Thala Semi A

download Thala Semi A

of 12

description

thal

Transcript of Thala Semi A

  • SEORANG PENDERITA THALASEMIA BETA PENYAKIT HEMOGLOBIN E

    DENGAN BATU KANDUNG EMPEDU

    Endemina Theresia, Iswan A Nusi, Boediwarsono

    Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo

    Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya

    PENDAHULUAN

    Kelainan genetik hemoglobin dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelainan yang

    mengakibatkan berkurangnya sintesis satu atau lebih rantai globin ( thalasemia ) dan

    kelainan struktur globin ( varian hemoglobin ). Thalasemia yang terbanyak adalah

    thalasemia a dan . Pada penderita thalasemia terjadi gangguan sintesis rantai globin

    sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin yang mengakibatkan anemia. Tergantung

    jenis mutasi yang mendasarinya, kelainan struktur globin dapat juga disertai dengan

    gangguan sintesis rantai globin dan disebut sebagai sindrom thalasemia ( Harahap,

    2002 ). Prevalensi dari varian hemoglobin ditentukan oleh lokasi geografi dan ras. Ada 4

    varian hemoglobin yang tersering adalah Hb S, Hb C, Hb E dan Hb D Punjab. Penyakit

    Hb E paling sering di Asia Tenggara termasuk Indonesia ( Rees, 1998; Lukens, 1999 ).

    Pada tahun 1985 Untario melaporkan kasus penyakit Hb E di UPF Ilmu Kesehatan Anak

    RSUD Dr. Soetomo mencapai 6,5 %. Selama 15 tahun dicatat 134 kasus thalasemia beta

    ( Kosasih, 2001 ).

    Secara patofisiologis anemia dapat digolongkan menjadi anemia perdarahan,

    hemolitik dan kegagalan sumsum tulang sedangkan secara morfologis terdapat anemia

    hipokrom mikrositer, normokrom normositer dan makrositer . Beberapa pemeriksaan

    yang penting disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik juga pemeriksaan laboratorium

    yang meliputi darah lengkap, hapusan darah, retikulosit, aspirasi sumsum tulang serta

    pemeriksaan penunjang yang lebih karakteristik untuk masing-masing penyebab. Pada

    sindrom thalasemia akan mengakibatkan anemia hemolitik. Proses hemolisis akan

    mengakibatkan terbentuknya batu kandung empedu ( Boediwarsono, 2001 ).

    Ada 3 tipe dari batu kandung empedu yaitu : kolesterol, batu pigmen hitam dan batu

    pigmen coklat. Batu kandung empedu tersering adalah tipe kolesterol, dengan konsistensi

    utama adalah kolesterol ( 51 99% ), disamping mengandung komponen lainnya. Batu

    pigmen hitam dan batu pigmen coklat merupakan batu kandung empedu yang

    mengandung kolesterol 30%. Batu pigmen hitam sering diakibatkan oleh proses

    hemolisis ( Beckingham, 2001; Sherlock, 2002 ).

  • KASUS

    Anamnesa :

    Tn. N, 15 tahun, Islam, Jawa, rujukan RS Bangil MRS di RSUD Dr Soetomo 24

    September 2002. Dengan Keluhan Utama : Benjolan di perut sebelah kiri atas.

    Benjolan di perut sebelah kiri atas dirasakan penderita sejak berumur 3 tahun ( 12

    tahun yang lalu ), mula-mula sebesar 2 jari, yang makin lama makin membesar dan sudah

    berobat ke dr umum dikatakan limpa yang membesar, disarankan untuk berobat ke

    RSUD Dr Soetomo, tetapi oleh karena keterbatasan biaya penderita menolak. Saat

    berumur 7 tahun berobat ke dr spesialis anak dikatakan kelainan darah disarankan untuk

    ke RSUD Dr Soetomo penderita menolak. Penderita sering mendapat transfusi sejak usia

    10 tahun, dengan interval 1 tahun 1 kali sekitar 2 kantong. Sejak umur 15 tahun ( tahun

    2002 ) tiap 3 bulan sekali MRS untuk transfusi, transfusi terakhir 2 hari sebelum MRS,

    disertai lemas dan pusing kepala tanpa ada perdarahan. Nyeri perut kanan atas tembus

    pinggang yang hilang timbul sejak 7 bulan yang lalu, nyeri terus menerus pagi siang dan

    malam yang tidak berkurang dengan pemberian obat. Nyeri perut kanan atas tembus

    pinggang dirasakan sejak 2 hari SMRS. Panas selama 1 tahun yang hilang timbul tiap 3

    bulan sekali. Berat badan menurun sejak usia 5 tahun dengan nafsu makan yang normal.

