tinjauan pustaka

11

Click here to load reader

description

tinjauan pustaka diabetes mellitus

Transcript of tinjauan pustaka

Page 1: tinjauan pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pankreas

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang

menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk

mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai “pembawa pesan”, dan

dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel di dalam tubuh, yang selanjutnya akan

menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak

memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-

kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. (Jimmy Wales, 2008).

Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang berfungsi ganda sebagai kelenjar

eksokrin dan kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas membantu dan

berperan penting dalam sistem pencernaan dengan mensekresikan enzim-enzim pankreas,

seperti amilase, lipase, dan tripsin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas dikenal dengan

produksi hormon-hormon insulin dan glukagon yang berperan dalam metabolisme

glukosa. Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau Langerhans yang tersebar

di antara bagian eksokrin pankreas. (Guyton, 1976;Greenspan dan Forsham,

1983;Sundler dan Hakanson, 1988).

Dari hasil penelitian Sundler dan Hakanson (1988) dengan menggunakan elektron

mikroskop dilaporkan bahwa pulau Langerhans berisi kurang lebih lima jenis sel

endokrin. Empat dari lima sel tersebut adalah sel-sel ß, sel-sel α, sel-sel somatostatin dan

PP, yang dapat diketahui melalui respon dari hormon yang dikandungnya. Tipe sel

kelima, yaitu sel DI belum dapat diidentifikasi. Pada pankreas manusia normal, sel

insulin berkisar 62% dari jumlah total sel di pulau Langerhans, glukagon 15%, PP 14%,

somatostatin 9%, dan DI kurang dari 1% (Sundler dan Hakanson, 1988).

Pankreas merupakan organ penting dalam mengukur kadar glukosa darah.

Hormon yang berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah tersebut adalah insulin

yang disekresikan oleh sel beta dan glikogen yang disekresikan oleh sel alfa. Adanya

senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh dengan dosis tinggi dapat menghancurkan

Page 2: tinjauan pustaka

sel-sel pulau Langerhans. Kerusakan–kerusakan sel beta pulau Langerhans ini akan

menyebabkan produksi insulin menurun. Dengan menurunnya kadar insulin, maka akan

mengakibatkan hiperglikemia (Ganong, 1995).

Menurut Pearce, S.A dan Wilson, L.L (1991), pengaturan kadar gula dipengaruhi

oleh aktifitas hormon insulin , glikogen, dan adrenalin. Insulin efektif menurunkan kadar

glukosa dalam darah dan hormon adrenalin membebaskan cadangan glukosa sehingga

kadar glukosa meningkat. Selain itu, gula darah juga dipengaruhi oleh hati, pankreas,

adenohipofisis dan adrenalin juga masih dipengaruhi oleh tiroid, kerja fisik dan faktor

lainnya seperti Hiperediter dan Imunologi. Konsentrasi glukosa dalam darah normal

sebesar 50-100 mg/dl. Penyimpangan dari kadar normal dapat diakibatkan karena

perubahan kecepatan oksidasi glukosa dan makanan yang mengandung karbohidrat

tinggi.

B. Fisiologi Pankreas

Pankreas terdiri atas dua jenis jaringan utama, yakni: (1) asini, yang mensekresikan getah

pencernaan ke dalam duodenum, dan (2) pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk

mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah (Guyton, 1997).

            Pulau langerhans tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat

penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung

tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan delta.. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 persen

dari semua sel, mensekresi Sel beta kira-kira 60 persen dari semua sel, terletak terutama di tengah

dari setiap pulau dan mensekresi insulin glukagon. Dan sel delta, yang merupakan 10 persen dari

seluruh sel, mensekresikan somastotatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain,

yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau langerhans dan

mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas (Guyton,

1997)

Seperti yang disebutkan diatas, sel beta mensekresikan hormon insulin. Insulin

menyebabkan membran menjadi sangat permeabel terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada

sel-sel otot dan sel lemak tetap tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron di dalam otak.

Peningkatan permeabilitas terhadap glukosa selanjutnya membuat glukosa masuk dengan cepat

ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat difosforilasi dan menjadi suatu zat yang

diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum. Sebagai tambahan untuk

Page 3: tinjauan pustaka

meningkartkan permeabilitas membran terhadap glukosa, membran sel menjadi lebih permeabel

terhadap banyak asam amino, ion kalium dan ion fosfat (Guyton, 2006)

C. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus terkait erat dengan proses pangaturan glukosa dalamdarah.

