BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Landasan ...
tinjauan pustaka
-
Upload
kishwen-yogaratnam -
Category
Documents
-
view
540 -
download
4
Transcript of tinjauan pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Sampai saai ini angka kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diharapkan.
Menurut laporan BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar 307 per 100.000
kelahiran hidup. Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang
obsetri adalah pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan
(preeklamsia) 13%. Sisanya terbagi atas penyebab partus macet, abortus yang tidak aman,
dan penyebab tidak langsung lainnya (SKRT, 1995).
Sekarang ini penyakit hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah
kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas. Hipertensi dalam kehamilan
merupakan 5-15% penyulit dalam kehamilan. Pada tahun 2001, berdasarkan The National
Center for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan ternyata
ditemukan pada 150.000 atau 3,7 % dari ibu hamil.1 Pengaruhnya pada ibu hamil
bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai
sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari
kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin.1
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Di seluruh
dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5 % dengan beberapa variasi
di beberapa tempat. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia
sebesar 3,86 % dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23
kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6
kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia.2
Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya, namun beberapa teori
tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat menjelaskan terjadinya
sindrom klinis preeklampsia itu. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli
tentang munculnya sindrom klinis preeklampsia adalah teori iskemik plasenta yang
disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis, sehingga
menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada
1
akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler yang
mempengaruhi fungsi endotel.2,3
Oleh karena belum jelasnya etiologi preeklampsia dan sindrom klinis yang sering
terjadi tidak diketahui oleh wanita hamil bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam
waktu singkat dapat timbul keadaan yang dapat membahayakan seperti eklampsia.
Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan pendekatan preventive
medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan primer) dan mengenal tanda-
tanda dini preeklampsia (pencegahan sekunder), serta mengenal tanda-tanda munculnya
komplikasi preeklampsia (pencegahan tersier) diharapkan kejadian preeklampsia dan
kematian akibat preeklampsia dapat diturunkan.3,4
Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus perawatan aktif hipertensi kronis dengan
super Imposed Preeklamsia diserta impending eklampsia dari aspek teori,
penatalaksanaan, kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema yang
terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan
desakan darah ≥ 140/90 mmHg, dengan desakan diastolik berdasar suara korotkoff V.
Kenaikan desakan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan desakan darah diastolik 15
mmHg tidak dipakai lagi, karena tidak mempunyai arti yang bermakna dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Tetapi kenaikan desakan darah sistolik 30 mmHg dan
kenaikan diastolik 15 mmHg tetap perlu diperhatikan akan kemungkinan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Pengukuran ini sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali dengan
selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat. Proteinuria berarti konsentrasi
protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/L dalam air kencing 24 jam atau 1 g/L
dalam satu random sampel, atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1/+2 atau
lebih. Edema yang merupakan akumulasi cairan ekstravaskuler yang bersifat bebas.
Edema pada kehamilan yang terjadi pada tungkai adalah wajar, tetapi bila edema timbul
pada muka dan tangan atau anarsaka harus dicurigai kemungkinan preeklampsia. Edema
pada preeklampsia adalah nonpitting pada jari-jari. Edema tungkai pada preeklampsia
kadang-kadang tidak hilang dengan tirah baring.3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13.
Hipertensi kronis adalah ditemukannya desakan darah ≥ 140/90 mmHg, sebelum
kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu
pasca persalinan. Berdasarkan risiko yang mungkin timbul maka hipertensi kronis dibagi
dua menjadi risiko rendah apabila hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ
sedangkan pada risiko tinggi apabila ditemukan hipertensi berat atau hipertensi ringan
disertai dengan perubahan patologis, klinis maupun biologis, sebagai tanda kerusakan
organ.(APW, Haryono, sudinaya)
Hipertensi kronis dengan Super Imposed Preeklamsia adalah pada wanita hamil
dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria ≥ 300mg/24 jam setelah kehamilan 20
minggu, dapat disertai gejala dan tanda preeklamsia lainnya (APW Haryono)
3
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5% dengan
beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian multisenter di
Inggris dan menemukan kejadian preeklampsia sebesar 7,6%. Marcola (2002),
menemukan kejadian preeklampsia di Dublin, Irlandia sebesar 2%. Di Amerika Serikat
dilaporkan kejadian preeklampsia sekitar 3-10% dari seluruh kehamilan. Laporan
kejadian preeklampsia di Indonesia juga bervariasi antara 3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di
RS Tarakan kejadian preeklampsia sebesar 4,2%, sedangkan di RS Sanglah dari tahun
1997-2000 ditemukan preeklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun
waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3
tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan
preeklampsia/eklampsia.2,6
2.3 Faktor Risiko13
Risiko yang berhubungan dengan partner laki
Primigravida.
