan Undang-undang No.5 Tahun 1974 Tentang
pokok-pokok Pemerintahan di daerah, yang pelaksanaannya diatur
dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.26 Tahun 1974. Adapun
pengertian Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Republik Kesatuan Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(Siswanto Sunarno, 2006:5)
Istilah Pemerintah Daerah harus dikaitkan dengan Menurut
ketentuan pasal 18 ayat 5 UUD 1945 amandemen kedua, pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
Penjelasan dari makna menjalankan otonomi seluas-luasnya yang
terdapat dalam penjelasan umum UU No.32 Tahun 2004 yang antara
lain menyebutkan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur
dan mengururs sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemberian kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatkan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintah daerah dalam rangka meningkatan efesiensi dan
efektifitas penyelenggaran otonomi daerah, perlu meningkatkan
hubungan antar susunan, pemerintahan dan pemerintahan daerah
potensi dan keanekaragaman daerah. Agar mampu menjalankan
perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam satu kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan Negara.
Berbicara mengenai pemerintahan daerah tidak bisa lepas dari
pembicaraan pemerintahan pada umumnya. Pemerintah dan
pemerintahan mempunyai pengertian yang berbeda. Pemerintah
merujuk kepada organ atau alat perlengkapan, sedangkan pemerintahan
menunjukkan bidang tugas atau fungsi. Dalam arti sempit pemerintah
hanyalah lembaga eksekutif saja. Sedangkan dalam arti luas,
pemerintah mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-
organ, badan-badan atau lembaga-lembaga, alat perlengkapan negara
yang melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan negara.
Dengan demikian pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga
negara yang terdiri dari lembaga-lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintahan. Dan dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, selain itu pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat
pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan
kepada pemerintahan daerah.
Dalam hal ini Kepala daerah menpunyai kekuasaan selaku
kepala pemerintah daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Secara deduktif dapat disimpulkan bahwa pemerintah dan
pemerintahan dibentuk berkaitan dengan pelaksanaan berbagai fungsi
yang bersifat operasional dalam rangka pencapaian tujuan negara yang
lebih abstrak, dan biasanya ditetapkan secara konstitusional. Berbagai
fungsi tersebut dilihat dan dilaksanakan secara berbeda oleh sistem
sosial yang berbeda, terutama secara ideologis. Hal tersebut
mewujudkan dalam sistem pemerintahan yang berbeda, dan lebih
konkrit terwakili oleh dua kutub ekstrim masing-masing rezim totaliter
(sosialis) dan rezim demokratis. Substansi perbedaan keduanya terletak
pada perspektif pembagian kekuasaan negara (pemerintah).
b. Tujuan Penyelenggaraannya Pemerintah Daerah
Tujuan dari penyelenggaraan Pemerintah Daerah untuk
mewujudkan tujuan daerah yang menjalankan hak dan kewajiban yang
perlu mengelola dalam sistem Pengelolaan Keuangan Daerah sendiri
dengan meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Prinsip otonomi daerah yang nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senjatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah.(Indra Ismawan,2002:8). Dengan demikian isi dan
jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah
lainnya. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan
yang dikehendak dicapai pemerintah wajib melakukan pembinaan yang
berupa pemberian pedoman seperti penelitian, pengembangan,
perencanaan dan pengawasan. Bersamaan itu pemerintah wajib
memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan,
bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam pelaksanaan dapat
dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
itu ada 3 macam yaitu:
(1). Desentralisasi (Local Self Goverment) adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2). Dekonsentrasi (Local State Government) adalah pelimpahan
wewenangan pemerintahan oleh kepada gubernur sebagai wakil
pemerintahan dan atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.
(3). Tugas pembantuan (Medebewind) adalah penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan atau desa dari pemerintah propinsi
kepada kabupaten/kota dan atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Tugas pembantuan adalah sesuatu wujud dari dekonsentrasi,
akan tetapi pemerintahan tidak membentuk badan sendiri untuk itu yang
tersusun secara vertikal sebagai suatu konsep dalam pemerintahan
daerah, dimana tugas pembantuan (medebewind) hanya dikenal dalam
ketatanegaraan belanda dan Indonesia, yang pada intinya adalah
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah
kedesa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayan,
sarana dan prasarana serta pemberdayan manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan pertanggungjawabkan kepada yang
menugaskan.
Pembagian kekuasaan biasa diasosiasikan dengan desentralisasi.
Dalam berbagai diskusi desentralisasi ini sering dihadapkan dengan
sentralisasi. Dalam sistem sentraliasi konsentrasi kekuasaan politik atau
otoritas pemerintahan ada pada tingkat nasional. Atas pertimbangan
kekuasaan selanjutnya memperkuat pemerintah pusat dan
mengorbankan lembaga-lembaga lokal. Kasus-kasus yang muncul
dalam sistem sentralisasi adalah kesatuan nasional, penyeragaman
hukum dan pelayanan umum persamaan kelembagaan dan kemakmuran
dikaitkan dengan kebijakan pembangunan ekonomi. Berbeda dengan
sistem sentralisasi, dalam sistem desentralisasi ada perluasan otonomi
lokal dengan pembagian kekuasaan dan tanggung jawab dari
pemerintah pusat. Kasus yang biasa dihubungkan dengan desentralisasi
adalah partisipasi warga, kepekaan pemerintah lokal atas tuntutan
warga, legitimasi pemerintah dan kebebasan warga. Keseimbangan
antara sentralisasi dan desentralisasi dalam suatu negara ditentukan oleh
faktor-faktor sejarah, budaya, kondisi geografis, ekonomi dan politik.
Struktur negara sesuai konstitusi dan itu merupakan kerangka minimal
hubungan pusat-daerah.
Desentralisasi. Ada dua kelompok pengertian yakni Versi Anglo-
Saxon dan Versi Kontinental. Kelompok Anglo-Saxon diwakili
pemikiran yang dikemukakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mendefinisikan desentralisasi sebagai penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat pemerintah pusat di daerah
secara dekonsentrasi (misalnya: delegasi) ataupun kepada badan-badan
otonom daerah secara devolusi. Ada dua bentuk penyerahan wewenang
dan fungsi pemerintah:
1) Deconsentration area offices of administration yakni penyerahan
wewenang dan tanggung jawab administrasi bidang tertentu kepada
pejabat-pejabat pusat di daerah;
2) Devolusi yakni penyerahan sebagian kekuasaan pemerintahan, baik
politis maupun administratif, kepada badan-badan politik di daerah
yang diikuti dengan penyerahan kekuasaan sepenuhnya untuk
mengambil keputusan baik secara politis maupun administratif.
Bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan/kewenangan
yang dibedakan ke dalam desentralisasi administratif dan desentralisasi
politik. Desentralisasi administratif merupakan pendelegasian
wewenang pelaksanaan yang diberikan kepada pejabat pusat di tingkat
lokal. Sedangkan desentralisasi politik adalah pemberian kewenangan
dalam membuat keputusan dan pengawasan tertentu terhadap sumber-
sumber daya yang diberikan kepada badan-badan pemerintah regional
dan lokal.
Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan perencanaan,
pembuatan keputusan atau kekuasaan administratif dari pemerintah
pusat kepada organisasi-organisasi pelaksanaan, unit-unit administrasi
lokal, organiasi-organisasi semi otonom, pemerintah-pemerintah lokal
dan organisasi non-pemerintah. Selanjutnya dikemukakan, ada empat
bentuk desentralisasi:
a. Deconsentration, penyelenggaraan urusan pemerintah pusat kepada
daerah melalui wakil perangkat pusat yang ada di daerah, meliputi
field administration dan local administration.
b. Delegation to semi-outonomous and parastatal organizations
adalah suatu pelimpahan kewenangan dalam pembuatan keputusan
dan manajerial dalam melaksanakan tugas-tugas khusus kepada
suatu organisasi yang tidak langsung berada di bawah pengawasan
pemerintah pusat.
c. Devolution to local government. Devolusi merupakan penjelmaan
dari desentralisasi dalam arti luas, yang berakibat bahwa pemerintah
pusat harus membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah
pusat, dengan menyerahkan fungsi dan kewenangan untuk
dilaksanakan sendiri atau disebut desentralisasi teritorial.
d. Delegation to non-government institutions atau penyerahan atau
transfer fungsi dari pemerintah kepada organisasi non pemerintah.
Hal ini dikenal sebagai privatisasi.
Kesimpulannya bahwa desentralisasi merupakan penyerahan
kewenangan dalam arti luas yang mencakup: dekonsentrasi, devolusi,
privatisasi atau desentralisasi fungsional dan pengikutsertaan organisasi
non-pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Pengertian yang luas dan bersifat federatif merupakan
mencirikan kelompok Anglo-Saxon.
Versi Kontinental, memandang desentralisasi lebih
menekankan pemberian kekuasaan pemerintah pusat kepada daerah.
Menurut Koesoemahatmadja, desentralisasi adalah sistem untuk
mewujudkan demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat
ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Desentralisasi menurutnya dapat dibedakan menjadi dekonsentrasi dan
desentralisasi ketatanegaraan (desentralisasi politik), yaitu pelimpahan
kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah-
daerah otonom di dalam lingkungannya. Dengan desentralisasi
politik ini masyarakat dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan
melalui saluran-saluran perwakilan. Desentralisasi politik ini
dibagi menjadi:
1) Desentralisasi teritorial, yaitu: pelimpahan kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah masing-masing;
2) Desentralisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan
tertentu.
Bagi The Liang Gie desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan
untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari
sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah. Pengertian
desentraliasi versi Kontinental lebih bersiat unitaris.
Secara umum desentralisasi pada dasarnya adalah penyerahan
sebagian wewenang dan tanggungjawab dari pemerintah pusat kepada
badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi
urusan rumah tangganya sehingga urusan-urusan tersebut beralih
kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah
Daerah.
Ada beberapa alasan berkaitan dengan gagasan desentralisasi:
1. alasan politis, yakni untuk mencegah pemusatan kekuasaan yang
berlebihan. Asumsinya adalah bahwa konsentrasi kekuasaan yang
demikian besar sangat rawan terhadap penyalahgunaan.
2. alasan teknis administratif. Asumsinya efisiensi dan efektifitas
penyelesaian permasalahan pemerintahan pada jenjang yang tepat
sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen modern.
3. alasan dalam kenyataan penyebaran kekuasaan didorong oleh alasan
yangn beragam.
Alasan desentralisasi adalah demi tercapainya efektifitas
pemerintahan dan demi demokratisasi dari bawah. Sedangkan bagi The
Liang Gie alasan itu adalah :
1) mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak, yang dapat
memunculkan tirani;
2) pendemokrasian;
3) efisiensi pemerintahan;
4) perhatian kepada kekhususan daerah; dan
5) usaha memperlancar pembangunan melalui pemerintah daerah
Adapun kebaikan-kebaikan dari desentralisasi adalah:
a. Mengurangi bertumpuk-tumpuknya pekerjaan di pusat
pemerintahan.
b. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak, Pemerintah
Daerah tidak perlu menunggu instruksi dari Pusat.
c. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk, karena setiap
keputusan dapat segera dilaksanakan.
d. Dapat diadakan pembedaan dan pengkhususan yang berguna bagi
kepentingan-kepentingan tertentu.
e. Daerah Otonom dapat menjadi laboratorium dalam hal yang
berhubungan dengan pemerintahan.
f. Mengurangi kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
g. Desentralisasi secara psikologis dapat memberikan kepuasan bagi
Daerah karena sifatnya langsung.
Dari berbagai paparan di atas terlihat adanya unsur-unsur politik,
teknis administratif dan ekonomis. Unsur-unsur politik mencakup
seperti demokrasi, moral politik, pendidikan politik, partisipasi dan
kemandirian. Sedangkan unsur teknis administratif diperlihatkan pada
kebutuhan efektivitas dan efisiensi pemerintahan. Unsur ekonomis
mengacu pada efisiensi pelayanan barang dan jasa serta penguatan
sektor swasta. Dengan cara pandang demkian dapat dibedakan tiga
macam desentralisasi, yakni devolusi (politik), dekonsentrasi (teknis
administratif) dan privatisasi (ekonomis). Unsur-unsur tersebut
merupakan alasan pembenar dianutnya desentraliasi dalam
pemerintahan, yang dalam bentuk nyata berupa daerah-daerah otonom.
Dengan kata lain adanya pemerintah daerah otonom didorong oleh
kombinasi sejumlah alasan, baik alasan ideologi politik, teknis-
administratif (manajemen) maupun ekonomis.
Dalam rangka desentralisasi yang berdasarkan UU 22 Tahun
1999 dan UU No.25 Tahun 1999 tidak banyak memenuhi tuntutan yang
berkembang untuk mendapatkan otonomi daerah ditingkat propinsi,
dalam hal ini menunjukan dalam tingkat pusat langka-langka yang
selama ini. Dijalankan tidak tersosialisasikan dengan baik yang telah
atau tetap dijalankan dengan pola dan budaya sentraliasi lam
(Pemerintahan Pusat menetapkan dan merumuskan Daerah tinggal
melengkapi dan menyetujui) sehingga dalam pembangunan dan
kerangka otonomi daerah dapat dilaksanakan secara maksimal. Dengan
dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 ini diharapkan bias
menggantikan undang-undang yang lama dan berjalan lancar karena
disini pemerintah Pusat harus melakukan pendekatan desentralisasi
dengan pemerintah propinsi yang dilakukan secara bertahap, yang
berdasarkan pada penyerahan kewenangan dan sumberdaya kepada
tingkat propinsi terlebih dahulu. Dalam penyelenggaraan asas
desntralisasi itu juga diperlukan dukungan yang kuat dari Pemerintah
Daerah.
Dengan adanya otonomi, daerah diharapkan dapat mengurus
rumah tangganya sendiri, khususnya dalam masalah keuangan daerah,
guna untuk keberhasilan pembangunan dan penyelenggaran otonomi
daerah. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan daerah dalam UU
No.32 tahun 2004 diatur dalam pasal 155 Paragraf kesatu Umum BAB
VIII tentang keuangan daerah dan pasal 156 isinya:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
2. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan
pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran
pendapatan dan belanja Negara.
3. Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari
administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Pasal 156:
1. Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Daerah.
2. Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh
kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanan,
penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta
pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat
daerah.
3. Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan
kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang
menerima/mengeluarkan uang.
Hal-hal yang sangat mendasar dalam undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 ini adalah pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang inovatif serta transparan. Disamping itu dalam rangka
pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembaruan yang
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat,
melalui peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Efektivitas
penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antara susunan pemerintahan
dan antara pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan
pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah
dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Pengertian Otonomi daerah, menurut pasal 5, BAB 1 Ketentuan
umum UU No.32 Tahun 2004 adalah hak, kewenangan dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian otonomi daerah
menurut Syaukani, H.R adalah bahwa pemerintah daerah memiliki
wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalm mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Menurut Syaukani, H.R otonomi sendiri mengandung makna
pemberian kewenangan dalam mengambil keputusan dan pengelolaan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Substansi
apa yang dikelola oleh pemerintah daerah dan bagaimana
pengelolaannya, akan sangat tergantung dari aspirasi dan potensi
sumber daya yang ada di daerah otonom.
Daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tiap-tiap daerah itu memiliki aspirasi dan potensi sumber daya yang
berbeda. Hal tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya
manusia, potensi sumber daya alam, tata nilai atau tradisi masyarakat
dan kelembagaan masyarakat yang berkembang didaerah setempat dan
kebijakasanaan yang dibuat oleh pemerintahan daerah.
Otonomi bertanggung jawab adalah perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekunsi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang
harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi,
berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi keadilan dan
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah sereta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.(Indra Ismawan,2002:8)
Hakekat Otonomi Daerah itu adalah:
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom.
Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan
pemerintah pusat yang diserahkan kepada daerah. Kemandirian
dalam hal mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti
keotonomian suatu daerah didalamnya terdapat hak penetapan
kebijakan sendiri, pelaksanaan sendiri serta pembiayaan dan
pertanggungjawaban daerah sendiri.
2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah
tangga sendiri, pemerintah tidak dapat menjalankan hak dan
wewenang otonominya itu diluar batas-batas wilayah daerah.
3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah lainnya sesuai dengan wewenang pangkal dan
urusan yang diserahkan kepadanya.
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lainnya, hak mengatur
dan mengurus rumah tangga daerah lain. Dengan demikian suatu
daerah otonom adalah daerah yang tidak memiliki hubungan
herarkis dengan daerah lainnya baik secara vertikal maupun
horizontal. Karena daerah otonom memiliki actual independence.
c. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004,
maka Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tidak berlaku lagi karena
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan
tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut UUD 1945 memberikan keleluasan kepada Pemerintah
Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam penyelenggaraan
Otonomi Daerah, diharapkan akan mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, keadilan,
pemerataan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi
perkembangan keadilan, baik didalam maupun diluar negeri, serta
tentang persaingan global. Otonomi Daerah memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara
proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumberdaya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat
dan Daerah. Semua itu harus dilakukan sesuai dengan prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Penjelasan Undang-undang No.32 tahun 2004,
ditegaskan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara
Kesatuan menganut asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan Otonomi daerah. Pasal 18 UUD 1945
antara lain menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas
Daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya
dtetapkan dengan Undang-undang. Selain itu dalam pasal 2 ayat 1 UU
No.32 tahun 2004 disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia di
bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas
Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintah
daerah. Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintahan Pusat Dan Pemerintahan Daerah,
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,
demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan
penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan
subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas
antara Pemerintah danPemerintah Daerah.
Dengan demikian, UUD 1945 merupakan landasan yang kuat
untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan Bertanggung jawab kepada kepala daerah.
sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR-RI Nomor
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah:
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai dengan ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998
tersebut, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab
kepada daerah. Kewenangan itu diberikan secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber
daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat
dan Daerah.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 diharapkan dapat
meningkatkan Efesiensi dan Efekktifitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah, dengan lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antara susunan pemerintahan dan antara pemerintahan
daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, berpeluang dan tantangan
persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-
luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Daerah Propinsi
berkedudukan sebagai Daerah Otonom sekaligus wilayah
Administrasi, yang melaksanakan kewenangan pemerintah Pusat yang
didelegasikan kepada Gubernur Daerah Propinsi bukan merupakan
pemerintahan atasan dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan
demikian, Daerah Otonom Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
Beberapa pertimbangan yang mendasari mengapa propinsi
mendapatkan kedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai
wilayah administrasi yaitu:
1. Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas
daerah Kabupaten dan daerah Kota serta melaksanakan
kewenangan otonomi daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh
daerah Kabupaten dan daerah Kota, Dan
3. Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi.
Otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang
meliputi kewenangan lintas kabupaten dan daerah kota, dan
kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh daerah
kabupaten dan daerah kota, serta kewenangan bidang pemerintahan
tertentu lainnya.
Orientasi dari pelaksanaan Otonomi Daerah adalah mendorong
pemberdayaan masyarakat daerah, menumbuhkan prakarsa dan
kreatifitas, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan
pemberdayaan fungsi danperan DPRD dalam membangun
Pemerintahan Daerah yang baik berdasarkan UU No.32 tahun 2004,
maka otonomi daerah harus mengandung prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan prinsip
demokratisasi dan desentralisasi memperhatikan keanekaragaman
potensi daerah, dengan lebih meningkatkan aspek hubungan antar
susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata
dan bertanggung jawab. Artinya pengakuan kewenangan
pemerintah secara luas dan nyata dibebankan pada tanggung jawab
daerah dengan memperhatikan kemampuan daerah.
