Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

649
TIGA KERANJANG (TRIPITAKA) SEJARAH Oleh Prof. DR. Abu Su`ud 0

description

 

Transcript of Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Page 1: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

TIGA

KERANJANG

(TRIPITAKA)

SEJARAH

Oleh

Prof. DR. Abu Su`ud

0

Page 2: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr. Wb.

Buku yang anda hadapi sekarang adalah sebuah bacaan (reading) dalam bidang

pendidikan sejarah, ilmu sejarah maupun peristiwa-peristiwa sejarah, dan dimaksudkan

sebagai penunjang bagi mereka yang tengah memperdalam kajian sejarah, atau siapapun

yang tertarik pada kajian sejarah. Banyak perisrtiwa sejarah yang sering membingungkan,

terutama bagi mereka yang berkepentingan secara politik, pengajar sejarah, maupun

pemerhati sejarah. Dengan begitu buku ini bukan dimaksudkan sebagai buku teks bagi

mereka yang melakukan kajian sejarah.

Sebagai sebuah buku bacaan atau reading buku ini merupakan kumpulan tulisan

yang terserak, yang dalam media masa, bahan ceramah dalam forum pertemuan ilmiah,

maupun karya ilmiah dalam studi lanjut. Penyumbang tulisan ini dengan demikian dari

berbagai pihak sesuai dengan minat dan keahlian. Meskipun demikian sebagian besar

memang merupakan karya penulis yang merangkap sebagai penyunting (editor).

Terima kasih disampaikan kepada Patrick Gardner yang menulis buku Nature of

Historical Explanation. Buku tersebut telah dilaporkan oleh penulis buku yang anda

pegang ini sebagai bagian dari tugas perkuliahan SEJARAH 500 yang diampu oleh Prof.

DR. Sartono Kartodirdjo dalam Progra Doktor IKIP Bandung pada tahun 1981. Laporan

buku ini diolah kembali dalam buku ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bernard

Lewis , direktur Lembaga Riset Annenberg untuk kajian-kajian tentang masalah Yahudi

dan Timur Dekat. Semoga bermanfaat bagi pembaca.

Tidak lupa terima kasih disampaikan kepada para penulis di sekitar peranan Pangeran

Diponegoro, seperti Prof. DR. Djoko Surjo dari Jurusan Sejarah Fakultas Sastra

Universiras Gajah Mada, Prof. DR. AM. Djuliati Surojo dari Jurusan Sejarah Fakultas

Sastra Universitas Diponegoro, Sagimun MD, penulis buku tentang Pangeran

Diponegoro, naupun Amen Budiman pengamat dan pecinta sejarah dari kota Semarang,

1

Page 3: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang enggan disebut sejarawan. Terima kasih juga sudah sepatutnya disampaikan kepada

media masa yang telah menerbitkan tulisan-tulisan saya sebagai karya lepas, yang dimuat

sesuai dengan konteks tertentu.

Akhirnya kritik dan saran untuk penyempurnaan buku ini diharapkan dapat

disampaikan kepada penulis.

Selanjutnya last but not lease terima kasih saya sampaikan kepada Prof. DR. H. Sudijono

Sastroatmodjo, MSi selaku rektor Universitas Negeri Semarang yang atas kebijakannya

telah memberi ijin untuk menerbitkan buku ini berkenaan dengan Ulang Tahun saya ke

70 dalam memasuki purna tugas sebagai Guru Besar pendidikan sejarah pasa Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada awal Agustus 2008. Dan lebih dari

segalanya saya panjatkkan syukur pada Allah SWT yang senantiasa memberikanb

berbagai kemudahan dalam hidup yang saya jalani ini. Semoga Allah SWR selalu

memberkati semua langkah yang sayalakukan. Amien.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb.

marang, 27 Juli 2008

Penulis

2

Page 4: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

KERANJANG PERTAMA : MEMAHAMI SEJARAH

A.KONSEPTUAL

1. PENJELASAN SEJARAH (Prof. Dr. Patrick Gardiner)

2. TANTANGAN SEJARAH (Prof. Dr. Bernhard Lewis)

3. KONTROVERSI DALAM SEJARAH INDONESIA (Prof. Dr. Abu Su`ud)

4. LIMAPULUH TAHUN INDONESIA MERDEKA : TAHUN EMAS? (Prof. Dr.

Abu Su`ud)

5. SEJARAH DAN PATRIOTISME (Prof. Dr. Abu Su`ud)

6. SEJARAH DAN PELESTARIAN BUDAYA *Prof. Dr. Abu Su`ud)

7. REVITALISASI BANGUNAN MONUMENTAL (Prof. Dr. Abu Su`ud)

8. MENGUAK KEBENARAN SEJARAH BANGSA INDONESIA (Prof. Dr. Abu

Su`ud)

9. ETNO NASIONALISME (Ptof. Dr. Abu Su`ud)

10. UPAYA MENGESAMPINGKAN PERBEDAAN (Prof. Dr. Abu Su`ud)

11. MEMAKNAKAN HARI PAHLAWAN (Prof. Dr. Abu Su`ud)

12. HAKIKAT MAKNA PERISTIWA 10 NOPEMBER (Prof. Dr. Abu Su`ud)

KERANJANG KEDUA :

3

Page 5: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

HISTORIOGRAFI

A. KONSEPTUAL

1. PENULISAN HADIS SEBAGAI HASIL KAJIAN SEJARAH (Drs. Abu

Su`ud)

2. LEGENDARISASI TOKOH SEJARAH (Dr. Abu Su`ud)

3. KOMENTAR PERS

4. MITOS 3,5 ABAD TERJAJAH (Prof. Dr. Abu Su`ud)

B .MONOGRAFI TENTANG PERANG DIPONEGORO

1. DI SANA-SINI ADA MAKAM DIPONEGORO (Dr. Abu Su`ud)

2. PERANG DIPONEGORO (Ditinjau dari Segi Militer) (Drs. Abu Su`ud)

3. KEPEMIMPINAN PENGERAN DIPONEGORO DALAM PERSPEKTIF

SEJARAH (DR. Djoko Surjo)

4. KONFLIK-KONFLIK YANG MENDAHULUI DAN MEMATANGKAN

PERANG DIPONEGORO (Sagimun MD)

5. MEWARISI SEMANGAT PANGERAN DIPONEGORO (Dr. Abu Su`ud)

6. PENGERAN DAN PETANI : SEBUAH ALIANSI KRATON-DESA DALAM

PERANG DIPONEGORO (Dr. AM Djuliati Surojo)

7. SOSOK PANGERAN DIPONEGORO DALAM NASKAH-NASKAH JAWA

(Amen Budiman)

KERANJANG KETIGA

PENGAJARAN SEJARAH

1. SEJARAH DAN PENDIDIKAN (Dr. Abu Su`ud)

2. BILA ISU KONTROVERSIAL MASUK KELAS SEJARAH (Prof. Dr. Abu

Su`ud)

4

Page 6: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

3. KOMENTAR-KOMENTAR

4. MENCARI ALTERNATIF DALAM PENGAJARAN SEJARAH (Prof. Dr. Abu

Su`ud)

5. POTRET KOTA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH (Prof. Dr. Abu

Su`ud)

6. GURU SEJARAH DAN PERUIBAHAN SEJARAH (Prof. Dr. Abu Su`ud)

7. JASMERAH (Prof. Dr. Abu Su`ud)

8. FORMAT METODOLOGI PENDIDIKAN SEJARAH DALAN

TRANSFORMASI NILAI DAN PENGETAHUAN (Prof. Dr. Abu Su`ud)

9. KURIKULUM BARU TANPA PSPB (Prof. Dr. Abu Su`ud)

10. GURU SEJARAH DAN PERUBAHAN SOSIAL (Prof. Dr. Abu Su`ud)

11. GURU SEJARAH YANG KEBINGUNGAN (Prof. Dr. Abu Su`ud)

12. SEJARAH LEBUR DALAM PPKN : QUO VADIS? )Prof. Dr. Abu Su`ud)

13. POTENSI SEJARAH LOKAL DALM FRAME PENGAJARAN DI SEKOLAH

(Prof. Dr. Abu Su`ud)

@@@

PENDAHULUAN

Dengan berbekal pemahaman sejarah rasanya berbagai peristiwa sosial menjadi

menarik untuk dikaji dan kemudian disampaikan lewat media massa ataupun forum-

forum ilmiah. Bekal lain yang ada berupa potensi untuk menuliskan berbagai hasil

pengamatan sosial, karena terbiasa menjadi penulis artikel pada media massa, sangat

memperlancar komunikasi kepada masyarakat. Bekal ketiga yang kebetulan ada adalah

posisi sebagai dosen pendidikan sejarah pada Program Studi Pendidikan Sejarah pada

Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universiras Negeri Semarang (Unnes). Naluri

sebagai guru telah mendorong untuk selalu mengkomunikasikan hasil kajian itu kepada

orang lain.

Buku ini berisi bacaan tentang masalah-masalah sejarah yang sudah disampaikan

lewat media massa maupun forum ilmiah. Buku ini tidak dimaksudkan sebagai ekspose

5

Page 7: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mengenai konsep-konsep ilmiah tentang masalah sejarah, melainkan kumpulan tulisan di

sekitar bagaimana memahami sejarah, tentang historiografi, maupun tentang pengajaran

sejarah, maupun berbagai analisis tentang peristiwa sejarah. Oleh karena itu kumpulan

tulisan ini menjadi semacam bunga rampai tulisan-tulisan tentang sejarah yang telah

dimuat di beberapa media cetak selama beberapa tahun, yang ditulis berkaitan dengan

situasi maupun peristiwa tertentu dalam masyarakat.

Buku ini mencakup tiga bagian yang membicarakan segala sesuatu di seklitar

sejarah. Jadi layaknya setiap bagian itu sebagai keranjang atau pitaka, maka buku inipun

menjadi semacam Tripitaka Sejarah atau tiga keranjang berbagai tulisan tentang sejarah.

Keranjang pertama berisi pembahasan tentang filsafat sejarah dalam rangka

memberikan penjelasan sejarah, atas peristiwa-peristiwa sejarah maupun bagaimana

memahami peristiwa-peristiwa sejarah. Tulisan-tulisan itu merupakan penyajian

kembali karya tulis sebagai tugas laporan buku dalam studi lanjut dalam Pendidikan

Doktor IKIP Bandung tahun 1980 an maupun perkulihan dalam Jurusan Sejarah IKIP

Semarang tahun 1990 an. Masing-masing berjudul Penjelasan Sejarah, dan disusul

kemudian tulisan berjudul Tantangan Sejarah dan seterusnya.

Keranjang kedua berisi penyajian tulisan sekitar Historiografi. Dalam bagian ini

ditampilkan berbagai tulisan. Pertama misalnya dikemukakan tulisan tentang gejala

legitimasi pada banyak peristiwa suksesi kepemimpinan bangsa, sejak masa kuno sampai

masa modern. Karena tulisan itu merupakan penyajian ulang Pidato Ilmiah dalam upacara

Dies IKIP ke 24, pernah mengundang komentar dari sejumlah media massa cetak.

Komentar-komentar itu ditampilkan mengiringi tulisan utama. Kemudian disusul dengan

tulisan-tulisan tentang berbagai isu berkaitan dengan historiografi, termasuk Prosedur

Penulisan Hadits Sebagai Proses Penulisan Sejarah. Juga dikemukakan tulisan-tulisan

tentang Mitos 350 Tahun Terjajah maupun tentang HUT kemerdekaan RI yang disebut

Ulang Tahun Emas? oleh sebagian warga bangsa. Bagian kedua dari Keranjang kedua

ini berisi penulisan khusus mengenai tokoh Pangeran Diponegoro berkaitan dengan

peristiwa yang fenomenal, yairu Perang Diponegoro.

Keranjang ketiga diberi nama Pengajaran Sejarah. Dalam bagian ini

dikemukakan beberapa tulisan tentang Alternatif-alternatif dalam pengajaran sejarah.

Antara lain dikemukakan penyajian ulang pidato pengukuhan sebagai guru besar

6

Page 8: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pendidikan sejarah, yang berjudul Bila Isu Kontroversial Masuk Kelas Sejarah.

Disusul kemudian dengan berbagai tulisan untuk seminar-seminar pendidikan sejarah di

sekitar metode dan pendekatan dalam pengajaran sejarah. Terutama sikap yang harus

dihadapi oleh para guru sejarah ketika menghadapi pergantian Kurikulum Sejarah

sehubungan dengan pergantian rezim yang berkuasa.

Diharapkan kumpulan tulisan ini merupakan bacaan (reading) yang dapat memberi

manfaat bagi mahasiswa sejarah maupun siapapun yang berminat pada tinjauan sejarah.

KERANGJANG PERTAMA

MEMAHAMI SEJARAH

A. KONSEPTUAL

1. PENJELASAN SEJARAH

A. PENDAHULUAN

Mendengar istilah filsafat sejarah menimbulkan berbagai gambaran atau asosiasi

tentang hal-hal yang misterius yang bagaikan muncul dari kedalaman laut abad ke 19

yang diwarnai oleh filsafat Hegel dsb. Selanjutaya perkataan scjarah telah pula membuat

paling tidak dua asoeiasi. Terbayang di mata kita suatu gambaran atau rangkaian kejadian

di masa lampau manakala mendengar perkataan bahwa sejarah itu berulang. Sebaliknya

manakala mendengar bahwa seseorang sedang belajar sejarah, maka yang timbul ialah

gambaran berupa pembahasan-pembahasan dan tulisan-tulisan tentang masa lampau.

Berbeda dengan sejarah yang hanya mengungkapkan rangkaian peristiwa,

termasuk kejadian-kejadian di masa lampau, naka filsafat sejarah mampu

mengungkapkan penjelasan berbagai hubungan di antara kejadian-kejadian tsb, dan

memberikan gambaran tentang kemungkinan-kemungkinanyang bakal terjadi di masa

mendatang. Berbeda pula dengan sejarah yang membahas masalah dalam sejarah itu

7

Page 9: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sendiri, maka filsafat sejarah membahas sejarah itu sendiri, seperti tentang apakah sejarah

itu pengetahuan (knowledge) atau bukan? Bagaimanakah mengetahui fakta sejarah?

Berbedakah dengan yang disebut dengan sejarah yang obyektif? Juga apakah ada hukum

dalam sejarah ? Atau juga apakah hakekat teori-teori sejarah seperti adanya pendekatan

Marxis dsb,?

Pertanyaan-pertanyaan tsb. tidak segera memperoleh jawaban secara tegas dan

memuaskan. Pertanyaan besar yang dikemukakan dalam buku inl misalnya, yaitu

“Apakah gerangan hakekat penjelasan sejarah itu?” Jawabannya sulit diperoleh sebab

gambaran yang dikemukakan dan ditemukan dapat membahayakan para sejarawan.

Mereka menjadikan jawaban tsb. sebagai semacam peraturan yang mengarahkan semua

uraian sejarah yang dikemukan.

Buku inl mencoba mencari jalan untuk monemnukan jawab atas pertanyaan dasar

tadi dengan cara memberikan peta besar berupa peta sketsa permasalahan.Sebagai

konsekuensi maka secara bertahap buku ini memberikan uraian tentang persoalan

penjelasan dalam ilmu pengetahuan (alam) dan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah

pokok bahasan dalam sejarah adalah hubungan kausal dalam sejarah dsb.

Laporan buku inl nencoba mcmberikan gambaran tentang filsafat sejarah, yaitu

masalah hubungan kausal dalam sejarah dan masalah penjelasan sejarah (historical

explanatory)

B. MASALAH SEBAB AKIBAT DALAM SEJARAH

(Causal Connexion in History)

Bagaiaana Penjelasan Sejarawan ?

Bagaimanakah prosedur yang digunakan para sejarawan dalam menghadapi fakta

untuk menjelaskan kejadian sejarah? Pada hakekatnya tak berbeda di antara para

sejarawan, hanya berbeda dalam jalan yang ditempuh, yang dianggap aneh. Berbagai

kesulitan yang dihadapi kita dapat terlihat dalam buku ini, dalam berbagai ilustrasi, dalam

menghadapi atau melihat hubungan sebab akibat dalam sejarah.

8

Page 10: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dalam banyak hal para sejarawan jarang sekali menggunakan kata-kata

penghubung seperti : sebab, karena oleh sebab, dikarenakan oleh dsb. Sebaliknya mereka

sering menggunakan istilah seperti :

Dalam keadaan seperti itu, maka tak mengherankan kalau ...

Sesungguhnya dalam hal ini dia ..........

Tak dapat dielakkan lagi bahwa ..........

Juga sering digunakan beberapa kata benda seperti :

pengaruh, dorongan motif, dorongan hati (impuls), perkembangan,

konsekuensi,akibat dsb,

Kata-kata kerja seperti tersebut di bawah ini juga seringkali digunakan, seperti :

menuju ke ... menghasilkan dalam ... membuat ..., mengakibatkan ... ataupun merangsang

untuk ... Ini semua memang, nembuat kita menjadi tambah bingung bila dibanding kalau

digunakan kata penghubung sebab dan sebangsa- nya.

Seringkali para sejarawan membuat uraian yang tidak blak- blakan, tidak terus

terang, melainkan berselimut ataupun menggunakan selubung kalimat tartentu, sehingga

hanya nemberikan uraian dengan tersirat saja. Akibatnya hanya terasa mereka

mendongeng (narrating), padahal maksudnya ingin menjelaskan (explaining).Misalnya

mereka menulis sbb.:

“The growing benavalance of the age was moved to cope with

the appaling infant mortality”. (Travelyn: English Social History).

Padahal yang dimaksud ialah lebih dari itu, yaitu:

“ … people decided to deal with the appaling infant mortality”.

Terasa bahwa dalam sejarah masalah penjelasan merupakan sesuatu yang

mengejutkan,Uraian sejarah kebanyakan hanya bersifat kronik saja. Mereka gemar sekali

menggunakan ungkapan-ungkapan seperti : inevitability, impossibility, necessaity

ataupun metafora-metafora, seperti lead to, force, compel, make dab, seolah-olah ada

sesuatu pengertian ‘takdir’ yang mempengaruhi jalan sejarah. Ada kesan bahwa sejarah

9

Page 11: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tidak lain adalah ‘dongeng’ tentang manusia tak berdaya dalan kungkungan sang takdir

yang jahat dan irasional. Masalahnya sekarang ialah : tidakkah perlu dilakukan

perubahan makna, bahwa sejarah tidak lain adalah ceritera tentang manusia yang

berikhtiar dan berupaya? Dengan demikian maka uraian sejarah tidak lagi terlalu kering

tanpa bumbu.Ada ungkapan terkenal dari Taine yang berbunyi : “Apresia collection des

fails, la recherche des causes”, yang berarti ‘Setelah pengumpulan fakta, tinggal mencari

penyebabnya’.

Berbeda dongan Croce yang tidak menyetujui ungkapan tsb, sepertii tersebut

dalam bukunya The Theory and History of Historiography, Gardiner dapat menerima

ungkapan Taine tsb. Ini berarti dia menyetujui anggapan bahwa sejarah adalah suatu

rangkaian sebab akibat, meskipun pada dasamya orang sulit sekali menemukan faktor

yang dianggap sebagai penyebab yang paling utama.

Ungkapan semacam itu bisa disebut sebagai prosedur sejarah. Dengan kata lain,

sejarah adalah terdiri dari fakta. Dan rangkaian fakta tsb. dapatlah diketahui rangkaian

sebab akibat yang dapat memberikan kejelasan bagi rangkaian fakta tsb. Croce tetap

berpendapat bahva sejarah tidak dapat dijelaskan dengan rangkaian sebab akibat,

melainkan hanya dapat dijelaskan oleh kejadian itu sendiri.

Sementara itu pengertian fakta sendiri masih amat membingungkan (ambigu) dan

bersifat subyektif serta relatif. Misalnya ambilah contoh tentang ‘penyerangan Napoleon

ke Rusia’. Yaklnkah kita bahwa hal itu adaiah fakta sejarah? Bila kita terlibat atau

berkepentingan dengan ‘fakta’ tsb, maka interpretasi kita tentang fakta tsb. dapat lain.

Jadi dengan kata lain, fakta yang kita nyatakan sebagai fakta tak lain adalah fakta yang

telah diberikan interpretasi.

Menurut filsafat sejarah setiap kalimat atau pernyataan menunjuk ke arah fakta,

seperti :

Fakta matematik, seperti 2+2=4.

Fakta hipotetis, seperti bahva planet mengelilingi matahari dengan mengikuti jalur

elips, seperti disebutkan dalam hukum Kepler.

Fakta masa lampau, seperti : bahwa Caesar menyeberaag ke Rubicon.

Dalam hal ini tugas sejarawan ialah mengumpulkan fakta (collecting facts) dan

selanjutnya mencari penyebab (looking for causes). Dan tugas itu tidak dapat dengan

10

Page 12: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mudah dilaksanakan,antara lain karena karena tidak semua fakta dapat dipercaya

(reliable). Untuk itu harus dilakukan pengujian terhadap kebenaran dengan otoritas

ataupun persaksian. Yang dinaksud dengan otoritas dalam hal ini menyangkut dokumen,

pengetahuan yang ada dan pengalaman yang ada. Sementara itu seauatu kejadian tidak

mungkin berdiri sendiri yang terlepas dari ikatan yang disebut sebagai ‘social contact.’

Jadi ungkapan Taine dapat diterima kebenarannyadan tidak menyesatkan.

Sementara itu ada kritik terhadap teori Taine, yaitu :

1. Taine nengacaukan antara fakta dengan bukti. Kalimat ‘Sesuatu telah terjadi’,

tidaklah sama dengan kalimat ‘Terbukti bahwa sesuatu telah terjadi’.

2. Fakta pada dasarnya hanyalah teka-teki. Menurut Croce, fikiranlah yang

membentuk fakta. Jadi ada tidaknya fakta tergantung pada fikiran seseorang.

3. Sebab menghubungkan antara dua atau lebih fakta.

Apa yang dapat ditarik dari pembahaaan di atas ialah suatu kesimpulan bahwa

temyata menemukan fakta dan nenemukan sebab, keduanya merupakan ‘prosedural inter

connexion’ dalam sejarah. Dengan ini dapatlah diterima anggapan bahwa mencari sebab

dapat membcrikan penjelasan bagi sesuatu kejadian sejarah.

Masalah dalan Hubungan historis (historical connexion)

Menemukan hubungan sebab akibat tidak cuma merupakan hal penting dalam

penjelaean sejarah, melainkan juga penting bagi penemuan dan menegakkan fakta. Untuk

itu harus diperhatikan hal-hal sbb. :

1. Masalah apa yang diperbuat oleh sejarawan ketika berbicara tentang dua kejadian

yang berbubungan satu dengan yang lain.

2. Masalah kondisi yang bagaimana dapat dikatakan bahwa dua fakta itu sah untuk

disebut berhubungan.

Dengan sendirinya tugas semacam itu tidak mudah diselesaikan, misalnya dalam

hal menentukan hubungan antara ‘Calvinisme’ dengan ‘kapitalisme’,antara ‘liberalisme’

dengan ‘kebangkitan nasional’, antara ‘kebangkitan agama Kristen’ dengan ‘Sistem

perbudakan di Romawi’, antara ‘Perang Dunia I1’ dengan ‘persaingan bebas’.

11

Page 13: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Di sini para sejarawan sulit menemukan sebab yang utama. Sehingga timbullah

pertanyaan berupa : ‘Betulkah ada hubungan antara setiap pasangan di atas?’ Jawabannya

akan sangat tergantung pada isme apa yang mendasari penafsiran terhadap fakta tsb.,

idealisme-kah atau materialisme-kah?

Masalah penjelasan dalam sejarah tidak dapat dipersamakan dengan penjelasan

dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari, seperti antara ‘kaca pecah’ dengan ‘lemparan

batu’, atau antara ‘bola bilyar menggelinding’ dengan ‘sodokan tongkat’. Dalam sejarah,

maka segala fakta harus ditafsirkan dan dijelasakan dalam kaitan dengan ikatan ruang,

waktu serta kondisi. Selain itu harus ditekankan bahwa kita tidak dapat nenemukan

‘hukun’ dalam sejarah, yang dapat dipergunakan untuk ‘neranalkan’ sesuatu kejadian

yang bakal terjadi. Sejarah adalah masalah dimana, mengapa, bagainana dan bukan

tentang hubungan atau ramalan, dan bukan pula suatu masalah generalisasi.

Ini jelas merupakan ciri yang berbeda dengan yang berlaku dalam ilmu

pengetahuan alam, yang mengenal hukum sebab akibat. Masalah generalisasi sebagai

akibat pengambilan kesimpulan dari pengalaman empirik. Dalam sejarah hubungan

antara sebab akibat tidak begitu jelas. Hubungan sebab akibat sangat bersifat khusus.

Sementara itu orang sering melakukan analogi sedang kejadian itu sendiri sulit

didefinisikan.Hal ini juga disebabkan karena dalam sejarah tidak dikenal adanya

pengulangan kejadian maupun percobaan. Sesuatu kejadian sejarah hanya terjadi satu

kali saja. Oleh karenanya hanya kesimpulan khusus saja dapat ditarik dari sesuatu

kejadian.

Sebab dan Konteks dalam Sejarah

Seperti sudah dikatakan di muka artinya sulit sekali menemukan bahwa sesuatu

kejadian itu ditimbulkan atau disebabkan oleh kejadian terdahulu. Biasanya hal itu

melibatkan berbagai kondisi lain yang memberi pengaruh. Sebagai contoh dapat

dikemukakan sbb.:

Sesuatu pemberontakan disebabkan oleh sekelompok perusuh ataukah oleh

Moskow ?

12

Page 14: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pemberontakan yang digerakkan oleh serikat buruh itu dilancarkan untuk apa,

untuk tujuan perdamaian ataukah untuk kepentingan kelas ?

Dalam sejarah biasanya yang dianggap sebagai sebab utama sesuatu kejadian atau

perubahan ialah : ideologi, semangat nasionalisme,kemauan manusia, ekonomi dab.

Fakta sejarah berupa penembakan yang terjadi di jalan raya Sarajevo dianggap sebagai

penyebab pecahnya PD I. Benarkah itu? Apakah ini berarti bahwa :

Tanpa kejadian itu PD I tidak akan terjadi ?

Atau bahwa PD I tak akan terjadi pada ‘saat’ itu dan dalam ‘bentuk’ seperti itu?

Ataukah bahwa tanpa kejadian itu tak akan ada peristiwa presis seperti itu pada

waktu itu?

Lalu manakah di antara kemungkinan tafsir yang diakui oleh Sejarawan? Ternyata

bahwa dalam menentukan mana-nana yang dianggap sebagai penyebab sesuatu kejadian

atau perubahan, sangat tergantung dari titik pandangan seseorang sejarawan. Selain itu

juga tergantung pula pada proses sejarah itu sendiri. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa

ada suatu “dinamika ajaib” yang menggerakkan atau menjadi sebab utama yang

misterius. Sekali lagi perlu ditekankan bahwa penafsiran sejarah sangat tergantung pada

tempat berpijak sejarawan itu sendiri, tergantung pula pada level dan jarak serta

tergantung pula pada tujuan dan kepentingan.

Tentang masalah sebab utama ada berbagai pandangan. Misalnya Hegel

beranggapan bahwa faktor ekonomi serta faktor tokoh besar sejarah merupakan sebab

utama itu. s Sedangkan J.B. Bury beranggapan bahwa yang menjadi sebab utana adalah

’chance’ dalam artian persaingan antara berbagai penyebab.

C. ASPEK LAIN DARI PENJELASAN SEJARAH

Pendahuluan

13

Page 15: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dengan berbagai contoh di muka sudah dapat kita pahami betapa penjelasan

dalam sejarah tidak mengikuti logika penjelaaan yang unum. Sejarah sebagai gut

generalia mengikuti logika yang khas (unik). Uraiannya akan mengikuti prosedur sbb.:

Masalah sebab akibat dalam mencari penjelasan mental (mental causation).

Sejarah tidak terbatas dalam mencari penjelaaan melewati fakta-fakta yang

bersifat fisik atau kejadian alamiah yang dapat diamati seperti gempa bumi, perang,

musim/cuaca, proklamasi kemerdekaan dsb. Sejarah juga banyak dijelaskan dengan

penjelasan yang bersifat mental. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal berbagai pola

hubungan sebab akibat seperti :

Sesuatu melakukan tindakan sesuatu untuk mencapai sesuatu.

Untuk mencapai sesuatu seseorang telah melakukan sesuatu.

Seseorang melakukan sesuatu karena khawatir kalau-kalau tidak akan dikerjakan

oleh orang lain.

Dalam kenyataan sesungguhnya dalam sejarah penjelaaan-penjelasan sering dicari

pada maksud, keinginan, fikiran, rencana, kebijaksanaan dsb. dari yang berkepentingan.

Di sini mulai perbedaan itu dalam llmu pengetahuan alam, maka tidak dapat dikatakan

bahwa sesuatu terjadi karena dikehendaki atau dimotivasi oleh sesuatu keinginan. Klta

tahu bahwa gempa, banjir, bencana alam lain dsb. tidak dapat dikatakan datang karena

dikehendaki atau tidak dikehendaki.

Hanya kejadian-kejadian di sekitar manusia saja yang mempunyai latar betakang.

Dan latar belakang itu bersifat mental, seperti fikiran-fikiran yang nembangkitkan

seauatu perbuatan. Dalam keadaan seperti itu maka tugas sejarawan ialah dalam

menggambarkan betapa isi berbagai bentuk sebab atau penyebab dalam sejarah. Juga

mereka bertugas menentukan betapa sesungguhnya sejarawan mengetahui penyebab yang

menggerakkan sesuatu perbuatan sejarah.

Jawaban sejarawan Collingwood dapat dimukakan dalaa dua ccra mengenai hal-

hal tsb., yaitu :

14

Page 16: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

1) Penyebab sesuatu kejadian ialah suatu hakekat yang ada di ballk sesuatu kejadlan

dan disambut sabagai mental causation. Ini merupakan motif atau maksud yang

menggerakkan sesuatu perbuatan.

2) Sulit sekali untuk mengetahui motif yang sesungguhnya yang menggerakkan

suatu perbuatan. Ini hanya dapat dijelaakan dengan sekedar analogi dengan

pengalaman manusia yang lain.

Ini memerlukan suatu proses yang disebut pengambilan kesimpulan, yaitu suatu

akibat dari proses ‘rethinking them within his own mind’ atau ‘by recreating the

experience of the agent’. Dalam kenyataan banyak sejarawan yang lebih menggunakan

imajinasi atau intuisi dalam memberikan penjelasan atau penilaian atas sesuatu kejadian,

tanpa melakukan pengambilan kesimpulan (inferensi) setelah melakukan perbandingan.

Dengan kata lain dapatlah dikemukakan sbb,:

1) Banyak ponjelaaan yang diberikan dengan mendasarkan pada pengetahuan

tentang maksud ( motif, iatar belakang dsb,dari sesuatu kejadian.

2) Sejarah sebagai ilmu yang terlibat dengan kejadian dengan kejadian-kejadian

manusia di masa lampau mendasarkan proeedur penjelasannya pada zaman lalu.

3) Penyebabnya amat khas, karena sebab-sebabnya tidak dapat diamati

(unobservable) merupakan bagian dari sebab-sebab fisik, dan pengambilan

kesimpulannya tidak dibandingkan dengan pengalaman masa lampau, melainkan

dengan apa-apa yang hidup dalam ftklran.

Jadi masalahnya memasuki bidang yang tidak kunjung dapat dipecahkan antara

materlalisme dan idealisme, dalam mencari sebab-sebab atau latar belakang sesuatu

kejadian,

Motif, Fikiran dan Understanding

Ada tiga hal yang harus ditegaskan dalam memberikan jawaban atas berbagai

masalah, yaitu :

1) Yang menyangkut analisis tipe-tipe penjelasan.

1. Menyangkut hakekat pengetahuan kita tentang hal-hal yang terjadi dalan fikiran

manusia (orang lain).

15

Page 17: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. ang menyangkut permasalahan tentang ‘reliving’ atau ‘recreating’ yang terjadi

pada diri manusia.

1. Panjelasaa atas dasar sikap mental.

Pada diri manusia terdapat suatu mekanisme yang disebut ‘the making of the

nind’. Perbuatan-perbuatan manusia pada dasarnya merupakaa pencerminan dari suatu

sikap yang timbul oleh karena berbagai hal, seperti :

‘Occupied by certain thoughts’.

‘Guided by certain considerations’.

‘Governed by cartnin desires’.

‘Driven by certain impulses’.

‘Doing what their reason tells them’.

‘Obeying their instincts’.

‘Searching their consciences’.

‘Fighting their temptations’

Dan dalam hal beberapa negarawan nelakukan berbagai kebijaksanaan sebagai akibat

dari khayalnya, mungkinkah ‘is he really the victim of delusio;

ns of grandeur’?

Dalam sejarah tindakan Napoleon dianggap dimotivasi oleh ‘the will of power’.

Dapatkah hal itu diamati? Lalu bagaimana proses pengaruh itu terjadi? Kapankah

pengaruh itu dimulai dan kapan pula diakhiri? Apakah ketika Napoleon tidur terjadi pula

pengaruh itu? Juga apakah pengaruh itu datang ketika Napoleon sedang beristirahat

kecapaian dan dsb. ?

Motivasi dan dorongan itu tentunya tidak dapat diamati seperti kalau kita

berbicara tcntang ‘power’ yang mendorong lokomotif. Untuk itu kita baru dapat

memperoleh informasinya setelah melakukan angket atau wawancara, melalui buku

harian, surat pribadi maupun surat dinas, laporan memoir dsb.

Dalam kenyataan kita dapat membedakan antara ‘suatu perbuatan itu

direncanakan, dimaksudkan atau diprogramkan’ dsb, atau ‘suatu perbuatan itu

dimaksudkan untuk maksud tertentu’ ataupun dengan ‘suatu perbuatan itu dimotivasi

16

Page 18: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

oleh’ dan juga ‘suatu pcrbuatan itu beralasan’ (were reasoned) dan ‘dianggap’ (were

concidered) atau ternyata ‘ada perbedaan dalam derajat’.

3. Apa yang dimaksud dengan ucapan bahwa kita nengetahui apa-apa yang

sedaag menjadi atau sudah terjadi, menurut fikiran oramg lain?

Flkirnn adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh yang punya fikiran. Ini neliputi

motif, fikiran atau emosi. Orang lain hanya bisa menduga atau nengandaikan saja apa-

apa yang dalam fikiran orang lain. Jadi apa-apa yang diketahui oleh sejarah adalah hanya

hipotesis atau perkiraan. Meskipun demikian perkiraan itu dinilai sangat meyakinkan

(absolutely certain). Hi[ptesis atau perkitaan tadi tidak usah dipertentangkan dengan

‘'knowledge’.Sejarawan dianggap dapat nenghayati tokoh-tokoh sejarah, sehingga

dianggap dapat menerka fikiran yang ada pada tokoh aejarah.

Seaungguhnya pengetahuan tentang apa-apa yang difikirkan, dirasakan orang lain

itu mustahil ada, sebab fikiran atau perasaan orang lain Itu tidak dapat ditaati. Meski

dengan telepatipun hal itu tak dapat dilakukan. Sebaliknya terkaan atau hipotesis dapat

diperoleh dengan ‘ungkapan’ yang timbul sebagai informasi dari yang mengalami itu

sendiri (yaitu pelaku sejarah), yaitu lewat berbagai dokumen yang bersangkutan dengan

para pelaku sejarah.

D. Apa makna ungkapan-ungkapan seperti di bawah ini?

‘reliving the experience of other people’.

‘rethinking the thoughts of historical characters’

Sebagai alasan untuk membela kemampuan sejarawan melakukan berbagai

peranan itu ialah karena adanya kebenaran tentang ‘living them selfes into’ atau

‘historical inside’ pada mereka. Demikian juga karena adanya yang dikenal sebagai :

‘intuitive understanding’ pada diri mereka. Mereka dianggap mempunyai

kemampuan semacam

‘sinar tenbus psikologis’ untuk menembus batas waktu dan ‘fikiran’ manusia

untuk menangkap:

17

Page 19: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

‘menial causes’ yang berada di balik setiap kejadian sejarah.

Tentu saja ini semua perlu diadakan pengkajian lebih dahulu, sbb.:

a. Caranya bukan membayangkan dirinya seolah-olah pelaku sejarah itu sendiri,

melainkan membayangkan diri menghadapi persoalan yang sama itu (the same

experience dan bukan the similar experience).Lalu sejarawan itu membayangkan

apa-apa kira-kira sikap atau tindakan yang akan diambil dengan menggunakan

latar belakang pengalanan sendiri. Jawaban yang diperoleh ialah sebagai hipotesis

yang dapat salah. Contoh-contoh yang diperbuat oleh Max Weber dalam

menguraikan masyarakat Eropah dalam bukunya ’The Theory of Social and

Economic Organization’.

Kalau jawaban yang diperoleh membingungkan, maka digunakanlah cara kedua,

yaitu menempatkan diri dalam posisi si pelaku sejarah.

b. Sejarawan sering mengatakan bahwa mereka dapat memahami (understanding)

terhadap sesuatu tindakan (understanding an action). Ini berbeda dengan

‘understanding an event’ (mengerti sesuatu kejadian).

Orang dapat memahami (appreciate) sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh orang

lain, manakala orang tersebut memiliki pengalaman yang sejenis. Kita dapat contoh dari

seorang sopir yang dapat memahami sesuatu tindakan YAng diperbuat oleh sopir lain.

Kadangkala understanding diartikan dalam kaitan dengan kenampuan untuk

memahami perbuatan seseorang yang luar biasa dengan situasi yang tidak asing. Ini

disebut scbagai ‘imaginative understanding’. Ini sekali lagi tidak bcrart bahwa seseorang

telah menjadi orang lain atau pelaku sejarah tsb.

Dalam hal itu maka interpretasi mereka dapat meyakinkan atau bahkan ‘jauh

panggang dari api’. Keyakinan adanya sejenis pengetahuan semacam itu terlihat pada

ungkapan-ungkapan semacam ‘having the same thought’ (memiliki fikiran yang sama),

‘reachmg the same conclusion’ (sampai pada kesimpulan yang sama), ataupun ‘acting

with the same motives’ (bertindak dengan motif yang sama).

Mengkaji Kembali Permasalahan

18

Page 20: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Masalah yang segera timbul setelah pembahasan di muka ialah ; Bagaimana

pengaruh pandangan-pandaagan tsb, di atas terhadap permasalahan yang kita hadapi?

Masalah itu dapat diperinci menjadi dua bagian, yaitu :

1. Analisis mana yang benar dari penjelasan-ponjelaaan tsb.

2. Pembenaran macam mana yang dikehendaki oleh sejarawan dengan penjelasan-

penjelasan tsb.?

Para alili filsafat sejarah menyatakan banwa meski motif maupun maksud

merupakan “penyebab” sesuatu tindakan atau perbuatan, semuanya masih tetap unik.

Semuanya hanya dapat diketahui oleh pelaku sejarah itu sendiri, sedangkan orang lain

hanya dapat memahaminya dengan membayangkan bahwa pengalaman tsb. terjadi atau

menimpa kita. Meskipun demikian harus dipandang bahwa hubungan itu tidaklah bersifat

sebab akibat. Di sana terjadi sesuatu hubungan yang tidak langsung.

Ada tiga pengamatan yang perlu dilakukan dalam membicarakan motif yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan, yaitu :

A Tentang apa yang dimaksudkan dengan maksud atau tujuan yang dianggap

sebagai latar belakang sesuatu tindakan.

c. Dalam melakukan sesuatu kegiatan (tindakan), harus diingat bagaimana

menformulasikan masalah sebelum bertindak, atau dengan jalan mengingat-ingat

jenis alasan yang dipergunakan. Di lain kesempatan harus dilakukan

tindakan dengan menyingkirkan alasan-alasan yang dibuat-buat atau dengan

mengesampingkan kemungkinan reaksi orang lain atau juga mengesampingkan

pengetahuan tentang karakter atau kepribadian sendiri.

d. .Dalam melakukan sesuatu, maka kita mempertimbangkan kriteria berupa apa-

apa yang mungkin dikatakan orang lain,

Ketika kita memperkirakan motif orang lain jangan digunakan pengalaman diri

sendiri, sebab setiap orang akan berfikir lebih dahulu secara rasional, karena tidak

mengalami sendiri persoalan yang dialami orang lain.

Hal lain yang perlu disanggah ialah karena kebanyakan tokoh sejarah telah tiada,

maka sulit sekali mengikuti atau mengetahui tokoh tsb. Di sini hipotesis tentang motif

menjadi makin terasa menjadi penghalang. Dalam keadaan itu maka sangat diperlukan

19

Page 21: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pembacaan atas pengakuan, memoir naupun buku harian dari tokoh sejarah yang

bersangkutan.Akan tetapi pengakuan semacam itu dianggap tidak pula relevan, karena

biasanya pengakuan itu ditulis dengan secara berlebih-lebihan dan sering bersifat

membohongi diri sendiri. Untuk itu maka diperlukan proses pengujian dengan

membandingkan dengan tindakan-tindakan lain dalam suasana yang bersamaan, yang

juga kita ketahui.

Mamang diakui bahwa cara ini sulit dilakukan, bukan karena adanya pengalaman

empirik, melainkan menurut pertimbangan logika. Satu-satunya yang dapat diperbuat

ialah nengumpulkan perwatakan atau karakteristik sang pelaku sejarah.

Sementara itu terjadi pula perbenturan dalam memberikan penjelasan sejarah. Di

satu fihak kita berusaha memberikan penjelasan dengan nencari tahu dan menemukan

maksud dan tujuan’ yang telah dirancang, yang melatar belakangi sesuatu kejadian. Di

lain fihak kita mendasarkan pada kejadian fisik atau menemukan situasi yang menjadi

lantaran.

Kebingungan terjadi manakala membayangkan bahwa perbedaan jenis penjelasan

itu akan mengakibatkan perbedaan alasan atau sebab. Akan tetapi tidak berarti kita bakal

mengalami kesulitan dalam memberikan penjelasan dengan hukum sebab akibat tentang

mengapa seseorang nempunyai kemauan, maksud, rencana dsb. Yang jelas ialah bahwa

mempunyai keinginan tidak sama dengan mempunyai bisul, misalnya, atau gangguan

syaraf, meskipun semuanya merupakan alasan untuk sesuatu perbuatan. Denikian pula

sebuah tawaran hadiah dapat pula menjadi sebab terjadinya suatu perbuatan.

Dalam sejarah dikenal perbedaan dalam pendekatan antara kaum materialis dan

kaum idealis. Di satu fihak mereka beranggapan bahwa pendekatan kaum materialis

mempunyai status ilmiah. Di lam fihak mereka, kaum idealis beranggapan tentang

perlunya mempertahankan kebebasan dari jiwa manuaia.

Menurut Karl Marx, fikiran serta gagasan pada diri manusia hanya merupakan

“omong kosoag yang lahir dari landaaan materiil”. Sebaliknya Collingwood beranggapan

bahwa yang disebut “omong kosong” itu merupakan kekuatan dan hidup yang dapat

mengendalikan dunia dan mengubahnya. Dia menyebutkan suatu aktivitas manusia yang

pada dasamya merupakan alasan, fikiran, maksud dan rencana, Dunia serta manusia,

katanya, merupakan atau terdiri dari materi dan fikiran. Keduanya tidak dapat dipisahkan

20

Page 22: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

satu sama lainnya. Dalam filsafat sejarah sesuatu penafsiran atas kejadian, sangat

tergantung pada interes sang peninjau. Selanjutnya tindakan manusia dipengaruhi oleh

lingkungan dan fikiran manusia itu. Mungkin benar bahwa fikiran, maksud, idea dsb. dari

manusia adalah hasil dari aktivitas tubuh yang bersifat materi, namun tidak berarti bahva

penjelasan atas dasar fikiran ataupun idea manusia menjadi mubazir. Sekali lagi ternyata

bahwa sesuatu kejadian tidak bisa hanya dapat dicarikan penjelasannya dari satu sebab

yang bersifat mutlak.

Jadi jelas sudah bahwa tidaklah benar bahwa seluruh perilaku manusia hanya

dapat diterangkan dengan hukum sebab akibat yang amat bersifat deterministis.

E. KOMENTAR

Para politisi sering berusaha mengambil manfaat dari sejarah dalam usaha mereka

menentukan berbagai kebijakan politik mereka, karena mereka beranggapan bahva

dengan mempelajari sejarah orang dapat meramalkan sesuatu kejadian yang bakal datang.

Ini merupakan contoh dari pengakuan terhadap kebenaran anggapan bahwa sejarah dapat

berulang, meski dalam situasi dan kondisi yang berlainan. Sebenarnya perbincangan

tentang benar tidaknya anggapan semacam itu masih tetap berjalan di kalangan ahli

filsatat sejarah.

Gardiner merupakan salah seorang di antara yang tidak cenderung membenarkan

kebenaran gagaaan itu, karena dia menolak penggunaan hukum sebab akibat dalam

menjelaskan kejadian-kejadian sejarah. Hukum sebab akibat itu hanya dapat barlaku

dalam masalah ilmu pengetahuan alam, di mana kejadian atau sesuatu gejala dapat

diulang kembali, termasuk dalam percobaan, karena kejadian-kejadian itu tidak

tergantung pada faktor ruang, waktu maupun situasi. Berbeda halnya dengan kejadian-

kejadian yang menyangkut manuaia dan yang terjadi di masa lampau.

Akan tetapi sementara itu seluruh kejadian sejarah bagainanapun harus dapat

dijelaskan. Dalam kaitan dengan ini para sejarawan mengambil peranan untuk dapat

memberikan penjelasan seluruh kejadian sejarah itu. Dalam buku The Nature of

Historical Explanation ini Gardiner telah menjelaskan bagaimana perbedaan yang

terjadi di kalangan ahli filsafat sejarah, tentang usaha memberikan penjelasan terhadap

21

Page 23: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

peristiwa- periatiwa sejarah. Gardiner sendiri beranggapan bahwa usaha menjelaskan

saling hubungan dalam peristiwa-peristiwa sejarah masih sulit. Hal itu sangat tergantung

pada kepentingan serta pandangan hidup yang dianut sejarawan.

Henry Pirenne beranggapan bahwa perbedaan penjelasan dapat timbul di

kalangan sejarawan, tergantung pada tingkat imajinasi, kreativitas dan konsepnya tentang

manusia. Meskipun demikian dia tidak dapat melepaskan manusia sebagai sejarawan dari

faktor sosial, budaya, lingkunsan nasionalnya dsb. Jadi tidak hanya tergantung pada

kepribadian setiap sejarawan itu sendiri. Nyatalah sudah bahwa tugas sejarawan ialah

menyampaikan fakta masa lampau serta memberikan penjelasan hubungan antar fakta,

sehingga membuat segalanya menjadi jelas. Semuanya menjadi semacam sintesis dan

hipotesis yang dllakukan oleh sejarawan itu sendiri.

Dengan penjelasan yang diberikan oleh sejarawan itu masyarakat dapat

menerimanya sebagai sebuah realitas. Dengan demikian beban yang diberikan oleh bapak

sejarah, Herodotus, dapat dilaksanakan oleh para sejarawan. Seperti kita ketahui

Herodotus beranggapan,bahwa tugas wan ialah menyampaikan apa-apa yang diperbuat

oleh orang-orang di masa lampau, agar tidak dilupakan oleh manusia pada generasi

sekarang dan yang akan datang. Oleh Herodotus ditegaskan bahwa “Historia Vitae

Magistra” yang berarti “Sejarah merupakan guru kehidupan”. Demlkian pentingnya

masalah penjelasan dalam sejarah bagi Gardiner, sehingga dia nengemukakannya dengan

cara berhati-hati.

@@@

Catatan :

Tulisan di atas merupakan karya tulis berbentuk Laporan Buku berjudul The Nature of

Historical Explanation yang ditulis oleh Patrick Gardiner, yang disusun sebagai salah satu

tugas dalam rangka perkuliahan Dimensi Sejarah (SEJARAH 500) yang diampu Prof.

DR. Sartono Kartodirjo, ketika menempuh studi pada Sekolah Pasca Sarjana (SPS) IKIP

Bandung pada tahun 1981.

@@@

22

Page 24: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. TANTANGAN SEJARAH

PENDAHULUAN

Orang kebanyakan di manapun di dunia, termasuk di Amerika, biasa mengatakan

agar kita menyampaikan apa adanya. Ungkapan tadi secara tidak sadar seperti

23

Page 25: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

menyampaikan pendapat sejarawan terkenal dari Jerman, Leopold von Ranke. Untuk

menulis sejarah haruslah apa adanya. Menurut kalimat aslinya "wie es eigentlich

gewesen", atau “how it really was”. Namun dalam kenyataannya ungkapan itu sulit

dilaksanakan.

Ternyata tidaklah sama antara pertanyaan “Apa yang terjadi (hapened?”, “Apa

yang kita ingat (recall)?”, “Apa yang dapat kita temukan kembali (recover)?”, “Apa

yang dapat kita susun (relate)?”.

Sama sulitnya juga bagi kita bagaiamana menjawab pertanyaan-pertanyaan

tersebut. Seringkali kita sangat tergoda untuk menyampaikan berbagai peristiwa

sebagaimana kita harapkan terjadi, ketimbang apa yang sesungguhnya terjadi. Bernard

Lewis menawarkan tiga tipe batasan tentang sejarah, lengkap dengan ilustrasinya dengan

peristiwa yang terjadi dalam sejarah di Timur Tengah.

Ketiga tipe sejarah itu yaitu “sejarah sebagaimana diingat (history-remembered)”,

“sejarah sebagaimana ditemukan kembali (recovered)”, dan “sejarah sebagaimana

ditemukan yang belum dikenal sebelumnya (invented)”.

Lebih lanjut Lewis menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan :

remembered “sebagai salah satu tipe sejarah adalah kenangan kolektif yang diwarisi

tentang sesuatu komunitas di masa lampau, yang disampaikan lewat karya sastra, ritus,

maupun nyanyian yang telah digunakan oleh para pemimpin karena dipandang penting

untuk diingat” (the inherited collective memory of a community passed on through

literature, ritual, and song that leaders choose to remember as significant).

Kemudian yang dimasuk dengan recovered “adalah pengetahuan berkenaan

dengan peristiwa, manusia, dan pikiran yang telah terlupakan, kemudian diperoleh

kembali, dan berhasil di susun kembali oleh para sarjana” (the knowledge of events,

persons, and ideas once forgotten and then retrieved and reconstxcructed by scholars).

Sedangkan yang dimaksud dengan invented “adalah sejarah yang lengkap

dengan motif-motif yang tersembunyi. Tipe ini merupakan hasil penafsiran atas sejarah

yang ‘remembered’ maupun ‘recovered’, dan dirakit, kalau tidak – dan ini sering terjadi –

disusun agar sesuai dengan corak politis yang khusus, ideologis, ataupun tujuan nasional.

(history with an ulterior motive. Interpreted from remembered and recovered history—

24

Page 26: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

and fabricated when not—it is often tailored to fit specific political, ideological, or

nationalistic goals.

@@@

Tentang penulis buku tersebut dapat dikemukakan, bahwa Bernard Lewis adalah

direktur Lembaga Riset Annenberg untuk kajian-kajian tentang masalah Yahudi dan

Timur Dekat. Beliau juga merupakan Guru Besar Kajian Timur Dekat pada Cleveland E.

Dodge, di samping sebagai Guru Besar Emiritus pada Princeton University. Beliau

banyak menulis buku-buku sejarah Islam maupun masalah Timur Tengah.

BAB 1 : MASADA DAN CYRUS

Pendahuluan

Peringatan peristiwa-peristiwa sejarah dengan menyelenggarakan festival

merupakan kebiasaan orang Timur Tengah kuno yang masih dilaksanakan sampai

sekarang. Perayaan semacam itu diselenggarakan juga sebagai upacara kenegaraan di

masa modern, sementara di masa-masa sebelumnya diselenggarakan dengan cara

perayaan keagamaan yang didahului dengan ritus puasa. Dalam masa-masa yang lebih

kemudian perayaan-perayaan itu ditambah dengan bentuk baru, yaitu perayaan hari

kemerdekaan negara baru di kawasan Timur Tengah maupun perayaan hari ulang tahun

atau peringatan kemenangan revolusi maupun pembebasan berupa rentetan kudeta yang

terjadi. Hari-hari itu kemudian dikenal sebagai “hari besar nasional”.

Salah satu hari nasional yang diperingati oleh bangsa Turki, misalnya, adalah

peristiwa kemenangan Turki atas Konstantinopel yang diperingati terjadi 500 tahun

silam. Peringatan ulang tahun ke 500 dirayakan pada tahun 1953. Di Kairo pemerintah

Mesir pada tahun 1969 menyelenggarakan upacara peringatan yang ke 1000 tahun

berdirinya kota Kairo oleh Khalifah al-Mu'izz dari dinasti Fatimiyah. Pada tahun 1971

bangsa Turki juga memperingati peristiwa penaklukan kaum Muslimin- Turki atas

25

Page 27: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Anatolia yang semula dikuasai kaum Nasrani-Yunani, yang ditandai oleh kemenangan

pasukan Turki di Manzikert 900 tahun silam. Di samping peringatan semacam itu masih

ada jenis peringatan atas kalahiran, keberhasilan, atau kematian tokoh, baik lokal,

maupun nasional. Tokoh itu dipahlawankan oleh manusia, sehingga tempat kelahirannya

diperingati oleh mereka.

Peringatan yang ke 1000 tahun hari kelahiran Avicenna juga dirayakan di

kawasan-kawasan Muslim seperti Arab, Persia, maupun Turki. Karena tokoh itu

dianggap sebagai pahlawan bersama, yang dilahirkan di Bukhara, Uzbekistan.

Di kawasan Timur Tengah peringatan peristiwa-peristiwa historis itu

kebanyakan mulai jarang dirayakan. Kita melihat adanya dua kecenderungan dalam

bentuk peringatannya. Pada beberapa negeri memang masih diperringati secara besar-

besaran sbagai peristiwa utama. Salah satunya adalah peringatan atas perjuangan mati-

matian kaum Yahudi menjelang kejatuhan Masada dalam pemberontakan kaum Yahudi

melawan penguasa Romawi pada tahun 66 Masehi. Peristiwa yang lain berkenaan

peringatan yang diselenggarakan Shah Iran untuk merayakan dibangunnya kekaesaran

Persia 2500 tahun silam oleh Cyrus Agung. Keduanya memiliki kesamaan dalam motif

penyelenggaraannya. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa perayaan itu

diselenggarakan penuh bernuansa politik, dalam artian untuk membangun citra

kemegahan secara politik maupun kejayaan militer. Ini menjadi berbeda dengan motivasi

yang bersifat keagamaan seperti di masa-masa sebelumnya. Keduanya juga bersandar

pada dukungan resmi negara.

Peringatan atas kejayaan Cyrus dimaksudkan untuk kepentingan Shah sendiri

dalam membangun citra bahwa Shah Iran, Muhammad Riza Pahlevi adalah penerus

kejayaan Cyrus. Hal yang sama juga dilakukan oleh Saddam Hussein yang menempatkan

dirinya sebagai penerus kejayaan Kaesar Hammurabi di masa Babylonia. Sedangkan

peringatan Masada oleh pemerintah Israel dimaksud untuk membangun citra

kepahlawanan bangsa Israel dalam perjuangan melawan dominasi bangsa asing, yaitu

Romawi.

Tergugah oleh kisah sedih berupa kekalahan mereka oleh Romawi, mereka ingin

bangkit menemukan harga diri bangsa dalam kejayaan militer. Reruntuhan Masada yang

telah mengubur tulang belulang prajurit Yahudi di masa lampau, telah membangun

26

Page 28: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

paratrop Israel modern yang bersemboyan sangat imajinatif : “Masada tak akan

dikalahkan lagi”. Keduanya telah menjadi momentum strategis untuk diperingati sebagai

hari perayaan nasional.

Peristiwa yang diperingati oleh kedua bangsa itu memang bertolak belakang,

yang satu sebuah kekalahan dan kehancuran, dan yang lain sebuah kemenangan berupa

membangun kerajaan, namun telah menimbulkan sebuah semangat yang sama, yaitu

pengabdian dan kepahlawanan.

Kedua peristiwa sejarah tersebut, Masada maupun Cyrus, nyaris sudah dilupakan

oleh kedua bangsa itu, Israel maupun Iran, namun peristiwa-peristiwa itu telah

ditemukan kembali (recovered) dari sumber lain dari luar tata nilai budaya mereka.

Pengalaman Istrael

Tradisi sistem Rabbi mereka maupun dalam tradisi agama Yahudi lainnya tidak

mengenal kata Masada. Dalam literatur kerabbian maupun bahasa Ibrani bahkan tidak

menemukan kata itu. Satu-satunya sumber informasi tentang kasus Masada hanyalah

sebuah kronik susunan Josephus, seorang Yahudi yang telah murtad. Kronik itu ditulis

dalam bahasa Yunani tentang warisan budaya tradisional Yahudi. Dari sebuah adaptasi

kronik Josephus yang dilakukan oleh seorang Yahudi Italia samar-samar diketahui cerita

tentang Masada. Adaptasi itu memang banyak dikutip dan dibaca masyarakat Yahudi

sejak abad 10 Masehi.

Kajian sudah dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu kajian

arkhaeologis dan kajian literer terhadap literatur keagamaan. Antara lain kajian terhadap

Kitab Taoret, yang dimulai dari cerita tentang perpindahan yang dilakukan nenek moyang

bangsa Israel, yaitu Nabi Ibrahim, dari Negeri Ur di Khaldea ke Mesir. Selanjutnya juga

dilakukan kajian mengikuti ‘exodus’ atau perpindahan besar-besaran dari Mesir ke

Tanah yang dijanjikan, yaitu Kanaan di Palestina. Di Bukit Tursina untuk menerima

‘Perintah Yang Sepuluh’.

Dalam kajian arkhaeologis ditemukan petunjuk penaklukan Kekaesaran Romawi atas

tanah orang Israel. Demikian juga mereka yang mati-matian mempertahankan Masada

juga telah dilupakan oleh bangsanya, namun dikenang oleh seorang Yahudi yang telah

27

Page 29: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

murtad, dan menuliskannya dengan bahasa asing dan untuk orang asing. Namun kedua

peristiwa itu, Masada dan Cyrus, kemudian ditafsirkan, dan diberikan peranan baru dalam

sejarah modern dari bangsa yang terhormat.

Seperti sudah dikenukakan di depan pemerintah Israel modern telah memanfaatkan

peristiwa Masada itu dengan maksud untuk membangun citra kepahlawanan bangsa

Israel dalam perjuangan melawan dominasi bangsa asing, yaitu Romawi.

Pengalaman Persia

Apa yang terjadi dengan bangsa Persia tidak jauh berbeda dengan yang terjadi

dengan bangsa Israel. Mereka juga nyaris tidak mengenal tokoh bernama Cyrus yang

dikenal sebagai pendiri kekaesaran Persia itu, bahkan nama itupun asing bagi bangsa

Persia. Cyrus memang sudah tiada sejak dua setengah milenium silam, dan sudah

dilupakan oleh bangsa Persia, namun tetap dikenang dengan penuh hormat oleh bangsa

lain. Sumber informasi tentang Cyrus berasal dari literatur asing berbahasa Yunani,

sementara bangsa Persia memang bukan bangsa yang membaca literatur berbahasa

Yunani maupun Injil.

Di samping itu ternyata ada kesamaan dalam cara maupun jalannya mereka

menemukan kembali sejarah masa lampau yang nyaris tidak diketahui di antara dua

bangsa itu, bahkan elemen-elemen dari peristiwa itupun mitip. Yang jelas mereka

menggunakan kajian arkhaeologis maupun kajian kepustakaan. Mereka melakukan

penggalian atas berbagai situs yang diperkirakan berkaitan dengan pembantaian di

Masada. Di Persia para peneliti melakukan penggalian atas peninggalan yang berkaitan

dengan kegiatan Cyrus sebagai pendiri Persia. Para ahli sejarah dan linguistik yang

berebeda juga melakukan kajian atas literatur yang berkaitan dengan peristiwa terkait,

terutama yang ditulis oleh para pemimpin agama.

Dari kajian-kajian itu berhasil ditemukan (discovered) dan disusun (recovered)

sejarah masa lampau, setelah melakukan pendekatan kajian sejarah kritis yang

dikembangkan oleh ilmuan modern Eropa. Kajian semacam itu tidak pernah dilakukan

oleh para ilmuan lama sampai abad renaisanse. Temuan (invention) sejarah itu bukan

28

Page 30: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

merupakan temuan sesungguhnya, sebab yang ditemukan (invented) hanyalah peristiwa

yang telah terjadi di masa lampau.

Nama Cyrus sebenarnya sudah sangat dikenal di Eropa Abad Pertengahan, dan

bahkan nama itu dikenal dalam kisah-kisah kuno di Eslandia. Dalam masyarakat Islam

nama itu tidak pernah dimunculkan dalam masyarakat Persia, Bahkan nyaris semua

peristiwa yang berkaitan dengan masa-masa sebelum Islam telah disingkirkan dan secara

harfiah dikuburkan dalam sejarah mereka.

Di Iran atau Persia situasi seperti yang terjadi di Mesir, dengan berbagai temuan

arkhaeologis yang spektrakuler, meskipun agak terlambat diketahui oleh bangsa Iran

sendiri. Berbeda halnya yang terjadi di banyak negeri berbahasa Arab, karena identitas

mereka telah tenggelam dalam bangsa Arab Islam. Sebaliknya dari sekian banyak

bangsa-bangsa yang dibebaskan oleh Arab Islam, merekalah yang bisa tetap bertahan

dengan kondisi mereka. Bangsa Persia telah memeluk Islam, dan menggunakan huruf

Arab, meski tetap berbicara dengan bahasa Persia. Mereka tetap mempertahankan bahasa

asli mereka serta mempertahankan corak budaya asli secara terpisah. Kesadaran itu masih

sebatas corak budaya dan belum sampai menjadi gerakan politik.

Sekitar satu atau dua abad kemudian setelah pembebasan oleh Arab Islam, bangsa

Persia mulai berusaha untuk menghidupkan kembali tradisi penulisan sejarah nasional

mereka, namun tidak banyak yang diperoleh. Kejayaan bangsa Sasanid di masa lampau

hanya menjadi kenangan, namun hampir semua tokoh cikal bakalnya nyaris terlupakan.

Bangsa Persia nampaknya mulai jatuh kembali pada sebuah mitologi yang kemudian

berhasil membangun landasan bagai terbentuknya kisah kepahlawanan agung tentang

Firdawsi, Sang Shahnama. Mereka juga berhasil menyusun penulisan sejarah Persia

Muslim sebagai sejarah Iran kuno hingga masa kini. Agak bertentangan dengan

kecenderungan itu adalah, bahwa kenangan bersama itu hanya meninggalkan dua nama

tokoh besar dari kegelapan masa lampau, sementara nama-nama seperti Cyrus, Xerxes,

sama sekali terlupakan

Nama Darius memang diingat dalam sejarah mereka, namun posisinya masih

membingungkan, karena dirancukan dengan nama tiga kerajaan. Tokoh yang paling

diakrabi oleh rakyat Iran justru Alexander, yang dianggap pahlawan dalam legenda

bangsa Persia. Tokoh itu lebih dikenal dengan nama Iskandar. Sebagai seorang penakluk

29

Page 31: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

asing dari Makedonia tokoh itu justru diakui sebagai tokoh seorang pangeran pribumi

Persia yang datang untuk merebut kembali tahta yang telah direnggut orang.

Kebangkitangairah untuk mendambakan kehadiran masa lampau dalam alur

sejarah nasional Persia terlihat dalam karya-karya sejarawan modern, para novelis

maupun para penyair yang berorientasi pada kepentingan sesuatu dinasti yang tengah

berkuasa. Langkah-langkah tersebut memiliki beberapa maksud. Pertama, untuk

mengokohkan semangat perlunya kesinambungan Persia dan identitas nasional bagi

sebuah tanah air. Kedua, untuk menghubungkan hal di atas dengan institusi kerajaan

sebagai sebuah daya pengikat maupun pusat kesetiaan. Selanjutnya, dimaksudkan juga

untuk memperkuat kesadaran nasional, dan dalam waktu bersamaan, melemahnya

pengaruh keagamaan seseorang. Dan tidak bisa dilupakan sebagai upaya untuk membuat

bangsa Persia lebih dahulu merasa sebagai orang Persia, baru kemudian sebagai umat

Muslim.

Pengalaman Mesir

Keberhasilan dunia menemukan kembali sejarah masa lampau Persia tampaknya

merupakan hasil upaya yang tidak kenal lelah bangsa Eropa. Belakangan memang para

ilmuan Rusia maupun Amerika terlibat juga dalam upaya itu. Sedangkan dalam

masyarakat Muslim di Timur Tengah baru setapak demi setapak dimulai, termasuk yang

dialami oleh Mesir.

Proses penggalian dan pencarian akar sejarah Mesir itu diawali dengan penggalian

dan temuan Batu Rosetta. Setelah itu kajian juga dilakukan atas buku-buku sejarah masa

lampau. Di sana diketemukan sebuah ketegangan antara dua buah kepribadian dalam

masyarakat Mesir, antara yang Arab-Muslim dan yang Mesir asli. Di antara mereka

terdapat sejumlah perbedaan, baik aspek identitas diri, aspek kenangan, maupun aspek

sejarah masa lampaunya. Ketegangan itu seperti didramatisasikan oleh versi Quran

dalam penceritaan tentang kisah ‘exodus’ Bani Israil. Dalam versi Quran Firaun

digambarkan sebagai tokoh antagonis, sementara Bani Israil di bawah bimbingan Nabi

Musa digambarkan sebagai pahlawan, bahkan lebih dari itu digambarkan sebagai ‘bangsa

30

Page 32: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

terpilih’ serta mendapat bimbingan Tuhan. Ketegangan itu berujung pada berkobarnya

peperangan antara para pewaris Firaun dengan pewaris Bani Israil.

Dalam masa modern seorang penulis perempuan bangsa Mesir, menggunakan

nama samaran Bint al- Shati’, yang berarti ‘Anak Perempuan Bengawan Nil’, telah

menulis sebuah artikel yang amat atraktif dan provokatif beberapa hari menjelang Perang

Enam Hari, antara Mesir dengan Israel. Tulisan itu seolah-olah menyalahkanversi

Quran, dengan mengatakan bahwa Firaun (yang dimaksud adalah pasukan Mesir) adalah

benar, dan Bani Israil (yang dimaksud pasukan adalah pasukan Israel) salah.

Pengalaman Negeri-Negeri Arab

Di negeri-negeri berbahasa Arab di Timur Tengah tanggapan atas temuan sejarah

masa lampau mereka agak lamban, bahkan agak tidak bersemangat, karena dianggap

kurang memiliki makna politik yang meyakinkan. Berbeda dengan yang lain adalah

penguasa Irak yang agak memberi sedikit perhatian pada Assyria maupun Babylonia,

meskipun tidak sampai mengidentikkan diri mereka dengan masa lampau yang penuh

kejayaan itu. Ketika karya Bernard Lewis ini diterbitkan pada tahun 1987 Saddam

Hussein belum berkuasa di Irak. Seperti halnya Shah Iran Muhammad Reza Shah Pahlevi

yang berkuasa di Iran dan mengklain dirinya sebagai penerus Kaesar Cyrus, Saddampun

pernah menyatakan dirinya sebagai penerus Kaesar Hammurabi dari Babylonia. Waktu

Presiden Saddam digulingkan oleh Presiden Bush dengan serangan militer bersama

sekutunya pada tahun 2003 masyarakat dunia menyaksikan patung-patung Saddam yang

digambarkan sebagai Hammurabi ditumbangkan dengan traktor sebagai lambang

penggulingan atas Saddam Hussein.

Di Lebanon lain lagi yang terjadi, yaitu kaum Maronit di sana merasa mereka

sebagai penerus bangsa Phoenisia. Dengan sendirinya mereka dianggap oleh kaum

Muslimin sebagai kekuatan yang anti-Arab ataupun anti pan-Arab. Situasi yang sama

terjadi pula di Syria. Di sana Partai Rakyat Syria yang tidak mendukung gagasan

‘nasionalisme Arab’, karena mereka mengaku sebagai keturunan bangsa Aram Purba dan

menghendaki pembangunan kembali peradaban Aram di Syria. Sayang sekali partai

tersebut kemudian dinyatakan sebagai partai terlarang.

31

Page 33: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sepanjang masa berkobarnya semangat pan-Arabisme telah ditemukan cara untuk

mengatasi gejolak itu. Caranyta dengan melarang semua kecenderungan untuk kembali

pada semangat kejayaan masa lampau, kecuali yang berorientasi pada Arab. Nampaknya

ada beberapa jenis akibat yang terjadi pada beberapa daerah yang berbeda dengan

kebijakan itu. Pertama, makin menguatnya penonjolan identitas ‘kearaban’, dan

sekaligus menolak semangat “firaunisme’ seperti yang berkembang di Mesir. Kedua,

semangat Arabisme yang telah berkembang sedemikian cepat, telah memberikan

sumbangan besar bagi kemanusiaan. Dunia Arab bahkan mengklaim bahwa semua

kemajuan yang dicapai merupakan hasil kerja keturunan Semitis di masa lampau.

Ketiga, munculnya tuntutan bahwa bangsa Kanaan merupakan bagian dari bangsa Arab

di Timur Tengah. Mereka menuntut Palestina sebagai milik bangsa Arab, sebelum Israel

membangun permukiman di sana. Bukti sejarah menunjukkan bahwa ekspansi bangsa

Arab sampai ke Afrika Utara bukan merupakan sebuah rangkaian penaklukan, melainkan

sebuah proses pembebasan atas tanah-tanah yang telah dikuasai bangsa-bangsa Persia,

Byzantium dan kaum penjajah lainnya.

Ketika semangat pan-Arabisme mulai menurun, mulai merebaklah gejala

perlawanan terhadap semangat itu. Di Mesir misalnya, mulai menggeliat gerakan

revivalisme Mesir yang berbeda dengan identitas Arab. Bahkan di negeri-negeri yang

dikenal sebagai kawasan Bulan Sabit Sejahtera maupun di Afrika Utara pun, mereka

cenderung mendambakan kembalinya kejayaan masa kekuasaan Phoenisia, Armenia,

maupun Karthago di masa lampau. Meskipun demikian semangat itu hanya merupakan

gerakan budaya dan tidak mempunyai kekuatan sebagai gerakan politik. Hal itu

disebabkan karena pan-Arabisme tetap merupakan satu-satunya ideologi yang mapan

dam efektif di kalangan rakyat. Satu-satunya gerakan penolakan terbuka terhadap

semangat pan-Arabisme hanyalah dari kelompok kaum penyair yang menamakan

dirinya sebagai ‘al-Rafidun’ atau kaum pembangkang. Syair-syair mereka menunjukkan

kerinduan mereka akan datangnya kembali kejayaan masa-masa sebelum ‘Penaklukan

Arab’, yang hendak dijadikan sebagai identitas bangsa. Gerakan itu mirip dengan gerakan

kaum “Kanaanisme” yang muncul dalam periode Israel modern. Mereka merindukan

kejayaan bangsa Israel yang dikenal sebagai ‘kaum jahiliah Yahudi yang sekuler’,

sebelum kebangkitan “Yahudi yang bersejarah”.

32

Page 34: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pengalaman Turki

Di Turki corak kerinduan pada masa lalu lebih unik lagi, karena bukan hanya dua

melainkan ada tiga macam kecenderungan. Pertama, kerinduan akan kembalinya

kejayaan masa Kekaesaran Turki di bawah Bani Usmani di abad pertengahan. Kerinduan

ini paling merata di kalangan rakyat Turki, yang terungkap dalam buku-buku sekolah,

syair-syair, maupun dalam kesadaran umum rakyat. Dari sejarah yang berhasil disusun

tentang negeri-negeri Muslim abad 19 dan 20 dapat dilacak adanya dua arah yang

berbeda, selain satu yang pertama di muka. Yaitu, yang menunjukkan sejarah Turki lokal

sebelum kedatangan bangsa Turki dari Asia Tengah. Sejarah yang tersusun menunjukkan

arah ke-kejayaan bangsa-bangsa dan peradaban kuno, seperti bangsa Anatolia, dan

menjurus ke masa Hitttte. Tentu saja mereka tidak memasukkan bangsa Yunani maupun

Armenia, yang tercatat bekerjasama dengan kaum Yahudi.

Yang ketiga, sejarah Turki yang mengarah pada uraian mengenai bangsa-bangsa

Turki sebelum menetap di negeri Turki sekarang, artinya ketika mereka masih menetap di

tanah leluhur mereka di Asia Tengah. Kembali kita menjumpai dua arah yang berbeda

dalam arah uraian sejarah. Di satu sisi sejarah mengarah ke semangat patriotisme bangsa

Turki yang senantiasa menunjukkan kesetiaan pada tanah yang mereka tinggali.

Sebagaimana kita ketahui bangsa Turki telah mengembangkan diri di negeri-negeri baru

dalam perjalanan hidup mereka, yang disebut sebagai ‘tanah air kedua’. Pada sisi lain

sejarah mengarah pada semangat pan-Turkisme sebagai doktrin kebangsaan mereka atas

dasar kesamaan identitas orang-orang dari berbagai negeri yang berbahasa Turki.

Di kalangan bangsa Arab semangat pencarian identitas diri mereka lebih

menyukai yang berbau pan-Arabisme ketimbang yang berbau patriotisme lokal. Namun

lama-kelamaan semangat yang lebih mementingkan lokalisme makin menonjol. Contoh

yang paling menonjol adalah yang terjadi di Turki. Kemal Ataturklah yang mengobarkan

semangat patriotisme lokal dan menolak membangkitkan semangat pan-Turkisme.

Semangatnya itu dituangkan dalam program ‘Partai Rakyat Republik’ yang dipimpinnya

pada tahun 1935. Dengan tegas semangatnya itu dinyatakan dalam penonjolan identitas

politik dalam penulisan sejarah Turki. Dalam program partai dinyatakan, bahwa “tanah

33

Page 35: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tumpah darah merupakan negeri yang suci dalam wadah batas-batas politik, tempat

bangsa Turki hidup dalam pasang surutnya sejarah masa lalu, serta kejayaan masa

lampau yang masih hidup di kedalaman tanah air.”

BAB 2 : MEDIA DAN PESAN

Ungkapan paling awal dari kenangan kolektif tentang masa lampau sesuatu

komunitas biasanya berbentuk tak tertulis. Di sejumlah tempat di Afrika misalnya,

nyanyian yang disenandungkan oleh suku-sukiu bangsa pada kesempatan pertemuan

tahunan hasil ternak mengandung sejarah suku bangsa yang mencakup sejumlah generasi,

dan kadangkala meliputi masa tiga abad lamanya. Biasanya secara kronologis kisah-kisah

tentang peristiwa yang terjadi tidak begitu jelas, namun seringkali berbagai persaksian

yang diceritakan oleh para musafir asing, seperti dari bangsa Arab maupun Portugis, bisa

lebih menjelaskannya yang mendekati akurasi kejadian yang sesungguhnya. Epos

tentang Homerus dari Yunani kuno, legenda dari penduduk Iceland, mitologi

pertempuran di kalangan bangsa Arab sebelum masa Islam dsb. mengandung maksud

yang sama.

Syair-syair kepahlawanan di kalangan bangsa primitif itu mengisahkan

perjuangan di antara para pahlawan dalam menegakkan kebenaran, yang mengokohkan

nilai moral cerita. Tentu saja hal itu tidak hanya berlaku pada kejadian historis yang

betul-betul terjadi, melainkan juga pada mitologi agama, maupun cerita yang murni

fiktif. Biasanya kisah-kisah itu berkenaan dengan konflik atau pertempuran antara tokoh-

tokoh pahlawan yang melawan kekuatan dari luar. Tokoh musuh dari luar itu bisa

mewakili dunia manusia biasa, dewa maupun makhluk setengah dewa.

Yang menarik adalah bahwa dalam kisah-kisah kepahlawananitu nilai utama yang

ditonjolkan adalah hakekat perjuangan serta kualitas yang yang terkandung di dalamnya,

dan bukan hasil akhir perjuangan itu sendiri. Barangkali pahlawan dalam kisah itu justru

mengalami kekalahan. Peristiwa kepahlawananitu barangkali justru berakhir dengan

kekalahan atau kematia n tokoh pujaan mereka. Hal yang penting dari kisah itu justru

harga diri dan keberanian dari sesuatu suku bangsa. Barangkali pemujaan orang Yahudi

atas Masada termasuk peristiwa baru, karena mereka tidak mengalami langsung. Berbeda

34

Page 36: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

halnya dengan bangsa Serbia yang langsung mengalami peristiwa pertempuran Kosovo

pada tahun 1389, yang dirasakan benar sebagai peristiwa heroik bagi bangsa Serbia.

Nyata sekali diceritakan dalam sejarah betapa Kosovo mengalami kekalahan oleh serbuan

pasukan Turki, yang telah berakibat pada penguasaan Turki atas bangsa Serbia.

Bagi para penyair Serbia akhir peristiwa itu tidak menjadi masalah, namun yang

lebih penting adalah kepahlawanan para pejuang Serbia serta raja mereka. Kisah

mengenai pertempuran Kosovo itu telah berhasil mengobarkansemangat perlawanan

bangsa itu terhadap setiap penyerbuan atas negeri mereka selama berabad lamanya.

@@@

Kebanyakan masyarakat primitif memiliki kisah-kisah kepahlawanan yang telah

menjadi sebuah kenangan kolektif bagi sesuatu kelompok masyarakat, dan telah berhasil

mengarahkan terjadinya kesetiaan-kesetiaan bagi anggota dalam sesuatu kelompok

tertentu, hingga mampu mendorong terjadinya sesuatu peperangan antar kelompok dan

berbagai macam konflik lain. Ternyata jenis kisah-kisah yang berfungsi seperti itu, baik

yang bersifat kesejarahan maupun tidak, sama sekali bukan hanya terbatas dimiliki oleh

masyarakat primitif. Tampaknya ada perbedaan yang penting yang membedakan antara

kisah-kisah yang lahir secara spontan dalam masyarakat, yang disebut ‘epos primer’,

maupun ‘epos sekunder’, yang sengaja disusun atas dasar peristiwa-peristiwa yang yang

sungguh terjadi dan yang dirayakan setiap saat. Kisah jenis yang kedua yang disebut

’epos sekunder’ itu merupakan jenis yang tersurat, tertulis, dan lebih tersusun sebagai

hasil peradaban yang lebih maju.

Kita bisa mengambil contoh dalam masyarakat yang lebih kuno, misalnya dalam

syair-syair dalam peradaban Yunani dan Romawi, yang mengandung perbedaan yang

nyata. Syair-syair tentang pahlawan Homerus terlihat lebih spontan dan primer

sementara epos tentang Aeneid dari Virgil dalam masyarakat Romawi terasa lebih

menggambarkan kesadaran diri serta bersifat rekaan ulang. Kisah-kisah itu merupakan

karya masyarakat kerajaan, dan bukan masyarakat pahlawan. Kisah-kisah itu bukan

merupakan tradisi yang hidup, melainkan sebuah temuan berujud sastra. Katya sastra itu

lebih merupakan rekaan yang disesuaikan dengan fantasi masa lampau.

35

Page 37: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Lebih dari itu semua karya-kartya sastra itu menjadi media yang berisi pesan

untuk mempromosikan kebijakan penguasa baru, yaitu Kaesar Agustus dari Romawi.

Perbedaan seperti tersebut di atas bisa kita samakan dengan yang terjadi antara kisah-

kisah yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama dengan peristiwa dalam masa terkini.

Kisah-kisah tentang Exodus yang dialami Bani Israil di bawah kepemimpinan Nabi Musa

dalam Perjanjian Lama masih selalu diperingati orang Yahudi di masa modern sekarang.

Dalam masyarakat Nasrani juga diperingati setiap tahun peristiwa-peristiwa utama yang

berkaitan dengan sejarah perkembangan agama. Lambang palang salib misalnya,

merupakan salah satu lambang yang senantiasa diyakini sebagai pengakuan akan

kebenaran peristiwa ‘penyaliban’ atas Yesus Kristus. Demikian juga peringatan Hari

Natal, yang merupakan hari kelahiran Nabi Isa, diyakini terjadi dalam bulan Desember

tanggal 25, meskipun sebenarnya di kalangan ahli sejarah masih diragukan kebenarannya.

Demikian juga yang terjadi dengan peringatan Paskah yang dilakukan berkaitan dengan

Hari Wafat dan Kenaikan Yesus Kristus atau Nabi Isa.

Peristiwa yang terakhir ini dianggap tidak diragukan kebenarannya dan

keasliannya, dan bukan rekayasa. Di samping itu penganut agama Nasrani masih juga

memperingati hari-hari besar yang berkaitan dengan hari wafatnya para orang suci

(santo) atau para martir (syuhada) yang meninggal sebagai tumbal. Sebagaimana dalam

agama Yahudi dalam agama Nasranipun kebaktian atau liturgi merupakan wujud

peringatan kepahlawanan yang terjadi di masa lampau.

Islam sebagai agama lebih memiliki sejarah yang terbuka, termasuk proses

kelahirannya di banding agama-agama serumpunnya, yaitu Yahudi maupun Nasrani.

Misalnya, kita tidak tahu secara jelas siapa pendiri agama Yahudi, demikian juga dengan

agama Nasrani. Yang jelas adalah bahwa pendiri agama Nasrani telah wafat di tiang

salib, dan pengikutnya mengalami nasib buruk selama awal perkembangan, yaitu menjadi

golongan minoritas dalam dominasi Romawi selama berabad-abad. Tidak demikian

halnya dengan agama Islam. Pendirinya, yaitu Nabi Muhammad, selama hidupnya

bergelut dengan penyebaran agama Islam. Lebih dari itu nabi pendiri itupun telah

menghabiskan umurnya untuk mempraktekkan ajaran agamanya dalam raranan

masyarakat, baik sebagai kepala negara, panglima tentara maupun sebagai hakim agung.

36

Page 38: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sejarah tentang perkembangan agama Islam menyatu dengan sejarah hidup Nabi

Muhammad. Oleh karenanya barangkali peringatan-peringatan keagamaan yang utama

tidak berkaitan dengan peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan nabi, melainkan

berkaitan dengan hal lain, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Ad-ha. Hari Raya

Idul Fitri dirayakan seusai melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan. Sedangkan

Hari Raya Idul Ad-ha merupakan upacara ritual yang dilaksanakan untuk mengenang

peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim, istrinya dan anaknya, Nabi Ismail. Peringatan

itu juga dilakukan oleh mereka yang melaksanakan ziarah ke dua tempat paling suci,

yaitu Mekah dan Medinah. Peringatan yang lebih kecil dilakukan untuk mengenang

kematian para orang suci atau wali.

Dalam masyarakat Yahudi kebiasaan menuliskan kalender sejarah dikenal dengan

nama ‘taqwim’, yang memasang rangkaian ulang tahun peristiwa penting di masa

lampau. Adapun maksud peringatan-peringatan itu dipasang adalah untuk membantu

penyelenggaraan peringatan sekaligus untuk membantu melakukan prediksi masa depan.

Sampai masa modern sebagian besar peringatan-peringatan itu diselenggarakan dengan

cara keagamaan. Termasuk yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sekuler, di

sana para pendeta memegang peranan besar dalam penyelenggaraannya, misalnya yang

berkaitan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Amerika maupun Hari Penjebolan

Penjara Bastille di Perancis.

Gerakan yang berbau romantisme, yang penuh gambaran kejayaan di masa

lampau, seperti tertera dalam novel-novel sejarah, telah melakukan sejumlah upaya yang

berhasil mempengaruhi bentuk citra masa lampau yang terkenal. Selama abad ke 19 dan

awal abad ke 20 para penulis novel sejarah bangsa Yahudi, Arab, Persia, maupun Turki

telah berhasil membangun citra diri pada masyarakat sebagai pembaca yang terdidik

secara sekuler, yang berguna bagi pencapaian konsekuensi politik.

BAB 3 : SEBAGAIMANA YANG SEHARUSNYA TELAH TERJADI

37

Page 39: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Orang kebanyakan di manapun di dunia, termasuk di Amerika, biasa mengatakan

agar kita menyampaikan apa adanya. Ungkapan tadi secara tidak sadar seperti

menyampaikan pendapat sejarawan terkenal dari Jerman, Leopold von Ranke. Untuk

menulis sejarah haruslah apa adanya. Sesuai dengan kalimat aslinya dikatakan "wie es

eigentlich gewesen", atau “how it really was”. Namun dalam kenyataannya ungkapan itu

sulit dilaksanakan.

Ternyata tidaklah sama antara pertanyaan “Apa yang terjadi (hapened?”, “Apa

yang kita ingat (recall)?”, “Apa yang dapat kita temukan kembali (recover)?”, “Apa

yang dapat kita susun (relate)?”.Sama sulitnya juga bagi kita bagaiamana menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut. Seringkali kita sangat tergoda untuk menyampaikan

berbagai peristiwa sebagaimana kita harapkan terjadi, ketimbang apa yang sesungguhnya

terjadi. Bernard Lewis menawarkan tiga tipe batasan tentang sejarah, lengkap dengan

ilustrasinya dengan peristiwa yang terjadi dalam sejarah di Timur Tengah. Ketiga tipe

sejarah itu yaitu “sejarah sebagaimana diingat (history-remembered)”, “sejarah

sebagaimana ditemukan kembali (recovered)”, dan “sejarah sebagaimana ditemukan yang

belum dikenal sebelumnya (invented)”. Dalam kesempatan ini Bernard Lewis

melengkapi pandangannya tentang pengungkapan fakta sejarah dengan ilustrasi yang

tepat, yaitu sejarah yang terjadi di Timur Tengah, khususnya dunia Islam. Contoh yang

paling jelas adalah tentang penyusunan kembali sejarah hilangnya kejayaan Spanyol

Islam. Dengan jatuhnya Granada pada tahun 1492, benteng terakhir kekuatan kaum

Muslim di Semenanjung Iberia, berakhir sudah dominasi Muslim di sana. Kekuasaan

Muslim di sana telah berlangsung selama lebih dari delapan ratus tahun. Pada tahun yang

sama menyusul pengumuman dari para raja Katolik untuk mendirikan kerajaan-kerajaan

Kristen di bekas kekuasaan ‘bangsa Moor dan Yahudi’ di seluruh tanah raja-raja

Kristen di Spanyol.

Kaum Muslim Spanyol banyak yang melarikan diri ke Afrika Utara, dan sebagian

kecil saja dari mereka ke Timur Tengah. Dan untuk beberapa lama kenangan dan

nostalgia pada tanah Andalusia yang telah hilang, masih bertahan. Pada awal abad ke 17

seorang sejarawan bangsa Maroko bernama al-Maqqari berhasil menyusun sebuah karya

ensiklopedia yang cukup lengkap tentang riwayat perjalanan sejarah Spanyol Islam dari

awal hingga akhir kajayaannya.

38

Page 40: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pada bagian terakhir sejarah kerajaan Muslim tersebut, tanah yang hilang tersebut

yang telah lama memerintah dengan peniuh kejayaan, telah dilupakan oleh dunia Islam.

Barangkali sedikit kenangan masa lampau yang penuh kejayaan itu masih tersisa di

kalangan katurunan kaum pelarian yang tinggal di Afrika Utara. Selebihnya semua masa

lampau yang jaya dari Spanyol Islam telah hilang dari kenangan. Dan penyusunan

kembali sejarah periode ini seluruhnya merupakan hasil kerja sejarawan Eropa, termasuk

bangsa Spanyol sendiri serta dari kebangsaan lain.

Karya Al-Maqqari tentang kejayaan Andalusia diterbitkan untuk pertama kalinya

di London pada 1840, yang merupakan hasil terjemahan ke bahasa Inggris yang tidak

begitu baik oleh ilmuan Spanyol bernama Pascual de Gayangos. Sejarah Spanyol Islam

sangat memikat perhatian orang Eropa di awal abad 19, karena menyimpan banyak sekali

kekhasan Spanyol yang menjadi salah satu komponen karya sastra yang penuh

romantika. Dalam salah sebuah karya Washington Irving misalnya, ditulis tentang masa

tenggelamnya kejayaan Alhambra dan tenggelamnya kejayaan Spanyol Muslim.

Kemudian kita juga bisa membaca karya sejarawan Perancis bernama Louis Viardot,

buku berjudul ‘Essai sur I'histoire des arabes et des maures d'Espagne’, atau ‘Esei tentnag

sejarah bangsa Arab dan Moor di Spanyol’, yang terbit di Paris pada 1833.

Karya kaum Muslim tentang masa Spanyol Muslim yang pertama diterbitkan di

Istanbul, pada 1863- 1864. Buku itu merupakan terjemahan dalam bahasa Turki dari buku

berjudul ‘Bangsa Maghribi terakhir’ yang diterbitkan di Aljazair. Perhatian bangsa-

bangsa Arab untuk menulis tentang masa lampau Spanyol Muslim tampaknya terangsang

oleh dua hal. Pertama dan terutama, adalah kehadiran utusan Muslim dalam sebuah

kongres kaum orientalis internasional. Di sana mereka berkenalan dengan kaum orientalis

Eropa yang banyak memaparkan sejarah masa-masa Spanyol Muslim. Yang kedua adalah

keputusan Sultan Abdulhamid II dari Kesultanan Turki Bani Usmani pada 1886 untuk

mengirim utusan ke Spanyol para ahli untuk mencari naskah-naskah berbahasa Arab di

sana. Maka segera beruntun datang para utusan dari Turki, Mesir, dan berbagai negeri

Muslim lainnya, bahkan dari India. Di sana mereka menekuni daerah-daerah penggalian

purba di masa Spanyol Muslim. Dan segera karya-karya tentang Spanyol diterjemahkan

ke dalam bahasa-bahasa Arab, Turki maupun bahasa penduduk Muslim lainnhya,

39

Page 41: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

termasuk karya-karya sastra tentang romantika masa lampau di Spanyol Muslim, seperti

mislanya tentang legenda Cordoba di masa keemasan.

Kenangan akan Andalusia membangkitkan emosi yang mendalam yang

dibutuhkan oleh kaum intelektual Muslim. Sebagai salah satu pengaruh dari proses

pendidikan yang mereka peroleh dari Eropa, mereka makin menyadari betapa kelemahan

maupun kemunduran yang mereka alami. Selanjutnya mereka telah mendapatkan

dukungan dan kenyamanan dari kenangan akan kehadiran sebuah negeri Muslim di

Eropa yang besar, kaya beradab, dan kuat, Mereka meyakini bahwa negeri itu telah

menjadi pembimbing dan pemimpin bagi peradaban Eropa.

Pada saat-saat ketika dunia Islam mengalami kemunduran dan kekalahan mereka

justru mendapatkan peluang untuk menyamakan kondisi mereka dengan senjakala yang

semarak dari Alhambra. Kejayaan

Andalusia telah menjadi tema yang digemari para pesyair maupun novelis dalam

mengungkapkan nostalgia. Keberhasilan,yang sesungguhnya maupun yang hanya

diangan-angankan, tentang peradaban Arab-Spanyol yang besar digunakan sebagai dalih

dalam penulisan romantika sejarah peradaban Islam ketika menyaksikan kemunduran

Islam serta timbulnya perasaan kurang percaya diri yang disebabkan oleh pengaruh

tekanan Barat. Kenyataan bahwa sejarah maupun peradaban bangsa Spanyol Islam itu

diketahui oleh mereka karena jerih payah Barat tak ayal dirasakan bagaikan menelan pil

pahit. Itu sebabnya kenyataan sejarah itu pada umumnya tersembunyi dan sejumlah

“sejarawan” Muslim bersikap agak berlebihan, dengan mengatakan bahwa semua

kejayaan masa lalu dalam sejarah Islam maupun sumbangan Spanyol Muslim bagi

peradaban Eropa telah sengaja disembunyikan karena rasa kedengkian dan penuh

prasangka dari sejarawan Eropa.

Bagi para sejarawan Muslim dari bangsa Arab Spanyol, Spanyol Islam

merupakan sumber mata air kesenian dan ilmu pengetahuan yang menjadi sumber

perkembangan peradaban Eropa yang asli dan terbaik. Keyakinan seperti itu mempunyai

dua manfaat. Di satu sisi, membangkitkan kebanggaan yang telah hancur yang dialami

masyarakat Muslim yang telah ditaklukkan. Pada sisi lainnya, lebih meyakinkan akan

kebenaran anggapan bahwa peradaban Islam yang berkembang di Spanyol Islam telah

diterima masyarakat Eropa sebagai sumber asli. Peradaban itu telah menganjarkan

40

Page 42: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

semangat toleransi. Salah satu makna toleransi itu adalah hilangnya saling permusuhan di

antara komunitas yang berbeda. Itulah yang dikemukakan sebagai toleransi yang

diajarkan Islam. Pengertian lain dari toleransi adalah tidak adanya diskiminasi, serta

kesamaan hak dan kewajiban di antara sesama warga masyarakat, tanpa memandang

perbedaan suku bangsa, asal usul, keprcayaan. Bagi ahli hukum Islam toleransi dalam

Islam dimaknakan sebagai kesamaan setiap warga masyarakat di muka hukum.

BAB 4 : PENUTUP

Marilah kita kembali pada tema semula, yaitu Cyrus dan Masada. Perayaan ulang

tahun Cyrus di Persepolis menurut para pengamat luar negeri dianggap sebagai

perbuatan yang boros, dan lebih dari itu tidak bermanfaat. Menurut Benhard Smith

barangkali memang memakan biaya besar, namun bukan tidak bermanfaat. Sebaliknya,

merupakan contoh klasik dari penggunaan sejarah secara baik.

Parade yang menawan dan upacara-upacara yang diselenggarakan di makam Raja

Cyrus maupun di reruntuhan kota kuno Persepolis telah mendramatisasikan peristiwa itu

sebagai sebuah upacara yang belum pernah berlangsung sebelumnya di masa Persia. Dan

apa-apa yang menjadi harapan utama penguasa di masa itu telah betul-betul menjadi

kenyataan, yaitu proses transformasi bangsa Persia, dari sebuah masyarakat religius

menjadi sebuah bangsa sekuler, lengkap dengan ciri utama, bukan lagi kesetiaan pada

Islam melainkan pada pada Iran. Proses itu belum lengkap, melainkan terus berjalan, dan

kadangkala diperlukan bantuan.

Tema utama perayaan-perayaan tersebut adalah kesinambungan selama masa

ribuan tahun dari tanah maupun rakyat Iran, melalui kebudayaan maupun agama , serta

peranan lembaga kerajaan yang menunjangnya. Hal yang sama kita saksikan pula dengan

upacara Masada yang berlangsung di Israel modern. Tak dapat disangkal bahwa upacara

itu memang dirancang untuk membangun kembali hubungan antara aspek politik dari ciri

bangsa Yahudi dengan kekuatan militer Israel. Namun sayang sekali pilihan itu

membawa malapetaka.

Cyrus, sesuai dengan hasil kejian sejarah, merupakan awal perkembangan sejarah,

sementara Masada merupakan akhir sebuah episode. Ketika kenangan kolektif bangsa

41

Page 43: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Yahudi telah melupakan peristiwa Masada dan sebaliknya menjadikan peristiwa larinya

Rabbi Yohanan ben Zakkai dari Jerusalem untuk memohon izin dari penakluk Romawi

untuk mendirikan sebuah seminari bagi calon sebagai simbol, tak ayal merupakan satu

pertanda sebuah firasat.

Masada tidak lain adalah sebuah titik akhir sejarah bangsa Yahudi. Di balik itu

semua terhampar sebuah kehampaan. Sesuatu yang dilupakan. Nampaknya langkah yang

dilakukan Ben Zakkai merupakan langkah kebijakan yang memedihkan.Langkah itu

sebenarnya menggambaran suatu kenyataan, bertahan hidup, maupun masa depan,

sambil menelan kebanggaan diri. Langkah itu juga menggambarkan upaya mendambakan

anugerah dari penguasa negeri, yaitu penguasa Romawi. Di samping itu juga merupakan

upaya untuk melestarikan warisan serta identitas Yahudi. Semua itu dilakukan dengan

melalui keyakinan hidup maupun hukum.

Sekarang Masada telah ditemukan kembali, dalam artian yang sesungguhnya.

Temuan sejarah Masada itu bukan sekadar laporan dalam jurnal arkhaeologi, melainkan

betul-betul tumbuh dalam kesadaran Yahudi di kalangan bangsa Israel di manapun.

Meskipun demikian masih diperlukan kewaspadaanuntuk menanganinya di balik

tingkatan-tingkatan penyusunan sejarah yang diangkat dari kumpulan ilusi. Tidak bisa

dipungkiri bahwa pengabdian maupun keberanian sama-sama dibutuhkan, namun

demikian mereka sebaiknya tidak kembali mengarah pada “bunuh diri” dalam ujung

sejarah.

@

Catatan :

Tulisan di atas merupakan saduran bebas untuk pemaparan dalam pertemuan dosen

Jurusan Sejarah IKIP Semarang pada tahun 2000, dari buku berjudul History :

Remembered, Recovered, Invented, karya Bernhard Lewis. Buku aslinya diterbitkan oleh

Simon and Schuster, Inc. New York, London, Toronto, Sidney, Tokyo 1987

42

Page 44: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

B. KASUAL

1. KENDALA KRITIK SEJARAH

(Tanggapan atas Kuntowijoyo)

Yang paling menarik dari tulisan Kuntowijoyo berjudul MasalahKritik Sejarah

(Republika 3/] 1) adalah kalimat-kalimat penutupnya. Lengkapnya kalitnat itu berbunyi

"Masalah tersebut sebaiknya tidak dipandang sebagai masalah hukum, tapi masalah

sejarah. Kapan lagi bangsa kita akan mendengarkan wacana ilmiah dari lembaga

pengetahuan dan bukan lagi wacana kekuasaan dari pemerintan, wacana keuntungan dari

bisnis, wacana persaingan dari parpol, dan wacana pemasaran dari media massa."

Pandangan semacam ini mewakili pandangan yang lugu dan konsisten sebagai

sejarawan yang memiliki integritas pada bidang ilmunya. Seorang etikus dan pengikut

teosofi tentu saja memiliki pandangan dan fatwa yang berbeda. Misalnya agar semua

pihak mau tenggang rasa dan memanfaatkan pihak lain, atas dasar prinsip menang tanpa

ngasorake". Bukan "becik ketitik, ala ketara" atau yang balk itu jelas terlihat, yang jelek

itu pun jelas.” Bukankah Tuhan Maha Tahu dan Maha Adil? Demikian juga politikus

mau pun kaum kerabat Bung Karno tetap akan memandang bahwa pandangannya yang

paling benar, yaitu agar dilakukan pendekatan hukum seperti lewat pengadilan, agar

diperoleh kebenaran. Bahkan bukanKebenaran barangkali yang dicapai, melainkan

kepuasan.

Dominasi Kepentingan

43

Page 45: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan ini yang paling berkuasa bukan

kaum etikus, moralis, mau pun ilmuwan bahkan juga bukan kaurn politisi maupun

militer, melainkan kepentingan. Dalarn masyarakat ideal menurut konsep Yunani Klasik,

India Kuno manpun Eropa Abad Pertengahan, memang secara formal kaum filsuf,

brahmana atau pun pendeta yang berkuasa karena merekalah yang memiliki

kebijaksanaan. Namun bukan kebijaksanaan (wisdom) yang berkuasa, melainkan

kepentingan. Tegasnya kepentingan untuk menguasai manusia lain agar mau mengikuti

kemauan the rulling class. atau pun the pressure group, yang selamanya saling

berhadapan. Itulah hakekat perjuangan kaum berkepentingan.

Harap jangan selalu memandang bahwa warga kepentingan yang dikembangkan

mesti bersifat negatif, meski pun hampir selalu pihak yang berbeda kepentingan

memandang negatif warga kepentingan lain tersebut dengan berbagai dalih. Banyak

bukti menunjukkan betapa warga kota yang sedang memilih Hari Jadi bagi sesuatu kota,

misalnya mengalami benturan kepentingan, Para ilmuwan sejarah akan selalu berangkat

dari prosedur ilmu sejarah dalam mendapatkan kebenaran. Di antara mereka bukan tidak

mungkin terjadi beda pandangan atas dasar data mau pun tafsir sejarah yang dipakai.

Dalam hal ini para sejarawan meneoba bertindak obyektif ketika menghadapi data dari

para responden atau pun sumber sejarah yang cenderung subjektif. Akibatnya diskusi itu

menjadi amat berkepanjangan. Dan tidak jarang menemui keadaan “jalan tak ada ujung”.

Kepentingan mereka jelas bisa difahami, yaitu kebenaran obyektif sejarah (history as a

fact).

Hampir selalu muncul sikap kaum ekskutif birokratyang ingin segera mendapat

hasil, tanpa prosedur ilmiah yang dianggap bertele-tele. Kepentingannya jelas berbeda.

Maka tidak mengherankan manakala kemudian keluar semacam dekrit untuk menentukan

Hari Jadi versi resmi. Prosedur yang lain adalah prosedur politik, yaltu lewat sidang-

sidang DPR, yang kalau perlu harus dicapai suara bulat. Akan tetapi jangan dipandang

bahwa DPR mengesampingkan acuan data historis. Oleh kerenanya prosedurnya dapat

dianggap ilmiah juga.

Yang menarik adalah perlunya diambil prosedur musyawarah, yang tidak dikenal

dalam dunia ilmu. Bagalmanapun itulah keputusan politik. Dalam hal ini memang tidak

pernah dilakukan prosedur pengadilan, yang nampalmya juga dapat dilalui. Tidak pennah

44

Page 46: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

terjadi, misalnya, ahli waris keturunan tertentu yang merupakan pelaku sejarah dalam

proses awal pembangunan kota tersebut merasa dilecehkan karena tidak terlibat sebagai

cikal bakal kota.

Kemudian setiap HUT Hari Jadi kota warga kota pun memeriahkannya dengan

berbagai acara, tennasuk ceramah tentang Hari Jadi Kota tercinta. Namun satu hal sudah

jelas, bahwa ceramah-ceramah tidak boleh mempersoalkan kebenaran Had Jadi lagi,

karena pintu ijtihad telah tertutup rapat.

Apa yang kita saksikan kemudian adalah sebuah pernyataan sejarah yang kemudian

disebarluaskan, disosialisasikan, bahkan diajarkan dari generasi ke generasi. Inilah

kenyataan sejarah sebagai history as written, menurut versi pemerintah. Dan itulah juga

kebenaran sejarah menurut sesuatu versi.

Dalam hal kasus Bung Karno dalam kaitannya dengan kelahiran Orde Baru awal,

halnya semacam kasus penentuan Hari Jadi kota yang kira saksikan. Berbagai fihak

mengklaim paling berhak menentukan kebenaran, dan berbagai fihak mengaku bahwa

klaim tersebut tidak benar. Namun selalu history as written lah yang paling dominan,

karena didukung oleh kekuasaan politik dan kepentingan politik.

Kritik dan saran sejarawan Kuntowijoyo agar masyarakat memperhatikan juga

suara para ilmuan sejarah tentu saja sangat bermanfaat, namun nampakmya hanya

mendapat pembenaran dari masyarakat ilmuan saja. Demikian juga kalau orang berbicara

tentang kebenaran sejarah masa-masa yang lebih lampau. Selalu saja ada history as a

fact, dan selalu saja ada history as written. Dan selalu saja para sejarawan cuma mampu

mengemukakan kritik-kritik dan saran. Dan selalu aaja yang dominan adalah hasil

prosedur politik mau pun pengadilan.

Sejarawan Peneliti dan Sejarawan Pendidik

Istilah sejarawan pendidik dimaksudkan bagi guru atau dosen sejarah profesional.

Tugas intelektual mereka bukan mencari, menemukan dan menuliskan kebenaran sejarah

seeperti yang dilakukan oleh sejarawan peneliti, melainkan menyajikan dan

menyampaikan kebenaran sejarah kepada generasi muda lewat proses pendidikan.

Namun harus diakui bahwa kebenaran sejarah yang disajikan mereka adalah history as

45

Page 47: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

written, sesuai dengan kmikulum yang berlaku. Masalah segera muncul di hadapan para

guru sejarah manakala muncul kontroversi tentang kebenaran sejarah, misalnya tentang

keterlibatan Bung Karno dalam pemberontakan G3OS/PKI mau pun "keterlibatan CIA

dalam gerakan untuk mendongkel Bung Karno atau kebangkitan Angkatan `66, yang

kemudian diiukuti kelahiran Irde Baru.

Dalam peran mereka sebagai juru bicara pemerintah, maka tugas guru sejarah

tidak lain menampaikan kebenaran sebagaimana tertulis dalam buku-buku sejarah versi

Orde Baru.Kadangkala mereka mendapat tugas sampiran dalam proses pendidikan

politik, yaitu mengobarkan semangat cinta tanah, semangat rela berkotban. Sebagai

konsekuensinya perubahan apapun yang terjadi dalam kurikulum sejatah para sejarawan

tidak mungkin berbuat lain kecuali mengikuti pendekatan yang ditawarkan dalam

kurikulum. Pengalaman dengan konsep "kompefisi manipolis" mau pun datang dan

perginya PSPB sebagai pendekatan pendidikan sejarah telah merupakan pengalaman tak

terlupakan bagi para sejarawan pendidik.

Yang lebih dipentingkan adalah memberikan peluang makin banyak kepada

warga masyarakat untuk mengemukakan data sebanyak mungkin untuk mendapat

informasi sejarah seakurat mungkin. Dengan begitu maka masyarakat akan mendapat

informasi sebanyak mungkin tentang sesuatu episode dalam sejarah. Kedewasaan

berpikir masyarakat dalam menanggapi banjirnya informasi jangan ditunggu, melainkan

dikondisi. Yang penting dijaga adalah bahwa kekebasan tidak menjurus pada suasana

fitnah. Timbulnya kebimbangan di kalangan warga masyarakat jangan dikhawatirkan

bakal mengarah pada khaos dalam informasi, melainkan akan membawa warga

masyaarakat yang "well-miormed".

Kasus “detik-detik menjelang proklamasi 17 Agustus 1945” telali menghasilkan

banyak sekali informasi yang datang dari berbagai pihak. Sejak dari Bung Karno dan

Bung Hatta yang dianggap sebagai “kolaborator penjajah dan boneka Jepang”, sampai

pada para tokoh pemuda, seeperti Sukarni, Chaerul Saleh maupun Adam Malik, yang

dituduh telah menculik Bung Karno dan Bung Hattake Rengasdengklok, telah

memberikan informasi, yang bukan saja tidak sama, bahkan bertentangan hententangan.

Nyatanya warga masyarakat tidak khaos dalam menanggapi hal tersebut.

46

Page 48: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Akhirmya

Jadi simponi yang harus digelar mengenai kehenaran sejarah adalah, pelaku

sejarah menuliskan pengalaman mereka, betapapun subjektifnya, namun disertai bukti

memadai, sebagaimana pekanya alat perekam canggih. Lalu sejarawan peneliti

melakukan kritik sejarah. ekstern maupun intern, lalu menafsirkannya dan kemudian

menuliskannya, sebagaimana “kebijaksanaan dalam penulisan hadits”. Dan sejarawan

pendidik dengan penuh “kebijaksanaan seorang Batara Guru” akan selalu menyampaikan

kebenaran sejarah kepada generasi muda.

Dalam pada itu tidak dapat dipungkiri akan perlunya buku babon sejarah untuk

kepentingan pendidikan, dan kelengkapan informasi yang bervariasi sehagai sumber

sejarah. Dalain hal im prosedur politik maupun pengadilan hukan sesuata yang harus

dihindari, meskipun bukan merupakan kata akhir. Amerika Serkatpun mengenal

"informasi baku" siapa pembunuh Presiden John F. Kennedy, namun beredar pula

berbagai versi lain dalam masyarakat.

Dalam kasus Bung Karno maupun CIA. yang jauh lebih penting bukan untuk

“mengadili tentang keterlibatannya”. Keterlibatan adalah kesimpulan, sedangkan yang

diperlukan adalah deskripsi kejadian sejarah yang akurat. Napoleon Bonapsrte tidak

dipungkiri pernah terlibat dalarn menyengsarakan rakyat Perancis, dan oleh karenanya

jenazahnya dikuburkan di Pulau Elba di luar wilayah Perancis. Namun kemudian rakyat

berkesimpulan lagi, sehingga makamnya dipindahkan di Perancis sebagai pahlawan.

HARIAN REPUBLIKA, 15 NOPEMBER 1994)

8@@@

47

Page 49: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

48

Page 50: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. KONTROVERSI DALAM SEJARAH INDONESIA

Waktu persaksian Soekaedjo Wilarjito di sekitar proses terbitnya Surat Perintah

Sebelas Maret (Super Semar) mulai tersiar dalam media massa tanggal 26 Agustus baru-

baru ini, terpikir oleh saya bahwa nasibnya akan seperti isu tentang Supriyadi. Pernah

dinyatakan oleh seorang saksi mata bahwa pahlawan Peta Supriyadi masih hidup, jauh

hari setelah dinyatakan bahwa pahlawan itu telah tewas dalam suatu pertempuran.

Kemudian terjadi pelemik, dan kemudian musnah berita tentang kesaksian itu. Pahlawan

Supriyadi tetap diyakini sudah wafat, meski tidak dapat dijelaskan di mana makam

beliau.

Sekarang seorang saksi mata yang telah berumur 71 tahun menyatakan sesuatu

yang berbeda dengan yang tertulis dalam sejarah fomal (history as writen), yang selama

ini diyakini kebenarannya.

Paling tidak ada dua isu yang diungkapkan dalam persaksian itu. Pertama, bahwa

Super Semar itu diterbitkan oleh suatu tekanan dari luar, bahkan dengan todongan pistol

oleh Jendral Panggabean. Jadi bukan ditandatangani atas dasar kerelaan Presiden

Sukarno, sebagaimana tertera dalam sejarah formal. Kedua, bahwa perwira tinggi yang

menjemput Super Semar itu bukan hanya tiga, sebagaimana tertulis dalam sejarah formal,

yaitu Jendral Basuki Rakhmat, Jendral M. Yusuf, dan Jendral Amir Mahmud. Ternyata

diberitakan oleh seorang saksi sejarah dan pelaku sejarah, bahwa Jendral Panggabean

hadir mengambil peranan dalam penjemputan Super Semar di Istana Bogor.

Persaksian kontroversial yang diberikan oleh Soekardjo amat memancing

komentar, karena memang benar-benar mengejutkan. Pertama, karena saksi mata itu

disebutkan sebagai orang yang secara fisik paling dekat dengan peristiwa itu. Yaitu

seorang anggota sekuriti Istana Bogor. Bahkan konon saksi itu menyebutkan

menyaksikan psristiuwa itu dari jarak amat dekat, sekitar tiga meter, dalam usia 39 tahun.

Usia yang masih segar bugar.

49

Page 51: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kedua, karena yang bersangkutan termasuk bekas tapol G30S/PKI, yang tentu

saja menimbulkan kecurigaan atas keobyektifan pernyataannya. Kata Nurcholis Majid,

pastilah dilatarbelakangi motif tertentu. Entah apa.

Tak urung kesaksian itu mengundang kemungkinan polemik lebih besar, karena

kesaksian itu dapat diuji kebenarannya oleh paling tidak dua orang saksi mata yang juga

masih hidup. Yaitu Pak Panggabean maupun Pak M. Yusuf. Ini alasan ketiga mengapa

kesaksian itu amat menarik.

polemicus interuptus

Komentar yang muncul berbeda-beda. Pak Panggabean, yang paling merasa

ditugikan, dengan sigap membantah pernyataan Soekardjo itu. Anggota DPR RI Ny.

Aisah Amini menghimbau agar peristiwa masa lampau jangan diusik-usik lagi.

Sejarawan Onghokham sebaliknya memandang dengan skeptis kesaksian itu. Dia

melihat peluang untuk dilakukannya penelitian lebih serius, guna menemukan kebenaran.

Letjen (Pur TNI) Bambang Triantoro, yang entah dalam kapasitas sebagai apa,

menyangsikan kebenaran isu itu. Sebagai anggota keluarga mantan Presiden Suharto, Pak

Probosutejo dengan tegas menyatakan bahwa Maraden Panggabean tidak pergi ke Bogor

pada tanggal 11 Maret, meski masih dipertanyakan apakah pada saat itu Pak Probo sudah

berada di Jakarta untuk bergabung dengan keluarga besar Suharto.

Sementara itu ketua LBH Yogyakarta yang menjadi penasihat hukum saksi

sejarah menyatakan, bahwa siapapun berhak melakukan gugatan terhadap kliennya,

Soekardjo Wilarjito, bila merasa dirugikan oleh pernyataan kliennya itu. Dengan cara itu

bahkan kebenaran historis dapat ditemukan.

Yang paling mengejutkan adalah komentar Presiden Habibie, yang buru-buru

melarang untuk meneruskan polemik itu. Tentu saja pernyataan itu mengherankan,

karena dinyatakan oleh seorang ilmuan, yang tentunya amat mengandalkan data terbaru

bagi upaya menemukan sesuatu kebenaran. Tapi sayangnya beliau adalah orang dekat

mantan presiden Suharto, yang tak ayal akan mendapatkan dampak buruk kalau

kesaksian Wilarjito ternyata benar.

50

Page 52: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Apakah ini semua termasuk wujud dari sikap mental ‘mendhem jero, mikul

dhuwur’?

Bagaimanapun kecurigaan bakal terjadi keputusan politik berupa larangan

memperpanjang polemik tentang suatu fakta sejarah di sekitar Super Semar sudah

menjadi kenyataan. Sejarah betul-betul berulang, seperti yang terjadi dengan polemik

tentang kamatian pahlawan Peta Supriyadi yang kontroversial itu.

Keputusan Ilmiah

Kasus Letda (Purn. TNI) Soekardjo Wilarjito yang menyatakan kesaksian

peristiwa terbitnya Super Semar setelah selama 32 tahun tidak diganggu gugat, bukan

satu-satunya isu kontroversial dalam sejarah Indonesia.

Seperti dikemukakan di depan pernah muncul isu tentang kematian pahlawan

Peta Supriyadi yang misterius. Kita mengenal juga isu Hari Lahir Pancasila, tanggal 1

Juni 1945 atukah 18 Agustus 1945.Pernah juga dikedepankan isu Peristiwa

Rengasdengklok, yaitu terjadi atas kehendak Dwi Tunggal Sukarno-Hatta sendiri ataukah

sebagai penculikan oleh kelompok muda yang dipimpin Sukarni, Chairul Saleh dan

Adam Malik. Masih pula menjadi masalah tentang siapah tokoh yang memimpin

penyerangan atau penyerbuah ke Yogyakarta. Benarkah pelakunya adalah Suharto yang

kemudian menjadi presiden RI? Ataukah tokoh lain sebagaimana dituliskan dalam buku

sejarah sebelum era Suharto?

Belum lagi kalau dimasukkan juga isu-isu di sekitar sejarah lokal. Tentang Hari

Jadi sesuatu kota, misalnya.

Hampir semua isu kontroversial itu diselesaikan dengan keputusan politik.

Mungkin tidak berupa suatu SK yang secara formal menghentikan polemik, melainkan

berupa suatu terbitan resmi yang hanya menyebutkan satu versi.

Tentang Hari Lahir Pancasila, Kematian Supriyadi, Peristiwa Rengasdebngklok,

misalnya, polemik seolah-olah berhenti setelah ada penulisan versi pemerintah. Harijadi

sesuatu kota bahkan diputuskan dengan suatu SK Pemda setempat, setelah ada keputusan

DPRD. Dan setelah itu diharapkan warga masyarakat maupun ilmuan tidak boleh

mempersoalkan keputusan politik itu.

51

Page 53: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pendapat Nurcholis Majid bahwa penulisan sejarah Indonesia campur aduk,

dengan mengambil contoh banyaknya versi dalam terbitan buku sejarah, kurang tepat.

Terbitnya berbagai versi dalam penulisan sejarah Indonesia bila dipandang dari sudut

keseragaman penulisan memang tidak menguntungkan. Dan bisa membingungkan anak-

anak sekolah. Namun bagi para ilmuan Sejarah yang menempatkan penulisan sejarah

dalam kerangka pencarian kebenaran ilmiah, munculnya berbagai versi dalam penulisan

sejarah amat menguntungkan perkembangan ilmu sejarah. Tentu saja harus selalu dijaga

obyektivitas prosedur ilmiah yang dilakukan. Inilah keputusan ilmiah, yang tentu saja

menjadi selalu terbuka untuk diuji.

