TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

114
SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN KESELAMATAN KONSUMEN PAKAIAN BEKAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh MAWAR HIDAYATI B 111 07 634 BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Transcript of TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

Page 1: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN KESELAMATAN KONSUMEN PAKAIAN BEKAS

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Oleh

MAWAR HIDAYATI

B 111 07 634

BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

i

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN KESELAMATAN KONSUMEN PAKAIAN BEKAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Oleh

MAWAR HIDAYATI

B 111 07 634

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam Bagian Hukum Keperdataan

Program Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

ii

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

iii

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

iv

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

v

ABSTRAK

MAWAR HIDAYATI, B 111 07 634, Dengan judul skripsi “Tinjauan Yuridis Terhadap Keamanan dan Keselamatan Konsumen Pakaian Bekas Beradasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Di bawah bimbingan Ahmadi Miru sebagai pembimbing I dan Nurfaidah Said sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam upaya melindungi konsumen dari dampak penggunaan pakaian bekas, untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan dan perekonomian dan untuk mengetahui peran pemerintah dalam menyikapi maraknya kegiatan jual beli pakaian bekas.

Penelitian ini dilakukan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Makassar, BPSK cabang Makassar, YLK Sul-Sel, Puskesmas Jumpandang, pelaku usaha pakaian bekas, dan konsumen pakaian bekas. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan penulisan skripsi ini, pada kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Makassar, kantor BPSK Kota Makassar, YLK Sul-Sel, Puskesmas Jumpandang, pelaku usaha pakaian bekas, dan mengedarkan kuisioner untuk konsumen pakaian bekas, data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif.

Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa: pertama, pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam upaya melindungi konsumen dari dampak penggunaan pakaian bekas yaitu dengan adanya Pasal 29 dan 30 UUPK mengenai pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah dilakukan secara bertahap.Ketentuan Pasal 7 UUPK yang menentukan kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan pakaian bekas.Tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan dikategorikan kurang tahu dan memiliki tingkat pengetahuan kurang tahu akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi perekonomian. Peran pemerintah dalam menyikapi maraknya jual beli pakaian bekas yaitu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan pakaian bekas walaupun belum ada atauran khusus mengenai pakaian bekas.Perlindungan yang diberikan oleh BPSK mengakomodir pengaduan masyarakat, menyelesaikan sengketa konsumen serta memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha dan konsumen mengenai dampak pakaian bekas.Perlindungan yang diberikan YLKI hanya sebatas mengawasi dan memberikan solusi terhadap pelaku usaha dan konsumen agar tidak ada kerugian akibat pemakaian pakaian bekas.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT beserta junjunganNya Rasulullah

Nabi Muhammad SAW, karena atas berkah dan rahmatNya, penulis

diberikan kesehatan dan umur yang panjang sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi

ini. Bahkan judul skrisi inipun merupakan judul yang keempat kalinya

penulis ajukan setelah judul skripsi yang sebelumnya tidak diterima.

Namun, hal tersebut tidak menyulutkan semangat penulis untuk terus

berusaha dan berdoa. Penulis senantiasa berfikir bahwa semua itu adalah

pembelajaran diri yang telah mengajarkan tentang jiwa besar, keikhlasan,

dan kesabaran.

Sesungguhnya skripsi ini terselesaikan bukanlah semata-mata hasil

kerja keras penulis namun semua itu tidak terlepas dari doa dan dukungan

orang-orang tercinta serta bantuan dari banyak pihak, maka dengan

setulus hati penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terkira

kepada:

1. Ayahanda Swarno dan Ibunda Marsiyem, S. Pd, beserta kakanda

A. Awaluddin Jamin, S. H, adik-adikku tersayang, Wirabuana Seger

Warsito dan Nur Ilmi Ariesta Lestari, terima kasih atas limpahan

kasih saying, doa, perhatian, dan dukungan yang tak pernah surut

kepada penulis selama ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S. H, M. H. selaku pembimbing I dan

Dr. Nurfaidah Said, S. H., M. H.,M. Si. selaku pembimbing II.

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

vii

Terima kasih atas segala perhatian juga nasehatnya dan saran

demi kesempurnaan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak selaku penguji, Prof. Anwar Borahima, S. H, M. H. dan Prof.

Dr. Nurhayati Abbas, S. H, M. H serta Ibu Sakka Pati, S. H, M. H.

Terima kasih atas semua saran dan kritikan yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Musakkir, S. H, M. H. selaku penasehat akademik

(PA). Terima kasih atas segala perhatian, bimbingan dan

nasehatnya kepada penulis dalam menjalani proses perkuliahan

selama ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

yang telah memberikan pelajaran berharga, tidak hanya hukum dan

disiplin ilmu lainnya tetapi juga nilai-nilai moral, etika, dan

pengalaman hidup serta kasih sayang yang tulus sebagai sosok

pengganti orang tua dikampus.

6. Sahabat seperjuangan penulis di hukum perdata A. Maya Sarah

Amnur, Hermansyah, Muh. Ziat Umar dan Syahril Lawa. Serta

teman-teman terbaik penulis yakni A. Kharmadani, Tiara Batti, Ana

Afriana Amir, Astuti Nur Fadillah, Alya Sriwahyuni, Jeny Arlin, Ani

Halim, Evy Kusumawati, Fatmawati, Insan Anshari, Samang dan

teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan

2007 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih

atas bantuan, dukungan, doa dan perhatian kepada penulis selama

ini serta ketulusan hati teman-teman untuk menerima segala

kelebihan dan kekurangan dalam diri penulis.

7. Rekan-rekan seperjuangan Posko Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Angkatan Polsekta Biringkanaya (Sarah, Hernan, Arin, Retna, Yuli,

Piwi, Aslan, Dijah, Farid, Risvan, Dito, dan Yulianus) serta Mitra

Pembimbing Lapangan (Ipda. Risnan Aldino). Terima kasih untuk

semua kebersamaan, persahabatan dan rasa kekeluargaan yang

terjalin penuh makna dan akan selalu terkenang.

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

viii

8. Semua pihak yang membantu penulis mulai dari tahap awal

penyusunan, seminar proposal, penelitian sampai tahap akhir

penyelesaian skripsi ini, sehingga semuanya dapat berjalan dengan

baik dan lancar.

Selayaknya seorang manusia biasa yang takkan pernah luput dari

segala kekurangan dan kelemahan, begitupun halnya dengan penulis

yang menyadari bahwa skripsi ini belumlah pantas dikatakan sempurna.

Oleh karena itu, penulis dengan ikhlas menerima segala saran dan kritikan

yang membangun. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

dan bernilai ibadah. Semoga Allah SWT senantiasa menganugrakan

rahmat dan hidayahNya dalam setiap aktivitas keseharian kita, tak

terkecuali kepada semua pihak, keluarga, sahabat, teman, saudara, guru

dan dosen serta rekan-rekan seperjuangan yang telah memberi arti dalam

hidup penulis dan takkan pernah terlupakan.

Wassalam

Makassar, Mei 2011

Penulis

Mawar Hidayati B111 07 634

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iii

ABSTRAK.................. ......................................................................... iv

KATA PENGANTAR…….. .................................................................. v

DAFTAR ISI......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................ 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian ...................................................................... 9

1. Konsumen ............................................................... 9

2. Perlindungan Konsumen ........................................ 10

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen..................... 12

1. Asas Perlindungan Konsumen ................................ 12

2. Tujuan Perlindungan Konsumen ............................ 14

C. Hak dan Kewajiban Konsumen ...................................... 16

1. Hak Konsumen ....................................................... 16

2. Kewajiban Konsumen ............................................. 18

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ................................. 20

1. Hak Pelaku Usaha .................................................. 20

2. Kewajiban Pelaku Usaha ........................................ 21

E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen... 22

F. Jual Beli Pakaian Bekas ................................................. 28

1. Jual beli.................................................................... 28

2. Pakaian Bekas......................................................... 31

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

x

3. Jual Beli Pakaian Bekas .......................................... 32

G. Peranan pemerintah dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan perlindungan konsumen ............................ 34

1. Peran pemerintah dalam melakukan pembinaan

perlindungan konsumen............................................ 35

2. Peran pemerintah dalam malakukan pengawasan

perlindungan konsumen............................................ 40

3. Manfaat dan fungsi pembinaan dan pengawasan

perlindungan konsumen............................................ 44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ........................................................... 46

B. Objek dan Subjek Penelitian ......................................... 46

C. Jenis dan Sumber Data ................................................. 47

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 48

E. Analisis Data ................................................................. 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen

dalam Upaya Melindungi Konsumen Dari Dampak

Penggunaan Pakaian

Bekas………………………………………….......................... 51

B. Tingkat Pengetahuan Konsumen Akan Dampak

Penggunaan Pakaian Bekas Bagi Kesehatan dan

Perekonomian… .................................................................. 64

1. Faktor-faktor yang mendorong maraknya jual beli

pakaian bekas………...................................................... 64

2. Dampak jual beli pakaian bekas… ................................. 68

3. Tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak

penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan dan

kegiatan ekonomi…………………………… .................... 77

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

xi

C. Peran Pemerintah dalam Menyikapi Maraknya Kegiatan

Jual Beli Pakaian Bekas ...................................................... 82

1. Peran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Makassar........................................................................ 84

2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) .......................................................................... 90

3. Peran Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi-Selatan 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .............................................................................. 97

B. Saran ........................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kesejahteraan bangsa adalah cita-cita

pembangunan nasional bangsa Indonesia yang bertujuan untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan

spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan lain pembangunan nasional

adalah dapat membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

sehingga mendukung tumbuhnya dunia usaha dan mampu

menghasilkan beraneka ragam barang dan jasa yang memiliki kualitas

dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak sekaligus

mendapatkan kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari

perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Tentu saja

yang dimaksudkan dalam cita-cita tersebut adalah minimal mengacu

pada tersedianya kebutuhan pokok warga negara.

Pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk memperolah

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

2

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam rangka

memperolah penghidupan yang layak sebagai perwujudan

kesejahteraan dan kecerdasan, diperlukan penyediaan barang dan

jasa dalam jumlah yang cukup, berkualitas baik, dan tentu dengan

harga yang terjangkau oleh setiap warga negara. Berdasar dari

asumsi inilah diperlukan sistem perekonomian negara yang baik,

dalam arti mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Dalam konteks pembangunan di Indonesia, sejak orde baru

telah memusatkan perhatian pada pembangunan nasional pada aspek

pertumbuhan ekonomi, telah tumbuh dan berkembang dengan pesat

berbagai macam industri, baik indutri barang maupun jasa, baik dalam

skala besar maupun dalam skala kecil. Namun demikian,

pertumbuhan dan perkembangan tersebut, di satu sisi memang diakui

telah membawa dampak positif, misalnya tersedianya kebutuhan

warga negara dalam hal sandang, pangan, dan papan, sedangkan di

satu sisi kebijakan tersebut mendorong tumbuh dan berkembangnya

konglomerasi berbasis capital. Akibatnya, usaha-usaha kecil dan

menengah yang berbasis kerakyatan mengalami kemerosotan,

bahkan gulung tikar.

Kondisi tersebut semakin diperparah oleh diberlakukannya

perdagangan bebas. Perdagangan bebas adalah era ketika lalulintas

perdagangan antar negara dan kawasan (regional dan internasional)

begitu terbuka dan terkadang tanpa proteksi. Konsekuensi logis dari

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

3

kondisi tersebut adalah terjadinya persaingan ketat antar produsen

untuk meningkatkan mutu produk. Setiap produsen berusaha

semaksimal mungkin untuk memenuhi selera dan tren pasar dalam

negeri maupun luar negeri. Seiring dengan hal itu, ditemukannya

berbagai alat komunuikasi dan informatika semakin menambah daya

jangkau pihak produsen suatu produk dalam mempromosikan dan

memasarkan hasil produksinya, dan juga sekaligus memudahkan arus

gerak barang dan jasa tanpa dihalangi oleh batas-batas teritorial dan

geografis antar negara dan kawasan.

Kemudahan dan keanekaragaman produk yang ditawarkan

membuat kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa dapat

terpenuhi. Namun demikian, kondisi tersebut tanpa di sadari oleh

konsumen bahwa mereka menjadi sasaran atau objek para pelaku

bisnis untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Hal itu

disebabkan karena posisi konsumen yang lemah. Maka dari itu untuk

meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan

kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi dirinya terhadap eksploitasi para pemilik

modal. Dalam konteks inilah konsumen sudah sepantasnya

mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Selain berpotensi

untuk menjadi objek eksploitasi para pemilik modal, juga semestinya

terhindar dari segala dampak negatif dari berbagai produk yang

mereka pakai.

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

4

Keresahan akan hal ini, membuat organisasi dunia

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi Nomor

39/248 Tahun 1985 yang menegaskan tentang kepentingan

konsumen, sebagai berikut: 1

1. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan

keamanan.

2. Promosi dan perlindungan pada kepentingan ekonomi konsumen.

3. Tersedianya informasi yang mencukupi sehingga memungkinkan

dilakukannya pilihan sesuai dengan kehendak.

4. Pendidikan konsumen.

5. Tersedianya cara-cara ganti rugi yang efektif.

6. Kebebasan membentuk organinasasi konsumen dan diberinya

kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pendapat sejak

saat proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

konsumen.

Pada tahun 1999 pemerintah Indonesia memiliki instrumen

hukum tentang perlindungan terhadap konsumen. Rancangan

Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Konsumen mendapat

pesetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yakni Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dengan disahkannnya Undang-Undang tersebut, perlindungan atau

proteksi kepada konsumen dari segala kemungkinan dampak negatif

1 Adrian Sutedi, “Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen”. Bogor: Ghalia

Indonesia, 2008, hlm. 3.

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

5

dari produk yang mereka pakai menjadi kewajiban bagi setiap

penyedia barang dan jasa.

Salah satu bentuk produk barang yang beredar di kalangan

masyarakat saat ini adalah pakaian bekas atau lebih dikenal dalam

istilah umum masyarakat adalah “cakar”. “Cakar” adalah akronim dari

“cap karung”. Istilah ini digunakan masyarakat untuk menyebut

pakaian bekas atau pakaian yang dipasarkan dengan harga murah,

jauh lebih rendah dari harga standar toko dengan kualitas yang relatif

bagus. Pada umumnya jenis pakaian tersebut diimpor dari berbagai

negara secara illegal dalam satuan kemasan karung dalam jumlah

sangat banyak. Mungkin dari sinilah istilah “cakar” atau “cap karung”

muncul. Pengiriman pakaian bekas juga banyak berasal dari bantuan

Negara asing yang disalahgunakan oleh importir, alasannya karena

ingin mendapat keuntungan yang besar dari hasil penjualan pakaian

bekas tersebut. 2 Dalam Surat Keterangan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor. 229/MPP/Kep/7/1997, Pasal 3 Ketentuan Umum

dibidang impor memang disebutkan bahwa “barang yang diimpor

harus baru”. Pakaian bekas tersebut bebas dari biaya bea dan cukai

sehingga dikatakan impor illegal. Hal ini tentu menimbulkan

perekonomian yang tidak sehat dan mengakibatkan kerugian negara.

