TINJAUAN PUSTAKA

53
TINJAUAN PUSTAKA MALARIA Disusun oleh Nama : Bagus Adi Suberkah Pembimbing : dr. Triastutik Sp. A RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo i

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

MALARIA

Disusun oleh

Nama : Bagus Adi Suberkah

Pembimbing : dr. Triastutik Sp. A

RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo

Kota Mojokerto

i

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas

rahamat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan karya tulis ini merupakan

salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Anak dimana saya mendapatkan judul tentang

Malaria.

Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Triastutik Sp. A sebagai dokter

pembimbing.

Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Oleh karena itu saya

mohon maaf apabila ada sesuatu yang tak berkenan di hati dan kesalahan dalam pengetikan

dalam penyusunan tinjauan pustaka ini yang membuat tidak nyaman pembaca.

Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Mojokerto, 31 April 2013

ii

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA

Lembar Pengesahan

Telah Disetujui dan Disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

dr. Triastutik Sp. A

iii

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI

Cover …………………………………………………………… i

Kata Pengantar …………………………………………………………… ii

Lembar pengesahan …………………………………………………………… iii

Daftar isi …………………………………………………………… iv

BAB I Pendahuluan …………………………………………………………… 1

BAB II Tinjauan Pustaka …………………………………………………………… 2

BAB III Kesimpulan …………………………………………………………… 30

BAB IV Daftar Pustaka …………………………………………………………… 31

iv

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak Negara di

dunia terutama Afrika, Amerika Latin dan Asia. Setiap tahun kira-kira 300 juta sampai 500 juta

orang di dunia terinfeksi malaria dan antara 750.000 sampai 2 juta jiwa meninggal dunia setiap

tahun akibat malaria (WHO, 2004).

Populasi yang paling dirugikan akibat malaria adalah: ibu hamil, anak-anak terutama

kelompok umur balita, pendatang yang berasal dari daerah non-endemis ke daerah endemis, serta

para penderita penyakit dengan penurunan sistim imunitas tubuh.

Permasalahan pengendalian malaria di negara-negara endemis, mobilitas manusia yang

tinggi, perubahan iklim, kondisi sosial-ekonomi yang lemah, perilaku manusia, sulitnya

membuat vaksin malaria, serta ditambah adanya resisten terhadap obat anti malaria, merupakan

faktor-faktor yang memperberat dan menyebabkan malaria belum dapat dieradikasi hingga saat

ini.

1

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.

Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan

hepatosplenomegali yang dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat

berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai

malaria berat.

b. Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun

subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria terutama dijumpai di

Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur

Tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan. Diperkirakan

prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 kasus. Plasmodium vivax

mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin,

subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium

falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya.

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-

beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan

laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Bali pada tahun

1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate

(PR) tetap tinggi yaitu 4,78% pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun

1990 (4,84%). Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan

2

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA

Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, Plasmodium

ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nisa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria

untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa Bali diukur dengan PR. Air

tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk menunjang

endemisitas penyakit malaria. Pada dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya

resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah menyebar ke berbagai negara

endemis malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang

telah mengalami mutasi. Akhir-akhir ini juga dijumpai resistensi Plasmodium falciparum

terhadap pirimetamin-sulfadoksin meningkat di negara-negara Asia Tenggara, Amerika

Selatan dan Afrika Sub-Sahara.

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia

c. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium

terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium

malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparfum merupakan penyebab infeksi

3

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA

berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di

Indonesia yaitu Plasmodium falciparfum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium

vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria

kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.

Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi

campuran atau majemuk. Pada umumnya dua jenis Plasmodium yang paling banyak

dijumpai adalah campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau

Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun

hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka

penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah

resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.

Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-anak

yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan

tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan

gangguan gizi.

d. Daur Hidup Plasmodium

Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding perut

tengah dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan Hadiah Nobel

Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu perlu diberikan kepada

profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan bahwa malaria manusia hanya

bisa disebarkan oleh nyamuk Anopheles.

Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang mengigit

disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Penting disadari bahwa bagi sebagian

spesies vektornya mungkin bukan nyamuk.

Nyamuk dalam genus Culex, Anopheles, Culiceta, Mansonia dan Aedes mungkin

bertindak sebagai vektor. Vektor yang diketahui kini bagi malaria manusia (>100 spesies)

semuanya tergolong dalam genus Anopheles. Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies

genus Culex. Siklus hidup Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari

genus Culex.

4

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA

Dalam daur hidup Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk.

Siklus aseksual dalam proses hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus

seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang

aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati

jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium eko-eritrositer atau stadium pra-

eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut

hipnozoit. Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan

spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan

terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit

akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil

dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit.

Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit.

Setelah pembelahan eritrosit akan hancur; merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan

berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosia oleh RES. Plasmodium yang dapat

menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium

skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian

gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut

disebut masa tunas intrinsik.

Dalam tubuh nyamuk, parasit parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni

memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit

berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut

ookista, yang selanjutnya menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang

membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam

kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik. Secara umum, pada

dasarnya semua orang dapat terkena malaria; walaupun terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi, yaitu:

1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup tinggi,

penduduknya lebih tahan terhadap infeski P. Falciparum. Penyelidikan terakhir

menunjukkan bahwa HbS menghambat perkembangan P. Falciparum baik sewaktu

invasi maupun sewaktu berkembang biak.

