Tinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
Click here to load reader
-
Upload
andhinafitrianitaputri -
Category
Documents
-
view
772 -
download
1
Transcript of Tinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
Tinjauan Sosial
Terhadap
Peserta DidikOleh
Andhina Fitrianita Putri
Dosen Pengampu:
Dr. Yosef, M. A
Dr. Edi Harapan, M. Pd
PendahuluanPendidikan berarti
menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak
banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang lain.
Pendidikan sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi
individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai
sosial, intelektual, moral yang menjadi tanggung
jawab pendidik untuk mendorong indivividu tersebut
(Piaget dalam Sagala, 2006:1).
Pendidikan juga dapat dimaknai sebagai proses
mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi
manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan
sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan
alam sekitar dimana individu itu berada.
Pendidikan memberikan pengertian dalam arti
dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku
anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak
dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam
suasana ini anak akan merasa aman untuk
mengungkapkan bakatnya (Sunarto dan
Hartono, 2005:125).
Didalam pendidikan terdapat hubungan sosial
yang berupa hubungan timbal balik antara peserta
didik dan guru, yaitu proses dimana pendidik
memberikan informasi kepada peserta didik, dan
sebaliknya seorang pendidik juga bisa mendapatkan
informasi dari peserta didiknya yang terjadi dalam
proses pembelajaran.
Kehidupan anak dalam menelusuriperkembangannya itu pada dasarnya merupakankemampuan mereka berinteraksi denganlingkungan. Pada Proses integrasi dan interaksi inifaktor intelektual dan emosional mengambil perananpenting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasiyang mendudukkan anak-anak sebagai insan yangsecara aktif melakukan proses sosialisasi (Sunarto danHartono, 2005:126).
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidupsendiri, manusia senantiasa berhubungan dengansesama manusia, artinya manusia membutuhkanmanusia yang lain untuk dapat hidup, maka dari itumanusia disebut juga sebagai makhluk sosial. Dalamhal ini lingkungan sosial sangat berpegaruh pentingdalam perkembangan manusia itu sendiri.
Bersosialisasi pada dasarnya
merupakan proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan kehidupan
sosial, bagaimana seharusnya seseorang
hidup didaam kelompoknya, baik dalam
kelompok kecil maupun kelompok
masyarakat luas (Sunarto dan
Hartono, 2005:126).
Pandangan Sosiologi
Terhadap Peserta Didik
Menurut Pidarta dalam Kadir, dkk
(2012:99), Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi
sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu
berhubungan satu dengan yang lain dalam
kelompokknya dan bagaimana susunan unit-
unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah
serta kaitannya satu dengan yang lain
(Kadir, dkk,. 2012:99).
Menurut Kadir, dkk (2012:100), Pendidikan yang
diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses
pendidikan yang bias mempertahankan dan
meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan
manusia. Sosiologi sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan, melalui konsep
dan teori sosiologi tentang bagaimana seharusnya
para guru dapat membina para peserta didik agar
peserta didik bias memiliki kebiasaan hidup yang
harmonis, bersahabat dan akrab dengan sesama
peserta didik lainnya.
Peserta didik adalah manusia yang identitas
insaninya sebagai subjek berkesadaran perlu dibela
dan ditegakkan lewat sistem dan model pendidikan
yang bersifat bebas dan egaliter (Budiningsih, 2004:5).
Interaksi seseorang dengan manusia lainnya
berawal ketika bayi dilahirkan dengan cara yang
sangat sederhana. Sepanjang kehidupannya pola
aktivitas sosial anak mulai terbentuk. Menurut Piaget
dalam Sunarto dan Hartono (2005:127), interaksi sosial
anak pada tahun pertama sangat terbatas,
terutama hanya dengan ibunya. Perilaku sosial anak
tersebut berpusat pada akunya atau egocentric dan
hamper keseluruhan perilakunya berpusat pada
dirinya.
Menurut Kadir, dkk (2012:100), Pendidikan yang
diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses
pendidikan yang bias mempertahankan dan
meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan
manusia. Sosiologi sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan, melalui konsep
dan teori sosiologi tentang bagaimana seharusnya
para guru dapat membina para peserta didik agar
peserta didik bias memiliki kebiasaan hidup yang
harmonis, bersahabat dan akrab dengan sesama
peserta didik lainnya.
Peserta didik adalah manusia yang identitasinsaninya sebagai subjek berkesadaran perlu dibeladan ditegakkan lewat sistem dan model pendidikanyang bersifat bebas dan egaliter (Budiningsih, 2004:5).
Sebagaimana diketahui bahwa manusia sebagaimakhluk yang berpikir atau homo sapiens, makhlukyang berbentuk homo faber, makhluk yang dapatdididik atau homo educatunum dan sebagainya.
Kini bangsa Indonesia telah menganut suatupandangan, bahwa yang dimaksud manusia secarautuh adalah manusia sebagai pribadi yangmerupakan pengejawantahan manunggal-nyaberbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodratimanusia yang seimbang antar berbagai segi, yaituantara segi individu dan sosial, jasmani dan rohani,dan dunia dan akhirat (Sunarto dan Hartono, 2005:2).
Interaksi seseorang dengan manusia lainnya berawal
ketika bayi dilahirkan dengan cara yang sangat
sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial
anak mulai terbentuk. Menurut Piaget dalam Sunarto dan
Hartono (2005:127), interaksi sosial anak pada tahun
pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan
ibunya. Perilaku sosial anak tersebut berpusat pada
akunya atau egocentric dan hamper keseluruhan
perilakunya berpusat pada dirinya.
Bayi belum banyak memperhatikan
lingkungannya, dengan demikian apabila kebutuhan
dirinya telah terpenuhi maka bayi tersebut tidak akan
peduli lagi dengan lingkungannya, sisa waktu hidupnya
digunakan untuk tidur. Pada tahun berikutnya, seorang
anak sudah belajar kata tidak dan sudah belajar menolak
lingkungan, seperti mengatakan tidak mau dan
sebagainya.
Pada tahun ini, anak mulai bereaksi pada lingkungan
secara aktif, ia telah belajar membedakan dirinya dari
orang lain, perilaku emosionalnya mulai berkembang dan
lebih berperan. Perkenalan dan pergaulan dengan
manusia lain semakin luas, ia mengenal orang
tuanya, anggota keluarganya, teman bermain yang
sebaya dengannya dan teman-teman sekolahnya.
Pada usia selanjutnya, sejak seorang anak mulai
belajar disekolah, mereka mulai belajar mengembangkan
interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan
masyarakat, memahami tanggung jawab, dan berbagai
pengertian dengan orang lain. Artinya kebutuhan bergaul
dan berhubungan dengan orang lain telah mulai
dirasakan sejak anak berumur enam bulan, disaat anak itu
mulai mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya.
Anak mulai mengenal dan mampumembedakan arti senyum dan perilaku sosial yanglain, seperti marah dan kasih saying. Dan padaakhirnya setiap orang menyadari bahwa manusia itusaling membutuhkan. Artinya hubungan sosialmerupakan hubungan antar manusia yang salingmembutuhkan.
Remaja adalah tingkat perkembangan anakyang telah mencapai jenjang menjelangdewasa(Sunarto dan Hartono, 2005:128). Padajenjang ini, kebutuhan remaja telahkompleks, interaksi sosial dan pergaulannya sudahcukup luas. Dalam beradaptasi denganlingkungannya, remaja sudah mulai memperhatikandan mengenal bermacam-macam norma dalambergaul yang berbeda dengan norma bergaul yangada dalam lingkungan keluarganya.
Remaja adalah tingkat perkembangan anakyang telah mencapai jenjang menjelang dewasa.Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telahkompleks, interaksi sosial dan pergaulannya sudahcukup luas. Dalam beradaptasi denganlingkungannya, remaja sudah mulai memperhatikandan mengenal bermacam-macam norma dalambergaul yang berbeda dengan norma bergaul yangada dalam lingkungan keluarganya. Remaja akanmenghadapi berbagai lingkungan, yaitu mulaimemahami norma bergaul dengan kelompokremaja, anak-anak, dewasa dan orang tua.Pergaulan dengan lawan jenis pun merupakan halyang pendting namun cukup sulit, karena selain harusmemperhatikan norma pergaulan antar remaja jugaharus memikirkan adanya kebutuhan dimasa depanuntuk memilih teman hidup (Sunarto danHartono, 2005:128).
Kehidupan sosial remaja ditandai oleh fungsiintelektual dan emosional yang menonjol, artinya padajenjang ini seorang anak sudah dapat mengalami krisisidentitas seperti yang diungkapkan Erickson dalamSunarto dan Hartono (2005:129). Dalam prosesnyapembentukkan konsep diri anak terbentuk dari rasapercaya seorang anak terhadap keberadaan dirinyasendiri dan rasa kepercayaan orang lain terhadapkeberadaan dirinya.
Erickson dalam Sunarto dan Hartono (2005:129)mengemukakan bahwa perkembangan anak sampaijenjang dewasa melalui delapan tahap danperkembangan remaja ini berada pada tahap keenamdan ketujuh, yaitu masa anak ingin menemukan jatidirinya sesuai dengan atau berdasarkan pada situasikehidupan yang mereka alami. Dalam hal penemuan jatidiri Erickson berpendapat bahwa seseorang didorongoleh pengaruh sosiokultural.
Terima Kasih