Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

55
10 BAB II TINJAUAN TEORI DAN METODOLOGI Bab II ini memuat uraian tentang teori-teori, standar yang digunakan untuk mendukung studi seperti teori tentang zonasi, pengertian zonasi, jenis zonasi serta standar-standar atau kebijakan-kebijakan tentang zona kawasan pemukiman dan zona kawasan perdagangan jasa, dll. Dalam bab ini juga dibahas metodologi dan tahapan penelitian. 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Beberapa Pengertian o Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (Departemen PU 2006). o Kawasan adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu (Departemen PU 2006). o Blok Peruntukkan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan

description

Tinjauan Teori, Kebijakan dan Metodologi yang digunakan dalam Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasan Koridor Parakan-Pondok Benda, Pamulang - Kota Tangerang Selatan

Transcript of Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Page 1: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

10

BAB II TINJAUAN TEORI DAN METODOLOGI

Bab II ini memuat uraian tentang teori-teori, standar yang digunakan untuk

mendukung studi seperti teori tentang zonasi, pengertian zonasi, jenis zonasi serta

standar-standar atau kebijakan-kebijakan tentang zona kawasan pemukiman dan

zona kawasan perdagangan jasa, dll. Dalam bab ini juga dibahas metodologi dan

tahapan penelitian.

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Beberapa Pengertian

o Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang

udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan hidupnya (Departemen PU 2006).

o Kawasan adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu

(Departemen PU 2006).

o Blok Peruntukkan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-

kurangnya oleh batasan fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai,

selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan

lain-lain), maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana

jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota)

(Departemen PU 2006).

o Persil adalah bidang lahan yang telah ditetapkan batas-batasnya sesuai

dengan batas kepemilikan lahan secara hukum/legal di dalam blok atau

subblok (Departemen PU 2006).

o Zona adalah kawasan yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan

dan/atau ketentuan peruntukan yang spesifik (Departemen PU 2006).

o Zonasi adalah pembagian lingkungan kota ke dalam zona-zona dan

menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang atau memberlakukan

Page 2: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

11

ketentuan hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So,

1979:251).

o Klasifikasi Zonasi adalah jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan

kajian teoritis, kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk

digunakan di daerah yang disusun Peraturan Zonasinya (Departemen PU

2006).

Klasifikasi zonasi merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau

penggunaan lahan yang mempunyai karakter dan/atau dampak yang

sejenis atau yang relatif sama (Departemen PU 2006).

o Peraturan Zonasi, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor : 20/Prt/M/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail

Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Peraturan zonasi

(zoning regulation) adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk

setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci

tata ruang (Departemen PU 2006).

Di beberapa negara zoning dikenal dalam berbagai istilah, seperti land

code, code ordinance, zoning resolution, development code, zoning zode,

zoning ordinance, resolution, urban code, planning act, dll (Departemen

PU 2006).

o Aturan Teknis Zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi

ketentuan pemanfaatan ruang seperti kegiatan atau penggunaan lahan,

intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan

prasarana minimum yang harus disediakan, aturan lain yang dianggap

penting, dan aturan khusus untuk kegiatan tertentu (Departemen PU 2006).

o Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah besaran pembangunan yang

diperbolehkan untuk fungsi tertentu berdasarkan pengaturan koefisien

lantai bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien dasar hijau,

kepadatan penduduk, dan/atau kepadatan bangunan tiap persil, tapak, blok

Page 3: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

12

peruntukan, atau kawasan kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya

dalam pembangunan kota (Departemen PU 2006).

o Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan yang berkaitan

dengan mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban agar

pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan

(Departemen PU 2006).

o Koefisien Dasar Bangunan, yang selanjutnya disebut KDB, adalah angka

prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan

terhadap luas tanah perpetakan/persil yang dikuasai sesuai rencana

kabupaten/kota (Departemen PU 2006)..

o Koefisien Lantai Bangunan (KLB) , adalah besaran ruang yang dihitung

dari angka perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas

tanah perpetakan/persil yang dikuasai sesuai rencana kabupaten/kota

(Departemen PU 2006)..

o Koefiisian Dasar Hijau (KDH), adalah angka prosentase berdasarkan

perbandingan jumlah lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau

peresapan air terhadap luas tanah/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

(Departemen PU 2006).

o Ketinggian Bangunan adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan

dihitung mulai dari lantai dasar sampai lantai tertinggi (Departemen PU

2006).

o Garis Sempadan Jalan (GSJ), adalah garis rencana jalan yang ditetapkan

dalam rencana kabupaten/kota (Departemen PU 2006).

o Garis Sempadan Bangunan (GSB), adalah garis yang tidak boleh

dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam

rencana kabupaten/kota (Departemen PU 2006).

Page 4: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

RTRW Kota

Peraturan Zonasi

RTRK / RTBL

RDTRK

13

2.1.2 Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang

Kedudukan peraturan zonasi dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang:

Dalam sistem Rencana Tata Ruang Wilayah, Peraturan Zonasi merupakan

pengaturan lebih lanjut untuk pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam

pola pemanfaatan ruang suatu wilayah.

Peraturan Zonasi yang merupakan penjabaran dari RTRW Kota dapat

menjadi rujukan untuk menyusun RDTRK, dan sangat bermanfaat untuk

melengkapi aturan pembangunan pada penetapan penggunaan lahan yang

ditetapkan dalam RDTRK.

Peraturan Zonasi juga merupakan rujukan untuk penyusunan rencana yang

lebih rinci dari RDTRK, seperti Rencana Teknik Ruang Kawasan (RTRK),

atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Kaitan Peraturan Zonasi dengan berbagai rencana tata ruang tersebut dapat dilihat

pada Gambar 2.1.

Dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang:

Peraturan Zonasi sangat penting dalam proses pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang

Gambar 2.1Kaitan rencana tata ruang dan peraturan

zonasi

Sumber: Departemen PU Tahun 2010

Page 5: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

14

Peraturan Zonasi memiliki tingkat ketelitian yang sama dengan RDTRK,

namun mengatur lebih rinci dan lebih lengkap ketentuan pemanfaatan

ruang dengan tetap mengacu kepada RTRW Kota yang ada.

Perbedaan peran dan fungsi antara RDTRK dengan Peraturan Zonasi

dalam Sistem Penataan Ruang di Indonesia adalah:

o RDTRK merupakan salah satu jenjang rencana tata ruang kota dengan

skala 1: 5000.

o Peraturan Zonasi merupakan salah satu perangkat pengendalian

pemanfaatan ruang yang berisi ketentuan-ketentuan teknis dan

administratif pemanfaatan ruang dan pengembangan tapak.

o Peraturan Zonasi ini telah banyak digunakan di negara berkembang, dan

dapat melengkapi aturan pemanfaatan ruang untuk RDTRK yang telah

ditetapkan.

