Tesis_Vera.pdf
Transcript of Tesis_Vera.pdf
ANALISIS SPASIAL PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT SEBAGAI FAKTOR RISIKO DIARE DI KECAMATAN SANGIR
KABUPATEN SOLOK SELATAN TAHUN 2007
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S-2
Minat Utama Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (Simkes) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Diajukan Oleh :
Vera Elfiatri. M NIM :19153/ PS/ IKM/ 06
Kepada PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2008
2
3
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karean
menyadari bahwa dalam proses
Mada dan Direktur
2. ku pembimbing utama yang
3. embimbing II yang
4. ten Solok Selatan dan Kepala Dinas Keseahan
limpahan karunia dan hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Tesis ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi
persyaratan dalam mencapai derajad Magister Kesehatan di bidang
Epidemiologi Lapangan Kosentrasi Sistem Informasi Manajeme Kesehatan di
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Dengan sepeuh hati penulis
penyusunan tesis ini banyak mendapat dukungan dan bantuan dari banyak
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Direktur sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah
Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pada Program
Sistem Informasi Manajemen Kesehatan.
Bapak Prof. Dr. Hari Kusnanto, DrPH sela
telah memberi motivasi, bimbingan, perhatian dan kesabaran serta
memberikan fasilitas dalam perkuliahan dan penulisan tesis ini,
sekaligus Ketua Minat Program Sistem Informasi Manajemen
Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Bapak Dr. Lutfan Lazuardi, M. Kes. Ph.D selaku p
dengan sabar da penuh perhatian memberikan dukungan,
kesempatan dan kemudahan selama pelaksanaan penelitian dan
penyusunan tesis ini.
Bapak Bupati Kabupa
Kabupaten Solok Selatan yang telah memberikan kesempatan dan
kemudahan selama proses studi, penelitian dan mendukung dalam
keberhasilan penyusunan tesis ini.
5
5. Bapak Tata Usaha Bappeda dan pegawai BPS yang telah
memberikan data untuk memberikan kesempurnaan pada tesis ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar dan tenaga labor computer Simkes atas
keramahan, keterbukaan dan keakraban selama proses studi yang
penulis jalani.
7. Seluruh pengelola Simkes, mbak Nia thank’s ya mbak untuk semua
bantuannya dan supportnya untuk segera menyelesaikan tesis ini,
mbak Rosita makasih untuk perhatiannya, mbak Asti makasih juga
untuk senyuman dan supportnya, mbak Estu makasih juga untuk
terjemahannya dan Sunny (momom) makasih juga untuk semua
bantuannya selama menjalani hari-hari di Simkes, pengelola Simkes
The best.
8. Seluruh Staf Perputakaan Umum, Fakultas Kedokteran dan Pasca,
yang telah banyak memfasilitasi penulis dalam mencari referensi
manual maupun elektronik dalam penulisan ini.
9. Terimakasih yang tidak terhingga dan tidak dapat diukur buat Ibu
tersayang, terimaksih untuk dukungan moril materil dan doa-doa
dalam sholat untuk bisa segera menyeselaikan studi S2, abak (alm)
tercinta walaupun di dunia berbeda tetapi selalu melihat dan
memberikan inspirasi Ei, Nepi, Da Ep Terimakasih saudaraku yang
begitu perhatian dan support yang luar biasa selama menjalani studi
ini. Ponakan-ponaakan yang selalu ingin dibelikan oleh-oleh Jogja,
Abang, Oca, Uni, Kakak, Mbak Iya dan Adek suatu hari nanti kalian
juga harus bisa seperti Ucu.
10. Yang tidak akan pernah terlupakan walau sampai kapan pun Bang
Erwin terimakasih untuk 3G nya dan ispirasinya, semoga Tuhan
mendengar dan mengabulkan apa yang kita inginkan.
11. Teman-teman Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan, Riko
makasih untuk semua bantuannya dalam penulisan tesis ini, Susi
6
maksih juga untuk laporan PHBS, Devi makasih untuk lapora
diarenya, Ul thank’s semua bantuan dan motifasinya dan semua
teman-teman di Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
12. Semua teman-teman mahasiswa Simkes 05 (mas nardi, bang
abdulallah) Simkes 06,dan Simkes 07 terutama mas adi thank’s
banget bantuannya dan pak johan makasih windowsnya.
13. Semua yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan
materil kepeda penulis selama menjalani pendidikan hingga
menyelesaikan tesis ini.
14. Seluruh responden dan informan yang telah meluangkan waktu
sehingga penelitian dapat diselesaikan dengan baik.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini
masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulisan harapankan. Semoga tesis ini dapat
memberukan manfaat terutama sebagai masukan bagi
pengembangan dan pencerahan spasial untuk penyakit-penyakit
lainnya dimasa yang akan datang, Amin.
Yogyakarta, Juli 2008
Penulis
VERA ELFIATRI. M
7
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………….................. iLembar Pengesahan... ………………………………………………………….. Lembar Pernyataan....................................................................................... Kata Pengantar..............................................................................................
iiiiiiv
Daftar Isi…………………………………………………………………………… Daftar Gambar...………………………………………………………………….. Daftar Tabel....…………………………………………………………………….
viiixxi
Daftar Lampiran…………………………………………………………………... xiiIntisari……………………………………………………………………………… Abstract…………………………………………………………………………….
xiii xiv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….... 1 A. Latar Belakang ………………………………………................
B. Rumusan Masalah……………………………………………… C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. D. Manfaat Penelitian……………………………………………… E. Keaslian Penelitian………………………………………………
110111112
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………... 15
A. Telaah Pustaka………………………………………………… 1. Definisi Diare…………………………………………….. 2. Klasifikasi Diare………………………………………….. 3. Penyebab Diare………………………………………….. 4. Mekanisme Penularan Diare……………………………. 5. Epidemiologi Diare………………………………………. 6. Diagnosa dan Klasifikasi Dehidrasi…………………….. 7. Tata Laksana Penderita Diare yang Tepat dan Efektif. 8. Peranan PHBS dalam Pencegahan Diare…………….. 9. Konsep Perilaku Kesehatan…………………………….. 10. PHBS sebagai Indikator Perilaku Kesehatan
Masyarakat…………………………………….................. 11. Tinjauan Umum Tentang Sarana Kesehatan
Lingkungan.....................................................................12. Sistem Informasi Geografis (SIG).................................. 13. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi....................... 14. Global Positioning System (GPS).................................. 15. Aplikasi Sistem Informasi Geografis.............................. 16. Pemanfaatan SIG di Bidang Kesehatan Masyarakat.....17. Fungsi dan Kegunaan SIG.............................................18. Analisa Spasial...............................................................
15151516172121222426
31
3639434449515253
8
B. Landasan Teori…………………………………………………. C. Kerangka Konsep ……………………………………………… D. Hipotesa …………………………………………………………
545656
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….. 57 A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………
B. Subjek Penelitian……………………………………………….. C. Variabel Penelitian………………………………………………D. Defenisi Operasional…………………………………………… E. Bahan dan Alat Penelitian……………………………………...F. Cara Pengumpulan Data………………………………………. G. Analisis Data………………………………………....................H. Etika Penelitian…………………………………………………. I. Jalannya Penelitian…………………………………………….. J. Jadwal Kegiatan Penelitian…………………………………….