Dengan cara ini versi-versi penulisan sejarah menjadi sesuatu yang mutlak

dibutuhkan. Dan hasilnya memperkaya kebenaran sejarah sebagai ‘history as writen’.

Lalu bagaimana kebenaran sejarah yang sesungguhnya terjadi sebagai suatu ‘history as a

fact’?Kebenaran sejarah masih bisa ditemukan dengan proses pengadilan, yang akan

menghasilkan keputusan hukum. Misalkan isu terbitnya Super Semar mendorong

Maraden Panggabean menuntut Wilarjito ke sedang pengadilan, karena merasa nama

baiknya tercemar, maka bakal ditemukan kebenaran lewat keputusan hakim.

Tentu saja semua keputusan itu tidak mutlak bakal menghentikan polemik atau

rasa penasaran di kalangan warga masyarakat. Terutama kalangan ilmuan. Sementara itu

masihkah lembaga peradilan kita terbebas dari pengarug dominasi atau tekanan

penguasa?

Buat Apa Sejarah ?

Timbulnya berbagai cara untuk mendapatkan kebenaran peristiwa sejarah banyak

tergantung dari persepsi mereka tentang fungsi sejarah. Bagi fihak penguasa yang

menghendaki agar tidak terjadi polemik berkepanjangan tentang sesuatu fakta sejarah,

didasari oleh anggapan bahwa sejarah merupakan sarana pendidikan politik. Dan karena

tujuan politik tidak lain untuk mencari pembenaran atas sesuatu kebijakan, tidaklah

berlebihan kalau dikatakan bahwa sejarah harus ditulis dengan menekankan pada fakta

yang mendukung proses pendidikan politik itu. Manakala muncul isu kontroversial yang

52

Page 54: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

akan mengusik kebenaran sejarah yang sudah mapan, tentu saja harus diwaspadai.

Karena bisa mengganggu target pendidikan politik dari sesuatu rezim.

Sementara itu sejarah bisa dianggap sebagai suatu proses menemukan kebanggaan

diri, dengan merenungi kejayaan masa lampau. Untuk itu diperlukan pencarian fakta

sejarah secara selektif pula. Tentu saja yang diutamakan fakta-fakta yang amat

membanggakan. Otomatis fakta yang mengecilkan kebanggaan nasional tidak bakalan

dipilih. ang paling obyektif dalam upaya mencari kebenaran sejarah adalah yang

dilakukan oleh para ilmuan sejarah. Mereka berangkat dari anggapan bahwa fungsi

sejarah tidak berbeda dengan fungsi bidang ilmu lain. Yaitu mencari kebenaran obyektif.

Biasanya para pakar sejarah berada dalam posisi lemah bila dihadapkan pada

kekuatan rezim yang berkepentingan. Oleh karena penelitian-penelitian harus dilakukan

dengan dukungan legalitas maupun dukungan dana. Itu sebabnya pilihan yang kemudian

diambil para ilmuan sejarah sering tidak populer, lebih-lebih kalau rezim itu tidak

mentolerir keterbukaan. Atau menjadi pendiam seribu basa, dan tenggelam dalam massa

yang membisu. Atau kemudian melacurkan diri dan tenggelam pula dalam gelora

kenikmatan sewaktu.

Yang paling baik barangkali selalu menekuni penelitian, mempublikasikan karya

secara diam-diam. tu sebabnya salah satu cara terbaik yang bisa diambil oleh Letda

(Purn. TNI) Soekardjo Wilarjito dalam kasus Super Semar adalah menerbitkan temuan

atau pengalaman historisnya sebagai sebuah ‘history as writen’. Dengan demikian

muncullah sejumlah versi sejarah. Syarat yang harus dipunyai adalah kejujuran,

obyektivitas, keberanian dan tidak boleh dilupakan keahlian metodologis maupun

penuturan, yang harus dimiliki oleh Soekardjo sebagai saksi sejarah.

Dua syarat terakhir ini, keahlian metodologis maupun kemampuan penuturan

sejarah, tentu saja bisa dilakukan oleh para pendamping profesional. Mereka akan dapat

bekerjasama dengan baik dengan sumber sejarah. Syarat lainnya, yaitu eksternal yang

amat penting adalah kondisi keterbukaan dari pemerintah. Di era reformasi ini, ketika

keterbukaan atau transparansi menjadi kata kunci, nampaknya peluang Soekardjo amat

besar untuk membantu kita menemukan kebenaran historis.

53

Page 55: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

@@@

54

Page 56: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

3. LIMA PULUH TAHUN INDONESIA MERDEKA =TAHUN EMAS?

Berkunjung selama sepekan di Jakarta pada pertengahan Juli yang lalu, bagi orang

daerah rasanya seperti benar-benar menyaksikan persiapan sebuah perhelatan besar.

Tidak salah, sebab setiap malam, tarutama di kawasan kota, lampu-lampu hias berpendar-

pendar memancarkan ungkapan Dirgahayu 50 Tahun Indonesia Merdeka dari gedung-

gedung bertingkat. Juga di gang-gang, di kampung-kampung DKI. Juga di pepohonan

dan jembatan-jembatan penyeberangan. Tidak hanya itu, larnpu-lampu ita juga

meneriakkan ucapan Dirgahayu HUT Jakarta, karena tanggal itu baru saja berlalu, yaitu

21 Juni.

Suasana pesta lampu hias itu memang tidak menghiraukan hiruk pikuk berbagai

kendaraan dan teriakan kernet bus kota. Hiruk-pikuk lalu lintas pun seperti tidak

mengiraukan genitnya kerlingan gedung-gedung pencakar langit dengan lampu-lampu

bias itu. Arus lalu-lintas itu bergerak sendiri, mengikuti denyut nadi kota Jakarta, seperti

biasa, ada HUT ataupun tidak. Barulah nanti barangkali, ketika pesta-pesta kembang api

50 tahun betia-betul merobek gelap malam Jakarta, di malam 17 Agustus 1995, biruk

pikuk lalu lintas sejenak berhenti, karena terhipnotis oleh pesta kembang api tersebut.

Lain Umur Manusia, Lain Umur Sejarah

Dalam kebidupan umat manusia, peringatan perkawinan emas seringkali

diselenggarakan oleh pasangan-pasangan yang amat berbahagia, karena bidup

perkawinan mereka telah memasuki tahiun ke 50. Paling tidak pasangan itu tentulah

berumur 65 hingg 70 talnun, kalau dalam usia 13 tahun masangan itu telah memasuki

hidup berkeluarga.Bagi orang Indonesia, umar 65 tahun sudah merapakan prestasi.

Demikian juga umur perkawinan ke 5O tentu saja merupakan prestasi langka, karena

kecuali kesehatan mereka tentunya baik, hidup perkawinan itupun dianggap sukses.

Pantaslah kalau peringatan itu disebut kawin emas, atau kawin kencana. Dan barangkali

55

Page 57: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sepuluh tahun kemudian mereka boleh menye butnya sebagai kawin berlian, atau nama

apa pun yang lebih bernilai ketimbang emas. Sementara itu umur sejarah sesuatu bangsa

ataupun umatmanusia, jangka waktu 50 tahun tentu saja barulah suatu permulaan. Bagi

bangsa Indonesia, misalnya, dalam jangka waktu itubarulah mengalami dua orangkepala

negara, Presiden Soekarno dan Presiden Suharto. Dan dalam ukuran PJP atau

PembangunanJangka Panjang, kitabaru saja akan memasuki PJP II.

Oleh karenanya umur kemerdekaan Indonesia yang ke-5O tahun tidak

seyogyanya dipandang sebagai suatu prestasi maha besar, sehingga pantas dijuluki

Peringatan Emas atau bahkan IndonesiaEmas, betapapun besar kebangggaan kita sebagal

bangsa dan betapapun besar syukur kita sebagai hamba yang telah mendapat karunia

Tuhan atas nikmat kemerdekean maupun hasil Pembangunan, rasanya belumlah pantas

menyebut peringatan n ke-5O tahun kemerdekaan sebagai Tahun Emas. Tidak bisa kita

bayangkan seaandainya kila tetap memandang 50 tahun sebagai Tahun Emas, lalu akan

kita sebut taliun apa kelak manakala sebagai bangsa kita akan memperingati HUT Ke-

100 atau satu abad kemerdekaan?

Dalam ukuran umur manusia perorangan, paling lama bisa hidup sampai umur

satu abad atau lebih sedikit, sehingga kita pun belum tentu akan memperingati HUT

perkawinan itu dalam keadaan pasangan tetap utah. Oleh karenanya, manusia tidak akan

membayangkan dapat memperingati hari perkawinan itu pada umur satu abad. Berbeda

halnya kalau kita berbicara tentang suatu kota, atau bahkan suata negara maupun bangsa.

Warga Jakarta sekarang sudah menyaksikan umur kota kebanggaannya mendekati lima

abad.

Entah kapan sebaiknya warga kota ini pantas menyelenggarakan perrayaan HUT

Jakarta sebagai Jakarta Emas. Sungguh sulitdibayangkan mengapa kita berkesimpulan

bahwa kita sebagai bangsa maupun sebagai warga negara RI terah memasuki Tahun

Peringatan Emas bagi HUTkemerderkan kita.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai renungan agar kita dapat berpikir dan bertindak

secara proporsional dan tidak emosional. Angka lima puluh tidak identik dengan angka

keemasan, sehingga ulang tahun ke – 50 tidak selalu berarti ulang tahun emas,

Zaman Keemasan

56

Page 58: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah kita sering membaca sebutan Zaman

Keemasan untuk suatu periode sejarah sesuatu bangsa. Namun yang memberikan julukan

tentulah bukan orang-orang yang masih hidup dalam periode itu sendiri. Julukan itu

menunjakkan kekaguman penulis sejarah di masa-masa berikutnya. Tentu saja bukan

pula berarti bahwa Tahun Emas yang dimaksud dalam peringatan ke-50 tahun ini adalah

juga Zaman Keemasan. Sebab penamaan Zaman Emas berarti bahwa masa-masa setelah

itu bangsa tersebut memasuki masa-masa desintegrasi atau breakdown. Padahal kita baru

saja memasuki maa PJP II I, sehingga tidak seorangpun akan mengharap bangsa kita

segera memasuki periode desintegrasi / breakdown itu. Perlu pula diingat bahwa

penamaan Zaman Keemasan biasa dikatakan dengan deskripsi tentang sesuatu dinasti,

yang tidak kita kenal dalam konsep kehidupan demokrasi.

Lain Periodisasi, Lain Pula Pentahapan Pembangunan

Dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah, para siswa diberitahu para guru

sejarah bahwa tanggal 20 Mei 1908 merupakan awal kebangkitan nasional bagi bangsa

Indonesia. Alasannya sudab jelas, yaitu bahwa pada saat itu sejumlah tokoh bangsa mulai

melakukan kegiatan yang dapat dinilai menggelorakan semangat nasionalisme. Siapapun

ingat pada tokoh-tokoh seperti dr. Sutomo, dr. Wahidin Sudirohusodo, serta dr. Cipto

Mangunkusumo, yang merupakan penggerak jiwa nasionalisme dalam menentang

kolonialisme yang dilakukan dengan cara-cara politik, untuk menuju tercapainya cita-cita

kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia.

Tidak ada bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa tokoh-tokoh itu, maupun

para penulis telah menamakan gerakan mereka sebagai perintisan gerakan kebangkitan

nasional. Para pelaku sejarah itu hanya melakultan kewajiban sejarah tanpa pretensi

sebagai pelaku yang menggelorakan semangat kebangsaan itu. Para penulis sejarah di

masa berikutnya sajalah yang kemudian melakukan pernilaian atas peristiwa-peristiwa di

masa lampau. Mereka kemudian menyususnnya dalam sebuah rangkaian perjalanan

hidup. Itulah yang disebut sebagai periodesasi. Tidak lain yang dilakukan itu merupakan

sebuah upaya dalam memaharni peristiwa-penstiwa se-jarah.

57

Page 59: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sulitlah difaharni adanya anggapan resmi bahwa sekarang kita sedang memasuki

Masa Kebangkitan Nasional II ketika ungkapan atau sebutan itu dikeluarkan oleh kita

sendiri yang sedang hidup di masa itu.

Biarkan para penulis di masa depan yang melakukan proses periodisasi terhadap

sejarah di masa sekarang, dengan melakukan pengkajian terhadap berbagai fenomena

dalam sejarah itu sendiri. Kita juga telah melakukan periodisasi dalam sejarah sistem

politik dengan memperhatikan berbagai fenomena yang ber- kembang, dengan sebutan

Masa Liberal, Masa Orde Lama, danMasa Orde Baru. Hal itu dilakukan karena sejarah

adalah sebuah kontinum. Sementara itu dalam proses pembangunan kita juga

mangenal pentahapan demi pentahapan, yang mencoba memberikanpemilahan yang

bersifat progresif terhadap proses pembangunan atau sesuatu program. Beda antara

proses periodisasi dengan pentahapan terletak pada posisi yang melakukan pemi lahan.

Ketika kita berada dalam pasca kejadian, makaproses pemilahan itu disebut periodisasi

sejarah. Dan ketika kita berada dalam prakejadian yang direkayasa, yaitu proses

pembanguan bertahap dan berencana, maka proses pemilahan itu disebut pentahapan.

Kerancuan akan terjadi dalam pemahaman atas makna setiap kali kita

menjumbuhkan kedua proses yang berbeda tarsebut. Ketika kita menggunakan ungkapan

Masa Kebangkitan Nasional untuk masa sejak 20 Mei 1908, yang kita maksudkan

tentulah hasil sebuah periodisasi sejarah. Sebaliknya ketuka kita sekarang menggunakan

istilah Masa Kebangkitan Nasional ke II Pada dasarnya yang kita lakukan adalah proses

pentahapan. Sama halnya bila kita menggunakan istilah PJP I dan PJP II, sebab proses

pembangunan tidak lain adalah sebuah kontinum.

Tidaklah mudah bagi seseorang untuk memberikan penilaian atas peristiwa

sejarah tanpa melepaskan diri dan penilaian atas posisinya dalam sejarah. Pandangan

yang berpusat pada diri inilah yang lazimnya menempatkandiri atau generasinya dalam

kontinum sejarah secaralebih fungsional.Tidak dapat di pungkiri betapa sulitnya

menyisilikan subyektifitas dalam proses periodisasi yang dilakukan, sehingga pemilahan

menjadi sangat penuh dengan pretensi. Ini terjadi kalau proses pemilahan dilakukan

dalam proses kejadian, alih-alih dalam prakejadian maupun posenkejadian.

Dirgahayn RI dalam HUT Kemerdekoan Ke-50.

(Harian KOMPAS, 10-8-1995)

58

Page 60: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

@@@

4. SEJARAH DAN PATRIOTISME

(Sebuah renungan menjelang Hari Pahlawan Nasional)

Pendahuluan

Banyak sudah dilontarkan sinyalemen bahwa generasi muda sekarang telah

mencapai titik terendah dalam semangat petriotisme sejak masa Orde Baru ini. Itulah

sebabnya banyak kali ditawarkan cara untuk segera saja diwariskan nilal-nilai serta

semangat empat puluh lima. Yang dimaksud tentu saja nilai-nilai nasionalime dan

patriotisme yang selama ini telah membakar sukma generasi empat lima, yang

mengalami revolusi ftsik dalam memperjuangkan dan mempartahankan Proklamasi

kemerdekaan empat lima dari rongrongan kaum imperialis aerta antek-enteknya. Tentu

saja tak seorangpun bakal menolak gagasan itu. Hanya masalahnya bagaimana proses

pewarisan itu akan dllaksanakan.

59

Page 61: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sebetulnya kita tidak usah repot-repot mencari jawabnya dengan berbagai

seminar ataupun rapat kerja, karena masyarakat telah memiliki mekanisme bagi pranata

pewarisan nilai itu. Proses itu telah berjalan melalui proses sosialisasi di segala bidang

kegiatan masyarakat, baik lewat komunikasi antar pribadi maupun komunikasi yang

massal sifatnya, baik lewat jalur resmi maupun jalur tidak resmi. Sebagai proses

sosialisasi, maka proses pewarisan nilai-nilai empat lima telah berjalan melewati pranata

keluarga, kesusasteraan, pergaulan dalam masyarakat, kurikulum sekolah, media-media

massa seperti radio, TV maupun media cetak. Dan semuanya berjalan secara simultan.

Masalah berikutnya yang kita hadapi ialah skeptisisme yang timbul di kalangan

generasi muda itu sendiri, bukan terhadap nilai-nilai dan semangat itu sendiri, melainkan

lebih-lebih terhadap generasi yang secara logis adalah penyandang semangat dan nilai-

nilai itu sendiri. Mungkin hal itu timbul sebagai akibat dari daya kritis generasi muda itu

sendiri, akan tetapi tidak mustahil juga timbul dari penilaian terhadap generasi empat

lima sendiri sebagai akibat persepsi terhadap nilai-nilai empat lima sendiri yang dinilai

luhur itu.

Milai-nilai dan semangat empat lima itu sendir telah mereka peroleh lewat

sekolah, media massa jenis manapun lainnya terasa amat jauh berbeda dengan yang

mereka amati dalam masyarakat nyata. Tokoh- tokoh yang dianggap mencerminkan

nilai-nilai luhur itu makin hari makin dirnakan oleh umur dan oleh maut. Itulah sebabnya

seorang siswi SLTP telah menulis di rubrik sebuah Harian di Jawa Tengah boberapa

waktu yang lalu berisi keluhan, bahwa kalau tokoh-tokoh idaman mereka telah satu

persatu meninggalkan dunia fana inii, maka yang tersisa adalah mereka yang tidak begitu

membanggakan generasi muda. Tak ayal lagi suara yang demikian itu telah penentukan

sikap yang amat subyektip dan amat pukul rata. Meskipun demikian hal itu adalah suatu

ungkapan yang amat perlu direnungkan.

Sejarah Sebagai Sarana

Pada bagian paling awal buku Understanding History, Louis Gottshalk

menceritakan kepada kita betapa pada saat-saat krisis nasional para sejarawan menerima

tekanan-tekanan untuk menuliskan sejarah secara lebih sentimentil. Untuk itu tidak

60

Page 62: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

jarang mereka harus meninggalkan kebenaran sejarah. Di sini sejarah betul-betul

dimanfaatkan untuk tujuan pembinaan generasi bangsa agar timbul dengan baik rasa

kebanggaan nasiona1. Itulah sebabnya, katanya, Napoleon Bonaparte dari Perancis

menyepelekan moralitas dalam pembinaan bangsa lewat sokolah. Demikian pula Hitler

telah dengan bangga mengatakan bahwa pengaruh Nazisme di Amerika dianggap amat

baik, sedangkan pengaruh Yaliudi di Jerman merupakan suatu kejahatan. Dalam

menjalankan misinya sejarah telah dimanipulasikan untuk tujuan-tujuan propaganda. Dan

suka atau tidak suka sejarah telah dipergunakan untuk membentuk mitos-mitos nasional

disekitar tokoh sejarah.

Penulis sejarah tradisional di Indonesia telah terbiasa menggunakan cara semacam

itu, yaitu membentuk mitos-mitos yang dipergunakan sebagai prosedur legitimasi para

pendiri dinasti. Maka kebanggaan akan keabsahan sang tokoh serta kebanggan

nasionalpun terbentuk. Ken Arok digambarkan oleh Pararaton sebagai tokoh manusia

setengah dewa dan yang telah membuat sejarah, atas bimbingan seorang pendeta.

Senapati menurut Babad Tanah Jawi telahMembentuk dinasti baru di Mataran dengan

bersekongkol dengan Nyai Loro Kidul, 1ambang kekuatan spiritual. Silsilahpun

kemydian disusun mengiktui jalur fikktif yang menimbulkan kebanggaan. Demikian

bangganya kita, sehingga orang masih tetap bangga menjadi keturunan Sunan Tegal

Arum misalnya, yang meninggal sebagai penghianat. Dan makamnya tetap dipuja orang.

Segala fakta sejarah yang dituliskan oleh para sejarawan telah begitu menjadi

realita dalam fantasi kita, sehingga sedikit saja ada suatu koreksi terhadap “kebenaran”

sejarah itu, akan mengakibatkan rangkaian reaksi yang gegap gempita. Dalam keadaan

semacam itu jangan diharapkan rnasyarakat bisa menerima suatu penafsiran yang

menyimpang dan ”citra sejarah” betapapun kecilnya. Oleh Muharnad Yamin telah

ditemukan suatu “realita sejarah”, bahwa bangsa Indonesia sejak dulu telah bersaatu padu

dan tidak mengenal arti “jajah-menjajah” di antara kerajaan yang ada. Jawa tidak pernah

menjajah Sumatra, dan Sumatrapun tidak pernah menjajah Jawa. Kenyataan bahwa

dalam suau kurun waktu dinasti Sanjaya dan Syaelendra berkuasa di daerah Mataram

lama, tak bisa tidak harus dipandang sebagai suatu contoh klasik dari adanya gejala

“pemerintahan bersama”. Demikian pula ekspedisi Pamalayu tidak lain adalah suatu

“ekspedisi persahabatan”.

61

Page 63: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Akibatnyanya, maka masyarakat tidak akan pernah menggubris tulisan Warsito

dalam bukunya “Rekonstruksi Sejarah Indonesia”, berbeda dengan para ppenulis lain

mengatakan bahwa para penguasa Hindu di Jawa bukanlah penduduk asli, melainkan dari

India. Para sejarawanpun tetap berkeyakinan bahwa sejak dari perancangan sampai pada

pembangunan candi-candi di Indonesia tidak lain adalah tenaga dari Indonesia yang telah

mendapat pelatihan di India, meskipun kenyataan menunjukkan bahwa profil maupun

postur patung-patung para tokoh dalam relief candi-candi itu menunjukkan “warna

asing”. Bahkan sekarangpun kita masih tetap mendengar atau membaca bahwa proyek-

proyek besar, seperti bendungan dan sebagainya di tanah air didirikan oleh tenaga-tenaga

Indonesia sendiri. Atau paling-paling, dengan sayup-sayup ditambahkan, dengan bekerja

sama dengan para ahli bangsa asing..

Selanjutnya janganlah kita mengharap bahwa analisis Marxistis yang

dilakukan oleh Tan Malaka terhadap Perang Diponegoro bisa diterima oleh para

sejarawan Indonesia, karena diaanggap merendahkan derajat dan integritas tokoh

pahlawan Diponegoro. Sebagaimana kita ketahui menurut analisis Tan Malaka

perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda bukan dijiwai semangat patriotisme,

melainkan semata-mata dilatarbelakangi oleh alasan ekonomi, karena Diponegoro merasa

dirugikan tanah miliknya yang digusur untuk proyek jalan umum, Proyek jalan itu sendiri

sebagai prasarana bagi proyek transportasi Belanda nntuk menunjang kelancaran

perekonomian penjajah. Sementara itu kita tahu bahwa dalam menentukan sesuatu

kejadian sebagai penyebab kejadian lain tidaklah mudah. Sesuatu peristiwa dalam

kenyataan bisa saja disebabkan karena sejumlah latar belakang yang berbeda.

Tidak ayal lagi bawa segala gejala konformisme dalam penulisan sejarah

Indonesia selama ini mempunyai tujuan baik, yaitu membuat citra bangsa yang baik atau

mcmbentuk dan membangkitkan nasiona1isme dan patriotisme bangsa. Hanya

masalahnya adalah sampai hatikah kita menempuh cara-cara yang tidak benar dalam

mencapai tujuan mulia?

Penulisan Sejarah Kritis.

Tidaklah benar seluruhnya anggapan bahwa seluruh fakta sejarah yang kita

62

Page 64: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kenal selama ini sebagai suatu “history as written” itu benar belaka. Kita harus

memandang segalanya itu sebagai rangkaian sintesa dan hipotesa dari kebenaran sejarah.

Sejauh belum ada kebenaran baru yang lebih mantap dan “masuk akal”, maka kebenaran

lama masih tetap dianggap sebagai kebenaran sejarah. Disini terbuka peling untuk

terjadinya perbantahan di antara penulis sejarah kritis dengan penulis sejarawan patriotik

tadi. Para penulis sejarah kritis beranggapan bahwa penanaman semangat patriotisme

yang dilakukam dengan cara-cara penanaman mitos-mitos nasional itu tidak bersifat

kekal, karena tidak mendasarkan pada kebenaran yang sesungguhnya.

Di Amerika Serikat usaha pendewaan terhadap tokoh pahlawan George

Washington dilakukan dengan menggambarkan ketika George Washington menyeberangi

sungai Delaware yang penuh es itu dengan berjalan tegak, sambil memegang erat bendera

Amerika “Stars and Stripes”. Gambaran semacam itu diabadikan oleh pelukis Emmanuel

Lautze. Kesangsian para sejarawan kritis bukan terhadap lukisan George Washington

yang berjalan tegak di atas sungai penuh dengan es itu, melainkan pada anakronisme

peristiwa memegang bendera. Dalam kenyataan “Stras and Stripes” disahkan oleh

Kongres AS sebagai bendera Amerika Serikat barulah pada tanggal 4 Juli 1777, jadi

beberapa waktu setelah kejadian penyeberangan sungai Delaware itu terjadi. Menurut

Gottschalk, penggambaran patriotik yang melampaui kebenaran sejarah hanya pantas

disajikan oleh pelukis dan bukan oleh sejarawan.

Menurut para penulis sejarah kritis penanaman patriotisme kepada generasi muda

harus dilakukan tanpa mengorbankan kebenaran sejarah. Dan untuk itu tidak pada

tempatnya untuk menolak sesuatu sintesa ataupun hipotesa lain yang didukung oleh

bukti-bukti sejarah yang kuat. Di negeri-negeri berkembang kecenderungan untuk

berfihak pada pandangan sejarawan kritis masih menghadapi berbagai hambatan

psikologis. Di Amerika Serikat sendiri telah lama beredar pandangan-pandangan dalam

artikel-artikel ilmiah yang menganjurkan para penulis sejarah menghormati bau kramat

yang mengelilingi tokoh-tokoh besar di Amerika. Namun sejak PD II gejala-gejala seperti

itu sudah terkikis habis, seementara ketakutan pada bahaya komunisine mulai surut.

Sementara itu di negeri-negeri berkembang gejala itu masih sulit dihilangkan. Lebih-

lebih karena citra tentang para pemimpin atau pahlawan bangsa adalah tokoh yang tanpa

cela.

63

Page 65: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sikap semacam itu tentu saja menghalangi upaya mencari kebenaran data otentik

dari yang dikenal dengan “surat-surat” Sukamiskin, karena menyangkut seorang tokoh

pahlawanbangsa yang sangat dihormati. Seperti telah kita ketahui bahwa Rosihan Anwar

telah menulis artikel-artikel ysng mengungkap “kerja sama Sukarno dengan penjajah”.

Tidaklah mengherankan kalau artikel-artikel Rosihan Anwar itu mendapat tanggapan

yang patriotik, yang luas di seantero tanah air.

Nasihat Louis Gottschalk.

Hirodotus sendiri yang mengatakan bahwa sejarah adalah Sang Guru Kehidupan

dan sejarah berguna agar apa-apa yang telah dilakukan oleh orang-orang di masa lampau

tak akan terlupakan di masa kini. Dengan cara lain lewat sejarawan Prapanca, pujangga

Ratnansya mengatakan bahwa sejarah adalah “ kramaning tuha-tuha” atau perbuatan dan

perjalanan hidup orang-orang terdahulu. Sedangkan Henry Pirenne, seorang sejarawan

Belgia, menyatakan bahwa tugas sejarawan dengan demikia ialah menyampaikan fakta di

masa lampau serrta memberinya penjelasan mengenai hubungan antara berbagai

poristivia yang betul-betul terjadi.

Dan dengan uraian kali ini, yaitu peranan sejarah untuk membangkitkan

Patriotisme, marila ita ikuti nasihat Louis Gottshalk sbb. “Suatu patriotisme yang

mendasarkan pada dongeng-dongeng tidak akan kekal. Seorang patriot sejarah tidak

akan mengabdi tanah airnya dengan baik jika menyembunyikan kaki dan pada pujaan

bangsanya yang terbuat dari tanai liat di bawah berlapis-lapis sepuhan. Adalah lebih

bijaksana untuk membiarkan anak-anak melihat tanah liatnya, supaya mereka lebih dapat

menghargai beberapa keping porselin putih dan emas murni yang mungkin terkandung di

dalam patung pujaan itu” (Nugroho Notosutanto,l975).

Dengan demikian diharapkan proses sosialisasi ber jalan semanusiawi mungkin

dalam mentransmisikan nilai-nilai ideal kepada generasi muda.

(SUARA MERDEKA, 16 AGUSTUS 1995)

64

Page 66: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

@@@

5. SEJARAH DAN PELESTARIAN BUDAYA

Romantisme sejarah kadangkala menimbulkan sikap yang serba menolak apa saja

yang berbau penjajah. Pengalaman bangsa selama masa - masa penjajahan Belanda yang

panjang dan pahit, telah berhasil membentuk kebencian terhadap simbol - simbol

kebudayaan yang mengingatkan pada masa lalu yang gelap tersebut. Pada tahun tiga

puluhan, misalnya, para ulama NU telah mengambil sikap antipcnjajahan yang tegas

dengan jatan mcngcluarkan fatwa melarang (mengharamkan) penggunaan pantalon serta

dasi karena dianggap sebagai pakaian orang kafir. Pelarangan itu dapat dianalogkan

dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhamad terhadap pemakaian emas bagi lelaki

Muslim, justru ketika umat sedang mengerahkan dana dan tenaga untuk mendukung

perang sabil melawan musuh. Tidak etis rasanya kalau sementara itu kaum lelaki bebas

memakai sebagian dari emas untuk perhiasan.

Sikap semacam itu mudah difahami, karena perasaan anti penjajahan yang

berlebihan. Kaidah yang mendasari sikap semacam itu adalah ungkapan "Man

tasyabbaha bi qaumin, fahua minhum”.Artinya, barang siapa meniru-niru scsuatu

65

Page 67: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kelompok bangsa, dianggap telah tergolong bagian dari kelompok tersebut. Nampaknya

ungkapan tersebut efektif sekali dalam mengobarkan semangat anti penjajah. Sehingga

pada masa - masa penjajahan banyak muslimin yang tidak menghendaki penampilan

yang berbau Belanda, seperti cara berpakaian, cara makan, sistem pendidikan maupun

gaya hidup.

Hancurkan Bangunan

Kcbctulan bebcrapa minggu yang lalu, bersama para anggota Badan Pengkajian

Kebudayaan (BPK) Bappeda Proinsi Jawa Tengah, dalam safari acara sarasehan

kebudayaan, saya beberapa kali memasuki bangunan kuno peninggalan masa penjajahan

Belanda yang menjadi kantor Pembantu Guhernur Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan.

Secara arsitektur bangunan - bangunan itu indah sekali, karena memancarkan hasil seni

bangun gaya Eropa klasik. Apalagi bangunan itu nampaknya ditangani dengan sungguh -

sungguh, sehingga berhasil bertahan menembus bilangan abad, dan masih memancarkan

keanggunan budaya mapan. Namun di sisi lain, bangunan itu melambangkan sebuah

sikap angkara murka dan keangkuhan birokrasi penjajahan Belanda.

Untuk wilayah bekas karesidenan, gedung bekas Tuan Residen di masa lampau

itu, tidak lain merupakan lambang penjajahan. Bahkan merupakan salah satu pusat

komando pelaksanaan penjajahan. Lalu secara kilas balik terbayang kesengsaraan rakyat

terjajah. Rakyat kurus - kurus telanjang dada yang harus melaksanakan kerja rodi atau

tanam paksa untuk kepentingan kaum tuan tanah Belanda. Sementara hidup kaum

pribumi mengais - ngais sisa – sisa makanan para tuan tanah Belanda, yang telah

berhasil menumpuk kekayaan dari hasil keringat rakyat tertindas, untuk membangun

bangunan antik megah serta memperkokoh struktur penjajah. Semua itu dikomando

oleh Tuan Residen, sang birokrat penjajahann yang suka melintir kumis, yang tinggal di

balik gedung - gedung bercat putih, kokoh sekokoh struktur penjajahan itu sendiri.

Kemudian sejarah mencatat, bahwa kekuasaan penjajahan itu telah berhasil

ditumbangkan, berkat semangat anti penjajahan yang konsisten. Dan perlahan - lahan

struktur kekuasaan penjajah itu berhasil diganti dengan struktur kekuasaan nasional yang

anti penjajah. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pula bangunan lambang

keangkaramurkaan penjajahan Belanda yang telah memeras sampai tuntas kekayaan dan

66

Page 68: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tenaga Rakyat Indonesia itu tidak ikut ditumbangkan? Mengapa pula kita harus berpayah-

payah melestarikan banguna-bangunan kuno sisa masa lampau yang gelap itu. Demi apa?

Demi siapa? Itulah sebersit perasaan antipati terhadap sisa - sisa budaya asing yang tidak

bersababat. Perasaan semacam itu diungkapkan dalam pertemuan pertemuan dengan para

pembina kebudayaan serta para kepala daerah tingkat kabupaten maupun kota madya.

Nyaris ungkapan yang berakar dari romantisme sejarah ini membakar sentimen

kebangsaan para hadirin. Atau justru membakar sentimen anti pikiran nyleneh dari

panulis, yang dapat dianggap melawan arus, justru ketika misi safari itu sendiri

dimaksudkan untuk membina kesadaran budaya, yang muaranya berupa kesadaran untuk

melestarikan kebudayaan nasional? Namun apakah bangunan - bangunan itu merupakan

produk dan sekaligus kekayaan budaya nasional?

Melestarikan Tonggak Sejarah

Ketika Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin bangsa dan negarawan pendiri

Negara Kesejahteraan (Welfare State) Madinah akhirnya merindukan kembali peranan

kota Mekah sebagai lambang politis, intelektual dan agama, beliau memutuskan untuk

membebaskan kota Mekah.

Dalam peristiwa Futuh al Makkah (The Fall of Macca) sama sekali Nabi tidak

merobohkan barang satu batupun bangunan - bangunan politik maupun budaya di

Mekah. Abu Sofyan sebagai Walikota Mekah tetap pada kedudukannya. Bahkan rakyat

yang tidak bersedia memeluk Islam sebagai ideologi baru, tetap selamat dari "gangguan"

proses Islamisasi, asal mereka tetap berlindung di balik tembok gedung balai kota. a`bah

sebagai lambang intelektual kota Mekah tidak pula dittimbangkan, meskipun struktur

pemerintahan anti Islam telah ditumbangkan.Siapa dapat mengatakan bahwa tindakan itu

tidak ada gayutannya dengan melestarikan karya budaya dari cikal bakal pemukiman,

yaitu Nabi Ibrahim? Kalau arca-arca pemujaan yang tersimpan di dalam bangunan

Ka`bah kemudian dimusnahkan, wajar-wajar saja, karena arca-arca itu merupakan media

pemujaan terhadap tuhan dari keyakinan yang dianggap sesat, dan sebagai lambang jiwa

kejahilan Orde Lama yang anti tauhid. Tindakan itu bukan sebagai penolakan pada

lambang anti penjajahan. Kemudian segera dikeluarkan dekrit dari Nabi agar pasukan

67

Page 69: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Islam tidak mengganggu lingkungan, fisik maupun sosial, dari kota Mekah.

Waktu pemerintahan Islam berdiri di Demak tidak pula dilakukan program

pemusnahan atas pennggalan budaya masa silam. Bahkan rncsjid Dcmak dibangun oleh

para Wali dengan mempertahankan ciri masa silam, yang mendasarkan konsep Meru atau

Gunung dalam konsep agama Hindu. Bahkan mesjid Kuduspun dibangun dengan

menggunakan gaya Hindu yang Orde Lama. Kita bisa rnelihat kebijakan budaya yang

penuh toleransi itu pada hentuk menaranya yang hinduistik.

Ketika India terbelah menjadi dua, India yang sekuler dan Pakistan yang Islam,

banyak bangunan sisa kejayaan Islam yang oleh sementara ahli sejarah dinilai bersifat

imperialistis, tidak diganggu gugat oleh bangsa dan pemerintah India. Bahkan bangunan -

bangunan itu dipasarkan kepada dunia pariwisata sebagai salah sebuah landmark, setelah

dilakukan pemugaran, karena merupakan sebagian dari kebanggaan India, Sebagai

bangunan yang merupakan ciri India. Itulah Taj Mahal merupakan lambang “penjajahan

atau imperialisme Islam” atas masyarakat Hindu di India. Bahkan merupakan salah satu

pusat komando pelaksanaan penjajahan. Demikian juga yang terjadi di Indonesia, yang

berkaitan dengan bangunan-bangunan peninggalan Belanda.

Semua bangunan itu sepanjang waktu kita pelihara setelah dengan biaya besar

berhasil direkonstruksikan. Demi apa? Demi siapa? Bukan demi keangkaramurkaan masa

lampau tentunya. Juga bukan untuk mengenang dan mengabadikan karya penindasan atas

rakyat. Pada hakikatnya kita sedang merekonstruksi pengalaman sejarah bangsa secara

utuh, agar dapat digunakan sebagai pelajaran bagi generasi demi generasi. Pada

hakikatnya kita sedang membangun tonggak - tonggak perjalanan sejarah. Namun tidak

beraiti kita harus melestarikan seluruh peninggalan budaya masa silam tentunya. Justru

disinilah kita dituntut untuk menjadi bijaksana dalam memilih.

Ganti Fungsi

Eropa maupun Inggris Raya tidak sedikit kastil kuno yang telah disulap

fungsinya menjadi hotel atau museum, tanpa harus menumbangkan keaslian bangunan.

Juga di Uni Soviet dulu bekas-bekas Istana Tsar dengan arsitektur bawang, yang

mereka tumbangkan, tetap digunakan sebagai Istana Kremlin. Fungsinya saja yang

68

Page 70: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

berubah, dan istana kaum bangsawan menjadi istana kaum proletar di masa rezim

komunis.

Demikian pula candi-candi di Indonesia, yang semula merupakan bangunan

pekuburan dan pemujaan pada dewa telah dialih fungsikan menjadi objek turisme, tanpa

ada gejolak beda pendapat. Jadi kalau ada niatan untuk mengalih fungsikan sebuah

istana atau bangunan khas yang merupakan landmark kota menjadi hotel, bukan pula

merupakan hal aneh, asal pengelola fungsi baru itu tetap mempertahankan kekhasan

arsitekturnya. Ini merupakan salah satu wujud proses transformasi budaya yang sedang

berjalan.

Mengapa kita harus berbicara tentang keaslian arsitektur tidak lain karena dalam

proses transformasi budaya itu kita membutuhkan gambaran utuh mengenai proses

peralihan budaya itu sendiri. Yaitu gambaran mengenai perjalanan sejarah yang utuh.

Namun kembali kita dituntut untuk melakukan proses seleksi, karena tidak semua yang

kuno itu harus dilestarikan. Yang kita lestarikan bukan hanya karya fisiknya, melainkan

juga nilainya. Yaitu nilai historisnya, nilai keunikannya, nilai semangat yang

melatarbelakanginya, maupun nilai ekonomisnya.

Tibalah dengan demikian kita pada titik rawan, karena berbagai kepentingan

sekaligus sedang bertemu. Dalam peristiwa seperti itu yang diperlukan adalah dialog

budaya. (

@@@

6. REVITALISASI BANGUNAN MONUMENTAL

(Antara Romentisme Dan Realisme(

69

Page 71: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Akhirnya muncul juga neaksi pro dan kontra tentang nasib yang bakal

menimpa bangunan kuno yang dilindungi di Semarang, yaitu dijualnya Gedung

Lawangsewu. Kabar yang merebak adalah niat perusahaan perhoteIan asing, Westin

Intemational, membeli bangunan antik itu dan menjadikannya hotel berbintang lima.

Konon pemilik gedung atitik itu, Perumka Wilu Jateng, masih belum memberikan

konfimasi. Namun demikian Eko Budihardjo, arsitek yang sangat prihatin terhadap

setlap usaha pembongkaran benda-benda antik, kali ini setuju atas alih fungsi gedung

tua tersebut (SuaraMerdeka 17/3). Alasannya masuk akal, karena pihak investor tak

akan melakukan pemhongkaran maupun perombakan utama, melainkan hanya

melakukan pengembangan, guna kepentingan promosi hotel itu sendiri.

Tidak memerlukan waktu terlalu lama, ketika mendadak muncul tulisan

Imam Prakoso, yang menunjukkan beda pendapat dengan pandangan Eko. Alasannya

juga sangat masuk akal, yaitu khawatir hilangnya petiIasan-petilasan yang mempunyai

niIai patriotik amat tinggi. Sepetti kita ketahui Gedung Lawangsewu mempunyai peran

amat panting dalam peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang. Sungguh sangat

menyentuh hati ungkapan dan keprihatinan Imam Prakoso; dalam tutisannya yang

berjudul “Lawang Sewu dan Pertempuran Lima Hari” (Suara Merdeka 21/3). Di sana

tertulis antara lain “Setiap saat para pejuang pahIawan itu akan merintih menangis

meIihat tempat yang penuh kenangan sejarah itu telah berganti digunakan untuk

kemaaksiatan. Tak jarang juga perjudian, prostitusi, dan sinndikat narkotik seperti

layaknya hotel-hotel besar di luar negeri”.

Lalu harian ini segera memunculkan sikap resminya, dengan tajuk

rencananya tertanggal 22 Maret yang berjudul "Lawangsewu dijadikan Hotel, Mengapa

Tidak?” Intinya amat menyetujui gagasan penjualan gedung itu kepada Westin

1nternational , karena dianggap sudah profesional dalam mengolah gedung-gedung tua

untuk hotel. Di tangan mereka, diharapkan bentuk asli Lawangsewu dapat

dipertahankan, meskipun tetap dilakukan pengembangannya untuk tujuan pemasanan

hotel.

Revitalisasi Kota Tua

70

Page 72: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

ru-baru ini di Semarang diselenggarakan pertemuan ilmiah membicarakan kiat

memanfaatkan bagian kota Semarang di Mberok, yang dikenal sebagai "kota tua".

Sudah lama Sutomo WE, sejak menduduki jabatan kepala Bidang Jarahnitra Kanwil

Depdikbud Jawa Tengah, melemparkan gagasan untuk memanfantkan bagian kota itu,

dengan jalan melarang lalu lintas umum melewati jaianan di sekitar Gereja Blenduk

selama satu atau dua hari dalatn setiap pekan. Dl samping dengan begitti kita dapat

mengurangi dampak berupa polusi udara dari asap knalpot dan mengurangi getaran oleh

lalu lintas berat dengan mobil. Pada saat-saat itu dapat diselenggarakan semacam pasar

tiban. Dl toko-toko besar maupum pedagang kaki lima tradisional. Tampaknya gagasan

itu mendapat tanggapan epadan dari Pemda dan para ahli.

Dengan cara itu kita sekaligus dapat melakukan langkah pelestarian bangunan

antik yang khas. Bukan dengan pemugaran dan menghidupkan kembali fungsi asli

bangunan tersebut, melainkan memodifikasi fungsi suatu gedung kuno. Cara seperti ini

dikenal dengan "revitalisasi", yaitu menghidupkan kembali jiwa bangunan dengan

melakukan alih fungsi yang lebih produktlf. Dengan cara ini dapat dlperoleh man faat

ganda yaitu di samping gagasan untuk reservasi tercapai, dapat diperolen dana, yang

diterima Dari penghasilan fungsi barunya. Misalnya, kalau bangunan kuno itti dijadikan

hotel atau pusat rekreasi.

Dalam kesempatan sebagni penceramah dari Panitia Dasa Warsa Kebudayaan

untuk daerah Jawa Tengah selama beberapa tahun terakhir ini, Eko Rahardjo, Sutomo

WE, yang sekarang menjadi tenaga akademik Akademi Kepariwisataan Indonesia

(Akpari) dan saya, melakukan penyuluhan ke berbagai daerah, tentang perlunya

melakukan upaya reservasi maupun revitalisasi peninggalan kuno. Misalnya benteng

pendhem dijadikan museum maupun pusat kegiatan kesenian, masjid kuno di

Tamansari Yogyakarta dijadikan tempat tujuan wisata. Bahkan di luar negeri, isalnya di

Sydney Australia, bekas penjara dialihfungsikan menjadi pusat pertokoan The Rocks.

Di Yogyakrta, benteng Vredenburg telah disulap menjadi pusat pertokoan dan

kegiatan kebudayaan. Jangan pula dilupakan, fungsi Borobudur, yang merupakan candi

agama Budha, setelah dlpugar secara besar-besaran pun dialihkan fyngsinya menjadi

objek pariwlsata. Sudah sejak lama sebagian Keraton Surakarta maupun

71

Page 73: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Ngayogyakarta dilungsikan sebagai objek wisata.

Romantisme dan Reaiisme

Setiap benda purbakala niemiliki keistimewaan yang menjadi alasan kuat mengapa

perlu dilestarikan. Mengutip pendapat Snyder danCatanese (1979), Eko Budiharjo

menyebutkan enam tolok ukur untuk melakukan pengawetan benda-benda kuno

tersebut.Yaitu, karena alasan kelangkaannya, alasan kesejarahannya, alasan

keindahannya, alasan superlafivitas n (ternasuk yang paling .;..), dan alasan besar

pengaruhnya. Di samping itu, dikutip tolok ukur yang disampaikan Semple, Kerr (1985).

yaitukarena nilai sosialnya, karena nilai komersialnya, maupun, karena nilai ilmiahnya.

Sementara itu dapat pula, dikemukakan ada dua alasan amat berbeda, bahkan

bertentangan, dalam mengambil keputusan untuk melakukan palestarian, yaitu

romantisme dan realisme. Romantlsme di sini adalah alasan-alasan berupa kenangan

Indah, maupunpun beroik, seperti dikemukakan dosa kalau harus membiarkan gedung

yang menjadi saksi patriotisme para pemuda Semarang dalam melawan keangkamurkaan

pasukan Jepang itu mysnah oleh alasan bisnis semata.

Mereka yang tldak merasakan jeritan tangis hati Imam Prakoso akan memandangnya

emosional dan Cengeng. Lebih-Iebih kalau kita tidak dapat memelihara gedung tersebut

sebagaaimana layaknya memelihara keramik zaman Dinasti Ming di rumah-rumah kita.

Apakah kita akan membiarkan terhanyut oleh kenangan romantis dengan membiarkan

diri tidak mampu merawat benda kenangan itu pelan-peIan, lapuk dimakan usia dan

cuaca.Atau sebaliknya kita lebih balk melibat kenyataan hidup secara realistis, yaitu

membiarkan kita melepaskan kenangan romantis masa perjuangan yang penuh

keheroikan itu. Lalu kita biarkan gedung itu dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis, asal

secara fisik bangunan tetap bisa kita saksikan, karena tak akan dibiarkan dijamah

perubahan yang tidak semena-mena. Percayalah arwah para pahlawean tidak akan

bersifat egoistis dan meminta dikenang secara berlebiban, karena kenangan masih tetap

kita kobarkan dengan mengadakan upacara peringatan peristiwa heroik itu. Artinya, roh

pahlawan itu tidak akan menangisi pergeseran fungsi Lawangsewu. Begitulah barangkali

paham realisme yang tidak membiarkan diri terhanyut mimpi emosional dalam kenyataan

72

Page 74: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

hidup.

Bagaimanapun tidak mudah keterangan semacam itu diterima orang-orang

seperti Imam Prakoso, karena kekayaan rohani berupa rasa hormat pada pahlawain tidak

dapat diperjualbelikan. Lebih-lebih bila investor yang akan membeli adalah modal

asing. Rasanya emosi kenasionalan kita meluap.

Apa Salahnya?

Ya, apa salahnya Gedung Lawangsewu dialihfungsikan nmenjadi hotel mewah.

Sudah tentu salahi, dan bahkan berdosa besar, kalau kita mengacu pada pandangan

Eugene Ruskin, tokoh yang mengatakan membongkar bangunan kuno, apalagi yang

bernilai sejarah, bukanlah dosa kecil. Karena itu harus betul-betul ada jaminan dari

investor, untuk selalu terikat dengan janji yang menghargai berbagai aspek emosi dan

romantika Lawangsewu.

Di samping itu masih dipandang perlu dibuat sebuah prasasti dt halaman gedung

itu, yang berisi catatan pokok faktual sekitar peranan Lawangsewu di masa lampau,

terutama berkaitan dengan Pertempuran Lima Hari. Dengan cara ini para penganjung

hotel akan inendapat inforinasi lengkap tentang peran Lawangsewu yang mereka inapi.

Akan lebih baik seandainya dikeluarkan buku kecil (booklet) yang berisi cerita tentang

gedung itu secara lebih terurai. Menjelang peringatan Perempuran Lima Hari dipentaskan

konser musik perjuangan ataupun opera kecil tentang kisah patriotik dan heroik dengan

teina pertemparan itu di hotel tersebut, yang sebaiknya juga dinamakan Hotel

Lawangsewu.

Sebagai dokumentasi sebelum dilakukan tindakan apa pun terhadap Lawangsewu,

perlu dilakukan pengabadian secara fisik dengan jalan merekam gedung itu dari berbagai

penjuru dan sudut pengambilan. Tentu saja termasuk tugu segi empat yang paling

berkaitan langsung dengan Perteinpuran Lima Hari, sejak sebelum dipindankan ke

tempat tugu tersebut berdiri sekarang, yaitu di hataman Lawangsewu. Dengan begitu

masyatakat ingat Gedung Lawangsewu pun pernah diniodifikasi, agar dapat tetap

selarnat. (18)

73

Page 75: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

(Suara Merdeka, 8-4-1995)

7. MENGUAK KEBENARAN SEJARAH BANGSA INDONE

Tulisan kali ini lebih merupakan uraian dengan kalimat-kalimat pendek mengenai

sesuai pokok bahasan. Kemudian disusul dengan suatu pertanyaan, yang dimaksudkan

untuk mendapatkan penjelasan atas sejumlah fenomena yang dikemukakan dalam

pernyataan sebelumnya. Setiap pokok bagasan ditulis di bawah nomor urut. Dan nomor

berikutnya digunakan untuk mengemukakan uraian berikutnya.

1. Di gereja-gereja di Amerika Serikat dan Eropa terlihat patung Yesus Kristus dengan

rambut dan jenggot berwarna pirang, kulit tubuhnya yang telanjang cerah dan dengan

profil wajah dan tampang ras Kaukasus. Orang tidak pernah mempersoalkannya,

meskipun sebagai keturunan Bani Samyah (Semmit) tentu saja beliau tidak memiliki

ciri fisik seperti digambarkan dalam patung.

Demikian pula orang tidak mempersoalkan patung Yesus Kristus di gereja-gereja di

benua Afrika. Padahal di sana Yesus ditampilkan dengan fisik orang Negro, berkulit

hitam, rambut hitam keriting kecil dan berhidung lebar.

Mana kebenaran sejarah?

74

Page 76: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Di sebuah pelabuhan laut di Jepang berdiri sebuah patung seorang pahlawan bngsa

Jepang. Orangnya gagah, tinggi besar, dan naik kuda. Padahal kenyataannya tampang

pahlawan itu jauh berbeda, yaitu berbadan kecil.

Mana kebenaran sejarah?

Demikian pula di sebuah taman kota di Houston City tegak berdiri patung seorang

pahlawan kemerdekaan Negara Texas. Tubuhnya digambarkan kecil, naik kuda besar,

presis seperti gambaran sesungguhnya. Itulah Sam Houston.

Itukah kebenaran sejarah?

2. Bung Karno sebagai Sang Proklamator pernah diuraikan sebagai keturunan campuran

antara orang kulit putih dengan seorang pribumi. Bahkan disebutkan pula bahwa

silsilah beliau sampai pada garis keturunan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Itulah

yang dibicarakan dari mulut ke mulut. Namun dalam buku-buku sejarah beliau

disebutkan sebagai putra seorang guru dari suku Jawa yang menikah dengan seorang

perempuan Bali.

Yang mana kebenaran sejarah itu?

Menjelang saat-saat proklamasi kemerdekaan beliau dan Bung Hatta pergi ke

Rengasdengklok. Sebagian orang menyatakan bahwa kepergian itu dilakukan karena

diculik oleh kaum muda seperti Chaerul Saleh, Sukarni dan Adam Malik. Mereka

memaksa kedua beliau agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun dalam

buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat, sebagaimana diceritakan Cindy Adams,

dinyatakan bahwa kepergian itu tidak karena adanya sesuatu paksaan dari manapun.

Yang mana kebenaran sejarah itu?

Mana dari cerita itu yang benar?

75

Page 77: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dan ketika beliau wafat pada tahun 1971 dituliskan dalam buku sebagai akibat sakit.

Bagaimanapun adalah wafat secara wajar. Kemudian baru-baru ini seorang saksi

sejarah, Nyonya Dewi Sukarno, yang juga salah seorang istri beliau menyatakan

bahwa beliau wafat secara tidak wajar. Konon dikatakan ada tangan-tangan yang

sengaja mempercepat kematian beliau.

Mana pula yang dinamakan kebenaran sejarah?

3. Tanggal 30 September 1965 bagi bangsa Indonesia merupakan tanggal bersejarah,

karena di tengah malam itu terjadi penculikan dan pembunuhan sadis terhadap

sejumlah jendral TNI AD. Peristiwa itu kemudian tercatat dalam sejarah sebagai

Pemberontakan G30S/PKI. Itulah faktanya.

Masalahnya kemudian muncul, yaitu :

a. Apa hakekat pemberontakan itu?

1) Kudeta PKI terhadap pemerintahan Sukarno?

2) Pertentangan intern AD?

3) Kudeta terselubung oleh TNI AD?

b. Siapa di balik kegiatan pemberontakan itu ?

1) Bung Karno ada di belakang G30S/PKI?

2) Jendral Suharto mengetahui rencana G30S/PKI?

3) Jendral Suharto memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi?

4) Jendral Suharto merupakan penyusun skenario untuk kepentingan pribadi?

4. Selama lebih dari tiga puluh tahun diajarkan oleh guru sejarah hal-hal sebagai

berikut :

a. Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dirancang dan dipimpin oleh Letkol Suharto

b. Supersemar ditanda tangani Presiden Sukarno secara sukarela, untuk mengatasi

situasi keamanan nasional, terutama di Ibu Kota.

76

Page 78: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Baru-baru ini muncul tuduhan dari sejumlah saksi sejarah maupun pelaku sejarah,

bahwa :

a. Perancang SO 1 Maret 1949 adalah Sri Sultan HB IX.

b. Supersemar ditandatangani oleh Presiden di bawah todongan pistol oleh Jendral

M. Panggabean.

5. Tidak mudah untuk menemukan kebenaran sejarah nasional Indonesia yang hakiki,

karena berbagai alasan sbb.:

a. Faktor subyektifitas pelaku ataupun penulis sejarah, yang terjadi karena :

1) faktor kepentingan pribadi, kelompok maupun politik

2) faktor kelemahan daya ingat atau tingkat persepsi pelaku sejarah yang

berbeda

b. Faktor kepentingan politik suatu orde atau suatu “rulling class”, untuk

meningkatkan kredibilitas kepemimpinan mereka.

c. Faktor persepsi tentang peranan sejarah, yang meliputi :

1) romantisme sejarah, yang menempatkan sejarah untuk meningkatkan

kebanggaan diri.

2) sejarah sebagai sarana pendidikan politik

3) historisisme baru (New Historisism), yang menempatkan sejarah sebagai ilmu.

6. Yang dapat dilakukan dalam menegakkan kebenaran sejarah antara lain :

a. Tim penulis sejarah nasional melakukan kajian ulang terhadap berbagai data yang

kontroversial

b. Guru harus diberi petunjuk untuk menggunakan buku sejarah terbitan masa Orde

Baru secara lebih selektif.

c. Para ilmuan sejarah melakukan melakukan kajian sejarah secara lebih mandiri,

tanpa suatu prasangka.

@@@

77

Page 79: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Makalah untuk Diskusi Panel tentang Menguak Kebenaran Sejarah Bangsa

Indonesia , oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia, Presidium Wilayah Jawa

Tengah, di Unika Sugyopranoto Semarang, 25 Oktober 1998.

8. ETNO-NASIONALIOSME

Pengertian

78

Page 80: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Etno-Nasionalisme merupakan pengertian tentang jenis nasionalisme yang

mendasarkan pada ikatan etnis tertentu. Ernest Renan mengatakan bahwa nasionalisme

adalah semangat untuk membentuk negara nasional atas dasar kesamaan kehendak untuk

bersatu, Mneurut bahasa aslinya Renan mengatakan bahwa nasionalisme adalah “la

desire d`etre ensemble”. Artinya “keinginan untuk bersatu”. Konsep tersebut memang

bisa berarti bahwa yang memiliki kemauan untuk bersatu adalah mereka yang memiliki

kesamaan asal-usul atau keturunan atau satu ras. Kalau hal itu terjadi sebetulnya tidak ada

masalah, kecuali kalau kesamaan asal-usul atau keturunan itu dijadikan satu-satunya

azas, dan kemudian menolak mereka yang berbeda asal-usul, atau keturunan, atau etins,

atau agama. Pengertian nasionalisme seperti itulah yang disebut etno-nasionalisme.

Hal seperti itulah yang dikhawatirkan dan ditolak oleh Bung Karno, karena akan

menimbulkan negara kebangsaan Aceh, negara kebangsaan Minangkabau, Negara

kebangsaan Sunda, Jawa, Minahasa, Ambon, Papua dan seterusnya. Yang dibutuhkan

adalah agar ‘kesatuan Indonesia’ menjadi dasar pembentukan negara kebangsaan

Indonesia, yang meliputi berbagai kesatuan etnis, agama, ikatan adat dsb. yang hidup di

Indonesia. Kesatuan Indonesia itu terjadi karena mereka memiliki kesamaan nasib,

kesamaan cita-cita, kesamaan tujuan dsb.

Sejarah membuktikan bahwa gagasan atau konsep nasionalisme menurut Bung

Karno tersebut telah menjadi kenyataan, karena telah terbentuk negara kebangsaan

Indonesia (Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945), yang didasarkan pada konsep ‘Bhineka

Tunggal Ika’. Perjalanan sejarah telah menunjukkan keberhasilan bangsa Indooensia

dalam mengatasi berbagai usaha kaum separatis untuk memecah belah kesatuan bangsa

itu, seperti berdirinya RMS/BVO (1949), PRRI/ PERMESTA (1960 an) dsb. Jauh

sebelum masa itu berbagai tekad untuk bersatu telah dilakukan oleh berbagai komponen

bangsa, misalnya sejak upaya yang dilakukan (1) Gajah Mada di masa kerajaan

Majapahit dengan Sumpah Palapanya, (2) oleh gerakan semangat kebangsaan sejak Budi

Utomo pada 1908, dan (3) mencapai puncaknya dengan rumusan Sumpah Pemuda pada

1928.

Sementara itu Sartono Kartodirjo beranggapan bahwa nasionalisme bisa timbul

karena dua latar belakang, seperti yang terjadi di Eropa. Yaitu (1) perlawanan terhadap

79

Page 81: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dan pembebasan dari dominasi kekuatan sosial politik di dalam negeri, seperti oleh kaum

bangsawan maupun kaum ningrat atas kaum proletar atau kaum rakyat jelata. Dan (2)

dominasi kekuatan sosial politik asing, yang lebih sering disebut sebagai kaum penjajah

atau penakluk asing.

1. Lahirnya Negara-Negara Kebangsaan.

Dasa warsa pertama setelah PD II usai merupakan masa paling subur bagi lahirnya

negara-negara kebangsaan baru, yang berhasil melepaskan diri dari kungkungan

penjajahan maupun yang karena perjanjian berhasil dilepaskan sebagai negara

kebangsaan. Kebanyakan dari negara kebangsaan baru maupun lama di dunia merupakan

negara kebangsaan multi etnis, termasuk India, Indonesia, Yugoslavia maupun Uni

Sovyet. Mereka kokoh dan stabil, meski berbagai gejolak sparatisme yang mengarah

pada kondisi disintegrasi bangsa tidak kunjung berhenti. Meskipun demikian ketika

sistem kekuasaan despotis yang mendominasi negara-negara tersebut mulai merosot

ancaman terjadi disintergrasi tidak terelakkan, sehingga makin membahayakan keutuhan

bangsa.

2. Lahirnya Semangat Etno-Nasionalisme

Konsep Gorbachev tentang Glasnot dan Peristroika nampaknya menjadi bumerang

bagi kelangsungan kekuasaan Gorbachev. Implikasi dari kampanye Gormachev itu

bergulir dua perubahan besar di dunia. Pertama. komunisme berhasil ditumbangkan dari

percaturan politik Rusia dan banyak negara komunis lainnya. Kedua, negara-negara

bagian dalam kesatuan Uni Sovyet telah melepasklan diri, dan mendirikan negara

kebangsaan sendiri yang merdeka dan berdaulat penuh. Sebuah proses disintegrasi

bangsa tengah berlangsung di negara-negara komunis yang dipimpin secara despotis.

Menyusul kemudian Yogoslavia dan beberapa negara Balkan lainnya, mengalami juga

disintegrasi bangsa. Yugoslavia telah pecah menjadi tiga negara nasional yang bersifat

etno- nasionalis, yaitu Serbia, Bosnia, dan Croasia.

3. Etno-Nasionalisme dan Disintegrasi : Kasus Indonesia.

80

Page 82: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Tumbangnya pemerintahan otoritarianis yang despotis yang telah berlangsung

sangat lama, di bawah presiden Suharto (1966 – 1998), telah pula mengancam terjadinya

gejala semangat etno-nasionalisme yang mengarah pada terjadinya disintegrasi bangsa.

Masyarakat dihadapkan pada sebuah simpang jalan. Di satu sisi bertekad untuk

menggulirkan terus agenda reformasi sebagai perlawanan terhadap rezim Orde Baru,

yaitu menegakkan (1) demokratisasi, (2) keterbukaan, (3) HAM, (4) desentralisasi

kekuasaan, dan (5) supremasi hukum. Pada sisi lain menghadapi gejala disintegrasi

bangsa, dan sparatisme yang mendasarkan pada semangat etno-nasionalisme. Di Aceh

bangkit kekuatan etno-nasionalis GAM (Gerakan Aceh Merdeka), di Papua bangkit

gerakan etno-nasionalis OPM (Organisasi Papua Merdeka). Masing-masing

menggunakan dalih, bahwa kebijakan pembangunan selama rezim Orde Baru tidak

menguntungkan daerah.

4. Otonomi Sebagai Alternatif.

Otonomi daerah sebagai alternatif untuk mengatasi masalah telah dituangkan ke

dalam UU tentang Otonomi Daerah telah diletakkan dasarnya oleh pemerintahan

Habibie. Dalam pelaksanaannya ternyata semangat otonomi telah berkembang ke arah

yang salah, karena segera muncul kecenderungan neo- tribalisme , yang ditandai dengan

mencuatnya semangat menonjolkan etno-identity. Neo-Tribalisme merupakan

kecenderungan persaingan di antara warga bangsa dalam bentuk kesamaan organisasi

sosial politik, termasuk kesamaan paham keagamaan, Yang diidentikkan dengan

kelompok etnis atau tribe (suku bangsa). Sedangkan etno-identity merupakan simbul-

simbul yang merupakan ciri kelompok etnis, seperti bendera, tata nilai, maupun

kebanggaan masa lalu.

5. Paradigma Nasionalisme Baru

Indonesia telah kehilangan identitas nasional yang berfungsi sebagai alat pemersatu

bangsa. Secara formal Pancasila masih tetap dan diharapkan tetap menjadi identitas

81

Page 83: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

bangsa Indonesia, namun sepanjang sejarah telah tercemar oleh penampilan rezim Orde

Lama maupun rezim Orde Baru, yang senantiasa mengidentikkan dengan Pancasila,

sementara penampilan mereka jauh dari semangat Pancasila tersebut. Yang diperlukan

sekarang adalah :

(1) merehabilitasi Pancasila supaya mendapat kepercayaan kembali sebagai identitas

bangsa dan alat pemersatu bangsa dengan pengertian dan perbuatan. (2) Meluruskan

kembali berbagai kontroversi sejarah nasional. (3) Melakukan rekonsiliasi terus menerus

di antara seluruh komponen bangsa. (4) Menghilangkan segala bentuk kesenjangan di

antara semua komponen bangsa, termasuk bidang-bidang sosial, ekonomi politik

Ooo

82

Page 84: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah ditulis dan disajikan oleh Prof. DR. Abu Su`ud, GB Pendidikan Sejarah pada

FIS Unnes, untuk Seminar Nasioinal VIII Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-

Indonesia (IKA AHIMSI). 13-14 Oktober 2001 di Unnes Semarang.

8. UPAYA MENGESAMPINGKAN PERBEDAAN

“Kesetiaanku pada partai berhenti,

ketika kesetianku pada negara dimulai

Ho Chi Minh).

Saya membaca ungkapan tersebut sebagai pernyataan Paman Ho, seorang

pahlawan bangsa Vietnam, ynng berhasil mendirikan negara nasional Vietnam.

Perjoangannya menentang kekuatan penjajah tidak berjalan mulus, sebab

sepeninggalnyanegara Vietnam terbelah dua, menjadi Vietnam Utara yang menganut

komunisme, dan Vietnam Selatan yang pro Amerika Serikat. Namun dengan kegigihan

yang tak mudah dicari tolok bandingannya rakyat Vietnarn berhasil menyatukan kembali

Vietnam yang terbelah itu, sesuai dengan cita-cita Ho Chi Minh.

Orang berpendapat bahwa keberyhasilan itu merupakan buah Perang Vietnam

yang telah mempermalukan Amerika Serikat, yang telah dengan tidak terhormat

meninggalkan bumi Vietnam. Vietnam. Pada sebuah embok peringatan Perang

Vietnam di Amerika Serikat terukir ribuan nama putera-putera Amerika Serikat yang

tewas, namun nampaknya tanpa suatu kebanggaanpun. Mereka tewas tidak karena

membela tanah air mereka.

Pernyataan Ho Chi Minh tersebut di atas mengajarkan kepada rakyatnya, agar

83

Page 85: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kesetiaan kepada partai, bagaimanapun pentingnya sebagai alat persatuan perjuangan,

harus segera diakhiri, ketika harus berhadapan dengan kepentingan negara. Inilah

hakikat ajaran kebangsaanTiba-tiba saja pernyataan Paman Ho itu menjadi amat relevan

dengan saat kita harus memperingati Hari Sumpah Pemuda kali ini yang bertepatan

dengan situasi global pasca peruntuhan negara-negara komunis di Eropa.

Perekat Nasional

Mungkin ungkapan tersebut telah pula diucapkan oleh negarawan lain, seperti JF

Kenaedy, dan diucapkan pertama kalinya oleh negarawan manapun. Namun marilah kita

baca ungkapan tersebut dengan makna yang berlawanan. Misalnya, kesetiaanku kepada

golongan mulai, manakala kesetiaan kepada negara mulai mereda. Dua tahun akhit-

akhir ini kita menyaksikan pergelaran besar berupa bentrokan antar etnik di berbagai

negeri bekas negara-negara komunis di Eropa Timur. Sekarang kita sedang

mcnyaksikan perjoangan antara hidup dan mati di antara tiga etnik, Serbia, Bosnia dan

Croatia, meski mereka hidup di atas sepotong tanah yang sama di sudut Balkan. Dahulu

mereka hidup rukun dalam sebuah negara, yaitu negara komunis Yugoslavia. Juga sedang

kita saksikan perang saudara di antara etnik Georgia dan etnik Abkhazia, yang sedang

berkecamuk, meski sama-sama bangsa yang dahulu rukun dan damai di bawah Uni

Sovyet.

Menjelang kematian Josef Bros Tito, pejuang, negarawan, dan kepala negara

Yugoslavia yang seperti halnya Bung Karno, telah berhasil menyatukan negaranya.

Dunia sudah meramalkan betapa bangsa itu bakal hancur berantakan. Mereka bakal

terkoyak-koyak koyak oleh perbedaan kepentingan. Ternyata apa yang dikhawatirkan itu

terjadi, meski telah disusun kepemimpinan kolektif sebagai ganti Tito.

Tidak lama setelah komunisme tidak lagi menjadi ideologi bangsa,

berantakanlah persatuan di antara etnik maupun negara bagian. Bukan hanya itu, bahkan

semangat etnosentrisine makin merebak, sehingga mengalahkan semangat integrasi

bangsa yang telah dibina sekian lama. Setiap negara bagian, lebih-lebih yang di

latarbelakangi persamaan etnik maupun agama tiba-tiba menjadi pusat kesetiaan tunggal.

Kesetiaan kepada negara nasional dalam format lama mutai ditinggalkan. Tiba tiba pula

84

Page 86: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

ikatan etnik berubah menjadi ikatan “negara nasional” datam format baru yaitu

kebangsaan dalam arti kesamaan etnik.

Apa yang tertadi di Bosnia – Herzegovina itu terjadi pula di Georgia, bekas

republik di Uni Soviet. Kesetiaan pada etnik tiba-tiba berubah menjadi semangat

perjuangan, ketimbang kesetiaan pada keutuhan Republik Georgia dalam format

barupun. Eduard Shevardnadze yang semasa kejayaan Uni Soviet dihormati oleh

seluruh bangsa di Rusia, tiba-tiba terlempar ke sudut Georgia, dan hanya dicintai dan

dipatuhi oleh etnik Georgia. Sementara kaum separatis Abkibazia bertekad untuk

menerkam dan menggulingkannya dari kursi kepresidenan Republik Georgia itu.

Alasannya jelas, yaitu karena dia bukan berasal dari etnik yang sama.

Sumpah Pemuda

Paling tidak ada dua pelajaran yang dapat dipetik dari kasus-kasus di bekas negara

komunis terkemuka di Eropa tersebut. Pertama, bahwa sesuatu idealisme berupa cita-eita

membangun negara nasional hanya dapat terwujud kalau ada ideologi tutiggal yang dapat

menjadi perekat. Ideologi koinunisine - terlepas dari sikap kita yang berbeda - telah lama

menunjukkan kemampuan sebagai perekat nasionalisme beberapa bangsa besar seperti

Sovyet Rusia maupun negara - negara di Eropa Timur. Semula dianggap mustahil kalau

ajaran itu bisa hancur berantakan dan ditinggalkan oleh para pendukungnya. lronisnya,

ternyata bahkan kehancuran itu bukan disebabkan oleh serangan dari luar, melainkan

karena ditinggalkan oleh para pendukungnya sendiri yang mulai jemu dengan semangat

totalitarian yang dikembangkannya.

Kedua, nampaknya diperlukan semangat persatuan bangsa, yang mampu

mengesampingkan berbagai ikatan primordial, demi semangat untuk tetap survive atau

bertahan hidup.

Manusia itu memang aneh. Begitu besar cintanya kepada diri sendiri, sehingga

ingin selalu survive. Justru pada saat itu juga setiap individu mencari teman yang sama-

sama mempunyai kekhawatiran akan nasib kelangsungan hidup sendiri. Kemudian

mereka mengikat diri dalam suatu kerja sama, meski harus mulai mengurangi kebebasan

individual. Inilah yang disebut sebagai kontrak sosial.

85

Page 87: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dalam skala yang lebih besar, setiap etnik maupun komunitas, dengan alasan

yang sama, mulai menjalin kontrak dengan etnik maupun komunitas lain. Lalu muneullah

gejala bangsa. Selanjutnya setiap bangsa akan mengikat kontrak dengan bangsa lain juga,

agar tidak musnah oleh ulah bangsa lain. Namun manakala dalam format baru itu,

kebebasan dirinyn makin terganggu, mulailah proses desintegrasi kembali merebak.

Masing-masing akan mengobarkan kembali semangat priinordialisme, berupa kesetiaan

pada ikatan-ikatan emosional sepenti kesamaan agama maupun kesamaan etnik.

Secara emosional kita dapat beranggapan, bahwa Pancasila sebagai ideologi

bangsa tidak dapat dihancurkan oleh siapapun. Dan oleh karenanya kita merayakan Hari

Kesaktian Pancasila setelah berhasil menggagalkan usaha pemberontakan G30S/PKI

pada akhir September 1965 Sebaliknya secara rasional tentu saja kita sadar bahwa

ideologi Pancasila itu harus tetap dikembangkan agar tetap menjadi semnangat integrasi

bangsa. Pandangan tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka, misalnya merupakan

salah satu upaya strategis agar Pancasila tetap dapat diterima sebagai satu-satunya

ideologi bangsa Indonesia, dan tetap berfungsi sebagai perekat kesatuan bangsa.

Sejarah telah menunjukkan kepada kita, betapa semangat “bhineka tutiggal ika”

telah betul-betul menjiwai para pemuda pada tahun 1928, dengan dirumuskannya ikrar

Suinpah Pemuda yang terkenal itu : Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Itu

merupakan prestasi amat besar bagi upaya integrasi bangsa

Apresiasi kita akan makin tinggi terhadap prestasi itu kalau kita mau

membayangkan betapa sulitnya gagasan persatuan dapat dikembangkan pada saat itu,

justru ketika penjajah selalu mengemmbangkan cara-eara “divide et impera”. Pada saat-

saat itu masing-masing subsistem sedang menikmati dan menggandrungi kekhasan diri

dalam semangat sektarian mereka, dalam wujud kesamaan agama, kesamaan etnik,

kesamaan asal usul, strata sosial dan sebagainya. Prestasi tersebut tidak lain merupakan

wujud dari kemampuan diri untuk mengesampingkan segala perbedaan yang ada secara

emosional, budaya maupun alaini, dan menekan segala dorongan yang lebih

mengutamakan kesetiaan pada ikatan primordial. Sebaliknya mereka pada saat itu

mampu menyatukan tekad untuk segera merealisasikan cita-cita persatuan bangsa.

Proses Pembudayaan

86

Page 88: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Di sinilah letak relevansi pernyataan Ho Clii Minh dengan peringatan Hari

Suinpah Peinuda kaii ini. Karena meskipun pada saat itu wujud Indonesia sebagni negara

nasional belum ada, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia sebagai Nusa, sebagai

Bangsa, dan sebagai Bahasa telah ada. Kendati deinikian kita tidak boleh berkhayal

bahwa persatuan dan persatuan bangsa itu akan selalu dengan sendirinya lestari, dengan

alasan semangat Sumpah Pemuda telah menjiwai perilaku bamgsa kita.

Sejarah telah memberikan kita pelajaran amat berharga, banwa negara besar

semacam Uni Soviet yang dipateri dengan ideologi nasional sejak 1918 pun dapat hancur

berantakan. Kuncinya lain tidak adalah mewaspadai dan menjaga jangan sampai

seinangat provinsialisme maupun separatisme mengalahkan semangat Sumpah Pemuda

itu sendiri, Caranya bukan sekadar dengan pidato pembinaan politik maupun cerainah

akadeinik, melainkan dengan pembudayaan sikap dan perilaku sehari-hari sebagai proses

budaya, tentu saja dalam kondisi sosial politik yang mendukungnya. (28)

SUARA MERDEKA 28 Okttober 1993)

10. MEMAKNAKAN HARI PAHLAWAN

Menurut para ahii psikologi sosial, manakala seseorang atau sekelompok manunia

sedang mengalami fnistrasi dalam hidupnya karena misalnya apa-apa yang dirasakannya

benardan seharusnya terjadi tidak terwujud, maka biasanya mereka mencari berbagai cara

untuk melarikan diri dari tekanan itu. Salah satu pilihan ialah mencari kepuasan dalam

87

Page 89: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dunia mistik atau kemudian orang itu lambat laun menjadi pengelamun nomer wahid,

bak anak pubertas yang sedang dilamun asmara. Pelarian berikutnya ialah

membayangkan kejayaan masa lampau. Atau bernostalgia menurut istilah lama yang

kembali menjadi pupuler.

Dan nampaknya cara orang bernostalgia itu bermacam - macam, menurut selera

serta kemahiran yang dirnillki. Orangpun misalnya beramai - ramai bersimposium untuk

merumuskan betapa jayanya peranan orang-orang muda masa lampau. Maka

direncanakanlah suatu langkah besar untuk menynsun sejarah perjuangan pemuda di

Repubilk ini, sepanjang masa.

Lewat forum itu tokoh - tokoh itu akan menikmati kejayaan masa - masa lalu

mereka. Tentu saja banyak maksud baik yang bisa disalurkan lewat proyek tersebut,

antara lain agar generasi masa kini dan masa datang dapat mengambil suri tauladan dari

perjuangan para pendahulu kita itu. Lalu para budayawan pun bersarasehan tentang pasal

kreatifitas bangsa, sambil mengamati kejayaan masa lalu dalam berkreasi untuk nusa dan

bangsa, terus menerus mengeluh mengapa generasi sekarang menjadi generasi yang

rendah kreatifitasnya. Bahkan ada iagi yang menjadi tidak habis fikir mengapa generasi

masa kinipun nampaknya kurang patriotik, rendah swmangat nasionalisme, dan

sebagainya.

Wawancara dengan Arwali Pahlawan

Barangkali anda kurang setuju dengan perumpamaan di atas bila dikaitkan dengan

kecenderungan bernostalgia tadi. Tapi, izinkanlah cerita ini diteruskan dulu. Kadangkala

saya mengikuti renungan suci pada malam - malam peringatan Hari Pahlawan di Makam

Pahiawan dan bermaksud mengadakan wawancara dengan para arwah pahlawan, tentang

apa - apa yang sebenarnya terjadi pada masa silam. Tetapi medium apa puia yang bisa

dipergunakan untuk keperluan ltu?

Waktu kecil saya sering beramai - ramai menggunakan medium jailangkung

untuk keperluan permainan, tapi kemudian menyadari bahwa medium itu kurang akurat.

Kami sering merasa dibohongi waktu itu. Dan sekarang belum pula saya coba

menggunakan metode metafisis, seperti yang pernah digunakan untuk meneliti

kelengkapan tawarikh Wali Sanga, oleh sementara ahli metafisika.

88

Page 90: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Laiu saya baca sebuah tulisan menarik dalam sebuah buku- yang mengutip The New

York Times terbitan tahun 1965. Barangkali saya telah menemukan sebuah medium yang

memadai. Anda masin ingat film TV “The Time Tunnel”? Senacam itulah medium kita

kali ini, yaltu buah tulisan Russel Baker yang berjudui Observer: VE. Day Plus 7, 305.

yang disajikan dengan terjemahan amat bebas.

Tamu dari Masa Depan

Ketika itu Perang Dunia II baru saja usai, dan tak satupun suara bedil meletup. Di

sebuah barak darurat tempat sekelompok pasukan Sekutu sedang menunggu pasukan

pengganti, tiba - tiba muncul seseorang asing, masih muda dengan setelan jas

berkancing enam dan dengan rambut potongan the Beatle, yang muncul begitu saja dari

'mesin waktu'. Lalu muncullah sebuah pertanyaan mengejutkan.

+ Untuk apa sebenarnya anda sekalian selama ini berperang? Tahu tidak?

Dan dengan serta merta seorang G.I. menjawab pertanysan itu.

- Tentu kami berperang, eh kami beijuang, untuk mempertanankan demokrasi.

Antara lain untuk menolong lnggris Raya.

+ Kalau demikian anda telah gagal. Percuma saja

- Lho, anda minta dihajar, ya. Kalau saja kami tidak sedeng kecapaian, pasti anda

telah kuhantam.

GI tadi nampak betul–betul geram.

- Mengapa anda berkata begitu?

+Kalian betul-betul membuang-buang waktu saja. Anda tidak percaya, bahwa dalam

dasawarsa ini saja lnggris Raya akan tak tertolong lagi, akan invalid. Dan bukan oleh

siapa - siapa, tapi oleh tekanan dri Amerika Serikat.

- Anda ini betul-betul keterlaluan. Tentunya anda seorang 'oknum' propagandis

Nazi, ya? Anda mau mengadu domba antara bangsa Amerika dengan bangsa Inggris.

Dan sebentar lagi anda pasti akan mencoba memecah belah kami dengan Sekutu Besar

kami Sovyet Rusia .

+ Tak salah lagi; jawab tamu berambut gonndrong itu dengan

mantap.Dalam waktu lima tahun mendatang. sebagian dari anda akan menyebut sang

Sekutu Besar Sovuet itu sebagai ‘Sang Penghianat’. Percaya saja, sambungnya dengan

89

Page 91: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kalem.

- Lemparkan saja bajingan ini.

+ Sabar dulu, bung. Apa pula alasan bung terjun ke medan pertempunan ini?

- Menghancurkan Jerman, tentu saja.

+ Nah, kalau demilian bung, sia-sia saja pengorbanan itu. Karena dalam waktu lima

tahun mendatang kalian akan membiayai pembangunan Jerman kembali. Dengan uang

gnjl kalian, bung. Dan selama lima belastaliun berikutnya, Amerika harus menanggung

risiko pula untuk berperang, untuk Jerman itu. Jenybfjibab besar sebagian dari anda

masih hidup waktu itu.

Seetelah memberi kketerangan itu orang tadi tertawa terkekeh–kekeh.

- Nanti dulu, bagaimana pula dengan Asia?

= Ya betul, seru seorang penerbang.

= Katakanlah bshwa kami akan segera berbalik mencumbu "Japs" (istilah jekan buat

Jepang?

- Lalu kami memerangi Cina. Beitu?

Lalu bergetarlah barak itu oleh ketawa seluruh penghuuninya mencemoohkan

tamu itu.

+ Jadi kalian akan mengatakan banwa kalian bermaksud menghancurleburkan

Jepang?

Tanya tamu dari ‘mesin waktu’ itu lagi.

- Apa pula ini?

+ Begini. Kali inipun kalian sia-sia saja menghancurkan Jepang. Tunggu saja,

dalam jangka waktu dua pulun tahun mendatang, kalian akan membangun kembali

Jepang. Dan bangsa itu akan menjadi sekutu kalian di kawasan Pasifik yang paiing akrab.

Dan anak - anak kalian tidak akan memanggil mereka Japs, melainkan Jepang yang

perkasa.

= Tak mungkin, seru seorang prajurit. Hari ini mereka teiah hangus oleh bom

atom kami, sebagai ganti pembokongan mereka atas Pearl Harbour.

+ Itupun percuma saja. Kelak dua puluan tahun lagi, anak -anak kalian yang

sekandang banyaknya dan sengsara ini, sama sekali tidak ingat lagi peristiwa Pearl

Harbor. Balikan mereka akan menyesali pemboman atas Horishima dan Nagasaki itu.

90

Page 92: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

= Mereka akan kami gampar.

+ Itu tidak bakalan terjadi. Mereka sudah kapok perang. Mereka tidak lagi

menggubris kalian. Amerika telah berubah. Dunla sudan berubah. Para petani lebih

senang tinggal di kota - kota.

Dan orang - orang kota sebaliknya lebih menyenangi tinggal di pedusunan. Jalan -

jalan desa telah beraspal, sementara kota enjadi makin berantakan. Uang telah diganti

dengan kartu - kartu kredit. Dan ingat, anak - anak kalian bertampang persis saya inl.

Kemudian secepat kilat pemuda itu lenyap menyelinap ke dalam ‘mesin waktu’

kembali ke tahun 1965. Dan selanjutnya asyik ber A Go Go di keremangan ruangan

yang sumpeg dengan asap rokok.

Wawancara Imajiner

Laiu mengapa kita tidak mencoba memasuki ‘mesin wakin’ dan menjelajahi masa

derni masa dalam sejarah negeri kita ini, dan mengadakan wawancara imejiner dengan

pelaku - pelaku sejarah masa itu? Kita bisa menyusun seperangkat pertanyaan. Kita susun

pula seperangkat jawaban imajiner, harapan - harapan para pelaku sejarah waktu itu,

motivasi yang mendasari penjuangan mereka, semangat yang membakar dada mereka,

cita-cita serta tujuan setiap tindakan maupun ikrar mereka.

Lalu kita pun dapat memperkirakan betapa jauh kesenjangan yang terdapat di

antara harapan dengan kenyataan, antara semangat masa lampau dengan semangat masa

kini, antara tujuan yang hendak dicapai dengan prestasi yang teiah dicapai, dan

seterusnya. Dalam kesempatan itu kita dapat “melaporkan” apa-apa yang

sesungguhnya telah teijadi - masa kini.

Kesenjangan bukanlah sesuatu aib. Oleh karenanya tidak usah kita tutup - tutupi.

Sejarah manusia pada hakekatnya adalsh rentetan perubaban demi perubahan. Dan

terjadinya sesuatu kondisi berubah yang tak sesuai dengan harapan kita bukan pula

suatu aib. Perubahan itu sendiri adalah suatu indikator, bahikan sebuah variasi

respons yang ditimbulkan oleh berbagai faktor. Yang penting bagi kita sekarang ialah

mengembangkan kemampuan kita untuk selalu mengontrol sumber - sumber, proses

serta arah perubahan itu sendiri. Itulah barangkail yang dimaksudkan oleh van Peursen

sebagai syarat dalam menyusun sesuatu strategi kebudayaan. Untuk itu kita yang hidup

91

Page 93: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pada masa ini harus selaiu mengadakan dialog - dialog yang jujur yang bersifat nasional,

mengenai berbagai masalah. Sebab dalam kenyataan kita memang tidak dapat

mengadakan dialog dengan orang masa lalu dengan menggunakan ‘mesin waktu’ yang

hidup itu.

Dengan inipun kita teiah memilih salah satu oara untuk memperingati Hari

Pahiawan.

(SUARA MERDEKA 10 Nopember 1989)

11. HAKIKAT MAKNA PERISTIWA 10 NOPEMBER

Para guru Sejarah dan PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) sering

mengatakan betapa besar makna peristiwa 10 November 1945, dalam mengobarkan

semangat patriotisme serta semangat revolusioner bangsa yang baru bebas dari

penjajahan, untuk mepertahankan kemerdekaan. Yang ditekankan adalah keberanian para

pemuda Surabaya unrak merobek bendera triwarna (merah putih biru-Red), bendera

Kerajaan Belanda dan mengibarkan dwiwama (merab putill-Red), bendera Republik

Indonesia di atas atap Hotel Simpang di Tunjungan Serabaya. Penjelasan semaeam itu

selalu membangkitkan pertanyaan para pelajar, apa yang membanggakan dari

perjuangan-perjuangan bersenjata pada saat-saat itu, kalan akhirnya hanya kalah perang

dan memakan korban jiwa dan raga dalam jumlah yang besar? Harus diingat bahwa

peristiwa 10 November 1945, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan bukan

merupakan kasus yangberdiri sendiri dan meletus tanpa terduga sebeIumnya.

Pristiwa 10 November merupakan puneak dari perang Surabava, yang telah meletus

sejak penghujung bulan Oktoher, sebagai bagian dari gerakan perlawanan rakyat unutk

melucuti persenjataan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu dalam Perang Asia

Timur Raya. Kemudian api peperangan menjadi berkobar, justru karena Jenderal Mallaby

dari Inggris terbunuh dalam insiden tersebut. Karena itu tentara lnggris pun murka dan

menghajar para pejuang patriot Indonesia.

Apa manfaat peristiwa 10 November, yang kemudian diresmikan sebagai Hari

Pahlawan bagi bangsa Indonesia itu? Apakah sekadar mempunyai makna sebagai tumbal,

martir atau syuhada?

92

Page 94: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Bertempur atau Berunding?

Pandangan semacam itu tampaknya juga dikemukakan oleh orang dewasa,

yang menghendaki pendekanan diplomasi dengan kaum penjajah. Sejarah memuat

kenyataan adanya dua kubu di kalangan pemimpin bangsa waktu itu. Yaitu mereka yang

menghendaki pelidekatan peperangan melawan kekuatan penjajah dan mereka yang

menghendaki perundingan.

Kubu pertama dipelopori oleh kelompok oposisi, yang se1alu mengobatkan langkah-

langkan perangatau perlawanan bersenjata dalammengusir penjajah. Kubu kedua tidak

lain adalah sikap resmi yang dianut oleh pihak pemerintah. Kubu pertama dipersonifikasi

dengan Tan Malaka dan kawan-kawannya, sedangkan kubu kedua dipersotilikasi

dengan Sutan Syahrir.

Perang pena di antara duapandangan yang berbeda itu, bisa kita ikuti lewat media

massa atau brosur-brosur yang disebarkan masing-masing kubu. Kubu Syahrir

menyebarkan brosur yang berjudul ‘Perjoeangan Kita’ yang berhadapan dengan brosur

‘Moeslihat’ yang dikeluarkan pihak Tan Malaka. Masing- masing mempertahankan

kebenaran pandangan sendiri dan mencela pandangan lawan politiknya.

Sebetulnya tidak hanya ada dua kubu, tetapi tiga. Sebab pihak tentara tid secara

fanatik memihak salah satu kubu. Pihak Tentara Keamanan Rakyat (TKR) betada di

antara kedua tebing ini, yang selalu menentang langkah yang berunding. Perbedaan

pandangan itu sering menjadi semacam ejekan. Kaum yang memilih cara-cara

perundingan sering melemparkan cercaan, dengan mengatakan bahwa yang dilakukan

oleh para gerilyawan sekadar melarikan diri dari kenyaman, dan hanya mondar-mandir

dari hutan ke hutan. Sementara itu kaum oposisi dengan sengit mencela bahwa

perundengan yang dilakukan hanya mempersempit wilayah kekuasaan RI dari waktu ke

waktu.

Sikap resmi pemerintah daiam menanggapi meletusnya pertempunan bersenjata,

antara lain dapat kita lihat dari pernyataan Bung Karno dalam menghadapi pertempuran

di Magelang Oktober 1945. Dia dengan tegas menyatakan dalam amanat PYM (Paduka

Yang Mulia) Presiden RI kepada rakyat yang bertempur di Magelang mengatakan,

93

Page 95: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

“Soedara-soedara yang bertempoer di Magelang sekali lagi saja minta kepada soedara-

soedara oemtoek menghentikan pertempoeran, saja tidak mengatakan bahwa saja tidak

menghargai semangat soedara- soedara. Saja mengetahoei bohwa soedarn-soedara

mendasarkan oesaha soedara-soedara itoe atas alasan yang saya hargai. Tetapi ada

tjara lain oentoek mentjapai kepoeasan hati soedara-soedara. Berhentilah dengan

pertempoeran”. (Warta Inidonesia, Semanang. Joemat ~ 2November l945).

Hams diangat banwa perang Surabaya itu meletus sewaktu pihak Republik yang

diwakili oleh Presiden Soekamo dengan Menteri Pertahan an Amir Syarifudin sedang

berada di Surabaya, untuk melakukan perundingan dengan pihak Sekutu yang menolak

cara pendekatan pertempuran, sebagaimana yang meletus di beberapa daerah, seperti di

Semarang dan Magelang pada penghujung bulan Oktoleer.

Perang Surabaya

Dalam pertempuran yang merupakan insiden berdarah di Surabaya itu, pihak

pemuda kita mungkin kalah, namun kekalahan itu tidak mengecilkan arti pengorbanan

para pemuda tersebut. Memang belum ba nyak dikemukakan mengenai kegagalan

tersebut, seperti diakui oleh salah seorang pelaku sejarah, yaitu Muhammad Noer, putra

Madura yang bekas Gunernur Jawa Timur.

Muhammad Noer menyayangkan kegagalan para pemuda di awal perang

kemerdekaan, untuk mengusai persediaan senjata dari arsenal angkatan laut Jepang di

Batu Poron, di seberang Tanjung Perak. Padahal pergudangan timbunan senjata itu

dikomandani oleh seorang kplonel, yang berarti bahwa gudang persenjama tersebut

dikawal oleh sekitar satu resimen tentara Jepang. Mungkin jalan sejarah perjuangan

Indonesia akan lain seandainya senjata-senjata Itu jatuh ke tangan kita sewaktu

menghadapi serbuan tentara Inggris pada pertemputan Surabaya 10 November 1945.

Demikian penuturan Muhammad Noer dalam diskusi sejarah lokal “Revolusi

Kemerdekaan 1945-1950” yang diselenggarakan baru-baru ini di Semarang.

Perang Surabaya itu kemudian menimbulkan berbagai sikap yang mendominasi

kalangan TKR, yang sebagaimana kita ketahui, telah mendirikan Markas Tinggi TKR di

Yogyakarta. Menurut doktrin TKR pada waktu itu, tentara akan mengikuti dua lini,

94

Page 96: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pettempuaan dan diplomasi.

Perdebatan yang timbul menyusul insiden berdarah di Surabaya itu ada dua. ikap

pertama beranggapan sudah waktunya mengobarkan pertempuran melawan Belanda

dengan jalan menciptakan "lebih banyak Surabaya". agar Belanda tidak mempunyai

waktu untuk mengonsolidasi kekuatannya. Sikap kedua beranggapan, tidak bijaksana

menciptacan "lebih banyak Surabaya", karena hanya menimbulkan kesan, bahwa

kekuatan tentara amat terbatas dalatn melakukan ofensi (Dr. TB.Simatupang. 1988).

Tampaknya strategi kedua yang dipilih oleh tentara, dengan iangkah- langkah

melakukan konsolidasi kekuatan, dan kalau perlu tentara meninggalkan kota-kota dan

menjalankan perang rakyat semesta di luar kota. Meskipun dernikian keterlibatan tentara

dalam perundingan sebelum Perundingan Linggarjati hanya terbatas pada perundingan

untuk mengadakan gencatan senjata. Karena itu menurut pengakuan Sirnatupang, dia

pernah menyertai Pak Dinaan atau Pak Urip ke Jakarta. Namun daalam perundingan

mengenai isi Persetujuan Linggarjati, TKR tidak dilibatkan.

Logika Clausewitz

Setiap pemimpm perang modern seIalu mengingat logika Clausewitz -seorang

pemikir strategi peren dari Austria. Menurutya kegiatan pertempuran tidak dapat

dilepaskan dari kegiatan perundingan. Tak ayal, perundingan- perundingan Linggajati,

Renville, atau KMB, diselenggarakan menynsul insiden-insiden berdarah berkepanjangan

di antara tentara pendudukan dengan perlawanan kaum gerilyawan.

Biasanya disela oleh tenggang waktu tertentu gencatan senjata. Hanyakadangkala

ada penampilan politikus yang tidak konsisten. Misalnya Amir Syafifildin yang

meskipun menandatangani Peijanjian Renville sebagai Perdana Menteri, namun waktu

memimpin oposisi melawan PM Bung Hatta, mencerca Perjanjian Renvrne.Insiden-

insiden berdarah ini oleh Belanda dikesankan sebagai permainan kanak-katiak yang

didalangi oleh segelintir kolaborator Jepang di yang didukung oleh "tekanan" TKR.

Inilah hakikat makna peristiwa 10 November1945, yang panlas disebut sebagai Hari

Pahlawan. (29)

95

Page 97: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

(SUARA MERDEKA 9 November 1994)

96

Page 98: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

KERANJANG DUA :.

HISTORIOGRAFI

A. KONSEPTUAL

97

Page 99: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

1.. PENULISAN HADITS SEBAGAI HASIL KAJIAN SEJARAH

pendahuluan

Banyak anggapan bahwa bidang kajian agama (Islam) sering diasosiasikan dengan

dogma dan doktrin. Sampai sekarang, kita beranggapan pula bahwa sistematika penulisan

Qur'an bukan merupakan karya manusia, melainkan hasil petunjuk dari Malaikat Jibril

kepada Nabi Muhammad SAW ketika dilakukan review atas struktur dan isi Qur'an

menjelang akhir hayat Rasulullah.

Ketentuan itu mencakup tata urutan surat maupun ayat dalam setiap surat. Namun

sementara itu, kita yakin pula bahwa proses kodifikasi Qur'an merupakan hasil ijtihad

manusia, termasuk dalam hal-hal yang teknis sifatnya. Misalnya bahwa setiap ayat

disusun atas dasar persaksian para sahabat Nabi, berkenaan dengan potongan ayat yang

diakui pernah didengar dari Nabi ketika menyampaikan wahyu itu kepada para sahabat.

Dengan demikian, ada jaminan secara ilmiah mengenai kebenaran materiil yang

disampaikan dan yang selanjutnya ditulis sebagai Kitab Suci. Untuk itu, setiap pelapor

harus pula berani angkat sumpah yang disertai dengan dua saksi mata/telinga.

Dalam pada itu, Hadits yang diyakini sebagai sumber syariat Islam kedua

mengalami pula proses ilmiah dalam proses penyusunannya. Berbeda dengan proses

kodifikasi Qur'an yang dilakukan hanya beberapa tahun setelah Nabi wafat, tepatnya di

masa Khalifah Utsman, proses kodifikasi Hadits justru baru dimulai sejak abad ketiga

sepeninggal Nabi, yang berarti sudah tidak lagi ada saksi mata yang masih hidup. Tentu

saja, hal itu membawa implikasi dan konsekuensi mengenai otentisitas materi Hadits.

Ternyata, para ulama Hadits memiliki metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah karena telah dilakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur ilmiah yang

sangat canggih.

Berangkat dari anggapan bahwa penulisan Hadits tidak lain adalah juga penulisan

sejarah, maka harus dilakukan tinjauan atas dasar historiografi (ilmu penulisan sejarah)

98

Page 100: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kalau kita ingin membahas mengenai metode penulisan Hadits tersebut. Tulisan pendek

berikut ini merupakan upaya untuk melakukan pembahasan atas prosedur penulisan

Hadits yang sebenarnya terjadi, yang dilakukan para muhaditsin atau ulama ahli Hadits.

Kasus Mu'ad bin Jabal menunjukkan betapa penting kedudukan Qur'an dan Hadits

dalam kehidupan formal masyarakat beragama Islam. Dia adalah seorang calon gubernur

Yaman semasa hidup Rasulullah. Dalam pidato pelantikannya terjadilah dialog yang

terkenal itu.

"Dengan apa akan kau hukumi masalah-masalah yang akan kau hadapi nanti

dalam tugasmu, ya Mu'ad ?", tanya Rasulullah.

"Dengan Qur'an, ya Rasulullah".

"Kalau tak kau jumpai ayat yang relevan?"

"Saya akan menggunakan Sunahmu".

"Kalau tak kau jumpai juga sunahku yang relevan?"

"Akan saya gunakan ijtihad". Jawabnya tegas. Nabi membenarkan jawaban itu.

Ijtihad adalah studi atau telaah dengan mendasarkan pada apa-apa yang tersirat di

dalam Qur'an maupun Hadits dengan menggunakan nalar dalam melakukan studi

tersebut. Hadits ialah semua ucapan, perilaku, sikap serta sikap diam Rasulullah tentang

segala macam perilaku hidup yang menunjukkan ciri Islam. Jadi disini berlaku azas

argumentum ex silentio atau diam itu tanda seuiju. Sering pula istilah Hadits diganti

dengan Sunah, yang berarti perbuatan Nabi. Dan perbuatan atau sunah itu pastilah pernah

disaksikan oleh para sahabat, meskipun dimungkinkan terjadi subjektivitas dari pemberita

Sunah tersebut. Dalam literatur Barat seringkali digunakan istilah tradisi Islam atau

Tradition of Islam. Sedangkan Qur'an ialah semua perkataan atau firman Tuhan yang

disampaikan kepada Rasulullah dengan perantaraan Malaikat Jibril.

Sebagai firman Tuhan, maka Qur'an merupakan sumber hukum, sebagai tempat

orang Islam bertanya dalam memecahkan segala masalah kehidupan, baik dalam bidang

ritus peribadatan maupun bidang hubungan sosial atau mu`malah. Ini adalah sesuatu yang

mutlak, sebagai konsekuensi dari pengakuan diri bahwa "Tiada Tuhan melainkan Allah".

Selagi Nabi Muhammad masih hidup tidak ada kesukaran bagi umat Islam dalam

menafsirkan isi firman dalam Qur'an, karena Rasulullah adalah penafsir Qur'an yang

paling jelas. Tafsir itu kadangkala tercermin dalam sunah atau Hadits Nabi. Itulah

99

Page 101: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sebabnya, Hadits dianggap sebagai sumber hukum kedua. Semua masalah yang tak dapat

dipecahkan oleh umat dapat segera ditanyakan kepada Rasulullah. Kadangkala jawaban

atas pertanyaan umat itu datang berupa wahyu, yaitu berupa firman Tuhan, namun

kadangkala pula jawaban itu hanya berupa orientasi Rasulullah sendiri atas dasar nalar

beliau atau berupa wahyu yang tidak tersurat, dalam arti tidak sederajat dengan bunyi

Qur'an. Kadangkala kalau jawaban Rasulullah berupa Sunah itu tidak berkenan di sisi

Allah, maka segera Tuhan Allah memberikan koreksi berupa firman yang kemudian

daiang dalam kasus tersebut. Itulah sebabnya, umat Islam mempercayai penuh kedudukan

Hadits sebagai 'explanatory power' dalam masalah-masalah hidup umat Islam.

Kesulitan datang ketika kemudian Rasulullah wafat. Padahal, Nabi tidak pernah

memerintahkan untuk mengkodifikasikan segala firman Tuhan maupun Sunah beliau,

meskipun Nabitidak pernah pula melarang upaya beberapa pengikut beliau atau para

sahabat beliau untuk mencatat itu semua.

Mengenai usaha kodifikasi Qur'an tidak mengalami kesulitan, karena menjelang

wafat beliau telah mengadakan review atas isi Qur'an dihadapan para penghafal Qur'an

dengan bimbingan Malaikat Jibril. Kemudian usaha kodifikasi selengkapnya bisa

diselesaikan ketika belum lagi dua puluh tahun Nabi wafat, yaitu pada masa Khalifah

Utsman. Proses kodifikasi Qur'an dilakukan dengan teliti sekali di bawah panitia negara

pimpinan Harris bin Tsabit. Prosedur yang dilakukan adalah setiap orang yang mengaku

mengetahui atau hafal sepotong ayat dari Qur'an diberi kesempatan untuk

mengemukakannya di hadapan panitia tentang kapan dan di mana ayat itu didengar dan

bagaimana bunyi ayat tersebut. Pengakuan itu dikukuhkan dengan sumpah dan dengan

mengajukan paling sedikit tiga orang saksi mata. Hasil kodifikasi itu kemudian dituliskan

ke dalam enam buah naskah baku sebagai hasil kerja panitia negara tersebut dan

disebarkan ke berbagai wilayah kedaulatan Islam pada masa Khalifah Utsman tersebut.

Hasil kodifikasi itu dianggap sebagai naskah yang paling Sahih dan diyakini tidak akan

pernah berubah barang satu huruf pun sampai dunia kiamat (Tafsir Al Qur'an terbitan

Departemen Agama RI).

Masalah yang lebih menarik adalah berkenaan dengan proses kodifikasi Hadits.

Segi menariknya itu bukan saja timbul karena telah beredar berbagai Hadits palsu segera

setelah Nabi wafat, melainkan juga, dan lebih-lebih, karena proses itu telah memakan

100

Page 102: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

waktu yang lama sekali, yaitu tidak kurang dari tiga abad setelah Nabi wafat. Selama

waktu itu terus terjadi proses-proses seleksi, interpretasi, dan sintesis sebelum akhirnya

tercipta Hadits yang dianggap baku (Hadits as 'written) itu. Sampai sekarang, Kitab Sahih

Bukhari-Muslim dianggap sebagai kitab yang paling sahih setelah Qur'an dan dianggap

sebagai Hadits yang baku. Akibatnya telah berkembang cabang disiplin tersendiri dalam

Islamologi, yang dikenal sebagai "Mustalahat al- Hadits", "Dirayat al- Hadits" atau

"Ushul al- Hadits" di samping cabang-cabang disiplin lainnya, seperti Ushul al-Fiqh,

Ilmu Kalam, Tarikh, Mantiq, Nahwu, Sharaf, Tafsir, Akhlaq, dan sebagainya.

Sebelum Ibnu Khaldun dikenal sebagai penganut kritisisme dalam ilmu sejarah,

seperti yang telah dinilai oleh Tucydides, seorang sejarawan di dunia Barat, para

Muhaditsin (ahli bidang Hadits) telah melakukan prosedur kritik dalam penulisan 'Hadits

sebagai fakta sejarah. Mereka mempersoalkan otentisitas (keaslian) dengan melakukan

kritik ekstern maupun kredibilitas atau kritik intern terhadap materi hadits (matan hadits)

maupun terhadap sumber (sanad), sebelum sesuatu hadits dapat digolongkan menjadi

"Hadits sahih, hasan ataupun dhaif, yang masing-masing merupakan kategorisasi Hadits

atas dasar kualitasnya sebagai sumber hukum.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai uraian pendek mengenai proses serta prosedur yang

telah dilampaui oleh para muhaditsin, yang dinilai mempunyai kualifikasi ilmiah yang

cukup sah. Mula-mula akan dipaparkan mengenai tahap-tahap penulisan Hadits,

kemudian mengenai kritik terhadap Hadits, yang kemudian disusul dengan uraian

mengenai kualifikasi Hadits. Kritisisme sebagai prosedur dalam penelitian dan penulisan

sejarah bukan merupakan barang baru, karena telah dipraktikkan sejak masa Tucydides.

Akan tetapi, pencantuman rentetan sumber berita (perawi Hadits) yang betul-betui pernah

berjumpa, yang hidup dari generasi ke generasi hingga sampai sumber utama, bagi setiap

hadits adalah sesuatu yang dapat dipeitimbangkan untuk dipergunakan dalam menguji

kredibilitas sumber sejarah. Di sinilah keunggulan para ahli Hadits dalam melakukan

studi sejarah secara kritis.

TAHAP-TAHAP PENULISAN HAD1TS

A. Tahap Pertama

101

Page 103: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Menurut Guillaume dalam ' Tradition of Islam', selagi Nabi masih hidup, beliau

merupakan satu-satunya pemimpin dalam segala hal, balk kerohanian maupun

keduniawian. Hadits atau tradisi dalam arti teknis dapat dikata baru timbul setelah beliau

meninggal (Maulana Muhamad All, 1977).

Semasa hidup Rasulullah sudah ada, kecenderungan menuliskan Hadits aupun

Qur'an, seperti dikatakan pada pendahuluan di muka. Terhadap hal itu, Nabi tidak pernah

bersikap melarang. Para sahabat Nabi (yaitu mereka yang memeluk agama Islam pada

masa hidup Nabi) biasa menuliskan ayat-ayat Qur'an maupun Hadits pada pelepah-

pelepah pohon kurma, kulit-kulit domba ataupun unta yang telah dikeringkan dsb. Akan

tetapi pada umumnya, mereka lebih suka menghafalkan kalimat-kalimat suci tersebut.

Kecenderungan terakhir ini didukung oleh kebiasaan atau tradisi mereka dalam

menghayati kesusasteraan mereka yang sangat bersifat oral (lisan). Mereka mengenal apa

yang dikenal sebagai kahin, yaitu seniman yang menyampaikan syair-syair secara lisan

(Hitti, 1960).

Abu Hurairah adalah seorang dari kelompok As-habus suffah,yang dianggap

sebagai orang yang paling banyak memberitakan Hadits. Oleh karena itu dianggap

sebagai sumber Hadits yang paling produktif. Keunggulannya itu diperoleh karena

kedudukannya sebagai salah seorang dari As-habus suffah tadi, yaitu sekelompok sahabat

Nabi yang karena kedudukan ekonominya yang amat sederhana, tidak mempunyai rumah

dan oleh karena itu mereka menempati sebagian dari serambi masjid di Madinah. Hidup

mereka teramat sederhana, akan tetapi mereka mempunyai kesempatan paling banyak

dalam berkonsultasi dengan Nabi, balk ketika Nabi memberlkan pengajian di serambi

mesjid maupun ketika Nabi menerima tamu. Akibatnya mereka mempunyai banyak

sekali kesempatan untuk merekam pendapat, sikap ataupun sikap diam Nabi dalan

menanggapi berbagai masalah hidup maupun keagamaan, yang notabene adalah Sunah

Nabi atau Hadits. Mereka juga bertugas untuk mengajarkan agama kepada para tamu

yang datang dari luar Madinah, yang pada waktu itu menjadi kota Nabi, yaitu Ibukota

Negara Islam pertama di dunia.

Sementara itu, Siti Aisyah sebagai istri Nabi juga merupakan orang yang banyak

sekali memberitakan Hadits, terutama mengenai masalah-masalah hidup yang sedikit

102

Page 104: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sekali disampaikan di luar lingkungan rumah tangga, maupun tentang segi kehidupan

yang pribadi namun harus diberitakan kepada umat. Beberapa sahabat Nabi lainnya yang

dianggap sebagai sumber primer dalam pengumpulan Hadits (data primer) ialah Umar

bin Khattab, Ibnu Umar, Abu Saad al- Khudri, Jabir Ibnu Abdullah. Pada saat itu, orang

masih selalu mengandalkan pada kemampuan hafalan dalam mengadakan koleksi Hadits.

Hampir semua Hadits disampaikan atau dikomunikasikan dengan jalan lisan, dari mulut

ke mulut.

B. Tahap Kedua

Tahap kedua dalam penulisan Hadits dimulai sejak Nabi wafat. Pada saat, itu

produksi Hadits sudah terhenti. Sementara itu, Nabi sebagai tempat menguji langsung

kebenaran sesuatu Hadits telah pula tiada. Dalam pada itu telah berkembang suatu

kecenderungan baru, yaitu lahirnya ribuan Hadits yang dijajakan sebagai Hadits asli,

padahal tidak jarang yang sama sekali tidak pernah keluar dari Nabi dan bahkan dapat

bertentangan dengan pendapat Nabi. Berbagai alasan yang dipergunakan oleh para

pengedar Hadits palsu itu adalah tingginya kredibilitas atribut Hadits bagi setiap

ungkapan ataupun pernyataan. Ini berarti bahwa umat sangat percaya pada setiap

ungkapan yang disebut Hadits. Hadits-hadits baru itu yang diintervensikan ke dalam

masyarakat Islam terdapat yang dikategorikan sebagai Kisah- kisah Israiliah, yaitu

ungkapan-ungkapan non Islam yang disebarluaskan oleh orang Yahudi atau bekas

penganut agama Yahudi (dan juga Nasrani) yang telah masuk Islam, baik dengan maksud

jahat maupun karena tidak sengaja dilakukan.

Dengan sendirinya, keadaan ini amat membingungkan umat. Sejak itu dilakukan

upaya seleksi interpretasi dan sintesis terhadap Hadits dengan cara yang lebih rumit.

Seperti halnya yang dilakukan dalam proses kodifikasi Qur'an, maka dalam masalah

penulisan Hadits pun mulai dilakukan syahadah atau persaksian dari sejumlah saksi mata

bagi setiap penemuan Hadits.

Kebutuhan akan Hadits yang asli sebagai pencerminan ajaran Islam yang murni,

lebih-lebih dibutuhkan karena masyarakat Islam telah makin berkembang dalam jumlah.

Orang-orang Islam baru, yang tidak sempat melihat atau tidak sezaman dengan

103

Page 105: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Rasulullah, menginginkan lebih banyak fakta tentang Nabi tersebut, maka usaha

penulisan sejarah Nabi pun mulai dirasakanperlunya. Untuk keperluan tersebut peranan

sangat besar dipegang oleh para sahabat yang dianggap amat berkompeten dalam hal

Hadits, yaitu Abu Hurairah, Siti Aisyah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar,

Abdullah bin Amar, Anas bin Malik dsb. (Maulana Muhamad Alt, 1977).

Para penelaah Hadits kemudian melakukan kunjungan-kunjungan ke berbagai

tempat yang ada kalanya amat jauh dalam rangka mencari kesaksian para sumber primer

untuk memperoleh data primer sesuatu Hadits. Tidak jarang untuk memperoleh suatu

keyakinan tentang sahihnya sesuatu Hadits, para penelaah harus melakukan kunjungan

bolak-balik ke Kairo, Bagdad, Damaskus, Isfahan, dan sebagainya. Pendek kata, cara-

cara kritis dengan mengadakan wawancara langsung terhadap para saksi mata sebagai

sumber sejarah primer, sepeiti yang dilakukan oleh ahli sejarah Tucydides (Louis

Gottschalk, 1969), telah dilakukan oleh muhaditsin pada tahap ke dua ini. Pada tahap

inipun, mereka masih tetap mengandalkan pada kemampuan hafalan setiap saksi mata

(isnad). Bahkan, seluruh proses penulisan kembali Hadits amat tergantung pada

kemampuan hafalan seseorang yang dijadikan salah satu persyaratan menjadi seorang

perawi (pelapor Hadits) atau isnad (sumber Hadits).

C. Tahap Ketiga

Ketika generasi sahahat, yaitu generasi yang sezaman dengan masa hidup Nabi

dan yang sekaligus menjadi generasi saksi mata (termasuk mereka yang tidak beragama

Islam, tetapi diakui sah sebagai sumber primer) meninggal dunia, timbullah kesulitan

baru dalam proses pengumpulan Hadits. Kondisi ini mengawali tahapan baru dalam

proses penulisan Hadits tersebut, yaitu tahapan ketiga. Gejala menarik dalam periode ini

ialah, bahwa sumber Hadits telah ergeser dari yang bersifat perorangan ke perguruan-

perguruan, yang letaknya amat berpencar-pencar. Akibatnya, penelaahan Hadits telah

berpusat di pusat-pusat ilmu pengetahuan agama itu.

Di sana timbul unsur baru dalam bidang ilmu Hadits ini, yaitu unsur sanad. Sanad

adalah jamak dari isnad (sumber Hadits). Dalam Dirayat al Hadits istilah sanad

mengandung pengertian sebagai rangkaian sumber yang bertanggung jawab atas sesuatu

104

Page 106: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Hadits yang diberitakan. Kecenderungan untuk selalu memberitakan sesuatu Hadits itu

timbul sebagai akibat pesan Rasulullah (Hadits) di dalam khutbah terakhir dalam masa

hayatnya, yang berbunyi "Hendaklah orang yang hadir di sini menyampaikan amanat ini

kepada orang yang tidak hadir"(Bukhari-Muslim). Hadits tersebut merupakan stimulan

bagi setiap Muslim untuk selalu mengkomunikasikan setiap HaditsRasulullah di

manapun berada.

Sebagai akibat lanjut dari dimasukkannya unsur sanad itu, maka iperlukan catatan

mengenai rangkaian isnad atau sumber Hadits tersebut. Akan tetapi, materi Hadits tetap

dihafalkan oleh para sahabat yang masih hidup sepeninggal Nabi. Bagi orang Islam pada

waktu itu, hafalan tidak menjadi masalah, karena mereka sudah terbiasa dalam menghafal

Qur'an. Dalam sejarah tercatat Khalifah Umar bin Abdul Aziz (atau dikenal juga sebagai

Umar II) dari dinasti Umayah yang memerintah di Damaskus di sekitar tahun 90 Hijriah,

sebagai pejabat yang pertama kali memerintahkan untuk mengumpulkan Hadits secara

resmi dan kemudian menuliskannya. Akan tetapi, sejarah tidak mencatat sesuatu naskah

hasil kerja Khalifah tersebut. Barangkali hal tersebut disebabkan oleh pendeknya masa

pemerintahannya.

D. Tahap Keempat

Periode keempat ini merupakan periode di mana Hadits lebih serius

ditelaah di perguruan-perguruan. Penulisan Hadits mulai mantap dilakukan. Dalam

periode ini, rentetan perawi makin banyak diperoleh untuk setiap Hadits sehingga suatu

Hadits tertulis makin dirasakan perlunya. Dalam periode ini pula terbit sebuah Kitab

Hadits pertama yang beredar dan dijadikan buku teks dalam perguruan yang dipimpin

oleh penulis Hadits itu sendiri, ialah Imam Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Dia

hidup dalam pertengahan abad kedua Hijriah. Karyanya yang bernama Muwaththa’ itu

merupakan buku Hadits yang hanya berisi kehidupan Islam sehari-hari dalam

peribadatan. Jadi tidak mencakup berbagai masalah kehidupan manusia sebagai makhluk

sosial dan hamba Tuhan.

Secara metodologis, karya Bin Juraij tersebut sejajar dengan karya Bukhari, yaitu

dalam taraf kesahihan Hadits yang disampaikannya. Hanya pada karya Bin Juraij, sanad

105

Page 107: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang dipergunakan ialah sanad orang-orang yang hanya melibatkan saksi mata

perorangan.

