The New CRS.doc

53
Case Report Session KARSINOMA NASOFARING oleh: Kelompok 3 Jarvikson 0810312123 Yulia Efni 1110311009 Deasy Archika Alvares 1110313013 Preseptor: Dr. Al Hafiz Sp. THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Transcript of The New CRS.doc

Case Report Session

KARSINOMA NASOFARING

oleh:

Kelompok 3

Jarvikson 0810312123Yulia Efni 1110311009Deasy Archika Alvares 1110313013

Preseptor:

Dr. Al Hafiz Sp. THT-KLBAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%) dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah1. Karsinoma nasofaring adalah jenis karsinoma sel skuamosa yang biasanya tumbuh di sekitar muara Tuba Eustachius dan dinding lateral nasofaring2.

Kejadian KNF diseluruh dunia termasuk USA adalah 1/100.000 penduduk tiap tahunnya. Tahun 2015 diperkirakan sekitar 3.200 kasus KNF akan muncul. Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada orang Asia dan Afrika Utara, kadang-kadang Cina bagian selatan, sering juga pada orang Alaska, Kanada serta imigran dari Cina di USA.

Faktor risiko dari KNF meningkat seiring dengan peningkatan usia tapi terkadang bisa timbul pada semua usia termasuk anak-anak. Hampir setengah penderita KNF di USA adalah dewasa muda3. Frekuensi pasien KNF di Indonesia hampir merata disetiap daerah. Angka kejadian KNF di RSUPN Cipto Mangun Kusumo ditemukan lebih dari 100 kasus pertahun, di RS Hasan Sadikin Bandung 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, 15 kasus di Denpasar dan 11 kasus ditemukan di Padang dan Bukit tinggi pertahunnya1.Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya KNF, seperti orang dengan ras mongoloid ( Cina, Thailand, Vietnam, Malaysia, Hongkong dll) memiliki kekerapan untuk menderita KNF. Jenis makanan yang sering dikonsumsi seperti pada orang Eskimo yang gemar memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin juga dapat menjadi faktor risiko KNF. Faktor genetik serta adanya riwayat keluarga juga memeran penting dalam kejadian timbunya KNF 1,3. Infeksi EBV dipastikan sebagai penyebab KNF karena pada pasien KNF didapatkan peningkatan titer EBV. Pajanan berulang dari rokok serta alkohol juga memeran penting dalam timbulnya KNF, serta orang-orang yang bekerja atau sering terpapar formaldehid akan memicu KNF 3. Gejala dari KNF dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu gejala telinga, mata, saraf dan metastasis. Tumor seringkali dtemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher yang biasanya ditemukan sebagai gejala pertama yang mendorong pasien untuk berobat. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien namun cukup sulit dilakukan karena nasofaring tersembunyi di belakang langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak 1.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini membahas mengenai karsinoma nasofaring meliputi anatomi nasofaring, defenisi KNF, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, klasifikasi, gejala dan tanda klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami mengenai anatomi nasofaring, defenisi KNF, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, klasifikasi, gejala dan tanda klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis.1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi kepustakaan dengan merujuk pada berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Nasofaring

Nasofaring adalah bagian paling atas pada tenggorok ( faring) yang terletak dibelakang hidung. Nasofaring berupa ruangan berbentuk kotak, yang berada di atas dari atap soft palatum dan berada di belakang rongga hidung3. Nasofaring merupakan bagian teratas pada faring yang berhubungan dengan rongga hidung melalui koana4. Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, bagian bawah adalah palatum mole, bagian depan adalah rongga hidung dan bagian belakang adalah vertebra servikal1.Tuba Eustachius masuk dari telinga tengah ke nasofaring melalui celah di fasia faringobasilar di daerah posterosuperior, tepat di atas batas superior muskulus konstriktor faring superior yang disebut fossa russenmuller (resessus faringeal). Fossa Rossenmuller merupakan tepi dinding posterosuperior nasofaring yang merupakan tempat asal munculnya sebagian besar kanker nasofaring dan yang paling sensitif terhadap penyebaran keganasan pada nasofaring.Gambar 1. Anatomi faringVaskularisasi nasofaring berasal dari percabangan level I atau II arteri karotis eksterna, masing-masing adalah:5

- Arteri faringeal asendens, cabang terkecil arteri karotis eksterna

- Arteri palatina asendens

- Arteri faringea, salah satu cabang terminal dari arteri maksilaris interna

-Arteri pterigoideus, juga salah satu cabang akhir arteri maksilaris interna.

