Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

download Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

of 52

Transcript of Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    1/52

    Edited by: [email protected] 1

    TINJAUAN KRITIS ATAS SEJARAH FIQHDari Fiqh Al-Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme

    oleh Jalaluddin Rakhmat

    (i)1. FIQH AL-KHULAFA' AL-RASYIDIN: FIQH PENGUASA

    Seorang laki-laki datang menemui 'Umar bin Khathab: "Sayadalam keadaan junub dan tidak ada air." Maksud kedatangannyauntuk menanyakan apakah ia harus shalat atau tidak.

    'Umar menjawab, "Jangan shalat sampai engkau mendapatkan air."'Ammar bin Yasir berkata pada 'Umar bin Khathab: "Tidakkah

    Anda ingat. Dulu --engkau dan aku-- pernah berada dalam perjalanan. Kita dalam keadaan junub. Engkau tidak shalat,sedangkan aku berguling-guling di atas tanah. Aku sampaikan

    kejadian ini kepada Rasulullah saw. Dan Nabi berkata, cukuplahbagi kamu berbuat demikian."

    Mendengar demikian Umar menegur 'Ammar: "Ya Ammar, takutlah

    pada Allah", Kata Ammar, "Ya Amir al-Mu'minin, jika engkauinginkan, aku tidak akan menceritakan hadits ini selama engkauhidup." [1]

    "Yang dimaksud Ammar," kata Ibn Hajar, [2] "Aku melihat memanglebih baik tidak meriwayatkan hadits ini ketimbang

    meriwayatkannya Aku setuju denganmu, dan menahan diriku. Toh,aku sudah menyampaikannya, sehingga aku tidak bersalah."

    Sejak itu, 'Ammar tidak meriwayatkan peristiwa itu lagi. 'Umartetap berpegang teguh pada pendapatnya -- orang junub, bila

    tidak ada air, tidak perlu shalat. "Wa hadza madzab masyhur'an 'Umar," kata Ibn Hajar. Semua sahabat menolak pendapat

    Umar, kecuali Abdullah bin Mas'ud. Al-Bukhari mencatat perdebatan Abdullah bin Mas'ud dengan Abu Musa al-Asy'aritentang kasus ini pada hadits No. 247. Abu Musa menentang

    pendapat Abdullah --sekaligus madzhab Umar-- dengan mengutipayat ("jika kalian tak mendapatkan air hendaklah tayamum

    dengan tanah yang baik"). Menarik untuk dicatat bahwa kelak

    dengan merujuk ayat yang sama, mazhab Hanafi melanjutkan

    mazhab 'Umar.

    Lebih menarik lagi untuk kita catat adalah beberapa pelajarandari riwayat di atas. Pertama, memang terjadi perbedaan paham

    di antara sahabat dalam masalah fiqhiyah Kedua, lewatkekuasaan, 'Umar menghendaki pembakuan paham dan mengeliminasi pendapat yang berlainan. Ketiga, terlihat ada sikap

    hiperkritis dalam menerima atau menyampaikan riwayat Dankeempat, perbedaan di antara para sahabat berpengaruh besar

    pada ikhtilaf kaum Muslim pada abad-abad berikutnya

    Karena itu membicarakan fiqh para sahabat menjadi sangat

    penting sebagai pijakan bagi pembahasan masalah fiqh mutakhir.

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    2/52

    Edited by: [email protected] 2

    Saya akan memulai makalah ini dengan membahas urgensi fiqhsahabat dalam keseluruhan pemikiran fiqhiyah. Setelah itu,saya akan menjelaskan sebab-musabab timbulnya ikhtilaf fiqh di

    antara para sahabat, karakteristik fiqh sahabat, dan

    contoh-contoh fiqh al-khulafa al-rasyidin.

    URGENSI FIQH SAHABAT

    Fiqh shahabi memperoleh kedudukan yang sangat penting dalamkhazanah pemikiran Islam. Pertama, sahabat --sebagaimana

    didefinisikan ahli hadits-- adalah orang yang berjumpa dengan

    Rasulullah saw dan meninggal dunia sebagai orang Islam. [3]Dari makalah kita mengenal sunnah Rasulullah, karena itu, dari

    mereka juga kita mewarisi ikhtilaf di kalangan kaum Muslim.

    Kedua, zaman sahabat adalah zaman segera setelah berakhirnya

    masa tasyri'. Inilah embrio ilmu fiqh yang pertama. Bila padazaman tasyri' orang memverifikasi pemahaman agamanya atau

    mengakhiri perbedaan pendapat dengan merujuk pada Rasulullah,pada zaman sahabat rujukan itu adalah diri sendiri. Sementara

    itu, perluasan kekuasaan Islam dan interaksi antara Islamdengan peradaban-peradaban lain menimbulkan masalah-masalah baru. Dan para sahabat merespon situasi ini dengan

    mengembangkan fiqh (pemahaman) mereka. Ketika menceritakan

    ijtihad pada zaman sahabat, Abu Zahrah menulis: [4]

    Di antara sahabat ada yang berijtihad dalam batas-batasal-Kitab dan al-Sunnah, dan tidak melewatinya; ada pula

    yang berijtihad dengan ra'yu bila tidak ada nash, danbentuk ra'yu-nya bermacam-macam; ada yang berijtihaddengan qiyas seperti Abdullah bin Mas'ud; dan ada yang

    berijtihad dengan metode mashlahat, bila tidak ada nash.

    Dengan demikian, zaman sahabat juga melahirkan prinsip-prinsipumum dalam mengambil keputusan hukum (istinbath; al-hukm.);yang nanti diformulasikan dalam kaidah-kaidah ushul fiqh.

    Ketiga, ijtihad para sahabat menjadi rujukan yang harus

    diamalkan, perilaku mereka menjadi sunnah yang diikuti.

    Al-Syathibi [5] menulis, "Sunnah sahabat r.a. adalah sunnah

    yang harus diamalkan dan dijadikan rujukan." Dalamperkembangan ilmu fiqh, madzhab sahabat --sebagai ucapan dan

    perilaku yang keluar dari para sahabat-- akhirnya menjadisalah satu sumber hukum Islam di samping istihsan, qiyas,

    mashalih mursalah dan sebagainya. Madzhab sahabat pun menjadihujjah. Tentang hal ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggaprlya sebagai hujjah mutlak; sebagian lagi sebagai

    hujjah bila bertentangan dengan qiyas; sebagian lainnya hanya menganggap hujjah pada pendapat Abu Bakar dan Umar saja,

    berdasarkan hadits ("berpeganglah pada dua orang sesudahku,yakni Abu Bakar dan Umar"); dan sebagian yang lain,

    berpendapat bahwa yang menjadi hujjah hanyalah kesepakatan

    khulafa' al-Rasyidin. [6]

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    3/52

    Edited by: [email protected] 3

    Terakhir keempat, ini yang terpenting, ahl al-Sunnah sepakat menetapkan bahwa seluruh sallabat adalah baik (al-shahabiy

    kulluhum 'udul). Mereka tak boleh dikritik, dipersalahkan,

    atau dinilai sebagaimana perawi hadits lain. Imam ahli jarhdan ta'dil, Abu Hatim al-Razi dalam pengantar kitabnya

    menulis: [7]

    Adapun sahabat Rasulullah saw, mereka adalah orang-orangyang menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui tafsir dar

    ta'wil, yang dipilih Allah untuk- menemani Nabi-Nya, untuk

    menolongnya, menegakkan agamanya, memenangkan kebenarannya... Allah memuliakan mereka dengan karunia-Nya

    menempatkan kedudukan mereka pada tempat ikutan. Merekadibersikkan dari keraguan, dusta, kekeliruan, keraguankesombongan, dan celaan. Allah menamai mereka sebagai

    'udul al-ummah (umat yang paling bersih)... Merekalah'udul al-ummah, pemimpin-pemimpin hidayah, hujjah agama,

    dan pembawa al-Qur'an dan al-'Sunnah.

    Karena posisi sahabat begitu istimewa, maka tidak mengherankanbila mazhab sahabat menjadi rujukan penting bagi perkembanganfiqh Islam sepanjang sejarah. Tentu saja, menurut kesepakatan

    ahl al-sunnah, di antara para sahabat itu yang paling penting

    adalah khulafa al-rasyidun. Bila mereka sepakat, pendapat mereka dapat membantu memecahkan masalah fiqh; bila mereka

    ikhtilaf, mazhab sahabat menimbulkan kemusykilan yang sulitdiatasi. Lalu mengapa mereka ikhtilaf?

    PENYEBAB IKHTILAF DI KALANGAN SAHABAT

    Salah satu sebab utama ikhtilaf di antara para sahabat adalahprosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak

    terjadi pada zaman Rasulullah saw. Sementara itu, setelahRasulullah wafat, putuslah masa tasyi'. Menghadapimasalah-masalah baru itu, muncul dua pandangan. [8]

    Kelompok pertama memandang bahwa otoritas untuk menetapkan

    hukum-hukum Tuhan dan menjelaskan makna al-Qur'an setelah

    Rasulullah wafat dipegang ahl al-Bait. Hanya merekalah,

    menurut nash dari Rasul, yang harus dirujuk untuk menyelesaikan masalah-masalah dan menetapkan hukum-hukum

    Allah. Kelompok ini tidak mengalami kesulitan dalam masa berhentinya wahyu, karena mereka tahu betul --tugas mereka

    adalah mengacu pada Ma'shumun.

    Kelompok kedua memandang tidak ada orang tertentu yang

    ditunjuk rasul untuk menafsirkan dan menetapkan perintahIlahi. Al-Qur'an dan al-Sunnah adalah sumber untuk menarik

    hukum-hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat. Kelompok ini --kelak disebut Ahl al-Sunnah--

    ternyata tidak mudah mengambil hukum dari nash, karena banyak

    hal tak terjawab oleh nash. Mereka akhirnya menggunakan

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    4/52

    Edited by: [email protected] 4

    metode-metode ijtidah seperti qiyas atau istihsan.

    Semua Khalifah al-Rasyidin termasuk kelompok kedua, kecuali

    Ali bin Abi Thalib. Kelompok kedua lebih banyak menggunakan

    ra'yu, dan kelompok pertama lebih banyak merujuk nash.Kelompok kedua banyak menggunakan dalil aqly, kelompok pertama

    dalil naqli. Umar pernah melarang hajji tamattu', padahalal-Qur'an dan al-Sunnah sangat tegas menetapkannya. KetikaUtsman juga melarangnya, Ali secara demonstratif melakukannyadi depan Utsman. Kata Utsman: Aku melarang manusia melakukan

    tamattu, dan engkau sendiri melakukannya. Ali menjawab: Aku

    tak akan meninggalkan sunnah Rasulullah saw. hanya karena pendapat seseorang. [9] Setelah perdebatan ini, menurut

    riwayat lain dari Abdullah bin Zubair, Utsman berkata:Sesungguhnya laranganku itu hanya ra'yuku saja. Siapa yang mau boleh menjalankannya; siapa yang tak mau boleh

    meninggalkannya. [10]

    Contoh lainnya adalah hukuman dera bagi peminum khamr.Rasulullah saw. menderanya 40 kali. [11] Umar --atas saran Abd

    al-Rahman bin Auf menderanya 80 kali. Ali kembali menderanya40 kali. Rasulullah saw. menetapkan thalaq tiga dalam satu majlis itu dihitung satu. [12] Begitu pula Ali. Umar

    menetapkan thalaq tiga itu jatuh tiga sekaligus. Umar

    memutuskan hukuman rajam bagi orang gila yang berzina. Alimembebaskan hukum itu berdasarkan hadits. [13]

    Bila contoh-contoh tadi berkenaan dengan perbedaan antara

    ketetapan nash dengan ra'yu, contoh-contoh berikut menunjukkan perbedaan memahami nash. Kata quru dalam wal muthalaqatuyatarabbashna bi anfusihim tsalatsatu quru' diartikan

    berbeda-beda. Abdullah bin Mas'ud dan Umar mengartikan "quru"itu haidh. Zaid ibn Tsabit mengartikannya masa bersuci di

    antara haidh dengan haidh lagi. [14] Ibn Umar menafsirkan"al-muhshanat dalam ayat wa al muhshanat min alladzina utual-kitab sebagai wanita Muslim, karena itu Ibn Umar

    mengharamkan wanita ahli kitab dinikahi laki-laki Muslim. Ibn'Abbas menganggap ayat itu sebagai pengecualian (takhshish)

    dari ayat wa la tankihu al-musyrikat hatta yu'minna. Utsman

    tampaknya sependapat dengan Ibn 'Abbas, karena ia menikah

    dengan Nailah, wanita Nashrani, dan Thalhah menikahi wanitaYahudi dari Syam. [15]

    Kadang-kadang ikhtilaf terjadi di antara para sahabat karena

    perbedaan pengetahuan yang mereka miiiki. Sebagian sahabat, misalnya, mengetahui nash tertentu, sebagian lain tidakmengetahuinya. Umar pernah menegur orang yang dikiranya salah

    ketika membaca QS al-Fath: 26. Ia memarahi orang itu. TetapiUmar kemudian dikoreksi Ubayy bin Ka'ab. Kata Ubayy Anda tahu

    saya berada di dalam beserta Rasulullah saw. ketika ia membacaayat itu. Engkau sendiri berada di pintu... Demi Allah Ya

    Umar, sesungguhnya Anda tahu, ketika saya hadir Anda tidak

    ada; ketika saya diundang, Anda tidak. [16]

