Tinjauan Pustaka Tuli Mendadak Isi
Embed Size (px)
Transcript of Tinjauan Pustaka Tuli Mendadak Isi

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuli mendadak adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis ketuliannya
adalah sensorineural, penyebabnya tidak langsung dapat diketahui, biasanya
terjadi pada satu telinga. Tuli mendadak dimasukkan ke dalam keadaan darurat
otologi, oleh karena kerusakannya terutama di daerah koklea dan biasanya bersifat
permanen walaupun bisa kembali normal atau mendekati normal.1,3
Satu dari setiap 10.000 sampai 15.000 orang akan menderita dari kondisi
ini, dengan insiden tertinggi terjadi antara 50 dan 60 tahun. Insiden terendah
adalah antara 20 dan 30 tahun. Dari pasien yang menderita SHL, 2% adalah
gangguan bilateral. Angka kejadian hampir sama pada laki-laki dan wanita.5
Ada banyak potensi penyebab SHL, tetapi meskipun telah dilakukan
evaluasi yang luas, sebagian besar kasus diluar dari diagnosis definitif dan oleh
karena itu, tetap didata sebagai penyebab idiopatik. Laporan memperkirakan
bahwa etiologi SHL didiagnosis hanya 10% dari kasus. Beberapa teori yang
diduga menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural mendadak idiopatik
(ISSNHL) termasuk infeksi virus, imunologi, vaskular kompromi, dan kerusakan
membran intracochlear. Namun teori ini tidak mungkin dapat menjelaskan semua
kejadian ISSNHL.5
Diduga pulihnya pendengaran tergantung dari derajat keparahan tuli.
Pasien dengan tuli yang ringan (mild) biasanya dapat pulih total, tuli sedang dapat
pulih secara spontan namun jarang pulih total kecuali dengan terapi, dan tuli berat
jarang bisa pulih spontan maupun pulih total. Prognosis pulihnya pendengaran
pada pasien usia tua dan disertai gejala vestibular lebih buruk.12
Kira-kira 1% kasus tuli sensorik mendadak disebabkan oleh gangguan
"retrocochlear" yang mungkin didapatkan pada schwannoma vestibular, penyakit
demielinisasi, atau stroke. Penyebab lainnya, 10-15% disebabkan oleh penyakit
menier, trauma, autoimun, sifilis, Lyme, atau fistula perilimfe. Selebihnya adalah
idiopatik dan hampir selalu unilateral. Tuli mendadak bilateral yang jarang sekali
terjadi pada umumnya menggambarkan gangguan jiwa disebabkan proses
1

neurologis (misalnya infiltrasi dural neoplastik di fosa kranial posterior, sindroma
paraneoplastik, atau ensefalitis). Tuli sensorik mendadak bilateral sementara dapat
disebabkan penurunan tekanan intrakranial secara tiba-tiba selama spinal tap atau
setelah operasi intrakranial.12
Masalah utama pada tuli sensorik mendadak adalah keterlambatan
diagnosis. Telinga terasa penuh, merupakan gejala yang sering timbul, seringkali
pasien maupun klinisi menganggap hal tersebut sebagai akibat dari adanya
serumen atau kongesti dari penyakit pernapasan bagian atas atau alergi. Sejauh ini
terbukti bahwa tuli sensorik yang menetap terjadi akibat keterlambatan dalam
pemberian terapi, sehingga sangat penting sekali untuk dapat mendiagnosis tuli
sensorik mendadak dan segera merujuknya pada spesialis THT. 12
Saat ini, pengobatan sangat bervariasi antar negara dan rumah sakit.
Berbagai etiologi dan modalitas terapi telah dikaji, dan berbagai tingkat bukti
telah ditunjukkan. Rejimen pengobatan bertujuan mengatasi masalah mendasar,
beberapa cara telah diusulkan termasuk mengurangi peradangan koklea,
meningkatkan aliran darah dan oksigenasi telinga dalam, dan membangun
kembali potensi endocochlear. Diagnosis yang cepat serta penatalaksanaan yang
tepat dapat memperbaiki pemulihan pendengaran dan peningkatan kualitas hidup.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk membahas mengenai
diagnosis, penatalaksanaan, serta prognosis dari penyakit tuli mendadak.6
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan tinjauan pustaka ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana diagnosis penyakit tuli mendadak?
2. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tuli mendadak?
3. Bagaimana prognosis penyakit tuli mendadak?
2

1.3 Tujuan
Adapun rumusan tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menjelaskan tentang diagnosis tuli mendadak secara cepat dan tepat
2. Untuk menjelaskan tentang penatalaksanaan tuli mendadak secara tepat
3. Untuk menjelaskan tentang prognosis tuli medadak
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuli mendadak adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis ketuliannya
adalah sensorineural, penyebabnya tidak langsung dapat diketahui, biasanya
terjadi pada satu telinga. Sebuah kriteria yang umum digunakan untuk memenuhi
syarat untuk diagnosis tuli mendadak ini adalah gangguan pendengaran
sensorineural yang lebih besar dari 30 dB lebih dari 3 frekuensi yang berdekatan
yang terjadi dalam periode 3 hari. Sebagian besar kasus kehilangan pendengaran
mendadak unilateral dan prognosis untuk pemulihan pendengaran cukup baik.
Tuli mendadak dimasukkan ke dalam keadaan darurat otologi, oleh karena
kerusakannya terutama di daerah koklea dan biasanya bersifat permanen
walaupun bisa kembali normal atau mendekati normal.1,3
2.2 Epidemiologi
Perkiraan dari kejadian tahunan sekitar 15.000 kasus SHL (sensorineural
hearing loss) dilaporkan per tahun di seluruh dunia dengan 4000 orang terjadi di
Amerika Serikat. Satu dari setiap 10.000 sampai 15.000 orang akan menderita dari
kondisi ini, dengan insiden tertinggi terjadi antara 50 dan 60 tahun. Insiden
terendah adalah antara 20 dan 30 tahun. Dari pasien yang menderita SHL, 2%
adalah gangguan bilateral. Angka kejadian hampir sama pada laki-laki dan wanita.
Distribusi antara pria dan wanita terlihat hampir sama. Berdasarkan data dari
beberapa penelitian, menyimpulkan bahwa sekitar 53% pria terkena tuli
mendadak dibandingkan wanita. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian kasus ini. 5
2.3 Etiologi
Ada banyak potensi penyebab SHL, tetapi meskipun telah dilakukan
evaluasi yang luas, sebagian besar kasus diluar dari diagnosis definitif dan oleh
karena itu, tetap didata sebagai penyebab idiopatik. Laporan memperkirakan
bahwa etiologi SHL didiagnosis hanya 10% dari kasus. Beberapa teori yang
4

