Thalassemia

31
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013 REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia. Dari 250 juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta. Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan masyarakat miskin. Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor genetik sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya tindakan screening untuk thalasemia khususnya di Indonesia (1) . Thalasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika Dr. Thomas B. Cooley mendeskripsikan 5 anak anak dengan anemia THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.0 1.

Transcript of Thalassemia

Page 1: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia. Dari 250 juta, 80-

90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta.

Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik

menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para

penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan masyarakat

miskin.

Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor genetik sebagai

batu sandungan dan belum maksimalnya tindakan screening untuk thalasemia khususnya di

Indonesia(1).

Thalasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika Dr. Thomas B. Cooley

mendeskripsikan 5 anak anak dengan anemia berat, splenomegali, dan biasanya ditemukan

abnormal pada tulang yang disebut kelainan eritroblastik atau anemia Mediterania karena

sirkulasi sel darah merah dan nukleasi. Pada tahun 1932 Whipple dan Bradford menciptakan

istilah thalasemia dari bahasa yunani yaitu thalassa, yang artinya laut (laut tengah) untuk

mendeskripsikan ini. Beberapa waktu kemudian, anemia mikrositik ringan dideskripsikan pada

keluarga pasien anemia Cooley, dan segera menyadari bahwa kelainan ini disebabkan oleh gen

abnormal heterozigot. Ketika homozigot, dihasilkan anemia Cooley yang berat(2).

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.01.

Page 2: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita thalasemia,

hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). penghancuran terjadi karena adanya gangguan

sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin. Hemoglobin orang dewasa terdiri dari HbA yang

merupakan 98% dari seluruh hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi

baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita thalasemia

kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih

cepat lisis. Akibatnya penderita harus menjalani tranfusi darah seumur hidup. Selain transfusi

darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating Agent) yang harganya cukup

mahal untuk membuang kelebihan besi dalam tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi

akan menumpuk pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal yang

merupakan komplikasi kematian dini(3).

B. TUJUAN PENULISAN

Referat ini bertujuan menggali lebih lanjut dan membahas tentang penyakit thalassemia,

sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan tentang penanganan dan cara mendiagnosis.

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.02.

Page 3: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

BAB II

THALASSEMIA

A. DEFINISI

Thalassemia berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas 2 suku kata yaitu thalassa (laut,

karena penyakit ini pertama kali terlihat pada orang-orang yang berasal dari Mediterania) dan –

emia (darah). Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang

ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin.

Thalassemia diklasifikasikan menurut rantai yang terkena yaitu jenis alfa (α), beta (β), dan delta (δ)

( 2, 5).

B. EPIDEMIOLOGI

Penyebaran penyakit ini mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Anak Benua (sub-

continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara Cina bagian selatan, Thailand,

semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan Indonesia. Daerah-daerah tersebut lazim disebut

sebagai daerah sabuk thalassemia (1).

Sekitar 1.5% (80 – 90 juta) populasi dunia adalah karier thalassemia β. 50% dari total karier

thalassemia β berada di Asia Tenggara. Sementara di negara maju (Eropa dan Amerika) terdapat

sekitar 13% karier thalassemia β. Berdasarkan jumlah karrier thalassemia β, diestimasikan sekitar

60,000 bayi lahir dengan thalassemia β setiap tahunnya (8).

250 juta penduduk dunia merupakan karier thalassemia α+, dengan lokasi terbanyak di India,

Asia Tenggara, dan Afrika. Sedangkan thalassemia α0, terdapat 26 juta karier terhadap penyakit ini

(8).

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.03.

Page 4: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan.

Terdapat 8 provinsi dengan prevalensi thalassemia yang tinggi, antara lain Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam, DKI Jakara, Sumatera Selatan, Gorontalo, dan Kep. Riau. Sementara Prevalensi

terendah thalassemia terdapat di Provinsi Lampung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara (1, 14).

