TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA...

98
TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA MENURUT PERUNDANGAN MALAYSIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI ) OLEH: HAJAR BINTI HARUN NIM : 106045200219 KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M

Transcript of TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA...

Page 1: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT

NEGARA MENURUT PERUNDANGAN MALAYSIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )

OLEH:

HAJAR BINTI HARUN

NIM : 106045200219

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 2: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT

NEGARA MENURUT PERUNDANGAN MALAYSIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )

OLEH:

HAJAR BINTI HARUN

NIM : 106045200219

Di Bawah Bimbingan

Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA

NIP : 150 270 614

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 3: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP

DARURAT NEGARA MENURUT PERUNDANGAN MALAYSIA” telah diujikan

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Januari 2009. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada

Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah / Ketatanegaraan

Islam.

Jakarta, 20 Januari 2009

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP: 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Asmawi, M. Ag.

(………………………)

NIP: 150 282 394

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M. Ag.

(………………………)

NIP: 150 282 403

3. Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA.

(………………………)

NIP: 150 270 614

4. Penguji I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag.

Page 4: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

(………………………)

NIP: 150 275 509

5. Penguji II : Asmawi, M. Ag.

(………………………)

NIP: 150 282 394

Page 5: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puji syukur

penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, dan

semua yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis. Salawat dan salam semoga

senantiasa dilimpahkan kepada pembawa risalah Allah SWT, Nabi Muhammad

SAW, keluarga dan para sahabatnya, yang telah menunjukkan jalan hidayah dan

pembuka ilmu pengetahuan dengan agama Islam

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Ketatanegaraan Islam Terhadap Darurat

Negara Menurut Perundangan Malaysia.” penulis susun dalam rangka memenuhi

dan melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada

Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar'iyah (Ketatanegaraan Islam)

Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis merasa sangat gembira dengan selesainya penulisan skripsi ini karena

merupakan karya ilmiah dan proses sebuah pemikiran dan kajian yang mendalam.

Sebagai insan yang diciptakan oleh Allah SWT, penulis tidak terlepas dari kesalahan

dan kekhilafan serta membutuhkan kritik dan masukan yang membangun, sehingga

dapat menjadi sebuah pelajaran ke depan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu penulisan

skripsi ini. Dengan bantuan dan dukungan merekalah penulis dapat menyelesaikan

Page 6: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

penulisan skripsi ini. Penghargaan dan terima kasih secara khusus disampaikan

kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syari’ah

dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Asmawi, M.Ag Selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah Syar’iyyah, dan Ibu

Sri Hidayati M.Ag, Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah yang dengan sabar

memberikan bantuan kepada penulis sepanjang perkuliahan.

4. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA dosen pembimbing penulis yang

dengan sabar memberikan sepenuh arahan dan masukan dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Hanya Allah SWT yang dapat memberikan ganjaran berlipat

ganda atas jasa baiknya kepada penulis.

5. Kepada seluruh dosen Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum,

terutama yang pernah menabur ilmu untuk penulis, Dr.H.Abd.Rahman Dahlan

MA, Dr.Noryamin Aini MA, Dr.Arskal Salim GP. M.Ag, Dr.Yayan Sopyan

M.Ag, Dr. Muharom, Afwan Faizin M.A, Bambang Catur PS.SH, Iding Rosyidin

S.Ag, MSi, serta karyawan yang telah membantu dalam memfasilitasi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada seluruh pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah dan juga

seluruh karyawan Perpustakaan Umum Iman Jama’.

Page 7: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

7. Teristimewa untuk ayahanda dan bunda tersayang, Harun bin Ismail, Norhayati

binti Abd. Samad, dan terima kasih penulis ucapkan kepada kakakku Along dan

suami, serta untuk adik-adik tersayang (Halim, Hasbullah, Amirul, Hadi, dan

Adik Ana) dan keluarga lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tidak ada yang dapat dipersembahkan sebagai balasan, melainkan hanya sebuah

kejayaan. Hanya Allah SWT yang melipat gandakan segala pengorbanan yang

dilakukan.

8. Seluruh dosen-dosen di Kolej Universitas Darul Quran Islamiyyah(KUDQI) dan

Ma’ahad Darul Quran (MDQ).

9. Teman-teman seangkatan di UIN Jakarta terutama satu kosan penulis,

Nurmasyitah serta rekan-rekan EX-KUDQI (Mustafa, Harun, Baihaki, Ustd.

Hadi, Faizal, Khairil, Mawardi, Baha, Azrin , Salwa, Wahida, Siti Hajar, Nurul

Syazwani, Anis, Halimah).

10. Teman-teman dari Indonesia yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini terutamanya saudara Oyok Tolisalim, Luqman dan

Resty dan beberapa teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu karena kalian telah banyak memberikan pengalaman untuk memahami

lebih dalam kepada penulis tentang ketatanegaraan Islam dan mengenai negara

Indonesia.

11. Untuk yang terakhirnya jutaan terima kasih kepada teman-teman di Asrama Putri

dan Asrama Putra UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2006-2007. ”Semoga

Page 8: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

kenangan antara kita tetap dalam ingatan” dan juga kepada semua teman Malaysia

yang berada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dengan wawasan penulis masih

membutuhkan bimbingan serta masukan. Oleh karena itu, penulis tak bosan-bosannya

untuk meminta saran dan kritik yang membangun dari teman-teman sebagai bahan

perbaikan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga skripsi ini

bermanfaat untuk diri penulis sendiri khususnya dan kepada para pembaca skripsi ini

pada umumnya, semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada penulis untuk

terus mengembangkan keilmuan serta untuk mengamalkannya. Akhir kata penulis

ucapkan terima kasih.

Jakarta, 27 Januari 2009

Penulis

Page 9: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................... 5

D. Tinjauan Pustaka.......................................................................... 6

E. Metode Penelitian ....................................................................... 8

F. Sistematika Penulisan .................................................................. 10

BAB II KEADAAN DARURAT NEGARA DALAM HUKUM ISLAM

DISEBABKAN PEMBERONTAKAN

A. Pengertian Keadaan Darurat ........................................................ 12

B. Tinjauan Umum Tentang Pemberontak ........................................ 17

C. Hukuman Bagi Pemberontak Menurut Jinayah Islam ................... 19

D. Pemberontakan Pada Zaman Khulafaur Rasyidin …………......... 25

E. Peran Syura dalam Menerapkan Prinsip Darurat .......................... 31

Page 10: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

BAB III KONSEP KEADAAN DARURAT DI DALAM PERUNDANGAN

MALAYSIA

A. Kriteria Perbuatan dan Tindakan Pemberontak Yang dikatakan

Negara Dalam Keadaan Darurat .................................................. 35

B. Sejarah Pelaksanaan Hukum Darurat di Malaysia......................... 39

C. Berbagai Kasus Keadaan Darurat dalam Sejarah di Maalaysia .... 42

D. Penanganan dan Penyelesaian Keadaan Darurat Negara .............. 47

BAB IV ANALISIS HUKUM KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP

KEADAAN DARURAT NEGARA DALAM PERUNDANGAN DI

MALAYSIA

A. Pandangan Islam Terhadap Keadaan Darurat Negara

(Pemberontakan) ......................................................................... 56

B. Analisis terhadap Perundangan Malaysia Mengenai Keadaan

Darurat Negara dalam Tinjauan Hukum Islam ............................. 63

C. Pelaksanaan Undang-undang Keadaan Darurat Menurut

Perlembagaan Malaysia dari Sudut Pandang Undang-undang

Keadaan Darurat Negara Indonesia .............................................. 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 76

B. Saran ........................................................................................... 77

Page 11: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79

Page 12: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekuasaan negara dapat dikatakan berakhir dan penyelenggaraannya

dihentikan jika organisasi negara itu sendiri dengan sengaja dibubarkan atau

dinyatakan bubar, sehingga berakhirlah ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi

di negara yang bersangkutan. Dengan bubarnya pemerintahan, dan berakhirnya status

warga negara dari negara yang bersangkutan, maka berakhir pula ketentuan mengenai

batas wilayah negara yang bersangkutan. Malaysia pernah berada di bawah

pemerintahan darurat militer setelah Perang Dunia Kedua yaitu setelah mundurnya

militer Jepang dari Tanah Melayu. Kemudian setelah kekuasaan militer Jepang

berakhir, Inggris mengambil alih kekusaan atas Tanah Melayu dan meletakkannya

dibawah pemerintahan Inggris (British Military Administration) atau BMA.

Pemerintahan ini telah diproklamasikan oleh Pemerintahan Tertinggi Militer, Asia

Tenggara, yaitu Laksamana Lord Lois Mountbatten pada 15 Agustus 1945 dengan

berdasarkan pada kepentingan militer dengan tujuan memulihkan keamanan negara.1

Selama pemerintahan Lord Mountbatten, 77 undang-undang telah dibuat

untuk meneruskan proklamasi pemerintahan sebelumnya. Undang-undang ini

1 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III,

(Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006), h. 332.

Page 13: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

meliputi berbagai aspek pemerintahan, akan tetapi undang-undang ini telah dihapus

setelah pemerintahan BMA berakhir pada 31 Maret 1946 dan diganti dengan

pemerintahan kerajaan Kesatuan Tanah Melayu (Malayan Union).2

Dampak dari pemberlakuan deklarasi darurat, dalam Islam dapat kaitkan

dengan tiga istilah. Pertama istilah jihâd,3 yang kedua istilah bughât

4 dan yang ketiga

hirâbah.5 Ketiga istilah tersebut merupakan kebiasaan terjadinya puncak darurat

negara. Namun demikian, istilah darurat berarti terkait dengan bagaimana

mempertahankan sebuah negara, baik ancaman dari luar maupun dari dalam negera

sendiri. Dalam Islam, jihâd telah memberi arti melawan orang-orang Musyrik dan

dakwah mereka ke jalan yang benar.6

Manakala istilah kedua, bughât atau pemberontakkan adalah perlawanan yang

dilakukan oleh sekelompok kaum Muslimin terhadap khalifah yang sah, atas dasar

perbedaan paham tentang siapa yang seharusnya menjadi khalifah.7 Secara historis

2 Ibid.

3 Jihad ialah pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan suatu yang

diinginkan atau menolak yang dibenci

4 Bughat yaitu kelompak umat Islam yang melawan dan menderhaka kepada Ulil Amri

(Imam), yaitu pemerintah/kerajaan yang adil menjalankan hukum-hukum syara’

5 Hirabah adalah gerombolan bersenjata di daerah Islam untuk mengadakan kekacauan,

peumpahan darah, perampasan harta, merusak kehormatan, tanaman, peternakan, citra agama, akhlak,

ketertiban dan undang-undang, baik gerombolan tersebut dari orang Islam, kafir dzimmi maupun kafir

harbi. 6 Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, al-Jihâd fi al-Islâm Kaifa Nafhamuh wa Numarisuh,

diterjemakan oleh M. Abdul Ghafur, Fiqh Jihad Upaya Mewujudkan Darul Islam Antara Konsep dan

Pelaksanaannya, (T.tp: Pustaka an-Naba’, 1993), cet. I, h. 3 7 Noerwahidah H. A., Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, (Surabaya: PT. Al-Ikhlas,

1994), cet. I, h. 60

Page 14: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

pemberontakan dalam Islam sudah ada sejak pemerintahan Khalifah Utsman bin

Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Di mana kaum Muslimin pada saat itu

melakukan suatu pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin Affan yang menuntut

agar khalifah memecat para pembantunya yang korup dan tiran itu. Pemberontakan

tersebut berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh kaum

pemberontak. Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, pemberontakan

dilakukan oleh Zubeir bin Awwam, Thalhah dan Aisyah. Muawiyah dan kaum

khawarij mereka melakukan pemberontakan dengan alasan yang berbeda-beda. Ada

yang beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib terlibat secara langsung atas

terbunuhnya Utsman bin Affan dan pemilihannya sebagai khalifah tidak sah. Ada

yang menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan dan beranggapan bahwa Ali bin

Abi Thalib dan Muawiyah adalah sumber malapetaka kehancuran kaum muslimin.8

Kata hirâbah terfokus pada adanya niat permusuhan terhadap kaum

Muslimin, hal itu merupakan illa’ bagi jihad perang, dan hal ini pernah terjadi pada

Perang Bani Musthaliq. Dalam peperangan tersebut Rasulullah SAW me-ngetahui

bahwa Bani Musthaliq telah menyusun rencana untuk menyerang kaum Muslimin

yang dipimpim oleh Al-Harits bin Abi Dinar. Setelah yakin dengan hal itu, maka

Rasulullah SAW mulai melakukan penyerangan terhadap mereka.9

Keadaan darurat atau dikenal dalam bahasa Inggris sebagai state of emergency

adalah suatu pernyataan dari pemerintah yang bisa mengubah fungsi-fungsi

8 Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1995), cet. I, h. 180

9 Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, Fiqh Jihad, h. 107

Page 15: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

pemerintahan, memperingatkan warganya untuk mengubah aktivitas, atau

memerintahkan badan-badan negara untuk menggunakan rencana-rencana

penanggulangan keadaan darurat. Biasanya, keadaan ini muncul pada masa bencana

alam, kerusuhan sipil, atau setelah ada pernyataan perang.

Secara terminologis keadaan darurat berkaitan dengan “emergency doctrine”

yang dalam Black’s Law Dictionary terdapat beberapa definisi, pengertian yang

pertama berkaitan dengan konsep “sudden emergency doctrine” atau doktrin keadaan

darurat yang tiba-tiba. Pengertian yang kedua biasa dipakai di dunia kedokteran dan

pelayanan medis, sedangkan pengertian yang ketiga berkenaan dengan persoalan

“emergency exception”. Pengertian yang mempunyai relevansi dengan persoalan

hukum adalah pengertian yang pertama dan yang ketiga.10

Malaysia sebuah negara yang baru merdeka. Malaysia juga pernah mengalami

kedaan darurat negara. Bahkan sejak 1948, secara berturut-turut lima deklarasi

darurat telah dibuat oleh negara untuk mencegah bahaya tertentu. Tiga dari deklarasi

ini meliputi keadaan darurat seluruh Persekutuan Malaysia hanya terbatas kepada

negara-negara bagian saja, yaitu satu deklarasi untuk negeri Sarawak dan satu lagi

untuk negeri Kelantan.

Berbicara mengenai hukum darurat negara yang ada di Malaysia memang

sangat menarik, apalagi ketika penulis akan membuat perbandingan dari sudut

pandang ketatanegaraan Islam dalam melihat hukum darurat negara. Maka dari itu

10 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2007), cet. I, h. 57.

Page 16: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

penulis memberikan judul “Tinjauan Ketatanegaraan Islam Terhadap Darurat

Negara Menurut Perundangan Malaysia.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, penulis merasa

perlu untuk membatasi masalah pada tataran implementasi hukum darurat

yang sudah pernah terjadi di Malaysia baik itu dari awal kemerdekaan sampai

sekarang ini. Kemudian bagaimana Islam melihat hukum darurat negara,

untuk mempersempit kajian darurat dalam Islam penulis membatasinya pada

kasus pemberontakan (al-baghyu) pada masa Khulafâur Râsyidûn, seperti

adanya pembangkangan enggan membayar zakat pada masa khalifah Abu

Bakar al-Shiddiq dan pemberontakan yang terjadi pada masa khalifah Usman

bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, yang karena pemberontakan tersebut

diharuskan adanya tindakan yang tegas dari khalifah untuk mengatasinya.

Setelah dapat melihat dari kedua sudut pandang itu maka penulis ingin

melakukan sebuah komparasi yaitu membandingankan dengan cara berbeda

menyebutkan yang sama dari keadaan yang masa lama dan kini di Malaysia.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana konsep ketatanegaraan Islam mengenai hukum darurat negara?

2) Bagaimana mengatasi keadaan darurat negara di Malaysia menurut

perundangan yang ada?

Page 17: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

3) Pada saat kapankah harus diumumkan keadaan darurat negara di

Malaysia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan di antaranya:

1. Memberikan gambaran umum kepada masyarakat maupun akademisi

mengenai konsep darurat negara dalam pandangan ketatanegaraan Islam.

2. Mengetahui perjalanan keadaan darurat negara yang ada di Malaysia menurut

perlembagaan Malaysia.

3. Menggali relevansi hukum ketatanegaraan Islam terhadap perundangan

Malaysia berkaitan dengan darurat negara.

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan di

bidang fiqh siyasah dalam konteks ketatanegaraan di Malaysia.

2. Sebagai bahan kajian dan rujukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan

pembuat hukum/legislatif atau partai-partai Islam terhadap permasalahan

darurat negara.

3. Memberikan pemahaman terhadap masyarakat luas tentang persepsi hukum

Islam mengenai keadaan darurat negara.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kajian dan

pembahasan yang secara umum dan khusus membahas mengenai judul penelitian

Page 18: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

yang dilakukan penulis. Di bawah ini beberapa pembahasan yang ada kaitannya

dengan judul penelitian penulis dimulai dari skripsi, buku, maupun jurnal.

Buku pertama, karangan Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan

Pemerintahan di Malaysia, cet. III, (Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan:

Dawama Sdn.Bhd, 2006). Pada buku ini di dalam bab IX terdapat pembahasan secara

khusus mengenai darurat, di mulai dari sejarah pelaksanaan darurat di Malaysia,

pengaturan hukum darurat yang tercantum di dalam Perlembagaan (UUD) Malaysia

yang juga mengenai siapa yang berhak menentukan negara dalam keadaan darurat

raja atau parlemen dalam hal ini Perdana Menteri. Kasus-kasus keadaan darurat yang

pernah terjadi di Malaysia.

Buku kedua, karangan Haji Sa’id Haji Ibrahim (mantan Mufti Negeri Sabah),

Qanun Jinayah Syar’iyah, (Darul Ma’rifah, tahun 1996). Kajian secara khusus yang

membahas mengenai keadaan darurat ini tidak ada, namun secara umum buku ini

mengkategorikan bughat sebagai keadaan bahaya dalam ketatanegaraan hal ini dapat

dijumpai pada bahasan bab ketujuh mengenai bughat. Bagian dari bahasan ini di

antaranya kesalahan dalam politik, pendurhakaan yang wajib diperangi, orang yang

menentang dan mendurhakai terhadap imam yang adil.

Buku ketiga, karangan Dr. Jaih Mubaraok, M.Ag. Fiqh Siyasah, (Pustaka

Bani Quraisy, 2005). Pada bab VI buku ini ada bahasan mengenai ijtihad dan fatwa

tentang protes politis, secara mendalam di buku ini mengkaji tentang hukum melawan

penjajah penjelasan hukum berperang untuk menolak penjajah.

Skripsi, ”Konsep Bughat dalam Persfektif Politik Islam (Studi Kasus

Page 19: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Terhadap G 30 S PKI)”, tahun 2005. Pada Bab II dan Bab IV skripsi ini ada pemba-

hasan mengenai bughat. Pada bab II yang membahas mengenai konsep bughat dalam

politik Islam dengan kajian khususnya membahas definisi bughat, kriteria bughat, dan

kasus bughat dalam sejarah politik Islam. Selanjutnya di dalam Bab IV mengkaji

mengenai pandangan atau analisis ketatanegaraan Islam terhadap tindakan bughat.

