TexCHAM All Papers

84
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG KUMPULAN MAKALAH Seminar Mahasiswa Kimia Tekstil – 9 Maret 2004 TexChem Student Science Fair 2004 TexChem 1 Laboratorium Kimia Fisika Tekstil & Laboratorium Pencapan Penyempurnaan

description

all finihing

Transcript of TexCHAM All Papers

Page 1: TexCHAM All Papers

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

KUMPULAN MAKALAH

Seminar Mahasiswa Kimia Tekstil – 9 Maret 2004

TexChem Student Science Fair 2004

TexChem

1

Laboratorium Kimia Fisika Tekstil & Laboratorium Pencapan Penyempurnaan

Page 2: TexCHAM All Papers

KUMPULAN MAKALAH SEMINAR

TexChem Student Science Fair 2004TexChem Student Science Fair 2004TexChem Student Science Fair 2004TexChem Student Science Fair 2004

Laboratorium Kimia Fisika Tekstil & Laboratorium Pencapan Penyempurnaan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Jl. Jakarta No. 31 • Bandung 40272

Phone 062 22 7272580 • Fax 062 22 7271694

Page 3: TexCHAM All Papers
Page 4: TexCHAM All Papers

The fabrication of textile products is ... one of the bases of civilization. ... it is an

expression of the artistry of the designer, the imagination of the scientist, the adventuring

spirit of the entrepreneur, and the dignity of the craftsman. ... [which] have created and

powered the slow upward climb of civilization which we call progress.

(Smith and Block, Textile in Perspective)

Untuk masa depan yang lebih baik

Page 5: TexCHAM All Papers
Page 6: TexCHAM All Papers

iii

Daftar Isi

1111 Penyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju BedahPenyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju BedahPenyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju BedahPenyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju Bedah 1111

2222 Kaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dariKaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dariKaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dariKaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dari Kapas 100 % Kapas 100 % Kapas 100 % Kapas 100 % 7777

3333 Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa

Organik FosforOrganik FosforOrganik FosforOrganik Fosfor 11111111

4444 Pakaian Dalam Pria APakaian Dalam Pria APakaian Dalam Pria APakaian Dalam Pria Anti Bakteri dan Tahan Kotornti Bakteri dan Tahan Kotornti Bakteri dan Tahan Kotornti Bakteri dan Tahan Kotor 15151515

5555 Celemek Bayi Tahan KotorCelemek Bayi Tahan KotorCelemek Bayi Tahan KotorCelemek Bayi Tahan Kotor 19191919

6666 Peningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air MengPeningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air MengPeningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air MengPeningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air Menggunakan gunakan gunakan gunakan

Fluorokarbon dan Resin MelaminFluorokarbon dan Resin MelaminFluorokarbon dan Resin MelaminFluorokarbon dan Resin Melamin 23232323

7777 Penyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari PoliesterPenyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari PoliesterPenyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari PoliesterPenyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari Poliester 25252525

8888 SarungSarungSarungSarung Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut 29292929

9999 Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100%Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100%Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100%Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100% 33333333

10101010 Penyempurnaan Tolak Air Pada Penyempurnaan Tolak Air Pada Penyempurnaan Tolak Air Pada Penyempurnaan Tolak Air Pada Kain Jaket Poliester Kapas Dengan FluorokarbonKain Jaket Poliester Kapas Dengan FluorokarbonKain Jaket Poliester Kapas Dengan FluorokarbonKain Jaket Poliester Kapas Dengan Fluorokarbon 37373737

11111111 Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66 41414141

12121212 Mukena Katun TahaMukena Katun TahaMukena Katun TahaMukena Katun Tahan Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoatn Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoatn Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoatn Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoat 43434343

13131313 Kain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan KotorKain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan KotorKain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan KotorKain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan Kotor 47474747

14141414 Zat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah ManggisZat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah ManggisZat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah ManggisZat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah Manggis 49494949

15151515 Mirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna AlamMirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna AlamMirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna AlamMirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna Alam 53535353

16161616 Pembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena SulfonatPembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena SulfonatPembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena SulfonatPembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena Sulfonat 57575757

17171717 Aplikasi Nanoteknologi di Bidang TekstilAplikasi Nanoteknologi di Bidang TekstilAplikasi Nanoteknologi di Bidang TekstilAplikasi Nanoteknologi di Bidang Tekstil 61616161

Page 7: TexCHAM All Papers
Page 8: TexCHAM All Papers

v

Daftar Tabel

Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan

Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL. 9999

Hasil pengujian kekuataHasil pengujian kekuataHasil pengujian kekuataHasil pengujian kekuatan tarik (Kg), contoh uji dengan CuSOn tarik (Kg), contoh uji dengan CuSOn tarik (Kg), contoh uji dengan CuSOn tarik (Kg), contoh uji dengan CuSO4444 2 % dan tanpa 2 % dan tanpa 2 % dan tanpa 2 % dan tanpa

CuSOCuSOCuSOCuSO4444 2 % 2 % 2 % 2 % 9999

Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500

g/l.g/l.g/l.g/l. 12121212

Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang

dikerjakan dengan Sanitized T96dikerjakan dengan Sanitized T96dikerjakan dengan Sanitized T96dikerjakan dengan Sanitized T96----20 dan Oleophobol SL20 dan Oleophobol SL20 dan Oleophobol SL20 dan Oleophobol SL 16161616

Resep penyempurnaan tahan kotor menggunakan AverResep penyempurnaan tahan kotor menggunakan AverResep penyempurnaan tahan kotor menggunakan AverResep penyempurnaan tahan kotor menggunakan Aversin KFCsin KFCsin KFCsin KFC----I untuk celemek I untuk celemek I untuk celemek I untuk celemek

bayibayibayibayi 20202020

Pengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kainPengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kainPengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kainPengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kain 27272727

Nilai hasil uji siram kain poliester 100%Nilai hasil uji siram kain poliester 100%Nilai hasil uji siram kain poliester 100%Nilai hasil uji siram kain poliester 100% untuk kain payung yang dikerjakan untuk kain payung yang dikerjakan untuk kain payung yang dikerjakan untuk kain payung yang dikerjakan

dengan Aversin KFCdengan Aversin KFCdengan Aversin KFCdengan Aversin KFC----I.I.I.I. 27272727

Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung

yang dikerjakan dengan Aversin KFCyang dikerjakan dengan Aversin KFCyang dikerjakan dengan Aversin KFCyang dikerjakan dengan Aversin KFC----I.I.I.I. 27272727

Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan

dengan Dekaflamedengan Dekaflamedengan Dekaflamedengan Dekaflame 35353535

Pengaruh resin melamin terhadap kekakuan kaiPengaruh resin melamin terhadap kekakuan kaiPengaruh resin melamin terhadap kekakuan kaiPengaruh resin melamin terhadap kekakuan kain tirai poliester 100%n tirai poliester 100%n tirai poliester 100%n tirai poliester 100% 35353535

Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin

melaminmelaminmelaminmelamin 35353535

Nilai K/S kainNilai K/S kainNilai K/S kainNilai K/S kain----yangyangyangyang----dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan

dengan Oleophobol SLdengan Oleophobol SLdengan Oleophobol SLdengan Oleophobol SL 35353535

Daya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliesterDaya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliesterDaya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliesterDaya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliester----kapas pada berbagai kapas pada berbagai kapas pada berbagai kapas pada berbagai

konsentrasi Aversin KFCkonsentrasi Aversin KFCkonsentrasi Aversin KFCkonsentrasi Aversin KFC----I dan SiI dan SiI dan SiI dan Silicone Nlicone Nlicone Nlicone N----100100100100 38383838

Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100% Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100% Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100% Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100%

yang dikerjakan dengan Nicca Fiyang dikerjakan dengan Nicca Fiyang dikerjakan dengan Nicca Fiyang dikerjakan dengan Nicca Fi----None PNone PNone PNone P----100 dan 2% Aversin KFC100 dan 2% Aversin KFC100 dan 2% Aversin KFC100 dan 2% Aversin KFC----IIII 48484848

Penggolongan tanin tumbuhanPenggolongan tanin tumbuhanPenggolongan tanin tumbuhanPenggolongan tanin tumbuhan 50505050

Hasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggisHasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggisHasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggisHasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggis 51515151

KetahanKetahanKetahanKetahanan gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai an gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai an gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai an gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai

pengerjaan iringpengerjaan iringpengerjaan iringpengerjaan iring 52525252

Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai

pengerjaan iring.pengerjaan iring.pengerjaan iring.pengerjaan iring. 55555555

Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul

empat dengan berbagai pengerjaan iringempat dengan berbagai pengerjaan iringempat dengan berbagai pengerjaan iringempat dengan berbagai pengerjaan iring 56565656

Pengaruh pengerjaan iringPengaruh pengerjaan iringPengaruh pengerjaan iringPengaruh pengerjaan iring terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun

kembang pukul empatkembang pukul empatkembang pukul empatkembang pukul empat 56565656

Page 9: TexCHAM All Papers

vi

Perbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makroPerbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makroPerbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makroPerbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makro 62626262

Page 10: TexCHAM All Papers

vii

Daftar Gambar

Hasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan KotorHasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan KotorHasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan KotorHasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan Kotor 20202020

Data Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan KotorData Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan KotorData Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan KotorData Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan Kotor 21212121

Asam benzoatAsam benzoatAsam benzoatAsam benzoat 44444444

DMDHEU (1) dan dimetilolDMDHEU (1) dan dimetilolDMDHEU (1) dan dimetilolDMDHEU (1) dan dimetilol----4444----metoksimetoksimetoksimetoksi----5,55,55,55,5----dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL) 44444444

Hubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahanHubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahanHubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahanHubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahan 51515151

Struktur dasar flavonoidaStruktur dasar flavonoidaStruktur dasar flavonoidaStruktur dasar flavonoida 54545454

Struktur dasar antosianin (ion flaviniumStruktur dasar antosianin (ion flaviniumStruktur dasar antosianin (ion flaviniumStruktur dasar antosianin (ion flavinium)))) 54545454

Flavon (a) dan flavonol (b)Flavon (a) dan flavonol (b)Flavon (a) dan flavonol (b)Flavon (a) dan flavonol (b) 54545454

Ester asam poliakrilat dan heksanol yang diEster asam poliakrilat dan heksanol yang diEster asam poliakrilat dan heksanol yang diEster asam poliakrilat dan heksanol yang di----perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.). 65656565

NanoNanoNanoNano----CareCareCareCare, bulu, bulu, bulu, bulu----bulu berukuran nano (bulu berukuran nano (bulu berukuran nano (bulu berukuran nano (nanonanonanonano----whiskerswhiskerswhiskerswhiskers) ditempelkan pada tiap helai ) ditempelkan pada tiap helai ) ditempelkan pada tiap helai ) ditempelkan pada tiap helai

benang kapas.benang kapas.benang kapas.benang kapas. 66666666

Vektor gayaVektor gayaVektor gayaVektor gaya----gaya yang bekerja pada antarmuka pagaya yang bekerja pada antarmuka pagaya yang bekerja pada antarmuka pagaya yang bekerja pada antarmuka padatan/udara/air.datan/udara/air.datan/udara/air.datan/udara/air. 67676767

Page 11: TexCHAM All Papers
Page 12: TexCHAM All Papers

ix

KATA PENGANTAR

TexChem Student Science Fair 2004 adalah program kerja sama Laboratorium

Pencapan dan Penyempurnaan Tekstil dengan Laboratorium Kimia Fisika Tekstil,

Jurusan Kimia Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, berupa seminar dan pameran

hasil karya praktek mahasiswa. Kegiatan ini diharapkan menjadi bagian dari bentuk

partisipasi laboratorium dan mahasiswa dalam menciptakan iklim akademik di kampus

STTT, dengan membawa semangat perubahan paradigma belajar dalam menyikapi

aktivitas perkuliahan. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi semacam ‘jendela’

bagi hubungan simbiosis mutualistik yang egaliter antara industri dan kampus dalam

pengembangan ilmu dan teknologi.

Kuliah seringkali dipandang sebagai ‘hanya’ rutinitas yang bahkan tujuan akhirnya

pun memperoleh nilai baik saja (nilai-oriented). Hal ini tentu tidak salah, tapi mungkin esensinya akan berbeda jika dibandingkan dengan pandangan bahwa kuliah merupakan

bagian dari proses belajar, yang setiap tahapannya adalah ‘perubahan’, dengan

pencapaian-pencapaian tertentu yang layak diapresiasi sebagai karya intelektual yang tak

hanya berorientasi formalistik. Membangun sebuah budaya akademik adalah dan

seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pendidikan dan merupakan

tanggung jawab semua unsur di dalam kampus. Mewujudkannya tidaklah harus dengan

kemewahan dan segala kompleksitas yang seringkali ditemui dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan semacam ini. TexChem Student Science Fair 2004 (untuk pertama

kalinya) telah dilaksanakan pada 9 Maret 2004 di kampus STTT dengan membawa

semangat kesederhanaan itu dan tetap bertumpu pada substansi misinya.

Sebagai kelanjutan dari apresiasi tadi dan bertolak dari substansi pelaksanaannya,

maka makalah-makalah yang telah disajikan dalam kegiatan ini ditampilkan kembali

dalam bentuk “Kumpulan Makalah Seminar TexChem Student Science Fair 2004” untuk

dapat diapresiasi lagi dalam lingkup yang lebih luas. Kumpulan makalah ini juga dimaksudkan sekaligus untuk memberi gambaran mengenai sisi lain dari wawasan

belajar yang diperoleh mahasiswa dalam aktivitas kuliahnya. Hal ini ditunjukkan dengan

ragam materi yang disajikan yang meliputi aplikasi tekstil dan teknologi tekstil di bidang

kedokteran, upholstery, dekorasi rumah tangga (home decoration), dan sandang non-

konvensional serta tekstil untuk keperluan lainnya. Satu hal yang menarik untuk diamati

dalam hal ini adalah minat penelitian mahasiswa yang mulai memasuki wilayah

technical textiles. Semangat eksplorasi, unsur terpenting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga nampak pada karya mahasiswa dalam pembuatan zat

warna dari bahan-bahan alam dan pembuatan sabun (textile auxiliaries). TexChem

Student Science Fair memang dimaksudkan untuk memberi ruang dan menghidupkan

semangat ini.

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari kegiatan ini dan kumpulan makalah

yang dihasilkannya masih banyak kekurangannya dan jauh dari sempurna. Membangun

adalah sebuah proses panjang yang semestinya bertahap berkesinambungan. Tanggapan

berupa masukan maupun kritik dari semua pihak sangat diharapkan untuk pelaksanaan

kegiatan serupa di masa-masa mendatang. Disamping itu, masukan juga diharapkan

sebagai bahan bagi tambahan wawasan keilmuan dan peningkatan mutu penelitian dalam

pengertian berkaitan erat dengan kebutuhan dan situasi nyata di industri, mengikuti

perkembangan teknologi serta lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

Kegiatan ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak

yang dengan tulus telah memberikannya. Untuk itu kami haturkan rasa terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

Page 13: TexCHAM All Papers

x

1) Ketua Jurusan Kimia Tekstil atas ijin dan dukungan yang diberikan, beserta seluruh

jajaran pimpinan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,

2) Para donatur dan simpatisan yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam

bentuk materi maupun tenaga,

3) Perusahaan pembuat dan penyedia bahan-bahan kimia tekstil yang telah banyak

membantu pengadaan bahan-bahan praktek dan penelitian mahasiswa,

4) Adik-adik mahasiswa yang selalu penuh semangat mempersiapkan kegiatan ini tanpa

pamrih, dan mengerahkan seluruh sumber daya dan kemampuan yang dimiliki demi

suksesnya kegiatan ini, dan

5) Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu di sini.

Akhirnya, kami berharap semoga karya kecil ini menjadi awal terciptanya budaya

dan tradisi ilmiah yang lebih baik di Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil dan pada akhirnya

dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan teknologi khususnya di

bidang tekstil.

Bandung, 29 Maret 2004

Penyelenggara,

Lab. Pencapan & Penyempurnaan

Lab. Kimia Fisika Tekstil

Page 14: TexCHAM All Papers

1

1 PENYEMPURNAAN ANTI BAKTERI DAN TOLAK DARAH

UNTUK BAJU BEDAH

Emsidelva Okasti, Firliani K, Linda, Liyana & Louise Mersenne

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Bahan tekstil atau produk tekstil dapat diolah dan dimanfaatkan dibidang kedokteran

dan kesehatan karena mempunyai sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat untuk

penggunaan di bidang tersebut antara lain kekuatan tarik, lembut (softness), daya serap

dan tembus udara. Pemanfaatannya sangat luas dengan fungsi yang berbeda-beda mulai

dari penggunaaan benang tunggal sampai pada kain higienis untuk keperluan ruang

bedah, dan salah satunya adalah baju bedah. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa

peggunaan resin meningkatkan kekuatan tarik dan daya tembus udara kain. Pada

pengujian spektrofotometer, kain dengan komposisi 1% zat anti bakteri dan 10 %

glioksal menunjukan adanya noda darah yang tidak dapat dihilangkan dengan

pencucian manual. Sedangkan kain dengan komposisi 0% anti bakteri – 5% glioksal dan

2% zat anti bakteri – 15% glioksal menunjukan tidak ada noda darah. Hal ini

disebabkan bekerjanya fluorokarbon, sama seperti glioksal dan anti bakteri. Tidak

adanya anti bakteri memberikan tempat yang cukup luas untuk fluorokarbon bekerja.

Abstract

Due to their special characteristics textile material has been known and used for long

time for medical purposes. Two of the most familiar examples are its use in the form of

monofilament fiber as surgical sewing thread and in the form of finished fabric for

surgical gown. In this study, we used an anti-bacterial agent (Sanitized T 96-20),

glyoxal, and fluorocarbon (Aversin KFC-I) to produce fabric for surgical gown with

anti-bacterial and blood-repellent properties. Glyoxal provides crosslinking for both

anti-bacterial agent and fluorocarbon and improve their washing fastness.It was found

that higher concentration of glyoxal and anti-bacterial agent gives result to higher

tensile strength and air permeability. This is most probably due to the crosslinking

formed by the presence of glyoxal. The efficiency of stain removal was evaluated by

spectrophotometry. It was shown that blood stain still remains after manual washing of

fabric treated by finishing liquor containing 1% anti-bacterial agent and 10% glyoxal.

However, stain was completely removed when 5% glyoxal was used alone with Aversin

KFC-I. It seems that anti-bacterial agent has an adverse effect to blood repellency, but

actually stain was also removed by the addition of 2% anti-bacterial agent and 15%

glyoxal. In all cases, we used 3% Aversin KFC-I to generate blood repellency effect onto

the fabric.

1 PENDAHULUAN

Baju bedah operasi digunakan oleh

paramedis untuk melakukan operasi

selama kurang lebih 2 jam (operasi bia-

sa) dalam kondisi ruangan tertentu. Se-

hingga paramedis membutuhkan per-

lengkapan yang memiliki kenyamanan

yang tinggi. Kapas merupakan salah

satu pilihan serat untuk memenuhi ke-

nyamanan tersebut, karena serat kapas

mudah didapat dan memiliki moisture

regain yang tinggi (7 – 8,5%) sehingga dapat menyerap keringat dengan baik.

Page 15: TexCHAM All Papers

2

Lamanya waktu operasi menyebab-

kan paramedis banyak mengeluarkan

energi dan keringat yang mengandung

bakteri. Percikan darah pasien dapat

mengenai baju bedah medis pada saat terjadi kontak antara paramedis dengan

pasien selama operasi berlangsung.

Oleh karena itu diperlukan baju bedah

yang anti bakteri dan dapat menahan

perembesan serta mudah dibersihkan

dari noda darah. Baju bedah yang

digunakan dalam ruang operasi juga

memerlukan perlindungan yang tinggi

terhadap HIV dan HBV.

Proses sterilisasi baju bedah biasa

dilakukan dengan perendaman air panas

atau dengan suhu dan tekanan tinggi di

dalam autoclave (130°C, 2 atm), se-

hingga baju bedah membutuhkan resin

yang memiliki ketahanan terhadap pe-

manasan dan kondisi autoclave.

Resin anti kusut merupakan senya-

wa pengikat silang yang dapat diguna-

kan bersamaan dengan zat anti bakteri

yang menyebabkan anti bakteri lebih

kuat berikatan dengan serat yang mem-

punyai efek bawaan mengurangi derajat

kekusutan dalam pemakaiannya. Peng-

gunaan resin anti kusut dan zat anti

bakteri secara bersamaan dikarenakan zat anti bakteri tidak bersifat permanen.

Standar baju bedah yang digunakan

pada umumnya berwarna hijau. Ini di-

maksudkan untuk mengatasi efek

shadow, yaitu efek yang timbul akibat

mata lelah. Operasi biasanya berlang-

sung minimal 2 jam, dan dalam jangka

waktu tersebut mata paramedis yang melakukan operasi mengalami kontak

terus-menerus dengan warna merah

yang berasal dari darah. Mata yang

kelelahan akibat situasi demikian akan

melihat warna putih atau lainnya dalam

beberapa detik sebagai hijau, dan ini

dapat mengganggu konsentrasi.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Darah adalah suspensi dari partikel

dalam larutan koloid cairan elektrolit.

Komponen cair darah yang disebut

plasma terdiri dari 91 – 92 % air yang

berperan sebagai medium transpor, dan

7 – 9 % zat padat yang terdiri dari pro-

tein-protein seperti albumin, globulin,

dan fibrinogen. Komponen utama sel

darah merah adalah protein hemoglobin (Hb).

Fluoropolimer merupakan senyawa

tolak air yang baik yang juga memiliki

kemampuan menolak minyak dan noda

dengan cara mengurangi energi permu-

kaan kritis pada permukaan serat tekstil.

Sedangkan komposisi darah menyerupai

kombinasi air (plasma darah), minyak

dan noda (protein), sehingga dengan

demikian, fluoropolimer dapat pula

digunakan sebagai zat penyempurnaan

tahan darah.

Kombinasi penggunaan zat anti

bakteri dan fluoropolimer dipandang

sesuai untuk bahan yang harus ter-lindungi dari mikroorganisme (MRSA,

Methicillin Resistance Staphilococcus

Aureus, yaitu bakteri yang tahan terha-

dap antibiotik dan dapat menular me-

lalui pernafasan) dan darah, tetapi se-

jauh ini tidak ditemukan informasi

mengenai penggunaan kombinasinya

padahal hal tersebut sangat baik untuk

identifikasi konsentrasi optimum.

Zat anti bakteri yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Sanitized®

T

96-20, yaitu senyawa fenoksi terhalo-

genasi. Larutannya memiliki pH 6,2 –

8,2 (20°C, 50 g/L), bersifat nonionik,

dan berwarna kekuning-kuningan. Pe-

makaiannya dapat dikombinasikan de-

ngan zat-zat lainnya seperti resin,

binder, fluorokarbon dan zat penyem-purnaan lainnya.

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Persiapan Penyempurnaan

Kain grey kapas dihilangkan kan-

jinya dan dimasak serta dikelantang se-cara simultan dengan sistem kontinyu

menggunakan Pitchrun L-30.

Page 16: TexCHAM All Papers

3

3.2 Pencelupan dan Penyempurnaan

Kain dicelup menggunakan zat

warna reaktif dingin warna hijau sesuai

standar hijau yang ditetapkan untuk baju

bedah (berdasarkan hasil pengukuran warna pada baju bedah standar).

Selanjutnya kain disempurnakan

dengan larutan penyempurnaan yang

mengandung Sanitized

T 96-20 (1% dan 2% owf), glioksal sebagai zat pe-

ngikat silang (5, 10, 15% owf), 3% owf

Aversin KFC-I sebagai senyawa tahan

darah, dan katalis MgCl2 10 g/l. Ke

dalam larutan tersebut juga ditam-

bahkan pembasah sebanyak 2 ml/l. Kain

dibenamperas dengan WPU 80%, lalu

dikeringkan, dan dipanasawetkan pada

suhu 130°C selama 2 menit.

3.3 Analisa dan Pengujian

Hasil percobaan dievaluasi dengan

Uji Siram ( SII.0124-75), Tahan Luntur

Warna Terhadap Keringat (SII 0117-

75), Daya Tembus Udara Pada Kain

(SII 1230-85), Kekuatan Tarik dan

Mulur Kain Tenun (SII 0106 – 75). Pengukuran warna menggunakan spek-

trofotometri dilakukan untuk menge-

valuasi daya tolak darah dan noda kain

hasil penyempurnaan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengujian terhadap

kain kapas 100% dengan penyempur-

naan anti bakteri dan tahan darah dalam

pembuatan baju bedah opersi maka da-

pat diuraikan beberapa hal sebagai

berikut:

4.1 Daya Tembus Udara

DTU (daya tembus udara) kain yang telah dicuci berulang memiliki

nilai rata-rata 4,39 cm2/detik/cm3, jauh

lebih rendah daripada kain yang belum

dicuci berulang, yaitu 11 cm2/detik/cm

3.

Pada saat dilakukan proses pengeringan

dan termofiksasi digunakan suhu tinggi

sehingga kain menjadi statik dan lebih

keras. Pada kain hasil pengujian tanpa

pencucian berulang struktur molekul

dari serat kapas menjadi lebih kompak

karena proses penyempurnaan yang

mengakibatkan penambahan struktur

molekul dari polimerisasi glioksal dan

penambahan zat anti bakteri serta fluorokarbon yang diproses pada suhu

tinggi kain. Hal ini mengakibatkan kain

menjadi sukar ditembus udara.

Pada kain yang telah mengalami

proses cuci berulang stabilitas kekom-

pakan serat terganggu yang mengaki-

batkan bergesernya molekul satu de-

ngan yang lain. Struktur molekul serat

yang telah bergeser akan memberikan

ruang-ruang di dalam serat sehingga

udara lebih mudah masuk.

4.2 Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik pada

kain yang telah diberi zat anti bakteri

tidak dapat dilakukan secara maksimal

karena tidak dilakukan uji tumbuh bak-

teri pada kain tersebut sehingga tidak

diketahui efek dari zat anti bakterinya

terhadap penambahan kekuatan tarik pada kain tersebut.

Penambahan kekuatan tarik dise-

babkan oleh struktur molekul serat yang

bertambah padat karena penambahan

resin, yang berikatan dengan serat dan

mengisi ruang-ruang kosong dalam

serat, struktur molekul dalam kapas menjadi lebih rapat sehingga gaya yang

mengenai kain akan terdistribusi lebih

merata akibatnya pada gaya yang sama

untuk kain yang telah dilakukan proses

penympurnaan diperlukan waktu yang

lebih lama untuk memutus kain.

4.3 Tahan Darah dan Penodaan

Nilai uji siram untuk semua con-

toh uji menunjukkan angka 0, artinya

kain tidak dapat menahan pembasahan.

Pengujian juga memperlihatkan bahwa

noda darah sangat sulit untuk dihilang-

kan dengan pencucian biasa (pencucian

tanpa mesin dengan 5 kali pengucekan)

dari kain yang belum disempurnakan,

dan harus menggunakan sabun khusus.

Sebaliknya, kain yang sudah disempur-

nakan mudah dibersihkan dari noda da-

Page 17: TexCHAM All Papers

4

rah, bahkan dengan pencucian biasa dan

tanpa penggunaan sabun khusus. Ini

dapat dilihat dengan mudah melalui

pengukuran warna dengan spektro-

fotometri.

Dengan adanya resin yang diberi-kan pada kain maka resin akan menem-

pati ruang-ruang kosong pada polimer

kapas, sehingga darah yang terserap

menjadi lebih sedikit jumlahnya di-

bandingkan dengan kain yang tidak

mengalami proses penyempurnaan.

Oleh sebab itu kain yang telah meng-

alami penyempurnan noda darahnya

mudah dihilangkan.

4.4 Analisa Spektofotometri

Kain yang diberi zat anti bakteri 1%

tanpa pencucian masih terdapat noda

darah yang menempel dan memiliki

rata-rata yang cukup tinggi dibanding

penggunaan zat anti bakteri 2%. Hal ini

disebabkan penggunaan zat anti bakteri

sebesar 2% disertai dengan penggunaan

konsentrasi glioksal yang tinggi pula sehingga semakin banyak ikatan silang.