Tabel 6. Prevalensi Thalassemia di IndonesiaProvinsi Prevalensi (%)DI Aceh 13.4Sumatera Utara 0.2Sumatera Barat 0.7Riau 0.4Jambi 0.3Sumatera Selatan 5.4Bengkulu 0.4Lampung 0.1Bangka Belitung 0.4Kepulauan Riau 3.0DKI Jakarta 12.3Jawa Barat 0.8Jawa Tengah 0.5DI Yogyakarta 0.8Jawa Timur 0.3Banten 0.6Bali 0.4Nusa Tenggara Barat 2.6Nusa Tenggara Timur 0.3Kalimantan Barat 0.1Kalimantan Tengah 0.4Kalimantan Selatan 0.6Kalimantan Timur 0.2Sulawesi Utara 0.1Sulawesi Tengah 0.8Sulawesi Selatan 0.3Sulawesi Tenggara 0.5Gorontalo 3.1Sulawesi Barat 0.2Maluku 1.9Maluku Utara 0.3Papua 2.2Papua Barat 1.2Indonesia 1.5

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.04.

Page 5: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Thalassemia merupakan kelainan genetik yang bersifat heterogen. Keragaman thalassemia

disebabkan oleh defek gen yang menjadi faktor utama perjalanan penyakit ini tidak hanya satu dan

dapat membentuk beberapa kombinasi. Sebagai contoh, thalassemia-α dan -β yang disebabkan oleh

kelainan gen yang berbeda baik struktur maupun lokasi kromosomnya (13).

Baik subunit-α maupun -β merupakan rantai polipeptida yang menyusun Hb Adult (α2β2).

Hemoglobin (Hb) merupakan komponen eritrosit yang berupa protein kuartener, terdiri atas gugus

heme dan protein globin, serta berfungsi sebagai protein transport oksigen (O2) maupun karbon

dioksida (CO2) (9, 10). Hb dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai globin yang menyusunnya.

Terdapat 3 jenis Hb yang disintesis selama periode hidup manusia. Hb embrionik, merupakan

kombinasi antara rantai globin-α, -ζ, -γ, dan -ε (α2ε2; ζ2γ2; ζ2ε2). Hb embrionik disintesis sejak awal

masa kehamilan hingga usia ±8 minggu masa gestasi. Hb Fetal (HbF), merupakan kombinasi antara

rantai globin-α dan -γ (α2γ2). Kadar HbF dominan saat masa gestasi, disintesis sejak awal

kehamilan hingga bayi berusia ±30 minggu. Hb Adult (HbA), merupakan kombinasi antara rantai

globin-α, -β, dan -δ (α2β2; α2δ2). HbA disintesis sejak usia ±8 minggu masa gestasi, sedang HbA2

(α2δ2) sejak ±28 minggu masa gestasi (7, 11).

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.05.

Page 6: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

Gambar 5. Presentase sintesis & jenis Hb selama masa kehidupan

Gambar 6. Patofisiologi Thallasemia-β Mayor

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.06.

Page 7: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

Pada penderita thalassemia-β, dapat terjadi reduksi total (thalassemia-β0) atau parsial

(thalassemia-β+) dari rantai globin-β. Penurunan produksi rantai globin-β disebabkan oleh mutasi

pada gen-β globin yang terletak pada kromosom 16. thalassemia-β0 terjadi jika semua gen yang

bertanggung jawab terhadap sintesis rantai globin-β termutasi, sedangkan thalassemia-β+ terjadi

jika hanya sebagian gen-β globin yang termutasi (4, 13).

2 faktor penting yang berperan dalam patogenesis thalassemia-β adalah reduksi sintesis

rantai globin-β dan gangguan keseimbangan rantai globin (4, 13). Jumlah rantai-β globin yang

berkurang menyebabkan formasi HbA inadekuat, kadar MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin

Concentration) rendah, dan eritrosit yang mikrositik hipokromik. Gangguan keseimbangan rantai

globin dicirikan dengan peningkatan jumlah rantai-α globin secara relatif terhadap rantai-β globin.

