Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
-
Upload
prabu-suroguna -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
Transcript of Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
1/52
Edited by: [email protected] 1
TINJAUAN KRITIS ATAS SEJARAH FIQHDari Fiqh Al-Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme
oleh Jalaluddin Rakhmat
(i)1. FIQH AL-KHULAFA' AL-RASYIDIN: FIQH PENGUASA
Seorang laki-laki datang menemui 'Umar bin Khathab: "Sayadalam keadaan junub dan tidak ada air." Maksud kedatangannyauntuk menanyakan apakah ia harus shalat atau tidak.
'Umar menjawab, "Jangan shalat sampai engkau mendapatkan air."'Ammar bin Yasir berkata pada 'Umar bin Khathab: "Tidakkah
Anda ingat. Dulu --engkau dan aku-- pernah berada dalam perjalanan. Kita dalam keadaan junub. Engkau tidak shalat,sedangkan aku berguling-guling di atas tanah. Aku sampaikan
kejadian ini kepada Rasulullah saw. Dan Nabi berkata, cukuplahbagi kamu berbuat demikian."
Mendengar demikian Umar menegur 'Ammar: "Ya Ammar, takutlah
pada Allah", Kata Ammar, "Ya Amir al-Mu'minin, jika engkauinginkan, aku tidak akan menceritakan hadits ini selama engkauhidup." [1]
"Yang dimaksud Ammar," kata Ibn Hajar, [2] "Aku melihat memanglebih baik tidak meriwayatkan hadits ini ketimbang
meriwayatkannya Aku setuju denganmu, dan menahan diriku. Toh,aku sudah menyampaikannya, sehingga aku tidak bersalah."
Sejak itu, 'Ammar tidak meriwayatkan peristiwa itu lagi. 'Umartetap berpegang teguh pada pendapatnya -- orang junub, bila
tidak ada air, tidak perlu shalat. "Wa hadza madzab masyhur'an 'Umar," kata Ibn Hajar. Semua sahabat menolak pendapat
Umar, kecuali Abdullah bin Mas'ud. Al-Bukhari mencatat perdebatan Abdullah bin Mas'ud dengan Abu Musa al-Asy'aritentang kasus ini pada hadits No. 247. Abu Musa menentang
pendapat Abdullah --sekaligus madzhab Umar-- dengan mengutipayat ("jika kalian tak mendapatkan air hendaklah tayamum
dengan tanah yang baik"). Menarik untuk dicatat bahwa kelak
dengan merujuk ayat yang sama, mazhab Hanafi melanjutkan
mazhab 'Umar.
Lebih menarik lagi untuk kita catat adalah beberapa pelajarandari riwayat di atas. Pertama, memang terjadi perbedaan paham
di antara sahabat dalam masalah fiqhiyah Kedua, lewatkekuasaan, 'Umar menghendaki pembakuan paham dan mengeliminasi pendapat yang berlainan. Ketiga, terlihat ada sikap
hiperkritis dalam menerima atau menyampaikan riwayat Dankeempat, perbedaan di antara para sahabat berpengaruh besar
pada ikhtilaf kaum Muslim pada abad-abad berikutnya
Karena itu membicarakan fiqh para sahabat menjadi sangat
penting sebagai pijakan bagi pembahasan masalah fiqh mutakhir.
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
2/52
Edited by: [email protected] 2
Saya akan memulai makalah ini dengan membahas urgensi fiqhsahabat dalam keseluruhan pemikiran fiqhiyah. Setelah itu,saya akan menjelaskan sebab-musabab timbulnya ikhtilaf fiqh di
antara para sahabat, karakteristik fiqh sahabat, dan
contoh-contoh fiqh al-khulafa al-rasyidin.
URGENSI FIQH SAHABAT
Fiqh shahabi memperoleh kedudukan yang sangat penting dalamkhazanah pemikiran Islam. Pertama, sahabat --sebagaimana
didefinisikan ahli hadits-- adalah orang yang berjumpa dengan
Rasulullah saw dan meninggal dunia sebagai orang Islam. [3]Dari makalah kita mengenal sunnah Rasulullah, karena itu, dari
mereka juga kita mewarisi ikhtilaf di kalangan kaum Muslim.
Kedua, zaman sahabat adalah zaman segera setelah berakhirnya
masa tasyri'. Inilah embrio ilmu fiqh yang pertama. Bila padazaman tasyri' orang memverifikasi pemahaman agamanya atau
mengakhiri perbedaan pendapat dengan merujuk pada Rasulullah,pada zaman sahabat rujukan itu adalah diri sendiri. Sementara
itu, perluasan kekuasaan Islam dan interaksi antara Islamdengan peradaban-peradaban lain menimbulkan masalah-masalah baru. Dan para sahabat merespon situasi ini dengan
mengembangkan fiqh (pemahaman) mereka. Ketika menceritakan
ijtihad pada zaman sahabat, Abu Zahrah menulis: [4]
Di antara sahabat ada yang berijtihad dalam batas-batasal-Kitab dan al-Sunnah, dan tidak melewatinya; ada pula
yang berijtihad dengan ra'yu bila tidak ada nash, danbentuk ra'yu-nya bermacam-macam; ada yang berijtihaddengan qiyas seperti Abdullah bin Mas'ud; dan ada yang
berijtihad dengan metode mashlahat, bila tidak ada nash.
Dengan demikian, zaman sahabat juga melahirkan prinsip-prinsipumum dalam mengambil keputusan hukum (istinbath; al-hukm.);yang nanti diformulasikan dalam kaidah-kaidah ushul fiqh.
Ketiga, ijtihad para sahabat menjadi rujukan yang harus
diamalkan, perilaku mereka menjadi sunnah yang diikuti.
Al-Syathibi [5] menulis, "Sunnah sahabat r.a. adalah sunnah
yang harus diamalkan dan dijadikan rujukan." Dalamperkembangan ilmu fiqh, madzhab sahabat --sebagai ucapan dan
perilaku yang keluar dari para sahabat-- akhirnya menjadisalah satu sumber hukum Islam di samping istihsan, qiyas,
mashalih mursalah dan sebagainya. Madzhab sahabat pun menjadihujjah. Tentang hal ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggaprlya sebagai hujjah mutlak; sebagian lagi sebagai
hujjah bila bertentangan dengan qiyas; sebagian lainnya hanya menganggap hujjah pada pendapat Abu Bakar dan Umar saja,
berdasarkan hadits ("berpeganglah pada dua orang sesudahku,yakni Abu Bakar dan Umar"); dan sebagian yang lain,
berpendapat bahwa yang menjadi hujjah hanyalah kesepakatan
khulafa' al-Rasyidin. [6]
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
3/52
Edited by: [email protected] 3
Terakhir keempat, ini yang terpenting, ahl al-Sunnah sepakat menetapkan bahwa seluruh sallabat adalah baik (al-shahabiy
kulluhum 'udul). Mereka tak boleh dikritik, dipersalahkan,
atau dinilai sebagaimana perawi hadits lain. Imam ahli jarhdan ta'dil, Abu Hatim al-Razi dalam pengantar kitabnya
menulis: [7]
Adapun sahabat Rasulullah saw, mereka adalah orang-orangyang menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui tafsir dar
ta'wil, yang dipilih Allah untuk- menemani Nabi-Nya, untuk
menolongnya, menegakkan agamanya, memenangkan kebenarannya... Allah memuliakan mereka dengan karunia-Nya
menempatkan kedudukan mereka pada tempat ikutan. Merekadibersikkan dari keraguan, dusta, kekeliruan, keraguankesombongan, dan celaan. Allah menamai mereka sebagai
'udul al-ummah (umat yang paling bersih)... Merekalah'udul al-ummah, pemimpin-pemimpin hidayah, hujjah agama,
dan pembawa al-Qur'an dan al-'Sunnah.
Karena posisi sahabat begitu istimewa, maka tidak mengherankanbila mazhab sahabat menjadi rujukan penting bagi perkembanganfiqh Islam sepanjang sejarah. Tentu saja, menurut kesepakatan
ahl al-sunnah, di antara para sahabat itu yang paling penting
adalah khulafa al-rasyidun. Bila mereka sepakat, pendapat mereka dapat membantu memecahkan masalah fiqh; bila mereka
ikhtilaf, mazhab sahabat menimbulkan kemusykilan yang sulitdiatasi. Lalu mengapa mereka ikhtilaf?
PENYEBAB IKHTILAF DI KALANGAN SAHABAT
Salah satu sebab utama ikhtilaf di antara para sahabat adalahprosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak
terjadi pada zaman Rasulullah saw. Sementara itu, setelahRasulullah wafat, putuslah masa tasyi'. Menghadapimasalah-masalah baru itu, muncul dua pandangan. [8]
Kelompok pertama memandang bahwa otoritas untuk menetapkan
hukum-hukum Tuhan dan menjelaskan makna al-Qur'an setelah
Rasulullah wafat dipegang ahl al-Bait. Hanya merekalah,
menurut nash dari Rasul, yang harus dirujuk untuk menyelesaikan masalah-masalah dan menetapkan hukum-hukum
Allah. Kelompok ini tidak mengalami kesulitan dalam masa berhentinya wahyu, karena mereka tahu betul --tugas mereka
adalah mengacu pada Ma'shumun.
Kelompok kedua memandang tidak ada orang tertentu yang
ditunjuk rasul untuk menafsirkan dan menetapkan perintahIlahi. Al-Qur'an dan al-Sunnah adalah sumber untuk menarik
hukum-hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat. Kelompok ini --kelak disebut Ahl al-Sunnah--
ternyata tidak mudah mengambil hukum dari nash, karena banyak
hal tak terjawab oleh nash. Mereka akhirnya menggunakan
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
4/52
Edited by: [email protected] 4
metode-metode ijtidah seperti qiyas atau istihsan.
Semua Khalifah al-Rasyidin termasuk kelompok kedua, kecuali
Ali bin Abi Thalib. Kelompok kedua lebih banyak menggunakan
ra'yu, dan kelompok pertama lebih banyak merujuk nash.Kelompok kedua banyak menggunakan dalil aqly, kelompok pertama
dalil naqli. Umar pernah melarang hajji tamattu', padahalal-Qur'an dan al-Sunnah sangat tegas menetapkannya. KetikaUtsman juga melarangnya, Ali secara demonstratif melakukannyadi depan Utsman. Kata Utsman: Aku melarang manusia melakukan
tamattu, dan engkau sendiri melakukannya. Ali menjawab: Aku
tak akan meninggalkan sunnah Rasulullah saw. hanya karena pendapat seseorang. [9] Setelah perdebatan ini, menurut
riwayat lain dari Abdullah bin Zubair, Utsman berkata:Sesungguhnya laranganku itu hanya ra'yuku saja. Siapa yang mau boleh menjalankannya; siapa yang tak mau boleh
meninggalkannya. [10]
Contoh lainnya adalah hukuman dera bagi peminum khamr.Rasulullah saw. menderanya 40 kali. [11] Umar --atas saran Abd
al-Rahman bin Auf menderanya 80 kali. Ali kembali menderanya40 kali. Rasulullah saw. menetapkan thalaq tiga dalam satu majlis itu dihitung satu. [12] Begitu pula Ali. Umar
menetapkan thalaq tiga itu jatuh tiga sekaligus. Umar
memutuskan hukuman rajam bagi orang gila yang berzina. Alimembebaskan hukum itu berdasarkan hadits. [13]
Bila contoh-contoh tadi berkenaan dengan perbedaan antara
ketetapan nash dengan ra'yu, contoh-contoh berikut menunjukkan perbedaan memahami nash. Kata quru dalam wal muthalaqatuyatarabbashna bi anfusihim tsalatsatu quru' diartikan
berbeda-beda. Abdullah bin Mas'ud dan Umar mengartikan "quru"itu haidh. Zaid ibn Tsabit mengartikannya masa bersuci di
antara haidh dengan haidh lagi. [14] Ibn Umar menafsirkan"al-muhshanat dalam ayat wa al muhshanat min alladzina utual-kitab sebagai wanita Muslim, karena itu Ibn Umar
mengharamkan wanita ahli kitab dinikahi laki-laki Muslim. Ibn'Abbas menganggap ayat itu sebagai pengecualian (takhshish)
dari ayat wa la tankihu al-musyrikat hatta yu'minna. Utsman
tampaknya sependapat dengan Ibn 'Abbas, karena ia menikah
dengan Nailah, wanita Nashrani, dan Thalhah menikahi wanitaYahudi dari Syam. [15]
Kadang-kadang ikhtilaf terjadi di antara para sahabat karena
perbedaan pengetahuan yang mereka miiiki. Sebagian sahabat, misalnya, mengetahui nash tertentu, sebagian lain tidakmengetahuinya. Umar pernah menegur orang yang dikiranya salah
ketika membaca QS al-Fath: 26. Ia memarahi orang itu. TetapiUmar kemudian dikoreksi Ubayy bin Ka'ab. Kata Ubayy Anda tahu
saya berada di dalam beserta Rasulullah saw. ketika ia membacaayat itu. Engkau sendiri berada di pintu... Demi Allah Ya
Umar, sesungguhnya Anda tahu, ketika saya hadir Anda tidak
ada; ketika saya diundang, Anda tidak. [16]
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
5/52
Edited by: [email protected] 5
Al-Syaikh Muhammad Muhammad al-Madany menjelaskan salah satusebab ikhtilaf yang berkenaan dengan sunnah: [17]
Sahabat Rasulullah saw., yang mengambil sunnah dariNabi dan meriwayatkannya, berbeda-beda dalam kemampuan
pengambilannya dan dalam menerima riwayatnya.Rasulullah saw. ditanya tentang suatu masalah. Iamenghukum dengan hukum tertentu memerintahkan ataumelarang sesuatu, melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Yang hadir waktu itu dapat menyimpan peristiwa
itu, yang tidak hadir tentu tidak mengetahuinya. KetikaRasulullah saw. wafat, bertebaranlah sahabat di
negeri-negeri, dan setiap penduduk negeri mengambildari sahabat yang ada di negeri mereka. Berkata IbnHazm: "Orang Madinah hadir pada tempat yang tidak
dihadiri orang Basrah, orang Basrah menghadiri tempatyang tidak dihadiri orang Syam; orang Syam hadir di
tempat yang tidak dihadiri orang Basrah; orang Basrahmenghadiri yang tidak dihadiri orang Kufah; orang Kufah
hadir di tempat yang tidak dihadiri orang Madinah. Inisemua terjadi dalam hadits, dan pada saat kitamemerlukan informasi. Padahal --seperti telah kita
jelaskan--sebagian sahabat pada sebagian waktu tidak
hadir di majelis Rasulullah saw., sedangkan sebagianlagi hadir. Setiap orang hanya mcngetahui apa yang ia
saksikan, dan tidak mengetahui apa yang tidak iahadiri. Ini jelas menurut akal. 'Amar dan yang lain
mengetahui tentang tayamum, Umar dan Ibn Mas'ud tidakmengetahuinya, sehingga mereka berkata: Orang junubtidak tayamum, walau pun tidak menemukan air selama dua
bulan. Ali Hudzaifah al-Yamani dan lain-lain mengetahuihukum mengusap tetapi 'Aisyah, Ibn 'Umar, Abu Hurairah
tidak mengetahuinya walaupun mereka penduduk Madinah.Anak perempuan dari anak beserta anak perempuanmendapat waris diketahui Ibn Mas'ud tetapi tidak
diketahui Abu Musa.
