Beti dan Keranjang Sampah -...
Transcript of Beti dan Keranjang Sampah -...
Beti danKeranjang Sampah
Ajaib
Nazarina Syahputri
Cerita Anak Sumatera Utara
Beti danKeranjang Sampah
Ajaib
Nazarina Syahputri
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA
BALAI BAHASA SUMATERA UTARA2018
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib
Penulis cerita Nazarina Syahputri
Tim penyunting | produksiAgus MuliaSalbiyah Nurul AiniIndah Gustina Eninta KabanNofi Kristanto
Penata rupa | ilustratorMuhammad YassirWartono
Cetakan pertama: 2018
ISBN 978-602-9172-35-5
Balai Bahasa Sumatera UtaraJalan Kolam (Ujung) Nomor 7 Medan Estate, MedanTelepon/Faksimile: (061) 7332076Pos-el: [email protected]: balaibahasasumut.kemdikbud.go.id Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib iv
Kata PengantarKepala Balai Bahasa Sumatera Utara
Sejak Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Nasional (GLN), geliat
literasi di berbagai daerah sudah mulai terasa dan tampak. Bahkan,
ada beberapa daerah mengikrarkan diri sebagai provinsi, kabupaten,
atau kota literasi. Geliat literasi itu tentu harus diikuti pula dengan
penyediaan bahan bacaan, baik untuk siswa maupun masyarakat,
yang cakupannya bertumpu pada enam literasi dasar, yaitu literasi
baca tulis, finansial, sains, kewargaan dan kebudayaan, digital, dan
numeral. Tujuannya tentu agar minat dan daya baca masyarakat
meningkat sehingga literasi mampu pula meningkatkan taraf
kehidupan ke arah yang lebih baik.
Sebagai unit pelaksana teknis Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai
Bahasa Sumatera Utara telah melaksanakan penyusunan bahan
bacaan literasi pada tahun 2018. Penyusunan bahan literasi yang
dilaksanakan melalui sayembara dengan melibatkan masyarakat
tersebut berbasis pada cerita lokal masyarakat Sumatera Utara, yang
pada hakikatnya juga merupakan upaya melestarikan sastra Sumatera
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib v
Utara dari kemusnahan dan kepunahan.
Bahan bacaan Beti dan Keranjang Sampah Ajaib ini tidak akan
terwujud apabila tidak ada upaya keras dari penulisnya. Untuk itu,
ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kami sampaikan kepada
Nazarina Syahputri Selain itu kami juga menyampaikan terima kasih
dan apresiasi kepada Agus Mulia dan tim selaku panitia penyusunan
bahan bacaan literasi serta staf Balai Bahasa Sumatera Utara yang
telah membantu dengan caranya masing-masing. Atas jasa mereka
pula, bahan bacaan literasi ini dapat terwujud.
Kami berharap bahan bacaan literasi ini dapat menjadi
sumber pengayaan bagi para pembaca, khususnya generasi muda
yang akan meneruskan perjuangan untuk meningkatkan daya saing
bangsa melalui kompetensi literasi. Bahan bacaan yang telah disusun
ini tentu dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh siswa sekolah, tetapi
juga oleh masyarakat di taman bacaan dan komunitas baca. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa memudahkan usaha dan upaya kita untuk
memajukan bangsa dan Indonesia.
Selamat membaca!
Medan, 1 Juli 2018
Dr. Fairul Zabadi
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib vi
Isi Buku
Belajar Bersama … 3
Dilarang Membuang Sampah! … 15
Saling Menolong … 23
Memanfaatkan Barang Bekas … 31
Keranjang Sampah Ajaib … 41
Tentang Penulis ... 50
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib vii
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib viii
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 1
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 3
Belajar Bersama
Pagi itu sinar mentari mulai menampakan cahayanya.
Cerah, tetapi tidak membakar kulit. Terlihat begitu indah keluar
dari balik gunung yang menjulang tinggi ke angkasa. Mengawali
pagi dengan semangat, Beti yang sudah menyelesaikan tugas
rumahnya, bersiap-siap berangkat sekolah.
“Mak, aku mau berangkat sekolah,” ucap Beti sembari
memakai sepatu hitam miliknya yang sudah usang dengan
tapak sepatu yang sudah lekang.
“Sudah mau berangkat kau, Bet? Sudah kau jemur
pakaian yang Mamak cuci tadi?” tanya Bu Aisyah ibunya Beti.
“Sudah Mak, semua sudah beres. Assalamualaikum
Mak, jangan telat makan lagi ya, Mak,” ucap Beti dengan binar
kecemasan di matanya.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 4
Setelah memberi salam dan mencium tangan ibu, Beti pun
berangkat sekolah. Perjalanan Beti menuju sekolah tidak dekat,
tetapi memakan waktu dua puluh menit jika menggunakan
sepeda. Kali ini dia harus berjalan kaki. Biasanya Beti diantar
dengan sepeda oleh ibunya. Karena ibunya sedang sakit, Beti
meminta ibunya istirahat saja di rumah.
Kejadian itu tidak membuat Beti malas pergi sekolah.
Tadi pagi Beti juga menyempatkan membantu ibu memarut ubi
yang nantinya akan dipakai sebagai lauk. Ubi sambal, menu
kesukaan Beti.
Beti bercita-cita ingin menjadi Polwan. Sebenarnya Beti
ragu akan cita-cita itu karena Beti sadar, dia hanya seorang
Yatim. Ayahnya sudah lama meninggal hanyut ditelan ganasnya
laut. Mereka tidak bisa melihat jasad tubuhnya. Dahulu ayah
Beti bekerja di daerah Belawan, Kota Medan.
Sekarang Beti tinggal bersama ibunya. Ibu Beti hanya
seorang pemulung botol bekas, di Kabupaten Karo. Namun Beti
selalu ingat pesan ibunya.
“Nak, kalau kau rajin belajar, kelak kau akan jadi orang
sukses.”