Akibatnya, terdapat rantai-α yang tidak berpasangan yang kemudian membentuk agregat dan

mengendap di sitoplasma eritrosit. Endapan (badan inklusi) kemudian bereaksi dengan membran

sel eritrosit sehingga memprovokasi hemolisis ekstravaskular di hati dan limpa. Gangguan

keseimbangan rantai globin pada thalassemia-β juga menyebabkan inefektifitas eritropoiesis, yaitu

destruksi parsial progenitor erithroid. Efek lain dari inefektrifitas eritropoiesis adalah peningkatan

penyerapan besi yang kemudian menumpuk di dalam organ tubuh seperti hati dan jantung (13).

Sebagian besar jenis thalassemia-α disebabkan oleh delesi satu atau lebih gen globin-α.

Severitas thalassemia-α bergantung pada jumlah gen yang mengalami delesi. Sebagai contoh, delesi

sebuah gen globin-α berhubungan dengan silent karier thalassemia-α. Sebaliknya, delesi keempat

gen globin-α berkaitan dengan kematian fetus in utero, oleh karena darah fetus tidak memiliki

kapasitas transport O2 sama sekali. Delesi ketiga gen globin-α menyebabkan produksi rantai-β dan -

γ meningkat secara relatif. Peningkatan ini kemudian membentuk kompleks tetramer β4 (HbH) dan

γ4 (Hb Bart’s) yang relatif stabil, sehingga anemia hemolitik dan inefektifitas eritropoiesis lebih

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.07.

Page 8: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

minimal dibandingkan thalassemia-β. HbH dan Hb Bart memiliki afinitas yang yang tinggi

terhadap O2 (13).

D. MANIFESTASI KLINIS

Thalassemia-β mayor (β0β0; β0β+) pertama kali dideskripsikan oleh Thomas Cooley pada

tahun 1925. Pada awal masa kehidupan, penderita thalassemia-β mayor belum menunjukkan

manifestasi khas thalassemia karena fungsi HbA masih digantikan oleh HbF. Ekspansi sum-sum

tulang erithroid menyebabkan perubahan formasi tulang, khususnya pada tulang wajah dan

tengkorak. Perubahan ini dapat dilihat dari penonjolan berlebih os frontal, pertumbuhan berlebih os

maxilla, dan adanya maloklusi. Hal inilah yang mendasari perubahan wajah penderita thalassemia

yang menyerupai wajah tupai. Fusi prematur epifisis tulang mengakibatkan pemendekan tungkai

serta fraktur kompresi pada vertebrae (6, 12).

Eritropoiesis ekstramedular pada thalassemia-β mayor menyebabkan penurunan massa

tulang sehingga tulang terkait rentan mengalami fraktur, kompresi sum-sum tulang jika terjadi di

vertebra, dan pembesaran ginjal oleh karena peningkatan produksi hormon eritropoietin. Osteopeni

dan osteoporosis dapat ditemukan pada penderita thalassemia-β mayor, meskipun penderita rutin

transfusi darah dan menggunakan kelasi besi. Hal ini mungkin disebabkan oleh hipogonadisme dan

peningkatan resorbsi tulang akibat defisiensi vitamin D (12).

Hepatosplenomegali umum ditemukan pada penderita thalassemia-β mayor. Pembesaran

organ terkait disebabkan oleh peningkatan hemolisis ekstravaskular. Hemolisis yang terjadi terus-

menerus menyebabkan formasi batu empedu bilirubin. Peningkatan beban kerja limpa

menyebabkan splenomegali dan pada titik tertentu dapat terjadi laserasi bahkan ruptur limpa yang

kemudian mengakibatkan disfungsi imun. Kerusakan sel kuppfer dan hepatosit akibat peningkatan

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.08.

Page 9: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

beban kerja hati merupakan mekanisme yang mendasari proses fibrosis dan penyakit hati stadium

terminal lainnya. Kelainan jantung ekstensif dapat disebabkan oleh anemia kronis dan

hemosiderosis jantung (12).