diduga menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural mendadak idiopatik
(ISSNHL) termasuk infeksi virus, imunologi, vaskular kompromi, dan kerusakan
membran intracochlear. Namun teori ini tidak mungkin dapat menjelaskan semua
kejadian ISSNHL. Rejimen pengobatan bertujuan mengatasi masalah mendasar,
beberapa cara telah diusulkan termasuk mengurangi peradangan koklea,
meningkatkan aliran darah dan oksigenasi telinga dalam, dan membangun
kembali potensi endocochlear.5
Etiologi SHL dapat dibagi ke dalam kategori besar : (1) virus dan menular,
(2) autoimun, (3) labirin membran pecah/traumatis, (4) pembuluh darah, (5)
neurologis, dan (6) neoplastik. Ada beberapa kondisi dalam masing-masing
kategori yang telah terkait dengan kehilangan pendengaran mendadak. Berikut ini
adalah daftar sebagian dari penyebab yang dilaporkan SHL: 1
a. Infeksi
Meningokokus meningitis
Herpesvirus (simpleks, zoster, varisela, cytomegalovirus)
Penyakit gondok
Human immunodeficiency virus
Demam Lassa
Mycoplasma
Meningitis kriptokokal
Toksoplasmosis
Sipilis
Rubeola
Rubella
Manusia spumaretrovirus
b. Autoimmune
Penyakit autoimun telinga bagian dalam (AIED)
Kolitis ulserativa
Kambuh polychondritis
Lupus eritematosus
Poliarteritis nodosa
5

Sindrom Cogan
Wegener Granulomatosis
c. Trauma
Perilymph fistula
Telinga bagian dalam penyakit dekompresi
Temporal patah tulang
Telinga bagian dalam, gegar otak
Otologic operasi (stapedektomy)
Bedah komplikasi dari operasi nonotologic
d. Vaskular
Vascular penyakit / perubahan mikrosirkulasi
Vascular penyakit yang berhubungan dengan mitochondriopathy
Vertebrobasilar insufisiensi
Deformabilitas sel darah merah
Penyakit sel sabit
Cardiopulmonary memotong
e. Neurologis
Multiple sclerosis
Focal iskemia pontine
Migrain
f. Neoplastik Neuroma akustik
Leukemia
Myeloma
Metastasis ke kanal auditori internal yang
Meningeal karsinomatosis
Kontralateral tuli setelah operasi akustik neuroma Patofisiologi
Kira-kira 1% kasus tuli sensorik mendadak disebabkan oleh gangguan
"retrocochlear" yang mungkin didapatkan pada schwannoma vestibular, penyakit
demielinisasi, atau stroke. Penyebab lainnya, 10-15% disebabkan oleh penyakit
menier, trauma, autoimun, sifilis, Lyme, atau fistula perilimfe. Selebihnya adalah
idiopatik dan hampir selalu unilateral. Tuli mendadak bilateral yang jarang sekali
6

terjadi pada umumnya menggambarkan gangguan jiwa disebabkan proses
neurologis (misalnya infiltrasi dural neoplastik di fosa kranial posterior, sindroma
paraneoplastik, atau ensefalitis). Tuli sensorik mendadak bilateral sementara dapat
disebabkan penurunan tekanan intrakranial secara tiba-tiba selama spinal tap atau
setelah operasi intrakranial.12
2.4 Patogenesis
Patogenesis untuk kehilangan pendengaran mendadak idiopatik sensorik
(ISSHL) memiliki 4 jalur teoritis, sebagai berikut: 2,7
a. Infeksi virus
Penelitian terhadap penderita tuli mendadak menunjukkan adanya suatu
prevalensi sedang penyakit viral. Ketulian mendadak sensorineural ditemukan
pada kasus-kasus penyakit MUMPS, measles, rubella, dan influenza yang
disebabkan oleh infeksi adenovirus dan sitomegalovirus (CMV). Selain itu juga
ditemukan bukti serokonversi virus dan histopatologi telinga dalam yang
konsisten dengan infeksi virus. Pemeriksaan serologis terhadap pasien dengan
ketulian sensorineural idiopatik menunjukkan adanya peningkatan titer antibody
terhadap sejumlah virus. Antara 25-30 % pasien dilaporkan dengan riwayat
infeksi saluran nafas atas dengan kurang satu bulan onset kehilangan
pendengaran. Beberapa penelitian mencatat 17-33% penderita tuli mendadak baru
menderita penyakit virus.5
Pemeriksaan histopatologi tulang temporal pasien yang mengalami
ketulian mendadak menunjukkan adanya atrofi organ corti, atrofi stria vaskularis
dan membran tektorial serta hilangnya sel rambut dan sel penyokong dari koklea.
Pola kerusakan ini mirip dengan gambaran yang ditemukan pada tuli sekunder
akibat cacar,campak dan rubella maternal.5
b. Penyebab vaskuler
Teori kedua menyangkut gangguan vaskular yang terjadi pada koklea.
Koklea merupakan suatu end organ karena suplai darahnya tidak ada kolateralnya.
7

