TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN...
Transcript of TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN...
TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN
POLIS ASURANSI DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
ARIA SRI AGUSTIN
NIM: 11160480000115
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN
POLIS ASURANSI DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
ARIA SRI AGUSTIN
NIM: 11160480000115
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya:
Nama : Aria Sri Agustin
NIM : 11160480000115
Program Studi : Ilmu Hukum
Alamat : Banjar Wijaya Blok B 25 Nomor 8 Cluster Asia, Cipondoh, Kota
Tangerang.
No. HP / Email :081293104508 / [email protected]
Dengan ini Saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya Saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penelitian ini telah Saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli Saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatatullah Jakarta.
Tangerang, 9 Juli 2020
Aria Sri Agustin
NIM. 1160480000115
v
ABSTRAK
ARIA SRI AGUSTIN, NIM 11160480000115, “TINJAUAN YURIDIS
PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN POLIS ASURANSI DI
INDONESIA”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai kepastian dan perlindungan
hukum bagi pemegang polis asuransi pasca dikeluarkannya Pasal 53 ayat (1) Undang-
Undang Perasuransian yang mengamanatkan pembentukan lembaga penjaminan polis
asuransi di Indonesia. Penerbitan undang-undang tersebut sejak tahun 2014 sampai
sekarang, lembaga tersebut belum juga dibentuk. Sehingga permasalahan kasus gagal
bayar banyak dialami oleh para pemegang polis. Penelitian ini bertujuan agar mengetahui
perlindungan hukum pemegang polis di negara yang sudah menerapkannya.
Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan
(statutory approach) yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 yang terkait dan
membandingkannya dengan peraturan mengenai Lembaga Penjaminan Polis di Negara
Jepang dengan menggunakan pendekatan (comparative approach).
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peraturan perundang-undangan
mengenai Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Jepang sudah sangat memadai karena
adanya pengelolaan dan tindakan preventif dan represif bagi asuransi gagal bayar.
Sehingga Negara Indonesia perlu untuk menerapkannya demi memberikan perlindungan
hukum bagi setiap pemegang polis asuransi di Indonesia.
Kata Kunci : Asuransi, Lembaga Penjaminan Polis, Klaim Asuransi
Pembimbing Skripsi : 1. A.M Hasan Ali M.A
2. Elviza Fauziah S.H., M.H
Daftar Pustaka : Tahun 1985 Sampai Tahun 2020.
vi
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن هللا بسم
Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada
kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
Saw, beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman nanti.
Dengan mengucap Alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan
penelitian skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA
PENJAMINAN POLIS ASURANSI DI INDONESIA”.
Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,
M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. A.M Hasan Ali M.A dan Elviza Fauziah S.H., M.H Pembimbing Skripsi. Dewi Sukarti
M.A. Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan kesabaran
dalam membimbing peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepala Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan meminjam buku-buku referensi
dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan.
5. Kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Muhammad Rizal Matcik S.H dan Ibu
Anggriani Aras S.E yang selalu mendukung baik segi materil maupun imateriil,
vii
mendoakan, dan memberikan kepercayaan kepada saya agar saya dapat menyelesaikan
perkuliahan dan titik hadiahnya adalah gelar sarjana ini.
7. Pihak-pihak lainnya yang telah memberi kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan balasan yang setara
kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan semoga
pula skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tangerang, 9 Juli 2020
Aria Sri Agustin
NIM 11160480000115
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………….ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……………………………..iii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………………..iii
ABSTRAK……………………………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...v
DAFTAR ISI................................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 6
E. Metode Penelitian ........................................................................................ 7
F. Sistematika Pembahasan ........................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG POLIS ASURANSI ............................. 11
A. Kerangka Konseptual ................................................................................ 11
B. Kerangka Teori .......................................................................................... 20
1.Teori Perlindungan Hukum .................................................................... 20
2.Teori Keseimbangan Kepentingan ......................................................... 21
3. Teori Kepastian Hukum ........................................................................ 21
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................ 22
BAB III LEMBAGA PENJAMINAN POLIS DAN PERLINDUNGAN
ASURANSI ................................................................................................... 24
A. Dasar Hukum Perlindungan Hukum Pemegang Polis di Indonesia .......... 24
B. Pencegahan dan Penyelesaian kasus Asuransi di Indonesia ..................... 26
C. Pencegahan dan Penyelesaian Kasus Asuransi di Negara Jepang ............ 28
D. Dasar Hukum berdirinya Lembaga Penjaminan Polis di Indonesia ......... 30
E. Dasar Hukum berdirinya Lembaga Penjaminan Polis di Jepang .............. 31
ix
BAB IV TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN
POLIS ASURANSI DI INDONESIA ......................................................... 35
A. Nilai Urgensitas Pembentukan Lembaga Penjaminan Polis Asuransi dari
Aspek Yuridis dan Perlindungan Konsumen di Indonesia. ...................... 35
B. Bentuk dari Lembaga Penjamin Polis Asuransi di Negara Jepang ........... 45
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 57
A. Kesimpulan ................................................................................................ 57
B. Rekomendasi ............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peran industri asuransi dalam perekonomian Indonesia, tidak diragukan lagi
sangat besar dan sangat luas. Asuransi dapat dikategorikan sebagai suatu produk
yang dapat ditawarkan kepada konsumen. Data menyebutkan peran asuransi
meningkatnya sejumlah aktivitas industri dikarenakan perdagangan tidak mungkin
berlangsung tanpa dukungan produk jasa asuransi. Suatu perusahaan yang
mengalihkan resikonya melalui perjanjian asuransi akan dapat meningkatkan
usahanya dan berani menggalang tujuan yang lebih besar.
Asuransi memberikan dampak positif kepada perekonomian negara
sekaligus menyejahterahkan kehidupan secara individual. Mengingat asuransi
memiliki peran yang sangat penting khususnya asuransi jiwa dalam peningkatan
kesejahteraan yang ada di masyarakat. Dana yang dihimpun berupa premi setiap
bulannya akan berguna sekali dan akan merupakan modal yang dapat dimanfaatkan
baik oleh para pemegang polis asuransi jiwa itu sendiri, maupun dapat dirasakan
oleh segenap lapisan masyarakat.
Keadaan lembaga asuransi tengah mendapat cambukan besar, karena
menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga saat ini salah satu tantangan terbesar
yang harus dihadapi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) adalah mengembalikan
1nstrum kepercayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan penurunan hasil investasi
sektor asuransi jiwa juga mengalami penurunan signifikan. Pada 2018, hasil
investasi sektor ini turun 84,5% (year-on-year/ yoy). Kemudian total klaim
meningkat sebesar 23,50% 1sehingga apabila diakumulasikan, industri asuransi
mendapat kerugian besar karena tidak sepadan dengan pemasukan premi.
Industri perbankan juga memiliki kesamaan dalam industri asuransi,
kepercayaan nasabah menjadi momok utama demi keberlangsungan perusahaan
1 Surat Kabar, Bisnis Indonesia, 29 Mei 2019, h. 18.
2
asuransi. Dalam hal ini nasabah dengan sukarela memberikan dana kepada
perusahaan asuransi dan mempercayakannya untuk menanggung risiko. Tentu menjadi
amanah dan tanggungjawab besar bagi perusahaan asuransi akan dana tersebut. 2 Namun,
di tengah berkembangnya industri asuransi ini, justru terdapat banyak permasalahan pada
perusahaan asuransi yang harus dicabut izin usahanya karena kesulitan dalam melakukan
pengembalian dana kepada para pemegang polis asuransi. Permasalahan gagal bayar
kepada pemegang polis tidak terjadi sekali atau dua kali, melainkan beberapa perusahaan
asuransi besar dinyatakan pailit dan tidak mendapat kepastian terhadap pemegang polis.
Perbedaan pendapat dikatakan oleh Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
Dadang Sukresna mengatakan kasus pencabutan izin usaha Asuransi tidak akan berdampak
terhadap penurunan kepercayaan masyarakat kepada asuransi umum.3
Pada kasus PT Asuransi Bumi Asih Jaya, permohonan pailit yang diajukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah dikabulkan oleh Mahkamah Agung dengan Putusan
Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 yang diucapkan dalam 2nstru terbuka untuk umum pada
Hari Jumat, 28 Agustus 2015. Dalam putusan tersebut telah ditunjuk pula hakim pengawas
dan kurator untuk mengurus 2nstr perusahaan tersebut yang dibagikan kepada para
kreditur. Namun, sampai saat ini kasus PT Asuransi Bumi Asih Jaya belum selesai dan
nasabah masih terkatung-katung. Hal ini dikarenakan kurator yang ditahan akibat kasus
korupsi, sudah hampir empat tahun dan 2nstr perusahaan masih belum dibagikan.
Pemegang polis asuransi pun tidak dapat tidur tenang karena mereka hanyalah sebagai
kreditur konkuren yang artinya klaim mereka akan diberikan setelah 2nstr kepada kreditur
yang kedudukannya lebih tinggi. Disatu sisi pula ternyata terdapat banyak para pemegang
polis asuransi yang tidak melakukan klaim asuransi karena ketidaktahuan tentang prosedur
tersebut dan alhasil membuahkan kerugian serta kekecewaan yang besar terhadap sistem
asuransi negara ini. Hal tersebut tentu tidak dapat dibiarkan secara terus menerus karena
jika dibiarkan maka tentu 2nstrume asuransi lain yang mengalami gagal bayar klaim
asuransi. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus maka akan semakin mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian.
2 Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara,1993), h. 23. 3 Surat Kabar, Bisnis Indonesia, 30 Mei 2019, h.18.
3
Ditahun berikutnya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin operasi dari Bakri Life
yang tidak mampu membayar, dan kerugian yang dialami Bakrie Life ini sejak 2009 hanya
mampu melunasi Rp. 62,5 Miliar dari total kerugian sebesar Rp. 500 Miliar. Maka pada
akhirnya, OJK mengeluarkan keputusan yang mewajibkan Bakrie Life untuk menurunkan
papan nama di kantor pusat dan kantor lainnya di seluruh Indonesia, menyampaikan
laporan neraca penutupan kepada OJK, menyelenggarakaan RUPS untuk memutuskan
pembubaran badan hukum Bakrie Life, menyelesaikan seluruh utang dan kewajiban
melikuidasi perusahaan.
Selain itu, kasus serupa terjadi pada asuransi AJB Bumi Putera juga mengalami
gagal bayar kepada pemegang polis. Asuransi AJB Bumi Putera ini mendapat klaim
mencapai Rp. 2,4 triliun sedangkan pendapatan premi Asuransi Jiwa Bumiputera per
Oktober 2019 adalah sebesar Rp2,6 trilun. Asuransi ini mengelola restrukturisasi dengan
GREN (PT. Evergreen Invesco Tbk) namun implementasinya masih saja mengalami defisit
yang sangat tinggi.
Kasus kasus diatas menggambarkan kepada kita semua, bahwa banyak keluhan
konsumen atas perlakuan perusahaan asuransi yakni suatu permasalahan antara konsumen
atau pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Tindakan pelaku usaha disini sebagai
perusahaan asuransi sangat merugikan konsumen. Dalam perkara ini, konsumen tidak
mendapatkan hak-haknya sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan
atau penggantian dari jasa yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Ditinjau dari perlindungan konsumen sesuai Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999,
kasus klaim gagal bayar ini telah melanggar beberapa pasal didalamnya. Bahwa kreditur
konkuren merupakan konsumen yang harus dibayarkan lebih dahulu, namun bertahun-
tahun pemegang polis tidak mendapatkan kepastian hukum. Sesuai dengan pasal 19
menyebutkan tanggung jawab pelaku usaha harus memberi tanggapan atau memenuhi
klaim atas tuntutan konsumen. Mengingat pemegang polis dalam kegiatan sebagai 3nstrum
uang, kiranya kepentingan pemegang polis harus diutamakan. 4
4 ManSuparman Sastrawidjajadan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito
Usaha Perasuransian, (Bandung: Penerbit Alumni, 2013), h. 17.
4
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 juga telah mengatur bagaimana pentingnya
melindungi pemegang polis. Hal ini dapat terlihat dalam Pasal 53 ayat (1) yang berbunyi
yang berbunyi “Perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi 4nstrum wajib menjadi
peserta program penjaminan polis”. Dengan hal tersebut perusahaan asuransi akan
melindungi dari hak-hak pemegang polis. Pasal ini menurut Sri Mulyani yang dimaksud
adalah pendirian Lembaga Penjaminan Polis. Namun Undang – Undang tersebut
menyatakan bahwa program penjamin polis asuransi akan diatur lebih lanjut dalam undang
– undang yang baru dan pengesahan undang – undang baru tersebut harus dilakukan paling
lama dalam kurun waktu 3 tahun setelah dikeluarkannya undang – undang perasuransian.
Pada kenyataannya sampai sekarang belum ada juga kejelasan terkait lembaga tersebut.5
Ditinjau dari peraturan otoritas jasa keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 dalam
tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas dalam bidang
Industri Keuangan Non Bank yang salah satunya mencakup pengawasan terhadap
perusahaan asuransi perlu dilihat 4nstrum sejauh apa peran yang dapat dihadirkan demi
melindungi nasabah asuransi. Apabila kita melihat pada sistem perbankan, terdapat
tindakan preventif dan represif guna menjaga kepercayaan para nasabahnya yakni Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dalam hal pengawasan sebagai upaya preventif serta Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) sebagai upaya represif. Dapat dilihat bahwa Asuransi tidak
memiliki Lembaga Penjamin Polis seperti pada sistem perbankan yang ada saat ini.6
Adanya Lembaga Penjamin Polis dirasa sangat diperlukan guna meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan menanggulangi kerugian para pemegang polis.
Tentunya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki porsi tersendiri terkait
melindungi nasabah apalagi dengan belum dibentuknya sebuah Lembaga Penjamin Polis
tersebut. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pengawas Industri Keuangan Non Bank
(IKNB) Firdaus Djaelani mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mendesak
Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal untuk 4nstrume draf peraturan
tersebut untuk kemudian didiskusikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu
menurutnya Lembaga Penjamin Polis asuransi akan memiliki fungsi layaknya Lembaga
5 Wawancara dengan Wimboh, 16 Januari 2020, Konfrensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan
Tahun 2020. 6 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,2004), h. 317.
5
Penjamin Simpanan (LPS) yang dimiliki oleh industri Perbankan dan menurutnya
kehadiran lembaga tersebut dapat mengurangi kerugian yang diderita masyarakat jika
perusahaan asuransi mengalami masalah keuangan. Dan tentunya dengan hadirnya
Lembaga Penjamin Polis tersebut akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
perusahaan asuransi.
Masyarakat tentu sangat berharap kepada pemerintah agar dapat melindungi
kepentingan mereka karena melihat dari banyaknya perusahaan asuransi yang memiliki
permasalahan keuangan sehingga kesulitan dalam membayarkan klaim asuransi kepada
nasabahnya. Hal tersebut jika dibiarkan terus menerus akan semakin menghilangkan
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi serta menurunnya pemberdayaan
ekonomi melalui sektor Industri Keuangan Non Bank, dimana pendapatan yang dihasilkan
merupakan salah satu penunjang tersebesar pendapatan negara yang menguntungkan.
