tinjauan pustaka.docx
-
Upload
gesza-utama-putra -
Category
Documents
-
view
19 -
download
2
Transcript of tinjauan pustaka.docx
1. Definisi
Ada beberapa definisi menurut para ahli yaitu :
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer
& Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada
keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam
keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 : 840).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI
dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
Pasien datang dengan paha yang membesar, mengalami deformitas dan nyeri sekali dan
tidak dapat menggerakan pinggul maupun lututnya. Fraktur dapat transversal, oblik, spiral
maupun kominutif. Sering pasien mengalami syok, karena kehilangan darah 2 sampai 3 unit
kedalam jaringan, sering terjadi pada faktur ini (Smeltzer & Bare, 2002:2379).
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian fraktur adalah
terputusnya kontiunitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
atau kekerasan, bisa dalam keadaan normal atau patologis.
2. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price, 2006: 1357).
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang
(mis: femur), tulang pendek (mis: tulang tarsalia), tulang pipih (mis: sternum), dan tulang tak
teratur (mis: tulang vertebra). Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan
gaya yang bekerja padanya (Smeltzer & Bare, 2002: 2264).
Gambar 1: Anatomi tulang (http//www.4shared.com/gmbr_anatomi.html)
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang adalah diafisis (batang) merupakan bagian
tengah yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan
yang besar.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik.
Sum-sum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk
perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian
epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis
sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan
dalam proses pertumbuhan tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteri nutrisi
khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya
proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel, yaitu :
a. Sel osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali,
yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan masuk kedalam aliran darah, dengan demikian maka
kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik dalam pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang.
b. Sel osteosit
Osteosit merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Sel osteoklas
Osteoklas merupakan sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel
ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Price,
2005:1358).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang adalah :
a. Herediter
Masing-masing individu memiliki genetik untuk tinggi badan, dengan gen diturunkan dari
kedua orang tuanya. Ada banyak gen yang terlibat, namun interaksinya belum diketahui secara
pasti. Beberapa diantara gen-gen ini kemungkinan gen untuk enzim yang terlibat dalam
pembentukan kartilago dan tulang karena demikianlah cara tulang bertumbuh.
b. Nutrisi
Nutrien merupakan bahan mentah untuk pembuatan tulang. Kalsium, fosfor, dan protein
menjadi bagian matriks tulang. Vitamin D yang diperlukan untuk absorbsi kalsium dan fosfor
yang efisien oleh usus halus. Viatamin A dan C bukan merupakan bagian tulang, namun
dibutuhkan untuk pembentukan matriks tulang (osifikasi).
c. Hormon
Kelenjar endokrin memproduksi hormon yang menstimulasi efek spesifik pada sel tertentu.
Beberapa hormon mempunyai peran penting hormon tersebut meliputi hormon pertumbuhan,
tiroksin, hormon paratiroid, dan insulin yang membantu mengatur pembelahan sel, sintetis
protein, metabolisme kalsium, dan produksi energi.
d. Latihan atau ”tekanan” bagi tulang
Latihan berarti menahan beban, yang memang merupakan tugas khusus. Tanpa tekanan ini,
tulang akan kehilangan kalsium lebih cepat dari pada penggantinya. Latihan tidak perlu
berlebihan dapat berupa berjalan sebagaimana dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Tulang
yang tidak mendapat latihan ini, misalnya pada pasien tirah baring, akan menipis dan mudah
rapuh.(Scanlon, 2007:97).
Menurut Syaifuddin (2006:67), fungsi tulang secara umum meliputi :
a. Formasi kerangka: tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk dan ukuran
tubuh, tulang-tulang menyokong tubuh yang lain.
b. Formasi sendi: tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak
tergantung dari kebutuhan fungsional, sendi yang bergerak menghasilkan bermacam-macam
pergerakan.
c. Perlengkatan otot: tulang-tulang menyediakan permukaan untuk melekatnya otot, tendo dan
ligamentum untuk melaksanakan pekerjaanya.
d. Sebagai pengungkit: untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
e. Menyokong berat badan: memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan
gaya tekanan yang terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan menjadi lentur.
f. Proteksi: tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur yang halus
seperti otak, medula spinalis, jantung, paru-paru, alat-alat dalam perut dan panggul.
g. Hemopoiesis : sumsum tulang tempat pembentukan sel-sel darah.
h. Fungsi imunologi: limfosit ”B” dan magrofag dibentuk dalam sistem retikuloendotel sumsum
tulang.
i. Penyimpanan kalsium: tulang mengadung 97 % kalsium yang terdapat dalam tubuh baik dalam
bentuk anorganik maupun garam-garam terutama kalsium fosfat.