Marilah kita berikan satu contoh lagi yang lebih ilustratif.
Ketika orang sedang berkumpul di hadapan Umar bin Khathab,
masuklah seorang laki-laki: "Ya Amir al-Mu'minin, ini Zaid binTsabit berfatwa di masjid dengan ra'yunya berkenaan dengan
mandi janabah." Kata Umar: "Panggil dia!" Zaid pun datang danUmar berkata: "Hai musuh dirinya sendiri!, aku dengar kau
berfatwa pada manusia dengan ra'yumu sendiri? Kata Zaid: "Ya Amir al-Mu'minin. Aku tidak melakukan itu. Tetapi akumendengar hadits dari paman-pamanku, lalu aku sampaikan -- dan
Abi Ayyub dari Ubbay bin Ka'ab," dari Rifa'ah bin Rafi'. KataUmar: "Panggil Rafa'ah bin Rafi'. Ia berkata: "Apakah kalian
berbuat demikian - bila kalian bercampur dengan isteri kaliandan tidak keluar air mani kalian mandi?" Kata Rafa'ah: "Kami
melakukan begitu pada zaman Rasulullah saw. Tidak turun ayat
yang mengharamkan. Tidak juga ada larangan dari Rasulullah
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
6/52
Edited by: [email protected] 6
saw." Kata Umar: "Apakah Rasulullah saw. mengetahuinya?" KataRafa'ah: "Tidak tahu." Lalu Umar mengumpulkan Muhajirin dan Anshar, lalu bermusyawarah. Semua orang berkata tidak perlu
mandi, kecuali Ali dan Mu'adz. Keduanya berkata: "Jika kedua
khitan bertemu, wajib mandi." Kata Umar: "Kaliansahabat-sahabat yang ikut Badr sudah ikhtilaf, apalagi
orang-orang setelah kalian!" Kata Ali, Ya Amir al-Mu'minin:"tidak ada orang yang lebih tahu dalam hal ini kecuali isteriRasulullah saw. Ia mengutus orang bertanya pada Hafshah.Hafshah tidak tahu. 'Aisyah ditanya. Kata 'Aisyah: "Bila
khitan sudah bertemu khitan, wajib mandi." Kata Umar: "Bila
ada lagi orang berfatwa bahwa tidak wajib mandi kalau tidakkeluar, aku akan pukul dia." [18]
Dalam kasus yang baru kita ceritakan, ikhtilaf di antara parasahabat dapat diselesaikan oleh khalifah. Khalifah bahkan
menetapkan sangsi bagi orang yang mempunyai pendapat berbeda.Dalam kasus-kasus yang lain, ikhtilaf di antara para sahabat
itu dibiarkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Buatorang-orang sektarian, ikhtilaf para sahabat ini menjadi
sumber perpecahan. Buat orang yang berjiwa terbuka, ikhtilafini adalah assets bagi perkembangan pemikiran. 'Umar bin Abdal-'Aziz, tokoh ukhuwah Islamiyah yang menghentikan kutukan
pada Ali di mimbar, berkata: "Aku tidak senang kalau sahabat
Nabi tidak ikhtilaf. Seandainya pendapat mereka itu tunggal,sempitlah manusia dibuatnya. Mereka adalah teladan yang
diikuti. Jika kita mengambil dari siapa saja di antara mereka,jadilah itu sunnah. Artinya, mereka membuka pintu ijtihad bagi
manusia. Mereka boleh ikhtilaf, karena bila mereka tidak membukanya, para mujtahid berada dalam kesempitan. Allahmemberikan keluasan pada umat dengan adanya ikhtilaf furu'i di
antara mereka. Dengan begitu, ia membuka umat untuk memasukiRahmat-Nya." [19]
(ii)KARAKTERISTIK FIQH SAHABAT
Seperti telah disebutkan di muka, dari segi prosedur penetapanhukum, ada dua cara yang dilakukan para sahabat. Kedua cara
ini melahirkan dua mazhab besar di kalangan sahabat -- Madzhab
'Alawi dan Madzhab 'Umari yang akhirnya mewariskan kepada kita
sekarang sebagai Syi'ah dan ahli Sunnah. Para sahabat --seperti Miqdad, Abu Dzar, 'Ammar bin Yasir, Hudzaifah dan
sebagian besar Bani Hasyim -- merujuk pada ahl al-Bait dalammenghadapi masalah-masalah baru. Mereka berpendapat bahwa ada
dua nash yang dengan tegas menyuruh kaum Muslim berpegangteguh pada pimpinan ahl-al-Bait. Lagi pula, menurut mereka,pendapat seseorang menjadi hujjah bila orang itu ma'shum. Ah
al-Bait memiliki kema'shuman berdasarkan nash al-Qur'an danal-Sunnah. [30]
Pada bagian ini, saya tak akan membicarakan kelompok sahabat
ini, tapi akan memutuskan perhatian pada metode ijtihad
kelompok sahabat yang tak merujuk ahl al-Bait. Menurut
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
7/52
Edited by: [email protected] 7
Muhammad al-Khudlari Bek, fiqh mereka ini hanya terbatas padaqiyas. Menurut Muhammad Salim Madkur, ijtihad merekamenggunakan tiga metode: a) menjelaskan dan menafsirkan nash;
b) qiyas pada nash atau pada ijma', dan ijtihad dengan ra'yu
seperti al-Mashalih al-Mursalah dan istihsan. Muhammad Alial-Sais menyebutkan bahwa ijtihad sahabat itu meliputi qiyas,
istihsan, al-baraah al-ashliyah, sadd al-dzara'i, al-mashalihal-mursalah. [21]
Menurut pendapat saya, ada tiga tahap dalam ijtihad para
sahabat: a) merujuk pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah b)
menggunakan metode-metode ijtihad seperti qiyas, bila nashtidak ada atau tidak diketahui; dan c) mencapai kesepakatan
lewat proses perkembangan opini publik yang alamiah.
Pada tahap pertama, para Khulafa al-Rasyidin selain Ali,
tampaknya lebih memusatkan perhatian pada ayat-ayat al-Qur'an(atau ruh ajaran al-Qur'an) dengan agak mengabaikan
(kadang-kadang menafikan hadits). Di bawah ini saya kutipkan berbagai riwayat berkenaan dengan sikap Khulafa al-Rasyidin
pada Hadits (sunnah):
1) Dari Ibn Abbas: ketika Nabi menjelang wafat, di rumah
Rasulullah saw., berkumpul orang-orang, di antaranya Umar bin
Khathab. Nabi berkata: "Bawalah ke sini, aku tuliskan bagimutulisan yang tidak akan menyesatkanmu selama-lamanya." Umar
berkata: "Nabi sedang dikuasai penyakitnya. Padamu ada Kitab Allah. Cukuplah bagimu Kitab Allah." Terjadi ikhtilaf di
antara orang-orang di rumah itu. Di antara mereka ada yangmengikuti ucapan Umar. Ketika terjadi banyak pertengkaran danikhtilaf, Nabi saw. berkata: "Pergilah kamu semua dari aku.
Tidak layak di hadapanku bertengkar." [22]
2) 'Aisyah meriwayatkan: Ayahku telah mengumpulkan 500 haditsRasulullah saw. Pada suatu pagi ia datang padaku dan berkata:"Bawalah hadits-hadits yang ada padamu itu. "Aku membawanya.
Ia membakar dan berkata, "Aku takut jika aku mati aku masih meninggalkan hadits-hadits ini bersamamu," [23] al-Dzahabi
meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang setelah Nabi
wafat dan berkata; "Kalian meriwayatkan hadits Rasulullah saw.
yang kalian pertengkarkan. Nanti orang-orang setelah kalianakan lebih bertikai lagi. Janganlah meriwayatkan satu Hadits
pun dari Rasulullah saw. Jika ada yang bertanya kepada kalian,jawablah -- Di antara Anda dan kami ada Kitab Allah,
halalkanlah apa yang dihalalkannya, dan haramkanlah apa yangdiharamkannya" [24]
3) Al-Zuhri meriwayatkan, Umar ingin menuliskan sunnah-sunnahRasulullah saw. Ia memikirkannya selama satu bulan,
mengharapkan bimbingan Allah dalam hal ini. Pada suatu pagi,ia memutuskan dan menyatakan: "Aku teringat orang-orang
sebelum kalian. Mereka tenggelam dalam tulisan mereka dan
meninggalkan Kitab Allah. [25] Umar kemudian mengumpulkan
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
8/52
Edited by: [email protected] 8
hadits-hadits itu dan membakarnya. [26] Ia juga menetapkantahanan rumah pada tiga sahabat yang banyak meriwayatkanhadits: Ibn Mas'ud, Abu Darda, dan Abu Mas'ud al-Anshari."
[27]
Tradisi pelarangan hadits ini dilanjutkan para tabi'in,
sehingga di kalangan ahl al-sunnah, penulisan hadits terlambatsampai abad 8 M./2 H. Menurut satu riwayat, Umar ibn Abdal-Aziz (meninggal 719/101) adalah orang yang pertamamenginstruksikan penulisan hadits. [28]
Karakteristik kedua dari ijtihad sahabat, bila tidak ada nash, menggunakan qiyas atau pertimbangan kepentingan umum. Dalam
beberapa kasus, bahkan pertimbangan kepentingan umum(maslahat) didahulukan dari nash, walaupun ada nash sharih(tegas) yang bertentangan dengan itu. Berikut ini
contoh-contohnya.
1. Khalid Muhammad Khalid menulis tentang ijtihad Umar dalamal-Dimuqrathiyyah: Umar bin Khattab telah meninggalkan
nash-nash agama yang Suci dari al-Qur'an dan al-Sunnah ketikadituntut kemaslahatan untuk itu. Bila al-Qur'an menetapkan bagian muallaf dari zakat, serta Rasulullah dan Abu Bakar
melakukannya, Umar datang dan berkata, "Kami tidak memberi
kamu sedikit pun karena Islam." Ketika Rasul dan Abu Bakar membolehkan penjualan Ummahat al-Awlad, Umar melarangnya.
Ketika talaq tiga dalam satu majelis dihitung satu menurutSunnah dan ijma, Umar meninggalkan sunnah dan menyingkirkan
ijma.
Dr. al-Dawalibi menulis hal yang sama dalam 'Ilm Ushul
al-Fiqh: "Di antara kreasi Umar r.a. yang menunjang kaidahhukum berubah karena perubahan zaman ialah jatuhnya thalaq
tiga dengan satu kalimat; sedangkan di zaman Nabi, Abu Bakardan permulaan Khilafah Umar, thalaq tiga pada sekali ucapandijadikan satu seperti hadits shahih dari Ibn 'Abbas. Kata
Umar: "Manusia terlalu terburu-buru di tempat yang seharusnyahati-hati..." Kata Ibn Qayyim, Amir al-Mu'minin Umar bin
Khathab melihat orang telah melecehkan urusan thalaq... Umar
ingin menghukum keteledoran ini, sehingga sahabat menahan
dirinya untuk tidak mudah menjatuhkan thalaq. Umar melihat iniuntuk kemashlahatan umat di zamannya... Ini adalah prinsip
taghayyarat bihi al-fatwa litaghayyur al-zaman." [29]
2. Ketika kelompok muallaf datang menemui Abu Bakar untukmenuntut surat, mereka datang kepada Umar. Umar merobek suratitu dan berkata, "Kami tidak memerlukan kalian lagi. Allah
sudah memenangkan Islam dan melepaskan dari kalian. Jika kamuIslam (baiklah itu), jika tidak pedanglah yang memutuskan
antara kamu dan kami. "Mereka kembali pada Abu Bakar danberkata, "Adakah khalifah itu atau dia? "Abu Bakar menjawab,
"Ia, insya Allah. " Lalu berlalulah apa yang diputuskan Umar.
