BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keselamatan dan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keselamatan dan...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Dewan K3 Nasional, program K3 adalah upaya untuk mengatasi
ketimpangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan
manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan
tata ruang, peralatan K3, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran,
keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).
Program K3 merupakan suatu rencana kerja dan pelaksanaan prosedur yang
memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses pengendalian resiko dan
paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam tindakan tidak aman, meliputi :
1. Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol kondisi
berbahaya, lingkungan beracun dan bahaya-bahaya kesehatan.
2. Membuat prosedur keamanan.
3. Menindaklanjuti program kesehatan untuk pembelian dan pemasangan peralatan
baru dan untuk pembelian dan penyimpanan bahan berbahaya.
4. Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada.
5. Pelatihan K3 untuk semua level manajemen.
6. Rapat bulanan P2K3
7. Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang K3 seperti alat
pelindung diri, standar keselamatan yang baru.
8. Pembagian pernyataan kebijakan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program
keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan
semaunya. Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan
kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat
kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan lainnya. Program keselamatan dan
kesehatan kerja harus dirancang spesifik untuk masing-masing perusahaan sehingga
tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain
(Ramli, 2010).
Efektifitas program keselamatan dan kesehatan kerja sangat tergantung
kepada komitmen dan keterlibatan semua pekerja. Keterlibatan pekerja akan
meningkatkan produktivitas. Beberapa kegiatan yang harus melibatkan pekerja antara
lain (Nasution, 2005) :
1. Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan
rekomendasi bagi perbaikan.
2. Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum.
3. Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru.
4. Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja.
Unsur-unsur program keselamatan dan kesehatan kerja yang terpenting
adalah pernyataan dan kebijakan perusahaan, organisasi dan personil, menjaga
kondisi kerja untuk memenuhi syarat-syarat keselamatan, membuat laporan dan
analisis penyebab kecelakaan dan menyediakan fasilitas pertolongan pertama pada
kecelakaan (Nasution, 2005).
Universitas Sumatera Utara
AOMA (American Occupational Medical Assosiation) dalam Soehatman
Ramli (2010) membagi komponen penting dari program K3, yaitu :
I. Komponen Pokok, meliputi:
1. Pemerikasaan Kesehatan Pekerja
a. Pre-placement yaitu pemeriksaan kesehatan atau status kesehatan termasuk
penilaian emosional, untuk memberikan rekomendasi pada manajemen
mengenai kemampuan seorang pekerja untuk dapat melakukan pekerjaannya
secara aman tanpa membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja dan
orang lainnya. Dalam memberikan rekomendasi tersebut ada beberapa faktor
yang diperhatikan yaitu riwayat kesehatan, riwayat pekerjaan, penilaian
terhadap fisik dan alat-alat tubuh, apakah tidak akan terpengaruh oleh
pekerjaannya, evaluasi dari macam kerja yang akan diberikan.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala yang bertujuan untuk mengetahui status
kesehatan pekerja yang mempunyai efek buruk terhadap kesehatannya.
c. Pemeriksaan kesehatan setelah pekerja menderita sakit atau kecelakaan.
d. Pemerikasaan kesehatan pada waktu pensiun atau berhenti bekerja yang
bertujuan untuk mengetahui apakah ada gangguan kesehatan akibat kerja.
2. Diagnosa dan pengobatan atau kecelakaan akibat kerja, termasuk rehabilitasinya.
3. Pengobatan darurat dan pengobatan atas kecelakaan yang bukan akibat kerja.
4. Pendidikan terhadap pekerja akan potensial occupational/hazard dan tindakan
pencegahan dan pengetahuan akan bahaya terhadap kesehatan.
5. Program penentuan perlunya alat-alat perlindungan diri dan pengadaannya.
Universitas Sumatera Utara
6. Inspeksi berkala dan evaluasi atas lingkungan kerja untuk mengetahui apakah
ada kemungkinan berbahaya terhadap kesehatan serta pencegahannya.
7. Pemeriksaan atau studi terhadap bahan kimia yang dipergunakan yang belum
mendapat pemeriksaan secara toksikologis.
8. Studi epidemiologik untuk mengevaluasi dampak daripada lingkungan kerja.
9. Pemerikasaan occupational health records.
10. Imunisasi terhadap penyakit infeksi.
11. Ikut serta dalam penentuan dan evaluasi dari ansuransi pekerja.
12. Keikutsertaan dalam program peraturan dari perusahaan yang berhubungan
dengan kesehatan.
13. Mengevaluasi secara periodik efektivitas program kesehatan kerja yang ada.
II. Komponen Pilihan, meliputi:
1. Penyediaan tempat pengobatan (klinik) untuk hal-hal yang sifatnya minor dan
non occupational.