Primipaternity
Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan
Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklamsia
Pemaparan terbatas terhadap sperma
Inseminasi donor dan donor oocyte
Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit
keluarga
Riwayat pernah preeklamsia
Hipertensi kronis
Penyakit ginjal
Obesitas
Diabetes gestasional, diabetes mellitus tipe I
4
Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia.
Risiko yang berhubungan dengan kehamilan
Mola hidatidosa
Kehamilan multipel
Infeksi saluran kencing pada kehamilan
Hydrops fetalis
Risk factor Risk ratio
1. Nuliparitas 3:1
2. Umur > 40 tahun 3: 1
3. Ras Amerika-afrika 1,5:1
4. Riwayat PE dalam keluarga 5:1
5. Hipertensi kronik 10:1
6. Penyakit ginjal kronik 20:1
7. Sindroma Anti phospolipid 10:1
8. Diabetes Melitus 2:1
9. Kehamilan ganda 4;1
2.4 Patogenesis
Penyebab pasti dari sindroma preeklampsia sampai saat ini belum pasti, karena itu
terminologi “diseases of theory” masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini masih
banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis penyakit ini.2
Manifestasi klinis dari preeklampsia ini diawali dengan adanya proses patologis yang
terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel sebagai organ yang terlibat baik sebagai
objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang ada sekarang ditujukan untuk
memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.
Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat
menerangkan sebagian dari sindroma klinis preeklampsia (hipertensi, proteinuria, dan
edema) , sebagai berikut:2
1. Iskemia plasenta
5
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke
arteri spiralis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta. Pada hamil normal,
dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi tropoblast ke dalam lapisan otot
arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut. Degenerasi
tersebut menyebabkan lapisan tersebut menjadi lunak sehingga lumen arteri spiralis
dengan mudah mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibat dari hal tersebut
memberikan dampak penurunan desakan darah,penurunan resistensi vaskular, dan
meningkatnya aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi thropoblast ke dalam arteri
spirales. Karena hal tersebut lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras,
sehingga lumen arteri spirales tidak memungkinkan mengalami distensi atau
vasodilatasi. Akibatnya arteri spirales relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spirales, sehinggga aliran darah uteroplasenta menurun
dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Perubahan vasokontriksi pada arteri
spirales ini tidak terjadi pada semua arteri spiralis di plasenta. Diameter rata-rata
arteri spirales pada hamil normal 500 mikron sedangkan pada preeklamsia rata-rata
200 mikron
2. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis. Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta
mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus miometrium dalam bentuk arteri akuarta
kemudian memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan kemudian memberi cabang arteri spiralis. Pada hamil
normal terjadi invasi sel thropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi
endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprinting
6
Terjadinya preeklamsi dan eklamsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal
atau gen domiunan dengan penetrasi yang tidak sempurna, penetrasi mungkin
tergantung pada genotif janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing
Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang
rendah, pengangkutan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke
dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik
dimana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik
dari VLDL akan muncul.
Dalam perjalanannya keempat faktor diatas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling
berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.
Increased Tropoblast
trigliserida, FFA
Imunogenetic faktor
Inadequate tropoblast invation of maternal spiral arteries
Decrease placental perfusion
disease Vascular
7
Circulating factorSTBM Cytokines (IL6, TNF alfa)
lipid peroksidase
Oksidative stress
Menurut Jaffe dkk (1995) pada preeklamsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel
tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimesterkedua
kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat
penurunan aliran darah dalam ruangan intervilius di plasenta sehingga terjadilah hipoksia
plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis
seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu,
dan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan dimana radikal
bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan.
Oksidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar
dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut
disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel darah pada organ-
organ penderita preeklamsia.
BloodTrombocytopeniaCoagulopaty
Altered vascular permeability
Peripheral edemaPulmonary oedema
SystemicVaso
constrictionHypertension
KidneyHyperuricemiaProteinuriaRenal failure
LiverAb.function testHaemorrhagaee
8
Endothelial dysfunctionNeotrofil activation
Platelet activation
CNS/EyeSeizureCortical blindnessRetinal detachment and haemorrhage
PlacentaFetal growth retardationFetal hypoxaemiaSolusio
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan
vasokontriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi
vasokontriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan
setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya
berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti :
Pada ginjal : hiperurikemia, proteinuria dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru
dan oedema menyeluruh
Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopati
Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan perdarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,
hipoksia janin, dan solusio plasenta.