[30]
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
9/52
Edited by: [email protected] 9
3. Al-Fujaah pernah menyatakan diri ingin berjihad dan meminta perbekalan pada Abu Bakar. Abu Bakar memberinya bekal.
Al-Fujaah ternyata menggunakan fasilitas Abu Bakar ini untuk
merampok. Abu Bakar menyuruh Tharifah bin Hajiz untuk membawanya ke Madinah. Abu Bakar menghukumnya dengan
membakarnya hidup-hidup. [31]
4. Abu Bakar dan Umar tidak memberikan hak khumus darikeluarga Rasulullah saw., tapi menyalurkan hak itu fi
sabilillah. Mereka berpendapat, setelah Rasulullah saw. wafat,
khalifah yang berhak mengatur pembagian khumus. [32]
5. Utsman bin Affan membolehkan "menikahi" dua orang wanita bersaudara dari antara budak belian sekaligus. Ali bin AbiThalib mengharamkannya. [33] Utsman juga melakukan banyak
"pembaharuan" dalam fiqh Islam: a) mengitmamkan shalat dalamkeadaan safat di Mina; [34] b) menambahkan adzan ketiga pada
hari Jum'at ; [35] c) melarang haji tamattu; [36] d)membolehkan tidak mandi bagi yang bercampur dengan isterinya
tanpa mengeluarkan mani; [37] e) mengambil zakat dari kuda;[38] f) mendahulukan khotbah sebelum shalat pada shalat 'id.[39]
Saya hentikan kutipan kasus-kasus ijtihad Khulafa' al-Rasyidindi sini. Marilah kita lihat proses perkembangan pemikiran para
sahabat sehubungan dengan sunnah. Menurut Fazlur Rahman, [40] pada zaman para sahabat, orang secara bebas memberikan
tafsiran pada sunnah Rasulullah saw. Berkembanglah berbagai penafsiran. Dalam proses free market of ideas, pendapat-pendapat tertentu kemudian berkembang menjadi opini
generalis, lalu opini publik, lalu konsesnsus. Karena itu,waktu itu yang disebut sunnah ialah apa yang disebut Imam
Malik sebagai al-amr al-mujtama' 'alaih. Saya hampirsependapat dengan Fazlur Rahman, kecuali dalam satu hal: Apayang disepakati tidak selalu berkembang dari hasil persaingan
pendapat yang demokratis. Seringkali yang disebut ijma' adalahkonsensus yang "ditetapkan" oleh penguasa politik waktu itu.
Tidak berlebih-lebihan kalau kita simpulkan bahwa fiqih
al-Khulafa al-Rasyidin adalah fiqih penguasa.
KESIMPULAN
Fiqh para sahabat --khususnya seperti diwakili oleh
al-Khulafa, al-Rasyidun-- adalah fondasi utama dari seluruhbangunan fiqh Islam sepanjang zaman. Fiqih shahabi memberikandua macam pola pendekatan terhadap syari'ah yang kemudian
melahirkan tradisi fiqh yang berbeda. Ikhtilaf di antara parasahabat, selain mewariskan kemusykilan bagi kita sekarang,
juga --seperti kata 'Umar ibn Abdul Aziz-- menyumbangkankhazanah yang kaya untuk memperluas pemikiran. Tentu saja,
untuk itu diperlukan penelaahan kritis terhadapnya. Sayang
sekali, sikap kritis ini telah "dimatikan" dengan vonnis
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
10/52
Edited by: [email protected] 10
zindiq oleh sebagian ahli hadits. Ada dua sikap ekstrimterhadap sahabat yang harus dihindari: menghindari sikapkritis atau melakukan sikap hiperkritis. Ketika banyak orang
marah karena 'Umar dikritik, 'Umar sendiri berkata, "Semoga
Allah meyampaikan kepadaku kesalahan-kesalahanku sebagai suatubingkisan." [41]
2. FIQH TABI'IN: FIQH USHUL
Sejak zaman sahabat (dan ini diakui para sahabat sendiri)
telah terjadi perubahan-perubahan dalam syari'at Islam. Suatu
ketika seorang tabi'in, Al-Musayyab memuji Al-Barra bin 'Azib:"Beruntunglah Anda. Anda menjadi sahabat Rasulullah saw. Anda
berbaiat kepadanya di bawah pohon." Al-Barra menjawab, Haianak saudaraku, engkau tidak tahu hal-hal baru yang kamiadakan sepeninggal Rasulullah. [42] Kata ma ahdatsna (apa-apa
yang kami adakan) menunjukkan pada perbuatan bid'ah yangdilakukan para sahabat Nabi. Diriwayatkan bahwa pada hari
kiamat ada rombongan manusia yang pernah menyertai Nabi diusirdari al-haudh (telaga). Nabi saw: "Ya Rabbi, mereka sahabatku.
Dikatakan kepadanya: Engkau tak tahu apa-apa yang merekaada-adakan sepeninggal kamu. [43]
Bid'ah-bid'ah ini telah mengubah sunnah Rasulullah saw.
Sebagian sahabat mulai mengeluhkan terjadinya perubahan ini.Imam Malik meriwayatkan dari pamannya Abu Suhail bin Malik,
dari bapaknya (seorang sahabat). Ia berkata: Aku tidakmengenal lagi apa-apa yang aku lihat dilakukan "orang" kecuali
panggilan shalat. Al-Zarqani mengomentari hadits ini: Yangdimaksud "orang" adalah sahabat. Adzan tetap seperti dulu.Tidak berubah, tidak berganti. Ada pun shalat, waktunya telah
diakhirkan, dan perbuatan yang lain telah berubah. [44] ImamSyafi'i meriwayatkan dari Wahab bin Kaysan. Ia melihat Ibn
Zubair memulai shalatnya sebelum khutbah, kemudian berkata:Semua sunnah Rasulullah saw sudah diubah, sampai shalat pun.[45] Kata Al-Zuhri: Aku menemui Anas bin Malik di Damaskus. Ia
sedang menangis. "Mengapa Anda menangis," tanya Al-Zuhri. Anasmenjawab, "Aku sudah tidak mengenal lagi apa yang aku lihat,
kecuali shalat. Ini pun sudah dilalaikan orang". [46] Al-Hasan
al-Bashri menegaskan: "Seandainya sahabat-sahabat Rasulullah
saw lewat, mereka tidak mengenal kamu (yang kamu amalkan)kecuali kiblat kamu". [47] 'Umran bin al Husain pernah shalat
di belakang Ali. Ia memegang tangan Muthrif bin Abd Allah dan berkata: Ia telah shalat seperti shalatnya Muhammad saw. Ia
mengingatkan aku pada Shalat Muhammad saw. [48]
Jadi pada zaman sahabat pun, sunnah Nabi sudah banyak diubah.
Salah satu sebab utama perubahan adalah campur tangan penguasa. Karena pertimbangan politik, Bani Umayyah telah
mengubah sunnah Nabi, khususnya yang dijalankan secara setiaoleh Ali dan para pengikutnya. Ibn 'Abbas berdoa: Ya Allah,
laknatlah mereka. Mereka meninggalkan sunnah karena benci
kepada Ali. [49] Contohnya, menjaharkan basmalah, sebagai
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
11/52
Edited by: [email protected] 11
upaya menghapus jejak Ali. [50] Contoh yang lain adalah sujuddi atas tanah, yang menjadi tradisi Rasulullah saw dan parasahabat Nabi seperti Abu Bakar, Ibn Mas'ud, Ibn 'Umar, Jabir
ibn Abdullah dan lain-lain. Dalam perkembangannya, sujud di
atas kain menjadi syi'ar Ahl al-Sunnah; sedangkan sujud diatas tanah dianggap musyrik dan dihitung sebagai perbuatan
zindiq". [51]
Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana campur tangankekuasaan politik membentuk fiqh. Karena fiqh lebih banyak
didasarkan pada al-hadits, penguasa politik kemudian melakukan
manipulasi hadits dengan motif politik. Fiqh Tab'in, selainmengambil hadits sebagai sumber hukum, juga mengambil ijtihad
para sahabat. Sebab itu, kita juga akan mengupas kemusykilanijtihad sahabat. Karena pendapat-pendapat para sahabat terbagidua --yang berpusat pada al-hadits dan al-ra'y-- kita akan
membicarakan juga tradisi fiqh al-atsar dan fiqh al-ra'y.Secara keseluruhan, kita lebih banyak menelaah ushul ketimbang
fiqh. Hal ini disebabkan ushul adalah sandaran para tabi'in;dan karenanya secara singkat ia disebut Fiqh al-ushul.
Sebelum membahas itu semua, marilah kita lihat sedikit latarbelakang fiqh tabi'in.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN FIQH TABI'IN
Setelah Nabi Muhammad saw meninggal dunia, orang-orang Islam bertanya pada sahabat dalam urusan hukum-hukum agama. Tidak
semua sahabat menjawab pertanyaan mereka; dan mereka pun tidakbertanya pada semua sahabat. Sebagian sahabat sedikit sekali memberi fatwa, mungkin karena ketidaktahuan, kehatihatian,
atau lagi-lagi pertimbangan politis. Sebagian lagi banyaksekali memberi fatwa, mungkin karena pengetahuan mereka, atau
karena posisinya memungkinkan untuk itu.
Menarik untuk dicatat, bahwa dalam khazanah fiqh ahl al-Sunnah
para khalifah sedikit sekali memberi fatwa atau meriwayatkanal-hadits. Abu bakar meriwayatkan hanya 142 hadits, Umar 537
hadits, Utsman 146 hadits, Ali 586 hadits. Jika semua hadits
mereka disatukan hanya berjumlah 1411 hadits, kurang dari 27%
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah (Abu Huraiahmeriwayatkan 5374 hadits).
Karena itu, para tabi'in, yakni mereka yang berguru pada
sahabat, umumnya bukanlah murid al-Khulafa al-Rasyidin. Dalam pada itu, ketika kekuasaan Islam meluas, hanya sedikit parasahabat yang meninggalkan Madinah. Dalam kaitan ini, Abu
Zahrah menulis: [52](iii)
Sebenarnya, sebelum Dinasti Umayyah berkuasa, tidak banyak,
bahkan sedikit sekali sahabat yang keluar dari Madinah. Umar
bin Khatab menahan para sahabat senior di Madinah dan melarang
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
12/52
Edited by: [email protected] 12
mereka meninggalkan kota itu. Pertama, 'Umar ingin mengambil manfaat dari pendapat mereka. Kedua, ia mempertimbangkanalasan-alasan, baik secara politik maupun administratif dalam
pemerintahan. Baru ketika Utsman memerintah, mereka diizinkan
keluar. Yang keluar kebanyakan bukan fuqaha. Juga bukansahabat senior, kecuali yang diizinkan keluar oleh Umar,
seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, danlain-lain. Sahabat yang terkenal punya banyak murid adalah Ibn Mas'ud di Iraq, Abdullah ibn 'Umar serta ayahnya Al-Faroq,Zaid ibn Tsabit dan lain-lain di Madinah.
Kebanyakan, menurut Abu Zahrah, murid-murid sahabat itu para mawali (non Arab). Fiqh tabi'in, karena itu, umumaya fiqh
mawali. Dari sahabat, para tabi'in mengumpulkan dua hal:Hadits-hadits Nabi saw dan pendapat-pendapat para sahabat(aqwal al-shahabat). Bila ada masalah baru yang tidak terdapat
pada kedua hal tersebut, mereka melakukan ijtihad seperti ataudengan metode yang dilakukan para sahabat. Banyak diantara
tabi'in yang mencapai faqahah (kefaqihan) begitu rupa sehinggasahabat (sic!) berguru pada mereka. Qabus ibn Abi Zhabiyan
berkata: Aku tanya ayahku, mengapa Anda tinggalkan sahabat dan mendatangi 'Alqamah. Ayahku menjawab Aku menemukansahabat-sahabat Nabi bertanya kepada 'Alqamah dan meminta
fatwanya. Ka'ab al-Ahbar sering dimintai fatwa oleh Ibn Abbas,
Abu Hurairah, dan Abdullah ibn Amr. 'Alqamah dan Ka'abkeduanya tabi'in.
Ada tujuh orang faqih tabi'in yang terkenal (al-fuqaha
al-sab'ah): Sa'id ibn Musayyab (wafat 93 H), 'Urwah ibnal-Zubair (wafat 94 H), Abu Bakar ibn 'Abid (wafat 94 H),Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar (Wafat 108 H), Abidullah
ibn Abdillah (wafat 99 H), Sulayman ibn Yasar (wafat 100 H)dan Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit (wafat?). Di samping mereka
ada 'Atha ibn Abi Rabah, Ibrahim al-Nakh'i, Al-Syu'bi, Hamadibn Abu Sulayman Salim mawla Ibn Umar, dan 'Ikrimah mawla IbnAbbas.