Skripsi, ”Darurah dan Daruriyat Perbedaan serta Korelasi Keduanya”, tahun

2006. Skripsi ini hanya memberikan gambaran secara umum mengenai pengertian

darurah serta perbedaannya dengan daruriyat, namun demikian sekelumit bahasan

memang ada yang menerangkan batasan-batasan darurah di antaranya darurat yang

merata dalam negara berhubungan dengan urusan-urusan luar negeri.

Dari beberapa tinjauan pustaka di atas bahwa topik yang penulis angkat dalam

penelitian skripsi ini belum ada yang membahasnya dan penulis juga memanfaatkan

ide-ide dari tulisan yang disebut di atas dan penulis akan menerapkannya kepada

konteks Malaysia.

E. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library risearch)

dengan pendekatan penelitian analisis historis dan normatif. Penelitian historis

dilakukan karena bahasan dalam kajian ini membahas sejarah pelaksanaan hukum

darurat yang pernah terjadi di Malaysia, tujuan penelitian historis adalah untuk

membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan

Page 20: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensistematiskan

bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang

kuat.11

Kemudian analisis normatif juga dilakukan karena dalam kajian ini

melibatkan Perlembagaan Persekutuan (UUD) yang ada bahasan khusus

mengenai keadaan darurat. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian

hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan

sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books)

atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas.12

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan library research, yaitu

pengumpulan dan studi dokumen yang ada dengan membaca dan meneliti

literatur-literatur ketatanegaraan Islam yang membahas permasalahan dalam

penelitian skripsi ini dan tulisan-tulisan yang ada relevansinya dengan tema

darurat dalam kajian ketatanegaraan Islam dan undang-undang Malaysia.

3. Sumber Data

Sumber data yang ada dalam penelitian skripsi ini terdiri dari sumber data

primer dan sumber data sekunder, adapun sumber primer di antaranya adalah Al-

Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan kajian ketatanegaraan Islam mengenai

11 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, cet. XVI, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004), h. 73 12 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004), cet. I, h. 118

Page 21: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

keadaan darurat (dalam hal ini kaitannya dengan bughat). Sedangkan data

sekunder merupakan data yang penulis ambil dari bahasan tulisan-tulisan yang

dilakukan oleh para peneliti-peneliti ketatanegaraan Islam yang sudah dibukukan,

dan juga tulisan dari penjelasan dari Perlembagaan Malaysia yang membahas

secara khusus mengenai keadaan darurat.

4. Analisis Data

Pengolahan data yang dilakukan pada tahap ini dilakukan dengan semua

data yang telah terhimpun diklasifikasikan dan dikumpulkan sesuai dengan isu-isu

yang mengkaji pada permasalahan skripsi ini, kemudian dianalisis secara

kualitatif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.

5. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada Pedoman Penulisan Skripsi,

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan

oleh FSH UIN Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan buku ini dibagi atas (5) lima bab, tiap-tiap bab terdiri

dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 22: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Bab II Bab ini membahas pengaturan Islam mengenai keadaan darurat negara,

berisi mengenai pengertian keadaan darurat, tinjauan umum tentang

pemberontak, dilanjutkan pembahasan mengenai hukuman bagi

pemberontak menurut jinayah Islam, dan kemudian keadaan darurat

zaman khalifah dan bagaimana hukum Islam mengatasinya

Bab III Pada bab ini pembahasan mengenai konsep keadaan darurat di dalam

perlembagaan Malaysia diawali dengan sejarah pelaksanaan hukum

darurat di Malaysia, tindakan pemberontak yang dikatakan negara dalam

keadaan darurat, penanganan dan penyelesaian keadaan darurat negara

menurut perlembagaan Malaysia.

Bab IV Merupakan analisis hukum Islam terhadap keadaan darurat negara di

dalam perlembagaan Malaysia, dimulai dari pandangan Islam terhadap

keadaan darurat negara, kemudian analisis terhadap perundangan

Malaysia mengenai keadaan darurat negara dalam tinjauan hukum Islam

Bab V Merupakan bab penutup, yang di dalamnya terdapat kesimpulan dan saran.

.

Page 23: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

BAB II

KEADAAN DARURAT NEGARA DALAM HUKUM ISLAM

OLEH PEMBERONTAKAN

Perjalanan hidup suatu negara dalam mencapai tujuan-tujuannya terkadang

berjalan tidak baik. Adanya keadaan-keadaan tertentu seperti musibah kemarau

panjang, kelaparan, gempa bumi maupun pertikaian politik dapat menyebabkan

tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyatnya tidak tercapai. Akibatnya timbul suatu

kondisi atau keadaan yang biasa disebut dengan darurat, yang mana ketika keadaan

ini terjadi hukum atau peraturan yang normal tidak dapat dijalankan di samping

memerlukan peraturan baru dan khusus yang sesegera mungkin untuk mengatasi

keadaan darurat tersebut. Pada Bab II ini penulis akan memaparkan keadaan darurat

dalam sejarah ketatanegaraan Islam pada masa al-Khulafa al-Rasyidun, yang

diakibatkan oleh pertikaian politik yaitu yang biasa disebut dengan pemberontakan

atau pembangkangan oleh suatu kelompok terhadap pemerintahan yang ada (sah).

A. Pengertian Keadaan Darurat

Darurat berasal dari bahasa Arab yaitu darûrah dari akar kata darra-yadurru-

darran yang berarti merusak atau memberi mudarat. Biasa juga disebut dlarar yang

memiliki arti bahaya, kemelaratan, kesulitan, kesempitan, buruknya keadaan.13

13 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, cet. XIV, (Surabaya: Pustaka

progresif, 1997), h. 818

Page 24: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Keadaan darurat yaitu keadaan sangat merusak atau sangat memaksa, kebutuhan yang

amat mendesak dan amat berbahaya apabila tidak dipenuhi.14

Darurat berarti

sampainya seseorang kepada suatu batas, yang apabila tidak melakukan sesuatu

perbuatan yang dilarang akan dapat mencelakakan atau membinasakan dirinya.15

Darurat juga dapat diartikan sebagai suatu kekhawatiran atas kebinasaan diri, baik

berdasarkan keyakinan maupun berdasarkan dugaan yang kuat. Darurat ini tidak

terwujud kecuali ada suatu keadaan yang memaksa untuk melakukan yang

diharamkan agar terpelihara diri dari kebinasaan, seperti haus dan lapar yang

berlebihan atau sakit yang membawa kematian. Kebinasaan itu tidak hanya terhadap

diri atau jiwa seseorang, tetapi juga terhadap harta.16

Darurat dan ikrah mempunyai pengertian yang sama, yaitu suatu keterpaksaan

yang dibolehkan melakukan suatu perbuatan yang dilarang. Tetapi dalam

kenyataannya kedua bentuk keterpaksaan itu berbeda. Keterpaksaan dalam bentuk

darurat adalah keterpaksaan yang timbul secara alami tanpa ada keterliba-tan manusia

seperti sakit keras, kelaparan, kehausan dan lain-lain. Sedangkan ikrah adalah

keterpaksaan yang timbul dengan adanya keterlibatan manusia seperti orang yang

diancam dengan senjata untuk mengucapkan kalimah kufur.

14 Abdul Azis Dahlan, et. al., Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru

van Hoeve, 1997), cet. I, h, 260

15 Ahmad Fathi Bahansi, al-Mausŭ’ah al-Jinâiyyah fi al-Fiqh al-Islâmî, (Beirut:

Dâr al-Nahdlah al-‘Arabiyah, t.th.), juz IV, h. 30 dapat dilihat juga pada Abdul Rasyad

Shiddiq, Fikih Darurat, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), cet. I, h. 17

16 Abdul Azis Dahlan, et. al., Ensiklopedi Hukum Islam, Ibid.

Page 25: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Menurut ulama ushul fiqh ada lima prinsip yang pemeliharaan eksistensinya

amat dibutuhkan manusia dan amat berbahaya apabila diabaikan, karenanya keliam

prinsip itu disebut al-dlarŭriyat al-khamsah (lima yang amat dibutuhkan). Kelima

prinsip itu adalah agama, jiwa, akal, kehormatan atau keturunan dan harta. Inilah

yang kemudian disebut dengan Maqâsid al-Syari’ah yaitu tujuan suari’at yang

diturunkan oleh Allah SWT adalah untuk memelihara eksistensi kelima prinsip

tersebut.17

Oleh sebab itu, apabila salah satu dari kelima prinsip itu sedang terancam

eksistensinya, syari’at mewajibkan manusia untuk menyingkirkan ancaman itu dan

tidak memandang dosa mengatasinya jika dengan tindakan yang dalam keadaan biasa

termasuk perbuatan haram, seperti memakan bangkai apabila tidak ada makanan lain

dalam keadaan lapar yang membahayakan keselamatan jiwa. Artinya bahwa dalam

keadaan-keadaan bahaya, kesulitan, kesempitan atau buruknya keadaan yang dapat

mengakibatkan terancamnya agama, jiwa, akal, kehormatan atau keturunan dan harta,

maka diperbolehkan melakukan sesuatu yang diharamkan.

Dasar dari hukum dari darurat tersebut adalah al-Qur’an dan sunah. Dalam al-

Qur’an dijelaskan apabila seseorang dalam keadaan terpaksa tanpa sengaja dan tidak

melampaui batas maka ia tidak berdosa. Allah SWT berfirman dalam surat al-

Baqarah/2 ayat 173:

17 Pembahasan mengenai Maqasid al-Syari’ah dapat dijumpai dalam kitab-

kitab ushul fiqh atau buku-buku yang membahas tentang filsafat hukum Islam,

misalnya al-Syatibi dalam kitabnya al-Muwafaqat, (Ttp: Dar al-Fikr, t.th), h. 2-5 dapat

dilihat juga pada Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Dar al-Hadits, 2003), h.

231-234

Page 26: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

��☺���� ���� ��������� �������☺���� �������� �!����� �#$%&'(����

���)�� *+',-. /'��0 �12��!'� 3��� 4 56�☺�7 �89:;�� �12�⌧= >���0 ?@�� A��� B⌧�7 ��C�� '������ D *E�� F���

⌦HI�J⌧= C�'�H )173: 2/ا����ة(

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepada kamu memakan

bangkai, darah, daging babi, dan binatang-binatang yang disembelih tidak

kerana Allah maka barang siapa yang terpaksa (memakannya kerana

darurat) sedang ia tidak mengingininya dan tidak pula melampaui batas

(pada kadar benda yang dimakan itu), maka tidaklah ia berdosa.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang”. (QS.: al-

Baqarah/2: 173).

Allah juga berfirman:

:L�M��...... ?+NO�7 �8P�� �*) ���� 2�8P������

Q@�� ��) !CR2H$�89:;�� '������� )م : 6/ا���119(

Aِrtinya: “Sesungguhnya Allah telah menerangkan satu persatu kepada kamu apa

yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang kamu terpaksa

memakannya? (QS.: al-An’am/6: 119).

Adapun sumber hukum dari sunah di antaranya adalah hadits yang diterima

dari Abu Waqid al-Laitsi:

ی ر/�ل ا- ا� ب,رض (%��) ب� ا�&'&%$ : #" أب� وا�� ا����� ا��� � ��ا &1 ? روا ( 1<,�=� ب� ب�> ا�&�$7 � ل إذا �� (%�3�9ا و�� (���78ا و�� (�5673ا م"23 �) ی

18 )اح&� ب" ح)�2Artinya: “Dari Abu Waqid al-Laitsi berkata: aku bertanya kepada Rasulullah, kami

berada di sebuah daerah yang tengah dilanda bencana kelaparan. Apakah

kami memakai bangkai?. Beliau menjawab: Kalau memang kalian tidak

menemukan makanan yang bisa kalian makan pada pagi dan sore hari dan

bahkan tidak mendapatkan sayuran yang bisa kalian cabut, maka silahkan

kalian makan bangkai itu”. (HR. Ahmad bin Hanbal).

18 Ahmad bin Hambal Abŭ Abdullâh al-Syaibânî, Musnad Imam Ahmad bin

Hambal, (Kairo: Muasasah Qurtubah, t.th.), juz V, h. 218 hadits nomor 21951

Page 27: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Sehubungan dengan masalah darurat ini, fuqaha merumuskan kaidah pokok,

yaitu:

ا��Bر یAال19

Artinya: “kemudlaratan harus dihilangkan”.

Kaidah ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:

روا? ا��ار�9)� ( م" ض ّر ض ّر? ا- وم" ش ّق ش ّق ا- #��DEض�ر وDض�ارEI )واب" م

20

Artinya: “Tidak boleh berbuat bahaya dan membalas perbuatan bahaya kepada

orang lain, bagi siapa yang berbuat bahaya kepada orang lain maka Allah

akan berbuat bahaya kepada orang tersebut, dan bagi siapa yang

mempersulit orang lain maka Allah akan mempersulit dia”. (HR. Dâruqutnî

dan Ibnu Mâjah).

Yang dimaksud dengan dlarar dalam hadits tersebut adalah berbuat kerusakan

kepada orang lain secara mutlak; mendatangkan kerusakan terhadap orang lain

dengan cara yang tidak diizinkan oleh agama. Sedangkan yang diizinkan oleh agama

seperti qisas, diyat, had dan lain-lain tidak dikategorikan berbuat kerusakan tetapi

untuk mewujudkan kemaslahatan.21

Dari kaidah pokok tersebut muncul kaidah-kaidah antara lain: J��) ورة�Bا�

�رات3Kا�& (Darurat itu membolehkan yang dilarang), ا��Bورة (��ر ب��ره

(Darurat itu diukur dengan kadarnya) dan lain-lain.22

19 Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Abî Bakar al-Suyŭti, al-Asybâh wa al-

Nadlâir, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), h. 60 20 ‘Alî bin Umar Abŭ al-Hasan al-Dâruqutnî al-Baghdâdi, Sunan al-Dâruqutnî,

(Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1996), juz III, h. 77 hadits nomor 288 dan Muhammad bin Yazî

Abŭ ‘Abdullâh al-Qazwaini, Sunan Ibnu Mâjah, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), juz II, h. 784

hadits nomor 2340

21 Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta, 2004), cet. I, h. 128

Page 28: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Kaitannya dengan negara, keadaan darurat yaitu keadaan di mana negara

dalam keadaan yang sulit, genting atau bahaya sehingga hukum tidak dapat

dijalankan dengan normal, artinya peraturan-peraturan tertentu dapat dikesampingkan

atau tidak diberlakukan karena keadaan yang tidak memungkinkan. Keadaan ini bisa

disebabkan karena alam maupun karena pertikaian politik.

B. Tinjaun Umum Tentang Pemberontak

Dalam bahasa Arab, perbuatan ini disebut ( �8ا�� ), yang biasa diartikan

sebagai menuntut sesuatu atau menentang pemerintah dengan menggunakan

kekuatan senjata.23

Menurut Jinayah Islam, al-Baghy secara etimologi mempu-

nyai arti yang banyak, di antaranya adalah berbuat aniaya, bertindak sewenang-

wenang, berbuat kerusakan dan menyimpang dari kebenaran. Secara terminologi,

pemberontak adalah sekelompok orang yang memiliki kekuatan dan kemampuan

memberontak terhadap pemerintah karena suatu alasan yang dibolehkan. Mereka

ingin melepaskan diri, melanggar dan membangkang pemerintah setempat.24

Bughât dalam istilah ilmu tata negara ialah perbuatan sekumpulan dan segelongan

umat Islam yang memberontak untuk menentang dan membangkang kepada Ulil

Amri adalah dinamakan ”jarimâh siyasah”, yaitu kesalahan dalam politik.25

22Ibid. 23 Paizah Haji Ismail, Undang-undang Jinayah Islam, (Selangor: Tradisi Ilmu

SDN. BHD. Petaling Jaya, 2003), h. 237

24 Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdullah al-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam al-Kamil,

diterjemahkan oleh A. Munir Badjeber, dkk., (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), cet. I, Jil. III, h. 1113

Page 29: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Banyak para ulama Fiqh Islam memberikan definisi yang berbeda tentang

pemberontakan. Menurut Ulama Hanafiyah adalah:

�&�" �1 ب�N ا�ح= م ب �7,وی2O&�6ا ا�� 26 ا��8 ة ��م ��� ش�آ$ وم)�$ خ

Artinya: “Tindakan sekelompok orang yang mempunyi kekuatan yang menentang

pemerintah dalam segala kebijaksanaannya dikarenakan adanya

perbedaan paham”.

Menurut Malikiyah adalah:

��ا #) م م او ی&7)��ن م" ا��خ�ل �� ا�7,وی2 وا�Rی" ی'��Iن #�� اSا��8 ة ا�Rی" ی�E7# U �1 27

Artinya: “Tindakan sekelompok yang melakukan perlawanan dan tidak taat kepada

penguasa pemerintah dikarenakan adanya perbedaan paham”.

Menurut Ulama Hanabilah adalah:

�ل ب7,وی2 / ئV و��� ش�آ$ #�� ام م وا��8 ة ا�' ر�Iن# ��X ���1 و�� �� ی�� "= 28 م9 ع

Artinya: “Sekelompok yang menentang penguasa/pemerintah, termasuk pemerintah

yang tidak adil (zalim) dikarenakan adanya perbedaan paham, mereka

memeliki kekuasaan meskipun tidak di bawah komando seorang pemimpin”.

Menurut Ulama Syafiiyah adalah: “Orang-orang muslim yang menyalahi

iman dengan cara tidak mentaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak

kewajiban dengan memiliki kekuatan dan memiliki pimpinan”.29

25 Sa’ad Haji Ibrahim, Qanun Jinayah Syar’iyyah dan Sistem Kehakiman

dalam Perundangan Islam Berdasarkan Quran dan Hadits, (Kuala Lumpur: Darul

Ma’rifah, t.th.), h. 129 26 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâm wa Adillatuh, (Beirut: Dâr al-Fikr), juz. VII, h.

5478 27 Ibid., h. 5479 28 Ibid.

Page 30: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Dari keterangan di atas, semua definisi bermakna penjelasan atau alasan yang

menyepakati pemaknaan kata bughat itu adalah suatu usaha atau gerakan yang

dilakukan oleh sekelompok dengan tujuan untuk menggulingkan atau menentang

Imam/pemimpin/pemerintah yang sah.

