tinjauan pustaka biji karet
-
Upload
yulianingsih -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of tinjauan pustaka biji karet
-
TINJAUAN PUSTAKA
Karet (Hevea brasiliensis)
Karet alam merupakan salah satu komoditas utama sektor perkebunan. Pada
tahun 2006 luas areal tanaman karet di Indonesia 3,34 juta hektar dan menempati
areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit dengan luas 6,59 juta Ha dan
kelapa dengan luas 3,78 juta Ha (Deptan 2007).
Gambar 1 Tanaman karet (Hevea brasiliensis)
Sejak dulu tanaman karet lebih banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman
penghasil karet alam (lateks) karena pada batangnya banyak mengandung getah.
Tinggi tanaman dewasa bisa mencapai 15-25 m. Daun tanaman karet berwarna
hijau yang terdiri dari tangkai daun dan tangkai anak daun. Bunga karet terdiri
dari bunga jantan dan bunga betina. Buah tanaman karet memiliki 36 ruang yang
berbentuk setengah lingkaran. Di dalam ruang tersebut terdapat masing-masing 1
buah biji karet. Sama halnya seperti biji jarak, jika buah sudah matang maka buah
tanaman akan pecah dengan sendirinya. Ukuran biji karet lebih besar dari biji
jarak pagar dan kulitnya lebih keras.
Tanaman karet tumbuh baik pada daerah yang beriklim tropis. Suhu
lingkungan untuk tanaman karet rata-rata 25-30 oC. Pada ketinggian antara 1600
mdpl, curah hujan rata-rata 20002500 mm/tahun dengan sinar matahari yang
cukup melimpah, dan pH tanah berkisar 5-6 merupakan kondisi yang cocok untuk
pertumbuhan tanaman karet (Tim Penulis PS 1999).
-
6
Menurut Haris et al (1995), beberapa faktor yang mempengaruhi produksi
biji karet antara lain klon, umur tanaman, perubahan musim, dan adanya serangan
penyakit daun. Di sebelah utara khatulistiwa musim produksi biji karet pada bulan
JuliJanuari sedangkan di bagian selatan pada bulan JanuariApril. Namun,
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan puncak musim produksi biji karet
tidak sama tiap tahunnya. Sumber biji karet yang potensial dapat diperoleh di
perkebunan besar mengingat perkebunan besar memiliki tanaman dengan kondisi
terawat, topografi yang relatif datar, kebun yang bersih dari gulma sehingga
mudah dalam pengumpulan biji karet.
Tanaman karet yang berumur 10 tahun lebih dapat menghasilkan 1500
buah/pohon. Setiap pohon diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 5000 butir
biji/tahun/ha dengan jumlah biji 200 biji/kg (TOH & Chia 1987 di dalam
Aritonang 1986).
Bagian biji karet sekitar 50-60 % kernel mengandung 40-50 % minyak
(Ramadhas et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian di Balai Penelitian
Perkebunan Bogor, kandungan minyak dalam biji karet sekitar 4550 %. Minyak
biji karet mengandung asam lemak jenuh 1722 % yang terdiri dari asam palmitat,
asam stearat, dan asam arakhidat. Sekitar 7782 % berupa asam lemak tidak jenuh
yang terdiri dari asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito &
Hoesnan 1976; Ikwuagwu et al. 2000).
Komposisi asam lemak minyak biji karet yang paling dominan adalah asam
lemak linoleat. Tabel 1 dan Tabel 2 adalah komposisi asam lemak dan sifat fisika-
kimia minyak biji karet.
Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak biji karet
Asam lemak Gugus alkil Komposisi (% berat) Asam palmitat 16 : 0 7 8 Asam stearat 18 : 0 9 - 10 Asam oleat 18 : 1 28 30 Asam linoleat 18 : 2 33 - 35 Asam linolenat 18 : 3 20 - 21 Asam arakhidat 20 : 0 0,5
Sumber : Mittelbach dan Remschmidt 2006
-
7
Tabel 2 Sifat fisika-kimia minyak biji karet
Sifat fisika-kimia Nilai Densitas pada 15 oC (g/cm3) 0,918 Viskositas pada 30 oC (mm2/s) Kadar abu sulfat [%( mm/mm)]
37,85 0,02
Bilangan asam (mg KOH/g) 1 Bilangan iod (g Iod/100 g) Flash point (oC) Cloud point (oC)
142,6 290 -1,0
Sumber : Ikwuagwu et al. 2000
Jika dibandingkan dengan minyak biji jarak pagar, minyak biji karet mempunyai
nilai viskositas yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak
yang terdapat di dalam minyak biji karet.
Jarak Pagar (Jatropha curcas)
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan famili Euphorbiaceae.
Tanaman ini satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Jarak pagar
merupakan tanaman perdu dengan tinggi 17 m. Batang tanaman berbentuk
silinder. Daun tanaman ini merupakan daun tunggal yang memiliki sudut 3 atau
5. Bunga tanaman merupakan bunga majemuk berumah satu dan berwarna kuning
kehijauan. Umur tanaman bisa mencapai 20 tahun lebih. Tanaman jarak pagar
memiliki buah berbentuk bulat dengan diameter 2-4 cm.
Gambar 2 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Buah jarak pagar ketika masih muda berwarna hijau dan berwarna kuning
setelah masak. Pada bagian dalamnya terdapat tiga ruang dan masing-masing
-
8
ruang terdapat 1 biji. Biji jarak pagar bebentuk bulat lonjong. Kulit biji berwarna
coklat kehitaman dan warna biji jarak pagar putih kecoklatan (Hambali et al.
2006). Bagian biji jarak pagar terdiri dari 60% berat kernel (daging biji), dan 40%
berat kulit. Kandungan minyak di dalam kernel sekitar 50% (Singh et al. 2008).
Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga
ketinggian 1800 mdpl. Tanaman jarak pagar menghendaki curah hujan 250-3000
mm/tahun serta suhu lingkungan 20-26 oC, pH tanah 56,5 (Foidl et al. 1996;
Hambali et al. 2006).
Daerah dengan suhu lingkungan terlalu tinggi (>35 oC) atau terlalu rendah
(
-
9
mekanik sekitar 2127 %. Sebagai bahan baku untuk biodiesel, minyak jarak
pagar terlebih dahulu dimurnikan.
Pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi kandungan senyawa-
senyawa pengotor seperti gum, residu, protein, karbohidrat, dan asam lemak
bebas. Cara untuk menghilangkan gum pada minyak dengan proses degumming.,
sedangkan untuk pemisahan asam lemak bebas dilakukan proses netralisasi
(Hambali et al. 2006).
Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar akan mempengaruhi
karakteristik biodiesel yang dihasilkan seperti cloud point, titik nyala, viskositas,
indeks setana, dan bilangan iod. Tabel 3 adalah komposisi asam lemak minyak
jarak pagar dan Tabel 4 merupakan sifat fisika-kimia minyak jarak pagar.
Tabel 3 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar
Asam lemak Gugus alkil Komposisi (% berat) Asam palmitat 16 : 0 14 15 Asam palmitoleat 16 : 1 1 Asam stearat 18 : 0 7 Asam oleat 18 : 1 34 45 Asam linoleat 18 : 2 31-43 Asam linolenat 18 : 3 0,2
Sumber : Mittelbach dan Remschmidt 2006
Tabel 4 Sifat fisika-kimia minyak jarak pagar
Sifat fisika-kimia Nilai Densitas pada 15 oC (g/cm3) 0,9177 Viskositas pada 30 oC (mm2/s) 49,15 Residu karbon [%(mm/mm)] 0,34 Kadar abu sulfat [%( mm/mm)] 0,007 Pour point (oC) -2,5 Kadar air (ppm) 935 Kadar sulfur (ppm) < 1 Bilangan asam (mg KOH/g) 4,75 Bilangan iod (g Iod/100 g) *Flash point (oC) *Cloud point (oC)
96,5 240 16
Sumber : Hambali et al. 2006; *Ramesh et al. 2009
-
10
Biodiesel
Mesin diesel memerlukan proses pembakaran yang bersih dan bahan bakar
yang stabil. Saat ini biodiesel merupakan satu-satunya bahan bakar alternatif yang
dapat digunakan secara langsung oleh mesin diesel tanpa modifikasi yang
signifikan karena biodiesel memiliki karakter yang hampir sama dengan solar dari
minyak bumi (Baharta 2007).
Biodiesel merupakan bioenergi yang berasal dari minyak nabati ataupun
lemak hewan (Ayhan 2007; Lou et al. 2008). Pada dasarnya biodiesel dihasilkan
dari proses transesterifikasi dengan mereaksikan minyak atau lemak dan alkohol
serta alkali sebagai katalis (Saraf & Thomas 2007; Issariyakul et al. 2008;
Paraschivescu et al. 2008; Phalakornkule et al. 2009).
Minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel berasal dari minyak/lemak
tumbuhan seperti kelapa sawit, jarak pagar, biji karet, kedelai, kacang tanah,
kelapa, dan jenis tanaman lain yang menghasilkan minyak/lemak. Lemak dan
minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan
asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung
komposisi asam lemak penyusunnya (Ketaren 2008).
Minyak nabati yang memiliki kadar asam lemak bebas (FFA) rendah,
kurang dari 5% bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi
menggunakan katalis alkali untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun
bila kadar asam lemak bebas minyak tersebut > 5 %, maka sebelumnya perlu
dilakukan proses esterifikasi terhadap minyak tersebut.
Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA minyak/lemak
yang akan digunakan. Pada proses esterifikasi katalis yang digunakan adalah
asam. Hasil dari proses esterifikasi ini adalah metil ester kasar dan metanol sisa
(Hambali et al. 2008). Metil ester kasar yang diperoleh kemudian diproses lagi
melalui tahapan transesterifikasi guna mendapatkan metil ester murni.
Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel merupakan proses kimia
yang mengubah satu ester pada gliserol yang terkandung di dalam minyak
menjadi bentuk ester lain seperti monoester alkil yang merupakan penyusun dari
biodiesel. Pada proses ini minyak direaksikan dengan alkohol dan alkali sebagai
-
11
katalis sehingga menghasilkan gliserol dan biodiesel (Peterson et al. 1996;
Canakci & Gerpen 1999; Saraf & Thomas 2007).
Biodiesel dari minyak biji karet maupun minyak jarak pagar dihasilkan dari
reaksi trigliserida dengan alkohol melalui proses transesterifikasi yang
sebelumnya diesterifikasi terlebih dahulu. Selama proses esterifikasi dan
transesterifikasi ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi rendemen
biodiesel yaitu; rasio molar antara alkohol dan minyak, jenis katalis yang
digunakan, suhu selama reaksi, waktu selama reaksi, kandungan asam lemak
bebas (Hambali et al. 2006; Ayhan 2009).
Konsentrasi katalis yang digunakan sekitar 0,51 %berat dan alkohol sekitar
10-20 %berat. Suhu selama proses ini berkisar pada 55 - 60 oC (Hambali et al.
2006) yang merupakan selang dari titik didih alkohol. Berdasarkan hasil penelitian
Yudono dan Oktaviani (2007), rendemen maksimum biodiesel diperoleh pada
suhu 65 oC dengan perbandingan minyak dan metanol 4:1. Menurut Paraschivescu
et al. (2008), ratio molar metanol dan minyak biasanya 6:1.
Gambar 3 merupakan reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol
sehingga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Tujuan proses transesterifikasi
untuk menurunkan viskositas dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat
digunakan sebagai minyak diesel kendaraan bermotor (Indartono 2006).
Gambar 3 Reaksi proses transesterifikasi (Hambali et al. 2008)
Pada tahap transesterifikasi satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol
alkohol menjadi satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester. Molekul trigliserida
diubah secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan kemudian menjadi
gliserol. Masing-masing tahapan menggunakan satu mol alkohol dan melepaskan
satu mol ester (Mittelbach & Remschmidt 2006).
Metil ester dari tahap transesterifikasi masih berupa biodiesel kasar yang
mengandung pengotor seperti sisa metanol, sisa katalis, gliserol, sabun, dan air
-
12
karena itu perlu dilakukan pemurnian. Pemurnian bisa dilakukan dengan water
washing ataupun dry washing.
Pemurnian biodiesel dengan teknik water washing dilakukan dengan
menambahkan air hangat ke dalam biodiesel kemudian dilakukan pengandukan
dan pemisahan. Pencucian dilakukan berulang-ulang hingga dihasilkan air cucian
yang jernih. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk membuang sisa metanol
dan air dalam biodiesel. Menurut Canakci & Gerpen (2003), yang melakukan
penelitian pembuatan biodiesel dari minyak kedelai menyatakan bahwa
pemurnian biodiesel secara water washing dengan air hangat lebih efektif
dibandingkan dengan air dingin untuk memisahkan sabun dan gliserol bebas yang
masih ada dalam biodiesel.
Pemurnian dengan teknik dry washing menggunakan cleaning agent sebagai
adsorben. Cleaning agent menyerap pengotor-pengotor yang ada di dalam
biodiesel (SBRC 2008). Salah satu adsorben yang digunakan adalah bentonit.
Alkohol dan Katalis
Alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel antara lain
metanol, etanol, propanol, butanol, dan amyl alkohol. Alkohol yang biasa
digunakan pada proses transesterifikasi adalah metanol. Metanol (CH3OH)
memiliki berat molekul paling ringan dibandingkan etanol (C2H5OH) (Ma &
Hanna 1999; Susilo 2006; Ramesh et al. 2009). Waktu reaksi metanol lebih cepat
dibandingkan etanol (Joshi et al. 2010). Metanol merupakan jenis alkohol yang
biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel dibandingkan jenis alkohol lain
karena harganya ekonomis (Zhang et al. 2003; Vicente et al. 2007; Ramesh et al.
2009; Joshi et al. 2010).
Ratio molar optimum antara metanol dan minyak tergantung pada katalis
yang digunakan. Katalis yang digunakan adalah asam dan alkali. Katalis alkali
yang biasa digunakan adalah sodium hidroksida atau NaOH, sodium metoksida
atau CH3ONa, dan potasium hidroksida atau KOH. Sedangkan katalis asam yang
biasa digunakan adalah asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat. Pada proses
transesterifikasi, waktu reaksi menggunakan katalis sodium lebih cepat
dibandingkan katalis potassium (Vicente et al. 2004). NaOH lebih mudah
diperoleh dan lebih ekonomis (Susilo 2006; Wikipedia 2010).
-
13
Keuntungan menggunakan katalis basa pada proses transesterifikasi
dibandingkan menggunakan katalis asam adalah waktu reaksi yang pendek.
Penggunaan katalis basa juga akan mengurangi pemakaian jumlah alkohol
(Mittelbach & Remschmidt 2006).
Kemurnian biodiesel dipengaruhi oleh konsentrasi katalis, ratio molar
alkohol dan minyak, serta suhu (Vicente et al. 2007). Sedangkan rendemen
biodiesel sangat dipengaruhi oleh konsentrasi katalis dan suhu reaksi selama
proses transesterifikasi (Vicente et al. 2007; Bouaid et al. 2007; Ayhan 2008).
Karakteristik Biodiesel dari Minyak Biji Karet dan Minyak Jarak Pagar
Sifat-sifat penting bahan bakar mesin diesel antara lain viskositas, bilangan
cetana, pour point, flash point, carbon residu (CCR) dan nilai kalor (Agustian
2005). Beberapa parameter biodiesel seperti densitas, bilangan setana, dan
kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak yang digunakan. Parameter lain
seperti flash point dipengaruhi oleh kandungan metanol sedangkan viskositas
dipengaruhi oleh trigliserida yang tidak bereaksi selama proses transesterifikasi
(Mittelbach 1996).
Bilangan setana adalah ukuran kualitas penyalaan bahan bakar diesel dalam
keadaan terkompresi. Bilangan setana minyak diesel konvensional dipengaruhi
oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Bilangan setana biodiesel sangat
bervariasi. Metil ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan
setana hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya mencapai 33.
Bilangan setana berkaitan dengan kandungan asam lemak tak jenuh di dalam
minyak (Knothe et al. 2003; Ayhan 2009; Ramos et al. 2009). Semakin rendah
bilangan setana semakin rendah pula kualitas penyalaannya.
Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan butir-
butir cairan/kabut saat penyemprotan/atomisasi (Ayhan 2009). Viskositas bahan
bakar yang terlalu rendah mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan
bakar. Kedua hal yang ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian, sehingga salah
satu persyaratan bahan bakar mesin diesel adalah nilai viskositas standar bahan
bakar mesin diesel.
Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam
campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus
-
14
menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang
terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila
titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan-
ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga
dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan.
Sisa karbon atau carbon residu yang tertinggal pada proses pembakaran
akan menyebabkan terbentuknya endapan sehingga menyumbat saluran bahan
bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi mesin secara normal
serta menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus.
Semakin rendah nilai sisa karbon semakin baik efisiensi motor tersebut.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan untuk produksi
biodiesel dari minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar terdapat parameter-
parameter biodiesel dari kedua bahan baku yang belum memenuhi standar SNI
ataupun ASTM. Hasil penelitian sebelumnya mengenai karakteristik biodiesel dari
minyak bij karet dan minyak jarak pagar ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Karakteristik biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar
Parameter Satuan (a)Biodiesel biji
karet (b)Biodiesel jarak pagar
Berat jenis pada 15 oC g/cm3 0,885 0,879 Viskositas kinematik (40 oC) cSt 4,77* 8,52*** Bilangan setana - 44,81 51-52 Flash point oC 103* 191 Cloud point Pour point Residu karbon Kadar abu
oC oC
% berat % berat
0,4 -8 -
0,01
5** 31 0,01
0,013 Kadar sulfur % berat -
-
15
Tabel 6 Standar biodiesel SNI 04-7182-2006
Parameter Satuan Nilai Berat jenis pada 40 oC g/cm3 0,85-0,89 Viskositas kinematik (40 oC) cSt 2,3 6,0 Bilangan setana - 51 Flash point oC 100 Cloud point Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi
oC % berat
18
0,05 0,3
Abu tersulfatkan Kadar belerang
% berat mg/kg
0,02 100
Kadar air dan sedimen Bilangan asam Bilangan iod Kandungan ester alkil Gliserol total Gliserol bebas Kadar fosfor
% volume mgKOH/g mgI2/100g
% berat % berat % berat mg/kg
0,05* 0,80 115 96,5 0,24 0,02 10,0
*dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maks 0,01%-volume. Sumber : SNI 04-7182-2006
Tabel 7 Standar biodiesel internasional ASTM D 6751 (2003)
Parameter Satuan Nilai Berat jenis pada 15 oC g/cm3 - Viskositas kinematik (40 oC) cSt 1,9 6,0 Bilangan setana - 47 Flash point oC 130 Cloud point Pour point Residu karbon
oC oC
% berat
- -
0,05 Kadar abu sulfat Kadar sulfur
% berat mg/kg
0,02 500
Kadar air dan sedimen Bilangan asam Bilangan iod Kandungan ester Gliserol total Gliserol bebas Kadar fosfor
% volume mgKOH/g
mgI2/g % berat % berat % berat mg/kg
0,05 0,80
- -
0,24 0,02 10,0
Sumber : Mittelbach & Remschmidt 2006