KOMPENSASI Manajemen MANA JEMEN K KOMPENSASI …
Transcript of KOMPENSASI Manajemen MANA JEMEN K KOMPENSASI …
ManajemenManajemen
KOMPENSASIKOMPENSASI
MA
NA
JEMEN
KO
MP
ENS
AS
ID
rs. Siti Mujanah, M
BA
. Ph.D
.
Oleh :Drs. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
ManajemenManajemen
KOMPENSASIKOMPENSASI
MANAJEMEN KOMPENSASI
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
2019
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KATALOG DALAM TERBITAN ( KDT )
MANAJEMEN KOMPENSASI
Penulis
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Desain Cover
Anna
Layout
Mohammad Soeroso, BE
Copyright © 2019 PMN Surabaya
Diterbitkan & Dicetak Oleh
CV. Putra Media Nusantara (PMN), 2019 Jl. Griya Kebraon Tengah XVII Blok FI - 10, Surabaya
Telp/WA : 085645678944 E-mail : [email protected]
Anggota IKAPI no.125/JTI/2010
ISBN : 978-602-1187-66-1
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Ketentuan Pidana Pasal 112 - 119
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
nya sehingga penyusunan buku Manajemen Kompensasi ini dapat
terselesaikan. Buku ini di tulis untuk memenuhi kebutuhan
mahasiswa dan kalangan umum yang belajar tentang manajemen
kompensasi.guna membantu mereka dalam mema-hami dan
merumuskan berbagai bentuk kompensasi, cara menyusun dan
membuat kebijakan penggajian.
Buku ini jugadapat di gunakan sebagai referensi dalam
menulis karya ilmiah atau referensi dalam penelitain atau tugas
akhir mahasiswa yang sedang mengambil variabel tentang
kompensasi. Selain itu buku ini juga dapat digunakan para dosen
sebagai bahan ajar pada mata kuliah Manajemen Kompensasi,
Buku ini terdiri dari 10 bab yang isinya dari konsep mana-
jemen kompensasi, tahapan dalam menyusun penggajian, ber-
bagai komponen atau bentuk penggajian baik secara financial
maupun non finansial, serta merumuskan penggajian dan kebija-
kan dalam menyusun penggajian.
Dalam penyelesaian buku ini telah melibatkan berbagai
pihak yaitu Bp. Dr. Riyadi Nugroho, MM atas kritik dan saranya
kami sampaikan terima kasih. Bpk. Tan Evasn Tandiyono SE,
S.Pd.K., M.PSDM. atas bantuanya dalam mereview buku ini capter
demi capter. Selain itu tidak lupa juga terhadap semua pihak yang
memberikan dukungan terhadap penulisan buku ini sehingga
dapat terselesaikan.
Demikian kami sampaikan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini dan kami
berharap ada kritik dan saran untuk memperbaiki buku ini di edisi
selanjutnya.
Surabaya, 22 Juli 2019
Penyusun
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
iv | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |v
DAFTAR ISIS
Halaman Judul
Kata Pengantar
i
iii
Daftar Isi iv
BAB I : PENGERTIAN MANAJEMEN KOMPENSASI 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Pengertian Manajemen Kompensasi 1
1.3. Tujuan Manajemen Kompensasi 3
1.4. Asas-Asas Kompensasi 7
1.5. Sistem Kompensasi 9
1.6. Penutup 14
Daftar Pustaka
14
BAB II : KOMPONEN PENGGAJIAN 17
2.1. Pendahuluan 17
2.2. Pengertian Komponen Penggajian 17
2.3. Komponen- komponen Kompensasi 18
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
Jenis-Jenis Kompensasi
Variasi Kompensasi
Kriteria Kompensasi
Asas dan Metode kompensasi
Kompensasi Financial dan Non Financial
19
22
22
26
29
2.9. Penutup 31
Daftar Pustaka 32
BAB III : KOMPENSASI GAJI DAN UPAH
33
3.1. Pendahuluan 33
3.2. Pengertian Gaji dan Upah 33
3.3. Unsur-unsur Gaji dan Upah 38
3.4. Disribusi Gaji dan Upah 42
3.5. Permasalahan Tenaga Kerja di Indonesia 44
3.6. Sistem Pengawasan Internal 49
vi | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
3.7.
3.8.
Aktivitas Siklus Penggajian dan Pengupahan
Penutup
Daftar Pustaka
53
55
56
BAB IV : KOMPENSASI INSENTIF 57
4.1. Pendahuluan 57
4.2. Pengertian Insentif 57
4.3. Tujuan Insentif 60
4.4. Indikator Insentif 61
4.5. Jenis-Jenis / Macam-Macam Insentif 63
4.6.
4.7.
Bentuk Insentif
Penutup
64
65
Daftar Pustaka 66
BAB V : KOMPENSASI TUNJANGAN
69
5.1. Pendahuluan 69
5.2. Pengertian Kompensasi Tunjangan 69
5.3. Perbedaan Gaji/Upah dengan Tunjangan 70
5.4. Alasan Perusahaan Menawarkan Tunjangan 71
5.5. Tujuan Pemberian Tunjangan 72
5.6. Klasifikasi Program Tunjangan 73
5.7. Strategis Pengelolaan Tunjangan 78
Daftar Pustaka 82
BAB VI : TAHAPAN PENGGAJIAN 83
6.1. Pendahuluan 83
6.2. Pengertian Tahapan Penggajian 83
6.3. Tahapan Penyusunan Kompensasi 84
6.4. Teknik Analisis Jabatan 86
6.5. Teknik Evaluasi jabatan 92
6.6. Melakukan survei gaji 101
6.7.
6.8.
6.9.
Menetapkan Gaji
Kenaikan Gaji
Penutup
104
106
109
Daftar Pustaka 110
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |vii
BAB VII : STRUKTUR PENGGAJIAN 113
7.1. Pendahuluan 113
7.2. Pengertian Struktur Penggajian 113
7.3. Tujuan Struktur Penggajian 115
7.4. Merancang Struktur Penggajian 117
7.5. Menyusun Struktur Penggajian 126
7.6. Penutup 133
Daftar pustaka 133
BAB VIII: PENGGAJIAN BERDASARKAN
KOMPETENSI
135
8.1. Pendahuluan 135
8.2. Pengertian Merit Pay (Performance
Based Pay
135
8.3. Manfaat Merit Pay 138
8.4. Indikator Merit Pay 140
8.5. Tujuan Merit based Pay` 141
8.6. Pelaksanaan Merit based Pay 142
8.7. Keuntungan dan Kerugian Merit Pay 146
8.8. Penutup 148
Daftar Pustaka 148
BAB IX: PERSAINGAN DALAM PENGGAJIAN 151
9.1. Pendahuluan 151
9.2.
9.3.
9.4.
9.5.
9.6.
9.7.
9.8.
9.9.
Daya Saing Eksternal
Tujuan Daya Saing Penggajian
Apa Yang Membentuk Daya Saing
Eksternal?
Faktor Pasar Kerja
Pasar Tenaga Kerja
Faktor Organisasi
Efisiensi Penggajian
Penutup
Daftar Pustaka
151
152
152
153
155
157
161
162
162
viii | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
BAB X : KOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI DAN
KINERJA
165
10.1. Pendahuluan 165
10.2. Pengertian Motivasi 165
10.3. Teori Kebutuhan Menurut Abraham Maslow 166
10.4. Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham
Maslow
167
10.5.
10.6.
Motivasi Menurut Frederick Herzberg
Teori Perluasan dan Victor Vroom
170
172
10.7. Pengaruh Kompensasi Terhadap Motivasi 173
10.8. Penutup 177
Daftar Pustaka 177
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 1
BAB. I
PENGERTIAN MANAJEMEN KOMPENSASI
1.1 Pendahuluan
Pada bab ini disampaikan pemahaman tentang manajemen
kompensasi yang terdiri dari pengertian manajemen kompensasi,
tujuan manajemen kompensasi, dan asas kompensasi yang dapat
diberikan terhadap karyawan di perusahaan. Pengertian manaje-
men kompensasi ini penting di pelajari karena dengan mendapat-
kan pemahaman tentang manajemen kompensasi maka pembaca
dapat memahami bagaimana cara mengelola gaji dengan taha-
pan-tahapan selanjutnya dalam penyusunan penggajian sampai
dengan pembayaran gaji terhadap karyawan perusahaan.
Setelah mempelajari pengertian manajemen kompensasi
pembaca diharapkan mampu menjelaskan tentang Manajemen
Kompensasi dan Sistem Kompensasi, dengan indikator antara lain
mampu menjelaskan tentang Manajemen Kompensasi dan sistem
kompensasi.
1.2 Pengertian Manajemen Kompensasi
Dapat dikatakan pula bahwa kompensasi adalah suatu
imbalan baik secara finansial maupun non-finansial (financial
Kompensasi juga bisa diberikan secara langsung terhadap
Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk
uang, barang langsung atau barang tidak langsung, yang diterima
karyawan sebagai imbalan dan jasa yang diberikan pada peru-
sahaan. Kompensasi finansial atau non finansial diberikan berda-
sarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dan
usaha meningkatkan kesejahteraan mereka seperti tunjangan hari
raya dan uang pensiun.
reward) yang diberikan terhadap karyawan atas pekerjaan yang
telah dilakukan dalam suatu organisasi. Kompensasi dapat berupa
finansial atau uang atau segala sesuatu yang dapat di ukur
dengan uang, atau bisa juga dalam bentuk non-finansial yaitu bisa
berupa penghargaan, jabatan, kondisi kerja dan lainnya.
2 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
karyawan, ataupun tidak langsung seperti tunjangan kesehatan,
dimana karyawan menerima kompensasi dalam bentuk-bentuk
non-finansial.
Menurut pendapat Thomas H. Stone (1982) bahwa “Com-
pensation is any form of payment to employee for work they
provide their empl
ation is the equitable remuniration of personal for their contri-
bution to organization objecti
oyer”, atau dapat diartikan bahwa Kompensasi
adalah suatu bentuk imbalan yang diberikan terhadap karyawan
sebagai imbal jasa terhadap pekerjaan yang mereka lakukan
sebagai karyawan.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Edwin B. Flippo
(2007) dalam bukunya, yang menyampaikan bahwa “Compen-
s
ves” (Kompensasi adalah pemberian
imbal jasa yang layak dan diberikan secara adil kepada
karyawan-karyawan karena mereka telah memberikan
kontribusi terhadap pencapaian tujuan dari organisasi).
Menurut Mondy R.W. & Noe, kompensasi merupakan
keseluruhan imbalan yang diberikan kepada karyawan sebagai
balasan atas jasa atau kontribusi mereka terhadap organisasi.
Sistem imbalan atau kompensasi yang baik merupakan
sistem yang mampu memberikan jaminan kepuasan terhadap
para anggotanya dalam organisasi, yang pada gilirannya
memungkinkan bahwa organisasi dapat memperoleh karyawan,
memeliharanya, dan mempekerjakanyan sejumlah orang
dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan
produktit guna kepentingan organisasi (Sondang P. Siagian,
2009: . Selain itu, Marwansyah (2010:269) berpendapat bahwa
kompensasi adalah penghargaan atau imbalan secara langsung
maupun tidak langsung berupa finansial maupun non finansial
yang diberikan secara adil dan layak terhadap karyawan sebagai balasan atas kontribusi/jasanya terhadap pencapaian tujuan
organisasi.
Simamora (1997:540) berpendapat bahwa kompensasi meliputi
pembayaran finansial dan jasa-jasa serta tunjangan-
tunjangan yang diberikan terhadapo karyawan sebagai bagian
dari hubungan kekaryawanan. Kompensasi merupakan sesuatu
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 3
1.3 Tujuan Kompensasi
rade-offs harus terjadi. Misalnya, demi memper-
yang diterima oleh karyawan sebagai ganti ats kontribusi mereka
terhadap organisasi.
Hasibuan (2000) menjelaskan lebih lanjut bahwa Kompen-
Berdasarkan berbagai definisi diatas, maka dapat di simpul-
kan bahwa Kompensasi merupakan suatu bentuk imbal jasa atau
penghargaan yang diberikan kepada individu karena telah
melaksanakan dan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu yang
di tugaskannya atau telah mencapai suatu strandart atau target
yang ditetapkan. Sedangkan manajemen kompensasi adalah
suatu kegiatan dalam merancang, mengelola dan mengatur
suatu bentuk imbal jasa terhadap karyawan atau pekerja
yang telah melakukan suatu pekerjaan tertentu dan
menyelesaikannya bagi organisasi, yang dimana bentuk imbal
jasa tersebut harus bersifat adil, obyektif, dan terbuka
sehingga diperoleh kepuasan bagi penerimanya sesuai dengan
kontribusi yang telah di berikan.
sasi adalah semua pendapatan yang dapat berbentuk uang,
barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan
sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.
Manajemen kompensasi dapat diartikan juga sebagai se-
buah kegiatan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengen-
dalikan serta mengembangkan suatu sistem kompensasi dalam
organisasi sehingga terbentuk sebuah model sistem yang me-
ngandung nilai-nilai obyektifitas, berkeadilan, dan transparan.
Secara umum, tujuan manajemen kompensasi adalah mem-
bantu perusahaan atau organisasi untuk mencapai apa yang sudah di tetapkan oleh organsasi serta menjamin terciptanya
keadilansecarainternal maupun eksternal. Keadilan internal dapat diperoleh dengan mengevaluasi jabatan dan penekananya berorientasi kepada hal-hal yang bersifat internal perusahaan, sedangkan keadilan eksternal lebih menitik beratkan dengan melakukan survey gaji di luar perusahaan yaitu dengan
cara membandingka dengan pekerjaan lain yang serupa di luar perusahaan. Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu dengan
lainnya.
4 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
rade-offs antara tujuan rekrutmen dan konsistensi tujuan dari
manajemen kompensasi.
airness
(keterbukaan), dan untuk memenuhi aturan undang-undang yang
berlaku. Yang dimaksudkan dengan efisiensi adalah:
1. Kompensasi yang baik dapat meningkatkan kinerja karyawan,
meningkatkan kualitas kerja karyawan, untuk memberikan
kepuasan karyawan dan stockholders (pemegang saham),
2. Untuk pengendalian biaya tenaga kerja.
Menurut Davis Keith & William B. Wether (2000), Tujuan
manajemen kompensasi adalah :
tahankan karyawan dan menjamin keadilan, hasil analisis upah
dan gaji, merekomendasikan kompensasi dengan jumlah yang
sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang serupa. Akan tetapi, ketika
melakukan perekrutan pekerja, perekrut mungkin lebih mengi-
nginkan penawaran upah tidak seperti biasanya, yaitu upah yang
tinggi untuk menarik pekerja yang berkualitas. Maka terjadilah
t
Menurut Milkovich & Newman (2005) tujuan pemberian
kompensasi adalah untuk mencapai efisiensi perusahaan, f
1. Memperoleh SDM yang Berkualitas
Sistem kompensasi yang baik merupakan sistem kom-
pensasi yang diberikan terhadap karyawan secara obyektif, adil dan terbuka, dengan tujuan agar karyawan merasa puas
terhadap kompensasi yang diterimanya. Jika pemberian kom- pensasi diberikan perusahaan pada karyawan dengan memuas- kan, maka ketika mengadakan rekrutan karyawan, perusa- haan akan memperoleh pelamar yang banyak. Dengan begitu,
perusahaan mendapatkan kesempatan lebih besar melakukan seleksi dari jumlah pelamar yang banyak tersebut.Perusahaan
akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
karyawan yang sangat berkualitas.
2. Mempertahankan Karyawan yang Ada
Jika karyawan memiliki kepuasan terhadap sistem kompen-
sasi yang diberikan perusahaan, maka karyawan tersebut akan
merasa nyaman dan betah untuk tinggal sehingga tidak akan
terjadi perpindahan atau pengunduran diri ke instansi dan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 5
perusahaan lain. Tinggi rendahnya labor turn
abor turn over yang
tinggi akan sangat merugikan perusahaan karena akan
menggerus, menguras dan mengorbankan banyak hal dalam
perusahaan. Jika terdapat karyawan yang keluar maka peru-
sahaan harus melakukan perekrutan ulang untuk mengisi posisi
tersebut yang telah ditinggalkan. Padahal melakukan perekru-
tan ulang harus mengorbankan waktu, tenaga dan sumber
daya yang seharusnya bisa dipakai untuk keperluan yang lain
yang lebih penting. Terlebih lagi, apabila karyawan yang keluar
adalah karyawan yang memiliki kompetensi khusus sehingga
untuk mencari gantinya akan sulit dan membutuhkan waktu
serta penyesuaian lebih. Untuk itu program kompensasi yang
baik dan layak sudah seharusnya diberikan kepada karyawan
dengan sepantasnya, agar menghasilkan kepuasan yang
maksimal dalam bekerja dan karyawan akan merasa bahwa
kompensasi yang perusahaan berikan menjadi penghargaan
yang layak sehingga mau tetap bekerja dan tidak berpindah ke
instansi dan perusahaan lain.
3. Menjamin Keadilan
Program kompensasi yang baik adalah kompensasi yang
diberikan berdasarkan keadilan, baik secara internal maupun
eksternal. Keadilan internal adalah ketika kompensasi diberikan
sesuai dengan jenis, beban dan tingkat kesulitan pekerjaan
yang dikerjakan. Keadilan eksternal merupakan pemberian
kompensasi terhadap karyawan atau pekerja yang dikom-
parasikan dengan perusahaan lain dengan jenis, beban dan
tingkat kesulitan yang sama di pasar kerja. Oleh karena itu,
kompensasi yang adil juga harus terukur dan dapat diukur
serta memiliki ukuran yang telah disesuaikan dengan jenis,
beban dan tingkat kesulitan pekerjaan.
4. Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan
Program kompensasi dapat juga dalam bentuk penghargaan
over atau tingkat
perputaran tenaga kerja akan sangat memengaruhi efisiensi
dan efektifitas kinerja perusahaan. Tingkat l
6 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
terhadap pola perilaku yang diperlihatkan oleh karyawan,
sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan. Penghargaan
tersebut bisa berupa insentif bagi karyawan yang telah
memberikan effort dan kontribusi lebih terhadap organisasi
dalam hal mereka berperilaku. Hal ini dapat digunakan sebagai
penambah motivasi karyawan dalam hal memperbaiki dan
meningkatkan perilaku baik mereka ketika berada didalam
lingkungan kerja atau perusahaan. Misalnya, perusahaan mem-
berikan kompensasi kepada karyawan, karena work ethics
mereka baik, seperti taat terhadap peraturan dan kebijakan
perusahaan, bekerja sesuai dengan SOP (Standar Operational
Pekerjaan), disiplin dalam bekerja, tepat waktu, bertanggung
jawab, dan mampu menjadi panutan bagi karyawan lain.
5. Mengendalikan Biaya
Program kompensasi yang wajar, tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu rendah, akan membantu perusahaan memperoleh dan
mempertahankan karyawan dengan kualitas seperti yang
diharapkan. Tanpa adanya pengelolaan kompensasi secara
efektif, maka akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan dan
pada akhirnya bisa meningkatkan labor turn over yang tinggi.
Namun jika pemberiaan kompensasi juga tidak terkendali,
terlalu tinggi dan tidak disertai dengan pengukuran kinerja
yang tepat, malahan akan membebani keuangan perusahaan
dan menghasilkan biaya yang tidak perlu, yang malah meru-
gikan perusahaan.
6. Mengikuti Aturan Pemerintah
Sistem kompensasi yang baik merupakan kompensasi yang
seharusnya memenuhi aturan pemerintah yang berlaku.
Dalam hal ini, Indonesia telah memiliki Undang-Undang
Ketenaga kerjaan no. 13 thn. 2003, yang di dalamnya membahas tentang besaran kompensasi karyawan. Oleh
karena itu, sistem kompensasi yang dibuat oleh perusahaan
setidaknya harus diberikan sesuai dengan aturan pemerintah
yang berlaku di Indonesia. termasuk UMK (Upah Minimum
Kabupaten/Kota) yang harus di terapkan seluruh Indonesia.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 7
1.4. Asas-Asas Kompensasi
Menurut Hasibuan (2000:122), program kompensasi (balas
jasa) harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta mem-
dan ini merupakan dasar acuan dalam penetapan kompensasi oleh perusahaan. Selain itu, juga dapat dilengkapi dengan
aturan hukum yang berlaku seperti aturan Keputusan Menteri dan peraturan lainnya.
7. Terbuka dan Transparan
Sistem kompensasi yang baik hendaknya diberikan secara terbuka dan transparan (Fairness) serta dapat dipahami oleh
semua anggota dalam organisasi. Semakin terbuka dan
transparan program kompensasiyang diterapkan, maka akan
membuat semua karyawan mudah memahami dan
mengetahui apa saja komponen-komponen kompensasi yang akan diterima oleh karyawan sehingga program kompensasi
menjadi efektif dan mampu memotivasi karyawan untuk
mengerahkan segala kemampuan terbaiknya serta mening- kat kan kinerja dan kepuasan kerja karyawan secara signifikan.
8. Meningkatkan Efesiensi Administrasi
Sistem kompensasi yang baik hendaknya dirancang dan dikelola dengan efektif dan efisien, dengan membuat sistem
informasi SDM secara sistematis, terintegrasi antara satu
bagian dengan bagian yang lain. Walaupun tujuan ini
sebenarnya sebagai pertimbangan sekunder saja dibandingkan
dengan tujuan-tujuan lain, namun keberadaannya dapat
membantu perusahaan menjadi lebih efisien dan efektif. Akan
tetapi apabila terdapat keterbatasan sumber pendanaan dalam
pengadaan program sistem informasi terkomputerisasi, peru-
sahaan dapat menundanya dan menggunakan sistem yang
konvensional saja. Melalui program dengan menggunakan IT dan terintegrasi, maka diharapkan akan menghasilkan
tingkat penilaian yang lebih baik lagi dan memudahkan
perusahaan untuk menetapkan kompensasi yang baik, sesuai
dengan poin-poin yang telah dibahas diatas.
8 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
ified tidak menjadi gusar serta situasi lingkungan
kerja dapat terjaga dengan baik. Selain itu, perusahaan dapat
terhindar dari demonstrasi serikat buruh karena terjadi ketidak
puasan kompensasi dan lain-lainnya.
perhatikan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Prinsip adil
dan layak harus mendapat perhatian lebih supaya kompensasi yang diberikan setimpal dan dapat memberikan motivasi dan
meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Beberapa asas-asas dalam program kompensasi karyawan
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan
harus memenuhi keadilan disesuaikan dengan jenis
pekerjaan, prestasi kerja, beban kerja, risiko pekerjaan,
tanggung jawab pekerjaan, jabatan, dan memenuhi
persyaratan lainnya. Jadi, asas adil dalam hal ini bukan berarti
setiap karyawan menerima kompensasi yang sama rata jumlah
bilangannya atau diseta- rakan antara satu dengan yang
lain. Asas adil yang dimak- sudkan disini adalah lebih
kepada dasar penilaian, perlakuan dan pemberian penghargaan
atau hukuman bagi setiap karya- wan. Dengan memakai
asas adil, maka akan tercipta suasana kerja yang baik,
semangat kerja tinggi, tingkat disiplin yang baik, loyalitas
yang tinggi, dan kondisi stabilitas karyawan yang lebih baik.
2. Asas Layak dan Wajar
Besaran kompensasi yang diterima karyawan harus-nya dapat
memenuhi kebutuhan hidup pada tingkat normatif yang
ideal. Ukuran dari kata layak dan wajar ini sangatlah
bersifat relatif. Penetapan besaran kompensasi dapat
didasarkan pada batas upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah berlaku dan kondisi eksternal konsistensi yang
ada dipasar tenaga kerja. Manajer personalia diharuskan untuk
selalu memantau dan menyesuaikan kompensasi dengan
kondisi eksternal konsistensi yang berlaku. Hal ini penting
supaya semangat kerja karyawan tinggi dan karyawan
yang qual
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 9
1.5. Sistem Kompensasi
1.5.1. Pengertian Sistem Kompensasi
Sistem adalah hubungan antara unit yang satu dengan unit
yang lainnya dan saling berhubungan. Hubungan antara satu
bagian dengan yang lainnya ini tidak dapat dipisahkan dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Misalnya, apabila satu unit didalam suatu perusahaan mengalami
gangguan, maka unit yang lainnya pun akan terganggu dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sistem kompensasi sendiri adalah suatu sistem yang terdiri
dari komponen-komponen kompensasi dari mulai penentuan be-
saran kompensasi dan cara pemberiannya. Ada beberapa macam
sistem kompensasi yang sering dipakai untuk memperhitungkan
besarnya kompensasi imbalan atau balas jasa kepada karyawan.
1. Sistem waktu adalah sistem kompensasi dimana besarnya
kompensasi didasarkan kepada jumlah waktu kerja yang
disesuaikan dengan standar waktu, seperti jam, minggu, atau
bulan. Besarnya kompensasi dalam sistem waktu ini hanya
didasarkan kepada lamanya bekerja. Kekurangan dari sistem ini
adalah bahwa pegawai yang tidak disiplin sekalipun namun
tetap dapat memenuhi standar waktu kerja yang telah
Menurut Suwatno dan Priansa (2011:224), Sistem kompen-
sasi merupakan sistem yang dirancang oleh perusahaan dan
terdiri dari komponen-komponen kompensasi mulai dari penen-
tuan besaran kompensasi dan cara pemberiannya. Sistem kom-
pensasi harus dapat menampung pengaruh faktor luar, sehingga
terjadi keseimbangan.
1.5.2. Macam-Macam Sistem Kompensasi
Secara umum, menurut Hasibuan (2001: 124), sistem kom-
pensasi yang diberikan terhadap karyawan terdiri dari: 1)
berdasrkan waktu, 2) hasil, dan 3) borongan. Setiap sistem diberikan berdasarkan ketentuan tertentu dengan tujuan untuk
memengaruhi karyawan demi meningkatkan kinerjanya.
Lebih lanjut, berkaitan dengan sistem kompensasi dapat dijelas-kan sebagai berikut :
10 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
ditetapkan oleh perusahaan, maka akan tetap mendapatkan
kompensasi sesuai perjanjian kerja.
2. Sistem hasil (output) adalah sistem kompensasi dimana besar-
nya kompensasi didasarkan kepada banyaknya hasil yang
dikerjakan, bukan lamanya waktu mengerjakannya. Semakin
banyak barang atau produk yang dihasilkan maka semakin
besar pula kompensasi yang akan diterimanya. Kelebihan dari
sistem ini adalah perusahaan memberikan kesempatan kepada
semua karyawan secara adil, bagi mereka yang ingin memak-
simalkan hasil kerjanya demi memperoleh kompensasi yang
lebih besar. Sedangkan kekurangan dari sistem hasil adalah
produk yang dihasilkan mungkin akan mengalami penurunan
kualitas karena pegawai cenderung mengejar kuantitas sehi-
ngga mengorbankan kualitas produk.
3. Sistem borongan adalah sistem kompensasi dimana besaran
kompensasi didasarkan kepada volume pekerjaan dan lama
mengerjakannya. Penetapan besaran kompensasi berdasarkan
sistem borongan cukup rumit karena membutuhkan keahlian
khusus dan waktu yang cukup lama untuk mengerjakannya
serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
Sistem borongan ini dipakai apabila pekerjaan yang dilakukan
adalah jenis pekerjaan yang membutuhkan tingkat keteram-
pilan yang mumpuni dan yang membutuhkan konsentrasi
tinggi serta penggunaan peralatan yang canggih.
Namun dalam prakteknya sehari-hari, ketiga jenis sistem
kompensasi diatas, tidak semua dapat digunakan secara bersa-
maan. Setiap organisasi atau perusahaan harus melakukan analisa
sehingga dapat menggunakan sistem kompensasi yang tepat dan
sesuai dengan karakteristik serta kondisi organisasi atau peru-
sahaan yang bersangkutan.
Handoko (2001:156) dalam bukunya, mengatakan bahwa
“Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima berupa
fisik maupun non-fisik yang harus dihitung dan diberikan kepada
seseorang, yang umumnya merupakan objek yang dikecualikan
dari pajak pendapatan”. Sistem kompensasi yang baik harus
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 11
mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan
perusahaan untuk memperoleh, memperkerjakan, dan memperta-
hankan karyawan.
Bagi organisasi atau perusahaan, kompensasi memiliki arti
penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi
dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karya-
wannya. Pengalaman menunjukan bahwa kompensasi yang tidak
memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja dan
kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan tingkat
turnover karyawan tinggi. Perusahaan menjadi terancam kehila-
ngan karyawan potensial.
1.5.3. Sistem Kompensasi yang Efektif
Indikator dari sebuah sistem kompensasi yang baik adalah
harus mampu:
1. Menarik tenaga-tenaga yang berkualitas baik dari dalam
mapun dari luar perusahaan.
2. Mempertahankan tenaga-tenaga yang berkualitas yang ada di
dalam perusahaan.
3. Memotivasi karyawan.
4. Membentuk budaya/iklim perusahaan.
5. Menunjang struktur organisasi.
6. Mencerminkan kemampuan financial perusahaan.
Sistem kompensasi modern, agar lebih sederhana dan lebih
mudah dipahami, maka perlu dirumuskan sesuai dengan pedoman
sebagai berikut:
1. Atraktif (Attractive)
Sistem kompensasi harus mampu memberikan daya tarik yang
memikat. Berbagai macam komponen kompensasi dapat di-
tambahkan agar dapat memberikan daya tarik yang memikat
bagi calon karyawan untuk mau bergabung ke dalam peru-
sahaan. Sistem kompensasi yang menarik adalah seringkali
menawarkan sesuatu yang berbeda dan memberikan nilai
tambah lebih kepada karyawan yang bergabung ke dalam peru-
sahaan, lebih daripada apa yang dapat ditawarkan oleh
perusahaan lain. Agar sistem kompensasi senantiasa atraktif,
12 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
maka perusahaan dapat melakukan survei penggajian (salary
survey) dipasar tenaga kerja secara berkala.
2. Kompetitif (Competitive)
Sistem kompensasi tersebut juga harus bersifat kompetitif.
Agar bisa bersaing dengan perusahaan sejenis atau peru-
sahaan lain, maka perusahaan perlu merancang suatu model
sistem kompensasi yang bersifat kompetitif didalamnya. Sistem
kompensasi yang demikian akan mampu merangsang naluri
karyawan untuk dapat terus maju dan bersaing dengan
karyawan yang lain untuk mengejar prestasi kerja yang terbaik.
Hal ini dikarenakan sifat dasar manusia adalah selalu ingin
menjadi yang terbaik daripada yang lain dan mendapatkan
lebih daripada apa yang seharusnya mereka terima. Maka
apabila sistem kompensasi yang dirancang adalah bersifat
kompetitif, karyawan akan semakin terpacu untuk menghasil-
kan prestasi terbaik dan tertinggi.
3. Motivatif (Motivative)
Sistem kompensasi agar menjadi lebih efektif juga perlu ber-
sifat motivatif. Hal ini dikarenakan karyawan yang telah berjerih
lelah dalam mengeluarkan effort yang terbaik dan tenaga
ekstra yang lebih besar, akan merasa bahwa semua usahanya
tersebut sepadan dan dihargai. Apabila terdapat kompensasi
yang layak maka akan meningkatkan motivasi karyawan secara
signifikan. Motivasi yang demikian, juga akan memberikan nilai
tambah kepada perusahaan, mampu merangsang karyawan
untuk memacu prestasi kerjanya, menghasilkan kinerja yang
terbaik dan tertinggi serta bersikap dan berperilaku baik. Oleh
karena itu sistem kompensasi yang dirancang harus mem-
berikan nilai kompensasi yang berkorelasi dengan effort kar-
yawan, prestasi kerja dan kinerja karyawan.
4. Masuk Akal (Reasonable)
Sistem kompensasi yang dirasa efektif sekalipun akan menjadi
sia-sia belaka, apabila sistem kompensasi yang dirancang oleh
perusahaan dirasakan oleh karyawan tidak masuk akal untuk
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 13
dicapai. Oleh karena itu, sebelum perusahaan merancang suatu
sistem kompensasi, maka perlu dilakukan suatu penelitian
secara mendalam agar tidak terjadi situasi yang bias dalam
pengaplikasian sistem kompensasi tersebut. Selain itu, untuk
memenuhi keadilan internal maka setiap bobot penilaian harus
disesuaikan dengan masing-masing jabatan atau jenis peker-
jaan, sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku didalam
perusahaan dan dilakukan pembandingan. Hal ini dilakukan
oleh perusahaan dengan melakukan evaluasi jabatan, dimana
setiap jabatan dan jenis pekerjaan harus memiliki tugas pokok
dan fungsi masing-masing yang terintegrasi dengan sistem
kompensasi, agar dapat dievaluasi sesuai dengan target atau
pencapaian yang masuk akal.
Selanjutnya, Siagian (2002:257) berpendapat agar sistem
kompensasi yang dirancang menjadi efektif, maka dibagi menjadi
empat tahapan yang perlu dilakukan oleh perusahaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Melakukan analisis pekerjaan. Artinya perlu disusun dengan
lengkap, jelas dan menyeluruh akan deskripsi jabatan, beban
pekerjaan, uraian pekerjaan dan standar pencapaian dalam
pekerjaan.
2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan
internal. Artinya perlu melakukan penilaian pekerjaan yang
susunanya menurut urutan peringkat pekerjaan, penentuan
“nilai” untuk setiap pekerjaan, susunan perbandingan dengan
pekerjaan lain dalam organisasi dan pemberian “point” untuk
setiap pekerjaan.
3. Melakukan survei sistem kompensasi. Artinya perusahaan perlu
membandingkan dan menelaah jenis, bentuk dan model sistem
kompensasi yang ada dan yang sudah diterapkan sekarang ini.
Hal ini karena sudah terdapat berbagai jenis, bentuk dan model
sistem kompensasi yang telah diaplikasikan oleh berbagai
macam perusahaan.Guna memperoleh bahan masukan dan in-
formasi penting yang berkaitan dengan sistem kompensasi,
maka perlu dilakukan survei dan melakukan komparasi antar
sistem kompensasi yang ada. Melalui hal ini, diharapkan
14 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
perusahaan dapat menemukan dan merancang sebuah model
sistem kompensasi yang terbaik dan sesuai dengan kondisi dan
lingkungan internal perusahaan.
4. Menentukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan
eksternal. Artinya perusahaan perlu menetapkan “nilai besaran
kompensasi” pekerjaan, yang sudah terlebih dahulu sebelum-
nya dikomparasikan dengan “nilai besaran kompensasi” peker-
jaan sejenis pada perusahaan lain.
1.6. Penutup
Pada akhirnya, maka dapat disimpulkan bahwa sistem
kompensasi yang baik dan yang efektif adalah suatu sistem
pemberian balas jasa kepada karyawan yang memiliki nilai
kompensasi yang layak dan pantas diterima oleh karyawan sesuai
dengan jenis dan hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan
tersebut. Sistem kompensasi yang baik dan yang efektif juga
harus dapat membuat tingkat labor turn over dalam perusahaan
menjadi rendah dan karyawan puas akan pekerjaannya. Sistem
kompensasi yang baik adalah kompensasi yang diberikan dengan
equity (adil), obyektif dan fearness (terbuka)
Daftar Pustaka
Thomas H. Stone; “Understanding Personal Management”, Holt
Saunders, Tokyo, 1982.
Edwin B. Flippo (2007), Personel Managemen, Edisi VII jilid 2,
Terjemahan Alponso, S Penerbit Erlangga Jakarta.
Flippo, Edwin B. 2007. Manajemen Personalia Edisi Ketujuh,
Jakarta: Raja Grafindo
Kadarisman, M. 2014. Manajemen Kompensasi” Edisi pertama,
Jakarta, Pebnerbit PT Rajapers Grafindo Persada
Malayu S.P. Hasibuan (2000), Manajemen Sumberdaya Manusia,
Edisi Revisi, Penerbit PT Bumi Aksara.
Marwansyah (2010), Manajemen sumber daya manusia. Alfabeta:
Bandung.
Mondy, R.W. & Noe, 1993), Human Resource Management
(5rded.), Massachusetts, Allyn and Bacon.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 15
Sondang P. Siagian (2009), Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta : Bumi Aksara.
Suwatno dan Donni Kuni Priansa (2011), “Manajemen SDM dalam
Organisasi Publik dan Bisnis”, Bandung: Alfabeta
William B. Wether, Jr. Keith Davis (2000), Human Resource and
Personal Management, edisi ke 9. McGraw-Hill Inc. USA.
……… (2013), Pengertian Sistem Kompensasi
http://ewintribengkulu.blogspot.com/2013/04/pengertian-
sistem-kompensasi.html, 5 Apr 2013, di download pada
tanggal 10 Desember 2017 jam 05.34.
16 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |17
BAB. II
KOMPONEN KOMPENSASI
2.1 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya telah disampaikan pemahaman
tentang manajemen kompensasi yang terdiri dari : 1) pengertian
manajemen kompensasi, 2) tujuan manajemen kompensasi, dan
3) asas kompensasi yang dapat diberikan terhadap karyawan di
perusahaan. Maka dalam bab selanjutnya ini akan dibahas menge-
nai komponen kompensasi yaitu tentang komponen-komponen
kompensasi dengan indikator-indikator yang akan dijelaskan seba-
gai berikut, yaitu :
1. Komponen kompensasi finansial dan non-finansial.
2. Gaji dan upah.
3. Insentif.
4. Tunjangan kerja.
5. Kompensasi non financial jabatan (The Job).
6. Kompensasi non financial lingkungan kerja (Job environt-
ment).
2.2 Pengertian Komponen Kompensasi
Komponen memiliki pengertian dasar yaitu suatu susunan
yang terdiri dari keseluruhan elemen atau sebagian, dimana
antara satu dengan lainnya memiliki karakteristik-karakteristik
khusus yang berbeda (Aminuddin, 2008). Sedangkan menurut
Tata art Study (2012), menyatakan bahwa komponen adalah
bagian-bagian dari system, yang mempunyai peran penting dalam
keseluruhan aspek berlangsungnya suatu proses dalam penca-
paian tujuan di dalam suatu sistem.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat di ambil pema-
haman bahwa komponen kompensasi adalah bagian-bagian kom-
pensasi yang diberikan kepada karyawan, yang meliputi berbagai
macam kompensasi dan jenis kompensasi, yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya dan bisa saling melengkapi. Sehingga
dapat juga dikatakan bahwa komponen kompensasi adalah jenis-
18 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
jenis kompensasi atau imbalan-imbalan, baik berupa uang atau
finansial (financial reward) maupun non-finansial (non-financial
reward), yang diterima oleh seseorang melalui hubungan kepega-
waian dengan sebuah organisasi atau perusahaan.
Kompensasi secara finansial dapat berupa pengeluaran
moneter yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan dan
diberikan secara langsung terhadap karyawan. Sedangkan untuk
kompensasi secara non-finansial, umumnya diterima karyawan
dalam bentuk-bentuk non-moneter dan biasanya diberikan ketika
karyawan tersebut mencapai suatu target atau prestasi tertentu
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Kompensasi juga dapat diberikan tidak dalam bentuk mo-
neter saja, namun juga sesuatu yang dapat dirasakan akibatnya
melalui pemberian fasilitas-fasilitas tertentu. Seperti misalnya,
tambahan cuti hari kerja, rekreasi, promosi jabatan, sertifikat
penghargaan, ruang kerja (kantor) dan fasilitas-fasilitas lain yang
dapat menambah kenyamanan, seperti rumah dinas, kendaraan
motor dinas, mobil dinas, cafeteria, serta fasilitas pinjaman
(cicilan) motor, mobil maupun rumah dan sebagainya.
2.3 Komponen-Komponen Kompensasi
Pada umumnya, bentuk kompensasi yang paling sering di-
berikan oleh perusahaan kepada karyawan adalah berupa finansial
(moneter). Hal ini dikarenakan pemberiaan kompensasi secara
finansial (moneter) yang dilakukan oleh organisasi atau perusa-
haan adalah yang paling mudah dan sederhana. Yang membe-
dakan hanya terletak kepada kapan waktu pemberiaan kompen-
sasi tersebut dilakukan. Terkadang bisa secara langsung diberikan
kepada karyawan berdasarkan waktu penggajian atau pengu-
pahan, ataupun secara tidak langsung (tertunda), dimana kar-
yawan menerima kompensasi berdasarkan pencapaian target atau
prestasi tertentu.
Ketika kompensasi dikaitkan dengan nilai-nilai moneter yang
berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial (financial reward)
yang diterima oleh karyawan perusahaan, maka hal tersebut
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |19
seringkali berupa gaji ataupun upah. Namun, selain gaji dan upah
terdapat juga berbagai macam bentuk kompensasi moneter lain.
Beberapa terminologi dalam kompensasi antara lain sebagai
berikut :
2.3.1 Kompensasi finansial
Kompensasi secara finansial dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kategori yaitu :
1. Kompensasi finansial secara langsung yaitu berupa; bayaran
pokok (gaji dan upah), bayaran prestasi, bayaran insentif
(bonus, komisi, pembagian laba/keuntungan dan opsi saham)
dan bayaran tertangguh (program tabungan dan anuitas
pembelian saham)
2. Kompensasi finansial tidak langsung berupa; program-
program proteksi (asuransi kesehatan, asuransi jiwa, pensiun,
asuransi tenaga kerja), bayaran diluar jam kerja (liburan, hari
besar, cuti tahunan dan cuti hamil) dan fasilitas-fasilitas seperti
kendaran, ruang kantor dan tempat parkir.