E. Tahap Kelima

Tahap ini berada pada sekitar abad ke tiga Hijriah dan telah menghasilkan karya-

karya besar Hadits. Cirinya terletak pada penulisannya yang mendasarkan pada faktor

sanad. Ini berarti mengusut sesuatu Hadits melalui serangkaian perawi atau para penutur

Hadits sampai pada mata rantai terakhir, yaitu Rasulullah sendiri. Biasanya pada saat itu

dijelaskan bahwa adalah Nabi “mengatakan sesuatu atau Nabi melakukan sesuatu”.

Dari jenis penulisan ini yang terkenal ialah ‘Kitab Musnad’karya Imam Ahmad

bin Hambal. Beliau adalah pendiri Madzab Hambali, salah sebuah dari empat madzab

dalam Islam. Dia hidup sekitar 164-241 Hijriah. Dia juga menulis jami', yaitu sebuah

himpunan Hadits lain. Musnad sendiri berisi 30.000 buah Hadits. Penults Hadits lain

yang tersohor ialah Muhamad bin' Ismail al- Bukhari (wafat 279 H.), Muslim (wafat 261

H.), Abu Dawud (wafat 275 H.), Turmudzi (wafat 279 H.), Ibn Majah (wafat 283 H.)

serta Nasa’i (wafat - 303 H.).

Kitab-kitab tersebut telah disusun menurut bab-bab yang didasarkan pada

permasalahan secara sistematis. Dalam urutan penulis Hadits yang terkenal, Bukhari

menempati kedudukan paling atas dalam kelompok Hadits yang paling sahih. Kelompok

itu terdiri dari enam buah buku Hadits hingga dikenal sebagai Kutub as Sittah (Kitab

yang enam), sedangkan kelompok Hadits yang mendapat rekomendasi oleh kedua penulis

Hadits terke- muka Bukhari dan Muslim dikenal sebagai As Sahihani atau Dua Yang

Sahih. Kelebihan Bukhari dalam penulisan Hadits terletak pada beberapa hal-hal sebagai

berikut:

1. Dia adalah penulis Hadits yang menggunakan model yang termasuk modern,

yaitu menggunakan kritik ekstern de- ngan cara menguji otentisitas matan

(keaslian materi Hadits) dan kritik intern dengan menguji kredibilitas sanad (bisa

dipercayanya sumber Hadits). Model tersebut kemudian diikuti oleh para penulis

Hadits berikutnya.

106

Page 108: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. Dia hanya mau menerima kesahihan sesuatu Hadits kalau ada suatu bukti, bahwa

antara perawi yang mendahului dan yang berikutnya dalam satu rangkaian perawi,

betul-betui pemah hertemu dan tidak hanya dinyatakan hidup sezaman. Kecuali

itu para perawi tersebut betul-betul dapat dipercaya, tidak pernah berbohong. Di

samping itu, perawi harus masih sehat akal dalam artian tidak pikun.

3. Dia mempunyai ketajaman otak lebih dibanding dengan rekan-rekannya sesama

ahli Hadits. Dia hafal di luar kepala tidak kurang dari 200.000 buah Hadits,

lengkap dengan rangkaian sanad-nya.

4. Dalam setiap bab yang penting dalam Kitab Haditsnya, selalu didahului kutipan

sebuah ayat Qur'an yang dianggap relevan. Qur'an itu dianggap sebagai batu uji

bagi kesahihan Hadits.

Akibat proses seleksi tersebut, Bukhari hanya berhasil membukukan idak lebih

dari 7.397 buah Hadits yang dikategorikan sahih, dari 600.000 buah Hadits yang berhasil

dihimpunnya, seperti disebutkan di atas. Sejumlah 200.000 buah di antaranya dapat

dihafalnya di luar kepala. Ini berarti bahwa sebagian besar Hadits yang ada masih

diragukan kesahihannya, menurut Guillaume. Sedangkan menurut Muir dalam 'Life of

Mahomet' atau 'Riwayat Muhammad', bahkan hanya 4000 buah Hadits yang dianggap

betul-betul mempunyai sumber yang dapat dipercaya. Perlu diingat bahwa jumlah yang

600.000 itu tercapai karena banyak Hadits yang karena perbedaan isnad, meskipun

matannya sama, kemudian dinyatakan Hadits berdiri sendiri. Karya Hadits terbesar dalam

sejarah ini dianggap sebagai ‘masterpiece’, sehingga dapat disebut pula sebagai kitab

yang paling sahih setelah Qur'an.

Seorang ulama Islam terkenal bernama Ibnu Taimiyah mengatakan: "Tak ada di

bawah kolong langit ini sesuatu kitab yang lebih sahih daripada Al- Bukhari dan Muslim,

sesudah Al-Qur'an" (Hasbi Ash Shiddieqy, 1976). Kitab tersebut diselesaikannya dalam

16 tahun, dengan melakukan sembahyang sunah dua rakaat setiap menyelesaikan sebuah

Hadits. Dengan diterbitkannya Kitab Sahih Bukhari-Muslim itu, maka sebetulnya

selesailah tahapan-tahapan penulisan Hadits. Setelah masa itu hampir tidak terdengar lagi

usaha untuk menguji kesahihan kedua karya besar tesebut dalam ilmu Hadtis. Jadi, umat

Islam sekarang cenderung merasa puas kalau untuk menyelesaikan masalah-masalah

107

Page 109: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kehidupan duniawi maupun keagamaan mereka, karena tinggal berkonsultasi pada kitab-

kitab Hadits tersebut.

Sebuah perguruan yang terkenal dengan nama Darul Hadits, yang mempunyai

cabang pula di Indonesia, mempunyai tuntutan agar setiap pengajar Hadits, kapan dan di

manapun kini mengajar, harus dapat menunjukkan kedudukannya dalam rangkaian

perawi sejak penyusun sesuatu kitab Hadits. Rangkaian tersebut harus berupa hubungan

guru-murid. Di Indonesia, perguruan ini tidak banyak mempunyai penganut karena

dianggap terlalu pelik. Sementara itu, aliran Syiah, seperti yang secara mayoritas dianut

di Iran, mempunyai Kitab Hadits sendiri yang bersifat eksklusif. Mereka tidak mengakui

setiap Hadits yang tidak diriwayatkan oleh penganut aliran tersebut, yaitu Syiah, yang

dianggap pewaris sah darah kenabian karena merasa menjadi keturunan Sayidina Ali

yang menjadi Khalifat ke empat, pengganti Khalifah Utsman. Sebaliknya, semua ulama

Hadits di luar penganut Syiah telah menpersyaratkan "bukan penganut Syiah" bagi setiap

sanad yang dianggap sahih karena dianggap tidak mempunyai kredibilitas tinggi sebagai

perawi Hadits. Ini merupakan konsekuensi dari sebuah friksi dalam agama yang

mempunyai latar belakang politik.

KRITIK TERHADAP HADITS

Sebagaimana setiap penulisan sejarah yang ingin menyajikan kebenaran sejarah

seobjektif mungkin dan seotentik mungkin, maka para muhadisin telah melewati proses

seleksi, interpretasi, dan sintesis dalam menyusun kembali Hadits. Prosedur yang diikuti

dengan mengikuti dua jalur, yang masing-masing mengikuti pengujian atas sanad

(sumber Hadits) dan atas matan (materi Hadits). Jauh sebelum Ibn Khaldun, yang dinilai

oleh para orientalis sebagai sarjana Muslim yang menggunakan kritik sejarah dalam

mencari kebenaran, para muhaditsin beberapa abad sebelumnya telah mengikuti jejak

Tucydides dalam menelusuri jejak-jejak sejarah guna mendapatkan kepastian mengenai

sesuatu fakta dengan konsep ilmu penulisan sejarah yang dikenal di negeri-negeri Barat.

Metodologi penulisan Hadits ini akan didekati sehingga diharapkan akan diperoleh

gambaran yang lebih konsepsional. Beberapa istilah mungkin terasa dipaksakan dan ini

sulit dihindari.

108

Page 110: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

A. Kredibilitas atau Kritik Intern

Masalah isnad atau rangkaian perawi yang dianggap sebagai

rangkaian mata rantai penanggung jawab kesahihan sesuatu Hadits menjadi salah satu

aspek penting dalam upaya pengujian Hadits. Ini muncul ketika Hadits telah menjadi

bahan diskusi dalam perguruan-perguruan Islam pada awal generasi tabi‘in, yaitu ketika

generasi sahabat telah meninggal. Tabi‘in ialah generasi yang tidak sezaman dengan

masa hidup Nabi. Setiap orang yang mengaku memiliki sebuah berita berupa Hadits

harus dipersoalkan dari mana Hadits tersebut diperoleh. Dan selanjutnya dipertanyakan

pula dari mana si pemberita sebelumnya itu mendapatkan Hadits serta dengan cara

bagaimana berita tersebut diperoleh. Rangkaian pemberita itu harus ditelusuri hingga

diketemukan mata rantai terakhir yang mendapatkannya dari Rasulullah. Ini menyangkut

masalah kedudukan seorang perawi dalam rangkaian isnad dan menyangkut kualitas

isnad itu sendiri. Segi lain yang dipermasalahkan ialah kualitas perawi itu sendiri

dipandang dari segi materiil maupun intelegensia serta agama, yaitu tentang bagaimana

kualitas iman, hubungan antar manusia

serta kemampuan hafalan seorang perawi. Setiap ulama Hadits mempunyai kriteria

sendiri dalam memberikan penekanan serta penilaian tentang aspek-aspek persyaratan

yang dipergunakan. Akan tetapi, pada dasarnya secara garis besar di antara mereka

mempunyai kesamaan.

Dalam buku Tradition of Islam, Guillaume mengatakan bahwa penyelidikan perlu

dilakukan terhadap tabiat para perawi, apakah mereka benar-benar memuaskan

dipandang dari sudut moral dan agama. Misalnya, apakah mereka dinodai dengan ajaran

yang menyimpang dari agama, apakah mereka mempunyai reputasi kerakusan atau

mempunyai kemampuan untuk menyampaikan apa yang mereka dengar? Akhirnya

mereka harus sanggup berdiri sebagai saksi yang kesaksiannya akan diterima oleh

pengadilan (Maulana Muhamad Ali, 1977).

Pada garis besarnya dapat disebutkan beberapa persyaratan untuk

mempertimbangkan kredibilitas sumber Hadits bila dilakukan kritik atas dasar intern

109

Page 111: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

terhadap rangkaian sumber Hadits sebagai berikut, seperti dikemukakan dalam buku

Maulana Muhamad Ali juga:

1. Para perawi memiliki sifat adil, yaitu orang yang ucapan serta keputusannya dapat

dipercaya atau orang yang tak mau menyimpang Dari jalan benar.

2. Para perawi memiliki kualitas tammuddlabihi, yaitu mampu menangkap dan

merawat sesuatu Hadits dengan hafalan yang baik.

3. Para perawi harus dalam keadaan muttashilus sanad, yakni mengalami kontak

fisik secara langsung. Artinya antara seorang perawi terdahulu dengan perawi

berikutnya harus pemah hertemu dan tidak sekedar pernah hidup dalam satu

zaman tertentu yang sama.

Bukhari dan Muslim tidak sepakat dalam persyaratan muttashilus sanad, dalam

artian pandangan mereka berbeda. Bukhari amat menekankan perlunya ada pertemuan

bermuka-muka di antara dua rawi yang disebutkan berurutan, sedangkan Muslim

menganggap cukup kalau seorang perawi memperoleh berita itu dari guru yang pernah

bertemu dengan perawi yang dimaksud. Di sini tampak bahwa Muslim amat menekankan

adanya kepercayaan pada guru, yang dinilai dapat dipercaya karena kedudukannya

sebagai ulama pengajar.

Kemudian perlu dikemukakan bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui

kualitas serta kredibilitas seorang rawi. Untuk menguji sifat adil misalnya, Hasbi Ash

Shiddieqy mengemukakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengacu pada daftar yang telah disusun oleh para ulama ahli Hadits, berdasarkan

penilaian masyarakat terhadap reputasi atau nama baik seseorang. Pada umumnya

disepakati bahwa hampir semua sahabat Nabi dikualifikasikan sebagai bersifat

adil.

2. Dengan menerima persaksian paling tidak dua orang anggota masyarakat tentang

sifat perawi yang dimaksud untuk menguji apakah seorang perawi itu dhabith

atau kokoh ingatannya atau tidak, antara lain dilakukan sbb.: (Hasbi Ash

Shiddieqy,1958)

110

Page 112: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

3. Membandingkan riwayat atau Hadits yang dimaksud dengan riwayat atau Hadits

yang diberitakan oleh sumber lain. Dengan kata lain juga dilakukan cara mengacu

pada sumber yang dianggap lebih kokoh ingatannya.

4. Mengadakan diskusi dengan tokoh tersebut. Dengan kata lain dapat diketahui

relevansi dengan sumber yang lebih tinggi, konkordansi dengan Hadits yang

diriwayatkan orang lain serta konsistensi dengan Hadits yang diberitakan sendiri.

Untuk menguji kualitas muttashilus sanad, yaitu persambungan antara Sumber

satu dengan lainnya, diperlukan pengujian yang rumit dan ketekunan yang tinggi. Dalam

hal ini asas argumentum ex silentio tidak berlaku, sebab yang diperlukan adalah

kepastian bahwa seseorang betul-betui pernah bertemu. Jadi tidak berarti bahwa karena

tidak ada sanggahan, maka berita yang disampaikan seorang perawi dengan sendirinya

diakui kebenarannya.

B. Otentisitas atau Kritik Ekstern

Wafatnya Nabi telah menyebabkan makin membengkaknya Hadits tidak saja

dalam jumlah, melainkan lebih-lebih dalam isinya yang amat bervariasi. Dalam bukunya

yang terkenal 'Mukaddimah'', Ibn Khaldun mengatakan bahwa bangsa Arab adalah

bangsa yang ummi atau buta tulis-baca. Mereka tidak mempunyai perpustakaan maupun

ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui lebih banyak rahasia alam, mereka menanyakannya

kepada para Ahli Kitab, yaitu penganut agama Nasrani maupun Yahudi. Meskipun

demikian, pengetahuan orang Nasrani dan Yahudi itu tetap seperti orang awam sehingga

ketika mereka akhirnya berpindah agama menjadi Islam, mereka tetap mempercayai

kepercayaan lama. Dari sanalah asal-mula timbulnya gejala intervensi 'kisah-kisah

Israiliah' ke dalam kepercayaan Islam. Akibatnya tafsir Qur'an dan Hadits Nabi amat

banyak dipenuhi kisah-kisah Israiliah itu (Maulana Muhamad Alt, 1977).

Akibatnya diperlukan upaya yang serius untuk membersihkan segala Intervensi

itu. Lebih-lebih manakala terdapat pula gejala kesengajaan untuk memasukkan Hadits-

hadits palsu berupa berbagai ungkapan yang sama sekali tidak pernah di sebutkan oleh

Rasulullah. Jadi, masalah yang timbul ialah bagaimana menemukan Hadits-hadits yang

dapat dianggap otentik, yaitu Hadits yang betul-betui pernah dikatakan oleh Rasulullah

111

Page 113: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

atau betul-betui merupakan sikap Rasulullah. Kritik ekstern dimaksudkan untuk menguji

kesahihan sesuatu Hadits berdasarkan analisis terhadap matan atau materi Hadits.

Dalam historiografi dikenal beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

mengadakan kajian bagi otentisitas sesuatu materi sejarah. Mula-mula harus diperhatikan

faktor anakronisme (ketidakcocokan waktu), yang meliputi bahan yang dipergunakan

untuk menuliskan sesuatu dokumen, seperti kertas, mesin ketik, alat tulis yang

dipergunakan dsb. Anakronisme itupun meliputi gaya bahasa, gaya tulisan, idiom

maupun masalah yang diungkapkan dalam materi sejarah tersebut. Untuk mencapai

akurasi sangat dibutuhkan beberapa ilmu bantu, seperti filologi, ilmu kimia, ilmu

sosiologi, dan sebagainya. Dalam filologi dikenal prosedur yang dikenal dengan kritik

teks (Louis Gottschalk, 1975). Di kalangan para muhaditsin juga dikenal beberapa

ketentuan yang digunakan dalam mengadakan pengujian terhadap kesahihan sesuatu

Hadits berdasarkan kritik terhadap materinya Kita mengenal, misalnya, Syah Abdul Aziz

yang dalam bukunya Ujalah Nafi'ah, yang telah berhasil menyimpulkan berbagai

ketentuan yang biasa dipergunakan oleh para muhaditsin dalam menyeleksi Hadits.

Menurut ketentuan itu, sesuatu Hadits tidak boleh diterima (tidak sahih) kalau keadaan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. jIka Hadits tersebut bertentangan dengan fakta-fakta sejarah.

2. Jika Hadits tersebut diriwayatkan oleh orang Syiah maupun orang Khariji dan

Hadits tersebut berisi cercaan terhadap keluarga Nabi. Akan tetapi bila Hadits

tersebut mendapat penguatan (konfirmasi) berdasarkan kesaksian yang tidak

memihak, maka Hadits tersebut dapat diterima.

3. Jika Hadits tersebut bersifat mewajibkan umat untuk mengetahui serta

engamalkannya padahal Hadits hanya diberitakan oleh seorang perawi (tidak ada

korporasi) atau Hadits ahad (tunggal perawi).

4. Jika dapat dibuktikan bahwa Hadits tersebut sengaja dibuat- buat.

5. Jika Hadits tersebut bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan

ajaran ajaran Islam yang jelas.

6. Jika Hadits tersebut menguraikan sesuatu peristiwa, yang jika peristiwa tersebut

sungguh-sungguh terjadi, niscaya peristiwa itu diketahui dan diceritakan oleh

orang banyak, padahal orang banyak tidak bercerita tentang kejadian tersebut.

112

Page 114: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Jika masalah maupun kata-kata yang digunakan artinya kata-katanya cocok

dengan idiom Arab atau masalah yang diceritakan tidak pantas dengan martabat

Nabi.

7. Jika Hadits itu berisi ancaman hukuman berat atas perbuatan dosa biasa dan berisi

pemberian ganjaran besar atas amal yang tidak begitu besar.

8. Jika Hadits itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi kepada orang yang

berbuat baik.

9. Jika ada pengakuan bahwa Hadits itu dibuat-buat belaka.

Aturan semacam itu secara eksplisit tercantum dalam buku Maudhuat karya

Mullah Ali Qari, Fathul Mughit karya Ibn al-Jauzi serta Nuzhat al-

Nazhar karya Ibnu Hajar (Maulana Muhamad Alt, 1977).

Akhirnya sebagai batu uji terakhir dari setiap Hadits ialah ayat Qur'an. Sebuah

Hadits yang bertentangan dengan isi Qur'an dengan sendirinya tidak dapat diterima

kesahihannya, meskipun Hadits itu menurut pertimbangan sanad-nya. sangat memenuhi

syarat (sahib sanad-nya). Itulah sebabnya, hampirpada setiap awal bab pada Kitab

Haditsnya, Bukhari mencantumkan ayat Qur'an yang relevan sebagai tempat Hadits itu

mengacu.

Sekedar beberapa contoh akan dicantumkan beberapa buah Hadits yang tidak

diterima oleh muhaditsin atas pertimbangan persyaratan tersebut di atas, sebagai berikut:

1. Buah terong itu adalah penawar segala penyakit.

2. Sesungguhnya Allah menciptakan kuda betina, lalu Dia memacunya, rnaka

berpeluhlah kuda itu. Maka Allah menciptakan diri-Nya dari kuda itu.

3. Memandang warna hijau adalah suatu ibadat.

4. Barang siapa memelihara ayam putih, niscaya tak akan didekati setan.

5. Umur dunia adalah 7000 tahun.

6. Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling Kabah, dan

bersembahyang dua rakaat di Maqam Ibrahim.

7. Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh keturunan.

8. Barang siapa mempunyai anak dan dinamakannya Muhamad, maka dia dan

anaknya masuk sorga.

113

Page 115: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

9. Barang siapa bersembahyang dhuha sekian rakaat, niscaya diberi pahala tujuh

puluh Nabi.

10. Barang siapa membaca kalimat La ilaha illallah, niscaya dijadikan Allah

Untuknya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada setiap lidah

ada tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun kepada

Allah untuk orang itu.

Dan masih ratusan ribu lagi Hadits yang sebenarnya bukan Hadits yang

dianggap telah diintervensikan ke dalam khazanah Hadits yang seringkali membaur ke

dalam kepercayaan umat Islam yang tidak kritis.

KUALIFIKAS1 HAD1TS

Ketekunan dan kesabaran para ahli Hadits sepanjang beberapa generasi telah

berhasil menginventarisasikan, menyeleksi dengan jalan melakukan pengujian atau kritik

intern dan ekstern, memberikan penilaian atas dasar kualitas otentitas maupun kredibilitas

sumber, mengadakan klasifikasi secara sistematis, dan akhirnya membukukan hasil

penelaahan mereka dalam kitab Hadits terkenal.

Proses seleksi, interpretasi, dan sintesis telah dijalankan oleh muhaditsin bagaikan

para ahli historiografi melaksanakan tugas mereka dalam menyusun sejarah dalam arti

subjektif atau lebih dikenal dengan nama "history as written". Demikian pula, para

muhaditsin telah secara subjektif menghasilkan berbagai "Hadits as written", atau Hadits

sebagaimana tertulis, artinya bukan

Hadits sebagaimana sesungguhnya terjadi. Harus dipahami bahwa Hadits atau sejarah

sebagaimana terjadi (as a fact) hanya Tuhan yang tahu.

Berikut ini merupakan sistematika hasil kualifikasi dan klasifikasi Hadits yang

dikemukakan secara singkat dan mengambang, dalam arti tidak njlimet dan mendalam.

A. Kualifikasi Dikhotomis

Karya pertama yang besar sumbangannya dalam ilmu Hadits adalah

keberhasilan para muhaditsin mengelompokkan berbagai Hadits yang bergalau dalam

masyarakat Islam, menjadi dua secara hitam-putih. Di satu pihak terdapat Hadits yang

114

Page 116: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

betul-betui Hadits dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya dalam hal sanad serta

matannya. Dan di lain pihak terdapat apa yang dikenal sebagai Hadits palsu. Itu adalah

Hadits yang disebut maudhu'. Para muhaditsin menyebutnya Hadits yang dibikin-bikin,

yang menjadi gugur karena kepalsuan dan kebohongan perawi-nya. Ungkapan-ungkapan

itu datang bukan dari Rasulullah, melainkan yang sengaja diintervensikan dengan

berbagai maksud dengan mengandalkan pada legalitas Hadits Rasulullah. Ternyata ada

beberapa motif yang mendorong perbuatan orang emalsukan Hadits itu, yang menurut

penelitian dapat digolongkan:

1. Mencemarkan agama Islam yang dilakukan oleh "kaum zindiq" , yaitu mereka

yang tak menyenangi Islam.

2. Memalsukan Hadits untuk tujuan mengokohkan sesuatu ungkapan atau pendapat

mereka dengan membonceng pada legalitas Hadits.

3. Untuk memikat hati para pendengar yang dilakukan oleh para juru cerita atau

kahin.

4. Untuk mengambil hati para penguasa negara oleh para ulama tertentu dalam

"melegalisasikan" beberapa kegemaran dan kebaikan para penguasa.

5. Untuk mendapat legalitas agama bagi fatwa atau ajaran yang tak berdasar agama.

6. Untuk mendapat legalitas agama bagi cerita-cerita Israiliah.

7. Untuk mendapatkan legalitas agama yang dilakukan oleh kaum 'vested interest'

dari kalangan kelompok politik, etnis, dan sebagainya (Hasbi Ash Shidieqy,

1976).

B. Kualifikasi yang Mempunyai Implikasi Hukum

Penilaian terhadap Hadits yang diperkirakan atau bahkan diyakini sebagai Hadits

yang datang dari Rasulullah yang dilakukan dengan kriteria yang terdapat dalam prosedur

kritik intern maupun ekstern seperti tersebut di muka akhirnya membagi Hadits ke dalam

tiga kelas. Ketiganya didasarkan atas derajat kualifikasi kecocokannya dengan

115

Page 117: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

persyaratan yang dituntut hagi kesahihan suatu Hadits. Ketiga kelas itu yakni sahih,

hasan, dan dhaif.

1. Hadits Sahih

Suatu Hadits dapat digolongkan menjadi berkualitas sahih (valid) atau benar kalau

Hadits tersebut memenuhi persyaratan yang dituntut bagi keotentikan matan maupun

kredibilitas sanad. Salah sebuah takrif (definisi) mengatakan bahwa Hadits disebut sahih

kalau Hadits tersebut terjamin lafal (ejaan)-nya dan keburukan susunannya, terjamin

maknanya dari menyalahi yat atau berita mutawatir, dan isnadnya bersambung-sambung

dengan orang yang adil serta kuat ingatannya (Hasbi Ash Shiddieqy, 1976). Ini berarti

sahih matan maupun sanad-nya. Yang dimaksud dengan berita mutawatir ialah berita atau

Hadits yang sangat tinggi mutu sanad-nya, karena diberitakan oleh banyak sekali jalur

isnad atau rangkaian perawi. Paling sedikit ada sepuluh isnad yang semuanya mempunyai

kredibilitas tinggi, baik pada generasi sahabat, tabi'in maupun tabi'in at-tabi'in. Hadits

yang demikian ini sudah terjamin kesahihannya.

Selanjutnya Hadits sahih masih dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan

lain, yaitu sahih li dzatihi (sahih dengan sendirinya) dan li ghairihi (sahih karena unsur

lain). Yang dimaksud dengan Hadits sahib li dzatihi ialah Hadits yang betul-betui sahih

dengan sendirinya, tanpa bantuan unsur lain. Hadits ini memenuhi persyaratan sebuah

Hadits sahih seperti: sanad-nya bersambung-sambung tanpa ada mata rantai yang

digugurkan, terjamin dari menyalahi ayat, diberitakan oleh perawi yang adil dan sangat

kuat ketekunan dan daya ingatnya. Manakala salah sebuah persyaratan itu tak dipenuhi,

akan tetapi diimbangi dengan banyaknya jalur isnad yang ikut memperkuat, maka Hadits

tersebut menjadi berkualitas sahih li Ghairihi, yaitu karena bantuan dari unsur baru.

3. Hadits Hasan

Sebetulnya kualifikasi hasan dalam llmu Hadits merupakan hal yang baru, karena

semula hanya ada dua pembagian, yaitu yang sahih dan yang dhaif (lemah, tidak sahih).

116

Page 118: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Ini menunjukkan adanya moderasi dalam pembagian mutu Hadits yang tergolong hasan.

Karena ia berada di antara yang sahih dan yang dhaif, yaitu manakala salah satu dari

persyaratan Hadits sahih tidak dipenuhi. Begitu ada unsur yang dapat mengimbangi atau

menutupi kekurangan itu dengan unsur lain yang lebih ketat, maka naiklahkelas Hadits

tersebut menjdi sahih li ghairihi.

Terhadap Hadits hasan-pun dilakukan pengelompokan menjadi dua, yaitu hasan li

dzatihi dan hasan li ghairihi. Kalau mutu hasan itu datang, dengan sendirinya akan

disebut hasan li dzatihi. Sebaliknya kalau mutu hasan itu terjadi akibat adanya imbangan

dari unsur baru yang lebih kuat, akan disebut hasan li ghairihi.

3. Hadits Dhaif

Hadits yang memiliki derajat kesahihan rendah sekali disebut Hadits yang lemah

atau dhaif, artinya sangat lemah sebagai bahan argumentasi dalam pengambilan hukum.

Ini terjadi karena Hadits itu memiliki lebih banyak persyaratan, yaitu ditolak sebagai

Hadits sahih. Sebagian kecil saja persyaratan dapat dipenuhi. Begitu rendahnya

derajatnya hingga tidak dapat dicapai kualifikasi hasan-pun. Hal ini terjadi pertama-tama

karena terdapat perawi yang gugur atau dinyatakan gugur karena tidak memenuhi syarat

sebagai perawi.

Bila perawi yang gugur berada pada awal sanad, disebut mu'alaq, yaitu perawi pada

generasi sahabat. Sedangkan sebutan Hadits yang mursal, kalau perawi yang dinyatakan

gugur berada pada generasi tabi'in. Bila perawi yang gugur itu berada secara berantai

dalam rangkaian isnad, maka dinyatakan sebagai Hadits mu'dal, tetapi bila perawi yang

dinyatakan gugur itu tidak beriringan, meski lebih dari satu, dinyatakan sebagai munqathi

Selanjutnya Ibn Hajar dalam kitab Nuzhatun Nashar menyebutkan beberapa kelas Hadits

dhaif berdasarkan jenis atau derajat cacat yang dihubungkan dengan perawi. Disebutkan

antara lain:

a. Hadits yang dhaif karena terbukti perawi telah mendustakan Hadits tersebut

disebut maudhu' (tidak terpakai/ditolak).

b. Hadits yang cacat karena perawi tertuduh dusta, dinamai matruk (ditinggalkan

atau tidak dipedulikan).

117

Page 119: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

c. Hadits yang cacat karena perawi banyak berbuat kekeliruan disebut munkar

(salah, tak sesuai).

d. Hadits yang syad atau mahfudh, yaitu bila isi beritanya tidak mendapat penguatan

dari yang lain, atau tidak mendapat konfirmasi.

e. Hadits yang disebut mu'allal atau yang sakit, karena adanya beberapa cacat yang

tidak jelas.

f. Hadits yang makluh atau dijungkirbalikkan susunan sanad hingga bersifat

anakronis.

g. Hadits yang bernama mudraj, yaitu Hadits yang mendapat berbagai tambahan

atau sisipan kata.

h. Dan masih banyak lagi golongan Hadits (Habsi Ash-Shidieqy, 1976).

1. Implikasi Hukum

Tidak terdapat kesepakatan di antara para ulama Hadits mengenai derajat

kekuatan masing-masing Hadits tersebut sebagai hujjah (argumentasi) dalam menentukan

hukum sesuatu perbuatan. Sedangkan terhadap hadits sahih tidak terdapat perselisihan

paham betapa kuatnya hadits sahih sebagai pedoman dalam menentukan hukum sesuatu

perbuatan (sebagai hujjah). Perselisihan timbul manakala mereka membicarakan Hadits

yang hasan. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Hadits hasan dapat dipergunakan

sebagai hujjah dalam membuat dalil. Sebaliknya sebagian lagi beranggapan bahwa hanya

yang sahih saja yang dapat dipergunakan sebagai landasan hukum setelah Qur'an.

Dalam hal Hadits dhaif-pua, perselisihan pendapat itu terus berlangsung, tentang

apakah Hadits dhaif dapat atau tidak dipakai sebagai landasan pengambilan hukum.

Sebagian ulama menganggap bahwa Hadits dhaif dapat saja dipergunakan sebagai hujjah

dalam menentukan hukum, asal tidak menyangkut akidah atau keyakinan. Jadi, hanya

yang menyangkut masa lalu perbuatan baik-buruk. Sebaliknya kelompok ulama yang

lebih keras berpendapat bahwa hanya Hadits sahih yang boleh dipakai sebagai hujjah

dalam mengambil setiap keputusan agama.

C. Kualifikasi Didasarkan atas Sanad

118

Page 120: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

1. Hadits Mutawatir

Ada fakta yang diperoleh karena menghayati secara langsung sebagai saksi

kuping maupun ada fakta yang diperoleh dari tangan kedua (data sekunder). Sebuah fakta

atau berita (Hadits) yang dibawakan atau diberitakan oleh sejumlah saksi mata dan di

antara mereka tidak ada kemungkinan terjadi suatu persekongkolan untuk menyatakan

kebohongan akan membuat mutu fakta tersebut menjadi sangat meyakinkan (signifikan).

Para muhaditsin menyebutnya sebagai mencapai taraf yaqin. Hadits yang demikian itu

disebut sebagai Hadits mutawatir. Gejala korborasi itu selanjutnya juga terdapat pada

perawi tingkat ke dua pada generasi tabi'in. Ini menyebabkan tingkat mutawatir itu naik.

Terhadap Hadits mutawatir para muhaditsin bersepakat untuk memasukkannya ke

dalam Hadits yang sahih dengan sendirinya, karena amat meyakinkan sifat sahih-nya.

Terhadap Hadits jenis itu tidak lagi perlu dilakukan pengujian atas otentisitasnya,

sebagaimana orang tidak meragukan lagi kebenaran atau otentiknya ayat Qur'an setelah

dilakukan pengujian sanad dengan persaksian. Di sini tidak pula dilakukan. Persaksian

karena adanya korborasi atau pengakuan dari banyak sekali sumber pada generasi sahabat

tentang kebenaran matan tersebut. Pada dasarnya tak ada batas jumlah sumber dalam

korborasi itu, namun biasanya dianggap cukup kalau terdiri dari 10 saksi mata atau lebih.

Selanjutnya para muhaditsin mengelompokkan Hadits mutawatir menjadi tiga

kelas mutawatir lafdhi, mutawatir ma'nawi, dan mutawatir 'amali. Disebut Hadits

mutawatir lafdhi manakala seluruh lafal secara harfiah tidak berbeda pada Hadits hadits

yang diberitakan oleh banyak sekali PErawi.

HadiTs mutawatir ma'nawi dimaksudkan untuk Hadis yang meskipun lafalnya

tidak sama benar, tetapi mempunyai makna atau arti yang bersamaan. Perlu diketahui

bahwa berbeda dengan Qur'an yang setiap penukilan tidak boleh berbeda satu hurufpun,

maka Hadits dapat dinukil (dikutip) tidak usah dengan kalimat yang sama persis.

Sedangkan yang disebut sebagai Hadits mutawatir 'amali ialah Hadits yang telah

dilaksanakan oleh baik Nabi atau umat secara nyata. Jadi dalam hal ini semua umat telah

mengamalkan Hadits tersebut dalam perbuatan.

119

Page 121: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. Hadits Ahad

Pembagian ini bertumpu pada gradasi saja dari jumlah saksi mata yang enjadi

sumber berita. Hadits yang diberitakan oleh sekelompok saksi mata yang tidak mencapai

jumlah yang memungkinkan menjadi Hadits mutawatir, disebut Hadits Ahad. Kelompok

ini dibagi pula menjadi dua golongan ialah Hadits masyhur dan Hadits ghairu masyhur.

Yang ghairu masyhur terdiri dari dua kategori, yaitu yang aziz dan yang gharib.

Disebut Hadits masyhur kalau suatu Hadits sudah tersebar dan termashur di

seantero sahabat. Popularitas sebuah Hadits dibatasi pula oleh derajat keterlibatan mereka

dalam Hadits. Oleh karena itu, ada katagori: masyhur di kalangan ulama Hadits, masyhur

di kalangan awam. Tentu saja ini memberikan konsekuensi pada derajat pembobotannya

sebagai hahan hujjah.

Disebut Hadits Aziz kalau jumlah pemberita, yaitu para saksi mata tidak lebih

dari dua orang pada tiap mata rantai perawi Misalnya, si A dan si B mendengar dari

Rasulullah. Si A menyampaikan berita itu kepada C dan D, sedangkan si B menyampai

kannya kepada si E dan D. Demikian seterusnya. Manakala tiap mata rantai itu hanya

ditempati oleh hanya satu perawi saja, maka jumlah Hadits itu menjadi gharib. Kalau

perawi tunggal itu terdapat pada sanad generasi sahabat, Hadits itu akan disebut gharib

mutlak. Sedangkan manakala perawi tunggal itu terdapat pada generasi tabi'in akan

disebut Hadits gharib nisbi.

Sebuah Hadits yang masyhur menurut para ulama ahli Hadits tidak encari taraf

signifikansi atau yaqin dalam memberikan sesuatu penjelasan melainkan hanya pada

taraf dhan (dugaan). Artinya hanya diasumsikan (diduga) otentik, jadi mempunyai

explanatory power yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Hadits mutawatir.

D. Contoh

Berikut ini sebuah contoh mengenai jalur isnad yang berbeda tentang satu Hadits

yang sama dan diberitakan oleh penulis Hadits yang berbeda, yaitu Sahihani Bukhari-

Muslim. Jalur pertama: Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang diperoleh dari Al

Humaidi, yang diperoleh dari Sofyan, yang diperoleh dari Yahya bin Sa'id, yang

120

Page 122: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

diperoleh dari Ahamad bin Ibrahim, yang diperoleh dari Alqamah, yang diperoleh dari

Umar, yang mendengar, bahwa Rasulullah mengatakan ... (kemudian diikuti oleh suatu

materi Hadits).

Jalur kedua: Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang diperoleh dari

Abdullah bin Maslamah, yang diperoleh dari Malik, yang diperoleh dari Yahya bin Sa'id,

yang diperoleh dari Ahmad bin Ibrahim, yang diperoleh dari Alqamah, yang diperoleh

dari Urnar, yang didengar langsung dari Rasul yang mengatakan ... (dst. berisi materi

Hadits).

4. PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadits ialah ucapan, perbuatan, dan sikap diam Nabi Muhamad yang elah

menjadi fakta dan realita di kalangan umat Islam, yang kemudian diyakini dan diamalkan

sebagai ajaran agama. Di kalangan cendekiawan terdapat keraguan terhadap kesahihan

seluruh Hadits yang telah beredar dalam umat. Oleh karena itu, timbullah upaya-upaya

untuk mengadakan pengujuan terhadap seluruh Hadits tersebut.

Gejala kritisisme dalam penulisan sejarah yang telah dikenal sejak zaman

Tucydides, telah pula dipraktekkan oleh para muhaditsin (sarjana ahli Hadits). Mereka

melakukan kritik intern untuk menguji kredibilitas sumber Hadits (sanad). Mereka juga

melakukan kritik ekstern dalam menguji otentisitas materi Hadits (matan).

Melalui proses seleksi, interpretasi, dan sintesis para ulama Hadits telah berhasil

menyajikan karya-karya Hadits sebagai suatu "Hadits as written". Dengan sendirinya,

Hadits-hadits itu berada dalam arti subjektif dan mempunyai kualifikasi yang bervariasi.

Kemampuan para sarjana Hadits di kalangan umat Islam telah dituntut untuk

menghasilkan karya-karya besar itu, lebih-lebih karena orang Arab tidak mempunyai

tradisi menuliskan semua fakta sejarah dalam rekaman sejarah mereka. Mereka

cenderung menghafalkan seluruh fakta. Oleh karena itu, kemampuan menghafal

merupakan salah satu persyaratan yang dituntut bagi kredibilitas seorang sumber Hadits.

Syarat lain menyangkut pula masalah kualitas dalam beragama, hidup sebagai anggota

121

Page 123: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

masyarakat serta kecerdasan. Yang lebih menarik ialah adanya persyaratan bagi

terdapatmya urutan, dengan dasar kontak pribadi di antara para sumber Hadits.

Pengelompokan Hadits menjadi berbagai kelas menunjukkan kehati-hatian para

muhaditsin dalam melaporkan hasil penentuan dan studi mereka. Adapun penggunaan

masing-masing kelompok akan tergantung pada ulama ahli hukum (fikih), bagaimana

penggunaannya sebagai bahan hujjah.

Kesimpulan yang dapat dipetik ialah antara lain:

1. Penyusunan Hadits telah menggunakan prosedur ilmiah yang tinggi dengan

menggunakan proses seleksi, interpretasi, dan sintesis sehingga merupakan karya

ilmiah yang tinggi.

2. Cara-cara tersebut telah memberikan sumbangan besar bagi metode historiografi.

3. Fakta tersebut menunjukkan kepada dunia betapa hati-hati para ulama ahli Hadits

(muhaditsin) dalam upaya mencari kebenaran karena rasa tanggungjawab mereka

ke hadapan mahkamah Tuhan maupun sejarah.

B. Saran-saran

Mungkin tidak banyak yang dapat dipetik dari metodologi penulisan Hadits ini

bagi sejarawan dan penults sejarah di Indonesia, karena banyak prosedur yang tidak

termasuk baru bila dibanding dengan metodologi penulisan sejarah yang telah

berkembang yang diterima dari teoritisi Barat. Meskipun demikian, prosedur kritisisme

yang berjalan dinilai sah sebagai suatu penulisan sejarah. Oleh karena itu tidak ada

jeleknya kalau cara-cara itu disajikan sebagai bahan perbandingan.

Penelaahan yang lebih mendalam mengenai prosedur yang digunakan oleh para

muhaditsin dalam penulisan Hadits akan merupakan usaha yang bermanfaat guna

menemukan cara-cara yang dapat diterapkan bagi historiografi di Indonesia, terutama

dalam mengungkapkan fakta-fakta sejarah daerah di mana masih belum banyak bahan

sejarah tertulis dikumpulkan. Kebanyakan dari saksi mata atau yang menerima cerita dari

orang tuanya, masih mendasarkan pada kekuatan ingatan para responden yang menjadi

saksi mata..

@@@

122

Page 124: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

DAFTAR BACAAN

Al-Bukhari, Kitab Sahib Bukhari.

Berg, C. C, 1974. Penulisan Sejarah Jawa, (terjemahan oleh S. Gunawan) Jakarta

Bhatara.

Gardiner, Patrick, 1961. The Nature of Historical Explanation,, London, Oxford

niversity Press - Amen House.

Gottschalk, Louis, 1975. Mengerti Sejarah, (terjemahan Nugroho

Notosutanto) Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.

Hasbi Ash- Shiddieqy, T.M., 1958. Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta.

Penerbit Bulan Bintang. 1976. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits Jilid I,

Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Maulana Muhamad Ali, 1977. Islamologi (Dinul Islam), Darul Kutubul

Islamiyah (terjemahan oleh Kaelani dan H. Bahrun), Jakarta: Penerbit PT.

Ichtiar Baru.

Saefudin Zuhri, 1980. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya

Di Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Al Ma'arif.

Departemen Agama RI, 1966. Tafsir Al Qur'an, Jakarta.

123

Page 125: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

@@@

CATATAN

Tulisan di atas berasal dari risalah berjudul Prosedur Penulisan Hadits, yang terbit pada

tahun 2000, dan disajikan ulang untuk buku ini.

2. LEGENDARISASI TOKOH SEJARAH

PENDAHULUAN

Salah satu segi menarik dari diri manusia iaiah keterikatannya dengan atribut, atau

julukan yang ditempelkan pada diri seseorang karena dianggap memiliki karakcteristik

tertentu yang sesuai dengan makna atribut tersebut. Laina-kelamaan nampaknya gejala

tersebut menjadi semacam obscsi, di mana orang merasa tergantung pada perlunya

menyandang atau diberi sandangan atau atribut tertentu, yang memberikan kesan khas

pada orang tersebut atau tokoh tertentu. Menurut sahibul hikayat, balikan sejenis manusia

124

Page 126: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang karena sangat dihormati dalarn masyarakat yang mengikuti garis ibu, kemudian

diberi julukan 'perempuan', artinya yang diempukan, yang diperempu, yang dihormati

sebagai seorang empu. Dan lama kelamaan julukan itu sudah berubah menjadi nama

jenis, yaitu manusia yang bukan bejehis kelarnin lelaki.

Dalam pada itu manusia tetap mengernbangkan sifat atau karakternya sehingga kemudian

muneul berbagai sifat atau karakter yang khas pula, yang memberikan ciri khas kepada

penyandang ciri tersebut. Mereka yang meniliki sifat licik seperti kancil, misainya akan

mendapat julukan Si Kancil. Demikian juga akan mendapat julukan Buaya Darat,

manakala pada dirinya terdapat sifat-sifat "kebuayaan" pada dirinya, menurut pandangan

orang lain. Julukan juga diberikan kepada mereka berkenaan dengan peranan mereka

dalam masyarakat pada suatu penggalan sejarah tertentu, seperti dikenal orang pada masa

tertentu. Sehingga kita kemudian mengenal tokoh-tokoh dengan nama dan julukan Yahya

Sang Pembaptis, Soekarno Sang Proklamator, Cromwell Lord The Protector, Pizarro El

Conquesitadores, ataupun Don Juan, The Great Lover dan sebaganya

Sementara itu di dalam masyarakat Indonesia kita kenal juga julukan-julukan panjang

yang diberikan kepada sejumlah tokoh, karena dianggap memang pantas menyandang

julukan tersebut. Misainya kita kenal julukan bagi penguasa Mataram yang panjang itu,

Kanjeng Sultan Hamengku Bowono Senopati Hing Alogo Ngabdurahman Sayidin

Panotogomo Kalifatulah Tanah Jawi. Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana gejala-

gejala sosial budaya semacam itu dapat dijelaskan.

PERANAN PERSEPSI MANUsIA

Pengetahuan manusia mengenai setiap objek amatlah terbatas. Lantas dengan

pengetahuan yang terbatas itu manusia membentuk sistem keyakinan tertentu mengenai

sesuatu, yang terbatas pula sifatnya, di sekitar objek tersebut, sehingga tak ayal lagi

mereka memiliki cara tertentu dalam memandang serta memperlakukan objek tersebut.

Untuk keseluruhan itu orang menyebutnya sebagai persepsi tentang sesuatu objek

tertentu, yang bisa berupa sesuatu konsep, orang, masyarakat, nilai dan sebagainya. Tak

dapat disangsikan lagi, bahwa sifat persepsi itu amatlah subjektif, selektif, serta temporer.

Meskipun dernikian dapat dikatakan, baliwa persepsi itu pada seseorang relatif bersifat

125

Page 127: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

konstan atau stabil. Sifatnya yang selektif dan subyektif itu membuat kualitas, persepsi

mengenai sesuatu objek mengalani pergeseran. Di dalam masyarakat yang masih amat

tergantung pada alam dikenal pengertian sakral (suci) dan profan (cernar), dikenal pula

konsep magis maupun gejala kekuatan yang supra natural, yang metafisik, yang

dianggap mempunyai kekuatan mempengaruhi dan bahkan menentukan segala sesuatu

yang fana ini. Di satu sisi, persepsi mereka mengenai lingkungan fisik maupun rohani,

telah membentuk sistem mitologi, yaitu sejumlah atau sekelompok peranan supra natural

yang dimiliki oleh alam besar atau makrokosmos, di luar diri kita yang merupakan

mikrokosmos. Kemudian muncullah julukan-julukan seperti: Zeus Sang Pencipta, Venus

Sang Pencinta, Herkules YangPerkasa, Brahma Sang Pencipta, Wisnu Sang Pemelihara,

Syiwa Sang Perusak, Allah Tuhan Bapa, Yesus Sang Penebus Dosa, Sang Adi Budha,

Gautama Sang Manusia Budha, Hyang Widi Wase, Kang Murbeng Dumadi, Allah Al-

Khalik, Ar Ralirnan, Setan Sang Penggoda, Iblis YangTerkutuk dan seterusnya.

Dalarn hubungan sosial yang lebih nyata, di mana sifat hubungan saling pengaruh

lebih bersifat nyata, kita mengenal juga sejumlah tokoh dengan julukan-julukan khas.

Misalnya, Yahya Sang Pembaptis, Daud Yang Perkasa, Firaun Yang Angkara Murka,

Iskandar Zul Karnaen, Muharnad Al Amin, Jengis Khan Sang Penakluk, Umar Al-Faruk,

Richard Si Hati Singa, Columbus Penemu Benua Amerika, Penembahan Senopat Pendiri

Dinasti Mataram, bahkan juga Hitler Der Fiffirer, Musolni 11 Duce, Idi Amin Dada, dan

juga Soekarno Penggali Poncasila. Dan ja~ pula dilupakan Soeharto Bapak

Pembangunan. Mereka adalah tokoh-tokoh legendaris dan yang dilegendariskan.

TOKOH LEGENDARIS DAN LEGENDARISASI TOKOH

Semula, pengertian legenda memang tidak lebih dari ceritera yang diyakini olch

rakyat sesuatu daerah, mengenai tokoh-tokoh yang dikaitkan dengan asal usul sesuatu

gejala alam. Misalnya, legenda Malim Kundang, legenda Sangkuriang dan sebagainya

yang masing-masing dikaitkan dengan Batu Merintih di pantai Sumatera Barat dan

Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Kemudian, legenda juga mengandung

pengertian atau mencakup ceritera-ceritera mengenai tokoh historis, yang tersebar di

kalangan rakyat banyak, mengenai kehidupan maupun pengalarnan yang benarbenar

terjadi maupun yang tidak benar-benar terjadi. Meskipun dernikian sebagian besar rakyat

126

Page 128: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

meyakini kisah-kisah tersebut sebagai benar-benar terjadi. Kita mengenal misalnya,

ceritera mengenai Panembahan Senopati pendiri Mataram yang dikaitkan dengan

perkawinannya secara rohani dengan Nyi Roro Kidul, Penguasa Laut Setatan; kisah Jan

Pieter Zooncoen yang digambarkan sebagai anak Baron Sekeber yang kawin dengan

seorang keturunan Raja Pajajaran; hikayat Ken Arok sebagai putera Dewa Brahma

dengan Ken Endog, yang rakyat jelata: juga ceritera tentang Sultan Agung sebagai

keturunan yang mengikuti garis keturunan Nabi Adam, sekaligus juga mengikuti garis

keturunan Batara Kala; demikian pula kisah Ayattulah Khumaeni, yang dilyakini sebagai

keturunan Nabi Muhammad.

Ceritera-ceritera semacam itu dimaksudkan untuk memitoskan mereka sebagai

tokoh-tokoh yang dianggap memiliki legitimasi sebagai penyandang getar pemimpin.

Dalam masyarakat di mana proses legitimasi atau pengabsahan didasarkan atas keturunan

darah, maka diusahakan meyakinkan pendukungnya, yaitu rakyat, bahwa penguasa

tersebut betul- betul mempunyai darah yang diturunkan yang berasal dari para pendiri

kekuasaan. Namun dalam kenyataan hidup, dalarn perjalanan sejarah dapat terjadi

sejumlah kasus di mana seseorang tokoh, yang meskipun semula tidak memiliki hak

mewarisi kepemimpinan, kernudian menduduki kedudukan tersebut dengan berbagai

jalan. Keadaan semacan itu dianggap membuat goncangan dalam keseimbangan jagad

raya magis, yang bertentangan dengan falsafat Jawa yang mementingkan azas

keseirnbangan, keserasian dan keselarasan hidup, oleh karena itu diperlukan proses

legitirnasi berupa proses legendarisasi tokoh tersebut.

Sejarah Indonesia, terutama di Jawa menunjukkan berbagai bukti sebagai contoh

mengenai cara diperolehnya kekuasaan oleh para pemimpin. Menurut Benedict R.0.G.

Anderson dalam bukunya "The Ideas of Power in Javanese Culture", kalau tidak dengan

jalur turun temurun, maka jalur yang dilalui adalah lewat 'geger' ataupun 'kekalutan'. Atau

paling tidak proses tersebut didahului oleh 'geger' atau 'kekalutan' tadi. Cara itu diperkuat

dengan diterimanya wahyu oleh pemimpin, yang melandasi seluruh keabsahan kekuasaan

yang diterimanya dari sumber kekuasaan, dan merupakan jarninan bagi suksesnya

kepemimpinan penguasa baru tersebut. Jalur kedua yang biasanya dilalui dalam proses

diperolehnya kekuasaan adalah, dimilikinya sesuatu pusaka, yang merupakan simbol

kekuasaan yang menghubungkan status barunya itu dengan penguasa terdahulu. Misalnya

127

Page 129: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pusaka tersebut dapat berupa sebiiah keris yang dianggap rnempunyai kekuatan atau

magis tertentu. Di sanalah letak falsafah komunitas sejarah yang dimiliki oleh ide-ide

kekuasaan di Jawa.

Kasus Ken Arok maupun Panembahan Senopati yang sebenarnya berasal dari orang

kebanyakan, dan kemudian berhasil mengangkat dirinya ke atas puncak kekuasaan

kerajaan di Jawa, merupakan bukti historis dari kebenaran anggapan Anderson. Mereka

sampai ke puncak kekuasaan menjadi Raja Jawa, dengan melalui proses 'geger' ataupun

'kekalutan'. Dalam sejarah Indonesia baru fenomena tersebut dapat kita saksikan ketika

menyaksikan munculnya Soekarno manpun Soeharto menjadi 'Raja Jawa', yang masing-

masing juga bermula dengan pecahnya 'kekalutan' ataupun meletusnya 'geger'. Kalau

pada kasus Ken Arok dikenal 'geger' yang membawa kematian Empu Gandring maupun

Tunggul Ametung, dan kasus Panembahan Senopati mengenal 'geger' melawan lasykar

Pajang, maka kasus Soekarno mengenal Perang Dunia II maupun perang-perang

kemerdekaan dalarn membela Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kasus

Soeharto mengenal 'geger' Pemberontakan G30S/PKI, yang telah mengantarkan kedua

tokoh tersebut ke puncak kekuasaan sebagai 'Raja Jawa' tersebut.

Tidaklah berlebihan kalau rakyat kemudian mempersepsi Paneasila manpun konsep

Nasakom pada masanya, sebagai 'pusaka' yang tetap dipegangi Soekarno ketika akan naik

ke puncak kekuasaan dan berhasil mempertahankan kekuasaan untuk waktu yang relatif

lama. Pancasila sendiri menurut Pidato Lahirnya Pancasila, berhasil digali dan

disampaikan untuk pertama kalinya kepada rakyat dalam sidang PPKI pada 1 Juni 1945,

setelah scmalam suntuk beliau bertirakat dan tidak tidur. Perlu kita ingat kembali betapa

tirakat bagi orang Jawa merupakan upaya untuk memperolch sesuatu kekuatan magis.

Dan untuk selama waktu yang lama sekali Pancasila tersebuy masih diyakini sebagai

hasil galian Soekarno tersebut. Dalam pada itu konsistensi atau kelanggengan Soekarno

dalam mempertahankan konsep Nasionalisme, Islarnisme dan Sosialisme (nama salah

satu ajaran Soekarno) dan menampilkannya kembali dalam wujud konsep Nasakom,

selama masa-masa terakhir kekuasaannya sebagai 'Raja Jawa', menunjukkan betapa

beliau terikat secara magis dengan kedua konsep tersebut. Penjelasan beliau bahwa kedua

ajaran tersebut merupakan perumusan dari ajaran nenek moyang yang telah diakui

kebenarannya, dan oleh karenanya patut dipertahankan dan diamalkan, menunjukkan

128

Page 130: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

betapa beliau seolah secara spiritual dan magis terikat oleh 'pusaka' tersebut.

Selanjutnya Anderson juga mengingatkan kita pada eara- cara pemegang kekuasaan

tradisional mempertahankan kekuasaan atau ‘kasekten’ mereka. Ceritera-ceritera wayang

engenai pefistiwa 'manjingnya' jiwa Raja Patra pada diri Arjnna, atau 'merasuknya' jiwa

Begawan Bagaspati pada diri Yudistira, kemudian terjadi pula pada diri Soekarno yang

kemasukan ajaran-ajaran Nasionalisme, Agama, serta Komunisme ke dalam jiwanya

yang amat bersifat akomodatif dan sinkrttis itu. Seperti Arjuna yang memandang jiwa

Raja Patra sebagai 'kasekten' atau 'power', dan Yudistira memandang jiwa Begawan

Banaspati sebagai 'kasektcn' atau 'power', naka Soekarno pun memandang ketiga ajaran

yang nampaknya saling kontradiktif itu sebagai ‘kasekten’ atau 'power'. Dan sekaligus

Soekarno ingin mempertahankan konsep kelangsungan atau kontinuitas sejarah sebagai

falsafah sejarah. Bagaimana pula dengan kemungkinan adanya 'pusaka' yang mengikat

kepemimpinan Seharto dengan kelangsungan sejarah?

Kepemimpinan Orde Baru sebagaimana kita ketahuu tidak dapat dilepaskan dari terbitnya

Surat Perintah Sebelas Maret, yang merupakan dokumen historis yang rnengantarkan

peralihan kepemimpinan dari Prestden Soekarno ke tangan Jenderal Soeharto. Secara

formal sejak terbitnya Surat Parintah Sebelas Maret (Supersemar) jenderal Soeharto

telah menerima atau memperoteh 'power' dari pemegang kekuasaan sebelumnya, yaitu

Presiden Soekarno. Namun sangatlah menarik persepsi orang jawa mengenai Supersemar

itu, yang sekaligus difahami tidak saja sebagai legalitas sebuah kekuasaan, melainkan

juga (dan lebih- lebih) difahami sebagai semacam 'pusaka' yang dengan sendirinya

bermuatan 'kasekten' pula. Kata 'Surat' tak ayal lagi telah menimbulkan asosiasi pada

makna 'serat' pada 'Serat Kalimosodo' atau semacam ‘Cupu Manik Astagina', yang

merupakan lambang kekuasaan itu sendiri. Dengan pemahaman ini proses pergantian

kepemimpinan dari Presiden Soekarno ke tangan Jenderal Soeharto, telah memenuhi

'syarat' terjadinya proses kelangsungan sejarah atau kontinuitas sejarah pula. Proses

legendarisasi masih berlangsung terus, terutama terhadap para tokoh yang menurut

konsep kepemimpinan turun temurun tidak berhak menjadi pemimpin ataupun raja. Kisah

mengenai Ken Arok yang dikatakan sebagai putera Dewa Brahma dengan Ken Endog,

maupun kisah

Panembahan Senopati yang dikatakan menjadi kekasih sekaligus suami Nyal Loro

129

Page 131: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kidul, merupakan proses rasionalisasi atau pembenaran agar sesuai dengan ide-ide

tentang kekuasaan menurut falsafah Jawa. Artinya, orang-orang kebanyakan seperti Ken

Arok dan Panembaaan Senopati, sebenarnya bukan 'orang kebanyakan', melainkan

keturunan Dewa atanpun sangat berkaitan dengan 'Kang mbahu rekso' di kawasan

tertentu. Oleh karenanya mereka berhak atas kedudukan sebagai 'Raja Jawa'. Jadi tidaklah

berlebihan pula manakala orang-orang kebanyakan seperti Soekarno dan Soeharto

berhasil menjadi 'Raja Jawa' pula. Bukan karena proses demokrasi, yang membuat kedua

tokoh nasional tersebut menjadi Presiden atau menurut penalaran Jawa sebagai 'Raja

Jawa', narnun sebaliknya, karena keduanya nierupakan keturunan 'bukan orang

kebanyakan'. Oleb karenanya tidaklah mengagetkan secara budaya, manakala untuk

kedua tokoh tersebut disusun sitsilah khayali sebagai pembenaran atau rasionalisasi yang

cocok dengan ide-ide Jawa mengenai sumber 'power' atau kasekten' yang telah dimiliki

oleh kedua tokoh tersebut. Sebagaimana kita tahu masih berkembang adanya keyakinan

pada sebagian rakyat, bahwa Soekarno memiliki darah keturunan Raja-raja Singasari,

Raja Jayabaya maupun Sunan Kalijaga, yang mengalir pada diri beliau. Bahkan

disebutkan pula betapa Soekarno juga memiliki darah keturunan para penguasa Belanda,

karena menurut logika tersebut tidaklah mungkin orang kebanyakan dapat menjadi

penguasa Jawa.

Pada akhir dasawarsa 70 an telah berkembang pula kisah-kisah khayali yang

menghubungkan Presiden Soeharto dengan darah ningrat yang mengalir dari Susuhanan

Raja Jawa yang bernama Hamengku Buwono VIII. Demikian pula masih berkembang

kisah mengenai peristiwa 'samadi' atau 'tirakatan' yang dilakukan otch Jenderal Soeharto

di lautan, ketika malam pembantaian para Jenderal TNI oleh pasukan Cakrabirawa/ PKI

itu berlangsung. Malam tirakatan atanpun samadi itu selain dikaitkan dengan proses

perolehan kekuasaan yang kemudian dimiliki oleh Jenderal yang kemudian menjadi 'Raja

Jawa' itu. Secara pribadi maupun secara resmi oteh pemerintahan Soeharto, kisah-kisah

semacarn itu telah dibantah untuk kepentingan meluruskan fakta sejarah, dan sekaligus

sebagai proses pendidikan bagi masyarakat. Namun pada tingkat 'budaya diam' kisah

'kenyataan magis' seperti versi pertama tadi, tetap berkembang dalam masyrakat. Dan

masih sebagai pada ingatan kita betapa Sawito telah mendakwakan diri menerima

wangsit sebagai keturunan Raja Brawijaya, untuk membenarkan tindakannya, sebagai

130

Page 132: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

calon penggariti Presiden Soeharto yang direncanakan lewat proses "penyerahan

kekuasaan" model Sawito.

Bagaimana gejala sosial semacam itu dapat diterangkan? Menurut konsep Jawa

sebagaimana dikatakan clch R.0.0. Anderson, pertama-tama ‘power is concrete’. Artinya

bahwa kekuasaan/power/kasekten berasal dari Tuhan, yang dituangkan menjadi satu

dengan kekuatan Alam itu sendiri. Dan karena kekuasaan itu datangnya dari sumber yang

sama, yaitu Tuhan, maka jenis kekuasaan itupun sama, dan bisa dipegang oleh siapapun.

Itulah sebabnya idea kedua adalah 'power is homogeneous'. Dan pengertian ini dapatlati

difahami, baliwa kekuasaan dapat diberikan kepada siapa pun, dengan lebih d.ahulu

mendapat tanda kekuasaan itu, yaitu datangnya wahyu, ndaru ataupun pulung

Kedatangan saat itu dibarengi dengan datangnya gejala alam yang bagaikan bintang

gemerlapan, biru berkilauan, atau kadangkala bagaikan bola pijar berwarna putih atau

kuning. Itulah sebabnya orang kebanyakan seperti Ken Arok, Penembahan Senopati,

Soekarno, maupun Soeharto juga dapat memillki kekuasaan itu. Tapi Sawito gagal.

Orang-orang dari luar budaya Jawa diharapkan dapat memahami pula, betapa

menurut prinsip ketiga bahwa 'the quantum of power in the universal is constant'.

Artinya, bahwa kekuatan yang ada di jagad raya ini sarna, ajeg maupun pasti. Oleh

karenanya kekuatan itu tidak datang dari unsur manapun di jagad raya ini, juga tidak

merupakan produk dari organisasi manapun, juga tidak ada kaitan dengan kekayaan

maupun kekuatan senjata siapapun. Tidak juga datang dari rakyat. Oleh karenanya,

sebagai prinsip keempat dapat disebutkan bahwa, 'power does not raise the question of

legitimacy'. Artinya baliwa kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang tokoh, menurut

gagasan kekuasaan Jawa, tidak perlu mendapat pengabsahan atau legitimasi dari rakyat.

Sementara itu dalam masyarakat di mana perbuatan kepahlawanan merupakan kebajikan

tertinggi, maka upaya legendarisasi dengan latar belakang kepahlawanan biasa disusun

orang. Hampir tak seorangpun bangsa Yugoslavia misalnya, yang mengingkari

kepahlawanan Yosip Bros Tito dalam memimpin pasukan partisan melawan kezaliman

Sang Fuhrer. Cerita semacam itu betul-betul merupakan realita yang amat diyakini

kebenarannya oleh rakyat Yugoslavia. Demikian pula ceritera kepahlawanan Charles De

Gaule, yang telah berhasil mengobarkan semangat perlawanan bangsa Perancis untuk

mengusir penjajahan bangsa Jerman di bawah Hitler selama Perang Dunia II, sangat

131

Page 133: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

diyakini dan dikagumi para pengagum de Gaule. Demikian juga kepahlawanan Mao

Zedong di mata rakyat RRT dalam mengusir pasukan pendudukan Jepang dari tanah

Ieluhur mereka amat dikagumi rakyatnya. Dan masih banyak lagi pahlawan dari lain

bangsa yang juga tetap dikagumi tanpa melalui proses rasionalisasi atau proses

pembenaran, seperti yang terjadi dengan para tokoh pahlawan kita tersebut di atas

SIAPA YANG BERKEPENTINGAN

Masih banyak lagi ceritera-ceritera legendaris, yang scolah-oiah sangat khayali

sifatnya, yang memenuhi khazanah pustaka dunia, baik yang dinyatakan secara tertulis

mau pun yang berkembang dari mulut ke mulut. Orang Turki mengenal juga tokoh

Kemal Pasha Ataturk, Bapak Republik Turki Moderen; orang Jerman pada masanya juga

sangat mengaguni Fuhrer mereka, yaitu Hitler; orang Italia juga memitoskan Il Duce

mereka Benito Musolini; pada masanya orang-orang Uganda juga mencintai dan

mengagumi pemimpin mereka Idi Amin Dada, meskipun untuk masa berikutnya terjadi

proses de-Amnnisasi. Hal yang sama juga terjadi di RRC, yaitu terjadinya proses de-

Maoisasi, di Rusia terjadi proses de-Stalinisasi. Sementara itu bangsa Indonesia telah

pula mengalarni proses pendewaan tokoh legendaris Soekarno, yang menyandang julukan

yang amat panjang, yaitu Paduka Yang Mulia (PYM), Presiden Seumur Hidup, Doktor

Insinytir Haji Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi (PBR), Penyambung Lidah Rakyat,

Sang Proklamator, dan sekaligus Penggali Pancasila. Kemudian setelah masa klimaksnya

pada masa Pemberontakan G30S/PKI, disusul dengan masa de-Soekarnoisasi, sehingga

tinggallah satu gelaran saja bagi beliau, yaitu Prokiamator. Atau paling-paling Presiden

Pertama epublik Indonesia.

Pada menjrlang Pemilu untuk memilih Presiden pada tahun 1983, kita semua

menyaksikan suatu proses legendarisasi terhadap Presiden Soeharto, yaitu ketika

menjelang Pemilu tersebut terjadi gelombang pernyataan pada hampir semna lapisan

masyarakat, yang mengusulkan agar MPR hasil Pemilu nantinya mengangkat presiden

Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Gelaran semacam itu dipandang tepat

diberikan kepada beliau, yang dinilai telah menunjukkan keberhasilannya dalam

membangun bangsa dan rakyat Indonesia. Pada dasawarsa 60 an bangsa Indonesia telah

132

Page 134: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pula menyaksikan proses semacam itu, yaitu agar MPRS mengangkat Presiden Soekarno

sebagai Presiden Seumur Hidup Republik Indonesia, serta memberikan gelaran-gelaran

lainnya. Lepas dari kemungkinan terdapatnya 'aktor intelektual' di balik seluruh proses

tersebut, proses itu sondiri yang ditujukan kepada MPR atau MPRS telah menandai

adanya pergeseran pengakuan atas sumber kekuasaan, di maria rakyat dipandang sebagai

tokoh nitos. Sehingga terjadilah proses legitimasi atas proses lahirnya pemimpin oleh

rakyat sebagai sumber kekuasaan.

Apa yang sebenarnya terjadi di baik proses-proses sosial budaya tersebut?

Siapakah yang sebenarnya berkepentingan dalam proses semacam itu? Tidak ayal lagi

seluruh proses itu timbul dari jenis persepsi yang ada pada manusia, bangsa atau warga

masyarakat, mengenai tokoh yang bersangkutan maupun tata nilai yang diakui

kebenarannya dalam masyarakat. Yang dimakaud adalah, bagairnana pengetahuan

mengenai sesuatu objek, bagaimana keyakinan mengenai hal tersebut serta bagaimana

cara memandang masyarakat mengenai hal tersebut. Setelah itu muncullah respon

emosional itu, yaitu proses legendarisasi.

Ada empat faktor detenninan yang secara teoritik melatar bolakangi timbulnya

persepsi tertentu pada setiap individu, yaitu faktor lingkungan fisik maupun sosial,

strultut kejiwaa, tujuan/harapan, serta pengalaman masa lampau dari setiap individu

maupun sesuatu masyarakat sebagai kelompok individu. Itulah menurut tiga sekawan

Krech, Crutotifield dan Ballachey dalam buku beriudul "individual in Society". Namun

yang paling menarik dari keempat faktor determinan tersebut adalah faktor

tutuan/harapan.

Setiap manusia atau kelompok manusia mempunyai tujuan agar hidup mereka

enjadi lebih baik di masa depan. Dan lag'" mereka pun mendambakan ketenangan

maupun kepuasan dalam hidup. Dalam banyak hal manusia banyak menemukan dunia

gelap sebagai limngkungan hidup mereka Oleh karenanya sangatlah masuk akal kalau

manusia kemudian membentuk konsep kekuatan-kekuatan supra natural yang bakal

memberikan perlindungan serta bantuan untuk tercapainya tujuan serta harapan hidup itu.

Adakalanya manusia meyakini bahwa jawaban itu telah datang berupa konsep dari agama

langit, namun tidak jarang yang mempercayakan diri atas datangnya jawaban dari konsep

yang bersifat intuitif yang serba spekulatif. Sementara itu ada pula yang mempercayakan

133

Page 135: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

diri pada konsep-konsep yang rasional bahkan llmiah. Namun bukan tidak mungkin

terjadi pembauran atas landasan konseptual dalam memandang lingkungan.

Dalam skala yang lebih khas, sekelompok manusia di Jawa meyakini akan

datangnya tokoh-tokoh semacam Imam Mahdi, Rata Adil, Erucakra dan sebagainya yang

merupakan persoflifikasi kekuatan supra natural tersebut dalam memberikan harapan

pada manusia. Keyakinan ini Iebih dikenal sebagai mileniarisme, yang mendambakan

datangnya 'masa depan yang cemertang' itu. Dalam konteks atau kaitan inilah, mucul

tokoh-tokoh seperti Ken Arok, Panembahan Senopati, Diponegoro, KH. Tubagus Ismail,

Soekarno, dan balikan Soeharto, yang dicerap (dipersepsi) sebagai tokoh yang akan

membawa semacam 'collective dream' tersebut menjadi kenyataan.

Dalam masyarakat yang masih bersifat paternalistik, gejala semacarn itu dapat

dipandang pula sebagai kecenderungan 'dependensi' atau gejala ketergantungan

masyarakat terhadap mereka yang dianggap lebih tua, lebih pandai, lebih bertuah, tebig

sakti dan sebagainya. Namun demikian tidak dapat dipungkiri kemungkinan adanya

dominasi ketiga faktor determinan lain seperti disebutkan di muka, yaitu lingkungan

fisik/sosial, strnktur kejiwaan, dan pengalaman masa lampau. Di samping itt, gejala

dependensi masyarakat sering muncul dalam wujud 'kelatahan', yang muncul dalam

bentuk 'gelombang kebulatan tekad' yang tidak lain merupakan bentuk konformitas

sosial. Inilah peranan faktor lingkungan osial yang diperkirakan ikut memberikan andil

atas kevenderungan osial budaya tersebut.

Pengalaman masa lampau yang dialami oleh perorangan maupun kelompok

manusia , maupun struktu kejiwaan yang erupakan kompleks kualitas kejiwana manusia,

tak urung juga memberikan sumbangan dalam melatar belakangi kecenderungan sosial

bndaya tersebut. Misalnya, bukan tidak rnungkin bahwa timbulnya 'gelombang kebulatan

tekad' dalarn proses legendarisasi tersebut telah berperan amat aktif seluruh anggota

masyarakat yang mempunyai interes (kepentingan) politik tertentu yang a sosial. Kita

masih dapat mengingat bagaimana kaum komunis telah berteriak paling nyaring daiam

proses legendarisasi terhadap Soekarno.

PENUTUP

Demikianlah sejurnlah upaya konseptual untuk rancoba memberikan penjelasan

134

Page 136: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

terhadap fenomena-fenomena sosial budaya yang lama sekali berkembang dalam

hubungan sosial, lewat penelusuran proses sejarah. Dengan cara ini diharapakan kita

dapat lebih memahami kecenderungan sosial budaya dalam masyarakat, dan terhindar

dari kesalah fahaman. @@@

DAFTAR BACAAN

Anderson, Benedict R.O.G., 1979, The Idea of Power in Javanese Culture, New York.

Geertz, Clifford, 1964, The Religion of Java, London.

Geertz, Hidred, 1963, Indonesian Culture and Communities, New Haven

Koentjaraningrat, 984, Kebudayaan Jawa, Jakarta.

Krech, David, et al., 1962, Individual in Society, Tokyo : McGraw – Hill,

Kogakhusha Ltd.

Kuncaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Jakarta : PN Balai Pustaka

Sartono Kartodirdjo, 1972, Agrartan Radicalism in Java: Its setting and

development, aca.

@@@

135

Page 137: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cataatan:

Tulisan di atas merupakan naskah pidato ilmiah yang dibacakam dalam rangka upacara

Dies Natalis IKIP Semarang ke 24 pada tahun 1989. Naskah asli tulisan tersebut pernah

mengalami pertimbangan serius oleh panitia Dies Natalis pada saat itu, karena isinya

dianggap “berbahaya” dan kontroversial, terutama karena menyebut-nyebut

kepemimpinan Sukarno maupun Suharto. Panitia khawatir pada kebijakan

Pangkopkamtib kalau naskah pidato tersebut diloloskan.

3. KOMENTAR PERS.

PROSES LEGENDARISASI TOKOH MASIH BERJALAN

Presiden Soeharto maupun almarhum Presiden Soekarno pernah diisukan sebagai

keturunan raja. Hal itu terjadi karena proses legendarisasi tokoh masih berlangsung terus

hingga kini, terutama terhadap para tokoh yang menurut konsep kepemimpinan turun

temurun, tidak berhak menjadi pemimpin ataupun raja.

Demikian antara lain diungkapkan Dr. Abu Su`ud, salah seorang ahli sejarah IKIP

Negeri Semarang dalam pidato ilmialanya ketika berlangsung Dies Naialis ke-24 IKIP

Negeri Semarang, di auditorium perguruan tinggi tersebut, Kamis kemarin (30 Maret

1989).

136

Page 138: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

LEGENDARIS

Dikatakan, semula pengertian legenda memang tidak lebih dari ceritera yang

diyakini oleh rakyat suatu daerah, mengenai tokoh-tokoh yang dikaitkan dengan asal-usul

sesuatu gejala alam. Misalnya legenda Malin Kundang dari Tanah Minang ataupun

legenda Sangkuriang dari Tanah Sunda, dan sebagainya. Dalam perkembangannya

kemudian, legenda juga mengandung pengertian atau mencakup ceritera- ceritera

mengenai tokoh histori, yang tersebar di kalangan rakyat banyak, ruengenai kehidupan

maupun pengalaman yang benar-benar terjadi maupun tidak pernah terjadi. Meskipun

demikian, sebagian rakyat meyakini kisah - kisah tersebut sebagai benar - benar

terjadi.Kita mengenal misalnya, ceritera mengenai Panembahan Senopati yang dikaitkan

dengan perkawinan rohaninya dengan Nyi Roro Kidul (penguasa laut selatan).

Alkisah Jan Peterszoen Coen yang digambarkan sebagai anak Baron Sekeber yang

kawin dengan keturunan Raja Pajajaran. Kemudian hikayat Ken Arok yang katanya

sebagai putera Dewa Brahma dengan Ken Endog, seorang wanita desa. Ada 1agi yang

mengkaitkan Suitan Agung sebagai keturunan garis Nabi Adam, sekaligas mengikuti

garis Bathara Guru. Demikian juga kisah Ayatolah Khumaeni yang diyakini sebagai

keturunan Nabi Muhammad. Dan masih banyak lagi.

Ceritera - ceritera semacam itu memang dimaksudkan untuk memitoskan mereka

sebagai tokoh - tokoh yang dianggap memiliki legimitasi sebagal penyandang gelar

pemimpin. Dalam masyarakat di mana proses legitimasi atau pengabsahan didasarkan

atas keturunan darah, maka diusahakan menyakinkan pendukungnya yaitu rakyatbahwa

penguasa tersebut betul- betul mempunyai darah yang di turunkan yang berasal dari para

pendiri kekuasaan.

PAK HARTO

Doktor Abu Su`ud mengatakan, sebagaimana kita tahu, masih berkembang

adanya keyakinan pada sebagian rakyat, bahwa almarhum Presiden Soekarno memiliki

darah keturunan raja-raja Singosari, Raja Jayabaya maupun Sunan Kalijaga. Bahkan

137

Page 139: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

disebutkan pula, betapa Soekarno juga memiliki darah keturunan para penguasa

Belanda. Semua proses legitimasi itu untuk menunjukkan bahwa Soekarno bukan orang

kebanyakan. Menurut logika tersebut di atas tidaklah mungkin orang kebanyakan dapat

menjadi raja Jawa atau bahkan Indonesia.

Pada akhir Dasawarsa 7O'an telah berkembang pula kisah- kisah khayali yang

menghubungkan Presiden Soeharto dengan darah ningrat yang mengalir dari Susuhunan

Raja Jawa yang bernama Hamengku Buwono ke-8. Akhirnya secara resmi maupun

pribadi kisah- kisah macam itu telah dibantah untuk kepentingan pembenaran fakta

sejarah dan sekaligus sebagai proses pendidikan bagi masyarakat, tambahnya.

Pidato ilmiah Dr. Abu Su`ud memang cukup menarik para pengunjung yang hadir

dalam Dies Natalis IKIP Negeri tersebut. Di samping menyoroti pemimpin dan

legendarisasi, juga dari berbagi aspek lain. MisaInya tokoh Jawa, harus punya pegangan

semacam keris atau barang keramat lainnya untuk mengukuhkan kepemimpinannya. Di

sanping itu, ada juga tokoh pemimpin yang lahir bukan dari Iegenda, tetapi dari

"gegeran" atau kekalutan. Contohnya Ken Arok dengan gegeran Ganter melawan

Tunggul Amelung, Bung Karno dengan gegeran Revolusi '45 dan Pak Harto dengan

gegeran G.30.S/PKI.(C.20).

(Suara Merdeka, 31 Maret 1990)

138

Page 140: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

4. MITOS 3,5 ABAD TERJAJAH

Setiap bangsa pasti memiliki mitos yang lahir secara tidak disengaja, namun

kemudian dikembangkan sebagai sebuah instrumen untuk kepentingan nation and

character building. Salah satu mitos yang selama ini dikembangkan, bangsa Indonesia

telah mengalami masa penjajahan kerajaan BeIanda selama 35O tahun. Masa itu

kemudian ditambah 3,5 tahun berada di bawah penjajahan balatentara Dai Nippon.

Celakanya, mitos itu justra membuat kecenderungan berpikir apologis pada hanipir

semua tingkat warga masyarakat. Yaitu kecenderungan untuk selalu mengkambing

hitamkan pada lamanya masa penjajahan yang nyaris tidak masuk akal itu, setiap kali

bangsa kita mernpunyai penampilan yang tidak membanggakan. Seperti kebodohan,

kemiskinan, ketergantungan, kepicikan, dan kelambanan dalam kerja. Tentu saja dampak

negatif itu bukan yang diharapkan sebagai nation and character building yang dipadukan

139

Page 141: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dalam pendidikan poutik oleh para pendidik bangsa kita. Taruhlah itu sebagai

kecelakaan.

Sudah barang tentu yang dimaksud semula dengan mitos tiga setengah abad

berada di bawah penjajahan bangsa Eropa, plus seumur jagung (baca: 3,5 tahun masa

penjajahan Jepang, bukan munculnya perasaan rendah diri ataupun sikap apologis tadi.

Pastilah yang dimaksudkan agar bangsa kita segera bangkit dari ketergantungan pada

kekuatan asing, dan selanjutnya mau belajar dari pengalaman sejarah, dan tidak menjadi

keledai yang terantuk dua kali pada batu sandungan yang sama.

Tidak Meninggalkan Sejarah.

Tidak hanya Bung Karno yang menghendaki agar kita tidak sekali-kali

meninggalkan sejarah. Artinya agar kita tidak melupakan kejadian-kejadian sejarah

bangsa sendiri. Oleh karena itu sejak kita duduk di SD semua pelajar sudah belajar

sejarah. Sementara itu Pak Harto juga berbicara tentang sejarah. Harapannya, agar kita

tidak terbelenggu oleh sejarah. Konteks pembicaraannya memang berbeda dengan

pernyataan Bung Karno.Yang dimaksud Pak Harto adalah agar kita sebagai bangsa harus

selalu bergerak maju. , dan meninggalkan masa lalu sebagai inspirasi dan sebagai guru,

dan bukan hanya termangu-mangu mengenang kejayaan masa lampau.

Lima puluh tahun berada dalam alam kemerdekaan dan diperintah oleh bangsa

sendiri tentu saja bukan merupakan masa yang lama untuk ukuran umur bangsa. Oleh

karenanya peringatan HUT kemerdekaan kali ini tidak usah diibaratkan dengan Tahun

Emas. Bukan pula Zaman Keemasan. Meskipun demikian masa itu sudah cukup lama

bagi suatu generasi untuk mawas diri dan belajar dari pengalaman. Selama separuh umur

republik bangsa ini telah mengalami berbagai pengalaman pahit namun segera dengan

sadar dikoreksi perjalanan sejarahnya.

Saat merayakan masa 50 tahun masa kemerdekaan seperti sekarang ini adalah

masa yang tepat untuk melakukan proses perenungan itu. Termasuk ke dalamnya

adalah melakukan perbaadingan dengan pengalaman sejarah bangsa tetangga serta

bangsa lain.

Daya Sentripetal

140

Page 142: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Masa awal kedatangan bangsa-bangsa asing di Indonesia di akhir' abad 16, merupakan

pertanda kemerosotan dalarn sifat hubungan antarbangsa, sekaligus juga merupakan masa

keberhasilan daya sentripetal- internal dalam melakukan konsolidasi kekuatan sosial,

ekonomi, dun poIitik, sehingga bisa menciptakan kesatuan dan tradisi besar (great

tradition) berupa negara. Mungkin belum berupa negara nasional, namun cukup untuk

hanya dianggap sebagai negara suku (etnic state). Yang dimaksud adalah kedaulatan di

bawan Syah Iskandar Muda di Aceh misalnya, yang merupakan pusat kekuatan sosial

ekonomi dan sekaligus politik untuk wilayah Indonesia Barat. Di wilayah Indonesia

Tengah, muncullah kekuatan integratif- sentripetal yang setara, yang berpusat di

Kesultanan Mataram di bawah Sultan Agung Anyokrokusumo. Dalam pada itu di

kawasan 1ndonesia Timur, Sultan Hasanudin yang dijuluki “ayam jantan dari timur”,

telah menegakkan kekuatan nyata (real power) yang berpusat di Kerajaan Makassar.

Nampaknya daya sentripetal ini tidak bisa tidak dijiwai oleh semangat Islam,

sebagaimana ditulis oieh Dr Helius Syanasudin dalam “Pola Tarik Ulur Sentripetal dan

Sentrifugal dalam Sejarah Indonesia”. (Minibar Pendidikan IKIP Bandung No 3, Tahun

XII 1993).

Daya sentripetal itu kemudian berhadapan dengan kekuatan sentrifugal-

eksternal yang datang dari kekuatan penjajah asing, yang dikenal dengan istilah devide et

impera. Bahkan mereka mampu mengubah semangat primordial di antara suku bangsa di

Indonesia menjadi daya sentrifugal yang destruktif bagi semangat integratif bangsa kita.

Belum lagi posisi alami geografis Indonesia yang berbentuk “tanah air” yang telah ikut

manjadi daya sentrifugal yang disintegratif.

Secara individual masing-masing sentra kekuatan sosial, ekonomi dan politik

tersebut di atas cukup tangguh. Namun tidak adanya kordinasi di antara masing-masing

kekuatan nasional itu di saat itu, dan tiap-tiap kekuatan tidak berkembang secara

maksimal akibatnya mereka tidak mampu mengusir kekuatan penjajah. Hal itulah yang

secara konvensional dianggap sebagai kelemahan bangsa Indonesia dalam melawan dan

mengusir kekuatan penjajah. Sekali lagi kita menghadapi mitos. Betulkah variabel

tersebut yang menghambat keberhasilan kita mengusir penjajah? Bukankah dalam

berbagai episode sejarah terbukti bangsa Indonesia berhasil penjajah, seperti terbukti

141

Page 143: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Karaeng Galesung yang bekerja sama dengan Untung Surapati telah berhasil

mengusir penjajah? Nampaknya ada variabel determinan yang menjadi kunci

ketidakberhasilan upaya mengusir penjajah. Lantas kekuatan apa?

Era Penjajahan

Catatan sejarah dunia menunjukkan adanya “era penjajahan” dalam sifat

hubungan antarnegara. Untuk memperlunak dampak psikis merasa terjajah Muhammad

Yamin melakukan rekonstruksi dala periodisasi sejarah nasional Indonesia. Untuk itu dia

mengjukan uusul istilah periode “hubungan antatbangsa” sebagai ganti istilah periode

masa penjajahan. Dalam periode itu memang ada masanya sifat hubungan antar bangsa

itu tidak seimbang , karena inisiatif selalu berada di tangan bangsa Barat. Termasuk

inisiatif dalam menentukan bentuk perjanjian dengan para penguasa nasional yang amat

merugikan bangsa Indonesia.

Nampaknya hubungan yang tidak seimbang dalam hubungan antar bangsa pada

saat itu bersifat mondial, sehingga nyaris bisa disebut sebuah era. Pada saat itu inisiatif

selalu berada di fihak Barat, karena memiliki berbagai keunggulan dalam bidang

teknologi dan semangat petrualangan. Semangat yang membuat mereka mendoiminasi

hubungan antar bangsa itu adalah gold, glotry and gospel, yaitu kekayaan, balas dendam

dan penyebaran agama Nasrani.

Kemudian lahirlah era baru dalam hubungan antar bangsa yang ditandai kekuatan

ikut campurnya negara ketiga maupun supra negara yang menjadi ciri utama diplomasi

antar bangsa. Hampir tidak satupun bangsa yang terjajah dapat melepaskan diri dari

cengkeraman penjajah, kecuali ketika telah ikut campur proses diplomasi antar bangsa.

Nampaknya hanya Vietnamlah yang dalam arti kata sesungguhnya dapat memerdekakan

diri dari kekuatan asing, baik Perancis maupun Amerika, tanpa ikut campur kekuatan

diplomasi antar bangsa. Sejarah mencatat, kombinasi antara patriotisme, heroisme, dan

kelihaian diplomasi antar bangsa telah mengantar bangsa Indonesia ke pintu gerbang

kemerdekaan.

Ada tiga pelajaran yang bisa kita petik dari uraian tersebut di atas. Pertama,

“mitos 3,5 abad masa terjajah” memberi danpak negatif bagi nation and character

142

Page 144: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

buiilding. Kedua, “era penjajahan” merupakan fenomena mondial, dan ketiga, aspek

“diplomasi antar bangsa” merupakan variabel determinan bagi proses pembebasan dari

penjajahan.

(SUARA MERDEKA, 5 Mei 1995)

oOo

143

Page 145: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

B. MONOGRAFI TENTANG PERANG DIPONEGORO

1. DI SANA-SINI ADA MAKAM PANGERAN DIPONEGORO

Pada suatu hari, seorang reporler sebuah surat kabar memancing komentar saya

tentang berita ditemukannya makam Diponegoro di Demak, yang konon didapat lewat

wangsit oieh Sumito. Dengan tegas saya katakan bahwa pengakuan Sumito itu amat

spekulatif. Bisa benar, bisa juga salah. Oleh karenanya, diperlukan proses pembuktian

lewat penelitian teoritik maupun penelitian lapangan.

Bahwa berita itu bermula dari wangsit tentu saja tidak dengan serta merta harus

ditolak. Para detektif di Amerika pun tak segan-segan menggunakan jasa paranormal

dalam mencari sisik-melik misteri tindak kejahatan ataupun rajapati. Namun pelacakan

selanjutnya menjadi tugas para ditektif profesional. Kalau kita memang penasaran, dapat

saja melacak kebenaran adanya makam yang berisi jenazah manusia di tempat yang

diisyaratkan tersebut. Kalau memang benar ada jenazah tertanam di sana, tahap

selanjumya adalah melakukan pengujian secara ilmiah dengan cennat, yang menupakan

tugas bagian forensik serta dinas purbakala.

Sudah dapat kita duga bahwa kita bakal menghadapi kesulitan dalam melakukan

identifikasi jenazah yang sudah cukup larna, lebih-lebih manakala identitas Pangeran

Diponegoro fisik sendiri tidak banyak kita ketahui. Misalnya, tahukah kita susunan gigi

tokoh sejarah itu, karena tidak ada berita adanya ciri rahang pahlawan masa abad 19

tersebut.

Selanjutnya untuk menguji kebenaran jenazah seseorang di masa lampau juga

diperlukan pengujian umur jenazah. Secara teoritis. para petugas tak bakal mengalami

kesulitan, karena dinas purbakala juga mempunyai ilmunya, dengan menggunakan

proses pengujian kimiawi. Dengan teknik pengujian semacam kita tidak akan terkecoh

oleh suatu sosok jenazah dengan umur yang tidak sesuai dengan umur sejarahnya.

144

Page 146: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kerangka Sejarah

Peetanyaan yang seterusnya harus terjawab adalah apakah penemuan itu

tidak mengubah kerangka atau cerita sejarah seperti yang sudah kita kenal sekarang dan

sebelumnya (histoty as writen) Pangeran Diponegoro. Tentu saja temuan itu tak akan

mengubah kerangka sejarah, dalam hal ini sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro.

Kalau ada perubahan itu hanya sekitar masa-masa akhir hayatnya. Kepastian itu

beralasan, karena sebagian besar sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro sudah

diketahui dan ditulis dalam berbagai dokumen. Tidak pennah ada keraguan tentang

kebenaran episode sejarah di tanah Jawa yang dikenal dalam literatur Belanda sebagai De

Orloog van Jawa atau Perang Jawa itu.

Dalam masa sejarah, sebagai lawan dari masa pra sejarah, di mana sumber-sumber

tertulis merupakan alas pembuktian utama, penemuan kerangka jenazah, instrumen

peperangan, maupun puing-puing bangunan, tidak punya makna yang berarti untuk

terjadinya perubahan kerangka sejarah. Kalaupun ada pengaruhnya, hanyalah dalam alur

cerita sejarah. Tidak demikian halnya kalau temuan iitu berkaitan dengan suatu episode

dalam masa purba ketika rekaman tertulis hanya merupakan tambaban, karena

kebanyakan bukti sejarah terdiri atas peninggalan tak bertulis.

Jadi seandainya ternyata ada bukti amat meyakinkan secara arkhaeologis Pangeran

Diponegoro dimakamkan di Demak, seperti diributkan akhir-akhir ini, atau dimakamkan

di Madura, sebagaimana dikemukakan Amen Budiinan, sejarah Perang Diponegoro

tidak mengalami perubahan. Paling-paling muncul pertanyaan terbaru, yattu bagaimana

kelanjutan cerita sejarah Pangeran Diponegoro setelah ia dibuang ke Sulawesi Utara.

Mengapa kemudian ia “bisa kembali” ke Madura ataupun ke Jawa Tengah? Kemauan

siapakah jenazah iiu dipindahkan? Apakah untuk menghindari terbentuknya kelompok

fanatikus di daerah pemakaman, seperti konon dilakukan terhadap jenatah Untung

Suropati? Ataukah ada latar belakang lain, seperti terjadi dengan pemindahan makam

Napoleon Bonaparte maupun Lenin ke tempat yang sekarang, yang dekat dengan

masyarakat pendukungnya? Bagaimanapun, kerangka utama sejarahnya tidak akan

berubah, sebab didukung berbagai dokumen yang meyakinkan sebelumnya.

145

Page 147: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kultus Kubur?

Sebenarnya kita tak perlu merisaukan adanya pro dan kontra tenang upaya

pelacakan atas kebenaran adanya makam Pangeran Diponegoro di Demak. Pelacakan itu

makin cepat makin baik, agar masyarakat tidak penasaran terlalu lama. Penemuan itu

sendiri tak akan mengganggu stabilitas negata maupun ketahanan nasional. Seperti

beberapa tahun lalu, ketika masyatakat santer membicarakan isu tentang masih hidupnya

Supriyadi, pahlawan Peta yang sudah diyakini teiah meninggal di Blitat, tidak perlu ada

kebijakan pemerintah yang mematikan isu itu.

Biarkan mereka yang yakin Supriyadi masih hidup mengemukakan segala bukti

sejarah untuk mendukung keyakinan mereka. Dan Sejarah, sebagai ilmu, dapat

mengakomodasikan kemungkinan timbulnya lebih dari satu versi, yang masing-masing

sah sebagai history as writen. Sedang bagaimana yang sebenarnya terjadi sebagai history

as a fact, tetap merupakan misteri.

Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad pernah dimunculkan anggapan bahwa

saat kelahiran (maulud) Nabi bukan pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal tahun

Gajah. Tentu saja pandangan ini amat merisaukan masyarakat muslim, terutama yang

betpandangan pintu ijtihad telah tertutup. Sebalikhya pihak yang menempatkan

pandangan yang melawan anggapan itu betanggapan, dengan pandangannya itu, bahwa

perubahan kecil ita tidak akan mengganggu gugat akidah Islamiah. Alasan mereka

adalah, Senin l2 Rabiul Awal merupakan hasil political will, karena pada masa itu

bangsa Arab belum mempunyai kebiasaan mencatat saat kelahiran seseorang. Dan lagi

ketika Muhammad lahir beliau belum merupakan tokoh yang perlu diingat hari

kelahirannya. Titi mangsa itu tampaknya hanya diambil dengan analogi pada hari wafat

maupun hari hijrah Muhammad, yang keduanya sudah logis kalau diingat karena

Muhammad sudah menjadi tokoh historis. Lebih-lebih Muhammad waktu dilahirkan

bukan merupakan tokoh yang pantas dicatat hari kelahirannya.

Hal yang sama juga terjadi pada ketentuan Hari Jadi Semarang, yang juga

merupakan political will. Yang lebih perlu diwaspadai dengan isu makam Pangeran

Diponegoro adalah kemungkinan mencuatnya motivasi tak sehat, berupa kultus kubur,

seperti yang berkembang di sekitar makam-makam ”orang suci”. Kekhawatiran itu tentu

saja beralasan, mengingat kebiasaan penduduk yang amat mengagungkan makam-makam

146

Page 148: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

1eluhurr. (29)

(SUARA MERDEKA, 5-2- 1994)

2. PERANG DIPONEGORO

(Ditinjau dari Segi Militer)

:

Perang akan selalu dimenang-kan oleh pihak

yang paling sedikit membuat kesalahan.

BAB I PENDAHULUAN

Banyaklah sudah karangan yang ditulis atau pidato yang diucapkan pada hari-hari

wafatnya Pangeran Diponegoro, tentang diri Pangeran Diponegoro dan perjuangannya,

hingga demikian tidak asinglah lagi bagi kita siapa sebenarnya tokoh perjuangan

kemerdekaan pada abad ke 19 ini. Riwayat hidupnya telah banyak dikenal melalui

tulisan-tulisan yang khusus mengenang masa-masa perjuangan beliau dalam memimpin

perjuangan melawan penjajah Belanda, dalam usaha mengusir segala bentuk penjajahan

dari muka bumi Indonesia. Kisah perjuangannya dalam meminpin rakyat Indonesia untuk

menjatuhkan segala kekuatan sosial yang ada pada bumi Indonesia untuk mengusir dan

menggulingkan segala praktek kelaliman, mengikis segala pengaruh buruk kebudayaan

Barat yang telah mengotori kesucian kebudayaan Indonesia. Perjuangannya untuk

memulihkan dan menegakkan kembali susunan masyarakat yang kuat dan bersih dari

pengaruh buruk dari kebudayaan Barat, telah banyak menarik minat para penulis

Indonesia. Pada umumnya tinjauan mereka itu berkisar pada sebab-sebab yang bersifat

sosial ekonomis, yaitu bagaimana keadaan masyarakat dan ekonomi penduduk Jawa pada

saat-saat sebelum peperangan. Akhirnya juga bagaimana akibat sosial ekonomis

peperangan itu yang nampak pada masyarakat Jawa serta pada pemerintahan pendudukan

Belanda. Akan tetapi masih sangat sedikit bahan bacaan dalam bahasa Indonesia yang

menguraikan segi-segi peperangan itu sendiri. Sedang daripadanya kita dapat mengambil

banyak teladan, umpamanya bagaimana strategi dan taktik yang dipergunakan oleh

Diponegoro selama peperangan yang berlangsung antara 1825 – 1830.

147

Page 149: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Penulis bertolak dari anggapan dasar bahwa peperangan yang dilancarkan oleh

Pangeran Diponegoro ialah merupakan suatu perang kemerdekaan. Dibawah ini akan

dimajukan alasan penulis yang mendasari anggapan tersebut. Terlebih dahulu akan

diuraikan dengan secara sederhana apakah hakekad-hakekad perang itu dan bagaimana

pendapat para ahli tentang perang. Kemudian juga atas dasar alasan manakah perang

yang dikobarkan oleh Diponegoro itu dapat disebut suatu perang kemerdekaan.

Bagaimana pertimbangan kekuatan kedua belah pihak yang berperang akan dibicarakan

pula, yaitu bagaimana kekuatan dipihak Diponegoro dan bagaimana pula kekuatan

dipihak sekutu.

Penulis dengan dasar menggunakan istilah sekutu untuk pihak lawan Diponegoro

kendatipun Diponegoro dalam setiap kesempatan selalu menegaskan bahwa yang

diperangi hanyalah kekuasaan Belanda. Dalam sebuah kesempatan ketika pasukan

Diponegoro terpaksa membinasakan saudaranya sendiri, yaitu dalam pertempuran pada

tanggal 30 Juli 1826 di Nglengkong, beliau menulis sepucuk surat untuk menegaskan

pendiriannya. Surat itu antara lain berbunyi sebagai berikut:

“Sripaduka menulis setjarik surat kepada hamba tentang meninggalnja

adinda Murdaningrat dan pamanda Panular, dan jang lain-lain (meninggal

karena tewas dalam peperangan dan dibunuh oleh tentara Diponegoro);

keadan itu berlaku, karena melanggar aturan; berani melawan kami,

sedangkan kami sekali-kali tidak ada mengandung maksud berperang dengan

sanak saudara sendiri. Sebaliknja kami selalu berharap, supaja mereka sesuai

dengan perasaan kami dan supaja bentji kepada Belanda ……dst.1

Akan tetapi kita tidak dapat memungkiri adanya kenyataan sejarah, bahwa selain

mengerahkan segala tenaga tempur yang terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa

lainnya, Belanda juga telah mengajukan tenaga tempur dari suku-suku bangsa pribumi

Indonesia untuk berperang dipihak mereka. Sejarah telah membuktikan bahwa bantuan

pasukan dari Maluku, seperti dari Ambon dari Sultan Ternate dan Tidore ikut

memperkuat pasukan-pasukan Belanda. Demikian pula bala bantuan didatangkan juga

dari Makasar dan putera-putera Gunung dari Arafuru. Tidak sedikit pula bantuan dari

1 M.D. Sagimun, Pahlawan Diponegoro Berjuang , Cabang bag. Bahasa dan urusan adat istiadat dan cerita rakyat Jawa. Kebudayaan Dep. P. P dan K. Jogjakarta, 1960, hal. 135

148

Page 150: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tentara Sultan Sumenep, Mangkunegaran dan Susuhunan Surakarta. Dan jangan

dilupakan orang-orang perantauan yang dipersenjatai dan disuruh berperang dipihak

Belanda.

Mula-mula kita dapati pasukan-pasukan Diponegoro memperoleh kemenangan-

kemenangan taktis ditiap medan pertempuran, pada tahun-tahun pertama peperangan.

Akan tetapi kemudian ternyata berturut-turut sampai akhir peperangan, pasukan-pasukan

Diponegoro selalu didera kekalahan-kekalahan baik taktis maupun strategis. Dalam Bab

yang membicarakan masalah itu, penulis akan memberikan ulasan mengenai sebab-sebab

dan latar belakangnya. Termasuk kedlamnya gambaran mengenai perimbangan kekuatan

yang dipunyai oleh kedua belahpihak yang berlawanan. Juga bagaimana bentuk strategi

yang dijalankan oleh kedua belah pihak yang berperang.

Baik juga penulis mencantumkan sekedar arti istilah-istilah teknis yang sering kita

jumpai dalam karangan ini, taktik dan strategi. Karl Von Clausewitz memberikan

rumusannya sbb: “Taktik ialah teori mengenai pemunggunaan kekuatan-kekuatan militer

dalam pertempuran-pertempuran, sedang strategi ialah teori mengenai penggunaan

pertempuran untuk tujuan perang.”2

Dengan perkataan lain maka istilah strategi mengandung pengertian kebijaksanaan

umum yang dipunyai oleh setiap pimpinan dari setiap pihak yang berperang, dalam

melaksanakan peperangan dan dalam usaha mencapai tujuan-tujuan peperangan.

Sedangkan taktik mengandung pengertian yang lebih sempit, yaitu kebijaksanaan yang

diambil oleh pimpinan-pimpinan pasukan untuk mencapai tujuan pertempuran. Sebagai

tambahan, dalam bab terakhir penulis akan memberikan rangkuman dan kesimpulan

mengenai karangan ini.

Dalam karangan pendek ini penulis berpengharapan bahwa kita dapat mengambil

pelajaran dari masa lampau. Dan kemudian dapat menentukan sikap yang lebih matang

untuk menghadapi hidup masa kini dan masa datang, sesuai dengan hahekad tujuan

pendidikan sejarah. Dengan perkataan lain kita dapat menampung, meskipun hanya

sebagian kecil, amanat penderitaan bangsa kita pada suatu episode yang bergelora yaang

meskipun telah gagal akan tetapi tidak sia-sia dalam rangka keseluruhan perjuangan

bangsa. Semoga kita tidak menyia-nyiakan amanat penderitaan rakyat dari generasi yang

2 Karl Von Clausewitz, Tentang Perang (terjemahan R. Soesatyo, Mayor Inf.) Pembimbing, Jakarta, 1954, hal.

149

Page 151: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

lampau, supaya dengan demikian kita dapat bertindak dengan lebih matang untuk

berjuang dalam rangka menyelesaikan revolusi bangsa Indonesia. Semoga berhasil.

BAB I PERANG KEMERDEKAAN

1. Hakekat Perang.

2.

Dalam suatu perdebatan, seorang kawan dengan secara berseloroh mengatakan

bahwa ilmu sejarah sangat penting artinya dalam kehidupan manusia. Lebih jauh dia

mengatakan bahwa seandainya tidak ada ilmu sejarah maka tidak akan ada perang Dunia

ataupun peperangan yang lain didunia ini. Sepintas lalu pernyataan kawan saya itu amat

menggelikan. Betapa amat menggelikannya dan terbaliknya jalan pikirannya itu. Akan

lebih tepat barang kali kalau dia mengatakan kalau didunia ini tidak ada peperangan

apapun, maka tidak akan ada ilmu sejarah. Walaupun pernyataan itupun tidak semuanya

benar, tetapi dalam satu segi ada kebenarannya. Sejarah manusia memangdiwarnai oleh

perjuangan-perjuangan untuk mempertahankan hidup dan seringnya dilanjutkan dengan

bentrokan-bentrokan bersenjata yang disebut perang. Hal ini terjadi sepanjang sejarah

kemanusiaan, sejak permulaan adanya peradaban sampai pada masa-masa di mana

manusia telah mencapai peradaban yang tinggi. Memang benar bahwa sejarah bukanlah

ilmu pengetahuan yang khusus membicarakan peperangan-peperangan melulu, akan

tetapi karena perang sebagai salah satu gejala dalam masyarakat manusia yang paling

menentukan dalam perkembangan manusia, maka dengan sendirinya perang telah banyak

mengambil tempat dalam halaman-halaman kitab sejarah kemanusiaan.

Bahkan dalam pertunjukan-pertunjukan wayang, perang merupakan inti pertunjukan,

karena disitulah digambarkan suatu bentrokan antara pihak kebenaran melawan pihak

kejahilan. Pihak kejahilan digambarkan dengan segala bentuk yang menakutkan dan

dengan bentuk lahir berupa raksasa. Sebaliknya pihak kebenaran digambarkan dengan

bentuk yang tampan dan umumnya dengan bentuk lahir yang lembut. Dan pertunjukan

selalu akan berakhir dengan kemenangan ada dipihak yang mewakili kebenaran. Itupun

moral pertunjukan kesenian, akan tetapi dalam dunia kenyataan, maka tidak selamanya

dalam bentrokan antara pihak yang mewakili kebenaran melawan pihak yang mewakili

150

Page 152: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kejahilan selalu diakhiri pihak dengan kemenangan yang mewakili kebenaran. Banyaklah

faktor yang ikut menentukan jalannya peperangan yang berlangsung. Hingga tidak jarang

pihak yang mewakili kejahilan memperoleh kemenangan, walaupun hanya bersifat

sementara. Dalam hal ini maka berarti pihak yang mewakili kebenaran untuk sementara

waktu mengalami kegagalan dalam usaha mempertahankan kebanaran itu. Dalam sejarah

Indonesia banyak sekali contoh yang menunjukkan bahwa rakyat Indonesia telah

mengalami kegagalan dalam berjuang mengusir penjajah Belanda.

Dari sejarah pula kita dapat mengetahui bahwa perang dapat merupakan ahli kimia

ajaib, yang telah merobah keadaan mayarakat tertentu dengan secara mendadak. Keadaan

masyarakat tertentu tiba-tiba berubah warna sama sekali sebagai akibat dari peperangan

yang baru saja berlangsung. Beberapa susunan pemerintahan baru tiba-tiba bermunculan

dibagian dunia ke II. Republik Indonesia muncul pada 17 Agustus 1945 segera setelah

selesai perang pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Kenyataan itu memeberikan bukti

bahwa hampir semua perkembangan sejaran dan peradapan manusia diisi oleh peristiwa-

peristiwa perang. Nyatalah disini bahwa perang merupakan suatu sebab dari kejadian-

kejadian penting dalam peradapan manusia, walaupun tentu saja bukan satu-satunya

sebab. Banyaklah contoh yang menunjukkan bahwa kejadian-kejadian yang bersifat

“kebetulan” sering berhasil menciptakan perubahan-perubahan dalam peradapan

manusia. Diceritakan bahwa jatuhnya sebuah apel masak dikebun pada akhir tahun 1687

telah membuat Isaac Newton 1 menemukan hukum gaya berat semesta. Penemuan Isaac

Newton itu merupakan penyempurnaan teori Galileo dan Kepler tentang peredaran

benda-benda langit. Dan yang lebih penting ialah karena ternyata merupakan pertanda

bagi naiknya zaman pencerahan dalam bidang fisika. Sebuah peristiwa lagi terjadi pada

tahun 1520. pada waktu itu anak-anak buah ketiga perahu yang dipimpin oleh Colombus

sedang merasa putus asa disebuah titik dilautan Atlantik, ketika tiba-tiba terjadi badai

yang menyerat perahu-perahu tersebut. Ke pantai sebuah benua baru. Peristiwa itu

kemudian menjadi pembuka zaman baru2, yaitu zaman kolonisaai secara besar-besaran ke

benua baru itu yang kemudian terkenal dengan Benua Amerika.

1 Louis L Snyder, Abad Pemikiran (terjemahan Nyoman S Pendit), Bhratara, Jakarta, 1961, hal. 29. 2 Jean Canu, Sejarah Anerika Serikat (terjemahan Mr. Nany Suwondho), Pustaka Rakyat N.V.,

Jakarta 1953, hal. 5.

151

Page 153: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Bertolak dari kenyataan di atas sampailah kita pada kesempatan untuk membicarakan

perang Diponegoro, ialah suatu peristiwa dalam sejarah Indonesia yang meninggalkan

bukti-bukti berupa catatan bertarich. Dan peristiwa itu telah berlangsung dari tahun 1825

sampai dengan awal 1830.

Lalu apakah hakekad perang sebenarnya ? Dan mengapa peristiwa yang terjadi di

Jawa Tengah dan Jawa Timur antara 1825 – 1830 itu disebut perang?

Setiap terdengar perkataan perang terbayang di depan mata kita suatu pertarungan

mempertaruhkan jiwa raga antara dua belah pihak atau lebih, dimana masing-masing

pihak berusaha mengalahkan lawannya dengan kekuatan senjata. Gambaran itu sesuai

benar dengan pendapat orang – orang yang selalu disebut-sebut namanya setiap kali

orang membicarakan perang, yaitu Karl van Clausewitz. Didalam bukunya yang berjudul

“Tentang Perang” dijelaskannya bahwa baginya “perang merupakan suatu pergulatan

secara secara besar-besaran, dimana masing-masing pihak memaksa pihak lawannya

dengan kekuatan jasmaninya, untuk supaya tunduk kepadanya”.3

Dengan pengertian baru ini kita hendaknya mencoba menjawab pertanyaan yang

mungkin timbul dalam pikiran kita, apakah peristiwa yang terjadi pada suatu masa antara

1825-1830 disebagian pulau Jawa itu dapat disebut perang? Jawabannya dengan tegas

ialah benar. Sejarah dengan tegas telah membuktikan ada dua belah pihak yang saling

bertentangan. Di satu pihak berdiri Diponegoro yang mendapat dukungan yang merata

dari sebagian besar penduduk Jawa. Dipihak lain berdiri kekuasaan Belanda yang

bersekutu dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintahan, seperti kesultanan Yogyakarta,

Kesunanan Surakarta, Keadipaten Mangkunagaran serta pihak Monconegaran, dibawah

pimpinan Letnan Jendral Marcus de Kock.

Kemudian timbul lagi pertanyaan, pihak mana yang berusaha mendesakkan

kehendaknya terhadap pihak lain? Jawabannya tentu saja kedua belah pihaklah yang telah

sama-sama mendesakkan kehendaknya. Pihak Belanda selalu mendesakkan kehendaknya

kepada pihak Diponegoro. Dan dan kehendak itu banyak sekali wajahnya. Pihak Belanda

antara lain telah mendesakkan atau memaksakan cara hidup baru, suatu kebudayaan baru

kepad pihak Diponegoro dan kepada masyarakat Jawa.

3 Karl von Clausewitz, op cit. hal. 1

152

Page 154: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Di lain pihak maka Diponegoro sebagai lambang kehendak rakyat, berusaha pula

mempertahankan pendiriannya. Dan pendiriannyapun berwajah banyak. Diantaranya

penolakan masuknya pengaruh kebudayaan Barat yang buruk terhadap masyarakat Jawa,

terutama dikalangan tinggi. Pihak Belanda hendaknya mau menghargai cara hidup dn

kebudayaan Indonesia, khususnya di Jawa dan mau pula menghargai atau menghormati

harga diri Pangeran Diponegoro beserta rakyatnya. Dalam pertentangan itu masing-

masing pihak telah mempergunakan seluruh tenaga jasmani dan rohaninya, hingga

timbullah pergulatan senjata yang dasyat. Itulah hakekad perang.

Setiap uraian perang tidaklah mungkin bersifat obyektif, hingga uraian itu bersifat

deskriptif, selama penulisnya masih berasal dari salah satu pihak yang berperang. Setiap

buku yang ditulis oleh pihak Belanda tentang perang Diponegoro, dalam setiap

kesempatan akan mengatakan bahwa pihak Diponegorolah yang tidak benar, karena telah

mengadakan pembangkangan dan pemberontakan melawan kekuasan yang ada.dan

dengan demikian maka pihak belandalah yang benar. Akan tetapi di pihak Diponegoro

dengan sendirinya mempunyai pendapat yang berlainan, yaitu pihak Belandalah yang

bersalah, karena selalu mengadakan penindasan terhadap rakyat Indonesia, dalam hal ini

di Jawa. Dan setiap pengemban amanat penderiataan rakyat dengan tegas akan memilih

tempat di belakang pendapat Diponegoro itu. Hingga dengan demikian penulis dengan

sendirinya tanpa ragu-ragu mempergunakan julukan yang tegas bagi perang yang terjadi

pada waktu itu, seperti dalam uraian mendatang ini.

2. Perang Diponegoro Sebagai Perang Kemerdekaan.

Perkataan Diponegoro didepan perkataan perang dimaksudkan untuk memberi ciri

dan tekanan bahwa daalam perang itu yang memegang peranan penting ialah Pangeran

Diponegoro. Jadi bukan Trunojoyo ataupun pahlawan yang lain. De Stuers memberikan

julukan La Guerre de Java atau perang Jawa untuk peristiwa yang sama, dengan

menganggap remeh peranan Pangeran Diponegoro sebagai seorang pengatur strategi

perang yang telah berlangsungselama lima tahun di tanah Jawa. Dia hanya memberikan

tekanan kepada tempat terjadinya peristiwa perang itu, yaitu tempet terjadinya kegiatan

Belanda. Kita bisa membandingkan julukan perang Korea dan perang Pasifik, untuk

153

Page 155: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

memberikan tekanan bahwa perang-perang itu terjadi di tanah Korea dan yang satunya

diperairan lautan Pasifik. Kita mengenal pula julukan Perang Boer ataupun Perang

Punisia untuk membedakan bahwa perang yang pertama adalah melawan bangsa Boer

dan yang kedua melawan bangsa Punisia.

Dengan pemberian perang Diponegoro ini selain untuk memberikan tekanan pada

peranan Diponegoro, penulis hendak menyatakan bahwa keterangan Diponegoro

mempunyai hubungan erat dengan sifat perang itu sendiri, yaitu perang kemerdekaan.

Akan tetapi sebelum memberikan bukti bahwa perang yang dilakukan oleh Diponegoro

dan pasukannya itu merupakan perang kemerdekaan, maka lebih dahulu baiklah kita

ketahui apa yang disebut perang kemerdekaan itu.

Perang idak lain dan tidak bukan adalah lanjutan dari pada politik dengan cara

lain. Maka kita lihat perang bukan saja merupakan suatu tindakan politik, namun

juga sesungguhnya suatu alat politik, suatu lanjutan dari pergaulan politik, yang

melanjutkannya dengan cara – cara lain.4

Itu adalah perumusan Clausewitz yang paling mashur diantara perumusan-

perumusan yang lainnya tentang perang. Perumusannya itu memberikan jawaban

bahwa perang sebenarnya hanyalah alat saja, jadi bukan tujuan. Bila hubungan antara

dua negara atau antara rakyat dengan pemerintahnya, ataupun antara suatu bangsa

yang terjajah dengan suatu bangsa yang kebetulan menjadi penguasa, tidak

memberikan kepuasan dalam bidang politik, maka keadaan “damai” itu tidak

mungkin lebih lama lagi dapat dipertahankan. Dengan demikian maka dicarilah jalan

untuk mendapatkan kepuasan politik itu. Dan salah satu cara atau alternatif yang

paling exstrim yang dapat diambil yaitu mengobarkan peperangan dengan maksud

supaya pihaknya akan mendapatkan kepuasan politik itu. Dan kalau kita akan

berbicara dalam rangka hukum sebab akibat, maka pada tingkat pertama perang

merupakan suatu akibat, yaitu akibat dari konstelasi politik dari masyarakat tertentu

pada masa tertentu. Dengan demikian maka sifat akibat tidak akan menyimpang dari

sifat percaturan politik pada waktu itu.

Perkembangan politik di tanah Jawa, khususnya didaerah Mataram pada waktu itu,

yaitu sebelum pecah perang adalah demikian rupa, hingga rakyat dan sebagian para

4 Karl von Clausewitz, op cit. hal. 27.

154

Page 156: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

bangsawan merasakan adanya suasana politik yang tidak memuaskan. Perkataan politik

disini jangan diartikan dalam hubungan pemerintahan saja, akan tetapi juga dalam

hubungan dengan keadaan sosial dan ekonomi masyarakat. Suasan apolitik pada waktu

itu sangat menguntungkan pihak Belanda. Pada hati rakyat sangat deras timbulnya

kesadaran bahwa keadaan buruk itu tidak mungkin lebih lama lagi dipertahan kan terus.

Demikian juga perasaan itu terdapat pula pada dada para bagsawan. Kesadaran itu lebih-

lebih menggerakkan hati pemimpin-pemimpin rakyat. Seperti Pangeran Diponegoro,

Pangeran Mangkubumi, Kyai Modjo, Sentot Prawirodirdjo dsb. Untuk segera berusaha

mengubah keadaan pada waktu itu. Dan pendirian serta keyakinan yang terdapat pada

dada mereka itu tidak mungkin lagi dapat diubah. Bila dengan jalan damai pemerintah

jajahan tidak mau mengubah sikap dan tidak pula mau menghargai sikap Diponegoro dan

rakyatnya, maka tidak ada pilihan lain kecuali diambilnya di jalan perang untuk mencapai

politik itu tadi. Dengan demikian pergulatan dengan senjatapun dimulailah.