Fungsi koklea sensitif terhadap perobahan suplai darah sehingga bila terjadi
gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan.
Gangguan vaskuler koklea akibat trombosis, embolus, penurunan aliran
darah atau vasospasme adalah etiologi tuli mendadak. Pada kasus emboli,
trombosis, vasospasme, dan hiperkoagulasi atau viskositas yang meningkat terjadi
iskemia yang berakibat degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan
ligament spiralis. Penurunan oksigenasi koklea kemungkinan akibat dari
perubahan aliran darah koklea. Perdarahan intrakoklea merupakan manifestasi
awal yang diikuti fibrosis dan osifikasi koklea.
Pada suatu studi ditemukan kesamaan antara faktor risiko koroner iskemik
dan faktor risiko tuli mendadak. Penemuan keterlibatan vaskuler dalam
patogenesis tuli mendadak dapat dijadikan sebagai strategi preventif dan
terapeutik.5
c. Ruptur membran labirin
Ruptur membran labirin berpotensial menyebabkan kehilangan
pendengaran sensorineural yang tiba-tiba, membran basalis dan membran reissner
merupakan selaput tipis yang membatasi endolimfe dan perilimfe. Ruptur salah
satu dari membran atau keduanya menyebabkan kebocoran cairan perilimfe ke
ruang telinga tengah lewat round window dan oval window sehingga mencampur
perilmfe dan endolimfe serta merubah potensi endokoklea secara efektif.. Hal
tersebut telah diyakini sebagai mekanisme penyebab tuli dapat menyebabkan
ketulian mendadak.5
d. Penyakit autoimun pada telinga dalam
Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun telinga
dalam masih belum jelas, tapi aktivitas imunologik koklea menunjukkan fakta
yang tinggi.
Tuli mendadak juga dapat disebabkan oleh obat-obat ototoksik. Tuli ini
biasanya didahului oleh tinitus.
8

Tabel. Obat-obat ototoksik
Golongan obat Contoh Obat Efek terhadap pendegaran
Salisilat Aspirin Tuli dapat terjadi pada dosis
tinggi, tetapi biasanya
reversivel
Kuinolin Klorokuin
NSAID
Tuli dapat terjadi pada dosis
tinggi atau pemakaian jangka
panjang, tetapi biasanya
reversibel apabila obat
dihentikan
Loop Diuretik Bumetamid
Furosemid
Asam Etackrinat
Dapat menyebabkan tuli
sementara atau permanen.
Jika dikombinasikan dengan
obat-obat ototoksik lainnya,
resiko kerusakan permanen
meningkat.
Aminoglikosida Amikasin
Gentamisin
Tuli dapat terjadi pada dosis
tinggi atau pemakaian jangka
panjang. Tuli dapat bersifat
permanen.
2.5 Diagnosis
Diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang audiologi dan laboratorium.
a. Anamnesis9
Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang
menyertai serta faktor predisposisi penting untuk mengarahkan diagnosis.
Pemeriksaan fisik termasuk tekanan darah sangat diperlukan. Pada pemeriksaan
otoskopi tidak dijumpai kelainan pada telinga yang sakit.
1. Kehilangan pendengaran tiba-tiba biasanya satu telinga yang tidak jelas
penyebabnya, berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari.
9

2. Pasien biasanya mengingat dengan jelas kapan tepatnya mereka kehilangan
pendengaran, pasien seperti mendengar bunyi ”klik” atau ”pop” kemudian pasien
kehilangan pendengaran.
3. Gejala pertama adalah berupa tinitus, beberapa jam bahkan beberapa hari
sebelumnya bisa didahului oleh infeksi virus, trauma kepala, obat-obat ototoksik,
dan neuroma akustik.
4. Pusing mendadak (vertigo) merupakan gejala awal terbanyak dari tuli
mendadak yang disebabkan oleh iskemik koklear dan infeksi virus, dan vertigo
akan lebih hebat pada penyakit meniere, tapi vertigo tidak ditemukan atau jarang
pada tuli mendadak akibat neuroma akustik, obat ototoksik
5. Mual dan muntah
6. Demam tinggi dan kejang
7. Riwayat infeksi virus seperti mumps, campak, herpes zooster, CMV, influenza
B
8. Riwayat hipertensi
9. Riwayat penyakit metabolik seperti DM
10. Telinga terasa penuh, biasanya pada penyakit meniere
11. Riwayat berpergian dengan pesawat atau menyelam ke dasar laut
12. Riwayat trauma kepala dan bising keras
10

b. Pemeriksaan fisik8
Skrining untuk ketulian dapat dilakukan menggunakan telepon (misalnya,
oleh seorang perawat klinik). Pasien harus secara eksplisit ditanya apakah
pendengaran berkurang. Pasien dapat memindahkan telepon dari telinga yang satu
ke telinga atau menaruh rambut di samping telinga pada setiap sisi untuk
memeriksa asimetris pendengaran. Untuk menilai apakah asimetris pendengaran
jelas ini mungkin merupakan indikasi gangguan pendengaran sensorineural,
pasien harus diinstruksikan untuk bersenandung dan melaporkan apakah suara dia
terdengar lebih keras di salah satu telinga (lateralisasi). Pada tuli konduktif,
lateralisasi pada telinga yang sakit, sedangkan pada tuli sensorik, lateralisasi pada
telinga yang sehat.12
Tes pendengaran dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata
sederhana atau nomor pada setiap telinga pasien dan memintanya untuk
mengulangi dengan keras. Inspeksi pada saluran telinga dan membran timpani
dengan penggunaan lampu pneumatik sangat penting dilakukan untuk menilai
11