2. Pengobatan yang berulang-ulang dan kondisi non occupational yang diberikan
oleh dokter pribadi seperti fisioterapis, suntikan yang rutin, dapat
disediakan/diadakan demi mencegah hilangnya waktu kerja dan tentunya
menurunkan biaya dari pekerja itu sendiri.
3. Program bantuan terhadap pekerja bertujuan untuk membantu memecahkan
masalah atau keadaan yang ada hubungannya dan dapat mempengaruhi
kesehatan/kesejahteraan serta pekerjaan.
4. Pendidikan kesehatan dan konsultasi.
Universitas Sumatera Utara
5. Bantuan terhadap pimpinan perusahaan dalam mengontrol absen kerja oleh
karena sakit.
6. Program keadaan darurat di tempat kerja, termasuk koordinasi dengan bagian
yang penting di luar perusahaan.
Program keselamatan dan kesehatan kerja akan memperbaiki kualitas hidup
pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menciptakan
situasi kerja yang aman, tenteram dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk
bekerja lebih produktif. Melalui program keselamatan dan kesehatan kerja, terjadinya
kerugian dapat dihindarkan sehingga perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan
pekerjanya (Siregar, 2005).
Heinrich menyatakan prinsip dasar dari program keselamatan dan kesehatan
kerja yang perlu diterapkan dalam upaya pencegahan kecelakaan, yaitu :
1. Melakukan usaha inspeksi keselamatan kerja untuk mengidentifikasikan kondisi-
kondisi yang tidak aman.
2. Mengadakan usaha pendidikan dan pelatihan para pekerja untuk meningkatkan
pengetahuan pekerja akan tugasnya sehari-hari dan cara kerja yang aman.
3. Membuat peraturan-peraturan keselamatan kerja yang harus ditaati oleh semua
pekerja.
4. Pembinaan displin dan ketaatan terhadap semua peraturan di bidang keselamatan
kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Tujuan dan Sasaran Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja secara umum adalah
mempercepat proses gerakan nasional K3 dalam upaya memberdayakan keselamatan
dan kesehatan kerja guna mencapai kecelakaan nihil.
Sasaran dari program keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :
1. Meningkatkan pengertian, kesadaran, pemahaman dan penghayatan K3 semua
unsur pimpinan dan pekerja pada sutau perusahaan.
2. Meningkatkan fungsi manajemen K3 atau Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
3. Mendorong terbentuknya manajemen K3 pada setiap perusahaan.
4. Mendorong pembinaan K3 pada sektor informal dan masyrakat umum.
2.2 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2.1 Defenisi Pelatihan K3
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah penting
dalam meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja karyawan. Untuk meningkatkan
sumber daya manusia diperlukan sebuah pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu
alat penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
keselamatan dan kesehatan kerja (Sastrohadiwiryo, 2002). Program pelatihan
merupakan suatu keharusan bagi sebuah industri / perusahaan bila menghendaki hasil
yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya. Pelatihan K3 adalah pengertian
yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas dan pengetahuan tentang bahaya-
bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi berbagai kecelakaan (Sukarmin,
1997).
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh
efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui
pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan
sikap yang layak (Sastrohadiwiryo, 2002).
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang
diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.
Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja
(Ramli, 2010).
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat
kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja secara
selamat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya
meskipun tahu tentang adanya suatu resiko (Santoso,2002).
Menurut Soehatman Ramli (2010), pengembangan pelatihan K3 yang baik
dan efektif dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Analisa Jabatan atau pekerjaan
Dalam tahapan ini dilakukan identifikasi dan analisa semua pekerjaan atau
jabatan yang ada dalam perusahaan kemudian akan dibuat daftar pekerjaan
yang dilakukan oleh setiap pekerja.
2. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis
Melakukan identifikasi tentang pekerjaan yang tergolong berbahaya dan
beresiko tinggi dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pekerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Mengkaji data-data kecelakaan
Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting dalam
merancang pelatihan K3. Kecelakaan mengidentifikasikan adanya
penyimpangan atau kelemahan dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3), salah satu diantaranya adalah kurangnya kompetensi
atau kepedulian mengenai K3. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dan
pelatihan.
4. Survei kebutuhan pelatihan
Melakukan survei mengenai kebutuhan pelatihan dan jenis pelatihan yang
diperlukan untuk meningkatkan keterampilan pekerja sehingga pekerja dapat
melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat di masing-masing tempat kerja.