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung
jawab secara utuh diletakkan pada Pemerintah Kota sedangkan
Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas yang
bersifat lintas daerah.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi
Negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antar
Pemerintah Kota.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah, harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah Otonom, dan karenanya dalam Daerah Kota
tidak ada lagi Daerah Administrasi dan atau kawasan-kawasan
khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan
Otorita, kawasan pelabuhan laut, sungai, fery, dan pelabuhan
udara, kawasan perkotaan baru, kawasan pertambangan dan
semacamnya.
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus meningkatkan peran dan
fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai lembaga penyalur
aspirasi rakyat maupun lembaga pengawas penyelenggaraan
Pemerintah Kota. Kekuasaan Pemerintahan dipegang oleh
eksekutif Daerah yakni Walikota.
7. Pelaksanaan Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi
dalam kedudukannya sebagai daerah Administrasi untuk
melaksanakan kewenangan Pemerintah yang telah diserahkan
kepada Daerah Otonom. Sedangkan asas Desentralisasi diletakkan
pada daerah Kota sebagai daerah Otonom.
8. Pelaksanaan Asas tugas Pembantuan dimungkinkan tidak hanya
dari pemerintah kepada Daerah Otonom, tetapi juga dari
pemerintah dan Daerah kepada desa yang disertai dengan
pembiayaan sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia.
Berbagai otonomi sebagaimana disebutkan penyelenggaaan
otonomi daerah di wilayah Kota. Kaidah-kaidah tersebut harus sesuai
dengan jiwa dan makna undang-undang otonomi. Dalam arti setiap
kebijaksaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan
harus orientasi pada prinsip-prinsip dasar otonomi.
2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Keuangan.
Pengertian Pengelolaan Keuangan
Pengertian Pengelolaan keuangan dalam Peraturan Pemerintah
No. 58 tahun 2005 adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.
Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan dan kewenangan
dalam menyelenggarakan keseluruhan Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sedangkan keuangan daerah itu adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Karena dalam
Peraturan Pemerintah 58 Tahun 2005 telah menjelaskan tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, oleh sebab itu Pengelolaan Keuang an
Daerah yang diatur dalam PP 58 tahun 2005 meliputi:
1) asas umum pengelolaan keuangan daerah;
2) pejabat-pejabat yang mengelola keuangan Daerah;
3) struktur APBD;
4) penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;
5) penyusunan dan penetapan APBD;
6) pelaksanaan dan perubahan APBD;
7) penatausahaan keuangan daerah;
8) pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
9) pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD;
10) pengelolaan kas umum daerah;
11) pengelolaan piutang daerah;
12) pengelolaan investasi daerah;
13) pengelolaan barang milik daerah;
14) pengelolaan dana cadangan;
15) pengelolaan utang daerah;
16) pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah;
17) penyelesaian kerugian daerah;
18) pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah;
19) pengaturan pengelolaan keuangan daerah
Sedangkan ruang lingkup keuangan daerah yang dijelaskan
dalam PP 58 Tahun 2005 yaitu:
a) hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah
serta melakukan pinjaman;
b) kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan
daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
c) penerimaan daerah;
d) pengeluaran daerah;
e) kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain Yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan
pada perusahaan Daerah;
f) kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau
kepentingan umum.
Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah
pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
mempunyai kewenangan yaitu:
1) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
2) menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
3) menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;
4) menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran
5) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah;
6) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang
dan piutang daerah;
7) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang
milik daerah;dan
8) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran.
Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah selaku PPKD dan Kepala SKPD selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah. Dalam pelaksanaan kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Sekretaris daerah bertindak
sebagai koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pedoman Pengelolaan Daerah harus sejalan dengan Undang-
undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini di
karenakan Perbendaharan Negara mengatur pengelolaan dan
pertanggungjawaban Keuangan Negara termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Perbendaharaan Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 Undang- Undang No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara, meliputi:
1. Pelaksanaan Pendapatan dan belanja Negara.
2. Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Daerah
3. Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara
4. Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
5. Pengelolaan Kas
6. Pengelolaan Piutang dan Utang Negara/Daerah
7. Pengelolaan Investasi dan barang milik Negara/Daerah
8. Penyelenggaraan Akuntansi dan Sistem Informasi Manajeman
Keuangan Negara/Daerah
9. Penyususan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBN/APBD
10. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
11. Penelolaan Badan Layanan Umum
12. Perumusan Standar, Kebijakan, serta sistem dan Prosedur yang
berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka
pelaksanaan APBN/APBD.
Peran Walikota dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Surakarta mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Pasal 2
Undang-undang No.1 Tahun 2004 dalam penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya dikelola secara tertib,
taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, ekonomis,
transparan, dan pertanggungjawaban dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatuhan. Dalam hal ini walikota dalm mengelola
keuangan daerah harus berpacu atau berpedoman pada Undang-Undang
tersebut. Pengeloaan keuangan daerah harus bersinergi dengan
Pengelolaan Keuangan Negara.
Sekretaris Daerah yang bertindak sebagai koordinator
pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang
yaitu:
a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
d. penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas
keuangan daerah; dan
f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pelimpahan ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan prinsip
pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang
menerima atau mengeluarkan uang.
Sekretaris Daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a berkaitan dengan
peran dan fungsinya dalam membantu kepala daerah menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintah
daerah termasuk Pengelolaan Keuangan Daerah. Koordinator
Pengelolaan Keuangan Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugas kepala daerah.
Sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan
Daerah, Sekretaris daerah selain mempunyai tugas koordinasi. Juga
mempunyai tugas sebagai berikut:
1. memimpin TADP
2. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD
3. menyiakan pedoman pengelolaan barang daerah
4. memberikan persetujuan/pengesahan DPA-SKPD/DPPA-SKPD,
dan
5. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah
lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
Undang-undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah, dalam hal ini
Walikota harus melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan daerah. Pemeriksaan adalah proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kreditbilitas dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang
dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur Keuangan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara.
Untuk melakukan Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan
Undang-undang dan Peraturan Pemerintahan yang berlaku. Dalam
pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:
1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat dan pihak
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan Negara.
2. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset,
alokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan
atau kendali dan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau
entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya.
3. Melakukan penyegelan tempat penyimpangan uang, barang, dan
dokumen Pengelolaan Keuangan Negara.
4. Meminta keterangan kepada seseorang.
5. Memotret, merekam, dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu
pemeriksaan.
3. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara
2. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Daerah
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
8. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2005 tentang Perangkat Daerah
9. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
10. Permendagri No. 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah
4. Tinjauan Umum Tentang Sumber Keuangan Daerah
a. Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
Perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan pemerintah
Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proposional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan
pertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Berhubung biaya penyelenggaraan otonomi daerah harus
ditanggung oleh Daerah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) maka penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada
Daerah haruslah disertai dengan penyerahan dan pengalihan
pembiayaan. Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan
daerah yang ada di daerah, disamping didukung oleh perimbangan
keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara Propinsi dan
Kota.
Mengenai masalah perimbangan keuangan antara pemerintah
Pusat dan Daerah, selama ini merupakan salah satu sumber kerusakan
di Daerah, karena masyarakat di Daerah merasa di berlakukan secara
tidak adil oleh pemerintah Pusat. Kekayaan Daerah selama ini dikuras
oleh pemerintah Pusat dan rakyat di Daerah tetap dibiarkan hidup dalam
kemiskinan.
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1). Hasil pajak daerah;
2). Hasil retribusi daerah;
3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4). Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Ad.a. Pajak daerah dan retribusi daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-
undang yang pelaksaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.
Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan
lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang. Sedangkan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana di maksud
dalam Pasal 157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 4 ditetapkan
dengan Perda berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pengalaman selama ini menunjukan bahwa hampir di semua
Daerah presentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) relative kecil. Pada
umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintah
Pusat dan sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini menyebabkan daerah sangat tergantung
pada pemerintah pusat, sehingga kemampuan Daerah untuk
mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas.
Rendahnya PAD di suatu daerah bukanlah disebabkan oleh karena
secara struktural Daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-
sumber keuangan yang potensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh
kebijakan pemerintah pusat. Selama ini sumber-sumber keuangan yang
potensial dikuasai oleh pemerintah Pusat.
Diharapkan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang didalamnya diatur dalam
Pasal 1 BAB I Ketentuan Umum, bag 13, tentang perimbangan
keuangan antara Pusat dan Daerah, masalah kesenjangan dan
ketidakadilan tersebut tidak akan terjadi lagi. Tetapi keberhasilan dalam
mencapai tujuan kedua undang-undang tersebut, sangat tergantung pada
kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Daerah. Dengan
diberikannya wewenang yang luas kepada daerah untuk melakukan
pengangkutan, pemindahan, pemberhentian, serta pendidikan dan
pelatiahan bagi pegawai Daerah, diharapkan masalah rendahnya
kualitas sumber daya manusia yang ada di Daerah terutama pegawai
Daerah akan bisa diatasi. Pemerintah Daerah akan dapat memilih
sumber daya manusia yang berkualitas untuk diangkat sebagai pegawai
Daerah, terutama yang berasal dari daerahnya sendiri.
Untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari
sumber pajak dan retribusi Daerah, pemerintah Daerah harus
meningkatkan kualitas sumber daya manusiayang dimilikinya terutama
petugas perpajakan, baik kualitas intelektual maupun kualitas moralnya,
sehingga mampu menggali sumber-sumber pajak dan retribusi Daerah
baik melalui intensifikasi maupun melalui cara ekstentifikasi dengan
menggali obyek-obyek pajak yang baru.
Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan menarik
investor agar bersedia menanamkan modalnya di Daerah dengan
melakukan promosi serta menciptakan suasana yang kondusif untuk
dunia usaha sehingga usaha ini disamping dapat meningkatkan
pendapatan Daerah melalui pajak, juga dapat membuka lapangan kerja
baru.
Ad.b. Dana Perimbangan
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 159, UU No.33 Tahun
2004, tentang perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan
Daerah dana perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
Lebih lanjut didalam Pasal 160, UU No.32 Tahun 2004,
menjelaskan bahwa:
1). Dana Bagi Hasil sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 159 huruf
a bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
2). Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaiman yang
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan,
perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor
pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta
kehutanan.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib
pajak orang pribadi dalam negeri.
3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari :
a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH), Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan dana
reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan ;
b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan
iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran
eksploitasi (royalti) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan ;
c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang
dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan
dan penerimaan pungutan hasil perikanan ;
d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan ;
e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari
wilayah daerah yang bersangkutan ;
f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari
penerimaan setoran bagi pemerintah, iuran tetap dari iuran
produksi yang dihasilkan dari wilaya daerah yang bersangkutan.
4). Daerah penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan
pertimbangan dari Menteri Teknis terkait.
5). Dasar perhitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumber daya
alam ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh
pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
6). Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Mengenai Dana Alokasi Umum diterapkan pada Pasal 161, yaitu:
1. DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf b,
dialokasikan berdasarkan presentase tertentu dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.
2. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu
yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang
selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
semua dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai undang-
undang.
Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pasal 162 yaitu:
1. Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 159 huruf c dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu
dalam rangka pendanaan pelaksanaan dedentralisasi untuk :
a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas
dasar prioritas Nasional.
b.Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
2. Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan
dengan Gubernur.
3. Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dilaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan setelah dikoordinasikan olleh daerah yang
bersangkutan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan
Pemerinntah.
Yang membiayai kebutuhan khusus, dapat dialokasikan
sejumlah dana melalui APBN. Yang dimaksud kebutuhan khusus
adalah:
a. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
b. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau proiritas Nasional.
Mengenai besarnya Dana Perimbangan ini ditetapkan setiap
tahun anggaran dalam APBN.
Ad.c. Pinjaman Daerah
Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Daerah, Daerah
dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri dan luar negeri
untuk membiayai sebagian Anggaran Belanja Daerah. Pinjaman dari
Dalam Negeri harus diberitahukan kepada Pemerintah Pusat dan
dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat. Sedangkan pinjaman dari Luar Negeri harus mendapat
persetujuan dari Pemerintah Pusat, sesuai dengan ketentuan perundang-
undangannya. Pinjaman Daerah baik yang berasal dari Dalam Negeri
maupun Luar Negeri harus mendapat persetujuan dari DPRD. Untuk
mewujudkan keterbukaan, setiap perjanjian yang dilakukan oleh Daerah
harus diumumkan dalam Lembaran Daerah.
Dalam melakukan pinjaman daerah ada 2 (dua) hal yang harus
diperhatikan :
1. Dilarang melakukan pinjaman Daerah yang menyebutkan
terlampauinya batas jumlah pinjaman daerah yang ditetapkan.
2. Dilarang melakukan perjanjian yang bersifat pinjaman sehingga
mengakibatkan beban atas keuangan Daerah.
Yang dimaksud dengan batas jumlah pinjaman Daerah adalah
jumlah pinjaman maksimum yang dapat diterima oleh Daerah dengan
memperhatikan indikator kemampuan Daerah untuk meminjam maupun
dalam pengembalian pinjaman, yaitu suatu ratio yang mewujudkan
tersedianya sejumlah dana dalam periode waktu tertentu untuk menutup
kewajiban pembayaran pinjaman. Sedangkan yang dimaksud
penjaminan adalah penjaminan Daerah terhadap antara lain pinjaman
perusahaan milik Daerah dan pinjaman Swasta dalam rangka
pelaksanaan Proyek Daerah.
Dalam penyusunan APBN semua pembayaran yang menjadi
kewajiban Daerah atas pinjaman Daerah harus merupakan salah satu
prioritas. Apabila Daerah tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran
pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat
mempertimbangkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi Umum,
yang akan diterima Daerah. Untuk keperluan mendesak kepada Daerah
tertentu dapat diberikan dana darurat yang berasal dari APBN. Prosedur
dan tatacara penyalurannya diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dari APBN.
Ad.d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Yang dimaksud pendapatan lain-lain Pendapatan asli Daerah
yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap Daerah dan jasa Giro.
Pedoman tentang penyusunan, perubahan dan perhitungan APBD
ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sedangkan pedoman tentang
pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan Keuangan Daerah,
serta tata cara penyusunan APBD ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya
satu bulan sesudah ditetapkan APBN. Perubahan APBD juga ditetapkan
dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum
Tahun Anggaran berakhir, sedangkan penghitungan APBD harus
dilakukan selambat-lambatnya dilakukan setelah tiga bulan sesudah
Tahun Anggaran berakhir. Perhitungan APBD ini juga ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Aspirasi masyarakat daerah, ditegakkan dalam TAP MPR
Nomor IV / MPR / 2000 agar Otonomi Daerah dan pembagian Sumbaer
Daya Alam lebih adil dan merata segera dilaksanakan. Undang-undang
No. 32 tahun2004, bahwa desentralisasi fiskal telah harus dilaksanakan
paling lambat dua tahun sejak penetapannya.
Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah adalah suatu
sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokrasi,
transparan dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan
penyelenggaraan, dekonsentrasi, dan tugas pembantu, sejalan dengan
kewajiban dan penbagian kewenangan serta tatacara penyelenggaraan
kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan.
Pergeseran penggunaan dana yang lebih besar untuk Daerah,
pada umumnya akan berdampak pada peningkatan peranan Pemerintah
Daerah dalam melaksanankan fungsi pemerintahan secara umum,
utamanya berkaitan dengan fungsi alokasi. Pemerintah Daerah memiliki
kewenangan penuh atas pengalokasian dan penggunaan dana
perimbangan tersebut. Hal ini tentu saja membuka peluang bagi
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan efektivitas pencapaian
kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan.
Luasnya kewenangan yang dimiliki dalam pengalokasian dana
akan selalu dapat disesuaikan dengan prioritas dan preferensi masing-
masing daerah. Dengan perkataan lain, pengeluaran-pengeluaran yang
bukan merupakan kebutuha utama atau kurang bermanfaat bagi
masyarakat secara umum dapat dihindari.
Akuntabilitas penggunaan dana juga akan dapat ditingkatkan,
karena mekanisme pengawasan dan pertanggung jawaban
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan oleh Pemerintah
Daerah kepada masyarakat melalui DPRD akan lebih mendorong
peningkatan efisiensi penggunaan dana. Sementara bagi Pemerintah
Pusat sebagai implikasi dari pergeseran dana dan perubahan mekanisme
pengelolaan dan pertanggung jawaban dana APBN, pelaksanaan fungsi
koordinasi dan monitoring yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat berkaitan dengan pemeliharaan stabilitas ekonomi makro dan
pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin berat
dan kompleks.
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali
sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuanagn
antara Pemerintah Pusat dan Daearah serta antara Propinsi dan
Kabupaten / Kota yang merupakan prasyarat dalam system Pemerintah
Daearah.
b. Pelaksanaan Otonomi Daearah menurut UU No. 32 / 2004
Penyelenggaraan Otonomi Daerah didasarkan pada isi dan jiwa
yang terkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Ini
menjadi pedoman dalam penyusunan Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 dengan pokok-pokok pikiran :
a. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas dekonsentrasi dan
desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah Daerah Propinsi, sedangkan Daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah Daerah Kabupaten
dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi
berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
c. Pembagian Dearah diluar daerah Propinsi dibagi habis ke dalam
Daerah Otonom. Dengan demikian wilayah administrasi yang
berada dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dapat dijadikan
Daerah Otonam atau dihapus.(Indra Ismawan,2002:9)
Berdasarkan pokok pikiran tersebut di atas wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi ke dalam:
a. Daerah Propinsi sebagai Daerah Otonom, juga berkedudukan sebagai
wilayah Administrasi, terdiri dari wilayah darat dan wilayah sejauh
12 (duabelas) mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas
atau kearah perairan kepulauan. Daerah Propinsi yang dahulu disebut
Propinsi Dearah Tingkat I sekarang disebut Propinsi.
b. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang bersifat otonom, yaitu
daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi, berwenang
untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Sebutan Kabupaten Daerah tingkat
II dan Kota Madya Daerah Tingkat II yang berlaku selama ini diganti
dengan sebutan Kabupaten atau Kota.
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang sangat kompleks dan
problematis. Di lapangan, banyak masalah yang sebelumnya tidak
terpikirkan pada saat penyusunan konsep. Dengan demikian diperlukan
semacam prinsip sebagai acuan dalam mengatasi masalah-masalah di
lapangan. Prinsip penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah:
a. Digunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
b. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang
dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dan
c. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi,
Daerah Kabupaten, Daearah Kota, dan desa.
Dari kerja prinsip diatas terlihat bahwa khusus untuk Daerah
kabupaten dan Daearah Kota, prinsip yang selama ini dijalankan yaitu
melaksanakan asas desentralisasi berdampingan dengan asas
dekonsentrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah tidak berlaku
lagi, karena penyelenggaraan asas desentralisasi di Daerah Kabupaten
dan Daerah Kota dilaksanakan secara bulat dan utuh. Hal ini diharapkan
akan dapat menghindari terjadinya tumpang tindih karenanya antara
instansi vertikal dengan tiap daerah yang berakibat tidak efisiennya
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di samping terjadinya
pemborosan.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintah yang mencakup kewenangan semua
bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan dalam bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.(Indra Ismawan,2002:7 &8)
Di samping itu, keleluasaan ekonomi mencakup pula
kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Yang dimaksud otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang
secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di
daerah.
Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab
adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan
kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonom berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi untuk propinsi
diberikan secara terbatas yang meliputi kewenangan lintas kabupaten
dan kota dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanankan oleh
Daerah kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya.