2.3.2 Kompensasi non-finansial
Kompensasi secara non-finansial dapat dibagi menjadi 2
(dua) kategori yaitu :
1. Pekerjaan (tugas-tugas yang menarik, tantangan, tanggung
jawab, pengakuan dan rasa pencapaian).
2. Lingkungan kerja (kebijakan-kebijakan yang sehat, supervisi
yang kompoten, kerabat yang menyenangkan, lingkungan
kerja yang nyaman).
2.4 Jenis-Jenis Kompensasi
Kompensasi merupakan pemberian yang diterima oleh
karyawan yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan pekerjaan. Kompensasi langsung biasanya
diterima oleh karyawan dalam bentuk gaji (salary), upah (wages),
dan intensif (incentive). Sedangkan kompensasi tidak langsung
biasanya diterima oleh kayawan dalam bentuk tunjangan
20 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
(benefits) dan fasilitas (facility). Jenis-jenis kompensasi juga
terbagi dalam beberapa bentuk pembayaran seperti kondisi waktu
tidak bekerja, kondisi bahaya, program pelayanan karyawan dan
pembayaran yang diwajibkan hukum.
Kompensasi langsung sangat berkaitan erat dengan tugas
pokok kerja yang menjadi kewajiban karyawan dan berhubungan
langsung dengan pekerjaannya sehingga dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Gaji (Salary) dan Upah (Wages).
Gaji dan upah pada umumnya merupakan pemberian kom-
pensasi secara finansial. Gaji diberikan berdasarkan tarif
mingguan, bulanan atau tahunan. Sedangkan untuk upah,
biasanya adalah pemberiaan kompensasi secara langsung
yang diberikan berdasarkan tarif gaji perjam atau upah harian,
sehingga semakin lama kerjanya, semakin besar upah yang
diterima. Apabila diliihat berdasarkan pengaplikasian pem-
berian kompensasi antara gaji dan upah, gaji seringkali
diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang lebih mem-
butuhkan keterampilan dan kualifikasi khusus sehingga pem-
bayaran gajinya cukup besar serta pendapatan perusahaan
dihitung per jangka waktu tertentu. Sedangkan untuk upah,
kerap digunakan untuk membayar pegawai part-time sebagai
imbalan yang berkaitan dengan pekerjaan borongan atau
menghadapi event-even tertentu dan oleh perusahaan-perusa-
haan produksi yang lebih menuntut pekerjaan kasar yang juga
lebih mementingkan kuantitas produksi serta pendapatan
perusahaannya berdasarkan jumlah produk yang dikeluarkan
(output).
2. Insentif (Incentive)
Insentif merupakan pemberian kompensasi secara finansial
dan merupakan tambahan-tambahan diluar gaji yang telah
ditetapkan atau upah yang diberikan oleh perusahaan.
Program-program kompensasi yang memberikan insentif,
seringkali didasarkan kepada tingkat produktivitas karyawan,
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |21
tingkat penjualan produk, tingkat pencapaian keuntungan-
keuntungan atau adanya upaya-upaya pemangkasan biaya
yang membuat perusahaan menjadi untung.
Kompensasi tidak langsung menekankan kepada pemben-
tukan kondisi kerja yang baik agar karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik sehingga dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Tunjangan (Benefit)
Tunjangan merupakan pemberian kompensasi secara finansial
dan non-finansial yang merupakan tambahan-tambahan diluar
gaji maupun upah. Misalkan, asuransi kesehatan, asuransi
jiwa, tunjangan hari raya, tunjangan melahirkan, program
pensiun dan tunjangan-tunjangan lainnya yang berhubungan
dengan kepegawaian.
2. Fasilitas (Facility)
Fasilitas merupakan pemberian kompensasi secara tidak
langsung non-finansial diluar gaji atau upah. Misalkan, tamba-
han cuti hari kerja, rekreasi yang dibiayai perusahaan, motor
dinas, mobil dinas, rumah dinas, ruang kerja khusus (kantor),
keanggotaan klub, tempat parkir khusus dan pinjaman
(cicilan) motor, mobil dan rumah pribadi.
Selain kompensasi langsung dan tidak langsung, kompen-
sasi sendiri terbagi menurut bentuk pembayarannya, antara lain
sebagai berikut :
1. Pembayaran untuk waktu tidak bekerja (payment for time not
worker) seperti, dalam bentuk istirahat on–the-job, Hari-hari
sakit, Liburan dan cuti, Alasan-alasan lain kehamilan,
kecelakaan, wajib militer dll.
2. Pembayaran terhadap bahaya (Hazard Protection) seperti,
bentuk perlindungan terhadap bahaya pertama yang umum ini
bisa berbentuk asuransi Jiwa, Asuransi Kesehatan, Asuransi
Kecelakaan.
22 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
3. Program Pelayanan Karyawan (Employee service) seperti,
Program rekreasi, Cafetaria, Perumahan, Beasiswa pendidikan,
Fasilitas pembelian, Konseling dan legal, Aneka ragam pelaya-
nan lain, seperti pemberian pakaian seragam dan transportasi.
4. Pembayaran yang diwajibkan hukum (Legally required pay-
ment) seperti, pajak yang telah ditetapkan oleh pemerin-tah
dan aturan hukum tertentu yang telah diputuskan oleh
pemerintah agar perusahaan mengeluarkan anggaran yang
ditujukan bagi perlindungan karyawan terhadap bahaya-ba-
haya yang mengancam
2.5. Variasi Kompensasi
Kompensasi total terdiri atas tiga komponen yang memiliki
macam-macam variasi, yaitu:
1. Unsur yang mendasar adalah kompensasi tetap diterima oleh
karyawan secara teratur, baik berupa gaji atuapun upah.
2. Komponen total yang insentif, program untuk dirancang
memberi imbalan kepada karyawan atas kinerjanya yang baik.
Insentif dalam bentuk seperti bonus dan bagi untung.
3. Komponen terakhir dari kompensasi total yakni tunjangan
yang terkadang disebut dengan kompensasi tidak langsung.
Tunjungan tersebut terdiri dari asuransi, liburan, kesehatan
dan lain-lainnya.
2.6. Kriteria Kompensasi
Dalam kebijakan kompensasi terdapat 7 (tujuh) kriteria
yang menjadi dasar pemberian kompensasi sebagaimana seharus-
nya. Seperti berikut ini :
1. Memadai
Dalam tingkat yang minimal yang ditetapkan oleh pemerin-
tahan, pemberian kompensasi harus memadai secara mana-
jerial dan dapat mengakomodir tuntutan serikat kerja atau
buruh.
2. Adil
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |23
Pemberian kompensasi harus secara adil dan tidak pilih kasih.
Adil disini berarti, setiap karyawan yang sudah menyelesaikan
kewajibannya sesuai dengan perjanjian, maupun kontrak yang
telah disepakati, maka perusahaan harus melakukan pem-
berian kompensasi tersebut tanpa memandang keberatan
apapun. Kemudian dalam pemberian kompensasi tidak dida-
sari rasa suka atau tidak suka, sehingga ukuran dari pem-
berian kompensasi bukan karena faktor-faktor diluar yang
telah disepakati bersama dalam perjanjian maupun kontrak
yang berlaku.
3. Seimbang
Pemberian kompensasi sudah seharusnya sebuah paket
imbalan yang menyeluruh dan seimbang. Hal ini dikarenakan
apabila pemberian kompensasi tidak seimbang, maka akan
terjadi kecemburuan sosial dalam perusahaan.
4. Efektif
Pemberian kompensasi sudah seharusnya dalam takarannya
dan tidak berlebihan. Selain itu, perusahaan juga perlu
mempertimbangkan kemampuan keuangan perusahaan dalam
membayar kompensasi.
5. Aman
Pemberian kompensasi sewajarnya makin mensejahterakan
karyawan dan juga mampu membantu karyawan memiliki rasa
aman dan nyaman dalam memenuhi setiap kebutuhan pokok-
nya. Pemberian kompensasi yang baik juga sudah seharusnya
tidak malah menambah beban dan resiko yang harus di-
tanggung oleh karyawan demi mencapai target atau prestasi
yang diharapkan.
6. Tersedia
Pemberian kompensasi yang baik sudah sewajarnya harus
terus berkesinambungan dan tidak sebentar ada sebentar
hilang. Pemberian kompensasi harus bersifat berkelanjutan
(sustainable) agar karyawan makin termotivasi dan pemberian
kompensasi memiliki dampak yang terasa.
7. Relevan
24 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Pemberian kompensasi kepada karyawan seharusnya juga
relevan dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. Agar
karyawan mudah memahaminya dan juga merasa bahwa
pemberian kompensasi tersebut demikian masuk akal bagi
perusahaan ataupun bagi dirinya.
Sistem kompensasi yang ditawarkan perusahaan untuk
karyawan memang berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Namun pada dasarnya, berbagai aspek seperti kemampuan
keuangan perusahaan, kebijakan perusahaan dan situasi peru-
sahaan adalah aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
merancang kompensasi.
Komponen-komponen kompensasi diatas yang dibagi men-
jadi 2 (dua) macam, yaitu kompensasi Finansial dan kompensasi
non-finansial, perlu diperhatikan bagaimana penerapannya. Kom-
ponen-komponen kompensasi tersebut yang diberikan oleh peru-
sahaan dalam bentuk moneter maupun non-moneter juga perlu
dipertimbangkan dengan seksama.
Semuanya ini tak lain adalah demi lahirnya sistem kom-
pensasi yang baik yang dapat mengakomodir setiap kebutuhan
yang ada didalam perusahaan. Antara perusahaan maupun
karyawan, sama-sama memperoleh kepuasan dan keuntungan.
Menurut Flippo (2001:56), kompensasi dapat dibagi menjadi :
1. Kompensasi Langsung (Direct Compensation)
Kompensasi langsung merupakan kompensasi yang diterima oleh
karyawan yang mempunyai hubungan langsung dengan peker-
jaan, yang biasanya diterima oleh karyawan dalam bentuk gaji,
upah, intensif, bonus.
a. Gaji
Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap
bulan/minggu untuk karyawan tetap sebagai imbalan atas
peker-jaannya sedangkan bila terjadi naik/turunnya prestasi
kerja, tidak mempengaruhi besar kecilnya gaji tetap. Besar
kecilnya nilai gaji terjadi apabila terjadi kenaikan atau
penurunan nilai gaji yang ditetapkan oleh perusahaan.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |25
b. Upah
Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap
minggu/harian untuk pegawai tidak tetap atau biasa disebut
dengan part-time sebagai imbalan yang berkaitan dengan
pekerjaan borongan atau menghadapi event-even tertentu.
c. Insentif
Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap
bulan/minggu untuk karyawan tetap atau part-time sebagai
imbalan kasus perkasus yang dikerjakan berdasarkan keteram-
pilan kinerjanya. Atau tambahan balas jasa yang diberikan
kepada karyawan tertentu yang prestasinya diatas prestasi
standar.
d. Bonus
Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung sebagai
imbalan atas prestasi kerja yang tinggi untuk jangka waktu
tertentu, dan jika prestasinya sedang menurun, maka bonus-
nya tidak akan diberikan.
2. Kompensasi tidak langsung (Indirect Compensation)
Kompensasi tidak langsung merupakan kompensasi yang diterima
oleh karyawan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
pekerjaan, tetapi lebih menekankan kepada pembentukan kondisi
kerja yang baik untuk menyelesaikan pekerjaannya.
a. Pembayaran untuk waktu tidak bekerja (payment for time not
worker), dalam bentuk :
Istirahat on–the-job
Hari-hari sakit
Liburan dan cuti
Alasan-alasan lain kehamilan, kecelakaan, wamil, dll
b. Pembayaran terhadap bahaya (Hazard Protection), bentuk
perlindungan terhadap bahaya pertama yang umum ini bisa
berbentuk :
Asuransi Jiwa
Asuransi Kesehatan
Asuransi Kecelakaan
c. Program Pelayanan Karyawan (Employee service)
26 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Program rekreasi
Cafetaria
Perumahan
Beasiswa pendidikan
Fasilitas pembelian
Konseling finansial dan legal
Aneka ragam pelayanan lain, seperti pemberian pakaian
seragam, transportasi.
d. Pembayaran yang dituntut oleh hukum (Legally required
payment) masyarakat, melalui pemerintahannya telah memu-
tuskan bahwa sejumlah tertentu dari pengeluaran perusahaan
akan ditujukan melindungi karyawan terhadap bahaya-bahaya
hidup yang utama
2.7. Asas dan Metode kompensasi
2.7.1. Asas Kompensasi
Program kompensasi (balas jasa) harus ditetapkan atas asas
adil dan layak serta dengan memperhatikan Undang-Undang Per-
buruhan yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapatkan
perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas jasa yang diberikan
merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan.
Asas kompensasi menurut hasibuan (2013:122), antara lain :
1. Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayarkan kepada setiap karyawan
harus diseimbangkan/disesuakan dengan seberapa besar
prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung
jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan internal
kosistensi
Jadi adil bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi
yang sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian,
perlakuan dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap
karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama
yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilisasi
karyawan akan menjadi lebih baik.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |27
2. Asas layak dan Wajar
Kompensasi yang diterima oleh karyawan dapat memenuhi
kebutuhannya pada tingkat normative yang ideal. Tolak ukur
layak adalah relative, penetapan besarnya kompensasi didasar-
kan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal kon-
sistensi yang berlaku.
Manajer personalia diharuskan selalu memantau dan
menyesuaikan kompensasi dengan eksternal konsistensi yang
sedang berlaku. Hal ini penting supaya semangat kerja dan
karyawan yang qualified tidak berhenti, tuntutan serikat buruh
dikurangi dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Komponen-komponen dari
keseluruhan program kompensasi, ada yang diberikan secara
langsung dan secara tidak langsung kepada karyawan. Untuk
mendapat gambaran lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 2.1
dibawah ini.
28 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
5
KOMPONEN-2 KOMPENSASI
COMPENSATION
FINANCIAL NON-FINANCIAL
DIRECT INCENTIVES
Wages THE JOB JOB ENVIRONMENT
Salaries Merit pays Interesting duties Sound PoliciesPiece rate Challenge CompetentSupervisionInd. Incentives Opportunity for Appropriate Status Group Incentives Recognition Symbols
BENEFITS Gain Sharing Feeling of Comfortable WorkingHealth Care Profit Sharing Achievement ConditionsAccident Ins. Advancement FlextimePay for Time Opportunities Compressed Work Week
Not Worked Job SharingUnemployment Cafetaria
CompensationSocial SecurityPensionsEmployment
Services
Gambar 2.1 Komponen kompensasi
29 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
2.8 Kompensasi Financial dan Non Financial
Kompensasi merupakan hak bagi karyawan dan menjadi
kewajiban perusahaan untuk membayarnya. Kompensasi langsung
yang diberikan dapat berupa gaji, upahdan insentif”. Kompensasi
Non Finansial Kompensasi non finansial adalah segala sesuatu
imbalan yang diberikan kepada karyawan atas balas jasa selain
uang, yaitu lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Penulis
cenderung memasukkan poin fleksibilitas tempat kerja masuk
kedalam poin lingkungan kerja yang dijelaskan oleh pendapat
Rivai (2004:362) sesuai dengan penjelasan yang ada.
2.8.1. Kompensasi Finansial
Kompensasi Finansial adalah imbal jasa berupa uang yang
diberikan kepada karyawan atas balas jasa yang sudah dikerjakan.
Menurut Rivai (2004:359) “Kompensasi finansial terdiri dari
kompensasi langsung dan tidak langsung.
Kompensasi finansial bisa berupa kompensasi langsung
yang diberikan kepada karyawan, ataupun tidak langsung, dimana
karyawan menerima kompensasi dalam bentuk-bentuk non
moneter.
Beberapa kompensasi yang berupa finansial dapat berupa :
1. Upah/gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif
gaji perjam (semakin lama kerjanya, semakin besar bayaran-
nya). Upah merupakan basis bayaran yang kerap digunakan
bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan. Sedangkan
gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif mingguan, bulanan
atau tahunan.
2. Tunjangan (Benefit). Contoh-contoh tunjangan seperti asu-
ransi kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, asuransi tenaga kerja,
bayaran diluar jam kerja seperti liburan, hari besar, cuti
tahunan dan cuti hamil dan fasilitas-fasilitas seperti kendaran,
mobil perusahaan, keanggotaan club, ruang kantor yang
nyaman dan tempat parkir khusus.
3. Insentif, (incentive) merupakan tambahan-tambahan gaji
diatas atau diluar gaji atau upah yang diberikan oleh
30 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
organisasi. Program insentif disesuaikan dengan memberikan
imbalan tambahan berdasarkan kelebihan target, kinerja,
produktivitas, komisi penjualan, kelebihan keuntungan perusa-
haan dapat berupa bonus (Profit Sharing), atau pengurangan
biasa (Cost reduction), Pembagian saham, dan lainnya.
2.8.2. Kompensasi Non Financial
Kompensasi non financial, dapat berupa Pekerjaan (tugas-
tugas yang menarik, tantangan, tanggung jawab, pengakuan
dan rasa pencapaian). Dan Lingkungan kerja berupa (kebijakan-
kebijakan yang sehat, supervise yang kompoten, kerabat yang
menyenangkan, lingkungan kerja yang nyaman, dan lainnya).
Kompensasi non-finansial terdiri dari tiga kategori yaitu pe-
kerjaan itu sendiri, lingkungan pekerjaan, serta fleksibilitas tempat
kerja.
1. Karakteristik pekerjaan
Yaitu kondisi kerja yang dirasakan nyaman dan pekerjaan yang
sesuai dengan minat, bakat, atau kemampuan dari setiap
karyawan. demikian juga melakukan pekerjaan yang sangat
penting atau bermanfaat bagi orang lain akan menjadi daya
tarik secara psikologis dan juga memberikan manfaat, kepua-
san tersendiri sebagai imbalan non-keuangan yang dapat
dirasakan oleh karyawan. Kadang ada karyawan yang merasa
nyaman dan senang melakukan pekerjaan yang menantang
atau membutuhkan kreativitas atau keahlian tertentu.
2. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang membuat tenang, senang, nyaman,
atau suasana psikologis atau soisal lainnya yang bersifat positif
jika bekerja pada lingkungan pekerjaan yang menerapkan
kebijakan atau peraturan yang jelas akan menjadi kompensasi
non finansial bagi karyawan, demikian juga bekerja bersama
dengan teman-teman karyawan lainnya yang sangat berkom-
peten, lingkungan kerja yang bebas dari permusuhan, teman
kerja yang kompak, atau bekerja dengan fasilitas pekerjaan
(kantor, ATK, atau fasilitas perkantoran) yang nyaman dan
menyenangkan akan memotivasi karyawan lebih bersemangat
kerja.
31 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
3. Fleksibiltas Waktu.
Waktu kerja yang flexibel misalnya jam kerja yang luwes atau
tidak bersifat kaku yang untuk sebagian orang dapat menjadi
faktor yang menyenangkan, hari kerja yang pendek namun
padat sehingga mempunyai waktu istirahat yang longgar di
akhir minggu, bisa berbagi pekerjaan atau tanggung jawab,
atau bahkan kemudahan akses, transportasi, atau sistem
komunikasi atau ke tempat kerja yang mudah dan fleksibel
dapat menjadi kompensasi non finansial bagi karyawan.
2.9. Penutup
Komponen kompensasi merupakan bagian-bagian dari
kompensasi yang diberikan kepada karyawan, komponen ini terdiri
berbagai macam kompensasi dan jenis kompensasi, yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya dan bisa saling melengkapi.
Sehingga dapat juga dikatakan bahwa komponen kompensasi
adalah jenis-jenis kompensasi atau imbalan-imbalan. Komponen
Kompensasi ada yang menyatakan terdiri dari uang atau finansial
(financial reward) ataupun non-uang (non-financial reward), yang
diterima oleh karyawan atas jasa terhadap organisasi atau
perusahaan. Kompensasi financial dapat berupa gaji atau upah,
tunjangan-tunjangan, dan insentif seperti imbalan terhadap
pencapaian target individu, komisi, bonus capaian instansi atau
segala sesuatu yang dapat di nilai dengan uang. Sedangkan Non
financial bisa berupa jabatan dan lingkungan jabatan.
Ada juga yang menyatakan bahwa macam-macam kompen-
sasi dapat berupa pemberian gaji secara langsung (Direct) atau
tidak langsung (Indirect). Pemberian kompensasi secara langsung
dapat berupa Gaji/Upah, Insentif dan Bonus, sedangkan kompen-
sasi tidak langsung dapat berupa tunjangan-tunjangan, cuti, hari
libur, Istirahat, flextime (Fleksibilitas waktu kerja), Asuransi Jiwa,
Asuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan, Program rekreasi,
Cafetaria, Perumahan, Transportasi, dan mungkin bisa Beasiswa
pendidikan.
32 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Daftar Pustaka
Flippo, Edwin B. (2011), Manajemen Personalia, Terjemahan. PT
Gelora Aksara Pratama, Jakata
Gugup Kismono (2011), Pengantar Bisnis, BFE Yogjakarta
Hasibuan, H. Malayu S.P. (2007), Manajemen Sumber Daya
Manusia, Edisi Revisi Kedua, Penerbit BPFE-UGM,
Yogyakarta,
Irianto, Yusuf, Tema-Tema Pokok Manajemen Sumber Daya Alam,
Penerbit Insan Cendikiawan, Surabaya, Tahun 2001,
Halaman 103
Noto Atmodjo, Soekidjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Cetakan Ke-2, Penerbit Reneka Cipta, Jakarta Tahun 1998,
Halaman 67
Patton, MQ. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan, Dari Teori ke Praktek. Edisi 1. Cetakan
1.PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Roihatul Musyafi’ Hamidah Nayati Utami Yuniadi Mayowan, 2016,
Pengaruh Kompensasi Finansial dan Non Finansial Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan PT PLN (Persero)
Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang), Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 39 No.2 Oktober 2016
..... 2011, Kompensasi Non-Finansial,
https://dimazaditiya.wordpress.com/.../kompensasi-non-
finansial/ di download pada tanggal 10 November 2018 jam
17.20.
.…. 2013) Jenis dan Komponen Kompensasi,
https://contohdanfungsi.blogspot.com/2013/06,di download
tanggal 13 Desember 2017 jam 13.05
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 33
BAB. III
KOMPENSASI GAJI DAN UPAH
3.1 Pendahuluan
Pada bab ini dijabarkan tentang jenis kompensasi berupa
gaji dan upah. Gaji diberikan oleh perusahaan terhadap pegawai
atau karyawan perusahaan dengan cara yang berbeda dari pada
upah untuk pekerja. Gaji terdiri dari beberapa komponen seperti
gaji pokok dan tunjangan-tunjangan serta insentif yang diberikan
setiap bulan oleh perusahaan kepada karyawan yang statusnya
adalah pegawai atau karyawan tetap. Namun untuk upah,
diberikan berdasarkan penyelesaian suatu pekerjaan atas dasar
perjanjian tertentu antara perusahaan dengan pekerja. Upah,
biasanya diberikan terhadap pekerja lepas, pekerja harian, pekerja
borongan atau juga pekerja kontrak yang bersifat tidak tetap.
Kompensasi gaji dan upah ini penting untuk di pelajari
karena dengan mempelajari ini maka diharapkan setiap orang
yang memiliki bidang pekerjaan yang berkaitan dengan
manajemen sumber daya manusia akan dapat mengenal dan
memahami dengan jelas perbedaan antara gaji dan upah yang
harus dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan status pegawai
atau karyawan atau pekerjanya tersebut.
3.2 Pengertian Gaji dan Upah
Salah satu bentuk kompensasi sebagai imbalan atas jasa
seorang karyawan atau pegawai atau pekerja di suatu organisasi
adalah gaji (Salary) dan upah (wages). Gaji dan upah merupakan
jenis pembayaran kompensasi yang berbeda walaupun memiliki
maksud yang sama. Gaji biasanya di berikan kepada pegawai atau
karyawan tetap (formal) yaitu mereka yang telah memiliki status
pegawai tetap atau telah diangkat sebagai karyawan tetap yang
bersifat terikat, yang kompensasinya diberikan secara rutin dalam
periode tertentu dan biasa dihitung berdasarkan jenjang waktu
mingguan maupun bulanan. Sedangkan untuk upah adalah
diberikan sebagai imbalan terhadap pekerja yang statusnya tidak
34 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
tetap dan tidak terikat dengan perusahaan yaitu mereka yang ter-
hitung sebagai pekerja lepas yang bekerja berdasarkan hitungan
jam, harian dan mingguan, atau sesuai dengan kesepakatan
tertentu.
Seringkali banyak orang beranggapan dan berpendapat
bahwa apabila seseorang telah menerima gaji dan bukan upah
maka orang tersebut adalah terasa lebih terhormat dan menun-
jukan status yang lebih tinggi serta lebih dihargai. Hal ini
dikarenakan status pekerjaan sebagai pegawai atau karyawan
atau pekerja, sering dikotak-kotakan menjadi status sosial
masyarakat dan menunjukan gengsi manusia. Namun terlepas
daripada anggapan banyak orang apakah hal ini benar atau salah,
hal tersebut tidak sertamerta dapat benarkan.
Pada era globalisasi dan persaingan bisnis yang semakin
ketat serta semakin banyaknya persaingan dalam mencari
pekerjaan, banyak orang tidak lagi memikirkan apakah gaji dan
upah; pegawai atau karyawan atau pekerja; yang menjadi
prioritas mereka. Dibeberapa negara tertentu justru masya-
rakatnya lebih menyukai status pekerjaan sebagai pekerja
dibandingkan dengan menjadi pegawai atau karyawan tetap
disuatu perusahaan. Mereka berpikir bahwa dengan menjadi
pekerja lepas, maka mereka memiliki kebebasan dalam memilih
pekerjaan yang mereka sukai dan apabila bosan atau tidak puas
dengan penghasilan maupun kondisi perusahaan, mereka dapat
dengan mudah untuk berpindah tempat tanpa ada embel-embel
perjanjian dan sebagainya yang mengikat mereka. Beberapa dari
mereka juga justru merasa lebih untung dan mendapatkan
penghasilan lebih tinggi dengan hanya menjadi pekerja namun
diberikan keleluasaan dalam jam kerja lembur sehingga tidak
jarang pendapatan mereka menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan
sebagai pegawai ataupun karyawan tetap perusahaan. Namun
sekali lagi semuanya itu, baik pilihan gaji ataupun upah; menjadi
pegawai atau karyawan atau pekerja, semuanya tergantung
kepada kebutuhan para pencari kerja dan perhitungan mereka
masing-masing akan kompensasi yang hendak mereka terima.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 35
Kembali kepada pokok permasalahan didepan, Di dalam
masyarakat masih banyak yang belum bisa membedakan antara
isilah gaji dan upah. Hal ini disebabkan karena kedua istilah ini
merupakan bentuk jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada
tenaga kerja atas pekerjaannya. Gaji sebenarnya dapat diartikan
secara sederhana sebagai balas jasa yang dibayarkan kepada
pemimpin, direktur, manajer, pengawas, dan pegawai atau
karyawan di suatu organisasi. Untuk pembayaran gaji biasanya
diberikan setiap akhir atau awal bulan dan hal tersebut tergantung
dari kebijakan organisasi. Pemberian kompensasi dengan
menggunakan sistem gaji adalah biasanya merupakan jenis
perusahaan atau organisasi yang menuntut kualitas perkerjaan
dengan pegawai atau karyawan dengan spesifikasi dan kualifikasi
tertentu; yang kompensasinya disesuaikan dengan perjanjian
kerja.
Didalam ketentuan umum perundang-undangan yang
berlaku mengenai ketenagakerjaan, Upah telah dirumuskan
sebagai hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan,
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau
peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja
dan keluarganya. Oleh karena itu, Upah dapat dijelaskan secara
sederhana adalah suatu pemberian balas jasa sebagai kompensasi
dari perusahaan kepada pekerja atas usaha dan tenaga yang
dikeluarkan, sesuai dengan kesepakatan bersama. Upah biasanya
diberikan kepada pekerja yang melakukan pekerjaan kasar yang
lebih memperhitungkan jumlah bilangan keluaran dan lebih
mengandalkan kekuatan fisik. Jumlah pembayaran upah kerapkali
diberikan berdasarkan perhitungan jam kerja atau berdasarkan
unit pekerjaan yang diselesaikan yang dibayarkan secara harian
ataupun mingguan.
Menurut Sugiyarso dan Winarni (2005), gaji merupakan
sejumlah pembayaran kepada pegawai yang diberi tugas
administratif dan manajerial yang biasanya ditetapkan secara
36 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
bulanan. Sedangkan upah merupakan imbalan yang diberikan
kepada buruh yang melakukan pekerjaan kasar dan lebih banyak
mengandalkan kekuatan fisik, jumlah pembayaran upah biasanya
ditetapkan secara harian atau berdasarkan unit pekerjaan yang
diselesaikan.
Kemudian menurut Achmad S. Ruky (2001), gaji merupakan
pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh para
karyawan yang mempunyai jenjang jabatan PNS, anggota TNI
dan POLRI dan anggota pemerintah yang dibayarkan secara
bulanan. Sedangkan upah merupakan penerimaan sebagai
imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan dan dinilai dalam bentuk
uang sesuai dengan perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun
keluarganya.
Selanjutnya, Mulyadi (2001) mengatakan bahwa gaji pada
umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang
dilakukan oleh para karyawan yang mempunyai jenjang jabatan
manager, dan dibayarkan secara tetap per bulan. Sedangkan upah
merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan
oleh karyawan pelaksana (buruh) umumnya dibayarkan ber-
dasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan produk yang
dihasilkan oleh karyawan.
Dalam buku Manajemen Sumberdaya Manusia (MSDM) oleh
Dessler (2003), seringkali perusahaan atau organisasi menggu-
nakan istilah dari gaji dan upah dalam konteks yang berbeda-
beda, antara lain :
1. Gaji dibayarkan atas jasa kerja untuk satuan waktu lebih
panjang biasanya sebulan. Upah digunakan untuk menggam-
barkan pembayaran jasa kerja untuk satuan waktu pendek,
misalnya per hari atau malahan per jam.
2. Untuk menggambarkan kaitan pekerja penerima upah dengan
proses produksi pada industri manufaktur. Upah (wages)
dibayarkan kepada pekerja yang terlibat langsung dalam
proses produksi, baik terlibat langsung maupun tidak langsung.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 37
Dari beberapa pengertian Gaji dan Upah di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa gaji adalah imbalan atas jasa yang
diberikan tehadap pegawai atau karyawan tetap yang diberikan
oleh perusahaan sesuai dengan masa kerja dan biasanya
diberikan setiap akhir bulan. Sedangkan upah adalah imbalan jasa
yang diberikan terhadap pekerja tidak tetap atau kontrak atau
borongan atau harian yang biasanya dibayar berdasarkan satuan
waktu atau unit kerja.
Namun dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah
memberikan jasa kepada perusahaan bisa dianggap sebagai
pegawai atau karyawan atau pekerja. Misalnya, akuntan publik,
pengacara, konsultan SDM, dan lain-lain. Pemberian imbalan atas
jasa diluar sistem gaji dan upah dapat terjadi adalah dikarenakan
perusahaan tidak dapat merekrut pegawai atau karyawan dengan
spesifikasi dan kualifikasi tertentu sehingga harus menggandeng
orang atau organisasi diluar perusahaan untuk membantu; yang
kompensasinya disesuaikan dengan kesepakatan bersama,
sehingga imbalan tersebut adalah tidak berupa gaji maupun upah
namun berupa honorarium atau fee.
Mereka yang layak menerima imbalan jasa atau kompensasi
berupa gaji dan upah adalah mereka yang telah berusaha bekerja
keras dengan sungguh-sungguh bagi perusahaan, agar tujuan
perusahaan dapat tercapai sehingga perusahaan mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin. Perusahaan harus memak-
simalkan sumber daya manusia yang ada didalam perusahaannya
dengan memacu keterampilan dan kreativitas mereka semaksimal
mungkin agar semua target dan sasaran perusahaan dapat
melampaui ekspektasi. Oleh karena itu, perusahaan juga wajib
memberikan kompensasi yang layak atas usaha, prestasi, dan
kinerja terbaik sebagai bentuk apresiasi perusahaan terhadap
karyawannya yang telah melakukan tugasnya dengan baik.
Salah satu cara untuk memacu usaha, prestasi dan kinerja
karyawan adalah melalui memberikan imbalan yang disebut gaji
atau upah. Balas jasa yang umum diterima disebut sebagai gaji
dan upah adalah dalam bentuk uang (imbalan finansial atau
38 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
moneter). Namun, pembayaran gaji dan upah terkadang dapat
menjadi masalah yang mempengaruhi hubungan antara tenaga
kerja dengan perusahaan. Oleh karena itu, banyaknya jumlah gaji
atau upah yang diberikan harus sesuai dengan standar dan dapat
diterima dengan akal, berdasarkan peraturan yang berlaku dan
diterima semua orang. Karena diluar daripada itu, maka peru-
sahaan akan terindikasi melakukan tindak kecurangan yang dapat
berakibat terjadinya demonstrasi tenaga kerja.
3.3 Unsur-unsur Gaji dan Upah.
Sistem kompensasi yang ada, biasanya terdapat beberapa
unsur utama yang membentuk gaji dan upah, yang keselu-
ruhannya disebut sebagai biaya tenaga kerja. Unsur-unsur gaji
dan upah tersebut dijelaskan sebagai berikut dibawah ini :
1. Gaji Pokok
Merupakan unsur utama penyusun kompensasi gaji, yang
ditetapkan perusahaan sesuai dengan peraturan pemerintah
yang berlaku, dan yang menjadi dasar dari kontrak kerja
pegawai atau karyawan.
2. Premi
Merupakan unsur utama penyusun kompensasi upah, yang
diberikan kepada pekerja dikarenakan pekerja tersebut telah
bekerja dengan baik sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Misalnya, perusahaan telah
menetapkan bahwa standar output yang harus diselesaikan
adalah sebanyak 20 unit/hari, dengan upah per unit adalah
Rp.10.000,-, maka apabila pekerja tersebut mampu meng-
hasilkan unit melebihi standar normal, mereka akan diberikan
upah tambahan. Sistem ini dipakai oleh perusahaan yang
lebih memperhitungkan jumlah output unit yang dihasilkan.
3. Uang Lembur
Merupakan unsur tambahan penyusun kompensasi gaji
maupun upah, yang diberikan kepada pegawai atau kar-
yawan maupun pekerja yang mampu bekerja melebihi jam
kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Mereka yang telah
melakukan pekerjaan melebihi jam kerjanya maka akan ada
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 39
tarif tambahan yang lebih tinggi dibandingkan tarif biasa.
Sistem ini juga lebih banyak dipakai oleh perusahaan yang
lebih memperhitungkan jumlah jam bekerja yang telah
dikeluarkan dan hasil pekerjaannya tidak dapat diukur dengan
jumlah unit. Misalkan, petugas keamanan, sopir, resepsionis,
dan lain-lain.
4. Bonus
Merupakan unsur tambahan penyusun kompensasi gaji
maupun upah yang diberikan perusahaan kepada pegawai
atau karyawan maupun pekerja karena pada tahun fiskal
tersebut, perusahaan mampu memperoleh keuntungan
melebihi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Besaran
bonus yang diberikan juga ditentukan setelah berkonsultsi
dengan pemerintah dan serikat kerja.
5. Catu
Merupakan unsur tambahan penyusun kompensasi gaji
ataupun upah yang diberikan perusahaan kepada pegawai
atau karyawan maupun pekerja dalam bentuk barang-barang
tertentu, misalnya dalam bentuk sembako seperti minyak,
gula, beras dan sebagainya.
6. Perlengkapan dan sarana lain
Merupakan unsur tambahan penyusun kompensasi gaji
ataupun upah yang diberikan perusahaan kepada pegawai
atau karyawan maupun pekerja yang diterima secara tidak
langsung, misalnya dalam bentuk rekreasi, liburan, pelayanan
kesehatan, dan transportasi yang diberikan tidak dalam
bentuk uang.
Unsur-unsur yang telah dijelaskan di atas tentunya memiliki
latar belakang yang menjadi dasar dalam pemberiannya. Unsur-
unsur tersebut merupakan bagian dari strategi dan kebijakan
perusahaan walaupun juga ada sebagian yang ditetapkan oleh
pemerintah melalui peraturan perundang-undangan, seperti cuti
hari raya, cuti hamil, dana pension dan asuransi kecelakaan kerja.
Latar belakang mengenai unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
40 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
1. Perusahaan yang ingin mendorong prestasi kerja dan
produktivitas tenaga kerjanya, harus memperbesar jumlah
bilangan unsur-unsur penyusun kompensasi tersebut, yang
pemberiannya juga harus dikaitkan sepenuhnya dengan
ukuran-ukran yang jelas, seperti prestasi kerja individu,
kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan secara
keseluruhan.
2. Selain itu, dalam perundingan pembuatan atau pembaharuan
kontrak atau kesepakatan kerja bersama bisa menjadi
masalah besar apabila tidak mengakomodir keinginan serikat
kerja. Hal ini akan mengklaim akan menyebabkan ketidak
puasan yang berakibat kepada tuntutan melalui demonstrasi.
Penentuan tingkat gaji adan upah tenaga kerja harus
setidaknya sama atau melebihi apa yang ditawarkan oleh
perusahaan lain yang sejenis.
Dari uraian diatas, maka jelas sekali bahwa pimpinan
perusahaan harus mencermati semua unsur-unsur penyusun
kompensasi. Unsur-unsur tersebut, selain harus dikendalikan
namun juga perlu dipertimbangkan keseimbangan antara pening-
katan yang diterima oleh perusahaan dengan peningkatan kese-
jahteraan tenaga kerja agar dapat meredam segala ketegangan
didalam perusahaan.
Prosedur dalam pencatatan gaji dan upah, juga perlu ter-
cantum hal-hal yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang
digunakan sebagai pendukung pelaksanaan tugas yang harus
dilaksanakan. Dokumen-dokumen tersebut antara lain sebagai
berikut :
1. Perubahan Status Pekerjaan
Dokumen ini umumnya dikeluarkan oleh fungsi kepegawaian
berupa surat-surat keputusan yang bersangkutan dengan
tenaga kerja tersebut. Misalnya surat keputusan pengang-
katan karyawan tetap atau kenaikan pangkat atau pemin-
dahan (mutasi) dan lainnya.
2. Kartu Absensi
Dokumen ini umumnya digunakan oleh fungsi pencatat waktu
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 41
untuk mencatat absensi setiap tenaga kerja. Catatan absensi
biasanya berisi catatan kehadiran tenaga kerja, baik masuk
ataupun keluar dan dapat berupa daftar hadir manual
maupun kartu hadir (checklock) yang diisi dengan mesin
pencatat waktu.
3. Kartu Jam Kerja
Dokumen ini digunakan untuk mencatat waktu yang
dihabiskan oleh tenaga kerja secara langsung ketika bekerja
dan berbeda dengan kartu absensi. Hal ini guna mengukur
seberapa efektifnya karyawan dalam menggunakan waktunya
dan untuk menghindari tindak pelanggaran etika kerja.
Dokumen ini biasanya diletakkan didekat area kerja atau
ditempat-tempat dimana mereka seharusnya berada pada
jam-jam tertentu ketika mengerjakan pekerjaan tertentu.
4. Daftar Rincian Gaji dan Upah
Dokumen ini berisi jumlah gaji dan upah bruto setiap kar-
yawan dikurangi potongan-potongan berupa PPh Pasal 21,
utang karyawan, iuran untuk organisasi karyawan, dan lain-
lain.
5. Rekap Daftar Gaji dan Rekap Daftar Upah
Dokumen ini merupakan ringkasan dari besaran gaji dan
upah per departemen yang telah disetujui dan dibuat
berdasarkan daftar gaji dan upah sesuai dengan aturan yang
berlaku.
6. Surat Pernyataan Gaji dan Upah
Dokumen ini digunakan sebagai kesepakatan antara perusa-
haan dan tenaga kerja atas besaran gaji atau upah yang
diterima oleh tenaga kerja dan wajib untuk ditandatangani
oleh kedua belah pihak bersama, antara personalia dengan
tenaga kerja, sehingga kedepannya tidak ada lagi tundahan
kecurangan, protes, komplain dan sebagainya.
7. Amplop Gaji dan Upah
Gaji dan upah tenaga kerja dapat diserahkan dalam amplop
gaji dan upah. Hal ini adalah bersifat formalitas saja, agar
menghormati kedua belah pihak.
42 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
8. Bukti Kas Keluar
Dokumen ini merupakan bukti pencatatan dari perintah
pengeluaran uang yang dibuat oleh fungsi akuntansi kepada
fungsi keuangan. Bukti tersebut keluar adalah berdasarkan
informasi dari fungsi Ketenagakerjaan yang mengurusi
pembuatan struktur kompensasi tenaga kerja.
3.4 DISTRIBUSI GAJI DAN UPAH
Pendistribusian gaji dan upah kepada para tenaga kerjanya
adalah biasanya setiap tanggal 31-1 pada suatu periode.