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah ditemukan
tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak
benar. Teori-teori yang lain adalah
1. teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endothel
2. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
3. Teori adaptasi kardiovaskular
4. Teori defisiensi gizi
5. Teori Inflamasi
Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi Endothel.
9
1. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia menghasilkan radikal bebas. Salah satu
RB yang penting adalah hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endothel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang banyak
mengandung lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Adanya RB dalam tubuh yang
bersifat toksis selalu diimbangi oleh produksi antioksidant.
2. peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK
pada HDK terbukti terjadi peningkatan kadar oksidant khususnya peroksida lemak,
sedangkan antioksidan vitamin E menurun, sehingga kadar oksidan peroksida lemak
lebih tinggi. Radikal bebas yang bersifat toksis tersebut akan merusak membran sel
endothel. Membran sel endothel mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak.
Karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
lemak tak jenuh.
3. Disfungsi endothel
Kerusakan membran sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endothel. Kerusakan ini disebut disfungsi endothel.
Kerusakan tersebut maka akan terjadi :
Gangguan metabolisme prostaglandin
Agregasi sel-sel thrombosit pada daerahendothel yang mengalami
kerusakan.
Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerolus
Meningkatnya permeabilitas kapiler
Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor
Rangsangan faktor koagulasi
Pada HDK terjadi gangguan keseimbangan produksi tromboxan dan prostacyklin, dimana
tromboksan lebih banyak sehingga efek vasokontriktor lebih kuat dari pada efek
vasodilator. Akibatnya terjadilah hipertensi.
10
Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin.
Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis
preeklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai risiko
lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul anggapan
bahwa preeklampsia adalah “the disease of first pregnancy“, namun fakta itu menjadi
hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan mempunyai risiko
menderita preeklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap.
Fenomena ini kemudian melahirkan teori “the disease of first paternity “. Hasil konsepsi
berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan demikian seharusnya hasil konsepsi
ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal terjadi adapatasi, dimana “human
leucocyte antigen–G“ berperan dalam modulasi respon imun, dengan adanya HLA ini
maka trofoblas tidak dapat dikenali oleh mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat
berlangsung dengan baik, tidak demikian halnya dengan preeklampsia dimana telah
dibuktikan bahwa HLA jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain,
sehingga terjadi penolakan sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain
mengatakan bahwa seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta
merupakan barier sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik maternal, namun
pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya komponen penting dan
pertama kali muncul adalah trofoblas, sehingga fokus penolakan terhadap “konseptus
sebagai benda asing“ sebenarnya adalah penolakan terhadap trofoblasnya.
Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana
kemungkinan menderita preeklampsia pada ibu tersebut akan meningkat. Diduga bahwa
paparan spermatozoa memberikan efek protektif untuk preeklampsia, dalam arti makin
lama seseorang mendapatkan paparan spermatozoa maka kemungkinan terjadinya
preeklampsia akan semakin menurun.
Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen di
traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi peningkatan
TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat respon Th1 dan
merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi menjadi berkurang.
Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang makrofag desidual, yang dapat
menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti
11
diketahui bahwa pada preeklampsia terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF
alfa, Il-6, dan Il-8.
Teori defisiensi mikronutrien 2,13
Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa preeklampsia berhubungan
dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat,
vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat
menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.
Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk
disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan
terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida
hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis terhadap endotel.
Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat
menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada
preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga
terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.
Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia, pada
keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan
karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan
menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas
akibat iskemik plasenta.
Konsumsi minyak hati halibut dapat mengurangi resiko preeklamsia. Minyak ikan
mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat aktivasi trombosit,
produksi tromboxan, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Teori adaptasi kardiovaskular. 13
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan–bahan vasopressor
akibat dilindungi oleh prostaglandin (prostasiklin) pada sel endotel pembuluh darah. Pada
HDK terjadi imbalance antara bahan vasodilator dan bahan vasokonstriktor, yaitu
prostaglandin (prostasiklin) menurun, tromboksan meningkat. Oksida nitrit menurun, dan
X endotelin, suatu vasokonstriktor kuat meningkat.