Peraturan Zonasi adalah peraturan yang menjadi rujukan perijinan,

pengawasan dan penertiban dalam pengendalian pemanfaatan ruang, yang

merujuk pada rencana tata ruang wilayah yang umumnya telah

menetapkan fungsi, intensitas, ketentuan tata massa bangunan, sarana dan

prasarana, serta indikasi program pembangunan.

Peraturan Zonasi juga menjadi landasan untuk manajemen lahan dan

pengembangan tapak.

Secara skematis kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang

Ruang di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.1.3 Cakupan Aturan dan Fungsi Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi pada prinsipnya mencakup aturan-aturan mengenai :

1. Penggunaan lahan dan bangunan (penggunaan utama, penggunaan

pelengkap, penggunaan bersyarat, penggunaan dengan pengecualian

khusus, penggunaan yang dilarang);

2. Intensitas pemanfaatan ruang atau kepadatan pembangunan (KDB, KLB,

KDH, bangunan/Ha);

3. Tata massa bangunan (tinggi bangunan, garis sempadan bangunan, jarak

antarbangunan, luas minimum persil, dll);

Page 6: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

PEMANFAATAN PENGENDALIAN

KegiatanIntensitas

Tata Massa BangunanSarana dan Prasarana

Indikasi Program

Manajemen Lahan (Kawasan)

Land Development (persil, blok, sektor)

Undang-undang Manajemen Lahan

Peraturan, Perijinan, Pengawasan, Penertiban, Kelembagaan

Peraturan Zonasi:Peraturan dan Peta

Kelembagaan dan Administrasi

PERENCANAAN

15

4. Prasarana, ketentuan mnimum eksterior, serta standar-standarnya;

5. Pengendalian (eksternalitas negatif, insentif dan disinsentif, perijinan,

pengawasan, penertiban).

6. Adminstrasi (kelembagaan, prosedur, dan penetapan peraturn daerah).

Peraturan Zonasi berfungsi sebagai panduan mengenai ketentuan teknis

pemanfaatan ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya.

Jika dijabarkan berdasarkan komponen dan cakupan peraturan zonasi, maka

fungsi peraturan zonasi adalah:

a. Sebagai perangkat pengendalian pembangunan

Peraturan zonasi yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan

pembangunan sampai ke tata cara penertibannya.

b. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional

Peraturan Zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata

ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan

Gambar 2.2Kedudukan peraturan zonasi dalam sistem penataan ruang

kota

Sumber: Departemen PU Tahun 2010

Page 7: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

16

tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang

bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.

c. Sebagai panduan teknis pengembangan tapak/pemanfaatan lahan

Peraturan Zonasi mencakup panduan teknis untuk pengembangan atau

pemanfaatan tapak yang mencakup penggunaan lahan, intensitas

pembangunan, tata massa bangunan, prasarana minimum, dan standar

perencanaan.

2.1.4 Kelengkapan Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi terdiri dari:

a. Zoning text/zoning statement/legal text:

Berisi aturan-aturan (regulation).

Menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan, permitted and

conditional uses, minimum lot requirements, standar

pengembangan, administrasi pengembangan zoning.

b. Zoning map:

Berisi pembagian blok peruntukan (zona), dengan ketentuan aturan

untuk tiap blok peruntukan tersebut.

Menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi lahan

dan kawasan.

2.1.5 Teknik Pengaturan Zonasi

Teknik pengaturan zonasi dapat dipilih dari berbagai alternatif dengan

mempertimbangkan tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap teknik

mempunyai karakteristik, tujuan, konsekuensi dan dampak yang berbeda. Oleh

karena itu, pemilihannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Alternatif

teknik pengaturan zonasi yang dapat diterapkan antara lain dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Page 8: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

17

Tabel 2.1 Alternatif teknik pengaturan zonasi

No. Alternatif teknik pengaturan

zonasi

Pengertian

1 Bonus/Insentive Zoning Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan (tinggi bangunan, luas lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan imbalan penyediaan fasilitas publik (arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk memisahkan pejalan dan lalu-lintas kendaraan, ruang bongkar-muat off-street untuk mengurangi kemacetan dll) sesuai dengan ketentuan yang berlalu.

2 Performance Zoning Ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang didasarkan pada kinerja tertentu yang ditetapkan. Performace zoning harus diikuti dengan standar kinerja (performance standards) yang mengikat (misalnya tingkat LOS (Level of Service, Tingkat Pelayanan) jalan minimum, tingkat pencemaran maksimum, dll).

3 Fiscal Zoning Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang berorientasi kepada peningkatan PAD.

4 Special Zoning Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik setempat (universitas, pendidikan, bandar udara) untuk mengurangi konflik antara area ini dan masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area tersebut. Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran lalu-lintas dan sebagainya).

5 Exclusionary Zoning Ketentuan/aturan pada satu/beberapa blok peruntukan yang menyebabkan blok peruntukan tersebut menjadi ekslusif. Ketentuan ini mengandung unsur diskriminasi (misalnya, penetapan luas persil minimal 5000m2 menyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah tidak dapat tinggal dalam blok tersebut).

6 Contract Zoning Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik properti dan komisi perencana (Dinas Tata Kota atau TKPRD/BKPRD) atau lembaga legislatif (DPRD) yang dituangkan dalam bentruk kontrak berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

7 Negotiated Development Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi antarstakeholder

8 TDR (Transfer Of Development Right)

Ketentuan untuk menjaga karakter kawasan setempat. Kompensasi diberikan pada pemilik yang kehilangan hak

Page 9: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

18

membangun atau pemilik dapat mentransfer/menjual hak membangunnya (bisasanya luas lantai bangunan) kepada pihak lain dalam satu distrik/kawasan.

9 Design/Historic Preservation Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan elemen lainnya (keindahan, tata informasi dll) untuk memelihara visual dan karakter budaya, bangunan dan kawasan masyarakat setempat yang ditetapkan dalam peraturan-perundangan pelestarian.

10 Overlay Zone Satu atau beberapa zona yang mengacu kepada satu atau beberapa peraturan zonasi (misalnya kawasan perumahan di kawasan yang harus dilestarikan akan merujuk pada aturan perumahan dan aturan pelestarian bangunan/kawasan).

11 Floating Zone Blok peruntukan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya, dan penetapan peruntukannya didsarkan pada kecenderungan perubahannya/perkembangannya, atau sampai ada penelitian mengenai pemanfaatan ruang tersebut yang paling tepat.

12 Flood Plain Zone Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir untuk mencegah atau mengurangi kerugian.

13 Conditional Uses Seringkali disebut sebagai pemanfaatan khusus, merupakan izin pemanfaatan ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria atau kondisi khusus zona tersebut memungkinkan atau sesuai dengan pemanfaatan ruang yang diinginkan.