57575858596060606162
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………
A. Hasil Penelitian…………………………………………………… B. Pembahasan………………………………………………………
636385
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………… A. Kesimpulan……………………………………………………….. B. Saran………………………………………………………………
898989
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal 1. Peta Administrasi Kabupaten Solok Selatan ............................ 3
2. Siklus terjadinya diare .............................................................. 18
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan diare ........................ 19
4. Peranan PHBS dalam kasus diare ........................................... 26
5. Hakekat perilaku ...................................................................... 27
6. Perilaku dalam masalah kesehatan ......................................... 29
7. Tiga strategi dasar PHBS………………………………………… 32
8. Kerangka konsep manajemen PHBS........................................ 34
9. Precede proceed model………………………………………….. 35
10. Penentuan titik dengan menggunakan GPS............................. 45
11. Fungsi GPS dalam aplikasinya................................................. 46
12. Kerangka Konsep...................................................................... 56
13. Peta batas administrasi............................................................. 64
14. Jumlah penduduk dan luas wilayah.......................................... 65
15. Ketinggian................................................................................. 67
16. Peta lokasi penelitian................................................................ 69
17. Peta Jorong............................................................................... 70
18. Jumlah Balita............................................................................. 71
19. Grafik kasus dan sampel diare.................................................. 71
20. Kasus dan kontrol diare............................................................ 72
21. PHBS perjorong………………………........................................ 73
22. Koordinat PHBS…………………………………………………… 73
23. Cluster diare……………………………………………………….. 79
24. Overlay PHBS dengan cluster kasus diare…………………….. 80
25. Scater Plot penggunaan jamban………………………………… 81
10
26. Scater Plot penggunaan air bersih………………………………. 82
27. Scater Plot pembuangan sampah……………………………….. 83
28. Scater Plot kebiasaan mencuci tangan…………………………. 83
11
DAFTAR TABEL Tabel Hal 1. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya……………. 13
2. Puskesmas dan Puskesmas pembantu…………………………………….66
3. Proyeksi jumlah penduduk………………………………………………….. 68
12
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Format Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Lampiran 2. Kuesioner untuk Perilaku Masyarakat.
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Spasial (Spatial Error Model – Maximum
Estimation).
Lampiran 4. Hasil uji SPSS Kasus dan Kontol di Kecamatan Sangir Tahun
2007.
Lampiran 5. Hasil SaTScan menggunakan Space – Time Permutation Model
(Likelihood Ratio Test) Januari – Desember 2007.
Lampiran 6. Hasil uji statistic Chi-Square penggunaan jamban keluarga,
pengguaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan
mencuci tangan.
13
INTISARI Latar Belakang : Angka prevalensi diare di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan mencapai 1.092 kasus pada tahun 2007. Teknik pengambilan sampel purposive area random sampling dari beberapa jorong-jorong yang ada di Kecamatan Sangir. Dari permasalahan tersebut diatas maka peneliti ingin memotret beberapa aspek yang dapat mempengaruhi prevalensi diare, yang dilihat dari perilaku hidup bersih dan sehat dalam hal penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan. Pemodelan ini diharapkan dapat menghasilkan model spasial yang menentukan kerentanan wilayah terhadap penyakit diare di Kecamatan sangir. Tujuan : Mengetahui manfaat pemodelan spasial dalam menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap penyakit diare, mengetahui adanya hubungan penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan dengan prevalensi diare dan manfaat informasi spasial dalam meningkatkan manajemen pengendalian diare di wilayah dengan tingkat kejadian kasus yang tinggi. Metode Penelitian : Prevalensi diare tinggi ditemukan di Kecamatan Sangir sebanyak 132 kasus menggunakan penghitungan sample size calculator dengan tingkat kepercayaan 95 %. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan menggunakan pedekatan desain case control. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan Softwere GeoDa dan SaTScan. Hasil Penelitian : Hubungan antara penggunaan jamban keluarga dengan kasus diare diperoleh hasil z value = - 4,820473, p = 0,000001 (p<0,05), hubungan antara penggunaan air bersih dengan kasus diare ketahui bahwa nilai z value = 2,810922 dan p = 0,0049401 (p < 0,05), hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare diperoleh nilai z value = -0,5995125 dan p= 0,5488311 (p>0,05) dan hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kasus diare diperoleh nilai z value= 0,3934589 dan p = 0,6939806 (p>0,05). Kesimpulan : (a) kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga p = 0,000001 (p<0,05); (b) kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan air bersih p = 0,0049401 (p < 0,05); (c) kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan pembuangan sampah p= 0,5488311 (p>0,05); (d) kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan kebiasaan mencuci tangan p = 0,6939806 (p>0,05); (e) kasus diare tersebar pada 17 jorong di Kecamatan Sangir dengan kasus tertinggi 14.39% pada Jorong Sampu dan 11.36% pada Jorong Bariang; (f) terdapat clustering kasus diare yang signifikan di Kecamatan Sangir. Clustering kasus diare terjadi dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang dilihat dari penggunaan jamban
14
keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan. Kata Kunci : Spasial PHBS sebagai Faktor Risiko Diare.
15
SPATIAL ANALYSIS OF CLEAN AND HEALTHY BEHAVIORS AS THE DIARRHEA RISK FACTORS AT SANGIR SUBDISTRICT, SOUTH SOLOK
IN THE YEAR OF 2007
Vera Elfiatri1, Hari Kusnanto2, Lutfan Lazuardi3
ABSTRACT
Background: Diarrhea prevalence rate in Sangir Subdistrict, South Solok reached to 1092 cases in 2007. This problem aroused the researcher’s concern to observe several aspects which influenced the diarrhea prevalence. There were several aspects of clean and healthy behaviors would be examined, such as the use of family toilet and clean water, garbage dumping, and. This model would deliver a spatial model which determined area susceptibility to diarrhea at Sangir Subdistrict. Objectives: This study aimed to find out the advantage of spatial modeling in determining area susceptibility level to diarrhea and finding out the relationship between diarrhea prevalence and the use of family toilet and clean water, garbage dumping, also hand washing habit. It also aimed to find out the advantage of spatial information in improving diarrhea control management at high prevalence area. Method: This study was an analytical study by using case control design method. The sample was 132 diarrhea cases in Sangir Subdistrict. It was determined by using purposive area random sampling from several villages in Sangir. The data were analyzed by using software of GeoDa and SaTScan. Results: The relationship between the use of family toilet and diarrhea cases was z = -4.820, p = 0.001 (p < 0.05); the relationship between the use of clean water and diarrhea cases was z = 2.811, p = 0.0049 (p < 0.05); the relationship between garbage dumping and diarrhea cases was z = 0.599, p = 0.549 (p > 0.05); the relationship between hand washing habit and diarrhea cases was z = 0.393, p = 0.694 (p > 0.05). Conclusion: (a) Diarrhea cases at Sangir were related to the use of family toilet p = 0.001 (p < 0.05), (b) Diarrhea cases at Sangir were related to the use of clean water p = 0.0049 (p < 0.05), (c) Diarrhea cases at Sangir were not related to the garbage dumping p = 0.549 (p > 0.05), (d) Diarrhea cases at Sangir were not related to hand washing habit p = 0.694 (p > 0.05), (e) The diarrhea cases occured at 17 villages at Sangir; the highest cases rate was 14.39 % at Sampu village and followed by 11.36% at Bariang village, (f) There was clustering of diarrhea cases in Sangir significantly.
1 Health Office of South Solok, West Sumatera. 2 Health Management Information System, Graduate Program of Public Health, Gadjah Mada University, Yogyakarta. 3 Health Management Information System, Graduate Program of Public Health, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
16
Clustering of diarrhea cases was related to the clean and healthy behaviors such as the use of family toilet and clean water, garbage dumping, and hand washing habit. Keywords: Spatial analysis, clean and healthy behavior, diarrhea risk factors
17
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan
Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat
adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada
peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Secara makro
paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti
pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI,2001).
Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010,
dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan
sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan
merata. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah
ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional dengan keputusan Menteri Kesehatan
No. 131/ Menkes/ SK/ II/ 2004 dan salah satu dari subsistem SKN adalah
subsistem Pemberdayaan Masyarakat Kebijakan Nasional Promosi
Kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat ditetapkan
Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI.
