tgs sjrh hkm.doc

25
PEMBAHASAN A. Sejarah Hukum Indonesia Pengetahuan akan sejarah hukum mampu menjajaki berbagai aspek hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang ada dewasa ini dalam masyarakat bangsa kita. Perkembangan hukum berarti bahwa terdapat hubungan yang erat, sambung-menyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau. Hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti, bahwa kita

Transcript of tgs sjrh hkm.doc

PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Indonesia

Pengetahuan akan sejarah hukum mampu menjajaki berbagai aspek hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang ada dewasa ini dalam masyarakat bangsa kita.

Perkembangan hukum berarti bahwa terdapat hubungan yang erat, sambung-menyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau. Hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti, bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari sejarah.Penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Koesno tentang hukum adat setelah Perang Dunia II melalui beberapa pentahapan (periodisasi), menyatakan bahwa secara kronologi perkembangan tersebut hukum di Indonesia dibaginya dalam beberapa tahap, yaitu :

a. Masa 1945-1950

b. Masa Undang-undang Dasar Sementara 1950

c. Masa 1959-1966

d. Masa 1966 sekarang.

Penetapan tersebut disertai analisis yang mendalam tentang kedudukan dan peranan hukum adat pada masa-masa tersebut. Mempelajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang dikatakan Macauly bahwa dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan membuat perjalanan ke negeri-negeri yang jauh : ia meluaskan penglihatan, memperbesar pandangan hidup kita. Juga dengan membuat perjalanan di negeri-negeri asing, sejarah mengenalkan kita dengan keadaan-keadaan yang sangat berlainan dari pada yang biasa kita kenal dan dengan demikian melihat, bahwa apa yang kini terdapat pada kita bukanlah satu satunya yang mungkin.

1. Zaman Pra Penjajahan

Negera Indonesia, pada saat sebelum dijajah oleh Belanda, hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di masyarakat adalah dengan menggunakan hukum adat. Pada masa itu, hukum adat diberlakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai pengaturan mengenai hukum adat yang berbeda antara daerah yang satudengan yang lain. Hukum adat sangat ditaati masyarakat saat itu karena mengandung nilai-nilai, baik itu nilai keagamaan, nilai-nilai kesusilaan, tradisi serta nilai kebudayaan yang tinggi.

Hukum adat adalah system aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia. Pada zaman sebelum VOC datang ke nusantara, kedudukan hukum adat adalah sebagai hukum positip yang berlaku sebagai hukum yang nyata dan ditaati oleh rakyat yang pada saat itu Nusantara.

Indonesia terdiri dari berbagai kerajaan. Naskah hukum adat yang lahir pada waktu itu antara lain Kitab Ciwakasoma yang dibuat pada masa raja Dharmawangsa pada tahun 1000 Masehi, Kitab hukum Gadjah Mada pada masa kerajaan Majapahit (1331-1364), Kitab Hukum Adigama pada zaman Patih Kanaka (1413-1430), dan Kitab Hukum Kutaramanawa di Bali. Selain itu ditemukan juga bukti peraturan-peraturan asli lainnya seperti Kitab Ruhut Parsaoran di Habatahon, Tapanuli (berisi kehidupan sosial di tanah Batak), Undang-Undang Jambi di Jambi, Undang-Undang simbur Cahaya di Palembang, Undang-Undang Nan Duapuluh di Minangkabau, Undang-Undang Perniagaan dan pelayaran dari Suku Bugis Wajo di Sulawesi Selatan, Awig-Awig yang berisi peraturan Subak dan Desa di Bali. Ditemukan juga berbagai peraturan-peraturan kerajaan atau kesultanan yang pernah bertahta antara lain: Ternate, Tidore, Kediri, Singosari, Mataram, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram II, Pakubuwono, Mangkunegoro, Paku Alam, Tarumanagara, Pajajaran, Jayakarta, Banten, Cirebon, Sriwijaya, Indragiri,Asahan, Serdang, Langkat, Deli, aceh, Pontianak, Kutai, Bulungan, Goa, Bone, Bolaang Mongondow, Talaud, Kupang, Bima, sumbawa, Endeh, Buleleng, Badung, Gianyar dan sebagainya.

