Tic 2 Kemuning

download Tic 2 Kemuning

of 16

description

m

Transcript of Tic 2 Kemuning

TIC KASUS 2 KEMUNINGRABDOMIOSARKOMADibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stase KMB

Disusun oleh: Kelompok 1WidyaListianty220112150002Neng Tuti Haryati220112150116Melda Iskawati220112150118Toni Rahmat Jaelani220112150001Intan Yunitasari220112150098Rati Erviani220112150096Hilma Nurjanah220112150099Anggie Putriyani220112150076Eni Tri Wahyuni220112150005Asti Nurhalimah220112150049Devi Sukma220112150051Maria Gabriela220112150080Winda Yulyandari220112150009Hilda Ayu Septian220112150012Masniah220112150053

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXFAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

TIC KASUS I KEMUNING

STEP 11. Rabdomiosarcoma a/r cruris 1/3 distal dextra (tuti)Tumor ganas jaringan lunak at regio cruris (tulang kering) 1/3 diistal dextra (atas kanan) (hilda)2. MST (masni) : morphin sulfat tablet terapi untuk nyeri hebat ( bu eni)3. Prod drain (rati) : produksi darinasi post operasi ( bu eni)4. Anastesi epidura (intan) : anastesi yang disuntikan di punggung bawah (lumbasacral/thoracolumbal) ( pa toni)5. CTM tab (hilma) : chlorperinomin maleat / antihistamin (teh widia)6. Analgesik epidural (anggi) : analgesik yang diberikan lewat epidural (pa toni)

STEP 21. Mengapa diberikan terapi CTM (melda) 2. Diagnosa keperawatan yang muncul (Asti) : nyeri akut, HDR (hilda)3. Intervensi keperawatan (devi) : Untuk nyeri ajarkan teknik relaksasi dan distraksi, kolaborasi analgetik (masni) HDR : kaji koping klien, bantu klien untuk memahami kemampuan yang di miliki ( asti), berikan motivasi kepada klien (rati)4. Patofisiologi (Eni)5. Pemeriksaan penunjang (gaby) : MRI (hilma), CT scan (melda), pemeriksaan lab , ekg (maria)6. Komplikasi (winda)

STEP 32. nyeri akut, HDR (hilda)3. Untuk nyeri ajarkan teknik relaksasi dan distraksi, kolaborasi analgetik (masni) HDR : kaji koping klien, bantu klien untuk memahami kemampuan yang di miliki ( asti), berikan motivasi kepada klien (rati)5. Pemeriksaan penunjang (gaby) : MRI (hilma), CT scan (melda), pemeriksaan lab , ekg (maria)

STEP 4

Patofisiologi Askep

Peran perawatKonsep umum

rabdomiosarkoma Pemeriksaan

Diagnostik anamnesaFisik

Penatalaksanaan Farmako & Non-farmako

STEP 5LO:1. Patofisiologi2. Kenapa diberikan terapi CTM3. Pemeriksaan diagnostik4. Komplikasi5. askep

STEP 6Resume

STEP 7Reporting1. DefinisiRabdomiosarkoma adalah jenis sarkoma (tumor jaringan lunak) dan sarkoma ini berasal dari otot skeletal. Rabdomiosarkoma juga bisa menyerang jaringan otot, sepanjang intestinal atau dimana saja termasuk leher. Umumnya terjadi pada anak-anak usia 1-5 tahun dan bisa ditemukan pada usia 15-19 tahun walaupun insidennya sangat jarang. Rabdomiosarkoma relatif jarang terjadi. Dua bentuk yang sering terjadi adalah embrional rabdomiosarkoma dan alveolar rabdomiosarkoma.

