TINJAUAN PUSTAKA - digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sedangkan menurut...

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pusaka Asawidya dkk (2011) menjelaskan bahwa peralatan merupakan kriteria yang paling dominan dalam penerapan green construction pada proyek konstruksi di Surabaya. Jef Franklyn Sinulingga (2012) menyimpulkan bahwa hambatan terbesar yang dialami oleh sebagian besar responden dalam menerapkan green construction adalah pembiayaan serta perawatan green building. Hambatan dari segi pembiayaan serta perawatan green building menjadi alasan utama oleh sebagian besar responden dikarenakan tidak mudah merawat suatu gedung atau bangunan apalagi bangunan dengan konsep green building, yang harus mempertahankan manfaatnya untuk lingkungan sekitar. Hasil analisis Korelasi Pearson nilai interprestasi (r) adalah - 0,408. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara penerapan kriteria green construction dengan hambatanhambatan dalam penerapan green construction memiliki hubungan yang sedang (0,400,599), sedangkan bertanda negatif ( - ) menunjukkan bahwa hubungannya berlawanan arah artinya jika kriteria green construction semakin diterapkan maka hambatannya semakin tidak menghambat. Besarnya nilai signifikasi adalah 0,014 dimana α = 5%, maka dapat diketahui bahwa nilai signifikasi lebih kecil dari nilai α (0,014 < 0,05) jadi dapat disimpulkan adanya hubungan antara kriteria dalam menerapkan green construction dengan hambatanhambatan dalam penerapan green construction pada proyek konstruksi. Eka Nirmala dkk (2014) menjelaskan bahwa variabel terkuat penghambat penerapan green development adalah biaya investasi yang tinggi, prosedur penerapan yang memakan waktu, keterbatasan ketersediaan produk hijau, kesulitan pelaksanaan teknis, minimnya informasi tentang bangunan hijau, perencanaan yang rumit, kurangnya keahlian serta rendahnya permintaan pasar.

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA - digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sedangkan menurut...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pusaka

Asawidya dkk (2011) menjelaskan bahwa peralatan merupakan kriteria yang paling

dominan dalam penerapan green construction pada proyek konstruksi di Surabaya.

Jef Franklyn Sinulingga (2012) menyimpulkan bahwa hambatan terbesar yang

dialami oleh sebagian besar responden dalam menerapkan green construction

adalah pembiayaan serta perawatan green building. Hambatan dari segi

pembiayaan serta perawatan green building menjadi alasan utama oleh sebagian

besar responden dikarenakan tidak mudah merawat suatu gedung atau bangunan

apalagi bangunan dengan konsep green building, yang harus mempertahankan

manfaatnya untuk lingkungan sekitar.

Hasil analisis Korelasi Pearson nilai interprestasi (r) adalah - 0,408. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa hubungan antara penerapan kriteria green construction

dengan hambatan–hambatan dalam penerapan green construction memiliki

hubungan yang sedang (0,40–0,599), sedangkan bertanda negatif ( - ) menunjukkan

bahwa hubungannya berlawanan arah artinya jika kriteria green construction

semakin diterapkan maka hambatannya semakin tidak menghambat.

Besarnya nilai signifikasi adalah 0,014 dimana α = 5%, maka dapat diketahui

bahwa nilai signifikasi lebih kecil dari nilai α (0,014 < 0,05) jadi dapat disimpulkan

adanya hubungan antara kriteria dalam menerapkan green construction dengan

hambatan–hambatan dalam penerapan green construction pada proyek konstruksi.

Eka Nirmala dkk (2014) menjelaskan bahwa variabel terkuat penghambat

penerapan green development adalah biaya investasi yang tinggi, prosedur

penerapan yang memakan waktu, keterbatasan ketersediaan produk hijau, kesulitan

pelaksanaan teknis, minimnya informasi tentang bangunan hijau, perencanaan yang

rumit, kurangnya keahlian serta rendahnya permintaan pasar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Wulfram I. Ervianto (2014) menyimpulkan bahwa hambatan yang terjadi dalam

mengimplementasikan green construction adalah permasalahan teknologi, peran

aktif pemilik proyek, terbatasnya regulasi, campur tangan sumber pendanaan serta

faktor-faktor lain yang mencakup sosialisasi tentang lingkungan.