Penderita thalassemia-β mayor juga rentan terhadap kerusakan, oleh karena kelenjar

endokrin sebagaimana halnya hati dan jantung, kaya akan reseptor transferrin. Kelainan endokrin

yang dapat dijumpai antara lain, hipogonadisme, gagal tumbuh, diabetes, dan hipotiroidisme. Gagal

tumbuh baru terliihat setelah pasien berusia ± 10 tahun. Pada penderita wanita, amenorrhea primer

sering ditemukan ±50%. Amenorrhea sekunder juga dapat ditemukan pada penderita yang tidak

menggunakan terapi kelasi secara rutin. Pada penderita pria, sering ditemukan azoospermia dan

impotensi (12).

Defisiensi vitamin dan mineral juga dapat terjadi pada penderita thalassemia-β mayor.

Percepatan siklus hidup eritrosit menyebabkan peningkatan penggunaan as. Folat sehingga

berpotensi mengalami defisiensi. Walaupun belum diketahui mekanisme yang mendasari, penderita

thalassemia-β mayor memiliki kadar Zinc, Vitamin E, dan Vitamin C yang rendah (12).

Tabel 7. Temuan Hematologi & Manifestasi Klinis Varian ThalassemiaJenis Temuan Hematologi Pola Elektroforesis

HbManifestasi klinis

Thalassemia-β mayor

Anemia berat, mikrositosis, hipokromik, sel target, eritrosit bernukleus

HbA (-); Peningkatan HbF signifikan, Peningkatan HbA2

Splenomegali, jaundice, abnormalitas skeletal, wajah khas, wajib transfusi rutin

Thalassemia-β intermedia

Anemia ringan-sedang, mikrositosis, hipokromik

Peningkatan HbA2 & HbF; Penurunan HbA

Splenomegali, transfusi sesuai indikasi

Thalassemia-β minor

Anemia ringan, mikrositosis, sel target

Peningkatan HbA2 __________

Hb Barts; Hydrops fetalis

Anemia berat, anisopoikilositosis, hipokromik, eritrosit

Hb Barts (+); Hb A, HbA2, & Hb F (-)

Fetal death in utero, hepatosplenomegali

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.09.

Page 10: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

bernukleus fetal yang masif, edema anasarka

Penyakit HbH

Anemia sedang-berat, anisopoikilositosis, mikrositosis, badan heinz

Penurunan HbA; HbH & Hb Barts (+)

Splenomegali, jaundice, transfusi rutin

Thalassemia-α 1

Anemia ringan, hipokromik, mikrositosis, sel target

Normal __________

Thalassemia-α 2

Normal Normal __________

Seperti halnya thalassemia yang bersifat heterogen, manifestasi klinis thalassemia-β

intermedia (β+β+) juga bervariasi. Bentuk ringan dari thalassemia-β intermedia biasanya tidak perlu

melakukan transfusi. Splenomegali umum dijumpai pada thalassemia-β intermedia sebagai akibat

hemolisis ekstravaskular. Formasi batu empedu juga dapat ditemukan pada penderita thalassemia-β

intermedia akibat kadar bilirubing yang meninggi. Penurunan imunitas akibat disfungsi limpa dapat

merentankan penderita thalassemia-β intermedia terhadap infeksi. Sehingga, penderita sebaiknya

divaksinasi sebagaimana mestinya (12, 15)

Gambar 7. Thalassemia-α dengan anisopoikilositosis dan sel target

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.010.

Page 11: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

Gambar 8. Thalassemia-β0 homozigot: hipokromik berat, deformasi eritrosit, dan normoblast

Pada penderita thalassemia-β intermedia lebih cenderung terjadi komplikasi venosa. Sedangkan

thalassemia-β mayor lebih umum mengalami komplikasi arterial. Peningkatan resiko komplikasi

tromboemboli juga sering ditemukan pada thalassemia-β intermedia dibandingkan dengan

thalassemia-β mayor (12).

Penumpukan besi dapat ditemukan pada thalassemia-β intermedia walaupun tidak seberat

thalassemia-β mayor. Akumulasi besi yang terjadi sebagian besar berasal dari peningkatan absorpsi

besi melalui sistem pencernaan jika penderita tidak rutin menjalani transfusi. Intoksikasi jantung

(gagal jantung kongestif, kelainan katup, dan hipertensi pulmonal) mungkin terjadi pada penderita

thalassemia-β intermedia oleh karena hemosiderosis jantung (12).