Maraknya konsumen yang memutuskan untuk membeli

pakaian bekas karena berbagai alasan, termasuk harga pakaian

2 Pakaian Bekas, www.google.com diakses tanggal 18 Oktober 2010, pukul 13.45 WITA.

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

6

bekas yg sangat murah dan kualitas yg tidak kalah dengan pakaian

impor baru. Pakaian bekas bahkan terkadang lebih disukai daripada

barang impor baru karena kualitas yang lebih tinggi meskipun bekas.

Konsumen harus dapat memutuskan sendiri bagaimana mereka

memenuhi kebutuhan untuk pakaian yang baik dan harga terjangkau

tanpa mengetahui dari mana pakaian bekas itu berasal.

Walaupun merupakan praktek illegal ternyata impor pakaian

bekas tidak serumit yang dibayangkan, dengan memanfaatkan

pelabuhan-pelabuhan kecil, para importir bekerja sama dengan agen

penadah mendatangkan produk pakaian bekas ke tanah air.3

Meskipun menjanjikan keuntungan yang menggiurkan,

terutama bagi para importir, impor pakaian bekas telah melemahkan

industri pakaian dalam negeri, terutama yang berskala kecil dan

menengah. Bahkan dampaknya pun terasa hingga industri hulu yang

menghasilkan kain, benang dan serat tekstil. Apalagi keberadaan

pemasaran pakaian bekas tidak hanya terbatas berada di kota-kota

besar saja, namun juga merambah daerah terpencil seperti desa

pedalaman.4

Selain berdampak pada perekonomian negara, pakaian bekas

bukan tidak mungkin membawa dampak negatif bagi keamanan dan

keselamatan masyarakat. Salah satu hal yang dapat ditelusuri adalah

bahwa pakaian tersebut aman dalam arti keamanan dalam

3 Ibid, www.google.com.

4 Ibid, www.google.com.

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

7

memperjual belikan pakaian bekas yang sudah jelas illegal dan

keselamatan bagi konsumen pakaian bekas, apakah pakaian tersebut

steril dari berbagai bibit penyakit yang besumber dari pemilik

sebelumnya. Apalagi sudah ada konsumen yang menjadi korban

akibat memakai pakaian bekas, karena tidak memperhatikan akan

dampak pakaian bekas bagi kesehatan.

Berkenaan dengan hal di atas, dalam penelitian ini akan

dibahas tentang tinjauan yuridis terhadap asas keamanan dan

keselamatan konsumen pakaian bekas berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

B. Rumusan Masalah

Masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah

bagaimana tinjauan yuridis terhadap asas keamanan dan

keselamatan konsumen pakaian bekas berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? Dari masalah

pokok tersebut dipecah ke dalah tiga sub masalah, yakni:

1. Bagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen dalam upaya melindungi

konsumen dari dampak penggunaan pakaian bekas?

2. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak

penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan dan perekonomian?

3. Bagaimana peran pemerintah dalam menyikapi maraknya kegiatan

jual beli pakaian bekas?

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

a) Untuk menjelaskan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam upaya

melindungi konsumen dari dampak penggunaan pakaian

bekas.

b) Untuk menjelaskan tingkat pengetahuan masyarakat akan

dampak penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan dan

perekonomian.

c) Untuk menjelaskan peran pemerintah dalam menyikapi

maraknya kegiatan jual beli pakaian bekas.

2. Kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah:

a) Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi konsumen

yang menggunakan pakaian jadi agar lebih berhati-hati dalam

menggunakannya.

b) Diharapkan sebagai bahan masukan bagi distributor atau

penjual pakaian bekas untuk lebih mengutamakan kepentingan

konsumen dan perekonomian nasional.

c) Diharapkan sebagai bahan referensi bagi kalangan akademisi,

praktisi hukum, dan pemerhati hukum keperdataan berkenaan

dengan kasus hukum pakaian bekas.

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

1. Konsumen

Konsumen berasal dari bahasa Inggris consumer (Inggris

dan Amerika) dan consument/konsument (Belanda). Pengertian

dari consumer atau consument itu tergantung posisi mana ia

berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari

produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan

penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk

konsumen kelompok mana pengguna tersebut, begitu pula Kamus

Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti consumer sebagai pemakai

atau konsumen. 5

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah

konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang selanjutnya disebut UUPK, menyebutkan bahwa konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

5 Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: Sinar Grafika, 2008,

hlm. 22.

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

10

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan, sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian konsumen dalam UUPK lebih luas dari pada

pengertian konsumen pada kedua Rancangan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Luasnya pengertian perlindungan

konsumen tersebut dalam UUPK dilukiskan oleh Ahmadi Miru &

Sutarman Yodo yang mengatakan bahwa pengertian konsumen

dalam UUPK juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan

makhluk hidup lain. Hal ini berarti bahwa UUPK dapat memberikan

perlindungan kepada konsumen yang bukan manusia (hewan,

maupun tumbuh-tumbuhan). Pengertian konsumen yang luas

seperti itu, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan

seluas-luasnya kepada konsumen. 6

2. Perlindungan Konsumen

Dalam UUPK Pasal 1 Angka (1) ditentukan bahwa

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.

Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum” diharapkan sebagai benteng untuk

meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku

usaha hanya untuk kepentingan perlindungan konsumen, karena itu

6 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004. Hlm. 6.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

11

meskipun Undang-undang ini disebut sebagai Undang-undang

Perlindungan Konsumen namun bukan berarti kepentingan pelaku

usaha tidak ikut menjadi perhatian.7

Menurut Adrian Sutedi bahwa “Konsumen yang dijamin oleh

Undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap

segala perolehan kebutuhan konsumen”. Kepastian hukum itu

meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan

konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang

dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela

hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia

kebutuhan konsumen tersebut. Pemberdayaan konsumen itu

adalah dengan meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan

kemandiriannya dalam melindungi diri sendiri sehingga mampu

mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan menghindari

berbagai akses negatif pemakaian, penggunaan, dan pemanfaatan

barang dan/atau jasa kebutuhannya.8

Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan

hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai

keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pelaku

usaha dan pemerintah baik dalam kedudukannya sebagai

7 Ibid, hlm.1.

8 Adrian Sutedi, “Tanggung Jawab dalam Hukum Perlindungan Konsumen”. Bogor: Ghalia

Indonesia, 2008. hlm. 9.

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

12

penyusun kebijakan, pelaksana peraturan perundang-undangan

maupun sebagai penegak hukum.9

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

1. Asas Perlindungan Konsumen

Pasal 2 UUPK menentukan bahwa perlindungan konsumen

berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, dan keselamatan

konsumen, serta kepastian hukum.

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha

bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan

nasional, yaitu:10

a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa

segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan

konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat

dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil;

9 Perlindungan Konsumen, www.google.com diakses tanggal 18 Oktober, pukul 13.45 WITA.

10 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2008, hlm. 25.

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

13

c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha,

dan pemerintah secara spiritual;

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan

untuk memberikan jaminan atas keselamatan dan keamanan

kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan;

e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha

maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta negara

menjamin kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila

diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas

yaitu:11

1. Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan

dan keselamatan konsumen;

2. Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan,

dan

3. Asas kepastian hukum.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo berpendapat bahwa, asas

keseimbangan yang dikelompokkan ke dalam asas keadilan,

11 Ibid, hlm. 26.

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

14

mengingat hakikat keseimbangan yang dimaksud juga adalah

keadilan bagi kepentingan masing-masing pihak, yaitu konsumen,

pelaku usaha, dan pemerintah. Kepentingan pemerintahan dalam

hubungan ini tidak dapat dilihat dalam hubungan transaksi dagang

secara langsung menyertai pelaku usaha dan konsumen.

Kepentingan pemerintah dalam rangka mewakili kepentingan publik

yang kehadirannya tidak secara langsung di antara para pihak

tetapi melalui berbagai pembatasan dalam bentuk kebijakan yang

dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.12

Menyangkut asas keamanan dan keselamatan konsumen

yang dikelompokkan ke dalam asas manfaat oleh karena keamanan

dan keselamatan konsumen itu sendiri merupakan bagian dari

manfaat penyelenggaraan perlindungan yang diberikan kepada

konsumen di samping kepentingan pelaku usaha secara

keseluruhan.13

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Asas-asas tersebut diatas dipadankan dengan tujuan

perlindungan konsumen yang dijelaskan pada Pasal 3 UUPK yang

menentukan bahwa perlindungan konsumen bertujuan :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri;

12 Ibid, hlm. 28.

13 Ibid, hlm. 30.

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

15

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang

dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang

disebutkan di atas bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum

secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan

terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. sementara tujuan

untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf

a, dan b, termasuk huruf c, dan d, serta huruf f, terakhir tujuan

khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat

dalam rumusan huruf d. Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak,

oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

16

a sampai huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasikan

sebagai tujuan ganda.14

C. Hak dan Kewajiban Konsumen

Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan

perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.15

1. Hak Konsumen

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safet);

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

3. Hak untuk memilih (the right choose);

4. Hak untuk didengar (the right to be heard).

Pada pasal 4 UUPK ada delapan hak konsumen yang

dirumuskan sebagai berikut:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa serta tersebut sesuai dengan nilai tukar

dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

14 Ibid, hlm. 34

15 Celina Trisiwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan konsumen”. Jakarta: Sinar Grafika, 2008,

hlm. 30.

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

17

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapat advokasi perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani mengatakan bahwa dari

Sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa

masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan

barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan

kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan

keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam

masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang

dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun

tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen

diberikan hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

18

dikehendaki berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar,

jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan,

konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi,

pembinaan, perlakuan yang adil, dan kompensasi sampai ganti

rugi.16

Hak-hak tersebut juga merupakan jaminan yang diberikan

oleh Undang-undang bagi konsumen untuk terciptanya

keseimbangan antara konsumen dengan pelaku usaha yang pada

akhirnya mendongkrak posisi konsumen menjadi subjek bagi

pelaku usaha, bukan lagi sebagai objek seperti yang terjadi selama

ini.

2. Kewajiban Konsumen

Undang-undang perlindungan konsumen selain

memberikan hak kepada konsumen juga membebankan kewajiban

kepada konsumen. Adapun kewajiban konsumen dalam UUPK

diatur dalam Pasal 5, sebagai berikut:

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

2. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

16 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, “Hukum Tentang Perlindungan Konsumen”. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka, 2003, hlm. 29-30.

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

19

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo adanya

kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi

dan prosedur pemakaian atau manfaat barang dan/atau jasa demi

keamanan dan keselamtan, merupakan hal penting mendapat

pengaturan. Adapun pentingnya kewajiban ini karena pelaku

usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label

suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang

telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini,

pelaku usaha tidak bertanggung jawab, jika konsumen yang

bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban

tersebut.17

Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK dianggap

tepat sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak

konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut. Hanya saja kewajiban

konsumen ini tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti

oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha. Oleh karena

itu, dalam UUPK telah diatur dengan jelas hak dan kewajiban

pelaku usaha.18

17 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2008, hlm. 48.

18 Ibid, hlm. 49-50.

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

20

Antara hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang erat

dan bersifat timbal balik. Adanya hak pada konsumen

menimbulkan kewajiban bagi pelaku usaha begitupun sebaliknya,

dengan adanya kewajiban dari konsumen menjadi hak dari pelaku

usaha.

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

1. Hak Pelaku Usaha

Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha

adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas akibat negatif

berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap

konsumen. Walaupun UUPK merupakan undang-undang yang

dibuat untuk melindungi konsumen, bukan berarti hak-hak pelaku

usaha diabaikan.

Hal ini dapat dilihat pada Pasal 6 UUPK yang menentukan

bahwa hak pelaku usaha adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang tidak beriktikad baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

21

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang

dan/atau jasa yang tidak diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Penetapan tentang hak dan kewajiban pelaku usaha

dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang sehat antara

pelaku usaha dan konsumen. Penetapan hak-hak tersebut

melindungi pelaku usaha dari tindakan konsumen yang tidak

beriktikad baik.

2. Kewajiban Pelaku Usaha

Selain menetapkan tentang hak pelaku usaha, UUPK juga

menetapkan kewajiban pelaku usaha yang dapat dilihat dalam

Pasal 7 UUPK, yang menentukan bahwa kewajiban pelaku usaha

adalah:

1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan

penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

22

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji

dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta

memberikan jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat

dan/atau diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan

konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen

Pakaian bekas merupakan barang impor illegal karena bebas

dari biaya bea dan cukai yang dapat merugikan negara. Dengan

diberlakukannya UUPK maka diatur pula mengenai tanggung jawab

pelaku usaha terhadap barang impor, yang dapat dilihat dalam Pasal

21, yaitu:

1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang

diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen

atau perwakilan produsen luar negeri;

2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing

apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen

atau perwakilan penyedia jasa asing.

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

23

Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa importir bertanggung

jawab sebagai pengimpor barang, sedangkan pakaian bekas

merupakan barang illegal karena bebas dari biaya bea dan cukai.

Ketentuan tersebut sesuai dengan Surat Keterangan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MMP/Kep/7/1997 Pasal 3

Ketentuan Umum di bidang impor ditentukan bahwa “Barang yang

diimpor harus dalam keadaan baru”.

Tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 19

UUPK yang menentukan bahwa :

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)

hari setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

24

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, konsumen dapat

meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha pakaian bekas

meliputi:

1. Pelaku usaha pakaian bekas bertanggung jawab memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen

akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan dalam hal ini adalah pakaian bekas.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)

hari setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

25

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha pakaian bekas dapat membuktikan

bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berbeda halnya dengan ketentuan diatas, Pasal 8 Ayat (2)

UUPK yang menentukan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,

cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara

lengkap dan benar atas barang dimaksud”.

Apabila diuraikan unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

a. Pelaku usaha; dan

b. Memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap

dan benar atas barang dimaksud.

Dihubungkan dengan masalah perdagangan pakaian bekas,

Ketentuan Pasal 8 Ayat (2) UUPK dalam upaya memberikan proteksi

kepada konsumen sangat lemah dibandingkan Pasal 19 UUPK, oleh

karena adanya unsur pasal:

“memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan

tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas

barang dimaksud”.

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

26

Mengapa demikian, oleh karena mayoritas masyarakat

mengetahui bahwa pakaian tersebut memang bekas digunakan oleh

seseorang yang diimpor ke Indonesia maka dari itu pelaku usaha tidak

sepenuhnya bertanggung jawab memberikan ganti rugi, dan diakui atau

tidak, keberadaan pakaian bekas seakan menjawab kebutuhan

masyarakat akan tersedianya produk sandang murah dengan kualitas

(relatif) baik tanpa melihat dari sisi lain, misalnya dari sisi kesehatan.