Karena pihak yang merasa tidak puas dengan konstelasi politik pada waktu itu adalah

bagsa yang terjajah. Maka perang yang dilakukan oleh pihak yang terjajah untuk

mengusir pihak yang menjajah itu, untuk mencapai kemerdekaan bangsanya, disebut

perang kemerdekaan. Nyatalah disini bahwa motif dari perjuangan bersenjata yang

dilakukan oleh rakyat dan pemimpin-pemimpinnya, ialah hasrat untuk kemerdekaan diri

dari belenggu penjajahan dalam semua bidang kehidupan. Jelas sekali tujuan politik dari

perang itu ialah membentuk suatu negara dan masyarakat Indonesia yang bebas dari

pemerasan penjajah. Dengan perkatan lain merupakan reaksi dari keadan dimana

kemerosotan moral sangat merajalela dan beban rakyat begitu berat sebagai akibat

penetrasi Belanda.

Istilah perang kemerdekaan ini juga merupakan reaksi terhadap istilah yang di ajukan

oleh Jean Gottmann. Dalam kerangkanya yang berkepala perkembangan perang kolonial

perancis, dia antara lain mengatakan bahwa peristiwa itu adalah “Sebagai perang

155

Page 157: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kolonial”.5 Sedangkan professor Q. Wright6, seorang penulis sejarah militer, dalam

bukunya yang berjudul “A Study of war” menyebutkan, bahkan, perang-perang yang

terjadi terjadi selama kurun masa antara tahun 1789-1914 ialah perang kapitalisasi,

artinya perang yang bertujuan untuk menanamkan kapital-kapital pada daerah-daerah

jajahan. Hal itu disebabkan karena perbedaan tempat dari mana orang memandang

persoalan itu. Kalau pihak penjajah dipandang sebagai subyek dan pihak yang terjajah

dipandang sebagai obyek, maka benarlah apa yang dikatakan oleh kedua orang penulis

dari Barat itu. Akan tetapi sebagai bangsa yang telah mengalami betapa pahit rasanya

terjajah selama tiga setengah abad, maka saya berpendapat tidak adalah istilah yang lebih

herois dan dengan demikian lebih tepat untuk menamai perang yang demikian itu sebagai

perang kemerdekaan.

5 Baca karangan Jean Gottmann : Perkembangan Perang Kolonial Perancis, dalam buku Edward Mead Earle, Penyusun-prnyusun Strategi Perang Modern, Bhratara, Jakarta 1962, hal. 201-221.

6 Edward Mead Earle, ibid, hal. 246. Prof. Q. Wright membagi sejarah peperangan dalam kurun masa-

masa yang baik sekali: a) Kurun mas pemakaian senjata api (1450-1648), b) kurun masa tentara profesional dan perang dinasti (1648-1789), c) kurun masa kapitalisasi (1789-1914), dam d) Kurun masa perang total (1914-1942).6

156

Page 158: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

BAB II PERIMBANGAN KEKUATAN

1. Casus Belli.

Kalau mau dituliskan secara terperinci sebab-sebab timbulnya perang Diponegoro,

maka uraian itu akan merupakan buku yang berjilid-jilid tebalnya, sebab akan berisi

cetusan perasaan tidak puas yang diderita oleh lapisan masyarakat di Jawa Tengahsejak

mulainya ada bentuk penjajahan pada pertengahan abad ke 17. semua kegagalan yang

dialami perang-perang kemerdekaan yang terjadi pada masa-masa sebelum 1825 juga

merupakan sebab-sebab timbulnya perang Diponegoro itu.

Saat pemerintahan Amangkurat I (1645-1677) dikenal sebagai langkah yang tidak

menunjukkan keperwiraan bagi tradisi Mataram. Tradisi menentang penjajahan yang

telah dirintis oleh Sultan Agung (1613-1645), telah dirusakan oleh Amangkurat I, sebab

raja ini telah secara jurudis mengakui adanya kekuatan asing di Batavia yang berbentuk

V.O.C. Tindakan itu dibuktikan adnya perjanjian yang diadakan dengan V.O.C. yang

terjadi pad 1646, antara lain berisi :

1. Mataram mengakui Belanda di Batavia

1. Mataram boleh berdagang dengan merdeka di seluruh Indonesia

kecuali dengan :

a) Ternate, Ambon dan Banda

b) Pelayaran ke Malaka atau melalui Malaka harus memakai surat

izin Belanda.

2. V.O.C. tiap-tiap tahun mengirimkan utusan ke Mataram. 1

Selanjutnya keadaan di Jawa menjadi lebih buruk lagi selama pemerintahan Amangkurat

II, yang hanya karena ingin tetap sebagai Susuhunan di Mataram, telah memberikan

kesempatan lebih banyak lagi kepada Belanda untuk menguasai tanah Jawa. Perjanjian

yang diadakan pada 1677 antara Amangkurat II dengan pihak Belanda antara lain

berbunyi :

1. Mataram membajar 250.000 rejal dan 3.000 pikol beras dibajar 3 kali

dalam tiga tahun.

1 R. Moh. Ali, Perjuangan Feodal Indonesia, Ganaco N.V. Jakarta Bandung, 1963, hal. 130.

157

Page 159: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. Pelabuhan DJawa semuanja terbuka bagi V.O.C.

3. V.O.C. mendapat daerah Kerawang dan Priangan.

4. Ongkos perang selandjutnja ditaksir 20.000 rejal harus dibajar oleh

Mataram (tiap-tiap bulan).2

Dari kegiatan ini dapatlah kita maklumi betapa Belanda telah menghujamkan cakar

kolonialismenya ke bumi Indonesia. Profesor Dr. D. H. Burger telah mentafsirkan

keadaan sejak 1677 itu Mataram telah menjadi “semacam” protektorat” kompeni”.3

Dengan demikian maka kekuasaan atau pemerintahan atas bangsanya sendiri telah hilang.

Kemudian kita mengetahui bahwa keadan yang merupakan awal dari ikut campur tangan

asing itu telah membangkitkan tokoh-tokoh seperti Trunojoyo dan Untung Suropati untuk

mengadakan pemberontakan menurut istilah Belanda. Masing-masing telah terjadi sekitar

tahun 1674-1679 dan sekitar tahun 1683-1706. Akan tetapi sejarah telah membuktikan

bahwa teknik Belanda yang lebih unggul telah memadamkan api perlawanan bersenjata

itu.

Kemudian sejarah juga membuktikan bahwa sejak itu Belanda mulai melakukan

campur tangan dalam segala bidang kehidupan di tanah Jawa, terutama didaerah

“kekuasaan” Mataram. Sebagai pihak yang bersikap sebagai “protektor” maka Belanda

mulai menguasai perekonomian tanah Jawa. Belanda yidak lagi berdagang secara bebas,

tetapi sebaliknya mulai menjalankan monopoli atas pemasukan barang-barang import ke

wilayah Mataram dan juga atas pelemparan hasil-hasil bumi Mataram.

Setelah selesai perang mahkota ketiga (11755), maka selain Belanda telah benar-

benar menguasai daerah-daerah diluar Mataram, yang lebih menyedihkan ialah

terpecahnya “wilayah” Mataram menjadi empat “kekuasaan” yang kecil-kecil. Sebagai

akibat perjanjian Gianti pada 1755 timbullah “kekuasaan” baru seperti Kesunanan

Surakarta dibawah seorang Paku Buwono Kesultanan Yogjakarta dibawah Hamengku

Buwono. Dalam tahun 1757 muncullah Mangkunegaran sebagai “kekuasaan” baru di

Surakarta dan pada tahun 1812 di Jogjakarta muncullah “kekuasaan” Pakualaman. Semua

kerajaan itu baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang ekonomi betul-betul 2 R. Moh. Ali, ibid. hal. 134.3 D. H Burger, Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, jilid I (disadur oleh Prof. Dr. Prayudi

Atmosudirjo), P. N. Pradja paramita, Jakarta 1960, hal. 68. 3

158

Page 160: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tidak mempunyai kemerdekaan sama sekali. Profesor Dr. D. H. Burger dalam bukunya

Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia Menggambarkan sebagai “negara pekerjaan dan

pencerahan wajib saja kepada Belanda ……”4

Dalam hal demikian itu maka kebudayaan dan cara hidup orang Belanda yang buruk-

buruk mudah saja mempengaruhi kalangan atas setiap kerajaan di Jawa. Para bangsawan

Jawa mulai dibius oleh minuman keras dan kebiasaan Belanda yang buruk. Sementara

rakyatnya selalu saja menderita akibat buruknya. Kemudian tidak sedikit para bangsawan

yang mulai menyadari betapa merusaknya segala akibat penetrasi Belanda itu. Semuanya

itu sangat menyinggung kemurnian perasaan timur dan adat pusaka moyang mereka.

Perubahan-perubahan yang berkali-kali diadakan oleh pemerintah-pemerintah

penjajah Belanda dan Inggris, yang pad hakekadnya sangat merugikan rakyat dan

kalangan bangsawan di Jawa, melahirkan situasi yang baik sekali untuk timbulnya

perasan tidak puas yang dapat mencetuskan praktek-oraktek perlawanan terhadap

penjajah. Gambaran itu semua menunjukkan kepada kita betapa rapatnya hubungan

kejadian-kejadian yang satu dengan yang lain dalam sejarah Indonesia yang merupakan

kelangsungan cerita sejarah yang bulat. Menunjukkan pula sebuah episode dalam sejarah

Indonesia sebenarnya mempunyai sumbernya pada kejadian-kejadian masa lampau.

Teringatlah penulis pada ucapan Lyautey, sssalah seorang tokoh militer Perancis abad

ke 19, seorang yang telah berhasil merumuskan gagasan dan doktrin madzab militer

kolonial Perancis. Dalam memberikan ulasan terhadap perang-perang kemerdekaan yang

digambarkan sebagai pemberontakan perampok-perampok, dia mengatakan bahwa

tindakan gerombolan perampok itu ialah sebagai tanaman yang tumbuh di atas tanah

tertentu saja.” Cara yang paling efisien untuk menghentikan menjalarnya tanaman itu

ialah dengan menjadikan tanah itu tidak cocok bagi pertumbuhannya”.5

Bagaimana sebenarnya keadan tanah dan bumi Indonesia, dalam hal ini di Jawa?

Keadaannya merupakan bumi yang subur bagi tanaman yang liar itu. Semak belukar

perasan tidak puas telah merimba. Kita masih ingat perasan tidak puas dan perang-perang

kemerdekaan yang dipimpin oleh Sultan Agung, Trunojoyo, Untung Suropati dsb. yang

juga terjadi di bumi yang sama. Semak-semak itu memang telah berkali-kali dicabuti,

akan tetapi berkali-kali pula tumbuh lagi. Ibarat rumpun ilalang yang setelah dibakar

4 Prof. Dr. D. H. Burger, ibid. hal. 78.5 Edward Mead Earle, op cit. hal. 208.

159

Page 161: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

habis, tunas-tunasnya tidaklah musnah. Pada saat hujan jatuh untuk pertama kalinya,

ilalang itu tumbuh dan meratalah kembali rumpun ilalang diseluruh bumi itu. Demikian

pula dengan semangat perang kemerdekaan di Indonesia. Seperti halnya dengan tunas-

tunas ilalang, maka tunas-tunas api kemerdekaan itu secara kodrati, secara hukum alam,

pasti akan tumbuh segera setelah hujan pertama jatuh.

Dan hujan yang ditunggu-tunggu itu jatuh pada kira-kira pertengahan bulan Juli 1925

atau tegasnya pada tanggal 20 Juli 1825. peristiwa itu sudah begitu terkenal, sehingga

tidak perlu diuraikan dengan panjang lebar lagi. Pada pertengahan tahun 1825 itu,

seorang bangsawan Mataram berpangkat Patih yang sangat tunduk kepada Belanda,

memberikan perintah untuk melebarkan jalan raja dari Yogjakarta ke Magelang dengan

melalui sebidang tanah milik Pangeran Diponegoro, tanpa memberitahukan lebih dahulu

kepada beliau. Bahkan sebagaian tanah perkuburan yang sangat dihormati beliau telah

dibongkar guna keperluan pembuatan jalan tadi. Dan reaksi yang kemudian timbul dari

pihak Diponegoro sungguh sangat bersifat ksatria. Selain menyuruh mencabuti seluruh

tonggak yang dipancangkan disepanjang tanah beliau, Pangeran Diponegoro

mengirimkan surat protes. Dan manakala surat jawaban atas surat protes itu tidak

kunjung datang, bahkan yang tiba ialah berita kabar angin bahwa Pangeran Diponegoro

akan ditangkap, lebih-lebih bila tentara yang ditugaskan untuk mengepung kediaman

Diponegoro telah ada disekitar tempat beliau, maka tegaslah sudah bahwa api perang

kemerdekaan segera harus dikobarkan. Suara salvo yang keluar dari senapan-senapan

tentara Belanda yang mengepung puri Tegalrejo, memberikan pertanda bahwa pernyataan

perang telah diumumkan. Dan permulaan perang itu justru datang dari pihak Belanda.

Secara beralasan sebenarnya kekhawatiran akan meletusnya apa yang disebut perang

Jawa itu telah timbul jauh sebelum tahun 1825, yaitu sejak 1802, dengan adnya usul dari

Dirk van Hogendorp6 mengenai perubahan struktur masyarakat pada bidang sosial dan

ekonomi, yang kemudian dilaksanakan oleh Daendels dan Raffles. Usul itu seperti sudah

kita maklumi adalah mengenai usaha menghilangkan sistem feodal, dimana para

bangsawan Jawa merupakan tuan-tuan tanah. Kemudian ternyata bahwa para bangsawan

itulah yang pali banyak mendukung perang kemerdekaan yang kemudian berkobar,

walaupun bukan oleh alasan tersebut itu saja. Tindakan Belanda itu ternyanta membuat

6 D.H. Burger, op cit. hal. 171.

160

Page 162: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

bumi Jawa itu menjadi sangat subur untuk tumbuhnya tanaman liar tadi. Selanjutnya

tindakan Belanda didaerah jajahannya itu merupakan pupuk yang baik untuk

menumbuhkan jenis tumbuhan tadi. Sayang sekali “nasihat” yang diberikan oleh seorang

kolonial Perancis di Tonkin kepada Belanda baru datang pada akhir abad ke 19. nasihat

itu mengatakan bahwa “…….Orang mesti membajak tanah yang sudah ditaklukkan itu,

lalu memagarinya dan kemudian menanaminya dengan padi yang baik ……”7

Oleh karena Belanda tidak memandang gawat keadaan di Jawa pada waktu itu, maka

dikirimlah tentaranya pada sebelum tahun 1825 sebagai ekspedisi ke Minangkabau,

Makasar dan Saparua, karena didaerah-daerah itu sedang terjadi pula pemberontakan

bersenjata melawan Belanda. Seperti sudah kita ketahui pada 1819 Belanda melakukan

ekspedisi ke Palembang karena Sultan Nadjamudin tidak mau mengakui kekuasan

Belanda. Pada 1822 timbul perang Paderi di Minangkabau yang sangat memerlukan

balabantuan dari Jawa. Sementara itu untuk memaksa raja Bone yang bergelar Aru

Palaka, supaya mentaati isi perjanjian Bongaya yang diadakan oleh Belanda dengan

Sultan Hasanudin pad 1667, Belandapun harus mengerahkan tentaranya ke Makasar.

Sedang sebelum itu, yaitu pada 1817 dipulau Ambon telah berkobar pula perang

kemerdekaan yang dipimpin oleh Pattimura. Jadi ditanah Jawa pada waktu itu sedang

kekurangan tentara.

Pada saat yang gawat itulah, dengan perantaraan kaki tangannya yaitu Patih Danurejo

, Residen Jogjakarta Smissaert dan sekretarisnya Chevallier telah melakukan tindakan

yang boleh dianggap sebagai pancingan untuk mengibarkan perang baru. Besar

kemungkinannya bahwa tindakan pancingannya itu memang sengaja dilakukan, dengan

sombong kedua pejabat itu pernah mengatakan bahwa “….. Diponegoro tidak ada artinya

dan tidak sama harganya dengan satu penggalan kelewang Belanda ……”8

Akan tetapi kemudian sejarah membuktikan bahwa perkiraan itu mereka terhadap

kekuatan Diponegoro itu sama sekali tidak benar. Bahkan ternyata kemudian

Smissaertlah yang pagi-pagi telah berteriak-teriak meminta bantuan kepada Surakarta,

waktu dia dan tentaranya yang terdiri dari 200 orang, beserta keluarga Keraton

Yogjakarta terkurung dalam benteng “Vredeburg”.

7 Edward Mead Earle, op cit. hal. 208.8 Muhammad Yamin, Sejarah Peperangan Diponegoro, Yayasan Pembangunan, Jakarta, 1950. hal.

106.

161

Page 163: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dan bukanlah tidak mungkin bahwa alasan penyekoresan dan pemecatan atas diri

Smissaert sebagai Residen Yogjakarta oleh de Kocktidak hanya berlatar belakang

kecurangan pejabat itu dalam bidang ekonomi saja- seperti kita ketahui dia telah berusaha

mengambil keuntungan harta benda untuk dirinya sendiri dari kesulitan pemerintah

jajahan, umpamanya saja pembesar itu sampai hati menimbun keperluan-keperluan

tentara seperti beras, padi, bahkan gabah dan rumput untuk keperluan sendiri.9 Bukan

tidak mungkin bahwa alasan yang dipakai de Kock untuk memecat dia itu adalah

tindakannya yang sangat ceroboh dalam bidang militer, karena pejabat itu telah

memancing-mancing timbulnya perang, justru pada saat-saat posisi Belanda sedang tidak

menguntungkan. Karena dalam saat-saat gawat seperti itu dia telah membiarkan

Chevallier menyerang puri Tegalrejo. Dan peristiwa itulah yang tercatat dalam sejarah

Indonesia sebagai sebab langsung pecahnya perang Diponegoro atau dengan perkataan

lain disebut c a s u s b e l l i dari dari suatu perang kemerdekaan yang berlangsung

antara 20 Juli 1825 sampai 28 Maret 1830.

2. Kekuatan Diponegoro

a. Faktor non militer.

Bukanlah hal yang mudah untuk mengetahui perincian kekuatan yang ada pada

pihak Diponegoro, karena kurangnya keterangan dokumenter yang khusus menguraikan

hal tersebut. Akan tetapi dengan sumber-sumber yang penulis telaah, penulis hendaknya

memaparkan secara sederhana.

Beberapa faktor sangat menguntungkan posisi Diponegoro dalam perang yang

dihadapinya. Keadaan alam, misalnya merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam

suatu perlawanan rakyat menentang penjajah. Ternyata keadaan seluruh wilayah dengan

segala gejalanya seperti hutan-hutan, pegunungan, rawa-rawa, jalan-jalan setapak dan

suangai-sungai yang terdapat didaerah itu tidak asing lagi bagi rakyat yangmendukung

perang itu. Dengan demikian maka pasukan Diponegoro mudah mencari tempat

perlindungan dan mudah pula melakukan serangan sekonyong-konyong dalam

9 Sagimun M.D, op cit. hal. 97-98

162

Page 164: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

melaksanakan perang gerilya. Daerah-daerah Kedu, Banyumas dan Bagelan tempat

dimana pasukan-pasukan Diponegoro beroperasi adalah daerah-daerah yang dikenal baik

oleh mereka. Akibatnya semua lerenga dan lembah, semua punggung gunung, semua

liku-liku jalan setapak, dan hutannya dapat mereka pergunakan dalam gerakan mundur

mereka ataupun dalam mengadakan serangan mendadak. Hal itu sangat menguntungkan

dalam usaha memelihara moril yang tinggi dari pasukan serta keberanian mereka.

Dengan demikian mereka akan selalu merasa bermain dirumah sendiri. Hal itu sangat

membantu memelihara semangat bertempur mereka.

Daerah Jawa Tengah yang seolah-olah ditaburi gunung-gunung, lembah-lembah

yang curam, hutan-hutan lebat dan sungai-sungainya yang deras arusnya, beserta desa-

desa yang dikelilingi oleh rumpun-rumpun bambu yang tinggi, seolah-olah merupakan

barikade alam yang sukar ditembus bagi pertahanan mereka. Sungai-sungainya yang

berarus deras dan bertebing sampai setinggi 30 kaki didaerah-daerh pegunungan, serta

padang-padang ilalang dn semak-semak gelagah yang tingginya sampai mencapai 4 atau

5 kaki dan musim penghujan yang lama, merupakan kombinasi yang sangat

menguntungkan pihak Diponegoro dalam menjalankan taktik perang gerilya.

Selain itu faktor manusia juga merupakan faktor yang menentukan juga. Faktor itu

tidak dapat dikesampingkan dalam setiap perjuangan massa. Setiap pemimpin perjuangan

akan selalu mencari simpati rakyat sebanyak-banyaknyadan berusaha mendapatkan

dukungan yang banyak untuk mensukseskan perjuangannya. Apalagi dalam perjuangan

bersenjata semacam peperangan kemerdekaan yang dipimpin oleh Diponegoro itu,

dimana manusia memiliki potensi yang sangat berarti baik ditinjau secara taktis maupun

secara strategis peperangan. Dari pihak mereka dapat diambil tenaga-tenaga cadangan

yang militan. Dari pihak mereka dapat pula diambil kegunaan lain seperti sumbangan-

sumbangan berupa bekal hidup selama perjuangan bersenjata itu berlangsung.

Gambarannya seperti air danau yang memberi hidup kepada ikan. Kepada merekalah para

pejuang mengharapkan perlindungan dan pertahanan hidup selama masa perjuangan

melawan tentara penjajah yang lebih kuat seperti ikan yang mengharapkan perlindungan

air danau. Rakyat yang selama masa penjajahan mengalami penderitaan, terutama dalam

bidang ekonomi, sudah lama merasa tidak puas dengan keadaan waktu itu, hingga

keinginan memberontak telah ada pada diri mereka. Tinggallah menunggu datangnya

163

Page 165: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pemimpin yang akan menggalang semangat dan yang kemudian akan mengobarkan api

perjuangan. Pada saat itu muncullah tokoh seperti Pangeran Diponegoro. Dan hampir

seluruh rakyat dan bangsawan Mataram dengan serta merta menggabungkan diri dengan

Diponegoro, segera setelah mendengar berita bahwa peperangan telah pecah. Dan

merekalah tenaga-tenaga yang mula-mula menjadi tumpuan segala harapan Pangeran

Diponegoro.

Faktor selanjutnya ialah faktro simpati dari luar. Tentu saja Diponegoro tidak dapat

mengharapkan datangnya simpati dari negara-negara lain diluar Indonesia. Karena belum

adanya komunikasi yang dapat memberitahukan dengan serentak tentang pemberontakan

itu. Dan lagi Diponegoro tidak memiliki perahu-perahu besar yang dapat bergerak cepat

untuk meminta bantuan dari luar, seperti yang pernah dilakukan oleh Adipati Unus waktu

mengepung kota Malaka yang sejak 1511 jatuh di tangan Portugis. Dipati Unus waktu itu

telah meminta bantuan berupa armada kapal perang dari Aceh, sebagai sama-sama negara

maritim. Akan tetapi hal yang demikian itu tidak dapat dilakukan oleh Diponegoro.

Meskipun demikian Belandan tetap berusaha supaya Diponegoro tidak mempunyai

kontak dengan dunia luar. Ini dibuktikan dengan adanya dua buah kapal perang Belanda

dipantai selatan didekat muara aliran sungai-sungai Progo dan Bogowonto, yaitu kapal-

kapal “de Haay” dan “de Leye”.10

Akan tetapi tidak berarti bahwa perjuangan Diponegoro tidak mendapat simpati dari

pengusa-penguasa daerah. Begitu pemberontakan itu dimulai di Mataram, beritanya

sudah sampai didaerah-daerah lain, dengan perantaraan suarat ataupun kurir Diponegoro

yang dikirimkan ke darah Rembang, Jepara, Bagelan dsb. di bawah ini tercamtum slinan

sepucuk surat yang dirulis oleh Diponegoro guna mengobarkan perjuangan penduduk

Kedu. Surat itu tertulis dalam bahasa Melayu sebagai berikut:

Soerat ini datang dari saja Kandjeng Goesti Pangeran Diponegoro serta

Pangeran Mangkoeboemi di Djokjakarta Adiningrat kepada semua kawan

di Kedoe, menyatakan bahwa sekarang negeri Kedoe sudah saja minta.

Orang semoeanya moesti tahu tentang hal ini, laki-laki, perempoean,

besar, ketjil tidak perlu diseboetkan satoe persatoe. Adapun orang jang

saja suruh namanja Kazan Bazari; djikalau soedah mengikoeti soerat

10 Sagimun M. D, op cit. hal. 199.

164

Page 166: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

oendangan saja ini, biarlah lekas sedia sendjata, biar reboet negeri dan

betoelkan agama Rosoel. Djikalau ada yang berani tidak maoe pertjaja

akan bencinya soerat saja ini, maka dia saja potong lehernja.

Kemis, tanggal 5, boelan Hadji

tahoen Be (31 Djuli 1825).1

1

Sambutan atas surat semacam itu datang dari berbagai daerah dengan pengiriman

tenaga-tenaga tempur ke Mataram atau dengan mengadakan persiapan pemberontakan di

daerah masing-masing.

Nyatalah bahwa ketiga faktor tersebut, mula-mula tidak bersifat militer atau non

militer. Akan tetapi perang tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat militer

saja. Seperti pemimpin Diponegoro telah berhasil mengubah faktor-faktor yang tidak

bersifat militer itu menjadi faktor sangat penting dalam bidang strategi dasar untuk

pertahanan dan perlawanan rakyat. Akan ternyata nanti bahwa semua wilayah di Jawa

Tengah dan Jawa Timur menjadi medan pertempuran. Pemimpin-pemimpin daerah

diberi kekuasaan untuk membuka front-front baru dalam peperangan melawan Belanda,

mesti doktrin perang regular pada dasarnya tidak menghendaki pembukaan front lebih

dari satu, kalau keadaan tidak memaksa, apalagi bagi pihak yang kurang kuat dalam

persenjataannya. Akan tetapi Diponegoro berani mengabaikan doktrin tersebut. Karena

faktor alam dan tenaga juang yang militan berpihak kepadanya, maka dimana-mana

bermunculan front-front yang bersifat elastis, artinya pasukan Diponegoro itu mudah

sekali memindahkan tempat kegiatan meraka. Dan hal itu sangat membingungkan pihak

lawan.

Pada babak terakhir peperangan, Diponegoro seolah-oleh menjadi “single fighter”,

karena pembantunya seorang demi seorang meninggalkannya seperti al:

o putranya sendiri yang bernama Dipokusumo memihak kepada Susuhunan pada

tanggal 17 Maret 1827.

o Kyai Mojo tertangkap pada tanggal 16 Nopember 1928.

o Pangeran Mangkubumi turun ke kota pada tanggal 28 September 1928

11 Muhammad Yamin, op cit. hal.41.

165

Page 167: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

o Dan Sentot sendiri beserta para pemimpin militer lainnya menjarah pada 24

Oktober 1829.

Maka pada saat itu dipusatkanlah daerah pertahanannya di sekitar Bagelan,

Banyumas dan Kedu. Pemusatan didaerah-daerah tersebut bukanlah suatu tindakan yang

dilakukan secara kebetulan saja, akan tetapi merupakan suatu sikap yang benar-benar

telahdiperhitungkan atas pengetahuan dan keadaan rakyat dan daerah Bagelan, Banyumas

dan Kedu itu mempunyai nilai strategis yang baik sekali.

Pangeran Diponegoro mengetahui benar watak rakyat dari setiap daerah yang

memihak kepadanya. Misalnya rakyat Kedu sangat baik dalam setiap perjuangan, asal

jangan dibawa keluar daerahnya sendiri. Rakyat Mataran tanpa ada kekhawatiran apapun

dapat berperang dimana saja. Sebaliknya rakyat dari daerah Pajang dan Surakarta hanya

mau berperang untuk sekali perjuangan saja. Selanjutnya putera-putera Madiaun sangat

agresif pada tingkat pertama perjuangan, tetapi selanjutnya jiwanya menjadi kurang

bersemangat lagi. Itu semua diketahui oleh Pangeran Diponegoro dan hal itu merupakan

bukti bahwa beliau memperhatikan kegunaan ilmu bumi militer.12 Jadi dengan demikian

dapatlah diketahui bahwa tindakan Diponegoro yang seolah-olah menggantungkan nasib

perjuangannya kepada penduduk daerah-daerah tersebut, tadi benar-benar merupakan

sikap yang telah diperhitungkan.

Kesimpulan yang demikian itu memang beralasan, sebab kemudian dalam perjuangan

kemerdekaan dalam abad ke 20, bermunculanlah tokoh-tokoh m8iliter dari daerah-daerah

tersebut. Seperti Jendral Sudirman yang dibesarkan di darah Banyumas, Jendral Gatot

Subroto dan Jendral Urip Sumoharjo bahkan pemimpin gerombolah pemberontak

D.I./T.I.i. yang terkenal gigih dalam membela keyakinannya dan kuat bertahan di dalam

hutan selama tiga belas tahun lebih, juga putera daerah Banyumas. Namanya Sekarmaji

Marijan Kartosuwiryo.

Sekali lagi dalam pertengahan abad ke 20 wilayah dan rakyat ketiga darah itu pernah

memegang peranan penting dalam perang kemerdekaan segara setelah kekuasaan Jepang

roboh. Ketiga wilayah itu dan rakyatnya kembali merupakan air danau bagi ikan yang

hendak mempertahankan hidup.

12 Muhammad Yamin, op cit. hal. 91.

166

Page 168: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

b. Faktor-faktor yang bersifat militer.

Faktor kekuatan militer mula-mula tidak dimiliki oleh Diponegoro. Tidak ada

pasukan bersenjatapun yang dimiliki, apa lagi pasukan yang telah mendapat didikan

dan latihan secara teratur yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan. Hal itu memang

tidak mungkin bisa terjadi, karena pihak Belanda sudah terang tidak memperbolehkan

tokoh seperti Diponegoro memiliki pasukan bersenjata. Diponegoro sendiri tidak

pernah memikirkan hal itu, karena kepergian beliau ke Tegalrejo bukanlah

dimaksudkan untuk mempersiapkan suatu pemberontakan bersenjata. Seperti sudah

dikatakan dalam bab terdahulu, maka tindakan Diponegoro itu hanyalah merupakan

suatu kelanjutan tindakan politik untuk menentang Belanda tanpa perlawanan

bersenjata. Akan tetapi kemudian tiba-tiba berubah menjadi perang, sebab perang telah

dimulai oleh pihak Belanda.

Dan bila jalan pemberontakan itu telah dimulai, maka peristiwa yang kemudian

terjadi sesuai benar dengan pendapat Karl Marx mengenai pemberontakan. Karl Marx

telah menulis karangan yang dimuat dalam the New York Tribune dengan judul

Revolution and Counter Revolution yang menyatakan bahwa : “…… sekali dimulai

(pemberontakan itu. Penyusun), maka bertindaklah kamu dengan ketetapan yang paling

besar dan pihak yang offensip. Kedudukan bertahan berarti berakhirnya setiap

pemberontakan bersenjata …….. Kejutkanlah musuhmu ………”13

Dan memang benar Diponegoro telah bertindak tidak kepalang tanggung. Sebagai

seorang bangsawan yang memiliki kecakapan militer, maka disusunlah dengan segera

kekuatan perlawanan. Selarong sebagai daerah berbukit dan berhutan campuran yang

terletak di sebelah tenggara kota Yogjakarta dipilihnya sebagai pangkalan pertama.

Dengan perlengkapan senjata mereka telah siap buat bertempur. Menurut de Stuers

persenjataan pasukan Diponegoro terdiri dari keris dan tombak yang panjangnya sepulah

sampai lima belas kaki, sebagai senjata yang sangat efektif. Akan tetapi banyak pula

diantara mereka yang dipersenjatai dengan bedil.14

13 Edward Mead Earle, op cit. hal. 139.14 De Stuers, Memoires Sur La Guerre De L’ile De Java, De 1825-1830, A Leyde, Chez S & J.

Lachmans, Amsterdam 1833, hal. 4 - 5.

167

Page 169: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sambil lau dalam pertempuran-pertempuran yang menyusul diusahakanlah

memperoleh tambahan persenjataan dan perlengkapan militer lainnya.umpamanya saja

dalam pertempuran singkat, yang berupa penghadangan yang dilakukan oleh pasukan

yang dipimpin oleh Mulya Sentika atas sebuah pasukan balabantuan Belanda yang datang

dari Semarang untuk Jogjakarta dibawah pimpinan Kapten Kumsius, pasukan

Diponegoro memperoleh persenjataan buat lebih dari 200 orang. Pertempuran itu terjadi

didekat pisangan, sebuah daerah diantara Jogjakarta dan Magelang. Selain senjata mereka

juga memperoleh rampasan uang tunai itu hanya sebesar 50.000 perak. Menurut De

Stuers maka rampasan uang tunai hanya berjumlah 30.000 perak.15

Dalam pertempuran lain bahkan pasukan Diponegoro berhasil mendapatkan

rampasan peran yang terdiri dari wagon-wagon, kereta-kereta dan bahkan meriam beserta

amunisinya dan sejumlah besar alat-alat lain yang dipergunakan dalam peperangan.16

Perlengkapan-perlengkapan itu semua membuata pasukan Diponegoro menjadi lebih

maju dalam persenjataannya.

c. Organisasi militer Diponegoro

Masalah ini sangat menarik sebab merupakan salah satu jawaban dari pertanyaan

yangtimbul mengapa sebuah kesatuan yang serba sangat kurang dalam persenjataannya,

sampai kuat bertahan hingga lima tahun lamanya dalam melancarkan serangannya

terhadap Belanda dan sekutunya yang telah mempunyai pengalaman militer yang terbaru

dalam perang Napoleon di daratan Eropah. Kita tidak bisa menyamakan keadaan yang

terjadi pada waktu itu dengan keadaan gerombolan pemberontak Kartosuwiryo dapat

bertahan jauh lebih lama dibandingkan waktu yang dipakai oleh pasukan-pasukan

Diponegoro, yaitu sampai lebih dari tiga belas tahun di hutan-hutan, tetapi mereka

mempunyai faktor-faktor yang masing-masing berbeda. Kita tahu bahwa gerombolan

Kartosuwiryo mempunyai sumber bantuan dari luar negeri. Selain itu pasukannya hampir

tidak pernah melakukan serangan-serangan ke pusat-pusat kedudukan lawannya, satu hal

yang sering sekali dilakukan oleh pasukan-pasukan Diponegoro. Pengepungan kota

Yogjakarta pada saat-saat pertama pecah perang serta pengepungan dan serangan

15 De Stuers, i b i d. hal. 42. 16 De Stuers, i b i d. hal. 8.

168

Page 170: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

terhadap Surakarta pada tanggal 15 Oktober 1826 adalah dua diantara sekian bukti

kebenaran pernyataan itu.

Dan salah satu rahasia keunggulan itu terletak pada adanya organisasi militernya

dan susunan stafnya yang efektif. Susunan stafnya itu tentu saja belum merupakan

susunan hierarki militer seperti yang kita kenal sekarang ini. Yang terdapat pada waktu

itu ialah sekedar adanya pembagian tugas sesuai dengan kemampuan para penanggung

jawabnya.

Diponegoro sebagai tokoh yang menjadi pusat segala kegiatan, menduduki jabatan

kepala negara dengan gelar Sultan, sebagai lambang persatuan perjuangan. Disamping itu

beliau juga bertindak sebagai panglima tertinggi tentara pembebasan dengan pangkat

Senopati hing alogo. Tugasnya ialah menentukan kebijaksanaan dalam rangka strategi

perjuangan dan pertahanan. Dalam hal ini beliau didampingi oleh penasihat-penasihat

militernya seperti pangeran Ngabei dan Sentot Priwirodirjo. Sedang setiap pemimpin

militer didaerah mempunyai wewenang yang cukup luas dalam menentukan

kebijaksanaan sendiri dalam bidang strategi dan taktik.

Pangeran Diponegoro juga sekaligus menjabat pimpinan agama Islam dengan gelar

Sajidin Panotogomo Kalipatullah. Dalam menjalankan tugas ini beliau didampingi oleh

penasihatnya yaitu Kyai Mojo.

Jabatan-jabatan itu telah secara resmi diterima oleh Diponegoro dalam suatu

upacara resmi di Dekso pad awal tahun 1826, dimana secara resmi beliau mendapat gelar

Sultan Abdulhamid Herucokro Amirul MukmininSajidin Panotogomo Kalipatullah

Tanah Jawi. Penobatan itu dilakukan dengan upacara adat dan agama dalam suasana

peperangan. Profesor Muhammad Yamin membandingkan peristiwa itu dengan peristiwa

penobatan Raja Erlangga di dalam hutan selama beliau mengembara. Juga peristiwa itu

mirip dengan penobatan Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit di hutan Tarik.

Pangeran Mangkubumi selain mempunyai kedudukan sebagai penesihat dalam

bidang pemerintahan, juga menjadi kepala staf bagian perumahan. Dalam staf operasi

duduklah tokoh-tokoh seperti Pangeran Ngabei Joyokusumo, Sentot Prawirodirjo dan

Kyai Mojo. Yang terakhir ini juga diserahi tugas sebagai penasehat urusan pemeliharaan

rohani. Hingga dengan demikian beliau telah mewarnai perjuangan kemerdekaan itu

dengan sifat keagamaan.

169

Page 171: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dalam perkembangan selanjutnya selama perang berlangsung, Diponegoro telah

membangun tentaranya menjadi suatu tentara yang teratur, dimana setiap pasukan

memiliki ciri-ciri tertentu untuk mengadakan pembedaan diantara berbagai pasukan.

Setiap pakaian itu mempunyai pakaian seragam yang tertentu, panji-panji tertentu pula

serta mempunyai nama-nama tertentu yang masing-masing dipimpin oleh komandan

tertentu. Akan tetapi pembagian pasukan-pasukan tadi tidaklah menuru pembagian

seperti pada tentara regular,seperti terdiri dari Batalyon, peleton dan regu. Kepala-kepala

pasukan itu pada umumnya berpangkat pangeran atau Tumenggung. Untuk jelasnya di

bawah ini kami cantumkan perinciannya :

1. Pasukan Bulkios, berada dibawah komandannya yang bernama Pasya Hasan

Munadi, jumlahnya mencapai 400 orang.

2. Pasukan Barjumuah, dipimpin oleh Abdulrahman dan jumlahnya sampai 140

orang.

3. Pasukan Turkios, yang dikomandani oleh Pangeran Prawiro Kusumo

mempunyai kekuatan sebanyak 300 orang.

4. Ketiga pasukan ini mengenakan sorban yang berwarna putih dan berbaju atau

jubah yang berwarna hijau.

5. pasukan Harkios, dibawah Pangeran Notoprono, mempunyai kekuatan 300

orang dan semuanya mengenakan sorban yang berwarna hijau dengan baju atau

jubah yang berwarna hijau pula.

6. Pasukan Pinilih, langsung dibawah komandan Pasya Sentot Priwirodirjo.

Pasukan ini mempunyai kekuatan 250 orang dengan ciri sorban belang hitam

putih serta baju atau jubah merah.

7. Pasukan Larban dipimpin oleh Tumenggung Joyo Lelono dengan pasukannya

sebanyak 140 orang.

8. Pasukan Naseran dibawah pimpinan Tumenggung Prawiroloyo, jumlahnya 300

orang.

9. Kedua pasukan ini ditandai dengan sorban yang berwarna hitam dan baju/jubah

hitam pula.

170

Page 172: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

10. Pasukan Suropadah yang dikomandani oleh putera Pangeran Diponegoro

sendiri mempunyai jumlah prajurit 100 orang. Sorbannya berwarna belang biru

putih, demikian juga warna baju atau jubahnya.

11. Pasukan yang bernama Sipuding terdiri para santeri, ulama-ulama, berjumlah

sebanyak 140 orang. Pemimpinnya bernama Syeh Hansari.

12. Pasukan Jagir dikepalai oleh Pasya Joyo Sendirgo, jumlah Passukanya ada 800

orang.

Seperti juga anggota pasukan Sipuding, maka pasukan inipun mengenakan

sorban putih. Demikian pula warna baju dan jubahnya.

13. Pasukan Surotandang adalah pasukan yang langsung dibawah Damuredjo.

14. Pasukan Djajengan mempunyai komandan yang bernama Pasja Kerto

Pengaalasan. Kekuarannya terdiri dari 600 orang prajurit. Kedua pasukan tadi

memakai tanda tersendiri, yaitu menggunakan surban berwarna merah, sedang

warna baju dan jubahnya ialah putih

15. Pasukan Surjogomo berjumlah 144 orang, keistimewaannya ialah karena

dipimpin oleh pangeran Diponegoro langsung.

16. Sedang pasukan Wanengprang yang mempunyai kekuatan 500 orang prajurit

dipimpin oleh Pasja Mertonegoro.

Kedua pasukan tersebut terakhir ini mengenakan sorban yang berwarna belang

putih. Demikian pula warna baju dan jubah yang mereka pakai.17

Kecuali itu mereka juga menjadi panji-panji yang berbeda-beda pula. Ada yang hanya

terdiri dari gambar palang dengan warna yang bermacam-macam pula, dan ada lagi yang

memakai gambar ular. Selain itu ada pula panji-panji yang dihiasi huruf-huruf arab atau

ayat-ayat Al Quran.

3. Kekuatan Belanda dan sekutunya

Walaupun pada dasarnya lawan Diponegoro dan pasukannya adalah

kekuasaan kolonialisme Belanda di Indonesia, akan tetapi pada kenyataannya

Diponegoro harus berhadapan dengan pasukan-pasukan yang terdiri dari bukan orang-

17 De Stuers, op cit. hal 92-93

171

Page 173: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

orang Belanda, yaitu dengan prajurit-prajurit sebangsa sendiri. Ini adalah akibat

permainan politik devide et impera yang dijalankan Belanda untuk mencapai tujuan

dalam waktu secepat mungkin dengan menggunakan tenaga sesedikit mungkin. Dalam

kesempatan ini dipakailah pasukan-pasukan penduduk asli berasal dari Madura, Ambon,

Makasar dan sebagainya. Mereka berada di bawah satu komando, yaitu komanda

Belanda.

Disamping itu maka pemerintah-pemerintah Mangkunegaran, Pakualaman dan

Surakarta adalah kekuatan-kekuatan yang memihak dan memilih berperang dipihak

Belanda. Semuanya itu sangat menguntungkan pihak Belanda yang justru sangat

membutuhkan bantuan, berupa pasukan-pasukan. Datangnya pasukan-pasukan

balabantuan dari kedua daerah Monconegaran yang masing-masing dipimpin oleh bupati

Kediri Tjakraningrat dan bupati Madiun R.M.T. Prawirohardjo menambah kekuatan

Belanda. Kemudian datang pula balabantuan dari Makasar, Madura dan dari Maluku

yang terakhir ini terutama datang dari Tidore, Ambon, Ternate dan Buton.

Segera setelah perang pecah maka seluruh kekuatan militer Belanda diseluruh Jawa,

terutama dari daerah-daerah pantai utara Jawa dikerahkan untuk melawan Diponegoro

dan pasukan-pasukannya Jendral Marcua de kock sendiri sengaja datang ke Jawa Tengah.

Pada 30 Juli jendral itu menemui Susuhuran guna membicarakan tambahan balabantuan.

Dan balabantuan dari Jakarta, Surabaya dan Semarang berdatangan ke wilayah Kedu,

Bagelen dan Mataram. Sementara itu tentara-tentara dikaresidenan Bayumas, Kedu,

Bagelen dan dari karisedenan lain di pantai utara Jawa Tengah dan dikedua daerah

Monconegaran bertahan mati-matian menghadapi kegiatan para pemberontak di wilayah

masing-masing. Tentara Belanda yang dikirim ke Bone ditarik kembali pada awal

September 1825 guna memperkuat pasukan sekutu. Tentara itu dipimpin oleh seorang

perwira yang nantinya banyak disebut-sebut dalam peperangan besar itu, yaitu jenderal

Van Geen. Kemudian datang pula Sollewijn dengan tentaranya dari Kalimantan ke tanah

Jawa. Juga pasukan balabantuan dari negeri Belanda didatangkan ke Jawa.

Akan tetapi walaupun tentara sekutu dengan organisasinya yang teratur dan

persenjatannya yang sangat unggul, ditambah lagi dengan keahlian Belanda untuk

mengembangkan strategi devide et imperanya, akan tetapi masih tidak dapat menandingi

pasukan-pasukan Diponegoro yang sangat mobil, karena mereka bermain diwilayah

172

Page 174: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sendiri. Pada tahun-tahun pertama peperangan, pihak Belanda selalu menderita

kekalahan-kekalahan taktis hampir ditiap medan pertempuran. Akan tetapi kemudian

pada babak-babak terakhir peperangan, Belanda telah pula mengembangkan

pengalamanya dalam bidang militer sebagai hasil yang mereka peroleh dalam perang

Napoleon didaratan Eropa.

Betapa buruknya posisi pihak Belanda dalam perang Diponegoro itu diakui oleh

de Stuers, seorang mayor tentara kerajaan Belanda yang diperbantukan di Markas Besar

staf umum selama perang berkobar. Di dalam bukunya yang berjudul Memoires sur la

guerre de l’ile de java, dia memilih dalam introduksinya mengenai medan pertempuran

antara lain sebagai berikut :

En effet, les nonbreuses montagnes escarpees, les epaises forets, les

precipices imposibles a fanchir, les plaines submergees, les chemins

impracticables, les torrents impeteuex qui ravagents le terrain, er mille

autres accidents qui tiennent de la nature d’un sol toujours inegal et

dechiru sont autant d’obsttacles perquin surmontables qui entravent les

operations des troupes regulieres.18

Maksudnya bahwa sesungguhnya sejumlah pegunungan yang terjadi, hutan-hutan

belantara yang lebat, lembah-lembah yang sukar dituruni, dataran-dataran yang

tergenang air, dijalanan yang sangat sukar dilalui, arus dahsyat yang kemudian

merusaki permukaan bumi dan beribu peristiwa alam yang selalu bengis dan tidak

mengenal kasihan, kesemuanya merupakan halangan-halangan yang amat tidak

menguntungkan bagi operasi-operasi pasukan regular.

Pasukan-pasukan Belanda yang didatangkan dari daratan Eropa banyak

mengalami kesukaran ketika harus bertempur ditanah Jawa. Walaupun mereka telah

mendapatkan latihan-latihan militer yang terbaru, tapi di tanah Jawa ini mereka harus

menghadapi keadaan medan yangsangat berbeda dan sangat asing. Mereka juga harus

menghadapi tantangan yang tentu saja sangat kejam dirasakannya. Udara panas di

daerah tropis, lebih-lebih pada musim kemarau dirasakan sangat memeras tenaga

mereka. Dan musim penghujan merupakan tantangan yang sangat dahsyat pula. Akan

18 De Stuers, op.cit.hal.4.

173

Page 175: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tetapi tentu saja bukan karena dinginnya, sebab mereka sudah biasa merasakan udara

yang lebih dingin lagi. Hujan lebat di daerah tropis sering sekali menghalangi rencana

operasi militer yang jatuh pada sekitar tahun 1825 telah menghentikan operasi-operasi

militer mereka.

Dalam menjalankan opersai tidak jarang mereka harus melewati daerah paja-

paja yang biasanya menjadi sarang penyakit tropis. Dan bila wabah malaria itu

kemudian menjangkiti mereka, maka sudah terang hal itu akan sangat menghalangi

jalannya operasi yang mereka adakan. Itulah salah satu sebab disamping sebab-sebab

yang lain, mengapa pada saat permulaan perang mereka hampir selalu menderita

kekalahan-kekalahan ditiap medan pertempuran.

Dengan demikian maka dapatlah dimaklumi mengapa kemudian markas besar

tentara Belanda memperbanyak balabantuan yang terdiri dari bangsa pribumi.

Balabantuan itu didatangkan dari Makasar, Ambon, dan dari Maluku serta dari daerah

Jawa sendiri, yang sangat cocok untuk dipakai dalam pertempuran-pertempuran

ditanah Jawa. Belanda mengetahui bahwa pasukan-pasukan yang didatangkan dari

berbagai daerah di Indonesia itu, pada umumnya mempunyai reputasi yang baik

dalam pertempuran.

Untuk sekedar menunjukkan betapa besar bantuan yang telah diperoleh pihak

Belanda dari pasukan balabantuan pribumi itu, dibawah ini kami cantumkan nama-

nama perwira bangsa pribumi yang telah memeroleh tanda-tanda jasa dalam perang

yang mereka namakan Perang Jawa, berupa medali-medali emas dan perak dari

pemerintah dijajahan Belanda.

Tumenggung Wironegoro, berpangkat letnan kolonel dari pasukan-pasukan

Sultan Yogjakarta.

Pangeran Suryodiningrat dan Pangeran Suryomataram dari legiun

Mangkunegaran.

Mayor Tjakraningrat, komandan pasukan balabantuan dari Madura.

Pangeran Kamto, seorang kapten balabantuan dari Sumenep.

Letnan Kalu dan Balu serta marsekal Muhamad dari barisan Djajeng Sekar.

Mayor Kulabat sebagai komandan balabantuan yang datang dari Ternate.

Major Syarifudin, menjadi komandan pasukan –pasukan dari Tidore.

174

Page 176: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Letnan Sigera dan Letnan Sariman, komandan-komandan pasukan yang

berada dari Jawa.19

tu hanyalah sebagian saja dari serentetan nama-nama yang terdapat dalam daftar

yang dibuat oleh Belanda.

Klimaks dari kekuatan pihak Belanda yang dipergunakan untuk menindas

perjuangan bangsa Indonesia pada saat itu ialah pemakaian atau penggunaan strategi

perang baru yang berupa pengembangan secara intensip usaha pengepungan dengan

tujuan mempersempit daerah bergerak para pejuang kemerdekaan. Caranya dengan

menjabarkan benteng-benteng dihampir segenap daerah. Setiap benteng itu dihubungkan

dengan benteng yang lain oleh pasukan-pasukan yang mobil. Merekalah yang selalu

mengadakan perondaaan di wilayah-wilayah sekitar benteng-benteng itu. Mereka pulalah

yang selalu memberikan supply bahan makanan dan amunisi dari benteng-benteng itu.

Hingga dengan demikian penggunaan cara baru itu merupakan alat peperangan yang

mempunyai nilai-nilai taktis yang sangat unggul dan akhirnya merupakan strategi yang

sangat berhasil. Strategi baru itu menjadi terkenal dengan nama Benteng Stelsel atau

Aturan Benteng.

Pada gilirannya nanti akan kami jumpai lagi uraian tentang Benteng Stelsel itu

secara lebih khusus dan dalam hubungannya dengan jalannya peperangan juga bagaimana

hasil-hasil operasi dengan mempergunakan strategi baru iu.

BAB III : PERANG YANG MEMBAKAR PULAU JAWA

1. Unlimited War.

Kalau kita bentangkan peta pulau Jawa dan kita percikan tinta merah diatasnya, maka

seolah-olah pada waktu yang bersamaan bermunculan dengan merata bintik-bintik merah

di atas peta. Gambaran itu seperti bermunculannya pejuang-pejuang api peperangan di

banyak tempat meluas di tanah Jawa pada saat terbakarnya oleh api peperangan

19 De Stuers, op.cit.hal.216-217

175

Page 177: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kemerdekaan melawan penjajah Belanda, dalam peristiwa yang dikenal sebagai Perang

Diponegoro.

Jika tidak terpaksa maka dalam setiap perang regular setiap pemimpin militer akan

sedapat mungkin menghindari suatu peperangan yang tidak terbatas atau suatu unlimited

war, dalam keadaan yang demikian itu maka sekaligus seluruh kekuatan pasukan akan

dihadapkan dalam adu tenaga dalam sejumlah besar frout. Akan tetapi Diponegoro

mempunyai pandangan lain tentang hal itu. Tentunya karena Diponegoro menginsafi

benar bahwa sebagai pasukan yang tidak regular pasukannya mempunyai kondisi lain

yang tentunya tidak dimiliki oleh pasukan-pasukan regular. Berbeda dengan pasukan

regular, maka pasukan Diponegoro jarang sekali mengadakan perang terbuka, artinya

suatu peperangan dimana kedua pasukan beradu muka secara tidak mempunyai

perlindungan. Beberapa peristiwa yang terjadi selama masa Selarong dan masa Dekso

menjadi tempat pertahanan pasukan Diponegoro, menunjukkan bahwa beliau sangat

menghindari apa yang lazim disebut sebagai perang terbuka itu, walaupun perang yang

terjadi pada ketika itu ialah jenis perang posisi-yaitu perang untuk memperebutkan posisi

atau kedudukan tertentu.

Barangkali karena menyadari akan ada mobilitas atau kelincahan pasukan yang

sangat besar dan menyadari pula bahwa dalam suatu perang gerilya. Posisi bukalnlah

merupakan faktor yang mutlak menentukan kemenangan akhir, maka Diponegoro telah

mengorbankan posisinya di Selarong, dengan tujuan mencapai kemenangan atau

keuntungan yang lain dalam bidang strategi, yaitu mencegah suatu pengorbanan tenaga

yang sia-sia saja dipihaknya.

Selarong bukanlah merupakan sebuah kota seperti yang digambarkan oleh

Muhamad Yamin dalam bukunya Sejarah Peperangan Diponrgoro, akan tetapi hanyalah

sebuah desa dengan beberapa perumahan perumahan yang tidak banyak jumlahnya.

Selebihnya hanyalah buki-bukit kapur dengan hutan-hutan bambu serta tanaman jambu

liar dan pohon-pohon kelapa. Karena tempatnya berbukit-bukit dan bergua-gua, maka

daerah itu sangat baik untuk tempat pangkalan bagi pasukan-pasukan Diponegoro. Akan

tetapi tempat yang sejak awal peperangan dipakai sebagai pangkalan itu, pada awal bulan

oktober tahun 1825 telah diserahkan tanpa perlawanan kepada pihak Belanda. Peristiwa

176

Page 178: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

itu terjadi pada waktu Belanda dengan sekutu mengadakan opersai gabungan ke daerah

Selarong yang dipimpin oleh Jenderal Van Geen.

Demikian juga yang terjadi dengan pangkalan di Dekso. Waktu pasukan

gabungan datang menyerbu, benteng itu telah ditinggalkan oleh Diponegoro dan

pasukannya. Peristiwa itu terjadi pada awal bulan Juli tahun 1826. Pasukan-pasukan

Diponegoro sekali lagi telah menghindari suatu perang terbuka dan kemudian mencari

kesempatan yang baik guna mengadakan serangan yang mendadak sebagai pembalasan.

Keadaan yang tidak ideal bagi serangan yang fatal untuk pihak musuh itu tiba-tiba

atau terjadi disebuah jurang di daerah Kasuran. Pada waktun itu lewatlah sebuah iring-

iringan tentara Belanda yang dipimpin oleh Van Geen. Mereka baru saja kembali dari

suatu operasi yang gagal dan akan kembali kepangkalannya di Jogjakarta. Pada waktu

iring-iringan itu lewat dengan lesungnya pada suatu daerah yang lengang, tiba-tiba

pasukan Diponegoro dibawah Komandan Alibasja Sentot prawirodirdjo datang

menyerangnya dengan serentak. Serangan yang berhasil itu terjadi pada 26 Juli 1826.

Taktik offensip seperti itulah yang menyebabkan pasukan-pasukan Diponegoro yang

walaupun sangat inferiur atau lemah dalam persenjataannya, masih dapat mengadakan

serangan tak terbatas atau sebuah unlimited war tadi, dan telah berhasil mengulur waktu

peperangan hingga selama lima tahun lamanya.

Kalau kita menyaksikan dalam peta yang menggambarkan terjadinya peperangan

yang terjadi pada waktu itu, nyatalah bahwa pada saat yang hampir bersamaan

berkobarlah pertempuran-pertempuran di daerah yang merata. Di daerah Probolinggo

tidak jauh dari Megelang, rakyat mulai mengobarkan peperangan pada tanggal 26 Juli

1825, dan masih dalam tahun itu juga, yaitu 1825 berkobarlah peperangan dengan

membuka front-front baru didaerah yang luas. Seperti misalnya dalam bulan Agustus

pasukan-pasukan rakyat telah mengganggu garis pertahanan Belanda dari Pekalongan

hingga Semarang. Sedangkan diwilayah Monconegaran seperti di Pacitan, terjadi pula

pemberontakan pada tanggal 9 Oktober dan di Ngawi bahkan sampai dua kali terjadi

peristiwa yang serupa, yaitu pada 23 bulan September, dan sekali lagi pada 13 bulan

Nopember.

Pada tahun 1826 lebih banyak lagi bentrokan bersenjata terjadi. Disekitar kota

lama Plered bahkan terjadi dua kali pertempuran yang sangat dahsyat, dan yang

177

Page 179: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

merupakan salah satu perang posisi yang dilakukan oleh pasukan Diponegoro untuk

mempertahankan benteng lama itu. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 16 bulan April dan

yang kedua pada tanggal 9 Juni, sedangkan dikaki pegunungan Menoreh terjadi pula

pertempuran hebat pada tanggal 8 bulan Juli dan pada tanggal 9 bulan Agustus, 28 bulan

Agustus dan tanggal 15 Oktober, berturut-turut terjadi di pula pertempuran-pertempuran

masing-masing di Kedjiwan, Delangu dan di Gawok yang kesemuanya terdapat disekitar

Surakarta.

Dan tahun 1827pun dipadati oleh pertempuran-pertempuran dibeberapa daerah.

Yang paling berarti ialah pecahnya pemberontakan di Radjegwesi pada tanggal 28 bulan

Nopember, yang merupakan awal berkorbannya daerah Rembang. Dengan sendirinya

daerah-daerah seperti Tuban dan Surabaya yang keduanya merupakan pintu daerah

perdagangan Belanda, menjadi terancam ketenangannya.

Itu semuanya hanya beberapa contoh untuk menunjukkan betapa besar

kesanggupan Diponegoro untuk membuka perang tak terbatas dan pada suatu

kekhawatiran bahwa nantinya pasukannya akan tersobek-sobek di beberapa daerah. Hal

itu sekali lagi disebabkan karena Diponegoro selalu menghindari suatu peperangan

terbuka, dan sebaliknya selalu mengintensipkan suatu taktik perang gerilya. Pasukannya

yang mengenal baik keadaan daerah atau medan dan yang sifatnya sangat mobil dalam

arti mudah sekali digerakkan dengan lincah, dapat mempraktekkan taktik seekor lebah

yang tiba-tiba datang menyengat dan mengganggu mangsanya. Seperti seekor harimau,

dan segera setelah itu melarikan diri. Keadaan Belanda pada waktu itu memang tidak

menguntungkan, karena expedisi-expedisi Belanda sering dilancarkan dari tempat-tempat

yang jauh dari daerah sasaran, sedangkan perlengkapannya biasanya berat-berat. Kadang-

kadang mereka tidak menjumpai musuh dalam operasi yang mereka adakan, kemudian

mereka terpaksa pulang dengan jalan kaki. Keadaan mereka sangat lesu. Maka tidak

jarang mereka kemudian menderita kecapaian dan kelsuan, hingga dengan demikian

kesiapsiagaan mereka tidak lagi bulat. Dan dalam keadaan seperti itu mereka merupakan

sasaran yang sangat rawan bagi kaum gerilya Diponegoro. Hingga kesudahan dari

operasi-operasi yang semacam itu sudah dapat diterka sebelumnya.

178

Page 180: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. Perang Strategi

Kalau kita perhatikan tempat-tempat tercetusnya peperangan atau tempat-tempat

dimana telah terjadi kontak antara tentara Belanda dengan pasukan-pasukan Diponegoro

pada peta-peta bumi, maka akan terbukti bahwa tempat-tempat itu mempunyai arti

strategis yang ideal dan seperti sudah dipertimbangkan benar-benar. Gambarannya adalah

seperti suatu proses pengepungan terhadap kota-kota yang dianggap sangat strategis buat

Belanda atau setidak-tidaknya mempunyai maksud untuk memotong garis pertahanan

musuh dengan jalan memencilkan dua atau lebih daerah atau pusat-pusat pertahanan

Belanda sekaligus.

Dikuasainya daerah Selarong oleh pasukan Diponegoro pada saat mulai

meletusnya peperangan, sangat menguntungkan pihak Diponegoro karena Selarong

adalah tempat yang sangat tampak sebagai pangkalan batu loncatan untuk mengepung

kota Yogyakarta. Mengingat besarnya arti strategis daerah Selarong itu, maka ketika

Jendral De Kock berhasil memasuki kota Yogyakarta dengan pasukannya pada tanggal

25 September 1825, tindakan operasinya yang mula-mula dilakukan ialah menyerang

Selarong. Untuk keperluan itu maka dikirimnya sepasukan tentaranya dibawah mayor

Sollewijo serta Letnan Kolonel Achenbach dan dibantu oleh pasukan-pasukan bumi

putera di bawah Penembahan Sumenep, Pangeran Purbojo, Pangeran Ario Mataram, serta

Pangeran Surjodiningrat dan Pangeran Surjaning Prang. Operasi gabungan itu

diperjajakan kepada Jendral Van Geen. Sedangkan balabantuan dari Bagelen dan Kedu

dibawah letnan kolonen Clecreus dan letnan kolonel Homberg beserta mayor De Bast

mempunyai tugas untuk menghadang kalau-kalau pasukan Diponegoro merembes

kesebelah timur.

Selanjutnya dalam usaha mengepung kota Magelang, pasukan-pasukan

Diponegoro mulai mengadakan serangan-serangan yang dimulai dari Probolinggo dengan

kekuatan lebih dari 3000 orang yang terjadi pada tanggal 26 Juli 1826. Pasukan itu telah

menyebrangi kali Elo dan mulai bergerak kearah Magelang, kemudian disusul dengan

terjadinya pertempuran di Kalijengking yang dipimpin oleh Muhammad Usman Alibasja

Abdulkadir dan Hadji Mustafa. Menghadapi ancaman yang merupakan kemajuan

pasukan Diponegoro itu, tindakan yang dilakukan oleh komandan pasukan Belanda di

179

Page 181: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kedu major Du perpon, ialah menarik mundur segala pasukan yang menduduki pos-pos

pertahanan disekitar Magelang, seperti Parakan, Prapag, Putjang, Sadegan, Sodongan,

Borobudur, dan Kalijengking dan dipusatkan di Magelang untuk memperkuat pertahanan

disana. Oleh karena pasukan-pasukan itupun dirasa kurang mampu untuk menghadapi

kemajuan pasukan-pasukan Diponegoro, maka dimintanya juga pasukan bantuan dari

karisidenan lain. Untuk itu maka dikirimkanlah balabantuan dari Surakarta dibawah

letnan kolonenl Cochius.

Selain itu maka untuk menganggu daerah-daerah Belanda di Pekalongan,

Semarang dan Magelang, pihak Diponegoro telah menaruh pangkalan didaerah Ledok.

Ledok ialah sebuah daerah yang sangat strategis yang terletak diperbukitan dihulu sungai

Seraju. Dari sana dapat selalu diadakan pengangguan diketiga daerah Belanda tersebut

tadi.

Sementara itu didaerah Semarang sendiri dan Rembang telah menyala api

peperangan baru yang lebih teratur. Kegiatan itu dijiwai oleh seorang bangsawan tinggi

yang bernama Pangeran Serang. Api pemberontakan itu meluas kedaerah Kudus, Demak,

Grobogan dsb. Dan dengan sendirinya telah merupakan kepungan terhadap daerah

Semarang dari sebelah timur dan dari sebelah selatan kota Surabaya sendiri dan kedua

daerah Monconegaran telah terancam pula ketentramannya dengan pecahnya perang di

Radjegwesi, Ngawi, dan di Patjitan.

Dalam perang memperebutkan daerah Plered antara pasukan-pasukan Belanda

dengan pasukan Diponegoro tercatat suatu pertempuran posisi yang banyak memakan

korban dikedua belah pihak. Plered adalah sebuah tempat yang mempunyai posisi sangat

baik dalam arti kemiliteran dan bagi tujuan politik perang Diponegoro. Semula kota itu

akan dijadikan lambang dan pusat pembentukan masyarakat yang diinginkan

Diponegoro, suatu masyarakat yang lepas dari pengaruh buruk kebudayaan barat. Seperti

halnya Selarong, letak plered sangat tepat untuk dijadikan batu loncatan dan

pengepungan kota Yogyakarta dari sebelah timur. Belanda merasa sangat khawatir

selama Plered masih ada di tangan Diponegoro, sebab dengan demikian maka kedudukan

Yogyakarta sebagai lambang dominasi politik dan ekonomi Belanda didaerah Mataram

akan selalu terancam dari sebelah timur. Oleh karena itu, maka tidak heranlah bila kedua

180

Page 182: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

belah pihak sama-sama mengerahkan tenaga besar sekali untuk dapat menguasai tempat

itu.

Expedisi Belanda untuk merebut benteng Plered berangkat pada suatu hari pada

tanggal 16 bulan April 1826 dibawah jendral Van Geen sendiri. Walaupun kemudian

benteng Plered tersebut dapat direbutnya dari tangan Diponegoro, akan tetapi ternyata

kemudian bahwa operasi tersebut secara strategis tidak mempunyai arti dan tidak

mempunyai hasil seperti yang diharapkan semula, oleh karena sebagai ternyata kemudian

benteng Plered tersebut dapat direbut kembali dari tangan Belanda oleh pasukan

Diponegoro.

Begitu pentingnya, arti benteng itu dalam arti militer bagi pihak Belanda, hingga

belanda merencanakan penyerbuan sekali lagi untuk merebut benteng tadi. Dan pada pagi

hari kira 2 jam 2 pagi di bulan Juni tanggal 9 tahun itu juga, jadi sesudah kira-kira dua

bulan setelah expedisi yang pertama, barangkali tentara sekutu dengan pasukan yang

lebih besar menyerbu Plered. Mereka datang dari dua jurusan yang pertama datang dari

jurusan Yogyakarta, sedang yang sebuah lagi berangkat dari tanjung tirto, sebuah pusat

balabantuan dari legian Mangkunegaran. Operasi gabungan itu diperjajakan

pelaksanaannya ketangan kolonel Cochius. Kekuatannya adalah 900 orang infantri, 150

anggota kavaleri dan balabantuan dari pasukan bumiputera yang terdiri dari 3000 orang

bersenjata. Pasukan itu diperlengkapi dengan dua belas pucuk meriam.

Sementara itu benteng tua itu dipertahankan oleh pasukan jajengan yang dipimpin

oleh Pasja Xerto Pengalasan. Mereka dengan gagah berani telah berjuang

mempertahankan kedudukan mereka. Dalam pertempurannya itu pihak Diponegoro

mengalami kerugian besar sekali. Baik secara taktis maupun secara strategis mengalami

kekalahan empat ratus anggota pasukan Kerto Pengalasan telah gugur dalam pertempuran

mati-matian mempertahankan nama bangsanya dan memperbaiki benteng itu supaya

jangan lepas dari tangan mereka. Tapi ternyata benteng itu akhirnya mereka lepaskan

juga.

Segera setelah terjadi bencana itu, pasukan Diponegoro dibawah Sentot

Prawirohardjo dan Prawirokusumo telah mengimbangi kekalahan mereka dengan sebuah

kemenangan gilang gemilang dalam sebuah pertempuran didekat kasuran. Peristiwa itu

terjadi pada tanggal 26 Juli 1826. Pada waktu itu sebuah iring-iringan tentang Belanda

181

Page 183: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sedang berusaha mencari tempat perlindungan pasukan-pasukan Diponegoro. Mereka

melewati suatu tempat yang sangat baik untuk dibedang. Kedua pemimpin pasukan

Diponegoro itu memerintahkan pasukannya untuk tersembunyi di belakang pagar bambu

yang cukup tinggi. Dan untuk menjaga supaya kuda-kuda mereka tidak bersuara, mereka

telah memberi garam kepada mulut-mulut kuda mereka. Kemudian dengan serta merta

mereka mengadakan serangan. Karena serangan yang datangnya tidak disangka-sangka

itu, maka tentara Belanda tidak mempunyai kesempatan untuk mengadakan perlawanan

yang sepadan dengan kekuatan yang sebenarnya ada pada mereka. Akibatnya tentara

Diponegoro dapat memperoleh gilang gemilang.1

Pada tanggal 30 bulan itu juga pasukan Diponegoro telah mendapat kesempatan

lagi untuk menebus kekalahan di Plered. Kesempatan itu datang pada waktu sepasukan

tentara Belanda dengan sekutunya kembali dari expedisi yang gagal di Dekso. Dalam

perjalanan pulang ke Yogyakarta, setelah menyebrangi sungai Religa, irin-iringan yang

dipimpin oleh letnan Haubert tiba-tiba mendapat serangan yang sangat mendadak dan

sangat cepat dari sepasukan gerilyawan Diponegoro. Dengan serentak mereka datang dan

dengan serentak pula mereka menghilang, setelah mereka berhasil memusnahkan hampir

seluruh iring-iringan pasukan Belanda dengan sekutunya. Gerilyawan yang mengadakan

serangan itu terdiri dari pasukan Pinilih yang dipimpin oleh Sentot Prawirohardjo.

Mereka telah berhasil menewaskan selain komandan pasukan Belanda itu sendiri, juga

dua orang pengganti Pangeran Diponegoro yang menjadi wali sultan, yaitu Pangeran

Murdaningrat dan Pangeran Panular. Peristiwa itu terkenal dengan sebutan kemenangan

Nglengkong, sebab peristiwa itu terjadi didesa Nglengkong.

Nyatalah sudah bahwa serangan-serangan yang mendadak menjadi ciri serangan-

serangan Sentot Prawirohardjo, dan ternyata serangan-serangan yang demikian itu

mempunyai nilai taktis yang besar dan membawa hasil yang baik.

Untuk mengalihkan perhatian Belanda, pasukan-pasukan Diponegoro melakukan

semacam hidjrah ketimur dan membuka front pertempuran baru disekitar Surakarta.

Dalam masa itu tercatat tiga kali pertempuran, yaitu di Kedjiwan, Delangu dan di Gawok.

Ketiga pertempuran itu menurut beberapa peninjau sejarah merupakan pertempuran yang

terakhir selama kejayaan pasukan Diponegoro, sebelum mereka menarik diri ke daerah

1 Sagimun M.D, op cit.hal.131.

182

Page 184: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

antara sungai-sungai Progo dan Bogowonto. Bagaimana kesudahan dan jalan

pertempuran-pertempuran yang terjadi diketiga tempat itu, kami uraikan di bawah ini.

3. Manoeuvre Cannae Dimedian Kejiwaan (9 Agustus 1826)

Beberapa peristiwa sejarah yang terjadi dibeberapa negeri dalam waktu yang tidak

bersamaan ataupun yang bersamaan sering kelihatan hampir serupa. Hal itu berlaku pula

dalam sejarah peperangan. Pada waktu orang menghadapi serangan Hitler dalam Perang

Dunia kedua kewilayah Rusia pada musim dingin tahun 1940, orang teringat kembali

akan serangan yang pernah dilakukan oleh Napoleon tepat 128 tahun sebelumnya atas

daerah yang sama. Dan kesudahan kampanye-kampanye itu sama benar, yaitu kekalahan

bagi pihak yang menyerang dan banyak lagi peristiwa semacam itu yang terjadi dalam

panggung sejarah dunia.

Setiap penulis sejarah militer akan selalu teringat pada suatu peristiwa dalam perang

Punisia kedua, yang berlangsung dari tahun 218 hingga 201 SM, antara bangsa Romawi

melawan bangsa dari kerajaan Carthago. Peristiwa itu menjadi terkenal karena dalam

pertempuran di Cannae sebuah kesatuan Carthago yang berjumlah lebih kecil, kira-kira

sebanyak 50.000 orang yang ada dibawah komando Hannibal, telah berhasil

mengalahkan pasukan Romawi yang berjumlah lebih banyak, yaitu sebanyak 70.000

orang. Selain itu tentara Hannibel bukanlah tentara yang masih segar seperti tentara

Romawi, sebab tentara Hannibel telah mengalami pertempuran-pertempuran selama

menyebrangi pegunungan Pirenia dan pegunungan Alpen. Sedang pertempuran itu sendiri

terjadi didaerah Romawi, jadi posisi Romawi sebenarnya jauh lebih menguntungkan jika

dibanding dengan posisi pasukan Hannibel. Akan tetapi dalam pertempuran itu Hannibel

telah berhasil memperoleh kemenangan akhir, apa gerangan rahasia kemenangan

Hannibel dalam pertempuran di Cannae yang terjadi pada 2 Agustus tahun 216 SM.

Kunci kemenangan itu terletak pada keahlian Hannibel dalam mengadakan taktik

manoeuvrenya. Mula-mula pasukannya menghadapi pasukan lawan dalam formasi

(susunan atau bentuk) garis cembung kedepan ditengah-tengah. Kemudian pasukannya

dibiarkan melengkung kedalam pada waktu menerima serangan dari pihak lawan. Dan

183

Page 185: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pada waktunya maka tibalah taraf ketiga, tiba-tiba kedua sayap kanan dan kirinya datang

menjepit pasukan musuh yang terletak ditengah-tengah pasukannya.

Hasil manoeuvre itu ialah 45.000 orang meninggal dari pihak Romawi, 3000 orang

tertawan dan sisanya dapat melarikan diri. Sedangkan dari pihak Hannibel hanya 5500

orang meninggal. Konsepsi yang direncanakan oleh Hannibal yang kemudian menjadi

terkenal itu, mashur dengan nama konsepsi Cannae.2 Kemudian orang suka sekali

membanding-bandingkan menoeuvre yang hampir mirip dengan menoeuvre yang

dilancarkan oleh Hannibal itu dengan konsepsi Cannae tersebut.

Selama perang Diponegoro juga pernah terjadi suatu menoeuvre yang dilancarkan

oleh Diponegoro terhadap pasukan tentara sekutu, yang berjalan hampir mirip dengan

konsepsi Cannae tadi. Tentu saja terdapat perbedaan dalam konsisinya, sebab dalam

pertempuran selama perang Diponegoro itu, pihak Diponegoro mempunyai tentara yang

lebih banyak. Pertempuran itu terjadi didesa Kedjiwan, suatu tempat tidak jauh dari

Surakarta. Pada tanggal 9 Agustus 1826 pasukan Diponegoro yang berjumlah 3000 orang

bertahan dibelakang sebuah jurang yang dalam tetapi sempit. Medan dibelakangnya

sangat jelek, sebab merupakan sawah yang jelek. Pasukan sekutu dibawahi mayor

Sollewijn mempunyai kekuatan 100 orang infanteri, 200 orang infanteri dari legiun

Mangkunegaran, 50 orang pertikaman bangsa Madura, 500 orang barisan milisi

Mangkunegaran, 40 orang prajurit Djajeng Sekar dan sepasukan kecil kavaleri. Akan

tetapi pasukan yang berjumlah kecil itu mempunyai keunggulan dalam bidang

persenjataan dan perlengkapan militer lainnya, sebab mereka memiliki meriam dengan

peluru ukuran 2 pond dan dua mortir Coehoonn. Mereka menyusun formasi bertempur

diseberang jurang. Sedang artileri mereka ditempatkan dikedua sisi mereka dan barisan

Djajeng Sekar serta barisan pertikaman berada dilini kedua.

Mula-mula pasukan Diponegoro mulai memancing-mancing dengan salvo tembakan

senapan ringan yang segera dibalas oleh Artileri musuh dengan lebih gencar. Setelah

bertahan selama setengah jam, pasukan Diponegoro mulai mengadakan pencingan kedua,

yaitu dengan mengadakan gerakan mundur. Dalam kesempatan ini, maka dengan

dilindungi oleh tembakan-tembakan artileri, pasukan musuh yang terdiri dari Pasukan

Djajeng Sekar, milisi Mangkunegaran dan satu peleton pasukan Belanda mulai

2 Asisten Kepala Pusat Sejarah Militer, Pengantar Sejarah Militer untuk Secapa, Publikasi Resmi Pusat Sejarah Militer, Bandung, 1959.hal.37-38.

184

Page 186: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mengadakan serangan dengan jalan menyebrangi jurang untuk mengejar pasukan

Diponegoro. Dan sebentar kemudian seluruh kekuatan 8 sekutu dikerahkan untuk

mengadakan pengejaran. Pada tingkat kedua ini pasukan-pasukan Diponegoro menderita

banyak kerugian, sebab keadaan medannya sangat jelek, hingga mereka tidak dapat

mengadakan perlawanan sambil melakukan gerakan mundur.

Akan tetapi pada saat itu pasukan Diponegoro telah berhasil menarik sayap kiri

pasukan Belanda kekaki sebuah bukit dimana dibelakangnya sebagian besar pasukan

Diponegoro sedang menyusun kekuatan. Apa yang kemudian terjadi mudah sekali

diduga, ialah bahwa dalam sekejap mata pasukan-pasukan Diponegoro mengadakan

penyerangan terhadap tentara Belanda dan milisi Mangkunegaran yang berada tepat

dibawah mereka. Karena sifat pendadakan dalam serangan itu, tentara musuh jadi panik

dan akibatnya menarik dan menyeret pasukan-pasukan lainnya. Dan pada saat itulah

seluruh pasukan Diponegoro secara serentak dan tiba-tiba melakukan peningkaran

terhadap pasukan musuh. Dalam keadaan begini tentu saja artileri musuh tidak dapat

digunakan dengan efektif.3

Dan hasil dari manoeuvre pasukan Diponegoro yang demikian itu ialah pertama-

tama musuh menjadi kocar-kacir. Daya guna persenjataannya dan peralatan lain yang

baik tidak berguna lagi. Pasukan Diponegoro bahkan berhasil merebut alat-alat artileri

musuh. Sebagian pasukan musuh berhasil dimusnahkan, sisanya berhasil melakukan

gerakan mundur. Untunglah bagi sisa-sisa pasukan sekutu yang melarikan diri itu, sebab

tidak berapa lama kemudian datanglah pasukan balabantuan dari Le Bron de Vexela dan

dengan lindungan mereka pasukan yang melarikan diri itu berhasil mencapai pos yang

terdekat yaitu pos Kalasan.

4. Pertempuran Gawok dan Benteng Stelsel

Perang akan selalu dimenangkan oleh pihak yang paling sedikit membuat kesalahan.

Semboyan itu sudah menjadi pedoman bagi ahli-ahli peperangan sejak zaman Romawi.

Dan bukti-bukti selalu menunjukkan kebenaran semboyan tersebut. Bila sebuah pasukan

telah banyak membuat kesalahan, baik dalam bidang strategis maupun dalam bidang

3 E.H. Bahrudin, Perang Partisan, Yayasan Pustaka Militer, Bandung, 1954.hal.54-56.

185

Page 187: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

taktis, sedangkan mereka tidak dapat segera menduga akan adanya kesalahan-kesalahan

itu. Kejadian yang demikian itu telah menimpa pasukan Diponegoro dan pemimpinnya.

Peperangan di Gawok telah dianggap sebagai saat titik balik dari masa-masa kejayaan

pasukan-pasukan Diponegoro dimedan peperangan, karena sejak kejadian-kejadian itu

boleh dikata pasukan-pasukan Diponegoro tidak lagi membuat inisiatip penyerangan

yang berarti. Sejak itu pasukan-pasukan Diponegoro tidak lagi menduduki posisi sebagai

penyerang, akan tetapi bahkan telah berbalik menjadi pihak yang bertahan. Sejak itu

keadaan menunjukkan bahwa sebaliknya pasukan-pasukan Diponegoro berhasil dipecah

belah. Pasukan intinya bahkan berhasil digiring kesuatu daerah dan kemudian dengan

mudah dapat dimusnahkan, atau kemudian kepada mereka disodorkan suatu rencana

perundingan yang sangat tidak menguntungkan.

Pertempuran yang terkenal itu terjadi pada tanggal 15 bulan kesepuluhan 1826.

Dalam usaha untuk merebut kota Surakarta pasukan Diponegoro telah memotong garis

pertahanan Belanda antara Yogyakarta dan Surakarta. Dan setelah terjadi suatu

pertempuran yang merupakan pertempuran pendahuluan yang terjadi di Kedjiwan, seperti

telah disebutkan tadi. Dan pertempuran di Delangu, maka ditempat pangkalan sementara

yaitu didesa Gawok terjadilah suatu kontak bersenjata antara pasukan Belanda dengan

pasukan Diponegoro. Pertempuran itu dianggap istimewa, sebab sebelum pertempuran

terjadi, Pangeran Diponegoro dan Kyai Modjo masing-masing mempunyai pendapat yang

agak berlainan mengenai kebijaksanaan yang harus diambil terhadap masalah yang

sedang dihadapi. Kyai Modjo sebagai orang Surakarta-tegasnya dari daerah padjang-

menganggap penting jatuhnya kota Surakarta ketangan pasukan Diponegoro, karena

selain disana terdapat banyak simpatisan dan kawan-kawan serta murid-murid Kyai

Modjo, juga karena jatuhnya kota itu akan mempunyai pengaruh terhadap jalannya

peperangan. Setidak-tidaknya Belanda akan merasa kehilangan sebuah pangkalan yang

cukup penting bagi strategi peperangan, yaitu kota Surakarta. Akan tetapi tidak demikian

halnya pandangan Diponegoro. Beliau yang sangat bersifat sentimentil dan yang selalu

beranggapan bahwa maksud peperangan yang dilancarkan ialah memerangi Belanda,

bukan untuk merusak keraton bangsa sendiri, tidak menyetujui penyerbuan atas kota

Surakarta itu. Akan tetapi entah bagaimana jalan perundingan itu, rupa-rupanya

186

Page 188: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pandangan Kyai Modjo lah yang kemudian dijalankan. Dengan begitu maka rencana

penyerbuan terhadap kota Surakarta dijalankan.

Dalam langkah pendahuluan selagi pasukan Diponegoro masih berada tidak jauh dari

Surakarta, yaitu didesa Gawok, pasukannya telah menjumpai lawan, yaitu tentara

Cochius. Tentara Cochius itu bergabung dengan tentara Susuhunan Surakarta yang

dipimpin oleh Susuhanan sendiri. Selain itu ikut juga berperang pasukan yang datang dari

Yogyakarta yang dipimpin oleh jendral Van Geen.

Kesudahan peperangan itu sangat menyedihkan bagi pihak Diponegoro. Diponegoro

sendiri dalam peperangan itu mendapat luka-luka badan yang cukup parah, yaitu pada

kaki kiri sebelah bawah tumit, dada sebelah kiri dan tangan sebelah kanannya. Beliau

terpaksa tidak dapat melanjutkan memimpin peperangan. Dan setelah menyerahkan

pimpinan peperangan kepada Pangeran Bei, dengan dipikul diatas tandu beliau

meninggalkan medan peperangan menuju kearah lereng gunung Merapi.

Kekalahan Diponegoro menurut beberapa penulis disebabkan karena tidak bulatnya

rencana strategi dalam penyerangan terhadap kota Surakarta.4 Dalam peperangan maka

hukum besilah yang berlaku. Kalau tidak membunuh maka dialah yang akan dibunuh

oleh musuh. Perasaan kasihan yang tumbuh pada diri seseorang dalam peperangan ada

merupakan semacam racun yang memperlemah semangat. Dan bila perasaan yang

demikian itu tumbuh pada diri pemimpin perjuangan seperti pangeran Diponegoro, maka

hal itu amatlah mempengaruhi moril para prajuritnya. Dalam sejarah tercatat bahwa

dalam peperangan itu pasukan Diponegoro telah mengalami kekalahan, baik taktis

maupun strategis, sebab selain Pangeran Diponegoro menderita cedera dalam peperangan

itu, juga tentaranya mengalami banyak korban dan maksud untuk merebut kota Surakarta

sama sekali gagal.

Sebab kedua ialah karena tidak adanya konsolidasi atas hasil – hasil peperangan yang

sudah lalu dan atas kemajuan peperangan yang mereka peroleh. Pada diri mereka cepat

sekali dihinggapi penyakit yang paling bebahaya dalam setiap peperangan yaitu V.D.

atau Victory Desease, ialah penyakit yang sembuh karena dimabuk kemenangan dalam

peperangan yang lalu. Kemudian mereka kurang dapat memperhitungkan situasi yang

bakal datang. Dengan demikian maka kemenangan taktis yang selalu mereka peroleh

4 Sagimun M.D.op cit.hal.152-153

187

Page 189: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dihampir tiap medan pertempuran, tidak dapat mereka pergunakan sebagai kemenangan

strategis. Dan mereka tetap tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman masa

lampau yang telah mereka capai. Kemenangan yang mereka peroleh dalam pertempuran

di Kedjiwan dan kemenangan yang kemudian menyusul yaitu dimedan Delangu, dimana

pasukan Bulkios dibawah Sentot Prawirohardjo berhasil mengalahkan pasukan Belanda

yang menduduki Delangu, sebenarnya merupakan dua pendahuluan yang sangat baik

bagi pasukan Diponegoro untuk merebut kota Surakarta. Akan tetapi karena tidak adanya

konsolidasi atas kemenangan tadi dan karena didahului oleh datangnya kegairahan atas

kemenangan tadi, Pasukan-pasukan Diponegoro menjadi kurang waspada dan kurang

kesiap-siagaannya untuk menghadapi tugas mendatang. Kalau mereka tidak keburu

dipengaruhi oleh kegairahan atas kemenangan dan dengan demikian mereka tidak buru-

buru “mengambil cuti” kedaerah Radjasa dan kalau seandainya tidak timbul perselisihan

pendapat antara Kyai Modjo dengan Pangeran Diponegoro mengenai kebijaksanaan atas

nasib Surakarta, maka kesudahan peperangan barangkali akan sama sekali berlainan

dengan yang telah terjadi yang ternyata sangat menyedihkan. Akan tetapi semuanya telah

terjadi. Itulah sejarah.

Berbeda sekali dengan yang terjadi pada pihak Belanda. Kegagalan-kegagalan yang

telah mereka alami selama hampir dua tahun menghadapi perang gerilya, telah membuat

mereka berkesimpulan bahwa cara yang selama itu mereka praktekkan tidak tepat dan

harus mereka ganti dengan yang baru. Dan cara baru itu segera mereka ketemukan.

Caranya dengan memecah belah pasukan-pasukan Diponegoro menjadi suatu kesatuan

yang terpisah-pisah. Kemudian berusaha mempersempit daerah bergerak musuh.

Sementara itu mereka berusaha terus mempersempit daerah bergerak pasukan inti

Diponegoro, yaitu dengan mendirikan pos-pos pertahanan yang disebut benteng.

Benteng-benteng itu tersebar dihampir seluruh wilayah yang tadinya dikuasai

Diponegoro dan antara benteng-benteng itu selalu diadakan kontak dengan perantaraan

pasukan-pasukan yang selalu bergerak. Dengan demikian maka pertahanan didalam

benteng itu selalu dijaga supaya tidak terasing. Lingkaran perbentengan itu makin maju

dan makin sempit, hingga dengan demikian daerah bergerak pasukan Diponegoro makin

menjadi sempit. Strategi baru itu seperti sudah kita maklumi bernama Benteng Stelsel.

188

Page 190: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dikombinasikan dengan usaha sebanyak mungkin mengadakan hubungan dengan

para pemimpin perjuangan dan mengadakan perjanjian – perjanjian dengan mengajukan

syarat-syarat yang menarik, maka strategi itu ternyata merupakan strategi yang berhasil

sebagai usaha anti gerilya.

Pada mulanya pihak pemimpin tentara pendudukan Belanda di Jawa masih

meragukan kegunaan strategi baru itu. Apalagi mengingat biaya yang harus dikeluarkan

untuk mengongkosi pelaksanaan strategi baru itu sangat mahal. Bisa dimaklumi sifat

ragu-ragu itu karena justru pada saat itulah pemerintah jajahan Belanda sedang

kekurangan keuangan. Ekses yang nyata-nyata dirasakan akibat buruknya pada bidang

keuangan itu terbukti nanti sesudah peperangan berakhir, Belanda melancarkan strategi

dasar baru bagi bidang keuangan dan ekonomi. Strategi baru itu terkenal dengan nama

Aturan Tanam Paksa. Akan tetapi itu adalah persoalan nanti. Persoalan yang sangat

mendesak yang harus segera diselesaikan pada waktu itu ialah bagaimana caranya

menyelesaikan perang dengan cepat dan baik hasilnya.

Setelah menginsafi benar bagaimana kegunaan strategi baru yang disodorkan

didepannya dan yang kemudian diketahui betapa efektifnya kerja benteng stelsel tadi bagi

mempercepat berakhirnya peperangan, maka atas nama pemerintah dijajahan Belanda di

Jawa, Jendral De Kock mengambil keputusan yang termasuk berani. Strategi benteng

harus lebih diintensipkan. Persoalan tidak lagi dititik beratkan pada masalah biaya. Ini

semacam perjudian, kalau tidak menang maka kekalahanlah yang akan diperoleh. Karena

De Kock sudah dapat melihat kegunaan strategi baru itu dan menginsafi bahwa

keuntungan yang bakal diterima adalah besar, yaitu berakhirnya peperangan dengan

segera. Dengan demikian maka taruhannyapun diperbesar, dan taruhan itu telah

diletakkan.

Segera setelah itu maka dimedan sebelah timur, yaitu dikedua daerah Monconegaran

dan sekitarnya, bermunculanlah benteng-benteng seperti di Rembang. Banjar, Jatirogo,

Tuban, Radjegwesi, Planturan, Flora, Pamotan dan di Babat. Sementara itu diwilayah

Kataran dan sekitarnya sudah berdiri benteng-benteng seperti di Minggir, Grobjag,

Bantul, Brosot, Puluwatu, Kedjiwan, Tlagapinian, Danalaja, Pasargede, Trajem,

Djatinom, Delangu dan sebagainya. Juga didaerah-daerah Kedu, Banyumas dan Bagelen

seolah-seolah tumbuh benteng-benteng seperti di Pakeongan, Kemit, Pandjer, dan

189

Page 191: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Merden. Semuanya ditaksir tidak kurang dari 165 buah benteng yang meluas dari daerah

Madiun disebelah Timur kedaerah Banyumas disebelah barat.

Dan sementara benteng-benteng itu sudah tersebar disentero daerah Mataram,

Bagelen, Banyumas, Kedu dan dikedua daerah Monconegaran, sejumlah besar para

bangsawan yang ikut memimpin pasukan-pasukan Diponegoro satu persatu

mengundurkan diri dari peperangan dan memenuhi ajakan Belanda untuk menyerah.

Alasannya ada seribu satu macam. Tahun-tahun 1828 dan 1829 adalah tahun-tahun yang

tidak menguntungkan bagi Diponegoro. Amat menyedihkan kejadiannya bila kita ingat

bahwa banyak para perwira dari pasukan Diponegoro yang menyerah, termasuk juga para

penasihatnya seperti Kyai Modjo, Alibasja Sentot dan Mangkubumi, sedang posisi

pasukan intinya sudah tidak menguntungkan, yaitu terkurung diantara dua aliran sungai

Prego dan Bogowonto.

Pada sekitar tahun 1828 diketahui bahwa Pangeran Diponegoro ada didaerah Pengasi,

diseberang barat kali Progo, mendengar berita tentang posisi Pangeran Diponegoro, maka

Belanda segera melakukan gerakan-gerakan pengurungan. Sudah jelas bahwa maksud

Belanda ialah mendesak pasukan-pasukan Diponegoro ketempat bergerak yang lebih

sempit, yaitu di daerah yang dibatasi oleh kedua aliran sungai Progo dan Bogowonto, dan

disebelah selatan dibatasi oleh samudera Indonesia. Dan dari ketiga daerah disekitarnya

Belanda maju terus dalam usahanya untuk menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau

mati. Rencana yang akan dijalankan adalah sebagai berikut :

Dari sebelah barat tentara Belanda dibawah mayor Buschkens akan menjaga batas

alam kali Bogowonto. Mereka datang dari Bageleh sementara itu tentara-tentara yang

dipimpin oleh mayor Michiels direncanakan akan datang dari arah barat laut yaitu dari

arah daerah Ledok. Sedang kolonel Cleerens akan memotong dari arah utara yang berasal

dari Magelang, mereka dibantu oleh tentara yang dipimpin oleh Pangeran

Mangkuningrat, Pangeran Ario Kusumujudo dan mayor Puspowinoto. Dan dari arah

timur bergeraklah pasukan-pasukan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ledel. Demikian

pula pasukan-pasukan letnan kolonel Sollewijn dan kolonel Cochius sudah bergerak dari

arah Yogyakarta ke arah Pengasi. Dan seperti sudah kita maklumi, di pantai selatan

diantara dua aliran kali Progo dan Bogowonto selalu siap dua buah kapal Belanda yaitu

“De Naay” dan “De Leye”.

190

Page 192: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Demikian rapinya rencana pengepungan, hingga setiap ahli strategi perang akan

mengambil kesimpulan bahwa tidak lama lagi Pangeran Diponegoro akan tertangkap di

Pengasi ini. Akan tetapi seperti sering terjadi dimana-mana, banyak kali terjadi hal-hal

yang bersifat kebetulan atau keberanian alami dari seorang pejuang yang dapat datang

tiba-tiba merubah keadaan dengan secara ajaib. Demikian juga yang telah terjadi disekitar

Pengasi itu.

Belanda kemudian menyadari bahwa ada suatu faktor yang tidak diperhitungkan,

yaitu adanya seorang pemimpin militer dari pasukan Diponegoro yang cakap yang

memiliki kepandaian perang secara alami, walaupun masih muda usia, yang bernama

Alibasja Sentot Prawirohardjo. Seorang yang mempunyai reputasi baik sekali dalam

setiap medan pertempuran dimasa-masa yang lalu. Segera setelah menerima jabatan

sebagai pengganti Gusti Basja (nama lengkapnya Gusti Iman Ngabdulhamid Alibasja),

kemudian mendapat tugas yang sangat berat karena hasilnya sangat menentukan dalam

operasi yang dilakukannya. Tugasnya ialah menerobos blokade Belanda disebelah barat

untuk mencapai daerah Bagelen. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dengan hasil yang

gemilang.

Pasukannya yang dikejar oleh mayor Buschkens, segera berhenti didesa Kraja dan

dengan tiba-tiba membuka sebuah perangkap. Hasil perangkap itu ialah beratus anggota

pasukan Buschkens tewas, lebih dari 400 pucuk senapan disita, demikian pula beberapa

pucuk meriam dan sejumlah amunisi. Ini terjadi pada bulan Oktober 1828. dan pada

bulan berikutnya yaitu bulan Nopember, pasukannya telah berhasil menerobos gelang

pengepungan Belanda dan berhasil mencapai Bagelen dengan selamat. Akibatnya sangat

jelek bagi Belanda, sebab dengan demikian terbukalah kembali pintu daaerah Mataram ke

Bagelen yang lebih buruk lagi akibat dari gerakan Sentot itu ialah bahwa Sentot telah

berhasil membawah Diponegoro kedaerah Bagelen. Dan ini merupakan prestasi yang

besar dan sangat mengagumkan baik bagi lawan maupun bagi kawan sendiri.

Cara penyebrangan yang dipakai untuk membawa lari Diponegoro itu sebetulnya

sangat klasik, akan tetapi sering dipergunakan, yaitu penipuan dan mengelabuhi mata

musuh tentang arah sebenarnya dari tujuan gerakan tentara Diponegoro. Seperti halnya

waktu Napoleon berhasil menyingkapkan blokade armada Inggris dipantai Afrika Utara

atau tegasnya di Mesir. Mula-mula Napoleon pura-pura mempersiapkan suatu expedisi

191

Page 193: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang besar kearah pedalaman Mesir. Rencana itu dipersiapkan secara menyolok sekali,

supaya pihak Inggris mengira bahwa betul-betul Napoleon akan mengadakan gerakan

besar-besaran ke pedalaman Mesir. Dan diharapkan Inggris akan mengadakan pemusatan

kekuatan di pedalaman dan meninggalkan pantai Mesir dengan kekuatan yang tidak

berarti. Betul juga diperkirakan Napoleon. Dengan begitu secara sembunyi-sembunyi

Napoleon dengan beberapa pasukannya meninggalkan daratan Mesir dan menuju arah

daratan Perancis dengan selamat, tanpa mengalami gangguan dari pasukan Inggris yang

pada waktu itu sebenarnya merupakan hantu yang menjadi tujuh lautan termasuk juga

laut Mediteran.

Demikian juga yang telah dilakukan oleh Sentot pada waktu hendak menerobos

blokade Belanda diperbatasan Mataram dengan Bagalen. Dengan pura-pura akan

mengadakan hijrah ke daerah padang dengan jalan menyebrangi kali Progo, tiba-tiba

rombongan Diponegoro yang dipimpin oleh Sentot membelok kebarat. Dan dalam

beberapa hari saja rombongan itu dengan selamat berhasil mencapai Bagelen. Akan tetapi

perjalanan yang dilalui oleh rombongan itu tidaklah begitu mudah. Setelah menyeberangi

sungai Bogowonto dengan menuruti kali lerang ke barat, mereka juga harus melewati

beberapa blokade Belanda. Waktu mereka sampai ke desa Ayar, rombongan itu harus

menginap dahulu, kemudian menghindari penjagaan-penjagaan Belanda yang dipimpin

oleh perwira bernama Blondeau.

Sementara itu di dalam usahanya yang direncanakan oleh Belanda untuk

mengadakan pengepungan daerah antara dua aliran kali Progo dan Bogowonto, ternyata

Belanda tidak menemui jalan yang semula yang terdapat pada kertas. Setiap kali mereka

melangkah maju dan bermaksud mengadakan semacam “beach head” atau batu loncatan

pada daerah-daerah tertentu, mereka selalu mendapat perlawanan yang sengit dari

pasukan-pasukan Diponegoro. Hanya dengan susah payah dan setelah meninggalkan

korban yang besar, Belanda umpamanya baru berhasil memasuki Grogol dan lalu

mendirikan benteng di sana. Demikian juga yang terjadi di Beliga dan sebagainya. Dan

bila kemudian kemajuan dari gelang perbentengan itu telah nyata tercapai, tiba-tiba

kijang buruan itu ternyata lepas kembali. Seperti sudah kita maklumi bahwa Diponegoro

telah berhasil keluar dari daerah Mataram.

192

Page 194: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kegagalan itu hampir saja menggulingkan De Kock dari kedudukannya, karena

dicela komisaris Jenderal Du Bus. Dan untuk lebih mengintensipkan strategi benteng itu,

maka De Kock melipat gandakan usaha mengadakan hubungan dengan para pemimpin

pemberontak dan juga mengadakan perundingan-perundingan dengan mereka, terutama

dengan Diponegoro, akan tetapi kesempatan mengadakan perundingan dengan

Diponegoro itu belum juga tiba.

Diangkatnya Sultan Sepuh Belanda di atas tahta Mataram sejak 1826 yang

dimaksudkan supaya diponegoro menghentikan perlawanan terhadap Belanda, atau

setidak-tidaknya para pengikutnya akan menghindarkan diri dari Diponegoro, ternyata

tidak membawa hasil. Orang tua yang tidak beruntung itu wafat pada usia 80 tahun pada

tahun 1828. Tindakan yang dilakukan oleh Belanda untuk menghentikan perlawanan

rakyat untuk melengkapi strategi Benteng stelsel itu, ialah dengan menangkapi anggota

keluarga Diponegoro, seperti putera dan istri beliau. Akan tetapi harapan untuk dengan

segera mengakhiri perang atau setidak-tidaknya mengadakan perundingan dengan

Diponegoro belum juga terlaksana.

5. Perjuangan Terakhir Sebagai “Single Fighter”.

Kekalahan di Gawok pada tahun 1826 tidaklah berarti benar bahwa perlawanan

Diponegoro menjadi surut. Yang benar ialah bahwa perlawanannya tidak lagi bersifat

offensip atau menyerang. Dan perjuangnya tidak lagi menunjukkan kemajuan-kemajuan.

Walaupun perlawanan itu masih muncul dimana-mana. Segera setelah kekalahan di

Gawok terjadi pula pertempuran sengit diSingosari dan di sekitar Jatianom. Tapi

pertempuran-pertempuran itu lebih merupakan semacam pertempuran sambil lalu saja

yang dilakukan sambil mengadakan perjalanan hijrah ke pegunungan kelir, yang

kemudian menjadi pangkalan baru. Memang di daerah Ledok juga terjadi pertempuran

sengit yang dipimpin oleh Imam Musbah dan Mas Lurah. Juga di daerah Semarang

berkobar pula perlawanan bersenjata menentang Belanda, dibawah pangeran Serang. Dan

juga di kedua daerah Monconegaran meletus pula peperangan di bawah Sosrodilogo.

Akan tetapi perlawanan dan pertempuran itu lebih merupakan perlawanan lokal saja

karena kurang adanya koordinasi. Akibatnya perlawanan itu tidak berlangsung lama.

193

Page 195: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pada 21 bulan enam 1827, pangeran Serang menyerah bersama Pangeran

Notoprodjo, dengan 850 orang prajutritnya. Sosrodilogo sendiri menyerah pada

tanggal 3 oktober 1828. Dan perlawanan di daerah Ledok sudah boleh dikatakan

berhenti pada awal 1827.

Yang merupakan ciri yang amat menyedihkan dari babakan peperangan Diponegoro

setelah peperangan di Gawok ialah banyaknya penyerahan yang dilakukan oleh para

pemimpin pejuang. Selain yang baru saja disebutkan, maka yang lebih menyedihkan

ialah tindakan-tindakan penyerahan yang terjadi diantara pemimpin-pemimpin pejuang

didalam inti pasukan.

Pada akhir tahun 1826 pangeran Mangkudiningrat menyerah kepada Belanda.

Diikuti kemudian oleh Pangeran Surjo Metaram dan pangeran Prang Wedono pada 19

Januari 1827. Putera Pangeran Diponegoro sendiri, Pangeran Dipokusumo memihak

kepada Susuhunan pada 7 Maret 1827. Diikuti kemudian oleh putera pangeran

Mangkubumi, yaitu pangeran Notodiningrat pada 18 April. Belum lagi terhitung

beberapa pahlawan yang telah gugur dalam peperangan. Kita sebutkan diantaranya Gusti

Basja. Pada bulan September 1829 gugurlah Pangeran Ngabei. Demikian pupa telah

meningggal Djojokusumo.

Kyai Modjo sejak “perselisihannya” dengan Diponegoro mengenai strategi

pengepungan kota Surakarta, selanjutnya boleh dikata berjuang secara tersendiri saja.

Pusat perjuangannya kini dipusatkan di Padjang. Dua kali beliau mengadakan

perundingan dengan Belanda untuk menyelesaikan tujuan untuk peperangan. Akan tetapi

kemudian nasib buruk telah menimpa beliau, ketika kemudian pihak Belanda mengetahui

tempat persembunyian beliau. Dan pada 16 Nopember 1828, beliau ditangkap oleh

Belanda. Selanjutnya pahlawan itu dibuang ke Menado.

Selanjutnya Belanda terus melancarkan pengepungan terhadap Diponegoro. Bahkan

pada pertengahan September 1829 De Kock mengeluarkan semacam selebaran untuk

memberikan hadiah bagi mereka yang berhasil menangkap Diponegoro, hidup atau mati.

Belanda dalam pada itu telah berhasil memecah belah kedudukan pasukan dari

Diponegoro. Tempat kedudukan Diponegoro jauh dari tempat Sentot. Pada waktu itu

Diponegoro sudah meningggalkan daerah kedu, sedang Sentot dengan tentaranya

bergerilya di Yogyakarta selatan di sebelah timur kali opak Demikian pula tempat

194

Page 196: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kedudukan Mangkubumi, yang terpisah berpuluh km, dari tempat Diponegoro bertahan.

Ini terjadi pada triwulan terakhir tahun 1829. Kemudian berita yang sampai ketelinga

Diponegoro betul-betul sangat mengejutkan, karena Sentot bersama tentaranya telah

memenuhi hasrat Belanda untuk meletakkan senjata. Ini terjadi pada tanggal 16 Oktober

1829 di Imogiri. Sedang satu bulan sebelumnya yaitu pada tanggal 28 September

pangeran Mangkubumi pun telah menyerahkan diri kepada Belanda.

Peristiwa lain yang amat mengejutkan Diponegoro ialah ditangkapnya istri

Diponegoro bersama anak kandungnya, Raden Ayu Gianti di tepi kali opak.

Prawirokusumo sendiri menyerah bersama 20 seorang Bupati segera setelah Sentot

menyerah.

Nyatalah sudah betapa gentingnya keadaan dipihak Diponegoro. Dan kalau kita

adakan balas kekuatan antara kedua belah pihak yang berperang pada waktu itu, maka

keadaannya makin tidak seimbang. Disatu pihak Belanda makin mempunyai keyakinan

penuh bahwa perang akan segera berakhir dengan kemenangan ada pihaknya. Di lain

pihak keadaan makin genting. Para pendukung sudah makin menipis. Dan Diponegoro

boleh dikata seperti seorang “Single fighter”, beliau melakukan perlawanan menentang

Belanda sendirian saja. Hanya satu faktor yang masih menguntungkan, ialah bahwa alam

masih berpihak kepada beliau. Beliau masih selalu bisa terlindung dari kejaran-kejaran

Belanda. Selain itu penduduk daerah Bagelen, Banyumas dan Kedu masih selalu

merupakan air danau bagi ikan yang hidup didalamnya. Hingga dengan demikian

Belanda masih belum dapat menangkap Diponegoro, hidup atau mati. Dan oleh

karenanya Belanda masih melancarkan lagi permintaannya kepada Diponegoro untuk

mengadakan perundingan-perundingan menghemat tenaga.

Masa antara 20 Januari sampai dengan April 1829 resminya dianggap sebagai saat

genjatan senjata, sebab pada waktu itu Belanda telah menghubungi Diponegoro untuk

mengadakan perundingan. Dengan perantaraan Kyai Mojo yang lebih dahulu telah

ditangkap, Belanda mengadakan perundingan dengan Diponegoro. Ternyata perundingan

itu telah mengalami kegagalan sebelum dimulai, sebab Belanda telah mengajukan

prasarat yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak Diponegoro, yaitu supaya Diponegoro

jangan mengajukan permintaan yang tinggi.

195

Page 197: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dalam bulan April tahun itu juga Belanda mengajak berunding lagi. Tapi

perundingan itupun terakhir dengan kegagalan pula. Dengan demikian maka

pertempuranpun berkobar pula.

Pada suatu hari di bulan Oktober 1829, setelah pertempuran berkobar lagi, pasukan

Diponegoro sedang dikejar oleh pasukan Belanda, ketika kemudian berpisah dari

pasukannya. Dengan hanya diikuti oleh dua orang pemuda yang masih hijau dalam

pengalaman, yaitu Roto dan Banteng wareng dan dua ekor kuda yang bernama Sri

Gentaju dan Sri Krena, Diponegoro meneruskan perjalanannya kearah daerah gunung

Menoreh. Untuk menghindarkan diri dari buruan pihak Belanda yang selalu mengejar

dibelakangnya, mereka menerjunin jurang yang ada didepannya, dengan diiringi oleh

hujan peluru dan tombak musuh. Tetapi untunglah tidak satupun senjata itu yang

mengenai Pangeran Diponegoro dan pengiringnya. Setelah pertempuran itu reda,

dijumpailah kedua ekor kuda kesayangannya tidak lagi bersama beliau. Kemudian

dengan tetap diiringi oleh kedua pemuda muda usia tadi, beliau melanjutkan

perjalanannya kedaerah Kedu.

Gambaran itu menunjukkan betapa buruknya keadaan Diponegoro waktu itu. Seakan-

akan benarlah gelaran “single fighter” bagi Pangeran Diponegoro. Akan tetapi tidak tepat

benarlah istilah yang demikian itu untuk Diponegoro, sebab Diponegoro masih

mempunyai kepercayaan penuh atas dukungan rakyat Bagelan,Banyumas dan Kedu.

Beliau bahkan ssudah mengadakan tindakan darurat, yaitu menggantikan pembantu-

pembantu yang telah tidak ada dengan putera-putera ketiga daerah tadi. Akan tetapi

pengganti-pengganti itu adalah terdiri dari tenaga-tenaga yang belum berpengalaman

banyak.7

Dan bila kemudian Diponegoro terpaksa menerima ajakan berunding yang

disodorkan oleh pihak Belanda, dalam hal ini oleh Kolonel Cleerens, hal itu semata-mata

karenabeliau menginginkan suatu gencatan senjata. Dan sementara itu diharapkan

Diponegoro dapat menyusus kembali kekuatannya. Selain itu juga dimaksudkan untuk

mencoba mencari suatu jalan lain untuk mencapai tujuan politiknya. Akan tetapi

kemudian Belanda mempergunakan kesempatan perundingan itu untuk menangkap

7 Muhammad Yamin, op cit. hal. 97.

196

Page 198: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pangeran Diponegoro, dengan melanggar segala peraturan tata tertib perundingan antara

dua pihak yangberlawanan, karena Belanda ingin lekas-lekas mengakhiri perang.

Demikianlah pada sekitar jam 11.00 siang tanggal 28 bulan Maret tahun 1830 Pangeran

Diponegoro telah dikhianati, justru pada waktu sedang diadakan perundingan tingkat

tinggi. Sejarah membuktikan bahwa pengkapan yang mashur itu atas diri Pangeran

Diponegoro, diikuti kemudian oleh berakhirnya peperangan yang dimulai pada 20 Juli

1825. disatu pihak perang itu telah berakhir dengan kegagalan, karena tidak mencapai

tujuan politik yang telah digariskan semula, yaitu melepaskan diri dari belenggu

penjajahan Belanda. Sementara itu dilain pihak perang telah berakhir dengan baik,

meskipun dengan melalui jalan yang tidak terhormat.

BAB IV PENUTUP DAN PENILAIAN

Perang telah berakhir pada tanggal 28 Maret 1830, yaitu dengan ditangkapnya

Pangeran Diponegoro, oleh pihak musuh yaitu Belanda. Penangkapan tu sendiri menjadi

termashur, karena terjadi pada saat gencatan senjata yang telah sama-sama disetujui,

yaitu pada waktu di adakan perundingan puncak antara pihak Belanda yang diwakili oleh

Jendral Dekock sebagai panglima tertinggi tentara pendudukan Belanda di Jawa dan

Pangeran Diponegoro yang mewakili seluruh kemauan rakyat yang sedang berjuang.

Tempat terjadinya perundingan yang cemar itu di Magelang.

Menyedihkan sekali bahwa perjuangan bersenjata melawan penjajah itu tidak

diteruskan, karena tidak ada lagi pemimpin lain yang berani mengambil inisiatif. Sejarah

telah membuktikan bahwa perang yang telah dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro itu

telah gagal. Gagal akan tetapi tidak sia-sia, demikian kata Bung Karno dalam kata

sambutannya dalam peringatan seratus tahun wafatnya Pangeran Diponegoro. Tidak sia-

sia sebab antara lain semangat perjauangan beliau untuk mengusir penjajah Belanda dari

tanah airnya, telah memberikan inspirasi kepada kita yang hidup setelah beliau, untuk

melanjutkan perjuangan beliau yang belum selesai.8

Untuk lebih menunjukkan bahwa perjuangan beliau itu memang tidak sia-sia, maka

kita akan sedikit mengadakan penilaian terhadap perang yang telah berlangsung selama

8 Sagimun M.D. op cit. hal. 439-441.

197

Page 199: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

lima tahun itu. Dengan demikian maka kita akan lebih banyak belajar dari pengalaman

masa silam. Dan mmemang hakekad ilmu sejarah ialah memberikan kepada kita banyak

sekali pelajaran yang terdiri dari peristiwa-peristiwa masa lampau.

Dalam permulaan tulisan kita sudah sepakat mengenai sifat-sifat perlawanan

bersenjata yang telah dilakukan oleh Pangeran Diponegorodan pasukannya, yaitu suatu

perang kemerdekaan. Artinya sebagai kelanjutan dari bentrokan dalam bidang politik

antara sebagian besar rakyat di Jawa melawan Belanda. Bentrokan itu kemudian telah

berubah menjadi peperangan sebagai jalan lain untuk mendapatkan kemerdekaan dalam

segala bidang, kehidupan, maka perang yang telah mereka lakukan, seperti sudah kita

sepakati tadi ialah perang kemerdekaan.

Kedua belah pihak sebenarnya dalam keadaan belum siap untuk berperang, akan

tetapi kedua belah pihak sama-sama mempunyai kondisi yang khas. Pihak Diponegoro

pada hakekadnya sudah matang untuk berperang, akan tetapi tidak pernah terpikirkan

untuk memulai mengambil inisiatif itu. Oleh karena itu mereka tidak pernah memiliki

persiapan-persiapan untuk berperang, apalagi karena konstelasi politik pada waktu itu

tidak memungkinkan untuk mengadakan persiapan-persiapan tersebut. Akibatnya mereka

tidak mempunyai kekuatan tempur yang teratur ataupun perlengkapan militer yang lebih

rapi.akan tetapi pada tingkat pertama peperangan, Diponegoro mempunyai banyak sekali

faktor yang sangat menguntungkan, yang dapat mengobarkan semangat pertempuran itu.

Diponegoro mempunyai bala bantuan dari rakyat yang berdiri dipihaknya. Sedangkan

alam dengan segala speknya, seperti hutan-hutan, gunung-gunung, dan musim penghujan

dsb. sangat menguntungkan posisi mereka. Simpati yang datang dari para bangsawan dari

daerah-daerah dan para bangsawan Mataram merupakan kekuatan yang tidak dapat

dianggap ringan, sebab mereka mempunyai banyak pengaruh dikalangan rakyat.

Diponegoro juga mempunyai penasihat-penasihat militer yang cakap, yang mempunyai

reputasi yang baik dalam setiap pertempuran. Mereka sering lebih mengutamakan

pemakaian taktik penghadangan, pendadakan, pengejutan dan sebagainya yang terkenal

dengan sebutan perang gerilya, dan sedapat mungkin mereka menghindari perang

terbuka. Ditambah sistem pembagian tugas dan sifat kepemimpinan yang kharismatis dari

Diponegoro, maka semua faktor tersebut dapat mengimbangi kalemahan pasukan-

pasukan Diponegoro dalam bidang persenjataan danperlengkapan perang. Akibatnya

198

Page 200: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

ialah dipeoleh kemenangan-kemenangan taktis dan hampir setiap pertempuran, terutama

selama tahun-tahun permulaan pertempuran. Nantinya akan kita ketahui faktor-faktor

baru datang yang menyebabkan pihak Diponegoro menglami kkekalahan-kekalahan

taktis maupun strategis, hingga kemudian mereka mengalami kegagalan pada akhir

peperangan.

Pihak Belanda sendiri walaupun jauh sebelum pecah perang sudah mempunyai

dugaan akan timbulnya perang, akan tetapi mereka tidak mempunyai dugaan bahwa

perang itu akan cepat datang. Atau setidak-tidaknya mereka barangkali memang tidak

menghendaki perang, sebab pada saat hampir yang bersamaan tentaranya sedang

diperlukan untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan yang terjado dipulau

lain, seperti yang terjadi di Minangkabau, Banjarmasin dan Bone. Sampai dengan bulan

Agustus 1825 Jendral De Kock masih belum bersedia untuk berperang. Beberapa jalan

ditempuhnya untuk sedapat mungkin menghentikan peperangan sebelum terlambat,

terutama dengan jalan menghubungi Diponegoro dengan surat. Dan manakala usaha-

usaha itu menglami kegagalan, maka dengan tergesa-gesa dicari bala bantuan untuk

menambah kekuatan guna secepat mungkin menghentikan peperangan. Terbukti

kemudian walaupun balabantuan itu berdatangan dari daratan Eropah dan dari para

bangsawan yang dapat diperalat oleh Belanda, pasukan-pasukan Belanda itu hampir

ditiap medan pertempuran dapat dikalahkan.

Organisasinya yang cukup baik dan persenjataannya yang cukup modern bagi saat

itu tidak dapat mempertahankan daya gunanya, berhubung mussuh yang dihadapinya

tidak hanya satu jenis. Selain harus berhadapan dengan partisan Diponegoro, mereka juga

harus berhadapan dengan alam yang sangat mengganggu mereka, tetapi sebaliknya

sangat berpihak kepada Diponegoro. Selain itu strategi yang mereka kembangkan selama

dua tahun pertama peperangan sangat tidak sepadan untuk menghadapi taktik perang

gerilya. Berkali-kali mengirimkan tentara regular yang lengkap persenjataannya, berjalan

kearah tempat sasaran operasi yang kadang-kadang sangat jauh letaknya, sangat tidak

seimbang kalau menghadapi pasukan-pasukan yang sangat lincah geraknya, walaupun

berjumlah sangat sedikit. Apalagi karena yang dihadapi ialah pasukan-pasukan yang

merasa bermain dirumah sendiri, macam pasukan-pasukan Diponegoro.

199

Page 201: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dua pasukan yang memiliki kekuatan yangtidak seimbang dalam bidang

persenjataan dan peralatan perang lainnya saling beradu kekuatan. Hasilnya sangat

menakjubkan yaitu banyaknya kemenangan yang dipeoleh pihak yang lemah

persenjataannya. Akan tetapi karena pihak yang mula-mula mendapat kekalahan, dapat

dan mau belajar dari pengalaman masa lampau, maka pada waktu peperangan memasuki

tahun ketiga, lukisan peperangan Diponegoro menjadi betul-betul berbeda dari gambaran

semula. Pihak Belanda yang hampir selalu menderita kekalahan, kemudian menyadari

bahwa untuk menghadapi perang gerilya haruslah dipergunakan strategi baru untuk

mengganti strategi yang selama itu dipakai tetapi selalu menderita kekalahan. Musuh

harus segera dapat dipecah belah dengan mutlak dan dipencilkan dari pemimpinnya yang

bersifat kharismatis. Pasukan inti harus dapat didesak kedaerah yang terbatas dan sempit,

hingga moril prajuritnya jadi merosot. Strategi baru itu terkenal dengan nama Benteng

Stelsel, sebab praktek pengepungan juga mereka lakukan itu dilakukan dengan

mendirikan benteng-benteng dibeberapa tempat. Dikombinasikan dengan sebanyak

mungkin berusaha mendekati para pejuang yang kurang kuat imannya dengan jalan

sebanyak mungkin mendekati dan menawarkan syarat-syarat yang menarik bagi

perjanjian untuk meletakkan senjata, maka strategi baru itu sangat cocok untuk

menghadapi para gerilyawan Diponegoro. Apalagi bila ditambah dengan aktivitas dan

ndaya guna para infiltran Belanda yang memeras batang tubuh kekuatan pasukan

Diponegoro dari dalam. Dan walaupun pasukan perlawanan pasukan-pasukan

Diponegoro tidak menjadi turun oleh adanya strategi baru itu, akan tetapi karena makin

berkurangnya tenaga-tenaga perjauangan yang menjadi penggerak perjuangan itu sendiri,

baik karena telah gugur ataupun telah berhasil dipikat oleh Belanda ataupun telah dapat

ditangkap oleh pihak Belanda, maka akhirnya Pangeran Diponegoro sebagai motor utama

perjuangan bersenjata itu menerima ajakan Belanda untuk mengadakan perundingan.

Akhir dari perundingan yang diadakan di Magelang pada tanggal 28 Maret 1830 itu

sudah menjadi terkenal, yaitu nahwa pada saat itu Pangeran Diponegoro ditangkap oleh

perintah Jendral De Kock. Akan tetapi penangkapan yang mashur atas diri Pangeran

Diponegoro itu, hanyalah merupakan pukulan terakhir saja yang menentukan kegagalan

Pangeran Diponegoro. Hingga dengan demikian maka sempurnalah kegunaan strategi

Belanda untuk mengakhiri perang yang telah membakar pulau Jawa itu.

200

Page 202: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dilain pihak perang telah berakhir dengan kegagalan. Kalau kita mau meneliti

sebab-sebab kegagalan yang dialami oleh perjuangan Diponegoro itu maka terdapatlah

beberapa hal yang patut disebutkan.

1. Sebab-sebab Subyektif.

Termasuk kedalamnya segala kondisi yang terdapatdalam tubuh pasukan

Diponegoro dan strategi yang dijalankan oleh Diponegoro. Dalam bidang taktik pada

umumnya pasukan Diponegoro unggul, walaupun persenjataan sangat lemah. Ini

disebabkan karena adanya persyaratan-persyaratan tadi. Akan tetapi strategi perlawanan

yang dipunyai oleh Pangeran Diponegoro kurang kompak dan kurang matang.

Walaupun banyak contohyang menunjukkan bahwa pengepungan kota-kota yang

penting banyak dilakukan oleh pasukan-pasukan Diponegoro, seperti terhadap kota

Jogjakarta, Magelang, akan tetapi seterusnya tak menunjukkan konsekwensinya dalam

tindakan-tindakan selanjutnya. Hal itu nampak karena pada waktu menghadapi masalah

pengepungan terhadap Surakarta, terjadi keragu-raguan pada pucuk pimpinan. Dengan

demikian pengepungan terhadap daerah-daerah yang strategis bukanlah merupakan ciri

yangkhas bagi strategi mereka. Lalu apakah yang menjadi strategi utama adalah

mengulur waktu dengan maksud melelahkan lawan, dan kemudian pad sat yang tepat

akan mengadakan usul perundingan yang menguntungkan pihaknya? Ternyata strategi

inipun tidak dilaksanakan dengan konsekwen, sebab banyak contoh menunjukkan

bahwa pasukannya diboroskan dalam perang posisi seperti yang terjadi di Plered dan

Gawok. Hingga dengan demikian maka kemenangan akhir yang sangat diharapkan

tidak kunjung mereka peroleh.

Sedang sebab selanjutnya dari kekalahan dan kegagalan yang mereka peroleh

adalah karena tidak adanya usaha yang mereka lakukan untuk mengadakan konsolidasi

terhadap kemenangan-kemenangan taktis yangmereka peroleh pada masa lampau. Pada

umumnya mereka terlapau cepat dihinggapi penyakit mabuk kemenangan atau terkenal

sebagai Victory Desease, hingga sering sekali mereka menjadi lengah dalam menghadapi

tugas-tugas mendatang.

201

Page 203: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. Sebab-sebab obyektif

Sebab-sebab ini berasal dari pihak lawan. Faktor pertama yang harus kita akui ialah

keunggulan Belanda dan sekutunya dalam bidang persenjataan. Selain itu kita mengenai

juga kemahiran mereka untuk mengadakan politik pemecah balah dan adu dombadiantara

suku-suku bangsa yang ada di Indonesia. Dan kelihan mereka dalam menarik para

bangsawan dan pendukung pemberontak yang lain untuk berhenti mengangkat senjata

adalah juga merupakan sebab-sebab kegagalan perlawanan bersenjatayang diadkan oleh

Diponegoro. Tidak dapat juga diabaikan kepandaian pihak Belanda untuk berani

mempelajari pengalaman mereka pada masa lampau dan kemudian keberanian mereka

untuk dengan segera mengubah strategi mereka, manakala strategi yangmereka

pergunakan pada waktu itu tidak menguntungkan mereka. Hingga dengan demikian maka

timbullah kemajuan dalam jalannya peperangan.

Akhirnya sifat Zakelijk bangsa Belanda dalam perang sangat menolong mereka.

Dengan begitu mereka tidak lagi mudah dan tidak selalu dipengaruhi oleh permainan

perasaan. Hal itu menyebabkan mereka menyadari benar hakekada hukum besi yang

selalu berlaku didalam peperangan. Barang siapa tidak lebih dahulu mau membunuh

lawan maka dia sendirilah yang akan dibunuh oleh lawan. Dengan demikian maka

peristiwa penangkapan atas diri Pangeran Diponegoro, walaupun sangat melanggar

hukumperang, akan tetapi yang menjadi tujuan perang bagi belanda adalah menangkap

Diponegoro yang dianggap sebagai motor pemberontakan bersenjata, maka ditangkaplah

Pangeran Diponegoro. Dan karena sifat kharismatis beliau merupakan paranan utama

dalam usaha memimpin perjuangan, maka akibat dari penangkapan itu menjadi lebih

buruk jadinya. Seperti kemudian ternyata dalam sejarah, maka untuk waktu yang cukup

lama setelah Diponegoro tertangkap, tidak pernah lagi terdapat perang kemerdekaan

dalam bentuk yang sebenarnya. Setelah masa itu boleh dikata untuk sementara waktu

dalam abad ke 19 tidak muncul lagi pemimpin atau pelopor yang melanjutkan usaha

perjuangan Diponegoro yang telah gagal itu. Amatlah tragis kedengarannya,akan tetapi

ini adalah kenyataan sejarah. Bagi kita sebagai putera-putera bangsa yang selalu masih

berjuang, maka banyaklah pelajaran yang kita peroleh dari kejadian-kejadian pada masa

itu.

202

Page 204: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dengan perasaan yang penuh keprihatinan kita menyaksikan bahwa perjauangan

yang pernah dipelopori oleh Pangeran Diponegoro itu telah gagal mencapai tujuan akhir

peperangan. Akan tetapi sekali lagi kita menginsafi bahwa walaupun perjuangan itu telah

gagal, akan tetapi tidaklah sia-sia. Banyaknya pelajaran berharga yang telah diajarkan

oleh kegagalan itu kepada kita. Dan pelajaran itu betul-betul telah membuat kita berhasil

dalam salah satu segi dari keseluruhan rangka perjuangan kita. Hasil yang nyata ialah

bahwa kita telah dapat memerdekakan diri dari kungkungan penjajahan Belanda, yaitu

pada tanggal 17 Agustus 1945.

GAMBAR 1

203

Page 205: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

GAMBAR 2

204

Page 206: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

DAFTAR BACAAN

Ali, R. Mohamad, Perjuangan Feodal Indonesia, Ganaco, N. V. Bandung, Jakarta,

1963.

_______________, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Bhratara, Jakarta, 1961.

Asisten Kepala Pusat Sejarah Militer, Sejarah Militer Untuk Calon Perwira, Publikasi

Resmi Pusat Sejarah Militer, cetakan I, Bandung, 1959.

Auwyong Peng Koen, Dengan bantuan F. J. E. Tan, Perang Pasifik 1941 – 1945. Bagian

Penerbitan Keng Po, Jakarta, 1958.

Bahruddin, E. H, Perang Partisan, Penerbit Yayasan Pustaka Militer, Bandung, 1954.

Balai kursus tertulis Pendidikan Guru, Sejarah Nasional, jilid I C no. 142. Bandung.

Berg, H. J. van den, cs, Asia dan Dunia sejak 1500, J.B. Wolters, Jakrta, - Groningen,

1954.

Burger, D. H, Sejarah Ekonomi Sosiologis Indonesia jilid I, saduran Prayudi

Atmosudirjo, P. N. Prajnya Paramita, Jakarta,1960.

Canu, Jean, Sejarah Amerika Serikat, Penerbit Pustaka Rakyat, Jakarta, 1953.

Clausewitz, Karl von, Tentang Perang, terjemahan R. Soesattyo, mayor infantri,

Pembimbing bagian penerbitan, Jakarta, 1954.

205

Page 207: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dunant, Henry, Sebuah Kenang-kenangan di Solferino, Balai Pustaka, Jakarta, 1951.

Earle, Edward Mead, Penyusun-penyusun Strategi Perang Modern, diterjemahkan oleh

Sumantri Mertodipuro cs. Bhratara- Yayasan Franklin bagian Penerbit, Jakarta-

New York 1962.

Kompilasi Sejarah Militer, Jendral Sudirman, Seri bagian biografi Militer dan

Pejuang Indonesia, Publikasi Resmi Pusat Sejarah Militer, Bandung, 1959.

Louw, P. J. P, De Java Oorlog I, Batavia Lands drukkerij, 1904 ‘s Hage M. Nyhoff.

Nasution, M. A, S, dan M. Thomas, Buku Penuntun Membuat Thesis, Usaha Penerbit

Jaya Sakti, Jakarta, 1961.

Nasution, A. H, Pokok-pokok Gerilya , Pembimbing, Jakarta,1954

Nazir, Perang Gerilya, Penerbit C.V. Pembimbing, Jakarta, 1961.

__________, “Pikiran Rakyat”, Selasa/Rabu, tanggal 5 dan 6 Juni 1962, tahun ke XIII,

no. 4 dan 5.

Puar, Yusuf Abdullah,”Panji Masyarakat”, no. 20 tanggal 28 – 3 – ’60.

Radjab, Muhamad, Perang Paderi di Sumatera Barat (1803 – 1838), Perpustakaan

Perguruan Kementrian P.P dan K, Jakarta, 1954.

Sagimun, M. D, Pahlawan Diponegoro Berjuang, Cabang bagian bahasa/ Urusan Adat

Istiadat Jawatan Kebudayaan Departemen P.P dan K, Yogyakarta 1960.

Snyder, Louis L, Abad Pemikiran, terjemahan Nyoman S. Pendit, Bhratara – Yayasan

Penerbit Fanklin, Jakarta – new York 1962.

206

Page 208: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

____________, Dunia Dalam Abad ke 20, terjemahan Suwarno Hadiatmojo, Usaha

Penerbit Jaya Sakti, Jakarta.

Soegondo, R. , Ilmu Bumi Militer Indonesia I dan II, Penerbit Pembimbing, Jakarta

1960.

Soeroto, Indonesia ditengah-tengah Dunia dari Abad ke Abad jilid I, II dan III,

Jambatan, Jakarta 1963.

Stuers, F.V. A. de, Memoires Sur La Guerre De L’ile De Java de 1825 a 1830, Aleyde,

Chez S – j. Luchtmans, Amsterdam 1833.

Sukanto, Sekitar Yogyakarta 1755 – 1825 Penjanjian Gianti – Perang Diponegoro,

Mahabarata, Jakarta – Amsterdam 1952

_______, Sentot Alias Alibasah Abdulmustopo Prowirodirjo – Senopati Diponegoro,

N.V. Pustaka Asli – Jakarta – Bandung – Amsterdam – New York – Sydney

1951.

Yamin, Muhammad, Sejarah Peperangan Diponegoro Pahlawan Kemerdekaan

Indonesia, Yayasan Pembangunan, Jakarta 1950.

207

Page 209: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

CATATAN

Tulisan di atas merupakan penulisan adaptasi dari naskah skripsi Sarjana Muda

pada Jurusan Sejarah Fakultas Ileguruan Ilmu Sosial (FKIS) IKIP Bandung, Juli

2964

3. KEPEMIMPINAN PANGERAN DIPONEGORO DALAM PERSPEKTIF

SEJARAH

“All the world’s a stage and all the men and

women mereley players:

They have their exits and their entrances;

And one man in his time plays many parts

(Sumber :peare’s As You Like It)

1. Pendahuluan

Dengan mengutip bagian puisi karya Shakespeare dalam As You Like It seperti

tertera di atas, tulisan ini bermaksud menyoroti segi kepemimpinan Pangeran Diponegoro

dari perspektif sejarah. Dari uraian kata yang penuh makna tersebut di atas, dapat

ditangkap bahwa Shakespeare hendak menggambarkan proses kehidupan di dunia ini

sebagai panggung (stoge) sandiwara, yang para pemainnya tidak lain adalah manusia itu

sendiri. Secara silih berganti para pemain naik ke panggung untuk memainkan

peranannya masing-masing, (sudah barang tentu harus) sesuai dengan naskah (script),

perintah (order), kemampuan interpretasi dan apresiasi terhadap lakon yang harus

208

Page 210: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dimaikan. Analog dengan panggung teater di atas, maka manusia dalam proses sejarah

dapat digambarkan sebagai pelaku (aktor) sejarah yang secara dinamis memainkan

perannya masing-masing (taking-role) sesuai dengan kedudukan (position) yang

dimilikinya dalam konteks sosio-kultural dan ikatan spatial dan temporal masing-masing.

Berangkat dari metapora Shakespearedi atas, maka pembahasan tentang

kepemimpinan dan kepahlawanan tokoh Pangeran Diponegoro akan dipusatkan pada

persoalan yang menyangkut tentang kedudukan dan peranan Pangeran Diponegoro dalam

panggungsejarah masyarakat Indonesia. Dengan pertanyaan apa, siapa, bagaimana dan

mengapa Diponegoro memiliki tempat penting dalam sejarah-sejarah Indonesia akan

mengantarkan kedudukan dan perannya dalam sejarah dan masyarakat Indonesia.

Pertanyaan itu sekaligus juga akan mengrahkan penjelasan mengenai masalah

kepahlawanan dan kepemimpinan Diponegoro.

Untuk menjawab pertanyaan di atas diperlukan wawasan pendekatan sejarah yang

komprehensif, yang dapat memberikan landasan interpretasi kritis terhadap tokoh

Diponegoro dalam proses sejarah. Dalam hubungan itu maka perlu diperhatikan segi-segi

berikut. Pertama, tokoh Diponegoro perlu ditempatkan dalam perspektif sejarah yang

berwawasan nasion Indonesia sebagai pusat (Indonesia – centrism). Kedua, Diponegoro

perlu ditempatkan dalam struktur dan interaksi sosio-kultural dari jamannya. Ketiga,

tokoh Diponegoro perlu dipandang sebagai tokoh simbolis yang mengambil peran

penting (“role-taking”) dalam proses interaksi simbolis (symbolic interaction) dari

masyarakat pendukungnya dalam menghadapi kekuatan-kekuatan indogen dan eksogen.

Diponegoro perlu ditempatkan dalam perspektif nasion, yang dimaksud adalah

penempatan tokoh Diponegoro dalam wawasan sejarah yang mengacu pada proses

integrasi nasion Indonesia. Wawasan sejarah semacam itu akan dapat membantu dalam

menjelaskan dua masalah pokok. Pertama, yaitu masalah makna peristiwa sejarah

(historical events) yang melibatkan pelaku sejarah (historical actors), dan kedua, masalah

pelaku sejarahnya, di sini yaitu Pangeran Diponegoro. Yang pertama, menyangkut

penjelasan yang berkaitan dengan makna peristiwa perang Diponegoro atau perang Jawa

(Java-Oorlog atau Java War) pada tahun 1825 – 1830, dalam proses sejarah

pembentukan kesatuan nasion Indonesia. Yang kedua, maksudnya ialah menyangkut

kedudukan dan peranan tokoh Diponegoro dalam perspektif proses perjuangan

209

Page 211: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pembentukan kesatuan nasion yang sama. Secara luas wawasan pendekatan semacam itu

juga penting artinya dalam menjelaskan berbagai segi lain yang berkaitan dengan

masalah tentang latar sejarah (historical – setting), kausalitas, proses, kedudukan

(position), peranan (role), makna (meaning) dan bobot aksi dan pertisipasi (action and

participation capacity), kepemimpinan (leadership) dan kepahlawanan (hero), dalam hal

ini yang dimiliki Diponegoro.

Secara metodologis penggunaan perspektif sejarah yang mengacu pada integrasi

nasion penting sekali artinya dalam proses informasi teoritis yang dapat menerangkan

gejala-gejala sejarah mana yang bersifat lokal dan mana yang bersifat supra – lokal atau

nasional. Dengan kerangka konseptual yang sama, juga akan dapat diterangkan

pertanyaan- mengenai perbuatan dan perilaku (pelaku) sejarah mana yang bermakna

individu, subyektif, primoedial, parokial dan etnis, dan tindakan dan tingkah laku mana

yang dipandang bermakna sebaliknya yaitu kolektif, obyektif, modern, supra lokal dan

nasion.

Dalam kaitan yang sama, kerangka konseptual di atas dengan demikian akan

dapat menjelaskan sejauh mana peristiwa perang Diponegoro dan peristiwa yang

semacam lainnya (Perang Padri), 1821-1837); perang Aceh, 1837-1904, dll.) bersifat

lokal dan sejauh mana bersifat supra lokal atau “nasional”.

Seperti halnya persoalan di atas, maka persoalan lainnya juga akan dapat

diterangkan. Pertanyaan mengenai kapan seorang pelaku sejarah akan dipandang sebagai

tokoh lokal, dan kapa seorang pelaku sejarah yang lain akan dapat dipandang sebagai

tokoh sejarah nasional. Konseptual semacam itu menjadi penting dalam menjelaskan

tentang bagaimana tokoh Diponegoro harus dipandang, dan demikian juga dengan tokoh-

tokoh lainnya (Imam Bonjol, Teuku Umar, Si Singamangaraja, dll.)

Selanjutnya penempatan tokoh Diponegorodalam perspektif interaksi sosio-

kultural, dalam hubungan ini akan lebih memperluas wawasan penjelasan (Explanation)

tersebut di atas. Dengan menggunakan perspektif interaksi simbolik (simbolic

interaction) dan peranan (role perspective atau theory), berbagai jaringan hubungan

antara kedudukan (position /status), peranan (role), harapan (Exectation), situasi

(situation) dan aksi (action) yang dimainkan oleh Diponegoro sebagai pelaku (actor)

sejarah dapat diterangkan. Perspektif teoritis ini juga alkan penting dalam mendasari

210

Page 212: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

penjelasan yang menyangkut dimensi tingkah laku (behavior), Perilaku (attitude),

peranan (role) dan dimensi-dimensi yang disebabkan oleh kekuatan indogen dan eksogen

yang dalam hal ini telah menimbulkan pecahnya perang Diponegoro pada tahun 1825 –

1830 di Jawa.

2) Latar Sejarah : Perang Diponegoro, 1825 – 1830

Pergantian masa dari abad XVIII ke abad XIX di Indonesia ditandai dengan

berbagai perubahan besar. Di satu pihak, terlihat adanya gejala perluasan kekuasaan

politik secara ekstensif dan intensif atas wilayah Indonesia, yang dilakukan oleh

pemerintah Hindia-Belanda sebagai pengganti pemerintah VOC. Di lain pihak,

sebaliknya, terjadi kemerosotan kekuasaan kerajaan-kerajaan tradisional sebagai akibat

penetrasi politik kolonial Belanda. Wilayah teritorial, otonomi kekuasaan, kekuatan

militer, sumber ekonomi, kawula, kemerdekaan dan kedaulatan kerajaan-kerajaan di

berbagai daerah Indonesia menjadi semakin kecil, atau bahkan hilang seluruhnya

karena jatuh ke tangan kekuasaan penjajah, yang berarti hapusnya suatu kerajaan. Ada

pula yang kerajaan pada lahiriah tampak seperti masih hidup, akan tetapi sebenarnya

tidak lebih dari pada sebuah boneka dari kekuasaan asing, karena sudah tidak memiliki

kekuasaan dan kedaulatan yang berarti lagi.

Selain gajala di atas, terdapat pula gejala kemunduran kehidupan ekonomi bagi

semua lapisan masyarakat tanah jajahan sebagai akibat peningkatan proses ekstraksi

ekonomis yang dibawa oleh penetrasi sistem kapitalistis barat. Gajala kemerosotan

kekuasaan politik dan kemunduran kehidupan ekonomi tersebut telah menyebabkan

timbulnya telah menyebabkan timbulnya gejala ketidakpuasan, ketegangan, kekisruhan,

perpecahan dan pertentangan, serta pergolakan. Berbagai gejala yang tersebut di atas,

hampir semuanya terdapat di lingkungan kerajaan Mataram di Jawa. Secara umum

kerajaan Mataram mengalami kemunduran besar, semenjak mangkatnya Sultan Agung

pada pertengahan abad XVII. Sedikit demi sedikit wilayah Mataram di pulau Jawa jatuh

ke tangan Belanda, bersama dengan pusat sumber kekayaan ekonominya. Daerah

kekuasaan Mataram di Jawa Barat, daerah pesisir utara Jawa, sejumlah daerah di Jawa

Timur, yang semuanya merupakan daerah potensial, secara berangsur-angsur jatuh ke

211

Page 213: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tangan VOC. Akibatnya pada akhir abad ke XVIII dan awal abad XIX wilayah kerajaan

Mataram menjadi sempit dan hanya berpusat pada wilayah Yogyakarta dan Surakarta

serta beberapa daerah sekitarnya yang kurang potensial. Sementara itu pusat

pemerintahan kerajaan telah terpecah-pecah menjadi beberapa bagian, yaitu Kasunanan

Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran dan Pakualaman.

Kesemuanya tidak merupakan kerajaan yang memiliki kemerdekaan dan kedaulatan yang

penuh, melainkan merupakan pemerintahan “boneka” dari Belanda. Mengapa sampai

terjadi kemerosotan yang demikian, tidak lain karena pengganti Sultan agung umumnya

lemah, suka berkompromi dengan pihak Belanda, tidak ada ketegaran untuk menentang

kehadiran kekuasaan asing seperti pendahulunya. Terbagi-baginya kerajaan sering

diawali dengan terjadinya pertantangan dan pergolakan kekuasaan di antara para pewaris

kerajaan. Karena itu kerajaan menjadi lemah, suram, kurang wibawa, banyak konflik,

penuh intrik, persekongkolan dan banyak perpecahan di antara golongan elite keraton

yang berbeda-beda orientasi dan idiologinya. Suasana lingkungan kerajaan semacam itu

sangat mendukung bagi terjadinya pergolakan.

Kekuasaan pemerintah Belanda atas istana dan wilayah kerajaan, di lain pihak,

cenderung makin kuat dan terpusat. Kekuasaan Belanda tidak hanya sangat menentukan

dalam pengangkatan dan penobatan raja dan pengangkatan para pejabat kerajaan, akan

tetapi juga dalam memasukkan unsur-unsur gaya kehidupan Barat ke lingkungan

kerajaan, seperti dalam segi-segi seremonial, etiket, tradisi, pergaulan, kemewahan dan

adat kebiasaan baru yang sering dianggap bertentangan dengan tradisi Jawa.

Di luar keraton, yaitu di daerah pedesaan, keadaan penduduk umumnya banyak

mengalami hambatan dan kesulitan akibat dari berbagai penerapan sistem perekonomian

yang cenderung membawa ekstraksi ekonomis seperti tersebut di atas. Berbagai sistem

persewaan (verpachtingren), penarikan bea cukai, bea toll dan tindakan pemerasan yang

menurut sumber banyak dilakukan oleh orang-orang cina atau golongan sosial lain, telah

menyuilitkan dan memerosotkan kehidupan ekonomi rakyat kecil. Kemerosotan

kehidupan masyarakat kecil tidak hanya dalam segi ekonomi saja, tapi di mana-mana

juga terdapat kemerosotan segi moral, sebagai akibat dari meningkatnya perjudian,

permadatan, peminum-minuman keras, pelacuran dan perbanditan. Menurut tradisi lokal

penyebab kemerosotan moral masyarakat tersebut sering dirujuk pada lima jenis penyakis

212

Page 214: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sosial yang terkenal dengan sebutan Ma-lima (Jawa = main, madon, minum, madat, dan

maling), sebenarnya gejala kemerosotan moral atau demoralissi bukan hanya terjadi di

kalangan wong cilik, melainkan juga melanda golongan priyayi, termasuk sementara

anggota bangsawan keraton.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa selama periode 1812-1825 telah timbul

ketidakpuasan dan kekisruhan di Jawa sebagai akibat dari hal-hal tersebut di atas.

Peningkatan campur tangan Barat dalam urusan keraton terasa, terutama di keraton

Yogyakarta. Demikian juga konflik, intrik dan korup makin meluas. Sementara itu

penyewaan tanah-tanah penduduk di Jawa Tengah oleh pengusaha Barat dan Cina untuk

perkebunan tebu, kopi dan indigo juga makin bertambah luas, terutama di daerah tanah

lungguh (apanage) milik para bangsawan karena kebutuhan keuangan. Sementara itu

dalam tahun 1816-1824 di Yogyakarta tercatat banyak terjadi kasus pemerasan dan

penyelewengan yang dilakukan oleh para penarik pajak dan bea toll, terutama dari orang-

orang Cina. Gangguan keamanan, pencurian, perbandita, dan kejahatan merajalela di

daerah Yogyakarta dan sekitarnya dalam periode yang sama, sebagai akibat kesulitan

perekonomian. Sementara itu para bangsawan banyak yang kehilangan tanah-tanah

apanage dan pengurangan sumber kehidupan disamping banyak mendapat tekanan dari

pihak Belanda. Keadaan semacam itu telah memasakkan situasi untuk memecahkan

pergolakan. Pergolakan segera meletus ketika seorang bangsawan terkemuka, Pangeran

Diponegoro, yaitu putera tertua Sultan Hamengkubuwono III, melancarkan aksi

penentangan terhadap campur tangan pemerintah Belanda terhadap keraton dan situasi

korup di lingkungan punggawa keraton.

Pergolakan disulut dengan peristiwa bentrokan antara pengikut Diponegoro

dengan pasukan keraton di bawah Patih Danurejo IV, musuh Diponegoro, sehubungan

dengan pembuatan jalan yang menuju Tegalrejo, tempat kediaman Diponegoro, pada

sekitar bulan Mei 1825. bentrokan itu segera meluas dan meningkatkan ketegangan dan

situasi konflik, mencapai puncaknya pada tanggal 20 Mei 1825 dengan berkobarnya

peperangan melawan Belanda oleh Diponegoro di Tegalrejo, dan segera meluas secara

cepat ke berbagai wilayah Yogyakarta dan Surakarta, serta dengan Jawa Tengah dan

Jawa Timur. Diponegoro segera keluar dari Tegalrejo untuk mengobarkan peperangan

213

Page 215: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

melawan belanda dan kaki tangannya. Demikianlah awal pecahnya perang Jawa yang

berlangsung sejak tahun 1825 hingga 1830.

Perlawanan Diponegoro mendapat sambutan luas dari berbagai pihak, baik dari

kalangan rakyat pedesaan maupun dari golongan bangsawan, pejabat, ulama dan para

pemuka rakyat lainnya. Dari 29 bangsawan terkemuka yang ada di keraton Yogyakarta,

15 orang diantaranya bergabung dengan Diponegoro. Selain itu 41 orang dari 88 bupati

senior, juga mendukung Diponegroro, demikian juga para ulama dan kyai serta santrinya

di lingkungan pesantren ikut menjadi tulang punggungnya, terutama tokoh ulama

terkemuka Kyai Mojo. Dukungan terhadap Diponegoro dapat dibuktikan pula dari

luasnya peta daerah pertempuran. Apabila diperhatikan medan pertempuran menyebar

secara luas, tidak hanya di daerah pusat kota Yogyakarta, Surakarta, akan tetapi juga

terjadi di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Kedu, Banyumas, Pekalongan,

Semarang, Pati, Bojonegoro, Madiun, Kediri dan daerah sekitarnya. Peristiwa, Medan

dan jalannya pertempuran yang terjadi selama pecahnya perang Diponegoro, kiranya

cukup dapat diikuti dalam berbagai sumber historiografi perang Diponegoro, baik dari

sumber-sumber Belanda maupun sumber lokal. Cukup disebut di sini dari sumber

Belanda misalnya karya penting Louw dan Klerck (6 jilid), Ridder de Stuers, Weitzel,

Hogemen, disamping karya-karya lainnya termasuk tulisan Johan Fabricius. Sumber

lokal, kiranya cukup banyak, terutama barupa karya Babad, baik yang ditulis oleh

Pangeran Diponegoro sendiri sewaktu di pengasingan maupun yang ditulis oleh penulis

lainnya, yang mencakup golongan yang pro dan kontra terhadap Perang Diponegoro.

Peperangan berakhir ketika Pangeran Diponegoro terkecoh ke dalam meja

perundingan di Magelang pada bulan Mei 1830, karena perundingan yang direncanakan

oleh pihak Belanda hanyalah sebagai perangkap untuk menangkapnya. Diponegoro

ditangkap dan dibuang ke Menado, dan kemudian dipindahkan ke Makasar sampai akhir

hayatnya (8 Januari 1855).

Perang Diponegoro ditujukan kepada Belanda dan keraton cukup banyak

membawa korban dan biaya yang tidak sedikit bagi pihak Belanda. Menurut salah sebuah

sumber tidak kurang dari 8000 pasukan Eropa dan 7000 pasukan bumiputra meninggal

dan menghabiskan biaya tidak kurang dari 20 juta gulden. Demikian juga korban yang

jatuh di pihak pasukan Diponegoro tidak terhitung jumlahnya. Menurut sementara

214

Page 216: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sumber disebutkan bahwa tidak kurang dari 200.000 orang Jawa menunggal, dan hampir

separoh penduduk Yogyakarta hilang.

Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa perang Diponegoro termasuk

perang besar menurut ukuran jamannya, dan cukup besar pengaruhnya dalam kehidupan

nasional pemerintah Belanda pada waktu itu. Bagi pemerintah Belanda, perang

Diponegoro merupakan perang yang mengerahkan dana dan kekuatan militer secara

besar-besaran. Perang itu telah melibatkan hampir seluruh kekuatan militer Belanda yang

ada di Indonesia, tetapi juga telah menghabiskan dana keuangan yang tidak sedikit, yang

kemudian menjadikan penyebab kemerosotan keuangan pemerintah Belanda pada

periode itu. Mengpa sistem tanam paksa (Kultur stelsel) kemudian diterapkan pada masa

sesudah perang Diponegoro selesai, alasannya antara lain adalah untuk memperbaiki

kebobrokan kas Negara akibat banyak membiayai peperangan.

3. Hakekat perang Diponegoro

Sekalipun Perang Diponegoro relatif belangsung singkat yaitu dalam tahun 1825-

1830, akan tetapi memiliki makna yang luas. Secara politik peperangan Diponegoro

merupakan manifestasi dari sikap penentangan dari kekuatan lokal terhadap kekuasaan

Barat yang datang dari luar dan bersifat raksasa (massive), internasional, terorganisir rapi,

dan lebih maju. Kehadiran kekuasaan Barat di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara

pada umumnya dapat dipandang sebagai kekuatan eksogen dan arus besar (mainstrams)

yang mengancam eksistensi kemerdekaan dan kedaulatan politik negara tradisionaldi

daerah-daerah Indonesia. Ancaman kekuasan Barat semacam ini sejak dini telah disadari

oleh Sultan Agung pada abad ke XVII. Akibat dari kekuasaan Barat memang telah

terbukti membawa proses disintegrasi bagi kekuatan-kekuatan politik, sosial dan kultural

masyarakat dilingkungan karajaan Jawa. Karena itu Pangeran Diponegoro pada dasarnya

merupakan eksogen yang bersifat destruktif dan disintegratif.

Diponegoro dan para pendampingnya pada umumnya sadar akan ancaman bahaya

destruktif yang datang dari kekuasaan kolonial Belanda, karena itu gerakan

perlawanannya juga bercorak sebagai gerakan protes yang dijiwai oleh semangat anti

kolonial.

215

Page 217: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Di sisi lain peperangan ini juga menggambarkan suatu reaksi terhadap golongan

penguasa keraton yang telah mantap, tetapi tidak memiliki tanggung jawab sosial dan

bertindak sewenang-wenang. Maka dari itu peperangan Diponegoro juga cenderung

bersifat anti birokrat dan anti keraton.

Sangat besar dukungan kalangan petani dan golongan bawah yang tertindas dan

terperas terhadap peperangan ini. Karena itu semangat peperangan ini juga dijiwai oleh

nafas pencarian keadilan dan perlindungan. Justru dari kalangan ini Diponegoro mampu

memobilisasi kekuatan pasukan dan logistik yang menentukan kelancaran peperangan

secara terbuka ataupun secara gerilya. Gelar “Ratu Adil”yang melekat pada Diponegoro

selama perang, pada dasarnya berkaitan dengan massa pendukungnya yang sebagian

besar dari kalangan bawah yang tertindas. Golongan semacam ini yang memimpikan

untuk memperoleh keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan, yang menjadi pendukung

kepercayaan mistis simbolis akan kehadiran “juru selamat” yang dilambangkan pada

tokoh Diponegoro.

Pergolakan yang dilancarkan oleh Diponegoro dan pengikutnya pada dasarnya

juga ditujukan untuk menentang akses yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan

struktural dan kultural sebagai akibat penetrasi kekuasaan Barat yang membawa

kemerosotan moral, baik dikalangan bangsawan keraton maupun masyarakata umumnya.

Karena itu satu sisa dari gerakan perlawanan ini bercorak sebagai gerakan anti

kemerosotan moral, dan anti kultur Barat. Maka dari itu gerakan peperangan yang

dilancarkan oleh Diponegoro dapat juga disebut sebagai “gerakan kebudayaan tandingan”

(Counter-Culture-Movement). Inti dari gerakan ini antara lain hendak menangkal

ancaman budaya Barat dan hendak melestarikan inti kebudayaan Jawa sebagai sumber

kekuatan untuk menciptakan kehidupan sosial yang harmonis.

Salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari perang ini ialah unsur agama

Islam. Peperangan tidak hanya di dukung secara fisik oleh kekuatan golongan ulama,

kyai dan para santri dari kalangan pesantren, akan tetapi juga didukung oleh moral dan

idiologi ajaran Islam. Malah semangat dan idiologi Islam memasuki tempat penting

dalam proses pembentukan organisasi dan mobilisasi pendukung perjuangan Diponegoro.

Idiologi Perang Sabil dan Jihad fi Sabilillah serta semboyan anti kafir terdapat dalam

faset-faset perjuangan Diponegoro selama itu. Dengan demikian salah satu sisi

216

Page 218: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

perjuangan keagamaan. Dalam hubungan ini relevan apabila Michael Adas menyebut

Diponegoro sebagai Prophets of Rebbelion (Nabi Pemberontakan).

Dengan demikian perang Diponegoro dapat dipandang sebagai perang yang

memiliki dimensi banyak dan berskala nasional. Karena itu corak peperangan cenderung

bersifat total, mencakup keseluruhan hakekat kehidupan dan daerah dukung luas, serta

pengaruh yang jauh. Gerakan peperangan Diponegoro memang bersifat tradisional dan

konservatif karena tidak dapat lepas dari situasi jamannya, sehingga tidak mampu

menghadapi pihak lawan yang telah lebih maju. Hal ini merupaka salah satu ciri dari

kelemahan corak perjuangan dari masa tradisional.

4. Pangeran Diponegoro: Kepemimpinan dan Kepahlawanan

Penyorotan kepemimpinan dan kepahlawanan tokoh Diponegoro pada dasarnya

adalah penyorotan tentang aktualisasi tokoh sejarah dalam realita kahidupan pada masa

lampaunya. Kepemimpinan dan kepahlawanan pada dasarnya adalah suatu bentuk

kualitas kepribadian individu yang memiliki makna dalam hubungan kehidupan kolektif.

Sebagai bagian dari kualitas diri, pelaku sejarah kepemimpinan merupakan ekspresi

simbolis dari aktualisasi respons integratif terhadap tantangan lingkungan kehidupan

pada jamannya. Ideologi, perspektif dan orientasi pemikiran yang mendasari sang pelaku

sejarah diperoleh dari hasil proses interaksi sosial di lingkungan jamannya.

Kelahiran kepemimpinan dan kepahlawanan dengan demikian lekat dengan

lingkungan dan kondisi struktural dan kultural masyarakat dan jamannya. Unsur-unsur

kepribadian yang sarwa terkemuka, utama, dan bagus (Primacy, Primus, Elite), sarwa

sadar dan memiliki tanggung jawab sosial tinggi serta berjiwa besar dan memiliki daya

nalar yang jauh adalah unsur-unsur kepribadian yang mendasari terbentuknya orang

terkemuka, pemimpin atau orang besar. Menurut Oswald Spengler “orang besar” (the

great men) atau pahlawan (hero) adlah “jiwa jamannya” (the spirit of his time) atau

“sukma kebudayaannya” (the soul of his culture). Maksudnya tokoh “orang besar” dan

“pahlawan” tidak lain adlah “jati diri”, “jiwa” atau “inti” dari masyarakatnya,

kebudayaan dan jaman yang menjadi tempat sang pahlawan dan pemimpin dilahirkan dan

berkarya.

217

Page 219: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kelahiran pahlawan dan pemimpin tidak dengan sendirinya atau semata-mata

atas pilihannya sendiri. Akan tetapi dalam batas-batas tertentu kelahiran kepemimpinan

dan kepahlawananjuga ditentukan oleh tuntutan dan keharusan (necessity) dari

masyarakat, kebudayaan dan jamannya. Kebutuhan jaman (needs of the period) yang

mengharuskan kelahiran kepemimpinan atau kepahlawanan dapat berbeda-beda, baik

sifat maupun bentuknya, yaitu metafisikal (metaphysical), ideal, kultural, politik dan

ekonomis. Demikian jenis-jenis, apabila meminjam tipologi Weber maka akan dapat

dibedakan antara tipe tradisional, kharismatis dan yang legal-rasional.

Dari keterangan di atas, maka dapat dikemukakan, bahwa tuntutan masyarakat

dan jamannya telah menempatkan Diponegoro sebagai tokoh “pemimpin”, “pahlawan”

dan “orang besar” pada jamannya. Sesuai dengan kedudukan Diponegoro telah

memainkan peranan sebagai “anak jaman”, “juru bicara” dan “pejuang” masyarakat dan

kebudayaannya untuk membela kemerdekaan, kedaulatan, keadilan, kepribadian,

kehidupan dan agama. Sebagai anak jamannya ia telah mengintegrasikan dirinya dengan

tuntutan masyarakatnya. Diponegoro telah mampu menghadapi lingkungan masyarakat

pada jamannya secara kritis dan mampu menginterpretasikan situasi jamannya secara

tepat, serta mampu mengaktualisasikan gagasan dan pikirannya dalam bentuk perbuatan

dan aksi-aksi perjuangannya. Dengan kata lain Diponegoro telah berpikir, berbuat, dan

berkorban. Apabila disimak hampir seluruh hidupnya diabdikan untuk perjuangan yang

diyakininya. Akhirnya yang dihabiskan dalam pembuangan menegaskan Diponegoro

merupakan pemimpin dan pahlawan sejati.

Inti kepemimpinan Diponegoro pada dasarnya sejajar dengan hakekat

perjuangannya. Pertama, mengutamakan kemerdekaan dan kebebasan, tercermin dari

corak perjuangannya yang bercorak anti kolonial dan anti keraton. Kedua, mengutamakan

kejujuran, tercermin dari sifat perjuangnnya yang bersifat anti kebathilan dan kejahatan

dilingkungan keraton. Ketiga, mengutamakan kemandiriandan percaya kepada diri

sendiri, yang tercermin dari sikap hidupnya yang melapaskan diri dari ikatan istana dan

tinggal di luar keraton. Keempat, sikap merakyat dan melindungi yang lemah, tercermin

dari kediamannya yang ada di tengah-tengah rakyat biasa dan juga berjuang untuk

pembebasan penderitaan rakyat. Kelima, sikap berani dan memiliki pendirian yang teguh.

218

Page 220: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Keenam, sikap hidup dan perjuangannya yang bersifat religius. Ketujuh, berakar kepada

kebudayaan masyarakatnya.

Secara simbolis semangat dan jiwa kepemimpinan Diponegoro pada dasarnya

juga dapat dilacak dari makna gelar-gelar yang dipakai selama peperangan. Beberapa

gelar yang penting antara lain sebagai berikut. Pertama, gelar Diponegoro yang

berbunyi : “Sultan Ngabdulkamid Erucakro Sayidin Panotogomo Kalifat Rosulullah

SAW”). Kedua, “Sultan Ngabdulkamid Erucakro Amirulmukminina Kalifat Rosulullah

Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Sabilullah Ing Tanah Jawa”. Yang pertama dapat

ditafsirkan bahwa Sultan Ngabdulkamid adalah Ratu Adil (Erucakra), pemuka dan

pembina Agama, dan Kalifat utusan Allah. Yang kedua kira-kira berarti bahwa Sultan

Ngabdulkamid, adalah Ratu Adil, pemmpin kaum mukmin, khalifat dari utusan Allah,

Hamengkubuwono, Panglima Perang Sabil di Jawa. Dengan demikian tersirat adanya

citra kepemimpinan yang berorientasi kepada keadilan, kesalehan, ketakwaan, bersikap

seperti khalifat, berwibawa, perang di jalan Allah demi kebenaran.

5. Penutup

Pangeran Aryo Diponegoro (1785-1855) adalah seorang tokoh pemimpin,

pejuang dan pahlawan dalam perang Jawa (1825-1830). Ia dilahirkan sebagai seorang

bangsawan keraton Yogyakarta, yaitu putera tertua Sultan Hamengkubuwono III, dan

seorang muslim dan sekaligus juga seorang Jawa. Diponegoro memiliki pengalaman

pribadi yang dalam, baik dalam pengalaman keagamaan maupun kehidupan, yang

mungkin mendasari sikapnya yang kritis terhadap lingkungan sekitarnya dan jamannya.

Proses dialog antara dirinya dengan lingkungan sosial dan kulturnya melahirkan

kesadaran dan kearifan pribadinya dalam menghadapi perubahan-perubahan yang sedang

terjadi di sekitarnya. Penetrasi kekuasaan Kolonial dan dampaknya terhadap

kemerosotan sosial dan kultural masyarakatnya ditanggapi secara positif dan integratif. Ia

berani menentang arus besar yang sedang melanda dalam daerah Indonesia, dengan

melancarkan protes, penentangan dan peperangan yang harus ditebusnya dengan segala

pengorbanan jiwa dan raganya. Sikap dan perbuatannya yang demikian itu hanyalah ad

pada seorang yang berjiwa besar dan berjiwa pahlawan. Keputusannya untuk

219

Page 221: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mengobarkan peperangan yang cukup memakan waktu hanyalah mungkin terjadi pada

orang yang memiliki jiwa pemimpin yaitu berani dan bertanggung jawab untuk

melaksanakan apa yang dipikirkan dan dikatakannya. Karena sikap dan perbuatannya

yang demikian itulah Diponegoro memiliki tempat penting dalam masyarakatnya.

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa perang Diponegoro adalah

perang melawan arus besar pemerintahan kolonialis Belanda, yaitu musuh dari semua

rakyat di wilayah Indonesia. Perang Diponegoro memiliki dimensi nasional, di atas

dimensi lokal. Demikian juga tokoh Diponegoro memiliki dimensi nasional, di samping

tokoh yang memiliki dimensi lokal.

Dalam proses sejarah pembentukan nasion Indonesia, perang Diponegoro

memiliki tempat sebagai salah satu unsur dinamis dari masyarakat Indonesia. Mulai

kepemimpinan dan kepahlawanan Diponegoro masih relevan untuk dipakai secara

pragmatis dalam pembinaan kesadaran nasional, cinta tanah air dan dalam pembinaan

sosok kepemimpinan di masa datang.

@@@

DAFTAR BACAAN

Adas, Michael, Prophets of Rebellion, Millenarian Protest movements against the

European Colonial Order. Cambridge, London etc.: cambridge University Press,

1987.

Carey, P.B.R.,”Javanese Histories of Diponegoro: The Buku Kedung Kebo, Its

Authorship and Histirical Importance”. BKI, 130 (1874), hlm. 259-288.

Febricious, Johan, Diponegoro (De Java-Oorlog van 1825 tot 1830. den Haag:

Leopold, 1976.

Hagemen, J., Geschiedenis van den Oorlog van 1825 tot 1830. Batavia, 1856.

Kemp, P.H. van der, “Diponegoro, een geschiedkundig Hamlet Type”, BKI, XLVI

(1896). Halm. 201.

220

Page 222: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Louw, P.J.F., dan E.S. de Klerck, De Java Oorlog van 1825-1830. 6 jilid, s’Hage: M.

Nijhoff, 1889.

Rickles, M.C., “ Diponegoro’s Early Inspirational Exsperience”. BKI, 130 (1974),hlm,

227-258.

Turner, Jonathan H., The Struckture Of Sociological Theory. Georgetown, Ontario;

Irwin-Dorsey Ltd., 1978.

__________________________________________________________

Makalah disusun dan disajikan oleh DR. Djoko Surjo dari Jurusan Sejarah

Fakultas sastra Universitas Gajah Mada dalam Seminar Sehari Perang Diponegoro

di Universitas Diponegoro, 20 Februari 1990

4. KONFLIK-KONFLIK YANG MENDAHULUI DAN MEMARANGKAN

PERANG DIPONEGORO

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan memahami lebih dalam peristiwa

meledak dan berkobarnya perang Diponegoro yang oleh Belanda disebut “De Java

221

Page 223: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Oorlog”, artinya “perang Jawa”, maka kita perlu mengetahui pangkal dan awal mula

konflik antara VOC (Belanda) dan kerajaan Mataram yang merdeka, berdaulat dan begitu

jaya serta besar kekuasaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma

(1613-1645) dapat sebegitu merosot kekuasaannya, pengaruh wibawanya menjadi sebuah

atau beberapa buah kerajaan kecil yang hanya dapat menari mengikuti irama genderang

VOC (Belanda). Kerajaan Mataram yang pada abad ke XVII begitu jaya, berkuasa,

ditakuti dan disegani baik oleh kawan maupun lawan, pada abad ke XIX sudah menjadi

kerajaan yang terpecah-belah, hilang kemerdekaan dan kedaulatannya serta sangat

bergantung kepada Belanda.

Pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma menduduki tahta kerajaan Mataram,

kerajaan Mataram adalah kerajaan Jawa yang terbesar sesudah kerajaan Majapahit.

Wilayah kekuasaan dan pengaruhnya meliputi seluruh pulau Jawa, kecuali kerajaan

Banten dan Batavia (Jakarta) yang pada waktu itu diduduki dan dikuasai oleh VOC

(Belanda). Sultan Agung Hanyakrakusuma berusaha mewujudkan cita-cita dan usaha

eyangnya (Panembahan Senopati), yakni mempersatukan seluruh pulau Jawa dibawah

kekuasaanya.

Cita-cita Sultan Agung Hanyakrakusuma itu jelas ditentang dan dihalang-halangi

oleh VOC (Belanda). Oleh karena itu maka Batavia yang diduduki oleh VOC (Belanda)

harus direbut dan dikuasai. Sampai dua kali tentara Mataram menyerang Batavia, yakni

pada tahun 1628 dan pada tahun 1629. sungguhpun memiliki angkatan darat yang

dahsyat dengan prajurit-prajurit yang gagah berani serta sangat berpengalaman di

pelbagai medan pertempuran, namun Sultan Agung Hanyakrakusuma tidak berhasil

merebut dan menguasai Batavia dari tangan VOC (Belanda). Sungguhpun tidak berhasil

merebut dan menguasai Batavia, namun sebaliknya selama Sultan Agung

Hanyakrakusuma memerintah kerajaan Mataram, selama itu pula VOC (Balanda) tidak

berani menginjakkan telapak kaki kekuasannya di bumi Mataram.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma kerajaan Mataram

mencapai puncak kejayaannya. Selain di pulau Jawa, Kerajaan Mataram juga mempunyai

beberapa wilayah kekuasaan di pulau Kalimantan bagian Selatan. Setelah dua kali

menaklukkan Batavia yang diduduki oleh VOC (Belanda), maka sejak tahun 1630 Sultan

Agung Hanyakrakusuma mencurahkan perhatiannya kepada pembangunan kerajaan

222

Page 224: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Mataram. Dalam masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma kerajaan Mataram

menjadi sebuah kerajaan yang makmur dan sejahtera. Hal ini dapat dilihat serta diukur

dari kemajuan kebudayaan, kesenian dan kesusastraan yang berkembang. Hanya di negeri

yang makmur dan sejahtera, hanya di negeri yang murah sandang serta murah pangan,

kebudayaan, kesenian dan kesusasteraan dapat maju dan berkembang dengan baik.

Di samping sastra Gending, yakni buku filsafat yang dikatakan ciptaan Sultan

Agung Hanyakrakusuma sendiri, buku-buku sastra yang lain seperti Nitisruti, Nitisastra,

Astabrata dan ramayana Kakawin dan lain-lainnya sangat digemari dan banyak di gemari

dan banyak dibaca. Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma banyak

perubahan dan pambaharuan yang dilakukan, antara lain :

Perayaan yang dikenal sebagai sebagai “gerebeg” disesuaikan dengan hari raya Idul

Fitri dan Maulid Nabi Muhammad saw. Maka dikenal nama “Gerebeg Poso” (Puasa) dan

“Gerebeg Mulud”.

Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada Gerebeg Mulud atas kehendak

Sultan Agung Hanyakrakusuma dipukul di halamam Masjid Besar.

Hitungan tahun Saka yang berdasarkan perjalanan matahari yang berbeda dengan

tahun Hijriah yang berdasarkan peredaran bulan pada tahun 163 atas perintah Sultan

Agung Hanyakrakusuma tidak lagi ditambah dengan hitungan peredaran bulan seperti

atau sesuai dengan tahun Hijriah.

Banyak lagi perubahan dan pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan pada masa

pemerinthan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Semuanya itu merupakan indikator-

indikator bahwa pad masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma kerajaan

Mataram mencapai puncak kejayaannya, makmur dan sejahtera.

II

Sultan Agung Hanykrakusuma wafat pad tahun 1645. Baginda digantikan oleh

putera baginda yang bergelar Sultan Amangkurat I. Sultan Amangkurat I inilah yang

mengadakan perjanjian persahabatan dengan VOC (Belanda). Di dalam perjanjian itu

VOC (Belanda) dan kerajaan Mataram berjanji akan saling membantu jikalau salah satu

di antara mereka ada yang tertimpa kesukaran.

TINDAKAN INI ADALAH SUATU BLUNDER, SUATU KESALAHAN BESAR.

223

Page 225: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Tindakan ini adalah tindakan politik yang sangat besar pengaruh dan akibatnya di

dalam sejarah Indonesia dan di dalam sejarah Kerajaan Mataram khususnya.

Dengan perjanjian itu terbukalah pintu yang selebar-lebarnya dan kesempatan

yang seluas-luasnya bagi VOC (Belanda) untuk mengembangkan sayap kekuasaannya

dan memperluas pengaruhnya di pulau Jawa khususnya dan di Indonesia umumnya.

Dengan dalih mematuhi perjanjian tahun 1646 itulah VOC (Belanda) dengan mudah

“sebagai kawan yang baik” mencampuri urusan dalam negeri kerajaan Mataram. Dan hal

ini kemudian memang dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh VOC (Belanda).

Marilah kita coba mengkaji pengaruh dan akibat buruk BLUNDER yang dilakukan oleh

Amangkurat I dengan mengadakan perjanjian persahabatan dengan VOC (Belanda) pada

tahun 1646 itu :

I. Pada tahun 1674 Trunajaya, seorang Pangeran Madura mengadakan pemberontakan

terhadp kekuasaan Mataram. Trunajaya dibantu oleh orang Makasar di bawah

pimpinan Karaeng Galesong. Pasukan-pasukan pemberontak berhasil menduduki

Plered yang pada waktu itu menjadi ibu kota kerajaan Mataram. Plered terletak di

sebelah selatan kota Yogyakarta sekarang. Pada tanggal 2 Juli 1677, Sultan

Amangkurat I lari menyelamatkan diri. Baginda bermaksud hendak meminta bantuan

kepada VOC Belanda yang telah menjadi sekutunya. Akan tetapi di dalam perjalanan

baginda jatuh sakit, lalu wafat. Baginda dimakamkan di Tegalwangi atau Tegalarum,

beberapa kilometer di sebelah selatan kota Tegal. Baginda digantikan oleh putera

baginda yang kemudian bergelar Amangkurat II. VOC (Belanda) membantu

Amangkurat II dan berhasil memadamkan pemberontakan Trunajaya. Bantuan VOC

(Belanda) itu tidak diberikan secara cuma-cuma. Sebagai imbalan jasa atas bantuan

yang telah diberikan VOC (Belanda) itu VOC Belanda menerima :

1. Daerah Krawang, sebagian daerah Priangan dan daerah Semarang.

2. Pelabuhan-pelabuhan di pantai utara dikuasai oleh VOC (Belanda).

3. Ekspor beras dan hasil bumi yang lainnya dan impor barang-barang dari luar

serta seluruh perdagangan melalui lautan jatuh ke tangan VOC (Belanda)

Dengan demikian, maka kekuasaan dan pengaruh kerajaan Mataram mulai dikurangi

dan jatuh ke tangan VOC (Belanda).

224

Page 226: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

II. Pada tahun 1702 Sultan Amangkurat II wafat. Baginda digantikan oleh putera baginda

yang bergelar Amangkurat III alias Sunan Mas bersekutu dengan Untung Suropati

yang menjadi musuh besar VOC (Belanda). Kemudian VOC (Belanda) membantu

pangeran Puger (paman Sunan Mas) yang berselisih dengan Sunan Mas. Dengan

bantuan VOC (Belanda) Pangeran Puger dapat menaiki tahta kerajaan Mataram dan

bergelar Susuhunan Paku Buwono I. Kali inipun bantuan VOC (Belanda) yang licik

tidak diberikan dengan cuma-cuma. Kali inipun kerajaan Mataram harus mengurangi

lagi pengaruh dan kekuasaannya, yakni :

1. Daerah Priangan, Cirebon dan Madura bagian timur jatuh ke tangan

VOC (Belanda)

2. Raja bebas dari hutang-hutang Raja yang terdahulu selama VOC

(Belanda) memegang monopoli perdagangan di Mataram.

3. Di ibukota Mataram (Kartasura) VOC atau Belanda menempatkan

sepasukan tentaranya.

Untung Surapati akhirnya tewas dan Sunan Mas dapat di tawan, kemudian

dibuang dan diasingkan ke Ceylon (Srilangka). Pada tahun 1719 Sunan Paku Buwono

I wafat. Baginda diganti oleh putera baginda yang kemudian bergelar Sultan

Amangkurat IV (1719 – 1726). Di dalam masa pemerintahan Sultan Amangkurat IV

ini suasana di dalam kerajaan Mataram makin bertambah keruh. Pada masa itu

Pangeran Arya Mataram, mengadakan pemberontakan. Beliau-beliau menentang

VOC (Belanda) yang mulai banyak mencampuri urusan dalam negeri kerajaan

Mataram. Pada 1723 pemberontakan ini berakhir.

III. Pada tahun 1726 Sultan Amangkurat IV wafat. Baginda digantikan oleh putera

baginda yang kemudian bergelar Susuhunan Paku Buwono II inilah terjadi peristiwa

yang di dalam Sejarah Indonesia terkenal sebagai “Pembantaian Orang-orang Cina”

atau di dalam bahasa Belanda disebut “Chinezen Moord”. Pada tanggal 10 Oktober

1740 orang-orang Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Jendral Andrian

Valckenier (1737-1741) melancarkan aksi pembantaian terhadp orang-orang Cina di

Batavia (Jakarta). Maka orang-orang Cina yang banyak jumlahnya di Jakarta, bahkan

diseluruh pulau Jawa bergolak. Di mana-mana terjadi perlawanan terhadap VOC

(Belanda) : di daerah-daerah Semarang, Banyumas, Cirebon. Demikian pula di ibu

225

Page 227: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kota Mataram, yakni di Kartasuraa. Tangsi Belanda di Kartasura diserang dan

pemimpin pasukan-pasukan Belanda, yakni Van Velsen mati terbunuh. Karena Sunan

Paku Buwono II loyal terhadap VOC (Belanda), maka kaum pelawan dan orang-

orang yang benci kepada Belanda mengangkat Raden Mas Garendi (cucu Sunan Mas

yang dibuang oleh Belanda ke Ceylon) sebagai Susuhunan. Beliau ini dikenal dalam

sejarah sebagai Sunan Kuning. Mungkin gelar Sunan Kuning itu ada kaitannya

dengan pemberontakan orang-orang Cina yang dikenal pula sebagai bangsa kulit

kuning. Pada tanggal 30 Juni 1742 kaum pemberontak yang tidak senang terhadap

sikap Sunan Paku Buwono II yang loyal terhadap VOC (Belanda) menyerang

Kartasura dan menyerbu kraton. Paku Buwono II dapat lolos dan menyingkir ke

Ponorogo. Kali inipun VOC (Belanda) datang membantu sebagai “kawan yang

baik”.

Pada tanggal 24 Desember 1742 Sunan Paku Buwono II dapat kembali

menduduki tahta kerajaannya dan memasuki kratonnya. Kali inipun “Belanda yang

baik hati” menuntut imbalan atas jasa-jasanya :

1. Seluruh pantai utara pulau Jawa jatuh ke tangan VOC (Belanda)

2. Seluruh daerah di sebelah timur Pasuruhan, selanjutnya Surabaya, Madura,

Rembang dan Jepara tidak lagi menjadi daerah takluk kerajaan Mataram.

3. Patih kerajaan Mataram, yakni pegawai tertinggi yang menjalankan sehari-

hari hanya boleh diangkat dengan persetujuan VOC (Belanda).

4. Biaya tangsi Belanda ditanggung oleh Susuhunan.

5. Sebagai pengganti daerah-daerah dan hak-hak Sunan yang hilang, Sunan

mendapat bayaran berupa uang.

Dengan demikian kekuasaan dan pengaruh serta kewibawaan kerajaan Mataram

makin merosot dan Sunan makin bergantung kepada VOC (Belanda). Sunan Paku

Bowono memindahkan kratonnya ke Solo atau Surakarta.

IV. Keadan kerajaan Mataram makin suram. Mas Said yang dikenal sebagai

Sambernyawa masih tetap mengadakan perlawanan. Pada akhir pemerintahan Paku

Buwono II terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi, yakni

saudara Sunan Paku Buwono II sendiri. Sebabnya Sunan Paku Buwowo II

mengingkari janjinya.

226

Page 228: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pada tahun 1749 Sunan paku Buwono II wafat. Baginda digantikan oleh putera

baginda yang kemudian bergelar paku Buwono III. Perlawanan Pangeran

Mangkubumi berakhir dengan diadakannya pada tanggal 13 Pebruari 1755 sebuah

perjajian di sebuah desa yang dikenal dengan nama Giyanti. Perjanjian itu disebut

perjajian Giyanti. Perjanjian ini sangat terkenal karena membagi dua kerajaan

Mataram yang sudah susut menjadi dua bagian, yakni:

1. Kerajaan Yogyakarta yang diperintah oleh Sultan Hamengku Buwono I.

2. Kerajaan Surakarta yang diperintah oleh Susuhunan Paku Buwono III.

Dengan demikian maka Panngeran Mangkubumi yang menjadi Sultan

Hamengku Buwono I adalah sultan Yogyakarta yang pertama. Mas Said alias

Sambernyawa yang masih meneruskan perlawanannya, pada tanggal 24 Pebruari

1757 berdamai dengan Susuhunan Paku Buwono III. Atas usaha Gubernur Hartingh,

pada tanggal 17 Maret 1757, di Salatiga diadakan persetujuan antara Susuhunan Paku

Buwono III dan Sambernyawa alias Mas Said. Di dalam persetujuan itu disepakati,

bahwa Mas Said mendapat sebagian wilayah Susuhunan dan bergelar Kanjeng Gusti

Pangeran Adipati Mangkunegara dan dengan singkat beliau dikenal pula sebagai

Mangkunegara I. Kemudian, yakni pada zaman pendudukan Inggris Kesultanan

Yogyakarta juga terbagi menjadi dua bagian, yakni; Yogyakarta dan Paku Alaman.

Dengan demikian, maka campur tangan kaum penjajah bangsa asing (Belanda)

kerajaan Mataram yang pada zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma

begitu jaya dan berkuasa, akhirnya setelah jauh susut kekuasaan dan pengaruh serta

wibawanya terpecah belah lagi manjadi empat buah kerajaan kecil yang sangat

bergantung kepada kaum penjajah bangsa asing (Belanda), yakni :

1. Surakarta yang diperintah oleh keturunan Paku Buwono

2. Mangkunagaran yang diperintah oleh keturunan Mangkunagara

3. Yogyakarta yang diperintah oleh keturunan Hamengku Buwono

4. Paku Alaman yang diperintah oleh keturunan Paku Alam.

Kita telah melihat bahwa di kerajaan Mataram sering terjadi “Perang Mahkota”

atau “Perang Suksesi” yang amat banyak menimbulkan kakacauan dan kekaruhan yang

sangat merugikan kerajan Mataram sendiri. Kerajaan yang begitu jaya dan berkuasa,

227

Page 229: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

makin lama makin susut kekuasaannya, pengaruh dan wibawanya, karena kerajaan

Mataram sendiri pada tahun 1646 yang mulai membuka pintu serta memberi kesempatan

kepada VOC (Belanda) untuk mencampuri urusan dalam negeri kerajaan Mataram. Itulah

tindakan politik yang merupakan blunder (kesalahan besar) yang telah dilakukan oleh

Sultan Amangkurat I dengan mengadakan perjanjian persahabatan dengan VOC

(Belanda). Dengan siasat yang licik, yakni dengan memecah belah dan mengadu domba

serta “sebagai kawan yang baik” memberikan bantuan kepada pihak dan saat yang sudah

diperhitungkan, Belanda berhasil memperluas kekuasan dan memperbesar pengaruhnya.

Hal ini sangat dipermudah dan diperbesar kemungkinannya oleh sistem poligami

yang dijalankan serta dilazimkan oleh raja-raja dari kaum bangsawan Mataram.

Seseorang sering mempunyai lebih dari satu orang permaisuri atau padmi selain dari itu

Raja dan bahkan juga kaum bangsawan lainnya mempunyai lagi selir yang sering amat

banyak jumlahnya. Pada tiap pergantian Raja wafat atau (turun tahta) sering terjadi

pertikaian, permusuhan , bahkan peperangan antara golongan-golongan (putera-putera

atau saudara-saudara Raja) yang ingin atau merasa dirinya berhak untuk menggantikan

Raja yang wafat atau Raja yang turun tahta. Maka di dalam kraton terjadilah intrig, helat-

menghelat, iri-mengiri, cemburu-mencemburui, curiga-mencurigai, bahkan bunuh-

membunuh antara kelompok-kelompok yang bersaingan itu. Tahta kerajaan menjadi

rebutan : Maka terjadilah apa yang disebut “Perang Mahkota” atau “Perang Suksesi”

antara anak-anak Raja atau saudara-saudara raja yang berambisi untuk menduduki tahta

kerajaan yang kosong.

Hal inilah yang mempermudah kaum penjajah untuk mempergunakan dengan

sebaik-baiknya politik “devide et impera”nya. Demikianlah yang terjadi pada kerajaan

Mataram : namun keadaan di dalam kraton tidaklah menjadi lebih baik. Keadan keruh

berjalan terus. Di dalam kraton-kraton itu selalu terjadi intrig, persaingan, helat-

menghelat, iri-mengiri, cemburu-mencemburui serta curiga-mencurigai. Hal ini

diperbesar dan lebih dikobarkan lagi oleh kaum penjajah yang memang sangat mahir

mempergunakan senjata memecah belah dan mengadu domba bangsa Indonesia yang

ternyata memang senang dipecah-belah dan diadu-domba.

228

Page 230: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

III

Perang Diponegoro yang oleh Belanda disebut “De Java Oorlog” yang

berlangsung dengan dahsyat selama lima tahun (dari tahun 1825 s/d 1830) sangat erat

hubungannya dengan suasana keruh dan suram di dalam kraton Yogyakarta, terutama

pada zaman pertentangan antara Sultan Hamengku Buwono II atau Sultan Sepuh dan

pengikut-pengikut beliau di satu pihak dan Sultan Hamengku Buwono III atau Sultan

Raja di lain pihak.

Sultan Hamengku Buwono I yang dihormati serta dimuliakan oleh orang-orang

Yogyakarta sebagai seorang pendiri dan pembangun kerajaan Yogyakarta, wafat pada

tanggal 24 Maret 1792 dalam usia lebih dari 83 tahun. Baginda digantikan oleh putera

baginda yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono II. Baginda dinobatkan pada

tanggal 2 April 1792.

Dalam bulan Januari 1807 Mr. Herman Daendels diangkat sebagai Gubernur

Jendral. Baru pada tanggal 14 Januari 1808, jadi setahun kemudian, Daendels dapat

menjalankan kewajibannya. Gubernur Jendral Daendels dikenal sebagai seorang yang

keras dan sering mempergunakan tangan besi untuk memaksakan keinginan-

keinginannya. Jalan raya yang membujur seluruh pulau Jawa, yakni dari Anyer di sebelah

barat sampai ke Banyuwangi di sebelah timur terkenal sebagai “Jalan Raya Daendels”.

Jalan raya itu dibuat atas perintah Daendels dalam usaha memperkuat pertahanan

Belanda terhadap kemungkinan serangan Inggris. Pada waktu itu kerajaan Belanda yang

diperintah oleh Lodewijk Napoleon sedang bermusuhan dengan kerajaan Inggris.

Lodewijk Napoleon adalah saudara Napoleon Bonaparte, Kaisar Perancis yang terkenal.

Tindakan Daendels di daerah kesultanan Yogyakarta menimbulkan konflik antara

Daendels (Belanda) dan Sultan Hamengku Buwono II (kesultanan Yogyakarta).Daendels

menetapkan peraturan tata tertib dan tata cara baru. Sebelum peraturan yang ditetapkan

oleh Daendels itu keluar, Residen Yogyakarta (demikian pula Residen Surakarta) harus

menunjukkan penghormatannya kepada Raja (Sultan Yogyakarta dan Susuhunan

Surakarta). Pada waktu berkunjung ke Kraton, para Residen itu tidak boleh naik kereta,

akan tetapi harus berjalan kaki melalui alon-alon utara. Para Residen itutidak boleh

memakai payung. Di dalam upacara kunjungan resmi para Residen itu harus berdiri dan

229

Page 231: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mempersembahkan sirih atau minuman kepada Raja yang tinggal saja tetap duduk di

tempat nya. Para Residen itu juga harus duduk pada kursi atau tempat duduk Raja.

Menurut pandangan Daendels peraturan itu sangat merendahkan derajat dan

martabat kekuasaan Belanda. Oleh karena itu, maka Daendels pad tanggal 28 Juli 1808

menetapkan peraturan yang baru. Di kerajaan Surakarta dan Yogyakarta para Residen

diganti gelarnya menjadi “Minister” sebagai pembesar yang mewakili pemerintahan

Belanda. Jikalau Minister atau Residen berkunjung kepada raja (Sultan Yogyakarta atau

Susuhunan Surakarta) mereka tidak lagi berjalan kaki melalui alun-alun utara, akan tetapi

mereka itu datang berkereta dan dikawal oleh seorang komandan dengan 12 (dua belas)

orang dragonders atau prajurit berkuda. Jikalau wakil pemerintahan Belanda itu tiba dan

turun dari kereta maka ia dibukakan pintu dan harus dipayungi. Minister atau Residen itu

tidak boleh lagi mempersembahkan sirih atau minuman kepada Raja yang hanya tinggal

tetap saja duduk ditempatnya. Ada orang yang khusus berselang-seling

mempersembahkan minuman kepada Raja dan kepada wakil pemerintah Belanda itu.

Tempat duduk Minister atau Residen sebagai wakil pemerintah Belanda tidak boleh lebih

rendah dari pada tempat duduk Raja.

Peraturan yang dibuat Daendels itu menaikkan gengsi wakil pemerintah Belanda,

akan tetapi mengurangi lagi harkat dan derajat kemuliaan Raja. Hal ini jelas

menimbulkan kekecewaan bagi orang-orang kraton. Belanda mulai makin banyak

mencampuri urusan dalam negeri kerajaan. Maka Sultan Hamengku Buwono II tidak

setuju dengan peraturan baru yang ditetapkan oleh Gbernur Jendral Daendels

itu.

Sementara itu di daerah kerajaan Yogyakarta terjadi kekacauan-kekacauan. Yang

dituduh menyebabkan dan menjadi biang keladi kekacauan-kekacauan itu adalah Raden

Rangga Prawiradirja III, Bupati Wadana Mancanegara kerajaan Yogyakarta yang juga

menjadi anak mantu Sultan Hamengku Buwono II. Selain itu Sultan Hamengku Buwono

II juga memecat Patih Danureja II karena patih itu banyak membantu Belanda. Ketiga hal

itulah yang menjadi pokok konflik antara Daendels (Belanda), dan Sultan Hamengku

Buwono II (kerajaan Yogyakarta). Hal ini terbukti dari tuntutan-tuntutan Daendels

kepada Sultan Hamengku Buwono II :

230

Page 232: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

1. Mengembalikan Danurejo II pada kedudukannya semula sebagai Patih

Kerajaan Yogyakarta.

2. Menyerahkan Raden Rangga Prawiradirja III.

3. Sultan Hamengku Buwono II harus menerima dan mentaati peraturan

yang telah ditetapkan oleh Belanda.

Akhirnya dengan tangan besi, yakni dengan sebuah tentara ekspedisi Daendels

memaksa Sultan Hamengku Buwono II dipaksa turun tahta dari kerajaan dan dalam bulan

Januari 1811 digantikan oleh putera baginda yang kemudian bergelar Sultan Hamengku

Buwono III. Akan tetapi Daendels memperbolehkan Sultan Hamengku Buwono II alias

Sultan Sepuh tetap tinggal di Kraton. Jadi dapat kita bayangkan betapa keruhnya suasana

di dalam kraton Yogyakartayang diciptakan oleh Gubernur Jendral Daendels :

1. Di dalam kraton ada seorang bekas Raja yang dipaksa turun tahta

kerajaannya. Raja ini mempunyai banyak pengikut yang setia dan simpatisan

yang terdiri dari patriot-patriot Mataram/yogyakarta yang membenci orang-

orang dan kaum penjajah bangsa asing yang makin merajalela. Kelompok ini

terkenal sebagai kelompok kesepuhan (Sultan Hamengku Buwono II dikenal

pula sebagai Sultan Sepuh).

2. Ada seorang Raja, anak Raja yang tua (Sultan Sepuh) dinobatkan oleh

Belanda. Baginda harus memerintah didampingi oleh Patih (Danureja II)

yaang tidak disenangi,

bahkan dibenci oleh Raja yang dipaksa turun dari tahtanya. Tidak heran jikalau di

dalam kraton Yogyakarta terjadi kekaruhan dan kesuraman, bahkan kekacauan

yang luar biasa. Maka terjadi intriges, helat-menghelat, iri-mengiri, curiga-

mencurigai. Yang satu berusaha menjatuhkandan menyingkirkan, bahkan

mencelakakan saingannya dan jikalau perlu dengan cara-cara yang melanggar

kesusilaan dan peri kemanusiaan. Hal ini bukan tidak mungkin pula dengan

sengaja diciptakan oleh Belanda yang memang senang dan sangat mahir

mempergunakan senjata adu domba dan devide et imperanya.

231

Page 233: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Selain dari itu Daendels banyak pula merugikan kerajaan Yogyakarta. Kerajaan

Yogyakarta diharuskan menanggungbiaya tentara ekspedisi yang dikerahkan oleh

Daendels untuk memaksa Sultan Hamengku Buwono II menuruti keinginan-

keinginannya. Kerajaan Yogyakarta harus menyerahkan beberapa daerahnya kepda

Belanda, antara lain sebagian daerah Kedu, daerah Jipang (Bojonegoro), daerah Japan

(Mojokerto0 dan lain-lainnya.

Suasana keruh di dalam kraton Yogyakarta ini dilihat, didengar, dialami, dihayati,

serta diketahui betul-betul oleh Pangeran Diponegoro. Pada waktuitu beliau sudah

dewasa. Beliau dilahirkan pada tahun 1785. Pada tanggal 16 Mei 1811 Daendels

digantikan oleh J.W. Janssens sebagai Gubernur Jendral. Hanya beberapa bulan saja Jan

Willem Janssens menjalankan tugasnya, karena tidak lama kemudian tentara Inggris

menyerang dan menguasi pulau Jawa serta seluruh Indonesia. Janssens menyerah kepada

Inggris di Tuntang Jawa Tengah, pada tanggal 18 September 1811. Inggris menjajah

Indonesia dari tahun 1811 s/d tahun 1816.

Kesempatan yang baik itu digunakan oleh Sultan Sepuh (HB II) untuk merebut

kembali tahta kerajaan Yogyakarta. Sungguhpun sudah diletakkan segala peraturan yang

telah dibuat dan diputuskan oleh pemerintah Belanda tetap berlaku dan diakui oleh

pemerintah Inggris, namun Sultan Sepuh (HB II) tetap menjadi sultan dan menduduki

tahta kerajaan Yogyakarta, sedangkan Sultan Raja (HB III) kembali menjadi Pangeran

Adipati Anom atau Pangeran Putera Mahkota. Sultan Sepuh (HB II) mengangkat

Sindunegara menjadi Patih kerajaan Yogyakarta. Kemudian Raffles kembali ke Batavia

(Jakarta). Suasna di Yogyakarta bertambah keruh.

Setelah merasa dirinya kuat, maka Sultan Sepuh (HB II) mengadakan

pembersihan. Orang-orang yang bekerjasama dengan Sultan Raja (HB III) pada masa

Daendels dipecat, bahkan ditangkap. Tidak heran jikalau Sultan Raja (HB III) sendiri

merasa gelisah. Maka terjadilah persaingan bahkan pertentangan antara golongan

kesepuhan dan pengikut-pengikut Sultan Raja (HB III). Maka peristiwa yang terjadi di

kerajaan Banten pada akhir abad ke 17 (1680), yakni pertentangan bahkan permusuhan

antara Sultan Ageng yang memusuhi Belanda dan Sultan Haji (Anak Sultan Ageng

Tirtayasa berulang di kraton Yogyakarta.

232

Page 234: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kaum kesepuhan terkenal sangat senang, bahkan benci kepada orang-orang Barat

(inggris dan Belanda) yang terlalu banyak mencampuri urusan dalam negeri kerajaan

Yogyakarta. Di dalam hal ini Pangeran Diponegoro tergolong kaum kesepuhan. Pangeran

Diponegoro juga sangat membenci kaum penjajah dan pengaruh besar asing yang

merusak kehidupan bangsanya. Namun sebagai seorang anak tertua Pangeran Diponegoro

banyak dan sering memberikan buah pikiran – buah pikiran yang berguna kepada ayah

beliau (Sultan Raja alias Sultan HB. III)

Ketika Rafflesia meminta agar supaya perjanjian-perjanjian yang telah dibuat dan

disepakati dengan pemerintahan Belanda, terutama yang mengenai daerah-daerah

kerajaan Yogyakarta yang diserahkan kepada “ Gupernemen” harus ditaati dan Sultan

Sepuh menolak, maka terjadilah konflik antara Raffles (Inggris) dan Sulatan Sepuh.

Sultan Raja berpihak kepada Inggris/Raffles. Akhirnya dengan sebuah tentara ekspedisi

Raffles berhasil mengalahkanSultan Sepuh (HB II) ditawan dan dibuang oleh Inggris ke

Penang (Malaysia), yang kemudian setelah Inggris menyerahkan kembali kekuasaannya

kepada Belanda, Sulatan Sepuh oleh Belanda dipindahkan ke Ambon (Maluku). Pada

tanggal 28 Juni 1812 Sultan Raja kembali diangkat menjadi Sultan Kerajaan Yogyakarta

dengan gelar Sultan Hamengku Guwono III.

Kali inipun Kerajaan Yogyakarta banyak menderita. Harta keyakayaan Sultan dan

Kerajaan Yogyakarta banyak yang dirampas oleh prang-orang Inggris. Sultan dan

Kerajaan Yogyakarta tidak lagi memungut bea (cukai pada pasar-pasar). Sultan juga

melepaskan keuntungan-keuntungan dari hasil penjualan madat atau candu, sarang

burung, kayu jati dan lain-lainnya. Sebagai penggantinya Sultan tiap tahun menerima

sejumlah uang dari pemerintah Inggris. Sultan dan kerajaan Yogyakarta makin

bergantung kepada kekuasaan pemerintah kolonial.

Sultan Yogyakarta harus pula melepaskan hak-haknya atas tanah-tanah Kedu,

Pacitan, Japan, Jipang dan Grobogan. Dalam bulan Maret tahun 1813 Pangeran

Natakusuma menerima sebagaian tanah Sultan Yogyakarta dan diangkat sebagai

penguasa (Raja) di tanah itu dengan gelar Paku Alam I. Dearahnya disebut Paku Alaman.

Pada tanggal 3 Nopember 1814 Sultan Hamengku Buwono IV yang dikenal pula

sebagai Sultan Jarot. Jadi Sultan Hamengku Buwono IV (Sultan Jarot) adalah adik seayah

lain ibu pangeran Diponegoro. Pada tanggal 19 Agustus 1816 Inggris menyerahkan

233

Page 235: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kekuasaannya kembali kepada Belanda. Yang diangkat oleh pemerintah Belanda menjadi

Gubernur Jenderal ialah Van Der Capellen (1816 – 1826). Pada masa pemerintahan

Gubernur Jenderal Van der Capellen inilah Perang Diponegoro pecah.

Pada masa itu penyewaan tanah kepada orang-orang swasta, terutama kepada

orang-orang Eropa (Belanda) makin merajalela. Penyewaan tanah dilakukan secara besar-

besaran. Bahkan sampai-sampai Residen Yogyakarta sebagai pegawai tertinggi Belanda

di Yogyakarta sendiri ikut-ikut pula menyewa tanah. Demikianlah Residen Yogyakarta

yang bernama Narhuys turut menyewa tanah Merapi. Penyewaan tanah secara besar-

besaran ini mempunyai aspek ekonomis, politis dan sosial- budaya yang sangat

merugikan. Rakyat menjadi makin miskin dan melarat hidupnya diperas oleh Tuan tanah-

tuan tanah yang serakah. Kekuasaan dan pengaruh bangsa asing secara langsung terhadap

rakyat yang sangat patuh makin lama makin besar.

Beberapa kali Pangeran Diponegoro memperingatkan kepada kakaknya yakni

Sultan Jarot (Sultan HB IV) tentang bahaya dan akibat buruk penyewa tanah yang makin

meluas itu terhadap nasib kerajaan Mataram. Akan tetapi segala usaha damai Pangeran

Diponegoroitu tidak berhasil. Sultan tidak dapat menghindari pengaruh kehidupan Barat.

Cara hidup tuan tanah orang-orang Eropa (Belanda) yang konsumtif dan boros yang

banyak yang ditiru. Pesta-pesta mabok-mabokan makin merajalela.

Pada tanggal 6 Desember 1822 Sultan jarot (HB. IV) dengan sekonyong-konyong

wafat dalam tamasya). Pihak lawan dan orang-orang yang tidak senang kepada Pangeran

Diponegoro, terutama orang-orang Belanda, melontarkan tuduhan dan fitnahan bahwa

Pangeran Diponegoro yang meracun adiknya itu (Sultan Jarot alias Sulatan Hamengku

Bowono IV), karena Pangeran Diponegoro sendiri ingin menjadi Sultan Yogyakarta.

Sungguh suatu tuduhan dan fitnahan yang sangat rendah, keji dan kotor.

Sultan Hamengku Buwono IV digantikan oleh putera baginda yang masih kecil

(lahir 25 Januari 1820) yang bernama Menol. Karena Sultan Hamengku Buwono V alias

Sultan Menol masih sangat kecil (belum berusia tiga tahun), maka dibentuklah sebuah

badan perwakilan yang terdiri dari empat orang, yakni :

1. Kanjeng Ratu Ageng (nenek perempuan Sultan Menol)

2. Kanjeng ratu Kencana (Ibu Sultan Menol)

3. Pangeran Mangkubumi (Putera HB II)

234

Page 236: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

4. Pangeran Diponegoro.

Akan tetapi kemudian Pangeran Diponegoro mengundurkan diri sebagai anggota

Dewan Perwakilan itu. Hal ini dipergunakan lagi terutama oleh Belanda sebagai bukti,

bahwa Pangeran Diponegoro sangat berambisi untuk menjadi Sultan.

IV

Belanda memang selalu menyabarkan fitnah dan tuduhan bahwa Pangeran

Diponegorommemberontak, karena Pangeran Diponegoro sangat berambisi menjadi

Raja. Hal ini sengaja dilontarkan oleh Belanda untuk merendahkan tekad dan tujuan

perjuaangan Pangeran Diponegoro dan kawan-kawan beliau, tetapi sebenarnya untuk

menutupi dan membenarkan tindakan-tindakan kolonialnya yang lalim dan sewenang-

wenang. Pemberontakan dan perlawanan rakyat yang dimpin oleh Pangeran Diponegoro

dan kawan-kawan beliau itu meledak dan membakar hampir seluruh Jawa Tengah dan

Jawa Timur tidak lain karena kelaliman dan kesewenang-wenangan kaum penjajah

bangsa asing (Belanda)

Yogyakarta adalah tanah yang amat subur bagi timbulnya perlawanan rakyat

menentang kelaliman kaum penjajah bangsa asing. Di Kesultanan Yogyakarta seluruh

lapisan masyarakat banyak mengalami penderitaan dan penghinaan. Golongan atasnya

yang terdiri dari Raja atau Sultan atau keluarga baginda serta kaum bangsawan

mengalami penghinaan danperlakuan yang menurut adat-istiadat pada waktu itu sangat

menyinggung perasaan. Martabat kemuliaan dan harga diri meraka tercoreng-moreng

oleh kaum penjajah bangsa asing.

Rakyat makin lama makin menderita. Selain dari pada harus membayar

bermacam-macam pajak, rakyat ditindas dan diperas oleh sistem pembayaran tol atau bea

(cukai). Orang-orang yang lewat daerah beawan (tolgarders) membayar bea (cukai) untuk

barang-barang yang mereka bawa. Karena keuntungannya sangat menarik, maka jumlah

tolgarders atau beawan itu makin meningkat. Nafsu angkara murka mereka makin lama

makin bergelora dan merajalela. Bahkan anak kecil yang sedang didukung atau sedang

digendong oleh ibunya dianggap pula barang yang harus dikenakan bea (cukai).

Kemudian para pemungut bea atau cukai sering berlaku kurang ajar dan berani

menggeledahi badan wanita-wanita yang lewat.

235

Page 237: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Lebih menderita lagi hidup rakyat di tanah kerajaan seperti di daerah

Yogyakarta.

V

Pengusaha bangsa Eropa, terutama bangsa Belanda mulai merajalela. Mereka

biasanya terdiri dari pensiunan militer dan keturunan petani-petani Belanda. Mereka

leluasa menyewa tanah Raja dan para bangsawan. Para pemilik tanah itu lazimnya tidak

hanya menjadi pemilik tanah saja, akan tetapi mereka dapat dikatakan menjadi raja-raja

kecil di tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasainya. Terlebih-lebih mereka yang menyewa

tanah di daerah Kerajaan (Surakarta, Mangkunegaran, Yogyakarta dan Paku Alaman).

Mereka menguasai tanah-tanah itu beserta isinya). Meraka tidak hanya mendapatkan

tanah saja, akan tetapi mereka juga mendapatkan tenaga kerja yang patuh, rajin, dan

sangat murah, bahkan boleh dikatakan tenaga cuma-cuma. Dengan upah yang tidak

seberapa mereka bekerja berat untuk kepentingan para tuan-tuan tanah.

Penindasan dan pemerasan berjalan terus. Para pembesar kerajaan yang

bertanggung jawab tidak berbuat apa-apa untuk meringankan beban rakyat. Mereka

sudah sangat terpengaruh dan sangat dikuasai oleh penjajah bangsa asing. Bahkan Patih

Danureja yang sangat setia dan patuh pada Belanda menambah lagi beban rakyat yang

sudah sangat menderita hidupnya itu dengan bermacam-macam tindakan yang sangat

merugikan rakyat. Keadaan di dalam kratonpun sangat menyedihkan , pengaruh

kebudayaan dan kehidupan Barat makin merajalela. Raja dan para pembesar kraton

sering mengadakan pesta-pesta dan makan-makan. Di dalam pesta-pesta dan makan-

makan itu selalu dihidangkan minuman keras. Semua hal ini sangat memilukan hati

Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro sering tampil membela nasib rakyat yang menderita akibat

pemerasan dan perlakuan yang sewenang-wenang. Namun Belanda selalu melontarkan

tuduhan dan fitnahan bahwa Pangeran Diponegoro licik, tidak dapat dipercaya serta

berambisi keras untuk menjadi Sultan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari buku

tentang Pangeran Diponegoro atau “De Java Oorlog” sendiri. Perang Diponegoro

bukanlah suatu peperangan yang dijalankan secara membabi buta tanpa tujuan. Perang

Diponegoro bukanlah suatu peperangan yang dipimpin oleh orang-orang yang

236

Page 238: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

berangasan, gelap mata, orang-orang jahat yang serakah, yang berambisi menjadi Raja

dan sebagainya. Perang Diponegoro terbukti didukung oleh tidak kurang dari 20 (dua

puluh ) orang Pangeran, anak cucu dan saudara-saudara Sultan-sultan HB I, HB II, HB III

yang merasa terpanggil untuk berjuang untuk membela panji-panji kerajaan Mataram

yang makin memudar. Dalam pimpinan tertinggi kita mengetahui antara lain :

1. Paangeran Mangkubumi, putera Sultan HB II. Jadi beliau adalah paman atau

mamak Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro bertindak sebagai penasihat

Agung

2. Pangeran Ngabehi Jayakusuma yang lebih dikenal dengan singkatannya Pangeran

Bey. Beliau adlah putera Sultan HB II (Sultan Sepuh). Beliau adalah seorang

panglima Perang yang gugur dan dimakamkan di atas Singi dialiran Sungai

Progo.

3. Kyai Mojo, seorang ulama terkenal dari Mojo (Solo). Beliau inilah yang memberi

corak dan nafas Islam dalam perang Diponegoro. Kyai Mojo ditangkap dengan

tipu muslihat oleh Belanda, lalu dibuang bersama dengan pengikut-pengikut

beliau ke daerah Tondano Minahasa (Sulawesi Utara). Kyai Mojo wafat dalam

pembuangan di Tondano pad tanggal 20 Desember 1849 dan dimakamkan di

dekat kota Tondano, Minahasa (Sulawesi Utara). Keturunan Kyai Mojo dan

pengikut-pengikut beliau berkembang biak di Sulawesi Utara dan dikenal sebagai

orang-orang “Jaton” artinya orang-orang Jawa Tondano. Mereka tetap menjadi

penganut agama Islam di tengah-tengah masyarakat Kristen di Sulawesi Utara.

4. Sentot Alibasah Abdul Mustafa Prawiradirja adalah Putera raden Rangga

Prawiradirja III yang tewas dalam perlawanan menentang Gubernur Jenderal

Daendels. Sentot juga wafat dalam pertempuran di Bengkulu (Sumatera) pada

tanggal 17 April 1855 setalah lebih dahulu dipergunakan oleh Belanda di

Sumatera Barat untuk Memadamkan perlawanan kaum Paderi.

Perang Diponegoro memang didukung oleh bangsawan-bangsawan Mataram yang

merasa terhina dan tersinggung harga dirinya. Perang Diponegoro didukung oleh rakyat

tertindas yang membenci dan menentang penjajahan bangsa asing yang serakah dan

penuh angkara murka. Meraka berjuang dengan sadar dan rela mengorbankan apa saja,

bahkan nyawa mereka sekalipun, untuk mengusir kaum penjajah bangsa asing yang lalim

237

Page 239: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dan sewenang-wenang. Jika kalau perang Diponegoro karena ambisi Pangeran

Diponegoro saja untuk menjadi Raja, maka tidak mungkin jikalau peperangan itu dapat

berlangsung dengan hebatnya sampai hampir lima tahun lamanya.

Rakyat hidup melarat dan sangat menderita. Golongan atas (kaum bangsawan)

pun tidak dapat dikatakan hidup makmur dan sejahtera, karena pengaruh kebudayaan dan

cara hidup berat mereka hidup sangat konsumtif, suka berpesta-pora, boros dn tenggelam

dalam hutang. Demikianlah keadaan di Jawa Tengah dan Jawa pada umumnya serta

keadaan di Yogyakarta khususnya. Keadaan sudah sangat eksplosif dan masak untuk

meledakkan peperangan melawan kaum penjajah yang lalim. Rakyat hanya menanti

seorang patriot ksatria yang menyulut sumbu peperangan. Namun perang Diponegoro

didahului oleh insiden-insiden yang membuat suasana makin panas.

Pada pertengahan tahun 1825 atas perintah kaum penjajah Belanda Patih

Danurejo menyuruh membuat dan memperlebar jalan. Patih Danureja terkenal sebagai

pembesar kerajaan Yogyakarta yang sangat setia dan patuh pada kaum penjajah Belanda.

Membuat dan memperlebar jalan itupun ia lakukan dengan sangat patuh atas perintah

kaum penjajah Belanda. Jalan yang akan dibuat dan diperlebar itu melalui daerah

Tegalreja yang menjadi milik Pangeran Diponegoro. TANPA MEMBERITAHUKAN DAN

TANPA IZIN pemilik tanah itu, yakni Pangeran Diponegoro, Patih Danureja menyuruh

orang-orangnya menancapkan pancang-pancangnya sebagai tanda bahwa tanah itu “akan

digarap” oleh Belanda. Perbuatan itu sungguh sewenang-wenang : Apalagi karena dalam

melaksanakan perbuatan yang sewenang-wenang itu ada tanah perkuburan orang-orang

yang dihormati Pangeran Diponegoro yang dibongkar dengan seenaknya saja tanpa seizin

dan tanpa sepengetahuan Pangeran Diponegoro. Apasaja di dunia ini memang ada

batasnya: Betapapun luasnya benua, benua itu pasti ada batas atau pantainya. Demikian

pula betapapun luasnya samudera, samudera itu pasti ada tepinya. Demikian pula dengan

kesabaran Pangeran Diponegoro:

Pangeran Diponegoro mengajukan protes yang keras. Beliau meminta agar Patih

Danurejo dipecat. Akan tetapi Residen Yogyakarta yang bernama A.M. Misseart

membela Danureja, karena Danureja sangat setia dan sangat patuh kepada kaum penjajah

Belanda. Di sini kita melihat bahwa sejarah berulang: Sulatan Hamengku Buwono II

(Sultan Sepuh) sangat membenci Patih Danureja II, karena patih itu sangat setia dan

238

Page 240: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

patuh kepada kaum penjajah Belanda (Daendels). Sekarang Pangeran Diponegoro juga

tidak senang kepada patih Danureja IV, karena patih itu sangat setia dan patuh akepada

kaum penjajah Belanda (Residen Smisseart). Pembesar kerajaan Yogyakarta itu lebih

setia kepada kaum penjajah Belanda dan tidak memperhatikan kepentingan karajaan dan

nasib rakyat yangmenderita.

Keadaan makin meruncing dan panas: Setiap kali pancang-pancang

ditancapkanatas perintah patih Danureja, setiap kali pula Pangeran DDIponegoro

menyuruh orang-orang beliau mencabut pancang-pancang itu. Suasana makin tegang

antara patih Danureja dan anak buahnya serta Belanda di satu pihak dan Pangeran

Diponegoro dan anak buahnya serta pengikut-pengikut beliau di lain pihak.

Kemudian, yakni pada tanggal 20 Juli 1825 pasukan-pasukan Belanda dengan

sekonyong-konyong menyerang Pangeran Diponegoro di tempat kediaman beliau di

Tegalreja. Serangan Belanda yang tiba-tiba itu dibalas dengan spontan dn segera oleh

rakyat yang telah siap membela pemimpin mereka. Demikianlah Perang Diponegoro

atau “De Java Oorlog” pecah dan berlangsung dengan sengitnya sampai lima tahun

lamanya yakni dari tanggal 20 Juli 1825 sampai dengan tanggal 8 Maret 1830, yakni

dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro dengan tipu muslihat yang licik dengan cara

yang tidak mengenal malu pada hari itu dalam suatu perundingan di kota Magelang (Jawa

Tengah )

Pangeran Diponegoro mula-mula dibuang ke kota Manado di Sulawesi Utara,

yakni pada tahun 1834 Pangeran Diponegoro dipindahkan dan ditawan di Fort Rotterdam

(Benteng Ujung Pandang) di kota Makassar atau Ujung Pandang di Sulawesi Selatan.

Akhirnya sesudah mengalami hidup di dalam tahanan Belanda kurang lebih 25

(dua puluh lima ) tahun lamanya, maka pada tanggal 8 Januari 1855 Pangeran

Diponegoro wafat dalam usia kira-kira 70 (tujuh puluh) tahun. Kewafatan Pangeran

Diponegoro dikuatkan oleh sebuah proses- verbal yang ditanda tangani oleh sebuah

panitia yang terdiri dari pejabat-pejabat yang kompeten, yakni :

1. Assistant Resident en Magistraat J.G. CRUDELBACH,

2. Majoor der infanteric J. LION, dan

3. Officier van fezodheid der eerste klasse F.A.M. SCHMITZ.

239

Page 241: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Perang Diponegoro amat banyak membawa kerugian bagi kaum penjajah Belanda,

baik berupa kerugian berupa harta benda dan keuangan yang tak ternilai harganya bagi

rakyat berupa harta benda, darah dan air mata derita serta nyawa beribu-ribu rakyat yang

sangat menderita akibat penjajahan bangsa asing yang lalim dan penuh angkara murka.

Selama perang Diponegoro yang berlangsung lima tahun lamanya itu, tidak kurang dari

8.000 orang tentara Belanda yang menemui ajalnya. Suatu jumlah yang cukup besar

menurut ukuran perang pada zaman itu. Biaya yang harus dikeluarkan oleh kaum

penjajah Belanda untuk memadamkan perang Diponegoro itu kurang lebih f 20.000.000

(dua puluh juta gulden). Suatu jumlah yang tidak kecil arti dn nilainya pada masa itu.

Apalagi mengingat kas dan ekonomi negeri Belanda pada saat itu sangat menyedihkan

keadaannya. Perang Diponegoro betul-betul telah menggoncangkan dan hampir saja

menumbangkan serta menghancurkan sendi-sendi kekuasaan penjajahan Belanda pada

abad ke 19.

vI

Di dalam bukunya “The Exspansion of England” yang ditulis pada tahun 1883,

Sir John Robert Seeley (1834-1895) antara lain dikatakan : ”We learn history to be wise

for the event”. Artinya kurang lebih : ”Kita belajar sejarah agar kita bijaksana dalam

menghadapi sesuatu peristiwa”. Jadi membaca dan belajar sejarah barulah ada

manfaatnya jikalau hal itu membuat kita berpikir, bersikap dan bertindak bijaksana dalam

menghadapi masa depan. Sejarah memang merupakan sumber inspirasi atau ilham yang

tak habis-habisnya bagi bangsa yang ingin dan pandai memetik serta mengambil sari-sari

yang banyak terkandung di dalamnya. Sejarah Indonesia pada umumnya dan sejarah

Perang Diponegoro khususnya AMAT BANYAK mengamdung nilai edukatif dan nilai

inspiratif. Sejarah Indonesia pada umumnya dan sejarah Perang Diponegoro khususnya

amat banyak dapat memberikan pendidikan serta inspirasi atau ilham kepada kita bangsa

Indonesia dan terutama kepada Generasi Muda Indonesia untuk membangun masa depan

tanah airnya yang gilang –gemilang. Namun yang sangat relevan dan amat penting untuk

dikemukakan di sini adalah, bahwa Generasi Muda sebelum abad ke 20 telah berjuang

dengan gagah berani dan dengan tulus ikhlas serta rela mengorbankan apa saja, bahkan

nyawanya sekalipun. Namun mereka belum berhasil menghalau dan mengusir penjajahan

240

Page 242: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

bangsa asing dari bumi tanah air yang tercinta. Sebab utamanya adalah karena mereka

masih mudah dipecah-belah dan masih senang diadu-domba oleh kaum penjajah bangsa

asing. Harus disadari pula bahwa kaum penjajah bangsa asing (Belanda) memang sangat

pandai dan amat mahir mempergunakan senjata ampuh mereka yang dikenal dengan

nama “devide et impera” atau pecah-belah dan jajahlah. Generasi Muda sebelum abad

dua puluh masih berjuang secara daerah demi daerah, secara suku demi suku. Mereka

ternyata belum mampu melawan dan mengalahkan senjata ampuh kaum penjajah bangsa

asing (Belanda) yang kita kenal dengan nama “devide et impera”.

Generasi muda Kebangkitan Nasional Indonesia mulai belajar dari sejarah serta

sadar, bahwa keinginan untuk merdeka dan cita-cita untuk membebaskan diri dari

belenggu penjajahan bangsa asing tidak hanya cukup berbekal dengan semangat

patriotisme lokal, kegagahberanian, kerelaan berkorban saja, akan tetapi keinginan dan

cita-cita itu harus didukung dan ditopang pula terutama oleh rasa persatuan dan kesatuan

kebangsaan Indonesia yang padu, kokoh dan kuat. Indonesia merdeka harus dicapai

melalui pergerakan kebangsaan Indonesia. Demikianlah pada awal abad ke 20, yakni

pada tanggal 20 Mei 1908 mulai dirintis perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui

pergerakan kebangsaan Indonesia. Peristiwa itu dikenal di dalam Sejarah Nasional

Indonesia sebagai HARI KEBANGKITAN NASIONAL INDONESIA.

Kemudian Generasi Sumpah Pemuda Indonesia lebih banyak lagi belajar dari

Sejarah Indonesia. Mereka makin sada, bahwa senjata “devide et impera” kaum penjajah

bangsa asing, hanya dapat dikalahkan serta dapat dilumpuhkan dengan persatuan dan

kesatuan nasional Indonesia yang kokoh dan kuat. Jikalau pada masa Generasi Muda

Kebangkitan Nasional Indonesia kata dan pengertian INDONESIA, batas wilayahnya dan

bangsa yang menghuninya masih samar-samar, bahkan kabur, maka Sumpah Pemuda

tanggal 28 Oktober 1928 telah menegaskan, bahwa :

1. Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, Tanah

Indonesia.

2. Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.

3. Kami Putera dan Puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa

indonesia.

241

Page 243: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Maka makin jelaslah bahwa kita mempunyai satu tumpah darah, yakni yang

wilayahnya membentang dari Sabangdi sebelah barat sampai Merauke di sebelah

timurdan dari pulau Minahaasa di sebelah utara sampai ke pulau Rotadi di sebelah

selatan. Jelas adat istiadat dan kebudayaan, namun ditegaskan pula bahwa kita dalam

semboyan : ”BHINNEKA TUNGGAL IKA”.

VII

Demikian pula bahwa kita bangsa indonesia menjunjung tinggi satu bahasa

nasional, yaitu bahasa Indonesia yang dulu masih disebut bahasa Melayu. Dengam

senjata TRISULA itulah, SATU NUSA, SATU BANGSA, DAN SATU BAHASA kita bangsa

Indonesia siap melawan dan mengalahkan kaum penjajah dengan senjata devide et

impera.

Dengan lebih banyak lagi belajar dari sejarah, dilandasi oleh persatuan dan

kesatuan nasional Indonesia yang kokoh, kuat didukung oleh semangat nasionalisme,

patriotisme dan heroisme Indonesia serta tekad “Merdeka atau Mati” angkatan 45

akhirnya berhasil menegakkan’ membeladan mempertahankan proklamasi Kemerdekaan

Indonesia 17 Agustus 1945. dengan semangat persatuan dan kesatuan nasional

yangkokoh –kuat Angkatan 45 akhirnya dapat mengusir kaum penjajah bangsa asing dari

bumi tanah air Indonesiayang tercinta ini.

Ada pepatah atau peribahasa bahasa asing (Belanda) yang mengatakan :”EEN

EZELSTOOT ZICH NIET VOOR DE TWEEDE KEER OF DEZELFDE STEEN”. Artinya

: “Seekor keledai tak akan untuk kedua kalinya terantuk pada batu yang sama”.

Meksudnya bahwa seekor binatang yang paling bodoh sekalipun, seperti halnya seekor

keledai, tidak akan mengulangi perbuatan atau kesalahan yang telah membawa celaka

baginya. Demikian pula tentunya kita bangsa Indonesia : kita telah belajar dari sejarah

bahwa kita bangsa Indonesia dapat dijajah oleh bangsa Belanda yang tidak seberapa

jumlahnya dan amat kecil tanah airnya jika dibandingkan dengan luas tanah air kita, tidak

mudah dipecah-pecah dan senang diadu-domba. Kita dapat dikalahkan dan ditaklukkan

oleh bangsa Belanda yang tidak seberapa jumlahnya karena kita tidak bersatu sebagai

bangsa Indonesia. Di bawah pimpinan pahlawan-pahlawan yang gagah berani seperti

Teuku Umar, dari Aceh, Imam Bonjol daro Sumatera Barat, Sulatan Hasanudin dari

242

Page 244: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sulawesi Selatan, Pattimura dari Maluku, dan Pangeran Diponegoro dari Jawa kita belum

dapat mengusir kaum penjajah bangsa asing dari bumi tanah air Indonesia yang tercinta,

karena kita belum bersatu padu sebagaii bangsa Indonesia.

Demikian pula pada penjajahan Jepang. Di mana-mana di seluruh Indonesia

terjadi perlawanan rakyat Indonesia menentang kelaliman dan kekejaman tentara Jepang

yang serakah : di Sukamanah (Tasikmalaya, Jawa Barat) di bawah pimpinan Kyai Haji

Zainal Mustafa ; di Cot Plieng, Lhokseumawe (Aceh) di bawh pimpinan Teuku Abdul

Jalil ; di Kalimantan Barat di mana lebih dari 20.000 orang (dua puluh ribu) orang yang

dibantai secara kejam oleh tentara Jepang ; di desa Unra’ , kecamatan Awangpone

(Sulawesi Selatan) di bawah pimpinan Haji Temmale dan di Blitar (Jawa Timur) terjadi

pemberontakan tentara PETA di bawah pimpinan Supriyadi, Kuradi dan kawan-

kawannya. Sayang sekali perlawanan-perlawanan rakyat melawan tentara Jepang yang

lalim dan kejam di seluruh Indonesia itu belum dilandasi cita-cita dan tujuan

kemerdekaan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Perlawanan-perlawanan rakyat di seluruh Indonesia itu tidak dilancarkan secara Nasional,

serentak dan serempak pada saat atau momentum yang tepat. Oleh karena itu, maka

perlawanan-perlawanan rakyat di seluruh Indonesia itu dapat dilokalisir, lalu dipatahkan

oleh tentara Jepang yang kejam.perlawnan rakyat melawan kaum penjajah bangsa asing

yang dilakukan secara Nasional, dilandai oleh cita-ciata dan tujuan kemerdekaan nasional

bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, yang dilakukan secara

serempak dan serentak serta pada saat atau momentum yang tepat barulah terjadi dengan

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 melahirkan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945.

Jadi sejarah telah mengajarkan kepada kita bangsa Indonesia, bahw kita dapat

dijajah oleh bangsa asing yang tidak seberapa jumlahnya karena kita mudh dipecah-belah

dan sering diadu-domba. Di dalam penjajahan bangsa asing itulah kita mengalami

bencana yang hebat. Kita telah terjerumus kedalam lembah kemiskinan dan kehinaan

yang luar biasa. Sejarah juga telah mengajarkankepada kita bangsa Indonesia, bahwa kita

belum dapat mengalahkan dan mengusir kaum penjajah bangsa asing dari bumi tanah air

Indonesiayang tercinta karena kita belum bersatu padu secara nasional sebagai SATU

243

Page 245: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

BANGSA, yang mempunyai SATU TANAH AIR, yakni BANGSA INDONESIA YANG

BERTANAH AIR INDONESIA.

Jadi jikalau sekarang kita bangsa Indonesia, masih juga mau berpecah- belah dan

masih juga senang diadu-domba, maka kita lebih bodah daripada seekor keledai yang

tidak mau terantuk untuk kedua kalinya pada batu yang sama. Jadi kita jangan mau lagi

mengulangi kesalahan-kesalahan pada masa lalu yang telah membawa bencana dan mala

petaka bagi kita. Oleh karena itu maka kita harus tetap memelihara dan melestarikan

persatuan dan kesatuan nasional Indonesia. Kita harus selalu mengumandangkan lagu

SATU NUSA SATU BANGSA, dan SATU BAHASA di dalam dada kita. Semboyan :

“BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH” masih tetap relevan dan tetap

harus disegarkan di dalam lubuk hati Generasi penerus bangsa Indonesia di dalam

perjuangannya mengisi kemerdekaan yang telah direbut, dibela dan dipertahankan

dengan pengorbanan yang tak ternilai harganya berupa harta benda, darah dan air mata,

derita rakyat serta nyawa beribu-ribu pahlawan kita. Semangat persatuan dan kesatuan

nesional Indonesia masih harus tetap bergelora di dada Generasi Penerus Bangsa

Indonesia untuk berjuang mewujudkan cita perjuangan bangsa Indonesia yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Akhirnya, marilah kita berdoa, semoga kita bangsa Indonesia selalu mendapat

perlindungan dan rakhmat serta taufik dan hidayat Tuhan Yang Maha Esa. Amin ya

Rabbal ‘alamin !

BACAAN YANG DIPERGUNAKAN

1. Graaf, H.J. de : “Geschiedenis van Indonesia” N.V. Uitgeverij W.

Van Hoeve ‘s Gravenhage Bandung 1949

2. Sagimun M. D Pahlawan Diponegoro Berjuang, Gunung Agung,

Jakarta 1965.

244

Page 246: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

3. Sagimun M.D, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme

Jepang, Penerbit P.T. Inti Idayu Press, Jakarta 1985

4. Sagimun M.D, Peranan Pemuda Dari Sumpah Pemuda Sampai

Proklamasi, Bina Aksara, Jakarta, 1989.

5. Sutjipto Wirjosuparto, DR, R.M., Sedjarah Indonesia, Djilid II,

Indira, 1961.

_________________________________________________________

Makalah disusun dan disajikan oleh Sagimu MD dalam Seminar Sehari tentang

Perang Diponegoro , yang diselenggaraksn oleh Fakultas Sastra Universitas

Diponegoro Semarang, pada 20 Februari 1990

245

Page 247: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

5. MEWARISI SENMANGAT JUANG PANGERAN DIPONEGORO

1. PENDAHULUAN

Penggunaan Diponegoro untuk nama Komando Daerah Militer (KODAM) IV

Jawa Tengah nampaknya mempunyai latar belakang serta konsekuensi yang positif. Di

satu sisi kawasan kerja KODAM IV memang meliputi kawasan Jawa Tengah yang juga

merupakan bagian terbesar dari kawasan atau teritori peperangan yang terjadi sejak 1825

hingga 1830, yang lebih dikenal sebagai Perang Diponegoro. Perang tersebut dalam

literatur Barat juga dikenal dengan nama “Perang Jawa”, karena memang meletus dan

berkobar di kawasan Jawa. Bagi bangsa Indonesia perang tersebut merupakan bukti

luapan semangat perjuangan anti penjajahan, yang dipelopori oleh Pangeran Diponegoro

dan didukung oleh seluruh penduduk tanah Jawa yang memiliki semangat juang yang

sama dengan pemimpin penuntun mereka, Pangeran Diponegoro. Selanjutnya perang

tersebut juga mendapat dukungan serta simpati seluruh bangsa Indonesia, mesti tidak

kebetulan sezaman dengan peristiwa perang tersebut. Komando Daerah Militer

(KODAM) IV Jawa Tengah termasuk ke dalam mereka yang meski tidak sezaman

dengan peristiwa patriotik dan heroik itu, namun amat menghargai dan mengagumi kisah

perjuangan tersebut. Dengan demikian sudah sewajarnya kalau kemudian KODAM IV

mengabadikan nama Diponegoro menjadi nama kebanggaan, sehingga bernama KODAM

IV / Diponegoro.

Sebagai konsekuensi itu semua, di samping untuk mengabadikan nama Pangeran

Diponegoro menjadi KODAM IV secara resmi, seluruh jajaran KODAM IV /Diponegoro

tersebut dibebani tanggung jawab moril untuk selalu mempertahankan dan bahkan

mengobarkan semangat juang Perang Diponegoro tersebut dalam pengabdiannya sebagai

pengawal Pancasila. Untuk itu dipandang perlu seluruh penduduk Jawa Tengah, terutama

seluruh KODAM IV / Diponegoro, memahami lebih baik seluruh alur perjuangan

Pangeran Diponegoro. Dan pemahaman seperti itu hanya akan diperoleh seandainya kita

dapat mengikuti jalan cerita perjuangan itu sendiri, serta pembahasannya.

Sajian mengenai perang Diponegoro kali ini tidak hanya menekankan pada sifatnya

yang deskriptif naratif, yang hanya menekankan pada uraian faktual, melainkan lebih

246

Page 248: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mengutamakan pada sifatnya yang deskriptif analitis. Lebih dari itu uraian kali ini juga

mencoba menggunakan pendekatan dari segi militer, agar lebih mendekati pada relevansi

dengan maksud penerbitan buku ini di samping mendasarkan pada buku “Rumpun

Diponegoro dan Pengabdiannya” terbitan Dinas Sejarah Militer Kodam VII/ Diponegoro,

yang bekerjasama dengan C.V. Borobudur Megah Semarang (1977), juga mengacu pada

“Perang Diponegoro “, skripsi yang disusun oleh Abu Su’ud dalam meraih gelar Sarjana

Pendidikan Jurusan Sejarah IKIP Bandung (1964), yang meninjau perang kemerdekaan

itu dari segi militer.

Bagian kedua karangan ini berisi uraian singkat mengenai asal-usul Pangeran

Diponegoro dan rangkuman perkembangan peperangan, sejak awal peperangan hingga

babakan terakhir peperangan, termasuk masa pasca peperangan. Selanjutnya bagian

ketiga berisi uraian jalannya peperangan beserta pembahasannya.

2. Rangkuman Perang Diponegoro

a.Asal-Usul Pangeran Diponegoro

Diponegoro dilahirkan pada hari Jum’at Wage 8 Muharram Tahun Be 1712,

WukuWayang, yang kalau diperhitungkan dengan penanggalan Masehi bertepatan

dengan tanggal 11 Nopember 1785. Menurut silsilah, Pangeran Diponegoro adalah putera

Sultan Hamengku Buwono III, yang mendapat julukan dengan nama Sultan Raja. Ini

berarti Diponegoro merupakan cucu Sultan Sepuh alias Sultan Hamengku Buwono I,

pendiri dan cikal bakal Kerajaan Yogyakarta Hadiningrat. Dari silsilah dapat diketahui,

bahwa beliau merupakan saudara tua Sultan Jarot alias Sultan Hamengku Buwono IV,

dan sekaligus merupakan juga paman Sultan Menol alias Sultan Hamengku Buwono V.

dari garis ibu mengalir pada diri Diponegoro darah Madura, yaitu Raden Ajeng

Mangkorowati, yang berasal dari Pacitan. Kakek Diponegoro dari garis keturunan ibunya

itu seorang Bupati, yang konon mempunyai darah Madura.

Menurut tradisi Jawa sudah jelas bahwa Pangeran Diponegoro merupakan

keturunan para penguasa di Jawa, yang tentu saja amat dihormati oleh rakyat sebagai

keturunan raja-raja Jawa. Ketinggian martabatnya di mata rakyat tidak hanya karena

247

Page 249: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

beliau mempunyai darah bangsawan, maupun juga karena sifat dan perangai beliau yang

terpuji dan selalu berpihak pada kepentingan rakyat. Oleh karena itu tidaklah

mengherankan kalau simpati rakyat selalu berada di pihak Pangeran, ketika peperangan

yang lebih dikenal sebagai Perang Diponegoro itu berkobar. Hampir seluruh rakyat yang

tertindas di Jawa tengah, para ulama serta pejuang pembela keadilan dengan tidak ragu-

ragu berbaris di belakang beliau dalam mengobarkan peperangan melawan penjajahan

Belanda yang angkara murka.

Konon pada suatu ketika, waktu Sultan Hamengku Buwono I duduk di dalam

serambi keraton, segera menitahkan bayi yang baru dilahirkan dari garba Raden Ajeng

Mangkorowati untuk dibawa menghadap. Setelah memperhatikan sejenak jabang bayi

tersebut, bersabdalah beliau kepada permaisuri sebagai berikut : “Adinda, ketahuilah,

bahwa adalah kehendak Yang Maha Kuasa bahwa cicit kita ini telah ditentukan kelak

akan memusnahkan orang-orang Belanda. Adapun bagaimana akhir perjuangannya hanya

Tuhan jualah yang mengatahui. Anak ini akan melebihi saya. Oleh karena itu, adinda

harus memelihara dengan baik-baik bayi ini.”.

Nantinya sejarah membuktikan bahwa kehendak baginda Hamengku Buwono I

tersebut menjadi kenyataan, karena bayi yang dimaksud tersebut kelak dikenal dengan

sebutan pangeran Diponegoro. Waktu masih kecil Diponegoro dipanggil dengan nama

Ontowiryo, dan telah mendapat kelengkapan pendidikan agama Islam. Selama masa

kanak-kanaknya Diponegoro mendapatkan pendidikan dari nenenda Ratu Ageng di

kediaman beliau di Tegalrejo dengan pendidikan kesalehan beragama, karena nenenda

tersebut dikenal sebagai Ratu yang saleh dan taat menjalankan agama. Di tangan

beliaulah Pangeran Diponegoro mendapat dasar pendidikan agama maupun kebatinan.