5. Analisa kebutuhan pelatihan
Melakukan analisa keselamatan kerja untuk mengetahui apa saja potensi bahaya
yang ada dalam suatu pekerjaan. Dari analisa keselamatan kerja dapat
diidentifikasi jenis bahaya dan tingat resiko dari setiap pekerjaan.
6. Menentukan sasaran dan target pelatihan
Pelatihan K3 diharapkan akan memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dari masing-masing pekerja. Sasaran dan target
pelatihan harus ditetapkan dengan tepat sebagai masukan untuk merancang
format dan silabus pelatihan.
7. Mengembangkan objektif pembelajaran
Pelatihan K3 harus dapat menjangkau semua tingkat dan perbedaan pekerja
yang ada dalam suatu perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
8. Melaksanakan pelatihan
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan secara eksternal
melalui lembaga pelatihan atau secara internal yang dirancang sesuai dengan
kebutuhan.
9. Melakukan evaluasi
Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektifitasnya. Evaluasi
dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti materi pelatihan dan dampak
terhadap pekerja setelah kembali ke tempat kerja masing-masing.
10. Melakukan perbaikan
Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan
berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.
Dalam melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja terdapat
beberapa teknik yang dapat dilakukan (Ridley, 2008), antara lain :
1. Perkulihan dan percakapan
2. Video dan film
3. Peran yang langsung dimainkan oleh peserta pelatihan
4. Studi kasus
5. Diskusi kelompok
6. Latihan dan praktek di luar kelas
7. Pelatihan langsung di tempat kerja
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Jenis Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Soehatman Ramli (2010), pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Induksi K3
Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja
atau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru,
pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja.
2. Pelatihan Khusus K3
Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing pekerja.
Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi pelatihan mengenai
bahan-bahan kimia dan pengendaliannya.
3. Pelatihan K3 Umum
Pelatihan K3 umum merupakan program pelatihan yang bersifat umum dan
diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manejemen
puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk menanamkan
budaya atau kultur K3 di kalangan pekerja. Misalnya pelatihan mengenai dasar
K3 dan petunjuk keselamatan seperti keadaan darurat dan pemadam kebakaran.
2.2.3 Manfaat Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Widuri (1992) setiap program pelatihan kerja ada manfaatnya,
demikian juga dengan pelatihan K3. Manfaat pelatihan K3 yaitu :
1. Meningkatkan ilmu dan keterampilan pekerja
2. Mengurangi kecelakaan kerja
3. Mengurangi absensi dan penggantian pekerja
Universitas Sumatera Utara
4. Mengurangi beban pengawasan
5. Mengurangi waktu yang terbuang
6. Mengurangi biaya lembur
7. Mengurangi biaya pemeliharaan mesin
8. Mengurangi keluhan-keluhan
9. Meningkatkan kepuasaan kerja
10. Meningkatkan produksi
11. Komunikasi yang baik
12. Kerjasama yang baik
2.2.4 Indikator Keberhasilan Pelatihan K3
Untuk mengetahui efektifitas dari suatu pelatihan K3 dapat diukur dengan
memperhatikan indikator keberhasilan pelatihan (Widuri, 1992), yaitu :
1. Prestasi kerja karyawan
2. Kedisplinan karyawan
3. Absensi karyawan
4. Tingkat kerusakan produksi, alat-alat dan mesin
5. Tingkat kecelakaan karyawan
6. Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga dan waktu
7. Tingkat kerja sama karyawan
8. Tingkat upah karyawan
9. Prakarsa karyawan
10. Kepemimpinan dan kepuasaan manajerial.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Job Safety Analysis
2.3.1 Defenisi Job Safety Analysis
Dalam membuat prosedur pekerjaan, bahaya yang akan timbul sudah
diidentifikasi dan telah disiapkan cara penanggulangannya melalui penerapan
program analisa keselamatan kerja (Ladou, 2007). Job safety analysis adalah suatu
pendekatan struktural untuk mengidentifikasi potensi bahaya dalam suatu pekerjaan
dan memberikan langkah-langkah perbaikan (Anonim, 2007).
Job safety analysis merupakan uraian setiap operasi dalam pekerjaan,
menelaah bahaya-bahaya dari tiap-tiap kegiatan dan menunjukkan tindakan
pencegahannya. Analisa keselamatan kerja berhubungan dengan penelaahan izin
kerja, rencana peralatan, kualifikasi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan
pedoman kerja serta latihan yang diperlukan (Suma’mur, 1996).
Job safety analysis merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial
di tempat kerja dan mencari cara untuk menanggulangi resiko bahaya. Dalam analisa
keselamatan kerja dilakukan peninjauan terhadap metode kerja dan menemukan
bahaya yang mungkin diabaikan dalam proses design peralatan, pemasangan mesin
dan proses kerja. Melalui penerapan analisa keselamatan kerja dapat dilakukan
perubahan prosedur kerja menjadi lebih aman (Greenwood, 2006).
Tujuan melaksanakan job safety analysis adalah sebagai beikut :
1. Memberikan pelatihan individu mengenai keselamatan dan prosedur kerja
efisien.
2. Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.
Universitas Sumatera Utara
3. Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan.
4. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja.
5. Meningkatkan partisipasi pekerja mengenai keselamatan di tempat kerja.
6. Mengurangi absen.
7. Mengurangi biaya kompensasi pekerja.
8. Meningkatkan produktivitas.
2.4 Proses Job Safety Analysis
Menurut Greenwood (2006), proses job safety analysis terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu :
1. Memilih Pekerjaan
Pekerjaan dengan kecelakaan yang besar akan menjadi prioritas dan dianalisa
terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa, terdapat beberapa
faktor yang harus dipenuhi antara lain :
1. Frekuensi kecelakaan.
Pekerjaan dengan frekuensi kecelakaan tinggi memjadi prioritas utama dalam
job safety analysis.
2. Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.
Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam job
safety analysis.
3. Kekuatan potensi
Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan namun
berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
Universitas Sumatera Utara
4. Pekerjaan baru
Job safety analysis untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat segera mungkin.
Job safety analysis untuk pekerjaan baru tidak boleh ditunda hingga dapat
terjadi kecelakaan atau hampir terjadi kecelakaan.
5. Mendekati bahaya
Pekerjaan dengan tingkat bahaya yang besar harus menjadi prioritas dalam
job safety analysis.
2. Membagi Pekerjaan
Untuk membagi pekerjaan diperlukan seorang pekerja yang mampu melakukan
observasi. Pekerja yang mampu melakukan observasi adalah pekerja yang
berpengalaman dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide.
3. Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja
Tahap berikutnya untuk mengembangkan job safety analysis adalah melakukan
identifikasi semua bahaya. Identifikasi dilakukan terhadap bahaya yang
disebabkan oleh lingkungan dan yang berhubungan dengan prosedur kerja.
4. Mengembangkan Solusi
Langkah terakhir dalam job safety analysis adalah mengembangkan prosedur
kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi kecelakaan. Beberapa
solusi yang dapat diterapkan antara lain :
a. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan.
b. Mengubah prosedur kerja,
c. Mengurangi frekuensi pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Standard Operating Procedure
Standard operating procedure (SOP) adalah langkah-langkah kerja tertulis
yang terfokus kepada pelaksanaan pekerjaan untuk mengurangi resiko kerugian dan
mempertahankan kehandalan. Dalam standard operating procedure biasanya terdapat
batasan operasi peralatan dan keselamatan, prosedur menghidupkan, mengoperasikan,
dan mematikan peralatan (Anonim, 2007).
Dalam Anonim (2007), secara garis besar ketentuan-ketentuan yang ada
dalam standard operating procedure terdiri atas :
1. SOP harus spesifik untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.
2. SOP dapat menggambarkan semua resiko pekerjaan yang akan dilaksanakan.
3. Identifikasi semua resiko keselamatan, bahaya lingkungan, dan ergonomi yang
berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
4. Menentukan alat pelindung diri yang sesuai untuk menghindari terkena resiko
keselamatan yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
5. Izin kerja yang digunakan untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.
6. Menggambarkan aturan, tanggung jawab maupun kewenangan untuk semua
karyawan.
7. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua karyawan.
8. Dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan job safety analysis.
9. Menjelaskan pengoperasian normal dan tindakan yang akan dilakukan jika terjadi
perubahan.
10. Menjelaskan tanggapan keadaan darurat dan prosedur pelaksanaan shutdown.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Behavior Based Safety
Mempromosikan perilaku aman di tempat kerja merupakan bagian penting
dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan merupakan salah satu cara
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Scott Geller, 2001). Program behavior
based safety digunakan untuk menggambarkan program yang berfokus pada perilaku
pekerja sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program behavior based safety
akan mengidentifikasi pekerja yang berperilaku tidak aman kemudian mengarahkan
pekerja tersebut untuk berperilaku aman pada saat bekerja (Krause, 2000).
Menurut Scott Geller (2001), behavior based safety adalah program dengan
metode untuk mengubah perilaku pekerja dengan menggabungkan beberapa prinsip,
yaitu :
a. Mendorong pekerja agar memiliki perilaku aman pada saat bekerja.
b. Melakukan perbaikan secara terus-menerus jikalau pekerja belum dapat untuk
berperilaku aman.
c. Fokus pada perubahan perilaku bukan pada kecelakaan.
Menurut Krause (2000), behavior based safety dilaksanakan dengan
beberapa tahapan, yaitu :
1. Pengamatan di tempat kerja
Pengamatan atau observasi di tempat kerja dimulai dengan memantau perilaku
pekerja selama bekerja. Pengamatan tersebut dilakukan oleh seorang pengamat
yang telah ditunjuk oleh perusahaan. Seorang pengamat akan memuji perilaku
aman yang dilakukan seorang pekerja.
Universitas Sumatera Utara
Lalu pengamat akan menjelaskan secara rinci perilaku berisiko yang pekerja
lakukan. Kemudian pengamat meminta pekerja untuk memberi alasan mengapa
ia menempatkan dirinya pada keadaan yang berisiko.
2. Pengumpulan data dan laporan awal
Hasil pengamatan yang diperoleh akan dikumpulkan dan menjadi laporan awal
dalam pelaksanaan program behavior based safety. Laporan awal ini
menjelaskan alasan mengapa seorang pekerja melakukan perilaku berisiko dan
lokasi tempat kerja.
3. Laporan analisis dan rekomendasi
Laporan awal yang telah diterima akan dibahas dan dianalisis oleh perusahaan.
Pembahasan tersebut akan menghasilkan sebuah rekomendasi untuk mengatasi
perilaku berisiko pekerja, misalnya dengan menyediakan alat pelindung diri
(APD). Pelaksanaan rekomendasi diharapkan dapat mengubah perilaku berisiko
dan menghilangkan bahaya atau risiko di tempat kerja.
2.7 Stop Work Authority
Program stop work authority merupakan suatu program yang memungkinkan
setiap karyawan yang menyaksikan suatu tindakan tidak aman atau merasa bahwa
kondisi tidak menjamin operasi yang aman untuk segera menghentikan pekerjaan
tanpa pertanyaan (Hanford, 2008).
Tujuan dari program stop work authority adalah untuk memastikan bahwa
semua pekerja diberikan tanggung jawab dan wewenang untuk berhenti bekerja
ketika pekerja percaya bahwa ada situasi yang menempatkan mereka, rekan kerja,
atau masyarakat pada risiko atau dalam bahaya buruk yang dapat mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
keamanan pengoperasian, menyebabkan kerusakan fasilitas, atau mengakibatkan
pelepasan limbah ke lingkungan dan menyediakan metode untuk mengatasi masalah
tersebut (Hanford, 2008).
Menurut Scott Geller (2001), proses pelaksanaan stop work authority antara
lain:
1. Stop work authority dilakukan jika suatu kondisi diyakini tidak aman, seperti :
a. Kondisi yang menempatkan pekerja, rekan kerja atau masyarakat dalam risiko
atau bahaya.
b. Kondisi yang dapat mempengaruhi keamanan pengoperasian atau
menyebabkan kerusakan fasilitas.
c. Kondisi yang mengakibatkan terjadinya pelepasan limbah ke lingkungan.
2. Memastikan pekerjaan dalam kondisi yang aman dan segera memberitahu
pengawas/manajemen dan pekerja yang terkena ketika melakukan stop work
authority.
3. Menyelesaikan setiap masalah yang telah mengakibatkan seorang pekerja
berhenti kerja.
Stop work authority dapat dilakukan untuk kondisi dengan kriteria :
1. Kondisi yang terjadi akan menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan
pekerja.
2. Kondisi yang apabila dibiarkan terus-menerus dapat mempengaruhi keselamatan
operasi atau menyebabkan kerusakan fasilitas.
3. Kondisi yang apabila dibiarkan terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya
pembuangan limbah melebihi peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh personil apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya
(Cahyono, 2004). Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri adalah suatu alat
yang dipakai untuk melindungi diri terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja.
2.7.1 Jenis-jenis APD
Alat-alat pelindung diri beraneka ragam macamnya. Jika digolongkan
berdasarkan bagian-bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis-jenis alat pelindung
diri adalah sebagai berikut :
1. Alat Pelindung Kepala (Head Cover)
Alat ini terdiri dari alat pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai
bahan. Tujuan pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk melindungi kepala
dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau benda keras, baik yang sifatnya
jatuh, melayang atau meluncur termasuk melindungi diri dari panas radiasi
bahan-bahan kimia korosif. Jenis pekerjaan yang memerlukan alat pelindung
kepala misalnya pekerjaan di bawah mesin-mesin maupun pekerjaan di sekitar
konduktor energy yang terbuka. Contoh alat pelindung kepala adalah topi plastik,
topi plastik berlapis asbes, topi aluminium, dan topi logam.
2. Alat Pelindung Mata (Eye Protection)
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak
dengan bahaya karena percikan atau kemasukan debu-debu, gas-gas, uap, cairan
korosif, partikel-partikel melayang atau terkena radiasi gelombang
elektromagnetik.
Universitas Sumatera Utara
Alat pelindung mata terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Kaca mata biasa
b. Kaca mata goggles yaitu kaca mata yang tertutup semua, tetapi terdapat
lubang-lubang kecil sebagi ventilasi.
c. Tameng muka
3. Alat Pelindung Telinga (Hearing Protection)
Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga
dalam. Alat ini diperlukan apabila tingkat kebisingan di tempat kerja sudah
mencapai 85 dB diatas 8 jam sehari.
Alat pelindung telinga terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Kapas.
b. Sumbat telinga (Ear Plugs) mempunyai daya atenuasi suara sebesar 25-30 dB.
c. Tutup telinga (Ear Muffs) mempunyai daya atenuasi suara sebesar 10-15 dB
lebih besar dari sumbat telinga.
d. Canal Caps
4. Alat Pelindung Pernapasan (Respiratory Protection)
Alat pelindung pernapasan diperlukan di tempat kerja dimana udara didalamnya
tercemar. Secara umum ada 2 macam alat pelindung pernapasan, yaitu :
a. Respirator atau Purifying Respirator.
Alat ini berfungsi untuk membersihkan udara yang akan dihirup oleh pekerja.
Alat ini digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya penapasan debu,
kabuut, asap, gas dan uap.
Universitas Sumatera Utara
b. Breathing Apparatus atau Air Supply Respirator
Alat ini berfungsi untuk memberikan udara bersih atau oksigen kepada
pekerja yang menggunakannya.
5. Alat Pelindung Tangan dan Jari-jari (Hand Gloves)
Alat pelindung tangan ini paling banyak digunakan, karena kecelakaan yang
paling banyak terjadi pada tangan dari keseluruhan kecelakaan yang ada.
Menurut bentuknya, sarung tangan dapat dibedakan menjadi :
a. Sarung tangan biasa (Gloves)
b. Sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam (Grantlet) yang digunakan di
lengan.
c. Mitth, sarung tangan untuk 4 jari yang terbungkus.
6. Alat Pelindung Kaki (Foot Cover)
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda
berat, percikan asam dan basa yang korosif, cairan panas dan terinjak benda-
benda tajam. Contoh alat pelindung kaki seperti sepatu kulit, sepatu karet, sepatu
bot karet, sepatu anti slip, sepatu dilapisi baja, sepatu plastik, sepatu dengan sol
kayu/gabus, pelindung betis, tungkai dan mata kaki.
7. Alat Pelindung Tubuh
Alat pelindung tubuh berupa pakaian dapat berbentuk apron yaitu pakaian
pelindung tubuh yang menutupi sebagian tubuh mulai dari dada sampai lutut dan
berbentuk overalls yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi seluruh bagian
tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Tujuan Penggunaan APD
Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaa kerja dan juga
merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat
dihilangkan atau dikendalikan.
2.8 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.8.1 Defenisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja mulai menjadi perhatian pemerintah
Indonesia sejak tahun 1970. Undang-undang tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yang dikeluarkan sebagai upaya awal pemerintah dalam menggalakkan keselamatan
dan kesehatan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2001).
Ditinjau dari aspek teknis, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah ilmu
pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dijabarkan ke dalam sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002).
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan
agar tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan
selamat dan sehat, serta agar setiap produksi digunakan secara aman dan efisien.
Keselamatan dan kesehatan kerja juga mengandung nilai perlindungan tenaga kerja
dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada hakekatnya merupakan suatu
pengetahuan yang berkaitan dengan dua kegiatan. Kegiatan pertama berkaitan dengan
upaya keselamatan terhadap keberadaan tenaga kerja yang sedang bekerja. Kegiatan
kedua berkaitan dengan kondisi kesehatan sebagai akibat adanya penyakit akibat
kerja. Keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan manusia baik jasmani maupun rohani serta karya dan budayanya
yang tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada
khususny. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan,
cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja (Suardi, 2005).
Keselamatan kerja bersifat teknik dan sasarannya adalah lingkungan kerja.
Keselamatan kerja berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaaan. Keselamatan kerja juga menyangkut seluruh proses produksi dan
distribusi barang maupun jasa. Adapun tujuan dari keselamatan kerja adalah
melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup, menjamin keselamatan setiap orang lain di tempat kerja,
dan meningkatkan produksi (Santoso, 2002).
Menurut Suma’mur (2009), kesehatan kerja adalah ilmu kesehatan dan
penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam
bekerja, berada dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja
dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja memiliki sifat medis dan sasarannya
adalah tenaga kerja (pekerja).
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar
tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental
maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal
(Harrington, 2003).
2.8.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Sendjun Manulang (2001), tujuan keselamatan kerja adalah sebagai
berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Tujuan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya baik fisik, mental maupun sosial.
2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga
kerja.
4. Meningkatkan produktivitas kerja (Sendjun Manulang, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mangkunegara (2001), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah sebagai berikut:
1. Setiap tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya mungkin.
3. Memelihara keamanan semua hasil produksi.
4. Menjamin pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi tenaga kerja.
5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Untuk menghindari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
7. Untuk melindungi tenaga kerja dan memberi rasa aman pada saat bekerja.
2.9 Kecelakaan Kerja
2.9.1 Defenisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan
yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan
atau harta benda (Suma’mur, 2009). Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3
hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak diinginkan.
2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda.
3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang
melebihi ambang batas tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak
disengaja dan tidak terkendali yang menyebabkan cedera dan kerugian. Kecelakaan
kerja juga dapat diartikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan hubungan kerja
pada perusahaan dimana kecelakaan kerja terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau
keadaan pada saat melaksanakan pekerjaaan (Reese, 2009).
Kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari tindakan tidak aman dan
kondisi tidak aman, yang keduanya dapat dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak
aman dan kondisi tidak aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate /
primary causes) kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan
secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi (Reese, 2009).
2.9.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO,1962) dalam Suma’mur (1989) adalah sebagi berikut :
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi.
g. Terkena arus listrik.
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
i. Jenis-jenis termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Klasifikasi menurut penyebab.
a. Mesin
1. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.
2. Mesin penyalur.
3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam.
4. Mesin-mesin pengolah kayu.
5. Mesin-mesin pertanian.
6. Mesin-mesin pertambangan.
7. Mesin-mesin yang tidak termasuk kalsifikasi tersebut.
b. Alat angkat dan angkut
1. Mesin angkat dan peralatannya.
2. Alat angkutan di atas rel.
3. Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api.
4. Alat angkutan udara.
5. Alat angkutan air.
6. Alat-alat angkutan lain
c. Peralatan lain
1. Bejana bertekanan.
2. Dapur pembakar dan pemanas.
3. Instalasi pendingin
4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik
(tangan).
5. Alat-alat listrik (tangan).
Universitas Sumatera Utara
6. Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik.
7. Tangga
8. Perancah
9. Peralatan lain yang belum termasuk kalsifikasi tersebut.
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi
1. Bahan peledak
2. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.
3. Benda-benda melayang.
4. Radiasi
5. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
e. Lingkungan kerja
1. Di luar bangunan.
2. Di dalam bangunan.
3. Di bawah tanah.
f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut.
1. Hewan.
2. Penyebab lain.
g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak
memadai.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
a. Patah tulang
b. Dislokasi/keseleo
c. Regang otot/urat
Universitas Sumatera Utara
d. Memar dan luka dalam yang lain
e. Amputasi
f. Luka-luka lain
g. Luka di permukaan
h. Gegar dan remuk
i. Luka bakar
j. Keracunan-keracunan mendadak (akut)
k. Akibat cuaca dan lain-lain
l. Mati lemas
m. Pengaruh arus listrik
n. Pengaruh radiasi
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya
p. Lain-lain
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh
a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
g. Kelainan umum
h. Letak lain yang tidak dimasukkan dalam klasifikasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung
mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai
penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang
sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut (Silalahi, 1991).
Klasifikasi kecelakaan berguna untuk menemukan sebab-sebab kecelakaan.
Upaya untuk mencari sebab kecelakaan dapat dilakukan dengan analisa kecelakaan.
Analisa kecelakaan tidak mudah, oleh karena penentuan sebab-sebab kecelakaan
secara tepat adalah pekerjaan sulit. Kalsifikasi kecelakaan yang bersifat jamak adalah
pencerminan kenyataan bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oeh
suatu, melainkan berbagai faktor (Silalahi, 1991).
2.9.3 Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja pada umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor penyebab.
Teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain :
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory)
Kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan sehingga tidak ada pola yang jelas
dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan kerja terjadi secara
kebetulan saja.
2. Teori Kecenderungan Belaka (Accident Phone Theory)
Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat
pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.
3. Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factors Theory)
Penyebab kecelakaan adalah faktor peralatan, lingkungan dan manusia pekerja
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
4. Teori Dua Faktor Utama (Two Main Factors Theory)
Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan
atau perbuatan berbahaya (unsafe action).
5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory)
Menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja baik langsung
maupun tidak langsung disebabkan oleh kesalahan manusia. (Azmi, 2008).
Penyebab kecelakaan kerja diberbagai negara tidak sama, namun ada
beberapa kesamaan umum. Menurut Matondang yang dikutip oleh Salawati (2009),
kecelakaan kerja disebabkan oleh :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition)
a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia
a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik
b. Kurang pengetahuan dan keterampilan
c. Cacat tubuh yang tidak terlihat
d. Keletihan dan kelesuan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sendjun Manulang (2001), ada 4 faktor penyebab kecelakaan kerja,
antara lain :
1. Faktor manusia
Kecelakaan kerja yang disebabkan faktor manusia meliputi kurangnya
kemampuan fisik, mental, dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan
dan keterampilan atau keahlian, stress, motivasi yang tidak cukup atau salah.
2. Faktor material/bahan/peralatan
Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih
murah dibuat dari bahan lain sehingga dengan mudah menimbulkan kecelakaan.
3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :
a. Perbuatan berbahaya
Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap kerja
yang tidak sempurna dan sebagainya.
b. Kondisi/keadaan berbahaya
Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/peralatan-peralatan, lingkungan,
proses, sifat pekerjaan.
4. Faktor yang dihadapi
Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin-mesin sehingga tidak bisa
bekerja dengan sempurna.
Kecelakaan kerja dapat terjadi dalam proses interaksi ketika terjadi kontak
antara manusia dengan alat, material dan lingkungan dimana pekerja berada.
Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau
berbahaya.
Universitas Sumatera Utara
Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman
seperi ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui
ambang batas. Selain itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang
melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material (Ramli, 2010).
2.9.4 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampakpada masyarakat luas (Depkes RI, 2008).
Menurut Soehatman Ramli (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja
dikategorikan atas dua kerugian, yaitu :
1. Kerugian Langsung
Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan
dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan.
Kerugian langsung dapat berupa :
a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi
Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau
menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan seorang pekerja
tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi
produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan
biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang
berlaku.
Universitas Sumatera Utara
b. Kerusakan Sarana Produksi
Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat
kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan.
2. Kerugian Tidak Langsung
Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tak
langsung antara lain :
a. Kerugian jam kerja
Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk
membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan
kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang
akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi
produktivitas.
b. Kerugian produksi
Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat
kerusakan atau cedera pada pekerja.
Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan
peluang untuk mendapat keuntungan.
c. Kerugian Sosial
Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga korban yang
terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
2.9.5 Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja
Tujuan utama penerapan sistem manajemen K3 adalah untuk mengurangi
atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau kerugian materi (Ramli,
2010). Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja ditujukan untuk mengenal
dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat
mungkin dikurangi atau dihilangkan.
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah
ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi,
sehingga dapat disusun rekomendasi cara, sehingga dapat disusun rekomendasi cara
pengendalian kecelakaan kerja yang tepat. Pengendalian kecelakaan kerja dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain :
1. Pendekatan Energi
Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai
penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan dilakukan melalui
3 titik, yaitu :
a. Pengendalian pada sumber bahaya
Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung
pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau
administratif.
b. Pendekatan pada jalan energi
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan
energi sehingga intesitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengendalian pada penerima
Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima baik
manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika
pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan
dengan efektif.
2. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85
% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai
pendekatan dan program K3 antara lain:
a. Pembinaan dan Pelatihan
b. Promosi K3 dan kampanye K3
c. Pembinaan Perilaku Aman
d. Pengawasan dan Inspeksi K3
e. Audit K3
f. Komunikasi K3
g. Pengembangan prosedur kerja aman
3. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun
lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat
teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan
standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat atau instalasi.
4. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi.
b. Penyediaan alat keselamatan kerja.
c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3.
d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
5. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).
b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.
c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk
manajemen tingkat atas.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Kerangka Konsep Penelitian
2.11 Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada hubungan antara pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja pada
PT Chevron Pacific Indonesia Duri tahun 2011.
Ha : Ada hubungan antara pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja pada
PT Chevron Pacific Indonesia Duri tahun 2011.
Pelaksanaan Program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kecelakaan Kerja
1. Standard Operating Procedure
2. Job Safety Analysis
3. Stop Work Authority
4. Alat Pelindung Diri (Personal
Protective Equipment)
5. Pelatihan K3
6. Behavior Based Safety
Universitas Sumatera Utara