Di Indonesia, tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk

barang dan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan tidak hanya

diatur dalam UUPK, tetapi juga dalam Pasal 1367 Ayat (1) Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, yang mengatur tentang penyebab

sakit, cidera, atau matinya konsumen pemakai produk tersebut, dapat

diterapkan ketentuan dalam Pasal 1367 Ayat (1), bahwa :

“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi

tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di

bawah pengawasannya”.

Pertanggungjawaban yang ditentukan dalam Pasal 1367 ayat (1)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini mewajibkan produsen

sebagai pihak yang menghasilkan produk untuk menanggung segala

kerugian yang mungkin disebabkan oleh keadaan barang yang

dihasilkannya. Tetapi tidak berlaku tepat bagi pengimpor pakaian

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

27

bekas, kecuali merugikan pihak ke 3 (tiga). Menurut hukum, pelaku

usaha bertanggung jawab dan berkewajiban melakukan pengawasan

terhadap produk yang dihasilkannya. Pengawasan ini harus selalu

dilakukan secara teliti dan menurut keahlian. Jika tidak, pelaku usaha

selaku pihak yang menghasilkan produk dapat dianggap lalai dan

kelalaian ini kalau kemudian menyebabkan sakit, cidera, atau mati atau

meninggalnya konsumen pemakai produk yang dihasilkannya, maka

pelaku usaha harus mempertanggungjawabkannya.19 Sedangkan para

pelaku usaha pakaian bekas walaupun bukan sebagai pihak yang

menghasilkan produk tetapi hanya sebagai pengimpor pakaian bekas

untuk diperdagangkan di Indonesia, menurut ketentuan Pasal 1367

Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 19 UUPK dapat

dimintakan pertanggungjawaban baik perdata maupun pidana atas

kerugian yang mungkin disebabkan oleh pemakaian pakaian bekas dan

berkewajiban memberikan ganti rugi terhadap dampak penggunaan

pakaian bekas yang diperjualbelikan, tetapi pelaku usaha tidak

sepenuhnya bertanggung jawab jika konsumen sudah tidak

memperhatikan lagi dampak memakai pakaian bekas bagi kesehatan.

19 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT citra Aditya

Bakti, 2010, hlm. 125.

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

28

F. Jual Beli Pakaian Bekas

1. Jual Beli

Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam

Pasal 1457 menjelaskan jual beli adalah suatu persetujuan dengan

mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

dijanjikan.

Dalam bahasa ekonomi, jual beli dipahami sebagai tindakan

untuk memperoleh sebuah produk yang diinginkan dari seseorang

dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalannya.20

Kotler merumuskan lima persyaratan supaya terjadi jual beli,

yaitu :

1. Sekurang-kurangnya terdapat dua pihak;

2. Masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi

pihak lain;

3. Setiap pihak mampu berkomunikasi dan mengirimkan suatu

produk kepada pihak lain;

4. Setiap pihak bebas untuk menerima atau menolak tawaran;

5. Setiap pihak percaya bahwa memang tepat atau perlu untuk

berhubungan dengan pihak lain.

20 Philip Kotler, “Manajemen Pemasaran, jilid II”. Jakarta: Erlangga. 1994. hlm. 53.

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

29

Dengan memenuhi kelima syarat di atas maka jual beli

menurut kacamata ekonomi dipandang sebagai proses, bukan

semata-mata sebagai sebuah kejadian (peristiwa).21

Sedangkan dari sisi hukum, jual beli merupakan bagian dari

hukum perikatan yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang

Hukum Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata telah dirumuskan syarat supaya terjadi

jual beli, adalah sebagai berikut:

1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang

membuat perjanjian (konsensus). Persetujuan

kehendak adalah kesepakatan, seia sekata pihak-

pihak mengenai pokok perjanjian. Apa yang

dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki

oleh pihak yang lainnya.

2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat

perjanjian/kapasitas (jual beli). Pada umumnya orang

dikatakan sudah cakap melakukan perbuatan hukum

apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai

umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21

tahun.

3. Suatu hal tertentu (objek). Suatu hal tertentu

merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,

21 Ibid, hlm. 54.

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

30

prestasi yang wajib dipenuhi dan prestasi itu harus

tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan.

4. Ada suatu sebab yang halal (causa). Perjanjian

tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban

undang-undang dan ketertiban umum serta

kesusilaan.

Pakaian bekas atau lebih dikenal dalam istilah umum

masyarakat adalah “cakar/cap karung”, dikatakan demikian karena

pakaian tersebut diimpor dari berbagai negara secara illegal dalam

satuan kemasan karung atau bal dalam jumlah yang sangat

banyak.22 Dapat disimpulkan bahwa jual beli pakaian bekas

merupakan jual beli menurut tumpukan antara importir dengan

pelaku usaha besar, menengah, dan kecil pakaian bekas,

sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata

dalam Pasal 1462 menentukan bahwa jika barang itu dijual

menurut tumpukan, maka barang itu menjadi tanggungan pembeli,

meskipun belum ditimbang, dihitung, atau diukur. Konsekuensinya

adalah pembeli (pelaku usaha) pakaian bekas tidak dapat

memastikan kriteria/jenis/keadaan barang-barang yang berada

dalam tumpukan tersebut.

22 Pakaian Bekas, www.google.com diakses tanggal 18 Oktober, 2010, pukul 13.45 WITA.

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

31

2. Pakaian bekas

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan

berbagai jenis dan macam barang-barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal

dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya, mulai

dari kebutuhan primer, sekunder, dan tertier.

Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang sangat

dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya

adalah seperti sandang/pakaian, pangan/sembilan bahan

makanan pokok, dan papan/rumah tempat tinggal. Kebutuhan

sekunder adalah merupakan jenis kebutuhan yang diperlukan

setelah semua kebutuhan primer telah terpenuhi dengan baik.

Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer.

Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik,

pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang

belum masuk dalam kategori mewah. Kebutuhan tertier adalah

kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan

berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan

kebutuhan sekunder. Contohnya adalah mobil, antena parabola,

dan komputer. 23

Pakaian termasuk dalam kebutuhan primer yang wajib

dipenuhi, tetapi seiring dengan majunya modernisasi, pakaian

23 M.Imam.Aziz, “Memahami sejarah Indonesia dari Pakaian”. Jakarta: Visi Media, hlm. 2.

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

32

dapat digolongkan sebagai kebutuhan tertier karena banyak

masyarakat sekarang yang tidak hanya menggunakan pakaian

sebagai alat penutup tubuh tetapi juga digunakan sebagai gaya

hidup yang menegaskan identitas kita kepada lingkungan sosial.

Pakaian juga menjadi media yang efektif untuk menunjukkan

status, kedudukan, kekuasaan, gender, dan bahkan jenis kelamin

dari masa ke masa.

Salah satu produk pakaian yang beredar di masyarakat saat

ini adalah pakaian bekas. Pakaian bekas adalah pakaian yang

telah dipakai oleh orang sebelumnya yang tidak jelas bagaimana

kondisinya, apakah mereka bersih, atau terbebas dari segala

macam penyakit. Apalagi barang-barang tersebut didatangkan

dari luar negeri yang sudah diketahui bahwa pergaulan di sana

sangat bebas. Jika tidak hati-hati bisa saja para pengguna baju

bekas akan terkena berbagai macam penyakit kulit atau bahkan

HIV/AIDS. Meskipun dipasarkan dengan harga murah dan jauh

lebih rendah dari harga standar toko tetap perlu adanya ketelitian

dari para konsumen baju bekas untuk meminimalisir akan risiko

tersebut.24

3. Jual Beli Pakaian Bekas

Sejak masa reformasi atau sekitar tahun 1997 saat krisis

moneter, pakaian-pakaian bekas masuk ke Indonesia, dan di saat

24 Pakaian Bekas, www.google.com diakses tanggal 18 Oktober, 2010, pukul 13.45 WITA.

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

33

itulah masyarakat Indonesia lebih memilih membeli pakaian bekas

yang banyak dijual bebas.25 Walaupun ada pelarangan pakaian

bekas impor masuk ke Indonesia, namun penyelundupan pakaian

bekas masih tetap marak akibat kurangnya pengawasan dari

pemerintah. Selain hal itu, banyaknya minat masyarakat untuk

membeli pakaian bekas dengan harga terjangkau dan kualitas

yang tidak kalah dengan pakaian impor baru menjadi pemicu

maraknya jual beli pakaian bekas.

Pasar dalam negeri sangat potensial. Namun, persaingan

untuk masuk ke pasar menjadi lebih sulit karena harus bersaing

dengan pakaian bekas impor. Salah satu pemicu keberadaan

pakaian bekas impor itu adalah produk lokal relatif mahal karena

tingginya ongkos produksi yang melibatkan pungutan liar. Selain

itu, kondisi ekonomi yang sulit, daya beli masyarakat menurun

sehingga mereka lebih memilih pakaian bekas dengan harga

murah dibandingkan pakaian baru. Padahal, jaminan kesehatan

pakaian bekas itu masih dipertanyakan.26

25 Ibid, www.google.com.

26 Ibid, www.google.com

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

34

G. Peranan Pemerintah dalam Melakukan Pembinaan dan

Pengawasan Perlindungan Konsumen

Dalam konteks pembangunan di Indonesia, sejak orde baru

telah memusatkan perhatian pada pembangunan nasional pada aspek

pertumbuhan ekonomi, telah tumbuh dan berkembang dengan pesat

berbagai macam industri dan diberlakukannya perdagangan bebas

antar negara didukung dengan tegnologi yang semakin maju maka

pemerintah perlu aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan

mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku.

Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain

menyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan bersama oleh

masyarakat dengan pemerintah dan karena itu menjadi tanggung

jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan pengendalian oleh

pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dicapai dengan

baik.27

Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk

yang merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur,

mengawasi, mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk

sehingga konsumen tidak dirugikan baik bagi kesehatan maupun

keuangannya. Peranan pemerintah sebagaimana dimaksud dapat

27 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2010, hlm. 23.

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

35

dikategorikan sebagai peranan yang berdampak jangka panjang

sehingga perlu dilakukan secara bertahap dengan cara memberikan

penerangan, penyuluhan, dan pendidikan bagi semua pihak. Dengan

demikian, tercipta lingkungan berusaha yang sehat dan

berkembangnya pengusaha yang bertanggung jawab. Dalam jangka

pendek, pemerintah dapat menyelesaikan secara langsung dan cepat

masalah-masalah yang timbul.28

Semua pihak yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah,

saling berhubungan sehingga perlu diatur dengan baik untuk mencapai

keserasian dan keharmonisan dalam kegiatan ekonomi. Pemerintah

yang ditugaskan untuk mengatur hal tersebut berdasarkan Pasal 33

Undang-undang Dasar 1945, dapat melaksanakannya melalui

pembuatan peraturan dan pengawasan pelaksanaan peraturan-

peraturan itu. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang juga

mengikat pemerintah sehingga tidak muncul kolusi antara pengusaha

dan pemerintah yang dapat merugikan konsumen.29

1. Peranan Pemerintah dalam Melakukan Pembinaan

Perlindungan Konsumen

Tanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen secara keseluruhan berada di tangan

pemerintah sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) UUPK

yang menyatakan pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan

28 Ibid, hlm. 23-24.

29 Ibid, hlm. 24.

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

36

penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin

diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta

dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha, yang

dalam hal ini dilaksanakan oleh menteri-menteri teknis terkait.

Sehubungan dengan penyelenggaraan perlindungan

konsumen, maka menteri yang terkait dan bertugas untuk

menyelenggarakan pembinaan adalah : 30

a. Menteri Perindustrian dan Perdagangan,

b. Menteri kesehatan,

c. Menteri lingkungan hidup, dan

d. Menteri-menteri lain yang bertugas mengurusi kesejahteraan

rakyat.

Para menteri itu kemudian berkoordinasi dalam

melaksanakan tugas sehubungan dengan bidangnya masing-

masing.

Dalam rangka melakukan pembinaan, maka menteri terkait

dapat mengeluarkan sejumlah peraturan yang sifatnya teknis

sehingga tujuan dari pembinaan tersebut dapat tercapai dengan

baik.

Beberapa tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan

penyelenggaraan perlindungan konsumen telah dijabarkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan

30 Ibid, hlm. 178-179.

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

37

dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

sebagai berikut :31

1. Menciptakan iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang

sehat antara pelaku usaha dan konsumen.

Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 4, untuk

menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang

sehat antara pelaku usaha dan konsumen, menteri melakukan

koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan

menteri teknis terkait. Tugas-tugas koordinasi yang dimaksud

sebagai berikut:32

- Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen.

- Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan

informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

- Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan

kualitas sumber daya manusia dan lembaga.

- Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha

dan konsumen terhadap hak dan kewajiban masing-masing.

- Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui

pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.

31 Happy Susanto, “ Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan”. Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008,

hlm. 64.

32 Ibid, hlm. 65.

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

38

- Meneliti terhadap barang dan/atau jasa beredar yang

menyangkut perlindungan konsumen.

- Meningkatkan kualitas barang/atau jasa.

- Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab

pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan,

mempromosikan, mengiklankan dan menjual barang/jasa.

- Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah

dalam memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa serta

pencantuman label dan klausula baku.

2. Berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat.

Sebagaimana di sebutkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 5, untuk

mengembangkan LPKSM, menteri juga perlu melakukan

koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan

menteri teknis. Tugas-tugas koordinasi yang dimaksud

sebagai berikut.33

- Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan

informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

33 Ibid, hlm. 66.

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

39

- Meningkatkan pembinaan dan peningkatan sumber daya

manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan

dan keterampilan.

- Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di

bidang perlindungan konsumen yang dimaksudkan untuk

meningkatkan sumber daya manusia.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001

tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Perlindungan Konsumen Pasal 6, disebutkan bahwa dalam

upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di

bidang perlindungan konsumen, menteri melakukan

koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan

menteri teknis sebagai berikut :34

- Meningkatkan kualitas aparat penyidik pegawai negeri

sipil di bidang perlindungan konsumen.

- Meningkatkan kualitas tenaga peneliti dan penguji

barang/jasa.

- Melakukan pengembangan dan pemberdayaan lembaga

penguji mutu barang.

34 Ibid, hlm. 67.

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

40

- Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi

pengujian dan standar mutu barang dan/atau jasa serta

penerapannya.

2. Peran Pemerintah dalam Melakukan Pengawasan Perlidungan

Konsumen

Berdasarkan Pasal 30 Ayat (1) UUPK, pengawasan

terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta

penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan

dilaksanakan oleh:

a. Pemerintah

b. Masyarakat, dan

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.35

Pengawasan yang diselenggarakan oleh pemerintah

dilaksanakan oleh menteri-menteri terkait. Dengan demikian, tugas

pembinaan dan pengawasan dari pemerintah dapat dilaksanakan

oleh menteri terkait sekaligus.

Berbeda dengan pembinaan, maka dalam pelaksaan tugas

pengawasan, selain dibebankan kepada pemerintah, juga

dilimpahkan kepada masyarakat, baik berupa kelompok,

perorangan, maupun lembaga swadaya masyarakat. Masyarakat

dapat melakukan penelitian, pengujian, dan/atau penyurveian

terhadap barang yang beredar di pasar.