Abnormalitas skeletal dan osteoporosis dapat terjadi, sama halnya dengan ulkus kaki,

hipogonadisme, hipotiroidisme, dan diabetes. Resiko kelainan endokrin berbanding lurus terhadap

severitas anemia dan kadar besi dalam tubuh. Pseudoxanthoma elastin lebih serig ditemukan pada

thalassemia-β intermedia dibandingkan thalassemia-β mayor (12).

Hampir semua penderita thalassemia-β minor (β0β) asimptomatik, meskipun ditemukan

Complete Blood Count (CBC) yang abnormal. Sering terjadi misdiagnosis penderita thalassemia-β

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.011.

Page 12: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

minor dengan anemia defisiensi besi. Pada penderita thalassemia-β minor yang sedang hamil,

biasanya mengeluhkan anemia ringan yang berulang sehingga membutuhkan transfusi (12, 15).

Penderita thalassemia-α1 (--/αα) dan -α2 (α-/αα) asimptomatik. Pada thalassemia-α2 nilai

laboratorium dalam rentang normal (CBC, apusan darah tepi, dan Elektroforesis Hb) sedangkan

thalassemia-α 1 mirip dengan thalassemia-β minor terkait temuan laboratorium (6, 12, 15).

E. DIAGNOSIS

Diagnosis thalassemia dilakukan berdasarkan temuan klinis atau tanda dan gejala yang

ditunjukkan oleh pasien, temuan pemeriksaan laboratorium, dan riwayat keluarga. Pemeriksaan

laboratorium berperan penting dalam diagnosis pasti thalassemia dan berperan sebagai acuan untuk

melakukan konseling genetik. Pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi thalassemia antara

lain CBC, elektroforesis Hb dengan kuantitas HbA2 & HbF, dan kadar ferritin. Pemeriksaan CBC

dapat mengidentifikasi kadar Hb, ukuran & kromasitas eritrosit, dll sesuai karakteristik

thallassemia. Elektroforesis Hb merupakan uji laborat untuk mengidentifikasi jenis dan jumlah Hb

yang disintesis oleh individual tersebut. Pemeriksaan elektroforesis Hb juga dapat mengidentifikasi

adanya jenis Hb yang abnormal (HbE) dan penyakit Hb lainnya (Hb sabit). Thalassemia minor

seringkali sulit dibedakan dengan anemia defisiensi besi, sehingga dibutuhkan uji laboratorium

untuk mengetahui kadar ferritin dalam tubuh. Pada etnik tertentu, dimana angka kekambuhan

thalassemia tinggi, direkomendasikan untuk melakukan skrining. Terkadang uji DNA dibutuhkan

untuk konfirmasi pasti diagnosis thalassemia dan determinasi jenis thalassemia yang diderita (3, 12).

Thalassemia dapat didiagnosis sewaktu periode prenatal (diagnosis prenatal) dengan

menggunakan teknik Chorion Villus Sampling (CVS) dan amniosintesis. CVS dapat dilakukan

lebih awal daripada amniosintesis, yaitu pada usia kehamilan 10 minggu. Sedangkan amniosintesis

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.012.

Page 13: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

baru dapat dilakukan saat usia kehamilan 15 hingga 22 minggu. Prosedur CVS yaitu dengan

mengambil sebagian kecil jaringan plasenta yang dibentuk oleh fetus, kemudian dilakukan uji

genetik. CVS memiliki resiko keguguran yang lebih tinggi daripada amniosintesis (12).

Preimplantation Genetic Diagnosis (PGD) merupakan prosedur diagnostik yang tergolong

baru. Teknik ini menggunakan sel embrionik hasil fertilisasi in vitro. Sel kemudian dilakukan uji

genetik untuk melihat adanya potensi terhadap penyakit hemoglobinopati yang diturunkan. Jika

terbukti tidak, maka embryo diimplantasikan ke dalam uterus. Teknik ini hanya digunakan sebagai

basis penelitian dan relatif mahal (12).