Untuk persarafan nasofaring, saraf sensorik berasal dari nervus glossofaringeal dan vagus. Saraf motorik dar nervus vagus, mempersarafi sebagian otot faring dan palatum mole.2

Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal yang terdapat di atas otot konstriktor faringeus media. Pleksus faringeus terdiri dari serabut sensoris saraf glosofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X) dan serabut ganglion servikal simpatikus. Sebagian besar saraf sensoris nasofaring berasal dari saraf glosofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisium tuba yang mendapat persarafan sensoris dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina yang berasal dari cabang maksila saraf trigeminus6.Area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar limfe faringeal posterior paravertebral servikal (disebut juga kelenjar limfe Rouviere, sebagai kelenjar limfe terminal pertama drainase karsinoma nasofaring), kemudian masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda servikal, terutama meliputi: rantai kelenjar limfe jugularis interna, rantai kelenjar limfe nervus asesorius (terletak dalam segitiga posterior leher), rantai kelenjar limfe arteri dan vena transversalis koli (di fosa supraklavikular).5

Fungsi nasofaring :7

Sebagai jalan udara pada respirasi

Jalan udara ke tuba eustachii

Resonator

Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

2.2 DefenisiKarsinoma adalah kanker yang berasal dari sel epitelial yang dapat menyerang jaringan bagian dalam atau jaringan luar pada tubuh. Nasofaring adalah bagian teratas dari faring yang terletak di belakang rongga hidung3.Karsinoma nasofaring (KNF) adalah jenis karsinoma sel skuamosa yang biasanya tumbuh disekitar muara tuba Eustachius dan dinding lateral nasofaring2. 2.3 Epidemiologi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang sering ditemukan di Indonesia. Hampir 60% keganasan kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomi tumor ganas nasofaring berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama dengan kanker serviks, uteri, payudara, getah bening dan kulit.Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapuran dan Indonesia. Daerah Cina bagian selatan menduduki tempat tertinggi, yaitu 2.500 kasus pertahun untuk provinsi Guang-dong atau prevalensi 39,84/100.000 penduduk1. Kasus yang sering di Cina diperkirakan karena paparan yang sering dari bahan karsinogen dari usia dini. Studi epidemiologi menjelaskan adanya hubungan intake makanan yang diawetkan saat masih anak-anak dengan timbulnya KNF2. Ditemukan pula kasus cukup banyak di Yunani, Afrika Utara, dan pada orang Eskimo di Alaska dan Tanah Hijau yang diduga penyebabnya adalah memakan makanan yang diawetkan dengan pengawet nitrosamin. Frekuensi pasien KNF di Indonesia hampir merata disetiap daerah. Angka kejadian KNF di RSUPN Cipto Mangun Kusumo ditemukan lebih dari 100 kasus pertahun, di RS Hasan Sadikin Bandung 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, 15 kasus di Denpasar dan 11 kasus ditemukan di Padang dan Bukit tinggi pertahunnya1.2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab pasti dari KNF masih belum diketahui. Banyak para ahli menemukan bahwa virus Eibsten Barr (EBV) mempunyai hubungan yang kuat dengan faktor risiko timbulnya KNF, karena semua pasien yang menderita KNF didapatkan peninggian titer virus EBV 1,8.Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan timbulnya KNF adalah :2,3

1. Jenis kelamin

2. Ras dan daerah tempat tinggal

3. Kebiasaan makan, merokok dan minum alkohol

4. Faktor genetikBerdasarkan penelitian, kanker nasofaring berhubungan dengan kelemahan lokus pada region HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Orang dengan yang memiliki gen ini memiliki risiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring.2.5 Patogenesis

Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring adalah pada fosa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.

