TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari...

9
TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia Tanaman Krisan merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan dalam skala komersial terutama sebagai tanaman hias dalam pot maupun bunga potong. Terdapat lebih dari seribu varietas krisan yang dikenal yang tersebar di seluruh dunia. Awalnya krisan dibudidayakan di Jepang, bahkan menjadikan krisan sebagai simbol kekaisaran Jepang dan disebut sebagai Queen of the East, kemudian menyebar ke Eropa lalu ke seluruh Asia. Tanaman Krisan masuk ke Indonesia pada abad ke- 17 dan baru dikembangkan pada tahun 1940 di Cianjur, Lembang, Cisarua, Brastagi dan Bandungan (Rukmana dan Mulyana 1997). Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa jenis bunga potong yang mempunyai nilai komersial di Indonesia antara lain krisan, anggrek, mawar, anyelir, anthurium, gladiol, gerbera, sedap malam, aster, dan melati. Peningkatan nilai estetis dan ekonomis sangat diperlukan untuk menjaga keindahan dan kesenangan para penyuka bunga potong, sehingga akan dapat meningkatkan jumlah konsumen dan penyuka bunga potong. Terdapat empat jenis bunga lokal yang berpotensi diproduksi di Indonesia untuk keperluan pasar dalam negeri dan ekspor ke pasar internasional, yaitu anggrek, krisan, mawar dan sedap malam. Pertumbuhan produksi selama tiga tahun terakhir masing-masing bunga adalah 1.53%, 68.44%, 13.53% dan 10.81% per tahun. Nilai ekspor anggrek, krisan dan mawar pada tahun 2011 masing- masing mencapai USD 783 785; USD 1 329 468 dan USD 781 377 (BPS 2012). Krisan menempati urutan pertama sebagai penghasil devisa pada ekspor tanaman hias, dari waktu ke waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong maupun dalam pot mengalami kenaikan. Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia yang banyak diminati di beberapa negara (Widiastuti et al. 1999). Bunga krisan kuning (Chrysanthemum indicum) sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia dan negara lain karena keindahannya. Keragaman bentuk, warna, kemudahan untuk dirangkai dan memiliki kesegaran bunga yang cukup lama, bisa bertahan sampai dengan 3 minggu (Harry 1994). Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007), pasokan bunga krisan di dunia saat ini masih dikuasai oleh pelaku usaha yang bersal dari Belanda, Colombia, dan Italia yang mencapai total ekspor lebih dari 60% dari nilai perdagangan dunia, sementara negara-negara lain hanya mampu memasok sekitar 10% dari total permintaan dunia. Usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain ketergantungan terhadap bibit dari luar negeri dan infestasi hama pada bunga potong sehingga terdapat kesulitan untuk menembus pasar luar negeri. Salah satunya adalah hama T. parvispinus (Balithi 2000). Kerusakan yang ditimbulkan oleh thrips pada tanaman bunga krisan di lapangan berkisar 40-55 % tergantung pada kondisi lingkungan (Prabaningrum dan Moekasan 1997) Selain itu ketatnya negara tujuan dalam menerapkan aturan untuk pemasukan tanaman hias ke negaranya menjadi kendala bagi ekspor tanaman hias. Selain penampilan yang baik, tanaman harus bebas dari tanah dan organisme

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

TINJAUAN PUSTAKA

Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia

Tanaman Krisan merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan

dalam skala komersial terutama sebagai tanaman hias dalam pot maupun bunga

potong. Terdapat lebih dari seribu varietas krisan yang dikenal yang tersebar di

seluruh dunia. Awalnya krisan dibudidayakan di Jepang, bahkan menjadikan

krisan sebagai simbol kekaisaran Jepang dan disebut sebagai Queen of the East,

kemudian menyebar ke Eropa lalu ke seluruh Asia. Tanaman Krisan masuk ke

Indonesia pada abad ke- 17 dan baru dikembangkan pada tahun 1940 di Cianjur,

Lembang, Cisarua, Brastagi dan Bandungan (Rukmana dan Mulyana 1997).

Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa jenis bunga potong

yang mempunyai nilai komersial di Indonesia antara lain krisan, anggrek, mawar,

anyelir, anthurium, gladiol, gerbera, sedap malam, aster, dan melati. Peningkatan

nilai estetis dan ekonomis sangat diperlukan untuk menjaga keindahan dan

kesenangan para penyuka bunga potong, sehingga akan dapat meningkatkan

jumlah konsumen dan penyuka bunga potong.

Terdapat empat jenis bunga lokal yang berpotensi diproduksi di Indonesia

untuk keperluan pasar dalam negeri dan ekspor ke pasar internasional, yaitu

anggrek, krisan, mawar dan sedap malam. Pertumbuhan produksi selama tiga

tahun terakhir masing-masing bunga adalah 1.53%, 68.44%, 13.53% dan 10.81%

per tahun. Nilai ekspor anggrek, krisan dan mawar pada tahun 2011 masing-

masing mencapai USD 783 785; USD 1 329 468 dan USD 781 377 (BPS 2012).

Krisan menempati urutan pertama sebagai penghasil devisa pada ekspor tanaman

hias, dari waktu ke waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk

bunga potong maupun dalam pot mengalami kenaikan.

Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia yang

banyak diminati di beberapa negara (Widiastuti et al. 1999). Bunga krisan kuning

(Chrysanthemum indicum) sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di

Indonesia dan negara lain karena keindahannya. Keragaman bentuk, warna,

kemudahan untuk dirangkai dan memiliki kesegaran bunga yang cukup lama, bisa

bertahan sampai dengan 3 minggu (Harry 1994).

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007), pasokan bunga krisan di

dunia saat ini masih dikuasai oleh pelaku usaha yang bersal dari Belanda,

Colombia, dan Italia yang mencapai total ekspor lebih dari 60% dari nilai

perdagangan dunia, sementara negara-negara lain hanya mampu memasok sekitar

10% dari total permintaan dunia.

Usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala,

antara lain ketergantungan terhadap bibit dari luar negeri dan infestasi hama pada

bunga potong sehingga terdapat kesulitan untuk menembus pasar luar negeri.

Salah satunya adalah hama T. parvispinus (Balithi 2000). Kerusakan yang

ditimbulkan oleh thrips pada tanaman bunga krisan di lapangan berkisar 40-55 %

tergantung pada kondisi lingkungan (Prabaningrum dan Moekasan 1997)

Selain itu ketatnya negara tujuan dalam menerapkan aturan untuk

pemasukan tanaman hias ke negaranya menjadi kendala bagi ekspor tanaman hias.

Selain penampilan yang baik, tanaman harus bebas dari tanah dan organisme

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

5

pengganggu tumbuhan (OPT). Salah satu contoh, ekspor bunga krisan dengan

tujuan negara Jepang dinyatakan terinfestasi oleh thrips sehingga harus diberi

perlakuan dengan penyemprotan insektisida dosis tinggi oleh pemerintah Jepang

untuk melindungi negaranya dari penyebaran OPT, dampaknya hanya 40% bunga

krisan yang dapat bertahan sehingga eksportir mengalami kerugian.

Tanaman Krisan

Klasifikasi Ilmiah

Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup

bermacam-macam jenis Chrysanthemum. Klasifikasi Ilmiah dari tanaman bunga

krisan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Chrysanthemum

Spesies Chrysanthemum sp.

Botani

Menurut Rukmana dan Mulyana (1997), tanaman krisan memiliki batang

dengan bentuk yang tegak, bulat, sedikit bercabang, permukaan kasar dan

berwarna hijau. Daun berbentuk tunggal, berseling, lonjong dengan ujung runcing

dan pangkal yang membulat, panjang 7-13 cm dan lebar 3-6 cm pertulangan

menyirip, tebal, permukaan kasar, hijau. Sementara itu bunga bersifat majemuk,

berbentuk seperti cawan dengan garis tengah 3-5 cm. Buah dari tanaman krisan

berbentuk lonjong, kecil, ditutupi selaput buah, yang masih muda berwarna putih

sementara yang tua berwarna hitam. Biji berbentuk lonjong dengan ukuran kecil

berwarna hitam dan akar tunggang berwarna putih.

Krisan pada umumnya dibudidayakan dan tumbuh baik di dataran medium

sampai tinggi yaitu pada kisaran 650 – 1 200 m dpl. Di habitat aslinya, krisan

merupakan tanaman yang bersifat menyemak dan dapat tumbuh hingga mencapai

tinggi 30 – 200 cm. Berdasarkan siklus hidupnya, krisan dibedakan menjadi 2

tipe, yaitu krisan semusim (hardy annual) dan krisan tahunan (hardy perennial)

(Harry 1994).

Tanaman krisan yang dibudidayakan saat ini merupakan krisan modern

hasil hibridisasi, seleksi dan rekayasa genetik telah dilakukan para pemulia krisan

sejak lama, sehingga kebanyakan krisan modern bersifat poliploid dan secara

genetik sangat heterogen. Perubahan-perubahan yang terjadi pada krisan modern

ini terutama pada karakter ketahanan terhadap stress lingkungan, hama dan

penyakit, atau kualitas bunga seperti warna, bentuk serta tipe bunga.

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

6

Gambar 1 Tanaman krisan pada pot

Krisan berasal dari daerah subtropis, sehingga suhu yang terlalu tinggi

merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Krisan dapat tumbuh

pada kisaran suhu harian antara 17-30ºC. Pada fase vegetatif, kisaran suhu harian

22-28ºC pada siang hari dan tidak melebihi 26ºC pada malam hari dibutuhkan

untuk pertumbuhan optimal krisan. Suhu ideal pada fase generatif adalah 16-

18ºC. Pada suhu di atas 25ºC, proses inisiasi bunga akan terhambat dan

menyebabkan pembentukan bakal bunga juga terlambat. Suhu yang terlalu tinggi

juga mengakibatkan bunga yang dihasilkan cenderung berwarna kusam, pucat dan

memudar (Hashim dan Reza 1995)

Bunga

Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain

Seruni atau bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning

berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C.

Morifolium (ungu dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Krisan masuk ke

Indonesia pada tahun 1800 dan tahun 1940 krisan dikembangkan secara

komersial. Menurut Sanjaya (1996) jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia

umumnya hibrida berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang

ditanam di Indonesia terdiri atas:

a. Krisan lokal (krisan kuno)

Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indoenesia

maka dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di

hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman.

Contoh C. Maximum berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan

berbunga putih di Cipanas (Cianjur).

b. Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida)

Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh

krisan ini adalah C. indicum hybr, C. indicum hybr. Dolaroid, C. indicum

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

7

hybr. Indianapolis (berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga

putih), Alexandra Van Zaal (berbunga merah) dan Pink Pingpong

(berbunga pink).

c. Krisan produk Indonesia

Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan

buatan Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97, 27.177, 28.7 dan

30.13A.

Dari beberapa jenis varietas, krisan berwarna kuning dan hijau adalah yang

paling banyak dicari. Persentasenya bisa mencapai 90%, sementara sisanya

memilih warna-warna lain.

Gambar 2 Bunga potong krisan

Thrips parvispinus Karny

Thrips ditemukan hampir di seluruh dunia dengan jumlah spesies mencapai

6 000 spesies. Dialam bebas, thrips lebih menyukai berada pada gulma sebagai

inangnya, tetapi adanya gangguan pada gulma menyebabkan thrips bermigrasi ke

tanaman ekonomis seperti sayuran, tanaman hias, dan buah-buahan. Beberapa dari

spesies thrips dikenal sebagai penyebab kerusakan tanaman (Reynaud 2010). Di

Indonesia tanaman yang menjadi inang dengan tingkat kerusakan yang cukup

tinggi antara lain adalah cabai, bawang merah, bawang putih, kentang, tomat,

terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman hias seperti krisan, mawar,

dan sedap malam. Kondisi kadar air tanaman mempengaruhi kepindahan thrips

dalam memilih inang, kadar air yang tinggi akan dipilih dari pada tanaman

dengan kadar air kurang (Dibyantoro 1994).

Serangga ini merusak tanaman dengan cara meraut menghisap (Lewis

1973). Menurut Prabaningrum (2007), kerusakan tanaman dan kehilangan hasil

karena hama trips sekitar 10 - 25% pada musim hujan dan 40 - 55% pada musim

kemarau. Semakin awal terjadi serangan, semakin tinggi pula penurunan hasil

baik secara kualitas maupun kuantitas. T. parvispinus juga berperan sebagai

vektor dari suatu virus yaitu Tobacco streak ilarvirus (TSV) (Klose et al. 1996).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

8

Thrips diklasifikasikan kedalam ordo Thysanoptera dan famili Thripidae,

klasifikasi T. parvispinus secara lengkap adalah :

Kingdom : Animalia

Fillum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Thysanoptera

Famili : Thripidae

Genus : Thrips

Spesies : Thrips parvispinus Karny

Gambar 3 Siklus hidup T. parvispinus

(Dreistadt et al. 2004)

Biologi

Pada umumnya thrips dewasa berbentuk langsing, berwarna kuning hingga

coklat kehitaman, berukuran kecil 0.8 – 1.4 mm, ukuran paling besar hingga

mencapai 3 mm (Davidson dan Lyon 1987). Thrips dewasa maupun nimfa

tubuhnya bersegmen-segmen, nimfa berwarna putih atau putih kekuningan dan

tidak bersayap (Lewis 1973). Thrips berkembang biak secara seksual dan

aseksual, perkembangan aseksual thrips disebut dengan parthenogenesis. Imago

betina yang mengalami perkembangbiakan secara aseksual akan menghasilkan

keturunan betina lagi (Kendall dan Capinera 1990). Thrips betina meletakan telur

secara tunggal di dalam jaringan tanaman, di permukaan bawah daun atau pada

kelopak dan mahkota bunga. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor betina

berkisar antara 30-300 butir tergantung kualitas dan jumlah makanan yang

tersedia dan suhu lingkungan (Davidson dan Lyon 1987). Pada suhu yang tinggi

imago akan mengalihkan energi yang dimilikinya untuk memproduksi telur yang

lebih banyak, sementara pada suhu rendah imago akan menimbun energi yang

dimilikinya untuk membentuk struktur tubuh (Berger et al. 2008)

Thrips mengalami metamorfosis sederhana (setengah sempurna) yaitu mulai

dari telur, nimfa, pupa dan setelah itu menjadi thrips dewasa (gambar 3). Thrips

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

9

mengalami dua fase instar nimfa dan pupa. Instar pertama dan kedua merupakan

fase aktif, setelah fase nimfa selanjutnya adalah fase prepupa dan pupa merupakan

fase istirahat dan kemudian menjadi imago yang mulai aktif makan lagi. Siklus

hidup thrips sekitar 15.4 hari (Dibyantoro 1994), sementara itu menurut Lu dan

Lee (1987) untuk menyelesaikan satu siklus hidup thrips membutuhkan waktu 35

hari dengan fase telur 4.8 hari, nimfa 5.9 hari, prepupa 1.4 hari dan pupa 2.4 hari

serta dewasa 20.2 hari.

Telur thrips berbentuk oval atau seperti ginjal dan berwarna putih bening.

Telur biasanya diletakkan pada bagian permukaan bawah daun atau di dalam

jaringan tanaman secara terpencar atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman.

Nimfa berwarna putih dan sangat aktif, terdiri atas dua instar, yang diikuti dengan

periode prepupa yaitu nimfa yang menyerupai sifat seperti pupa dan tidak makan,

nimfa yang baru menetas berwarna putih kekuningan. Nimfa instar pertama dan

kedua aktif berada di permukaan daun sedangkan instar selanjutnya tidak aktif.

Nimfa T. parvispinus paling banyak dijumpai pada daun bagian atas (Sutherland

2006).

Pupa biasanya jatuh ke tanah, kemudian menjadi serangga dewasa.

Perkembangan pupa menjadi imago meningkat pada kelembaban relatif rendah

dan suhu relatif tinggi. Pupa terdapat di bawah daun atau permukaan tanah di

sekitar tanaman. Imago yang telah memiliki sayap biasanya belum dapat terbang

tetapi sudah dapat meloncat dan hidup secara berkelompok (Mound et al. 1976).

Imago berukuran sangat kecil, dengan panjang tubuh + 1 mm dan berwarna

kuning pucat sampai coklat kehitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak

kehitaman bergaris-garis. Serangga jantan tidak bersayap, sedangkan yang betina

mempunyai dua pasang sayap yang halus dan tidak rata. Umur serangga dewasa

dapat mencapai 20 hari. Imago paling banyak ditemukan pada pucuk daun dan

bagian dalam bunga (Davidson dan Lyon 1987).

Gejala Serangan

Menurut Ananthakhrisnan (1993), kerusakan spesifik karena serangan thrips

pada jaringan tanaman menyebabkan kerusakan langsung yang ditandai dengan

warna keperakan dan gangguan fisiologis pada daun dan bunga. Gejala bercak

keperakan awalnya tampak dekat tulang daun menjalar ke tulang daun hingga

warna keperakan dan akhirnya mengalami perubahan menjadi warna kecoklatan,

disebabkan karena terbentuknya gelembung udara yang terjadi akibat tusukan

mulut thrips pada jaringan epidermis (Anderson et al. 1992). Thrips menyerang

tanaman mulai dari pembibitan sampai tanaman dewasa. Gejala serangan paling

banyak dijumpai pada bagian bawah daun atau bunga. Pada intensitas serangan

yang tinggi, tepi daun menjadi berkerut, menggulung ke dalam dan timbul

benjolan sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil dan bila

daun dibuka, akan terdapat imago thrips yang berkelompok (Dethier 1982).

Tanaman yang merana tidak akan menghasilkan bunga yang prima. Populasi dan

serangan thrips biasanya tinggi pada musim kemarau dan menurun pada musim

hujan.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

10

Fosfin

Fosfin atau hidrogen fosfida (PH3) adalah gas yang dihasilkan oleh fumigan

yang dikenal sebagai metal fosfida yang merupakan salah satu fumigan tertua dan

banyak digunakan dalam pengendalian hama. Fosfin sangat toksik terhadap

serangga termasuk manusia dan hewan. Disamping toksik, fosfin juga

menyebabkan korosi pada logam tertentu dan dapat terbakar secara tiba-tiba di

udara pada konsentrasi yang lebih tinggi dari titik ledak yaitu 1.8% (17 900 ppm).

Sifat-sifat lain dari fosfin adalah berat jenis dan berat molekulnya rendah sehingga

membuat kemampuan penetrasinya dapat tembus ke bagian dalam komoditas

(Wirawan 2006).

Perlakuan dengan Fosfin secara berulang-ulang relatif tidak meninggalkan

residu pada komoditas, sehingga relatif aman terhadap komoditas yang

difumigasi. Berdasarkan ketentuan Codex Alimentarius, batas residu untuk fosfin

yang diperbolehkan pada biji-bijian belum diolah adalah 0,1mg/kg dan 0,01mg/kg

pada biji-bijian yang telah diolah. Selain itu, penggunaan fosfin banyak

dipersyaratkan oleh negara-negara tertentu karena ion fosfin diketahui sebagai zat

yang tidak menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon.

Fumigasi fosfin harus memperhatikan sifat fisik dan sifat kimianya, untuk

itu yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan fumigasi dengan fosfin adalah

ketersedian waktu yang cukup untuk pelaksanaan fumigasi, kandungan air

komoditas yang akan difumigasi, jenis komoditas, dan jenis organisme

pengganggu tumbuhan yang menjadi sasaran fumigasi. Penggunaan fosfin

dihindari apabila suhu berada di bawah 10ºC karena pada suhu tersebut serangga

tidak aktif, pada konsentrasi di atas 1.8% volume di udara atau 25 g/m3 pada

tekanan udara normal mudah meledak, pada temperatur di atas 100°C (212°F)

mudah terbakar dengan sendirinya, komoditas memiliki kandungan air yang tinggi

dan komoditas yang mengandung emas, perak dan tembaga.

Menurut Barantan (2013), fosfin adalah fumigan yang sangat beracun

terhadap manusia, keracunan fosfin dapat berakibat kematian bagi manusia.

Pengaruh dari paparan gas tergantung pada konsentrasi gas, lama waktu papar dan

seringnya terkena paparan. Efek yang langsung membahayakan terhadap manusia

terjadi apabila setelah fosfin terpapar dengan konsentrasi 2.8 g/m3 dapat

mematikan manusia dalam beberapa menit. Apabila fosfin terpapar dengan

konsentrasi lebih dari 0.5g/m3 selama 30-60 menit dapat mengakibatkan efek

yang sama. Akan tetapi, pengaruh tidak langsung dapat berakibat fatal apabila

fosfin dalam konsentrasi rendah terhisap oleh manusia secara terus menerus.

Pemilihan Fosfin sebagai fumigan dalam pelaksanaan fumigasi karena

merupakan senyawa yang sangat toksik dan memiliki penetrasi yang baik serta

seragam, tidak memiliki efek aroma, warna, dan cita rasa terhadap komoditas

yang difumigasi, dan penyerapan oleh produk rendah. Menurut Harein dan Davis

(1992), fosfin adalah senyawa kimia yang pada temperatur dan tekanan tertentu

berbentuk gas, dalam konsentrasi tertentu dapat mematikan serangga dan tidak

ada efek residu yang ditinggalkan setelah fumigasi selesai. Saat ini fosfin telah

dikembangkan dalam dua macam formulasi yaitu fosfin formulasi padat dan

fosfin formulasi cair. Fosfin formulasi padat sudah banyak digunakan dalam

bentuk pellet, tablet, plate, bags dan strips dengan jumlah kandungan fosfin

berbeda-beda dan digunakan berdasarkan pada jumlah komoditas yang akan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

11

difumigasi. Namun, penggunaan fosfin padat membutuhkan waktu lebih lama dan

tidak dapat digunakan pada semua komoditas, hal ini karena sifat fosfin yang

sangat mudah terbakar (flammable). Sementara itu, fosfin formulasi cair mulai

dikembangkan untuk menutupi kekurangan dari fosfin formulasi padat agar dapat

digunakan untuk banyak komoditas.

Menurut Barantan (2013), fosfin memiliki sifat fisik dan sifat kimia seperti

yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Sifat fisik dan sifat kimia fosfin

No Deskripsi Fosfin

1 Rumus kimia PH3

2 Bau Karbit/bawang putih

3 Titik didih 87.4°C

4 Titik lebur 133.5°C

5 Berat molekul 34.04

6 Gravity khusus

a. Gas (udara = 1)

b. Liquid (air 4°C = 1)

1.214°

0.746-90

7 Panas penguapan 102.6 cal/g

8 Titik ledakan 1.79% diudara

9 Kelarutan dalam air Sangat larut

10 Efek pada serangga

a. Telur

b. Larva

c. Pupa

d. Dewasa

Racun pernapasan dan saraf

Lambat

Cepat

Lambat

Cepat

11 Faktor konversi (g/m3 ke ppm) 730

Aplikasi fumigasi dengan menggunakan fosfin formulasi cair harus

memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimia yang dimilikinya. Faktor lain yang harus

diperhatikan adalah keamanan selama berlangsungnya kegiatan fumigasi. Fosfin

formulasi cair umumnya berasal dari senyawa PH3 sebanyak 2% dan CO2

sebanyak 98%. Karbon dioksida adalah gas pembawa (carrier) yang sangat baik

untuk fosfin dan menjamin fosfin formulasi cair tidak mudah terbakar dengan

udara. Suhu minimum untuk fumigasi fosfin formulasi cair untuk tujuan tindakan

karantina dapat dilakukan pada suhu 0°C. Bila suhu di dalam ruang berada di

bawah 0°C, maka fumigasi tidak direkomendasikan untuk dilaksanakan.

Penyerapan fumigan yang berlebih akan menimbulkan resiko keamanan karena

fumigan tersebut akan sulit untuk dihilangkan dari komoditas. Suhu ruangan

merupakan faktor yang penting dalam menentukan konsentrasi fosfin formulasi

cair yang efektif membunuh serangga sasaran. Kondisi optimal untuk pelaksanaan

fumigasi dengan fosfin formulasi cair pada suhu ≥ 26 °C.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Krisan dalam Ekspor Indonesia · Bunga krisan adalah anggota dari famili Asteraceae yang mencakup ... terung, waluh dan mentimun juga beberapa tanaman

12

Strategi Pengendalian T. parvispinus

Pengendalian T. parvispinus di lapangan dapat dilakukan dengan beberapa

teknik pengendalian seperti pengendalian secara kimia dengan menggunakan

insektisida, secara hayati dan pengendalian secara terpadu. Menurut Lewis (1973)

thrips semula cukup rentan terhadap jenis insektisida sintetik namun akibat

penggunaan insektisida yang berlebih membuat thrips menjadi lebih tahan

(resisten). Pengendalian hayati yang telah dilakukan adalah dengan penggunaan

mikroorganisme Beauveria bassiana dan Verticilium lecani (Hadisoeganda 1997),

penggunaan tungau predator Amblyseius cucumeris (Prabaningrum dan

Sastrosiwojo 1997) dan penggunaan predator kumbang Coccinella transversalis

dan Menochilus sexmaculatus yang merupakan predator yang sangat baik

memangsa nimfa dan imago T. parvispinus (Pracaya 2011)

Pengendalian yang dilakukan pada produk pasca panen bunga potong

terhadap thrips adalah melalui karantina untuk mencegah terbawanya thrips ketika

komoditas bunga potong krisan ini akan diperdagangkan antar negara. Tindakan

karantina yang dilakukan adalah dengan memberikan perlakuan terhadap bunga

potong krisan. Perlakuan yang biasa digunakan di antaranya adalah dengan

perlakuan fumigasi. Menurut Barantan (2013) fumigasi merupakan suatu tindakan

atau perlakuan terhadap media pembawa OPT menggunakan fumigan dalam

ruangan kedap udara pada suhu dan waktu tertentu dapat membunuh OPT.

Fumigan yang banyak digunakan saat ini adalah metil bromida (MB), fosfin padat

dan etil format.

Berdasarkan rekomendasi dari International Plant Protection Convention

(IPPC), penggunaan MB pada tahun 2008 harus dikurangi dan pada akhirnya

dihentikan sehingga mengharuskan setiap negara melakukan penelitian untuk

mencari fumigan baru pengganti MB dengan teknik perlakuan lain karena MB

termasuk kedalam Bahan Perusak Ozon (BPO). Selain itu juga aplikasi MB

membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga kurang cocok digunakan

untuk fumigasi terhadap bunga potong krisan (Suparno 2003). Fosfin padat

pengunaannya tidak cocok untuk komoditas yang memiliki kadar air tinggi,

sementara itu penggunaan etil format tidak efisien karena sulit untuk dilakukan

terhadap bunga potong dalam jumlah yang banyak (Desmarchelier 1999).