F. DIAGNOSIS BANDING

Diferensial diagnosis thalassemia ringan adalah anemia defisiensi besi. Jika dibandingkan

dengan penderita anemia defisiensi besi, temuan laborat thalassemia minor antara lain nilai MCV

(Mean Corpuscular Volume) rendah, normal hitung jumlah eritrosit, dan apusan darah tepi yang

‘’lebih” abnormal pada anemia ringan. Diferensial diagnosis thalassemia berat adalah kelainan

hemoglobinopati lainnya, seperti penyakit sel sabit, unstable Hb, Pancellular, Sulfhemoglobin,

Erythroleukemia, anemia hemolitik, dll (3, 12).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG (3)

Tabel 8. Temuan Pemeriksaan Penunjang Pasien ThalassemiaTemuan Laboratorium Temuan Patologi Temuan Radiologi

Hemoglobin1. Peningkatan HbA2

pada thalassemia-β minor

2. Peningkatan HbA2, HbF, dan reduksi atau tidak terdapatnya HbA pada thalassemia-β mayor dan intermedia

1. Hiperaktivitas sum-sum tulang

2. Deposit besi di otot jantung, hati, dan/atau kelenjar endokrin

Pada X-ray: penebalan diploe tengkorak dan osteoporosis

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.013.

Page 14: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

Darah Tepi1. Mikrositosis 2. Anisositosis3. Hipokromik4. Adanya basofilik

stippling5. Peningkatan sel target6. Peningkatan jumlah

retikulositHematokrit

1. 28-40% pada penderita thalassemia-α dan –β minor

2. ≤ 10% pada penderita thalassemia-β mayor

H. FOLLOW-UP

Evaluasi penderita thalassemia dilakukan seumur hidupnya. Hal ini disebabkan baik terapi

maupun progresifitas penyakit berpotensi menimbulkan komplikasi. Bentuk pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mencegah lahirnya anak dengan thalassemia antara lain konseling genetik

dan melakukan diagnosis prenatal. Komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit

thalassemia antara lain (3):

- Hemolisis kronis

- Kerentanan terhadap infeksi

- Infeksi post-transfusi

- Perburukan anemia selama infeksi

- Jaundice

- Ulkus Kaki

- kolelithiasis (batu empedu)

- Fraktur patologis

- Failure to thrieve

- Perlambatan pubertas

- Siderosis hepatik

- Anemia hemolitik

- Splenomegali

- Kelainan Jantung

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.014.

Page 15: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

- Krisis aplastik & megaloplastik

I. TERAPI

Kunci utama manajemen thalassemia-β mayor adalah transfusi rutin, khususnya pada

dekade pertama kehidupan. Transfusi rutin akan memperbaiki hepatosplenomegali, abnormalitas

skeletal, dan mencegah dilatasi jantung. Resiko infeksi melalui transfusi saat ini sangat kecil.

Walaupun demikian, dengan melakukan transfusi rutin maka seorang memiliki resiko terinfeksi

hepatitis C dan HIV semakin besar (12).

Indikasi umum melakukan splenektomi adalah peningkatan > 50% kebutuhan transfusi

eritrosit selama lebih dari 1 tahun. Hasil studi menunjukkan, pasien thalassemi postsplenektomi

memiliki kerentanan terhadap penyakit infeksi dan yang paling sering oleh S. Pneumoniae, N.

Meningitidis, Klebsiella, E. Coli, dan S. Aureus. Penggunaan antibiotik profilaksis seperti

ampicillin, penicillin, dan eritromisin direkomendasikan untuk penderita thalassemia > 16 tahun

(12).

Akumulasi besi pada penderita thalassemi disebabkan oleh peningkatan absorpsi besi dan

transfusi rutin. Besi merupakan mineral yang hanya sebagian kecil diekskresikan, sehingga

berpotensi untuk terakumulasi pada organ-organ dengan respetor transferrin yang melimpah.