BUKTI-BUKTI MANIPULASI HADITS
Di sini tidak ditunjukkan manipulasi hadits kecuali seperti
tampak pada kitab-kitab hadits yang ada sekarang. Dari situ paling tidak kita melihat petunjuk (indikator) manipulasi
hadits pada zaman tabi'in. Contoh-contoh yang diberikan disini difokuskan pada manipulasi yang diduga beralasan politis.
Ada beberapa cara manipulasi hadits, antara lain sebagaiberikut.
Pertama, membuang sebagian isi hadits dan menggantinya dengankata-kata yang tidak jelas. Ketika Marwan menjadi Gubernur
Mu'awiyah di Hijaz, ia meminta rakyat untuk membaiat Yazid.Abd al-Rahman ibn Abu Bakar memprotes Marwan sambil berkata.
"Kalian menginginkan kekuasaan ini seperti kekuasaan
Heraclius!". Marwan marah dan menyuruh orang menangkap Abd
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
13/52
Edited by: [email protected] 13
al-Rahman. Ia lari ke kamar 'Aisyah ra, saudaranya. Marwanberkata: Ayat al-Qur'an: alladzi qala liwalidaihi uffin lakumturun tentang Abd al-Rahman. 'Aisyah menolak asbab al-nuzul
ini. Shahih Bukhari menghilangkan ucapan Abd al-Rahman dengan
mengatakan faqaala 'Abd al-Rahman ibn 'Abi Bakar syai'an (Abdal-Rahman mengatakan sesuatu). [53] Dengan cara itu, kecaman
kepada Mu'awiyah dan Marwan tidak diketahui. KehormatanKhalifah dan Gubernurnya terpelihara. Dalam tarikhnya,al-Thabari meriwayatkan ucapan Nabi saw tentang Ali: "Inilahwashihu dan khalifahku untuk kamu". Kata-kata ini dalam Tafsir
al-Thabari dan Ibn Katsir diganti dengan: wa kadza wa kadza
(demikianlah-demikianlah). Tentu saja kata "washi"dan"khalifah" mempunyai konotasi yang sangat jelas. [54]
Kedua, membuang seluruh berita tentang sahabat dengan petunjukadanya penghilangan itu. Muhammad ibn Abu Bakar menulis surat
kepada Mu'awiyah menjelaskaan keutamaan Ali sebagai washi Nabisaw. Mu'awiyah pun mengakuinya. Isi surat ini secara lengkap
dimuat dalam Kitab Shiffin dari Nashr bin Mazahim (wafat 212H) dan Muruj al-Dzahab tulisan al-Mas'udi (wafat 246 H).
Al-Thabari (wafat 310 H) melaporkan peristiwa itu dengan menunjuk kedua kitab di atas sebagai sumber. Tetapi ia membuang semua isi surat itu dengan alasan "supaya orang
banyak tidak resah mendengarkannya." Ibn Atsir dalam
Al-Bidayah wa al-Nihayah juga menghilangkan kedua surat itudengan mengemukakan alasan yang sama. [55]
Ketiga, memberikan makna lain (ta'wil) pada hadits. Al-Dzahabi
ketika meriwayatkan biografi Al-Nasai menulis, ketika al-Nasaidiminta meriwayatkan keutamaan Mu'awiyah, ia berkata, "haditsapa yang harus aku keluarkan kecuali ucapan Nabi, semoga Allah
tidak mengenyangkan perut Mu'awiyah". Kata Al-Dzahabi:Barangkali yang dimaksudkan dengan keutamaan Mu'awiyah ini
adalah ucapan Nabi saw: Ya Allah, siapa yang aku laknat atauaku kecam, jadikanlah laknat dan kecaman itu kesucian danrahmat baginya. [56] Bagaimana mungkin laknat Nabi menjadi
kesucian dan rahmat; tetapi Bukhari dan Muslim memang meriwayatkan hadits ini. [57] Al-Thabrani dalam Majma'
al-Zawaid meriwayatkan ucapan Rasulullah saw kepada Salman
bahwa Ali adalah washi-nya. Al-Thabrani memberi komentar: Ia
menjadikan washi untuk keluarganya, bukan untuk Khalifah.
Keempat, membuang sebagian isi hadits tanpa menyebutkanpetunjuk ke situ atau alasan. Ibn Hisyam mendasarkan tarikhnya
pada tarikh Ibn Ishaq. "Tetapi aku tinggalkan sebagian riwayatIbn Ishaq yang jelek bila disebut orang", kata Ibn Hisyamdalam pengantarnya. Di antara yang dibuang itu adalah kisah
"wa andzir 'asyirataka al-aqrabin". Dalam Ibn Ishaqdiriwayatkan Nabi saw berkata; "Inilah saudaraku, washiku, dan
khalifahku untuk kamu." [58] Belakangan ini Muhammad HusaynHaykal, dalam Hayat Muhammad melakukan hal yang sama. Pada
bukunya, cetakan pertama, ia mengutip ucapan Nabi: Siapa yang
akan membantuku dalam urusan ini supaya menjadi saudaraku,
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
14/52
Edited by: [email protected] 14
washiku dan Khalifahku untuk kamu. Pada Hayat Muhammad,cetakan kedua (Tahun 1354), ucapan Nabi saw ini dihilangkansama sekali.
Kelima, melarang penulisan hadits Nabi saw. Berkenaan denganini bagian "Fiqh al-Khulafa' al-Rasyidin" di atas. Beberapa
tabi'in juga melarang penulisan hadits.
Keenam, mendha'ifkan hadits-hadits yang mengurangi kehormatan penguasa atau yang menunjang keutamaan lawan. Ibn Katsir
mendha'ifkan riwayat Nabi tentang Ali sebagai Washi. Ia
menganggap riwayat itu sebagai dusta, yang dibuat-buat olehorang Syi'ah, atau orang-orang yang bodoh dalam ilmu hadits.
[69] Ia lupa bahwa hadits ini diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi oleh Imam Ahmad, Al-Thabari, Al-Thabrani, Abu Nu'aimal-Isbahani, Ibnu 'Asakir dan lain-lain. Al-Syu'bi
meriwayatkan hadits dari Al-Harits al-Hamdani. Ia berkata:menyampaikan padaku Al-Harits, salah seorang pendusta. Ibn Abd
al-Barr mengomentari ucapan al-Syu'bi: Ia tidak menjelaskanapa alasan dusta untuk Al-Harits. Ia membenci Al-Harits karena
kecintaannya yang berlebihan pada Ali dan mengutamakan Ali diatas sahabat yang lain. Karena itu, wallahu a'lam, Al-Syu'bi mendustakan Al-Harits; Al-Syuibi mengutamakan Abu Bakar, dan
bahwa Abu Bakar adalah orang yang pertama masuk Islam.
3. Lahirnya Madzhab-madzhab Fiqh
Ketika al-Manshur baru saja diangkat menjadi khalifah, ia
mengundang Malik ibn Anas, Ibn Sam'an dan Ibn Abi Dzuaib. Iadikawal para prajurit dengan pedang-pedang terhunus. Setelah berbicara panjang, Khalifah bertanya. "Bagaimana pendapat
kalian tentang diriku? Apakah aku pemimpin adil atau zalim?" Malik bin Anas berkata: "Ya Amiral Mu'minin, aku tawassul
padamu dengan Allah swt dan aku meminta tolong padamu denganMuhammad saw dan dengan kekeluargaanmu padanya, maafkanlah akuuntuk tidak berbicara." "Aku maafkan Anda", kata al-Manshur.
Kemudian ia melirik kepada Ibn Sam'an: "Bagaimana pendapat
kamu?" Kata Ibn Sam'an: "Anda, demi Allah, orang yang paling
baik. Demi Allah, ya Amir al-Mu'minin, Anda berhaji ke
Baitullah; Anda perangi musuh; Anda berikan keamanan di jalan;Anda lindungi orang yang lemah supaya tidak dimakan yang kuat.
Andalah tonggak agama, orang terbaik, dan umat teradil."
Kemudian al-Manshur melirik Ibn Abi Dzuaib. "Atas nama Allah bagaimana pendapatmu tentang diriku?" Yang ditanya menjawab,"Menurut pendapatku, Anda manusia terjahat, demi Allah. Anda
merampas harta Allah, RasulNya, dan bagian keluarga Rasul,anak yatim, dan orang miskin. Anda hancurkan yang lemah, Anda
persulit orang yang kuat. Anda tahan harta mereka. Apaalasanmu di hadapan Allah nanti?"
"Celaka kamu, tidakkah kamu lihat apa yang ada dihadapanmu?"
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
15/52
Edited by: [email protected] 15
kata al-Manshur. "Benar, aku lihat pedang dan itu berartikematian. Bagiku sama saja apakah mati itu dipercepat ataudiperlambat."
Peristiwa di atas, yang dikisahkan Ibn Qutaybah. menunjukkan posisi Malik ibn Anas dibandingkan ulama yang sezaman
dengannya. Ibn Abi Dzuaib, nama lengRapnya Abu al-Harit Muhammad ibn Abd al-Rahman ibn al-Mughirah ibn Dzuaibal-'Amiri, adalah seorang alim yang terkenal faqih dan wara.Menurut al-Dahlawi, di samping Malik, Ibn Dzuaib adalah orang
yang membukukan hadits di Madinah. Tapi, namanya hampir tidak
pernah disebut dalam buku-buku tarikh. Ia lebih berani, danboleh jadi lebih faqih dari Malik. Namun sekarang hampir tidak
ada orang yang mengenalnya.
Sejarah memang hanya memihak yang menang. Fame bestows no
favors upon the losers. Malik bin Anas kelak terkenal sebagaipendiri madzhab Maliki, dengan para pengikut yang tersebar di
berbagai bagian dunia Islam. Ibn Dzuaib, tentu saja tidakdikenal. Imam Malik menjadi terkemuka setelah al-Manshur
memberikan segala kehormatan kepadanya. Ketika naik haji,al-Manshur berkata kepada Malik: "Saya punya rencana untukmemperbanyak kitab yang kau susun ini, yaitu saya salin, dan
kepada setiap wilayah kaum Muslim saya kirim satu naskah,
serta saya instruksikan agar mereka mengamalkan isinyasehingga mereka tidak mengambil yang lain." Begitu pula,
ketika Harun al-Rasyid berkuasa, ia bermusyawarah dengan Malikuntuk menggantungkan al-Muwaththa pada Ka'bah dan
memerintahkan orang untuk beramal menurut Kitab itu. Walau Malik menolak rencana kedua khalifah itu, kita tahu bahwaMalik didukung para penguasa.
Masih sezaman dengan Malik dan bahkan Malik pernah berguru
kepadanya, adalah faqih dari keluarga Rasulullah saw, Ja'faral-Shadiq. Ia pun hampir tidak dikenal kecuali pada kalangan pengikutnya saja. Malik berkata tentang Ja'far: "Aku pernah
berguru pada Ja'far bin Muhammad beberapa waktu. Aku tidak pernah melihatnya kecuali dalam salah satu di antara tiga
keadaan: sedang shalat, sedang puasa, atau sedang membaca
al-Qur'an. Tidak pernah aku lihat ia meriwayatkan hadits dari
Rasulullah kecuali dalam keadaan suci. Ia tak bicara sesuatuyang tak manfaat, dan ia termasuk ulama yang taat beribadah,
zuhud, yang hanya takut kepada Allah saja." Sifat terakhir inijustru menyebabkan Ja'far tidak disenangi penguasa. Fiqhnya
"dicurigai" dan para pengamalnya dianiaya.
Seperti akan kita uraikan nanti, sebetulnya banyak madzhab
muncul, tetapi karena tidak didukung penguasa, madzhab-madzhabitu akhirnya hilang dari catatan sejarah. Dalam tulisan ini
kita akan mencatat beberapa orang tokoh madzhab yangterlupakan. Tapi sebelum itu, kita akan meninjau latar
belakang historis dari tumbuhnya madzhab-madzhab fiqh. Pada
akhir bagian ini kita akan membicarakan "pokok dan tokoh"
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
16/52
Edited by: [email protected] 16
madzhab yang masih memiliki banyak pengikut sampai sekarang.
SEJARAH PEMBENTUKAN MADZHAB
Kelima Madzhab yang akan kita bicarakan -Ja'fari, Maliki,Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali-- tumbuh pada zaman kekuasaan
dinasti Abbasiyah. Pada zaman sebelum itu, bila orangberbicara tentang madzhab, maka yang dimaksud adalah madzhabdi kalangan sahabat Nabi: Madzhab Umar, Aisyah, Ibn Umar, Ibn Abbas, Ali dan sebagainya. Para sahabat dapat dikelompokkan
dalam dua besar. Yaitu ahl al-Bayt dan para pengikutnya, juga
para sahabat di luar ahl al-Bayt. Ali dan kedua puteranya, AbuDzarr, Miqdad, 'Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abu Rafi Mawla
Rasulullah, Ummi Salamah, dan sebagainya, masuk kelompok pertama. Sedangkan Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, AbuHurairah dan lain-lain masuk kelompok kedua.