Taufiq Lilo Adi Sucipto dkk (2014) menyimpulkan bahwa komitmen yang kuat dari

owner sebagai pioneer dalam mewujudkan bangunan yang ramah lingkungan dan

hemat energi sebagai alasan utama penerapan konsep green building pada Gedung

Bank Indonesia Surakarta. Aplikasi green building yang diterapkan meliputi:

penggunaan solar panel sebagai sumber energi alternatif, penggunaan kaca low-e

sebagai pencahayaan alami, memanfaatkan air limbah untuk daur ulang, ruang

terbuka hijau yang maksimal, adanya reflecting pool, penggunaan peralatan

mekanikal-elektrikal yang hemat energi, terdapat parkir sepeda dan shower

compartement, terdapat BAS (Building Automation System), perlengkapan sanitary

yang ramah lingkungan, serta lingkungan kerja yang sehat dan nyaman.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Green Construction

Glavinich (2008) mengemukakan green construction adalah suatu perencanaan dan

proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara

kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan

mendatang. Konsep green construction menurut Glavinich (2008) mencakup hal

sebagai berikut:

a. Perencanaan dan penjadwalan konstruksi.

b. Konservasi material

c. Tepat guna lahan

d. Manajemen limbah kontruksi

e. Penyimpanan dan perlindungan material

f. Kesehatan lingkungan kerja

g. Menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan

h. Pemilihan dan pengoperasian peralatan konstruksi

i. Dokumentasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Sedangkan menurut Kibert (2008) konsep green construction mencakup hal sebagai

berikut:

a. Rencana pelindungan lokasi pekerjaan

b. Program kesehatan dan keselamatan kerja

c. Pengelolaan limbah pembangunan atau pembongkaran

d. Pelatihan bagi subkontraktor

e. Reduksi jejak ekologis proses kontruksi

f. Penanganan dan instalisasi material

g. Kualitas udara

2.2.2 Standar Kriteria Penerapan Green Construction

Standar yang dapat digunakan sebagai penilaian green construction antara lain

sebagai berikut:

a. Greenship untuk bangunan baru versi 1.2 oleh Green Building Council

Indonesia (GBCI).

Green Building Council Indonesia adalah lembaga mandiri (non government) dan

nirlaba (non-for profit) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat

dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi

transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. GBC Indonesia

merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC) yang

berpusat di Toronto, Kanada. WGBC saat ini beranggotakan 102 negara dan hanya

memiliki satu GBC di setiap negara.

Kategori yang digunakan dalam sistem rating greenship antara lain sebagai berikut:

1) Appropriate Side Development (ASD) atau tepat guna lahan

2) Energy Efficiency and Refrigerat (EER) atau efisiensi energi dan refrigeran

3) Water Conservation (WC) atau konservasi air

4) Material Resources and Cycle (MRC) atau sumber dan siklus material

5) Indoor Air Health and Comfort (IHC) atau kualitas udara dan kenyamanan

udara

6) Building and Environment Management (BEM) atau menejemen lingkungan

bangunan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Tahap penilaian Greenship terdiri dari:

1) Tahap rekognisi desain (design recognition – DR) dengan maksimum nilai

77 poin.

Pada tahap ini, tim proyek mendapat kesempatan untuk mendapatkan penghargaan

sementara untuk proyek pada tahap finalisasi desain dan perencanaan berdasarkan

perangkat penilaian Greenship. Tahap ini dilalui selama gedung masih dalam tahap

perencanaan.

2) Tahap penilaian akhir (final assessment – FA) dengan maksimum nilai 101

poin.

Pada tahap ini, proyek dinilai secara menyeluruh baik dari aspek desain maupun

konstruksi dan merupakan tahap akhir yang menentukan kinerja gedung

menyeluruh. Penjabaran nilai pada setiap kategori greenship rating tool dapat

dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Penjabaran Nilai Kategori Kriteria Green Construction by Greenship

Rating Tool GBCI

Kategori

Jumlah nilai untuk DR Jumlah nilai untuk FA

Prasyarat Kredit Bonus Prasyarat Kredit Bonus

ASD - 17 - - 17 -

EEC - 26 5 - 26 5

WAC - 21 - - 21 -

MRC - 2 - - 14 -

IHC - 5 - - 10 -

BEM - 6 - - 13 -

Jumlah - 77 5 - 101 5

Grafik persentase penilaian greenship untuk bangunan baru v1.2 dapat dilihat pada

Gambar 2.1 di bawah ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Gambar 2.1 Grafik Persentase Penilaian Greenship untuk Bangunan Baru v1.2

b. Green Contractor Assessment Sheet oleh PT. PP (Persero) Tbk.