Mengingat hal tersebut pentingnya perlindungan hukum bagi pemegang polis
perusahaan asuransi yang terkena pailit, sehingga membutuhkan adanya lembaga penjamin
asuransi demi melindungi hak dari para pihak yang bersangkutan. Maka dari itu, penulis
hendak meneliti sejauh mana perlindungan yang diberikan kepada nasabah pemegang polis
dari perusahaan asuransi yang telah pailit baik dalam tindakan preventif maupun
represifnya. Tindakan seperti ini dinilai belum terdapat didalam regulasi tentang asuransi,
sehingga perlindungan hukum bagi pemegang polis di Indonesia tidak dikatakan sejahtera.
Dari beberapa negara di asia, lembaga penjaminan polis menjadi 5nstrument perlindungan
bagi pemegang polis jika sewaktu-waktu perusahaan tersebut mengalami pailit.
Lembaga Penjaminan Polis ini sudah menjadi lembaga yang dipercaya untuk dapat
menyelesaikan permasalahan di bidang asuransi diberbagai negara. Seperti halnya, negara
Jepang yang memiliki tingkat penjaminan yang sangat tinggi dikarenakan kondisi alam
yang mengkhawatirkan bagi penduduknya. Hal ini menjadi postulat sementara, bahwa
negara Indonesia memiliki urgensi yang sama atau apple to apple untuk bisa dijadikan
bahan penelitian pembentukan lembaga ini.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji dan
membahas permasalahan tersebut yang dituangkan dalam bentuk penulisan skripsi yang
berjudul “TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN
POLIS DI INDONESIA”
6
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat masalah yang dapat di indentifikasikan
yang terkait dengan tema yang diteliti,
a. Pendapatan Industri Perasuransian di Indonesia mengalami penurunan.
b. Kerugian besar yang dialami oleh beberapa perusahaan Asuransi di Indonesia.
c. Urgensi pembentukan Lembaga Penjaminan Polis di Indonesia.
d. Keterlambatan negara Indonesia dalam membentuk Lembaga Penjaminan Polis.
2. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan masalah dalam penelitian ini lebih terfokus dan tidak meluas,
peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas
dan terarah sesuai yang diharapkan peneliti. Peneliti hanya membahas dari segi
normatifnya pembentukan Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah yang diangkat adalah
perlindungan hukum terhadap pemegang polis dan penjaminan menurut tinjauan
yuridis di Indonesia. Untuk mempertegas perumusan masalah, peneliti menjabarkan
permasalahan yang dituangkan dalam peryanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana nilai urgensitas pembentukan Lembaga Penjaminan Polis Asuransi dari
aspek yuridis dan perlindungan konsumen di Indonesia?
b. Bagaimana bentuk dari penjamin polis asuransi yang berlaku di negara Jepang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada dua pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan dan diuraikan
di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti dalam melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
7
a. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap pemegang polis
asuransi yang sudah berjalan di Indonesia sampai saat ini
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum pemegang polis di negara yang sudah
menerapkannya.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Mempelajari lebih dalam terkait perkembangan hukum bisnis di bidang
Industri Kegiatan Non-Bank khususnya kegiatan asuransi dalam
perkembangannya.
2) Menambah kajian keilmuan dengan berkaca pada asuransi yang lebih sukses
pada negara lain.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat supaya
masyarakat dapat lebih percaya pada lembaga asuransi dan dapat meningkatkan
kepercayaannya pada lembaga perasuransian sehingga dapat mendorong
masyarakat untuk menggunakan asuransi.
2) Bagi Penegak Hukum
Bagi kalangan penegak hukum, khususnya penegak hukum yang bergelut
hukum bisnis, hukum perbamkan, penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan
referensi untuk memahami hukum perbankan khususnya di bidang Industri
Kegiatan Non-Bank yakni asuransi di negara Jepang. Sehingga dapat
menerapkannya di negara Indonesia.
D. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian yang direncanakan atau yang akan dilaksanakan untuk mengumpulkan
data yang diperlukan menggunakan pengkajian peraturan perundang-undangan
8
(statutory approach) yang terkait dan menghubungkannya dengan aturan Lembaga
Penjaminan Polis di negara lain yakni (comparative approach).
Jenis penelitian yang dilakukan adalah dikategorikan sebagai penelitian yang
bersifat Normative Yuridis yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian dan merupakan penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah dimana peneliti berperan sebagai
instrumen kunci. 7 Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma
atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang.
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari sudut sifatnya, penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan dan untuk menentukan
ada atau tidaknya hubungan antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (primary data), data
sekunder (secondary data), dan data tersier.
a. Sumber Data Primer
Bahan hukum primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.
yaitu bahan-bahan hukum seperti norma, peraturan dasar, peraturan perundang-
undangan, hukum adat. Dalam penelitian ini peraturan perundang-undangan yang
digunakan adalah KUHD, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 jo Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, POJK
Nomor 72/2016.
b. Sumber Data Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
jurnal, dan hasil penelitian lainnya yang berwujud laporan. Yaitu bahan yang
memberikan penjelasan menganai bahan hukum primer seperti rancangan
perundang-undangan, hasil penelitian atau pendapat pakar hukum.
c. Sumber Data Tersier
7 Ishaq, Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi (Bandung: Alfabeta, 2016), h.21.
9
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus
hukum, ensiklopiedia dan lain-lain.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu studi
kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi untuk mendukung
materi penelitian ini melalui berbagai literatur seperti buku, bahan ajar perkuliahan,
artikel, jurnal, skripsi, tesis, dan peraturan perundang-undangan di berbagai
perpustakaan umum dan universitas.
5. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan pendahuluan dari suatu analisis, klasifikasi,
disimpulkan lalu di interpretasi. Penelitian ini melakukan pengolahan bahan hukum
dengan menginterpretasi apa yang tertulis dalam literatur dan sumber tertulis lainnya.
6. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis yang bersifat deskripstif kualitatif yang
berusaha menyimpulkan dengan menarik bagian atau hal yang bersifat khusus dan
berdasarkan kepada data yang bersifat umum. Dan karenanya penelitian ini
menggunakan pendekatan undang-undang (statutory approach) maka dilakukan
dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang sedang ditangani.
Teknis analisis dengan pendekatan undang-undang untuk penelitian kegiatan
praktis, membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan
kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undangundang lainnya atau antara
undang-undang dan undang-undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang
hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang
dihadapi.8
7. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada sistematika penulisan
dalam Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017.
8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013) h.23.
10
E. Sistematika Pembahasan
Berdasarkan berbagai uraian di atas, Peneliti merumuskan rancangan sistematika
penelitian yang terdiri dari lima bab. Adapun uratan dan tata letak masing-masing bab
terdiri atas:
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi Latar Belakang, Pembatasan
masalah dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, dan Rancangan Sistematika Penelitian.
BAB II : Bab ini menyajikan kerangka teori yang didahului dengan konsep dasar
dan kerangka teori serta kerangka konseptual mengenai tinjauan
pembentukan lembaga penjamin polis asuransi. Pada bab ini juga dibahas
review kajian terdahulu yang relavan dengan tema penelitian dengan
menganalisis persamaan dan perbedaan studi-studi terdahulu.
BAB III : Bab ini berisikan data penelitian yang merupakan data yang berkenaan
dengan objek yang diteliti yaitu urgensi terhadap pembentukan Lembaga
Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia ditinjau dari yuridis dan undang-
undang perlindungan konsumen.
BAB IV : Bab ini merupakan analisis permasalahan yang akan membahas dan
menjawab permasalahan pada penelitian ini diantaranya mengenai
bagaimana lembaga penjaminan polis di negara lain dalam melindungi
pemegang polis serta bagaimana penerapan lembaga penjaminan polis di
Indonesia.
BAB V : Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang dapat ditarik
mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan perumusan masalah yang telah
diterapkan dan pertanyaan penelitian yang akan lahir setelah pelaksanaan
penelitian dan pengulasannya dalam skripsi.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG POLIS ASURANSI
A. Kerangka Konseptual
1. Asuransi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2014 tentang
usaha Perasuransian Bab 1 pasal 1 Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak, yaitu dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai
imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga. Serta memberikan pembayaran yang didasarkan
pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung.
Selain pengertian menurut Undang–Undang, ada beberapa pengertian yang
dikemukakan menurut para ahli seperti Mehr dan Cammack asuransi merupakan suatu
alat untuk mengurangi risiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure
dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat
diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh
mereka yang bergabung.1
Penjelasam fungsi, manfaat, dan tujuan asuransi sebagai berikut.
a. Fungsi Asuransi
1) Transfer risiko
Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan
dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (risiko) ke
perusahaan asuransi.
2) Kumpulan Dana
Dana Asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari premi yang
dibentuk untuk memenuhi Liabilitas yang timbul dari polis yang diterbitkan
atau dari klaim asuransi.
1 Robbert Mehr & Emerson Cammack, Principles of Insurance, (America: R.D Irwin,1985) h. 7.
12
b. Manfaat Asuransi
Asuransi yang dikenal di Indonesia antara lain asuransi jiwa, asuransi
kerugian, dan asuransi kesehatan. Asuransi kerugian adalah asuransi yang
melindungi harta benda, misalnya rumah beserta isinya, apartemen, mobil, dan
lain-lain. 2 Asuransi mobil ditujukan untuk melindungi dari berbagai macam
ancaman bahaya yang tidak terduga, misalnya tabrakan, pencurian beberapa
mobil, atau bahkan mobil itu sendiri yang dicuri. Dengan asuransi, kita dapat
mengendarai mobil dengan rasa tenang dan aman ke manapun bepergian.
c. Tujuan dan Teknik Pemecahan Asuransi
1) Segi Ekonomi
Tujuannya adalah mengurangi ketidakpastian dari hasil usaha yang
dilakukan oleh sesorang atau perusahaan dalam rangka memenuhi
kebutuhan atau mencapai tujuan. Tekniknya yakni dengan cara
menghilangkan risiko pada pihak lain dan pihak lain tersebut
mengombinasikan sejumlah risiko yang cukup.
2) Segi Hukum
Tujuannya adalah memindahkan risiko yang dihadapi oleh suatu
objek atau suatu kegiatan bisnis kepada pihak lain. Tekniknya yakni elalui
pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung dalam kontrak
ganti rugi (polis asuransi), maka risiko beralih kepada penanggung.
3) Segi Tata Niaga
Tujuannya adalah membagi risiko yang dihadapi kepada semua
peserta program asuransi. Tekniknya adalah memindahkan risiko dari
individu atau perusahaan ke lembaga keuangan yang bergerak dalam
pengelolaan risiko (perusahaan asuransi), yang akan membagi risiko
kepada seluruh peserta asuransi yang ditanganinya.
2. Prinsip Dasar Asuransi
2 Worjono Prodjodiko, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PT. Internasa, 1996), h. 5.
13
Dalam dunia asuransi terdapat enam macam prinsip dasar yang harus dipenuhi,
yaitu;3
a. Insurable Interest
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan,
antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
b. Utmost good faith
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta
material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan, baik diminta
maupun tidak. Artinya adalah si penanggung harus dengan jujur menerangkan
dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat atau kondisi dari asuransi dan si
tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau
kepentingan yang dipertanggungkan.
c. Proximate Cause
Suatu penyebab aktif dan efisien yang mengakibatkan rangkaian kejadian yang
menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara
aktif dari sumber yang baru dan independen.
d. Indemnity
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial
dalam upayanya ia menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki
sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD Pasal 252, 253, dan dipertegas dalam
pasal 278).
e. Subrogation
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim
dibayar. prinsip asuransi yang memberikan hak penuntutan ganti rugi dari
tertanggung kepada penanggung atau hak untuk meminta penggantian ganti rugi
kepada pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya kerugian.
f. Contribution
3 Abdulkadir Muhammad, Dasar-Dasar Asuransi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1989), h. 6.
14
Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama
menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk
ikut memberikan indemnity.
3. Polis Asuransi
Polis asuransi menurut penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 merupakan penjaminan pengembalian sebagian atau seluruh hak
pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi atau perusahaan
asuransi Syariah. Polis merupakan sebuah bukti perjanjian tertulis yang dilakukan oleh
pihak perusahaan asuransi (penanggung) dengan nasabah pengguna layanan asuransi
(tertanggung), yang isinya menjelaskan segala hak dan kewajiban antara kedua belah
pihak tersebut. Polis asuransi akan menjadi bukti tertulis yang sah dalam perjanjian
yang dilakukan oleh pihak penanggung dan pihak tertanggung.
Pengertian Polis Asuransi dan Fungsinya Bagi Kedua Belah Pihak
Bagi Tertanggung:
Polis asuransi merupakan bukti tertulis atas jaminan perlindungan untuk mengganti
kerugian yang mungkin terjadi yang akan ditanggung oleh polis. Kedua, polis berfungsi
sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung. Dan terakhir, polis adalah bukti
yang kuat untuk mengajukan tuntutan kepada penanggung bila lalai tak memenuhi
kewajibannya.
Bagi penanggung:
Sementara bagi penanggung atau perusahaan, fungsi polis adalah sebagai bukti atau
tanda terima premi asuransi dari nasabah atau tertanggung. Polis juga merupakan bukti
tertulis atas jaminan yang diberikan perusahaan terhadap tertanggung untuk membayar
biaya perlindungan (ganti rugi) yang suatu saat terjadi kepada tertanggung. Terakhir,
polis adalah bukti otentik untuk menolak klaim atau tuntutan ganti rugi bila penyebab
kerugian tak memenuhi syarat dari kesepatakan yang dibuat sebelumnya.
Polis asuransi disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat
asuransi. Polis asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi. Sesuai
dengan Pasal 255 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, perjanjian asuransi
harus dibuat secara tertulis dalam bentuk 31 dokumen atau akta yang dinamakan polis.
15
Kemudian sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 PP No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha perasuransian:
“Polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, disertai dengan lampiran
yang merupakan kesatuan polis, tidak boleh memuat kata-kata, atau kalimat yang dapat
menimbulkan menyebabkan penafsiran berbeda tentang risiko yang ditutup
asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau dapat
mempersulit tertanggung mengurus haknya”
Polis asuransi jiwa disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat
asuransi. Polis asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi sebagai,
Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat serta Jaminan untuk nasabah,
untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi. Termasuk pada saat nasabah
melakukan klaim asuransi atas premi yang dibayar setiap bulan.
Begitu polis asuransi dikeluarkan, ada yang namanya free look period yang
artinya Anda (pemegang polis) boleh membatalkan polis apabila tidak menyetujui
syarat dan ketentuan di polis karena satu atau beberapa alasan. Perusahaan asuransi jiwa
akan mengembalikan premi yang sudah dibayar dan dikurangi biaya pembatalan polis.
Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak,
tertanggung dan penanggung. Sedangkan polis asuransi adalah sebuah perjanjian yang
menjamin pembayaran sejumlah dana atas kematian pihak tertanggung atau keadaan
lain yang telah disebutkan dalam kontrak perjanjian. Secara umum polis merupakan
bukti tertulis untuk perjanjian asuransi, dengan ketentuan dibuat dengan iktikad baik
dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.