    Mata kuning pertama kali timbul Juli 2002 dan hilang setelah mendapat transfusi, sejak 2

    hari SMRS kedua mata berwarna kuning.

    BAK seperti teh sejak 2 hari SMRS

    BAB seperti dempul (-)

    RPK :

    Kakek penderita meninggal oleh karena penyakit yang tidak diketahui, 2 kali MRS

    oleh karena perlu transfusi darah.

    Sepupu penderita meninggal pada usia 3-5 tahun oleh karena limpa besar.

    Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum sedang, komposmentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 100 x/menit,

    pernafasan 22 x/menit , temperatur 36.8 C.

    Kepala/Leher : konjungtiva anemia dan sklera ikterus, tidak didapatkan sianosis, dispneu,

    peningkatan JVP maupun pembesaran kelenjar getah bening.

    Toraks : Jantung : Iktus jantung ICS V mid clavicular line sinistra, S1 dan S2

    tunggal, tidak didapatkan murmur.

    Paru-paru : Vesikuler pada kedua paru, tidak didapatkan ronki maupun

    wheezing.

    Abdomen : Hepar 3 cm bawah arcus costa, tepi rata, sudut tajam. Murphy sign ( - )

    Lien shuffner VII.

  • Laboratorium 1 Juli 2002 ( Saat MRS di RS Bangil )

    Hb 5.9g/dl, Lekosit 6900/mm3, LED 30-60 mm pada jam I, Trombosit 120.000/mm3,

    Billirubin Indirek 4.37mg/dl, Direk 10.13mg/dl, Total 14.50mg/dl, SGOT 53SI/l, SGPT

    59SI/l, Albumin 3.2G/dl.

    LABORATORIUM 24 September 2002 (IRD)

    Hb 5.7g/dl, Lekosit 7500/mm3, Trombosit 737.000/mm3, PCV 0.17%, GDA 83mg/dl,

    SGOT 79SI/l, BUN 13mg/dl, Serum Kreatinin 0.66mg/dl, Serum Elektrolit : Kalium

    3.68meq/l, Natrium 138meq/l, Billirubun Direk 13.26mg/dl, Indirek 2.3mg/dl, Total

    15.92mg/dl, Retikulosit 8.2%.Sedimen urine : Eritrosit 3-5, lekosit 3-5/lp, epitel 1-2/lp,

    kristal (-), silinder/cast (-), kuman (-), lain-lain (-). Urinalisis : Glukosa (-), billirubun 3+,

    Keton trace, SG 1.025, PH 6.0, Protein +, Urobillin 2.0, Nitrit -, Blood 2+, Lekosit 1 +.

    Hapusan Darah : Eritrosit : Normokrom, anisopoikilasitosis, tear drop cell, ovalosit (+),

    target cell, cigaret cell (+), Lekosit : kesan jumlah normal, sel muda (-), Trombosit :

    kesan jumlah meningkat, giant trombosit (-).

    RADIOLOGI 24 September 2003 (IRD)

    Foto toraks PA : Cor : besar dan bentuk normal Pulmo : Tak tampak kelainan, kedua

    sinus phrenicocostalis tajam.

    USG Abdomen :

    Hepar : membesar, intensitas echoparenchym normal, tepi rata, sudut tajam, IHBD dan

    EHBD dilatasi, V Porta, V Hepatica normal, tak tampak massa atau abses.