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    5/52

    Edited by: [email protected] 5

    Al-Syaikh Muhammad Muhammad al-Madany menjelaskan salah satusebab ikhtilaf yang berkenaan dengan sunnah: [17]

    Sahabat Rasulullah saw., yang mengambil sunnah dariNabi dan meriwayatkannya, berbeda-beda dalam kemampuan

    pengambilannya dan dalam menerima riwayatnya.Rasulullah saw. ditanya tentang suatu masalah. Iamenghukum dengan hukum tertentu memerintahkan ataumelarang sesuatu, melakukan atau tidak melakukan

    sesuatu. Yang hadir waktu itu dapat menyimpan peristiwa

    itu, yang tidak hadir tentu tidak mengetahuinya. KetikaRasulullah saw. wafat, bertebaranlah sahabat di

    negeri-negeri, dan setiap penduduk negeri mengambildari sahabat yang ada di negeri mereka. Berkata IbnHazm: "Orang Madinah hadir pada tempat yang tidak

    dihadiri orang Basrah, orang Basrah menghadiri tempatyang tidak dihadiri orang Syam; orang Syam hadir di

    tempat yang tidak dihadiri orang Basrah; orang Basrahmenghadiri yang tidak dihadiri orang Kufah; orang Kufah

    hadir di tempat yang tidak dihadiri orang Madinah. Inisemua terjadi dalam hadits, dan pada saat kitamemerlukan informasi. Padahal --seperti telah kita

    jelaskan--sebagian sahabat pada sebagian waktu tidak

    hadir di majelis Rasulullah saw., sedangkan sebagianlagi hadir. Setiap orang hanya mcngetahui apa yang ia

    saksikan, dan tidak mengetahui apa yang tidak iahadiri. Ini jelas menurut akal. 'Amar dan yang lain

    mengetahui tentang tayamum, Umar dan Ibn Mas'ud tidakmengetahuinya, sehingga mereka berkata: Orang junubtidak tayamum, walau pun tidak menemukan air selama dua

    bulan. Ali Hudzaifah al-Yamani dan lain-lain mengetahuihukum mengusap tetapi 'Aisyah, Ibn 'Umar, Abu Hurairah

    tidak mengetahuinya walaupun mereka penduduk Madinah.Anak perempuan dari anak beserta anak perempuanmendapat waris diketahui Ibn Mas'ud tetapi tidak

    diketahui Abu Musa.

    Marilah kita berikan satu contoh lagi yang lebih ilustratif.

    Ketika orang sedang berkumpul di hadapan Umar bin Khathab,

    masuklah seorang laki-laki: "Ya Amir al-Mu'minin, ini Zaid binTsabit berfatwa di masjid dengan ra'yunya berkenaan dengan

    mandi janabah." Kata Umar: "Panggil dia!" Zaid pun datang danUmar berkata: "Hai musuh dirinya sendiri!, aku dengar kau

    berfatwa pada manusia dengan ra'yumu sendiri? Kata Zaid: "Ya Amir al-Mu'minin. Aku tidak melakukan itu. Tetapi akumendengar hadits dari paman-pamanku, lalu aku sampaikan -- dan

    Abi Ayyub dari Ubbay bin Ka'ab," dari Rifa'ah bin Rafi'. KataUmar: "Panggil Rafa'ah bin Rafi'. Ia berkata: "Apakah kalian

    berbuat demikian - bila kalian bercampur dengan isteri kaliandan tidak keluar air mani kalian mandi?" Kata Rafa'ah: "Kami

    melakukan begitu pada zaman Rasulullah saw. Tidak turun ayat

    yang mengharamkan. Tidak juga ada larangan dari Rasulullah

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    6/52

    Edited by: [email protected] 6

    saw." Kata Umar: "Apakah Rasulullah saw. mengetahuinya?" KataRafa'ah: "Tidak tahu." Lalu Umar mengumpulkan Muhajirin dan Anshar, lalu bermusyawarah. Semua orang berkata tidak perlu

    mandi, kecuali Ali dan Mu'adz. Keduanya berkata: "Jika kedua

    khitan bertemu, wajib mandi." Kata Umar: "Kaliansahabat-sahabat yang ikut Badr sudah ikhtilaf, apalagi

    orang-orang setelah kalian!" Kata Ali, Ya Amir al-Mu'minin:"tidak ada orang yang lebih tahu dalam hal ini kecuali isteriRasulullah saw. Ia mengutus orang bertanya pada Hafshah.Hafshah tidak tahu. 'Aisyah ditanya. Kata 'Aisyah: "Bila

    khitan sudah bertemu khitan, wajib mandi." Kata Umar: "Bila

    ada lagi orang berfatwa bahwa tidak wajib mandi kalau tidakkeluar, aku akan pukul dia." [18]

    Dalam kasus yang baru kita ceritakan, ikhtilaf di antara parasahabat dapat diselesaikan oleh khalifah. Khalifah bahkan

    menetapkan sangsi bagi orang yang mempunyai pendapat berbeda.Dalam kasus-kasus yang lain, ikhtilaf di antara para sahabat

    itu dibiarkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Buatorang-orang sektarian, ikhtilaf para sahabat ini menjadi

    sumber perpecahan. Buat orang yang berjiwa terbuka, ikhtilafini adalah assets bagi perkembangan pemikiran. 'Umar bin Abdal-'Aziz, tokoh ukhuwah Islamiyah yang menghentikan kutukan

    pada Ali di mimbar, berkata: "Aku tidak senang kalau sahabat

    Nabi tidak ikhtilaf. Seandainya pendapat mereka itu tunggal,sempitlah manusia dibuatnya. Mereka adalah teladan yang

    diikuti. Jika kita mengambil dari siapa saja di antara mereka,jadilah itu sunnah. Artinya, mereka membuka pintu ijtihad bagi

    manusia. Mereka boleh ikhtilaf, karena bila mereka tidak membukanya, para mujtahid berada dalam kesempitan. Allahmemberikan keluasan pada umat dengan adanya ikhtilaf furu'i di

    antara mereka. Dengan begitu, ia membuka umat untuk memasukiRahmat-Nya." [19]

    (ii)KARAKTERISTIK FIQH SAHABAT

    Seperti telah disebutkan di muka, dari segi prosedur penetapanhukum, ada dua cara yang dilakukan para sahabat. Kedua cara

    ini melahirkan dua mazhab besar di kalangan sahabat -- Madzhab

    'Alawi dan Madzhab 'Umari yang akhirnya mewariskan kepada kita

    sekarang sebagai Syi'ah dan ahli Sunnah. Para sahabat --seperti Miqdad, Abu Dzar, 'Ammar bin Yasir, Hudzaifah dan

    sebagian besar Bani Hasyim -- merujuk pada ahl al-Bait dalammenghadapi masalah-masalah baru. Mereka berpendapat bahwa ada

    dua nash yang dengan tegas menyuruh kaum Muslim berpegangteguh pada pimpinan ahl-al-Bait. Lagi pula, menurut mereka,pendapat seseorang menjadi hujjah bila orang itu ma'shum. Ah

    al-Bait memiliki kema'shuman berdasarkan nash al-Qur'an danal-Sunnah. [30]

    Pada bagian ini, saya tak akan membicarakan kelompok sahabat

    ini, tapi akan memutuskan perhatian pada metode ijtihad

    kelompok sahabat yang tak merujuk ahl al-Bait. Menurut

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    7/52

    Edited by: [email protected] 7

    Muhammad al-Khudlari Bek, fiqh mereka ini hanya terbatas padaqiyas. Menurut Muhammad Salim Madkur, ijtihad merekamenggunakan tiga metode: a) menjelaskan dan menafsirkan nash;

    b) qiyas pada nash atau pada ijma', dan ijtihad dengan ra'yu

    seperti al-Mashalih al-Mursalah dan istihsan. Muhammad Alial-Sais menyebutkan bahwa ijtihad sahabat itu meliputi qiyas,

    istihsan, al-baraah al-ashliyah, sadd al-dzara'i, al-mashalihal-mursalah. [21]

    Menurut pendapat saya, ada tiga tahap dalam ijtihad para

    sahabat: a) merujuk pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah b)

    menggunakan metode-metode ijtihad seperti qiyas, bila nashtidak ada atau tidak diketahui; dan c) mencapai kesepakatan

    lewat proses perkembangan opini publik yang alamiah.

    Pada tahap pertama, para Khulafa al-Rasyidin selain Ali,

    tampaknya lebih memusatkan perhatian pada ayat-ayat al-Qur'an(atau ruh ajaran al-Qur'an) dengan agak mengabaikan

    (kadang-kadang menafikan hadits). Di bawah ini saya kutipkan berbagai riwayat berkenaan dengan sikap Khulafa al-Rasyidin

    pada Hadits (sunnah):

    1) Dari Ibn Abbas: ketika Nabi menjelang wafat, di rumah

    Rasulullah saw., berkumpul orang-orang, di antaranya Umar bin

    Khathab. Nabi berkata: "Bawalah ke sini, aku tuliskan bagimutulisan yang tidak akan menyesatkanmu selama-lamanya." Umar

    berkata: "Nabi sedang dikuasai penyakitnya. Padamu ada Kitab Allah. Cukuplah bagimu Kitab Allah." Terjadi ikhtilaf di

    antara orang-orang di rumah itu. Di antara mereka ada yangmengikuti ucapan Umar. Ketika terjadi banyak pertengkaran danikhtilaf, Nabi saw. berkata: "Pergilah kamu semua dari aku.

    Tidak layak di hadapanku bertengkar." [22]

    2) 'Aisyah meriwayatkan: Ayahku telah mengumpulkan 500 haditsRasulullah saw. Pada suatu pagi ia datang padaku dan berkata:"Bawalah hadits-hadits yang ada padamu itu. "Aku membawanya.

    Ia membakar dan berkata, "Aku takut jika aku mati aku masih meninggalkan hadits-hadits ini bersamamu," [23] al-Dzahabi

    meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang setelah Nabi

    wafat dan berkata; "Kalian meriwayatkan hadits Rasulullah saw.

    yang kalian pertengkarkan. Nanti orang-orang setelah kalianakan lebih bertikai lagi. Janganlah meriwayatkan satu Hadits

    pun dari Rasulullah saw. Jika ada yang bertanya kepada kalian,jawablah -- Di antara Anda dan kami ada Kitab Allah,

    halalkanlah apa yang dihalalkannya, dan haramkanlah apa yangdiharamkannya" [24]

    3) Al-Zuhri meriwayatkan, Umar ingin menuliskan sunnah-sunnahRasulullah saw. Ia memikirkannya selama satu bulan,

    mengharapkan bimbingan Allah dalam hal ini. Pada suatu pagi,ia memutuskan dan menyatakan: "Aku teringat orang-orang

    sebelum kalian. Mereka tenggelam dalam tulisan mereka dan

    meninggalkan Kitab Allah. [25] Umar kemudian mengumpulkan

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    8/52

    Edited by: [email protected] 8

    hadits-hadits itu dan membakarnya. [26] Ia juga menetapkantahanan rumah pada tiga sahabat yang banyak meriwayatkanhadits: Ibn Mas'ud, Abu Darda, dan Abu Mas'ud al-Anshari."

    [27]

    Tradisi pelarangan hadits ini dilanjutkan para tabi'in,

    sehingga di kalangan ahl al-sunnah, penulisan hadits terlambatsampai abad 8 M./2 H. Menurut satu riwayat, Umar ibn Abdal-Aziz (meninggal 719/101) adalah orang yang pertamamenginstruksikan penulisan hadits. [28]

    Karakteristik kedua dari ijtihad sahabat, bila tidak ada nash, menggunakan qiyas atau pertimbangan kepentingan umum. Dalam

    beberapa kasus, bahkan pertimbangan kepentingan umum(maslahat) didahulukan dari nash, walaupun ada nash sharih(tegas) yang bertentangan dengan itu. Berikut ini

    contoh-contohnya.

    1. Khalid Muhammad Khalid menulis tentang ijtihad Umar dalamal-Dimuqrathiyyah: Umar bin Khattab telah meninggalkan

    nash-nash agama yang Suci dari al-Qur'an dan al-Sunnah ketikadituntut kemaslahatan untuk itu. Bila al-Qur'an menetapkan bagian muallaf dari zakat, serta Rasulullah dan Abu Bakar

    melakukannya, Umar datang dan berkata, "Kami tidak memberi

    kamu sedikit pun karena Islam." Ketika Rasul dan Abu Bakar membolehkan penjualan Ummahat al-Awlad, Umar melarangnya.

    Ketika talaq tiga dalam satu majelis dihitung satu menurutSunnah dan ijma, Umar meninggalkan sunnah dan menyingkirkan

    ijma.

    Dr. al-Dawalibi menulis hal yang sama dalam 'Ilm Ushul

    al-Fiqh: "Di antara kreasi Umar r.a. yang menunjang kaidahhukum berubah karena perubahan zaman ialah jatuhnya thalaq

    tiga dengan satu kalimat; sedangkan di zaman Nabi, Abu Bakardan permulaan Khilafah Umar, thalaq tiga pada sekali ucapandijadikan satu seperti hadits shahih dari Ibn 'Abbas. Kata

    Umar: "Manusia terlalu terburu-buru di tempat yang seharusnyahati-hati..." Kata Ibn Qayyim, Amir al-Mu'minin Umar bin

    Khathab melihat orang telah melecehkan urusan thalaq... Umar

    ingin menghukum keteledoran ini, sehingga sahabat menahan

    dirinya untuk tidak mudah menjatuhkan thalaq. Umar melihat iniuntuk kemashlahatan umat di zamannya... Ini adalah prinsip

    taghayyarat bihi al-fatwa litaghayyur al-zaman." [29]

    2. Ketika kelompok muallaf datang menemui Abu Bakar untukmenuntut surat, mereka datang kepada Umar. Umar merobek suratitu dan berkata, "Kami tidak memerlukan kalian lagi. Allah

    sudah memenangkan Islam dan melepaskan dari kalian. Jika kamuIslam (baiklah itu), jika tidak pedanglah yang memutuskan

    antara kamu dan kami. "Mereka kembali pada Abu Bakar danberkata, "Adakah khalifah itu atau dia? "Abu Bakar menjawab,

    "Ia, insya Allah. " Lalu berlalulah apa yang diputuskan Umar.

