TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA...

104
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PATI NO. 8/1980/PID. B/PN. PT) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : WAHYU ANITA 042211137 JURUSAN SIYASAH JINAYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009

Transcript of TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA...

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

i

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PATI NO. 8/1980/PID. B/PN. PT)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

WAHYU ANITA 042211137

JURUSAN SIYASAH JINAYAH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2009

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

ii

Drs. H. Eman Sulaiman, MH Jl. Tugurejo A. 3 Rt. 02 Rw. 01 Tugurejo Semarang PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 5 (lima) eks Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Wahyu Anita Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo Semarang

Di tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya

kirim naskah skripsi saudari :

Nama : Wahyu Anita

Nim : 042211137

Jurusan : Siyasah Jinayah

Judul Skripsi : “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pidana Malpraktik

Kedokteran (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No.

8/1980/Pid. B/Pn. Pt)”

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera

dimunaqasahkan.

Demikian harap menjadi maklum adanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 12 November 2008 Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Eman Sulaiman, MH H. Ade Yusuf Mujaddid, M. Ag NIP. 150254348 NIP. 150289443

Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

iii

Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

iv

MOTTO

Ÿω ß#Ïk=s3 ムª!$# $²¡ø tΡ ωÎ) $yγ yèó™ ãρ 4

Artinya : “ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q. s. al-Baqarah [2] : 286)

من تطبب ولم يعلم منه الطب قبل ذلك فهو ضامن Rasulullah Saw bersabda : “Barang siapa menjadi dokter padahal dia tidak

mengetahui ilmu pengobatan sebelum itu, maka dia harus bertanggungjawab.” 1

1 Abdurrohman Jufri (ed), Fiqih Kedokteran, Yogyakarta : Puataka Fahima, 2007, hlm.

124.

Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

v

Deklarasi

Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

berisi materi yang telah pernah ditulis oleh

orang lain atau diterbitkan. Demikian juga

skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran

orang lain, kecuali informasi yang terdapat

dalam referensi yang terdapat dalam referensi

yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 12 November2008

Deklarator,

Wahyu Anita

Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

vi

ABSTRAK

Kebutuhan manusia terhadap pertolongan pengobatan untuk menyelamatkan nyawanya merupakan hal yang mendasar yang diperlukan oleh setiap makhluk hidup insani. Oleh karena itu, diperlukan pihak lain yang mempunyai keahlian untuk memberikan pertolongan kepadanya agar terbebas dari penyakit yang dideritanya tersebut. Dokter merupakan ilmuwan yang telah dididik secara professional untuk memberikan pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan pelayanan medisnya.

Malpraktik pada dasarnya adalah suatu tindakan tenaga profesional yang bertentangan dengan standar operating procedure (SOP), kode etik profesi serta undang-undang yang berlaku baik disengaja maupun akibat kealpaan yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain. Karena selama ini belum ada pengertian baku tentang malpraktik. Masalah dugaan malpraktik medik merupakan topik yang hangat dan banyak dibicarakan tetapi belum ada cara penyelesaiannya.

Maraknya pemberitaan tentang dugaan kelalaian pelayanana medis terlihat sebagai fenomena gunung es. Ketidaktahuan masyarakat dalam membedakan mana tindakan malpraktik, kecelakaan dan kelalaian dalam tindakan medis, hingga akhir tahun 2008 tercatat sedikitnya 387 kasus dugaan malpraktik di Indnesia dari jumlah tersebut hanya ada 10 persen yang bisa diproses secara hukum.

Profesi dokter merupakan profesi yang sangat mulia dimata masyarakat, sebab profesi ini berhubungan langsung dengan manusia sebagai objek serta berkaitan dengan kehidupan dan kematian manusia. Dari dulu masyarakat mengetahui ada beberapa sifat fundamental yang melekat pada seorang dokter yatu adanya integritas ilmiah yang tidak diragukan serta integritas social yang baik dan berlaku bijaksana.

Perbuatan kealpaan yang mengakibatkan kematian atau luka-luka dapat digolongkan sebagai malpraktik dibidang hukum pidana yang terutama diatur dalam pasal-pasal 359, 360 dan 361 KUH Pidana.

Sedangkan dalam hukum pidana Islam, sanksi perbuatan kealpaan atau kelalaian yang mengakibatkan matinya seseorang diartikan dengan pembunuhan tidak disengaja para pendapat jumhur ahli fiqih berpendapat bahwa akibat hukum dari pembunuhan yang tidak disengaja adalah dikenakan wajib diyat dan kafarat.

Untuk membantu para dokter agar memahami tanggung jawab mereka dalam pelayanan medis atau memahami praktik kedokteran yang mereka lakukan, ada beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) yang telah disepakati bersama dalam ikatan profesinya dan peraturan Negara yang berbentuk undang-undang.

Oleh karena itu kalangan kesehatan diharapkan selain selalu bertindak benar dan hati-hati perlu pula mengetahui aspek hukum dalam pelayanan kesehatan. Ini tentu untuk menjaga jangan sampai pelayanan kesehatan yang diberikannya menimbulkan permasalahan hukum. Penulis

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

vii

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah swt. Rabb

semesta alam, pendidik dan Pengajar manusia terhadap semua ilmu yang tidak

diketahuinya. Atas ridho dan kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pidana Malpraktik Kedokteran

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B/Pn. Pt)”, yang tanpa

petunjuk-Nya tidak satu patah kata pun dapat tersajikan untuk pembaca sekalian.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah saw beserta

pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulisan karya ilmiah ini sebagai sumbangan pemikiran dalam usaha

mendorong dan menegakkan hak dan kewajiban azasi warga negara baik sebagai

anggota masyarakat pada umumnya maupun sebagai pengemban profesi, yaitu melalui

pemahaman dan penghayatan terhadap praktik kedokteran sesuai dengan norma yang

berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih atas partisipasi dari berbagai pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan

penulisan skripsi ini :

1. Bapak Prof. DR. H. Abdul Djamil, M. A pengemban rektor IAIN Walisongo

Semarang.

2. Bapak Drs. Muhyiddin, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang.

3. Bapak Drs. H. Eman Sulaiman, MH selaku dosen pembimbing pertama dalam

penulisan tugas ini.

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

viii

4. Bapak Ade Yusuf Mujaddid, M. Ag selaku dosen pembimbing kedua, yang telah

banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen, karyawan dan civitas akademika Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang yang telah berpartisipasi memberikan support terhadap penulis.

6. Bapak Kunarto selaku wakil panitera Pengadilan Negeri Pati yang telah berkenan

memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Pengadilan Negeri

Pati selain itu selalu membantu mempermudah jalannya wawancara dan

pengambilan dokumen putusan pengadilan, sehingga penulis dapat berjalan lancar

dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga Allah membalas semua amal baik mereka dengan balasan yang lebih

dan menempatkan mereka pada derajat yang mulia dimata Allah dan makhluk-Nya.

Apabila isi skripsi ini baik dan bermanfaat, maka hanya semata-mata karena

pertolongan dan petunjuk Allah. Sedangkan apabila skripsi ini kurang baik menjadi

suatu karya ilmiah, maka hanyalah semata-mata ketidak mampuan menulisnya dengan

baik, semoga pembaca memakluminya dan Allah mengampuninya.

Karya ini jauh satu kesempurnaan yang idealnya diharapkan, maka dari itu

saran kontruktif dan masukan positif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi sangat

penulis harapkan. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua. Amin.

Semarang, 12 November 2008

Penulis

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

ix

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati dan penuh kebahagiaan, skripsi ini penulis

persembahkan kepada mereka, orang yang telah membuat hidup ini lebih berarti.

1. Bapak Prof. DR. H. Abdul Djamil, M. A orang nomor satu di IAIN Walisongo

Semarang.

2. Bapak Drs. Muhyiddin, M. Ag pemangku jabatan Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang.

3. Bapak Prof. DR. H. Muhibbin, M. Ag kapasitasnya sebagai mantan dekan Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

4. Bapak Drs. H. Eman Sulaiman, MH selaku dosen pembimbing pertama dalam

penulisan tugas ini.

5. Bapak Ade Yusuf Mujaddid, M. Ag selaku dosen pembimbing kedua, yang telah

banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak H. Tolkah M. A selaku wali studi penulis, yang sudah memberi masukan

pada penulis tentang alur jalan penulisan skripsi dan tata cara penyelesaiannya.

7. Seluruh dosen, staf karyawan dan civitas akademika Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang yang telah berpartisipasi memberikan support terhadap

penulis bilkhusus Bapak karyadi yang selalu membuatkan surat-surat ijin penelitian.

8. Seluruh petugas Pengadilan Negeri Pati terlebih Bapak Kunarto dan Ibu Endang

yang telah memperlancarkan penulis dalam mencari data dengan instrument

wawancara, juga waktu aktifitasnya kadang terganggu, semoga perjuangan mereka

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

x

selalu dilindungi Allah. Semoga Allah meninggikan derajat dan membalas amal

shalih mereka dan jayanya Pengadilan Negeri Pati.

9. Ayahanda H. Sudarsono W. K yang selalu mendo’akan dan mengharapkan kiprah

penulis, penyemangat moral dan spiritual, sehingga penulis dapat menyelesaikan

pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Wa bilkhusus Almarhumah Ibunda Hj.

Srisarasati yang setiap saat senantiasa penulis rasakan kehadirannya menemani

dalam kebahagian dan kesusahan.

10. Ibunda Dewi Qoni’ah yang selalu memberi semangat dan kasih sayang, sehingga

penulis terhindar dari sifat malas.

11. Kakak Evi dan adik-adik yang penulis sayangi, terima kasih atas tukar pikiran dan

idenya.

12. Ikhwan, Akhwat “NAFILAH” dan segenap teman-teman seperjuangan kelas SJB 9

Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang yang memberikan pernik-pernik perjalanan

hidup akademik penulis dan semangatnya untuk menyelesaikan tugas akhir.

13. Hachman Fahrudin yang meluangkan waktunya untuk menemani di setiap langkah

penulis, sehingga penulis dapat lebih percaya diri.

14. Sahabat-sahabat yang bertempat tinggal baik di Pati maupun Rembang khususnya

keluarga Hartini, yang telah memberi tempat berteduh pada penulis sehingga

penulis tidak menghabiskan banyak waktu untuk penelitian di Pengadilan Negeri

Pati.

15. Ibu Dra. Hj. Siti Amanah Sahal M. Ag selaku pimpinan Pesantren Putri “Al-

Mawaddah” khususnya almarhum KH. Ahmad Sahal, berkat jasa dan didikan

beliau penulis dapat berdiri tegar sampai saat ini.

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

xi

16. Seluruh akhwati Navilla 604 alumnus 2004 Pesantren Putri “Al-Mawaddah”

syukron katsir atas perhatiannya, kebenaran itu ada…. Tentang seekor elang yang

hadirnya bukan untuk kebanggaan tapi untuk pendewasaan. Hanya kata maaf bagi

segala tetesan bening sang indra. Terima kasih untuk semuanya.

17. Sahabat seperjuangan penulis Aning Setianingpuji, yang selalu memberi pandangan

hidup ketika penulis dalam keadaan resah dan kalut. Duka dan senang selalu kita

atasi bersama-sama.

18. Siti Nurjannah teman senasib penulis beserta Nifa, Hani, Fitri, Eka dan Dini yang

selalu maju bersama-sama dalam kekompakan menuju kesuksesan meraih cita-cita.

19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah berjasa dalam hidup penulis.

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………. iii

HALAMAN MOTTO……………………………………………………………. iv

HALAMAN DEKLARASI………………………………………………………. v

HALAMAN ABSTRAKSI……………………………………………………….. vi

HALAMAN KATA PENGANTAR…………………………………………….. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. ix

HALAMAN DAFTAR ISI………………………………………………………. xii

BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………… 9

C. Tujuan Penulisan Skripsi………………………………………...... 9

D. Telaah Pustaka................................................................................. 10

E. Metode Penelitian Skripsi................................................................ 16

F. Sistematika Penulisan Skripsi.......................................................... 20

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTIK MEDIS,

KESENGAJAAN DAN KEALPAAAN (CULPA) ............................ 23

A. MalpraktikMedis............................................................................ 23

1. Pengertian Malpraktik Medis..................................................... 23

2. Latar Belakang Timbulnya Malpraktik Medis........................... 24

3. Jenis Malpraktik Medis.............................................................. 27

4. Aspek Hukum Malpraktik Di Indonesia.................................... 32

B. Kesengajaan dan Kealpaan (Culpa) Dalam Kajian Hukum Pidana 36

1. Pengertian Kesengajaan ”Dolus” Dan Kealpaan ”Culpa”....... 36

2. Macam-macam kealpaan (culpa)............................................... 38

3. Dasar Penghapusan Pidana Dalam KUH Pidana....................... 40

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

xiii

BAB III : KRONOLOGIS PUTUSAN PENGADIAN NEGERI PATI NO.

8/1980/PID. B./PN. PT TENTANG MALPRAKTIK

KEDOKTERAN................................................................................... 43

A. Sekilas Pandangan Pengadilan Negeri Pati.................................... 43

1. Sejarah Pengadilan Negeri Pati.................................................. 43

2. Tugas dan Wewenang Pengadilan Negeri Pati......................... 44

3. Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Pati.............................. 48

B. Kronologis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid.

B./Pn. Pt ………………………………………………………….. 52

BAB IV : ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PATI

NO. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt TENTANG MALPRAKTIK

KEDOKTERAN ………………...…………………………………... 57

A. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn.

Pt Tentang Malpraktik Kedokteran Ditinjau Dari Hukum Pidana

Islam……………………………………………………………... 57

B. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn.

Pt Tentang Malpraktik Kedokteran Ditinjau Dari Kode Etik

Kedokteran Indonesia (KODEKI)................................................... 65

BAB V : PENUTUP............................................................................................. 78

A. Kesimpulan...................................................................................... 78

B. Saran................................................................................................ 83

C. Penutup............................................................................................ 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-

cita bangsa tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang

kehidupan yang berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian

pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terarah.1

Pada zaman sekarang ini, sangat dirasakan semakin berkembangnya

tipologi kejahatan di lingkungan profesi. Pelaku penjahat tersebut dinamakan

profesional fringe violator. Profesional ini dapat menyangkup berbagai dimensi

lapangan kerja seperti notaris, wartawan, akuntan, dokter, insinyur, pengacara dan

sebagainya.2

Hukum Islam sebagai hukum yang mempunyai dasar dan tiang

pokok. Kekuatan sesuatu hukum, sukar mudahnya, hidup matinya dapat diterima

atau ditolak masyarakat tergantung kepada dasar dan tiang-tiang pokoknya. Maka

1 Dewi Setyowati (ed), Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter Dalam

Transaksi Terapeutik, Surabaya : Srikandi, Cet. ke-1, 2007, hlm. 3. 2 Muladi, Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung : Alumni

Bandung, Cet. ke-1, 1992, hlm. 59.

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

2

dasar tiang pokok pembinaan hukum Islam dapat ditempuh dengan cara

meniadakan kepicikan (nafyul haraji) dan tidak memperbanyak hukum taklifi

(qillatul taklif).3

Hukum Islam dihadapkan kepada bermacam-macam jenis manusia

dan keseluruhan dunia. Maka tentulah pembina hukum memperhatikan

kemaslahatan masing-masing mereka sesuai dengan adat dan kebudayaan mereka

serta iklim yang menyelubunginya. Jika kemaslahatan-kemaslahatan itu

bertentangan satu sama lain, maka pada masa itu didahulukan maslahat umum

atas maslahat khusus dan diharuskan menolak kemadlaratan yang lebih basar

dengan jalan mengerjakan kemadlaratan yang kecil.4

Kebutuhan manusia terhadap pertolongan pengobatan untuk

menyelamatkan nyawanya merupakan hal yang mendasar yang diperlukan oleh

setiap makhluk hidup insani. Tidak jarang apabila pasien berada dalam kondisi

yang lemah meminta perlindungan yang menggantungkan hidup dan matinya

dengan percaya sepenuhnya kepada sang dokter. Dokter hanyalah sebagai

perantara, sembuh dan tidaknya semua atas kehendak Allah. Oleh karena itu,

diperlukan pihak lain yang mempunyai keahlian untuk memberikan pertolongan

kepadanya agar terbebas dari penyakit yang dideritanya tersebut.5

3 Hasbi Ash. Shiddieqy, Falsafat Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975, hlm. 73

dan 75. 4 Ibid, hlm. 80. 5 Ahmadi Sofyan (ed), Malpraktik & Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana,

Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. Ke-1, 2005, hlm. 1.

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

3

Sebagaimana hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi :6

من : (و عن أبن عمر رضي اهللا عنهما عن النبي صلي اهللا عليه و سلم، قال

.)استعادآم باهللا فأعيدوه، ومن آتي إليكم معروفا فكافئوه فإن لم تجدوا فادعواله

أخرجه البيهقي

Artinya : Dari Ibnu Umar, ra. Ia berkata : “Bersabda Rasulullah saw : “Barang siapa yang meminta perlindungan kepadamu karena Allah, maka lindungilah ia dan barang siapa yang meminta kepadamu karena Allah, maka berilah dan barang siapa yang mendatangi berbuat yang ma’ruf, maka penuhilah. Jika kamu tidak menemukannya, maka ajaklah mereka berbuat kebaikan.” (Hadits dikeluarkan oleh Imam Baihaqi).