Standar baku pengukuran kadar besi di hati adalahh dengan melakukan biopsi hati, lalu

pengukuran besi melalui absorpsi spektrofotometri atomik. MRI juga dapat digunakan untuk

mengukur kadar besi dalam hati. Penumpukan besi pada organ terkait berhubungan dengan

gangguan multiorgan. Untuk meminimalisir penumpukan besi dalam tubuh, dapat dilakukan

dengan flebotomi dan penggunaan kelator besi. Pada penderita thalassemia, flebotomi tidak

direkomendasikan. Sehingga, untuk menurunkan kadar besi tubuh penderita menggunakan agen

kelator besi. Deferiprone (Ferriprox) merupakan agen kelator besi pertama dalam sediaan oral.

Obat ini diberikan sebanyak 3 kali sehari (75mg/Kg/hari). Studi menunjukkan Ferriprox memiliki

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.015.

Page 16: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

efektifitas yang sama dengan deferoxamine (agen kelator perenteral) dalam mereduksi akumulasi

besi (12).

Meskipun rutin melakukan transfusi dan menggunakan kalsium, vitamin D, serta kelasi

besi, penderita thalassemia-β mayor akan tetap mengalami reduksi densitas tulang. Hingga saat ini

belum ada manajemen yang efektif yang dapat menekan laju resorbsi tulang (12).

Transplantasi sel hematopoiesis merupakan satu-satunya terapi kuratif untuk penyakit

hemoglobinopati. Sebelum mendapat terapi ini, pasien diklasifikasikan berdasarkan kepatuhan

menggunakan kelasi besi, ada-tidaknya hepatomegali, dan ada-tidaknya fibrosis portal. Pasien

yang patuh terhadap kelasi besi, serta tidak ditemukan adanya fibrosis dan hepatomegali memiliki

peluan kesembuhan hingga 90% (12).

Induksi HbH secara farmakologis telah diusulkan sejak dulu sebagai agen terapi

thalassemia. Dengan meningkatnya rantai-γ, maka ketidakseimbangan antara rantai-α dan –β dapat

teratasi melalui pembentukan kompleks antara kelebihan rantai-α dan –γ menjadi HbH. Meskipun

demikian, hingga saat ini belum ditemukan agen yang secara efektif meningkatkan kadar HbH

pada penderita Thalassemia (12).

Kerusakan oksidatif diyakini menjadi penyebab kerusakan jaringan. Saat ini peneliti

tertarik untuk menginvestigasi peran antioxidant pada pasien thalassemia. Ascorbate, vit. E, N-

acetylsisteine, flavonoid, dan indicaxanthin digunakan untuk mengetahui efek antioxidant terhapad

severitas anemia penderita thalassemia. Namun, tidak satupun dari antioxidant tersebut dapat

memperbaiki anemia penderita thalassemia (12).

Penderita thalassemia-α 1 maupun -2 biasanya tidak membutuhkan terapi khusus karena

klinisnya yang minimal. Lain halnya dengan penderita HbH yang membutuhkan terapi selayaknya

thalassemia-β (12).

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.016.

Page 17: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

J. PROGNOSIS

Prognosis thalassemia sangat bergantung pada jenis thalassemia yang diderita. Pada

penderita thalassemia mayor, rerata rentang hidup sekitar 17 tahun, dan beberapa mencapai 20

tahunan. Penggunaan terapi kelasi besi yang rutin dapat memperpanjang hidup penderita. Lain

halnya dengan thalassemia minor yang memiliki rentang hidup sama seperti mereka yang tidak

menderita thalassemi (3).

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.017.

Page 18: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

BAB III

KESIMPULAN

Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh

penurunan kecepatan sintesis satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin. Thalassemia

diklasifikasikan menurut rantai yang terkena yaitu jenis alfa (α), beta (β), dan delta (δ).

Manifestasi klinis Thalassemia sangat heterogen, sesuai dengan jenis thalassemia yang diderita.

Beberapa tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien thalassemia antara lain anemia,

abnormalitas skeletal, hepatosplenomegali, dan hiperpigmentasi kulit.