    [30]

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    9/52

    Edited by: [email protected] 9

    3. Al-Fujaah pernah menyatakan diri ingin berjihad dan meminta perbekalan pada Abu Bakar. Abu Bakar memberinya bekal.

    Al-Fujaah ternyata menggunakan fasilitas Abu Bakar ini untuk

    merampok. Abu Bakar menyuruh Tharifah bin Hajiz untuk membawanya ke Madinah. Abu Bakar menghukumnya dengan

    membakarnya hidup-hidup. [31]

    4. Abu Bakar dan Umar tidak memberikan hak khumus darikeluarga Rasulullah saw., tapi menyalurkan hak itu fi

    sabilillah. Mereka berpendapat, setelah Rasulullah saw. wafat,

    khalifah yang berhak mengatur pembagian khumus. [32]

    5. Utsman bin Affan membolehkan "menikahi" dua orang wanita bersaudara dari antara budak belian sekaligus. Ali bin AbiThalib mengharamkannya. [33] Utsman juga melakukan banyak

    "pembaharuan" dalam fiqh Islam: a) mengitmamkan shalat dalamkeadaan safat di Mina; [34] b) menambahkan adzan ketiga pada

    hari Jum'at ; [35] c) melarang haji tamattu; [36] d)membolehkan tidak mandi bagi yang bercampur dengan isterinya

    tanpa mengeluarkan mani; [37] e) mengambil zakat dari kuda;[38] f) mendahulukan khotbah sebelum shalat pada shalat 'id.[39]

    Saya hentikan kutipan kasus-kasus ijtihad Khulafa' al-Rasyidindi sini. Marilah kita lihat proses perkembangan pemikiran para

    sahabat sehubungan dengan sunnah. Menurut Fazlur Rahman, [40] pada zaman para sahabat, orang secara bebas memberikan

    tafsiran pada sunnah Rasulullah saw. Berkembanglah berbagai penafsiran. Dalam proses free market of ideas, pendapat-pendapat tertentu kemudian berkembang menjadi opini

    generalis, lalu opini publik, lalu konsesnsus. Karena itu,waktu itu yang disebut sunnah ialah apa yang disebut Imam

    Malik sebagai al-amr al-mujtama' 'alaih. Saya hampirsependapat dengan Fazlur Rahman, kecuali dalam satu hal: Apayang disepakati tidak selalu berkembang dari hasil persaingan

    pendapat yang demokratis. Seringkali yang disebut ijma' adalahkonsensus yang "ditetapkan" oleh penguasa politik waktu itu.

    Tidak berlebih-lebihan kalau kita simpulkan bahwa fiqih

    al-Khulafa al-Rasyidin adalah fiqih penguasa.

    KESIMPULAN

    Fiqh para sahabat --khususnya seperti diwakili oleh

    al-Khulafa, al-Rasyidun-- adalah fondasi utama dari seluruhbangunan fiqh Islam sepanjang zaman. Fiqih shahabi memberikandua macam pola pendekatan terhadap syari'ah yang kemudian

    melahirkan tradisi fiqh yang berbeda. Ikhtilaf di antara parasahabat, selain mewariskan kemusykilan bagi kita sekarang,

    juga --seperti kata 'Umar ibn Abdul Aziz-- menyumbangkankhazanah yang kaya untuk memperluas pemikiran. Tentu saja,

    untuk itu diperlukan penelaahan kritis terhadapnya. Sayang

    sekali, sikap kritis ini telah "dimatikan" dengan vonnis

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    10/52

    Edited by: [email protected] 10

    zindiq oleh sebagian ahli hadits. Ada dua sikap ekstrimterhadap sahabat yang harus dihindari: menghindari sikapkritis atau melakukan sikap hiperkritis. Ketika banyak orang

    marah karena 'Umar dikritik, 'Umar sendiri berkata, "Semoga

    Allah meyampaikan kepadaku kesalahan-kesalahanku sebagai suatubingkisan." [41]

    2. FIQH TABI'IN: FIQH USHUL

    Sejak zaman sahabat (dan ini diakui para sahabat sendiri)

    telah terjadi perubahan-perubahan dalam syari'at Islam. Suatu

    ketika seorang tabi'in, Al-Musayyab memuji Al-Barra bin 'Azib:"Beruntunglah Anda. Anda menjadi sahabat Rasulullah saw. Anda

    berbaiat kepadanya di bawah pohon." Al-Barra menjawab, Haianak saudaraku, engkau tidak tahu hal-hal baru yang kamiadakan sepeninggal Rasulullah. [42] Kata ma ahdatsna (apa-apa

    yang kami adakan) menunjukkan pada perbuatan bid'ah yangdilakukan para sahabat Nabi. Diriwayatkan bahwa pada hari

    kiamat ada rombongan manusia yang pernah menyertai Nabi diusirdari al-haudh (telaga). Nabi saw: "Ya Rabbi, mereka sahabatku.

    Dikatakan kepadanya: Engkau tak tahu apa-apa yang merekaada-adakan sepeninggal kamu. [43]

    Bid'ah-bid'ah ini telah mengubah sunnah Rasulullah saw.

    Sebagian sahabat mulai mengeluhkan terjadinya perubahan ini.Imam Malik meriwayatkan dari pamannya Abu Suhail bin Malik,

    dari bapaknya (seorang sahabat). Ia berkata: Aku tidakmengenal lagi apa-apa yang aku lihat dilakukan "orang" kecuali

    panggilan shalat. Al-Zarqani mengomentari hadits ini: Yangdimaksud "orang" adalah sahabat. Adzan tetap seperti dulu.Tidak berubah, tidak berganti. Ada pun shalat, waktunya telah

    diakhirkan, dan perbuatan yang lain telah berubah. [44] ImamSyafi'i meriwayatkan dari Wahab bin Kaysan. Ia melihat Ibn

    Zubair memulai shalatnya sebelum khutbah, kemudian berkata:Semua sunnah Rasulullah saw sudah diubah, sampai shalat pun.[45] Kata Al-Zuhri: Aku menemui Anas bin Malik di Damaskus. Ia

    sedang menangis. "Mengapa Anda menangis," tanya Al-Zuhri. Anasmenjawab, "Aku sudah tidak mengenal lagi apa yang aku lihat,

    kecuali shalat. Ini pun sudah dilalaikan orang". [46] Al-Hasan

    al-Bashri menegaskan: "Seandainya sahabat-sahabat Rasulullah

    saw lewat, mereka tidak mengenal kamu (yang kamu amalkan)kecuali kiblat kamu". [47] 'Umran bin al Husain pernah shalat

    di belakang Ali. Ia memegang tangan Muthrif bin Abd Allah dan berkata: Ia telah shalat seperti shalatnya Muhammad saw. Ia

    mengingatkan aku pada Shalat Muhammad saw. [48]

    Jadi pada zaman sahabat pun, sunnah Nabi sudah banyak diubah.

    Salah satu sebab utama perubahan adalah campur tangan penguasa. Karena pertimbangan politik, Bani Umayyah telah

    mengubah sunnah Nabi, khususnya yang dijalankan secara setiaoleh Ali dan para pengikutnya. Ibn 'Abbas berdoa: Ya Allah,

    laknatlah mereka. Mereka meninggalkan sunnah karena benci

    kepada Ali. [49] Contohnya, menjaharkan basmalah, sebagai

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    11/52

    Edited by: [email protected] 11

    upaya menghapus jejak Ali. [50] Contoh yang lain adalah sujuddi atas tanah, yang menjadi tradisi Rasulullah saw dan parasahabat Nabi seperti Abu Bakar, Ibn Mas'ud, Ibn 'Umar, Jabir

    ibn Abdullah dan lain-lain. Dalam perkembangannya, sujud di

    atas kain menjadi syi'ar Ahl al-Sunnah; sedangkan sujud diatas tanah dianggap musyrik dan dihitung sebagai perbuatan

    zindiq". [51]

    Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana campur tangankekuasaan politik membentuk fiqh. Karena fiqh lebih banyak

    didasarkan pada al-hadits, penguasa politik kemudian melakukan

    manipulasi hadits dengan motif politik. Fiqh Tab'in, selainmengambil hadits sebagai sumber hukum, juga mengambil ijtihad

    para sahabat. Sebab itu, kita juga akan mengupas kemusykilanijtihad sahabat. Karena pendapat-pendapat para sahabat terbagidua --yang berpusat pada al-hadits dan al-ra'y-- kita akan

    membicarakan juga tradisi fiqh al-atsar dan fiqh al-ra'y.Secara keseluruhan, kita lebih banyak menelaah ushul ketimbang

    fiqh. Hal ini disebabkan ushul adalah sandaran para tabi'in;dan karenanya secara singkat ia disebut Fiqh al-ushul.

    Sebelum membahas itu semua, marilah kita lihat sedikit latarbelakang fiqh tabi'in.

    APA YANG DIMAKSUD DENGAN FIQH TABI'IN

    Setelah Nabi Muhammad saw meninggal dunia, orang-orang Islam bertanya pada sahabat dalam urusan hukum-hukum agama. Tidak

    semua sahabat menjawab pertanyaan mereka; dan mereka pun tidakbertanya pada semua sahabat. Sebagian sahabat sedikit sekali memberi fatwa, mungkin karena ketidaktahuan, kehatihatian,

    atau lagi-lagi pertimbangan politis. Sebagian lagi banyaksekali memberi fatwa, mungkin karena pengetahuan mereka, atau

    karena posisinya memungkinkan untuk itu.

    Menarik untuk dicatat, bahwa dalam khazanah fiqh ahl al-Sunnah

    para khalifah sedikit sekali memberi fatwa atau meriwayatkanal-hadits. Abu bakar meriwayatkan hanya 142 hadits, Umar 537

    hadits, Utsman 146 hadits, Ali 586 hadits. Jika semua hadits

    mereka disatukan hanya berjumlah 1411 hadits, kurang dari 27%

    hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah (Abu Huraiahmeriwayatkan 5374 hadits).

    Karena itu, para tabi'in, yakni mereka yang berguru pada

    sahabat, umumnya bukanlah murid al-Khulafa al-Rasyidin. Dalam pada itu, ketika kekuasaan Islam meluas, hanya sedikit parasahabat yang meninggalkan Madinah. Dalam kaitan ini, Abu

    Zahrah menulis: [52](iii)

    Sebenarnya, sebelum Dinasti Umayyah berkuasa, tidak banyak,

    bahkan sedikit sekali sahabat yang keluar dari Madinah. Umar

    bin Khatab menahan para sahabat senior di Madinah dan melarang

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    12/52

    Edited by: [email protected] 12

    mereka meninggalkan kota itu. Pertama, 'Umar ingin mengambil manfaat dari pendapat mereka. Kedua, ia mempertimbangkanalasan-alasan, baik secara politik maupun administratif dalam

    pemerintahan. Baru ketika Utsman memerintah, mereka diizinkan

    keluar. Yang keluar kebanyakan bukan fuqaha. Juga bukansahabat senior, kecuali yang diizinkan keluar oleh Umar,

    seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, danlain-lain. Sahabat yang terkenal punya banyak murid adalah Ibn Mas'ud di Iraq, Abdullah ibn 'Umar serta ayahnya Al-Faroq,Zaid ibn Tsabit dan lain-lain di Madinah.

    Kebanyakan, menurut Abu Zahrah, murid-murid sahabat itu para mawali (non Arab). Fiqh tabi'in, karena itu, umumaya fiqh

    mawali. Dari sahabat, para tabi'in mengumpulkan dua hal:Hadits-hadits Nabi saw dan pendapat-pendapat para sahabat(aqwal al-shahabat). Bila ada masalah baru yang tidak terdapat

    pada kedua hal tersebut, mereka melakukan ijtihad seperti ataudengan metode yang dilakukan para sahabat. Banyak diantara

    tabi'in yang mencapai faqahah (kefaqihan) begitu rupa sehinggasahabat (sic!) berguru pada mereka. Qabus ibn Abi Zhabiyan

    berkata: Aku tanya ayahku, mengapa Anda tinggalkan sahabat dan mendatangi 'Alqamah. Ayahku menjawab Aku menemukansahabat-sahabat Nabi bertanya kepada 'Alqamah dan meminta

    fatwanya. Ka'ab al-Ahbar sering dimintai fatwa oleh Ibn Abbas,

    Abu Hurairah, dan Abdullah ibn Amr. 'Alqamah dan Ka'abkeduanya tabi'in.

    Ada tujuh orang faqih tabi'in yang terkenal (al-fuqaha

    al-sab'ah): Sa'id ibn Musayyab (wafat 93 H), 'Urwah ibnal-Zubair (wafat 94 H), Abu Bakar ibn 'Abid (wafat 94 H),Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar (Wafat 108 H), Abidullah

    ibn Abdillah (wafat 99 H), Sulayman ibn Yasar (wafat 100 H)dan Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit (wafat?). Di samping mereka

    ada 'Atha ibn Abi Rabah, Ibrahim al-Nakh'i, Al-Syu'bi, Hamadibn Abu Sulayman Salim mawla Ibn Umar, dan 'Ikrimah mawla IbnAbbas.