Pendistribusian gaji dan upah dapat diberikan secara langsung
maupun tidak langsung kepada para tenaga kerjanya pada
tanggal tersebut.
Namun terkadang beberapa perusahaan ada juga yang
menerapkan aturan tertentu seperti apabila pada tanggal tersebut
belum mendapatkan keuntungan sesuai dengan target yang
diinginkan maka penyerahan gaji akan ditunda dan dilakukan
hingga target yang telah ditetapkan tercapai. Pada bulan ini,
apabila gaji belum bisa dibayar juga sepenuhnya maka akan
dibayar tunda pada bulan berikutnya sampai segala kewajiban
tenaga kerja terpenuhi.
Gaji karyawan bulanan dibayar dalam jumlah yang tetap
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan dan
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Apabila dijabarkan dalam suatu kasus nyata sehari-hari,
maka dapat dilihat beberapa hal yang termasuk dalam per-
hitungan gaji dan upah, antara lain seperti contoh yang dijelaskan
dibawah ini yaitu :
1. Hari Kerja
Para karyawan bekerja setiap hari dalam satu minggu, karena
di perusahaan ini hanya terdapat karyawan yang beragama
islam, maka pada saat hari besar keagamaan maka karyawan
Total gaji bersih = gaji pokok + komisi – potongan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 43
dinyatakan libur. Bagi golongan driver maka hari liburnya
adalah pada saat driver tersebut kembali setelah mengan-
tarkan para penumpangnya ke tempat tujuan. Bagi karyawan
yang berada di kantor maka hari libur ditentukan sesuai
pembagian shift yang ditentukan oleh sekretaris perusahaan.
Jam kerja di kantor yaitu selama 6-8 jam per shift.
2. Waktu Istirahat
Waktu istirahat yang ditentukan perusahaan yaitu biasanya
minimal 3-4 jam setelah pekerjaan dimulai. Misalkan, apabila
shift pagi waktu masuknya adalah pukul 08.00 atau 09.00
WIB maka waktu istirahatnya pada pukul 12.00 atau 13.00
WIB. Waktu istirahat ini biasanya bisa dimajukan atau
dimundurkan sesuai dengan kesediaan karyawan.
3. Lembur
Beberapa perusahaan terkadang menetapkan bahwa tidak
ada jam lembur. Sehingga tenaga kerja yang bekerja melebihi
jam kerjanya maka hal tersebut hanya dianggap sebagai nilai
loyalitas. Karena pekerjaan tersebut biasanya merupakan
pekerjaan yang belum selesai dikerjakan pada waktu shift
sehingga membutuhkan waktu tambahan. Pada hari besar
keagamaan maka gaji karyawan dihitung normal seperti hari
biasa. Namun pada beberapa bagian pekerjaan tertentu
terdapat penetapan jam lembur sehingga pekerjaan yang
diselesaikan pada waktu jam lembur, maka akan dihitungkan
sebagai uang lembur.
4. Cuti
Cuti yang diberikan kepada karyawan dari perusahaan seba-
gai berikut:
a. Cuti Tahunan, diberikan pada karyawan yang telah
bekerja minimal satu tahun secara terus menerus tanpa
mengabil jatah libur. Masa cuti yang diberikan oleh
perusahaan adalah terhitung total dua minggu. Selama
tenaga kerja mengambil sesuai jatah cuti, maka
pembayaran gaji tetap sama.
b. Cuti Khusus, diberikan hanya dua jenis yaitu cuti pada
44 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
saat pernikahan dan pada saat melahirkan. Pada saat
pernikahan, cuti yang diberikan selama satu sampai dua
minggu dan pada saat melahirkan, cuti yang diberikan
selama tiga sampai empat minggu. Pada cuti khusus ini
pembayaran gaji juga tetap sama.
Berdasarkan keterangan diatas, maka tenaga kerja yang
bersangkutan apabila adalah seorang karyawan wanita bagian
struktural / manajemen, maka karyawan tersebut memperoleh :
1) Gaji Pokok ; 2) Jam Kerja antara 6 – 8 Jam tanpa uang lembur
; 3) dengan ketentuan masuk kerja adalah pk. 09.00 dengan jam
istirahat Pk. 13.00 WIB ; 4) dan pada akhirnya mendapatkan jatah
cuti pernikahan dan cuti melahirkan selama total 4 minggu.
Selain itu, tenaga kerja yang bersangkutan, apabila adalah
seorang karyawan pria bagian produksi, maka karyawan tersebut
memperoleh : 1) Gaji Pokok ; 2) Jam Kerja 8 Jam dengan jatah
uang lembur apabila bekerja lembur ; 3) dengan ketentuan jam
masuk kerja adalah mulai pk. 08.00 WIB dan jam istirahat adalah
Pk. 12.00 WIB ; 4) dan pada akhirnya mendapatkan jatah cuti
pernikahan selama total dua minggu.
3.5. Permasalahan Tenaga Kerja di Indonesia
Masalah kompensasi memang menjadi salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja seorang
tenaga kerja. Kompensasi yang layak akan memacu seseorang
untuk bekerja dengan baik dan memberikan dedikasi yang tinggi,
sedangkan kompensasi yang tidak layak tentu akan menyebabkan
tenaga kerja menjadi kurang berdedikasi dalam pekerjaannya.
Meskipun hal ini telah diketahui secara umum, namun
demikian nyatanya banyak perusahaan yang masih semena-mena
dalam memperlakukan para tenaga kerjanya. Padahal hal ini jelas
kontra produktif baik untuk tenaga kerja maupun untuk peru-
sahaan tempatnya bekerja.
Salah satu fenomena di Indonesia akibat ketidaklayakan
kompensasi gaji dan upah adalah terjadinya keluar masuk tenaga
kerja (labor turn over) yang begitu tinggi frekuensinya. Gaji dan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 45
upah yang kecil serta beban tugas kerja yang banyak akan
membuat para pekerja merasa tidak dihargai dengan layak dan
dapat memutuskan mengundurkan diri sedini mungkin dari
perusahaan tersebut. Akibatnya, kestabilan perusahaan pun
menjadi terganggu dan kinerja perusahaan menjadi jauh lebih
buruk lagi dibanding dengan perusahaan lain yang tidak menga-
lami masalah ini.
Namun demikian, bila gaji dan upah yang diberikan terlalu
besar, tentu akan membebani kinerja keuangan perusahaan dan
dapat makin meningkatkan kerugian perusahaan lebih lanjut.
Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan
sektor-sektor lain yang lebih penting, malahan akan menjadi
terbengkalai karena terpaksa dihabiskan untuk mengkompensasi
tenaga kerja.
Gaji dan upah yang terlalu besar juga bisa menyebabkan
tidak seimbangnya neraca pengeluaran dan pemasukan yang
menjadi lebih besar pasak dari pada tiang. Bagi perusahaan kecil,
mereka bahkan kadang menggaji karyawannya di bawah standar
rata-rata karena untuk menghindari ketidak seimbangan neraca
keuangan ini. Padahal, sudah sewajarnya memang perusahaan
harus membayar para pekerjanya sesuai dengan standar yang
berlaku.
Adanya sistem kompensasi yang baik sungguh sangat ber-
pengaruh dalam menyelenggarakan perusahaan yang ingin maju
dan berkembang. Sistem kompensasai yang dirancang dengan
baik akan memberikan manfaat baik bagi pengusaha maupun bagi
tenaga kerja. Dengan adanya sistem kompensasi yang jelas, maka
akan dapat meredam potensi konflik yang muncul akibat per-
tentangan antara perusahaan dan tenaga kerja. Demo-demo dari
tenaga kerja yang berujung kepada terbuangnya waktu, makin
meningkatnya biaya perusahaan, terhambatnya proses produksi,
meningkatnya rasa ketidakpercayaan dan akan merugikan peru-
sahaan lebih banyak lagi. Selain itu, tenaga kerja yang kehidu-
pannya kurang layak bisa menyebabkan nilai perusahaan dimata
investor akan menjadi merosot.
46 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Keberadaan standar kompensasi yang menopang sistem
kompensasi, juga memungkinkan perusahaan untuk dapat dengan
mudah mengatur masalah keuangannya. Sebab tanpa adanya
standar yang jelas, ketidakstabilan akan terjadi dan menga-
kibatkan perubahan-perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi
melalui tuntutan para tenaga kerja. Jelas hal ini sebaiknya
dihindari sehingga iklim yang lebih stabil tercipta untuk men-
dukung kegiatan usaha yang maju.
Standar jumlah gaji dan upah tenaga kerja di Indonesia
sendiri sangat beragam dan tergantung pada beberapa hal
penting yang tidak bisa begitu saja diabaikan. Jadi, tidak bisa serta
merta ditetapkan berapa standar jumlah gaji tenaga kerja di
Indonesia. Standar gaji dan upah minimal tenaga kerja sendiri
diatur dalam peraturan pemerintah melalui nilai gaji atau upah
minimum, yang terdiri atas UMP, UMR, UMK, dan lain-lain. Nilai
gaji dan upah minimum ini sendiri bukanlah bersifat mutlak yang
akan selalu diterima oleh tenaga kerja dalam jumlah yang sama,
namun perusahaan sendiri seringkali juga menyesuaikan dengan
kondisi keuangan perusahaan.
Salah satu faktor yang menentukan gaji dan upah yang
akan diterima tenaga kerja adalah lokasi tempat karyawan
tersebut bekerja. Wilayah-wilayah dengan aktivitas produksi dari
perusahaan dan industri dengan intensitas yang tinggi, biasanya
memiliki standar gaji dan upah yang lebih besar dibandingkan
dengan wilayah lain yang memiliki aktivitas produksi dari
perusahaan industrinya dengan intensitas rendah. Sebagai contoh,
wilayah seperti DKI Jakarta tentu memiliki standar gaji yang lebih
tinggi dibanding wilayah-wilayah di Jawa Timur seperti Madiun
dan Bojonegoro.
Perbedaan standar gaji tiap-tiap daerah, seringkali juga bisa
dipengaruhi oleh nilai standar kebutuhan hidup layak (KHL)
seorang tenaga kerja yang berbeda untuk setiap wilayah. Sebab,
untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup dengan layak, tentu gaji
yang didapatkan harus lebih tinggi dari atau setidaknya sama
dengan standar KHL. Wilayah-wilayah Indonesia timur seperti
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 47
Papua memiliki standar KHL yang lebih tinggi dibandingkan
dengan standar KHL di wilayah Indonesia bagian barat. Menggu-
nakan standar gaji Indonesia Barat untuk wilayah Papua jelas
tidak manusiawi sama sekali.
Faktor lainnya yang juga memberikan pengaruh besar
adalah jenis bidang usaha dari perusahaan tempat tenaga kerja
tersebut bekerja. Perusahaan yang besar dengan bidang usaha
yang kompleks, jelas akan menggaji tenaga kerjanya lebih tinggi
dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini tidak mengherankan
sebab setiap perusahaan tentu ingin memberikan kompensasi
yang layak. Namun perusahaan dengan bidang usaha yang
menghasilkan produk massal terkadang juga melakukannya.
Karena tidak ingin proporsi pengeluaran untuk gaji dan upah
tenaga kerja menjadi terlalu tinggi biasanya perusahaan akan
menerapkan sistem lembur dan menghapus sistem shift, sehingga
mengurangi jumlah tenaga kerja dalam perusahaan.
Jenis pekerjaan yang kita lakukan juga akan mempengaruhi
gaji dan upah yang kita dapatkan. Standar kompensasi untuk
seorang teknisi jelas berbeda dengan seorang cleaning service.
Sebab, setiap jenis pekerjaan memiliki tanggung jawab kerja dan
beban operasional kerja serta resiko kerja yang berbeda pula.
Menyamakan standar kompensasi sama rata untuk semua jenis
pekerjaan jelas merupakan hal yang kontra produktif karena
tenaga kerja yang merasa tanggung jawab kerja dan beban
operasional kerja serta resiko kerja yang tinggi menjadi merasa
kurang dihargai. Namun demikian, apabila terdapat satu jenis
pekerjaan yang merupakan posisi penting, vital dan kunci dalam
perusahaan maka bisa jadi juga akan memberikan dampak pada
besaran kompensasi yang didapatkan dibandingkan yang lain.
Standar gaji dan upah yang ditetapkan perusahaan pun
berbeda untuk setiap posisi yang dijabat. Sebab, dalam satu posisi
tertentu biasanya terdapat tuntutan pengalaman, ilmu dan
kemampuan profesional juga akan semakin dibayar mahal. Hal ini
juga seirama dengan semakin banyaknya tugas dan tuntutan
tanggung jawab yang harus ditanggung.
48 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Selain itu, faktor status sebagai tenaga kerja lokal juga
masih sering dianggap remeh dan kalah pamor dengan tenaga
kerja asing yang datang ke Indonesia. Nilai kompensasi yang
dibayarkan kepada tenaga kerja lokal seringkali berbeda jauh
dengan tenaga kerja asing. Hal ini juga dapat berdampak kepada
timbulnya kecemburuan sosial dan makin meningkatkan rasa tidak
percaya tenaga kerja lokal kepada perusahaan. Selain itu,
seringkali beberapa perusahaan lebih mempercayakan jabatan
maupun posisi tertentu yang penting kepada tenaga kerja asing
karena menganggap mereka yang berasal dari luar negeri lebih
mampu dan lebih bisa daripada tenaga kerja lokal. Padahal pada
kenyataannya tidaklah demikian. Tenaga kerja lokal apabila
dituntun dan diarahkan dengan benar, tidak jarang dapat melebihi
kualitas dari tenaga kerja asing. Hal ini terbukti dengan beberapa
orang-orang Indonesia yang mampu bersaing dan menduduki
posisi-posisi penting pada organisasi maupun perusahaan-
perusahaan yang ada di luar negeri.
Kemudian, standar gaji karyawan juga akan berbeda sejak
saat kita menjalani proses perektrutan. Bagi seorang calon tenaga
kerja fresh graduate tanpa pengalaman kerja, kompensasi yang
ditawarkan biasanya berbeda dengan kompensasi kerja para
pelamar yang sudah berpengalaman. Apalagi, bila pelamar fresh
graduate tersebut tidak memiliki keahlian khusus dan melamar di
perusahaan yang biasa-biasa saja. Bukan tidak mungkin kompen-
sasi yang didapat tidak akan sesuai dengan jenjang pendidikan
yang dimiliki.
Dalam hal ini, negosiasi kompensasi saat wawancara akan-
akan sangat mempengaruhi perolehan kompensasi yang dida-
patkan. Bahkan, mungkin bisa mendapatkan kompensasi yang
melebihi standar yang telah ditetapkan, bila pada saat proses
perekrutan bisa menunjukkan sesuatu yang istimewa dan khusus
yang dapat membantu perusahaan. Sayangnya, banyak peru-
sahaan-perusahaan di Indonesai masih belum mau terbuka
terhadap negosiasi karena sudah memiliki standar kompensasi
yang tersistemasi secara tertutup dan tersendiri, sehingga apabila
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 49
tenaga kerja ingin menegosiasi nilai kompensasi yang lebih tinggi
malah akan membuat peluang untuk diterima juga akan semakin
mengecil sebab dianggap tidak sopan dan tidak santun. Oleh
karena itu, perlu adanya perubahan cara berpikir dan harus
dilakukan secepat dan sesegera mungkin agar iklim usaha dan
perekonomian di Indonesia makin hari dapat makin meningkat.
Melalui semakin cepat perubahan diatas dilakukan, maka akan
semakin meningkatkan rasa optimisme nasional yang berakibat
pada makin banyaknya bermunculan dan berkembangnya
perusahaan-perusahaan dalam negeri yang unggul yang mampu
bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari luar negeri karena
sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia makin
mumpuni dan sejahtera.
3.6. Sistem Pengawasan Internal
Agar dapat tercapainya cita-cita perusahaan dan harapan
tenaga kerja akan sistem dan standar kompensasi yang sesuai,
maka perlu juga dirancang sistem pengawasan internal yang baik.
Untuk mencapai tujuan pengawasan internal akan gaji dan upah
yang layak dan agar dapat berfungsi dengan sebagaimana
mestinya maka diperlukan syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi yang merupakan bagian dari fungsi pengawasan itu
sendiri. Apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi maka tujuan
dan cita-cita perusahaan akan dapat tercapai dengan sendirinya
melalui penggunaan kekuatan perusahaan yang ada secara efektif
dan efisien.
Dalam merancang dan pemeliharaan sistem pengawasan
internal perusahaan, maka wajib untuk melibatkan setiap elemen
dalam perusahaan. Sistem pengawasan internal yang terintegrasi
dan terpadu antara satu dengan yang lain akan menghasilkan nilai
tambah terhadap sistem kompensasi dan standar kompensasi
yang memuaskan. Oleh karena itu, hal ini merupakan tanggung
jawab perusahaan, terutama manajemen perusahaan untuk dapat
memberikan argumen yang masuk akal kepada pemilik (owner)
perusahaan bahwa kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan
50 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
baik apabila terdapat fungsi pengawasan internal yang baik yang
akan memberikan kepada perusahaan benefit atau keuntungan
yang lebih besar lagi. Maka melalui ini, sistem pengawasan
internal ini akan dapat melaksanakan segala kewajiban dan
tanggung jawabnya dengan lebih leluasa dan menjadi penengah
yang baik antara perusahaan dan juga tenaga kerja.
3.6.1 Pengertian Pengawasan Internal
Berikut beberapa pengertian pengawasan internal menurut
para ahli (Indra Bastian, 2001 : 52) antara lain sebagai barikut :
1. Pengertian pengawasan internal meliputi organisasi serta
metode ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam
suatu perusahaan untuk melindungi harta milik perusahaan,
mencek kecermatan dan keandalan data akuntansi, mening-
katkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijak-
sanaan manajemen yang telah digariskan.
2. Pengawasan internal adalah kebijakan dan prosedur yang
melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa
informasi usaha akurat, memastikan bahwa perundang-
undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.
Selain itu, S. Carl Warrens, James M. Reev, dan Philip E. Fess
(2005 : 229) menyatakan bahwa Pengawasan internal adalah
bagian dari pengawasan akuntansi (accounting control) dan
pengawasan administrasi (administrative control).
3. Pengawasan Akuntansi (accounting control); Meliputi rencana
organisasi dan semua metode serta prosedur yang berkaitan
terutama dengan data akuntansi dan berhubungan langsung
dengan pengamanan terhadap kekayaan perusahaan dan
keandalan catatan keuangan.
4. Pengawasan Administrasi (administrative control); Meliputi
rencana organisasi dan semua metode serta prosedur yang
berkaitan dengan efisiensi operasi dan ketaatan terhadap
kebijakan manajemen.
3.6.2 Jenis Pengawasan Internal
Terdapat beberapa jenis dari pengawasan internal yang
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 51
telah ada (Indra Bastian, 2001 : 55). Dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengendalian yang berhubungan dengan transaksi atau
aplikasinya, yaitu:
a. Pada tahapan masukan atau mempersiapkan data,
meliputi pengecekan visual, sumber dokumen yang
dirancang, register dokumen, tape yang terkendali dan
kode rekening.
b. Pada tahapan pengolahan data, meliputi pemeriksaan,
total batch dan rekonsiliasi.
c. Pada tahapan keluaran, meliputi evaluasi atau review dan
daftar distribusi.
2. Pengendalian yang bersifat umum (general control) meliputi:
a. Pengendalian organisasi, yaitu pengendalian yang
menekankan adanya pemisahan fungsi, wewenang dan
tanggung jawab sehingga akan menumbuhkan kegiatan
cek dan re-cek.
b. Pengendalian melalui akuntabilitas kekayaan. Kegiatan
pengendalian ini meliputi pengamanan fisik atas
kekayaan organisasi dan pencatatan akuntansi, secara
benar atas nilai kekayaan dalam buku besar.
Pengawasan administrasi atau biasa disebut feedback
control mencapai tujuan ketaatan terhadap kebijakan pimpinan
yang tidak langsung berhubungan dengan catatan keuangan
(analisis statistik, praktek-praktek yang sehat, dan sebagainya).
Lima komponen pengawasan internal (Ikatan Akuntan Indonesia,
2002 : 319), antara lain :
1. Lingkungan Pengawasan, yaitu menetapkan corak suatu
organisasi dan mempengaruhi kesadaran akan pengawasan
terhadap orang-orang yang ada didalamnya. Lingkungan
pengawasan merupakan dasar dari semua komponen-kom-
ponen pengawasan internal yang ada, yang menyediakan
struktur dan fungsi pendisiplinan.
2. Penaksiran Risiko, yaitu merupakan identifikasi dan entitas
terhadap risiko yang relevan dalam mencapai tujuan, yang
membentuk suatu dasar pemikiran dalam menentukan bagai-
52 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
mana risiko harus dikelola.
3. Aktivitas Pengawasan, yaitu merupakan kebijakan dan pro-
sedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen
dilaksanakan.
4. Informasi dan Komunikasi, yaitu pengidentifikasian, penang-
kapan dan pertukaran informasi dalam wujud bentuk dan
waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung
jawab mereka.
5. Pemantauan, yaitu proses yang menentukan kualitas dan
kinerja pengawasan internal perusahaan sepanjang waktu.
3.6.3 Tujuan Pengawasan Internal
Adapun tujuan dari pengawasan internal adalah sebagai
berikut (Mulyadi, 2001 : 180) :
1. Keandalan Informasi Keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Sistem pengawasan internal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari penyelewengan-penyelewengan yang mungkin
terjadi sehingga membuat perusahaan mengalami kerugian.
Unsur pengawasan internal penggajian dan pengupahan
sesuai dengan Sistem Akuntansi, tahun 2001 adalah sebagai
berikut, yaitu :
1. Organisasi
a. Fungsi pembuatan daftar gaji dan upah harus terpisah
dari fungsi keuangan.
b. Fungsi pencatatan waktu hadir harus terpisah dari fungsi
operasi.
2. Sistem Otorisasi.
a. Setiap orang yang namanya tercantum dalam daftar gaji
dan upah harus memiliki surat keputusan pengangkatan
sebagai karyawan perusahaan yang ditandatangani oleh
direktur utama.
b. Setiap perubahan gaji dan upah karyawan karena
perubahan pangkat, perubahan tarif gaji dan upah,
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 53
tambahan keluarga harus didasarkan pada surat kepu-
tusan direktur keuangan.
c. Setiap potongan atas gaji dan upah karyawan selain dari
pajak penghasilan karyawan harus didasarkan atas surat
potongan gaji dan upah yang diotorisasi oleh fungsi
kepegawaian.
d. Kartu jam hadir harus diotorisasi oleh fungsi pencatat
waktu.
e. Perintah lembur harus diotorisasi oleh kepala departemen
karyawan yang bersangkutan.
f. Daftar gaji dan upah harus diotorisasi oleh fungsi per-
sonalia.
g. Bukti kas keluar untuk pembayaran gaji dan upah harus
diotorisasi oleh fungsi akuntansi.
3. Prosedur pencatatan
a. Perubahan dalam catatan penghasilan karyawan
direkonsiliasi dengan daftar gaji dan upah karyawan.
b. Tarif upah yang dicantumkan dalam kartu jam kerja
diverifikasi ketelitiannya oleh fungsi akuntansi.
4. Praktik yang sehat.
a. Kartu jam hadir harus dibandingkan dengan kartu jam
kerja sebelum kartu yang terakhir ini dipakai sebagai
dasar distribusi biaya tenaga kerja langsung.
b. Pemasukan kartu jam hadir ke dalam mesin pencatat
waktu harus diawasi oleh fungsi pencatat waktu.
c. Pembuatan daftar gaji dan upah harus diverifikasi kebe-
naran dan ketelitian perhitungannya oleh fungsi akuntasi
sebelum dilakukan pembayaran.
d. Perhitungan pajak penghasilan karyawan direkonsiliasi
dengan catatan penghasilan karyawan.
e. Catatan penghasilan karyawan disimpan oleh fungsi
pembuat daftar gaji dan upah.
3.7. Aktivitas Siklus Penggajian dan Pengupahan
Aktivitas siklus penggajian dan pengupahan dapat berupa
54 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
kegiatan antara lain adalah sebagai berikut (Marshall B Romney
dan Paul John Steinbart, 2005 : 190) :
1. Perbarui file induk penggajian. Melibatkan pembaruan file
induk penggajian, mencerminkan perubahan informasi yang
terkait dengan penggajian. Seperti, mempekerjakan orang
baru, pemberhentian tenaga kerja, kenaikan jabatan dan
perubahan tingkat gaji.
2. Perbarui tarif dan pemotongan pajak. Memperbarui informasi
mengenai tarif dan pemotongan pajak lainnya yang dise-
suaikan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh peme-
rintah pusat maupun daerah.
3. Validasi data waktu dan kehadiran. Memvalidasi setiap data
waktu dan kehadiran tenaga kerja sesuai dengan kartu
absensi maupun kartu jam kerja.
4. Mempersiapkan penggajian. Departemen tempat tenaga kerja
tersebut bekerja harus wajib memberikan data akurat
mengenai berapa jam kerja yang telah dihabiskan dan
kemudian seorang supervisor harus wajib mengkonfirmasinya
dengan menandatangani data tersebut.
5. Membayar Gaji. Sebagian besar tenaga kerja dibayar melalui
menggunakan cek yang dapat ditukarkan atau dengan
menyalurkan langsung gaji atau upah bersih ke rekening
bank pribadi mereka.
6. Hitung Kompensasi. Perusahaan harus membayarkan juga
beberapa jenis pajak penghasilan dan kompensasi pegawai
secara langsung.
7. Keluarkan PPh dan potongan lain. Perusahaan harus memba-
yarkan kewajiban pajak penghasilan dan potongan sukarela
lainnya dengan melakukan potongan diawal dari setiap
kompensasi yang diterima oleh tenaga kerja.
Yang termasuk dalam komponen upah berdasarkan Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-
07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen
Upah Dan Pendapatan Non Upah, yaitu:
1. Upah Pokok: adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 55
pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
2. Tunjangan Tetap: adalah suatu pembayaran yang teratur
berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk
pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu
yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunja-
ngan Isteri; Tunjangan Anak; Tunjangan Perumahan; Tunja-
ngan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain. Tunjangan
Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukan dalam
komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunja-ngan
tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima
secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau
bulanan.
3. Tunjangan Tidak Tetap adalah suatu pembayaran yang
secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan
keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang
tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seper-
ti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran,
Tunjangan makan dapat dimasukan ke dalam tunjangan tidak
tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar keha-
diran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau
fasilitas makan).
3.8. Penutup
Salah satu komponen dalam penggajian adalah Gaji dan
upah, Gaji dan upah merupakan dua pembayaran kompensasi
yang berbeda Gaji adalah pembayaran yang dilakukan
secara periodik melalui seorang atasan pada karyawannya yang
berada di bawah naungan kontrak kerja. Kata gaji ini lebih
bersifat formal dimana penggunaannya memang menjadi biaya
yang dibutuhkan oleh sumber daya manusia untuk kelangsu-
ngan hidupnya. Dalam sebuah pekerjaan, seorang karyawan
akan menerima gaji yaitu biaya yang sudah ditetapkan setelah
bekerja yang disebut dengan gaji pokok. Selain itu, karyawan
56 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
juga menerima tunjangan tambahan diluar gaji pokok. Sedang-
kan Upah adalah sebuah penerimaan yang digunakan untuk
kelangsungan hidup sumberdaya manusia yang dilakukan
berdasarkan hukum yang berlaku dan dibayar berdasarkan atas
persetujuan pemberi pekerja dan penerima kerja. Dalam hal ini
karyawan akan menerimanya dalam bentuk uang karena jasa
yang telah ia lakukan namun hal tersebut tidak pasti diberikan
dalam waktu yang teratur yaitu bisa diberikan secara harian,
mingguan atau bulanan berdasarkan apa yang telah di ker-
jakan, sehingga kalau tidak bekerja mereka tidak mendapatkan
upah.
Daftar Pustaka:
Gary Dessler, 2003, Human Resource Management, Ninth edition, PHIPE Prentice Hall
G. Sugiyarso, F.
Winarni, 2005, Dasar-dasar akuntansi perkantoran: dilengkapi dengan akuntansi gaji, upah, lembur dan PPh pasal 21, Yogyakarta: Media Pressindo.
Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta. 2001, page 52.
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi Edisi Tiga. Jakarta : Salemba Empat.
Ruky, Achmad S. 2001, Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan, edisi Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
S. Carl Warrens, James M. Reev, da n Philip E. Fess, Pengantar Akuntansi, Jakarta., 2005, pag e 229
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 57
BAB. IV
KOMPENSASI INSENTIF
4.1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas dengan labih detail tentang
kompensasi insentif. Pembahasan yang mengulas tentang penger-
tian insentif, tujuan insentif, indikator insentif dan jenis-jenis
insentif, serta berbagai bentuk insentif.
Kompensasi insentif merupakan bagian dari program peng-
gajian dan pengupahan yang diberikan oleh perusahaan kepada
tenaga kerja sebagai bentuk motivasi bagi tenaga kerja agar
dapat menghasilkan kinerja yang terbaik agar tujuan dan cita-cita
perusahaan sesuai dengan visi misi dapat tercapai. Kompensasi
insentif ini juga diberikan oleh perusahaan dengan tujuan lain
yaitu untuk memberikan imbalan jasa tambahan terhadap tenaga
kerja yang dapat menyelesaikan pekerjaan melebihi standar atau
target yang telah di tetapkan oleh perusahaan.
Setelah mempelajari materi kompensasi insentif ini, diharap-
kan pembaca mampu menjelaskan dan mengidentifikasi berbagai
hal yang berkaitan dengan insentif yang diberikan oleh perusa-
haan terhadap karyawan.
4.2. Pengertian Insentif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata insentif sen-
diri memiliki makna adalah sebagai tambahan penghasilan (baik
berupa uang, barang, dan sebagainya) yang diberikan untuk
meningkatkan gairah kerja, atau dapat disebut juga sebagai uang
perangsang. Secara umum, insentif adalah suatu imbalan yang
dapat berbentuk uang atau barang, yang tujuannya untuk men-
dorong suatu kegiatan. Selain itu, dapat diartikan juga sebagai
sesuatu yang diberikan kepada tenaga kerja karena kinerjanya
melebihi standar yang ditentukan.
Menurut Gorda (2004:141), insentif dapat diartikan lebih
jauh juga sebagai suatu sarana memotivasi berupa materi, yang
58 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
diberikan sebagai suatu perangsang ataupun pendorong yang
dengan sengaja diberikan kepada tenaga kerja agar dalam diri
mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan produk-
tivitas kerjanya dalam organisasi. Sedangkan Manullang (2003:
147) menyatakan bahwa, insentif merupakan suatu sarana moti-
vasi atau sarana yang menimbulkan dan membangkitkan doro-
ngan.
Menurut Cascio (1995:377), yang dikutip dalam bukunya,
mengatakan bahwa “...an incentive are variable reward, granded
to individuals on groups, that recognize differences in achieving
results. They are designed to stimulate or motivate greater em-
ployee effort on productivity”. Maka dari definisi diatas dapat di
pahami bahwa insentif adalah variabel penghargaan yang diberi-
kan kepada individu dalam suatu kelompok, yang diketahui ber-
dasarkan perbedaan dalam mencapai hasil kerja. Hal ini dirancang
adalah untuk memberikan rangsangan atau memotivasi tenaga
kerja agar lebih berusaha meningkatkan produktivitas kerjanya.
Kemudian Harsono (2004:21) juga berpendapat bahwa
insentif adalah merupakan suatu bagian dari sistem kompensasi
dimana jumlah yang dibayarkan kepada tenaga kerja tergantung
kepada hasil yang dicapai oleh mereka, yang berarti tenaga kerja
harus menawarkan sesuatu yang lebih daripada biasanya kepada
perusahaan dan perusahaan menawarkan suatu insentif kepada
tenaga kerja sebagai imbalan karena mencapai hasil yang lebih
tersebut. Maka dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpul-
kan bahwa pengertian insentif merupakan suatu alat yang diguna-
kan untuk mendorong tenaga kerja agar dapat lebih meningkat-
kan produktivitas kerja sehingga dapat mencapai tujuan perusa-
haan yang diharapkan.
Beberapa ahli juga menyampaikan pengertian yang lebih
mendalam lagi tentang insentif, antara lain :
1. Andrew F. Sikula menyatakan bahwa insentif merupakan
sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan
untuk merangsang suatu kegiatan. Insentif dapat dikate-
gorikan sebagai suatu motif imbalan-imbalan yang dirancang
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 59
sedemikian rupa oleh perusahaan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
2. Heidjrachman mendefinisikan sebagai bentuk tambahan dari
pemberian gaji atau upah yang berbeda karena prestasi kerja
yang lebih.
3. Adams Dan Hicks menyatakan bahwa insentif merupakan
suatu bentuk imbalan dan juga dapat sebagai hukuman
“Punishments” yang diterima oleh para pemberi layanan
“Providers” atas konsekuensi dari organisasi tempat mereka
bekerja, institusi yang mereka operasionalkan dan intervensi-
intervensi yang mereka lakukan.
4. Hasibuan berpendapat bahwa insentif merupakan tambahan
balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang
prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini yaitu alat
yang dipergunakan sebagai pendukung prinsip adil dalam
pemberian kompensasi.
5. Mangkunegara menyatakan bahwa insentif merupakan suatu
bentuk motivasi yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang
atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pe-
ngakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja tenaga kerja
dan kontribusinya terhadap organisasi atau perusahaan.
Dalam pengertian yang diketahui secara umum, insentif
adalah merupakan suatu bentuk kompensasi khusus yang diran-
cang oleh perusahaan agar dapat menghasilkan kinerja luar biasa
“Superior Performance”, yang dalam bahasa yang lebih sederhana
dapat diartikan sebagai bonus tambahan diluar gaji dan upah.
Kompensasi dalam bentuk insentif ini mempunyai kaitan yang erat
dan bersifat langsung kepada tenaga kerja karena dapat diukur
dan dipantau serta dievaluasi sehingga insentif dapat diterima
seketika itu juga apabila mencapai sasaran dan target tanpa ada
tuntutan atau syarat yang lebih jauh. Jadi, insentif diberikan
mutlak berguna dalam meningkatkan motivasi tenaga kerja.
Kompensasi insentif yang diterima oleh setiap tenaga kerja
apabila dikaitkan dengan prestasi dan hasil keluaran produksi,
maka dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
60 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
1. Berbentuk pemberian bonus utuh (Lump-Sump) yaitu pem-
berian bonus melalui pembayaran kas sekali waktu secara
tunai atau dapat juga dialihkan menjadi hak atas pembelian
saham perusahaan dan didasarkan kepada kinerja tenaga
kerja.
2. Berbentuk pembagian keuntungan (Profit Sharing) yaitu pem-
berian bonus karena ter-dapat keuntungan lebih yang dite-
rima oleh perusahaan dan didasarkan kepada kinerja tenaga
kerja.
3. Berbentuk pembagian pendapatan (Gain Sharing) yaitu pem-
berian bonus karena berhasil melampui target kinerja yang
ditetapkan atau terjadi efisiensi kerja, yang dapat memberi-
kan keuntungan kepada perusahaan dan didasarkan kepada
kinerja tenaga kerja.
4. Berbentuk pembayaran atas pengetahuan yang dimiliki (Pay
For Knowledge) yaitu pem-berian bonus atas keterampilan
atau kemampuan baru yang dikuasai dan menjadi nilai tam-
bah bagi perusahaan.
4.3. Tujuan Insentif
Menurut Sutrisno (2011:188-189), secara umum tujuan dari
insentif tersebut ada adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Menghargai suatu prestasi kerja
2. Keadilan terjamin
3. Karyawan dapat dipertahankan
4. Karyawan bermutu akan didapat
5. Pengendalian biaya
6. Memenuhi peraturan
4.3.1 Tujuan Insentif Bagi Perusahaan
Tujuan dalam memberikan insentif bagi pe-rusahaan adalah
sebagai berikut, yaitu :
1. Agar tenaga kerja yang terampil dan cakap agar mempunyai
loyalitas tinggi terhadap perusahaan bisa dipertahankan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pengawai
yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 61
kerja dan absensi.
3. Produktivitas perusahaaan meningkat yang artinya hasil
produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan
penjualan yang meningkat.
4.3.2. Tujuan Insentif Bagi Tenaga Kerja
Tujuan dalam memberikan insentif bagi tenaga kerja adalah
sebagai berikut, yaitu :
1. Agar standar kehidupan meningkat dengan menerima pem-
bayaran diluar gaji pokok.
2. Agar semangat kerja pegawai terdorong, sehingga mereka
semangat untuk berprestasi lebih baik.
Pada dasarnya, apabila pemberian insentif adalah karena
dihubungkan dengan balas jasa atas prestasi kerja yang melebihi
standar yang sudah ditetapkan serta disetujui bersama, maka
insentif dapat memberikan suatu nilai tambah atau penghargaan
ekstra dalam bentuk bonus atas usaha ekstra yang dihasilkan oleh
tenaga kerja bagi perusahaan. Oleh karena itu, penetapan nilai
insentif harus ditetapkan dengan cermat dan tepat serta harus
berkaitan erat dengan tujuan dan cita-cita perusahaan yang
terhubung dengan visi misi perusahaan.
Jumlah insentif yang ditetapkan untuk diberikan kepada
tenaga kerja harus terus berkesinambungan dan berhubungan
dengan pencapaian sebelumnya selama periode tertentu. Penca-
paian yang terus berkesinambungan harus disesuaikan dengan
rumus-rumus pembagian yang sudah diketahui semua pihak
secara jelas. Rumus-rumus tersebut dalam pembagian insentif
harus ditetapkan secara adil dan transparan sehingga tidak terjadi
kontra produktif akibat dari kebingungan maupun kesalahpaha-
man. Maka insentif dapat dipercaya sebagai pendorong dan
meningkatkan lebih banyak hasil (output) kerja dan meningkatkan
keinginan untuk mencapai tambahan penghasilan yang mengun-
tungkan kedua belah pihak.
4.4. Indikator Insentif
Menurut Sarwoto (2010:156), indikator-indikator dari insen-
62 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
tif dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Insentif Material
a. Berupa Uang
Bonus yang diberikan sebagai balas jasa atas hasil kerja
yang telah dilaksanakan. Biasanya pemberiannya secara
selektif dan khusus kepada karyawan yang berhak mene-
rima dan diberikan sekali terima tanpa suatu ikatan di
masa yang akan datang.
b. Berupa Komisi
Komisi merupakan jenis bonus yang dibayarkan kepada
pihak yang mampu menghasilkan penjualan yang mele-
bihi target dan biasanya dibayarkan dan diberikan kepa-
da bagian penjualan.
c. Berupa Profit Share
Profit share adalah salah satu jenis bonus tertua. Sistem
pembayarannya dapat berupa pembagian laba bersih
yang disetorkan kedalam bentuk dana moneter yang
kemudian disalurkan masing-masing kedalam rekening
pendapatan setiap tenaga kerja secara merata.
2. Insentif Jaminan Sosial
Insentif dalam bentuk jaminan sosial sering kali diberikan
secara kolektif, tanpa unsur kompetitif dan setiap karyawan
dapat memperolehnya secara sama rata dan otomatis.
Bentuknya antara lain sebagai berikut, yaitu :
Pemberian rumah dinas.
Pengobatan secara gratis.
Berlangganan surat kabar secara gratis.
Biaya pindah rumah.
Cuti sakit yang tetap mendapatkan gaji pembayaran.
Pemberian kesempatan untuk tugas belajar demi me-
ngembangkan ilmu dan keterampilan.
3. Insentif Non Material
Insentif non material bisa diberikan dalam bentuk sebagai
berikut:
Pemberian gelar akademik (title) secara
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 63
resmi.
Pemberian tanda jasa atau penghargaan medali.
Pemberian piagam penghargaan.
Ucapan terima kasih secara resmi atau formal dan juga
secara tidak resmi atau informal.
Memberikan pujian secara lisan atau tulisan secara resmi
baiki berdasarkan kelompok kerja ataupun secara per
individu.
4.5. Jenis-Jenis atau Macam-Macam Insentif
Menurut Nawawi (2011:317), penghargaan merupakan
bentuk insentif dapat dibedakan da-lam beberapa jenis sebagai
berikut:
1. Kompensasi insentif sebagai totalitas dari keseluruhan peng-
hargaan atau ganjaran yang dapat diterima oleh seorang
tenaga kerja atas seluruh pekerjaan yang dilakukannya seba-
gai kontribusi akan pencapaian tujuan organisasinya.
2. Kompensasi khusus Penghasilan tambahan yang diberikan
kepada tenaga kerja dengan status tertentu dalam perusa-
haan.
Sedangkan menurut Siagian (2007:268), jenis-jenis insentif
sebagai berikut :
1. Upah per Keluaran (Piece work output) adalah jenis insentif
yang digunakan untuk mendorong kinerja dari tenaga kerja
berdasarkan hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam bentuk
jumlah unit hasil produksi. Jenis insentif ini sering diterapkan
perusahaan untuk mendorong bagian produksi (production).
2. Bonus Produksi (production bonus) adalah jenis insentif yang
diberikan kepada tenaga kerja yang mampu bekerja lebih
sehingga tingkat produksi yang ditargetkan dapat terlampaui
dan kelebihan dari target tersebut menjadi nilai dari bonus.