Dalam pemberian kewenangan yang luasnya kepada pemerintah
Daerah adalah sebagai konsekuensi logis untuk tercapainya
kemandirian Daerah, dan merupakan perwujudan rasa tanggung jawab
pemerintah pusat terhadap pemerintah Daerah. Secara substansional
pemberian Otonomi Daearah itu pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan peranan Daerah dalam pembangunan nasional.
Otonomi daerah memiliki berbagai aspek penting dalam
berbagai bidang, diantaranya:
a. Dari segi politik, adalah untuk mengikutsertakan dan menyalurkan
aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan Daerah sendiri, maupun
untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka
pembangunan proses demokrasi di lapisan bawah.
b. Dari segi manajemen pemerintah adalah untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan. Terutama dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas
jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
c. Dari segi kemasyarakatan untuk meningkatkan partisipasi dan
menumbuhkan kemandirian masyarakat. Caranya melalui usaha
pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat semakin mandiri
dan tidak terlalu banyak tergantung pada pemerintah Daerah. Dengan
otonomi itu juga akan meningkatkan daya saing masyarakat berdasar
keunggulan kompetitif dirinya.
d. Dari segi ekonomi adalah untuk melancarkan pelaksanaan program
pembangunan Daerah guna tercapainya kesejahteraan rakyat di
seluruh Daerah di Indonesia.
Dengan pemberian otonomi luas, nyata dan bertangguang jawab
Pemerintah daerah akan memiliki kewenangan yang utuh. Dalam artian
seluruh kewenangan pemerintah pusat yang telah didesentralisasikan
akan diselenggarakan oleh pemerintah Daerah secara otonom. Misalnya
dalam perencanaan, perijinan pelaksanaan dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bidang petahanan, peradilan, politik luar negeri,
agama dan moneter ditangani oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini
otonomi yang memberikan kesempatan besar bagi Pemerintah Daerah
untuk meningkatkan pelayanan publik, oleh karena itu otonomi
merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Seiring dengan hal di atas penyelenggaraan otonomi daerah
harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus
menjamin keserasian hubungan antar Daearah dengan Daerah lainnya,
artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar
Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi Daerah juga
harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan
pemerintah, harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah
Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
rangka mewujudkan tujuan Negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan
yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang
berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,
perencanaan, dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervise, pengendalian, koordinasi,
pementauan dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan
fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan bantuan dan
dorongan kepada Daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat
dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan peundang-
undangan.
Penyelenggaraan Otonomi di Daerah kota harus sesuai dengan
isi UU No. 32 Tahun 2004. Dalam hal ini pelaksanaan Otonomi Daerah
mengandung aspek:
1. Negara Indonesia terdiri keanekaragaman masyarakat yang
majemuk. Oleh karena itu penyelenggaraan otonomi harus
memperlihatkan aspek kesatuan dan persatuan, dimana masyarakat
memegang kekuasaan melalui pemberdayaan secara menyeluruh.
Dengan kata lain, pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan
konstitusi Negara sehingga akan tetap terjamin hubungan antara
Pusat dan Daerah, serta hubungan antara daerah dengan daerah.
2. Di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dibenarkan suatu Daerah baik merupakan desa, kecamatan atau
wilayah tertentu menggali potensi sumber daya alamnya sendiri
untuk digunakan secara sepihak. Artinya Otonomi harus
dilaksanankan atas dasar rasa keadilan dan keanekaragaman daerah
dalam menggali potensi sumber daya alamnya.
3. Mengingat adanya perbedaan yang mencolok antara daerah
perkotaan dan pedesaan, maka perlu dilakukan pengaturan hubungan
antara daerah perkotaan dan pedesaan yang dilaksanakan dengan
asas desentralisasi dan dekonsentrasi. Sedangkan pelaksanaan
Pemerintah bisa disesuaikan dengan kondisi setempat.
4. Otonomi Daerah bukan menjadi tujuan tetapi Otonomi Daerah
digunakan sebagai cara untuk mencapai tujuan. Dalam kerangka itu,
Otonomi Daerah harus menguntungkan bagi masyarakat di Daerah
yang bersangkutan.
5. Otonomi tidak didasarkan atas faktor primordial masyarakat yang
tinggal di suatu daerah. Seperti ras, suku, agama, golongan dan lain
sebagainya. Sedangkan penduduk Daerah tersebut tidak boleh
dibeda-bedakan antara penduduk asli dan penduduk pendatang,
karena dalam asas desentralisasi semua masyarakat memiliki hak
yang sama hidup dalam wilayah daerah.
6. Otonomi Daerah harus meletakkan dasar desentralisasi pada daerah
Kota guna meningkatkan kemandirian Daerah bersangkutan. Dalam
hal ini otonomi harus pula meningkatkan peranan dan fungsi badan
Legislatif Daerah, baik sebagai legislator, pengawas, penganggaran
dan penyelenggaraan pemerintahan.
7. Otonomi Daerah harus benar-benar mencerminkan otonomi luas,
nyata, dan bertanggung jawab. Artinya, pelaksanaan otonomi harus
dilakukan sesuai denga Undang-Undang yang telah ditetapkan oleh
rakyat. Dengan demikian tidak ada lagi otonomi akal-akalan dan
membatasi gerak langkah daerah dalam mempertanggungjawabkan
kebijaksanaannya pada masyarakat.
Disamping itu dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sangat
diperlukan struktur pengambilan keputusan yang secara desentralisasi
diberikan kepada daerah. Mengingat dalam era otonomi sangat
diperlukan cara pengambilan keputusan yang cepat, tepat, terbuka, dan
terjamin keabsahannya. Tanpa itu dikhawatirkan akan terjadi
perbedaannya bersifat instrumental akan terasa sebagai perbedaan yang
bersifat fundamental. Hal diatas akan dapat menimbulkan kesalah
pahaman dalam komunikasi politik yang mengarah pada disintegerasi.
Mengenai pokok-pokok penyelenggaraan pemerintah di daerah,
diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004, yang didalamnya
mengatur mengenai pokok-pokok urusan pemerintahan berdasarkan
asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan di
daerah.
a. Asas Dekonsentasi
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau
perangkat pusat di Daerah. Wewenang yang dimiliki oleh pemerintah
local administrasi terbatas pada penyelenggaraan pemerintahan
sedangkan inisiatif dari pusat.
b. Asas Desentralisasi
Asas desentralisasi adalah suatu kebijakan dari pemerintah pusat
kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi
dibentuk dan disusun Daearah propinsi, dan Daerah kota yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
c. Asas Tugas Pembantuan
Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintahan
kepada daerah dan desa dari daerah untuk melaksanakan tugas tertentu
yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
pertanggungjawabannya kepada yang menugaskan, sehingga didalam
pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintahan dan daerah
kepada desa. Dalam urusan pemerintah yang masih dipegang oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah sangat berat dalam
penyelenggaraan seluruh urusan yang ada di daerah, apabila masih
menggunakan asas dekonsentrasi keterbatasan dan kemampuan daerah.
Apabila ditinjau dari segi daya guna dan hasil guna kurang dapat
dipertanggungjawabkan apabila semua urusan pemerintah pusat
diserahkan kepada daerah, dimana daerah harus melaksanakan semua
urusan rumah tangganya tanpa bantuan dari pemerintah pusat.
c. Hak dan Kewajiban Daerah Dalam Menyelenggarakan Otonomi
Hak dan kewajiban daerah, diwujudkan dalam bentuk rencana
kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan,
belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan
keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimauksud pada ayat (1) Pasal 23 UU No. 32 Tahun 2004, dilakukan
secara efisien, efektif, transparanakuntabel, tertib, adil, patuh dan taat
pada peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak
seperti yang diatur dalam Pasal 21, Bagian Ketiga UU No.32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daearah, yaitu :
a) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahnya,
b) Mengelola aparatur daerah,
c) Mengelola kekayaan daerah,
d) Memungut pajak daerah dan retribusi daerah,
e) Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnay yang ada di daerah.
f) Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan
g) Mendapatkan hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan kewajiban daerah, diatur dalam Pasal 22, UU No.32
tahun 2004, yaitu:
a) Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan
kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republiik
Indonesia,
b) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,
c) Mengembangkan kehidupan demokrasi,
d) Mewujudkan keadilan dan pemerataan,
e) Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan,
f) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan,
g) Menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak,
h) Mengembangkan sistem jaminan sosial,
i) Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah,
j) Mengembangkan sumber daya produktif di daerah,
k) Melestarikan lingkungan hidup,
l) Mengelola administrasi kependudukan,
m) Melestarikan nilai sosial budaya,
n) Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangan, dan
o) Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
5. Pihak-pihak/Pejabat yang berkaitan dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah
Dalam hal ini pihak yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan daerah yaitu:
a. DPRD
b. Walikota
c. Sekretaris Daerah
d. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)
e. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
f. Bendahara Umum Daerah
1. DPRD.
a. Pengertian DPRD
Posisi DPRD yang terpisah dengan pemerintah Daerah
dalam kenyatannya mengakibatkan DPRD menempatkan diri
berseberangan dengan Kepala Daerah dan perangkat Daerah.
Padahal dalam konteks ini, institusi perangkat daerah menjadi
struktur yang independen, nonpolitis, fungsional dalam struktur,
serta menjadi lembaga profesional yang akan memberikan
dinamika bagi kehidupan pemerintahan, pembangunan, dan
terutama pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini DPRD
mempunyai Fungsi secara jelas yaitu:
- Berfungsi dalam pengaturan
- Penganggaraan
- Pengawasan pelaksanaan kebijakan daerah
- Penetapan Peraturan Daerah
Tugas dan wewenang DPRD yaitu:
1. Membentuk (membuat) perda yang dibahas oleh semua
gubernur selaku kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan
bersama.
2. Membahas dan menyetujui rancangan perda APBD bersama
kepala daerah.
3. Melakukan pengawasan terhadap:
a. Pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-
undangan lain.
b.Pelaksanaan keputusan gubernur, bupati, dan walikota.
c. Pelaksanaan Anggaraan Pendapatan dan Belanja Daerah.
d.Kebijakan Pemerintahan Daerah.
e. Pelaksanaan kerja sama Internasional di Daerah.
4. Memilih wakil kepala daerah dalm hal terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah.
5. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut
kepentingan daerah.
6. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala
daerah dalam penyelenggarakan pemerintahan daerah.
2. Walikota.
a. Pengertian Walikota.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang
disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut
gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah
Walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala
daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten
disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil Walikota.
Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan
kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai
kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada masyarakat.
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti
karena:
1. meninggal dunia;
2. permintaan sendiri; atau
3. diberhentikan.
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan
sebagaimana dimaksud karena:
1. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
2. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah;
4. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah;
5. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah;
6. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah.
Apabila kepala daerah berhenti dalam masa jabatannya
maka kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai
berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh
Presiden. Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah
dalam masa jabatannya dan sisa masa jabatannya lebih dari 18
(delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang
calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna
DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik
yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah. Dalam hal kepala daerah dan wakil
kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam
masa jabatannya, Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan
menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan
terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah.
Kepala Daerah berkedudukan sejajar dengan DPRD namun
Kepala Daerah mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebijakan
Daerah kepada DPRD. Sehubungan dengan hal itu maka badan
Eksekutif Daerah hanya terdiri dari Kepala Daerah, dan Wakil
Kepala Daerah, tetapi sebagaimana diuraikan sebelumnya
perangkat daerah harus bertugas membantu pelaksanaan
penyelenggaraan Administrasi dantugas-tugas Pemerintah Daerah
lainnya karena fungsi profesionalnya.
Berdasarkan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang dibuat masing-masing Kepala Daerah akan digunakan untuk
melakukan penilaian terhadap usul DPRD. Dalam melakukan
penilaian, Depdagri harus obyektif mungkin dan tidak mutlak usul
DPRD untuk menghentikan Kepala Daerah dapat diterima. Dengan
demikian, tidak berarti bila DPRD telah memberikan usul untuk
pemberhentian Kepala Daerah, maka Kepala Daerah sudah
otomatis berhenti. Fungsi Kepala Daerah dalam pemerintah daerah
adalah:
- Mengesahkan dan menetapkan kedalam lembaran daerah.
Tugas dan wewenang Kepala Daerah dalam Pemerintahan daerah
yaitu:
1. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
2. Menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara
Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran;
3. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah;
4. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
utang dan piutang daerah;
5. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
barang milik daerah;
6. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran.
Kewenangan Walikota:
1. Memimpin penyelengggaraan pemerintahan daerah
berdasarakan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
2. Mengajukan rancangan Perda.
3. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD.
4. Menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan
bersama.
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
7. Melaksankan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Sekretaris Daerah.
a. Pengertian Sekretaris Daerah
Dalam konteks ini, sekretaris daerah bertintak seolah
sebagai Chief Executive Officer (CEO) yang mempunyai
kekuasaan penuh dan betanggung jawab atas manajemen
pemerintahan daerah dan hanya berhubungan secara fungsional
dalam aspek struktur organisasi pemerintah daerah secara makro di
luar aspek administarsi-manajemen oleh Kepala Daerah dan
DPRD.
Oleh karena itu, adanya implikasi sosial, hukum dan juga
politis dari status dan kebijakan yang dijalankan oleh Sekretaris
Daerah, maka pengangkatan sekretaris Daerah harus mendapatkan
pertimbangan dari Pimpinan DPRD. Institusi Sekretaris Daerah
disebut perangkat daerah, karena hanya menangani tugas-tugas
administratif dari seluruh proses ketatausahaan di lembaga DPRD.
Tugas dan wewenang Sekretaris Daerah:
1. Penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
2. Pengoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga
teknis daerah;
3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan
daerah;
4. Pembinaan administrasi dan Aparatur pemerintahan daerah;
dan
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
4. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)
a. Pengertian SKPKD
Satuan kerja pengelola keuangan daerah adalah perangkat
daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran
/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan
daerah. Kepala SKPKD selaku PPKD dalam Pasal 5 ayat (3)
huruf b mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan
daerah.
b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD.
c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daeah yang telah
ditetapkan dengan peraturan daerah.
d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD)
e. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
f. Melaksanakan tugas lainya berdasarkan kuasa yang
dilimpahkan oleh kepala daerah.
5. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
a. Pengertian PPKD
PPKD adalah perngakat daerah yang mempuyai fungsi
selaku Bendahara umum daerah (BUD) yang memiliki
kewenangan sebagai berikut:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan
dan pengeluaran kas daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD
oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah
ditunjuk;
g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan APBD;
h. menyimpan uang daerah;
i. menetapkan SPD;
j. melaksanakan penempatan uang daerah dan
mengelola/menatausahakan investasi;
k. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
l. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas
nama pemerintah daerah;
m. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah
daerah;
n. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
o. melakukan penagihan piutang daerah;
p. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
daerah;
q. menyajikan informasi keuangan daerah;
r. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta
penghapusan barang milik daerah.
6. Bendahara Umum Daerah (BUD)
a. Pengertian Bendahara umum daerah (BUD)
Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberikan
tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara umum daerah.
Tugas Bendahara Umum Daerah yaitu:
a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b. pelaksanaan pendapatan dan belanjadaerah;
c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah
e. pengelolaan kas;
f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen
keuangan negara/daerah;
i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD;
j. penyelesaian kerugian negara/daerah;
k. pengelolaan Badan Layanan Umum;
l. perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang
berkaitan dengan
m. pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD.
7. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
SKPD adalah pengguna anggaraan/pengguna barang bagi
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Tugas dan kewenangan SKPD:
a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD
c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya; melaksanakan pemungutan penerimaan bukan
pajak;
d. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab
satuan kerja perangkat
e. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi
tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
f. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya.
Kewenangan SKPD:
1. menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
2. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
3. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
4. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan
dan pengeluaran kas daerah;
5. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
6. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD
oleh bank dan/atau
7. lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
8. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan APBD;
9. menyimpan uang daerah.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat di
gambarkan sebagai berikut:
Gambar. 2 Kerangka Pemikiran
Pemerintah daerah melakukan pengelolaan keuangan daerah
sebagai proses penyelenggaraan pemerintah daerah untuk melakukan
kewenangan mengelola keuangan daerah yang dihasilkan dari
pendapatan daerah. Dari pendapatan atau pengahasilan yang diperoleh
Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Undang-undang No. 17 Tahun 2003
2. Undang-undang No. 1Tahun 2004
3. Undang-undang No. 15 Tahun 2004
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004
5. Undang-undang No. 33 Tahun 2004
6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005
7. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2007
8. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2005
9. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000
10. Permendagri No. 13 Tahun 2006
11. Permendagri No. 17 Tahun 2006
Walikota dan Wakil Walikota
Sekretaris Daerah
Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah
(SKPKD)
Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah
(PPKD)
Bendahara Umum Daerah
(BUD)
Bendahara
penerimanan
Bendahara
pengeluaran
Pejabat Pengguna
Anggaran/barang
Pejabat Kuasa Pengguna
Anggran/Barang
Pejabat Pelaksana Teknis
kegiatan SKPD
Pejabat Penatausahaan
Keuangan SKPD
daerah diproses oleh pemerintah daerah, pemegang kekuasaan dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Walikota selaku Kepala Daerah.
Karena Kepala daerah mempunyai jabatan untuk melakukan
kewenangan menyelenggarakan seluruh Pengelolaan Keuangan Daerah,
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris
Daerah selaku Koordinator Pengelolaan keuangan daerah, Kepala
Satuan Kerja Pengelolaan keuangan daerah selaku PPKD dan Kepala
SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Dalam
pelimpahan kekuasaan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala
daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Koordinator Pengelolaan keuangan daerah dipegang oleh
Sekretaris Daerah dengan peran dan fungsinya dalam membantu Kepala
daerah menyusun kebijakan dan mengekoordinasikan
penyelengggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk Pengelolaan
keuangan daerah. Koordinator pengelolaan keuangan daerah
bertanggumg jawab atas pelaksanaan tugas kepada kepala daerah,
dalam Pengelolaan keuangan daerah memiliki pejabat yang mengatur
proses pengelola keuangan dareah. Pejabat pengelolaan keuangan
daerah adalah SKPKD selaku PPKD sedangkan PPKD dalam
melaksanakan fungsinya sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD).
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai kuasa BUD selain itu PPKD
bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah
melalui Sekretaris daerah. SKPKD melimpahkan kembali kepada
pejabat-pejabat lain seperti Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Daerah,
Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang, Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD, Pejabat Penatausahaan Keuangan
SKPD, dan Bendahara Penerimaan maupun Bendahara Pengeluaran.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERAN WALIKOTA DALAM MENGELOLA KEUANGAN
DAERAH KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI UU NO. 32
TAHUN 2004
Terciptanya otonomi daerah harus disadari sebagai suatu proses
yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan
pemerintah di Daerah. Di tinjau dari aspek sumber daya keuangan
daerah yang tersedia di Daerah harus dikelola secara mandiri dan
bertanggung jawab, dalam arti hasil-hasilnya harus lebih diorentasikan
pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat di
daerah. Tugas pengelolaan sumber daya keuangan daerah merupakan
mandat masyarakat di Daerah yang menjadi kewajiban bagi manajemen
pemerintah di Daerah untuk melaksanakannya. Pandangan tersebut juga
terkait dengan perlunya mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang
efisien dan efektif dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam otonomi Daerah, semangat
desentralisasi, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi
sangat dominan mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan,
khususnya proses pengelolaan keuangan Daerah.
Dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintahan terlihat
bahwa sistem pengelolaan keuangan pada dasarnya merupakan sub
sistem pemerintahan itu sendiri. Aspek pengelolaan Keuangan Daerah
juga merupakan sub sistem yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah. Dengan pengaturan tersebut diharapkan terdapat
keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam
pendistribusian keuangan, pembiayaan, dan penataan sistem
pengelolaan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi
daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang
berkembang.
Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan
otonomi Daerah tidak hanya dilihat dari berapa besar daerah akan
memperoleh dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, tetapi harus
diimbangi dengan sejauh mana instrument atau sistem pengololaan
keuangan daerah saat ini mampu mamberikan nuansa manajemen
keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan
bertanggung jawab.
Agar pelaksanaan pengeluaran dan penerimaan anggaran yang
dipergunakan dalam rangka pembiayaan pelaksanaan pembangunan
dapat berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya tertib administrasi
dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Untuk itu
dalam rangka tercapainya tertib administrasi pelaksanaan pengelolaan
keuangan daerah perlu adanya Peraturan Daerah Kota Surakarta yang
mengatur dan menetapkan tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya dikelola secara tertib,
taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, ekonomis,
transparan, dan pertanggungjawaban dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatuhan. Dalam hal ini walikota dalm mengelola
keuangan daerah harus berpacu atau berpedoman pada Undang-Undang
tersebut. Pengeloaan keuangan daerah harus bersinergi dengan
pengelolaan keuangan Negara.
Pedoman Pengelolaan Daerah harus sejalan dengan Undang-
undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini di
karenakan Perbendaharan Negara mengatur pengelolaan dan
pertanggungjawaban Keuangan Negara termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Jadi Pengelolaan Keuangan Daerah mengacu pada ketentuan-ketentuan
yang ada dalam Perbendaharaan Negara khususnya dalam
pengalokasian APBD.
Perbendaharaan Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 Undang- Undang No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara, meliputi:
1. Pelaksanaan Pendapatan dan belanja Negara.
2. Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Daerah
3. Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara
4. Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
5. Pengelolaan Kas
6. Pengelolaan Piutang dan Utang Negara/Daerah
7. Pengelolaan Investasi dan barang milik Negara/Daerah
8. Penyelenggaraan Akuntansi dan Sistem Informasi Manajeman
Keuangan Negara/Daerah
9. Penyususan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBN/APBD
10. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
11. Pengelolaan Badan Layanan Umum
12. Perumusan Standar, Kebijakan, serta sistem dan Prosedur yang
berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka
pelaksanaan APBN/APBD.
Peran Walikota dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Surakarta menngacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Pasal 2
Undang-undang No.1 Tahun 2004 dalam penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pedoman Walikota Surakarta
untuk mengelola keuangan daerah dalam APBD. Dalam Hal ini
Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)
Menurut asas otonomi dan tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ruang lingkup Keuangan Daerah meliputi:
a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman.
b. Berkewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan
Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.
c. Penerimaan Daerah
d. Pengeluaran Daerah
e. Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
Daerah
f. Kekayaan daerah pihak lain yang dikuasai oleh pemerintahan
Daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah
dan/atau kepentingan umum.
Dengan ruang lingkup tersebut Walikota Surakarta memiliki hak
penuh untuk mengatur pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah.
dengan kewenangan tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan
kehidupan masyarakat Surakarta.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Keuangan
Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Walikota Surakarta
mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan pemerintahan daerah
yang dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah untuk mengelola
keuangan daerah.
Walikota berperan penting dalam proses pembentukan kebijakan-
kebijakan yang diambil untuk menjalankan kewenangan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam pelaksanaan tata
pemerintahan yang baik (good governance) pengelolaan keuangan
daerah harus memenuhi aspek akuntabilitas dan keterbukaan. Jadi
secara terbuka masyarakat bisa memantau jalannya pengelolaan
keuangan daerah yang dilaksanakan Walikota.
Undang-undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah, dalam hal ini
Walikota harus melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan daerah. Pemeriksaan adalah proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kreditbilitas dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang
dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur Keuangan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara.
Oleh karena itu Walikota harus menjalankan kekuasaannya untuk
melakukan Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan Undang-
undang dan Peraturan Pemerintahan yang berlaku. Dalam pelaksanaan
tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:
1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat dan pihak
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan Negara.
2. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset,
alokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan
atau kendali dan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau
entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya.
3. Melakukan penyegelan tempat penyimpangan uang, barang, dan
dokumen Pengelolaan Keuangan Negara.
4. Meminta keterangan kepada seseorang.
5. Memotret, merekam, dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu
pemeriksaan.
Pertanggungjawaban APBD, Kepala Daerah menyampaikan
rancangan Perda tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD berupa laporan keuangan yang sekurang-kurangnya
berisi realisasi APBD neraca laporan arus kas, dan catatan laporan
keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik
daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai tindak lanjut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, struktur
APBD telah mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu, dari
anggaran tradisional berubah menjadi Performance Budget yang terdiri
dari 3 (tiga) pos yaitu : Pos Pendapatan, Pos Belanja dan Pos
Pembiayaan. Dengan perubahan struktur APBD ini dikandung maksud
agar mekanisme pengelolaan keuangan daerah dapat dilaksanakan
secara lebih adil, rasional, transparan, partisipasif dan
bertanggungjawab.
Dengan peraturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang
lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan
pembiayaan, dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih
baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah secara optimal
sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang. Sejalan
dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan otonomi Daerah
tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar Daerah akan memperoleh
Dana Perimbangan tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh
mana instrument atau sistem Pengelolaan Keuangan Daerah saat ini
mampu memberikan nuansa managemen yang lebih adil, rasional,
transparan, partisipatif dan bertanggungjawab sebagaimana yang
diamanfaatkan oleh kedua Undang-undang tertentu.
Secara khusus Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah
menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan
pertanggungjawaban Keuangan Daerah, antara lain memberikan
kekuasaan dalam penetapan produk pengaturan sebagai berikut :
a. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan Keuangan Daerah.
b. Sistem dan prosedur pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan
surat keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah
tersebut.
c. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada
DPRD mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah dan kinerja
keuangan Daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan.
d. Laporan pertanggungjawaban keuangan Daerah tersebut merupakan
dokumen Daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.
Oleh karena itu mengacu pada semangat kedua undang-undang
tersebut maka pedoman pengelolaan dan petanggungjawaban Keuangan
Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat umum dan
lebih menekan pada hal yang bersifat prinsip, norma, asas dan landasan
umum dalam pengelolaan keuangan secara rinci ditetapkan oleh
masing-masing Daerah. Kebhinekaan dimungkinkan terjadi sepanjang
hal tersebut masih sejalan atau tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
Dengan upaya tersebut diharapakan Daerah didorong untuk lebih
tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan
pemutakhiran sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem
tersebut secara terus-menerus, dengan tujuan memaksimalkan efisiensi
dan efektivitas berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan
setempat.
Dalam rangka efisiensi dan efiektivitas pengelolaan Keuangan
Daerah Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh
kewenangannya kepada perangkat pengelola keuangan Daerah.
Kewenangan yang didelegasikan minimal adalah kewenangan yang
berkaitan dengan tugas sebagai Bendahara Umum Daerah. Sekretaris
Daerah atau pimpinan perangkat pengelola Keuangan Daerah
bertangung jawab kepada Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Penerapan para Pejabat Pengelola Keuangan Daerah merupakan
salah satu syarat pelaksanaan Anggaran. Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah antara lain Bendahara Umum Daerah, Pengguna Anggaran dan
Pemeagang Kas.
Dalam rangka meningkatkan akselerasi dan kualitas
penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang bersih dan bebas dari kolusi,
korupsi dan nepotisme serta untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan di daerah, perlu memberikan pedoman pengelolaan
keuangan daerah yang transparan dan bertangung jawab.
Dengan persetujuan DPRD Kota Surakarta, memutuskan dengan
menetapkan. Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Kota Solo. Dalam Perda ini berisi antara lain:
1. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Daerah
Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
2. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah
Walikota yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah dan
mempunyai kewajiban menyampaikan pertangungjawaban atas
pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD.
3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat dan atau pegawai
daerah yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku diberi kewenangan tertentu dalam Kerangka pengelolaan
Keuangan Daerah.
4. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sistem dan prosedur yang
mengatur keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan
dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan
kesatuan. Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam
rangka desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. Dalam hai ini
APBD, perubahan APBD, dan perhitungan APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah dan merupakan dokumen Daerah APBD disusun
dengan pendekatan kinerja. Dalam penyusunan APBD, penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup.
APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 memuat:
a. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
b. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan
komponen kegiatan yang bersangkutan.
c. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal/pembangunan.
Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan:
a. Kebijaksanaa Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang
bersifat stategis.
b. Penyelesaian akibat tercapainya target Penerimaan Daerah yang
ditetapkan.
c. Terjadinya kebutuhan yang mendadak.
Perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
tahun anggaran tertentu berakhir.
Susunan APBD terdiri atas:
a. Pendapatan Daerah
b. Belanja Daerah
c. Pembiayaan Daerah
Selisih lebih pendapat Daerah terhadap belanja disebut surplus
anggaran. Selisih kurang Pendapatan Daerah terhadap belanja disebut
deficit anggaran. Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah
surplus/defisit anggaran.
Pendapatan Daerah sebagaimana yang dimaksud di atas terdiri
atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
b. Dana Perimbangan
c. Bagian lain penerimaan asli Daerah yang sah.
Sedangkan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1)
huruf b Perda No.12 Tahun 2001 Kota Surakarta terdiri atas:
a. Belanja Rutin
1. Administrasi umum meliputi :
a) Belanja pegawai
b) Belanja barang
c) Belanja pemeliharaan
d) Belanja perjalanan dinas
2. Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum
b. Belanja Pembangunan meliputi :
1. Publik
2. Aparatur
c. Pengeluaran transfer meliputi :
1. Angsuran hutang dan bunga
2. Bantuan
3. Dana perimbangan
4. Dana cadangan
d. Pengeluaran Tidak Tersangka
Kewenangan keuangan Walikota dan Wakil Walikota karena
jabatannya dalam melaksanakan tugasnya disediakan anggaran untuk
membiayai kegiatan penyelengaraan Pemerintah Daerah. Sekretaris
Daerah merencanakan pembiayaan, selanjutnya dimasukkan dalam
APBD. Sedangkan kewenangan keuangan DPRD adalah dalam
mengemban fungsinya disediakan pembiayaan dalam APBD, DPRD
dan Sekretariat DPRD merencanakan pembiayaan tahunannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selanjutnya
dicantumkan dalam APBD. Kedudukan keuangan DPRD diatur
tersendiri dengan Peraturan Daerah.
Prosedur pertanggungjawaban keuangan daerah dan perhitungan
APBD berpedoman pada standar akutansi keuangan pemerintah daerah
yang berlaku. Pemegang kas secara periodik wajib menyampaikan
pertanggungjawaban atas tugas pekerjaanya. Sistem dan prosedur
pertanggungjawaban pemegang kas ditetapkan oleh Walikota.
pemerintah daerah menyampaikan laporan triwulan APBD kepada
DPRD, laporan triwulan sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan
paling lama 1 bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
Walikota dalam menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan
daerah dalam satu dokumen yang terdiri atas:
a. Laporan Aliran KAS
b. Laporan Perhitungan APBD.
c. Nota Perhitungan APBD.
d. Neraca Daerah
Kerugian keuangan daerah yang sengaja atau tidak sengaja, baik
langsung maupun tidak langsung yang menyebutkan kerugian daerah
adalah perbuatan yang melanggar hukum. Perbuatan yang melanggar
hukum menyebabkan kerugian daerah wajib melakukan ganti rugi.
Pimpinan perangkat daerah wajib melakukan tuntutan ganti kerugian
segera setelah diketahui bahwa dalam perangkat daerah yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Walikota wajib melakukan tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian yang
diakibatkan oleh perbuatan yang melanggar hukum atau kelalaian
Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan mengenai
penyelesiaan kerugian dilakukan melalui majelis pertimbangan tuntutan
ganti rugi dan atau badan atau peradilan dan ketentuannya diatur dalam
Peraturan Daerah.
Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan oleh DPRD,
pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dengan berlakunyan peraturan daerah ini, maka pelaksanaan
yang mengatur pengelolaan keuangan daerah yang telah diterapkan.
Maka berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini
sampai dengan diadakan perubahan atau penyesuaian berdasarkan
peraturan daerah tersebut.
Dengan adanya tuntutan masyarakat di era reformasi terhadap
pelayanan publik yang ekonomis, efisien, efektif serta transparan,
akuntabel dan responsif. Maka, perencanaan anggaran daerah berfungsi
sebagai salah satu penentu kapabilitas dan efektivitas penyelenggaran
pemerintah daerah. untuk itu, dalam Perancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang dimuat dalam UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan Perda No.12 tahun 2001 tentang pokok-
pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, tersebut pemerintah daerah kota
Surakarta membuat perencanan APBD sesuai dengan apa yang disebut
dengan perencanaan APBD dengan paradigma yang baru:
1. Perencanaan APBD yang berorientasi pada kepentingan Publik
2. APBD disusun dengan pendekatan kinerja.
3. Ada kerterkaitan yang erat antara pengambil kebijakan (decision
maker) di DPRD dengan perencanaan operasional oleh pemerintah
daerah dan penganggaran oleh unit kerja.
4. Ada upaya mensinergikan hubungan antara APBD, sistem dan
prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah dan unit-unit Pengelolaan
Keuangan Daerah, lembaga Pengelolaan Keuangan Daerah dan unit-
unit Pengelola layanan publik dalam mengambil kebijakan.
Dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah kota Surakarta
melaksanakan pengelolaan keuangan daerah telah sesuai dengan agenda
reformasi.
Siklus pengelolaan keuangan daerah
Perencanaan
pelaksanan penatausahaan pertngjwban pemeriksaan
Sumber: penyusunan RPJP daerah Kota Surakarta
B. KEGIATAN YANG DILAKUKAN OLEH WALIKOTA DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH UNTUK
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
RPJMD
VETIFIKASI
KUA/PPAS
NOTA
KESEPAKATAN
PEDOMAN
PENYUSUNA
NRKA-SKPD
RKA-SKPD
RAPBD
EVALUASI
RAPERDA
APBD OLEH
GUBERNUR/
MENDAGRI
APBD
RANCANGAN
DPA-SKPD
RKPD
DPA-SKPD
PELAKSANAAN
APBD
PENDAPATAN
BELANJA
PEMBIAYAAN
Penatausahaan
Pendapatan
Bendahara
penerimaan
wajib menyetor
pemerimaannya
ke rekening kas
umum daerah
selambat-
lambatnya 1 hari
kerja
Penatausahaan
Belanja
- Penerbitan
SPM-UP, SPM
GU, SPM TU,
dan SPM LS oleh
kepala SKPD
- Penerbitan
SP2D oleh
PPKD
Penatausahaan
Pembiayaan
-Dilakukan oleh
PPKD
Kekayaan
dan
Kewajiban
Daerah
-Kas Umum
- piutang
- invetasi
- Barang
-Utang
Akutansi
Keuangan
Daerah
Sesuai
dengan SAP
Laporan
Keuangan
Pemerinta
h Daerah
- LRA
-Neraca
- Lap. Kas
umum
- Calk
Raperda
Pertanggun
g jawabann
APBD
Lapoaran
keuangan
diperiksa
oleh BPK
Strategi pokok pembangunan jangka menengah Kota Surakarta
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan
pembangunan Kota Surakarta itu:
1. Strategi reaktualisasi tata kehidupan masyarakat kota yang
berbudaya.
2. Startegi optimalisasi potensi untuk mewujudkan pembangunan
Surakarta Kota berbudaya.
Dan sesuai strategi pokok pembangunan jangka menengah
tersebut, maka untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan pembangunan Kota Surakarta itu disusunlah Agenda
Pembangunan Kota tahun 2005-2010 yang meliputi;
1. Menciptakan iklim kehidupan kota yang kondusif, aman, dan damai.
2. Mewujudkan pembangunan kota yang adil dan demokratis.
3. Meningkatkan kesejahretaan masyarakat Kota Surakarta.
4. Meningkatkan eksistensi kota dalam pergaulan Regional, Nasional,
dan Internasional.
a. Prioritas Pembangunan Tahun 2007.
Dalam rangka mencapai pembangunan Kota Surakarta, dengan
mencermati permasalahan yang berkembang baik secara nasional
maupun daerah, serta memperhatikan kebijakan dan strategi samapai
pada tahun 2008 yang merupakan tahap peningkatan daya Kompetitif
dan komparatif daerah, maka prioritas pembangunan pemerintah daerah
Kota Surakarta diarahkan pada:
1. Peningkatan Kesejahteran Masyarakat Miskin.
2. Peningkatan Kualitas Pendidikan
3. Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat.
4. Pembangunan Ekonomi melalui peningkatan daya saing produk,
peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi UKM/IKM, peningkatan
pariwisata, pengembangan Ekspor dan Investasi.
5. Peningkatan kualitas Pelayanan publik dan kapasitas pemerintah
daerah, pembangunan politik, hukum, keamanan dan ketertiban
masyarakat.
6. Peningkatan infrastruktur kota dan pembangunan kawasan Kota
Surakarta bagian utara, dengan tetap mempertimbangkan daya
dukung dan konservasi lingkungan hidup maupun pendayagunaan
ekosistem.
7. Penataan ruang kota sejalan dengan RUTRK, konservasi lingkungan
hidup dan pencitraan kota, yang meliputi penataan/ penerbitan PKL
dan hunian yang tidak berijin, revitalisasi kawasan publik, bersejarah
dan berbudaya.
Penentuan prioritas pembangunan daerah Kota Surakarta tahun
2007 atas dasar pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian tujuan
pembangunan sesuai tema pembangunan daerah Kota Surakarta
dengan sasaran yang terukur sehingga langsung dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.
2. Merupakan penjabaran operasional Pembangunan Nasional dan
Propinsi Jawa Tengah disesuaikan kebutuhan mendesak dan
strategis di wilayah Kota Surakarta.
3. Merupakan tugas Pemerintah Daerah sebagai pelaku/pengendalian
utama.
4. Realistis untuk dilaksanakan.
Dalam pelaksanakan pembangunan daerah yang dirumuskan
dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta tahun
2007, memprhatikan prinsip-prinsip pengarusutamaan sebagai landasan
operasional bagi aparat daerah, yaitu:
1. Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Pelaksanakan berbagai
kegiatan pembangunan harus memperhaikan partisipasi masyarakat.
2. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Pelaksanaan
pembangunan dituntut memperhatikan pelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan hidup, agar pembangunan dapat memberikan
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dari generasi ke
generasi.
3. Pengarusutamaan gender. Ditujukan untuk mengurangi kesenjangan
gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
4. Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance)
meliputi berbagai faktor kelembagaan dan organisasi yang
mempengaruhi pembentukan kebijakan baik pemerintah,
masyarakat dan sector privat.
Prioritas pembangunan daerah Kota Surakarta tahun 2007 tersebut
diatas dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan dan pembangunan yang selaras dengan pemerintah pusat,
serta menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan daerah baik
urusan wajib maupun urusan pilihan. Ada 9 fungsi pemerintahan dan
pembangunan yang harus dijalankan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 taun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yaitu: (1) Pelayanan
Umum, (2) Ketertiban dan Ketentraman, (3) Ekonomi, (4) Lingkungan
Hidup, (5) Perumahan dan Fasilitas Umum, (6) Kesehatan, (7)
Pariwisata dan Budaya, (8) Pendidikan, dan (9) Perlindungan Sosial.