35 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Aditya Bakti, 2010, hlm. 183.

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

41

Informasi tersebut dapat dikumpulkan dan kemudian

diteruskan ke pihak pemerintah yang berwenang mengenai hal

tersebut. Namun demikian tugas pengawasan oleh masyarakat

atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

hanya dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di

pasar, sedangkan terhadap sarana dan prasarana produksi dan

distribusi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Dengan kata

lain, wilayah pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih

luas daripada wilayah pengawasan yang dilakukan oleh

masyarakat dan/atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat.36

1. Pengawasan oleh Pemerintah

Tugas pengawasan pemerintah terhadap

penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh

menteri teknis terkait. Bentuk pengawasan oleh pemerintah

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001

tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Perlindungan Konsumen dalam Pasal 8, sebagai berikut :37

- Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku

usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang

dan/atau jasa, pencantuman label dan klausula baku,

36 Ibid, hlm. 184.37 Happy Susanto, “Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan”. Jakarta: Transmedia Pustaka,

2008, hlm. 67.

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

42

promosi, pengiklanan, serta pelayanan purnajual barang

dan/atau jasa.

- Pengawasan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam

proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan

penjualan barang dan/atau jasa.

- Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dapat

disebarluaskan kepada masyarakat.

- Ketentuan mengenai tata cara pengawasan ditetapkan oleh

menteri dan/atau menteri teknis terkait bersama-sama atau

sendiri-sendiri sesuai dengan bidang dan tugas masing-

masing.

2. Pengawasan oleh Masyarakat

Bentuk pengawasan oleh masyarakat diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan

Konsumen dalam Pasal 9, sebagai berikut :38

- Pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap barang

dan/atau jasa yang beredar di pasar.

- Pengawasan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara

penelitian, pengujian dan/atau survei.

- Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang

risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan

38 Ibid, hlm. 68.

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

43

label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dapat

disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan

kepada menteri teknis terkait.

3. Pengawasan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat (LPKSM)

Bentuk pengawasan LPKSM diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen dalam

Pasal 10, sebagai berikut :39

- Pengawasan LPKSM dilakukan terhadap barang dan/atau

jasa yang beredar di pasar.

- Pengawasan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan

cara penelitian, pengujian, dan atau survei.

- Aspek pengawasan meliputi informasi tentang risiko

penggunaan barang jika dihapuskan, pemasangan label,

pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Penelitian pengujian dan/atau survei sebagaimana

dimaksud dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang

39 Ibid, hlm. 68.

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

44

diduga tidak memenuhi unsur keamanan, kesehatan,

kenyamanan, dan keselamatan konsumen.

- Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud disebarluaskan

kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada menteri

atau menteri teknis terkait.

3. Manfaat dan Fungsi Pembinaan dan Pengawasan

Perlindungan Konsumen

Untuk memenuhi tujuan dari Undang-undang Perlindungan

Konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UUPK, perlu

dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap terselanggaranya

perlindungan terhadap konsumen secara memadai. Dengan

pembinaan dan pengawasan ini diharapkan pemenuhan hak-hak

konsumen dapat terjamin dan sebaliknya pemenuhan kewajiban

pelaku usaha dapat dipastikan.

Pembinaan terhadap pelaku usaha berguna untuk

mendorong pelaku usaha supaya bertindak sesuai dengan aturan

yang berlaku. Dengan demikian pelaku usaha bertingkah laku

sepantasnya dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

Sedangkan pembinaan kepada konsumen diarahkan untuk

meningakatkan sumber daya konsumen sehingga mempunyai

kesadaran yang kuat atas hak-haknya.40

40 Ibid, hlm. 178.

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

45

Pengawasan terhadap pelaku usaha mengandung makna

kepastian atas terpenuhinya atau terselenggaranya hak dan

kewajiban para pihak. Oleh karena itu, pengawasan merupakan

unsur yang penting dalam hal terlaksananya perlindungan

konsumen. Dalam artian ini, pelaku usaha senantiasa harus

diawasi supaya mereka bertindak sesuai dengan aturan yang

berlaku sehingga benar-benar memenuhi kewajibannya.

Pengawasan ini perlu mengingat bahwa kecenderungan melalaikan

kewajiban dipandang ada pada setiap orang. Oleh karena itu,

pengawasan ini merupakan tindakan untuk mempersempit atau

menghilangkan kemungkinan adanya pelanggaran terhadap

ketentuan yang berlaku.41

41 Ibid, hlm. 179.

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam

penyusunan skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian dengan

memilih lokasi penelitian di Kota Makassar, yaitu pada kantor Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Yayasan Lembaga

Konsumen (YLK) dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian, penulis

memilih lembaga tersebut sebagai tempat penelitian karena

merupakan lembaga yang erat kaitannya dengan judul dalam skripsi

ini. Penulis juga akan melakukan penelitian di Puskesmas

Jumpandang, pelaku usaha dan konsumen bekas.

B. Objek dan Subjek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pakaian bekas, sedangkan

subjek penelitian adalah pelaku usaha dan konsumen pakaian bekas.

Selanjutnya untuk melengkapi dan menguji data yang

dikumpulkan maka pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

juga dengan mengumpulkan keterangan atau informasi, pendapat dari

subjek penelitian lainnya yaitu pemerintah Kota Makassar.

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

47

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

i. Data kuantitatif, yaitu data yang dapat dihitung berupa

angka-angka.

ii. Data kualitatif, yaitu data yang tidak dapat dihitung

atau data yang berbentuk informasi dan bukan berupa

angka-angka yang diperoleh dari hasil wawancara

serta informasi-informasi yang diperoleh dari pihak

lain yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data

sebagai berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil

penelitian secara langsung di lapangan, yang

dilakukan melalui wawancara dengan beberapa

sumber yang memiliki kompetensi atas objek

penelitian yang dibahas.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui

penelitian kepustakaan dengan mempelajari artikel,

surat kabar, dan dan lain-lain yang berhubungan

dengan objek penelitian.

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

48

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

a. Teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui

dokumen-dokumen atau tulisan para ahli, buku-buku

literatur, jurnal, internet serta berbagai macam peraturan

perundang-undangan yang terkait.

b. Teknik wawancara, yaitu pengumpulan data secara

langsung melalui tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan

yang telah disiapkan (wawancara berstruktur) dan

melakukan wawancara tidak berstruktur untuk memperoleh

data yang diperlukan.

Teknik yang digunakan adalah:

a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung

dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti. Wawancara dilakukan terhadap :

1. Ketua YLK Sulawesi Selatan

2. Ketua BPSK Kota Makassar

3. Pegawai Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota

Makassar

4. Pegawai dan dokter Puskesmas Jumpandang

5. Pelaku Usaha pakaian bekas

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

49

b. Kuesioner, yaitu membagikan daftar pertanyaan kepada

responden yang berhubungan dengan masalah penelitian. Jenis

pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner tersebut adalah

pertanyaan yang bersifat tertutup, dimana jawabannya sudah

ditentukan terlebih dahulu dan responden akan diberikan

kesempatan untuk memberikan jawaban lain.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini

maka digunakan metode angket. Metode ini digunakan sebagai

sumber data primer untuk mendapatkan informasi tentang tingkat

pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian

bekas bagi kesehatan dan perekonomian.

E. Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh baik data primer maupun data

sekunder yang menjadi bahan dalam penulisan skripsi ini, dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis kualitatif kemudian

dideskripsikan, yaitu dengan menganalisa data berdasarkan informasi

yang diperoleh dari hasil wawancara, dokumen-dokumen, serta hasil

kuesioner yang telah dibagikan kepada responden.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan

menggunakan statistik deskriptif berdasarkan persentase dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 1997):P = F/N x 100%

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

50

Keterangan :

P = Persentase

F = Frekuensi

N= Jumlah Sampel

Kriteria yang digunakan untuk menentukan predikat tingkat

pengetahuan masyarakat adalah empat kategori, yaitu : kategori

tahu=15-20, cukup tahu=10-14, kurang tahu=5-9, dan tidak tahu=0-4.

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam

Upaya Melindungi Konsumen dari Dampak Penggunaan Pakaian

Bekas

Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang banyak industri

barang dan jasa, baik yang berskala besar maupun kecil, terutama

sejak dilaksanakannya pembangunan nasional secara bertahap dan

terencana. Pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa

di satu pihak membawa dampak positif, yaitu tersedianya kebutuhan

dalam jumlah yang mencukupi, mutunya lebih baik, serta adanya

alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya.

Akan tetapi, di lain pihak terdapat dampak negatif, yaitu dampak

penggunaan dari teknologi, serta perilaku bisnis yang timbul karena

makin ketatnya persaingan. 42

Para produsen atau pelaku usaha akan mencari keuntungan

setinggi-tingginya sesuai dengan prinsip ekonomi. Dalam rangka

mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya, para produsen atau

pelaku usaha harus bersaing antar sesama mereka dengan perilaku

bisnisnya masing-masing yang dapat merugikan konsumen. Ketatnya

persaingan dapat mengubah perilaku para pelaku usaha ke arah

42 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Aditya Bakti,

2010, hlm. 1.

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

52

persaingan yang tidak sehat karena para pelaku usaha memiliki

kepentingannya masing-masing. Persaingan yang tidak sehat ini dapat

merugikan kepentingan konsumen. Sekurang-kurangnya ada empat

bentuk perbuatan yang lahir sebagai akibat dari tidak sehatnya praktik

bisnis, yaitu menaikkan harga, menurunkan mutu, dumping, dan

memalsukan produk.43 Berkaitan dengan hal di atas, maka konsumen

perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialami

karena praktik bisnis curang para pelaku usaha. Oleh karena itu,

diperlukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi

konsumen agar terhindar dari dampak negatif barang dan/atau jasa,

mengingat bahwa dalam kenyataan pada umumnya konsumen selalu

berada di pihak yang dirugikan dan berada pada posisi lemah.44 Pada

tahun 1999 pemerintah Indonesia memiliki instrumen hukum tentang

perlindungan konsumen. Rancangan Undang-undang (RUU) tentang

Perlindungan Konsumen mendapat persetujuan dari Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), yakni Undang-undang Nomor 8 Tahun1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan disahkannya

Undang-undang tersebut, perlindungan atau proteksi kepada

konsumen dari segala kemungkinan dampak negatif produk yang

mereka pakai menjadi kewajiban setiap penyedia barang dan jasa.

Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) memuat

aturan-aturan hukum tentang perlindungan terhadap konsumen yang

43 Adrianus Meliala, “Praktik Bisnis Curang”. Jakarta: Sinar Harapan, 2001, hlm. 140.

44 Janus Sidabalok, op.cit, hlm. 4.

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

53

sekaligus memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan

konsumen. Tidak dapat disangkal lagi bahwa produk (baik barang

maupun jasa), pemasaran dan penggunaannya oleh konsumen

senantiasa mengandung dampak negatif , baik karena perilaku pelaku

usaha ataupun akibat dari perilaku konsumen itu sendiri.45 Untuk itu,

konsumen dan pelaku usaha harus mengetahui hak dan menjalankan

kewajibannya masing-masing agar Undang-undang Perlindungan

Konsumen berlaku efektif tidak hanya bagi konsumen tetapi juga efektif

bagi pelaku usaha.

Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar

supaya hukum berlaku efektif dalam hal ini adalah Undang-undang

Perlindungan Konsumen. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar

beberapa tolok ukur efektivitas, diantaranya : hukumnya, penegak

hukum, fasilitas, kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat dan

budaya hukum masyarakat. Hukumnya adalah harus memenuhi syarat

yuridis, sosiologis, dan filosofis.46 Penegak hukumnya harus betul-betul

telah melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana digariskan

oleh hukum yang berlaku, sedangkan beberapa oknum penegak

hukum di Indonesia mengabaikan tugasnya dengan terlibat dalam

impor pakaian bekas/penyelundupan pakaian bekas dengan bekerja

sama dengan para penyelundup. Terlebih lagi bila adanya keterlibatan

aparat yang bersangkutan seperti petugas Bea dan Cukai, Polisi, dan

45 Ibid,hlm. 5.

46 Achmad Ali, “Menguak Tabir Sosiologi Hukum”. 2009, hlm. 49.

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

54

Angkatan Laut yang memperlancar proses penyelundupan pakaian

bekas tersebut. Para penegak hukum seharusnya menjadi contoh

bukan malah sebaliknya, untuk itu para penegak hukum harus

melaksanakan tugas dan kewajibannya serta mementingkan

kepentingan umum.

Fasilitasnya terdiri dari sarana dan prasarana yang mendukung

dalam proses penegakan hukumnya.47 Sedangkan dari observasi

penulis, sarana dan prasarana khususnya lembaga konsumen kurang

memadai, untuk itu diperlukan adanya dukungan dari pemerintah pusat

agar lembaga konsumen dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya

dengan baik.

Kesadaran hukum yaitu masyarakatnya adalah warga

masyarakat yang sadar akan hukum dan nilai-nilai yang terdapat

dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

diharapkan ada. Kepatuhan hukum yaitu kepatuhan hukum akan

adanya rasa takut akan sanksi. Budaya hukumnya yaitu perlu ada

syarat yang tersirat tentang adanya budaya malu, dan budaya rasa

bersalah bilamana seseorang melakukan pelanggaran terhadap hukum

hukum yang berlaku.48 Sedangkan maraknya konsumen yang

memutuskan untuk membeli pakaian bekas karena berbagai alasan,

termasuk harga pakaian bekas yang sangat murah dan kualitas yang

tidak kalah dengan pakaian impor baru, hal ini dikarenakan masyarakat

47 Ibid, hlm. 49.

48 Ibid, hlm. 49.

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

55

belum mempunyai kesadaran dan kepatuhan hukum, mayoritas

masyarakat juga tidak mengetahui bahwa pakaian tersebut dilarang

untuk diperjualbelikan, kalaupun ada yang mengetahui, mereka tidak

menjalankan kepatuhan hukum sebagaimana mestinya karena budaya

hukum di masyarakat belum tercipta.

Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum:49

1. Compliance :

Yaitu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu

imbalan dan usaha untuk menghidarkan diri dari hukuman yang

mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan

hukum. Adanya pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum

tersebut.

2. Identification :

Yaitu terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan

karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar ke anggotaan kelompok

tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi

wewenang untuk menerapkan kaidah kaidah hukum tersebut.

3. Internalization :

49 Ibid, hlm. 1.

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

56

Yaitu seseroang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan

secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai

dengan nilai nilainya dari pribadi yang bersangkutan.