Tulang paha (femur)
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang berhubungan dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter minor dan trokanter minor. Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus medialis dan
kondilus lateralis. Diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patela) yang disebut dengan fosa kondilus (syaifuddin, 2006:64).
Gambar 2: Anatomi tulang femur (http//www.4shared.com/gmbr_anatomi.html)
Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni permukaan kasar
tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea aspera, tempat
melekatnya otot biceps femoris.
Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel darah merah
pada sumsum tulangnya. (http://doctorology.net/?p=307).
3. Etiologi
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010: 16), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1). Cedera langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya.
2). Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh
dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3). Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang mempengaruhi
semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang
yang bertugas di kemiliteran (Jitowiyono dkk, 2010:16).
4. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (beregeser dari posisi normal).
b. Fraktur tidak komplet (incomplete) adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
1) Derajat I
Fraktur dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.
2) Derajat II
Fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Derajat III
Fraktur yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan yang paling berat
e. Jenis khusus fraktur
1) Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainya membengkok.
2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang ( lebih tidak stabil dibanding
transversal).
4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang.
5) Komunitif: fraktur dengan menjadi beberapa fragmen.
Gambar 3: jenis-jenis fraktur
(http://doctorology.net/?p=307).
6) Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
8) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pager,
mestastasis tulang, tumor).
9) Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatanya.
10) Epifisieal: fraktur melalui epifisis.
11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya.
f. Bergeser/tidak bergeser
1. Fraktur bergeser.
2. Fraktur tidak bergeser ( Smeltzer & Bare, 2002: 2358)
Menurut Black dan Mattasarin dalam Musliha (2010:133), fraktur diklasifikasikan
berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
a. Tidak ada dislokasi
b. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi :
1. Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut
2. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
3. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
4. Dislokasi at lotuscum controtinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.
Gambar 4: tipe fraktur menurut garis frakturnya (http://doctorology.net/?p=307).
5. Patofisiologi
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
a. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di
lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi
pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri.
b. Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematome akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendela darah , membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast.
c. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang di gabungkan dengan jaringan fibrus,
tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
d. Penulangan kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui
proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar
telah bersatu dan keras. Penulangan perlu waktu 3-4 bulan.
e. Remodeling menjadi tulang dewasa
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi
tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang,
dan stres fungsional pada tulang (Smeltzer & Bare, 2002:2268).
6. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak
alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal.
Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitasi
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. ( uji kripitasi dapat
membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebebrapa jam atau hari
setelah cedera.
7. Komplikasi
Komplikasi fraktur yang terpenting adalah :
a. Komplikasi awal
1). Syok, dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
2). Emboli lemak, dapat terjadi 24-72 jam
3). Sindrom kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan
4). Infeksi dan tromboemboli
5). Koagulopati intravaskular diseminata
b. Komplikasi lanjutan
1). Mal-union/ non union
2). Nekrosis avaskular tulang
3). Reaksi terhadap alat fiksasi interna ( Suratun, 2008: 151).
8. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik fokus
Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkan keluhan nyeri pada
luka terbuka.
1) Look : pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan deformitas
yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka
terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapatnya kerusakan pada jaringan
beresiko meningkat respon syok hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat
yang mengantarkan pada resiko tinggi infeks.
Pada fraktur femur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi,deformitas, pemendekan
ekstremitas atas karena kontraksi otot, kripitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada
kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa setelah cedera.
2) Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan adanya kripitasi
3) Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan memberika respon trauma
pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah (Muttaqin, 2009: 303).
9. Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Skan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cidera
hati ( Doenges dalam Jitowiyono, 2010:21).
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur,
dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting
untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang
mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ektremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi dan
angulasi. Gerakan angulasi patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak,
dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang
memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Pada cedera ekstremitas atas lengan dapat
dibebat dengan dada, atau lengan yang cedera dibebat dengan sling.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam.
b. Prinsip penanganan fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengambilan fungsi dan
kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1) Reduksi fraktur
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasi anatomis
a) Reduksi tertutup : pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang keposisinya ( ujung-ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasin atau
traksi manual.
b) Traksi : dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c) Redusi terbuka : pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dapat berupa pin, kawat, skrup, plat, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna dan interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
3) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi : segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang
dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
4) Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur: diperlukan berminggu-minggu sampai
berbulan–bulan untuk kebanyakan fraktur untuk mengalami penyembuhan. Adapun faktor yang
mempercepat penyembuhan fraktur adalah:
a) Imobilisasi fragmen tulang
b) Kontak fragmen tulang maksimal
c) Asupan darah yang memadai
d) Nutrisi yang baik
e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f) Hormon– hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik
g) Potensial listrik pada patahan tulang
Faktor – faktor yang memperhambat penyembuhan tulang
a) Trauma lokal ekstensif
b) Kehilangan tulang
c) Imobilisasi tak memadai
d) Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
e) Infeksi
f) Penyakit tulang metabolik
g) Nekrosis avaskuler
h) Usia (lansia sembuh lebih lama) (Smeltzer & Bare, 2002 : 2359)
B. Konsep dasar fixsasi internal
1. Definisi
Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF) adalah sebuah prosedur medis mengacu pada
operasi terbuka untuk mengatur tulang , seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang
fiksasi internal. mengacu pada fiksasi sekrup dan / atau piring untuk mengaktifkan atau
memfasilitasi penyembuhan.
ORIF mengacu pada prosedur pembedahan untuk memperbaiki patah tulang parah "Buka
reduksi" berarti operasi diperlukan untuk menyetel kembali yang patah tulang ke posisi normal
"Fiksasi Internal" mengacu pada batang baja, sekrup, atau pelat digunakan untuk menjaga patah
tulang stabil untuk menyembuhkan cara yang benar dan membantu mencegah infeksi.
Terapi fisik juga merupakan bagian penting dari proses pemulihan setelah terbuka
internal fiksasi suatu pengurangan.. Karena bagian tubuh yang telah terluka biasanya diadakan
diam atau bergerak untuk waktu yang lama, otot-otot, tendon , dan ligamen dapat menjadi lemah
Terapi fisik membantu untuk memulihkan kekuatan, rentang gerak , dan daya tahan daerah yang
terkena. Hal ini juga dapat membantu dengan manajemen nyeri.
http://www.wisegeek.com/what-is-orif.htm
2. Indikasi
Menurut Sjamsuhidayat (2005:851), biasanya imobilisasi secara operasi dengan pin, skrup,
pelat, atau alat lainya disebut osteosintetis. Operasi dipakai berbagai alasan dan indikasi seperti
penghindaran imobilisasi penderita lama distrasi seperti prang tua dengan patah tulang leher
femur atau orang muda dengan fraktur intraartikuler di lutut atau di pergelangan kaki.
Indikasi lain ialah penderita cedera multipel dengan patah tulang ekstremitasnya, penderita
dapat dirawat lebih baik untuk cedera lain, seperti trauma otak, thoraks, atau perut. Pada fraktur
terbuka dengan luka luas dan kerusakan banyak, perawatan luka dapat dikerjakan dengan lebih
baik setelah tulang distabilisasi dengan cara osteosintesi. Cara ini dilakukan pula bila
penanganan non bedah gagal, misalnya karena patah tulang patologi.
3. Perawatan pasca bedah
Menurut Oswari (2005:29), untuk mengurangi perasaan sakit, dapat diberikan suntikan
analgesik sesuai dengan perintah dokter. Jelaskan pada pasien bahwa sakit luka akan berkurang
setelah 24 jam. Utnuk mengurangi perasaan nyeri, lakukanlah usaha sebagai berikut :
1) Ubah sikap
Beri tambahan bantal dan ganjalah pinggang pasien dengan bantal.
2) Nafas dalam-dalam
Untuk mencegah komplikasi paru - paru akibat pembiusan, suruh lah pasien menarik nafas
dalam- dalam.bila pasien merasakan ada lendir yang menyumbat tenggorokannya, suruhlah ia
batuk agara lendirnya keluar
3) Cuci muka dan tangan pasien
4) Mencuci muka dan tangan pasien akan menyejukkan perasaan psien yang baru dioperasi.
5) Basahi bibir
Bila pasien belum diizinkan minum, basahi lah bibr pasien dengan kapas basah
6) Gosok pinggang pasien dengan alkohol
Pinggang dan tungkai bila diolesin alkohol akan terasa enak
7) Bila pasien sudah flatus, berilah minum sesendok air putih
8) Buang air kecil
Pada umumnya operasi didaerah perut dan operasi kebidananan, setelah 8 – 10 jam pasien
disuruh buang air kecil sendiri. Usahakan agar pasien buang air kecil sendiri. Bila perlu, siram
dengan air dingin, kompres hangat, atau mengubah sikap tidur pasien. Seandainya usaha semua
itu gagal dan pasien sudah merasa kesakitan karena kandung kemih nya penuh, barulah
dilakukan kateterisasi urin. Semua air senih yang keluar harus diukur jumlahnya
9) Buang air besar
Setiap buang air besar harus dicatat. Bila pasien tidak buang air besar selama 2 hari, p[erlu
dilakukan klisma dengan gliserin hangat. Jangan diberi obat pencuci perut. Terutama pada pasien
pasca laparotomi
10) Sikap tidur pasien
Sikap tidur pasien perlu diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi paru–paru yang tidak dapat
berkembang dengan baik dapat menimbulkan pneumonia, pantat yang tidak bergerak-gerak
dapat menimbulkan dekubitus karena peredaran darah terganggu. Semuanya itu dapat
memperlambat operasi.
4. Perawatan luka operasi
Luka ditutup dengan kassa steril, sehingga sisa darah diserap oleh kassa tadi. Dengan
menutup luka tadi kita mencegah terjadinya kontaminasi (kemasukan kuman), tersenggol, dan
memberi kepercayaan pada pasien bahwa lukanya diperhatikan oleh perawat.
Jahitan luka biasanya dibuka setengahnya hari keenam atau ketujuh, kecuali bila ada perintah
lain dari dokternya (Oswari, 2005:32).
Menurut Oswari ( 2005:49), proses penyembuhan luka terdiri tiga tahap :
1) Tahap tidak lancar
2) Tahap fibroplasia
3) Tahap pengerutan
Tahap tidak lancar
Tahap ini terjadi bila serum dan sel darah membentuk jaringan dari searat didalam luka,
lalu mengikat luka itu sehingga tampak seperti koreng kemerah-merahan.
Tahap fibroplasia
Tahap fibroplasia adalah keadaan penyembuhan dengan membentuk serat fibrolas dalam
anyaman protein. Kemudian anyaman protein itu diserap perlahan-perlahan. Sementara itu
timbul pula pembuluh darah kapiler dari pinggir luka, sehingga terbentuk jaringan baru yang
masih kasar dan disebut jaringan granulasi. Jaringan granulasi ini berwarna merah, permukaanya
benjol-benjol halus dan bila disentuh, mudah berdarah. Kemudian timbulah sel-sel baru dipinggir
luka, sehingga akhirnya seluruh permukaan luak tertutup oleh sel-sel kulit baru.
Tahap pengerutan
Pertautan utama atau persatuan pertama. Luka pertama yang dibuat dikamar bedah
biasanya aseptis dan jaringan yang rusak sedikit. Luka semacam ini akan sembuh
dengansempurna dan disebut sembuh perprimam atau persatuan utama.
Menurut Potter & Perry (2006:1859), Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan
luka adalah :
1) Nutrisi
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi
penyembuhan luka tergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C),
mineral renik zinc dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang
diperoleh fibrolas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen.
Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Element ranik zinc
diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat
kolagen. Klien yang telah menjalani operasi diberikan nutrisi yang baik masih tetap
membutuhkan sedikitnya 1500 kkal/hari.
2) Penuaan
Walaupun tahap penyembuhan luka pada klien lansia terjadi secara lambat, aspek
fisiologi penyembuhan luka tidak berbeda dengan klien yang masih muda. Masalah yang terjadi
selama proses penyembuhan sulit ditentukan penyebabnya, karena proses penuaan atau karena
penyebab lainya, seperti nutrisi, lingkungan atau respon individu terhadap stres.
Faktor-faktor yang mengganggu penyembuhan luka
1) Usia
Penuaan dapat menganggu semua tahap penyembuhan luka
2) Malnutrisi
Stres akibat luka atau trauma yang parah akan meningkatkan kebutuhan nutrisi
3) Obesitas
Jaringan lemak kekurangan suplai darah untuk melawan infeksi bakteri dan untuk mengirimkan
nutrisi serta elemen seluler yang berguna dalam penyembuhan luka
4) Gangguan oksigenasi
Tekanan oksigen arteri yamg rendah akan mengganggu sintesis kolagen dan pembentukan sel
epitel
5) Merokok
Merokok dapat mengganggu mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen
kedalam jaringan
6) Obat-obatan
Steroid menurunkan respon inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen
7) Diabetes
Hiperglikemia menganggu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis dan juga
mendorong pertumbuhan sel endotel dan jaringan kolagen
8) Radiasi
Proses pembentukan jaringan parut vaskuler dan fibrosa akan terjadi pada jaringan kulit yang
tidak teradiasi
9) Stres luka
Tekanan mendadak yang tidak terduga pada luka insisi akan menghambat pembentukan sel
endotel dan jaringan kolagen
5. Komplikasi
Komplikasi dari ORIF dapat mencakup infeksi, pembengkakan, dan gerakan perangkat
keras yang terpasang. Proses pemulihan dapat mengambil bulan, karena tulang tumbuh perlahan.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pemulihan lokasi dan tingkat keparahan istirahat,
usia orang tersebut, dan jenis patah tulang. Risiko dan komplikasi dapat mencakup kolonisasi
bakteri pada tulang, infeksi , kekakuan dan kehilangan berbagai gerakan , non-serikat, malunion,
kerusakan otot, kerusakan saraf dan lumpuh, arthritis , tendonitis , kronis sakit yang terkait
dengan pelat, sekrup, dan pin, sindrom kompartemen, deformitas