Tinjauan Literatur - Skenario 5
-
Author
vj-danz-ii -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of Tinjauan Literatur - Skenario 5
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
1/36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANGTrauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan
oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.
Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif
daripada orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum
cukup baik sehingga sering terjatuh saat belajar berjalan, berlari, bermain, dan
berolahraga.
Trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat
bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi
anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara
langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan traumagigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu
menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan
atau tekanan besar dan tiba-tiba.
Prevalensi trauma pada anak yaitu anak laki-laki lebih tinggi dan lebih
rentan terkena daripada anak perempuan dengan rasio 7:2. Pada usia 5 tahun,
sekitar 30-40 % anak laki-laki dan 16-30 % anak perempuan akan mengalami
trauma pada giginya. Sedangkan usia 12 tahun untuk gigi permanen yaitu 12-33
% untuk anak laki-laki dan 19 % untuk anak perempuan. Usia 2-4 tahun
merupakan puncak usia terjadinya cedera pada gigi susu yaitu saat anak senang
untuk bereksplorasi dan usia 7-10 tahun merupakan puncak cedera pada gigi
permanen yang sering terjadi akibat terjatuh saat bermain. (Adicakra Sutan, 2012.
http://chakraproject.blogspot.com/2012/05/file-09-pemeriksaan-darurat-pada-
pasien.html?m=1).
Anak adalah indvidu yang unik bukan miniatur orang dewasa. Untuk
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
2/36
2
melakukan pendekatan perlu teknik khusus agar hubungan yang dijalankan dapat
berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak (Mundakir,
2006). Komunikasi pada anak merupakan proses pertukaran informasi yang
disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak
dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya (Hidayat,
2005).
Melakukan perawatan terhadap pasien anak-anak yang harus diperhatikan
adalah bagaimana sikap (perilaku) anak menerima suatu perawatan yang diberikan
oleh dokter gigi. Anak-anak memiliki berbagai macam sifat yang dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan praktek dokter gigi. Perilaku
anak tersebut ada kalanya dapat memudahkan atau menyulitkan dokter gigi dalam
melakukan perawatan. Dalam hal ini ada banyak cara yang bisa dilakukan
sehingga penting untuk seorang dokter gigi mengetahui perilaku anak dan
bagaimana cara berkomunikasi dengan anak sehingga perawatan yang dilakukan
menjadi lebih mudah.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
3/36
3
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah kelompok
kami adalah sebagai berikut:
1. Apa tindakan pertama dokter gigi dalam kasus ini?2. Bagaimana prosedur yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa, termasuk
anamnese, pemeriksaan klinis dan penunjang?
3. Apa diagnosa dari gigi tersebut?4. Bagaimana rencana perawatan terhadap pasien ini?5. Apakah diperlukan pemberian obat oral untuk kasus ini? Jika perlu, tuliskan
resep untuk anak tersebut?
6. Bagaimana proses dan waktu pergantian gigi dari gigi sulung ke gigipermanen?
1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan pembelajaran
kelompok kami adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan tindakan pertamadokter gigi dalam kasus ini.
2. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan prosedur yangdilakukan untuk menegakkan diagnosa, termasuk anamnese, pemeriksaan
klinis dan penunjang.
3. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan diagnosa sertarencana perawatan terhadap pasien ini.
4. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan pemberian obat oraluntuk kasus ini.
5. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan proses dan waktupergantian gigi dari gigi decidui ke gigi permanen.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
4/36
4
B
Kadang-kadang kita temukan kejadian dimana gigi susu tidak goyah
sekalipun gigi tetap penggantinya sudah kelihatan di mulut. Sehingga terkesan
giginya banyak sekali atau nampak berjejal. Masalah seperti ini pernah
ditanyakan oleh seorang ibu saat kami mengadakan penyuluhan di daerah. Kasus
seperti itulah yang populer disebut dengan gigi persistensi atau (jawa: sanggar).
Biasanya gigi persistensi tidak atau hanya sedikit goyah saja. Hal itu terjadi
karena gigi permanen penggantinya tidak berada tepat di bawah gigi sulung,
sehingga gerakan tumbuh gigi tetap tidak mengikis (hanya sedikit mengikis) akar
gigi sulung. Akibatnya, gigi sulung tersebut tidak goyah sekalipun gigi tetap
penggantinya sudah tumbuh.
a b
Tabel 2.1. a. Umur Tumbuh & Tanggal Gigi Susu, b. Pertumbuhan Gigi Tetap.
Untuk kasus seperti tersebut di atas, jalan terbaik adalah mencabut gigi
persistensi tersebut. Dengan begitu, diharapkan nantinya gigi tetap yang tidak
pada tempat semestinya tersebut segera menyesuaikan dan berada pada lengkung
rahang yang baik Riyanti, Sulvilius. 2011.
(http://pdgicabwngr.blogspot.com/2011/10/pergantian-gigi-susu-dengan-gigi-
tetap.html?m=1)
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
5/36
5
2.2. Metode Pendekatan Pada Anak
2.2.1. Pendekatan Pada Anak Dalam Perawatan Gigi
Pada pasien anak kita memerlukan pendekatan khusus untuk melakukan
perawatan gigi, dokter gigi harus mengetahui hal yang berhubungan dengan
perkembangan psikologis anak. Untuk anak yang kurang kooperatif diperlukan
waktu yang agak lama untuk melakukan perawatan gigi. Hal yang paling utama
untuk penanggulangan anak yang kurang kooperatif adalah dengan komunikasi
sehingga dengan demikian akan muncul rasa percaya diri dari anak untuk
melakukan perawatan gigi.
Untuk mendapatkan kerja sama dari pasien anak, dokter gigi tidak hanya
harus mempunyai hubungan baik dengan pasien anak tetapi juga menggunakan
pengelolaan tingkah laku yang efektif.
Ada beberapa cara untuk melakukan pendekatan anak pada perawatan gigi.
1. Tell show doTell show do adalah menceritakan mengenai perawatan yang akan
dilakukan, memeperluhatkan padanya beberapa bagian perawatan, bagaimna itu
dikerjakan dan kemudian mengerjakannya. Tehnik ini digunakan secara rutin
dalam memperkenalkan anak pada perawatan profilaksis yang selalu dipilih
sebagai prosedur operatif pertama. Contohnya pada anak diceritakan bahwa gigi-
giginya disikat, tunjukan sikat khusus tersebut dan bagaimana sikat berputar
dalam hand piece, kemudian gigi-giginya disikat. Pada tahap tell show do perlu
ditambahkan pujian karena tingkah laku yang baik selama perawatan awal ini
harus segera diberi penguatan dana juga selama perawatan selanjutnya. Untuk
perawatan apapun yang dilakukan penting untuk mengikuti tahap-tahap tell show
do. Penjelasan tidak perlu panjang lebar, karena hal ini cenderung
membingungkan anak dan mungkin membangkitkan kecemasan, penjelasan harus
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
6/36
6
sederhana dan sambil lalu. Demikian pula demontrasi harus diberikan dengan
singkat dan sebenarnya sehingga perawatan yang sesungguhnya dapat dilakukan
tanpa ditunda lagi. Sepanjang prosedur ini dokter gigi harus berusaha membuat
anak relaks,dan memberi pujian atas tingkah laku anak yang tepat dan kooperatif,
sayangnya pada penelitian yang mengevaluasi pendekatan ini tidak terdapat cukup
bukti bahwa metode ini efektif bagi anak yang cemas. Kemungkinan metode ini
akan berhasil bila dilakukan pada anak yang mempunyai kecemasan yang
rendah.(Howitt dan stricker,1965).
2. Modeling
Modeling adalah salah satu teknik pengelolaan tingkah laku yang
dilakukan oleh psikologi untuk menghilangkan rasa takut pada anak. Anak
mempunyai sifat ingin tau yang sangat besar, menirukan hal hal baru yang
menarik perhatiannya serta mempunyai sifat ingin bersaing yang tinggi sehingga
modeling merupakan hal yang paling efektif untuk digunakan. Modeling
mempunyai pengaruh besar terhadap anak. Teknik sederhana ini dapat diterapkan
pada berbagai situasi perawatan gigi, tetapi penggunaannya yang paling sering
terjadi adalah saat anak yang takut terhadap pemeeriksaan mulut pada kursi
perawatan gigi.
Cara modeling dilakukan untuk mengatasi dan merubah tingkah laku anak
yang tidak kooperatif. Cara modeling sangat berpengaruh dalam mengatasi rasa
takut anak. Orang tua atau mungkin anak lain dapat menjadi model untuk
pemeriksaan sehingga diharapkan tingkah laku yang kooperatif dari model,
kemudian akan ditiru oleh anak. Misalnya seorang anak takut terhadap pencabutan
gigi yang akan dilakukan terhadapnya, untuk menghilangkan rasa takut anak maka
dapat ditolong dengan anak lain yang tidak takut terhadap pencabutan gigi yang
dilakukan padanya. Anak yang tidak takut tadi merupakan model yang kemudian
akan ditiru oleh anak. Seorang dokter gigi juga dapat bertindak sebagai model
yang akan ditiru oleh anak dengan syarat harus bersikap tenang dan santai.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
7/36
7
Modeling biasanya dilakukan pada kunjungan pertama. Modeling juga
dapat dilakukan dengan film atau video tape dari anak yang sedang melakukan
perawatan. Strategi ini tidak hanya mengajarkan anak yang belum pernah
menerima perawatan sehingga anak mengerti tentang prosedur perawatan, tetapi
yang lebih penting mendemonstrasikan apa yang diharapkan dari anak.
Menurut Albert Bandura belajar melalui modeling dapat mempengaruhi
tingkah laku suatu individu. Albert Bandura mengatakan harus ada empat
persyaratan untuk dapat menirukan model dengan baik yaitu :
1. Perhatian (Attention Process)Suatu model tidak akan bisa ditiru bila tidak diadakannya pengamatan.
2. Retensi atau disimpan dalam ingatan (Representation Process)Tingkah laku yang akan ditiru harus disimbolisasikan dalam ingatan, baik
dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran atau imajinasi.
Tingkah laku yang diamati harus dapat diingat kembali untuk bisa
ditirukan bila modelnya tidak ada lagi.
3. Peniruan tingkah laku model (Behavior Production Process)Hasil melalui belajar melalui peniruan tidak dinilai berdasarkan kemiripan
respon dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan dari
dilakukannya modeling. Untuk dapat menirukannya dengan baik,
seseorang harus memiliki kemampuan motoriknya.
4. Motivasi dan penguatan (Motivation and Reinforcement Process)Belajar melalui modeling menjadi efektif jika anak memiliki motivasi
yang tinggi untuk dapat melakukan apa yang dilakukan modelnya.
Adapun beberapa macam modeling:
- Modeling tingkah laku baru :Melalui modeling orang dapat memperoleh
tingkah laku yang baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan
kognitif anak. Stimulus tingkah laku model ditransformasikan menjadi
http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2765328345340184440&postID=3556750579928048677http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2765328345340184440&postID=3556750579928048677 -
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
8/36
8
gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasikan menjadi
simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti.
- Modeling Mengubah Tingkah laku lama : Pertama, tingkah laku model
yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki
pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial
dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah
laku yang tidak diterima secara sosial, dengan adanya modeling yang
mengubah tingkah laku lama dapat mengubah tingkah laku anak yang
tidak kooperatif menjadi kooperatif.
- Modeling Simbolik : Sebagian besar tingkah laku berbentuk simbolik.
Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang mungkin
mempengaruhi pengamatnya.
- Modeling Kondisioning: Modeling dapat digabung dengan kondisioning
klasik menjadi kondisioning klasik vikarius. Modeling semacam ini
banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.