Selanjutannya masing-masing fungsi pemerintahan dan
pembangunan itu, perencanaannya dijabarkan dalam urusan-urusan baik
wajib maupun pilihan. Fungsi Pelayanan Umum merupakan fungsi
pemerintahan dan pembangunan untuk menyelenggarakan urusan-
urusan: (1) Perencanana Pembangunan, (2) Pemerintahan Umum, (3)
Kepegawaian, (4) Statistik, (5) Kearsipan, dan (6) Komunikasi dan
Informatika.
Fungsi Ketertiban dan Katentraman dijalankan dengan
Penyelenggarakan urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri,
Sedangkan fungsi ekonomi dijalankan dengan menyelenggarakan
urusan-urusan wajib: (1) Perhubungan, (2) Tenaga Kerja, (3) Koperasi
dan UKM, (4) Penanaman Modal, (5) Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa, sera urusan-urusan Pilihan: (1) Perikanan, (2) Pertanian, (3)
Perdagangan, dan (4) Perindustrian.
Fungsi Lingkungan Hidup dijalankan dengan Menyelenggarakan
Urusan-urusan wajib: (1) Penataan Ruang, (2) Lingkungan Hidup, dan
(3) Pertanahan. Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum dijalankan
dengan meyelenggarakan urusan-urusan wajib; (1) Kesehatan, dan (2)
Keluarga Berencana.
Fungsi Pariwisata dan Budaya dijalankan dengan
Menyelenggarakan urusan-urusan wajib: (1) Kebudayanan, dan urusan
pilihan; (2) Pariwisata. Sedangkan fungsi Pendidikan, dijalankan
melalui menyelenggarakan urusan-urusan wajib: (1) Pendidikan, dan
(2) Pemuda dan Olahraga. Fungsi Perlindungan Sosial dijalankan
dengan Menyelenggarakan urusan-urusan wajib; (1) Kependudukan dan
Catatan Sipil, (2) Pemberdayaan Perempuan, (3) Keluarga Sejahtera,
dan (4) Sosial.
1) Pengelolaan Belanja Daerah
1) Kebijakan Umum Keuangan Daerah.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Merupakan respons atas berbagai aspirasi yang menginginkan
Peningkatan peran dan kemandirian daerah dalam mengelola
kewenangan dan tanggungjawabnya untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Tujuan dari pemberian
otonomi tersebut tidak lain adalah untuk lebih meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan
kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pemerintah Pusat dan Daerah serta antara
daerah. Hal tersebut tentunya harus didukung sumber-sumber
pembiayaan yang memadai baik yang berasal dari kemampuan daerah
sendiri maupun dukungan dana dari pemerintah pusat dan propinsi.
Dalam tahun anggaran 2007, penggalian potensi-potensi
pendapatan daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan maupun lain-lain Pendapatan Yang Sah terus
dilakukan Pemerintah Kota Surakarta guna Mendukung Pembiayaan
Pelaksanaan otonomi daerah. hal tersebut terlihat dari kemampuan
dalam mengoptimalkan Penerimaan PAD yang dapat mencapai diatas
100 Milyar rupiah, meningkatnya penerimaan Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), Dana Infrastruktur Sarana dan Prasarana (DISP) serta Bantuan
Keuangan dari Pemerintah Propinsi Jawa Tengah pada tahun anngaran
2008. Disamping itu guna menunjang Pelaksanaan Pembangunan
daerah juga dilakukan pengelolaan pembiayaan daerah secara moderat
dengan melakukan pembiayaan proyek secara multiyears,
merencanakan pinjaman daerah dan Pengaturan arus kas.
Distribusi penggunaan atas sumber-sumber pembiayaan
tersebut dialokasikan secara proposional pada belanja tidak langsung,
belanja langsung maupun pengeluaran pembiayan daerah.
Bahwa dalam penyusunan belanja daerah tahun 2007 telah
sepenuhnya berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2007.
2) Pengelolaan Pendapatan Daerah.
Hal-hal mendasar dalam perundang-undangan ini adalah
komitmen untuk mendorong pemberdayaan masyarakat,
pengembangan prakarasa dan kreativitas, peningkatan peran serta
masyarakat dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. Untuk itu
dibutuhkan otonomi yang bulat dan utuh, dimana daerah diberikan
kewenangan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan eveluasi seluruh fungsi-fungsi pemerintahan yang
telah didesentralisasikan, salah satu syarat yang diperlukan untuk hal
tersebut adalah terdefinisinya sumber-sumber pembiayaan dan
kewenangan. Sejalan dengan itu pemberian kewenangan kepada
daerah yang semakin besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat maka secara umum kebijakan pajak dan
retribusi daerah lebih diarahkan pada kekuatan taxing power daerah.
Perkuatan taxing power daerah dilakukan dengan peningkatan
basis pajak dan diskresi dalam menetapkan tarif pajak daerah. melalui
upaya-upaya intensifikasi dan ekstensifikasi diupayakan kinerja PAD
dapat meningkat tetapi tetap tidak menghambat proses investasi di
Kota Surakarta.
Pendapatan daerah Kota Surakarta pada tahun Anggran 2007
masih didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintahan puast
terutama dana alokasi umum. Sedangkan pendapatan asli daerah yang
merupakan cerminan riil kemampuan pemerintah daerah baru mampu
memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar 13, 71%.
3) Pendapatan Asli Daerah.
Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan
Peraturan Daerah yang berpedoman pada Undang-undang No.34
Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta Peraturan
Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan
Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan asli daerah ditempuh
melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan
pajak, law enforcement dalam upaya pembangunan ketaatan wajib
pajak dan wajib retribusi daerah serta peningkatan pengendalian dan
pengawasan pemungutan pendapatan asli daerah, kemudahan
pelayanan, ketepatan dan kecepatan pelayanan sehingga tidak
memberatkan dunia usaha dan masysrakat.
4) Dana Perimbangan
Dana perimbangan berpedoman pada ketentuan dan penetapan
dana perimbangan tahun 2007 dari pemerintah pusat, antara lain:
1. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2007 tentang Dana Alokasi
Umum Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota tahun 2007.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.07/2007 tentang
Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2007.
3. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 78 Tahun 2007 tentang
Dana Alokasi Bagi Hasil Penerimaan Cukai Hasil Tembakau
Bagian Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2007.
C. LANGKAH DAN CARA-CARA DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH YANG DAPAT MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN DI KOTA SURAKARTA.
Sesuai dengan amanat undang – undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan
urusan pemerintah yang jadi kewenangan daerah tersebut, pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asaa otonomi dan
tugas pembantuan.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintah yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan
pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan
dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan, dan
sebagainya. Urusan pemerintah yang bersifat pilihan adalah urusan
pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah untuk
diselengggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi
unggulan (core competence) yang menjadikan kekhasan daerah. urusan
pemerintah diluar urusan wajib dan pilihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, sepanjang menjadi kewenangan daerah yang
bersangkutan tetap harus diselenggarakan oleh pemerintahan daerah
yang bersangkutan.
Penyelenggarakan pemerintahan daerah selama tahun 2007
merupakan kelanjutan dari penyelenggaran pemerintah daerah tahapan
sebelumnya. Program kegiatan yang dilaksanakan ditujukan dalam
rangka peningkatan dan penguatan kesejahteraan masyarakat.
1. Prioritas Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat miskin.
Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi dan urusan bebagai
berikut:
1.1 Fungsi Perlindungan Sosisal
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Sosial, dengan program-program:
1) Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat
terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) lainnya,
2) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan sosial,
3) Program Pembinaan Anak Terlantar,
4) Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Trauma,
5) Program Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo,
6) Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial,
7) Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial.
b. Keluarga Sejahtera, dengan Program-program:
1) Program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak melalui
kelompok kegiatan masyarakat,
2) Program pengembangan pusat pelayanaan informasi dan
konseling KKR,
3) Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan
dan pembinaan tumbuh kembang anak,
4) Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina
keluarga,
5) Program pengembangan model operasional BKB-posyandu-
PUD.
c. Pemberdayaan perempuan, dengan program-program:
1) Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas Anak dan
Perempuan,
2) Program Penguatan Kelembagaan pengarustamaan Gender
dan Anak,
3) Program Peningkatan kualitas hidup dan perlidungan
perempuan,
4) Program peningkatan peran serta dan Kesetaraan Gender
dalam pembangunan.
d. Kependudukan dan Catatan Sipil, dengan Program-program:
1) Program penataan Administrasi Kependudukan.
1.2 Fungsi Pendidikan
Terutama untuk urusan wajib Pendidikan, dengan program-
program:
1) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
2) Program pendidikan Menengah.
1.3 Fungsi Kesehatan
Terutama untuk urusan wajib Kesehatan, dengan program-
program:
1) Program peningkatan keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak.
1.4 Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum
Terutama untuk urusan wajib Perumahan Rakyat, dengan
program-program:
1) Program pengembangan Perumahan,
2) Program Lingkungan Sehat Perumahan.
2. Prioritas Peningkatan Kualitas Pendidikan, ditempuh program dan
kegiatan dalam fungsi dan urursan berikutnya:
2.1 Fungsi Pendidikan.
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Pendidikan, dengan program-program:
1) Program Pendidikan Anak Usia Dini,
2) Program Wajib Belajar pendidikan dasar 9 tahun
3) Program Pendidikan Menengah
4) Program Pendidikan Non Formal
5) Program Pendidikan Luar Biasa
6) Program peningkatan mutu Pendidikan dan tenaga
kependidikan
7) Program pengembangan budaya baca dan pembinaan
perpustakaan
8) Program manajemen pelayanan pendidikan.
b. Pemuda dan Olah raga, dengan program-program:
1) Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Pemuda.
2) Program Peningkatan Peran Serta Kepemudaan.
3) Program Pembinaan dan Permasyarakatan Olah raga.
4) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olah raga.
2.2 Fungsi Parawisata dan Budaya.
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Kebudayaan, dengan Program-program:
1) Program Pengembangan Nilai Budaya
2) Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
3) Program Pengelolaan Keragamaan Budaya
Dan urusan-urusan Pilihan:
b. Pariwisata, dengan Program-program:
1) Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata
2) Program pengembangan Destinasi Pariwisata.
3) Program Pengembangan Kemitraan.
3. Prioritas Peningakatan Derajat Kesehatan Masysrakat.
Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi dan urusan sebagai
berikut:
3.1 Fungsi Kesehatan.
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Kesehatan, dengan program-program:
1) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.
2) Program Pengawasn Obat dan Makanan
3) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
4) ProgramPerbaikan Gizi Masyarakat
5) Program Pengembangan Lingkungan Sehat
6) Program Pencegahan dan Penangggulangan penyakit
menular,
7) Program Standarisasi Pelayanaan Kesehatan,
8) Program Pengadaan, Peningkatan dan perbaikan sarana dan
prasaranan Rumah sakit/Puskesmas,
9) Program Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah
Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah sakit Paru-paru/Rumah Sakit
Mata.
10) Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan.
b. Keluarga Berencana, Dengan Program-program:
1) Program Keluarga Berencana
2) Program Kesehatan Reproduksi Remaja,
3) Program Pelayanaan Kontrasepsi
4) Program Pembinaan Peran serta Masyarakat dalam
Pelayanaan KB/KR yang Mandiri.
4. Prioritas Pembangunan Ekonomi, Ditempuh program dan kegiatan
dalam fungsi dan urusan sebagai berikut:
4.1 Fungsi Ekonomi,
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Perhubungan, dengan program-program:
1) Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan,
2) ProgramRehabilitasi dan pemerilharaan prasarana dan
Fasilitas LLAJ
3) Program Peningkatan Pelayanan Angkutan,
4) Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan,
5) Program Pengendalian dan Pengamanan Lalu Lintas
6) Program Peningkatan Kelaikan Pengoperasian kendaraan
bermotor.
b. Tenaga Kerja, dengan program-program:
1) Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga
Kerja
2) Program Peningkatan Kesempatan Kerja
3) Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga
Ketenagakerjaan
c. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dengan program-
program:
1) Program Pencipta Iklim Usaha Kecil Menengah yang
Kondusif
2) Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan
Usaha Kecil Menengah.
3) Program Pengembangan sistem Pendukung usaha Mikro
Kecil Menengah.
d. Penanaman Modal, dengan program-program:
1) Program Peningkatan Promosi dan Kerja sama Investasi.
2) Program Penyiapan Potensi sumberdaya, sarana dan
Prasarana Daerah.
4.2 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dengan program-program:
1) Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pendesaan.
2) Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan.
3) Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan Desa.
Dan urusan-urusan pilihan:
4.3 Pertanian, dengan program-program:
1) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.
2) Program Peningkataan Ketahanan Pangan.
3) Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian.
4) Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan.
5) Program Pemberdayaan Penyuluh Petanian/Perkebunan
Lapangan.
6) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak.
7) Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan.
8) Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Peternakan.
4.4 Perikanan, dengan program-program:
1) Pengembangan Budidaya Perikanan.
4.5 Perdagangan, dengan program-program:
1) Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan
Perdagangan.
2) Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasioanal.
3) Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor.
4) Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima dan Asongan.
4.6 Perindusrtian, dengan program-program:
1) Program Peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi.
2) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
3) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri
4) Program Pengembangan Sentra-sentra Industri Potensial.
5. Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanaan Publik dan Kapasitas
Pemerintah Daerah, Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi
dan urusan sebagai berikut:
5.1. Fungsi Pelayanaan Umum
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Perencanaan Pembangunan, dengan program-program:
1) Program Pengembangan Data/Informasi
2) Program Kerjasama Pembangunan.
3) Program Pengembangan Wilayah Perbatasan.
4) Program Perencanaan Pengembangan Wilayah Strategis dan
Cepat Tumbuh.
5) Program Perencanaan Pengembangan Kota Menengah dan
Besar.
6) Program Perencanaan Pembangunan Daerah.
7) Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi.
8) Program Perencanaan Sosial dan Budaya.
b. Pemerintahan Umum, dengan program-program:
1) Program Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat
Daerah.
2) Program Peningkatan Pelayanaan Kedinasan Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah.
3) Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan
Keuangan Daerah.
4) Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah.
5) Program Peningkatan Profesional Tenaga dan Aparat
Pengawasan.
6) Program Penataan Peraturan Perundang-undangan.
7) Program Penataan Daerah Otonomi Daerah Baru.
c. Kepewagaian, dengan program-program:
1) Program Pendidikan Kedinasan.
2) Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur.
3) Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur.
d. Statistik, dengan program-program:
1) Program Pengembangan Data/Informasi/ Statistik Daerah.
e. Kearsipan, dengan program-program:
1) Program Perbaikan Administrasi Karsipan.
2) Program Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen /Arsip
Daerah.
3) Program Pemeliharan Rutin/Berkala Sarana dan Prasarana
Karsipan.
f. Komunikasi dan Infomatika, dengan program-program:
1) Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media
Masa.
2) Program Kerjasama Informasi dengan Masa Media.
5.2. Fungsi Ketertiban dan Ketentraman,
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, dengan program-
program:
1) Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan
Lingkungan.
2) Program Pemeliharaan Keamanan, Ketentraman dan
Ketertiban Masyarakat dan Pencegahan Tindak kriminal.
3) Program Program Pengembangan Wawsan Kebangsaan.
4) Program Pendidikan Politik Masyarakat.
6. Prioritas Peningkatan Infrastruktur Kota dan Pembangunan
Surakarta Bagian Utara, Ditempuh program dan kegiatan dalam
fungsi dan urusan sebagai berikut:
6.1. Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum,
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Pekerjaan Umum, dengan program-program:
1) Program Pembanguan Jalan dan Jembatan,
2) Program Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong.
3) Program Pembangunan Turap/Talud/Bronjong.
4) Program Pengendalian Banjir.
5) Program Pengembangan Infrastruktur Pedesaan.
b. Perumahan Rakyat, dengan program-program:
1) Program Pengembangan Perumahan.
2) Program Lingkungan Sehat Perumahan.
3) Program Pengelolaan Areal Pemakaman.
7. Prioritas Penataan Ruang Kota, Ditempuh program dan kegiatan
dalam fungsi dan urusan sebagai berikut:
7.1. Fungsi Lingkungan Hidup,
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Penataan Ruang, dengan program-program:
1) Program Perencanaan Tata Ruang
2) Program Pemanfaatan Ruang
3) Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang
b. Lingkungan Hidup, dengan program-program:
1) Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan.
2) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan Hidup.
3) Program Peningkatan Kualitas dan Akses informasi SDA dan
Lingkungan Hidup.
4) Program Pengendalian Polusi.
5) Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijua (RTH).
c. Pertanahan, dengan program-program:
1) Program Penataan Penguasaan, Pemilikian, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah.
2) Program Penyelesaian Konflik-Konflik Pertanahan.
3) Program Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan.
Pembahasan
A. PERAN WALIKOTA DALAM MENGELOLA KEUANGAN
DAERAH KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI UU NO. 32
TAHUN 2004
Dalam pembanguan Kota Surakarta Walikota mempunyai
peran yang sangat dominan dalam pembangunan Kota, khususnya
dalam pengelolaan keuangan daerah. Seperti yang telah diuraikan
diatas bahwa penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintahan Kota
Surakarta. Peran Walikota tersebut mempunyai sistem pengelolaan
yang sudah dirancang sedemikian rupa. Dalam hal ini Kepala Daerah
memegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah tersebut,
Agar pelaksanaan pengeluaran dan penerimaan anggaran yang
dipergunakan dalam rangka pembiayaan pelaksanaan pembangunan
dapat berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya tertib
administrasi dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan
daerah. Untuk itu dalam rangka tercapainya tertib administrasi
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah perlu adanya Peraturan
Daerah Kota Surakarta yang mengatur dan menetapkan tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan
landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan
pertanggungjawaban Keuangan Daerah Dengan pengaturan tersebut
diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan dan
akuntabel dalam pendistribusian keuangan, pembiayaan, dan
penataan sistem pengelolaan yang lebih baik dalam mewujudkan
pelaksanaan otonomi daerah secara optimal sesuai dinamika dan
tuntutan masyarakat yang berkembang.
Dalam undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, hal ini walikota dalm mengelola keuangan daerah harus
berpacu atau berpedoman pada Undang-Undang tersebut.
Pengeloaan keuangan daerah harus bersinergi dengan pengelolaan
keuangan Negara. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Perbendaharan Negara mengatur
pengelolaan dan pertanggung jawaban Keuangan Negara termasuk
investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam
APBN dan APBD. Undang-undang No.15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah,
dalam hal ini Walikota harus melakukan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan daerah. Pemeriksaan adalah proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kreditbilitas dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan Negara.
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, sebagai pedoman Walikota Surakarta untuk
mengelola keuangan daerah dalam APBD. Dalam Hal ini
Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD) Menurut asas otonomi dan tugas Pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Walikota Surakarta
mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan pemerintahan
daerah yang dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan Walikota berperan penting dalam
proses pembentukan kebijakan-kebijakan yang diambil untuk
menjalankan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Mengingat UU 32 Tahun 2004 belum didukung oleh peraturan
perundangan yang sifatnya lebih teknis (PP maupun Keputusan
Menteri). Pertanggung jawaban APBD, Kepala Daerah
menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggung jawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang
sekurang-kurangnya berisi realisasi APBD neraca laporan arus kas,
dan catatan laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan
keuangan badan usaha milik daerah. Selain itu Kepala Daerah juga
melakukan Perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pelaporan
APBD,
Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan
otonomi Daerah tidak hanya dilihat dari berapa besar daerah akan
memperoleh dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, tetapi harus
diimbangi dengan sejauh mana instrument atau sistem pengelolaan
keuangan daerah saat ini mampu memberikan nuansa manajemen
keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan
bertanggung jawab.