Modalitas terapi thalassemia bervariasi, namun satu-satunya terapi yang memiliki nilai kuratif

adalah transplantasi sel hematopoiesis. Transfusi darah rutin, penggunaan kelasi besi, suplementasi

antioksidan dan vitamin D dapat membantu memperlambat komplikasi. Splenektomi

dipertimbangkan jika kebutuhan transfusi eritrosit melebihi 50% selama lebih dari setahun.

Prognosis thalassemia sangat bergantung pada jenis thalassemia yang diderita. Pada penderita

thalassemia mayor, rerata rentang hidup sekitar 17 tahun. Lain halnya dengan thalassemia minor

yang memiliki rentang hidup sama seperti mereka yang tidak menderita thalassemi.

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.018.

Page 19: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

DAFTAR PUSTAKA

1. Ruswandi. (5 maret 2009). Jumlah penderita thalasemia naik 8,3%. Kompas.com

http://kesehatan.kompas.com/read/2009/03/05/21122544/Jumlah.Penderita.Thalassemia.Naik.8.3.P

ersen ..

2. Rudolph C. D, Rudolph A. M, Hostetter M. K, Lister G and Siegel N. J. (2002).

Rudolph’s Pediatric’s. part 19 blood and blood-forming tissues. 19.4.7 Thallasemia. 21st Edition.

McGraw-hill company: North America

3. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19 Hematologi hal.

419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

4. Atmakusumah, T.D. Pencegahan Thalassemia: Hasil Kajian HTA, 2009. Diakses dari

http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=281&Itemid=142. Diakses tanggal 21 Oktober

2012

5. Cohen, B.J. (2003). Medical Terminology: an illustrated guide 4th ed. Lippincot Williams &

Wilkins. United States. p. 226

6. Dambro, R.M. (2006). Griffith’s: 5-Minutes Clinical Consult. Lippincot Williams & Wilkins.

United States. p. 1104-1105

7. Debaun, M.R., Vinchinsky, E. (2007). Thalassemia Syndrome. Dalam Kliegman, M.R. Nelson:

Textbook of Pediatrics. Philadelphia. p. 2033-2034

8. Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Alih bahasa. dr. Poppy Kumala, dr.

Sugiarto Komala, dr. Alexander H. Santoso, dr. Johannes Rubijanto Sulaiman, dr. Yuliasari

Rienita. EGC. Jakarta. p. 1087

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.019.

Page 20: Thalassemia

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

REFERAT – ILMU KESEHATAN ANAK

9. Dunphy, C.H. (2012). Molecular Pathology of Hematolymphoid Diseases. Springer. London. p.

473

10. Fauci, S.A., Braunwald, E., Isselbacher, J.K., Martin, B.J. (2008). Disorder of Hemoglobin.

Dalam Powers, C.A (Eds). Harrison’s Internal Medicine. 17th ed. McGraw-Hill. United States.

11. Galanello, R. (2005). Prevention of Thalassemia and Other Haemoglobin Disorders. Thalassaemia

International Federation. Cyprus. p. 10-11

12. Johnson, M.D. (2012). Human Biology: Concepts and Current Issues 6th ed. Pearson. United

States. p. 147-149

13. Johnson, R. (2002). Biology 6th ed. McGraw Hills. United States. p. 42

14. Marks, D.B., Marks, A.D., Smith, C.M. (2004). Basic Medical Biochemistry: A Clinical

Approach. Lippincot Williams & Wilkins. United States.

15. Rakel, R.E., Kellerman, R., Bope, E.T. (2011). Conn’s Current Therapy 2011. Elsevier. USA. p.

407-418

16. Raminder, K. (2010). Robbins Basic Pathology 8th ed. Elsevier. United States. p. 428-430

17. Soendoro, T. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Diakses dari

http://www.ppid.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=53&Itemid=87. Diakses tanggal 21 Oktober 2012

18. Zhang, D., Cheng, L. (2008). Molecular Genetic Pathology. Humana Press. USA.

.

THALASSEMIA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.020.