    Pankreas : tak tampak jelas sulit dievaluasi

    Gall Bladder : Besar normal, dinding tak menebal, tampak batu multiple diameter 1-1.5

    cm, sludge dalam Gall Bladder,

    Ren dextra dan sinistra : Besar normal, intensitas echocortex baik, batas sinus cortex

    jelas tak tampak batu, massa, tak tampak ektasis

    Kesimpulan : Hepatosplenomegali dan ikterus obstruksi oleh karena batu Gall bladder

    dan sludge

    Konsul Bedah 24 September 2002

    Di bidang bedah didapatkan penderita dengan ikterus obstruktif kausa batu kandung

    empedu.

    Saran : Diagnosa : Faal hemostasis, ERCP.

    Terapi : Perbaiki Hb sampai 10 g%, Asam Mefenamat 3 X 500 mg.

    Diagnosa : S Thalasemia + batu kandung empedu + ikterus obstruksi

    Planning : Diagnosa : - Elektroforesis Hb, indeks sel darah merah dan profil lipid

    Terapi : - Transfusi PRC sampai PCV 30%

    - Asam Mefenamat 3 X 500 mg ( jika nyeri )

  • 26 September 2002

    Keluhan : Nyeri perut berkurang

    Hb 6g/dl, lekosit 6.300/mm3, eritrosit 4.05, trombosit 641.000/mm3, PCV 22.1%, MCV

    54.6mm3, MCH 14.8pq, MCHC 27.1%, Diff count -/-/-/57/41/2, LED 31mm pada jam I,

    Kolesterol 54mg/dl, HDL 10mg/dl, LDL 24mg/dl, Trigliserida 139mg/dl, SI 185mg/dl,

    TIBC 288mg/dl.

    Elektroforesis Hb :

    Hb F 20.9% ( < 1% ), Hb A2 69.7% ( 3.5% )

    Diagnosa : Thalasemia penyakit Hb E + batu kandung empedu + ikterus obstruksi

    Terapi : - Transfusi PRC sampai Hb 10 g/dl

    - Asam Mefenamat 3 X 500 mg ( jika nyeri )

    27 September 2002

    Keluhan : -

    Konsul Hematologi Onkologi : Penderita dengan Thalasemia Penyakit Hb E.

    Hb 8g/dl, lekosit 5200/mm3, trombosit cukup.

    Diagnosa : Thalasemia penyakit Hb E + batu kandung empedu + ikterus obstruksi

    Saran : Transfusi PRC sampai PCV 30%

    1 Oktober 2002

    Bilirubin Total 5.25mg/dl, Billirubun Indirek 3.97mg/dl, Billirubin Direk 1.28mg/dl,

    SGOT 22SI/l, SGPT 18SI/l, Alkali Fosfatase 337m/l, Protein total 8.4G/dl, Albumin

    3.8G/dl, Globulin 4.6G/dl, Asam urat 6.8mg/dl.

    Konsul Bedah Digestif : Dibidang Bedah didapatkan Ikterus obstruksi + batu kandung

    empedu multiple, splenohepatomegali dan thalasemia.

    Saran : Pemeriksaan Faal Koagulasi dan ERCP.

    2 Oktober 2002

    Faal Koagulasi : PPT : Penderita 10.0, kontrol 10.7, APPT : Penderita 24.9, kontrol 25.1

    Kesimpulan Faal Koagulasi : dalam batas normal.

    Urine Lengkap : dalam batas normal

    Feses lengkap : dalam batas normal

    8 Oktober 2002

    Konsul Hematologi dan Onkologi : Thalasemia penyakit Hb E + ikterus obstruktif

    kausa batu kandung empedu. Hb 9, lekosit 3.500, trombosit cukup.

  • ERCP ( 8 Oktober 2002 ) : Kontras yang dimasukkan hanya mengisi duktus

    pankreatikus dan terlihat normal, sistem bilier tidak terisi kontras.

    Kesimpulan kemungkinan terdapat sumbatan di common bile duct distal (mohon

    dikonfirmasi dengan data-data imaging lainnya).

    17 Oktober 2002

    Bilirubin direk 1.13mg/dl, Bilirubin total 3.54mg/dl, Gama GT 27m/l.

    Konsul Bedah Digestif : Pada penderita akan dilakukan splenektomi dan eksplorasi

    duktus.

    21 Oktober 2002

    Advis Hematologi dan Onkologi tidak memerlukan tindakan splenektomi.