Murtadha al-'Askary menyebut dua madzhab awal ini sebagai
Madrasah al-Khulafa dan Madrasah Ahl al-Bayt. Kedua madrasahini berbeda dalam menafsirkan al-Qur'an, memandang sunnah
Rasulullah, dan melakukan istinbath hukum. Pada zamankekuasaan dinasti Umawiyyah, madrasah al-Khulafa bercabanglagi ke dalam dua cabang besar: Madrasah al-Hadits dan
Madrasah al-Ra'y. Yang pertama, berpusat di Madinah,
melandaskan fiqhnya pada al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijtihad parasahabat, dan sedapat mungkin menghindari ra'yu dalam
menetapkan hukum. Yang kedua, berpusat di Iraq, sedikit menggunakan hadits dan lebih banyak berpijak pada penalaran
rasional dengan melihat sebab hukum (illat) dan tujuan syara'(maqashid syar'iyyah).
Sementara itu, Madrasah ahl al-Bayt tumbuh "di bawah tanah" mengikuti para imam mereka. Karena tekanan dan penindasan,
mereka mengembangkan esoterisme dan disimulasi untukmemelihara fiqh mereka. Ibn Qutaybah dalam Kitab al-Ikhtilaf menceritakan bagaimana raja-raja Umawiyyat berusaha
menghapuskan tradisi ahl al-Bayt dengan mengutuk Ali bin AbiThalib di mimbar-mimbar, membunuh para pengikut setianya, dan
mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ahl al-Bayt. Tidak
jarang sunnah Rasulullah yang sahih ditinggalkan karena sunnah
itu dipertahankan dengan teguh oleh para pengikut ahl al-Bayt.
Ibn Taymiyyah menulis perihal tasyabbuh dengan syiah: "Darisinilah para fuqaha berpendapat untuk meninggalkan
al-mustahabbat (yang sunat) bila sudah menjadi syiarorang-orang Syi'ah. Karena walaupun meninggalkannya tidakwajib menampakkannya berarti menyerupai (tasyabbuh) mereka,
sehingga sunni tidak berbeda dengan syi'ah. Kemaslahatan berbeda dengan mereka dalam rangka menjauhi dan menentang
mereka lebih besar dari kemaslahatan mengamalkan yang musthabitu." Salah satu contoh sunnah yang dijauhi orang adalah
tasthih seperti diceritakan oleh Muhamamd bin 'Abd al-Rahma
yang berkata: "Yang sunnah dalam membuat kubur adalah
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
17/52
Edited by: [email protected] 17
meratakan permukaan kubur (tasthith). Inilah yang paling kuatmenurut madzhab Syaf'i. "Tapi Abu Hanifah dan Ahmad berkata:"Menaikkan permukaan kubur (tasnim) lebih baik, karena tasthih
sudah menjadi syi'ar sy'iah."
(iv)
Pada periode Umawiyyah, madrasah-madrasah itu tidak melahirkan pemikiran-pemikiran madzhab. Dr. Muhammad Farouq al-Nabhanmenjelaskan sebab-sebab berikut: a) Hubungan yang buruk antaraulama dan khulafa. Banyak tokoh sahabat dan tabi'in yang
menganggap daulat Umawiyyah ditegakkan di atas dasar yang
batil. Para khalifah banyak melakukan hal-hal yang melanggarsunnah Rasulullah saw b) Terputusnya hubungan antara pusat
khilafah dengan pusat ilmiah. Waktu itu, pusat pemerintahan berada di Syam, sedangkan pusat-pusat ilmiah berada di Iraqdan Hijaz; c) Politik diskriminasi yang mengistimewakan orang
Arab di atas orang bukan Arab. Dinasti Umawiyah memisahkan Arab dan mawali. Kebijakan ini menyebabkan timbulnya rasa
tidak senang pada para mawali - yang justru lebih banyak padadaerah kekuasaan Islam. Banyak di antara mereka adalah para
sarjana dalam berbagai disiplin ilmu.
Karena itu pada permulaan pemerintahannya, Dinasti Abbasiyah
disambut dengan penuh antusias baik oleh mawali maupun
pengikut ahl al-Bayt. Di antara mawali itu adalah Abu Hanafidan di antara imam ahl al-Bayt adalah Ja'far bin Muhammad.
Keduanya mengembangkan ajaran mereka pada zaman Abbasiyah.
IMAM-IMAM MADZHAB YANG TERLUPAKAN
Sudah disebutkan di muka, bahwa madzhab-madzhab besar yang
kita kenal sekarang --kecuali mazhab Ja'fari-- membesar karenadukungan penguasa. Madzhab Hanafi mulai berkembang ketika Abu
Yusuf, murid Abu Hanifah, diangkat menjadi qadhi dalam pemerintahan tiga khalifah Abbasiyah: al-Mahdi, al-Hadi, danal-Rasyid. Al-Kharaj adalah Kitab yang disusun atas permintaan
al-Rasyid. Kitab ini adalah rujukan utama madzhab Hanafi.
Madzhab Maliki berkembang di khilafah Timur atas dukungan
al-Manshur dan di khilafah Barat atas dukungan Yahya bin Yahya
ketika diangkat menjadi qadhi oleh para khalifah Andalusia. Di Afrika, al-Mu'iz Badis mewajibkan seluruh penduduk untuk
mengikuti madzhab Maliki. Madzhab Syafi'i membesar di Mesirketika Shalahuddin al-Ayyubi merebut negeri itu. Madzhab
Hanbali menjadi kuat pada masa pemerintahan al-Mutawakkil.Waktu itu al-Mutawakkil tidak mengangkat seorang qadhi kecualidengan persetujuan Imam Ahmad ibn Hanbal.
Dalam menyimpulkan semua ini, Syah Wali al-Dahlawi menulis:
"Bila pengikut suatu madzhab menjadi masyhur dan diberiwewenang untuk menetapkan keputusan hukum dan memberikan
fatwa, dan tulisan mereka terkenal di masyarakat, lalu orang
mempelajari madzhab itu terang-terangan. Dengan begitu,
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
18/52
Edited by: [email protected] 18
tersebarlah madzhabnya di seluruh penjuru bumi. Bila parapengikut madzhab itu lemah dan tidak memperoleh posisi sebagaihakim dan tidak berwewenang memberi fatwa, maka orang tak
ingin mempelajari madzhabnya. Lalu madzhab itu pun hilang
setelah beberapa lama."
Beberapa madzhab yang hilang itu secara singkat diuraikansebagai berikut:
1. Madzhab al-Tsawri. Tokoh madzhab ini adalah Abu Abd
Allah Sufyan bin Masruq al-Tsawry. Lahir di Kufah tahun
65 H dan wafat di Bashrah tahun 161 H. Imam Ahmadmenyebutnya sebagai seorang faqih, ketika Ahmad menyebut
dirinya hanya sebagai ahli hadits. Ia berguru padaJa'far al-Shadiq dan meriwayatkan banyak hadits. Ayahnyatermasuk perawi hadits yang ditsiqatkan Ibn Ma'in.
Berkali-kali al-Manshur mau membunuhnya, tetapi iaberhasil lolos. Ketika ia diminta menjadi qadhi, ia
melarikan diri dan meninggal di tempat pelarian.Pahamnya diikuti orang sampai abad IV Hijrah;
2. Madzhab Ibn 'Uyaiynah. Nama lengkapnya Abu MuhammadSufyan ibn 'Uyaiynah wafat tahun 198 H. Ia mengambil
ilmu dari Imam Ja'far, al-Zuhry, Ibn Dinar, Abu Ishaq
dan lain-lain. Di antara yang mengambil riwayat daripadanya adalah Syafi'i. Ia memberi komentar: "Seandainya
tidak ada Malik dan Ibn 'Uyaiynah, hilanglah ilmu Hijaz.Madzhabnya diamalkan orang sampai abad IV, tetapi
setelah itu hilang karena tidak ada dukungan penguasa.
3. Madzhab al-Awza'iy. Pendirinya Abd al-Rahman bin Amr
al-Awza'iy adalah imam penduduk Syam. Ia sangat dekatdengan Bani Umayyah dan juga Bani Abbas. Madzhabnya
tersisihkan hanya ketika Muhammad bin Utsman dijadikanqadhi di Damaskus dan memutuskan hukum menurut MadzhabSyafi'i Ketika Malik ditanya tentang siapa di antara
yang empat (Abu Hanifah, al-Awza'iy, Malik danal-Tsawry) yang paling benar? Malik berkata:
"Al-Awza'iy." Mazhabnya diamalkan orang sampai tahun 302
H;
4. Madzhab al-Thabary. Abu Ja'far Muhammad ibn Jarir ibn
Yazid ibn Khalid ibn Ghalib al-Thabary lahir diThabaristan 224 H dan wafat di Baghdad 310 H. Ia
termasuk mujtahid ahl al sunnah yang tidak bertaklidkepada siapa pun. Kata Ibn Khuzaymah: Ia hafal dan pahamal-Qur'an; mengetahui betul makna al-Qur'an. Ia faqih,
mengetahui sunnah dan jalan-jalannya; dapat membedakanyang sahih dan yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh
dan paham akan pendapat para sahabat. Tidak diketahuisampai kapan madzhabnya diikuti orang.
5. Madzhab al-Zhahiry. Abu Sulayman Dawud ibn 'Ali
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
19/52
Edited by: [email protected] 19
dilahirkan di Kufah tahun 202 H dan hidup di Baghdadsampai tahun 270 H. Madzhabnya berkembang sampai abadVII. Salah seorang muridnya yang masyhur adalah Ibn
Hazm. Ia diberi gelar al-Zhahiry karena berpegang secara
harfiah pada teks-teks nash. Ia berkembang di daerahMaroko, ketika Ya'qub ibn Yusuf ibn Abd al-Mu'min
meninggalkan mazhab Maliki dan mengumumkanperpindahannya ke madzhab al-Zhahiry.
Inilah sebagian di antara tokoh-tokoh madzhab yang tidak lagi
dianut secara resmi sekarang ini. Berikut adalah para pemuka
madzhab yang terkenal. Karena riwayat hidup mereka sudahdisebutkan di atas --kecuali Imam Ja'far-- di sini hanya
disebutkan beberapa catatan kecil saja. Pokok-pokok pikirannyadalam fiqh akan kita perkenalkan secara singkat.
IMAM JA'FAR IBN MUHAMMAD AL-SHIDIQ (82-140 H)
Ja'far ibn Muhammad ibn Ali ibn Husain (ibn Ali) ibn Fathimah binti Rasulullah saw lahir di Madinah tahun 82 H pada masa
pemerintah Abd al-Malik ibn Marwan. Selama lima belas tahun iatinggal bersama kakeknya, Ali Zainal Abidin keturunan Rasulyang selamat dari pembantaian di Karbela. Setelah Ali wafat,
ia diasuh oleh ayahnya Muhammad al-Baqir dan hidup bersama
selama sembilan belas tahun.
Ia sempat menyaksikan kekejaman al-Hajjaj, pemberontakan Zaidibn Ali, dan penindasan terhadap para pengikut madrasah ahl
al-Bayt. Ia juga menyaksikan naiknya al-Saffah dan al-Manshurdengan memanipulasikan kecintaan orang pada ahl al-Bayt. Iajuga menyaksikan bahwa para khalifah Abbasiyah tidak lebih
baik dari para khalifah Umawiyah dalam kebenciannya kepadakeluarga Rasul. Abu Zahrah menulis:
Dinasti 'Abbasiyah selalu merasa terancam dalamkekuasaannya oleh para pengikut Ali. Kaum 'Alawi
menunjukkan nasab seperti mereka dan memiliki kekerabatandengan Rasulullah yang tidak dimililki 'Abbasiy.
Orang-orang yang menentang mereka semuanya berasal dari
'Alawiyyin. Mereka selalu cemas menghadapi mereka. Karena
itu, bila para penguasa 'Abbasiyah melihat ada dakwah'Alawi, mereka segera menghukumnya. Bila mereka melihat
ada pejabat yang memuji Bani 'Ali, mereka segeramengucilkannya atau membunuhnya. Mereka tak perduli
membunuh orang tak berdosa karena dianggap mengancampemerintahannya.
Dalam suasana seperti itulah, Imam Ja'far memusatkanperhatiannya pada penyebaran sunnah Rasulullah dan peningkatan
ilmu dan akhlak kaum Muslim. Di antara murid-muridnya adalahImam Malik, al-Tsawry, Ibn 'Uyaiynah, Abu Hanifah, Syu'bah ibn
al-Hajjaj, Fadhail ibn Iyadh, dan ribuan para perawi.
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
20/52
Edited by: [email protected] 20
Untuk mengetahui pemikiran Imam Ja'far dalam hal fiqh, kitatuliskan percakapannya dengan muridnya selama dua tahunseperti diceritakan Abu Nu'aim:
Abu Hanifah, Ibn Syabramah, dan Ibn Abi Layla menghadapImam Ja'far. Ia menanyakan Ibn Abi Layla tentang kawannya,
yang kemudian dijawab Ia orang pintar dan mengetahuiagama. "Bukankah ia suka melakukan qiyas dalam urusanagama?," tanya Ja'far. "Benar."