    BUKTI-BUKTI MANIPULASI HADITS

    Di sini tidak ditunjukkan manipulasi hadits kecuali seperti

    tampak pada kitab-kitab hadits yang ada sekarang. Dari situ paling tidak kita melihat petunjuk (indikator) manipulasi

    hadits pada zaman tabi'in. Contoh-contoh yang diberikan disini difokuskan pada manipulasi yang diduga beralasan politis.

    Ada beberapa cara manipulasi hadits, antara lain sebagaiberikut.

    Pertama, membuang sebagian isi hadits dan menggantinya dengankata-kata yang tidak jelas. Ketika Marwan menjadi Gubernur

    Mu'awiyah di Hijaz, ia meminta rakyat untuk membaiat Yazid.Abd al-Rahman ibn Abu Bakar memprotes Marwan sambil berkata.

    "Kalian menginginkan kekuasaan ini seperti kekuasaan

    Heraclius!". Marwan marah dan menyuruh orang menangkap Abd

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    13/52

    Edited by: [email protected] 13

    al-Rahman. Ia lari ke kamar 'Aisyah ra, saudaranya. Marwanberkata: Ayat al-Qur'an: alladzi qala liwalidaihi uffin lakumturun tentang Abd al-Rahman. 'Aisyah menolak asbab al-nuzul

    ini. Shahih Bukhari menghilangkan ucapan Abd al-Rahman dengan

    mengatakan faqaala 'Abd al-Rahman ibn 'Abi Bakar syai'an (Abdal-Rahman mengatakan sesuatu). [53] Dengan cara itu, kecaman

    kepada Mu'awiyah dan Marwan tidak diketahui. KehormatanKhalifah dan Gubernurnya terpelihara. Dalam tarikhnya,al-Thabari meriwayatkan ucapan Nabi saw tentang Ali: "Inilahwashihu dan khalifahku untuk kamu". Kata-kata ini dalam Tafsir

    al-Thabari dan Ibn Katsir diganti dengan: wa kadza wa kadza

    (demikianlah-demikianlah). Tentu saja kata "washi"dan"khalifah" mempunyai konotasi yang sangat jelas. [54]

    Kedua, membuang seluruh berita tentang sahabat dengan petunjukadanya penghilangan itu. Muhammad ibn Abu Bakar menulis surat

    kepada Mu'awiyah menjelaskaan keutamaan Ali sebagai washi Nabisaw. Mu'awiyah pun mengakuinya. Isi surat ini secara lengkap

    dimuat dalam Kitab Shiffin dari Nashr bin Mazahim (wafat 212H) dan Muruj al-Dzahab tulisan al-Mas'udi (wafat 246 H).

    Al-Thabari (wafat 310 H) melaporkan peristiwa itu dengan menunjuk kedua kitab di atas sebagai sumber. Tetapi ia membuang semua isi surat itu dengan alasan "supaya orang

    banyak tidak resah mendengarkannya." Ibn Atsir dalam

    Al-Bidayah wa al-Nihayah juga menghilangkan kedua surat itudengan mengemukakan alasan yang sama. [55]

    Ketiga, memberikan makna lain (ta'wil) pada hadits. Al-Dzahabi

    ketika meriwayatkan biografi Al-Nasai menulis, ketika al-Nasaidiminta meriwayatkan keutamaan Mu'awiyah, ia berkata, "haditsapa yang harus aku keluarkan kecuali ucapan Nabi, semoga Allah

    tidak mengenyangkan perut Mu'awiyah". Kata Al-Dzahabi:Barangkali yang dimaksudkan dengan keutamaan Mu'awiyah ini

    adalah ucapan Nabi saw: Ya Allah, siapa yang aku laknat atauaku kecam, jadikanlah laknat dan kecaman itu kesucian danrahmat baginya. [56] Bagaimana mungkin laknat Nabi menjadi

    kesucian dan rahmat; tetapi Bukhari dan Muslim memang meriwayatkan hadits ini. [57] Al-Thabrani dalam Majma'

    al-Zawaid meriwayatkan ucapan Rasulullah saw kepada Salman

    bahwa Ali adalah washi-nya. Al-Thabrani memberi komentar: Ia

    menjadikan washi untuk keluarganya, bukan untuk Khalifah.

    Keempat, membuang sebagian isi hadits tanpa menyebutkanpetunjuk ke situ atau alasan. Ibn Hisyam mendasarkan tarikhnya

    pada tarikh Ibn Ishaq. "Tetapi aku tinggalkan sebagian riwayatIbn Ishaq yang jelek bila disebut orang", kata Ibn Hisyamdalam pengantarnya. Di antara yang dibuang itu adalah kisah

    "wa andzir 'asyirataka al-aqrabin". Dalam Ibn Ishaqdiriwayatkan Nabi saw berkata; "Inilah saudaraku, washiku, dan

    khalifahku untuk kamu." [58] Belakangan ini Muhammad HusaynHaykal, dalam Hayat Muhammad melakukan hal yang sama. Pada

    bukunya, cetakan pertama, ia mengutip ucapan Nabi: Siapa yang

    akan membantuku dalam urusan ini supaya menjadi saudaraku,

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    14/52

    Edited by: [email protected] 14

    washiku dan Khalifahku untuk kamu. Pada Hayat Muhammad,cetakan kedua (Tahun 1354), ucapan Nabi saw ini dihilangkansama sekali.

    Kelima, melarang penulisan hadits Nabi saw. Berkenaan denganini bagian "Fiqh al-Khulafa' al-Rasyidin" di atas. Beberapa

    tabi'in juga melarang penulisan hadits.

    Keenam, mendha'ifkan hadits-hadits yang mengurangi kehormatan penguasa atau yang menunjang keutamaan lawan. Ibn Katsir

    mendha'ifkan riwayat Nabi tentang Ali sebagai Washi. Ia

    menganggap riwayat itu sebagai dusta, yang dibuat-buat olehorang Syi'ah, atau orang-orang yang bodoh dalam ilmu hadits.

    [69] Ia lupa bahwa hadits ini diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi oleh Imam Ahmad, Al-Thabari, Al-Thabrani, Abu Nu'aimal-Isbahani, Ibnu 'Asakir dan lain-lain. Al-Syu'bi

    meriwayatkan hadits dari Al-Harits al-Hamdani. Ia berkata:menyampaikan padaku Al-Harits, salah seorang pendusta. Ibn Abd

    al-Barr mengomentari ucapan al-Syu'bi: Ia tidak menjelaskanapa alasan dusta untuk Al-Harits. Ia membenci Al-Harits karena

    kecintaannya yang berlebihan pada Ali dan mengutamakan Ali diatas sahabat yang lain. Karena itu, wallahu a'lam, Al-Syu'bi mendustakan Al-Harits; Al-Syuibi mengutamakan Abu Bakar, dan

    bahwa Abu Bakar adalah orang yang pertama masuk Islam.

    3. Lahirnya Madzhab-madzhab Fiqh

    Ketika al-Manshur baru saja diangkat menjadi khalifah, ia

    mengundang Malik ibn Anas, Ibn Sam'an dan Ibn Abi Dzuaib. Iadikawal para prajurit dengan pedang-pedang terhunus. Setelah berbicara panjang, Khalifah bertanya. "Bagaimana pendapat

    kalian tentang diriku? Apakah aku pemimpin adil atau zalim?" Malik bin Anas berkata: "Ya Amiral Mu'minin, aku tawassul

    padamu dengan Allah swt dan aku meminta tolong padamu denganMuhammad saw dan dengan kekeluargaanmu padanya, maafkanlah akuuntuk tidak berbicara." "Aku maafkan Anda", kata al-Manshur.

    Kemudian ia melirik kepada Ibn Sam'an: "Bagaimana pendapat

    kamu?" Kata Ibn Sam'an: "Anda, demi Allah, orang yang paling

    baik. Demi Allah, ya Amir al-Mu'minin, Anda berhaji ke

    Baitullah; Anda perangi musuh; Anda berikan keamanan di jalan;Anda lindungi orang yang lemah supaya tidak dimakan yang kuat.

    Andalah tonggak agama, orang terbaik, dan umat teradil."

    Kemudian al-Manshur melirik Ibn Abi Dzuaib. "Atas nama Allah bagaimana pendapatmu tentang diriku?" Yang ditanya menjawab,"Menurut pendapatku, Anda manusia terjahat, demi Allah. Anda

    merampas harta Allah, RasulNya, dan bagian keluarga Rasul,anak yatim, dan orang miskin. Anda hancurkan yang lemah, Anda

    persulit orang yang kuat. Anda tahan harta mereka. Apaalasanmu di hadapan Allah nanti?"

    "Celaka kamu, tidakkah kamu lihat apa yang ada dihadapanmu?"

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    15/52

    Edited by: [email protected] 15

    kata al-Manshur. "Benar, aku lihat pedang dan itu berartikematian. Bagiku sama saja apakah mati itu dipercepat ataudiperlambat."

    Peristiwa di atas, yang dikisahkan Ibn Qutaybah. menunjukkan posisi Malik ibn Anas dibandingkan ulama yang sezaman

    dengannya. Ibn Abi Dzuaib, nama lengRapnya Abu al-Harit Muhammad ibn Abd al-Rahman ibn al-Mughirah ibn Dzuaibal-'Amiri, adalah seorang alim yang terkenal faqih dan wara.Menurut al-Dahlawi, di samping Malik, Ibn Dzuaib adalah orang

    yang membukukan hadits di Madinah. Tapi, namanya hampir tidak

    pernah disebut dalam buku-buku tarikh. Ia lebih berani, danboleh jadi lebih faqih dari Malik. Namun sekarang hampir tidak

    ada orang yang mengenalnya.

    Sejarah memang hanya memihak yang menang. Fame bestows no

    favors upon the losers. Malik bin Anas kelak terkenal sebagaipendiri madzhab Maliki, dengan para pengikut yang tersebar di

    berbagai bagian dunia Islam. Ibn Dzuaib, tentu saja tidakdikenal. Imam Malik menjadi terkemuka setelah al-Manshur

    memberikan segala kehormatan kepadanya. Ketika naik haji,al-Manshur berkata kepada Malik: "Saya punya rencana untukmemperbanyak kitab yang kau susun ini, yaitu saya salin, dan

    kepada setiap wilayah kaum Muslim saya kirim satu naskah,

    serta saya instruksikan agar mereka mengamalkan isinyasehingga mereka tidak mengambil yang lain." Begitu pula,

    ketika Harun al-Rasyid berkuasa, ia bermusyawarah dengan Malikuntuk menggantungkan al-Muwaththa pada Ka'bah dan

    memerintahkan orang untuk beramal menurut Kitab itu. Walau Malik menolak rencana kedua khalifah itu, kita tahu bahwaMalik didukung para penguasa.

    Masih sezaman dengan Malik dan bahkan Malik pernah berguru

    kepadanya, adalah faqih dari keluarga Rasulullah saw, Ja'faral-Shadiq. Ia pun hampir tidak dikenal kecuali pada kalangan pengikutnya saja. Malik berkata tentang Ja'far: "Aku pernah

    berguru pada Ja'far bin Muhammad beberapa waktu. Aku tidak pernah melihatnya kecuali dalam salah satu di antara tiga

    keadaan: sedang shalat, sedang puasa, atau sedang membaca

    al-Qur'an. Tidak pernah aku lihat ia meriwayatkan hadits dari

    Rasulullah kecuali dalam keadaan suci. Ia tak bicara sesuatuyang tak manfaat, dan ia termasuk ulama yang taat beribadah,

    zuhud, yang hanya takut kepada Allah saja." Sifat terakhir inijustru menyebabkan Ja'far tidak disenangi penguasa. Fiqhnya

    "dicurigai" dan para pengamalnya dianiaya.

    Seperti akan kita uraikan nanti, sebetulnya banyak madzhab

    muncul, tetapi karena tidak didukung penguasa, madzhab-madzhabitu akhirnya hilang dari catatan sejarah. Dalam tulisan ini

    kita akan mencatat beberapa orang tokoh madzhab yangterlupakan. Tapi sebelum itu, kita akan meninjau latar

    belakang historis dari tumbuhnya madzhab-madzhab fiqh. Pada

    akhir bagian ini kita akan membicarakan "pokok dan tokoh"

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    16/52

    Edited by: [email protected] 16

    madzhab yang masih memiliki banyak pengikut sampai sekarang.

    SEJARAH PEMBENTUKAN MADZHAB

    Kelima Madzhab yang akan kita bicarakan -Ja'fari, Maliki,Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali-- tumbuh pada zaman kekuasaan

    dinasti Abbasiyah. Pada zaman sebelum itu, bila orangberbicara tentang madzhab, maka yang dimaksud adalah madzhabdi kalangan sahabat Nabi: Madzhab Umar, Aisyah, Ibn Umar, Ibn Abbas, Ali dan sebagainya. Para sahabat dapat dikelompokkan

    dalam dua besar. Yaitu ahl al-Bayt dan para pengikutnya, juga

    para sahabat di luar ahl al-Bayt. Ali dan kedua puteranya, AbuDzarr, Miqdad, 'Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abu Rafi Mawla

    Rasulullah, Ummi Salamah, dan sebagainya, masuk kelompok pertama. Sedangkan Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, AbuHurairah dan lain-lain masuk kelompok kedua.