14 Growth Control Pengendalian ini dilakukan melalui faktor faktor pertumbuhan seperti pembangunan sarana dan prasarana melalui penyediaan infrastruktur yang diperlukan, mengelola faktor ekonomi dan sosial hingga politik.

Sumber: Departemen PU Tahun 2010

2.2 Kebijakan dan Standar

2.2.1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007, pengendalian pemanfaatan

ruang diselenggarakan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian

insentif dan disinisentif, serta pengenaan sanksi. Hal ini berbeda dengan Undang-

undang Penataan Ruang yang lama, pengendalian pemanfaatan ruang

diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap

pemanfaatan ruang. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan

dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi. Sedangkan penertiban

Page 10: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pengaturan Pembinaan Pelaksanaan Pengawasan

Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian

Program

Pembiayaan

Peraturan zonasi

Perizinan

Insentif & Disinsentif

Pengenaan Sanksi

19

diselenggarakan dalam bentk pengenaan sanksi. Untuk lebih jelasnya, substansi

penyelenggaraan penataan ruang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

2.2.2 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Dalam peraturan ini diatur mengenai penataan kegiatan perdagangan, sebagai

berikut:

1. Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, harus memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

Lokasi pendirian wajib mengacu RTRWK dan RDTR, termasuk

Peraturan zonasinya.

Batasan luas lantai penjualan toko modern adalah sebagai berikut:

a. Minimarket ≤ 400 m2

Gambar 2.3Substansi penyelenggaraan penataan ruang

Sumber: UU No 26 Tahun 2007

Page 11: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

20

b. Supermarket 100 m2 – 5.000 m2

c. Hypermarket ≥ 5.000 m2

d. Departement Store ≥ 400 m2

e. Perkulakan ≥ 5.000 m2

Sistem penjualan dan jenis barang dagangan toko modern adalah

sebagai berikut:

a. Minimarket, supermarket dan hypermarket menjual secara eceran

banrang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah

tangga lainnya;

b. Departement store menjual secara eceran barang konsumsi

utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan

barang berdasarkan jenis kelamin dan/ tingkat usia konsumen; dan

c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.

Pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern wajib:

a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat,

keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah

yang ada di wilayah yang bersangkutan;

b. Memperhatikan jarak antara hypermarket dengan pasar tradisional

yang telah ada sebelumnya;

c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1

(satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 luas lantai

penjualan pusat perbelanjaan dan/ atau toko modern; dan

d. Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar yang bersih, sehat

(hygienis), aman, tertib dan nyaman.

Penyediaan areal parkir dapat dilakukan berdasarkan kerjasama antara

pengelola pasar tradisional dengan pihak lain.

Berikut ini ketentuan penataan kegiatan perdagangan yang terkait dengan

lokasional:

1. Perkulakan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sisten jaringan

jalan arteri atau kolektor primer atau sekunder.

2. Hypermarket dan pusat perbelanjaan:

Page 12: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

21

a. Hanya boleh berlokasi pada atau akses sistem jaringan jalan arteri

atau kolektor; dan

b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan

di dalam kota/perkotaan.

3. Supermarket dan departement store:

a. Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan;

b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam

kota/perkotaan.

4. Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk

sistem jaringan jalan lingkuangan pada kawasan pelayanan lingkungan

(perumahan) di dalam kota/perkotaan.

5. Pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan,

termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan

pelayanan bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan (perumahan)

di dalam kota/perkotaan.

2.2.3 Perda No. 15 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Tangerang Selatan

Dalam kebijakan RTRW Kota ditetapkan ketentuan mengenai zonasi, yang dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

2.2.4 Permen PU No.41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya

Ketentuan umum ini berisi fungsi utama, kriteria umum, dan kaidah perencanaan

kawasan budi daya.

A. Kawasan peruntukan permukiman

1. Fungsi utama

Kawasan peruntukan permukiman memiliki fungsi antara lain:

a) Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung

peri kehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan

interaksi sosial;

b) Sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta

sarana bagi pembinaan keluarga.

Page 13: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

22

Struktur Ruang

Materi Yang DiaturMateri Yang Diatur Materi Yang

DiaturMateri Yang Diatur Materi Yang

DiaturSub-Pusat Pelayanan Kota (SPK)

Kecamatan Pamulang, fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum, perdagangan dan jasa dan perumahan kepadatan tinggi

1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemerintahan, perdagangan dan jasa skala kota, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olah raga, sarana transportasi dan telkomunikasi, sarana rekreasi dan RTH;

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rumah susun atau apartemen, rumah toko atau rumah kantor, dan kegiatan pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan jasa; dan

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi industri, bengkel alat berat, dan kegiatan-kegiatan yang mengganggu enyamanan serta menimbulkan pencemaran.

1. KDB paling tinggi sebesar 60 (enam puluh) persen;

2. KLB maksimal 7,2 (tujuh koma dua); dan

3. KDH paling rendah sebesar 10 (sepuluh) persen.

1. pelayanan pendidikan untuk sekolah lanjutan pertama dan lanjutan atas;

2. pelayanan kesehatan berupa puskesmas;

3. pelayanan umum berupa kantor kecamatan;

4. pelayanan ibadah berupa masjid;

5. pelayanan keamanan berupa kantor polisi/polsek;

6. pelayanan sosial berupa bagian dari kantor kecamatan;

7. pelayanan budaya berupa bagian dari kantor kecamatan;dan

8. pelayanan ekonomi berupa pasar kecamatan.

berupa sebuah kawasan subpusat pelayanan kota atau menyebar dengan jarak relative dekat dan mudah dicapai; dan mempunyai aksesibilitas tinggi

Pusat Lingkungan (PL)Kelurahan Pondok Benda

1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemerintahan, perdagangan dan jasa skala lokal, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olah raga, sarana transportasi dan telkomunikasi, sarana rekreasi dan RTH;

1. KDB maksimum 60 (enam puluh) persen;

2. KLB maksimum 4 (empat); danKDH paling rendah sebesar 10 (sepuluh) persen.

1. pelayanan pendidikan untuk sekolah dasar;

2. pelayanan kesehatan berupa poliklinik;

3. pelayanan umum berupa kantor kelurahan;

4. pelayanan

berupa sebuah kawasan atau menyebar dengan jarak relatif dekat dan mudah dicapai; dan dilengkapi dengan sarana perparkiran.

Tabel 2.2Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang Kota Tangerang Selatan

Page 14: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

23

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rumah susun atau apartemen, rumah toko atau rumah kantor, dan kegiatan pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan jasa; dan

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi industri, bengkel alat berat, dan kegiatan-kegiatan yang mengganggu kenyamanan serta menimbulkan pencemaran.

ibadah berupa masjid;

5. pelayanan sosial berupa bagian dari kantor kelurahan;

6. pelayanan budaya berupa bagian dari kantor kelurahan;dan

7. pelayanan ekonomi berupa pertokoan.