Glukosa merupakan monosakarida paling utama yang memilikiperan penting dalam

proses kimia kehidupan. Dalam proses yang dikenal sebagairespirasi selular, sel-sel

mengekstraksi energi yang tersimpan dalam molekulglukosa. Molekul glukosa yang tidak

segera digunakan dengan cara ini umumnyadisimpan sebagai monomer yang bergabung

membentuk disakarida ataupolisakarida misalnya pati dan glikogen (Campbell, 2002).

Metabolisme glukosa didalam tubuh dipengaruhi oleh hormon insulin.Hormon

insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5700 yang terdiriatas 2 rantai

polipeptida, A dan B yang saling berhubungan melalui dua jembatan disulfida. Insulin

disintesis oleh sel-sel B atau ß pada pankreas dalam bentukprekursor yang tidak aktif

(yang disebut proinsulin). Zat ini disimpan dalamgranula sel-sel ß dari jaringan pulau

Langerhans sampai datangnya isyarat untuksekresi, yang kemudian proinsulin diubah

menjadi insulin aktif (Lehninger, 1982).

Pulau-pulau Langerhands merupakan suatu kumpulan sel-sel endokrinyang

mensekresikan 2 hormon secara langsung ke dalam sistem sirkulasi.Masing-masing pulau

mempunyai populasi sel-sel alfa, yang mensekresikanhormon peptida glukagon dan

populasi sel-sel ß yang mensekresikan hormoninsulin. Insulin dan glukagon adalah

hormon yang bekerja secara antagonisdalam mengatur glukosa dalam darah. Hal ini

merupakan suatu fungsibioenergetik dan homeostasis yang sangat penting, karena

glukosa merupakanbahan utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka

karbon untuksintesis senyawa organik lainnya. Keseimbangan metabolisme tergantung

padapemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan titik pasang,yaitu

sekitar 90mg/100ml pada manusia. Ketika glukosa darah melebihi kadartersebut insulin

dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi glukosa. Ketikaglukosa darah turun di

bawah titik pasang, glukagon meningkatkan konsentrasiglukosa melalui umpan balik

negatif, konsentrasi glukosa darah

Page 4: tinjauan pustaka

menentukan jumlah relatif insulin dan glukagon yang disekresikan oleh sel-sel pulau

Langerhands (Campbell, 2004).

Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel denganmeningkatkan laju

transport terbantu dari glukosa melintasi membran sel. Begituglukosa telah masuk sel,

segera difosforilasi untuk menjaganya keluar tanpakontrol. Glukosa dimetabolisasi atau

diubah menjadi glikogen untuk disimpandalam otot, sedangkan dalam sel hati, insulin

meningkatkan penyimpanan energimelalui stimulasi glikogenesis dan lipogenesis

(Soewolo, 2000).Glukosa agak menyimpang ketika mekanisme homeostasis,

terdapatkonsekuensi yang serius diabetes mellitus, kemungkinan merupakan

gangguanendokrin yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau hilangnya respon

terhadap insulin pada jaringan target. Kondisi ini menyebabkan kadar glukosa

darahmenjadi tinggi, sehingga ginjal penderita diabetes mensekresikan glukosa.Defisiensi

insulin juga menyebabkan glukosa menjadi tidak tersedia bagisebagian besar sel tubuh

sebagai sumber bahan bakar utama maka lemak harusberfungsi sebagai substrat utama

untuk respirasi seluler (Campbell, 2004).

Kadar glikogen yang tinggi dan kadar insulin yang rendah menyebabkanterjadi

penguraian protein otot, hingga dihasilkan asam amino yang digunakanoleh hati untuk

glukoneogenesis, untuk memfasilitasi penggunaan asam aminodan sintesis lipid, dengan

demikian pelepasan asam lemak dari jaringan adiposameningkat, sehingga meningkatkan

kadar asam lemak dalam darah. Asam lemakakan digunakan sel otot sebagai

sumber energi alternatif. Glikogen yangtersimpan dalam hati dan otot dibongkar, protein

otot diurai dan asam aminodigunakan untuk glukoneogenesis dalam hati dan simpanan

trigleserida dalam jaringan adiposa diurai (Susilowati, 2006).

Defisiensi insulin dapat menyebabkan hiperglikemia yang berbahaya,glikosuria

(Glukosa keluar bersama kencing) mengurangi kemampuanmetabolisme karbohidrat atau

konveksi karbohidrat menjadi lemak, dankehilangan protein yang dibongkar untuk energi

pengganti glukosa (Soewolo,2000).

D. Diabetes Insipidus dan Diabetes Mellitus

Keluhan dan gejala utama Diabetes Insipidus (DI) adalah poliuria dan polidipsia.

Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, mencapai

Page 5: tinjauan pustaka

5-10 liter (Sudoyo et.al., 2006). Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu sindrom

dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat kurangnya

sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Guyton and Hall,

2007). DI dan DM mempunyai simptom yang sama, yaitu poliuria. Poliuria terdapat

dalam berbagai keadaan, walaupun DI merupakan penyebab yang sering terjadi. Ada 10

diagnosis banding dalam poliuria selain DI, diantaranya DM tak terkontrol dan

penggunaan obat-obat tertentu. Algoritme poliuria terdiri dari beberapa tahap sebelum

mencapai diagnosis DI. Langkah 1 adalah mengetahui osmolalitas urin. Langkah

selanjutnya apabila nilainya <250>140 mmol/L, maka didapatkan diagnosis DI. Namun

apabila yang didapat hanya osmolalitas urin <250>

E. Dasar Diagnosis dan Tipe DM

Pemeriksaan penyaring DM dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko

DM sebagai berikut : 1) Usia 45 tahun; 2) Berat badan lebih; 3) Hipertensi; 4) Riwayat

DM dalam garis keturunan; 5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB

bayi >4000 gram; dan 6) Kolesterol HDL ≤35 mg/dl dan atau trigliserida ≥250 mg/dl.

Pemeriksaan penyaringan berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa

terganggu (TGT) dan gula darah puasa terganggu (GDPT). TGT dan GDPT dapat

dikatakan merupakan tahapan sementara menuju DM.

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata

kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan

khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis DM. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan sebagai patokan

diagnosis DM, karena apabila kadar glukosa darah sewaktu 110-199 mg/dl dan glukosa

darah puasa 110-125 mg/dl belum tentu pasien tersebut menerita DM walaupun nilai

tersebut tidak normal. Namun, untuk kelompok tanpa keluhan khas DM diperlukan sekali

lagi pemeriksaan untuk mendapatkan angka abnormal yang pasti untuk diagnosis DM

(Sudoyo et.al., 2006).

Page 6: tinjauan pustaka

DM saat ini terbagi menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, Diabetes

Kehamilan, dan DM tipe lain. Namun, secara klinis DM hanya dibagi menjadi 2 tipe: DM

tipe 1 dan DM tipe 2 (Sudoyo et.al., 2006). Gambaran klinis pasien dengan DM tipe 1

adalah usia onset biasanya <20>40 tahun, dan gangguan disebabkan karena resistensi

jaringan terhadap efek metabolik insulin (Guyton and Hall, 2007).

F. Mekanisme Gejala Klinis DM

Mekanisme poliuria dan polidipsia berkaitan erat. Tingginya kadar glukosa darah

menyebabkan dehidrasi berat pada sel tubuh akibat tekanan osmotik, yang menyebabkan

cairan dalam sel keluar. Keluarnya glukosa dalam urin akan menimbulkan keadaan

diuresis osmotik. Efek keseluruhannya adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam

urin. Karena itulah kemudian timbul polidipsia (Guyton and Hall, 2007).

Proses terjadinya neuropatik diabetik (ND) berawal dari hiperglikemia persisten,

yang menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-

reduktase, yang mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh

sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf

bersifat merusak dengan mekanisme yang belum jelas. (Sudoyo et.al.., 2006). Fruktosa

dan sorbitol mempunyai kadar diatas normal pada lensa mata penderita DM, dan dapat

terlibat dalam patogenesis katarak diabetika. Fruktosa dan sorbitol meningkat pada

jaringan tubuh yang tidak sensitif terhadap insulin, seperti lensa mata, saraf tepi, dan

glomerulus ginjal seiring peningkatan kadar glukosa darah (Murray et.al, 2003).

G. Etiologi DM dan Kaitannya Dengan Riwayat Kesehatan

Menurut etiologinya, DM tipe 1 disebabkan karena adanya gangguan produksi

insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik., yang menyebabkan pasien mutlak

membutuhkan insulin. DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi

insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang cukup dengan diet

dan antidiabetik oral. (Gunawan et.al., 2007).

H. Penatalaksanaan DM

Page 7: tinjauan pustaka

Langkah pertama dalam pengelolaan DM selalu dimulai dengan pendekatan non-

farmakologis, yaitu berupa terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani, dan penurunan berat

badan bila didapat berat badan lebih atau obese. Bila dengan langkah-langkah tersebut

sasarna pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat

berupa obat anti diabetik (OAD) atau pemberian insulin (Sudoyo et.al., 2006).

Target dalam terapi gizi medis untuk DM adalah menjaga agar kadar glukosa

darah mendekati normal, dengan menyeimbangkan makanan yang masuk dengan

ketersediaan insulin (endogen atau eksogen), dan agen antidiabetik, serta mengatur BB

agar ideal, mengurangi risiko komplikasi metabolik, mikrovaskuler, dan aterosklerosis.

(Shils et.al., 2006)