12
Teori inflamasi 13
Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia disebabkan
kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan, yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas lekosit yang
sangat tinggi pada sirkulasi ibu.
2.5 Diagnosis
Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20
minggu, sudah dapat untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Namun untuk lebih
memudahkan, maka preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai berikut.
1. Hipertensi
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110 mmHg
b. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg
c. Kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg
2. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2
Preeklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah
ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring
2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4
3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai
kenaikan kadar kreatinin darah
4. Adanya keluhan subjektif
a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral: kepala pusing
c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen
d. Hiperrefleks
5. Adanya sindroma HELLP
6. Sianosis
13
7. PJT
2.6 Penatalaksanaan Preeklampsia
2.6.1 Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan3,4,5
1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)
a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
b. Diet biasa
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu
d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap, fungsi
ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu
f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai preeklampsia berat
2. Rawat inap
a. Kriteria untuk rawat inap
Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini harus
dilakukan terminasi
Kecenderungan menuju preeklampsia berat
Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)
b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal
Tirah baring total
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, fungsi hati/ginjal, urin
lengkap
Dilakukan fetal assessment
Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis
3. Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal assessment.
Bila didapatkan hasil:
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan
b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari kemudian
c. Baik
Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari
Bila preterm penderita dipulangkan
14
Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan drip
oksitosin
d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai
preeklampsia berat
Nyeri ulu hati
Mata berkunang-kunang
Iritabel
Sakit kepala
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan terminasi
kehamilan
2.6.2 Penatalaksaaan Preeklampsia Berat3,4,5
1. Perawatan konservatif
a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan subjektif
dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)
1). Tirah baring
2). Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam
3). Pemberian MgSO4
Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr
(im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam
Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam
Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum
4). Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:
Bila sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, digunakan injeksi 1
ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula
disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian tekanan
darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena
dalam 5 menit sampai tekanan diastolik normal, dilanjutkan dengan
nifedipin 3 x 10 mg
15
Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110 mmHg,
antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin 3 x 10 mg
5). Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal), dan
jumlah produksi urine 24 jam
6). Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung, dan
yang lain sesuai dengan indikasi
c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam di
ruang bersalin)
1). Tirah baring
2). Medikamentosa
3). Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi, homosistein,
fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam, penimbangan
berat badan setiap hari dan indeks gestosis
4). Diet biasa
5). Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
1). Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
2). Kenaikan progresif dari tekanan darah
3). Adanya sindroma HELLP
4). Adanya kelainan fungsi ginjal
5). Penilaian kesejahteraan janin jelek
e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-
tanda preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3
hari lagi
f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan
terminasi
2. Perawatan aktif
a. Indikasi :
1). Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
2). Adanya keluhan subjektif
3). Adanya sindroma HELLP
16
4). Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)
5). Apabila perawatan konservatif gagal
6). Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan darah
tetap ≥ 160/110 mmHg
b. Pengobatan medisinal
1). Segera rawat inap
2). Tirah baring miring ke satu sisi
3). Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam
4). Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan MgSO4
40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4 40% 5 g (im)
setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan
5). Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan nifedipin 3
x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat dipertimbangkan bila:
Sistolik ≥ 180 mmHg
Diastolik ≥ 110 mmHg
c. Pengobatan obstetrik
1). Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan
pemeriksaan kesejahteraan janin
2). Tindakan sektio sesaria dilakukan bila:
Hasil kesejahteraan janin jelek
Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)
Kegagalan drip oksitosin
3). Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS baik
4). Pada preeklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam
2.7 Komplikasi
Komplikasi ibu
Sistem Saraf pusat
1. Perdarahan intrakranial
2. Thrombosis vena central
3. hipertensi ensefalopati
17
4. Edema cerebri
5. Edema retina
6. Retinal detachment
7. Kebutaan korteks
Gastrointestinal-hepatik
1. Subskapular hematoma hepar
2. Ruptur kapsul hepar
Ginjal
1. Gagal ginjal akut
2. Nekrosis tubular akut
Hematologik
1. DIC
2. Thrombositopenia
,
1. Edema paru
2. Depresi atau arrest pernafasan
3. Kardiac arrest
4. Iskemia miokardium
Lain-lain
1. asites
Komplikasi janin
1. IUGR
2. Solusio plasenta
3. IUFD
4. Kematian neonatal
5. Penyulit akibat prematuritas
6. Cerebral palsy
18