keutuhan membran (untuk menyingkirkan efusi telinga tengah). Jika membran
timpani tidak tampak akibat terhalang oleh serumen yang tidak bisa dikeluarkan
atau dibersihkan maka sebaiknya konsultasikan dengan spesialis THT. Tes Weber
dan Rinne harus dilakukan dengan menggunakan garpu tala 512-Hz. Pada
pemeriksaan pendengaran, tes garpu tala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke
telinga yang normal, Schwabach memendek, kesan tuli sensorineural.
Pemeriksaan neurologis terfokus harus dilakukan untuk menilai apakah ada
disfungsi sistem pusat atau vestibular. Terutama penilaian motilitas okular dan
sinusoidal.12
Pada audiometri nada murni menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai
berat. Pemeriksaan audiometri nada tutur memberi hasil tuli sensorineural
sedangkan pada audiometri impedans terdapat kesan tuli sensorineural koklea.
Pada anak-anak dapat dilakukan tes BERA dimana hasilnya menunjukkan tuli
sensorineural ringan sampai berat.
12

c. Pemeriksaan penunjang8
Audiogram lengkap, termasuk pengukuran ambang dengar konduksi
tulang dan udara dengan audiometri tutur dan nada murni ( pure tones ),
diperlukan untuk diagnosis definitif pada pasien yang curiga kehilangan
pendengaran asimetri. Ambang dengar dan audiometri tutur menilai kerasnya dan
kejelasan pendengaran, masing-masing. Pada tuli sensorik, sensitivitas terhadap
suara disampaikan melalui rangsangan konduksi tulang dan sensitivitas tersebut
sama di telinga yang terkena, tetapi keduanya berkurang (yaitu, ambang batas
terangkat). Pada Tuli konduktif, konduksi tulang normal, tetapi ambang konduksi
udara lebih buruk (meningkat) di telinga yang terkena.12
Gadolinium-enhanced Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari tulang
temporal dan otak diperlukan pada kasus tuli sensorik mendadak untuk
menyingkirkan kelainan "retrocochlear“ (misalnya, neoplasma, stroke, atau
demielinasi). Pada pasien yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan MRI otak,
pilihan lainnya adalah CT-scan, audiometri respon pendengaran batang otak, atau
keduanya, meskipun ini kurang sensitif untuk mendeteksi kelainan retrocochlear
dibandingkan MRI.12
Audiometri khusus
o Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) dengan skor : 100%
atau kurang dari 70%
o Tes Tone decay atau reflek kelelahan negatif.
Kesan : Bukan tuli retrokoklea
Audiometri tutur (speech audiometry)
o SDS (speech discrimination score): kurang dari 100%
Kesan : Tuli sensorineural
Audiometri impedans :
Timpanogram tipe A (normal) reflek stapedius ipsilateral negatif atau
positif sedangkan kolateral positif.
Kesan : Tuli sensorineural Koklea
BERA ( Brainstem Evolved Responce Audiometry)
Menunjukkan tuli sencori neural ringan sampai berat.
13

d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid,
penyakit autoimun, dan faal hemostasit. Untuk mengetahui ada tidaknya
hiperkoagulasi darah pada pasien tuli mendadak dapat dilakukan pemeriksaan faal
hemostasis dan tes penyaring pembekuan darah. Penderita perlu dikonsulkan ke
subbagian Hematologi Penyakit Dalam dan bagian Kardiologi untuk mengetahui
adanya kelainan darah dan hal-hal yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah.5
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk tuli mendadak sampai saat ini merupakan suatu hal yang
kontroversi,tingginya angka perbaikan secara spontan ke arah normal maupun
mendekati normal menyulitkan evaluasi pengobatan untuk tuli mendadak.Tak ada
studi terkontrol yang dilakukan yang dapat membuktikan bahwa suatu obat secara
bermakna menyembuhkan tuli mendadak. Seperti diketahui angka penyembuhan
secara spontan tuli mendadak terjadi antara 40-70% kasus.Ada pendapat ahli
menyatakan bahwa sebagian besar kasus tuli mendadak mengalami proses
penyembuhan secara partial terutama selama 14 hari pertama setelah onset
penyakit. 8
Terapi untuk tuli mendadak adalah:1
1. Tirah baring yang sempurna(total bed rest) istirahat baik fisik dan mental
selama 2 minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar
pengaruhnya pada keadaan kegagalan neovaskular.
2. Vasodilator yang cukup kuat misalnya komplamin injeksi
3x1200 mg (4 ampul) selama 3 hari
3×900 mg (3 ampul) selama 3 hari
3×600 mg (2 ampul) selama 3 hari
3×300 mg (1 ampul) selama 3 hari
14