Apabila terjadi hal-hal yang mengarah kepada pertentangan yang kemudian

meluas kepada pemberontakan, maka menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk

menghalangi setiap bentuk pemberontakan yang timbul. Sebab pemberontakan ini

dapat mengancam disintegrasi bangsa. Selain itu pemberontakan dipandang sebagai

bentuk kejahatan yang mengancam keamanan negara. Semua kegiatan yang

dilakukan hanya boleh dianggap sebagai pemberontakan atau pembangkangan

apabila mereka melibatkan penggunaan kekuatan dan kekerasan yang dapat

menimbulkan keadaan darurat dalam negara.30

C. Hukuman Bagi Pemberontak Menurut Jinayah Islam

Di dalam hukum Islam, ada dua istilah yang sering digunakan untuk

pengertian yang sama atau yang hampir sama. Kedua istilah tersebut adalah

”Jarimah” dan ”Jinayah”. Salah satu bagian hukum Islam adalah bidang Jinayah

(Hukum Pidana), yakni bidang yang berkaitan dengan tindakan-tindakan yang dinilai

sebagai pelanggaran atau kejahatan (jarimah). Tindakan-tindakan ini merupakan

29 Ahmad Dzauli, Fikih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam

Islam), cet. II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 105 30 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1993), cet. V, h. 246

Page 31: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

perbuatan-perbuatan jahat yang diharamkan oleh syara’, yang boleh menghilangkan

atau mengganggu eksistensi dan ketertiban hidup. Yakni agama, akal, kehormatan,

dan harta benda.31

Oleh karena itu, bagi setiap pelaku harus mendapatkan sanksi

hukuman (uqubah) baik di dunia maupun di akhirat tindak pidana politik hanya

berlaku terhadap pemerintahan yang sah. Apabila seseorang membunuh kepala

negara, sekalipun dengan tujuan politik tanpa suatu pemberontakan yang

terorganisasi dari sekelompok orang untuk mengulingkan pemerintahan yang sah.

Salah satu macam dari tindak pidana jarimah atau jinayah adalah tindak

pidana pemberontakan. Pemberontakan adalah bangkangan yang dilancarkan oleh

sekelompok kaum muslim terhadap penguasa yang sah, karena suatu hal yang

menyangkut masalah politik pemerintahan, sehingga mengakibatkan mereka

memisahkan diri dari kesatuan. Dalam sebuah negara yang berdasarkan hukuman-

hukuman Islam, pemberontak yang wajib diperangi adalah sebagaimana yang

tertakluk pada syarat-syarat berikut:

1. Mereka yang mempunyai kekuatan dan yang telah berterus-terang secara terbuka

menentang pemerintah/kerajaan yang adil.

2. Mereka yang telah keluar dari tadbiran Ulil amri, dan telah membentuk

pemerintah/kerajaan yang lain dan telah melatik seorang imam yang lain.

3. Terdapat perbedaan pendapat, dimana mereka menganggap bahwa mereka boleh

keluar dari kontrol pemimpin.

31 Paizah Haji Ismail, Undang-undang Jinayah Islam, h. 2

Page 32: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

4. Mereka telah melakukan kekacauan dalam negeri seperti membakar, membunuh

dan sebagainya.32

5. Mereka yang memberontak adalah jamaah yang kuat dan bersenjata, sehingga

untuk mengembalikan mereka kepada ketaatan, pemerintah membutuhkan

persiapan tenaga manusia, materi dan perang. Jika mereka tidak memiliki

kekuatan, sekalipun terdiri dari beberapa orang tetapi tidak mempunyai

perbekalan, baik senjata maupun logistik, yang memungkinkan mereka dapat

mempertahankan diri, maka mereka tidak dikatakan bughat, karena mudah

ditangkap dan dikembalikan kepada ketaatan.

6. Mereka mempunyai pemimpin yang ditaati sebagai sumber kekuatan mereka,

karena tak ada sesuatu kekuatan jemaah yang tidak memiliki.33

Sekiranya terdapat syarat-syarat tersebut ada pada pemberontak, maka mereka

harus diperangi. Hukuman terhadap mereka adalah mati.34

Kebolehan melakukan

pembunuhan kepada mereka dengan jalan yang diperangi atau tumpas semata-mata

untuk memelihara persatuan dan kesatuan dan untuk menegakkan hukum Allah

dimuka bumi. Adapun jika salah satu kelompok dari kaum muslimin yang

memberontak, menentang pendapat (kebijakan) kaum muslimin dan menganut

pendapat yang mereka ciptakan sendiri, jika dengan pendapatnya itu mereka masih

32 Sa’id Haji Ibrahim, Qanun Jinayah Syar’iyyah dan Sistem Kehakiman dalam

Perundangan Islam Berdasarkan Quran Dan Hadits, h. 129 33 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin, cet. II,

(Jakarta: Pena Pundi Aksara: 2007), h. 504

34 Sa’id Haji Ibrahim, Qanun Jinayah Syar’iyyah dan Sistem Kehakiman dalam

Perundangan Islam Berdasarkan Quran Dan Hadits, h. 130

Page 33: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

taat kepada imam, tidak memiliki daerah yang mereka berdomolosi didalamnya,

mereka terpecar-pecar yang memungkinkan untuk ditangkap, berada dalam

jangkauan kekuasaan negara Islam, maka mereka dibiarkan. Mereka tidak diperangi,

kewajiban dan hak mereka sama dengan kaum Muslimin yang lain.35

Ibn Taimiyah menyatakan bahwa orang-orang yang menimbulkan kekacauan

yang mundur boleh dibunuh, jika mereka mundur kepada kelompoknya dan

ditakutkan kembali memerangi lagi, berbeda dengan orang yang terluka dari mereka,

mereka tidak boleh dibunuh. Alasanya karena terluka ini memungkinkan

keburukannya terhenti, berbeda dengan yang lari mundur, keburukannya belum

terhenti.36

Jika terdapat dari kalangan mereka yang terbunuh, maka wajib

dimandikan, dikafankan dan dishalatkan. Jika si terbunuh dari golongan adil ia

menjadi syahid, tidak perlu dimandikan dan dishalatkan karena ia gugur di dalam

meneggakkan perintah Allah, tidak ubahnya dengan syahid yang gugur pada waktu

memerangi orang kafir.37

Pemberontakan dalam arti upaya menggulingkan pemerintah yang sah itu

dapat disejajarkan dengan pengkhianat. Alasan hukum keberlakuan sanksi yang

dikemukan pada ayat Al-quran di atas bertujuan untuk menciptakan sistem

35 Imam al Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, penerjemah Abdul Hayyie al-

Kattani dan Kamaluddin Nurdin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet. I h. 121 36 Ibnu Taimiyah, Fatwa-fatwa Ibnu Taimiyyah, Tentang Khilafah Islamiyyah,

Memerangi Pemberontak, Hukum Murtad, Pengadilan Negara, Sumpah dan Nadzar,

Makanan Halal dan Haram, penerjemah Izzuddin Karimi, (Jakarta: Pustaka Sahifa,

2008), cet. I, h. 102 37 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, h. 503

Page 34: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

kemasyarakatan dan kewibawaan pemerintah. Seperti yang diketahui bahwa manusia

membutuhkan teman pergaulan antara seorang dengan yang lain sehingga diperlukan

seorang pemimpin, sistem peraturan yang menjadi pedoman dalam hidup

bermasyarakat. Sistem peraturan yang disepakati akan berjalan dengan baik bila

semua pihak mematuhi peraturan tersebut.38

Dasar hukum tentang hukuman bagi pemberontakan (al-baghyu) dalam

hukum Islam sangat jelas terdapat di dalam dua sumber hukum yaitu al-Qur’an dan

hadits.

a. Al-Quran

Allah SWT berfirman:

E���� TE���⌧JU��� 6') �WX'Y')�☺���� 4�IR������M��

4�I���:\�]�7 ��☺_�`a�0 4 bE�c�7 :d�!�0 ��☺ef�L��� g��

P%�� hi�� 4�IR�'�j���7 klmF��� kT22A� Dknm�� �8ogpq� �g�r�� $��)�. 3��� D E�c�7 :��8���7

4�I���:\�]�7 ��☺_�`a�0 ls:L�R�����0 4�oI89pt�M�.�� 4

*E�� F��� a�'�8u vwX'9pt��☺���� )9: 49/ا��Z3ات(

Artinya: “Dan jika dua kelompok dari orang-orang yang beriman berperang, maka damaikanlah di antara keduanya; jika salah satunya berlaku zalim terhadap yang lain, maka lawanlah kelompok yang zalim itu sehingga ia kembali mematuhi perintah Allah; jika ia kembali patuh maka damaikanlah di antara keduanya dengan adil (menurut hukum Allah), serta berlaku adillah kamu (dalam segala perkara); sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil”.(QS. al-Hujurat/49: 9).

38 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet. I, h. 76

Page 35: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Ayat di atas menetapkan, jika orang mukmin saling bermusuhan, maka

jamaah yang memiliki kebijaksanaan wajib segera campur tangan untuk

mendamaikan. Sekiranya salah satu golongan membangkang dan tidak ingin

berdamai, pada saat itu semua kaum muslimin berkewajiban bersatu padu untuk

memerangi golongan yang membangkang.39

b. Al-Hadits

Banyak hadits yang membahas mengenai pemberontakan, kebanyakan

hadits ini lebih melihat dari sanksi hukum bagi para pemberontak, diantaranya:

ل##" #�� ا ا- ب" م��Oد رض� ا- � E( :�/ل ر ����D ی23 دم : ل ا- ص�� إD بaح�ى ث>ث Oام�ئ م :Aا� cوانا��� d6(� �ی)E ا�&6 رق ا�7 ركو ا�)d6 ب�

�� $# &Z)��O40)روا? م Artinya: “Dari Abdillah bin Mas’ud r.a. berkata: Bersabda Rasulullah SAW:

Tidak halal darah seorang muslim melainkan karena salah satu dari tiga

sebab: (1) Orang tua yang berzina, (2) jiwa dibalas dengan jiwa, dan (3)

orang yang meninggalkan agamanya yaitu orang yang memisahkan diri

jamaahnya. ( H.R. Muslim).

Pengertian memisahkan dari jamaah adalah meninggalkan jamaah orang

Islam (menentang keputusan-keputusan Ahlul Hal wal Aqd.41

Dan ketika

seseorang telah melakukan ketiga hal yang telah disebutkan hadits diatas, maka

agama menganjurkan kepada kita untuk membunuhnya, hal ini dilakukan apabila

tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Allah sudah tegas mengatakan bahwa

golongan yang harus diperangi oleh pemerintah yang sah adalah mereka yang

39 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, h. 503

40 Muslim Ibnu al-Hujâj Abŭ al-Husaini al-Qusyairî al-Nîsâburî, Shahih Muslim,

(Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâs al-‘Arabî, t.th.), juz III, hadits nomor 25 (1676), h. 1302 41 Teungku M. Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, 1998), cet, I, Bag. II, h. 485

Page 36: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

membuat kerusakan dan gangguan terhadap anggota masyarakat yang tidak

bersalah, di dalam hadits lain disebutkan:

cب" وه �م" ب یh إم م :/�ل ا- ص��� ی��ل ر:� ل #" ا�#&g #" زی?�1 ض�ب�ا 1,9# ? ص�6$ ی E#ز ء iخ� ی)I نa1 ع 1��E�9 إن ا/97 E�� وث&�ة �

l(#42 اkخ�

Artinya: “Dari al-A’masy dari Zaid bin Wahab berkata: Rasulullah SAW

bersabda: siapa orang yang memberikan persetujuan dan kesetiaan

kepada imam, maka taatilah dia samampu mungkin. Apabila orang lain

mempersengketakan kekuasaan penguasa tersebut, maka potonglah

leher orang itu ( H.R. Muslim)

"# � E(# -ب" ش�ی� رض� ا $Z1�# ر/�ل ا-/&�: ل n �� ص�� ا- #��E و/ آ� أو ی�6ق : ی��ل%# l>أن ی ��� ر2I واح� ی�ی# h�&I آ� وأم�آ� م" أ(

?��7� 1 �=7# &I ) ?روا��O43 )م

Artinya: “Dari Urfajah bin Syarim r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah

SAW bersabda: Siapa orang yang mendatangi kamu sementara kamu

telah sepakat (mengakui pemerintahan yang sah), maka bunuhlah dia

yang ingin memisahkan diri dari jamaah kamu”. (H.R. Muslim).

D. Pemberontakan Pada Zaman al-Khulafaur al-Rasyidun

1. Pada zaman Abu Bakar ash-Shiddiq

Rasulullah tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa yang akan

menggantikan dirinya sebagai kepala negara. Sementara dalam dua sumbar ajaran

Islam; Al-Quran dan hadits juga tidak dapat petunjuk yang jelas tentang proses

suksesi. Belum lagi jelas dikuburkan, umat Islam kaum Muhajirin dan Anshar

42 al-Nîsâburî, Shahih Muslim, hadits nomor 46 (1844), h. 1472

43 Ibid, hadits nomor 60 (1852), h. 1479.

Page 37: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

sudah melakukan debat sengit untuk mendudukan masing-masing tokoh mereka

sebagai khalifah. Setelah melakukan debat yang cukup sengit, akhirnya secara

aklamasi Abu Bakar menjadi khalifah untuk menggantikan kedudukan Nabi

sebagai kepala negara, hal ini juga dilandasi dengan semangat ukhuwah Islamiah

yang tinggi, dan juga hal ini karena Abu Bakar mendapat penghargaan yang

tinggi dari umat Islam.44

Sebagai khalifah pertama umat Islam ia menegaskan hak

umat Islam untuk mengawasi dan mengeritik pemimpinnya (menganjurkan

adanya oposisi yang loyal dan konstruktif) yang dipilih dan di bai’at oleh mereka

sendiri, rakyat harus mendukung rencana dan program pemerintah, karena

rencana program itu semua untuk masyarakat dan tidak bertentangan dengan

kehendak Allah dan Rasulnya. Begitu pula sebaliknya rakyat harus mengawasi

pelaksanaan pemerintahan karena bisa saja pemerintah melakukan hal-hal yang

merugikan rakyat. Rakyat harus patuh terhadap pemimpin yang betul-betul

menjalankan hukum Allah dan Rasul-Nya.

Dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, dia tetap konsisten dengan

sistem yang berlaku pada masa Nabi dan (juga konsisten) dengan pidato awal

pelantikannya sebagai khalifah. Abu bakar tidak dapat berbuat banyak untuk

menyebar luaskan Islam selain dia mengatasi gejolak-gejolak internal yaitu

menghadapi umat Islam yang banyak kembali murtad dan orang-orang Islam

yang tidak mau membayar zakat tetapi semua itu bisa diatasi dengan

44 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:

Penerbit Kota Kembang, 1989), h. 34

Page 38: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

bermusyawarah dan jalan terakhir dengan memerangi mereka yang murtad dan

tidak membayar zakat. Beberapa kejadian yang pernah dihadapi pemerintahan

Khalifah Abu Bakar dalam menjalankan kehidupan bernegara sebagai kepala

pemerintahan:

a) Timbulnya sejumlah Nabi Palsu di beberapa daerah, seperti Musailamah al-

Kadzab dari Bani Hanifah, Yamamah Ablahah Dzulkhimar atau dikenal

dengan al-Aswad al-Ansi di Yaman, dan Thulaihah bin Khuwailid di Bani

Asad. Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut

Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).45

Gerakan kemurtadan yang

timbul setelah wafatnya Rasul SAW baik yang dilakukan oleh golongan

munafik yang memang mereka menginginkan keluar dari Islam, atau pun

kemurtadan yang dilakukan oleh suku-suku Arab lain karena alasan politis

dimana mereka menilai suku Quraisy telah menggunakan Islam sebagai salah

satu cara untuk menguasai mereka, bahkan sebagian dari suku-suku itu

bergabung dengan kelompok nabi palsu bukan karena mereka percaya dengan

kenabiannya tetapi hanya untuk berkoalisi dalam menghadapi Quraisy.46

b) Kelompok Islam yang tidak mau mengeluarkan zakat atas dasar ta’wil dan

penafsiran yang mereka pegang. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa

45 Badri Yatim, Sejarah Peradaban, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006 ), cet. I,

h. 36 46 Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami, cet. VIII, (Cairo: Maktabah al-

Nahdhah al-Mishiriyyah, 1978), Jilid I, h. 381

Page 39: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

tindakan menghalangi suatu hak yang difardhukan Allah SWT seperti zakat

termasuk kedalam kategori bughat.47

Sebelum menggempur kaum pemberontak, terlebih dahulu Abu Bakar

memberikan peringatan agar kembali kepada Islam. Namun seruan itu mereka

tidak menerima. Akhirnya Abu Bakar mengunakan kekuatan senjata. Semua

pemberontak dapat dipadamkan. Ada yang kembali kepada Islam, bagi mereka

yang kembali kepada Islam, mereka dimaafkan oleh Abu Bakar. Sedangkan yang

tetap membangkang, terus digempur hingga pemimpin-pemimpin pemberontak

terbunuh, seperti Musailamah yang mengaku menjadi nabi. Selama enam bulan

terhitung, Abu Bakar berjuang memadamkan pemberontakan suku-suku Arab dan

nabi-nabi palsu tersebut.

2. Pada zaman Umar ibn al-Khathtab

Setelah Abu Bakar wafat, Umar ibn al-Khathtabdiangkat

menjadi khalifah melalui surat wasiat yang dibuat oleh Abu Bakar.

Pengangkatan Umar ini diterima dengan baik oleh semua umat

Islam ketika itu, meskipun ada yang merasa keberatan karena

sikap keras Umar.48 Umar dilantik menjadi Khalifah pada hari

wafatnya Abu Bakar, 21 Jamadil Akhir, 13 Hijrah. Sejarah mencatat

bahwa Umar sangat tegas dalam hal-hal menurutnya

47 Ibid., h. 382 48 Ridwan H.R., Fiqih Politik, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), cet. I, h. 164

Page 40: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

bertentangan dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum Agama.

Umar tidak segan-segan menindak siapapun yang melanggar

hukum yang berlaku. Dengan demikian, supremasi hukum dapat

ditangani. Saidina Umar tidak segan-segan mengangkat gandum

dengan tangannya untuk membantu orang-orang yang tidak

mampu dan miskin. Di era Umar, wilayah Islam mulai berkembang

pesat. Syam, Mesir dan Palestina dapat dikuasai dan menjadi

daerah administratif Islam.49

Secara prinsip pada pemerintah Umar ibn al-Khathtab ini tidak ada

tindakan yang terjadi seperti pemberontakan dari kaum murtad dan orang yang

enggan membayar zakat, namun dalam akhir pemerintahannya beliau meninggal

dalam keadaan syahid setelah dibunuh oleh orang dari keturunan Yahudi.

