tinjauan pustaka

28
BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saai ini angka kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diharapkan. Menurut laporan BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obsetri adalah pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia) 13%. Sisanya terbagi atas penyebab partus macet, abortus yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya (SKRT, 1995). Sekarang ini penyakit hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit dalam kehamilan. Pada tahun 2001, berdasarkan The National Center for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan ternyata ditemukan pada 150.000 atau 3,7 % dari ibu hamil. 1 Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin. 1 Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Di seluruh dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 1

Transcript of tinjauan pustaka

Page 1: tinjauan pustaka

BAB 1

PENDAHULUAN

Sampai saai ini angka kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diharapkan.

Menurut laporan BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar 307 per 100.000

kelahiran hidup. Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang

obsetri adalah pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan

(preeklamsia) 13%. Sisanya terbagi atas penyebab partus macet, abortus yang tidak aman,

dan penyebab tidak langsung lainnya (SKRT, 1995).

Sekarang ini penyakit hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah

kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas. Hipertensi dalam kehamilan

merupakan 5-15% penyulit dalam kehamilan. Pada tahun 2001, berdasarkan The National

Center for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan ternyata

ditemukan pada 150.000 atau 3,7 % dari ibu hamil.1 Pengaruhnya pada ibu hamil

bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai

sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari

kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin.1

Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Di seluruh

dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5 % dengan beberapa variasi

di beberapa tempat. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia

sebesar 3,86 % dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23

kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6

kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia.2

Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya, namun beberapa teori

tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat menjelaskan terjadinya

sindrom klinis preeklampsia itu. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli

tentang munculnya sindrom klinis preeklampsia adalah teori iskemik plasenta yang

disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis, sehingga

menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada

1

Page 2: tinjauan pustaka

akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler yang

mempengaruhi fungsi endotel.2,3

Oleh karena belum jelasnya etiologi preeklampsia dan sindrom klinis yang sering

terjadi tidak diketahui oleh wanita hamil bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam

waktu singkat dapat timbul keadaan yang dapat membahayakan seperti eklampsia.

Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan pendekatan preventive

medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan primer) dan mengenal tanda-

tanda dini preeklampsia (pencegahan sekunder), serta mengenal tanda-tanda munculnya

komplikasi preeklampsia (pencegahan tersier) diharapkan kejadian preeklampsia dan

kematian akibat preeklampsia dapat diturunkan.3,4

Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus perawatan aktif hipertensi kronis dengan

super Imposed Preeklamsia diserta impending eklampsia dari aspek teori,

penatalaksanaan, kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.

2

Page 3: tinjauan pustaka

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema yang

terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan

desakan darah ≥ 140/90 mmHg, dengan desakan diastolik berdasar suara korotkoff V.

Kenaikan desakan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan desakan darah diastolik 15

mmHg tidak dipakai lagi, karena tidak mempunyai arti yang bermakna dalam terjadinya

hipertensi dalam kehamilan. Tetapi kenaikan desakan darah sistolik 30 mmHg dan

kenaikan diastolik 15 mmHg tetap perlu diperhatikan akan kemungkinan terjadinya

hipertensi dalam kehamilan. Pengukuran ini sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali dengan

selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat. Proteinuria berarti konsentrasi

protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/L dalam air kencing 24 jam atau 1 g/L

dalam satu random sampel, atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1/+2 atau

lebih. Edema yang merupakan akumulasi cairan ekstravaskuler yang bersifat bebas.

Edema pada kehamilan yang terjadi pada tungkai adalah wajar, tetapi bila edema timbul

pada muka dan tangan atau anarsaka harus dicurigai kemungkinan preeklampsia. Edema

pada preeklampsia adalah nonpitting pada jari-jari. Edema tungkai pada preeklampsia

kadang-kadang tidak hilang dengan tirah baring.3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13.

Hipertensi kronis adalah ditemukannya desakan darah ≥ 140/90 mmHg, sebelum

kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu

pasca persalinan. Berdasarkan risiko yang mungkin timbul maka hipertensi kronis dibagi

dua menjadi risiko rendah apabila hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ

sedangkan pada risiko tinggi apabila ditemukan hipertensi berat atau hipertensi ringan

disertai dengan perubahan patologis, klinis maupun biologis, sebagai tanda kerusakan

organ.(APW, Haryono, sudinaya)

Hipertensi kronis dengan Super Imposed Preeklamsia adalah pada wanita hamil

dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria ≥ 300mg/24 jam setelah kehamilan 20

minggu, dapat disertai gejala dan tanda preeklamsia lainnya (APW Haryono)

3

Page 4: tinjauan pustaka

2.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5% dengan

beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian multisenter di

Inggris dan menemukan kejadian preeklampsia sebesar 7,6%. Marcola (2002),

menemukan kejadian preeklampsia di Dublin, Irlandia sebesar 2%. Di Amerika Serikat

dilaporkan kejadian preeklampsia sekitar 3-10% dari seluruh kehamilan. Laporan

kejadian preeklampsia di Indonesia juga bervariasi antara 3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di

RS Tarakan kejadian preeklampsia sebesar 4,2%, sedangkan di RS Sanglah dari tahun

1997-2000 ditemukan preeklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun

waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3

tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan

preeklampsia/eklampsia.2,6

2.3 Faktor Risiko13

Risiko yang berhubungan dengan partner laki

Primigravida.