Ja'far bertanya kepada Abu Hanffah: "Siapa namamu?"
"Nu'man."
"Aku tidak melihat Anda menguasai sedikit pun." kataJa'far sambil mengajukan berbagai pertanyaan yang tidakbisa dijawab Abu
"Hai Nu'man, ayahku memberitahukan kepadaku dari kakekku
bahwa Nabi saw bersabda: Orang yang pertama menggunakanqiyas dalam agama adalah iblis. Karena ketika Allah
menyuruhnya bersujud kepada Adam ia berdalih: Aku lebihbaik dari dia karena aku Kau buat dari api dan ia Kau buatdari tanah. Barang siapa yang menggiyas dalam agama, Allah
akan menyertakannya bersama iblis, karena ia mengikutinya
dengan qiyas.
Manakah yang lebih besar dosanya - membunuh atau berzinah?"Membunuh."
"Lalu, mengapa Allah hanya menuntut dua orang saksi untukpembunuhan dan empat orang saksi untuk zinah."
"Mana yang lebih besar kewajibannya - shalat atau shawm
(puasa)?"
"Shalat"
"Mengapa wanita yang haidh harus mengqadha shawmnya tetapi
tidak harus mengqadha shalatnya. Bagaimana kamu
menggunakan qiyasmu. Bertaqwalah kepada Allah dan jangan
melakukan qiyas dalam agama."
Dari percakapan di atas kita melihat perbedaan pendekatanhukum di antara dua pemuka madzhab. Di antara karakteristik
khas dari madzhab Ja'fari, selain menolak qiyas adalah hal-halberikut: a) Sumber-sumber syar'iy adalah al-Qur'an, al-Sunnahdan akal. Termasuk ke dalam sunnah adalah sunnah ahl al-Bayt:
yakni para imam yang ma'shum. Mereka tidak mau menjadikanhujjah hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat yang
memusuhi ahl al-Bayt; b) Istihsan tidak boleh dipergunakan.Qiyas hanya dipergunakan bila 'illat-nya manshush (terdapat
dalam nash). Pada hal-hal yang tak terdapat ketentuan nashnya,
digunakan akal berdasarkan kaidah-kaidah tertentu; c)
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
21/52
Edited by: [email protected] 21
Al-Qur'an dipandang telah lengkap menjawab seluruh persoalanagama. Tugas mujtahid adalah mengeluarkan dari al-Qur'anjawaban-jawaban umum untuk masalah-masalah yang khusus. Karena
Rasulullah dan para imam adalah orang yang mengetahui
rahasia-rahasia al-Qur'an, penafsiran al-Qur'an yang palingabsah adalah yang berasal dari mereka.
IMAM ABU HANIFAH
Abu Hanifah terkenal sebagai alim yang teguh pendirian. Ia
menentang setiap kezaliman. Beberapa kali ia mengkritik
al-Manshur secara terbuka. Ketika Muhammad dan Ibrahim dariahl al-Bayt memberontak, Abu Hanifah mendukungnya. Begitu
pula, ketika Imam Zayd melawan penguasa, Abu Hanifah berbay'atkepadanya. Abu Zahrah, penulis biografi Abu Hanifah, menulis:"Sesungguhnya Abu Hanifah itu Syi'ah dalam kecenderungan dan
pendapatnya tentang penguasa di zamannya. Yakni, ia melihat bahwa khalifah haruslah diserahkan pada keturunan Ali dari
Fathimah; dan bahwa para khalifah yang sezaman dengan merekatelah merampas haknya dan karena itu mereka zalim."
Sikap Abu Hanifah itu, ditambah hasutan Ibn Abi Layla, menimbulkan kemarahan Al-Manshur. Tapi karena kedudukan Abu
Hanifah di masyarakat, Al-Mansur tak dapat membunuhnya tanpa
alasan. Lalu ia menjebak Abu Hanifah dengan jabatan qadhi.Ketika Abu Hanifah menolaknya, ia dipenjarakan. Setiap hari,
ia dicambuk sepuluh lecutan. Ia mengakhiri hidupnya, menurutsatu riwayat, karena diberi makanan beracun.
Abu Hanifah meninggalkan banyak murid. Di antaranya Abu Yusuf,yang kemudian menjadi qadhi dan banyak memasukkan hadits dalam
kitab-kitabnya; Muhammad ibn Hasan al-Syaybany, yang pernahberguru pada Malik dan kemudian menggabungkan madrasah hadits
dengan madrasah Ra'y; dan Zafr ibn al-Hudzail, yang sangatekstrem menggunakan qiyas.
Pokok fiqih madzhab Hanafi bersumber pada tiga hal: a)Sumber-sumber naqliyah, yang meliputi al-Qur'an, al-Sunnah,
ijma, dan pendapat para sahabat. Abu Hanifah berkata, "Aku
mengambil dari al-Kitab, jika aku dapatkan di dalamnya. Bila
tidak, aku ambil Sunnah Rasulullah dan hadits-hadits yangsahih, yang disampaikan oleh orang-orang yang dapat dipercaya.
Jika tidak aku dapatkan dalam al-Kitab dan Sunnah Rasulullah,aku mengambil pendapat para sahabat yang aku kehendaki dan
meninggalkan yang tidak aku kehendaki. Aku tidak keluar daripendapat sahabat kepada pendapat yang lain. Bila sudah sampaipada tabi'in, mereka berijtihad dan aku pun berijtihad,", b)
Sumber-sumber ijtihadiyah, yaitu dengan menggunakan qiyas danistihsan. c) Al-A'raf, yakni adat kebiasaan yang tidak
bertentangan dengan nash, terutama dalam masalah perdagangan.Abu Hanifah bahkan mengarqurkan beramal dengan 'urif.
(v)
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
22/52
Edited by: [email protected] 22
IMAM MALIK
Pada zaman kekuasaan Ja'far ibn Sulayman tahun 146 H Malik
dihukum cambuk. Ia --menurut satu riwayat-- mengeluarkan fatwa
yang tidak dikehendaki penguasa. Setelah itu, al-Manshurmerasa bersalah, di samping ingin berusaha memanfaatkan alim
besar ini. Ia tidak mungkin menarik Ja'far dan tidak berhasilmengambil hati Abu Hanifah. Al-Manshur pada musim haji 153 H, meminta maaf kepada Malik atas perlakukan salah seorang penguasanya. Ia memberikan wewenang besar pada Malik untuk
mengangkat dan memberhentikan para pejabat yang dipandangnya
tidak mampu. Ia juga boleh menghukum mati atau memenjarakanyang dipandangnya bersalah.
Karena wewenangnya ini, Malik menjadi sangat berwibawa.Orang-orang ketakutan berada di majlisnya, karena wibawa
Malik. Ketika seorang murid membantah Malik perihal penguburanrambut dan kuku, Malik memukul orang itu dan memenjarakannya
Ketika seorang bertanya: "Bagaimana pendapat Anda tentangorang yang berpendapat bahwa al-Qur'an itu makhluk?." Malik
memanggil pengawalnya: "Ia zindiq, bunuh dia." Orang ituberkata: "Bukan aku yang berkata begitu. Aku hanya melaporkanucapan orang lain." Malik menukas: "Tapi aku hanya
mendengarnya dari kamu."
Catatan kecil di atas menunjukkan kekuasaan Malik. Ini sangat
berpengaruh pada penyebaran madzhabnya. Madzhab Maliki mendasarkan fiqhnya pada 12 pokok: a) Al-Qur'an: zhahirnya,
dalil-nya, mafhum-nya dan illat-nya; b) Al-Sunnah:al-mutawatirah dan al-masyhurah. Bila zhahirnya sunnahbertentangan dengan al-Qur'an, didahulukan al-sunnah; c) Ijma'
penduduk Madinah, ijma' secara naql. Ijma' sebelum terbunuhnyaUtsman, ijma' mutaakhir: masing-masing dengan kekuatan hukum
yang berbeda; d) Fatwa sahabat; e) Khabar Ahad dan Qiyas; f)Istihsan; g) Mashalih mursalah; h) Sadd al-Dzara'i; i) Mura'atkhilaf al-mujtahidin; j) Istishhab; k) Syar'man qablana.
IMAM SYAFI'I
Pokok-pokok fiqh Syafi'i ada lima: a) Al-Qur'an dan al-Sunnah;
b) al-Ijma'; c) Pendapat sahabat yang tidak ada yangmenentangnya; d) Ikhtilaf sahabat Nabi; e) Qiyas.
IMAM HANBALI
Pokok-pokok fiqh madzhab Hanbali: a) Al-Nushush; b) Fatwasahabat; c) Ikhtilaf sahabat; d) Hadits mursal dan dha'if; e)
Qiyas.
4. STAGNASI PEMIKIRAN FIQH: MASA KETERTUTUPAN
Dr. Muhammad al-Tijani al-Samawi bercerita tentang kisah
fanatisme di kota Qafsah, Tunisia. Seorang alim besar di kota
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
23/52
Edited by: [email protected] 23
itu mengecam orang-orang yang menjamak shalat Zhuhur dan Ashar. "Mereka membawa agama baru yang bukan agama Muhammadsaw. Mereka menyalahi al-Qur'an yang menyatakan bahwa shalat
itu bagi kaum Mukmin kewajiban yang ditetapkan waktunya."
Seusai shalat, seorang pemuda menanyakan lagi perihal shalatjamak. Ia berkata bahwa itu termasuk salah satu bid'ah orang
Syi'ah. Tetapi shalat jamak ini terdapat dalam kitab haditsshahih Bukhari dan Muslim, kata pemuda itu. "Tidak benar,"kata sang imam. Pemuda itu mengeluarkan kedua kitab shahihtersebut dan memintanya membaca hadits-hadits tentang shalat
jamak. Ketika ia membacanya, hadirin tercengang mendengarnya.
Ia mengembalikan kedua kitab itu sambil berkata, "Ini khususuntuk Rasulullah saw. Bila engkau sudah menjadi Rasul Allah
bolehlah engkau melakukannya." Pemuda itu bermaksudmenunjukkan bahwa Ibn Abbas, Anas ibn Malik dan banyak sahabatlainnya melakukan shalat jamak (bukan karena bepergian),
tetapi ia mengurungkan maksudnya.
Di Afghanistan seorang mushalli memberi isyarat dengantelunjuknya dan menggerak-gerakkannya. Kawan shalat di
sampingnya memukulnya dengan keras sehingga telunjuk itupatah. Ketika ditanya mengapa itu terjadi, ia menjawab bahwa menggerakkan telunjuk dalam tasyahud adalah haram. Apa
dalilnya? Dalilnya terdapat dalam Kitab fiqh al-Syaikh
al-Kaydani.
Kedua peristiwa di atas terjadi dalam rentang waktu cukup lama-menurut sebagian penulis dari abad VI Hijrah sampai abad
XIII. Sebuah rentang waktu yang oleh para Tarikh Tasyri'disebut sebagai zaman stagnasi pemikiran fiqh ('ashral-rukud).
Al-Ustadz al-Zarqa melukiskan situasi umum pada waktu itu:
Pada zaman tersebut pemikiran fiqh mengalami kemunduran,dimulai kemandegan dan diakhiri kebekuan, walau selama masaitu muncul juga beberapa ulama fiqh dan ushul yang cemerlang.
Pada zaman inilah pemikiran taqlid mutlak dominan. Pemikiran bergeser dari upaya mencari sebab-sebab dan maksud syara'
dalam memahami hukum, ke upaya menghapal yang sia-sia dan
merasa cukup dengan menerima apa yang telah tertulis dalam
kitab-kitab madzhab tanpa penelitian. Dengan begitu, menghilanglah kegiatan yang dulu merupakan gerakan takhrij,
tarjih, dan tanzhim dalam madzhab fiqh. Peminat fiqh hanya mempelajari kitab yang ditulis seorang faqih tertentu di
antara tokoh-tokoh madzhabnya Ia tidak melihat kepada syari'atdan fiqh kecuali melalui tulisan dalam kitab itu, sesudahsebelumnya mempelajari al-Qur'an, al-Sunnah, pokok-pokok dan
maksud-maksud syara'.
Pasal ini akan memperlihatkan karakteristik zaman ini darisegi karya-karya ilmiah yang lahir waktu itu dan dari segi
kecenderungan pemikiran. Kita akan mengakhiri dengan melacak
sebab-sebab timbulnya stagnasi pemikiran ini.
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
24/52
Edited by: [email protected] 24
KARAKTERISTIK ZAMAN STAGNASI: TRADISI MENSYARAH KITAB
Setelah keempat imam madzhab ahl al-Sunnah meninggal dunia,
fiqh memasuki zaman tadwin (kodifikasi). Berbagai ilmu Islamdibukukan dan tidak disampaikan secara lisan lagi. Penafsiran
al-Qur'an, hadits, ilmu ushul al-fiqh, dan fiqh para imam madzhab disusun dalam buku. Dalam penafsiran al-Qur'anmisalnya, para ulama menghimpun hadits-hadits Nabi saw, baikyang lemah maupun yang kuat, serta menghimpun penafsiran para
sahabat, tabi'in, dan para mujtahid. Mereka menulis buku-buku
yang lebih merupakan ensiklopedia atau kamus dari padaanalisis ilmiah. Pada masa inilah berkembang al-tafsir bi
al-ma'tsur. Hadits-hadits dibukukan dalam bentuk al-jawami',al-masanid, al-ma'ajim, al-mustadrakat dan sebagainya.Bersamaan dengan itu, dibukukan pula riwayat para perawi
hadits, ilmu jarh wa ta'dil dan riwayat para sahabat. Parapengikut membukukan fatwa-fatwa dan hasil ijthad para mujtahid
tersebut.