Penyebaran KNF dapat berupa :

1. Penyebaran ke atas

Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fosa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus, fosa kranii media dan fosa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N.I N. VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal (parese N. II-N.VI).2. Penyebaran ke belakang

Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia faringobasilaris yaitu sepanjang fosa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dll), di mana di dalamnya terdapat N. IX XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII N. XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N. IX N. XII disebut Sindrom Retroparotidean/Sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang tinggi dalam sistem anatomi tubuh.3. Penyebaran ke kelenjar getah bening

Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring, penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening pada lapisan submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral retrofaring yaitu Nodus Rouvierre. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. 4. Metastasis jauh

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dari paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk. Pertumbuhan KNF dapat bersifat eksofitik dimana massa dapat memenuhi seluruh area post nasal dan ditandai dengan ulserasi dan pendarahan kontak. Namun pada 10% pasien dengan KNF lesi dapat bersifat submukosa sehingga pada pemeriksaan nasofaring, mukosa dapat terlihat normal dan hanya tampak permukaan yang iregular. Pertumbuhan ini disebut sebagai endofitik. Selain itu pertumbuhan endofitik juga biasanya hanya ditandai dengan perubahan warna mukosa menjadi kemerahan. Pada suatu kajian, pertumbuhan endofitik cenderung lebih agresif dibandingkan eksofitik2.6 Klasifikasi Kanker Nasofaring

Klasifikasi gambaran histopatologi kanker nasofaring dibagi atas 3 tipe, yaitu :1. Tipe 1 : Karsinoma sel skuamosa berkreatinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

2. Tipe 2 : Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa.

3. Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini, sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya, batas sel tidak terlihat dengan jelas

2.7 Gejala dan Tanda Klinis Kanker NasofaringKarsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa rosenmuler yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung, atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala-gejala dan tanda dari karsinoma nasofaring dapat dibagi atas 2 macam berdasarkan metastasenya, yaitu:101. Gejala dini/gejala setempat, adalah gejala-gejala yang dapat timbul di waktu tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, dapat berupa:a. Gejala hidung: pilek lama yang tidak kunjung sembuh; epistaksis berulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan lendir hidung sehinga berwarna merah jambu; lendir hidung seperti nanah, encer/kental, berbau.b. Gejala telinga: tinnitus (penekanan muara tuba eustachii oleh tumor, sehingga terjadi tuba oklusi, menyebabkan penurunan tekanan dalam kavum timpani), penurunan pendengaran (tuli), rasa tidak nyaman di telinga sampai otalgia.2. Gejala lanjut/gejala pertumbuhan atau penyebaran tumor, dapat berupa:

a. Gejala mata: diplopia (penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV (N. Trochlearis) dan N. VI (N. Abducens). Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.

b. Gejala tumor: pembesaran kelenjar limfe pada leher, merupakan tanda penyebaran atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

c. Gejala kranial, terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis, antara lain:

Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen.

Sensitibilitas daerah pipi dan hidung berkurang.

Kesukaran pada waktu menelan

Afoni

Sindrom Jugular Jackson atau sindrom retroparotidean mengenai N. IX (N. Glossopharyngeus), N. X (N. Vagus), N. XI (N. Accessorius), N. XII (N. Hypoglossus). Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: lidah, palatum, faring atau laring, M. Sternocleidomastoideus, M. Trapezius.2.8 Diagnosa

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.

2.8.1. Anamnesis

Penegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis dimana pasien datang berbagai gejala yang dikeluhkan sesuai dengan penjalaran kanker. Pasien dengan epistaksis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, lymphadenopathy leher tak nyeri, cephalgia, kelainan saraf kranial dengan kausa tak jelas, dengan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringnya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik2,4

2.8.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan Fisis , yang dapat dilakukan yaitu A. Pemeriksaan nasofaring Rinoskopi posterior tanpa menggunakan scopeNasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak dengan mudah.