Sebagai senyawa pengikat silang gliok-

sal berfungsi agar zat anti bakteri dan

fluorokarbon dapat terjebak masuk

dalam struktur serat sehingga diharap-

kan dapat permanen pada serat, peng-

gunaan glioksal yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin besar pula

peluang fluorokarbon sebagai zat tahan

darah untuk dapat masuk ke dalam

serat.

4.5 Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat

Nilai gray scale 4 dan staining

scale 4. Dari hasil tersebut dapat dilihat

bahwa hasil pencelupan dengan zat

warna reaktif memiliki ketahanan luntur

yang baik walaupun kain telah meng-

alami proses pencucian berulang (5x

dan 7x). Tahan luntur yang baik ini

disebabkan karena ikatan kovalen yang

terbentuk antara serat dan zat warna

reaktif. Ikatan kovalen yang terjadi

meyebabkan zat zat warna reaktif men-

jadi bagian dari serat kapas. Peng-gunaan glioksal, fluorokarbon, dan zat

anti bakteri akan menambah kepadatan

struktur molekul dalam serat. Glioksal

yang mampu berikatan dengan serat ka-

pas dan menjebak zat anti bakteri

(phenoksi terhalogenasi). Fluorokarbon akan berikatan dengan salah satu gugus

OH primer dari kapas. Glioksal ke-

mungkinan besar hanya dapat mengisi

satu gugus OH primer karena gugus OH

primer yang lain sudah berikatan de-

ngan zat warna reaktif. Namun tidak

tertutup kemungkinan pula zat warna

reaktif yang telah berikatan dengan serat

bereaksi pula dengan glioksal sehingga

menambah ketahanan luntur warna dari

kain.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengujian dan

pembahasan yang dilakukan maka dapat

disimpulkan :

1) Kain yang telah mengalami proses

pencucian memiliki tingkat kenya-

manan yang lebih tinggi

2) Dengan adanya penyempurnaan

tahan darah, penodaan pada kain

dapat dengan mudah dihilangkan.

3) .Zat warna reaktif yang digunakan

memiliki tahan luntur warna yang

baik.

4) Pada kain yang telah disempurna-

kan dengan fluorokarbon, zat anti

bakteri (phenoksi terhalogenasi) dan

glioksal sebagai senyawa pengikat

silang terjadi penambahan kekuatan

tarik

5) Penggunaan glioksal sebagai senya-wa pengikat silang berpengaruh be-

sar pada konsentrasi zat anti bak-

teri dan zat tahan darah yang dapat

masuk ke dalam serat.

Dari kesimpulan dan hasil-hasil pengu-

jian yang telah dilakukan kombinasi

yang tepat zat anti bakteri-fluorokarbon-

glioksal tidak dapat ditentukan secara

optimal karena belum dilakukan pengu-

jian anti bakteri (terhadap MRSA )

Page 18: TexCHAM All Papers

5

Ucapan Terima Kasih

Dalam penyusunan makalah ini, kami

ingin mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah memberikan

bantuannya :

1. PT. Clariant yang telah memberikan

bantuan zat anti bakteri.

2. Ibu Susyami, Bpk. Widodo, Ibu Ida

selaku pembimbing dan dosen kami

yang telah memberikan pengarahan.

3. Suster Sumihar Sinaga, dari RS

Boromeus yang telah memberikan

bantuannya.

4. Teman-teman kami, mahasiswa

kedokteran yang telah memberikan

informasinya.

DAFTAR PUSTAKA

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat, Pur-

wanti, Mohamad Widodo (1998). Teknologi

Penyempurnaan. Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil.

Technical Information: Sanitized T.: Clari-

ant.

Ayi Gumilar (1998). Pengamatan Perbedaan

Warna Secara Kuantitatif Antara Hasil Ce-

lupan Proses Laboratorium dan Produksi

Pada Kain Campuran Poliester-Rayon

Viskosa Yang Dicelup dengan Zat Warna

Dispersi dan Zat Warna Reaktif. Bandung:

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Lorraine M. Wilson, Sylvia A. Price (1998).

Patofisiologi. Jakarta: ECG.

Whitaker, Fernandez, Tsokos Concept of

General Organic and Biological Chemistry.

Page 19: TexCHAM All Papers
Page 20: TexCHAM All Papers

7

2 KAOS KAKI ANTI BUSUK DAN TAHAN KOTOR DARI

KAPAS 100 %

Nia Khairun Nisa, Nur Fitri Yanti, Rina Prastiwi, Sari Nengsih

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Kaos kaki yang terbuat dari serat kapas memiliki kelebihan yaitu daya serap terhadap

keringat cukup baik. Selain itu juga memiliki kekurangan, yaitu mudah kotor. Kedua hal

tersebut disebabkan adanya gugus OH pada serat kapas. Tanah, kotoran, air, minyak

yang bersifat polar dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus OH dari kapas.

Kekurangan yang lain dari serat kapas yang disebabkan oleh adanya gugus OH adalah

mudah mengalami pembusukan oleh mikroorganisme seperti bakteri yang diakibatkan

pemaparan terhadap udara, cahaya dan kelembaban. Kondisi pemakaian kaos kaki

membuatnya mudah terserang mikroorganisme dan kotor. Penelitian ini dimaksudkan

untuk mendapatkan kaos kaki bebas-bau dan tahan kotor menggunakan senyawa kimia

berbasis fluorokarbon sebagai zat tahan kotor dan tembaga sulfat untuk mencegah

pertumbuhan mikroorganisme. Hasil percobaan dan pengujian memperlihatkan bahwa

pengerjaan dengan senyawa tahan kotor jenis fluorokarbon pada konsentrasi 50 ml/l

dan zat anti busuk, CuSO4 sebanyak 3,95 gram dapat memberikan sifat anti busuk dan

tahan kotor pada kain kapas. Data kekuatan tarik memperlihatkan bahwa dengan

pemberian zat anti busuk, kain kapas tahan terhadap serangan mikroorganisme

penyebab bau busuk. Dan data pengukuran reflektansi memperlihatkan bahwa kain

kapas mudah melepaskan kotoran.

Abstract

Socks made from cotton offers more comfort in the sense that it readily absorbs sweat

produced during its use. This is primarily due to the presence of hydroxy groups in the

molecular structure of cotton fiber. This group may also form hydrogen bond with other

polar molecules or particles such as fats, soil and dirt. Another consequence of the

presence of hydroxy groups is that it is susceptible to microbial attacks under suitable

condition like warm temperature and moist. The purpose of this study is to investigate

ways of producing rot-proof (odor-free) and soil-resistant socks by chemical treatment.

Fluorocarbon-based chemical (Oleophobol SL) and copper sulphate were used in this

study as soil-resistant finish and rot-proofing agent respectively. It was found that 50

ml/l Oleophobol SL and 3,95 g/l CuSO4 was adequate to impart the above mentioned

properties to cotton fabric as shown by reflectance data and tensile strength after soil

burial.

1 PENDAHULUAN

Kaos kaki yang terbuat dari serat

kapas memiliki kekurangan, diantaranya

mudah kotor dan terjadi pembusukan.

Kedua hal tersebut dapat diperbaiki de-

ngan proses penyempurnaan tahan kotor

dan anti busuk. Dengan proses penyem-

purnaan pada kaos kaki tersebut

diharapkan kamampuan serat kapas me-

lepaskan kotoran dan tahan terhadap se-

rangan mikroorganisme yang

menyebabkan bau busuk pada serat ka-

pas menjadi meningkat.

Senyawa fluoro akan berpolimeri-sasi membentuk lapisan film yang sa-

Page 21: TexCHAM All Papers

8

ngat rapat sehingga kotoran dan minyak

tidak dapat masuk ke dalam serat dan

hanya menempel pada permukaan serat,

kemudian akan hilang dengan pen-

cucian. Sedangkan zat anti busuk yang digunakan adalah CuSO4, dimana tem-

baga akan membentuk senyawa kom-

pleks dengan serat dan gugus hidroksil

serat diikat oleh senyawa sulfat se-

hingga mikroorganisme tak lagi bisa

menyerang gugus hidroksil tersebut.

Penyempurnaan tahan kotor dan anti

busuk pada benang kapas ini diharapkan

dapat menghasilkan kaos kaki yang

memiliki kemudahan dalam perawat-

annya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyempurnaan Tahan Kotor

Senyawa fluorokarbon dapat pula

digunakan untuk mendapatkan sifat

tahan kotor. Senyawa ini akan ber-polimerisasi pada saat pemanasawetan

dan membentuk lapisan film yang me-

lapisi permukaan serat tekstil dan terdiri

dari gugus-gugus CF3-, CF2H

-, atau CF2

yang sangat rapat. Lapisan tersebut akan

menurunkan nilai tegangan permukaan

kritis (Critical Surface Tension) substrat sehingga memberikan perlindungan se-

cara kimia terhadap kemungkinan ter-

jadinya pengotoran, baik kotoran dalam

bentuk air maupun kotoran dalam ben-

tuk minyak.

Molekul senyawa tahan kotor

berorientasi sedemikian rupa sehingga rantai fluorokarbonnya paralel dan

gugus metil di ujungnya yang lain

mengarah ke luar permukaan bahan,

sedangkan gugus polarnya dapat meng-

adakan ikatan dengan serat di bawah

permukaan luar.

2.2 Penyempurnaan Anti Busuk

Pada penyempurnaan ini diguna-

kan senyawa tembaga sulfat, dengan

suhu pemanasawetan yang tinggi tem-

baga akan membentuk senyawa kom-

pleks dengan serat. Gugus hidroksil

serat kapas diikat oleh senyawa sulfat

sehingga mikroorganisme tak lagi bisa

menyerang gugus hidroksil tersebut, dan

bahan menjadi anti busuk.

3 PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat utama yang digunakan adalah

stenter dan mesin benamperas skala la-

boratorium. Untuk penyempurnaan

tahan kotor digunakan Oleophobol SL,

dan CuSO4 sebagai zat anti busuk.

Disamping itu juga digunakan zat-zat

kimia lain untuk membantu penetrasi.

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Penyempurnaan Tahan Kotor

Bahan berupa benang kapas diren-

damperas dengan larutan 50 ml/l Oleo-

phobol SL, 1 ml/l CH3COOH glasial, 5

g/l Silicone AMZ-3 (pelemas), 2,5 g/l

Nicepole PR-86, 2 g/l NK Katalis SL,

lalu dikeringkan selama 2 menit pada

suhu 140°C. Setelah itu bahan dipanas-

awetkan pada suhu 170°C selama 45

detik diikuti dengan pencucian dan

pembilasan.

3.2.2 Penyempurnaan Anti Busuk

Na2CO3 sebanyak 10,74 gram dilarutkan

dalam 0,5 l air lalu dicampurkan secara

pelahan dengan 0,5 l larutan yang me-

ngandung 3,95 gram CuSO4 2 %. La-

rutan tersebut selanjutnya digunakan

untuk merendamperas bahan.

Pengeringan dilakukan pada suhu

140°C selama 2 menit dan dilanjutkan

dengan pemanasawetan pada suhu

120°C selama 20 menit.

3.3 Diagram Alir

Benang kapas grey

Penghilangan kanji dan pemasakan dengan NaOH dan Na2CO3

Penyempurnaan anti busuk

Page 22: TexCHAM All Papers

9

Pencelupan dengan zat warna reaktif dingin

Penyempurnaan tahan kotor

Perajutan kaos kaki

4 HASIL DAN DISKUSI

4.1 Uji Ketahanan Kotor

Dari percobaan penyempurnaan

tahan kotor dengan menggunakan

OLeophobol SL, terbukti kemampuan

serat melepaskan kotoran semakin baik.

Hal ini disebabkan karena zat tahan

kotor yang membentuk ikatan silang

dengan serat sehingga kotoran tidak

terikat pada serat.

Penilaian kemampuan bahan tahan

kotor dilakukan dengan pengukuran

reflektansi pada panjang gelombang 400

nm pada contoh uji yang telah dicuci

setelah mengalami pengotoran, baik

contoh uji yang diberi zat tahan kotor

maupun contoh uji tanpa zat tahan ko-

tor.. Semakin besar reflektansi berarti

bahan semakin bersih (lihat Tabel 2-1).

Reflektansi besar artinya perbandingan kemampuan bahan untuk memantulkan

cahaya lebih besar daripada kemampuan

bahan untuk menyerap cahaya.

Tabel 2-1. Hasil pengukuran reflektansi pada

panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan

Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.

Contoh Uji % Reflektansi

Dengan Oleopho-

bol SL 50 ml

17,30

Tanpa Olephobol

SL

16,08

4.2 Uji Anti Busuk

Dari percobaan anti busuk dilaku-

kan pengujian pendam bahan dalam

tanah kemudian diukur kekuatan tarik-

nya dan dibandingkan dengan kekuatan

tariknya sebelum pemendaman.

Tabel 2-2. Hasil pengujian kekuatan tarik (Kg),

contoh uji dengan CuSO4 2 % dan tanpa CuSO4

2 %

Rata-rata kekuatan tarik (Kg)

Contoh Uji Sebelum

dipendam

Setelah

dipendam

Dengan

CuSO4 2 % 530 546

Tanpa

CuSO4 2 % 493 480

Contoh uji yang telah disempurna-

kan dengan zat anti busuk, yaitu CuSO4, setelah dipendam dalam tanah tidak

mengalami penurunan kekuatan tarik.,

sedangkan contoh uji yang tidak diberi

zat anti busuk kekuatan tariknya lebih

rendah (lihat Tabel 2-2). Ini berarti pada

saat contoh uji yang diberi zat anti

busuk tidak mengalami pembusukan

karena serangan mikroorganisme se-

lama pemendaman. Hal ini disebabkan oleh pembentukan senyawa kompleks

antara serat dengan CuSO4 pada suhu

pemanasawetan yang tinggi sehingga

tidak ada ruang lagi untuk mikroorga-

nisme membusukkan serat kapas.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Dari percobaan dan analisa data

yang telah dikerjakan, diperoleh kesim-

pulan sebagai berikut :

1. Proses penyempurnaan tahan

kotor dengan menggunakan

Oleophobol SL dapat memper-

baiki ketahanan kotor kain ka-

pas.

2. Proses penyempurnaan anti

busuk dengan menggunakan CuSO4 dapat memperbaiki

ketahanan busuk kain kapas.

Ucapan Terima Kasih

Dengan penyusunan makalah ini, kami

tidak lupa menyampaikan rasa penghar-

gaan dan terima kasih kepada semua pi-

hak yang telah memberikan bantuan

baik moril maupun materil, terutama

kepada :

Page 23: TexCHAM All Papers

10

1. Bapak Mohamad Widodo .AT.

M.Tech., selaku Dosen Prakti-

kum Teknologi Penyempurnaan

2 beserta staf.

2. Rekan-rekan Mahasiswa Kimia

Tekstil angkatan 2000.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Lubis, et. al. "Teknologi Pencap-an." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 1994.

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.

Rasyid Jufri, et. al. "Teknologi Penge-

lantangan, Pencelupan, dan Pencapan."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1976.

Ratnasari Nur Hijrinah. "Suatu Studi

tentang Penyempurnaan Resin Senyawa

Fluorokarbon dengan Penambahan Iso-

propyl Alcohol Terhadap Sifat Tahan

Kotor Kain Celana Polyester/CDP (50 %/50 %)." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 2002.

Page 24: TexCHAM All Papers

11

3 PENYEMPURNAAN TAHAN API UNTUK PAKAIAN SERAGAM

INDUSTRI BAJA DENGAN SENYAWA ORGANIK FOSFOR

Shinta Citra N, Taufiq F, Wawan G, Yanti R

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Bahan yang digunakan pada pakaian industri/bengkel ini menggunakan kain kapas 100 %.

Kapas mempunyai daya serap yang tinggi sehingga akan memberikan kenyamanan dalam

pemakaiannya. Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi pakaian kerja di lingkungan seperti

industri baja adalah tahan api, yaitu tidak mudah terbakar dan tidak meneruskan nyala.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan resep optimum penyempurnaan tahan api bagi

kain kapas 100% untuk pakaian kerja tanpa mengurangi kenyamanan pakainya. Proses

penyempurnaan tahan api biasanya menyebabkan pegangan kain menjadi keras dan kaku.

Penambahan atau pengerjaan dengan pelemas seringkali justeru menyebabkan ketahanan api

berkurang. Prose penyempurnaan tahan api pada penelitian ini dikerjakan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah pengerjaan dengan senyawa tahan api dari jenis fosfor (Pyrovatex CP

New). Pada tahap kedua kain dikerjakan dengan pelemas dari jenis silikon (Silicone N-100).

Standar tahan api yang digunakan adalah nyala api kurang dari 2 detik dan panjang arang

kurang dari 6 inchi, dan tahan pencucian sekurangnya 25 kali pencucian. Pada pemakaian 500

g/l Pyrovatex CP New dan 30 g/l Silicone N-100, sebelum pencucian berulang, kain

memperlihatkan daya tahan api sangat baik, yaitu tidak meneruskan pembakaran dengan

panjang arang kurang dari 6 inchi. Namun setelah dilakukan 5 kali pencucian kain terbakar.

Artinya, daya tahan api hasil proses ternyata masih belum permanen.

Abstract

The material used in this study is 100% cotton, and is intended for use as working uniform in

steel industry or metal workshop. The selection was made based on the absorption property of

cotton which is normally attributed to higher comfort. One of the most important requirements

for any outfit used in such an environment like steel industry or metal workshop is adequate flame

retardancy, that is material should not easily be consumed by fire and not propagate flame. This

study was aimed at finding an optimum formula and condition for flame retardant finishing of

100% cotton without giving any adverse effect to its handle as well as its absorption. The fabric

was first treated with nitrogen-containing phosphor compound (Pyrovatex CP New) to give the

desired flame reatrdant property, and then with softening agent (Silicone N-100) to improve its

handle. Cotton fabric treated with 500 g/l Pyrovatex CP New and 30 g/l Silicone N-100 showed

good flame retardancy before repeated laundering, with ignition time and char length less than 2

seconds and 6 inch respectively, but then it failed to reach the same level of performance after 5

times repeated laundering. This shows that the treatment can only give a non-durable flame

retardancy.

Page 25: TexCHAM All Papers

12

1 PENDAHULUAN

Kenyamanan pakaian kerja untuk

lingkungan seperti industri baja

merupakan hal yang sangat penting

untuk diperhatikan mengingat kondisi

lingkungan kerjanya yang panas. Pakaian

industri/bengkel ini biasanya terbuat dari

kain campuran kapas/poliester yang

menyebabkan pemakai menjadi tidak

nyaman karena panas dan mempunyai

daya serap yang rendah. Dengan

demikian penggunaan kain kapas untuk

pembuatan pakaian bengkel ini

merupakan alternatif yang baik, karena

sifat yang dimilikinya yaitu mempunyai

daya serap yang tinggi yang dapat

menyerap keringat lebih banyak. Namun

kapas memiliki sifat mudah terbakar

sehingga proses penyempurnaan tahan api perlu dilakukan untuk keamanan para

pekerja.

2 PERCOBAAN DAN DIAGRAM

ALIR

Proses-proses yang dilakukan pada

bahan :

1) Penghilangan kanji dan pemasakan.

2) Pencelupan dengan zat warna reaktif

dingin

3) Penyempurnaan

4) Pengujian

Penyempurnaan Tahan Api

Pyrovatex CP New : 500 g/l

Lyofix CHN : 50-60 g/l

Ultratex FSA : 30-60 g/l

Invadine : 5 ml

Phosporic acid : 20-25 g/l

WPU : 70 %

Pengeringan : 100°C 1 menit

Pemanasawetan : 170°C 1 menit

Pelembutan

Silicone N- 150 : 30 g/l

Teepol : 2 g/l

WPU : 70%

Pengeringan : 100°C 1 menit

Pemanasawetan : 170°C 1 menit

3 HASIL DAN DISKUSI

Data ketahanan kain terhadap api

yang diperoleh dari percobaan yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

Proses pembakaran pada dasarnya

terdiri dari pemanasan, dekomposisi, penyalaan dan perambatan. Panas akan

menaikkan temperatur serat sampai

terjadi degradasi dan dekomposisi

struktur polimer, dimana dari polimer

selilosa biasanya akan dihasilkan

padatan yang terbentuk dari sisa karbon.

Selanjutnya padatan terurai

menghasilkan gas, baik gas yang

mempunyai sifat mudah terbakar

maupun tidak.

Tabel 3-1. Hasil uji nyala kain kapas 100% yang

dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 g/l.

Sebelum pencucian

Setelah Pencucian

KET

Lusi Pakan Lusi Pakan

Waktu nyala api 1 detik - Ter

bakar 16

detik

Waktu nyala arang - - -

20 detik

Panjang Arang 6

inchi 5.4 inchi - 8

inchi

Pada percobaan yang dilakukan

terlihat adanya pengaruh penambahan

zat tahan api (pyrovatex) terhadap nilai

ketahanan api yang diperoleh, dimana

dengan penambahan tersebut semakin

tinggi konsentrasi zat, semakin baik hasil

sifat tahan api yang diperoleh sampai

mencapai titik maksimum kemudian

turun lagi, selain itu jenis konstruksi kain

berpengaruh terhadap sifat tahan api, semakin berat kain yang digunakan

maka ketahanan api semakin baik.

Apabila senyawa tahan api yang

digunakan semakin banyak, maka

senyawa tersebut meresap kedalam

konstruksi kain serta melapisi kain pada

Page 26: TexCHAM All Papers

13

permukaan lebih banyak, sehingga

menghasilkan sifat tahan api yang lebih

baik.

Semakin tinggi konsentrasi, panjang

arang semakin kecil untuk berbagai

konstruksi sampai batas tertentu, yang selanjutnya panjang arang akan naik lagi.

Adanya pengaruh variasi

konsentrasi zat terhadap nilai kekuatan

tarik yang diperoleh, dimana semakin

besar konsentrasi zat, kekuatan tarik kain

semakin bertambah, hal ini disebabkan

karena adanya pelapisan dan penyerapan zat tahan api terhadap serat yang

membentuk ikatan silang dengan serat

sehingga kekuatan tarik serat bertambah.

4 KESIMPULAN

Dari hasil percobaan, dapat diambil

beberapa kesimpulan, yaitu :

1) Besarnya kekuatan tarik kain

dipengaruhi oleh konsentrasi resin,

dimana semakin besar konsentrasi

resinnya, maka kekuatan tarik kain

semakin meningkat hal ini

disebabkan karena adanya pelapisan

dari zat tahan api yang membentuk

ikatan silang dengan serat.

6) Bahan yang telah disempurnakan

dengan zat pyrovatex memiliki sifat tahan api yang baik untuk serat

kapas.

7) Sifat tahan api pada kain yang telah

disempurnakan akan menurun

apabila kain tersebut telah

mengalami pencucian berulang .

8) Besarnya kekakuan kain dipengaruhi

oleh pelemas, dimana semakin

banyak penggunaan pelemas maka

kekakuan kain semakin menurun.

DAFTAR PUSTAKA

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,

Purwanti, Mohamad Widodo. "Teknologi

Penyempurnaan." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 1998.

http://WWW.nap.edu/openbook/03090704/ht

ml/499-512.html,copyright,2000 The

National Academy of Science,

L. P. Russo, B. W. Bequette. "Impact of

Process Design on The Multiplicity Be-

haviour of A Jacketed Exothermic CSTR.."

AlChe Journal 41.1 (1995): 135-147.

http://WWW.etsu.com

Suparman, et al. "Teknologi Penyempurnaan

Tekstil." Bandung: Institut Teknologi

Tekstil, 1973.

A. J. Hall. "Textile Finishing." London:

Heywood Books, 1966.

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.

J. T. Marsh. "An Introduction to Textile

Finishing." London: Chapman & Hall, Ltd.,

1957.

Page 27: TexCHAM All Papers
Page 28: TexCHAM All Papers

15

4 PAKAIAN DALAM PRIA ANTI BAKTERI DAN TAHAN

KOTOR

Mariati Sihotang, Megie Yunita, Midian Pasaoran Napitupulu, Mulyono

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Banyaknya aktivitas yang dilakukan manusia khususnya kaum pria menyebabkan

permintaan akan pakaian yang nyaman dan dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh bakteri-bakteri yang terdapat dalam zat sisa metabolisme yang

dikeluarkan oleh tubuh. Hal ini tidak terkecuali untuk celana dalam. Celana dalam

sebaiknya terbuat dari kain yang mudah menyerap cairan, lembut, mudah dibersihkan dan

tahan terhadap bakteri. Pada percobaan ini digunakan kain rajut kapas yang telah

dihilangkan kanjinya, telah dimasak, dikelantang dan dicelup dengan zat warna reaktif,

kemudian dilakukan penyempurnaan anti bakteri dengan menggunakan Sanitized® T96-

20, penyempurnaan tahan kotor dengan Oleophobol dan penyempurnaan pelemas dengan

Silicon N-100.

Abstract

Underwear in general must be able to offer comfort. It must also provide an adequate

protection from bacterial growth which may arise from favourable conditions created by

warm temperature, perspiration and other metabolismic residue. This is especially true for

active persons. Such an underwear must therefore conform these requirements; it must

have good absorption, soft, does not retain dirt and prevent bacterial growth. In this

experiment we used cotton knitted fabric, which has been desized, scoured, bleached and

subsequently dyed with reactive dye. The finishing was performed with Sanitized® T96-20

as anti-bacterial agent, Oleophobol SL as soil-resistant agent and Silicon N-100 softener.

1 PENDAHULUAN

Maksud dan tujuan dari percobaan

ini adalah untuk meningkatkan mutu

celana dalam pria dewasa yang dibuat

sesuai dengan standar mutu yang ada.

Dewasa ini para konsumen

cenderung menggunakan produk yang

tidak hanya berdaya pakai, tapi juga

bermutu bagus. Celana dalam merupakan

salah satu produk tekstil yang

permintaan pasarnya tidak pernah surut.

Berdasarkan survei yang dilakukan ter-

hadap mahasiswa tentang frekuensi

penggantian celana dalam selama

seminggu, ternyata mereka rata-rata

mengganti celana dalam sebanyak 2-4

kali per minggu, meskipun ada yang

mengganti tiap hari. Kebiasaan ini

dengan dibarengi oleh aktivitas kaum

pria yang tinggi memungkinkan per-

tumbuhan bakteri lebih besar akibat sisa

metabolisme dari tubuh dan noda-noda yang sulit dihilangkan. Hal ini dapat

menyebabkan penyakit berbahaya jika

tidak diatasi.

Pada pembuatan produk ini dipilih

kain rajut kapas 100% yang memiliki

MR tinggi sehingga mudah menyerap air

dan memberi rasa nyaman. Namun ini

dapat menyebabkan noda yang menempel sulit dihilangkan, jadi

diperlukan penyempurnaan tahan kotor.

Penyempurnaan anti bakteri untuk

mencegah pertumbuhan bakteri dari zat-

zat sisa metabolisme tubuh. Agar celana

dalam yang dihasilkan nyaman dipakai, dilakukan penyempurnaan pelemas. Pada

Page 29: TexCHAM All Papers

16

proses-proses penyempurnaan di atas

digunakan kain rajut kapas yang telah

dihilangkan kanjinya, dimasak,

dikelantang dan dicelup dengan zat

warna reaktif untuk menambah keindahan.

2 PERCOBAAN DAN DIAGRAM

ALIR

2.1 Persiapan Penyempurnaan

Penghilangan kanji, pemasakan dan

pengelantangan dilakukan secara

simultan dengan 10 cc/l NaOH 38oBe, 20

cc/l H2O2, 2 cc/l teepol, 2 g/l Na2CO3

dan 5 cc/l Stabilisator pada suhu mendidih selama 45 menit dalam vlot

1:7.

2.2 Merserisasi

Merserisasi dilakukan dengan NaOH 38o

Be dan 10 cc/l teepol pada suhu kamar

selama 60 detik dengan metode

perendaman. Kemudian dinetralkan

menggunakan asam asetat 5%.