No. 1193/ Menkes/ SK/ X/ 2004 yaitu : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010
(PHBS 2010). Untuk melaksanakan program Promosi Kesehatan di daerah
telah ditetapkan Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di daerah
dengan keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1114/ Menkes/SK/ VII/ 2005
(Depkes RI, 2005).
18
Kabupaten Solok Selatan sebagai daerah baru, merupakan daerah
pemekaran dari Kabupaten Solok terbentuk berdasarkan undang-undang
Republik Indonesia No. 38 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dengan
luas 3.346.20 km² dan jumlah penduduk 128.654 jiwa Tahun 2007, sehingga
rata-rata kepadatan penduduk adalah 39 jiwa/km²,dengan ibu kota kabupaten
Padang Aro, yang terletak pada wilayah kerja Kecamatan Sangir. Kabupaten
Solok Selatan terdiri dari 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Koto Parik Gadang
Diateh (KPGD), Kecamatan Sungai Pagu, Kecamatan Alam Pauh Duo,
Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuan, Kecamatan Sangir Janggo
dan Kecamatan Sangir Batang Hari. Dalam hal ini pelayanan kesehatan
kabupaten Solok selatan memiliki beberapa fasilitas kesehatan yaitu 1 buah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), 8 puskesmas dan 34 puskesmas
pembantu (BPS Solok Selatan,2006).
Kabupaten Solok Selatan memiliki wilayah yang besar dan beberapa
daerahnya sulit dijangkau, namun segala keterbatasannya harus berusaha
untuk tetap maju. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk
melaksanakan pola hidup sehat dan bersih masih sulit dicapai. Kendala
terutama oleh faktor sosial ekonomi yang belum pulih dari krisis disertai
dengan tingkat pendidikan dan budaya yang belum mendukung.
Pemberlakuan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah memberikan pengaruh terhadap
pembangunan kesehatan. Desentralisasi upaya kesehatan memberikan
wewenang kepada kabupaten atau kota untuk menentukan sendiri prioritas
pembangunan kesehatan sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kondisi
daerahnya sehingga keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
tergantung pada sumber daya manusia di daerah tersebut.
19
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Solok Selatan (Sumber : Bappeda Kabupaten Solok Selatan, 2007)
Menurut tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia sehat 2010 akan
dapat diperoleh apabila telah tercapai secara keseluruhan kabupaten sehat,
dengan dikembangkan sistem kesehatan kabupaten yang merupakan
subsistem dari sistem kesehatan nasional, harus ditetapkan pula kegiatan
minimal yang harus dilaksanakan oleh kabupaten sesuai yang tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan R.I No. 1457/Menkes/ SK/ X/2004
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan kabupaten
yaitu Rumah Tangga Sehat 65 %, ASI ekslusif 80 %, desa dengan garam
beryodium 90 % dan posyandu purnama 40 % (Depkes RI, 2004). Bentuk
konkritnya perilaku sehat yaitu perilaku proaktif memelihara dan
20
meningkatkan kesehatan. Mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi
diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan
(Depkes RI, 2004).
Upaya mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi
pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat,
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya (Depkes RI,1997). Masalah
kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini sudah mulai mengalami
pergeseran dari masalah penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, hal ini
dipengaruhi oleh kondisi geografis yang luas dengan segala kompleksitasnya
menyebabkan pergeseran pola penyakit juga berbeda, sehingga angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit degeneratif dan ulah manusia
meningkat. (Depkes R.I, 2001). Menurut data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia.
Di Indonesia diare adalah pembunuh Balita nomor dua setelah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Sementara UNICEF memperkirakan
bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal karena diare. Di
Indonesia, setiap tahun 100.000 Balita meninggal karena diare. Pada April
2004, diare menyerang penduduk Gresik Jawa Timur dengan jumlah kasus
6.161 dilaporkan dua orang meninggal. Pada bulan yang sama Tahun 2003
jumlah kasus diare yang terjadi sebanyak 7.024 (Dir.Jen PPM-PL, Depkes RI,
2004). Pada pertengahan November 2004, diare kembali menyerang warga
di beberapa daerah di Indonesia seperti DKI Jakarta, beberapa daerah di
Sumatera dan Sulawesi (Depkes RI, 2004).
Di kota dan Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat telah terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare dengan gejala muntah-muntah, mencret
atau berak-berak, sakit perut dan kesadaran menurun. KLB diare yang terjadi
21
di 3 Wilayah Puskesmas Kota dan Kabupaten Solok sejak 8 November
sampai dengan 18 November 2004 itu mengakibatkan 263 kasus diare dan 4
orang diantaranya meninggal dunia. Demikian penjelasan Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL
Depkes) menanggapi berbagai pemberitaan media tentang KLB diare yang
terjadi di Kabupaten dan Kota Solok Provinsi Sumatera Barat dan Surabaya
di Jakarta tanggal 19 November 2004 (Depkes RI, 2004).
Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan menyebutkan kasus usia 5
tahun keatas yang terjadi di Kecamatan Sangir adalah diare 23% dari seluruh
kasus (1.248), TBC adalah 29,8 % dari 543 kasus yang dilaporkan,
sedangkan infeksi saluran pernafasan atas adalah 35.6 % seluruh kasus
yang dilaporkan (Laporan Tahuan PL-PKM, Dinas Kesehatan Solok Selatan
2005). Kejadian Diare yang tersebar hampir di seluruh kecamatan di
Kabupaten Solok Selatan seperti pada Kecamatan Sangir 1.092 kasus,
Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD) 852 kasus, Kecamatan
Sungai Pagu 575 kasus. Tingginya kasus diare pada Kecamatan Sangir yang
penyebarannya di 17 jorong yaitu, jorong Koto Rambah 73 kasus, jorong
Mangis 31 kasus, jorong Sampu 110 kasus, jorong Sungai Pauh 17 kasus,
jorong Bariang 97 Kasus, jorong Sungai Lolo 66 kasus, jorong Lubuk Gadang
80 kasus, jorong Padang Aro 67 kasus, jorong Durian Taruang 97 kasus,
jorong Sungai Landeh 24 kasus, jorong Malus 82 kasus, jorong Timbulun 43
kasus,Taluak Aia Putiah 93 kasus, jorong Sukoharjo 39 kasus, jorong
Sukabumi 51 kasus, jorong Liki Bawah 73 kasus dan Kubang Gajah 49 kasus
(Dinas Kesehatan Solok Selatan, 2007).
Menurut info penyakit menular yang diterbitkan Dir.Jen PPM-PL
Depkes RI penyakit diare masih sering menimbulkan KLB seperti halnya
kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian
dapat ditekan seminimal mungkin (Dir.Jen PPM-PL, Depkes RI, 2007). Faktor
22
kelalaian manusia dalam menjaga kebersihan lingkungan tidak dapat
diabaikan. Selain banjir yang membawa sampah dan kotoran lainnya,
kemarau juga menciptakan situasi yang sama, dalam keadaan kemarau,
persediaan air bersih kurang, sehingga masyarakat terpaksa menggunakan
air seadanya, masyarakat terkadang lupa untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan. Lalat juga menjadi donatur penyebab diare. Pada beberapa
masyarakat kita masih punya kebiasaan buruk, buang air besar (BAB) di
tempat terbuka. Perilaku ini apabila telah dilaksanakan dengan baik maka
mata rantai terjadinya diare dapat dicegah.
Menurut Selomo (1997), kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah
82 % kejadian diare. Sanropie et al., (1994) mengatakan bahwa ketersediaan
air bersih dapat mencegah diare sampai 90 %. Berdasarkan laporan
Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007, keluarga
yang memiliki persediaan air bersih sebayak 44 %, jauh di bawah standar
nasional yaitu 90 % penduduk untuk wilayah kabupaten telah tercakup air
bersih. Cakupan jamban keluarga baru mencapai 36 % sedangkan target
nasional adalah 70 %.