Rinoskop posterior menggunakan scopeNasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring. B. Pemeriksaan kelenjar limfe leher

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaranC. Pemeriksaan saraf kranial

Ditujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

A. Biopsi

Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi.Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.11 Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas.Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topikal dan dalam keadaan tertentu dapat dilakukan dengan anestesi general.11B. Pemeriksaan Radiologi

Computed tomography (CT) scan nasofaringMakna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis; (2) memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat; (3) secara tepat menetapkan zona target terapi; merancang medan radiasi; (4) memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut2,4. Chest x-ray

Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin dilakukan untuk menilai penyebaran kanker ke paru2,4.

Magnetic resonance imaging (MRI) scanMRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI juga lebih bermanfaat2,4. Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan waters)Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis jauh2,4. Pencitraan tulang seluruh tubuhBerguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan ronsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 3-6 bulan dibandingkan ronsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak tampak sebagai akumulasi radioaktivitas; sebagian kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas2,4.

2.8.4 PENENTUAN STADIUMCara lain untuk menentukan stadium karsinoma nasofaring adalah dengan kriteria yang ditetapkan AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer/International Union Against Cancer) tahun 2010 yaitu sebagai berikut.

Tumor Primer (T)

TxTumor primer tidak dapat dinilai

T0Tidak terbukti adanya tumor primer

TisKarsinoma in situ

T1Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan atau kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring

T2Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring

T3Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan atau sinus paranasal

T4Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator

KGB Regional (N)

NXKGB regional tidak dapat dinilai

N0Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan atau unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang

N2Metastasis KGB bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular

N3Metastasis pada KGB diatas 6 cm dan atau pada supraklavikular

N3aDiameter terbesar lebih dari 6 cm

N3bMeluas ke fossa supraklavikular

Metastasis jauh (M)

M0Tanpa metastasis jauh

M1Metastasis jauh

Stadium karsinoma nasofaring berdasarkan AJCC 2010 adalah sebagai berikut.

Stadium I:T1N0M0

Stadium II:T1N1M0 atau T2N0-1M0

Stadium III:T1-2N2M0 atau T3N0-2M0

Stadium IVA:T4N0-2M0

Stadium IVB:semuaTN3M0

Stadium IVC:semuaTsemuaNM12.9 Diagnosis Banding1. Polip NasalPolip nasal merupakan lesi abnormal yang berasal dari mukosa nasal atau sinus paranasal. Polip merupakan hasil akhir dari berbagai proses penyakit di kavum nasi. Polip hidung mengandung banyak cairan, berwarna putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.2,52. Limfoma Non-Hodgkin

Sering pada pemuda dan remaja, pembesaran kelenjar limfe leher, dapat mengenai banyak lokasi, secara bersamaan dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe naksila, inguinal, mediastinum. Konsistensi tumor agak lunak dan mudah digerakkan.1,5

3. TB Kelenjar Limfe LeherLebih banayak pada pemuda dan remaja. Konsistensi agak keras, dapat melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi, pungsi aspirasi jarum menemukan materi mirip keju.14. Angiofibroma NasofaringSering ditemukan pada orang muda, pria jauh lebih banyak dari wanita. Dengan nasofaringoskop tampak permukaan timor licin, warna mukosa menyerupai jaringan normal, kadang tampak vasodilatasi di permukaannya, konsistensi kenyal padat. Bila secara klinis dicurigai penyakit ini, biopsi tidak dianjurkan karena mudah terjadi perdarahan masif.12.10 Tatalaksana

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan)1,2,5.

a.Stadium I

: Radioterapi.b. Stadium II&III

: Kemoradiasi.c.Stadium IV dengan N6cm: Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi1.a. Radioterapi

Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Sumber radiasi menggunakan radiasi Co-60, radiasi energi tinggi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi stereotaktik2,5.b. Kemoterapi

Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap periode diikuti dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.

Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi.2,5c. Terapi bedah

Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak adanya ditemukan metastsis jauh.1,5d.Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.2e. Terapi paliatif

Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang tidak dapat disembuhkan lagi.

Tujuan terapi paliatif adalah: Meningkatkan kualitas hidup penderita Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita Membantu penderita agar dapat aktif sampai akhir hayatnya Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita atas kematian penderita.1,5Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak.1,52.10 Komplikasi

Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas nyeri pada tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati serta gangguan fungsi organ lain6,9.

Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat9.

2.11 Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum berdasarkan staging, menurut AJCC yang di publikasikan pada tahun 2010, StageRelative 5-year survival rates

I72%

II64%

III62%

IV38%

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. Melki

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Mentawai

Suku Bangsa

: Mentawai

Pekerjaan

: Petani

Tanggal masuk rumah sakit: 14 April 2015

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama:Benjolan pada leher kanan yang semakin membesar sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Benjolan pada leher sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, awalnya kecil dan semakin membesar sejak 2 bulan yang lalu.

Telinga kanan berdenging dan terasa penuh sejak 4 bulan yang lalu, telinga berair tidak ada.

Terjadi gangguan pendengaran pada telinga kanan sejak 4 bulan yang lalu.

Nyeri tekan pada benjolan ada.

Hidung tersumbat tidak ada, gangguan penciuman tidak ada.

Nyeri menelan tidak ada, suara serak tidak ada.

Sesak nafas tidak ada.

Pusing berputar tidak ada.

Riwayat kebas pada bagian wajah tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu: - Pasien tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnyaRiwayat Penyakit Keluarga:- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti iniRiwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:

Pasien adalah seorang petani

Riwayat merokok sejak 30 tahun yang lalu jumlah lebih kurang satu bungkus perhari.

Pasien sering memakan makanan yang diasapkan.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis kooperatif

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi

: 76x/ menit

Nafas

: 19x/ menit

Suhu

: 36,6 C

STATUS LOKALIS THT

TELINGA

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

Daun TelingaKelainan congenitaltidak adatidak ada

Traumatidak adatidak ada

Radangtidak adatidak ada

Kelainan metabolictidak adatidak ada

Nyeri tariktidak adatidak ada

Nyeri tekan tragustidak adatidak ada

Liang & Dinding TelingaCukup lapang (N)cukup lapangcukup lapang

Sempittidak adatidak ada

Hiperemistidak adatidak ada

Edematidak adatidak ada

Massatidak adatidak ada

Sekret/SerumenBautidak adatidak ada

Warnatidak adatidak ada

Jumlahtidak adatidak ada

Jenistidak adatidak ada

MEMBRAN TIMPANI

UtuhWarnaputih mengkilatputih mengkilat

Refleks cahayaPositif Positif

BulgingTidak adaTidak ada

RetraksiTidak adaTidak ada

AtrofiTidak adaTidak ada

PerforasiJumlah perforasiTidak adaTidak ada

JenisTidak adaTidak ada

KuadranTidak adaTidak ada

PinggirTidak adaTidak ada

MastoidTanda radangTidak adaTidak ada

FistelTidak adaTidak ada

SikatrikTidak adaTidak ada

Nyeri tekanTidak adaTidak ada

Nyeri ketokTidak adaTidak ada

Tes Garpu TalaRinne++

ScwabachMemanjangSama dengan pemeriksa

WeberLateralisasi ke kanan

Audiometri--

Timpanometri--

HIDUNG

PemeriksaanKelainan

Hidung LuarDeformitasTidak ada

Kelainan kongenitalTidak ada

TraumaTidak ada

RadangTidak ada

MassaTidak ada

SINUS PARANASAL

PemeriksaanDekstraSinistra

Nyeri TekanTidak adaTidak ada

RINOSKOPI ANTERIOR

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

VestibulumVibriseadaAda

RadangTidak adaTidak ada

Kavum NasiCukup lapang (N)--

SempitSempit Sempit

Lapang--

SekretLokasiTidak adatidak ada

Jenistidak adatidak ada

Jumlahtidak adatidak ada

Bautidak adatidak ada

Konka InferiorUkuranEutrofiEutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicinLicin

EdemaTidak adaTidak ada

Konka MediaUkuranEutrofiEutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicin Licin