3. Pada Zaman Usman ibn Affan

Usman ibn Affan merupakan khalifah yang ketiga, sebagaimana halnya

dua khalifah sebelumnya, Usman juga menyampaikan ”pidato kenegaraan” saat

pelantikannya menjadi khalifah. Akan tetapi pidato yang disampaikannya itu

lebih bersifat sebagai nasihat seorang tua kepada anak-anaknya. Kalau diteliti

lebih jauh Usman bukan seorang negarawan seperti Abu Bakar dan Umar, selama

hidupnya Usman dikenali sebagai seorang pengusaha sukses yang banyak

49 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam , h. 37

Page 41: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

menyumbangkan harta bendanya untuk kepentingan Islam. Pengangkatan Usman

sebagai khalifah merupakan suatu kemenangan bagi Bani Umaiyah terhada Bani

Hasyim.50

Periode pertama kekhalifan Usman berlangsung sangat damai. Selama

masa itu, kaum muslimin mendapatkan banyak kemenangan. Kekhalifannya telah

diperkuatkan sampai pada sebuah wilayah yang sangat luas, kemudian terkenal di

dunia. Tetapi bagian akhir kekhalifan Usman telah dikacau oleh suatu perang sipil

yang mengerikan, yang akhirnya membawa pada pembunuhan terhadap khalifah

sendiri. Usman seorang yang sangat bijak dan berhati lembut. Musuh-musuh

Islam mencari suatu kesempatan yang tepat untuk bertindak melawan Islam dan

kaum Muslim. Mereka telah mendapat peluang dengan mengirimkan orang untuk

mengganggu kedamaian serta menyebarkan khabar-khabar angin.51

Tidak ada mutasi yang berarti bagi pejabat pusat dan daerah. Tetapi

karena adanya perubahan generasi dari angkatan para sahabat ke putra-putra

mereka melalui kebijaksanaan Usman berubah mengikuti tuntunan generasi muda

dari kalangan generasi keluarganya sendiri, tetapi juga dalam menggunakan

keuangan negara tidak untuk kepentingan masyarakat secara luas. Kebijakan ini

menimbulkan banyak protes dan kecaman banyak masyarakat Muslim, baik dari

kalangan senior maupun dari golongan muda yang bukan keluarga dekat khilafah.

50 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam),

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. I, h. 67

51 Majid Ali Khan, Sisi Hidup Para Khalifah Saleh, (Surabaya: Risalah Gusti,

2000), cet. I, h. 157

Page 42: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Ditambah oleh kenyataan tidak ada kontrol dari anggota majelis Syura (orang-

orang yang ditunjuk Umar untuk memilih khalifah pasca dirinya) karena mereka

selalu berkunjung ke wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan dan menjadi

wilayah Islam, kebijaksanaan Usman bertambah buruk. Sementara para

keluarganya senantiasa turut menentukan setiap keputusan dan kebijaksanaan

khilafah.52

Melihat kondisi yang semakin tidak menentu itu, timbullah kelompok

pemberontak yang berkumpul dikota Madinah. Kehadiran mereka di Kota

Madinah sebenarnya hanya ingin mengajukan tuntutan agar khalifah memecat

para pejabat yang menurut mereka tidak benar menjalankan tugas. Karena

keluarga yang dituntut itu keluarga dekat khalifah, maka tuntutan mereka ditolak.

Suasana kacau tidak terkendali dan pemberontakan mengepung rumah kediaman

khalifah, walaupun pasukan keamanan pemerintah memberikan perlawanan,

namun tidak cukup berarti karena pasukan pemberontak lebih banyak hingga

akhirnya pemberontakan berhasil membunuh Usman ibn Affan.53

4. Pada zaman Ali bin Abi Thalib

Setelah Saidina Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi Khalifah dia

langsung mendapat tantangan dari keluarga Khalifah Usman terutama

Muawwiyah bin Abi Sufyan, selain bahwa pembaitan terhadap Saidina Ali tidak

52 Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, (Bandung: CV Rusyda, 1987), cet. I,

h. 87

53 Ibid., h. 88

Page 43: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

dihadiri oleh majelis syura, juga karena wilayah Islam semakin luas, maka

yang berhak menentukan jabatan khalifah tidak hanya mereka yang berada

di Madinah, tetapi juga hak mereka yang menjadi wilayah-wilayah baru

Islam pendapat Muawwiyah bin Abi Sufyan juga didukung oleh pejabat di

Madinah yang kemudian bergabung dengan dirinya di Syria. Pertentangan terus

berlanjut.

Permasalahan yang dihadapi oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib ini juga

berbeda dari pemerintahan sebelumnya, kalau pada pemerintahan Abu Bakar

disebabkan oleh adanya syubhat di dalam penafsiran mengenai hukum, maka

pada periode Ali ini lebih disebabkan oleh politis yang sangat urgent (pokok)

untuk menyebabkan adanya pemberontakan (bughât). Di dalam sejarah umat

Islam sedikitnya ada tiga kelompok kaum bughat yang timbul sewaktu

kekhalifahan Ali, mereka terdiri dari ahlu al-Jamâl di Bashrah, kelompok

Mua’wiyah di Shiffin dan al-Khawarij di Nahrawan.54

E. Peran Syura dalam Menerapkan Prinsip Darurat

Prinsip darurat didasarkan bahwa darurat itu diukur dengan ukuran

keburukannya. Artinya, darurat memperbolehkan kita melanggarnya agar jangan

sampai melampaui ukuran yang ditentukan (dipaksa) oleh darurat yang sebenarnya.

Oleh itu, untuk membatasi ukuran ini adalah syûrâ. Darurat sebagai suatu teori umum

dan serba meliputi merupakan dasar bagi fleksibilitas (kelenturan) dari banyaknya

54 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 39-40

Page 44: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

hukum-hukum syar’i, baik yang berhubungan dengan akidah, ibadah, pemerintah

maupun muamalah. Dalam konteks keterwakilan (syûrâ), prinsip darurat (dhârûrî)

dapat dijelaskan sebagai prinsip yang didasarkan kepada standar batas negatifnya.

Artinya darurat yang membuka peluang pergeseran hukum boleh (ibâhât) itu adalah

yang tidak melampaui batas-batas darurat. Ukuran yang dapat distandardisasi untuk

melihat baik tidaknya darurat itu difungsikan, adalah melalui standar syûrâ.55

Dengan

demikian, syura dapat diangkat untuk menentukan demarkatif (batas pemisah) suatu

regulasi (pengaturan) dapat disebut melanggar atau tidak melanggar.56

Darurat itu merupakan berpengaruh pada sikap pribadi, dan juga berpengaruh

pada ketetapan jama’ah, rakyat atau umat, setiap suatu ketetapan yang dikeluarkan di

dalam syura adalah ketika keluar dari kehendak bebas, jauh dari tekanan dan paksaan,

baik paksaan ini datang sebagai hasil dari perbuatan pihak kedua itu sendiri atau dari

kondisi-kondisi asing dari kedua belah pihak. Sebagai hasil dari itu, pihak yang

melakukan tindakan pemberontakan dan kemudian menang dari pihak asing yang

menyerang sehingga dipaksakan kepada ahl hall wal aqd yang kemudian mengambil

suatu ketetapan tentang pengakuan terhadap pemerintahannya, dan mereka pun

benar-benar telah mengeluarkan ketetapan ini tanpa ada pilihan bebas bagi mereka,

maka ketetapan ini jelas merupakan ketatapan yang tercela, tidak mengikat mereka,

55 Ali Yafie, “Pengertian Wali al-Amar dan Problematika Hubungan Ulama

dan Umara” dalam Buhy Munawar Racman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam

dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina,1995), h. 595

56 Asap Taufik Akbar, “Fikih Politik NU (Pendekatan sosialisasi Atas Lahirnya Konsep Wali

Al- Amr al-Dlarury bi al- Syaukah)”, Makalah tidak diterbitkan, (Jakarta: PPs. UIN, 2002), h. 5

Page 45: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

dan tidak pula mengikat orang lain. Hal itu berarti bahwa mereka harus cepat-cepat

membatalkannya dan membersihkannya dari perbuatan tersebut. 57

Syûrâ yang merupakan sebuah sistem yang mencapai tujuan secara syar’i dan

ditetapkan dengan melihat manfaatnya serta disepakati oleh banyak orang adalah

sebuah solusi (penyelesaian) untuk menetapkan sebuah keadaan yang dianggap

genting dan darurat. Akan tetapi, mengakui sahnya pemerintahan darurat bukan

berarti tidak lagi memperdulikan perbedaan antara pemerintahan itu dengan

pemerintahan yang sah secara syûrâ yang perwujudannya ialah khalifah yang sah dan

(râsyidah) lurus.58

Setelah mengatahui penjelasan bagaimana dan tindakan hukum Islam dalam

mengatasi masalah darurat negara disebabkan pemberontakan, oleh itu, penulis akan

meneruskan pada bab tentang Konsep Keadaan Darurat Dalam Perundangan

Malaysia

57 Taufiq M. Asy-Syawi, Fiqh al-Syŭrâ wa al-Istisyârât, diterjemahkan oleh

Djamaluddin, Z.S, Syura Bukan Demokrasi, cet. II, (Jakarta: Gema Insani Press: 1992),

h. 597

58 Ibid., h. 597

Page 46: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

BAB III

K0NSEP KEADAAN DARURAT DALAM

PERUNDANGAN MALAYSIA

Dalam mendirikan sebuah negara, pasti menginginkan sebuah negara dan

bangsa yang mewujudkan akan keselarasan yang dinamis. Namun demikian,

perjalanan untuk membina sebuah negara yang aman dan damai itu terdapat

permasalahan oleh beberapa kasus yang menyebabkan negara ini dapat dikatakan

darurat.

Dalam perjalanan sejarah, sejak kemerdekaan sampai sekarang, negara

Malaysia tidak pernah terlepas dari aneka peristiwa dan kejadian-kejadian yang

bersifat luar biasa, baik di bidang politik, di bidang ekonomi maupun di bidang sosial.

Demikian pula, bencana alam terus-menerus menerpa dari waktu ke waktu, baik yang

datang dari laut, udara, maupun dari perut bumi. Bencana alam juga datang dari

manusia, dari hewan seperti flu burung, nyamuk demam berdarah, dan lain-lain

sebagainya.59

Demikian penulis akan meneruskan pada bab ini bagaimana awal

kejadian darurat di Malaysia dan apakah yang dikatakan perbuatan yang

membahayakan negara, siapakah yang berhak dalam memberikan ketentuan apabila

berlakunya darurat negara serta bagaimana pemerintah atau Perundangan Malaysia

dalam menyelesaikan masalah ini.

59 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di

Malaysia, cet. III, (Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd,

2006), h. 327

Page 47: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

E. Kriteria Perbuatan dan Tindakan Pemberontakan yang Dikatakan Negara

Dalam Keadaan Darurat

Keadaan darurat negara terdapat dalam Pasal 150 Perlembagaan Malaysia.

Dalam ayat (1) Pasal 150 dinyatakan:

Jika Yang di-Pertuan Agong berpuas hati bahawa suatu darurat besar sedang

berlaku yang menyebabkan keselamatan, atau kehidupan ekonomi, atau ketentera-

man umum di dalam Persekutuan atau mana-mana bahagiannya terancam, maka

Yang di-Pertuan Agong boleh mengeluarkan suatu Proklamasi Darurat dengan

membuat dalamnya suatu perisytiharan yang bermaksud sedemikian.

Berdasarkan Pasal 150(1) tersebut bahwa apa yang dimaksud darurat adalah

satu darurat besar atau terjadinya suatu keadaan yang genting, kacau, buruknya

keadaan yang membahayakan serta mengancam keselamatan (keamanan) negara atau

kehidupan perekonomian negara.60

Akan tetapi Perlembagaan tidak memberikan

definisi yang rinci tentang darurat dan jenis-jenisnya. Sehingga ada orang yang

mengatakan bahwa suatu krisis itu belum sampai kepada tingkat darurat atau belum

dapat dikatakan darurat, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa suatu keadaan krisis

itu telah sampai kepada keadaan darurat. Adanya perbedaan pendapat tersebut tidak

dapat memberikan penyelesaian yang pasti untuk keamanan negara. Oleh karena itu,

Perlembagaan memberikan wewenang kepada Yang di-Pertuan Agong untuk menen-

tukan apakah suatu keadaan krisis itu sudah mencapai keadaan darurat atau belum.

Bagindalah yang dapat menentukan ada tidaknya keadaan darurat tersebut, walaupun

pada hakekatnya Baginda berbuat demikian atas nasihat dari Jemaah Menteri.61

60 Ibid., h. 344 61 Ibid., h. 345

Page 48: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Berkenaan dengan tidak adanya penjelasan yang rinci tentang darurat dalam

Undang-undang, Lord MacDermott sebagaimana dikutip oleh Wu Min Aun

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan keadaan darurat seperti yang dipakai

dalam pasal 150(1) tidak hanya dibatasi kepada mengunakan kekerasan ataupun

ancaman kekerasan di luar undang-undang dalam segala bentuknya, makna asal kata

darurat itu juga dapat mencakup keadaan-keadaan atau suasana dan peristiwa yang

luas, termaksuk berbagai kejadian seperti perang, kemarau panjang, banjir, wabah

penyakit dan jatuhnya kerajaan atau pemerintahan.62

Keadaan bahaya atau darurat itu sendiri dapat terjadi dalam beberapa

kemungkinan bentuk dan viarasi, mulai dari yang paling besar tingkat bahayanya

sampai ke tingkat yang paling kurang bahayanya. Tingkat bahaya yang timbul juga

ada yang bersifat langsung dan ada pula yang bersifat tidak langsung. Oleh karena itu,

dipandang dari pengertian demikian, keadaan-keadaan demikian itu, dalam praktik,

sangat bervariasi atau beraneka ragam bentuk dan tingkat kegentingannya yang

memaksa kepala pemerintahan untuk bertindak cepat. Jika dirinci, keadaan yang

demikian itu dapat berkaitan dengan keadaan-keadaan berikut:

a. Keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar negeri.

b. Keadaan bahaya karena tentera nasional sedang berperang di luar negeri, seperti

tentera Amerika Serikat berperang dengan Iraq.

c. Keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di dalam negeri atau ancaman

pemberontakan bersenjata.

62 Wu Min Aun, Pengenalan Kepada Sistem Perundangan Malaysia, cet. II,

(Kuala Lumpur: Heinemann Sdn. Bhd, 1978), h. 110

Page 49: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

d. Keadaan bahaya karena kerusuhan sosial yang menimbulkan ketegangan sosial

yang menyebabkan fungsi-fungsi pemerintahan konstitusional tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya.

e. Keadaan bahaya karena terjadinya bencana alam (natural disaster) atau

kecelakaan yang dahsyat yang menimbulkan kepanikan, ketegangan, dan

mengakibatkan pemerintah konstitusional tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya. Misalnya, musibah gelombang ”tsunami” di Aceh dan bencana-

bencana alam yang lainnya.

f. Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara.63

Untuk setiap jenis bahaya atau keadaan darurat tersebut, diperlukan upaya-

upaya yang berbeda-beda pula bentuk, corak, dan sifatnya. Bahkan untuk setiap jenis

keadaan itu sangat mungkin memerlukan format perundangan yang juga berbeda-

beda satu sama lain untuk ditugasi memulihkan keadaan agar menjadi normal

kembali. Oleh karena itu, diperlukan pula pengaturan yang rinci mengenai mekanime

untuk mengatasi keadaan darurat.

Suatu keadaan yang menyebabkan darurat negara terdapat dalam Pasal 149

ayat (1) yaitu perbuatan subversif,64

tindakan yang memudaratkan ketenteraman

umum, pelaku perbuatan tersebut telah dianggap sebagai penentang subversif jika:

63 Jimly Asshiddiqi, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: PT. Raja

GrafindoPersada, 2007), cet. I, h. 69 64 Subversif yaitu bertujuan untuk melemahkan atau memusnahkan sesuatu

sistem politik, kerajaan, agama dan lain-lain dengan menjalankan aktivitas secara tersembunyi.

Page 50: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

a) Melakukan kekerasan terhadap orang dan harta atau menyebabkan orang banyak

takut akan kekerasan tersebut;

b) Membangkitkan perasaan yang tidak suka terhadap Yang di-Pertuan Agong atau

mana-mana kerajaan dalam persekutuan;

c) Mengembangkan perasaan jahat atau permusuhan antara beberapa kaum atau

golongan penduduk yang mungkin menyebabkan kekerasan;

d) Telah menyebabkan mudarat kepada penyelenggaraan atau perjalanan apa-apa

bekalan atau perkhidmatan kepada orang ramai atau mana-mana golongan orang

ramai dalam Persekutuan;

e) Mendatangkan mudarat kepada ketenteraman umum atau keselamatan,

persekutuan atau mana-mana bahagiannya. 65

Dengan demikian, keadaan negara dapat dibedakan antara keadaan normal

dan keadaan yang tidak normal atau luar biasa yang bersifat pengecualian. Keadaan

darurat negara yang bersifat tidak normal itu dapat terjadi karena berbagai

kemungkinan sebab dan faktor. Penyebabnya dapat timbul dari luar (external) dan

dapat pula dari dalam negeri sendiri (internal). Ancamannya dapat berupa ancaman

militer atau ancaman bersenjata atau dapat pula yang tidak bersenjata, tetapi dapat

menimbulkan korban jiwa dan raga di kalangan warga negara ataupun mengancam

integritas wilayah negara yang kedua-duanya harus dilindungi oleh negara.66

65 Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia,

(Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn. Bhd, t.th.), h. 227

66 Jimly Asshiddiqi, Hukum Tata Negara Darurat, h. 63

Page 51: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Keadaan yang tidak normal itu, jika terjadi harus dihadapi, diatasi, dan akibat-

akibatnya harus ditanggulangi dengan maksud untuk mengembalikan negara kepada

keadaan yang normal menurut Undang-undang Dasar dan peraturan perundang-

undangan yang normal. Jika keadaan yang tidak normal itu terjadi, harus ada

pemegang kekuasaan yang diberi kewenangan untuk membuat keputusan tertinggi

dengan mengabaikan untuk sementara waktu beberapa prinsip dasar yang dianut oleh

negara yang bersangkutan.

F. Sejarah Pelaksanaan Hukum Darurat di Malaysia

Di Malaysia telah banyak peristiwa atau kejadian luar biasa yang

menyebabkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam keadaan biasa atau

normal menjadi tidak berdaya dan tidak lagi efektif untuk dipakai guna mencapai

tujuan pembentukkannya. Selepas Perang Dunia kedua, Malaysia pernah berada

di bawah pemerintahan meliter. Darurat Tanah Melayu yang berlaku pada tahun

1948 sampai 1960 adalah persengkatan antara Partai Komunis Malaya (PKM)

dengan kerajaan British di Tanah Melayu. Darurat tersebut telah diisytiharkan pada

7-7-1948.

Awal mula darurat dapat dikatakan bahwa semua berawal dari pendudukan

Jepang 1942-1945. PKM dan MPAJA (Malayan People Anti Japanese Army).