2.3 Pencelupan

Pencelupannya menggunakan zat warna

reaktif dingin sebanyak 2%, 50 g/l NaCl,

1 cc/l pembasah dan 5 g/l Na2CO3 pada

suhu kamar selama 45 menit dengan vlot

1:10.

2.4 Penyempurnaan

Penyempurnaan anti bakteri dan

tahan kotor dilakukan secara simultan

menggunakan Sanitized® T96-20 0,5%

dan 1% dari berat bahan, 10 g/l

Oleophobol, 15 % katalis, asam asetat (pH 4-5) dengan WPU 70%.

Pelemasan menggunakan 10 g/l dan

15 g/l Silicon N-100, asam asetat (pH 4-

5) pada suhu 150oC dengan WPU 80%.

Diagram alir Proses Penyempurnaan

persiapan larutan

rendam-peras bahan dalam larutan zat

anti bakteri dan tahan kotor WPU 70%

pengeringan 100oC; 10 menit

rendam peras bahan dalam larutan zat

pelemas WPU 80%

pengeringan 100oC; 10 menit

pemanas awetan 150oC; 3 menit

pencucian dan pembilasan

pengeringan

Tabel 4-1. Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang dikerjakan

dengan Sanitized T96-20 dan Oleophobol SL

Resep Kontrol I II III IV

Sanitized T96-20 (% owf) - 0,5 0,5 1,0 1,0

Oleophobol SL (g/l) - 10 10 10 10

CH3COOH (pH) - 4-5 4-5 4-5 4-5

Silicone N-100 (g/l) - 10 15 10 15

Hasil Pengujian

Daya serap (detik) 76,2 ± 23,2 136,2 ± 4,5 204,8 ± 4,3 31,8 ± 4,0 114,4 ± 25,8

Sebelum pencucian

0,9048 1,0818 1,2581 0,7769 K/S

Sesudah pencucian

0,8610 1,1696 0,7269

Sebelum pencucian

65,10 62,93 69,14 Kecerahan (%) Sesudah

pencucian 63,06 66,96 68,68

Page 30: TexCHAM All Papers

17

3 HASIL DAN DISKUSI

3.1 Persiapan penyempurnaan

Proses persiapan penyempurnaan

yang simultan dapat menghemat

pemakaian zat kimia dan biaya,

mengefektifkan waktu. Karena kain grey

diperoleh dari luar, kita tidak mengetahui

jenis kanji yang dipakai, sehingga sulit

diketahui jenis penghilang kanji yang

efektif. Dengan penggunaan stabilisator

diharapkan pelepasan On terjadi

perlahan dan merata agar On tidak

terbuang ke udara sebelum bereaksi

dengan serat atau menyerang serat

dengan tidak terkendali.

Semakin banyak penggunaan

stabilisator dan semakin lama waktu

proses, maka semakin banyak H2O2 yang

terurai untuk meningkatkan derajat putih

kain.

3.2 Merserisasi

Konsentrasi NaOH dan

kemurniannya harus terkontrol untuk

mendapatkan daya serap dan kilau yang

baik. Kondisi perendaman harus terbebas dari lipatan dan mendapat tegangan yang

sama agar penetrasi kostik ke dalam kain

merata.

Pada percobaan terjadi lipatan kain

karena media perendamannya kurang

luas, sehingga hasil merserisasi tidak

optimal dan daya serap kain tidak rata.

3.3 Pencelupan

Faktor yang menyebabkan warna

hasil pencelupan belang yaitu, proses

merserisasi tidak optimal sehingga daya

serap kain terhadap zat warna dan zat-zat

kimia tidak merata, penggunaan zat

warna reaktif dingin yang sangat reaktif

sehingga resiko belangnya tinggi, adanya

lipatan kain pada proses pencelupan

karena media celup tidak memadai,

migrasi zat warna yang tidak rata karena

pengadukan tidak kontinu.

3.4 Penyempurnaan

Penyempurnaan anti bakteri dan

tahan kotor dilakukan simultan bertujuan

untuk meningkatkan kekuatan ikatan

silang antara zat anti bakteri dengan

serat. Penggunaan resin tahan kotor dan

pelemas dapat mengurangi daya serap

kain terhadap air, sehingga diusahakan penggunaannya tidak terlalu banyak agar

celana dalam tersebut tetap nyaman

digunakan.

4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah diuji, dapat diambil kesimpulan

bahwa resep yang optimum

penyempurnaan yaitu penggunaan anti

bakteri Sanitized®T96-20 sebanyak 1%

dari berat bahan, zat tahan kotor

Oleophobol sebanyak 10 g/l, dan zat

pelemas Silicon N-100 sebanyak 15 g/l.

4.2 Saran

Untuk mendapatkan kain yang

bersih, putih dan berdaya serap baik

perlu diperhatikan pemilihan zat yang

sesuai dan efektif terutama untuk proses

yang simultan, konsentrasi dan

kemurnian zat kimia, kain bebas dari

lipatan pada proses merserisasi.

Untuk mendapatkan hasil

pencelupan yang optimal perlu

diperhatikan tahapan proses, pengadukan

yang kontinu, penambahan alkali

diakhir, kain bebas dari lipatan dan

terendam seluruhnya.

Pemilihan jenis resin yang

digunakan dalam penyempurnaan harus

diperhatikan agar tidak mengganggu

sifat fisik kain yang diharapkan dan daya

kerja resin lain.

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur kami haturkan pada Allah

SWT yang telah memberi perlindungan

selama pembuatan produk

penyempurnaan ini. Rasa terima kasih

kami tujukan pada semua pihak yang

telah mendukung kelancaran proses

praktikum penyempurnaan. Terutama

pada Bapak Widodo, AT selaku dosen

Penyempurnaan yang telah membimbing

Page 31: TexCHAM All Papers

18

dan mengarahkan selama praktikum

Penyempurnaan berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

"SII 0607-81. Ukuran Celana dalam Pria

Dewasa Kain Rajut Rib."

Astini Salihima. "Pedoman Praktikum

Pengelantangan dan pencelupan."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil,

1978.

Ratnasari Nur Hijrinah. "Suatu Studi

tentang Penyempurnaan Resin Senyawa

Fluorokarbon dengan Penambahan

Isopropyl Alcohol Terhadap Sifat Tahan

Kotor Kain Celana Polyester/CDP (50 %/50 %)." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 2002.

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,

Purwanti, Mohamad Widodo.

"Teknologi Penyempurnaan." Bandung:

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.

Surdia N. M., et. al. "Simposium

Nasional Polimer III : Prosiding."

Himpunan Polimer Indonesia, 2001.

Page 32: TexCHAM All Papers

19

5 CELEMEK BAYI TAHAN KOTOR

Achmad Fadjry, Anita Puspita, Depi Natalia P, Emma Sukmawati

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Spesifikasi khusus yang penting bagi produk bayi adalah aman dari zat-zat berbahaya dan

nyaman. Pembuatan celemek atau pakaian bayi yang tahan terhadap kotoran dari

makanan bayi diperoleh dengan memanfaatkan sifat oil-repellent dan water-repellent

melalui proses penyempurnaan. Aversin KFC-I adalah senyawa kopolimer perfluoro alkil

akrilat yang dapat memberikan sifat tolak air dan tolak minyak pada bahan tekstil dan

aman. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi optimum bagi proses

penyempurnaan tahan kotor pada kain campuran poliester rayon menggunakan Aversin

KFC-I. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa penambahan pelemas jenis silikon

menurunkan kemampuan tahan kotor kain. Penggunaan zat pengikat silang dari jenis

dimetilol dihidroksi etilena urea (DMDHEU) terbukti meningkatkan daya tahan cuci hasil

penyempurnaan tahan kotor. Pengujian tahan kotor dan pencucian berulang

memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada penggunaan Aversin KFC-I sebanyak 60 g/l,

Decaresin (DMDHEU) 30 g/l dan katalis MgCl2.H2O 15 g/l.

Abstract

Some of the most important features required for babies products are safety and comfort.

In addition to that, textile products for babies require good stain release mechanism due

to risks of food spill on the material on wear. Aversin KFC-I is a perfluoro alkyl acrylic

copolymer that gives water- and oil-repellent effect and is safe for human, even for babies.

The purpose of this study is to investigate optimum condition for stain-release finishing of

polyester-rayon fabric intended for baby apron. The addition of silicon as a softener

decreases stain repellency of finished product. The permanent effect of finished product is

strongly influenced by the addition of dimethylol dihydroxy ethylene urea (Decaresin) as

cross-linking agent. It was shown that the best result in this circumstances is obtained by

the use of Aversin KFC-I at 60 g/l, DMDHEU (Decaresin) 30 g/l, and magnesium chloride

15 g/l.

1 PENDAHULUAN

Celemek biasanya dibuat dari bahan sintetik seperti plastik. Alternatif lain

celemek dapat dibuat dari kain yang

telah melalui proses penyempurnaan oil-

repellent dan water-repellent. Jenis kain

yang dipilih berupa kain campuran

polyester/rayon. Sifat-sifat ini

dibutuhkan agar kotoran yang menempel yang biasanya berasal dari makanan bayi

tidak melekat dengan kuat dan mudah

dihilangkan. Makanan bayi umumnya

mengandung susu, lemak, protein, air

dan bahan lainnya yang berupa bubur

halus, sehingga sifat oil-repellent dapat

menahan melekatnya kotoran yang mengandung lemak dan sifat water-

repellent dapat menahan meresapnya air

sehingga tidak langsung membasahi

pakaian bayi

Salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil penyempurnaan ini

adalah konsentrasi dari resin dan

penambahan zat pembantu lainnya.

Resin dan zat pembantu lainnya

mempengaruhi sifat-sifat kain seperti

sifat tahan kotor (water and oil repellent)

dan tahan terhadap pencucian.

Page 33: TexCHAM All Papers

20

2 PERCOBAAN DAN EVALUASI

2.1 Percobaan

Kain grey T/R dilakukan proses

pre-treatment yaitu penghilangan kanji

menggunakan enzim, stabilisator dengan

suhu < 60 o

C dan waktu 60 menit dan

pemasakan-pengelantangan secara

simultan menggunakan H2O2, NaOH,

Teepol dengan suhu 70-90 oC dan waktu

60-90 menit

Pencelupan kain T/R hanya

dilakukan untuk serat rayon

menggunakan zat warna reaktif dengan

cara perendaman

Lalu dilakukan proses finishing

dengan resep sebagai berikut :

Aversin KFC-I : 20 - 40 - 50 -

60 g/L

MgCl2 . H2O : 0-15 ml/L

Silicone N-100 : 0 - 3 ml/L

WPU : 65 %

Pengeringan awal: 1000C – 2 menit

Curing : 1500C – 4 menit

Tabel 5-1. Resep penyempurnaan tahan kotor

menggunakan Aversin KFC-I untuk celemek bayi

Zat

Variasi 1 2 3 4 5

Aversin KFC-I (g/L)

20 40 50 60 60

MgCl2.6H2O (ml/L)

15 15 15 0 15

Silicone N-100 (ml/L)

3 3 3 0 0

Decaresin (g/L)

0 0 0 0 30

SKEMA PROSES

Pers. larutan Padding Drying

Curing

(WPU 65%)

(1000C – 2 mnt)

(1500C – 4 mnt)

2.2 Evaluasi

Untuk mengetahui efek

penyempurnaan yang dihasilkan,

dilakukan uji spray test dengan air suling

sebanyak 250 ml dituangkan kedalam

corong alat penguji kemudian didiamkan selama 25-30 detik kemudian diketuk

dan dibandingkan peta spray test. Untuk

pengujian Tahan kotor pengujian di-

dasarkan pada ASTM D 3050-75.

3 HASIL DAN DISKUSI

Grafik Uji Spray Test

-100

0

100

200

1 2 3 4 5

Percobaan

Nila

i U

ji

Ssdh Penc

Sblm Pencn

Gambar 5-1. Hasil Uji Siram Berbagai Resep

Penyempurnaan Tolak Air/Tahan Kotor

Dari grafik terlihat pada resep 1, 2,

3 menunjukan hasil uji spray test yang

meningkat efek tolak airnya dengan

bertambahnya konsentrasi Aversin KFC-

I yang ditambahkan. Hasil yang

maksimal ditunjukan pada kain yang

diproses dengan penambahan Aversin

KFC-I 60 g/l tanpa MgCl2 maupun

silicon, dimana hasil uji menunjukan nilai 100 dengan tidak ada pembasahan

sama sekali pada kain.

Dari hasil uji terlihat bahwa

penambahan Silicone sebagai zat

pelemas/pelembut tidak kompatibel

untuk digunakan bersama Aversin KFC-

I, sehingga menurunkan efek

penyempurnaan tolak air dan tahan

kotor yang dihasilkan, walaupun

digunakan dalam jumlah kecil.

Penambahan MgCl2 sebagai

katalisator tidak diperlukan dalam proses

penyempurnaan dengan Aversin KFC-I.

Hal ini dihubungkan dengan kereaktifan

jenis resin ini yang sudah dapat bereaksi dengan baik tanpa penambahan katalis.

Namun ketiga resep diatas menunjukan

Page 34: TexCHAM All Papers

21

hasil yang tidak permanen setelah

dilakukan pencucian berulang.

Sifat permanen yang memuaskan

terlihat pada kain yang diproses dengan

resep Aversin KFC-I 60 g/l, Decaresin

30 g/l dan MgCl2.H2O 15 g/l. Penambahan Decaresin pada larutan

padding dimaksudkan untuk memperkuat

ikatan silang yang terjadi antara resin

dan serat, sehingga diharapkan efek

finishing yang diperoleh lebih maksimal.

MgCl2 yang ditambahkan berfungsi

sebagai katalis yang mempercepat proses

Decaresin tersebut membentuk ikatan

silang bersamaan dengan Aversin KFC-I

terhadap serat.

Efek tahan kotor yang baik terlihat

dari kecilnya selisih persen reflektansi

sebelum dan sesudah pencucian. Dimana

dari data yang diperoleh pada resep 1, 2, 3 menunjukan efek tahan kotor yang

cukup baik, namun efek yang paling baik

terlihat pada hasil penyempurnaan

dengan konsentrasi Aversin KFC-I 60 g/l

tanpa penambahan zat pembantu lainnya.

Grafik Uji Reflektansi

17

18

19

20

21

22

23

1 2 3 4

Percobaan

Nil

ai %

R P

ada

44

0 n

m

Sblm Penc

Ssdh Penc

Gambar 5-2. Data Reflektansi Untuk Evaluasi

Sifat Tahan Kotor

4 KESIMPULAN

Penyempurnaan tahan kotor dan

tolak minyak dengan Aversin KFC-I dan

decaresin pada kain T/R memberikan

kemampuan untuk menolak air dan

minyak pada konsentrasi resin yang

optimal. Semakin tinggi penggunaan konsentrasi Aversin KFC-I ditambah zat

pembantu menghasilkan kemampuan

menolak kotoran yang semakin baik.

Penggunaan konsentrasi Aversin KFC-I

60 g/l tanpa zat pembantu menghasilkan

kemampuan menolak kotoran yang lebih

baik lagi dibandingkan dengan

penggunaan konsentrasi Aversin KFC-I

dengan penambahan zat pembantu pada

konsentrasi 50 g/l

Hasil kemampuan menolak kotoran

dengan penambahan decaresin sebagai

penambah ikatan silang menghasilkan efek yang lebih permanen setelah

dilakukan pencucian berulang

dibandingkan daya ikat Aversin KFC-I.

Dengan mempertimbangkan

pengaruh konsentrasi Aversin KFC-I dan

penambahan zat-zat pembantu untuk

menghasilkan produk yang optimal dan ekonomis diperlukan Aversin KFC-I

dengan konsentrasi yang cukup tinggi

dan penambahan Decaresin dan katalis

yang menjamin sifat permanen dari efek

water and oil repellent tersebut.

Ucapan Terimakasih

Suatu hal yang tidak mungkin apabila

kami melakukan penelitian ini tanpa

adanya bimbingan dari pihak lain. Oleh

karena itu kami mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada

Dosen Prak. Penyempurnaan 2, Bpk.

Mohamad Widodo. A.T. M.Tech, Bpk. Darso selaku asisten, Ibu Ida, Ibu Maya

K.S,Ibu Juju Bpk. M. Ichwan,Bpk

Solihin dan semua pihak yang turut

membantu atas saran, bimbingan,

kritikan, petunjuk, dan kerja sama

selama penelitian ini berlangsung

DAFTAR PUSTAKA

"Textile Finishing Manual." BASF,

Iwa Kartiwa. "Suatu Studi

Penyempurnaan Oil Dan Water-repellent

Dengan Fc-804 Pada Kain Katun."

Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi

Tekstil, 1985.

Muhammad Dicky. "Studi Tentang

Peran pH Dan Konsentrasi Zat Tolak Air

Jenis Fluorokarbon Pada Penyempurnaan

Tolak Air Dan Tolak Minyak Kain

Poliester." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 2000.

Page 35: TexCHAM All Papers

22

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,

Purwanti, Mohamad Widodo.

"Teknologi Penyempurnaan." Bandung:

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.

Page 36: TexCHAM All Papers

23

6 PENINGKATAN MUTU KAIN KANTONG POS DENGAN

PENYEMPURNAAN TOLAK AIR MENGGUNAKAN

FLUOROKARBON DAN RESIN MELAMIN

Aris Hudayana, Aryaji, Berlian zain, Eka Diasy Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Penyempurnaan tolak air pada kain kantong pos di Indonesia selama ini menggunakan

senyawa lilin. Penyempurnaan ini dirasa kurang memuaskan karena dirasa kurang baik

hasilnya tidak permanen, mudah kotor, warnanya mudah suram. Penyempurnaan dengan

floro karbon adalah salah satu usaha untuk meningkatkan mutu penyempurnaan tersebut

sehingga diperoleh penyempurnaan yang sesuai dengan kantong pos. Dalam proses ini

digunakan dua macam zat utama yaitu senyawa fluorokarbon sebagai zat penolak air dan

resin melamin sebagai pembantu meningkatkan keawetan daya tolak air sehingga lebih

permanen. Pemilihan 2 senyawa tersebut atas dasar struktur molekulnya yang

memungkinkan dapat menghasilkan hasil yang lebih permanen dan dapat digunakan

untuk semua jenis serat. Hasil percobaan dan pengujian menunjukan bahwa kedua zat

tersebut dapat bekerja sama sehingga dapat meningkatkan nilai tolak air dan sangat

tahan terhadap pencucian berulang.

Abstract

Mail bag requires certain qualities to serve its purpose, one of which most important is

that it must provide sufficient protection for postal material contained in it. Water-proof,

in this case, is extremely important especially in region like Indonesia. Such a property is

normally provided by treating mail bag, which is usually made of canvas, with wax

emulsion. This type of coating is not permanent, in the sense that it may be removed either

by rubbing and/or other severe condition during its use. Chemical treatment with

fluorokarbon and melamine resin was proposed to improve its water-proof effect. The

experiment shows that fluorokarbon and melamine resin can work together in improving

the quality of mail bag.

1 PENDAHULUAN

Dalam rangka memenuhi spesifikasi penyempurnaan tolak air pada kantong

pos, perlu digunakan zat tolak air yang

baik. Untuk itu senyawa fluorokarbon

merupakan zat yang dapat berikatan

dengan serat, sangat baik untuk

penyempurnaan tolak air serat sintetik,

tahan pencucian berulang dan tidak mempengaruhi hasil pencelupan. Selain

zat diatas perlu ditambahkan resin

pengisi untuk membantu memperkecil

celah – celah diantara serat. Untuk itu

resin melamin yang dapat membentuk

makromolekul tiga dimensi dapat

digunakan untuk maksud tersebut, selain itu harganya relatif murah.

Dengan pertimbangan aspek itu

diharapkan dapat meningkatkan mutu

penyempurnaan tolak air kantong pos.

2 PERCOBAAN

Kain campuran poliester/kapas

mentah (grey) mula-mula dikerjakan

dengan larutan alkali pada suhu 70°C

selama 30 menit dengan cara

perendaman untuk menghilangkan kanji

dan kotorannya. Selanjutnya kain dicelup

Page 37: TexCHAM All Papers

24

dengan zat warna reaktif dingin dengan

cara perendaman.

Penyempurnaan tolak air dilakukan

dengan cara kontinyu dimana kain mula-

mula dibenamperas dalam larutan yang

mengandung senyawa tolak air dari jenis fluorokarbon (Aversin KFC-I), resin

melamin (BT-336), dan senyawa

polivinil akrilat sebagai pengisi, dengan

WPU 70%. Selanjutnya kain dikeringkan

pada suhu 100°C dan dipanasawetkan

pada suhu 150°C selama 3 menit.

Untuk mengetahui daya tolak air

dan perubahan sifat-sifat fisikanya dilakukan pengujian tolak air cara

Bundesmann dan kekuatan tarik cara pita

tiras. Disamping itu, dilakukan juga

pengujian ketahanan gosok terhadap

warna hasil pencelupan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam percobaan yang telah

dilakukan digunakan senyawa fluorokarbon dan zat pembantunya resin

melamin.Dari hasil pengujian didapat

bahwa pengerjaan tanpa kedua zat

tersebut menunjukan daya tolak air yang

jelek, yaitu kapasitas penyerapan air

sebesar 8-14,6 %.

Pengerjaan dengan senyawa

fluorokarbon dengan penambahan resin

melamin ternyata dapat diperoleh nilai

tolak air yang lebih memuaskan.

Pengerjaan dengan penambahan resin

melamin tersebut dapat diperoleh

kapasitas penyerapan sebesar 14.6 %.

Peningkatan tersebut kemungkinan besar

disebabkan karena terjadinya efek

coating pada serat/benang yang terlalu

besar oleh adanya resin melamin

tersebut, meskipun tujuan penambahan

resin tersebut bukan untuk coating.

Pengerjaan dengan penambahan

resin melamin lebih menguntungkan

karena disamping diperoleh mutu yang

lebih baik, harga resin melamin lebih

rendah, sehingga faktor ekonomis lebih

untung.

4 KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kain yang tidak mengalami proses

penyempurnaan tolak air mempunyai

nilai tahan air yang jelek.

Penambahan resin melamin pada penyempurnaan tersebut dapat lebih

meningkatkan nilai tolak air dan daya

tahan pencucian berulang .

Makin tinggi konsentrasi resin

melamin makin baik nilai tolak airnya

sampai batas tertentu.

Titik optimal dicapai pada variasi

konsentrasi melamin dan fluorokarbon 50-40 g/l.

Akibat proses penyempurnaan tolak

air tersebut dapat sedikit menurunkan

kekuatan tarik dan ketahanangosok.

DAFTAR PUSTAKA

"SII 006-75. Cara Pengujian Kekuatan

Tarik dan Mulur Kain Tenun."

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil,

1975.

Perum Pos dan Giro - Balai Besar

Tekstil. "Evaluasi dan Saran Standar

Persyaratan Mutu Kantong Pos II."

Bandung: Balai Besar Tekstil, 1981.

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,

Purwanti, Mohamad Widodo.

"Teknologi Penyempurnaan." Bandung:

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.

Soeparman, et. al. "Teknologi Penyempurnaan." Bandung: Institut

Teknologi Tekstil, 1973.

Page 38: TexCHAM All Papers

25

7 PENYEMPURNAAN TOLAK AIR DENGAN FLUOROKARBON

UNTUK KAIN PAYUNG DARI POLIESTER

Ami Sebastian, Ari Rahmasari, Dini Nursari, Dreta Wulandari Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Payung adalah alat atau sarana untuk melindungi diri dari air hujan, sinar matahari dan terkadang

sebagai aksesoris. Kain bahan payung biasanya terbuat dari serat kapas atau serat nylon. Ditinjau

dari penggunaannya sebagai payung hujan, serat kapas mempunyai sifat hidrofil, berat dan

harganya pun cukup mahal. Sedangkan serat nylon mempunyai moisture regain yang lebih tinggi

dibandingkan dengan serat poliester. Dengan mengacu pada hal-hal yang dikemukakan tersebut,

kain poliester yang mempunyai sifat hidrofob, ringan, kuat dan mudah didapat, sehingga diharapkan

dapat lebih menguntungkan untuk dijadikan payung, baik dari segi teknis maupun ekonomis.

Penyempurnaan tolak air yang dilakukan untuk proses penyempurnaan kain payung pada percobaan

ono menggunakan senyawa perfluoro alkil akrilik kopolimer (Aversin KFC-I). Senyawa ini akan

memberikan efek tolak air dengan jalan melapisi permukaan serat-serat penyusun kain dengan suatu

film atau lapisan yang terdiri dari gugus-gugus –CF3, -CF2H atau -CF2 yang sangat rapat dan

memberikan semacam pelindung kimiawi terhadap kemungkinan terjadinya penetrasi air. Hasil

percobaan memperlihatkan jumlah pemakaian optimum untuk penyempurnaan tolak air kain payung

dari poliester 100% adalah sebesar 50 g/l dengan nilai peta pada uji siram 100 dan nilai uji tahan

hujan 8,4%.

Abstract

In this work, we studied the application of perfluoro alkyl acrylic copolymer (Aversin KFC-I), a

water-repellent agent, on 100% polyester fabric. The purpose of the study is to find an optimum

recipe of water-repellent finishing that gives the fabric qualities required by an umbrella. The

material for an umbrella is normally made of nylon or cotton. The latter is in general more expensive

than the former. In addition to cost factor, cotton is normally much heavier than nylon, especially

when gets wet. Polyester may offer some advantages over nylon both technically and economically.

Technically, it has a lower moisture regain, which means that it retains less water than nylon does. It

was found from the experiments that the best result was obtained by the use of 50 g/l Aversin KFC-I.

Spray test showed a value of 100, which means wetting does not take place on the surface of 100%

polyester fabric of concerned.

1 PENDAHULUAN

Kebutuhan payung di Indonesia sangat

besar untuk melindungi tubuh dari sinar

matahari dan hujan. Hal ini menjadi penting

untuk membuat standar mutu bahan dasar

payung, menyangkut jenis dan konstruksi kain, maupun pemilihan zat tolak air yang

dapat menolak air dan tahan terhadap

semburan air yang terus-menerus.

Kain poliester mempunyai sifat hidrofob,

kuat, mudah didapat dan mempunyai

kandungan moisture regain yang lebih kecil

dibandingkan serat kapas dan nylon

diharapkan dapat menjadi bahan dasar yang

lebih baik untuk dijadikan payung. Resin tolak

air yang digunakan adalah Aversin KFC-I

yang merupakan senyawa fluorokarbon.

Senyawa ini bersifat kompatibel dengan

semua jenis serat dan zat-zat kimia lain.

Pengerjaan dengan fluorokarbon memberikan

efek tolak air dengan jalan melapisi

permukaan serat-serat penyusun kain dengan

suatu film atau lapisan yang terdiri dari gugus-

gugus -CF3,-CF2H atau -CF2 yang sangat

rapat. Lapisan ini akan memberikan semacam pelindung kimiawi terhadap kemungkinan

terjadinya penetrasi air.

Page 39: TexCHAM All Papers

26

Percobaan yang dilakukan mempunyai

tujuan untuk mengetahui pemakaian resin

Aversin KFC-I dalam penyempurnaan tolak

air pada kain poliester 100% ditinjau dari segi

teknis maupun ekonomis.

2 PERCOBAAN

Untuk mendapatkan payung dari kain

poliester yang bersifat tolak air perlu

dilakukan proses penyempurnaan dengan

menggunakan senyawa fluorokarbon Aversin

KFC-I .

2.1 Prosedur

Adapun tahap penyempurnaannya

sebagai berikut:

1) Perendam perasan

2) Bahan direndam dalam larutan yang

mengandung Aversin KFC-I , Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat dengan

WPU 70 %.

3) Pengeringan awal

4) Pengeringan awal pada suhu 100o C

selama 2 menit.

5) Pemanas awetan lembab

6) Dilakukan pemanasawetan lembab pada

suhu 180oC selama 15 detik.

7) Pencucian

8) Bahan yang telah dipanas awetkan dicuci

menggunakan sabun kemudian dibilas.