Jenis insentif ini sering diterapkan perusahaan untuk mendo-
rong bagian produksi (production).
3. Komisi (Commisions) adalah jenis insentif yang diterima kare-
na tenaga kerja berhasil melaksanakan tugas-tugasnya dan
64 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
berhasil mencapai hasil yang positif. Jenis insentif ini sering
diterapkan perusahaan untuk mendorong bagian penjualan
(marketing).
4. Insentif Eksekutif (executifes incentives) adalah jenis insentif
yang diberikan kepada tenaga kerja yang khususnya mendu-
duki jabatan manjerial sebagai manajer atau supervisor yang
memiliki kedudukan sebagai kepala bagian atau unit kerja
yang mengepalai suatu bidang dalam perusahaan. Insentif
diberikan adalah karena berhasil memimpin bagian atau unit
kerjanya dan menghasilkan kinerja yang melampaui target
perusahaan serta menghasilkan keuntungan.
5. Kurva Kematangan (Maturity curve) adalah
jenis insentif yang diberikan kepada tenaga kerja karena
masa bakti atau kerja dan golongan jabatan yang tidak bisa
lagi mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi. Hal ini daapt
disebabkan karena usia dari tenaga kerja yang tidak lagi
muda dan mendekati masa pensiun.
6. Rencana Insentif Kelompok adalah jenis insentif yang diberi-
kan bukan karena keberhasilan secara individual melainkan
karena keberhasilan dari kelompok kerja atau unit kerja yang
mampu menghasilkan keluaran yang melebihi target dan
dapat bekerja sebagai suatu tim yang solid.
4.6. Bentuk-Bentuk Insentif
Insentif bisa diberikan kedalam beberapa bentuk, seperti
uang, lingkungan kerja yang baik dan partisipasi. Menurut Koontz
(1986: 648) bentuk insentif adalah sebagai berikut:
1. Moneter
Moneter adalah bentuk insentif paling umum yang dapat
ditawarkan oleh perusahaan untuk diberikan sebagai perang-
sang. Hal ini disebabkan karena dengan memberikan insentif
secara moneter, artinya adalah perusahaan memberikan
imbalan jasa sebagai alat yang dapat memenuhi kebutuhan
hidup tenaga kerja secara langsung. Harapannya adalah
tenaga kerja tersebut makin menjadi lebih termotivasi lagi
untuk dapat selalu meningkatkan prestasi kerjanya. Prestasi
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 65
kerja yang meningkat dapat menjadi tolak ukur dalam pe-
nentuan nilai besaran insentif dan lebih lanjut dapat dipakai
dalam menentukan tingkat kenaikan nilai besaran yang akan
ditambahkan.
2. Lingkungan Kerja Yang Baik
Menciptakan lingkungan kerja yang baik bisa diartikan seba-
gai bentuk pemberian insentif. Hal ini diberikan oleh perusa-
haan juga karena penghargaan perusahaan kepada tenaga
kerja yang menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Dalam hal
ini peranan manajer atau supervisor sangat penting dan
krusial karena mendorong bawahan agar menjadi lebih giat
bekerja adalah tanggung jawab dari masing-masing kepala
bagian tiap-tiap unit. Dorong dari atasan menjadi kebutuhan
penting agar dapat tercipta lingkungan kerja yang baik.
Situasi kerja yang baik bisa meningkatkan keinginan untuk
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
3. Partisipasi
Salah satu bentuk dari insentif adalah meningkatkan kesada-
ran dalam melakukan tugas-tugas yaitu dengan memberikan
perhatian dalam keseharian sehingga dapat tercipta komuni-
kasi yang baik antara atasan dengan bawahan. Dengan
partisipasi atasan, maka akan menimbulkan pengakuan bah-
wa tenaga kerja adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan
dalam penciptaan lingkungan kerja yang baik dan hal ini
sangat membutuhkan dukungan dari atasan dan rasa persa-
tuan kesatuan dalam setiap unit kerja sehingga tenaga kerja
akan merasa dihargai dan bersemangat untuk ikut ambil
bagian dalam kegiatan unit kerja serta mempunyai keinginan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan tim kerja.
4.7. Penutup
Kompensasi Insentif merupakan program penggajian
yang diberikan oleh perusahaan sebagai motivasi bagi kar-
yawan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kinerjanya.
senin kompensasi insentif ini diberikan dengan tujuan untuk
66 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
memberikan tambahan pendapatan terhadap karyawan yang
dapat menyelesaikan pekerjaan melebihi standar atau target
yang telah di tetapkan. Dapat juga dikatakan bahwa incentif
merupakan salah satu jenis kompensasi yang diberikan terha-
dap karyawan sebagai imbalan atas prestasi atau kinerjanya
yang melampaui standar yang telah di tetapkan oleh peru-
sahaan, Insentif ini bisa diberikan secara kelompok atau
individu, berdasarkan kinerja, prestasi, komisi, profit sharing,
gain sharing, bonus dan bentuk insentif lainnya.
Daftar Pustaka:
Muchlisin Riadi, (2013), Pengertian, Bentuk dan Tujuan Insentif,
Gorda. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Denpasar :
Widya Kriya Gematama
Manullang (2003), Dasar-dasar Manajemen, Gadjah Mada
University Press, PO Box 14 Bulaksumur, Yogyakarta.
Cascio, W.F. 1998. Managing Human Resources – Productivity
Quality of Work Life, Profits. Edisi ke- 5. McGraw-Hill.,
United States.
Anwar Prabu Mangkunegara, (2002), Manajemen Sumber Daya
Manusia, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung
Andrew E. Sikula. 2011. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Erlangga. Bandung.
Adam, O and Hicks, V (2000), Pay and Non-pay Incentives,
Performance and Motivation, Prepared for WHO’s December
2000 Global Health workforce Strategy Group, genewa.
Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:
Pengertian Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung,
Sutrisno, Edy (2011); Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta:
Kencana.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 67
Nawawi, Hadari. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Siagian, Sondang P, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Pertama, Cetakan Keempatbelas, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Koontz, Harold., Cyril O’Donnell, dan Heinz Weihrich. 1990.
Manajemen. Jakarta : Erlangga.
68 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |69
BAB. V
KOMPENSASI TUNJANGAN
5.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas tentang kompensasi berupa tun-
jangan. Kompensasi tunjangan ini diberikan perusahaan kepada
tenaga kerja melalui program peningkatan kesejahteraan tenaga
kerja dan bukan diberikan karena kinerja mereka melainkan ber-
dasarkan kebutuhan tambahan tenaga kerja dan karena keanggo-
taannya dalam organisasi perusahaan. Hal ini dilakukan agar
tenaga kerja dapat menjalankan kehidupannya secara normal dan
bekerja dengan baik karena mendapatkan tambahan kompensasi
yang dapat menunjang kebutuhan hidup mereka.
Dengan mempelajari kompensasi tunjangan ini maka diha-
rapkan dapat memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang men-
jadi bagian dari kompensasi tunjangan yang biasanya diberikan
oleh perusahaan kepada tenaga kerjanya. Melalui memahami dan
mengidentifikasi, maka diharapkan juga dapat mengaplikasikan-
nya dalam dunia kerja dan menyesuaikanya dengan kebutuhan
tenaga kerja yang ada pada masing-masing perusahaan demi
kesejahteraan mereka.
5.2 Pengertian Kompensasi Tunjangan
Kompensasi tunjangan dapat didefinisikan sebagai sebuah
bentuk pembayaran imbalan jasa kepada tenaga kerja oleh peru-
sahaan dalam bentuk moneter atau pun dalam bentuk lain secara
tidak langsung, yang manfaatnya dapat diterima dan dirasakan
oleh karyawan agar dapat melanjutkan pekerjaannya.
Menurut Malayu S. P. Hasibuan, kesejahteraan karyawan
adalah balas jasa pelengkap (material dan non-material) yang di-
berikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan. Tujuan dari pem-
berian kompensasi ini adalah agar tenaga kerja dapat memper-
tahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental mereka
sehingga produktivitas kerjanya dapat meningkat.
Kemudian Andre F. Sikula mengartikan lebih lanjut bahwa
70 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
kompensasi tunjangan adalah sebagai bentuk kompensasi kepada
tenaga kerja secara tidak langsung melalui definisinya sebagai
berikut “...Indirect compensations are reimbur-sement received by
employees in form other than direct wages or salary...” yang
dapat diartikan bahwa kompensasi tidak langsung adalah balas
jasa yang diterima oleh pekerja dalam bentuk selain upah atau
gaji langsung.
Pendapat ini juga didukung oleh Dale Yoder yang juga me-
nyatakan bahwa “...Benefits may be regarded as the more
tangible financial contributions to employees. Special payment to
those who are ill, contribution to employees savings, distribution
of stock, insurance, hospita-lization, and private pensions for
example.” yang dapat diartikan bahwa tunjangan dapat dipandang
sebagai bantuan uang lebih lanjut kepada tenaga kerja. Terutama
pembayaran kepada mereka yang sakit, uang bantuan untuk
tabungan karyawan, pembagian berupa saham, asuransi, perawa-
tan di rumah sakit, dan pension sebagai contohnya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tunjangan
adalah program untuk peningkatan kesejahteraan tenaga kerja
secara material maupun non-material yang bersifat tidak langsung
dan sebagai bentuk imbalan jasa perusahaan kepada tenaga kerja
diluar gaji atau upah, seperti pembayaran karena sakit, uang ta-
bungan, pembagian berupa saham, asuransi, perawatan di rumah
sakit, dana pension dan lain-lain.
5.3. Perbedaan Gaji dan Upah dengan Tunjangan
Perbedaan dan persamaan antara gaji dan upah dapat di
rinci di bawah ini, Persamaan gaji dan upah (kompensasi lang-
sung) dengan tunjangan (kompensasi tidak langsung) adalah
sebagai berikut:
1. Merupakan pendapatan (outcones) bagi kar-yawan.
2. Bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keterikatan
karyawan.
3. Biaya bagi perusahaan.
4. Dibenarkan oleh peraturan legal, jadi bisa dimasukkan dalam
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |71
neraca fiscal perusahaan tersebut.
Sedangkan untuk perbedaan gaji dan upah (kompensasi
langsung) dengan tunjangan (kompensasi tidak langsung)
adalah :
1. Gaji dan upah adalah hak utama tenaga kerja yang wajib
diterima dan menjadi kewajiban perusahaan dalam memba-
yarkannya. Sedangkan untuk tunjangan adalah merupakan
tambahan manfaat yang diberikan oleh perusahaan kepada
tenaga kerja namun bersifat tidak wajib dan merupakan
kebijaksanaan perusahaan yang diatur ketentuannya oleh
peraturan pemerintah.
2. Gaji dan upah harus dibayar dengan finansial (berupa uang
atau barang berharga), sedang kan tunjangan dapat dibe-
rikan dalam bentuk finansial dan non-finansial (dapat berupa
fasilitas-fasilitas, asuransi, cuti, program pensiun dsb).
3. Besarnya gaji dan upah ditentukan besarnya dan waktu pem-
bayawannya, sedangkan kesejahteraan besarnya dan waktu
pemberiannya tidak selalu sama dalam periode tertentu.
5.4. Alasan Perusahaan Menawarkan Tunjangan
Alasan perusahaan menawarkan tunjangan menurut Heru
Kurnianto Tjahjono, adalah karena :
1. Undang-undang mengharuskan adanya tunja ngan tertentu
dan menetapkan struktur pajak yang lebih menguntungkan
bagi perusahaan untuk tunjangan tertentu.
2. Merupakan salah satu cara untuk menarik dan mempertahan-
kan para karyawan.
3. Pembayaran pajak untuk program tunjangan lebih mengun-
tungkan bagi tenaga kerja dibandingkan dengan gaji atau
upah.
4. Perusahaan bisa membelayar premi asuransi dibawah harga
normal karena membeli dalam jumlah banyak atau kelompok.
5. Pertumbuhan tenaga kerja menjadi lebih terorganisir dan
terorganisasi dengan baik yang ikut mempengaruhi lingku-
ngan pekerjaan.
72 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Menurut UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 1 ayat 30 mengharuskan perusahaan memberikan gaji dan
upah yang didalamnya juga terdapat tunjangan. Isi dari UU No.13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Ayat 30 adalah
bahwa “Upah merupakan hak pekerja atau buruh yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengu-
saha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kese-
pakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunja-
ngan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan karena jasa yang telah atau akan dilakukan.”
Tidak semua tunjangan yang diberikan terhadap karyawan
terakomodir dalam Undang-Undang, misalnya, mengenai tunja-
ngan tenaga kerja tidak tetap berupa tunjangan makan siang,
tunjangan transportasi dan tunjangan lainnya. Kebijakan menge-
nai pemberian tunjangan dalam bentuk ini, diatur dan ditentukan
sendiri oleh masing-masing perusahaan. Untuk tunjangan ke-
sejahteraan atau kesehatan, dalam UU no.13 pasal 99 dengan
jelas mengatur adanya jaminan sosial untuk para pekerja. Isi UU
No.13 Pasal 99 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap pekerja atau
buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja.”
Menurut Malayu S.P. Hasibuan, Program tunjangan kesejah-
teraan dan kesehatan lebih lanjut dapat diatur berdasarkan:
1. Peraturan legal.
2. Berasaskan kesejahteraan yaitu berasaskan keadilan sosial
dan kelayakan (internal maupun eksternal konsistensi).
3. Berpedoman kepada kemampuan perusahaan.
5.5. Tujuan Pemberian Tunjangan
Adapun tujuan dari pemberian tunjangan kepada tenaga
kerja oleh perusahaan antara lain sebagai berikut, yaitu :
1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan ketertarikan tenaga kerja
dengan perusahaan.
2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |73
tenaga kerja beserta keluarganya.
3. Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktifitas tenaga
kerja.
4. Menurunkan tingkat absensi dan turn over tenaga kerja.
5. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta
nyaman bagi tenaga kerja.
6. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan tenaga kerja
untuk mencapai tujuan perusahaan.
7. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas tenaga
kerja.
8. Mengefektifkan pengadaan tenaga kerja.
9. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam mening-
katkan kualitas tenaga kerja Indonesia.
10. Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan
yang melibatkan tenaga kerja.
11. Meningkatkan status sosial tenaga kerja beserta keluarganya.
Sondang P. Siagian berpendapat bahwa dalam usaha men-
dorong produktivitas dan ketenengan dalam bekerja, maka peru-
sahaan perlu makin meningkatkan usaha untuk memberikan jasa-
jasa tertentu kepada tenaga kerjanya diluar pembayaran gaji dan
upah, atau dapat disebut juga dengan memberikan tunjangan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja-
nya.
5.6. Klasifikasi Program Tunjangan
Menurut Marihot, Program tunjangan dan peningkatan kese-
jahteraan dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) jenis, antara lain:
1. Pembayaran upah tidak bekerja dengan alasan tertentu.
Maksud dari pembayaran upah tidak bekerja dengan alasan
tertentu ini adalah pembayaran upah kepada tenaga kerja
meskipun tenaga kerja tersebut tidak bekerja dengan alasan
tertentu, seperti: sakit, menjalankan ibadah yang diperin-
tahkan agamanya dan lain-lain.
2. Program penjaminan terhadap resiko kerja. tenaga kerja
sewaktu-waktu dapat berhenti bekerja karena berbagai
74 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
alasan seperti: meninggal dunia, terjadinya kecelakaan kerja
sehingga cacat, dan alasan lainya yang mengakibatkan ter-
jadinya pemutusan hubungan kerja, bahkan setiap tenaga
kerja pasti akan mengalami pensiun. Ini semua merupakan
resiko kerja, yang mana perusahaan harus memberikan
penjaminan dalam bentuk asuransi, dana pensiun dan lain-
lain.
3. Pelayanan dan peningkatan kesejahteraan. Program pelaya-
nan dan kesejahteraan bisa berupa penyediaan berbagai
macam fasilitas, seperti menyediakan makan siang, fasilitas
olahraga, perumahan, pengobatan dan lain-lain.
4. Pengembangan tenaga kerja. Program-program untuk pe-
ngembangan tenaga kerja dapat berupa beasiswa, program
kursus singkat, program bahasa inggris, program tentang
keterampilan khusus dan lain-lain.
5. Keharusan menurut undang-undang. Beberapa bentuk pem-
bayaran, penyediaan fasilitas yang diharuskan pemerintah
untuk diberikan, seperti tunjanagan hari raya (THR).
Menurut Heru Kurnianto, pemberian tunjangan dapat dike-
lompokkan menjadi beberapa kategori besar antara lain, yaitu :
1. Asuransi Sosial.
2. Asuransi Kelompok Pribadi.
3. Pengunduran diri dan gaji saat tidak bekerja.
4. Kebijakan family friendly.
5.6.1 Asuransi Sosial
Ketentuan UU di Amerika Serikat yaitu Social Security act
1935 mewajibkan adanya asuransi untuk masa tua atau tunjangan
pensiun. Namun pada tahun-tahun berikutnya, Undang-undang
tersebut kemudian menambahkan bahwa perusahaan perlu mem-
berikan asuransi lebih lanjut bagi tenaga kerja karena penga-
ngguran (survivor) akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh
perusahaan. Asuransi-asuransi tersebut diwajibkan secara hukum
untuk diberikan kepada tenaga kerja.
Asuransi pengangguran idiberikan adalah dengan tujuan
sebagai berikut, yaitu :
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |75
1. Mengganti kehilangan pendapatan untuk sejangka waktu,
selama tenaga kerja tersebut tidak dipakai lagi oleh peru-
sahaan.
2. Membantu tenaga kerja yang tidak bekerja sampai bisa dapat
menemukan pekerjaan yang baru.
3. Insentif perusahaan untuk menstabilkan tenaga kerja.
4. Investasi untuk mempertahankan tenaga kerja ahli dengan
memberikan pendapatan selama masa-masa layoffs untuk
jangka pendek sehingga kedepannya tenaga kerja tersebut
dapat kembali lagi.
5.6.2 Asuransi Kelompok Pribadi
Asuransi kelompok pribadi lebih menguntungkan daripada
individual karena memiliki skala ekonomis dan kekuatan tawar
menawar yang lebih besar. Terdapat 4 (empat) jenis asuransi
dalam kategori ini antara lain, yaitu asuransi cacat, asuransi
rumah sakit, asuransi medis dan asuransi kematian.
Kompensasi tunjangan tenaga kerja sebagai bagian dari
asuransi cacat, asuransi medis, asuransi rumah sakit dan asuransi
kematian, dibagi menjadi empat kategori yaitu :
1. Pendapatan karena cacat akibat kecelakaan kerja.
2. Pendapatan melalui perawatan medis akibat kecelakaan
kerja.
3. Pendapatan melalui pelayanan rehabilitasi rumah sakit akibat
kecelakaan kerja.
4. Pendapatan melalui tunjangan kematian akibat kecelakaan
kerja.
Asuransi cacat dapat dibagi menjadi dua bentuk program
disability yaitu program jangka pendek dan program jangka
panjang. Program jangka pendek memberikan tunjangan enam
bulan atau kurang, sementara itu program jangka penjang me-
liputi seumur hidup seseorang. Hal ini sangat penting bagi tenaga
kerja karena dapat mempengaruhi masa depan pribadi maupun
keluarga tenaga kerja tersebut. Program disability ini sendiri
diukur berdasarkan seberapa parahnya tingkat cacat tenaga kerja
akibat kecelakaan kerja. Apabila cacat yang diperoleh sampai
76 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
mempengaruhi kesejahteraan pribadi maupun keluarga maka bisa
dikenakan program jangka panjang. Selain itu, apabila cacat
tersebut mengakibatkan tenaga kerja tidak dapat bekerja lagi,
maka perusahaan wajib memberikan program jangka panjang.
Asuransi medis merupakan tunjungan yang paling penting
untuk rata-rata tenaga kerja. Asuransi ini meliputi tiga jenis pem-
biayaan medis antara lain, yaitu biaya rumah sakit, biaya operasi
dan kunjungan dokter. Asuransi medis ini sendiri dibagi menjadi
dua kategori yaitu kategori ringan dan kategori berat. Perawatan
medis yang diterima oleh tenaga kerja dapat dikategorikan ringan
apabila masa pemulihan akibat sakit maupun kecelakaan kerja
tergolong jangka pendek dibawah enam bulan. Namun dapat
dikategorikan berat apabila masa pemulihan akibat sakit maupun
kecelakaan kerja tergolong jangka panjang meliputi seumur
hidupnya. Asuransi medis ini sendiri dapat diberikan adalah
apabila perawatan medis dilakukan akibat karena dampak pe-
kerjaan yang dilakukan tenaga kerja dan bisa jadi tidak diberikan
juga apabila karena kelalaian diluar lingkungan pekerjaan.
Asuransi rumah sakit merupakan tunjangan lanjutan akibat
pemberiaan asuransi medis. Asuransi rumah sakit ini diberikan
apabila tenaga kerja perlu mendapatkan perawatan intensif di-
rumah sakit dan juga perlu mendapatkan perawatan rehabilitasi
untuk pemulihan pasca kecelakaan kerja dan sebagainya. Asuransi
rumah sakit ini sendiri ditambahkan apabila perawatan tenaga
kerja pasca kecelakaan kerja tidak memungkinkan untuk dila-
kukan sendiri ataupun dilakukan dirumah. Asuransi rumah sakit ini
sendiri dapat dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu
panjang, tergantung dari tingkat dampak yang dirasakan oleh
tenaga kerja akibat mengalami kecelakaan kerja.
Asuransi kematian merupakan tunjangan yang diberikan
kepada pihak keluarga yang mewarisi tunjangan akibat kematian
tenaga kerja.
Asuransi kematian ini sendiri diberikan adalah agar kelu-
arga yang ditinggalkan dapat memiliki waktu untuk menyesuaikan
diri pasca kematian dari tenaga kerja tersebut. Besaran nilai dari
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |77
asuransi kematian ditentukan oleh peraturan pemerintah dan
disesuaikan oleh perusahaan. Asuransi ini dapat diberikan apabila
tenaga kerja yang meninggal tersebut adalah akibat terkena
dampak dari perkerjaan yang dilakukannya selama ini atau me-
ngalami kecelakaan kerja, dan tidak terkait dengan kematian
akibat kelalaian diluar lingkungan pekerjaan.
5.6.3 Pengunduran Diri dan Gaji saat tidak bekerja
Perusahaan tidak wajib secara hukum untuk memberikan
program pengunduran diri pribadi. Program Pengunduran diri sen-
diri memiliki 2 jenis program antara lain sebagai berikut :
1. Defined Benefit, yaitu program pengunduran diri yang men-
jamin tunjangan yang telah ditentukan untuk tenaga kerja
berdasar kombinasi antara masa pengabdian, usia dan juga
tingkat gaji karyawan.
2. Defined Contribution, yaitu program pengunduran diri yang
menjanjikan tunjangan untuk tenaga kerja yang mengun-
durkan diri dan ditentukan besarannya sesuai dengan kontri-
busi yang telah diberikannya kepada perusahaan selama ini
melalui prestasi kerja, penghargaan ataupun apresiasi.
Selain program pengunduran diri, terdapat program lain
yang hampir sama namun memiliki perbedaan yaitu program gaji
saat tidak bekerja. Sepintas lalu gaji saat liburan hari besar, cuti
sakit, dan lain sebagainya terlihat tidak masuk akal secara eko-
nomis. Perusahaan yang membayar tenaga kerja mereka saat
tidak bekerja tidak mendapatkan nilai produksi yang nyata. Oleh
karena itu, kebijakan untuk cuti sakit misalnya, harus diatur
dengan hati-hati demi menghindari pemberian insentif yang salah
sasaran pada para karyawan. Walaupun program-program terse-
but membantu menarik dan mempertahan kan karyawan.
Pemberian program gaji saat tidak bekerja ini sendiri dibe-
rikan karena dua hal, yaitu karena masa pengabdian yang
panjang dan juga karena memiliki kontribusi yang lebih kepada
perusahaan. Pemberian program ini sendiri diatur oleh perusahaan
sedemikian rupa agar tenaga kerja dapat memperoleh penda-
patan ketika mereka tidak dapat aktif bekerja dan kesejahteraan
78 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
mereka tidak menurun. Namun perlu dingat adalah agar pem-
beriaan program ini tidak disalah gunakan, maka perusahaan
perlu menyeleksi tenaga kerja yang menerimanya dan karena
mereka memang layak untuk menerimanya.
5.6.4 Kebijakan Family-Friendly
Kebijakan ini sendiri digunakan untuk mengurangi konflik
antara tenaga kerja dengan kelaurga dan terutama bagi para
tenaga kerja wanita. Kebijakan dalam perusahaan berupa kebi-
jakan Family-Friendly adalah kebijakan yang sasarannya adalah
kesejahteraan keluarga dan kepedulian terhadap anak. Kebijakan
ini biasanya ditujukan agar setiap tenaga kerja memiliki kehi-
dupan yang seimbang antara pekerjaan dan keluarga sehingga
tenaga kerja dapat bekerja dengan tenang dan keluarga tetap
dapat keuntungan.
Kebijakan ini sendiri, dapat diberikan apabila tenaga kerja
telah melampaui syarat-syarat yang ditetapkan oleh perusahaan,
seperti melampaui target, masa bakti yang panjang, pencapaian
prestasi kerja dan memperoleh penghargaan. Kebijakan Family-
Friendly sendiri dapat berupa cuti pernikahan, cuti melahirkan, cuti
liburan keluarga, dan lain-lain. Harapannya adalah kedepan nya
hubungan antara perusahaan dengan tenaga kerja beserta
dengan keluarganya dapat terbina dengan baik dan nyaman.
5.7. Strategis Pengelolaan Tunjangan
Dalam pengelolahan tunjangan tenaga kerja, perusahaan
perlu memperhatikan beberapa hal penting agar perusahaan tidak
mengalami kerugian namun tenaga kerja tetap dapat disejah
terakan. Oleh karena itu, perlu memperhatikan strategi berikut
yang biasanya diterapkan oleh perusahaan-perusahaan, antara
lain adalah :
1. Strategi Pengendalian Biaya. Dalam menentukan strategi
pengendalian biaya ada beberapa faktor yang perlu di
pertimbangkan. Pertama, menekankan tenaga kerja semakin
banyak menabung. Kedua, perlu dilihat pertumbuhan kategori
tunjangan tersebut karena meskipun biaya pada saat ini dapat
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |79
diterima namun tingkat pertumbuhan yang tinggi bisa meng-
akibatkan biaya melonjak di masa depan. Ketiga, upaya
pengendalian biaya dapat di harapkan keberhasilanya jika
perusahaan mempunyai keleluasaan yang signifikan dalam
memilih seberapa banyak biaya yang akan di keluarkan untuk
tunjangan tertentu. Sebagian besar tunjangan tersebut diwa-
jibkan secara hukum sehingga bersifat tetap dan membatasi
upaya untuk mengurangi biaya produksi.
2. Stretegi Perawatan Kesehatan : Mengontrol Biaya Dan Mem-
perbaiki Kualitas. Beberapa upaya untuk mengendalikan biaya
dan meningkatkan kualitas, antara lain : (1) desain rencana,
(2) penggunaan provider alternatif, (3) penggunaan alternatif
metode pembia-yaan, (4) meninjau ulang klaim-klaim, (5)
pendidikan dan pencegahan diri, (6) sistem biaya external.
3. Strategi Program Kesehatan Karyawan. Program ini bersifat
pencegahan yaitu bersifat untuk mengelola biaya perawatan
kesehatan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas diperusahaan
yang dapat membantu mencegah resiko kesehatan seperti
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok dan kege-
mukan. Strategi ini juga berupaya untuk meningkatkan kese-
hatan seperti latian fisik dan nutrisi yang baik serta fasilitas-
fasilitas lain yang menunjang. Lebih baik mencegah dari pada
mengobati.
4. Strategi Biaya Perawatan Kesehatan. Dua fenomena penting
yang sering dihadapi dalam upaya pengendalian biaya.
Pertama, pengendalian salah satu program tidak akan mung-
kin berhasil karena upaya untuk mengontrol salah satu aspek
mungkin harus diikuti dengan perpindahan ke program lain
yang memberikan perlakuan medis yang menuntut biaya
besar bagi tenaga kerja. Kedua, seringkali ada yang disebut
sebagai kelompok pareto, yaitu ada sebagian kecil (sekitar
20%) tenaga kerja yang menggunakan sebagian besar biaya
perawatan kesehatan (sekitar 60%-80%).
Untuk itu, upaya pengendalian biaya akan berhasil jika biaya
yang akan di gunakan oleh kelompok pareto tersebut dapat
80 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
diidentifikasi dan dikelola secara efektif melalui perusahaan
membangun mitra kerja yang berkaitan dengan pengolahan
biaya perawatan kesehatan, atau juga memiliki badanbadan
usaha yang dapat mengolah dana untuk pembiayaan kese-
hatan ketika mereka sehat dan mencairkannya ketika mereka
mengalami sakit.
5. Strategi Mengendalikan Pertumbuhan Biaya Tunjangan. Untuk
mengendalikan dana tunjangan, antara lain : Pertama, karena
dana tunjangan bersifat tetap, biaya tunjangan perjam dapat
dikurangi dengan menambah jam kerja. Kedua, adalah meng-
gunakan sebagian tenaga kerja part-time atau tenaga kerja
outsourcing atau mahasiswa magang sebagai respon atas
biaya tunjangan. Ketiga, perusahaan mengkhususkan sebagi-
an pekerjaan kepada tenaga kerja melalui kontraktor indepen-
den sehingga mengurangi kewajiban memberikan tunjangan.
6. Strategi Mengolah Sifat Tenaga Kerja. Dalam mendesain paket
tunjangan untuk para karyawan perusahan sebaiknya mem-
pertimbangkan komposisi demografis dan keinginan tenaga
kerja. Faktor demografis misalnya, dapat dibagi menurut umur
dan jenis kelamin. Tenaga kerja yang berusia lebih tua akan
lebih membutuhkan jaminan medis, asuransi kematian dan
dana pensiun daripada tunjangan liburan dan sejenisnya.
Tenaga kerja wanita muda produktif akan lebih memper-
hatikan cuti karena pernikahan, kehamilan dan melahirkan.
Tenaga kerja pria maupun wanita yang baru berkeluarga dan
memiliki anak akan lebih memperhatikan tunjangan cicilan
rumah, kendaraan dan lain-lain. Tenaga kerja muda pria dan
wanita yang belum menikah, umumnya tidak tertarik dengan
tunjangan secara umum namun lebih memilih gaji dan upah
yang lebih tinggi. Salah satu pendekatan untuk dapat menilai
keingi-nan tenaga kerja secara tepat adalah dengan menggu-
nakan metode penelitian, meliputi indepth interview (wawan-
cara mendalam), focus group dicussion (FGD) dan mengisi
kuisioner.
7. Strategi Komunikasi. Penelitian menunjukan bahwa seringkali
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |81
para tenaga kerja dan pelamar kerja mempunyai pendapat
buruk mengenai tunjangan yang ada dan biaya atau nilai
pasar dari tunjangan tersebut. Perusahaan dapat membantu
mengatasi masalah tersebut melalui beberapa media seperti
memorandum (catatan), pertemuan tanya jawab dan brosur
yang komunikatif mendetail. Peningkatan kesadaran tersebut
selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kepuasan atas
tunjangan yang diterima para tenaga kerja. Namun penelitian
lain juga menunjukan bahwa tunjangan biaya tinggi tersebut
mengakibatkan mereka menjadi kurang puas dengan tunja-
ngan yang mereka terima.
8. Strategi Paket Tunjangan Tunggal. Strategi ini adalah untuk
program tunjangan fleksibel (flek-plans atau cafetaria-style
plans) yang memberikan kebebasan kepada para karyawan
untuk memilih tipe dan jumlah tunjangan yang mereka ingin-
kan. Program tersebut bervariasi misalnya menurut aturan
level tunjangan tertentu (atau sebaliknya harus membayar
ekstra untuk tunjangan yang lebih banyak). Misalnya tunja-
ngan hari libur, tenaga kerja dibolehkan untuk mengorbankan
hari libur untuk mendapatkan gaji tambahan atau alternatifnya
mengambil liburan ekstra dengan mengurangi gaji. Atau
misalnya, tenaga kerja diberikan pilihan fasilitas cicilan rumah
atau kendaraan namun dipotong gaji dan harus mau terikat
kerja selama beberapa tahun dan syarat-syarat yang lain.
82 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Daftar Pustaka
Hasibuan, Malayu S.P, Drs.H. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Revisi. 2001. Jakarta: Bumi Aksara.
Tjahjono, Heru Kurnianto. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta: Visi Solusi Madani.
Dessler, Gary. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2. 2007.
Jakarta: Prenhallindo.
Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2002.
Jakarta: Bumi Aksara
Hariadja, Mariot Tua E. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2002.
Jakarta: Grasindo
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |83
BAB. VI
TAHAPAN PENYUSUNAN KOMPENSASI
6.1 Pendahuluan
Pada bab ini disampaikan materi tentang tahapan penyusu-
nan kompensasi. Tahapan pe-nyusunan kompensasi merupakan
serangkaian langkah-langkah yang harus ditempuh ketika
merancang kompensasi bagi tenaga kerja. Hal ini dilakukan adalah
agar kompensasi yang dihasilkan dapat dirasakan tepat dan layak
bagi tenaga kerja, baik secara internal maupun eksternal perus-
ahaan.
Melalui tahapan ini, maka diharapkan agar mampu mengi-
dentifikasi apa saja yang perlu dilakukan sehingga mampu meng-
hasilkan suatu rancangan kompensasi yang dapat di implemen-
tasikan dan dinikmati oleh semua orang dengan penuh kepuasan.
Tahapan dalam penyusunan kompensasi ini perlu diperinci satu
persatu dan dijelaskan sehingga kompensasi yang diberikan oleh
perusahaan kepada tenaga kerjanya dapat memenuhi keadilan
secara internal maupun eksternal organisasi.
6.2 Pengertian Tahapan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata tahapan
adalah merupakan suatu bagian dari perkembangan (pertumbu-
han); bagian dari sesuatu yang terdapat awal dan akhirnya; ba-
gian dari urutan (menegak atau menyamping).
Dengan kata lain, bisa di katakan sebagai tingkatan atau
jenjang, sehingga tahapan dapat di definisikan sebagai urut-
urutan yang harus dilakukan dari hal yang pertama sampai
dengan tahap yang terakhir. Oleh karena itu, maka tahapan
penyusunan kompensasi dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan oleh perusahaan mulai tahap
pertama kali sebelum menyusun kompensasi yaitu dengan mela-
kuakan sautu evaluasi jabatan yang ada dalam organisasi, mela-
kukan survei kebutuhan dan melakukan wawancara atau diskusi
dalam grup agar dapat ditemukan nilai besaran kompensasi yang
84 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
sesuai dan mampu menjembatani antara kebutuhan tenaga kerja
dengan kemam-puan keuangan perusahaan dalam membayar
kompensasi. Semua ini dilakukan agar dapat memuaskan kedua
belah pihak dan memenuhi prinsip keadilan secara internal mau-
pun eksternal.
6.3 Tahapan Penyusunan Kompensasi
Berdasarkan pendapat Hariandja (2002), ada empat langkah
penting dalam penyusunan kompensasi, yaitu antara lain :
1. Analisis Jabatan
Analisis jabatan adalah merupakan suatu kegiatan untuk
mencari informasi penting tentang deskripsi tugas-tugas yang
harus dilakukan dan tindakan-tindakan operasional apa saja
yang diperlukan dalam melaksanakan dan menjalankan fungsi
jabatan tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka yang mengisi
posisi jabatan tersebut dapat berhasil dalam menjalankan
tugas, mengembangkan uraian tugas dengan terperinci, me-
mahami spesifikasi tugas dan melaksanakan tugas sesuai
dengan standar untuk mencapai kinerja yang diharapakan.
Kegiatan ini perlu dilakukan sebagai landasan untuk melaku-
kan mengevaluasi jabatan berikutnya.
2. Evaluasi Jabatan
Menurut Ranupandojo (1985), Evaluasi jabatan adalah
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
untuk memenuhi prinsip objektivitas dalam mengukur nilai
perbandingan dari jabatan-jabatan yang ada dalam suatu
organisasi atau antar bagian unit kerja dalam satu perusaha-
an. Akan tetapi, evaluasi jabatan bukanlah digunakan untuk
menentukan gengsi suatu jabatan tertentu dan menjadi pem-
beda didalam perusahaan, karena pada dasarnya semua
jabatan dida-lam perusahaan sama pentingnya dan sama-
sama diperlukan demi menjalankan perusahaan. Evaluasi
jabatan hanya diharapkan agar dapat menunjukan kepada
perusahaan seberapa pantaskah suatu jabatan tersebut dibe-
rikan penilaian dan berapakah nilai besaran kompensasi yang
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |85
harus diterima oleh orang yang memegang posisi jabatan ter-
sebut. Dari pengertian tersebut maka dapat terlihat bahwa
yang dimaksud dengan evaluasi jabatan adalah suatu proses
mengiden-tifikasi nilai relatif atau besaran nilai dari suatu
jabatan guna menyusun besaran nilai kompensasi yang layak
untuk diberikan. Evaluasi jabatan merupakan suatu proses
sistematis untuk menentukan nilai relatif dari suatu pekerjaan
dibandingkan dengan pekerjaan lain. Proses ini dilakukan
untuk mengusahakan tercapainya internal equity dalam pe-
kerjaan sebagai bagian penting dalam penentuan kompen-
sasi. Internal equity adalah jumlah yang diperoleh dan
dipersepsi sesuai dengan masukan yang diberikan yang
dibandingkan dengan pekerjaan yang sama pada perusa-
haan.
3. Survei Gaji atau Upah (Kebutuhan)
Survei gaji atau upah (kebutuhan) dilakukan adalah agar
tercapainya keadilan eksternal sebagai salah satu bagian
penting dalam perencanaan dan penentuan nilai besaran gaji
dan upah. Survei tersebut dapat dilakukan melalui berbagai
macam cara yaitu seperti mencari informasi dari perusahaan-
perusahaan lain yang sejenis, atau melakukan survei secara
mandiri. Survei ini sendiri dilakukan adalah untuk mengetahui
seberapa besarkah tingkat kebutuhan hidup tenaga kerja
agar kesejahteraan mereka dapat terjamin. Selain itu, survei
tersebut juga menjadi pembanding apakah gaji atau upah
yang telah diberikan sekarang mampu memenuhi kebutuhan
hidup tenaga kerja mereka. Demi mendapatkan informasi
me-ngenai tingkat gaji dan upah yang layak yang berlaku
saat ini, perusahaan perlu membuat kuesioner secara formal
atau melakukan wawancara secara perseorangan maupun
secara diskusi grup.
4. Penentuan Besaran Kompensasi
Setelah melakukan analisis jabatan, evaluasi jabatan dan
survei kebutuhan, maka perusahaan perlu melakukan hal
yang terakhir, yaitu menentukan besaran kompensasi yang
86 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
harus diberikan sesuai dengan fakta yang telah ditemukan.
Penentuan besaran kompensasi ini hendaknya mengikut
sertakan fakta-fakta yang telah terkumpul, agar dapat men-
ciptakan keadilan internal dalam perusa-haan. Fakta-fakta
tersebut kemudian bisa dipakai untuk menjelaskan kepada
tenaga kerja nilai dari posisi jabatan tersebut sehingga
kompensasi yang akan diterima oleh tenaga kerja terasa
objektif dan bukan asal-asalan. Tenaga kerja yang meme-
gang posisi jabatan tersebut tidak akan timbul keberatan hati
dan kalau pun ada keberatan maka tenaga kerja tersebut
akan berusaha menyesuaikan diri, karena memang demikian-
lah faktanya.
6.4. Teknik Analisis Jabatan
Analisis jabatan adalah suatu kegiatan pengumpulan, peni-
laian dan penyusunan berbagai macam informasi secara sistematis
yang berkaitan dengan jabatan. Definisi analisis jabatan yang lain
yaitu merupakan bagian dari kegiatan untuk mempelajari dan
menyimpulkan keterangan-keterangan ataupun fakta-fakta yang
berkaitan dengan jabatan secara sistematis dan teratur.
Teknis Analisis Jabatan merupakan suatu proses dimana
sejumlah pekerjaan dibagi-bagi untuk menentukan tugas dan
tanggung jawab yang ada hubungannya dengan pekerjaan, per-
syaratan apa saja yang harus dipenuhi dimana pekerjaan tersebut
dilakukan dan kapabilitas personal yang disyaratkan untuk menca-
pai kinerja yang maksimal.
Dessler (1997), mengungkapkan bahwa analisa jabatan
merupakan prosedur untuk menetapkan tugas dan tuntutan kete-
rampilan dari suatu jabatan serta orang macam apa yang akan
melaksanakan pekerjaan tersebut. Dalam pengertian ini, dessler
menekankan pada dua aspek, yaitu menyangkut isi dari pekerjaan
itu sendiri dan juga orang yang akan melaksanakan pekerjaan
tersebut.