Untuk mencapai tujuan dibentuknya Undang-undang

Perlindungan Konsumen, pemerintah perlu aktif dalam mengawasi

pelaksanaan peraturan yang berlaku agar Undang-undang

Perlindungan Konsumen dapat diterapkan dengan baik dan menjadi

efektif. Usaha perlindungan konsumen antara pemerintah, pelaku

usaha dan konsumen tersebut perlu diatur melalui perangkat hukum

yang menciptakan norma hukum perlindungan kepada konsumen, dan

disisi lain memberikan tanggung jawab kepada dunia usaha. Suatu

peraturan dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kepentingan

masing-masing pihak dan untuk memperhatikan atau menjaga

keseimbangan dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.50

Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam

upaya melindungi konsumen dari dampak pakaian bekas dan dapat

terpenuhinya tujuan Undang-undang perlindungan Konsumen, perlu

dilakukan adanya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah

dengan cara mengatur, mengawasi, mengendalikan, distribusi, dan

peredaran pakaian bekas sehingga konsumen tidak dirugikan baik

50 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Aditya Bakti,

2010, hlm. 42.

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

57

bagi kesehatan maupun keuangannya.51 Peranan pemerintah

sebagaimana dimaksud dapat dikategorikan sebagai peranan yang

berdampak jangka panjang sehingga perlu dilakukan secara bertahap

dengan cara memberikan penerangan, penyuluhan, dan pendidikan

akan dampak pakaian bekas bagi semua pihak, baik itu produsen

maupun konsumen, dan mengawasi peredaran pakaian bekas dengan

bekerja sama oleh menteri-menteri teknis terkait yang sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 29 dan 30 Undang-undang Perlindungan

Konsumen mengenai pembinaan dan pengawasan. Dalam jangka

pendek pemerintah dapat menyelesaikan secara langsung dan cepat

masalah-masalah yang timbul. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya

memberikan solusi atas masalah pakaian bekas, karena sebagian

besar konsumen pakaian bekas adalah ekonomi lemah, dimana

pemerintah tidak hanya melarang peredaran pakaian bekas tetapi juga

harus menyediakan kebutuhan sandang dengan harga yang

terjangkau oleh masyarakat ekonomi lemah. Dengan pembinaan dan

pengawasan tersebut diharapkan pemenuhan hak-hak konsumen

dapat terjamin dan sebaliknya pemenuhan kewajiban pelaku usaha

dapat dipastikan.

Selain pemerintah, pelaku usaha juga berperan dalam

mengefektifkan Undang-undang Perlindungan Konsumen, di mana

pelaku usaha pakaian bekas adalah pihak yang paling bertanggung

51 Ibid, hlm. 24.

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

58

jawab atas akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan akibat

pemakaian pakaian bekas. Pelaku usaha sering diartikan sebagai

pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini

termasuk di dalamnya pembuat, grosir, dan pengecer professional.

Yaitu setiap orang atau badan hukum yang ikut serta dalam

penyediaan barang atau jasa hingga sampai ke tangan konsumen.52

Jadi, walaupun pelaku usaha pakaian bekas bukan sebagai pihak

yang menghasilkan produk tetapi berperan dalam penyediaan pakaian

bekas hingga sampai ke tangan konsumen.

Dalam Pasal 7 UUPK yang menentukan kewajiban pelaku

usaha memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan

penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Sebagai

pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab, pelaku usaha

pakaian bekas seharusnya memberikan informasi kepada konsumen

mengenai kondisi pakaian bekas yang diperdagangkan, walaupun

mayoritas masyarakat mengetahui bahwa pakaian tersebut bekas

digunakan seseorang, serta memberikan informasi mengenai

penggunaan dan perbaikan pakaian bekas, apakah itu pakaian bekas

harus dicuci dengan bersih sebelum digunakan atau direndam ke

dalam air panas agar kuman-kuman dalam pakaian bekas hilang.

52

Ibid, hlm. 27.

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

59

Di dalam ketentuan Pasal 8 Ayat (2) UUPK juga menentukan

bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,

cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara

lengkap dan benar atas barang yang dimaksud. Dalam pasal tersebut

memang sangat lemah dalam upaya melindungi konsumen pakaian

bekas karena mayoritas masyarakat mengetahui bahwa pakaian

tersebut memang bekas digunakan, tetapi walaupun mayoritas

masyarakat mengetahui pakaian bekas tersebut bekas digunakan

seseorang, pelaku usaha tetap berkewajiban memberikan informasi

secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud, apakah

pakaian tersebut adalah bekas digunakan oleh seseorang, kotor,

rusak atau cacat.

Selain pemerintah dan pelaku usaha, konsumen juga berperan

dalam mengefektifkan Undang-undang Perlindungan Konsumen agar

berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan merupakan tujuan dari

Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang tercantum dalam

Pasal 3 UUPK, sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau

jasa;

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

60

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntuk hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Untuk itu, konsumen pakaian bekas juga harus memperhatikan

hak dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 dan Pasal 5 UUPK tentang hak dan kewajiban konsumen.

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengandung

pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang

nyaman, aman, dan memberikan keselamatan. Oleh karena itu,

konsumen pakaian bekas juga harus dilindungi dari bahaya yang

mengancam kesehatan akibat memakai pakaian bekas. Dengan

demikian, setiap pakaian bekas yang diperdagangkan harus diarahkan

untuk mempertinggi rasa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumennya.

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

61

Tidak dikehendaki adanya barang dan/atau jasa yang dapat

membahayakan keamanan dan keselamatan konsumen, maka dari itu

kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi mengenai

pakaian bekas sehingga konsumen dapat memutuskan apakah

produk tersebut cocok baginya. Termasuk dalam hal ini pelaku usaha

juga harus memeriksa kondisi pakaian bekas yang diperdagangkan

sebelum diedarkan, apakah masih layak pakai atau tidak. Selain itu,

konsumen juga harus teliti dalam memilih pakaian bekas yang akan

dibeli. Dengan demikian, terpenuhilah hak konsumen atas informasi

dan hak untuk memilih sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UUPK

mengenai hak-hak konsumen.

Apabila pelaku usaha sudah memberikan informasi yang benar

dan jelas mengenai kondisi pakaian bekas, dan konsumen tetap

memilih pakaian bekas untuk digunakan, bukan lagi merupakan

tanggung jawab pelaku usaha jika ada kerugian yang diakibatkan

penggunaan pakaian bekas tersebut. Dalam bahasa hukumnya

dikatakan asumsi risiko yaitu konsumen sudah tahu ada akibat yang

mungkin terjadi akibat pemakaian pakaian bekas, tetapi masih tetap

membeli pakaian bekas, maka jika ada kerugian akibat pemakaian

pakaian bekas, merupakan tanggung jawab konsumen itu sendiri.

Merupakan kewajiban konsumen mengikuti petunjuk informasi atau

prosedur pemakaian pakaian bekas demi keamanan dan

keselamatan, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UUPK mengenai

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

62

kewajiban konsumen, tetapi jika pelaku usaha tidak memberikan

informasi yang benar dan jelas, maka apabila ada kerugian konsumen

akibat menggunakan pakaian bekas, pelaku usaha harus bertanggung

jawab memberikan ganti rugi sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 19 UUPK mengenai tanggung jawab pelaku usaha. Tetapi pada

kenyataannya, pelaku usaha pakaian bekas tidak bertanggung jawab

memberikan ganti rugi akibat pemakaian pakaian bekas, karena

mayoritas konsumen pakaian bekas tidak melakukan pengaduan

terhadap kerugian yang diderita akibat pemakaian pakaian bekas.

Berikut adalah hasil wawancara dengan Lulus Cahya selaku

konsumen pakaian bekas (24 Maret 2011):

“Saya pernah terjangkit penyakit herpes yaitu bentolan kecil yang gatal dan melingkar diseluruh lingkaran pinggang akibat memakai celana jeans bekas, padahal saya sudah mencucinya terlebih dahulu, mungkin kuman-kumannya belum hilang yang dapat mengakibatkan alergi. Tidak ada pengaduan kepada pelaku usaha atau lembaga konsumen, karena prosesnya yang memakan waktu serta saya memang merasa malas dan acuh walaupun pakaian bekas yang saya pakai menimbulkan kerugian”.

Mengingat bahwa pelaku usaha berada dalam kedudukan yang

lebih kuat dibandingkan konsumen, maka konsumen perlu

mendapatkan advokasi, perlindungan, serta upaya penyelesaian

sengketa konsumen secara patut atas hak-haknya sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 4 UUPK mengenai hak-hak konsumen.

Apabila konsumen pakaian bekas mendapat kerugian akibat

pemakaian pakaian bekas dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku

usaha akan kerugian yang diderita, konsumen pakaian bekas juga

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

63

mendapatkan advokasi, perlindungan, serta serta upaya penyelesaian

sengketa konsumen secara patut.

Konsumen juga berhak mendapatkan pembinaan dan

pendidikan mengenai bagaimana mengonsumsi atau menggunakan

barang dan/atau jasa dengan baik agar tidak menimbulkan dampak

yang membahayakan bagi kesehatan sesuai dengan ketentuan Pasal

4 UUPK mengenai hak-hak konsumen. Pemerintah yang harus

berperan aktif dalam melakukan pembinaan dan pendidikan akan

dampak perdagangan pakaian bekas bagi kesehatan dan

perekonomian, apalagi mayoritas konsumen pakaian bekas adalah

masyarakat yang kondisi ekonominya lemah yang kurang memahami

akan dampak pakaian bekas bagi kesehatan dan perekonomian,

konsumen hanya mengetahui kalau pakaian bekas tersebut murah

dan masih layak pakai, walaupun ada sebagian konsumen pakaian

bekas yang merupakan masyarakat elit.

Dengan terciptanya hubungan harmonis antara pemerintah,

pelaku usaha, dan konsumen maka dapat tercapai keserasian,

keharmonisan dalam kegiatan ekonomi dan dapat tercapainya tujuan

dari Undang-undang Perlindungan Konsumen sehingga pelaksanaan

Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam upaya melindungi

konsumen dari dampak pakaian bekas dapat terwujud dengan baik.

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

64

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Akan Dampak Penggunaan

Pakaian Bekas Bagi Kesehatan dan Perekonomian

1. Faktor-Faktor yang Mendorong Maraknya Jual Beli Pakaian

Bekas

Meningkatnya perdagangan pakaian bekas merupakan satu

kendala yang dapat menghambat pembangunan nasional.

Maraknya impor pakaian bekas yang dilakukan secara illegal dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: luas wilayah

kepulauan nusantara dan begitu banyaknya pintu masuk dan keluar

yang harus diamankan oleh petugas yang berwenang, kondisi

industri dalam negeri yang belum mampu bersaing dengan produk

impor, kemampuan dan kemauan aparatur penegak hukum, serta

rendahnya kondisi ekonomi masyarakat dan kurangnya partisipasi

warga masyarakat dalam bekerja sama dengan aparatur

pemerintah dan faktor-faktor lain yang saling mempunyai hubungan

kausal. Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor yang

menyebabkan maraknya impor pakaian bekas:53

a. Faktor Geografis

Luasnya kepulauan nusantara yang terdiri dari ribuan

pulau besar dan kecil, yang diapit oleh dua benua besar, yaitu

Asia dan Australia, dan sangat berdekatan dengan negara-

negara tetangga yang sudah lebih dahulu mengalami kemajuan.

53 Soufnir Chibro, “Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Terhadap Pembangunan”. Jakarta:

Sinar Grafika, 1992. hlm. 1.

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

65

Kawasan perairan di Indonesia memang rawan penyelundupan.

Arus penyelundupan itu dapat berasal dari kawasan Sumatera

menuju Malaysia atau Singapura. Pakaian bekas sering

diselundupkan dari arah Malaysia dan Singapura menuju

Indonesia melalui kepulauan Riau dan daratan Sumatera.

Apalagi banyak tesebar pelabuhan kecil dipelosok pulau yang

dapat dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk memasukkan

barang-barang illegal, salah satunya adalah pakaian bekas.54

Selain Kepulauan Riau dan daratan Sumatera, terdapat pula

jalur-jalur penyelundupan pakaian bekas yang sering terjadi

diwilayah pantai yang termasuk dalam wilayah perairan Aceh,

Sumatera Utara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan lain-lain.

Oleh karena itu masih sangat diperlukan fasilitas dan

peningkatan kemampuan baik armada maupun personel, baik

dari jajaran Bea dan Cukai, Satuan Polisi Air dan Udara, serta

TNI Angkatan Laut untuk menjaga dan mengamankan kawasan

tersebut.55

b. Kondisi Industri Dalam Negeri

Tidak dapat disangkal, bahwa kondisi industri dalam

negeri turut pula mempengaruhi maraknya impor pakaian bekas

di Indonesia, karena sebagaimana diketahui produksi industri

tekstil dan produk tekstil dalam negeri pada umumnya masih

54 Ibid, hlm. 35.

55Ibid

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

66

dalam tahap perkembangan. Tingginya biaya produksi yaitu

bahan baku yang relatif mahal, upah buruh yang cukup tinggi

dan membengkaknya biaya operasi, seperti tarif dasar listrik dan

bahan bakar minyak, menjadikan hasil produksi kurang mampu

bersaing dengan barang-barang produksi luar negeri. Ditambah

lagi banyaknya pungutan liar, tingginya biaya transportasi dan

minimnya sarana angkutan, sehingga menyebabkan hambatan

dalam distribusi dan pemasaran. 56

c. Transportasi

Maraknya impor pakaian bekas juga dipengaruhi oleh faktor

transportasi, dimana daerah-daerah tertentu di Indonesia sering

mengalami keterlambatan disebabkan belum lancarnya hubungan

satu pulau dengan pulau lainnya. Akibatnya masyarakat didaerah-

daerah terpencil sulit mendapatkan kebutuhan pokoknya sehingga

memasukkan barang secara tidak sah (terkadang dibawa oleh

kapal besar asing). Ditambah lagi daerah-daerah (pulau-pulau)

tertentu di Indonesia berdekatan dengan negara-negara tetangga

seperti Malaysia, Singapura dan sebagainya.57

d. Mentalitas

Sebagaimana yang sudah kita ketahui Indonesia cukup kaya

akan sumber daya alamnya, dan juga keterampilan masyarakatnya.

Akan tetapi yang perlu dipertanyakan sejauh mana mental para

56 Ibid, hlm. 36.

57 Ibid, hlm. 38.

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

67

petugas dalam menghadapi godaan dan cobaan dari oknum-oknum

yang ingin melakukan penyelundupan. Beberapa oknum petugas

mengabaikan tugasnya dengan terlibat dalam impor pakaian

bekas/penyelundupan pakaian bekas dengan bekerja sama dengan

para penyelundup. Terlebih lagi bila adanya keterlibatan aparat

yang bersangkutan seperti petugas Bea dan Cukai, Polisi, dan

Angkatan Laut yang memperlancar proses penyelundupan pakaian

bekas tersebut. Para pelaku penyelundupan pada umumnya

bukanlah orang atau pengusaha bermodal kecil, melainkan

bermodal besar.58

Berikut adalah hasil wawancara dengan H.M. Amir Batasa

selaku pengusaha pakaian bekas (20 Februari 2011) :

“Jika pemerintah tidak melirik usaha pakaian bekas sebenarnya salah karena dari pakaian bekas, pemerintah sebenarnya bisa mendapat banyak pemasukan. Kami juga membayar SITU (Surat Ijin Tempat Usaha) dan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan). Jika pemerintah memberikan izin untuk masuknya pakaian bekas, kami sangat senang dan bersedia membayar bea dan cukai, bahkan hal itu lebih bagus lagi agar usaha pakaian bekas tidak lagi mendapat banyak masalah, apakah itu dari pengirimannya ke Indonesia ataupun perdagangannya di Indonesia”.