9) Pengeringan

2.2 Kondisi Percobaan 1

30 g/l Aversin KFC-I dilarutkan dengan

Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat

dan dilakukan perendaman perasan dengan

WPU 70 % . Dilakukan pemanasawetan pada

suhu 180oC selama 15 detik.

2.3 Kondisi Percobaan 2

50 g/l Aversin KFC-I dilarutkan dengan

Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat dan dilakukan perendaman perasan dengan

WPU 70 % . Dilakukan pemanasawetan pada

suhu 180oC selama 15 detik.

2.4 Kondisi Percobaan 3

70 g/l Aversin KFC-I dilarutkan dengan

Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat

dan dilakukan perendaman perasan dengan

WPU 70 %. Dilakukan pemanasawetan pada

suhu 180oC selama 15 detik.

2.5 Alat dan bahan

Alat utama yang digunakan adalah

padder untuk mengimpregnasi larutan dan

steamer untuk proses pemanasawetan lembab.

Bahan baku utama yang digunakan

adalah Aversin KFC-I dengan bahan-bahan

pembantu lain, berupa katalis (MgCl2.6H2O),

silikon N-180 dan asam asetat yang

mendukung hasil proses penyempurnaan ini.

3 PENGUJIAN DAN ANALISA

3.1 Uji Kekuatan Tarik

Uji kekuatan tarik dan mulur kain dilakukan

pada kain arah lusi dan pakan. Pengujian ini

dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh

penambahan konsentrasi resin tolak air

terhadap perubahan kekuatan tariknya.

3.2 Uji Tahan Air (Spray Test)

Uji tahan air dilakukan untuk mengetahui

pengaruh perubahan konsentrasi resin tolak air

terhadap daya tolak air. Semakin besar daya

tolak airnya semakin baik pula hasil

penyempurnaan tolak airnya.

3.3 Uji Tahan Hujan

Uji tahan hujan dimaksudkan untuk

mengetahui pengaruh penambahan resin tolak

air terhadap % penyerapan air hujan. Semakin

kecil % penyerapannya maka semakin baik

hasil penyempurnaan tolak airnya.

4 HASIL DAN DISKUSI

Dari percobaan pembuatan payung dari

kain poliester dengan penyempurnaan tolak air

menggunakan senyawa fluorokarbon Aversin

KFC-I yang telah dilakukan diperoleh hasil-

hasil beserta pembahasan sebagai berikut:

4.1 Kekuatan Tarik dan Mulur

Dari data yang diperoleh dapat diketahui

bahwa perubahan konsentrasi resin tolak air

tidak begitu mempengaruhi kekuatan tarik dan

mulur kain. Hal ini disebabkan karena serat

poliester pada umumnya tahan pada suhu

tinggi. Faktor lainnya, karena serat poliester tahan terhadap asam yang terjadi pada saat

Page 40: TexCHAM All Papers

27

proses pemanasawetan, sehingga kekuatan

tarik poliester tidak terpengaruh walaupun

proses pemanasawetan menghasilkan asam.

Tabel 7-1. Pengaruh senyawa tolak air terhadap

kekuatan tarik kain

Lusi Pakan Kons. Aversin KFC-I (g/l)

Kekuatan Tarik (kg)

Mulur (cm)

Kekuatan Tarik (kg)

Mulur (cm)

0 28 5,1 35 7,1

30 25,5 4,3 33 7,1

50 26 5,1 35 7,2

70 25 5,4 34 7,1

4.2 Daya Tolak Air

Dari data yang diperoleh dapat diketahui

bahwa semakin tinggi konsentrasi resin maka

semakin tinggi nilai pengujian daya tolak air.

Hal ini disebabkan karena dengan

bertambahnya resin yang digunakan maka

semakin banyak lapisan film yang terbentuk

dengan sangat rapat, sehingga air lebih sulit

berpenetrasi kedalam kain. Selain itu, karena

terjadinya perbesaran sudut kontak dengan air,

dimana pada bahan yang belum mengalami

proses tolak air nilainya 0, artinya sudut

kontak θ lebih kecil dari 900, sedangkan pada

bahan yang mengalami tolak air sudut kontak

θnya lebih besar dari 900.

Tabel 7-2. Nilai hasil uji siram kain poliester 100%

untuk kain payung yang dikerjakan dengan Aversin

KFC-I.

Konsentrasi

Aversin KFC-I (g/l)

Nilai Uji

0 0

30 90

50 100

70 100

4.3 Daya Tahan Hujan

Tabel 7-3. Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain

poliester 100% untuk kain payung yang dikerjakan

dengan Aversin KFC-I.

Konsentrasi

Aversin KFC-I (g/l)

Nilai Uji

0 58

30 11

50 8,4

70 8,1

Pada uji tahan hujan, kain yang tidak

dikerjakan dengan resin tolak air mempunyai

penyerapan sebesar 58%. Hal ini

menunjukkan bahwa kain tersebut tidak dapat

menahan air hujan. Tetapi setelah kain

mengalami proses penyempurnaan tolak air

dengan senyawa fluorokarbon Aversin KFC-I

diperoleh nilai penyerapan yang jauh lebih

kecil.

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui

bahwa semakin tinggi konsentrasi resin yang

dipakai maka semakin kecil % penyerapan

yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena

gugus fluorokarbon bersifat sebagai gugus

hidrofob yang baik dan berpengaruh sangat

besar terhadap jumlah volume air yang

berpenetrasi pada sela-sela antara benang. Hal.

Adanya tekanan-tekanan yang disebabkan

oleh tetesan air yang kontinyu pada bahan

poliester dalam waktu yang singkat masih

dapat ditahan, tetapi setelah beberapa lama

bahan akan menjadi bocor karena adanya

tekanan dari air.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Dari percobaan yang telah dikerjakan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1) Penyempurnaan tolak air dengan senyawa

fluorokarbon Aversin KFC-I memberikan

kemampuan pada kain poliester untuk

menolak air.

2) Semakin tinggi penggunaan senyawa

fluorokarbon Aversin KFC-I pada kain

poliester tidak mempengaruhi nilai kekuatan tariknya.

3) Semakin tinggi penggunaan senyawa

fluorokarbon Aversin KFC-I pada kain

poliester maka semakin tinggi daya tolak

airnya.

4) Kondisi optimum dari percobaan

penyempurnaan resin tolak air jenis

fluorokarbon pada kain poliester 100% ini

adalah pada konsentrasi 50 g/l, dengan

nilai peta pada uji siram 100 dan nilai uji

tahan hujan 8,4%.

______________________

Ucapan Terimakasih

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak

sehingga pada kesempatan ini penulis

Page 41: TexCHAM All Papers

28

mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1) Bapak M.Widodo, AT selaku pembimbing

yang telah menyumbangkan pikiran dan mengarahkan penulis dalam penyusunan

makalah ini.

2) Ibu Ida Nuramdhani, S.SiT selaku

pembimbing yang telah menyumbangkan

pikiran dan mengarahkan penulis dalam

penyusunan makalah ini.

3) Bapak Sukirman yang telah memberikan bantuan selama praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

"Teknologi Penyempurnaan Tekstil."

Bandung: BPPIT, 1998.

Astini Salihima. "Pedoman Praktikum

Pengelantangan dan pencelupan." Bandung:

Institut Teknologi Tekstil, 1978.

M. W. Ikaney. "Waterproofing Textiles."

1970.

Pramastahu. "Pengaruh Konsentrasi Dan Suhu

Pemanasawetan Pada Penyempurnaan Tolak

Air Kain Payung Kapas Dengan Senyawa

Fluorokarbon Dan Peranan Proses Pelapisan

Terhadap Hasil Akhir." Bandung: Institut

Teknologi Tekstil, 1984.

Ria Harmini. "Study Perbandingan Beberapa

Jenis Zat Tolak Air Pada Penyempurnaan

Kain Payung Nylon." Bandung: Institut

Teknologi Tekstil, 1983.

Soeparman, et. al. "Teknologi

Penyempurnaan." Bandung: Institut Teknologi

Tekstil, 1973.

Page 42: TexCHAM All Papers

29

8 SARUNG BANTAL TAHAN KOTOR DAN ANTI KUSUT

Selly, Sigit, Sri W, Ujang GP

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Sarung bantal merupakan alat pembungkus bantal atau istirahat menghilangkan kelelahan

fisik. Biasanya sarung bantal mudah kotor oleh debu., keringat, kadang minyak dan kotoran

lainnya. Maka dilakukan penyempurnaan dengan menggunakan resin tahan kotor dan anti

kusut jenis senyawa flourokarbon (Oleophobol SL). Bahan yang digunakan yaitu kapas

100%. Biasanya dengan penggunaan resin tersebut pegangan kain kurang baik maka

ditambahkan silikon pada konsentrasi optimum sehingga dapat bekerja untuk memperbaiki

pegangan bahan. Hasil terbaik diperoleh pada pemakaian 30 g/l Olerophobol SL. Kain mula-

mula dibenamperas dengan WPU 60%, lalu dikeringkan pada suhu 1000C selama 2 menit

dan dipanasawetkan pada 1700C selama 45 detik.

Abstract

A pillowslip is a cover for a pillow, made of cotton or other fabric, that can be removed and

washed. It adds an aesthetic value as well as provides protection to the pillow which

otherwise looks dull and may cause some difficulties when gets dirty. The purpose of this

work is to develop a process by which 100% cotton fabric, which is intended for use as a

material for pillowslip, has the ability to resist creasing during its use and to release soil

easily when washed. The type of dirt or soil that develops on a pillowslip normally comes

from the perspiration and dust. In this experiment, we used water- and oil-repellent agent

(Oleophobol SL) to impart soil-release property to the fabric. Silicone-based softener was

added to improve the handle, which normally becomes somewhat stiff if fluorocarbon was

used alone. The treated fabric was subsequently evaluated by its absorptivity, crease-

resistance, stiffness, tensile strength and its fastness to crocking. It was found that the best

result was obtained by treating the fabric with 30 g/l solution of Olephobol SL. The fabric

was first impregnated with the finishing liquor at WPU of 60% and cured at 170°C for 45

seconds.

1 PENDAHULUAN

Karena kebanyakan sarung bantal

yang dibuat mudah kotor oleh debu,

keringat, minyak dan lainnya, maka

dilakukan penyempurnaan terhadap bahan

agar tahan kotor dan anti kusut dengan

resin jenis flourokarbon (oleophobol) dan

pelemas silikon untuk memperbaiki

pegangan.

Untuk pembuatan sarung bantal

dibutuhkan suatu bahan yang memiliki ketahanan terhadap kotoran dan daya serap

yang baik terhadap air.

Untuk membuat kain sarung bantal

yang memiliki ketahanan kotor, pegangan

yang lebih baik. Dibutuhkan suatu bahan yang memiliki kekuatan tarik, daya serap,

tahan luntur terhadap keringat, pencucian,

gosokan serta memiliki perubahan dimensi

lusi dan pakan yang bak maka bahan yang

cocok digunakan sebagai bahan pembuat

sarung bantal tersebut adalah kain kapas.

Pada kain kapas perlu dilakukan penambahan suatu zat yang menjadikan

kain bersifat menolak kotoran dan

memudahkan pelepasan kotoran juga

memiliki pegangan yang lebih baik

misalnya dngan penambahan resin.

Page 43: TexCHAM All Papers

30

Proses yang dilakukan yaitu benam

peras dengan kecepatan putaran rol

tertentu.

Ketika kain diberi resin maka resin

tersebut akan berpolimerisasi membentuk

lapisan film.

2 PERCOBAAN DAN DIAGRAM ALIR

Proses desizing dan scouring simultan

Desizing/scouring → bleaching → dyeing

dan printing → finish → test →

pembuatan produk.

Diagram pencapan

Larutan pasta cap → pencapan → dry →

steaming → washing out.

Penyempurnaan tahan kotor

Larutan benam peras → padding → drying

→ cure.

3 HASIL DAN DISKUSI

• Pengujian kekuatan tarik

Lusi = 15,5 kg Pakan = 18,5 kg

• Pengujian mulur

Lusi = 1,9 cm Pakan =

2,1 cm

• Pengujian kekakuan

Lusi = 1,7375 cm Pakan =

2,25 cm

• Pengujian kemampuan dari lipatan

Lusi = 700 Pakan = 70

0

• Pengujian ketahanan gosok

Tebal awal = 0,30 cm

Tebal akhir = 0,31 cm

Berat awal = 0,146950 g

Berat akhir = 0,147491 g

• Pengujian ketahanan kotor

Cuci = 7,0313 Tanpa = 7,0313

Pengaruh penyempurnaan tahan kotor

terhadap kemamuan pelepasan kotoran

yaitu dengan peningkatan pemakaian

konsentrasi resin senyawa flourokarbon

maka kemampuan ketahanan penodaan

kotoran dan kemampuan pelepasan

kotoran pada kain menjadi meningkat

karenan rantai flourokabon yang

terbentuk semakin rapat sehingga tidak ada area yang terbuka yang

memungkinkan kotoran berpenetrasi

langsung ke dalam serat.

Kekakuan kain semakin meningkat

karena semakin banyak resin yang

melapisinya.

Kemampuan kembali dari lipatan

dimana semakin besar konsentrasi resin semakin besar pula kemampuan kembali

dari kekusutan.

4 KESIMPULAN

1) Semakin tinggi konsentrasi resin maka

semakin anti kotor dan anti kusut.

2) Konsentrasi resin yang digunakan 30

ml/l.

3) Untuk pencucian berulang tidak

dillakukan.

Ucapan Terimakasih

Kami sebagai praktikan sangat

mengharapkan sumbangsih kritikan demi

kebaikan produk kami.

Dan kami tak lupa mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya pada :

• Allah SWT, Tuhan kami.

• Bapak, Ibu dosen praktikum yang

telah membantu kelancaran kami.

• Rekan-rekan praktikan kelompok lain

atas saran dan diskusi hasil praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.

Ratnasari Nur Hijrinah. "Suatu Studi

tentang Penyempurnaan Resin Senyawa

Fluorokarbon dengan Penambahan

Isopropyl Alcohol Terhadap Sifat Tahan

Kotor Kain Celana Polyester/CDP (50

Page 44: TexCHAM All Papers

31

%/50 %)." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 2002.

Soeparman, et. al. "Teknologi

Penyempurnaan." Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1973.

E. R. Trotman. "Technology of Textile

Bleaching, Dyeing, and Finishing." New

York: Chapman & Hall, 1984.

Page 45: TexCHAM All Papers
Page 46: TexCHAM All Papers

33

9 TIRAI TAHAN API DAN TAHAN KOTOR DARI KAIN

POLIESTER 100%

Maskur, Muhamad Sofkhal Jamil, Mujib Islani, Risky Rinaldy Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Salah satu perlengkapan rumah tangga yang sangat mengutamakan keindahan dan

kualitasnya adalah kain tirai. Dilihat dari segi manfaatnya tirai adalah sebuah perabotan

rumah tangga yang digunakan sebagai kain penutup jendela dengan fungsi utama

menghindari terpaan sinar matahari atau terpaan angin. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan tirai rumah tangga dengan keunggulan sifat/karakteristik seperti tahan

terhadap api, tahan kotor, serta lipatan permanen yang tetap. Sehingga dari fungsi tirai

tersebut diperoleh tirai yang mempunyai kualitas yang lebih baik sehingga lebih awet dalam

pemakaiannya dan lebih mudah dalam perawatannya. Pada percobaan dilakukan variasi

resin. Dari hasil percobaan dan pengujian diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi

konsentrasi resin yang digunakan maka semakin tinggi pula efek dari peresinan tersebut yang

meliputi tahan api, kekakuan, sudut kembali dan tahan kotor.

Abstract

Curtain is one of the most familiar examples of textile application in interior design and home

decoration. It serves the purpose based on aesthetic as well as functional performance.

Basically it provides a cover for a window to keep the light out or prevent people in the house

from being seen by others outside. In addition to these, curtain must also meet some minimum

requirements in relation to fire hazard; it must not propagate flame in case of fire. This study

was directed toward the application of organic/inorganic salt of phosphor and perfluoro alkyl

acrylic copolymer to obtain flame-retardant and durable-press as well as soil-release fabric

made out of 100% polyester. The higher the concentration of chemicals used in te finishing

the more pronounced the results: flame-retardancy, stiffness, and crease recovery angle

(crease resistance) as well as soil-release ability.

1 PENDAHULUAN

Tirai adalah sebuah

perabot/pelengkap rumah tangga yang

digunakan sebagai kain penutup jendela

atau pintu yang tidak permanen (fleksibel)

dengan fungsi utama menghalangi pandangan langsung dari orang yang

berada di luar ramah ke dalam rumah dan

melindungi dari terpaan langsung sinar

matahari yang masuk ke rumah serta

hembusan angin dari luar.

Karakteristik yang diinginkan

biasanya adalah ketahanan terhadap nyala

api, ketahanan terhadap kotoran/minyak,

kemampuan mudah lepasnya kotoran

/minyak dari tirai, ketahanan luntur warna

terhadap sinar matahari, dan sifat

keindahan yang pemanen (seperti sifat

lipatan permanen, sifat drape (jatuh), dan

ketahanan kusut yang baik).

Hal yang dipermasalahkan adalah

dilihat segi fungsinya, misalnya tirai yang

dipasang pada ruang tamu. Banyak tamu

kita yang datang baik dari orang tua,

dewasa atau anak-anak. Pembuangan

puntung rokok yang sembarangan

sehingga mengenai tirai, maka kemungkinan dapat memicu

kebakaran.Kotoran pada tangan dari sisa-

sisa makannya yang mengandung minyak

atau kotoran tanah maka tirai tersebut

Page 47: TexCHAM All Papers

34

harus mempunyai sifat tahan kotor dan

kemampuan mudah melepas kotoran/

minyak. Jika dilihat dari segi keindahan

pada lipatan permanent tirai sebagai

hiasan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tirai rumah tangga dengan

keunggulan sifat / karakteristik seperti

tahan terhadap api, tahan kotor, serta

mempunyai lipatan permanen yang tetap.

Sehingga dari fungsi tirai tersebut

diperoleh tirai yang mempunyai kualitas

yang lebih baik sehingga akan lebih awet

dalam pemakaiannya dan lebih mudah

dalam perawatannya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Poliester terbentuk secara kondensasi

menghasilkan polietilen tereftalat yang

merupakan suatu ester dari komponen

dasar asam dan alcohol yaitu asam tereftalat dan etilena glikol.

nHOOC COOH + nHOCH2CH2OH

Asam Tereftalat Etilena Glikol

[-OC COO(CH2)2 ]n + (2n – 1) H2O

Polyester

2.1 Penyempurnaan Tahan Api

Kain mudah terbakar (flammable)

adalah kain yang akan terus terbakar,

meski tanpa dibantu bila terkena api. Pada

peristiwa pembakaran kain terjadi

dekomposisi kimia serat menghasilakan

suatu bahan tertentu yang mudah menguap

dan dapat terbakar. Penyempurnaan tahan

api diharapkan dapat mencegah tekstil

terbakar bila terkena api dan mencegah

bara api terus menyala pada sisa pembakaran.

Zat anti api bertujuan untuk

menangkap udara dari serat dengan

membentuk lapisan film dipermukaan dari

zat – zat yang mempunyai titik leleh yang

rendah, dengan menghasilkan zat anti api

seperti amonia, klorin dan lain – lain

terhadap dekomposisi panas, dan juga oleh

kelarutan gas pembakaran.

2.2 Penyempurnaan Lipatan Permanen.

Prinsipnya adalah proses

penyempurnaan untuk mendapatkan sifat

lipatan permanen pada serat poliester,

dengan membentuk lapisan polimer resin pada permukaan kain.

Sifat hidrofob dari serat poliester dan

tidak adanya gugus reaktif serat dan sifat

kristalinitasnya yang cukup tinggi

menjadikan resin yang dikerjakan pada

bahan poliester tidak masuk ke dalam serat

melainkan hanya melapisi permukaan serat dan berpolimerisasi pada permukaan

serat saja.

2.3 Penyempurnaan Tahan Kotor Senyawa Fluoro

Fluorokarbon adalah senyawa organik yang sebagian besar atom H pada

C –nya disubstitusi oleh atom F. Struktur

kimia senyawa fluorokarbon yang pasti

belum diketahui. Senyawa Fluorokarbon

menurut Goldstein merupakan polimer

atau kopolimer dari Asam vinil perfluoro

dan atau perfluoro ester dari asam akrilat.

Pada pemakaiannya, senyawa fluoro

karbon akan berpolimerisasi pada saat

dilakukan proses pemanan awetan dan

membentuk lapisan film. Lapisan atau film

yang melapisi kain terdiri dari gugus-

gugus CF3- , CF2H, atau –CF2 yang sangat

rapat. Lapisan tersebut akan menurunkan

nilai tegangan permukaan kritis (critical

surface tention) substrat sehingga

memberikan perlindungnan secara kimia

terhadap kemungkinan terjadinya

pengotoran, baik dalam bentuk kotoran

dalam air, maupun kotoran dalam minyak.

Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada

gambar dibawah ini.

Molekul-molekul senyawa zat tahan

kotor berorientasi sedemikian rupa

sehingga rantai fluoro karbonnya paralel

dan gugus metilnya diujung yang lain

mengarah ke luar permukaan bahan,

sedangkan gugus polarnya dapat mengadakan ikatan dengan serat di bawah

permukaan luar.

Page 48: TexCHAM All Papers

35

3 HASIL DAN DISKUSI

Tabel 9-1. Hasil pengujian nyala api cara vertikal

kain tirai poliester 100% yang dikerjakan dengan

Dekaflame

PENGGUNAAN DEKAFLAME

200 g/l 300 g/l 400 g/l Waktu nyala

api (detik)

Pakan

1

Pakan

2

Pakan

1

Pakan

2

Pakan

1

Pakan

2

Sebelum cuci

< 12“ 22 “ 15 “ < 12 “ 1 ‘ 1 “ 18 “

Sesudah cuci < 12“ < 12 “ < 12“ < 12 “ < 12“ < 12“

Kontrol < 12 “

Tabel 9-2. Pengaruh resin melamin terhadap

kekakuan kain tirai poliester 100%

KONSENTRASI

RESIN BT 336 (g/l) Kontrol Panjang Lengkung (cm)

40 60 80

1 2,9 4,3 3,8

2 3,4 3,8 4,4 Lusi

3,5

Sebelum

cuci

Sam

pel

3 4,4 3,0 3,8

1 2,1 3,3 3,3

2 2,4 3,1 4,4 Pakan

2,4

Sesudah

cuci

Sam

pel

3 2,3 2,9 3,1

Tabel 9-3. Ketahanan kusut (CRA) kain tirai

poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin

melamin

Nilai Sudut Kembali (o) KONSENTRASI

RESIN BT 336 (g/l)

Kontrol Bahan Hasil Pengujian 40 60 80

138 Muka 1 147 164 159

141

lusi

Muka 2 147 151 157

142 Muka 1 155 168 154

138

Seb

elu

m c

uci

pak

an

Muka 2 165 154 170

145 Muka 1 159 155 147

139

lusi

Muka 2 168 157 164

141 Muka 1 132 137 127

140

Ses

ud

ah

cu

ci

pak

an

Muka 2 147 150 125

3.1 Uji Tahan Api

Standar perhitungan waktu nyala api

adalah 12“, artinya waktu a2” adalah

waktu waktu nyala api kontak dengan

bahan. Sedangkan untuk waktu >12”

adalah waktu penerusan pembakaran. Jika waktu <12” maka besarnya waktu

diabaikan, artinya nilainya sama dengan

nol atau Kontrol.

Dengan pencucian, penggunaan resin

tahan api tidak memperbaiki sifat

ketahanan terhadap api. Sebab rsin

Dekaflame sifat ketahanan terhadap pencucian sangat buruk. Contoh uji

mempunyai ketahanan api yang baik (rata-

rata <1 menit)

3.2 Uji Kekakuan Kain dan Uji Sudut kembali dari kekusutan

Efek kaku merupakan efek yang

diperoleh dari proses penyempurnaan oleh

rsin. Semakin besar konsentrasi resin

maka efek kaku juga semakin besar. Dan

pencucian yang dilakukan setelah

peresinan menyebabkan efek kekakuan

pada kain menjadi berkurang sebagai

akibat lepasnya sebagian resin yang telah

menempel pada kain setelah pencucian.

3.3 Uji Tahan Kotor Kain

Nilai K/S yang kecil menunjukan bahwa cahaya yang dipantulkan akan

semakin banyak (% reflektansi besar)

sehingga warna kain akan lebih muda, hal

ini menyebabkan kandungan kotoran yang

menempel pada bahan akan semakin

sedikit yang artinya bahan akan semakin

mudah melepaskan kotoran.

Tabel 9-4. Nilai K/S kain-yang-dikotorkan sebelum

dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dengan

Oleophobol SL

KONSENTRASI OLEOPHOBOL

SL (g/l) Proses

Lanjutan λ

K/S

standar 30 50 70

Tanpa

pencucian 580 5,5404 7,4051 6,5520 6,7130

Dengan

Pencucian 580 4,6313 7,9566 8,4075 7,5763

4 KESIMPULAN

Dari hasil diskusi yang telah diuraikan

di atas maka dengan demikian dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Semakin tinggi konsentrasi resin yang digunakan maka semakin tinggi pula

efek dari hasil peresinan tersebut

Page 49: TexCHAM All Papers

36

(tahan api, kekakuan, sudut kembali

dan tahan kotor)

9) Proses pencucian yang dilakukan

setelah proses penyempurnaan resin

sangat berpengaruh pada penurunan

efek dari hasil peresinan tersebut.

10) Nilai k/s yang kecil pada pengujian

tahan kotor menunjukan bahwa

kandungan kotoran pada bahan

semakin sedikit artinya bahan semakin

mudah melepaskan kotoran.

11) Konsentrasi resin yang optimal yang

digunakan pada pecobaan ini adalah :

- Resin tahan api : 300 g/l

- Resin tahan kotor : 50 cc/l

- Resin lipatan permanen : 80 g/l

DAFTAR PUSTAKA

A. J. Hall. "Textile Finishing." London:

Heywood Books, 1966.

J. T. Marsh. "An Introduction to Textile

Finishing." London: Chapman & Hall,

Ltd., 1957.

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,

Purwanti, Mohamad Widodo. "Teknologi

Penyempurnaan." Bandung: Sekolah

Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.

Bernd Jacob, et al. "Pretreatment and

Finishing of Lyocell Woven Fabrics."

International Textile.3 (1998):

Page 50: TexCHAM All Papers

37

10 PENYEMPURNAAN TOLAK AIR PADA KAIN JAKET POLIESTER

KAPAS DENGAN FLUOROKARBON

Esti Yuliani, Fernando S, Fina Dwi N, Ica Yuniarti Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Proses penyempurnaan tolak air adalah proses pembuatan kain agar dapat menahan penetrasi

air, sehingga apabila kain tersebut ditetesi air, air tersebut tidak mudah meresap sehingga kain

tidak mengalami pembasahan. Umumnya kain tolak air dibuat dari serat-serat sintetik 100% yang

diberi zat tolak air, sehingga dapat menahan pembasahan pada kain, tetapi biasanya kurang

nyaman bila dipakai. Sekarang mulai berkembang kain tolak air yang dibuat dari campuran serat

sintetik dan serat alam, sehingga dapat menahan pembasahan, juga terasa nyaman bila dipakai.

Dalam percobaan ini dipakai senyawa berbasis fluorokarbon (Aversin KFC-I) sebagai zat tolak

air, karena senyawa ini mempunyai sifat-sifat yang baik seperti: dapat dipakai pada serat

campuran polyester kapas, memberikan sifat tolak air yang baik, dan tidak berpengaruh terhadap

ketahanan warna. Zat tolak air ini akan berikatan hidrogen dengan gugus OH dari serat selulosa,

sehingga gugus OH tersebut kehilangan kemampuannya untuk berikatan dengan molekul air bila

bahan dibasahi. Penambahan aditif seperti pelemas seringkali dapat mempengaruhi daya serap

bahan sehingga pada penelitian ini juga dilakukan percobaan yang melibatkan pemakaian

pelemas dari jenis silikon (Silicone N-100) pada berbagai konsentrasi. Percobaan

memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada pemakaian fluorokarbon sebanyak 90 g/l tanpa

pelemas.