EdemaTidak adaTidak ada

SeptumCukup lurus/DeviasiDeviasi Deviasi

PermukaanRata Rata

WarnaMerah mudaMerah muda

SpinaTidak adatidak ada

Kristaadaada

Absestidak adatidak ada

Perforasitidak adatidak ada

MassaLokasiTidak adatidak ada

Bentuktidak adatidak ada

Ukurantidak adatidak ada

Permukaantidak adatidak ada

Warnatidak adatidak ada

Konsistensitidak adatidak ada

Mudah digoyangtidak adatidak ada

Pengaruh vasokonstriktortidak adatidak ada

RINOSKOPI POSTERIOR (NASOFARING)

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

KoanaCukup lapang (N)Cukup lapangCukup lapang

Sempit--

Lapang--

MukosaWarnaMerah mudaMerah muda

EdemaTidak adaTidak ada

Jaringan granulasiTidak adaTidak ada

Konka InferiorUkuranEutrofiEutrofi

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicin Licin

EdemaTidak adaTidak ada

AdenoidAda/tidakTidak adaTidak ada

Muara Tuba EustachiusTertutup secretTidak adaTidak ada

Edema mukosaTidak adaTidak ada

MassaLokasiTidak adaTidak ada

UkuranTidak adaTidak ada

BentukTidak adaTidak ada

PermukaanTidak adaTidak ada

Post Nasal DripAda/tidakTidak adaTidak ada

JenisTidak adaTidak ada

OROFARING DAN MULUT

PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

TrismusTidak adaTidak ada

UvulaEdemaTidak adaTidak ada

BifidaTidak adaTidak ada

Palatum Mole + Arkus FaringSimetris/tidakSimetrisSimetris

WarnaMerah mudaMerah muda

EdemaTidak adaTidak ada

Bercak/eksudatTidak adaTidak ada

Dinding FaringWarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicinLicin

TonsilUkuranT1T1

WarnaMerah mudaMerah muda

PermukaanLicinLicin

Muara kriptiTidak adaTidak ada

DetritusTidak adaTidak ada

EksudatTidak adaTidak ada

PeritonsilWarnaMerah mudaMerah muda

EdemaTidak adaTidak ada

AbsesTidak adaTidak ada

TumorLokasiTidak adaTidak ada

Bentuktidak adatidak ada

Ukurantidak adatidak ada

Permukaantidak adatidak ada

Konsistensitidak adatidak ada

GigiKaries/radiksAda Ada

KesanHygiene gigi kurang baikHygiene gigi kurang baik

LidahWarnaMerah mudaMerah muda

BentukNormalNormal

DeviasiTidak adaTidak ada

MassaTidak adaTidak ada

LARINGOSKOPI INDIREK PemeriksaanKelainanDekstraSinistra

EpiglotisBentukSulit dinilaiSulit dinilai

WarnaSulit dinilaiSulit dinilai

EdemaSulit dinilaiSulit dinilai

Pinggir rata/tidakSulit dinilaiSulit dinilai

MassaSulit dinilaiSulit dinilai

AritenoidWarnaSulit dinilaiSulit dinilai

EdemaSulit dinilaiSulit dinilai

MassaSulit dinilaiSulit dinilai

GerakanSulit dinilaiSulit dinilai

Ventrikular BandWarnaSulit dinilaiSulit dinilai

EdemaSulit dinilaiSulit dinilai

MassaSulit dinilaiSulit dinilai

Plica VocalisWarnaSulit dinilaiSulit dinilai

GerakanSulit dinilaiSulit dinilai

Pinggir medialSulit dinilaiSulit dinilai

MassaSulit dinilaiSulit dinilai

Sinus PiriformisMassaSulit dinilaiSulit dinilai

SekretSulit dinilaiSulit dinilai

ValekulaeMassaSulit dinilaiSulit dinilai

Sekret (jenisnya)Sulit dinilaiSulit dinilai

PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH BENING

Inspeksi: Lokasi

: Regio colli dekstra

Bentuk

: tidak khas

Soliter/multiple: Regio colli dekstra : soliter

Palpasi: Ukuran

: 6x5x4 cm

Perabaan

: Padat, terfiksir, permukaan rata,

batas tegas, Nyeri Tekan (+)

PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS

NervusDextraSinistra

INormal Normal

IINormal Normal

III, IV & IVPenglihatan ganda (-)