Masalah diare merupakan masalah utama dari beberapa masalah
penyakit menular lainnya di Kabupaten Solok Selatan, sebagaimana
kabupaten pemekaran yang selalu menghadapi masalah yang komplek di
sektor kesehatan maupun sektor lainnya. Sebagai upaya untuk meningkatkan
perilaku sehat masyarakat, maka Departemen Kesehatan melalui komponen
perilaku dan lingkungan sehat merupakan garapan utama promosi
kesehatan. Promosi kesehatan adalah proses memandirikan masyarakat
agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (WHO),
dengan mecanangkan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
yang telah dilaksanakan pada tahun 1996.
Ada beberapa indikator PHBS sebagai alat ukur untuk menilai
keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator ini
23
mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada
10 indikator PHBS yang terdiri dari 6 indikator perilaku dan 4 indikator
lingkungan yaitu, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, balita diberi
ASI ekslusif, balita di timbang, cuci tangan sebelum makan , menggunakan
air bersih, menggunakan jamban, rumah bebas jentik, tidak meokok atau
tidak merokok dalam rumah, makan sayur dan buah setiap hari dan
melakukan aktifitas fisik setiap hari (Depkes RI, 2007).
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk
memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan
Masyarakat. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat diharapkan dapat
diterapkan pada lima tatanan yaitu, rumah tangga, tempat kerja, tempat
umum, institusi pendidikan dan sarana kesehatan. Dari kelima tatanan
tersebut, maka tatanan rumah tangga merupakan tatanan yang penting
sebab sebagian besar waktu dan aktifitas yang rawan akan terjadinya
gangguan kesehatan adalah pada tatanan rumah tangga (Depkes RI,2007).
Perilaku kesehatan lingkungan dalam program PHBS adalah individu
dan keluarga menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari,
menggunakan jamban keluarga sehat, dan buang sampah pada tepatnya
sehingga tidak menjadi mata rantai penularan penyakit terutama saluran
pencernaan seperti diare. Selain itu kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
sebelum meyentuh dan menjamah makanan serta setelah buang air besar
diharapkan menjadi bagian dari kebiasaan sehat masyarakat sehingga
kemungkinan terjadinya penyakit saluran pencernaan dapat dicegah. Guna
mengukur perilaku kesehatan masyarakat maka dalam Program PHBS
dikembangkan pendataan PHBS yang secara rutin dilaksanakan setiap
tahun. Secara garis besar indikator yang digunakan adalak indikator perilaku
dan indikator lingkungan sebanyak 10 indikator (Lampiran 2). Hasil survey ini
akan menggambarkan keluarga dengan klasifikasi PHBS sehat I, sehat II,
24
sehat III, sehat IV. Selanjutnya secara agregat hasil pendataan keluarga
sehat ini akan menggambarkan Jorong Sehat I, Sehat II, Sehat III dan Sehat
IV.
Kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) merupakan hasil interaksi
berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor
ekternal (dari luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri atas faktor fisik dan
psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari atas faktor lain, sosial, budaya,
lingkungan fisik, politik, ekonomi dan pendidikan. Dalam hubungannya
dengan penyakit diare maka dari 10 indikator program PHBS diatas terdapat
indikator yang menunjukan keterkaitan antara penyakit diare dengan perilaku
hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga di Kabupaten Solok Selatan
dilihat dari indikator kesehatan lingkungan yang ada yaitu ketersediaan air
bersih, penggunaan jamban yang sehat, pembuangan sampah pada
tempatnya dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, maka informasi ini
dapat memberikan gambaran tentang jorong yang rawan diare sehingga
Program Kesehatan Lingkungan dan Program Pencegahan Pernyakit dan
Program Promosi Kesehatan serta program lain yang terkait dengan
penanggulangan diare dapat memanfaatkannya untuk upaya pengendalian.
Petunjuk operasionalnya dalam menilai keberhasilan program PHBS di
daerah menjadi 4 kategori yaitu : warna merah klasifikasi I bila melaksanakan
1-3 dari 10 kegiatan,warna kuning klasifikasi II bila telah melaksanakan 4-6
kegiatan,warna hijau klasifikasi III bila telah melaksanakan 7-9 kegiatan, dan
warna biru klasifikasi IV bila telah melaksanakan klasifikasi III (Depkes,
2007). Namun demikian, hasil pendataan klasifikasi hanya menggambarkan
tingkatan seberapa banyak item indikator perilaku yang dilaksanakan
keluarga dalam suatu jorong tanpa menjelaskan perilaku apa saja yang
belum dilaksanakan yang justru berpotensi menimbulkan masalah kesehatan.
Berdasarkan item indikator yang ada, maka sesuai dengan struktur
organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan ada empat program
25
yang terkait dengan masalah PHBS yaitu Program Kesehatan Lingkungan,
Program Promosi Kesehatan, Program Pencegahan Penyakit Menular,
Program Kesehatan Keluarga. Untuk itu informasi yang begitu banyak
dikumpulkan oleh petugas penyuluhan kesehatan lapangan hendaknya dapat
dimaksimalkan untuk mengatasi masalah kesehatan di Kabupaten Solok
Selatan termasuk masalah diare. Informasi yang dihasilkan dengan
memanfatkan Sistem Informasi Manajemen atau lebih dikenal dengan nama
SIM merupakan suatu sistem yang biasanya diterapkan dalam suatu
organisasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan informasi yang
dihasilkan dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen atau dengan kata
lain teknik pengelolaan informasi dalam suatu organisasi. Sistem informasi
manajemen dapat digunakan secara efektif untuk mendukung setiap
tingkatan pada proses pengambilan keputusan dan dapat digunakan juga
untuk memperoleh dan menyimpan informasi yang berkaitan dengan
masalah, standar dan situasi sekarang. Sistem informasi juga dapat
memberikan cara yang sulit atau kompleks dapat mengasilkan dengan cepat
dan akurat informasi yang diperoleh. Sistem pengelolaan data tentang
penyakit diare dan PHBS dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG)
belum diterapkan oleh dinas kesehatan Kabupaten Solok Selatan.
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware),
perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukan data,
pengolahan, analisis, pemodelan (modelling), dan penayangan data
geospatial. Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara,
citra satelit, label statistik dan dokumen lain yang berhubungan. Data
geospatial dibedakan menjadi data grafis dan data non grafis. Data grafis
mempunyai 3 elemen yaitu titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) dalam
bentuk vektor ataupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran,
bentuk, posisi dan arah. Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi
yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating)
26
yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang
diinginkan dan merencanakan aplikasi (Murai, 2004).
SIG berguna untuk mengolah data atau informasi dalam konteks
spasial untuk mendukung pengambilan keputusan, dengan melakukan
gambaran distribusi spasial kejadian diare. Analisis spasial merupakan suatu
proses penggabungan informasi dalam berbagai peta dengan cara tumpang
susun (map overlay) untuk menurunkan informasi baru. SIG merupakan
sistem berbasis komputer yang mampu melakukan pemodelan spasial
(Danoedoro, 2004). Input data dalam SIG dapat berasal dari data
penginderaan jauh (foto udara maupun citra satelit), data survei lapangan,
data klimatologi maupun data sosial ekonomi. Geografis Information System
(GIS), penginderaan jauh, dan Global Positioning System (GPS) atau sistem
penentu posisi global merupakan suatu alat baru yang sangat penting dalam
penelitian dan pengendalian penyakit diare.