2. Zaman Penjajahan Belanda

a. Periode Vereenigda oost Indische Compagni (VOC) 1602-1799VOC didirikan oleh para pedagang Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

Zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yaitu zaman dimana orang asing (Barat) mulai masuk ke nusantara dan memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa ini ditandai dengan kebijakan Kompeni terhadap hukum adat dengan cara saling menghormati. Hukum Barat (Belanda) pada awalnya hanya digunakan untuk daerah pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dipersilakan bagi pendudukan untuk menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada hukum Belanda diperbolehkan. Namun jika akan melakukan hubungan dengan Kompeni maka harus menggunakan hukum Belanda. Dengan kata lain politik hukum Kompeni bersifat oportunis. Pada masa ini VOC yang sebagai kompeni dagang oleh pemerintah belanda kemudian diberi hak-hak istimewa (octrooi), seperti hak monopoli terhadap pelayaran, perdagangan, mencetak uang dan aktivitas kolonial di daerah-daerah. Dengan hak ini para pedagang belanda melakukan ekspansi penjajahan. Dan mereka melakukan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku diatas kapal dagang itu sama dengan ketentuan-ketentuan hukum Belanda. Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di Belanda memberi wewenang pada Gubernur Jenderal yang bernama Jenderal Pieter Both untuk membuat peraturan-peraturan guna menyelesaikan masalah dalam lingkungan pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan pidana. Kumpulan peraturan pertama kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama Statuta Batavia. Pada tahun 1766 dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara. Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan oleh pemerintah Belanda. Dan pada tanggal 1 Januari 1899 daerah-daerah kekuasaan VOC diambil alih pemerintah Bataafche Republiek.

Masa selanjutnya yaitu masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) dalam bidang hukum membuat suatu keputusan yang tidak akan mengganti aturan-aturan hukum yang berlaku dalam pergaulan hidup pribumi. Dengan kata lain, hukum adat diperbolehkan dianut oleh penduduk bumi putera dengan syarat :

a. Hukum adat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

b. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan dasar keadilan dan kepatutan (dalam ukuran barat).

c. Hukum adat dapat menjamin tercapainya keamanan umum dengan persyaratan tersebut bahwa pemerintahan Deandels menganggap rendah kedudukan hukum adat dibanding Hukum Belanda.

Pemerintahan Daendels kemudian diganti dengan pemerintahan oleh Gubernur Raffles (1811-1816). Dalam bidang hukum, Raffles tidak melakukan perubahan terhadap hukum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat Bumi Putera. Raffles menggunakan kebijakan atau politik bermurah hati dan bersabar terhadap golongan pribumi untuk menarik simpati dan merupakan sikap politik Inggris yang humanistis.Pada tahun 1814 Belanda merdeka dari penjajahan Perancis dan setelah merdeka Belanda menghendaki adanya kodifikasi dalam bidang hukum perdata. Kodifikasi ini hanya diberlakukan bagi orang Belanda dan disesuaikan dengan keadaan daerah jajahan. Pada tanggal 1 Mei 1814 melalu S. 1847 No.23 diundangkan berbagai peraturan yang diberlakukan di Hindia Belanda. Peraturan tersebut, yaitu :

a. Peraturan Organisasi Pengadilan

b. Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan

c. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil

d. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

e. Hukum Acara Perdata

Peraturan-peraturan tersebut diatas merupakan hukum positif bagi orang Eropa Hindia Belanda. Disamping hukum positif juga sebagai suatu system hukum. Sebagai suatu system hukum sangat dipengaruhi sekali oleh politik hukum, selain kesadaran hukum masyarakat.

Politik hukum pada masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda diatur dalam ketentuan pasal 11 AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving). Pasal 11 AB ini memuat perintah kepada hakim, seperti :

a. Bagi golongan Eropa memberlakukan hukum perdata Eropa;

b. Bagai golongan Bumi Putera memberlakukan hukum Adat.

Memasuki periode 1816- 1848, kedudukan hukum adat mulai terancam karena penguasa Hindia Belanda pada waktu itu mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah jajahannya dengan pengecualian berlakunya hukum adat oleh bumiputera. Jadi secara prinsip hukum adat mulai terdesak oleh berlakunya hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam praktis pemerintahan masih dianut persamaan kedudukan antara hukum adat dan hukum barat.