    Konsul Bedah Digestif : Splenektomi atas indikasi agar lapangan operasi lebih mudah

    oleh karena selain melakukan kolesistektomi juga dilakukan eksplorasi duktus, yang

    memerlukan lapangan operasi yang baik sehingga tidak mengalami kesulitan oleh karena

    splenomegali.

    23 Oktober 2002

    Bilirubun direk 0.95mg/dl, Bilirubin total 2.36mg/dl, SGOT 49SI/l, SGPT 69SI/l, Alkali

    Fosfatase 84m/l, Urine lengkap : dalam batas normal.

    Konsul Hematologi dan Onkologi : Thalasemia penyakit Hb E + batu kandung empedu.

    + Ikterus obstruksi. Hb 9g/dl, Lekosit 5100/mm3, trombosit cukup, PMN 55%.

    1 Nopember 2002 ( Operasi di GBPT )

    Laporan operasi :

    Didapatkan lien yang membesar ukuran 30 X 15 X 6 cm, warna abu-abu kebiruan ,

    permukaan rata. Kandung empedu ukuran 2 X 5 X 1 cm warna keputihan terdapat batu

    jumlah 3 buah, warna hitam 2mm.

    Dilakukan splenektomi dilanjutkan eksplorasi duktus koledokus, yang dilanjutkan

    kolesistektomi.

    Diagnosa : Thalasemia penyakit Hb E + post splenektomi + post kolesistektomi

    Planning : Diagnosa : Analisa batu empedu & pemeriksaan PA lien dan kandung empedu

    Terapi : - Inf RD 5 : D 5% : 1 : 1

    - Ampicillin 4 X 500 mg

    - Gentamycin 2 X 80 mg

    - Novalgin 3 X 1 ampul

    Monitoring:VS, produksi NG tube.

  • 4 Nopember 2002

    Analisa batu kandung empedu : batu tersusun dari Kalsium fosfat, Fe dan pigmen

    empedu

    6 Nopember 2002

    Penderita KRS

    11 Nopember 2002

    Patologi Anatomi kandung empedu dan lien : Kolesistitis kronis dam lien dengan retikulo

    endothelial hiperplasia biasa didapatkan pada Thalasemia

    PEMBAHASAN

    Pada penderita anemia dengan hapusan darah tepi menunjukkan anemia normokrom

    normositer pemeriksaan selanjutnya adalah menentukkan kadar retikulosit, pada

    retikulosit yang tinggi oleh karena hemolisis dan perdarahan akut. Kriteria diagnosis

    dari anemia hemolitik adalah satu dari keadaan berikut ( Boediwarsono, 2001 ) :

    - Anemia, retikulositosis, hiperbilirubinemia indirek

    - Anemia, retikulositosis tanpa perdarahan

    - Penurunan HGB 1 gr% atau lebih dalam 1 minggu tanpa sebab jelas

    - Hemoglobinuria atau tanda hemolisis intravaskuler.

    Pada penderita ini didapatkan gambaran anemia normokrom normositer dengan

    retikulosit yang meningkat tanpa ada tanda perdarahan dengan peningkatan bilirubin

    direk yang meningkat pada awalnya yang setelah beberapa hari diberi transfusi darah

    bilirubin indirek yang meningkat, anemia pada penderita ini adalah anemia hemolitik.

    Penyebab dari anemia hemolitik adalah intrakorpuskuler ( kelainan membran

    eritrosit, kelainan enzim dalam eritrosit dan kelainan hemoglobin ) dan

    ekstrakorpuskuler ( Anemia Hemolitik Autoimun, penyakit sistemik, obat-obatan,

    hemolitik pada bayi dan incompatibilitas ABO ). Pada penderita anemia hemolotik juga

    ditemukan splenomegali, keadaan ini menunjukkan fagisitosis terhadap sel darah merah

    meningkat ( Boediwarsono, 2001 ). Pada penderita ini dengan adanya riwayat transfusi

    berulang sejak usia 10 tahun, splenomegali dan anemia hemolitik, penyebab anemia

    hemolitik diduga oleh karena kelainan bawaan maka direncanakan untuk pemeriksaan

    elektroforesis Hb.

    Kelainan genetik hemoglobin dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelainan yang

    mengakibatkan berkurangnya sintesis satu atau lebih rantai globin ( thalasemia ) dan

    kelainan struktur globin ( varian hemoglobin ). Tergantung jenis mutasi yang

    mendasarinya, kelainan struktur globin dapat juga disertai demgan gangguan sintesis

  • rantai globin dan disebut sebagai sindrom thalasemia. Molekul hemoglobin yang utuh

    terdiri dari dua pasang rantai globin normal yang berikatan dengan heme yang

    mengandung 1 atom ferro. Tetramer rantai globin pada orang dewasa terdiri dari satu

    pasang rantai globin a dan satu pasang rantai globin non a ( , d dan g ) yang berikatan

    satu sama lain . Pada masa fetus dibentuk Hb F, dan pada masa dewasa dibentuk Hb A

    ( 96-98% dari Hb dewasa ), Hb A2 ( 1.5-3.0% ), Hb F ( 0.5-1% ). Perubahan susunan

    asam amino rantai globin seperti pada varian hemoglobin dapat merubah interaksi globin

    dengan globin maupun dengan heme, sehingga terjadi gangguan angkutan oksigen

    ( Oliveri, 1999; Clarke, 2000; Harahap, 2002). Penyakit Hb E disebabkan oleh karena

    mutasi dari rantai dari hemoglobin ( Beutler, 1991; Rees, 1999 ). Peningkatan Hb A2

    1 % - 7 % menunjukkan Thalasemia dan peningkatan 15 % 30% menunjukkan

    Thalasemia penyakit Hb E ( Schnail, 2001 ).

    Dari pemeriksaan Elektroforesis Hb penderita didapatkan hasil peningkatan Hb F

    20.9% dan Hb A2 69.7%, dimana dalam keadaan normal orang dewasa didapatkan

    dalam prosentase yang rendah diagnosa yang dibuat adalah Thalasemia penyakit Hb E.

    Adanya batu kandung empedu dapat merupakan salah satu petunjuk adanya proses

    hemolisis ( Boediwarsono, 1990 ). Pada orang normal eritrosit dibuat dalam sumsum

    tulang dan setelah mencapai umur yang masak ( mature ) baru beredar dalam sirkulasi

    darah. Umur rata-rata dari eritrosit dalam sirkulasi darah berkisar antara 120 hari.

    Sesudah mencapai usia tersebut eritrosit dikatabolisisr dalam jaringan Reticulo

    Endothelial System ( RES ) dimana hemoglobin akan pecah menjadi bagian-bagiannya

    yaitu pigmen empedu, zat besi dan protein globin. Bilirubin dibentuk dari heme yang

    berasal dari pemecahan hemoglobin dari eritrosit tua. Heme dengan katalisator enzym

    heme oxygenase akan menghasilkan biliverdin yang selanjutnya oleh enzym biliverdin

    reductase akan berubah menjadi bilirubin. Bilirubin yang terbentuk di RES merupakan

    bentuk yang tidak larut dalam air. Bilirubin bebas yang beredar dalam plasma dalam

    bentuk yang terikat dengan albumin selanjutnya ikatan ini akan terpisah saat bilirubin

    akan masuk ke dalam hepatocyte yang selanjutnya mengalami konjugasi menjadi

    bilirubin yang terikat yang diekskresikan ke dalam empedu dan melalui saluran empedu

    ke dalam duodenum ( Pratt, 2001 ).

    Timbulnya batu kandung empedu akibat peningkatan kadar bilirubin bebas dalam

    jangka waktu lama, hingga suatu saat tertimbun dalam kandung empedu ( Boediwarsono,

    1990 ). Ada 3 macam batu kandung empedu yaitu : kolesterol,batu pigmen hitam dan

    batu pigmen coklat. Tipe dari batu kandung empedu dapat dibedakan sesuai unsur yang

    dikandungnya, konsistensi batu dan sifat radioopaque ( Beckingham, 2001; Sherlock,