Yang mana dalam menjalankan pengelolaan keuangan daerah
tersebut, pemerintah daerah Kota Surakarta mempunyai sumber dana
antara lain:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
1). Hasil pajak daerah;
2). Hasil retribusi daerah;
3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4). Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
1) Pendapatan Hibah
2) Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah.
3) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus.
4) Bantuan Keuangan dari Propinsi atau Pemerintah Daerah Lain.
B. TERHADAP KEGIATAN YANG DILAKUKAN OLEH
WALIKOTA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
Dalam hal memajukan Kota Surakarta Walikota melakukan
berbagai macam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
Pengelolaan Keuangan Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di Kota Surakarta. Di antara lain kegiatan yang dilakukan
Walikota sebagai berikut:
1. Menciptakan iklim kehidupan kota yang kondusif, aman, dan
damai. Dalam hal menciptakan kehidupan yang kondusif, maka
Walikota harus menerapkan Peraturan sebagaimana semestinya.
Dan dalam menerapkan peraturan tersebut tidak ada tebang pilih
untuk menjatuhkan sanksi kepada siapapun tanpa terkecuali. Agar
terciptanya kehidupan yang kondusif, aman dan damai.
2. Mewujudkan pembangunan kota yang adil dan demokratis, Untuk
mewujudkan hal tersebut Walikota dapat melaksanakan dengan
cara sebagai berikut:
a. Dalam bidang Pendidikan yaitu:
Dengan menjalankan program wajib belajar 9 tahun dan juga
program pendidikan menengah.
b. Dalam bidang Kesehatan yaitu;
Dengan menjalankan Program peningkatan keselamatan Ibu
Melahirkan dan Anak, pemberian pengobatan gratis kepada
masyarakat yang kurang mampu dan Perbaikan Gizi
masyarakat.
c. Dalam bidang Perumahan dan Fasilitas Umum yaitu:
Dengan menjalankan Program pengembangan Perumahan dan
Lingkungan Sehat Perumahan.
3. Meningkatkan kesejahretaan masyarakat Kota Surakarta
Kegiatan yang dilakukan Walikota dalam hal meningkatkan
kesejahteraan yaitu: Dengan menjalankan program promosi
kesehatan ibu, bayi dan anak melalui kelompok kegiatan masyarakat,
pengembangan pusat pelayanaan informasi dan konseling KKR,
pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan
tumbuh kembang anak, penyiapan tenaga pendamping kelompok
bina keluarga, dan pengembangan model operasional BKB-
posyandu-PUD. Termasuk dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan Koperasi dan usaha kecil menengah dengan
program Pencipta Iklim Usaha Kecil Menengah yang Kondusif,
Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Usaha Kecil
Menengah, dan Pengembangan sistem Pendukung usaha Mikro Kecil
Menengah.
4. Meningkatkan ekssistensi Kota dalam pergaulan Regional,
Nasional, dan Internasional.
Kegiatan yang dilakukan Walikota dalam hal meningkatkan
eksistensi Kota dal pergaulan yaitu:
a. Dalam bidang Komunikasi dan informatika.
Dengan menjalankan program Pengembangan Komunikasi,
Informasi dan Media Masa, dan Kerjasama Informasi dengan
Masa Media.
b. Dalam bidang pariwisata dan Budaya.
Dengan menjalankan program kebudayaan seperti
Pengembangan Nilai Budaya, Pengelolaan Kekayaan Budaya,
dan Pengelolaan Keragamaan Budaya.
Dengan menjalankan program kepariwisataan seperti
Pengembangan Pemasaran Pariwisata, pengembangan Destinasi
Pariwisata, dan Pengembangan Kemitraan.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan Walikota tersebut sangat
berperan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kota Surakarta. Selain itu dapat
memajukan Kota Surakarta dalam tingakt Nasional maupun tingkat
Internasional.
C. LANGKAH DAN CARA-CARA DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH YANG DAPAT MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN DI KOTA SURAKARTA.
Dalam menjalankan kinerjanya Walikota mempunyai langkah
dan cara-cara dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Surakarta,
yaitu sebagai berikut:
1. Dalam Fungsi Pendidikan
Terutama untuk urusan wajib Pendidikan, dengan program-
program:
1) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
2) Program pendidikan Menengah.
3) Program Pendidikan Anak Usia Dini,
2. Dalam Fungsi Kesehatan
Terutama untuk urusan wajib Kesehatan, dengan program-
program:
1) Program peningkatan keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak.
2) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
3) ProgramPerbaikan Gizi Masyarakat
3. Dalam Fungsi Lingkungan Hidup, dengan program-program:
1) Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan.
2) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Hidup.
3) Program Peningkatan Kualitas dan Akses informasi SDA dan
Lingkungan Hidup.
4. Dalam Fungsi Perhubungan, dengan program-program:
1) Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan,
2) Program Rehabilitasi dan pemerilharaan prasarana dan Fasilitas
LLAJ
3) Program Peningkatan Pelayanan Angkutan.
Dengan langkah dan cara-cara, seperti di atas maka dapat di
simpulkan bahwa dengan adanya fungsi-fungsi dan program-
program seperti itu akan mempercepat proses peningkatan
perekonomian di wilayah Kota Surakarta melalui Pengelolaan
Keuangan Daerah. Bahwa dalam hal ini Walikota berusaha dalam
membuat suatu terobosan dalam menjalankan sistem pengelolaan
keuangan daerah untuk memajukan perekonomian masyarakat di
Kota Surakarta dengan cara sebagai berikut:
1. Membangun sarana dan prasaran umum.
2. Meningkatkan pembangunan infrastruktur di Kota Surakarta.
3. Meningkatkan lapangan kerja.
4. Pengembangan Pemasaran Pariwisata
5. Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan
6. Pengembangan sistem Pendukung usaha Mikro Kecil
Menengah.
Urusan wajib adalah urusan pemerintah yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan
pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan
dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan,
dan sebagainya. Urusan pemerintah yang bersifat pilihan adalah
urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah
untuk diselengggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan
potensi unggulan (core competence) yang menjadikan kekhasan
daerah. urusan pemerintah diluar urusan wajib dan pilihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sepanjang menjadi
kewenangan daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan
oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan dalam hasil penelitian dan analisis
selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa Dalam kerangka pelaksanaan peran Walikota telah sesuai
dengan undang-undang No.32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah tentang pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Kota Surakarta.
2. Bahwa dalam Kegiatan yang dilakukan oleh Walikota telah sesuai
dengan strategi pokok pembangunan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat di berbagai bidang seperti peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin, peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dan peningkatan kualitas pendidikan.
3. Bahwa dalam hal ini Walikota berusaha untuk membuat suatu
terobosan dalam menjalankan sistem Pengelolaan Keuangan
Daerah dapat meningkatkan perekonomian, dengan upaya
pengembangan potensi unggulan yang diprioritaskan untuk bisa
meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian di dalam
masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Agar Walikota tetap mempertahankan perannya dalam
pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Surakarta,
supaya dalam menjalankan Tugasnya bisa memajukan dan
mengembangkan potensi yang ada di daerah Kota Surakarta.
2. Dibutuhkan kerja lebih keras lagi untuk meningkatkan keuangan
daerah, agar keuangan daerah dapat meningkat dan dapat
memajukan Kota Surakarta. Supaya masyarakat Kota Surakarta
dapat merasakan peningkatan dari hasil kerja yang maksimal
yang dilakukan Walikota.
3. Agar taraf hidup masyarakat Kota Surakarta bisa menjadi
seimbang dan adil, langkah Pemerintah Daerah Kota Surakarta
untuk meningkatkan Pembangunan yang secara merata di Kota
Surakarta dalam berbagai ahli seperti Pengendalian Banjir,
Penataan Tata Ruang Kota, Meningkatkan Mutu Pendidikan,
Pembanguan Perumahan Sederhana, dan Pemberian Kesehatan
dan Perbaikan Gizi secara gratis bagi masyarakat yang kurang
mampu.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. PERAN WALIKOTA DALAM MENGELOLA KEUANGAN DAERAH
KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI UU NO. 32 TAHUN 2004
Terciptanya otonomi daerah harus disadari sebagai suatu proses yang
memerlukan transformasi pradigma dalam penyelenggaraan pemerintah di
Daerah. Di tinjau dari aspek sumber daya keuangan daerah yang tersedia di
Daerah harus dikelola secara mandiri dan bertanggung jawab, dalam arti hasil-
hasilnya harus lebih diorentasikan pada peningkatan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat di daerah. Tugas pengelolaan sumber daya
keuangan daerah merupakan mandat masyarakat di Daerah yang menjadi
kewajiban bagi manajemen pemerintah di Daerah untuk melaksanakannya.
Pandangan tersebut juga terkait dengan perlunya mekanisme pengelolaan
keuangan daerah yang efisien dan efektif dalam rangka peningkatan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam otonomi Daerah,
semangat desentralisasi, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi
sangat dominan mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan, khususnya
proses pengelolaan keuangan Daerah.
Dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintahan terlihat bahwa
sistem pengelolaan keuangan pada dasarnya merupakan sub sistem
pemerintahan itu sendiri. Aspek pengelolaan Keuangan Daerah juga
merupakan sub sistem yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan
pengaturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan
dan akuntabel dalam pendistribusian keuangan, pembiayaan, dan penataan
sistem pengelolaan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi
daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang
berkembang.
Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan otonomi
Daerah tidak hanya dilihat dari berapa besar daerah akan memperoleh dana
perimbangan dari Pemerintah Pusat, tetapi harus diimbangi dengan sejauh
mana instrument atau sistem pengololaan keuangan daerah saat ini mampu
mamberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional,
transparan, partisipatif dan bertanggung jawab.
Agar pelaksanaan pengeluaran dan penerimaan anggaran yang
dipergunakan dalam rangka pembiayaan pelaksanaan pembangunan dapat
berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya tertib administrasi dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Untuk itu dalam rangka
tercapainya tertib administrasi pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
perlu adanya Peraturan Daerah Kota Surakarta yang mengatur dan
menetapkan tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 105 tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah,
khususnya Pasal 2 yang menyebutkan :
(1) Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan Keuangan
Daerah
(2) Selaku pejabat pemegang kekuasan umum pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala Daerah mendelegasikan
sebagian atau seluruh kewenangan kepada Sekretaris Daerah dan atau
Perangkat Pengelola Keuangan Daerah.
Peraturan diatas diperkuat dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu pasal 156:
a. Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.
b. Dalam melaksanakan kekuasaan, sebagaimana pada ayat (1) kepala daerah
melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para
pejabat perangkat daerah.
Berdasarkan undang-undang tersebut, maka pemerintah Kota Surakarta
telah menetapkan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan
daerah meliputi tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggung jawaban APBD. Peranan Walikota sebagai kepala
daerah dalam setiap tahapan APBD dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pelaporan APBD, Kepala
daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas dan plafon
anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaraaan satuan kerja
perangkat daerah dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai. Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama.
Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat
daerah serta tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja
perangkat daerah untuk APBD Tahun 2005 masih mengacu pada PP 105
tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, mengingat UU 32 Tahun
2004 belum didukung oleh peraturan perundangan yang sifatnya lebih teknis
(PP maupun Keputusan Menteri).
Pertanggung jawaban APBD, Kepala Daerah menyampaikan rancangan
Perda tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa
laporan keuangan yang sekurang-kurangnya berisi realisasi APBD neraca
laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan
keuangan badan usaha milik daerah.
Hal yang mendasari tata cara pelaksanaan dan pertanggungjawaban
APBD tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, tentang
Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan daerah, khususnya Pasal 14
yang menyebutkan :
a. Ketentuan tentang Pokok-pokok Pengelolaa Keuangna Daerah diatur
dengan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.
b. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengatur tentang:
1. Kerangka dan garis besar prosedur penyusunan APBD
2. Kewenangan keuangan Kepala Daerah dan DPRD
3. Prinsip-prinsip pengelolaan kas
4. Prinsip-prinsip pengelolaan pengeluaran daerah yang telah
dianggarkan.
5. Tata cara pengadaan barang dan jasa
6. Prosedur melakukan pinjaman daerah
7. Prosedur pertanggung jawaban keuangan
8. Dan hal-hal lain yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah.
c. Sistem dan prosedur pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan
keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
d. Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan
Keuangan Daerah serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata
usaha Keuangan Daerah dan penyusunan perhitungan ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai tindak lanjut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahn Daerah, Peraturan
Daerah Nomor 105 Tahun 2000, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 29 Tahun 2002, struktur APBD telah mengalami perubahan yang
sangat mendasar yaitu, dari anggaran tradisional berubah menjadi
Performance Budget yang terdiri dari 3 (tiga) pos yaitu : Pos Pendapatan, Pos
Belanja dan Pos Pembiayaan. Dengan perubahan struktur APBD ini
dikandung maksud agar mekanisme pengelolaan keuangan daerah dapat
dilaksanakan secara lebih adil, rasional, transparan, partisipasif dan
bertanggungjawab.
Dengan peraturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih
transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan pembiayaan, dan
penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mewujudkan
pelaksanaan otonomi daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan
masyarakat yang berkembang. Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu
pelaksanaan otonomi Daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar
Daerah akan memperoleh Dana Perimbangan tetapi hal tersebut harus
diimbangi dengan sejauh mana instrument atau sistem pengelolaan Keuangan
Daerah saat ini mampu memberikan nuansa managemen yang lebih adil,
rasional, transparan, partisipatif dan bertanggungjawab sebagaimana yang
diamanatkan oleh kedua Undang-undang tertentu.
Secara khusus Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan landasan
yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan
Daerah, antara lain memberikan kekuasaan dalam penetapan produk
pengaturan sebagai berikut :
e. Ketentuan tentang pokok-pkok pengelolaan Keuangan Daerah diatur
dengan Peraturan Daerah.
f. Sistem dan prosedur pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan surat
keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut.
g. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggunag jawaban kepada
DPRD mengenai pengelolaan Keuangan Daerah dan kinerja keuangan
Daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan.
h. Laporan pertanggungjawaban keuangan Daerah tersebut merupakan
dokumen Daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.
Oleh karena itu mengacu pada semangat kedua undang-undang tersebut
maka pedoman pengelolaan dan petanggungjawaban Keuangan Daerah yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekan pada
hal yang bersifat prinsip, norma, asas dan landasan umum dalam pengelolaan
keuangan secara rinci ditetapkan oleh masing-masing Daerah. Kebhinekaan
dimungkinkan terjadi sepanjang hal tersebut masih sejalan atau tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Dengan upaya tersebut diharapakan Daerah didorong untuk lebih
tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan
pemutakhiran sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut
secara terus-menerus, dengan tujuan memaksimalkan efisiensi dan efektivitas
berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan setempat.
Dalam rangka efisiensi dan efiektivitas pengelolaan Keuangan Daerah
Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada
perangkat pengelola keuangan Daerah. Kewenangan yang didelegasikan
minimal adalah kewenangan yang berkaitan dengan tugas sebagai Bendahara
Umum Daerah. Sekretaris Daerah atau pimpinan perangkat pengelola
Keuangan Daerah bertangung jawab kepada Pemegang Kekuasaan Umum
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Penerapan para Pejabat Pengelola Keuangan Daerah merupakan salah
satu syarat pelaksanaan Anggaran. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah antara
lain Bendahara Umum Daerah, Pengguna Anggaran dan Pemeagang Kas.
Dalam rangka meningkatkan akselerasi dan kualitas penyelenggaraan
Pemerintah Daerah yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme
serta untuk menunjang pelaksanaan pembangunan di daerah, perlu
memberikan pedoman pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan
bertangung jawab. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah sesuai
kaidah pengelolaan keuangan publik, berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, perlu diatur ketentuan tentang Pokok-
Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dengan persetujuan DPRD Kota Surakarta, memutuskan dengan
menetapkan. Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Solo. Dalam Perda ini berisi antara lain:
5. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Daerah Otonom
yang lain sebagai Badan Eksekutif Daearah.
6. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah
Walikota yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah dan
mempunyai kewajiban menyampaikan pertangungjawaban atas
pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD.
7. Pejabat Pengelola Keuangan Daearah adalah pejabat dan atau pegawai
daerah yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
diberi kewenangan tertentu dalam Kerangka pengelolaan Keuangan
Daerah.
8. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sistem dan prosedur yang mengatur
keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah.
Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kesatuan. Semua
Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam rangka desentralisasi
dicatat dan dikelola dalam APBD. Dalam hai ini APBD, perubahan APBD,
dan perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan
dokumen Daerah APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Dalam
penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 memuat:
d. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
e. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen
kegiatan yang bersangkutan.
f. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan.
Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan:
d. Kebijaksanaa Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat
stategis.
e. Penyelesaian akibat tercapainya target Penerimaan Daerah yang
ditetapkan.
f. Terjadinya kebutuhan yang mendadak.
Perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun
anggaran tertentu berakhir.
Susunan APBD terdiri atas:
d. Pendapatan Daerah
e. Belanja Daerah
f. Pembiayaan Daerah
Selisih lebih pendapat Daerah terhadap belanja disebut surplus anggaran.
Selisih kurang Pendapatan Daerah terhadap belanja disebut defisit anggaran.
Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran.
Pendapatan Daerah sebagaimana yang dimaksud di atas terdiri atas:
d. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
e. Dana Perimbangan
f. Bagian lain penerimaan asli Daerah yang sah.
Sedangkan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) huruf b
Perda No.12 Tahun 2001 Kota Surakarta terdiri atas:
e. Belanja Rutin
3. Administrasi umum meliputi :
e) Belanja pegawai
f) Belanja barang
g) Belanja pemeliharaan
h) Belanja perjalanan dinas
4. Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum
f. Belanja Pembangunan meliputi :
3. Publik
4. Aparatur
g. Pengeluaran transfer meliputi :
5. Angsuran hutang dan bunga
6. Bantuan
7. Dana perimbangan
8. Dana cadangan
h. Pengeluaran Tidak Tersangka
Kewenangan keuangan Walikota dan Wakil Walikota karena jabatannya
dalam melaksanakan tugasnya disediakan anggaran untuk membiayai kegiatan
penyelengaraan Pemerintah Daerah. Sekretaris Daerah merencanakan
pembiayaan, selanjutnya dimasukkan dalam APBD. Sedangkan kewenangan
keuangan DPRD adalah dalam mengemban fungsinya disediakan pembiayaan
dalam APBD, DPRD dan Sekretariat DPRD merencanakan pembiayaan
tahunannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
selanjutnya dicantumkan dalam APBD. Kedudukan keuangan DPRD diatur
tersendiri dengan Peraturan Daerah.
Prosedur pertanggungjawaban keuangan daerah dan perhitungan APBD
berpedoman pada standar akutansi keuangan pemerintah daerah yang berlaku.
Pemegang KAS secara periodik wajib menyampaikan pertanggungjawaban
atas tugas pekerjaanya. Sistem dan prosedur pertanggungjawaban pemegang
KAS ditetapkan oleh Walikota. pemerintah daerah menyampaikan laporan
triwulan APBD kepada DPRD, lapoan triwulan sebagaimana dimaksud ayat 1
disampaikan paling lama1 bulan setelah berakhirnya triwulan yang
bersangkutan. Walikota dalam menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan daerah dalam satu dokumen yang terdiri atas:
e. Laporan Aliran KAS
f. Laporan Perhitungan APBD.
g. Nota Perhitungan APBD.
h. Neraca Daerah
Kerugian keuangan daerah yang sengaja atau tdak sengaja, baik
langsung maupun tidak langsung yang menyebutkan kerugian daerah adalah
perbuatan yang melanggar hukum. Perbuatan yang melanggar hukum
menyebabkan kerugian daerah wajib melakukan ganti rugi. Pimpinan
perangkat daerah wajib melakukan tuntutan ganti kerugian segera setelah
diketahui bahwa dalam perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian
akibat perbuatan dari pihak manapun. Walikota wajib melakukan tuntutan
ganti rugi atas setiap kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang
melanggar hukum atau kelalaian Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sedangkan mengenai penyelesiaan kerugian dilakukan melalui majelis
pertimbangan tuntutan ganti rugi dan atau badan atau peradilan dan
ketentuannya diatur dalam peraturan daerah.