Nasionalisme orang Tanah Melayu yang telah dipengaruhi oleh orang Jepang

sewaktu pendudukannya telah mendorong kepada mereka supaya ingin membentuk

negara sendiri. Pembunuhan sebanyak tiga orang pengurus ladang keturunan Inggris

Page 52: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

di Sungai Siput, Perak pada tahun 1948, telah menyebabkan negara menyatakan

darurat di seluruh Tanah Melayu. Sebulan setelah itu PKM diharamkan. Yang paling

teruknya, dapat dikatakan dengan pelarangan kegiatan PKM oleh negara Persekutuan

Inggris karena dianggap sebagai partai politik yang radikal.67

Larangan ini telah

menimbulkan ketidakpuasan hati oleh kebanyakan tokoh dalam PKM karena jasa

mereka telah dilupakan oleh negara persekutuan Inggris sewaktu dalam penjajahan

Jepang. Waktu itu juga, ketua PKM, telah mengubahkan dasarnya yang bersikap

sederhana kepada bentuk yang agresif, yaitu dengan pembunuhan. PKM memulakan

dengan mogok bersama dengan kesatuan para pekerja, serta pembentukan Persatuan

Buruh Baru (New Democratic Youth League). Namun, pemogokan itu telah gagal dan

undang-undang yang baru dibuat oleh negara persekutuan Inggris untuk melemahkan

PKM, seterusnya PKM menggunakan serangan bersenjata untuk mendapatkan apa

yang mereka inginkan. Hubungan PKM dan negara kerajaan Inggris yang semakin

buruk dan setelah Chin Peng sebagai ketua yang baru, gerakan bersenjata dibuat,

dengan pembunuhan 3 ketua Kuo Min Dang (KMT), dan 3 orang pengurus ladang

getah yang berbangsa Eropa, termasuk 1 penolong, pada 12-6-1948 dan 15-6-1948.

Darurat Negeri dilaksanakan di Johor pada 19-6-1948.68

Pada permasalahan lain, Perundangan Darurat ini dikeluarkan disebabkan

oleh tindakan kekacauan yang telah terjadi pada 1963, negara Malaysia mengalami

krisis akibat ketimpangan kekayaan antara golongan keturunan Tionghoa yang

67 http://id.wikipedia.org/wiki/Keadaan_darurat, diakses pada tanggal 12 Juli

2008 pukul 15.00 WIB

68 Ibid

Page 53: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

umumnya pedagang, yang menguasai sebagian besar ekonomi Malaysia, dengan

golongan miskin, penduduk Melayu. Selain itu, orang Tionghoa juga menguasai

sebagian besar kekayaan negara.

Kerusuhan rasial di Singapura pada 1964 juga merupakan salah satu penyebab

keluarnya negara itu dari Malaysia (dulunya Singapura merupakan bagian dari

Malaysia), dan ketegangan rasial terus berlangsung. Kebanyakan orang Melayu tidak

puas dengan negara yang baru saja merdeka itu yang berkeinginan untuk

menenangkan etnis Tionghoa dengan pengeluaran mereka.

Pada pemilihan umum 10 Mei 1969, koalisi Aliansi yang memerintah diketuai

oleh United Malays National Organization (UMNO)69

menderita kekalahan besar.

Partai terbesar golongan Tionghoa Democratic Action Party dan Gerakan mendapat

suara dalam pemilihan, dan berhak untuk mengadakan pawai kemenangan melalui

jalur yang telah ditetapkan di Kuala Lumpur. Namun, pawai yang berisik dan kasar

dan menyimpang dari jalurnya dan mengarah ke distrik Melayu Kampong Bahru,

mengolok penduduknya.70

Perusuh mulai beraksi di ibukota Kuala Lumpur dan

wilayah sekitar negeri Selangor, dengan pengecualian gangguan kecil di Melaka

tempat lain di negara tersebut tetap tentram. Keadaan darurat nasional dan jam malam

diumumkan pada 16 Mei tetapi jam malam dikurangi di beberapa bagian di negara

tersebut pada 18 Mei dan dihilangkan dalam waktu seminggu di pusat Kuala Lumpur.

69 UMNO sebuah partai politik di Malaysia

70 http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei#Penyebab_kerusuhan, diakses

pada tanggal 25 Juli 2008 pukul 15.30 Wib

Page 54: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Menurut data polisi, 184 orang meninggal dan 356 terluka, 753 kasus

pembakaran dicatat dan 211 kendaraan hancur atau rusak berat. Sumber lain

menyebutkan jumlah yang meninggal sekitar 196 orang atau bahkan lebih dari 200

orang. Beberapa memperkirakan jumlah kematian bahkan mencapai 700 orang

sebagai akibat dari kerusuhan.71

Dari peristiwa itu, maka perundangan darurat negara

dibentuk.

Undang-undang darurat, sekalipun berlawanan dengan Perundangan, boleh

dibuat oleh pihak lain, selain Perlemen atau Yang di-Pertuan Agong dengan syarat,

pihak berkuasa itu telah diwakilkan dengan sempurna. Selanjutnya, setelah kita

mengatahui sebagian sejarah mengapa dan bagaimana timbulnya pelaksaan hukum

darurat di Malaysia, maka pada bab yang seterusnya, penulis akan menghuraikan

perkara-perkara atau perbuatan yang mengakibatkan darurat.

C. Berbagai Kasus-Kasus Keadaan Darurat dalam Sejarah Di Malaysia

Sejak kemerdekaan sampai sekarang, telah banyak peristiwa atau kejadian

luar biasa yang menyebabkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kejadian-kejadian tersebut mengandung dan mengakibatkan hal-hal yang

mengancam dan membahayakan sehingga kondisi yang normal tidak dapat bertahan.

Ancaman yang membahayakan itu sendiri beraneka ragam bentuk dan corak, yang

berbeda-beda dari kasus yang satu ke kasus yang lain, pada satu tempat ke satu

tempat yang lain. Untuk meghadapi berbagai potensi gangguan dan ancaman tersebut,

71 Ibid.

Page 55: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

maka dalam Perlembagaan Persekutuan telah ditetapkan suatu aturan pada Pasal 149

yaitu tentang perbuatan subversif, tindakan yang memudaratkan ketenteraman umum

dan Pasal 150 tentang pengumuman atau pemberlakuan keadaan darurat oleh Yang

di-Pertuan Agong.

Berbagai pergolakan dan bencana yang bersifat membahayakan, sebagian

besar di antaranya dapat di atasi dengan secara resmi. Ada beberapa keadaan darurat

yang pernah diberlakukan di Malaysia. Deklarasi keadaan darurat untuk pertama kali

telah dibuat oleh negara Inggris pada tanggal 13 Juli 1948 untuk mencegah keadaan

luar biasa dan huru-hara yang ditimbulkan oleh pemberontakan komunis. Pada masa

itu Tanah Melayu belum merdeka, negeri ini diperintah untuk mengikuti perjanjian

persekutuan Tanah Melayu tahun 1948. Dalam perjanjian ini tidak disebut langsung

sebab akibat darurat secara terperinci. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa perjanjian

ini mengizinkan Majelis negara bagian untuk membuat undang-undang, memberi

wewenang kepada negara pusat untuk membuat deklarasi darurat dan mengambil

beberapa langkah mencegah keadaan huru-hara ini.

Pemberian izin ini dapat dilihat dalam kutipan “……peace order and good

government……..” untuk negeri-negeri di Semenanjung Malaysia sebagai tujuan dari

perjanjian itu. Undang-undang seperti ini tidaklah dianggap menyimpang dari bidang

kewenangan (ultra vires) Perjanjian Persekutuan. Oleh karena itu, Majelis Negeri

Bagian pada saat itu telah menetapkan sebuah undang-undang yang bernama

Page 56: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Ordinan72

Peraturan Darurat 1948. Di bawah bagian pasal 3 ordinan inilah deklarasi

darurat yang tertanggal 13 Juli 1948 itu telah dibuat oleh Badan Tinggi Persekutuan

Melayu. Ordinan ini juga mempunyai beberapa turunan berupa undang-undang kecil

yang telah dibuat dan dipraktekan untuk menghapuskan keadaan darurat tersebut.73

Selanjutnya, deklarasi darurat kedua yang dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong

pada 3 September 1964, dalam jangka waktu kurang lebih dua minggu sebelum

lahirnya Persekutuan Malaysia. Negara Indonesia yang pada saat itu dipimpin oleh

Presiden Soekarno dan menteri luar negeri Dr. Subandrio menentang dengan keras

kelahiran Negara Malaysia. Konon Malaysia adalah suatu ancaman politik yang akan

membahayakan kedudukan Indonesia. Pertentangan ini terjadi pada awalnya dalam

arena diplomatik dan politik antarbangsa, tetapi apabila benar bahwa Malaysia akan

memproklamirkan diri, maka Soekarno akan melancarkan konfrontasi terhadap

Malaysia dengan mengatakan bahwa para tentaranya sebentar lagi akan memasuki

perairan negeri Johor, Melaka dan negeri Sembilan. Bahkan tak lama setelah itu,

tentara Indonesia telah mendarat di beberapa tempat di Johor, Melaka dan negeri

Sembilan. Namun, ancaman ini berhasil dicegah oleh Akta Keselamatan Dalam

Negeri 1960 (sekarang-International Security Act), di mana seluruh wilayah pantai

selebar dua batu diukur dari air pinggir laut, wilayah perairan di negeri-negeri Tanah

Melayu dan Singapura telah diumumkan sebagai batas wilayah darurat negara.

72 Ordinan adalah peraturan dari pihak yang berkuasa atau undang-

undang.

73 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di

Malaysia, h. 332.

Page 57: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Tetapi, apabila tentara Indonesia akan mendarat di Pontian dan di Labis, Johor,

Negeri sembilan dan Melaka yang telah diumumkan sebagai wilayah darurat negara,

maka hal ini bertujuan agar Pasukan Keselamatan Malaysia (Tentara) dapat

bertindak dengan bebas.74

Deklerasi darurat yang ketiga telah dibuat oleh negara pada 14 September

1966, yang bertujuan untuk menyelesaikan pertikaian politik yang membahayakan

keadaan keselamatan di Negeri Sarawak. Ini telah dijelaskan oleh wakil Perdana

Menteri, Tun Abdul Razak dalam pidatonya di Parlemen. Pertikaian politik yang

timbul di negeri Sarawak pada waktu itu disebabkan karena ketua menteri Sarawak

Datuk Stephen Kalong Ningkan, enggan meletakkan jabatan apabila beliau dipecat

oleh Yang dipertuan Negeri Sarawak Tun Abang Haji Openg. Deklarasi darurat yang

sangat penting ialah deklarasi yang dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong pada 15 Mei

1969. Deklarasi ini dibuat karena adanya suatu konflik golongan antara orang-orang

Melayu dengan orang-orang bukan Melayu yang meletus pada 13 Mei 1969 di mana

sedang berlangsung pemilihan umum untuk legislatif dan juga negera bagian. Pada

waktu kampanye pemilihan umum, isu-isu golongan telah muncul. Pada 13 Mei 1969

Pemilihan umum ini belum selesai dan keputusan pemilihan umum masih dalam

tahap menunggu. Namun telah terjadi insiden pada saat itu yang menyebabkan warga

sipil yang tidak berdosa terbunuh, rumah dan toko dibakar dan harta benda binasa.

Oleh karenanya, Yang di-Pertuan Agong atas nasihat jemaah menteri yang ada pada

74 Ibid., h. 333

Page 58: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

waktu itu telah membuat maklumat darurat.75

Sayangnya, parlemen tidak dapat

bersidang karena parlemen yang lama telah dibubarkan dan parlemen yang baru

belum terbentuk. Kemudian Yang di-Pertuan Agong membuat beberapa undang-

undang yang dinamakan ordinan dengan menggunakan kewenangannya di bawah

pasal 150 Undang-Undang Dasar Malaysia. Ada 77 ordinan semuanya yang dibuat

oleh Yang di-Pertuan Agong yang meliputi berbagai permasalahan, tetapi ordinan

yang terpenting ialah ordinan darurat (kuasa perlu) No. 1 dan ordinan darurat (kuasa

perlu) No. 2. di bawah wewenang kedua ordinan ini dalam usaha mencegah darurat,

pemerintahan di negara ini tidak lagi dijalankan dalam sistem bersama menteri tetapi

dijalankan dengan satu sistem baru yang sama dengan pemerintahan militer.

Deklarasi darurat yang keempat, merupakan darurat yang terpenting ialah

sebuah maklumat yang di buat Yang di-Pertuan Agong pada 15 Mei 1969. Deklarasi

ini dibuat berdasarkan peristiwa perselisihan dan kerusuhan antara kaum (golongan)

antara orang-orang Melayu dengan orang-orang non-Melayu yang meledak pada 13

Mei 1969. Hal ini terjadi pada bulan Mei 1969. Berikutnya, pada tahun 1977 pihak

komunis telah melakukan kekacauan dengan melakukan pengeboman di tugu

peringatan dan melempar bom di pos Polisi Kehutanan di Jalan Pekeliling, Kuala

Lumpur yang merupakan bulan pemilihan umum untuk legislatif dan juga untuk

pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (Undangan Negeri). Pada waktu kampanya

pemilihan umum, isu-isu golongan telah ditimbulkan dengan ada batasan. Pada 13

75 http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei#Penyebab_kerusuhan, diakses

pada tanggal 25 Juli 2008 pukul 15.30 Wib

Page 59: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Mei 1969 pemilihan umum belum selesai dan keputusan pemenang pemilihan umum

masih ditunggu-tunggu, tanpa terduga terjadi insiden yang menyebabkan banyak

warga sipil yang tidak berdosa terbunuh sia-sia, rumah dan toko dibakar dan harta

benda lenyap. Oleh karenanya, Yang di-Pertuan Agong atas nasihat sebagian menteri

yang ada pada waktu itu telah membuat deklarasi darurat.

Deklarasi darurat yang kelima dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong pada 8

November 1977. Deklarasi ini dibuat untuk menyelesaikan pertikaian politik yang

timbul di negeri Kelantan, yang pada saat itu diperintah oleh partai PAS (Partai Islam

se-Malaysia). Partai PAS merupakan salah satu anggota partai dalam Barisan

Nasional pada waktu itu yang memerintah negara pusat dan negari-negeri lain.

Anggota PAS meminta Menteri Besar76

Kelantan pada waktu itu Datuk Haji Mohd.

Nasir meletakan jabatan tetapi beliau enggan berhenti dari jabatan sebagai Menteri

Besar.77

Setelah melihat kasus-kasus yang telah pernah terjadi di Malaysia, maka dapat

disimpulkan bahwa keadaan darurat itu bukan saja karena bencana alam atau

peperangan malah keadaan darurat ini juga tejadi disebabkan oleh pertikaian politik

serta rusuhan yang boleh menyebabkan kerusakan harta benda serta membahayakan

keselamatan orang awam. Oleh itu, penulis akan meneruskan bab bagaimanakah

kerajaan atau pemerintah di Malaysia dalam menyelesaikan masalah ini.

76 Menteri Besar dalam istilah ketatanegaraan Indonesia dikenal dengan

Gubernur

77 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di

Malaysia, h. 332.

Page 60: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

D. Penanganan dan Penyelesaian Keadaan Darurat Negara

Segala kebebasan rakyat dan pemerintah negeri yang ada hanya akan tercapai

pada masa aman dan tenteram. Jika keadaan dalam sesebuah negara itu hura-hara dan

kewujudan negeri itu sendiri terancam, maka tidaklah berarti sama sekali jika

perundangan negara itu tidak menyediakan cara-cara untuk menghapuskan keadaan

kacau balau dan mewujudkan semula keamanan dan ketenteraman. Oleh karena itu,

perundangan memberi kuasa kepada kerajaan atau pihak yang tertentu mengambil

langkah-langkah yang patut untuk memelihara negara dan perundang-undangan

walaupun langkah-langkah tersebut bertentangan dengan hak asasi. Dalam keadaan

huru-hara serta suasana yang kritis dan dalam mengambil langkah-langkah untuk

menyelamatkan negara dan rakyat serta memulihkan keamanan dan ketenteraman

negara, hak asasi rakyat negara itu tidak dapat terpelihara secara mutlak.

Apabila suatu negara dilanda huru-hara, pemerintahan berada di bawah

undang-undang tentera atau Militer (martial law) yaitu memerintahan negara

diserahkan atau dibantu oleh pihak Militer supaya memerintah negara yang sedang

kacau tersebut. Sekiranya negara berada dalam keadaan perang, Undang-undang

Militer dapat digunakan untuk memelihara keamanan. Penyerahan pemerintahan

negara kepada Militer dimulai dengan suatu penetapan tentangnya dan derdasarkan

hal itu maka pihak Militer dapat menjalankan pemerintahan negara untuk mencegah

bahaya dan ancaman itu. Akibat daripada penyerahan itu, undang-undang tidak lagi

dibuat seperti biasa oleh Parlemen, akan tetapi ia merupakan sebagai suatu arahan

Page 61: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

yang dibuat oleh pentadbir (pelaksana) undang-undang tentera saja.78

Kekuasaan

memerintah tidak lagi berada di tangan kerajaan awam (Perdana Menteri), tetapi

berada ditangan pentadbir (pelaksana) undang-undang tentera. Mahkamah biasa tidak

lagi bersidang melainkan hanya mendengar kasus-kasus yang tertentu saja,

sebagaimana yang telah ditetapakn oleh pentadbiran undang-undang tentera. Keadaan

seperti ini, bermakna apabila undang-undang tentera dinyatakan meliputi seluruh

negara, selama penetapan Undang-undang Militer itu berlaku, maka pemerintahan

biasa akan dihentikan untuk sementara waktu. Tetapi jika penetapan itu berlaku lama,

maka pemerintahan biasa akan lenyap. Oleh karena itu, cara untuk mengembalikan

kepada pemerintahan biasa, amatlah sukar dan melibatkan penyelesaian bermacam-

macam masalah politik dan penggantian satu Perlembagaan yang baru.

Perkembangan politik di Malaysia dengan penetapan darurat pada 15 Mei

1969 mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan pentadbiran Undang-undang

Tentera, yaitu telah terjadi suatu kerusuhan anatara etnik yaitu antara orang-orang

Melayu dengan orang bukan Melayu yang meletus pada 13 Mei 1969, telah

mengakibatkan hura-hara yang tidak disangka-sangka terjadi dan menyebabkan

banyak orang yang tidak berdosa terbunuh, rumah dan toko dibakar dan hilangnya

harta benda.79

Oleh karena itu, dalam usaha untuk mencegah keadaan darurat ini,

pemerintahan negara tidak lagi dijalankan dengan sistem Jemaah Menteri (Kabinet)

78 Ibid., h. 328 79 Ibid., h. 329

Page 62: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

tetapi dijalankan dengan satu sistem baru yang hampir sama dengan pemerintahan

Militer. Semua kekuasaan pemerintah diserahkan kepada seorang pegawai yang

dinamakan Pengarah MAGERAN (Majlis Gerakan Negara). Pengarah MAGERAN

ini telah dibantu oleh seorang pegawai awam utama dan pegawai yang lain untuk

menjalankan bermacam-macam tugas dalam mengatasi kekacauan tersebut. Orang

yang dilantik oleh Yang di-Pertuan Agong menjadi Pengarah MEGERAN adalah Tun

Abdul Razak.80

Apabila keadaan ini bertambah baik, akhirnya pada 20 Febuari 1971

Parlemen telah bersidang kembali dan dengan ini beberapa Ordinan yang telah dibuat

oleh Yang di-Pertuan Agong telah dibatalkan dan sistem pemerintahan cara Pengarah

MAGERAN telah dihapuskan.

Dalam usaha penanganan masalah darurat negara ini, ISA (International

Security Act) juga merupakan undang-undang yang berkesan dan berjasa menghadapi

ancaman komunis, anasir subversif dan pengacau ketenteraman umum tidak perlu

dipertikaikan lagi. Seseorang yang dianggap membahayakan keselamatan dalam

negeri dapat ditahan Polisi berdasarkan ISA. Individu atau kumpulan individu yang

dianggap membahayakan sedemikian rupa dapat ditahan untuk penyelidikan Polisi

selama 60 hari atau dalam tempo yang lebih singkat daripada itu.81

Pada tanggal 3 September 1964, dalam jangka waktu kurang lebih dua

minggu sebelum lahirnya Persekutuan Malaysia. Negara Indonesia yang pada saat itu

80 http://hids.arkib.gov.my/doc/jilidi/februari/29_02_1956_1980.htm, diakses

pada tanggal 25 Juli 2008 pukul 20.30 WIB 81 Ibid.

Page 63: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

dipimpin oleh Presiden Soekarno dan menteri luar negeri Dr. Subandrio menentang

dengan keras kelahiran Negara Malaysia. Konon Malaysia adalah suatu ancaman

politik yang akan membahayakan kedudukan Indonesia. Pertentangan ini terjadi pada

awalnya dalam arena diplomatik dan politik antarabangsa, tetapi apabila benar bahwa

Malaysia akan memproklamirkan diri, maka Soekarno akan melancarkan konfrontasi

terhadap Malaysia, ancaman ini berhasil dicegah oleh Akta Keselamatan Dalam

Negeri 1960 (sekarang-International Security Act) ISA

Tetapi oleh sebab kebijaksanaan pemerintah mengunakan kuasa di bawah

Perkara 150 Perlembagaan Malaysia, Malaysia telah diletakkan dibawah

pemerintahan bercorak Undang-undang Militer. Setelah keadaan menjadi aman,

pemerintahan dikembalikan kepada sistem pentadbiran awam (pemerintahan biasa).82

Di samping itu, dalam keadaan yang bersifat darurat, pemerintah atau raja dapat

melakukan apa saja. Pembenaran mengenai hal ini didasarkan atas pengertian bahwa

suatu keadaan yang tidak normal mempunyai sistem norma hukum dan etikanya

sendiri. Dalam keadaan kacau tersebut, semua aturan moralitas yang biasa berlaku

dalam keadaan normal dapat ditunda berlakunya. Akan tetapi, tidak selalu keadaan

darurat itu bersifat Militer dan memerlukan peranan Militer dalam menjalankan

fungsi-fungsi pemerintahan dalam keadaan darurat tersebut. Misalnya, keadaan

darurat yang bersifat administratif berupa keadaan darurat yang bisa disebut sebagai

’welfare emergency’, sama sekali tidak memerlukan peranan penguasa militer.83

Oleh

82 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di

Malaysia, h. 328

Page 64: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

karena itu, kewenangan Yang Di-Pertuan Agong dan DPR untuk menentapkan

peraturan ataupun undang-undang pada saat demikian. Pemberlakuan suatu keadaan

darurat di Malaysia telah memberikan pembenaran kepada kekuasaan Yang di-

Pertuan Agong mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi keadaan yang

tidak normal tersebut.

Perisytiharan (Penetapan) Darurat

Penetapan keadaan darurat sangat penting untuk menjalankan pemerintahan

yang sedang kacau. Apabila terdapat perisytiharan yang sedang berlaku, perundangan

darurat adalah sah walaupun tidak sama dengan Undang-undang Perlembagaan.

Pihak Eksekutif Persekutuan dibenarkan membuat undang-undang melalui Ordinan

Darurat selama Parlemen tidak bersidang atau sementara menunggu Parlemen

bersidang.84

Dalam Perundangan di Malaysia, Pasal 150 Perlembagaan Persekutuan telah

memberi kewenangan kepada Yang di-Pertuan Agong untuk mengeluarkan suatu

penetapan darurat sekiranya Baginda berpuas hati (berkenan) bahwa terdapat:

a) Keadaan darurat yang genting;

b) Keadaan keselamatan yang terancam;

c) Keadaan kehidupan ekonomi yang teancam.

83 Jimly Asshiddiqi, Hukum Tata Negara Darurat, h. 80 84 Muhammad Kamil Awang, Sultan & Perlembagaan, (Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 2001), cet. I, h. 292

Page 65: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Berdasarkan Pasal 150(2) yang diperkenalkan oleh Akta Perundangan

(Pindaan), 1981 Yang di-Pertuan Agong boleh mengeluarkan Pengisytiharan Darurat

sebelum berlaku kejadian yang mengancam keselamatan, kehidupan ekonomi, atau

ketenteraman awam negara, jika Baginda ”berpuas hati bahwa ada tanda-tanda yang

kejadian tersebut akan segera berlaku”.85

Baginda telah berbuat demikian sebanyak empat kali:

a) Pertama, ketika menghadapi darurat yang disebabkan oleh konfrontasi

Indonesia terhadap pembentukan Malaysia pada 1963;

b) Kedua, ketika menghadapi darurat yang disebabkan oleh krisis politik yang

timbul daripada kedudukan Kepala Menteri sarawak pada 1966;

c) Ketiga, menghadapi darurat yang disebabkan oleh krisis politik yang meletus

pada 13 Mei 1969; dan

d) Keempat, menghadapi darurat yang disebabkan oleh krisis di Kelantan pada

1977.86

Kewenangan ini diberikan atas gelar Baginda dalam jabatan sebagai Kepala

Negara. Ia dilaksanakan sekiranya Baginda ”berpuas hati” bahwa darurat yang

genting berlaku. Sebagai seorang Raja berdasarkan Perundangan melainkan tentang

perkara-perkara tertentu, Baginda tidaklah melaksanakan pemerintahan berdasarkan

85 Wu Min Aun, Pengenalan Kepada Sistem Perundangan Malaysia, h. 110 86 Cheu Hock Tong, Pengajian Am, (Kuala Lumpur; Pustaka Dimensi 1987), cet.

I, h. 114

Page 66: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

kehendaknya sendiri, tetapi berdasarkan pada Pasal 40(1)87

Perundangan untuk

bertindak berdasarkan nasihat Jemaah Menteri. Oleh karena itu, apabila Pasal 150

menyatakan bahwa kekuasaan dapat dijalankan sekiranya Baginda ”berpuas hati”

bahwa suatu keadaan berlaku, sebenarnya ini bermakna kepuasan hati itu berdasarkan

masukan dari anggota Jemaah Menteri.88

87 Perkara 40(1) menyatakan pada (Raja) menjalankan tugs-tugasnyadi

bawah Perlembagaan atau di bawah undang-undang persekutuan, Yang di-

Pertuan Agong hendaklah bertindak mengikut nasihat Jemaah Menteri atau nasihat

seorang Menteri yang bertindak di bawah kuasa am Jemaah Menteri, kecuali

sebaimana diperuntukkan selainnya oleh Perlembagaan ini, tetapi Yang di-pertuan

Agong adalah berhak atas permintaannya mendapat apa-apa maklumat

mengenai Pemerintahan Persekutuan yang didapati oleh Jemaah Menteri.

88 Wu Min Aun, Pergenalan Kepada Sistem Perundangan Malaysia, h. 110

Page 67: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

BAB IV

ANALISIS HUKUM KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP KEADAAN

DARURAT NEGARA DALAM PERUNDANGAN DI MALAYSIA

Kajian mengenai keadaan darurat negara memang sangat menarik, hal ini

dikarenakan sebuah negara pada umumnya akan memberlakukan keadaan negaranya

dalam kondisi yang tidak stabil atau darurat, kebutuhan akan adanya regulasi

perundang-undangan yang mengatur supaya keadaan dan kondisi negara dapat

distabilkan kembali merupakan sebuah tujuan yang pada akhirnya akan menjaga

negara dan tentunya warganegaranya. Malaysia sebagai sebuah negara yang

menjalankan sistem demokrasi sudah semestinya segala sesuatunya harus berlandas-

kan pada peraturan atau perundang-undangan, banyak kejadian yang pernah dialami

negara Malaysia yang menyebabkan negara dalam keadaan darurat baik dari yang

sifatnya politis, ekonomi maupun dari bencana alam.

Islam sebagai sebuah agama yang universal mencoba mengeksplor semua

aspek kehidupan dan bukan hanya yang bersifat ibadah saja namun termasuk hal yang

bersifat muamalah. Dalam umat Islam sendiri saat ini terdapat tiga pandangan tentang

hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam

bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut

Page 68: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sem-

purna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk

kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa:

1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat pula antara

lain sistem ketatanegaraan atau politik, oleh karenanya dalam bernegara umat

Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu

atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat.

2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem

yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad dan oleh empat Al-Khulafa

al-Rasyidin.89

Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syeikh Hasan al-Banna, Sayyid

Quthb, Syeikh Muhammad Rasyid Ridha dan yang paling vokal adalah Maulana

Abul A’la al-Maududi.

Aliran kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat,

yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Nabi

Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya,

dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia

dengan menjunjung tinggi budi pekerti, dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk

89 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,

(Jakarta: UI Press, 1993), edisi kelima, h. 1

Page 69: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

mendirikan dan mengepalai satu negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini antara

lain Ali Abd. Al-Raziq dan Dr. Thaha Husein.90

Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang

lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat dalam sistem ketatannegaraan. Tetapi aliran

ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang

hanya mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini

berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat

seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Di antara tokoh-tokoh aliran

ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr. Muhammad Husein Haikal,

seorang pengarang Islam yang cukup terkenal dan penilis buku Hayatu Muhammad

dan Fi Manzil al-Wahyi.91

terlepas dari pendapat di atas, di bawah ini akan dipaparkan lebih mendalam

mengenai konsep dan analisis mengenai keadaan darurat negara baik dari pandangan

Islam secara umum maupun analisis hukum Islam dalam penerapan keadaan darurat

negara di Malaysia yang berlandaskan kepada perundang-undangan di Malaysia.

F. Pandangan Islam Mengenai Keadaan Darurat Negara (Pemberontakan)

Pembahasan mengenai pemerintahan dalam kondisi tidak stabil di dalam ilmu

ketatanegaraan Islam (fiqh siyasah) dikenal dengan Siyasah Harbiyah. Harbiyah

bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat atau

90 Ibid. 91 Ibid., h. 2

Page 70: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan serta

peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat. Siyasah Harbiyah itu

sendiri adalah pemerintah atau kepala negara mengatur dan mengurusi hal-hal dan

masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan

jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan

masalah perdamaian.92

Pada dasarnya dalam hal kriteria untuk membedakan antara sistem-sistem

pemerintahan yang ada di dunia ini terletak pada prinsip kedaulatan hukum dan

keadilannya. Apabila menerapkan kriteria sebuah sistem pemerintahan berdasarkan

pemerintahan Islam, maka dapat dikatakan bahwa kriteria pertalian sistem itu berda-

sarkan syariat Islam yaitu pemerintahan yang berlandaskan kepada undang-undang

yang diekspresikan kepada mabda al-syar’iyyah al-islamiyah (Legalitas Islam) atau

kedaulatan syariat.93

Yang dimaksud dengan mengakui suatu pemerintahan yang

islami atau mengatakannya berafiliasi kepada Islam bukanlah berarti pemerintahan itu

memperoleh suatu kesucian yang memeliharanya dari kritikan orang atau diberi

sertifikat bersih dari melakukan pelanggaran terhadap syariat, namun sebuah

pemerintahan yang islami itu haruslah berkomitmen terhadap penerapan syariat.

92 Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah dan Pemikiran, cet. II,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 41-42

93 Taufiq M. Asy-Syawi, Fiqh al-Syŭrâ wa al-Istisyârât, diterjemahkan oleh

Djamaluddin, Z.S, Syura Bukan Demokrasi, cet. II, (Jakarta: Gema Insani Press: 1992),

h. 583

Page 71: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Apabila dapat digambarkan bahwa kehendak rakyat, para ulama ataupun

cendekiawan yang menginginkan sebuah pemerintahan yang harus konsisten dalam

menjalankan pemerintahan dan kemudian penguasa tidak sesuai dengan kehendak

hukum bersama itu, dan dikarenakan sebagian pemerintahan memaksakan

kekuasaannya dengan kekuatan dan kekerasan dan umumnya tidak menghormati

kehendak rakyat, dan juga para fuqaha maka kenyataannya hal yang dapat mengobati

keadaan seperti ini adalah pemberontakan atau keluar dari kekuasaan penguasa.94

Berkaitan dengan adanya pengertian keadaan darurat negara dengan pemberontakan,

Abdul Qadir Audah menjelaskan bahwa pemberontakan merupakan bagian dari

jarimah politik (tindak pidana politik).95

Dalam konteks keterwakilan (syura), prinsip darurat (dhârurî) dapat

dijelaskan sebagai prinsip yang didasarkan kepada standar batas negatifnya. Artinya

darurat yang membuka peluang pergeseran hukum boleh (ibâhah) itu adalah yang

tidak melampaui batas-batas emergency-Nya. Ukuran yang dapat di standardisasi

untuk melihat baik tidaknya darurat itu difungsikan, adalah melalui standar syura.96

Dengan demikian, syura diangkat dapat menentukan lini demarkatif suatu regulasi

dapat disebut melanggar atau tidak melanggar.97

94 Ibid., h. 584 95 Ahmad Dzajuli, Fikih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam

Islam), cet. II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), h. 105 96 Ali Yafie, “Pengertian Wali al-Amar dan Problematika Hubungan Ulama

dan Umara” dalam Budhy Munawar Racman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 595.

Page 72: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Prinsip “darurat”, sebagai teori umum yang memiliki daya jangkau yang luas,

merupakan dasar bagi fleksibilitas ragam hukum syarak, baik yang berhubungan

dengan sistem keyakinan (akidah), sistem ritus (ibadah), pemerintah, maupun

muamalah. Dalam konteks ini, fokus pembahasan ini adalah “sesuatu dianggap

darurat” yang menjadi ukuran bolehnya mengakui otoritas pemerintah, yang

kenyataannya tidak sesuai dengan syariat dalam pengertian luas. Teori darurat dalam

fikih Islam adalah mata rantai yang mempertalikan sistem-sistem pemerintahan yang

ada (minus) di negara-negara Islam dengan prinsip-prinsip fikih Islam yang pada

dasarnya diambil dari Khalifah Rasyidah yang merupakan contoh ideal. Teori darurat

dalam kajian as-Sanhuri bagi fikih khalifah merupakan dasar fleksibelitas mabda

kesatuan dunia Islam, kemudian hukum darurat membolehkan kita mencukupkan

mendirikan negara persatuan atau persatuan yang disebut konfederasi, bahkan

organisasi internasional yang mencakup negara-negara Islam merdeka secara penuh.98

Defenisi pemberontakan adalah orang yang berusaha mengadakan perubahan

terhadap sistem pemerintahan atau menghasilkan penguasa-penguasa negara dengan

jalan kekerasan, atau menyatakan tidak mau tunduk dengan mendasar pada kekuatan

senjata. Dalam Islam dasar hukum yang dijadikan patokan mengenai keadaan darurat

yang disebabkan oleh pemberontakan di muat di dalam dua sumber hukum, yaitu:

97 Asap Taufik Akbar, “Fikih Politik NU ( Pendekatan sosialisasi Atas Lahirnya Konsep Wali

Al- Amr al-Dlarury bi al- Syaukah)”, Makalah tidak diterbitkan, ( Jakarta: PPs. UIN, 2002), h. 5 98 as-Sanhuri mempertegas yaitu suatu contoh untuk langkah-langkah praktis

dan tahapan yang berurut yang ia usulkannya dan yang memungkinkan kita

menegakkan persatuan umat Islam sebagai tujuan tertinggi, kendati kita harus

terpaksa mengakui keberadaan pemerintah-pemerintah disintegrasi yang

dipaksakan atas bangsa-bangsa.

Page 73: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

c. Al-Qur’an

Adalah firman Allah pada surat Al-Hujurat ayat 9 yang secara eksplisit

mengambarkan mengenai terjadinya keadaan darurat yang disebabkan

perselisihan (pemberontakan):

E���� TE���⌧JU��� 6') �WX'Y')�☺���� 4�IR������M��

4�I���:\�]�7 ��☺_�`a�0 4 bE�c�7 :d�!�0 ��☺ef�L��� g��

P%�� hi�� 4�IR�'�j���7 klmF��� kT22A� Dknm�� �8ogpq� �g�r�� $��)�. 3��� D E�c�7 :��8���7

4�I���:\�]�7 ��☺_�`a�0 ls:L�R�����0 4�oI89pt�M�.�� 4

*E�� F��� a�'�8u vwX'9pt��☺���� ) )٩: 49/ا��Z3ات

Artinya: “Jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka

damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari kedua golongan itu

berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan

yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah

Allah, jika golongan itu telah kembali maka damaikanlah antara

keduanya dengan adil. Dan berlaku adilah sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (Q.S. Al-Hujurat/49: 9).

Peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat ini seperti yang telah

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik yang mengatakan:

Telah berkata sahabat kepada Nabi, kalau saja Anda sudi menemui Abdullah

bin Ubay, Rasulullah SAW pergi untuk menemuinya, ketika itu Beliau naik

keledai dan kaum muslimin berjalan kaki padahal saat itu tanah sedang

berlumpur. Ketika Nabi datang menemui Ubay, lalu Ubay pun berkata

menjauhlah kamu dariku, demi Allah bau keledaimu itu telah menggangu

hidungku. Salah seorang sahabat dari Anshar menimpal, demi Allah SWT

sesungguhnya keledai Rasulullah SAW lebih wangi dari pada bau badanmu.

Perawi berkata bahwa perkatan sahabat Rasulullah SAW itu membuat marah

kelompoknya Abdullah bin Ubay, maka naik pitamlah masing-masing sahabat

Page 74: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Nabi dan teman Abdullah bin Ubay sehingga terjadilah baku pukul dengan

pelepah kurma, tangan dan alas kaki mereka.99

Beberapa hal diatas dapat petik sebagai pelajaran di dalam ayat diatas

diantaranya:

1) Penjelasan dari ayat wa inthâifatâni min al-mu’munîna iqtatalŭ faashlihŭ

bainahumâ. Allah SWT masih menamakan mereka dengan istilah orang-orang

mukmin meskipun mereka sedang dalam keadaan berperang, dari ayat ini

Imam Bukhari mengambil istinbat bahwa seseorang tidak keluar dari

keimanan karena melakukan kemaksiatan ini (maksudnya perselisihan).100

2) Kemudian penafsiran dari ayat Fain Baghat ihdâhumâ alâ al-ukhrâ pada ayat

di atas terdapat beberapa penafsiran,101

yaitu (1) melewati batas dalam

berperang, dan (2) menolak untuk berdamai.

3) Ayat Faqâtilâ allatî tabghî, maksudnya perangi mereka dengan menggunkan

pedang sampai mereka menghentikan pemberontakannya dan mengakhiri

penentangannya.