    2002). Cairan empedu normal terdiri dari 70% garam empedu ( terutama Cholic dan

    Chenodeoxycolic acids), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0.3%

  • penderita dengan penyakit hemolitik termasuk thalasemia dan sirosis hati. Batu pigmen

    hitam mengandung kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam

    matriks musin dengan sedikit kandungan kolesterol. Kelarutan ion kalsium merupakan

    faktor yang mempengaruhi terbentuknya kalsium bilirubinat. Bilirubin terikat dapat

    mengalami hidrolisis menjadi bilirubin bebas setelah keluar dari hepatosit. Hidrolisis

    dapat disebabkan oleh karena peningkatan glukoronidase, secara endogen maupun oleh

    karena infeksi. Peningkatan bilirubin bebas dengan kalsium mengakibatkan terbentuknya

    kalsium bilirubinate dan garam kalsium inorganik ( kalsium fosfat dan kalsium karbonat )

    dalam musin sehingga terbentuk batu pimen hitam ( Johnston, 1993; Donovan, 1999 ).

    Gejala yang menonjol dari batu kandung empedu adalah nyeri pada epigastrium atau

    nyeri perut kanan atas yang tembus ke punggung belakang pada regio interskapula. Nyeri

    terus menerus dan akan hilang sendiri atau dengan pemberian obat analgesik. Pada batu

    dengan diameter lebih dari 4mm diagnosa pasti dengan menggunakan USG yang

    memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 95%. Hanya 10% dari batu kandung empedu

    yang radioopaque, oleh karena kandungan kalsium di dalam batu ( Ahmed, 2000;

    Beckingham, 2001; Johnson, 2001 ). ERCP untuk diagnosa batu di common bile duct

    memiliki sensitivitas dan spesifisitas 95% ( Ahmed, 2000 ).

    Pada penderita ini pada awal MRS didapatkan anamnesa nyeri pinggang kanan atas

    tembus ke pinggang, BAK seperti teh, mata kuning dengan peningkatan bilirubin terikat

    lebih besar daripada bilirubin bebas dan hasil USG abdomen didapatkan batu multipel

    pada kandung empedu dan diperkuat dengan hasil ERCP kemungkinan terdapat sumbatan

    di common bile duct distal maka diagnosa yang dibuat adalah Thalasemia penyakit Hb

    E dengan ikterus obstruksi oleh karena batu kandung empedu. Pada penderita ini pada

    saat MRS bilirubin direk meningkat lebih besar daripada bilirubin bebas dan dalam

    perjalanan penyakit bilirubin terikat menurun hal ini disebabkan oleh karena batu

    kandung empedu dapat masuk ke common bile duct dan mengakibatkan obstruktif

    sebagian yang mengakibatkan ikterus yang hilang timbul.

    Penatalaksanaan batu kandung empedu dengan pembedahan dan tanpa

    pembedahan. Indikasi pembedahan didasarkan atas 3 faktor : Adanya gejala yang cukup

    sering dan cukup berat mengganggu penderita, komplikasi dari batu empedu dan

    penderita mempunyai resiko tinggi untuk mengalami komplikasi dari batu kandung

    empedu ( Bateson, 1999; Greenberger, 2001 ). Penderita batu kandung empedu yang

    memberikan gejala lebih sering menderita komplikasi dibandingkan yang tanpa gejala

    (Ahmed, 2000). Infeksi dari kandung empedu sangat jarang, biasanya dapat terjadi oleh

    karena komplikasi dari batu empedu. Infeksi terjadi karena mukosa kandung empedu

    yang mengalami iritasi oleh empedu yang tertahan dan mengakibatkan invasi dari bakteri,

    hal ini mengakibatkan terjadi kolesistitis akut atau kolesistitis kronik.

  • adalah pembedahan ( Sherlock, 2002 ). Pada penderita ini dari USG Abdomen

    didapatkan batu multipel dengan diameter 1-1.5 cm, disertai adanya gejala nyeri perut

    kanan atas tembus pinggang yang tidak hilang dengan pemberian analgesik dan hilang

    timbul disertai riwayat panas badan maka direncanakan tindakan operasi. Tindakan yang

    dilakukan saat operasi adalah splenektomi, ekplorasi duktus dan kolesistektomi.

    Splenektomi yang dilakukan atas indikasi dari teman sejawat bedah agar lapangan

    operasi lebih mudah.