3. Penguatan (Reinforcement)
Reinforcement atau yang dikenal dengan penguatan merupakan
konsekuensi dari suatu tingkah laku yang membuat tindakan tersebut cenderung
akan diulangi lagi. Pada umumnya anak akan senang jika apa yang telah anak itu
lakukan dihargai dan diberi hadiah. Hal ini dapat meningkatkan keberanian anak
dan dapat dipertahankan dikemudian hari. Dengan adanya reinforcement , dokter
gigi secara langsung dapat mengontrol pemberian hadiah yang diberikan kepada
anak jika anak tersebut berhasil melakukan perawatan dan menunjukkan tingkah
laku yang kooperatif.
Motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu pola pikir yang mempengaruhi
kesediaan kita untuk mengambil keputusan. Motivasi merupakan hasil interaksi
antara kebutuhan, intensif dan persepsi individu, ketika semuanya seimbang maka
akan terbentuklah motivasi positif.
http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2765328345340184440&postID=3556750579928048677http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2765328345340184440&postID=3556750579928048677 -
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
9/36
9
Dokter gigi seharusnya memberikan penghargaan jika anak sudah mampu
bersikap kooperatif karena dengan adanya penghargaan diharapkan dapat
memperkuat tingkah laku yang baik sehingga tingkah laku yang kooperatif
tersebut kemungkinan besar akan dilakukan pada perawatan berikutnya. Karena
dengan adanya reinforcement maka tingkah laku tersebut akan menjadi kebiasaan
yang diterapkan pada kondisi yang sama.
Penghargaan dokter gigi kepada anak harus diperlihatkan sesering
mungkin apabila anak tersebut bereaksi positif pada perawatan. Penguatan ini
dapat dilakukan melalui kata-kata yang tepat, senyuman dan anggukan. Hal yang
paling penting dari reinforcement ini adalah tingkah laku anak yang baik harus
diberikan penguatan sesering mungkin
Penghargaan yang diberikan ketika anak tersebut berhasil melakukan suatu
tindakan harus saling berhubungan erat. Misalnya saja ketika anak diminta untuk
membuka mulutnya, maka pada saat itulah diberikan penghargaan. Apabila pada
akhir perawatan baru diberikan penghargaan maka hal itu tidak menjadi efektif
lagi. Sebagai dokter gigi jangan sampai mengabaikan kerja sama yang telah
dilakukan anak selama perawatan karena hal ini sama saja artinya menyia-nyiakan
kesempatan baik untuk mengukuhkan tingkah laku tersebut dan hal itu juga berarti
akan berdampak tingkah laku baik tersebut akan berkurang.
Ada beberapa bentuk dari penghargaan atas tingkah laku anak:
1. Reinforcement PositifPenghargaan yang diberikan yang akan meningkatkan kemungkinan
perilaku tersebut akan diulangi kembali. Namun harus diingat hadiah diberikan
bukan untuk menyogok anak namun memberikan penghargaan atas apa yang telah
dilakukan anak.
2. Reinforcement negatif
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
10/36
10
Stimulus yang akan mengurangi peluang perilaku akan terjadi. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan dokter gigi untuk tingkah laku yang buruk
yaitu tidak memberikan pengakuan atau penghargaan. Dokter gigi tidak boleh
menunjukkan kemarahan hanya boleh memperlihatkan kekecewaan dan bujukan
hanya akan memperkuat tingkah laku buruk tersebut.
3. DesensitisasiDesensitisasi adalah salah satu tehnik yang paling sering digunakan oleh
para ahli psikologi untuk melawan rasa takut. Tehnik ini meliputi 3 tahapan yaitu:
- Melatih pasien untuk relaks- Membangun hirarki stimulus- Memperkenalkan tiap stimulus dalam hirarki untuk membuat relaks
pasien, dimana stimulus ini diberikan dari yang paling rendah sampai yang
paling tinggi hingga rasa takut pada pasien hilang. Untuk melakukan
tehnik ini diperlukan suatu seri kunjungan pendahuluan untuk
mengajarkan pasien agar dapat relaks. Misalnya dengan mengenalkan alat
serta memberi pertanyaan kepada pasien pada dala keadaan yang
bagaimana pasien merasakan takut.setelah itu pasien disuruh
membayangkan hal-hal yang tidak membuat takut sementara dokter
mendemonstrasikan dan menjelaskan dengan cara-cara yang tidak
membuat takut anak dalam melakukan perawatan. Tehnik juga kadang
dilakukan dengan tehnik hypnosis (suatu keadaan pikiran dimana anjuran-
anjuran tidak hanya akan lebih mudah diterima daripada dalam keadaan
terjaga tetapi juga akan bekerja lebih baik daripada yang mungkin terjadi
pada keadaan norma atau dapat pula diartikan sebagai suatu keadaan
tertentu dari pikiran yang biasanya dilakukan oleh satu orang pada orang
lain).
4. Distraksi (Pengalihan perhatian)
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
11/36
11
Pada pendekatan ini tujuannya adalah untuk mangalihkan perhatian pasien
dari situasi perawatan gigi ke situasi lain. Bila pasien memikirkan sesuatu yang
lain dari perawatan gigi kecenderungan menjadi cemas akan berkurang, ini berarti
bahwa semakin jauh perhatian dialihkan semakin efektif dalam melakukan
perawatan. Relaksasi dan pengalihan perhatian sama-sama efektif dalam
mengurangi ketidaknyamanan pada pasien yang cemas.pengalihan perhatian
umumnya lebih efektif dalam mengurangi kecemasan pada pasien pria sedangkan
relaksasi lebih baik bagi pasien wanita. Contoh pemeberian relaksasi ini antara
lain dengan meminta pasien untuk mendengarkan kaset relaksasi selama
perawatan dengan menggunakan headphone.selain itu pengalihan perhatian juga
dapat dilakukan dengan dokter menyuruh pasien untuk memainkan video game
atau menonton film selama perawatan.
5. Hand-over mouth Exercise (HOME)Tehnik hand over mouth biasanya dianggap sebagai tehnik yang ekstrem
dalam menangani anak yang tidak kooperatif.
Tehnik ini dilakukan dengan cara menahan anak yang melawan dengan
pelan tetapi kuat pada kursi perawatan gigi. Biasanya dengan meletakkan tangan
atau handuk diatas mulutnya untuk menahan perlawanannya dan berbicara dengan
perlahan tetapi jelas ke dalam telinganya dan apabila anak tersebut
menaggapainya dengan kooperatif maka anak tersebut dilepaskan dari perlawanan
dokter sambil memberikan pujian. Tehnik ini biasa digunakan pada anak yang
terlalu dimanjakan oleh keduaorangtuanya dan memiliki perangai yang
menjengkelkan serta tidak takut dan tidak mempan dengan pendekatan psikologis
yang halus. Walaupun tehnik ini diperbolehkan, tetapi sebagai seorang dokter gigi
sebaiknya dapat menghindarinya,apalagi dipergunakan pada anak yang takut dan
memiliki sensitivasi yang kuat.
6. Persiapan InformasiMetode lain yang mencangkup mempersiapkan anak-anak beserta orang
tuanya untuk kunjungan pertama cukup sukses. Tehnik ini dapat dilakukan
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
12/36
12
dengan dokter memberikan booklet kepada anak-anak untuk dibaca. Pada
kunjungan pertama tidak ada perawatan atau pemeriksaan yang ada hanya
perkenalan terhadap dokter, perawat, serta lingkungan praktik. Persiapan ini akan
memberiakan perilaku yang lebih kooperatif pada pasien yang diberi perkenalan.
Selain itu perkenalan juga dapat dilakuakan dengan menonton video prosedur
perawatan guna memperkenalkan dan memberi kenyamanan pada pasien anak.
7. Komunikasi Non VerbalInteraksi yang dilakukan oleh praktisi kesehatan gigi (dokter gigi) untuk
mendukung jalannya perawatan dengan membuat pasien (anak) merasa nyaman
berada di tempat perawatan. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat area
perawatan sedemikian rupa sehingga anak merasa nyaman dan siap untuk
menerima perawatan. Komunikasi ini dapat diperlihatkan dengan dokter dan
stafnya yang bersifat ramah serta murah senyum.
8. Kontrol suaraMasa pertumbuhan anak membuat anak sensitive dengan lingkungannya,
terutama pada suara. Dokter gigi harus bisa membuat anak merasa nyaman dan
dapat diajak kerjasama selama perawatan yaitu dengan memperhatikan intonasi
kita saat berinteraksi dengan anak.suara dokter harus lembut, tegas serta tidak
membuat anak merasa dibentak melainkan kita harus berbicara selayaknya anak
yang nyaman berbicara dengan keluarga maupun dengan teman sebayanya.
9. SedasiSebagian besar anak yang diberi metode-metode pendekatan psikologis
diatas akan menjadi pasien yang relaks dan kooperatif yang siap menerima
prosedur operatif dan sebagian lagi masih menpunjukkan sikap yang tidak
kooperatif. Jika rasa takut tetap berlangsung walaupun telah dilakukan kunjungan
pendahuluan dengan hati-hati mungkin dengan bantuan sedasi dapat membantu.
Perlu ditekankan bahwa sedasi dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan
dan harus ditekankan pula bahwa pasien yang telah dilakukan sedasi tetap
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
13/36
13
memiliki kesadaran dan mempunyai reflex pelindung yang normal misalnya
batuk. Sedasi dapat diberikan melalui cara-cara berikut :
Oral
Banyak obat-obatan dan kombinasinya yang telah digunakan untuk sedasi
anak yang cemas seperti macam-macam barbiturate, kloral hidrat, hydroxyzine,
neprobamate, promethazine, dandiazepam(wright 1975,Bennet,1978).
Sebelum memberikan resep sedative, dokter gigi harus dipercaya anak.
Sedatif harus dijelaskan sebagai sesuatu yang akan membuat dia merasa relaks
sehingga perawtan dapat dilakukan tanpa rasa khawatir. Kerjasama dari orang tua
atau pendamping juga perlu karena paling mudah bila mereka yang memberikan
sedative. Karena obat ini biasanya dapat menimbulkan rasa kantuk, sebaiknya
anak tidak masuk sekolah sebelum kunjungan kedokteran gigi.
Intramuscular
Keuntungan cara tehnik ini adalah kerjanya lebih cepat dan pengaruhnya
juga lebih cepat disbanding cara sedative oral. Sedangkan kerugiaanya adalah bagi
anak yang nervousdan tidak koopertif akan merasakan bahwa prosedur tersebut
tidak menyenangkan. Berbagai obat-obatan yang biasa digunakan adalah:
promethazine HCl dan petidine. promethazine adalah anti histamine yang
mempunyai sifat sedative dan antimetik. Sedangkan petidine adalah analgetika.
Dosis injeksi untuk intramuscular adalah petidine 1,5 mg/kg berat badan dan
promethazine0,75 mg/kg.
Intravena
Keuntungan pemberian secra intravena dibandingkan cara yang oral dan
intramuskular adalah bahwa obat yang diinjeksikan mermepunyai efek yang
sangat cepat dan sedasi ini biasanya diberikan secra bertahap hingga tingkat sedasi
yang diinginkan. Sedasi ini merupakan campuran dari pentobarbiturat, pethidine,
dan hyoscine, dan baru kemudian diazepam atau midazolam yang menjadi pilihan
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
14/36
14
untuk sedasi intravena ini. Diazepam merupakan sedasi yang efektif, dimana obat
ini dapat merelaksasikan otot dan amnesia serta efek sedasinya dapat hilang secara
perlahan sedangkan midazolam lebih efektif karena obat ini selain dapat
merelaksasikan otot dan amnesia seperti diazepam, obat ini juga efek sedasinya
lebih cepat hilang dibandingkan dengan menggunakan diazepam. Pasien yang
melakukan sedasi intravena ini harus koopertif walupun anak tersebut cemas.
Selain itu juga ada kapercayaan dan keyakinan pada pasien untuk menerima
perawatan dan injeksi tersebut.
Inhalasi
Penggunaan sedasi inhalasi dengan oksida nitrogen dan oksigen makin
popular pada saat-sat ini. Pasien yang mengalami sedasi dapat berkomunikasi
secara bebas dengan dokter gigi dan relaks rasa takut telah dikurangi dan
dihilangkan. Ambang rasa sakit ditingkatkan sehingga anak tidak takut, kadang
pasien juga mengalami kantuk yang ringan, euphoria, sensasi menyenangkan.
Konsentrasi yang diberikan kepada pasien didasarkan pada observasi respons dari
pasien.Tetapi menurut Edmund dan rosend 1977 sedasi yang efektif adalah
dengan konsentrasi tetap 25%oksida nitrogen. (Shinohara S, Nomura Y,
Shingyouchi K et al.Hal : 913).
2.3. Pemeriksaan Trauma Gigi Pada Pasien Anak
Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh dokter
gigi dalam melakukan pemeriksaan gigi yang telah mengalami trauma.
Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor:
- Tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami. Apakahkerusakan yang dialami meliputi jaringan lain di sekitar gigi, seperti
jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang rahang.
- Kualitas dan kesegeraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjaditrauma.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
15/36
15
- Evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan.
2.3.1. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan terhadap pasien trauma gigi harus dilakukan sesegera
mungkin setelah terjadinya trauma. Proses pemeriksaannya hampir sama seperti
pemeriksaan pada kasus perawatan endodontik.
Anamnesis diperoleh dari keterangan pasien atau orang lain yang
mengetahui secara pasti mengenai kondisi yang dialami oleh pasien, meliputi
keluhan utama, riwayat terjadinya trauma, dan medical history.
Keluhan Utama
Pasien ditanyakan mengenai keparahan dari rasa sakit dan berbagai gejala
signifikan lainnya. Perdarahan pada jaringan lunak memang terlihat sebagai suatu
kondisi yang parah, namun apabila terjadi fraktur pada tulang maka rasa sakit
yang timbul akan lebih besar dan kondisi ini harus menjadi prioritas utama dalam
melakukan perawatan. Selain itu, perlu dicatat juga mengenai durasi dari tiap
gejala.
Tanyakan pasien hal-hal berikut ini:
1. Riwayat terjadinya trauma.2. Kapan dan dimana cedera terjadi.3. Bagaimana terjadinya cedera.4. Perawatan apa saja yang sudah dilakukan sebelum datang ke dokter gigi
(operator).
5. Apakah sebelumnya sudah pernah mengalami trauma yang serupa.Gejala apa saja yang dirasakan pasien sejak terjadinya trauma (pusing,
muntah, sakit kepala, kejang-kejang ataupun konvulsi, pandangan kabur, hilang
kesadaran, gangguan pendengaran, pengecapan, penglihatan dan keseimbangan,
serta perdarahan dari hidung atau telinga.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
16/36
16
Masalah gigi yang dialami sejak trauma (sakit, kegoyangan, sangkutan oklusal,
gejala lain pada jaringan sekitar gigi).
Medical History
Riwayat alergi terhadap obat-obatan. Kelainan seperti gangguan
perdarahan, diabetes, epilepsi. Obat-obatan yang sedang dipakai sekarang. Status
imunisasi tetanus. Untuk luka bersih, tidak diperlukan booster apabila imunisasi
dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Untuk luka kotor, diperlukan booster apabila
imunisasi dilakukan lebih dari 5 tahun.
2.3.2. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan Jaringan Lunak
Lakukan observasi dan palpasi pada jaringan lunak yang cedera. Apabila
terjadi terjadi laserasi jaringan lunak dan fraktur gigi perlu dilakukan pula
pemeriksaan radiografi karena tidak jarang fragmen gigi tertanam ke dalam
jaringan lunak.
Pemeriksaan tulang wajah. Maksila, mandibula, dan TMJ perlu diperiksa
secara visual, palpasi, untuk melihat adanya distorsi, malalignment, atau adanya
indikasi fraktur. Apabila ada indikasi fraktur lakukan pula pemeriksaan radiografi.
Catat juga apabila ada dislokasi dari gigi, sangkutan oklusal, dan perkembangan
dari pathosis apikal.
Pemeriksaan Gigi
Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut
mengalami fraktur, kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen
periodontal dan tulang alveolar, serta trauma pada jaringan pulpa. Periksa pula
adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang berada di rahang lawannya.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
17/36
17
Fraktur email atau keretakan pada mahkota dapat diperiksa dengan indirect
light atau transluminasi atau dengan penggunaan dye. Apabila struktur gigi telah
hilang, periksa luasnya kehilangan apakah sampai pada batas email, dentin, atau
sudah mencapai jaringan pulpa. Kegoyangan gigi diperiksa dalam segala arah.
Apabila ketika gigi digerakkan gigi sebelahnya ikut bergerak, perlu dicurigai
adanya fraktur pada tulang alveolar.
Perubahan posisi gigi yang terjadi dapat berupa intrusi, ekstrusi, lateral
(labial atau lingual), dan avulsi secara keseluruhan. Tanyakan kepada pasien
apakah ada kontak prematur ataupun sangkutan oklusal. Apabila ada perubahan
oklusi, perlu dicurigai adanya kemungkinan fraktur rahang atau akar gigi ataupun
ekstrusi gigi.
Untuk memeriksa adanya cedera pada jaringan periodontal lakukanlah tes
perkusi pada gigi. Pada gigi yang mengalami trauma tanpa adanya fraktur atau
perubahan posisi pemeriksaan ini cukup penting untuk melihat adanya kerusakan
pada neurovascular bundle yang masuk ke dalam gigi melalui apeks. Kerusakan
ini akan menimbulkan adanya kemungkinan terjadinya degenerasi pulpa.
Kerusakan ini biasanya ditandai dengan tes perkusi yang positif.
Pemeriksaan vitalitas atau respon pulpa terhadap trauma harus diperiksa
pada awal kunjungan dan kunjungan-kunjungan kontrol berikutnya, karena
adanya kemungkinan kematian pulpa beberapa bulan setelah trauma. Setelah
terjadi trauma, sering pulpa memperlihatkan hasil negatif ketika dilakukan tes
vitalitas. Namun, setelah pulpa mengalami pemulihan, dia dapat kembali
memperlihatkan hasil positif. Hal yang sebaliknya dapat pula terjadi.