Sistem informasi geografis ini sangatlah penting untuk dapat melihat
gambaran distribusi spasial (keruangan) kejadian diare, terutama pada
Kecamatan Sangir dengan melakukan tinjauan jumlah kasus perjorong
terutama jorong yang mempunyai kasus diare tinggi. Berdasarkan studi awal
yang dilakukan oleh peneliti didapatkan informasi bahwa Kecamatan Sangir
sebagai pemenang lomba Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tahun 2007
tetapi berdasarkan laporan dari PL-PKM Dinas Kesehatan Solok Selatan
didapatkan bahwa di Kecamatan Sangir tersebut kasus diare tertinggi
dibadingkan dengan kecamatan yang lainnya.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah yang dihadapi didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut: “Bagaimana distribusi spasial faktor risiko kasus diare
hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat (penggunaan jamban
27
keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan
mencuci tangan) di Kecamatan Sangir tahun 2007”.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan umum dan khusus sebagai
berikut :
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (penggunaan
jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan
kebiasaan mencuci tangan) dengan kejadian diare di Kecamatan Sangir
tahun 2007”.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan PHBS (penggunaan jamban keluarga, penggunaan
air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan) di
Kecamatan Sangir tahun 2007.
b. Mengetahui kejadian diare di Kecamatan Sangir tahun 2007.
c. Mengetahui distribusi spasial kasus diare di Kecamatan Sangir pada
tahun 2007.
d. Mengetahui cluster diare di Kecamatan Sangir pada tahun 2007.
e. Menganalisis hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (penggunaan
jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan
kebiasaan mencuci tangan) dengan kejadian diare.
D. Manfaat Penelitian1. Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan di bidang kesehatan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dalam pencegahan dan
penanggulangan diare di Kabupaten Solok Selatan. 2. Pemanfaatan SIG untuk perencanaan dalam pemantauan dan
penanggulangan diare serta perilaku hidup bersih dan sehat.
28
E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, penelitian analisis spasial perilaku
hidup bersih dan sehat sebagai faktor risiko diare di Kecamatan Sangir
Kabupaten Solok Selatan belum pernah dilakukan, tapi ada beberapa
penelitian serupa yang pernah dilakukan, yaitu :
1. Ali et al (2001), yang berjudul ”identifikasi lingkungan faktor risiko untuk
endemik kolera dengan mengunakan GIS.
2. Kusugiharjo (2007), yang berjudul “analisa spasial kejadian TB Paru BTA
(+) menggunakan sistem informasi geografis (GIS) di Kabupaten Sleman”.
3. Naingolan (2006), yang berjudul ” kondisi fisik rumah dan perilaku
keluarga dengan kejadiaan diare akut pada balita di desa Rambung
Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
4. Suwarno (2007), yang berjudul ” instalasi air bersih PDAM terhadap PHBS
masyarakat di Kecamatan Pojong Kabupaten Gunungkidul.
5. Widayani (2004), yang berjudul “Pemodelan spasial epidemiologi Deman
Berdarah Dengue menggunakan sistem informasi georafis di Kelurahan
Terban Kecamatan Gondokusuman Kotamadya Yogyakarta.
Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian serupa
Persamaan Perbedaan
Ali et al (2006)
Data yang digunakan data sekunder yang didapat dari data kesehatan dengan mempergunakan Sistem Informasi Geografi (SIG)
Melihat faktor resiko lingkungan untuk daerah endemik kolera sedangkan pada penelitian ini melihat perilaku hidup bersih dan sehat sebagai faktor risiko diare.
Kusugiharjo (2007)
Populasi wilayah (Area population), analisa data
Variabel independent terdiri dari demografi (kepadatan penduduk dan kemiskinan) dan lingkungan
29
dengan SaTScan, analisis spatially weighted regression menggunakan GeoDa.
(sarana yankes), variabel dependent kejadiaan TB Paru BTA (+). Sedangkan penelitian ini variable independent perilaku hidup bersih dan sehat dan variabel dependent prevalensi diare.
Naingolan (2006)
Rancangan penelitian case control
Analisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif distribusi frekwensi, subjek penelitan keluarga yang memiliki anak berusia dibawah lima tahun yang menderita diare dalam tiga bulan terakhir, sedangkan penelitian ini analisa data dengan SaTScan, analisis spatially weighted regression menggunakan GeoDa, sedangkan subjek penelitian adalah kasus diare selama satu tahun.
Suwarno (2007)
Data yang digunakan data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan, wawancara langsung dan data sekunder studi kepustakaan serta data dokumenter.
Data-data dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis sedangkan pada penelitian ini metode yang digunakan kuantitatif dengan rancagan penelitian case control menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Widayani (2004)
Pemodelan Spasial dengan menggunakan SIG dalam menghasilkan peta
Prototype pemodelan spasial epidemiologi demam berdarah dengue, menggunakan analisis crosstabs, sampel yang digunakan metode gabungan antara area sampling dengan random sampling, sedangkan pada penelitian ini menggunakan
30
rancangan penelitian case control dengan random sampling area populasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Definisi Diare Menurut Depkes RI (2000) menyebutkan diare adalah terjadinya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, melembek sampai mencair
serta bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya dan lazimnya tiga
kali atau lebih dalam sehari. Menurut WHO (1999) secara klinis diare
didefenisikan “ Acute watery diarrhea (passage of 3 or more or watery
stools in the past 24 hours) with or without dehydration”. Seseorang
dikatakan diare apabila buang air besar dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya. Pada bayi yang berumur kurang dari satu bulan dikatakan diare
apabila frekuensi buang air besar lebih dari empat kali sehari. Untuk bayi
diatas satu bulan dikatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari
tiga kali sehari. Untuk dewasa tinja biasanya lebih cair dan pada kondisi
tertentu disertai dengan muntah-muntah. Kebanyakan diare akut dengan
pengolahan yang tepat akan sembuh dengan sendirinya, namun dari
sebagian kecil yang tertolong akan mengalami diare kronik atau
komplikasi lainnya, sehingga menimbulkan kematian (Sudigbia, 1987).
Faktor yang mempengaruhi diare lingkungan, gizi, kependudukan,
pendidikan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat penyebab terjadinya
diare peradangan usus oleh agen penyebab bakteri, virus, parasit (jamur,
cacing, protozoa) keracunan makanan dan minuman yang disebabkan
oleh bakteri maupun bahan kimia, kurang gizi alergi terhadap susu,
immuno defesi dan diare dapat juga disebabkan karena stress, gangguan
fisiologi saluran cerna akibat kecelakaan atau trauma (Depkes RI, 2007).
2. Klasifikasi Diare Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan diare menjadi
empat kelompok, 1) diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari
16
14 hari; 2) diare persisten yaitu diare akut yang berlanjut sampai empat
belas hari atau lebih; 3) diare dengan penyakit penyerta yaitu diare akut
atau persisten yang di sertai penyakit lain; dan 4) diare berdarah (disentri).
Diare akut merupakan kejadian diare dengan awal mendadak pada
seseoarang yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Kejadian ini paling
sering disebabkan oleh peradangan usus akibat infeksi bakteri, virus
maupun parasit (Suharyono et al., 1988). Penyebab diare akut
dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab yang bersifat infeksi dan non
infeksi. Penyebab yang bersifat infeksi banyak diakibatkan oleh bakteri,
virus maupun parasit seperti Shigella, Salmonella, Escherichia Coli,
Staphylococcus, Clostridium Perfringens, Rotavirus, Cryptosporidium,
Giardia Lamblia, Entamuba Histolitica san Cholera. Penyebab yang
bersifat non infeksi disebabkan oleh keracunan makanan, efek samping
obat-obatan, keracunan bahan yang dikandung dan diproduksi, jasad
renik, alga, aikan, buah-buahan, sayur-sayuran. Imuno defisiensi dan
sebab-sebab lainnya serta karena sebab-sebab lain. Klasifiaksi diare yang
lain berdasarkan pada ada atau tidak adanya infeksi (Short cit Suharyono,
1991) meliputi; (1) diare infeksi spesifik, misalnya diare karena tifus
abdomen dan paratifus, disertai disentri basil serta enterokolitis stafilokok;
(2) diare non spesifik atau diare dietetik misalnya karena makan yang
terlalu pedas, makanan yang sullit dicerna.