Disertai dengan pemberian tablet peroral komplamin 3×2 tablet peroral/hari.
Dapat juga menggunakan obat vasodilator seperti histamin, papaverin, dan
karbogen.
3. Prednison 4×10 mg (2 tablet),tappering off tiap 3 hari (hati –hati pada
penderita DM)
4. Vitamin C 500 mg 1×1 tablet/hari
5. Neurotropik 3×1 tablet /hari
6. Diit rendah garam dan rendah kolesterol
7. Inhalasi oksigen 4×15 menit (2 liter/menit), obat antivirus sesuai dengan
virus penyebab
8. Hiperbarik oksigen terapi (HB)
Pengamatan terbaru Cochrane berdasarkan kedua percobaan tersebut, serta
pengamatan yang lain, menyimpulkan bahwa manfaat terapi kortikosteroid, untuk
tuli sensorik mendadak, tidak terbukti. Penggunaan kortikosteroid oral jangka
pendek umumnya dikaitkan dengan pertimbangan tentang manfaat dan ruginya,
saat ini kortikosteroid oral diberikan 1 mg/kg/hari dalam dosis tunggal dengan
dosis maksimum 60 mg/hari. Diberikan selama 10 sampai 14 hari (misalnya, 60
mg sehari selama 4 hari prednison, diikuti oleh penurunan dosis 10 mg tiap 2
hari). Data mengenai perbandingan dosis atau waktu terapi kortikosteroid terbatas.
Sebuah penelitian menggunakan metode double blind , uji acak terkontrol (RCT-
double blind) membandingkan penggunaan prednison selama 7 hari dibandingkan
pemberian 300 mg deksametason per hari selama 3 hari (3-day pulse) (diikuti
dengan 4 hari plasebo) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
terhadap pemulihan pendengaran. Efek samping pengobatan kortikosteroid antara
lain peningkatan kadar gula darah atau tekanan darah, perubahan mood, berat
badan, gastritis, dan gangguan tidur; efek tersebut akan hilang saat obat
dihentikan.12
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemulihan spontan terjadi
hampir dalam 2 minggu pertama setelah timbulnya tuli sensorik mendadak.
Banyak penelitian mempelajari tentang hubungan antara durasi tuli sensorik
15

mendadak sebelum pengobatan dan hasilnya, sebagian besar pemulihan
pendengaran terjadi jika pemberian kortikosteroid dimulai dalam 1 sampai 2
minggu pertama setelah gejala muncul, dan manfaatnya menjadi berkurang jika
dimulai 4 minggu atau lebih setelah onset gejala. Beberapa pasien
pendengarannya pulih kembali dengan cepat dalam waktu 48 hingga 72 jam
pertama setelah pemberian awal kortikosteroid, beberapa membaik sejak
dimulainya pengobatan dan terus membaik setelah pengobatan selesai, sedangkan
yang lainnya tidak ada perbaikan. Proporsi pasien di masing-masing kelompok
tersebut tidak pasti. Semakin cepat respon terhadap kortikosteroid, maka
prognosisnya semakin baik, sedangkan pasien yang yang tidak membaik hingga
pengobatan selesai maka prognosisnya buruk. Gejala tinnitus dan rasa penuh di
telinga cenderung mereda secara bertahap, tidak berhubungan dengan hasil
pemulihan pendengaran.12
Akan sangat bijaksana jika terapi dimulai sedini mungkin, karena, masa
yang efektif untuk pengobatan tuli sensorik mendadak hanya 2-4 minggu.
Idealnya, sebuah audiogram harus dilakukan sebelum atau dalam waktu 24 hingga
48 jam setelah dimulainya pengobatan untuk mendokumentasikan besarnya tuli
sensorik tersebut. Jika pencitraan tidak dapat diperoleh segera, pengobatan harus
dimulai menunggu evaluasi ini. Peningkatan pendengaran setelah pengobatan
dengan kortikosteroid tidak menghilangkan kebutuhan untuk pencitraan.
Demielinasi lesi dapat memiliki respon yang berfluktuasi atau sementara terhadap
kortikosteroid, dan kadang-kadang, pembesaran akut dari neuroma akustik
(misalnya, dari perdarahan) dapat mengakibatkan tuli sensorik mendadak yang
progresif selama beberapa hari atau minggu. 12
Injeksi Steroid Int Kortikosteroid merupakan obat anti inflamasi yang
digunakan untuk mengobati ketulian sensorineural mendadak idiopatik.
Mekanisme kerjanya terhadap ketulian mendadak belum diketahi dengan pasti,
meskipun terjadi reduksi inflamasi koklea dan saraf auditorius setelah pemberian
obat ini. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini ditemukan bahwa injeksi
dexamethason intratimpani efektif untuk memperbaiki pendengran pasien yang
mengalami tuli mendadak setelah sebelumnya gagal ditatalaksana dengan terapi
16

standar. Saat ini telah diperkenalkan teknik pemberian steroid secara intratimpani
baik deksametason maupun prednisolon intratimpani. Teknik intratimpani ini
bertujuan memberikan steroid secara langsung ke telinga dalam melalui round
window. Deksametason intratimpani diberikan dengan dosis 0,3-1 mg sebagai
dosis tunggal yang diberikan 3 kali berturut-turut. Sedangkan prednisolon
intratimpani diberikan dengan dosis 62,5 mg/ml dosis tunggal diberikan selama 3
hari berturut.5,13
Vasodilator digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke koklea,
sehingga dapat memperbaiki oksigenasi di daerah tersebut. Untuk meningkatkan
perfusi vaskuler, mikrosirkulasi dan menurunkan viskositas darah dapat diberikan
anti koagulan seperti heparin, warfarin, bila terdapat gangguan hematologi.
Sebagai terapi penunjang dapat diberikan vitamin atau neurotropik lainnya.
Vitamin neurotropik adalah vitamin yang penting meliputi vitamin B1, B6, dan
B12. Vitamin B1 dengan perannya dalam metabolisme karbohidrat, penting bagi
penyediaan energi untuk saraf. Vitamin B6 dengan perannya dalam metabolisme
protein, penting bagi penyediaan energi untuk saraf. Vitamin B12 untuk sintesis
asam nukleat dan berperan dalam menjaga integritas jaringan saraf.1, 5
Terapi inhalasi carbogen adalah pengobatan untuk tuli mendadak dengan
menggunakan gas campuran, 95% oksigen dan 5% karbondioksida untuk
memperbaiki oksigenasi di koklea. Fisch menyatakan bahwa tekanan oksigen
dalam cairan perilimfe manusia akan meningkat dengan pemberian inhalasi
carbogen.5 Saat ini telah dikenal terapi oksigen bertekanan tinggi dengan teknik
pemberian oksigen hiperbarik, yaitu dengan memasukkan pasien ke dalam suatu
ruangan yang bertekanan 2 ATM. Penelitian mengenai prognosis penggunaan
terapi hiperbarik oksigen masih sedikit. Beberapa penilitian mengungkapkan
bahwa prognosis terapi ini tergantung dari usia, onset penggunaan terapi, serta
derajat tuli. Semakin muda usia pasien maka respon terhadap terapi ini akan
semakin baik. Lalu, penggunaan terapi lebih awal yaitu pada 2 minggu-3 bulan
setelah onset gejala lebih baik dibandingkan pemberian terapi yang terlambat.
Selain itu, pasien dengan derajat tuli sedang sampai berat mendapatkan lebih
banyak manfaat dari terapi ini dibandingkan pada derajat ringan sampai sedang.1,10
17

