Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

18
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan Kerja merupakan salah satu daya upaya sedemikian rupa sehingga dapat menjamin dan menciptakan kondisi kerja yang aman dan bebas dari resiko kecelakaan (Ishak,2004). Belandaskan hal ini Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu dari sekian banyak aspek perlindungan untuk karyawan yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Peratuuran tersebut antara lain, a) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan b) Perpres No. 12 Tahun 2013 dan PP No. 101 Tahun 2012 tentang Jaminan Keselamatan c) Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan sistem Manajemen K3 d) Undang-undang PP No. 53 Tahun 2012 Tentang Jamsostek Dari seluruh peraturan di atas dasar dari perancangannya ialah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (Wanodya, 2014). Menurut Yuandi, 2011 dalam bidang kepegawaian istilah keselamatan dan kesehatan dapat dibedakan. Keselamatan kerja ialah kondisi aman dan selamat dari penderitaan, kerusakan, atau kerugian dari tempat kerja. Risiko keselamatan merupakan aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kerugian fisik. Sedangkan kesehatan kerja merujuk pada suatu kondisi dimana bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan lebih merujuk pada faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat menyebabkan stres emosi ataupun gangguan fisik lainnya.

description

Tinjauan

Transcript of Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

Page 1: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan Kerja merupakan salah satu daya upaya sedemikian rupa sehingga dapat menjamin dan menciptakan kondisi kerja yang aman dan bebas dari resiko kecelakaan (Ishak,2004). Belandaskan hal ini Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu dari sekian banyak aspek perlindungan untuk karyawan yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Peratuuran tersebut antara lain,

a) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatanb) Perpres No. 12 Tahun 2013 dan PP No. 101 Tahun 2012 tentang Jaminan Keselamatanc) Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan sistem Manajemen K3d) Undang-undang PP No. 53 Tahun 2012 Tentang Jamsostek

Dari seluruh peraturan di atas dasar dari perancangannya ialah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (Wanodya, 2014).

Menurut Yuandi, 2011 dalam bidang kepegawaian istilah keselamatan dan kesehatan dapat dibedakan. Keselamatan kerja ialah kondisi aman dan selamat dari penderitaan, kerusakan, atau kerugian dari tempat kerja. Risiko keselamatan merupakan aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kerugian fisik. Sedangkan kesehatan kerja merujuk pada suatu kondisi dimana bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan lebih merujuk pada faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat menyebabkan stres emosi ataupun gangguan fisik lainnya.

Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Mangkunegara (2001) ialah,

a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial maupun psikologis.

b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannyad) Agara adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawaie) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi

kerjaf) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Page 2: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

K3 sangat penting dalam penerapannya sebagai modal utama dalam menunjang kepuasan kerja karyawan, terutama pada bidang pekerjaannya pabrikasi. Karyawan yang bekerja didaerah pabrik selalu berinteraksi langsung dengan alat-alat berat yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Hal ini lah yang menyebabkan resiko kecelakaan kerja pada karyawan memiliki potensi yang sangat besar. Walau penggunaan teknologi atau alat canggih dalam suatu pabrikasi perusahaan akan menunjang proses produksi secara positif, akan tetapi jika tidak dapat dikendalikan maka dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kecelakaan kerja yang timbul bila penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur standar operasi (SOP).

Pada umumnya kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu sifat ceroboh, serta tindakan dari manusia yang sengaja maupun tidak disengaja melanggar peraturan keselamatan kerja. Sedangkan faktor lingkungan adalah tindakan yang tidak aman dari lingkungan kerja antara lain meliputi mesin dan alat-lat kerja. Kurangnya kehati-hatian (ceroboh) atau human error merupakan kesalahan yang disebabkan oleh faktor dari manusia itu sendiri. Cara untuk mencegah kecelakan kerja dari faktor tersebut salah satunya dengan “meniadakan hal-hal yang menjadi penyebab kecelakaan dan mengadakan pengawasan yang ketat” (Ismail, 2010).