Dalam pengertian lain, Mathis dan Jakson (2000) mengarti-
kan analisis jabatan adalah sebagai berikut “...A Systematic may
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |87
to gather and analyze information about the content and the
human requirements of jobs, and the context in which jobs are
performed.” Yang dapat diartikan bahwa analisis jabatan meru-
pakan cara sistematik untuk mengumpulkan dan menganalisis
informasi tentang isi dan personal yang dipersyaratkan dalam
jabatan, dan dalam hubungannya dengan prestasi jabatan.
Lebih lanjut, Mathis dan Jackson memisahkan antara jaba-
tan (jobs) dan posisi (position). Jabatan, dalam pengertiannya
adalah merupakan sekelompok tugas, kewajiban, dan tangggung
jawab yang harus dikerjakan dan dilakukan oleh yang menjabat-
nya. Sedangkan posisi dapat diartikan sebagai suatu prestasi dari
jabatan yang dilakukan oleh seseorang karena mereka telah mela-
kukan tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sebagai-
mana mestinya.
6.4.1 Tujuan Analisis Jabatan
Pada dasarnya tujuan dilakukannya analisis jabatan adalah
agar setiap pemangku jabatan tersebut dapat dengan mudah
menjalankan tugasnya dan dengan jelas harus melakukan apa
saja. Dengan adanya dokumen job description yang jelas yang
dapat digunakan sebagai acuan, maka pemangku jabatan akan
dapat menjalankan tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya
dengan tepat sasaran sehingga sang pemangku jabatan tidak
akan mengalami kebingungan (confuse) dalam menjalankan pera-
nannya dan kewenangannya. Pemangku jabatan tersebut akan
tahu harus berhubungan dengan siapa, menggunakan alat apa
saja dan harus mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada
siapa. Selain itu, dengan adanya Job kualification, maka sang pe-
mangku jabatan akan mengetahui persyaratan apa saja yang
harus dipenuhi olehnya untuk dapat menduduki suatu jabatan.
Misalnya, tingkat pendidikan akhir, pengalaman kerja, persyara-
tan fisik, mental, moral dan persyaratan lain yang diperlukan
sesuai dengan jabatan masing-masing. Selain kedua hal diatas
tersebut, juga perlu disertakan standar atau target yang harus
dicapai secara jelas di setiap jabatan sehingga memmudahkan
88 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
pimpinan dalam mengukur kinerja sang pemangku jabatan dan
dapat memberikan penilaian apakah kinerjanya tersebut telah
sesuai target perusahaan atau belum atau bahkan telah diatas
melebihi target sehingga memudahkan pimpinan dalam memberi-
kan kompensasi yang layak.
Menurut Sora (2015), tujuan dilakukannya analisis jabatan
adalah untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan untuk
menciptakan kenyamanan dalam bekerja sehingga pekerjaan
dapat terkendali. Agar tujuan analisi jabatan dapat tercapai, ,maka
perusahaan atau organisasi memikirkan hal-hal sebagai berikut
sebagai pertimbangan penting yaitu, antara lain :
1. Apa saja yang dilakukan oleh pekerja pada jabatan yang di
dudukinya.
2. Apa saja wewenang dan tanggung jawab pekerja pada
jabatan yang di dudukinya.
3. Mengapa pekerjaan tersebut perlu dilakukan dan bagaimana
cara melakukan pekerjaan tersebut.
4. Peralatan apa saja yang diperlukan dalam menjalankan pe-
kerjaan tersebut.
5. Berapa besar gaji dan seberapa lama jam kerjanya.
6. Pendidikan, pelatihan dan pengalaman apa saja yang diper-
lukan untuk menjalankan pekerjaan tersebut.
7. Dan kemampuan, sikap apa saja yang diperlukan dalam me-
njalankan pekerjaan tersebut.
6.4.2 Manfaat analisis jabatan
Sora (2015), menyatakan bahwa analisis jabatan memiliki
banyak sekali manfaat bagi pimpinan suatu perusahaan atau
organisasi. Salah satunya adalah untuk memecahkan masalah me-
ngenai kepegawaian dan khususnya yang berkaitan dengan tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh tenaga kerja pada perusahaan
tersebut. Adapun beberapa manfaat analisis jabatan, yang
diantaranya yaitu:
1. Untuk penarikan dan seleksi tenaga kerja.
2. Untuk penempatan posisi dari tenaga kerja.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |89
3. Untuk menentukan pendidikan maupun pelatihan dari tenaga
kerja.
4. Untuk keperluan penilaian kerja.
5. Untuk perbaikan syarat-syarat dalam peker-jaan.
6. Untuk promosi jabatan pada tenaga kerja. Untuk perencana-
an organisasi.
6.4.3 Elemen-Elemen dalam Analisis Jabatan
Dalam analisis jabatan terdapat 3 (tiga) elemen penting,
yaitu Job Description, Job Speci-fication, dan Job performance
standart yang sebagai mana penjelasannya adalah sebagai ber-
ikut dibawah ini :
1. Job Description
Merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai tugas
maupun tanggung jawab pada jabatan tertentu, ditulis ber-
dasarkan fakta yang telah ada dan penting sekali untuk
dibuat yang nantinya akan berguna untuk Untuk menghindari
terjadinya perbedaan pmahaman, menghindari terjadinya pe-
kerjaan yang rangkap dan untuk mengetahui batas-batas
tanggung jawab maupun batas wewenang pada setiap jaba-
tan yang diduduki oleh tenaga kerja. Adapun beberapa hal
yang harus dicantumkan didalam Job Description, biasanya
seperti di bawah ini:
Menidentifikasi jabatan, misalnya seperti: Nama dari
jabatan, bagian jabatan dan kode jabatan yang ada di-
dalam perusahaan tempat bekerja.
Penjelasan mengenai jabatan yang didu-duki.
Mengenai tugas yang dikerjakan pada jabatan tersebut.
Mengenai hubungan dengan jabatan lain.
Pengawasan yang perlu dilakukan.
Peralatan yang digunakan atau diperlukan pada jabatan
tersebut.
Keadaan lingkungan tempat bekerja.
2. Job Specification
Merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja
90 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
yang akan menduduki suatu jabatan, supaya dia dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan maksimal. Adapun
beberapa hal yang perlu dimasukan kedalam Job Specifi-
cation, diantaranya seperti dibawah ini:
Yang pertama, persyaratan mengenai minimal pendidi-
kan, pelatihan dan pengalaman kerja yang dimiliki.
Yang kedua, persyaratan mengenai wawasan dan ke-
mampuan apa saja yang dimiliki.
Yang ketiga, persyaratan mengenai jenis kelamin dan
umur.
Dan yang terakhir persyaratan mengenai kesehatan
seperti keadaan fisik dan mental.
3. Job Performance Standards
Merupakan dokumen tentang pengukuran kinerja atau meru-
pakan target yang harus dicapai, sikap, dan perilaku kerja.
Elemen ini akan menjadi target usaha tenaga kerja, dan
sebagai kriteria yang mengukur kesuksesan dari sebuah
pekerjaan.
Ketiga dokumen ini menjadi elemen utama dari human
resource information system yang merupakan bagian dari aktivitas
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Oleh karena itu, ber-
dasarkan aktivitas tersebut maka tahapan dari aktivitas MSDM
dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu :
1. Tahapan analisa jabatan
Mengidentifikasi jabatan-jabatan yang diperlukan oleh
perusahaan.
Mengidentifikasi jumlah turunan dari posisi jabatan terse-
but yang mungkin diperlukan untuk dapat menjalankan
unit-unit kerja tersebut.
Mengidentifikasi tenaga kerja yang diperlukan untuk me-
ngisi posisi jabatan untuk menjalankan unit-unit kerja ter-
sebut.
Mengidentifikasi struktur organisasi secara keseluruhan
Mengidentifikasi kompensasi untuk masing-masing posisi
jabatan dalam unit-unit kerja.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |91
2. Tahapan perancangan jabatan
Identiatas jabatan; Identitas jabatan/pekerjaan dalam
struktur organisasi yang berlaku sekarang. Jabatan diba-
wah jabatan apa dan membawahi jabatan apa.
Tujuan utama dari pekerjaan; Apa tujuan utama atau hasil
yang ingin dicapai atau tanggung jawab utama dari pe-
kerjaan.
Rincian tugas (apa, bagaimana, dan hasilnya apa); Tugas-
tugas penting atau tugas-tugas yang harus dikerjakan,
bagaimana mengerjakan dan apa hasil kerjanya.
Sumber daya yang dibutuhkan; Sumber daya yang dibu-
tuhkan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik
misalnya komputer, atau peralatan tertentu.
Alur dari input, proses dan output pekerjaan.
Lingkup keputusan; Pada aspek apa pemegang jabatan
diberi wewenang untuk mengambil keputusan.
Tingkat kompeleksitas pekerjaan.
Hubungan-hubungan dalam pekerjaan.
Persyaratan pekerjaan; Persyaratan seperti pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, sifat kepribadian, dan fisik
yang harus dimiliki pemegang jabatan agar tugas-tugas
dalam jabatan itu dapat dilakukan dengan baik.
Lingkungan dimana pekerjaan dilakukan; Didalam ruangan
atau diluar ruangan, melakukan perjalanan keluar kota
atau tidak, serta apakah berisiko atau tidak.
3. Tahapan penyusunan teknik pengumpulan informasi
Kuisioner
Pengamatan (observasi)
Wawancara (indepth interview)
Diskusi dengan tenaga kerja (focus group discussion)
Diskusi dengan ahli (panel of expert)
Pencatatan kritik saran karyawan (Employee logs)
4. Tahapan perekrutan tenaga kerja
Merekrut tenaga kerja yang potensial.
92 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Mencocokkan spesifikasi pelamar dibutuhkan dengan spe-
sifikasi jabatan yang lowong.
Menentukan kegiatan pelatihan untuk posisi jabatan ter-
sebut.
Melakukan penilaian kinerja dalam pelatihan.
Melakukan penerimaan dan pengangkatan sebagai tenaga
kerja tetap.
Penentuan kompensasi sebagai tenaga kerja tetap.
Melakukan evaluasi dan perencanaan kebutuhan SDM
pada masa akan datang.
5. Tahapan penempatan kerja realistik
Penempatan yang tepat.
Mengevaluasi bagaimana tantangan lingkungan mempe-
ngaruhi pekerjaan seseorang.
Fungsi bimbingan kerja dan pengawasan kerja.
Menghindari hal-hal yang tidak dibutuhkan yang dapat
menyebabkan diskriminasi kerja.
Mengungkapkan elemen-elemen yang dapat membantu
atau mengabaikan kualitas kehidupan pekerja.
Aktivitas-aktivitas MSDM tersebut diatas perlu dilakukan
evaluasi secara berkala dan dilakukan dalam kurun waktu ter-
tentu, misalnya setiap 2 - 3 tahun sekali atau pada waktu-waktu
tertentu.
6.5. Teknik Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu sistem penilaian terhadap
bobot pekerjaan (posisi jabatan) yang digunakan sebagai dasar
penetapan standar kompensasi tenaga kerja. Evaluasi jabatan
banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk memecah-
kan masalah perubahan struktur kompensasi dan pembaharuan
nilai besaran kompensasi setiap tahunnya.
Evaluasi jabatan lebih mengutamakan kepada pendekatan
rasional dalam menetapkan bobot pekerjaannya dan nilai dari
tiap-tiap jabatan. Prinsip utama yang mendasari tahapan ini
adalah bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapat imbalan jasa
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |93
yang sesuai dengan nilai kontribusi tingkat kepentingan dan
kesukaran pekerjaan. Termasuk juga perubahan-perubahan yang
terjadi secara internal maupun eksternal perusahaan yang me-
nuntut penyesuaian kompensasi.
Teknik evaluasi jabatan juga sangat membantu dalam me-
nentukan nilai jabatan yang tidak mudah diukur secara kuantitatif,
terutama jabatan yang berkaitan dengan professional, manajerial
dan administratif. Teknik evaluasi jabatan akan menilai faktor-
faktor yang berhubungan dengan karakter tenaga kerja, latar
belakang pendidikan, keterampilan dan pengalaman sebelumnya.
Faktor-faktor ini mengambil sebagian besar nilai dari suatu
jabatan sampai 70%, dan sisanya sebesar 30% adalah meliputi
faktor-faktor tambahan seperti situasi lingkungan kerja, kemam-
puan fisik, dan resiko bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
pekerjaan dalam jabatan tersebut.
Aktivitas dari teknik evaluasi jabatan pada dasarnya dapat
dilakukan melalui 2 (dua) metode, yaitu :
1. Metode kualitatif yaitu penetapan nilai jabatan dilakukan
dengan membandingkan tingkat kepentingan (relative impor-
tance) antara jabatan yang satu dengan jabatan yang lain
yaitu dengan cara ranking method (metode rangking) dan
classfication method (metode penggolongan).
2. Metode kuantitatif yaitu proses perhitungan dan penentuan
nilai jabatan dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu
compensable factors (faktor ganti rugi) yang relevan dan
dilakukan melalui perhitungan mate-matis, yaitu dengan cara
factor comparison method (metode komparasi faktor) dan
point method (metode poin).
6.5.1 Rangking Method (Metode Rangking)
Metode rangking merupakan sebuah metode evaluasi jaba-
tan yang memakai cara evaluasi dengan melakukan pembandi-
ngan pada setiap jabatan yang ada didalam organisasi peru-
sahaan. Metode ini mengevaluasi melalui melihat kemampuan
yang dipersyaratkan, effort yang dibutuhkan (fisik dan mental),
94 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
tanggung jawab yang diemban dan kondisi situasi pekerjaan.
Metode ini sebaiknya digunakan untuk mengevaluasi jaba-
tan yang jumlahnya tidak banyak, maksimal adalah 30 Jabatan.
Kelebihan dari metode ini adalah mudah untuk dilakukan karena
sangat sederhana dan sesuai untuk organisasi kecil dengan
jabatan yang tidak terlampau banyak serta tidak kompleks. Dalam
kondisi ini, diperlukan adanya orang-orang yang cukup mengenal,
mengetahui dan menguasai spesifikasi dari semua jenis peker-
jaaan yang memiliki posisi jabatan dalam organisasi tersebut, agar
proses evaluasi dapat dilaksanakan dengan mudah dan lancar.
Sedangkan yang menjadi kekurangannya adalah metode ini tidak
dapat digunakan oleh organisasi yang relative besar dengan
sejumlah jabatan yang kompleks dan variatif. Penilaian jabatan di-
lakukan dengan menggunakan indikator penilaian sebagai berikut :
1. Bila jabatan yang dinilai ternyata lebih penting (more impor-
tant) dibandingkan jabatan lainnya maka akan memperoleh
nilai 2.
2. Bila jabatan yang dinilai ternyata sama penting (same impor-
tant) dibandingkan jabatan lainnya maka akan memperoleh
nilai 1.
3. Bila jabatan yang dinilai ternyata kurang penting (less impor-
tant) dibandingkan jabatan lainnya maka akan memperoleh
nilai 0
Metrik hasil evaluasi jabatan yang di bandingkan atau Jaba-
tan A, jabatan B, jabatan C dan jabatan D dengan menggunakan
metode rangking dapat di lihat pada tabel 6.1
Tabel 6.1 Matrik hasil evaluasi jabatan dengan Metode Rangking
Jabatan A B C D E Jumlah
A - 1 0 2 1 4
B 1 - 1 0 2 4
C 2 1 - 2 1 6
D 0 2 0 - 0 2
E 1 0 1 2 - 4
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |95
Dari hasil matrik diatas, maka dapat diten-tukan job class
atau job group sebagai berikut :
1. Job Class atau Group paling tinggi pertama adalah Jabatan C
dengan nilai 6.
2. Job Class atau Group paling tinggi kedua adalah Jabatan A, B,
dan E dengan nilai 4.
3. Job Class atau Group paling Rendah terakhir adalah Jabatan
D dengan nilai 2.
Dengan begitu makan penentuan gaji yang paling tinggi
adalah jabatan C dan dibawahnya ja-batan C adalah Jabatan A,
jabatan B dan jabatan E, sedangkana gaji yang paling rendah
adalah di jabatan D.
6.5.2 Classfication Method (Metode Peng-golongan)
Metode klasifikasi ini adalah dengan menempatkan jabatan-
jabatan pada grade atau kategori tertentu yang telah dibuat sebe-
lumnya atau yang sudah menjadi standar. Kemudian semuanya
dibandingkan apakah sudah sesuai atau tidak, dan proses ini terus
dilakukan sampai betul-betul sesuai. Metode ini lebih mudah dari
metode rangking namun tetap memiliki kesulitan sendiri yaitu
apabila ternyata ditemukan jabatan yang diluar dari kategori atau
standar sehingga terpaksa menghilangkan jabatan tersebut kare-
na tidak ada kategorinya.
Metode penggolongan dilakukan dengan menghitung jum-
lah compensable factors yang melekat pada jabatan yang dinilai.
Jabatan dengan compensable factors terbanyak menduduki pe-
ringkat paling tinggi. Misalkan, ditetapkan beberapa compensable
factors sebagai berikut untuk melakukan evaluasi jabatan A, B, C,
D, dan E yaitu :
1. Responsibility (R)
2. Skill (S)
3. Mental Effort (ME)
4. Physical Effort (PE)
5. Working Condition (WC)
96 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Matrik hasil evaluasi jabatan A, jabatan B, jabatan C, jaba-
tan D, dan jabatan E menggunakan Classification Method (metode
penggolongan) seperti yang dapat di lihat pada tabel 6.2
Tabel 6.2 Matrik hasil evaluasi jabatan dengan Metode
Penggolongan
Jabatan R S ME PE WC JUMLAH
A v - - v v 3
B - v v v v 4
C v v - - - 2
D v v - v v 4
E - v - v v 3
Dari hasil matrik di atas, maka dapat ditentukan job class
atau job group sebagai berikut :
1. Job Class atau Group paling tinggi pertama adalah Jabatan B
dan D yaitu dengan nilai 4.
2. Job Class atau Group paling tinggi kedua adalah Jabatan A
dan E yaitu dengan nilai 3.
3. Job Class atau Group paling rendah terakhir adalah Jabatan C
dengan nilai 2.
Berdasarkan metrik diatas maka penentuan gaji yang paling
tinggi adalah jabatan B dan jabatan D, selanjutnya besaran gaji
yang kedua adalah di jabatan A dan jabatan C, sedangkana gaji
yang paling rendah adalah di jabatan C.
6.5.3 Factor Comparison Method (Metode Komparasi
Faktor)
Metode komparasi faktor ini adalah membandingkan faktor-
faktor dalam suatu jabatan yang biasanya dikompensasi dalam
bentuk faktor-faktor yang dibandingkan dalam jumlah tertentu.
Biasanya dalam 4 atau 5 faktor, dan yang menjadi perbandingan
adalah tentang faktor kemampuan, faktor effort (fisik dan mental),
faktor tanggung jawab dan faktor kondisi pekerjaan. Karena
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |97
dalam metode ini yang dinilai adalah faktor-faktor yang bisa
dikompensasi maka harus mempunyai data yang lengkap menge-
nai apa saja yang dapat dikompensasi serta harus mempunyai
rentang antara batas bawah (terendah) dan batas atas (tertinggi).
Semakin tinggi nilai kompensasinya semakin tinggi bobot/nilai
jabatan itu.
6.5.4 Point Method (Metode Poin)
Point Method atau Metode Poin merupakan metode evaluasi
jabatan yang dilakukan dengan perhitungan matematis untuk
menentukan nilai jabatan berdasarkan compensable factors yang
ditetapkan dan disesuaikan dengan karakteristik jabatan-jabatan
yang dinilai. Metode ini memperhatikan rincian deskriptif dari
masing-masing jabatan untuk menentukan tingkat dan bobot dari
jabatan yang bersangkutan.
Metode Poin ini memberikan point tertentu kepada faktor-
faktor suatu jabatan seperti kemampuan, effort (fisik dan mental),
tanggung jawab dan kondisi pekerjaan, yang kemudian seluruh
hasil penilaian tersebut pada setiap faktor dijumlahkan seluruhnya
sehingga didapatkan jumlah total point tertentu. Semakin tinggi
jumlah pointnya maka semakin tinggi pula juga nilai jabatan
tersebut.
Setelah melakukan evaluasi jabatan sehingga diketahui
bobot/nilai jabatannya, maka selanjutnya adalah melakukan
evaluasi personil (assessment). Kegiatan ini dilakukan adalah
untuk menempatkan setiap personil sesuai dengan kemampuan
personil dan syarat jabatan, sehingga setiap personil mengisi
posisi jabatan tersebut dan personil dimaksud akan mendapat
kompensasi yang pas pula. Langkah-langkah penggunaan metode
ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan compensable factors. Langkah ini merupakan
langkah mendasar untuk menentukan faktor-faktor kompen-
sasi yang menjadi acuan untuk menghitung nilai jabatan.
2. Menentukan tingkat (level) masing-masing compensable fac-
tors. Setiap jabatan yang dievaluasi harus ditentukan terlebih
98 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
dahulu tingkat atau level dari masing-masing compensable
factors yang melekat pada masing-masing jabatan.
3. Mengalokasikan nilai (point) untuk masing-masing compen-
sable factor. Langkah ini dilakukan dengan menentukan nilai
(point) sesuai dengan level yang ditetapkan dan menjadi
acuan untuk menentukan nilai jabatan masing-masing.
4. Mengalokasikan nilai (point) terhadap jabatan yang dieva-
luasi. Langkah ini merupakan aktivitas memberikan nilai untuk
masing-masing compensable factor dari setiap jabatan yang
dievaluasi, dengan cara menjumlahkan nilai (point) untuk
semua compensable factor di setiap jabatan.
5. Menentukan nilai konversi atau konstanta. Yaitu dengan
menentukan nilai parameter yang disebut nilai konversi yang
ditetapkan dengan memperhatikan tingkat biaya hidup dan
dana yang tersedia untuk kompensasi.
6. Menghitung nilai gaji pokok. Dilakukan dengan mengalikan
nilai jabatan dari masing-masing jabatan yang dievaluasi
dengan nilai konversi/konstanta.
Berikut adalah contoh bagaimana menghitung nilai besaran
kompensasi dengan menggunakan Point Method (Metode Poin)
yaitu :
1. “Anda diminta untuk menyusun struktur gaji untuk 4 jabatan,
yaitu Director, Sales Manager, Supervisor dan Operator
dengan terlebih dahulu mencari nilai jabatan untuk masing-
masing jabatan tersebut.”
2. Data-data yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai berikut :
Compensable factors yang ditetapkan adalah Education,
Experience, Job Complexity, Responsibility dan Working
Condition.
Berdasarkan perhitungan ditetapkan persentase untuk
masing-masing compensable factor terhadap jabatan ada-
lah sebagai berikut :
a. Education = 100%
b. Experience = 80%
c. Job Complexity = 60%
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |99
d. Responsibility = 40%
e. Working Condition = 20%
3. Ditentukan nilai maksimal untuk nilai jabatan adalah 1500 dan
tingkat (level) kepentingan sampai 5 tingkatan.
4. Dari hasil diskusi tentang tingkat (level) dari semua compen-
sable factor untuk masing-masing jabatan yang dievaluasi
adalah pada tabel 6.3 berikut.
Tabel 6.3 Hasil evaluasi tingkat (level) compensable factor
Compensa-
ble Factors
Opera
tor Supervisor
Sales
Manager Director
Education 2nd 4th 4th 5th
Experience 2nd 3rd 4th 4th
Job
Complexity 1st 2nd 3rd 5th
Responsibi-
lity 2nd 3rd 5th 5th
Working
Condition 2nd 3rd 4th 5th
5. Ditentukan nilai konversi atau konstanta adalah Rp. 3000,-.
6. Masing-masing compensable factors, selan-jutnya dihitung
nilai untuk masing-masing tingkatan berdasarkan bobot yang
telah ditetapkan.
7. Karena education memiliki bobot 100 dan ditetapkan 5 (lima)
tingkatan maka meng-hasilkan :
1st = 1/5 x 100 = 20
2nd = 2/5 x 100 = 40
dan seterusnya.
8. Langkah berikutnya adalah menghitung bobot setiap compen-
sable factors. Seperti yang ditampilkan tabel 6.4 dibawah ini.
100 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Tabel 6.4 Hasil menghitung bobot (weight) setiap
compensable factor
Compensa
ble Factor 1st 2nd 3rd 4th 5th
Weight
(bobot)
Education 20 40 60 80 100 100
Experience 16 32 48 64 80 80
Job
Complexity 12 24 36 48 60 60
Responsibi
lity 8 16 24 32 40 40
Working
Condition 4 8 12 16 20 20
Total 300
9. Langkah kedua adalah dengan membuat sebuah tabel yang
menghitung antara tingkat kepentingan dengan bobot
compensable factors. Seperti yang ditampilkan tabel 6.5
dibawah ini.
Tabel 6.5 Hasil menghitung tingkatan dan bobot
compensable factor
Compen
sable Factors
20/300
1st 2nd 3rd 4th 5th Weight
(bobot)
Education 100 200 300 400 500 100
Experience 80 160 240 320 400 80
Job Complexity 60 120 180 240 300 60
Responsibility 40 80 120 160 200 40
Working Condition 20 40 60 80 100 20
Total 300 600 900 1200 1500 300
Keterangan :
a. Education,
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |101
1st = 20/300 x 1500 = 100,
2nd = 40/300 x 1500 = 200,
dan seterusnya.
b. Responsibility,
1st = 8/300 x 1500 = 40,
2nd = 16/300 x 1500 = 80,
dan seterusnya.
10. Langkah Ketiga adalah menentukan nilai jabatan untuk
masing-masing jabatan berdasarkan tabel yang diperoleh dari
langkah kedua. Seperti yang ditampilkan tabel 6.6 dibawah
ini.
Tabel 6.6 Hasil akhir nilai jabatan
Compensable
Factor Operator Supervisor
Sales
Manager Director
Education 2nd = 200 4th = 400 4th = 400 5th = 500
Experience 2nd = 160 3rd = 240 4th = 320 4th = 320
Job
Complexity 1st = 60 2nd = 120 3rd = 180 5th = 300
Responsibility 2nd = 80 3rd = 120 5th = 200 5th = 200
Working
Condition 2nd = 40 3rd = 60 4th = 80 5th = 100
Nilai jabatan 540 940 1180 1420
11. Langkah Keempat adalah menentukan besarnya nilai gaji
pokok untuk masing-masing jabatan dengan memperhatikan
nilai konver-si/konstanta sebesar Rp. 3.000,-.
Director 1.420 x Rp. 3.000,-= Rp. 4.260.000,-
Sales Manager 1.180 x Rp. 3.000,-= Rp. 3.540.000,-
Supervisor 940 x Rp. 3.000,-= Rp. 2.820.000,-
Operator 540 x Rp. 3.000,-= Rp. 1.620.000,-
6.6. Melakukan survei gaji
Survei gaji merupakan kegiatan untuk mengetahui tingkat
gaji yang berlaku secara umum dalam perusahaan-perusahaan
102 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
yang mempunyai jabatan yang sejenis. Ini dilakukan untuk me-
ngusahakan keadilan eksternal sebagai salah satu faktor penting
dalam perencanaan dan penentuan gaji.
Menurut, Irwan Harahap (2017) bahwa Survey gaji meru-
pakan bagian penting yang perlu dilakukan dalam menentukan
standar gaji karyawan. Kegiatan ini dilakukan untuk mewujudkan
keadilan eksternal yang merupakan faktor penting dalam penen-
tuan serta perencanaan struktur gaji. Survey gaji dapat dilakukan
melalui berbagai cara mulai dari mendapatkan tingkat gaji yang
diber-lakukan oleh perusahaan-perusahaan lain hingga membuat
kuesioner formal.
Menurut Venna Erida, 2016 Survei imbalan merupakan
kegiatan untuk mengetahui tingkat upah yang berlaku secara
umum di pasaran dan tentang kebiasaan maupun praktek pada
perusahaan-perusahaan sejenis yang mempunyai usaha/jabatan
yang sama untuk digunakan dalam merumuskan kebijakan im-
balan yang lebih tepat bagi perusahaan yang melakukan survey.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keadilan eks-
ternal. Survei ini dilakukan dengan berbagai macam cara seperti:
mendatangi perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan infor-
masi mengenai tingkat upah yang berlaku, membuat kuesioner
secara formal dan lian-lain Survey dapat dilakukan dalam bebe-
rapa kondisi : 1. Rutin Dilakukan secara periodik oleh manajemen
perusahaan, biasanya lebih ditujukan untuk memantau perkem-
bangan dalam pasaran gaji/upah dan atau komponen imbalan
lainnya. 2. Khusus Dilakukan dalam kondisi perusahaan melaku-
kan penataan ulang kebijakan sistem imbalan mereka.
Menurut Erida (2016) Survey gaji sangat penting dilakukan
untuk menetapkan lebih dahulu apa tujuan survey yang akan
dilakukan yaitu informasi apa yang akan dicari untuk melangkah
lebih lanjut, dan Siapa saja yang disurvey.
Survey gaji di lakukan untuk mendapatkan informasi ten-
tang penggajian. Survey dapat dilakukan terhadap responden
yang terdiri antara lain sebagai berikut:
1. Perusahaan Sejenis
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |103
Perusahaan2 ini adalah pesaing langsung, baik dalam pema-
saran maupun dalam merekrut SDM.
2. Perusahaan2 yang bergerak di sektor industri yang sama.
Sebagai contoh, perusahaan bank mungkin akan mengikut
sertakan lembaga keuangan, perusahaan snack melibatkan
industri rokok.
Alasan untuk memperluas survey :
a. Jumlah perusahaan sejenis yang terbatas
b. Orang yang bekerja pada sebuah bank bisa juga bekerja
pada lembaga keuangan yang bukan bank.
3. Perusahaan yang beroperasi di lokasi yang sama. Saat ini
banyak perusahaan yang berlokasi di kawasan industri yang
sama, kawasan tersebut banyak tumbuh di sekitar kota2
besar. Dalam survey yang dalam lebih spesifik ini yang men-
jadi fokus perhatian biasanya adalah upah atau komponen
imbalan karyawan tingkat pelaksana yang bergabung dalam
serikat pekerja atau kebijakan dan aturan yang pokok dan
umum saja
4. Jabatan atau pekerjaan yang sama.
Pada suatu saat perusahaan mungkin mengalami perputaran
yang tinggi untuk kelompok karyawan profesional.
Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan memutuskan
secara khusus melalui survey tentang tingkat dan komponen
imbalan bagi jabatan-jabatan tersebut tanpa memedulikan jenis
usaha & sektor industri.
Kekurangan metode ini :
1. Informasi yang diterima belum tentu dibutuhkan .
2. Penyajian informasi mungkin harus ditafsirkan atau diproses
ulang datanya agar sesuai dengan yang dibutuhkan
3. Kualitas dan akurasi informasinya kadang diragukan
4. Berpartisipasi dalam survey yang dilakukan biro kunsultan
Beberapa perusahaan bergabung dengan perusahaan lain
dalam mensuplai data serta infor-masi kepada biro konsultan yang
akan mengolah data tersebut. Hasil survey dengan penafsirannya
104 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
akan dibagikan kepada peserta survey, dimana biasanya dibarengi
dengan sebuah presentasi lisan.
Survei Gaji Komersial, Profesional, dan Pemerintah
Banyak peneliti mengadakan survey yang dipublikasikan
oleh perusahaan komersial, asosiasi profesional atau perwakilan
pemerintah. Misalnya hasil survey yang dilakukan oleh Bureau of
Labor Statistic ( BLS ) setiap tahun melakukan tiga jenis survey,
antara lain tentang
1. Survei upah wilayah,
2. Survei gaji industri, dan
3. Survei profsional, administratif, tehnik dan dan pegawai,
seperti (PATC : profesional administratif tehnical dan clerical
surveys).
Manajemen HRD dapat menggunakan informasi dari hasil
survey sebagai satu masukan dan menetapkan upah pekerjaan
berkisar dari sekretaris, pesuruh sampai kepegawai kantor. Survei
upah wilayah juga memberikan data tentang jadwal kerja
mingguan, liburan yang dibayar dan praktik liburan, serta asuransi
kesehatan , rencana pensiun dan juga operasi shift (giliran kerja)
dan lain-lainnya,
6.7. Menetapkan Gaji
Setelah evaluasi jabatan dilakukan, untuk menciptakan
keadilan internal yang menghasilkan rangking jabatan, dan mela-
kukan survei tentang gaji yang berlaku dipasar tenaga kerja,
selanjutnya adalah penentuan gaji. Misalnya untuk menggunakan
metode poin, faktor-faktor pekerjaan telah ditentukan poinnya dan
jabatan-jabatan kunci telah diketahui harga pasarnya berdasarkan
survei yang dilakukan. Selanjutnya, berdasarkan poin yang telah
ditentukan, dengan cara mempelajari informasi analisis jabatan
(job description, job specification, dan job performance standard),
setiap pekerjaanditentukan poinya.
Agar karyawan tetap betah berada di perusahaan-perusaha-
an, dapat dilakukan dengan berbagai upaya, salah satunya adalah
dengan mengadakan kesepakatan tentang skema penggajian
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |105
yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan dan
seluruh karyawan. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan
dalam menen-tukan besaran gaji yang diterima oleh karyawan,
yaitu:
1. Didasarkan pada Waktu kerja (time-based pay)
Pemberian gaji yang didasarkan atas lamanya waktu yang ia
habiskan untuk bekerja di perusahaan. Umumnya dikenal dengan
penggajian berdasarkan jam kerja. Menurut aturan, dalam satu
hari seorang karyawan bekerja selama 8 jam (dipotong 1 jam
untuk istirahat). Jika mereka hanya bekerja 6 jam perharinya,
maka gajinya lebih sedikit dari karyawan yang bekerja full time.
Metode ini sedikit mempunyai kelemahan, yaitu orang yang pres-
tasi kerjanya lebih buruk bisa memperoleh gaji yang lebih besar
hanya karena ia lebih lama berada di tempat kerja, padahal belum
tentu ia menyelesaikan pekerjaannya.
2. Kompetensi (competency-based pay atau skill-based pay)
Skema penggajian yang didasarkan pada skill atau keahlian
karyawan biasanya dilakukan pada perusahaan yang mempunyai
banyak divisi. Misalnya pekerja di bagian penciptaan dan pengem-
bangan inovasi produk lebih besar gajinya daripada pekerja
pelaksana (bagian produksi). Karena keahlian-keahlian yang dimi-
liki kelompok pegawai tersebut sangat jarang ditemukan, maka
berhak diberikan gaji yang lebih. Kelemahan dari sistem ini adalah
sulitnya menentukan perbedaan besaran gaji yang adil terhadap
pekerja yang punya keahlian dan yang tidak.
3. Senioritas (seniority-based pay)
Skema penggajian dengan sistem senioritas didasarkan
pada lamanya pengabdian seorang karyawan yang bekerja di
suatu perusahaan. Dalam pemerintahan (PNS) lebih dikenal
dengan jenjang kepangkatan. Semakin lama telah mengabdi/
bekerja, maka gajinya lebih besar. Kelemahan model ini adalah
tidak menjamin bahwa pekerja senior memiliki kinerja yang lebih
baik.
4. Berat ringannya pekerjaan (job-based pay)
106 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Skema penggajian ini sering dipakai oleh perusahaan-peru-
sahaan yang melakukan pembagian tugas terhadap suatu project
pekerjaan.
Bagian karyawan yang bekerja pada tugas, resiko dan
tanggung jawab yang lebih berat akan mendapatkan penghasilan
yang lebih. Kelemahan model ini adalah adanya kemungkinan
karyawan yang berkinerja buruk bisa mendapatkan gaji lebih
hanya karena ia berada pada bagian tersebut, padahal ia tidak
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
5. Prestasi Kerja (work perfomance-based pay)
Model penggajian (upah) yang didasarkan pada prestasi
kerja yang mampu diraih seorang karyawan. Sistem upah ini telah
sukses diterapkan di Australia. Penggajian ini dianggap adil oleh
para pengusaha. Mana karyawan yang berprestasi, maka ia akan
diberi gaji lebih. Namun kelemahannya adalah memerlukan ba-
nyak instrumen pendukung, misalnya standarisasi dan kuantitas-
kualitas output yang dihasilkan.
6.8. Kenaikan Gaji
Kenaikan gaji adalah suatu hal yang sensitif, entah untuk
pemilik usaha dan juga pekerja yang bernaung di bawahnya.
Pertimbangan dalam peningkatan gaji dapat diupayakan dengan
catatan pemilik usaha dapat memelihara efisiensi usaha serta
menjaga keuangan agar tetap stabil dan perusahaan tetap ber-
jalan dengan baik ada dasarnya kenaikan bahan bakar minyak
bukan menjadi satu-satunya pemicu untuk menaikkan gaji
karyawan. Ada beragam faktor yang menjadi landasan untuk
meningkatkan pendapatan para pekerja anda. Dengan adanya
kenaikan gaji untuk karyawan, diharapkan mereka akan lebih setia
dan dapat berdampak positif bagi perusahaan anda. Ingatlah
selalu bahwa jika tidak ada karyawan maka perusahaan juga tidak
dapat melaju ke depan. Lalu kapan waktu yang tepat menaikkan
gaji para pekerja anda? Berikut ini adalah saat-saat yang tepat
menaikkan gaji karyawan anda:
1. Ketika Karyawan Anda Mencapai Prestasi Kerja yang Bagus
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |107
Kenaikan gaji dapat dilakukan saat salah satu atau beberapa
karyawan anda mampu menghasilkan kinerja yang menguntung-
kan buat perusahaan. Ketika anda menaikkan pangkat atau
jabatan karyawan anda, maka tingkatan gaji juga harus disesu-
aikan. Pemberian gaji yang lebih atau bonus lain akan menjadi
motivasi untuk meningkatkan kinerja antar karyawan.
2. Perusahaan Memperoleh Profit yang Melebihi Ekspetasi
Di saat perusahan anda mengerjakan sebuh proyek dan
karyawan anda, dapat menyelesaikannya dengan melebihi ek-
spektasi klien, maka anda perlu mempertimbangkan kenaikan gaji,
agar karyawan menjadi lebih giat. Pada saat perusahaan menda-
pat keuntungan tersebut, anda sebagai pemilik wajib berbagi,
salah satunya tentu dengan menaikkan gaji para pekerja, sebab
tanpa jerih payah mereka anda tidak akan mendapat untung yang
melimpah.
3. Mempertahankan Karyawan Anda
Karyawan yang handal adalah salah satu aset perusahaan
yang wajib dipertahankan. Ketika anda memiliki tim kerja yang
berkualitas, maka perhatikan kesejahteraannya. Jangan sampai
karyawan anda dibajak perusahaan lain yang mampu memberinya
gajih yang lebih besar. Untuk alasan tersebut, anda wajib menaik-
kan penghasilannya.
4. Mengikuti Peraturan Pemerintah
Dari tahun ke tahun, dengan berbagai macam kajian, peme-
rintah baik pusat maupun daerah, biasanya menerbitkan aturan
upah yang tepat untuk para tenaga kerja agar bisa hidup layak.
Ketika pemerintah mengeluarkan udang-undang tentang standar
gaji pekerja maka anda sebagai pimpinan/pemilik perusahaan
wajib mengikuti peraturan tersebut, selama keuangan perusahaan
anda memungkinkan. Hal ini bertujuan menciptakan harmonisasi
antara perusahaan anda dengan para pekerja. Selain itu akan
membuat citra positif terhadap perusahan anda, baik di mata
pemerintah, masyarakat maupun sesama para pebisnis.
Namun, jika opsi kenaikan gaji belum mampu diwujudkan,
108 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
sebagai Pimpinan, anda bisa melakukan beberapa pilihan terbaik
agar membuat para pekerja tetap loyal terhadap perusahaan atau
bossnya.
Faktor yang dapat Tingkatkan Loyalitas Pekerja
Selain gaji, sebenarnya ada beberapa cara yang bisa mem-
buat para pekerja tetap loyal tanpa harus mengeluarkan dana
yang besar. ada 6 cara berikut ini mungkin bisa menjadi bahan
pertimbangan anda bersama dewan direksi untuk mempertahan-
kan loyalitas pegawai anda.
1. Memberikan Izin Berlibur atau Libur Khusus
Berlibur dan hari libur berbeda dengan PTO (Personal Time
Off), karena karyawan merencanakan waktu di luar pekerjaan.
Kebijakan untuk memberikan mereka waktu bekerja setengah hari
pada hari jumat atau mengizinkan mereka libur kerja pada hari
ulang tahunnya dapat merangsang loyalitas mereka kepada
perusahaan.
2. Memberikan Jadwal Kerja yang Lebih Fleksibel
Untuk mempertahankan loyalitas pekerja yang telah
berkeluarga, maka cara ini bisa ditempuh tanpa perlu keluar
banyak biaya. Mereka akan senang dengan kebijakan yang mem-
berikan jam dan tempat kerja yang fleksibel. Perusahaan hanya
menginginkan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab si
karyawan bisa diselesaikan dengan tepat waktu dan berkualitas
baik.
3. Memberikan Asuransi Jiwa
Bagi karyawan yang telah berusia dewasa, program asuran-
si jiwa merupakan hal yang menarik. Untuk meningkatkan loya-
litas karyawan, ini bisa menjadi cara yang efektif.