Abstract

Water-repellent finishing is a chemical process by which a certain kind of textile material is made

resistant to water penetration but at the same time still allows transportation of air. Fabric made

of polyester-cotton is in general considered more comfortable than that of polyester alone. In this

study, fluorokarbon-based chemical (Aversin KFC-I) was used to generate water-repellent

properties on polyester-cotton fabric. This particular chemical has good properties as water-

repellent finish: can be used for polyester-cotton fabric, good water-repellent properties, and does

not change the color of the treated fabric. The addition of additives such as softener to the

finishing liquor often produce an adverse effect to water-repellency, so experiment was also

performed to investigate the effect of silicon type softener (Silicone N-100) to water-repellency.

The data shows that the best result was obtained by the use of 90 g/l Aversin KFC-I without the

addition of softener. Silicone N-100 only slightly improves the handle but it decreases the water-

repellency of the treated fabric, which is obviously observed at higher concentration of Aversin

KFC-I (90 g/l).

1 PENDAHULUAN

Kain tolak air adalah kain yang dapat

menahan pembasahan atau penetrasi air yang

jatuh di atas permukaannya, namun demikian

masih dapat melewatkan udara. Untuk

mendapatkan kain yang tolak air, maka kain

harus mengalami penyempurnaan khusus.

Teknik pemyempurnaannya bergantung pada

jenis serat dan kain yang akan diproses serta

senyawa kimia yang akan digunakan sebagai

zat tolak air.

Pengerjaan dengan senyawa fluoro-

karbon memberikan efek tolak air dengan

jalan melapisi permukaan serat-serat dengan suatu lapisan (film) yang teridiri dari gugus-

Page 51: TexCHAM All Papers

38

gugus CF atau CF−H yang sangat rapat.

Lapisan ini akan menurunkan nilai tegangan

permukaan kritis zat padat, sehingga

memberi semacam perlindungan kimia

terhadap kemungkinan terjadinya

pembasahan (penetrasi air).

Senyawa ini memberikan daya tolak air

jauh lebih baik daripada senyawa

hidrokarbon karena dapat menurunkan energi

permukaan zat padat jauh lebih rendah. Dalam pemakaiannya senyawa fluorokarbon

dapat dicampurkan dengan zat penyem-

purnaan lainnya seperti zat anti kusut, zat

anti mengkeret, dan sebagainya.

2 PERCOBAAN

Kain grey polyester kapas

Pemasakan dan penghilangan kanji

Pemantapan panas

Pencelupan

Percobaan Aversi 30 – 60 – 90 g/l

Silikon N – 100 0 – 2 – 4 ml/l Pemanas awetan 180°C, 3 menit

Uji siram Uji tetes

Uji kekuatan tarik Uji kekakuan

Uji daya tembus udara Tahan luntur zw terhadap gosokan, pencucian, keringat

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengujian dapat diketahui

bahwa semakin besar jumlah pemakaian zat

tolak air maka semakin tinggi pula daya

tolak air yang didapatkan, diikuti dengan penurunan daya serap, dan kekuatan tarik.

Kain pun terasa semakin kaku. Di sisi lain,

daya tembus udaranya justeru bertambah

baik.

Hingga pemakaian 4 g/l pelemas

Silicone N-100 tidak banyak mempengaruhi

daya tolak air. Silicone N-100 adalah

pelemas jenis silikon anionik dan Aversin

KFC-I ternyata tidak kompatibel dengan

senyawa anionik karena dapat menurunkan

daya tolak air yang dihasilkannya. Silicone

N-100 masih dapat memperbaiki sifat pegangan kain pada pemakaian Aversin

KFC-I konsentrasi rendah (30 dan 60 g/l)

dan tidak memberikan perbaikan pada

konsentrasi lebih tinggi (90 g/l).

Tabel 10-1. Daya tolak air (uji siram) dan kekakuan

kain poliester-kapas pada berbagai konsentrasi Aversin

KFC-I dan Silicone N-100

Aversin KFC-I (g/l) Konsentrasi

30 60 90

US 70 80 90 0

K 1,50 1,60 1,60

US 70 80 80 2

K 1,30 1,45 1,60

US 70 80 80 S

ilicone N

-100 (

ml/l)

4 K 1,25 1,30 1,55

Data percobaan memperlihatkan bahwa

hasil tebaik diperoleh pada pemakaian Aversin KFC-I sebanyak 90 g/l tanpa pe-

lemas.

4 KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kain jaket poliester kapas dengan daya

tolak air yang baik dapat diperoleh dengan

pemakaian zat tolak air Aversin KFC-I

sebanyak 90 g/l dengan suhu pemanas

awetan 180 oC selama 30 detik tanpa

penggunaan zat pembantu yang bersifat

anionik karena zat pembantu yang bersifat

anionik dapat mengurangi daya tolak air dari

Aversin KFC-I . Untuk memperbaiki

pegangan kain sebaiknya digunakan pelemas

nonionik.

DAFTAR PUSTAKA

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.

Rasyid Jufri, et. al. "Teknologi

Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1976.

Page 52: TexCHAM All Papers

39

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,

Purwanti, Mohamad Widodo. "Teknologi

Penyempurnaan." Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, 1998.

Joko Handoyo. "Penyempurnaan Tolak Air

Pada Kain Poliester Rayon Menggunakan

Senyawa Fluorokarbon (Light Guard FR

448)." Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi

Tekstil, 1999.

"Aversin KFC-I For Permanent Stain

Repellent Finishing." Dusseldorf: Henkel,

"Silicon N - 100 A Softening Agent

Consisting Of Silicon Oil, Technical

Information." Jakarta: PT. Inkali,

Page 53: TexCHAM All Papers
Page 54: TexCHAM All Papers

41

11 PENYEMPURNAAN TOLAK AIR UNTUK KAIN PAYUNG DARI

NILON 66

Yanti W, Yayu R, Yullia P

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Senyawa tolak air berbasis fluorokarbon pada pemanasawetan akan membentuk suatu lapisan

tipis atau film berenergi permukaan rendah yang dapat menurunkan tegangan permukaan kritis

zat padat sehingga bersifat tolak air dan tolak minyak. Percobaan ini dimaksudkan untuk

mendapatkan kondisi optimum untuk proses penyempurnaan tolak air pada kain nilon 66

menggunakan senyawa fluorokarbon (Scotchguard). Untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka

dilakukan variasi penggunaan zat tolak airnya, yaitu 10 g/l, 20 g/l, dan 40 g/l. Percobaan dan

pengujian memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada pemakaian flurokarbon sebesar 40 g/l .

Abstract

Fluorokarbon-based compound was used in this experiment to obtain water-repellent finish on

nylon (Nylon 66) fabric intended for use as material for umbrella. This compound polymerizes

when cured under suitable condition to form a film of low surface energy which subsequently

lowers the critical surface tension of solid and hence renders it water-repellent and oil-repellent.

The material was treated with finishing liquor containing: 10, 20, and 40 g/l, and then was

subjected to various tests to evaluate the result. It was found that the best result was obtained by

the use of fluorokarbon as much as 40 g/l.

1 PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia tidak hanya untuk sandang saja tapi untuk perlindungan tubuh

dari panas dan hujan pun diperlukan

sehingga diciptakan payung yang tahan

terhadap rembesan air. Untuk menambah

kesempurnaan payung maka dilakukan

proses penyempurnaan tolak air dengan

senyawa berbasis fluorokarbon (Scothguard)

yang dapat memberikan sifat tolak air

permanen pada bahan.

Pada kondisi yang sesuai senyawa

fluorokarbon akan berpolimerisasi

membentuk lapisan tipis (film) pada

permukaan serat dan menurunkan tegangan

kritis permukaannya, dan sebagai akibatnya

serat bersifat tolak-air dan tolak-minyak.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Serat nilon memiliki kemungkinan

pemakaian yang sangat luas dalam bidang

kehidupan manusia terutama karena sifatnya

yang liat, ringan dan memiliki kekuatan

tinggi. Nylon 66 sebagai bahan baku payung

pada percobaan ini diperoleh dari asam

adipat dan heksametilen diamina yang dapat

dibuat dengan berbagai cara.

Fluorokarbon adalah senyawa yang

mengandung gugus fluor dan karbon.

Senyawa fluorokarbon pada dasarnya

berfungsi menurunkan energi permukaan

bahan tekstil.

3 PERCOBAAN

Diagram Alir

Pemasakan

Pencelupan

Persiapan larutan padding

Page 55: TexCHAM All Papers

42

Impregnasi bahan dalam larutan

Drying 1 menit

Pemanas awetan

Pengujian

4 HASIL DAN DISKUSI

Peningkatan daya tolak air ini dapat

disebabkan karena pembesaran sudut kontak

(θ) antara kain dengan air.

Dari ketiga macam variasi proses yang

dilakukan, hasil yang terbaik diperoleh dari

proses penyempurnaan dengan konsentrasi

zat tolak air yang paling tinggi yaitu pada

konsentrasi 40 g/l. Proses ini rata-rata

menghasilkan daya tembus air yang lebih

baik di antara kedua proses yang lainnya,

namun dilihat dari segi ekonomis hal ini

cukup memakan biaya sehingga kurang

efektif dan efisien. Sehingga untuk lebih

memperkecil biaya produksi diambil kain

dengan proses penyempurnaan tolak air

menggunakan zat tolak air konsentrasi 20 g/l

Karena pada konsentrasi tersebut film

polimer telah terbentuk dan telah melapisi permukaan bahan melalui proses

pemanasawetan.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

1) Penyempurnaan tolak air terbukti dapat

menahan terjadinya perembesan dan

penetrasi air namun masih dapat

ditembus udara. Semakin besar

konsentrasi zat tolak air yang digunakan

maka hasil yang didapatkan akan

semakin baik.

2) Hasil terbaik diperoleh dari kain payung

dengan penyempurnaan menggunakan

konsentrasi zat tolak air sebesar 40 g/l

Ucapan Terima Kasih

Kepada ALLAH SWT, dosen dan

asisten penyempurnaan, rekan-rekan kuliah,

perpustakaan dan seluruh pihak yang terkait

terima kasih atas bantuan, dorongan, dan

dukungannya,

DAFTAR PUSTAKA

"SII 0122-75."

"SII 0168-77."

"SII 0106-75."

P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat, Purwanti,

Mohamad Widodo. "Teknologi Penyempurnaan."

Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,

1998.

Soeparman, et. al. "Teknologi Penyempurnaan."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1973.

"Standard Performance Specification For Woven

Umbrella." ASTM 1985, Designation D 4112 -

82. ASTM, 1985.

"SII 0124-75 Uji Siram."

"SII 0248-79 Kekuatan sobek."

"SII 0108-75 uji bundesman."

Page 56: TexCHAM All Papers

43

12 MUKENA KATUN TAHAN KUSUT DAN BEBAS JAMUR DENGAN

DMDHEU DAN ASAM BENZOAT

Anita Anathasia, Anita Ris Herliana, Dian Rosdiana, Elsa Dewi Sulastri

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Mukena adalah peralatan ibadah untuk muslim perempuan. Mengingat kegunaannya itu maka

mukena diharapkan selalu bersih, rapi dan nyaman dipakai. Pada pemakaiannya ada bagian-

bagian tertentu dari mukena yang sering terkena air, terutama bagian yang bersinggungan

dengan bagian tepi wajah pemakai, sehingga seringkali mengundang tumbuhnya jamur yang

menyebabkan timbulnya noda dan mengurangi nilai estetika maupun nilai ibadah pemakai.

Pertumbuhan jamur pada kain kapas juga dapat berakibat berkurangnya kekuatan tarik akibat

enzim yang berasal dari kegiatan metabolisma jamur. Disamping itu, kain kapas juga diketahui

memiliki ketahanan kusut yang rendah. Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut

perlu dilakukan sutu proses yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan meningkatkan

ketahan kusut kain kapas. Pada penelitian ini digunakan zat pengikat silang dari jenis dimetilol

dihidroksi etilena urea (DMDHEU) dan asam benzoat sebagai zat anti jamur. Percobaan

memperlihatkan hasil terbaik diperoleh dengan penggunaan DMDHEU pada konsentrasi 60 g/l

dengan sudut kembali dari kekusutan (CRA) 141,5° dan asam benzoat sebanyak 0,05%..

Pemendaman di dalam tanah selama dua minggu tidak menurunkan kekuatan tarik kain kapas

yang telah dikerjakan dengan asam benzoat 0,05%, sementara kain yang tidak diberi zat anti

jamur mengalami penurunan sebesar 90%..

Abstract

“Mukena” is a praying set for muslimah (muslim women) which covers all but the face and palms

and is worn especially for praying (shalah). As a praying set it must always be clean and

comfortable too. In relation to the latter, cotton fabric is usually the first choice of material for this

particular clothing. There are certain parts that frequently get wet by traces of water left on the

face and hands of the wearer after she takes ablution, especially those that are in contact with the

face. This condition favors the growth of mildew or fungus on the fabric which creates an

unpleasant look and may reduce the strength of the material if left for longer time (people does not

normally wash this particular clothing every day). In this study, we used benzoic acid in

combination with a crosslinking agent, dimethylol dihydroxy ethylene urea (DMDHEU), to inhibit

fungal growth on the fabric and to improve its crease-resistance respectively. The best result was

obtained when using 60 g/l DMDHEU and 0.05% benzoic acid. The crease recovery angle (CRA)

of such treated fabric is 141.5° and it does not lose its strength significantly on two-weeks burial

test. For comparison, untreated fabric loses 90% of its strength after the burial.

1 PENDAHULUAN

Pada kondisi panas dan lembab jamur akan

udah sekali tumbuh dan berkembang biak

pada kain kapas. Kegiatan metabolismenya

akan menghasilkan enzim yang dalam waktu

lama dapat merusak serat kapas. Dalam

percobaan ini digunakan asam benzoat

sebagai zat anti septik atau anti jamur bersama dengan dimetilol dihidroksi etilena

urea (Fixapret CL). Penggunaan zat pengikat

silang pada proses penyempurnaan pada

umumnya diketahui juga dapat memberi sifat

anti jamur pada bahan tekstil.

Page 57: TexCHAM All Papers

44

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur

Jamur merupakan mikroorganisme yang

tersebar di seluruh bagian bumi. Dalam daur

hidupnya yang pendek ia dapat bersifat

positif maupun negatif terhadap kehidupan

organisme lainnya, termasuk manusia.

Pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi

oleh pH, suhu dan kelembaban udara di

sekelilingnya. Meski belum diketahui pasti

kondisi optimum pertumbuhan jamur, secara

umum dapat diperkirakan sebagai berikut:

Makanan: protein, karbohidrat, senyawa

karbon, garam-garam anorganik,

Air: −

Kondisi pH: 6 – 8

Suhu: biasanya 20 - 40°C

Hampir semua mikroorganisme yang menyerang sera selulosa tidak memakan

serat secara langsung, akan tetapi mereka

mengeluarkan enzim tertentu yang akan

mengubah selulosa menjadi glukosa yang

larut yang kemudian menjadi sumber

makanan mereka.

2.2 Asam Benzoat

Asam benzoat sebenarnya tergolong zat

yang berbahaya, terutama bila terhirup

masuk ke paru-paru atau terkena mata. Nama

lain asam benzoat adalah Asam benzena

karboksilat:

Rumus molekul: C6H5COOH

Bentuk fisik: kristal putih/bubuk

Titik didih: 249°C

Titik leleh: 122°C

CH2

R1COOH

KMnO4.OH-, T tinggi

H+/H2O

Gambar 12-1. Asam benzoat

2.3 Dimetilol Dihidroksi Etilena Urea Yang Dimodifikasi (Fixapret CL)

Senyawa ini merupakan zat pengikat

silang dari jenis siklik, hasil modifikasi

dimetilol dihidroksi etilena urea, yang biasa

digunakan pada penyempurnaan kain kapas untuk meningkatkan ketahanan kusut dan

kestabilan dimensinya. Modifikasi

dimaksudkan untuk menekan jumlah

formaldehida bebas pada batas minimum.

Penggunaan senyawa dari jenis ini

(Fixapret CL) dipandang sangat efektif

karena senyawa mampu dan lebih banyak mengadakan ikatan dengan selulosa daripada

dengan sesama monomernya sehingga

kepermanennya juga sangat baik. Senyawa

ini juga dapat memberikan efek pegangan

lembut dan tahan terhadap pencucian

maupun pengeringan.

N

CH CH

NC

O

CH2OHHOH

2C

OH OH

(1)

N

CH2

CCH

NC

CH2OHCH

2OH

O

OCH

CH3 CH3

(2)

Gambar 12-2. DMDHEU (1) dan dimetilol-4-metoksi-

5,5-dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)

3 PERCOBAAN

Percobaan dilakukan dengan

mengerjakan kain kapas 100% yang sudah

dimasak dan dicelup dengan larutan yang

mengandung 60 g/l Fixapret CL, dan asam

benzoat pada konsentrasi yang divariasikan

mulai dari 0,025%, 0,05%, dan 0,1%. Ke

dalam larutan tersebut juga ditambahkan pelemas dari jenis silikon (Silicone N-100)

untuk memperbaiki pegangan kain hasil

penyempurnaan.

Kain mula-mula dibenamperas dalam

larutan penyempurnaan dengan WPU 80%,

kemudian dikeringkan pada suhu 100°C

selama 2 menit, dan dilanjutkan dengan

pemanasawetan pada suhu 150°C selama 3

menit.

Kain hasil proses selanjutnya dievaluasi

kekuatannya (kekuatan tarik cara pita tiras)

sebelum dan sesudah pemendaman di dalam

tanah selama 7 – 14 hari. Ketahanan kusut

dievaluasi berdasarkan sudut kembali dari

Page 58: TexCHAM All Papers

45

lipatan (CRA) menurut cara yang ditetapkan

dalam SNI (Standar Nasional Indonesia).

4 HASIL DAN DISKUSI

Dari hasil percobaan dan pengujian

dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut.

4.1 Anti Jamur

Kain yang dikerjakan dengan asam

benzoat 0,025% ternyata masih mengalami

penurunan kekuatan tarik hingga sebesar

90% setelah dipendam selama 14 hari.

Dengan kata lain, penggunaan asam benzoat pada konsentrasi tersebut masih belum dapat

mencegah pertumbuhan jamur dan

melindungi serat dari kerusakan.

Pada pemakaian asam benzoat sebanyak

0,05% dan 0,10% hampir tidak terjadi

penurunan kekuatan tarik. Demi

pertimbangan ekonomis maka pemakaian

asam benzoat optimum adalah pada

konsentrasi 0,05% karena perbedaan

hasilonya tidak terlalu jauh berbeda.

4.2 Ketahanan Kusut

Penggunaan Fixapret CL sebanyak 60 g/l menghasilkan sudut kembali dari lipatan

sebesar 141,5°, lebih besar dari persyaratan

yang ditetapkan untuk kain tahan kusut, yaitu

135°.

5 KESIMPULAN

Dari diskusi di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa pengerjaan kain kapas

dengan asam benzoat sebesar 0,05% dan zat

pengikat silang Fixapret CL sebanyak 60 g/l

telah dapat menghasilkan kain anti jamur sekaligus tahan kusut sesuai dengan maksud

dan tujuan dari penelitian ini.

Ucapan Terimakasih

Dalam penyusunan makalah ini penulis

mendapat bantuan dari berbagai pihak

sehingga pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1) Bapak Mohamad Widodo, AT. selaku

pembimbing yang telah menyumbangkan

pikiran dan mengarahkan penulis dalam

penyusunan makalah ini.

2) Ibu Ida Nuramdhani, S.SiT selaku

pembimbing yang telah menyumbangkan

pikiran dan mengarahkan penulis dalam

penyusunan makalah ini.

3) Bapak Sukirman yang telah memberikan

bantuan dalam pengadaan bahan

penyempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Textile Finishing Manual.: BASF.

Ine Hermin (1988). Studi Penyempurnaan Anti

Jamur dan Pengujiannya pada Kain Kapas.

Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat, Purwanti,

Mohamad Widodo (1998). Teknologi

Penyempurnaan. Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil.

SII 0106-75.

SII 0168-77.

SII 0122-75.

Technical Information.: PT. Inkali

Page 59: TexCHAM All Papers
Page 60: TexCHAM All Papers

47

13 KAIN JOK DARI POLIESTER 100% DENGAN

PENYEMPURNAAN TAHAN API DAN TAHAN KOTOR

Tutty Sussy Nelly, Wendi Kartiwan, Yuliyana, Yulia Ratna Wulan

Mahasiswa Kimia Tekstil

Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

Abstrak

Salah satu bahan yang sering digunakan untuk kain jok adalah poliester karena kekuatannya.

Namun demikian, sifatnya yang hidrofobik membuat poliester sukar melepaskan kotoran, baik

yang dibawa oleh air maupun minyak. Disamping itu, sebagaimana umumnya serat-serat sintetik,

poliester memiliki sifat listrik yang kurang baik, yaitu daya hantarnya lemah sehingga mudah

menimbulkan efek listrik statik dan akibatnya sangat mengganggu kenyamanan pakainya.

Disamping kemudahan dalam perawatan dan kenyamanan pakai, keselamatan merupakan salah

satu faktor yang mendapatkan perhatian semakin besar dari konsumen, dan dalam hal ini kain jok

dituntut untuk memiliki kemampuan menahan dan tidak meneruskan pembakaran saat terjadi

kebakaran. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan kain poliester yang tahan api dan

sekaligus tahan kotor sebagai bahan kain jok. Penyempurnaan tahan kotor dilakukan dengan

menggunakan senyawa tolak air dan tolak air dari jenis kopolimer perfluoro alkil akrilat (Aversin

KFC-I). Kain poliester 100% dikerjakan dengan larutan yang mengandung 10, 20, dan 30%

senyawa fosfor yang mengandung nitrogen (Nicca Fi-None P-100) sebagai zat tahan api dan 2%

kopolimer perfluoro alkil akrilat. Hasil percobaan menunjukkan hasil terbaik diperoleh pada

pemakaian zat tahan api sebanyak 20% dan 2% kopolimer perfluoro alkil akrilat.

1 PENDAHULUAN

Jok kursi merupakan perabot rumah

tangga yang dimiliki oleh hampir setiap

keluarga. Dalam pemakaiannya jok kursi jarang sekali mengalami proses pencucian

sehingga dapat terjadi penurunan penampilan

karena adanya debu, minyak dan kotoran

lain. Selain itu sering juga terjadi kecelakaan

kebakaran karena rokok yang mengenai kursi

yang ternyata menjadi media untuk

meneruskan pembakaran.

Poliester merupakan jenis serat yang

banyak sekali digunakan dalam pembuatan

produk tekstil. Kelebihannya antara lain

terletak pada kekuatan dan kestabilan

dimensinya. Sedangkan kekurangannya

adalah hidrofobik dan karenanya mudah

menimbulkan efek listrik statik sehingga mudah menarik kotoran.

Untuk mengatasi kekurangan tersebut

(mudah kotor dan sulit dibersihkan) dan

untuk memenuhi persyaratan keselamatan

maka perlu dilakukan proses penyempurnaan

tahan kotora dan tahan api.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada peristiwa pembakaran serat

mengalami dekomposisi kimia yang

menghasilkan bahan yang mudah menguap

dan terbakar. Pada saat nyala api padam

tersisa sejumlah arang atau karbon.

Penyempurnaan tahan api dimaksudkan

untuk mencegah penerusan pembakaran dan

timbulnya nyala pada bara sisa pembakaran

bahan tekstil.

Penyempurnaan tahan kotor pada bahan

tekstil dapat dilakukan dengan memberi sifat

tolak air dan tolak minyak, dan senyawa

yang biasa digunakan adalah dari jenis

kopolimer perfluoro alkil akrilat. Senyawa

ini akan melapisi permukaan serat dengan

suatu lapisan film yang terdiri dari gugus CF3 dan CF2H yang sangat rapat. Lapisan ini

akan menurunkan tegangan permukaan kritis

dari serat sehingga memberi semacam

Page 61: TexCHAM All Papers

48

pelindung kimia terhadap kemungkinan

terjadinya penetrasi air atau minyak.

3 PERCOBAAN

Kain poliester yang digunakan telah

mengalami proses persiapan penyempurnaan,

dimantap-panaskan (heeat set), dan dicelup.

Penyempurnaan tahan api dan tahan kotor

dikerjakan secara simultan dengan resep

sebagai berikut:

Nicca Fi-None P-100 10-20-30% owf

Aversin KFC-I 2%

WPU 60%

Pengeringan 100°C, 2 menit

Pemanasawetan 170°C, 1 menit

Pengujian tahan api dan tahan kotor

masing-masing dilakukan menurut SII No.

0124-75 dan ASTM D 3050-75. Disamping

itu, dilakukan pula uji kekuatan tarik menurut SII No. 0106-75.

4 HASIL DAN DISKUSI

Tabel 13-1. Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan

kekuatan tarik kain poliester 100% yang dikerjakan

dengan Nicca Fi-None P-100 dan 2% Aversin KFC-I

Zat Tahan Api (% owf) Kriteria Standar

10 20 30

Waktu nyala (s) 4 10 6 5

Nilai siram 0 90 100 100

Sesudah Cuci

- 4,53 1,45 6,12 Beda warna (∆E*ab)

Sebelum Cuci

- 6,52 3,05 6,52

Kekuatan tarik (kg) 24 35 33 32

Hasil percobaan dan pengujian

memperlihatkan pemakaian zat tahan api

pada konsentrasi 20% memberikan hasil

terbaik ditinjau dari waktu nyala dan panjang

arangnya. Nilai uji siram pada konsentrasi ini

mencapai 100. Artinya, kain dapat menahan

pembasahan dengan sangat baik. Pengujian

tahan kotor dilakukan dengan cara mengotori

bahan dengan kotoran buatan standar lalu

dicuci dan membandingkan hasilnya dengan

bahan standar yang tidak dikotori. Tingkat

perbedaan antara keduanya sebanding

dengan ketahanan kotor. Semakin kecil

perbedaannya berarti semakin baik pula sifat

tahan kotor bahan yang bersangkutan, dan ini

dinyatakan dengan nilai ∆E dari hasil

pengukuran spektrofotometer. Pengujian

memperlihatkan bahwa ketahanan kotor

terbaik, yaitu ∆E terkecil, diperoleh pada pemakaian Nicca-Fi-None P-100 20% dan

2% Aversin KFC-I.

Selain hal-hal tersebut di atas, perlu

pula dikemukakan bahwa penggunaan zat

tahan api Nicca Fi-None P-100 tidak

mempengaruhi kekuatan tarik kain. Ini dapat

dilihat dari perbedaan kekuatan tarik yang

tidak signifikan pada setiap konsentrasi.

Dengan mempertimbangkan aspek

teknis dan ekonomis maka hasil terbaik

penyempurnaan tahan api dan tahan kotor

pada kain poliester 100% dapat diperoleh

dengan konsentrasi Nicca Fi-None P-100

sebesar 20% dan Aversin KFC-I 2%

DAFTAR PUSTAKA

1. Heffner, Lawrence L., and et. al. 1963. A

Study of Oil and Water Repellent

Surface.

2. Hendrodyantopo, and et. al. 1998. Teknologi

Penyempurnaan. Bandung: STTT.

3. Lubis, Arifin, and et. al. 1975. Teknologi

Persiapan Penyempurnaan.

Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

4. Moerdoko, Wibowo, and et. al. 1975.

Evaluasi Tekstil Bagian Kimia.

Bandung: ITT.

5. Prasetyo, Reddy. "Penyempurnaan tahan Api

Pada Kain Kapas dengan Campuran

Zat Tahan Api Boraks:DAP (1:1)

dan Boraks: Asam (7:3)." STTT.

6. Soeprijono, P., and et. al. 1975. Serat-serat

Tekstil. Bandung: ITT.