Golongan Rotavirus ada 7 grup yang telah diketehui, grup A – G, akan
tetapi hanya grup A, B dan C yang diketahui menginfeksi manusia (Aman,
2004). Mayoritas infeksi Rotavirus pada manusia disebabkan oleh grup A
(Cunliffe, 2002 dalam cit Aman 2004). Rotavirus grup A merupakan
penyebab utama diare pada balita dan terutama pada umur enam bulan
sampai dua tahun. Diperkirakan 40 – 60% diare berat pada balita, baik di
Negara berkembang maupun dinegara industri disebabkan oleh Rotavirus.
3. Penyebab Diare Pada bulan Oktober 1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera
0139 yang kemudian digantikan Vibrio cholera strain El Tor di tahun 1993
17
dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996, kecuali di India dan
Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157 sebagai
penyebab diare berdarah dan HUS (Haemolytic Uremia Syndrome). KLB
pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika Selatan dan Australia. Dan untuk
Indonesia sendiri kedua strain di atas belum pernah terdeksi. Diare dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari infeksi, malabsorbsi,
makanan, hingga psikologis. Infeksi yang mengakibatkan diare,
disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan parenteral. Kuman-kuman
seperti bakteri, virus, dan parasit menginfeksi saluran pencernaan. Vibrio
cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, dan
Aeromonas merupakan beberapa contoh bakteri biang diare. Virus-virus,
seperti Enterovirus (virus echo, coxsakie, poliomylitis), adenovirus,
rotavirus, dan astrovirus juga dapat menyebabkan diare. Sedangkan
parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan, di antaranya cacing
(Ascaris, Trichruris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba
histolyca, Giardia lamblia, Trichomonas hominis) dan jamur (Candida
albicans). Selain infeksi di saluran pencernaan, diare juga dapat
disebabkan oleh infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar
alat pencernaan. Misalnya, otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
bronchopneumonia, dan ensefalitis. Keadaan ini terutama menjangkiti
anak di bawah dua tahun. Diare dapat juga disebabkan oleh agen biologi,
agen biologi seperti bakteri, virus dan parasit (cacing, protozoa). Agen non
biologi misalnya kimia, immunodefisiensi, alergi dan gangguan pisikis
(ketakutan, gugup) (Suharyono et al., 1988). Diare yang disebabkan oleh
non biologi merupakan diare yang bersifat tidak menular, sedangkan diare
yang disebabkan oleh biologi adalah diare yang dapat menular tetapi
dapat dicegah dengan memutuskan mata rantai penularannya (Powell,
2003).
4. Mekanisme Penularan Diare Diare akibat infeksi saluran pencernaan umumnya disebabkan oleh
virus dan bakteri. Vibrio cholera sebagai salah satu agen penyebab kolera
18
dapat hidup di lingkungan di luar tubuh manusia sampai delapan hari dan
yang paling baik pertumbuhannya adalah lingkungan akuantik (Dir.jen
P2M-PL Depkes RI, 1984). Penyebaran diare dapat bersumber dari
kotoran penerita diare yang mengandung kuman penyebab diare. Bila
kotoran ini tidak dibuang secara tertutup maka akan dapat dijangkau oleh
binatang atau serangga penular penyakit serta dapat mencemari tanah
dan sumber air (Ali et al., 2002). Kuman yang ada pada kotoran dapat
langsung ditularkan kepada orang lain melalui tangan maupun makanan.
Penularan dapat juga terjadi melalui air yang digunakan untuk menggosok
gigi, berkumur, mencuci sayur-sayuran atau makanan. Selain melalui
tangan dan air, kuman dapat juga ditularkan melalui vektor penyakit
seperti binatang dan serangga yang hinggap pada kotoran kemudian
menyentuh makanan. Untuk mencegah penyakit ini adalah meningkatkan
sanitasi jamban keluarga dan air bersih masyarakat untuk memutuskan
mata rantai penularan. Siklus terjadinya diare pada manusia, dapat dilihat
sebagai berikut :
Dalam saluran pencernaan
Makanan tercemar
Dibawa vektor
Kuman keluar bersama tinja
D I A R E Kuman masuk kedalam mulut
Linkungan tercemar
Gambar 2 Siklus terjadinya diare (Depkes, 1984)
Reservoir infeksi diare yang utama adalah manusia dan hanya
sebagian kecil ada pada binatang. Kesehatan lingkungan dan kebersihan
perorangan mempunyai pengaruh langsung terhadap insiden diare dalam
19
suatu masyarakat. Berkaitan dengan kejadian diare di Negara
berkembang enam belas kali episode pada seorang anak pada tahun
pertama hidupnya. Anak – anak dibawah satu tahun rata-rata mendapat
diare sekali setahunnya, sedangkan 1-5 tahun antara sekali sampai dua
kali. Dari proses kejadian diare, berbagai faktor yang dapt berhubungan
dengan kejadian penyakit diare diantaranya keadaan gizi, hygiene dan
sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kepadatan
pendduduk dan faktor lainnya seperti perilaku yang dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Keadaan gizi
Hygiene & sanitasi
lingkungan
Sosial budaya
Penderita diare
Meninggal
Sembuh
Kuman penyebab penyakit
diare
Kepadatan penduduk
Sosial ekonomi
Faktor lain-lain
Masyarakat sehat
Kuman penyebab penyakit
diare
Masyarakat
Gambar 3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare (Depkes, 1984)
Penyakit diare ditularkan melalui air, tingginya kejadian diare
disebabkan perilaku hidup yang kurang sehat yang ditunjukkan dengan
data cakupan jamban sehat baik yang masih rendah sehingga
menurunkan sanitasi lingkungan. Diare paling banyak menyerang anak
20
umur di bawah lima tahun, terutama anak usia enam bulan sampai dua
tahun. Kuman diare biasanya menyebar melalui makanan atau minuman
yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Perilaku
masyarakat yang dapat menyebabkan penyebaran kuman penyebab diare
dan meningkatnya resiko terjangkit diare antara lain menggunakan air
minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan air dan sabun
sesudah buang air besar, serta tidak membuang tinja dengan benar.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit diare
pertama adalah kurangnya sarana air bersih. Diare yang di sebabkan oleh
agent biologi merupakan diare yang menular, diare tersebut dapat
ditularkan secara oral, yaitu melalui kontak langsung dengan tinja
(Kandun, 2003). Namun yang paling sering dan menjadi masalah
kesehatan masyarakat adalah infeksi saluran pencernaan melalui
makanan dan minuman. Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan
makanan dan air minum yang terkontaminasi tinja serta muntahan
penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan
tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan. Selain kuman,
makanan dan minuman juga dapat menyebabkan diare. Walaupun jarang
terjadi, faktor makanan, seperti makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan serta faktor psikologis, seperti rasa takut dan cemas
juga dapat menimbulkan diare.
Faktor kelalaian manusia dalam menjaga kebersihan lingkungan tidak
dapat diabaikan. Selain banjir yang membawa sampah dan kotoran
lainnya, kemarau juga menciptakan situasi yang sama. Dalam keadaan
kemarau, persediaan air bersih kurang sehingga masyarakat terpaksa
menggunakan air seadanya. Tak heran jika masyarakat terkadang lupa
untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Lalat juga menjadi
donatur penyebab diare. Apalagi, di sebagian masyarakat kita masih
punya kebiasaan buruk, Buang Air Besar (BAB) di tempat terbuka.