    Terapi utama hipersplenisme ditujukan pada faktor penyebab, jarang memerlukan

    tindakan splenektomi. Spelenektomi tidak berpengaruh banyak pada penderita

    thalasemia, diharapkan akan mengurangi hemolisis sebagai akibat penghancuran sel

    darah merah donor dan mengurangi kebutuhan transfusi. Pasca splenektomi perlu

    waspada terhadap infeksi ( Schwartz, 1989; Boediwarsono, 1990; Lukens, 1999 ).

    Batu kandung empedu pada penderita Thalasemia penyakit Hb E adalah batu

    pigmen hitam yang terbentuk oleh karena proses hemolisis. Batu pigmen hitam sebagian

    besar terdiri dari pigmen empedu yang tidak larut bercampur dengan kalsium fosfat

    maupun kalsium karbonat serta sedikit mengandung kolesterol. Batu ini sering terdapat di

    kandung empedu, dan sebagian besar mempunyai sifat radioopaque oleh karena

    kandungan kalsium ( Donovan, 1999; Johnson, 2001 ). Dari hasil operasi penderita ini

    didapatkan 3 buah batu di dalam kandung empedu dengan diameter 2 mm berwarna

    hitam, dan dari hasil analisa didapatkan hasil batu tersusun dari kalsium fosfat, Fe dan

    pigmen empedu yang menunjukkan bahwa terbentuknya batu oleh karena proses

    hemolisis.

    Penderita batu kandung empedu yang memberikan gejala sering menimbulkan

    komplikasi berupa kolesistitis akut, kolesistitis kronik, kolangitis, pankreatitis akut dan

    gallstone ileus ( Sherlock, 2002 ). Dari pemeriksaan patologi anatomi lien dan kandung

    empedu didapatkan hasil kolesistitis kronis dan lien dengan retikulo endothelial

    hiperplasia biasa didapatkan pada thalasemia. Pada penderita ini batu kandung empedu

    yang terbentuk oleh karena proses hemolisis mengakibatkan komplikasi berupa

    kolesistitis kronis.

    Perawatan selanjutnya pada penderita ini dengan pemberian transfusi secara reguler

    dan dimulai saat hemoglobin dibawah 7 g/dl atau keadaan yang mengganggu aktifitas

    maupun pertumbuhan ( Kosasih, 2001 ).

    Pencegahan munculnya penyakit Thalasemia Beta dilakukan dengan penyuluhan

    sebelum perkawinan dan pencegahan bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan

    thalasemia heterozigot ( Kosasih, 2001 ).

  • RINGKASAN

    Kelainan genetik hemoglobin dapat disebabkan oleh karena kelainan yang

    mengakibatkan berkurangnya sintesis satu atau lebih rantai globin dan kelainan struktur

    globin. Thalasemia penyakit Hb E mengakibatkan anemia hemolitik dan paling sering

    di Asia Tenggara termasuk Indonesia.

    Pada kasus ini dari anamnesa didapatkan seorang penderita dengan keluhan perut

    sebelah kiri membesar sejak 12 tahun yang lalu disertai nyeri pada perut kanan atas yang

    hilang timbul sejak 7 bulan yang lalu dengan riwayat transfusi sejak 5 tahun yang lalu.

    Pemeriksaan fisik didapatkan anemia, ikterus, hepatosplenomegali. Dari pemeriksaan

    laboratorium didapatkan penurunan Hb, peningkatan bilirubin direk, peningkatan Hb F

    dan Hb A2. USG abdomen menunjukkan hepatosplenomegali dengan batu kandung

    empedu dan hasil ERCP menunjukkan kemungkinan sumbatan di common bile duct

    distal. Diagnosa yang dibuat Thalasemia penyakit Hb E dengan ikterus obstruksi kausa

    batu kandung empedu yang direncanakan operasi.

    Batu kandung empedu yang terbentuk dari proses hemolisis adalah batu pigmen

    hitam. Batu pigmen hitam sebagian besar terdiri dari pigmen empedu yang tidak larut

    bercampur dengan kalsium fosfat maupun kalsium karbonat serta sedikit mengandung

    kolesterol. Batu kandung empedu dapat menimbulkan gejala maupun tidak, pada yang

    menimbulkan gejala sering timbul komplikasi. Indikasi pembedahan ditujukan pada batu

    kandung empedu yang cenderung menimbulkan komplikasi.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ahmed A, Cheung RC, Keeffe E. ( 2000 ). Management of Gallstones and Their

    Complications. American Family Physician 61 (6), 1.