Primipaternity

Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan

Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklamsia

Pemaparan terbatas terhadap sperma

Inseminasi donor dan donor oocyte

Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit

keluarga

Riwayat pernah preeklamsia

Hipertensi kronis

Penyakit ginjal

Obesitas

Diabetes gestasional, diabetes mellitus tipe I

4

Page 5: tinjauan pustaka

Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia.

Risiko yang berhubungan dengan kehamilan

Mola hidatidosa

Kehamilan multipel

Infeksi saluran kencing pada kehamilan

Hydrops fetalis

Risk factor Risk ratio

1. Nuliparitas 3:1

2. Umur > 40 tahun 3: 1

3. Ras Amerika-afrika 1,5:1

4. Riwayat PE dalam keluarga 5:1

5. Hipertensi kronik 10:1

6. Penyakit ginjal kronik 20:1

7. Sindroma Anti phospolipid 10:1

8. Diabetes Melitus 2:1

9. Kehamilan ganda 4;1

2.4 Patogenesis

Penyebab pasti dari sindroma preeklampsia sampai saat ini belum pasti, karena itu

terminologi “diseases of theory” masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini masih

banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis penyakit ini.2

Manifestasi klinis dari preeklampsia ini diawali dengan adanya proses patologis yang

terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel sebagai organ yang terlibat baik sebagai

objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang ada sekarang ditujukan untuk

memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.

Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat

menerangkan sebagian dari sindroma klinis preeklampsia (hipertensi, proteinuria, dan

edema) , sebagai berikut:2

1. Iskemia plasenta

5

Page 6: tinjauan pustaka

Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke

arteri spiralis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta. Pada hamil normal,

dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi tropoblast ke dalam lapisan otot

arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut. Degenerasi

tersebut menyebabkan lapisan tersebut menjadi lunak sehingga lumen arteri spiralis

dengan mudah mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibat dari hal tersebut

memberikan dampak penurunan desakan darah,penurunan resistensi vaskular, dan

meningkatnya aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin

cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin

pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi thropoblast ke dalam arteri

spirales. Karena hal tersebut lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras,

sehingga lumen arteri spirales tidak memungkinkan mengalami distensi atau

vasodilatasi. Akibatnya arteri spirales relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi

kegagalan remodeling arteri spirales, sehinggga aliran darah uteroplasenta menurun

dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Perubahan vasokontriksi pada arteri

spirales ini tidak terjadi pada semua arteri spiralis di plasenta. Diameter rata-rata

arteri spirales pada hamil normal 500 mikron sedangkan pada preeklamsia rata-rata

200 mikron

2. Mal Adaptasi Imun

Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel

tropoblast pada arteri spiralis. Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta

mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua

pembuluh darah tersebut menembus miometrium dalam bentuk arteri akuarta

kemudian memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium

menjadi arteri basalis dan kemudian memberi cabang arteri spiralis. Pada hamil

normal terjadi invasi sel thropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi

endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.

3. Genetic Inprinting

6

Page 7: tinjauan pustaka

Terjadinya preeklamsi dan eklamsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal

atau gen domiunan dengan penetrasi yang tidak sempurna, penetrasi mungkin

tergantung pada genotif janin.

4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing

Activity (TxPA)

Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-

esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang

rendah, pengangkutan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke

dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik

dimana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik

dari VLDL akan muncul.

Dalam perjalanannya keempat faktor diatas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling

berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.

Increased Tropoblast

trigliserida, FFA

Imunogenetic faktor

Inadequate tropoblast invation of maternal spiral arteries

Decrease placental perfusion

disease Vascular

7

Circulating factorSTBM Cytokines (IL6, TNF alfa)

lipid peroksidase

Oksidative stress

Page 8: tinjauan pustaka

Menurut Jaffe dkk (1995) pada preeklamsia ada dua tahap perubahan yang

mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena

berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel

tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimesterkedua

kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat

penurunan aliran darah dalam ruangan intervilius di plasenta sehingga terjadilah hipoksia

plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis

seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu,

dan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan dimana radikal

bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan.

Oksidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar

dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut

disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel darah pada organ-

organ penderita preeklamsia.