Green Contractor Assessment Sheet adalah upaya penerapan green construction

yang dilakukan oleh PT. PP (Persero) Tbk. Hal-hal yang tertuang dalam Green

Contractor Assessment Sheet antara lain sebagai berikut:

1) Tepat guna lahan

Memelihara kehijauan lingkungan proyek serta mengurangi emisi CO2 dan gas

polutan. Mengurangi beban drainasi kota akan limpasan air hujan maupun air dari

kegiatan konstruksi baik kualitas maupun kuantitas.

2) Efisiensi dan konservasi energi

Mendorong penghematan konsumsi/pemakaian energi selama kegiatan kontruksi

dengan cara pemantauan pemakaian serta melakukan aplikasi upaya efisiensi

energi.

3) Konservasi air

Mendorong penghematan konsumsi/pemakaian air selama kegiatan kontruksi

dengan cara pemantauan pemakaian serta melakukan aplikasi upaya efisiensi

penggunaan air.

4) Manajemen lingkungan proyek konstruksi

Melaksanakan pengolahan sampah selama proses konstruksi dan mendorong

mengurangi terjadinya sampah sehingga mengurangi beban Tempat Pembuangan

Sampah Akhir (TPA) serta melaksanakan program kampanye/promosi green

0

5

10

15

20

25

30

35

40

ASD EEC WAC MRC IHC BEM

DR

FA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

construction dalam rangka sosialisasi dan edukasi akan pentingnya pengolahan

kontruksi ramah lingkungan.

5) Sumber dan siklus material

Mengoptimalkan penggunaan material yang ada untuk mengurangi pemakaian

bahan mentah atau material baru serta melaksanakan proses produksi yang ramah

lingkungan.

6) Kesehatan dan kenyamanan di dalam lokasi proyek konstruksi

Menjaga dan meningkatkan kualitas udara serta kenyamanan udara serta menjaga

kebersihan dan kenyamanan lingkungan seperti mengurangi dampak asap rokok,

debu, serta mengurangi pemakaian material yang dapat membahayakan kesehatan.

7) Lubang resapan biopori (LRB)

Merupakan teknologi tepat guna untuk mengatasi permasalahan air dan sampah

serta menjaga kualitas tanah. LRB adalah lubang silinder yang dibuat secara

vertikal ke dalam tanah dengan diameter lubang ± 10 cm dan kedalaman sekitar

100cm dengan catatan tidak melebihi kedalaman permukaan air tanah.

2.2.3 Pelaksanaan Kriteria Green Construction

Pelaksanaan green construction dimulai dari perencanaan hingga pelaksanaan

sebuah proyek. Dalam implementasinya, green construction tidak hanya digunakan

untuk green building saja, namun juga untuk bangunan konvensional.

Berdasarkan Greenship versi 1.2 oleh Green Building Council Indonesia (GBCI)

terdapat enam kriteria yang digunakan dalam penilaian pelaksanaan green

construction. Secara spesifik kriteria tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.

1) Appropriate Side Development (ASD) atau tepat guna lahan

Dalam aspek ini terdapat kriteria prasyarat yang mengharuskan dalam proses

pekerjaan tetap memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan

kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat polutan, mencegah erosi tanah,

mengurangi beban sistem drainasi menjaga keseimbangan neraca air bersih dan

sistem air tanah. Selain itu terdapat kriteria kredit yang mendukung kriteria

prasyarat. Kriteria-kriteria kredit tersebut diantaranya:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

a. Pemilihan tapak

Tujuan dari kriteria ini adalah menghindari pembangunan di daerah

penghijauan dan pembukaan lahan baru. Tolak ukurnya adalah pemilihan

lokasi yang terdapat prasarana dan melakukan revitalisasi lahan yang

bernilai negatif.

b. Aksesibilitas komunitas

Tujuan dari kriteria ini adalah mendorong pembangunan di tempat yang

telah memiliki jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian

penggunaan gedung sehingga mempermudah masyarakat dan menghindari

penggunaan kendaraan bermotor.

c. Transportasi umum

Tujuan dari kriteria ini adalah mendorong pengguna gedung untuk

menggunakan kendaraan umum.

d. Fasilitas pengguna sepeda

Tujuan dari kriteria ini adalah mendorong pengguna gedung untuk

menggunakan sepeda agar mengurangi penggunaan sepeda bermotor.

e. Lansekap pada lahan

Tujuan dari kriteria ini adalah memelihara dan memperluas kehijauan kota

untuk meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat polutan,

menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air tanah.

f. Iklim mikro

Tujuan dari kriteria ini adalah meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar

gedung yang mencakup kenyamanan manusia dan habitat sekitar gedung.