Pengeran Diponegoro memang seorang keturunan bangsawan tinggi, namun beliau

dikenal sebagai seorang yang sederhana, rendah hati, hidupnya. Sampai –sampai seorang

tokoh lawan politiknya, Cakranegara, mengakui keadaan tersebut dan beranggapan

bahwa Diponegoro merupakan lambang atau suri tauladan bagi hidup orang-orang saleh

dan sederhana. Sebagai keturunan bangsawan, Pangeran Diponegoro sebetulnya dapat

hidup mewah dan penuh keduniawian, namun dalam kenyataannya beliau lebih memilih

hidup penuh kesederhanaan dan keprihatinan.

248

Page 250: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kesederhanaan dan keprihatinan hidup yang dipilih oleh Pangeran Diponegoro tadi

terlihat nyata dalam sikapnya yang tegas terhadap tawaran ayahanda beliau, Sultan

Hamengku Buwono III, untuk menggantikan menjadi Sultan, manakala masanya telah

tiba. Di dalam serat Cakranegara disebutkan, bahwa Pangeran Diponegoro dengan tegas

menolak tawaran akan jabatan terhormat itu, dan sebaliknya merelakan jabatan Sultan

tersebut kepada adik beliau. Sementara Diponegoro akan selalu menunjukkan tanggung

jawabnya sebagai Pangeran dengan tekad untuk selalu memberikan nasihat serta bantuan

kepada kerajaan yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono IV, yang juga dikenal

dengan sebutan Sultan Jarot. Namun ternyata kemudian, bahwa segala nasihat beliau

yang menunjukkan keprihatinan beliau mengenai hubungan kesultanan dengan penjajah

Belanda sering tidak mendapat tanggapan dari pihak kesultanan. Pola hidup, cara hidup,

dan bahkan kedaulatan Sultan berada di bawah maupun kedaulatan Belanda sebagai

penjajah. Semua itu membuat tekad Pangeran Diponegoro makin bulat untuk menentang

dan mengusir penjajah Belanda dari bumi Jawa, yang secara nyata berujud meletusnya

Perang Diponegoro atau Perang Jawa.

b. Rangkuman Jalan Peperangan

1) Kasus pematokan tanah-tanah milik Diponegoro di kawasan

Tegalrejo, lebih-lebih yang mengenai tanah makam leluhur beliau, dianggap

sebagai awal penyebab meletusnya peperangan (casus belli) yang berlangsung

selama lima tahun (1825-1830). Pematokan itu dilakukan atas tanah yang akan

dibebaskan guna pembuatan jalan baru, merupakan kebijaksanaan Residen

Yogyakarta A.H. Smissaert. Dalam pelaksanaannya kebijaksanaan itu dilakukan

oleh Patih Danurejo IV, yang amat memihak kepentingan pemerintah kolonial

Belanda, pada 20 Juli 1825.

2) Peperangan itu berkobar untuk pertama kalinya di Tegalrejo,

dengan diawali oleh letusan salvo senapan kaum penjajah, yang ditujukan ke

rumah kediaman Diponegoro di Tegalrejo, yang sejak lama menjadi tempat

tinggal yang nyaman dari gangguan dan campur tangan Belanda. Selanjutnya

passukan Pangeran Diponegoro yang dipimpin langsung oleh Pangeran beserta

249

Page 251: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

para pahlawan dan ulama pendukungnya dipusatkan di Gua Selarong. Gua itu

sendiri selama ini merupakan tempat Pangeran Diponegoro melakukan tafakur,

dan selanjutnya telah diubah menjadi pusat komando pertempuran pihak

penentang keangkaramurkaan penjajahan Belanda. Dalam persenjataan dan

ketrampilan peperangan pihak Belanda unggul, lebih-lebih karena Belanda telah

mendapatkan pengalaman serta ilmu peperangan yang diperoleh di Eropah,

yang merupakan ajang peperangan antar bangsa. Namun sementara itu Pangeran

Diponegoro dan pasukan Pangeran Diponegoro mendapat keuntungan dari

pendukung yang boleh dikata tak terbatas maupun alam yang sangat berpihak

kepada mereka, baik untuk kepentingan logistik maupun strategi peperangan.

3) Segera setelah peperangan meletus, maka secara hampir serentak

seluruh kawasan di Jawa Tengah, dan bahkan sebagian Jawa Timur, berubah

menjadi ajang peperangan. Perang yang menjadi bersifat “Unlimited War” itu

telah membakar kawasan-kawasan Kedu, Bagelan, Banyumas, Surakarta,

Yogyakarta, Semarang dan Pekalongan. Bahkan peperanganpun telah

membakar daerah Blora. Dalam banyak medan pertempuran pasukan

Diponegoro sering memperoleh kemenangan taktis, namun sayang sekali

hampir tidak pernah memperoleh kemenangan strategis. Hal itu terutama sekali

karena pasukan Diponegoro selalu berada dalam posisi bertahan. Dan lagi

sasaran akhir peperangan itu berbeda bagi pihak Belanda dan pihak Diponegoro.

Tidaklah seimbang kalau diingat, bahwa sasaran akhir pihak Belanda

“hanyalah” menaklukkan Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin seluruh

pasukan, sementara sasaran akhir pasukan Diponegoro tidaklah sekedar

menaklukkan Letnan Jenderal de Kock, melainkan mengusir Belanda dari bumi

pertiwi.

4) Secara strategis sebetulnya Pangeran Diponegoro mempunyai

keunggulan, sebab dalam mengawali pertempuran Diponegoro telah

mengembangkan konsep kesatuan komando dengan dipusatkannya segala

bentuk kekuasaan, militer, sipil, maupun spiritual, di tangan Diponegoro. Yang

dimaksud adalah gelaran panjang yang dikaitkan dengan kepemimpinan

Diponegoro, yaitu Sultan Abdulhamid Herucokro Amurul Mukminin Sayidin

250

Page 252: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Panotogomo Kalipatullah Tanah Jawi. Penobatan itu dilakukan dalam suasana

peperangan dengan upacara adat dan keagamaan, yang menurut Prof.

Muhammad Yamin dapat dibandingkan dengan peristiwa penobatan raja

Erlangga di dalam hutan selama beliau mengambara, atau peristiwa penobatan

Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit di hutan Tarik. Namun pengelolaan

selanjutnya segala keunggulan itu tidak dapat mengembangkannya menjadi

kemenangan akhir. Sebaliknya secara perlahan-lahan tetapi pasti kobaran

semangat peperangan makin mengecil, dan sampai akhirnya padam.

5) Diawali dengan dikembangkannya sistem “Perang Benteng” oleh

Beland a dalam upaya mendapatkan kemenangan strategis atas Diponegoro,

yang kemudian disusul dengan rangkaian perdamaian dengan para petinggi

pasukan Diponegoro, maka tercapailah tujuan itu, yaitu pangeran dipaksa untuk

duduk di meja perundingan yang sangat nista itu. Peristiwa-peristiwa tersebut

ini menunjukkan betapa tragisnya akhir peperangan Diponegoro itu.

Tanggal 28 September 1829 Pangeran Mangkubumi yang merupakansimbol

dukungan kaum bangsawan, namun telah rapuh dimakan usia, meletakkan

senjata. Disusul kemudian dengan berhasil ditangkapnya ibunda Pangeran

Diponegoro beserta puteri beliau Den Ayu Mertonegoro, pada tanggal 14

Okktober tahun itu juga.

Kemudian, setelah diawali dengan masa perundingan pada 17 Oktober 1829,

sang pendekar yang masih belia namun amat mengagumkan itu, yaitu Sentot

Prawirodirjo menyatakan menyerah pada tanggal 24 Oktober 1829. Lalu tibalah

saat yang mengenaskan itu. Pangeran Diponegoro mulai termakan oleh tipu

muslihat Belanda, karena pada 8 Maret 1830, jam 12.00 Pangeran Diponegoro

mulai meninggalkan hutan, menuju meja perundingan di Magelang. Tindakan

itu sebagai tindak lanjut hasil perundingan di Soka pada 16 Maret 1830, antara

Cleerens dengan pangeran Diponegoro. Sejarah kemudian mencatat, bahwa

pada tanggal 28 Maret 1830 tiba di Magelang, untuk bertemu dengan de Kock,

setelah beliau menunda maksud pertemuan itu selama bulan Ramadhan penuh.

Lalu terjadilah penghianatan itu, yaitu ketika sang Jenderal secara culas

menangkap pangeran Diponegoro untuk dijadikan tawanan perang, setelah lebih

251

Page 253: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dahulu melucuti para pengawal beliau, termasuk ketiga putera beliau, Dipo

Anom, Dipo Atmojo dan Raden Mas Jemet.

Selanjutnya pada 28 Maret 1830, jam 11.00 Pangeran Diponegoro dibawa ke

Semarang dengan kereta, dengan dikawal 1 detasemen kawal. Dan pada tanggal

5 April 1830, beliau diangkut ke Batavia untuk dihadapkan di depan meja hijau

kaum kolonial. Vonis itu keluar pad 30 April, yang menentukan hukuman buang

ke Menado. Maka pada 12 Juni 1830, tepat jam 11.00 tawanan itu dimasukkan

ke dalam benteng Amsterdam di Menado sebagai orang buangan. Pada 1834

beliau dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makasar, sampai saat wafat beliau

pada tanggal 8 Januari 1855.

6). Konon untuk menyelenggarakan perang Jawa itu pemerintah jajahan Belanda

telah mengeluarkan dana tidak kurang dari 25 juta gulden. Sedangkan kurban

dipihak Belanda mencapai 15.000 tentara, yang mencakup 8.000 orang bangsa

Eropah, dan 7.000 orang bangsa pribumi.

3. Perang Diponegoro ditinjau dari Aspek Militer

a. Perang Diponegoro Sebagai Perang Kemerdekaan

Setiap mendengar perkataan perang terbayanglah di depan mata kita suatu

pertarungan jiwa, raga maupun harta, yang terjadi antara dua atau lebih pihak, di mana

masing-masing pihak berusaha mengalahkan lawannya dengan kekuatan senjata ataupun

tipu muslihat. Gambaran itu sesuai benar dengan pendapat seseorang yang selalu disebut-

sebut setiap kali orang membicarakan perang, yaitu karl von Clausewitz. Di dalam

bukunya yang berjudul “Tentang Perang” dijelaskannya, bahwa baginya “perang

merupakan suatu pergaulatan secara besar-besaran, dimana masing-masing pihak

memaksa pihak lawannya dengan kekuatan jasmaninya, untuk supaya tunduk kepadanya”

(1954: 1). Sejarah kemudian membuktikan, bahwa antara tahun 1825 hingga 1830, di

kawasan tanah Jawa telah terdapat dua fihak yang saling bertentangan. Di satu pihak

berdiri Pangeran Diponegoro, yang mendapat dukungan penuh dari seantrro penduduk

tanah Jawa, di lain pihak berdiri dengan angkuhnya kekuasan penjajah Belanda, yang

252

Page 254: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

bekerja sama dengan sekutu mereka yang terdiri dari kekuasan tradisional pribumi,

seperti Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, maupun Kadipaten

Mangkunegaran. Kekuasaan sekutu tersebut berada di bawah Komando Letnan Jenderal

Marcus de Kock. Masing-masing fihak sedang memaksakan kehendak kepada fihak

lainnya, dengan menggunakan kekuatan senjata maupun tipu muslihat. Betul-betul

sebuah peperangan sedang berkobar di antara keduan belah fihak. Menurut Clausewitz

(1954: 27), “perang tidak lain merupakan lanjutan politik dengan cara lain.” Jadi perang

merupakan suatu tindakan politik, melainkan juga sesungguhnya suatu alat politik, suatu

lanjutan pergaulan politik, yang melanjutkannya dengan cara-cara lain.

Perkembangan politik di tanah Jawa, khususnya di darah Mataram disekitar tahun

20 an , terasa mencekam, menekan fihak rakyat, dan sebaliknya amat menguntungkan

fihak Belanda. Karena yang merasakan ketidakpusan adalah rakyat yang terjajah, maka

perang yang kemudian meletus antara fihak yang terjajah melawan fihak penjajah,

disebut perang kemerdekaan. Penamaan ini sekaligus merupakan reaksi atas pendapat

Jean Gottmann, yang menyebut perang-perang seperti perang yang terjadi di Vietnam,

ketika rakyat berjuang melawan penjajah Perancis, sebagai “perang kolonial” (Edward

Mead Earle, 1962:201-221). Dalam pada itu Profesor Q. Wright beranggapan, ketika

melakukan pembagian peperangan ke dalam kurun-kurun waktu 1789-1914 lebih tepat

kalau disebut “Perang Kapitalisasi” (Edward Mead Earle, 1962:201-221). Meskipun

perang Diponegoro atau yang juga dikenal sebagai perng Jawa dapat dimasukkan ke

dalam kategori Gottmann maupun Wright, namun lebih tepat disebut sebagai “Perang

Kemerdekaan”, karena lebih memenuhi hakekat makna perjuangan bangsa Indonesia.

b. Unlimited War

Kalau kita bentangkan peta pulau Jawa, dan kita percikkan tinta merah di atasnya,

maka seolah-olah pada saat yang bersamaan bermunculanlah dengan merata bintik-bintik

merah di atas PETA. Gambaran itu seperti bermunculannya cetusan-cetusan api

peperangan di banyak tempat yang meluas di tanah Jawa. Dan bintik-bintik itu makin

merata dan makin meluas. Demikianlah kira-kira keadaan di tanah Jawa pada saat

berkobarnya Perang Diponegoro.

253

Page 255: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Jika tidak kerana terpaksa, dalam setiap peperangan reguler setiap pemimpin militer

akan sedapat mungkin menghindari suatu peperangan yang tidak terbatas atau unlimited

war. Dalam keadaan yang demikian itu, sekaligus seluruh kekuatan pasukan akan

dihadapkan dalam adu tenaga dalam sejumlah front (medan perang). Namun demikian

Pangeran Diponegoro mempunyai pandangan lain tentang hal tersebut. Tentunya hal itu

terjadi karena Diponegoro mempunyai keinsafan betapa sebagai pasukan yang tidak

reguler pasukannya mempunyai kondisi lain, yang tidak dimiliki oleh pasukan reguler.

Sebagai pasukan yang tidak reguler, pasukan Diponegoro jarang sekali mengadakan

perang terbuka, di mana kedua pasukan berhadpan tanpa mempunyai perlindungan .

Selama masa Selarong dan masa Dekso, Diponegoro berusaha menghindari pertemuan

secara terbuka, meskipun perang yang terjadi itu jenis perang posisi, yaitu perang untuk

memperebutkan posisi strategis. Barangkali hal itu dilakukan oleh Diponegoro karena

mereka menyadari akan mobilitas atau kelincahan pasukan untuk bergerak dalam perang

gerilya, sedangkan posisi bukan merupakan faktor yang mutlak menentukan kemenangan

akhir.

Selarong bukanlah merupakan sebuah kota seperti digambarkan oleh Muhammad

Yamin dalam bukunya “Sejarah Perang Diponegoro”, melainkan hanya sebuah desa

dengan beberapa perumahan penduduk yang tidak banyak jumlahnya. Selebihnya adalah

bukit-bukit kapur dengan hutan bambu dan tanaman jambu liar dan pepohonan kelapa.

Karena tempatnya berbukit-bukit dan bergua-gua, maka tempat itu sangat baik untuk

tempat pangkalan bagi pasukan Diponegoro. Namun tempat yang sangat baik itu terpaksa

pada bulan Oktober 1825 harus dilepaskan kepada fihak Belanda, yang telah melakukan

serangan dengan pasukan gabungan di bawah van Geen. Demikian pula yang terjadi

dengan pangkalan Dekso, yang terpaksa diserahkan kepada Belanda, pada awal Juli 1826.

Pasukan Diponegoro sekali lagi menghindari perang terbuka, namun sebaliknya mencari

kesempatan yang baik guna mengadakan serangan mendadak sebagai pembalasan. Taktik

penyerangan mendadak itulah yang menyebabkan pasukan Diponegoro hanya,

meskipun sngat lemah dalam persenjataan, masih dapat melakukan serangan yang

terbatas atau limited war tadi, dan telah berhasil mengulur waktu peperangan sampai lima

tahun lamanya.

254

Page 256: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kalau kita menyaksikan dalam peta yang menggambarkan jalannya peperangan

pada waktu itu, nyatalah bahwa pada saat yang bersamaan, berkobarlah pertempuran-

pertempuran di banyak daerah secara merata. Di daerah Probolinggo, tidak jauh dari

Magelang, rakyat mulai mengobarkan peperangan pada tanggal 26 Juli 1825. Dan masih

dalam tahun itu juga, berkobarlah peperangan di daerah lain. Pada Agustus 1825 pasukan

rakyat mulai mengganggu garis pertahanan Belanda dari Pekalongan hingga Semarang.

Sedangkan di wilayah Monconegaran seperti Pacitan, terjadi pupa pemberontakan rakyat

pada tanggal 10 Oktober. Dan di luar Ngawi bahkan sampai dua kali terjadi peristiwa

yang serupa, yaitu pada tanggal 23 September dan 13 Nopember.

Pada tahun 1826 lebih anyak lagi bentrokan bersenjata terjadi . misalnya di sekitar

kota tua Plered, bahkan terjadi dua kali pertempuran yang dahsyat, yang merupakan

parang posisi untuk memperebutkan benteng lama, pada 16 April dan 9 Juni. Sedangkan

di kaki pegunungan Menoreh terjadi pula pertempuran hebat pada 8 Juli. Dan pada 9

Agustus, 28 Agustus serta 15 Oktober, secara berurutan terjadi pertempuran-pertempuran

di Kejiwan, Delanggu, dan di Gawok, yang semuanya terletak di kawasan Surakarta. Dan

tahun 1827 di dipadati dengan pertempuran-pertempuran di Rajegwesi, 28 Nopember,

yang merupakan awal pertempuran di Rembang. Selanjutnya menyusullah pertempuran-

pertempuran di Tuban dan Surabaya. Itu semuanya merupakan beberapa contoh bertapa

benarnya anggapan mengenai kesanggupan Diponegoro mengobarkan unlimited war

tersebut.

c. Perang Strategi

Kalau diperhatikan tempat-tempat terjadinya peperangan atau pertempuran dalam

peta, akan terbukti bahwa tempat-tempat tersebut mempunyai arti strategis yang ideal,

dan nampaknya sudah diperhitungkan benar-benar sebelumnya. Gambarannya adalah

seperti suatu proses pengepungan terhadap kota-kota yang dianggap sangat strategis buat

Belanda atau setidak-tidaknya mempunyai maksud untuk memotong garis pertahanan

musuh, dengan jalan memotong atau memencilkan dua atau lebih daerah atau pusat

pertahanan Belanda. Dikuasai daerah Selarong oleh pasukan Diponegoro, misalnya,

sangat menguntungkan fihak Diponegoro, Karena Selarong merupakan tempat yang

255

Page 257: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sangat tepat sebagai pangkalan batu loncatan untuk mengpung Yogyakarta. Mengingat

besarnya arti strategis Selarong itu, maka ketika de Kock berhasil memasuki Yogyakarta

pada 25 September 1825, tindakan operasional yang segera dilakukan olehnya adalah

merupakan Selarong, di bawah pimpinan mayor Sollewijn dan Letkol Achenbach, dan

dibantu oleh pasukan-pasukan bumi putera di bawah penembahan Sumenep, Pangeran

Purboyo, Pangeran Aryo Mataram serta pasukan Pangeran Suryadiningrat dan Pangeran

Suryaningrat. Selanjutnya dalam usaha mengepung kota Magelang, pasukan Diponegoro

memulai serangan lewat Probolinggo dengan kekuatan 3000 orang pada 26 Juli 1826,

dengan menyeberangi sungai Elo. Kemudian disusul dengan terjadinya pertempuran-

pertempuran di Kalajengking. Sebagai akibatnya Belanda melakukan penarikan pasukan-

pasukan di sekitar Magelang, seperti Parakan, Parapag, Pucang, Sadegan Sodongan

Borobudur dan Kalajengking. Selain itu untuk mengganggu daerah-daerah Belanda di

Pekalongan, Semarang, maupun Magelang pihak Diponegoro telah menaruh pangkalan di

daerah Ledok, yang terletak di perbukitan di hulu sungai Serayu. Tempat itu sangat

strategis untuk mengadakan gangguan terhadap ketiga daerah yang dikuasai Belanda tadi.

Sementara itu daerah Semarang mendapat ancaman dari kantong-kantong konsentrasi

pasukan Diponegoro di daerah-daerah Rembang, Kudus, Demak, maupun Grobogan.

Sedangkan Surabaya nampaknya terancam dengan kegiatan militer pasukan Diponegoro

di Rajegwesi, Ngawi, maupun Pacitan, yang sekaligus mengancam kedua daerah

Monconegaran. Plered yang merupakan daerah sangat strategis menjadi ajang

pertempuran antara pasukan Belanda dengan Diponegoro yang selalu ingin

memperebutkannya secara militer maupun politik Plered tak ayal lagi memang

merupakan daerah-daerah strategis. Untuk itu kedua fihak mengerahkan tenaga tempur

mereka habis-habisan. Dalam pertempuran-pertempuran kedua belah fihak Diponegoro

banyak mencatat kemenangan taktis namun akhirnya oleh keunggulan teknologi perang

mereka Belanda dapat merebut daerah-daerah strategis tersebut. Lebih-lebih setelah

Belanda melancarkan kombinasi strategis serangan, yaitu: “Perang Benteng”. dan “Masa

Perundingan”.

Maka fihak Diponegoro makin terjepit dan digiring ke dalam jaring penghianat oleh

Belanda yang dengan sangat culas menghianati perjanjian dengan menangkap pemimpin

dan jiwa peperangan itu, yaitu Pangeran Diponegoro. Di satu fihak perang telah berakhir

256

Page 258: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dengan kegagalan Karena tidak berhasil mencapai tujuan politik yaitu mengusir Belanda

dari bumi Indonesia. Sementara itu di lain fihak perang telah berakhir dengan baik, yaitu

memadamkan “Pemberontakan” yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro meski dengan

jalan yang tidak terhormat, yaitu menangkap lawan perundingan yaitu Pangeran

Diponegoro.

4. Penutup dan Penilaian

Perang telah berakhir pada tanggal 28 Maret 1830 yaitu dengan ditangkapnya

Pangeran Diponegoro oleh musuh atau lawan perangnya, yaitu Belanda. Penangkapan itu

menjadi termasyhur, karena terjadi pada saat gencatan senjata yang telah sama-sama

disetujui pada saat itu sedang terjadi perundingan puncak antara fihak Belanda, yang

diwakili oleh Letnan Jenderal Marcus de Kock sebagai panglima tertinggi tentara

pendudukan Belanda di Jawa, dengan Pangeran Diponegoro yang mewakili seluruh

kehendak rakyat di tanah Jawa yang sedang berjuang melawan keangkara murkaan

Belanda. Tempat terjadinya perundingan yang cemar di Magelang.

Menyedihkan sekali bahwa perjuangan bersenjata melawan pejajahan Belanda

tidak diteruskan, Karena nampaknya tidak adalagi pemimpin yang berani tampil

mengambil prakarsa untuk memimpinnya, sejarah telah membuktikan bahwa perang yang

telah dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro itu telah gagal. Gagal, namun tidak sia-sia

kata Bung Karno dalam salah satu sambutan pada Hari peringatan wafat Pangeran

Diponegoro. Gagal, karena tidak berhasil mengusir penjajahan Belanda pada abad 19.

Tidak sia-sia, karena semangat perjuangan Pangeran Diponegoro untuk mengusir

penjajahan Belanda dari tanah air, telah memberikan inspirasi kepada kita yang hidup

setelah beliau, untuk melanjutkan perjuangan beliau yang belum selesai (Sagimun M.D.,

1960: 439-441).

Untuk lebih menunjukkan perjuangan itu memang tidak sia-sia, maka akan sedikit

diadakan penilaian (evaluasi) terhadap perang yang telah berlangsung selama lima tahun

itu. Dengan demikian kita dapat lebih banyak belajar dari pengalaman masa silam, karena

pada hakekatnya mempelajari sejarah memang mencari pelajaran peristiwa dari masa

silam.

257

Page 259: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

a. Kesiapan Perang

Kedua pihak sebenarnya dalam keadaan belum siap untuk berperang, namun keduanya

sama-sama mempunyai kondisi yang khas. Fihak Diponegoro sebenarnya sudah matang

untuk perang, akan tetapi tidak pernah berpikir untuk memulai mengambil prakarsa untuk

memulai perang. Oleh karena itu mereka tidak pernah memiliki persiapan-persiapan

untuk berperang, apalagi karena konstelasi politik pada waktu itu tidak memungkinkan

untuk mengadakan persiapan-persiapan tersebut. Akibatnya mereka tidak mempunyai

kekuatan tempur yang teratur ataupun kekuatan militer yang lebih rapih. Namun

demikian pada tingkat awal peperangan, Diponegoro mempunyai banyak sekali faktor

yang menguntungkan yang dapat mengobarkan semangat pertempuran.

Diponegoro mempunyai sumberdaya manusia yang siap siaga untuk

melaksanakan peperangan. Sementara itu alam dengan segala aspeknya, seperti gunung,

hutan, dan musim hujan sangat menguntungkan posisi mereka. Jangan pula dilupakan

simpati para bangsawan Mataram, para ahli peperangan maupun para pemuka masyarakat

yang terdiri dari para ulama dsb. merupakan modal amat berharga untuk pelaksanaan

peperangan jangka waktu panjang, yaitu perang gerilya. Ditambah lagi faktor kharisma

Pangeran sendiri, yang mampu menggerakkan roda peperangan hampir seluruh penduduk

tanah Jawa. Hanya karena faktor-faktor baru datang sajalah, peperangan itu kemudian

dimenangkan oleh fihak lawan.

Fihak Belanda sendiri, walaupun jauh sebelum pecah perang sudah mempunyai

dugaan akan timbulnya perang, namun mereka tidak mempunyai dugaan bahwa perang

itu akan datang begitu cepat. Atau barangkali mereka memang tidak menghendaki

peperangan, sebab pada saat hampir bersamaan, tentara mereka sedang diperlukan untuk

memadamkan “pemberontakan” yang terjadi di pulau-pulau lain, seperti di Minangkabau,

Banjarmasin maupun Bone. Sampai dengan bulan Agustus 1825 Jendral de Kock masih

menunjukkan keengganannya untuk berperang. Beberapa jalan telah dicoba untuk

menghentikan perang sebelum betul-betul berkobar membakar tanah Jawa, terutama

dengan jalan menghubungi Pangeran Diponegoro dengan surat. Dan manakala usaha-

usaha itu tidak berhasil, maka dengan sangat terburu-buru maka dicarinya balabantuan

258

Page 260: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tambahan untuk segera menghentikan peperangan itu. Terbukti kemudian, meski

balabantuan dari daratan Eropah segera datang, dan balabantuan dari para bangsawan

pribumi yang dapat dibujuk segera siap bertempur, pasukan Belanda itu hampir di setiap

medan pertempuran menderita kekalahan taktis.

Organisasi yang cukup baik dan modern dari sistem pertahanan Belanda ternyata

tidak dapat menghasilkan dayaguna yang tinggi, berhubung musuh yang dihadapi

memang tidak hanya tunggal. Selain harus menghadapi pesukan tentara Diponegoro,

mereka harus pula menghadapi alam yang tidak bersahabat, dan bahkan sebaliknya

sangat menguntungkan fihak Diponegoro yang mengembangkan taktik perang gerilya.

Ternyata dengan belajar dari pengalaman, fihak Belanda berhasil

mengembangkan strategi perang baru, yang dikenal dengan nama “Strategi Perang

Benteng”. Yang dikombinasikan dengan pendekatan diplomasi (perundingan).

Dan kemudian sejarah mencatat, meskipun strategi itu tidak membuat semangat dan

kualitas peperangan Diponegoro menurun, namun system peperangan Diponegoro

menjadi kurang efektif. Banyak para pemimpin perang Diponegoro yang gugur, atau

tertangkap, dan banyak pula yang mulai turun semangat karena bujukan Belanda,

kemudian meninggalkan medan peperangan karena menyerah. Maka seolah-olah

Pangeran Diponegoro hanya tampil sebagai “Single Fighter” dalam peperangan yang

maha luas kawasannya itu, sampai akhirnya motor peperangan itu berhasil digiring ke

meja perundingan yang dilumuri keculasan fihak Belanda. Pangeran Diponegoro berhasil

ditangkap oleh Belanda, dan padamlah seluruh kobaran api peperangan dahsyat yang

telah membakar tanah Jawa dari 1825 hingga 1830.

b. Sebab-sebab Kekalahan

Untuk sekedar agar kita dapat belajar dari pengalaman sejarah, maka

ada baiknya kalau kita dapat menduga-duga sejumlah faktor yang merupakan penyebab

kekalahan peperangan pada fihak pasukan Diponegoro sebagai berikut.

1) Sebab-sebab Subyektif

259

Page 261: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Termasuk kedalam kategori sebab subyektif ini adalah segala kondisi yang

terdapat dalam tubuh pasukan Diponegoro dan strategi yang dijalankan oleh Pangeran

Diponegoro. Dalam bidang taktik pada umumnya pasukan Diponegoro unggul.

Walaupun persenjataan sangat inferiur. Ini disebabkan Karena adanya persyaratan-

persyaratan tadi. Akan tetapi strategi perlawanan yang dipunyai oleh pangeran

Diponegoro kurang kompak dan kurang matang. Walau banyak contoh yang

menunjukkan bahwa pengepungan kota-kota yang penting banyak dilakukan oleh

Diponegoro, akan tetapi tindakan ikutannya tidak menunjukkan konsistensi. Hal tersebut

kelihatan jelas dalam kasus pengepungan Surakarta, terdapat keragu-raguan pada fihak

pucuk pimpinan. Jadi nampaknya pengepungan terhadap daerah-daerah penting bukan

merupakan ciri khas dari strategi mereka, malainkan nampaknya hanya merupakan cara

untuk mengulur waktu dengan maksud melelahkan lawan saja, dan selanjutnya pada saat

yang tepat akan mengajukan usul perundingan yangmenguntungkan fihaknya. Ternyata

strategi inipun tidak dilaksanakan secara konsekuaen, sebab ternyata dalam banyak kasus

menunjukkan bahwa pasukan Diponegoro diboroskan dalam perang-perang posisi,

seperti yang terjadi di Plered dan Gawok. Hingga dengan demikian kemenangan akhir

yang diharapkan tidak kunjung mereka peroleh.

Sedangkan sebab selanjutnya dari kekalahan dan kegagalan yang mereka peroleh,

adalah karena tidak adanya usaha yang mereka lakukan untuk mengadakan konsolidasi

terhadap kemenangan-kemenangan taktis yang telah dipeoleh pada mas lalu. Pada

umumnya mereka terlampau banyak dihnggapi penyakit mabuk kemenangan atau dikenal

sebagai “victory desease”, sehingga seringkali mereka menjadi lengah dalam menghadapi

tugas-tugas mendatang.

2) Sebab-sebab Obyektif

Sebab-sebab obyektif ini berasal dari fihak lawan. Faktor pertama yang harus

diakui ialah keunggulan Belanda dan sekutunya dalam bidang persenjataan. Selain itu

kita menganal juga faktor kemahiran fihak Belanda dalam memecah-belah atau mengdu-

260

Page 262: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

domba di antara para bangsawan serta para pendukung Diponegoro. Agar bersedia

mengangkat senjata di fihak Belanda atau paling tidak berada di fihak Diponegoro.

Kelebihan lain yang dimiliki Belanda adalah kemampuan atau kemauan untuk berani

belajar dari pengalaman masa lampau, dan selanjutnya mengubah strategi peperangan,

manakala strategi lama tidak menguntungkan. Dengan demikian dicapailah kamajuan

dalam gerakan perang mereka.

Akhirnya sifat lugas mereka dalam perang sangat menolong mereka, sehingga

tidak mendapat pengaruh jelek dari permainan perasaan. Hal itu menyebabkan mereka

menyadari hakekad hukum besi yang selalu berlaku dalam peperangan. Barangsiapa tidak

mau membunuh fihak lawan, maka dia akan terbunuh dalam peperangan itu. Dengan

fikiran seperti itu, maka kasus penangkapan atas diri Pangeran Diponegoro, walaupun

sangat melanggar hukum perang, namun karena yang menjadi tujuan peperangan bagi

Belanda adalah menghentikan peperangan dengan jalan memotong jalur kepemimpinan

kharismatik mereka, yaitu Pangeran Diponegoro, maka ditangkaplah Pangeran

Diponegoro.

Akibat penangkapan itu sungguh menakjubkan. Bukan saja peperangan itu

kemudian dapat berhenti berkobar, melainkan juga untuk waktu yang cukup lama tidak

lagi terdapat perang kemerdekaan dalam bentuk yang sebenarnya. Sejak itu sampai

dipenghujung abad 19 tidak muncul lagi pemimpin atau pelopor yang mampu

melanjutkan usaha perjuangan Diponegoro yang gagal itu. Amatlah tragis

kedengarannya, namun bagaimanapun ini kenyataan sejarah.

Dengan perasaan penuh keprihatinan kita menyaksikan, bahwa perjuangan yang

telah dipelopori oleh Pangeran Diponegoro telah gagal dalam mencapai tujuan akhir

peperangan, yaitu mengusir penjajahan Belanda dari tanah air tercinta. Akan tetapi sekali

lagi kita menginsafi bahwa walaupun perjuangan telah gagal, namun tidak sia-sia.

Banyak pelajaran berharga telah diajarkan kepada kita lewat kegagalan itu. Dan pelajaran

itu betul-betul telah membuat kita berhasil dalam salah satu segi dari keseluruhan rangka

perjuangan kita. Hasil nyata itu adalah, bahwa kita telah dapat memproklmasikan

kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

261

Page 263: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

_____________________________________________________________

Tulisan di atas merupakan bagian dari kontribusi penulis untuk mengisi buku yang

dikeluarkan oleh Kodam IV Diponegoro dalam rangka ulang tahun Kodam IV

Diponegoro tahun 1990

6. PANGERAN DAN PETANI SEBUAH ALIANSI KRATON-DESA DALAM

PERANG DIPONEGORO

Milanipun balanya dareg rapetung sagunging

wong desa tumur dadya brandhal sami

genging trisna mring Pangeran Diponegoro

(Oleh sebab itu tak terkira banyak

pengikutnya semua orang desa turut menjadi

pengacau karena cintanya kepada Pangeran

Diponegoro).

(Biografi Ko Ho Sing, h. 25, pupuh 40)

Mengapa disebut “Perang Jawa” ?

Adalah menarik bahwa hanya ada dua peristiwa perang kolonial yang diakui

Belanda sebagai perang besar, perang yang meliputi seluruh wilayah etnis tetentu, yaitu

“De Java-Oorlog” atau “Perang Jawa” yang lebih kita kenal sebagai “Perang

262

Page 264: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Diponegoro”, dan “De Atjeh-Oorlog” atau “Perang Aceh”.1 Kiranya, hal ini berangkat

dari suatu penilaian bahwa dari sekian banyak peperangan yang dilakukan Belanda untuk

menjajah Indonesia, hanya kedua peperangan itulah yang melibatkan sebagian besar

rakyat dari segala lapisan dan meliputi sebagian besar wilayah mereka. Selain faktor

keluasan lingkup spasial dan lingkup partisipasi dari pendukung peperangan, juga faktor

waktu, biaya dan pengorbanan sangatlah menonjol baik pada Perang Diponegoro maupun

Perang Aceh, dibandingkan dengan berbagai perang dan pemberontakan lain. Tidak

kurang dari 200.000 orang gugur dalam Perang Diponegoro ditambah hutang pemerintah

Belanda 32 juta gulden, sedang Perang Aceh menelan korban sedikitnya 59.500 orang

gugur disertai kerugian di pihak Belanda sebanyak 131 juta gulden.2

Khusus mengenai Perang Diponegoro, mengapa Belanda memberi sebutan “Perang

Jawa”, ada beberapa alasan dapat dikemukakan disini. Pertama, dilihat dari aspek spasial

perang ini yang bermula dari Yogyakarta meluas dengan cepatnya ke seluruh Jawa

Tengah dan separuh Jawa Timur. Dapat dikatakan seluruh daerah Kejawen dilanda

peperangan dan hampir semua orang Jawa bangkit mengangkat senjata atau terlibat

dalam perang. Kedua, Perang Diponegoro adalah perang terbesar dari suku bangsa Jawa

melawan kekuasaan kolonialisme Belanda. Sebagian besar rakyat Jawa, khususnya para

petani di pedesaan berjuang di pihak Pangeran Diponegoro dan baru dapat dipadamkan

setelah lima tahun. Perang ini merupakan perang terakhir dari kerajaan tradisional Jawa,

atau kekuasaan politik yang bercorak feodalistik dan primordial di Jawa untuk mencoba

menegakkan diri melawan kekuasaan kolonialisme Barat dan modern dan sekuler.

Satu masalah teramat penting dalam Perang Diponegoro adalah mengapa perang ini

memperoleh dukungan begitu besar dari daerah-daerah di Jawa (Tengah dan Timur)

padahal hampir semua bupati berpihak kepada Belanda? Mengapa rakyat petani

mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro yang hampir tak mereka kenal

sebelumnya? Bagaimanakah jalinan hubungan antara sang Pangeran sebagai golongan

bangsawan dengan para petani sebagai golongan wong cilik? Adakah perbedaan motivasi

antara bangsawan dan petani dalam mendukung perang ini? Makalah ini akan mencoba

membahas rangkaian permasalahan tersebut.

1*Makalah disajikan dalam Seminar Sehari Sejarah Pangeran Diponegoro yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro Semarang, 20 Pebruari 1990.

263

Page 265: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Struktur Kerajaan Mataran pasa Abad XVIII-XIX

Seperti pada umumnya kerajaan-kerajaan tradisional yang sudah berkembang di

Nusantara, Mataram merupakan kerajaan bercorak feodalitistik yang berpusat pada raja.

Sebagai penguasa tunggal ia memerintah secara langsung inti kerajaan (negara-gung) dari

ibu kota kerajaan (Kuthanegara) melalui pejabat dalam sistem birokrasi yang hirarkis

sebagai pelaksana kekuasaannya. Kekuasaan di berbagai wilayah di luar wilayah inti

kerajaan (jabarangkah, mancanegara dan pesisiran) diserahkan kepada penguasa daerah

(bupati) yang memerintah atas nama raja. Kebanyakan dari meraka adalah penguasa

daerah setempat yang ditaklukan Mataram, kemudian melalui ikatan perkawinan dengan

keluarga raja diizinkan memerintah di daerahnya. Dapat pula kerabat raja atau pegawai

kerajaan ditempatkan di daerah taklukan atau luar inti kerajaan.3

Dengan adanya ikatan kekerabatan antara raja dengan para pejabat dan para

penguasa daerah terciptalah suatu jaringan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah

yang diharapkan dapat memperkokoh kekuasaan raja dan daerah yang diharapkan dapat

memperkokoh kekuasaan raja dan menjamin loyalitas para pejabat dan penguasa daerah

terhadap raja. Namun sistem ini mengandung kelemahan karena di satu pihak raja

Mataram yang berkuasa secara mutlak kurang didukung oleh lembaga birokrasi yang

kuat dan mampu mengadakan pengawasan efektifitas di daerah. Hal ini antara lain

disebabkan sulitnya komunikasi dan transportasi ke daerha-daerah. Di pihak lain adanya

sistem pengangkatan pejabat dan penguasan daerah yang bersifat pribadi serta lemahnya

kekuasaan golongan bangsawan menyebabkan seringnya terjadi perang perebutan tahta,

karena hanya sebagai rajalah kelanggengan kekuasaan di segala bidang dapat diperoleh.4

Disamping struktur kerajaan yang bersifat feodalistik dan hirakris, raja Mataram

bertumpu pada nilai-nilai magis dan religius yang hidup dalam pandangan hidup Jawa

tentang manunggaling kawula lan gusti, menyatunya hamba / rakyat dan raja. Pandangan

hidup yang berakar dari sinkretisme kebudayaan Hindu dan mistik Jawa ini

menggambarkan tercapainya keseimbangan dan kesejahteraan hidup melalui penyatuan

jiwa individual (atman, micro-cosmos) dengan jiwa alam semesta (brahman, macro-

cosmos), atau bersatunya manusia dengan Tuhan. Raja yang dilambangkan sebagai

titisan dewa adalah menyatu dengan rakyat, yang satu melindungi dan memancarkan

264

Page 266: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

berkah, yang lain melaksanakan perintah-perintahnya dengan patuh, maka tercapailah

kesejahteraan dan stabilitas negara, atau tata tentrem kerta raharja.5 Nilai magis religius

ini menjadi salah satu jaminan tunduknya rakyat kepada raja dan tiadanya oposisi

melawan raja. Namun demikian rajapun dituntut menjadi raja yang adil dan bijaksana

dalam memerintah rakyat. Pengaruh islam yang datang kemudian tidak banyak merubah

pandangan magis religius ini, sedang konsep dewa-raja diubah menjadi raja sebagai

khalifatulah (wakil Tuhan di dunia) yang juga suci.6 Dalam kenyataan, patuh tidaknya

rakyat tergantung dari penilaian apakah raja bertindak adil dan bijaksana sesuai dengan

harapan mereka.

Hubungan Kratof dan Desa

Sistem ekonomi kerajaan Mataram, seperti masyarakat feodal pada umumnya,

masih bersifat agraris sehingga penguasaan tanah merupakan kekuatan ekonomis yang

utama. Secara formal raja menguasai seluruh tanah di kerajaannya, meskipun secara

faktual hanya tanah yang dibudidayakan atas perintah dan biaya raja merupakan tanah

miliknya pribadi (siti narawita dalem). Selanjutnya raja meminjamkan tanah kepada para

pejabat dan pegawai sebagai gaji (siti lungguh) selama mereka memangku jabatan atau

aktif bekerja.7 Khusus kepada anggota keluarga raja, sanak saudara, orang berjasa atau

mereka yang dikasihi raja diberikan tanah permenen (siti ganjaran). Akan halnya tanah

yang berad di luar wilayah inti kerajaan, raja menyerahkan kekuasaannya kepada bupati

kepala daerah. Mereka berkewajiban memungut pajak atas tanah-tanah tersebut (siti

majegan) dan menyerahkannya kepada raja pada waktu mereka resmi menghadap raja

dua kali setahun (seba).8

Para pejabat dan kerabat raja penguasa tanah kemudian mengontrakkan tanah-tanah

meraka kepada deman desa yang bersedia membayar pajak, baik berupa hasil bumi,

tenaga kerja atau uang. Pada gilirannya para demang desa ini mengontrakkan kembali

tanah-tanah ini kepada para bekel (sebagian besar adalah kepala desa). Para bekel inilah

yang menggarap tanah-tanah bersama-sama dengan beberapa petani lain (sikep) sebagai

anak buah mereka, dan sebagai pembayar pajak yang sebenarnya.9

Melalui sistem pengontrakan tanah-tanah pertanian dan sistem pemungutan pajak

inilah terjalin hubungan antara raja, para bangsawan dan pejabat (priyayi) atau secara

265

Page 267: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kolektif disebut golongan atas (bendara) dan rakyat petani (wong cilik). Dalam konsep

sosial politik dan sosial budaya dapat disebut sebagai hubungan antara lingkungan kraton

dan pedesaan.

Secara konkret petani menjalin hubungan dengan golongan atas ini melalui

pembayaran pajak atau bekerja-wajib di rumah pembesar atau yang menguasai lungguh

di desa. Pada masa perang petani direkrut sebagai prajurit atau tenaga angkutan.

Seluruhnya diurus oleh bekel yang menjadi patron petani di desa dan demang sebagai

penguasa beberapa desa (kini kecamatan). Sebagai kawula kerajaan para petani

mempunyai kesadaran bahwa ia mengabdi bendara dengan cara memenuhi kewajiban-

kewajiban pajak dan kesetiaan sebagai pengikutnya dalam, dan sebagai imbalannya ia

mendapat berkah keselamatan dari raja dan sang bendara. Namun demikian petani juga

mempunyai rasa keadilan apakah sang bendara menuntut pajak yang wajar atau telah

menindasnya dengan tuntutan yang berlebih-lebihan. Apabila beban pajak dirasakan

terlalu berat, petani akan melakukan protes dengan berbagai cara dan sangat responsif

terhadap ajakan untuk mengadakan pemberontakan yang akan melepaskan mereka dari

beban penderitaan.10

Selain bendara di kota dan petani di desa masih ada tokoh ketiga yaitu kyai atau

ulama dengan kelompok santrinya yang tinggal di lingkungan pedesaan. Kyai yang

memiliki pondok pesantren merupakan golongan elit desa, pemimpin informal yang

sangat dihormati rakyat petani karena reputasinya sebagai orang “suci”, menguasai ilmu

agama Islam yang tinggi dan sering dianggap memiliki kekuatan gaib. Sebagian dari para

ulama ini mempunyai hubungan-hubungan yang akrab dengan kraton, sebagai penasehat

raja serta mendidik putra bangsawan dalam hal keagamaan. Golongan kyai dan ulama

mempunyai pengaruh yang besar dalam menggerakkan rakyat pendesaan melawan

penguasa dengan ideologi perang sabil. Demikian pula mereka dapat bersekutu dengan

kelompok bangsawan yang ingin merebut tahta kerajaan.11

Penetrasi Kolonial, Kerawanan Sosial Ekonomi di Pedesaan dan Krisis Integritas

Kraton.

Awal abad XIX merupakan awal dari penetrasi kolonial yang sesungguhnya di

Jawa. Sejak tahun 1800 setelah runtuhnya VOC Jawa diperintah secara langsung oleh

266

Page 268: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pemerintah Negeri Belanda. Kolonialisme semakin dalam menghunjamkan kukunya ke

dalam masyarakat Jawa melalui perebutan-perebutan wilayah kerajaan pribumi yang

semakin luas, selalu perubahan – perubahan kelembagaan guna meningkatkan

eksploitasinya dalam rangka menegakkan negara kolonial. Daendels memulainya dengan

membentuk birokrasi moderen dengan jajaran pejabat pribumi yang digaji uang dan

pejabat-pejabat Belanda sebagai atasan mereka. Pada masa pemerintahan Daendels

Kesultanan Banten dihapuskan (1808). Ia mengambil sebagian wilayah-wilayah

Kesultanan Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta melalui campur tangan yang semakin

besar dalam masalah pemerintahan di kerajaan-kerajaan tersebut.12 Raffles melanjutkan

aneksasi bebagai wilayah kerajaan Yodyakarta dan Surakarta seperti daerah-daerah Kedu,

Grobogan, Jipang (Bojonegoro), Japan dan Wirasama (sekitar Mojokerto), setelah

melancarkan serbuan ke kraton Yogyakarta akibat konflik dengan Sultan Hamengku

Buwono II (1812).13 Ia juga menghapuskan Kesultanan Cirebon pada tahun yang sama.14

Penghinaan dan kekalahan politik yang diderita kraton Yogyakarta terasa semakin

mendalam karena jabatan patih sebagai pejabat ekslusif tertinggi justru harus diangkat

dan diberhentikan oleh pemerintah kolonial dan dengan sendirinya loyal kepada

pemerintah Belanda. Melalui patih ini residen Belanda mengadakan campur tangan

mengenai kebijaksanaan pemerintah kerajaan, seperti pengangkatan-pengangkatan Sultan

baru, pemilihan dewan perwalian sultan yang masih kecil (Hamengku Buwono V) dan

segala intrik istana yang dapat menguntungkan Belanda.15 Lebih-lebih setelah

diperkenalkannya gaya hidup Barat oleh Belanda dan sebagian para bangsawan. Ini

sangat menusuk perasaan para sentana (keluarga raja), nayaka (pejabat tinggi) dan para

pemuka agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam.16

Konflik politik dan konflik budaya yang semakin menggerogoti wibawa kraton

Yogyakarta ini semakin dipertajam lagi dengan kondisi ekonomi para bangsawan di

Yogyakarta maupun Surakarta yang diperburuk oleh politik Van de Capellen. Dia

memerintahkan pengembalian tanah-tanah lungguh yang semula disewa oleh pengusaha

perkebunan Belanda (1816-1823) kepada para bangsawan yang menyewakannya.

Sebagai akibatnya para pengusaha Belanda menuntut pengembalian uang sewa tanah

beserta bunganya kepada para penguasa lungguh yang tentu saja tidak mungkin

mengembalikannya tanpa mereka jatuh miskin.17 Bahkan sebelum timbulnya masalah

267

Page 269: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pengembalian sewa tanah ini pun sebagian pejabat dan bangsawan kerajaan telah

berkurang pendapatan mereka, disebabkan lungguh mereka berada di daerah-daerah yang

direbut Raffles (1812). Para priyayi dan sentana ini terpaksa menerima gaji dalam bentuk

uang atau tanah yang ditempat lain yang jauh lebih sedikit daripada penghasilan mereka

dahulu. Meningkatnya situasi konflik dalam posisi yang semakin merugikan bagi

sebagian priyayi dan sentana ini menimbulkan dendam mereka yang kian membara

kepada Belanda dan kelompok kraton lain yang menjadi sekutunya. Mereka hanya

menantikan munculnya seorang pemimpin untuk melakukan kraman, yaitu memberontak

melawan kekuasaan kolonial Belanda dan sekutunya.

Situasi para petani di pedesaan tidak lebih baik pada perempatan pertama abad XIX.

Perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah kolonial dalam rangka memantapkan

penjajahannya membawa dampak pada kehidupan petani. Pembangunan prasarana oleh

Daendels untuk kepentingan baik militer, pemerintahan dan ekonomis menuntut

pengerahan tenaga besar-besaran. Pemerintah memanfaatkan sistem kerja-wajib

tradisional untuk kepentingan umum seperti pembangunan jalan Anyer-Panarukan.

Pelabuhan dan benteng pertahanan. Untuk itu para petani di desa-desa dikerahkan besar-

besaran untuk kerja-wajib umum (heerendiensten) yang menelan korban 10.000 orang

mati dan puluhan ribu lainnya minggat ke wilayah kerajaan Jawa (Yogyakarta dan

Surakarta).18

Penerapan sistem pajak tanah baru atau landrente oleh Raffles sejak tahun 1813

menambah berat beban rakyat petani. Semula landrente yang dibayar dengan uang ini

menjadi satu-satunya pajak tanah. Pajak-pajak lain, termasuk kerja-wajib, dihapuskan.

Dalam kenyataan pajak uang sulit dilaksanakan karena sebagian daerah belum

mengembangkan ekonomi uang. Banyak petani terjerat hutang kepada Cina untuk

membayar landrente dengan akibat petani menjadi sasaran pemerasan. Kerja wajib tidak

dapat dihapuskan dan berbagai pungutan lain masih sering dilakukan.19

Di wilayah kerajaan Jawa yang tidak dikenakan sistem landrente, beban pajak

petani tidak lebih ringan, sistem penyewaan tanah lungguh para bangsawan secara

bertingkat-bertingkat kepada para demang, kemudian turun ke bekel sampai petani

menyebabkan jumlah sewa atau pajak petani yang harus dibayar adalah paling besar.

268

Page 270: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Lebih-lebih sejak wilayah kerajaan Jawa makin dipersempit sedang jumlah pegawai

keluarganya semakin bertambah, eksploitasi tanah lungguh menjadi semakin berat.20

Keadaan ini makin diperburuk oleh penarikan berbagai cukai seperti cukai bandar

atau pintu gerbang jalan-jalan dan cukai pasar yang mencegat setiap orang yang

melaluinya. Pemungutan cukai dikontrakkan kepada orang-orang Cina yang sangat

berkuasa dalam merogoh kantong pedagang dan petani, bila perlu dengan kekerasan.

Tidaklah mengherankan bila orang-orang Cina pengontrak bandar ini sangat dibenci

rakyat desa.21

Daerah kerajaan Jawa yang diambil Inggris seperti Kedu mengalami eksploitasi

yang parah karena pungutan landrente makin lama makin tinggi, kerja-wajib makin hari

makin bertambah, sementara cukai bandar dan pasar belum dihapus. Cukai baru dipungut

melalui monopoli penjualan garam dan candu. 22

Tekanan eksploitasi ekonomis yang demikian berat di pedesaan Jawa menyebabkan

lahirnya kelompok orang-orang yang tersisih, yaitu petani miskin yang tak mampu

membayar pajak yang tinggi atau petani-petani tanpa lahan pertanian yang tak mampu

menguasai lahan sendiri karena tingginya pajak. Mereka menjadi kuli gladhag

pengangkut barang, menjadi pengembara atau menjadi pencuri atau kecu (perampok).23

Adanya perbanditan, menurut Hobsbawn termasuk social banditry, menyebabkan

rawannya situasi di pedesaan, khususnya di bidang kemanan.24 Penduduk desa setiap

malam harus siap siaga menjaga rumah mereka masing-masing karena setiap saat pencuri

dapat memasuki rumah. Selain itu gerombolan kecu dapat secara mendadak menyerbu

desa. Sasaran mereka adalah orang-orang kaya seperti orang-orang Cina pengontrak

bandar, pengontrak penjualan candu dan pedagang yang memiliki banyak uang kontan.

Bahkan mereka berani merampok ondercollecteur yang menyimpan banyak uang

pembayaran landrente. Juga bekel yang kaya tidak luput dari sasaran mereka.25

Gerombolan kecu ini secara paksa memasuki rumah korban, merampas uang dan barang-

barang berharga dan mengancam penduduk apabila berani melaporkan kepada kepala

desa atau penguasa keamanan daerah (gunung).

Adalah menarik bahwa gerombolan kecu atau brandal ini juga dapat digunakan

untuk alat politik. Sultan Hamengku Buwono II misalnya, pernah mengadakan kerja

sama dengan gerombolan kecu untuk mengganggu keamanan di daerah gupernemen,

269

Page 271: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sebagai pembalasan terhadap pengambilan beberapa wilayah kerajaan dan sikap

Daendels yang tak mau menghargai Sultan.26

Kerawanan sosial di pedesaan mencapai puncaknya menjelang Perang Diponegoro

ketika Gunung Merapi meletus pada tahun 1822, menghancurkan sebagian sawah-sawah

di Kedu Selatan, peristiwa ini disusul oleh masa paceklik yang panjang karena musim

kering dan melonjaknya harga beras.27 Situasi kritis ini semakin mematangkan situasi

pecahnya suatu pemberontakan yang akan menyelamatkan rakyat petani dari

keputusasaan mengatasi bencana yang mengancam subsistensi mereka.

Diponegoro, Pengeran Santri dan Penyelamat

Pangeran Diponegoro adalah saudara seayah dengan Sultan Hamengku Buwono IV.

Sebagai putra sentana ia termasuk golongan bangsawan yang mempunyai status tinggi di

mata rakyat. Menurut tradisi kraton Mataram, para bangsawan tinggal di sekitar kraton

meskipun dia mempunyai lungguh di pedesaan di daerah tertentu. Bahkan bupati kepala

daerah sering diharuskan tinggal di ibukota kerajaan, apabila terdapat kecurigaan dia

akan memberontak.28 Dengan demikian jarang terjadi komunikasi langsung antar rakyat

desa sebagai kawula dengan bendara mereka. Jarak sosial mereka sebagai wong cilik

cukup jauh dengan pembesar yang menguasai daerah atau menguasai tanah lungguh yang

mereka garap. Sebagian besar dari para petani di desa mungkin tak pernah bertemu

dengan bendara mereka, karena masalah penyetoran pajak telah diurus oleh bekel sebagai

wakil mereka. Berbeda dengan kebiasaan hidup para bangsawan, Diponegoro justru

dibesarkan di Tegalrejo tempat lungguh buyutnya: Ratu Ageng, permaisuri Hamengku

Buwono I, pendiri dinasti kesultanan Yogyakarta. Tinggalnya Ratu Ageng di desa

menimbulkan kharisma tersendiri di kalangan para petani. Terlebih lagi hidupnya saleh,

religius dan mempunyai hubungan yang akrab dengan para kyai dan ulama. Hal ini

menyebabkan dia sangat dihormati oleh masyarakat desa-desa di sekitarnya. Dalam

lingkungan pedesaan dengan penghayatan agama Islam yang sangat mendalam, namun

tetap diasuh dalam nilai-nilai budaya Jawa serta adat istiadat kraton oleh buyutnya,

Diponegoro tumbuh sebagai sosok pemimpin yang mengakar di kalangan masyarakat

desa. Ia sangat akrab dengan para petani dan elit pedesaan. Ia mengelola tanah

270

Page 272: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

lungguhnya dengan produktif dan mengetahui para petani yang menggarap tanahnya.

Oleh sebab itu ia tidak termasuk bangsawan yang mengeksploitasi petani dengan

menuntut pajak lungguh yang sangat tinggi. Kemurahan hari seorang bendara kepada

wong cilik ini menyebabkan Diponegoro sangat populer di lingkungan para petani yang

menjamin loyalitas mereka sebagai pengikut-pengikut yang setia.29

Selanjutnya hubungan Diponegoro yang akrab dengan para ulama, kyai dan

kunjungannya ke berbagai pesantren telah menumbuhkan ikatan-ikatan yang kuat dengan

golongan santri. Latihan-latihan kerohanian yang dilakukan dengan tekun dalam bertapa,

tirakat hingga seperti diakuinya sendiri mengalami penampakan gaib serta wahyu yang

diterimanya sebagai orang yang diutus Tuhan untuk menyelamatkan bangsa dan

menegakkan agama Islam, makin meyakinkan dirinya untuk sewaktu-waktu tampil

sebagai pemimpin memperjuangkan cita-citanya.30 Untuk itu ia jelas mendapat dukungan

dari para kyai dan ulama yang tersebar di berbagai daerah.

Dalam kaitannya sebagai keluarga raja dan dalam kedudukannya sebagai wali

Sultan Hamengku Buwono V, Diponegoro mempunyai hubungan yang cukup luas di

lingkungan kraton. Kecerdasan dan kemampuannya yang luas mengenai hukum dan

pemerintahan, hidupnya yang saleh dan integritasnya sebagai pangeran senior

menyebabkan ia dihormati oleh sultan dan para bangsawan, dan disegani oleh kelompok

yang tidak menyukainya. Bagi kelompok bangsawan yang merasa dirugikan oleh politik

Belanda dan melihat krisis kewibawaan pemerintah yang tidak lagi mencerminkan

kerajaan merdeka, keberanian Diponegoro menentang Belanda memberikan keyakinan

bahwa dialah pemimpin yang mereka nantikan untuk mengenyahkan kekuasaan asing dan

kafir, serta menegakkan kembali kerajaan Yogyakarta yang merdeka.

Dengan demikian Diponegoro muncul sebagai pemimpin tradisional yang penuh

kharisma, baik dari kualitas pribadinya yang memiliki keunggulan, maupun karena

dorongan situasi masyarakat Jawa yang kritis.31 Dukungan yang diperolehnya dari petani,

bangsawan, dan santri, bahkan juga dari golongan under world yaitu gerombolan dalam

masyarakat Jawa pada masa itu.32 Semua faktor inilah yang menyebabkan perang dapat

meluas ke seluruh wilayah kerajaan Yogyakarta dan Surakarta, ke wilayah yang direbut

pemerintah kolonial sejak 1808 dan wilayah gupernemen yang lain.33

271

Page 273: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Menurut Burger Perang Diponegoro tidak hanya suatu pemberontakan untuk

melawan kekuasaan Barat, melainkan juga pemberontakan untuk mempertahankan

struktur masyarakat feodal lama dalam kerajaan Jawa.34 Bila dilihat perang ini memang

didukung oleh separuh golongan bangsawan dan pejabat. Di kraton Yogyakarta 15 dari

29 pangeran berpihak kepada Diponegoro, 41 dari 88 orang bupati, dan 78 orang demang

juga memilih pihaknya. Para bangsawan ini melalui demang mereka masing-masing dan

para bekel bawahan mereka merekrut para petani di desa-desa menjadi prajurit. Ketika

Diponegoro dinobatkan oleh rakyat sebagai Sultan di Selarong, ia menyusun hirarki

pemerintahan yang tak jauh berbeda dengan struktur feodalistik Mataram yang lama.

Namun demikian ada gejala perubahan yang menarik. Di beberapa desa di Bagelen yang

berpihak kepada Diponegoro, tanah-tanah lungguh dihapuskan. Sebagai imbalannya

petani diwajibkan mengirim prajurit beserta uang biaya hidup mereka.35 Atau desa itu

mengirim tenaga kuli setiap hari. Tampaknya ada dua usaha ke arah komunalisasi tanah,

seperti terjadi pada masa Tanam Paksa kemudian.

Masalah lain yang menarik adalah dukungan dari para petani di pedesaan di daerah-

daerah bekas wilayah Mataram seperti Kedu dan Grobogan, yang telah menjadi daerah

gupernemen sejak 1812. Walaupun para bupati dan sebagian demang di Kedu memihak

Belanda, sebagian besar petani Kedu dipimpin bekel mereka atau atas inisiatif sendiri

turut berperang di pihak Diponegoro.36 Bahkan banyak para petani di Karesidenan Tegal,

Pekalongan, Semarang, dan Rembang melarikan diri karena mereka dipaksa untuk

menjadi prajurit melawan Diponegoro atau bekerja wajib angkutan perang.37

Dukungan serta solidaritas yang besar dari para petani dari Tegal atau Banyumas

sebelah barat hingga Madiun di Jawa Timur untuk mendukung Diponegoro menunjukkan

adanya motivasi tertentu yang berkaitan dengan kepentingan mereka sendiri. Dengan

peperangan ini petani mempunyai harapan membebaskan diri dari himpitan beban

kesengsaraan hidup seperti tekanan pajak, ketidakamanan serta mahalnya bahan pangan.

Seperti pandangan Peter Carey dan Michael Adas, para petani melihat Diponegoro

sebagai penjelmaan Ratu Adil, penguasa yang akan membebaskan mereka dari segala

jenis eksploitasi dan pemerintahannya membawa kemakmuran, keadilan dan

kedamaian.38

272

Page 274: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Demikian pula golongan agama dengan para santrinya, yang berhasil

membangkitkan semangat rakyat dengan ideologi perang sambil memberikan dukungan

penuh pda Diponegoro dengan tujuan mengenyahkan orang Barat yang kafir, yang telah

menodai nilai-nilai agama Islam.

Bahwa Perang Diponegoro dapat bertahan selama lima tahun meskipun berhadapan

dengan kekuasaan asing dan sekutunya yang memiliki organisasi dan teknologi canggih,

adalah karena kesetiaan para petani, sekutu dan pendukung utamanya. Sampai saat-saat

akhir peperangan, ketika semua sekutu serta sahabat meninggalkannya, dan dia dikejar-

kejar untuk ditangkap, tak seorang petanipun tega melaporkan kepada musuh. Juga ketika

Diponegoro turun ke pesanggrahan Magelang untuk mengadakan perundingan dan

berakhir dengan penangkapan, para petani datang berbondong-bondong menghadap dia.

Mereka membawa berbagai bahan makanan sebagai persembahan.39 Rakyat petani yang

sederhana itu tetap mengharap Diponegoro, sang Ratu Adil, menyelamatkan mereka.

CATATAN BELAKANG

1) Lihat antara lain P.J. F. Low, 1894-1909, De Java Oorlog Van 825-1830, vol.

I,II,III dan E.S. de Klerck, dengan judul sama Vo.IV,V,VI, Batavia, Martinus Nijhoff,

H.J. De Graaf, 1949, Gesch. Van Indonesia. Batavia, Verhoeve. E.S. de Klerck 1912,

De Atjeh Oorlog, Het Valstan Van de Oorlog, Vol.I. S. Gr Hage: M. Nij Hofb. E.B.

Kusltra, 1885, Beschrijoij van de Atjeh-Oorlog. Tiga Jilid. S. Gravenhage: De

gebraeders van Kleef.M.C.Ricklefs, 1981, A History of Modern Indonesia, London:

MacMillan, h.113; Ibrahim Alfian, 1987, Perang di Jalan Allah Jakarta: Sinar

Harapan, h, 266, 267.

2) Lihat Soemarsaid Moertono, 1974, State and Stalecraft in Old Java, Ithaca:

Cornell University, h.111-116.

3) B. Schrieke, 1959, Indonesia Sociological Studies, II, Bandung / The Hague: W.

van Hoeve, h.217-229.

4) Moertono, op,cit, h.14-20; Onghokham, 1983, Rakyat dan Negara, Jakarta : Sinar

Harapan, h.93-95.

273

Page 275: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

5) Gelar raja Yogyakarta yang resmi adalah Kanjeng Sultan Hamengku Buwono

Senopati Ingalogo Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatuloh. Lihat M.C.

Ricklefs, 1974, Yogyakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792, London: Oxford

University Press, h.78; Moertono, op.cit, h.28-29.

6) Lihat G.P.Rouffaer, 1931, “Vorstenlander”, Over druk, Adatrechtbundel XXXIV,

D, 81,h.54,62.

7) Loc.Cit

8) A.M. Djulianti Suroyo, 1989, Kerja Wajib Sebagai Eksploitasi Kolonial.

Disertasi tidak diterbitkan dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, h.78-80

9) Mengenai berbagai jenis protes petani serta sebab-sebab protes, lihat Sartono

Kartodirejo, 1973, Protest Movementsin Rural Java, Singapore: Oxford University

Press, Bab I, “Introductory”, h.1-20.

10) Dalam Sejarah kita kenal misalnya Perang Trunojoyo, lihat H.J.de Graaf, 1948,

Greschiedenis Van Indonesia, S. Graven hage / Bandung: W.Van Hoeve, h.212-218.

11) Ibid.,h.362-370

12) Ibid.,h.376- 377; Rouffaer, op.cit.,h.13

13) Graaf, op.cit.,h.375-376.

14) Peter Carey, 1986, Asal Usul Perang Jawa, terjemahan Redaksi AZ, Jakarta:

Pustaka Azet, h.55-63.

15) Ibid.,h. 67-70.

16) Tentang persewaan tanah lungguh oleh pengusaha Belanda lebih jauh lihat

D.H.Burger, De Ontsluiting van Java’s Binnenland voor het wereld Verkeer,

Wageningen, h. 84-87.

17) J.S. Bastin, 1957, The native Policy of Sir Stamford Raffles in Java and Sumatra,

Oxford: Clarendon Press, h.66.

18) Burger, (1939), op.cit., h. 73-75.

19) Peter Carey, 1986, “Waiting for the Just King: The Agrarian World of South-

Central Java from Giyanti (1955) to the Java War (1825-1830), “Modern Asian

Studies, 20, I, h.67-80.

20) Peter Carey (1984), “Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities

in Central Java, 1755-1825,” Indonesia, (37), h. 16-19, 27, 33, 36.

274

Page 276: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

21) Van Hogendorp, “Over de Staat”, “Collectie Baud 177, Ministerie Van Kolonien,

Algemeene Rijksarchief (MK ARA).

22) Carey (1986), op.cit., h. 82-83.

23) Pertumbuhan perbanditan secara menyolok pada masa tertentu erat kaitannya

dengan situasi pedesaan yang dilanda krisis, antara lain oleh merosotnya

kemakmuran. Lihat E.J. Hobsbawm, 1972, Bandits, Harmondsworth: Penguinn

Booksm h. 22-26.

24) Lihat arsip kerisdenan Kedu, “Proceedinga” (1815), Kedu 23 a, Arsip Nasional

RI (ARNAS).

25) Lihat protes Daendels kepada Sultan Hamengkubuwono II, termuat dalam surat

jawaban Sultan sekitar 1810, British Library, Add. MS. 12341, f. 240-244, dalam

Peter Carey, 1980, The Archieve of Yogyakarta, I, Oxford: The British Academy, h.

73-74.

26) Harga padi per pikul waktu itu f5, - (1822), sedang harga tahun-tahun sesudah

perang hanya antara f1, 25-f3,- (1837). Lihat “Historisch Overzigt 1830-1870”,

Residentie Archief, Pasar Ikan 1068, ARNAS.

27) Schrieke, op.cit., h. 217-221.

28) Carey (1986 a), op. cit., h. 42.

29) Peter Carey, 1986 b), Ekologi Kebudayaan Jawa dan Kitab Kedung Kebo,

Terjemahan Redaksi PA, Jakarta: Pustaka Azet, h.22-43.

30) Mengenai berbagai tipe kepemimpinan lebih jauh lihat antara lain Robert A.

Nisbet, 1970, The Social Bond, New York: Alfred A. Knopf, h. 119-135; lihat juga

Soerjono Soekanto, 1982, Sosiologi. Suatu Pengantar, jakarta: Rajawali, h. 285-292.

31) Carey (1986 a), op. cit, h. 68.

32) Lihat Sagimun M.D., 1960, Pahlawan Diponegoro Berjuang, Jogjakarta: Tjabang

Bagian Bahasa ? urtan Adat Istiadat dan Cerita Rakyat Jawatan Kebudayaan

Departemen P.P. dan K; Soekesi Soemoatmodjo, 1973, “Perang Diponegoro,” dalam

A. Sartono Kartodirjo, ed., 1973, Sejarah Perlawanan-perlawanan terhadap

Kolonialisme, Jakarta: Departemen pertahanan Keamanan, Pusat Sejarah ABRI, h.

123-161.

275

Page 277: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

33) D.H. Burger, 1975, Sociologisch-Economische Geschiedenis van Indonesia, I,

Wageningen: Landbouwschool, h. 85-86.

34) W.B. Bergsma, 1896, Eindresume, III, Batavia: Landsch Drukkerij, Bijlage, h. 5-

11.

35) Lihat uraian lengkap dalam Louw dan De Klerck, op.cit.

36) Bergsma, op.cit., h. 71, 119, 125, 162, 185, 198.

37) Lihat Michael Adas, 1988, Ratu Adil, terjemahan M. Tohir effendi, Jakarta:

Rajawali, h. 168-173; juga Carey (1986 b), op.cit., h. 25-43.

38) Lihat Babad Diponegoro, 1983, alih aksara Ambaristi dan Lasman Marduwiyota,

Jakarta: Balai Pustaka untuk Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, II, h. 399-406.

@@@

276

Page 278: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

__________________________________________________________

Makalah disusun dan disajikan oleh DR. A.M.. Djuliati Suroyo dari Jurusan Sejarah

Fakultas Sastra Undip dalam Seminar sehari Sejarah Perang Diponegoro, 20

Februari 1990

7. SOSOK PANGERAN DIPONEGORO DALAM NASKAH-NASKAH JAWA

Dalam kepustakaan Jawa terjumpai sejumlah naskah mengenai biografi dan

perjuangan Pangeran Diponegoro. Namun karena keterbatasan waktu untuk

menyampaikan uraian ini, dengan sengaja mutalaah ini hanya terbatas membicarakan

sosok Pangeran Diponegoro berdasarkan naskah autobiografi Babad Diponegoro dan

sebuah naskah Babad Diponegoro dari bupati Purworejo I Raden Adipati Cakranegara,

yang terkenal juga dengan nama Buku Kedhung Kebo. Keduanya koleksi Bagian Naskah

Perpustakaan Nasional di Jakarta. (Naskah Br 149 dan KBG 5).

Dalam naskah autobiografi Babad Diponegoro Pangeran Diponegoro menuturkan

dirinya sebagai seorang pribadi yang sangat saleh dan taat kepada agama Islam.

Ketatannya kepada agama Rasul ini sudah jelas tersebab dari pendidikan yang

diterimanya sejak kecil di Tegalrejo di bawah asuhan nenek buyutnya, Kanjeng Ratu

Ageng, istri Sultan Hamengku Buwono I.

Di samping itu, Pangeran Diponegoro juga diceritakan senang sekali berkelana,

berkhalwat dan berkumpul dengan wong cilik. Beliau sering bertapa dengan sangat

bermati raga dan memakai pakaian serba jelek. Oleh karena itulah jarang orang

mengetahui kejatian dirinya. Jika identitas dirinya ini sampai ketahuan guru para santri,

Pangeran Diponegoro segera pergi. Pangeran Diponegoro memang senang berkumpul

dengan para santri yang berasal dari kalangan rakyat kecil dan sama-sama nista seperti

dirinya.

277

Page 279: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sebab itu, menurut penuturan naskah autobiografi Babad Diponegoro selanjutnya,

Pangeran Diponegoro sering berpindah-pindah pondok. Jika Kanjeng Pangeran merasa

bosan di pesantren, Kanjeng Pangeran pindah ke hutan, gunung, jurang yang berbatu-batu

karang, gua dan kadang-kadang berkelana di sepanjang pesisir. Jika bulan Ramadhan tiba

Kanjeng Pangeran beribadat di dalam gua yang sunyi.

Dari naskah autobiografi Babad Diponegoro maupun naskah Buku Kedhung Kebo

kita juga dapat menyimpulkan, Pangeran Diponegoro mempunyai watak yang keras.

Penulis sejarah Belanda Hageman malah menyebutnya “brangasan”. Perwatakan ini

nampak jelas dalam menghadapi patih Danureja yang berkali-kali telah melakukan

perbuatan yang sangat menyinggung harkat dirinya sebagai wali raja.

Setelah berperang melawan Belanda kita melihat penampilan Pangeran Diponegoro

sebagai seorang panglima dan sekaligus sebagai seorang sultan yang sangat piawai dalam

berdiplomasi menghadapi pihak Belanda. Ketaatannya kepada agamanya tidak beringsut

sedikit pun, juga setelah beliau harus menghadapi berbagai macam masalah pelik yang

sangat menyulitkan perjuangannya.

Ketegarannya luar biasa. Satu demi satu para pemimpin perangnya telah meninggal

atau menyeberang ke pihak Belanda. Beliau juga harus menghadapi sedemikian banyak

problem dengan Kyai Mojo dan Alibasah Sentot Prawirodirjo yang keduanya

menghendaki sebagian dari kekuasaan beliau sebagai seorng Sultan. Kendati demikian,

beliau tetap meneruskan perjuangannya. Bahkan, setelah fisik beliau melemah karena

serangan penyakit demam, beliau tetap berdiri di depan menghadapi pihak Belanda.

Naskah autobiografi Babad Diponegoro dan Buku Kedhung Kebo menunjukkan betapa

beratnya upaya pihak Belanda menghadapi dirinya pada saat-saat sulit semacam itu.

Beranjak dari sinilah barang kali sudah saatnya bagi kita untuk menanyakan ,

“Benarkah Pangeran Diponegoro pernah bertemu dengan Jendral De Kock di Magelang,

yang kemudian telah menangkap dan mengantarnya ke tempat pengasingannya di

Manado dan Makasar sebagai tawanan negara?”.

Baik naskah autobiografi Babad Diponegoro maupun naskah Buku Kedhung Kebo

mengakui kebenaran penuturan sejarah yang sangat terkenal dan telah klasikal ini.

Namun, beberapa prasasti dan sumber-sumber sejarah lain di Sumenep justru telah

menyangkal kebenaran penuturan tersebut. Tokoh yang tertangkap sebenarnya bukan

278

Page 280: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Pangeran Diponegoro, tapi seorang sahabatnya, yang dengan sengaja telah

ditampilkannya sebagai dirinya menghadapi siasat pihak Belanda.

Dialah Muhammad Jiko Maturi yang dengan dibekali “ngelmu” telah berhasil

mengelabuhi pihak Belanda. Memang, inilah akhirnya yang terjadi. Sebuah skandal

sejarah yang benar-benar luar biasa. Pihak Belanda berpikir dapat menipu Pangeran

Diponegoro dan menangkapnya dengan paksa demi mengakhiri perang Jawa yang

hampir-hampir membangkrutkan pemerintahannya di Indonesia. Tidak tahunya mereka

justru telah berhasil dikelabuhi oleh Pangeran Diponegoro sendiri.

Sebuah naskah tentang sejarah raja-raja Madurayang ringkasannya pernah

diterbitkan oleh Pelmer van den Broek pada tahun 1877 menyajikan sebuah fragmen

menarik yang barang kali dapat menguatkan dugaan kita.

Dalam naskah ini dituturkan, ketika Pangeran Diponegoro datang ke Magelang

dari Menoreh dalam rangka perundingannya dengan Jendral De Kock, beliau telah naik

seekor kuda berwarna coklat tua, memakai jubah putih, serban hijau, sedang mukanya

disembunyikan di belakang sebuah cadar dari kain kasa putih.

Data ini sudah barang tentu menarik perhatian kita dan menimbulkan pertanyaan,

Mengapa Pangeran Diponegoro sampai mengenakan cadar muka dari kain kasa? Apa

sebenarnya maksudnya? Apakah perbuatan ini tidak merupakan suatu siasat agar para

pengikut beliau tidak mengetahui, bahwa sosok yang datang dan naik kuda itu

sebenarnya Pangeran Diponegoro palsu?

Dalam penuturan sejarah Pangeran Diponegoro sering kita dengar, ketika Pangeran

Diponegoro bertemu dengan Jendral De Kock di Karesidenan Magelang, beliau disertai

oleh putera beliau, Pangeran Diponegoro Anom yang dalam naskah autobiografi Babad

Diponegoro dikenal sangat berani. Mengapa Pengeran Diponegoro Anom sampai diam

saja melihat perbuatan Jendral De Kock yang semena-mena? Apakah ini tidak

menguatkan sangka-sangka kita, bahwa sosok yang bertemu dengan Jendral De Kock

sebenarnya bukan Pangeran Diponegoro, tapi Muhammad Jiko Maturi?

Inilah sebuah masalah, yang saya rasa, harus mendapatkan perhatian cermat dari

para peserta seminar ini. Sebuah masalah yang sangat pelik memang, tapi harus segera

dipecahkan, justru karena keberadaan sumber-sumber sejarah baru mengenai Pangeran

Diponegoro dari Sumenep. Benarkah sumber-sumber ini merupakan sumber-sumber

279

Page 281: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sejarah yang sahih? Jika benar demikian, lalu bagaimana halnya dengan naskah

autobiografi Babad Diponegro? Siapa sebenarnya penulis naskah ini? Pertanyaan ini

sangat penting, karena hingga dewasa ini justru belum pernah diketahui naskah asli dari

Babad Diponegoro ini.

Masyarakat Sumenep – terutama keturunan Pangeran Diponegoro percaya, bahwa

betapapun, kesejarahan Pangeran Diponegoro yang benar pasti akan terungkap. Bahkan

mereka tidak lupa menyampaikan wasiat Pangeran Diponegoro, bahwa kejelasan tersebut

akan terjadi kelak pada masa keturunannya yang ketujuh. Pada hal, keturunan Pangeran

Diponegoro di Madura sekarang telah mencapai keturunan yang ketujuh.

@@@

280

Page 282: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disusun dan disajikan oleh Amen Budiman, sejarawan dari Semarang,

dalam Seminar Sehari Sejarah Perang Diponegoro, diselenggarakan oleh Jurusan

Sejarah Fakultas Sastra Undip Semarang pada 20 Fwbruari 1990

KERANJANG KETIGA :

281

Page 283: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

PENGAJARAN SEJARAH

1. SEJARAH DAN PEMDIDIKAN

A. PENDAHULUAN

1. Sejarah dan Pendidikan

282

Page 284: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Judul di atas agak membingungkan dan penuh teka-teki. Berikut ini akan kita

bicarakan satu persatu. Kemungkinan yang pertama adalah, bahwa yang dimaksud

adalah Pendidikan Sejarah. Kalau itu yang dimaksud, tentu yang dimaksudkan adalah

kegiatan pendidikan melalui pengenalan peristiwa-peristiwa sejarah atau ilmu sejarah,

seperti dikembangkan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang

menghasilkan calon-calon pendidikan atau pengajar, atau guru, seperti IKIP. LPTK ini

menyiapkan para calon tenaga guru bidang studi, termasuk guru sejarah.

Kemungkinan kedua yang dimaksudkan adalah Sejarah Pendidikan. Dalam hal ini

yang dimaksudkan adalah kegiatan pendidikan bagi calon ahli ilmu sejarah atau

sejarawan. Sebagai calon sejarawan mereka mendapat berbagai bidang kajian sejarah

khusus. Misalnya Sejarah Eropa, Sejarah Amerika, Sejarah, Indonesia dsb. Di samping

itu mereka juga menyelenggarakan kajian tentang Sejarah Intelektual, Sejarah Kesenian,

Sejarah Pendidikan, Sejarah Sosial, maupun Sejarah Mentalita. Kegiatan kajian sejarah

tersebut diselenggarakan di Fakultas Sastra pada sesuatu Universitas.

2. Masalah yang timbul.

Sejunlah masalah yang dihadapi sekarang adalah :

a. Dapatkah atau mampukah bidang studi sejarah berperan sebagai sarana untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional? Ini merupakan masalah konseptual.

b. Dapatkah secara kelembagaan sekolah melaksanakan peranan atau fungsi bidang

studi sejarah dalam mancapai tujuan pendidikan nasional tersebut?

c. Dapatkah atau siapkah secara kurikuler fungsi dan peranan bidang studii sejarah

dikembangkan unituk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut?

B. DAPATKAH SEJARAH MENGAJARKAN SESUATU

Pernyataan yang nenjadi klasik mengenai kegunaan sejarah telah dikemukakan

oleh Hirodotus, yaitu " Historia Vitae Magistra".Sojarah merupakan guru kehidupan,

katanya. Artinya bahwa sejarah memiliki kemampuan untuk digunakan untuk mencapai

tujuan pendidikan tertentu yang dikehendaki umat manusia, karena pada hakekatnya

283

Page 285: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sejarah umat manusia memang berisi pengalaman manusia yang penuh dengan pelajaran

tentang hidup.

1.Fungsi Sejarah

Mengenai fungsi sejarah bagi kehidupan umat unnusia nampaknya tergantung

dari pemahaman tentang sejarah itu sendiri, yang amat bervariasi sepanjang sejarah.

a. Sejarah berfungsi genesis, oleh karenanya bersifat deskriptif dan informatif.

Dalam hal ini sejarah berisi rangkaian fakta yang dianggap menarik untuk

dikisahkan dari generasi ke generasi. Sejarah hanya berisi hal-hal tentang what, who,

when, where serta how. Sejarah dengan demikian lebih merupakan hasil sastra atau buah

karya seni manusia, yang amat patut dikisahkan atau didongengkan (histcay as art ) .

b. Sejarah berfungsi didaktis, oleh karcnanya penyajian bahan sejarah dipilih fakta

mengenai pengalaman masa lalu yang membanggakan, menyedihkan dan

sebagainya yang dikomunikasikan kepada generasi baru untuk tujuan

mengobarkan semangat. Berbagai nilai luhur (ideal) bangsa ingin ditanamkan

lewat sejarah, agar terjadi proses sosialisasi dalam generasi baru, untuk

menunbuhkan semangat kepahlawanan, patriotisme, nasionalisme, dan

sebagainya.

c. Sejarah sebagai kajian ilmu. Aliran Sejarah Baru (New Historisism) amat

menekankan pada perlunya penyajian fakta sejarah secara lebih objektif, apa

adanya, dan lugas. Sejarah oleh karenanya harus tidak usah dikaitkan dengan

usaha mendidik (didaktik) untuk membangkitkan semangat kepahlawanan dan

sebagainya pada generasi baru. Untuk itu sejarah harus disusun atas dasar fakta

yang sesungguhnya terjadi, sehingga diperlukan proses studi sejarah kritis

Proses yang dilakukan dengan demikian adalah mengumpulkan data,

nenyeleksi, menganalisis, menafsirkan dan menyajikannya dalam buku sejarah

(history as writen) .

284

Page 286: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Proses yang demikian ini memang menunjang untuk terjadinya sejarah sebagai

ilmu (history as science), yang bersifat obyektif. Namun tidaklah mudah untuik

menyajikan sesnatu tuliisan sejarah yang bebas dari subyektivitas penulis, karena

berbagai alasan ,seperti kepribadian, ras, agama kelonpok etnis, kelonpok kepentingan

kebudayaan dan sebagainya.

Konsekuensi dari kehendak untuk men yajikan sejarah yang lebih utuh, maka

diambillah cara pendekatan yang interdisiplin. Sejak itu bidang studi sejarah telah masuk

ke dalam kawasan bidang studi ilmu pengetahuan sosial atau IPS (Ilmu Pengetahuan

Sosial) ketika diajarkan di sekolah-sekolah.

2.Dapatkah Sejarah Mengajarkan Sesuatu

Pertanyaan dapatkah sejarah mengajarkan sesuatu, merupakan pertanyaan yang

dapat dijawab sebagai berlkut.

a. Sejarah pada hakekatnya merupakan sebuah ingatan mengenai

pangalaman umat manusia. Dan karena umat manusia itu pada dasamya

satu, maka terhapusnya sesuatu bagian dari pengalaman itu sebagai

kesatuan, maka hilanglah pula ukuran umat manusia sebagai umat.

Dengan sajarah kita dapat mengetahui siapa sebenamya kita ini, dan

dengan cara bagaimana umat manusia berkembang serta mempertahankan

keberadaannya.

b. Oleh karenanya peninggalan masa lampau ataupun kejadian masa lampau

selalu menantang umat manusia untuk mengetahuinya, untuk lebih

mengetahuanya, untuk mengetahui kehidupan umat manusia, dengan

jalan menguak tabir kehidupan masa lampau itu. Jelaslah bahwa sejarah

merupakan bidang penjelajahan intelektual manusia maupun kisah

petualangan umat manuasia yang menjadi obyek kerinduan untuk

menelaahnya.

c. Sejarah merupakan gambar insprirasi bagi masa kini dan yang akan datang

dalam upaya untuk mengembangkan diri dan agar manusia menjadi makin

bijaksana.

285

Page 287: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

C. FUNGSI PENDIDIKAN

Paling tidak ada tiga jenis fungsi pendidikan, yang masing masing dikembangkan

oleh aliran yang bsrbeda dalam pendidikan, seliingga berkembang menjadi sistem

pendidikan tertentu. Ketiga sistem itu adalag sebagai berikut.

1.Pendidikan sebagai transmisi kebudayaan

Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut di atas adalah, bahwa fungsi

pendidikan adalah menyampaikan atau mewariskan nilai-nilai luhur dari sesuau generasi

ke generasi yang lainnya. Secara formal sistem pendidikan yang mendasarkan pada

asumsi tersebut menekankan perlunya " Liberal art" diajarkani pada generasi baru, yang

antara lain filsafat, seni, serta sejarah. Hal-hal itu lebih dikenal sebagai " general

education", karena dianggap sebagai pokok-pokok nilai kemanusiaan (humariiora) untuk

mcmbcbaskan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan. Aliran pendidikan ini

berkembang pada abad Pertengahan sampai dengan abad 19 di Eropa.

2.Pendidikan sebagai proses transformasi kebudayaan

Pengertian yang dimaksud adalah bahwa pendidikan berfungsi menyiapkan generasi

baru yang dapat memenuhi kebutuhan pembangunan pada masanya setelah mangatahui

pengalaman di masa lampau. Di negeri-negeri komunis generasi diberikan latihan

ketrampilan agar mereka mampu melaksanakan proses panbangunan di pusat-pusat

produksi.

3. Pendidikan sebagai proses pengembangan individual

Yang dimaksud dengan pengertian itu adalah, bahwa pendidikan merupakan

proses untuk membantu dan memberikan motivasi kepada setiap individu untuk dapat

286

Page 288: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

berkembang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Sistem pendidikan yang

berkembang di sana di dasarkan pada sistem sosial yang liberalistis, karena setiap

individu diberi kesempatan untuk menjadi manusia yang unik. Proses pendidikan di sana

merupakan proses untuk pengembangan diri (aktualisasi diri).

Di Indonesia telah dikembangkan sistem pendidikan yang bersifat konvergen, yang

merupakan pencerminan dari ketiga sistem yang ada di dunia. Ketiga fungsi pendidikan

itu tertuang dalam GBHN 1983 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional yang antara lain

tertulis di sana : 1. ..... meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

kecerdasan, dan ketrampilan ( = transmisi, aktualisasi, dan transformasi budaya).

2. ...... meningkatkan budi pekerti, ( = transmisi budaya).

3. ..... mempcrkuat kepribadian dan mempcrtebal semangat kebangsaan dan cinta tanah

air ( = transmisi budaya).

4. ..…. agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan, yang dapat

membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pambangunan

bangsa (= aktualisasi diri dan transformasi).

4. Bagaimana kedudukan sejarah dalam Sistem Pendidikan Nasicnal?

5.

a. Sejarah dapat dipergunakan untuk mentransmisian nilai-nilai luhur yang

telah dibentuk sepanjang sejarah .

b. Sejarah dapat memberikan gambaran mengenai fakta liistoris yang nyata

pada setiap periode sejarah, agar kita dapat belajar dari sejarah ( fungsi

transformasi sejarah).

c. Sejarah sekaligus juga dapat dikembangkan sebagai ilmu, yang

memerlukan proses penemuan, analisis, penafsiran dan penyajian melalui

prosedur ilmiah, maupun sebagai suntoer inspirasi bagi pengembangan

individual sepanjang masa ( aktualisasi diri).

Dalam fungsinya sebagai proses aktualisasi diri ini terdapat peluang untuk

terjadinya perbedaan kepentingan antara objektivitas ilmu dengan subjektivitas

287

Page 289: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pandangan untuk kepentingan pcndidikan untuk memngibarkan semangat kebangsaan

ataupun slogan kepentingan umum .

Dalam situasi sanacam itu maka penafsiran sejarah akan cenderung diarahan pada

membenarkan kepentingan umum, meskipun barangkali harus mengorbankan

objektivitns ; sejarah sebagai ilmu (history as science). Kecenderungan semacam itu akan

berpengaruh pula pada "kebebasan akademik" para penulis sejarah ataupun guru sejarah,

yang menjadi tertekan ataupun tidak berkembang. Lalu muncullah masalah-maaalah baru

dalam kegiatan pengajaran sejarah Maupun pengembangan kerjasama antara para

sejarawan peneliti/penulis dengan para sejarawan pendidik .

D. SEJARAH DALAM KURIKULUM SEKOLAH

Nampaknya Kurikulum 1984, baik untuk SMP maupun SMA, manberikan

peluang lebih banyak dan lebih baik kepada para guru sejarah dalam mengembang kan

bidang studinya

1. Untuk SMP waktu yang tersedia manang tidak sebanding dengan bahan

yang tersedia, yang relatif tebal, sehingga guru menjadi kekurangan

waktu (6 semester dengan masing-masing 1 x tatap muka setiap minggu).

2. Sementara itu jatah waktu yang tersedia untuk PSPB (3 semester drngan

masing-masing 2x tatap muka setiap minggu), dirasakan terlampau

banyak. Belum lagi kalau dilihat banyaknya gejala tumpang tindih dalam

bahan pelajaran antara PSPB dengan Sejarah Indonesia. Akibatnya

seringkali terjadi kejenuhan di antara para siswa maupun guru sejarah.

3. Untuk SMA telah terjadi peluang paling besar bagi guru untuk lebih

mengembangkan bidang studi sejarah setelah bidang studi Sejarah

dimasukkan

Program Inti. Semua jurusan yang ada di SMA mendapat peluang yang sama

dalam keeempatan mengembangkan bidang studi Sejarah (klas I, 2 semester asing -

masing 3x tatap muka setiap minggu, klas II dan III, 4 semester, masing-masing 2x tatap

muka setiap minggu ). Jatah yang tersedia dibagi dua, masing-masing untuk Sejarah

Indonesia maupun Sejarah Dunia . Untuk Sejarah Indonesia telah tersedia buku paket,

288

Page 290: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sedangkan untuk Sajarah Dunia beban guru menjadi lebih besar karena harus

menyediakan sendiri bahan pekajaran. Untuk SMA di kota-kota guru bisa tega hati untuk

mempercepat proses "transfer of knowledge" dengan teknologi fotocopy, tidak demikian

halnya bagi mereka yang di pedesaan.

4. Tidak ssperti bidang studi PSPB di SMP, di SMP hanya berdapat peluang

separuh jatah. Dan gejala tumpang-tindih serta kecendenungan menjadi

jenuh terhadap bahan pelajaran tetap saja terdapat.

Sementara itu metode pengajaran sejarah pada sekolah-sekolah menengah amat

menarik untuk dibahas karena berbagai alasan.

a. Orientasi yang amat besar pada selesainya bahan disampaikan (= Subject

matter-Oriented) dapat menbuat guru terpancing untuk "berpacu dalam

pelajaran".

b. "Proses penjelasan" cenderung untuk dilakukan banyak dengan

mengungkapkan apa-apa yang telah tersurat, padahal peranan guru bisa

lebih dari itu. Guru dapat mengungkapkan apa-apa yang tersirat, dengan

jalan mengungkapkan faktor "why" pada berbagai fakta sejarah, sehingga

pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran yang paling msnarik, karena guru

mempunyai peluang untuk memberikan penjelasan terhadap bahan yang

tertulis. Nanum berbagai faktor selalu harus dipertimbangkan setiap kali

guru akan melangkah melakukan "penjelasan sejarah" yang lebih jauh.

separti : a. faktor selesainya bahan disampaikan kepada siswa; b. faktor

ketepatan dengan pakem atau bahan yang tertulis;

c. faktor kematangan siswa;

d. faktor kesiapan guru secara akadeanis;

e. faktor dukungan lingkungan;f. faktor tersedianya bahan penunjang, berupa

literatur. Urangnya penjelasan dari guru dapat mengakibatkan pemahaman

yang tidak utuh mengenai sesuatu fakTa sejarah.

Dalam berbagai kesempatan mengikuti ceramah umum di hadapan mahasiswa

seolah tersembul kenyataan betapa :

289

Page 291: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

a. pengetahuan mereka akan fakta historis amat rendah, seperti tentang kisah-

kisah Mahabharatamaupun Ramayana.

b. Pemahaman mereka tentang fakta "PKI dan Ormas-omasnya" ,"DI/TIII",

''PRRI/Permesta" dsb. sangat tidak proporsional.

Gambaran mereka tentang para penberontak itu kurang manusiawi, karena seolah

bagai "tokoh setan" dan jauh dari kenyataan sebagai gejala sosial yang munculnya karena

sesuatu kondisi, dan menjadi pemberontak karena kegagalan msreka dalam menerima

tata nilai yang telah diakui kebenarannya bersama. Dengan kata lain karena kegagalan

proses sosialisasi. Dan oleh karenanya kehancuran mereka bukan semata-mata karena

"kewalat" olch “kesaktian” Pancasila, melainkan karena mereka melawan tata nilai yang

diakui oleh umum, dan oleh karenanya harus berhadapan dengan umum pula .

Proses penalaran semacam itu jauh lebih mudah dipahami oleh para siswa sekolah

menengah, dan akan membuat takta sejarah sebagai pengalaman yang penuh pelajaran

bagi generasi muda.

Terdapat kecenderungan di mana para guru menerima kehadiran perangkat SAP

hanya sebagai kewajiban formalistik belaka, hingga direncanakan menjadi samacam

beban akademik, karena datang dari atas. Sewajarnya perangkat itu dipahami sebagai

"dewa penyelamat'', yang sangat dibutuhkan oleh setiap guru untuk dipersiapkan sendiri

menjadi semacam "skenario" untuk kepentingan diri scndiri dalam menjalankan tugas

akademiknya. Ibarat sama dengan pemahaman kita tentang pcrangkat helm bagi para

pengendara sepeda motor, yang tentunya dibutuhkan tidak untuk menghindari tilang

poltas, melainkan untuk keselamat diri sendiri.

E. KERJASAMA ANTARA SEJARAWAN PENELITI DENGAN

SEJARAWAN PENDIDIK

Kerjasatna antara sejarawan peneliti/penulis dengan sejarawan pendidik dapat

diibaratkan sebagai kerjasama antara perancang mode busana

dengan peragawan/pcperagawati.Sebagaimana busana seorang perancang mode

busana, maka sejarawan peneliti bukan pencipta fakta, melainkan penemu, penyeleksi,

290

Page 292: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dan perangkai fakta historis. Hasil temuannya dapat dipajang di balik etalase sebuah

butik dalam wujud buku sejarah. Namun hasil rancangan itupun dapat diperagakan oleh

peragawan/peragawati di hadapan kelas. Dan para siswa ketika memungut sejarah itu

tidak merasa bagaikan memungut dari kotak obralan, melainkan dari diri sang guru

sejarah yang telah memperagakan sejarah di hadapan siswa.

Tantangan yang dihadapi oleh seorang peneliti sejarah maupun penulis sejarah

bagaikan tantangan yang dihadapi oleh para penjahit busana .Pilihannya ada di antara dua

hal. apakah akan menjadi perancang/jahtt yang memenuhi pesanan yang akan

mempronosikan produk dari pabrik tertentu, ataukah akan mangembangkan hasil kreasi

sebagai hasil temuan lapangan. Dan lebih dari seorang peragawan/peragawti, seorang

guru sejarah tidak hanya sekadar memperagakan sesuatu karya perancang, dalam wujud

sebuah paket, melainkan juga dapat ikut maramu sejumlah karya rancang busana, dan

menampilkannya dalam bentuk kreasi baru.

___________________________________________________

Makalah disajikan dalam Temu Ilmiah diselenggarakan oleh Jurusan Sejarah ,

Fakultas Sastra Undip 1990

2. BILA ISU KONTROVERSIAL MASUK KELAS SEJARAH

A. Pendahuluan

Pada suatu hari seorang mahasiswa mengemukakan sebuah pertanyaan kepada dosen

sejarah di dalam kelas sejarah, yang diambil dari tulisan-tulisan yang dimuat dalam

sebuah majalah berita. Tulisan semacam itu nampaknya juga dimuat dalam media massa

lain, seperti surat kabar, radio maupun televisi di Indonesia, karena termasuk ke dalam

'big news". Misalnya, tulisan tentang lama masa jabatan presiden, kriteria yang cocok

291

Page 293: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

untuk jabatan wakil presiden, benar tidaknya tokoh pahlawan Peta Supriyadi masih

hidup, maupun rencana mendirikan hotel dalam kompleks Kraton Kasunanan Surakarta,

serta rencana memfungsikan Gedung Lawang Sewu di Semarang sebagai hotel.

Sedangkan tentang kejadian di mancanegara muncul pula tulisan-tulisan tentang sah

tidaknya klaim dan aneksasi Saddam Husein atas Kuweit, terlibat tidaknya Presiden Bush

dalam skandal Iran-Kontra, identik tidaknya pemerintah Yugoslavia pasca desintegrasi

dengan pemerintah lama, misi pelayaran Akatsuki Maru yang memuat plutonium

Perancis ke Jepang, maupun penghancuran Mesjid Babri oleh kaum militan Hindu, yang

berkeyakinan bahwa mesjid tersebut telah didirikan di atas reruntuhan Candi Rama, pada

masa Wangsa Moghul berkuasa di India. Tulisan-tulisan tersebut dianggap sebagai isu

kontroversial, karena mengandung kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat di

kalangan masyarakat ramai maupun cendekiawan di Indonesia.

Manakala isu kontroversial semacam itu dikemukakan di dalam kelas sejarah, maka

amat bervariasi kemungkinan tanggapan yang muncul dan para dosen sejarah. Seorang

dosen barangkali akan dengan senang hati menanggapi isu tersebut, dengan membuka

kesempatan untuk diskusi kelas. Dan dari sana pembicaraan akan memasuki pokok

bahasan yang sudah terjadwal. Dosen lainnya barangkali mencoba untuk menghindarkan

diri dari kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat di kalangan mahasiswa yang sulit

dilerai.

Perbedaan pendapat di kalangan dosen sejarah tersebut mencerminkan adanya

perbedaan prinsip mengenai dapat tidaknya isu-isu sosial dimasukkan sebagai bagian dari

proses belajar mengajar sejarah, sebagai bagian dari IPS, Iebih-lebih manakala isu

tersebut bersifat kontroversial.

Dalam kesempatan ini akan saya kedepankan hasil studi empirik mengenai

kemungkinan dimasukkannya isu kontroversial sebagai bagian dari proses belajar

mengajar.

B Paradigma Ilmu Sejarah

Sebelum sampai pada pokok bahasan utama, yaitu masuknya isu kontroversial dalam

kegiatan belajar mengajar sejarah, ada baiknya dikemukakan berbagai hal mengenai

292

Page 294: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sejarah itu sendiri, maupun tujuan pendidikan sejarah. Paling tidak ada dua cara untuk

mendefinisikan pengertian sejarah. Penama, sejarah dianggap sebagai keseluruhan

kejadian yang dialami oleh umat manusia di masa lampau. Kedua, sejarah dianggap

sebagai catatan atau rekaman kejadian-kejadian itu sendiri (Daniels, 1966 : 3). Dengan

adanya catatan maupun rekaman itu sejarah dapat dikomunikasikan dari generasi ke

generasi lain, yang kemudian dikenal sebagai bagian dari proses pendidikan. Dengan

batasan pertama, sejarah dianggap sebagai kumpulan fakta atau "history as a fact", dalam

artian kejadian obyektif tentang sesuatu yang betul-betul terjadi. Sedangkan dengan

batasan yang kedua, sejarah dianggap sebagai memori tentang masa lampau,

sebagaimana dialami atau didengar oleh seseorang secara subyektif, yang kemudian

disebut sebagai "history as written".

Oleh karena sejarah merupakan kenangan sesuatu bangsa terhadap pengalaman

bangsa itu sendiri, maka melupakan sejarah berarti bangsa itu seolah-olah menderita

amnesia. Oleh karenanya perilaku sosial berikutnya menjadi tidak utuh, karena tidak

didasarkan atas pengalaman masa Iampaunya. ltulah sebabnya Bung Karno pernah

menyampaikan pidatonya yang terkenal dengan judul Jasmerah, yang merupakan

singkatan dari nasihatnya “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”.

Meskipun jalan sejarah itu unik dan hanya sekali saja terjadi, namun pengalaman

menunjukkan bahwa sejarah dapat mengajarkan sesuatu kepada umat manusia yang mau

belajar dari sejarah. Seorang filsof Yunani kuno, Heraklitos, pernah mangatakan, bahwa

“kalian tidak dapat menginjak untuk kedua kalinya aliran sungai yang sama, lantaran

aliran sungai yang baru akan selalu mengaliri kaki kalian” (Daniels, 1966: 4 dan 5).

Demikian pula sejarah itu sendiri terus berlalu, namun dia meninggalkan pelajaran bagi

bangsa-bangsa berikutnya.

Sementara itu tanggapan warga masyarakat terhadap fakta sejarah maupun cerita

sejarah tidak selamanya sama, sehingga menimbulkan berbagai versi. Tidak jarang

komentar maupun pandangan orang-orang itu disampaikan dengan cara-cara yang

merangsang, bahkan menimbulkan pertentangan pendapat atau kontroversial, yang pada

gilirannya memancing pendapat yang berkepanjangan. Media massa telah menyajikan

isu-isu kontroversial itu, sehingga materi sejarah bukan lagi hanya menjadi urusan para

sejarawan, melainkan juga oleh masyarakat awam maupun para pengajar sejarah. Salah

293

Page 295: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

satu kemungkinan yang terjadi adalah munculnya sikap yang bervariasi dari para

pengajar sejarah.

Dalam kesempatan ini akan saya kedepankan hasil studi empirik mengenai

kemungkinan dimasukkannya isu kontroversiai sebagai bagian dari proses belajar

mengajar sejarah, sebagai bagian dari pendidikan IPS.

1. Fungsi-fungsi Sejarah

a. Sejsrsh berfungsi sebagai genesis, oleh karenanya bersifat deskriptif, naratif, dan

informatif. Dalam hal mi sejarah berisi rangkaian fakta yang dianggap menarik untuk

dikisahkan dari generasi ke generasi. Sejarah hanya berisi hal-hal mengenai faktor-

faktor What; Who, When, Where dan How. Sejarah dengan demikian lebih

merupakan hasil karya sastra ataupun rumusan gagasan falsafi, sehingga dikenal

sebagai "history as art" ataupun humaniora. Itu sebabnya Jurusan Sejarah dalam

Universitas-Universitas dimasukkan ke dalam Fakultas Sastra dan/atau Filsafat,

misalnya.

b. Sejarah berfungsi didaktis, oleh karena itu dipilihlah fakta di sekitar pengalaman

masa lampau yang membanggakan, menyedihkan dan sebagainya, yang

dikomukasikan kepada generasi muda untuk tujuan mengobarkan semangat.

Berbagai nilai luhur (ideal) bangsa ingin disampaikan lewat pendidikan sejarah, agar

terjadi proses sosialisasi dalam generasi baru, untuk menumbuhkan semangat

kepahlawanan, patriotisme, nasionalisme dan sebagainya.

c. Sementara itu aliran Sejarah Baru (New Historisism) amat menekankan pada

perlunya sajian fakta sejarah secara Iebih oblektif, lugas atau apa adanya. Sejarah

oleh karenanya harus tidak usah dikaitkan dengan usaha mendidik (didsktis) untuk

membangkitkan semangat kepahlawanan dan sebagainya, pada generasi baru.

Sejarah oleh karenanya harus disusun atas dasar fakta yang sesungguhnya terjadi,

sehingga diperiukan proses studi sejarah kritis. Hasilnya disajikan dalam wujud

sejarah sebagai karya llmu (history as science) dalam bentuk buku sejarah (history as

written). Dalam fungsi se macam inilah sejarah dianggap sebagai bagian dari llmu

Pengetahuan Sosial, yang dalam konteks persekolahan disebut Ilmu Pengetahuan

294

Page 296: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sosial (IPS). Dengan alasan itu pulaiah Jurusan Sejarah di IKIP dimasukkan ke

dalam Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosisl (FPIPS).

C. . Identifikasi Tujuan Pendidikan Sejarah

1. Paradigfna Tujuan Pendidikan Nasional

Berbagai tujuan penidikan nasional pada berbagsi negara secara teoritik dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam, sesusi dengan paradigma pendidikan yang

dikembangkan. Di negeri-negeri sedang berkembang pendidikan dipandang sebagai

"process of cultural transmission", di mana pendidikan dimaksudksn untuk

menyampaikan dan melestarikan kebudaysan yang telah dianggap mapan (Taba, 1962 :

19). Konsep tentang “pelestarian nilai-nilai perjuangan 1945”, misslnya, merupakan salah

satu bukti dipergunakannya sistem pendidikan yang demikian itu (Abu Su'ud,

1986 :110 ). Orientasi pengajaran sejarah yang dianut oleh negeri-negeri yang baru

mencapai kemerdekaan, amat menekankan pada bentuk sejarah nasional (Ballard ,1970 :

37).

Sementara itu di negeri-negeri bersistem komunis atau sosialis dikembangksn

prinsip bahwa pendidikan merupakan "process of cultural transformation", atsu proses

untuk merubah warga masyarakat menjadi tenaga kerja yang amat diperlukan oleh

lapangan pekerjaan atau industri (Taba, 1962:19). Oleh karena itu pengajaran sejarah

harus disrahksn pada penanaman pengertian mengenai benarnya prinsip “perjuangan

kelss”, yang mendasarkan pada azas “historis materislisme” atau “dialektika sejarah”

yang dianut oleh mereka (Ballard, 1970 : 39).

Di negeri-negeri Eropa dan Amerika, yang menganut sistem sosial yang liberalistik,

berkembang sistem pendidikan yang menganggap pendidikan sebagsi "process of

individual development", karena setiap individu dipandang sebsgai individu yang unik

(Taba, 1962 :19). Oleh karena itu pengajaran sejarah di sekolah harus dikembangkan

untuk dua hal, yaitu “kebanggssn nasional” dan “pengembangan saling pengertian antar

bangss” (Ballard, 1970 : 40).

295

Page 297: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

2. Kesesusian dengan Sistem Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia, balk menurut GBHN 1983 msupun GBHN

1988, sama-sama beranggapan akan perlunya pengembangan pendidikan sejarah

perjuangan bangsa, dalam rangka untuk meneruskan dan mengembangksn jiwa,

semangat, dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda. Dan keduanya sama-sama tidak

menggunakan huruf besar dalam menyebut “pendidikan sejarah perjuangan bangsa”.

Amanat tersebut tetap sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional menurut GBHN 1983.

a. … bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat

kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsasn dan cinta tanah air, agar

dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun

dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas Penibangunan

Bangsa (GBHN, 1983).

Apabila kita simak, bunyi Undang-Undang No. 2 Tahun l989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Bab Il, PssaI 4 mengandung butir-butir penting, yang antara lain :

1) mencerdaskan kehidupan bsngsa, 2) mengembangkan konsep manusia Indonesia

seutuhnya, seperti religius, berbudi pekerti luhur, cakap, sehat, berpengetahuan, dan 3)

sadar akan tanggung jawab sebagai masysrakat dan bangsa.

Dari sana terlihat betapa Sistem Pendidikan Nasional kita tidak hanya menekankan

pengertian pendidikan pada fungsi “process of cultural transmission”, melainkan

sekaligus merupakan “process of cultural transformation” dan “process of individual

development”. Dengan demikian maka Model pengajaran sejarah di Indonesia harus

selalu mengacu pada seperangkat rujukan yang sesusi dengan (1) fslsafsh Pancasila

(bsndingkan dengan falsafah dialektika materislisme bagi pengajaran sejarah di Soviet

Rusia); (2) ketakwssn kepada Tuhan YME, budi pekerti, semangat kebangssan, cinta

tanah air, yang sesusi dengan fungsi “cultural transmission”; (3) dapat menumbuhkan

manusis-manusia pembangunan, yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-

sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsanya, sesusi dengan fungsi “cultural

296

Page 298: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

transformation”; (4) meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan , sesuai dengan fungsi

“individual development”; serta (5) mengembangkan saling pengertian antar bangsa,

seperti bunyi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea terakhir “...dan ikut

malaksanskan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial ...” (GBHN 1983).

3. Tujuan pendidikan Sejarah di Sekolah

Dalam Kurikulum 1964 dan 1968 pengajaran sejarah lebih memberikan peluang bagi

mengembangan rasa kebangsaan. Dalam Kurikulum 1964, misalnya, tujuan yang

demikian itu terlihat jelas baik dalam jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah

Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal itu terjadi karena pelajaran

sejarah berstatus sebagai bagian dan Pendidikan Kewarganegarsan (Civics). Keadaam

semacam itu masih dirasakan dalam Kurikulum 1968, lebih-lebih ketika pemerintah Orde

Bsru mulai mengembangksn program Pendidikan Kewarganagaraan, menyusul terjadinya

pemberontakan G 30 S/PKI pada 1965. Rumusan tujuan seperti “Menghayatkan kepada

pelajar riwayst perjuangan Bangsa Indonesia dengan segala hambatannya (feodalisme,

kolonialisme) untuk mencapai perikehidupan yang bebas, bahagia, adil dan makmur"

menjadi ciri utama tujuan pendidikan sejarah pada awal Orde Baru itu (Hasan 1990 : 72)

Sementara itu tujuan pengajaran yang mengarah pada pengembangan kognitif telah

muncul pula pada Kurikulum 1968 itu. Misalnya, Kurikulum SMA menyebutkan bshwa

Pendidikan Sejarah bertujuan “untuk menanamkan historis inzich kepada anak didik, agar

mereka mengetahui segala peristiwa dalam hubungan sejsrah, yang merupakan suatu

proses sebab-akibat yang berkelanjutan”. Dalam Kurikulum 1975 misi Pendidikan

Sejarah sebagai sarana pengembangan kognitif, amat menonjol. Hal itu dirasakan sekali

ketika status Pendidikan Sejarah dianggap sebagai bagian dari llmu Pengetahuan Sosial

(IPS) (Hasan, 1990 : 73).

Dalam Kurikulum 1986 kedua tujuan tersebut, kognitif dan afektif, sudah

digabunghkan dalam Pendidikan Sejarah. Fungsi sebagai pendidikan nilai dari sejarah

lebih-lebih terasa dengan munculnya mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan

Bangsa (PSPB), yang secara khusus dimaksudksn sebagai sarana untuk mengembangksn

297

Page 299: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

jiwa dan semangat nilai-nilai 1945, yaitu patriotisme, kepahlawanan, rela berkorban

maupun nasionslisme (Abu Su'ud, 1990 : 93). Sejarah di sini dipelajari sebagai sejarah

normatif. Di samping itu tetap diajarkan mata pelajaran sejarah yang lebih menekankan

pada pengembangan kognisi dan intelektual siswa. Di sini sejarah dipelajari sebagai

sejarah empirik.

Sampai di sini muncullah kemudian sejumlah masalah dalam dunia pengajaran

sejarah, yang muncul karena para guru sejarah harus melakukan sejumlah penyesuaian

diri dengan tugas-tugas profesional mereka. Masalah itu bermula dari pengertian

konseptual mengenai peranan sejarah dalam kehidupan manusia, potensi sejarah dalam

dunia pendidikan dan pengajaran ataupun bagaimana sejarah diajarkan. Sudah barang

tentu masalahnya dapat berkembang ke arah perbincangan mengenai peranan PSPB,

karena meskipun GBHN masih menganggap perlu peranan PSPB dalam proses

pendidikan, pengalaman menunjukksn terjadinya kejenuhan dalam kegiatan belajar

mengajar di sekolah-sekolah.

Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia, balk menurut GBHN 1983 maupun GBHN

1988, sams-sama memandang perlu pengembangan pendidikan sejarah perjuangan

bsngsa, dalam rangka meneruskan dan mengembsngkan jiwa, semangat, dan nilai-nilai

1945 kepada generasi muda. Kalau kita perhatikan maka dalam kedua konsep tersebut

tidak ditulis dengan huruf besar (=PSPB). Ini berarti bahwa misi itu tidak harus

dilaksanakan dalam satuan program yang eksplisit, seperti pelajaran PSPB dalam

kurikulum sekolah. Itu pula yang menjadi sikap para perumus kurikulum bsru yang akan

segera diberlakukan pada tahun 1994. Di sana tidak dipisahkan Iagi fungsi untuk

pengembengan watak bangsa lewat PSPB, dan fungsi pengembangan inteklektual lewat

pengajaran sejarah sebagai bidang studi.

D. Meningkatkan Efektivitas Metode Mengajar Sejarah

. Mencari Alternatif Baru

Lebih dari dua tahun yang lalu seorang warga negara Indonesia menyatakan

keprihatinannya mengenai pengajaran sejarah di sekolah. Orang tersebut adalah salah

298

Page 300: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

seorang pengguna hasil pendidikan sejarah di sekolah, yang karena merasa tidak puas

dengan hasil pendidikan tersebut menyatakan keluhan serta mengajukan saran dalam

pengajaran sejarah di sekolah. Yang dimsksud adalah Bspak Haji Ismail, Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Tengah, yang nampak juga hadir dalam ruangan

ini. Keluhan tersebut dinyatakan dalam Pidato Sambutan dalam Pembukaan Seminar

Sejarah Nasional V di Semarang pada 27-30 Agustus 1990. Dalam kesempatan itu antara

lain dikatakan

“Memang kita akui bidang studi sejarah saat ini kurang diminati, baik di sekolah

maupun di perguruan tinggi. Hal ini terbukti adanya banyak keluhan para guru sejarah

kita. Sementara kita tahu, bahwa seiarah nasional mempunyal kriteria khusus dalam

pembinsan watak generasi muda kita, seperti menumbuh kembangkan jiwa patriotisme.

Di samping itu, melalui pelajaran sejarah nasional, anak-anak kita dapat memahami arti

pengorbanan para pahiawan kita dalam menegakkan kedaulatan negaranya. Melihat

kenyataan ini, terasa agak memprihatinkan manakala, bidang studi ini menjadi “samben”

bagi anak-anak kita. Untuk itulah pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan

harapan-harapan sebagai berikut Pertama, carilah alternatif terbaik untuk merangsang

minat belajar sejarah nasional bagi pelajar maupun mahasiswa. Hal ini penting artinya

bagi pembinaan semangat guru sejarah ...” (Ismail, 1990).

Paling tidak ada dua hal yang patut mendapat perhatian dari keluhan warga negara

yang mempunyai keprihatinan terhadap pengajaran sejarah itu. Pertama, ungkapan kata

“menumbuh kembsngkan jiwa patriotisme”. Ungkapan tersebut terasa lebih manusiawi

dan demokratis dibanding ungkapan yang lazim digunakan, seperti menanamkan jiwa

patriotisme maupun menanamkan nilai-nilai empatlima. Ungkapan tersebut timbul dari

kejelasan akan pandangan kita tentang hakekat manusia. Digunakannya ungkapam

menumbuh kembangkan menunjukksn betapa manusia tidak dianggap sebagai objek

mati, melainkan sebaliknya sebagal manusia yang mempunyai potensi fitrah. Fungsi guru

dengan demikian sangat tepat kalau dinyatakan sebegai membantu peserta didik dalam

mengembangkan din mencapai kedewassan.