4) Ayat Hattâ Tafî’a ilâ amrillâh mempunyai dua penafsiran, yaitu (1) hingga

mereka kembali kepada perdamaian yang diperintahan Allah SWT, ini

merupakan penafsiran dari Said bin Jubair, dan (2) Hingga mereka kembali

99 Sidqi Muhammad Jamil, Hasiyah Al Showy ala Tafsir Al Jalalain, (Jeddah

Haramain: Sanqo Pauroh, t.th.), Juz. IV, h. 141

100 Syihabudin, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan), cet. III, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2001), h. 427 101 Imam al-Mawardi, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah (Terjemahan), (Jakarta: Darul

Falah, 2000), cet, I, h. 111

Page 75: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW tentang hak dan kewajiban

mereka ini merepakan penafsiran dari Qatadah.102

5) Ayat Fain fâat, yang berarti berhenti dari memberontak, dalam hal ini juga

terdapat dua penafsiran,103

(1) damaikan diantara keduanya dengan benar, dan

(2) damaikan diantara keduanya dengan kitabullah.

d. Al-Hadits

Banyak hadits yang membahas mengenai pemberontakan, kebanyakan

hadits ini lebih melihat dari sanksi hukum bagi para pemberontak, diantaranya:

ل##" #�� ا ا- ب" م��Oد رض� ا- � E( :���D ی23 دم : � ل ر/�ل ا- ص�� إD بaح�ى ث>ث Oان: ام�ئ مAا� cوا��� d6(� �ی)E ا�&6 رق ا�7 ركو ا�)d6 ب�

�� $# &Z)��O104)روا? م Artinya: “Dari Abdillah bin Mas’ud r.a. berkata: Bersabda Rasulullah SAW:

Tidak halal darah seorang muslim melainkan karena salah satu dari tiga

sebab: (1) Orang tua yang berzina, (2) jiwa dibalas dengan jiwa, dan (3)

orang yang meninggalkan agamanya yaitu orang yang memisahkan diri

jamaahnya. ( H.R. Muslim).

Pengertian memisahkan dari jamaah adalah meninggalkan jamaah orang

Islam (menentang keputusan-keputusan Ahlul Hal wal Aqd.105

Dan ketika

seseorang telah melakukan ketiga hal yang telah disebutkan hadits diatas, maka

102 Mubarak bin Muhammad Ibnu Atsir al-Jazari, Jamî’ al-Ushŭl fi Ahâdîts al-

Rasŭl, cet. II, (Beirut Lebanon: Dâr al-Fikr, 1983), Juz. VI, h. 568

103 Ibid., h. 111 104 Muslim Ibnu al-Hujâj Abŭ al-Husaini al-Qusyairî al-Nîsâburî, Shahih Muslim,

(Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâs al-‘Arabî, t.th.), juz III, hadits nomor 25 (1676), h. 1302

105 Teungku M. Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, 1998), cet, I, Bag. II, h. 485

Page 76: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

agama menganjurkan kepada kita untuk membunuhnya, hal ini dilakukan apabila

tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Allah sudah tegas mengatakan bahwa

golongan yang harus diperangi oleh pemerintah yang sah adalah mereka yang

membuat kerusakan dan gangguan terhadap anggota masyarakat yang tidak

bersalah, di dalam hadits lain disebutkan:

cب" وه �م" ب یh إم م :/�ل ا- ص��� ی��ل ر: � ل#" ا�#&g #" زی?�1 ض�ب�ا 1,9# ? ص�6$ ی E#ز ء iخ� ی)I نa1 ع 1��E�9 إن ا/97 E�� وث&�ة �

l(#106 اkخ�

Artinya: “Dari al-A’masy dari Zaid bin Wahab berkata: Rasulullah SAW

bersabda: siapa orang yang memberikan persetujuan dan kesetiaan

kepada imam, maka taatilah dia samampu mungkin. Apabila orang lain

mempersengketakan kekuasaan penguasa tersebut, maka potonglah

leher orang itu ( H.R. Muslim)

"# � E(# -ب" ش�ی� رض� ا $Z1�# ل :�&/ ��n ر/�ل ا- ص�� ا- #��E و/ آ� أو ی�6ق : ی��ل%# l>أن ی ��� ر2I واح� ی�ی# h�&I آ� وأم�آ� م" أ(

?��7� 1 �=7# &I ) ?روا��O107 )م

Artinya: “Dari Urfajah bin Syarim r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah

SAW bersabda: Siapa orang yang mendatangi kamu sementara kamu

telah sepakat (mengakui pemerintahan yang sah), maka bunuhlah dia

yang ingin memisahkan diri dari jamaah kamu”. (H.R. Muslim).

G. Analisis terhadap Perundangan Malaysia Mengenai Keadaan Darurat

Negara dalam Tinjauan Hukum Islam

Bagian XI Perlembagaan (Undang-Undang Dasar) Malaysia mengandung

penjelasan yang menyebutkan bahwa pemerintah persekutuan (negara bagian) di beri

wewenang untuk membuat peraturan sendiri untuk mengatasi keadaan pada waktu

106 al-Nîsâburî, Shahih Muslim, hadits nomor 46 (1844), h. 1472 107 Ibid, hadits nomor 60 (1852), h. 1479.

Page 77: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

terjadi darurat, seandainya tidak ada penjelasan dari Perlembagaan tersebut maka

undang-undang yang di buat di negara bagian itu tidak dapat berlaku. Pasal (1)

perkara 149 menjelaskan bahwa seandainya sesuatu Akta Parlemen menyebut pada

awalnya bahwa hal-hal dan tindakan yang dapat mengancam sekumpulan orang

seperti halnya di dalam maupun di luar negara bagian sehingga dapat menganggu

pemerintahan, diantaranya:108

f) Melakukan kekerasan terhadap orang dan harta atau menyebabkan orang banyak

takut akan kekerasan tersebut;

g) Membangkitkan perasaan yang tidak suka terhadap Yang di-Pertuan Agong atau

mana-mana kerajaan dalam persekutuan;

h) Mengembangkan perasaan jahat atau permusuhan antara beberapa kaum atau

golongan penduduk yang mungkin menyebabkan kekerasan;

i) Telah menyebabkan mudarat kepada penyelenggaraan atau perjalanan apa-apa

bekalan atau perkhidmatan kepada orang ramai atau mana-mana golongan orang

ramai dalam Persekutuan; dan

j) Mendatangkan mudarat kepada ketenteraman umum atau keselamatan,

persekutuan atau mana-mana bahagiannya.

Di Malaysia ada beberapa kejadian yang pernah dikatakan sebagai

keadaan darurat, diantaranya dua ditingkat nasional yaitu ketika adanya

konfrontasi dengan Presiden Soekarno yaitu pada tahun 1964 dan peristiwa antara

108 Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia,

(Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn. Bhd, t.th.), h. 227

Page 78: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

suku Melayu dengan etnis Cina yang terjadi pada waktu pemilihan umum pada

tanggal 13 Mei 1969, dan di tingkat negara bagian yaitu di Serawak yang terjadi

dua kali tahun 1966 dan September 1997, kemudian di negara bagian Kelantan

pada tahun 1977. Pembahasan yang menarik kemudian adalah kejadian darurat di

negara Malaysia yang telah terjadi bukan hanya merupakan peristiwa dari sisi

pemberontakan ataupun konfrontasi ataupun pemisahan diri dari negara tersebut,

hal ini sesuai dengan Perkara 150(1) Perlembagaan Malaysia:

Jika Yang di-Pertuan Agong berpuas hati bahawa suatu darurat besar sedang

berlaku yang menyebabkan keselamatan, atau kehidupan ekonomi, atau keten-

traman umum di dalam Persekutuan atau mana-mana bahagiannya terancam,

maka Yang di-Pertuan Agong boleh mengeluarkan suatu Proklamasi Darurat

dengan membuat dalamnya suatu perisytiharan yang bermaksud sedemikian.

Apa yang dimaksudkan darurat adalah suatu darurat besar yang membahaya-

kan serta mengancam keselamatan atau keamanan, pertikaian politik atau kehidupan

ekonomi persekutuan. Keadaan darurat dalam pasal 150(1) tidak hanya dibatasi

kepada mengunakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan di luar undang-undang

dalam segala bentuknya, keadaan darurat itu juga dapat mencakup keadaan-keadaan

atau suasana dan peristiwa yang luas, termaksuk berbagai kejadian seperti perang,

kemarau panjang, banjir, wabah penyakit dan jatuhnya kerajaan atau pemerintahan

Melihat penjelasan dari Pasal 150 (1) tersebut, senada dengan penjelasan itu

seorang ahli ketatanegaraan dari Indonesia Jimly Asshiddiqi memaparkan ada

beberapa hal yang dinamakan darurat negara, yaitu:109

109 Jimly Asshiddiqi, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: PT. Raja

GrafindoPersada, 2007), cet. I, h. 68

Page 79: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

1. Keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar negeri.

2. Keadaan bahaya karena tentera nasional sedang berperang di luar negeri, seperti

tentera Amerika Serikat berperang dengan Iraq.

3. Keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di dalam negeri atau ancaman

pemberontakan bersenjata.

4. Keadaan bahaya karena kerusuhan sosial yang menimbulkan ketegangan sosial

yang menyebabkan fungsi-fungsi pemerintahan konstitusional tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya.

5. Keadaan bahaya karena terjadinya bencana alam (natural disaster) atau

kecelakaan yang dahsyat yang menimbulkan kepanikan, ketegangan, dan

mengakibatkan pemerintah konstitusional tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya. Misalnya, musibah gelombang ”tsunami” di Aceh dan bencana-

bencana alam yang lainnya.

6. Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara.

Dari beberapa penjelasan yang telah menguraikan mengenai keadaan darurat

negara di Malaysia berdasarkan perundang-undangannya, maka kita akan melihat dari

sudut pandang hukum Islam melihat penerapan dari keadaan darurat negara di

Malaysia yang berdasarkan perundang-undangannya. Istilah "darurat" berasal dari

rahim ajaran Islam, yakni al-dlarûrah. Dalam bahasa Arab, "darurat" bisa ditulis

dengan al-dlarŭrah, al-dlârŭrah, atau al-dlârŭrâ’. Kata ini akrab dalam wacana

Page 80: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

hukum Islam, terutama dalam perbincangan ushûl al-fiqh dan qawâ'id al-fiqhiyah.110

Dalam wacana ushûl al-fiqh, sesuatu yang mendesak merupakan bagian dari kemasla-

hatan yang bersifat dlarûriyyah, yakni suatu kemaslahatan primer dalam kehidupan

manusia baik di dunia maupun di akhirat, yang jika tidak terwujud maka rusaklah

kehidupan dunia, dan kehidupan umat manusia akan terancam. Mewujudkan kemas-

lahatan di dunia dan akhirat adalah tujuan syari'at (maqâshid al-syarî'ah) yang sangat

prinsipil. Akan tetapi kemaslahatan dlarûriyyah dalam ushûl al-fiqh agaknya lebih

longgar ketimbang konsep al-dlarûrah dalam qawâ'id fiqhiyyah (kaidah-kaidah fikih).

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa keadaan darurat seperti yang dipakai

dalam Pasal150(1) Persekutuan tidak hanya dibatasi kepada keadaan karena

kekerasan ataupun ancaman, tapi lebih luas dari itu bahwa keadaan darurat itu juga

mencakup keadaan atau peristiwa termaksuk berbagai kejadian seperti perang,

kemarau buruk yang berkepanjangan, banjir, wabah penyakit dan jatuhannya

pemerintahan.

Dalam hukum Islam mengenai Pasal tersebut sudah jelas bahwa memang

benar apabila kita melihat setiap perbuatan darurat itu bukan hanya dari segi

kekerasan maupun ancaman yang sifatnya membahayakan negara seperti pemberon-

takan dan peperangan, di dalam hukum Islam setiap perbuatan yang sifatnya

memaksa dan membahayakan kehidupan pribadinya itu sudah dikatakan darurat.

Menurut al-Layts, kata al-dlarûrah adalah bentuk jadian dari al-idlthirâr. Secara

110

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=12965, diakses

pada tanggal 25 Nopember 2008 pukul 15.00 WIB

Page 81: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

bahasa, dua kata ini bermakna sama, yakni suatu kebutuhan yang amat mendesak

(syiddat al-luzûm), sesuatu yang tak dapat dihindari (lâ ghinâ 'anhu), atau sesuatu

yang memaksa (alja'ahu). Menurut al-Hamawy, darurat merupakan limit akhir

keterpaksaan yang jika tidak menerjang sesuatu meski dilarang bisa mengancam jiwa.

Islam mengajarkan kepada semua pemeluknya untuk terus menjaga tujuan

syari’at, karena dengan menjaga hal itu manusia akan menemukan sebuah

penghidupan yang akan menghormatinya sebagai manusia, sebagai sebuah tujuan

maqâshid al-syarî'ah juga secara tidak langsung akan memberikan gambaran kepada

kita bahwa di dalamnya akan menunjukkan sesuatu itu dikatakan membahayakan atau

darurat apabila melanggar dari lima hal dari tujuan syari’at. Maqâshid al-syarî’ah,

yang artinya adalah “tujuan-tujuan syari’at” itu ada beberapa tujuan dan sasaran yang

diperhatikan oleh syara’ di dalam seluruh hukumnya atau sebagian besar darinya;

atau, maqâshid al-syarî’ah adalah titik akhir dari syari’at, dan rahasia-rahasia dimana

syâr’i meletakkannya pada setiap hukum-hukum syari’at.111

Mengetahui maqâshid

al-syarî’ah adalah sebuah ketentuan yang pasti bagi seluruh manusia selamanya.112

Di dalam tujuan syari’at ini terdapat konsep Dharûriyyât (ت Sebuah :(ا��Bوری

kemaslahatan dimana kehidupan manusia dari segi agamawi dan duniawi sangat

bergantung kepadanya secara primer. Sekira kemaslahatan ini tidak wujud, maka

hilanglah kehidupan di dunia dan semakin semaraklah kerusakan, serta semakin

111 Imam al-Syatibi, al-Muwafaqat, (Ttp: Dar al-Fikr, t.th), h. 2-5 dapat dilihat

juga pada Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Dar al-Hadits, 2003), h. 231-

234 112 Wahbah al-Zuhailî, Ushul al-Fiqh al-Islamî, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2001), Juz

II, h. 1045.

Page 82: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

sempitlah kenikmatan abadi dan akan mendapatkan siksa di akhirat kelak. Dalam hal

ini, terdapat 5 perkara yang disyari’atkan Islam untuk menjaganya dalam bentuk

hukum meliputi dua perkara yaitu mewujudkannya dan melestarikannya:113

a. Agama: Kumpulan akidah, ibadah dan muamalah yang disyari’atkan Allah SWT

untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannnya, dan hubungan antara

sesamanya. Allah SWT mensyari’atkan untuk mewujudkan, mengukuhkan, dan

mendirikannya dengan cara mewajibkan melakukan lima rukun Islam yaitu

Syahadah, mendirikan sholat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan dan

melakukan haji bagi orang yang mampu. Allah juga mewajibkan mengajak

kepada agama dengan hikmah dan nasihat yang baik.

b. Diri Manusia (nyawa): Islam mensyari’atkan agar mewujudkan dan melestarikan

manusia dengan jalan pernikahan dan melanjutkan keturunan. Agar dapat

menjaga dan menjamin kehidupan manusia, Islam mewajibkan secara pasti untuk

makan, minum, pakaian dan lain-lain. Selain itu Islam juga mengharamkan segala

bentuk perbuatan yang dapat mengancam keselamatan jiwa seperti membunuh,

menganiaya dan sebagainya.

c. Akal: Akal adalah sebuah nikmat yang agung. Allah memberinya agar

membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya, karena itu Allah

mensyari’atkan untuk menjaganya dan menganjurkan untuk memanfaatkan akal

untuk mendapatkan ilmu. Agar dapat menjaganya, Allah melarang segala sesuatu

113 http://akitiano.blogspot.com/2008/03/maqshid-al-syarah-tujuanmaksud-

dari.html, diakses pada tanggal 26 Nopember 2008 pukul 19.00 WIB

Page 83: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

yang dapat merusak atau melemahkan akal. Maka dari itu, sebuah hukuman akan

didapatkan bagi yang memakan sesuatu yang dapat menghilangkan akal.

d. Nasab: Karena itu syari’at tetap melestarikan pernikahan dan menganjurkannya.

Agar dapat menjaganya, Islam mengharamkan zina dan menegakkan hukuman

bagi pelakunya. Ini adalah karena mencegah dari bercampurnya nasab dan

menjaga kemuliaannya manusia.

e. Harta: Harta adalah sebuah lantaran agar dapat bertahan hidup. Maka dari itu

syari’at mewajibkan agar mencari harta, dan berusaha untuk mendapatkan harta.

Syari’at juga memperbolehkan melakukan muamalah di antara manusia dengan

cara jual-beli, sewa, dan lain-lain untuk mengatur cara memanfaatkan harta. Agar

dapat menjaganya, maka diharamkan mencuri. Diharamkannya menipu dan

mengkhianat.

Memang benar bahwa semua negara menginginkan semua kehidupan

masyarakatnya berjalan dengan baik tanpa adanya rasa takut, adanya ganguan

maupun tindakan pemberontakan yang dapat membahayakan negara tersebut, oleh

karena itu negara Malaysia yang budaya serta tradisi kehidupan beragamanya kental

dan melekat sudah semestinya semua dimensi kehidupan bernegara dan bermasya-

rakat berlandaskan kepada hukum Islam yang telah diredupsi (disesuaikan) dengan

budaya negara tersebut, namun demikian tujuan dari syari’at Islam pun secara penuh

dijalankan sebagaimana di dalam perundang-undangannya mengatur sesuai dengan

Maqâshid al-syarî’ah. Dalam konteks kehidupan negara dalam keadaan darurat,

negara Malaysia melihat dari sudut pandang hukum Islam, negara dapat dikatakan

Page 84: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

darurat apabila telah terjadi kekerasan terhadap orang atau harta, menyebabkan

kemudharatan, membahayakan negara ini sesuai dengan Pasal (1) Perkara 149

Perlembagaan Malaysia.