Follow-up Evaluation
Pasien trauma harus dievaluasi cukup sering dan dalam jangka waktu yang
cukup panjang untuk memastikan terjadinya pemulihan atau justru terjadinya
kerusakan jaringan pulpa dan resorpsi akar. Pemeriksaan pemulihan pulpa
dianjurkan setiap 3-4 minggu sekali dalam 6 bulan pertama, dan untuk selanjutnya
setiap 1 tahun sekali. Apabila terjadi inflammatory resorption ataupun nekrosis
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
18/36
18
pulpa maka perlu segera dilakukan perawatan endodontik. (Ingle, J.I. and L.K.
Bakland. 2002).
2.3.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu penegakan diagnosa
kasus secara pasti. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada kasus trauma adalah
tes vitalitas, transiluminasi, dan radiografi.
Pemeriksaan radiografi juga merupakan bagian yang penting dalam
menentukan diagnosis dan rencana perawatan. Terdapat 3 jenis radiografi yang
digunakan pada kasus trauma yaitu Periapical, Occlusal, dan Orthopantogram.
Teknik radiografi periapikal digunakan untuk bila ada fraktur akar dan untuk
melihat tahap perkembangan akar. Biasanya dilakukan dua kali pengambilan
dengan sudut yang berbeda untuk memastikan letak fraktur. Foto occlusal
digunakan untuk mendeteksi adanya fraktur atau untuk melihat fragmen asing
yang masuk dalam luka jaringan lunak. Pada bibir bawah dengan foto occlusak
pandangan occlusal sedangkan pada bibir atas dengan foto occlusal pandangan
lateral. Foto terakhir yang dapat digunakan adalah orthopantogram.
Orthopantogram digunakan jika dicurigai adanya fraktur pada rahang. Foto ini
terdiri atas lateral oblik, lateral skull (foto spesifik untuk fraktur maksilofasial),
panoramic, anteroposterior skull dan occipitalomental (Adicakra Sutan, 2012.
http://chakraproject.blogspot.com/2012/05/file-09-pemeriksaan-darurat-pada-
pasien.html?m=1).
2.4. Trauma Pada Gigi Depan Anak
Pengertian Trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun
psikis yang disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya
kontinuitas normal suatu struktur (Dorland, 2002).
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
19/36
19
Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu
penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain
menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras
gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis (Schuurs, 1992).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior
merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang
keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik
pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.
Gigi pada rahang atas lebih sering terkena dibandingkan rahang bawah
sedangkan manifestasinya pada gigi sulung lebih sering berupa perubahan tempat
dibandingkan fraktur mahkota, hal ini disebabkan tulang alveolar dan jaringan
pendukung belum sempurna, masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
sehingga gigi mudah bergerak.
Penyebab Trauma Gigi
Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena
jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga.
Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi
secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan
trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu
menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan
atau tekanan besar dan tiba-tiba (Wei, 1988).
Trauma pada gigi depan anak umumnya disebabkan oleh :
1. Terjatuh2. 30 % pada anak-anak terjadi pada gigi sulung3. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan = 2 : 14. Gigi depan atas paling sering terlibat5. Biasanya hanya mengenai satu gigi, kecuali kecelakaan lalu lintas dan
olahraga.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
20/36
20
2.4.1. Klasifikasi Trauma Gigi
Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi
anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi
menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang direkomendasikan dari
World Health Organization (WHO) dalamApplication of International
Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.
Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin
tetapi belum melibatkan pulpa.
Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi (Luksasi, intrusi, ekstrusi).
Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.
Kelas 9 : trauma gigi sulung (Finn, 2003).
Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization
(WHO) dalamApplication of International Classification of Diseases to Dentistry
and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi
jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut
yaitu sebagai berikut :
I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
21/36
21
1. Retak mahkota (enamel infraction), yaitu suatu fraktur yang tidaksempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal
atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture), yaitufraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu
suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur padamahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan
pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), yaitufraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin,dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa
disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root
fracture) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa
disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-
root fracture).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpatanpa melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkandinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual
dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesusalveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpusmandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau
tanpa melibatkan soket gigi.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
22/36
22
III. Kerusakan pada jaringan periodontal1. Concusion, yaitu trauma yang mengenai j aringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa
adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigiakibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih
panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakangigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan
atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang
menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah
palatal.
5. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimanadapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luardari soket.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
23/36
23
Gambar 2.3.1. Persentase Kejadian Fraktur
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
24/36
24
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yangdisebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka
tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan bendatumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa
tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karenagesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang
berdarah atau lecet (Jacobsen, 1981).
2.4.2. Penanganan Trauma Gigi Sulung
Penanganan untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum
pasien telah baik dan seluruh langkah-langkah penanganan umum telah dilakukan.
Penentuan rencana perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosa serta
anamnesa yang lengkap.
1. Perawatan segera pada trauma gigi sulung Pada awal perkembangan gigi tetap, gigi insisif terletak pada palatal dan
sangat dekat dengan apeks gigi insisif sulung. Oleh karena itu, bila terjadi trauma
pada gigi sulung maka dokter gigi harus benar-benar mempertimbangkan
kemungkinan terjadi kerusakan pada gigi tetap di bawahnya.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
25/36
25
Gambar 3. Ilustrasi gangguan perkembangan benih gigi permanen pada anak Usia
2 tahun. Mahkota gigi insisif sulung bergeser ke bukal sehingga
tekanan akar akan mengganggu perkembangan mahkota gigi insisif
tetap.
a. Fraktur Email dan Email-DentinPerawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada anak
yang tidak kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam,
namun bila anak kooperatif dapat dilakukan penambalan dengan menggunakan
semen glass ionomer atau kompomer.
b. Fraktur Mahkota LengkapPencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien
kooperatif maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan dengan
penambalan.
c. Fraktur Mahkota-AkarPerawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
26/36
26
terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
d. Fraktur AkarApabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka
pencabutan adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal hendaknya
tidak dicabut agar tidak mengganggu gigi tetap di bawahnya. Pada beberapa
kasus terlihat bila bagian mahkota menjadi nekrosis namun pada bagian akar
tetap vital, oleh karena itu resorpsi akar oleh gigi tetap dapat terjadi dan
pertumbuhannya tidak terganggu.
e. ConcussionConcussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma.
Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah sekitar
umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan
mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali
selama 1-2 minggu.
f. SubluksasiOrang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan
makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.
g. Extrusive luxationPerawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi yang mengalami trauma.
h. Lateral luxationLuksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah
bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di bawahnya.
Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi tersebut. Gigi akan kembali
pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh karena tekanan lidah.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
27/36
27
Gambar 4. (a). Luksasi mahkota ke arah palatal
(b). Posisi gigi kembali normal setelah 2 bulan
Pada gigi yang mengalami luksasi mahkota ke arah bukal perawatan terbaik
adalah melakukan pencabutan, oleh karena akar akan mengarah ke palatal
sehingga mengganggu benih gigi tetap di bawahnya.
Gambar 5. Luksasi ke arah bukal
i. Intrusive luxationPada gigi yang mengalami intrusi ke arah palatal perawatan terbaik adalah
ekstraksi. Alat yang digunakan untuk ekstraksi hendaknya hanya tang ekstraksi
dan daerah pencabutan dilakukan sedikit penekanan untuk mengembalikan tulang
yang bergeser.
Apabila intrusi ke arah bukal cukup dilakukan evaluasi karena gigi akan
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
28/36
28
erupsi kembali ke arah semula. Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah
trauma dengan menggunakan cairan klorheksidin 0,1%. Daerah trauma rawan
terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama proses re-erupsi. Apabila
tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini maka perawatan terbaik adalah
ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk reerupsi umumnya antara 2-6 bulan. Bila
reerupsi gagal terjadi akan timbul ankilosis dan pada kasus ini ekstraksi adalah
pilihan yang terbaik.
Gambar 6 (a). Intrusive luxation ke arah bukal
(b). Setelah 6 bulan gigi erupsi kembali
j. AvulsiPada gigi sulung yang mengalami avulsi replantasi merupakan
kontraindikasi oleh karena koagulum yang terbentuk akan mengganggu benih gigi
tetap.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
29/36
29
2.5. Contoh Resep Kasus Trauma Gigi Pada Pasien Anak
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
30/36
30
Mind Mapping
Pemeriksaan
Trauma
Drg
Pemeriksaan
Penunjang
Rontgen Foto
Diagnosa :
Trauma Gigi Klas VII Ellis
& Davey disertai Laserasi
Mukosa
Tindakan Pertama :
- Menghentikanperdarahan
-
Pembersihan luka- Pemberian obat-
obatan
- Observasi
Allo
Anamnese
Anak Laki-Laki
6 Tahun
Kunjungan Berikutnya :
- Ekstraksi
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
31/36
31
BAB III
PEMBAHASAN
Skenario
Seorang anak laki-laki berumur 6 tahun datang dengan luka pada wajah
dan keluhan giginya goyang akibat terjatuh pada saat berlari-lari di lapangan
sekolah semalam. Pada bibir pasien terdapat luka abrasi dan bengkak. Dari hasil
pemeriksaan terlihat pasien dalam masa gigi bercampur. Pada daerah margin
gingiva gigi insisivus 1 kiri atas decidui terdapat perdarahan dan terlihat berubah
posisi ke arah ke palatal. Pada foto rontgen terlihat resorbsi akar fisiologis pada
gigi insisivus sulungnya, terdapat benih gigi insisivus permanen serta pelebaran
ligamen periodontal dan perubahan posisi pada gigi insisivus 1 kiri atas decidui.
Pembahasan
Berdasarkan dari skenario diatas, diketahui bahwa seorang anak laki-laki
(6 tahun) datang ke praktek dokter gigi. Tindakan yang dilakukan dokter gigi
tersebut adalah melakukan allow anamnese dan didapati adanya keluhan gigi
goyang akibat terjatuh pada saat berlari-lari di lapangan sekolah semalam. Dari
hasil pemeriksaan klinis juga ditemukan adanya luka abrasi pada bibir pasien dan
bengkak, terdapat perdarahan pada margin gingiva gigi insisivus I kiri atas dan
disertai perubahan posisi ke arah palatal. Kemudian dokter gigi tersebut
melakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgent foto panoramik, dari hasil
rontgent foto terlihat resorbsi akar fisiologis pada gigi I nya dan terdapat benih
gigi isisivus permanen serta pelebaran ligamen periodontal dan perubahan posisi
pada gigi I kiri atas.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas, maka diagnosa gigi untuk kasus ini
adalah trauma gigi kelas 7 menurut Ellis dan Davey (yaitu terjadinya perubahan
posisi atau displacement gigi) dan laserasi pada bibir. Tindakan pertama yang
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
32/36
32
seharusnya dilakukan dokter gigi pada kasus ini adalah melakukan pendekatan
terhadap pasien anak tersebut terlebih dahulu, menghentikan perdarahan pada luka
pasien, membersihkan luka dengan cairan antiseptik, pemberian obat-obatan (obat
antibiotik berupa amoxicilin untuk mencegah terjadinya infeksi, obat anti
inflamasi berupa ibuprofen untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit, vitamin
C untuk mempercepat proses penyembuhan).
Setelah dilakukan tindakan pertama, pasien dianjurkan untuk datang ke
praktek dokter gigi lagi untuk dilakukan tindakan lanjutan berupa ekstraksi gigi I
nya dengan pertimbangan umur pasien tersebut. Dan dari hasil rontgent foto telah
ditemukan akar gigi I yang sudah terresorbsi fisiologis dan benih gigi Insisivus
permanennya telah terlihat.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
33/36
33
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KesimpulanBerdasarkan pembahasan diatas kami membuat kesimpulan bahwasannya
diagnosa setelah dilakukan pemeriksaan pada anak laki-laki yang berumur 6 tahun
tersebut adalah trauma gigi kelas 7 menurut Ellis dan Davey (yaitu terjadinya
perubahan posisi atau displacement gigi) dan laserasi pada bibir.
Tindakan pertama yang dilakukan adalah melakukan pendekatan kepada
anak tersebut, membersihkan luka dengan cairan antiseptik kemudian
menghentikan pendarahannya dan anak diberikan obat-obatan seperti amoxicillin,
ibuprofen dan vitamin c.
Setelah dilakukan tindakan pertama, pasien dianjurkan untuk datang ke
praktek dokter gigi lagi untuk dilakukan tindakan lanjutan berupa ekstraksi gigi I
nya dengan pertimbangan umur pasien tersebut. Dan dari hasil rontgen foto telah
ditemukan akar gigi I yang sudah terresorbsi fisiologis dan benih gigi Insisivus
permanennya telah terlihat.
Dan pada kasus ini dokter gigi diharapakan mampu mendiagnosa dan
membuat rencana perawatan untuk si anak dengan tepat agar keberhasilanperawatan dapat dicapai dengan baik.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
34/36
34
4.2. SaranBerdasarkan kesimpulan diatas maka diharapkan kepada :
Mahasiswa/i kedokteran dan kedokteran gigi :
1. Diharapkan mahasiswa/i kedokteran dan kedokteran gigi agar mengetahuidan memahami bagaimana menentukan diagnosa dengat tepat pada pasien
anak.
2. Diharapkan mahasiswa/i kedokteran dan kedokteran gigi agar mengetahuidan memahami sifat, perilaku dan manajemen perilaku pada pasien anak.
3. Diharapkan mahasiswa/i kedokteran dan kedokteran gigi agar mengetahuidan memahami klasifikasi dan penanganan serta tindakan pertama dalam
kasus trauma gigi pada pasien anak.
4. Diharapkan mahasiswa/i kedokteran dan kedokteran gigi agar mengetahuidan memahami bagaimana membuat rencana perawatan dengan tepat pada
pasien anak.
Dokter/ Dokter Gigi :
1. Diharapkan agar para dokter gigi mengetahui tindakan pertama padakasus darurat seperti trauma gigi pada pasien anak.
2. Diharapkan agar dokter gigi memahami sifat dan perilaku anak-anak sertapendekatan yang bisa dilakukan terhadap pasien anak.
3. Diharapkan agar dokter gigi memiliki sikap yang sabar, teliti, tidak panik,memiliki solusi pada pasien anak yang tidak kooperatif sehingga tercapai
keberhasilan keperawatan.
4. Diharapkan agar para dokter gigi mampu membuat diagnosa dan rencanaperawatan dengan tepat.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
35/36
35
Masyarakat :
1. Diharapkan agar masyarakat lebih peduli lagi terhadap kesehatan gigi danmulut anak.
2. Diharapkan agar masyarakat memeriksakan gigi anak-anaknya 6 bulansekali kepada dokter gigi.
3. Diharapkan agar masyarakat terutama orang tua pasien bisa memberikanedukasi positif mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut
anak-anaknya.
-
7/22/2019 Tinjauan Literatur - Skenario 5
36/36
DAFTAR PUSTAKA
1. http://hanifbram.wordpress.com/category/klasifikasi-trauma/http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegak
menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2
&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fco
urse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-
427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrge
C2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=
3. Ingle, J.I. and L.K. Bakland. 2002. Endodontics. Ontario: Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmk
4. Itjiningsih W.H., Drg. Ny. 1991. Anatomi Gigi. Hal. 220-223. Jakarta :EGC.
5. Nasution M. Pengenalan Gigi. Cetakan Ke-1 Medan : Universitas SumateraUtara. USU Press. 2011.
6. Navydent. Classification of Traumatic Dental. 22 Agustus 2011.http://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/classification-of-traumatic-
dental.html.17 November 2011.
7. Riyanti E. Penatalaksanaan Trauma Gigi Pada Anak. 12 Juni 2010.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trau
ma_gigi_pada_anak.pdf.17 November 2011.
8. Riyanti, Sulvilius. 2011.(http://pdgicabwngr.blogspot.com/2011/10/pergantian-gigi-susu-dengan-gigi-tetap.html?m=1)
9. Shinohara S, Nomura Y, Shingyouchi K et al. Structural relationship ofchild behavior and its evaluation during dental treatment. J Oral science ;
47 ( 2 ) : 913.
http://hanifbram.wordpress.com/category/klasifikasi-trauma/http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/classification-of-traumatic-dental.htmlhttp://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/classification-of-traumatic-dental.htmlhttp://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdfhttp://pdgicabwngr.blogspot.com/2011/10/pergantian-gigi-susu-dengan-gigi-tetap.html?m=1http://pdgicabwngr.blogspot.com/2011/10/pergantian-gigi-susu-dengan-gigi-tetap.html?m=1http://pdgicabwngr.blogspot.com/2011/10/pergantian-gigi-susu-dengan-gigi-tetap.html?m=1http://pdgicabwngr.blogspot.com/2011/10/pergantian-gigi-susu-dengan-gigi-tetap.html?m=1http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdfhttp://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/classification-of-traumatic-dental.htmlhttp://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/classification-of-traumatic-dental.htmlhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=prosedur%20untuk%20menegakkan%20diagnosa%20pada%20pasien%20anak&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDYQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F611-PEDODONSIA-DASAR%2Fkgm-427_slide_pemeriksaan_gigi_dan_mulut_anak.pdf&ei=MSxlUs6pF8SGrgeC2YG4Dg&usg=AFQjCNF3mNAP3TDXzoOhscf69UXNgzjYZA&sig2=Ingle,%20J.I.%20and%20L.K.%20Bakland.%202002.%20Endodontics.%20Ontario:%20Elsevier.9AOzZgc1jFJAgtMi6qoUng&bvm=bv.54934254,d.bmkhttp://hanifbram.wordpress.com/category/klasifikasi-trauma/