Rumusan-rumusan dalam Undang-Undang No. 2 1989 lebih menegaskan lagi akan

perlunya kita menggunakan ungkapan yang lebih manusiawi dan demokrstis itu. Di sana

disebutkan

299

Page 301: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

(1) Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikapan kemampuan

(Pasal 13 UU No.2 1989).

(1) Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan

untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang …” (Passl 16

UU No.2 1989).

Ungkapan menyiapkan peserta didik tersebut, jauh lebih tepat dibanding ungkapan

mencetak peserta didik, sebagaimana sering kita gunakan selama ini.

Kedua, ungkspan "Carilah alternatif terbaik untuk merangsang minat belajar

sejarah nasional bagi pelajar maupun mahasiswa" di atas, membuat kita tersentak dan

serta merta menyadari akan perlunya kita mencari dan menemukan alternatif alternatif

terbaik untuk merangsang belajar sejarah bagi pelajar maupun mahssiswa. Sudah barang

tentu alternatif yang akan dikemukakan dalam pidato ini bukan yang terbaik, namun

musti alternatif yang dimaksudkan untuk lebih merangsang belajar sejarah.

2. Landasan Pemikiran

a. Kepedulian Sosial

Salah satu tujuan pengajaran sejarah sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial adaiah

untuk menyiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik, serta berpikir kritis,

yang antara lain terlihat pada adanya kepedulian sosial. Dalam kaitan dengan kegiatan

belajar mengajar sejarah hal tersebut dapat tedihat pada kecenderungan tanggapan

mereka terhadap berbagai isu kontroversial dalam masyarakat; seperti tulisan tentang

lama masa jabatan presiden, tokoh yang cocok sebagai wakil presiden, benar tidaknya

tokoh pahlawan Peta Supriyadi masih hidup, maupun rencana mendirikan hotel dalam

kompleks Kraton Kasunanan Surakarta, serta rencana memfungsiksn Gedung Lawang

Sewu di Semarang sebagai hotel. Sedangkan tentang kejadian di mancanegara muncul

pula tulisan-tulisan tentang sah tidaknya klaim dan aneksasi Saddam Husein atas Kuweit,

terlibat tidaknya Presiden Bush dalam skandal Iran-Kontra, identik tidaknya pemerintah

Yugoslavia pasca desintegrasi dengan pemerintah lama, maupun misi pelayaran Akatsuki

Maru yang berisi plutonium Perancis ke Jepang.

300

Page 302: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

b. Proses Pendemokrasian

Secara teoritik kerangka pemikiran itu didasarkan atas anggapan dasar, bshwa

demokrasi merupakan cara hidup yang menghargai alternatif, yang berarti warga

masyarakat mempunyai kebebasan untuk berbicara, berkumpul, mengajar dan

sebagainya. Tanpa adanya kebebasan itu rakyat tidak mempunyai kesempatan untuk

memerintah atau melsksanakan kedaulatan rakyat. Dalam lembaga sekolah para siswa

yang dididik untuk menjadi warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab,

mempunyai peluang untuk berlatih mengembangkan jiwa demokrasi itu dengan

menyatakan pendapat, meskipun berbeda dengan pendapat orang lain, misalnya terhadap

berbagai isu sosial yang bersifat kontroversial.

Sekolah ternyata mempunyaa fasilitas untuk memberikan pengalaman kepada para

siswa/mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuan kognitif, emosi, serta ketrampilan

yang berkaitan dengan hak masyarakat demokrstis (Hartshorn dan Nu'msn Somantri,

1971:49).

Yang menjadi dasar konsep tersebut adalah kenyataan bahwa setiap bsngsa, setiap

warga masyarakat akan dihadapkan pada banyak isu dan masalah, yang menimbulkan

perbedaan pendapat adanya kepedulian sosial. Dalam kaitan dengan kegiatan belajar

mengajar sejarah hal tersebut dapat terlihat pada kecenderungan tanggapan mereka

terhadap berbagai isu kontroversial dalam masyarakat, seperti tulisan tentang lama masa

jabatan presiden, tokoh yang cocok sebagai wakil presiden, benar tidaknya tokoh

pahlawan Peta Supriyadi masih hidup, maupun rencana mendirikan hotel dalam

kompleks Kraton Kasunanan Surakarta serta rencana memfungsikan Gedung Lawang

Sewu di Semarang sebagai hotel. Sedangkan tentang kejadian di mancanegars muncul

puls tulisan-tulisan tentang sah tidaknya klaim dan aneksssi Saddam Husein atas Kuweit,

terlibat tidaknya Presiden Bush dalam skandal Iran-Kontra, identik tidaknya pemerintah

Yugoslavia pasca desintegrasi dengan pemerintah lama, maupun misi pelayaran Akstsuki

Maru yang berisi plutonium Perancis ke Jepang.

c. Relevansi Sosial Budaya

301

Page 303: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Secara konseptual dapat difahami, bahwa kecenderungan tanggapan maupun sikap

seseorang terhadap sesuatu isu atau objek, merupakan bagian dari pemeranan atau

penampilan seseorang dalam posisi sosial mereka. Sikap atau tanggapan itu tidak bisa

dilepaskan dari lingkungan sosial mereka. Pola tingkah laku yang telah menyatu dalam

masyarakat itu dalam sosiologi dikenal sebagai “design for living” bagi warganya. Gejala

semacam itu membuktikan kebenaran dari konsep “cultural determinism”, menurut para

antropolog, Herskovits maupun Mslinowski, atau “social determinism” menurut para

sosiolog (Abu Su'ud, 1986,170-171)

Dalam masyarakat yang mengenal sistem demokrssi yang mengandalkan

“musyawarah untuk mufakat”, sebagaimana difahami masyarakat pada tahapan

pembangunan sekarang, pengajar maupun mahasiswa sejarah di Jawa Tengah, sebagsi

bagian dari masyarakat Jawa Tengah pada umumnya, yang menurut pendapat

Kuntjaraningrat (1984) bertingkah laku lebih mengutamakan keselarasan dengan

lingkungsn alam maupun sosial, dikhawatirkan mereka cenderung tidak tertarik untuk

mengajukan isu kontroversial dalam kelas sejarah. Terasa sekali, bahwa ungkapan

“musyawarah untuk mufakat” cenderung difahami sebagai keharusan untuk selalu

konform dengan pendapat umum. Sehingga ungkapan keterbukaan yang amat dianjurkan

oleh pemerintah, hanya dirasakan sebagai slogan melulu, yang menandakan masih

rendahnya kemandirian (otonomi) pada sebagian anggota masysrakat dalam menyatakan

pendapat.

Kesimpulan semacam itu tentu saja sangat hipotetis sifatnya. Namun bagaimana

kenyataan yang terjadi?

3. Pengalaman Empirik

a. Masalah dan Tujuan

Untuk menjajagi kemungkinan dilaksanakannya gagasan isu kontroversial dalam

kelas sejarah, diperlukan pengalaman empirik dari lapangan. Yang menjadi masalah

untuk dipecahkan dengan penelitian tersebut ialah bagaimana kecenderungan tanggapan

mahasiswa maupun pengajar sejarah dalam menanggapi isu kontroversial yang

302

Page 304: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

berkembang dalam masyarakat, dalam ran gka kegiatan belajar mengajar sejarah di

perguruan tinggi.

Secara operasional penelitian dikembangksn dengan tujuan untuk mengetahui lebih

rinci : 1) kecenderungan tanggapan mahasiswa sejarah terhadap isu kontroversial

dalam kelas sejarah, 2) kecenderungan jenis isu kontroversial yang dihindari untuk

dibahas dalam kelas sejarah, dan 3) kecenderungan tanggapan pengajar sejarah terhadap

isu kontroversial yang diajukan mahasiswa dalam kelas sejarah.

b. Populasi

c.

Populasi penelitian ini adalah para pengajar maupun mshasiswa sejarah pada

beberapa perguruan tinggi di Jawa Tengah, karena mereka sama-sama terlibat dalam

kegiatan belajar mengajar dalam lembaga yang melaksanakan pendidikan sejarah pada

Jurusan Sejarah. Dalam kenyataan terbukti bahwa populasi tersebut terbagi menjadi

tujuhan penelitian, atas dasar perbedaan kondisi maupun kekhasan, sebagai berikut.

Atas dasar efisiensi kerja, maka dilakukan penelitian sampel dengan menentukan

semua pengajar bidang studi sejarah yang sudah mandiri dalam memberikan kuliah

(Golongan III d ke atas atau sederajat), dan semua mahasiswa smester Vii pada tahun

kuliah 199011991. Hasilnya adalah 34 orang pengajar sejarah dan 181 orang mahasiswa

sejarah sebagai responden untuk seluruh daerah penelitian. Kepada mereka dan kedua

kelompok responden tersebut, diberikan daftar pertanyaan (kuesioner) yang berbeda.

Tabel 1 Kondisl Dan Kekhaaan Populasi

S t a t u s T u j u a n L e m b a g a K e k h a s a n

Negeri Mendidik Mendiigik Umum

Perguruan Tinggi Calon Calon

Swasta Sejarawan Sejarawan Khusus

303

Page 305: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Peneliti Pendidik

1. FS UNDIP V . V . Umum.

2. FS UNS V . V .

3. FKIP UNS V V . Umum.

4. FKIP UKSW V . V Kristiani

5. FPIPS IKIP

SEMARANG V . . V Umum

6. FPIPS IKIP

VET. SMG. . V . V Umum

7. FPIPS IKIP

MUH. PWKT .. . V . V Islam

I

C. Temuan dari Lapangan

Hasil dari lapangan dapat disajikan sebagai berikut

1) Mahasiswa mempunyai kesiapan mental tinggi dalam menanggapi isu kontroversial,

karena kebanyakan (83%) di dalam keluarga mereka merasa mempunyai kebebasan

berpendapat (periksa Tabel 2) meskipun berbeda dengan pendapat umum, sementara

itu mereka termotivasi kerangsangan yang tinggi oleh media masa (77%) (periksa

Tabel 3), dan bagian terbesar (89%) tertarik untuk mendiskusikan isu kontroversial

dengan teman kuliah ( Tabel 4).

304

Page 306: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Tabel 2 Kondlsi Kebebasan Berpendapat Dalam Keluarga (Dlm %)

Merasa Merasa Tidak

Perguruan Tinggi Bebas Tak Bebas Tahu

FS Undip (n=40) 90 10 -

FS UNS (n=31) 84 7 9

FKIP UNS (n=33) 79 9 12

FKIP UKSW (n=20) 65 20 15

FPIPS IKIPSEMARANG (n=8) 75 25 -

FPIPS IKIPVETERAN (n=19) 89 6 5

FPIPs IKIP MUH. PWK 83 3 14

Rata-rata (n = 181) 83 9 8

Tabel 3 Tingkat Kerangsangan Media (Dalam %)

Hampir Kadang Bila Ada Tidak

Perguruan Tinggi Setap kaala9 Yg. Pernah

Hari Menarik

FS UNDIP (n=40) 32 35 30 3

FS UNS (n=31) 45 32 19 4

FKIP UNS (n=33) 55 35 10

FKIP UKSW (n=20) 20 30 50

FPIPS IKIP SMG.(n=8) 40 50 10

FPIPS IKIP VET.(n=19) 5 74 21

FPIPS IKIP MUH 19 67 14

Rata-rata (n = 181) 33 44 23 7

305

Page 307: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Tabel 4 Rangsangan Untuk Membahas isu Kontroversial(Dalam %)

Tertarik Tertarik Membahas Masa

Mendis- Mendisi Sendiri Bodoh

Perguruan Tinggi kusikan kusikan dg.

Di kelas teman

FS UNDIP (n=40) 3 5 5

FS UNS (n=31) 3 87 6 3

FKIP UNS (n=33) 3 91 6 -

FKIP UKSW (n=20) 5 90 - 5

FPIPS IKIP SMG. (n=8) - 100 - -

FPIPS IKIP VET. (n=19) - 89 11 -

FPIPS IKIP MUH. (n=30) 7 87 6 -

Rata-rata (n = 181) 3 8 9 5 5

Tabel 5 Jenis isu Kontroversial Yang Dihindari Untuk Dibahas

(Dalam %)

FS FS FKIP FKIP FPIPS FPIPS FPIPS JML

Jenis Isu UNDIP UNS UNS UKSW IKIP IKP IKIP

SMG. VET MUH. (N=332)

IDEOLOGI 26 13 13 8 4 12 14 = 90(27)

POLITIK 8 7 6 4 2 10 8 = 45(14)

EKONOMI 2 9 3 4 0 1 6 = 25(27)

SOSIAL 4 7 10 7 2 1 8 = 39(11,7)

BUDAYA 15 6 5 1 2 2 8 = 40(12)

AGAMA 10 17 19 7 3 11 8 = 75(22,6)

306

Page 308: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

HANKAM 0 4 4 4 0 4 2 = 18(5)

2). Dalam hal kecenderungan jenis isu kontroversial yang dihindari mahasiswa untuk

dibahas dalam kelas sejarah, berurutan sebagai benkut : ideologi (27%), agama

(22,6%), politik (14%), budaya (12%), sosial (1137%), ekonomi (?;5%), dan hankam

(5%). (Pedksa Tabel 5).

3) Sebesar 18% para pengaajar sejarah cenderung sangat bergairah membahas isu

kontroversial yang diajukan mahasiswa dalam kelas sejarah, menurut pandangan

mahasiswa, sebanyak 65% cenderung hanya berkomentar sekilas, sebesar 11% lagi

mengaku tidak pernah membahasnya, dan sisanya (6%) seialu men ghindar untuk

membahasnya. (Periksa Tabel 6).

Tabel 6 Kecenderungan Sikap Dosen Dalam Menanggapl Isu

KontroVersial Dalam Kelas, menurut mahaslswa (Dalam %)

Bergairah Berkomentar Tak Pernah Selalu Perguruan

Tinggi Membahas Selintas Membahas Membahas

FS UNDIP (n=40) 8 69 18 5

FS UNS (n=31) 7 67 16 10

FKIP UNS (n=33) 24 64 10 2

FKIP UKSW (n=20) 5 85 - 5

FPIPS IKIP SMG.(n=8) 12 76 - 12

FPIPS IKIP VET.(n=19) 11 68 16 5

FPIPS IKIP MUH.(n=30)1 47 43 5 5

Rata-rata (n=181) 18 65 11 6

307

Page 309: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Informasi itu datangnya dari fihak mahasiswa ketika ditanya tentang pengajar

sejarah mereka di kelas. Ada perbedaan menyolok antara pendapat yang dikemukakan

oleh mahasiswa dengan jawaban yang diberikan oleh para pengajar itu sendiri. Kita ikuti

informasi berikut ini Sebagian besar (73%) mengaku bergairah membahas isu

kontroversial itu dalam kelas. Sementara sebanyak 21 % hanya menanggapi ala kadarnya.

Sedangkan Iumlah yang mengelak karena khawatir menimbulkan selisih pendapat ada

3%, dan yang beralasan tidak menguasai masalah ada 3% (Periksa Tabel 7).

Tabel 7 Kecenderungan Tanggapan Pengejar Sejarah

Terhadap Isu Kontrcversial (Dalam %)

Membahas Menanggapi Mengelak Mengelak

Dalam sekadarnya agar tak karena tak

Kelas agar Mhs. Timbul kuasai

Perguruan Tinggi Tak kecewa selisih masalah

Faham

FS UNDIP (n=4) 100 - - -

FS UNS (n=4) 50 50 - -

FKIP UNS (n=4) 75 M25 - -

FKIP UKSW (n=4) 50 50 . .

FPIPS IKIP SMG.(n=8) 87,5 12,5 - -

FPIPS IKIP VET.(n=4) 25 25 25 25

FPIPS IKIP MUH.(n=6) 100 - - -

Rata-rata (n=34) 73 21 3 3

308

Page 310: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

d. Diskusi

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa mahasiswa yang kebanyakan

merasa mempunyai kebebasan dalam keluarga untuk menyatakan pendapat (sebanyak

83%), cenderung tidak berani (hanya 3%) menyatakan pendapat dalam kelas sejarah

untuk mengajukan isu kontroversial sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar sejarah

? Mereka hanya berani berdiskusi dengan teman sendiri (sebesar 89%).

Demikian pula mengapa para pengajar sejarah cenderung untuk menghindar dan

kemungkinan membahas isu kontroversial yang diajukan oleh mahasiswa? Hanya 18%

saja yang siap untuk melayani mahasiswa. Sementara sebagian besar (yaitu 65%) hanya

menanggapi selintas.

Dapat diduga bahwa kecenderungan itu terjadi karena faktor “relevansi sosial

budaya” yang terjadi dalam masyarakat, yang cenderung memberikan kepada warganya

suatu “design for living”, dan yang sekaligus merupakan akibat dari proses “social

determinism” atau “cultural determinism”. Artinya, bahwa dalam menentukan sikap atau

pendapat, para mahasiswa maupun pengajar sejarah, terikat oleh “tekanan” sosial budaya,

berupa nilai-nilai mapan yang diyakini. Misalnya, pengajar tidak begitu bergairah kalau

mahasiswa mengajukan isu sosial (apalagi yang kontroversial) dalam kelas sejarah,

sehingga mahasiswa menladi takut melakukannya. Ini menandakan gejala rendannya

kemandirian.

Para pengajar nampaknya juga terpengaruh oleh gambaran atau citra mengenai

kemapanan nilai sosial yang dianggapnya tidak mendukung keterbukaan seperti itu.

Dalam konflik internal yang terjadi antara kemandinan yang menjadi kualitas seorang

ilmuan, dengan kehendak untuk selalu konform atau harmonmis dengan lingkungan, yang

menjadi kualitas seorang birokrat, nampaknya dimenangkan oleh kualitas birokrat yang

ada pada diri mereka. Sebuah gambaran ekstrim dapat dikemukakan di sini menyangkut

seorang dosen calon respoden misalnya, menolak untuk mengisi kuesioner penelitian

karena dianggapnya akan melakukan dosa poIitik.

Menurut gambaran pada Tabel 6 saya tidak tahu mengapa di antara dosen yang

309

Page 311: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

menurut mahasiswa sangat bergairah untuk menaggapi isu kontroversial, 47% berasal

dari IKIP Muhammadiyah Purwokerto, 24% terdapat di FKIP UNS dan 12% terdapat di

IKIP Semarang. Sedangkan iainnya berada di bawah itu. Dalam pada itu perguruan tinggi

yang diperkirakan memiliki kemandirian dalam bersikap, tidak menonjol dalam

menghasilkan dosen sejarah yang senang membahas isu kontroversial dalam kelas.

Misalnya, Fakultas Sastra Undip maupun FKIP UKSW Salatiga.

V. Pola Pengembangan Program. Isu Kontroversial Masuk Kelas

Berikut mi merupakan sebuah pola pengembangan program isu kontroversial dalam

kelas sejarah, yang disusun berdasarkan rambu-rambu yang diperoleh dari hasil

penelitian, baik dari fihak responden mahasiswa maupun responden pengajar

1. Tujuan Program

)rogram dengan nama “Bila Isu Kontroversial masuk kelas sejarah” bisa

dikembangkan untuk berbagai tujuan sbb.:

1) Program dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan daya penalaran.

2) Program dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan daya kritik sosial

3) Program dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan kepekaan sosial

4) Program dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan toleransi dalam

perbedaan pendapat.

5) Program dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan keberanian

mengemukakan pendapat secara demokratis.

6). Program dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan kemampuan menjadi

warga negara yang bertanggung jawab.

2. Sumber Dan Bahan Program

Program isu kontroversial masuk kelas sejarah seyogyanya mendasarkan pada bahan

310

Page 312: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang bersumber dari media masa, karena sifatnya yang terbuka dan dapat diikuti oleh

siapapun. Bahan yang bersumber dari desas-desus bukan merupakan sumber yang

dianjurkan, meskipun bersifat menarik.

Adapun bahan isu kontroversial yang cenderung lebih disukai oleh mahasiswa ialah

yang berkaitan dengan kejadian di Dalam Negeri, dengan alasan “lebih bermanafaat” dan

“mudah dihayati”. Sebaliknya pada itu para pengajar sejarah lebih menyukai kejadian di

Luar Negeri.

3. Peranan Pengajar Dan Metode Pengembangan

1) Pengajar sejarah yang melaksanakan program isu kontroversial masuk kelas

sejarah seyogyanya mempunyai seperangkat kualitas berikut ini, yang disusun

berurutan sesuai hasil penelitian (1) objektif, (2) menguasai masalah, (3) relevan

dengan bidang studi sejarah, (4) toleran,. (5) membantu proses penalaran, dan (6)

pendidikan tambahan. (Periksa Tabel 8).

2) Peranan pengajar dalam program ini amat menentukan, meskipun

urutan berikut tidak menunjukkan peringkat

(1) sebagai pengendali agar diskusi dapat terarah

(2) harus menguasai masalah

(3) harus memberikan keleluasan kepada menyatakan pendapat

Tabel 8 Urutan Kualitas Yang Dituntut Untuk Dosen Daiam

Melaksanakan Program lsu Kontroversial Dalam Kelas

(Dalam %)

FS FS FKIP FKIP FPIPS FPIPS FPIPS jUMLAH

311

Page 313: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Jenis Isu UNDIP UNS UNS UKSW IKIP IKIP IKIP (n=332)

SMG. VET. MUH.

Relevan dgn. 18 17 14 8 4 9 14 =84 (16,94)

S Sejarah

Menguasai 29 20 18 7 5 11 12 =102 (20,56)

Masalah

Objektif 24 18 19 8 7 13 15 = 104 (20,97)

Toleran 24 11 14 8 3 7 8 = 75 (15,12)

Membantu 20 17 13 7 3 8 6 = 74 (14,91)

Pendidikan-

Tambahan 13 16 8 5 2 6 7 = 57 )11,49)

4. Meetode

Adapun metode yang dianggap baik oleh para pengajar untuk mengembangkan

program mi bervariasi. Penggunaan metode tertulis banyak didukung oleh para pengajar,

dengan alasan dapat melibatkan Iebih banyak peserta, menurut para pengajar namun

sekaligus dapat mengurangi spontanitas peserta. Sementara itu para mahasiswa lebih

menyukai cara lisan, karena dapat mengembangkan dialog Iangsung.

5. Sistem Evaluasi

Berikut ini merupakan seperangkat rambu-rambu yang berguna dalam penyusunan

perangkat evaluasi terhadap keberhasilan belajar dalam program isu kontroversial dalam

kelas sejarah, sebagai kesimpulan hasil penelitian.

(1) Keberhasilan belajar dalam program tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan tujuan

pengajaran sejarah.

312

Page 314: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

(2) Keberhasilan belajar dalam program tidak boleh merugikan mahasiswa yang tidak

dapat menyatakan pendapat secara lisan dalam diskusi.

(3) Keberhasilan belajar dalam program agar dapat dilihat pada kemampuan

menganalisis masaiah-masaiah sosial

(4) Keberhasilan belajar dalam program tidak dapat diukur dari keserasian atau

ketidakserasian dengan pendapat pemerintah.

(5) Keberhasilan belajar dalam program agar dapat dilihat pada keberanian

mengemukakan pendapat secara objektif, disertai dengan argumentasi yang tepat.

E.Penutup

Para hadirin yang amat terpelajar

Pada bagian akhir pidato ini hanya ingin ditekankan kembali perlunya pencarian

jalan terobosan, guna menemukan alternatif dalam cara pengajaran sejarah di sekolah.

Maksudnya sudah jelas, yaitu agar sejarah dapat disajikan lebih menarik dan merangsang

pelajar untuk mau belajar sejarah dalam arti yang sesungguhnya. Berbagai cara sudah

ditawarkan, termasuk model yang ditawarkan oleh para mahasiswa Jurusan Sejarah IKIP

Semarang, dalam kesempatan tampil sebagai finalis dalam Lomba Karya llmiah

Mahasiswa Bidang Pendidikan Wilayah B tahun 1993 mi. Mereka, Hari Wulyanto

bersama Suwarno, telah mengajukan alternatif dalam pengajaran sejarah, yang disebut

dalam makalah yang diajukan yang berjudul “Metode Belajar Kreatif Dalam Proses

Belajar Mengajar Sejarah”.

Berbagai mitos dalam cara pengajaran sejarah, seperti alasan memenuhi target untuk

menghabiskan bahan, menghindari konflik terbuka di kalangan mahasiswa, hilangnya

wibawa guru kalau tidak dapat menjawab masalah dan sebagainya, harus dapat

dihilangkan, kalau kita menginginkan kemajuan. lnilah refleksi proses inovatif dalam

proses pengajaran sejarah. Resiko yang bakal dihadapi memang ada, seperti telah

dikemukakan dalam isi pidato di muka.

Gagasan isu kontroversial masuk kelas sejarah yang saya tawarkan ini hanya

merupakan langkah-langkah kecil dalam rangkaian metode belajar kreatif dalam proses

belajar mengajar sejarah, seperti ditawarkan oleh “anak-anak kernarin” dalam forum

313

Page 315: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

besar seperti Kipnas Pendidikan tahun 1992 yang Ialu. Pada tempatnya kalau kita

bersama dapat memberikan hormat kepada mereka.

Disarankan pula agar metode belajar mengajar semacam inipun dapat pula

dikembangkan pada bidang studi IPS lainnya, pada jurusan-jurusan selain Pendidikan

Sejarah, seperti yang juga dikembangkan dalam perkuliahan llmu Sosial Dasar (ISD)

maupun llmu Budaya Dasar (IBD).

Para hadirin yang amat terpelajar.

Dengan demikian dapat saya akhiri pidato ini. Harapan saya semoga ada manfaatnya.

Dan banyak terima kasih saya sampaikan kepada para hadirin karena telah sudi

memberikan perhatian pada pidato saya ini.

Pada akhirnya, dimohon dengan hormat lagi sangat sudilah kiranya para rekan

sejawat serta hadirin sebagai warga masyarakat ilmiah senantiasa memberikan motivasi

serta dorongan kepada diri saya, agar sejak peristiwa pengukuhan ini senantiasa dapat

melaksanakn peran sosial saya dalam kapasitas yang baru mi, lebih baik lagi.

Terpujilah Allah SWT yang telah memberikan kekuatan pada saya untuk

membacakan pidato ini. Semoga Dia senantiasa memberikan taufik serta hidayatNya

kepada kita.

Amin, Ya Robbal Alamin.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarokatuh.

@@@

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu Su'ud, 1986, Kecenderungan Konfarmitas Pendapat Para SiswaTiga

SMA (Kolese Loyola, Muhamadlyali, dan Taman Siswa) di emarang,

Mengenai Berbagai Masalah Sosial, Dalam Rangka

Proses Integrasi Sosial, Disertasi, tidak diterbitkan, Bandung.

314

Page 316: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Abu Su'ud, 1989, Sejarah Dan Pendidikan, Makalah Dalam Temu Sejarah II, Semarang:

Kanwil Depdikbud Prop. Jateng bekerja sama dengan MSI Cabang Jateng.

Abu Su'ud, 1990, “Pengajaran Sejarah”, dalam Seminar Sejarah Nasional V, Jakarta :

Depdikbud, Dit Jarahnitra, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Nasional.

Abu Su`ud, 1991, Pemeranan Pengajar Sejarah Pada beberapa Perguruan Tinggi Di Jawa

Tengah Dalam Menanggapi lsu Kontroversial, Laporan Penelitian, Pusat

Penelitian IKIP Semarang.

Abu Su'ud, 1991, Model Pengajaran Sejarah Yang Sesuai Dengan Perkembangan Sosial,

dalam Seminar Pengajaran Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Rangka Dies

Natalis IKIP ke 26, IKIP Semarang.

Abu Su'ud, 1992, Penanaman Kesadaran Sejarah Dalam Menatap MadaDepan, akalah

Untuk Pembinaan Dan Pengembangan Kebudayaan Daerah Jawa Tengah,

Semarang : Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Tengah.

Ahmad Sanusi, 1972, Beberapa Pendekatan dan Alat dalam Studi Sosial Bandung.:

Bagian Penerbitan FKIS IKIP Bandung.

Ballard, Martin (ed), 1970, New Movement in the Study and Teaching History, London :

Temple Smith.

Banks, James A., 1972, Teaching Strategies for the Social Studies Inquiry, Valueing and

Decision Making, 2nd Edition, Massachusetts: Addison-Wesley Publishing

House Company.

Clifton, James A, (ed), 1968, Introduction to Cultural Anthropolog Boston:Houghton

315

Page 317: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Miffin Coy.

Daniels, Robert V, 1966, Studying History, New Jersey : Pranice Hall.

Gottschalk, Louis, 1975, Understanding History A Primer of Historical Method,

terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta : Yay. Penerbit UI.

Hari Wulyanto dan Suwarno, 1992, Metode Belajar Kreatif Dalam Proses

BelaiarMengajar Sejarah, Makalah disampaikan Dalam Kipnas Pendidikan

Wilayah B, IKIP Semarang.

Hartshorn Merril F dan Nu'man Somantri, 1971, Tantangan Daiam Pengajaran Ilmu

Sosial dan Pendidikan Kewargaan Negara, Bandung : Badan Penerbitan IKIP

Bandung.

Hasan, Said Hamid, 1990, “25 Tahun Pendidikan Sajarah”, dalam Seminar Sejarah

Nasional V Jakarta : Depdikbud, Dit Jarahnitra, Proyek I nventarisasi dan

Dokumentasi Sejarah Nasional.

Ismail, M., 1990, “Pidato sambutan”; dalam Pembukaan Seminar Sejarah Nasional

V, Jakarta: Depdikbud, Direktorat Jarahnitra, Proyek Inventarisasi dan

Dokumentasi Sejarah Nasional.

Sartono Kartodirdjo, 1990, “Fungsi Sajarah Dalam Pembangunan Bangsa Kesadaran

Sajarah, identitas dan kepribadian Nasional”, dalam Seminar Sajarah Nasional V

Jakarta: Depdikbud, Dit Jarahnitra, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

Serjarah Nasional

Taba, Hilda, 1962, Curriculum Development Theory and Practice1 Chicago, New York :

Harcourty, Braces World, Inc.

316

Page 318: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

-------- ,1983, UUD 1945, P4 DAN GBHN: BAHAN PENATARAN, Dirjen Perti,

Depdikbud, Jakarta.

-------- 1988, UUD 1945, P4 DAN GBHN BAHAN PENATARAN, Dirjen Perti,

Depdikbud, Jakarta.

--------,1991, Himpunan UU No.2 Tahun 1989, PP No.30 Tahun 1990, dan Kep.

Mendikbud No.0457, IKIP Semarang.

ATATAN :

TulisaN di atas adalah Pidato Pengukuhan dalam pelantikan sebagai Guru Besar

Pendidikan Sejarah pada IKIP Semarang pada tahun 1992. Pada kesempatan itu Rektor

membacakan juga pidato pengantar pelantikan. Dalam bagian ini juga dipaparkan

kembali berbagai komentar dari Media Massa setempat yang menyambut peristiwa

pengukuhan tersebut.

Di bawah ini di dicantumkan sejumlah komentar yang diberikan oelg rektor IKIP

Semarang maupun tulisan dalam media massa, nasional maupun lokal.

3. KOMENTAR-KOMENTAR

A. SAMBUTAN REKTOR

317

Page 319: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

“…………………………………………………………………….

Dalam lingkungan pendidikan sejarah IKIP Semarang Prof. DR. Ab Su`ud

bukan merupakan orang asing lagi, karena banyak karya tulis yang pernah disajikannya

di media massa. Gaya penulisannya yang populer dan merangsang minat baca sungguh

merupakan daya tarik tersendiri, sehingga banyak materi ilmiah menjadi mudah dicerna

dan difahami oleh berbagai kalangan masyarakat. Demikian pula dengan materi pidato

ilmiah yang akan segera disampaikannya berikut ini Prof. DR. Abu Su`ud akan

membawa kita pada pemikiran mendalam mengenai pendidikan sejarah melalui

pembangkitan minat terhadap isu-isu kontroversial yang menarik.

Sejarah sebagai kenyataan masa lalu adalah pengalaman yang sangat berharga

bagi kehidupan menusia, lengkap dengan peradabannya. Apa yang dicapai oleh manusia

pada saat itu , baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni maupun bagian

peradaban lainnya adalah kelanjutan dari apa yang telah dicapai oleh manusia

sebelaumnya. Masa lalu, apapun bentuknya, baik berupa keagungan Majapahit maupun

yang berbentuk tragedi Pemberontakan Gerakan 30 September oleh Partai Komunis

Indonesia, keduanya harus dapat diambil hikmahnya sebagai pelajaran untuk perbaikan

dan pengembangan masa depan. Tidak selayaknya kita hanya tenggelam di dalam

kebanggaan di masa lalu, demikian tidak pada tempatnya apabila kita hanya dapat

mengutuk dan menyesali masa lalu. Masa lalu adalah timbunan ilmu pengetahuan,

teknologi dan peradaban manusia yang terus menerus yang harus digali dan dikaji untuk

perkembangan kebudayaan, peradaban dan kemaslahatan umat manusia. Dunia

pendidikan sejarah menghadapi tantangan besar dalam upaya membangkitkan minat pada

generasi muda untuk lebih memahami sejarah bangsanya, terutama, secara akurat.

Mudah-mudahan sumbangan pemikiran yang disampaikan oleh Prof. DR. Abu

Su`ud ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan sejarah, terutama

dalam era yang menhendaki peningkatan demokrasi dan keterbukaan seperti pola yang

menjadi tekad pemerintah RI menhjelang memasuki Abad 21. Dalam kesempatan ini

izinkanlah saya atas nama Senat dan kelaurga besar IKIP Semarang menyampaikan

penghargaan dan ucapan selamat kepada Prof. DR. Abu Su`ud dan keluarga atas

penykuhan Guru Besarnya pada hari ini.

318

Page 320: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

IKIP Semarang dan masyarakat ilmiah lainnya sangat berbangga dan berterima

kasih atas segala pengabdian Prof. DR. Abu Su`ud, baik di bidang pengembangan ilmu

maupun kemasyarakatan. Selamat mengabdikan diri untuk mewujudkan cita-cita

mencerdaskan keghidupan bangsa.

……………………………………………………………………………….”.

Rektor selaku Ketua Senat

Prof. DR. Retmono.

@@@

B. TAJUK RENCANA HARIAN SUARA MERDEKA, 26 – 1 - 1993

“…………………………………………………………………………

Pengangkatan Dr Abu Suud sebagai guru besar datam bidang Pendidikan Sejarah di

IKIP Semarang agaknya punya makna tersendiri. Staf pengajar yang rajin menulis di

media massa, memberikan ceramah, dan berbicara di berbagai pertemuan ilmiah itu

mengangkat persoalan yang aktual dan kontekstual di bidangnya. Dalarn pidato

pengukuhannya dia juga menyinggung soal isu-isu kontroversial, yang ternyata memang

tidak mudah bagi pengajar di kelas sejarah. Bentuk sejarah kontemporer yang masih

dekat dengan praktik potitik, kesulitan bukan hanya bagi pengajar tetapi juga peserta

didik, yang sering terpotong daya kritisnya dan terhalang semangat kreatifnya. Bahkan di

luar kelas sejarah formal, di kelas sejarah yang lebih luas baik, di masyarakat maupun di

penataran-penataran, isu kontroversial juga sering merepotkan.

Sejarah merupakan rangkaian kejadian masa lalu yang direkonstruksikan kembali

dengan sistem tertentu. Tak bisa dipungkiri bahwa sudut pandang dari penyusun yang

terlibat dalam sistem itu pasti sangat menentukan kepentingan- kepentingan yang begitu

319

Page 321: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kuat, terutama datang dari kepentingan politik. Sejarah lama yang banyak didominasi

riwayat elite politik menunjukkan betapa besar pengaruh kelompok itu dalam penulisan

sejarah. Baik pada kesadaran penulisannya maupun kesadaran untuk memuatkan

kepentingan-kepentingan kelompok elite politik. Maka datam ilmu potitik diteorikan

bahwa sejarah adalah potret politik masa IaIu, dan politik masa kini akan menjadi sejarah

di masa depan. Dari sini kesulitan yang dikemukakan Prof. Abu Suud itu dimulai.

Untuk sejarah yang masih sangat dekat dengan kekuatan politik, misalnya, jika

dikaitkan dengan para pelaku sejarah atau para pendukungnya masih ada, akan lebih sulit

untuk didekati secara objektif. Dari sini biasanya kontroversi itu mulai. Pro-kontra

mengenai keterlibatan tokoh atau kelompok tertentu dalam peristiwa sejarah, atau posisi

dan sikap mereka dalam menanggapi kejadian-kejadian historis bisa menjadi kontroversi

yang tak pernah selesai. Polemik tentang Pancasila yang pernah berlarut-jarut, misalnya,

menyangkut hari lahirnya, siapa perumusnya dan sebagainya, merupakan contoh yang

sangat dirasakan dalam masyarakat kita. Kasus terbaru adalah kontroversi posisi Raja

Bone, Aru Palaka, pahlawan atau p9ngkhianat?

Daftar itu bisa terus diperpanjang. Dampak kontroversi bisa dilihat pada

pelarangan buku sejarah untuk diajarkan di sekolah karena penulisnya dinilai tidak bisa

dipercaya keobjektifannya. Juga berkali-kali buku pelajaran sejarah dikritik, komudian

disunting kembali. Bahkan untuk kalangan tenentu kontroversi sejarah bisa di anggap

sebagai masalah hidup dan mati. Cap bahwa seseorang terlibat dalam peristiwa sejarah

yang dianggap negatif, misalnya Gerakan 30 September (G30S/PKI) bisa membuat

orang mempertaruhkan kehormatan sampai ke meja hijau. Penulis buku Siapa Menabur

Angin Akan Menuai Badai, Soegiarso Soerojo diajukan ke pengadilan oleh salah soorang

tokoh yang disebutkan dalam buku tersebut.

Kepedulian Prof. Suud pada masalah ini memang sangat beralasan, justru karena

berkaitan dengan kompetensinya sebagai pengajar dari para pengampu kelas sejarah.

Dalam kenyataan ini terbukti dari penelitian, para pengajar berusaha tidak mengambil

risiko dalam mengangkat topik-topik kontroversial itu ke dalam kelasnya. Ada yang

hanya menyinggung sepintas lalu, atau bahkan sama sekali tak mengagendakannya

dalam rencana pengajaran. Atau bahkan menghindar jika ada peserta didik yang kreatif

dan berusaha mengangkat masalah yang mengandung kontroversi itu. Dalam Iingkup

320

Page 322: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang lebih luas, ketakutan mengambil risiko itu juga terjadi dalam perbincangan di

masyarakat, bahkan di forum-forum ilmiah. Banyak mahasiswa yang menghindarkan diri

untuk meneliti kasus kontroversi jika targetnya ingin cepat lulus.

Keadaan ini bisa memprinatinkan. Kalau tidak membuat kita atau generasi

mendatang kurang mendapatkan infomasi yang jelas dan objektif juga menyebabkan

para peserta kelas sejarah tidak kritis dan kurang kreatif. Dr. Abu Suud menyarankan

agar dalam situasi demikian digunakan data objektif yang dimuat media massa. Memang

walaupun data media massa bukan satu-satunya kebenaran, namun guru besar ini

setidaknya ingin mengajak para peserta didik atau siapa saja untuk mengangkat fakta

seperti apa adanya. Kemudian menyarankan pada publik sejarah agar melakukan

penilaian dan tanggapan. Walaupun tentu saja kerangka konstruktifnya perlu disepakati

agar cara pandang yang mungkin berbeda tak mengurangi komitmen dalam bersikap

untuk menghadapi masa depa n ………………..”

@@@

C. BERITA DI SUARA MERDEKA, 22 JANUARI 1993)

“……………………………………………………………………………………………

Kebanyakan mahasiswa ternyata merasa mempunyai kebebasan dalam keluarga untuk

menyatakan pendapat, namun cenderung tidak berani menyatakan pendapat dalam kelas

sejarah untuk mengajukan isu kontroversial sebagai bagian dari kegiatan belajar-

mengajar sejarah.Hal tersebut terungkap dalam penelitian Prof. Dr. Abu Su'ud terhadap

mahasiswa jurusan sejarah dari tujuh universitas, yakni di emarang, Solo, dan Salatiga. Ia

mengemukakan hal itu berkaitan dengan rencana pengukuhannya sebagai guru besar

tetap pada Fakultas Pendidikan IImu Pengetahuan Sosial (FPIPS) IKIP Semarang, Sabtu

besok.

Dalam pidatonya "Bila Isu Kontroversial Masuk Kelas Sejarah: Sebuah Alternatif

dalam Pengajaran Sejarah", kolumnis di berbagai media massa, antara lain Suara

Merdeka, akan menyampaikan gagasannya tentang perlu dimasukkannya isu

kontroversial dalain pengajaran sejarah. Dijelaskan berbagai isu kontroversial yang

berkembang di masyarakat seperti tentang lama masa jabatan presiden, pembangunan

321

Page 323: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

hotel di kompleks Kasunanan Surakarta dan sebagainya, dapat dikemukakan di dalam

kelas sebagai bahasan pelajaran sejarah.

Untuk menjajaki kemungkinan dilaksankannya gagasan itu diperlukan

pengalaman nyata (em pirik) dari lapangan. Hal yang menjadi masalah untuk dipecahkan

dengan penelitian tersebut ialah, bagaimana kecenderungan mahasiswa maupun

pengajar sejarah dalam sejarah dalam menanggapi isu kontroversial yang berkembang

dalammasyarakat, dalam rangka kegiatan belajar- mengajar sejarah di perguan tinggi.

Penelitiannya dilakukan terahadap 181 responden mahasiswa dan 34 responden

pengajar sejarah.Responden berasal dan Jurusan Sejarah pada Fakultas Sastra Undip

Semarang, Fakultas Sastra UNS Solo,FKIP UNS Solo, FKIP UKSW Salatiga,FPIPS

IKIP Veteran Semarang, FPIPS IKIP Mubammadiyah Purwokerto dan IKIP Semarang.

Ditemukan, 83 persen responden mempunyai kesiapan mental tinggi dalam

menanggapi isu kontroversial. Hal itu disebabkan karena merek amerasa mempunyai

kebebasan berpendapat dalam keluarga. "Namun sebanyak tiga persen cenderung tidak

berani menyatakan pendapat dalam kelas," tegasnya. Sedangkan dari fihak pengajar, 18

persen yang siap untuk melayani mahasiswa, sementara sebagian besar, yakni 65 persen,

menanggapi selintas.

Kecenderungan atau kenyataan ini jelasnya, diduga terjadi karena faktor

relevansi budaya yang ter]adi dalam masyarakat. Artinya, para mahasiswa maupun

pengajar sejarah terikat oleh "tekanan" sosial budaya” ketika harus menentukan sikap

atau pendapat. Kenyataan menarik lain, mahasiswa yang sangat bergairah menanggapi

isu kontroversial, berasal dari IKIP Mubammadiyah Purwokerto (47 persen), FKIP UNS

(24 persen), dan IKIP Semarang (12 persen). Sedang lainnya, di bawah itu. "Saya tidak

tahu mengapa terjadi demikian,'' komentarnya.

Abu Su'ud merupakan guru besar ke-15 yang dimiliki IKIP Semarang. Saat ini ia

menjabat Ketua Jurusan MKDU FPIPS di IKIP Semarang tersebut. Gelar doktor Bidang

Pendidikan IPS atau Studi Sosial diraih dari IKIP BandungKIP Bandung tahun 1986.

Putra kelahiran Tegal pada tanggal 27 Juli 1938 aktif menulis di berbagai medial media

massa, menghasilkan belasan karya ilmiah, buku, dan makalah- makalah. (gn-13).

@@@

322

Page 324: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

D. Harian KOMPAS, 23-1-1993

“………………………………………………………………………

Dr. H. Abu Su'ud, Ketua Jurusan MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) Fakultas

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) IKIP Semarang, menawarkan program isu

kontroversial dalam kelas sejarah sebagai sebuah alternatif dalam pengajaran sejarah.

Doktor bidang Pendidikan IPS alumnus IKIP Bandung tahun 1986 ini, mengutarakannya

ketika menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP Sernarang, Sabtu (23/1/93) Acara berlangsung dalam

Rapat Senat Terbuka IKIP Semarang di kampusnya, Semarang, Sabtu siang (23/1).

"Gagasan ini hanya merupakan langkah-langkah kecil dalam rangkaian metode belajar

kreatif dalam proses belajar- mengajar sejarah," ujarnya. Dia menyarankan agar metode

belajar- mengajar semacam ini dapat dikembangkan pada bidang studi IPS lainnya, pada

jurusan selain Pendidikan Sejarah, seperti yang dikembangkan dalam perkuhahan Ilmu

Sosial Dasar (ISD) maupun Ilmu Budaya Dasar (IBD).

Abu Su'ud mengatakan, program lsu kontroversial masuk kelas sejarah ini dapat

dikembangkan untuk mencapai tingkatan daya penalaran, peningkatan dayaa kritik sosial,

dan peningkatan kepekaan sosial. Selain ita program ini dapat dikembangkan untuk

mencapai peningkatan toleransi dalam perbedaan pendapat. Juga peningkatan keberanian

mengemukakan pendapat secara demokratis di samping peningkatan kemampuan

menjadi warga- negara yang bertanggung jawab.. –

Menyangkut sistem evaluasi terhadap keberhasilan belajar pada program isu

kontroversial dalam kelas sejarah ini, Abu Su'ud mengetengahkan seperangkat rambu-

rambu. Antara lain, keberhasilan belajar dalam program ini tidak dapat diukur dari

keserasian atau ketidakserasian dengan pendapat pemerintah. Keberhasilan belajar dapat

dilihat pada kemampuan menganalisis masalahmasalah sosial, keberanian

mengemukakan pendapat secara obyektif disertai dengan argumentasi yang tepat.

Namun, itu tidak boleh merugikan mahasiawa yang tidak dapat menyatakan pendapat

secara lisan. dalam diskusi (wgt)

@@@

E. Harian Sore(WAWASAN, 23/1/1993

323

Page 325: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

“……………………………………………………..

Dari hasil penelitian yang dllakukan oleh Dr Abu Su`ud terungkap, mahasiswa yang

merasa mempunyai kebebasan herpendapat dalam keluarga (83 persen), cenderung tidak

berani (3 peraen) menyatakan pendapatnya ketika diajukan isu kontroversial sebagai bahan

diskusi dalam kegiatan helajar mengajar sejarah. Justru mahasiawa hanya berani

‘berdiskusi dengan teman sendiri,’ (89 persen). Demikian pula para pengajar cenderung

menghindari kemungkinan membahas isu kontroversial yang diajukan oleh mahaslawa.

Hanya 18 peraen pengajar yang siap untuk melayani mahasiawa, Sedang sebagian besar

(65 persen) hanya menanggapi selintas.

"Hal ini menandakan gejala rendahnya kemandirian di tingkat dosen dan mahasiawa,"

ujar Prof Dr Abu Su'ud, dalam pidato pengukuhannya berjudul "Bila Isu Kontroversial

Masuk Kelas sejarah" sebagai guru besar pada FPIPS (Fakultas Pendidikan llmu

Pengetanuan Sosial), IKIP Semarang, di auditorium, kampus setempat, Sabtu (23/i) pagi

tadi.Peneiltian yang dilakukan oleh Dr Abu Su'ud itu dilakukan terhadap 181 resppnden

mahasiawa dan 34 responden pengajar sejarah yang berasal dari 7 perguruan tinggi,

masing masing Fakultas Sastra (FS) Undip, FS UNS, FKIP UNS, FKIP UKSW, FPIPS

IKIP Semarang, FPIPS IKIP Veteran Semarang dan FPIPS IKIP Muhammadiyah

Purrwokerto

Isu kontroversial yang dimaksud oleh Prof Abu Su'ud ini, misalnya tuliaan-tulisan

yang dirnuat dalam media massa sebagai the big news seperti tulisan tentang masa jabatan

presiden, benar tidaknya pahlawan PETA Supriyadi maslh hidup, rencana pendirian hotel

dl kraton Kasunanan Sarakarta, pengubahan gedung Lawang Sewu Semarang dljadikan

hotel, pencaplokan Kuwait oleh Irak, skandal Iran-Contra dan sebagainya.

Prof Abu Su'ud menduga kecenderungan tersebut terjadi karena faktor relevansi

sosial budayn yang terjadi dalam masyarakat, yang cenderung memberikan kepada

warganya suatu design far living dan sekaligus merupakan akibat dari proses social

determinism atan cultural determinism.

Artinya, dalarn menentukan sikap atau pendapat, para mahasiswa maupun pengajar

sejarah, terikat oleh "tekanan" sosial budaya herupa nilai-niiai mapan yang diyakininya.

324

Page 326: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Para pengajar, nilai ketua jurisan MKDU FPIPS IKIP Semarang ini terpengaruh oleh

gambaran atau citra kemapanan- nilai sosial yang dianggapnya tidak mendukung

keterbukaan seperti itu. Dalam konflik internal yang terjadi antara kemandirian, yang

menjadi kualitas seorang ilmuwan, dengan kehendak intuk selalu konform atau harmonis

dengan lingkungan nampaknya dimenangkan oleh kualitas birokrat yang ada pada diri

mereka

Sebagai gambaran eksatrem dikemukakannya, ada seorang dosen calon respenden

menolak untuk mengisi kuesioner, karena dianggapnya akan melakukan "dosa politik"

Pada bagian lain Abu Su'ud menekankan, perlunya dicari terobosanmenemukan alternatif

dalampengajaran sejarah di sekolah. Maksud Abu Su'ud, agar pelajaran sejarah dapat

disajikan lebih menarik dan merangaang pelajar untuk mau helajar sejarah dalam arti yang

sesungguhnya. Asumainya, kalau kita menginginkan kemajuan dalam pengajaran sejarah

maka berbagai mitos dalam cara pengajaran sejarah harus dihilangkan

Mitos yang harus dihilangkan tersebut, menurutnya, seperti alasan memenuhi

target untuk ‘menghabiskan bahan ajaran’, ‘menghindari konflik terbuka dengan

mahasiawa’, ‘hilangnya wibawa guru kalau tidak dapat menjawab masalah’ dan

sebagainya. …………………………………. (Gt/m)

@@@

4. MENCARI ALTERNATIF DALAM PENGAJARAN SEJARAH

(Menyongsong Pengukuhan Sebagai Guru Besar)

325

Page 327: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Sekitar dua tahun yang lalu dalam kesempatan memberikan sambutan pada

Seminar Sejarah Nasional V di Semarang Gubernur Jawa Tengah HM Ismail

menekankan perlunya dicari aiternatif untuk menemukan cara pengajaran sejaran yang

lebih menarik. Ungkapan tersebut disampaikan setelah menyampaikan sinyalemen banwa

pelajaran sejarah tidak menarik para pelajar, bahkan dianggapnya sebagai samben oleh

para siswa.Keluhan semacam itu manjadi makin menarik, karena yang menyampaikan

keluhan tersebut lurahnya Jawa Tengah yang sehari-harinya tidak berhubungan langsung

dengan kegiatan belajar mengajar, namun memerlukan menyampaikannya di hadapan

para peserta seninar kaum sejarawan. Sebagai pengguna lulusan Lembaga Fendidikan

Tenaga Kependidikan (LPTK) yang harus mengajar sejarah di berbagai jenjang

pendidikan, pernyataan itu amat tepat. Sekaligus mengingatkan kembali kepada

masyarakat

sejarawan pendidik, banwa keluhan tersebut bukan kali itu saja disampaikan.

Dengan cara yang bervariasi, warga masyarakat lainnya sering menyampaikan keluhan

semacam. Pertanyaan yang segera muncul adalah, siapa yang paling bertanggung jawab

atas kondisi yang tidak nyaman itu? Bagaimana cara mengatasinya? Faktor-faktor

manakah yang paling berkaitan? Faktor gurukah? Faktcr LPTK yang menghasilkan guru

sejarah? Faktor buku pegangan? Faktor metode pengajaran? Ternyata bukan perkara

gampang untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Memilih Metode

Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, menentukan pilihan metode bukan

merupakan langkah yang paling prima. Tidak dengan serta merta penggunaan metode

mengajar yang bergengsi ataupun teknologi paling canggih akan memberikan efektivitas

positif dalam mencapai tujuan pengajaran.Ini berarti bahwa pemilihan metode, pemilihan

bahan ajar, pemilihan media canggih maupun cara penilaian (evaluasi),harus selaiu

mengacu pada tujuan pengajaran atau sasaran perubahan apa yang hendak dicapai oleh

sesuatu program.Selain itu tidak bisa dilupakan faktor kelas yang dihadapi, besarnya

kelas, tingkat umur ataupun kesiapan menerima informasi.

Oleh karena itu pertanyaan pertama adalah manusia yang bagaimanakah yang

hendak dicapai dengan pendidi kan sejarah? Menjadi warga negara yang baik?

326

Page 328: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Manusia de ngan hafalan penuh dan menguasai seluruh fakta tentang kejadian masa

laiu? Ataukah manusia dengan kemampuan menganalisis berbagai kejadian umat

manusia, terutama bangsanya?

Secara teoritis dapatlah dikemukakan, bahwa proses pendidikan dapat

menghasilkan tiga hal, yaitu (1) penguasaan akan pengetahuan, (2) penguasaan akan

teknologi atau metodologi, serta (3) kebijaksanaan (wisdom).

Tak disangsikan lagi, kita tidak dapat secara apriori beranggapan bahwa metode

diskusi jauh lebih efektif katimbang metode ceramaah, ataupun bahwa metode inkuiri

lebih unggul dibanding dengan metode diskusi, atau justru sebaliknya. Peranan pengajar

dalam menggunakan atau memanfaatkan sesuatu merode jauh lebih berarti dalam

mencapai efektivitas proses belajar mengajar sejarah. Kita bisa membandingkan antara

penggunaan cangkul bila dibanding dengan buldozer, mana yang lebih efektif? Tentu saja

jawabannya banyak tergantung pada untuk tujuan apa peralatan itu digunakan, dan siapa

yang menggunakan. Hal itu perlu dikemukakan, karena banyak yang secara apriori

memilih metode diskusi untuk segala situasi. Demikian juga banyak yang lebih memilih

menggunakan OHP dalam kelas. Penggunaan OHP yang hanya memindahkan teks dari

buku ke layar atau tembok, dan gurupun hanya membaca teks tersebut, tentu saja jauh

kurang efektif dibanding dengan penggunaan papan tulis plus kapur. Apalagi kalau

sesekali guru tersebut menggambar skema dengan beberapa coretan, nama dan angka.

Daya Tarik Belajar Sejarah

Guru tidak dapat hanya dipandang sebagai instruktur yang memanipulasi segala

metode maupun teknologi pendidikan untuk kepentingan pengajaran, lebih-lebih lagi,

guru bukan sekadar instrumen yang bekerja mengikuti program-program yang secara

teknologis dipersiapkan oleh teori maupun badan pengembang pendidikan yang

kadangkala jauh dari lapangan.

Orang lebih setuju kaiau guru sebaiknya dipandang sebagai seniman Dalam

memainkan peranannya, guru amat lihai dalam memainkan seni menghadapi siswa

secara personal dengan memanipulasi berbagai perangkat yang tersedia, seperti materi

pelajaran, media pengajaran, siswa dan sebagainya, untuk kepentingan tercapainya

327

Page 329: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tujuan pengajaran. Dalam memiiih kiat itu seorang guru dituntut kemampuan imajinasi,

kreativitas maupun sentuhan seni. Itulah sebabnya banyak guru sejarah yang saya

wawancarai menyatakan, telah tertarik menjadi guru sejarah, karena terpesona oleh

penampilan guru sejarah mereka di SLTP maupun SMA. Bukan karena kemampuan

mereka memiiih metode maupun media yang canggih, melainkan karena merekatelah

tampil sebagai seniman.

Dalam berbagai kesempatan pembicaraan dari hati ke hatidengan beberapa

mahasiswa sejarah, banyak dikemukakan rendahnya minat para dosen sejaran

mengangkat isu-isu kontroversial dalam kelas sejarah. Termasuk ketika hangat-hangatnya

berita mengenai pergeseran politik di negeri-negeri Eropa Timur, bentrokan politik di

negeri-negeri Timur Tengah maupun Asia Selatan. Sementara itu di dalam negeri banyak

pula kontroversi yang terlewat begitu saja tidak diangkat ke dalam kelas sejarah, seperti

rencana pembangunan pada kawasan kesunanan Surakarta, masa jabatan presiden dan

sebagainya.

lsu Kontroversial dalam Kelas Sejarah

Terdorong olehi keingian mengetahui lebih banyak tentang keoenderungan itu,

penulis pernah rnelakukan studi pada tingkat perguruan tiggi di Jawa Tengah, mengenai

hal yang sama. Memang haslnya masih menunjukkan rendaihnya minat untuk itu, baik di

kalangan mahasiswa maupun dosen sejarah. Secara teoritis, sebenarnya cara itu, yaitu

memasukkan isu kontroversial ke dalam kelas sejarah, dapat meningkatkan daya kritik

sosial, kepedulian sosial, toleransi sosial maupun dalam menyatakan pendapat, meskipun

berbeda dengan pendapat umum. Timbul dugaan, banwa faktor "relevansi sosial budaya"

yang lebih menghargai keselarasan sosial, telah menghambat kecenderungan untuk

aktualisasi diri secara terbuka, meskipun pemerintah selain menganjurkan keterbukaan.

Otonomi nampaknya masik terhambat oleh kecenderungan untuk selain konform dengan

kemapanan ..

Sebagai akhir renungan ini, ada baiknya kalau secara terbatas dan selektif, para

guru sejarah dapat memasukkan isu kontroversial ke dalam kelas sejarah. Dengan

demikian sasaran akhir pengajaran sejarah untuk menyiapkan menjadi warga negara yang

328

Page 330: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

baik, mempunyai daya kritik sosial tinggi, maupun meningkatkan toleransi sosial, dapat

didekati secara terarah. Jurusan lain yang dapat menerapkan konsep ini, adalah

Pendidikan Moral Pancasila – Kewarga Negaraan (PMP-KN). (HARIAN

WAWASAN1993)

5. POTRET KOTA SEBAGAI SUMBER BELAJAR

Ketika berkesempatan memberikan ceramah di hadapan para guru dan siswa

SLTP - SLTA dalam rangka memperingati Hari JadiKota Semarang saya mengalami

kesuIitan dalam memberi peragaan.Dari seseorang yang sangat memperhatikan

konservasi kota Semarang, yiatuProf. Ir. Eko Budiharjo, MSc. saya hanya mendapatkan

gambar serta /potret slide dan gambar mati tentang gedung- gedung tua di Semarang.

Mungkin usaha saya belum maksimal dalam mendapatkan bahan tersebut.

Dalam kesempatan ceramah tersebutsaya saya mengemukakan perlunya usaha

yang terpadu untuk membuat pemotretan- pemotretan maupun perekaman dengan video

berbagai obyekdi Semarang. Bukan hanya untuk keperluan dokumentasi melainkanjuga

untuk kepentingan yang Iebih ofensif. Maksudnya adalah untuk keperluan

“"menghidupkan” Semarang di mata warga masyarakat sekarang di masa yang akan

datang. Lcbih-lebihkarena memang Semarang sedang dan selalu mengalami proses

perubahan, hingga banyak momentum kesejarahan yang berupa obyek-obyek fisik kota

maupun kejadian akan tinggal dalam kenangan sejarah belaka, kalautidak sempat

diabadikan sebelumnya, atau sekarang juga. Demikian juga banyak sekali gerak hidup

kota Semarang yang lain, baik kegiatan- kegiatan olah raga, kegiatan budaya maupun

kegiatan atau peristiwa alam, seperti banjir bandang, rob, maupun kemacetan lalu lintas

dan sebagainya.

Semua itu sebaiknya diberitahukan kepada warga masyarakat. Bukan hanya

sekadar sebagai sebuah berita, melainkan juga sebagai pokok bahasan dalam kegiatan

belajar mengajar sejarah atau IPS pada umumnya.

Memerlukan Skenario

Anak-anak sekolah di beberapa negeri maju akan digiring ke sebuah ruamg gelap

untuk diajak mengenal kotanya lewat slide ataupun video, untuk melengkapi pelajaran

329

Page 331: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

IPS, IPA maupun Ekologi. Isinya tidak hanya hasil pemotretan dari jarak dekat,

melainkan juga hasil pemotretan banyak sudut atau pengambilan gambar yang hidup

dengan kamera film, tentang kota maupun kawasan negeri yang dapat dijadikan sebagai

pokok hahasan. Akhir-akhir ini misalnya, banyak informasi tentang kota-kota di Bosnia

yang menuju kehancuran karena perang saudara yang terjadi di sana. Untuk versi

Indonesia barangkali bisa digunakan gambar-gambar yang menayangkan berbagai kasus

kebakaran, pembiman maupun bentrtokan antar kelompok di berbagai daerah. Atau

sebaliknya berbagai acara kerjasama warga masyarakat untuk membangun kembali

berbagai fasilitas sosial yang mengalami bencana alam.

Untuk keperluan itulah TPI sejak semula didirikan. Tetapi kita sudah melupakan

fungsi itu pada PPT, karena memang sulitnya bukan main menghadirkan acara TPIdi

atas. Apakah kita harus meliburkan anak untuk dapat nonton di rumah masing - masing.

Ataukah kita harus menyediakan perangkat TV di sekolah khusus untuk acara tertentu.

Namun demikian kita tidak bisa hanya merenungi kegagalan itu saja tanpa berbuat yang

lebih praktis.

Rencana penyusunan skenarionya bisa dimulai sejak upacara penerimaan hadiah

Adhipura atau Adhipura Kencana, barangkali. Kemudian pemandangan bergerak ke

berbagai obyek atau sudut kota yang memang patut dikagumi sebagai keberhasilan

pembangunan. Namun dari sana kamera dapat saja menjauhi lokasi-lokasi yang

membanggakan, seterusnya menelusuri lokasi-lokasi yang “memalukan”, atau memilih

bagian-bagian kota yang sebentar lagi musnah dan berganti wajah dengan bangunan baru,

sebagai akibat tukar gulung atau peningkatan manfaat sesuatu kompleks bangunan.

Perlu diingat kembali bahwa kita tidak sedang membuat film berita, melainkan

merancang sebuah bagian dari sumber belajar, yang tentu saja diperlukan bagian-bagian

adegan yang perlu penekanan atau perlu pembahasan.

Catatatn Atas Kematian

Di beberapa negeri maju setiapdidirikan kompleks bangunan baru di atas kawasan

tertentu, akan diawali dengan pemotretan semua kompleks bangunan yang bakal

dimusnahkan. Tentu saja potret-potret itu dilengkapi dengan penjelasan seperlunya.

330

Page 332: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Catatan dan dokumentasi tersebut amat berguna untuk menelusuri jejak katau-kalau

terjadi sesuatu yang tidak diinginkan bagi keselamatan penghuni bangunan baru tersebut.

Jadi tidak sekadar melestarikan tradisi menanam kepala kerbau.

Kalau segala catatan itu terdokumentasi di perpustakuan kota atau bagian arsip kota,

tentu saja siapapun dapat memanfaatkannya untuk keperluan studi pertumbuhan kota.

Kita tidak begitu yakin apakah terhadap berbagai bangunan kuno di Semarang atau kota-

kota lain di Indonesia, telah dilakukan usaha pendokumentasian itu. Misalnya, kitapun

belum yakin apakah kita tel;ah dengan sengaja mengabadikan Gedung Lawang Sewu

dalam potret mati ataupun film. Lebih-labih kalau bangunan kuno itu akan “diremajakan”

oleh pemiliknya yang baru, yang konon adalah dari keluarga Cendana.

Ceramah-ceramah tentang Hari Jadi danperkembangan kota Semarang, misatnya,

seyogyanya tidak lagi hanya sekadar berisi riwayat atau kenangan ketika untuk pertama

kalinya Semarang didirikan oleh Kyai Pandanaran beberapa ratus tahun yang lampau.

Sehabis itu tidak ada lagi yang dapat dikisahkan, karena memang tidak ada catatan

tentang pertumbuhan kota tersebut.

Sekali lagi, para guru sekolah sekarang barangkati masih dapat berkisah tentang

pertumbuhan kota Semarang dari ingatan atau catatan pribadinya, dalam rangka

mengisi"muatan lokal" dalam kurikulum sekolah.Misalnya bahwa ada sebuah Gedung

Olah Raga (GOR) Simpang Lima,yang cukup megah pada masanya di tahun tujuh

puluhan. Bangunan itu merupakan tempat berbagai kegiatan budaya, kesenian, olah raga,

pendidikan maupun keagamaan. Sekarang bangunan itu telah tiada bekasnya

sekaliupun.Di tempat itu sekarang telah didirikan sebuah kompleks bangunan yang

lebihmegah dan modern. Yaitu Citraland, sebuahhotel bintang lima yang semi pencakar

langit, yang terpadu dengan sebuah mall, pertokoan, perkantoran maupun rekreasi, yang

amat berperan datam mengubah wajah Simpang Lima. Berubah dari sebuah pusat

budaya dan olah raga menj adi pusat bisnis yang terpadu dengan pusat rekreasi dan

budaya juga.

Tidak seorang awampun yakin,bahwa GOR itu telah diabadikan secara sengaja, sebagai

catatan atas kematiannya. Secara tidak sengaja tentu saja pemotretan itu telah banyak

sekaliditakukan ketika GOR dimanfaatkan untuk pelaksanaan Wisuda sesuatu perguruan

tinggi, untuk pengajian, pertunjukan sirkus, maupun untuk pertandingan berbagai nomer

331

Page 333: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

olah raga dsb.

Untuk Keperluan Pariwisata

Gagasan memotret Semarang atau kota-kota lain yang relevan, sebagaipengisi

"muatan lokal" pada kurikulum sekolah, dapat segera kita lakukan dengan persiapun

yang matang. Yang dibutuhkan kiranya bukan cuma skenario, melainkan tentunya juga

dana. Lebih-lebih kalau harus melakukan pemotretan atau perekaman dari udara. Lalu

fihak mana atau siapa yang harus membiayai kegiatan itu?

Di Semarang ada instansi pemerintah bernama Balai Prodokat Me-Dananya tentu

saja dapat dimanfaatkan untuk kerja sama dengan developer yang harus melakukan

pendokumentasian berbagai kawasan lama yang akan disutap menjadi kawasan baru.

Dana juga dapat dip[eroleh dari pemerintah daerah yang melakukan pendokumentasian

proses pertumbuban kota dan daerahnya. Dan jangan diabaikan peranan Deparpostel.

Pada beberapa kota modern di luar negeri, para turis lebih dulu akan diajak

menikmati sajian pertunjukan audiovisual mengenai "gerak hidup" dan pertombuhan

kota, dalam ruang-ruang pamer Balai Kota. Di Semarang ruang pamer itu dapat saja

disatukan dalam kompleks Posat Rekreasi Taman Mini Jawa Tengah, atau di sebuah

Rtuang data yang memiliki auditorium. Lantas para tamu kita dari program "Midden Java

Reunie" (MJR) akan lebih dahulu diajak ke sana. Erg mooi toch? Indah nian, kan? (29)

@@@

332

Page 334: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

6. GURU SEJARAH DAN PERUBAHAN SOSIAL

Orde demi Orde pemerintahan silih berganti. Rezim demi rezim silih berganti

pula. Dan selanjutnya buku sejarah demi buku sejarah bergantian pula dipasarkan dalam

pasaran buku, Lebih dari itu silih berganti pula penataran untuk para guru sejarah

diseelenggarakan. Maksudnya agar para guru dapat senantiasa melaksanakan tugas

pendidikan dengan sempurna sebagai juru bicara pemerintah. Pelajaran sejarah

merupakan bidang pendidikan nilai yang sarat dengan norma dan semangat kebangsaan.

Oleh karenanya kalau guru menghadapi perubahan dalam fakta sejarah dalam buku

sejarah bukan perkara mudah untuk diterima.

Beberapa orang guru sejarah yang memasuki masa pensiun menyatakan

kegembiraan hati mereka, karena merasa sudah terlepas dari beban psikis setiapkali

melaksanakan tugas mengajar. Selama ini mereka merasa harus menghadapi situasi

konflik setiap kali harus mengajarkan fakta-fakta sejarah yang tercantum dalam buku

pegangan, yang menurut keyakinan mereka amat berbeda.

Mereka merasa betapa enaknya menjadi guru IPA, Matematika, maupun

Geografi. Mereka tidak mengalami beban mental karena tidak menghadapi situasi konflik

batin, karena perbedaan fakta. Sebetulnya anggapan itu tidak sepenuhnya benar, sebab

banyak guru yang menghadapi situasi konflik yang sama ketika harus mengajarkan

333

Page 335: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

matematika modern, misalnya. Hanya tentu saja kadar beban itu tidak sama karena tidak

berkaitan dengan norma maupun etika sosial.

Yang sering dilakukan guru sejarah maupun PMP adalah menjauhi resiko bagi

keselamatan mereka sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga. Itu sebabnya mereka

akhirnya cenderung tidak lagi mempersoalkan hakekat kebenaran sejarah (history as a

fact). Mereka tetap melaksanakan tugas mengajar sesuai dengan acuan resmi, yaitu

kurikulum dan silabus mata pelajaran (history as writen).

Bagaimanapun di hati kecil mereka masih terdapat ganjalan, karena harus

menyatakan sesuatu kebohongan kepada murid yang belum tahu apa-apa. Hati mereka

merasa ada beban dosa. Itu sebabnya mereka merasakan kebebasan ketika terbebas dari

tugas mengajar.

Akhirnya hampir-hampir para guru sejarah itu menjadi sebuah tape recorder, yang

hanya menjadi His Master`s Voice. Hati nurani sebagai intelektual sudah lama mereka

tumpulkan. Bahkan untuk menyatakan secara terbuka dalam pertemuan GMP (Guru Mata

Pelajaran) dengan rekan guru sejenis bidang studipun tidak berani. Oleh karenanya

forum-forum pertemuan antar guru mata pelajaran tidak pernah mereka gunakan untuk

membahas berbagai kesulitan yang dihadapi guru sejarah ketika menghadapi situasi

konflik seperti di atas. Yang mereka bicarakan tidak lebih dari teknikalitas pengajaran

belaka.

BEDA FAKTA, BEDA SEMANGAT

Akhir-akhir ini, sebagai konsekuensi dari semangat reformasi total. muncul

kembali sejumlah isu kontroversial dalam sejarah nasional. Bahkan nyaris tidak

terbendung. Berbagai keraguan sejarah di sekitar berbagai peristiwa sejarah yang selama

tiga dasa warsa hanya menjadi celotehan para sejarawan dalam forum-forum terbatas,

mendadak dimunculkan secara lebih lugas dan terbuka dalam media massa. Tanpa ewuh

pakewuh.

Seorang tokoh orang kecil yang tidak pernah dikenal dalam pergaulan intelektual

tiba-tiba membuka rahasia sejarah di sekitar proses terbitnya Surat Perintah Sebelas

Maret 1966 (Supersemar). Menurut pengakuannya dirinya adalah mantan petugas

334

Page 336: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sekuriti Presiden Sukarno di Istana Bogor pada waktu peristiwa itu terjadi. Secara lugas

dia menyatakan di hadapan LBH DIY Yogyakarta sebuah isu baru, yang selama ini tidak

pernah diketahui dengan pasti Orang itu, Letda TNI (Purn) Wilardjito menyatakan

melihat empat orang Jendral TNI AD menghadap Bung Karno di tengah malam tanggal

11 Maret 1966. Salah seorang dari mereka baru pertama kalinya dikaitkan dalam

peristiwa itu, yaitu Jendral Panggabean. Konon diceritakan bahwa jendral tersebut

menodongkan pistol untuk memaksa Bung Karno menandatangani Surat Perintah itu.

Cerita itu tentu saja membingungkan para guru sejarah, karena data itu tidak

pernah terdapat dalam buku sejarah yang mereka pakai. Selama ini yang disampaikan

kepada murid adalah nilai semangat kerelaan seorang pejuang dan nasionalis sejati, Bung

Karno, yang menghadapi situasi genting, menyusul pemberontakan G30S/PKI. Perintah

Presiden Suharto untuk pengamanan situasi dan penyerahan kekuasaan kepada Jendral

Suharto adalah suatu kebijakan yang sangat rasional. karena Jendral Suharto merupakan

Panglima Kostrad yang telah berhasil mengatasi pemberontakan dengan berhasil pada

tingkat awal.

Dalam tempo yang cepat Pangkostrad itu telah berhasil dengan gemilang

memimpin operasi pencarian korban kekejaman G30S/PKI. Dalam operasi itu sembilan

perwira tinggi ABRI yang korban keganasan G30S/PKI telah diketemukan di sebuah

sumur tua di kawasan Lobang Buaya di sekitar Lanuma Halim Perdanakusuma. Berhasil

pula beliau menguasai keadaan di Jakarta, dengan bantuan Jendral Sarwo Edi Wibowo

dari RPKAD yang legendaris itu.

Semangat lain yang terkandung dalam buku-buku sejarah adalah juga tingginya

tanggung jawab dan ketaatan seorang prajurit TNI AD Jendral Suharto untuk

melaksanakan perintah dari Pangti ABRI Presiden Sukarno.

Kalau nanti ternyata cerita Wilardjito benar, sebagai hasil pengusutan yang

obyketif ilmiah, tentu saja semangat di balik peristiwa penandatanganan Supersemar

menjadi berubah sama sekali. Yaitu semangat pemaksaan pendapat, semangat

kebohongan, semangat penghianatan seorang prajurit, maupun semangat kelicikan

seorang komandan.

Semuanya memang masih bersifat tentatif. Namun para murid maupun para guru

sejarah sudah dihadapkan pada suatu keadaan pelik.

335

Page 337: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

KONTROVERSI DALAM SEJARAH

Belum lagi usai kasus pengungkapan fakta sejarah oleh Wilardjito, yang dinilai

sebagai pencetus kebohongan sejarah diusut tuntas, muncul lagi isu baru. Sebetulnya

bukan isu baru, karena sayup-sayup pernah pula diungkapkan dalam masa rezim Suharto.

Yang dimaksudkan tidak lain siapa pelaku sejarah yang telah merencanakan Serangan

Oemoem 1 Maret 1949. Kali ini yang membuka cerita itu tidak lain Brigjen TNI (Purn)

Marsudi. Kredibilitas pemberita itu sangat tinggi, karena beliau merupakan mediator atau

kurir, yang mempertemukan kedua tokoh itu. Yaitu Sri Sultan HB IX dengan Letkol

Suharto. Dan beliau bersedia dipertemukan dengan Jendral Besar TNI (Purn) Suharto

untuk pemberitaan itu.

Selama masa Orde Lama para murid menghafalkan sejarah nasional bahwa SO 1

Maret 1949 untuk pertama kalinya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Selama masa rezim Orde Baru para guru sejarah telah mengampaikan dengan baik

semangat pejuang Letkol Suharto yang mempunyai semangat juang tanpa henti.

Disebutkan dalam buku sejarah, bahwa pencetus gagasan untuk melakukan SO 1 Maret

1949 adalah seorang perwira menengah berumur sekitar 25 tahun bernama Suharto.

Perwira muda itulah yang kemudian menjadi Presiden selama lebih dari 30 tahun ini.

Kembali para guru mengalami kebingungan bagaimana harus mengambil sikap

dalam menghadapi pergantian data dalam buku sejarah. Apakah mereka sepantasnya

tetap mengajarkan sejarah apa adanya seperti tertulis (history as writen)? Apakah mereka

harus mengajarkan sejarah sesuai dengan keyakinan masing-masing guru? Inipun berarti

sebuah sejarah apa adanya menurut keyakinan pengajar. Adalah wajar kalau keyakinan

pengajar itu berasal dari keyakinan sesuatu otoritas, yang bisa berupa sejarawan, pelaku

sejarah namun bisa sebuah Orde.

Kebimbangan semacam itu dialami juga oleh para guru PMP, yang pada dasarnya

mempunyai kompetensi yang tidak berbeda dengan guru sejarah.

Dalam melaksanakan tugas di kelas mereka juga pernah menghadapi

kebimbangan tentang Hari Lahir Pancasila. Apakah akan disampaikan sesuai dengan

bunyi dokumen Pidato Lahirnya Pancasila oleh Bung Karno, yaitu 1 Juni 1945? Apakah

336

Page 338: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mereka harus mengajarkan persepsi pemerintah Orde Baru, yaitu 18 Agustus 1945, sehari

setelah Hari Proklamasi Kemedekaan?

LAIN GURU SEJARAH, LAIN DOSEN SEJARAH

Kita belum tahu presis sikap para guru di era reformasi dalam menanggapi

kemuskilan yang dihadapi pengajar sejarah. Hampir dapat dipastikan bahwa selama masa

Orde Lama maupun Orde Baru mereka lebih mengutamakan kepastian pekerjaan

ketimbang idealisme pada kebenaran sejarah. Artinya mereka melaksanakan tugas

mengajar sebagai anak manis, yaitu menjadi juru bicara pemerintah dalam

menyampaikan pesan-pesan pembangunan maupun kebenaran sejarah.

Kondisi yang sama nampaknya terdapat pula dalam pendidikan tinggi. Tidak ada

beda sikap yang diambil oleh guru sejarah maupun dosen sejarah. Secara teoritis

sebetulnya para dosen sejarah mempunyai peluang lebih besar untuk lebih mandiri dalam

melaksanakan tugas mengajar sejarah. Dosen dapat menggunakan pendekatan sejarah

sebagai ilmu. Dengan pendekatan ini kepada mahasiswa dapat diberikan berbagai data

yang berbeda sekalipun.

Pendekatan semacam itu tidak dapat diterapkan pada tingkat pendidikan dasar

maupun menengah. di Indonesia. Alasannya terletak pada kemampuan peserta didik

yang belum dapat diajak untuk berpikrir alternatif. Lebih dari itu karena pola pengajaran

sejarah yang dikembangkan pada jenjang pendidikan itu mengiktui konsep mata pelajaran

sejarah untuk kepentingan pendidikan kewarganagaraan. Hal semacam itu menjadi ciri

pengenbangan pendidikan di Era Orde Lama maupun Orde Baru yang bersifat otoriter.

Dengan konsep itu sejarah digunakan untuk kepentingan pendidikan politik.

Dengan sendirinya materi maupun metode pengajaran harus berorientasi pada

kepeningan pengembangan kebanggaan bangsa, romantisme penguasa, serta loyalitas

tunggal pada kemapanan.

Pada banyak negara pendekatan pengajaran sejarah untuk kepentingan pendidikan

kewarganegaraan tetap diterapkan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hanya

bedanya di negeri liberal peserta didik sudah terbiasa dengan pola pengembangan

berfikir alternatif, sejak dalam pendidikan keluarga.

337

Page 339: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

PENDIDIKAN SEJARAH DI ERA REFORMASI

Kita sekarang sedang memasuki suatu tatanan hidup yang sangat transisional.

Bagaikan tahap kehidupan para remaja, Mereka baru saja meninggalkan masa anak-anak

yang penuh dengan bimbingan dan petunjuk, dan sedang memasuki masa dewasa yang

diidentikkan dengan kemandirian. Layaknya kehidupan kaum remaja masyarakat kita

sekarang sangat traumatis pada pola hidup dan pola fikir Orde Baru. Hampir semua pola

lama seperti ingin ditinggalkan. Sementara itu kita belum mempunyai pola yang mantap

dalam pengembangan tatanan sosial.

Dapatlah difahami kalau banyak terjadi ekses dalam mengaktualisasikan

semangat reformasi. Terkesan amat bersifat nihilistis. Terkesan adanya suasana anarkis

dalam memaknakan semangat keterbukaan. Dalam kondisi semacam ini sulit bagi kita

untuk menentukan pilihan atas pendekatan maupun metodologi pengajaran sejarah.

Kita harus mampu menjawab lebih dahulu sejumlah pertanyaan sebelum

menemukan alternatif. Pertama, apakah demi keterbukaan setiap guru sejarah

diperkenankan mengembangkan pengajaran sejarah sesuai dengan pemikiran dan

persepsinya tentang sejarah dan data sejarah? Kedua, apakah para guru sejarah di jenjang

pendidikan dasar dan menengah harus pula mengembangkan konsep pendidikan sejarah

sebagai ilmu? Ketiga, apakah setiap peserta didik dapat mengembangkan konsep isu

kontroversial masuk kelas sejarah?

Beberapa gagasan berikut ini nampaknya perlu dijadikan dasar pemikiran. Tentu

saja yang diperlukan adalah pemikiran yang jernih, jauh dari emosi yang timbul karena

sikap apriori terhadap yang berbau konsep pengajaran sejarah untuk kepetingan

pendidikan kewarganegaraan. Pertama, nampaknya masih harus diterima konsep

pengajaran sejarah untuk kepentingan meningkatkan kebanggaan bangsa. Kedua, untuk

itu tetap diperlukan penulisan buku sejarah baku yang lebih abyektif,

338

Page 340: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

ebagai konsekuensi semangat keterbukaan. Ketiga, romantisme sejarah tidak dapat

dihindarkan dalam penulisan buku sejarah nasional yang baru. Namun harus dihindari

kecenderungan ke arah pendewaan terhadap tokoh sejarah. Lebih-lebih kalau dilakukan

dengan manipulasi fakta sejarah untuk kepentingan politik fihak penguasa.

339

Page 341: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

METODE PENGAJARAN

Ada semacam kekhawatiran timbul dalam hati menyaksikan berbagai ekses dalam

pemaknaan semangat reformasi. Seperti dikatakan di depan ada gejala nihilisme dan

anarkisme, sebagai akibat dari berfikir apriori menolak segala yang berkaitan dengan

Orde Baru. Yang terjadi justru praktek-praktek pemaksaan pendapat dengan cara-cara

yang lebih lugas.

Kekhawatiran akan berkembangnya budaya memaksakan pendapat harus

dihindarkan dalam metode pengajaran. Tanpa adanya kejernihan dalam mencari

kebenaran sejarah, bisa muncul pemaksaan dengan dalih mempersamakan persepsi

terhadap data sejarah, yang dilakukan dalam kelas sejarah. Kalau ini terjadi. berarti kita

mengulang kembali kesalahan Orde Baru, yang dinilai otoriter itu.

Untuk itu diperlukan kesadaran bahwa kebenaran bukan monopoli penguasa.

Termasuk bukan monopoli guru sejarah dalam kelas. Untuk itu harus dikembangkan

iklim demokratis dalam kelas sejarah. Pertama, guru harus membuka diri untuk

pemikiran alternatif, dengan cara memberikan kemungkinan adanya lebih dari satu fakta

sejarah. Kedua, guru menyediakan peluang bagi proses pemberian komentar dan

penilaian terhadap materi sejarah. Termasuk berkomentar terhadap kebijakan yang telah

diambil oleh pelaku sejarah. Hal ini bisa dilakukan baik oleh guru maupun oleh murid.

Ketiga, guru memberi kesempatan kepada murid untuk menyatakan pertanyaan maupun

isu sosial dalam kelas, meski tidak berkaitan langsung dengan bahan ajar.

Dengan demikian para guru tidak perlu mengalami kebimbangan setiapkali

muncul isu baru yang berkaitan dengan data sejarah. Semuanya bisa ditampung oleh guru

dengan penuh rasa percaya diri. Yang diperlukan mau tidak mau adalah keluasan

cakrawala pengetahuan guru sejarah.

Mampukah dalam kondisi penghasilan guru pada umumnya yang sangat rendah

untuk menyiapkan diri menjadi guru yang memiliki rasa percaya diri lebih?

SUARA MERDEKA, 28-6-1993)

340

Page 342: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

OO

7 JASMERAH

Sebagian pembaca barangkali ada yang tidak mengetahui bahwa Jasmerah

merupakan sebuah judul salah sebuah pidato Bung Karno pada awal tahun 60 an, yang

kalau dipanjangkan berbunyi Jangan Sekali-kali Meninggaikan Sejarah. Dan

sebagaimana pidato - pidato Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi lainnya,

Jasmerah pun kemudian menjadi bukan hanya bahan telaah, melainkan juga nenjadi

bahan indoktrinasi bagi seluruh rakyat Indonesia selama masa Orde Lama.

Di dalam Tubapi (Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi), yang terbit pada 1961 belum

tercantum pidato Jasmerah tersebut, namun Semua pidato Presiden setelah itu akhirnya

dimasukkan juga menjadi banan indoktrinasi.

Secara nalar judul pidato tersebut tidak dapat diterima, karena bagaimana

mungkin seseorang atau sesuatu bangsa tidak meninggalkan sejarah. Setiap orang pasti

akan meninggalkan sejarah, karena menurut Empu Ratnansa, seorang sejarawan pada

zaman Majapahit, sejarah tidak lain adalah kramaning tuha - tuha, atau perbuatan orang -

orang tua dahulu.

341

Page 343: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Artinya, tentu pengalaman atau perjalanan hidup orang -orang di masa lampau.

Sedangkan Robert V Daniels dalam bukunya "Studying History" menyatakan bahwa

"History is the memory of human group experience" (Sejarah merupakan kenangan

mengenai pengalaman sesuatu kelompok umat manusia). Dan itu tentu saja tetah terjadi

di masa lampau.

Sementara itu teringatlah kita pada ucapan seorang filsuf Yunani, Heraklitos, yang

mengatakan. bahwa "Engkau tak akan levat dua kali melangkahi sungai yang sama,

karena bukankah selalu saja air baru akan mengalir terus? Ibarat sungai maka kejadian

demi kejadian, kramaning tuha-tuha demi kramaning tuha-tuha selalu silih berganti.

Lalu bagaimana mungkin kita tidak boleh meninggalkan sejarah? Selama kita

masih manjadi manusia hidup, maka kita selalu akan mengalir terus menapaki masa kini

untuk menembus masa depan. Dan kita akan selalu saja meninggalkan sejarah, sambil

membuat sejarah baru.

Tentu saja bukan yang demikian itu yang dimaui oleh Bung Karno. Ibarat Bung

Karno sendiri telah tiada. Beliau telah menjadi catatan atau menjadi kenangan masa

lampau, telah menjadi tokoh sejarah. Demikian juga yang terjadi dengan Mahatma

Gandi , John F. Kennedy, Agus Salim, Sarwo Edi, maupun Ali Murtopo. Dan perjuangan

mereka selama masih hidup telah menjadi kramaning tuha-tuha.

Dapatkah kemudian kita meninggalkan kramaning mereka itu? Tentu saia tidak,

karena mereka dan segala langkah perjuangan mereka itu -juga bila langkah - langkah itu

dinilai buruk laku, seperti dilakukan oleh Hitler, Sekar maji Kartosuwiryo maupun DN

Aidit, tetap merupakan bagian dari pengalaman umat manusia yang satu.

Seandainya kita melupakan mereka atau meniuggalkan sejarah, kata Robert V

Daniels, maka berarti kita telah terputus dari ikatan umat manusia. BarangkaIi demikian

pula makaud BungKarno pada waktu itu.

Subyektifitas Sejarah

Sebagai kramaning tuha - tuba maupun “memori mengenai pengalaman umat

manusia" sejarah tentulah bersifat obyektif, yang tinggal dibaca, ditelaah, dan kemudian

dikisahkan dari generasi ke generasi. Namun siapa yang berkisah itu kalau bukan

342

Page 344: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

seseorang subyek. Oleh karena itu sejarah setelah disajikan (history as written) berubah

menjadi subyektif sifatnya, yang terjadi karena berbagai kualitas yang menempel pada

subyek itu sendiri. Misalnya, kepribadiannya, asal usulnya, pandangan hidupnya,

kedudukan sosial maupun kepentingannya dalam kaitan dengan peristiwa itu, dan

sebagainya. Itulah sebabnya orang kemudian berbicara tentang fungsi sejarah atau

kegunaan sejarah.

Bermula sejarah dianggap sebagai rangkaian kisah hidup manusia, tentang

pengalaman dan perjalanan hidup manusia, tentang nilai - nilai hidup yang telah

ditemukan pada masa lampau. Atau dengan pendek bisa disebutkan tentang kebudayaan

manusia. Semua itu kemudian disajikan (deskriptif) serta dikisahkan (naratif) sebagai

suatu informasi (informatif) dari generasi ke generasi berikutnya.

Sejarah. dengan demikian merupakan sebuah alat untuk mentransmisikan

kebudayaan dalam suatu kerangka besar yang bermaksud sebagai proses pewarisan

budaya. Peranan sejarah seperti itu dikembangkan bersamasama dengan seni musik, seni

sastra, filsafat, matematika. dan sebaginya. yang dianggap sebagai liberal art untuk

maksud membebaskan manusia dari kegersangan budaya. Secara tegas selanjutnya

sejarah dimaksudkan untuk sarana pendidikan (didaktis). Oleh karenanya sejarah harus

dikemas sedemikian rupa agar dapat digunakan untuk tujuan mengobarkan semangat.

Bisa semangat kepahlawanan. semangat patriotisme, maupun semangat rela berkorban.

Bahkan secara eksatrem sejarah dapat dikembangkan untuk mengobarkan nasionalisme

sempit maupun chauvinisme. Gaya penulisan sejarah yang demikian itu seringkali

mengundang kecemasan pada fihak lain, yang merasa dirugikan, karena sejarah dengan

kemasan seperti itu cenderung meninggalkan obyektivitas sejarah sebagai ilmu (history

as science). Pengertian "history" nampaknya telah bergeser ke arah "his story".

Kasus penulisan kembali "Sejarah Jepang" ternyata telah menimbulkan kemarahan

fihak Cina, karena buku sejarah tersebut dinilai telah memanipulasi fakta sejarah. Dalam

buku tersebut nampaknya fakta “pendudukan Jepang atas daratan Cina dan Korea” telah

dikaburkan, menjadi semacam “hubungan antar bangsa”. Demikian juga telah terjadi

kasus revisi sejarah karena dianggap fakta sejarah yang ditulis pada masa Stalin

dianggap tidak valid. Lalu berkembang pula aliran baru dalam sejarah (new history) yang

dipelopori oleh Von Ranke (1790 - 1886), yang ingin rnengembangkstudi sejarah kritis.

343

Page 345: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Menurutnya studi sejarah kritis sejarah tidak berpretensi untuk mendidik ataupun

membangkitkan semangat kepada generasi baru. Tujuan mereka adalalh bagaimana

mengungkapkan apa adanya berdasarkan fakta yang sesunggunya terjadi. Untuk itu para

sejarawan harus mampu menemukan metode untuk mengumpulkan data,

menganalisis,~dan kemudian menuturkannya sebagaimana adanya.

Tentu saja untuk mencapai tujuan itu, haruslah digunakan metode interdisiplin,

yang melibatkan sosiologi, politik maupun hukum, dan . ilmu bahasa. Pemaparan

sejarah yang lebih utuh, karena berwajah majemuk.

Kurikulum

Kurikulum sekolah yang mengalami perubahan itu hal yang wajar - wajar saja, karena

setiap dasawarsa ada saja kemajuan yang terjadi dalam masyarakat. Dan kemajuan

membawa dampak pada perubahan tujuan, sasaran pembangunan maupun kualitas

manusia yang diharapkan dapat nengelola pembangunan. Oleh karenanya lembaga

sekolah tempat membina pembangunan calon pengelola sudah sewajarnya kalau

diadakan sejumlah penyesuaian untuk dapat melaksanakan peranan yang tepat.

Maka berubahan kurikulurn pada setiap sekitar satu dasawarsa dianggap wajar,

bahkan merupakan keharusan. Kita kenal misalnya Kurikulurn 1969, 1975, dan terakhir

1984. Dan nantinya Kurikulurn 1992?

Wajar atau tidak wajar. sudan barang tentu setiap perubahan kurikulum

memberikan dampak pada petaksamaan pengajaran di sekolah. Jadi ada saja yang merasa

dibikin repot. Dernikian pula para guru sejarah di sekolah mengalami perubahan itu.

Mula - mula mata pelajaran sejarah diletakkan mandiri, berdiri sama tinggi. duduk sama

rendah dengan mata pelajaran ilmu sosial lainnya, seperti ilrnu burni, ekonorni,

hukum/civic – hukum. Kemudian di dalam Kurikulurn 1975 sejarah, ilrnu burni, ilmu

ekonorni maupun kewarganegaraan ditempatkan dalarn wadah khusus yang bernarna IPS.

Dan selanjutnya sekarang. dalam Kurikulurn 1984 kembali sejarah, ekonomi maupun

geografi dibiarkan berkelana sendiri sendiri. Dalam kurikulum terbaru rasanva guru

memang mendapatkan peluang lebih mantap dalam rnengernbangkan bidang studi

sejarah. Alasan pertama karena guru tidak lagi terpaksa berperan "lain di kurikulum, lain

344

Page 346: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pula di kelas". Yang dipesankan oleh kurikulum mengajarkan sejarah, maka yang

dilakukan juga mengajarkan sejarah. Demikian pula yang dilakukan para guru geografi

maupun ekonomi. Itulah yang konon disebut pendekatan monodisiplin. Sedangkan pada

kurikuluin sebelumnya, resminya digunakan pendekatan interdisiplin maupun

multidisiplin. Namun para guru IPS dan berbagai aspek (sejarah, ekonomi maupun

geografi) tetap saja bermain monodisiplin. Alasan kedua, karena seluruh siswa dari

berbagai jurusan yang ada bakal mendapat peluang yang sama dalam mendapatkan

intormasi mengenai kramaning tuha -tuba.

Tumpang Tindih

Sernentara itu para siswa menerima lagi PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan

Bangsa), yang dimaksudkan untuk mengobarkan semangat kebangsaan, semangat

patriotisme, semangat rela berkorban dsb. Sudah barang tentu tak dapat dihindari

terjadinya tumpang tindih bahan pelajaran atau pekok bahasan yang dilakukan oieh guru

sejarah (Indonesia maupun PSPB). Resikonya memang jelas, yaitu timbulnya kejenuhan.

Kemampuan PSPB mengemban arnanat sebagai sarana pendidikan nilai bagi pengobaran

semangat perjuangan bangsa, nasionalisme, patriotisme, rela berkorban dan sebagainya.

Nampaknya selain empuk untuk menjadi bahan pembicaraan. Mengenai bahan

pelajarannya saja sudah meinbuka peluang bagi yang tak begitu bersemangat mendukung

PSPB untuk memberikan kritik. Bahan yang tumpang tindih dengan yang disajikan dalain

sejarah Indonesia dapat menimbulkan kejenuhan, baik bagi siswa mnaupun bagi guru.

Sehingga proses belajar mengajar (PBM) yang berlangsung lebih merupakan "asal

memenuhi syariat saja".

Sebetulnya kejenuhan itu bisa dihindari, karena PSBB mempunyai misi yang jauh

berbeda, yaitu tujuannya, baik Tujuan Instruksional Umum (TIU) maupun Tujuan

Instruksional Khususnya (TIU). Jadi secara struktur menang sudah berbeda. Demikian

kira - kira pembelaan yang dapat dikemukakan. Namun, bukankah mubazir saja kalau

membiarkan dua kali siswa menghadapi menu yang sama meski disajikan dalam kemasan

yang berbeda? Sedangkan para guru tetap dapat menggunakan semua bahan yang tersedia

daiam hidang studi sejarah Indonesia untuk tujuan pengobaran sernangat, kalau diberikan

345

Page 347: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

peluang waktu sedikit saja melebihi yang ada sekarang. Dan itu tidak akan sebanyak yang

dipakai untuk PSPB. Tentu saja pernyataan seperti itu keluar dari mereka yang tidak

bersemangat mendukung program PSPB. Soal istilah “penanaman nilai” lebih tepat

diganti dengan istilah “pengembanganilai”. Alasannya tidak lain karena peserta didik itu

bukan benda mati yang sekadar bisa ditanami atau dicekoki dengan nilai, melainkann

manusia yang memiliki potensi, termasuk potensi nilai-nilai baik. Oleh karenanya adalah

manusiawi kalau guru bertugas untuk peserta mengembangkan kepribadian yang sudah

ada pada diri mereka. Kurikulurn dapat memberikan amanat kepada semua guru dari

berbagai bidang studi, atau khususnya guru sejarah Indonesia, karena bahannya

tercakup di sana. Pendidikan nilai memang sebuah investasi jangka panjang. Oleh karena

itu tidaklah bijak kalau para guru menjadi terlalu terpesona menyaksikan perubahan

"sikap" siswa yang pada akhir proses belajar mengajar memberikan jawaban

"setuju" untuk "pernyataan - pernyataan positif atau "tidak setuju" untuk "pernyataan

negatif'”.

Yang muncul di sana hanyalah cognitive judgment. Yaitu gejala penilaian atas dasar

akal sehat semata, yang timbul karena memiliki pengetahuan mengenai sesuatu fakta,

yaitu fakta sejarah mengenai kramaning tuha-tuha.

Menanamkan Sikap

Alasan utaina para pendukung dilaksanakannya PSPB dalam kurikulum sejarah, karena

bidang studi sejarah dianggap hanya berinuatan kognisi (pengetahuan), artinys hanya

mampu menuangkan pengetahuan berupa fakta sejarah dan tidak dapat menanamkan

sikap.

Apa sih yang dinamakan sikap? Apa pula jeleknya dengan ranah kognisi, sampai -

sampai orang menjadi alergi pada kawasan kognisi? Nampaknya ada sedikit kekeliruan

atau kerancuan semantik, yang menjadi biang keladinya. Selalu saja sikap diartikan

identik dengan emosi atau ranah afeksi, juga dalam bidang pengajaran sejarah ini. Sikap

sendiri tidak bisa diukur karena merupakan semacam barang yang tidak kasat mata,

kedap suara maupun tak terasakan.

Sikap tak lain ruerupakan kesiapan (predesposisi) yang terdapat dalam mental

346

Page 348: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

seseorang, Setiap kali dihadapkan pada obyek atau lingkungan. Barulah muncul di

permukaan ketika orang tersebut dirangaang untuk memberikan tanggapan (mereaksi

terhadap sesuatu obyek. Sekarang kita menggunakan kecenderungan ini dengan kata

'bersikap" atau "manyikapi". Sikap (attitude) tersebut sebetulnya berwajah ganda, yang

mencakup komponen kognisi (yaitu mengetahui atau tidak mengetahui mengenai sesuatu

obyek, afeksi (rnenyenangi atau tidak menyenangi sesuatu obyek), dan konasi (yaitu

kecenderungan untuk melakukan sesaustu). Jadi mengapa kita harus alergi terhadap

bidang kognisi, karena dianggap bukan sikap Bukankah kognisi tidak lain merupakan

bagian sikap itu sendir? Jadi kalau siswa sudah mengetahui, memahami dan meyakini

bahwa fakta "G30S-PKI melakukan makar dengan cara kejam terhadap pemerintahan RI

yang sah misalnya, itu berarti telah terjadi perubahan sikap pada siswa. Lewat PBM

bidang studi sejarah non PSPB pun guru dapat kemudian membangkitkan (dan bukan

menanamkan) perasaan (emosi) tidak senang terhadap-kramaning tuha-tuba tersebut,-

yang merupakan ranah afeksi. Lalu kalau mereka dirangsang untuk memberikan

jawaban tindakan apa yang akan dilakukan seandainya begini dan begitu, maka jawaban

(daiam tes) ituIah yang dikenal sebagai konasi.

Super Ego

Bagaimana perilaku sesungguhnya dalam kenyataan hidup ketika kepada mereka

dihadapkan pada obyek atau lingkungan tertentu, itu tidak gampang diterka. Berbagai

fsktor X, seperti sikondom (situasi, kondisi dan dorninasi), nampaknya sangat berperan

dalam membuat seseorang untuk selalu berkualitas "satunya sikap dan perbuatan" atau

justru sebaliknya.

Dengan menyadari ini semua, maka kita tidak perlu menyepelekan peranan

bidang studi sejarah sebagai pendidikan nilai. Guru memang hanya mempunyai

kewenangan untuk melimpahkan ilmu pengetahuan, namun juga memotivasi terjadinya

perubahan emosi atau afeksi. Dan waktunya bisa lama. bahkan mungkin baru

berkembang setelah para siswa itu meninggalkan bangku sekolah. Nampaknya prinsip

"witing trisna jalaran saka kulina" dapat kita pegangi sebagai cara untuk mengurangi

kekecewssn para guru, kalau sering dituduh tidak becus untuk menanamkan nilai atau

347

Page 349: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sikap pada siawa. Faktor kulina itu berarti faktor waktu dan kebiassan. yang tercakup

dalain pengertian conditioning. Sebagaimana proses pembentukan "super ego" yang

merupakan kendali mutu pada diri setiap manusia yang terbentuk dan berkembang

selama proses sosialisasi dalam keluarga dan Iingkungan, maka proses penanaman /

pengembangan nilai atau sikap cinta tanah air, rela berkorban, nasionalisme, patriotisme

dab. berlangaung dalam keluarga maupun lingkungan yang mampu mengkondisi. Dan

prograrn pengajaran bidang studi sejarah merupakan salah sebuah sarana untuk

ruengembangkan "super ego' itu. Bukan hanya para guru sejaran yang harus difungsikan,

melainkan juga para sejarawan peneliti maupun penulis mempunyai peranan luhur itu,

dengan pikiran - pikiran mereka yang tertuang daiam buku sejarah. yang tidak hanya

mengungkapkan fakta. melainkan juga analisis.

(Suara Merdeka, 28-6-1990)

8. FORMAT METODOLOGI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM

TRANSFORMASI NILAI DAN PENGETAHUAN

348

Page 350: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

I. Pendahuluan

Sejak berlakunya GBHN 1983 yang secara eksplisit tnengamanatkan agar

pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB) diajarkan di seluruh jenjang pendidikan,

untuk lebih meningkatkan kecintaan warga negara kepada tanah air, sejalan dengan

tujuan pendidikan nasional, para guru sejarah dengan serta merta secara sadar memikul

fungsi sebagai indoktrinator maupun sebagai juru bicara suatu proses pendidikan politik

atau manggala penataran P4. Dalam konsep politik barangkali fungsi itu dapat

digolongkan sebagai juru bicaraa suatu elit politik atau pendidik kewarganegaraan.

Dengan perkataan lain yang dimaksud adalah bahwa sejarah telah ditempatkan sebagai

bagian dan alat untuk pendidikan politik.

Pendidikan politik bukan sesuatu yang tidak selayaknya dilakukan dalam sesuatu

negara, lebih-lebih manakala sesuatu masyarakat masih memerlukan proses konsolidasi

politik, seperti Indonesia, yang masih memerlukan rehabilitasi bangsa setelah

mengalamai pengalaman pahit akibat pemberontakan G3OS/PKI yang gagal. Untuk itu

mekanisme pendidikan politik telah dirancang dan dilaksanakan dengan mapan, yaitu

berupa penataran-penataran P4. Amanat GBHN 1983 yang mencantumkan PSPB

beriringan dengan penataran P4 telah menghasilkanKurikilum 1984. Dan selama hampir

sepu1uh tahun berikutnya dunia pendidikan kita memperlakukan sejarah sebagai bahan

ajar untuk tujuan-tujuan pembinaan watak bangsa secara langsung, di samping penataran

P4, PMP maupun Civic atau Kewarganegaraan.

Dalarn dasawarsa 90 an mulai muncul berbagai keluhan masyarakat mengenai

pendekatan dalam pengajaran sejarah di seko1ah dengan pola PSPB, dengan alasan

munculnya berbagai kejenuhan, tidak hanya di kalangan pelajar melainkan juga di

kalangan guru. Kejenuhan itu muncul karena terdapatnya gejala tumpang tindih dalarn

bahan pelajaran untuk P4, PMP maupun PSPB Berkenaan dengan itu telah timbul

kekhawatiran bahwa kalau kondisi sernacam itu terus berkembang akan rnembahayakan

misi pcmbinaan watak bangsa itu sendiri, yaitu timbulnya efek bumerang. Artinya, hasil

proses pembinaan watak bangsa itu akan berkebalikan dari ruinusan tujuan yang semula

diharapkan terjadi dengan program-prograrn tersebut. Itulah sebabnya kemudian muncul

gagasan untuk rnenghapuskan PSPB sebagai bentuk pendekatan dalam pengajaran

349

Page 351: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sejarah, yang kemudian terlaksanan dalarn Kurikulum 1984. Kemudian pengajaran

sejarah tidak dilakukan sebagai alat pendidikan pohitik melainkan sebagai proses

mencerdaskan bangsa. Ini berarti bahwa ' pengajaran sejarah akan mengalami perubahan

pendekatan dan rnetodologinya.

Tantangan yang kemudian rnenghadang para ahli pendidikan sejarah adalah

bagaimana menemukan pendekatan maupun metode pengajaran sejarah di sekolah. Perlu

kita ingat kembali bahwa gagasan digunakannya pendekatan PSPB bagi pengajaran

sejarah juga disebabkan keprihatinan yang rnuncul di kalangan para elit politik yang

menyaksikan praktek pengajaran sejarah yang bersifat deskriptif-naratif. Sebagai

akibatnya, para pelajar tidak tnampu mengainbil rnanfaat berupa pelajaran dari

pengajaran sejarab, kecuali kemampuan menghafal nama tokoh, jalannya peristiwa

rnaupun angka tahun kejadian. Pertanyaan yang segera harus mendapat jawaban

adalah bagaimana format metodologi pengajaran sejarah yang tepat untuk era sekarang,

yang ditandai dengan proses cepatnya transformasi nilai dan ilmu pengetahuan? Adakah

metode atau pendekatan yang khusus dalain suatu era yang khusus dalam pengajaran

sejarah?

Ii.Menentukan Tujuan Pengajaran Sejarah

Dalam hal memilih sesuatu metode dalam pengajaran perlu diyakini bahwa tidak

ada sesuatu metode yang selulu unggul untuk segala situasi. Tidak juga ada sesuatu

metode khusus untuk pengajaran sejarah, karena pada garis besarnya dalam proses belajar

mengajar pelajaran apapun ada suatu proses yang sama. Narnun berbagai situasi khusus

dapat saja muncul, ineskipun untuk pelajaran yang sama sekalipun, atau bahkan yang

dihadapi oleh guru yang sarna sekalipun, yang membuat setiap guru sejarah akan

inenghadapi situasi dan kondisi yang khas. Berbagai situasi dan kondisi inilah yang

seharusnya diperhitungkan dalarn meinilih sesuatu metode pengajaran.

Dalarn berbagai buku tentang didaktik dan metodik sering dikemukakan bahwa

dalam menentukan pemilihan metode rnaupun pendekatan dalam proses belajar mengajar

harus senantiasa berorientasi pada tujuan. Secara visual dapatlah dikernukakan bahwa

rancangan kegiatan pengajaran akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

350

Page 352: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

TUJUAN

BAHA\N EVALUASI

METODE

Lebih dahulu harus disetujui untuk tujuan apa sesuatu palajaran akan disajikan,

yang kemudian harus dirumuskan menjadi tujuan instruksional. Untuk rnencapai tujuan

tersebut harus digunakan bahan belajar yang spesifik pula, yang harus secara eksplisit

dipilih. barulah setelah itu ditentukan metode pengajaran yang paling tepat dalam

melaksanakan proses belajar mengajar. Pada akhirnya sudah harus diantisipasi model eva

luasi yang akan dipergunakan untuk mengetahui keberhasilan belajarnya. Tentu saja

harus pula disadari untuk kelompok siswa mana pelajaran itu disampaikan, yang tentunya

dapat diketahui dan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh.

Secara ideal setiap rumusan tujuan pengajaran harus selalu mengacu pada

rumusan tujuan umum mata pelajaran. Rumusan tujuan umum pelajaran itu sendiri harus

mengacu pada rurnusan tujuan institusional lembaga pendidikan, yaitu untuk lembaga

pendidikan mana pelajaran sejarah itu disampaikan. Sedangkan rumusan tujuan

institusional tadi harus rnengacupada rumusan tujuan pendidikan nasional. Dan pada

akhirnya rumusan tujuan pendidikan nasional harus dijabarkan dari rumusan filosofi

nasional, yaitu Pancasila.

Bagian terbanyak dari rangkaian rumusan tujuan itu menjadi tugas tim

pengembang pada tingkat nasional, agar rumusan menjadi seragam, sebagaimana

tertuang dalam GBPP atau garis-garis besar perencanaan pengajaran. Rumusan tersebut

sudah tercantum secara terpadu dalarn kurikulum inti yang diterima sebagai paket secara

nasional. Tugas para guru atau dosen di lapangan dirnulai segera setelah siap untuk

memainkan penyegaran maupun penataran dan sebagainya. Tugas pertamanya adalah

351

Page 353: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

melakukan upaya mengidentifikasi, mengevaluasi dan menganalisis berbagai faktor yang

ada dan seterusnya melakukan perumusan langkah-langkah operasional dalam suatu

format yang dikenal sebagai Satuan Pelajaran (Satpel). Dalam bagian ini para guru atau

dosen mempunyai kebebasan dalam menentukan metode yang paling sesuai dan

operasional, karena diharapkan mampu menapertimbangkan berbagai realitas yang

merupakan faktor yang nyata nyata, seperti potensi guru/dosen, bahan ajar yang tersedia,

media pengajaran yang tersedia maupun kekhasan siswa/mahasiswa yang menjadi

sasaran.

III Sifat-Sifat Psikologis Dan Sosial Belajar Sejarah

1.Sifat-Sifat Psikologis Belajar

Belajar tidak lain adalah kegiatan psikologis yang terjadi pada setiap diri dalain

menanggapi setiap rangsangan yang datang dari lingkungan. Para guru maupun ahli

psikologi yakin bahwa hasil belajar terlihat pada perubahan sikap dan perilaku. Anggapan

itu mengisyaratkan bahwa ada perbedaan antara proses belajar dengan kegiatan yang

menekankan pada menghafal. Artinya mempelajari sesuatu, yang berarti memahami

sesuatu tidak sama dengan menghafal fakta atau konsep. Dengan begitu sesuatu program

belajar harus membuka peluang terjadinya suatu proses belajar mengajar yang aktif

(Thomas F, Staton, 1978, hal.: 9).

Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sejarah seorang guru harus

mempu menciptakan suatu lingkungan yang memberi peluang terjadinya proses belajar

mengajar yang aktif. Dengan cara ini pelajar akan mampu memahami sejarah secara lebih

benar, tidak hanya mampu menyebutkan fakta sejarah belaka. Pemahaman konsep belajar

sejarah secara itu memerlukan pendekatan dan metode pengajaran yang lebih hidup dan

bervariasi, agar pelajar betul-betul mengambil manfaat dan belajar sejarah. Ini berarti

bahwa pelajar akan memperoleh hasil dari belajar, dan bukan sekadar menerima

pemberian pengertian atau fakta dari guru.

Hasil belajar yang dimaksud adalah terjadinya perubahan atau perbedaan dalam

cara berfikir, merasakan, dan kemamapuan berbuat setelah mendapat pengalaman dalam

352

Page 354: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

proses belajar mengajar. Hal itu akan terbukti dari cara mereka menghadapi berbagai

situasi baru (Thomas F. Staton, 1978 : hal : 9).

Perubahan semacam itu sangat diharapkan terjadi dalambelajar sejarah. Dalam hal

sejarah dianggap sebagai alat pendidikan politik (fungsi didaktis), maka belajar sejarah

akan menghasilkan perubahan sikap dan perilaku pelajar sejarah ke arah rnenjadi warga

negara yang baik. Sebaiknya dalam hal sejarah dipandang sebagai alat untuk marnpu

befiki kritis (pandangan Sejarah Baru) tentang berbagai masalah sosial, sebagaimana

diharapkan oleh para ahli ilmu-iltnu sosial. Mereka akan makin bijaksana dalam

memahami fakta sejarah dan mampu belajar dan pengalaman masa lampau.

Sebagaimana kita ketahui ada beberapa anggapan tentang fungsi sejarah, sebagai

berikut.

a. Sejarah berfungsi sebagai genesis, oleh karenanya bersifat deskriptif, naratif, dan

informatif. Dalam hal mi sejarah berisi rangkaian fakta yang dianggap menarik

untuk dikisahkan dan generasi ke generasi. Sejarah hanya berisi hal-hal rnengenai

faktor-faktor What, Who, When, Where dan How. Sejarah dengan demikian

lebih merupakan hasil karya sastra ataupun rumusan gagasan falsafi, sehingga

dikenal sebagai “history as art” ataupun humaniora. Itu sebabnya Jurusan Sejarah

dalam Universitas-Universitas dimasukkan ke dalarn Fakultas Sastra dan/atau

Filsafat, misalnya.

b. Sejarah berfungsi didaktis, oleh karena itu dipilihlah fakta di sekitar pengalaman

masa lampau yang membanggakan, menyedihkan dan sebagainya, yang

dikomunikasikan kepada generasi muda untuk tujuan mengobarkan semangat.

Berbagai nilai luhur (ideal) bangsa ingin disampaikan lewat pendidikan sejarah,

agar terjadi proses sosialisasi dalam gcnerasi baru, untuk rnenumbuhkan semangat

kepahlawan an, patriotisrne, nasionalisme dan sebagainya. Secara eksplisit fungsi

tersebut dibebankan pada PSPB.

c. Sernentara itu aliran Sejarph Baru (New Historisism) atnat rnenekankan pada

perlunya penyajian fakta sejarah secara lebih obiektjf, lugas atau apa adanya.

Sejarah oleh karena itu harus tidak usah dikaitkan dengan usaha mendidik

(didaktis) untuk membangkitkan semangat kepahlawanan dan sebagainya, pada

generasi baru. Itulah sebabnya sejarah harus disusun atas dasar fakta yang

353

Page 355: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sesungguhnya terjadi, sehingga diperlukan proses studi sejarah kritis. Hasilnya

disajikan dalarn wujud sejarah sebagai karya ilmu (history as science) dalam

bentuk buku seiarah (history as written) Dalsm fungsi semacarn ini sejarah

dianggap sebagai bagian dan ilrnu-ilrnu sosial, yang dalam konteks persekolahan

disebut Ilrnu Pengetahuan Sosial (IPS). Dengan alasan itu pula Jurusan Sejarah di

IKIP dimasukkan ke dalam FPIPS (Abu Su'ud, 1993, hal. : 5).

Dengan cara belajar sejarah semacam itu dalam diri siswa akan tumbuh motivasi

belajar lebih baik. Dengan motivasi belajar dirnaksudkan, bahwa anak mengetahui apa

yang akan dipelajari, dan memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari (Thotnas F.

Staton, 1978,:::10).

Pada gilirannya anak akan mempunyai perhatian lebih besar pada bahan ajar

dengan cara meningkatkan konsentrasi dalarn artian rnengerahkan seluruh daya dan

perhatian untuk lebih rnernahrni bahan ajar. Selanjutnya diharapkan anak akan

mengerahkan seluruh kemampuan mentalnya untuk betul-betul berada dalam proses

pemahaman bahan ajar. Untuk itu anak tidak sekadar diam dan mengikuti cerarnah atau

diskusi, mnelainkan harus rnerasa mengalir bersama aliran bahan ajar yang sedang

dibahas. Dengan cara ini anak sedang dibangun kemarnpuannya dalarn rnelakukan reaksi,

sebagaimana seorang pernain bela yang siap untuk bereaksi secara tepat atas posisi bola

dalarn keseluruhan situasi permainan.

Nyata benar perbedaan antara kaca jendela yang kotor dengan sekeranjang

pecahan kaca, yaitu terletak pada kemampuan rnengorganisasikannya. Demikian pula

perbedaan antara belajar dengan kebingungan terletak pada kemampuan

mengorganisasikan fakta maupun gagasan yang disampaikan dalam proses belajar

mengajar Dalam hal mi maka kemampuan mengorganisasikan bahan ajar merupakan

syarat berikutnya dalam menangkap hasil belajar. Dengan cara itu anak sedang bergerak

ke arah pemahaman se1cngkapnya atas pelajaran yang sedang dihadapi. Kemampuan

yang diharapkan terjadi adalah rnenangkap komprihensi dari pelajaran yang sebenarnya.

Dan akhirnya hasil belajar yang ingin dicapai dari proses belajar mengajar harus dapat

dibuktikan dengan kemampuan melakukan repetisi atau rnalakukan pengulangan atau

rekonstruksi atas seluruh bahan ajar (Thomas F. Staton, 1973, hal. : 20 - 30).