Beti pun berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 5
selalu rajin belajar. Dia akan membuat ibunya bangga.
Sampai di sekolah baju Beti basah oleh keringat. Dia
berhenti untuk menyapa teman-temannya yang sedang duduk
di bawah pohon beringin besar.
Beti sangat ramah sehingga ia mempunyai banyak
teman. Ada Cut Mutia dari Aceh biasa di panggil Inong, ada
Markus dari Batak biasa dipanggil Lae Togar dan Chyntia dari
keturunan Tionghoa biasa dipanggil Mei-Mei. Beti sendiri berasal
dari Medan. Dahulu dia ikut bersama ayahnya yang seorang
nelayan.
Beti, Inong, Togar, dan Mei-Mei sudah berteman sejak
kelas satu sekolah dasar.
“Bet, nanti kalau kau sudah tamat SD kau mau SMP di
mana?” tanya Togar. Ternyata sebelum Beti sampai mereka
sudah lama membahas rencana mau melanjutkan sekolah
menengah pertama ke mana karena mereka sekarang sudah
kelas enam.
“Hm.. Entahlah, aku bingung. Mamakku sekarang sakit-
sakitan. Lebih baik uangnya untuk Mamak berobat.” Beti terlihat
merapatkan tapak sepatunya yang sudah seperti buaya sedang
membuka mulut.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 6
“Ih, Bet sepatu kau itu! Sudah rusak kulihat,” celetuk
Inong.
Tak berapa lama bel sekolah pun berbunyi. Beti dan teman-
temannya bergegas masuk ke kelas. Sampainya di kelas, Bu
Lusi yang biasa membawa mata pelajaran matematika meminta
murid-murid mengeluarkan PR mereka masing-masing.
“Ayo siapa yang belum mengerjakan?”
Semua terlihat diam, tanda bahwa mereka semua
telah mengerjakan PR-nya masing-masing. Setelah mereka
mengumpulkan tugasnya, Bu Lusi meminta Togar mengerjakan
soal nomor satu.
“Ayo Togar, coba kerjakan soal nomor satu!”
“Alahmak!” ucap Togar berbisik pada Mei-Mei, “Aku
kemarin menyontek punya Beti.”
Togar kemudian ke depan dan mencoba menyelesaikan
pertanyaan dari Bu Lusi. Karena Togar tidak belajar, ia tidak bisa
mengerjakannya. Akhirnya Togar dihukum menulis sebanyak
tiga lembar.
Saya janji akan belajar di rumah
Saya janji akan belajar di rumah
Saya janji akan belajar di rumah
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 7
Saya janji akan belajar di rumah
“Jika sudah selesai, kau baru boleh kembali ke tempat
duduk ya, Togar,” kata Bu Lusi.
Bu Lusi pun memanggil Beti untuk mengerjakan soal
yang ada di papan tulis. Akar dari 40 adalah…?
“Baiklah silakan duduk Beti, jawaban kamu benar,” ucap
Bu Lusi.
“Terima kasih, Bu,” jawab Beti
Setelah memanggil satu per satu murid untuk
mengerjakan soal di papan tulis dan menerangkan pelajaran
selanjutnya, Bu Lusi memberikan kembali PR untuk murid-murid
kesayangannya.
“Baiklah, sekian untuk hari ini dan jangan lupa, anak-
anak Ibu mengerjakan PR-nya di rumah ya! Terutama kau Togar,
Ibu tak mau lagi melihatmu tidak bisa menjawab soal dari Ibu.
Coba kau belajar bersama Beti, kalian kan berteman,” kata Bu
Lusi sembari meninggalkan kelas.
“Iya Bu,” kata Togar.
Saat istirahat bermain, Beti, Inong, Togar, dan Mei-Mei
duduk di bawah pohon beringin besar sambil memakan bekal
mereka masing-masing. Sesekali mereka tertawa oleh cerita-
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 8
cerita lucu yang dikisahkan oleh Togar.
“Iya loh. Jadi waktu mengembala kambing Wak Saleh,
aku istirahat sebentar di dekat pohon jambu. Karena kulihat
jambunya banyak sekali, kupanjatlah pohon itu. Eh, rupanya
lagi enak-enak makan jambu, kulihat kambing Wak Saleh ilang
entah ke mana. Oh lompatlah aku, lari aku langsung. Kucarilah
kambing itu sampai mau menangis aku, takut kena marah aku
sama Wak Saleh. Syukur aja kambingnya gak hilang, pergi dia
di balik semak-semak.” Mendengar cerita dari Togar teman-
temannya pun tertawa terbahak-bahak.
“Is kau inilah, untung aja ketemu kambingnya. Kalau
tidak bisa-bisa dimarahin kau,” kata Inong.
“Iya itulah, nasib baik kambingnya tidak hilang,” sebut
Togar.
“Hm.. Entahlah, aku bingung. Mamakku sekarang sakit-
sakitan. Lebih baik uangnya untuk Mamak berobat.” Beti terlihat
merapatkan tapak sepatunya yang sudah seperti buaya sedang
membuka mulut.
“Ih, Bet sepatu kau itu! Sudah rusak kulihat,” celetuk
Inong.
Tak berapa lama bel sekolah pun berbunyi. Beti dan teman-
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 9
temannya bergegas masuk ke kelas. Sampainya di kelas, Bu
Lusi yang biasa membawa mata pelajaran matematika meminta
murid-murid mengeluarkan PR mereka masing-masing.
“Ayo siapa yang belum mengerjakan?”
Semua terlihat diam, tanda bahwa mereka semua
telah mengerjakan PR-nya masing-masing. Setelah mereka
mengumpulkan tugasnya, Bu Lusi meminta Togar mengerjakan
soal nomor satu.
“Ayo Togar, coba kerjakan soal nomor satu!”
“Alahmak!” ucap Togar berbisik pada Mei-Mei, “Aku
kemarin menyontek punya Beti.”
Togar kemudian ke depan dan mencoba menyelesaikan
pertanyaan dari Bu Lusi. Karena Togar tidak belajar, ia tidak bisa
mengerjakannya. Akhirnya Togar dihukum menulis sebanyak
tiga lembar.
Saya janji akan belajar di rumah
Saya janji akan belajar di rumah
Saya janji akan belajar di rumah
Saya janji akan belajar di rumah
“Eh Bet, nanti sore ajari aku mengerjakan PR dari Bu Lusi
ya! Aku sungguh belum mengerti Bet. Itu pun kalau kau tidak
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 10
keberatan,” sambung Togar.
“Oh, kecil itu. Baiklah aku tunggu kau di rumah ya,”
jawab Beti.
“Ih aku mau jugalah Bet, belajar sama,” kata Inong.
“Haiya, aku juga mau loh,” sambung Mei-Mei.
“Iya, oke-oke pokoknya aku tunggu kalian di rumah
selesai asar ya.”
Sore hari setelah mandi dan salat asar, Beti menunggu
teman-teman di teras rumahnya. Beti mengira teman-temannya
tidak jadi datang karena hampir tiga puluh menit Beti menunggu,
mereka belum juga datang. Tidak lama kemudian terlihat dari
kejauhan Inong, Togar, dan Mei-Mei berjalan bersama menuju
rumah Beti.
“Assalamualaikum, Bet,” sapa Inong.
“Wa’alaikum salam, eh kalian sudah datang. Aku kira
tidak jadi belajar bersama,” sambut Beti.
“Haiya, iya nih, gara-gara Togar. Bisa pula kami datang
dia belum bangun tidur,” Mei-Mei memberi penjelasan.
“Is, maaflah aku kecapaian. Tadi sepulang sekolah aku
memberi makan kambing Wak Saleh dulu karena aku tidak bisa
kalau sore. Kan kita mau belajar bersama,” jelas Togar pada
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 11
teman-temannya.
“Ya, sudah tidak apa-apa, kasihan Togar dia pasti
kelelahan. Kalau begitu, yuk masuk kedalam biar kita bisa
segera mengerjakan PR dari Bu Lusi,” kata Beti. Mereka pun
belajar bersama-sama.
Beti adalah anak yang pintar. Sepulang sekolah, Beti selalu
menyempatkan diri untuk belajar. Setelah itu, Beti membantu
ibu membersihkan botol bekas dari hasil memulung. Botol-
botol itu nantinya akan dijual lagi kepada pengepul. Walaupun
upahnya tidak seberapa, Beti dan ibunya yakin kalau uang itu
akan mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 12
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 13
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 15
DilarangMembuang Sampah!
Sekitar pukul 10.00 WIB, Beti dan ibunya berangkat
mengumpulkan botol-botol bekas dari jalan ke jalan. Kegiatan
itu selalu dilakukan Beti pada hari Minggu. Ibunya sebenarnya
tidak mengizinkan Beti untuk ikut dengannya karena harus
menempuh jarak yang jauh, tetapi Beti selalu saja memaksa.
Beti sangat sayang kepada Bu Aisyah. Dia tak mau terjadi apa-
apa karena sekarang yang Beti punya hanya ibunya.
Mereka berdua pun menyusuri jalan-jalan. Naik turun
bukit sudah biasa mereka lakukan. Dengan berbekal keranjang
dari rotan, Bu Aisyah mengumpulkan botol-botol yang beserakan
di tanah.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 16
“Mak, hari ini kita ke mana? Pemandian air panas Sidebuk-
Debuk atau Taman Gundaling?” tanya Beti.“
Sepertinya hari ini lebih baik ke Taman Gundaling,
mengingat hari ini pasti banyak wisatawan berlibur ke sana.
Semoga saja banyak botol bekas yang tidak terpakai
lagi,” jawab Bu Aisyah.
Setelah berjalan jauh, mereka pun tiba di Taman
Gundaling. Terlihat ramai orang-orang sedang menikmati hari
liburnya. Ada yang datang bersama keluarganya, ada juga yang
datang bersama teman-temannya. Melihat keramaian itu Beti
tidak merasa sedih, ia malah semakin bersemangat.
“Mak, Beti cari di sebelah sana ya?”
“Iya Bet, jangan terlalu jauh ya!”
Beti membongkar isi keranjang sampah yang disediakan
oleh petugas Taman Gundaling. Melihat beberapa botol minuman
bekas Beti kegirangan.
“Alhamdulillah, ada tiga botol bekas. Aku akan
memberikannya pada Mamak,” batin Beti.
Beti pun kembali melanjutkan pencariannya. Dia
membongkar dengan baik keranjang sampah yang ada di Taman
Gundaling. Walaupun Beti pemulung, dia tidak suka jika melihat
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 17
ada sampah yang berceceran di tanah.
Setelah beberapa saat berkeliling dia tidak mendapati
botol-botol bekas lagi di dalam keranjang sampah, Beti pun
terheran-heran. Melihat di sekelilingnya begitu banyak wisatawan
lokal, tetapi hanya sedikit sekali ia mendapat botol-botol bekas.
Tiba-tiba Beti melihat seorang pemuda membuang
botol air mineral ke tanah. Tak lama kemudian Beti melihat
seorang ibu-ibu membuang dua plastik di sembarang tempat
dan ada juga sekelompok anak muda pergi begitu saja setelah
meninggalkan beberapa sampah di atas rerumputan.
“Ya ampun, pantas saja aku tidak menemukan botol-
botol bekas di dalam keranjang sampah. Ternyata mereka
membuangnya sembarangan!” Beti membatin kesal. Padahal,
jelas di situ ada tulisan “Dilarang Membuang Sampah di Sekitar
Taman”.
Beti yang sudah kelas enam sekolah dasar paham betul
maksud dari tulisan itu. Beti tetap bersabar. Didatanginya
tempat-tempat yang beserakan tadi sambil memisahkan mana
sampah yang bisa dibawa Beti untuk ibu. Dia mengumpulkan
sampah ke dalam tempat sampah yang sudah disediakan.
Setelah mengumpulkan beberapa botol bekas, Beti
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 18
mencari Bu Aisyah untuk memasukkan hasil temuannya ke
dalam keranjang milik mereka. Saat hendak mencari ibunya,
Beti bertemu dengan Bu Butet, ibunya Togar.
Ibu Togar adalah seorang petugas kebersihan di Taman
Gundaling. Setiap hari Bu Butet bertugas menyapu sampah-
sampah yang tercecer di taman. Dengan sabar dia menyapu
setiap inci bagian di taman itu.
“Bu.. Ibu Togar!” teriak Beti dari kejauhan.
Ibu Togar yang sudah hapal betul suara itu mencari-cari
dari mana asalnya. “Eh ada si Beti, mana Mamakmu?”
“Inilah Bu, aku sedang mencarinya.”
“Wih banyak betul boronganmu hari ini, Bet?” kata Bu
Butet meledek.
“Hahaha, Ibu bisa saja,” jawab Beti, “Oh iya Bu, Beti mau
tanya.”
“Tanya apa Bet?”
“Ibu kan sudah lama kerja di sini. Menurut Ibu, apa
orang-orang di sini tidak bisa membaca ya?” tanya Beti polos.
“Hahaha, kenapa kau bertanya seperti itu, Bet?” ia
tertawa sampai tertutup matanya.
“Iya Bu, dari tadi kulihat banyak sekali orang-orang
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 19
membuang sampah di sembarang tempat. Padahal kan sudah
jelas tertulis di setiap sudut taman ini, dilarang membuang
sampah sembarangan! Tetapi tetap saja mereka membuangnya
sesuka hati. Bahkan, tadi aku lihat ada botol minuman yang
disangkutkan di atas ranting pohon. Ya ampun Bu, aku kesal
sekali melihatnya. Apa sebaiknya aku mengajari mereka
membaca ya, Bu? Sama seperti kemarin waktu aku mengajari
Togar mengerjakan PR,” wajah Beti yang memerah karena
panasnya sinar matahari membuat ekspresi yang dibuatnya
semakin meyakinkan Bu Butet kalau dia sedang marah.
Dengan penuh sabar Bu Butet menjelaskan kepada
Beti. “Ya begitulah Bet, kurangnya kesadaran mereka akan
kebersihan lingkungan. Mereka bukan tidak bisa membaca,
hanya saja mereka tidak mau melakukannya. Mungkin mereka
malas menggerakkan tangannya ke keranjang sampah. Oh iya,
terimakasih ya Bet, sudah mengajarkan Togar. Dia cerita sama
ibu kalau dia dimarahi oleh Bu Lusi karena tidak bisa mengerjakan
tugas di papan tulis. Lalu Bu Lusi menyuruhnya agar belajar
denganmu. Sekarang Togar sudah bisa mengerjakan PR-nya
sendiri.”
“Hehehe, iya Bu sama-sama,” jawab Beti.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 20
“Nah itu Mamakmu Bet. Hey Aisyah!” lambai tangan Bu
Butet pada Bu Aisyah.
“Hey!” Bu Aisyah melambaikan kembali tangannya.
“Mak, lihat ini. Banyak botol yang Beti temukan hari ini,”
tunjuk Beti mengeluarkan botol-botol dari dalam plastik.
“Alhamdulillah.”
“Eh, Aisyah. Kau tahu tidak? Anakmu ini si Beti barusan
marah-marah dia. Hahaha,” kata Bu Butet.
“Benarnya itu, Bet? Kenapa?” tanya Bu Aisyah.
“Iya Mak, bagaimana tidak. Sudah jelas-jelas di taman ini
ada tulisan DILARANG MEMBUANG SAMPAH! Tapi, masih saja
banyak yang membuang sampah sembarangan. Apa mereka
tidak bisa baca? Nanti kalau sudah banjir tempat ini apa mereka
mau tahu? Padahal kan, bersih itu sebagian dari iman ya, Mak?”
Beti mulai meluapkan emosinya lagi.
“Hahaha, sudahlah Bet tidak apa, yang penting kau
jangan meniru perbuatan mereka. Jika ada sepuluh orang saja
sepertimu maka akan aman taman ini,” kata Bu Aisyah sambil
tertawa.
*****
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 21
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 23
Saling Menolong
Berbeda dengan teman-temannya, Beti termasuk anak
yang hidup dengan ekonomi sangat rendah karena dia hanya
dibesarkan oleh seorang ibu yang bekerja sebagai pemulung.
Hal itu membuat Beti mengurungkan niatnya untuk mengganti
sepatunya yang sudah rusak. Ia menyiasati sepatunya yang
sudah lekang dengan memberi lem pada bagian sol sepatunya.
Diam-diam dia lakukan tanpa sepengetahuan Bu Aisyah. Itu
Beti lakukan karena tidak mau menyusahkan Bu Aisyah.
Sepulang sekolah, kala itu hujan deras membasahi tanah
di Kabupaten Karo, tepatnya Tambak Lau Mulgap I, Beti yang
pulang sekolah selalu berjalan kaki bersama teman-temannya
kini harus berteduh dahulu di sebuah pos polisi di seberang
jalan.
“Haiya deras sekali hujannya loh!” kata Mei-Mei
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 24
menyilangkan tangan ke bahunya.
“Betul itu Mei. Kalau kita pulang sekarang bisa-bisa buku
kita basah!” ucap Togar.
“Jadi, bagaimana ini? Padahal, aku ada tugas membantu
Mamak membersihkan botol-botol bekas. Sore ini harus dijual
pada Bang Beni. Kalau tidak, harus menunggu seminggu lagi
baru bisa bertemu Bang Beni.” Beti cemas memperhatikan
sekitar.
“Sabar Bet, kita tunggu saja sebentar lagi,” bujuk Inong.
Hampir satu jam mereka menunggu hujan reda, tetapi
musim hujan kala itu membuat awan enggan untuk memberikan
kesempatan pada matahari muncul dengan gagahnya.
Beti pun kelihatan mulai gelisah. Rasa tak tenang
menggangu pikirannya. Bagaimana jika ibu membutuhkan
bantuannya? Jika hari ini Beti dan ibunya tidak bisa memberikan
banyak botol bekas yang telah dibersihkan pada Bang Beni,
mereka akan mandapat upah sedikit, sedangkan uang ibu sudah
mulai menipis.
Beti pun mencari ide, melihat ke arah sekitar Beti
menemukan plastik hitam besar. Kemudian diambilnya lalu
dibungkusnya tas berisi buku miliknya.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 25
“Mau apa kau, Bet?” tanya Togar heran.
“Aku mau membungkus tas ini agar tidak basah, aku mau
pulang sekarang. Ini sudah terlalu lama. Aku duluan ya, teman-
teman.” Beti kemudian berlari meninggalkan teman-temannya.
“Ya ampun, kasihan Beti, padahal sepatunya kemarin
aku lihat sudah rusak loh. Jika harus menempuh jalan becek
pasti sepatunya semakin rusak,” kata Mei-Mei.
“Iya, kasihan sekali dia,” sambung Togar.
“Aku kagum pada Beti. Semenjak ayahnya meninggal,
dia harus membantu ibunya bekerja. Dia anak yang gigih dan
pintar. Dia juga sayang sekali pada Bu Aisyah. Kasihan ya,
Beti tidak seberuntung kita,” kata-kata Inong membuat Togar
mendapatkan ide.
“Eh, Ibunya Beti kan pemulung botol bekas. Bagaimana
kalau kita bantu Beti dan Ibunya. Misalnya kalau kita ada botol
yang sudah tidak terpakai lagi, kita berikan saja pada Beti. Kalau
pun misalnya kita ada barang-barang yang tidak dipakai lagi,
bisa kita berikan untuk Beti. Dia pasti senang,” kata Togar.
“Saya suka, saya suka. Hai...ya, kamu pintar ya, Togar,”
ucap Mei-Mei girang.
Keesokan harinya Inong, Togar, dan Mei-Mei sudah
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 26
membawa bermacam-macam botol bekas. Mei-Mei juga
membawa beberapa kaos yang sudah tidak terpakai lagi, untuk
diberikan kepada Beti.
Saat Beti sampai di sekolah, dia tidak melihat teman-
temannya duduk di bawah pohon beringin besar seperti biasa.
Beti pun heran. Dia langsung menuju kelasnya. Ternyata teman-
teman yang lain sudah ada di dalam kelas.
“Kejutaaaaan!!” serentak teman-teman satu kelas berdiri.
Mereka ternyata telah mempersiapkan keranjang sampah dari
bambu khusus untuk Beti. Nantinya tempat sampah itu akan diisi
oleh siswa-siswa di SD tersebut, demi meringankan kesulitan
Beti.
“Ya ampun apa-apaan ini? Aku sedang tidak ulang tahun
teman-teman. Kalian salah.” Beti heran karena memang ulang
tahunnya masih lama.
“Bukan Bet, ini khusus untuk kamu. Lihat ada tulisan
Satu Botol, Satu Kebaikan. Keren kan? Nanti teman-teman akan
mengisi botol-botol bekas ke dalam keranjang ini, Bet. Aku
sudah minta izin pada kepala sekolah. Kami ingin membantu
meringankan bebanmu dan ibumu. Tidak apa-apa kan, Bet?”
kata Togar.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 27
“Masya Allah. Terima kasih teman-teman semua. Aku
sangat senang.” Terlihat air mata Beti membasahi pipi.
*****
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 28
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 29
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 31
MemanfaatkanBarang Bekas
“Mak, sampah-sampah anorganik ini nantinya akan
diapakan oleh Bang Beni?”
“Sampah apa Bet? Anorganik? Apa itu, Bet?” tanya ibu
heran.
“Ituloh Mak, sampah yang tidak bisa terurai. Kemarin Beti
belajar itu di sekolah. Jadi seperti botol, plastik, kaleng, kertas,
alat-alat elektronik tak terpakai, dan lain-lain itu termasuk
sampah anorganik. Kalau sampah organik itu seperti daun bisa
terurai oleh bakteri, Mak,” jelas Beti pada ibunya.
“Oh, gitu ya? Wah, Mamak bangga pada kau, Beti. Nanti
sampah-sampah ini akan dijual lagi sama Bang Beni pada tukang
botot. Lalu, akan didaur ulang lagi agar bisa digunakan.”
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 32
“Hm.. gitu ya, Mak.”
Siang itu selesai mengerjakan PR, Beti membantu ibunya
membersihkan botol-botol bekas untuk dijual pada Bang Beni.
Saat sedang asyik mengobrol dengan ibunya, tiba-tiba saja Beti
menemukan ide.
“Mak! Bagaimana jika botol-botol ini sebagian Beti daur
ulang sendiri.”
“Mau kau apakan, Bet?” tanya ibunya sembari memegang
botol yang sedang dibersihkan.
“Aku mau membuat sesuatu dari botol bekas ini Mak.
Seperti tempat pensil, atau hiasan meja. Sepertinya mudah
Mak. Tadi di perpustakaan sekolah aku melihat buku berisi cara
mengubah barang bekas menjadi pernak-pernik lucu. Kalau
nanti aku berhasil, kan lumayan Mak. Bisa dijual. Boleh ya,
Mak?” tanya Beti.
“Ya sudah sisihkan saja seperlumu, Bet,” jawab ibu.
Keesokan harinya saat jam istirahat, Beti berkunjung lagi
ke perpustakaan sekolah untuk mencari buku yang dia ceritakan
pada ibunya kemarin. Setelah mencari beberapa saat, Beti pun
menemukan buku tersebut. Beti membacanya, lalu menuliskan
kembali langkah-langkah yang ada di buku. Buku-buku di
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 33
perpustakaan tidak boleh dipinjam ke luar ruangan karena
memang persediaan buku di perpustakaan mereka minim sekali.
“Wah banyak sekali barang-barang bekas yang disulap
menjadi barang layak pakai,” decak Beti kagum.
“Hai Bet, lagi apa kau?” tanya Inong sambil menepuk
bahu Beti.
“Ya ampun kau baru saja mengagetkanku. Hampir saja
jantungku lepas,” kata Beti.
“Hahaha. Jangan hiperbola Bet. Lagi apa sih, kelihatannya
sibuk sekali?”
“Lihat ini, Nong! Aku menemukan buku bagus ini.
Buku tentang mengubah barang bekas menjadi layak pakai.
Recananya aku akan membuatnya lalu akan kujual,” kata Beti
menyodorkan buku tersebut.
“Wih, dron carong that,” kata Inong berbahasa Aceh.
“Apa pula artinya, Nong?”
“Artinya kau pintar, Bet.”
“Hahaha. Terima kasih. Oh iya, Inong, aku boleh minta
bantuanmu lagi?”
“Apa itu Bet?”
“Ibumu kan seorang penjahit, boleh aku meminta sisa
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 34
kain dari ibumu, untuk bahan tambahan membuat barang-
barang ini nanti.”
“Dengan senang hati, Bet. Sepulang sekolah nanti kau
singgah saja kerumahku. Kau bisa ambil kain perca yang kau
butuhkan.”
“Terima kasih, ya,” kata Beti tersenyum manis pada
Inong.
“Sama-sama Bet. Oh iya, Barang itu nanti akan kau jual
ke mana?”
“Aku akan menitipnya di kantin sekolah. Semoga Pak
Ihsan mengizinkannya.”
“Kalau begitu aku akan jadi pembeli pertama Bet. Hehe.”
Sepulang sekolah, Beti meletakkan tas dan mengganti
seragam sekolahnya. Selesai zuhur dan makan siang, Beti
mengerjakan PR matematika dari Bu Lusi, lalu dilanjutkannya
membantu Bu Aisyah membersihkan botol-botol bekas.
“Oh iya Mak, botol-botol yang sudah kusisihkan kemarin
sore ada di mana?”
“Ada di samping keranjang sampah Mamak, Bet.”
“Selesai membantu Mamak, aku mau mendaur ulang
sampah anorganik itu ya, Mak?”
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 35
“Iya Bet, hati-hati jika menggunakan benda tajam ya!”
“Siap Mak,” kata Beti.
Beti kemudian mengambil botol-botol tersebut dan
beberapa perlengkapan lainnya seperti lem, gunting, kain perca,
dan cat lukis sisa dari pelajaran kesenian. Kemudian, barang-
barang itu akan disulapnya menjadi tempat pensil, pot bunga
kecil, dan celengan.
Beti mulai menggunting botol-botol menjadi beberapa
bagian, memberinya lubang, lalu menempel beberapa hiasan
lain yang ia buat dari kain perca. Sebagian lain ada yang Beti
cat dengan sisa cat lukisnya.
Namun botol-botol yang Beti sisihkan kemarin tidak
banyak. Beti teringat pada teman-temannya yang beberapa
minggu lalu memberikannya keranjang sampah khusus untuk
Beti.
“Oh iya, besok aku akan mengecek keranjang sampah
dari teman-teman. Siapa tahu isinya sudah banyak. Lalu aku
bisa mendaur ulangnya menjadi barang yang bisa aku jual lagi,”
pikir Beti dalam hati.
Setelah itu, Beti pun menjemur hasil pekerjaannya tadi
di bawah sinar matahari agar cat dan lemnya cepat mengering.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 36
Kemudian, Beti mandi sore dan salat asar. Tidak berapa lama
Bang Beni datang ke rumah Beti.
Tok..tok..tok.. “Permisi, Bu Aisyah,” kata Bang Beni.
“Eh, Bang Beni. Bentar ya, Bang. Mamak lagi ke warung.
Duduk dulu, Bang.”
“Iya, Bet,” kata Bang Beni sambil mengambil kursi plastik
yang ada di teras.
“Eh apa itu Bet? Bagus sekali?” Tiba-tiba mata Bang
Beni tertuju pada hasil karya Beti yang tadi ia jemur dekat teras
rumahnya.
“Hehehe. Terima kasih, Bang Ben. Itu hasil karyaku dari
botol-botol bekas. Rencananya mau aku jual, Bang,” kata Beti.
“Wah, hebat sekali kau, Bet. Kecil-kecil sudah bisa
menghasilkan barang seperti itu,” decak Bang Beni kagum.
“Hahaha, Abang bisa saja. Itu Mamak sudah pulang,
Bang. Aku tinggal masuk ya, Bang.” Beti masuk dan melakukan
tugasnya. Setiap sore Beti selalu membantu ibu melipat kain
dan mencuci piring. Hal itu dilakukan Beti demi meringankan
tugas ibunya.
“Bu, keren sekali si Beti ya! Bisa punya pikiran mendaur
ulang botol-botol itu menjadi barang layak pakai,” kata Bang
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 37
Beni pada Bu Aisyah.
“Iya tuh, si Beti. Katanya mau dijual lagi pada teman-
teman sekolahnya,” kata ibu sambil mengambil botol-botol
bekas yang sudah dibersihkan.
“Berapa ini Ben?” tanya Bu Aisyah.
“Sebentar ya Bu. Aku timbang dulu,” kata Bang Beni
sambil mengaitkan timbangan pada karung-karung berisi botol-
botol bekas.
“Empat kilogram ya, Bu. Jadi satu kilogram seharga
empat ribu dikalikan empat maka hasilnya…,” kata Bang Beni.
“Enam belas ribu, Bang!” teriak Beti dari dalam rumah.
Kebetulan Beti yang sedang menyapu kamar mendengar
percakapan Bu Aisyah dan Bang Beni dari teras.
“Hahaha.. kau ini Bet, cepat sekali kalau menghitung
uang,” kata Bang Beni. Bu Aisyah dan Beti pun ikut tertawa.
*****
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 38
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 39
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 41
Keranjang Sampah Ajaib
Matahari kembali menampakkan sinarnya dari balik awan.
Walau cuaca agak mendung, Beti bersama ibunya berangkat
sekolah menaiki sepeda. Beti merasa bahagia karena masih bisa
diantar ke sekolah oleh ibunya, masih bisa merasakan masakan
ibunya, dan senang ketika bisa membantu ibunya. Beti tetap
bersyukur walau dia tidak memiliki ayah lagi. Beti percaya bisa
bertemu Ayah suatu hari nanti.
Hidup dalam kesederhanaan tidak membuat Beti malu
pada teman-temannya. Beti yakin jika dia besar nanti akan
menjadi orang yang berguna. Maka dari itu, Beti selalu rajin
belajar dan sekarang Beti ingin mencoba berjualan agar uangnya
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 42
nanti bisa ia gunakan untuk pendidikannya.
“Mak, nanti kalau Beti sudah jadi jualan, Beti mau bayar
uang sekolah Beti sendiri ya, Mak. Mamak tidak usah lagi
pusing,” kata Beti yang sedang dibonceng oleh Bu Aisyah.
“Tidak usah Bet, itu adalah tanggung jawab Mamak. Kau
tabung saja uangnya,” kata Bu Aisyah.
“Gitu ya, Mak? Ya, uda nanti kalau misalnya uang Mamak
gak cukup, bilang sama Beti ya, Mak.”
“Iya Bet. Mana barang-barang yang mau kau jual? Kok
Mamak tidak melihatnya?”
“Belum aku bawa Mak. Masih terlalu sedikit. Hari ini
rencananya keranjang sampah dari teman-teman akan aku
bawa pulang Mak. Siapa tahu isinya sudah banyak. Jadi aku
bisa membuat yang lebih banyak lagi,” kata Beti.
Sesampainya di sekolah Beti menyapa teman-temannya
yang seperti biasa duduk di bawah pohon beringin besar. Terlihat
Inong, Togar, dan Mei-Mei sedang asyik tertawa.
“Hey, apa yang sedang kalian tertawakan?” tanya Beti.
“Biasalah Bet, si Togar selalu punya banyak cerita lucu
yang bisa menggelitik perut,” jawab Inong.
“Hahaha,” tawa Beti sambil melihat ke arah keranjang
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 43
sampah miliknya.
“Teman-teman aku ke sana dulu ya. Mau melihat isi
keranjang sampah. Siapa tahu sudah penuh,” kata Beti.
“Eh, Beti, mana barang-barang yang mau kau jual?”
tanya Inong.
“Haiya? Jualan apa si Beti Nong?” tanya Mei-Mei pada
Inong.
“Rahasiaaaaa… nanti kalau sudah jadi baru aku kasih
tau. Jaga rahasia ya Nong” sambung Beti. Beti pun berlalu dari
mereka.
Beti berjalan menuju keranjang sampah miliknya.
Keranjang sampah yang bertuliskan “Satu botol, Satu kebaikan”
itu kemudian membuat Beti tersenyum. Bagaimana tidak,
keranjang sampahnya hampir penuh dengan botol-botol
bekas. Beti berencana akan membawanya pulang dan akan
menyulapnya menjadi barang layak pakai.
Tepat pukul 12.00 WIB, bel sekolah pun berbunyi
tanda jam pelajaran sudah usai. Beti dan yang lainnya mulai
memasukan buku-buku kedalam tas mereka masing-masing.
Bu Lusi seperti biasa menyampaikan pesan kepada Beti dan
dan teman-temannya.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 44
“Baiklah, anak-anak. Sekian pelajaran hari ini. Jangan
lupa untuk mengerjakan PR di rumah ya!” ucap Bu Lusi.
“Iya Buuuu….” jawab para murid.
Dari luar kelas terlihat banyak anak-anak dengan
kegiatannya masing-masing. Ada yang sedang jajan, ada yang
sedang menunggu jemputan, dan ada yang masih sedang
bermain di halaman sekolah. Beti yang sudah berniat membawa
pulang keranjang sampah itu tiba-tiba saja dikagetkan oleh
ketiga temannya.
“Dor!!” kata Togar.
“Eh, kalian, membuat kaget saja.”
“Bisa kau bawa itu, Bet?” tanya Inong.
“Hai..ya, iya Bet, kalau tidak bisa sini biar kami bantu,”
sambung Mei-Mei.
“Bisa-bisa, aku sudah ahli dalam hal ini,” kata Beti sambil
mengikat keranjang dengan tali plastik agar bisa disandang ke
bahunya.
“Ya sudah hati-hati kau, Bet,” pesan Togar.
Mereka pun keluar dari gerbang sekolah. Inong, Mei-
Mei dan Togar jalan searah karena rumah mereka memang
tidak berjauhan, sedangkan Beti berjalan ke lain arah menuju
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 45
rumahnya.
Dalam perjalanan pulang, Togar penasaran dengan apa
yang akan dibuat oleh Beti, begitu juga Mei-Mei. Mereka pun
mencari jawaban dari Inong.
“Nong, apa sih yang akan dibuat oleh Beti? Kasih tahu
dong,” kata Togar?
“Hahaha, kalian masih penasaran, ya?” kata Inong.
“Haiya, betul itu kata Togar. Kasih tahu loh,” sambung
Mei-Mei.
“Nanti akan dikasih tahu Beti kok,” kata Inong sambil
menahan tawa. Mei-Mei dan Togar pun hanya bisa mengerutkan
keningnya.