5

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA

2. Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD (glucosa 6-phosphat

dehydrogenase) memberikan perlindungan terdapat infeksi P. falaciparum yang berat.

Walaupun demikian, sulfonamid dan primakuin oleh karena dapat terjadi hemolisis

darah. Definisi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama

pada perempuan.

Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan Plasmodium yang

masuk atau menghalangi perkembangbiakannya

Gambar 2. Daur hidup plasmodium

e. Transmisi

Malaria dapat ditularkan melalui dua cara alamiah dan bukan alamiah.

1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk Anopheles.

2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu:

6

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA

a. Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta

sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

Selain melalui plasenta penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat.

b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik.

Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang

menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya

menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan

siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.

c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium),

burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria,

baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.

f. Patogenesis

Selama skizogoni sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping parasit,

seperti membran dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi menyebabkan

tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang intensif. Makrofag dalam

sistem retikuloendotelial dan dalam sirkulasi menangkap pigmen dan menyebabkan warna

agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang

masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif

dan kaskade pembekuan darah.

Mengenai patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogoni

menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak

sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang

mengandung parasit, pada percobaan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi

natrium sehingga keluar dari eritrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit malaria.

Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian

eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan

terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk

7

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA

khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever, yaitu bentuk malaria berat

yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai oleh hemolosis intravaskular berat,

hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang

tinggi. Telah lama dicurigai bahwa kini dapat memprovokasi terjadinya black water fever.

Sebagai tambahan, kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu menunjukkan adanya

perubahan yang menonjol dari sistem retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan

berbagai sistem organ.

Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering

terjadi fagisitosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria

kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom

pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis

biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap

malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis.

Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer – seperti sel dalam sistem

retikuloendotelial – terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi

berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus

oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan

malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom

pembesaran hati di daerah tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok.

Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria

serebral, otak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan hiperemis.

Perdarahan berbentuk petekie tersebar pada substansi putih otak dan dapat menyebar sampai

ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh

darah kecil dan menengah dapat terisi eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat

dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang perivaskular yang luas.

Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga dapat

dijumpai pada jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh, yang berakibat pada

berbagai manifestasi klinik.

Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga dijumpai salah satu atau

dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan atau membranoproliverative

8

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA

glomerulonephritis. Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan

hemoglobinuria pada black water fever tetapi dapat juga tanpa hemolisis, akibat

berkurangnya aliran darah karena hipovolemia dan hiperviskositas darah Plasmodium

falciparum menyebabkan nefritis sedangkan Plasmodium malariae menyebabkan

glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik.

g. Patofisiologi

Gejala malaria tumbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang

paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF

dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh

bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya

peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial

untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga

terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neurtofit. Terjadinya kongesti pada organ

lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem

retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status

imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa

pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada

hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan

hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel

darah merah yang terineksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler

teganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membran

eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler

terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat

terjadi perembesan cairan bahkan pendarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan

patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru,

gagal ginjal dan malabsorpsi usus.

9

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun

yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk

melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk

dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara

organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh

eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya Plasmodium falciparum.

Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan

negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax; spesies ini

mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke

dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS terhadap

malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria.

Seleksi yang sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetik tertentu

dari eritrosit, thalasemia, difisiensi enzim G6PD dan difisiensi pirufatkinase. Masing-masing

kelainan ini menyebabkan resistensi membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang

menghambat pertumbuhan parasit.

Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan.

Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat

menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat

dijumpai hipergamaglobulinemia poloklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik yang

diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi,

tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi

ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian

oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin

juga merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler yang

terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.

h. Manifestasi Klinik

Secara klinis, gejala malaria tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa serangan

demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode

laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada

10

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA

nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/ campuran (lebih dari

satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu

berbeda), maka serangan demam terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu

yang imun gejala klinisnya minimal.

Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium

dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating stage).

Paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun jarang dijumpai pada usia

muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin sering kali bermanifestasi

sebagai kejang. Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik).

Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek

pada Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi

ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan

derajat imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi Plasmodium

faliciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari dan Plasmodium malariae 40 hari atau

lebih setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing

spesies parasit, untuk Plasmodium falaciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium

ovale 13-17 hari dan Plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada

anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:

Stadium dingin

Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi

gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan

selimut yang tersedia. Nadi cepat lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering

dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini

berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

Stadium demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah,

kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan

muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan dapat

meningkat sampai 41oC atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam

disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan

masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium

11

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA

ovale, skizon dari tiap generasi menjadi setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap

hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae, demam

terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada

Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam.

Stadium berkeringat

Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah, kemudian suhu

badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah normal.

Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setap pasien, tergantung pada spesies

parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria

tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk tropozoit dan skizon)

untuk berkumpul pada pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa

koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh

malaria jenis ini. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya

hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala

lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water

fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium falciparum

berulang dengan infeksi yang cukup berat.

Di daerah yang tinggi tingkat endemisitas (hiper atau holoendemik), pada orang dewasa

seringkali tidak dijumpai gejala klinis walaupun darahnya mengandung parasit malaria. Hal

ini disebabkan imunitas yang telah timbul pada mereka karena infeksi berulang. Limpa

biasanya membesar pada serangan pertama yang berat atau setelah beberapa serangan dalam

periode yang cukup lama. Dengan pengobatan yang baik, limpa secara berangsur-angsur

akan mengecil kembali.

Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria, manifestasi klinis

dikelompokkan menjadi

1. Malaria tanpa Komplikasi

Pada daerah hiper atau holoendemik, kontrol malaria tidak efektif sehingga serangan

malaria akut sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, secara bertahap

menginduksi imunitas secara aktif. Pada anak besar yang sudah mendapat imunitas, maka

gejala klinisnya menjadi lebih ringan. Infeksi akut dapat terjadi pada anak besar yang

mendapat kemoprofilaksis yang tidak sempurna atau lupa minum obat pada saat masuk ke

12

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA

daerah endemis malaria. Pada daerah hipoendemik malaria, semua usia dapat terserang

malaria. Hati biasanya lunak dan terus membesar sesuai dengan progresifitas penyakit,

namun fungsinya jarang terganggu dibandingkan dengan orang dewasa. Ikterus dapat

dijumpai pada beberapa anak, terutama berhubungan dengan hemolisis. Kadar transaminase

darah sedikit meningkat untuk waktu singkat.

Limpa yang besar umumnya dapat diraba pada minggu kedua; pembesaran limpa

progresif sesuai dengan perjalanan penyakit. Pada anak yang telah mengalami serangan

berulang, limpa dapat sangat besar dengan konsistensi keras. Anemia merupakan akibat

penting malaria tropika pada anak. Pada infeksi akut, beratnya anemia berhubungan langsung

dengan derajat parasitemia.

Malaria ovale mempunyai gejala klinis lebih ringan daripada malaria tertiana. Pada hari

terakhir masa inkubasi, anak menjadi gelisah, anoreksia sedangkan anak besar mengeluh

nyeri kepala dan nausea. Demam periodik tiap 48 jam tetapi stadium dingin dan menggigil

jarang dijumpai pada bayi dan balita. Selama periode demam, anak selalu merasa dingin dan

menggigil dalam waktu singkat. Demam sering terjadi pada sore hari. Pada anak jarang

terjadi parasitemia berat, terdapat pada kurang dari 2%. Malaria tertania dan ovale jarang

disertai anemia berat. Hati pada umumnya membesar dan teraba pada akhir minggu pertama.

Bilirubin total dapat meningkat tetapi jarang disertai ikterus, sedangkan kadar transaminase

sedikit meningkat untuk waktu singkat limpa bertambah besar selama serangan dan dapat

teraba pada saat minggu kedua. Kejang dapat terjadi pada saat demam tinggi pada usia 6

bulan sampai 5 tahun. Kematian pada anak sangat jarang terjadi, tetapi terjadi bila disertai

penyakit lain yang berat, gizi buruk dan anemia berat. Pada Malaria Tertiana dan ovale

bentuk dormant dari parasit dapat tetap berada dalam hati dan dapat menyebabkan relaps.

Relaps dapat terjadi pada kasus yang mendapat pengobatan hanya dengan obat skizontosida

saja.

Gambaran klinis malaria kuartana menyerupai malaria tertiana, hanya periode demam

terjadi tiap 72 jam. Sindrom nefrotik dapat terjadi pada umur 2 sampai 12 tahun dengan

puncak pada usia 5-7 tahun. Dijumpai edema berat, proteinuria berat yang menetap,

hipoproteinema berat dan asites. Serum albumin kurang dari 2g/dl bahkan pada 95% kurang

dari 1 g/dL. Tekanan darah biasanya normal dan tidak jelas adanya azotemia dan hematuria.

13

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA

2. Malaria Berat

Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum stadium

aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan seperti tertera dibawah ini

merupakan malaria berat, antara lain:

- Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)

- Anemia berat, kadar hemoglobin ≤5 g/dl atau hematokrit < 15%

- Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit

- Hipoglikemia berat (gula darah < 40 mg%)

- Gagal ginjal (urin < 1 ml/kgBB/jam, kreatinin serum > 3 mg%)

- Edema paru akut

- Kegagalan sirkulasi (algid malaria), tekanan nadi ≤20 mmHg

- Kecenderungan terjadi perdarahan

- Hiperpireksia/hiperthermia (suhu badan > 41°C)

- Hemoglobinuria/Black water fever

- Ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg%)

- Hiperparasitemia (> 5% eritrosit dihinggapi parasit)

a. Malaria Serebral

Kejang pada anak dengan malaria dapat merupakan permulaan serangan

malaria serebral. Walaupun demikian, harus diingat bahwa kejang demam sering

terjadi pada anak balita oleh sebab lain. Di Thailand, angka kejadian kejang pada

malaria tropika 9,6% pada anak kurang dari 5 tahun dan hanya 1,5% pada anak 5-

12 tahun.

Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) dari 133

penderita malaria 2 bulan sampai 13 tahun, ditemukan kejang sebanyak 13,53% dan

malaria serebral sebanyak 8,27%. Pada malaria serebral, kesadaran anak apatis

sampai koma, 3 dengan disorientasi dan 2 dengan mengamuk. Pada penelitian

tersebut, dijumpai 10% penderita malaria serebral yang disertai dengan anemia

berat meninggal sebelum sempat diberi transfusi darah. Tanda neurologik yang

penting pada malaria serebral adalah gangguan upper motor neuron yang simetris

14

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA

dan batang otak. Perdarahan dan eksudat pada retina dijumpai pada beberapa kasus

namun lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Delirium, halusinasi atau

mengamuk sangat jarang dijumpai pada anak. Pemeriksaan cairan serebrospinal

biasanya dalam batas normal. Pada kebanyakan kasus malaria serebral, dijumpai

parasitemia berat disertai anemia berat. Kadang-kadang jumlah parasitemia didalam

darah tepi rendah yang mungkin disebabkan oleh pengobatan antimalaria yang

tidak adekuat atau parasitnya berada di dalam kapiler organ dalam. Hati dan limpa

sering dapat diraba. Edema paru dijumpai pada 10% kasus anak, sedangkan oliguria

dan azotemia jarang ditemukan pada anak dibandingkan dengan orang dewasa.

Permeriksaan EKG terdapat kelainan yang tidak spesifik.

Malaria serebral adalah malaria falciparum yang sertai kejang dan koma, tanpa

penyebab lain dari koma. Gejala paling dini malaria serebral pada anak-anak

umumnya adalah demam (370-410C). Selanjutnya tidak bisa makan atau minum,

sering mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang

mendahului koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering

kehilangan kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria

serebral, terutama jika koma menetap lebih dari setengah jam. Dalamnya koma

dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau modifikasi khusus pada anak

yaitu Blantyre, melalui pengamatan terhadap respon ransangan bunyi atau rasa

nyeri yang standar, ketukan (knucke) iga pada dada anak dan jika tidak ada respon

lakukan tekanan kuat pada kuku ibu jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu

singkirkan dan atasi kemungkinan hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan

berulang kali untuk menilai ada kemajuan atau kemunduran. Kejang biasanya

terjadi pada sebelum atau sesudah timbul koma. Hal ini secara bermakna

berhubungan dengan morbiditas dan gejala sisa. Sekelompok anak-anak yang dapat

bertahan hidup setelah menderita malaria serebral kurang lebih 10% mengalami

gejala sisa neurologik yang menetap. Setelah periode penyembuhan, gejala sisa

dapat berbentuk hemiparesis, ataksia serebral, kebutuhan kortikal, hipotonia berat,

retardasi mental, kekauan yang menyeluruh atau afasia.

15

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA

b. Anemia

Derajat anemia tergantung dari derajat dan lama parasitemia terjadi. Pada

beberapa pasien, serangan malaria berulang yang tidak diobati secara adekuat akan

menyebabkan anemia normokrom sebagai akibat perubahan eritopoetik di dalam

sumsum tulang. Walaupun parasitemia tidak berat, di dalam darah perifer sudah

tampak sel leukosit monosit berpigmen. Seorang anak yang mendadak menderita

anemia berat seringkali berhubungan dengan hiperparasitemia. Anemia dapat pula

terjadi akibat penghancuran eritrosit yang mengandung parasit. Anak dengan

anemia berat dapat menderita takikardia dan dispnu. Anemia turut berperan dalam

(1) gejala serebral yaitu bingung, gelisah, koma dan perdarahan retina, (2) gejala

kardiopulmonal yaitu irama derap, gagal jantung, hepatomegali dan edema paru.

Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan anemia

(Hb<10gr%) sebanyak 38,85%.

c. Dehidrasi, gangguan Asam-Basa (Asidosis Metabolik) dan Gangguan Elektrolit

Gejala klinis dehidrasi sedang sampai berat adalah penurunan perfusi perifer,

rasa haus, penurunan berat badan 3-4%, nafas cepat dan dalam (Kusmaull),

penurunan turgor kulit, peningkatan kadar ureum darah (6,5 mmol / L atau 40 mg/

dL), asidosis metabolik pada pemeriksaan urin, kadar natrium urin rendah dan

sedimen normal, merupakan tanda terjadinya dehidrasi dan bukan gagal ginjal.

Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan penderita

malaria dengan gastroenteritis dehidrasi sebanyak 0,75%.

d. Hipoglikemia Berat

Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama pada anak kecil (di

bawah 3 tahun) dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran

(profound coma) atau dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit

teraba dingin dan lembab, serta napas yang tidak teratur.

Hipoglikemia berhubungan dengan hiperinsulinemia yang diinduksi oleh

malaria dan kina. Gejala hipoglikemia ini serupa dengan malaria serebal.

Hipoglikemia pada anak adalah keadaan di mana kadar glukosa darah turun

menjadi 40 mg/ dL atau lebih rendah. Pada penderita yang sadar dapat timbul

hipoglikemia dengan gejala klasik rasa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, sesak

16

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA

napas, pernapasan sulit dan berbunyi, oliguria, rasa kedinginan, takikardia dan

pening. Gambaran klinis ini dapat berkembang menjadi penurunan kesadaran,

kejang umum, sikap tubuh ekstensi, syok dan koma. Diagnosis mudah terabaikan.

Penurunan tingkat kesadaran dapat menjadi satu-satunya tanda. Jika memungkinkan

pastikan melalui pemeriksaan glukosa darah.

e. Gagal Ginjal

Gagal ginjal jarang terdapat pada anak dengan malaria terutama pada anak

kecil. Demikian juga oliguria jarang dijumpai pada anak kecil bila dibandingkan

dengan anak besar. Kadar ureum serum sedikit meningkat kira-kira 10% pada anak

lebih dari 5 tahun, seringkali gagal ginjal disebabkan oleh dehidrasi yang tidak

diobati adekuat. Pada orang dewasa dapat pula disertai nekrosis tubular akut;

bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum diketahui. Gagal ginjal pada

umunya bersifat reversibel.

f. Edema Paru Akut

Pada kasus malaria serebal dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia berat.