21
5. Epidemiologi Diare Epidemiologi diare menggambarkan cepatnya penyebaran penyakit ini
bahkan dapat menjadi wabah dibeberapa daerah di Indonesia. Di negara
berkembang pada tahun 2000 ada 1,3 juta balita meninggal akibat diare
yang disebabkan persediaan air yang tidak bersih serta sanitasi dan
hygiene yang jelek. Diare yang sering terjadi pada balita biasanya bersifat
akut yaitu belangsung 3 – 5 hari. Akan tetapi kira –kira 5 – 15 persen
kejadian diare berlangsung selama dua minggu atau bahkan lebih dan
menetap menjadi diare pasisten. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia
karena diare menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), tahun
1996 menepati urutan ketiga sebesar 15,5 %. Pada SKRT 1992, AKB
karena diare menepati urutan ke dua sebesar 11 persen dan menurut
SKRT 1995 menempati urutan ke tiga sebesar 13.9% (Hidayati, 2002). 6. Diagnosa dan Klasifikasi Dehidrasi
Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Amati konsistensi tinja dan frekuensi buang air besar bayi atau balita.
Jika tinja encer dengan buang air besar tiga kali atau lebih dalam sehari
maka bayi atau balita tersebut menderita diare. Pemeriksaan darah dapat
dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih,
namun untuk mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan
pembiakan terhadap contoh tinja. Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO,
maka dehidrasi dibagi menjadi (a) dehidrasi ringan, tidak ada keluhan atau
gejala yang menyolok, tandanya anak terlihat agak lesu, haus dan agak
rewel, (b) dehidrasi sedang, Tandanya ditemukan gejala gelisah,
kehausan, mata cekung, kulit keriput bila dicubit kulit dinding perut tidak
segera kembali keposisi semula, (c) dehidrasi berat, tandanya ditemukan
gejala bercak cair terus menerus, muntah terus menerus, kesadaran
menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak
mau makan, mata cekung, bibir kering dan biru, tidak kencing enam jam
atau lebih, kadang-kadang disertai kejang dan panas tinggi.
22
7. Tatalaksana Penderita Diare yang Tepat dan Efektif Mencegah dan menghindari lebih baik daripada mengobati. Meskipun
diare dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, penyakit ini
sebenarnya dapat dihindari dan dicegah dengan cara mempraktikkan
gaya hidup bersih. Beberapa gaya hidup bersih, di antaranya mencuci
tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, selalu buang air
besar di kakus, memasak makanan dan air minuman hingga matang,
menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik, menghindari makanan
yang telah terkontaminasi oleh lalat, tidak memakan makanan basi, dan
menghindari makanan yang dapat menimbulkan alergi tubuh. Tatalaksana
penderita diare di rumah meningkatkan pemberian cairan rumah tangga
(kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta
makanan ekstra sesudah diare membawa penderita diare ke sarana
kesehatan bila dalam tiga hari tidak membaik atau buang air besar makin
sering dan banyak sekali, muntah terus menerus, rasa haus yang nyata,
tidak dapat minum atau makan, demam tinggi dan ada darah dalam tinja.
Bayi sangat rentan terhadap diare. Untuk menghindari terjadinya diare
pada bayi, berikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan dan
lakukan imunisasi campak. Kita juga harus menghindari pemberian
makanan yang dapat menimbulkan diare pada bayi. Artinya, kita jangan
memberikan susu yang telah basi kepada bayi. Setiap kali akan
memberikan susu formula, pastikan botol yang digunakan benar-benar
bersih. Untuk itu, bersihkan botol susu terlebih dahulu dengan cara
merendamnya dengan air panas dan setiap kali jangan pernah
memberikan susu yang sudah tersimpan lebih dari satu jam. Bila diare
terjadi pada bayi, oralit tetap dapat diberikan untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang. Selain itu, pasokan ASI harus tetap terjaga.
Seandainya terpaksa harus memberikan susu formula, berikanlah susu
rendah laktosa. Penyakit diare masih sering menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak
23
dalam waktu yang singkat. Namun dengan tatalaksana diare yang cepat,
tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin.
a. Akibat diare
Diare dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi akibat
mencret, yaitu dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat. Selain
itu, diare juga mengakibatkan berkurang cairan tubuh
(hipovolemik), kadar natrium dalam tubuh (hiponatremia), dan
kadar gula dalam tubuh (hipoglikemia). Mencret terjadi karena
adanya kuman yang masuk ke dalam usus halus, kemudian
berkembang biak di dalamnya. Kuman yang menempel pada
dinding usus ini menyebabkan dinding usus rusak. Usus yang
terinfeksi akan mengeluarkan cairan dan lendir.
Pada keadaan tertentu, infeksi akibat kuman-kuman ini juga
dapat menyebabkan perdarahan. Kuman juga mengeluarkan racun
diaregenik penyebab hipersekresi (peningkatan volume buangan)
yang menganggu transportasi cairan dan elektrolit sehingga cairan
menjadi encer. Selain encer, BAB orang yang mengalami diare juga
terkadang mengandung darah. Jika mencret terus berlangsung
akan menyebabkan kematian terutama pada pasien balita. Akibat
kekurangan elektrolit (terutama natrium dan kalium), tubuh akan
bertambah lemas dan tidak bertenaga yang berujung pada
penurunan kesadaran, bahkan kematian. Kondisi akan semakin
parah jika diare disertai oleh muntah-muntah.
b. Pengobatan Diare
Jika diare menjangkiti keluarga atau kerabat kita, ada beberapa
tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya, mulai dari
pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan), pemberian
makanan (ietetik), hingga pemberian obat-obatan. Terapi,
pemberian cairan yang paling umum adalah dengan memberikan
formula lengkap atau sering disebut dengan oralit. Oralit
mengandung garam dapur alias natrium klorida (NaCl), natrium
24
bikarbonat (NaHCO3), kalium klorida (KCl), dan glukosa. Oralit
berfungsi sebagai pengganti cairan tubuh dan elektrolit yang hilang
terbuang melalui tinja. Sebenarnya, prinsip pengobatan diare
adalah menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat buang air
besar dan muntah-muntah. Jadi, obat anti diare tidak perlu
diberikan pada diare akut. Cukup dengan memberikan oralit atau
membuat larutan gula garam (LGG), diare dijamin sembuh. Tetapi,
lain halnya jika diare tersebut kronis atau disebabkan infeksi. Untuk
mengatasinya diperlukan obat anti diare dengan ditambah
antobiotik untuk membunuh kuman penyebab diare tersebut.
c. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Peningkatan kejadian kesakitan atau kematian karena diare
secara terus menerus selama tiga kurun waktu berturut-turut (jam,
hari, minggu). Peningkatan kejadian kematian kasus diare dua kali
atau lebih dibandingkan jumlah kesakitan atau kematian karena
diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari,
minggu). CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan periode
sebelumnya.
8. Peranan PHBS dalam Pencegahan Diare Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya
memberikan pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk
meningkatkan sikap dan perilaku. Dengan demikian masyarakat dapat
mengenali dan mengatasi masalanya sendiri terutama dalam tatananya
masing-masing masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat
dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes
RI, 2001). Perilaku kesehatan dalam mencegah terjadinya diare adalah
tersedianya dan dimanfaatkannya jamban keluarga untuk mengisolasi
kuman penyebab diare sehingga tidak mengkontaminasikan sumber air
25
masyarakat. Pemanfaatan dan pemeliharaan sumber air bersih juga
penting sehingga air yang dikonsumsi dan untuk keperluan sehari-hari
lainya terbebas dari kemungkinan kuman diare (Stanton et al., 2004).
Konsep PHBS adalah pengkajian, perencanaan, penggerakan
pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian (Depkes RI,
2007).