Penggunaan material-material yang tidak mengakibatkan heat island effect

dan penambahan luas lansekap sangat dianjurkan dalam kriteria ini.

g. Manajemen air limpasan

Tujuan dari kriteria ini adalah mengurangi beban sistem drainasi lingkungan

dari kuantitas air limpasan air hujan dengan sistem manajemen air hujan

secara terpadu.

2) Energy Efficiency and Refrigerat (EER) atau efisiensi energi dan refrigeran

Dalam aspek ini terdapat kriteria prasyarat yang mengharuskan pemantauan

penggunaan energi sehingga dapat menjadi dasar penerapan manajemen energi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

yang baik seperti memperhatikan kWh meter secara berkala. Selain itu juga terdapat

kriteria kredit yang menunjang kriteria prasyarat diantaranya efisiensi dan konversi

energi, penggunakan pencahayaan alami, penggunaan ventilasi, pemahaman

tentang pengaruh perubahan iklim, serta menggunakan energi yang dapat

terbarukan.

3) Water Conservation (WC) atau konservasi air

Kriteria prasyarat dalam aspek ini adalah perhitungan penggunaan air dengan

pemantauan berkala pada meteran air agar penggunaan air dapat lebih efisien.

Selain itu juga terdapat beberapa kriteria kredit seperti pengurangan penggunaan

air, pengalokasian penggunaan fitur air, daur ulang air, sumber air alternatif,

penampungan air hujan, serta efisiensi penggunaan air lansekap.

4) Material Resources and Cycle (MRC) atau sumber dan siklus material

Refrigeran fundamental menjadi kriteria prasyarat pada aspek ini, maksudnya

adalah mencegah penggunaan material yang memiliki potensi merusak ozon yang

tinggi. Selain itu terdapat juga kriteria kredit lainnya yaitu:

a. Penggunaan gedung dan material

Yang dimaksudkan disini adalah penggunaan kembali material bekas

bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan

bahan mentah baru, sehingga dapat mengurangi limbah pembuangan akhir.

b. Material ramah lingkungan

Mengurangi jejak ekologi dari proses ekstraksi bahan mentah dan proses

produksi material.

c. Mengurangi refrigeran tanpa ODP

Menggunakan bahan yang tidak memiliki potensi merusak ozon.

d. Kayu bersertifikat

Menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggung jawabkan asal-

usulnya untuk melindungi kelestarian alam.

e. Material prafabrikasi

Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi

sampah konstruksi.

f. Material regional

Untuk mengurangi CO2 yang dihasilkan dari transportasi material.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

5) Indoor Air Health and Comfort (IHC) atau kualitas udara dan kenyamanan

udara

Melakukan introduksi dengan udara luar merupakan kriteria prasyarat. Tujuannya

untuk menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan

melakukan introduksi udara luar sesuai dengan kebutuhan laju ventilasi untuk

kesehatan pengguna gedung. Kriteria kreditnya antara lain:

a. Pemantauan kadar CO2

b. Kendali asap rokok di lingkungan

c. Mengontrol polutan kimia

d. Pemandangan keluar gedung

e. Kenyamanan visual

f. Kenyamanan termal ruangan

g. Mengontrol tingkat kebisingan

6) Building and Environment Management (BEM) atau menejemen lingkungan

bangunan

Kriteria prasyaratnya adalah terdapat dasar pengelolaan sampah yang bertujuan

untuk mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana untuk memudahkan

proses daur ulang. Selain itu terdapat kriteria kredit sebagai berikut:

a. Melibatkan minimal 1 tenaga ahli (greenship professional) dalam

perencanaan proyek.

b. Manajemen sampah yang disebabkan proses konstruksi.

c. Pengolahan sampah tingkat lanjut.

d. Membuat sistem komisioning yang baik dan benar agar pelaksanaan sesuai

dengan perencanaan.

e. Menyerahkan data untuk melengkapi data implementasi konstruksi ramah

lingkungan di Indonesia.