4. Memberikan Cuti Sakit atau Cuti Urusan Pribadi
Apakah perusahaan anda telah memiliki aturan PTO (Per-
sonal Time Off) untuk cuti sakit atau urusan pribadi? Jika belum,
pertimbangkan untuk membuat hal itu. Sementara jika sudah,
pertimbangkan untuk menambah jumlah harinya. Ini dapat me-
ngurangi tingkat stress karyawan, yang pada gilirannya mening-
katkan loyalitas mereka.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |109
5. Tabungan atau Koperasi Karyawan
Adanya program semacam ini dapat memberi kesempatan
bagi karyawan untuk melakukan pembayaran dengan pemoto-
ngan gaji sebelum pajak untuk aneka barang dan jasa yang dibeli,
termasuk jaminan kesehatan, asuransi jiwa, pendidikan anak, dan
bahkan termasuk untuk pembiayaan parkir dan kendaraan.
Program ini dalam persepsi karyawan terlihat memberikan man-
faat yang lebih.
6. Biaya Perawatan THT atau Gigi dan Mata
Cara lain yang bisa ditempuh untuk meningkatkan loyalitas
mereka adalah dengan menambahkan biaya pemeriksaan mata
dan perawatan gigi. Layanan tambahan ini bisa anda masukkan
dalam rencana kesehatan bagi karyawan. Jika dibandingkan
dengan asuransi kesehatan, biaya perawatan gigi dan mata ini
tidaklah terlalu mahal, tapi merupakan sesuatu yang cukup pen-
ting dan memiliki nilai plus di mata karyawan.
6.9. Penutup
Tahapan dalam penyusunan gaji merupakan langkah-
langkah yang harus di ambil oleh organisasi atau perusa-
haan dalam menentukan besaran gaji terhadap karyawan.
Tahapan penyusunan gaji dapat di mulai dari identifikasi
jabatan yang terdiri dari Job analysis yang terdiri dari Job
Deskripsi, Job specifikasi dan Job standard, setelah di
ketahui persyaratan apa saja yang harus di penuhi untuk
setiap jabatan maka perlu melakukan evaluasi terhadap
setiap jabatan sehingga di ketahui tingkat kesulitan, per-
syaratan jabatan dan tingkat resiko untuk setiap jabatan, hal
ini dilakukan untuk memenuhi keadilan internal setiap pe-
mangku jabatan. Kemudian agara memenuhi keadilan
eksternal dilakukan survey pasar gaji, mempertimbangkan
peraturan penggajian dan kemampuan perusahaan.
Tahapan ini dilakukan untuk menentukan nilai besaran
110 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
kompensasi yang sesuai dan mampu menjembatani antara
kebutuhan tenaga kerja dengan kemampuan keuangan pe-
rusahaan dalam membayar kompensasi, semua dilakukan
agar memenuhi kepuasan kedua belah pihak dan memenuhi
prinsip keadilan secara internal maupun eksternal
Daftar Pustaka
Hasibuan, Malayu S.P, Drs.H. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Revisi. 2001. Jakarta: Bumi Aksara.
Tjahjono, Heru Kurnianto. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.0.
2009. Yogyakarta: Visi Solusi Madani.
Dessler, Gary. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jilid 2. 2007. Jakarta: Prenhallindo.
Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2002.
Jakarta: Bumi Aksara
Hariadja, Mariot Tua E. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2002.
Jakarta: Grasindo
Sora, N. 2015 Pengertian Analisis Jabatan Dan Tujuannya Serta
Manfaatnya, www.pengertianku.net › Umum
Sriana, Sihombing, 2015, Analisis Jabatan, dan Tujuannya serta
Manfaatnya,
www.pengertianku.net ›
Ratna Widya, 2013, Analisis Pekerjaan dan desain
Pekerjaan, http://prezi.com/d0o69ytg-5dk/analisa-
pekerjaan-dan-desain-pekerjaan/
……. 2017, Evaluasi Jabatan. ccg.co.id/articles/artikel18.
Irwan Harahap M. SE. M.Si. Manajemen Pengupahan dan
Perburuhan Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas
Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |111
Venna Erida, 2016, Gaji dan Upah Sebagai Bagian dari
Kompensasi” https://vennaerida95.
wordpress.com/.../makalah-gaji-dan-upah-sebagai-bagian-
dari-k...
Choizes (2017), Cara Menentukan Jumlah Gaji Karyawan, Inilah
Skema Upahnya,
https://www.diedit.com
112 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 113
BAB 7
STRUKTUR PENGGAJIAN
7.1. PENDAHULUAN
Pada bab ini disampaikan materi tentang Struktur pengga-
jian. Struktur penggajian merupakan rancangan yang dibuat se-
bagai klasifikasi dan tahapan atau urutan dalam pemberian gaji
karyawan sesuai dengan ruang golongan atau klasifikasi yang di
sesuaikan dengan kualifikasi karyawan.
Dengan mempelajari struktur penggajian ini maka maha-
siswa diharapkan dapan menyusun ruang golongan sesuai dengan
kualifikasi karyawan dan jenis jabatan yang di laksnakan.
Setelah mempelajari materi struktur penggajian ini Maha-
siswa mampu menyusun Struktur Penggajian yang dapat di terap-
kan di organisais perusahaan.
7.2. Pengertian Struktur Penggajian
Struktur Gaji adalah suatu struktur yang menggambarkan
golongan-golongan gaji serta rentang (range) minimum dan
maksimum gaji setiap golongannya. Dalam hal golongan gaji tidak
terdapat patokan tetap mengenai berapa jumlah golongan yang
ideal, dan pada umumnya semakin banyak kemungkinan diper-
olehnya kesempatan promosi semakin banyak pula golongannya.
Merancang struktur gaji tidak perlu dengan model yang
rumit dengan istilah tunjangan yang macam-macam yang pada
akhirnya nanti akan menyulitkan kita sendiri & Buatlah yang
sederhana dan luwes sesuai dengan kebutuhan Perusahaan saat
ini dan masa yang akan datang. Banyak alternatif cara menyusun
struktur gaji & Tidak ada model yang salah & Semua model
struktur gaji adalah benar asal tidak melanggar undang-undang
tenaga kerja& Bisa dijalankan dan bisa diterima oleh kedua belah
pihak antara Pengusaha dan Pekerja serta tidak sampai menim-
bulkan masalah perselisihan hubungan industrial & yang standard
komponen gaji biasanya adalah ada gaji pokok plus tunjangan
tetap terdiri dari tunjangan jabatan dan tunjangan operasional &
Tunjangan tidak tetap terdiri dari tunjangan tran-sport dan uang
114 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
makan atau dalam bentuk premi dll & yang penting model
susunan komponen tersebut bisa diterima oleh Pimpinan Peru-
sahaan dan tidak melanggarUndang-undang Tenaga Kerja
dan sesuai dengan Struktur organisasi Perusahaan.
Menurut Handoko Said (2017) Menyusun dan mengelola
struktur gaji dengan baik merupakan proses yang penting untuk
organisasi. Salah satu motivasi dasar karyawan bekerja adalah
untuk mendapatkan penghasilan. Pengelolaan struktur gaji yang
tidak konsisten dan tidak standar bisa memunculkan ketidak
puasan karyawan karena merasa diperlakukan tidak adil. Kendati
diskusi struktur gaji banyak terkait dengan ranah finansial dan
biaya operasional, oleh karena itu organisasi tidak bisa meremeh-
kan perhitungan struktur gaji, karena dampaknya bisa berakibat
besar terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam manajemen gaji
karyawan antara lain adalah:
1. Jumlah gaji karyawan sebaiknya sesuai dengan kinerja yang
diberikan oleh karyawan pada perusahaan. Karyawan yang
memiliki tugas yang cukup sulit atau beresiko tinggi sebaiknya
diberi imbalan yang memadai.
2. Karyawan yang memiliki prestasi atau memiliki pencapaian
yang berdampak baik ada perusahaan layak mendapat
imbalan berupa bonus disamping gaji pokok karyawan.
Pemberian imbalan khusus pada karyawan atas pencapaian
tertentu akan dapat memotivasi karyawan untuk memper-
tahankan atau bahkan meningkatkan kinerja mereka di
perusahaan.
3. Karyawan berhak mendapatkan kenaikan gaji berdasarkan
kriteria tertentu yang telah diberlakukan oleh perusahaan.
Sama halnya dengan pemberian bonus, kenaikan gaji akan
dapat memotivasi karyawan untuk memberikan kinerja terbaik
bagi perusahaan.
Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, menentukan
standar gaji bagi karyawan akan lebih mudah dilaksanakan dan
karyawan juga akan merasa lebih puas dengan gaji yang mereka
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 115
terima. Secara umum, komponen gaji yang diterima oleh kar-
yawan biasanya terdiri atas beberapa jenis. Adapun komponen
gaji yang biasanya diberikan oleh perusahaan pada karyawan
antara lain terdiri dari gaji pokok, tunjangan tetap, tunjangan
khusus seperti tunjangan operasional atau tunjangan jabatan, dan
tunjangan tidak tetap seperti uang makan atau tunjangan
transport. Komponen gaji ini perlu diperhitungkan secara matang
sebelum menyusun struktur gaji karyawan. Komponen gaji yang
diberikan oleh satu perusahaan mungkin akan berbeda dengan
komponen gaji yang diberikan di perusahaan lain.
7.3. Tujuan Struktur Penggajian
Penyusunan struktur gaji dilakukan dengan tujuan antara
lain adalah sebagai berikut (Handoko Said, 2017) :
1. Menetapkan standar gaji,
Standar gaji yang diberikan oleh organisasi secara konsisten
terhadap karyawan dapat di sesuaikan dengan kontribusi yang
diharapkan oleh karyawan.
2. Untuk memotivasi karyawan
Standar gaji yang sesuai dengan apa yang diharapkan kar-
yawan dapat memotivasi karyawan untuk terus bekerja dengan
baik sehingga mencapai kinerja yang tinggi. struktur gaji dapat
disusun berdasarkan pemeringkatan jabatan (job grading) yang
ditetapkan melalui evaluasi jabatan dari faktor-faktor tertentu.
Di dalam evaluasi jabatan, kombinasi faktor-faktor inilah yang
kemudian dikuantifikasikan menjadi nilai jabatan. Jabatan-jaba-
tan dengan nilai jabatan yang berdekatan kemudian dikelom-
pokkan menjadi job grading. Melalui job grading inilah dicip-
takan standar penggajian internal yang berlaku untuk seluruh
posisi dan karyawan di dalam organisasi.
4. Untuk memberikan amunisi yang menjadi standar dalam me-
narik kandidat eksternal dan meretensi karyawan yang sudah
ada di dalam organisasi.
Tujuan ketiga ini berhubungan dengan aspek komparasi stan-
dar gaji internal organisasi dengan pasar tenaga kerja. Jika
struktur gaji internal lebih rendah, maka organisasi akan
116 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
kesulitan untuk menarik kandidat-kandidat terbaik di pasar
tenaga kerja untuk bergabung. Selain itu, kondisi tersebut juga
berpotensi menyebabkan talenta-talenta terbaik di dalam
organisasi memilih untuk keluar dan mencari organisasi dengan
standar gaji lebih baik. Sebaliknya, jika struktur gaji internal
lebih tinggi dari pasar, maka organisasi cenderung lebih aman
dalam meretensi talenta terbaik dan akan mudah menarik
kandidat eksternal. Namun bisa juga berakibat ketidakefisie-
nan pengeluaran biaya SDM. Sehingga perlu adanya keseim-
bangan dalam menjaga struktur gaji untuk
Dari struktur organisasi pada gambar 6.1 menunjukkan
tingkatan jabatan yang ada dalam struktur organisasi, tingkatan
atau level tersebut menunjukkan nomor urut 1 sampai dengan 6
dari jabatan yang paling tinggi sampai dengan level jabatan yang
paling rendah, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Level Top Manajemen atau Direktur biasanya tidak perlu
masuk kedalam struktur gajiyang kita rancang. Karena sudah
ada ketentuan tersendiri dari Dewan Komisaris atauowner
pemegang saham.2.
2. Level General Manajer perlu dibuatkan struktur gaji yang
jelas yaitu minimal ada gaji pokok, tunjangan jabatan,
tunjangan operasional, tunjangan transport, uangmakan.3.
3. Level Manajer atau Kepala Bagian yaitu minimal ada : gaji
pokok, tunjangan jabatan,tunjangan operasional, tunjangan
transport, uang makan.4.
4. Level Supervisor atau Kepala Seksi yaitu minimal ada : gaji
pokok, tunjangan jabatan,tunjangan operasional, tunjangan
transport, uang makan.5.
5. Level Foreman atau Kepala Regu yaitu minimal ada :
gaji pokok, tunjangan jabatan,tunjangan operasional, tunja-
ngan transport, uang makan.6.
6. Level Operator pelaksana tidak perlu ada tunjangan jabatan
tapi punya hak lembur.Sedangkan jabatan Foreman keatas
punya tunjangan jabatan tapi tidak punya haklembur. Kom-
ponen gaji Operator cukup gaji pokok, tunjangan operasi-
onal, tunjangantransport, dan uang makan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 117
7.4. Merancang struktur penggajian
Dengan memperhatikan catatan penting di atas, akan bisa
menyusun struktur gaji karyawan secara lebih mudah dan jelas.
Dalam menghitung komponen gaji, ada persyaratan yang harus di
penuhi dalam merumuskan struktur gaji dengan menetapkan
golongan dan masing-masing golongan memiliki ruang tingkatan
juga untuk memberikan keleluasaan karyawan dalam berprestasi
dan lama kerja sebelum mendapatkan ruang gaji berikutnya.
Dalam menyusun struktur gaji, juga perlu terlebih dahulu
membuat struktur organisasi perusahaan sehingga jabatan karya-
wan yang ada di perusahaan dapat terorganisir dengan baik.
Struktur organisasi perusahaan memiliki berbagai jenis model
yang akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis serta
ukuran perusahaan. Struktur organisasi perusahaan juga dapat
direvisi secara periodik sesuai dengan kondisi serta dinamika
perkembangan perusahaan.
Contoh Struktur organisasi dan jabatan-jabatan di salah satu
perusahaan (Imam Firmanullah, 2017).
Sumber : Imam Firmanullah (2017)
Gambar 6.1. Contoh Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI
118 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dari struktur organisasi pada gambar 6.1 menunjukkan
tingkatan jabatan yang ada dalam struktur organisasi, tingkatan
atau level tersebut menunjukkan nomor urut 1 sampai dengan 6
dari jabatan yang paling tinggi sampai dengan level jabatan yang
paling rendah, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Level Top Manajemen atau Direktur biasanya tidak perlu
masuk kedalam struktur gajiyang kita rancang. Karena sudah
ada ketentuan tersendiri dari Dewan Komisaris atauowner
pemegang saham.2.
2. Level General Manajer perlu dibuatkan struktur gaji yang
jelas yaitu minimal ada gaji pokok, tunjangan jabatan, tun-
jangan operasional, tunjangan transport, uangmakan.3.
3. Level Manajer atau Kepala Bagian yaitu minimal ada : gaji
pokok, tunjangan jabatan,tunjangan operasional, tunjangan
transport, uang makan.4.
4. Level Supervisor atau Kepala Seksi yaitu minimal ada : gaji
pokok, tunjangan jabatan,tunjangan operasional, tunjangan
transport, uang makan.5.
5. Level Foreman atau Kepala Regu yaitu minimal ada :
gaji pokok, tunjangan jabatan,tunjangan operasional, tun-
jangan transport, uang makan.6.
6. Level Operator pelaksana tidak perlu ada tunjangan
jabatan tapi punya hak lembur.Sedangkan jabatan Fo-
reman keatas punya tunjangan jabatan tapi tidak punya
haklembur. Komponen gaji Operator cukup gaji pokok,
tunjangan operasional, tunjangantransport, dan uang
makan
Setelah ditetapkannya tingkatan atau level setiap jabatan
dalam struktur organisasi maka perlu di buat golongan gaji, se-
dangkan menyusun Struktur Penggajian dapat dilakukan dengan
cara antara lain adalah sebagai berikut:
1. Adanya sejumlah golongan gaji yang dapat menampung
semua jenis pekerjaan (maksimal 12 golongan), Ada tingkat
gaji minimum dan maksimum pada setiap golongan gaji seperti
yang dapat dilihat pada gambar 6.2.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 119
Maximum
Gambar 6.2. Tingkatan ruang gaji dengan minimum dan maximum
Golongan gaji yang di rancang menunjukkan adanya tingkatan
atau level maksimum 12 tingkatan sesuai dengan jenis pe-
kerjaan, tingkat kesulitan, kualifikasi serta pengalaman kerja
yang harus di miliki oleh karyawan yang berada dalam suatu
jabatan. Masing-masing level memiliki minimum dan maxi-
mum gaji yang akan diterima oleh karyawan yang menduduki
suatu jabatan. Untuk setiap golongan dengan jumlah pengala-
man seperti yang dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1.
Golongan gaji dengan nilai pekerjaan dan Pengalaman Kerja
Golongan Nilai
Pekerjaan
Terendah
PENGALAMAN
(Tahun)
Batas
Minimum
Golongan
I 9 1 8
II 12 1 11
III 15 2 13
IV 19 2 17
V 24 2 22
VI 32 3 29
Penyusunan Golongan dilakukan dengan angka Romawi dan
didalamnya ada ruangan untuk membedakan tingkatan lagi,
Minimum
120 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
misalnya I-A, I-B, I-C atau misalnya IV-A, IV-B atau IV-C dan
seterusnya, gunanya untuk memberikan kesempatan karya-
wan berprestasi sebelum mendapatkan promosi pada level
diatasnya.
Pengalaman adalah waktu yang diperlukan oleh seorang kar-
yawan yang menempati suatu golongan jabatan baru, agar
karyawan dapat bekerja dengan baik. Ketika karyawan baru
menempati suatu golongan jabatan, maka pengalamannya di
golongan jabatan tersebut adalah nol tahun (nilai pekerjaan-
nya nol), seperti yang dapat di lihat pada tabel 6.2.
Tabel 6.2. Contoh Kebijakan Masa Kerja
TAHUN
PENGALAMAN
NILAI SKALA KENAIKAN SKALA
1 Tahun 1 1
2 Tahun 2 1
3-4 Tahun 3 1
5-6 Tahun 4 1
7-9 Tahun 5 1
≥10Tahun 6 1
Yang diperhitungkan dalam masa kerja bukan masa kerja
karyawan yang bersangkutan di perusahaan, tapi masa kerja
karyawan tersebut di suatu golongan jabatan. Maksimum nilai
masa kerja adalah 6, meskipun ada karyawan yang mem-
punyai masa kerja >10 tahun di satu golongan gaji.
2. Luas tiap golongan gaji hendaknya dapat memberikan kesem-
patan bagi karyawan yang berprestasi dengan jumlah tahun
tertentu sehingga walaupun belum dapat dinaikkan golongan
gajinya namun bisa dinaikkan ke golongan A, B atau C
sehingga dapat di tingkatkan dengan golongan III-A, III-B dan
seterusnya.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 121
LUAS
Perbedaan puncak tiap golongan harus cukup besar untuk
memberikan penghargaan yang memadai bagi karyawan yang
naik promosi. Karyawan yang berada dalam golongan III
sebagaimana pada gambar 6.4.
PUNCAK
IV
III
Gambar 6.4. Perbedaan Puncak untuk setiap golongan
dan ruang gaji 3. Ada batas himpit antara batas puncak golongan gaji sebelum-
nya dengan batas bawah golongan gaji berikutnya. Selisih
antara batas minimal satu golongan gaji dengan golongan gaji
berikutnya, merupakan tingkat kenaikan gaji yang naik
(100%-50% sesuai dengan kebijakan) seperti yang dapat di
lihat pada gambar 6.5.
A
B
C
A
B
C
A
B
C
Golongan III
Gambar 6.3 Golongan Gaji dengan ruang A, B dan C
122 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
IV Besarnya Kenaikan
Gaji
III
Gambar 6.5. Batasan antara golongan gaji
sebelumnya dengan gaji berikutnya
4. Titik tengah menggambarkan harga pasar dari sebagian besar
tingkat gaji pada golongan gaji yang bersangkutan, seperti
yang di lihat pada gambar 6.6.
Titik Tengah
Titik Tengah
Gambar 6.6 Titik tengah yang menggambarkan
harga pasar dari gaji pada golongan gaji
Menghitung Gaji
Rumus sederhana komponen gaji menurut Imam Firmanullah
(2017) adalah :
Gaji plus tunjangan tetap 75% dari take honme pay ( P )
Tunjangan tidak tetap 25% dari take home pay (Q )
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 123
Gaji pokok = 75% x P
Tunjangan jabatan = 60% x P
Tunjangan Operasional = 40% x P
Tunjangan transport = 60% x Q
Uang makan = 40% x Q
Sedangkan rumus Perbedaan Gaji Tiap Level Jabatan ter-
gantung budget yang diberikan oleh pihak Manajemen. Berapa
prosen Limit Labour Cost yang dapat ditolerasi dari keseluruhan
biaya Produksi. Kalau sebagai gambaran yang wajar antara 30%,
s/d 50% perbedaan gaji (teke home pay) tiap level-nya.
Misalnya sebagai uji coba, gaji Karyawan terendah s/d tertinggi
dengan perbedaan 40% :
1. Pelaksana Operasional :1.000.000 (terendah)
2. Foreman/Karu :1.000.000 +( 1.000.000 x 40%)= 1.400.000
3. Supervisor/Kasi: 1.400.000 +(1.400.000 x 40%) = 1.960.000
4. Manager : 1.960.000 +(1.960.000 x 40%) = 2.744.000
5. GM : 2.744.000 +(2.744.000 x 40%) = 3.841.600
Kelemahan model struktur gaji yang sudah dipatok batas
maksimalnya, akan kesulitan mendapatkan Calon Karyawan yang
berpotensi tinggi atau Calon Karyawan yang berkeahlian langka
karena gajinya sudah mentok pada batas maksimal gaji. Sedang-
kan yang diminta oleh Calon Karyawan tersebut melebihi batas
maksimal gaji. Atau bahkan pasaran gaji diluar sudah berubah
naik, kita yang ketinggalan informasi tentang perkembangan gaji.
Untuk itu, sebaiknya patokan gaji maksimal hanya untuk
level 'Pelaksana Operasional s/d Foreman' saja. Sedangkan untuk
level Supervisor s/d GM diberlakukan standard hasil nego gaji.
Sehingga lebih luwes, bisa mendapatkan calon Karyawan yang
berpotensi tinggi dan bisa mempertahankan Karyawan lama untuk
lebih betah didalam Perusahaan. Tidak keburu resign melompat
ke Perusahaan sebelah.
Semua model diatas adalah rumus sederhana tapi mudah
untuk dipraktekkan (reverensi dari pengalaman pribadi). Masih
banyak model rumus komponen gaji yang lain. Apalagi komponen
gaji model Perusahaan PMA, lebih rumit lagi. Rumus komponan
124 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
gaji ini mudah untuk dijalankan apabila sewaktu-waktu ada kebi-
jakan Manajemen naik gaji kali X% dari gaji pokok dan cocok
untuk dasar perhitungan lembur Karyawan non jabatan.
Dengan rumus sederhana tersebut kita bisa membuat
simulasi gaji non jabatan sbb (misalnya) :
1. A. Nasarudin Gaji take home pay Rp.3.000.000,-/bln
2. B. Aminnudin Gaji take home pay Rp.2.500.000,-/bln
3. C. Jalaludin Gaji take home pay Rp.2.200.000,-/bln
4. D. Baharudin Gaji take home pay Rp.2.000.000,-/bln
5. E. Hasanudin Gaji take home pay Rp.1.800.000,-/bln
6. F. Syafiqudin Gaji take home pay Rp.1.600.000,-/bln
Menentukan Harga (Pricing)
Proses penentuan harga (Pricing) tidak bisa dilepaskan dari
proses penentuan golongan (grading). Dalam penentuan harga
beberapa hal yang harus djadikan pertimbangan adalah:
Keadaan pasar tenaga kerja,
Kemampuan keuangan perusahaan,
Kecepatan perkembangan/pertumbuhan perusahaan.
METODE PENENTUAN HARGA
1. Kita dapat memakai metode yang dimulai dengan perhitungan
basic rate yaitumemakai satuan ”rupiah per jam”. Cara
perhitungannya adalah:
Hitung masing-masing besarnya gaji pokok ,
Dicari gaji rerata per bulan dari golongan demi golongan,
Hasilnya dibagi dengan 173 (jumlah jam kerja sebulan)
2. Dengan memperhatikan perusahaan sejenis dan situasi
pasarnya tenaga kerja, maka dapat kita lakukan penentuan
mid point dari semua golongan gaji.
Dari mid point barulah kita tentukan berapa minimum dan
maksimum untukgolongan gaji tersebut. Kenaikan mid pint
satu ke mid point berikutnya dapat berupa: angka konstan,
deret hitung dan deret ukur. Kesemuanya itu harus diselaras-
kan dengan hakikat pekerjaan dan tingkat perbedaan antara
pekerjaan yang sejenis dengan kelompok pekerjaan yang lebih
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 125
tinggi gradenya.
3. Salah satu cara yang juga bisa dipakai ialah dengan menetu-
kan terlebih dahulu nilai rupiah minimum dari tiap golongan
gaji. Kemudian range nilai rupiah dapat ditentukan, misalnya
atas dasar persentase dari nilai rupiah minimum tersebut.
PEDOMAN UNTUK PENENTUAN HARGA
1. Untuk menjamin penerimaan dari semua pihak, maka hendak-
nya diusahakan agar struktur gaji baru tidak terlalu berbeda
dengan struktur gaji lama.Perbedaan ini mencakup: banyak-
nya golongan gaji, besarnya rupiah dan cara pembayaran.
2. Usahakan agar yang underpaid dan yang overpaid sekecil
mungkin. Kalau yang underpaid terlalu banyak, akibat yang
mungkin timbul:
a. perusahaan harus mengeluarkan biaya perubahan
struktur gaji yang cukup besar,
b. dikhawatirkan timbul perasaan pada diri orang-orang
yang underpaid seolah-olah mereka ”sudah dirugikan
terlalu banyak”.
Kalau yang overpaid terlalu banyak, maka akibatnya dapat
berupa:
1. timbul perasaan frustrasi dan demotivasi pada diri orang-
orang yang terkena,
2. struktur gaji akan cepat usang, karena rata-rata gaji terlalu
besar.
3. Tidak ada angka yang pasti tentang besarnya persentase yang
diijinkan untuk underpaid dan overpaid. Hal ini bergantung
kepada antara lain:
1. banyaknya karyawan.
2. Lokasi kerja karyawan yang pekerjaannya terletak dalam
golongan gaji yang sama.
3. Anggaran yang diijinkan,
4. Situasi penggajian perusahaan .
Secara kasar dapat diusulkan angka 3% – 5% untuk
underpaid dan 1% – 3% untuk yang overpaid.
126 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
7.5. Menyusun Struktur Penggajian.
Proses menyusun struktur penggajian mencakup faktor-
faktor pokok sbb:
1. Menentukan jumlah golongan yang sesuai,
2. Menentukan garis tendensi (trend linier),
3. Menentukan nilai rupiah dari setiap golongan; proses ini
mencakup:
3.1. menentukan nilai minimum dan maksimum
3.2. menentukan tingkat overlapping antara golongan yang
satu dengan golongan yang lain.
Struktur Penggajian
1. Tentukan klasifikasi gaji (total) berdasarkan level.
a. Pelaksana Rp. 350.000,- ------- Rp. 800.000,-
b. Supervisor Rp. 750.000,- ------- Rp. 1.500.000,-
c. Manajer Divisi Rp. 1.600.000,- ------- Rp. 2.500.000,-
d. Manajer Rp.3.300.000,- ------- Rp. 5.900.000,-
2. Tentukan Benchmark Position, cari survey gaji :
a. Pelaksana Rp. 350.000,- ------- Rp. 1.500.000,-
b. Supervisor Rp. 750.000,- ------- Rp. 2.150.000,-
c. Manajer SDM Rp.2.500.000,- ------- Rp. 5.650.000,-
d. Mjn.Fin&Admin Rp.5.500.000,- ------- Rp. 10.000.000,-
3. Tentukan Benchmark position yang besar gajinya sesuai
Pelaksana
4. Tentukan job value setiap posisi.
a. Pelaksana : 250 point
b. Supervisor : 425 point
c. Manajer : 800 point
d. Manajer Divisi : 1.350 point
5. Tentukan Rp/point.
Pelaksana : Rp. 350.000,- / 250 = Rp. 1.400,-
6. Hitung besarnya gaji dasar :
a. Pelaksana = 250 point x 1400 = Rp. 350.000,-
b. Supervisor = 425 point x 1400 = Rp. 595.000,-
c. Manajer = 800 point x 1400 = Rp. 1.120.000,-
d. Manajer Divisi =1.350 point x 1400 = Rp. 1.890.000,-
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 127
Rumus sederhana yang umumnya digunakan dalam komponen
gaji adalah :
1. Gaji plus tunjangan tetap sebesar = 70-80% dari take home
pay (P)
2. Tunjangan tidak tetap 20-30% dari take home pay (Q)
3. Gaji pokok berkisar =70-80% dari P
4. Tunjangan jabatan = 50-60% dari P
5. Tunjangan Operasional = 30-40% dari P
6. Tunjangan transport = 50-60% dari Q
7. Uang makan = 30-40% dari Q
Sedangkan rumus Perbedaan Gaji Tiap Level Jabatan ter-
gantung budget yang diberikan oleh pihak Manajemen. Sebagai
gambaran yang wajar antara 30% sampai dengan 50% perbeda-
an gaji (teke home pay) tiap level-nya. Misalkan kita ambil contoh
perbedaan 40% sbb :
1. Bagi Pelaksana: 3.300.000 (terendah sesuai UMR saat ini)
2. Staf : 3.300.000 +( 3.300.000 x 40%)= 4.620.000
3. Supervisor : 4.620.000 +(4.620.000 x 40%) = 6.468.000
4. Manager : 6.468.000 +(6.468.000 x 40%) = 9.055.200
5. GM : 9.055.200 +(9.055.200 x 40%) = 12.677.280
Kelemahan model struktur gaji diatas yaitu ada patokan
batas maksimal, hak ini akan menyulitkan untuk merekrut calon
Karyawan yang berpotensi tinggi atau calon karyawan yang
berkeahlian sangat spesial dan dibutuhkan sudah mentok pada
batas maksimal gaji. Sedangkan yang diminta biasanya melebihi
batas maksimal gaji. Saran saya, Sebaiknya patokan gaji maksimal
hanya untuk Bagian Pelaksana Operasional sampai dengan
Supervisor saja. Sedangkan untuk level Supervisor keatas dapat
diberlakukan standar hasil nego gaji. Sehingga lebih fleksible, bisa
mendapatkan calon Karyawan yang berpotensi tinggi dan bisa
mempertahankan Karyawan lebih lama di dalam Perusahaan.
Jumlah Golongan.
Tidak ada patokan tetap mengenai berapa jumlah golongan
yang ideal. Banyak sedikitnya tergantung dari besar kecilnya
128 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
perusahaan.
Pada umumnya semakin banyak kemungkinan diperolehnya
kesempatan promosi, semakin banyak pula jumlah golongan-
nya. Kalau kesempatan tersebut tidak banyak maka perusa-
haan cenderung untuk membatasi jumlah golongan
Garis Tendensi (Trend Linier)
a. Setiap golongan mempunyai nilai minimum dan maksimum.
Minimum biasanya diartikan nilai gaji terendah dari suatu go-
longan atau gaji dari orang yang baru, sedang nilai maksi-
mum adalah nilai gaji yang tak dapat dilampaui lagi selama
seseorang masih dalam golongan yang bersangkutan.
b. Bila titik tengah (midpoint) dari setiap golongan dihubungkan,
maka nampak adanya suatu garis tendensi. Garis ini biasanya
berupa garis lurus, akan tetapi dapat pula cekung atau cem-
bung.
c. Dalam menyusun struktur gaji, garis tendensi ini harus dicari
berdasarkan gaji yang sedang berlaku dan berdasarkan nilai
pekerjaan yang diperoleh dari evaluasi jabatan.
d. Langkah-langkah untuk menentukan garis tendensi:
1) Membuat scatter diagram dari gaji yang sekarang; dapat
seluruh pekerjaan atau hanya beberapa pekerjaan saja.
2) Membuat tabel dimana Y mencerminkan nilai rupiah
untuk setiap pekerjaan, dan X untuk nilai pekerjaan dari
seluruh pekerjaan atau beberapa pekerjaan saja.
3) Dengan menggunakan metode least square dapat diten-
tukan garis dengan rumus sbb:
Y = a X + b
Bila tidak memakai evaluasi jabatan yang analitis sehingga
tidak memperoleh nilai pekerjaan dalam angka, garis tendensi
dapat pula dibuat asal ditetapkan terlebih dahulu:
a. Nilai midpoint golongan terendah dan golongan tertinggi.
b. Jumlah golongan yang dikehendaki.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 129
Adapun rumus untuk menentukan interval antara midpoint yang
satu dengan yang lain adalah sbb:
I = A - Z
G
dimana:
I = interval dalam rupiah dari golongan yang satu ke golongan
yang lain,
A = titik tengah dari golongan gaji yang tertinggi,
Z = titik tengah dari golongan gaji yang terendah,
G = jumlah golongan gaji yang diinginkan
Golongan Gaji dan Rangenya.
Menentukan nilai minimum dan maksimum
1) Untuk dapat membedakan orang yang berprestasi baik de-
ngan yang tidak dalam golongan yang sama, maka dipakai
suatu batas minimum dan maksimum.
2) Range tersebut dapat ditentukan berdasarkan titik tengah
setiap golongan. Dalam penentuannya berkisar antara kurang
lebih 5% sampai dengan 25%. Dalam hal persentase ini tidak
ada suatu patokan yang mutlak.
3) Biasanya persentase range untuk semua pekerjaan adalah
sama. Akan tetapi karena nilai titik tengah adalah semakin
besar, maka dengan sendirinya nilai range dalam rupiah juga
semakin besar.
4) Bahwasanya range untuk golongan gaji tinggi semakin besar
dapat pula dibenarkan berdasarkan kenyataan bahwa perbe-
daan prestasi untuk pekerjaan yang bernilai tinggi lebih ber-
arti daripada pekerjaan yang bernilai rendah. Oleh karenanya
kenaikan gaji harus pula lebih berarti.
5) Bila dalam pembagian golongan berdasarkan points dikehen-
daki lebar range yang sama, maka dapat dipakai rumus sbb:
L R = Pt – Pr
G
130 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dimana:
L R = lebar range setiap golongan,
Pt = nilai points yang tertinggi,
Pr = nilai points yang terendah,
G = jumlah golongan yang dikehendaki.
Menentukan tingkat overlapping antara golongan yang satu
dengan golongan yang lain
1) Overlap adalah bagain yang sama dari golongan gaji yang
lebih rendah dengan yang lebih tinggi. Dengan adanya suatu
overlap tertentu dimungkinkan adanya suatu fleksibilitas tan-
pa merusak hasil evaluasi jabatan. Fleksibilitas ini sangat di-
perlukan apabila struktur penggajian harus disesuaikan de-
ngan harga pasaran.
2) Besarnya bagian yang overlap tidak selalu mutlak, tetapi
biasanya tidak lebih dari 50%, lebih dari persentase tersebut
dapat membuat promosi tidak berarti.
3) Menentukan overlap tersebut dapat dengan cara sbb:
a. Midpoint dari golongan yang lebih rendah merupakan
batas minimum dari golongan yang lebih tinggi,
b. Menentukan tangga kenaikan dari golongan dan mema-
kai salah satu tangganya sebagai batas minimum dari
golongan yang lebih tinggi,
c. Menentukan persentase tertentu yang sama dihitung dari
batas minimum dari golongan gaji yang lebih rendah.
d. Menentukan Harga (Pricing)
Proses penentuan harga (Pricing) tidak bisa dilepaskan dari
proses penentuan golongan (grading). Dalam penentuan harga
beberapa hal yang harus djadikan pertimbangan adalah:
Keadaan pasar tenaga kerja,
Kemampuan keuangan perusahaan,
Kecepatan perkembangan/pertumbuhan perusahaan.
1. BEBERAPA METODE PENENTUAN HARGA
1.1. Kita dapat memakai metode yang dimulai dengan
perhitungan basic rate yaitu memakai satuan ”rupiah per
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 131
jam”. Cara perhitungannya adalah:
Hitung masing-masing besarnya gaji pokok ,
Dicari gaji rerata per bulan dari golongan demi
golongan,
Hasilnya dibagi dengan 173 (jumlah jam kerja sebulan)
1.2.Dengan memperhatikan perusahaan sejenis dan situasi pa-
sarnya tenaga kerja, maka dapat kita lakukan penentuan
mid point dari semua golongan gaji. Dari mid point barulah
kita tentukan berapa minimum dan maksimum untuk go-
longan gaji tersebut. Kenaikan mid pint satu ke mid point
berikutnya dapat berupa: angka konstan, deret hitung dan
deret ukur. Kesemuanya itu harus diselaraskan dengan ha-
kikat pekerjaan dan tingkat perbedaan antara pekerjaan
yang sejenis dengan kelompok pekerjaan yang lebih tinggi
gradenya.
1.3.Salah satu cara yang juga bisa dipakai ialah dengan me-
netukan terlebih dahulu nilai rupiah minimum dari tiap go-
longan gaji. Kemudian range nilai rupiah dapat ditentukan,
misalnya atas dasar persentase dari nilai rupiah minimum
tersebut.
2. BEBERAPA PEDOMAN UNTUK PENENTUAN HARGA
2.1. Untuk menjamin penerimaan dari semua pihak, maka hen-
daknya diusahakan agar struktur gaji baru tidak terlalu
berbeda dengan struktur gaji lama.Perbedaan ini men-
cakup: banyaknya golongan gaji, besarnya rupiah dan cara
pembayaran.
2.2. Usahakan agar yang underpaid dan yang overpaid sekecil
mungkin. Kalau yang underpaid terlalu banyak, akibat
yang mungkin timbul:
1. perusahaan harus mengeluarkan biaya perubahan
struktur gaji yang cukup besar,
2. dikhawatirkan timbul perasaan pada diri orang-orang
yang underpaid seolah-olah mereka ”sudah dirugikan
terlalu banyak”.
132 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Kalau yang overpaid terlalu banyak, maka akibatnya dapat
berupa:
1. timbul perasaan frustrasi dan demotivasi pada diri
orang-orang yang terkena,
2. struktur gaji akan cepat usang, karena rata-rata gaji
terlalu besar.
2.3. Tidak ada angka yang pasti tentang besarnya persentase
yang diijinkan untuk underpaid dan overpaid. Hal ini
bergantung kepada antara lain:
1. banyaknya karyawan.
2. Lokasi kerja karyawan yang pekerjaannya terletak
dalam golongan gaji yang sama.
3. Anggaran yang diijinkan,
4. Situasi penggajian perusahaan .
Secara kasar dapat diusulkan angka 3% – 5% untuk
underpaid dan 1% – 3% untuk yang overpaid.
Contoh Struktur Gaji dan Kepangkatan Karyawan
Dari contoh diatas dapat kita lihat bahwa struktur pengga-
jian diatas menggunakan grade atau pengelompokan jabatan
sehingga setiap jabatan dikelompokkan kedalam grade 1 sampai
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. | 133
grade 10. Tunjangan yang diberikan dikelompokkan menjadi dua
yaitu Grade level 1 sampai dengan 5 tidak mendapatkan tunja-
ngan transportasi namun grade 6 sampai 10 mendapatkannya,
selain tunjangan trnsportasi karyawan juga di berikan uang ma-
kan dan uang lembur namun hanya terhadap grade 1 sampai
dengan grade 5 sedangkan mulai grade 6 hanya mendapatkan
uang makan saja.
7.6. PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasa-
nya Menyusun dan mengelola struktur gaji dengan baik merupa-
kan proses yang harus dilakuakn untuk membuat karyawan men-
dapatkan kejelasan tentang tingkat gaji yang diberikan berdasark
kemampuan dan lama bekerja. Pengelolaan struktur gaji yang
baik, terbuka dan adil akan menimbulkan kepuasan karyawan
karena adanya keadilan dalam penerimaan gajinya.
Menentukan standar gaji yang baik dapat dilakuakn dengan
memberikan kompensasi yang sekiranya dapat mendorong moti-
vasi karyawan untuk mencapai target dengan lebih baik. Secara
umum, komponen gaji yang diterima oleh karyawan bisa berupa
gaji pokok yang disesuaikan dengan tingkatan yang jelas berda-
sarkan pengalaman kerja atau lama kerja di suatu perusahaan
sehingga perusahaan harus memiliki struktur penggajian yang
jelas berdasarkan golongan yang di tetapkan sebagai jenjang
kenaikan pangkat untuk membedakan karyawan yang baru masuk
dengan karyawan yang sudah lama di perusahaan tersebut.
Daftar Pustaka
Hasibuan, Malayu S.P, Drs.H. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Revisi. 2001. Jakarta: Bumi Aksara.
Tjahjono, Heru Kurnianto. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.0.
2009. Yogyakarta: Visi Solusi Madani.
Dessler, Gary. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2. 2007.
Jakarta: Prenhallindo.
134 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2002.
Jakarta: Bumi Aksara
Hariadja, Mariot Tua E. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2002.
Jakarta: Grasindo
……..pakarkinerja.com/bagaimana, Pakar Kinerja Sumberdaya
Manusia
……..Muhammad Firmanullah, Membuat STruktur Gaji,
www.academia.edu/7698633
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |135
BAB 8
MERIT BASED PAY
PENGGAJIAN BERDASARKAN KOMPETENSI
8.1. PENDAHULUAN
Pada bab ini disampaikan materi tentang Penggajian ber-
dasarkan kinerja. Penggajian jenis ini merupakan pemberian
imbalan yang dikaitkan dengan prestasi kerja (kinerja) seseorang
atau prestasi kerja yang telah di dapatkan melalui penilaian kinerja
secara periodik oleh organisasi
Dengan mempelajari penggajian berdasarkan prestasi (Merit
based pay) ini maka pembaca diharapkan dapat menganalisis cara
menyusun penggajian berdasarkan kinerjanya berdasarkan
evaluasi kinerja dari masing-masing karyawan sehingga memnuhi
keadilan.
8.2. Pengertian Merit Pay (Performance Based Pay
Kata merit berasal dari bahasa inggris yang memiliki arti
jasa, manfaat serta prestasi. Dengan demikian Merit Pay meru-
pakan pembayaran imbalan (reward) yang dikaitkan dengan jasa
atau prestasi kerja (kinerja) seseorang atau manfaat yang telah
diberikan karyawan kepada organisasi. Secara sederhana konsep
merit pay merupakan sistem pembayaran yang mengkaitkan
imbalan (reward) dengan prestasi kerja (performacne) karyawan.
Implikasi dari konsep merit pay bahwa seseorang yang
memiliki kinerja yang baik, maka akan memperoleh imbalan yang
lebih tinggi begitu pula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja
yang diraih karyawan akan semakin tinggi pula kenaikan imbalan-
nya. Perencanaan merit pay merupakan prosedur untuk mem-
bedakan gaji yang didasarkan kinerja yakni sistem kompensasi
yang didasarkan gaji individual atau gaji yang diukur melebihi
periode tertentu.Untuk pembayaran didasarkan perstasi atau ki-
nerja yang merupakan bagian dari sistem pembayaran reguler
maka para pekerja harus dievaluasi secara reguler kinerjanya
(performance appraisal).
136 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Pay-for-performance atau pembayaran insentif berdasarkan
kinerja karyawan, insentif bentuk ini biasanya juga di sebut
dengan Merit based pay, didefinisikan sebagai pemberian gaji
berdasarkan seperangkat kriteria yang ditetapkan oleh perusa-
haan. Ini biasanya melibatkan pihak manajemen atau bagian
penggajian melakukan pertemuan dengan karyawan untuk men-
diskusikan kinerja karyawan dalam periode tertentu (United States
DEPARTMENT OF LABOR, 2017)
Merit pay mengacu pada proses penentuan kompensasi
karyawan (gaji pokok atau bonus), berdasarkan seberapa baik
kinerja masing-masing karyawan. Dalam hal ini perusahaan atau
instansi memberikan penghargaan kepada karyawan yang lebih
produktif atas telah memberikan kontribusi mereka yang tinggi
melampau target yang telah di tetapkan oleh organisasi, demi
keadilan dan kepuasan karyawan, selain itu juga dapat memo-
tivasi karyawan untuk bertahan di perusahaan.
Merit membayar (atau membayar kinerja) dapat mengambil
beberapa bentuk dasar. Pertama, kenaikan gaji tahunan dapat
didasarkan pada beberapa jenis penilaian produktivitas karyawan
(namun mungkin dapat diukur). Mereka yang dinilai "lebih baik"
akan menerima kenaikan gaji yang lebih besar yang dipertahan-
kan selama ini. Metode kedua untuk memberi penghargaan
kepada karyawan "unggul" adalah dengan menggunakan program
atau sistem bonus, di mana karyawan yang sangat produktif akan
menerima semacam pembayaran bonus, yang merupakan keja-
dian satu kali tanpa peringatan.
Pendekatan ketiga melibatkan kompensasi langsung untuk
produksi terukur. Dalam setting pabrik, misalnya, seorang karya-
wan mungkin menerima tingkat "piecework"-dibayar x dolar untuk
produksi masing-masing sepuluh item. Intinya, itu seharusnya
memberi imbalan pada mereka yang bekerja lebih cepat. Atau,
ada struktur komisi, seperti yang akan Anda temukan di industri
real estat. Semakin banyak Anda menjual, semakin banyak Anda
dibayar, dan "gaji untuk kinerja" sebenarnya dibangun ke dalam
keseluruhan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |137
sistem. Dalam kompensasi langsung untuk produksi terukur, satu
hal yang menyenangkan adalah bahwa hubungan antara produksi
yang ditentukan secara objektif dan gaji atau kompensasi lebih
jelas, lebih baik didefinisikan dan membutuhkan lebih sedikit
penghakiman.
Menurut Thomson merupakan pemberian penghargaan ke-
pada karyawan dengan kenaikan gaji dan bukan bonus atau ben-
tuk kompensasi finansial lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengikat
hanya mengangkat waktu pada pekerjaan atau promosi ke posisi
yang lebih tinggi, perusahaan memberikan kenaikan untuk kinerja
superior. Misalnya, pizzeria dapat memberi pahala kenaikan gaji
bagi manajer yang berhasil mengendalikan biaya bahan. Perusa-
haan penagihan medis dapat menawarkan kenaikan gaji untuk
karyawan yang mengumpulkan persentase tagihan terutang yang
lebih tinggi. Ketika seorang karyawan menerima insentif gaji yang
pantas, gajinya akan meningkat secara permanen.
Bayar untuk rencana kinerja memberi penghargaan kepada
karyawan karena bersikap baik dalam pekerjaan mereka. Terka-
dang area kinerjanya mudah dihitung. Misalnya, dealer mobil bisa
memberi penghargaan kepada karyawan karena secara konsisten
melampaui target penjualan. Dalam kasus lain, perusahaan beru-
saha memperbaiki kinerjanya dalam aspek pekerjaan yang kurang
terukur seperti kerja tim. Dalam situasi ini, insentif terkait dengan
penilaian subyektif supervisor atas kinerja karyawan pada tinjauan
terjadwal. Karyawan yang mendapat peringkat lebih tinggi men-
dapatkan gaji yang lebih tinggi. Semua rencana insentif yang
memberikan penghargaan finansial untuk kinerja adalah memba-
yar rencana kinerja, namun hanya beberapa di antaranya adalah
rencana pembayaran yang pantas.
Menurut Henry Simamora (2008:219): Merit pay merupakan
pembayaran imbalan kepada karyawan yang memiliki kinerja
tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang baik.
Rivai dan Basri, (2004:356) berpendapat bahwa Merit pay meru-
pakan system penggajian yang rasional dan berorientasi pada pen
ciptaan adanya rasa keadilan penghasilan yang diberi pada peker-
138 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
ja akan dikaitkan dengan kinerja pekerja tersebut secara individu.
Dalam penerapanmerit pay ada pembedaan insentif bagi yang
baik sekali, baik, cukup, dan kurang. Dengan merit pay diharap-
kan dapat menjaga produktivitas kerja dan menjaga kompetisi
yang sehat. Menurut Andrew E. Sikula (2008:251) mengemukakan
bahwa Merit pay merupakan sistem pembayaran yang mengkait-
kan imbalan (reward) dengan prestasi
Menurut Moeheriono (2009: 169) imbalan diberikan berda-
sarkan kinerja mereka, dimana beras kecilnya imbalan berdasar-
kan hasil kerja mereka, namun imbalan tersebut dapat diberikan
berdasarkan hal seperti berikut :
1. Waktu kerja (time-based pay), dimana besar kecilnya imbalan
berkaitan denga lamanya waktu yang dihabiskan oleh sumber
daya manusia dalam pekerjaan.
2. Kompetensi (competency-based atau skill-based pay), dimana
besar kecilnya imbalan berkaitan dengan keterampilan atau
keahlian yang dimiliki sumber daya manusia dalam bekerja.
3. Senioritas (seniority-based pay), dimana besar kecilnya imba-
lan berkaitan dengan lamanya pengabdian sumber daya ma-
nusia dalam suatau perusahaan.
4. Berat ringannya pekerjaan (job-based-pay), dimana besar
kecilnya memperoleh pekerjaan berkaitan dengan berat ri-
ngannya tugas dan tanggung jawab oleh karyawan dalam
pekerjaan.
8.3. Manfaat Merit Pay
Manfaat merit pay terbukti meningkatkan kinerja serta
memberikan kontribusi yang tinggi bagi produktivitas. Kebanyakan
praktisi dan akademisi setuju bahwa secara teori merit pay meru-
pakan ide yang baik (Brookers, 1993: 213) dalam bukunya (Budi
W. Soetjipto, 2002: 223).
Berdasarkan pandangan yang digunakan secara luar berkai-
tan dengan expectancy theory, merit pay memiliki manfaat dian-
taranya :
1. Mendorong tingkat rata-rata motivasi kerja individu
2. Meningkatkan pencapaian yang berorientasi individual \
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |139
3. Mempertahankan penilaian yang tinggi bagi karyawan yang
memiliki kinerja tinggi (Kopelmen. Et al., 1991) dalam bukunya
(Budi W. Setjipto, 2002: 223).
Sedangkan menurut Schuler dan Jackson (1990) dalam
bukunya (Budi W Soetjipto, 2002: 229) suatu program imbalan
berdasarkan kinerja kemungkinan besar berhasil jika:
1. Program dikomunikasikan secara jelas, dapat dipahami, bonus
mudah dihitung.
2. Karyawan ikut serta dalam menetapkan dan menjalankan
program, dan mereka percaya bahwa mereka akan diper-
lakukan adil.
3. Karyawan yakin mereka dapat mempercayai perusahaan dank
arena itu merasa aman dalam bekerja.
4. Bonus diberikan segera mungkin setelah kinerja yang diingin-
kan terlihat.
Menurut Moeheriono (2009: 174) pada umumnya masalah
yang dihadapi pihak manajemen dalam penerapan system merit
pay antara lain:
1. Kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengukur kinerja indi-
vidu karyawan dengan benar dan tepat.
2. Tidak tepatnya waktu proses penilaian yang berkaitan denga
system merit pay.
3. Adanya kesenjanga kepercayaan dan kerjasama antara ma-
najemen dan karyawan.
4. Merit pay relative tidak cukup untuk karyawan yang meng-
gunakan base pay.
5. Skeptisme persepsi pada aryawan dimana pembayaran me-
reka dikaitan dengan kinerja.
Selain itu juga menurut Moeheriono (2009: 176) factor-
faktor yang menyebabkan gagalnya penerapan merit pay adalah
sebagai berikut:
1. Hubungan antara kinerja dan imbalan sangat lemah.
2. Besar insentif imbalan yang ditawarkan terlampau rendah.
3. Serikat pekerja mempengaruhi keputusan penetapan gaji.
4. Supervisor seringkali menolak penilaian prestasi kerja sebab
140 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
hanya sedikit supervisor yang terlatih bisa menerimanya dan
denga sedikit kemungkinan menciptakan masalah baru.
5. Timbul permasalahan anuitas karena pada saat pembayaran
merit pay, berdasarkan kinerja yang lalu, dan memungkinkan
individu yang sebelumnya produktif menjadi merosot untuk
beberapa tahun dan tetap mendapatkan gaji yang tinggi.
Penerapan merit pay dalam suatu perusahaan sebenarnya
hanya cocok diterapkanuntuk saran karyawan yang mimiliki sikap
pencapaian (achievement) yang tinggi. Biasanya oenerapan merit
pay lebih cocok diterapkan pada manajemen tingkat atas seperti
direktur, manajer atau staff yang kinerjanya dapat dilihat secara
konkrit.
Wilkerson (1995) Berpendapat bahwa terdapat tiga hal yang
perlu dilakukan pihak manajemen apabila melakukankesalahan
dalam melakukan merit pay, diantaranya: 1. Memberi peringkat
kepada karyawan lebih rendah dari kinerja yang sesungguhnya
untuk menyesuaikan dengan anggarannya. 2. Memberi peringkat
karyawan lebih tinggi dan harus menjelaskan mengapa pening-
katan imbalan tidak sesuai dengan peringkat. 3. Menaikan ang-
garan merit. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Lawler dan
Jenkins (1992) yaitu:
Pembayaran yang dilakukan untuk sekali kejadian kinerja
(Kinerja mungkin berlangsung sehari, seminggu, sebulan , atau
selama sebuah proyek sedang dilakukan) dan tidak berpengaruh
selamanya terhadap gaji pokok yang akan dating. Bayaran selan-
jutnya ditentukan oleh jumlah kontribusi kinerja yang akan me-
ningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan.
8.4. Indikator Merit Pay
Menurut Henry Simamora (2008: 295) indicator yang mem-
pengaruhi penerapan merit pay adalah sebagai berikut:
1. Standar kinerja yang tinggi; Standar kinerja yang tinggi di-
lakukan karena pengharapan yang rendah cenderung menjadi
pemenuhan ramalan sendiri dan puncak prestasi jarang di-
hasilkan dari penghargaan yang sedang-sedang saja.
2. Sistem penilaian kinerja Mengembangkan system penilaian
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |141
kinerja yang akurat dan memiliki focus kepada kriteria yang
berorientasi pada hasil dan spesifik pekerjaan.
3. Melatih pemimpin dan mekanisme penilaian kinerja Melatih
pemimpin dan mekanisme penilaian kinerja dan dalam seni
pemberian umpan balik kepada bawahan sedangkan kinerja
yang tidak efektif harus dikelola secara konstruktif.
4. Meningkatkan imbalan dengan kinerja Meningkatkan secara
erat imbalan dan kinerja serta menggunakan penilaian kinerja
semi, tahunan untuk memberikan atau menolak peningkatan
merit pay.
5. Menggunakan kenaikan merit pay yang luas Menggunakan
suatu rentang peningkatan luas dan membuat peningkatan
gaji menjadi lebih bermakna.
6. Kepercayaan karyawan terhadap manajemen Para karyawan
harus yakin dan percaya terhadap manajemen sehingga me-
reka merasa penilaian merit pay adalah benar dan akurat.
7. Pemimpin harus sepakat dengan pekerjaan dan criteria yang
dipergunakan Pemimpin atau pemegang jabatan harus se-
pakat denga tugas-tugas pekerjaan dan criteria yang digu-
nakan.
8. Sistem administratif pembayaran yang tepat Sistem pemba-
yaran merit pay harus diiringi oleh praktik administratif yang
tepat.
9. Penerapan sistem informasi dan sumber daya manusia Spe-
sialis sumber daya manusia harus menerapkan sistem infor-
masi untuk menelusuri pelaksanaan merit pay.
8.5. Tujuan Merit based Pay
Menurut Moeheriono.2009, tujuan organisasi memberikan
merit pay adalah:
1. Untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan; Karena sistem
penghargaan yang berupa bonus, insentif, hadiah atau apapun
namanya dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan
kinerja mereka.
2. Mempertahankan karyawan yang kompeten bertahan di peru-
142 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
sahaan; Dengan merancang imbalan yang baik dengan mem-
berikan reward terhadap karyawan yang berprestasi akan
berdampak pada kepuasan kerja karyawan sehingga mereka
tidak berupaya untuk keluar dari perusahaan dan bertahan
bekerja di perusahaan tersebut.
Disamping tujuan diatas maka ada beberapa lagi yang
menjadi tujuan dari pemberian merit based pay antara lain
adalah:
1. Memenuhi harapan karyawan terhadap imbalan yang diterima
dari organisasi; karena karyawan bekerja dengan harapan
untuk mendapatkan imbalan yang sesuai, apalagi bagi karya-
wan yang berprestasi tentunya ada keinginan untuk men-
dapatkan tambahan penghasilan.
2. Memenuhi Keadilan; Merit based pay akan dirasakan oleh
karyawan yang memiliki prestasi kerja tinggi, karena dengan
adanya reward yang diterima dari hasil kerja kerasnya maka
akan dirasakan ada perbedaan dengan mereka yang hasil
kinerja rendah, sehingga ini dirasakan adil oleh mereka.
3. Meningkatkan kepuasan karyawan; Merit based pay dapat
meningkatkan kepuasan karyawan karena dengan adanya
merit based pay maka karyawan merasakan ada imbalan ter-
hadap jerih payahnya untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi.
4. Merit based pay membantu pengusaha membedakan antara
kinerja karyawan dengan kinerja tinggi dan rendah dan mem-
beri penghargaan atas kinerja para pegawai yang lebih tinggi.
Dengan harapan karyawan tetap tinggal di perusahaan damn
tidak memiliki keinginan untuk pindah ke perusahaan lainnya.
8.6. Pelaksanaan Merit Based Pay
Perencanaan merit pay merupakan prosedur untuk mem-
bedakan yang didasarkan pada kinerja, yakni sistem kompensasi
yang diberikan karyawan didasarkan kepada individual atau gaji
yang diukur melebihi periode tertentu. Ada beberapa hal yang
harus di lakukan dalam pelaksanaan Merit Based Pay antara lain:
1. Penilaian kerja karyawan merupakan syarat mutlak yang harus
dilakukan oleh manajemen agar merit pay dapat diterapkan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |143
dengan baik sebab asumsi umum dalam bisnis bahwa merit
pay merupakan pembayaran imbalan kepada karyawan yang
memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelan-
jutan kinerja yang baik di masa mendatang. Salah satu kunci
bekerjanya sistem merit pay akan tergantung pada seberapa
baik sistem penilaian kinerja (performance appraisal) dalam
organisasi tersebut.
2. Dalam hal ini, kebanyakan hasil penilaian kinerja tidak bisa
menerima dan melaksanakan merit pay dianggap masih me-
miliki kelemahan, yaitu sebagai berikut.
a. Bahwa supervisor dan manajer terikat banyak sistem,
proses dan orang, tetapi fokus penilaian kinerja mereka
hanya kepada individu saja.
b. Penilaian kinerja menganggap bahwa sistem dalam orga-
nisasi tersebut lebih konsisten dan dapat diprediksi.
c. Penilaian kinerja menuntut persyaratan proses penilaian
yang objektif, konsisten dan dapat dipercaya serta adil,
tetapi disisi lain penilaian kinerja akan dapat dilihat karya-
wan sebagai hal yang mendadak dan didasarkan pada
favoritisme.
3. Manfaat penerapan merit pay bagi karyawan dipandang sudah
cukup adil, sebab karyawan diberikan imbalan yang berbeda
sesuai dengan prestasi kerja yang diraihnya masing-masing.
4. Merit pay memungkinkan bagi organisasi untuk:
a. Dapat mendorong tingkat rata-rata motivasi kerja indi-
vidual
b. Dapat meningkatkan pencapaian yang berorientasi indi-
vidual, serta
c. Dapat mempertahankan penilaian yang tinggi bagi karya-
wan yang memiliki kinerja yang tinggi.
5. Penerapan dilakukan dengan pembayaran regular untuk satu
kali pembayaran atau menaikkan imbalan pada pekerjaan
yang memiliki kualitas tinggi dan berisiko tinggi, yang berupa
satu kali bonus, tambahan ekstra (increment pay scale) atau
sekian persen tambaham dari upah biasanya
144 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
6. Aspek yang perlu diperhatikan dari pembayaran jasa merit pay
adalah :
a. Aspek kinerja individu
b. Sebagian besar metode pembayaran untuk kinerja lainnya
bersifat berkala atau hanya sesaat
c. pembayaran selanjutnya ditentukan oleh jumlah besarnya
konstribusi kinerja itu. Penerapan sistem imbalan memiliki
dampak positif bagi karyawan dapat meningkatkan kinerja
serta meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
a. Perlu di waspadai yaitu terdapat dua hal yang menjadi
penyebab atau hambatan yanng membuat tidak berhasil-
nya dari merit pay, yaitu: Pandangan statistik, penerapan
merit pay mengacu pada bell-shape curve yang berdis-
tribusi normal.
7. Perbedaan dari merit pay antara kinerja yanng tinggi dengan
yang rendah begitu kecil jaraknya dna tidak ada nilai intensif
serta tidak jelasnya bagaimana seorang memperoleh imbalan
lebih tinggi dan lebih rendah yang dapat diperoleh secara adil
sehingga bagi karyawan sulit memutuskan apakah imbalan
benar-benar dikaitkan dengan kinerja
8. Keberhasilan merit pay di sini diukur dalam bentuk perubahan
sikap perilaku karyawan dan keberhasilan yang disebabkan
dari sistem penilaian kinerja yang diperbaiki. Hasilnya menya-
takan bahwa perusahaan masih memerlukan program merit
pay tetapi harus berfokus dan terarah.
9. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya penerapan
merit pay adalah,
a. Hubungan antara kinerja dan imbalan sangat lemah.
b. Besaran intensif imbalan yang ditawarkan terlampau ren-
dah. Serikat pekerja memengaruhi keputusan penetapan
gaji.
c. Supervisor sering kali menolak penilaian prestasi kerja.
d. Timbulnya permasalahan anuitas karena pad asaat pem-
bayaran merit pay
10. Kompensasi merit pay hanya cocok diterapkan untuk sasaran
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |145
karyawan yang memiliki sikap pencapaian prestasi yang tinggi
saja. Manajemen tingkat atas seperti direktur, manajer atau
staf yang kierjanya dapat dilihat secara konkret dan nyata.
11. Agar efektif, sistem imbalan berdasarkan kinerja harus
berhubungan dengan tiga persoalan utama, yakni
a. Penentuan dan pengukuran kinerja
b. Penentuan imbalan, dan
c. penerimaan karyawan.
12. Agar sistem merit pay lebih efektif dan efisien, maka dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengembangkan sistem penilaian kinerja yanng akurat
dan memiliki fokus pada kriteria yang berorientasi pada
hasil pekerjaan
b. Membuat standar kinerja yang tinggi
c. Melatih supervisor dalam mekanisme penilaian kerja dan
dalam memberikan umpan balik kepada bawahan.
d. Menggunakan rentang peningkatan merit pay yang luas
dan membuat peningkatan gaji menjadi lebih berman-
faaat.
e. Mengaitkan secara erat imbalan dengan kinerja serta
menggunakan penilaian kinerja serta
f. Menggunakan penilaian kinerja untuk memberikan atau
menolak peningkatan merit pay.
13. Ada tiga elemen yang harus salinng terkait agar penerapan
merit pay efektif, yaitu
a. Manajemen
b. penilaian kinerja, dan
c. karyawan.
Beberapa hal-hal yang perlu juga diperhatikan dalam men-
capai keefektifan penerapan merit system, di antaranya adalah
pertama, menetapkan pagu atau target prestasi kerja; kedua
mengembangkan sistem penilaian karya pegawai yang berfokus
pada kekhasan jabatan, berorientasi pada hasil kerja serta penilai-
an oleh lebih dari satu penilaian atau multi raters; ketiga, mem-
berikan pelatihan penilaian prestasi kerja kepada para pimpinan
146 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
unit kerja serta pegawai umumnya terampil menilai prestasi kerja
pegawai serta menguasai seni penyampaian umpan balik tentang
kondisi nyata prestasi kerja yang berhasil dicapai sehingga pada
masa mendatang memungkinkan untuk dicapainya prestasi kerja
pegawai yang lebih baik. Keempat, membakukan pemberian
penghargaan berdasarkan prestasi kerja yang berhasil dicapai oleh
setiap pegawai. Kelima, menggunakan skala kenaikan penghasilan
yang besar dan bernilai signifikan.(Daryanto, 2013).
Pelaksanaan pembayaran dengan sistem merit pay dilaku-
kan dengan pembayaran regular (satu kali) atau kenaikan imbalan
untuk pekerjaan yang memiliki kualitas tinggi. Pembayaran ini
dapat berupa satu kali bonus, tambahan ekstra (incremental pay
scal) atau persen tambahan upah biasa (Soetjipto, 2002)
Sistem merit merupakan sistem penggajian yang rasional
dan berorientasi pada penciptaan adanya rasa keadilan sehingga
penghasilan yang diberikan kepada karyawan akan dikaitkan de-
ngan kinerja karyawan tersebut secara individu. Tujuan penera-
pan sistem ini adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang
adil, kompetitif, seimbangan dengan lingkungan, guna meningkat-
kan produktivitas kerja karyawan serta akan merefleksikan pada
peningkatan kinerja perusahaan. Dengan demikian, kompensasi
yang diberikan kepada karyawan akan dihitung berdasarkan per-
kalian dari hasil penilaian kinerja setiap karyawan. Hasil penilaian
tersebut akan mencerminkan penghargaan atau penalti atas
kinerja karyawan yang bersangkutan (Punjul Tyoso, 2014)
8.7. Keuntungan dan Kerugian Merit Pay :
Keuntungan dari pemberian merit based pay antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Merit membayar membantu pengusaha membedakan antara
kinerja karyawan dengan kinerja tinggi dan rendah dan mem-
beri penghargaan atas kinerja para pemain yang lebih tinggi.
Ini adalah upaya retensi karena tidak ada majikan yang ingin
kehilangan artis berkinerja terbaik.
2. Merit membayar, tidak seperti pembagian keuntungan atau
skema pembayaran bonus serupa, memungkinkan perusahaan
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |147
untuk membedakan antara kinerja perusahaan secara keselu-
ruhan dan kinerja individu. Sementara banyak program pem-
bayaran merona juga memberikan hadiah keseluruhan yang
dibagikan kepada semua karyawan, untuk mempromosikan
nilai-nilai seperti kerja tim, hubungan positif rekan kerja, dan
layanan pelanggan yang efektif, sebagian dari kompensasi
yang tersedia disediakan untuk para pemain yang kuat.
3. Merit membayar juga menyediakan kendaraan bagi atasan
untuk mengenali kinerja individu secara satu kali. Ini berguna
untuk memberi penghargaan kepada karyawan yang mungkin
telah berpartisipasi dalam proyek satu kali seperti menerapkan
HRIS baru atau membuka wilayah penjualan baru.
4. Dengan sistem ini maka diperlakukan penilaian kinerja dengan
sesungguhnya, dengan demikian maka akan mengajarkan
kepada manajer dan supervisor tentang bagaimana mendoku-
mentasikan kinerja, bagaimana mengkomunikasikan kenaikan
gaji, dan bagaimana menetapkan harapan yang jelas adalah
tempat terbaik untuk mulai menciptakan sistem pembayaran
yang adil.
Kerugian dalam Pemberian Merit Pay adalah sebagai
berikut:
1. Tidak mungkin, dengan akurasi 100%, untuk membedakan ki-
nerja berbagai karyawan untuk menentukan siapa yang paling
layak mendapat imbalan kerja.Prestasi dan kontribusi yang
paling diinginkan hampir tidak dapat diukur sehingga pen-
dapat manajer atau supervisor tetap konstan dalam menen-
tukan gaji pantas. Jika Anda hanya menggunakan item yang
dapat Anda ukur, Anda tidak mempertimbangkan aspek
terpenting dari pekerjaan karyawan Anda.
2. Jumlah waktu dan energi yang diinvestasikan oleh organisasi
dalam upaya untuk membuat kinerja dapat diukur untuk gaji
pantas, termasuk mengembangkan kompetensi, pengukuran,
garis dasar untuk kinerja, dan sebagainya, lebih baik diguna-
kan untuk memberikan layanan bagi pelanggan. Saya telah
melihat dokumen dengan beberapa ratus halaman yang me-
148 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
nampilkan manfaat apa dalam berbagai pekerjaan. Bagaimana
ini bisa memanfaatkan waktu Anda dengan baik?
3. Dengan keterbatasan metrik, kemampuan pengawas untuk
mengkomunikasikan kepada setiap karyawan nilai dari kontri-
businya, dan kinerja superior apa yang pantas dibayar pantas,
merupakan tantangan yang terus berlanjut. Beberapa super-
visor berkomunikasi lebih baik daripada yang lain dan komu-
nikasi tentang apa yang memerlukan kinerja superior lebih
mudah dalam beberapa pekerjaan daripada pekerjaan orang
lain.
8.8. PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa-
sanya Penggajian Merit Based Pay merupakan imbalan yang di
berikan terhadap karyawan berdasarkan prestasi kerjanya yang
diperoleh melalui Penilaian kinerja. Sistem penggajian merit based
pay ini diberikan dengan tujuan untuk memenuhi keadilan dan
kepuasan karyawan, karena dengan sistem ini karyawan yang
berprestasi akan merasa puas karena hasil kerja keras dan
keseriusannya dalam meraih kinerja yang tingga mendapatkan
penghargaan dari organisasi yang di dasarkan pada penilaian
kinerja karyawan. Namun demikian untuk mencapai kepuasan
karyawan tidak lepas dari penerapan sistem penilaian kinerja yang
baik antara lain memenuhi ketentuan seperti dilakukan secara
adil, obyektif, dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, karena
kalau tidak akan menimbulkan bias dan tidak akan tercapainya
tujuan dari Merit Based Pay seperti dengan aoa yang yang di
harapkan.
Daftar Pustaka
Andrew E. Sikula. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Erlangga. Bandung.
Arief Daryanto, “Merit System Dalam Manajemen Pegawai Negeri
Sipil”, Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, 2013, hlm. 3
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |149
Budi Soetjipto, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya
Manusia, Amara Books, Jogyakarta, 2002, hlm. 219.
Henry Simamora, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
1. Yogyakarta: STIE YKPN Yogyakarta
Jaluanto Sunu Punjul Tyoso, Nerile Yuhanni Hirda Yuhann, (2014),
“Pemanfaatan Sistem Merit pada Pengembangan Sistem
Informasi Akuntansi Penggajian (Studi Kasus pada PT Murba
Jaya Abadi Semarang)”, Serat Acitya–Jurnal Ilmiah, UNTAG,
Semarang, Vol 3, No 2 (2014) hlm. 17.
Lawler, E. E., III, & Jenkins, G. D., Jr. 1992. Strategic reward
systems. In M. D. Dunnette & L. M. Hough (Eds.),
Handbook of industrial and organizational psychology (Vol.
3, 2nd ed., pp. 1009–1055). Palo Alto, CA: Consulting
Psychologists Press
Moeheriono (2010, Pengukuran Kinerja berbasis Kompetensi.
Bogor Penerbit Ghalia Indonesia.
Rivai dan Basri. 2004. Manfaat Penilaian Kinerja. Jurnal
http://jurnalsdm.blogspot.com/2004/04/penilaian-kinerja-
karyawan-definisi.html.
Schuler, Randal S & Susan E. Jackson. 1997. Strategic Theory
Research. Oxlord Blacwell
.... 2018, Keuntungan dan Kerugian dari Merit Pay, Routes To
Finance.com. Internet Magazine,
https://id.routestofinance.com/advantages-and-
disadvantages-of-me...
150 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |151
BAB 9
PERSAINGAN DALAM PENGGAJIAN
9.1. PENDAHULUAN
Pada bab ini disampaikan materi tentang Persaingan dalam
Penggajian, yaitu merupakan pemberian kompensasi atau gaji
ditambah tunjangan dan fasilitas lainnya yang tinggi kepada kar-
yawan. Tekanan dan tuntutan pasar yang tinggi ini membuat per-
bedaan gaji di antara perusahaan sejenis tidak terpaut terlalu
jauh. Pemberian gaji yang bersaing diberikan dengan maksud
agar mendapatkan karyawan yang berkualitas dan menekan
labout turn over (perputaran tenaga kerja). Penggajian yang
mampu bersaing adalah dilakukan dengan melihat pasar tenaga
kerja, yang terpenting adalah bagaimana gaji bisa mencukupi
kebutuhan hidup dan mempertimbangkan pasar gaji di sekitarnya.
Dengan mempelajari persaingan dalam penggajian ini maka
pembaca diharapkan dapat menganalisis cara menyusun pe-
nggajian yang memiliki daya saing sehingga mendapatkan
karyawan yang berkualitas, kompeten dan mampu mencapai
target yang telah di tetapkan serta menekan labor turn over.
9.2. Daya Saing Eksternal
Pada bab sebelumnya telah di sampaikan ada beberapa
pertimbangan dalam menentuakan besaran gaji, antara lain
adalah pertimbangan secara internal organisasi misalnya dengan
menyusun struktur penggajian, menentukan besaran gaji dengan
berdasarkan perhitungan Evaluasi Jabatan untuk memenuhi
keadilan, dan kemampuan perusahaan. Selain pertimbangan inter-
nal maka pertimbangan eksternal organisasi juga harus di guna-
kan guna mempertahankan karyawan agar tidak beralih ke lain
perusahaan, selain itu juga untuk memotivasi karyawan agar
mendapatkan kinerja yang lebih tinggi.
Menurut George Milkovich, Jerry Newman, and Barry
Gerhart 2014, dalam bukunya menyebutkan bahwa daya saing
eksternal dalam prakteknya dapat dinyatakan sebagai (1) mene-
tapkan tingkat upah di atas, di bawah, atau sama dengan
152 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
pesaing; dan (2) menentukan gaji dengan mempertimbangkan
pesaing. Daya saing eksternal mengacu pada hubungan upah di
antara organisasi, upah organisasi relatif terhadap para pesaing-
nya. Tingkat pembayaran mengacu pada rata-rata susunan tarif
yang dibayarkan oleh pemberi kerja bisa berupa bonus atau
lainnya yang bentuk pembayarannya adalah berbagai jenis
pembayaran, atau yang terdiri dari berbagai jenis kompensasi
sebagai total kompensasi.
9.3. TUJUAN DAYA SAING PENGGAJIAN
Tujuan dari daya saing penggajian adalah untuk memiliki
orang yang tepat dalam pekerjaan yang tepat. Dengan gaji yang
sesuai maka akan mendapatkan karyawan yang memiliki talenta
terbaik di pasar yang kompetitif dan melakukannya dengan benar.
Untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas salah satunya
dapat dilakukan dengan menawarkan gaji yang kompetitif. Semua
hal lain dianggap sama, gaji yang kompetitif hanya perlu sedikit
lebih tinggi daripada kompetisi. Poin data utama adalah gaji yang
ada dalam perusahaan, gaji pesaing, dan data pasar. Semua ini
berhubungan dengan pekerjaan tertentu di kelas tertentu.
9.4. APA YANG MEMBENTUK DAYA SAING EKSTERNAL?
Daya saing penggajian menunjukkan perbandingan gaji
perusahaan Anda dengan biaya hidup di berbagai daerah dan juga
gaji yang diberikan oleh pesaing anda. Biaya hidup di masing-
masing daerah tidaklah sama apalagi di daerah dengan di kota
metropolitan, hal inilah yang menjadi dasar pokok dalam penen-
tuan gaji afgar mampu bersaing. Jika Anda memiliki karyawan di
daerah maka harus melakukan survey gaji yang di terappkan oleh
perusahaan lain. Anda bisa meninjau rentang gaji rata-rata dan
median, dan mengidentifikasi tingkat upah pasar untuk jabatan
pekerjaan yang berbeda. Ini juga membantu membandingkan
biaya hidup di berbagai lokasi pekerjaan, dan menyesuaikan gaji
sesuai dengan karyawan yang pindah.
Departemen Tenaga kerja menawarkan berbagai informasi
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |153
gaji yang sangat berharga bagi pemilik bisnis. Ini termasuk data
upah nasional, informasi upah menurut daerah Kabupaten/Kota
karena di Indonesia telah menetapkan upah minimum yang wajib
diberikan terhadap karyawan di setiap Kabupaten/Kota di Indo-
nesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dalam penen-
tuan gaji agar memiliki daya saing antara lain adalahs sebagai
berikut:
1. Persaingan di pasar tenaga kerja untuk karyawan yang
memiliki berbagai ketrampilan
2. Kompetisi dalam persaingan produk dan pasar, yang
mempengaruhi kondisi keuangan organisasi;
3. Karakteristik unik untuk masing-masing organisasi dan
karyawannya, seperti jenis usahanya, strategi, teknologi, dan
produktivitas serta pengalaman dari tenaga kerjanya.
9.5. FAKTOR PASAR KERJA
Menurut Milkovich dkk (2013) daya saing external diperlukan
dalam menyusun kebijakan gaji hal ini dap[at dilakukan dengan
melihat perbandingan di luar organisasi atau perbandingan de-
ngan perusahaan lain untuk jenis pekerjaan yang sama. Kepu-
tusan benar diambil ketika merancang strategi kompensasi yaitu
melihat apa yang kompetitor lakukan mengenai pembayaran gaji.
Keuntungan yang dapat kita ambil dari perbedaan
1. Menetapkan tingkat gaji diatas, dibawah atau sama dengan
para pesaing
2. Dengan mempertimbangkan campuran bentuk gaji rel-
konservatif dengan pesaing.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan
pada tingkat upah dan campuran faktor-faktor ini mencakup:
1. Persaingan di pasar tenaga kerja bagi orang-orang dengan
berbagai keterampilan
2. Persaingan dalam produk dan layanan pasar yang mempe-
ngaruhi kondisi keuangan organisasi
3. Karakteristik unik untuk setiap organisasi dan mempekerjakan-
154 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
nya sama seperti strategi bisnis, teknologi dan pendidikan dan
pengalaman tenaga kerja
Teori Pasar tenaga kerja biasanya dimulai dengan empat
asumsi dasar:
1. Pengusaha selalu berusaha untuk memaksimalkan keuntu-
ngan orang-orang homogen dan karena itu diperlukan,
lulusan sekolah bisnis
2. Tingkat upah mencerminkan semua biaya yang terkait de-
ngan pekerjaan (Misalnya upah bonus liburan, manfaat
bahkan pelatihan
3. Pasar yang dihadapi oleh pengusaha kompetetif, sehingga
tidak ada keuntungan bagi majikan untuk membayar tinggi
atau dibawah harga.
Beberapa faktor yang harus di pertimbangkan dalam pe-
nggajian yang berdaya saing:
Faktor Pasar Tenaga Kerja
1. Permintaan Tenaga Kerja; di suatu darah yang penduduknya
padat seperti di Indonesia memang mudah untuk mencari
pelamar ketika kita membuka rekrutment untuk jabatan
tertentu, akan banyak pelamar yang datang atau mengi-
rimkan lamaran, namun belum tentu dari mereka banyak
yang memiliki kualifikasi seperti yang kita harapkan, sehingga
biaya seleksi menjadi lebih mahal. Sehingga di perlukan
sistem atau media rekrutmen yang tepat sasaran.
2. Produk marjinal tenaga kerja; yaitu tambahan keluaran
produksi karena tambahan satu unit masukan; dalam hal ini
adalah tambahan keluaran produksi dengan menambah tam-
bahan satu orang tenaga kerja (pekerja) ke dalam proses
produksi dengan modal tetap, dengan demikian diperlukan
dalam proses seleksi karyawan agar mendapatkan karyawan
yang benar-benar berkompeten dan memiliki kinerja yang
tinggi.
3. Pendapatan amarjinal tenaga kerja
4. Pasokan tenaga kerja
5. Kompensasi diferensiasi
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |155
1. Faktor pasar produk dan kemampuan untuk membayar
Pasokan dan permintaan tenaga kerja merupakan penentu
utama dari tingkat gaji pengusaha. Namun setiap organisasi harus
dari waktu ke waktu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk
menutupi biaya. Termasuk kompensasi. Oleh karena itu tingkat
gaji majikan dibatasi oleh kemampuannya untuk bersaing di pasar
produk/jasa. Jadi kondisi pasar produk untuk sebagian besar
menentukan apa organisasi mampu membayar. Faktor yang perlu
di pertimbangkan dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Industri
2. Employer size
3. Preferensi Karyawan
4. Strategi Organisasi
2. Relevant Markets
Tiga faktor biasanya digunakan untuk menentukan pasar
tenaga kerja yang relevan adalah:
1. Occupation (Keterampilan/pengetahuan yang diperlukan)
2. Geografi (Kesediaan untuk pindah dan/atau bolak-balik)
3. Pesaing (pengusaha lain dalam produk/layanan dan pasar
tenaga kerja yang sama)
9.6. PASAR TENAGA KERJA
Menurut Bitar (2019), Pasar Tenaga Kerja dapat diartikan
sebagai suatu pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli
tenaga kerja. Sebagai penjual tenaga kerja di dalam pasar ini
ialah para pencari kerja (Pemilik Tenaga Kerja), sedangkan seba-
gai pembelinya yaitu orang-orang/lembaga yang memerlukan te-
naga kerja. Pasar tenaga kerja diselenggarakan dengan maksud
untuk mengkoordinasi pertemuan antara para pencari kerja dan
orang-orang atau lembaga-lembaga yang membutuhkan tenaga
kerja.
Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari
perusahaan, maka pasar tenaga kerja ini dirasakan bisa mem-
berikan jalan keluar bagi perusahaan untuk memenuhinya.
Dengan demikian tidak terkesan hanya pencari kerja yang menda-
156 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
pat keuntungan dari adanya pasar ini. Untuk menciptakan kondisi
yang sinergi antara kedua belah pihak, yakni antara penjual dan
pemberi tenaga kerja maka diperlukan kerjasama yang baik
antara semua pihak yang terkait, yaitu penjual tenaga kerja,
pembeli tenaga kerja, dan pemerintah.
Teori tenaga kerja pada umumnya menganalisis Pasar
Tenaga Kerja memulainya dengan empat asumsi dasar
1. Pengusaha selalu berusaha untuk memaksimalkan laba.
2. Orang-orang adalah homogen dan oleh karena itu dapat
saling dipertukarkan.