Pengawasan pengelolaan keuangan daerah dilakukan oleh DPRD,
pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
berlakunyan peraturan daerah ini, maka pelaksanaan yang mengatur
pengelolaan keuangan daerah yang telah diterapkan. Maka berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini sampai dengan diadakan
perubahan atau penyesuaian berdasarkan peraturan daerah tersebut.
Dengan adanya tuntutan masyarakat di era reformasi terhadap pelayanan
publik yang ekonomis, efisien, efektif serta transparan, akuntabel dan
responsif. Maka, perencanaan anggaran daerah berfungsi sebagai salah satu
penentu kapabilitas dan efektivitas penyelenggaran pemerintah daerah. untuk
itu, dalam perancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang dimuat dalam Perda No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan
Perda No.12 tahun 2001 tentang pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
tersebut pemerintah daerah kota Surakarta membuat perencanan APBD sesuai
dengan apa yang disebut dengan perencanaan APBD dengan paradigm yang
baru:
5. Perencanaan APBD yang berorientasi pada kepentingan Publik
6. APBD disusun dengan pendekatan kinerja.
7. Ada kerterkaitan yang erat antara pengambil kebijakan (decision maker) di
DPRD dengan perencanaan operasional oleh pemerintah daerah dan
penganggaran oleh unit kerja.
8. Ada upaya mensinergikan hubungan antara APBD, sistem dan prosedur
Pengelolaan Keuangan Daerah dan unit-unit Pengelolaan Keuangan
Daerah, lembaga Pengelolaan Keuangan Daerah dan unit-unit Pengelola
layanan publik dalam mengambil kebijakan.
Dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah kota Surakarta melaksanakan
pengelolaan keuangan daerah telah sesuai dengan agenda reformasi yang
Siklus pengelolaan keuangan daerah
Perencanaan
pelaksanan penatausahaan pertngjwban pemeriksaan
E. KEGIATAN YANG DILAKUKAN OLEH WALIKOTA DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH UNTUK MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Strategi pokok pembangunan jangka menengah Kota Surakarta untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pembangunan Kota
Surakarta itu:
3. Strategi reaktualisasi tata kehidupan masyarakat kota yang berbudaya.
RPJMD
VETIFIKASI
KUA/PPAS
NOTA
KESEPAKATAN
PEDOMAN
PENYUSUNA
NRKA-SKPD
RKA-SKPD
RAPBD
EVALUASI
RAPERDA
APBD OLEH
GUBERNUR/
MENDAGRI
APBD
RANCANGAN
DPA-SKPD
RKPD
DPA-SKPD
PELAKSANAAN
APBD
PENDAPATAN
BELANJA
PEMBIAYAAN
Penatausahaan
Pendapatan
Bendahara
penerimaan
wajib menyetor
pemerimaannya
ke rekening kas
umum daerah
selambat-
lambatnya 1 hari
kerja
Penatausahaan
Belanja
- Penerbitan
SPM-UP, SPM
GU, SPM TU,
dan SPM LS oleh
kepala SKPD
- Penerbitan
SP2D oleh
PPKD
Penatausahaan
Pembiayaan
-Dilakukan oleh
PPKD
Kekayaan
dan
Kewajiban
Daerah
-Kas Umum
- piutang
- invetasi
- Barang
-Utang
Akutansi
Keuangan
Daerah
Sesuai
dengan SAP
Laporan
Keuangan
Pemerinta
h Daerah
- LRA
-Neraca
- Lap. Kas
umum
- Calk
Raperda
Pertanggun
g jawabann
APBD
Lapoaran
keuangan
diperiksa
oleh BPK
4. Startegi optimalisasi potensi untuk mewujudkan pembangunan Surakarta
Kota berbudaya.
Dan sesuai strategi pokok pembangunan jangka menengah tersebut,
maka untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan
pembangunan Kota Surakarta itu disusunlah Agenda Pembangunan Kota
tahun 2005-2010 yang meliputi;
5. Menciptakan iklim kehidupan kota yang kondusif, aman, dan damai.
6. Mewujudkan pembangunan kota yang adil dan demokratis.
7. Meningkatkan kesejahretaan masyarakat Kota Surakarta.
8. Meningkatkan ekssistensi kota dalam pergaulan Regional, Nasional, dan
Internasional.
b. Prioritas Pembangunan Tahun 2007.
Dalam rangka mencapai pembangunan Kota Surakarta, dengan
mencermati permasalahan yang berkembang baik secara nasional maupun
daerah, serta memperhatikan kebijakan dan strategi samapai pada tahun 2008
yang merupakan tahap peningkatan daya Kompetitif dan komparatif daerah,
maka prioritas pembangunan pemerintah daerah Kota Surakarta diarahkan
pada:
8. Peningkatan Kesejahteran Masyarakat Miskin.
9. Peningkatan Kualitas Pendidikan
10. Peningkatan Dearajat Kesehatan Masyarakat.
11. Pembangunan Ekonomi melalui peningkatan daya saing produk,
peningkatan kesempatan kerja, revitaslisasi UKM/IKM, peningkatan
pariwisata, pengembangan Ekspor dan Investasi.
12. Peningkatan kualitas Pelayanan publik dan kapasitas pemerintah daerah,
pembangunan politik, hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat.
13. Peningkatan infarstruktur kota dan pembangunan kawasan Kota Surakarta
bagian utara, dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan konservasi
lingkungan hidup maupun pendayagunaan ekosistem.
14. Penataan ruang kota sejalan dengan RUTRK, konservasi lingkungan hidup
dan pencitraan kota, yang meliputi penataan/ penerbitan PKL dan hunian
yang tidak berijin, revitalisasi kawasan publik, bersejarah dan berbudaya.
Penentuan prioritas pembangunan daerah Kota Surakarta tahun 2007 atas
dasar pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
5. Memiliki damapak yang besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan
sesuai tema pembangunan daerah Kota Surakarta dengan sasaran yang
terukur sehingga langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
6. Merupakan penjabaran operasional Pembangunan Nasional dan Propinsi
Jawa Tengah disesuaikan kebutuhan mendesak dan strategis di wilayah
Kota Surakarta.
7. Merupakan tugas Pemerintah Daerah sebagai pelaku/pengendalian utama.
8. Realistis untuk dilaksanakan.
Dalam pelaksanakan pembangunan daerah yang dirumuskan dalam
RKPD Kota Surakarta tahun 2007, memprhatikan prinsip-prinsip
pengarusutamaan sebagai landasan operasional bagi aparat daerah, yaitu:
5. Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Pelaksanakan berbagai kegiatan
pembangunan harus memperhaikan partisipasi masyarakat.
6. Pengarusutamaan pembanguna berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan
dituntut memperhatikan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, agar pembangunan dapat memberikan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi.
7. Pengarusutamaan gender. Ditujukan untuk mengurangi kesenjangan gender
di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
8. Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance) meliputi
berbagai faktor kelembagaan dan organisasi yang mempengaruhi
pembentukan kebijakan baik pemerintah, masyarakat dan sector privat.
Prioritas pembangunan daerah Kota Surakarta tahun 2007 tersebut diatas
dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan
pembangunan yang selaras dengan pemerintah pusat, serta menyelenggarakan
urusan-urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib maupun urusan pilihan.
Ada 9 fungsi pemerintahan dan pembangunan yang harus dijalankan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeti Nomor 13
taun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yaitu: (1)
Pelayanan Umum, (2) Ketertiban dan Ketentraman, (3) Ekonomi, (4)
Lingkungan Hidup, (5) Perumahan dan Fasilitas Umum, (6) Kesehatan, (7)
Pariwisata dan Budaya, (8) Pendidikan, dan (9) Perlindungan Sosial.
Selanjutannya masing-masing fungsi pemerintahan dan pembangunan
itu, perencanaannya dijabarkan dalam urusan-urusan baik wajib maupun
pilihan. Fungsi Pelayanan Umum merupakan fungsi pemerintahan dan
pembangunan untuk menyelenggarakan urusan-urusan: (1) Perencanana
Pembangunan, (2) Pemerintahan Umum, (3) Kepegawaian, (4) Statistik, (5)
Kearsipan, dan (6) Komunikasi dan Informatika.
Fungsi Ketertiban dan Katentraman dijalankan dengan
Penyelenggarakan urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri,
Sedangkan fungsi ekonomi dijalankan dengan menyelenggarakan urusan-
urusan wajib: (1) Perhubungan, (2) Tenaga Kerja, (3) Koperasi dan UKM, (4)
Penanaman Modal, (5) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, sera urusan-
urusan Pilihan: (1) Perikanan, (2) Pertanian, (3) Perdagangan, dan (4)
Perindustrian.
Fungsi Lingkungan Hidup dijalankan dengan Menyelenggarakan
Urusan-urusan wajib: (1) Penataan Ruang, (2) Lingkungan Hidup, dan (3)
Pertanahan. Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum dijalankan dengan
meyelenggarakan urusan-urusan wajib; (1) Kesehatan, dan (2) Keluarga
Berencana.
Fungsi Pariwisata dan Budaya dijalankan dengan Menyelenggarakan
urusan-urusan wajib: (1) Kebudayanan, dan urusan pilihan; (2) Pariwisata.
Sedangkan fungsi Pendidikan, dijalankan melalui menyelenggarakan urusan-
urusan wajib: (1) Pendidikan, dan (2) Pemuda dan Olahraga. Fungsi
Perlindungan Sosial dijalankan dengan Menyelenggarakan urusan-urusan
wajib; (1) Kependudukan dan Catatan Sipil, (2) Pemberdayaan Perempuan, (3)
Keluarga Sejahtera, dan (4) Sosial.
A. Pengelolaan Belanja Daerah
2) Kebijakan Umum Keuangan Daerah.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Merupakan respons atas berbagai aspirasi yang menginginkan
Peningkatan peran dan kemandirian daerah dalam mengelola
kewenangan dan tanggungjawabnya untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Tujuan dari pemberian
otonomi tersebut tidak lain adalah untuk lebih meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan
kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pemerintah Pusat dan Daerah serta antara
daerah. Hal tersebut tentunya harus didukung sumber-sumber
pembiayaan yang memadai baik yang berasal dari kemampuan daerah
sendiri maupun dukungan dana dari pemerintah pusat dan propinsi.
Dalam tahun anggaran 2007, penggalian potensi-potensi
pendapatan daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan maupun lain-lain Pendapatan Yang Sah terus
dilakukan Pemerintah Kota Surakarta guna Mendukung Pembiayaan
Pelaksanaan otonomi daerah. hal tersebut terlihat dari kemampuan
dalam mengoptimalkan Penerimaan PAD yang dapat mencapai diatas
100 Milyar rupiah, meningkatnya penerimaan Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), Dana Infrastruktur Sarana dan Prasarana (DISP) serta Bantuan
Keuangan dari Pemerintah Propinsi Jawa Tengah pada tahun anngaran
2008. Disamping itu guna menunjang Pelaksanaan Pembangunan
daerah juga dilakukan pengelolaan pembiayaan daerah secara moderat
dengan melakukan pembiayaan proyek secara multiyears,
merencanakan pinjaman daerah dan Pengaturan arus kas.
Distribusi penggunaan atas sumer-sumber pembiayaan tersebut
dialokasikan secara proposional pada belanja tidak langsung, belanja
langsung maupun pengeluaran pembiayan daerah.
Bahwa dalam penyusunan belanja daerah tahun 2007 telah
sepenuhnya berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan keuangan daerah serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun2007 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2007.
B. Pengelolaan Pendapatan Daerah.
Hal-hal mendasar dalam perundang-undangan ini adalah
komitmen untuk mendorong pemberdayaan masyarakat,
pengembangan prakarasa dan kreativitas, peningkatan peran serta
masyarakat dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. Untuk itu
dibutuhkan otonomi yang bulat dan utuh, dimana daerah diberikan
kewenangan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan eveluasi seluruh fungsi-fungsi pemerintahan yang
telah didesentralisasikan, salah satu syarat yang diperlukan untuk hal
tersebut adalah terdefinisinya sumber-sumber pembiayaan dan
kewenangan. Sejalan dengan itu pemberian kewenangan kepada
daerah yang semakin besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat maka secara umum kebijakan pajak dan
retribusi daerah lebih diarahkan pada kekuatan taxing power daerah.
Perkuatan taxing power daerah dilakukan dengan peningkatan
basis pajak dan diskresi dalam menetapkan tarif pajak daerah. melalui
upaya-upaya intensifikasi dan ekstensifikasi diupayakan kinerja PAD
dapat meningkat tetapi tetap tidak menghambat proses investasi di
Kota Surakarta.
Pendapatan daerah Kota Surakarta pada tahun Anggran 2007
masih didomonasi oleh dana perimbangan dari pemerintahan puast
terutama dana alokasi umum. Sedangkan pendapatan asli daerah yang
merupakan cerminan riil kemampuan pemerintah daerah baru mampu
memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar 13, 71%.
1) Pendapatan Asli Daerah.
Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan
Peraturan Daerah yang berpedoman pada Undang-undang No.34
Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang No.13 Tahun !997
tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta Peraturan Pemerintah
No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah
No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan asli daerah ditempuh
melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan
pajak, law enforcement dalam upya pembangunan ketaatan wajib pajak
dan wajib retribusi daerah serta peningkatan pengendalian dan
pengawasan pemungutan pendapatan asli daerah, kemudahan
pelayanan, ketepatan dan kecepatan pelayanan sehingga tidak
memberatkan dunia usaha dan masysrakat.
2) Dana Perimbangan
Dana perimbangan berpedoman pada ketentuan dan penetapan
dana perimbangan tahun 2007 dari pemerintah pusat, antara lain:
4. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2007 tentang Dana Alokasi
Umum Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota tahun 2007.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.07/2007 tentang
Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2007.
6. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 78 Tahun 2007 tentang
Dana Alokasi Bagi Hasil Penerimaan Cukai Hasil Tembakau
Bagian Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2007.
F. LANGKAH DAN CARA-CARA DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH YANG DAPAT MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN DI KOTA SURAKARTA.
Sesuai dengan amanat undang – undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah
yang jadi kewenangan daerah tersebut, pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas – luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah berdasarkan asaa otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintah yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan pelayanan
dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan,
lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan, dan sebagainya. Urusan
pemerintah yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang
diprioritaskan oleh pemerintah daerah untuk diselengggarakan yang terkait
dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang
menjadikan kekhasan daerah. urusan pemerintah diluar urusan wajib dan
pilihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sepanjang menjadi
kewenangan daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan oleh
pemerintahan daerah yang bersangkutan.
Penyelenggarakan pemerintahan daerah selama tahun 2007 merupakan
kelanjutan dari penyelenggaran pemerintah daerah tahapan sebelumnya.
Program kegiatan yang dilaksanakan ditujukan dalam rangka peningkatan dan
penguatan kesejahteraan masyarakat.
8. Prioritas Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat miskin.
Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi dan urusan bebagai
berikut:
8.1 Fungsi Perlindungan Sosisal
Meliputi urusan-urusan wajib:
e. Sosial, dengan program-program:
8) Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat terpencil
(KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
lainnya,
9) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan sosial,
10) Program Pembinaan Anak Terlantar,
11) Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Trauma,
12) Program Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo,
13) Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial,
14) Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan
Sosial.
f. Keluarga Sejahtera, dengan Program-program:
6) Program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak melalui
kelompok kegiatan masyarakat,
7) Program pengembangan pusat pelayanaan informasi dan
konseling KKR,
8) Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan
dan pembinaan tumbuh kembang anak,
9) Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina
keluarga,
10) Program pengembangan model operasional BKB-
posyandu-PUD.
g. Pemberdayaan perempuan, dengan program-program:
5) Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas Anak dan
Perempuan,
6) Program Penguatan Kelembagaan pengarustamaan Gender dan
Anak,
7) Program Peningkatan kualitas hidup dan perlidungan
perempuan,
8) Program peningkatan peran serta dan Kesetaraan Gender dalam
pembangunan.
h. Kependudukan dan Catatan Sipil, dengan Program-program:
2) Program penataan Administrasi Kependudukan.
8.2 Fungsi Pendidikan
Terutama untuk urusan wajib Pendidikan, dengan program-
program:
3) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
4) Program pendidikan Menengah.
8.3 Fungsi Kesehatan
Terutama untuk urusan wajib Kesehatan, dengan program-program:
1) Program peningkatan keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak.
8.4 Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum
Terutama untuk urusan wajib Perumahan Rakyat, dengan program-
program:
3) Program pengembangan Perumahan,
4) Program Lingkungan Sehat Perumahan.
9. Prioritas Peningkatan Kualitas Pendidikan, ditempuh program dan
kegiatan dalam fungsi dan urursan berikutnya:
9.1 Fungsi Pendidikan.
Meliputi urusan-urusan wajib:
c. Pendidikan, dengan program-program:
9) Program Pendidikan Anak Usia Dini,
10) Program Wajib Belajar pendidikan dasar 9 tahun
11) Program Pendidikan Menengah
12) Program Pendidikan Non Formal
13) Program Pendidikan Luar Biasa
14) Program peningkatan mutu Pendidikan dan tenaga
kependidikan
15) Program pengembangan budaya baca dan pembinaan
perpurtakaan
16) Program manajemen pelayanan pendidikan.
d. Pemuda dan Olah raga, dengan program-program:
5) Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Pemuda.
6) Program Peningkatan Peran Serta Kepemudaan.
7) Program Pembinaan dan Permasyarakatan Olah raga.
8) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olah raga.
9.2 Fungsi Parawisata dan Budaya.
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Kebudayaan, dengan Program-program:
4) Program Pengembangan Nilai Budaya
5) Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
6) Program Pengelolaan Keragamaan Budaya
Dan urusan-urusan Pilihan:
b. Pariwisata, dengan Program-program:
4) Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata
5) Program pengembangan Destinasi Pariwisata.
6) Program Pengembangan Kemitraan.
10. Prioritas Peningakatan Derajat Kesehatan Masysrakat.
Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi dan urusan sebagai berikut:
10.1 Fungsi Kesehatan.
Meliputi urusan-urusan wajib:
c. Kesehatan, dengan program-program:
1) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.
2) Program Pengawasn Obat dan Makanan
3) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
4) ProgramPerbaikan Gizi Masyarakat
5) Program Pengembangan Lingkungan Sehat
6) Program Pencegahan dan Penangggulangan penyakit menular,
7) Program Standarisasi Pelayanaan Kesehatan,
8) Program Pengadaan, Peningkatan dan perbaikan sarana dan
prasaranan Rumah sakit/Puskesmas,
9) Program Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit/Rumah
Sakit Jiwa/Rumah sakit Paru-paru/Rumah Sakit Mata.
10) Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan.
d. Keluarga Berencana, Dengan Program-program:
5) Program Keluarga Berencana
6) Program Kesehatan Reproduksi Remaja,
7) Program Pelayanaan Kontrasepsi
8) Program Pembinaan Peran serta Masyarakat dalam Pelayanaan
KB/KR yang Mandiri.