Gerakan tadwin, di satu sisi menyimpan khazanah ilmu paraulama; tapi di sisi lain menyebabkan para ulama merasa cukupdengan apa yang telah tersedia. Mereka tak merasa perlu
melakukan penelitian ulang. Perlahan-lahan berkembanglah
tradisi membuat syarah (komentar) dan matan. Maksudnya untuk memudahkan pembaca memahami kitab-kitab rujukan. Mereka
menjelaskan kata-kata atau kalimat-kalimat secara sematik,atau menambahkan penjelasan dengan mengutip ucapan para ulama
lain. Tidak jarang syarah suatu kitab disyarahi dan disyarahilagi. Untuk Shahih al-Bukhari, sepanjang saya ketahui, palingtidak ada tiga kitab syarah: Fath al-Bary, Irsyad al-Sary,
Umdat al-Qary. Ada pula beberapa kitab yang mensyarahal-Muwatha susunan Imam Malik.
Pada zaman ini, juga berkembang tradisi munaqasyah madzhabiyah(diskusi madzhab). Para ulama madzhab Syafi'i menyerang
tulisan para ulama madzhab Hanbali atau sebaliknya.Argumentasi dikembangkan untuk membela madzhab masing masing.
Ulama ahl al-Sunnah menulis kitab yang menyerang ajaran
Syi'ah. Ulama Syi'ah membalasnya dengan menulis kitab lagi.
Atau sebaliknya. Sebagai jawaban terhadap serangan ahlal-Sunnah, al-Hilly menulis Minhaj al-Karamah. Ibn Rouzbahan
menulis bantahan pada Minhaj al-Karamah. Bantahan ini dibantahlagi oleh al-Mar'asyi al-Tustary. Sekarang bantahan itu sudah
menjadi 19 jilid Ihqaq al-Haq, yang setiap jilidnya seukuransatu jilid Encyclopedia Britannica. Ibn Taymiyah menulis Minhaj al-Sunnah untuk menolak Minhaj al-Karamah. Al-Amini
menulis 11 jilid al-Ghadir hanya untuk membuktikan keshahihanhadits Ghadir Khum, yang didhaifkan Ibn Taymiyah. Polemik
antar madzhab ini bukanlah sesuatu yang jelek dan telah berlangsung sejak zaman para imam madzhab. Imam Syafi'i,
misalnya, melakukan kritik terhadap beberapa pendapat Muhammad
ibn al-Hasan al-Syaybany. Tapi pada zaman kemandegan,
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
25/52
Edited by: [email protected] 25
munaqasyah madzhabiyah telah menjadi benih yang menyuburkanfanatisme madzhab. Setiap madzhab membela pahamnya dengantidak lagi mengindahkan adab diskusi ilmiah. Sikap ini
ditunjukkan jelas oleh al-Syaykh Abu al-Hasan Abdullah
al-Karkhy ketika ia berkata, "setiap ayat atau hadits yang bertentangan dengan apa yang ditetapkan madzhab kami, harus
dita'wilkan atau dimansukhkan.
FANATISME MADZHAB
Asad Haydar menyebut tahun 645 Hijrah sebagai tahun
ditetapkannya empat mazhab sebagai madzhab yang diakuikhilafah Islam waktu itu. Para ulama dari keempat madzhab
diundang ke istana. Walau begitu, gejala fanatisme madzhabdapat dilacak sejak abad IV Hijrah. Seperti telah disampaikan pada tulisan terdahulu, kekuasaan sangat berperan dalam
menyuburkan fanatisme madzhab.
Untuk mempertahankan keunggulan madzhabuya, para pengikutnya meriwayatkan mitos di sekitar para imam madzhabnya.
Kadang-kadang riwayat-riwayatnya dinisbahkan pada NabiMuhammad saw. Konon Nabi Muhammad saw pernah berkata: "Semuanabi bangga denganku dan aku bangga dengan Abu Hanifah. Siapa
yang mencintai Abu Hanifah ia mencintaiku, siapa yang membenci
Abu Hanifah ia membenciku. Di antara karamah Abu Hanifah ialahbergurunya Nabi Khidr kepadanya. Ia belajar pada Abu Hanifah
setiap waktu Subuh selama lima puluh tahun. Ketika Abu Hanifahwafat, Nabi Hidhir mohon agar ia diizinkan tetap berguru
padanya di alam kubur, supaya ia dapat mengajarkan syari'atIslam secara lengkap. Allah mengizinkannya. Ia kemudianmenyelesaikan kuliah dari Abu Hanifah selama 25 tahun lagi.
Diriwayatkan oleh para pengikut Maliki bahwa pada paham Imam
Malik sudah tertulis Malik Hujatullah di bumi. Tentang ImamSyafi'i, katanya, Rasul Allah saw bersabda: "Ya Allah berilah petunjuk pada suku Quraiysy, karena seorang alimnya akan
memenuhi seluruh bumi dengan ilmunya." Orang alim itu adalahImam Syafi'i. Mengenai Imam Ahmad bin Hanbal Abdullah
al-Sajastany berkata: "Aku pernah melihat Rasul Allah saw
dalam mimpi. Aku bertanya: "Ya Rasul Allah, siapakah yang
engkau tinggalkan, yang patut kami ikuti di zaman kami?" RasulAllah saw menjawab: "Aku tinggalkan bagimu Ahmad bin Hanbal."
Dengan berbagai "keutamaannya" itulah, pengikutnya
mensakralkan fatwa para mujtahid. Fatwa mujtahid lebihdidulukan dari ayat al-Qur'an dan al-Sunnah. Al-Fakhr al-Razy menceritakan pengalamannya ketika ia menafsirkan: afala
yatadabbarun al-Qur'an. Aku pernah menyaksikan sekelompokfaqih yang taklid, memandangku dengan heran bila aku bacakan
ayat-ayat al-Qur'an tentang beberapa masalah yang bertentangandengan madzhab mereka. Mereka tidak mau menerimanya bahkan
tidak mau menelitinya. Mereka heran bagaimana mungkin
mengamalkan zhahirnya ayat-ayat itu, padahal ulama dari
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
26/52
Edited by: [email protected] 26
madzhab mereka terdahulu tidak pernah mengamalkannya.
Abu Sulayman al-Khaththaby mengisahkan suasana zaman itu: Saya
lihat ahli ilmu dewasa itu terbagi menjadi dua kelompok:
pendukung hadits dan atsar dan ahli fiqh dan fikir. Padahalkeduanya sama-sama dibutuhkan dan tidak bisa ditinggalkan
dalam menuju cita-cita kehidupan. Itu karena hadits bagaikanfondasi, sedangkan fiqh bagaikan bangunannya. Setiap bangunanyang fondasinya tidak kokoh, maka akan cepat roboh. Setiapfondasi tanpa bangunan, maka akan sunyi dan lekas rusak. Saya
lihat kedua kelompok ini saling berdekatan tempat tinggalnya
dan sebetulnya saling membutuhkan. Namun, karena rasa hargadiri mereka yang sangat tajam, keduanya menjadi ikhwan yang
saling berjauhan: mereka tak menampakkan sikap saling membantudan menolong di jalan yang hak.
Kedua kelompok itu, pertama, kelompok ahli hadits dan atsarrata-rata berambisi dalam periwayatan, pengumpulan sanad, dan
pemisahan hadit-hadits gharib dan syadz --hadits-hadits yangkebanyakan mawadhu' dan maqlub. Mereka tidak memelihara
matannya, tidak memahami maknanya, tidak menggali rahasianya,dan tidak mengungkapkan kandungan fiqhnya.
Kadang-kadang mereka mencela para fuqaha, mencacad mereka dan
menuduhnya menyalahi sunnah. Mereka tidak sadar bahwa kadarkeilmuannya sendiri sangat dangkal dan mereka berdosa
melemparkan kata-kata kotor pada para fuqaha.
Sedangkan kelompok kedua, yakni ahli fiqh dan fikir,kebanyakan tidak memilih-milih hadits, kecuali sebagian kecil. Mereka hampir tidak bisa membedakan hadits yang shahih dan
hadits yang dhaif, yang bagus dan yang buruk. Mereka tidak mempedulikan hadits-hadits yang dikuasai dan yang digunakan
untuk mempertahankan argumentasinya di hadapan lawan bilahadits-hadits tersebut telah sesuai dengan madzhab yang merekaikuti dan pendapat yang mereka yakini. Mereka sepakat menerima
hadits dhaif dan munqathi' bila telah masyhur di kalanganmereka dan telah membibir dalam percakapan mereka, walau tidak
didukung satu dalil pun atau tidak meyakinkan. Yang demikian
adalah suatu kesesatan dan penipuan ra'yu.
Apabila diriwayatkan pada mereka hasil ijtihad para tokoh
madzhab mereka atau para ahli dari aliran mereka, merekasegera mencari kepercayaan umat terhadapnya, namun mereka
tidak ikut bertanggungjawab.
Saya lihat para pendukung Malik tidak menerima riwayat dari
padanya kecuali yang melalui Abu al-Qasim (Rasul Allah),ashhab (para sahabat), dan para pendahulu yang setingkat
dengan mereka. Maka pendapat yang datang dari Al-Hakam tidak memiliki keistimewaan di mata mereka. Mereka mau menerima
riwayat dari padanya kecuali yang melalui Abu Yusuf, Muhammad
ibn al-Hasan dan para tokoh sahabat serta murid-muridnya yang
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
27/52
Edited by: [email protected] 27
lain. Bila pendapat itu datang dari al-Hasan ibn Ziyad danpendapatnya berbeda dengan riwayat yang melalui mereka, merekatidak akan menerima. Begitu juga para pengikut al-Syafi'i.
Mereka hanya menerima riwayat al-Muzany dan al-Raby ibn
Sulayman al-Murady. Maka bila datang riwayat Harmalah,al-Jiziy dan sebagainya, mereka tak memperhatikan dan tak
menganggapnya sebagai pendapat al-Syafi'i.
Demikianlah keumuman sikap setiap kelompok terhadap madzhabimam dan gurunya masing-masing.
Fanatisme madzhab bukan saja telah menghambat pemikiran, menghancurkan otak-otak cemerlang, tapi juga menimbulkan
perpecahan di kalangan kaum Muslim. Dalam sejarah, telahterjadi beberapa kali, mereka saling mengkafirkan yangkemudian memuncak pada peperangan antar sesama Muslim. Sebagai
contoh adalah peristiwa yang terjadi di Baghdad, 469 Hijrah.
(vi)
Pada madrasah Nizhamiyah, Ibn al-Qusyayry al-Syafi'i memegangkekuasaan. Ia selalu mengecam Ahmad ibn Hanbal dan para pengikutnya sebagai penganut antropomorfisme. Dengan bantuan
penguasa ia menyerang pemimpin Hanbaly, Abd al-Khaliq ibn Isa.
Pengikut al-Qusyayry menutup pintu-pintu pasar madrasah Nizhamiyah. Lalu, terjadilah pertumpahan darah antara kedua
golongan. Pemerintah kemudian mengumpulkan wakil kedua belahpihak dan meminta supaya mereka berdamai. Al-Qusyayry berkata:
"Perdamaian macam apa yang harus ada diantara kami? Perdamaianterjadi di antara orang yang memperebutkan kekuasaan ataukerajaan. Sedangkan kaum ini menganggap kami kafir dan kami
menganggap orang-orang yang aqidahnya tidak sama dengan kamijuga kafir. Maka perdamaian macam apa yang bisa berlaku di
antara kami."
PENUTUPAN PINTU IJTIHAD
Walau ada pembagian ijtihad yang bermacam-macam, kita dapat
mengelompokkan dua macam ijtihad: ijtihad muthlaq dan ijtihad
fi al-madzhab. Pada ijtihad muthlaq, seorang mujtahid
mengembangkan metode ijtihadnya secara mandiri danmengeluarkan hukum-hukum berdasarkan metodenya itu. Yang dapat
melakukan ijtihad jenis ini disebut mujtahid mustaqil(mujtahid independen). Menurut para pengikut madzhab Syafi'iy
dan kebanyakan Hanafi, ijtihad mustaqil sudah tertutup. Namunsebaliknya menurut kebanyakan Hanbaly, setiap zaman tak bolehkosong dari mujtahid mustaqil. Sementara itu menurut Maliky,
meski pada tiap zaman boleh saja tak ada mujtahid mustaqil,tapi tak boleh tidak harus ada mujtahid fi al-madzhab.
Demikian catatan Abu Zahrah tentang tertutupnya pintu ijtihad.