354

Page 356: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

1. Sifat-sifat Sosial Belajar

Dalam sejarah pada dasarnya belajar tingkah laku manusia di masa lampau,

tentang sukses mereka, kegagalan mereka mereka maupun tentang bagairnana mereka

dapat memepertahankan hidup (survive). Ini berarti manusia harus dapat rnenangkap

pengalarnan sejarah tentang bagaimana mereka mampu mengatur tata hidup rnereka dari

waktu ke waktu. Ada dua hal yang nampaknya amat berkaitan, yaitu kepedulian sosial,

proses pendemokrasian, serta kebenaran ilmu.

a. KepedLilian Sosial

Salah satu tujuan pengajaran sejarah sebagai bagian dan ilmu-ilmu sosial adalah

untuk menyiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik, serta berpikir kritis, yang

antara lain terlihat pada adanya kepedulian sosial. Dalam kaitan dengan kegiatan belajar

mengajar sejarah hal tersebut dapat terlihat pada kecenderungan tanggapan mereka

terhadap berbagai isu kontroversial dalam masyarakat, seperti tulisan tentang keterlibatan

Sudorno dalam skandal kebocoran dana Bappindo sebesar Rp.1,3 trilyun, polemik

tentang sudah meninggal atau belumnya tokoh pahlawan Peta Supriyadi, maupun

pendapat tentang ditemukannya makam Diponegoro di Demak. Sedangkan tentang

kejadian di mancanegara muncul pula tulisan-tulisan tentang sah tidaknya klaim dan

aneksasi Serbia Bosnia atas Bosnia Herzegowina, terlibat tidaknya Presiden Clinton

dalam skandal Whitewater, maupun sikap pemerintah RRC atas pendukung gerakan pro

demokrasi.

b. Proses Pendeinokrasian

Secara teoritik kerangka pemikiran itu didasarkan atas anggapan dasar, bahwa

demokrasi rnerupakan cara hidup yang menghargai a1ternatif yang berarti warga

masyarakat mempunyai kebebasan untuk berbicara, berkumpul, mengajar dan

sebagainya. Tanpa adanya kebebasan itu rakyat tidak mempunyai kesempatan untuk

mernerintah atau melaksanakan kedaulatan rakyat. Dalam lembaga sekolah para siswa

355

Page 357: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang dididik untuk menjadi warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab,

mempunyai peluang untuk berlatih mengembangkan jiwa demokrasi itu dengan

menyatakan pendapat, meskipun berbeda dengan pendapat orang lain, misalnya terhadap

berbagai isu sosial yang bersifat kontroversial. Sekolah ternyata mempunyai fasilitas

untuk rnemberikan pengalaman kepada para siswa/mahasiswa untuk mengembangkan

pengetahuan kognitif, emosi, serta ketrampilan yang berkaitan dengan hak masyarakat

demokratis (Hartshorn dan Nu`man Sornantri, 1971 49).

Yang menjadi dasar konsep tersebut adalah kenyataan bahwa setiap bangsa, setiap

warga masyarakat akan dihadapkan pada banyak isu dan masalah, yang menimbulkan

perbedaan pendapat mengenai pemahaman maupun tindakan yang akan diambil. Pada

saat itulah muncul atau berkembang isu kontroversial. Kalau hal-hal yang menimbulkan

perbedaan-perbedaan itu diabaikan atau dihilangkan, maka masalah itu justru akan

membara di bawah permukaan (Hartshorn dan Nu'man Somantri, 1971 : 50).

Di sekolah-sekolah kemungkinan pemecahan seperti itu harus dialami para

siswa,/mahasiswa. Dalam hal ini tidak terdapat kernungkinan terjadinya persetujuan bulat

atas sesuatu keputusan, narnun sebaliknya sesuatu alternatif pemecahan akan muncul.

Tugas guru dalam rnenghadapi keadaan semacam itu harus mernbantu para

siswa/mahasiswa untuk rnengernbangkan ketrampilan dalarn berfikir kritis dan

mengembangkan nilal-nilai demokratis (Hartshorn dan Nu'inan Somantri, 1971 50).

IV. Isu Kontroversial Masuk Kelas Sejarah

Berikut mi merupakan pola pengembangan rancangan isu kontroversial dalam

kelas sejarah, yang disusun berdasarkan rainbu-rambu yang diperoleh dari hasil

penelitian, baik dari fihak responden mahasiswa maupun responden pengajar.

1. Tujuan Rancangan

Berbagai rumusan tujuan bagi pengembangan rancangan ini adalah

1). Rancangan dapat dikembangkan untuk daya penalaran.

2). Rancangan dapat dikembangkan untuk daya kritik sosial.

356

Page 358: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

3). Rancangan dapat dikembangkan untuk kepekaan sosial.

4). Rancangan dapat dikembangkan untuk toleransi dalam perbedaan

pendapat.

5). Rancangan dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan keberanian

mengemukakan pendapat secara demokratis.

6). Rancangan dapat dikembangkan untuk mencapai peningkatan kemampuan

warga menjadi waarga negara yang bertanggung jawab.

2. Sumber Dan Bahan

Rancangan isu kontroversial masuk kelas sejarah seyogyanya mendasarkan pada

bahan yang bersumber dari media masa, karena sifatnya yang terbuka dan dapat diikuti

oleh siapapun. Bahan yang bersumber dari desas-desus bukan mcrupakan sumber yang

dianjurkan, meskipun bersifat menarik.

Bahan isu kontroversial yang cenderung lebih disukai oleh mahasiswa ialah yang

berkaitan dengan kejadian di dalam negeri dengan alasan “lebih bermanfaat” dan

“mudah dihayati”.Sebaliknya para pengajar sejarah lebih menyukai kejadian di luar

negeri, karena jauh dari resiko politis.

3. Peranan Pengajar Dan Metode Pengembangan

1). Pengajar sejarah yang melaksanakan rancangan isu kontroversial masuk kelas

sejarah seyogyanya mempunyai seperangkat kualitas berikut ini, yang disusun sesuai

dengan hasil penelitian (1) objektif, (2) menguasai masalah, (3) relevan dengan bidang

studi sejarah, (4) toleran, (5) membantu proses penalaran, dan (8)pendidikan tambahan

(S2 atau S3).

2). Peranan pengajar dalam rancangan mi amat menentukan, meskipun urutan berikut

tidak tnenunjukkan peringkat (1) sebagai pengendali, agar diskusi dapat terarah (2) harus

menguasai masalah; dan (3) harus memberi kebebasan kepada mahasiswa dalam

menyatakan pendapat.

357

Page 359: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

4. Teknik

Adapun teknik yang dianggap baik oleh para pengajar untuk mengembangkan

rancangan ini bervariasi. Penggunaan teknik tertulis banyak didukung oleh para

pengajar, dengan alasan dapat melibatkan lebih banyak peserta, menurut para pongajar,

namun sekaligus dapat mengurangi spontanitas peserta. Sementara itu para mahasiswa

lebih menyukai cara lisan, karena dapat mengembangkan dialog langsung.

5. Sistem Evaluasi

Berikut ini merupakan seperangkat raambu-rambu yang berguna dalarn

penyusunan perangkat evaluasi terhadap keberhasilan belajar dalam rancangan isu

kontroversial dalam kelas sejarah, sebagai kesimpulan hasil penelitian.

(1) Keberhasilan belajar dalam rancangan mi tidak dapat dilepaskan dari

keseluruhan tujuan pengajaran sejarah.

(2) Keberhasilan belajar dalam rancangan ini tidak boleh merugikan mahasiswa yang

tidak dapat menyatakan pendapat secara lisan dalam diskusi.

(3) Keberhasilan belajar dalain rancangan ini agar dapat dilihat pada kemampuan

menganalisis masalah sosial.

(4) Keberhasilan belajar dalam rancangan ini tidak dapat diukur dari keserasian atau

ketidakserasian dengan pendapat pemcrintah.

(5) Keberhasilan belajar dalam rancangan ini agar dapat dilihat pada keberanian

mengemukakan pendapat secara objektif, disertai dengan argumentasi yang tepat.

V Kesimpulan

1. Kurikulurn, tertnasuk kurikulum pengajaran sejarah, harus selalu mengacu pada

berbagai situasi dan kondisi yang berkembang dalam lingkungan nasional dan global,

oleh karenanya kurikulum perlu direvisi dan disusun kembali untuk jangka waktu

yang rasional, misalnya sepuluh tahun.

2. Dalam pelaksanaannya di lapangan diperlukan format metodologi pengajaran sejarah

358

Page 360: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang sesuai dengan proses transformasi nilai maupun pengetahuan, sesuai dengan

perubahan yang terjadi dalam situasi dan koridisi sosial politik, nasional maupun

global, namun tetap mengacu pada sifat-sifat psikologis maupun sosial belajar

sejarah.

3. Secara konseptual setiap perancangan metode pongajaran sejarah harus selalu

mengikuti asumsi tentang fungsi sejarah bagi manusia, yaitu fungsi genesis, fungsi

didaktik maupun fungsi pengembangan daya kritik siswa/mahasiswa.

4. Secara teknis setiap perancangan format metodologi pengajaran, termasuk pengajaran

sejarah, mengikuti model hubungan antara faktor-faktor objektif yang berupa tujuan

pengajaran, bahan pengajaran, metode dan pola evalusi.

5. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat dikemukakan salah satu

alternatif yang patut diperhatikan untuk dikembangkan dalam pengajaran sejarah

sebagai bagian dan ilmu pengatahuan sosial, adalah rancangan isu kontroversial

masuk kelas sejarah.

@@@

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu Su`ud, 1989, Sejarah Dan Pendidikan, Makalah dalam Temu Sejarah II,

Semarang: Kanwil Depdikbud Prop. Jateng bekerja saina engan MSI

Cabang Jateng.

Abu Su`ud, 1990, "Pengajarran Sejarah", dalain Seminar Sejarah Nasional

Jakarta : Depdikbud, Dit. Jarahnitra, Proyek Inventarisasi dan

Dokumentasi Sejarah Nasional.

359

Page 361: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Abu Su`ud, 1991, Pemeranan Pengajar Sejaran pada beberapa Perguruan

Tinggi di Jawa Tengah dalam Menanggapi Isu Kontroversial ,

Laporan Penelitian, Pusat Penelitian IKIP Semarang.

Abu Su`ud, 1991, Model Pengajaran Sejarah Yang Sesuai dengan

Perkembangan Sosial , dalam Seminar Pengajaran Sejarah dan

Perubahan Sosial dalarn Rangka Dies Natalis IKIP ke 28 , IKIP

Semarang.

Abu Su'ud, 1992, Penanaman Kesadaran Sejarah dalam Menatap Masa

Depan ,Makalah untuk 'Pembinaan Dan Pengembangan Kebudayaan

Daerah Jawa Tengah, Semarang : Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa

Tengah.

Abu Su`ud, 1993, Bila KelasIsu KontroversialMasuk Sejarah, Pidato

Pengukuhan Saat Menerima Jabatan Guru Besar pada FPIPS IKIP

Semarang, pada 23 Januari 1993.

Sanusi, Ahmad, 1972, Beberapa Pendekatan dan A1at dalam Studi Sosial,

Bandung : Bagian Penerbitan FKIS IKIP Bandung.

Ballard, Martin (ed), 1970, New Movement in the Study aad Teaching

History , London : Tomplo Smith

Banks, James A, 1972, ~ Strategies for the Social Studies : Inquiry

Valueing and Decision Making, 2nd Edition, Massachusetts : Addison-

Wesley Publishing House Coy

Daniels, Robert V, 1966, Studying History, New Jersey : Prantice Hall.

Gottschalk, Louis, 1975, Understanding History: A Primer of

IHistorical Method, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta :

Yayasan Penerbit UI.

Hartshorn Merril F dan Nu`maan Somantri, 1971, Tantangan dalam

Pengajaran Ilmu Sosial daa Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung

: Badan Penerbitan IKIP Bandung

360

Page 362: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

361

Page 363: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

.

Makalah disajikan dalam Seminar Memantapkan Format MetodologiI Pendidlkan Sejarah

Dan Sosialisasi Kurikulum 1994, oleh Himpunan Mahasiswa Sejarah (HMJ) Pendidikan

Sejarah FPIPS IKIP Yogyakarta pada 30 April 1994

9. KURIKULUM BARU, TANPA PSPB

Ungkapan “ganti menteri, ganti pula kurikuilum” senantiasa dibantah oleh setiap

Menteri Depdikbud, karena merancang kurikulum memang tidak secepat menyiapkan

sajian di restoran fast food. Karena itu bilamana seorang Mendikbud memprakarssi

pergantian kurikulum baru, hasilnya baru terwujud ketika Mendikbud hampir mengakhiri

masa baktinya. Kurikulum 1994 bagi SLTP (Sekolah Lanjutan Tinghat Pertama) dan

SMU (Sekoish Menengah Umum) yang akan berlaku awal tahun pelajaran 1994, sudah

dirancang jauh sebelum Pak Wardiman diserahi tugas menjadi Mendikbud. Rancangan

itu sudah dimulai sejak masa bakti Prof. Dr. Fuad Hasan.

Yang menjadi bahan bahasan menarik bukan siapa perancang kurikulum tersebut,

melainkan alasan yang melatarbelakangi. Namun sejak ada kabar akan lenyapnya PSPB

(Pendidikan Sejarah Pejuangan Bangsa) dari kurikulum itu mulai berkembang keluhan

dari berbagai pihak. Sejak dari para guru PSPB yang merasa bakal kehilangan lahan

pangabdian dan penghasilan, sampai kekhawatiran kambuhnya gejala rendahnya

patriotisme, nasionalisme maupun heroisme di kalangan generasi muda.

Akar PSPB

Tidak bisa ditolak bahwa PSPB bermula dari lahirnys GBHN 1983 maupun

GBHN 1988, yang menentukan perlunya pendidikan sejarah perjuangan bangsa (huruf

kecil, asli dari GBHN, penulis). Jadi dalam GBHN itu PSPB merupakan suatu rumusan

tujuan, dan bukan judul konsep pendidikan kewarganegaraan dengan materi sejarah.

Pelaksanaannya untuk perguruan tiaggi didasarkan atas Keputusan Dirjen Dikti No. 25

362

Page 364: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Dikti/ Kep/1985, yang menyiapkan lahirnya sarjana dengan kualifikasi wawasan PSPB,

hingga dapat : (1) memperkuat semangat kebangasan, (2) memperkuat rasa cinta tanah

air, (3) meninghatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, (4) mempertiriggi jiwa

kebangsaan, dan (5) memperkokoh jiwa kesatuan dan persatuan.

Sementara itu UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II,

Pasal 4 mengandung butir-butir penting yang antara lain: (1) mencerdaskan kehidupan

bangsa, (2) mengembangkan konsep manusia Indonesia seutuhnya, seperti religius,

berbudi pekerti luhur, cakap, sehat, berpengetahuan dan (3) sadar akan tanggungjawab

sebagai masyarahat dan bangsa.

Hampir tidak ada beda di antara keduanya bagi landasan pengembangan tujuan

pendidikan nasional ke dalam kurikulum sekolah. Keduanya bisa melandasi adanya atau

tidak adanya PSPB dalam kurikalum. Menjadi berbeda ketika kita mancoba menafsirkan

kalimat “pendidikan Pancasila dan pendidikan kewarganegarsan”, baik untuk kurikulum

Dikti maupun untuk kurikulum Dikdasmen, secara gamblang kurikulum untuk SLTP

maupun SMU sudah tidak mencantumhan PSPB, sementara untuk kurikulum perguruan

tinggi diserahkan pada pilihan masing-masing PT. Maka dapat dibayangkan bahwa ada

PT yang masih tetap mencantumkan PSPB, ada juga yang sudah menyingkirkannya dari

kurikulum.

Fungsi-Fungsi Sejarah

Sabetulnya tidak pernah PSPB dikaitkan dengan mata pelajaran sejarah, sehingga

tidak seorangpun guru sejarah yang harus marasa kehilangan lahan pengabdian. PSPB

hanya diserahhan kepada para pengajar yang telah mendapatkan SIM (Surat Izin

Mengajar) tertentu yang telah mengikuti panataran pengajaran PSPB, baik untuk jenjang

Dikdasmen maupun untuk Dikti, meskipun yang dianggap relevan adaiah para guru

sejarah maupun PMP. Jadi tidak berbeda dengan yang berhak menjadi

penatar/penceramah untuk penataran P4. Selama itu memang PSPB tidak termasuk dalam

kelompok studi sejarah atau tergabung dalam IPS.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah fungsi pendidikan

kewarganegaraan yang terkandung dalam PSPB menjadi hilang, begitu likuidasi PSPB

dilalkukan? Yang juga menjadi bahan pertimbangan bagi penghapusan PSPB dari

363

Page 365: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kurikulum sekolah adalah munculnya berbagai kejenuhan, sebagai akibat terjadinya

tumpang-tindih di antara PSPB, PMP, bidang studi sejarah maupun penataran P4.

Dikhawatirkan hal itu bakal mengundang terjadinya efek bumerang bagi program

pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Artinya, bahwa bukan tidak mungkin para

pelajar PSPB justru mulai masa bodoh dengan semangat yang hendak dikobarkan oleh

mata pelajaran tersebut. Paling tidak terjadi kejenuhan.

Pada dasarnya fungsi pendidikan nilai yang terkandung dalam PSPB tidak pernah

tarpikirkan untuk dihapuskan oleh siapa pun. Hanyalah pelembagaannya yang perlu

dipikirkan ulang. Sebagaimana kita ketahui bahwa missi pendidikan kewarganegarsan

adalah menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang baik, yaitu yang

memiliki loyalitas tinggi serta tanggung jawab pada masyarakat dan negara.

Selama ini timbul kesan bahwa bidang studi sejarah hanya menekankan pada (1)

fangsi genesis, yang pengembangannya berupa penyampaian infonnasi faktual kejadian

sejarah. Olehkarena itu sejarah lebih mengesankan pada hafalan dan rekreasi dalam

menjelajahi masa lalu, yang disajikan secara deskriptif - naratif di sekolah.

Di samping itu sejarah juga punya (2) fungsi edukatif, yang menekankan pada

materi-matari bahaaan yang relevan dengan pola tata nilai ideal Sejarah dalam konteks ini

diartikan sebagsi alat pendidikan nilai yang pada gilirannya akan lalar sejasrah dengan

selera tertentu sebsgsi history as written. Sejarah dengan begitu amat selektif disusun dan

disajikan. Salah satu akibatnya lahirnya kesan adanya semacam rekayssa dalam penulisan

sejarah. Kecenderungan ini sebetulnya bukan aneh dalam negara-negara berkembang, di

mana pendidikan lebihli mengesankan berfungsi sebagai a process of cultural

transmission, yaitu pendidikan sebagai proses pelestarian nilai budaya.

Dalam pada ita sejarah juga mempunyai fungsi untuk meningkatkan daya pikir

kritis atas dasar objekivitas ilmu, yang dikembangkan oleh aliran baru sejarah, yang

menekankan pada sejarah sebagai hasil telaah ilmu (history as science). Dalam hal ini

maka sejarah dianggap tidak ada kaitannya dengan proses edukatif; karena dianggap

hanya menekankan pads pengobaran semangat atau emosi etnosentrisme. Para perancang

kurikulum 1994, khususnya bidang sejarah, beranggapsn bahwa fungsi pendidikan

kewarganegaraan dalam PSPB kembali dikembangkan lewat bidang studi sejarah secara

implisit, maupun secara eksplisit lewat PMP dan Panataran P4. Pengembangan daya nalar

364

Page 366: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

peserta didik maupun kesetisan pada bangsa dapat dikembangkan lewat pengertian bahwa

pendidikan juga berfungsi sebagai a process of cultural transformation, yaitu

pendidikan untuk mengubah diri menjadi, maupun a process of self-actualization, yaitu

pendidikan untuk peningkatan diri.

Memanfaatkan Pengajaran Sejarah

Selama satu dasawarsa PSPB nyaris menjadikan pengajarnya sebagai pegawai

Departemen Penerangan atau juru bicara pemerintah dalam proses pendidikan politik

kepada generasi muda sehingga harupir tidak mungkin sekaligus memainkan peranan

sebagai pengajar sejarrah untuk meningkatkan daya kritis. Dalam peranannya sebagai

pengajar sejarah kini pangajar sejarah tidak usah memainkan peranan sebagal juru bicara

itu, dan sebaliknya dapat tampil sebagai pengajar sejarah bagi peningkatan penalaran

maupun peningkatan saling pengertian antar suju maupun antar bangsa. Namun tidak

urungmereka masih tetap tampil sebagai nasionalisme, patriotmaupun pejuang bangsa

pada bidangnya, karena ikut berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selama ini berbagai studi maupun evaluasi program banyak dilakukan para

guru/dosen PSPB tentang efektivitaspengajaran PSPB, lewat nilaites formatif maupun

sumatif pada akhir program sebagai indikator keberhasilan. Dalam bidang pendidikan

niiai sebenarnya indikator itu terlalu naif, karena apa yang kita kenal sebagal tea sihap

(afektif?) pada program PSPB digonakan shaI la tipe-Likert. Padabal kita tahu bahwa

skala tipe-Likert bukan pada tempatnya untuk menilai prestasi atau hasil belajar, seperti

disebutkan di atas, sejarah juga memiliki (3) fungs edukatif. Dengan mengembangkan

fungsi edukatif pengajaran sejarah, para pengajar tetap mempunyai peluang untuk

mengembanghan nasionalisme, patriotisme, heroisme, rela berkorban, persatuan/kesatuan

dan sebagainya, dengan tetap mengembangkan nilal saling pengertian, toleransi antara

suku maupun antar bangsa. Secara teoritik dapat dipahami bahwa cara ini dapat menekan

pengembangan yang berlebihan emosi etnosentrisme, provinsialisme maupun

chauvinisme, dan menekan kecerderungan terjadinya purbasangka a antar kelompok.***

(Harian KOMPAS, 18-6-1994).

365

Page 367: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

10. GURU SEJARAH DAN PERUBAHAN SOSIAL

Orde demi Orde pemerintahan silih berganti. Rezim demi rezim silih berganti

pula. Dan buku sejarah demi buku sejarah bergantian pula dipasarkan. Untuk itu semua

silih berganti pula penataran untuk guru sejarah diseelenggarakan, agar dapat

melaksanakan tugas pendidikan sebagai juru bicara pemerintah.

Pelajaran sejarah merupakan bidang pendidikan nilai yang sarat nilai dan norma

suatu bangsa. Oleh karenanya bukan perkara gampang bagi guru menghadapi perubahan

366

Page 368: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

materi dalam buku sejarah. Beberapa orang guru sejarah yang memasuki masa pensiun

menyatakan rasa gembira, karena merasa terlepas dari beban psikis. Alasannya karena

selama ini mereka menghadapi situasi konflik setiap kali harus menyampaikan fakta

sejarah yang menurut keyakinan mereka amat berbeda.

Yang sering dilakukan guru sejarah maupun PMP adalah menjauhi resiko demi

keselamatan diri sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga. Itu sebabnya mereka

cenderung tetap melaksanakan tugas mengajar sesuai acuan resmi, yaitu kurikulum dan

silabus (history as writen), tanpa mempersoalkan hakekat kebenaran sejarah (history as a

fact). Bagaimanapun di hati kecil mereka masih terdapat ganjalan, ada perasaan bedosa,

karena harus menyatakan sesuatu kebohongan kepada murid yang belum tahu apa-apa.

Itu sebabnya mereka merasa bebas ketika tidak lagi mengajar.

Akhirnya nyaris para guru sejarah menjadi sebuah tape recorder, yang hanya

menjadi His Master`s Voice. Hati nurani sebagai intelektual sudah lama mereka

tumpulkan. Bahkan untuk menyatakan secara terbuka dalam pertemuan dengan rekan

guru sejenis bidang studipun tidak berani. Forum-forum pertemuan itu tidak pernah

digunakan untuk membahas situasi konflik semacam itu. Yang mereka bicarakan tidak

lebih dari teknikalitas pengajaran belaka.

Beda Fakta, Beda Semangat

Akhir-akhir ini, sebagai konsekuensi dari semangat reformasi total. muncul

kembali sejumlah isu kontroversial dalam sejarah nasional. Bahkan nyaris tidak

terbendung. Berbagai keraguan tentang peristiwa sejarah yang selama tiga dasa warsa

hanya menjadi celotehan para sejarawan dalam forum-forum terbatas, mendadak

dimunculkan secara lebih lugas dalam media massa.

Seorang warga masyarakat yang tidak pernah dikenal dalam pergaulan intelektual

tiba-tiba membuka rahasia sejarah di sekitar proses terbitnya Supersemar 1966 Secara

lugas Letda TNI (Purn) Wilardjito yang mengaku sebagai mantan petugas sekuriti

Presiden Sukarno di Istana Bogor menyatakan di hadapan LBH DIY Yogyakarta sebuah

isu baru. Dia mengaku melihat empat orang Jendral TNI AD menghadap Bung Karno di

tengah malam tanggal 11 Maret 1966. Salah seorang dari mereka, yaitu Jendral Maraden

367

Page 369: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Panggabean, konon menodonglan pistol untuk memaksa Bung Karno menandatangani

Surat Perintah itu..

Cerita itu makin membingungkan para guru sejarah, karena tidak pernah

sebelumnya terdapat dalam buku sejarah baku. Selama ini yang disampaikan kepada

murid adalah nilai semangat kerelaan seorang pejuang dan nasionalis sejati, Bung Karno,

yang menghadapi situasi genting, menyusul pemberontakan G30S/PKI. Perintah Presiden

Sukarno untuk pengamanan situasi dan penyerahan kekuasaan kepada Jendral Suharto

merupakan kebijakan yang sangat rasional. karena Jandral Suharto telah berhasil

mengatasi pemberontakan pada tingkat awal.

Semangat lain yang terkandung dalam buku-buku sejarah adalah juga tingginya

tanggung jawab dan ketaatan seorang prajurit TNI AD Jendral Suharto untuk

melaksanakan perintah Presiden Sukarno/Pangti ABRI dalam menegakkan suasana aman.

Kalau ternyata cerita Wilardjito tentang Supersemar benar, semangatnya

menjadi berubah sama sekali. Yaitu semangat pemaksaan pendapat, semangat

kebohongan, semangat penghianatan seorang prajurit, dan semangat kelicikan seorang

komandan.

Kontroversi Dalam Sejarah

Belum lagi kasus Wilardjito yang dituduh menyebarkan kebohongan diusut

tuntas, muncul isu lain lagi, yang sebetulnya bukan baru. Yaitu siapa pelaku sejarah

yang merencanakan Serangan Oemoem 1 Maret 1948. Cerita itu dikemukakan oleh

Brigjen TNI (Purn) Marsudi. Sebagai mediator dan kurir Sri Sultan dengan Letkol

Suharto, kredibilitas pemberita itu sangat tinggi.

Selama masa Orde Lama para murid yang belajar sejarah nasional menghafalkan

bahwa SO 1 Maret 1948 yang legendaris itu dirancang oleh Sri Sultan HB IX. Sedangkan

selama masa rezim Orde Baru para guru sejarah telah menanamkan dengan baik

semangat pejuang Letkol Suharto yang tidak kunjung berhenti. Dalam buku sejarah

disebutkan, bahwa pencetus gagasan SO 1 Maret 1948 adalah seorang perwira muda

usia, Letkol Suharto.

368

Page 370: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kembali para guru bingung menghadapi pergantian data dalam buku sejarah.

Sepantasnyakah mereka tetap mengajarkan sejarah apa adanya seperti tertulis (history as

writen)? Haruskah mereka mengajarkan sejarah sesuai dengan keyakinan masing-masing

guru? Meskipun barangkali keyakinan pengajar itu berasal dari keyakinan sesuatu

otorotas, yang bisa berupa sejarawan, pelaku sejarah maupun sebuah Orde..

Kebimbangan para guru sejarah maupun PMP pernah pula muncul dalam kasus

Hari Lahir Pancasila. Apakah akan disampaikan sesuai dokumen Pidato Lahirnya

Pancasila oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945? Atau haruskah mereka mengajarkan

persepsi pemerintah Orde Baru, yaitu 18 Agustus 1945?

Lain Guru Sejarah, Lain Dosen Sejarah

Kita belum tahu presis sikap para guru di era reformasi dalam menanggapi

kemuskilan dalam mengajar sejarah. Hampir dapat dipastikan bahwa selama masa Orde

Lama maupun Orde Baru mereka lebih mengutamakan kepastian pekerjaan ketimbang

idealisme tentang kebenaran sejarah. Artinya mereka melaksanakan tugas mengajar

sebagai anak manis, sebagai juru bicara pemerintah dalam menyampaikan kebenaran

sejarah versi resmi.

Kondisi yang sama nampaknya dialami para dosen sejarah di PT. Tidak ada beda

sikap yang diambil oleh guru sejarah maupun dosen sejarah. Secara teoritis sebetulnya

para dosen sejarah mempunyai peluang lebih besar untuk mandiri dalam mengajar

sejarah. Mereka dapat menggunakan pendekatan sejarah sebagai ilmu. Dengan

pendekatan ini kepada mahasiswa dapat diberikan berbagai data yang berbeda sekalipun.

Pendekatan itu tidak dapat diterapkan pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah

di Indonesia. Alasannya terletak pada kemampuan murid belum dapat diajak untuk

berpikrir alternatif. Lebih dari itu pola pengajaran sejarah yang dikembangkan mengikitu

konsep sejarah untuk kepentingan pendidikan kewarganagaraan. Hal semacam itu

menjadi ciri pengenbangan pendidikan di Era Orde Lama maupun Orde Baru yang

bersifat otoroter. Sejarah menurut konsep itu digunakan untuk kepentingan

pendidikan politik. Dengan sendirinya materi maupun metode pengajaran harus

369

Page 371: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

berorientasi pada pengembangan kebanggaan bangsa, romantisme penguasa, serta

loyalitas tunggal pada kemapanan.

Pada banyak negara pendekatan sejarah untuk kepentingan pendidikan

kewarganegaraan tetap diterapkan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hanya

bedanya di negeri liberal peserta didik sudah terbiasa dengan pola pengembangan

berfikir alternatif, sejak dalam pendidikan keluarga.

Pendidikan Sejarah Di Era Reformasi

Kita sekarang sedang memasuki suatu tatanan hidup yang sangat transisional,

bagaikan tahap kehidupan para remaja. Mereka baru saja meninggalkan masa anak-anak

yang penuh dengan bimbingan dan petunjuk. Mereka sedang memasuki masa dewasa

yang diidentikkan dengan kemandirian. Layaknya kehidupan kaum remaja masyarakat

kita sekarang sangat traumatis pada pola hidup dan pola fikir Orde Baru. Hampir semua

pola lama seperti ingin ditinggalkan. Sementara itu kita belum siap dengan pola yang

mantap dalam pengembangan tatanan sosial.

Dapatlah difahami kalau banyak terjadi ekses dalam mengaktualisasikan

semangat reformasi. Terkesan amat bersifat nihilistis. Terkesan pula adanya suasana

anarkis dalam memaknakan semangat keterbukaan. Dalam kondisi semacam ini sulit

bagi kita untuk menentukan pilihan atas pendekatan maupun metodologi pengajaran

sejarah.

Ada sejumlah pertanyaan yang kita hadapi. Pertama, apakah demi keterbukaan

setiap guru sejarah diperkenankan mengembangkan pengajaran sejarah sesuai dengan

pemikiran dan persepsinya tentang sejarah? Kedua, haruskah para guru sejarah di jenjang

pendidikan dasar dan menengah mengembangkan konsep pendidikan sejarah sebagai

ilmu? Ketiga, bolehkah guru mengembangkan konsep isu kontroversial masuk kelas

sejarah?

Tentu saja yang diperlukan adalah pemikiran yang jernih, jauh dari emosi yang

timbul dari sikap apriori terhadap konsep sejarah untuk pendidikan kewarganegaraan.

Oleh karenanya, pertama, nampaknya masih harus diterima konsep pengajaran

sejarah untuk meningkatkan kebanggaan bangsa. Kedua, untuk itu tetap diperlukan

370

Page 372: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

penulisan buku sejarah baku yang lebih abyektif, sebagai konsekuensi semangat

keterbukaan. Ketiga, romantisme sejarah tidak dapat dihindarkan dalam penulisan buku

sejarah nasional yang baru. Meskipun demikian harus dihindari kecenderungan

pendewaan terhadap tokoh sejarah. Lebih-lebih kalau dilakukan dengan manipulasi fakta

sejarah untuk kepentingan politik fihak penguasa.

METODE PENGAJARAN

Ada kekhawatiran dalam menyaksikan berbagai ekses dalam pemaknaan

semangat reformasi, seoerti munculnya gejala nihilisme dan anrkisme, sebagai akibat

berfikir apriori menolak segala yang berkaitan dengan Orde Baru. Yang terjadi justru

praktek pemaksaan pendapat dengan cara-cara yang lebih lugas. Oleh karenanya gejala

dan budaya memaksakan pendapat harus dihindarkan dari metode pengajaran. Tanpa

adanya kejernihan dalam mencari kebenaran sejarah, bisa muncul pemaksaan dengan

dalih mempersamakan persepsi terhadap sejarah, yang dilakukan dalam proses

pembelajaran. Kalau ini terjadi. berarti kita mengulang kesalahan Orde Baru, yang

dinilai otoriter itu. Untuk itu diperlukan kesadaran bahwa kebenaran bukan monopoli

penguasa. Dan bukan pula monopoli guru sejarah dalam kelas. Sepantasnya kalau

dikembangkan iklim demokratis dalam kelas sejarah, dengan cara-cara berikut.

Pertama, guru harus membuka diri untuk pemikiran alternatif, dengan cara

memberikan kemungkinan adanya lebih dari satu data sejarah.Kedua, guru menyediakan

peluang bagi proses pemberian komentar dan penilaian terhadap materi sejarah.

Termasuk berkomentar terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pelaku sejarah. Hal

ini bisa dilakukan baik oleh guru maupun oleh murid. Ketiga, guru memberi kesempatan

kepada murid untuk mengemukakan pertanyaan maupun isu sosial dalam kelas, meski

tidak berkaitan langsung dengan bahan ajar.

Dengan demikian para guru tidak perlu mengalami kebimbangan setiapkali

muncul isu baru yang berkaitan dengan data sejarah. Semuanya bisa ditampung oleh guru

dengan penuh rasa percaya diri. Yang diperlukan mau tidak mau adalah keluasan

cakrawala pengetahuan guru sejarah. Mampukah dalam kondisi penghasilan guru

371

Page 373: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

pada umumnya yang sangat rendah menyiapkan diri menjadi guru yang memiliki rasa

percaya diri lebih?

***

Suara Merdeka, 27-11-1992)

11. GURU SEJARAH YANG KEBINGUNGAN

Menurut salah satu versi di dunia ini cuma ada dua macam profesi, yaitu guru dan

bukan guru. Menurut orang Jawa guru itu mengandung pengertian yang digugu dan yang

ditiru. Artinya mereka yang dipercaya (bicaranya) dan yang ditiru (perilakunya).Dan

akhir-akhir ini kembali tingkat kesejahteraan guru marak diperbincangkan. Tidak lain

karena masalah rapelan kenaikan gaji yang tidak kunjung diberikan, karena terbatasnya

kemampuan keuangan pemerintah daerah. Kalaupun akhirnya keluar rapelan itu sudah

tidak utuh lagi, karena ada pemotongan sekitar 10%, yang entah dilakukan oleh fihak

372

Page 374: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

mana. Yang menimbulkan perasaan iba adalah karena jumlah rapelan itu hanya sekitar

satu juta rupiah, namun hampir setiap hari beritanya dibicaraklan dalam media daerah.

Namun bagaimanapun mereka tetap tidak pantas kalau harus berdemonstrasi menuntut

perbaikan nasib.

Nasib guru sejarah lain lagi, yang tidak berkaitan dengan pemberitaan uang

rapelan yang hanya sebesar itu. Nasibnya lebih mengenaskan, karena setiap saat

dihadapkan pada dilema dalam melaksanakan tugas sebagai guru sejarah di kelas.

Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa guru (sejarah) merupakan profesi yang ragu-

ragu dan yang takut keliru. Mereka menyadari bahwa bahan ajar bidang sejarah yang

mereka kembangkan di dalam kelas mengalami perubahan setiapkali terjadi perubahan

politik yang mandasar, terutama kalau terjadi perubahan kepemimpinan nasional. Namun

demikian perubahan bahan ajar itu tidak berlangsung sama cepat dengan perubahan

politik sebagaimana diikuti oleh warga masyarakat lewat media masa. Akibatnya guru

sejarah menjadi ragu-ragu, bahan ajar mana yang akan dikembangkan. Kreatifitas para

guru untuk memberikan sisipan atau koreksi secara individual dalam kelas sejarah tidak

selamanya baik dilakukan. Pertama, tentunya karena para guru harus senantiasa mengacu

pada buku babon. Kedua, para guru terbelenggu pula dengan lingkup bahan ajar untuk

menghadapi ujian, sehingga tidak mudah melakukan inprovisasi. Ketiga, trauma masa

lalu di masa Orde Baru yang mendasarkan semangat bahwa guru sejarah adalah “His

master`s voice”, terutama dalam bidang politik pemerintah, belum lagi hilang dari

ingatan para guru. Hal-hal tersebut membuat para guru sejarah terperangkap dalam situasi

‘takut keliru’ dalam memainkan peranan sebagai guru sejarah yang baik dalam era

reformasi. Sebagaimana diketahui para guru sejarah berfungsi menyiapkan warga negara

yang baik, yaitu yang peranan para sejarawan demokratis, yang transparan, yang obyektif

, dan tidak lagi menjadi ‘His master`s voice’.

Peranan Para Sejarawan

Di kalangan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) terdapat pengakuan bahwa

sejarawan bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu sejarawan peneliti/penulis, dan

sejarawan pengajar/pendidik. Pada tingkat perguruan tinggi para sejarawan pengajar

373

Page 375: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sering memainkan peranan juga sebagai sejarawan peneliti atau penulis, karena mereka

mendapat motivasi untuk melakukan penelitian atau penulisan materi sejarah, karena

mereka mendasarkan kegiatan profesional mereka pada Tri Dharma Pendidikan, yaitu

pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Meskipun demikian tidak

semua pengajar sejarah itu memiliki kegemaran atau kemampuan untuk melakukan

penelitian dan penulisan sejarah. Kondisi rendahnya motivasi untuk melakukan

penelitian lebih-lebih terdapat pada level pendidikan dasar dan menengah, karena

perilaku sebagai sejarawan peneliti/penulis seperti itu seperti jauh dari tradisi keilmuan

mereka. Dari uraian tersebut di atas sadarlah kita bahwa potensi meneliti dan menulis

sejarah amat kecil kita miliki.

Selama tiga-empat hari pada akhir bulan Oktober ini MSI menyelenggarakan

Kongres dan Konferensi MSI di Hotel Indonesia. MSI bukan organisasi profesional

seperti ISEI, PERADIN, PII, IDI, IAI dsb. yang para anggotanya memiliki posisi

ekonomi jauh lebih baik dibanding MSI. Oleh karenanya kegiatan organisasi hanya bisa

dilaksanakan kalau mendapat dukungan dari Depdiknas. Dalam kegiatan seperti Kongres

dan Konferensi MSI selain dibicarakan masalah keorganisasian, biasa dikemukakan

berbagai hasil studi sejarah. Pelaksanaan Kongres dan Konferensi itu sendiri sebetulnya

agak terlambat, karena suksesi politik telah terjadi sejak empat tahun yang lalu, ketika

rezim Suharto yang telah membentuk opini keilmuan, terutama kebenaran sejarah selama

tiga puluh tahun lebih digantikan rezim baru. Sejarah telah memasuki era baru pula, yaitu

era reformasi. Sejak awal masa suksesi politik itu telah muncul berbagai isu tentang

perlunya pelurusan sejatah nasional, terutama yang berkaitan dengan keterlibatan Suharto

dalam sejumlah peristiwa sejarah.

Para sejarawan maupun politikus sudah banyak berbicara mengenai perlunya

penulisan sejatah baru, sebagai revisi atas penulisan sejarah di masa Orba. Namun para

guru sejarah tetap masih hanya memiliki acuan lama atau bahan ajar lama. Kondisi

semacam itulah yang tidak berlebihan kalau disebut bahwa guru sejarah tengah berada

dalam kebimbangan.

Sejarah Dan Otonomi Daerah

374

Page 376: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Terasa di cari-cari hubungan antara sejarah lokal dengan otonomi daerah, tapi

betul-betul sebuah batu sandungan nyata bagi guru sejarah di lapangan. Keadaan seperti

Itu terjadi setelah gagasan

otonomi daerah memasuki kawasan bahan ajar sejarah.

Paling tidak ada dua pengertian tentang sejarah lokal. Bisa berupa sejarah lokal

sebagai sesuatu yang spesifik dan eksklusif , seperti “Sejarah Yogyakrta”, “Sejarah

Papua”, “Sejarah Nangro Aceh Darussalam” atau sejarah “Kesultanan Bintoro : Lahir

dari Rawa Demak”. Sejarah lokal bisa diartikan juga sebagai sejarah tentang peranan

yang telah dimainkan sebagai bagian dari sejarah nasional, seperti “Peranan Ulama di

Pondok Pesantren Mranggen dalam Pertempuran Lima Hari Semarang”, atau “Sejarah

Peranan Ulama Aceh Dalam Merebut Kemerdekaan Indonesia”.

Lalu apa yang bisa diharapkan dari sejarah lokal dalam kaitan dengan otonomi

daerah yang sedang kita siapkan? Dengan lebih gamblang dapat dikatakan tentang

peranan sejarah lokal dalam mengembangkan semangat kamandirian, demokrasi,

kepemimpinan maupun kekhasan daerah, yang potensial terkandung dalam gagasan

otonomi daerah? Barangkali berikut inilah jawabnya.

Seperti dikatakan di atas, yang dimaksud dengan semangat kemandirian adalah

semangat untuk mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi warga masyarakat,

tanpa mengandalkan pada bantuan fihak lain. Dengan demikian kita harus mampu

menggali pengalaman sejarah lokal maupun local heroes untuk membangkitkan motivasi

warga masyarakat dalam membangun semangat kemandirian, kalau sejarah itu dihayati

oleh warga masyarakat. kita juga harus mampu menggali dari khazanah pengalaman

sejarah daerah semangat demokrasi, kepemimpinan serta kekhasan yang dimiliki daerah.

Pemerintah daerah seyogyanya amat berkepentingan dengan pengembangan

sejarah lokal, dan seharusnya memberikan dukungan terhadap langkah-langkah penelitian

sejarah lokal terkait. Meskipun demikian tidak satu instansipun, termasuk pemerintah

daerah, boleh memanipulasi penelitian sejarah lokal untuk kepentingan politik. Misalnya

dalam pencarian dan penulisan tentang Harijadi sesuatu Kota atau Kabupaten.

Mewaspadai Ekses

375

Page 377: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Ada beberapa pengertian yang muncul di sekitar otonomi daerah yang perlu

diwaspadai, agar tidak berkembang ke arah yang destruktif. Misalnya tentang

kemandirian dan kekhasan yang merupakan semangat yang dominan. Kemandirian harus

tidak bisa dipisahkan dari kerjasama, karena sesuatu daerah tidak mungkin bisa dalam

arti yang sesungguhnya bisa mandiri. Para petani Grobogan misalnya, tidak bisa dengan

bangga menyatakan kemandirian mereka, karena sudah bisa melakukan swasembada

pangan, karena keberhasilan pertanian, yang tidak lagi tergantung pada musim hujan.

Ternyata para petani itu sangat tergantung pada sistem irigasi dan volume waduk

Gajahmungkur, yang ada di kabupaten Boyolali. Sementara itu rakyat Boyolali, yang

telah kehilangan lahan pertanian untuk membangun waduk itu, tidak memperoleh apa-

apa. Oleh karenanya secara logis Boyolali, untuk melindungi rakyatnya, bisa menyetujui

untuk mengeringkan air bendungan. Alternatif yang destruktif itu harus diganti dengan

yang konstruktif, yaitu mengadakan kerjasama. Misalnya, mendirikan otorita bersama

yang mengatur sistem pengairan, dengan sistem bagi hasil.

Semangat kekhasan yang dikembangkan pada setiap daerah, yang dimaksudkan

sebagai alat pemersatu, bisa berubah menjadi pemicu terjadinya disintegrasi bangsa,

karena telah menjadi simbul primordialisme (kesetiaan atas dasar faktor yang irasional).

Selanjutnya kondisi itu akan mencuat menjadi gejala baru yang memperkuat

berkembangnya disintegrasi bangsa, seperti gejala identity forming maupun neo

tribalism.

Semangat identity forming ditandai dengan maraknya pengibaran bendera daerah,

menyanyikan lagu identitas daerah maupun membentukan citra keunggulan diri lewat

penulisan sejarah daerah. Sementara itu semangat neo tribalism ditunjukkan dengan

ikatan kesetiaan lebih pada kelompok dengan identitas maupun aspirasi daerah.

Berbagai kecenderungan tersebut sekali lagi harus dihadapi oleh para guru

sejarah. Belum tentu mereka telah memiliki kesiapan mental, penguasaan materi maupun

ketrampilan mendidik yang memadai, untuk mampu menanggulangi masa-masa sulit

dalam melaksanakan tugas profesional mereka. Inilah tugas yang harus dihadapi MSI

atau Masyarakat Sejarawan Indonesia.

Ooo

376

Page 378: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

12. SEJARAH LEBUR DALAM PPKN : QUO VADIS?

Sebuah bom sebetulnya telah meledak, namun tak seorangpun yang mendengar

dan menanggapinya, terutama mereka yang berada di luar lingkaran kepentingan maupun

profesi. Sebetulnya bom itu belum meletus secara terbuka, karena hanya menggelegar

dalam gedung kaca kurikulum, yang baru akan dilaksanakan pada tahun ajaran

mendatang untuk pendidikan dasar dan menengah. Yang dimaksud dengan bom yang

meletus itu tidak lain keputusan untuk melikwidasi eksistensi mata-mata pelajaran yang

semula tergabung dalam IPS. Sebagian dari padanya akan dileburkan dalam

matapelajaran PPKN atau Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara. Yang paling

mengejutkan dari kebijakan baru Mendiknas itu adalah hilangnya eksistensi

matapelajaran Sejarah dan Geografi, karena dilebur ke dalam mata pelajaran PPKN tadi.

Keputusan itu amat menggelisahkan para guru Sejarah maupun Geografi, karena

mereka bakal kehilangan lahan pengabdian sebagai guru bidang studi, terutama karena

mereka itu hanya memiliki kewenangan mengajar bidang studi tersebut sesuai ijazah

yang dimiliki. Implikasinya tentu saja akan dirasakan dalam jaminan hidup mereka.

Kedua, perubahan itu akan berpengaruh pula pada makin sempitnya cakupan

matapelajaran Sejarah dan Geografi, karena frekuensi komunikasi setiap matapelajaran

menjadi makin kecil. Pokok bahasan bidang studi sejarah yang mencakup sejarah

mancanegara maupun pembahasan masa-masa sebelum kemerdekaan menjadi tidak

relevan dengan matapelajaran PPKN, sehingga akan dihilangkan. Demikian juga

pembahasan mengenai masa-masa sebelum pergerakan nasionalpun menjadi tidak

relevan. Situasi tentulah tidak berbeda jauh dengan cakupan matapelajaran PSPB atau

Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa yang pernah dimasukkan kurikulum, dan

377

Page 379: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

kemudian dihilangkan. Yang ketiga dan yang paling esensial adalah hilangnya hakekat

peranan dan hakekat fungsi Sejarah sebagai matapelajaran atau bidang studi.

Secara kelembagaan paling tidak sudah ada dua forum yang telah mengemukakan

keberatan kepada Mendiknas atas kebijakan tersebut. Forum silaturahmi pimpinan

Fakultas Ilmu Sosial (FIS) pada Universitas bekas IKIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP) pada Universitas yang menyelenggarakan pertemuan periodik dua

tahunan berbarengan dengan Kongres Himpunan Sarjana Pendidikan IPS (HSPIPS) di

Semarantg medio Oktober yang lalu telah menyampaikan rekomendasi kepada

Mendiknas. Rekomendasi yang sama juga dikeluarkan oleh Konferensi dan Kongres

Masyarakat Sejarawan Indonesia yang diselenggarakan minggu terakhir bulan Oktober di

Jakarta. Bahkan sebelumnya hal tersebut telah disampaikan kepada Wakil Presiden RI

pada acara pembukaan Konferensi dan Kongres MSI di Istana Wapres pada tanggal 28

Oktober 2001.

Kegelisahhan Guru

Kita tidak yakin bahwa pemerintah akan betul-betul melikwidasi keberadaan guru

sejarah dan menggantikan mereka dengan para guru PPKN, yang mendapat tugas baru,

yaitu memegang matapelajaran Sejarah dan Geografi. Resikonya terlalu besar kalau

kebijakan itu yang diambil. Ini berarti SIM atau surat ijin mengajar masih tetap pada

mereka yang sejak dahulu mengajar matapelajaran Sejarah maupun Geografi, meski

keberadaan matapelajaran itu telah lebur dalam PPKN. Meskipun demikian peluang

kiprah para guru Sejarah maupun Geografi menjadi makin kecil. Tanggung jawab makin

kecil berarti peluang untuk mendapatkan penghasilanpun makin berkurang pula. Tidak

banyak memang honorarium yang diperoleh para guru pada sekolah tingkat dikdasmen,

apalagi kalau dibandingkan dengan para wakil rakyat anggota dewan daerah, yang setiap

bulan mendapatkan lima belas juta rupiah. Lebih-lebih kalau dibandingkan dengan para

pebisnis sukses. Namun bagi para guru penyusutan penghasilan itu bakal mengecewakan

mereka dan keluarga, karena penghasilan mereka memang sudah rendah.

Di samping itu kebijakan Mendiknas tersebut bakal berdampak pula pada lulusan

baru pendidikan tinggi yang menyiapkan calon guru Sejarah maupun Geografi. Jelas

378

Page 380: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sekali bahwa peluang atau lapangan kerja bagi mereka yang akan mengabdikan diri pada

pendidikan bidang studi makin sempit. Bahkan bukan tidak mungkin kalau nantinya

terjadi restrukturisasi dalam konfigurasi bidang studi keilmuan pada lembaga pendidikan

yang menyiapkan calon guru bidang studi itu. Misalnya kemungkinan ditutupnya

jurusan-jurusan yang telah kehilangan eksistensi dalam kurikulum sekolah. Atau

mungkin calon mahasiswa sudah akan menjauhi jurusan-jurusan atau program-program

studi tadi.

Mungkin kebijakan peleburan matapelajaran Sejarah maupun Geografi ke dalam

PPKN tidak terlalu lama membekas pada nasib para guru. Kasus yang hampir sama telah

dihadapi oleh para guru PSPB, ketika tiba-tiba pemerintah melikwaidasi PSPB pada lima

tahun yang lalu. Para guru PSPB itu ternyata masih tetap eksis dan tidak menimbulkan

malapetaka, seperti terjadinya demo para guru sebagai protes, misalnya. Masalah yang

kita hadapi menjadi lebih mendasar, yaitu bidang kurikulum.

Kurikulum Yang Berubah

Nyaris menjadi kenyataan anggapan atau keluhan orang bahwa setiap ganti

menteri ganti pula kurikulum. Nyatanya belum lagi satu tahun Mendiknas dijabat menteri

baru sudah pula disosialisasikan kurikulum baru. Dan seperti pada pergantian-pergantian

kurikulum terdahulu kurikulum dikdasmen kali ini membuat pula kegelisahan dunia

pendidikan. Namun sebetulnya secara jujur harus diakui bahwa hampir setiap pergantian

kurikulum ketika menteri baru menjabat pada dasarnya merupakan kelanjutan konsep

perubahan yang telah dirancang dan telah dimulai oleh menteri yang digantikan. Oleh

karenanya ungkapan ganti meteri ganti pula kurikulum menjadi tidak tepat.

Sementara itu pergantian kurikulum merupakan sesuatu keniscayaan, Secara

teoritis perubahan kurikulum hartus dilakukan minimal satu dasawarsa sekali, bahkan

kalau perlu dilakukan lima tahun sekali, terutama kalau telah terjadi pergeseran dalam

tata politik nasional. Harus difahami bahwa kurikulum disusun tidak lain untuk

mengantisipasi perubahan sosial di masa depan, karena sekolah merupakan institusi yang

harus aspiratif dan antisipatif terhadap pekmebangan sosial politik dalam masyarakat.

379

Page 381: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Ternyata dalam mengatisipasi perubahan masa depan Diknas dalam penyusunan

kurikulum dikdasmen tidak selamanya tepat dan sesuai dengan aspirasi masyarakat,

terutama aspirasi dunia pendidikan. Kesalahan masa lampau dengan menyusun

matapelajaran PSPB seperti akan diulang. Seperti kita ketahui PSPB dirancang sebagai

bagian dari pendidikan kewargaan negara, telah membuat tumpang tindihnya bahan ajar

antara PSPB dengan PPKN. Apa yang menjadi bahan ajar PPKN juga menjadi bahan ajar

PSPB. Dan sekarang justru di era reformasi matapelajran Sejarah dan Geografi dilebur ke

dalam PPKN, sementara Sejarah dan Geografi dalam pendidikan memiliki fungsi yang

tidak selamanya sejalan dengan missi PPKN. Kekeliruan asumsi itu telah menyebabkan

Sejarah dan Geografi oleh perancang paling tinggi seluruh kebijakan pendidikan dilebur

ke dalam PPKN.

Dengan serta merta timbul asosiasi bahwa dengan demikian cakupan bahan ajar

ke dalam matapelajaran itu makin dikerdilkan. Persinggungan antara PPKN dengan

Sejarah hanya sebatas bahan ajar yang berkaitan dengan masa modern, misalnya sejak

masa penjajahan di Indonesia. Bagaimana pula dengan bahan ajar yang membahas

sejarah mancanegara, yang tentunya sangat tidak relevan kalau dibahas dalam rangka

PPKN. Kalau hal itu terjadi, yaitu tidak dimasukkan dalam kurikulum, maka makin

sempit cakrawala pandang anak-anak sekolah dalam sejarah.

Kehilangan Missi

Paling tidak ada tiga fungsi sejarah dalam kehidupan manusia. Pertama, fungsi

rekreasi, dalam artian dengan sejarah umat manusia atau sesuatu komunitas bisa

menjelajah masa lampau sesuatu bangsa ataupun sesuatu komunitas. Dengan demikian

sesuatu bangsa atau komunitas itu tidak tergolong orang hilang ingatan, karena tidak

mengenal sama sekali masa lampaunya. Sejarah juga berfungsi untuk mengenali masa

lampau untuk belajar dari masa lampau, tentang kegagalan dan sukses bangsanya.

Dengan cara ini generasi tua dalam membina generasi muda dengan jalan menghormati

jasa-jasa para pendahulu dan membangun semangat patriotisme, dan nasionalisme.

Ketiga, sejarah juga berfungsi untuk mengembangkan daya penalaran, daya kritis

maupun obyektivitas.

380

Page 382: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kita tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa sejarah sangat efektif untuk

dikembangkan dalam fungsi pendidikan atau edukatif. Orang sadar bahwa dalam

pengembangan fungsi edukatif itu sejarah sering dimanipulasi untuk kepentingan

penguasa. Akibatnya setiap penguasa sangat berkepentingan untuk dapat menuliskan

sejarah dan memfungsikan dengan maksimal pelajaran Sejarah untuk dapat menunjang

kepentingan penguasa sewaktu. Sebagai akibatnya pula Sejarah kemudian diposisikan

sebagai bagian dari pendidikan politik kewargaan negara. Pembentukan PSPB sebagai

matapelajaran di masa Orde Baru maupun peleburan Sejarah dan Geografi dalam PPKN

di era reformasi ini jelas memanfaatkan fungsi edukatif pada sejarah.

Sebagai konsekuensinya buku ajar Sejarah bagi sekolah senantiasa mengalami

revisi yang disesuaikan dengan babon Sejarah Nasional, yang disusun oleh penguasa.

Lebih menyedihkan lagi karena eksistensi bidang studi Sejarah ketika dilebur ke dalam

PPKN telah kehilangan eksistensinya dan kemandiriannya. Ini berarti sejarah telah

kehilangan pula fungsinya yang ketiga, yaitu untuk mengembangkan daya penalaran,

daya kritis maupun obyektivitas, karena sejarah tidak diajarkan secara mandiri. Justru

dampak ketiga inilah yang paling dirasakan para sejarawan, seperti dibahas dalam

kongres Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) baru-baru ini di Jakarta.

Solusi

Solusinya gampang saja. Kembalikan bidang-bidang studi, terutama yang dilebur,

yaitu Sejarah dan Geografi, pada habita semula, yaitu kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS). Bersama-sama dengan PPKN bidang-biodang studi tersebut berpotensi sebagai

bagian dari pendidikan kewargaan negara (civics), yaitu untuk tercapainya tujuan

menyiapkan peserta didik menjadi ‘warga negara yang baik’. Sementara itu fungsi

sebagai civics tidak harus melebur mata-mata pelajaran itu kehilangan wujudnya menjadi

PPKN. Bahkan PPKN dan matapelajaran non sosialpun dapat dikembangkan sebagai

sarana pendidikan kewargaan negara (civics).Yang paling penting diberikan klarifikasi

adalah indikator dan kriteria ‘warga negara yang baik’. Tentu saja tidak berlebihan kalau

indikator warga negara yang baik mnegikuti ukuran era reformasi, yaitu demokratisasi,

381

Page 383: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

toleransi, keterbukaan, mentaati hukum dan menghornati HAM, kritis, penalaran tinggi,

obyektifitas tinggi, patriotis, heroik dan nasionalis.

oOo

382

Page 384: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

13. POTENSI SEJARAH LOKAL DALAM FRAME PENGAJARAN DI

SEKOLAH

I,. Mukadimah

Terasa di cari-cari hubungan antara sejarah lokal dengan otonomi daerah, tapi

betul-betul sebuah batu uji buat pemakalah, untuk memenuhi harapan panitia

penyelenggara pertemuan ini.

Tentang sejarah lokal bukan hal baru, karena sudah lama kita mendengar, yaitu

sejarah sesuatu komunitas pada lokal tertentu, yang berkaitan dengan unit administrasi

pemerintahan tertentu. Bisa berupa sejarah lokal sebagai sesuatu yang spesifik dan

eksklusif , seperti “Sejarah Yogyakrta” atau sejarah “Kesultanan Bintoro : Lahir dari

Rawa Demak”. Sejarah lokal bisa diartikan juga sebagai sejarah tentang peranan yang

telah dimainkan sebagai bagian dari sejarah nasional, seperti “Peranan Ulama di Pondok

Pesantren Mranggen dalam Pertempuran Lima Hari Semarang”.

Pengertian otonomi daerah, meski seperti baru, sebetulnya bukan pengertian baru.

Namun demikian masih juga dipahami dengan cara berbeda-beda. Paling tidak istilah itu

menimbulkan asosiasi yang bermacam-macam, sehingga lahir pengertian konotatif, dari

aspek 1) potensi SDM (seperti faktor kual;itas dan kuantitas SDM), 2) potensi SDA

(seperti kekayaan alam, maupun PAD), dan 3) kepemimpinan (faktor syarat putera

daerah dsb). Sementara itu semangat di balik semuanya itu tidak lain adalah 1)

kemandirian, 2) demokrasi, 3) pengembangan kerjasama dalam kerangka negara

nasional, dan 4) kekhasan daerah.

Yang dimaksud dengan kemandirian tidak lain adalah kemampuan untuk

mengatasi berbagai masalah yang dihadapai, tanpa mengandalkan pada bantuan fihak

383

Page 385: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

lain. Sedangkan demokrasi diartikan sebagai semangat untuk mentolerir adanya

perbedaan, dalam artian tidak memaksakan pendapat. Sementara itu kekhasan adalah

semangat untuk menemukan karakteristik sebagai identitas diri, yang berpotensi sebagai

alat pemersatu.

Dalam rangka pengertian itu peranan sejarah lokal seharusnya dikembangkan

dalam kurikulum sekolah, agar dapat memainkan fungsinya dengan tepat dan maksimal.

II. Potensi Sejarah Lokal

Selama ini kita mengetahui bahwa sejarah mempunyai paling tidak tiga potensi

sebagai : 1) sarana pendidikan kewarganegaraan atau fungsi edukasi, 2) fungsi

rekreasi, dan 3) fungsi pengembangan intelektual (ilmu). Dalam skala global, sejarah

nasional adalah juga sejarah lokal, karena memiliki potensi untuk bersifat eksklusif dan

spesifik, maupun bagian dari sejarah umat manusia. Selanjutnya dalam skala nasional,

maka sejarah lokal adalah juga sejarah nasional, sehingga memiliki sifat sebagaimana

sejarah pada umumnya. Yaitu edukasi, rekreasi dan pengembangan intelektual (ilmu).

Lalu apa yang bisa diharapkan dari sejarah lokal dalam kaitan dengan otonomi

daerah yang sedang kita siapkan? Dengan lebih gamblang dapat dikatakan bagaimana

peranan sejarah lokal dalam mengembangkan semangat kamandirian, demokrasi,

kepemimpinan maupun kekhasan daerah, yang potensial terkandung dalam gagasan

otonomi daerah? Barangkali berikut inilah jawabnya.

Seperti dikatakan di atas, yang dimaksud dengan semangat kemandirian adalah

semangat untuk mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi warga masyarakat,

tanpa mengandalkan pada bantuan fihak lain. Dengan demikian kita harus mampu

menggali pengalaman sejarah lokal maupun local heroes untuk membangkitkan motivasi

warga masyarakat dalam membangun semangat kemandirian, kalau sejarah itu dihayati

oleh warga masyarakat. Kita juga harus mampu menggali dari khazanah

pengalaman sejarah daerah semangat demokrasi, kepemimpinan serta kekhasan yang

dimiliki daerah.

Pemerintah daerah seyogyanya amat berkepentingan dengan pengembangan

sejarah lokal, dan seharusnya memberikan dukungan terhadap langkah-langkah penelitian

384

Page 386: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sejarah lokal terkait. Meskipun demikian tidak satu instansipun, termasuk pemerintah

daerah, boleh memanipulasi penelitian sejarah lokal untuk kepentingan politik.

III. Implikasi Dalam Pengajaran Sejarah Di Sekolah.

Ada tiga paradigma pendidikan yang patut kita kembangkan, yang implikasinya

kita rasakan dalam pengajaran sejarah di sekolah. Ketiga paradigma pendidikan itu

adalah : 1) pendidikan sebagai proses transmisi budaya, yang berarti mengutamakan

proses pelestarian nilai lama. 2) Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, yang

berarti menyiapkan generasi sebagai pelaksanaan rencana pembangunan. 3) Pendidikan

sebagai proses aktualisasi diri, yang berarti menitikberatkan pada pengembangan

kemampuan diri sesuai kehendak diri.

Dengan mengacu pada paradigma pertama, yaitu proses transmisi budaya, sejarah

harus dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai instrumen untuk hanya menyampaikan

fakta-fakta yang bisa membenarkan tata nilai yang diyakini oleh orang dewasa pada suatu

masa tertentu. Yang dilakukan adalah memfungsikan sejarah untuk melestarikan tata nilai

lama.

Dengan mengacu pada paradigma kedua, yaitu sebagai proses transformasi

budaya, sejarah harus bisa dimanfaatkan sebagai istrumen untuk

mentransformasikan tata nilai. Sejarah bukan sekadar menyampaikan fakta, melainkan

dapat dipakai sebagai sarana untuk membentuk watak bangsa menjadi lebih baik, lebih

maju, lebih siap untuk menerima perubahan, lebih profesional dsb. Fungsi itu bisa

berhasil kalau sejarah disampaikan dengan pendekatan analisis, tidak sekadar dekskriptif

naratif.

Dengan mengacu pada paradigma ketiga, sebagai proses aktualisasi diri,

pengajaran sejarah harus mampu membangkitkan kesadaran diri mengenai kemampuan

diri yang spesifik. Selain itu sejarah juga harus difungsikan sebagai instrumen untuk

memotivasi berprestasi, dengan mengacu pada kegiatan para local heroes.

IV. Mewaspadai Ekses

385

Page 387: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Ada beberapa pengertian yang muncul di sekitar otonomi daerah yang perlu

diwaspadai, agar tidak berkembang ke arah yang destruktif. Misalnya tentang

kemandirian dan kekhasan yang merupakan semangat yang dominan. Kemandirian

harus tidak bisa dipisahkan dari kerjasama, karena sesuatu daerah tidak mungkin bisa

dalam arti yang sesungguhnya bisa mandiri. Para petani Grobogan misalnya, tidak bisa

dengan bangga menyatakan kemandirian mereka, karena sudah bisa melakukan swa

sembada pangan, karena keberhasilan pertanian, yang tidak lagi tergantung pada musim

hujan. Ternyata para petani itu sangat tergantung pada sistem irigasi dan volume waduk

Gajahmungkur, yang ada di kabupaten Boyolali. Sementara itu rakyat Boyolali, yang

telah kehilangan lahan pertanian untuk membangun waduk itu, tidak memperoleh apa-

apa. Oleh karenanya secara logis Boyolali, untuk melindungi rakyatnya, bisa menyetujui

untuk mengeringkan air bendungan. Alternatif yang destruktif itu harus diganti dengan

alternatif yang konstruktif, yaitu mengadakan kerjasama. Misalnya, mendirikan otoritas

bersama yang mengatur sistem pengairan, dengan sistem bagi hasil.

Semangat kekhasan yang dikembangkan pada setiap daerah, yang dimaksudkan

sebagai alat pemersatu, bisa berubah menjadi pemicu terjadinya disintegrasi bangsa,

karena telah menjadi simbul primordialisme (kesetiaan atas dasar faktor yang irasional).

Lalu apa peranan pengajaran sejarah di sekolah?

@@@

386

Page 388: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Makalah disajikan untuk Seminar Regional Jateng dan DIY “Antara Sejarah Lokal

dengan Otonomi Daerah”. Oleh Jurusan Pendidikan Sejarah FIS UNNES Semarang, 22

Nopember 2000.

MENUJU INDONESIA BARU : DALAM PERSPEKTIF SOSIAL HISTORIS

1. Dari sudut pandang filsafat sejarah yang manapun, perjalanan sejarah umat

manusia pastilah mengarah ke depan. Bedanya, ada yang beranggapan gerak

sejarah itu maju secara linier, tanpa adanya gejala pengulangan. Pandangan lain

meyakini bahwa sejarah bergerak maju, namun melingkar, seperti bergerak di

tempat, bagaikan sebuah siklus. Ffilsafat sejarah lain menganggap bahwa gerak

sejarah itu melingkar, namun bergerak maju, bagaikan spiral.

Sementara itu secara mekanistik gerak sejarah diyakini menuju suatu kondisi yang

makin baik. Filsafat sejarah menurut historis materialisme sebagaimana dianut kaun

komunis, misalnya meyakini bahwa sejarah umat manusia itu bergerak dari

387

Page 389: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

masyarakat kapitalis ke arah masyarakat proletariat. Dalam masyarakat Timur dikenal

masyarakat ideal yang menjadi sasaran akhir gerak sejarah.

Banyak komunitas Muslim yang meyakini akan datangnya zaman keemasan

(Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur) yang didahului oleh datangnya Imam

Mahdi, sebagai tokoh yang mendapat petunjuk Allah. Masyarakat Jawa mengenal

masa depan yang diawali oleh datangnya Heru Cakra atau Ratu Adil. Oleh karenanya

tidaklah berlebihan kalau Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila,

sebagaimana disebutkan dalan P4, hanyalah sebuah tatanan ideal dalam masyarakat

modern.

2. Indonesia Baru, merupakan konsep masa depan yang kini kita idamkan, yang diyakini

memiliki kualitas serba menyenangkan, setelah sekian lama bangsa kita terpuruk

dalam serangkaian krisis. Berbagai konsep dikemukakan sebagai model Indonesia

Baru, seperti Masyarakat Madani, Civil Society ataupun Masyarakat Modern,

seperti seringkali dikemukakan olah para politisi.

Dalam setiap periode selalu Pancasila tetap dipetahankan sebagai pandangan hidup

bangsa dan negara. Untuk mencapai sasaran akhir berupa masyarakat ideal itu

dilaklukan sejumlah model pendekatan. Pada awal masa kemerdekaan (1945-1959)

misalnya, berlangsung periode yang dikenal sebagai Zaman Demokrasi Liberal,

meski tetap mendasarkan pada UUD 1945.

Sejak 1959, diawali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Indonesia memasuki

priode baru yang dikenal sebagai masa Demokrasi Terpimpin atau Sosialisme

Indonesia. Periode itu untuk selanjutnya dikenal sebagai masa Orde Lama. Periode

berikutnya dikenal sebagai masa Orde Baru. Mereka menklim diri sebagai orde yang

mengoreksi Orde Lama, karena dianggap tidak melaksanakan Pancasila secara murni

dan konsekuen.

Orde Baru (1966-1998) ternyata mempraktekkan pemerintahan yang totaliter, meski

diawali dengan cara-cara yang demokratis. Dominasi ABRI dengan konsep Dwifungsi

ABRI amat besar dalam mengembangkan konsep Demokrasi Pancasila. Azas

demokrasi hanya tinggal formalitas belaka.

388

Page 390: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Seperti halnya Orde Lama, Orde Baru berakhir secara tragis, yang sama-sama

terguling oleh kekuatan mahasiswa dan rakyat, yang meneriakkan reformasi.

Gerakan Reformasi total mulai diletakkan untuk menyongsong datangnya Era

Reformasi, sebagai langkah lurus menuju Masyarakat Madani yang merupakan model

ideal bagi masyarakat Indonesia Baru. Ciri utama era reformasi adalah (a)

keterbukaan, (b) supremasi hukum, (c) pengakuan akan HAM, (d) terbuka bagi

alternatif, serta (e) kebebasan pers.

3. Sementara itu terlihat adanya gejala menarik berupa langgengnya watak kebersamaan

dalam masyarakat, termasuk dalam menyusun pemerintahan dari ketiga periode.

Di zaman Orde Lama dikembangkan pola kebersamaan dengan membentuk

pemerintahan nasional berkaki tiga, yang memanfaatkan semua kekuatan nasional,

dalam konsep Nasakom. Dalam masa Orde Baru dikembangkan pola kerjasama

nasional dalam wadah dua parpol (PPP dan PDI) dan satu Golkar. Bentuk kerjasama

seperti itu nampaknya mengikuti pola tertentu, untuk menghindari munculnya

kekuatan oposisi yang melembaga. Sulit kiranya dihilangkan kesan bahwa pola

kerjasama itu menjadi pola baku dalam sistem sosial di Indonesia.

@@@

389

Page 391: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

PERUBAHAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIFSEJARAH

I

Menurut Heraklitos segala sesuatu itu mengalami perubahan, dan satu- satunya

yang tetap di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Itulah sebabnya tidak seorangpun

akan disentuh oleh air yang sama [pada waktu sedang berdiri dalam air sungai, karena

aliran air itu selalu baru. Perubahan itu juga berlaku bagi kehidupan umat manusia

sepanjang masa, yang kemudian membentuk sejarah umat manusia. Sejarah itu sendiri

adalah rangkaian ceritera tentang pengalaman umat manusia. Pada dasarnya sejarah

adalah rangkaian perubahan sosial yang dialami umat manusia, baik sebagai suatu

kesatuan, maupun sebagai kelcmpok-kelcinpck sosial.

Salah satu tujuan belajar sejarah adalah untuk mendapatkan pelajaran dari

mnasa lampau. Untuk itu harus ditemukan kecenderungan bentuk maupun arah

perubahan yang dialami oleh perjalanan sejarah itu sendiri, menemukan faktor-faktor

390

Page 392: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

yang diduga berpengaruh dalam proses perubahan sosial, sehingga dapat ditemukan

pola perubahan sosial. Dalam bukunya Anatomi Revolusi, Carl Brinton mengemukakan

adanya pola yang terlihat dalam setiap revolusi sosial. Antara lain dikatakan bahwa pada

permulaannya revolusi didukung oleh semua pihak yang mempunyai tujuan yang sama,

yang sedang menggulingkan sesuatu rezim. Selanjutnya akan terjadi proses kristalisasi

di kalangan para pendukung revolusi itu. Pada akhirnya revolusi itu akan dimenangkan

oleh salah satu pihak yang paling kuat dalam proses kristalisasi itu. Teori itu diperoleh

dari hasil mempelajari apa yang berlangsung dalam Revolusi Perancis.

II Menurut Karl Mannheim, perubahan sosial tidak terjadi karena

adanya seperangkat paksaan yang kokoh, melainkan terjadi karena adanya dorongan

yang kuat untuk munemukan kaidah-kaidah baru dalam rnengekspresikan pengalaman

yang berubah. Dengan kata lain, perubahan sosial tidak terjadi karena adanya

ketentuan-ketentuan yang nyata-nyata menekan sesuatu kelompok manusia, melainkan

karena adanya dorongan yang menyatu dalam dirinya untuk menjadi selalu baru. Ini

berarti bahwa dalam masyarakat tradisional gerak perubahan itu tidak sebanyak dalam

masyarakat modern.

Mengenai faktor penyebab terjadinya perubahan sosial Robert L. Sutherland

menyebutkan ada empat, yaitu sebagai berikut :

(1) inovation, yaitu pembaharuan, seperti dalam melakukan perbaikan atau

penyempurnaan sesuatu peraturan ataupun teknologi tertentu. Sejak

ditanggalkannya ideologi komunis oleh bangsa Rusia misalnya, para pemimpin

Rusia melakukan pembaharuan-pembaharuan di bidang ekonomi. Yang terjadi di

sana adalah sebuah perubahan sosial karena mereka menghendaki sesuatu sistem

sosial ekonomi baru.

(2) invention, yaitu penemuan sesuatu yang baru, seperti dalam hal ditemukannya

mesin uap maupun mesin tenun. Revolusi Industri di Inggris merupakan contoh

nyata bagi penemuan mesin uap, dan runtuhnya dominasi Jepang atas negara-

negara Asia.

391

Page 393: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

(3) adaptation, yaitu penyesuaian secara sosial atas sesuatu inovasi maupun penemuan

(invention) yang dilakukan setahap demi setahap.

Diterimanya gagasan Keluarga Berencana (KB) oleh masyarakat, misalnya,

telah menaikkan ttngkat pendapatan nastonal perkapita bangsa di Indonesia.

(4) adoption, yattu penerimaan atau pengambilalihan sesuatu teknologi, kaidah ataupun

filsafat yang datang dari luar. Penggunaan sejumlah alat kontraseptik maupun

derasnya arus informasi telah meningkatkan proses pengikisan nilai sesuatu

bangsa. Misalnya proses desakralisasi atau justru proses mitosisasi atas sesuatu

instrumen atau benda. Revolusi yang terjadi pada negara jajahan dalam merebut

kemerdekaan merupakan wujud perubahan sostal yang terjadi karena dtterimanya

berbagai gagasan demokrasi, ajaran agama maupun sosialisme.

III

Sementara ttu dapat dikatakan, bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya

interaksi dari berbagai faktor. Faktor-faktor ttu misalnya, berupa

(1)keadaan geografis, seperti terjadtnya perubahan garis pantai karena proses

pendangkalan, yang pernah dialami oleh pusat Kedatuan Sriwtjaya;

pendangkalan muara Sungai Brantas, seperti yang menimpa pusat pelabuhan

Keprabuan Majapahit; ataupun perpindahan pusat Kerajaan Mataran dari

Jawa Tengah ke Jawa Timur, karena tertimpa gempa ledakan gunung

berapi.

(2) keadaan biofistk kelompok masyarakat, sebagai akibat terjadtnya polamakan dan

gizi, seperti terjadinya daya tarik untuk melakukan urbanisasi.

(3) kebudayaan1 berupa kemajuan iptek maupun gejala primordialisme,

seperti dialami oleh Jepang dalam Restorasi Meiji.

(4) sifat anomi masyarakat, berupa kegelisahan masyarakat negara

berkembang yang menghadapi proses urbantasi dengan berbagai resikonya,

sebagai akibat perubahan atas orientasi hidup mereka yang terjadi karena

392

Page 394: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

dttolaknya tata nilai lama, namun belum dapat menerima tata nilai baru.

IV

Perubahan sosial dapat mengambil bentuk yang bermacam-ragam, seperti evolusi

sosial, mobilitas sosial, maupun revolusi sosial. Evolusi sosital berlangsung di dalam

tubuh sesuatu bangsa maupun dalarn masyarakat pergaulan bangsa-bangsa. Kemajuan

iptek serta komunikasi, misalnya diandalkan sebagai penyebab wujud baru pergaulan

bangsa-bangsa dalam era globalisasi dan era komunikasi. Bahkan revolusi sosial, baik

berdarah maupun tidak, baik intern maupun ekstern bangsa, sering terjadi karena

perubahan orientasi ideologi, yang notabene merupakan konsekuensi diterimanya sesuatu

ideologi, iptek maupun altran agama tertentu.

Tidak dapat dilupakan berlangsungnya terus-menerus aliran urbanisasi, terutama

di negeri-negeri berkembang, yang tidak lain terjadi karena berlangsungnya proses

interaksi dari berbagai faktor penyebab perubahan sosial di atas. Gejala tersebut dikenal

sebagai mobilitas sosial dalam wujudnya yang bervariasi. Yang vertikal sebagai akibat

hasil pendidikan, dan yang horisontal sebagai akibat akibat gerak migrasi, seperti

urbanisasi.

V

Perubahan sosial juga dapat terjadi karena rekayasa sosial yang dilakukan oleh

penguasa negara, seperti program-program pembaugunan berencana. Namun harus diakui

bahwa keberhasilan sesuatu rekayasa bukan terjadi karena berlangsungnya paksaan dari

atas, melainkan karena diterimanya gagasan pembaharuan itu sendiri, yang telah

dtkomunikasikan oleh para penguasa kepada warga mesyarakat.

Arah perubahan dapat berbalik tidak sesuai dengan tujuan yang dirancang, seperti

terjadinya diesintegrasi sosial, kalau terjadi unsur pemaksaan atas perubahan itu. Oleh

karenanya settap rancangan perubahen harus dapat mengerahkan seluruh potensi agen-

agen perubehan (agent of change), seperti lembaga pendidikan, angkatan bersenjata, para

intelektual maupun pemimpin formal maupun nonformal, agar terjadi integrasi sosial.

@@

393

Page 395: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

(Makalah untuk Pekan Diskusi Ilmiah Agamawan Muda se Jawa, 12-16 September

1993, yang diselenggarakan oleh Balai Penelitian Agama Depag du Semarang.)

MENGUAK KEBENARAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

394

Page 396: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

4. Di gereja-gereja di Amerika Serikat dan Eropah terlihat patung Yesus Kristus dengan

rambut dan jenggot berwarna pirang, kulit tubuhnya yang telanjang cerah dan dengan

profil dan tampang ras Kaukasus. Orang tidak pernah mempersoalkannya, meskipun

sebagai keturunan Bani Samyah (Semmit) tentu saja beliau tidak memiliki ciri fisik

seperti digambarkan dalam patung.

Demikian pula orang tidak mempersoalkan patung Yesus Kristus di gereja-gereja di

benua Afrika. Padahal di sana Yesus ditampilkan dengan fisik orang Negro, berlulit

hitang, rambut hitam keriting kecil dan berhidung lebar..

Mana kebenaran sejarah?

Di sebuah pelabuhan laut di Jepang berdiri sebuah patung seorang pahlawan bngsa

Jepang. Orangnya gagah, tinggi besar, dan naik kuda. Padahal kenyataannya tampang

pahlawan itu jauh berbeda, yaitu berbadan kecil.

Mana kebenaran sejarah?

Demikian pula di sebuah taman kota di Houston City tegak berdiri patung seorang

pahlawan kemerdekaan Negara Texas. Tubuhnya digambarkan kecil, naik kuda besar,

presis seperti gambaran sesungguhnya. Itulah Sam Houston.

Itukah kebenaran sejarah?

5. Bung Karno sebagai Sang Proklamator pernah diuraikan sebagai keturunan orang

kulit putih dengan seorang pribumi. Bahkan disebutkan pula bahwa silsilah beliau

sampai pada garis keturunan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Itulah yang

dibicarakan dari mulut ke mulut. Namun dalam buku-buku sejarah beliau disebutkan

sebagai putra seorang guru dari suku Jawa yang menikah dengan seorang perempuan

Bali.

Yang mana kebenaran sejarah itu?

395

Page 397: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Menjelang saat-saat proklamasi kemerdekaan beliau dan Bung Hatta pergi ke

Rengasdengklok. Sebagian orang menyatakan bahwa kepergian itu dilakukan karena

diculik oleh kaum muda seperti Khaerul Saleh, Sukarni dan Adam Malik, dan

memaksa kedua beliau agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun dalam

buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat, sebagaimana diceritakan Cindy Adams,

dinyatakan bahea kepergian itu tidak karena adanya sesuatu paksaan dari manapun.

Yang mana kebenaran sejarah itu?

Mana dari cerita itu yang benar?

Dan ketika beliau wafat pada tahun 1071 dituliskan dalam buku sebagai akibat sakit.

Bagaimanapun adalah wafat secara wajar.

Kemudian baru-baru ini seorang saksi sejarah, Nyonya Dewi Sukarno, menyatakan

bahwa beliau wafat secara tudak wajar. Konon dikatakan ada tangan-tangan yang

sengaja mempercepat kematian beliau.

Mana pula yang dinamakan kebenaran sejarah?

6. Tanggal 30 September 1965 bagi bangsa Indonesia merupakan tanggal bersejarah,

karena di tengah malam itu terjadi penculikan dan pembunuhan sadis terhadap

sejumlah jendral TNI AD. Peristiwa itu kemudian tercatat dalam sejarah sebagai

Pemberontakan G30S/PKI. Itulah faktanya.

Masalahnya kemudian muncul, yaitu :

a Apa hakekat pemberontakan itu?

4) Kudeta PKI terhadap pemerintahan Sukarno?

5) Pertentangan intern AD?

6) Kudeta terselubung oleh TNI AD?

c. Siapa di balik kegiatan pemberontakan itu

5) Bung Karno ada di belakang G30S/PKI?

6) Jendral Suharto mengetahui rencana G40S/PKI?

7) Jendral Suharto memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi?

396

Page 398: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

8) Jendral Suharto merupakan menyusun skenario untuk kepentingan pribadi?

5. Selama lebih dari tiga puluh tahun diajarkan oleh guru sejarah hal-hal sebagai

berikut :

c. Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dirancang dan dipimpin oleh Letkol Suharto

d. Supersemar ditanda tangani Presiden Sukarno secara sukarela, untuk mengatasi

situasi keamanan nasional, terutama di Ibu Kota.

Baru-baru ini muncul tuduhan dari sejumlah saksi sejarah maupun pelaku sejarah.

bahwa :

c. Perancang SO 1 Maret 1949 adalah Sri Sultan HB IX.

d. Supersemar ditandatangani oleh Presiden di bawah todongan pistol oleh Jendral

M. Panggabean.

6. Tidak mudah untuk menemukan kebenaran sejarah nasional Indonesia yang hakiki,

karena berbagai alasan sbb.:

b. Faktor subyektifitas pelaku ataupun penulis sejarah, yang terjadi karena :

3) faktor kepentingan pribadi, kelompok maupun politik

4) faktor kelemahan daya ingat atau tingkat persepsi pelaku sejarah

d. Faktor kepentingan politik suatu orde atau rulling class, untuk meningkatkan

kredibilitas kepemimpinan mereka.

e. Faktor persepsi tentang peranan sejarah, yang meliputi :

4) romantisme sejarah, yang menempatkan sejarah untuk meningkatkan

kebanggaan diri.

5) sejarah sebagai sarana pendidikan politik

6) historisisme baru, yang menempatkan sejarah sebagai ilmu.

7. Yang dapat dilakukan dalam menegakkan kebenaran sejarah antara lain :

d. Tim penulis sejarah nasional melakukan kajian ulang terhadap berbagai data yang

kontroversial

e. Guru harus diberi petunjuk untuk menggunakan buku sejarah terbitan masa Orde

Baru secara lebih selektif.

397

Page 399: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

f. Para ilmuan sejarah melakukan melakukan kajian sejarah secara lebih mandiri,

tanpa suatu prasangka.

Mkalah untuk Diskusi Panel tentang Menguak Kebenaran Sejarah Bangsa Indonesia

, oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia, Presidium Wilayah Jawa Tengah, di

Unika Sugyopranoto Semarang, 25 Oktober 1998.

398

Page 400: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

POTENSI SEJ. LOKAL DLM FRAME PENGAJ. DI SEKOLAH

MUKADIMAH

1. Topik :

a. Terasa dicari-cari

b. Sbg. batu uji ??

2. Sejarah lokal :

3. Ttg sej. lokal bukan hal baru, yaitu sej. sesuatu komunitas pd. lokal tertentu.

a. Bisa berupa sej. lokal sbg. sesuatu yg. spesifik dan eksklusif, spr. “Sej.

Yogyakarta” atau “Kesultanan Bintoro : Lahir dari Rawa Demak”.

b. Bisa diartikan sbg. sej. ttg. peranan yg telah dimainkan sbg. bg. sej.

nas., spt. “Peranan Ulama di PonPes. Mrang gen dlm Pertemp. 5 Hari

Smg”.

399

Page 401: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

3. OtDa., meski spt. baru, tapi bukan hal baru.

OtDa masih juga dipahami dgn. cara bervariasi.. Paling tidak telah timbulkan

asosiasi berbeda-beda, hingga lahir pengert. konotatif, dari aspek 1) potensi SDM

(faktor kualitas dan kuantitas SDM), 2) potensi SDA (kekayaan alam, PAD), 3)

kepemim- pinan (faktor putera daerah).

4. Sementara itu terdapat semangat di balik semuanya, yaitu :

a. kemandirian

b. demokrasi

c. pengembangan kerjasa- ma dlm. krangka neg. nas.

d. kekhasan daerah.

5. Keterangan :

a. Kemandirian merupakan kemampuan utk. atasi masalah tanpa menggan-

tungkan bantuan fihak lain.

b. Demokrasi = semangat utk mnttolerir adanya per- bedaan è tdk paksakn

pendpat

c. Kekhasan = semangat utk. temukan karakteristik sbg identitas diri, yg. berpo-

tensi sbg. alat pemersatu.

Dlm rangka pengertian itu peranan sej. lokal seharus- nya dikembangkan

dlm. kurikulum sekolah, agar dpt melaksanakan fungsinya dgn. tepat dan maksimal.

II. POTENSI SEJ. LOKAL

1. Tiga potensi sej. sbg. :

a. Fungsi PKN / edukasi

b. fungsi rekreasi,

400

Page 402: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

c. fungsi pengembangan intelektual (ilmu).

2. Posisi sejarah.

Dlm. skala global, sej. nas. = juga sej. lokal, karena berpotensi uutuk bersifat

eksklusif / spesifik, dan bagian dr. sej. umat manusia. Dlm skala nasional sej. lokal =

sej. nas., sehingga memiliki sifat sbg. sej. pada umumnya : edukasi, rekreasi, + pengemb.

intelektual (ilmu)

3. Pranan sej. Lokal

Apa yg. bisa diharapkan dr. sej. lokal dlm. kaitan dgn. OtDa? Tegasnya :Bgm

peranan sej. lokal dlm mengembangkan semangat kamandirian, demokrasi,

kepemimpinan maupun kekhasan daerah yg. poten- sial dlm. gagasan Ot.Da.?

Barangkali berikut inilah jawabnya.

a. Individual.

Spt. dikatakan di atas , semangat kemandirian = semangat uituk mampu

mengatasi masalah tanpa mengandalkan bantuan fihak lain. Dgn begitu kita harus

mampu mnggali pengalama sej. lokal / local heroes utk bangkitkan motivasi warga

masy. dalam. membangun semangat kmandirian , kalau sej. itu dihayati oleh warga

masy. Kita juga harus mampu menggali dr. khazanah sej. lokal semangat demokrasi,

kepemimpinan serta kekhasan daerah.

b. Kelembagaan

Pemda. seyogyanya amat berkepentingan dgn. pe- ngembangan. sej. lokal, dan

harus berikan dukungan thd. upaya penel. sej. lokal.

c. Persyaratan

401

Page 403: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Tidak satu instansipun, termasuk pemda, boleh memanipulasi penelitian sej. lokal

utk. interes politik.

III .IMPLIKASI DLM PENG. SEJ. DI SEKOLAH

Ada tiga paradigmaa pend.

.Pend. Sbg. proses transmisi budaya, (pelestarian nilai mapan).

1.

roses transformasi budaya, (siapkan tenaga pembangunan).

Proses aktualisasi diri, (utamakan pngembangan kemampuan diri).

Implikasi

Dgn mengacu pd. paradigma pertama sej. harus diman- faatkan dan dikembangkan

sbg. instrumen utk sampaikan fakta-srj. yg. bisa mem- benarkan tata nilai yg berlaku pd

suatu masa tertentu Caranya dgn memfungsikan sej. utk. lestarikan tata nilai

a. Dgn mengacu pd. paradigma kedua, sej. harus bisa dimanfaatkan sbg

instrumen utk transformasikan tata nilai. Sej. bukan sekadar sampaikan fakta,

melainkan dpt. dipakai sbg. sarana utk. membentuk watak bgs. menjadi

lebih baik, lebih maju, lebih siap untuk menerima perubahan, lebih

profesional dsb. Fungsi itu bisa berhasil kalau sej. disampaikan dgn. cara

melakukan analisis, tidak hanya dekskriptif -naratif.

b. Dgn mengacu pd. paradigma ketiga, pengaj. Sej. harus bisa bangkitkan

kesadaran diri mengenai kemam- puan diri yang spesifik. Sej. juga harus

difungsi- kan sbg instrumen utk. memotivasi berprestasi, dgn. menteladani

para local heroes .

IV. MEWASPADAI EKSES

Ada beberapa pengertian yg. muncul di sekitar Ot.Da. yg. perlu diwaspadai agar tidak

berkembang ke arah yg destruktif. Misalnya, ttg kemandirian dan kekhasan daerah.

1. Kemandirian dan kerjasama.

402

Page 404: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Kemandirian tdk. bisa dipisahkan dari kerjasama, sebab daerah tidak mungkin

bisa hidup mandiri, dlm arti yg. sesungguhnya.. Para petani kab. Grobogan misalnya,

tidak bisa dgn. bangga menyatakan kemandi- rian mereka , karena sdh bisa swasembada

pangan, krn. keberhasilan sistem irigasi, yg. tidak lagi tergantung pd musim hujan.

Betulkah? Ternyata para petani itu sangat tergantung pd. waduk Kedungombo, kab.

Boyolali.

Sementara itu rakyat Boyolali, yg. telah kehilangan lahan pertanian uuntuk

membangun waduk itu, tidak memperoleh apa-apa. Oleh sebab itu secara logis Boyolali,

demi untuk melindungi rakyatnya, bisa setujui gagasan untuk mengeringkan air waduk.

Alternatif yg. destruktif itu harus diganti dgn. alternatif yg. konstruktif, yaitu kerja

sama. Misalnya mendirikan otoritas bersama yg.. mengatur sistem pengairan, dgn.

sistem bagi hasil

2.Identitas diri.

Semangat kekhasan yg. dikembangkan pd. setiap daerah, yg. dimaksudkan sbg.

alat pemersatu, bisa berubah jadi pemicu terjadinya desin- tegrasi bangsa, karena tlh.

jadi simbul primordialisme.

Yang terjadi adalah premordialsme è identiy formation è tribal system dalam

masyarakat.

Lalu apa peranan pengajaran sejarah di sekolah?

MENGESAMPINGKAN PERBEDAAN UNTUK INTEGRASI

PUCUNG

Kang pitulung

403

Page 405: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sakawit met dongengipun

Dariji tukaran lawan kadange pribadi

Purwanira panuduh jahil manabdo

Enthik - enthik

patenana si panunggul

Gek dosane apa,

dosane ngungkul ngungkuli

Dhi aja dhi, malati sadulur tuwo

Bener bener

enak seger rasanipun

Mengkono prayogo aja sok jahil jinahil

Saduluran den rukun santosa

Bagian terpenting dari upaya melintasi sejarah bangsa bukan tertetak pada

menemukan perisriwa sejarah itu sendiri, melainkan pada kemampuan menjelaskan

peristiwa itu. Dengan penjelasan itu akan ditemukan pelajaran dan penghayatan dari

belajar sejarah. Tanpa ada penjelasan atas petistiwa-peristiwa sejarah, yang diperoleh

sekadar rangkaian mitos yang sering dianggap sebagai inti sejarah. Setiap memperingati

Hari Sumpah Pemuda kita lafalkan teks itu sesuai dengan teks aslinya. Kemudian ada

semacam kekhusyuan yang diharapkan dalam pembacaan itu. Namun sudahkah kita

mencoba memahami dengan jalan mendapatkan penjelasan atas bait-bait pernyataan itu

dalam konteksnya?

GBHN mengajarkan betapa besar kekayaan alami yang kita miliki, yaitu

kemerdekaan serta kedautatan, kedudukan geografis yang strategis, dan sumber daya

alam yang berlimpahan, penduduk yang besar, ajaran kemajemukan budaya, potensi

efektif ketangguhan angkatan bersenjata sebagai kekayaan yang merupakan modal

dasar yang manfaatnya sangat tergantung pada keamampuan kita mengelola dan

mengembangkannya, sehingga bisa mendatangkan manfaat, namun sekaligus bisa

mendatangkan mudarat.

404

Page 406: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Benang Merah

Sulit sekali menyangkal adanya hubungan antara konsep-konsep Bhineka Tunggal

Ika, Devide et Impera, Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Pancasila, dan

Proklamasi 17 Agustus1945. Sebetulnya yang ada bukan sekadar hubungan erat

melainkan juga fungsional. Bahkan pada dasarnya bagaikan ada benang merah yang

menghubungkavariabel-variabel tersebut. Itu berarti perjalanan sejarah bangsa Indonesia

telah melalui proses panjang, namun tetap konsisten dalam menciptakan integrasi sosial

dan bangsa. Bermula dari konsep dasar pergaulan dalam masyarakat yang heterogen

(bhinneka) di masa Majapahit, yang dikenal dengan konsep Bhineka Tunggal Ika.

Meskipun hiterogen, tetap juga datam kesamaan, dan mendukung suatu komunitas yang

tunggal, yaitu Majapahit. Integritas sebagai bangsa kemudian diintervensi kaum penjajah

yang ingin menikmati kekayaan Indonesia, lebih-lebih ketika penjajah bangsa Indonesia

lewat studi-studi antropologis mereka.

Dengan penuh kesadaran mereka kemudian mulai mengembangkan politik devide et

impera. Sebagai akibatnya berkembanglah di kalangan pribumi kesadaran akan

perbedaan masing-masing diri atau komunitas mereka dan keunggulan (superioritas)

masing diri mereka. Menyadari keadaan objektif semacam itu besar sekali penghargaan

kita pada makna semangat kebangkitan nasional yang dikobarkan generasi 1908 an.

Rumusan Sumpah Pemuda 1928: Satoe Noesa, Satoe Bangsa, dan Satoe Bahasa

harus pula dilihat dalam konteks semangat kebangkitan nasional yang berkembang dalam

iklim devide et impera. Tanpa menyadari ini sulit sekali kita dapat menghargai seperti

apa makna Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda adalah sebuah prestasi, bankan sebuah

masterpiece. Jadi tidak sekedar mitos dari sebuah generasi.

Karena itu rumusan Pancasila bukan sesuatu yang baru, bila dilihat dari perkebangan

konsep-konsep yang hidup sepanjang sejarah, terutarna dalam segi sosialnya. Cita-cita

toleransi dalam kemajemukan keyakinan agarna, kebangsaan, kemanusiam. demokrasi

maupun keadilan telah dengan pasti terkandung dalam konsep- konsep tersebut. Semua

konsep tersebut secara lengkap dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Bila

kemudian dikumandangkan pula proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus pada 1945,

405

Page 407: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tak lain sebagai manifestasi monumental.

Ajaran Moral

Bait-bait tembang Pucung di atas, berkisah tentang pertengkaran di antara jari-jari

tangan, merupakan ajaran moral tentang toleransi hidup bermasyarakat. Dia mengajarkan

prinsip kebersamaan, meski dalam keadaan kebhinekaan alamiah. Hasrat untuk

meratakan tingkat kesejahteraan, kemampuan maupun tingkat sosial seluruh warga, yang

timbul di kalangan dhuafa (inferior), dianggap tidak etis. Jadi superioritas karena menjadi

jari tengah yang paling jangkung bukanlah sebuah dosa. Mereka tidak boleh dipateni

(dibunuh), karena yang menjadi ukuran adalah perilaku dan amal, dan bukan kondisi

yang ada.

Aktualisasi ajaran moral ini muncul dari kehidupan berbangsa. Implikasinya

adalah keharusan mengembangkan kerja sama rasial, budaya. pendidikan, maupun

keyakinan agama dalam pergaulan. Perbedaan bukan untuk dimusnahkan ataupun

ditonjolkan, melainkan untuk dikesampingkan. Menjadi orang Ambon, Jawa, Menado.

Minangkabau, atau menjadi Islam, Ktisten maupun Hindu - Bali, bukanlah suatu

halangan untuk berintegrasi. Kondisi obyektif itu bukan suatu dosa, selagi penampilan

mereka mendorong terjadinya integrasi.

Prinsip yang muncul dalam rumusan Sumpah Pemuda dengan begini tidak dapat

hanya dipandang dari sudut politik, artinya bukan merupakan produk politik, melainkan

produk budaya. Barangkali lebih tepat halau disebut sebagai produk budaya politik

Indonesia. Semangat semacam itu nampaknya tidak langgeng dalam kehidupan

bermasyarakat. Secara formal barangkali semangat itu masih tetap dipertahankan, seiring

dengan bunyi azas - azas dalam Pancasila. Dalam kenyataan penlaku adigang. adigung.

dan adiguna. dalam berbagai seklor kehidupan bangsa terutama bidang polilik dan

perekonomian telah menjadi gejala umum, justru ketika kila memasuki masa seiengah

abad kemerdekaan. Pemilik modal merasa tidak beralasan lagi untuk tetap mengenakan

topeng keramah - tamahan, dan kembali menunjukkan watak aslinya sebagai “hewan

ekonomi” yang hanya menekankan keuntungan materi. Keunggulan atau superioritas

sementara warga kembali menunjukkan watak garangnya. Dan kemapanan makin

406

Page 408: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

menunjukkan keangkuhan dan keterasingannya dari lingkungan sosial. Kedermawanan

menjadi suatu bisnis, yang mengharapkan imbalan berlipat ganda berupa pahala,

pengurangan pajak atau paling tidak publikasi. Atau menjadi sebuah kebaikan hati, yang

menuntut imbalan pernyataan terika kasih kasih untuk dinikmati secara emosional. Jauh

dari sebagai ungkapan tanggungjawabsosial. Sebahknya kedhaifan dan inferioritas

menjadi alasan untuk menunjukkan kebencian maupun kedengkian mereka terhadap

kemapanan. . Bukanlah aneh kalau kemudian kita menyaksikan kecenderungan

holiganisme, unjuk rasa bahkan kebrutalan. Orang seolah kehilangan raaa kebersamaan,

karena merasa satoe noesa, satoe bangsa, dan satoe bahasa: Indonesia.

Sikap yang paling baik bagi pendidik dalam menghadapi berbagai gejala di atas

adalah mengenibangkan sifat optmistis bahwa proses integrasi sosial dan bangsa akan

berjalan sevara positif. Dalam proses pendidikan orang yang menjadi pelaku pendidikan

adalah seluruh orang dewasa. Dan yang lebih penting lagi adalah pencipiaan kondisi yang

mendukung lancarnya proses integrasi itu (18).

MAKNA PERISTIWA 10 NOPEMBER BAGI KEMENANGAN DIPLOMASI

Para guru sejarah dan PSPB sering mengatakan betapa besarnya makna peristiwa

10 Nopember 1945 dalam mengobarkan semangat patriotisme serta semangat

revolusioner bangsa yang baru merdeka dalam mempertahankan kemerdekaan. Yang

ditekankan adalah keberanian para pemuda Surabaya untuk merobek bendera Triwarna

dan mengibarkan Dwiwarna di atas atap Hotel Sifnpang di Tunjungan. Penjelasan

semacam itu selalu membangkitkan pertanyaan di kalangan pelajar apa yang

membanggakan sebenarnya perjuangan-perjuangan bersenjata pada saat-saat itu, kalau

akhirnya hanya kalah perang dan memakan korban jiwa dan raga besar? Sehabiis

pertempuran yang tidak seimbang itu. Belandapun kembali berkuasa di Indonesia.

Dapakah pengorbanan itu tidak sia-sia?

407

Page 409: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Harus diingat bahwa peristiwa 10 Nopember 1945 yang kemudian dikenal sebagai

Hari Pahlawan bukan merupakan kasus yang berdiri sendiri dan meletus tanpa terduga

sebelumnya. Peristiwa 10 Nopember merupakan puncak dari perang Surabaya yang telah

meletus sejak penghujung bulan Oktober, sebagai bagian dari gerakan perlawanan rakyat

untuk melucuti persenjataan Jepang. Kemudian api peperangan menjadi berkobar justru

karena Jendral Inggris Mallaby terbunuh dalam insiden tersebut. Maka tentara Inggrispun

murka dan menghajar para pejuang patriot Indonesia, yang afnat memakan korban nyawa

dan harta.

Lalu apa manfaat peristiwa 10 Nopember, yang kemudian diresmikan sebagai

Hari Pahlawan bagi bangsa Indonesia itu? Apakah sekadar metnpunyai makna sebagaii

tumbal, martir, maupun syuhada?

ANTARA BERTEMPOER DAN BEROENDING

Pandangan semacam itu nampaknya juga dikemukakan oleh orang dewasa, yang

terdiri dari mereka yang menghendaki pendekatan diplomasi dengan kaum penjajah. Dan

sejarah tnenyajikan kenyataan adanya dua kubu di kalangan pemimpin bangsa waktu itu,

yang terdiri dari mereka yang menghendaki pendekatan peperangan melawan kekuatan

penjajah, yang berseberangan dengan mereka yang menghendaki perundingan.

Kubu pertama dipelopori oleh kelompok oposisi yang selalu mengobarkan

langkah-langkah perang maupun perlawanan bersenjata dalam mengusir penjajah,

sementara kubu kedua tidak lain adalah sikap resmi dianut oleh fihak pemerintah. Kubu

pertama dipersonifikasi dengan Tan Malaka dan kawan-kawannya. Sedangkan kubu

kedua dipersonifikasi dengan Sutan Syahrir.

Perang pena di antara dua pandangan yang berbeda itu bisa kita ikuti lewat media

massa maupun brosur-prosur yang discbarkan oleh masing-masing hubu tersebut. Kubu

Syahrir menyebarkan brosur yang berjudul "Perdjoeangan Kita" yang berhadapan dengan

brosur "Moeslihat" yang dikeluarkan fihak Tan Malaka. Masing-masing mempertahankan

benarnya pandangan sendiri dan mencela pandangan lawan politiknya.

Sebetulnya tidak hanya ada dua kubu, melainkan tiga, dengan kenyataan bahwa

fihak tentara tidak secara fanatik memihak salah satu kubu. Fihak Tentara Keamanan

408

Page 410: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Rakyat (TKR) berada di antara kedua tebing itu, yang selalu melakukan langkah yang

berimbang. Kadangkala mendukung peperangan, kadangkala mendukung perundingan.

Perbedaan pandangan itu sering meletup menjadi semacam ejekan. Kaum yang

memilih cara-cara perundingan sering melemparkan cercaan, dengan mengatakan bahwa

yang dilakukan oleh para gerilyawan sekadar melarikan diri dari kenyataan, dan hanya

mondar-mandir dari hutan ke hutan. Sementara itu kaum oposisi dengan sengit mencela

bahwa hasil perundingan yang dilakukan hanya mempersempit wilayah kekuasaan RI

dari waktu ke waktu.

Sikap resmi pemerintah dalam menanggapi meletusnya perternpuran bersenjata

antara lain dapat kita lihat dari pernyataan Bung Karno dalam menghadapi pertempuran

di Magelang, yang terjadi dalam bulan Oktober 1945. Dengan tegas amanat Pafduka yang

Mulia (PYM) Prssiden R.I kepada Rakyat yang bertempur di Mage1ang menyatakan :

"Soedara2 jang bertempoer di Magelang, sekali lagi saja niinta kepada Soedara2 oentoek

menghentikan pertempoeran. Saja tidak mengatakan, bahwa saja idak menghargai

semangat soedara2 ; saja mengetahoei bahwa soedara2 mendasarkan oesaha soedara2 itoe

atas alasan jang saja hargai - Tetapi ada tjara lain oentoek mentjapai kepoeasan hati

soedara2. Berhentilah dengan pertempaeran" (Warta Indonesia,, Semarang hari Djoemat,

2 Nopember 1945). Harus diingat bahwa perang Surabaya itu sendiri meletus

selagi fihak Republik yang diwakili oleh Presiden Sukarno dengan Menteri Pertahanan

Amir Syarifudin sedang berada di Surabaya untuk melakukan perundingan dengan fihak

Sskutu yang diwakili oleh Jendral Mallaby. Kehadiran Presiden Sukarno merupakan

konsistensi fihak pemerintah yang menolak cara pendekatan pertempuran, yang

sebagaimana diketahui mulai meletus di beberapa daerah, di Semarang, Magelang dan

lain sebagainya pada penghujung buian Oktober.

PERANG SURABAYA

Dalam pertempuran yang merupakan insiden berdarah yang berkobar di Surabaya

itu fihak pemuda kita mungkin mengalami kekalahan, namun kekalahan itu tidak

mengecilkan arti pengorbanan para pemuda tersebut. Memang belum banyak

dikemukakan mengenai kegagalan tersebut, seperti diakui oleh salah seorang pelaku

409

Page 411: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

sejarah, yaitu Mohamniad Noer, putera Madura yang bekas gubernur Jawa Timur.

Mohammad Noer menyayangkan terjadinya kegagalan yang dialami para pemuda

di awal perang kemerdekaan untuk menguasai parsediaan senjata dari arsenal angkatan

laut Jepang di Batu Poron di seberang Tanjung Perak. Padahal pergudangan timbunan

senjata tadi dihomandani oleh seorang kolonel, yang berarti bahwa gudang persenjataan

tersebut dikawal oleh sekitar satu resimen tentara Jepang. Mungkin jalan sejarah

perjuangan Indonesia akan lain seandainya senjata-senjata tadi jatuh ke tangan kita

sewaktu menghadapi serbuan tentara Inggris pada pertempuran Surabaya 10 Nopember

1945. Demikian penuturan Mohammad Noer dalam Diskusi Sejarah Lokal tentang

Revolusi Kemerdekaan, 1945-1950, yang diselenggarakan baru-baru ini di Semarang.

Perang Surabaya itu kemudian menimbulkan berbagai sikap yang mendominasi

kalangan TKR, yang sebagaimana kita ketahui telah mendirikan Markas Tinggi TKR di

Yogyakarta. Menurut doktrin TKR pada waktu itu tentara akan mengikuti dua lini,

pertempuran dan diplomasi. Perdebatan yang timbul menyusul insiden berdarah di

Surabaya itu ada dua. Sikap pertama beranggapan bahwa sudah waktunya mengobarkan

pertempuran melawan Belanda, dengan jalan menciptakan "lebih banyak Surabaya", agar

Belanda tidak mempunyai waktu untuk mengkonsolidasi kekuatannya. Sikap kedua

beranggapan bahwa tidak bijaksana menciptakan "lebih banyak Surabaya", karena hanya

menimbulkan kesan bahwa kekuatan tentara amat terbatas dalam melakukan ofensif (Dr.

T.B. Simatupang, 1988).

Nampaknya strategi yang kedua yang dipilih oleh tentara, dengan langkah-

langkah melakukan konsolidasikan kekuatan, dan pada masanya, kalau perlu tentara

meninggalkan kota-kota dan menjalankan perang rakyat semesta di luar kota. Meskipun

demikian keterlibatan tentara dalam perundingan sebelum Perundingan Langgarjati hanya

terbatas pada perundingan untuk menyiapkan gencatan senjata. Untuk itu menurut

pengakuan Simatupang, dia pernah menyertai Pak Dirman maupun Pak Urip ke Jakarta.

Meskipun demikian dalam perundingan mengenai isi Persetujuan Linggarjati itu sendiri,

TKR tidak dilibatkan.

LOGIKA CLAUSEWITZ

410

Page 412: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Setiap pemimpin perang modern selalu mengingat logika Clausewitz, seorang

pemikir strategi perang dan Austria, bahwa di antara kegiatan pertempuran tidak dapat

dilepaskan dari kegiatan perundingan. Demihian juga para pemikir yang ada di belakang

strategi militer di Markas Tinggi TKR di Yogyakarta pastilah menggunakan loglka

Clausewitz tersebut daam menghadapi tentara penjajah Belanda pasca proklamasi.

Memang belum ada konfirmasi bahwa insiden-insiden bersenjata yang terjadi di

beberapa daerah sejak bulan Oktober 1945 merupakan hasil rekayasa fihak MT TKR.

Namun demikian dampak yang tinibul setelah pertempuran-pertempuran itu, termasuk

perang Surabaya maupun Serangan Umum Yogyakarta, tidak dapat dipungkiri telah

memberikan "tekanan" kepada berbagai fihak untuk maju ke perundingan.

Tak ayal perundingan-perundingan Linggarjati., RenvilIe maupun KMB

diselenggarakan menyusul insiden-insiden berdarah berkepanjangan di antara tentara

pandudukan dengan perlawanan kaum gerilya. Biasanya disela olen tenggang waktu

tertentu gencatan senjata. Hanya kadangkala ada penampilan politikus yang ttdak

konsisten. Misalnya Amir Syarifudin yang meskipun menanda tangani Perjanjian

Renvllle sebagai Perdan a Menteri, namun wahtu memimpin oposisi melawan PM Bung

Hatta, mencerca Perjanjian Renville.

Inslden-insiden berdarah itu oleh Belanda dikesankan sebagai perniainan kanak-

kanak yang didalangi oleh segelintir kolaborator Jepang yang didukung oleh "tekanan"

TKR. Ternyata anggapan semacam itu hanya merupakan "ilusi" fihak Belanda.

Terhukti insiden-insidan itu, meskipun secara militer tidak mempunyai arti

penting karena hampir eelalu mudah disudahi, namun melupakan bukti kepada dunia

internasional, bahwa Republik Indonesia itu ada. Dengan begitu para pemimpin

Indonesia dapat dianggap fnitra' yang sejajar dalam meja-meja perundingan, yang secara

bertahap telah ikut “menekan" bagi pengakuan internasional atas keberadaan RI, baik

secara de facto maupun de jure. Itulah pada hakekatnya makna peristiwa 10 Nopember

1945, yang pantas disebut sebagai Hari Pahlawan.

DIRGAHAYU HARI PAHLAWAN.

411

Page 413: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

@@@

TENTANG PENULIS

Abu Su`ud dilahirkan di Tegal, pada 27 Juli 1938. Pendidikan dasarnya

diselesaikan di kota kelahirannya. SR/SD Negeri pada tahun 1951 dan SMP/A Negeri

pada tahun 1954. Sedangkan SMA/A Negeri diselesaikan di Yogyakarta pada 1957.

Selanjutnya Gelar sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seharah-Budaya diperoleh

dari IKIP Bandung pada tahun 1964. sementara gelar Doktor Pendidikan bidang Studi

Sosial diperolah dari Program Doktor IKIP Banding pada tahun 1986. Kemudian pada

412

Page 414: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

tahun 1993 dikukuhkan sebagai Guru Besar Pendidikan di tempatnya bekerja, yaitu di

IKIP Semarang

Menjadi Ketua Pimpinan Wikayah Jawa Tengah periode 1995-2000, dan pada

periode yang sama menjadi anggota pengurus pleno MUI Jawa Tengah dan Wakil

Kordinator Orwil ICMI Jawa Tengah. Sejak tahun 1990 – 2006 menduduki jabatan

sebagai Ketua I Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Jawa Tengah bersama

Prof. DR. AM Juliati Suroyo dan Prof. DR. Sutomo WE, serta sejak 1998 – sekarang

menjadi pengurus HIPIIS (Himpunan Pencinta Ilmu-Ilmu Sosial) Komisariat Jawa

Tengah bersama Prof. DR. Sacipto Raharjo, SH dan budayawan Drs. Darmanto Jatman,

SU.

Sejak 1990 – sekarang menjadi anggota DPAPP (Dewan Penasihat Arsitektur

dan Pembangunan Perkotaan) Kotamadya Semarang bersama Ptof. Ir. Eko Budihatjo,

MSc , di masa Kolonel (Purn) Sutrisno Suharto menjadi walikota. Sejak tahun 1999

berubah menjadi DP2K (Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota), di masa Sukawi

Sutarip, SH, SE menjadi walokota.

Sejak 1999 menjadi anggota pengurus Yayasan Mesjid Raya Bairturahman

Semarang maupun Islamic Center Semarang (ICS) yang diketuai oleh HM Ismail yang

mantan Pangdam IV Diponegoro dan mantan Gubernur Jawa Tengah. Sejak waktu

bersamaan menjadi anggora Dewan Penyantun Dewan Riset dan Pengembangan Daerah

(DRD) Jawa Tengah. Dan sejak 2003 diangkat menjadi Rektor Universitas

Muhammadiyah Semarang (Unimus) untuk periode 2003-2007. Dan sebelumnya

menjadi Pengelola Program Studi Pendidikan IPS Program Pasca Sarjana Universitas

Negeri Semarang (Unnes). Untuk periode 2000-2004. Terakhir sejak 2004 –sekarang

menjadi anggota pengurus Dewan Pendidikan Jawa Tengah yang diketuai Prof. DR.

Retmono.

Buku pertamanya berjudul Asia Selatan Sebelum Masa Islam diterbitkan oleh

IKIP Semarang Press pada tahun 1992 (ISBN 979-8107-71-3). Kamudian buku

berjudul Ritus-Rirus Kebatinan merupakan karyanya yang kedua pada 2001, yang

diterbitkan oleh Muhammadiyah University Press Surakarta dari Universitas

413

Page 415: Tiga keranjang (Tripitaka Sejarah) By Profesor Abu Su'ud

Muhammadiyah Surakarta (UMS), setelah buku berjudul Prosedur Penulisan Hadis ;

(ISBN 636-024-4) terbit pada tahun 2000 oleh penerbit yang sama. Sebelum itu buku

berjudul Sepanjang Hari Bersama Rasulullah SAW diterbitkan oleh Penerbit Aneka

Ilmu, yang disusul kemudian oleh buku berjudul Haji, antara Syara` dan Mitos (ISBN

979-736-364-5) oleh Penerbit Aneka Ilmu pada 2003. Kemudian pada 2003 terbit buku

berikutnya berjudul Islamologi oleh Penerbit Rineka Cipta Jakartra dengan ISBN 979-

518-974-4. Disusul kemudian oleh terbitnya buku berjudul Semangat Orang-Orang

Tegal atas kerjasama antara Pemkot Tegal dan Penerbit Mascom Media Semarang pada

2003.

Buku berikutnya berjudul Sepanjang Hari Bersama Rasulullah Saw,Cetakan

Pertama 2003, Penerbit Aneka Ilmu Semarang, ISBN 979- 9029-98-8. Buku berjudul

Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya, Cetakan pertama Juni 2005, Cetakan kdua

Februari 2006, diterbitkan oleh Pustaka DNAN, Penerbitan Pustaka Rizki Putra,

Semarang , ISBN 079-9430-34-8. Disusul kemudia oleh

Ada Anak Bertanya Pada Ibunya,

Cetakan pertama Agustus 2005; Selanjutnya buku ajar berjudul ASIA SELATAN (1.

Integrasi di bawah Hindu-Buda, 2. Ketika Qutb Minar dan Taj Mahal dibangun, 3

integrasi di bawah penjajahan Inggris, dan 4. Masa Kemerdekaan)Seri Memahami

Sejarah Bangsa-Bangsa di Asia Selatan : ISBN : 979-9579-89-9 Cetakan Pertama , UPT

Percetakan dan Penerebitan, Unnes Press, 2006. Pada pertengahan tahun 2007 terbit

buku terakhir beejudul UJAR-UJAR KAKEK KEPADA CUCUNYA atas kebaikan

Gubernur Jawa Tengah H. Mardiyanto bekaitan dengan hari Jadi Propinsi Jawa Tengah.

414