Frekuensi napas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang menyebar.

Gejala edema paru seringkali timbul beberapa hari setelah pemberian obat anti

malaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia, gagal ginjal,

hipoglikemia dan asidosis. Apabila kita menemukan peningkatan frekuensi napas,

harus harus dibedakan antara edema paru akibat pemberian cairan yang berlebihan

atau akibat bronkopneumonia. Sebagai akibat edema paru dapat terjasi hipoksia

yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran serta kematian.

g. Kegagalan Sirkulasi (algid malaria)

Hipotensi lebih banyak dilaporkan pada malaria berat orang dewasa dan jarang

dijumpai pada anak. Malaria algid adalah malaria falciparum yang disertai syok

oleh karena adanya septikemia kuman gram negatif. Penderita malaria berat pada

anak dapat jatuh pada keadaan kolaps dengan tekanan darah sistolik kurang dari 50

mmHg pada posisi berbaring, kulit teraba dingin, lembab, sianotik, konstruksi vena

perifer, denyut nadi lemah dan cepat. Di beberapa negara berkembang gambaran

klinis ini seringkali berhubungan dengan septikemia gram negatif yang

berkomplikasi. Kolaps sirkulatori juga terlihat pada penderita dengan edema paru

17

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA

atau asidosis metabolik dan diikuti dengan pendarahan gastrointestinal yang hebat.

Dehidrasi dengan hipovolemia juga dapat menyebabkan hipotensi. Tempat yang

mungkin berkaitan dengan infeksi harus diperiksa misalnya paru-paru, saluran

kemih, meningitis, tempat suntikan intravena, jalur intravena.

h. Kecenderungan Terjadi Pendarahan

Pendarahan yang sering dijumpai adalah pendarahan gusi, epistakis, petekie

dan pendarahan subkonjungtiva. Apabila terjadi koagulasi intravaskular diseminata

(KID), akan timbul pendarahan yang lebih hebat yaitu melena dan hematemesis.

Koagulasi intravaskular diseminata pada umumnya terjadi pada seseorang yang

tidak mempunyai imunitas terhadap malaria, baik dia pergi ke daerah endemis atau

sebagai malaria impor. Kecenderungan terjadi pendarahan ditandai dengan

perpanjangan waktu pendarahan, trombositopenia dan menurunnya faktor

koagulasi. Pendarahan spontan dari saluran cerna terjadi pada kira-kira 10% malaria

serebral.

i. Hiperpireksia / Hipertermia

Hiperpireksia lebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan seringkali

berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada malaria monitor suhu

berkala sangat dianjurkan. Hiperpireksia adalah keadaan di mana suhu tubuh

meningkat menjadi 42oC atau lebih dan dapat menyebabkan gejala sisa neurologik

yang menetap. Pada penelitian di RSUP selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan

hiperpireksia pada penderita malaria sebanyak 3,75%.

j. Hemoglobinuria / Black Water Fever

Hemolisis intravaskular masif dengan hemoglobinuria merupakan komplikasi

malaria yang jarang terjadi pada anak. Hampir seluruh kasus hemoglobinuria

berkaitan dengan defisiensi G6PD pada pasien dengan infeksi malaria. Pada kasus

ini, hemolisis akan berhenti setelah pecahnya eritrosit tua. Pada penelitian di RSUP

selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan 0,75% penderita black water fever.

k. Ikterus (Bilirubin > 3 mg %)

Manifestasi ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg %) sering dijumpai pada

orang dewasa, namun bila ditemukan pada anak pronogsisnya jelek.

18

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA

l. Hiperparasitemia

Umumnya penderita yang non-imun, densitas parasit > 5% dan adanya

skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Penderita dengan

parasitemia berat akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi berat.

i. Gambaran Laboratorium

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis; pada keadaan akut penurunan

hemoglobin terjadi dengan cepat. Anemia pada malaria disebabkan kerusakan eritrosit oleh

parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada

malaria akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila

parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hipermik, pigmentasi aktif dengan

hiperplasia dan normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisosisotis,

polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Dijumpai

pula trombositopenia sehingga dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika

yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun disebabkan peningkatan konsumsi

fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravaskular. Terjadi ikterus ringan dengan

peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya

transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun.

Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat. Perubahan ini

tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatnya fungsi

hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi

plasmodia, yang berakibat penurunan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan

tertiana; hal ini mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma

meningkat pada saat demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap

darah meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Dapat juga

terjadi asidosis walaupun sangat jarang. Nefritis akut jarang dijumpai, oleh karena

perubahan pada ginjal terutama akibat proses degeneratif bukan karena peradangan. Sering

dijumpai proteinuria dan gangguan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya nefrosis kronik

dengan retensi air, natrium dan azotemia terutama pada malaria kuartana. Otak pasien yang

meninggal karena malaria serebral mengalami edematous dengan giri yang melebar dan

19

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA

pipih. Terlihat pembendungan pada daerah giri dan pada substansi kelabu terlihat

pembendungan dan petekia. Pendarahan disekeliling kapiler dan arteriol terjadi sebagai

akibat penyumbatan eritrosit yang mengandung parasit.

Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai

eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal

terutama dijumpai parasit muda bentuk cincin (ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada

kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Pada kasus

berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul

dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh.

Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang

dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai

gametosit berbentuk pisang, banyak sekali benuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa

(stars in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit.

Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi baik

hapusan tipis maupun tetes tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari

bentuk ringan sampai skizon. Biasanya menyerang kurang dari 2% eritrosit. Tanda-tanda

parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah membesar,

terdapat titik Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. Pada sediaan darah

tebal dijumpai sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang berkembang) dan

bayangan merah di sisi luar gametosit.

Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada sediaan

hapus darah perifer tipis maupun tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual.

Biasanya parasit menyerang kurang dari 1% dari jumlah eritrosit. Parasit pada sediaan darah

tepi tipis berbentuk khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga ros (rosette form),

tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang-kadang menutupi

sitoplasma/ inti atau keduanya.

20

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4. Sediaan darah apus plasmodium

i. Diagnosis

Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis ditegakkan

berdasarkan gejala serta tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria,

diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi berulang, apalagi

disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali dan anemia. Perlu diingat bahwa diagnosis

malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboraturium

21

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA

oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboraturium. Ditemukannya beberapa

parasit dalam sediaan darah seorang anak penduduk asli yang semi-imun menunjukkan

adanya infeksi, tetapi anak tersebut tidak selalu harus sakit; mungkin parasit ditemukan

secara tidak sengaja pada saat anak berobat untuk penyakit lain. Di lain pihak, dapat saja

tidak ditemukan parasit pada pemeriksaan darah pada anak yang sedang sakit malaria. Maka

untuk menemukan parasit di dalam darah harus di perhatikan waktu pengambilan spesimen

darah dan apakah pasien sedang minum obat anti malaria (yang akan mengurangi

kemungkinan ditemukannya parasit).

Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaan Giemsa dan tes tebal merupakan

metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat

dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Peningkatan kadar ureum, kreatinin, bilirubin

dan enzim seperti aminotransferase dan 5’-nukleitidase. Pada penderita malaria berat yang

mengalami asidosis, dijumpai pH darah dan kadar bikarbonat rendah. Kekurangan cairan

dan gangguan elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium dan fosfat) sering pula dijumpai.

Kadar asam laktat dalam darah dan likuor serebrospinal juga meningkat.

Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA (indirect luorescent

antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA (enzyme linked

immunosorbent assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas,

karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi

sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi. Pada daerah

endemis atau pernah endemis, tes serologi berguna untuk:

(1) menentukan berapa lama endemisitas berlangsung,

(2) menentukan perubahan derajat transmisi malaria,

(3) menentukan daerah malaria dan fokus transmisi.

Sedangkan di daerah non endemis, tes serologi digunakan untuk:

(1) skrining donor darah,

(2) menyingkirkan diagnosis malaria pada kasus demam sedangkan pada pemeriksaan

darah tidak ditemukan parasit,

(3) menentukan kasus dan mengidentifikasi spesies parasit malaria bila cara lain tidak

berhasil.

22

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA

Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan QBC (quantitative buffy coat), dengan

menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah

mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lain yang dikembangkan saat ini menggunakan

pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen.

Karena adanya berbagai variasi gejala malaria pada anak maka perlu dibedakan dengan

demam oleh sebab penyakit lain seperti demam tifoid, meningitis, apendisitis, gastroenteritis

atau hepatitis. Malaria dengan manifestasi klinis yang lebih ringan, harus dibedakan dengan

influenza atau penyakit virus lainnya.

k. Penatalaksanaan

Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan bila

obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk

mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah

terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah

transmisi/penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam

program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu pengobatan presumtif

dengan pemberantasan skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan

mencegah penyebaran, pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps

jangka panjang, dan pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis

malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya diberikan pada saat terjadi wabah. (3)

1. Malaria Tanpa Komplikasi

Malaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat anti malaria dengan rawat jalan.

Berdasarkan hasil penelitian, resistensi malaria vivaks terhadap klorokuin ditemukan sangat

tinggi di berbagai daerah di Indonesia sehingga Departemen Kesehatan RI

merekomendasikan pengobatan malaria vivaks sama dengan malaria falsiparum, yaitu

dengan menggunakan kombinasi anti malaria yang mengandung derivate artemisinin

(Artemisinin based combination therapy- ACT)

23

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA

a. Untuk daerah yang sudah resistensi terhadap obat malaria yang biasa digunakan, saat

ini WHO merekomendasikan penggunaan kombinasi antimalaria terutama yang

mengandung artemisin. Obat-obat antimalaria kombinasi yang direkomendasikan

oleh WHO antara lain:

Artemeter/lumefantrin (Co-artem) diberikan dengan dosis Artemeter 2 mg/kgBB

2 kali sehari selama 3 hari dan lumefantrin 12 mg/kgBB 2 kali sehari selama 3

hari. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet kombinasi 20 mg artemeter + 120 mg

lumefantrin

Artesunat + amodiakuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

dan amodiakuin dosis standar 25 mg basa/kgBB selama 3 hari. Obat ini tersedia

dalam bentuk tablet terpisah artesunat 50 mg/tablet dan amodikuin basa 153

mg/tablet.