7. Y. R., Emma. 2002. "Suatu Pengamatan

terhadap Pengaruh Suhu dan Waktu

Proses Penghilangan Kanji,

Pemasakan, dan Relaksasi Simultan

Kain Poliester." Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil.

Page 62: TexCHAM All Papers

49

14 ZAT WARNA ALAM UNTUK BAHAN TEKSTIL DARI EKSTRAK

KULIT BUAH MANGGIS

Shinta Citra N, Taufiq F, Wawan G, Yanti W, Yayu R

Laboratorium Kimia Fisika Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272

Telp.: 022 7272580

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pada percobaan ini akan digunakan kulit buah manggis untuk dijadikan bahan dasar dalam

pembuatan zat warna alam, dengan pertimbangan selain untuk memanfaatkan limbah makanan,

juga dilihat dari kandungan kimianya, yaitu memiliki tanin yang bisa digunakan sebagai dasar

pembuatan zat warna. Kulit buah manggis diekstraksi terlebih dahulu sehingga diperoleh larutan

ekstraksi zat warna. Dari ekstrak ini dilakukan pencelupan pada beberapa bahan yaitu kain

kapas, poliester, akrilat dan poliamida. Pencelupan dilakukan dengan menggunakan metode

perendaman biasa dan dengan perendaman iring. Hasil pencelupan yang didapat memiliki warna

variatif dari kuning sampai coklat. Terhadap ekstrak larutan zat warna dlakukan identifikasi,

sedangkan pada hasil pencelupannya dilakukan pengukuran %R dan K/S dan pengujian ketahan

luntur warna terhadap gosokan dan pencucian. Pencelupan dengan kulit buah manggis ternyata

memberikan hasil baik hampir pada semua jenis kain yang diuji. Hal ini disebabkan oleh

kandungan tanin yang memiliki gugus hidroksi dan bersifat polar. Gugus ini dapat berikatan

dengan logam membentuk senyawa mordan. Pada identifikasi zat warna teridentifikasi bahwa

ekstraksi mengadung zat warna asam. Penguatan dengan pengerjaan iring memperlihatkan

bahwa warna semakin kuat dan bervariasi. Ini menunjukkan bahwa zat warna yang terkandung di

dalam kulit buah manggis adalah zat warna mordan dengan ketahanan luntur warna yang baik.

Abstract

In this experiment we explored the possibility of using the extract from the skin of mangosteen,

which is usually regarded food waste, as textile dye. The skin of mangosteen has been known and

used for quite a long time in the leather industry, and is regarded potential for textile dye because

it contains tannin, which is widely known as one of chemical base for dyes. We used the extract to

dye cotton, polyester, acrylic and nylon by exhaust method which is subsequently followed by an

aftertreatment for each of the dyeing process. It gives good coloration to each type of fiber with

colors ranging from yellow to brown. Qualitative analysis shows that the extract from mangosteen

skin has the properties of acid mordant dyes. We suggest that the good coloration results from

polar hydroxy groups of tannin having the capability to form metal complex These groups form

mordant with metals during the aftertreatment, which also improves its washing fastness as well as

enriches its color depending upon the metal used in that particular process.

1 PENDAHULUAN

Kulit buah manggis merupakan

cangkang yang dibuang oleh orang. Sejauh

ini pemanfaatan kulit buah manggis hanya

untuk penyamakan kulit. Pada percobaan ini

akan dicoba pemanfaatan yang lebih jauh,

yaitu dengan menggunakannya sebagai zat

warna alam. Berdasarkan kandungan

kimianya, kulit buah manggis memiliki tanin

yang merupakan bahan dasar pembuatan zat

warna.

Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa kandungan kulit

buah manggis yang dapat diaplikasikan untuk

mewarnai bahan tekstil dan mengidentifikasinya

sebagai suatu jenis zat warna.

Page 63: TexCHAM All Papers

50

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Manggis

Manggis (Garcinia Mangostana L)

diduga berasal dari asia Tenggara terutama di wilayah Indonesia dan dikenal dunia barat

sejak awal tahun 1631. Tanaman ini ditemu-

kan tumbuh liar pada lokasi dan tanah yang

berbeda-beda (Yacob dan Tindall, 1995).

Ukuran tebal kulit buah manggis

mencapai proporsi 1/3 bagian dari buahnya.

Kulit buah manggis sering digunakan

sebagai bahan pembuat cat anti karat dan cat

untuk melapisi kayu dinding. Selain itu kulit

buah manggis juga digunakan sebagai bahan

penyamak kulit.

2.2 Kandungan Kimia

Kulit buah manggis banyak

mengandung pektin, tanin katekin, rosin dan

mangostin. Secara kimia terdapat dua jenis

utama tanin yang tersebar tidak merata dalam

dunia tumbuhan. Tanin-terkondensasi dan

tanin-terhidrolisis. Penggolongan tanin ini

terdapat pada Tabel 14-1.

Tanin yang terdapat pada kulit buah

manggis adalah tanin yang terdiri dari

katekin (flavan-3,4-diol) yang tergolong

♣ Istilah leukoantosianidin (atau leukoantosianin) dahulu dipakai secara luas untuk tanin ini, tetapi sekarang

penggunaannya terbatas pada flavan –3,4-diol monomer yang

tidak mempunyai kerja tanin.

proantosianidin. Tanin ini dapat bereaksi dengan

ion logam menimbulkan warna.

3 PERCOBAAN

Kain yang digunakan dalam percobaan ini

adalah kain kapas, poliester, poliakrilat dan

poliamida. Urutan proses yang dilakukan pada

saat percobaan adalah sebagai berikut:

Menentukan kadar air kulit buah manggis

ekstraksi kulit buah manggis

pencelupan cara perendaman tanpa dan dengan iring (60 menit, suhu 70 – 800C)

Pengujian

(identifikasi zat warna bubuk, pengukuran %R dan K/S, pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dan pen-

cucian)

4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Zat Warna Bubuk

Pada identifikasi zat warna bubuk terlihat

bahwa ekstrak kulit buah manggis ternyata

teridentifkasi untuk zat warna asam. Pada

pencelupan dengan ekstraksi kulit buah

manggis, semua bahan dapat dicelup dengan

baik oleh ekstraksi dan dengan penambahan

beberapa macam iring warna yang dihasilkan

Tabel 14-1. Penggolongan tanin tumbuhan

Tata nama Struktur Jangka bobot

molekul Endapan protein

Tanin-terkondensasi

Proantosianidin♣

(atau flavolan)

Oligomer katekin dan flavan-3,4-diol

1000 – 3000

++++

Tanin terhidrolisikan

Galotani

Elagitanin

Ester asam galat dan glukosa

Ester asam heksahidroksi di fenat

1000 – 1500

1000 – 3000

+++++

+++++

Prototanin

Prazat tanin

Katekin (dan galokatekin)

Flavan-3,4-diol

200 – 600

±

Sumber: J. B. Harborne, 1984, 103

Page 64: TexCHAM All Papers

51

cenderung berbeda-beda dengan variasi

warna dari kuning hingga coklat.

Hasil pencelupan yang berbeda-beda

dan identifikasi zat warna memperlihatkan

bahwa kandungan kulit buah manggis yaitu

salah satunya tanin yang dapat dijadikan dasar untuk dijadikan zat warna. Tanin

katekin dengan struktur kimia berupa flavan-

3,4-diol dapat bereaksi dengan serat untuk

mewarnainya. Tanin memiliki gugus

hidroksi sebagai gugus polar yang apabila

dalam medium air dapat mengion dan

menjadikan tanin bersifat sedikit reaktif.

Apabila logam ditambahkan ke dalam

larutan ekstraksi maka logam akan

membentuk ikatan ionik dengan gugus

hidroksi dari tanin membentuk senyawa

mordan.

Tabel 14-2. Hasil identifikasi zat warna pada ekstrak

kulit buah manggis

No Identifikasi zat warna

Hasil Bahan

1 Zat warna dispersi −−−− Rayon asetat

2 Zat warna belerang −−−−

3 Zat warna basa −−−− Akrilat

4 Zat warna asam + Wol

5 Zat warna direk −−−− Kapas

6 Zat warna naftol AS −−−− Kapas

Proses mordan tergantung pada kenyataan

bahwa sejumlah elemen logam dapat berfungsi

sebagai penerima (akseptor) terhadap pemberi

elektron (donor) untuk membentuk ikatan

karbonat (semi polar). Di dalam ikatan kovalen, setiap partisipan menghasilkan satu elektron,

tetapi ikatan koordinat bergantung pada satu

atom lebih pasangan elektron bebas kepada

akseptor yang mempunyai lintasan kosong

(Isminingsih et al., 1979, hal. 99).

Teridentifikasinya ekstrak dengan

pengujian zat warna asam menunjukkan bahwa

tanin yang dikandung memiliki gugus polar dan

pada pencelupan dengan serat protein tanin akan

bereaksi dengan gugus amina membentuk

ikatan-ikatan garam. Selain itu tanin akan

bereaksi dengan protein membentuk kopolimer

mantap yang tidak larut dalam air (reaksi

penyamakan) (J. B. Harborne, 1984, hal. 102).

Oleh sebab itu pada identifikasi zat warna

terlihat adanya zat warna asam.

4.2 Analisa Spektrofotometri Pada Bahan

Hasil analisa spektrofotometri

menunjukkan bahwa pengerjaan dengan iring

memberikan nilai K/S yang lebih besar

dibandingkan dengan tanpa iring. Dengan

adanya logam, terjadi penguatan atau

penambahan daya penetrasi dari tanin untuk

dapat masuk ke dalam serat dan mengadakan

ikatan ionik dengan serat. Sebagaimana

dijelaskan di atas bahwa tanin memiliki gugus

hidroksi sebagai gugus polar yang apabila dalam

medium air dapat mengion dan menjadikan

02468

10121416

K/S

putih tanpa

iring

tawas kromat garam

naftol

besi

Metode celup

kapas

polyester

akrilat

poliamida

Gambar 14-1. Hubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahan

Page 65: TexCHAM All Papers

52

tanin bersifat sedikit reaktif. Apabila logam

ditambahkan ke dalam larutan ekstraksi

maka logam akan membentuk ikatan ionik

dengan gugus hidroksi dari tanin membentuk

senyawa mordan.

Hasil pengukuran %R dan K/S memperlihatkan bahwa hasil terbaik untuk

bahan kapas diperoleh pada pengerjaan iring

dengan besi (Gambar 14-1)

4.3 Ketahanan Luntur Warna

Tabel 14-3 Ketahanan gosok dan cuci hasil celupan

ekstrak kulit manggis dengan berbagai pengerjaan iring

Gosokan

Kering Basah Pencucian

Pengujian

Metode

Staining scale

Staining scale

Staining scale

Grey scale

Tanpa iring 4 4 4 4

Tawas 4 4 4 4-5

Kromat 4 4-5 4 4-5

Garam naftol

4 4 4-5

Besi 4 4-5 4 4-5

Dilihat dari data pengujian ketahanan luntur warna terlihat bahwa pencelupan

dengan menggunakan ekstrak kulit buah

manggis memiliki tahan luntur warna yang

baik. Ini membuktikan bahwa kandungan

yang terdapat pada kulit buah manggis dapat

digunakan sebagai zat warna alam.

Hal ini dapat disebabkan oleh tanin

yang berikatan dengan serat. Ikatan yang terjadi dapat berupa ikavalen kovalen, ikatan

ionik, ikatan hidrogen, atau ikatan van der

Walls. Ikatan-ikatan ini menyebabkan serat

terwarnai secara permanen.

5 KESIMPULAN

Setelah melakukan percobaan, pengujian dan analisa dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut :

Kulit buah manggis dapat mewarnai bahan

tekstil secara permanen sehingga dapat

digunakan sebagai zat warna alam.

Zat warna yang terkandung dalam kulit

buah manggis adalah zat warna mordan.

Hasil dari pewarnaan dengan kulit buah

manggis memiliki ketahanan luntur yang baik.

Ucapan Terima Kasih

Kepada dosen dan asisten kimia zat warna,

rekan-rekan kuliah, perpustakaan dan seluruh

pihak yang terkait terima kasih atas bantuan,

dorongan, dan dukungannya,

DAFTAR PUSTAKA

Rasyid Jufri, et. al. "Teknologi Pengelantangan,

Pencelupan, dan Pencapan." Bandung: Institut

Teknologi Tekstil, 1976.

Estiti B. Hidajat. "Morfologi Pertumbuhan Bunga

dan Buah Pada Mangostin (Garcinia Mangostana

L)."

Rahmat Rukmana. "Budidaya Manggis."

Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Isminingsih G. et. al. "Pengantar Kimia Zat Warna."

Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1979.

J. B. Harborne. "Metode Fitokimia Penuntun Cara

Modern Menganalisis Tumbuhan." Bandung: ITB,

1984.

"www.dweckdata.com/published/Natural_ingredients

_forcoloring_and_styling.htm."

www.idionline.org / obat-obat tradisional / Garcinia

Mangostana L.

Page 66: TexCHAM All Papers

53

15 MIRABILIS JALAPA L , PEMANFAATAN DAN

PENGEMBANGANNYA UNTUK ZAT WARNA ALAM

Indri Eka Putri, Noerlina, Prihartini

Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Laboratorium Kimia Fisika Tekstil

Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272, Telp.: 022 7272580

Abstrak

Kembang pukul empat (Mirabilis Jalapa L) merupakan tumbuhan semak semusim dengan tinggi

50-80 cm. Daunnya mengandung zat-zat kimia seperti saponin, flavonoida dan tannin yang dapat

menghasilkan warna alam. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa benzena

yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam. Pada percobaan ini ekstraksi dari

daun kembang pukul empat dibuat menjadi bubuk dan digunakan untuk mencelup kapas, nilon,

poliester dan akrilat. Proses pencelupan dilakukan dengan cara perendaman selama 1 jam pada

suhu mendidih diikuti dengan proses iring menggunakan FeSO4, garam kuning, tawas, dan kalium

bikromat selama 15 menit pada suhu 80 0C. Hasilnya terjadi penodaan pada kain kapas dan

poliester sedangkan kain nilon dan akrilat terwarnai dengan kuat. Pengujian terhadap hasil celup

memperlihatkan ketahanan luntur yang baik terhadap pencucian dan gosokan. Identifikasi zat

warna menunjukkan hasil ekstrak dari daun kembang pukul empat tergolong ke dalam zat warna

asam.

Abstract

“Kembang pukul empat” or Mirabilis Jalapa L is a seasonal small plant (bush), 50-80 cm high. Its

leaves contain saponin, flavonoida and tannin which is very useful as source for natural dyes.

Flavonoida, especially flavonol, is one of benzene derivatives that can be used to dye textile

material. We used the extract from the leaves of “kembang pukul empat” to dye cotton, nilon,

poliester, and acrylic to study its dyeing properties. Cloth of cotton, nilon, poliester and acrylic

were immersed in the extract solution at boiling temperature for 1 hour, and was subsequently

aftertreated with FeSO4, salt yellow, alum, and potassium bichromate at 80 0C for 15 minutes.

Cotton and poliester is slightly stained whereas nilon and acrylic is highly coloured. The dyeing

shows good washing as well as good rubbing fastness. The dye identification shows that the dye

obtained from the extract of Mirabilis Jalapa L belongs to the acid dyes group. We also obtained

some powder out of the extract.

1 PENDAHULUAN

Mirabilis Jalapa L atau yang biasa

dikenal dengan kembang pukul empat

merupakan tanaman yang tumbuh di habitat

semak sehingga tanaman ini tidak

berdayaguna seperti jenis bunga lainnya,

misalnya mawar atau melati yang dapat

dimanfaatkan untuk parfum ataupun tanaman hias yang memiliki nilai jual yang tinggi.

Tanaman ini memiliki daun tunggal segitiga

dengan panjang 5-8 cm, lebar 5-10 cm

dengan ujung yang meruncing, pangkal

tumpul, tepi rata, tulang daun menyirip dan

warna hijau keputihan. Daunnya

mengandung saponin, flavonoida dan tanin.

Dari kandungan kimianya maka kemungkinan daun Mirabilis Jalapa L dapat

mewarnai bahan tekstil, karena flavonoida

terutama kelompok flavonol merupakan turunan

dari senyawa benzena dan merupakan senyawa

aromatik yang dapat digunakan sebagai senyawa

dasar zat warna.

Pada percobaan ini kami akan menganalisa daun kembang pukul empat sebagi zat warna

alam atau hanya sebagai pigmen warna saja.

Maksud dan tujuan percobaan ini adalah

memanfaatkan dan mengembangkan daun

kembang pukul empat yang tadinya merupakan

tanaman yang tidak berdaya guna menjadi

berdaya guna karena mempunyai kemampuan

untuk mewarnai bahan sebagai zat warna asam,

Page 67: TexCHAM All Papers

54

sehingga dapat menambah dan memperkaya

jenis-jenis zat warna alam yang ada.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Struktur dasar flavonoid dapat diubah

sedemikian rupa sehingga terdapat lebih

banyak ikatan rangkap yang menyebabkan

senyawa tersebut menyerap cahaya tampak

dan ini membuatnya berwarna.1

O1

2

4

6

7

8

5

2' 3'

4'

5'6'

BA

Gambar 15-1. Struktur dasar flavonoida

Garis tebal yang mengelilingi cincin B

dan tiga karbon cincin tengah menunjukkan

bagian flavonoid yang berasal dari lintasan

asam siklamat. Cincin A dan oksigen bagian

tengah berasal seluruhnya dari unit asetat

yang disediakan oleh asetil Ko A. Gugus

hidroksil hampir seluruhnya terdapat di

flavonoid, khususnya pada cincin B di posisi

3’ dan 4’ atau di posisi 5 dan 7 pada cincin

A atau pada posisi 3 cincin tengah. Gugus

hidroksil ini merupakan tempat menem-

pelnya berbagai gula yang meningkatkan

kelarutan flavonoid dalam air. 2

O

OH

OH

OH

3

7

5

3'

4'

5'

BA

Gambar 15-2. Struktur dasar antosianin (ion flavinium)

Ada tiga kelompok flavonoid yang amat

menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan

yaitu antosianin, flavonol, dan flavon.

Antosianin adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru. Warna antosianin pertama-

tama bergantung pada gugus pengganti yang

terdapat dicincin B. Kedua, antosianin sering

berhubungan dengan flavon atau flavonol

yang menyebabkan warnanya mejadi lebih

biru. Ketiga, antosianin berhubungan satu

sama lain, khususnya pada konsentrasi tinggi dan ini dapat menyebabkan efek kemerahan

1,2 Salisbury, B. Frank & Ross, W. Cleon. Fisiologi

Tumbuhan jilid 2. ITB. Bandung. 1995

atau kebiruan, bergantung pada antosianin dan

pH vakuola tempat mereka terhimpun.

Pada posisi 3 selalu terglikosilasi oleh

glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa-glukosa,

ramnosa-glukosa atau glukosa-glukosa. Pada

posisi 5 kadang terglikosilasi oleh glukosa sedangkan posisi 7 hampir tidak pernah

terglikosilasi.

Flavonol dan flavon berhubungan dekat

dengan antosianin, tapi berbeda dalam hal

struktur cincin tengah yang mengandung

oksigen. Sebagian besar flavon atau flavonol

merupakan pigmen berwarna kekuningan atau gading . Molekul flavon dan flavonol juga terse-

bar luas didaun.

Gambar 15-3. Flavon (a) dan flavonol (b)

Cahaya, khususnya pada panjang

gelombang biru dapat meningkatkan

pembentukan flavonoid yang juga dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap

radiasi UV.

3 PERCOBAAN

3.1 Pembuatan Zat Warna Bubuk

Daun Kembang pukul empat (Mirabilis Jalapa L ) ditimbang sebanyak 1,5 kg, lalu

dimasukkan ke dalam air sebanyak 15 liter, dan

dididihkan sampai terbentuk larutan ektraksi.

Larutan tersebut selanjutnya disusutkan hingga

sepertiga bagian, kemudian ditiriskan, disaring

dan dikeringkan filtratnya dalam oven hingga

terbentuk bubuk zat warna, kemudian

distabilkan dalam eksikator.

O

O

BA

(a)

O

OH

O

BA

Page 68: TexCHAM All Papers

55

3.2 Pencelupan

Bahan dicelup dengan larutan ekstrak

dengan perbandingan larutan (liquor ratio)

1:30 pada suhu mendidih selama 1 jam,

selanjutnya dilakukan pengerjaan iring

dengan FeSO4 , garam kuning, tawas dan kalium bikromat. Kain hasil pencelupan

selanjutnya dibilas, dicuci panas dan dicuci

dingin, lalu disabun sebelum akhirnya dibilas

dan dikeringkan.

3.3 Alat dan Bahan

Bahan baku utama yang digunakan

adalah daun kembang pukul empat dengan

FeSO4 , garam kuning, tawas dan kalium

bikromat untuk pengerjaan iring. Bahan

tekstil terdiri dari kain kapas, poliester, nilon,

dan akrilat. Disamping itu juga digunakan

kain rajut multifiber (rayon, nilon dan

poliakrilat).

3.4 Identifikasi Zat Warna dan Pengu-jian Ketahanan Luntur

Identifikasi zat warna dilakukan menurut standar AATCC untuk mengetahui

jenis dan golongan zat warna yang dihasilkan

dari ekstrak daun Kembang Pukul Empat.

Pengujian ketahanan luntur warna dilakukan

menurut SII 0115-75 (gosokan) dan SII 011-

75 (pencucian).

3.5 Analisa Spektrofotometri

Untuk mengetahui daya celup ekstrak

daun Kembang Pukul Empat maka dilakukan

analisa spektrofotometri yang melibatkan

pengukuran reflektansi dan nilai K/S hasil

pencelupan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pencelupan

Identifikasi zat warna yang dilakukan

terhadap bubuk yang diperoleh dari ekstrak

daun kembang pukul empat memperlihatkan

kemungkinan zat warna tergolong sebagai

zat warna asam, karena pada pengujian

didapat hasil pencelupan wol tua dalam

larutan asam asetat. Pencelupan dengan

ekstraksi daun kembang pukul empat pada

kain nilon dan akrilat setelah iring dan tanpa

iring mewarnai kain dan warnanya mengarah

ke hijau, sedangkan untuk kain poliester dan

kapas dengan kerja iring dan tanpa iring hanya

menodai kain dan warnanya mengarah ke abu-

abu.

Mekanisme utama dalam pencelupan serat

nilon adalah pembentukan ikatan garam dengan gugusan amino dalam serat. Ikatan yang

mungkin terjadi antara zat warna dengan serat

adalah ikatan elektrovalen (ionik). Di dalam

larutan, gugus amina dan karboksilat pada nilon

akan terionisasi. Bila kedalamnya ditambahkan

suatu asam, maka ion hidrogen asam langsung

berikatan dengan ion karboksilat pada nilon

sehingga terjadi gugusan ion ammonium bebas

yang memungkinkan terbentuk ikatan ionik

dengan zat warna.

Zat warna daun kembang pukul empat

dapat dipandang sebagai senyawa asam lemah,

ionisasi zat warna dalam air cenderung

bermuatan negatif. Dengan penambahan asam pada uji zat warna bubuk terbukti bahwa

penyerapan zat warna terhadap serat lebih besar.

4.2 Hasil Uji Tahan Luntur Zat Warna terhadap Gosokan

Ketahanan luntur zat warna terhadap

gosokan basah mempunyai nilai yang lebih

rendah dibandingkan dengan gosokan kering.

Hal ini disebabkan karena dengan adanya

medium air maka molekul zat warna akan ikut

terbawa oleh air, atau dapat dikatakan di sini ter-

jadi proses imbibisi. Selain itu air juga menyebabkan penggembungan pada serat

sehingga molekul zat warna akan lebih mudah

keluar saat penggosokan.

Tabel 15-1. Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang

pukul empat dengan berbagai pengerjaan iring.

Nilai penodaan Bahan Nilon

Kering Basah

Tanpa iring 4-5 3-4

Iring FeSO4 4 3-4

Iring garam kuning 4-5 4

Iring tawas 4 4

Iring K2Cr 2O4 4-5 3-4

Nilai penodaan yang diperoleh baik unuk

gosokan kering maupun basah dengan berbagai

macam iring menunjukkan hasil yang baik.

Page 69: TexCHAM All Papers

56

4.3 Hasil Uji Tahan Luntur Zat Warna terhadap Pencucian

Nilai ketahanan luntur zat warna terhadap

pencucian dengan sabun netral untuk kain

nilon mempunyai nilai rata-rata yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kain kapas. Hal ini disebabkan karena adanya ikatan

elektrovalen yang terjadi antara zat warna

dengan serat nilon, dimana ikatan tersebut

jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan

ikatan hidrogen atau gaya-gaya Van der

Waals pada serat kapas.

Tabel 15-2. Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil

celupan ekstrak daun kembang pukul empat dengan

berbagai pengerjaan iring

Nilai penodaan Bahan Nilon

Kapas Nilon

Tanpa iring 4-5 3-4

Iring FeSO4 4-5 4

Iring garam kuning 4-5 3

Iring tawas 4 3-4

Iring K2Cr 2O4 4 4

4.4 Analisa Spektrofotometri

Hasil uji spektrofotometri pada panjang

gelombang maksimum 400 nm

menunjukkan harga K/S kain nilon yang

tercelup dengan iring tawas yaitu 5,2724. Ini

berarti zat warna yng terserap kedalam kain nilon pada pencelupan dengan iring tawas

lebih banyak, hal itu mungkin terjadi karena

molekul zat warna yang berikatan dengan

logam Al dari tawas di dalam serat lebih

besar sehingga zat warna tidak keluar lagi

pada saat proses pencucian.

Tabel 15-3. Pengaruh pengerjaan iring terhadap nilai

ketuaan warna hasil celupan daun kembang pukul

empat

Bahan Nilon Nilai K/S

Tanpa Iring 2,9204

Iring FeSO4 2,9644

Iring garam kuning 3,4504

Iring tawas 5,2724

Iring kalium bikromat 3,0084

5 KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari hasil percobaan dan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Identifikasi zw bubuk menunjukkan zw

yang terkandung pada daun kembang

pukul empat adalah zat warna asam

dengan konsentrasi 0,0015 g/l.

2. Zat warna dari daun kembang pukul

empat dapat digunakan untuk mencelup

akrilat dan nilon, tapi nilon memiliki

K/S zat warna yang lebih tinggi

daripada akrilat. Warna yang dihasilkan

mengarah ke warna hijau.

3. Nilai penodaan pada uji tahan gosok

kain nilon yang tercelup pada keadaan

kering lebih besar daripada saat

basahnya dan penodaan pada uji tahan

cucinya memiliki nilai rata-rata yang

lebih besar dari kain kapas.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

ditujukan kepada Ibu Ida Nuramdhani, S.Si.T. dan Bapak Mohamad Widodo, AT, M.Tech atas

bimbingan dan dukungannya serta kepada

teman-teman sekalian atas dukungan dan ker-

jasamanya.

DAFTAR PUSTAKA

J. B. Harborne. "Metode Fitokimia Penuntun Cara

Modern Menganalisis Tumbuhan." Bandung: ITB,

1984.

Widayat, et al. "Serat-serat Tekstil." Bandung:

Institut Teknologi Tekstil, 1973.

Handy Setiawan. "Suatu Studi Mengenai

Kemungkinan Pencelupan Kain Kapas Dan Nilon

Dengan Zat Warna Alam Hasil Ekstraksi Kulit

Bawang Merah." Bandung: STTT, 1986.

Nono Chariono Ch. "Pedoman Praktikum

Pencelupan IV Pengukuran Warna dan Percampuran

Warna." Bandung: STTT,

B. Frank Salisbury & W. Cleon Ross. "Fisiologi

Tumbuhan 2." Bandung: ITB, 1995.