Namun kenyataannya, di zaman kemandegan pintu ijtihad, yang
ditutup adalah ijtihad muthlaq. Adapun ijtihad fi al-madzhab,
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
28/52
Edited by: [email protected] 28
terus berkembang. Di sini mujtahid berpegang pada metodeijtihad imam mazhabnya, tapi boleh saja menghasilkankesimpulan furu'iyyah yang berbeda dari imam mazhabnya. Dalam
hal ini, ia tentu saja masih menggunakan fatwa imam mazhabnya
sebagai rujukan. Karena itu, ia disebut mujtahid muntasib, mungkin karena ia berijtihad dengan metode yang sama untuk
menjawab masalah-masalah yang belum dipecahkan imam mazhabnya;atau menafsirkan yang mujmal menjelaskan yang mubham dariucapan imam, atau mentarjih (memilih yang terkuat) pendapatimam yang bermacam-macam itu.
Sebenarnya, penutupan pintu ijtihad pada saat ini, lebihditujukan pada ijtihad muthlaq. Walau tak diketahui secara
pasti sejak kapan, penutupan pintu ijtihad terjadi karena adaanggapan bahwa tidak ada ulama yang memenuhi persyaratanseperti keempat imam itu. Sebalikaya, menurut Abu Zahrah, di
kalangan Syi'ah tidak pernah dikenal tertutupnya pintuijtihad. Sayyid Rasyid Ridha, mengikuti gurunya Syaikh
Muhammad Abduh, mengecam penutupan pintu ijtihad yang mana pun: "Kita tidak menemukan manfaat apa pun dari penutupan
pintu ijtihad". Bahayanya banyak --berakibat padaterbengkalainya akal, terputusnya pengembangan ilmu danterhalangnya kemajuan pemikiran. Kaum Muslim mundur karena
meninggalkan ijtihad sehingga mereka menjadi seperti yang kita
lihat sekarang ini.
SEBAB-SEBAB STAGNASI
Dr. Muhammad Farouq al-Nabhan menyebut tiga sebab stagnasipemikiran pada zaman ini: faktor-faktor politik, campur tanganpenguasa dalam kekuasaan kehakiman dan kelemahan posisi ulama
dalam menghadapi umara.
Untuk yang pertama, kita ingin menegaskan kembali bahwamadzhab berkembang karena dukungan politik. Maka ketika satu madzhab memperoleh kekuasaan, pemikiran yang bertentangan
dengan madzhab itu ditindas. Jika kita membaca kitab-kitabsejarah madzhab, kita akan menemukan bagaimana seseorang yang
berbeda madzhab atau berganti madzhab menghadapi berbagai
cobaan. Lebih-lebih bila berbeda pendapat dengan madzhab
penguasa.
Untuk sebab kedua, telah ditunjukkan bagaimana para ulamaberebutan menjadi qadhi. Qadhi diangkat oleh penguasa. Qadhi
tidak ingin mengambil risiko berbeda pendapat dengan madzhabnya, karena ia dapat dikucilkan oleh masyarakat,didiskreditkan ulama dan diadukan pada penguasa. Karena itu,
yang paling aman adalah mengikuti pendapat para imam mazhabyang sudah dibukukan. Di sini harus dicatat: dalam sejarah,
para penguasa Muslim lebih sering menindas kebebasan pendapatdari pada mengembanghannya. Di samping itu, posisi ulama yang
lemah memperkuat fanatisme madzhab. Ulama sangat bergantung
kepada umara. Umara tentu saja selalu berusaha mempertahankan
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
29/52
Edited by: [email protected] 29
status quo, demi "ketertiban dan keamanan".
Dalam posisi seperti itu, kalau pun ulama berijtihad,
ijtthadnya hanyalah dalam rangka memberikan legitimasi pada
kebijakan penguasa. Contoh terakhir adalah pernyataan paraulama Rabithah yang mendukung kehadiran tentara Amerika di
Jazirah Arab. Empat puluh tiga hari sebelum Saddam menyerbuKuwait, para ulama dari 70 negara Islam menyatakan bahwaSaddam sebagai mujahid Islam yang taat pada Allah danal-Qur'an. Setelah invasi, para ulama yang sama menyatakan
Saddam sebagai bughat dan pemimpin dhalim. Bukankah ini
ijtihad dan setiap ijtihad selalu mendapat pahala? Bilaijtihadnya salah, ia mendapat satu pahala, dan bila benar dua.
Abd al-Wahhab Khalaf menyebutkan empat faktor yang menyebabkankemandegan. Yaitu terpecahnya kekuasaan Islam menjadi
negara-negara kecil hingga umat disibukkan dengan eksistensipolitik; terbaginya para mujtahid berdasarkan madrasah tempat
mereka belajar; menyebarnya ulama mutathaffilin (ulama yang memberi fatwa berdasarkan petunjuk Bapak); dan menyebarnya
penyakit akhlak seperti hasud dan egoisme di kalangan ulama.
5. FIQH DITELAAH KEMBALI: FIQH KAUM PEMBARU
"Yahya memberitakan kepadaku dari Malik dari Ibn Syihab. Iaditanya tentang menyusui orang dewasa. Ia berkata: 'Urwah bin
Zub air mengabarkan kepadaku bahwa Hudzaifah bin 'Utbah binRabi'ah --salah seorang sahabat Nabi saw. yang ikut
menyaksikan perang Badar-- telah mengangkat Salim sebagaianaknya. Sehingga ia disebut Salim mawla Abu Hudzaifah,sebagaimana Rasulullah saw. mengangkat Zaid ibn Haritsah
sebagai anak. Abu Hudzaifah menikahkan Salim --yang dipandangsebagai anaknya itu-- dengan anak saudara perempuannya
Fathimah bint al-Walid bin 'Utbah bin Rabi'ah. Waktu itu iatermasuk wanita muhajirat yang awal dan gadis Quraysy yangutama. Ketika Allah menurunkan ayat dalam Kitab-Nya tentang
Zaid ibn Haritsah --panggillah mereka dengan nama bapak-bapak mereka. Itu lebih adil di sisi Allah. Jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka mereka adalah saudaramu
dalam agama dan mawla-mawla kamu --maka dikembalikanlah setiap
orang di antara mereka itu kepada bapaknya. Bila tidakdiketahui bapaknya, dikembalikan kepada mawlanya. Sahlan binti
Suhail --istri Hudzaifah dari Bani Amir-- datang menemuiRasulullah saw. dan berkata: "Ya Rasul Allah, kami menganggap
anak kepada Salim. Ia sering masuk ke rumahku dan aku dalamkeadaan fudhul (memakai busana rumah yang tidak menutupaurat). Kami hanya mempunyai rumah satu, bagaimana menurut
Anda? Rasulullah saw. berkata kepadanya: "Susukanlah dia limakali susuan sehingga ia menjadi muhrim dengan susunya".
Setelah itu ia memandangnya sebagai anak susuan. Aisyah mengambil cara ini bila ada laki-laki yang ingin masuk ke
rumahnya Ia menyuruh saudaranya, Umu Kultsum binti Abu Bakar
al-Shiddik dan anak-anak perempuan saudaranya untuk menyusukan
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
30/52
Edited by: [email protected] 30
laki-laki yang ingin masuk ke rumahnya. Istri-istri Nabi sawyang lain menolak untuk mengizinkan laki-laki masuk ke rumahdengan susuan seperti itu. (Malik, Al-Muwatha 2: 115-116)
Contoh lain: "Seorang A'raby meminum minuman 'Umar. (Ia mabuk)dan 'Umar menetapkan hukum cambuk baginya. Orang A'raby itu
berkata: Aku minum dari minumanmu. 'Umar meminta minumannyaitu, lalu mencampurkan air ke dalamnya, kemudian meminumnya.Ia berkata: Siapa yang ragu untuk meminumnya, campurkan air kedalamnya. Ibrahim al-Nakhti meriwayatkan hadits yang sama dari
'Umar dan berkata: 'Umar meminumnya setelah mencambuk orang
A'raby itu. (Al-Jashash, Ahkam al-Qur'an 2:565).
Dua peristiwa di atas diambil dari kitab-kitab yang menjadirujukan dalam menjawab masalah-masalah fiqhiyah. Dariperistiwa yang pertama para faqih menyimpulkan beberapa hukum:
(1) Batas susuan yang menyebabkan seorang haram dinikahiadalah lima kali susuan; (2) Tidak boleh laki-laki yang bukan
muhrim memasuki rumah seorang perempuan, kecuali bilalaki-laki itu saudara sepesusuan; (3) Dianjurkan menyusukan
orang yang sudah dewasa supaya ia halal masuk ke rumah seorangperempuan.
Kesimpulan terakhir ini telah disepakati fuqaha. Mereka
mempersoalkan cara menyusukan itu. Bagaimana mungkin Nabi saw menghalalkan sesuatu dengan tindakan yang haram? (Bukankah
bersentuhan dengan perempuan yang bukan muhrim itu haram,apalagi menyusu kepadanya?). Mungkinkah ini hanya fiqhnya
'Aisyah. Bukankah istri-istri Nabi saw yang lain menolaknya?Bukankah pada kitab hadits yang sama Umar ibn Khatab danAbdullah ibn Mas'ud hanya membenarkan susuan pada waktu kecil
saja?
Peristiwa yang kedua dijadikan dalil oleh sebagian pengikut madzhab Hanafi untuk menghalalkan minuman keras (khususnya Nabi) bila dicampur dengan air. Tentu saja fuqaha
mazhab-mazhab yang lain menolaknya. Dengan merujuk pada haditsyang mengharamkan minuman keras --baik sedikit maupun banyak
mereka telah membenarkan halalnya minuman keras karena
dicampur air. Yang kemudian menjadi persoalan adalah tindakan
'Umar. Apakah perilaku 'Umar dapat dijadikan model dalam pengambilan kesimpulan hukum? Apakah pendapat para sahabat
dapat dijadikan hujjah dalam agama? Apakah tindakan 'Umar itusuatu preseden bolehnya meninggalkan nash-nash syari'at bila
kondisi berubah?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan problema yang
dihadapi para pembaru Islam ketika mereka menelaah kembalifiqh yang ada. Yang dipersoalkan bukan hanya penafsiran
nash-nash tetapi juga metode pengambilan keputusan. Dalamistilah fiqh, yang harus ditinjau bukan saja al-adillat
al-syar'iyat, tetapi juga ushul al-fiqh. Dari fenomena
tersebut, ternyata "Kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah"
-
8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)
31/52
Edited by: [email protected] 31
tidak segampang seperti yang dibayangkan.
Slogan yang di Indonesia didengungkan kaum modernis ini,
sebetulnya hanyalah salah satu aliran peninjauan kembali fiqh,
setelah orang merasa perlu membuka kembali pintu ijtihad.Aliran tersebut sebenarnya adalah skripturalisme, yaitu aliran
yang berpegang kepada teks-teks syari'at secara kaku. Arkoun menyebut aliran ini logosentrisme yang ia gambarkan sebagaiberikut:
Di samping aliran ini ada aliran yang sangat menekankan rasio
(akal)., yaitu liberalisme. Aliran ini tak lagi terikat denganbunyi teks, tapi berusaha menangkap menurutnya, makna hakiki
dari teks. Makna ini dianggap sebagai ruh ajaran Islam, temaumum Islam, maqashid syar'iyah dan sebagainya. Skripturalismedan liberalisme keduanya berusaha mendobrak kebekuan pemikiran
Islam; sekaligus merupakan fiqh baru yang dapat menjawab masalah-masalah baru akibat perubahan masyarakat. Berbagai
upaya rekonstroksi fiqh di dunia Islam sekarang ini berangkatdari kedua aliran tersebut. Karena itu, dalam upaya menelaah
kembali fiqh, kita harus memulai dengan menyorot kedua aliranini secara kritis dibahas skriptularisme.
LATAR BELAKANG SKRIPTURALISME
Seperti diketahui dalam fiqh tabi'in, ada dua aliran besar
dalam fiqh Islam: ahl al-Ra'y dan ahl al-Hadits. Yang pertama menekankan rasio dalam pengambilan keputusan. Yang kedua
berdasarkan fiqh pada hadits walaupun lemah dan menolakpenggunaan rasio. Mazhab-mazhab fiqh terletak di antara keduaekstrim itu. Yang paling dekat dengan ahl al-ra'y adalah
madzhab Hanafi; dan yang paling dekat dengan ahl al-haditsadalah mazhab Hanbali.
Imam Ahmad ibn Hanbal, yang mengumpulkan ribuan hadits dalammusnadnya, memang lebih terkenal sebagai ahli hadits dari pada
ahli fiqh. Ibn Qutaybah memasukkan Ahmad di antara muhadditsindan Ibn Jarir al-Thabari menolak Ahmad sebagai ahli fiqh.
Semuanya terjadi karena Ahmad mendasarkan mazhabnya pada
hadits Rasulullah saw (meski lemah), fatwa para sahabat, dan
menolak qiyas kecuali dalam keadaan terpaksa. Jadi fiqhnyaselalu merujuk pada nash-nash al-Qur'an atau hadits.
Karena itu, tugas ahli fiqh hanyalah mencari nash yang
relevan. Pada Ibn Hazm, dan terutama sekali pada Daudal-Zhahiri, kesetiaan pada teks sangat ekstrem. Mereka menolakta'wil dan menerima hadits secara harfiyah. Ibn Taymiyah
memperkuat gerakan anti rasionalisme ini dengan menolak setiappenggunaan logika dalam khazanah ilmu-ilmu Islam dan sekaligus
menol