Artesunat + meflokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

dan meflokuin basa 15-25 mg/kgBB dosis tunggal atau dibagi dalam dosis 2 – 3

kali.

Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari

selama 3 hari dan sulfadoksin-pirimetamin 25 mg/kgB dosis tunggal.

Dihidroartemisinin + piperakuin, dengan dosis dehidroartemisinin 6,4 mg/kgBB

dan piperakuin 51,2 mg/kgBB dosis tunggal selama 3 hari.

Artesunat + klorokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan

klorokuin basa dosis standar 25 mg/kgBB selama 3 hari.

Artesunat + atovokuon-proguanil (Malaron) tablet film coated untuk anak dosis

dari artesunat 4 mg/kgBB/hari dan 62,5 mg atovakuon dan 25 mg proguanil.

Artesunat + klorproguanil-dapson (Lapdop), dengan dosis artesunat 4

mg/kgBB/hari selama 3 hari dan klorproguanil-dapson.

Artemisinin + piperakuin, dengan dosis artemisinin 20 mg/kgBB 2 kali sehari

pada hari pertama, selanjutnya 1 kali sehari pada hari kedua dan ketiga, dan

piperakun 51,2 mg/kgBB dosis tunggal selama 3 hari.

Artesunat + pironaridin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

dan pironaridin.

24

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA

Naftokuin + dehidroartemisinin, terdiri dari naftokuin dan dihidroartemisinin 6,4

mg/kgBB selama 3 hari. (6)

b. Untuk daerah yang belum ada resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan

atau obat-obat tersebut di atas belum tersedia, pengobatan malaria adalah:

Klorokuin dosis standar (25 mg basa/kgBB) untuk 3 hari dan sulfadoksin

pirimetamin dosis tunggal (25 mg/1,25 mg/kgBB).

Sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal dan kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali

sehari selama 7 hari.

Amodikuin dosis standar (25 mg basa/kgBB untuk 3 hari) dan sulfadoksin dosis

tunggal.

Kombinasi klorokuin dosis standard dan primakuin dosis harian tunggal 0,75 mg

basa/kgBB tunggal untuk malaria falsiparum atau 0,25 mg basa/kgBB/hari selama

14 hari.

Klorokuin dosis standard dan doksisiklin (2 mg/kgBB/dosis) 2 kali sehari selama

7 hari.

Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari dan doksisiklin (2

mg/kgBB/dosis) 2 kali sehari selama 7 hari.

Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kal sehari selama 7 hari dan klindamisin (10

mg/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari. (6)

2. Malaria Berat

Anak dengan malaria berat harus dirawat inap dan diberikan pengobatan dengan

artesunat intravena atau kina HCl intravena per infus. Terapi suportif harus diberikan

sesuai dengan gejala komplikasinya:

a. Malaria serebral

Diberikan infus kina dihiroklorida, dosis 10 mg/kgBB/kali dilarutkan dalam 50 –

100 ml infus garam fisiologis atau cairan 2 a atau dekstrose 5% dan diberikan

selama 2 – 4 jam, 3 kali sehari selama pasien belum sadar. Pemberian tidak boleh

terlalu cepat (<10 menit) oleh karena tekanan darah dapat turun mendadak disertai

aritmia jantung. Apabila pasien sudah sadar kina dilanjutkan per-oral hingga total

25

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA

intravena + oral selama 7 hari. Dapat ditambahkan fansidar atau suldox dengan

dosis seperti diatas (melalui sonde). Apabila disertai kejang berikan diazepam 0,5

mg/kgBB intravena perlahan-lahan.

b. Anemia berat

Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak tangan, sering

diikuti dengan denyut nadi cepat, kesulitan bernafas, kebingungan atau gelisah.

Tanda gagal jantung seperti irama derap, pembesaran hati dan terkadang edema

paru (nafas cepat, fine basal crackles dalam pemeriksaan auskultasi) bisa

ditemukan.

Berikan transfusi darah sesegera mungkin kepada:

Semua anak dengan hematokrit ≤ 15% atau Hb ≤ 5 g/dl

Anak yang anemianya tidak berat (hematokrit > 15%; Hb > 5 g/dl) dengan

tanda berikut:

- Dehidrasi

- Syok

- Penurunan kesadaran

- Pernafasan Kusmaull

- Gagal jantung

- Parasitemia yang sangat tinggi (>10% sel darah merah mengandung

parasit).

Berikan packed red cells (10 ml/kgBB), jika tersedia, selama 3 – 4 jam. Jika

tidak tersedia berikan darah utuh segar 20 ml/kgBB selama 3 – 4 jam.

Periksa frekuensi nafas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah satunya

mengalami kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika ada bukti

kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid intravena (1 – 2

mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.

Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi.

Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang

umum dan serius. Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya sekali. (4)

c. Dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit

26

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA

Lactic acidosis sering terjadi sebagai penyulit malaria berat, ditandai dengan

peningkatan kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan

garam fisiologis isotonis atau glukosa 5% segera diberikan dengan hati-hati dan

awasi tekanan darah. Di rumah sakit dengan fasilitas pediatrik gawat darurat, dapat

dipasang central venous pressure (CVP) untuk mengetahui kebutuhan cairan lebih

cermat. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin tetap < 1 ml/kgBB/jam

makan dapat diberikan furosemid inisial 2 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 2 x

dosis dengan maksimal 8 mg/kgBB (diberikan dalam waktu 15 menit). Untuk

memperbaiki oksigenasi, bersihkan jalan nafas, beri oksigen 2 – 4 liter/menit, dan

apabila diperlukan dapat dipasang ventilator mekanik sebagai penunjang.

d. Hipoglikemia

Hipoglikemia (gula darah: < 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl) lebih sering

terjadi pada pasien umur < 3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau

hiperparasitemia dan pasien koma.