    Murtadha al-'Askary menyebut dua madzhab awal ini sebagai

    Madrasah al-Khulafa dan Madrasah Ahl al-Bayt. Kedua madrasahini berbeda dalam menafsirkan al-Qur'an, memandang sunnah

    Rasulullah, dan melakukan istinbath hukum. Pada zamankekuasaan dinasti Umawiyyah, madrasah al-Khulafa bercabanglagi ke dalam dua cabang besar: Madrasah al-Hadits dan

    Madrasah al-Ra'y. Yang pertama, berpusat di Madinah,

    melandaskan fiqhnya pada al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijtihad parasahabat, dan sedapat mungkin menghindari ra'yu dalam

    menetapkan hukum. Yang kedua, berpusat di Iraq, sedikit menggunakan hadits dan lebih banyak berpijak pada penalaran

    rasional dengan melihat sebab hukum (illat) dan tujuan syara'(maqashid syar'iyyah).

    Sementara itu, Madrasah ahl al-Bayt tumbuh "di bawah tanah" mengikuti para imam mereka. Karena tekanan dan penindasan,

    mereka mengembangkan esoterisme dan disimulasi untukmemelihara fiqh mereka. Ibn Qutaybah dalam Kitab al-Ikhtilaf menceritakan bagaimana raja-raja Umawiyyat berusaha

    menghapuskan tradisi ahl al-Bayt dengan mengutuk Ali bin AbiThalib di mimbar-mimbar, membunuh para pengikut setianya, dan

    mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ahl al-Bayt. Tidak

    jarang sunnah Rasulullah yang sahih ditinggalkan karena sunnah

    itu dipertahankan dengan teguh oleh para pengikut ahl al-Bayt.

    Ibn Taymiyyah menulis perihal tasyabbuh dengan syiah: "Darisinilah para fuqaha berpendapat untuk meninggalkan

    al-mustahabbat (yang sunat) bila sudah menjadi syiarorang-orang Syi'ah. Karena walaupun meninggalkannya tidakwajib menampakkannya berarti menyerupai (tasyabbuh) mereka,

    sehingga sunni tidak berbeda dengan syi'ah. Kemaslahatan berbeda dengan mereka dalam rangka menjauhi dan menentang

    mereka lebih besar dari kemaslahatan mengamalkan yang musthabitu." Salah satu contoh sunnah yang dijauhi orang adalah

    tasthih seperti diceritakan oleh Muhamamd bin 'Abd al-Rahma

    yang berkata: "Yang sunnah dalam membuat kubur adalah

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    17/52

    Edited by: [email protected] 17

    meratakan permukaan kubur (tasthith). Inilah yang paling kuatmenurut madzhab Syaf'i. "Tapi Abu Hanifah dan Ahmad berkata:"Menaikkan permukaan kubur (tasnim) lebih baik, karena tasthih

    sudah menjadi syi'ar sy'iah."

    (iv)

    Pada periode Umawiyyah, madrasah-madrasah itu tidak melahirkan pemikiran-pemikiran madzhab. Dr. Muhammad Farouq al-Nabhanmenjelaskan sebab-sebab berikut: a) Hubungan yang buruk antaraulama dan khulafa. Banyak tokoh sahabat dan tabi'in yang

    menganggap daulat Umawiyyah ditegakkan di atas dasar yang

    batil. Para khalifah banyak melakukan hal-hal yang melanggarsunnah Rasulullah saw b) Terputusnya hubungan antara pusat

    khilafah dengan pusat ilmiah. Waktu itu, pusat pemerintahan berada di Syam, sedangkan pusat-pusat ilmiah berada di Iraqdan Hijaz; c) Politik diskriminasi yang mengistimewakan orang

    Arab di atas orang bukan Arab. Dinasti Umawiyah memisahkan Arab dan mawali. Kebijakan ini menyebabkan timbulnya rasa

    tidak senang pada para mawali - yang justru lebih banyak padadaerah kekuasaan Islam. Banyak di antara mereka adalah para

    sarjana dalam berbagai disiplin ilmu.

    Karena itu pada permulaan pemerintahannya, Dinasti Abbasiyah

    disambut dengan penuh antusias baik oleh mawali maupun

    pengikut ahl al-Bayt. Di antara mawali itu adalah Abu Hanafidan di antara imam ahl al-Bayt adalah Ja'far bin Muhammad.

    Keduanya mengembangkan ajaran mereka pada zaman Abbasiyah.

    IMAM-IMAM MADZHAB YANG TERLUPAKAN

    Sudah disebutkan di muka, bahwa madzhab-madzhab besar yang

    kita kenal sekarang --kecuali mazhab Ja'fari-- membesar karenadukungan penguasa. Madzhab Hanafi mulai berkembang ketika Abu

    Yusuf, murid Abu Hanifah, diangkat menjadi qadhi dalam pemerintahan tiga khalifah Abbasiyah: al-Mahdi, al-Hadi, danal-Rasyid. Al-Kharaj adalah Kitab yang disusun atas permintaan

    al-Rasyid. Kitab ini adalah rujukan utama madzhab Hanafi.

    Madzhab Maliki berkembang di khilafah Timur atas dukungan

    al-Manshur dan di khilafah Barat atas dukungan Yahya bin Yahya

    ketika diangkat menjadi qadhi oleh para khalifah Andalusia. Di Afrika, al-Mu'iz Badis mewajibkan seluruh penduduk untuk

    mengikuti madzhab Maliki. Madzhab Syafi'i membesar di Mesirketika Shalahuddin al-Ayyubi merebut negeri itu. Madzhab

    Hanbali menjadi kuat pada masa pemerintahan al-Mutawakkil.Waktu itu al-Mutawakkil tidak mengangkat seorang qadhi kecualidengan persetujuan Imam Ahmad ibn Hanbal.

    Dalam menyimpulkan semua ini, Syah Wali al-Dahlawi menulis:

    "Bila pengikut suatu madzhab menjadi masyhur dan diberiwewenang untuk menetapkan keputusan hukum dan memberikan

    fatwa, dan tulisan mereka terkenal di masyarakat, lalu orang

    mempelajari madzhab itu terang-terangan. Dengan begitu,

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    18/52

    Edited by: [email protected] 18

    tersebarlah madzhabnya di seluruh penjuru bumi. Bila parapengikut madzhab itu lemah dan tidak memperoleh posisi sebagaihakim dan tidak berwewenang memberi fatwa, maka orang tak

    ingin mempelajari madzhabnya. Lalu madzhab itu pun hilang

    setelah beberapa lama."

    Beberapa madzhab yang hilang itu secara singkat diuraikansebagai berikut:

    1. Madzhab al-Tsawri. Tokoh madzhab ini adalah Abu Abd

    Allah Sufyan bin Masruq al-Tsawry. Lahir di Kufah tahun

    65 H dan wafat di Bashrah tahun 161 H. Imam Ahmadmenyebutnya sebagai seorang faqih, ketika Ahmad menyebut

    dirinya hanya sebagai ahli hadits. Ia berguru padaJa'far al-Shadiq dan meriwayatkan banyak hadits. Ayahnyatermasuk perawi hadits yang ditsiqatkan Ibn Ma'in.

    Berkali-kali al-Manshur mau membunuhnya, tetapi iaberhasil lolos. Ketika ia diminta menjadi qadhi, ia

    melarikan diri dan meninggal di tempat pelarian.Pahamnya diikuti orang sampai abad IV Hijrah;

    2. Madzhab Ibn 'Uyaiynah. Nama lengkapnya Abu MuhammadSufyan ibn 'Uyaiynah wafat tahun 198 H. Ia mengambil

    ilmu dari Imam Ja'far, al-Zuhry, Ibn Dinar, Abu Ishaq

    dan lain-lain. Di antara yang mengambil riwayat daripadanya adalah Syafi'i. Ia memberi komentar: "Seandainya

    tidak ada Malik dan Ibn 'Uyaiynah, hilanglah ilmu Hijaz.Madzhabnya diamalkan orang sampai abad IV, tetapi

    setelah itu hilang karena tidak ada dukungan penguasa.

    3. Madzhab al-Awza'iy. Pendirinya Abd al-Rahman bin Amr

    al-Awza'iy adalah imam penduduk Syam. Ia sangat dekatdengan Bani Umayyah dan juga Bani Abbas. Madzhabnya

    tersisihkan hanya ketika Muhammad bin Utsman dijadikanqadhi di Damaskus dan memutuskan hukum menurut MadzhabSyafi'i Ketika Malik ditanya tentang siapa di antara

    yang empat (Abu Hanifah, al-Awza'iy, Malik danal-Tsawry) yang paling benar? Malik berkata:

    "Al-Awza'iy." Mazhabnya diamalkan orang sampai tahun 302

    H;

    4. Madzhab al-Thabary. Abu Ja'far Muhammad ibn Jarir ibn

    Yazid ibn Khalid ibn Ghalib al-Thabary lahir diThabaristan 224 H dan wafat di Baghdad 310 H. Ia

    termasuk mujtahid ahl al sunnah yang tidak bertaklidkepada siapa pun. Kata Ibn Khuzaymah: Ia hafal dan pahamal-Qur'an; mengetahui betul makna al-Qur'an. Ia faqih,

    mengetahui sunnah dan jalan-jalannya; dapat membedakanyang sahih dan yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh

    dan paham akan pendapat para sahabat. Tidak diketahuisampai kapan madzhabnya diikuti orang.

    5. Madzhab al-Zhahiry. Abu Sulayman Dawud ibn 'Ali

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    19/52

    Edited by: [email protected] 19

    dilahirkan di Kufah tahun 202 H dan hidup di Baghdadsampai tahun 270 H. Madzhabnya berkembang sampai abadVII. Salah seorang muridnya yang masyhur adalah Ibn

    Hazm. Ia diberi gelar al-Zhahiry karena berpegang secara

    harfiah pada teks-teks nash. Ia berkembang di daerahMaroko, ketika Ya'qub ibn Yusuf ibn Abd al-Mu'min

    meninggalkan mazhab Maliki dan mengumumkanperpindahannya ke madzhab al-Zhahiry.

    Inilah sebagian di antara tokoh-tokoh madzhab yang tidak lagi

    dianut secara resmi sekarang ini. Berikut adalah para pemuka

    madzhab yang terkenal. Karena riwayat hidup mereka sudahdisebutkan di atas --kecuali Imam Ja'far-- di sini hanya

    disebutkan beberapa catatan kecil saja. Pokok-pokok pikirannyadalam fiqh akan kita perkenalkan secara singkat.

    IMAM JA'FAR IBN MUHAMMAD AL-SHIDIQ (82-140 H)

    Ja'far ibn Muhammad ibn Ali ibn Husain (ibn Ali) ibn Fathimah binti Rasulullah saw lahir di Madinah tahun 82 H pada masa

    pemerintah Abd al-Malik ibn Marwan. Selama lima belas tahun iatinggal bersama kakeknya, Ali Zainal Abidin keturunan Rasulyang selamat dari pembantaian di Karbela. Setelah Ali wafat,

    ia diasuh oleh ayahnya Muhammad al-Baqir dan hidup bersama

    selama sembilan belas tahun.

    Ia sempat menyaksikan kekejaman al-Hajjaj, pemberontakan Zaidibn Ali, dan penindasan terhadap para pengikut madrasah ahl

    al-Bayt. Ia juga menyaksikan naiknya al-Saffah dan al-Manshurdengan memanipulasikan kecintaan orang pada ahl al-Bayt. Iajuga menyaksikan bahwa para khalifah Abbasiyah tidak lebih

    baik dari para khalifah Umawiyah dalam kebenciannya kepadakeluarga Rasul. Abu Zahrah menulis:

    Dinasti 'Abbasiyah selalu merasa terancam dalamkekuasaannya oleh para pengikut Ali. Kaum 'Alawi

    menunjukkan nasab seperti mereka dan memiliki kekerabatandengan Rasulullah yang tidak dimililki 'Abbasiy.

    Orang-orang yang menentang mereka semuanya berasal dari

    'Alawiyyin. Mereka selalu cemas menghadapi mereka. Karena

    itu, bila para penguasa 'Abbasiyah melihat ada dakwah'Alawi, mereka segera menghukumnya. Bila mereka melihat

    ada pejabat yang memuji Bani 'Ali, mereka segeramengucilkannya atau membunuhnya. Mereka tak perduli

    membunuh orang tak berdosa karena dianggap mengancampemerintahannya.

    Dalam suasana seperti itulah, Imam Ja'far memusatkanperhatiannya pada penyebaran sunnah Rasulullah dan peningkatan

    ilmu dan akhlak kaum Muslim. Di antara murid-muridnya adalahImam Malik, al-Tsawry, Ibn 'Uyaiynah, Abu Hanifah, Syu'bah ibn

    al-Hajjaj, Fadhail ibn Iyadh, dan ribuan para perawi.

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    20/52

    Edited by: [email protected] 20

    Untuk mengetahui pemikiran Imam Ja'far dalam hal fiqh, kitatuliskan percakapannya dengan muridnya selama dua tahunseperti diceritakan Abu Nu'aim:

    Abu Hanifah, Ibn Syabramah, dan Ibn Abi Layla menghadapImam Ja'far. Ia menanyakan Ibn Abi Layla tentang kawannya,

    yang kemudian dijawab Ia orang pintar dan mengetahuiagama. "Bukankah ia suka melakukan qiyas dalam urusanagama?," tanya Ja'far. "Benar."

    Ja'far bertanya kepada Abu Hanffah: "Siapa namamu?"