BloodTrombocytopeniaCoagulopaty

Altered vascular permeability

Peripheral edemaPulmonary oedema

SystemicVaso

constrictionHypertension

KidneyHyperuricemiaProteinuriaRenal failure

LiverAb.function testHaemorrhagaee

8

Endothelial dysfunctionNeotrofil activation

Platelet activation

CNS/EyeSeizureCortical blindnessRetinal detachment and haemorrhage

PlacentaFetal growth retardationFetal hypoxaemiaSolusio

Page 9: tinjauan pustaka

Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak

sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan

vasokontriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi

vasokontriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,

sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan

setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya

berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti :

Pada ginjal : hiperurikemia, proteinuria dan gagal ginjal.

Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi

Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru

dan oedema menyeluruh

Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopati

Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.

Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,

kebutaan, pelepasan retina, dan perdarahan.

Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,

hipoksia janin, dan solusio plasenta.

Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah ditemukan

tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak

benar. Teori-teori yang lain adalah

1. teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endothel

2. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

3. Teori adaptasi kardiovaskular

4. Teori defisiensi gizi

5. Teori Inflamasi

Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi Endothel.

9

Page 10: tinjauan pustaka

1. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia menghasilkan radikal bebas. Salah satu

RB yang penting adalah hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel

endothel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang banyak

mengandung lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Adanya RB dalam tubuh yang

bersifat toksis selalu diimbangi oleh produksi antioksidant.

2. peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK

pada HDK terbukti terjadi peningkatan kadar oksidant khususnya peroksida lemak,

sedangkan antioksidan vitamin E menurun, sehingga kadar oksidan peroksida lemak

lebih tinggi. Radikal bebas yang bersifat toksis tersebut akan merusak membran sel

endothel. Membran sel endothel mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak.

Karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak

lemak tak jenuh.

3. Disfungsi endothel

Kerusakan membran sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan

rusaknya seluruh struktur sel endothel. Kerusakan ini disebut disfungsi endothel.

Kerusakan tersebut maka akan terjadi :

Gangguan metabolisme prostaglandin

Agregasi sel-sel thrombosit pada daerahendothel yang mengalami

kerusakan.

Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerolus

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor

Rangsangan faktor koagulasi

Pada HDK terjadi gangguan keseimbangan produksi tromboxan dan prostacyklin, dimana

tromboksan lebih banyak sehingga efek vasokontriktor lebih kuat dari pada efek

vasodilator. Akibatnya terjadilah hipertensi.

10

Page 11: tinjauan pustaka

Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin.

Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis

preeklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai risiko

lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul anggapan

bahwa preeklampsia adalah “the disease of first pregnancy“, namun fakta itu menjadi

hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan mempunyai risiko

menderita preeklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap.

Fenomena ini kemudian melahirkan teori “the disease of first paternity “. Hasil konsepsi

berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan demikian seharusnya hasil konsepsi

ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal terjadi adapatasi, dimana “human

leucocyte antigen–G“ berperan dalam modulasi respon imun, dengan adanya HLA ini

maka trofoblas tidak dapat dikenali oleh mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat

berlangsung dengan baik, tidak demikian halnya dengan preeklampsia dimana telah

dibuktikan bahwa HLA jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain,

sehingga terjadi penolakan sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain

mengatakan bahwa seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta

merupakan barier sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik maternal, namun

pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya komponen penting dan

pertama kali muncul adalah trofoblas, sehingga fokus penolakan terhadap “konseptus

sebagai benda asing“ sebenarnya adalah penolakan terhadap trofoblasnya.

Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana

kemungkinan menderita preeklampsia pada ibu tersebut akan meningkat. Diduga bahwa

paparan spermatozoa memberikan efek protektif untuk preeklampsia, dalam arti makin

lama seseorang mendapatkan paparan spermatozoa maka kemungkinan terjadinya

preeklampsia akan semakin menurun.

Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen di

traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi peningkatan

TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat respon Th1 dan

merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi menjadi berkurang.

Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang makrofag desidual, yang dapat

menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti

11

Page 12: tinjauan pustaka

diketahui bahwa pada preeklampsia terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF

alfa, Il-6, dan Il-8.

Teori defisiensi mikronutrien 2,13

Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa preeklampsia berhubungan

dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat,

vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat

menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.

Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk

disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan

terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida

hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis terhadap endotel.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat

menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada

preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga

terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia, pada

keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan

karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan

menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas

akibat iskemik plasenta.

Konsumsi minyak hati halibut dapat mengurangi resiko preeklamsia. Minyak ikan

mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat aktivasi trombosit,

produksi tromboxan, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Teori adaptasi kardiovaskular. 13

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan–bahan vasopressor

akibat dilindungi oleh prostaglandin (prostasiklin) pada sel endotel pembuluh darah. Pada

HDK terjadi imbalance antara bahan vasodilator dan bahan vasokonstriktor, yaitu

prostaglandin (prostasiklin) menurun, tromboksan meningkat. Oksida nitrit menurun, dan

X endotelin, suatu vasokonstriktor kuat meningkat.