Page 70: TexCHAM All Papers

57

16 PEMBUATAN SABUN CAIR DENGAN BAHAN DASAR ALKIL

BENZENA SULFONAT

Arif Wibisana dan Budiyono Mahasiswa Jurusan Kimia Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31 Bandung 40272

Telp. 022 7272580

Fax 022 7271694

1 PENDAHULUAN

Penggunaan sabun dalam kehidupan

sehari-hari sudah tidak asing lagi, terutama

sesuai dengan fungsi utamanya, yaitu sebagai

pencuci. Berbagai jenis sabun ditawarkan

oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat mulai dari sabun cuci (krim dan

bubuk), sabun mandi (padat dan cair), sabun

tangan (cair), serta sabun pembersih

peralatan rumah tangga (cair dan krim).

Membuat sabun sebetulnya bukanlah

suatu pekerjaan yang terlalu sulit untuk

dilakukan karena selain mudah

pengerjaannya, biaya pembuatannya pun

relatif murah dengan bahan-bahan yang

mudah pula didapat. Mengingat hal tersebut

dan perannya yang begitu penting dalam

kehidupan masyarakat sehari-hari membuat

sabun sendiri dapat dipandang sebagai suatu

kegiatan ekonomi yang bisa cukup

menguntungkan, baik untuk penghematan

maupun untuk menambah penghasilan bila

dikelola dengan baik dalam bentuk industri rumah tangga.

2 PENGGOLONGAN SABUN

Ditinjau dari bahan dasarnya sabun

dapat digolongkan ke dalam dua kelompok

besar, yaitu:

1) Sabun yang dibuat dari asam lemak dan

logam yang digaramkan. Logam yang

digunakan biasanya dari jenis logam

alkali, misalnya natrium dan kalium.

Jenis sabun yang dihasilkan di antaranya

adalah sabun mandi padat dan krim.

2) Sabun yang dibuat dari bahan dasar zat

aktif permukaan (ZAP). Jenis ZAP yang

digunakan biasnya dari jenis anionik dan

menghasilkan sabun dalam bentuk cair.

Makalah ini akan menjelaskan cara

pembuatan sabun dari golongan yang kedua,

yaitu dari zat aktif permukaan. Zat aktif

permukaan adalah suatu zat yang dapat

mengubah tegangan permukaan suatu

larutan. Sifat-sifat khusus ZAP adalah

pembasahan, daya busa, dan daya emulsi.

Zat aktif permukaan anionik adalah zat

aktif permukaan yang akan terionisai dan

membawa muatan negatif bila dilarutkan

dalam air. Salah satu contohnya adalah alkil

benzena sulfonat.

Senyawa ini memiliki rantai lurus

panjang yang bercabang dan dibuat dengan

mereaksikan parafin dengan benzena.

Beberapa sifatnya yang terpenting adalah :

− tahan sadah karena tidak mengandung

gugus karboksilat dan

− tahan asam maupun alkali.

Sebagai contoh misalnya alkil benzo natrium

sulfonat.

3 PENCUCIAN

Pencucian adalah proses membersihkan

suatu permukaan benda padat dengan

bantuan larutan pencuci melalui suatu proses

kimia-fisika yang disebut deterjensi. Sifat utama dari kerja deterjensi adalah

membasahi permukaan yang kotor kemudian

melepaskan kotoran. Pembasahan berarti

penurunan tegangan permukaan dan antar

muka padatan-cair. Pencucian atau

penglepasan kotoran berlangsung dengan

jalan mendispersikan dan mengemulsi kotoran, lalu dengan bantuan aksi mekanik

Page 71: TexCHAM All Papers

58

kotoran menjadi terlepas dari permukaan

benda padat. Kotoran padat dapat melekat

karena adanya pengaruh: ikatan minyak,

gaya listrik statik, dan ikatan hidrogen.

Penambahan sedikit alkali membantu

daya deterjensi dari sabun, tetapi dapat mendorong terjadinya hidrolisa. Alkali

digunakan untuk menjaga pH larutan.

Deterjen cair biasanya menggunakan bahan

pelarut organik sebagai pelengkap dan

penambah daya deterjensi dan diperlukan

untuk kotoran-kotoran yang sulit dihilangkan

atau berlemak.

4 ZAT PEMBANTU DAN PENGISI

Dalam pembuatan sabun peran zat pembantu

dan pengisi sangat besar karena akan sangat

menentukan mutu dan kenampakan sabun

yang akan dijual. Zat-zat yang biasa

digunakan adalah:

1) Garam, berfungsi sebagai pengental.

Semakin banyak jumlah garam yang

ditambahkan ke dalam larutan persiapan

sabun maka sabun yang dihasilkan akan

semakin kental.

2) Alkali, pengatur pH larutan sabun dan

penambah daya deterjensi.

3) Zat pemberi busa, untuk meningkatkan

daya busa. Adanya busa menjamin hasil

pencucian yang bersih, sebab tanpa busa kemungkinan besar sabun telah

mengendap sebagai sabun kalsium atau

sabun tidak larut lainnya.

4) EDTA, sebagai pengikat logam sadah

dan pengawet.

5) Pewangi, untuk memberikan aroma

tertentu sesuai selera dan meningkatkan

daya tarik serta daya jual sabun.

6) Zat warna, memberi warna pada sabun

agar mempunyai penampilan menarik.

5 PEMBUATAN SABUN

5.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-

alat sederhana seperti: piala gelas atau wadah

apapun yang dapat digunakan untuk

mencampur larutan persiapan sabun asalkan

bersih, alat timbangan, pengaduk, dan wadah

untuk mengemas sabun yang dihasilkan

(botol-botol).

Bahan yang digunakan adalah:

1) Alkil benzena sulfonat (ABS)

2) Soda kostik (NaOH)

3) Zat pemberi busa (Texapon)

4) Garam dapur (NaCl)

5) Zat warna direk

6) EDTA

7) Pewangi: Jasmine, Blueberry, Lemon,

Rose

5.2 Cara Kerja

5.2.1 Sabun Pencuci Cair

Resep

Larutan induk : 67%

Zat pembusa : 7%

Garam dapur : 1%

Zat warna : secukupnya

Pewangi : 0,5%

Air : 24,5%

Total 100%

Larutan induk

ABS : 24%

Soda kostik : 6%

Air : 70%

Total 100%

Cara Kerja

1) Mula-mula larutan induk disiapkan

sebanyak 1000 ml. 240 ml larutan ABS

dimasukkan ke dalam 700 ml air sambil

diaduk-aduk, lalu ditambahkan ke

dalamnya larutan soda kostik sebanyak

60 ml. Pengadukan dilanjutkan hingga

diperoleh larutan homogen.

2) Untuk membuat sabun mula-mula zat

warna dimasukkan ke dalam air sesuai

dengan resep yang telah ditetapkan dan

diaduk hingga terlarut sempurna.

3) Selanjutnya ke dalam larutan zat warna

ditambahkan berturut-turut zat pembusa,

garam dapur, larutan induk, dan pewangi

Page 72: TexCHAM All Papers

59

sambil terus diaduk-aduk hingga

diperoleh larutan homogen.

5.2.2 Sabun Tangan Cair

Resep

ABS : 9%

Zat pembusa : 2%

Garam dapur : 20%

EDTA : 0,4% Zat warna : secukupnya

Pewangi : 0,5%

Air : 24,5%

Total 100%

Cara Kerja

1) Mula-mula zat warna dimasukkan ke

dalam air dan diaduk-aduk hingga

terlarut sempurna.

2) Berikutnya ke dalam larutan tadi

ditambahkan berturut-turut EDTA, ABS,

zat pembusa, garam dapur, dan pewangi

sesuai resep yang telah ditentukan sambil

selalu diaduk pelahan hingga diperoleh

larutan homogen.

6 HASIL DAN DISKUSI

Beberapa hal yang dapat dikemukakan

dari hasil pembuatan sabun sebagaimana

diterangkan di atas adalah bahwa

penggunaan ABS ternyata kurang

memberikan hasil yang memuaskan karena

ABS memiliki warna dasar (coklat) yang

mengganggu penampilan warna sabun yang dihasilkan. Disamping itu, penggunaan ABS

juga kurang baik ditinjau dari aspek

pelestarian lingkungan karena senyawa ini

sulit didegradasi oleh alam sehingga akan

tinggal dan menumpuk di badan-badan

sungai menimbulkan pencemaran

lingkungan. Sebagai gantinya bisa digunakan

lauril alkil sulfonat (LAS) yang lebih mudah

dibiodegradasi.

Pengujian pH memperlihatkan bahwa

sabun yang dihasilkan ternyata memiliki pH

asam, padahal sabun seharusnya bersifat

alkalis. Untuk memperbaikinya perlu

penambahan alkali atau larutan induk.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan

tersebut hasil percobaan telah menunjukkan

bahwa membuat sabun tidak sesulit yang

dibayangkan. Bahan-bahannya pun relatif

mudah didapat dan murah. Dengan

menggunakan bahan dasar yang lebih ramah

lingkungan dan sedikit modifikasi resep untuk mendapatkan sifat dan kenampakan

yang diinginkan, membuat sabun cair baik

untuk cuci pakaian maupun cuci tangan

sangat mungkin untuk dilakukan pada skala

rumahtangga sebagai usaha penghematan

maupun industri rumahtangga untuk

menambah penghasilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Surfactants: A Comprehensive Guide. 1983

1st ed. Japan: Kao Corp.

2. Fujimoto, T. 1981. New Introduction to

Surface Active Agents. Japan: Sanyo

Chemical Industries, Ltd.

3. Haerani, Dian. 2002. "Perbandingan Hasil

Pencucian Menggunakan Larutan

Sabun dan Natrium Hidrosulfit

dengan Larutan Sabun Tanpa

Natrium Hidrosulfit pada Hasil

Pencelupan Poliakrilat dengan Zat

Warna Kationik." Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil.

4. Tamzil, Panji Ahmad. 1975. "Pengaruh

Pencucian dengan Sabun dan

Deterjen Ditambah Pelemas

Kationik Terhadap Daya Serap Kain

Handuk Kain Kapas." Institut

Teknologi Tekstil.

Page 73: TexCHAM All Papers
Page 74: TexCHAM All Papers

61

17 APLIKASI NANOTEKNOLOGI DI BIDANG TEKSTIL

Mohamad Widodo

Dosen Teknologi Penyempurnaan

Kepala Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Jl. Jakarta No. 31 Bandung 40272

Telp. 022 7272580, 08156143538

Fax 022 7271694

email: [email protected]

1 PENDAHULUAN

“The fabrication of textile products is … in

fact, one of the bases of civilization. … textile

production is not just machines and facto-

ries; it is an expression of the artistry of the

designer, the imagination of the scientist, the

adventuring spirit of the entrepreneur, and

the dignity of the craftsman. All of these have

created and powered the slow upward climb

of civilization which we call progress.”

(Smith dan Block, hal. 3)

Menurut laporan yang dikeluarkan oleh

majalah Technical Textile Markets kita saat

ini sedang menghadapi suatu perubahan be-

sar yang mengawali lahirnya era baru setelah

Era Informasi. Perubahan tersebut meru-

pakan hasil konvergensi perkembangan

teknologi di empat bidang kunci: teknologi

informasi, bioteknologi, teknik manufaktur

berskala nano (molecular nanotechnology),

dan teknologi pembuatan bahan-bahan baru

dari sumber-sumber berkelanjutan (sustain-

able resources). Dari keempat bidang terse-

but nanoteknologi-lah yang membuat per-

ubahan tersebut bersifat revolusioner. Dam-

paknya diyakini sangat luas dan mempenga-

ruhi perkembangan teknologi selanjutnya,

termasuk teknologi dan industri tekstil.

Istilah nanoteknologi mungkin terde-

ngar agak asing atau barangkali lebih tepat-

nya terdengar baru dalam ranah perbincang-

an tekstil pada umumnya. Apalagi kebanyak-

an artikel mengenai teknologi baru ini lebih

banyak membicarakan aplikasinya pada

bidang teknologi informasi dan bioteknologi, meskipun kemungkinan mengenai bidang

aplikasinya sebetulnya telah dikenali sejak

awal hampir tanpa batas (virtually limitless).

Padahal, percaya atau tidak, produk tekstil

yang memanfaatkan teknologi nano sudah

hadir sejak beberapa waktu lalu, setidaknya

pada sekitar akhir tahun 90-an. Salah satunya

adalah Nano-Care

.

Sama halnya seperti Sanforized, Nano-

Care adalah sebuah nama yang dipatenkan

yang menyatakan suatu produk tekstil telah

dikerjakan dengan suatu bahan kimia yang

disiapkan melalui teknologi nano sehingga

memiliki sifat tolak air dan tolak minyak

(dan tahan kotor) permanen. Pemilik paten

teknologi ini adalah Nano-Tex, anak perusa-

haan Burlington Industries di Amerika Seri-

kat. Contoh lainnya adalah kain poliester

berdayaserap tinggi yang diproduksi perusa-

haan Jepang, Kanebo Ltd. Daya serap serat

poliester meningkat 30 kali lipat setelah

permukaannya diberi lapisan film khusus

yang disiapkan dengan teknologi nano de-

ngan ketebalan puluhan nanometer.

Satu nanometer kira-kira seukuran de-ngan tiga hingga empat buah atom, dan

nanoteknologi biasanya merujuk pada

wilayah 1 – 100 nm (1 nm = 10-9 m). Pada

wilayah ini elektron menunjukkan perilaku

spesifik yang berbeda dari perilakunya pada

wilayah makro (bulk material);

nanoteknologi diarahkan untuk mengatur dan mengendalikan perilalu tersebut.

Lalu apakah sebetulnya nanoteknologi

itu? Bagaimana wujud teknologinya dan ba-

gaimana pula kemungkinan ruang aplikasi-

nya di bidang tekstil ? Bagian selanjutnya

dari tulisan ini akan menjelaskan konsep

teknologi nano dan aplikasinya di bidang tekstil, baik yang sudah ada saat ini maupun

kemungkinan-kemungkinan perkembangan

aplikasinya di masa depan.

Page 75: TexCHAM All Papers

62

2 TERMINOLOGI, DEFINISI DAN

KONSEP

Nanoteknologi secara literal dan seder-

hana dapat dipahami sebagai teknologi yang

bekerja pada skala nano, yaitu skala atom dan molekul,

“…the ability to do things on the scale

of atoms and molecules.”

Secara konsep, nanoteknologi didefinisikan

sebagai teknologi yang memungkinkan ken-

dali struktural tiga-dimensi secara penuh atas

bahan, proses dan alat (devices) pada skala

atom. Artinya, teknologi ini memungkinkan orang untuk membuat suatu produk dengan

sifat apapun yang diinginkan melalui penga-

turan struktur bahan pada skala atom. Oleh

sebab itu, nanoteknologi sering juga dipa-

hami sebagai teknologi untuk proses “manu-

faktur molekuler” (molecular manufactur-

ing).

Perbedaan antara nanoteknologi mole-

kuler dengan kimia larutan terletak pada ba-

gaimana reaksi kimia berlangsung pada

masing-masing sistem. Pada kimia larutan

reaksi kimia berlangsung melalui suatu

proses statistik dimana molekul-molekul

bertumbukan satu sama lain dalam suatu gerakan perpindahan yang arah maupun ori-

entasinya bersifat acak. Dengan

nanoteknologi molekuler orientasi dan lin-

tasan masing-masing molekul dapat diran-

cang dan diatur sedemikian rupa hingga

reaksi dapat berlangsung di tiap tempat spe-

sifik yang diinginkan melalui suatu pengen-

dalian yang terprogram, dan dengan

demikian reaksi kimia dapat berlangsung

lebih cepat dan akurat.

Teknologi ini merupakan bidang teknologi baru yang masih berkembang dan

bersifat interdisiplin hasil kombinasi prinsip-

prinsip fisika dan kimia molekuler dengan

prinsip-prinsip rancangan mekanik, analisa

struktur, ilmu komputer, teknik listrik, dan

teknik sistem. Proses manufaktur semacam

ini akan memerlukan banyak sekali subsis-

tem elektro-mekanik berskala molekul yang

bekerja paralel dan menggunakan zat-zat

kimia seperti biasa ditemukan pada proses-

proses kimia umumnya.

Semua benda yang ada di sekeliling kita

terusun atas atom, dan sifat-sifatnya sangat

ditentukan oleh bagaimana atom-atom tersebut tersusun. Mengubah susunan atom

berarti mengubah sifat benda yang ber-

sangkutan, dan ini mirip dengan bermain

susun-bangun dengan LEGO. Bayangkan

betapa sulitnya bermain LEGO

dengan ta-

ngan terbungkus sarung tinju; kehadiran

teknologi nano ibaratnya memberi kita kebe-

basan untuk melepas sarung tinju tersebut sehingga dengan leluasa kita dapat melepas

dan menyusun kembali balok-balok LEGO

sekemauan kita untuk mendapatkan bentuk

bangun yang berbeda dan baru. Terkait erat

dengan ilustrasi barusan adalah apa yang

Tabel 17-1. Perbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makro

Device Function Molecular example(s)

Struts, beams, casings Transmit force, hold positions Microtubules, cellulose

Cables Transmit tension Collagen

Fasteners, glue Connect parts Intermolecular forces

Solenoids, actuators Move things Conformation-changing proteins, actin/myosin

Motors Turn shafts Flagellar motor

Drive shafts Transmit torque Bacterial flagella

Bearings Support moving parts Sigma bonds

Containers Hold fluids Vesicles

Pumps Move fluids Flagella, membrane proteins

Conveyor belts Move components RNA moved by fixed ribosome (partial analogue)

Clamps Hold workpieces Enzymatic binding sites

Tools Modify workpieces Metallic complexes, functional groups

Production lines Construct devices Enzyme systems, ribosomes

Numerical control systems Store and read programs Genetic system

Sumber: http://www.salsgiver.com/people/forrest/refs.html#ref2

Page 76: TexCHAM All Papers

63

lazim disebut positional assembly, yaitu

suatu konsep mengenai penyusunan atom

yang pada gilirannya memerlukan peralatan

robotik1 berukuran dan dengan ketelitian

molekuler. Peralatan tersebut memiliki tugas dan fungsi memanipulasi dan memindahkan

atom maupun molekul sesuai dengan sifat

yang diinginkan pada suatu produk. Tabel

17-1 memperlihatkan kemiripan bentuk dan

fungsi mekanik antara sistem biologi mole-

kuler dan sistem tradisional skala makro.

Nampak disini, dilihat dari fungsinya, be-

berapa bentuk kehidupan ternyata lebih

menyerupai robot daripada makhluk hidup

seperti yang kita pahami selama ini.

Konsep lain yang sama pentingnya pada

proses manufaktur molekuler adalah self-

replication, yaitu suatu konsep mengenai

sistem yang dapat memperbanyak dirinya

sendiri dan dapat pula membuat produk-pro-

duk lain selain dirinya. Tanpa konsep ini

biaya manufaktur molekuler akan menjadi

sangat mahal.

Selama ini kita mengenal tiga sistem

fase dimana reaksi kimia biasanya berlang-

sung: sistem fase-cair, -padat, dan –gas.

Nanoteknologi molekuler bekerja di dalam

suatu lingkungan yang disebut fase-mesin

(machine-phase), yaitu suatu sistem fase di-

mana semua atom yang terdapat di dalamnya

mengikuti suatu lintasan yang telah ditetap-

kan dalam keadaan terkendali penuh (dalam

batasan yang dimungkinkan oleh eksitasi termal). Dalam lingkungan seperti itu reaksi

kimia dapat berlangsung tanpa reaksi sam-

ping yang tidak diinginkan dan tidak ada

kontaminasi sehingga reaksi kimia dapat

berlangsung lebih akurat dan cepat.

Konsep nanoteknologi menjanjikan

keleluasaan hampir tanpa batas untuk

berkreasi menciptakan bahan-bahan maupun

produk-produk baru. Disamping itu,

nanoteknologi juga menawarkan pendekatan

baru yang lebih efisien dan efektif dalam

memperbaiki sifat bahan. Uraian pada bagian

selanjutnya akan menjelaskan beberapa ke-

mungkinan dan contoh mengenai hal tersebut khusus untuk bidang tekstil.

1 A robot is a machine which is programmed to automatically

perform a number of mechanical tasks (Collins Cobuild

English Language Dictionary, 1987).

3 NANOTEKNOLOGI DALAM INDUSTRI

TEKSTIL

3.1 Bahan Tekstil Berkekuatan Tinggi

Bila dikaji lebih dalam bahan yang kita

buat sebetulnya penuh dengan cacat pada

berbagai skala:

1) pada tingkat intramolekuler atau intra-

granular, cacat tersebut bisa berupa hi-

langnya satu atom dari suatu molekul

atau butir kristal, atom menempati posisi yang tidak diinginkan (salah tempat),

atau bisa juga tertukar (tersubstitusi) oleh

atom lain yang tidak diharapkan,

2) pada tingkat intermolekuler (atau inter-

granular), molekul-molekul yang ber-

dekatan tidak dapat saling bersejajaran;

kontaminasi oleh atom, molekul, atau

film yang tidak diinginkan pada wilayah

batas intermolekul,

3) pada skala mikro, klaster molekul beru-

kuran besar (seperti serat) tidak berseja-

jaran secara tepat, dan

4) pada skala makro, berupa sobekan mikro

(microtears), lubang, dan retakan yang

tampak mata.

Cacat-cacat tersebut mempengaruhi unjuk kerja dan sifat bahan secara keseluruhan.

Perhitungan atas sifat teoritik kristal

sempurna memperlihatkan bahwa bila bahan

logam dan keramik dapat dibuat dari kristal

murni dan sempurna kekuatannya akan ber-

lipat 10 hingga 50 kalinya, bahkan 100 ka-

linya. Jelas sangat banyak keuntungan yang bisa diperoleh bila kita dapat membuat bahan

semacam itu.

Kekuatan adalah syarat utama yang ha-

rus dipenuhi bahan tekstil untuk keperluan

industri. Salah satu pendekatan yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

bahan tekstil industri melalui pemanfaatan nanoteknologi adalah dengan memberi

struktur pendukung berupa deretan panjang

molekul karbin (carbyne) yang dicangkok-

kan pada serat konvensional sebagai penguat.

Karbin adalah senyawa karbon berantai lurus

panjang yang berikatan ganda dua dan tiga

secara bergantian, dan memiliki kekuatan sangat tinggi. Jajaran molekul-molekul kar-

Page 77: TexCHAM All Papers

64

bin yang tersusun dalam bentuk kristal kubus

memiliki kekuatan tarik sebesar 50 GPa

(giga Pascal). Bandingkan dengan rayon dan

nilon, yang selama ini dikenal sebagai pilih-

an terbaik untuk bahan tekstil industri; masing-masing memiliki kekuatan hanya

sebesar 0,45 dan 0,083 GPa. Molekul karbin

juga memiliki kelenturan yang memadai un-

tuk dipintal menjadi serat. Daya hantar

panasnya pada arah sumbu rantai molekul

sangat tinggi, sehingga panas di satu titik

dapat dengan cepat dibuang dengan cara

disebarkan ke bagian lain dari bahan.

Sebaliknya, daya hantar panasnya bisa sangat

rendah pada arah tegak lurus sumbu rantai

asalkan susunan molekul-molekulnya tidak

terlalu rapat dengan ikatan silang panjang

dan berjarak. Sifatnya yang demikian

memungkinkan karbin dijadikan sebagai

bahan dasar untuk kain anti panas (heat

resistant fabric). Pengaturan susunan

molekul seperti itu sangat dimungkinkan

dengan nanoteknologi molekuler.

Pendekatan lain yang juga sangat

menarik untuk meningkatkan kekuatan bahan

tekstil adalah dengan menghilangkan moda

kegagalan (failure mode) akibat pemisahan

serat dari kumpulan dan puntirannya akibat

tarikan. Caranya dengan menghubungkan

serat-serat pada ujung-ujungnya sehingga

diperoleh suatu kekontinyuan (meski serat-

serat tersebut masih terpuntir dan terkumpul

dengan cara yang sama) dan kekuatan tam-bahan disamping gaya friksi antar serat untuk

melawan gaya tarikan yang dialami bahan

dalam pemakaian. Pengaturan seperti ini

hanya dapat dilakukan melalui

nanoteknologi.

Ini hanya beberapa contoh mengenai

kemungkinan-kemungkinan dan peluang pemanfaatan teknologi nano pada proses

fabrikasi bahan tekstil berkekuatan tinggi.

Nanoteknologi juga dapat dimanfaatkan un-

tuk mendapatkan bahan tekstil dengan sifat

khusus lainnya. Toray Industries, Inc., telah

berhasil membuat bahan tekstil berdaya

serap lebih tinggi daripada kapas melalui

penggunaan serat nilon yang sangat halus

berukuran hanya puluhan nanometer, sekitar

1/100 diameter serat-serat tradisional yang

telah dikenal selama ini.

3.2 Penyempurnaan Tekstil

3.2.1 Pencelupan

Meski belum mencapai tahap komer-

sialisasi teknologi nano juga telah diman-

faatkan untuk memperbaiki daya celup poli-

propilena yang diketahui sangat sulit terwar-

nai dengan baik dengan teknologi yang ada saat ini. Serat polipropilena dipandang

menarik untuk dikembangkan lebih jauh se-

bagai bahan kain jok maupun pakaian karena

kekuatannya sebanding dengan nilon mau-

pun poliester sementara harganya relatif mu-

rah. Salah satu kekurangannya yang utama

adalah daya celupnya yang kurang baik.

Pendekatan tradisional yang selama ini dila-

kukan: kopolimerisasi, polyblending, pen-

cangkokan (grafting), pengerjaan plasma,

maupun penggunaan zat warna khusus, ter-

bukti belum bisa memberikan daya celup

yang memadai ditinjau dari segi teknis dan

aspek ekonomisnya.

Sekelompok peneliti dari University of

Massachussets dan University of Nebraska di

Amerika Serikat menggunakan partikel nano

yang dimodifikasi dengan garam amonium

kuaterner sebagai bahan campuran untuk

membuat bahan polipropilena nanokomposit

(nanoPP).2 Garam tersebut dimaksudkan

untuk memungkinkan reaksi pembentukan

ikatan ionik dengan zat warna asam. NanoPP

juga terbukti dapat tercelup dengan baik

dengan zat warna dispersi.

Pencampuran partikel nano ke dalam

matriks polipropilena dapat dilakukan me-

lalui proses pelelehan atau pelarutan meng-gunakan panas, pelarut organik, dan/atau

pencampuran mekanik (termasuk sonikasi).

Sifat-sifat mekaniknya dilaporkan lebih baik

daripada polipropilena normal. Beberapa

kelebihan dari teknik modifikasi poli-

propilena dengan cara ini adalah biayanya

murah karena partikel nano mudah didapat dan dapat menggunakan peralatan ataupun

2 Dyeable Polypropylene via Nanotechnology; Qinguo Fan,

Samuel C. Ugbolue, Alton R. Wilson, Yassir S. Dar, Yiqi

Yang;

http://www.umassd.edu/engineering/textiles/dyeablePP/index.html

Page 78: TexCHAM All Papers

65

mesin-mesin polimerisasi dan ekstrusi yang

sudah ada.

3.2.2 Penyempurnaan Khusus

Penyempurnaan tekstil secara khusus

dapat didefinisikan sebagai pengerjaan bahan

tekstil dengan proses kimia untuk memper-

baiki sifat-sifatnya yang kurang mengun-tungkan dan/atau memberikan sifat-sifat

khusus yang diperlukan untuk tujuan pe-

makaian tertentu secara permanen. Beberapa

contoh klasik misalnya penyempurnaan

tahan-kusut untuk kain-kain selulosa seperti

kapas, penyempurnaan pelemasan dan anti-

statik untuk kain-kain sintetik seperti poli-

ester, penyempurnaan tolak-air untuk kain

jaket, penyempurnaan tahan-kotor dan tahan-

api pada kain-kain jok (upholstery).

Cara yang biasa ditempuh selama ini

adalah mereaksikan serat dengan zat-zat ki-

mia yang umum dikenal sebagai resin atau

zat pengikat-silang (crosslinking agent) yang

bekerja secara eksternal maupun internal.

Pada penyempurnaan tahan kusut misalnya,

prakondensat senyawa N-metilol bekerja

secara internal (dari dalam serat) memper-

baiki ketahanan kusut kapas dengan cara

memberi kestabilan dimensi melalui pem-

bentukan ikatan silang antar rantai molekul

selulosa dan/atau polimerisasi yang mengha-

silkan molekul-molekul berukuran besar

yang mengisi ruang-ruang intermolekuler.

Penyempurnaan pelemasan dan tolak air

pada umumnya bekerja secara eksternal de-

ngan membentuk suatu lapisan film pada

permukaan serat3. Lapisan film tipis yang

terbentuk pada proses pemanasawetan hanya

melapisi permukaan serat dan tidak berikatan

secara kimia, dan karenanya ketahanannya

terhadap pencucian dan gosokan umumnya

tidak sebaik penyempurnaan yang bekerja

secara internal.

3 Valko, Emery I. "Penetration of Fibres." Chemical Aftertreatment of Textiles. Editor H. Mark, Norman S.

Wooding, and Sheldon M. Atlas. New York: Wiley-

Interscience, 1971. 6.

CF3

CF3

CF3

C6F

12C

6F

12C

6F

12

CH

2

CH C

H2

CH C

H2

CH C

H2

CH C

H2

O O O O

O O O O

C6F

12

CF3 F

H

(Sumber: Hall, Michael E. "Finishing of Technical Textiles."

Handbook of Technical Textiles. Editor A. R. Horrocks and S.

C. Anand. Cambridge, England: Woodhead Publishing Ltd.,

2000. 169.)

Gambar 17-1. Ester asam poliakrilat dan heksanol yang

di-perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).

Senyawa kimia yang biasa digunakan

untuk penyempurnaan tolak-air dan tolak-

minyak saat ini umumnya adalah senyawa

berbasis fluorokarbon, yaitu ester dari asam

poliakrilat dan heksanol yang di-perfluori-nasi (Gambar 17-1). Senyawa ini terbagi

atas dua segmen, yaitu segmen fluor (F) yang

memberi sifat tolak-air, tolak-minyak, dan

tahan-kotor, serta segmen hidrofilik (H), se-

hingga diperoleh fungsi ganda soil-resistant

dan soil-release tergantung pada orientasi

kedua segmen tersebut4. Dalam proses pen-

cucian, segmen hidrofilik akan berorientasi

menghadap air sementara segmen fluor

menghadap serat, sehingga daya serap me-

ningkat dan penglepasan-kotoran pun ber-

langsung lebih mudah (soil-release). Sebali-

knya, dalam keadaan kering di udara terbuka segmen fluor akan menghadap keluar dan

mencegah penempelan kotoran-minyak

maupun kotoran-air pada bahan tekstil (soil-

resistant).

Untuk memperbaiki ketahanan cuci ha-

sil penyempurnaan tolak-air dan tolak-mi-

nyak biasa digunakan resin-resin tahan-kusut

dari jenis pengikat-silang, seperti dimetilol dihidroksi etilena urea (DMHEU). Resin ini

akan bekerja menahan penggembungan serat

yang terjadi saat pencucian dan dengan

demikian mengurangi tekanan yang dapat

mengakibatkan sobeknya lapisan film senya-

wa fluorokarbon pada permukaan serat. Penggunaan resin biasanya menambah keka-

4 Smith, Betty.F. dan Ira Block. Textile in Perspective.

Prentice-Hall, Inc. N.J., 1982, hal.301.

Page 79: TexCHAM All Papers

66

kuan kain sehingga diperlukan penambahan

pelemas (non-silikon).

(Sumber: http://www.textileindustries.com/Default.htm)

Gambar 17-2. Nano-Care, bulu-bulu berukuran nano

(nano-whiskers) ditempelkan pada tiap helai benang

kapas.

3.2.2.1 Inovasi Teknologi NanoCare®

NanoCare

adalah nama dagang untuk

produk nanoteknologi keluaran Nano-Tex

yang dikembangkan khusus untuk memberi-

kan sifat tolak-air dan tolak-minyak serta

tahan-kotor (soil- atau stain-resistance) per-

manen pada bahan kapas. Pendekatan yang

digunakan untuk mendapatkan efek tersebut

pada prinsipnya sama dengan teknik pe-

nyempurnaan konvensional, yaitu mengubah

sifat permukaan bahan melalui aplikasi kimia

polimer. Teknik pengaplikasiannya pun

sama. Perbedaannya terletak pada bagaimana

perubahan tersebut terjadi dan pada efek

yang dihasilkannya.

Gambar 17-2 memperlihatkan bagai-

mana NanoCare bekerja. Partikel berukuran

nano (nanoparticle), yang tersusun atas

deretan atom dengan konfigurasi tertentu,

ditempelkan secara permanen dan langsung

pada permukaan serat. Partikel-partikel

tersebut berbentuk seperti bulu-bulu halus dan kemungkinan telah didisain sedemikian

rupa hingga ujung yang satu akan mengarah

ke permukaan serat kapas dan selanjutnya

membentuk ikatan kimia dengan rantai

molekul selulosa, sementara ujung lainnya

mengarah ke udara. Dengan cara demikian

bulu-bulu tersebut akan ‘mendarat’ dan me-

nempel permanen secara tegak lurus di atas

permukaan serat kapas. Disamping bentuk

dan orientasinya, partikel-partikel nano

tersebut juga harus didisain agar dapat disus-

pensikan di dalam air sehingga dapat dia-

plikasikan dengan mudah pada kain meng-

gunakan teknologi proses yang sudah ada

saat ini.

Bulu-bulu nanoparticle yang menempel

pada permukaan serat kapas menciptakan

bantalan udara di sekeliling serat yang ber-fungsi menahan air. Besar kemungkinan pula

ujung bulu yang menghadap ke atas tersusun

atas atom-atom yang bersifat menolak air,

sehingga air yang jatuh pada permukaan

serat akan membentuk butiran dan mengge-

linding jatuh. Tekanan hanya dapat mem-

bantu air menerobos celah-celah kain, yaitu

celah-celah yang terdapat di antara susunan

benang dan serat, tapi tidak menyebabkan

pembasahan serat. Artinya, kain yang diker-

jakan dengan teknologi ini masih sangat

memungkinkan terjadinya pertukaran (trans-

port) udara dan air, dan ini sangat penting

artinya bagi kenyamanan pakainya.

Penyempurnaan tolak air konvensional

dengan senyawa fluorokarbon menghasilkan

lapisan film tipis yang bersifat kontinyu di

atas permukaan serat. Lapisan tersebut me-

ngurangi kelenturan dan menghalangi serat

dari tekukan-tekukan sehingga pegangan

kain menjadi lebih kaku. Dalam hal ini, sa-

ngat beralasan untuk menduga kain Nano-

Care® memiliki pegangan lebih lembut

mengingat bahwa bulu-bulu halus yang

menutupi permukaan serat bukan merupakan

suatu kekontinyuan (continuum) sehingga

masih memberi fleksibilitas dan tidak menghalangi serat dari tekukan-tekukan.

Daya tembus udaranya diduga juga lebih

baik daripada hasil penyempurnaan dengan

senyawa fluorokarbon. Sayangnya data tek-

nis mengenai kedua hal ini tidak tersedia.

Ditinjau dari kepermanenan efeknya, maka

NanoCare® menghasilkan efek tolak-air dan

tolak-minyak lebih permanen mengingat

pembentukan ikatan kimia antara bulu-bulu

nanoparticle dan rantai molekul selulosa

pada permukaan serat. Salah satu sumber5

menyebutkan ketahanan cucinya mencapai

30 kali pencucian berulang, sementara hasil

penyempurnaan tolak-air dan tolak-minyak

5 Wawancara dengan perwakilan sebuah perusahaan pakaian

jadi di Indonesia yang sedang dalam tahap trial penggunaan teknologi NanoCare® untuk kain-kain yang akan digunakan

sebagai bahan pakaian jadi pesanan sebuah perusahaan retail

Inggris.

Page 80: TexCHAM All Papers

67

biasa pada umumnya hanya mencapai 15 kali

pencucian berulang (tanpa penambahan zat

pengikat-silang).

Kelebihan lain dari teknologi Nano-Tex

untuk penyempurnaan bahan tekstil adalah

bahwa pengerjaannya dapat dilakukan de-ngan teknik-teknik dan mesin-mesin maupun

peralatan penyempurnaan kimia yang ada

saat ini.6 Satu-satunya investasi yang perlu

dilakukan oleh industri tekstil untuk bekerja

dengan teknologi baru ini hanyalah peneli-

tian dan percobaan-percobaan menyangkut

penggunaan produk baru ditinjau dari aspek

teknis dan ekonomisnya. Belum diketahui

bagaimana kompatibilitasnya dengan zat-zat

penyempurnaan lain maupun zat-zat pem-

bantu tekstil pada umumnya.

Konsep dan pendekatan yang sama juga

dapat digunakan untuk mendapatkan efek-

efek penyempurnaan lain seperti peningkatan kenyamanan-pakai dan pegangan seperti ka-

pas pada serat-serat sintetik seperti poliester

dengan tetap mempertahankan keunggulan-

keunggulan yang pada umumnya dimiliki

serat sintetik (kekuatan dan kemudahan

dalam perawatan) (NanoTouch®). Efek

tersebut dapat diperoleh dengan cara men-

cangkokkan suatu struktur-jaring yang dapat

memberi sifat-sifat baik kapas pada permu-

kaan serat sintetik. Ini mirip dengan pe-

nyempurnaan hidrofilik atau anti-statik pada

penyempurnaan konvensional untuk serat-

serat sintetik. Belum jelas apakah perubahan sifat permukaan tersebut disebabkan oleh

perubahan struktur geometri permukaan serat

ataukah secara kimia, atau mungkin juga

kedua-duanya.

3.2.2.2 NanoSphere: Modifikasi Struktur Geometrik Permukaan Serat Pada Skala Nano

Mengubah struktur geometrik permu-

kaan suatu padatan telah sejak lama diketa-

hui dapat mengubah sifat permukaannya dan

interaksinya dengan benda-benda yang

bersinggungan dengannya (padatan, cair,

maupun gas), terutama pada skala molekuler.

Beberapa jenis tertentu dedaunan (misalnya daun talas), cangkang kepik, dan sayap se-

6 www.textileinfo.com

rangga memperlihatkan fenomena alam yang

menakjubkan: mereka selalu dalam keadaan

bersih dan kering meski terkena kotoran dan

tersiram air hujan. Rahasianya terletak pada

struktur geometrik permukaannya yang khas. Ketiganya ternyata memiliki permukaan

yang terstruktur dan sangat kasar, hanya saja

kekasarannya berada pada skala nanometer

sehingga tidak tertangkap mata dan tidak

pula terasa di tangan. Schoeller Textiles

AG7, sebuah perusahaan tekstil Swiss, meng-

gunakan pendekatan yang sama dengan me-

manfaatkan teknologi nano untuk mengha-

silkan efek tolak-air, tahan-kotor, anti-lekat

(anti-adhesive), dan bahkan self-cleaning

pada bahan tekstil. Mereka menyebut hasil

inovasi teknologinya “NanoSphere”.

θ

TLS TS

TL

udara

air

(Sumber: Trotman, hal. 160)

Gambar 17-3. Vektor gaya-gaya yang bekerja pada antarmuka

padatan/udara/air.

Sumber yang ada tidak secara jelas

menerangkan bagaimana teknologi tersebut

bekerja: apakah dengan cara mendeposisikan

suatu lapisan film berstruktur nano (nano-

structured thin film) di atas permukaan serat

ataukah dengan teknik semacam plasma8

untuk mengubah permukaan serat itu sendiri.

Namun demikian, kemungkinan pertama

kelihatannya lebih masuk akal mengingat teknologi plasma masih mengandung be-

berapa kerumitan dalam aplikasi industrinya.

Prinsipnya sederhana. Permukaan kasar

memiliki bidang kontak lebih kecil daripada

permukaan yang halus dan rata, sehingga

semakin kecil bidang kontak berarti semakin

7 Swiss Textile Company Wins Award for Self-Cleaning

'NanoSphere' Finish. Web Page. URL:

http://www.smalltimes.com/document_display.cfm?document

_id=3124. 19 February 2004. 8 Kain ditempatkan pada suatu medan listrik di dalam ruang hampa bertekanan tinggi berisi gas tertentu, misalnya argon

dan nitrogen, dan ditembak dengan ion-ion yang dihasilkan

oleh medan listrik, dalam hal ini Ar+.

Page 81: TexCHAM All Papers

68

kecil pula interaksi antara tetesan air dan

permukaan padatan. Ini berarti pula semakin

kecil gaya tegangan permukaan padatan yang

bekerja pada tetesan air sehingga tegangan

permukaan air menjadi lebih dominan dan hasilnya air akan lebih mudah membentuk

butiran (ini diikuti dengan naiknya tegangan

antar-muka padatan-cairan). Padatan dengan

sifat seperti itu akan sukar terbasahi sehingga

air yang jatuh di atas permukaannya akan

segera membentuk butiran dan menggelincir

lepas dengan membawa partikel kotoran

yang sempat menempel di sana. Gambar 5-1

memperlihatkan hubungan antara tegangan

permukaan padatan (TS), tegangan permu-

kaan cairan (TL), dan tegangan antarmuka

padatan-cairan (TLS). Hubungan tersebut se-

cara matematik dapat dijelaskan dengan per-

samaan Young sebagai berikut:

θcosLLSS TTT += Pers. 17.1

Kekasaran yang dimaksud harus

memiliki dimensi cukup kecil sehingga

molekul air dan partikel kotoran tidak terpe-rangkap di dalam strukur kekasaran dan

justeru mempermudah pembasahan dan

mempersulit penghilangan kotoran. Di

sinilah peran teknologi nano. Menarik pula

untuk dicatat bahwa pendekatan yang sama

juga dapat diaplikasikan untuk cat mobil atau

cat tembok. Permukaan badan mobil atau

tembok yang dilapisi cat dengan teknologi

baru ini akan bersih dengan sendirinya bila

tersiram air hujan.

4 SMART-FABRIC

Baik NanoCare® maupun NanoSphere

baru merupakan awal dari pemanfaatan

teknologi nano pada bidang tekstil. Beberapa

gagasan masa depan mengenai pemanfaatan teknologi akan membawa perubahan lebih

radikal dimana komputer, sensor, dan mesin-

mesin berskala mikro maupun nano diinte-

grasikan pada bahan tekstil:9

Pompa dan pipa-pipa fleksibel berukuran

mikro untuk transpor medium pendingin

maupun pemanas ke bagian-bagian pakaian yang memerlukannya.

9 Forrest, David R.

Bahan aktif dan terprogram (active and pro-

grammable material). Ide dasarnya adalah

membuat suatu bahan yang tersusun atas

unit-unit sel berukuran kecil yang dihubung-

kan satu sama lain dengan baut-baut mole-kuler. Dengan bantuan motor elektrostatic

berukuran kecil serangkaian komputer akan

mengarahkan kerja baut-baut tersebut dan

mengatur jarak antar sel, dan dengan

memilih baut mana yang akan mengencang-

kan dan mengendurkan maka bentuk bahan

akan dapat diatur mengikuti kebutuhan pe-

makainya. Bila perubahan bentuk tersebut

dapat diatur sedemikian rupa hingga berlang-

sung sangat cepat maka suatu bahan yang

dikenal bersifat kaku akan dapat dibuat ber-

perilaku seperti kain dan bahkan mengikuti

secara tepat bentuk tubuh dan gerakan pe-

makai bila dilengkapi dengan serangkaian

sensor yang dapat mendeteksi secara dini

arah gerakan; bila sambungan antar sel

dilepaskan sementara maka bahan tersebut

akan bersifat luwes seperti sehelai kain pada

umumnya. Sebaliknya, kain yang biasanya

dikenal sebagai bahan yang bersifat luwes dapat dibuat menjadi kaku mengikuti suatu

bentuk tertentu dengan cara mengencangkan

baut-baut antar sel pada bagian-bagian ter-

tentu dari kain. Dengan konsep ini hampir

tidak ada lagi batasan antara bahan tekstil

kain dan bahan lainnya.

Self-cleaning fabric: Peralatan robot

yang kerjanya mirip dengan rayap secara berkala akan mengikis kotoran yang menem-

pel pada permukaan serat dan suatu peralatan

yang mirip dengan ban-berjalan akan mem-

bawa kotoran tersebut ke suatu tempat

penampungan.

Self-repairing fabric: Sobekan pada ba-

han akan mengakibatkan terputusnya sinyal yang seharusnya diterima oleh sensor dan

menghasilkan respon untuk tindakan

perbaikan berupa pengiriman “kru” robot ke

bagian yang tersobek; diskontinyuitas pada

bahan juga dapat dideteksi oleh sensor ber-

dasarkan nilai input yang membandingkan

nilai tegangan yang dialami kain dengan ba-

tas maksimum kekuatannya.

Self-shaping fabric: Kain dengan ke-

mampuan seperti ini akan mengembalikan

bentuk kain di sekitar sobekan kepada

keadaannya semula sebelum terjadi kerusak-

Page 82: TexCHAM All Papers

69

an dan menutup lubang atau celah yang

ditinggalkannya hingga perbaikan memung-

kinkan untuk dilakukan.

Intelligent knee-sleeve:10

Intelligent

Polymer Research Institute dan Biomedical

Science di Universitas Wollongong beker-jasama dengan CSIRO Textiles and Fibre

Technology (masing-masing adalah lembaga

pendidikan tinggi dan lembaga penelitian

terkemuka di Australia) telah mengembang-

kan suatu pembungkus lutut yang biasa dike-

nakan para atlet dengan fungsi dan kemam-

puan khusus sebagai alat berlatih untuk me-

lakukan gerakan-gerakan yang aman, efisien

dan efektif. Pembungkus tersebut dilapisi

dengan bahan polimer konduktif dan dileng-

kapi serangkaian sensor yang dapat mende-

teksi perubahan bentuknya. Pembungkus

akan mengeluarkan bunyi bila tekukan lutut

ada pada posisi terbaik.

SOFTswitch11 adalah sebuah perusahaan

di Inggris yang mengkhusukan kegiatannya

pada pengembangan kain dengan teknologi

peka sentuhan dan interaktif. Dengan me-

manfaatkan nanoteknologi suatu bahan teks-

til dimungkinkan untuk berfungsi sebagai

antarmuka pengendali berbagai macam pe-

rangkat elektronik menggantikan tombol-

tombol atau saklar yang biasa kita kenal,

keypads, dan keyboards. Kemungkinan a-

plikasinya bisa berupa sebuah jaket yang

berhubungan dengan telepon seluler, remote

control televisi yang “dijahitkan” pada le-ngan kursi, atau bisa juga saklar lampu pe-

nerangan rumah yang ditanamkan pada kain

tirai atau karpet.

5 PERKEMBANGAN NANOTEKNOLOGI

Publikasi mengenai pengajuan paten

yang dikeluarkan oleh sebuah kantor pener-

bitan hak paten dapat dijadikan sebagai alat

untuk mengukur trend atau perkembangan teknologi di suatu bidang tertentu, termasuk

nanoteknologi. Mengamati perkembangan

suatu teknologi dapat memberi gambaran

mengenai peluang kegiatan-kegiatan peneli-

10 Disarikan dari: Macey, M. 2002, "Smart outfit has everything sewn up", The Sydney Morning

Herald, 20 Feb 2002. 11 http://www.softswitch.co.uk/SOFTswitchAbout.html

tian maupun eksplorasi berikutnya dan untuk

kepentingan perlindungan paten.

Jumlah paten di bidang nanoteknologi

yang dikeluarkan oleh U.S. Patent and

Trademark Office (USPTO) memperlihatkan

peningkatan sebesar 600% selama 5 tahun terakhir sejak 1997 hingga 2002, yaitu dari

370 menjadi 2.650.12 Angka tersebut masing-

masing mewakili 0.3% dan 2.0% dari jumlah

total paten.

Sekitar 90% pemohon berasal dari peru-

sahaan-perusahaan swasta, 7% dari univer-

sitas atau perguruan tinggi, sementara si-sanya sebesar 3% berasal badan-badan pe-

merintah dan lembaga-lembaga atau pusat-

pusat penelitian independen. Jumlah per-

mohonan paten untuk penemuan proses dan

produk yang memanfaatkan nanoteknologi

kurang lebih sama besar. Kebanyakan meru-

pakan penyempurnaan dari teknologi yang sudah ada. Namun demikian ada juga se-

jumlah cukup besar penemuan yang betul-

betul revolusioner, bersifat terobosan.

Sayangnya informasi yang ada tidak

menunjukkan berapa banyak dan meliputi

apa saja paten yang sudah diterbitkan untuk

aplikasi nanoteknologi di bidang tekstil. Salah satu contoh menarik yang dapat dike-

mukakan di sini adalah paten USPTO No.

2003/0013369 tentang pemanfaatan

nanoteknologi untuk membuat bahan tekstil

yang memiliki kemampuan untuk melepas-

kan wewangian, biosida, dan anti-jamur se-

cara terkendali melalui pembentukan ikatan

kovalen antara serat tekstil dengan partikel

nano yang bersifat “textile reactive” (sumber

tidak menjelaskan apa yang dimaksud de-

ngan “textile reactive” di sini).

6 PENUTUP

Nanoteknologi merupakan teknologi

baru yang masih berkembang dan membuka

peluang besar untuk eksplorasi mengenai pemanfaatannya di masa depan, termasuk di

bidang tekstil. Beberapa contoh yang diberi-

kan di muka mengenai aplikasi

nanoteknologi dan kemungkinan-

kemungkinan pengembangannya baru meru-

12 Patent Trends in Nanotechnology. 2003. Web Page. URL:

http://townsend.lawoffice.com. 19 February 2004.

Page 83: TexCHAM All Papers

70

pakan awal dari suatu perubahan besar yang

sedang terjadi dalam teknologi dan industri

tekstil. Penguasaan teknologi baru pada

umumnya, minimal dalam hal peman-

faatannya, merupakan modal sangat penting untuk meningkatkan daya saing global suatu

industri, dalam hal ini nanoteknologi dan

industri tekstil.

Sebagian orang menyebut industri teks-

til Indonesia sebagai “sunset industry”, yaitu

industri yang sedang tenggelam karena tidak

memiliki prospek masa depan. Tapi pada

dasarnya semua industri sebetulnya akan

menghadapi hal yang sama bila tidak ada

upaya sungguh-sungguh untuk revitalisasi

melalui inovasi-inovasi teknologi, penataan

manajemen, dan yang terpenting pengem-

bangan sumber daya manusia. Kutipan di

awal tulisan ini mengatakan bahwa industri

tekstil merupakan salah satu batu pondasi

peradaban manusia. Artinya, industri tekstil

ikut membentuk peradaban manusia dan

pada gilirannya juga sangat dipengaruhi oleh

kemajuan peradaban yang direpresentasikan

dalam bentuk perkembangan-perkembangan

teknologi. Jadi, sangat salah untuk meman-

dang industri tekstil sebagai industri yang

tidak memiliki prospek masa depan, terlebih

bila diingat bahwa kegiatannya berkaitan erat

dan langsung dengan kebutuhan dasar manu-

sia, yaitu sandang, baik untuk perlindungan

ataupun untuk memenuhi rasa estetik manu-

sia. Sunset atau rising tergantung pada ba-gaimana kita memandang dan memperlaku-

kannya, dan industri tekstil sangat se-

layaknya untuk dipandang sebagai highly

potential sustainable industry. Sejarah

perkembangan teknologi dan industri tekstil

seharusnya telah mengajarkan itu dengan

sangat jelas. Negara-negara industri besar

mengawali industrinya dengan industri teks-

til, dan bahkan hingga kini pun mereka ma-

sih menekuninya hanya saja pada “anak-

tangga” kegiatan industri yang jauh lebih

tinggi. Kisah di balik sukses NanoCare® dan

Nano-Tex memberi gambaran sangat jelas

bagaimana perkembangan teknologi di

bidang yang semula kelihatannya kurang

relevan dapat dimanfaatkan untuk mening-

katkan daya saing.

Aplikasi nanoteknologi telah mengubah

pandangan tradisional mengenai tekstil seba-

gai bahan sandang dan juga membuka ba-

nyak kemungkinan mengenai wilayah baru

penggunaan bahan tekstil. Peluang untuk

modifikasi struktur bahan tekstil (serat) un-

tuk memperbaiki mutu hasil suatu penger-jaan tertentu, baik secara fisika maupun ki-

mia, juga terbuka lebih lebar. Teknologi

nano juga akan sangat mempengaruhi

perkembangan teknologi proses yang ber-

kaitan dengan proses industri tekstil, misal-

nya penghilangan warna air limbah proses

pencelupan secara fotokimia dengan partikel

nano titanium dioksida. Jelas sudah

nanoteknologi telah membuka era baru bagi

teknologi dan industri tekstil.

Lalu bagaimana dengan industri tekstil

Indonesia ? Siapkah kita memasuki era baru

tersebut ? Tentu kita siap bila hanya menjadi

technology user. Akan tetapi dibutuhkan le-

bih dari sekedar mampu menggunakan atau

memanfaatkan untuk bisa bertahan, lalu

tumbuh dan berkembang. Revitalisasi indus-

tri tekstil seharusnya memberi perhatian le-

bih besar pada pengembangan sumber daya

manusia di bidang tekstil, yaitu sumber daya

manusia yang memiliki kemampuan meng-

imbangi perkembangan dan mengembangkan

teknologi untuk pembangunan yang berke-

lanjutan. Ini dibarengi dengan penataan

kembali industri tekstil dan produk tekstil

serta program-program penelitian terpadu

yang bersifat mendasar (basic) maupun

terapan (applied) yang diarahkan untuk mempertajam daya saing dan meningkatkan

kemampuan menghadapi perubahan yang

berlangsung semakin cepat.

Catatan: Penyebutan nama dagang dalam

makalah ini semata-mata untuk kemudahan

perujukan dalam memberikan contoh me-

ngenai perkembangan nanoteknologi di

bidang tekstil dan bukan merupakan bagian

dari promosi ataupun kecenderungan penulis

kepada suatu produk tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

1. "Japan Shows Increasing Interest in

Auxiliaries Utilizing Nanotech-

nology." Web page, [accessed 19

Page 84: TexCHAM All Papers

71

February 2004]. Available at

www.textileinfo.com.

2. 2003. "Patent Trends in Nanotechnology."

Web page, [accessed 19 February

2004]. Available at

http://townsend.lawoffice.com.

3. "Swiss Textile Company Wins Award for

Self-cleaning 'NanoSphere' Fi-

nish." Web page, [accessed 19

February 2004]. Available at

http://www.smalltimes.com/docu

ment_display.cfm?document_id=

3124.

4. Fan, Qinguo, Samuel C. Ugbolue, Alton R.

Wilson, Yassir S. Dar, and Yiqi

Yang . 2002. "Dyeable Polypro-

pylene via Nanotechnology."

Web page, [accessed 19 February

2004]. Available at

http://www.umassd.edu/engineeri

ng/textiles/dyeablePP/index.html.

5. Forrest, David R. 1995. "The Future Im-

pact of Molecular Nanotechnolo-

gy on Textile Technology and on

the Textile Industry." Web page,

[accessed 19 February 2004].

Available at

http://www.salsgiver.com/people/

forrest/refs.html#ref2.

6. Hall, Michael E. 2000. Finishing of

Technical Textiles. Handbook of

Technical Textiles. Editor A. R.

Horrocks, and S. C. Anand, 169.

Cambridge, England: Woodhead

Publishing Ltd.

7. Rodie, Janet Bealer, Assistant Editor.

2004. "Like Water Rolling Off a

Ducks Back." Web page, [ac-

cessed 19 February 2004]. Avail-

able at

http://www.textileindustries.com/

Default.htm.

8. Smith, Betty F., and Ira Block. 1982. Tex-

tiles in Perspective. Englewood

Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,

Inc.

9. Trotman, E. R. 1990. Dyeing and Chemi-

cal Technology of Textile Fibres.

6th ed. London: Edward Arnold.

10. Valko, Emery I. 1971. Penetration of Fi-

bres. Chemical Aftertreatment of

Textiles. Editor H. Mark, Norman

S. Wooding, and Sheldon M.

Atlas, 6. New York: Wiley-Inter-

science.