H. Pelaksanaan keadaan darurat menurut Perlembagaan Malaysia dari sudut

pandang Keadaan Darurat Negara Indonesia

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Perancis dan di negara-negara

lain juga berkembang aneka ragam pengertian mengenai keadaan darurat itu. Hukum

yang berlaku dalam kondisi negara dalam keadaan darurat itu (state of emergency

atau etat de siege) adalah hukum juga bersifat darurat yang menurut tradisi anglo

Amerika disebut ’martial law’ sedangkan dalam tradisi Perancis dan negara-negara

kontinental lainnya disebut sebagai etat de siege, sedangkan di negara Belanda

hukum darurat atau hukum tata negara darurat itu disebut dengan istilah

’staatsnooddrecht’. Keadaan darurat sering kali di pahami secara umum dan sangat

abstrak sehingga apa yang sesungguhnya dimaksud dengan keadaan darurat (state of

emergency) itu sendiri menjadi kabur. Beberapa kualifikasi atau kata sifat yang biasa

dinisbatkan dengan keadaan darurat atau state of emergency itu misalnya adalah

emergency de facto dan emergency de jure serta institutioalised dan ambigious

emergency.114

Pelaksanaan keadaan darurat di Malaysia diatur dalam Pasal 150(1)

Perlembagaan Malaysia sebagaimana telah dijelaskan di atas. Untuk melihat sejauh

114 Jimly Asshiddiqi, Hukum Tata Negara Darurat, h. 58

Page 85: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

mana pelaksanaan keadaan darurat negara itu maka ada baiknya melihat pelaksanaan

keadaan darurat dari negara yang serumpun dengan Malaysia yaitu Indonesia, istilah

keadaan darurat di Indonesia yang dipakai dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah, (1) keadaan bahaya, dan (2) hal

ihwal kegentingan yang memaksa, dalam pengertian yang praktis keduanya

menunjuk kepada persoalan yang sama, yaitu keadaan yang dikecualikan dari

keadaan yang bersifat normal atau state of exception. Keadaan the state of exception

digambarkan oleh Kim Lane Schepele sebagai the situation in which a state is

confronted by a moral threat and responds by doing things that would never be

justifiable in normal times, given the working principles of that state (keadaan di

mana suatu negara dihadapkan pada ancaman hidup mati yang memerlukan tindakan

responsive yang dalam keadaan normal tidak mungkin dapat dibenarkan menurut

prinsip-prinsip yang dianut oleh negara yang bersangkutan).115

Setiap keadaan yang sifatnya berbahaya dan menimbulkan keadaan darurat di

negara tersebut haruslah ada seorang atau lembaga yang dijadikan pemimpin yang

menentukan bahwa negara tersebut dinamakan dengan keadaan darurat negara.

Dalam Bab XV bagian kedua Perlembagaan Malaysia dijelaskan mengenai

kewenangan dalam menentukan negara Malaysia ketika sedang dalam keadaan

darurat. Ada beberapa kebijakan yang terdapat dalam Bab XV yang menyebutkan

115 Ibid., h. 58

Page 86: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

bahwa Kabinet dan Yang di Pertuan Agong mendiskusikan mengenai kewenangan

untuk memberantas dan mengatasi agar negara kembali normal, diantaranya:

1) Jika yang di Pertuan Agung yang bertindak mengikuti nasihat kabinet dan sepakat

bahwa negara itu dalam keadaan bahaya maka dikatakan bahwa negara dalam

keadaan darurat yang genting.116

2) Jika peraturan yang bersifat darurat dikeluarkan sewaktu Parlemen tidak

bersidang, maka Yang di Pertuan Agung harus memanggil Parlemen dengan

waktu yang singkat dan segera.117

Dalam UUD 1945, ketentuan mengenai pelaksanaan keadaan darurat (bahaya)

diatur dalam dua pasal yaitu pasal 12 dan pasal 22. Pasal 12 menyatakan, ”Presiden

menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan

dengan Undang-Undang”. Kemudian Pasal 22 ayat (1) menyatakan, ”Dalam hal

ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah

sebagai pengganti Undang-Undang”.

Dari ketentuan di atas, dapat diketahui adanya dua kategori keadaan menurut

UUD 1945, yaitu (1) keadaan bahaya dan (2) hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Istilah (legal terms) yang dipakai dalam kedua pasal tersebut jelas berbeda, istilah

yang pertama menggunakan istilah “keadaan bahaya” yang tidak lain sama dengan

pengertian keadaan darurat (state of emergency). Sedangkan yang kedua memakai

istilah ”hal ihwal kegentingan yang memaksa, yang jadi permasalahan adalah apakah

116 Tun Mohamed Suffian bin Hashim, Mengenal Perlembagaan Malaysia, (Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 1984), cet. I, h. 317 117 Ibid., h. 318

Page 87: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

kata hal ihwal itu sama dengan pegertian keadaan, tentunya kedua istilah itu berbeda.

Keadaan adalah strukturnya, sedangkan hal ihwal adalah isinya, namun demikian

dalam praktek keduanya dapat mengandung makna praktis yang sama oleh karena itu

keadaan bahaya kadang-kadang dianggap sama denga hal ihwal yang membahayakan

atau sebaliknya hal ihwal yang membahayakan sama dengan keadaan bahaya.

Ketentuan mengenai pasal 12 dan pasal 22 ayat (1) UUD 1945 itu pada pokoknya

terkait juga dengan ketentuan pasal 10 dan pasal 11 UUD 1945. Dari ketentuan pasal

10, pasal 11 ayat (1), pasal 12 dan pasal 22 ayat (1) dapat diketahui bahwa dalam

keadaan yang tidak normal Presiden berwenang untuk :

1) menyatakan perang dengan persetujuan DPR

2) membuat perdamaian dengan negara lain dengan persetujuan DPR

3) menyatakan negara dalam keadaan bahaya

4) menyatakan mengakhiri status negara dalam keadaan bahaya

5) menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang

6) menggunakan kewenangannya sebagai Panglima Tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Dari pemaparan dan penjelelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada

keterkaitan diantara permasalahan mengenai keadaan negara dalam keadaan darurat

dari Perlembagaan Malaysia dengan Undang-Undang Dasar di Indonesia, yaitu di

Negara Malaysia yang sifatnya Monarki Parlemen di mana kepala pemerintahan dan

kepala negara di bedakan, untuk kepala Negara diserahkan kepada Raja dalam hal ini

Yang di-Pertuan Agung dan kepala Pemerintahan oleh Perdana Menteri, dalam

Page 88: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

menentukan keadaan negara dalam keadaan darurat mereka melakukannya dengan

berunding dan bermusyawarah. Di Indonesia yang bentuknya Republik dan Kepala

Pemerintahan dan negara di pegang oleh Presiden, namun di Indonesia ada istilah

separation of powers pembagian kekuasaan yang dimiliki oleh tiga lembaga negara

eksekutif (Presiden), Legislatif (Parlemen) dan Yudikatif (Lembaga Peradilan). Jadi

dalam menentukan negara dalam keadaan darurat itu adanya musyawarah diantara

Presiden dengan DPR hal ini sebagaimana terdapat di dalam pasal 10 dan 11 UUD

1945, yaitu Presiden menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan

persetujuan DPR.

Page 89: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

BAB V

PENUTUP

Setelah memaparkan tentang keadaaan darurat menurut hukum Islam dalam

Bab II, keadaan darurat menurut perundang-undangan di Malaysia pada Bab III, dan

kemudian dalam Bab IV menguraikan tentang analisis hukum ketatanegaraan Islam

terhadap keadaan darurat negara dalam perundangan di malaysia. Selanjutnya pada

Bab akhir ini (Bab V) penulis menarik beberapa kesimpulan dan mengajukkan

beberapa saran.

A. Kesimpulan

Setelah menguraikan dan menjelaskan mengenai keadaan darurat negara di

Malaysia dengan pendekatan hukum Islam, maka pada akhir uraian penulis dapat

menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan tema tersebut:

1. Bahwa yang dimaksud dengan keadaan darurat negara adalah suatu keadaan di

mana sebuah negara dalam keadaan yang sulit, genting atau bahaya sehingga

keamanan dan kesejahteraan rakyat terganggu. Keadaan ini bisa disebabkan

karena keadaan alam seperti bencana kemarau panjang, gunung meletus, banjir

dan lain-lain atau karena pertikaian politik yqng menyebabkan adanya huru hara,

perang saudara dan pemberontakan. Dalam keadaan seperti itu dapat

mengakibatkan hukum tidak dapat dijalankan dengan normal, artinya peraturan-

Page 90: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

peraturan tertentu dapat dikesampingkan atau tidak diberlakukan karena keadaan

yang tidak memungkinkan. Dalam sejarah ketatanegaraan Islam keadaan darurat

pernah terjadi yaitu ketika adanya pembangkangan orang-orang yang enggan

membayar zakat kepada negara dan mengaku menjadi nabi palsu pada masa

khalifah Abu Bakar al-Shiddiq. Selain itu pernah terjadi pemberontakan pada

masa Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sehingga mengharuskan khalifah

untuk mengambil kebijakan dalam mengatasi keadaan tersebut. Kebijakan yang

diambil oleh khalifah dengan menumpas para pembangkang atau pemberontak

tersebut dengan terlebih dahulu memberikan peringatan kepada mereka.

2. Berdasarkan Pasal 150(1) Perlembagaan Malaysia bahwa yang mempunyai

kewenangan untuk menentukan apakah suatu keadaan krisis itu sudah mencapai

keadaan darurat atau belum adalah Yang di-Pertuan Agong untuk. Bagindalah

yang dapat menentukan ada tidaknya keadaan darurat tersebut, walaupun pada

hakekatnya Baginda berbuat demikian atas nasihat dari Jemaah Menteri. Jika

keadaan darurat itu terjadi, maka Yang di-Pertuan Agong dapat mengambil alih

kekuasan dari Perdana Menteri dalam menjalankan pemerintahan untuk

mengatasi keadaan darurat tersebut, mengambil kebijakan dengan membuat

peraturan khusus tentang keadaan darurat tersebut walaupun peraturan tersebut

bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dalam keadaan normal. Jika

keadaan darurat tersebut telah dapat diatasi, maka roda pemerintahan dapat

diserahkan kembali kepada Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.

Page 91: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

3. Suatu keadaan darurat di Malaysia dapat diumumkan atau diberlakukan ketika

negara dalam keadaan genting, gawat atau kacau baik itu yang disebabkan oleh

bencana alam seperti banjir, kemarau panjang, wabah penyakit atau karena

pertikaian politik seperti perang, kerusuhan dan pemberontakan, yang

mengakibatkan terancam atau terganggunya keamanan negara, ketentaraman

masyarakat dan membahayakan perekonomian sehingga dapat mengakibatkan

krisis ekonomi dan kemanusiaan.

B. Saran-saran

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai pelaksanaan keadaan

darurat negara di Malaysia. Di bawah ini penulis sebagai warga negara Malaysia akan

mencoba memberi masukan:

1. Ditunjukkan kepada pihak Pemerintah (negara Malaysia):

a) Sudah semestinya negara yang majuan dan berkeadilan seperti Malaysia

menjaga kehidupan bernegara yang aman, baik aman dan tenteram. Untuk itu

semua hal-hal yang berbau diskriminatif harus dihilangkan, seperti

permasalahan SARA (Suku, Agama, dan Ras).

b) Dalam melaksanakan keadaan negara pada saat darurat lebih bersifat

konstruktif dan demokratisasi artinya dapat membangun semangat

kebersamaan di antara para pejabat pemerintah, rakyat, tokoh agama dan lain-

lain.

Page 92: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

2. Ditunjukkan kepada warganegara Malaysia, hendaknya menjaga dan

melaksanakan peraturan dan perundangan yang berlaku serta patuh dan taat

kepada tujuan bersama negara sehingga tidak akan terjadi singgungan diantara

para warganegara dengan aparat negara. Selain itu haruslah pandai-pandai

bersyukur kepada yang Maha Kuasa Allah SWT dengan mematuhi peraturan

dan menjauhi larangannya sehingga dapat terhindar dari marabahaya dan

bencana yang akan mengakibatkan negara menjadi kacau balau.

Sebagai warganegara Malaysia yang baik semua yang telah dipaparkan penulis

diatas semata-mata hanya untuk kebaikan negara yang kami cintai ini dan harapan

penulis agar kedepan Malaysia sebagai negara yang melestarikan budaya dan agama

Islam dapat hidup aman, tenteram, dan menjadi negara yang akan mensejahterahkan

para warganegaranya. Demikian tulisan ilmiah penulis ini dalam sebuah skripsi

semoga skripsi ini dapat berguna khususnya bagi penulis sendiri dan semua pihak

pada umumnya.

Page 93: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

DAFTAR PUSTAKA

al-Qur’an dan Terjemahannya (Ayat Pojok Bergaris) Depertemen

Agama RI, Semarang: CV. Asy-Syifa, 1998

Abas, Tun Mohd Salleh, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di

Malaysia, cet. III, Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006

Abbas, Ahmad Sudirman, Qawaid Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqh,

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta, 2004,

cet. I

Akbar, Asap Taufik, “Fikih Politik NU (Pendekatan Sosialisasi Atas

Lahirnya Konsep Wali al-Amr al-Dlârury bi al-Syaukah)”, Makalah tidak diterbitkan, Jakarta: Progra Pascasarjana. UIN, 2002

Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, cet. I

Amin, Ahmad, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: CV Rusyda, 1987, cet. I

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, cet. I

Ashshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, cet. I

Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasby Al-Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1998, cet, I, Bag. II

Aun, Wu Min, Pengenalan Kepada Sistem Perundangan Malaysia, cet.

II, Kuala Lumpur: Heinemann Sdn. Bhd, 1978

Awang, Muhammad Kamil, Sultan & Perlembagaan, Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001, cet. I

Baghdâdi, al, ‘Alî bin Umar Abŭ al-Hasan al-Dâruqutnî, Sunan al-

Dâruqutnî, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1996, juz III

Bahansi, Ahmad Fathi, al-Mausŭ’ah al-Jinâiyyah fi al-Fiqh al-Islâmî,

Beirut: Dâr al-Nahdlah al-‘Arabiyah, t.th., juz IV

Page 94: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Buthy, al, Muhammad Sa’id Ramadhan al-Jihâd fi al-Islâm Kaifa

Nafhamuh wa Numârisuh, diterjemakan oleh M. Abdul Ghafur,

Fiqh Jihad Upaya Mewujudkan Darul Islam antara Konsep dan

Pelaksanaannya, T.tp: Pustaka an-Naba’, 1993, cet. I

Dahlan, Abdul Azis, et. al.,., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar

Baru van Hoeve, 1997, cet. I

Djaelani, Abdul Qadir, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, Surabaya:

PT. Bina Ilmu, 1995, cet. I

Dzauli, Ahmad, Fikih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), cet. II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997

Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. V, Jakarta: PT.

Bulan Bintang, 1993

Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta:

Penerbit Kota Kembang, 1989

Hashim, Tun Mohamed Suffian bin, Mengenal Perlembagaan Malaysia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1984, cet. I

Ibrahim, Ahmad dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia, Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn. Bhd, t.th.

Ibrahim, Syeikh Muhammad Bin, Ensiklopedi Islam al-Kamil, Jakarta:

Darussunnah, 1998, cet. I, Jilid III

Ibrahim, Sa’ad Haji, Qanun Jinayah Syar’iyyah dan Sistem Kehakiman

dalam Perundangan Islam Berdasarkan Quran dan Hadits, Kuala Lumpur: Darul Ma’rifah, t.th.

Iqbal, Muhammad Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. I,

Ismail, Paizah Haji, Undang-undang Jinayah Islam, Selangor: Tradisi Ilmu

SDN. BHD. Petaling Jaya, 2003

Jamil, Sidqi Muhammad, Hâsiyah al Shawî âlâ TafIir al Jalâlain, Jeddah

Haramain, t.th., Juz. IV

Jazari, al, Mubarak bin Muhammad Ibnu Atsir, Jamî’ al-Ushŭl fi Ahâdîts

al-Rasŭl, cet. II, asLebanon: Dâr al-Fikr, 1983, Juz. VI

Page 95: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2003

Khan, Majid Ali, Sisi Hidup Para Khalifah Saleh, Surabaya: Risalah Gusti,

2000, cet. I

Mawardi, al, Imam, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah, penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani dan Kamaluddin Nurdin, Jakarta: Gema Insani

Press, 2000, cet. I

Nîsâburî, al, Muslim Ibn al-Hujâj Abŭ al-Husaini al-Qusyairî, Shahih

Muslim, Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâs al-‘Arabî, t.th., juz III

Munawir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawir, cet. XIV, Surabaya: Pustaka progresif, 1997

Noerwahidah H. A., Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, Surabaya: PT. Al-Ikhlas, 1994, cet. I

Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah dan Pemikiran, cet. II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,, 2002

Qazwaini, al, Muhammad bin Yazî Abŭ ‘Abdullâh, Sunan Ibnu Mâjah,

Beirut: Dâr al-Fikr, t.th., juz II

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin, cet. II, Jakarta: Pena Pundi Aksara: 2007

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993, edisi kelima

Shiddiq, Abdul Rasyad, Fikih Darurat, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001,

cet. I

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, cet. XVI, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Suyŭti, al, Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Abî Bakar, al-Asybâh wa al-

Nadlâir, Beirut: Dâr al-Fikr, 1995

Syalabi, Ahmad, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami, cet. VIII, Cairo: Maktabah

al-Nahdhah al-Mishiriyyah, 1978, Jilid I

Syatibi, al, al-Muwafaqat, Ttp: Dar al-Fikr, t.th

Page 96: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

Syaibânî, al, Ahmad bin Hambal Abŭ Abdullâh, Musnad Imam Ahmad

bin Hambal, Kairo: Muasasah Qurtubah, t.th., juz V

Syawi, al, Taufiq M., Fiqh al-Syŭrâ wa al-Istisyârât, diterjemahkan oleh

Djamaluddin, Z.S, Syura Bukan Demokrasi, cet. II, Jakarta: Gema

Insani Press: 1992

Syihabudin, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan), cet. III, Jakarta:

Gema Insani Press, 2001

Taimiyah, Ibn, Fatwa-fatwa Ibn Taimiyyah, Tentang Khilafah Islamiyyah,

Memerangi Pemberontak, Hukum Murtad, Pengadilan Negara,

Sumpah dan Nadzar, Makanan Halal dan Haram, penerjemah

Izzuddin Karimi, Jakarta: Pustaka Sahifa, 2008, cet. I

Tong, Cheu Hock, Pengajian Am, Kuala Lumpur; Pustaka Dimensi 1987, cet. I

Tuwaijiri, al, Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdullah, Ensiklopedi Islam al-

Kamil, diterjemahkan oleh A. Munir Badjeber, dkk., Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007, cet. I, Jil. III

Yafie, Ali, “Pengertian Wali al-Amar dan Problematika Hubungan

Ulama dan Umara” dalam Buhy Munawar Racman (ed),

Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina,1995

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006 , cet.

I

Zuhaili, al, Wahbah, al-Fiqh al-Islâm wa Adillatuh, Beirut: Dâr al-Fikr, juz. VII

--------, Ushul al-Fiqh al-Islamî, Damaskus: Dâr al-Fikr, 2001, Juz II

Situs Internet:

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=12965, diakses pada tanggal 25 Nopember 2008 pukul 15.00 WIB

Page 97: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis

http://akitiano.blogspot.com/2008/03/maqshid-al-syarah-

tujuanmaksud-dari.html, diakses pada tanggal 26 Nopember

2008 pukul 19.00 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Keadaan_darurat, diakses pada tanggal

12 Juli 2008 pukul 15.00 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei#Penyebab_kerusuhan,

diakses pada tanggal 25 Juli 2008 pukul 15.30 Wib

http://hids.arkib.gov.my/doc/jilidi/februari/29_02_1956_1980.htm,

diakses pada tanggal 25 Juli 2008 pukul 20.30 WIB

Page 98: TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP DARURAT NEGARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7532/1/HAJAR... · dengan tiga istilah. Pertama istilah ... Secara terminologis