2. EpidemiologiRhabdomyosarkoma merupakan jenis SJLA yang tersering ditemukan, yaitu +60% pada SJLA dibawah 5 tahun dan +23% pada anak 15-20th, dan ditemukan sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki. Faktor etiologi adalah multifaktor dan peran faktor familial telah diteliti peranannya karena rhabdomyosarkoma pada anak sering dihungkan dengan Li-Fraumeni syndrome, Beckwith-Weidsmann syndrome dan Neurofibromatosis-1 (NF-1).Lokasi tersering adalah orbita dan intraabdominal-genitourinari. Disamping itu dapat pula terjadi intratorakal dan ekstremitas bawah.

3. EtiologiEtiologi dari rabdomiosarkoma tidak diketahui, namun diduga timbul dari mesemkim embrional yang sama dengan otot serat lintang. Atas dasar gambaran mikroskopik cahaya, rabdomiosarkoma termasuk kelompok tumor sel bulat kecil, yang meliputi sarcoma Ewing, neuroblastoma, tumor neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin. Diagnosis pasti adalah histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi terhdap otot skelet (desmin, aktin khas otot) dan mikroskop elektron untuk membedakan gambaran khas.

4. KlasifikasiEmpat jenis histopatologi rabdomiosarkoma termasuk embrional, alveolar, pleomorfik, dan botyroid. Subtipe histologis telah ditunjukkan mempengaruhi prognosis jangka panjang dan oleh karena itu diagnosis jaringan sangat penting. Orbital RMS biasanya tumor baik homogen dibatasi dengan daerah yang jarang dari perdarahan atau pembentukan kista. Dalam laporan komprehensif pasien dari Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRSG), 246 pasien terbagi diantara tumor Embryonal 84%, Alveolar 9%, dan Boyroid 4%. Pleomorfik rabdomiosarkoma sangat jarang di orbit dan umumnya terjadi pada orang dewasa.Embrional rabdomiosarkoma adalah tipe histopatologi yang paling umum terlihat di orbit dan umumnya memiliki prognosis yang baik. Embrional rabdomiosarkoma terdiri dari bolak daerah seluler dan myxoid. Sel-sel tumor yang memanjang dengan inti hyperchromatic dikelilingi oleh sejumlah besar sitoplasma eosinofilik. Sel Rhabdomyoblastic mungkin menunjukkan cross-striations pada mikroskop cahaya mewakili bundel sitoplasmik filamen aktin dan myosin dalam sekitar 30%.Alveolar rabdomiosarkoma, bernama karena penampilan histologis mirip dengan alveoli paru-paru, merupakan varietas yang paling umum dan membawa prognosis terburuk. Ini terdiri dari rhabdomyoblasts eosinofilik longgar melekat dalam septa hyalinized tipis. Sel tumor di pinggiran alveoli sering terjaga dengan baik sementara mengambang bebas di tengah diatur secara longgar dan kurang terpelihara. Hanya 10% akan menunjukkan histologis cross-striations.Botyroid rabdomiosarkoma sering dianggap sebagai varian dari embrional rabdomiosarkoma karena lebih sering muncul sebagai massa berdaging seperti anggur atau proliferasi di fornikel konjungtiva. Histologis terlihat mirip dengan rabdomiosarkoma embrional.Pewarnaan imunohistokimia desmin, otot aktin spesifik dan mioglobin telah menjadi pendekatan utama untuk menegakkan diagnosis histopatologi rabdomiosarkoma dan membedakan dari tumor sel spindle lainnya. Dalam kasus-kasus sulit, mikroskop elektron dapat membantu dalam identifikasi cross-striations.

Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) membuat klasifikasi laboratoris dan pembedahan untuk rabdomiosarkoma yaitu : Kelompok I : Penyakit hanya lokal, limfonodi regional tidak ikut terlibat, dapat direseksi komplit Terbatas pada otot atau organ asli Infiltrasi keluar otot atau organ asli Kelompok II : Tumor dapat direseksi secara luas dengan sisa mikroskopis (limfonodi negatif) Penyakit regional, dapat direseksi komplit (limfonodi positif atau negatif) Penyakit reginal dengan melibatkan limfonodi dapat direseksi secara luas tetapi dengan sisa mikroskopis Kelompok III : reseksi tidak komplit atau hanya dengan biopsi dengan penyakit sisa cukup besar Kelompok IV : telah ada metastasis saat ditegakkan diagnosis