Pada tahun 1816 Peraturan-peraturan umum termuat dalam lembaran yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan Staatsblad beserta Bijblad-nya. Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali terbit dalam tahun 1816 sampai dengan 8 Maret 1942. Staatsblad tiap-tiap tahun mulai dengan nomor 1, Bijblad nomornya berturut-turut tidak memperdulikan tahunnya. Tata hukum Hindia Belanda pada saat itu terdiri dari : a. Peraturan-peraturan tertulis yang dikodifikasikan, b. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak dikodifikasikan, c. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa. Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :

a. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal.

b. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene Maatregel van Bestuur (AMVB)

Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.

Namun hukum adat secara berangsur-angsur tergeser dengan adanya penggagasan diberlakukannya sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia. Pada perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat menjadi serba tidak pasti dan menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada hukum adat. Penerapan hukum adat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 75 (Lama) R.R. bahwa jika orang Indonesia yang tidak menyatakan dengan sukarela, bahwa ia akan dikuasai oleh hukum perdata dan hukum dagang Eropa, maka untuk golongan bangsa Indonesia, hakim harus melakukan dalam lapangan hukum perdata adat, sekadar hukum adat itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar keadilan yang umum diakui. [14]

b. Periode Regelings Reglement 1855-1926Pada tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan. Perubahan berupa Grondwet. Perubahan Grondwet ini engakibatkan perubahan terhadap pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda.

Pada tanggal 1 Januari 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regerings Reglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas. Namun RR ini mulai berlaku pada tahun 1855. RR ini dianggap sebagai Undang-Undang Dasar Pemerintahan Jajahan Belanda.Politik hukum pemerintahan jajahan dicantumkan dalam pasal 75 RR yang asasnya sama dengan pasal 11 AB tetapi tidak berdasarkan pada agama lagi. Pada masa RR telah diundangkan UU tentang KUPidana dengan S.1866 No.55.

Pada tahun 1920 RR mengalami perubahan. Dan politik hukum dalam ketentuan pasal 75 RR mengalami perubahan, yaitu Golongan penduduk dibagi memnjadi 3 golongan, yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing dan golonga Bumi Putera. Pembagian golongan ini adalah untuk menentukan system hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan.

3. Zaman Penjajahan Jepang

Setelah Belanda menguasai Hindia Belanda kemudian penguasa Jepang menduduki dan merbut Indonesia dari penjajahan Belanda. Pasukan Belanda terakhir dikalahkan oleh Jepang pada Maret 1942. Pada masa penjajahan Jepang, daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur dan Indonesia Barat.

Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei No.1 Tahun 1942. Pasal 3 Osamu Seirei No.1 Tahun 1942 dikatakan bahwa, semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintahan yang dahulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer

Lembaga peradilan yang lahir pada masa penjajahan Jepang diatur dalam Gunseirei No. 14 Tahun 1942, meliputi :

a. Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri);

b. Keizai Hooin (Hakim Kepolisian);

c. Ken Hooin (Pengadilan Kebupaten);

d. Gun Hooin (Pengadian Kewedanaan);

e. Kaikyoo Kootoo Hooin (Mahkamah Islam Tinggi);

f. Sooyoo Hooin (Rapat Agama);

g. Gunsei Kensatu Kyoko (Kejaksaan).

Ilham Bisri. 2004. Sistem Hukum Indonesia (Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. hal.114

Ibid. hlm.115-116

Sejarah Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia diakses tanggal 10 Desember 2014

Ilham Basri. Op.Cit. hlm. 118.

Sejarah Tata Hukum Indonesia Dan Politik Hukum Indonesia, http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/sejarah-tata-hukum-indonesia-dan.html diakses tanggal 10 Desember 2014

Ilham Bisri. Op.Cit. hlm.120

Kusumadi Pudjosewojo. 2008. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 27

Sejarah Tata Hukum Indonesia Dan Politik Hukum Indonesia, http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/sejarah-tata-hukum-indonesia-dan.html diakses tanggal 10 Desember 2014