Menurut Anies (2005), faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat kerja, antara lain ialah,

a) Golongan fisik, yaitu:a) Suara/ bunya yang bisa menyebabkan tuli karena melebihi batas toleransi. Hal ini dapat mempengaruhi produktivitas pekerjab) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramp atau hyperpyrexia, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan frozebitec) Penyinaran lampu (penerangan) yang kurang baik. Hal ini dapat meningkatkan potensi kecelakaan karena dapat menyebabkan kelainan pada indra penglihatan ataupun silauan kejut yang mempermudah terjadinya kecelakaan

b) Golongan kimiawi, seperti:a) Debu dat menyebabkan sejumlah penyakit pernapasan akut maupun kronis.b) Uap yang dapat menyebabkan metal framefever, dermatitis atau keracunan gas.

c) Golongan pskologis, diantaranya:a) Proses kerja yang ruin dan membosankanb) Hubungan Kerja yang selalu bertekanan atau penuh tuntutanc) Suasana kerja yang kurang nyaman

d) Golongan infeksiDapat berupa infeksi jamur, virus ,maupun parasit.

e) Golongan fisioogisa) Kesalahan-kesalahan konstruksi mesin.b) Sikap badan yang kurang baikc) Salah dalam SOP, dll

Page 3: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

Apabila perusahaan menerapkan K3 dan meminimalisir resiko kecelakaan kerja maka perusahaan itu dapat dikatakan berhasil dalam mengimplementasikan K3. Adanya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik dan benar, yang sesuai dengan SOP yang telah disepakati, maka perusahaan dapat terhidar dari resiko kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan para pekerja. Menurut Ishak (2004) manfaat dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan terbagi menjadi dua ,yaitu:

a) Manfaat Ekonomisa) Berkurangnya kecelakaan dan sakit karena kerjab) Mencegah hilangnya investasi fisik dan investasi SDMc) Meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan aman, selain itu juga

karena motivasi kerja yang meningkatb) Manfaat Psikologis

a) Meningkatnya kepuasan kerjab) Kepuasan kerja tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan selanjutnya akan

meningkatkan produktivitas dan kualitas kerjac) Perusahaan akan merasa bangga bahwa telah ikut dalam melaksanakan program

pemerintah dan ikut serta dalam pembangunan nasional.d) Nama perusahaan akan menjadi baik.

Ada beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. H.W. Heinrich merupakan salah satu pencetus teori di K3 yang terkenal dengan teorinya yang “ Teori Domino Heinrich”. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan: 

a) Kondisi Kerjab) Kelalaian Manusiac) Tindakan Tidak Amand) Kecelakaane) Cedera

Jika disusun sebagai domino maka jika satu keping jatuh, maka keping ini akan bersinggungan dengan keping lain hingga semuanya akan roboh pada akhirnya.Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya keping lain.

Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan.Penjelasannya jika keping nomer 3 tidak ada lagi, seandainya keping nomor 1 dan 2 jatuh, ini tidak akan menyebabkan jatuhnya semua kepingan. Dengan adanya gap/jarak antara keping kedua dengan keping keempat, jika keping kedua terjatuh, ini tidak akan sampai mengganggu keping nomor 4. Akhirnya, kecelakaan (poin 4) dan cedera (poin 5) dapat dicegah (PusdiklatK3,2014).

Page 4: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 ,kecelakaan kerja diklasifikasikan sebagai berikut (Suma’mur, 1987):

a) Berdasarkan jenis pekerjaan

a) Terjatuh

b) Tertimpa benda jatuh

c) Tertumbuk atau terkena benda-benda

d) Terjepit oleh benda

e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

f) Pengaruh suhu tinggi

g) Terkena arus listrik

h) Kontak bahan berbahaya atau radiasi

b) Berdasarkan penyebab

a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya.

b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya, alat angkut darat, udara dan air

c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan sebagainya.

d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, debu, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya.

e) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah tanah).

c) Berdasarkan sifat luka atau kelainan

a) Patah tulang

b) Dislokasi (keseleo)

c) Regang otot

d) Memar dan luka dalam yang lain

e) Amputasi

Page 5: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

f) Luka di permukaan

g) Gegar dan remuk

h) Luka bakar

i) Keracunan-keracunan mendadak

j) Pengaruh radiasi

d) Berdasarkan letak kelainan atau luka di tubuh

a) Kepala

b) Leher

c) Badan

d) Anggota atas

e) Anggota bawah

f) Banyak tempat

g) Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut

2.2. Manajemen Resiko

Manajemen resiko (risk management) ialah suatu pendekatan yang sistematis untuk mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, yang terdiri dari aktivitas penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengatasi resiko yang timbul, serta pengangguuran risiko menggunakan sumber daya yang ada (American National Standard, 2004). Dalam merancang sistem produksi yang stabil, penting menerapkan manajemen resiko didalamnya. Menurut Stoneburner dan Goguen (2002) manajemen resiko dapat mengidentifikasi, menilai dan mengurangi kemungkinan terjadinya resiko.

Tahap awal dalam mengidentifikasi suatu resiko dengan melakukan document review dan wawancara. Risiko yang didapat diolah dan dianalisis penyebabnya. Segala potensi bahaya dapat diminimalisir dengan mengandalkan hirarki pengen dalian bahaya K3, yaitu (Makaryaengineering, 2015):

a) Pengendalian teknis (Engineering Control)b) Eliminasic) Subtitusid) Isolasie) Perubahan prosesf) Ventilasig) Pengendalian administrasi

Page 6: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

h) Pengurangan waktu kerjai) Rotasi / Mutasij) Alat Pelinduung Diri (APD)

Metode Penentuan APD:

a) Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang diguunakanb) Telaah data-data kecelakaan dan penyakitc) Belajar dari pengalaman industri sejenis lainnyad) Bila ada perubahan proses, mesin, dan penggunaan materiale) Peraturan dan Perundang-undangan

Analisa keselamatan pekerjaan merupakan metode pengelompokkan potensi bahaya dalam bentuk tabel, hal ini mempermudah dalam penilaian tingkat potensi bahaya yang ada di unit plastik injeksi. Dengan metode ini, diharapkan dapat memperjelas potensi bahaya apa saja yang ada di unit tersebut, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah penanggulangannya.

Prinsip K3 di dalam manajemen resiko yang biasa diterapkan perusahaan secara umum adalah bahwa (Musoffan, 2007):

a) Semua operasi dan kondisi berbahaya wajib diidentifikasi, b) Resiko dari bahaya yang diidentifikasi itu dinilai, danc) Tindakan yang relevan diterapkan perusahaan untuk mengontrol bahaya itu.

Penerapan ini harus melalui kegiatan yang karyawan laksanakan dengan tujuan agar semua kecelakaan dapat dicegah. Instruksi kerja (work instruction) memuat metode dimana pekerjaan berbahaya atau pekerjaan tidak rutin yang melibatkan pekerjaan baru (new task), atau peralatan baru dll dapat dianalisa secara sistematis untuk:

a) mengidentifikasi resiko yang ada melekat (inherent) di langkah-langkah kerja.b) menilai dan membuat prioritas dalam mengontrol resiko-resiko tersebut;c) menerapkan tindakan-tindakan pengongtrolan (control measures) untuk:

a) menghilangkan bahaya (eliminate) atau b) meminimalkan resiko (minimize) ke tingkat ALARP (As Low As Reasonable

Practicable).

Instruksi Kerja yang dibuat harus diterapkan pada semua tingkatan atas pekerjaan proyek di lapangan (project field operation). Dan manfaat yang optimal dapat diperoleh melalui penerapan proses JSA/JHA ini yang diawalai pada saat permulaan atas setiap kegiatan pekerjaan dalam lingkup proyek tersebut. Langkah-langkah analisa keselamatan kerja (JSA) diantaranya:

a) Membuat daftar Pekerjaan

Page 7: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

b) Penentuuan jenis pekerjaan yang akan dianalisisc) Menguuraikan tuugas ke dalam langkah-langkah dasard) Identifikasi faktor potensi bahaya pada setiap langkah dasare) Pelaksanaan

2.3 Pengolahan Tebu

Pemanenan

Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dau dipangkas dan batangnya diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat akan dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut kecil ke tempat penampungan, kemudian diangkut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

Pengiriman dan Penimbangan Tebu

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan angkutan truk melewati jembatan timbang dengan sistem komputerisasi untuk pengambilan data berat kotor, nomor petak, lokasi, jenis tebang, nama pelaksana tebang dan jam ditebang (kesegaran). Selanjutnya, truk dan trailer yang telah dibongkar, meninggalkan pabrik melewati jembatan timbang keluar untuk pengambilan data berat kendaraan kosong.

Ekstrasi

Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi “jus” atau sari tebu. Umumnya pada pabrik, tebu dihancurkan dalam penggiling putar yang berukuran besar yang disusun seri. Cairan tebu dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan untuk mesin pemanas (boiler). Diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula. “Jus” yang dihasilkan masih berupa cairan kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Page 8: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

“Jus” dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu yang dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)

Jus dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan kotoran. Proses ini dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan tertentu dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.

Penguapan (Evaporasi)

Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan lagi menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dan langkah ini diulangi berulang sampai cukup bersih. Lalu menuju ke tahap pembuatan kristal. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

Pendidihan Primer/ Kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan utama (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa analogikan seperti pada proses

Page 9: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

pengeringan berputar pada mesin cuci. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa dapat menghambat kristalisasi. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan. Pertama akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan Kedua membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk.. Pendidihan Ketiga membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan Kedua dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan Kedua dan sisanya dicairkan lagi.

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis yaitu molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu.

Penyimpanan

Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

Page 10: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

Afinasi (Affination)

Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya.

Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

Karbonatasi

Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi.

Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penghilangan warna

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon

Page 11: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

Pendidihan Sekunder

Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat analogikan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

Pengolahan sisa (Recovery)

Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.

(sumber: SKIL; PT Gunung Madu Plantation; Wegeningen University)

Page 12: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

Daftar Pustaka

American National Standard. 2004. “A Guide to the Project Managment Body of Knowledge. (3rd edition). Newtown Square: Project Management Institute

Ishak, Arep dan Tanjung, Hendri. 2004. “Manajemen Motivasi”. Jakarta : PT Gramedia Widisarana Indonesia

Ishak, A dan Tanjung H. 2004. “Pengembangan Sumber Daya Manusia”. Jakarta: Universitas Trisakti

Ismail, I. 2010. “Manajemen Sumber daya Manusia” Malang: Lembaga Pendidikan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Makarya Engineering. 2014. “Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Konstruksi. [online]. http://makaryaengineering.co.id/KESEHATAN-DAN-KESELAMATAN-KERJA/

Mangkunegara, Anwar P. 2001. “Manajemen Sumber Daya Perusahaan”. Bandung: PT. Remaja Rasdakarya

Musoffan, Wildan. 2007. [skripsi]. “Analisa Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Upaya Identifikasi Potensi Bahaya di Unit Plastic Injection PT Astra Honda Motor”. Jakarta: niversitas Gunadarma

PT Gunung Madu Plantation. 2009. “Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula”. [online] http://www.gunungmadu.co.id/index.php?modul=artikel&id=utama&kodebrt=pabrik&colvis=false

PusdiklatK3. 2014. “Teori Domino Heinrich: Teori Ilmiah Pertama tentang Penyebab Kecelakaan Kerja”. [online]. http://www.pusdiklatk3.com/2014/04/teori-domino-heinrich-teori-ilmiah.html

SKIL (Sugar Knowledge International. Ltd). 2015. “How Cane Sugar is Made- the Basic Story”. [online]. http://www.sucrose.com/

Suma’mur, PK. 1987. “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, cetakan pertama”. Jakarta: CV. Haji Mas Ahung

Wanodya, CW. et al. 2014. “Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Karyawan”. Jurnal Administrasi Bisnis Vol 9(1) April.

Wegeningen University. 2014. “Pembuatan Gula Tebu”. [online]. http://www.food-info.net/id/products/sugar/prodcane.htm

Page 13: Tinjauan Pustaka K3 Gula Celecay

Yuandi , Andi. 2011. [skripsi]. “Analisis Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk.”. Bandung: Universitas Widyatama