Sumber: Lampiran XXIIa Perda Kota Tangerang Selatan No 15 Tahun 2011

2. Kriteria umum dan kaidah perencanaan:

a) Ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peran masyarakat, dan

pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman dan Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana

Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP);

b) Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai

dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan

lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat

memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan

masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan

hidup;

c) Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan

terjangkau oleh sarana tranportasi umum;

d) Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus

didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat

Page 15: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

24

perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan,

penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan,

pendidikan, agama);

e) Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;

f) Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;

g) Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun

(lisiba), penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan

pengelolaan; dan pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan

Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.

3. Ketentuan teknis

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:

a) Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);

b) Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh

penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air

antara 60 liter/org/hari - 100 liter/org/hari;

c) Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);

d) Drainase baik sampai sedang;

e) Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/ pantai/ waduk/ danau/ mata

air/ saluran pengairan/ rel kereta api dan daerah aman penerbangan;

f) Tidak berada pada kawasan lindung;

g) Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga;

h) Menghindari sawah irigasi teknis.

B. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa

1. Fungsi utama

Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa memiliki fungsi antara lain:

a) Memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat

yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa

(sisi penawaran);

b) Menyerap tenaga kerja di perkotaan dan memberikan kontribusi yang

dominan terhadap PDRB.

2. Kriteria umum dan kaidah perencanaan:

Page 16: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

25

a) Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung

disesuaikan dengan kebutuhan konsumen;

b) Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:

bangunan usaha perdagangan (eceran dan grosir): toko, warung, tempat

perkulakan, pertokoan, dan sebagainya;

bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, dan penginapan

lainnya;

bangunan penyimpanan dan pergudangan: tempat parkir, gudang;

bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;

bangunan pariwisata/rekreasi (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.

c) Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan perdagangan dan jasa

diperuntukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap

memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang

berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi

lingkungan hidup.

3. Ketentuan teknis

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:

a) Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;

b) Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;

c) Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos

polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan

sarana penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung; Terdiri

dari perdagangan lokal, regional, dan antar regional.

Kriteria dan batasan teknis:

a) Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah

berada pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan

(IMB);

b) Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian

depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu;

c) Perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung

disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani;

Page 17: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

26

d) Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:

bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir): toko, warung, tempat

perkulakan, pertokoan;

bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, penginapan;

bangunan penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, gudang;

bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;

bangunan pariwisata (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.

2.2.5 SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia yang selain berfungsi sebagai tempat

berteduh dan melakukan kegiatan sehari-hari dalam keluarga, juga berperan besar

dalam pembentukan karakter keluarga. Sehingga selain harus memenuhi

persyaratan teknis kesehatan dan keamanan, rumah juga harus memberikan

kenyamanan bagi penghuninya, baik kenyamanan thermal maupun psikis sesuai

kebutuhan penghuninya.

A. Persyaratan lokasi

Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen

perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat,

dengan kriteria sebagai berikut:

a) Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi

tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan

pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas

bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan

tinggi;

b) Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi

tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas

ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam;

Page 18: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

27

c) Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian

(aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung

atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana

lingkungan tersedia);

d) Kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), dicapai

dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan

lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh

rawa atau danau/setu/sungai/kali dan sebagainya;

e) Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan

pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan

kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;

f) Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan

jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna

lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana-utilitas

lingkungan; dan

g) Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan

keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama

aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/lokal setempat.

2. Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-faktor

berikut ini:

a) Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali

dengan rekayasa/ penyelesaian teknis.

b) Kemiringan lahan tidak melebihi 15% (lihat Tabel 2.3) dengan

ketentuan:

tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan

bermorfologi datar/landai dengan kemiringan 0-8%; dan

diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%

B. Asumsi dasar lingkungan perumahanJumlah penghuni rumah rata-rata : 5 jiwa

Jarak ideal jangkauan pejalan kaki : 400 m

Page 19: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Sumber: SNI 03-1733-2004

Tabel 2.3Kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemiringan

lereng

28

Klasifikasi Kawasan Kepadatan

Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat

Kepadatan Pendudukan (jiwa/ha)

< 150 151 - 200 200 - 400 > 400

Kebutuhan Rumah Susun

Alternatif Disarankan Disyaratkan Disyaratkan

(untuk kawasan tertentu)

(untuk pusat-pusat kegiatan kota dan kawasan tertentu)

(peremajaan lingkungan pemukiman perkotaan)

(peremajaan lingkungan pemukiman perkotaan)

Sumber: SNI 03-1733-2004

C. Perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan

Dalam lingkungan perumahan perkotaan diperlukan sarana dan prasarana untuk

menunjang kebutuhan penduduk. Sarana lingkungan merupakan fasilitas

Tabel 2.4Kebutuhan rumah susun berdasarkan kepadatan penduduk

Peruntukkan Lahan

Kelas Sudut Lereng (%)

0 - 3 3 - 5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 20 - 30 30 - 40 > 40

Jalan Raya                

Parkir                

Taman Bermain                

Perdagangan                

Drainase                

Permukiman                

Trotoar                Bidang resapan septik                

Tangga umum                

Rekreasi                

Page 20: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

29

penunjang, yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Adapun rincian kebutuhan sarana

lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Dalam lingkungan perumahan selain diperlukan sarana juga diperlukan prasarana.

Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Berikut ini diuraikan standar jalan dan pedestrian yang akan digunakan sebagai

acuan perencanaan lingkungan perumahan perkotaan. Adapun Tabel 2.6

menunjukkan ketentuan klasifikasi jalan di lingkungan perumahan.

Penyediaan jaringan sirkulasi pedestrian

Beberapa prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi pada perencanaan jalur

pedestrian adalah:

1. Asas keterkaitan/ keterhubungan (connections), yaitu bagaimana membuat

jalinan jejaring sirkulasi pedestrian yang saling menghubungkan berbagai

area yang dapat dijangkau pejalan kaki;

2. Azas kemudahan pencapaian (convenience), yaitu bagaimana membuat

kemudahan sirkulasi yang dapat secara langsung dicapai dan dipergunakan

oleh publik secara umum dengan mudah;

3. Azas keselamatan/keamanan dan atraktif (convivial), yaitu bagaimana

membentuk lingkungan yang menjamin pejalan kaki bergerak dengan

terlindungi dan aman terutama terhadap sirkulasi kendaraan bermotor di

sekitarnya sekaligus aman terhadap kemungkinan gangguan kriminalitas,

serta bagaimana membentuk lingkungan yang kondusif bagi pejalan kaki

untuk lebih memilih berjalan kaki dengan menggunakan jaringan sirkulasi

pedestrian yang disediakan akibat penyelesaian lingkungan sekitar

jaringan sirkulasi ini yang menarik bagi pejalan kaki;

Page 21: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Tabel 2.5Kebutuhan sarana penduduk

30

No.