Staging TNM (tumor, nodul dan metastasis) Tumor : T0 : tidak teraba tumor T1 : tumor 5cm T3 : tumor telah melakukan invasi ke tulang, pembuluh darah dan saraf Nodul : No : tidak ditemukan keterlibatan kelenjar regional N1 : ditemukan keterlibatan kelenjar regional Metastasis : Mo : tidak terdapat metastasis jauh M1 : terdapat metastasis jauh

Rhabdomyosarcoma Staging System Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala dan atau leher (bukan parameningeal) meluas ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau prostat) Stage 2 : lokasi lain, No atau Nx Satge 3 : lokasi lain, N1 jika tumor 5 cm Stage 4 : lokasi apapun dan terdapat metastasis jauh

STADIUM KLINIKBerdasarkan UICC dan AJCC 2002

T Primary tumorT0No evidence of primary tumorT1Tumor 5 cm in greatest dimensionT2aSuperficial tumorT2bDeep tumor

N Regional lymph nodesN0No regional lymph node metastasisN1Regional lymph node metastasis

M Distant metastasisM0No distant metastasisM1Distant metastasis

G Histopathologic gradeLow gradeHigh grade

Stage Grouping (TNM System 6th edition, 2002)Stage IALow gradeT1aN0M0Low gradeT1bN0M0Stage IBLow gradeT2aN0M0Low gradeT2bN0M0Stage IIAHigh gradeT1aN0M0High gradeT1bN0M0Stage IIBHigh gradeT2aN0M0Stage IIIHigh gradeT2bN0M0Stage IVAnyAny TN1M0AnyAnyTAnyNM1