Pada umumnya hal tersebut disarankan jika pasien dengan tuli sensorik
mendadak telah dilakukan pemantauan audiometri ulang selama satu tahun (yaitu,
pada 2 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan setelah terjadinya gangguan pendengaran)
untuk mendokumentasikan pemulihan, pedoman untuk rehabilitasi
pendengaran(terutama pemasangan alat bantu dengar), dan memantau tanda-tanda
kekambuhan di telinga yang sakit atau timbulnya gangguan pendengaran di
telinga kontralateral, yang akan memerlukan pertimbangan adanya penyakit lain
(misalnya, penyakit Meniere atau penyakit autoimun) yang mungkin telah salah
didiagnosis sebagai tuli sensorik mendadak. Terutama pada pasien dengan
gangguan pendengaran frekuensi rendah, ketulian mendadak mungkin merupakan
manifestasi awal penyakit Meniere. Jika demikian, selanjutnya akan terjadi
gangguan pendengaran yang hilang timbul (berfluktuasi) dan serangan vertigo
yang mungkin terjadi dalam jangka waktu 3 tahun. Penyakit Meniere juga telah
dilaporkan 4-8% merupakan penyebab tuli sensorik mendadak (yaitu, beberapa
tahun setelah onset).12
Definisi perbaikan pendengaran pada tuli mendadak adalah:
1. Dikatakan sembuh bila perbaikan ambang pendengaran kurang dari 30 db
pada frekuensi 250 hz,500 hz,1000 hz dan di bawah 25 db pada frekuensi
4000 hz.
2. Perbaikan sangat baik terjadi bila perbaikannya lebih dari 30 db pada 5
frekuensi
3. Perbaikan baik bila rata-rata perbaikannya berkisar antara 10-30 db pada 5
frekuensi
4. Tidak ada perbaikan bila perbaikan kurang dari 10 db pada 5 frekunsi
Beberapa rekomendasi harus dilakukan untuk semua pasien dengan
gangguan pendengaran unilateral baru untuk meminimalkan risiko gangguan
pendengaran di telinga yang sehat. Pertama, dilarang menyelam ( scuba diving )
karena risiko cedera telinga antara lain pecahnya membran timpani (dilaporkan
dalam 5,9% dari 709 penyelam berpengalaman) serta cacat permanen seperti
gangguan pendengaran, tinnitus, dan masalah keseimbangan (dalam 2,3% dari
709 penyelam berpengalaman). Bahkan pasien yang telah kembali mendengar
18

penuh setelah mengalami tuli sensorik mendadak harus waspada jika menyelam,
karena tidak disebutkan pasti apakah riwayat gangguan pendengaran
meningkatkan kerentanan pada telinga yang terkena. Kedua, perlindungan
kebisingan harus digunakan bila ada indikasi. Trauma akustik dapat terjadi akibat
paparan suara misalnya musik keras, suara alat-alat listrik dan peralatan kebun.
Penyumbat atau penutup telinga (earplugs atau earmuffs) dirancang untuk
perlindungan kebisingan, murah, banyak tersedia, dan sangat efektif bila
digunakan dengan benar. Akhirnya, periksa ke THT segera (yaitu, dalam waktu
24 jam setelah timbulnya gejala) dianjurkan untuk menilai adanya gejala pada
telinga yang sehat.12
2.7 Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor yaitu :
kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia, derajat
tuli saraf, dan adanya faktor-faktor predisposisi.1
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar
kemungkinan untuk sembuh, bila sudah lebih 2 minggu kemungkinan sembuh
menjadi lebih kecil. Banyak peneliti setuju bahwa semakin cepat pengobatan,
semakin besar kemungkinan untuk sembuh. Kemungkinan sembuh pada
pengobatan yang terlambat selama kurang dari 7 hari adalah 66%, pengobatan
yang terlambat antara 8 sampai 16 hari adalah 25%, sedangkan antara 15-30 hari
sebesar 16%. Oleh karena itu, pengobatan secara ideal dilakukan saat kurang
dari 7 hari.6 Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga tidak
sembuh, hal ini disebabkan oleh karena faktor konstitusi pasien seperti pasien
yang pernah mendapat pengobatan obat ototoksik yang cukup lama, pasien
diabetes melitus, pasien dengan kadar lemak darah yang tinggi, pasien dengan
viskositas darah yang tinggi dan sebagainya, walaupun pengobatan diberikan
pada stadium yang dini.1
Pasien yang cepat mendapat pemberian kortikosteroid atau vasodilator
mempunyai angka kesembuhan yang lebih tinggi, demikian pula dengan
19

kombinasi pemberian steroid dengan heparinisasi dan karbogen serta steroid
dengan obat fibrinolitik.1
Usia muda mempunyai angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan
usia tua, tuli sensorineural berat dan sangat berat mempunyai prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan tuli sensorineural nada rendah dan menengah.
Tinitus adalah gejala yang paling sering menyertai dan paling mengganggu
disamping vertigo dan perasaan telinga penuh. Gejala vertigo dan perasaan
telinga penuh lebih mudah hilang dibandingkan dengan gejala tinitus. Ada ahli
yang berpendapat bahwa adanya tinitus menunjukkan prognosis yang lebih
baik.1
Diduga pulihnya pendengaran tergantung dari derajat keparahan tuli.
Pasien dengan tuli yang ringan (mild) biasanya dapat pulih total, tuli sedang dapat
pulih secara spontan namun jarang pulih total kecuali dengan terapi, dan tuli berat
jarang bisa pulih spontan maupun pulih total. Prognosis pulihnya pendengaran
pada pasien usia tua dan disertai gejala vestibular lebih buruk.12
20