2.2.4 Faktor Penghambat Penerapan Green Construction

Nirmala Eka dkk (2014) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

penting dalam penerapan green construction diantaranya:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

1) Biaya investasi yang tinggi

Biaya investasi merupakan penghambat utama yang disebabkan oleh kecanggihan

teknologi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Kecanggihan teknologi yang dimaksudkan tersebut, dapat diterapkan dengan

adanya sistem sel surya, teknologi smart home dan sebagainya menurut seorang

manajer proyek. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa apabila konsep bangunan

hijau yang diterapkan berbasis pada kecanggihan teknologi hijau dengan

melibatkan keseluruhan kinerja sistem mekanikal-elektrikal gedung yang bahkan

dapat memproduksi on-site energy (Priatman,2002), maka biaya investasi dapat

menjadi sangat tinggi (Zhang,2011; Hwang,2012). Sedangkan beberapa manajer

proyek yang menyatakan kurang setuju pada variabel ini menyatakan bahwa

perencanaan konsep bangunan hijau yang berbasis pada strategi desain pasif

tidaklah memerlukan biaya tinggi meskipun tidak mendukung efisiensi

energi sepenuhnya bahkan tidak menghasilkan energi baru yang merupakan inovasi

terpenting dalam pembangunan hijau.

2) Prosedur penerapan yang memakan waktu

Dominasi jawaban responden pada perusahaan pengembang di Surabaya sesuai

dengan pernyataan Hwang (2012) dan Choi (2009) yang menyebutkan bahwa

alokasi waktu yang lebih panjang diperlukan untuk menjalankan rumitnya

pengawasan, pengendalian dan proses persetujuan pada tiap tahapan pekerjaan

dimana terdapat cukup banyak metode dan teknologi baru yang belum cukup

dikenal, sehingga konsep ini masih perlu dipelajari dan didiskusikan dalam

beberapa saat sebelum diterapkan. U.S EPA (2007) juga menambahkan bahwa

pemenuhan kebutuhan perencanaan yang lebih detail dan komprehensif menuntut

keterlibatan dan interaksi berbagai stakeholder sehingga memperlambat prosedur

penerapan yang ada. Sedangkan sebagian kecil pendapat responden yang

berlawanan, mengarah pada keunggulan elemen konstruksi hijau seperti yang

dicontohkan Ervianto (2012) diantaranya adalah pemasangan sistem modular beton

pracetak yang ternyata mempersingkat durasi proyek karena pelaksanaannya yang

tidak terpengaruh cuaca sehingga meminimalkan terjadinya keterlambatan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

3) Keterbatasan ketersediaan produk hijau

Pengalaman dari beberapa perusahaan pengembang di Kota Surabaya yaitu

seringkali material hijau hanya dapat diperoleh dari segelintir pemasok saja

sehingga mau tidak mau material tersebut harus diterima bagaimanapun adanya

tanpa dapat membandingkan harga maupun kualitas dengan material sejenis dari

pemasok lain. Kendala keterbatasan ketersediaan material dan peralatan

bersertifikasi hijau yang disediakan oleh supplier menurut Dair (2006) dan Lam et

al (2009) ini disebabkan karena material dan peralatan bersertifikasi hijau seringkali

berada di luar standar umum rantai pasok proyek konstruksi sehingga berdampak

pada resiko ketidakpastian persediaan pasokan dan minimnya jenis alternatif

pengganti. Hwang (2012) pun menambahkan ketersediaan material hijau tidak

mudah didapat karena tidak tersedia secara lokal sehingga sebagian besar harus

diperoleh secara import. Hal ini juga disebabkan oleh rendahnya demand yang ada

menurut Landman (1999).

4) Kesulitan pelaksanaan teknis

Terdapat cukup banyak komponen sistem pada proyek pembangunan hijau

yang terbentuk oleh adanya teknologi yang masih tergolong baru, sehingga

muncullah kesulitan teknis pada masa konstruksi (Marchman,2011). Suatu contoh

yang disebutkan oleh seorang responden bahwa terdapat kesulitan dalam

pemasangan sistem sistem ventilasi pengalihan udara untuk perbaikan kenyamanan

termal dan kualitas udara ruang pada gedung. Sistem ini menyalurkan 100% udara

luar ke dalam ruangan melewati bagian bawah lantai atau dinding bawah,

kemudian secara perlahan hawa panas pun terserap ke arah saluran pemipaan pada

plafon tanpa memindahkan debu dan kotoran dari lantai. Pelaksanaan sistem ini

tampak cukup rumit karena sulitnya integrasi sistem ini dengan sistem lain yang

ada pada lantai, dinding dan plafon.

5) Minimnya informasi tentang bangunan hijau

Menurut Yudelson (2008), hal-hal yang perlu diinformasikan tentang bangunan

hijau adalah bagaimana aplikasi konsep hijau yang harus dilakukan secara tepat,

serta berbagai keuntungan sosial dan ekonomi yang penting untuk dijadikan

motivasi bagi stakeholder. Bahkan menurut salah seorang responden, informasi

yang ada tentang bangunan hijau sebenarnya telah cukup tersedia dan mudah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

ditemui di Surabaya yang notabene merupakan sebuah kota besar, namun di

antara cukup banyaknya informasi tersebut yang paling penting namun sulit

diperoleh adalah informasi aplikasi teknologi hijau pada bangunan dengan

gambaran nyata mengenai nilai manfaat yang diperoleh dibandingkan dengan

keseluruhan biaya yang telah diinvestasikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan

bahwa informasi detail mengenai perbandingan biaya dan manfaat (cost-benefit)

yang ada pada konsep pembangunan hijau masih sangatlah rendah karena

minimnya penerapan yang ada menurut Tomkiewicks (2011).

6) Perencanaan yang rumit

Perencanaan pada proses konstruksi di dalam proyek pembangunan hijau

memerlukan peran semua pihak secara terintegrasi di sepanjang proses perencanaan

(Ervianto, 2012). Hal ini disebabkan oleh karena cukup banyaknya komponen pada

sistem bangunan hijau yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi, sehingga

kesalahan rencana instalasi dapat berdampak terhadap gangguan teknis pada

elemen bangunan lain menurut Choi (2009). Bahkan tanpa berbasis pada instalasi

teknologi hijau, perencanaan bangunan hijau dengan desain pasif pun tidak

sesederhana perencanaan bangunan biasa menurut salah seorang responden yang

merupakan manajer proyek perusahaan pengembang. Sedangkan perencanaan

bangunan hijau yang dikatakan sederhana oleh sebagian kecil responden pada

penelitian ini, dikatakan oleh Petersen (2008) sebagai proses desain yang hanya

mengandalkan trial and error sehingga pencapaian konsep bangunan hijau dapat

berpotensi tidak tepat pada sasarannya.

7) Kurangnya keahlian

Proyek pembangunan hijau adalah proyek yang memerlukan pengetahuan dan skil

yang berbeda dengan proyek biasa berdasarkan pernyataan Hwang (2012).

Sehingga minimnya keahlian yang mendetail tentang bagaimana penerapan,

metode dan spesifikasi teknis teknologi hijau menyebabkan konsep ini menjadi sulit

diterapkan secara maksimal (Robichaud et al, 2011). Dari hasil wawancara yang

telah dilakukan pada seorang manajer proyek, ahli yang kompeten dalam konsep

Green Development pada proyek konstruksi gedung di Surabaya seringkali hanya

terlibat pada saat tahap pelaksanaan konstruksi saja, contohnya yaitu pada proses

pemasangan sistem balok pracetak yang seringkali hanya dikuasai oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

subkontraktor beton ready-mix. Robichaud (2011) dan Dair (2006) menyebutkan

bahwa terlambatnya keterlibatan konsultan yang ahli dalam konsep bangunan hijau

tidak akan memberi pengaruh yang signifikan pada kelancaran pelaksanaan proyek

pembangunan hijau.

8) Rendahnya permintaan pasar

Menurut Abidin (2010), perusahaan pengembang sangat berorientasi pada

pengembangan properti yang mudah laku terjual, sehingga penerapan konsep

pembangunan hijau ini akan secara total dilaksanakan apabila terdapat dorongan

dari permintaan pasar. Yudelson (2008) menyatakan bahwa permintaan pasar dapat

didorong oleh semakin bertambahnya tingkat pertumbuhan proyek-proyek

pembangunan hijau. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang responden yang

mengatakan bahwa rendahnya permintaan pasar bukan lagi menjadi suatu

penghambat yang berarti, namun justru dapat menjadi suatu pendorong yang dipicu

oleh perilaku sektor industri dalam memproduksi material ataupun komponen hijau

secara besar-besaran untuk menarik konsumen. Adapun respon tidak setuju pada

rendahnya permintaan pasar yang ada pada saat ini, didukung oleh pernyataan Mc

Graw Hill Construction (2006) yaitu terdapat sebuah kecenderungan bahwa

kemungkinan besar kondisi pasar saat ini telah lebih tinggi dari beberapa tahun lalu.

Wulfram I. Ervianto (2014) menyimpulkan hambatan yang terjadi dalam

mengimplementasikan green construction adalah:

1) Permasalahan Teknologi

Permasalahan teknologi, dimana kontraktor masih terkendala oleh beberapa hal

sebagai berikut: (a) penggunaan bahan bakar alternatif, (b) teknologi daur ulang,

(c) terbatasnya ketersediaan peralatan yang ramah lingkungan dalam hal tingkat

kebisingan, (d) implementasi komponen prafabrikasi, (e) ragam material

terbarukan.

2) Peran Aktif Pemilik Proyek

Peran aktif dari pemilik proyek dalam beberapa hal sebagai berikut: (a)

mensyaratkan pemakaian kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya,

(b) mensyaratkan pembuatan sistem untuk infiltrasi air tanah, (c) ketentuan

filterisasi air yang akan disalurkan ke dalam riol kota, (d) ketentuan tidak menebang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

pohon kecuali yang berada dalam massa bangunan, (e) mensyaratkan penggunaan

air secara bertanggung jawab baik yang bersumber dari PDAM maupun air tanah,

(f) melakukan monitoring sampah yang dihasilkan, (g) memantau kebisingan,

getaran, dan kondisi air tanah yang diakibatkan oleh aktivitas proyek, (h) memantau

kualitas udara selama proyek berlangsung untuk menciptakan udara bersih.

3) Keterbatasan Regulasi

Terbatasnya regulasi yang mengatur tentang implementasi green construction

dalam beberapa hal sebagai berikut: (a) standarisasi terkait dengan penerangan

yang sesuai untuk aktivitas konstruksi baik di dalam maupun di luar ruangan,

(b) ketentuan penggunaan peralatan konstruksi yang rendah emisi dan berbahan

bakar alternatif.

4) Sumber Pendanaan

Campur tangan sumber pendanaan dalam hal peremajaan berbagai peralatan yang

rendah emisi dan efisien bahan bakar.

5) Faktor Kesadaran

Faktor lainnya yang mencakup sosialisasi penghematan air, energi, penggunaan

sensor cahaya untuk penerangan dan tidak menggunakan bahan berbahaya seperti

merkuri, styrofoam dan zat lain yang tidak ramah lingkungan.

2.3. Analisis Statistik

2.3.1. Uji Validitas

Pearson Product Moment merupakan salah satu teknik pengujian validitas yang

sering digunakan. Teknik ini digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

bebas (X) dengan variabel terikat (Y) dengan mengkorelasikan skor butir pada

kuisioner terhadap skor total pada tingkat signifikansi 5%.

Rumus Pearson Product Moment:

𝑟 = n.(Σxy) – (Σx) (Σy)

√{nΣx² – (Σx)²} {n.Σy2 – (Σy)²} (2.1)

Dimana:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

r = korelasi Pearson Product Moment

n = Banyaknya Pasangan data X dan Y

Σx = Total Jumlah dari Variabel X

Σy = Total Jumlah dari Variabel Y

Σx2 = Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X

Σy2 = Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y

Σxy = Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y

2.3.2. Uji Reliabilitas

Metode yang digunakan pada uji reliabilitas adalah metode Cronbach’s Alpha.

Alpha Cronbach adalah koefisien keandalan (reliability) yang menunjukkan

seberapa baik item dalam suatu kumpulan berkorelasi satu sama lain. Perhitungan

Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung rerata interkorelasi di antara

butir-butir pertanyaan pada kuisioner.