3. Tingkat upah mencerminkan semua biaya-biaya yang berhu-
bungan dengan ketenagakerjaan (misalnya : upah pokok,
bonus, liburan, tunjangan, bahkan pelatihan).
4. Pasar yang dihadapi oleh pengusaha adalah kompetitif, maka
tidak ada keuntungan untuk pengusaha untuk pengusaha
tunggal untuk membayar diatas atau dibawah tarif/tingkat
pasar.
Permintaan Tenaga Kerja
1. Produk marjinal tenaga kerja adalah out-put tambahan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan dari satu unit sumber-
daya manusia tambahan dengan faktor produksi yang lain
dipertahankan.
2. Revenue marginal tenaga kerja adalah revenue tambahan
yang dihasilkan ketika perusahaan mempekerjakan satu unit
tambahan tentang sumberdaya manusia, dengan faktor pro-
duksi yang lain dipertahankan konstan.
Faktor Pasar Produk dan Kesanggupan untuk Membayar
Permintaan dan penawaran tenaga kerja adalah faktor
penentu utama suatu tingkatan upah, Organisasi apapun harus
dari waktu ke waktu memiliki penghasilan yang cukup untuk
membayar pengeluaran, termasuk kompensasi. Permintaan pro-
duk dan tingkat persaingan adalah dua faktor kunci pasar produk.
Kedua-duanya mempengaruhi kemampuan organisasi untuk me-
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |157
rubah gaji. Jika harga tidak bisa diubah tanpa penjualan, maka
kemampuan untuk menetapkan suatu tingkatan upah memiliki
keterbatasan
Faktor lain disamping kondisi pasar produk mempengaruhi
level upah adalah Produktivitas dari kerja keras karyawan,
teknologi yang dipakai, tingkatan produksi sehubungan dengan
kapasitas pabrik yang tersedia, hal ini dapat mempengaruhi
keputusan untuk menentukan besaran kompensasi.
9.7. FAKTOR ORGANISASI
Walaupun produk dan kondisi-kondisi pasar tenaga kerja
menciptakan berbagai bidang kemungkinan dimana para pengu-
saha menciptakan suatu kebijaksanaan atas daya saing eksternal,
faktor organisatoris mempengaruhi keputusan tingkatan dan bau-
ran upah juga.
Didalam faktor organisasi itu di dalamnya terdapat :
1. Industri
Dimana suatu organisasi bersaing mempengaruhi teknologi
yang digunakan. Industri yang Labor-Intensive (intensif tenaga
kerja) seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan cenderung
membayar (gaji) lebih rendah daripada industri yang padat tek-
nologi seperti minyak atau berkenaan dengan farmasi. Sedangkan
jasa profesional seperti perusahaan konsultan membayar upah
tinggi.
2. Ukuran Perusahaan
Ada bukti konsistensi bahwa organisasi besar cenderung
utnuk membayar lebih daripada organisasi kecil.
3. Preferensi Orang-Orang
Apakah format (asuransi kesehatan, bonus, pensiun/rumah
penginapan) yang benar-benar dihargai oleh karyawan ?. Apakah
format yang harus diubah (atau disusun) untuk meningkatkan
(atau menyediakan) nilai mereka bagi karyawan ?. Pemahaman
yang lebih baik atas preferensi (kelebihsukaan) karyawan adalah
semakin penting di dalam menentukan daya saing eksternal.
Bagaimanapun, pasar melibatkan pilihan karyawan dan perusa-
158 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
haan, namun ada berbagai kesulitan subtansiil di dalam mengukur
preferensi secara reliable.
4. Strategi Organisasi.
Berbagai strategi bauran dan tingkat gaji/upah ada.
Beberapa perusahaan mengadopsi suatu strategi low-wage, no-
services, mereka bersaing dengan memproduksi barang-barang
dan jasa dengan total kompensasi yang serendah mungkin. Yang
lain memilih low-wage, high services strategy atau high-wage,
high services.
Strategi Penggajian dengan Persaingan (match/penan-
dingan)
1. Kebijaksanaan Lead (mendahului, memimpin, mengu-
ngguli).
Kebijaksanaan lead merupakan strategi pembayaran gaji
dengan cara memaksimalkan kemampuan untuk menarik dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas dan memperkecil
ketidak puasan karyawan terhadap upah.
2. Kebijaksanaan Ketinggalan/ Lag.
Suatu kebijaksanaan pengupahan yang diberikan terhadap
karyawan dibawah tarif/tingkat pasar, kebijakan ini sebenarnya
bisa merintangi kemampuan perusahaan untuk menarik calon
karyawan yang berkualitas, tetapi jika suatu tingkatan upah yang
berada dibawah pesaing lalu digabungkan dengan janji pemberian
insentif atau pembayaran di masa yang akan datang yang lebih
tinggi (msalnya kepemilikan saham), kemungkinan kombinasi
semacam itu bisa meningkatkan komitmen pegawai dan memban-
tu perkembangan teamwork, yang bisa meningkatkan produkti-
vitas. Namun jika janji itu tidak dipenuhi mugkin bisa menimbu-
lakan dampak negatif.
3. Kebijaksanaan Yang Fleksibel.
Perusahaan bisa juga mengadopsi kebijakan yang berbeda
untuk unit bisnis berbeda yang menghadapi kondisi-kondisi
kompetitif yang sangat berbeda, yang sifatnya fleksibel tergantung
dari kondisi di setiap unit di organisasinya.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |159
Menurut Yenny dan Wisanggeni (2012) dalam tulisannya
menyampaikan bahwa strategi penggajian yang biasanya diterap-
kan oleh organisasi yang disebut dengan lead, match, dan lag,
dalam implementasi tidak mudah. Sebab, penggajian tidak hanya
berkaitan dengan aspek finansial, melainkan lebih luas dalam
konteks persaingan dengan organisasi atau perusahaan kompe-
titor. Terutama persaingan dalam hal “talent war”, employee
engagement, membangun motivasi untuk berprestasi, dan lain
sebagainya.
Penerapan strategi penggajian harus memperhatikan siklus
bisnis (growth, maturity, decline, termination) dan pertumbuhan
industri di mana perusahaan berada. Perusahaan yang sedang
dalam siklus tumbuh, dan industri juga sedang dalam tahap
tumbuh pesat, perusahaan dapat menerapkan strategi lead.
Sebab, pada saat industri sedang tumbuh, kebutuhan talent
meningkat dan “talent war” semakin sengit. Untuk mendapatkan
talent, perusahaan harus mampu memberikan paket penggajian
yang menarik dan mampu mempertahankan talent.
Sebaliknya, tidak realistis menerapkan strategi lead pada
saat perusahaan dalam siklus decline dan industri sedang lesu.
Permintaan dan penawaran tenaga kerja pada saat industri se-
dang lesu tidak menuntut perusahaan untuk “jor-joran” dalam
menawarkan paket penggajian. Dalam kondisi seperti ini, dengan
menerapkan strategi penggajian match, atau bahkan lag, perusa-
haan tidak perlu khawatir akan kehilangan talent.
Konsekuensi Keputusan Tingkat dan Bauran Gaji/upah
Kebijaksanaan daya saing secara langsung mempengaruhi :
1. Efisiensi
Kompensasi mempresentasikan suatu biaya, maka keputusan
apapun yang mempengaruhi bauran tingkatannya adalah
penting. Berbagai teori membuat asumsi tentang efek dari level
upah relatif atas efektifitas organisasi. Beberapa merekomen-
dasikan kebijaksanaan lead untuk mengurangi bermalas-ma-
lasan dan memungkinkan untuk merekrut pelamar yang lebih
qualified.
160 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
2. Keadilan.
Kepuasan dengan upah adalah secara langsung terkait dengan
tingkatan upah, lebih banyak adalah lebih baik. Tetapi pera-
saan/pengertian tentang keadilan/fairness adalah juga terkait
dengan bagaimana orang yang lain dibayar.
3. Pemenuhan Syarat.
Tidaklah cukup untuk mengemukakan bahwa suatu perusa-
haan harus membayar pada atau diatas upah minimum yang
sah. Ketentuan tentang hukum upah yang berlaku dan per-
undang-undangan tentang hak yang sama harus pula dipenuhi.
Sesungguhnya kita akan kembali ke pokok gaji pasar lagi ketika
kita mendiskusikan diskriminasi upah dan konsep yang muncul
tentang upah hidup, sebagai tambahan terhadap level upah,
berbagai format upah juga diatur. Pensiun/perumahan dan pe-
layanan kesehatan dianggap bagian dari tiap-tiap jaminan
ekonomi warganegara dan diatur sampai taraf tertentu di da-
lam kebanyakan negara.
Teori pasar tenaga kerja biasanya dimulai dengan empat
asumsi dasar:
1. Pengusaha selalu berusaha memaksimalkan keuntungan.
2. Karyawan yang memiliki kesamaan kemampuan di bidang
tertentu seringkali juga bisa bekerja di bidang lain di luar
bidangnya.
3. Tarif pembayaran mencerminkan semua komponen gaji yang
terkait dengan pekerjaan (misalnya Upah pokok, bonus,
liburan, tunjangan, bahkan pelatihan).
4. Perusahaan berada pada kondisi Pasar yang kompetitif,
sehingga tidak mendapatkan banyak keuntungan untuk pe-
rusahaan sehingga mampu membayar di atas atau di bawah
standar pasar gaji.
Meskipun asumsi-asumsi ini terlalu menyederhanakan Ke-
nyataan, mereka memberikan kerangka kerja untuk memahami
pasar tenaga kerja. Seperti bisa kita amati, ketika kenyataan
memaksa kita untuk mengubah asumsi kita, teori kita juga
berubah.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |161
Organisasi sering mengklaim sebagai "penggerak pasar";
yaitu, mereka membayar secara kompetitif dengan pasar atau
bahkan memimpin pasar. Memahami bagaimana pasar bekerja
membutuhkan analisis permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Sisi permintaan berfokus pada tindakan pengusaha;berapa banyak
karyawan baru yang mereka cari dan apa yang mereka mau dan
mampu membayar karyawan baru. Sisi penawaran dilakukan de-
ngan melihat kualifikasi calon karyawan dan bayaran yang berse-
dia untuk mereka terima sebagai imbalan atas jasa mereka.
Labor Demand (Permintaan Tenaga Kerja)
Jika pembayaran gaji sesuai dengan Upah minimum Regi-
onal, dan jumlah gaji di tingkat yang ditentukan pasar untuk
lulusan sarjana, maka berapa banyak lulusan sarjana yang akan
dipekerjakan oleh organisasi bisnis? Untuk menjawabnya adalah
dibutuhkan analisis permintaan tenaga kerja. Dalam jangka
pendek, pengusaha tidak dapat mengubah faktor biaya produksi
lainnya seperti biaya teknologi, modal, atau sumber daya alam,
namun yang dapat dirubah adalah tingkat sumber daya manusia.
Dalam kondisi seperti itu, maka satu permintaan tenaga kerja
bertepatan dengan marjinal produk tenaga kerja.
Produk marginal tenaga kerja adalah output tambahan yang
terkait dengan tambahan satu orang, dengan faktor-faktor pro-
duksi lainnya yang diperlukan bersifat konstan. Pendapatan mar-
jinal tenaga kerja adalah pendapatan tambahan yang diha-silkan
saat perusahaan mempekerjakan satu orang tambahan, dengan
faktor produksi lainnya tetap konstan.
9.8. Efisiensi Penggajian
Menurut Malkovich dkk (2013) menyatakan tentang teori
efisiensi-upah, upah tinggi dapat meningkatkan efisiensi dan
sebenarnya biaya tenaga kerja yang lebih rendah jika mereka:
1. Menarik pelamar berkualitas tinggi.
2. Perputaran tenaga kerja rendah
3. Tingkatkan pencapaian kinerja.
4. Kurangi kelalaian atau main-main. Ini artinya bahwa semakin
162 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
tinggi upah karyawan, maka akan semakin kecil kemungkinan
bahwa seorang karyawan akan mencari pekerjaan lain atau
pindah ke pekerjaan lain, dan juga, risiko kehilangan peker-
jaan yang bergaji tinggi tergantung pada caranya kemung-
kinan bisa mendapatkan gantinya. Salah satu indikatornya
adalah tingkat pengangguran.
5. Mengurangi kebutuhan untuk mengawasi karyawan (super-
visi). Jadi, pada dasarnya, efisiensi meningkat dengan mem-
pekerjakan karyawan yang lebih baik atau memotivasi
dengan memberikan reward terhadap karyawan agar bekerja
lebih profesional atau lebih keras. Asumsi yang mendasarinya
adalah bahwa tingkat upah menentukan kinerja karywan.
9.9. Penutup
Penggajian yang memiliki daya saing adalah pemberian gaji
yang diberikan terhadap karyawan yang memiliki daya saing
secara eksternal, dengan cara bisa memberikan gaji di tingkat
upah di atas pasar, atau di bawah pasar, atau mungkin sama
dengan pesaing. Daya saing eksternal mengacu pada hubungan
upah di antara organisasi, upah organisasi relatif terhadap para
pesaingnya. Tingkat pembayaran mengacu pada rata-rata susu-
nan tarif yang dibayarkan oleh pemberi kerja bisa berupa bonus
atau lainnya yang bentuk pembayarannya adalah berbagai jenis
pembayaran, atau yang terdiri dari berbagai jenis kompensasi
sebagai total kompensasi yang dapat memenuhi kebutuhan hidup
dan memiliki daya saing yang tinggi.
Daftar Pustaka
Bitar (2019), Pasar Tenaga Kerja : Pengertian, Fungsi, Jenis, Dan
Ciri Beserta Kelebihan & Kekurangannya Lengkap
https://www.gurupendidikan.co.id
Budi Wahyono, 2017, “Permintaan Tenaga Kerja”,
www.pendidikanekonomi.com/2012/06/ permintaan-tenaga-
kerja.html
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |163
George Milkovich, Jerry Newman, and Barry Gerhart 2014.
Compensation Management, 11th ed. New York, Mac Graw-
Hill Company Inc. ISBN 978-0-07-802949-3 (alk. paper)—
ISBN 0-07-802949-X (alk. paper)
Yenny & Wisanggeni (2012), Strategi Penggajian,
ttps://yennywisang.wordpress.com/2012/02/29/di download
pada tanggal 11 Agustus 2019
164 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |165
BAB 10
KOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI
DAN KINERJA
10.1. Pendahuluan
Pada bab 10 dalam buku Manajemen Kompensasi ini disam-
paikan pemahaman tentang Kompensasi dan Motivasi, Banyak
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tujuan utama dari
kompensasi adalah untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan. Jika karyawan mendapatkan kompen-
sasi dengan sistem yang adil terbuka dan objektif maka karyawan
akan termotivasi untuk bekerja dengan lebih giat, terutama dalam
pemberian kompensasi yang di kaitkan dengan kinerja.
Setelah mempelajari bab ini diharapkan pembaca mampu
memahami jenis kompensasi apa saja yang dapat meningkatkan
motivasi karyawan, dan mengetahui hasil dari beberapa penelitian
yang membuktikan bahwa kompensasi jika di kelola dengan baik
dapat meningkatkan motivasi dalam bekerja.
Beberapa teori motivasi memiliki relevansi khusus untuk
merancang rencana insentif. Ini termasuk teori yang terkait
dengan psikolog Abraham Maslow, Frederick Herzberg, Edward
Deci, Victor Vroom, dan B. F. Skinner.
10.2. Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi menurut Kanal Informasi bahwa moti-
vasi adalah suatu proses yang mendorong atau mempengaruhi
seseorang untuk mendapatkan atau mencapai apa yang diingin-
kannya baik itu secara positif maupun negatif. Motivasi akan
memberikan perubahan pada seseorang yang muncul akibat dari
perasaan, jiwa dan emosi sehingga mendorong untuk melakukan
tindakan sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan
dan tujuan tersebut. Motivasi bisa menjadi suatu kekuatan, tenaga
atau daya, untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik itu disa-
dari maupun tidak disadari.
Pengertian Motivasi Menurut Para Ahli. com menyatakan
166 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
bahwa beberapa ahli berpendapat tentang pengertian motivasi
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Weiner
Menurut Weiner (dikutip Elliot et al.) pengertian motivasi
adalah kondisi internal yang membangkitkan seseorang untuk ber-
tindak, mendorong individu mencapai tujuan tertentu, dan mem-
buat individu tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
2. Uno
Menurut Uno, arti motivasi adalah dorongan internal dan
eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya;
hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-
cita; penghargaan dan penghormatan.
3. Henry Simamora
Menurut Henry Simamora pengertian motivasi adalah se-
buah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan
menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan mem-
buahkan imbalan atau hasil yang dikehendaki.
4. A. Anwar Prabu Mangkunegara
Menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara definisi motivasi
adalah suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, menga-
rahkan dan memelihara perilaku yang berubungan dengan ling-
kungan kerja.
5. G. R. Terry
Menurut G. R. Terry pengertian motivasi adalah sebuah kei-
nginan yang ada pada diri seseorang yang merangsangnya untuk
melakukan berbagai tindakan.
Ada beberapa teori Motivasi menurut ahlinya antara lain
adalah sebagai berikut:
10.3. TEORI KEBUTUHAN MENURUT ABRAHAM MASLOW
Abraham Maslow mengajukan satu pengamatan yang diku-
tip secara luas tentang apa yang memotivasi orang. Meskipun
kurang mendapatkan banyak dukungan secara ilmiah, namun
teorinya telah dikutip secara luas. Maslow mengatakan bahwa
orang memiliki 5 (lima) kebutuhan secara hierarki, yaitu mulai
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |167
yang paling bawah kebutuhan fisiologis seperti makanan, pakaian,
dan tempat tinggal, sedangkan kebutuhan yang kedua adalah
kebutuhan keamanan seperti penghasilan yang terjamin, memiliki
pekerjaan, serta membutuhkan lingkungan yang aman, kebutuhan
yang ke-tiga adalah kebutuhan sosial (berteman dan persaha-
batan), kebutuhan ke-empat adalah kebutuhan harga diri (rasa
ingin dihormati atau mendapatkan penghargaan), dan yang ke-
lima adalah kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk
menjadi diri sendiri yang dapat diakui oleh orang lain.
Pada prinsipnya proses motivasi menurut Maslow, orang
bisa di motivasi terlebih dahulu untuk memuaskan setiap kebutu-
hannya dari tingkat yang paling bawah terlebih dahulu dan
kemudian secara berurutan menuju kebutuhan ke tingkat yang
lebih tinggi. Apabila manusia memenuhi kebutuhan pada tingkat
atas tetapi tingkat bawah belum terpenuhi, maka manusia akan
kembali lagi pada kebutuhan sebelumnya. Menurut Maslow,
adanya hierarki kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan,
yaitu motivasi kekurangan dan motivasi perkembangan atau
pertumbuhan. Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi
ketegangan manusia akan kekurangan kebutuhan yang ada.
Motivasi perkembangan atau kebutuhan didasarkan atas kapasitas
manusia untuk tumbuh dan berkembang. Dua kapasitas tersebut
merupakan kapasitas bawaan manusia, sehingga manusia tidak
bisa lepas dari dua kapasitas itu.
10.4 Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham Maslow
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa hierarki kebutu-
han maslow memiliki 5 tingkatan, yakni:
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan paling dasar yang
lebih berhubungan pada kebutuhan fisik, seperti kebutuhan ma-
kanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur, dan oksigen.
Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan yang memiliki potensi
besar untuk menuju ke tingkat kebutuhan berikutnya. Misalnya,
ketika manusia merasa lapar, maka akan mengabaikan atau me-
nekan dulu kebutuhan lain. Manusia akan memuaskan rasa lapar
168 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
tersebut dengan mencari makanan dan minuman. Untuk manusia
yang sudah mapan, sebuah rasa lapar merupakan gaya hidup.
Mereka sudah memiliki cukup makanan, tetapi yang mereka
rasakan ialah citarasa dari makanan yang mereka inginkan.
Berbeda dengan manusia yang belum mapan, ketika merasa
lapar, mereka tidak mementingkan cita rasa, tekstur, bau, atau-
pun temperatur.
Kebutuhan Fisiologi berbeda dengan kebutuhan lain karena
kebutuhan fisiologi memiliki dua hal. Pertama, kebutuhan fisiologi
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi atau minimal dapat
diatasi, seperti pada kebutuhan makan manusia. Setelah selesai
makan mereka akan merasa kenyang dan kemungkinan bisa
merasa mual ketika dihadapkan dengan makanan lagi. Kedua,
kekhasan dari kebutuhan psikologis ini ialah kebiasaan yang
diulang-ulang. Pada saat seseorang tersebut telah memenuhi rasa
laparnya, selanjutnya rasa lapar tersebut akan muncul kembali
dan terus berulang-ulang, mereka akan memenuhi kebutuhan
tersebut. Pada kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi tidak terus
menerus muncul.
Dalam manajer implikasi, kebutuhan psikologis bisa dituju-
kan kepada kebutuhan psikologi karyawan. Perusahaan harus
memberikan gaji yang sesuai dengan kebutuhan karyawannya.
Selain itu, perusahaan juga memberikan kebutuhan waktu makan
dan istirahat yang cukup.
2. Kebutuhan Akan Rasa Aman
Setelah kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi, maka ada
kebutuhan rasa aman, seperti rasa aman fisik, stabilitas, keter-
gantungan, perlindungan, dan kebebasan dari berbagai ancaman,
teroris, penyakit, takut, cemas, atau bencana alam. Apabila kebu-
tuan fisiologi perlu dipenuhi secara total, sedangkan kebutuhan
akan rasa aman tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia tidak
bisa dapat terlindungi dari berbagai ancaman meteor, kebanjiran,
atau ancaman dari orang lain.
Menurut Maslow, orang-orang yang tidak merasa aman
mempunyai tingkal laku yang berbeda. Mereka akan bertingkah
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |169
laku seperti orang yang memiliki ancaman besar. Orang yang
merasa tidak aman otomatis akan mencari kestabilan dan akan
berusaha keras menghindari hal-hal atau keadaan yang asing atau
yang tidak diharapkan.
Dalam manajer implikasinya kebutuhan ini, manajer dapat
memberikan jaminan keamanan kepada karyawan, seperti ling-
kungan yang aman, tempat yang higienis, atau jaminan pensiun,
sehingga mereka merasa aman baik dalam lingkungan ataupun
finansial.
3. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki dan Kasih Sayang
Setelah dua kebutuhan di atas terpenuhi, selanjutnya akan
muncul kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang.
Manusia akan mencari sahabat, pasangan, keturunan, dan
kebutuhan untuk dekat dengan keluarga. Seseorang yang cinta-
nya sudah relatif terpenuhi tidak akan merasa panik ketika
menolak cinta dan ketika ada seseorang yang menolak dirinya, ia
juga tidak merasa hancur. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan
cinta merupakan cinta yang memberi dan cinta yang menolak.
Kita perlu memahami cinta, mengamalkannya, menciptakannya,
dan mengajarkannya.
Dalam manajer implikasinya, kebutuhan ini berhubungan
dengan kebutuhan sosial. Manajer perlu mendorong tim untuk
mengatur kegiatan sosial. Dari kegiatan sosial tersebut akan
menciptakan persahabatan dan keluarga. Dengan begitu kebutu-
han akan kasih sayang dapat terpenuhi.
4. Kebutuhan Akan Penghargaan
Setelah tiga kebutuhan di atas terpenuhi, manusia akan
mengejar kebutuhan akan penghargaan, seperti menghormati
orang lain, status, ketenaran, reputasi, perhatian, dan sebagainya.
Menurut Maslow, kebutuhan akan penghargaan juga terbagi atas
dua tingkatan, yaitu tingkatan yang rendah dan tinggi. Tingkatan
rendah yaitu kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutu-
han status, ketenaran, reputasi, perhatian, apresiasi, martabat,
dan dominasi. Kebutuhan yang tinggi ialah kebutuhan harga diri
seperti perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan,
170 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
kemandirian, dan kebebasan. Maslow berpendapat, apabila kebu-
tuhan harga diri sudah teratasi, maka manusia siap memenuhi
kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi lagi.
Dalam manajer implikasinya, kebutuhan ini berhubungan
erat dengan kebutuhan harga diri. Manajer harus memberi reward
untuk karyawan yang mampu mencapai atau melebihi target
mereka. Manajer juga bisa mempromosikan kepada karyawan
untuk menempati kedudukan yang lebih tinggi. Hal ini akan
membuat karyawan memiliki harga diri dan kebutuhan atas
penghargaan terpenuhi.
5. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkatan kebutuhan
yang paling tinggi. Kebutuhan ini melibatkan keinginan yang
terus-menerus untuk mencapai potensi. Menurut Maslow, kebu-
tuhan ini ialah kebutuhan yang dimiliki manusia untuk melibatkan
diri sendiri untuk menjadi apa yang sesuai keinginannya ber-
dasarkan kemampuan diri. Manusia akan memenuhi hasratnya
sesuai dengan kemamuan yang dimiliki pada dirinya.
Dalam manajer implikasinya, manajer dapat menantang
karyawan dalam pekerjaannya, sehingga ketrampilan dan kreatifi-
tas karyawan dapat meningkat dan terpakai sepenuhnya. Bukan
hanya itu, peluang berkembang juga perlu diberikan agar kar-
yawan dapat mengembangkan kariernya. Manajer bisa membuat
tantangan tersebut sebagai dorongan kepada karyawan. Dengan
begitu, tumbuh motivasi karyawan untuk memenuhi kebutuhan
akan aktualisasi diri.
10.5. MOTIVASI MENURUT FREDERICK HERZBERG
Frederick Herzberg mengatakan Cara terbaik untuk memo-
tivasi seseorang adalah dengan mengatur pekerjaan sehingga
melakukannya memberikan umpan balik dan tantangan yang
membantu memenuhi kebutuhan orang-orang tingkat yang lebih
tinggi untuk hal-hal seperti prestasi dan pengakuan. Kebutuhan ini
relatif tidak pernah terpuaskan, kata Herzberg, jadi pengakuan
dan pekerjaan yang menantang menyediakan semacam generator
motivasi bawaan.
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |171
Memuaskan kebutuhan tingkat bawah untuk hal-hal seperti
gaji yang lebih baik dan kondisi kerja yang adil membuat orang
tersebut menjadi tidak puas. Herzberg mengatakan faktor
(hygiene) yang memenuhi kebutuhan tingkat rendah berbeda dari
mereka (motivator) yang memuaskan atau sebagian memenuhi
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Jika kebersihan faktor (faktor
di luar pekerjaan itu sendiri, seperti kondisi kerja, gaji, dan insentif
gaji) tidak memadai, karyawan menjadi tidak puas. Namun,
menambahkan lebih banyak dari ini hygienes (seperti insentif)
untuk pekerjaan itu (memasok apa yang oleh Herzberg disebut
sebagai motivasi ekstrinsik) adalah cara yang lebih rendah untuk
mencoba memotivasi seseorang, karena kebutuhan tingkat yang
lebih rendah cepat puas. Segera orang itu hanya berkata, pada
dasarnya, Apa yang telah Anda lakukan saya belakangan ini? Saya
ingin kenaikan gaji lagi.
Alih-alih mengandalkan hygienes, kata Herzberg, manajer
tertarik untuk menciptakan tenaga kerja motivasi diri harus mene-
kankan konten pekerjaan atau faktor motivator. Manajer mela-
kukan ini dengan memperkaya pekerjaan pekerja sehingga peker-
jaan lebih menantang, dan dengan memberikan umpan balik dan
pengakuan yang mereka lakukan melakukan pekerjaan secara
intrinsik memotivasi, dengan kata lain. Dalam psikologi organisasi,
motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari kesenangan
yang didapat seseorang dari melakukan pekerjaan atau tugas.
Saya berasal dari dalam diri seseorang, bukan dari beberapa
motivator yang diterapkan secara eksternal, seperti perintah bos
atau rencana insentif keuangan. Ketika seseorang secara intrinsik
termotivasi, hanya melakukan pekerjaan atau tugas memberikan
motivasi (seperti hobi favorit).
Di antara hal-hal lain, teori Herzberg menunjukkan bahwa
hanya mengandalkan pada insentif keuangan berisiko. Majikan
juga harus memberikan pengakuan dan pekerjaan yang menan-
tang yang diinginkan kebanyakan orang.
172 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
10.6. TEORI PERLUASAN DAN VICTOR VROOM
Secara umum, orang tidak akan mengejar imbalan yang
mereka anggap tidak menarik, atau di mana peluang keber-
hasilannya sangat rendah. Motivasi harapan psikolog Victor
Vrooms teori menggemakan pengamatan akal sehat ini. Dia
mengatakan motivasi seseorang untuk mengerahkan beberapa
tingkat usaha tergantung pada tiga hal: harapan orang (dalam hal
probabilitas) bahwa upayanya akan mengarah pada kinerja,
peran, atau hubungan yang dirasakan (jika ada) antara kinerja
yang sukses dan benar-benar memperoleh hadiahnya; dan
valensi, yang mewakili nilai yang dirasakan yang dilampirkan
orang tersebut hingga imbalan. Dalam teori Vrooms, motivasi
dengan demikian merupakan produk dari tiga hal:
Motivasi (E V), di mana, E adalah ekspektasi, perantaraan
saya, dan valensi V. Jika E atau I atau V adalah nol atau tidak
penting, tidak akan ada motivasi. Teori Vroom memiliki tiga
implikasi untuk bagaimana manajer merancang rencana insentif.
Pertama, jika karyawan tidak mengharapkan upaya itu akan
menghasilkan kinerja, tidak ada motivasi akan terjadi. Jadi,
manajer harus memastikan bahwa karyawan mereka memiliki
keterampilan untuk melakukannya pekerjaan, dan yakin mereka
bisa melakukan pekerjaan itu. Demikianlah pelatihan, deskripsi
pekerjaan, dan kepercayaan diri membangun dan mendukung
adalah penting dalam menggunakan insentif.
Kedua, teori Vrooms menunjukkan bahwa karyawan harus
melihat perannya upaya mereka, mereka harus percaya bahwa
kinerja yang sukses pada kenyataannya akan mengarah pada
mendapatkan hadiah. Manajer dapat mencapai ini, misalnya,
dengan membuatnya mudah untuk memahami rencana insentif.
Ketiga, hadiah itu sendiri harus bernilai bagi karyawan.
Idealnya, manajer harus mempertimbangkan preferensi masing-
masing karyawan.
Hasil Penelitian Rizki Akbar Haditya Mochammad Al Musadieq
Gunawan Eko Nurtjahjono (2017) tentang tentang pengaruh
Kompensasi dan Motivasi terhadap Kinerja menunjukkan bahwa
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |173
Variabel kompensasi finansial berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap kinerja karyawan. Hal ini dibuktikan dengan nilai
probgability signifikansi sebesar 0,005, ini berarti bahwahipotesis
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan (Y)
dapat dipengaruhi secara signifikan oleh kompensasi finansial
yang diberikan oleh perusahaan terhadap karyawan.
Dalam Penelitian Rizki (2017) menyampaikan bahwa kom-
pensasi merupakan segala sesuatu yang diberikan perusahaan
kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang dibe-
rikan kepada perusahaan, dan kompensasi dapat dikelompokan
menjadi dua kelompok yaitu kompensasi finansial dan kompensasi
non finansial yang terdiri dari :
1) Kompensasi Finansial yaitu kompensasi yang diberikan dalam
bentuk uang seperti:
a) Gaji dan Upah
b) Insentif
c) Bonus
d) Tunjangan
e) Intensif
f) Kompensasi tidak langsung seperti asuransi, tunjangan
pensiun, cuti, penghargaan dan lainnya
2) Kompensasi Non Finansial Kompensasi yaitu imbalan yang
diberikan terhadap karyawan dalam bentuk bukan uang seperti
jabatan misaolnya jabatan yang prestice, promosi jabatan, jabatan
yang banyak kesempatan berprestasi, dan juga kondisi kerja
misalnya kondisi kerja yang nyaman, tim kerja yang menye-
nangkan, ruang ber AC, ada Wifi, kafetaria, ventilasi yang cukup
dan fasilitas-fasilitas lainnya.
10.7. PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI
Penelitian yang di lakukan Rizki dkk. Tidak membahas kedua
macam kompensasi tersebut namun membatasi hanya pada kom-
pensasi finansial saja dan hasilnya adalah kompensasi finansial
berpengaruh signifikan terhadap terhadap Kinerja Karyawan.
Sesuai dengan pendapat Mulyadi (2015:16) bahwa,”jika kom-
pensasi yang diberikan terhadap karyawan di dasarkan pada
174 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
pencapaian kerja yang maksimal maka karyawan akan mencapai
hasil kerja yang masksimal”. Hasil Penelitian ini mendukung hasil
penelitian terdahulu oleh Sari (2011), yaitu kompensasi finansial
(X1) berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Y) yang
berarti bahwa dengan memberikan kompensasi finansial yang
tepat akan meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini di kuatkan oleh
Wibowo (2015:293) yang menyatakan bahwa kompensasi yang
sesuai akan berpangaruh pada kualitas kinerja karyawan karena
mereka ingin mendapatkan kompensasi yang lebih tinggi”.
Hasil penelitian Mujanah (2016) tentang Pengaruh pelati-
han, kompetensi dan kompensasi terhadap motivasi kerja dan
dampaknya terhadap kinerja karyawan di PT Merpati Nusantara
Surabaya menunjukkan bahwa Kompensasi dalam penelitian ini
menggunakan indikator sebagai berikut:
(a) Kesesuaian antara gaji yang diterima setiap bulannya sesuai
dengan kemampuan dan ketrampila yang dimiliki karyawan,
(b) Kesesuaian antara gaji yang diterima setiap bulannya dengan
tugas yang diberikan terhadap karyawan,
(c) Kesesuaian antara gaji yang diterima setiap bulannya dengan
gaji pada perusahaan sejenis
(d) Kesesuaian antara tunjangan yang diterima setiap bulannya
dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki karyawan,
(e) Ketersediaan fasilitas kesehatan yang telah memadai dan
(f) Ketersediaan waktu berlibur atau cuti yang memadai
Motivasi dalam penelitian ini di ukur dengan indikatior-indi-
kator antara lain adalah sebagai berikut
(a) Kesesuaian antara pekerjaan dan tanggung jawab dengan
penghargaan dan fasilitas pendukung kerja yang diberikan
(b) Kesesuaian antara tugas yang diberikan dengan harapan atau
keinginan karyawan,
(c) Kesesuaian antara penghargaan (insentif) yang diperoleh de-
ngan kinerja yang dihasilkan
Sedangkan Kinerja dalam penelitianini diukur dengan indi-
kator sebagai berikut:
(a) Hasil atau jumlah pekerjaan yang dikerjakan,
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |175
(b) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu peker-
jaan,
(c) Kualitas dari output yang dihasilkan dan
(d) Proses kerja yang dilaksanakan.
Variabel Kompensasi dengan indikator kesesuaian pembe-
rian gaji dengan kompetensi karyawan, kesesuaian gaji dengan
tugas, kesesuaian gaji dengan lembaga lain, kesesuaian pem-
berian tunjangan dengan kompetensi yang dimiliki karyawan,
pemberian fasilitas kesehatan serta benefit lain yang diberikan
kepada karyawan, telah dinilai oleh responden dengan nilai kurang
(rata-rata 2,53). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian
kompensasi perlu ditingkatkan karena masih tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh karyawan. Variabel-varibel diatas
ternyata juga membawa motivasi kerja karyawan yang hanya
tergolong cukup baik (rata-rata 2,70). Hal ini dapat dilihat dari
penilaian karyawan terhadap beberapa indikator yang berkaitan
dengan motivasi kerja karyawan antara lain mengenai kesem-
patan untuk maju yang diberikan oleh perusahaan, pengakuan
yang diberikan perusahaan, loyalitas, perhatian, gaji yang
diterima, tunjangan yang diberikan, perhatian terhadap keluhan,
dan kesempatan promosi yang diberikan. Sedangkan variabel
Kinerja karyawan ternyata Baik walaupun kompensasi, pelatihan
dan motivasi tidak baik, hal ini tercermin dari beberapa perta-
nyaan yang telah dijawab oleh responden dengan Cukup Baik
(ratarata 3,18) dengab indikator kuantitas pekerjaan yang disele-
saikan karyawan, kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan,
kualitas hasil kerja karyawan, Pengujian Hipotesa
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang
menitik beratkan pada pengujian hipotesa, data yang digunakan
terukur dan menghasilkan kesimpulan yang dapat digeneralisasi
dan bersifat klausal karena yang akan diteliti adalah pengaruh
antar variabel. Penelitian ini juga disebut penelitian penjelasan ka-
rena tujuannya adalah menjelaskan hubungan antar variabel
melalui pengajuan hitpotesis Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan teknik PT. Merpati Nusantara di Surabaya baik
176 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
yang berjumlah 552 orang. Setelah mengidentifikasi populasi tar-
getnya, dilakukan pemilihan sampel dengan metode accidental
sampling yaitu tidak semua karyawan yeknik PT. Merpati Nusan-
tara di Surabaya berada di tempat kerja, banyak yang sedang
malakukan tugas lapangan atau tugas ke out station lain.
Besarnya sampel (n) didasarkan atas rumus Slovin (Sugi-
yono,1990) menghasilkan angka sebesar 85 orang yang diambil
melalui rumus sebagai berikut:
n = N / ( t-Ne² )
Dimana N = Populasi
dan e = estimasi kesalahan (1% + 10 %)
Maka : n = 552/1 + 552 (10%)² = 552/6.25=84,66 = 85
orang
Berdasarkan hasil perhitungan analisa data dapat ditarik
suatu persamaan regresinya
Y = 10,938 + 0,097 (X1) + 0,288 (X2) - 0,177 (X3)
Dari persamaan regresi dapat dilihat bahwa tanpa adanya
variabel Pelatihan, Kompetensi dan Kepemimpinan maka kinerja
karyawan hanya mencapai 10,938, namun apabila pelatihan
diberikan maka kinerja karyawan akan meningkat sebesar 0,097,
sedangkan jika karyawan meningkatkan kompetensi 1 tingkat
maka kinerja karyawan akan meningkat sebesar 0,288 dan apabila
kompensasi ditingkatkan maka kinerja karyawan justru akan
menurun sebesar 0,177. Ini berarti mengindikasikan bahwa vari-
abel kompensasi berpengaruh negative terhadap kinerja karya-
wan. Sedangkan pengujian secara bersama-sama menunjukkan
angka yang signifikan terhadap kinerja dengan uji-F sebesar 3,875
dan probabilitas signifikansi sebesar 0,012. Sedangkan pengaruh
pelatihan terhadap kinerja sebesar 1,670 dengan probabilitas
signifikansi sebesar 0,099 maka H4 ditolak sedangkan pengaruh
variabel Kopetensi terhadap kinerja sebesar 2,198 dengan nilai
Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D. |177
signifikan sebesar 0,03 berarti H5 diterima dan pengaruh Kom-
pensasi terhadap kinerja sebesar
10.8. Penutup
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
sanya Penggajian Merit Based Pay merupakan imbalan yang di
berikan terhadap karyawan berdasarkan prestasi kerjanya yang
diperoleh melalui Penilaian kinerja. Sistem penggajian merit based
pay ini diberikan dengan tujuan untuk memenuhi keadilan dan
kepuasan karyawan, karena dengan sistem ini karyawan yang
berprestasi akan merasa puas karena hasil kerja keras dan kese-
riusannya dalam meraih kinerja yang tingga mendapatkan peng-
hargaan dari organisasi yang di dasarkan pada penilaian kinerja
karyawan. Namun demikian untuk mencapai kepuasan karyawan
tidak lepas dari penerapan sistem penilaian kinerja yang baik
antara lain memenuhi ketentuan seperti dilakukan secara adil,
obyektif, dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, karena
kalau tidak akan menimbulkan bias dan tidak akan tercapainya
tujuan dari Merit Based Pay seperti dengan aoa yang yang di
harapkan.
Daftar Pustaka
Rizki Akbar Haditya Mochammad Al Musadieq Gunawan Eko
Nurtjahjono (2015), Pengaruh Kompensasi dan Motivasi
Terhadap Kinerja (Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah
(Pd) Bank Perkreditan Rakyat (Bpr) Bank Daerah
Lamongan), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 51 No. 1
Oktober 2017
Sagita Sukma Haryani Djamhur Hamid Heru Susilo (2015),
Pengaruh Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja
(studi pada karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Malang), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 25 No. 1
Agustus 2015|
178 | Dr. Siti Mujanah, MBA. Ph.D.
Siti Mujanah (2016), Pengaruh Pelatihan, Kompetensi dan
Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja dan Dampaknya
Terhadap Kinerja Karyawan di PT Merpati Nusantara
Surabaya Jurnal Ekonomi & Bisnis Vol. 13, No. 2, Juni 2009 :
55 – 62
Siti Maisyaroh, (2014) “Teori Motivasi Abraham Maslow,
McClelland, McGregor, Hezberg”,
https://waskitoo.wordpress.com/.../definisi-dan-teori-
motivasi-maslo...
.........(2016), Pengertian Motivasi, Kanal Informasi,
https://www.kanalinfo.web.id/ pengertian-motivasi
.........(2019), Pengertian Motivasi Adalah, Jenis dan Faktor
Motivasi Menurut Para ahli,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-
motivasi.html