Apabila mental para petugas tidak dapat mengatasi

masalah-masalah tersebut, bagaimana mungkin negara kita bisa

berkembang, kalau aparatnya saja tidak peduli, bahkan ikut

bekerjasama. Semoga kedepannya aparat penegak hokum

58 Ibid, hlm. 40.

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

68

menggunakan hati nurani dengan mengedepankan kepentingan

umum dibanding kepentingan pribadi dalam menjalankan tugasnya.

e. Masyarakat

Maraknya kegiatan jual beli pakaian bekas tidak terlepas dari

minat masyarakat yang lebih memilih pakaian bekas yang banyak

dijual bebas dibanding dengan pakaian baru. Maraknya konsumen

yang memutuskan untuk membeli pakaian bekas karena berbagai

alasan, termasuk harga pakaian bekas yang sangat murah dan

kualitas yang tidak kalah dengan pakaian impor baru. Pakaian

bekas bahkan lebih disukai daripada pakaian impor baru. Keadaan

ini dapat dilihat dan disaksikan di pasar-pasar tradisional.59

Hal ini disebabkan warga masyarakat yang ingin

mendapatkan barang-barang bermutu, tetapi daya beli masyarakat

sendiri masih rendah. Konsumen harus memutuskan sendiri

bagaimana mereka memenuhi kebutuhan untuk pakaian yang baik

dan harga terjangkau tanpa mengetahui dari mana pakaian bekas

tersebut berasal.

2. Dampak Jual Beli Pakaian Bekas

Sebagaimana telah diketahui bahwa pakaian bekas diimpor

secara illegal yang diselundupkan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil

dan bebas dari biaya bea dan cukai yang tentu menimbulkan dampak

59 Ibid, hlm. 42.

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

69

bagi perekonomian negara, yang pada akhirnya akan menghambat

pembangunan dan memepersulit pencapaian kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat, disamping itu merusak citra dan wibawa aparat

penegak hukum jika penanganannya tidak dilaksanakan sebagaimana

mestinya. Meningkatnya jual beli pakaian bekas dimungkinkan karena

luasnya wilayah, kemampuan dan kemauan aparatur pemerintah

dalam memberantasnya, serta rendahnya partisipasi dari masyarakat

untuk bekerjasama dengan aparat pemerintah. Jual beli pakaian

bekas dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak

bertanggungjawab, tujuannya semata-mata untuk mencari

keuntungan, dan tidak memikirkan dampaknya bagi perekonomian

bangsa dan kesehatan konsumen.

Untuk memberikan gambaran mengenai dampak yang

diakibatkan dari pakaian bekas tersebut, maka penulis akan

menguraikannya sebagai berikut:

a. Dampak Negatif

1. Dampak Ekonomi

Aktivitas impor dan perdagangan pakaian bekas sangat

berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia dan pada

akhirnya akan menghambat pembangunan negara yang

mengakibatkan kerugian dalam penerimaan negara dari bea

dan cukai. Di dalam melaksanakan pembangunan, diperlukan

biaya yang sangat besar, meningkatnya penyelundupan pakaian

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

70

bekas merupakan salah satu kendala yang dapat menghambat

pembangunan. Sebagaimana diketahui bahwa tolak ukur untuk

menilai makmur tidaknya suatu bangsa tergantung dari

kemajuan ekonominya, oleh karena itu sektor ekonomi menjadi

sektor yang mendapat perhatian secara serius. Pemerintah

berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga stabilitas

ekonomi dalam negeri. Walaupun menghadapi berbagai macam

rintangan.60

Dari hasil pengamatan dan observasi penulis dalam

penelitian, menunjukkan bahwa golongan ekonomi menengah

ke bawah adalah yang terbanyak membeli pakaian bekas

tersebut, disamping sebagian kecil dari golongan ekonomi atas

yang menjadi konsumen pakaian bekas. Maraknya konsumen

yang memutuskan untuk membeli pakaian bekas karena

berbagai alasan, termasuk harga pakaian bekas yang sangat

murah dan kualitas yang tidak kalah dengan pakaian impor

baru. Walaupun pada golongan ekonomi lemah lebih memilih

pakaian bekas hanya karena faktor harga pakaian bekas yang

sangat murah, konsumen tidak memikirkan dampaknya bagi

perekonomian nasional. Hal ini disebabkan karena kurangnya

pengetahuan masyarakat akan dampak perdagangan pakaian

bekas yang dilakukan secara illegal yang dapat merugikan

60 Moch. Anwar, “Segi-segi Masalah Penyelundupan”. Bandung, 1982.

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

71

negara dan karena memang kondisi ekonomi konsumen yang

lemah.

Dengan adanya peredaran pakaian bekas, juga

menyebabkan toko-toko pakaian khususnya di Kota Pare-Pare

menjadi sepi pengunjung. Berikut ini adalah hasil wawancara

penulis dengan Nurbaya salah seorang pramuniaga di toko

pakaian Sinar Harapan yang berlokasi di jalan Bau Massepe,

Kota Pare-Pare (27 Februari 2011), mengatakan bahwa:

“Sejak adanya pakaian bekas atau cakar dijual di mana-mana seperti pasar Lakessi, pasar senggol dan beberapa tempat, juga dapat mengacaukan perekonomian, hal ini nampak dengan jelas dengan membanjirnya pakaian bekas di pasar senggol mengakibatkan pakaian produksi dalam negeri tidak mampu bersaing dari segi mutu maupun harga, jika membeli di toko harganya sangat mahal, sedangkan membeli pakaian bekas sudah dapat dengan harga yang murah, toko-toko pakaian jadi sepi pengunjung”.

Menurut penulis, konsumen tidak bisa disalahkan

sepenuhnya, apalagi yang kondisi ekonominya lemah.

Pemerintah yang melarang peredaran pakaian bekas

seharusnya memberi solusi dan jalan keluar. Apakah dengan

menyediakan kebutuhan sandang yang berkualitas dengan

harga yang murah karena disatu sisi perdagangan pakaian

bekas merugikan negara, disisi lain kondisi ekonomi masyarakat

Indonesia sebagian besar masih memprihatinkan dan

kebutuhan akan sandang harus terpenuhi.

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

72

2. Dampak Sosial

Perdagangan pakaian bekas dapat melemahkan

perekonomian negara yang pada akhirnya akan menghambat

pembangunan, mematikan industri dalam negeri, mengacaukan

perekonomian dan stabilitas nasional, serta memepersulit

pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal ini

nampak jelas dengan membanjirnya pakaian bekas yang

mengakibatkan industri pakaian dalam negeri, terutama yang

berskala kecil dan menengah mengalami kemerosotan bahkan

gulung tikar. Bahkan dampaknya pun terasa hingga industri hulu

yang menghasilkan kain, benang, dan serat tekstil. Apalagi

pemasaran pakaian bekas tidak hanya terbatas berada di kota-

kota besar saja, namun juga merambah daerah terpencil seperti

desa pedalaman.61

Semakin maraknya peredaran pakaian bekas yang

harganya jauh lebih rendah akan menutup pasaran bagi produk

pakaian industri dalam negeri. Maraknya perdagangan pakaian

bekas dapat mengakibatkan hambatan dalam perkembangan

industri dalam negeri khususnya pabrik tekstil. Hal ini akan

berakibat kurangnya rangsangan atas usaha peningkatan

produksi dalam negeri yang pada akhirnya akan berakibat

terjadinya pemutusan hubungan kerja pada karyawan sehingga

61 Perdagangan Pakaian Bekas, www.gogle.com diakses tanggal 21 Februari 2011, pukul

10.00 WITA.

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

73

menghambat perluasan kesempatan kerja sehingga

pembangunan di bidang sosial dan kesejahteraan akan

mengalami hambatan.

3. Dampak Kesehatan

Dampak lain yang mungkin dapat terjadi adalah dampak

kesehatan, dampak yang langsung dirasakan oleh konsumen

akhir atau pemakai pakaian bekas. Hal ini disebabkan karena

wabah yang ditularkan oleh pakaian bekas. Jika jelih memilih,

konsumen akan mendapatkan pakaian yang bermerek dengan

harga yang sangat murah, tetapi jika tidak hati-hati, konsumen

akan mendapat dampaknya bagi kesehatan,sebab pakaian

bekas tersebut bisa saja membawa bibit penyakit dari pemakai

sebelumnya.

Berikut adalah hasil wawancara dengan dr. Retno

Indrastiti, Sp. KK mengatakan bahwa:

“Kemungkinan besar jamur-jamur tumbuh besar di pakaian bekas, apalagi jika pemilik terdahulu terjangkit penyakit kulit. Orang di luar negeri saja tidak mau menggunakan barang itu, kok di negara kita malah diterima, padahal pakaian baru dengan kualitas bagus dan harga terjangkau masih banyak. Memang konsumen bisa mencuci dan menyetrika pakaian terlebih dahulu, namun sayangnya, tidak semua orang mau mencuci dan menyetrika secara benar. Akibatnya konsumen terinfeksi aneka penyakit kulit, sehingga sistem pernafasannyapun bisa terganggu. Kulit merupakan organ terluar penyusun tubuh manusia dan menutupi seluruh permukaan tubuh, karena letaknya paling luar, maka kulit yang pertama kali menerima rangsangan, antara lain: sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Gangguan pada kulit sering terjadi

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

74

karena beberapa faktor penyebab, misalnya : iklim, lingkungan tempat tinggal, kebiasaan hidup yang kurang sehat, alergi, dan lain-lain. Konsumen pakaian bekas bisa terinfeksi penyakit dengan cara penularan melalui pakaian, beberapa jenis gangguan kulit yang dapat diakibatkan pakaian bekas, antara lain:

a. Kudis Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh

parasit yang gatal yaitu Sarcoptes Scabie Var Hominis. Gejala yang timbul antara lain: timbul gatal yang hebat pada malam hari, gatal sering terjadi di bagian sela-sela jari tangan, di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, dan sekeliling siku. Penyakit ini mudah sekali menular ke orang lain secara langsung melalui bersentuhan dengan penderita, atau secara tidak langsung melalui handuk atau pakaian penderita.

b. Kurap Merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

jamur dan bakteri. Gejalanya mulai dapat dikenali ketika terdapat bagian kecil yang kasar pada kulit dan dikelilingi oleh lingkaran merah muda. Dapat dicegah dengan cara mencuci tangan dengan sempurna, menjaga kebersihan tubuh, dan menghindari kontak dengan penderita, apalagi memakai pakaian bekas penderita.

c. Panu Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Ditandai

dengan bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak biasa berwarna putih, coklat, atau merah, tergantung warna kulit penderita. Penyakit ini menular melalui sentuhan dengan penderita atau menggunakan pakaian bekas penderita.

“Pakaian bekas bisa saja menimbulkan penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS jika pemakai sebelumnya mengidap penyakit tersebut, apalagi jika ada noda atau bercak darah yang masih tertinggal di pakaian, tetapi sampai sekarang belum ada penelitian mengenai dampak pakaian bekas bagi kesehatan dan belum ada pasien yang mengeluh akibat pemakaian pakaian bekas, konsumen tetap harus waspada akan dampak yang bisa ditimbulkan pakaian bekas”.

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

75

Berikut adalah hasil wawancara dengan Bpk. Suaib

(sebagai Ketua Unit Gawat Darurat dan P2 Kusta

Puskesmas Jumpandang):

“Penyakit kulit adalah penyakit menular, melalui kontak langsung, pernafasan, dan secara tidak langsung dengan menggunakan pakaian bekas penderita penyakit kulit. Apalagi jika kebersihan pakaian tersebut tidak terjamin, apalagi pakaian tersebut sudah digunakan oleh seseorang, sehingga apabila pemakai sebelumnya mengidap penyakit kulit otomatis dapat menularkan penyakit ke pemakai berikutnya, apalagi jika tidak di cuci dengan bersih. Contohnya panu, kudis, kurap, dan alergi. Walaupun sudah dicuci kemungkinan besar kuman dalam pakaian bekas masih ada kecuali direndam dengan air panas agar kuman-kumannya mati. Selain bisa menimbulkan penyakit kulit, pakaian bekas juga dapat menimbulkan penyakit spilis dankencing nanah, karena penularan melalui sentuhan dengan pakaian bekas penderita. Tempat duduk penderita kencing nanah saja tidak bisa diduduki apalagi jika yang dipakai pakaian dalam bekas. Tetapi sampai sekarang belum ada keluhan akibat pemakaian pakaian bekas”.

b. Dampak Positif Pakaian Bekas

Dari beberapa dampak negatif pakaian bekas, tidak di

pungkiri bahwa di sisi lain terdapat juga dampak positif dari

pakaian bekas terutama bagi masyarakat kelas menengah ke

bawah. Adanya impor pakaian bekas sangat membantu

masyarakat menengah ke bawah baik sebagai pedagang

maupun para konsumen atau pembeli. Karena masyarakat yang

kurang mampu dapat memiliki pakaian dengan harga sangat

murah, serta kualitas pakaian yang cukup bagus, dan masih

layak untuk dipakai. Oleh karena itu sangat banyak peminat dari

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

76

masyarakat Indonesia untuk berdagang dan menggunakan

pakaian bekas tersebut. Bahkan dampak adanya pakaian bekas

sangat dirasakan oleh golongan ekonomi lemah, seperti apa

yang diungkapkan oleh Dg. Taddi seorang tukang becak di

sekitar pasar terong, (13 Februari 2011), mengatakan bahwa:

“Sebelum adanya pakaian bekas atau cakar, baju yang saya miliki hanya beberapa lembar saja dan bahkan itu-itu saja terus yang saya pakai karena tidak sanggup membeli baju di toko yang harganya sangat mahal, tapi setelah adanya pakaian bekas atau cakar saya bisa mengganti pakaian saya tiap hari karena bisa membeli pakaian bekas atau cakar dengan harga murah bahkan ada yang hanya Rp. 2000,00 (dua ribu rupiah). Saya tidak mengetahui kalau pakaian bekas merupakan barang illegal yang dapat merugikan negara, dan walaupun sekarang saya sudah mengetahui, bodoh amat dengan perekonomian negara, kondisi ekonomi saya saja sangat sulit, buat makan saja susah apalagi mau pikir beli baju bagus”.

Bisnis pakaian bekas merupakan bisnis yang cukup

menjanjikan. Harga yang relatif murah dengan kualitas bagus,

membuat baju-baju bekas laku di pasaran karena banyak

peminatnya. Keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan

pakaian bekas terbilang lumayan banyak dan menguntungkan.