11. Prioritas Pembangunan Ekonomi, Ditempuh program dan kegiatan
dalam fungsi dan urusan sebagai berikut:
8.1. Fungsi Ekonomi,
Meliputi urusan-urusan wajib:
e. Perhubungan, dengan program-program:
7) Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan,
8) ProgramRehabilitasi dan pemerilharaan prasarana dan Fasilitas
LLAJ
9) Program Peningkatan Pelayanan Angkutan,
10) Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan,
11) Program Pengendalian dan Pengamanan Lalu Lintas
12) Program Peningkatan Kelaikan Pengoperasian kendaraan
bermotor.
f. Tenaga Kerja, dengan program-program:
4) Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
5) Program Peningkatan Kesempatan Kerja
6) Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga
Ketenagakerjaan
g. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dengan program-program:
4) Program Pencipta Iklim Usaha Kecil Menengah yang Kondusif
5) Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Usaha
Kecil Menengah.
6) Program Pengembangan sistem Pendukung usaha Mikro Kecil
Menengah.
h. Penanaman Modal, dengan program-program:
3) Program Peningkatan Promosi dan Kerja sama Investasi.
4) Program Penyiapan Potensi sumberdaya, sarana dan Prasarana
Daerah.
8.2. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dengan program-program:
4) Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Pendesaan.
5) Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan.
6) Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Desa.
Dan urusan-urusan pilihan:
8.3. Pertanian, dengan program-program:
9) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.
10) Program Peningkataan Ketahanan Pangan.
11) Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian.
12) Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan.
13) Program Pemberdayaan Penyuluh Petanian/Perkebunan Lapangan.
14) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak.
15) Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan.
16) Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Peternakan.
8.4. Perikanan, dengan program-program:
2) Pengembangan Budidaya Perikanan.
8.5. Perdagangan, dengan program-program:
5) Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan.
6) Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasioanal.
7) Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor.
8) Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima dan Asongan.
8.6. Perindusrtian, dengan program-program:
5) Program Peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi.
6) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
7) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri
8) Program Pengembangan Sentra-sentra Industri Potensial.
12. Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanaan Publik dan Kapasitas
Pemerintah Daerah, Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi dan
urusan sebagai berikut:
5.1. Fungsi Pelayanaan Umum
Meliputi urusan-urusan wajib:
g. Perencanaan Pembangunan, dengan program-program:
9) Program Pengembangan Data/Informasi
10) Program Kerjasama Pembangunan.
11) Program Pengembangan Wilayah Perbatasan.
12) Program Perencanaan Pengembangan Wilayah Strategis
dan Cepat Tumbuh.
13) Program Perencanaan Pengembangan Kota Menengah dan
Besar.
14) Program Perencanaan Pembangunan Daerah.
15) Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi.
16) Program Perencanaan Sosial dan Budaya.
h. Pemerintahan Umum, dengan program-program:
8) Program Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat
Daerah.
9) Program Peningkatan Pelayanaan Kedinasan Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah.
10) Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan
Keuangan Daerah.
11) Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah.
12) Program Peningkatan Profesional Tenaga dan Aparat
Pengawasan.
13) Program Penataan Peraturan Perundang-undangan.
14) Program Penataan Daerah Otonomi Daerah Baru.
i. Kepewagaian, dengan program-program:
4) Program Pendidikan Kedinasan.
5) Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur.
6) Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur.
j. Statistik, dengan program-program:
2) Program Pengembangan Data/Informasi/ Statistik Daerah.
k. Kearsipan, dengan program-program:
1) Program Perbaikan Administrasi Karsipan.
2) Program Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen /Arsip
Daerah.
3) Program Pemeliharan Rutin/Berkala Sarana dan Prasarana
Karsipan.
l. Komunikasi dan Infomatika, dengan program-program:
3) Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media
Masa.
4) Program Kerjasama Informasi dengan Masa Media.
5.2. Fungsi Ketertiban dan Ketentraman,
Meliputi urusan-urusan wajib:
a. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, dengan program-
program:
5) Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan Lingkungan.
6) Program Pemeliharaan Keamanan, Ketentraman dan Ketertiban
Masyarakat dan Pencegahan Tindak kriminal.
7) Program Program Pengembangan Wawsan Kebangsaan.
8) Program Pendidikan Politik Masyarakat.
13. Prioritas Peningkatan Infrastruktur Kota dan Pembangunan
Surakarta Bagian Utara, Ditempuh program dan kegiatan dalam fungsi
dan urusan sebagai berikut:
6.1. Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum,
Meliputi urusan-urusan wajib:
c. Pekerjaan Umum, dengan program-program:
6) Program Pembanguan Jalan dan Jembatan,
7) Program Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong.
8) Program Pembangunan Turap/Talud/Bronjong.
9) Program Pengendalian Banjir.
10) Program Pengembangan Infrastruktur Pedesaan.
d. Perumahan Rakyat, dengan program-program:
4) Program Pengembangan Perumahan.
5) Program Lingkungan Sehat Perumahan.
6) Program Pengelolaan Areal Pemakaman.
14. Prioritas Penataan Ruang Kota, Ditempuh program dan kegiatan dalam
fungsi dan urusan sebagai berikut:
7.1. Fungsi Lingkungan Hidup,
Meliputi urusan-urusan wajib:
e. Penataan Ruang, dengan program-program:
4) Program Perencanaan Tata Ruang
5) Program Pemanfaatan Ruang
6) Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang
f. Lingkungan Hidup, dengan program-program:
6) Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan.
7) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Hidup.
8) Program Peningkatan Kualitas dan Akses informasi SDA dan
Lingkungan Hidup.
9) Program Pengendalian Polusi.
10) Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijua (RTH).
g. Pertanahan, dengan program-program:
4) Program Penataan Penguasaan, Pemilikian, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah.
5) Program Penyelesaian Konflik-Konflik Pertanahan.
6) Program Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan.
Pembahasan
D. PERAN WALIKOTA DALAM MENGELOLA KEUANGAN
DAERAH KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI UU NO. 32
TAHUN 2004
Dalam pembanguan Kota Surakarta walikota mempunyai peran
yang sangat dominan dalam pembangunan Kota, khususnya dalam
pengelolaan keuangan daerah. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa
penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintahan Kota Surakarta. Peran
walikota tersebut mempunyai sistem pengelolaan yang sudah dirancang
sedemikian rupa. Dalam hal ini Kepala Daerah memegang kekuasaan
umum pengelolaan keuangan daerah tersebut, Agar pelaksanaan
pengeluaran dan penerimaan anggaran yang dipergunakan dalam rangka
pembiayaan pelaksanaan pembangunan dapat berdaya guna dan berhasil
guna, perlu adanya tertib administrasi dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah. Untuk itu dalam rangka tercapainya tertib
administrasi pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah perlu adanya
Peraturan Daerah Kota Surakarta yang mengatur dan menetapkan
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan
otonomi Daerah tidak hanya dilihat dari berapa besar daerah akan
memperoleh dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, tetapi harus
diimbangi dengan sejauh mana instrument atau sistem pengololaan
keuangan daerah saat ini mampu mamberikan nuansa manajemen
keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan
bertanggung jawab.
Yang mana dalam menjalankan pengelolaan keuangan daerah
tersebut, pemerintah daerah Kota Surakarta mempunyai sumber dana
antara lain:
b. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
1). Hasil pajak daerah;
2). Hasil retribusi daerah;
3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4). Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
5) Pendapatan Hibah
6) Bagi Hasil Pajak dari Ptopinsi dan Pemerintah Daerah.
7) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus.
8) Bantuan Keuangan dari Propinsi atau Pemerintah Daerah
Lainnya.
E. TERHADAP KEGIATAN YANG DILAKUKAN OLEH
WALIKOTA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Dalam hal memajukan Kota Surakarta Walikota melakukan
berbagai macam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kota
Surakarta. Di antara lain kegiatan yang dilakukan Walikota sebagai
berikut:
5. Menciptakan iklim kehidupan kota yang kondusif, aman, dan damai.
Dalam hal menciptakan kehidupan yang kondusif, maka Walikota
harus menerapkan Peraturan sebagaimana semestinya. Dan dalam
menerapkan peraturan tersebut tidak ada tebang pilih untuk
menjatuhkan sanksi kepada siapapun tanpa terkecuali. Agar
terciptanya kehidupan yang kondusif, aman dan damai.
6. Mewujudkan pembangunan kota yang adil dan demokratis:
Untuk mewujudkan hal tersebut Walikota dapat melaksanakan dengan
cara sebagai berikut:
d. Dalam bidang Pendidikan yaitu:
Dengan menjalakan program wajib belajar 9 tahun dan juga
program pendidikan menengah.
e. Dalam bidang Kesehatan yaitu;
Dengan menjalankan Program peningkatan keselamatan Ibu
Melahirkan dan Anak, pemberian pengobatan gratis kepada
masyarakat yang kurag mampu dan Perbaikan Gizi masyarakat.
f. Dalam bidang Perumahan dan Fasilitas Umum yaitu:
Dengan menjalankan Program pengembangan Perumahan dan
Lingkungan Sehat Perumahan.
7. Meningkatkan kesejahretaan masyarakat Kota Surakarta
Kegiatan yang dilakukan Walikota dalam hal meningkatkan
kesejahteraan yaitu: Dengan menjalankan program promosi kesehatan
ibu, bayi dan anak melalui kelompok kegiatan masyarakat,
pengembangan pusat pelayanaan informasi dan konseling KKR,
pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan
tumbuh kembang anak, penyiapan tenaga pendamping kelompok bina
keluarga, dan pengembangan model operasional BKB-posyandu-
PUD. Termasuk dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
Koperasi dan usaha kecil menengah dengan program Pencipta Iklim
Usaha Kecil Menengah yang Kondusif, Pengembangan
Kewirausahaan dan Keunggulan Usaha Kecil Menengah, dan
Pengembangan sistem Pendukung usaha Mikro Kecil Menengah.
8. Meningkatkan ekssistensi Kota dalam pergaulan Regional, Nasional,
dan Internasional.
Kegiatan yang dilakukan Walikota dalam hal meningkatkan eksistensi
Kota dal pergaulan yaitu:
c. Dalam bidang Komunikasi dan informatika.
Dengan menjalankan program Pengembangan Komunikasi,
Informasi dan Media Masa, dan Kerjasama Informasi dengan Masa
Media.
d. Dalam bidang pariwisata dan Budaya.
Dengan menjalankan program kebudayaan seperti Pengembangan
Nilai Budaya, Pengelolaan Kekayaan Budaya, dan Pengelolaan
Keragamaan Budaya.
Dengan menjalankan program kepariwisataan seperti
Pengembangan Pemasaran Pariwisata, pengembangan Destinasi
Pariwisata, dan Pengembangan Kemitraan.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan Walikota tersebut sangat
berperan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kota Surakarta. Selain itu dapat memajukan
Kota Surakarta dalam tingakt Nasional maupun tingkat Internasional.
F. LANGKAH DAN CARA-CARA DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH YANG DAPAT MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN DI KOTA SURAKARTA.
Dalam menjalankan kinerjanya Walikota mempunyai langkah dan cara
dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Surakarta, yaitu sebagai berikut:
5. Dalam Fungsi Pendidikan
Terutama untuk urusan wajib Pendidikan, dengan program-program:
4) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
5) Program pendidikan Menengah.
6) Program Pendidikan Anak Usia Dini,
6. Dalam Fungsi Kesehatan
Terutama untuk urusan wajib Kesehatan, dengan program-program:
2) Program peningkatan keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak.
4) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
5) ProgramPerbaikan Gizi Masyarakat
7. Dalam Fungsi Lingkungan Hidup, dengan program-program:
4) Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan.
5) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.
6) Program Peningkatan Kualitas dan Akses informasi SDA dan
Lingkungan Hidup.
8. Dalam Fungsi Perhubungan, dengan program-program:
4) Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan,
5) ProgramRehabilitasi dan pemerilharaan prasarana dan Fasilitas LLAJ
6) Program Peningkatan Pelayanan Angkutan.
Dengan langkah dan cara, seperti di atas maka dapat di simpulkan bahwa
dengan adanya fungsi-fungsi dan program-program seperti itu akan
mempercepat proses peningkatan perekonomian di wilayah Kota Surakarta
melalui pengelolaan keuangan Daerah.
BAB IV
PENUTUP
C. Kesimpulan
Setelah diuraikan dalam hasil penelitian dan analisis selanjutnya dapat
ditarik suatu kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Peran Walikota dalam mengelola keuangan daerah Kota Surakarta ditinjau
UU No. 32 Tahun 2004. Bahwa Dalam kerangka sistem penyelenggaraan
pemerintahan terlihat bahwa sistem pengelolaan keuangan pada dasarnya
merupakan sub sistem pemerintahan itu sendiri. Aspek pengelolaan
Keuangan Daerah juga merupakan sub sistem yang diatur oleh Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan pengaturan tersebut
diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel
dalam pendistribusian keuangan, pembiayaan, dan penataan sistem
pengelolaan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi
daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang
berkembang.
Selain itu Kepala Daerah juga melakukan Perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, dan pelaporan APBD, Kepala daerah dalam penyusunan
rancangan APBD menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar
penyusunan rencana kerja dan anggaraaan satuan kerja perangkat daerah
dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Kepala
daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh
persetujuan bersama.
2. Kegiatan yang dilakukan oleh Walikota dalam pengelolaan keuangan
daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahwa dalam
rangka mencapai peningkatan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat Kota Surakarta, Oleh karena itu Walikota dapat mengambil
suatu langkah atau keputusan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kota Surakarta dengan tahapan yang mempunyai daya
Komperatif dan Kompetitif daerah untuk diarahkan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin, peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dan peningkatan kualitas pendidikan.
Selain itu dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan
pembangunan yang selaras dengan pemerintah pusat, serta
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib
maupun urusan pilihan. Ada 9 fungsi pemerintahan dan pembangunan
yang harus dijalankan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeti Nomor 13 taun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, yaitu: (1) Pelayanan Umum, (2) Ketertiban dan
Ketentraman, (3) Ekonomi, (4) Lingkungan Hidup, (5) Perumahan dan
Fasilitas Umum, (6) Kesehatan, (7) Pariwisata dan Budaya, (8)
Pendidikan, dan (9) Perlindungan Sosial.
3. Langkah dan cara-cara dalam pengelolaan keuangan daerah yang dapat
meningkatkan perekonomian di Kota Surakarta. Bahwa dalam hal ini
Walikota berusaha dalam membuat suatu terobosan dalam menjalankan
sistem pengelolaan keuangan daerah untuk memajukan perekonomian
masyarakat di Kota Surakarta dengan cara sebagai berikut:
7. Membangun sarana dan prasaran umum.
8. Meningkatkan pembangunan infrastruktur di Kota Surakarta.
9. Meningkatkan lapangan kerja.
10. Pengembangan Pemasaran Pariwisata
11. Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan
12. Pengembangan sistem Pendukung usaha Mikro Kecil Menengah.
Urusan wajib adalah urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar (basic services)
bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup,
perhubungan, kependudukan, dan sebagainya. Urusan pemerintah yang
bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh
pemerintah daerah untuk diselengggarakan yang terkait dengan upaya
mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang menjadikan
kekhasan daerah. urusan pemerintah diluar urusan wajib dan pilihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sepanjang menjadi kewenangan
daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan oleh pemerintahan
daerah yang bersangkutan. Dengan langkah dan cara, seperti di atas maka
dapat disimpulkan bahwa dengan adanya fungsi-fungsi dan program-
program seperti itu akan mempercepat proses peningkatan perekonomian
di wilayah Kota Surakarta melalui pengelolaan keuangan Daerah.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis memberikan saran-saran sebagai
berikut:
4. Kerugian keuangan daerah yang sengaja atau tidak sengaja, baik langsung
maupun tidak langsung yang menyebutkan kerugian daerah adalah
perbuatan yang melanggar hukum. Saran penulis agar mencegah terjadinya
permasalahan tersebut maka Walikota harus lebih tegas dan berani dalam
mengambil keputusan untuk penyelesaian permasalahan tersebut, dan juga
sebagai tindakan untuk mencegah terjadinya korupsi. Selain itu Walikota
Harus Menerapkan suatu Peraturan yang dapat pencegah, agar para
perangkat pengelolaan keuangan daerah lebih teliti lagi dalam
menyelesaikan laporan keuangan daerah.
5. Dibutuhkan kerja lebih keras lagi untuk meningkatkan keuangan daerah,
agar keuangan daerah dapat meningkat dan dapat memajukan Kota
Surakarta. Supaya masyarakat Kota Surakarta dapat merasakan
peningkatan dari hasil kerja yang maksimal yang dilakukan Walikota.
6. Agar taraf hidup masyarakat Kota Surakarta bisa menjadi seimbang dan
adil, langkah Pemerintah Daerah Kota Surakarta untuk meningkatkan
Pembangunan yang secara merata di Kota Surakarta dalam berbagai hali
seperti Pengendalian Banjir, Penataan Tata Ruang Kota, Meningkatkan
Mutu Pendidikan, Pembanguan Perumahan Sederhana, dan Pemberian
Kesehatan dan Perbaikan Gizi secara gratis bagi masyarakat yang kurang
mampu.
7. Diharapkan Pemerintah Daerah Kota Surakarta Agar dapat mengurangi
angka penggangguran di Kota Surakarta, Pemerintah Daerah Kota
Surakarta dapat melakukan peningkatan lapangan kerja dan memberikan
pinjaman kredit usaha bagi masyarakat Kota Surakarta yang ingin
membuka usaha kecil menengah. Supaya angka penggangguran dapat
dikurangi secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukur. 1985. Birokarsi dan Pembangunan Nasional. Disertasi.
Makasar. Universitas Hasannudin
Agus Dwiyanto, dkk, Teladan dan Pantangan dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat Studi Kedudukan
dan Kebijakan UGM, Yogyakarta
Ali Faried. 1996. Hkum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif di Indonesia.
Jakarta. Raja Grafindo
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH UII, Yogyakarta, 2001
, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002
Handayaningrat, Soewarno. 1991. Administrasi Pemerintahan Dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta. Masagung
Indra Ismawan, Ranjau-ranjau Otonomi Daerah. Pondok Edukasi, Solo, 2003.
Jedawi, Mortir. 2001. Desentralisasi dan Implementasi di Indonesia. Makalah.
Makassar. PPS-Unhas
Joseph, Eaton W (ed). 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional
dari Konsep ke Aplikasi. Jakarta. UI Pres
Mardiasmo, Otonomi dan manajemen Keuangan Daerah, andi, Yogyakarta, 2002
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, Meng-aset-I Otonomi Daerah, Konsorsium
Pembaruan Agraria Bekerjasama Dengan IN. SIS Press. 2002
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu
Alternatif. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2000
Siswanto Sunarno,Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika,
Jakarta.2006
Sutopo, HB, 1997. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-dasar Teoritis dan
Praktis). Surakarta: Pusat Penelitian.
Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian hukum. Jakarta: UI Press.
Syaukani, H.R, Menatap Harapan Masa Depan Otonomi Daerah, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur.
The Liang Gie. 1967.Perkembangan Pemerintah Daerah di Negara Republik
Indonesia.Jilid III.Jakarta: Gunung Agung.
Pemerintahan Kota Surakarta. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
.Tahun Anggaran 2007.
Perundang-undangan;
Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung jawab Keuangan Daerah
Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2005 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan
Pemerintahan Kabupaten Kota
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2005 tentang Perangkat Daerah
Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Permendagri No. 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah