tinjauan pustaka
-
Upload
mutiara-m-j -
Category
Documents
-
view
14 -
download
8
description
Transcript of tinjauan pustaka
Data Terkini Penderita HIV/AIDS di Indonesia
Mutia Indria Astuti Limbers
102012422
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2012
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Abstrak
prevalensi HIV di Indonesia adalah sebesar 0.16% dari populasi penduduk Indonesia.
Indonesia termasuk dalam negara epidemik HIV. Prevalensi HIV terus meningkat khususnya
pada populasi yang beresiko tinggi dan menjadikan pertumbuhan epidemi HIV Indonesia sebagai
salah satu yang tercepat di Asia. Epidemi yang berawal dari komunitas pemakai jarum sunti atau
injecting drug users (IDU) di Jakarta, Jawa Barat dan Bali, sekarang ini menyebarkan HIV
kepada partner seksual mereka. Dalam waktu setiap 25 menit di Indonesia,terdapat satu orang
baru terinfeksi HIV. Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di bawah usia 25 tahun. Proyeksi
Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa percepatan program
penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV pada tahun
2014. Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik.
Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), Jakarta dan Bali menduduki tempat teratas untuk
tingkat kasus HIV baru per 100.000 orang. Dengan populasi hanya 1,5 persen dari penduduk
Indonesia, Tanah Papua di tahun 2011 berkontribusi terhadap lebih dari 15 persen dari semua
kasus HIV baru di Indonesia. Papua memiliki angka kasus hampir 15 kali lebih tinggi dari rata-
rata nasional. Tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia, Tanah Papua mengalami tingkat
epidemi HIV tergeneralisir rendah dengan prevalensi 3 persen pada orang muda usia 15-24
tahun. Prevalensi HIV pada penduduk asli Papua lebih tinggi (2,8 persen) dari prevalensi
penduduk non-pribumi (1,5 persen) dan lebih tinggi pada laki-laki (2,9 persen) dibandingkan
pada perempuan (1,9 persen).
Tinjauan Pustaka
Kata kunci : Data HIV/AIDS di Indonesia, Prevalensi HIV, Penularan HIV
Abstract
HIV prevalence in Indonesia is at 0:16% of the population of Indonesia. Indonesia
including in the HIV epidemic state. HIV prevalence continues to increase, especially in high-
risk population and the growth of the HIV epidemic makes Indonesia as one of the fastest in
Asia. Epidemic that originated from the user community sunti needle or injecting drug users
(IDUs) in Jakarta, West Java and Bali, is now spreading HIV to their sexual partners. Within
every 25 minutes in Indonesia, there is a new person is infected with HIV. One out of every five
infected people under the age of 25 years. Projections indicate that the Indonesian Health
Ministry without any acceleration of HIV prevention programs, more than half a million people
in Indonesia will be HIV positive in 2014. The epidemic is fueled mainly by sexual transmission
and the use of narkobasuntik. Tanah Papua (Papua and Papua Barat), Jakarta and Bali
occupied the top spot for the rate of new HIV cases per 100,000 people. With a population of
only 1.5 per cent of the population of Indonesia, Papua in 2011 contributed to more than 15
percent of all new HIV cases in Indonesia. Papua has a number of cases almost 15 times higher
than the national average. Unlike other areas in Indonesia, Papua experienced a lower level of
generalized HIV epidemic with a prevalence of 3 percent in young people aged 15-24. HIV
prevalence among indigenous people is higher (2.8 percent) of the prevalence of non-indigenous
population (1.5 percent) and higher in men (2.9 percent) than in women (1.9 percent).
Key : HIV / AIDS in Indonesia, HIV prevalence, HIV transmission.
Pendahuluan
Diindonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan diprovinsi Bali pada tahun 1987. Hingga
saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota diseluruh provinsi di Indonesia.1
Berbagai upaya penanggulangan sudah dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan berbagai
lembaga didalam Negeri dan luar negeri. Kecenderungan peningkatan jumlah kasus HIV dari
tahun ketahun sejak pertama kali dilaporkan (Tahun 1987).1 Sebaliknya jumlah kasus AIDS
menunjukan kecenderungan meningkat secara lambat bahkan sejak tahun 2012 jumlah kasus
AIDS mulai turun. Jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 sampai September 2014
sebanyak 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS sebanyak 55.799 orang.
Tingkat perkembangan virus HIV/AIDS di Indonesia sangat mengkhawatirkan,
Sementara peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS kini menjadi ancaman bagi pencapaian target
Millenium Development Gools (MDGS) atau target pembagunan millennium pada 2015. Dari
seluruh negara di asia, negeri kita tergolong yang paling cepat, tiap tahunnya terjadi peningkatan
penyebaran virus mematikan ini. Setiap tahun jumlah kasus baru HIV/AIDS menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan. Pengidap HIV/AIDS terbesar di Indonesia saat ini berusia
15-29 tahun, sampai maret 2010, secara akumulatif kasus AIDS di Indonesia mencapai 20.564
kasus, 561 kasus di antaranya adalah kasus baru.) mengakui, pada saat ini HIV/AIDS sudah
menjadi pandemi global dengan dampak yang sangat merugikan, baik dampak kesehatan, sosial
ekonomi, maupun politik.negara yang mengalami dampak terberat, seperti di negara afrika,
HIV/AIDS telah menurunkan harapan hidup lebih dari 20 tahun, menghambat pertumbuhan
ekonomi, dan memperberat kemiskinan, “di Asia, penurunan produktivitas yang diakibatkan
HIV/AIDS lebih besar dibanding dengan yang diakibatkan oleh penyakit lain. HIV/AIDS juga
dikhawatirkan akan menambah jumlah angka kemiskinan di dunia sebesar 6 juta kepala keluarga
hingga 2015 apabila upaya pengendalian HIV/AIDS di masing-masing negara tidak segera
diperkuat.1
Pengertian Hiv dan Aids
AIDS adalah kependekan dari Aguired Immune Deficiency Syndrome. Acquired berarti
didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan system kekebalan tubuh kita. Deficiency
berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berate penyakit kumpulan gejala, bukan gejala
tertentu. Jadi, AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system
kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.2
AIDS disebabkan oleh virus yang disebutkan HIV atau Human Immunodeficiency Virus.
Bila kita terinfeksi HIV, tubuh kita akan mencoba menyerang infeksi. System kekebalan kita
akan membuat ‘antibodi’ atau terinfeksi HIV. AIDS terjadi imunodefisiensi sekunder yang
disebabkan oleh infeksi HIV. Kekurangan imunitas tubuh dapat dilihat dari kadar CD4 (kurang
dari 200) dalam tubuh. Pada dasarnya, HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya
dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini “senang” hidup dan berkembang biak pada sel
darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti
darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu
ibu dan cairan otak.2
Terlambatnya dalam mempermasalahkan HIV/AIDS, dikarenakan suatu kenyataan
bahwa budaya Timur kita di akui sangat bermanfaat dalam membatasi penularan penyakit ini.
Umumnya masyarakat di Negara Timur (Asia), budaya kebebasan seksual masih dianggap tabu
dan aib. Dan memang ternyata di Thailand yang menganut bisnis seks termasuk paling marak di
Asia, penyebaran penyakit HIV dan AIDS sangat cepat. Di Indonesia, meskipun sudah hamper
20 tahun di anggap mencemari masyarakat, jumlah kasus AIDS masih relative rendah, hanya
0,5orang/ 10.000 penduduk, hanya 1 orang yang menderita infeksi HIV/AIDS. Pada tahun 2000-
an belakangan jumlah kasus AIDS mencolok naik. Hal ini di karenakan maraknya penggunaan
obat-obat narkotika lewat suntikan.2
Penularan HIV/AIDS
Sekarang ini kelihatannya siapapun bisa tertular HIV baik golongan ekonomi kurang
mampu apalagi yang mampu dan sudah mapan. Justru bagi golongan ekonomi sudah mapan,
kebutuhan ekstranya sudah bermacam-macam. Kebutuhan seksual bagi golongan ekonomi
kurang mampu masih merupakan kebutuhan tambahan dan kurang menyita pikiran.2
Kontroversi Pencegahan AIDS dan Program Keluarga Berencana
Pandemic AIDS sudah memasuki decade kedua. Keberatan penyakit ini sudah dicurigai
oleh para ahli sejak tahun 1957 dengan ditemukannya antibody spesifik dalam darah orang-orang
Zaire yang diperiksa dilembaga Pasteur Perancis. Tahun 1975, virus yang di curigai sebagai
penyebab AIDS sudah dapat diisolasi, dan tahun 1981 kasus pertama AIDS mulai dilaporkan
dari Los Angeles, California, USA. Sementara para peneliti terus mengupayakan penemuan obat
dan vaksinnya, tragedy AIDS dibanyak Negara terus berlanjut.3
Indonesia melaporkan adanya kasus AIDS pertama tahun 1987. Sampai dengan bulan
oktober 1997, Depkes sudah mencatat 599 orang pengidap infeksi HIV dan penderita AIDS
berdasarkan laporan dari 22 provinsi. 88% kasus ini ditemukan secara pasif melalui laporan di
klinik, selebihnya ditemukan melalui surveilan aktif.1,3
Pengendalian HIV/AIDS di Indonesia
Selama 8 tahun terakhir, perkembangan terus dilakukan dalam upaya pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia, mulai dari inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut
Harm Reduction pada tahun 2006; pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS)
mulai tahun 2010; penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pada tahun 2011;
pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada
tahun 2012; hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai
pada pertengahan tahun 2013.4
Tahun 2006, epidemi HIV/AIDS di Indonesia paling banyak terdapat di kalangan
pengguna narkoba suntik. Maka, penanganan utama saat itu adalah bagaimana mengurangi
dampak buruk pada pengguna narkoba suntik (Penasun). Untuk itu, mulai awal tahun 2007
dilaksanakan pengurangan dampak buruk penularan melalui jarum suntik atau harm reduction.
Program dilakukan melalui pemberian alat suntik steril, sebagai cara untuk memutus rantai
penularan di antara Penasun. Pada saat sama, diselaraskan dengan pemberian layanan Methadone
agar secara perlahan, para Penasun tersebut terbebas dari jeratan obat-obatan terlarang.4
Selanjutnya, tahun 2010 prevalensi penasun sudah mulai menurun secara bermakna,
namun mulai muncul kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai diintensifkan upaya
pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Upaya tersebut diiintegrasikan dalam
Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 (integrasi dalam RPJMN) dengan fokus pada
populasi kunci di 141 Kab/Kota prioritas.4
Pada tahun 2012 dilakukan estimasi jumlah ODHA di Indonesia dan diperoleh hasil
591.823 orang dengan penyebaran di seluruh wilayah dan dapat dikatakan tidak ada satu provinsi
pun yang terbebas dari HIV. Data yang dilaporkan Dinas Kesehatan Provinsi sampai dengan Juni
2014, jumlah kumulatif pengidap HIV sebanyak 143.078 orang dan penderita AIDS sebanyak
54.018 orang.4
Terdapat dua epidemi HIV/AIDS di Indonesia, yaitu: 1) Epidemi terkonsentrasi pada
kelompok tertentu yang disebut kelompok berisiko yakni pekerja seks dan pelanggannya,
pengguna jarum suntik atau penasun, lelaki seks dengan lelaki (LSL), gay dan waria; serta 2)
Generalized Epidemic atau epidemi yang sudah tingkat epidemi HIV di sebagian besar provinsi
di Indonesia pada tingkatan epidemi terkonsentrasi kecuali Tanah Papua (Papua dan Papua
Barat) yang mempunyai status epidemi meluas rendah atau low generalized epidemic. Prevalensi
HIV di Indonesia 0.4% sementara untuk Tanah Papua sebesar 2.3%.4
Upaya pengendalian HIV-AIDS dan infeksi menular seksual (IMS) dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penularan dan penyebaran HIV-AIDS dan IMS di kalangan masyarakat.
Salah satu pendekatan pengendalian HIV-AIDS dan IMS adalah perubahan perilaku berisiko. Di
samping itu, bagi mereka yang sudah tertular HIV atau disebut orang dengan HIV-AIDS
(ODHA), diberikan terapi antiretroviral (ARV) untuk mencegah kematian atau mortalitas,
memperpanjang umur, dan meningkatkan kualitas hidupnya.5
Selain itu, komitmen mewujudkan Getting To 3 Zeroes: Zero New HIV Infection, Zero
Stigma and Discrimination dan Zero AIDS Related Death harus kita capai. Semoga dengan
adanya Pokja dan Panli HIV-AIDS menjadikan rencana kerja lebih komprehensif dan pelibatan
berbagai program dapat semakin terarah dan terkoordinasi, sehingga pencapaian 3 zeroes akan
segera tercapai di Indonesia.5
Sejak tahun 2007, telah dibentuk Kelompok Kerja Penanggulangan HIV-AIDS dan IMS,
yang beranggotakan wakil dari masing-masing unit utama di lingkungan Kementerian Kesehatan
RI yang berkaitan dengan Pengendalian HIV-AIDS dan IMS. Dengan adanya Pokja tersebut,
diharapkan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi dalam pelaksanaan upaya pengendalian
HIV-AIDS dan IMS dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, sehingga respon terhadap epidemi
HIV di jajaran kesehatan dapat berjalan secara optimal, efisien, terintegrasi dan terkoordinasi dan
masyarakat yang memerlukan benar-benar mendapatkan manfaat5.
Data HIV/ AIDS di Indonesia
Perkembangan epidemi HIV/AIDS di dunia telah menjadi masalah global termasuk di
Indonesia. Laporan kasus baru terus meningkat setiap tahunnya, namun sulit untuk mengetahui
jumlah infeksi HIV yang sebenarnya ada. Untuk memahami epidemi yang terjadi di Indonesia,
maka perlu dilakukan perhitungan estimasi jumlah populasi kunci terdampak HIV/AIDS.6
Estimasi jumlah populasi kunci dan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) telah dilakukan
merupakan kunci untuk memahami potensi epidemi dalam suatu area, memperkirakan beban dari
suatu penyakit, dan menyusun prioritas yang sesuai dalam merespon epidemi HIV/AIDS.6
Hasil pemodelan tahun 2008-2014 menunjukkan estimasi ODHA sebanyak 293.200
untuk tahun 2008 dan 842.800 untuk tahun 2013. Sedangkan estimasi jumlah infeksi baru
sebanyak 51.300 untuk tahun 2008 dan 63.000 untuk tahun 2013. Hasil pemodelan tahun 2011-
2016 menunjukkan hasil estimasi ODHA sebanyak 591.823 untuk tahun 2012 dan 735.256 untuk
tahun 2015. Sedangkan estimasi jumlah infeksi baru sebanyak 71.879 untuk tahun 2012 dan
85.523 untuk tahun 2015.6
Ringkasan Eksekutif
Sejak tahun 2008, Indonesia mulai menggunakan perangkat lunak Asian Epidemic Model
(AEM) sebagai alat bantu untuk memproyeksikan dampak epidemi HIV dengan menentukan
faktor yang paling mempengaruhi terjadinya infeksi HIV. Selain AEM, perangkat lunak
Spectrum juga digunakan. Di dalam perangkat lunak Spectrum terdapat modul untuk membuat
estimasi dan proyeksi demografi dan epidemi HIV dan AIDS.7
Epidemi HIV di Indonesia biasanya dihubungkan dengan pengguna jarum suntik
(Penasun) dan pekerja seks perempuan (WPS), akan tetapi saat ini situasi epidemi HIV dan
AIDS telah berubah. Pada tahun mendatang diproyeksikan jumlah terbesar infeksi HIV baru
akan terjadi di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), diikuti perempuan
pada populasi umum (perempuan risiko rendah), yang terdiri dari perempuan terinfeksi melalui
hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi serta wanita yang melakukan perilaku
berisiko pada tahun-tahun sebelumnya dan mereka yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dan
baru dapat terdeteksi di kemudian hari. Jumlah infeksi HIV yang cukup besar terjadi pada laki-
laki yang merupakan pelanggan pekerja seks dan laki-laki populasi umum, yang terdiri dari laki-
laki yang terinfeksi melalui hubungan seksual dengan istri-istri mereka ditambah dengan laki-
laki yang berhubungan seks dengan WPS pada tahun sebelumnya.7 Estimasi dan proyeksi
HIV/AIDS dapat dimanfaatkan untuk perkiraan kebutuhan sumberdaya dan untuk melengkapi
informasi bagi pemangku kebijakan sehingga dapat menentukan prioritas program dengan
berbasis pada data. Selain itu, hasil ini dapat digunakan sebagai model dan informasi mutakhir
untuk merevisi estimasi dan dampak setiap 2 tahun.
Epidemi HIV di Indonesia dalam 5 tahun terakhir telah terjadi perubahan dari Low Level
Epidemic menjadi Concentrated Level Epidemic. Hal ini terbukti dari hasil survei pada sub
populasi tertentu yang menunjukkan prevalensi HIV di beberapa provinsi telah melebihi 5%
secara konsisten. Penularan utama terjadi pada kelompok Pengguna Napza Suntik (Penasun) dan
pada kelompok yang melakukan hubungan seksual berisiko. Meskipun respons yang telah
dilaksanakan meningkat namun masih kalah dengan kecepatan peningkatan epidemi yang terjadi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 bagian Lampiran Pembagian Urusan
Pemerintahan Bidang Kesehatan Sub-Sub Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit.7
Urusan pemerintah meliputi pengelolaan survailans epidemiologi kejadian luar biasa skala
nasional, pengelolaan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular berpotensial wabah,
dan yang merupakan komitmen global skala nasional dan internasional, Pengelolaan pencegahan
dan penanggulangan penyakit tidak menular tertentu skala nasional, Penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana dan wabah skala nasional. Melalui surveilans yang baik kita akan
mampu melakukan pengamatan suatu penyakit, menilai kecenderungan dan dapat menggunakan
data untuk perencanaan, evaluasi dan estimasi populasi terinfeksi HIV dan populasi rawan
tertular HIV.7
Sebagai salah satu fungsi dari pelaksanaan surveilans, estimasi populasi rawan tertular
HIV dan terinfeksi HIV telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan yang didukung oleh mitra
kerja terkait. Tahun 2002 dilakukan estimasi pertama sekali di Indonesia dan merupakan estimasi
yang dikategorikan sebagai best practice oleh ahli epidemiologi dimana setiap keputusan dan
asumsi yang dilakukan dicatat dengan jelas.
Tahun 2004, Departemen Kesehatan kembali mencoba melakukan estimasi dengan
pendekatan provinsi dimana estimasi dilakukan di tingkat provinsi. Pendekatan ini digunakan
karena kita bisa mendapatkan informasi yang relatif mendekati pada hal yang sebenarnya. Selain
itu, hasil yang diperoleh adalah data pada tingkat kabupaten/kota. Namun sayang mengingat
keterbatasan sumber daya estimasi tersebut hanya bisa kita lakukan di 14 provinsi sedangkan sisa
provinsi yang ada dilakukan estimasi di tingkat Pusat dengan asupan data dari provinsi. Tahun
2006, pendekatan yang dilakukan agak berbeda dengan tahun 2004 yaitu dengan mengumpulkan
data dari kabupaten/kota seluruh Indonesia. Data yang terkumpul diolah menggunakan metode
multiplier dengan pendekatan kabupaten/kota. isosialisasikan kepada pihak terkait untuk
memperoleh tanggapan dan masukan, dilanjutkan dengan proses finalisasi. Tahun 2009,
penyusunan estimasi dilaksanakan kembali. Proses dimulai bulan Agustus dengan pengumpulan
data dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia untuk kemudian dilakukan proses penghitungan,
metodologi yang dipergunakan tidak jauh berbeda dengan tahun 2006, hanya pada tahun ini lebih
lengkap karena selain dengan metode multiplier juga dilakukan triangulasi, sampai dengan
regresi. Data yang digunakan pada proses estimasi kali inipun lebih banyak, beragam dan akurat
dibandingkan dengan data yang dipergunakan pada estimasi sebelumnya. Hasil pendataan dari
berbagai instansi (Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kemhukham, BPS, Kepolisian,
KPAN dan Indonesia 2009
KPAD, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Jaringan Organisasi), serta hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP), Survei Potensi
Desa (PODES), dan Sero Surveilans memberikan andil yang besar untuk proses estimasi ini.
Setelah melalui proses yang cukup panjang dan komplek serta hasilnya sudah disosialisasikan,
kami berharap buku ini dapat dipergunakan sebagai salah satu pedoman dalam program
pengendalian HIV/AIDS di Indonesia. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu serta terlibat dalam proses penyusunan
estimasi ini, mudah– mudahan kerja keras kita dapat bermanfaat bagi kita semua.
Sambutan Menteri Kesehatan RI Kementerian Kesehatan sebagai Instansi yang
membawahi masalah-masalah bidang kesehatan, dimana pencegahan dan pemberantasan
penyakit merupakan salah satu sub-sub bidang yang menjadi tanggung jawab dari Kementerian
Kesehatan. Penyediaan informasi yang akurat bagi semua pihak di bidang kesehatan sangat
diperlukan sehinga peran surveilans penting untuk memenuhi kebutuhan akan hal tersebut.
Dalam program pengendalian HIV dan AIDS, estimasi populasi rawan terinfeksi HIV dan Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) yang akurat merupakan kebutuhan yang mendesak. Estimasi
disusun setidaknya 3 tahun sekali, estimasi terakhir disusun tahun 2006, oleh karena itu pada
tahun 2009 melalui kegiatan Surveilans HIV disusun kembali estimasi populasi rawan terinfeksi
HIV dan Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).
Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16
juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia < 15 tahun.1 Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013
sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia < 15 tahun. Jumlah
kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak
berusia <15 tahun.1
Situasi HIV/AIDS di Indonesia
Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan September 2014, HIV-AIDS
tersebar di 386 (78%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama
kali ditemukan adanya HIV/AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan
adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.6
Jumlah Kasus HIV /AIDS tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859,
tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.793), tahun 2010
(21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511), tahun 2013 (29.037), dan tahun 2014
(22.869). Sampai dengan September 2014, jumlah kumulatif HIV yang dilaporkan sebanyak
150.296 orang dan AIDS sebanyak 55.799 orang. Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI
Jakarta (32.782), diikuti Jawa Timur (19.249), Papua (16.051), Jawa Barat (13.507), dan Bali
(9.637)
Faktor resiko penularan HIV terutama adalah melalu jalur seksual (57%), Pengguna
Narkoba Suntik (15%) Penularan LSL (4%),penularan dari Ibu ke anak sebesar 3%.
Estimasi Orang dengan HIV dan AIDS di Indonesia tahun 2012 adalah sebanyak 591.823
sedangkan saat ini ODHA yang sudah kita ketahui baru berjumlah 150.296. Yang ini berarti
dalam membongkar fenomone gunung es baru sekitar 30% ODHA yang telah terdeteksi,
sehingga saat ini kita masih harus mengintensifikasikan penemuan ODHA sehingga setidaknya
cakupan sasaran kita mencapai 80%. Dari data jumlah kasus yang dilaporkan setiap tahun terjadi
peningkatan jumlah pengidap HIV sedangkan jumlah penderita AIDS semakin menurun. Ini bisa
disimpulkan bahwa semakin banyak orang yang diketahui status HIV nya masih belum masuk
kedalam stadium AIDS, jika dibandingkan dengan sekitar 10 tahun yang lalu, dimana jumlah
kasus AIDS lebih banyak dilaporkan dibandingkan kasus HIV. Deteksi dini ini semakin baik
seiring dengan makin banyaknya jumlah fasyankes yang dapat memberikan layanan bagi ODHA
baik tes HIV, pengobatan IMS, dan pengobatan ARV sehingga semakin banyak orang
yangmengetahui status HIV nya lebih dini sebelum muncul gejala-gejala AIDS.
Saat ini Kementerian Kesehatan sedang berupaya untuk meningkatkan cakupan tes HIV,
cakupan terapi ARV dan retensi ARV. Inisiatif ini sebagai tindak lanjut dari Kajian Cepat dan
Konsultasi Nasional, pada tahun 2013 Kementerian Kesehatan dan dikenal dengan Strategic Use
of ARV (SUFA). Dalam inisiatif ini, untuk meningkatkan cakupan tes HIV, dilakukan penawaran
rutin tes HIV kepada pasien Infeksi Menular Seksual (IMS), ibu hamil, pasien TB, pasien
hepatitis, pasangan ODHA, warga Binaan masyarakat (WBP) dan populasi kunci ( Pekerja seks,
Penasun, Waria, Transgender dan Lelaki seks dengan lelaki).8
Dampak Mobilisasi Penduduk Terhadap Penyebaran HIV/AIDS
Dengan adanya mobilisasi penduduk di Kabupaten Jember, dari desa ke kota
mengakibatkan adanya pola perilaku baru yang berbeda dengan sebelumnya. Dimana kedupan di
desa selalu kental dengan nilai moral dan agama. Sehingga norma-norma yang mengatur
pergaulan antara laki-laki dan perempuan sangat dijaga. Nilai pernikahan menduduki posisi yang
penting dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. Berbeda dengan di kota, yang notabene
banyak para pendatang yang berasal dari desa dan hidup terpisah dengan keluarga,
mengakibatkan longgarnya norma pergaulan termasuk dalam hal seksualitas. Laki-laki yang
sudah berkeluarga, seringkali memanfaatkan sebagian uang yang diperoleh dari bekerja untuk
melakukan transaksi seks dengan pekerja seks perempuan di lokalisasi.9
Penduduk yang memiliki tingkat mobilitas tinggi atau memiliki frekwensi berpindah
tempat tinggal dengan partner mereka memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap penularan HIV
dan Penyakit Menular Seksula (PMS) lainnya daripada penduduk yang memiliki kondisi tempat
tinggal yang stabil atau tetap.Saat ini keberadaan lokalisasi di Kabupaten Jember tidak dapat
dideteksi secara pasti berkaitan dengan dikeluarkannya SK Bupati Nomor Nomor 188.45/ 39
/012/2007 Tentang Penutupan Tempat Layanan Sosial Transis untuk Pekerja Seks Komersial dan
Penutupan Prostitusi di Kabupaten Jember.9
Akibatnya ke bermunculan lokalisasi ilegal baik di warung lesehan pinggir jalan, di cafe
atau diskotik, serta di hotel atau losmen. Kondisi ini di satu sisi lebih memudahkan para laki-laki
hidung belang untuk melakukan transaksi seksual. Karena tempat prostitusi terselubung bebas
dari kontrol masyarakat. Berbeda apabila lokalisasi sudah legal,maka laki-laki yang memasuki
wilayah tersebut harus siap mendapat stigma dari masyarakat sebagai laki-laki yang tidak
bermoral.910
Dampak dari banyaknya lokalisasi ilegal, tidak adanya kontrol dari keluarga terdekat
memungkinkan orang untuk melakukan transaksi seksual dengan perempuan pekerja seks.