5. Manifestasi KlinisGambaran yang paling umum terdapat adalah masa yang mungkin nyeri atau mungkin tidak nyeri. Gejala disebabkan oleh penggeseran atau obstruksi struktur normal. Tumor primer di orbita biasanya didiagnosis pada awal perjalanan karena disertai proptosis, edem periorbital, ptosis, perubahan ketajaman penglihatan dan nyeri lokal. Tumor yang berasal dari nasofaring dapat disertai kongesti hidung, bernafas dengan mulut, epistaksis dan kesulitan menelan dan mengunyah. Perluasan luas ke dalam kranium dapat menyebabkan paralisis saraf kranial, buta dan tanda peningkatan tekanan intracranial dengan sakit kepala dan muntah. Bila tumor timbul di muka atau di leher dapat timbul pembengkakan yang progresif dengan gejala neurologis setelah perluasan regional. Bila tumor ini timbul di telinga tengah, gejala awal paling sering adalah nyeri, kehilangan pendengaran, otore kronis atau massa di telinga, perluasan tumor menimbulkan paralisis saraf kranial dan tanda dari massa intrakranial pada sisi yang terkena. Croupy cough yang tidak mau reda dan stridor progresif dapat menyertai rabdomiosarkoma laring.Rabdomiosarkoma pada tubuh atau anggota gerak pertama-tama sering diketahui setelah trauma dan mungkin mula-mula dianggap sebagai hematom. Bila pembengkakan itu tidak mereda atau malah bertambah, keganasan harus dicurigai Keterlibatan saluran urogenital dapat menyebabkan hematuria, obstruksi saluran kencing bawah, infeksi saluran kencing berulang, inkontinensia atau suatu massa yang terdeteksi pada pemeriksaan perut atau rektum.Rabdomiosarkoma pada vagina dapat muncul sebagai tumor seperti buah anggur yang keluar lewat lubang vagina (sarkoma boitriodes) dan dapat menyebabkan gejala saluran kencing dan usus besar. Perdarahan vagina atau obstruksi uretra atau rektum dapat terjadi.6. DiagnosisTumor ini jarang memberikan keluhan bila ukurannya kecil. Cullen (1769) mengemukakan bahwa jenis tumor ini adalah tumor lunak tanpa rasa sakit. Penderita mengeluh bila tumor telah membesar dan memberikan tanda-tanda penekanan jaringan sekitar tumor seperti neuralgia, paralisis, iskemia, sedangkan penekanan pada system digestif akan mengakibatkan gejala obstruksi.Anamnesis mengenai perjalanan penyakit termasuk riwayat adanya kecenderungan kanker dalam keluarga (li-Fraumenn), pemeriksaan fisik yang teliti untuk menentukan letak dan ukuran tumor dan kelenjar gerah bening regional. Pemeriksaan fisik yang cermat sangat penting untuk menentukan ekstensi tumor secara klinis dan ada tidaknya penyebaran atau metastasis jauh. Pembesaran tumor ke jaringan sekitarnya akan membentuk suatu kapsul yang semu yang dikenal sebagai pseudokapsul.Pemeriksaan laboratorium diperlukan meliputi darah lengkap, faal hati dan ginjal, elektrolit serum, kalsium dan bila mungkin kadar magnesium, asam urat dan fungsi pembekuan. Aspirasi sumsum tulang juga diperlukan untuk dugaan RMS parameningeal. Untuk menentukan grading, maka diperlukan biopsi dari jaringan tumor. Tumor >3cm dilakukan biopsi insisi dan pada tumor 3 cm dilakukan biopsi incisi. Untuk kasus kasus tertentu bila pemeriksaan Histo PA meragukan, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.7. PenatalaksanaanTerapi pada penderita RMS melibatkan kombinasi dari operasi, kemoterapi, dan terapi radiasi. Karena pengobatan yang akan dijalani kompleks dan lama, terlebih khusus pada anak-anak banyak hal yang perlu diperhatikan, maka pasien yang akan menjalani pengobatan, perlu dirujuk ke pusat-pusat kanker yang lengkap terlebih khusus buat anak-anak. Rabdomiosarkoma yang terdapat pada lengan atau kaki dipertimbangkan untuk diamputasi. Setelah terapi dilaksanakan seorang penderita tetap harus dipantau untuk melihat apakah tumor tersebut telah hilang atau tetap ada, dalam hal ini digunaka pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan, bone-scans, x-rays.

Terapi OperatifTerapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi dari tumor itu. Jika memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan tumor tanpa menyebabkan kegagalan fungsi dari tempat lokasi tumor. Walaupun terdapat metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer haruslah dilakukan, jika hal itu memungkinkan.

Terapi Medikamentosa Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh sel-sel tumor melalui obat-obatan. Kemoterapi kanker adalah berdasarkan dari pemahaman terhadap bagaimana sel tumor berreplikasi/bertumbuh, dan bagaimana obat-obatan ini mempengaruhinya. Setelah sel membelah, sel memasuki periode pertumbuhan (G1), diikuti oleh sintesis DNA (fase S). Fase berikutnya adalah fase premiosis (G2) dan akhirnya tiba pada fase miosis sel (fase M). Obat-obat anti neoplasma bekerja dengan menghambat proses ini. Beberapa obat spesifik pada tahap pembelahan sel ada juga beberapa yang tidak.

Tumor Primer Tumor yang resektabelDilakukan pembedahan radikal pada tumor yang resektabel dengan syarat: tumor dapat diangkat semua dan batas sayatan bebas sel tumor ganas. Terdapat 2 macam prosedur pembedahan yaitu : Eksisi luas lokal : untuk G1 dan tumor masih terlokalisir Eksisi luas radikal : untuk G3 dan tumor sudah menyebar regional/KGBJika diperlukan dapat diberikan terapi kombinasi yaitu : pembedahan + radioterapi/kemoterapi. Untuk mencegah mikrometastasis : pembedahan + radiasi + kemoterapi Tumor yang in-operabel : radiasi + kemoterapi

