tidur
Click here to load reader
Transcript of tidur
TIDUR
a. Definisi tidur
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversibel
yang ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya
peningkatan ambang respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan
dengan keadaan terjaga (Sadock & Sadock, 2010).
b. Elektrofisiologi tidur
Tidur terdiri ata dua keadaan fisiologis: nonrapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM). Pada tidur NREM yang terdiri
dari tahap 1 saampai 4, sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang
dibandingkan dengan keadaan terjaga. Tidur REM ditandai dengan
tingginya tingkat aktivitas otak dan tingkat aktivitas fisiologis yang
menyerupai tingkat aktivitas saat terjaga.
Pada orang normal, tidur NREM merupakan keadaan tentram
dibandingkan saat terjaga. Denyut jantung secara khas melambat lima
hingga sepuluh denyut per menit di bawah tingkat saat terjaga. Pernapasan
dan tekanan darah juga cenderung rendah. Gerakan tubuh episodik dan
involuntar terdapat pada tidur NREM. Sebagian besar tidur NREM terjadi
pada sepertiga pertama malam.
Tidur REM juga dinamakan dengan tidur paradoksal. Didapatkan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah yang tinggi pada tidur
REM. Keadaan ini lebih tinggi dari tidur NREM dan sering lebih tinggi
dari keadaan terjaga. Penggunaan oksigen otak meningkat selama tidur
REM. Hampir semua tidur REM pada laki-laki disertai ereksi penis parsial
atau penuh.
Sifat siklik pada tidur adalah regular. Periode REM terjadi kira-kira
90 sampai 100 menit sepanjang malam. Periode REM pertama cenderung
singkat, biasanya berlangsung selama 10 menit. Periode REM selanjutnya
kira-kira 15 sampai 40 menit. Sebagian besar tidur REM terjadi dua
pertiga akhir malam.
Pola tidur berubah selama rentang hidup seseorang. Pada neonatus,
tidur REM terjadi hampir 50% dari waktu tidur. Saat beranjak 4 bulan,,
persentase tidur REM menjadi kurang dari 40%. Saat dewasa muda,
persentasenya sebagai berikut REM (25%) dan NREM (75%) yang terbagi
dalam tahap1 (5%), tahap 2 (45%), tahap 3 (12%), tahap 4 (13%) (Sadock
& Sadock, 2010).
c. Pengaturan tidur
Kontrol dan regulasi tidur tergantung pada interrelasi antara dua
mekanisme serebral yang bekerja saling berlawanan antara yang
satudengan lainnya. Keduanya secara intermiten mengaktivasi dan
mensupresi pusat luhur di otak yang mengontrol tidur dan terjaga. Satu
mekanisme menyebabkan individu terjaga, sedangkan mekanisme lainnya
menyebabkan individu tertidur.
Sistem pengaktivan reticular (reticular activating system/RAS)
terletak dalam batang otak atas (upper brainstem). RAS diyakini
mengandung sel-sel khusus yang mempertahankan keadaan siaga dan
terjaga. RAS menerima input rangsang sensori visual, auditori dan nyeri
serta rangsang raba. Aktivitas dari serebral kortek (seperti emosi dan
proses berfikir) juga menstimulasi RAS. Studi yang dilaporkan oleh
Canavan (1984) dan Chuman (1983) dalam Potter & Perry (1993)
meyakini bahwa keadaan terjaga merupakan akibat dari neuron-neuron
yang ada dalam RAS melepaskan katekolamin seperti hormon
norepineprin.
Tidur dapat juga ditimbulkan oleh pelepasan serotonin dari sel
khusus dalam raphe sleep system pada pons dan bagian medial dari otak
depan. Area otak ini disebut juga sebagai regio pengsinkronan bulbar
(bulbar synchronizing region/BSR). Bagaimana seseorang dapat
mempertahankan keadaan terjaga atau keadaan tidur bergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak (seperti,berfikir);
reseptor sensori perifer seperti stimuli bunyi dan cahaya;dan sistem limbik
atau emosi (Potter & Parry,1993).
Seorang yang mencoba untuk tidur, akan menutupkan matanya dan
mengatur posisinya sehingga rileks. Stimulus pada RAS menjadi menurun.
Jika ruangan digelapkan dan tenang, maka aktivasi RAS akan semakin
menurun. Pada suatu saat BSR akan mengambil alih,sehingga
menyebabkan individu menjadi tertidur (Potter & Perry,1993).
d. Fungsi tidur
Sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa tidur memberikan
fungsi homeostatik yang bersifat menyegarkan dan penting untuk
termoregulasi normal dan penyimpanan energi (Sadock & Sadock, 2010).
GANGGUAN TIDUR
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi
dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia
lanjut.
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun
daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi,
kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur
yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan
mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup.
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin
lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam
praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa
menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering
menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat.
Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan
yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang (Japardi, 2002).
Klasifikasi Gangguan Tidur
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)
menggolongkan gangguan tidur menjadi tiga kategori yaitu, gangguan tidur
primer, gangguan tidur yang berkaitan dengaan gangguan jiwa lainnya, dan
gangguan tidur lainnya (akibat keadaan medis umum atau dicetuskan oleh zat).
1. Gangguan tidur primer
Istilah primer menunjukkan bahwa gangguan tidur tersebut bebas dari
adanya gangguan fisik ataupun psikologis).
Disomnia (insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi,
gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, sindroma apnea tidur
obstruktif, hipoventilasi alveolar pusat, gangguan tidur irama
sirkadian.
Disomnia yang tidak tergolongkan (mioklonus nokturnal, restless legs
syndrome, sindrom kleine-levin, sindroma terkait menstruasi,
gangguan tidur saat hamil, sleep drunkenness)
Parasomnia (gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, gangguan
berjalan sambil tidur)
Parasomnia yang tidak tergolongkan (bruksisme terkait tidur,
gangguan perilaku tidur REM, berbicara smbil tidur, membenturkan
kepala terkait tidur)
2. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain
DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang berkaitan dengan
gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang disebabkan oleh
gangguan jiwa yang dapat didiagnosis.
Insomnia akibat gangguan jiwa lain
Hipersomnia akibat gangguan jiwa lain
3. Gangguan tidur lain
DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang disebabkan oleh
keadaan medis sebaagai keluhan gangguan tidur akibat efek fisiologis
keadaan medis pada sistem tidur-bangun. Gangguan tidur terkait zat
muncul akibat penggunaan atau penghentian penggunaan suaatu zat
(Sadock & Sadock, 2010)
Insomnia
Suatu gangguan tidur dimana kesulitan untuk memulai tau
mempertahankan tidur. Macam-macam insomnia:
Initial insomnia, kesulitan untuk masuk tidur.
Middle insomnia, bangun pada tengah malam dan dapat tidur lagi
dengan susah payah.
Late insomnia, terbangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali
(Nuhriawangsa, 2006).
Hipersomnia
Suatu gangguan tidur dimana jumlah tidur yang berlebihan
(Nuhriawangsa, 2006).
Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada
siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam,
setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya.
Berbagai bentuk narkolepsi:
Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik
sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop
Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh
tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran
normal.
Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur
sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya (Japardi,
2002).
Kleine-Leven Syndrome
Suatu hipersomnia yang bisa berlangsung hingga 20 jam, tidak sering terjadi (3-4
kali dalam setaahun), ada kebingungan pada saat bangun (Nuhriawangsa, 2006).
Mioklonus nokturnal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang
selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua
kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut
dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60
detik atau mungkin berlangsung terus menerus dalam beberapa menit atau jam.
Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga
menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat
kontrol pacemaker batang otak. Berat ringan gangguan ini sangat
tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25
gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam
: berat (Japardi, 2002).
Restless legs syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur.
Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki
secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan
kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya. Ditemukan pada
penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan
ini diduga diantara lesi batang otak hipotalamus (Japardi, 2002).
Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive
apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan
pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik.
Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang
kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama
periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan.
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan
intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen.
Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara
periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang.
Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai
dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha otot dada dan
dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan
ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai
dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini
berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50
detik.
Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau
hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi
retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi
kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien
sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali
untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak
enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan
gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar
hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid,
atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari
malformation (Japardi, 2002).
Gangguan tidur berjalan (slepp walking)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya
automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup
pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah
laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal
gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah,
berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan
4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain
untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah. Pada
gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama theta dengan gelombang
rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha (Japardi, 2002).
Gangguan teror tidur (sleep teror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri
ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini
terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan
4. Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau
sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik
secara klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin
mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus
ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat
dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas (Japardi, 2002).
Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM
Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus
arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan
selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada
larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas.
Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau
dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan
lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti
perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan
mioklonik potensial pada rekaman EMG (Japardi, 2002).
Japardi, Iskandar. (2002). Gangguan Tidur. Medan: Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Nuhriawangsa, Ibrahim. (2006). Symptomatologi Psikiatri. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Patricia A. Potter & Anne G. Perry. (1993). Fundamental of Nursing : Concepts,
Process & Practice. St. Louis : Mosby Year Book
Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. (2010). Kaplan & Sadock Buku
Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta: EGC