Ptosis (-)

Gerakan bola mata bebas ke segala arahPenglihatan ganda (-)

Ptosis (-)

Gerakan bola mata bebas ke segala arah

VSensibilitas

Halus (+)

Kasar (+)Sensibilitas

Halus (+)

Kasar (+)

VIIParesis (-)Paresis (-)

VIIIRinne (+)

Schwabach (memanjang)

Weber (lateralisasi ke kanan)

Rinne (+)

Schwabach (sama dengan pemeriksa)

Weber (lateralisasi ke kanan)

IX & XUvula berada ditengah

Reflek muntah ada

Pita suara simetrisUvula berada ditengah

Reflek muntah ada

Pita suara simetris

XIM. Sternokleidomastoideus (tahanan baik)

M. Trapezius (tahanan baik)M. Sternokleidomastoideus (tahanan baik)

M. Trapezius (tahanan baik)

XIITidak ada lateralisasi

RESUME

Anamnesis:

Benjolan pada leher sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, awalnya kecil dan semakin membesar sejak 2 bulan yang lalu.

Telinga kanan berdenging dan tersa penuh sejak 7 bulan yang lalu, tidak ada, telinga berair tidak ada.

Terjadi gangguan pendengaran pada telinga kanan sejak 4 bulan yang lalu.

Hidung tersumbat tidak ada, gangguan penciuman tidak ada.

Nyeri menelan tidak ada, suara serak tidak ada.

Sesak nafas tidak ada

Pusing berputar tidak ada

Riwayat kebas pada bagian wajah tidak ada

Riwayat merokok sejak 30 tahun yang lalu jumlah lebih kurang satu bungkus perhari.

Pemeriksaan Fisik:

Tekanan darah: 120/80 mmHg Telinga kiri dan kanan: liang telinga lapang/ lapang, membran timpani utuh/utuh Tes garpu tala: rinne +/+, weber lateralisasi ke kanan, schwabach memanjang/sama dengan pemeriksa Rinoskopi anterior kedua kavum nasi sempit, krista +/+ Rinoskopi posterior tidak ditemukan adanya massa Tonsil T1-T1 Teraba pembesaran kelenjar getah bening diatas regio colli daxtra, 6x5x4 cm, padat, terfiksir, permukaan tidak rata, batas tegas, nyeri tekan (+)Diagnosis Utama: tumor nasofaring suspek ganasDiagnosis Tambahan: -

Diagnosis Banding: Limfoma

Pemeriksaan Anjuran:

Foto polos kepala dan leher

CT scan kepala leher Biopsi nasofaringTerapi:

Diet MB TKTP

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Ciprofloxacin 2 x 500 mg

Prognosis

- Quo ad Vitam: dubia ad malam

- Quo ad Sanam: dubia ad malamBAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berumur 50 tahun dirawat di bangsal THT RSUP M. Djamil Padang sejak 14 April 2015.

Dari anamnesis ditemukan pembesaran kelenjar getah bening kanan yang semakin membesar sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu namun ukurannya masih kecil. Keluhan ini disertai dengan gangguan pendengaran pada telinga kanan, telinga berdenging dan terasa penuh sejak 4 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dextra 6x5x4 cm dengan konsistensi padat, batas tegas dan terfiksir disertai adanya nyeri tekan.

Pada pasien ini dicurigai adanya tumor nasofaring yang bermetastasis ke kelenjar getah bening leher. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor yaitu pada daerah fossa rosenmuller yang terletak di dekat muara tuba eustachius, gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga. Metastasis ke kelenjar getah bening leher dalam bentuk benjolan di leher biasanya yang mendorong pasien untuk berobat.

Diagnosis pada pasien ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan hasil biopsi nasofaring, pada pasien ini direncanakan biopsi nasofaring untuk menentukan diagnosis pasti tumor nasofaring.

Tatalaksana pada pasien untuk saat ini masih sebatas tatalaksana simptomatik, berupa diet tinggi kalori tinggi protein, asam mefenamat untuk mengurangi nyeri, dan ciprofloxacin sebagai profilak antibiotik.