    "Nu'man."

    "Aku tidak melihat Anda menguasai sedikit pun." kataJa'far sambil mengajukan berbagai pertanyaan yang tidakbisa dijawab Abu

    "Hai Nu'man, ayahku memberitahukan kepadaku dari kakekku

    bahwa Nabi saw bersabda: Orang yang pertama menggunakanqiyas dalam agama adalah iblis. Karena ketika Allah

    menyuruhnya bersujud kepada Adam ia berdalih: Aku lebihbaik dari dia karena aku Kau buat dari api dan ia Kau buatdari tanah. Barang siapa yang menggiyas dalam agama, Allah

    akan menyertakannya bersama iblis, karena ia mengikutinya

    dengan qiyas.

    Manakah yang lebih besar dosanya - membunuh atau berzinah?"Membunuh."

    "Lalu, mengapa Allah hanya menuntut dua orang saksi untukpembunuhan dan empat orang saksi untuk zinah."

    "Mana yang lebih besar kewajibannya - shalat atau shawm

    (puasa)?"

    "Shalat"

    "Mengapa wanita yang haidh harus mengqadha shawmnya tetapi

    tidak harus mengqadha shalatnya. Bagaimana kamu

    menggunakan qiyasmu. Bertaqwalah kepada Allah dan jangan

    melakukan qiyas dalam agama."

    Dari percakapan di atas kita melihat perbedaan pendekatanhukum di antara dua pemuka madzhab. Di antara karakteristik

    khas dari madzhab Ja'fari, selain menolak qiyas adalah hal-halberikut: a) Sumber-sumber syar'iy adalah al-Qur'an, al-Sunnahdan akal. Termasuk ke dalam sunnah adalah sunnah ahl al-Bayt:

    yakni para imam yang ma'shum. Mereka tidak mau menjadikanhujjah hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat yang

    memusuhi ahl al-Bayt; b) Istihsan tidak boleh dipergunakan.Qiyas hanya dipergunakan bila 'illat-nya manshush (terdapat

    dalam nash). Pada hal-hal yang tak terdapat ketentuan nashnya,

    digunakan akal berdasarkan kaidah-kaidah tertentu; c)

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    21/52

    Edited by: [email protected] 21

    Al-Qur'an dipandang telah lengkap menjawab seluruh persoalanagama. Tugas mujtahid adalah mengeluarkan dari al-Qur'anjawaban-jawaban umum untuk masalah-masalah yang khusus. Karena

    Rasulullah dan para imam adalah orang yang mengetahui

    rahasia-rahasia al-Qur'an, penafsiran al-Qur'an yang palingabsah adalah yang berasal dari mereka.

    IMAM ABU HANIFAH

    Abu Hanifah terkenal sebagai alim yang teguh pendirian. Ia

    menentang setiap kezaliman. Beberapa kali ia mengkritik

    al-Manshur secara terbuka. Ketika Muhammad dan Ibrahim dariahl al-Bayt memberontak, Abu Hanifah mendukungnya. Begitu

    pula, ketika Imam Zayd melawan penguasa, Abu Hanifah berbay'atkepadanya. Abu Zahrah, penulis biografi Abu Hanifah, menulis:"Sesungguhnya Abu Hanifah itu Syi'ah dalam kecenderungan dan

    pendapatnya tentang penguasa di zamannya. Yakni, ia melihat bahwa khalifah haruslah diserahkan pada keturunan Ali dari

    Fathimah; dan bahwa para khalifah yang sezaman dengan merekatelah merampas haknya dan karena itu mereka zalim."

    Sikap Abu Hanifah itu, ditambah hasutan Ibn Abi Layla, menimbulkan kemarahan Al-Manshur. Tapi karena kedudukan Abu

    Hanifah di masyarakat, Al-Mansur tak dapat membunuhnya tanpa

    alasan. Lalu ia menjebak Abu Hanifah dengan jabatan qadhi.Ketika Abu Hanifah menolaknya, ia dipenjarakan. Setiap hari,

    ia dicambuk sepuluh lecutan. Ia mengakhiri hidupnya, menurutsatu riwayat, karena diberi makanan beracun.

    Abu Hanifah meninggalkan banyak murid. Di antaranya Abu Yusuf,yang kemudian menjadi qadhi dan banyak memasukkan hadits dalam

    kitab-kitabnya; Muhammad ibn Hasan al-Syaybany, yang pernahberguru pada Malik dan kemudian menggabungkan madrasah hadits

    dengan madrasah Ra'y; dan Zafr ibn al-Hudzail, yang sangatekstrem menggunakan qiyas.

    Pokok fiqih madzhab Hanafi bersumber pada tiga hal: a)Sumber-sumber naqliyah, yang meliputi al-Qur'an, al-Sunnah,

    ijma, dan pendapat para sahabat. Abu Hanifah berkata, "Aku

    mengambil dari al-Kitab, jika aku dapatkan di dalamnya. Bila

    tidak, aku ambil Sunnah Rasulullah dan hadits-hadits yangsahih, yang disampaikan oleh orang-orang yang dapat dipercaya.

    Jika tidak aku dapatkan dalam al-Kitab dan Sunnah Rasulullah,aku mengambil pendapat para sahabat yang aku kehendaki dan

    meninggalkan yang tidak aku kehendaki. Aku tidak keluar daripendapat sahabat kepada pendapat yang lain. Bila sudah sampaipada tabi'in, mereka berijtihad dan aku pun berijtihad,", b)

    Sumber-sumber ijtihadiyah, yaitu dengan menggunakan qiyas danistihsan. c) Al-A'raf, yakni adat kebiasaan yang tidak

    bertentangan dengan nash, terutama dalam masalah perdagangan.Abu Hanifah bahkan mengarqurkan beramal dengan 'urif.

    (v)

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    22/52

    Edited by: [email protected] 22

    IMAM MALIK

    Pada zaman kekuasaan Ja'far ibn Sulayman tahun 146 H Malik

    dihukum cambuk. Ia --menurut satu riwayat-- mengeluarkan fatwa

    yang tidak dikehendaki penguasa. Setelah itu, al-Manshurmerasa bersalah, di samping ingin berusaha memanfaatkan alim

    besar ini. Ia tidak mungkin menarik Ja'far dan tidak berhasilmengambil hati Abu Hanifah. Al-Manshur pada musim haji 153 H, meminta maaf kepada Malik atas perlakukan salah seorang penguasanya. Ia memberikan wewenang besar pada Malik untuk

    mengangkat dan memberhentikan para pejabat yang dipandangnya

    tidak mampu. Ia juga boleh menghukum mati atau memenjarakanyang dipandangnya bersalah.

    Karena wewenangnya ini, Malik menjadi sangat berwibawa.Orang-orang ketakutan berada di majlisnya, karena wibawa

    Malik. Ketika seorang murid membantah Malik perihal penguburanrambut dan kuku, Malik memukul orang itu dan memenjarakannya

    Ketika seorang bertanya: "Bagaimana pendapat Anda tentangorang yang berpendapat bahwa al-Qur'an itu makhluk?." Malik

    memanggil pengawalnya: "Ia zindiq, bunuh dia." Orang ituberkata: "Bukan aku yang berkata begitu. Aku hanya melaporkanucapan orang lain." Malik menukas: "Tapi aku hanya

    mendengarnya dari kamu."

    Catatan kecil di atas menunjukkan kekuasaan Malik. Ini sangat

    berpengaruh pada penyebaran madzhabnya. Madzhab Maliki mendasarkan fiqhnya pada 12 pokok: a) Al-Qur'an: zhahirnya,

    dalil-nya, mafhum-nya dan illat-nya; b) Al-Sunnah:al-mutawatirah dan al-masyhurah. Bila zhahirnya sunnahbertentangan dengan al-Qur'an, didahulukan al-sunnah; c) Ijma'

    penduduk Madinah, ijma' secara naql. Ijma' sebelum terbunuhnyaUtsman, ijma' mutaakhir: masing-masing dengan kekuatan hukum

    yang berbeda; d) Fatwa sahabat; e) Khabar Ahad dan Qiyas; f)Istihsan; g) Mashalih mursalah; h) Sadd al-Dzara'i; i) Mura'atkhilaf al-mujtahidin; j) Istishhab; k) Syar'man qablana.

    IMAM SYAFI'I

    Pokok-pokok fiqh Syafi'i ada lima: a) Al-Qur'an dan al-Sunnah;

    b) al-Ijma'; c) Pendapat sahabat yang tidak ada yangmenentangnya; d) Ikhtilaf sahabat Nabi; e) Qiyas.

    IMAM HANBALI

    Pokok-pokok fiqh madzhab Hanbali: a) Al-Nushush; b) Fatwasahabat; c) Ikhtilaf sahabat; d) Hadits mursal dan dha'if; e)

    Qiyas.

    4. STAGNASI PEMIKIRAN FIQH: MASA KETERTUTUPAN

    Dr. Muhammad al-Tijani al-Samawi bercerita tentang kisah

    fanatisme di kota Qafsah, Tunisia. Seorang alim besar di kota

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    23/52

    Edited by: [email protected] 23

    itu mengecam orang-orang yang menjamak shalat Zhuhur dan Ashar. "Mereka membawa agama baru yang bukan agama Muhammadsaw. Mereka menyalahi al-Qur'an yang menyatakan bahwa shalat

    itu bagi kaum Mukmin kewajiban yang ditetapkan waktunya."

    Seusai shalat, seorang pemuda menanyakan lagi perihal shalatjamak. Ia berkata bahwa itu termasuk salah satu bid'ah orang

    Syi'ah. Tetapi shalat jamak ini terdapat dalam kitab haditsshahih Bukhari dan Muslim, kata pemuda itu. "Tidak benar,"kata sang imam. Pemuda itu mengeluarkan kedua kitab shahihtersebut dan memintanya membaca hadits-hadits tentang shalat

    jamak. Ketika ia membacanya, hadirin tercengang mendengarnya.

    Ia mengembalikan kedua kitab itu sambil berkata, "Ini khususuntuk Rasulullah saw. Bila engkau sudah menjadi Rasul Allah

    bolehlah engkau melakukannya." Pemuda itu bermaksudmenunjukkan bahwa Ibn Abbas, Anas ibn Malik dan banyak sahabatlainnya melakukan shalat jamak (bukan karena bepergian),

    tetapi ia mengurungkan maksudnya.

    Di Afghanistan seorang mushalli memberi isyarat dengantelunjuknya dan menggerak-gerakkannya. Kawan shalat di

    sampingnya memukulnya dengan keras sehingga telunjuk itupatah. Ketika ditanya mengapa itu terjadi, ia menjawab bahwa menggerakkan telunjuk dalam tasyahud adalah haram. Apa

    dalilnya? Dalilnya terdapat dalam Kitab fiqh al-Syaikh

    al-Kaydani.

    Kedua peristiwa di atas terjadi dalam rentang waktu cukup lama-menurut sebagian penulis dari abad VI Hijrah sampai abad

    XIII. Sebuah rentang waktu yang oleh para Tarikh Tasyri'disebut sebagai zaman stagnasi pemikiran fiqh ('ashral-rukud).

    Al-Ustadz al-Zarqa melukiskan situasi umum pada waktu itu:

    Pada zaman tersebut pemikiran fiqh mengalami kemunduran,dimulai kemandegan dan diakhiri kebekuan, walau selama masaitu muncul juga beberapa ulama fiqh dan ushul yang cemerlang.

    Pada zaman inilah pemikiran taqlid mutlak dominan. Pemikiran bergeser dari upaya mencari sebab-sebab dan maksud syara'

    dalam memahami hukum, ke upaya menghapal yang sia-sia dan

    merasa cukup dengan menerima apa yang telah tertulis dalam

    kitab-kitab madzhab tanpa penelitian. Dengan begitu, menghilanglah kegiatan yang dulu merupakan gerakan takhrij,

    tarjih, dan tanzhim dalam madzhab fiqh. Peminat fiqh hanya mempelajari kitab yang ditulis seorang faqih tertentu di

    antara tokoh-tokoh madzhabnya Ia tidak melihat kepada syari'atdan fiqh kecuali melalui tulisan dalam kitab itu, sesudahsebelumnya mempelajari al-Qur'an, al-Sunnah, pokok-pokok dan

    maksud-maksud syara'.

    Pasal ini akan memperlihatkan karakteristik zaman ini darisegi karya-karya ilmiah yang lahir waktu itu dan dari segi

    kecenderungan pemikiran. Kita akan mengakhiri dengan melacak

    sebab-sebab timbulnya stagnasi pemikiran ini.

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    24/52

    Edited by: [email protected] 24

    KARAKTERISTIK ZAMAN STAGNASI: TRADISI MENSYARAH KITAB

    Setelah keempat imam madzhab ahl al-Sunnah meninggal dunia,

    fiqh memasuki zaman tadwin (kodifikasi). Berbagai ilmu Islamdibukukan dan tidak disampaikan secara lisan lagi. Penafsiran

    al-Qur'an, hadits, ilmu ushul al-fiqh, dan fiqh para imam madzhab disusun dalam buku. Dalam penafsiran al-Qur'anmisalnya, para ulama menghimpun hadits-hadits Nabi saw, baikyang lemah maupun yang kuat, serta menghimpun penafsiran para

    sahabat, tabi'in, dan para mujtahid. Mereka menulis buku-buku

    yang lebih merupakan ensiklopedia atau kamus dari padaanalisis ilmiah. Pada masa inilah berkembang al-tafsir bi

    al-ma'tsur. Hadits-hadits dibukukan dalam bentuk al-jawami',al-masanid, al-ma'ajim, al-mustadrakat dan sebagainya.Bersamaan dengan itu, dibukukan pula riwayat para perawi

    hadits, ilmu jarh wa ta'dil dan riwayat para sahabat. Parapengikut membukukan fatwa-fatwa dan hasil ijthad para mujtahid

    tersebut.