Jenis Sarana

Jumlah Penduduk Pendukung

(iwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standard (m2/jiwa)

Radius Pencap

aian

Kriteria Lokasi dan Penyelesaian

Luas Lantai Min. (m2)

Luas Lahan Min. (m2)

A. Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum1 Pos

Kamtib30.000 72 200 0,006 Dapat dijangkau

dengan kendaraan umum. Beberapa

sarana dapat digabung dalam

satu atau kelompok bangunan pada

tapak yang sama. Agen layanan pos dapat bekerja sama dengan pihak yang mau berinvestasi dan bergabung

dengan sarana lain dalam bentuk

wartel, warnet, atau warpostel. Loket pembayaran air

bersih dan listrik lebih baik saling

bersebelahan.

2 pos pemadam kebakara

n

30.000 72 200 0,006

Agen pelayana

n pos

30.000 36 72 0,0024

Loketpembayar

an airbersih

30.000 21 60 0,002

Loketpembayar

anlistrik

30.000 21 60 0,002

telepon umum,

bis surat, bak

sampah kecil

30.000 - 80 0,003 Lokasinya disebar pada titik-titik

strategis atau di sekitar pusat lingkungan.

parkir umum

30.000 - 500 0,017 Dilokasikan dapat melayanikebutuhan

bangunan saranakebudayaan dan

rekreasi lainberupa geduang

serba guna /balai karang taruna.

B. Sarana Pendidikan Dan PembelajaranTaman

Kanak-kanak1.250 216

termasukrumah

penjaga36 m2

500 0,28 m2/j 500 m’ Di tengahkelompok warga.

Tidakmenyeberang

jalan raya.Bergabung

dengan tamansehingga terjadipengelompokan

kegiatan.

SekolahDasar

1.600 633 2.000 1,25 1.000 m’

Page 22: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Tabel 2.5Kebutuhan sarana penduduk

Tabel 2.5Kebutuhan sarana penduduk

31

No.

Jenis Sarana

Jumlah Penduduk Pendukung

(iwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standard (m2/jiwa)

Radius Pencap

aian

Kriteria Lokasi dan Penyelesaian

Luas Lantai Min. (m2)

Luas Lahan Min. (m2)

SLTP 4.800 2.282 9.000 1,88 1.000 m’

Dapat dijangkaudengan

kendaraan umum.Disatukan dengan

lapangan olahraga.

Tidak selalu harusdi pusat

lingkungan.

SMU 4.800 3.835 12.500 2,6 3.000 m’

TamanBacaan

2.500 72 150 0,09 1.000 m’

Di tengah kelompok warga

tidak menyeberang jalan

lingkungan.

C. Sarana KesehatanBKIA / Klinik

Bersalin

30.000 1.500 3.000 0,1 4.000 m’

Dapatbergabung

dalam lokasibalai warga

PuskesmasPembantudan Balai

PengobatanLingkungan

30.000 150 300 0,006 1.500 m’

Dapat bergbung dalam

lokasi kantorkelurahan

Apotik /RumahObat

30.000 120 250 0,025 1.500 m’

Dapat bersatudengan rumahtinggal/tempatusaha/apotik

D. Sarana PeribadatanMusholla/Langgar

250 45 100bila

bangunantersendiri

0,36 100 m’ Di tengah kelompok

tetangga. Dapat merupakanbagian dari

bangunan sarana lain

MesjidWarga

2.500 300 600 0,24 1.000 m’

Di tengah kelompok

tetangga tidakmenyeberang jalan

raya. Dapat bergabung

dalam lokasi balai warga.

MesjidLingkungan(Kelurahan)

30.000 1.800 3.600 0 Dapat dijangkau dengan kendaraan

umumSaranaibadah

agama lain

Tergantung

sistemkekeraba

Tergantungkebiasaansetempat

Tergantung

kebiasaansetempat

Page 23: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Tabel 2.5Kebutuhan sarana penduduk

Tabel 2.5Kebutuhan sarana penduduk

32

No.

Jenis Sarana

Jumlah Penduduk Pendukung

(iwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standard (m2/jiwa)

Radius Pencap

aian

Kriteria Lokasi dan Penyelesaian

Luas Lantai Min. (m2)

Luas Lahan Min. (m2)

tan /hirarkilembaga

E. Sarana Perdagangan dan Niaga

Toko /Warung

250 50(termasukgudang)

100(bila

berdirisendiri)

0,4 300 m’ Di tengahkelompok tetangga. Dapat merupakan bagian dari sarana

lainPertokoan 6.000 1.200 3.000 0,5 2.000

m’Di pusat kegiatansub lingkungan.KDB 40% Dapatberbentuk P&D

PusatPertokoan +

PasarLingkungan

30.000 13.500 10.000 0,33 Dapat dijangkau dengan kendaraan

umum

F. Sarana Kebudayaan dan RekreasiBalai Warga/

BalaiPertemuan

2.500 150 300 0,12 100 m’ Di tengah kelompok tetangga. Dapat merupakan

bagian dari bangunansarana lain

Balai Serbaguna /

Balai KarangTaruna

30.000 250 500 0,017 101 m’ Di pusat lingkungan.

G. Sarana Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olah RagaTaman

/Tempat Main

2.500 1.250 0,5 1.000 Di pusat kegiatan lingkungan

Taman danLapanganOlah Raga

30.000 9.000 0,3 Sedapat mungkin berkelompk

dengan sarana pendidikan.

Sumber: SNI 03-1733-2004

4. Azas kenyamanan (comfortable), yaitu bagaimana membentuk lingkungan

yang nyaman bagi pejalan kaki dikaitkan dengan penciptaan dimensi

besaran ruang gerak yang memenuhi standar kenyamanan pejalan kaki

ketika melewatinya; dan

Page 24: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

33

5. Azas kejelasan/kemudahan pengenalan (conspicuousness), yaitu

bagaimana menyelesaikan lingkungan pedestrian dengan sistem

pergerakan yang mudah diamati dan diikuti, baik rute dan arahnya, serta

mudah dikenali keberadaannya di antara jejaring sirkulasi lain.

Beberapa kriteria dalam penyelesaian jalur pedestrian ini adalah:

1. jalur pejalan kaki diletakkan menyatu secara bersisian dengan jalur jalan

pada kedua sisi jalan pada area daerah milik jalan / damija

2. dalam kondisi tertentu, jika memang terpaksa jalur pedestrian ini dapat

hanya pada satu sisi saja. Salah satu kondisi khusus tersebut adalah kondisi

topografi atau keadaan vegetasi di sepanjang jalur jalan yang tidak

memungkinkan menampung volume kendaraan pada jalur jalan yang

relatif sempit. Perletakkan jalur yang hanya satu sisi ini memiliki

konsekuensi dimana pejalan kaki akan menggunakan jalur jalan sebagai

lintasannya. Hal tersebut dimungkinkan dengan persyaratan bahwa

kecepatan kendaraan yang melalui jalur jalan relatif rendah (sekitar 15

km/jam) dan kondisi perkerasan jalan yang tidak terlampau licin. Untuk itu

kemungkinan penyelesaian perkerasan adalah menggunakan bahan bukan

aspal (misalnya paving block) pada klasifikasi jalan setingkat jalan lokal

primer atau jalan lokal sekunder. Tambahan yang perlu diperhatikan pada

kasus khusus ini adalah dianjurkan adanya elemen pembatas sebagai

pengaman bagi pejalan kaki sehingga keamanan pejalan kaki dapat

terjamin.

3. permukaan perkerasan jalur pejalan kaki secara umum terbuat dari bahan

anti slip;

4. perkerasan jalur pejalan kaki ini harus menerus dan tidak terputus terutama

ketika menemui titik-titik konflik antara jalur pejalan kaki dengan moda

transportasi lain seperti jalur masuk kapling, halte, dan lain sebagainya;

5. penyelesaian pada titik-titik konflik ini harus diselesaikan dengan

pendekatan kenyamanan sirkulasi pejalan kaki sebagai prioritas utamanya;

6. lebar jalur untuk pejalan kaki saja minimal 1,20 m;

7. jika terdapat jalur sepeda, maka lebar jalur untuk pejalan kaki dan sepeda

minimal 2,00 m;

Page 25: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

34

8. kemiringan jalur pedestrian (trotoar) memiliki rasio 1:2;

9. tata hijau pada sisi jalur pedestrian mutlak diperlukan sebagai elemen

pembatas dan pengaman (barrier) bagi pejalan kaki, sebagai peneduh yang

memberi kenyamanan, serta turut membentuk karakter wajah jalan dari

koridor jalan secara keseluruhan;

10. pembatas fisik lain yang bersifat ringan, seperti penggunaan bollards

diperlukan sebagai elemen pengaman dan pembatas antara sirkulasi

manusia pejalan kaki dengan sirkulasi kendaraan;

11. harus dihindari bentukan jalur pejalan kaki yang membentuk labirin yang

tertutup dan terisolasi dengan lingkungan sekitarnya karena dapat memicu

terjadinya kejahatan;

12. ukuran lebar jalur pejalan kaki sesuai dengan hirarki jalan yang

bersangkutan.

2.2.6 PDT-18-2004B Tentang Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Kawasan Perkotaan, Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan kolektor sekunder harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a. Kriteria-kriteria jalan kolektor sekunder terdiri atas :

- Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling

rendah 20 (dua puluh) km/jam.

- Lebar badan jalan kolektor sekunder paling rendah 9 (sembilan) meter.

- Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.

- Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari

sistem primer dan arteri sekunder.

b. Sifat-sifat jalan kolektor sekunder terdiri atas :

- Jalan kolektor sekunder menghubungkan :

o Antar kawasan sekunder kedua.

- Kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Kendaraan

angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah

pemukiman.

Page 26: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

35

- Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.

HirarkiJalan

Perumahan

Dimensi dari Elemen-eleman Jalan Dimensi pada Daerah Jalan

Perkerasan (m)

Bahu Jalan (m)

Pedestrian (m)

Trotoar (m)

Damaja(m)

Damija (m)

DawasjaMin.(m)

GSBMin.(m)

LokalSekunder I

3.0-7.0(mobil motor)

1.5-2.0(darura

tparkir)

1.5(pejalan

kaki,vegetasi,

penyandangcacat roda)

0.5 10.0-12.0

13.0 4.0 10.5

LokalSekunder II

3.0-6.0(mobil motor)

1.0-1.5(darura

tparkir)

1.5(pejalan

kaki,vegetasi,

penyandangcacat roda)

0.5 10.0-12.0

12.0 4.0 10.0

LokalSekunder

III

3.0(mobil motor)

0.5(darura

tparkir)

1.2(pejalan

kaki,vegetasi,

penyandangcacat roda)

0.5 8.0 8.0 3.0 7.0

Lingkungan I

1.5-2.0(pejalan

kaki,penjualdorong)

0.5 0.5 3.5-4.0 4.0 2.0 4.0

Lingkungan II

1.2(pejalan

kaki,penjualdorong)

0.6 0.5 3.2 4.0 2.0 4.0

Sumber: SNI 03-1733-2004

Gambar 2.4Penampang tipikal jalan kolektor sekunder minimum

Tabel 2.6 Klasifikasi jalan di lingkungan perumahan

Sumber: PDT-18-2004B

Page 27: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Permen PU 20/PRT/M/2011

Zoning TextZoning Maps

Pedoman Penyusunan Peraturan Zonasi Edisi 2010, Dept PU

Kedudukan zonasi dalam sistem penataan ruang

Cakupan Aturan dan Fungsi Peraturan Zonasi

Teknik Pengaturan Zonasi

Perda No. 15 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Tangerang Selatan

Permen PU No.41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya

SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

36

2.3 Ringkasan Teori dan Kebijakan

Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori dan kebijakan untuk menunjang

analisa penelitian. Teori dan kebijakan yang digunakan telah diuraikan pada

pembahasan diatas, untuk mempermudah melihat keterkaitan antar teori dan

kebijakan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5Kerangka teori dan kebijakan yang digunakan

Sumber: Hasil Identifikasi 2013

Page 28: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

37

2.4 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-

prinsip dasar, bukan sekadar methods atau cara untuk melakukan penelitian.5

2.4.1 Jenis Penelitian

Studi ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif

semata-mata mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau

karakteristik sekelompok manusia, benda atau peristiwa. Pada dasarnya, penelitian

deskripsi kualitatif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan

pembentukan skema-skema klasifikasi. Penelitian deskriptif bertujuan

menggambarkan secara cermat karaktekristik dari suatu gejala atau masalah yang

diteliti, juga fokus pada pertanyaan dasar “bagaimana” dengan berusaha

mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa

banyak detail yang tidak penting.

Tipe penelitian deskriptif digunakan jika ada pengetahuan atau informasi tentang

gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan. Pengetahuan tersebut

diperoleh dari survei literatur, laporan hasil penelitian, atau dari hasil studi

eksplorasi. Melalui pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gejala yang

diselidiki dan dengan melakukan pengukuran yang cermat atas masalah tersebut

akan dapat dideskripsikan secara jelas dan terperinci tentang apa, siapa, kapan,

dimana, bagaimana, dan mengapa dari gejala tersebut. Jadi, penelitian deskriptif

berhubungan dengan frekuensi, jumlah dan karakteristik dari gejala yang diteliti.6

2.4.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat didefinisikan sebagai satu proses mendapatkan data

melalui responden dengan menggunakan metode tertentu7. Data untuk suatu

penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber data dibedakan atas

sumber data primer dan sumber data sekunder.

5 Silalahi Ulber.2009.Metode Penelitian Sosial.Bandung:Refika Aditama.h 14.6 Silalahi Ulber.2009.Metode Penelitian Sosial.Bandung:Refika Aditama.h 27-28.7 Silalahi Ulber.2009.Metode Penelitian Sosial.Bandung:Refika Aditama.h 280.

Page 29: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

38

1. Sumber Data Primer

Sumber primer adalah suatu objek atau dokumen original-material mentah dari

pelaku yang disebut “first-hand information”. Data yang dikumpulkan dari situasi

aktual ketika peristiwa terjadi dinamakan data primer. Data primer mempunyai

keuntungan karena sesuai dengan tujuan penelitian dan dikumpulkan dengan

prosedur yang ditetapkan dan dikontrol oleh peneliti. Akan tetapi, pengumpulan

data primer seringkali melebihi biaya dan waktu yang tersedia bagi penelitian.

Dalam penelitian ini metode pengambilan data primer dilakukan dengan metode

survei. Survei merupakan usaha untuk mengumpulkan data dari anggota populasi

untuk menentukan status terakhir dari populasi menegnai satu atau lebih

fenomena. Ada dua tipe utama pengumpulan data yang digunakan untuk metode

survei, yakni kuesioner atau angket dan interview (wawancara).

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan satu mekanisme pengumpulan data yang efisien bila

peneliti mengetahui secara jelas apa yang disyaratkan dan bagaimana

mengukur variable yang diminati. Tipe kuesioner yang digunakan oleh peneliti

adalah pertanyaan dan jawaban tertutup. Pertanyaan tertutup meminta

responden membuat pilihan di antara satu set alternatif tertentu yang telah

ditetapkan oleh peneliti. Tujuan pengumpulan data melalui metode kuesioner

ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan yang ada di

dekitar tempat tinggal mereka. Sehingga dari beberapa kegiatan yang ada di

ketahui kegiatan apa yang mengganggu kenyamanan atau ketenangan

masyarakat.

Langka-langkah dalam pelaksanaan pengumpulan data dengan metode

kuesioner adalah:

Pernyataan masalah

Pilih subjek

Susun kuesioner: lebih atraktif dan singkat serta mudah dijawab

Validasi kuesioner

Siapkan surat pengantar

Uji coba kuesioner kepada sampel kecil dari subjek

Tindaklanjuti kegiatan

Page 30: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

39

Lakukan pengeditan kuesioner dan pengkodean terhadap tiap respon

Analisis data

Tulis satu laporan yang menyajikan temuan.

2. Wawancara

Wawancara dibedakan atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Tipe

wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara tidak terstruktur.

Wawancara tak terstruktur tidak memiliki setting wawancara dengan frekuensi

pertanyaan yang direncanakan yang akan ditanyakan kepada responden.

Wawancara dilakukan peneliti terutama dalam memilih dan merumuskan

masalah dalam studi pendahuluan atau penjajakan, dengan maksud untuk

menggali beberapa faktor dalam situasi yang mungkin menjadi pusat untuk

masalah utama penelitian.

3. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak akan didapat

selain dengan melakukan survei lapangan. Observasi dalam penelitian ini

diperlukan untuk mengamati kegiatan atau penggunaan lahan, intensitas

pemanfaatan ruang, tata letak bangunan, tata massa bangunan, serta kondisi

sarana-prasarana yang ada. Alat yang digunakan dalam observasi ini adalah

Geographycal Positioning System (GPS) untuk meng-update penggunaan

lahan eksisting setelah melihat penggunaan lahan lokasi penelitian melalui foto

citra udara (Google Earth). Selain GPS alat yang digunakan adalah camera

sebagai dokumentasi untuk menggambarkan kondisi lapangan saat ini.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari

sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan, sumber

sekunder meliputi komentar, interpretasi, atau pembahasan tentang materi

original. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian penyusunan peraturan

zonasi adalah data profil/monografi wilayah studi seperti kepadatan penduduk,

penggunaan lahan, jumlah sarana dan prasarana, kondisi morfologi Kelurahan

Benda Baru dan Kelurahan Pondok Benda. Dalam penelitian ini juga diperlukan

studi literatur mengenai pedoman teknis penyusunan aturan zonasi edisi 2010,

Page 31: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

40

Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, Peraturan

Daerah No. 15 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Tangerang Selatan 2011, Standar

Nasional Indonesia 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan Perkotaan, standar sarana dan prasarana Departemen PU berdasarkan

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/1987, Peraturan Menteri PU

No.41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, SK

Menteri PU No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.

2.4.3 Teknik Pemilihan Sampel

Ada dua tipologi utama dari teknik pemilihan sampel yang umum digunakan

yakni pemilihan sampel probabilitas (probability) atau juga disebut pemilihan

sampel acak (random sampling) dan sampel tak probabilitas (nonprobability)

atau disebut sampel tak acak (non random sampling). Peneliti menggunakan

pemilihan sampel tak acak karena elemen dalam populasi tidak memiliki peluang

yang sama untuk dipilih menjadi subjek dalam sampel. Terdapat beberapa jenis

teknik penarikan sampel nonprobabilitas yaitu sampel aksidental (accidental

sampling), sampel kuota (quota sampling), sampel bertujuan (purposive

sampling), sampel bola salju (snowball sampling). Teknik penarikan sampel yang

digunakan penelitian untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak yaitu

purposive sampling. Pemilihan sampel purposif, merupakan pemilihan siapa

subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang

dibutukan. Oleh karena itu, peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian atas

karakteristik anggota sampel yang dengannya dapat diperoleh data sesuai dengan

maksud penelitian8.

Teknik sampel ini digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap

kegiatan di sekitar tempat tinggalnya. Kegiatan yang ada di sekitar tempat tinggal

perlu dilakukan survei untuk mengetahui jenis kegiatan apa saja yang ada dan

dilakukan pemilahan kegiatan yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti atau

yang ingin diketahui. Setelah diidentifikasi terdapat 15 jenis kegiatan yang ingin

8 Silalahi Ulber.2009.Metode Penelitian Sosial.Bandung:Refika Aditama.h 250.

Page 32: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

41

diketahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan kegiatan tersebut. Oleh karena

itu pemilihan sampel dilakukan tak acak karena hanya populasi tertentu saja yang

dapat berpendapat.