Berikan 5 ml/kgBB glukosa 10% intravena secara cepat. Periksa kembali glukosa

darah dalam waktu 30 menit dan ulangi pemberian glukosa (5 ml/kgBB) jika kadar

glukosa rendah (< 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).

Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar

dengan memberikan glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan

rumatan untuk berat badan anak. Jika anak menunjukan tanda kelebihan cairan,

batasi cairan parenteral; ulangi pemberian glukosa 10% (5 ml/kgBB) dengan

interval yang teratur.

Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan berikan

makanan/minuman per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan kadar glukosa dan

obati sebagaimana mestinya.

l. Prognosis

Prognosis malaria yang disebabkan oleh P.vivax pada umumnya baik, tidak menyebabkan

kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat berlangsung 3 bulan atau

lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps. Sedangkan P.malariae dapat berlangsung

27

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA

sangat lama dengan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30 – 50 tahun. Infeksi

P.falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P.falciparum dengan

penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan

dapat meninggal terutama pada gizi buruk.

WHO mengemukakan indikator prognosis buruk (klinis dan laboratorium) apabila,

Indikator klinis:

Umur < 3 tahun

Koma berat

Kejang berulang

Refleks kornea negatif

Deserebrasi

Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)

Terdapat perdarahan retina

Indikator laboratorium:

Hiperparasitemia (> 250.000/ml atau > 5%)

Skizontemia dalam darah perifer

Leukositosis

PCV (packed cell volume) < 20%

Kadar hemoglobin < 7,1 g/dl

Kadar glukosa darah < 40 mg/dl

Kadar ureum > 60 mg/dl

Kadar glukosa likuor serebrospinal meningkat

Kadar kreatinin > 3 mg/dl

Kadar laktat dalam likor serebrospinal meningkat

Kadar SGOT meningkat > 3 kali normal

Antitrombin rendah

Peningkatan kadar 5’-nukleotidase plasma

m. Pencegahan

1. Pemakaian obat antimalaria

28

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA

Semua anak dari daerah non-endemis malaria apabila masuk ke daerah endemis

malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah

endemis malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria.

a. Klorokuin basa 5 mg/kgBB basa (8,3 mg garam, maksimal 300 mg basa), sekali

seminggu atau

b. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau sulfadoksin

10 – 15 mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur > 6 bulan).

2. Menghindari dari gigitan nyamuk

a. Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk

b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk

3. Vaksin malaria

Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah

penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan penyakit malaria

menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin malaria ditujukan

pada 2 jenis vaksin, yaitu:

a. Proteksi terhadap ketiga stadium parasit:

Sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan menimbulkan infeksi pada

manusia

Merozoit yang menyerang eritrosit

Gametosit yang menyebabkan infeksi pada nyamuk

b. Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan

Jadi pendekatan pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan dan

kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan dicapai. Vaksin sporozoit

P.falciparum merupakan vaksin yang pertama kali diuji coba, dan apabila telah berhasil, dapat

mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama anak dan ibu hamil. Dalam

waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan rekayasa genetika.

BAB III

29

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA

KESIMPULAN

Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium,

ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali. Malaria disebabkan

oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodiumterdiri dari 4 spesies, yaitu:

1. Plasmodium falciparum

2. Plasmodium vivax

3. Plasmodium malariae

4. Plasmodium ovale.

Keempat spesies Plasmodium yang yang terdapat di Indonesia yaitu, Plasmodium

falciparum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang yang menyebabkan

malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana, dan Plasmodium

ovale yang menyebabkan malaria ovale. Gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium, yaitu:

1. Stadium dingin

2. Stadium demam

3. Stadium berkeringat

Penatalaksanaan malaria dibagi menjadi malaria ringan tanpa komplikasi dan malaria

berat. Pencegahan malaria, yaitu:

1. Pemakaian obat anti- malaria

2. Menghindar dari gigitan nyamuk

3. Vaksin malaria.

BAB IV

30

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. http://jelayan07.blogspot.com/2012/11/makalah-penyakit-malaria.html

2. http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/epidemiologi-malaria.html

3. http://fadlyknight.wordpress.com/2011/10/06/makalah-malaria/

4. http://2leep.com/bar.php?url=http://drboen.blogspot.com/2009/08/malaria.html

5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20428/2/Reference.pdf

6. Harijanto PN, Nugroho A & Gunawan CA. Bab IX Malaria pada Anak dalam buku

Malaria dari Molekuler ke Klinis. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2010: 156 - 94.

7. http://www.microbiologybytes.com/introduction/Malaria.html

8. http://www.fk.unja.ac.id/index.php?

option=com_phocadownload&view=category&id=12:blok-7&download=67:tatalaksana-

kasus-malaria-dinkes-prop&start=20&Itemid=83

9. http://www.depkes.go.id/downloads/world_malaria_day/fac_sheet_malaria.pdf

31