    Gerakan tadwin, di satu sisi menyimpan khazanah ilmu paraulama; tapi di sisi lain menyebabkan para ulama merasa cukupdengan apa yang telah tersedia. Mereka tak merasa perlu

    melakukan penelitian ulang. Perlahan-lahan berkembanglah

    tradisi membuat syarah (komentar) dan matan. Maksudnya untuk memudahkan pembaca memahami kitab-kitab rujukan. Mereka

    menjelaskan kata-kata atau kalimat-kalimat secara sematik,atau menambahkan penjelasan dengan mengutip ucapan para ulama

    lain. Tidak jarang syarah suatu kitab disyarahi dan disyarahilagi. Untuk Shahih al-Bukhari, sepanjang saya ketahui, palingtidak ada tiga kitab syarah: Fath al-Bary, Irsyad al-Sary,

    Umdat al-Qary. Ada pula beberapa kitab yang mensyarahal-Muwatha susunan Imam Malik.

    Pada zaman ini, juga berkembang tradisi munaqasyah madzhabiyah(diskusi madzhab). Para ulama madzhab Syafi'i menyerang

    tulisan para ulama madzhab Hanbali atau sebaliknya.Argumentasi dikembangkan untuk membela madzhab masing masing.

    Ulama ahl al-Sunnah menulis kitab yang menyerang ajaran

    Syi'ah. Ulama Syi'ah membalasnya dengan menulis kitab lagi.

    Atau sebaliknya. Sebagai jawaban terhadap serangan ahlal-Sunnah, al-Hilly menulis Minhaj al-Karamah. Ibn Rouzbahan

    menulis bantahan pada Minhaj al-Karamah. Bantahan ini dibantahlagi oleh al-Mar'asyi al-Tustary. Sekarang bantahan itu sudah

    menjadi 19 jilid Ihqaq al-Haq, yang setiap jilidnya seukuransatu jilid Encyclopedia Britannica. Ibn Taymiyah menulis Minhaj al-Sunnah untuk menolak Minhaj al-Karamah. Al-Amini

    menulis 11 jilid al-Ghadir hanya untuk membuktikan keshahihanhadits Ghadir Khum, yang didhaifkan Ibn Taymiyah. Polemik

    antar madzhab ini bukanlah sesuatu yang jelek dan telah berlangsung sejak zaman para imam madzhab. Imam Syafi'i,

    misalnya, melakukan kritik terhadap beberapa pendapat Muhammad

    ibn al-Hasan al-Syaybany. Tapi pada zaman kemandegan,

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    25/52

    Edited by: [email protected] 25

    munaqasyah madzhabiyah telah menjadi benih yang menyuburkanfanatisme madzhab. Setiap madzhab membela pahamnya dengantidak lagi mengindahkan adab diskusi ilmiah. Sikap ini

    ditunjukkan jelas oleh al-Syaykh Abu al-Hasan Abdullah

    al-Karkhy ketika ia berkata, "setiap ayat atau hadits yang bertentangan dengan apa yang ditetapkan madzhab kami, harus

    dita'wilkan atau dimansukhkan.

    FANATISME MADZHAB

    Asad Haydar menyebut tahun 645 Hijrah sebagai tahun

    ditetapkannya empat mazhab sebagai madzhab yang diakuikhilafah Islam waktu itu. Para ulama dari keempat madzhab

    diundang ke istana. Walau begitu, gejala fanatisme madzhabdapat dilacak sejak abad IV Hijrah. Seperti telah disampaikan pada tulisan terdahulu, kekuasaan sangat berperan dalam

    menyuburkan fanatisme madzhab.

    Untuk mempertahankan keunggulan madzhabuya, para pengikutnya meriwayatkan mitos di sekitar para imam madzhabnya.

    Kadang-kadang riwayat-riwayatnya dinisbahkan pada NabiMuhammad saw. Konon Nabi Muhammad saw pernah berkata: "Semuanabi bangga denganku dan aku bangga dengan Abu Hanifah. Siapa

    yang mencintai Abu Hanifah ia mencintaiku, siapa yang membenci

    Abu Hanifah ia membenciku. Di antara karamah Abu Hanifah ialahbergurunya Nabi Khidr kepadanya. Ia belajar pada Abu Hanifah

    setiap waktu Subuh selama lima puluh tahun. Ketika Abu Hanifahwafat, Nabi Hidhir mohon agar ia diizinkan tetap berguru

    padanya di alam kubur, supaya ia dapat mengajarkan syari'atIslam secara lengkap. Allah mengizinkannya. Ia kemudianmenyelesaikan kuliah dari Abu Hanifah selama 25 tahun lagi.

    Diriwayatkan oleh para pengikut Maliki bahwa pada paham Imam

    Malik sudah tertulis Malik Hujatullah di bumi. Tentang ImamSyafi'i, katanya, Rasul Allah saw bersabda: "Ya Allah berilah petunjuk pada suku Quraiysy, karena seorang alimnya akan

    memenuhi seluruh bumi dengan ilmunya." Orang alim itu adalahImam Syafi'i. Mengenai Imam Ahmad bin Hanbal Abdullah

    al-Sajastany berkata: "Aku pernah melihat Rasul Allah saw

    dalam mimpi. Aku bertanya: "Ya Rasul Allah, siapakah yang

    engkau tinggalkan, yang patut kami ikuti di zaman kami?" RasulAllah saw menjawab: "Aku tinggalkan bagimu Ahmad bin Hanbal."

    Dengan berbagai "keutamaannya" itulah, pengikutnya

    mensakralkan fatwa para mujtahid. Fatwa mujtahid lebihdidulukan dari ayat al-Qur'an dan al-Sunnah. Al-Fakhr al-Razy menceritakan pengalamannya ketika ia menafsirkan: afala

    yatadabbarun al-Qur'an. Aku pernah menyaksikan sekelompokfaqih yang taklid, memandangku dengan heran bila aku bacakan

    ayat-ayat al-Qur'an tentang beberapa masalah yang bertentangandengan madzhab mereka. Mereka tidak mau menerimanya bahkan

    tidak mau menelitinya. Mereka heran bagaimana mungkin

    mengamalkan zhahirnya ayat-ayat itu, padahal ulama dari

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    26/52

    Edited by: [email protected] 26

    madzhab mereka terdahulu tidak pernah mengamalkannya.

    Abu Sulayman al-Khaththaby mengisahkan suasana zaman itu: Saya

    lihat ahli ilmu dewasa itu terbagi menjadi dua kelompok:

    pendukung hadits dan atsar dan ahli fiqh dan fikir. Padahalkeduanya sama-sama dibutuhkan dan tidak bisa ditinggalkan

    dalam menuju cita-cita kehidupan. Itu karena hadits bagaikanfondasi, sedangkan fiqh bagaikan bangunannya. Setiap bangunanyang fondasinya tidak kokoh, maka akan cepat roboh. Setiapfondasi tanpa bangunan, maka akan sunyi dan lekas rusak. Saya

    lihat kedua kelompok ini saling berdekatan tempat tinggalnya

    dan sebetulnya saling membutuhkan. Namun, karena rasa hargadiri mereka yang sangat tajam, keduanya menjadi ikhwan yang

    saling berjauhan: mereka tak menampakkan sikap saling membantudan menolong di jalan yang hak.

    Kedua kelompok itu, pertama, kelompok ahli hadits dan atsarrata-rata berambisi dalam periwayatan, pengumpulan sanad, dan

    pemisahan hadit-hadits gharib dan syadz --hadits-hadits yangkebanyakan mawadhu' dan maqlub. Mereka tidak memelihara

    matannya, tidak memahami maknanya, tidak menggali rahasianya,dan tidak mengungkapkan kandungan fiqhnya.

    Kadang-kadang mereka mencela para fuqaha, mencacad mereka dan

    menuduhnya menyalahi sunnah. Mereka tidak sadar bahwa kadarkeilmuannya sendiri sangat dangkal dan mereka berdosa

    melemparkan kata-kata kotor pada para fuqaha.

    Sedangkan kelompok kedua, yakni ahli fiqh dan fikir,kebanyakan tidak memilih-milih hadits, kecuali sebagian kecil. Mereka hampir tidak bisa membedakan hadits yang shahih dan

    hadits yang dhaif, yang bagus dan yang buruk. Mereka tidak mempedulikan hadits-hadits yang dikuasai dan yang digunakan

    untuk mempertahankan argumentasinya di hadapan lawan bilahadits-hadits tersebut telah sesuai dengan madzhab yang merekaikuti dan pendapat yang mereka yakini. Mereka sepakat menerima

    hadits dhaif dan munqathi' bila telah masyhur di kalanganmereka dan telah membibir dalam percakapan mereka, walau tidak

    didukung satu dalil pun atau tidak meyakinkan. Yang demikian

    adalah suatu kesesatan dan penipuan ra'yu.

    Apabila diriwayatkan pada mereka hasil ijtihad para tokoh

    madzhab mereka atau para ahli dari aliran mereka, merekasegera mencari kepercayaan umat terhadapnya, namun mereka

    tidak ikut bertanggungjawab.

    Saya lihat para pendukung Malik tidak menerima riwayat dari

    padanya kecuali yang melalui Abu al-Qasim (Rasul Allah),ashhab (para sahabat), dan para pendahulu yang setingkat

    dengan mereka. Maka pendapat yang datang dari Al-Hakam tidak memiliki keistimewaan di mata mereka. Mereka mau menerima

    riwayat dari padanya kecuali yang melalui Abu Yusuf, Muhammad

    ibn al-Hasan dan para tokoh sahabat serta murid-muridnya yang

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    27/52

    Edited by: [email protected] 27

    lain. Bila pendapat itu datang dari al-Hasan ibn Ziyad danpendapatnya berbeda dengan riwayat yang melalui mereka, merekatidak akan menerima. Begitu juga para pengikut al-Syafi'i.

    Mereka hanya menerima riwayat al-Muzany dan al-Raby ibn

    Sulayman al-Murady. Maka bila datang riwayat Harmalah,al-Jiziy dan sebagainya, mereka tak memperhatikan dan tak

    menganggapnya sebagai pendapat al-Syafi'i.

    Demikianlah keumuman sikap setiap kelompok terhadap madzhabimam dan gurunya masing-masing.

    Fanatisme madzhab bukan saja telah menghambat pemikiran, menghancurkan otak-otak cemerlang, tapi juga menimbulkan

    perpecahan di kalangan kaum Muslim. Dalam sejarah, telahterjadi beberapa kali, mereka saling mengkafirkan yangkemudian memuncak pada peperangan antar sesama Muslim. Sebagai

    contoh adalah peristiwa yang terjadi di Baghdad, 469 Hijrah.

    (vi)

    Pada madrasah Nizhamiyah, Ibn al-Qusyayry al-Syafi'i memegangkekuasaan. Ia selalu mengecam Ahmad ibn Hanbal dan para pengikutnya sebagai penganut antropomorfisme. Dengan bantuan

    penguasa ia menyerang pemimpin Hanbaly, Abd al-Khaliq ibn Isa.

    Pengikut al-Qusyayry menutup pintu-pintu pasar madrasah Nizhamiyah. Lalu, terjadilah pertumpahan darah antara kedua

    golongan. Pemerintah kemudian mengumpulkan wakil kedua belahpihak dan meminta supaya mereka berdamai. Al-Qusyayry berkata:

    "Perdamaian macam apa yang harus ada diantara kami? Perdamaianterjadi di antara orang yang memperebutkan kekuasaan ataukerajaan. Sedangkan kaum ini menganggap kami kafir dan kami

    menganggap orang-orang yang aqidahnya tidak sama dengan kamijuga kafir. Maka perdamaian macam apa yang bisa berlaku di

    antara kami."

    PENUTUPAN PINTU IJTIHAD

    Walau ada pembagian ijtihad yang bermacam-macam, kita dapat

    mengelompokkan dua macam ijtihad: ijtihad muthlaq dan ijtihad

    fi al-madzhab. Pada ijtihad muthlaq, seorang mujtahid

    mengembangkan metode ijtihadnya secara mandiri danmengeluarkan hukum-hukum berdasarkan metodenya itu. Yang dapat

    melakukan ijtihad jenis ini disebut mujtahid mustaqil(mujtahid independen). Menurut para pengikut madzhab Syafi'iy

    dan kebanyakan Hanafi, ijtihad mustaqil sudah tertutup. Namunsebaliknya menurut kebanyakan Hanbaly, setiap zaman tak bolehkosong dari mujtahid mustaqil. Sementara itu menurut Maliky,

    meski pada tiap zaman boleh saja tak ada mujtahid mustaqil,tapi tak boleh tidak harus ada mujtahid fi al-madzhab.

    Demikian catatan Abu Zahrah tentang tertutupnya pintu ijtihad.

    Namun kenyataannya, di zaman kemandegan pintu ijtihad, yang

    ditutup adalah ijtihad muthlaq. Adapun ijtihad fi al-madzhab,

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    28/52

    Edited by: [email protected] 28

    terus berkembang. Di sini mujtahid berpegang pada metodeijtihad imam mazhabnya, tapi boleh saja menghasilkankesimpulan furu'iyyah yang berbeda dari imam mazhabnya. Dalam

    hal ini, ia tentu saja masih menggunakan fatwa imam mazhabnya

    sebagai rujukan. Karena itu, ia disebut mujtahid muntasib, mungkin karena ia berijtihad dengan metode yang sama untuk

    menjawab masalah-masalah yang belum dipecahkan imam mazhabnya;atau menafsirkan yang mujmal menjelaskan yang mubham dariucapan imam, atau mentarjih (memilih yang terkuat) pendapatimam yang bermacam-macam itu.

    Sebenarnya, penutupan pintu ijtihad pada saat ini, lebihditujukan pada ijtihad muthlaq. Walau tak diketahui secara

    pasti sejak kapan, penutupan pintu ijtihad terjadi karena adaanggapan bahwa tidak ada ulama yang memenuhi persyaratanseperti keempat imam itu. Sebalikaya, menurut Abu Zahrah, di

    kalangan Syi'ah tidak pernah dikenal tertutupnya pintuijtihad. Sayyid Rasyid Ridha, mengikuti gurunya Syaikh

    Muhammad Abduh, mengecam penutupan pintu ijtihad yang mana pun: "Kita tidak menemukan manfaat apa pun dari penutupan

    pintu ijtihad". Bahayanya banyak --berakibat padaterbengkalainya akal, terputusnya pengembangan ilmu danterhalangnya kemajuan pemikiran. Kaum Muslim mundur karena

    meninggalkan ijtihad sehingga mereka menjadi seperti yang kita

    lihat sekarang ini.

    SEBAB-SEBAB STAGNASI

    Dr. Muhammad Farouq al-Nabhan menyebut tiga sebab stagnasipemikiran pada zaman ini: faktor-faktor politik, campur tanganpenguasa dalam kekuasaan kehakiman dan kelemahan posisi ulama

    dalam menghadapi umara.

    Untuk yang pertama, kita ingin menegaskan kembali bahwamadzhab berkembang karena dukungan politik. Maka ketika satu madzhab memperoleh kekuasaan, pemikiran yang bertentangan

    dengan madzhab itu ditindas. Jika kita membaca kitab-kitabsejarah madzhab, kita akan menemukan bagaimana seseorang yang

    berbeda madzhab atau berganti madzhab menghadapi berbagai

    cobaan. Lebih-lebih bila berbeda pendapat dengan madzhab

    penguasa.

    Untuk sebab kedua, telah ditunjukkan bagaimana para ulamaberebutan menjadi qadhi. Qadhi diangkat oleh penguasa. Qadhi

    tidak ingin mengambil risiko berbeda pendapat dengan madzhabnya, karena ia dapat dikucilkan oleh masyarakat,didiskreditkan ulama dan diadukan pada penguasa. Karena itu,

    yang paling aman adalah mengikuti pendapat para imam mazhabyang sudah dibukukan. Di sini harus dicatat: dalam sejarah,

    para penguasa Muslim lebih sering menindas kebebasan pendapatdari pada mengembanghannya. Di samping itu, posisi ulama yang

    lemah memperkuat fanatisme madzhab. Ulama sangat bergantung

    kepada umara. Umara tentu saja selalu berusaha mempertahankan

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    29/52

    Edited by: [email protected] 29

    status quo, demi "ketertiban dan keamanan".

    Dalam posisi seperti itu, kalau pun ulama berijtihad,

    ijtthadnya hanyalah dalam rangka memberikan legitimasi pada

    kebijakan penguasa. Contoh terakhir adalah pernyataan paraulama Rabithah yang mendukung kehadiran tentara Amerika di

    Jazirah Arab. Empat puluh tiga hari sebelum Saddam menyerbuKuwait, para ulama dari 70 negara Islam menyatakan bahwaSaddam sebagai mujahid Islam yang taat pada Allah danal-Qur'an. Setelah invasi, para ulama yang sama menyatakan

    Saddam sebagai bughat dan pemimpin dhalim. Bukankah ini

    ijtihad dan setiap ijtihad selalu mendapat pahala? Bilaijtihadnya salah, ia mendapat satu pahala, dan bila benar dua.

    Abd al-Wahhab Khalaf menyebutkan empat faktor yang menyebabkankemandegan. Yaitu terpecahnya kekuasaan Islam menjadi

    negara-negara kecil hingga umat disibukkan dengan eksistensipolitik; terbaginya para mujtahid berdasarkan madrasah tempat

    mereka belajar; menyebarnya ulama mutathaffilin (ulama yang memberi fatwa berdasarkan petunjuk Bapak); dan menyebarnya

    penyakit akhlak seperti hasud dan egoisme di kalangan ulama.

    5. FIQH DITELAAH KEMBALI: FIQH KAUM PEMBARU

    "Yahya memberitakan kepadaku dari Malik dari Ibn Syihab. Iaditanya tentang menyusui orang dewasa. Ia berkata: 'Urwah bin

    Zub air mengabarkan kepadaku bahwa Hudzaifah bin 'Utbah binRabi'ah --salah seorang sahabat Nabi saw. yang ikut

    menyaksikan perang Badar-- telah mengangkat Salim sebagaianaknya. Sehingga ia disebut Salim mawla Abu Hudzaifah,sebagaimana Rasulullah saw. mengangkat Zaid ibn Haritsah

    sebagai anak. Abu Hudzaifah menikahkan Salim --yang dipandangsebagai anaknya itu-- dengan anak saudara perempuannya

    Fathimah bint al-Walid bin 'Utbah bin Rabi'ah. Waktu itu iatermasuk wanita muhajirat yang awal dan gadis Quraysy yangutama. Ketika Allah menurunkan ayat dalam Kitab-Nya tentang

    Zaid ibn Haritsah --panggillah mereka dengan nama bapak-bapak mereka. Itu lebih adil di sisi Allah. Jika kamu tidak

    mengetahui bapak-bapak mereka, maka mereka adalah saudaramu

    dalam agama dan mawla-mawla kamu --maka dikembalikanlah setiap

    orang di antara mereka itu kepada bapaknya. Bila tidakdiketahui bapaknya, dikembalikan kepada mawlanya. Sahlan binti

    Suhail --istri Hudzaifah dari Bani Amir-- datang menemuiRasulullah saw. dan berkata: "Ya Rasul Allah, kami menganggap

    anak kepada Salim. Ia sering masuk ke rumahku dan aku dalamkeadaan fudhul (memakai busana rumah yang tidak menutupaurat). Kami hanya mempunyai rumah satu, bagaimana menurut

    Anda? Rasulullah saw. berkata kepadanya: "Susukanlah dia limakali susuan sehingga ia menjadi muhrim dengan susunya".

    Setelah itu ia memandangnya sebagai anak susuan. Aisyah mengambil cara ini bila ada laki-laki yang ingin masuk ke

    rumahnya Ia menyuruh saudaranya, Umu Kultsum binti Abu Bakar

    al-Shiddik dan anak-anak perempuan saudaranya untuk menyusukan

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    30/52

    Edited by: [email protected] 30

    laki-laki yang ingin masuk ke rumahnya. Istri-istri Nabi sawyang lain menolak untuk mengizinkan laki-laki masuk ke rumahdengan susuan seperti itu. (Malik, Al-Muwatha 2: 115-116)

    Contoh lain: "Seorang A'raby meminum minuman 'Umar. (Ia mabuk)dan 'Umar menetapkan hukum cambuk baginya. Orang A'raby itu

    berkata: Aku minum dari minumanmu. 'Umar meminta minumannyaitu, lalu mencampurkan air ke dalamnya, kemudian meminumnya.Ia berkata: Siapa yang ragu untuk meminumnya, campurkan air kedalamnya. Ibrahim al-Nakhti meriwayatkan hadits yang sama dari

    'Umar dan berkata: 'Umar meminumnya setelah mencambuk orang

    A'raby itu. (Al-Jashash, Ahkam al-Qur'an 2:565).

    Dua peristiwa di atas diambil dari kitab-kitab yang menjadirujukan dalam menjawab masalah-masalah fiqhiyah. Dariperistiwa yang pertama para faqih menyimpulkan beberapa hukum:

    (1) Batas susuan yang menyebabkan seorang haram dinikahiadalah lima kali susuan; (2) Tidak boleh laki-laki yang bukan

    muhrim memasuki rumah seorang perempuan, kecuali bilalaki-laki itu saudara sepesusuan; (3) Dianjurkan menyusukan

    orang yang sudah dewasa supaya ia halal masuk ke rumah seorangperempuan.

    Kesimpulan terakhir ini telah disepakati fuqaha. Mereka

    mempersoalkan cara menyusukan itu. Bagaimana mungkin Nabi saw menghalalkan sesuatu dengan tindakan yang haram? (Bukankah

    bersentuhan dengan perempuan yang bukan muhrim itu haram,apalagi menyusu kepadanya?). Mungkinkah ini hanya fiqhnya

    'Aisyah. Bukankah istri-istri Nabi saw yang lain menolaknya?Bukankah pada kitab hadits yang sama Umar ibn Khatab danAbdullah ibn Mas'ud hanya membenarkan susuan pada waktu kecil

    saja?

    Peristiwa yang kedua dijadikan dalil oleh sebagian pengikut madzhab Hanafi untuk menghalalkan minuman keras (khususnya Nabi) bila dicampur dengan air. Tentu saja fuqaha

    mazhab-mazhab yang lain menolaknya. Dengan merujuk pada haditsyang mengharamkan minuman keras --baik sedikit maupun banyak

    mereka telah membenarkan halalnya minuman keras karena

    dicampur air. Yang kemudian menjadi persoalan adalah tindakan

    'Umar. Apakah perilaku 'Umar dapat dijadikan model dalam pengambilan kesimpulan hukum? Apakah pendapat para sahabat

    dapat dijadikan hujjah dalam agama? Apakah tindakan 'Umar itusuatu preseden bolehnya meninggalkan nash-nash syari'at bila

    kondisi berubah?

    Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan problema yang

    dihadapi para pembaru Islam ketika mereka menelaah kembalifiqh yang ada. Yang dipersoalkan bukan hanya penafsiran

    nash-nash tetapi juga metode pengambilan keputusan. Dalamistilah fiqh, yang harus ditinjau bukan saja al-adillat

    al-syar'iyat, tetapi juga ushul al-fiqh. Dari fenomena

    tersebut, ternyata "Kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah"

  • 8/14/2019 Tinjauan Kritisatas Sejarah Fiqih (Kang Jalal)

    31/52

    Edited by: [email protected] 31

    tidak segampang seperti yang dibayangkan.

    Slogan yang di Indonesia didengungkan kaum modernis ini,

    sebetulnya hanyalah salah satu aliran peninjauan kembali fiqh,

    setelah orang merasa perlu membuka kembali pintu ijtihad.Aliran tersebut sebenarnya adalah skripturalisme, yaitu aliran

    yang berpegang kepada teks-teks syari'at secara kaku. Arkoun menyebut aliran ini logosentrisme yang ia gambarkan sebagaiberikut:

    Di samping aliran ini ada aliran yang sangat menekankan rasio

    (akal)., yaitu liberalisme. Aliran ini tak lagi terikat denganbunyi teks, tapi berusaha menangkap menurutnya, makna hakiki

    dari teks. Makna ini dianggap sebagai ruh ajaran Islam, temaumum Islam, maqashid syar'iyah dan sebagainya. Skripturalismedan liberalisme keduanya berusaha mendobrak kebekuan pemikiran

    Islam; sekaligus merupakan fiqh baru yang dapat menjawab masalah-masalah baru akibat perubahan masyarakat. Berbagai

    upaya rekonstroksi fiqh di dunia Islam sekarang ini berangkatdari kedua aliran tersebut. Karena itu, dalam upaya menelaah

    kembali fiqh, kita harus memulai dengan menyorot kedua aliranini secara kritis dibahas skriptularisme.

    LATAR BELAKANG SKRIPTURALISME

    Seperti diketahui dalam fiqh tabi'in, ada dua aliran besar

    dalam fiqh Islam: ahl al-Ra'y dan ahl al-Hadits. Yang pertama menekankan rasio dalam pengambilan keputusan. Yang kedua

    berdasarkan fiqh pada hadits walaupun lemah dan menolakpenggunaan rasio. Mazhab-mazhab fiqh terletak di antara keduaekstrim itu. Yang paling dekat dengan ahl al-ra'y adalah

    madzhab Hanafi; dan yang paling dekat dengan ahl al-haditsadalah mazhab Hanbali.

    Imam Ahmad ibn Hanbal, yang mengumpulkan ribuan hadits dalammusnadnya, memang lebih terkenal sebagai ahli hadits dari pada

    ahli fiqh. Ibn Qutaybah memasukkan Ahmad di antara muhadditsindan Ibn Jarir al-Thabari menolak Ahmad sebagai ahli fiqh.

    Semuanya terjadi karena Ahmad mendasarkan mazhabnya pada

    hadits Rasulullah saw (meski lemah), fatwa para sahabat, dan

    menolak qiyas kecuali dalam keadaan terpaksa. Jadi fiqhnyaselalu merujuk pada nash-nash al-Qur'an atau hadits.

    Karena itu, tugas ahli fiqh hanyalah mencari nash yang

    relevan. Pada Ibn Hazm, dan terutama sekali pada Daudal-Zhahiri, kesetiaan pada teks sangat ekstrem. Mereka menolakta'wil dan menerima hadits secara harfiyah. Ibn Taymiyah

    memperkuat gerakan anti rasionalisme ini dengan menolak setiappenggunaan logika dalam khazanah ilmu-ilmu Islam dan sekaligus

    menol