Sehingga menyebabkan penyebaran dari penyakit HIV/AIDS semakin mudah. Pola pekerjaan
WPS yang ilegal dianggap ilegal pula secara hukum sehingga ada rasa ketidak nyamanan dan
ketidak amanan ketika mereka bekerja, kesulitan mencari klien terlihat lebih besar dibandingkan
dengan WPS di lokalisasi sehingga dapat disimpulkan bahwa posisi tawar mereka sangat rendah
dengan klien. Hal ini diperkuat dengan perilaku penggunaan kondom dikalangan WPS yang
rendah. Keberadaannya WPS sulit diidentifikasi sementara transaksi seks diantara mereka cukup
tinggi dan rawan terkena IMS dan HIV/AIDS.10
Perkembangan HIV/AIDS
Laporan perkembangan HIV/AIDS di Indonesia, Triwulan III Tahun 2014. Data HIV-
AIDS Triwulan III 2014 yang disajikan adalah bersumber dari Sistem Informasi HIV/AIDS dan
IMS (SIHA). Sejak periode Juli-September 2012 terjadi perubahan dan perkembangan data
dalam laporan pasca Kegiatan Validasi dan Harmonisasi Data bersama seluruh provinsi di
Indonesia bulan Mei 2012. Hal ini dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas laporan.
Laporan tahun 2012 dan sebelumnya adalah benar-benar kasus ditemukan pada tahun yang
bersangkutan.11
Laporan perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Triwulan III Tahun 2014 sebagai berikut:
A. Situasi Masalah HIV/AIDS Triwulan II (Juli-September) Tahun 2014:
HIV
a. Dari bulan Juli sampai dengan September 2014 jumlah infeksi HIV yang baru dilaporkan
sebanyak 7.335 kasus.
b. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,1%),
diikuti kelompok umur 20-24 tahun (17,2%), dan kelompok umur >= 50 tahun (5,5%).
c. Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1.
d. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual
(57%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (15%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada
penasun (4%).11
AIDS
a. Dari bulan Juli sampai dengan September 2014 jumlah AIDS yang dilaporkan baru
sebanyak 176 orang.
b. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (42%), diikuti kelompok
umur 20-29 tahun (36,9%) dan kelompok umur 40-49 tahun (13,1%).
c. Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
d. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual
(67%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (6%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada
penasun (6%), dan dari ibu positif HIV ke anak (4%).
e. Situasi Masalah HIV-AIDS Tahun 1987 - September 2014
Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan September 2014, HIV-AIDS
tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi
pertama kali ditemukan adanya kasus HIV/AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang
terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.11
Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859, tahun
2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.793), tahun 2010
(21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511), tahun 2013 (29.037) dan tahun 2014
(22.869). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2014
sebanyak 150.296.11
Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (32.782), diikuti Jawa Timur
(19.249), Papua (16.051), Jawa Barat (13.507) dan Bali (9.637).11
Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 5.184,
tahun 2006 (3.665), tahun 2007 (4.655), tahun 2008 (5.114), tahun 2009 (6.073), tahun 2010
(6.907) dan tahun 2011 (7.312), tahun 2102 (8.747), tahun 2013 (6.266) dan 2014 (1.876).
Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan September 2014 sebanyak 55.799
orang.11
Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun
(32,9%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,5%), 40-49 tahun (10,7%), 50-
59 tahun (3,4%), dan 15-19 (3,1%). Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 54% dan
perempuan 29%. Sementara itu 17% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS tertinggi
adalah pada ibu rumah tangga (6.539), diikuti wiraswasta (6.203), tenaga
non-profesional/karyawan (5.638), petani/peternak/nelayan (2.324), buruh kasar (2.169),
penjaja seks (2.052), pegawai negeri sipil (1.658), dan anak sekolah/mahasiswa (1.295).11
Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (10.184), Jawa Timur (8.976), DKI
Jakarta (7.477), Bali (4.261), Jawa Barat (4.191), Jawa Tengah (3.767), Papua Barat (1.734),
Sulawesi Selatan (1.703), Kalimantan Barat (1.699) dan Sumatera Utara (1.573).
Faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual (61,5%), penasun (15,2%), diikuti
penularan melalui perinatal (2,7%), dan homoseksual (2,4%). Angka kematian (CFR)
menurun dari 3,79% pada tahun 2012 menjadi 0,46% pada bulan September tahun 2014.
B. Layanan
1. Sampai dengan September 2014, layanan HIV/AIDS yang aktif melaporkan data
layanannya, sebagai berikut:
a. 1.391 layanan Konseling dan Tes HIV (KT), termasuk Tes HIV dan Konseling yang
diprakarsai oleh Petugas Kesehatan (TIPK).
b. 448 layanan PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif melakukan
pengobatan ARV, terdiri dari 328 RS Rujukan PDP (induk) dan 120 satelit.
c. 87 layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon).
d. 1.180 layanan IMS (Infeksi Menular Seksual).
e. 182 layanan PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak).
f. 223 layanan yang mampu melalukan layanan TB-HIV.
2. Sampai dengan bulan Maret 2014, jumlah Lapas/Rutan/Bapas yang melaksanakan
kegiatan pengendalian HIV/AIDS dan IMS sebagai berikut:
a. 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi).
b. 20 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan penjangkauan.
c. 78 Lapas/Rutan/Bapas memiliki Kelompok Dampingan Sebaya (KDS).
d. 45 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan Konseling dan Tes HIV.
e. 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan koordinasi.
f. 9 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan layanan PTRM.
g. 127 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan rujukan HIV-AIDS.10
3. Jumlah ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan
September 2014 sebanyak 45.631 orang. Pemakaian rejimennya adalah 97,03%
(44.275 orang) menggunakan Lini 1 dan 2,97% (1.356 orang) menggunakan Lini 2.
Dalam triwulan Juli s.d. September 2014 dilaporkan tambahan kasus HIV/AIDS sebagaimana
berikut:11
HIV: 7335
AIDS: 176
Jumlah kasus HIV & AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d. 30 September 2014 adalah:11
HIV: 22869
AIDS: 1876
Secara kumulatif kasus HIV & AIDS 1 Januari 1987 s.d. 30 September 2014, terdiri dari:11
HIV: 150296
AIDS: 55799
Kesimpulan
Dengan semakin meningkatnya penemuan kasus HIV, perlu kiranya disikapi dengan strategi
yang tepat dan cepat. Diantaranya adalah penyiapan layanan kesehatan di semua lini, baik di
Puskesmas, Rumah Sakit mapun di masyarakat sendiri. Dimana saat ini peranserta masyarakat
dalam penanggulangan HIV/AIDS sangat diperlukan, sehingga 3 Zero dapat diatasi melalui
layanan komprehesif yang berkesinambungan. Artinya sektor pemerintah, swasta, dunia usaha
dan masyarakat secara bersama-sama dan bersinergi dalam penanggulangannya.
Daftar Pustaka
Pustaka
1. Kementrian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi situasi dan analisis hiv aids.
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta 2014
2. Yatim F. Macam-macam penyakit menular dan pencegahannya. Penerbit Yayasan
Obor, Jakarta 2007
3. Muninjaya GAA. Aids diindonesia masalah dan kebijakan penanggulangannya.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1998
4. Departemen Kesehatan RI. Inilah terobosan selama 8 tahun pengendalian hiv/aids
di Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2014
5. Departemen Kesehatan RI. Dua upaya penting pengendalian hiv/aids.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2014
6. Aditama TY. Data hiv/aids. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta 2014
7. Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan RI. Statistik kasus hiv/aids di indonesia.
Kementiran Kesehatan RI, Jakarta 2014
8. Departemen Kesehatan RI. Sufa, inovasi baru dalam upaya pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia.Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2014
9. Lurie, M.N et al. 2003. The impact of migration on HIV-1 transmission in
south africa : A Study of Migrant and Non Migrant Men and Their Partners
Sex. Transm. Dis. 30 (149-156)
10. Widyastuti. 2006. Perilaku menggunakan kondom pada wanita penjaja seks
jalanan di jakarta timur tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 1 Nomor 4. Februari 2007 : 161-7
11. Yayasan Spiritia. Lembaran pedoman tentang hiv dan aids untuk orang yang
hidup dengan hiv. Kementrian Kesehatan, Jakarta 2015