Theory of Escapism
-
Upload
tua-hasiholan-hutabarat -
Category
Documents
-
view
182 -
download
7
description
Transcript of Theory of Escapism
Theory of Escapism
Ada tiga cara/sikap yang dilakukan manusia ketika dihadapkan pada sebuah situasi
atau sebuah argumen.
1. Menerima argumentasi/situasi tersebut apa adanya, walaupun tidak mungkin
menerima situasi tersebut di setiapsaat. Ini cara paling positif jika
dilakukan.
2. Penolakan, yakni mempertahankan pandangan/argumentasi sambil
mengungkapkan pandangan yang kita anggap benar
3. Menghindar, yakni sikap tanpa argumen atau tanpa penjelasan. Sikap seperti
ini menciptakan ruang dimana kita bisa mempertahankan argumen, namun
sekaligus tidak mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap argumen/situasi
tersebut.
Ketiga sikap/cara tersebut adalah yang paling awam dilakukan oleh individu
ataupun, kelompok sosial, maupun sebuah organisasi dalam menghadapi sebuah
pernyataan, aturan, tekanan, situasi atau apapun namanya. Ternyata, ada beberapa
jenis sikap lain yang cenderung semakin banyak dipakai oleh masyarakat ketika
berhadapan dengan sebuah situasi. Situasi tersebut bisa saja dalam bentuk tekanan,
ketidakadilan, kemiskinan, kesewenangan, dan sebagainya.
Jika kita sikap masyarakat cenderung yang pertama (menerima),maka
kecenderungannya sebuah situasi tersebut berhubungan dengan kultur mengalah,
diam dan nrimo yang masih banyak dianut oleh masyarakat kita, khususnya di
Indonesia. Tekanan, kemiskinan, ketidakadilan, dan kesewenangan cenderung
diterima apa adanya, karena memiliki landasan moral dan nilai dalam kultur kita.
Sikap kedua sering dipilih ketika sebuah masyarakat, individu atau kelompok
sosial tertentu sudah memiliki prinsip, ideologi dan basis nilai alternatif yang
bertolakbelakang dengan situasi yang dihadapi. Penolakan akan dilanjutkan dengan
perlawanan, dan berusaha mengalahkan, melawan dan menghancurkan situasi yang
tidak menguntungkan tersebut. Rakyat yang kuat, ideologis, berdaulat dan mandiri
akan memilih sikap seperti ini.
Sikap terakhir adalah menghindar. Kerap kali, dalam situasi tertentu kita tidak
setuju, sekaligus juga tidak menolak. Sikap seperti ini bersifat absurd, karena sama
sekali tidak menyatakan kesetujuan dan penolakan. Masyarakat dalam tipe seperti
inilah yang kemudian terdorong untuk melarikan diri (escape/menghindar atau
melarikan diri) atau mengalihkan sikap yang seharusnya diambil ketika berhadapan
dengan sebuah situasi.
Sikap terakhir ini berdasarkan Teori Eskapisme (Escapism Theory)
mengarahkan individu, masyarakat dan kelompok sosial pada tiga bentuk tindakan
lanjutan, yakni;
1. Menghindar dalam penerimaan (Escapism in acceptance): Dalam kondisi
seperti ini, seseorang atau masyarakat cenderung menerima fakta yang ada,
walaupun tidak berusaha untuk mengikuti atau patuh terhadap situasi tersebut.
2. Menghindar dalam penolakan (Escapismin rejection) . Individu atau
masyarakat dalam tipe ini cenderung tidak setuju atau menolak situasi yang ada,
namun sekaligus tidak memiliki kemampuan untuk menolak.
3. Menghindar dalam menghindar (Escapism in Escapism). Yakni sikap
dimana seseorang atau sekalompok masyarakat sama sekali tidak memikirkan
situasi tersebut, atau pura-pura memikirkan dan menghadapinya.
Jika kita berrefleksi terhadap kondisi masyarakat kita, maka ketiga cara
terakhirlah yang sering dilakukan. Kita kerap seakan-akan menerima kondisi
tekanan atau situasi yang kita rasa tidak adil, namun ketidakadilan yang ada dalam
institusi negara, kebijakan dan sistem tersebut tidak kita benar-benar patuhi. Kita
atau masyarakat hanya sibuk dengan dunianya masing-masing, dengan
permasalahannya masing-masing tanpa berusaha mengikuti, patuh dan taat dengan
sistem yang ada. Masyarakat juga sering melakukan penolakan, tetapi dikarenakan
ketiadaan kemampuan/kapasitas, maka kita sering menghindar dan menolak. Dalam
keseharian, kita sering melihat seseorang yang menggerutu di belakang orang yang
tidak kita sukai. Begitu juga dengan masyarakat. Masyarakat sebenarnya menolak
kebijakan yang ada, namun karena tidak mampu melawan, maka akhirnya
menggerutu dan melarikan tekanan/ketidaksetujuan tersebut pada hal lain.
Salah satunya adalah ketika berhadapan dengan ketidakadilan. Masyarakat
tidak memiliki kemampuan untuk melawan dan merubah ketidakadilan tersebut,
sehingga akhirnya berusaha menghindar dan melakukan tindakan-tindakan yang
sama sekali tidak berhubungan secara langsung dengan upaya merubah
ketidakadilan tersebut. Kemarahan kita dialihkan kepada sesuatu yang sama sekali
tidak berkontribusi terhadap perubahan, sehingga ketidakadilan dan kesewenangan
akan tetap subur.
Sikap terakhir adalah pilihan paling tidak jelas. Kita sering menghindar, tapi
sekaligus juga tidak memiliki sikap menolak ataupun menerima. Sikap seperti ini
adalah budaya bisu total. Dalam keseharian, sikap seperti ini diambil disebabkan
oleh dua hal, yakni disamping tidak memiliki kemampuan untuk menolak, sekaligus
juga kita memang tidak punya kemampuan sama sekali untuk mencerna, memahami
dan mengerti situasi yang sedang dihadapi. Pertanyaannya, dimanakah posisimu
atau posisi organisasimu?
Oleh tua hasiholan hutabaratDiolah dari berbagai sumber dan pengalaman lapangan