Tumor yang RekurenPembedahan yang tidak adekuat dan manipulasi tumor pada saat pembedahan merupakan penyebab timbulnya rekuren lokal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : Evaluasi kembali derajat keganasan dengan melakukan biopsy insisional Nilai kembali ekstensi tumor dalam mempertimbangkan re-eksisi tumor untuk tujuan kuratif

PrognosisDiantara penderita dengan tumor yang dapat direseksi, 80-90% mendapatkan ketahanan hidup bebas penyakit yang lama. Kira-kira 60% penderita dengan tumor reginal yang direseksi tidak total juga mendapatkan ketahanan hidup bebas penyakit jangka panjang. Penderita dengan penyakit menyebar mempunyai prognosis buruk.Prognosis tergantung dari : Ukuran tumor Lokasi tumor Derajat keganasan Sel nekrosisUntuk mencapai angka ketahanan hidup (survival rate) yang tinggi diperlukan : Kerjasama yang erat dengan disiplin lain Diagnosis klinis yang tepat Strategi pengobatan yang tepat, dimana masalah ini tergantung dari : evaluasi patologi anatomi pasca bedah, evaluasi derajat keganasan, perlu/tidaknya terapi djuvant (kemoterapi atau radioterapi).

8. PatofisiologiRABDOMIOSARKOMA

RAB. Alveoral

RAB. Embrional

Rabdomioblast

Pada BBL

Rabdomioblast

Rabdomioblast

Sel matang

Tumbuh di dalam otot skeletal

Perubahan susunan kromosom

Kromosom abnormal

Perubahan posisi dan fungsi Gen

Kelainan genetik

Kekurangan dan kelebihan gen

Benjolan di dalam kulit

Perdarahan

Penekanan pada saraf-saraf tepi

Nyeri

Gangguan rasa Aman dan Nyaman

Genitourinaria atau pada bagian kepala dan leher

Tumor

AbdomenMual MuntahPenurunan Nafsu makanpenyumbatan peredaran darah di kepalaKekurangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhAmputasiLuka OperasiKerusakan integritas jaringan Terputusnya kontinuitas jaringanNyeri AkutGangguan body image

9. Asuhan keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan / luka amputasiTujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam nyeri hilang / berkurang.Kriteria evaluasi : Menyatakan nyeri hilang. Skala nyeri < 3 (0-10) Ekspresi wajah rileks.

INTERVENSIRASIONAL

Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Bila terjadi nyeri panthom limb Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi guided imaginary

kolaborasi :pemberian analgesik Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi. Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom limb. teknik relaksasi akan menimbulkan rasa menenangkan dan mengalihkan serta mengurangi persepsi nyeri pemberian analgesik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri akan gagal untuk dipersepsikan

2. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasiKarakteristik penentu : Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.Tujuan : tidak terjadi komplikasi.Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.

INTERVENSIRASIONAL

Lakukan perawatan luka adekuat. Mengganti balutan tahun).dan melakukan inspeksi luka. Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan 1 )

Mencegah terjadinya infeksi.

Pantau :-Masukan dan pengeluaran cairan.

- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.

- Kondisi balutan tiap 4-8 jam. Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.

Sebagai monitor status hemodinamik

Indikator adanya perdaraham masif

Monitor pernafasan.Persiapkan oksigen

Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktuMemantau tanda emboli lemak sedini mungkinUntuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam mobilitas fisik klien erpenuhi dengan kriteria hasil : Klien dapat menggerakan anggota tubuhnya Klien dapat merubah posisi Klien dapat melakukan ambulasi

INTERVENSIRASIONAL

Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada dan lakukan ROM pasif atau ROM aktif. Tingkatkan ambulasi dini dengan mengajarkan menggunakan alat bantu berjalan seperti kruk Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien

DAFTAR PUSTAKA

1. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6th ed, New York, Wiley-Liss, 2002, 114-1182. Ebb D H, Green D M, Shamberger R C, Tarbell N J, Solid Tumors of Childhood, in DeVita Jr V T, Hellman S, Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001, 2185-21923. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Vol. 2 Jakarta: EGC4. Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction