Textbook Mikrobiologi5
-
Upload
ahmed-febri-hertama-sinosuke -
Category
Documents
-
view
12 -
download
1
description
Transcript of Textbook Mikrobiologi5
BAB 5. KONTROL MIKROBA
Kontrol mikroba dapat berupa mengeliminasi mikroba atau hanya
menghambat pertumbuhan dan semuanya tergantung pada tujuan yang hendak
dicapai. Sterilisasi adalah menghilangkan segala bentuk kehidupan (termasuk
virus). Peralatan medis termasuk suntikan dan perban harus dalam kondisi steril
sebelum digunakan. Kontaminasi akan mengakibatkan infeksi tambahan bahkan
kematian. Pasteurisasi merupakan teknik seleksi mikroba. Pada psteurisasi hanya
membunuh mikroba patogen seperti bakteri Tuberculosis, E. coli dan Salmonella
enterica, tetapi mikroba baik tidak terbunuh. Biasanya pasteurisasi diaplikasikan
pada susu, yaitu memanaskan susu pada suhu 72C selama 15 detik atau 66C
selama 15 menit.
METODE FISIK
Suhu
Suhu tinggi dapat membunuh mikroba. Membran sel dapat rusak (lisis) jika
diperlakukan pada suhu tinggi. Suhu tinggi juga dapat mendenaturasi enzim. Dua
metode suhu tinggi untuk megontrol pertumbuhan mikroba, yaitu panas kering dan
panas basah bertekanan. Air mempunyai kapasitas tinggi membawa panas dan uap
air mampu menahan lebih banyak panas daripada udara kering. Panas basah lebih
efektif dalam membunuh mikroba karena mampu meningkatkan laju penetrasi panas
ke substansi. Panas kering memiliki kemampuan setara panas basah jika waktu
pemanasan diperpanjang. Namun perlu diingat bahwa setiap mikorba memiliki
kemampuan bertahan terhadap paparan suhu. Tujuan kontrol mikroba melalui panas
adalah menurunkan populasi mikroba sampai pada tingkat tertentu yang dapat
diterima atau membunuh semua mikroba psikrofil dan mesofil. Faktor utama dalam
efektivitas perlakuan panas adalah komposisi lingkungan tempat mikroba tumbuh.
Lingkungan berasam dan berkadar garam tinggi meningkatkan laju pembuhan.
Salah satu metode pemanasan dalam membunuh mikroba adalah insinerasi.
Pada abad ke 14 insinerasi digunakan untuk mencegah wabah hitam (black plague),
yaitu memanaskan pada suhu sangat tinggi semua benda milik orang yang terinfeksi
penyakit. Namun teknik insirenasi ditinggalkan karena bersifat merusak. Namun
teknik insirenasi masih dipakai untuk mengatasi penyebaran virus flu burung dan
bakteri antraks.
Teknik sterilisasi kuno adalah tindalisasi. Tindalisasi adalah mendidihkan
larutan pada suhu kamar selama 30 menit sebanyak lebih dari 2 kali (dengan jeda
beberapa jam). Perlakuan jeda adalah untuk membiarkan endospora berubah
menjadi sel vegetatif yang sensitif panas. Biasanya 3 kali pendidihan mampu
membunuh semua endopora. Tindalisasi merupakan teknik sterilisasi sebelum
ditemukan autoklafasi.
Metode sterilisasi umum yang digunakan di laboratoriumd an rumah sakit
adalah autoklafasi. Autoklaf (Gambar 5.1) adalah pengembangan dari pressure
cooker. Autoklafasi biasanya dilakukan pada suhu 121C, tekanan 15-17 psi selama
sedikitnya 15 menit. Pada kondisi demikian semua bentuk kehidupan, sel vegetatif,
endospora, dan virus terbunuh. Semakin banyak media, maka semakin lama waktu
yang diperlukan untuk autoklafasi. Bakteri Bacillus stearothermophilus pembentuk
endospora merupakan bakteri assay dalam menentukan baik tidaknya proses
autoklafasi. Hal ini karena endospora B. Stearothermophilus mampu bertahan
selama 13 menit pada suhu 121C.
Panas kering (oven) sering digunakan untuk sterilisasi alat-alat metal. Hal ini
karena alat-alat metal tidak meleleh pada suhu 160—180C. Namun beberapa alat-
alat bedah dapat menurun ketajamannya jika disterilisasi dengan panas kering.
Gambar 5.1 Autoklaf
Panas kering (oven) sering digu autoklafasi tidak dapat dilakukan pada
substansi yang titik didihnya di bawah 100C maupun protein. Oleh karena itu,
substansi demikian disterilisasi dengan teknik pasteurisasi. Pada awalnya
pasteurisasi digunakan untuk mensterilisasi wine. Kemudia teknik ini banyak
diterapkan untuk sterilisasi susu, protein, dan vitamin. Mikroba patogen yang
biasanya terdapat dalam susu adalah Coxiella burnetti (penyebab demam Q),
Mycobacterium tuberculosis, Brucella, Staphylococcus, Salmonella and E. coli galur
O157:H7. Sekarang pasteurisasi diaplikasikan untuk sterilisasi wine, yogurt, keju, bir,
dan jus. Tabel 5.1 di bawah ini menunjukkan efektivitas teknik sterilisasi panas.
Tabel 5.1 Efektivitas teknik sterilisasi panas
Teknik Sterilisasi Suhu Pemanasan EfektivitasInsinerasi
Pendidihan
Tindalisasi
Autoklaf & Pressure Cooker
Panas kering (oven)
Panas kering (oven)
Pasteurisasi (batch)Pasteurisasi (flash)
>500C
100C
100C
121C; 15 psi; 15 menit
160C; 2 jam
170C; 1 jam
66C; 30 menit72C; 15 detik
Pada material nonflamable tetapi dapat merusak substansi selama proses berlangsung
30 menit mampu membunuh sel vegetatif, tetapi endospora tidak
Dengan 3 kali jeda 30 menit mampu membunuh endospora
Membunuh semua bentuk kehidupan
Efektif untuk material gelas, metal, tetapi tidak efektif untuk karet dan plastik
Sama seperti di atas (perhatikan penurunan waktu 50% untuk kenaikan 10C)
Membunuh sel vegetatif patogenSama seperti diatas (sering
diaplikasikan pada susu)
Suhu rendah tidak membunuh mikroba, tetapi hanya memperlambat bahkan
menghentikan proses metabolisme. Ketika mikroba dipindah ke suhu normal
pertumbuhannya maka mikroba tersebut akan tumbuh dan berkembang. Suhu
refrigerasi (4C) hanya mencegah pertumbuhan mikroba dan memperpanjang umur
makanan. Namun banyak bakteri yang masih bertahan hidup di suhu tersebut,
sehingga dapat mengkontaminasi makanan yang disimpan di dalam lemari es.
Pembekuan sampai suhu -20C dapat menghentikan metabolisme mikroba, tetapi
tidak merusak atau membunuh mikroba. Suhu rendah mampu menyimpan kultur
mikroba pada suhu -196C dalam nitrogen cair mampu menyimpan mikroba sampai
10 tahun tanpa membunuhnya.
Radiasi
Radiasi gelombang elektromagnetik berenergi tinggi (sinar gama, sinar X,
sinar UV, dan electron beam) dapat menghancurkan mikroba. Radiasi dapat dibagi
dalam 2 kelompok, yaitu radiasi ionik dan radiasi non-ionik. Radiasi ionik dapat
memindahkan elektron dari molekul sasaran, sehingga menjadi molekul ionik.
Sedangkan radiasi non-ionik tidak menghasilkan molekul ion. Dengan demikian
radiasi ionik lebih merusak daripada radiasi non-ionik. Sinar X, sinar gama, dan
electron beam adalah sinar beradiasi ionik, sedangkan sinar UV adalah sinar
beradiasi non-ionik.
Pada tingkat energi tinggi, sinar X dan sinar gama mampu mendenaturasi
protein, sedangkan pada tingkat energi rendah mampu mengeksitasi molekul
(misalnya air) menghasilkan produk reaktif (misalnya radikal bebas). Sinar X dan
sinar gama dapat merusak lemak membran sel. Sinar X dan sinar gama dapat
memutus ikatan antarbasa DNA, sehingga dapat menghasilkan mutasi DNA. Pada
itensitas lebih tinggi, sinar X dan sinar gama dapat membunuh mikroba (sterilisasi).
Sinar UV dapat merusak DNA, dengan membuat ikatan kovalen antarbasa,
sehingga menggagalkan proses replikasi dan transkripsi. Sinar UV dapat diserap
oleh banyak molekul. Oleh karena itu sinar UV hanya efektif pada sasaran tanpa
pelindung atau yang berada di permukaan. Namun sinar UV pendek (185 nm)
mampu menembus molekul air dan dapat digunakan untuk sterilisasi air pada reaktor
air limbah (sewage).
Jumlah radiasi untuk sterilisasi mikroba bervariasi tergantung pada banyak
faktor. Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap radiasi daripada bakteri gram
positif. Spora Bacillus dan Clostridium lebih resisten karena molekul khusus spora
yang melindungi terhadap radiasi. Jamur lebih resisten terhadap radiasi
dibandingkan bakteri.
Tabel 5.2 Resistensi mikroba terhadap radiasi
Mikroba Jenis Mikroba Nilai Gy* pada Makanan
Pseudomonas putidaCampylobacter jejuniE. coli (O157:H7)Lactobacillus speciesClostridium perfringens
(vegetative cells)Clostridium botulinum
(spores)Deinococcus radioduransAspergillus nigerSaccharomyces cerevisiaeCoxsackievirus
Bakteri gram negatif batang Bakteri gram negatif batang slender Bakteri gram negatif batang pendekBakteri gram positif batang Bakteri gram positif batang
Bakteri gram positif batang
Bakteri gram positif kokusKapangKhamirVirus
85140260600710
2300
2800500500
4500* G=Gray didefinisikan sebagai penyerapan 1 Joule radiasi per kilogram yang dapat menurunkan populasi 1/10 mikroba.
Filtrasi
Filtrasi adalah pemindahan mikroba dari larutan. Biasanya teknik ini
diaplikasikan pada larutan yang tidak tahan panas, seperti antibiotika dan vitamin.
Dalam industri bir, filtrasi dilakukan untuk menghilangkan khamir sebelum
pengemasan dalam botol. Terdapat 3 jenis filter, yaitu filter berlapis, filter
membran, dan membran nukleofor.
Filter berlapis merupakan jenis filter terkuno, yaitu terdiri dari berlapis-lapis
kertas dan asbestos (atau fiberglas). Filter berlapis tidak mampu menyaring semua
molekul, maka filter berlapis biasanya digunakan sebagai tindakan pra-filtrasi.
Asbestos dan fiberglas tahan terhadap panas, sehingga dapat dikombinasikan
dengan sterilisasi panas bertekanan.
Filter membran adalah filter yang biasa digunakan dalam filtrasi modern.
Filter membran terbuat dari polimer selulose asetat, selulose nitrat, polikarbonat,
poliester, polipropilen, atau polisulfon. Dengan mengontrol proses polimerisasi, maka
dapat dikontrol pula ukuran pori-pori pada filter membran.
Membran nukleofor diperoleh dari memaparkan film tipis polikarbonat
terhadap radiasi nuklir memperlemah polimer, kemudian diperlakukan dengan
etching solution untuk menghasilkan pori-pori. Membran nukleofor biasanya
digunakan untuk menjebak bakteri yang akan dipelajari secara mikroskopis.
Reduksi Air
Semua organisme memerlukan air. Oleh karena itu mereduksi air dari sampel
dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Air dapat dihilangkan dengan berbagai
cara, seperti pemanasan, evaporasi, kering beku, atau penambahan garam atau
gula. Pada 3 teknik pertama air langsung dihilangkan dari lingkungan dan sel
mikroba, sedangkan teknik terakhir hanya mengikat air (tanpa menghilangkan) oleh
garam dan gula. Sebelum ditemukan teknik refrigerasi, penggarama merupakan
teknik pengawetan makanan umum. Meskipun demikian banyak mikroba yang dapat
hidup pada lingkungan kering seperti kapang, khamir. Bakteri patogen yang hidup di
dalam tubuh manusia, tidak mampu hidup di lingkungan kering.
METODE KIMIAWI
Kontrol mikroba dapat dilakukan dengan menambahkan kemikalia yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Metode kimiawi lebih
menungtungkan daripada metode fisik. Karena metode kimiawi bersifat proteksi
kontinyu sedangkan metode fisik hanya bersifat sementara. Sebagian besar
pengunaan kemikalia dilakukan dengan dosis rendah, karena kemikalia dapat
mengubah kondisi lingkungan, kondisi produk akhir, dan dapat menghasilkan produk
yang tidak diinginkan. Kemikalia juga dapat menghasilkan resistensi mikroba. Hal ini
menjadi perhatian khusus dalam dunia medis (antimikroba atau antibiotika).
Agen antimikroba adalah kemikalia yang dapat membunuh atau
menghambat mikroba. Banyak senyawa alami dan sintetik mempunyai aktivitas
antimikroba. Berdasarkan aktivitas penghambatan, maka kemikalia dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu –statik, -sida, dan –litik. Akhiran –statik menunjukkan
kemikalia tersebut bersifat menghambatan pertumbuhan. Akhiran –sida
menunjukkan kemikalia tersebut bersifat membunuh. Akhiran –litik menunjukkan
kemikalia tersebut bersifat membunuh dan melisis. Jika kemikalia tersebut efektif
terhadap bakteri, maka disebut bakteristatik, bakterisida, dan bakterilisis. Demikian
halnya dengan fungi.
Efektivitas kemikalia terhadap mikroba tergantung jenis dan konsentrasi
kemikalia. Target agen antimikroba terhadap mikroba adalah merusak DNA,
mengoksidasi makromolekul seperti peptidoglikan dan lemak.
Antiseptik dan Disinfektan
Sejumlah kemikalia digunakan untuk mencegah infeksi atau sepsis. Oleh
karena itu kemikalia tersebut disebut antiseptik. Secara normal antiseptik mampu
membunuh kuman yang hidup di permukaan kulit tetapi aman bagi kulit itu sendiri
(tidak sampai terserap sampai ke dalam). Beberapa antiseptik seperti merkurial,
silver nitrat, larutan iodin, alkohol, dan deterjen sering digunakan sebagai cairan cuci
tangan dan diaplikasikan dalam produk sabun.
Tabel 5.3 Pengunaan antisptik dan disinfektan dan mekanisme aksinyaKemikalia Penggunaan Aksi
AntiseptikEtanol (50-70%)
Isopropanol (50-70%)
Larutan iodine (2% in 70% alcohol)
Silver nitrat (AgNO3)
Detergen (ammonium kuarterner)
Senyawa fenolat ( karbol, lisol, heksilresorsinol, heksaklorofen)
DisinfektanFormalin (8%)
Klorin (Cl2)
Merkuri klorida
Detergen (senyawa ammonium kuarterner)
Senyawa fenolat ( karbol, lisol, heksilresorsinol, heksaklorofen)
Etylen oksida (gas)
Antiseptik untuk kulit
Antiseptik untuk kulit
Antiseptik untuk kulit
Antiseptik umum, biasanya digunakan pada mata bayi
Antiseptik kulitAntisptik pada dosis
rendah
Disinfektan, membunuh spora
Disinfeksi air minum, disinfektan umum
Disinfektan, tetapi terkadang digunakan sebagai antiseptik
Pada dosis tinggi dan bersama kemikalia lain bersifat disinfeksi
Disinfektan pada dosisi tinggi
Disinfektan, biasanya untuk menstrilisasi substansi tidak tahan panas seperti karet dan plastik
Mendenaturasi protein dan melarutkan lipid
Mendenaturasi protein dan melarutkan lipid
Menonaktifkan protein
Mempresipitasi protein
Merusak membran selMendenaturasi protein dan
merusak membran
Bereaksi dengan gugus NH2, SH dan COOH
Membentuk asam hipoklorida (HClO; pengoksidasi kuat)
Menonaktif protein (bereaksi dengan gugus sulfida)
Merusak membran sel
Mendenaturasi protein dan merusak membran
Agen alkilasi
Disinfektan adalah kemikalia yang membunuh mikroba, tetapi tidak aman
jaringan hidup (misalnya kulit manusia). Beberapa disinfektan umum digunakan oleh
manusia adalah larutan klorin, tembaga sulfat, dan senyawa amonium kuarterner.
Bahkan terdapat disinfektan yang mampu membunuh segala bentuk kehidupan di
suatu area tertentu disebut sterilan. Disinfektan biasanya digunakan untuk
membersihkan lantai, dinding, dan langit-langit. Tujuan disinfeksi adalah
memperkecil kontaminasi.
Perbedaan antara antisptik dan disinfektan biasanya terletak pada dosis atau
konsentrasi aplikasi. Larutan 0,02% sodium hipoklorit (pemutih) mampu membunuh
mikroba patogen dan aman bagi manusia (jika ditelan). Namun pada dosis 6% tidak
ada seorangpun yang mau menelannya.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi efektivitas disinfektan. Biofilm dapat
mencegah dan menghambat difusi disinfektan. Biofilm merupakan agregasi mikroba
di permukaan substrat. Konsentrasi tinggi senyawa organik dapat menurunkan
efektivitas disinfektan. Endospora merupakan bentuk resistensi mikroba dan juga
tahan terhadap disinfektan, tetapi disinfektan tertantu (formalin dan pemutih) dapat
merusak endospora.
Pengawet (Preservatif)
Pengawet adalah agen statik yang ditambahkan ke makanan dan materi
medis untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa pengawet harus aman
bagi saluran pencernaan dan peredaran darah.
Garam seperti propionat, sorbat, benzoat, dan laktat merupakan pengawet
yang berperan dalam meningkatkan konsentrasi proton di sitoplasma. Mereka
termasuk asam lemah dan non-polar dan mudah masuk ke dalam sel mikroba.
Akibatnya mikroba berusaha mempertahan nilai pH internal dengan memompa
keluar proton, sehingga alih-alih tumbuh, mikroba berusaha bertahan hidup dari
serangan asam. Pengawet asam lemah ini efektif pada nilai pH 5,5 atu lebih rendah.
Paraben adalah derivat fenol dan berefek pada membran sel. Paraben
menghambat pertumbuhan mikroba dengan merusak membran sel, sehingga uptake
nutrien terhambat dan meniadakan proton motive force.
Sulfit merupakan antioksidan efektif, mencegah browning buah. Sulfit
merupakan senyawa reaktif dan mudah menyerang protein, gugus prostetik, gula,
dan asam nukleat. Target sulfit adalah lemak membran, DNA (replikasi & translasi),
dan enzim.
Nitrat ditambahkan pada daging untuk menghambat pertumbuhan bakteri
penghasil toksin Clostridium botulinum. Nitrat bekerja dengan menghambat 2 enzim,
yaitu pyruvate-ferrodoxin oxidoreductase dan ferrodoxin.
Tabel 5.4 Pengunaan pengawet dan mekanisme aksinyaPengawet Penggunaan Dosis Efektif
Propionic acid and propionates
Sorbic acid and sorbates
Benzoic acid and benzoates
Sodium diacetateLactic acid
Methyl, propyl and heptyl paraben
Sulfur dioxide, sulfites
Sodium nitrite
Sodium chloride
Sugar
Wood smoke
Agen antifungi pada roti, cake, dan keju
Agen antifungi pada jeli, sirup, cake, dan keju.
Agen antifungi pada minuman ringan, margarin, cider, dan relishes
Agen antifungi pada rotiAgen antimikroba pada
keju, buttermilk, yogurt dan pickled foods
Agen antimikroba pada bir, jus buah, selai, jeli, sirup, dan wine
Agen antimikroba pada buah kering, anggur, dan molase
Agen antibakteri pada ikan dan daging
Mencegah kerusakan mikroba pada daging dan ikan
Mencegah kerusakan mikroba pada selai, dan jeli
Mencegah kerusakan mikroba pada daging, dan ikan
0. 3%
0. 2%
0. 1%
0. 3%Variasi
0.04 0.2 %
0.02-0.03 %
0.02 %
Variasi
Variasi
NA
Antibiotik
Antibiotik adalah kelompok kemikalia yang dapat menghambat atau
membunuh mikroba. Antibiotik memiliki berat molekul rendah dan efektif pada dosis
rendah. Antibiotik pertama kali ditemukan merupakan metabolit ter-ekskresi dari
mikroba, tetapi saat ini sebagian besar antibiotika merupakan produk sintetik dan
semisintetik (produk alami dengan modifikasi sintetik) dari industri farmasi. Antibiotik
sangat penting dalam mengatasi penyakit.
Menentukan efektivitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan mikroba
merupakan hal penting dalam aplikasi medis. Asay antimikroba yang baik harus
dapat memenuhi 2 hal penting, yaitu harus bersifat antimikroba dan diperoleh dosis
tepat yang efektif terhadap mikroba target. Efektivitas antimikroba tergantung pada
beberapa hal seperti sifat alami mikroba target, kondisi lingkungan, waktu kontak
mikroba dan agen, suhu, pH, dan jumlah aerasi.
Gambar 5.2 Metode MIC dalam menentukan efektivitas suatu antibiotik
Asay standar biasanya mengunakan metode MIC (minimum inhibitory
concentration) (Gambar 5.2). pada metode MIC harus diperoleh dosis minimal yang
mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Pada situasi lain sangat penting untuk
menentukan MLC (minimal lethal concentration) yaitu dosis minimal yang mampu
membunuh mikroba.
Metode lain untuk menentukan efektivitas antibiotik adalah metode difusi
agar. Dalam metode ini kultur mikroba target ditumbuhkan merata di media agar. Di
tempat tertentu agen dibiarkan berdifusi ke media agar yang berisi kultur mikroba
target. Mekanisme difusi agen dapat melalui cakram kertas atau pembuatan
sumuran agar. Selama inkubasi agen akan terdifusi dan mikroba yang hidup dekat
difusi agen akan menyingkir. Jika agen memiliki aktivitas antibiotik, maka akan
dijumpai area bening disekitar difusi agen. Ukuran area bening mengindikasikan
kemampuan difusi dan antimikroba agen. Metode difusi penting untuk mengetahui
snesitivitas mikroba terhadap agen antibiotik.