BAB 3. PEMBAHASAN
Diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang audiologi dan laboratorium. Anamnesis yang teliti
mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang menyertai serta faktor
predisposisi penting untuk mengarahkan diagnosis.
1. Kehilangan pendengaran tiba-tiba biasanya satu telinga yang tidak jelas
penyebabnya, berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari.
2. Pasien biasanya mengingat dengan jelas kapan tepatnya mereka kehilangan
pendengaran, pasien seperti mendengar bunyi ”klik” atau ”pop” kemudian pasien
kehilangan pendengaran.
3. Gejala pertama adalah berupa tinitus, beberapa jam bahkan beberapa hari
sebelumnya bisa didahului oleh infeksi virus, trauma kepala, obat-obat ototoksik,
dan neuroma akustik.
4. Pusing mendadak (vertigo) merupakan gejala awal terbanyak dari tuli
mendadak yang disebabkan oleh iskemik koklear dan infeksi virus, dan vertigo
akan lebih hebat pada penyakit meniere, tapi vertigo tidak ditemukan atau jarang
pada tuli mendadak akibat neuroma akustik, obat ototoksik
5. Mual dan muntah
6. Demam tinggi dan kejang
7. Riwayat infeksi virus seperti mumps, campak, herpes zooster, CMV, influenza
B
8. Riwayat hipertensi
9. Riwayat penyakit metabolik seperti DM
10. Telinga terasa penuh, biasanya pada penyakit meniere
11. Riwayat berpergian dengan pesawat atau menyelam ke dasar laut
12. Riwayat trauma kepala dan bising keras
Selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
termasuk tekanan darah sangat diperlukan. Pada pemeriksaan otoskopi tidak
dijumpai kelainan pada telinga yang sakit. Skrining untuk ketulian dapat
dilakukan menggunakan telepon (misalnya, oleh seorang perawat klinik).12
21

Tes pendengaran dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata
sederhana atau nomor pada setiap telinga pasien dan memintanya untuk
mengulangi dengan keras. Inspeksi pada saluran telinga dan membran timpani
dengan penggunaan lampu pneumatik sangat penting dilakukan untuk menilai
keutuhan membran (untuk menyingkirkan efusi telinga tengah). Jika membran
timpani tidak tampak akibat terhalang oleh serumen yang tidak bisa dikeluarkan
atau dibersihkan maka sebaiknya konsultasikan dengan spesialis THT. Tes Weber
dan Rinne harus dilakukan dengan menggunakan garpu tala 512-Hz. Pada
pemeriksaan pendengaran, tes garpu tala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke
telinga yang normal, Schwabach memendek, kesan tuli sensorineural.
Pemeriksaan neurologis terfokus harus dilakukan untuk menilai apakah ada
disfungsi sistem pusat atau vestibular. Terutama penilaian motilitas okular dan
sinusoidal.12
Setelah tuli mendadak telah dikonfirmasi dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik sederhana, selanjutnya pasien dapat dirujuk ke dokter spesialis untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan audiometri,
laboratorium, dan MRI jika diperlukan.
Audiogram lengkap, termasuk pengukuran ambang dengar konduksi
tulang dan udara dengan audiometri tutur dan nada murni ( pure tones ),
diperlukan untuk diagnosis definitif pada pasien yang curiga kehilangan
pendengaran asimetri. Ambang dengar dan audiometri tutur menilai kerasnya dan
kejelasan pendengaran, masing-masing. Pada tuli sensorik, sensitivitas terhadap
suara disampaikan melalui rangsangan konduksi tulang dan sensitivitas tersebut
sama di telinga yang terkena, tetapi keduanya berkurang (yaitu, ambang batas
terangkat). Pada Tuli konduktif, konduksi tulang normal, tetapi ambang konduksi
udara lebih buruk (meningkat) di telinga yang terkena. Pada audiometri nada
murni menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat. Pemeriksaan
audiometri nada tutur memberi hasil tuli sensorineural sedangkan pada audiometri
impedans terdapat kesan tuli sensorineural koklea. Pada anak-anak dapat
dilakukan tes BERA dimana hasilnya menunjukkan tuli sensorineural ringan
sampai berat.12
22

Gadolinium-enhanced Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari tulang
temporal dan otak diperlukan pada kasus tuli sensorik mendadak untuk
menyingkirkan kelainan "retrocochlear“ (misalnya, neoplasma, stroke, atau
demielinasi). Pada pasien yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan MRI otak,
pilihan lainnya adalah CT-scan, audiometri respon pendengaran batang otak, atau
keduanya, meskipun ini kurang sensitif untuk mendeteksi kelainan retrocochlear
dibandingkan MRI.12
Audiometri khusus
o Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) dengan skor : 100%
atau kurang dari 70%
o Tes Tone decay atau reflek kelelahan negatif.
Kesan : Bukan tuli retrokoklea
Audiometri tutur (speech audiometry)
o SDS (speech discrimination score): kurang dari 100%
Kesan : Tuli sensorineural
Audiometri impedans :
Timpanogram tipe A (normal) reflek stapedius ipsilateral negatif atau
positif sedangkan kolateral positif.
Kesan : Tuli sensorineural Koklea
BERA ( Brainstem Evolved Responce Audiometry)
Menunjukkan tuli sencori neural ringan sampai berat.
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid,
penyakit autoimun, dan faal hemostasit.
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien tuli mendadak antara lain : (1)
Tirah baring yang sempurna(total bed rest) istirahat baik fisik dan mental selama 2
minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya
pada keadaan kegagalan neovaskular. (2) Vasodilator yang cukup kuat yaitu
komplamin injeksi disertai dengan pemberian tablet peroral komplamin. Dapat
juga menggunakan obat vasodilator seperti histamin, papaverin, dan karbogen. (3)
Prednison 4×10 mg (2 tablet),tappering off tiap 3 hari (hati –hati pada penderita
23