Dokter merupakan ilmuwan yang telah dididik secara profesional

untuk memberikan pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan pelayanan

medisnya. Pendidikan kedokteran telah memberikan bekal pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill) dan perilaku profesional (professional attitude)

bagi peserta didiknya untuk dibentuk sebagai dokter yang berkompeten dengan

didasari perilaku profesi yang selalu siap memberikan pertolongan kepada

sesamanya.7

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan sejak tanggal 17 September 1992, aspek hukum lahir dalam

pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan yang konkretnya hubungan antara pemberi

6 Ibnu Hajar Al ‘Asqalany, Bulughul Maram Min Adilati Ahkam, Machfuddin Aladip

“Terjemahan Bulughul Maram”, Semarang : Toha Putra, 1985, hlm. 753. 7 Nonny Yogha Puspita (ed), Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Jilid 1,

Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-2, 2006, hlm. V.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

4

jasa pelayanan kesehatan yaitu dokter dengan penerima jasa pelayanan-pelayanan

yaitu pasien atau penderita.8

Pada waktu seseorang memasuki jabatan dokter atau tenaga kesehatan

lain yang termasuk dalam kualifikasi profesi kesehatan telah diikat oleh suatu etika

yang tertuang dalam sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menerima jabatan

tersebut. Sumpah dokter dimulai dengan kalimat : ” Demi Allah saya bersumpah”.

Kalimat ini merupakan pengakuan atas keterbatasan manusia.9

Pertanggungjawaban terhadap Allah SWT, merupakan

pertanggungjawaban final yang tidak mungkin bisa ditangguhkan. Karena tidak

mungkin dapat kembali lagi hidup untuk memperbaiki perilaku tatkala sudah

sampai pada hari perhitungan amal (yaumil hisab).10

Tidak diragukan lagi, bahwa masalah pembahasan bagaimana

hukumnya seorang dokter yang karena kealpaan menyebabkan orang lain

meninggal dunia tidak pernah dibahas oleh nash-nash tertentu baik al-Qur’an

maupun sunah dan para ulama pada zaman dahulu belum pernah membahasnya.

Karena masalah ini adalah kandungan dari perkembangan ilmiah dalam bidang

kedokteran modern.11

Etika yang mengikat para dokter serta tenaga kesehatan lainnya dalam

menjalankan profesi medik12 merupakan materi atau isi dari Surat Keputusan

8 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum

Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak), Bandung : Citra Aditya Bakti, Cet. ke-1, 1998, hlm. 59. 9 Bahar Azwar, Buku Pintar Pasien Sang Dokter, Jakarta : Kesaint Blanc, Cet. ke-1,

2002, hlm. 17. 10 Nonny Yogha Puspita (ed), op. cit., Cet. ke-1, 2006, hlm. 2. 11 Nur’ain Yasin, Fiqih Kedokteran, Jakarta : Al-Kautsar, 2006, hlm. 43. 12 Mengenai profesi medis diatur oleh PP no. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan,

khususnya pasal 2 ayat (1) a, yaitu yang meliputi dokter dan dokter gigi. PP no. 23 tahun 1992 adalah terdiri dari setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan.

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

5

Menteri Kesehatan Republik Indonesia tanggal 23 Oktober 1960 kemudian

diperbaharui dan disempurnakan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 434/Men. Kes./SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983, yang hakekatnya

memuat arti dan fungsi Kode Etik Kedokteran (KODEKI).13

Dikaitkan dengan bab Mukadimah KODEKI khususnya alinea

pertama,14 bahwa transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dokter dengan

pasien dalam pelayanan medik secara profesional didasarkan kompetensi yang

sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang kedokteran.

Bahwa profesi kedokteran merupakan suatu profesi yang penuh

dengan resiko dan tidak jarang dalam melakukan pengobatan terhadap pasien

seringkali terjadi pasien menderita luka berat, cacat tubuh atau bahkan kematian.

Hal ini bisa timbul karena banyak macam faktor yang mempengaruhinya. Mungkin

ada kelalaian pada dokter karena dihinggapi sindrom Metromini atau mungkin

karena penyakit pasien sudah berat sehingga kecil sekali kemungkinan sembuh atau

mungkin juga ada kesalahan pada pihak pasien.15

Metode penulis dalam masalah ini dengan memperhatikan aspek-

aspek kebaikan dan maslahatnya serta keburukan dan kerusakan yang

diakibatkannya. Kemudian mengambil istimbat hukum berdasarkan tuntutan

syari’at untuk mencari kemaslahatan bagi manusia dan mencegah kerusakan dari

mereka.16

13 Harmien Hadiati Koeswadji, op. cit., Cet. Ke-1, hlm. 61. 14 Mukadimah KODEKI alinea pertama adalah ” Sejak awal sejarah umat manusia,

sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu manusia penyembuh dan penderita. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut transaksi atau kontrak terapeutik antara dokter dengan pasien”.

15 J. Guwandi, Dokter Pasien dan Hukum, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Cet. ke-1, 2003, hlm. 1.

16 Ibid.

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

6

Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 92

sebagai berikut :17

⎯ tΒuρ Ÿ≅ tFs% $·Ψ ÏΒ÷σ ãΒ $\↔ sÜ yz ãƒ Ì óstGsù 7π t7 s% u‘ 7π oΨ ÏΒ÷σ •Β ×π tƒ ÏŠ uρ îπ yϑ=|¡•Β #’ n<Î) ÿ⎯ Ï&Î#÷δr& HωÎ) βr& (#θè% £‰¢Átƒ

):النساء .(

Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Q. S. An-Nisa’, 4 : 92.”

Para Fuqaha bersepakat apabila seorang tabib atau dokter lalai (culpa)

dalam tindakannya, maka ia harus membayar diyat.18

Dalam surat An-Nisaa’ Allah menetapkan bahwa pembunuhan itu ada

dua macam yaitu pembunuhan karena tidak disengaja dan pembunuhan sengaja.19

Pembunuhan sengaja dikenakan sanksi hukum pidana. Sedangkan

pembunuhan yang tidak disengaja bisa ditebus dengan cara memberikan diyat dan

kaffarat kepada keluarga si terbunuh yang beragama Islam dan memerdekakan

seorang budak yang beriman apabila dari keluarga si terbunuh itu seorang Islam

dan ada permusuhan diantara mereka. Tetapi jika tidak sanggup, hendaklah

berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika keluarga si pembunuh kafir maka tidak

diberikan apa-apa.20

17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Pustaka Agung

Harapan, 2006, hlm. 121. 18 Ibnu Rusyd., Bidayatu’l-Mujtahid, Abdurrahman, et al “Terjemahan Bidayatu’l-

Mujtahid”, Semarang “ Asy-Syifa, Cet. ke I, 1990, hlm. 580. 19 Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang, Juz ke 2, 1966,

hlm. 81 20 Ibid.

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

7

Implementasi UU Praktik Kedokteran (UUPK 29/2004) khususnya

pada pasal 66 ayat 1,21 merekomendasikan bahwa setiap orang yang mengetahui

atau kepentingannya dirugikan atas dokter atau dokter gigi dalam menjalankan

praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) atau stakeholder lainnya

terkait dengan kerugian perdata dan implikasi pidana seperti Kepolisian,

Pengadilan, Lembaga Perlindungan Konsumen dan lain-lain.22

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai induk organisasi para dokter

menyadari bahwa hasil akhir suatu pengobatan yang gagal tidak selalu dan tidak

semuanya dianggap sebagai malpraktik medik dan diajukan sebagai suatu tindakan

kriminal yang harus diselesaikan dengan menggunakan pasal-pasal yang terdapat

dalam KUH Pidana, KUH Perdata, UU 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU

29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.23

Dengan adanya kasus dr. Setianingrum yang terjadi pada tahun 1979

kemudian muncul secara beruntun tentang dugaan malpraktik, maka muncullah

Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dengan tujuan

agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan praktek kedokteran tersebut yaitu

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran.

21 Undang-Undang Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004 pasal 66 ayat 1 : Setiap orang

yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majlis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

22 Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana” Semarang, 17 Mei 2008 –Disampaikan oleh Nelson P. Purba, hlm. 2.

23 Dewi Setyowati (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 22-23.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

8

Dari awal tahun 1981, sejak peristiwa dr. Setianingrum seorang

dokter Puskesmas dari Wedarijaksa Kabupaten Pati Jawa Tengah yang di tuduh

telah melakukan ”malpraktik medik”, yaitu karena kealpaannya menyebabkan

orang lain meninggal dunia. Peristiwa kasus tuduhan malpraktik ini dianggap

sangat penting dan menghebohkan masyarakat sampai harus dibawa ke

Pengadilan.24

Sebagaimana telah dijelaskan kematian seorang pasien ny. Rusmini

Kartono karena syok anafilaksis akibat reaksi elergi dari suntikan streptomycin

yang diberikan dr. Setianingrum. Maka pihak penyidik (Kepolisian) mengajukan

kasus kematian ny. Rusmini Kartono atas dasar pasal 359 jo 361 KUH Pidana yang

merupakan salah satu pasal tentang kematian adanya kealpaan.25

Akibat suntikan yang berturut-turut tadi, karena pasien tidak tahan

suntikan tersebut, akhirnya meninggal dunia setelah dibawa ke RSU Pati.

Pengadilan Negeri Pati menghukum terdakwa selama tiga bulan penjara dan

membebani terdakwa untuk membayar perkara tersebut.Terdakwa bersalah

melanggar pasal 359 jo 361 KUH Pidana.26

Kiranya diketahui, bahwa perkara dr. Setianingrum inilah yang

merupakan suatu ”aanleiding” terhimpunnya para medisi dan yuridis, untuk

mempelajari hukum kedokteran Indonesia, untuk memahami masing-masing

24 J. Guwandi, op. cit., Cet. ke-1, hlm. 71. 25 Ninik Mariyanti, op. cit., Cet. ke-1, hlm. 3. 26 Pasal 359 KUH Pidana : Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya

orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Pasal 361 KUH Pidana : Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan Hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

9

tugasnya, profesinya, untuk menghadapkan etik dan hukum pidana, hukum perdata

dan lain-lainnya.27

Karena pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, penulis tertarik

dan ingin mengkaji terhadap permasalahan malpraktik yang sekaligus meninjau

hukum Islam terhadap pidana malpraktik kedokteran (analisis putusan pengadilan

negeri Pati no. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt). Masih dalam hal ini, penulis menganalisis

putusan pengadilan negeri Pati dengan kode etik kedokteran Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan

diatas, maka dapat ditarik beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji oleh

penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pidana malpraktik kedokteran ?

2. Bagaimana tinjauan kode etik kedokteran Indonesia terhadap putusan

pengadilan negeri Pati no. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt?

C. Tujuan Penulisan Skripsi

Sebagai suatu kegiatan ilmiah, secara umum penelitian ini diharapkan

mempunyai suatu tujuan dan manfaat yang berarti bagi pemahaman masyarakat

ilmiah (pengguna hukum) maupun masyarakat awam terhadap konsep hukum

mengenai kealpaan seorang dokter yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

27 Ibid., Cet. ke-4, hlm. 67.

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

10

Oleh karena itu, secara khusus penulis tegaskan tujuan penulisan

skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana hukum Islam terhadap pidana malpraktik

kedokteran.

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan kode etik kedokteran Indonesia terhadap

putusan pengadilan negeri Pati no. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt.

D. Telaah Pustaka

Telaah kepustakaan (literature review) yang membahas tentang kasus

dr. Setianingrum yang termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) dan karya-karya pakar para ilmiah yang sudah mengkaji tema ini boleh

dikatakan cukup banyak. Namun karya-karya tersebut lebih banyak membahas pada

tataran pengertian dan belum sampai kepada proses keputusan hakim dari awal

persidangan sampai akhir putusan.

Untuk memperlancar dan mempermudah penelitian ini penulis akan

mempergunakan beberapa buku referensi penelitian yang membahas mengenai

malpraktik yang di dalamnya membahas tentang kealpaan seorang dokter yang

menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Seperti judul buku ”Dinamika Etika & Hukum Kedokteran Dalam

Tantangan Zaman” karya Chrisdiono M. Achadiat, buku ini membahas dasar serta

landasan pengetahuan mengenai hukum kedokteran dan hubungannya dengan

KODEKI. Selain itu membahas etika kedokteran dan organisasi profesi IDI yang

berperan sebagai ”penjaga dan pemelihara keluhuran profesi kedokteran” dan

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

11

mengenai fenomena yang berhubungan dengan pelaksanaan profesi kedokteran.

Meskipun sampai saat ini masih sulit untuk merumuskan hak-hak pasien secara

rinci, tetapi beberapa hak telah diakui dan dihormati dalam hubungan profesional

dokter dengan pasien.28

”Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia” hasil karya penulis

Lamintang. Buku ini menjabarkan tentang pengertian dolus dan culpa secara

umum. Oleh karena itulah, dalam membahas unsur-unsur dari delik-delik seperti

yang terdapat dalam rumusan-rumusan delik didalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana khususnya unsur-unsur dolus dan culpa.29

Wiwi Suherti Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung

angkatan 1999 dalam karya ilmiahnya mengangkat tentang

”Pertanggungjawaban Dokter Dalam Hukum Perdata Berkaitan Dengan Mal-

Praktik Kedokteran”, dalam penelitiannya menjabarkan tentang hubungan dokter

dan pasien dalam perjanjian pengobatan atau penyembuhan (Transaksi Terapeutik)

dan pertanggungjawaban dokter dalam gugatan malpraktik kedokteran disertai

faktor yang mempengaruhi timbulnya malpraktik kedokteran.

Karya Anny Isfandyarie dengan editor Nonny Yogha Puspita judul

buku ”Tanggungjawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku I”, membahas tentang

hukuman administratif oleh pejabat kesehatan yang berwenang berdasarkan

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, hukuman ganti

28 Huriawati Hartanto (ed), Dinamika Etika & Hukum Kedokteran Dalam Tantangan

Zaman, Jakarta : EGC, Cet. ke-1, 2007, hlm. 6. 29 Lamintang, Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Sinar Baru,

Cet. ke-2, 1990, hlm. 263.

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

12

rugi terhadap pasien berdasarkan KUH Pidana dan KUH Perdata. Dalam

pertanggungjawaban hukum seorang dokter sebagai pengemban profesi, dokter

harus selalu bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya.30

Karya Muladi dan Barda Nawawi Arief dalam buku yang berjudul

”Bunga Rampai Hukum Pidana” ini berisi tentang materi yang membahas politik

kriminal terhadap kejahatan di lingkungan profesional dan menjelaskan tentang

profesional malpraktik. Maka persoalan-persoalan yang terkait dengan kasus-kasus

profesional ditangani secara ketat baik dalam bidang hukum disiplin maupun

pertanggungjawaban hukum baik hukum pidana, perdata maupun administratif.31

”Dokter, Pasien dan Hukum” karya J. Guwandi, buku kecil ini

bertujuan untuk memberikan sedikit gambaran tentang apa yang dinamakan hukum

kedokteran serta latar belakang yang mendasarinya. Sebagaimana cabang ilmu

hukum yang di negara kita masih baru. Perkembangan hukum kedokteran belum

berjalan lancar. Hukum bukanlah sesuatu yang statis, ia hidup dan berkembang

terus mengikuti berkembangnya masyarakat.32

Buku Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana

Dokter ”Profesi Dokter”, mengkaji adanya pembatasan pada tiga profesi yaitu

advokat, dokter dan wartawan (pers) yang merupakan suatu problema aktual. Di

30 Nonny Yogha Puspita (ed), loc. cit., Cet. ke-2, hlm. 3. 31 Muladi, Barda Nawawi Arief, op. cit., Cet. ke-1, hlm. 62. 32 J. Guwandi, loc. cit., Cet. ke-1.

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

13

samping adanya beberapa inovasi dalam perundang-undangan (hak tolak dan hak

jawab), maka diadakan adanya suatu ”onderverdeling”.33

Dalam buku ”Bunga Rampai Hukum Kesehatan” karya Amri Amir,

membahas tentang pengertian malpraktik, jenis-jenis malpraktik dan lain

sebagainya. Istilah malpraktik merupakan salah satu yang ditakutkan di kalangan

kesehatan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.34

Karangan Anny Isfandyarie dengan judul ”Malpraktik & Resiko

Medis Dalam Kajian Hukum Pidana”, buku ini dapat memberikan pemahaman

tentang resiko medik. Disamping malpraktik medik dari segi hukum, dokter,

masyarakat awam, para akademisi maupun para penegak hukum bisa memahami

terjadinya resiko medik yang dapat menimbulkan cacat maupun kematian pada

pasien. Walaupun demikian, kedudukan dan peran dokter tetap dianggap lebih

tinggi di mata masyarakat.35

Shahih Fiqih Sunnah dengan penulis Abu Malik Kamal bin as-Sayyid

Salim yang diterjemahkan oleh Amir Hamzah Fachrudin, buku ini berisi tentang

berbagai persoalan fiqih diantaranya menerangkan kitab jinayat dan diyat. Hukum

jinayat bermacam-macam, ada yang berupa qishash, diyat (denda), arsy (ganti rugi),

keputusan pengadilan atau jaminan sesuai dengan kondisinya.36

33 Oemar Seno Adji, op. cit., Cet. ke-4, hlm. 1. 34 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta : Widya Medika, Cet. ke-1,

1997, hlm. 49. 35 Ahmadi Sofyan (ed), loc. cit., Cet. ke-1. 36 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim , Shahih Fiqih as-Sunnah wa Adillatuhu wa

Taudhih Madzahib al-A’immah, Terj. Abu Hamzah Fachrudin “Shahih Fiqih Sunnah”, Jilid 5, Jakarta : Tim Pustaka At- Tazkia, Cet ke-1,2008, hlm. 280.

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

14

Pada edisi yang kedua ini, J. Guwandi dengan karyanya yang berjudul

”Kelalaian Medik (Medical Negligence)”. Dalam bukunya membahas tantang

kajian perbedaan malpraktik dan kelalaian, dasar-dasar peniadaan kesalahan medik,

beban pembuktian yang menyangkup asas praduga tak bersalah, pembuktian dalam

hukum kedokteran, res ipsa loquitur dan yurisprudensi res ipsa loquitur. Buku ini

terbit karena banyaknya kasus kedokteran yang dianggap sebagai malpraktik.37

Munir Fuady seorang advokat senior, kurator sekaligus dosen di Jakarta

menghasilkan buku yang berjudul ”Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik

Dokter)”. Didalam karyanya menilai suatu perbuatan malpraktik dokter yang

dikaitkan dengan sumpah hippocrates yang merupakan fondasi penting bagi ilmu

kedokteran. Akan tetapi, sehebat-hebatnya dokter, dia juga merupakan manusia

biasa.38

Ahmad Wardi Muslich dengan karya buku yang berjudul Hukum

Pidana Islam. Hukum Pidana Islam merupakan salah satu bagian dari syari’at Islam

yang materinya kurang begitu dikenal oleh masyarakat muslim. Buku ini meliputi

tindak pidana atas jiwa (pembunuhan), pembunuhan pertama dalam kehidupan

manusia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap Habil.39

Buku ”Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan” oleh M. Jusuf

Hanafiah dan Amri Amir, buku ini membahas akan etik dan hukum yang sama-

37 J. Guwandi, Kelalaian Medik (Medical Negligence), Jakarta : Balai Penerbitan FKUI,

Cet. ke-2, 1994, hlm. 4. 38 Munir Fuady, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), Bandung :

Citra Aditya Bakti, Cet. ke-1, 2005, hlm. 1. 39 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika, Cet ke-1, 2005,

hlm. 135.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

15

sama bertujuan untuk ketertiban hidup bermasyarakat, namun etika dan hukum

mempunyai perbedaan-perbedaan mendasar.40

Karangan Chrisdiono M. Achadiat dengan editor Agnes dengan buku

yang berjudul ”Pernik-Pernik Hukum Kedokteran Melindungi Pasien Dan Dokter”.

Buku ini menjabarkan akan hubungan dokter dengan pasien yang mana hukum

kedokteran dimaksudkan untuk melindungi pasien maupun dokter. Namun

kendalanya adalah seberapa jauh pihak yang terlibat yakni dokter dan pasien

mengetahui hak dan kewajibannya masig-masing.41

Referensi lainnya adalah karya Atang Ranoemihardja dengan judul

”Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science)”. Buku ini berisi tentang

masalah-masalah dalam bidang ilmu kedokteran kehakiman dan berbagai masalah

dalam dunia kedokteran. Disamping itu dilampirkan pula macam-macam Visum et

Repertum yang disertai dengan berbagai kasus.42

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Hukum Profesi

Kedokteran, Hukum Kesehatan yang menjadi peta penyelesaian hukum Indonesia.

Dalam skripsi ini menjadi kunci pembahasan sebagai rujukan pokok, karena

darinya dapat diketahui kebenaran kasus tersebut.

Namun, dari berbagai referensi yang penulis dapatkan sejauh ini

hanya membahas tentang konsep umum malpraktik dan pertanggungjawaban.

40 M. Jusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Jakarta :

EGC, Cet. ke-1, 1999, hlm. 2. 41 Agnes (ed), Pernik-Pernik Hukum Kedokteran Melindungi Pasien dan Dokrter,

Jakarta : Widya Medika, Cet. ke-1, 1996, hlm. 1. 42 Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science), Bandung :

Tarsito, Cet. ke-3, 1991, hlm. 1-2.

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

16

Berbeda dengan penelitian yang sudah ada, penelitian yang dikerjakan penulis yaitu

sebuah penelitian yang langsung menyinggung bagaimana profesi hukum dalam

menyikapi dan memutuskan kasus tersebut. Maka dari itu, penulis tertarik untuk

membahas persoalan tersebut dalam sebuah karya ilmiah. Dengan harapan

penelitian ini menjadi sumbagan baik wacana keilmuan untuk pengembangan

hukum kedokteran.

E. Metode Penelitian Skripsi

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Maka dari itu, untuk menjadi sebuah kategori

skripsi yang memenuhi klasifikasi dan kriteria karya ilmiah yang dapat

dipertanggungjawabkan keabsahan isinya, maka penulis mengumpulkan data

skripsi ini menggunakan metode penulisan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas dan terperinci dari

studi ini maka jenis penelitian yang digunakan adalah gabungan :

a. Riset Kepustakaan

Yaitu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang bersifat teoritis.

Dengan jalan menggunakan metode tersebut berarti melakukan penelusuran

dan menelaahnya.

b. Riset dokumentasi

Yaitu pengumpulan data berupa catatan, transkip, buku-buku, surat-surat

kabar, artikel, majalah dan lain sebagainya. Kelebihan dalam dokumentasi

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

17

ini, apabila terdapat kekeliruan sumber datanya masih tetap belum

berubah.43

2. Sumber Data

a. Data Primer

Adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh

penyelidik untuk tujuan yang khusus.44

Data primer yang penulis dapat yaitu berupa keputusan Hakim no.

8/1980/Pid. B./Pn. Pt, data struktur organisasi Pengadilan Negeri Pati dan

data situasi daerah hukum Pengadilan Negeri Pati.

b. Data Sekunder

Adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh

orang di luar diri penyidik sendiri. Walaupun yang dikumpulkan itu

sesungguhnya adalah data yang asli.45 Karena sesuatu dan lain hal, peneliti

tidak atau sukar memperoleh data dari sumber data primer dan mungkin

juga karena menyangkut hal-hal yang sangat pribadi.

Data ini berfungsi sebagai pelengkap data primer dan dapat membantu

memberi keterangan. Data sekunder yang penulis gunakan yaitu buku-buku

referensi yang berkaitan dengan malpraktik kedokteran, hasil wawancara

dengan panitera muda pidana, KUH Pidana serta data seminar nasional

yang terdiri dari lima makalah dengan pembahasan yang berbeda-beda

43 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Renika

Cipta, Cet. ke-5, 2002, hlm. 206. 44 Winarto Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung :

Tarsito, Cet. ke-1, 1980, hlm. 163. 45 Ibid

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

18

tetapi masih dalam rangkain satu tema pokok pembahasan yaitu ” Profesi

Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana ”.

3. Metodologi Pengumpulan Data

Adalah bagian instrumen pengumpulan data yang menentukan

berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Karena penulisan skripsi ini, merupakan

skripsi yang terbentuk penelitian lapangan. Maka dalam pengumpulan data ini

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Metode Wawancara (Interview)

Adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka secara langsung dengan responden.46

Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara dengan Kunarto di

Pengadilan Negeri Pati yang menjabat sebagai panitera muda hukum dan

panitera muda perdata dengan Dewi Puji Astuti.

b. Metode Dokumentasi

Adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip, surat kabar, agenda, majalah dan sebagainya. Dalam hal ini

dengan menulusuri berkas serta putusan perkara no. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt

tentang perkara kealpaan seorang dokter yang menyebabkan orang lain

meninggal dunia.

46 Ibid., Cet. ke-1, hlm. 74.

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

19

4. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya untuk menyusun, menata dan

menginterpretasikan data secara sistematis catatan hasil interview dan

dokumentasi sebagai mana yang sudah diperoleh,47 guna meningkatkan

pemahaman peneliti tentang kasus yang di teliti dan menyajikan suatu temuan

bagi orang lain.

Metode ini penulis terapkan pada bab IV, dimana pada bab ini penulis

menganalisa ketentuan pasal 359 jo 361 KUH Pidana tentang kealpaan seorang

dokter yang menyebabkan orang lain meninggal dunia atau luka-luka karena

kealpaan48 serta membandingkannya dengan hukum profesi kedokteran.

Dalam menganalisis data ini digunakan metode sebagai berikut :

a. Eksplanatori

Adalah studi pendahuluan dimana peneliti menjadi jelas terhadap masalah

yang dihadapi dari aspek historis hubugannya dengan ilmu yang luas,

situasi dewasa ini dan kemungkinan-kemungkinan yang akan datang.49

b. Eksploratif

Adalah menemukan sebab musabah atau hal-hal yang mempengaruhi

terjadinya sesuatu.50

47 Bambang Prasetyo, et al, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2005, hlm.170. 48 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara,

Cet. ke-24, 2005, hlm. 127-128. 49 Suharsimi Arikunto, op. cit, hlm. 47. 50 Ibid., Cet. ke-5, hlm. 6.

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

20

c. Fenomenologi

Adalah bahwa kebenaran sesuatu itu dapat diperoleh dengan cara

menangkap fenomena atau gejala yang memancar dari objek yang diteliti.

Cara seperti ini akan membantu peneliti untuk mengkaji secara mendalam

masalah tertentu, sekaligus memudahkan dalam proses analisis data

selanjutnya.51

d. Komparatif

Adalah dua kelompok individu yang secara umum mempunyai persamaan,

dipilih untuk diperbandingkan, disebabkan karena kedua kelompok tersebut

yang satu memiliki satu ciri dan yang lain tidak memiliki atau masalah yang

bertujuan untuk membandingkan dengan fenomena.52

e. Deskriptif Analitis

Deskriptif sering dianalisis menurut isinya, oleh karena itu disebut juga

analisis isi (content analysis). Penelitian ini memiliki kelebihan

dibandingkan dengan penelitian survei dan eksperimen.53

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penyusunan skripsi ini agar lebih mudah untuk dipahami,

maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam sebuah karya ilmiah dengan

maksud bahwa penelitian tersebut ditampilkan terstruktur, terencana dan fokus.

Skripsi ini tersusun dalam lima katagori bab, masing-masing bab membahas

persoalan tersendiri.

51 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : Pustaka Setia, Cet. ke-1,

2002, hlm. 211. 52 Suharsimi Arikunto, loc. cit. 53 Bambang Prasetyo, et al, op. cit., hlm. 167

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

21

Akan tetapi antara bab yang satu dengan yang lainnya selalu

mempunyai sinergitas pembahasan, artinya antara bab satu dan bab berikutnya

masih mempunyai korelasi arah pembahasan yang terkait dan terstruktur.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab Pertama : Pendahuluan

Di dalam bab pertama ini menguraikan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan, telaah pustaka, metode penelitian dan

sistematika penulisan skripsi.

Bab Kedua : Tinjauan Umum Tentang Malpraktik Medis, Kesengajaan

Dan Kealpaan (culpa)

Sedikit membahas tentang pengertian kesengajaan dan kealpaan

(culpa) dalam kajian hukum pidana. Inti dalam bab kedua ini

adalah memberi pengertian tentang malpraktik medik,

kesengajaan dan kealpaan (culpa) baik dipandang dari segi kode

etik kedokteran Indonesia maupun hukum pidana.

Bab Tiga : Kronologis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid.

B./Pn. Pt Tentang Malpraktik Kedokteran

Bab tiga ini memberikan gambaran umum tentang sejarah, tugas

dan wewenang Pengadilan Negeri Pati disertai kronologis putusan

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

22

pengadilan negeri Pati no. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt tentang

malpraktik kedokteran.

Bab Empat : Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid.

B./Pn. Pt Tentang Malpraktik Kedokteran

Bab empat ini memuat analisis terhadap putusan pengadilan

negeri Pati no. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt tentang malpraktik

kedokteran ditinjau dari hukum pidana Islam. Masih dalam bab

ini, menganalisis juga terhadap putusan pengadilan negeri Pati no.

8/1980/Pid. B./Pn. Pt tentang malpraktik kedokteran ditinjau dari

kode etik kedokteran Indonesia .

Bab Lima : Penutup

Merupakan akhir dari perjalanan penulisan skripsi. Pada bab ini

memuat kesimpulan, saran-saran dan yang paling penghujung

adalah penutup.

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

23

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

1

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTIK MEDIS, KESENGAJAAN

DAN KEALPAAN (CULPA)

A. Malpraktik Medis

1. Pengertian Malpraktik Medis

Malpraktik merupakan istilah yang berasal dari kata “mal” yang

mengandung arti salah dan kata “praktik” bermakna pelaksanaan, tindakan,

amalan atau mempraktikkan teori sehingga makna harfiahnya adalah

pelaksanaan yang salah.1

Malpraktik Medis adalah suatu tindakan tenaga profesional (profesi)

yang bertentangan dengan Standar Operating Procedure (SOP), Kode Etik

Profesi serta Undang-Undang yang berlaku baik disengaja maupun akibat

kealpaan yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.2

Pemahaman malpraktik medis mengandung beberapa indikator

sebagai berikut :3

a. Adanya wujud perbuatan (aktif maupun pasif) tertentu dalam praktik

kedokteran.

1 Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana”

Semarang, 17 Mei 2008 –Disampaikan oleh Sofyan Dahlan, hlm. 13. 2 Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana”

Semarang, 17 Mei 2008 –Disampaikan oleh Bambang Sadono, hlm. 5. 3 Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana”

Semarang, 17 Mei 2008 –Disampaikan oleh Nelson Pardamean Purba, hlm. 5.

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

2

b. Yang dilakukan oleh dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya.

c. Dilakukan terhadap pasiennya.

d. Dengan sengaja maupun kealpaannya.

e. Yang bertentangan dengan standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip

profesional kedokteran atau melanggar hukum atau dilakukan tanpa

wewenang baik disebabkan tanpa informed consent4, tanpa Surat Tanda

Registrasi (STR), tanpa Surat Ijin Praktik (SIP) dilakukan tidak sesuai

dengan kebutuhan medis pasien dan sebagainya.

f. Yang menimbulkan akibat kerugian (causaliteit) bagi kesehatan fisik

maupun mental atau nyawa pasien.

Dalam tindakan malpraktik medik dapat disebabkan oleh empat hal

yaitu :5

a. Adanya hubungan antara dokter dan pasien.

b. Adanya standar kehati-hatian dan pelanggarannya.

c. Adanya kerugian pada pasien.

d. Adanya hubungan kausal antara pelanggaran, kehati-hatian dan kerugian

yang diderita.

2. Latar Belakang Timbulnya Malpraktik Medis

Pelayanan kesehatan6 pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan

pencegahan dan pengobatan penyakit termasuk di dalam pelayanan medik7

4 Informed consent adalah Informed consent adalah suatu kesepakatan atau persetujuan

pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

5 Rio Cristiawan, Aspek Hukum Kesehatan Dalam Upaya Medis Transplantasi Organ Tubuh, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, Cet. ke-1, 2003, hlm. 50.

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

3

yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien

yang membutuhkan kesembuhan. Dalam hubungan antara dokter dan pasien

tersebut terjadi transaksi terapeutik8, artinya masing-masing pihak mempunyai

hak dan kewajiban.9

Hubungan dalam transaksi terapeutik ini hendaknya dilakukan dalam

suasana saling percaya. Oleh karena itu, dalam rangka saling menjaga

kepercayaan, dokter harus berupaya maksimal untuk kesembuhan pasien dan

pasienpun harus memberikan keterangan yang jelas tentang penyakitnya kepada

dokter yang berupaya melakukan terapi atas dirinya serta mematuhi perintah

dokter yang perlu dilakukan untuk mencapai kesembuhan yang diharapkan.10

Namun adakalanya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan harapan

masing-masing pihak. Tidak jarang pula pihak pasien menuntut dokter karena

tidak dapat menyembuhkan penyakit yang diderita pasien, walaupun dokter

telah berusaha sekuat tenaga, pengalaman dan pengetahuan.11

6 Pelayanan kesehatan adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

derajat kesehatan baik perseorangan maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. 7 Pelayanan medik adalah pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk mengobati

penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasaran utamanya adalah perseorangan. 8 Transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dengan pasien dalam pelayanan

medik secara profesional didasarkan kompotensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu dibidang kesehatan.

9 Ahmadi Sofyan (ed), Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2005, hlm. 28.

10 Nonny Yogha Puspita (ed), Tanggugjawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter, Jilid I, Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2006, hlm. 71-72.

11 Huriawati Hartanto (ed), Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Jakarta : EGC, Cet. ke-1, 2007, hlm. 73.

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

4

Oleh karena itu, agar dokter terhindar dari tindakan medik yang dapat

membahayakan pasien, maka perlu kiranya dokter melakukan suatu tindakan

medik dengan cara12 :

a. Bertindak dengan hati-hati dan teliti.

b. Berdasarkan indikasi medik.

c. Tindakan yang dilakukan berdasarkan standar profesi medik.

d. Adanya persetujuan pasien “informed consent”.

Malpraktik tersebut dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori

bidang tata hukum, misalnya bidang hukum pidana, hukum perdata dan

mungkin juga bidang hukum administrasi. Malpraktik yang dilakukan oleh

seorang dokter, mengakibatkan terjadinya tanggungjawab dalam hukum.13

Untuk menghindari ketidakpuasan pasien, dokter seyogyanya

memberikan penjelasan “informed consent” yang selengkap-lengkapnya

tentang penyakit pasien dan kemungkinan-kemungkinan resiko yang terjadi

yang akan dialami pasien selama prosedur pengobatan berlangsung.14

Keluhan-keluhan yang sering disampaikan masyarakat sebagai

bentuk-bentuk meningkatnya tuntutan malpraktik, antara lain adalah15 :

a. Perubahan hubungan dokter dengan pasien

b. Makin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat

12 J. Guwandi, Dokter Pasien Dan Hukum, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Cet. ke-1,

2003, hlm. 12. 13 Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1991,

hlm. 250. 14 Ahmadi Sofyan (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 30. 15 Sofwan Dahlan, op. cit., hlm. 3.

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

5

c. Tuntutan pelayanan kesehatan yang makin luas dan beragam, terutama yang

berhubungan dengan teknologi canggih yang memasuki bidang terapeutik

maupun diagnostik16

d. Perubahan sosial budaya, pandangan hidup dan cara berpikir

e. Dampak globalisasi

Seiring dengan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang makin

menyadari haknya, tuntutan malpraktik ini semakin tidak asing lagi didengar.

Tingkat kesadaran masyarakat bertambah tinggi sehingga bersikap lebih kritis

terhadap pelayanan yang diberikan dokter. Bahkan kritikan masyarakat

terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin sering muncul

diberbagai media, baik media cetak maupun media elektronik.17

3. Jenis Malpraktik Medis

Malpraktik medis terdiri dari dua macam bentuk, diantaranya yaitu :

a. Malpraktik Etik “ethical malpractice”

Malpraktik etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan

dengan etika kedokteran. Sedangkan Etika Kedokteran yang dituangkan di

dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau

norma yang berlaku untuk dokter.18

Malpraktik etik merupakan dampak negative dari kemajuan teknologi

kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran bertujuan untuk memberikan

16 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta : Widya Medika, Cet. ke-1,

1997, hlm. 52. 17 Dewi Setyowati (ed), Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter Dalam

Transaksi Terapeutik, Surabaya : Srikandi, Cet. ke-1, 2007, hlm. 11 dan 21. 18 Ahmadi Sofyan (ed), loc. cit., Cet. ke-1.

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

6

kemudahan dan kenyamanan pada pasien tetapi ternyata memberikan efek

samping yang tidak diinginkan. Beberapa contoh perbuatan yang tidak

terpuji dan efek samping negative dari kemajuan teknologi kedokteran

tersebut antara lain 19:

1) Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin

berkurang

2) Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis

3) Tarif dokter yang tidak wajar dan tidak melihat kemampuan pasien

4) Memberi resep kepada pasien berdasar sponsor dari pabrik obat

5) Melakukan suatu tindakan medik yang tidak sesuai dengan kebutuhan

pasien

6) Menganjurkan pasien berobat berulang tanpa indikasi yang jelas.

b. Malpraktik Yuridik

Malpraktik yuridik terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu :

1) Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan

tidak dipenuhinya isi perjanjian “wanprestasi”20 didalam transaksi

terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain atau terjadinya

perbuatan melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian pada

pasien.21

19 Nonny Yogha Puspita (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 33-34 20 Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya

yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. 21 Ahmadi Sofwan (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 33.

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

7

Adapun isi daripada tidak dipenuhi perjanjian tersebut dapat berupa :22

a. Tidak melakukan apa yang menurut perjanjian wajib dilakukan.

b. Terlambat melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan.

c. Melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan

d. Melakukan yang menurut perjanjian tidak seharusnya dilakukan.

Dalam hal ini yang berlaku adalah Pasal 1365 KUH Perdata (Pasal 1401

BW) mengenai ketentuan perbuatan melanggar hukum. Untuk dapat

mengajukan gugatan berdasarkan perbuatan melanggar hukum harus

dipenuhi 4 (empat) syarat seperti yang tersebut dalam Pasal 1365 KUH

Perdata, yaitu :23

a. Pasien harus mengalami suatu kerugian.

b. Ada kesalahan atau kealpaan (disamping perorangan, rumah sakit

juga bisa bertanggungjawab atas kesalahan atau kelalaian

pegawainya).

c. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kealpaan.

d. Perbuatan itu melanggar hukum.

2) Malpraktik Pidana (Criminal Malpractice)

Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau

mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang

hati-hati atau kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan

terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.24

22 Ibid. 23 Dewi Setyowati (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 147. 24 Ahmadi Sofwan (ed), loc. cit., cet. ke-1

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

8

Malpraktik pidana karena kesengajaan, misalnya pada kasus-kasus

melakukan abortus provocatus, mengakhiri hidup pasien (euthanasia),

yang menurut ilmu dan pengalaman tidak akan sembuh lagi).25

Malpraktik pidana karena kealpaan, misalnya lalai sehingga

mengakibatkan kematian atau luka-luka, seorang pasien mengalami

kelumpuhan otot leher akibat vakum ekstraksi yang dilakukan 3 tahun

sebelumnya, seorang bayi di Malang mati terpanggang di meja operasi

karena kealpaan dokter dan perawat.26

Malpraktik yang dapat dituntut pertanggungjawaban secara pidana

adalah kesalahan dalam menjalankan praktik yang berkaiatan dengan

pelanggaran KUH Pidana, pelanggaran tersebut mencakup :27

a. Menyebabkan pasien mati atau luka karena keyakinan dikenakan

pasal 9028, 35929, 360 (1)30, (2)31, 361 KUH Pidana32

25 Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter :

Profesi Dokter, Jakarta : Erlangga, 1991, hlm. 173. 26 Sofwan Dahlan, loc. cit 27 Rio Christiawan, op. cit, cet. ke-1, hlm. 56-57. 28 Pasal 90. Luka berat berarti : jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi

harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian, kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat berat (verminking), menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

29 Pasal 359. (L. N. 1960-1). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

30 Pasal 360. (1) (L. N. 1960-1). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancamdengan pidana kurungan paling lama satu tahun.

31 Pasal 360 (2). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikan rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

32 Pasal 361. Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan Hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

9

b. Melakukan abortus provocatus, dikenakan pasal 29933, 347 (1)34,

(2)35, 348 (1), (2)36, 349 KUH pidana37

c. Melakukan pelanggaran kesusilaan atau kesopanan, dikenakan pasal

28538, 28639, 290 KUH pidana40

d. Membuka rahasia kedokteran, dikenakan pasal 322 KUH pidana41

e. Pemalsuan surat keterangan, dikenakan pasal 263 (1)42, 267 (1)

KUH pidana43

33 Pasal 299. (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau

menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat ; pidananya dapat ditambah sepertiga (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

34 Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

35 Pasal 347 (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

36 Pasal 348. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

37 Pasal 349. Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

38 Pasal 285. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

39 Pasal 286. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

40 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : ke-1. barang siapa melakukan perbauatan cabul dengan seorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya ; ke-2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin ; (3). barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar pernikahan dengan orang lain.

41 Pasal 322. (1) barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah. (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

10

f. Bersepakat melakukan tindak pidana, dikenakan pasal 221 KUH

pidana

g. Sengaja tidak memberikan pertolongan pada orang dalam keadaan

bahaya, dikenakan pasal 30444, 531 KUH pidana45

3) Malpraktik Administratif (Administrative Malpractice)

Malpraktik administratif, misalnya dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), sengaja

melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki Surat Izin Praktik (SIP)

atau tidak memasang papan nama.46

4. Aspek Hukum Malpraktik Di Indonesia

Ada 2 macam bentuk peraturan dilihat dari pengaturannya, yaitu :

a. Peraturan hukum

Hukum kesehatan Indonesia yang berupa Undang-Udang Kesehatan No.

23/1992 tidak menyebutkan secara resmi istilah malpraktik. Tetapi hanya

42 Pasal 263. (1) barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang

dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

43 Pasal 267. (1) seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

44 Pasal 304. barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

45 Pasal 531. barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam jika kemudian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

46 Agus Gufron (ed), Tanggungjawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Jilid II, Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2006, hlm. 178-179

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

11

menyebutkan atau kealpaan dalam melaksanakan profesi tercantum dalam

Pasal 54 dan 5547. Dengan demikian, istilah hukum (legal term) yang

digunakan dalam Pasal 54 dan 55 tersebut diatas.

Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang ganti

rugi dapat mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata), karena hukum perdata menganut prinsip “Barang siapa merugikan

orang lain, harus memberikan ganti rugi”48

Pertanggungjawaban dokter dalam ketentuan pidana (hubungan antara

dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik) dapat ditinjau dalam Pasal

90, Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan (2) serta Pasal 361 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Menurut pasal 90 KUH Pidana49,

yang dimaksud dengan luka berat adalah :

1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan

sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut.

2) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencarian.

3) Kehilangan salah satu pancaindra

4) Mendapat cacat berat (verminking)

47 Pasal 54 UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, berbunyi : (1) Terhadap tenaga

kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin (2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majlis Disiplin Tenaga Kesehatan (3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi dan tata kerja Majlis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 55 UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, berbunyi : (1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

48 Agnes Kartini (ed), Pernik-Pernik Hukum Kedokteran : Melindungi Pasien Dan Dokter, Jakarta : Widya Medika, Cet. ke-1, 1996, hlm. 25-26.

49 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, Cet. ke-24, 2005, hlm. 36-37.

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

12

5) Menderita sakit lumpuh

6) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih

7) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

Berdasarkan pasal-pasal diatas, jika diterapkan pada kasus malpraktik

yang dilakukan oleh dokter, ada 3 unsur yang terlihat yaitu :50

1. Dokter telah melakukan kesalahan dalam melaksanakan profesinya

2. Tindakan dokter tersebut dilakukan karena kealpaan atau kelalaian

3. Adanya suatu akibat yang fatal yaitu meninggalnya pasien atau pasien

menderita luka berat.

b. Peraturan Non Hukum

KODEKI merupakan terjemahan dari The International Code of Medical

Etchis yang merupakan hasil rumusan Persatuan Dokter Sedunia (Word

Medical Association), yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi

masyarakat Indonesia. KODEKI ini hanya bersifat petunjuk perilaku yang

berisi kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang dokter.51

Pada awalnya KODEKI ini tidak mempunyai kekuatan yang mengikat,

karena bukan merupakan peraturan pemerintah. Tetapi dengan

dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

554/Men. Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Perkembangan dan Pembinaan

50 Achmadi Sofyan (ed), loc. cit., Cet. ke-1. 51 M.Yusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta :

EGC, Cet. ke-1, 1999, hlm. 16.

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

13

Etik Kedokteran, maka Etik Kedokteran ini mempunyai hukum bagi profesi

dokter maupun dokter gigi.52

Dalam kaitannya dengan tuduhan malpraktik, kiranya yang perlu betul-

betul diketahui oleh dokter adalah kewajibannya terhadap penderita (pasien)

yang didalam KODEKI dicantumkan didalam pasal 10 sampai dengan pasal

14 yang antara lain sebagai berikut 53:

Pasal 10 : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya

melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 11 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan

segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita.

Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter

lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 12 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita

agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan

penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 13 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah

penderita itu meninggal dunia.

Pasal 14 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai

suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain

bersedia dan mampu memberikannya.

52 Achmadi Sofyan (ed), Malpraktik Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2005, hlm. 68.

53 M.Yusuf Hanafiah & Amri Amir, op. cit., Cet. ke-1, hlm. 16 - 17.

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

14

B. Kesengajaan dan Kealpaan (Culpa) Dalam Kajian Hukum Pidana

Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan

kesengajaan (dolus) saja tetapi juga akibat kealpaan (culpa) dalam menggunakan

keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan atau bahkan hilangnya

nyawa orang lain.54

1. Pengertian Kesengajaan (dolus) Dan Kealpaan (culpa)

a. Pengertian Kesengajaan (dolus)

Dalam KUH Pidana tidak dirumuskan apa yang dimaksud dengan

kesengajaan (dolus, opzet) tersebut. Karena itu arti kesengajaan diserahkan

kepada para pakar disiplin ilmu bahasa dan hukum. 55

Dari sejarah pembentukan undang-undang yang termuat dalam

memori van teolichting (MvT), maka yang dimaksud dengan perbuatan

kesengajaan adalah melakukan perbuatan yang dilarang, dengan

dikehendaki dan diketahui. Jadi dalam tindakannya seorang dokter

terkadang harus dengan sengaja menyakiti atau menimbulkan luka pada

tubuh pasien .56

Pengertian kesengajaan terhadap akibat maupun keadaan yang

menyertainya, dalam doktrin melahirkan beberapa bentuk kesengajaan

antara lain :57

54 Bambang Sadono, op. cit., hlm. 6 55 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,

Jilid II, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, Cet. ke-1, 1997, hlm. 45. 56 Achmadi Sofyan (ed), Malpraktik Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana,

Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2005, hlm. 51-52 57 Ibid, cet. ke-1, hlm. 48.

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

15

a) Kesengajaan sebagai maksud yaitu mempunyai bentuk yang paling

murni.

b) Kesengajaan sebagai kepastian atau keharusan

c) Kesengajaan sebagai kemungkinan

Teori kehendak kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada

terwujudnya perbuatan. Kesengajaan bisa diartikan dengan melakukan

suatu perbuatan dengan mengetahui dan menghendaki terlebih dahulu.58

b. Pengertian Kealpaan (Culpa)

Upaya adanya kesalahan diperlukan adanya unsur kesengajaan atau

kealpaan. Kealpaan atau kelalaian sebagai bentuk kesalahan dalam KUHP

tidak ada keterangan yang jelas. Dalam hal ini diserahkan kepada ilmu

pengetahuan dan praktik.

Culpa adalah istilah hukum yang jarang diketahui oleh kalangan

kesehatan. Culpa adalah kesalahan atau kelalaian (negligence).59

Isi dari kealpaan adalah sikap batin dari orang yang menimbulkan

keadaan yang dilarang tersebut.60

Seorang dokter bisa dinyatakan melakukan kealpaan apabila sikap

tindak seorang dokter yang : 61

a) Bertentangan dengan etika, moral dan disiplin

b) Bertentangan dengan hukum

58 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, Cet. ke-4, 1987, hlm.

177. 59 Amri Amir, op. cit., Cet. ke-1, hlm. 62

60 Martiman Prodjohamidjojo, loc. cit, cet. ke-1. 61 J. Guwandi, Malpraktek Medik, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1993, hlm. 7

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

16

c) Bertentangan dengan standar profesi medis

d) Kekurangan ilmu pengetahuan atau tertinggal ilmu didalam profesinya

yang sudah berlaku umum dikalangan tersebut

e) Menelantarkan, kelalaian, kurang hati-hati, acuh, kurang peduli terhadap

keselamatan pasien.

2. Macam-Macam Kealpaan (Culpa)

Menurut hukum pidana, kealpaan (culpa) terbagi menjadi 2 (dua)

macam yaitu :62

a. Kealpaan perbuatan “Culpa Lata”

ialah perbuatannya sendiri sudah merupakan suatu peristiwa pidana,

sehingga untuk dipidananya pelaku tidak perlu melihat akibat yang timbul

dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan pasal 205 KUHP.

b. Kealpaan akibat “Culpa Levissima”

ialah akibat yang timbul merupakan suatu peristiwa pidana bila akibat dari

kealpaan tersebut merupakan akibat yang dilarang oleh hukum pidana.

Dokter yang melakukan kealpaan / kelalaian dapat dituntut dengan

hukum pidana atau perdata. Untuk pidana disyaratkan adanya kelalaian yang

serius yaitu dengan melakukan perbandingan, sedangkan tuntutan perdata tidak

berhubungan dengan tingkat kealpaan dan akibat.63

62 Nonny Yogha Puspita (ed), Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Jilid I,

Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2006, hlm. 223 63 Bahar Azwar, Buku Pintar : Sang Dokter, Jakarta : Kesaint Blanc, Cet. ke-1, 2002,

hlm. 100-101

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

17

Untuk dapat mengungkap negligence malpractice dilingkungan

profesional, maka harus dibuktikan adanya : 64

a. Adanya kewajiban (duty)

Tidak ada kealpaan jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini

berarti, bahwa harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokter atau

rumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka implikasinya adalah

bahwa sikap tindak dokter atau perawat rumah sakit harus sesuai dengan

standar pelayanan medis agar pasien jangan sampai menderita cedera.

b. Adanya penyimpangan Terhadap Kewajiban (dereliction of duty). 65

Apabila sudah ada kewajiban (duty), maka sang dokter atau perawat rumah

sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika

terdapat penyimpangan dari standar tersebut, maka dokter atau perawat

dapat dipersalahkan.

c. Terjadinya Kerugian (damage, loss atau injury)

Untuk penuntutan malpraktik medik adalah “cedera atau kerugian” yang

diakibatkan kepada pasien. Istilah luka (injury) tidak saja dalam bentuk

fisik, namun kadang kala juga termasuk dalam arti gangguan mental yang

hebat (mental anguish).66

64 Muladi, Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung : Alumni

Bandung, Cet. ke-1, 1992, hlm. 67. 65 Agnes Kartini (ed), Pernik-Pernik Hukum Kedokteran : Melindungi Pasien dan

Dokter, Jakarta : Widya Medika, Cet. ke-1, 1996, hlm. 28 66 J. Guwandi, Tindakan Medik dan Tanggungjawab Produk Medik, Jakarta : Balai

Penerbit FKUI, Cet. ke-1, 1993, hlm. 78.

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

18

d. Adanya Akibat langsung (direct causation)

Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti rugi berdasarkan malpraktik medik,

maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap tindak tergugat

(dokter) dengan kerugian (damage) yang menjadi diderita oleh pasien

sebagai akibatnya, tindakan dokter itu harus merupakan penyebab

langsung.67

3. Dasar Penghapusan Pidana Dalam KUH Pidana

Beberapa dasar peniadaan hukuman yang tercantum dalam pasal-

pasal KUH Pidana, berlaku pula hukum kedokteran yaitu :68

a. Pasal 44 : Sakit jiwa (ontoerekeningvatbaarheid) 69

b. Pasal 48 : Adanya unsur daya paksa (overmacht) 70

c. Pasal 49 : Pembelaan diri terpaksa (noodzakelijkeverdediging) 71

d. Pasal 50 : Melaksanakan ketentuan Undang-Undang

(wettelijkvoorschrift) 72

e. Pasal 51 : Melaksanakan perintah jabatan yang sah (ambtelijk bevel) 73

67 Ibid., Cet. ke-1, hlm. 79. 68 J. Guwandi, Kelalaian Medik (Medical Negligence), Jakarta : Balai Penerbitan FKUI,

Cet. ke-2, 1994, hlm. 85 69 Pasal 44 KUHP : (1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana (2) Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka Hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan (3) Ketentuan tersebut dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri

70 Pasal 48 KUH Pidana : Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana

71 Pasal 49 KUH Pidana : (1)Barangsipa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain ; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana (2) Pembelaan terpaksa yang melampuhi batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

72 Pasal 50 KUH Pidana : Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. Ibid, hlm. 27.

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

19

Didalam teori hukum pidana, alasan penghapus pidana ini dibedakan

menjadi dalam 3 bentuk, yaitu :74

1) Alasan pembenaran

yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan,

sehingga perbuatan tersebut dianggap patut dilakukan petindak. Yang

termasuk didalam alasan pembenar adalah pembelaan darurat (Pasal 49 ayat

(1) KUH Pidana), melaksanakan Undang-Undang (Pasal 50 KUH Pidana)

dan melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1) KUH

Pidana).

2) Alasan pemaaf

yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan petindak. Yang termasuk

didalam alasan pemaaf adalah tidak mampu bertanggungjawab (Pasal 44

KUH Pidana), pembelaan darurat yang melampui batas (Pasal 49 ayat (2)

KUH Pidana) dan dengan etikad baik melaksanakan perintah jabatan tidak

sah (Pasal 52 ayat (2) KUH Pidana).

3) Alasan penghapusan penuntutan

yaitu ditiadakannya penuntutan karena pemerintah menggarap bila

dilakukan penututan akan membahayakan kepentingan umum.

73 Pasal 51 KUH Pidana : (1)Barang siapa melakakuan perbuatan untuk melaksanakan

peintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang wenang, tidak dipidana. (2) Perintah jabatan tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah diberikan dengan wenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. Ibid, hlm. 28.

74 Achmadi Sofyan (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 57

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

20

Didalam literatur hukum kedokteran belum ada sistematika tentang hal-hal

yang dapat meniadakan hukuman atau kesalahan di bidang hukum

kedokteran, selain yang sudah diatur didalam KUH Pidana. Namun didalam

praktek ada beberapa dasar-dasar yang dipakai untuk peniadaan kesalahan

(penghukuman) yang khusus berlaku dibidang medik, yaitu :75

a. Resiko pengobatan (risk of treatment)

1) Resiko yang inheren atau melekat

2) Reaksi alergi

3) Komplikasi dalam tubuh pasien

b. Kecelakaan medik (medical accident).

c. Kekeliruan penilaian klinis (non-negligent error of judgement).

d. Suatu doktrin dalam ilmu hukum yang sudah ada (volenti non fit

iniura).

e. Sikap-tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, sehingga

mengakibatkan cedera pada diri pasien itu sendiri (contributory

negligence)

75 Huriawati Hartanto (ed), op. cit., Cet. ke-1, hlm. 69

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

1

BAB III

KRONOLOGIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PATI

NO. 8/1980/PID. B./PN. PT TENTANG MALPRAKTIK KEDOKTERAN

A. Sekilas Pandangan Pengadilan Negeri Pati

1. Sejarah Pengadilan Negeri Pati

Sejarah terbentuknya Pengadilan Negeri Pati ternyata sampai

sekarang belum didapatkan data-data yang akurat yang dapat dijadikan

pedoman tentang berdirinya Pengadilan Negeri Pati.

Adapun nama-nama Ketua Pengadilan Negeri Pati sejak tahun 1942

adalah sebagai berikut :

a. Tahun 1942 – 1944 = Mr. ARUMAN

b. Tahun 1944 – 1947 = Mr. KRISNA

c. Tahun 1947 – 1949 = ABDUL GHAFAR WAHAB

d. Tahun 1949 – 1950 = SUPARTO

e. Tahun 1950 – 1952 = KOESWO

f. Tahun 1952 – 1956 = R. DJOJODINOTO

g. Tahun 1956 – 1959 = Mr. SARJONO

h. Tahun 1959 – 1962 = M.T. MANGKU WIRJODIREDJO

i. Tahun 1962 – 1963 = R. MAHADI WIRYOWARDOYO, SH

j. Tahun 1963 – 1968 = R. SUDIMAN

k. Tahun 1968 – 1977 = GML. WIRYOWARDOYO, SH

l. Tahun 1977 – 1981 = KASTOLAN, SH

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

2

m. Tahun 1981 – 1985 = St. KASIHAN, SH

n. Tahun 1985 – 1988 = A. R. SARDJONO, SH

o. Tahun 1988 – 1993 = SOELIM HARDIJOTO, SH

p. Tahun 1993 – 1996 = MADE PUSPA ARYANA, SH

q. Tahun 1996 – 1999 = M. SIMATUPANG, SH

r. Tahun 1999 – 2002 = NY. SUSILOWATI, SH

s. Tahun 2002 – 2003 = SOEWARLI WARDJASUDARTA, SH

t. Tahun 2003 – 2004 = dijabat oleh Wakil Ketua PUTU SUIKA, SH

u. Tahun 2004 = sampai dengan sekarang R. OHANTORO

2. Tugas dan Wewenang Pengadilan Negeri Pati

Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan umum yang sehari-hari

bertugas memeriksa dan berwenang memutuskan dan menyelesaikan perkara di

tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana untuk semua

golongan penduduk baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing.

Pengadilan Negeri mengadili perkara mengenai tindak pidana yang

dilakukan didaerah hukumnya, akan tetapi Pengadilan Negeri juga berwenang

mengadili perkara pidana yang tidak terjadi didaerahnya dengan syarat bahwa

terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, ditemukan atau ditahan di daerah

hukum Pengadilan Negeri tersebut. Syarat lain adalah tempat kediaman

sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

3

itu dari pada tempat kedudukan Pengadilan Negeri didaerah tindak pidana itu

dilakukan.1

Kewenangan mengadili oleh Pengadilan Negeri, diatur dalam pasal 84

KUHAP. Perbuatan mengadili adalah bertujuan dan berintikan memberikan

suatu keadilan.

Adakalanya, keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan

negeri untuk menyidangkan suatu perkara, maka kepala kejaksaan Negeri atau

Ketua Pengadilan Negeri mengusulkan kepada menteri Kehakiman untuk

menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain untuk mengadili perkara

tersebut, dimana hal ini ditentukan dalam pasal 85 tersebut.2

Apabila tindak diluar Negeri dan dapat diadili menurut hukum

Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Jakarta pusat berwenang mengadilinya

seperti yang ditentukan dalam pasal 86 KUHAP.3

Ada tiga kemungkinan yang akan dihadapi oleh hakim dalam

melaksanakan tugas pokok Pengadilan Negeri tersebut, yaitu :4

a. Hukum atau Undang-Undangnya ada dan telah jelas mengatur tentang

kasus yang sedang dihadapi, sehingga Hakim tinggal menerapkan hukum

atau undang-undang tersebut.

1 A. Soetomo, Hukum Acara Pidana Indonesia Dalam Praktek, Pustaka Kartini, Cet. ke-1, 1990, hlm. 43.

2 A. Soetomo, Op. cit,. hlm. 43. 3 Ibid. 4 Guntur Purwanto Joko Lelono, Peranan Pengadilan Negeri Dalam Mengatasi

Kemacetan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, Yogyakarta : Penerbit Guntur, Cet. ke-1, 2004, hlm. 48-49.

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

4

b. Hukum atau undang-undangnya ada namun tidak jelas sehingga hakim

harus melakukan penafsiran (interpretasi) hukum atau undang-undang

melalui cara atau metode penafsiran yang lazim berlaku dalam ilmu hukum

c. Hukum atau undang-undangnya belum ada, sehingga untuk mengadili kasus

yang dihadapi hakim harus menemukan hukumnya (rechtvinding) dengan

cara menggali dan mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat.

Badan Peradilan mempunyai tugas pokok dan peranan mengadili

dalam tiga pengertian , yakni :5

a. Menyelesaikan suatu perkara dengan memberikan suatu keadilan

b. Menegakkan hukum

c. Membentuk hukum

Dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, Undang-

Undang Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,

menyatakan : “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak

membedakan orang”.6

Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 33 ayat 2

memberikan tugas baru bagi para Hakim, yang dalam perundang – undangan

sebelumnya tidak terdapat padanya.7

Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama untuk

perkara pidana dan perdata yang bukan termasuk dalam perdata Islam.

5 Ibid 6 Abdullah Sani, Hakim dan Keadilan Hukum, Jakarta : Bulan Bitang, Cit. ke-1, 1977,

hlm. 17. 7 Oemar Seno Adji, Hukumm (Acara) Pidana Dalam Prospeksi, Jakarta : Erlangga, Cet.

ke-4, hlm. 256.

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

5

Sedangkan Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding terhadap

perkara-perkara yang diputus oleh Pengdilan Negeri.

Disamping itu sesuai dengan prinsip differensial yang tercantum

dalam pasal 10 UU No. 14 tahun 1970, maka pengadilan di lingkungan

peradilan umum sekaligus merupakan pengadilan untuk perkara tindak pidana

ekonomi, pidana anak, perkara pelanggaran lalu lintas dan perkara lain yang

ditetapkan UU.

Menurut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1970) dibedakan antara empat lingkungan peradilan yang

masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu yaitu :

a. Peradilan umum

b. Peradilan militer

c. Peradilan agama dan

d. Peradilan tata usaha Negara.8

Ayat (2) Pasal tersebut mengatakan Mahkamah Agung adalah

Pengadilan Negara Tertinggi. Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi

terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat terakhir dari semua

lingkungan Peradilan.9

8 Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid II, Semarang : Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Cet. ke-2, 2004, hlm. 1. 9 Hamzah, Irdan Dahlan, Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, Jakarta : Bina Aksara,

Cet. ke-1, 1987, hlm. 8.

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

6

Susunan Pengadilan Negeri menurut pasal 10 UU No. 2 tahun 1980,

terdiri dari pimpinan pengadilan (ketua dan wakil ketua) hakim anggota,

panitera, sekretaris dan juru sita.

a. Kekuasaan Pengadilan Negeri (kompetensi absolute)

1) Pengadilan Negeri bertugas dan memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.

2) Ketua Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pekerjaan

penasehat hukum dan notaris di daerah hukumnya.

b. Kekuasaan Pengadilan Tinggi

1) Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan

dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat banding.

2) Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat

pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan

didaerah hukumnya.

3. Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Pati

Pengadilan Negeri Pati diketuai oleh Joko Siswanto, SH dan dibantu

oleh seorang wakil ketua J. D. Tambunah, SH. Adapun yang menjadi hakim

yang bertugas di Pengadilan Negeri Pati adalah sebagai berikut :

Majelis Hakim : ID.G. NGR. Adnyana, SH

Harijanto, SH, MH

R. Rudi Kindarto, SH

Tardi, SH

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

7

Suwarno, SH, MH

Totok Sapito Indrato, SH

Alimin Ribut Sujono, SH

Untuk memperlancar tugas administrasi baik keperkaraan maupun

kesekretariatan terdapat seorang panitera sebagai unsur pimpinan kepaniteraan

sebagai berikut :

Ketua Panitera Sekretaris : Darno, SH

Wakil Panitera : Sumitro, SH

Wakil Sekretaris : Suprihadi, SH

Panitera Muda Perdata : P. Agus Purhandoko, SH

Andik Riyanto, SH

Dewi Puji Astuti

Panitera Muda Pidana : Hartono

Mamik B. Utami

Hadi Moelyono

Susanto

Panitera Muda Hukum : Kunarto, SH

Kasianto

Kasub Kepeg : Purbocaroko

Kasub Keuangan : Sri Widati

Pujigiyanto

Mochammad Puji H

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

8

Endro Sajogo

Kasub Umum : Sri Rejeki

Imam D. N

S. Wisnumoyo

Mas Rini

Agus N

Saman

Ratimin

Purwaningsih

Santir AP

Hermanto S

Juremi

Dan untuk membantu penyelesaian perkara seorang hakim dibantu

pejabat fungsional yang terdiri dari :

Panitera Pengganti : Anjar W. D. S, SH

Eni S, SH

Endang P., SH

Masni, SH

Didiek S, SH

Misri Wahyuni

Sunarmi, SH

Ramanto, SH

Hartono

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

9

Ashari, SH

Ngatimin

Soenardi

Arni Muncar Sari

Suhardi H. S

C. Nany S, SH, MH

Joko Sanjoyo, SH

Erlina Widayani

Samiyono

Sumiyati

Supawi, SH

Krisyanto

Tri H, Bc. IP, SH

Juru Sita : Wasito

Sutrisno, SH

Kasianto

Juru Sita Pengganti : Andik R, SH

Mamik B. Utami

Dewi Puji Astuti

S. Wisnumoyo

Agus Ngatijo

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

10

Saman

Ratimin

Hermanto S

Puji Giyanto

M. Puji H

Endro Sajogo

Hadi Moelyono

Juremi

Jetie Ratnawati

Susanto

Hal-hal yang dieksekusi oleh Jaksa dalam pelaksanaan Putusan

Pengadilan adalah yang menyangkut pidana, barang bukti dan putusan ganti

kerugian. 10

B. Kronologis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt .

Pengadilan Negeri Pati yang menyelesaikan, memeriksa dan

mengadili perkara pidana biasa dalam tingkat pertama, telah menjatuhkan

keputusan dengan nomor perkara 8/1980/Pid. B./Pn. Pt yang mana kasus ini sebagai

obyek penelitian bagi penulis.

Sebelum beranjak lebih jauh kasus tentang malpraktik kedokteran,

maka penulis akan mengemukakan tentang kedudukan orang yang berperkara serta

duduk perkaranya.

10 Andi Hamzah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, Jakarta, Cet. ke-1, 1989, hlm. 219.

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

11

Pengadilan Negeri Pati yang memeriksa dan mengadili perkara pidana

biasa dalam tingkat pertama, diselenggarakan pada hari selasa, tanggal 14

april1981. Dengan susunan persidangan Kastolan, S. H sebagai ketua, Tranggono,

S. H sebagai jaksa dan Soepardam sebagai panitera pengganti.

DR. NY. SETIANINGRUM BINTI SISWOKO

Umur 39 tahun, tinggal di desa Wedarijaksa, kecamatan Wedarijaksa, kabupaten

Pati, pekerjaan : pimpinan Puskesmas Wedarijaksa (terdakwa dalam perkara ini

tidak ditahan).

Bahwa dr. Setianingrum pada hari Kamis, tanggal 4 Januari 1979

sekitar pukul 18.00 W. I. B. Didesa dan kecamatan Wedarijaksa, kabupaten Pati,

sebagai dokter yang ditugaskan pada Puskesmas kecamatan Wedarijaksa, yang

telah mendapatkan ijin untuk menjalankan praktik / pekerjaan dokter di Indonesia

dari Departemen Kesehatan R. I. tanggal 16 April 1975 No. ID. 75 – 394.

Pada saat menjalankan praktik sebagai dokter, karena kealpaannya

atau kurang hati-hatinya pada waktu mengobati seorang perempuan / pasien

bernama Rusmini, tidak mengadakan penelitian secara cermat terlebih dahulu.

Pasien tersebut telah diberikan suntikan sebanyak tiga kali berturut-

turut, yaitu pertama suntikan berupa steptomicine 1 gram disuntikan melalui

anggota badan bagian pantat sebelah kiri, kemudian setelah keadaan penderita

(pasien) kelihatan tanda muntah, selanjutnya diberikan suntikan yang kedua kali

berupa cortison 2 cc, ketiga kalinya setelah itu diberikan minum kopi sudah dalam

keadaan kritis dan yang terakhir diberikan suntikan deladryl sebanyak 2 cc pada

pahanya depan bagian kiri.

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

12

Akibat suntikan yang berturut-turut tadi karena tidak tahan terhadap

suntikan tersebut setelah diangkat ke rumah sakit umum Pati dalam keadaan tidak

sadar, untuk mendapat perawatan 15 menit kemudian di rumah sakit umum Pati

meninggal dunia.

Adapun berdasarkan surat visum et repertum dari dr, Goesmoro

Suparno pada tanggal 25 Januari 1979, menerangkan yang telah melakukan

pemeriksaan terhadap penderita bernama Rusmini tersebut adalah :

Kelalaian – kelalaian yang terdapat :

Penderita datang di R. S. U. RAA. Soewondo Pati, tanggal 4 Januari 1979 pukul :

18. 15 :

1. Dalam keadaan tidak sadar, pernafasan terhenti, tekanana darah tidak

teratur, denyut nadi kecil tidak teratur, isi dan tegangan kurang.

2. Penderita mengalami shok irriverible.

Kesimpulan :

Kelalaian / cacat / luka-luka yang tersebut diatas disebabkan oleh reaksi tubuh yang

tidak tahan terhadap obat yang diterima. Sebagaimana akibat tindakan tersebut,

yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia lima belas menit kemudian setelah

mendapatkan pertolongan di RSU. Pati.

Dr. Setianingrum dinyatakan melanggar pasal : 359 KUH Pidana. Jo.

361 KUH Pidana. Adapun barang bukti berupa :

1. Satu spet alat suntikan dengan jarumnya.

2. Satu botol kecl bekas obat streep tomisin.

3. Satu botol sisa obat delladril.

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

13

4. Satu botol ampul bekas obat adrenaline.

Dihadiri 14 (empat belas) orang saksi yang telah siap untuk diperiksa

dipersidangan mereka adalah :

1. Saksi ny. Tamirah binti Tasiran

2. Saksi Nawawi bin Tisnoredjo

3. Saksi Matori

4. Saksi Muslim

5. Saksi Sudiman

6. Saksi Kartono

7. Saksi Imam Suyudi bin Nawawi

8. Saksi dr. Gusmoro Suparno

9. Saksi dr. Sutarwo

10. Saksi ahli dr. Imam Parsudi

11. Saksi dr. Lukas Firdaus Susilo Putro

12. Saksi Sumarno, B. A

13. Saksi ahli a-decharge dr. Moh. Prihadi

14. Saksi ahli a-decharge dr. Mualip Muchiya

Hakim memutuskan dan menyatakan bahwa dokter Setianingrum

binti Siswoko bersalah melakukan kejahatan “karena kealpaannya menyebabkan

orang lain meninggal dunia”. Perbuatan pidana ditentukan dan diancam pidana

pasal 359 jo 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Page 70: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

14

Dr. Setianingrum binti Siswoko tersebut diatas, bersalah melakukan

kejahatan “karena kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia “

Menghukum dr. Setianingrum, selama 3 (tiga) bulan penjara dan

membayar biaya perkara tersebut. Memerintahkan hukuman tersebut tidak perlu

dijalankan. Kecuali bila dr. Setianingrum “terdakwa” selama 10 (sepuluh) bulan

sejak keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum yang pasti (inkracht van gewl

jade) bersalah melakukan perbuatan pidana lagi.