“Hmm.. ya sudahlah,” kata Togar.
Di lain tempat, sesampainya di rumah, Beti berbegas
makan dan salat zuhur. Lalu mengerjakan PR dari Bu Lusi.
Kemudian Beti mengeluarkan alat-alat yang dia gunakan untuk
membuat karya-karya dari botol bekas yang sudah dia bawa
tadi. Melihat banyaknya botol yang sudah dikumpulkan oleh
teman-temannya, Beti semakin bersemangat mengerjakannya
dengan harapan karya-karyanya ada yang mau membeli.
Beti mulai memotong botol kemudian memberinya
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 46
lem dan menempelkan kain perca. Maka, jadilah satu buah
wadah untuk meletakkan pensil. Lalu di botol yang lain, Beti
memberinya lubang di bagian atas, selanjutnya memberinya cat
dan melukiskan gambar bunga di botol tersebut. Akhirnya, Beti
selesai membuat celengan.
Beti merasa senang karena telah mampu menghasilkan
karya yang bisa digunakan kembali dari botol bekas. Beti
berharap besok teman-teman sekolahnya mau membeli hasil
karya Beti. Sesudah selesai mengerjakan pekerjaannya, Beti
membersihkan sisa barang yang berserakan.
Keesokan paginya, saat mau berangkat sekolah, Beti
memasukkan kembali botol-botol bekas tersebut ke dalam
keranjang sampah miliknya. Tetapi kali ini ada yang berbeda,
botol-botol itu tidak lagi terlihat seperti sampah melainkan
barang-barang berguna. Ada tempat pensil, celengan, pot
bunga kecil, dan gelang. Beti tidak sabar ingin menjualkan pada
teman-temannya.
Sampainya di depan gerbang sekolah, Beti langsung
menurunkan keranjang sampah itu dari sepeda ibunya. Mencium
tangan Bu Aisyah dan memberi salam.
“Assalamualaikum, Mak.”
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 47
“Waalaikum salam, Bet. Belajar yang rajin ya, Bet!”
“Siap Mak!”
Beti pun mengendong keranjang sampah itu dan
membawanya pada teman-temannya.
“Hey, teman-teman lihat apa yang aku bawa ini!” kata
Beti bersemangat.
“Nah, ini dia pengusaha muda kita, Gar,” ucap Inong.
“Hah? Pengusaha? Jualan kau sekarang, Bet?” tanya
Togar heran.
“Hai..ya, lu jualan apa, Bet?” tanya Mei-Mei.
Beti pun mengeluarkan karya-karya miliknya satu per
satu.
“Lihat nih, ada celengan, tempat pensil, gelang, dan lain-
lainnya.”
“Wah, keren sekali Bet. Aku maulah beli gelang ini. Tapi
aku lupa bawa uang, Bet,” kata Togar.
“Kalau begitu aku saja yang beli, sesuai janjiku, aku akan
jadi pembeli pertama dagangan Beti,” ucap Inong.
“Hahaha.. tidak usah, untuk sahabat-sahabatku
gelang ini aku kasih khusus untuk kalian. Lihat ada nama-nama
kalian sendiri di gelang ini,” kata Beti.
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 48
“Horeee… dapat gratis,” kata Togar semangat.
Karena suara berisik dari Togar, teman-teman yang
lain mulai mendatangi mereka. Akhirnya, Beti dan sahabatnya
dikerumuni oleh anak-anak satu sekolah. Ada yang membeli
gelang, celengan, dan tempat pensil. Satu jenis dagangan Beti
dihargai seribu rupiah. Teman-teman Beti pun tidak keberatan
dengan hal itu karena mereka memiliki uang saku yang cukup
untuk membeli keperluan mereka. “Ih Bet, ini sampah-sampah
yang kemarin itu?” kata salah seorang teman Beti.
“Iya, ini aku daur ulang lagi menjadi barang bermanfaat.
Hehehe..” kata Beti.
“Wah, si Beti bisa menyulap barang bekas menjadi barang
layak pakai. Hebat kau Bet,” ucap temannya yang lain.
“Bukan, keranjang sampah ini yang ajaib. Hahaha..” kata
Togar membuat semua teman Beti tertawa.
Akhirnya, hari itu Beti berhasil menjual lima belas
dagangannya.
“Alhamdulillah, Mamak pasti senang. Hari ini aku dapat
menjual daganganku.”
Mengetahui hal itu, kepala sekolah Beti memberikan
saran agar menitipkan dagangannya pada pak Ihsan penjual
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 49
kantin. Hal itu dikarenakan agar tidak menggangu jam belajar
Beti.
Sudah hampir dua bulan Beti menjual hasil karya yang
dia buat dari botol-botol bekas. Beti mulai bisa menabung uang
hasil dagangannya sedikit demi sedikit. Terkadang uang itu
digunakan Beti untuk membayar keperluan sekolah atau pun
keperluan rumah. Bahkan, Beti sekarang sudah bisa membeli
sepatu sendiri dari uang hasil dagangannya.
Keranjang sampah yang menurut teman-teman Beti
adalah keranjang ajaib adalah bukti bahwa barang bekas bisa
disulap menjadi barang-barang layak pakai. Tergantung dari
bagaimana kita bisa mengolahnya.
*****
Beti dan Keranjang Sampah Ajaib 50
Tentang Penulis
Nazarina Syahputri, penulis yang berprofesi sebagai tenaga
kependidikan di RA Jasmine Islamic, Titipapan, Medan Deli
ini, sering mengikuti sayembara menulis cerpen dan pernah
mengikuti kegiatan Literasi ‘Satu Guru Satu Buku’ atau
SAGUSABU yang diadakan di Media Guru.
Pertengahan tahun 2018, perempuan penulis kelahiran Medan,
09 Januari 1994 ini menerbitkan buku populer yang berjudul
‘Hijrah Sang Perindu’ dan ‘Catatan Harian Jofisa’.