DM) atau 1 mg/kg/hari dalam dosis tunggal dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Diberikan selama 10 sampai 14 hari (misalnya, 60 mg sehari selama 4 hari
prednison, diikuti oleh penurunan dosis 10 mg tiap 2 hari).. (4) Vitamin C 500. (5)
Neurotropik 3×1 tablet /hari. (6) Diit rendah garam dan rendah kolesterol. (7)
Inhalasi oksigen 4×15 menit (2 liter/menit), obat antivirus sesuai dengan virus
penyebab. (9) Hiperbarik oksigen terapi (HB). Setelah pemberian terapi maka
perlu dilakukan pemantauan ulang melalui tes audiometri serta dapat dilakukan
penilaian prognosis. Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktorr
yaitu kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia,
derajat tuli saraf, dan adanya faktor-faktor predisposisi. Penanganan tuli
mendadak secara ringkas dijelaskan dalam bagan berikut.
24
Anamnesis : tuli mendadakPemeriksaan fisik, tes audiologi- Penilaian klinis- Tes audiometri- Tes laboratorium- MRI otak dan meatus akustikus internusIdiopatik: terapi umumPenyebab spesifik: terapi umum + kausatifPemantauan, Penilaian prognosis
Tuli mendadak (tuli sensorineural) telah dikonfirmasi

BAB 4. KESIMPULAN
Tuli mendadak adalah gangguan pendengaran sensorineural yang lebih
besar dari 30 dB lebih dari 3 frekuensi yang berdekatan yang terjadi dalam
periode 3 hari. Sebagian besar kasus kehilangan pendengaran mendadak unilateral
dan prognosis untuk pemulihan pendengaran cukup baik. Etiologi SHL dapat
dibagi ke dalam kategori besar : (1) virus dan menular, (2) autoimun, (3) labirin
membran pecah/traumatis, (4) pembuluh darah, (5) neurologis, dan (6) neoplastik.
Patogenesis untuk kehilangan pendengaran mendadak idiopatik sensorik (ISSHL)
memiliki 4 jalur teoritis, antara lain infeksi virus, penyebab vaskuler, ruptur
membran labirin, penyakit autoimun pada telinga dalam.
Diagnosis dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dapat dilakukan melalui
tirah baring, vasodilator, kortikosteroid, vitamin C, neurotropik, inhalasi
oksigen, hiperbarik oksigen terapi (HB), alat bantu dengar psikoterapi serta
beberapa edukasi. Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktorr
yaitu kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia,
derajat tuli saraf, dan adanya faktor-faktor predisposisi.
25

DAFTAR PUSTAKA
1. Jenny B dan Indro S. 2007. Tuli Mendadak. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke 6:
Jakarta: FK UI.
2. Supriyono. 2009 Tuli Mendadak. Diunduh dari
http://nawalahusada.wordpress.com/2009/01/11/tuli-mendadak/ pada
tanggal 17 April 2013.
3. Neeraj N Mathur. 2011. Sudden deafness. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview pada tanggal 18
April 2013
4. Anonim. 2011. Tuli Mendadak. Diakses dari http://www.klikpdf.info/?
p=423 pada tanggal 17 April 2013.
5. Marthur N, Carr M et al. 2012. Sudden hearing loss. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview#showall.
6. Levie et.al. 2007. Sudden hearing loss. B-ENT, 6: 33-43. Diakses dari
http://www.orl-nko.be/common/guidelines/2007/08.pdf pada tanggal 18
April 2013.
7. Alviandi, et.al. 2006. Tuli Mendadak dan Implikasinya. Jakarta: Bagian
THT FK-UI RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
8. Anias, C.R. 2007. Otorhinolaryngology: Sudden Deafness. University of
Rio De janeiro. Diakses dari:
http://www.medstudents.com.br/otor/otor4.htm
9. Danesh, et. al. 2007. Sudden hearing loss: Audilogical diagnosis and
management. Denver, Colorado: American academy of audiology
convention. Diakses dari: www.coe.fau.edu/csd/SSHLPresAAA.pdf
10. Stachler, et.al. 2012. Clinical Practice Guideline: Sudden Hearing Loss.
Otolaryngology-Head and Neck Surgery, 146: S1. Diakses dari
http://oto.sagepub.com/content/146/3_suppl/S1 pada tanggal 18 April
2013.
26

11. Schreiber, et.al. 2010. Sudden sensorineural hearing loss. Lancet, 375:
1203-11. Diakses dari
http://211.144.68.84:9998/91keshi/Public/File/36/375-9721/pdf/1-s2.0-
S0140673609620717-main.pdf pada tanggal 18 April 2013.
12. Rauch, Steven. 2008. Idiophatic Sudden Sensorineural Hearing Loss. N
Engl J Med, 359: 833-40. Diakses dari
http://otosurgery.org/2008_NEJM_RAUCH_SSNHL.pdf pada tanggal 18
April 2013.
13. Fillipo et.al. 2010. Intratympanic Prednisolone Therapy for Sudden
Sensorineural Hearing Loss: A New protocol. Acta Oto- Laryngologica,
Italy; 130: 1209-13.
27