Apalagi jika dilihat pengusaha-pengusaha pakaian bekas yang

kondisi ekonominya sangat baik, pedagang eceranpun

mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit. Berikut adalah

hasil wawancara dengan H.M. Amir Batasa selaku pengusaha

pakaian bekas (20 Februari 2011) :

“Apa yang saya dapatkan sekarang ini, semuanya karena usaha pakaian bekas yang sudah saya tekuni selama kurang lebih 12

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

77

tahun. Hingga menyekolahkan anak juga menggunakan uang hasil dari usaha pakaian bekas yang keuntungannya tidak sedikit”.

Keberadaan pakaian bekas juga telah memberikan

dampak positif kepada perekonomian masyarakat kecil serta

terciptanya lapangan kerja baru. Mulai dari buruh, pedagang,

pelaku usaha besar (pemasok) pakaian bekas. Selain itu,

mampu menggerakkan sektor usaha lain, seperti transportasi.

Jika impor pakaian bekas dihentikan maka pencarian para

pedagang akan hilang, apalagi bagi pedagang yang tidak

mempunyai pekerjaan lain selain berdagang pakaian bekas.

3. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Akan Dampak Penggunaan

Pakaian Bekas Bagi Kesehatan dan Perekonomian

Skor hasil pengisian angket yang menunjukkan tingkat

pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian

bekas bagi kesehatan dan dampak penggunaan pakaian bekas

bagi perekonomian. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai

berikut:

A. Tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan

pakaian bekas bagi kesehatan

Skor hasil penelitian angket yang menunjukkan tingkat

pengetahuan masyarakat akan dampak penggunan pakaian

bekas bagi kesehatan. Dari keseluruhan skor yang diperoleh,

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

78

jika dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu kategori tahu,

cukup tahu, kurang tahu, dan tidak tahu. Maka tingkat

pengetahuan masyarakat akan dampak pakaian bekas bagi

kesehatan ditunjukkan pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan

No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase

1 15 – 20 Tahu 9 30%

2 10 – 14 Cukup Tahu 4 13,3%

3 5 – 9 Kurang Tahu 17 56,7%

4 0 – 4 Tidak Tahu 0 0%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer (2011)

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa, dari 30

masyarakat yang menjadi sampel penelitian, terdapat 17

(56,7%) masyarakat dikategorikan kurang tahu dalam hal

pengetahuannya akan dampak pakaian bekas bagi kesehatan;

9 (30%) masyarakat dikategorikan cukup tahu dalam hal

pengetahuannya akan dampak penggunaan pakaian bekas

bagi kesehatan; 4 (13,3%) masyarakat dikategorikan cukup

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

79

tahu dalam hal pengetahuannya akan dampak penggunaan

pakaian bekas bagi kesehatan dan 0 (0%) masyarakat

dikategorikan tidak tahu dalam hal pengetahuannya akan

dampak penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan.

B. Tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan

pakaian bekas bagi perekonomian

Skor hasil penelitian angket yang menunjukkan tingkat

pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian

bekas bagi perekonomian. Dari keseluruhan skor yang

diperoleh, jika dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu

kategori tahu, cukup tahu, kurang tahu, dan tidak tahu. Maka

tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan

pakaian bekas bagi perekonomian ditunjukkan pada tabel 2

dibawah ini.

Tabel 2. Tingkat pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi perekonomian

NoInterval

SkorKategori Frekuensi Persentase

1 15 – 20 Tahu 3 10%

2 10 – 14 Cukup Tahu 12 40%

3 5 – 9 Kurang Tahu

15 50%

4 0 – 4 Tidak Tahu 0 0

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer (2011)

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

80

Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa, dari 30

masyarakat yang menjadi sampel penelitian, terdapat 15 (50%)

masyarakat dikategorikan kurang tahu dalam hal

pengetahuannya akan dampak pakaian bekas bagi

perekonomian; 12 (40%) masyarakat dikategorikan cukup tahu

dalam hal pengetahuannya akan dampak penggunaan pakaian

bekas bagi perekonomian; 3 (10%) masyarakat dikategorikan

tahu dalam hal pengetahuannya akan dampak pakaian bekas

bagi perekonomian dan 0 (0%) masyarakat dikategorikan tidak

tahu dalam hal pengetahuannya akan dampak pakaian bekas

bagi perekonomian.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan di

atas, maka terungkap bahwa tingkat pengetahuan masyarakat

akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi kesehatan

dikategorikan kurang tahu. Kenyataan tersebut didukung oleh

tingginya persentase masyarakat yang memiliki tingkat

pengetahuan kurang tahu terhadap dampak pakaian bekas

bagi kesehatan dan memiliki tingkat pengetahuan kurang tahu

akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi perekonomian.

Untuk lebih jelasnya, pengelompokan tingkat pengetahuan

konsumen akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

81

kesehatan dan perekonomian, berdasarkan kategori

ditunjukkan dalam bentuk histogram pada gambar di bawah ini:

Gambar : Tingkat pengetahuan konsumen akan dampak pakaian bekas bagi kesehatan dan perekonomian

Rendahnya tingkat pengetahuan konsumen akan

dampak pakaian bekas bagi kesehatan menjadi tanggung

jawab pemerintah khususnya Lembaga Konsumen dan Dinas

Kesehatan untuk memberi pembinaan dan pendidikan terhadap

konsumen akan dampak penggunaan pakaian bekas bagi

kesehatan dan rendahnya tingkat pengetahuan konsumen akan

dampak penggunaan pakaian bekas bagi perekonomian juga

tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah khususnya

lembaga konsumen dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan

untuk memberi pembinaan dan pendidikan terhadap konsumen

akan dampak pakaian bekas bagi perekonomian, serta

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Tahu CukupTahu

KurangTahu

TidakTahu

Tingkat PengetahuanKonsumen AkanDampak Pakaian BekasBagi Kesehatan

Tingkat PengetahuanKonsumen AkanDampak Pakaian BekasBagi Kegiatan Ekonomi

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

82

melakukan pengawasan mengenai peredaran pakaian bekas

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 dan Pasal 30

mengenai pembinaan dan pengawasan.

C. Peran Pemerintah dalam Menyikapi Maraknya Kegiatan

Jual Beli Pakaian Bekas

Dalam konteks pembangunan di Indonesia, sejak orde

baru telah memusatkan perhatian pada pembangunan nasional

pada aspek pertumbuhan ekonomi, telah tumbuh dan

berkembang dengan pesat berbagai macam industri dan

diberlakukannya perdagangan bebas antar negara didukung

dengan tegnologi yang semakin maju maka pemerintah perlu

aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan mengawasi

pelaksanaan peraturan yang berlaku.

Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain

menyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan bersama oleh

masyarakat dengan pemerintah dan karena itu menjadi

tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan

pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional

dapat dicapai dengan baik.62

Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari

produk yang merugikan dapat dilaksanakan dengan cara

62 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2010, hlm.23.

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

83

mengatur, mengawasi, mengendalikan produksi, distribusi, dan

peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan baik bagi

kesehatan maupun keuangannya. Peranan pemerintah

sebagaimana dimaksud dapat dikategorikan sebagai peranan

yang berdampak jangka panjang sehingga perlu dilakukan

secara bertahap dengan cara memberikan penerangan,

penyuluhan, dan pendidikan bagi semua pihak. Dengan

demikian, tercipta lingkungan berusaha yang sehat dan

berkembangnya pengusaha yang bertanggung jawab. Dalam

jangka pendek, pemerintah dapat menyelesaikan secara

langsung dan cepat masalah-masalah yang timbul.63 Salah

satunya adalah kegiatan jual beli pakaian bekas yang pada

umumnya jenis pakaian tersebut diimpor dari berbagai negara

secara illegal, sesuai dengan Surat Keterangan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 229/MPP/Kep/7/1997,

Pasal 3 Ketentuan Umum di bidang impor memang ditentukan

bahwa “Barang yang diimpor harus dalam keadaan baru”.

Berikut ini peranan pemerintah dalam menyikapi

maraknya kegiatan jual beli pakaian bekas :

63 Ibid, hlm. 23-24.

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

84

1. Peran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Makassar

Berikut beberapa aturan yang dibuat oleh Menteri

Perindustrian dan Perdagangan terkait dengan masalah pakaian

bekas:

a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor.

229/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum di bidang

Impor

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor. 229/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum di

bidang Impor disahkan pada tanggal 4 Juli 1997. Dalam

Keputusan Menteri tersebut yang diperbolehkan melakukan

kegiatan impor tekstil adalah perusahaan yang telah memiliki

Angka Pengenal Importir (API) dan pengecualian

perusahaan yang mengimpor barang. Selain itu, dalam

Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor. 229/MPP/Kep/7/1997 ditentukan bahwa barang yang

diimpor harus dalam keadaan baru dan tidak berlaku untuk

impor kapal niaga dan kapal ikan.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa impor

pakaian bekas dilarang, meskipun dalam ketentuan tersebut

tidak dituliskan secara jelas jenis barang yang diimpor, akan

tetapi apapun jenis barang tersebut apabila barang tersebut

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

85

merupakan barang bekas, tidak boleh diimpor karena barang

yang diimpor haruslah dalam keadaan baru.

b. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor.

642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor.

230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang diatur Tata Niaga

Impornya.

Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tentang larangan impor

pakaian Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

bekas bukan hanya menyangkut aspek ekonomi. Kebijakan

yang diambil juga memperhatikan masalah kesehatan.

Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor. 642/MPP/Kep/9/2002 :

1. Mengubah lampiran I nomor urut 108 Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor

230/MPP/Kep/7/1997, yang semula:

No. Nomor HSUraian Barang

Tata Niaga Impor

108 ex. 6310.90.000Gombal baru

dan bekasIU LIMBAH

No. Nomor HSUraian Barang

Tata Niaga Impor

108 ex.6310.90.000Gombal baru

dan bekasDILARANG

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

86

2. Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka :

- Semua ketentuan lainnya yang tercantum dalam

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 dinyatakan tetap

berlaku;

- Lampiran I nomor urut 16 Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor

230/MPP/Kep/7/1997 tentang prosedur impor limbah

dinyatakan tidak berlaku lagi.

3. Impor gombal yang telah dibuka sebelum tanggal

ditetapkannya keputusan ini, masih dapat dilaksanakan

dengan ketentuan, gombal yang diimpor sudah tiba

dipelabuhan tujuan paling lambat 15 (lima belas) hari

terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini.

Didalam Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 dinyatakan

bahwa yang termasuk kedalam kategori uraian barang

bekas yang dapat diimpor adalah berupa ‘gombal baru

dan bekas’. Jika dikaitkan dengan impor pakaian bekas

maka masuknya pakaian bekas ke Indonesia menurut

Keputusan Menteri ini adalah legal dan diijinkan oleh

peraturan perundang-undangan.

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

87

Namun, dengan adanya perubahan yang

dituangkan dalam Keputusan Menteri Nomor

642/MPP/Kep/9/2002 menyatakan bahwa impor barang

berupa ‘gombal baru dan bekas’ ini adalah dilarang.

Dengan kata lain jelas bahwa masuknya pakaian bekas

dari luar negeri dilarang oleh undang-undang dan

merupakan perbuatan illegal.

c. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

732/MPP/Kep/10/2002 tentang Tata Niaga Impor Tekstil

Dalam rangka mencegah beredarnya tekstil impor

illegal di pasaran Indonesia yang menimbulkan

perdagangan tidak sehat dan mengakibatkan kerugian

terhadap tekstil produksi dalam negeri serta

mempertahankan iklim usaha tetap kondusif, maka

pemerintah memberlakukan peraturan tata niaga impor

tekstil yang baru. Dalam Pasal 2 Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor

732/MPP/Kep/10/2002 tentang Tata Niaga Impor Tekstil,

menentukan bahwa:

(1) Tekstil sebagaimana dimaksud hanya dapat diimpor

oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan

sebagai Importir Produsen Tekstil, selanjutnya disebut

IP Tekstil.

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

88

(2) Pengakuan sebagai IP Tekstil sebagaimana dimaksud

menyangkut antara lain tentang jumlah dan jenis tekstil

yang dapat diimpor dan waktu pengapalannya.

(3) Tekstil yang diimpor oleh IP Tekstil hanya dipergunakan

sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk proses

produksi dari industri yang dimiliki oleh IP Tekstil dan

dilarang diperjualbelikan maupun dipindah tangankan.

Keputusan menteri tersebut menentukan tekstil yang

dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat

pengakuan sebagai Importir Produsen Tekstil, selanjutnya

disebut IP Tekstil. Sedangkan pakaian bekas diimpor secara

illegal yang tidak mendapat pengakuan sebagai Importir

Produsen Tekstil (IP Tekstil). Berikut adalah hasil

wawancara dengan Bapak Qamaluddin Achmad, S. H selaku

sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Makassar, (18 April 2011):

“Pakaian bekas memang tidak mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Tekstil (IP Tekstil) karena merupakan barang illegal”.

Dalam Keputusan menteri tersebut, juga menentukan

IP Tekstil hanya dipergunakan sebagai bahan baku atau

bahan penolong untuk proses produksi, sedangkan pakaian

bekas merupakan produk yang sudah jadi bukan sebagai

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

89

bahan baku, yang dilarang diperjualbelikan maupun

dipindah-tangankan.

Selain membuat berbagai aturan, Dinas Perindustrian

dan Perdagangan juga melakukan pengawasan. Berikut

hasil wawancara dengan Bapak Qamaluddin Achmad, S. H,

selaku sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Makassar, (8 Februari 2011):

“Adanya dilema antara peraturan perundang-undangan, perekonomian nasional, dan kondisi ekonomi masyarakat, dimana peraturan perundang-undangan melarang pakaian bekas/cakar masuk ke Indonesia karena adanya ketentuan umum dibidang impor dalam Surat Keterangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997 dalam Pasal 3 memang disebutkan bahwa barang yang diimpor harus baru, Impor illegal tersebut juga menimbulkan kerugian bagi negara dan menyebabkan perekonomian yang tidak sehat karena tidak membayar biaya bea dan cukai, disisi lain kondisi ekonomi masyarakat yang masih memprihatinkan dan kebutuhan akan sandang harus terpenuhi sehingga pakaian bekas/cakar banyak diminati, tidak hanya dari kalangan ekonomi menengah kebawah, kalangan elitpun banyak yang suka membeli pakaian bekas/cakar. Karena hal itu, sampai sekarang belum ada jalan keluar yang di dapatkan untuk memecahkan masalah tersebut. Walaupun belum ada aturan khusus mengenai pakaian bekas/cakar tetapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan sudah banyak membuat aturan mengenai pakaian impor yang telah disebutkan diatas, pakaian bekas atau biasa disebut “cakar” memang merupakan barang illegal karena tidak membayar biaya bea dan cukai. Walaupun masuknya pakaian bekas tidak membayar biaya bea dan cukai, namun masuk melalui pelabuhan dengan membayar pajak tidak resmi oleh petugas bea dan cukai, selain itu memberikan pemasukan ke kas daerah melalui retribusi yang dipungut dari pedagang pakaian bekas tersebut, retribusi pasar melalui Disperindag, retribusi parkir melalui perhubungan, dan sumbangan Bina Usaha Perdagangan melalui Disperindag. Tetapi Disperindag tetap melakukan pengawasan terhadap

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

90

peredaran pakaian bekas agar tidak melemahkan industri tekstil dalam negeri dan tidak memberikan dampak negatif pada perekonomian negara dan bagi konsumen. Salah satu bentuk pengawasan Disperindag yaitu dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang Beredar di Pasaruntuk mengawasi peredaran pakaian bekas, dan adanya asas kepentingan umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Pelayanan Publik dan tetap memegang pada Undang-undang Nomor 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen”.