Rumus Cronbach’s Alpha:

rtt = 𝑘

𝑘−1(1 −

∑ σ b2

σ 𝑡2) (2.2)

Dimana:

rtt = reliabilitas kuisioner

k = banyaknya butir pertanyaan

∑ σ b2 = jumlah variansi butir

σ t2 = variansi total

Tabel 2.2 Cronbach’s Alpha

No Interval Kriteria

1 < 0.200 Sangat rendah

2 0.200 - 0.399 Rendah

3 0.400 - 0.599 Cukup

4 0.600 - 0.799 Tinggi

5 0.800 - 1.000 Sangat Tinggi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

2.3.3. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda adalah suatu model dimana variabel terikat tergantung

pada dua atau lebih variabel bebas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Bentuk Umum Regresi Linier Berganda

Y = a + b1X1 + b2X2 + ……….. + bnXn (2.3)

Dimana:

Y adalah variabel terikat

X adalah variabel bebas

a adalah konstanta

b adalah koefisien regresi

2.3.4. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan seiring analisis regresi berganda, yang meliputi uji

asumsi multikolinieritas, autokorelasi, normalitas, dan heteroskesdastisitas.

Apabila hasilnya tidak ditemukan multikolinieritas, autokorelasi, dan

heteroskesdastisitas, maka analisis regresi berganda yang telah dilakukan dapat

digunakan sebagai hasil akhir uji hipotesis penelitian mengenai hambatan yang

terjadi dalam penerapan green construction.

2.3.4.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji ini dilakukan dengan

melihat normal probability plot. Distribusi normal akan membentuk garis lurus

diagonal. Dan ploting data residual akan akan dibandingkan dengan garis diagonal,

jika distribusi residual normal, maka garis yang menggambarkan data

sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

2.3.4.2. Uji Multikolinieritas

Mulitikolinieritas menunjukkan hubungan linier antara variabel bebas. Pengujian

multikolinieritas dalam penelitian ini menggunakan nilai varian inflation factor

(VIF) yang diperoleh dari pengujian hipotesis. Kriteria terjadinya multikolinieritas

adalah apabila VIF lebih besar dari 10.

2.3.4.3. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara

anggota serangkaian observasi yang diurutkan secara waktu (time series) atau

secara ruang (cross sectional). Metode yang digunakan untuk mengetahui adanya

autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.

2.3.4.4. Uji Heterokesdatisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari

residual atau pengamatan satu ke pengamatan lain tetap. Maka disebut

homokedastisitas.

Pengujian heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai

prediksi variabel terikat, yaitu ZPRED (sumbu X), dengan residualnya SRESID

(sumbu Y). Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola teratur

(bergelombang, menyebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan

terjadinya homokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas dan teratur, serta titik-

titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka terjadi

heterokedastisitas.

2.3.5. Pengujian Hipotesis Uji t

Yaitu uji hipotesis pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel

terikat.

1) Hipotesis operasional

Ho = Variabel bebas secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap variabel terikat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Ha = Variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel terikat

2) Perhitungan t tabel

Tingkat signifikasi (α) = 0.05

t tabel = t (α / 2; n – k)

3) Dasar pengambilan keputusan

Berdasarkan t tabel:

Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima

Jika t hitung > t tabel maka Ho diterima

Berdasarkan taraf signifikasi/nilai probabilitas

Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima

Jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak

Nilai t tabel yang diperoleh dibandingkan nilai t hitung, bila t hitung > t tabel, maka

Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap

variabel terikat. Apabila t hitung < t tabel, maka Ho diterima sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

2.3.6. Pengujian Hipotesis Uji F

Yaitu uji hipotesis pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel

terikat.

1) Hipotesis operasional

Ho = Variabel bebas secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap variabel terikat

Ha = Variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel terikat

2) Perhitungan t tabel

Tingkat signifikasi (α) = 0.05

F table = t (α , V1, V2)

F table = t (α ,[k-1]; [n-1] [k-1])

Keterangan: n = jumlah sampel, k = jumlah variabel

3) Dasar pengambilan keputusan

Berdasarkan t tabel:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima

Jika F hitung > F tabel maka Ho diterima

Berdasarkan taraf signifikasi/nilai probabilitas

Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima

Jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak

Nilai F tabel yang diperoleh dibandingkan nilai F hitung, bila F hitung > F tabel,

maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh

terhadap variabel terikat. Apabila F hitung < F tabel, maka Ho diterima sehingga

dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel

terikat.