12

Page 13: tinjauan pustaka

Teori inflamasi 13

Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia disebabkan

kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan, yang biasanya

berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas lekosit yang

sangat tinggi pada sirkulasi ibu.

2.5 Diagnosis

Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20

minggu, sudah dapat untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Namun untuk lebih

memudahkan, maka preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan.

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai berikut.

1. Hipertensi

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110 mmHg

b. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg

c. Kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg

2. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2

Preeklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah

ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring

2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4

3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin darah

4. Adanya keluhan subjektif

a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang

b. Gangguan serebral: kepala pusing

c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d. Hiperrefleks

5. Adanya sindroma HELLP

6. Sianosis

13

Page 14: tinjauan pustaka

7. PJT

2.6 Penatalaksanaan Preeklampsia

2.6.1 Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan3,4,5

1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)

a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

b. Diet biasa

c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu

d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap, fungsi

ginjal, gula darah acak.

e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu

f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai preeklampsia berat

2. Rawat inap

a. Kriteria untuk rawat inap

Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini harus

dilakukan terminasi

Kecenderungan menuju preeklampsia berat

Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)

b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal

Tirah baring total

Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, fungsi hati/ginjal, urin

lengkap

Dilakukan fetal assessment

Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis

3. Evaluasi hasil pengobatan

Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal assessment.

Bila didapatkan hasil:

a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan

b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari kemudian

c. Baik

Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari

Bila preterm penderita dipulangkan

14

Page 15: tinjauan pustaka

Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan drip

oksitosin

d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai

preeklampsia berat

Nyeri ulu hati

Mata berkunang-kunang

Iritabel

Sakit kepala

e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan terminasi

kehamilan

2.6.2 Penatalaksaaan Preeklampsia Berat3,4,5

1. Perawatan konservatif

a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan subjektif

dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)

1). Tirah baring

2). Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam

3). Pemberian MgSO4

Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr

(im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam

Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam

Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum

4). Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:

Bila sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, digunakan injeksi 1

ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula

disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian tekanan

darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena

dalam 5 menit sampai tekanan diastolik normal, dilanjutkan dengan

nifedipin 3 x 10 mg

15

Page 16: tinjauan pustaka

Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110 mmHg,

antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin 3 x 10 mg

5). Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal), dan

jumlah produksi urine 24 jam

6). Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung, dan

yang lain sesuai dengan indikasi

c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam di

ruang bersalin)

1). Tirah baring

2). Medikamentosa

3). Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi, homosistein,

fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam, penimbangan

berat badan setiap hari dan indeks gestosis

4). Diet biasa

5). Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)

d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:

1). Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)

2). Kenaikan progresif dari tekanan darah

3). Adanya sindroma HELLP

4). Adanya kelainan fungsi ginjal

5). Penilaian kesejahteraan janin jelek

e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-

tanda preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3

hari lagi

f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan

terminasi

2. Perawatan aktif

a. Indikasi :

1). Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

2). Adanya keluhan subjektif

3). Adanya sindroma HELLP

16

Page 17: tinjauan pustaka

4). Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)

5). Apabila perawatan konservatif gagal

6). Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan darah

tetap ≥ 160/110 mmHg

b. Pengobatan medisinal

1). Segera rawat inap

2). Tirah baring miring ke satu sisi

3). Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam

4). Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan MgSO4

40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4 40% 5 g (im)

setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan

5). Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan nifedipin 3

x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat dipertimbangkan bila:

Sistolik ≥ 180 mmHg

Diastolik ≥ 110 mmHg

c. Pengobatan obstetrik

1). Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan

pemeriksaan kesejahteraan janin

2). Tindakan sektio sesaria dilakukan bila:

Hasil kesejahteraan janin jelek

Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)

Kegagalan drip oksitosin

3). Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS baik

4). Pada preeklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

2.7 Komplikasi

Komplikasi ibu

Sistem Saraf pusat

1. Perdarahan intrakranial

2. Thrombosis vena central

3. hipertensi ensefalopati

17

Page 18: tinjauan pustaka

4. Edema cerebri

5. Edema retina

6. Retinal detachment

7. Kebutaan korteks

Gastrointestinal-hepatik

1. Subskapular hematoma hepar

2. Ruptur kapsul hepar

Ginjal

1. Gagal ginjal akut

2. Nekrosis tubular akut

Hematologik

1. DIC

2. Thrombositopenia

,

1. Edema paru

2. Depresi atau arrest pernafasan

3. Kardiac arrest

4. Iskemia miokardium

Lain-lain

1. asites

Komplikasi janin

1. IUGR

2. Solusio plasenta

3. IUFD

4. Kematian neonatal

5. Penyulit akibat prematuritas

6. Cerebral palsy

18