Estimasi ukuran sampel dilakukan dengan melihat rumah masyarakat yang

berdampak langsung dengan keberadaan kegiatan yang diteliti, yaitu yang

bertetanggaan langsung. Dalam hal ini peneliti mengambil lima populasi dari tiap

jenis kegiatan sehingga keseluruhan sampel adalah 75 sampel. pengambilan

sampel hanya dilakukan pada 5 populasi yang bertetanggaan atau berdekatan

dengan kegiatan yang ada. Pengambilan jumlah sampel dilakukan berdasarkan

hasil observasi dan wawancara dan hanya sampel yang bertetanggaan langsung

atau berdekatan saja yang merasakan keberadaan kegiatan yang ada.

2.4.4 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Dalam kegiatan pengolahan dan analisa data digunakan beberapa perangkat lunak

(software) sebagai alat bantu. Data citra Google Earth digunakan untuk dasar

pembuatan peta identifikasi awal penggunaan lahan di lokasi penelitian. Global

Mapper 11 digunakan untuk menggeoratifikasikan titik-titik koordinat dari GPS,

MapInfo Professional 10.0 digunakan untuk mendigitasi dan mengolah data

penggunaan lahan yang sudah di update menggunakan GPS dan

digeoratifikasikan oleh Globbal Mapper, ArcGIS 9 digunakan untuk mengedit,

mengolah, menganalisa data spasial serta lay-outing. Pada data tabular, SPSS 13.0

digunakan untuk mengolah data kuesioner yang telah disebar, sedangkan dalam

perangkat lunak Microsoft Office digunakan untuk penulisan.

2.4.5 Metode Penelitian

Metodologi penelitian dilakukan beberapa tahap berdasarkan pencapaian sasaran

penelitian, sebagai berikut:

Tahap Awal:

1. Melihat potensi dan permasalahan di lokasi studi

2. Menetapkan deliniasi lokasi studi berdasarkan batasan fisik dan

permasalahan yang ada.

Page 33: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

42

3. Melakukan intepretasi terhadap RTRW Kota Tangerang Selatan dengan

melihat rencana pola dan struktur ruang untuk mengetahui rencana

pengembangan kawasan.

Tahap Pengumpulan Data:

Dalam pengumpulan data, metode yang digunakan adalah metode survei. Metode

survei adalah penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari

gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik

tentang intitusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu

daerah. Berikut ini adalah tahapan dalam pengumpulan data:

1. Identifikasi penggunaan lahan di calon lokasi penelitian berdasarkan data

citra satelit (Google Earth) sebelum melakukan survei lapangan.

2. Survei tahap I, yaitu survei penjajakan dengan observasi untuk melihat

langsung kondisi lapangan dan penggunaan lahan di calon lokasi dan

melakukan wawancara mengenai permasalahan yang ada di calon lokasi

penelitian.

3. Perumusan masalah utama penelitian untuk menetapkan lokasi penelitian

berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara lapangan.

4. Survei tahap II, yaitu observasi dan dokumentasi untuk mengidentifikasi

intensitas pemanfaatan ruang (KDB, KLB, KDH), tata letak bangunan, tata

massa bangunan (GSB, jarak bebas antar bangunan, ketinggian bangunan,

amplop bangunan, tampilan bangunan), kondisi sarana-prasarana (parkir,

bongkar muat, dimensi jalan dan kelengkapannya) serta mengindetifikasi

daerah yang memiliki masalah fisik yaitu daerah banjir dan daerah mix-

used. Pada tahap ini peneliti menggunakan GPS Garmin untuk meng-

update penggunaan lahan yang sudah di digitasi dari peta citra satelit serta

menge-plot kegiatan penggunaan lahan selain rumah di zona pemukiman.

5. Survei tahap III, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dari instansi

terkait, yang digunakan sebagai bahan cross-check ke lapangan untuk

mengetahui karakteristik masyarakat di lokasi penelitian.

6. Survei tahap IV, yaitu penyebaran kuesioner untuk mengidentifikasi

permasalahan fisik yang ada berdasarkan persepsi masyarakat. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu

Page 34: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

43

sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau

sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa

seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi

penelitiannya.

7. Analisis data primer (hasil survei) berdasarkan pedoman teknis

penyusunan aturan zonasi Tahun 2010, Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman penyusunan rencana detil

tata ruang dan peraturan zonasi kabupaten/kota, Peraturan Daerah No. 15

Tahun 2011 tentang RTRW Kota Tangerang Selatan 2011, Standar

Nasional Indonesia 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan

lingkungan perumahan perkotaan, standar sarana dan prasarana

Departemen Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan

Umum No. 378/KPTS/1987, Permen PU No.41/PRT/M/2007 tentang

Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya, SK Menteri Pekerjaan Umum

No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.

Tahap Analisa:

Setelah melakukan kompilasi data yang ditemukan berdasarkan survei maka

dilakukan analisa berdasarkan teori-teori, kebijakan maupun standar terkait dalam

penyusunan aturan zonasi. Berikut ini adalah tahapan dalam analisa:

1. Pertama, menyiapkan dan membangun digitalisasi data meliputi

superimpose data spasial penggunaan lahan dan struktur ruang antara

eksisting dengan rencana untuk melihat kesesuaian arahan penggunaan

lahan di lokasi studi.

2. Kedua, intepretasi RTRW Kota menjadi rencana yang lebih detail, dengan

membuat konsep pengembangan rencana kawasan lokasi penelitian yaitu

Kecamatan Pamulang.

3. Ketiga, melakukan analisa kesesuaian lahan dan karakteristik masyarakat

di lokasi penelitian untuk membuat konsep pengembangan kawasan

Koridor Parakan-Pondok Benda.

4. Keempat, membahas hasil pengolahan data persepsi masyarakat dikaitkan

dengan karakteristik dan penggunaan lahan. Pengolahan data dilakukan

dengan pengolahan data kuesioner dengan melakukan crosstabs antara

Page 35: Tinjauan Literatur Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi

44

variabel persepsi jenis gangguan dengan jenis kegiatan disekitar tempat

tinggalnya.

5. Kelima, melakukan analisa rencana aturan kegiatan yang berkembang dan

mungkin dikembangkan di lokasi penelitian.

6. Keenam, analisa mendalam terhadap daerah yang memiliki masalah

dengan melakukan superimpose data primer dan sekunder sehingga akan

didapat aturan pemanfaatan lahan khusus, yang akan disajikan dalam

bentuk matriks penggunaan lahan dan peta zonasi.

Hasil dari analisa tersebut akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan

peraturan zonasi di kawasan koridor Parakan-Pondok Benda dengan

mempertimbangkan tata bangunan dan lingkungan serta pengaruhnya terhadap

kualitas lingkungan perumahan.