Dengan adanya aturan-aturan seperti yang sudah

dicantumkan dalam Keputusan Menteri di atas, hal tersebut

sudah membuktikan kepedulian pemerintah khususnya

Dinas Perindustrian dan Perdagangan terhadap

perekonomian nasional dan perlindungan terhadap

konsumen agar tidak dirugikan oleh maraknya kegiatan jual

beli pakaian bekas.

2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen memungkinkan penyelesaian sengketa konsumen di

luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan

besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk

menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang

kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Dengan cara ini

Page 103: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

91

dimaksudkan supaya persoalan antara konsumen dan pelau usaha

dapat segera ditemukan jalan penyelesaiannya. Namun demikian,

tidak tertutup kemungkinan persoalan diselesaikan melalui

pengadilan. 64

Untuk membantu penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan, undang-undang ini memperkenalkan sebuah lembaga

yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Badan ini merupakan badan hasil bentukan pemerintah yang

berkedudukan di ibu kota Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota. BPSK

tidak hanya bertugas menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK

juga bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen, dan

sebagai tempat pengaduan konsumen tentang adanya pelanggaran

ketentuan perlindungan konsumen, serta bebagai tugas lainnya

yang terkait dengan pemeriksaan pelaku usaha yang diduga

melanggar UUPK. 65

Berikut hasil wawancara dengan Bapak Qamaluddin

Achmad, S.H. selaku Ketua Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) Kota Makassar ( 8 Februari 2011) :

“BPSK bertugas mengakomodir pengaduan masyarakat, BPSK mengupayakan perlindungan terhadap konsumen berdasarkan Pasal 52 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Jadi walaupun sebagian besar masyarakat mengetahui kalau pakaian bekas atau cakar adalah barang bekas digunakan, pelaku usaha tetap

64 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2010, hlm. 195.

65 Sri Wulandari, “Perlindungan Konsumen pada Produk Multi Level Marketing”. 2010, hlm. 31.

Page 104: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

92

berkewajiban memberikan informasi secara lengkap dan benar. Karena dalam fikiran masyarakat kebanyakan khususnya ekonomi menengah ke bawah pakaian bekas/cakar adalah barang murah, masyarakat tidak memikirkan apakah itu bekas, cacat, atau kotor.Apabila pelaku usaha tidak memberikan informasi secara lengkap dan benar dan ada kerugian akibat pemakaian cakar/pakaian bekas maka dapat dimintakan pertanggungjawaban berupa sanksi administratif berdasarkan Pasal 60 UUPK yaitu ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan jika dibuktikan oleh forensik menyebabkan meninggal atau cacat dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 62 UUPK dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Maka dari itu merupakan kewajiban memberikan informasi secara lengkap dan benar. Jika pelaku usaha sudah menyampaikan informasi secara lengkap dan benar mengenai kondisi barang, tetapi konsumen tidak mempedulikan berarti konsumen sudah mengetahui risikonya dan apabila ada kerugian maka bukan menjadi tanggung jawab pelaku usaha melainkan tanggung jawab konsumen. Akan tetapi sampai sekarang di BPSK sendiri belum pernah menerima pengaduan dari konsumen mengenai pakaian bekas, mungkin karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan BPSK atau memang belum ada yang dirugikan. Untuk kedepannya pihak BPSK akan tetap melakukan sosialisasi dan pembinaan mengenai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan bahaya atau dampak yang bisa ditimbulkan dari pakaian bekas terhadap konsumen, dan pelaku usaha”.

Berikut adalah hasil wawancara oleh Dg. Sija selaku

pedagang pakaian bekas (20 Februari 2011) :

“Kami tidak memberikan informasi tentang pakaian bekas tersebut, apakah bekas, robek,kotor atau bernoda, karena kami menganggap konsumen sudah mengetahui kalau pakaian tersebut adalah bekas. Tergantung ketelitian konsumen dalam memilih. Kami sebagai pedagang hanya berdagang dan tidak memusingkanhal tersebut. Belum pernah ada sosialisasi yang diberikan pemerintah menyangkut masalah pakaian bekas. Sampai sekarang belum pernah ada keluhan kepada kami akibat memakai pakaian bekas”.

Page 105: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

93

Dari hasil wawancara dengan pihak BPSK dan pelaku usaha

pakaian bekas diatas menurut penulis sendiri, hal yang dilakukan

BPSK sudah tepat dalam melaksanakan tugasnya dan memberikan

perlindungan kepada konsumen, tetapi akan lebih baik jika BPSK

lebih tegas dalam memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha

dan konsumen mengenai bahaya atau dampak yang bisa

ditimbulkan pakaian bekas bagi kesehatan.

3. Peran Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Selatan

Pada tahun 1973 oleh sekelompok pemerhati masalah

konsumen didirikanlah YLK yang didorong oleh rasa keprihatinan

atas meningkatnya pembangunan industri dan perdagangan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi sedikit mempersoalkan

kepentingan konsumen. Maka dari itu, didorong oleh keprihatinan

akan kemungkinan timbulnya dampak negatif dari pemakaian

barang dan/atau jasa, didirikanlah YLK dengan tujuan membantu

konsumen agar tidak dirugikan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa. Hingga kini tumbuh lembaga sejenis di daerah-

daerah. 66

Untuk mencapai tujuannya YLK melaksanakan berbagai

kegiatan yang diorganisasikan dalam berbagai bidang berikut:

66

Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 265.

Page 106: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

94

a. Bidang Penelitian

Bidang penelitian bertujuan untuk memberikan informasi yang

objektif mengenai mutu barang.67

b. Bidang Pendidikan

Bidang pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran

dan pengetahuan konsumen, misalnya tentang hak dan

kewajibannya sebagai konsumen, bagaimana menjadi

konsumen yang baik dan bijak, dan sebagainya.68

c. Bidang Penerbitan

Bidang penerbitan bertujuan untuk menyebarluaskan

pandangan dan hasil penelitian YLK tentang produk dan soal-

soal lain sekitar perlindungan konsumen. Berbagai buku

panduan telah diterbitkan dan disebarluaskan, contohnya

berupa majalah Warta Konsumen.69

d. Bidang Pengaduan

Bidang pengaduan yaitu menerima pengaduan dari masyarakat

dan kemudian mencoba mencari jalan penyelesaiannya, antara

lain dengan bekerja sama dengan produsen maupun

pemerintah.70

67 Untuk menerbitkan ini, YLKI menerbitkan secara regular Warta Konsumen dan dapat pula

dipublikasikan melalui media lain.

68 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2010, hlm. 266.

69 Ibid

70 Ibid

Page 107: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

95

e. Bidang Umum dan Keuangan

Bidang umum dan keuangan berupa bidang yang berkaitan

dengan organisasi YLK sehingga dapat berjalan sebagaimana

direncanakan.71

Berikut hasil wawancara dengan Bapak Ambo, selaku

Koordinator Bidang Umum YLK Sul-Sel:

“Masalah pakaian bekas/cakar tidak sesederhana yang kita pikirkan karena merupakan pilihan masyarakat sebagai konsumen, sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen yaitu hak untuk memilih barang dan/atau jasa, memilih dalam artian konsumen sadar untuk memilih bahwa memang kondisi barang yang dipilih kualitasnya kurang bagus, apakah ada cacat atau rusak. Walaupun mayoritas masyarakat mengetahui bahwa pakaian bekas/cakar adalah barang bekas digunakan oleh orang lain, pelaku usaha tetap berkewajiban memberikan informasi yang benar dan lengkap kalau pakaian tersebut bekas digunakan karena tidak semua masyarakat mengetahui pakaian bekas/cakar adalah bekas digunakan, didalam fikiran masyarakat apalagi masyarakat yang kondisi ekonominya kurang mampu, mereka hanya berfikir kalau pakaian bekas/cakar dapat dibeli dengan harga murah, apalagi namanya di daerah kita (Makassar) bukan pakaian bekas melainkan “cakar”. Pelaku usaha juga berkewajiban memberitahukan petunjuk penggunaan pakaian bekas/cakar, apakah harus dicuci dengan bersih, direndam air panas, dan lain-lain, agar bakteri dalam pakaian bekas mati. Karena penyakit dalam pakaian bekas sangat rawan apalagi bersentuhan dengan kulit yang sangat sensitif. YLK Sul-Sel belum melakukan pembinaan secara khusus mengenai pakaian bekas tetapi tetap disampaikan kepada konsumen bahwa harus kritis dalam memilih barang dan/atau jasa jangan hanya tergiur dengan harga yang murah tetapi harus memikirkan dari segi kesehatan. Sampai sekarang di YLK Sul-Sel belum pernah menerima pengaduan dari konsumen mengenai pakaian bekas”.

71 Ibid

Page 108: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

96

Menurut penulis, hal yang dilakukan YLK Sul-Sel sudah

tepat, tetapi akan lebih baik jika YLK Sul-Sel lebih tegas dalam

memberikan sosialisasi mengenai pakaian bekas dan lebih aktif

dalam memberikan perlindungan kepada konsumen. Hal tersebut

harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai serta

sumber daya manusia yang berpotensi. Semoga untuk kedepannya

YLK Sul-Sel bisa lebih berkembang dengan dukungan oleh

pemerintah pusat agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Page 109: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

97

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan sebelumnya, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam

upaya melindungi konsumen dari dampak penggunaan pakaian

bekas yaitu dengan adanya Pasal 4 mengenai hak konsumen

mendapat kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, Pasal 7

mengenai kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang

benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa, serta Pasal 29 dan 30 mengenai pembinaan dan

pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan terciptanya

hubungan harmonis antara pemerintah, pelaku usaha, dan

konsumen maka dapat tercapai keserasian, keharmonisan dalam

kegiatan usaha yang tidak hanya mementingkan keuntungan

pelaku usaha tetapi juga mengutamakan keselamatan konsumen

dan dapat tercapainya tujuan dari Undang-undang Perlindungan

Konsumen.

2. Berdasarkan hasil analisis data, maka terungkap bahwa tingkat

pengetahuan masyarakat akan dampak penggunaan pakaian

bekas bagi kesehatan dan perekonomian dikategorikan kurang

tahu. Kenyataan tersebut didukung oleh tingginya persentase

Page 110: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

98

masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan kurang tahu

terhadap dampak pakaian bekas bagi kesehatan dan

perekonomian.

3. a. Dengan adanya beberapa keputusan menteri yang sudah

dicantumkan pada pembahasan sebelumnya, hal tersebut sudah

membuktikan kepedulian pemerintah khususnya Kementerian

Perindustrian dan Perdagangan terhadap perekonomian nasional

dan perlindungan terhadap konsumen agar tidak dirugikan oleh

maraknya kegiatan jual beli pakaian bekas.

b. Perlindungan yang diberikan oleh BPSK mengakomodir

pengaduan masyarakat, menyelesaikan sengketa konsumen serta

memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha dan konsumen

mengenai dampak pakaian bekas.

B. Saran

Dengan maraknya perdagangan pakaian bekas yang dijual

dengan harga murah, kualitas yang tidak kalah dengan pakaian baru

dan banyak menguntungkan bagi kalangan ekonomi lemah, tetapi

harus juga diperhatikan dampaknya bagi kesehatan dan kegiatan

ekonomi agar tidak ada yang dirugikan dalam perdagangan pakaian

bekas, baik pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Berikut

beberapa saran untuk pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen :

Page 111: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

99

1. Pemerintah harus lebih tegas menyikapi maraknya jual beli pakaian

bekas. Dapat dilakukan dengan adanya pembinaan mental bagi

para aparat petugas seperti peningkatan disiplin dalam

melaksanakan tugasnya.

2. Pemerintah juga sebaiknya memberikan solusi atas masalah

pakaian bekas, karena sebagian besar konsumen pakaian bekas

adalah ekonomi lemah, dimana pemerintah tidak hanya melarang

peredaran pakaian bekas tetapi juga harus menyediakan

kebutuhan sandang dengan harga yang terjangkau oleh

masyarakat ekonomi lemah.

3. Diperlukan adanya perangkat hukum yang lebih khusus mengatur

tentang peredaran pakaian bekas.

4. Penegak hukum terkait hendaknya memiliki suatu pandangan

tentang larangan peredaran pakaian bekas.

5. Pemerintah hendaknya memberikan penyuluhan kepada

masyarakat agar timbul kesadaran hukum masyarakat akan

dampak pakaian bekas bagi kesehatan dan perekonomian negara.

6. Pelaku usaha pakaian bekas seharusnya memberikan informasi

mengenai kondisi dan cara penggunaan atau perbaikan pakaian

bekas, apakah informasi mengenai kondisi pakaian bekas yang

bekas digunakan, atau mengenai cara penggunaan pakaian bekas

harus dicuci atau direndam air panas terlebih dahulu sebelum

digunakan.

Page 112: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

100

7. Konsumen seharusnya lebih pro aktif dalam memperjuangkan

haknya. Sebelum membeli pakaian bekas, hendaknya konsumen

meneliti pakaian bekas yang akan dibeli, apakah ada yang robek,

kotor atau cacat yang lainnya, dan memperhatikan cara

penggunaan pakaian bekas agar kuman-kumannya hilang. Jangan

hanya tergiur dengan harga yang murah.

Page 113: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

101

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Achmad Ali, 2009, Menguak Tabir Sosiologi Hukum.Agnes M. Toar, 1988, Tanggung Jawab Produk, Ujung Padang: DKIH.

Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia Indonesia.

Adrianus Meliala, 2001, Praktik Bisnis Curang, Jakarta: Sinar Harapan.Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen,

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika.

C. Tantri D. dan Sulastri, Gerakan Organisasi Konsumen, Jakarta: YLKI dan The Asia Foundation

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Happy Susanto, 2008, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Transmedia Pustaka.

Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

M. Imam. Aziz, 2007, Memahami Sejarah Indonesia dari Pakaian, Jakarta: Visi Media.

Philip Kotler, 1994, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Erlangga.

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo.

Sunaryati Hartono, 1988, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Bina Cipta.

Soufnir Chibro, 1992, Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Terhadap Pembangunan, Jakarta: Sinar Grafika.

Sri Wulandari, 2010, Perlindungan Konsumen pada Produk Multi Level Marketing.

Page 114: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEAMANAN DAN …

102

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 229/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum dibidang Impor.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang diatur Tata Niaga Impornya.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 732/MPP/Kep/10/2002 tentang Tata Niaga Impor Tekstil.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang Beredar di Pasar.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

C. Sumber Lain

Pakaian Bekas, www.google.com diakses tanggal 12 Oktober pukul 13.45 WITA.

Perlindungan Konsumen, www.google.com diakses tanggal 3 Januari pukul 13.45 WITA.