Redaksinya harus disusun sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat
ditangkap maksud dari perjanjian itu, juga tidak memberi peluang untuk
menyalahtafsirkannya. Berdasarkan menteri keuangan No. 422/KMK.06/2003Bab‐III
tentang “Polis” mulai pasal 9 berisi :
“Polis asuransi harus dicetak dengan jelas, sehingga dapat dibaca dengan mudah dan
dimengerti baik langsung maupun tidak langsung oleh pemegang polis dan atau
tertanggung”
Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa :
16
“Apabila dalam polis asuransi terdapat perumusan yang dapat ditafsirkan sebagai
pengecualian atau pembatasan penyebab risiko yang ditutup berdasarkan polis
asuransi yang bersangkutan,”
Menurut pasal 257 KUHD, hanya penanggung yang menandatangani polis,
berarti semacam perjanjian unilateral, tetapi mengikat kedua belah pihak yang
berkepentingan atas polis tersebut (penanggung dan tertanggung). Berdasarkan
ketentuan polis asuransi menurut KUHD tersebut di atas maka, syarat-syarat polis
asuransi berdasarkan hukum sebagai berikut:
a. Ada penawaran (order) dan penerimaan (acceptance)
b. Objek tidak cacat hukum
c. Para Pihak harus kompeten berdasarkan hukum
Sedangkan karakterisitik dari polis asuransi berisi tentang
a. Masa yang akan datang (Future Contract)
b. Kontrak atas kejadian (Contigent Contract)
c. Kontrak Pengalihan Risiko
d. Kontak bersyarat
e. Kontrak Pelayanan
f. Kontrak yang persyaratannya sudah ditetapkan dahulu
Fungsi Polis bagi Tertanggung :
Sebagai bukti tertulis atas jaminan penanggung untuk mengganti kerugian yang
mungkin akan dideritanya yang ditanggung oleh polis. sebagai bukti (kwitansi)
pembayaran premi kepada penanggung. sebagai bukti otentik untuk menuntut
penanggung bila lalai atau tidak mematuhi jaminannya.
Fungsi Polis bagi Penanggung :
Sebagi bukti (tanda terima) premi asuransi dari tertanggung sebagai bukti tertulis atas
jaminan yang diberikannya kepada tertanggung untuk membayar ganti rugi yang
mungkin diderita oleh tertanggung.
17
Asuransi merupakan lembaga keuangan non – bank yang mempunyai peranan yang
besar dalam kehidupan perekonomian negara Indonesia. Asuransi jiwa buakan hanya
menguntungkan pihak – pihak yang saling mengadakan perjanjian asuransi saja, tetapi
dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi , dapat pula menguntungkan kepentingan
nasional , terutama dalam hubungan dengan penarikan dana yang berasal dari premi
asuransi , yang amat di perlukan dalam pembangunan yang sedang giat dilaksanakan
oleh pemerintah pada waktu ini , demi kemajuan negara dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian. Perjanjian
asuransi melibatkan 2 (dua) pihak yaitu penaggung dan tertanggung. Perjanjian
asuransi tersebut melibatkan perusahaan asuransi sebagai penanggung dan tertanggung
serta perjanjian investasi antara perusahaan asuransi dengan Manager Investasi atas
dana tertanggung.
Setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian sesuai ketentuan dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan ,
kecakapan adanya hal tertentu yang diperjanjikan dan adanya sebab yang halal hal
tersebut merupakan syarat umum dalam suatu perjanjian asuransi. Selain itu , penting
untuk di ingat bahwa ada beberapa aturan dalam berkontrak yang tidak diterapkan
untuk semua perjanjian , melainkan hanya untuk perjanjian asuransi.
Polis asuransi harus sesuai dengan prinsip pertanggungan risiko dalam pedoman
hukum usaha perasuransian di Indonesia, yaitu kitab Undang – Undang Hukum Dagang
(KUHD) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang usaha perasuransian .
Pengaturan mengenai asuransi terdapat dalam definisi asuransi berdasarkan 246
KUHD yang berbunyi:
“Suatu perjanjian dimana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang
tertanggung. Dengan cara tertanggung memberikan premi kepada seorang
penanggung dan penanggung memberikan penggantian kerugian yang diderita”
Pasal 246 KUHD merupakan pasal yang memberikan definisi mengenai
perjanjian asuransi menurut pasl tersebut, asuransi adalah suatu perjanjian dimana
penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung
untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan , kerugian atau ketiadaan
18
keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita oleh karena suatu kejadian yang
tidak pasti.
4. Perusahaan Asuransi
a. Bentuk Hukum Usaha perasuransian
Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang
berbentuk yaitu.
1) Perseroan terbatas;
2) Koperasi; atau
3) Usaha bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan.
b. Perusahaan Asuransi
Menurut ketentuan Penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan
hukum yang berbentuk yaitu
1) Perusahaan Asuransi Kerugian, adalah perusahaan yang memberikan jasa
dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
2) Perusahaan Asuransi Jiwa, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan.
3) Perusahaan Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi
Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
5. Klaim Asuransi
Klaim asuransi menurut ketentuan umum dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 adalah kewajiban yang timbul dari polis diterbitkan berisi kumpulan
dana yang berasal dari premi. Klaim Asuransi yang diajukan akan ditinjau oleh
19
perusahaan untuk validitasnya dan kemudian dibayarkan kepada pihak tertanggung
setelah disetujui. Menurut pasal 246 kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Klaim asuransi adalah tuntutan dari pihak tertanggung sehubungan dengan adanya
kontrak perjanjian anatara asuransi dengan pihak tertanggung yang masing-masing
pihak mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran ganti rugi oleh penanggung jika
pembayaran premi asuransi telah dilakukan oleh pihak tertanggung, ketika terjadi
musibah yang diderita oleh pihak tertanggung. Tujuan dari klaim asuransi adalah
untuk memberikan manfaat yang sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi
kepada pemegang polis (tertanggung). 4
Klaim Asuransi dapat diproses dan dibayar oleh perusahaan asuransi, ada
berbagai ketentuan penting mengenai pengajuan klaim yang harus diperhatikan.
a. Klaim sesuai dengan yang tertera dalam polis.
Sebelum mengajukan klaim asuransi, pastikan bahwa anda memiliki manfaat
yang sesuai dengan yang tercatat didalam polis asuransi. Contohnya : Anda hanya
memiliki Asuransi jiwa saja, maka secara otomatis jika anda mengajukan klaim
asuransi untuk rawat inap, perusahaan asuransi tidak akan membayarkan klaimnya.
Jadi teliti kembali manfaat asuransi yang sudah anda ambil, dan pastikan bahwa anda
memiliki manfaat asuransi yang akan anda klaim.
b. Polis masih berlaku (inforce).
Bahwa polis Anda masih berada dalam keadaan Inforce / berlaku / aktif. Jadi
agar polis Anda senantiasa dalam keadaan Inforce, pastikan Anda melakukan
pembayaran / transaksi secara rutin (terutama di dua tahun pertama, jangan sampai
ada yang bolong).
c. Polis tidak dalam masa tunggu.
Polis asuransi tidak dalam masa tunggu. Maksudnya masa tunggu adalah masa
mulai berlakunya perlindungan asuransi. Contohnya : untuk perlindungan rawat inap
yang disebabkan karena sakit, seperti : typhus, demam berdarah, dll. Masa tunggunya
adalah 30 hari sejak diterima sebagai peserta asuransi.
d. Klaim termasuk dalam pertanggungan.
4 Soeisno Djojoserdarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat,2003) h.10.
20
Pastikan klaim yang Anda ajukan bukan pengecualian yang tertera dalam polis.
Contoh: Anda sudah pernah menjalani operasi batu ginjal, nah ketika Anda
mengajukan sebuah polis jenis asuransi, Anda disuruh medical. Dan ternyata hasil
medicalnya kurang bagus, sehingga untuk sakit karena batu ginjal tidak dicover. Jadi
kalau Anda mengajukan klaim karena batu ginjal, otomatis perusahaan asuransi tidak
akan membayarnya.
Setelah ketentuan di atas terpenuhi, klaim yang anda ajukan wajib dilengkapi
dengan semua persyaratan dan dokumen pelengkap yang dibutuhkan. Jadi sebelum
klaim diajukan, periksalah Kembali kriteria klaim yang akan diajukan atau hubungi
Agen Anda untuk membantu apakah semua sudah sesuai. Setelah itu klaim segera
diserahkan ke perusahaan asuransi terbaik guna mempercepat proses klaimnya.
Tiga tahapan dalam klaim, yaitu:
1. Notification
Merujuk kepada batas waktu pelaporan klaim, 7, 14, 30 hari sesuai dengan
ketentuan polis. Melaporkan kepada perusahaan asuransi secara tertulis (verbal
dan diikuti dengan laporan tertulis).
2. Investigation (Fact-finding Survey)
Permintaan beberapa dokumen pembuktian atas nilai kerugian dan lainnya
Penunjukkan Jasa penilai kerugian (estimasi nilai klaim diperlukan).
3. Submission
Tertanggung mengirimkan dokumen pendukung klaim yang diminta oleh
penanggung Penanggung melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen kepada
polis, kelengkapan dokumen yang diminta oleh penanggung dan mengirimkan
kepada pihak penanggung.
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Hukum
Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa
hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan
dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap
kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di
21
lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia,
sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia
yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni
perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum
yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili
kepentingan masyarakat. 5
2. Teori Keseimbangan Kepentingan
Teori ini merupakan salah satu dari asas-asas hukum publik dan salah satu dari
tigabelas asas suatu hukum yang bersifat futuristik. Kedudukan tersebut dan hasil dari
berbagai pembahasan tentang teori keseimbangan di atas membuat teori ini dapat
memenuhi persyaratan sebuah teori keadilan yang menurut John Rawls yaitu harus
bersifat umum, berlaku secara universal dalam pelaksanaannya.
Selanjutnya, mengingat besarnya perekonomian nasional dan besarnya
tantangan yang harus diatasi dalam meningkatkan daya saing industri asuransi nasional
adalah pantas untuk mentransformasi Biro Perasuransian menjadi sebuah lembaga
yang memiliki kedudukan, tanggung jawab dan otoritas yang lebih tinggi.
3. Teori Kepastian Hukum
Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum
secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil karena
pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena
bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya.
Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif,
bukan sosiologi.6
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan
yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa
5 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53. 6 Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, (Yogyakarta: Laksbang
Pressindo, 2010), h.59.
22
peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat
umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik
dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan
masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau
melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan
tersebut menimbulkan kepastian hukum. 7
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama,
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang
boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu
dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu
individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
terhadap individu. 8
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang
didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat
hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran
ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum
tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu
diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum
yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa
hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan
semata-mata untuk kepastian. 9
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Peneliti menemukan beberapa kajian terdahulu yang berkaitan dengan Perlindungan
Hukum bagi Pemegang Polis:
7 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana,2008), h.158. 8 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit Citra Aditya, 1999), h.23. 9 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Penerbit Toko
Gunung Agung, 2002) h. 82-83.
23
1. Skripsi ditulis oleh Diana Yurika 10 Perlindungan hukum yang digunakan oleh penulis
berlandaskan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
dimana perbedaan dengan penelitian ini yakni, untuk mengganti kerugian yang dialami
konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, sedangkan peneliti
menyelesaikannya dengan membentuk lembaga penjamin polis. Persamaannya dengan
penelitian ini yaitu membahas masalah perlindungan hukum terhadap pemegang polis
apabila perusahaan tersebut tidak dapat membayar atau likuidasi dari hak tertanggung.
2. Buku karangan Dr. A. Junaedy Ganie11 Buku ini membahas mengenai peran serta
perkembangan bisnis asuransi di Indonesia. Persamaan dengan buku ini adalah
menelisik kepastian hukum pada perlindungan pemegang polis. Namun perbedaannya,
penulis lebih membahas saran bagi pemegang polis tersebut dengan pembentukan
lembaga penjaminan polis sesuai Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014, sedangkan buku ini lebih menyelesaikan melalui perusahaan reasuransi.
3. Artikel Jurnal ditulis oleh Ni Kadek Witarini dan Edward Thomas Lamury Hadjon12
Jurnal yang ditulis oleh Ni Kadek Witarini dan Edward Thomas Lamury Hadjon
memiliki persamaan dengan skripsi saya, yakni permasalahan yang akan dibahas yakni
perusahaan asuransi yang terkena pailit, namun perbedaannya yakni pisau bedah yang
digunakan oleh penulis artikel ini yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sedangkan pisau
bedah penulis adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi.
4. Jurnal ditulis oleh Zulkarnain Sitompul13 Jurnal ini membahas bagaimana pentingnya
keamanan nasabah dalam menyimpan uangnya. Hal yang sama dalam pokoknya,
skripsi juga akan membahas bagaimana pentingnya keamanan pemegang polis asuransi
dalam menyimpan dananya. Tujuannya adalah semakin nasabah menaruh kepercayaan
kepada jasa perbankan.
10 Diana Yurika, Skripsi: “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Perspektif Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 858
K/Pdt.Sus-BPSK/2016” (Jakarta: UIN Jakarta,2018). 11 Junaedy Ganie, Hukum Asuransi di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h. 10. 12 Ni Kadek Witarini dan Edward Thomas Lamury Hadjon, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis
dari Perusahaan Asuransi yang Pailit”. Jurnal Kertha Semaya. Vol. VI Nomor 3 2018, E-ISSN: 2303-0569. 13 Zulkarnain Sitompul, “Pentingnya Keberadaan LPS Bagi Nasabah Penyimpanan”, Jurnal UIN Jakarta,
Vol.1 Nomor 2 Tahun 2014, h. 12.
24
BAB III
LEMBAGA PENJAMINAN POLIS DAN PERLINDUNGAN ASURANSI
A. Dasar Hukum Perlindungan Hukum Pemegang Polis di Indonesia
Perlindungan hukum bagi pemegang polis di Indonesia merupakan sesuatu yang harus
diatur, karena bersangkutan dengan berbagai kepentingan. Hal ini sudah diatur dalam
Undang-Undang yang tersegmentasi. Dalam upaya perlindungan, Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menentukan sejumlah kriteria standarisasi bagi
perusahaan asuransi, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 26 ayat (1) & (2), sebagai
berikut :
(1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar perilaku usaha yang mencakup
ketentuan mengenai:
a. Polis;
b. Premia atau kontribusi;
c. Underwitting dan pengenalan Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta
d. Penyelesaian klaim;
e. Keahlian di bidang perasuransian;
f. Distribusi atau pemasaran produk;
g. Penanganan keluhan Pemegang Polis;
h. Standar lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Selain itu, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, lebih banyak memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan,
termasuk dalam hubungan hukum perjanjian asuransi. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 ayat
(1-3), yang menyatakan bahwa;
(1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi
mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen atau
sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
25
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib :
a. Disampaikan pada saat memberikan penjelasan kepada konsumen mengenai
hak dan kewajibannya;
b. Disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan konsumen.
Sebagaimana pula diatur pencegahannya, ketentuan dalam OJK memberikan
perlindungan hukum bagi konsumen setelah melakukan perjanjian atau menciptakan
sebuah polis. Perlindungan hukum ini mengatur tentang hubungan hukum perjanjian
asuransi, yang tertera dalam Pasal 7 dan ayat-ayatnya dari POJK Nomor 1/POJK.07/2013,
bahwa;
(1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat
yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen
dalam setiap dokumen yang:
a. memuat hak dan kewajiban Konsumen;
b. dapat digunakan Konsumen untuk mengambil keputusan;
c. memuat persyaratan dan dapat mengikat Konsumen secara hukum.
(2) Bahasa Indonesia dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disandingkan dengan bahasa lain jika diperlukan.
(3) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menggunakan huruf, tulisan, simbol, diagram
dan tanda yang dapat dibaca secara jelas.
(4) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan penjelasan atas istilah, frasa,
kalimat dan/atau simbol, diagram dan tanda yang belum dipahami oleh Konsumen.
(5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan menggunakan bahasa asing, bahasa asing tersebut
harus disandingkan dengan Bahasa Indonesia.