Page 71: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

1

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PATI NO. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt

TENTANG MALPRAKTIK KEDOKTERAN

A. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt Tentang

Malpraktik Kedokteran Ditinjau Dari Hukum Pidana Islam

Kasus dr. Setianingrum sangat menghebohkan masyarakat, khususnya

para profesi kedokteran. Dimana pada masa-masa lalu dokter seakan-akan hidup

terisolir dan tidak tersentuh hukum.1

Pengertian istilah malpraktik medik (medikal malpraktik) atau yang

lebih dikenal dengan kata malpraktik di Indonesia masih sering disalahartikan.

Bahkan menimbulkan tanggapan negatif yang diartikan dengan “kejahatan” yang

dilakukan seorang dokter dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya.2

Kesan kurang baik tersebut ditimbulkan karena, dalam malpraktik

terdapat unsur kealpaan yang mana dianggap suatu sikap tindak yang buruk.

Padahal faktor kealpaan tersebut harus dibuktikan kebenarannya melalaui proses

sidang di Pengadilan.3

1 J. Guwandi, Dokter, Pasien dan Dokter, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Cet. ke-1., 2003,

hlm.70. 2 Rosliana, “Peranan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Dalam Penanganan

Kasus Malpraktik”, Skripsi Sarjana Hukum, Semarang : Perpustakaan Fak. Hukum UNISULA, hlm. 29, t.d.

3 Ibid

Page 72: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

2

Seperti dalam kasus dr. Setianingrum yang menjadi perselisihan

pendapat dalam mengartikan apakah tindakan yang dilakukan dr. Setianingrum

termasuk tindakan kriminal “malpraktik” atau tidak.

Dokter Setianingrum umur 38 tahun telah ditugaskan pada Puskesmas

kecamatan Wedarijaksa, yang telah mendapatkan ijin untuk menjalankan praktik

atau pekerjaan dokter di Indonesia dari Departemen Kesehatan R. I tanggal 16

April 1975.4

Dr. Setianingrum telah melakukan perbuatan kealpaannya atau kurang

hati-hatinya pada waktu mengobati seorang perempuan atau pasien yang bernama

Rusmini.5

Disamping itu dr. Setianingrum tidak mengadakan penelitian secara

cermat terlebih dahulu terhadap pasien tersebut yang telah diberikan suntikan

sebanyak tiga kali berturut-turut.

Pertama kali suntikan berupa streptomicine 1 gram disuntikkan

melalui anggota badan bagian pantat sebelah kiri, kemudian setelah keadaan

penderita (pasien) kelihatan tanda muntah, selanjutnya diberikan suntikan yang

kedua kali berupa cortisone 2 cc. ketiga kalinya setelah itu diberikan minum kopi

sudah dalam keadaan kritis dan kejang-kejang.

Kesimpulan berdasarkan kejadian tersebut dapat diartikan bahwa

kealpaan, cacat, luka-luka yang tersebut diatas disebabkan oleh reaksi tubuh yang

tidak tahan terhadap obat yang diterima.6

4 Dokumen Keputusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt. 5 Ibid.

Page 73: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

3

Sebagaimana akibat tindakan tersebut, yang bersangkutan dinyatakan

meninggal dunia lima belas menit setelah mendapatkan pertolongan di RSU. Pati.

Rasulullah saw, telah menerangkan sistem yang seharusnya

diberlakukan oleh seorang hakim dalam peradilannya, yaitu dengan cara : 7

a. Menggunakan Kitab Allah

b. Sunnah Rasul-Nya

c. Pendapat diri sendiri

Kesimpulannya adalah apabila hakim memutuskan suatu masalah

jalan yang ditempuh pertama kali adalah dengan menggunakan Kitab Allah, apabila

hakim tidak mendapatkannya didalam Kitab Allah maka menggunakan sunnah

Rasull-Nya dan apabila tidak mendapatkannya didalam sunnah Rasulul-Nya maka

dapat dengan pendapatnya sendiri.

Seorang hakim diwajibkan untuk berlaku samaa antara kedua pihak

yang bersengketa dalam lima hal yaitu : 8

a. Kesamaan memasuki peradilan

b. Kesamaan duduk bagi keduanya

c. Kesamaan penerimaan keduanya

d. Kesamaan mendengarkan antara keduanya

e. Kesamaan menghukumi kepada keduanya.

6 Munir Fuady, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktek Kedokteran), Bandung :

Citra Adiya Bakti, Cet. ke-1,2005,.hlm.2 7 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Nor Hasanuddin “Fiqih Sunnah”, Jilid 4, Jakarta :

Cempaka Putih, Cet ke-1, 2006, hlm. 341. 8 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Nor Hasanuddin “Fiqih Sunnah”, Jilid 4, Jakarta :

Cempaka Putih, Cet ke-1, 2006, hlm. 344.

Page 74: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

4

Sebelum penulis menguraikan obsesi penerapan hukum pidana Islam

(Diyat) terhadap tindakan pembunuhan yang tidak disengaja di Pati Jawa Tengah,

maka tidak ada salahnya apabila penulis mengemukakan beberapa teori hukum

pidana. Karena dalam hal ini dr. Setianingrum sama kedudukannya dengan orang

yang melakukan perbuatan kriminal pembunuhan secara tidak disengaja. Dalam hal

ini, surat An-Nisaa’ ayat 92-93 menjelaskan :

$tΒuρ šχ% x. ?⎯ ÏΒ÷σ ßϑÏ9 βr& Ÿ≅ çFø) tƒ $·Ζ ÏΒ÷σ ãΒ ωÎ) $\↔ sÜ yz 4 ⎯ tΒuρ Ÿ≅ tFs% $·Ψ ÏΒ÷σ ãΒ $\↔ sÜ yz ãƒ Ì óstGsù 7π t7 s% u‘

7π oΨ ÏΒ÷σ •Β ×π tƒ ÏŠ uρ îπ yϑ=|¡•Β #’ n<Î) ÿ⎯ Ï&Î#÷δr& HωÎ) βr& (#θè% £‰¢Á tƒ 4 βÎ* sù šχ% x. ⎯ ÏΒ BΘöθs% 5iρ߉tã öΝ ä3 ©9 uθèδ uρ

Ñ∅ÏΒ÷σ ãΒ ãƒ Ì óstGsù 7π t6 s% u‘ 7π oΨ ÏΒ÷σ •Β ( βÎ) uρ šχ% Ÿ2 ⎯ ÏΒ ¤Θöθs% öΝ à6 oΨ ÷ t/ Ο ßγ oΨ ÷ t/ uρ ×,≈ sV‹ ÏiΒ ×π tƒÏ‰sù

îπ yϑ=|¡•Β #’ n<Î) ⎯ Ï&Î#÷δr& ãƒ Ì øt rB uρ 7π t6 s% u‘ 7π oΨ ÏΒ÷σ •Β ( ⎯ yϑsù öΝ ©9 ô‰Éftƒ ãΠ$u‹ ÅÁsù È⎦ ø⎪ t ôγ x© È⎦ ÷⎫ yèÎ/$tFtFãΒ Zπ t/ öθs?

z⎯ ÏiΒ «!$# 3 šχ% x. uρ ª!$# $ϑŠ Î=tã $VϑŠ Å6 ym ∩®⊄∪ ⎯ tΒuρ ö≅ çFø) tƒ $YΨ ÏΒ÷σ ãΒ # Y‰ÏdϑyètG•Β … çν äτ!# t“ yf sù

ÞΟ ¨Ψ yγ y_ # V$ Î#≈ yz $pκ Ïù |= ÅÒxî uρ ª!$# ϵ ø‹ n=tã … çµ uΖ yès9 uρ £‰tã r& uρ … çµ s9 $¹/# x‹tã $VϑŠ Ïà tã ∩®⊂∪

Artinya : 92. “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja)9 dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat10 yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah11. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya12, Maka hendaklah ia (si pembunuh)

9 Seperti : menembak burung terkena seorang mukmin. 10 Diat ialah pembayran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu

jiwa atau anggota tubuh. 11 Bersedekah disini artinya membebaskan si pembunuh dari pembayaran diyat. 12 Artinya tidak mempunyai hambatidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau

tidak mampu membaelinya untuk dimerdekan. Menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.

Page 75: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

5

berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

93. “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”.13

Teori kemutlakan adalah teori yang membenarkan adanya hukuman

kepada pelaku tindak pidana baik yang bersifat kejahatan maupun yang bersifat

pelanggaran. Adanya hukuman itu berasaskan legalitas dan berdasarkan akibat dari

tindak pidana.14

Teori ini apabila ditelusuri hukuman yang berlaku dalam sejarah

kehidupan hukum umat manusia, hal ini tercantum di dalam Al-Qur’an Surah An-

Nisaa’ ayat 92 yang berbunyi sebagai berikut.

⎯ tΒuρ Ÿ≅ tFs% $·Ψ ÏΒ÷σ ãΒ $\↔ sÜ yz ãƒ Ì óstGsù 7π t7 s% u‘ 7π oΨ ÏΒ÷σ •Β ×π tƒ ÏŠ uρ îπ yϑ=|¡•Β #’ n<Î) ÿ⎯ Ï&Î#÷δr&

Artinya : “Dalam ayat tersebut, Allah swt menetapkan hukuman bagi orang-orang

yang membunuh orang mukmin yang tidak disengaja, yaitu memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar denda (tebusan) kepada keluarganya si mati. Lain halnya apabila mau memaafkannya”.15

Pembunuhan tidak disengaja adalah pembunuhan yang terjadi tanpa

menyengaja perbuatan tersebut dan tanpa menyengaja orang tertentu atau tanpa ada

niat untuk melakukan salah satunya. Diantara bentuk-bentuknya yaitu :16

1) Pelaku tidak bermaksud memukul atau membunuh.

13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Pustaka Agung

Harapan, 2006, hlm. 121-122. 14 Tarmizi (ed), Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika, Cet. ke-1, 2007, hlm. 113. 15 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 121.

16 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, op. cit., hlm. 318.

Page 76: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

6

2) Pada saat sedang tidur, ia membalikkan tubuhnya ternyata menimpa orang lain

sehingga menyebabkan kematiannya.

3) Membunuh seseorang yang diduga kafir di medan perang dan ternyata ia

muslim.

4) Memukul seseorang karena bercanda, ternyata pukulan tersebut menyebabkan

kematiannya.

Bahwa diyat diwajibkan terhadap pembunuhan karena suatu

kesalahan dan pembunuhan yang serupa dengan kesengajaan, serta dalam

pembunuhan sengaja yang dilakukan oleh orang yang kehilangan salah satu syarat

taklif, seperti pembunuhan yang dilakukan oleh anak kecil dan orang gila.17

من : ( يب عن أبيه عن جده رضي اهللا عنهم رفعه قال و عن عمرو بن شع

أخرجه ) فأصاب نفسا فما دونها، فهو ضامن- و لم يكن بالطب معروفا-تطبب

غيرهما، إ ال أن الدارقطني و صححه الحاآم، و هو عند أبي داود و النسائي و

18.من أرسله أقوي ممن و صله

Artinya : “Dari ‘Amr putera Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ra., sebagai hadits “marfu” ia berkata : “ Barang siapa yang mengobati orang sedang obat itu belum dikenal masyarakat (sebagai percobaan lalu sampai menewaskan jiwa) maka harus mengganti” (Hasdits dikeluarkan Hadits ini menurut riwayat Imam Abu Daud, Nasa’I berpendapat bahwa hadits ini lebih kuat mursalnya daripada mausulnya”.19

17 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Nor Hasanuddin “Fiqih Sunnah”, Jilid 3, Jakarta :

Pena Pundi Aksara, Cet ke-1, 2006, hlm. 453. 18 Ahmad Ibn Hajar Al Asqalani. Op. cit, hlm. 250. 19 Moh. Mochfuddin Aladip, op. cit., hlm. 609.

Page 77: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

7

Mengenai pembunuhan yang dikenai diyat, fuquha telah sepakat

bahwa diyat tersebut dikenakan terhadap pembunuhan tersalah (tidak disengaja)

dan pembunuhan sengaja yang dilakukan oleh selain orang mukallaf seperti orang

gila dan anak-anak.20

Kadar diyat wanita muslimah yang merdeka adalah setengah diyat

laki-laki muslim merdeka.21

Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama bahwa diyat dalam

kasus pembunuhan tidak disengaja ditanggung oleh ‘aqilah (keluarga pelaku).

Yang dimaksud ‘aqilah disini adalah ‘ashabah22 si pelaku yakni kerabat si pelaku

dari pihak bapaknya, yaitu saudara-saudara laki-laki dan anak-anak laki-laki

mereka, lalu para paman dan anak-anak laki-laki mereka, lantas para paman bapak

dan anak-anak laki-laki mereka lalu para paman kakek dan anak-anak laki-laki

mereka. 23

Si pelaku ikut menanggung diyat bersama ‘aqilah, sehingga menjadi

salah seorang diantara mereka, karena dibebankannya kewajiban ini kepada mereka

berasaskan solidaritas.

Apabila diyat ditunaikan berupa unta, maka dalam kasus pembunuhan

tidak disengaja menurut para imam yang empat, diyat tersebut dibagi menjadi 5

bagian yaitu :24

20 Ibnu Rusyd, Bidayatu ‘l-Mujtahid, Terj. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah

“Terjemahan Bidayatu ‘l-Mujtahid”, Semarang : Penerbit Asy-Syifa’, Cet ke-1, 1990, hlm. 559-560. 21 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim , Shahih Fiqih as-Sunnah wa Adillatuhu wa

Taudhih Madzahib al-A’immah, Terj. Abu Hamzah Fachrudin “Shahih Fiqih Sunnah-Jilid 5”, Jakarta : Tim Pustaka At- Tazkia, Cet ke-1,2008, hlm. 348.

22 ‘Ashabah yaitu bapak serta sterusnya keatas dan anak serta seterusnya kebawah, yang lingkupnya lebih kecil daripada kabilah.

23 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, op. cit., hlm.351. 24 Ibid, Jilid 5, hlm. 355-356.

Page 78: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

8

a. 20 (dua puluh) ekor bintu makhadh (unta betina yang usianya memasuki tahun

kedua).

b. 20 (dua puluh) ekor bintu labun (unta betina yang usianya memasuki tahun

ketiga).

c. 20 (dua puluh) ekor jadza’ah (unta betina yang usiannya memasuki tahun

kelima).

Didalam masalah dr. Setianingrum seorang dokter yang karena

kealpaannya menyebakan pasien yang bernama ny. Rusmini apabila didalam

hukum pidana Islam, hakim dapat memberi sanksi atau hukuman berupa diyat dan

kafaarat.

Karena akibat hukum yang bisa dikenakan pembunuhan tidak

disengaja adalah diwajibkan diyat dan kafarat, hal ini diwajibkan bagi siapa yang

membunuh orang Mukmin tanpa sengaja atau orang kafir mu’ahid (yang sedang

dalam masa perjanjian damai).

Menurut kesepakatan para ahli fiqih, berdasarkan firman Allah Surah

An-Nisa ayat 92 : “Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin karena tersalah

(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta

membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh), kecuali jika

mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang

ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)

membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta

memmerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Page 79: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

9

Dalam kasus pembunuhan orang Islam didahulukan kaffaratnya

daripada diyatnya, sedangkan dalam kasus pembunuhan orang kafir didahulukan

diyat, karena seorang muslim memandang untuk lebih mendahulukan hak Allah

daripada hak dirinya sendiri, sedangkan orang kafir berpendapat lebih

mendahulukan hak dirinya sendiri daripada hak Allah.

B. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati  No. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt Tentang

Malpraktik Kedokteran Ditinjau Dari Kode Etik Kedokteran Indonesia

(KODEKI)

Kiranya dapat diketahui, bahwa perkara dr. Setianingrum inilah yang

merupakan suatu “aanleiding” terhimpunnya para medisi dan dengan demikian

melegakan kalangan kedokteran yang umumnya memandang tidak ada pelanggaran

etik dan karenanya kurang memahami putusan, sewaktu ada pemidanaan terhadap

dr. Setianingrum walaupun ia kondisional sifatnya.

Dari beberapa uraian di atas, sangat disayangkan bahwa Pengadilan

Negeri Pati dalam menyidangkan kasus dr. Setianingrum kurang atau tidak

mempunyai wawasan yang luas dan tidak memahami profesional seorang dokter

sehingga putusan yang diambil sangat tidak mencerminkan rasa keadilan.

Putusan yang menyatakan bahwa dr. Setianingrum “Bersalah

melakukan kejahatan, karena kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal

dunia”, seharusnya tidak perlu terjadi bila Jaksa dan Majelis Hakim memahami

nilai-nilai profesional yang dimiliki seorang dokter.

Page 80: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

10

Putusan yang dicoba diangkat pada tulisan karya ilmiah penulis

adalah putusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt. Putusan ini

sempat menjadi bahan pembicaraan tidak saja dari kalangan praktisi hukum

melainkan dari kalangan teotetikus. Putusan Pengadilan Negeri yang dijatuhkan

oleh Hakim pada Pengadilan Negeri Pati tersebut sehubungan dengan gugatan yang

diajukan oleh keluarga dari pihak ny. Rusmini atas kealpaan yang dilakukan oleh

seorang dokter yang bernama Setianingrum.

Sehari sesudah putusan ini dibacakan, bermunculan berbagai tulisan

dan hampir semua penulisan tersebut bernada kritikan dan menyesalkan putusan

tersebut. Karena berbagai hal yang tidak memuaskan baik dari kalangan keluarga

korban maupun keluarga pelaku.

Tulisan hasil kaya ini tidak bermaksud memperbanyak barisan

kritikan dan juga bermaksud menilai sah atau tidaknya putusan itu karena menurut

penulis tidak mempunyai kapasilitas untuk tersebut, melainkan tulisan ini akan

melihat putusan tersebut dari pendekatan teoritis.

Setiap putusan Pengadilan mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan

Tinggi sampai pada Mahkamah Agung tidak luput dengan pertimbangan-

pertimbangan hukum, tidak saja karena menjadi syarat suatu putusan sebagaimana

ketentuan undang-undang tetapi juga untuk memberikan dasar kemantapan

keyakinan dan alasan mengikat kemantapan didalam menjatuhkan putusan.

Page 81: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

11

Bahwa setelah melihat putusan tersebut diatas, terlihat bahwa

Pengadilan Negeri Pati telah memilih salah satu dari tiga jenis putusan yang dikenal

didalam hukum acara pidana yakni :

a. Putusan pemidanaan

b. Putusan pembebasan dan

c. Putusan pelepasan.

Putusan yang diambil tersebut merupakan putusan pemidanaan.

Putusan pemidanaan adalah putusan Pengadilan yang dijatuhkan kepada terdakwa

karena dari hasil pemeriksaan sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepadanya dan perbuatan yang dilakukan terdakwa masuk pada pasal

359 jo 361 KUH pidana tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan.

Pengadilan Negeri Pati telah menjatuhkan putusan pemidanaan

kepada terdakwa. Hal ini berarti Pengadilan Negeri Pati menilai bahwa terdakwa

terbukti kesalahan atas perbuatan yang didakwakan kepadanya. Permasalahannya

adalah mengapa Pengadilan Negeri Pati memberikan putusan pemidanaan kepada

terdakwa.

Memperhatikan dari apa yang telah diuraikan dalam keputusan

Pengadilan Negeri Pati, terlihat jelas dan menyakinkan bahwa baik jaksa penuntut

umum maupun para hakim tinggi anggota majelis ternyata tidak mengerti dan tidak

mengetahui professionalisme dokter dalam memberikan pelayanan medik.

Page 82: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

12

Suatu tindakan medik secara materiil tidak bertentangan dengan

hukum apabila tindakan itu memenuhi persyaratan tertentu, yaitu :25

1. Tindakan tersebut mempunyai indikasi medik berdasarkan tujuan perawatan

yang konkrit

2. Tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan terapi pengobatan

3. Ada persetujuan atau izin dari pasien

Menimbang, bahwa penerapan pasal 359 KUHP dalam perkara ini

tidak benar, terutama mengenai penafsiran unsur kealpaan dalam pasal tersebut dan

causa dari kematian. Bahwa Pengadilan Negeri dalam pertimbangan menentukan

kealpaan atau kurang hati-hatinya terdakwa berdasarkan sebelumnya untuk

penyuntikannya ia tidak teliti dengan alergi, terdakwa juga tidak memeriksa

tekanan darah pasien, tidak melakukan tes kulit dan juga tidak mencoba melakukan

vena seksi untuk memberikan cairan per-infus, pemberian oksigen (O2) dan

pemberian obat-obatan lain sebagai ulangan serta pemijatan jantung untuk

merangsang geraknya.26

Menurut penulis, pengertian kealpaan disini harus dikaitkan dengan

profesi kedokteran. Pengertian kealpaan dalam pasal 359 KUHP mengandung unsur

dapat dihindarkan akibat, dapat dibayangkan akibat sebelumnya. Unsur-unsur ini

25 Dewi Setyowati (ed), Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter Dalam

Transaksi Terapeutik, Surabaya : Srikandi, 2001, hlm. 75. 26 Ahmad Sofyan, (ed), Malpraktik dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana,

Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2005, hlm. 15.

Page 83: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

13

sama sekali tidak mendapatkan sorotan sepenuhnya dalam menginterprestasikan

istilah kealpaan oleh Pengadilan Negeri di Pati.27

Bahwa Pengadilan Negeri di Pati kurang memperhatikan standar

pengobatan dengan mengharuskan terdakwa melakukan vena seksi untuk

memberikan cairan infuse, pemberian oksigen (O2) dan obat-obatan lainnya

sebagai ulangan serta pemijatan jantung untuk merangsang geraknya. Padahal

peralatan tersebut tidak ada di tempat.

Bahwa cousa kematian pasien (ny. Rusmini) tidak dapat ditentukan

secara pasti karena visum et repertum yang dibuat oleh dr. Goemoro Suparno

tertanggal 25 Januari 1979 atas nama Rusmini hanya berdasarkan pemikiran luar

saja tanpa mengadakan autopsy, sehingga penyebab kematian tidak dapat

ditentukan kalau hanya berdasarkan keterangan saksi yang mengatakan mungkin

karena tidak tahan obat.

Bahwa terdakwa sebagai dokter yang baru berpengalaman kerja

selama 4 (empat) tahun yang sedang bertugas di Puskesmas yang serba terbatas

sarananya, tidaklah mungkin diharapkan untuk melakukan hal-hal seperti yang

dikehendaki saksi dr. Imam Parsudi, misalnya melakukan penyuntikan langsung ke

jantung, pemberian zat asam (O2) dan lain tindakan yang lebih rumit lagi.

Bahwa dengan demikan salah satu unsur, yaitu unsur kealpaan yang

dikehendaki pasal 359 KUHP tidak terbukti dalam perbuatan terdakwa, karenanya

terdakwa yang ditimpakan kepadanya.

27 Ibid

Page 84: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

14

Bahwa sepanjang mengenai penafsiran unsur kealpaan judex facti

kurang tepat dalam menetapkan tolak ukur untuk menentukan ada tidaknya unsur

kealpaan dalam perbuatan terdakwa. Dalam arti sejauh mana terdakwa berusaha

secara maksimal untuk menyelamatkan jiwa pasiennya, sesuai dengan kemampuan

yang sewajarnya harus dimiliki dan sarana yang tersedia padanya.28

Bahwa dari keterangan seorang dokter kecuali saksi ahli dr. Imam

Parsudi bahwa dr. Setianingrum telah melakukan upaya sewajarnya yang dapat

dituntut dari padanya sebagai dokter dengan pengalaman kerja selama 4 tahun dan

yang sedang melaksanakan tugasnya pada Puskesmas dengan sarana yang serba

terbatas.29

Dari seorang dokter dengan 4 tahun pengalaman kerja dalam sebuah

Puskesmas yang serba terbatas sarananya tidak dapat dituntut dan diharapkan

daripadanya untuk melakukan tindakan kedokteran yang serba rumit seperti

dikehendaki oleh saksi ahli dr. Imam Parsudi. Misalnya melakukan penyuntikan

langsung kejantung, pemberian zat asam (02) dan lain tindakan yang lebih rumit

lagi.30

Dengan memahami putusan hakim Pengadilan Negeri Pati, dapat

diketahui bahwa ternyata Pengadilan Negeri memiliki pandangan yang berbeda

dengan hukum Profesi Kedokteran dalam hal melakukan penafsiran terhadap suatu

aturan hukum terutama pasal KUH pidana yang menjadi dasar tuntutan pidana.

28 Oemar Seno, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter,

Jakarta : Erlangga, 1991, hlm. 68. 29 Ibid. 30 Dewi Setyowati (ed), op. cit, hlm. 198.

Page 85: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

15

Beberapa pertimbangan Pengadilan Negeri tersebut yang dapat

digolongkan sebagai pertimbangan hukum profesi kedokteran adalah sebagai

berikut :

1. Bahwa undang-undang bukan merupakan satu-satunya sumber hukum atau

sumber hukum yang paling penting, tetapi masih ada sumber lain penting untuk

menyelesaikan masalah.

2. Bahwa dalam melakukan penafsiran dalam zaman yang berkembang pesat

sekarang ini, hakim tidak mencari hasil dari mereduksi dengan menggunakan

logika dan undang-undang yang bersifat umum dan abstrak, tetapi dari

resultante dari perbuatan menimbang semua kepentingan dari nilai dalam

sengketa.

3. Bahwa pada asasnya, masalah sosial kemasyarakatan menjadi pusat perhatian

dan diletakkan di tempat terdepan.

Dalam foreseeability yang dapat diterapkan pada tindakan kealpaan

seorang dokter yang menyebabkan orang lain meninggal dunia yang dilakukan oleh

dokter Setianingrum pasien yang bernama ny. Rusmini disebabkan karena adanya

unsur kesalahan secara medis (professional) dan secara hukum (kesalahan

pelaksanaan aturan hukum), dalam kasus tersebut hanya terdapat unsure kesalahan

saja dan bukan kesalahan secara mutlak, karena dalam masing-masing kesalahan

tersebut dokter Setianingrum juga mempunyai pembenaran baik secara medis

maupun secara yuridis menurut hukum kesehatan Indonesia.

Page 86: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

16

Unsur pembenaran secara medis adalah dokter Setianingrum adalah

dokter tersebut melakukan tindakan penyelamatan pada pasien ny. Rusmini yang

masih mempunyai peluang untuk dapat disembuhkan.

Secara medis dokter Setianingrum mempunyai dasar pembenar atas

tindakan medis spontan yang dilakukannya, yaitu melakukan penyuntikan kepada

pasien secara berurut-urut. Mempunyai dasar pembenaran artinya tindakan yang

dilakukan tersebut memang dibenarkan secara medis, tetapi tindakan tindakan

pemberian obat kadar suntikan yang dilakukan tidak seluruhnya dapat dibenarkan

secara medis, hanya sebagian yang dapat dibenarkan secara medis, oleh sebab itu

dokter tersebut tidak dapat dikatakan melakukan kesalahan professional secara

medis secara mutlak.

Unsur pembenaran lainnya adalah bila mana dianggap kealpaan,

seseorang dokter dapat dianggap sebagai alpa/lalai, bilamana keadaan

pertimbangan fisik si pelaku dengan perbuatan dan akibat yang timbul, berada

dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga dengan dasar kesempurnaan keadaan,

fisik si pelaku tersebut.

Maka perbuatan tersebut dan akibat yang timbul dari perbuatan

tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya (dapat dibebankan

kepadanya/dapat dipersalahkan kepadanya).

1. Pada setiap kali mempelajari dan melihat pasal-pasal dalam KUH pidana lebih

baik memeriksa benar-benar dimanakah letak unsur sengaja (opzet) tersebut.

Hal ini adalah sangat penting, karena semua unsur-unsur lainnya yang terletak

Page 87: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

17

di belakangi sengaja (opzet) tersebut, adalah diliputi oleh sengaja (opzet)

tersebut. Contohnya adalah :31

a. Pasal 362 KUH pidana

"Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum,

diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau denda paling banyak enam puluh rupiah".32

Disini semua unsur-unsur yang terletak di belakang unsur dengan maksud

tersebut diliputi olehnya, sedangkan yang terletak dimukanya tidak.

b. Pasal 368 ayat 1 KUH pidana

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya

atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain ; atau supaya

memberikan hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena

pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.33

" Disini semua unsur-unsur yang terletak dibelakang unsur "sedang

diketahuinya" tersebut diliputi olehnya, sedangkan yang terletak dimukanya

tidak.

31 Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana Dalam Schema (Bagan) dan

Synopsis (Catatan Singkat), Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hlm. 41. 32 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, Cet

ke- 24, 2005, hlm. 128. 33 Ibid, hlm. 129.

Page 88: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

18

c. Pasal 207 KUH pidana

"Barang siapa dengan sengaja (dimuka umum dengan lisan atau tulisan

menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam

dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling

banyak tiga ratus rupiah”. 34

Karena disini unsur "dengan sengaja" terletak paling depan, maka seluruh

unsur-unsur lainnya diliputi olehnya.

2. Bilamana tidak jelas, dapat menggunakan penafsiran (Interpretatie)

3. Unsur kekerasan (Geweld) dalam pasal 365 KUH pidana, tentulah dengan

sengaja (opzettelijk) berdasar tafsiran menurut tata bahasa dan menggunakan

juga antara lain tafsiran secara sejarah, tafsiran secara logis dan tafsiran

menurut maksud sejati.

Setengahnya sengaja "Pro Partus Dolus", setengahnya lalai "Pro

Partus Culpa" terdapat pada pasal 480 KUH pidana yaitu :

Istilah alpa yang dipergunakan dalam KUH pidana :

a) Karena kekhilafannya, pasal 359, 360 KUH Pidana.

b) Patut dapat menyangka, pasal 480 KUH Pidana.

c) Karena kelalaian, pasal 231 (4) KUH Pidana.

d) Beralasan untuk dapat menyangka, pasal 282 (2) KUH Pidana.

e) Sudah tahu atau dapat menduga, pasal 483 (2) KUH Pidana.

34 Op. Cit

Page 89: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

19

Bahwa apa yang telah ditempuh oleh Pengadilan Negeri Pati dalam

menyelesaikan kasus dr. Setianingrum hanya dapat menggunakan pasal-pasal

dalam KUH Pidana sangat tidak tepat. Hendaknya, sebelum menentukan langkah

dalam menyelesaikan kasus tersebut, para penegak hukum, khususnya para hakim

dan jaksa harus melihat dari banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain

adalah :35

1. Perjalanan dan komplikasi penyakitnya sendiri

2. Resiko medik atau medical risk

3. Resiko tindakan operatif atau surgical risk

4. Efek samping pengobatan dan tindakan

5. Keterbatasan fasilitas

6. Kecelakaan medik atau medical accident

7. Ketidak tepatan diagnosis atau error of judgement

8. Kelalaian medik atau medical negligence

9. Malpraktik medik atau medical malpractice

Dengan demikian, bahwa hasil tindakan medik yang termasuk dalam

pengertian diatas dan menimbulkan kematian, tidak dapat dianggap sebagai

tindakan kriminal yang dapat dijerat dengan KUH Pidana, dalam kasus ini dijerat

dengan pasal 359 KUH Pidana.

35 Dewi Setyowati (ed),loc. cit.

Page 90: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

20

Untuk menentukan bahwa tindakan dokter tersebut termasuk dalam

pengertian resiko medik, harus dipenuhi syarat-syarat :36

a. Tindakan medik yang dilakukan dokter telah sesuai dengan standar profesi dan

melakukannya dengan menghormati hak pasien.

b. Tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian sebagaimana ditentukan oleh

Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK)

Demikian juga perlu diperhatikan, untuk menetapkan tindakan medik

yang dilakukan dokter tersebut salah atau tidak salah harus diperhatikan :

1. Dokter sudah mengupayakan dengan sungguh-sungguh dan hati-hati

kesembuhan pasien, sebagaimana layaknya kemampuan dokter rata-rata dalam

kondisi dan lingkungan yang sama.

2. Tindakan medik (tertentu) dilakukan oleh seorang dokter sebagai salah satu

alternative terapi dalam mengupayakan kesembuhan pasien dan telah disetujui

pasien.

3. Prosedur penanganan pasien telah dilakukan dan direkam dalam “rekam

medik”.

Perlu juga para Hakim atau Jaksa yang menyidangkan kasus tersebut

memperhatikan beberapa syarat, bahwa untuk adanya suatu pertanggungjawaban

pidana harus dipenuhi tiga unsur yaitu :

a) Harus ada perbuatan yang dapat dipidana, yang termasuk dalam rumusan delik

Undang-Undang

36 Ibid

Page 91: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

21

b) Perbuatan yang dapat dipidana itu harus bertentangan dengan hukum

(wederrechtelijke)

c) Harus ada kesalahan dari pelaku

Sedang unsur-unsur kesalahan dalam pengertian pidana adalah bila

perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Bersifat bertentangan dengan hukum

2. Akibatnya dapat dibayangkan atau dapat diduga

3. Akibatnya (sebenarnya) dapat dihindari atau sifat hati-hati dan

4. Dapat dipertanggungjawabkan atau dipersalahkan padanya.

Perlu diperhatikan, bahwa ada perbedaan penting antara hukum

pidana biasa dengan hukum pidana medik. Perbedaan tersebut dapat dilihat, bahwa:

a) Pada tindak pidana biasa terutama yang diperhatikan adalah akibatnya (gevolg),

sedangkan pada tindak pidana medik yang penting bukan akibatnya tetapi

penyebabnya atau causanya.

b) Dalam tindak pidana biasa dapat ditarik garis langsung antara sebab dan

akibatnya, hal ini sudah jelas faktanya, orang ditusuk kena jantung dan

mengeluarkan banyak darah dan mengakibatkan mati.

Page 92: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

1

BAB V

PENUTUP

Setelah penulis membahas sesuai dengan judul karya ilmiah yaitu :

“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA MALPRAKTIK

KEDOKTERAN (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PATI NO.

8/1980/PID. B./PN. PT). Pembahasan-pembahasan dalam karya ilmiah ini, penulis

akan mengemukakan hasil-hasil penelitian beserta beberapa kesimpulan yang dapat

ditarik serta dapat pula diajukan beberapa saran sebagaimana tersebut dibawah ini.

A. Kesimpulan

1. Peristiwa dr. Setianingrum terhadap pasiennya yang bernama ny. Rusmini,

dimana dokter karena kealpaannya menyebabkan pasien meninggal dunia

karena tidak tahan dengan obat yang diberikan oleh dr. Setianingrum selama

masa pengobatan. Dalam hal ini apabila ditinjau dari hukum pidana Islam maka

dr. Setianingrum akan dikenakan hukuman sama halnya dengan pembunuhan

tidak disengaja. Karena apa yang dilakukan dr. Setianingrum selama mengobati

pasien sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien

tersebut. Selain itu tidak ada faktor kesengajaan yang dilakukan oleh dr.

Setianingrum terhadap pasiennya.

Dengan demikian dr. Setianingrum dapat dikenakan hukuman diyat dan kifarat.

Seperti dalam al-Hadits menerangkan :

Page 93: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

2

من : ( و عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده رضي اهللا عنهم رفعه قال

أخرجه ) فأصاب نفسا فما دونها، فهو ضامن-ن بالطب معروفا و لم يك-تطبب

الدارقطني و صححه الحاآم، و هو عند أبي داود و النسائي و غيرهما، إ ال أن

أرسله أقوي ممن و صلهمن

Artinya : “Dari ‘Amr putera Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ra., sebagai hadits “marfu” ia berkata : “ Barang siapa yang mengobati orang sedang obat itu belum dikenal masyarakat (sebagai percobaan lalu sampai menewaskan jiwa) maka harus mengganti” (Hasdits dikeluarkan Hadits ini menurut riwayat Imam Abu Daud, Nasa’I berpendapat bahwa hadits ini lebih kuat mursalnya daripada mausulnya”.

Karena akibat hukum yang bisa dikenakan pembunuhan tidak

disengaja adalah diwajibkan diyat dan kafarat, hal ini diwajibkan bagi siapa yang

membunuh orang Mukmin tanpa sengaja atau orang kafir mu’ahid (yang sedang

dalam masa perjanjian damai).

Menurut kesepakatan para ahli fiqih, berdasarkan firman Allah Surah

An-Nisa ayat 92 : “Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin karena tersalah

(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta

membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh), kecuali jika

mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang

ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)

membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta

memmerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Page 94: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

3

Teori ini apabila ditelusuri hukuman yang berlaku dalam sejarah

kehidupan hukum umat manusia, hal ini tercantum di dalam Al-Qur’an Surah An-

Nisaa’ ayat 92 yang berbunyi sebagai berikut.

⎯ tΒuρ Ÿ≅ tFs% $·Ψ ÏΒ÷σ ãΒ $\↔ sÜ yz ãƒ Ì óstGsù 7π t7 s% u‘ 7π oΨ ÏΒ÷σ •Β ×π tƒ ÏŠ uρ îπ yϑ=|¡•Β #’ n<Î) ÿ⎯ Ï&Î#÷δr&

Artinya : “Dalam ayat tersebut, Allah swt menetapkan hukuman bagi orang-orang

yang membunuh orang mukmin yang tidak disengaja, yaitu memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar denda (tebusan) kepada keluarganya si mati. Lain halnya apabila mau memaafkannya”.1

Bahwa diyat diwajibkan terhadap pembunuhan karena suatu kesalahan dan

pembunuhan yang serupa dengan kesengajaan, serta dalam pembunuhan

sengaja yang dilakukan oleh orang yang kehilangan salah satu syarat taklif,

seperti pembunuhan yang dilakukan oleh anak kecil dan orang gila.

2. Bahwa apa yang telah ditempuh oleh Pengadilan Negeri Pati dalam

menyelesaikan kasus dr. setianingrum hanya dengan menggunakan pasal-pasal

dalam KUH Pidana sangatlah tidak tepat. Hendaknya, sebelum menentukan

langkah dalam menyelesaikan kasus tersebut para penegak hukum khususnya

para Hakim dan Jaksa harus mengetahui bahwa hasil akhir suatu kematian itu

tergantung dari banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah :

a. Perjalanan dan komplikasi penyakitnya sendiri

b. Resiko medik (medikal risk)

c. Resiko tindakan operatif (surgical risk)

1 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 121.

Page 95: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

4

d. Efek samping pengobatan dan tindakan

e. Keterbatasan fasilitas

f. Kecelakaan medik (medical accident)

g. Ketidak tepatan diagnosa (error of judgement)

h. Kelalaian medik (medical negligence)

i. Malpraktik medik (medical malpractice)

Dengan demikian, bahwa hasil tindakan medik yang termasuk dalam pengertian

diatas dan menimbulkan kematian, tidak dapat dianggap sebagai tindakan

kriminal yang dapat dijerat dengan pasal 359 KUH Pidana.

Menimbang, bahwa penerapan pasal 359 KUH Pidana dalam perkara ini tidak

benar, terutama mengenai penafsiran unsur kealpaan (Schuld) dalam pasal

tersebut dan causa dari kematian. Bahwa Pengadilan Negeri dalam menentukan

kealpaan atau kurang hati-hatinya terdakwa berdasarkan sebelumnya untuk

penyuntikannya si pasien yang berhubungan dengan alergi, terdakwa juga tidak

memeriksa tekanan darah pasien, tidak melakukan tes kulit dan juga tidak

mencoba melakukan vena seksi untuk memberikan oksigen (02) dan pemberian

obat-obatan lain sebagai ulangan serta pemijatan jantung untuk merangsang

geraknya.

Seharusnya, pengertian kealpaan disini harus dikaitkan dengan profesi dokter.

Pengertian kealpaan (Schuld) dalam Pasal 359 KUH Pidana mengandung unsur

dapat dihindarkan akibat (vermijdbaarheid), dapat dibayangkan akibat

sebelumnya (voorzienbaarheid), dapat dicela di pembuat (verwijbaarheid).

Page 96: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

5

Unsur-unsur ini sama sekali tidak mendapatkan sorotan sepenuhnya dalam

menginterprestasikan istilah kealpaan (Schuld) oleh Pengadilan Negeri di Pati.

Bahwa dalam persidangan ternyata usaha yang dilakukan oleh terdakwa dalam

rangka menolong jiwa pasien dibenarkan oleh saksi ahli dr. Moh. Prihadi dan

dr. Lukas Firdaus dan hanya disalahkan oleh saksi ahli dr. Imam Parsudi.

Bahwa Pengadilan Negeri di Pati kurang memperhatikan standar pengobatan

dengan mengharuskan terdakwa melakukan vena seksi untuk memberikan

cairan infus, pemberian oksigen (02) dan obat-obatan lainnya sebagai ulangan

serta pemijata jantung untuk merangsang geraknya, padahal peralatan tersebut

tidak terdapat ditempat kejadian.

Bahwa causa kematian pasien (Rusmini) tidak dapat ditentukan secara pasti

karena visum et repertum yang dibuat oleh dr. Goemoro Suparno tertanggal 25

Januari 1979 atas nama Rusmini hanya berdasarkan pemeriksaan luar saja tanpa

mengadakan autopsi, sehingga penyebab kematian tidak dapat ditentukan

apabila hanya berdasarkan keterangan saksi yang mengatakan mungkin karena

tidak tahan obat.

Bahwa terdakwa sebagai dokter yang baru berpengalaman kerja selama 4

(empat) tahun yang sedang bertugas di Puskesmas yang serba terbatas

sarananya, tidaklah mungkin diharapkan untuk melakukan hal-hal seperti yang

dikehendaki saksi dr. Imam Parsudi, misalnya melakukan penyuntikan

langsung ke jantung, pemberian zat asam (02) dan lain tindakan yang lebih

rumit lagi.

Page 97: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

6

Dengan demikian salah satu usur, yaitu unsur kealpaan yang dikehendaki Pasal

359 KUH Pidana tidak terbukti dalam perbuatan terdakwa.

B. Saran-Saran

Sebagai saran atas beberapa hasil penelitian ini kiranya perlu

diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Banyak tudingan yang dilemparkan masyarakat kepada profesi kedokteran

dalam memberikan pelayanan medik, hendaknya profesi kedokteran tidak

menanggapi secara emosional, tetapi perlu melakukan pendekatan pada para

pihak yang merasa dirugikan kepentingannya oleh tindakan dokter tersebut.

Dalam hal ini, masyarakat harus diyakinkan, bahwa hasil pengobatan terakhir

yang dilakukan dokter yang berakibat menimbulkabn cacat, luka berat atau

bahkan meninggal/kematian belum tentu kesalahan dokter, bila dokter dalam

melakukan tindakan tersebut telah bertindak sesuai dengan standar pfofesi yang

telah digariskan, yaitu bertindak dengan baik, hati-hati, teliti sesuai dengan

pengetahuann, dan kemampuan rata-rata seorang dokter ahli yang dalam

kondisi dan sarana yang seimbang. Dan harus diiingat bahwa ilmu kedokteran

merupakan ilmu pengetahuan berdasar pada pengalaman “evidence” based dan

bukan ilmu pasti, sehingga hasil akhir suatu pengobatan atau suatu tindakan

medik tidak ada yang seratus persen pasti berhasil. Hasil akhir suatu

pengobatan atau tindakan medik merupakan suatu “probabilitas”. Bila suatu

“probabilitas” keberhasilan yang tinggi maka tindakan medik itu secara

Page 98: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

7

professional dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menghilangkan atau

setidaknya mengurangi keraguan pasien/masyarakat atas pelayanan yang akan

dilakukan atau telah dilakukan dokter terhadap pasien, disarankan agar IDI

sebagai organisasi induk para dokter mewajibkan kepada seluruh anggotanya

secara profesional untuk meningkatkan kemampuan dalam komunikasi,

kemampuan memberikan informasi yang cukup jelas, sehingga pasien/keluarga

cukup jelas dan mengerti informasi yang diberikan serta tindakan apa serta

resiko-resiko yang mungkin akan timbul atas tindakan dokter terhadap dirinya.

Dengan demikian pasien/keluarga dapat memilih salah satu alternative

pengobatan dan membuat suatu keputusan yang tepat disamping itu, IDI perlu

melakukan keorganisasi kesamping dengan organisasi profesi lain, para aparat

penegak hukum secara contiu/periodic.

2. Dalam melakukan tugas yang mulia seperti seorang dokter yang salah dalam

bertindak dapat mengakibatkan malpraktik. Tetapi kita harus menyadari bahwa

dokter hanyalah manusia biasa yang kapan saja bisa melakukan kekhilafan.

Seperti dalam kasus dr. Setianingrum, karena kurang hati-hatian dan teliti

dalam memeriksa pasien menjadi meninggal dunia. Maka seharusnya bagi

dokter yang dianggap ahli dalam bidang penyembuhan untuk lebih bersikap

hati-hati dan teliti sehingga segala hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.

3. Perlu kerjasama antara Polri yang memiliki peran sebagai penegak hukum

dengan MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) yang

secara profesi berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan

Page 99: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

8

dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan

kedokteran gigi dan menetapkan sanksi.

C. Penutup

Alhamdulillah, puja serta puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Swt karena atas limpahan rahmat, hidayat, taufiq serta inayah-Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini, sekalipun apabila dikaji lebih dalam masih banyak

kekurangan baik dalam kajian teori, permasalahan, penulisan dan lain sebagainya.

Sebagaimana manusia yang mempunyai keterbatasan dalam semua

hal, penulis menyadari bahwa apa yang terungkap dalam hasil penelitian ini masih

jauh dari sempurna, karena penulis mengakui bahwa pengetahuan penulis dalam

bidang hukum sangat terbatas bila dibandingkan dengan pengetahuan para pakar di

bidang hukum. Maka dengan kerendahan hati penulis mengharap saran dan kritik

konstruktif dari berbagai pihak demi perbaikan sempurnanya skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga kehadiran karya ilmiah ini

bermanfaat bagi penulis, masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi dokter

dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran. Amin Ya Rabbal’Alamin.

Page 100: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

DAFTAR PUSTAKA Abiding, Zamhari., Pengertian Dan Asas Hukum Pidana Dalam Schema (Bagan) Dan

Synopsis (Catatan Singkat), Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986. Abdurrahman., Terjemahan Bidayatu’l-Mujtahid, Semarang : Asy-Syfa, Cet. ke-1,

1990. Achadiat, Drisdiono M., Pernik-Pernik Hukum Kedokteran Melindungi Pasien Dan

Dokter, Jakarta: Widya Medika, Cet. ke-1, 1996. Adji, Oemar Seno., Hukum (Acara) Pidana Dalam Prospeksi, Jakarta: Erlangga,

Cet. ke-4, 1984. Amir, Amri., Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta: Widya Medika,

Cet. ke-1, 1997. Anwar Muhammad., Praktek Peradilan Pidana Di Indonesia, Jakarta: IND-HILL CO,

Cet. ke-1, 1989. Arikunto, Suharsini., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Renika

Cipta, Cet. ke-5, 2002. Arief, Barda Nawawi., Bunga Rampai hukum Pidana, Bandung: Alumni Bandung,

Cet. ke-1, 1992. Aladip, Mahfuddin., Terjemahan Bulughul Maram, Semarang : Toha Putra, 1985. Ash Shiddieqy, Hasbi., Falsafat Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.

., Tafsir Al-Qur’an, Juz ke-2, Jakarta : Bulan Bintang, 1966.

Azwar, Bahar., Buku Pintar Pasien Sang Dokter, Jakarta: Kesaint Blanc, Cet. ke-1, 2002.

Cristiawan, Rio., Aspek Hukum Kesehatan Dalam Upaya Medis Transplantasi Organ

Tubuh, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, Cet. ke-1, 2003. Dahlan, Irdan., Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, Jakarta: Bina Aksara,

Cet. ke-1, 1987. Danim, Sudarwan., Menjadi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia,

Cet. ke-1, 2002.

Page 101: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Pustaka Agung Harapan, 2006.

Dokumen Keputusan Pengadilan Negeri Pati No. 8/1980/Pid. B./Pn. Pt Dokumen Situasi Daerah Hukum Pengadilan Negeri Pati Klas I-B Fuady, Munir., Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), Bandung:

Citra Aditya Bakti, Cet. ke-1, 2005. Gufron, Agus., Tanggungjawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter Buku II, Jakarta:

Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2006. Guwandi, J., Malpraktik Medik, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1993. , Tindakan Medik Dan Tanggungjawab Produk Medik, Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, Cet. ke-1, 1993. , Malpraktik Medik, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1993. , Kelalaian Medik (Medical Negligence), Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

Cet. ke-2, 1994. , Dokter, Pasien Dan Hukum, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Cet. ke-1, 2003. Hamzah, Andi., Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Jakarta: Kepala Pusat Penelitian

Dan Pengembangan Kejaksaan Agung, Cet. ke-1, 1988. Hartanto, Huriawati., Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan

Zaman, Jakarta: EGC, Cet. ke-1, 2007. Hasanuddin, Nor., Fiqih Sunah, Jilid 3, Jakarta : Pena Pundi Aksara, Cet. ke-1, 2006. Kansil., Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Koeswadji., Hermien Hadiati, Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum

Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. ke-1, 1998.

Lamintang., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, Cet. ke-2,

1990. Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana”,

Semarang, 17 Mei 2008 Disampaikan Oleh Bambang Sadono.

Page 102: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana”, Semarang, 17 Mei 2008 Disampaikan Oleh Sofyan Dahlan.

Makalah Seminar Nasional “Profesi Medis Dilihat Dari Aspek Hukum Pidana”,

Semarang, 17 Mei 2008 Disampaikan Oleh Nelson P. Purba. Mariyanti, Ninik., Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana Dan Perdata,

Jakarta: Bina Aksara, Cet. ke-1, 1988. Moeljatno., Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, Cet. ke-4, 1987. ., KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, Cet.

ke-24, 2005. Prodjohamidjojo, Martiman., Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2,

Jakarta: Pt. Pradnya Paramita, Cet. ke-1, 1997. Puspita., Nonny Yogha, Tanggungjawab Hukum Dan Sanksi Bgi Dokter, Jilid I,

Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. ke-2, 2006. , Tanggungjawab Hukum Dan Sanksi Bgi Dokter, Jilid II,

Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. ke-2, 2006. Ranoemihardja, Atang., Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science), Bandung:

Tarsito, Cet. ke-3, 1991. Rosliana., Peranan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Dalam Penanganan Kasus

Malpraktek, Skripsi Sarjana Hukum, Semarang: Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung,

Sani, Abdullah., Hakim Dan Keadilan Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. ke-1, 1977. Seno Adji, Oemar., Etika Professional Dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana

Dokter “Profesi Dokter”, Jakarta: Erlangga, Cet. ke-4, 1991. Setyowati, Dewi., Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter Dalam

Transaksi Terapeutik, Surabaya: Srikandi, Cet. ke-1, 2007. Soetomo, A., Hukum Acara Pidana Indonesia Dalam Praktik, Pustaka Kartini,

Cet. ke-1, 1990. Sofyan., Ahmad., Malpraktik Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta:

Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2005. Surjaman, Tjun., Pengantar Hukum Kesehatan, Bandung: Remaja Karya,

Cet. ke-1, 1987.

Page 103: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

Surakhmad, Winarto., Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung: Tarsito, Cet. ke-1, 1980.

Sutarto, Suryono., Hukum Acara Pidana, Jilid II, Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Cet. ke-2, 2004. Tarmizi., Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika, Cet. ke-1, 2007. Tim Pustaka At-Tezkia., Shahih Fiqih Sunnah, Jilid 5, Jakarta : Pustaka at-Tazkia, Cet.

ke-1, 2006. Tim Redaksi Fokus Media., Praktik Kedokteran Undang-Undang No. 29 Tahun 2004

Dilengkapi Dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Bandung: Fokus Media, Cet. ke-1, 2004.

Wardi Muslich, Ahmad., Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika Offset,

Cet. ke-1, 2005. Yasin, Nur’aini., Fiqih Kedokteran, Jakarta : Al-Kautsar, 2006

Page 104: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PIDANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyu... · beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati, yakni KODEKI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Wahyu Anita

Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 27 April 1985

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Majapahit 306 B, Semarang

Riwayat Pendidikan :

- SD Pedurungan Tengah IC-ID, lulus tahun

1998,

- Madrasah Tsanawiyah Pesantren Putri

Al- Mawaddah Ponorogo, lulus tahun 2001,

- Madrasah Ahliyah Pesantern Putri Al-

Mawaddah Ponorogo, lulus tahun 2004,

- Mahasiswi Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo 2004-2008

Demikianlah riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Semarang, 5 November 2008

Hormat Saya,

Wahyu Anita