    2. Bateson, MC. ( 1999 ). Gallbladder disease. BMJ, 313, 1745. 3. Beckingham, IJ. ( 2001 ). Gallstone disease. BMJ 322, 91.

    4. Boediwarsono. ( 1990 ). Diagnosa dan Pengobatan Anemia Hemolitik. Dalam :

    Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V. Laboratorium - UPF Ilmu Penyakit

    Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 15 September, hlm.

    45.

    5. Boediwarsono. ( 2001 ). Recent advances on anemia and anemia in malignancy.

    Dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVI. Laboratorium - SMF Ilmu

    Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 18- 19

    Agustus, hlm. 261.

  • 6. Buetler E. ( 1991 ). Erythrocyte disorders : Anemia related to abnormal globin. In:

    Hematology. Ed : Williams WJ, Beutler E, Erslev AJ, Lichtman MA. 4th ed. Mc

    Graw-Hill, New York, p. 613.

    7. Clarke GM, Higgins TN. (2000). Laboratory Investigation of

    Hemoglobinopathies and Thalassemias : Review and Update. Clin Chem 46

    ( 8B ), 1284.

    8. Donovan J. ( 1999 ). Physical and Metabolic Factors in Gallstones Pathogenesis.

    Gastroenterol Clin 28 (1), 76.

    9. Grrenberger NJ, Gustav. ( 2002 ). Diseases of the Gallbladder anf Bile Ducts. In

    Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed : Fauci AS, Braunwald E,

    Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL. 15th ed.

    Mc GrawHill, New York, p. 1727.

    10. Harahap A. ( 2002 ). Diagnosis molekular thalassemia : peranannnya dalam

    penanganan kasus thalassemia. Dalam Pendidikan Berkesinambungan Patologi

    Klinik. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

    Jakarta, hlm. 168.

    11. Johnson, CD. ( 2001 ). Upper abdominal pain : Gall Bladder. BMJ 323, 1170.

    12. Johnston DE, Kapalan MM. ( 1993 ). Pathogenesis and Treatmen og Gallstones.N

    Eng J Med 328 ( 6 ), 412

    13. Kosasih. ( 2001 ). Sindrom Thalasemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

    Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hlm 523

    14. Lukens JN. ( 1999 ). The thalassemias and related disorders : quantitative

    disorders of hemoglobin synthesis. In : Wintrobes Clinical Hematology. Ed :

    Lee GR, Foerster J, Lukens J, Paraskevas F, Greer JP, Rodgers GM. 10th ed.

    Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, p. 1405.

    15. Oliveri NF.( 1999 ). The Thalassemias. N Engl J Med 341 ( 2 ), 99.

    16. Rees DC, Clegg JB, Weatherall DJ. ( 1998 ). Is Hemoglobin Instability Important

    in the Interaction Between Hemoglobin E and Thalassemia ? Blood 92 ( 6 ),

    2141.

    17. Rees DC, Porter JB, Clegg JB, Weatherall DJ. ( 1999 ). Why are Hemoglobin F

    Levels Increased in Hb E/ Thalassemia ? Blood 42 ( 9 ), 3199.

    18. Schnail AF, Benz EJ. ( 2001 ). Abnormalities of Hemoglobin. In : Manual of

    Clinical Hematology. Ed : Mazza. 3th ed. Little, Brown and Company, New

    York, p 138.

    19. Schwartz SI.( 1989 ). Spleen. In : Maingots Abdominal operations. Ed : Schwartz

    SI, Ellis H, Husser WC. 9th ed. Appleton & Lange, New York, p. 1682.

  • 20. Sherlock S, Dooley J. ( 2002 ). Gallstones and Inflammatory Gallbladder

    Diseases. In : Diseases of the Liver and Biliary System. Ed : Sherlock S, Dooley

    J. 8th ed. Blacwell Science, London, p. 597.