Perlindungan hukum bagi pemegang polis juga diatur secara umum dalam Undang
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Terkait dengan berbagai
kerugian yang menimpa konsumen asuransi, UU Perindungan Konsumen sesungguhnya
secara prinsip telah mengakomodir kepentingan konsumen asuransi tersebut, dengan
memberikan pengaturan secara jelas dan tegas tentang hak-hak yang dimiliki oleh
konsumen asuransi yang wajib diperhatikan oleh setiap perusahaan asuransi, didalam Pasal
4 UU Perlindungan konsumen sebagai berikut;
26
Hak konsumen adalah:
(1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
(2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
(3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
(4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
(5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
(6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
(7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
(8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
(9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
B. Pencegahan dan Penyelesaian kasus Asuransi di Indonesia
Sebagaimana dalam aturan yang telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014, kewenangan dalam asuransi keseluruhan diserahkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan, dalam rangka mitigasi dan perlindungan hukum, sebagaimana diatur dalam
Pasal 19 dan ayat-ayatnya sebagai berikut ;
(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan
keuangan.
(2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah wajib melakukan evaluasi secara berkala terhadap
kemampuan Dana Asuransi atau Dana Tabarru’ untuk memenuhi klaim atau
kewajiban lain yang timbul dari polis.
27
(3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah wajib merencanakan dan menerapkan metode mitigasi
risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya.
Begitupun tanggung jawab dari asuransi ini menjadi tanggung jawab dari Otoritas
Jasa Keuangan, maka diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi
Syariah, dalam pasal 1 ayat (10) dan (11) mengatur lebih lanjut mengenai perusahaan
asuransi yang mengalami kepailitan.
Pasal 1 ayat (10).
Pencabutan Izin Usaha Perusahaan adalah dicabutnya izin usaha Perusahaan oleh Otoritas
Jasa Keuangan karena Perusahaan tidak memenuhi peraturan perundang-undangan di
bidang perasuransian atau dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Pasal 1 ayat (11).
Pembubaran Perusahaan yang selanjutnya disebut Pembubaran adalah proses
pengakhiran status badan hukum Perusahaan setelah Pencabutan Izin Usaha Perusahaan.
Pembubaran tersebut juga butuh adanya proses litigasi kepailitan, seringkali
perlindungan hukum asuransi diselesaikan melalui penetapan keputusan pengadilan niaga
yakni kepailitan. Dalam hal ini, perlindungan yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan
atau Menteri Keuangan selaku penanggung jawab, akan menjadi pihak wajib yang
melapor kasus ini. Seperti halnya dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Dalam Pasal 2 ayat (5)
menyebutkan;
Pasal 1 ayat 5
Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Dalam penjelasan pasal 2 ayat (5) ini dijelaskan bahwa kewenangan untuk
mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
28
Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk
membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga
pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan
kehidupan perekonomian.
C. Pencegahan dan Penyelesaian Kasus Asuransi di Negara Jepang
Pencegahan kasus asuransi yang dilakukan oleh Negara Jepang dalam hal
melindungi para pemegang polis asuransi di Jepang, diikuti oleh beberapa langkah-
langkah, diantaranya yakni, perusahaan asuransi dipaksa melakukan
penangguhan/penyerahan diri, mengubah ketentuan kontrak setelah insolvensi,
menghindari penjualan asset yang dinilai berbahaya, dan menemukan operator yang sehat
untuk mengambil alih asset dan liabilitas.
Upaya negara Jepang dalam melindungi para pemegang polis asuransi tertulis sejak
tahun 1995 dalam Undang-Undang Bisnis Asuransi. Dalam undang-undang tersebut ditulis
bahwa tujuan undang-undang ini untuk melindungi Pemegang Polis. Dengan memastikan
yang sehat dan tepat dari orang-orang yang melakukan Bisnis Asuransi dan dengan
memastikan keadilan dalam Permohonan Asuransi, dan dengan demikian berkontribusi
pada stabilitas kehidupan warga negara dan perkembangan ekonomi nasional yang sehat.
Pencegahan yang dilakukan tersebut dilakukan oleh Life Insurance Policyholders
Protection Corporation atau singkatnya LIPPC. Tugas kontroling utamanya adalah
melindungi perusahaan asuransi yang tergabung. Life Insurance Policyholders Protection
Corporation memiliki kekuatan pinjaman yang memungkinkan perusahaan asuransi untuk
terus menjalankan peran mereka ketika dana yang tersedia dalam skema tidak mencukupi.
Lembaga Penjaminan Polis Jepang dapat mengambil dari sumber “internal” atau
“eksternal”, satu perusahaan asuransi memiliki akun yang berbeda terkait dengan berbagai
jenis produk asuransi yang dicakupnya. Lembaga tersebut memiliki undang-undang atau
aturan yang mengatur yang memungkinkan peminjaman antara beberapa akun yang
dimilikinya. Selain itu, lembaga ini memiliki wewenang untuk mencari sumber pendanaan
“eksternal”, mengambil pinjaman pihak ketiga yang dijamin dengan pungutan di masa
depan atau jaminan lainnya. Dalam kedua kasus, kemampuan meminjam seperti itu secara
29
efektif meningkatkan kapasitas keuangan dengan menyediakan akses ke sumber
pendanaan tambahan.
Di negara Jepang, skema perlindungan pemegang polis asuransi (LIPPC) dan
Lembaga Perlindungan Pemegang Polis Asuransi Jiwa (NIPPC) dapat meminjam dari
lembaga keuangan, termasuk bank, hingga jumlah yang ditentukan dalam undang-undang,
jika perlu, dalam untuk melakukan peran mereka dalam memberikan bantuan keuangan
mereka.
Tujuh perusahaan asuransi jiwa bangkrut di Jepang sekitar tahun 2000, dan satu
bangkrut setelah keruntuhan Lehman Brothers. Asisten Keuangan sekitar JPY 780 miliar
dilaksanakan secara kumulatif dalam kursus proses kebangkrutan (total biaya ditanggung
oleh industri tanpa pendanaan pemerintah).1 Meskipun ada beberapa perbedaan dalam
alasan kebangkrutan, mereka memiliki tiga faktor berikut yang sama:
1. Sejumlah besar kebijakan dengan asumsi suku bunga tinggi dijual selama
gelembung aset Jepang, dan spread negatif besar di bawah lingkungan dengan
tingkat bunga rendah yang terjadi kemudian;
2. Penurunan harga untuk aset yang dimiliki perusahaan bersama deng peningkatan
saldo piutang tak tertagih di antara piutang pinjaman;
3. Investasi berisiko tinggi, termasuk dalam sekuritas asing, oleh asuransi jiwa
perusahaan untuk membalikkan penyebaran negatif.
Pinjaman tersebut harus mendapat persetujuan dari Komisaris Badan Layanan
Keuangan (FSA) dan Menteri Keuangan. Pemerintah dapat menjamin pinjaman hingga
jumlah yang disetujui oleh parlemen. Perlu dicatat bahwa “dukungan publik” ini hanya
tersedia untuk skema perlindungan pemegang polis asuransi jiwa saat ini.
Sistem operasi yang bekerja dalam Life Insurance Policyholder Protection Corp
of Japan terbagi menjadi 2;
1. Memberikan bantuan keuangan pada perusahaan penyelamat yang mengambil
alih polis asuransi. PPCJ sebagai Representasi Pemegang Polis memberikan
pendampingan keuangan kepada Perusahaan Penyelamat polis.
2. Pengalihan kontrak ke asuransi “bridge insurance company” atau langsung
kepada perusahaan insolven. (Tindakan Preventif).
1 Insurance Information Institute, I.I.I Insurance Fact Book, (America: Sean Mooney, 1984), h. 12.
30
Mekanisme lainnya yang mengatur bagaimana Life Insurance Policyholder
Protection Corp of Japan mengganti rugi terbagi menjadi 2;
1. Asuransi individual = Cadangan klaim asuransi yang dihitung dari asuransi
premium dan investasi. Sistem ini bukan untuk ganti rugi atas klaim asuransi.
(Cadangan klaim asuransi X 90%)2
2. Kebijakan tinggi suku bunga = kebijakan yang mengatur bunga cadangan selama
5 tahun sebelum kebangkrutan, suku bunga ditentukan oleh Komisaris Jasa
Keuangan & Menteri keuangan. (Cadangan klaim asuransi X (90%-set rate)).
D. Dasar Hukum berdirinya Lembaga Penjaminan Polis di Indonesia
Negara Indonesia telah menjadi salah satu anggota dari International Association
of Insurance Supervisiors (IAIS). IAIS adalah badan pengaturan standar internasional
yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan membantu dalam penerapan prinsip,
standar, dan bahan pendukung lainnya untuk pengawasan sektor asuransi. Misi IAIS
adalah untuk mempromosikan pengawasan yang efektif dan konsisten secara global
terhadap industri asuransi untuk mengembangkan dan memelihara pasar asuransi yang
adil, aman dan stabil untuk kepentingan dan perlindungan pemegang polis dan untuk
berkontribusi pada stabilitas keuangan global.3
Mandat yang diberikan oleh Badan/Asosiasi tersebut yang menyatakan tentang
pentingnya lembaga penjaminan polis ini harus di dibentuk disetiap negara yang menjadi
anggota darinya adalah salah satunya lembaga penjaminan polis. Hal ini terejawantahkan
dalam pasal 6 yang menyebutkan;4
PPSs are usually collective industry-funded schemes that are seen as last-resort
mechanisms, providing a basic level of protection to policyholders (although some
models are more comprehensive) when all other corrective and preventive measures have
failed. PPSs are designed to protect policyholders and beneficiaries in the case of the
insolvency of an insurer, serving as backstops against claims. Whilst PPSs’ objectives
focus on providing a minimum level of protection to policyholders, where the design of
the PPS includes such functions, they can also contribute to the objectives of resolution
regimes by:
2 The General Insurance Association of Japan, General Insurance in Japan Fact Book 2006-2007, h. 22. 3 International Association of Insurance Supervisors (IAIS), Policy Dialogue, Data Collection and Analysis,
(Switzerland:Basel, 2017), h. 1. 4 Website Resmi IAIS, Issues Paper on Policyholder Protection Schemes, International Association of
Insurance Supervisors, (2013) https://search.oecd.org/gov/regulatory-policy/IAIS%20profile.pdf diakses pada 19
Juni 2020 Pukul 20:28 WIB.
31
(1) facilitating the continuation of insurance
(2) providing financial support to an insolvent insurer and/or an entity which intends
to purchase an insolvent insurer or to which insurance policies will be transferred
from an insolvent insurer
(3) working as a bridge institution where no immediate purchaser of an insolvent
insurer can be found.
Negara Indonesia sampai kini pembentukan Lembaga Penjaminan Polis di
Indonesia belum terwujud namun sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian, dalam Pasal 53 yang menjelaskan bahwa adanya
lembaga penjamin polis sebagai lembaga yang melindungi pemegang polis dimana akan
diatur dalam Undang-Undang tersendiri.
Diamanatkan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
untuk membentuk lembaga penjamin polis terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) yang
berbunyi; “Perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi
peserta program penjaminan polis”. Namun Undang – undang tersebut menyatakan
bahwa program penjamin polis. Penjaminan Polis ini juga dinyatakan akan dibentuk
dalam 2 tahun sejak diundangkan.
Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (1) dijelaskan bahwa Program Penjaminan Polis
dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi. Selain itu, keberadaan program penjaminan
polis dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri
perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat
masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi.
E. Dasar Hukum berdirinya Lembaga Penjaminan Polis di Jepang
Organisasi Perlindungan Pemegang Polis Asuransi Umum (selanjutnya disebut Life
Insurance Policyholders Protection Corporation) adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan Undang-Undang Bisnis Asuransi pada bulan Desember 1998 dengan
persetujuan menteri yang kompeten, dan semua perusahaan asuransi non-jiwa yang
32
mengoperasikan bisnis asuransi non-jiwa Perusahaan telah bergabung sebagai anggota
LIPP).5
Lembaga Perlindungan dilisensikan oleh Menteri Keuangan Negara Jepang
berdasarkan Undang-Undang Bisnis Asuransi untuk melindungi pemegang polis dari
perusahaan asuransi non-jiwa yang gagal dan dengan demikian mempertahankan
kredibilitas dalam bisnis asuransi. Life Insurance Policyholders Protection adalah
perusahaan yang didirikan secara hukum, dan operasinya didasarkan pada Hukum
Bisnis Asuransi dan hukum serta peraturan terkait lainnya.6
Lembaga perlindungan memiliki sistem bantuan timbal balik untuk pemegang polis
asuransi non-jiwa.Jika perusahaan asuransi non-jiwa bangkrut, itu memberikan bantuan
keuangan untuk pengalihan kontrak asuransi oleh perusahaan asuransi yang gagal dan
pembayaran klaim yang dipertanggungkan. Lembaga tersebut akan memberikan
dukungan finansial tersebut.7
Dalam Undang-Undang Bisnis Asuransi dalam pasal 259 menyatakan bahwa
The purpose of a policyholders protection corporation (hereinafter referred to as
a "Corporation" in this Section, the following Section, Part V, and Part VI) is to protect
Insurance Policyholders, etc. by providing financial assistance in the transfer, etc. of
insurance contracts pertaining to a Bankrupt Insurance Company, providing executive
management for the succeeding Insurance Company, underwriting insurance contracts,
providing financial assistance pertaining to the payment of Covered Insurance
Proceeds, and purchasing the Insurance Claims, etc. thereby maintaining credibility in
Insurance Business.
Dalam pasal itu jelas bahwa, tujuan dari perusahaan perlindungan pemegang polis
adalah untuk melindungi pemegang polis asuransi. Dengan memberikan bantuan
keuangan dalam transfer, kontrak asuransi yang berkaitan dengan perusahaan asuransi
yang bangkrut, menyediakan manajemen eksekutif untuk perusahaan asuransi
berikutnya, menjamin kontrak asuransi, memberikan bantuan keuangan yang berkaitan
dengan pembayaran hasil asuransi yang terlindungi, dan membeli klaim asuransi.
Dengan semua tujuan tersebut demi menjaga kredibitilitas dalam bisnis asuransi.
5 The Geneva Association, Research Report: U.S and Japan Life Insurers Insolvencies Case Studies, 2015.
h.34. 6 Kobayashi., S, How Should Resolution Regimes for Insurers Be Established? Experiences in Japan and
Implications for Global Standard Setting, Geneva Association Newsletter on Regulation and Supervision (PROGRES),
Special Contribution, 2014 h. 3. 7 International Monetary Fund, Japan: Financial Sector Stability Assessment Update, 2012 h.20.
33
Lembaga penjaminan polis dalam tujuannya yang terejawantahkan untuk
menjamin dari hak pemegang polis, memiliki beberapa langkah demi mencapai
kredibilitas tersebut, disebutkan bahwa adanya pengalihan, kelangsungan hidup,
maupun mengatur yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Dalam Pasal 260 tertera8
(a) the transfer, between a Bankrupt Insurance Company and another Insurance
Company, of insurance contracts pertaining to all or some of the insurance
contracts pertaining to a Bankrupt Insurance Company;
(b) the survival, by a merger of a Bankrupt Insurance Company (excluding a Foreign
Insurance Company, etc.) and another Insurance Company, of that other
Insurance Company;
(c) that which is performed in order to set in place the particulars specified by the
Prime Minister and the Minister of Finance as necessary for ensuring sound and
appropriate operations in the business of a Bankrupt Insurance Company (in the
case of Foreign Insurance Companies, etc., business in Japan; hereinafter the
same applies in the following paragraph and the following Subsection) and for
protecting Insurance Policyholders, etc. by the acquisition of the shares of that
Bankrupt Insurance Company under another Insurance Company or Insurance
Holding Company, etc.
Selain itu, lembaga perlindungan menjamin kontrak asuransi yang dipegang oleh
Perusahaan Asuransi Kebakaran dan Kelautan Dai-ichi, yang gagal pada bulan Mei
2000 ini, dan mendirikan kantor pusat manajemen untuk mengelolanya dan disimpulkan
memiliki beberapa tugas yang tercantum dalam Undang-Undang Bisnis. Lembaga
tersebut akhirnya berevolusi sebagai berikut:
1. Bantuan keuangan untuk pembayaran klaim yang diasuransikan
2. Membeli klaim asuransi dan terkait dengan kontrak yang dicakup oleh ganti rugi
3. Tugas manajer asuransi atau agen manajer asuransi
4. Tugas seperti persiapan daftar pemegang polis berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Rehabilitasi Khusus
5. Pembelian aset perusahaan asuransi kliring.
Perusahaan asuransi yang akan dilindungi oleh lembaga ini juga diberikan
batasan, Batasan-batasan ini dijelaskan dalam undang-undang bisnis, diantaranya yang
tertera dalam pasal 260 ayat (2)
8Perundang-Undangan Bisnis Asuransi di Jepang diakses di
http://www.japaneselawtranslation.go.jp/law/detail/?id=3243&vm=04&re=02 pada pukul 19:00 WIB hari Senin, 08
Juni 2020.
34
(i) a company that will likely suspend the payment of insurance proceeds or that
has suspended the payment of insurance proceeds in the light of the status of its
business or property (in the case of Foreign Insurance Companies, etc., property
located in Japan; hereinafter the same applies in the following item);
(ii) a company that is unable to satisfy its obligations with its property or a company
at which a situation will likely arise in which it is unable to satisfy its obligations
with its property.
Dijelaskan bahwa perusahaan yang diberikan perlindungan ialah perusahaan
yang memenuhi kualifikasi sebagai perusahaan yang sudah terlihat dari neracanya
bahwa akan kemungkinan menangguhkan pembayaran hasil asuransi, maupun
perusahaan asuransi yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan asset dan
property yang dimilikinya demi membayar klaim asuransi.
Selain batasan objektiv, terdapat batasan subjektiv yang membatasi perusahaan
asuransi diberikan perlindungan oleh Life Insurance Policyholders Protection, bahwa
hanya perusahaan asuransi yang terpilih, untuk masuk dalam daftar member yang
dilindungi. Hal ini terdapat dalam pasal 265-3 ayat (1-4)
(1) An Insurance Company, as a member, must join one Corporation that accepts as
its members insurance companies that have received a license that belongs to the
class of license prescribed in Article 262, paragraph (2) (hereinafter referred to
as "Class of License" in the following paragraph) that is the same as its license
(2) A person who seeks to receive a license set forth in Article 3, paragraph (1),
Article 185, paragraph (1), or Article 219, paragraph (1) (excluding persons
specified by Cabinet Order), at the time of application for that license, must
undertake the procedures for joining one Corporation that accepts as its members
insurance companies that are to receive the license falling under the Class of
License that is the same as that license, pursuant to the provisions of Cabinet
Office Order or Order of the Ministry of Finance.
(3) A person who has undertaken the procedures to join a Corporation pursuant to
the provisions of the preceding paragraph will become a member of the relevant
Corporation upon receiving the license set forth in that paragraph.
(4) Whenever an Insurance Company becomes a member of a Corporation pursuant
to the provisions of the preceding paragraph, the Corporation must promptly
report this to the Prime Minister and the Minister of Finance.
35
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMINAN POLIS
ASURANSI DI INDONESIA
A. Nilai Urgensitas Pembentukan Lembaga Penjaminan Polis Asuransi dari Aspek
Yuridis dan Perlindungan Konsumen di Indonesia.
Sektor asuransi merupakan salah satu sektor yang dijadikan sarana pembangunan
ekonomi melalui pengumpulan dana dari masyarakat. Pengumpulan dana ini dilakukan
melalui upaya perusahaan asuransi dengan mengumpulkan dana dalam bentuk pendapatan
premi. Pendapatan premi yang diterima oleh perusahaan asuransi sebagai badan
pelimpahan risiko yang bertanggung jawab penuh kepada pemegang polis. Perusahaan
asuransi akhirnya dianggap sebagai kebutuhan pokok bagi masyarakat, dimana
menawarkan jasa agar menjamin kebutuhan manusia akan rasa aman dan terlindungi atas
resiko yang dimilikinya.1
Asuransi memberikan dampak positif kepada perekonomian negara sekaligus
mensejahterahkan kehidupan secara individual. Mengingat asuransi memiliki peran yang
sangat penting khususnya asuransi jiwa dalam peningkatan kesejahteraan yang ada di
masyarakat. Dana yang dihimpun berupa premi setiap bulannya akan berguna sekali dan
merupakan modal yang dapat dimanfaatkan baik oleh para pemegang polis asuransi jiwa
itu sendiri, maupun dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat.2
Berdasarkan data yang diungkapkan oleh Direktur Asosiasi Asuransi Jiwa
Indonesia, yakni Togar Psaribu menyatakan bahwa pemegang polis asuransi di Indonesia
sangat berpengaruh bagi perekonomian. Dana yang terkumpul pada tahun 2018 sebesar
Rp481,40 triliun, dana sebesar itu ditempatkan pada program pembangunan infrastruktur
pemerintah. Dengan mengacu pada data anggota pemegang polis, dana tersebut
memberikan kontribusi yang signifikan kepada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada
tahun yang sama pula di tahun 2018, hasil investasi sektor ini turun 84,5% (year-on-year/
1 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta:Sinar Grafika2001) , h.1. 2 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,2004), h. 317.
36
yoy). 3 Kemudian total klaim meningkat sebesar 23,50% sehingga apabila diakumulasikan,
industri asuransi mendapat kerugian besar karena tidak sepadan dengan pemasukan premi.
Tabel 1.
Total Investasi Perusahaan Asuransi Tahun 2017-2018
Investasi Asuransi di
Tahun 2017
Investasi Asuransi di
Tahun 2018
Total Selisih
Rp. 50,45 Triliun Rp. 7,83 Triliun Rp. -42,62 Triliun
Sumber: Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)
Berdasarkan data tersebut, penurunan yang signifikan dikarenakan Perusahaan
asuransi yang mengalami gagal bayar.4 Kasus gagal bayar menimbulkan dampak besar
sehingga perusahaan asuransi tutup dan tidak dapat mengembalikan uang dari pemegang
polis yang mereka bayar melalui premi tiap bulan. Hal ini, perusahaan asuransi harus
bertanggung jawab. Perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar ini dinilai tidak
diatur secara tegas dalam perundang-undangan, apabila beberapa perusahaan asuransi
mengalami kasus gagal bayar, kepastian hukum dan perlindungan hukumnya bagi
pemegang polis dinilai masih minim.
Mengingat hal tersebut, pentingnya melindungi hak-hak para pemegang polis yang
memiliki dana yang tersimpan di perusahaan asuransi. Perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pemegang polis di Indonesia merupakan sesuatu yang harus diatur sedemikian
rinci, karena bersangkutan dengan berbagai kepentingan. Apabila hal ini tidak diatur,
resiko yang berdampak sistemik akan terjadi pada sistem keuangan dan perekonomian di
Indonesia.
Industri asuransi memiliki aturan-aturan dalam hukum positif Indonesia, baik itu
setara undang-undang maupun peraturan internal otoritas jasa keuangan. Hukum
perasuransian di Indonesia sudah cukup lama dikenal dan diatur dalam sejumlah peraturan
perundang-undangan semenjak belum terwujudnya negara Republik Indonesia. Sejumlah
peraturan perundang-undangan warisan penguasa kolonial Belanda seperti KUHD, dan
ordonantie op het Levensverzekeringbedrijf, yang diatur dalam Staatsblad tahun 1941
3 Surat Kabar Bisnis Indonesia, 13 Januari 2020, h.60. 4 Rumah Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Konfrensi Pers Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal IV 2018,
Jakarta Tanggal 27 Februari 2019.
37
nomor 101), adalah pengaturan-pengaturan warisan kolonial Belanda tentang
perasuransian.
Peraturan Ordonnantie op het Levenszekeringbedrijf (Staatsblad Tahun 1941
Nomor 101) sudah tidak berlaku lagi, dan digantikan dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Konsep asuransi atau pertanggungan
di dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga ditempatkan sebagai bagian dari perjanjian
untung-untungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini diberlakukan selama puluhan
tahun, peraturan ini perlu diubah dengan alasan mengatur lebih banyak usaha asuransinya,
tanpa memperhatikan lebih posisi dari pemegang polis.5
Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang
dirinci atas XVIII Bab dan 92 Pasal, maka kedudukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 adalah hukum positif yang mengatur perasuransian di Indonesia. Perlindungan
hukum dalam undang-undang tersebut didominasi pengawasan dan perlindungan hukum
oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam melindungi konsumen dan masyarakat, OJK
berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat.
Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan terejawantahkan dalam bentuk peraturan
yang lebih rendah. Dapat kita lihat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan
tersebut mengatur perlindungan hukum bagi konsumen dan masyarakat. OJK berwenang
melakukan tindakan pencegahan, termasuk dalam hubungan hukum perjanjian asuransi.
Perlindungan yang diberikan oleh otoritas jasa keuangan kepada konsumen yakni
pemberian informasi dari perjanjian tersebut harus memuat hak dan kewajiban secara
seimbang. Apabila kita melihat lebih jauh kepada hak-hak dari pemegang polis, apabila
ditinjau dari aspek perlindungan konsumen yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini diatur jelas bahwa
pemegang polis/ nasabah disini memiliki hak-hak untuk mendapatkan kenyamanan,
keamanan serta perlindungan hukum secara patut.
5 Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Menurut UU No.40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian, Jurnal Lex Crimen Vol.V, Nomor 6, Agustus 2016, h. 47.
38
Otoritas Jasa Keuangan juga telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan
Reasuransi Syariah. Peraturan ini secara substansial mengatur tentang bagaimana otoritas
jasa keuangan sebagai satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab apabila suatu
perusahaan asuransi tidak memiliki neraca keuangan dan cadangan yang sehat. Melalui
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2015 pasal 1 ayat 10 dan 11, yang
mengatur bahwa pencabutan izin usaha perusahaan hanya dapat dilakukan oleh OJK, dan
dilimpahkan kepada pengadilan untuk dinyatakan pailit. Dalam POJK sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 24 ayat (1) POJK No. 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran,
Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Asuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, kedudukan dari pemegang polis adalah
kedudukan yang paling tinggi daripada hak pihak lain.6
Penyelesaian kasus asuransi yang insolvensi ini, apabila kita melihat dari peraturan
tersebut, bisa disimpulkan bahwa hanya bisa diselesaikan melalui litigasi kepailitan.
Merujuk juga pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Dalam pasal 2 ayat (5) menyebutkan bahwa
permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dapat
diajukan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi
sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana
masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan
perekonomian.
Berkaca pada kasus-kasus yang dihadapi, seperti asuransi Jiwasraya dan Bumi Asih
Jaya. Keputusan pengadilan telah menetapkan perusahaan-perusahaan asuransi besar
tersebut dinyatakan pailit. Kurator ditunjuk langsung oleh pengadilan untuk masing-
masing asuransi, agar dapat mencairkan klaim dari pemegang polis. Namun hal ini bukan
menyelesaikan masalah, namun justru melahirkan masalah. Penunjukan kurator oleh
hakim pada kasus asuransi, telah mengalami kasus korupsi dan putusan pengadilan tidak
6 Ketut Sendra, Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi, Jurnal Vokasi Indonesia, Vol. 5 Nomor
1, Juli 2017, h. 8.
39
dilaksanakan karena tidak ada yang dibayarkan sama sekali kepada pemegang polis. Hal
ini menunjukan bahwa pemenuhan pengembalian polis mengalami kehambatan karena
dalam undang-undang kepailitan, nasabah asuransi menempati posisi sebagai kreditur
konkuren.7
Penyelesaian kasus asuransi yang bangkrut di Indonesia hanya terbatas pada
putusan pengadilan. Hal ini memiliki berbagai kekurangan, yakni pengadilan memiliki
tingkat eksekusi yang rendah, tingkat pemulihan aset (asset recovery) atas penyelesaian
perkara kepailitan sangat rendah. Padahal asset recovery merupakan indikator dasar
berhasil atau tidaknya hukum kepailitan di sebuah negara. 8
Kurator yang ditunjuk oleh pengadilan tidak dapat menyelesaikan permasalahan
ekonomi yang sistemik seperti bangkrutnya sebuah perusahaan asuransi. Beberapa
permasalahan jika hal ini diserahkan ke kurator diantaranya yakni kurangnya transparansi
dan akuntabilitas dalam proses kepailitan, kurangnya profesionalisme, pemahaman dan
kerjasama dari para pihak antar sektoral, sulitnya melakukan pelacakan dan penguasaan
asset permasalahan dalam alokasi dan pendistribusian harta asuransi.
Aspek-aspek yuridis yang disebutkan, belum dapat melindungi ribuan para
pemegang polis yang tidak dibayarkan klaimnya. Pengelolaan yang diamanatkan oleh
undang-undang hanya menitik beratkan kepada otoritas jasa keuangan dan proses litigasi
kepailitan. Menurut Suahasil Nazara selaku anggota dewan komisioner OJK, perlindungan
dan pengawasan terhadap industri asuransi memerlukan lembaga diluar OJK. Pengawasan
yang sekarang dinilai belum maksimal karena lembaga pengawas industri asuransi bersifat
internal. Lembaga diluar OJK itu sendiri yang dimaksud adalah Lembaga Penjaminan
Polis.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, dalam Pasal 53 ayat (1) mengamanatkan bahwa akan dibentuknya Lembaga
Penjaminan Polis di Indonesia. Setiap perusahaan asuransi dapat menjadi anggota dari
lembaga tersebut. Amanat ini sudah keluar sejak tahun 2014, kendati sudah 6 tahun dari
7 Niken Widywati, Urgensi Pembentukan Lembaga Penjamin Polis sebagai Penjamin Hak Nasabah
Asuransi Dalam Kepailitan Pada Perusahaan Asuransi, Jurnal Hukum Vol 2 Nomor 5, April 2019, h. 10. 8 Theresia Endang Ratnawati, Kajian Terhadap Proses Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jurnal Dinamika Hukum Vol 9 Nomor 2, Mei
2009, h. 148.
40
pembentukan undang-undang tersebut, namun Lembaga Penjaminan Polis belum terwujud
dan belum dibentuk. Wacana-wacana yang tidak segera diwujudkan inilah yang
melahirkan penurunan pemegang polis asuransi di Indonesia secara signifikan.
Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (1) dijelaskan bahwa Program Penjaminan Polis
dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi. Selain itu, keberadaan program penjaminan
polis dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri
perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat
untuk menggunakan jasa asuransi.
Perusahaan asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta
program penjaminan polis, dan penyelenggaraan program ini akan diatur lebih lanjut
melalui Undang-undang Pasal 53 Butir 1 dan butir 4, mengatur bahwa perusahan
perasuransian diwajibkan menjadi peserta program penjaminan polis, sebagai bentuk
perlindungan konsumen asuransi, jika dikemudian hari perusahaan asuransi tidak mampu
memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan atau membayarkan manfaat kepada
konsumennya. Perlu segera aturan yang mengatur tentang penjaminan polis atau Lembaga
Penjamin Polis Asuransi (LPPA), sehingga Konsumen memiliki perlindungan yang cukup
atas polis-polis yang dibelinya, jika perusahaan asuransinya atau penanggungnya dicabut
izin usahanya atau dilikuidasi, seperti Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang sudah
berjalan pada jasa keuangan perbankan, atau ruang lingkup LPS dapat dikembangkan
menjadi penjamin polis atau premi asuransi dan penjamin pada jasa keuangan lainnya.
Pertimbangan dalam pembentukan lembaga penjaminan polis asuransi di Indonesia
ini juga dipertimbangkan karena dalam sektor perbankan sudah berhasil diterapkan. Dalam
sektor perbankan, dikenal adanya Lembaga Penjaminan Simpanan. Berikut tugas Lembaga
Penjamin Simpanan, yakni merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan
penjaminan simpanan, menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan, melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak
berdampak sistemik serta melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.
Lembaga Penjamin Simpanan dalam industri perbankan sangat dibutuhkan. Karena
perbankan adalah industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat
41
(fiduciary financial institution). Kepercayaan masyarakat adalah segala-galanya bagi bank.
Begitu masyarakat tidak percaya pada bank, bank akan menghadapi rush yaitu penarikan
simpanan oleh para nasabahnya secara bersamaan dan besar-besaran dan pada akhirnya
bank mengalami kondisi colaps.9
Perbandingan antara lembaga penjaminan simpanan dalam struktur perbankan
dengan lembaga penjaminan polis asuransi adalah hal yang relatif sama. Dengan lahirnya
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menandai
babak baru sistem perbankan nasional. Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan ini tidak
bisa dilepaskan dari upaya peningkatan stabilitas sektor keuangan dan untuk memulihkan
kepercayaan masyarakat. Membandingkan Lembaga Penjamin Simpanan dengan Lembaga
Penjaminan Polis adalah hal yang proporsional serupa. Kesuksesan Lembaga Penjamin
Simpanan bisa menjadi cermin pendirian Lembaga Penjaminan Polis di sektor asuransi.
Demi mencapai asuransi yang kokoh dan sehat, sehingga para pemegang polis
mendapatkan kepastian dan perlindungan.
Apabila kita mengambil garis lebih jauh, lembaga penjaminan polis sudah diatur
dalam International of Insurance Supervisor (IAIS). IAIS adalah badan pengaturan standar
internasional yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dalam penerapan prinsip,
standar, dan bahan pendukung lainnya untuk pengawasan sektor asuransi. Misi IAIS adalah
untuk mempromosikan pengawasan yang efektif dan konsisten secara global terhadap
industri asuransi untuk mengembangkan dan memelihara pasar asuransi yang adil, aman
dan stabil untuk kepentingan dan perlindungan pemegang polis dan untuk berkontribusi
pada stabilitas keuangan global.10
Negara Indonesia telah menjadi salah satu anggota dari IAIS, mandat yang
diberikan pada setiap negara yang mengikatkan diri adalah salah satunya pembentukan
lembaga penjaminan polis. Hal ini dapat diatur dalam pasal 6 yang menyatakan bahwa
lembaga penjaminan polis merupakan skema yang didanai industri asuransi secara kolektif.
Lembaga penjaminan polis asuransi dirancang untuk melindungi pemegang polis dan
9 Hendri Jayadi & Prof. Huala Adolf, Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan dalam Hukum Perbankan
Indonesia, Jurnal Komunikasi Hukum, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2018), h.3. 10 International Association of Insurance Supervisors (IAIS), Policy Dialogue, Data Collection and Analysis,
(Switzerland: Basel, 2017), h. 1.
42
penerima manfaat dalam kasus kepailitan dari perusahaan asuransi. Selain itu, lembaga
penjaminan polis fokus kepada penyediaan tingkat perlindungan minimum bagi pemegang
polis asuransi.
Negara-negara yang menjadi anggota IAIS sudah menjadi contoh dari
pembentukan lembaga penjaminan polis. Negara Amerika dengan lembaga penjamin
polisnya bernama ELIC (Executive Life Insurance Company), Jepang dengan LIPPC (Life
Insurance Policyholders Protection Corporation), Korea dengan KDIC (Korea Dispute
Insurance) dan negara lainnya.11 IAIS telah menggaris besarkan ada 3 komponen dalam
pembentukan lembaga penjaminan polis. Pertama, memfasilitasi kelanjutan asuransi.
Kedua, memberikan dukungan keuangan kepada perusahaan asuransi yang bangkrut dan /
atau entitas yang berniat membeli perusahaan asuransi yang bangkrut atau yang kebijakan
polisnya akan ditransfer dari perusahaan asuransi yang bangkrut. Ketiga, bekerja sebagai
lembaga jembatan di mana tidak ada pembeli langsung dari perusahaan asuransi yang
bangkrut.
Perlindungan hukum bagi pemegang polis sudah dijamin undang-undang di
berbagai negara, sehingga negara Indonesia perlu untuk mencontohnya. Apabila
dibandingkan, Peraturan perundang-undangan asuransi di Indonesia, mencerminkan dan
menunjukan kepada kita bersama bahwa penyelesaian kasus insolvensi asuransi ditangani
oleh otoritas jasa keuangan dan akan berakhir pada putusan pengadilan. Sedangkan negara
lain sudah mengatur secara komprehensif tindakan preventif maupun tindakan represif.
Sehingga para pemegang polis asuransi mendapatkan jaminan dan kepastian hukum dari
asuransi.
Kepastian hukum ini harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan
sebagai landasan dari berdirinya suatu Lembaga Penjaminan Polis. Lembaga ini akan
diatur secara teknis, komposisi lembaga tersebut secara komprehensif. Seperti halnya
dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjaminan Simpanan.
Payung hukum terhadap lembaga tersebut berhasil melindungi usaha perbankan dan
perlindungan nasabah yang menggunakan jasa perbankan. Sehingga kepercayaan nasabah
dalam perbankan akan semakin bertambah.
11 The Geneva Association, Research Report: U.S and Japan Life Insurers Insolvencies Case Studies, 2015.
h.20.
43
Kendati political will dari pembentukan lembaga penjaminan polis asuransi masih
dalam bidang kajian. Kajian tersebut meliputi perbandingan beberapa negara yang diajak
untuk berdiskusi, maupun sampai pada pembahasan terjadinya penyimpangan modal. Hal
ini karena Lembaga Penjaminan Polis akan diberikan suntukan dana yang tidak kecil.
Sebesar 4 Triliun untuk pengembangan dan cadangan pendapatan. Namun dari Asosiasi
Asuransi mengatakan hal ini tidak terjadi, karena ada pengawasan dari beberapa
perusahaan asuransi terhadap uang yang berada di Lembaga Penjaminan Polis. Sehingga
kemungkinan adanya moral hazard tidak terjadi karena adanya mekanisme check and
balances dari beberapa perusahaan asuransi yang tervalidasi.
Pembahasan tak kunjung usai karena teknis yang sulit, standarisasi perusahaan
asuransi mana yang akan menjadi anggota Lembaga Penjaminan Polis Nantinya ada
kriteria, seperti rasio permodalan (riskbased capital/RBC) yang saat ini batas amannya
minimal 120%. Namun hal tersebut dinilai akan mendiskriminasi salah satu perusahaan
asuransi yang bergerak. Standarisasi yang ditetapkan belum dapat diterima oleh
perusahaan asuransi lainnya. Menurut para anggota DPR, hukum tetaplah hukum agar
menciptakan ketertiban bagi suatu sektor asuransi, apabila hal ini diatur terlalu fleksibel
maka sektor asuransi akan terombang-ambing. Perusahaan asuransi yang memiliki neraca
keuangan yang sehat saja yang dapat menjadi anggota tetap dari Lembaga Penjaminan
Polis asuransi di Indonesia.
Dewan Perwakilan Rakyat sudah mulai membentuk pengkajian lebih lanjut
mengenai Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia. Kendati political will yang
dapat menunda terbentuknya lembaga tersenut. Adanya urgensitas pembentukan
berdirinya suatu lembaga yang akan menjadi melindungi perusahaan asuransi. Lembaga
Penjaminan Polis Asuransi ini dibentuk dinegara Indonesia seperti yang sudah berlaku di
negara lain. Maka nilai-nilai kelebihannya memiliki manfaat yang signifikan bagi
perekonomian di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri permasalahan yang timbul dari hulu
sampai hilir yang diakibatkan karena tidak ada lembaga aktiv yang mengawasinya. Suatu
hari apabila tidak ada kepastian hukum, akan menimbulkan dampak ekonomi yang
menurun secara sistemik. Rotasi keuangan sektor asuransi dalam perekonomian di
Indonesia memiliki peran yang sangat penting, maka kepastian dan perlindungan hukum
dibentuk melalui beridirnya Lembaga Penjaminan Polis di Indonesia.
44
Pada dasarnya negara Indonesia merupakan negara hukum yang menjamin
kesejahteraan masyarakatnya. Utrecht juga membagi konsep negara hukum menjadi dua
tipe, negara hukum dalam arti sempit atau formal atau disebutnya sebagai negara hukum
klasik, dan negara hukum dalam arti luas atau materil, atau diistilahkannya sebagai negara
hukum modern. Negara hukum klasik adalah negara yang kerjanya sekedar menjaga agar
jangan sampaai terjadi pelanggaran terhadap ketentraman dan ketertiban umum,
sebagaimana telah ditentukan dalam undang-undang—hukum tertulis. Sedangkan negara
hukum modern ialah apa yang dikenal dengan negara kesejahteraan—welfare state, yang
memiliki tugas menjaga keamanan dalam arti luas, termasuk keamanan sosial dan
menyelenggarakan kesejahteraan umum, dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum,
sehingga hak asasi manusia warganegara dapat dipenuhi penikmatannya.
Ius Constituendum atau cita-cita dari hukum tersebut harus bergerak progresif,
Jangan sampai negara Indonesia menjadi konsep negara hukum klasik yang hanya sekedar
menjaga agar jangan sampaai terjadi pelanggaran terhadap ketentraman dan ketertiban
umum, sebagaimana telah ditentukan dalam undang-undang. Kehidupan masyarakat di era
globalisasi di Indonesia jauh lebih kompleks dari sekedar peraturan dan ketertiban
perorang. Di era globalisasi sumber pendanaan dan keuangan ada pada sektor perbankan.
Hukum harus dapat menjangkau hal tersebut. Konteks kita kali ini adalah pembentukan
berdirinya Lembaga Penjaminan polis yang dapat melindungi segenap lapisan sosial
masyarakat.
Negara Indonesia dalam teori negara hukum harus bertanggung jawab penuh atas
pemenuhan hak-hak, keamanan sosial dan menyelenggarakan kesejahteraan umum.
Negara dalam hal ini bertanggung jawab atas keadaan serta kesehatan keuangan dalam
perekonomian di sektor asuransi. Apabila Lembaga Penjaminan Polis asuransi di Indonesia
tidak dibentuk, negara dalam hal ini mengalami keadaan regresif atau berjalan mundur. Hal
ini disebabkan karena perusahaan asuransi yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan dalam
pelaksanaannya belum memiliki mekanisme yang aktiv. Otoritas Jasa Keuangan dinilai
sangat pasif. Serta apabila tidak segera dibentuknya Lembaga, maka operasional
perusahaan asuransi di Indonesia belum memiliki mekanisme baik tindakan preventif dan
represif dalam pengelolaan asuransi, maka hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya
45
collaps dapat terjadi secara sistemik dan negara dalam hal ini gagal melindungi segenap
warganya.
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan ada atau tidak adanya
Lembaga Penjamin Polis Asuransi di Indonesia
No. Kelebihan adanya Lembaga
Penjaminan Polis di Indonesia.
Kekurangan tidak adanya Lembaga
Penjaminan Polis di Indonesia.
1. Meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap industri
asuransi.
Menurunkan tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap industri asuransi.
2. Pemasukan premi lebih stabil. Pemasukan premi menjadi tidak stabil
3. Recovery klaim asuransi tertangani
apabila terjadi indikasi gagal bayar.
Klaim asuransi tidak dibayarkan saat
terjadi gagal bayar.
4. LPP fokus terhadap tindakan
preventif dan represif yang akan
diambil oleh perusahaan asuransi
yang diawasinya.
Otoritas Jasa Keuangan hanya sebagai
pengawas bersifat pasif terhadap tindakan
yang diambil oleh perusahaan asuransi di
Indonesia.
5. Pembagian tugas tidak tertumpuk
pada Otoritas Jasa Keuangan.
Tugas Otoritas Jasa Keuangan menumpuk
dan tidak terfokus dalam sektor asuransi
saja.
Sumber: data diolah peneliti
B. Bentuk dari Lembaga Penjamin Polis Asuransi di Negara Jepang
Perlindungan hukum dalam sektor asuransi merupakan hal yang penting untuk
diatur lebih lanjut. Karena dalam sektor asuransi, mengandung unsur-unsur kepentingan
ribuan orang, dan perlindungan hukum dibutuhkan dalam hal mengurusi hak dan
kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan
kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Tanpa adanya perlindungan hukum,
maka kekhawatiran akan menghadapi rush yaitu penarikan simpanan oleh para nasabahnya
secara bersamaan dan besar-besaran dan pada akhirnya asuransi mengalami kondisi colaps.
Negara Indonesia belum memiliki mekanisme secara komprehensif adanya
penjaminan asuransi. Pada dasarnya, hal ini sudah diatur dalam pasal 53 ayat (1) yang
46
menyatakan perusahan perasuransian diwajibkan menjadi peserta program penjaminan
polis, sebagai bentuk perlindungan konsumen asuransi, jika dikemudian hari perusahaan
asuransi tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan atau membayarkan
manfaat kepada konsumennya.
Apabila kita melihat negara Jepang yang memiliki karakteristik seperti negara
Indonesia, baik dalam hal tingkat mobilitas, perlindungan pekerja, serta bencana alam. Hal-
hal tersebut sangat berdampak dengan tingginya kebutuhan untuk memiliki asuransi dan
tingginya angka pemegang polis di negara tersebut. Sehingga asuransi bukan hanya untuk
mengendalikan perekonomian, tapi untuk menghidupkan dan menyelamatkan kehidupan
individu masyarakat di negara tersebut. Maka hukum asuransi dalam bentuk pengelolaan
di lembaga penjaminan polis sudah diatur secara komprehensif sejak lama di negara
Jepang.
Tingkat mobilitas negara Jepang, berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh World
Economic Forum (WEF), Jepang memiliki tingkat mobilitas sosial tertinggi dengan
peringkat ke-15 di dunia. Para pekerja disana memiliki tingkat mobilitas sosial yang lebih
tinggi berdampak pada peluang yang lebih baik bagi warga negara untuk mengatasi
ketidaksetaraan untuk mencapai potensi penuh mereka. Angka tersebut merupakan
peringkat tertinggi di antara negara-negara Asia lainnya. Jepang mencetak nilai tertinggi
untuk peluang pendidikan dan pekerjaan. Apabila kita melihat kondisi mobilitas pekerja
negara Indonesia, dalam era globalisasi ini adanya peningkatan yang signifikan dengan
mobilitas tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan karakteristik demografinya, Indonesia
merupakan negara di ASEAN yang memiliki jumlah tenaga kerja terbesar. Begitu
juga dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, nampaknya paling banyak dari
negara kita dibandingkan dengan anggota ASEAN lainnya.12
Negara Indonesia merupakan negara ke-4 terpadat di dunia, sudah sebaiknya
jaminan sosial tenaga kerja (workers’ social security) menjadi sebuah perlindungan hukum
bagi subjek masyarakat. Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu bentuk perlindungan
yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya terhadap berbagai resiko pasar tenaga kerja
(labor market risks), misalnya: resiko kehilangan pekerjaan, penurunan upah, kecelakaan
12 Mamat Ruhimat, Mobilitas Tenaga Kerja Indonesia Dalam Era Globalisasi, Jurnal Geografi Gea, Vol 6
Nomor 1, Januari 2006, h. 5.
47
kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-lain. Jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek) merupakan bagian dari sistem perlindungan sosial (social protection) yang
memberikan perlindungan tidak hanya kepada mereka yang bekerja saja, tetapi juga kepada
seluruh masyarakat. Di negaranegara maju jaminan sosial tenaga kerja merupakan bagian
terpenting dari sistem perlindungan sosial karena hampir seluruh keluarga dalam
masyarakat akan tercakup oleh program jaminan sosial tenaga kerja.
Perlindungan sosial sangat dibutuhkan bagi kedua negara di asia yang memiliki
karakteristik alam yang sama. Karakteristik yang sama pada negara Jepang dan negara
Indonesia adalah banyaknya bencana yang terjadi di dua negara ini. Negara Jepang dan
Indonesia adalah negara yang memiliki jaringan maupun zona seismik. Sehingga kedua
negara ini kerapkali terjadi gempa bumi.13 Negara Indonesia yang kerapkali mengalami
gempa bumi berdampak pada sektor-sektor seperti hotel, pembangkit listrik, dan pusat
perbelanjaan menjadi infrastruktur yang paling terdampak dari gempa bumi dengan tingkat
besarnya kerugian (severity) masing-masing mencapai 60%, 50%, dan 20%. Selanjutnya,
diikuti oleh instalasi telekomunikasi (15%) dan pekerjaan konstruksi (10%), dan bencana
Indonesia cendrung mengalami peningkatan setiap tahunnya.14 PT Reasuransi Indonesia
Utama (Persero) atau Indonesia Re mencatat, total klaim reasuransi umum akibat
banyaknya bencana alam yang menimpa Indonesia selama 2018 mencapai lebih dari Rp284
miliar berdasarkan data yang diterima hingga Desember 2018.
Berkaca pada permasalahan tersebut, maka perlunya asuransi bencana bagi warga
yang tinggal di daerah rawan bencana, sebagai upaya pengalihan resiko pembiayaan
dampak bencana dan kepastian perlindungan bagi masyarakat. Masalah asuransi,
khususnya asuransi bencana, dalam praktek penanggulangan bencana, merupakan inisiatif
yang lazim dibeberapa negara maju dan negara berkembang, namun sampai saat ini belum
diupayakan perlindungan hukum bagi pemegang polis untuk diterapkan di Indonesia.
Korelativitas tersebutlah yang mengerucutkan kepada perlindungan penjaminan
polis di Jepang patut untuk diterapkan di Indonesia. Perlindungan hukum bagi pemegang
13 Hayes, GP, Smoczyk, GM, Villaseñor, AH, Furlong, KP, dan Benz, HM, 2020, Seismisitas Bumi 1900–
2018: Peta Investigasi Ilmiah Survei Geologi, dilansir dalam website https://www.usgs.gov/faqs/which-country-has-
most-earthquakes?qt-news_science_products=3#qt-news_science_products diakses pada 5 Juli 2020. 14 Sutopo Purwo Nugroho, Evaluasi Penanggulangan Bencana 2015 dan Prekdiksi Bencana 2016, Badan
Nasional Penanggualangan Bencana (BNPB), (Jakarta: Kepala Pusat Data Informasi, 2016), h.10.
48
polis asuransi di negara Jepang sangatlah diperhatikan. Hal ini dapat digambarkan dengan
fenomena masyarakat yang memiliki polis asuransi sudah menjadi kebutuhan.15Kebutuhan
individu akan polis asuransi yang sangat tinggi, tidak menutup kemungkinan akan terjadi
dalam kesalahan pengelolaannya. Pengelolaan asuransi yang buruk akan mendegradasikan
masyarakat untuk memiliki kepercayaan kepada asuransi. Kepercayaan asuransi di negara
Indonesia masih sangat rendah, kendati apabila dikelola dengan baik maka pendapatan
perkapita premi Indonesia akan jauh lebih banyak dari pada negara Asia lainnya.
Pengelolaan industri asuransi di negara Jepang diikuti beberapa payung hukum
yang komprehensif. Pencegahan kasus asuransi yang dilakukan oleh Negara Jepang dalam
hal melindungi para pemegang polis asuransi di Jepang apabila perusahaan asuransi
tersebut tidak dapat membayar klaimnya. Beberapa langkah-langkah, diantaranya yakni,
perusahaan asuransi dipaksa melakukan penangguhan/penyerahan diri, mengubah
ketentuan kontrak setelah insolvensi, menghindari penjualan asset yang dinilai berbahaya,
dan menemukan operator yang sehat untuk mengambil alih asset dan liabilitas.
Upaya negara Jepang dalam melindungi para pemegang polis asuransi tertulis
sejak tahun 1995 dalam Undang-Undang Bisnis Asuransi. Dalam undang-undang tersebut
ditulis bahwa tujuan undang-undang ini untuk melindungi Pemegang Polis. Dengan
memastikan yang sehat dan tepat dari orang-orang yang melakukan Bisnis Asuransi dan
dengan memastikan keadilan dalam Permohonan Asuransi, dan dengan demikian
berkontribusi pada stabilitas kehidupan warga negara dan perkembangan ekonomi nasional
yang sehat.
Pencegahan yang dilakukan tersebut dilakukan oleh Life Insurance
Policyholders Protection Corporation atau singkatnya LIPPC. Tugas kontroling utamanya
adalah melindungi perusahaan asuransi yang tergabung. Life Insurance Policyholders
Protection Corporation memiliki kekuatan pinjaman yang memungkinkan perusahaan
asuransi untuk terus menjalankan peran mereka ketika dana yang tersedia dalam skema
tidak mencukupi. Lembaga Penjaminan Polis Jepang dapat mengambil dari sumber
“internal” atau “eksternal”, satu perusahaan asuransi memiliki akun yang berbeda terkait
dengan berbagai jenis produk asuransi yang dicakupnya. Lembaga tersebut memiliki
15 Asy’ari Suparmin, Asuransi Syariah (Konsep Hukum dan Operasionalnya), (Sidoarjo: Uwais Inspirasi
Indonesia, 2019), h.242.
49
undang-undang atau aturan yang mengatur yang memungkinkan peminjaman antara
beberapa akun yang dimilikinya. Selain itu, lembaga ini memiliki wewenang untuk
mencari sumber pendanaan “eksternal”, mengambil pinjaman pihak ketiga yang dijamin
dengan pungutan di masa depan atau jaminan lainnya. Dalam kedua kasus, kemampuan
meminjam seperti itu secara efektif meningkatkan kapasitas keuangan dengan
menyediakan akses ke sumber pendanaan tambahan.
Di negara Jepang, skema perlindungan pemegang polis asuransi (LIPPC) dan
Lembaga Perlindungan Pemegang Polis Asuransi Jiwa (NIPPC) dapat meminjam dari
lembaga keuangan, termasuk bank, hingga jumlah yang ditentukan dalam undang-undang,
jika perlu, dalam untuk melakukan peran mereka dalam memberikan bantuan keuangan
mereka.
Tujuh perusahaan asuransi jiwa bangkrut di Jepang sekitar tahun 2000, dan satu
bangkrut setelah keruntuhan Lehman Brothers. Asisten Keuangan sekitar JPY 780 miliar
dilaksanakan secara kumulatif dalam kursus proses kebangkrutan (total biaya ditanggung
oleh industri tanpa pendanaan pemerintah).16 Meskipun ada beberapa perbedaan dalam
alasan kebangkrutan, mereka memiliki tiga faktor berikut yang sama:
1. Sejumlah besar kebijakan dengan asumsi suku bunga tinggi dijual selama
gelembung aset Jepang, dan spread negatif besar di bawah lingkungan dengan
tingkat bunga rendah yang terjadi kemudian;
2. Penurunan harga untuk aset yang dimiliki perusahaan bersama deng peningkatan
saldo piutang tak tertagih di antara piutang pinjaman;
3. Investasi berisiko tinggi, termasuk dalam sekuritas asing, oleh asuransi jiwa
perusahaan untuk membalikkan penyebaran negatif.
Pinjaman tersebut harus mendapat persetujuan dari Komisaris Badan Layanan
Keuangan (FSA) dan Menteri Keuangan. Pemerintah dapat menjamin pinjaman hingga
jumlah yang disetujui oleh parlemen. Perlu dicatat bahwa “dukungan publik” ini hanya
tersedia untuk skema perlindungan pemegang polis asuransi jiwa saat ini. Sistem operasi
yang bekerja dalam Life Insurance Policyholder Protection Corp of Japan terbagi menjadi
dua;
16 Insurance Information Institute, I.I.I Insurance Fact Book, (Amerika: Sean Mooney, 1984), h. 12.
50
1. Memberikan bantuan keuangan pada perusahaan penyelamat yang mengambil alih
polis asuransi. Lembaga Penjaminan Polis sebagai Representasi Pemegang Polis
memberikan pendampingan keuangan kepada Perusahaan Penyelamat polis.
2. Pengalihan kontrak ke asuransi “bridge insurance company” atau langsung kepada
perusahaan insolven. (Tindakan Preventif).
Mekanisme lainnya yang mengatur bagaimana Life Insurance Policyholder
Protection Corp of Japan mengganti rugi terbagi menjadi 2;
1. Asuransi individual = Cadangan klaim asuransi yang dihitung dari asuransi
premium dan investasi. Sistem ini bukan untuk ganti rugi atas klaim asuransi.
(Cadangan klaim asuransi X 90%)17
2. Kebijakan tinggi suku bunga = kebijakan yang mengatur bunga cadangan selama 5
tahun sebelum kebangkrutan, suku bunga ditentukan oleh Komisaris Jasa Keuangan
& Menteri keuangan. (Cadangan klaim asuransi X (90%-set rate)).
Lembaga yang memainkan peran penting dalam perlindungan hukum ini bukanlah
Badan Pengawas Keuangan Jepang yakni Financial Services Agency of Japan (JFSA),
namun lembaga ini adalah Perlindungan Pemegang Polis Asuransi Umum (selanjutnya
disebut Life Insurance Policyholders Protection Corporation). Lembaga ini badan hukum
yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Bisnis Asuransi pada bulan Desember 1998
dengan persetujuan menteri yang kompeten, dan semua perusahaan asuransi non-jiwa yang
mengoperasikan bisnis asuransi non-jiwa Perusahaan telah bergabung sebagai anggota
LIPP).18
Lembaga Perlindungan dilisensikan oleh Menteri Keuangan Negara Jepang
berdasarkan Undang-Undang Bisnis Asuransi untuk melindungi pemegang polis dari
perusahaan asuransi non-jiwa yang gagal dan dengan demikian mempertahankan
kredibilitas dalam bisnis asuransi. Life Insurance Policyholders Protection adalah
17The General Insurance Association of Japan, General Insurance in Japan Fact Book 2006-2007, (Japan:
The General Insurance Association of Japan, 2019) h. 19. 18 Etti Baranoff, Research Report: U.S and Japan Life Insurers Insolvencies Case Studies, (Geneva: The
Geneva Association 2015), h.29.
51
perusahaan yang didirikan secara hukum, dan operasinya didasarkan pada Hukum Bisnis
Asuransi dan hukum serta peraturan terkait lainnya.19
Lembaga perlindungan memiliki sistem bantuan timbal balik untuk pemegang
polis asuransi non-jiwa.Jika perusahaan asuransi non-jiwa bangkrut, itu memberikan
bantuan keuangan untuk pengalihan kontrak asuransi oleh perusahaan asuransi yang gagal
dan pembayaran klaim yang dipertanggungkan. Lembaga tersebut akan memberikan
dukungan finansial tersebut. Hal ini tertera dalam pasal 259 yang menyatakan bahwa;
The purpose of a policyholders protection corporation (hereinafter referred to as
a "Corporation" in this Section, the following Section, Part V, and Part VI) is to
protect Insurance Policyholders, etc. by providing financial assistance in the
transfer, etc. of insurance contracts pertaining to a Bankrupt Insurance Company,
providing executive management for the succeeding Insurance Company,
underwriting insurance contracts, providing financial assistance pertaining to the
payment of Covered Insurance Proceeds, and purchasing the Insurance Claims,
etc. thereby maintaining credibility in Insurance Business.
Terjemahannya :
Tujuan dari perusahaan perlindungan pemegang polis (selanjutnya disebut sebagai
"Korporasi" dalam Bagian ini, Bagian berikut, Bagian V, dan Bagian VI) adalah untuk
melindungi Pemegang Polis Asuransi, dll. Dengan memberikan bantuan keuangan dalam
transfer, dll. kontrak asuransi yang berkaitan dengan Perusahaan Asuransi yang Bangkrut,
menyediakan manajemen eksekutif untuk Perusahaan Asuransi berikutnya, menjamin
kontrak asuransi, memberikan bantuan keuangan yang berkaitan dengan pembayaran hasil
Asuransi yang Terlindungi, dan membeli Klaim Asuransi, dll. dengan demikian menjaga
kredibilitas dalam Bisnis Asuransi.
Dalam pasal itu jelas bahwa, tujuan dari perusahaan perlindungan pemegang polis
adalah untuk melindungi pemegang polis asuransi. Dengan memberikan bantuan keuangan
dalam transfer, kontrak asuransi yang berkaitan dengan perusahaan asuransi yang
bangkrut, menyediakan manajemen eksekutif untuk perusahaan asuransi berikutnya,
menjamin kontrak asuransi, memberikan bantuan keuangan yang berkaitan dengan
19 Kobayashi., S, How Should Resolution Regimes for Insurers Be Established? Experiences in Japan and
Implications for Global Standard Setting, Geneva Association Newsletter on Regulation and Supervision (PROGRES),
Special Contribution, (Geneva: The Geneva Association, 2014) h. 7.
52
pembayaran hasil asuransi yang terlindungi, dan membeli klaim asuransi. Dengan semua
tujuan tersebut demi menjaga kredibitilitas dalam bisnis asuransi.
Lembaga penjaminan polis dalam tujuannya yang terejawantahkan untuk
menjamin dari hak pemegang polis, memiliki beberapa langkah demi mencapai kredibilitas
tersebut, disebutkan bahwa adanya pengalihan, kelangsungan hidup, maupun mengatur
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Dalam Pasal 260 tertulis ;
a. the transfer, between a Bankrupt Insurance Company and another Insurance
Company, of insurance contracts pertaining to all or some of the insurance contracts
pertaining to a Bankrupt Insurance Company;
b. the survival, by a merger of a Bankrupt Insurance Company (excluding a Foreign
Insurance Company, etc.) and another Insurance Company, of that other Insurance
Company;
c. that which is performed in order to set in place the particulars specified by the Prime
Minister and the Minister of Finance as necessary for ensuring sound and appropriate
operations in the business of a Bankrupt Insurance Company (in the case of Foreign
Insurance Companies, etc., business in Japan; hereinafter the same applies in the
following paragraph and the following Subsection) and for protecting Insurance
Policyholders, etc. by the acquisition of the shares of that Bankrupt Insurance
Company under another Insurance Company or Insurance Holding Company, etc.
Terjemahannya :
(a) Pengalihan, antara Perusahaan Asuransi yang Bangkrut dan Perusahaan Asuransi lain,
dari kontrak asuransi yang berkaitan dengan semua atau sebagian dari kontrak asuransi
yang berkaitan dengan Perusahaan Asuransi yang Bangkrut;
(b) Kelangsungan hidup, dengan merger dari Perusahaan Asuransi yang Bangkrut (tidak
termasuk Perusahaan Asuransi Asing, dll) dari Perusahaan Asuransi lain;
(c) Dalam tugas mengatur rincian yang ditentukan oleh Perdana Menteri dan Menteri
Keuangan yang diperlukan untuk memastikan operasi yang sehat dan tepat dalam
bisnis Perusahaan Asuransi yang Bangkrut (dalam hal Perusahaan Asuransi Asing,
dll., bisnis di Jepang; selanjutnya hal yang sama berlaku dalam paragraf berikut dan
Subbagian berikut) dan untuk melindungi Pemegang Polis Asuransi, dll. dengan
mengakuisisi saham Perusahaan Asuransi Bangkrut di bawah Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Induk Asuransi lain, dll.
53
Life Insurance Policyholders Protection memiliki beberapa tugas yang tercantum
dalam Undang-Undang Bisnis. Lembaga tersebut akhirnya berevolusi dan memiliki tugas-
tugas sebagai berikut:
(a) Bantuan keuangan untuk pembayaran klaim yang diasuransikan
(b) Membeli klaim asuransi dan terkait dengan kontrak yang dicakup oleh ganti rugi
(c) Tugas manajer asuransi atau agen manajer asuransi
(d) Tugas seperti persiapan daftar pemegang polis berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Rehabilitasi Khusus
(e) Pembelian aset perusahaan asuransi kliring.
Perusahaan asuransi yang akan dilindungi oleh lembaga ini juga diberikan batasan,
Batasan-batasan ini dijelaskan dalam undang-undang bisnis, diantaranya yang tertera
dalam pasal 260 ayat (2);
(iii) a company that will likely suspend the payment of insurance proceeds or that has
suspended the payment of insurance proceeds in the light of the status of its
business or property (in the case of Foreign Insurance Companies, etc., property
located in Japan; hereinafter the same applies in the following item);
(iv) a company that is unable to satisfy its obligations with its property or a company
at which a situation will likely arise in which it is unable to satisfy its obligations
with its property.
Terjemahan:
(i) perusahaan yang kemungkinan akan menangguhkan pembayaran hasil asuransi atau
yang telah menangguhkan pembayaran hasil asuransi mengingat status bisnis atau
propertinya (dalam hal Perusahaan Asuransi Asing, dll., properti yang berlokasi di Jepang
; selanjutnya hal yang sama berlaku dalam item berikut);
(ii) perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan propertinya atau
perusahaan yang kemungkinan akan timbul situasi di mana ia tidak dapat memenuhi
kewajibannya dengan propertinya.
Dijelaskan bahwa perusahaan yang diberikan perlindungan ialah perusahaan yang
memenuhi kualifikasi sebagai perusahaan yang sudah terlihat dari neracanya bahwa akan
kemungkinan menangguhkan pembayaran hasil asuransi, maupun perusahaan asuransi
54
yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan asset dan property yang dimilikinya
demi membayar klaim asuransi.
Selain batasan objektiv, terdapat batasan subjektiv yang membatasi perusahaan
asuransi diberikan perlindungan oleh Life Insurance Policyholders Protection, bahwa
hanya perusahaan asuransi yang terpilih, untuk masuk dalam daftar anggota (member) yang
dilindungi. Hal ini terdapat dalam pasal 265-3 ayat (1-4)
(5) An Insurance Company, as a member, must join one Corporation that accepts as
its members insurance companies that have received a license that belongs to the
class of license prescribed in Article 262, paragraph (2) (hereinafter referred to as
"Class of License" in the following paragraph) that is the same as its license
(6) A person who seeks to receive a license set forth in Article 3, paragraph (1), Article
185, paragraph (1), or Article 219, paragraph (1) (excluding persons specified by
Cabinet Order), at the time of application for that license, must undertake the
procedures for joining one Corporation that accepts as its members insurance
companies that are to receive the license falling under the Class of License that is
the same as that license, pursuant to the provisions of Cabinet Office Order or
Order of the Ministry of Finance.
(7) A person who has undertaken the procedures to join a Corporation pursuant to the
provisions of the preceding paragraph will become a member of the relevant
Corporation upon receiving the license set forth in that paragraph.
(8) Whenever an Insurance Company becomes a member of a Corporation pursuant to
the provisions of the preceding paragraph, the Corporation must promptly report
this to the Prime Minister and the Minister of Finance.
Terjemahan:
(5) Perusahaan Asuransi, sebagai anggota, harus bergabung dengan satu Korporasi
yang menerima sebagai anggotanya perusahaan asuransi yang telah menerima
lisensi milik kelas lisensi yang ditentukan dalam Pasal 262, ayat (2) (selanjutnya
disebut sebagai "Kelas Lisensi "dalam paragraf berikut) yang sama dengan lisensi
(6) Seseorang yang berupaya menerima lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3, ayat (1), Pasal 185, ayat (1), atau Pasal 219, ayat (1) (tidak termasuk orang
yang ditentukan oleh Pesanan Kabinet), pada saat itu aplikasi untuk lisensi itu,
harus melakukan prosedur untuk bergabung dengan satu Korporasi yang
menerima sebagai anggotanya perusahaan asuransi yang akan menerima lisensi
55
jatuh di bawah Kelas Lisensi yang sama dengan lisensi itu, sesuai dengan
ketentuan Pesanan Kantor Kabinet atau Perintah Kementerian Keuangan.
(7) Seseorang yang telah melakukan prosedur untuk bergabung dengan Korporasi
sesuai dengan ketentuan paragraf sebelumnya akan menjadi anggota Korporasi
terkait setelah menerima lisensi yang ditetapkan dalam paragraf tersebut.
(8) Setiap kali Perusahaan Asuransi menjadi anggota Korporasi sesuai dengan
ketentuan paragraf sebelumnya, Korporasi harus segera melaporkan hal ini
kepada Perdana Menteri dan Menteri Keuangan.
Pasal 265-3 ayat (1) sampai ayat (4) menunjukan bahwa, sistem kerja yang
diterapkan oleh Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Jepang, hanya terfokus pada
anggota-anggota yang sudah mendapat legalitas dan kredibilitas20. Sehingga sampai saat
ini ada 40 Perusahaan Asuransi yang diawasi ketat oleh Lembaga Penjaminan Polis
Asuransi. Pengawasan ketat baik dari tindakan dan keputusan yang akan diambil oleh
Perusahaan Asuransi tersebut. Sehingga apabila salah satu dari perusahaan tersebut
mengalami kepailitan atau tersandung kasus gagal bayar. Rotasi simpanan dan laba dari
perusahaan asuransi masing-masing dapat menjadi penolong satu sama lain. Maka inilah
upaya negara Jepang dalam melindungi perusahaan asuransi dan para pemegang polis.
Payung hukum yang diterapkan dinegara Jepang, berhasil membuat penduduknya
memiliki kepercayaan yang tinggi pada sektor asuransi. Sehingga pendapatan dari sektor
asuransi semakin tinggi karena adanya kepercayaan masyarakat yang tinggi. Maka menurut
Sri Mulyani dalam konrensi pers bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan, menuturkan
bahwa Kementrian Keuangan sedang menyusun melalui dan menggunakan rambu-rambu
yang bertujuan untuk menciptakan kepercayaan terhadap lembaga asuransi namun bisa
mencegah moral hazard.
Maka dari itu penting untuk melindungi perusahaan asuransi sebagai lembaga
yang menghimpun dana dari masyarakat. Karena dengan perusahaan asuransi tersebutlah
maka ujung tombak adanya perlindungan hukum bagi pemegang polis dapat tercapai
20 J. David Cummins, Handbook of International Insurance (Between Global Dynamics and Local
Contingencies), Springer Science :2007. h.200.
56
dengan baik. Apabila perusahaan asuransi dalam menghimpun dana masyarakat belum
dapat dilindungi, maka akan terjadi suatu keadaan collaps yang akan berdampak sistemik
pada sektor keuangan lainnya. Serta keadaan perekonomian yang tidak menentu seperti
terjadinya wabah penyakit, perusahaan asuransi meski tetap kokoh dalam tugas dan
wewenangnya untuk melindungi para pemegang polis asuransi.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah yang dipertegas berupa pertanyaan penelitian
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Dalam Pasal 53 ayat (1) di UU tersebut
menyebutkan bahwa dibutuhkan berdirinya suatu lembaga yang membantu
menyelesaikan permasalahan asuransi yang gagal bayar. Lembaga Penjaminan Polis
dibentuk guna melindungi kepentingan dari pemegang polis asuransi. Kepastian hukum
dari pasal tersebut belum dilaksanakan sampai sekarang, sehingga menimbulkan
diskresi dan permasalahan perlindungan hukum bagi pemegang polis. Peraturan
lainnya yang setingkat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan perlindungan konsumen
belum dapat melindungi hak-hak dari pemegang polis. Hal ini dapat dilihat bahwa
peraturan-peraturan tersebut hanya menyelesaikan secara formalitas yakni akan
bermuara pada proses litigasi. Ketetapan pengadilan atas kasus-kasus klaim asuransi di
Indonesia, masih banyak yang menggantung dan para pemegang polis tidak kunjung
mendapat perlindungan hukum.
b. Lembaga Penjaminan Polis Asuransi sudah diterapkan diberbagai negara. Khususnya
kali ini penelitian akan membahas bentuk Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di
Negara Jepang. Jepang dan Indonesia merupakan negara yang sangat membutuhkan
asuransi. Karena kondisi demografi dan alam yang memiliki korelativitas. Lembaga
Penjaminan Polis Asuransi di Jepang sudah memasukan mekanisme tindakan preventif
maupun represif yang akan menstimulasi perekonomian dan membantu perlindungan
hukum bagi pemegang polis.
B. Rekomendasi
Dengan Penelitian dan data yang telah dipaparkan, peneliti dapat memberikan
beberapa rekomendasi terkait dengan perlindungan bagi pemegang polis asuransi di
Indonesia
58
1. Kepada pemerintah diharapkan untuk segera membentuk Lembaga Penjaminan Polis
Asuransi di Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian. Lembaga ini akan mengatur secara komprehensif tindakan
preventif maupun tindakan represif. Sehingga para pemegang polis asuransi
mendapatkan jaminan dan kepastian hukum dari asuransi. Lembaga ini merupakan
lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Lembaga ini juga akan bertanggung jawab kepada Presiden.
2. Memasukan gagasan operasional Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia
seperti di Negara Jepang. Lembaga tersebut menyediakan manajemen eksekutif untuk
perusahaan asuransi berikutnya yang telah dilikudiasi, menjamin kontrak asuransi,
memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan asuransi dan membeli klaim
asuransi yang mengalami gagal bayar. Bantuan keuangan ini akan diberikan kepada
para anggota yang bergabung saja yang sudah diakui dan terpercaya. Dana yang
terkumpul dari anggota perusahaan asuransi yang tergabung ini, akan menjadi
stimulasi dan rotasi untuk membantu sesama perusahaan asuransi apabila sewaktu-
waktu mengalami krisis atau pailit.
3. Pembentukan Undang-Undang baru mengenai mekanisme atau secara teknis
berdirinya suatu Lembaga Penjaminan Polis Asuransi di Indonesia. Undang-Undang
tersebut akan mengatur lebih lanjut mengenai tugas,wewenang, teknis keuangan,
investasi, serta kepesertaan yang dapat masuk menjadi anggota tetap dari Lembaga
Penjaminan Polis Asuransi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta.
Ali, Hasyim, 1993, Pengantar Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara.
Cummins, J. David, 2007, Handbook of International Insurance (Between Global Dynamics and
Local Contingencies), Springer Science.
Endang, ManSuparman Sastrawidjajadan,2013, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung,
Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Bandung: Penerbit Alumni,
Ganie, Junaedy, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Hartono, Sri Rejeki, 2001, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika.
International Association of Insurance Supervisors (IAIS), 2017, Policy Dialogue, Data Collection
and Analysis, Basel Switzerland.
Ishaq, Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, 2016, Bandung: Alfabeta.
Kobayashi., S, 2010, How Should Resolution Regimes for Insurers Be Established? Experiences
in Japan and Implications for Global Standard Setting, Geneva Association Newsletter on
Regulation and Supervision (PROGRES), Special Contribution.
Marzuki, Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.
Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana.
Muhammad, Abdulkadir, 1989, Dasar-Dasar Asuransi, Jakarta: CV. Rajawali.
Prakoso, Djoko Hukum Asuransi Indonesia, 2004, Jakarta: Rineka Cipta.
Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Rato, Dominikus, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta.
Robbert Mehr & Emerson Cammack, 1985, Principles of Insurance, R.D Irwin.
60
Soeisno Djojoserdarso, 2003, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Jakarta: Salemba
Empat.
Suparmin, Asy’ari, 2019, Asuransi Syariah (Konsep Hukum dan Operasionalnya), Uwais Inspirasi
Indonesia, Sidoarjo.
Syahrani, Riduan, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti Bandung.
The Geneva Association, Research Report: U.S and Japan Life Insurers Insolvencies Case Studies,
2015.
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Hutang.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Asuransi, dan Perusahaan
Reasuransi Syariah.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Insurance Business Act Japan Number 105 of June 7, 1995.
Jurnal
Witarini, Ni Kadek, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis dari Perusahaan Asuransi
yang Pailit”. Jurnal Kertha Semaya. Vol. VI Nomor 3 2018, E-ISSN: 2303-0569
Sitompul, Zulkarnain, “Pentingnya Keberadaan LPS Bagi Nasabah Penyimpanan”, Jurnal UIN
Jakarta, Vol 1 Nomor 2 Tahun 2014
Husain, Fajrin, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Menurut UU No.40
Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Lex Crimen Vol.V/No.6/Ags/2016
61
Sendra,Ketut Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi, Jurnal Vokasi Indonesia Vol 5
Nomor 1, Jakarta 2017
Widywati, Niken, Urgensi Pembentukan Lembaga Penjamin Polis sebagai Penjamin Hak
Nasabah Asuransi Dalam Kepailitan Pada Perusahaan Asuransi, Jurnal Hukum Vol 2
Nomor 5, (Malang: 2019)
Ratnawati, Theresia Endang, Kajian Terhadap Proses Penyelesaian Perkara Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jurnal
Dinamika Hukum Vol 9 Nomor 2, Jakarta, 2009
Jayadi, Hendri, Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan dalam Hukum Perbankan Indonesia, Jurnal
Komunikasi Hukum, Volume 4 Nomor 2, Agustus, (Bandung: 2018)
Ruhimat, Mamat, Mobilitas Tenaga Kerja Indonesia Dalam Era Globalisasi, Jurnal Geografi Gea,
Vol 6 Nomor 1, 2006
Website
http://www.japaneselawtranslation.go.jp/law/detail/?id=3243&vm=04&re=02
http://www.sonpohogo.or.jp/01.html
https://search.oecd.org/gov/regulatory-policy/IAIS%20profile.pdf
https://www.usgs.gov/faqs/which-country-has-most-earthquakes?qt-
news_science_products=3#qt-news_science_products