Pengkajian dilakukan melalui pendataan PHBS tatanan rumah tangga
melalui pengukuran 10 indikator, empat indikator diantaranya yang
termasuk kedalam pengelompokkan PHBS pada bidang kesehatan
lingkunga adalah yang sangat terkait dengan masalah diare yaitu cuci
tangan sebelum makan, menggunakan air bersih, menggunakan jamban
dan membuang sampah pada tempatnya. Hasil pendatan ini akan menjadi
bahan perencanaan untuk meningkatkan perilaku masyarakat. Intervensi
untuk mengatasi masalah perilaku yang dapat dilaksanakan oleh promosi
kesehatan adalah bagaimana masyarakat termotivasi untuk
memanfaatkan sarana sanitasi sedangkan secara teknis tentang
tersedianya sarana yang memenuhi syarat adalah wewenang dari
program, program lain yaitu program kesehatan lingkungan.
26
Masalah kesehatan masyarakat (Diare)
Medis/teknis
Pemecahan masalah
Program Perilaku Hidup Besih dan Sehat (PHBS) - Cuci tangan dengan
sabun - Menggunakan air bersih - Menggunakan jamban - Membuang sampah
pada tempatnya
Perilaku tidak PHBS
Medis/teknis minum obat
Gambar 4. Peranan PHBS dalam kasus diare (Depkes RI, 2007)
9. Konsep Perilaku Kesehatan a. Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
bersangkutan khususnya manusia yang ada pada hakikatnya
tindakan atau aktifiatas dari manusia yang mempunyai bentangan
yang sangat luas meliputi kegiatan yang tidak teramati dari luar
seperti berfikir, persepsi, emosi, etensi dan sebagainya
(Notoatmodjo, 1997). Ada tiga domain perilaku yaitu kognitif, afektif
da psikomotor. Dalam perkembangannya teori ini dimodifikasi untuk
pengukuran perilaku kesehatan menjadi domain pengetahuan,
sikap dan tindakkan atau praktek. Sedangkan perilaku manusia itu
sendiri adalah perilaku masyarakat dalam meyikapi, mengelola
lingkungan dan memelihara serta meningkatkan kesehatan.
Mengkondisikan perilaku manusia diperlukan suatu pengetahuan
27
kesehatan melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
timbul dari luar maupun dari dalam dirinya. Untuk membentuk dan
mengubah perilaku dari perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku
yang sehat diperlukan proses melalui pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan dengan pola mengajak masyarakat untuk
mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat,
mempertahankan kesehatan melalui pembinaan yang kemudian
berkembang menjadi perilaku sehat (Machfoedz et al., 2005)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia yang terbentuk dari
pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan sikap tidak
dapat diamati secara langsung namun dapat diamati melalui
pernyataan, sedangkan tindakan dapat diamati secara langsung
dari kegiatan manusia.
Pengetahuan
Tahu/ tidak tahu
Sikap Tindakan
Mampu/ tidak
mampu
Sarana
Mau/ tidak mau
Gambar 5. Hakekat perilaku (Depkes RI, 2006)
28
b. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon sesorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok perilaku yaitu perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintenance) yaitu usaha
seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha
penyembuhan jika sedang sakit, perilaku pencariaan dan
penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health seeking
behaviour) adalah Perilaku pencarian peningkatan kesehatan
adalah pemeliharaan kesehatan dalam kondisi tidak sakit namun
berusaha mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya
secara dinamis juga dapat dilihat dari perilaku makanan dan
minuman terkait dengan gizi makanan serta keamanan makanan
dan minuman yang dikonsumsi. Perlaku pencarian dan
penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan yang juga
dikenal dengan perilaku pencarian pengobatan meliputi tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit kecelakaan dan perilaku
kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon
lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial budaya sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya
(Notoatmodjo, 2003).
29
Penyebab secara Penyebab teknis
Medis Lingkungan
Diare
Lingkungan yang tidak sehat
Masalah diare di individu
Perilaku tidak bersih dan sehat
Perilaku tidak partisipatif
P E N U L A R A N
KLB Diare
Penyebab perilaku Gambar 6. Perilaku dalam masalah kesehatan (Depkes RI, 2006)
c. Teori perubahan perilaku
Teori perubahan perilaku sudah berkembang dengan pesat
seiring semakin teridentifikasinya faktor-faktor penyebab perubahan
perilaku yang ternyata semakin kompleks. Disini hanya diambil
beberapa teori yang terkait dengan PHBS pada tatanan rumah
tangga. Menurut Ngatimin (1997), dua aspek utama penyebab
perubahan perilaku yaitu dengan tekanan (enforcement) dan
edukasi. Ada tiga faktor dalam terbentuk dan perubahan perilaku
yaitu predisposing factor, enabling factor, reinforcing factor.
Predisposing factor merupakan aspek yang ada didalam diri
manusia antara lain dapat dirubah melalui proses perubahan
pengetahuan yang diikuti dengan perubahan sikap dan diwujudkan
dengan tindakan. Faktor predisposisi ialah faktor yang memberikan
kecendrungan seseorang untuk berperilaku, yang mencakup
pengetahuan, sikap, persepsi dan sebagainya. Enabling factor
adalah aspek yang memungkinkan individu, kelompok dan
masyarakat secara keseluruhan untuk berbuat, mencakup
ketersediaan fasilitas untuk membuat orang berperilaku termasuk
30
resources, keterjangkauan, akseptabilitas, keterampilan dan
sebagainya. Sebagai contoh dalam Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) adalah ketersediaan sarana dan keterjangkauan
sarana memungkinkan untuk menggunakan sarana tersebut.
Reinforcing factor adalah faktor penguat yang mendorong individu,
kelompok dan masyarakat secara keseluruhan untuk berperilaku.
Sebagai contoh adanya perilaku petugas, tokoh masyarakat,
bimbingan, peraturan dan norma dalam masyarakat untuk
mendorong orang untuk berperilaku.
Seseorang akan berperilaku sehat apabila seseorang tahu akan
manfaat dari apa yang dilakukan ditunjang oleh faktor pendorong
dan penguat dari lingkungan sosialnya, serta tersedianya sarana
yang memungkinkan seseorang untuk berperilaku. Perubahan
perilaku dapat juga dikelompokkan menjadi perubahan perilaku
secara kuantitatif dan perubahan perilaku secara kualitatif. Yang
dimaksud dengan perubahan perilaku secara kuantitatif adalah
perubahan perilaku yang sedang berjalan. Sebagai contoh
seseorang yang biasanya merokok dua bungkus dalam sehari
menjadi hanya satu bungkus sehari dan seorang ibu yang
menimbang balitanya bila sempat menjadi secara rutin setiap
bulan.
Perubahan perilaku kuantitatif merupakan hal yang penting
dalam kesehatan bila diinginkan peningkatan dan penurunan
frekuensi perilaku terhadap kesehatan yang sudah berjalan di
masyarakat. Perubahan perilaku kuantitatif dapat berupa
peningkatan frekuensi perilaku positif terhadap kesehatan, ataupun
terjadinya penurunan frekuensi negatif terhadap kesehatan.
Sebagai contoh meningkatnya frekuensi aktifitas seperti olah raga
adalah peningkatan frekuensi positif sedang menurunkan frekuensi
merokok, minuman minuman berakohol sebagai bentuk penurunan
frekuensi perilaku negatif.
31
Perubahan perilaku secara kuantitatif adalah menyangkut
kejadian terbentuknya perilaku baru atau menghilangkan perilaku
yang sudah ada. Sebagai contoh suatu keluarga yang sebelumnya
mempercayakan pengobatan kepada dukun, menjadi
memeriksakan kesehatan dan mempercayakan pelayanan
kesehatan atau pengobatan kepada petugas kesehatan dan sarana
kesehatan. Seseorang yang sebelumnya buang air di lingkungan
menjadi buang air di jamban. Kedua kategori perubahan perilaku
diatas tidak sepenuhnya terpisah satu dengan yang lainnya,
melainkan memiliki interaksi antara keduanya. Sebagai contoh
seseorang yang hanya merokok bila ada pesta atau diberi oleh
teman, lambat laun menjadi memiliki sendiri dengan jumlah dan
frekuensi yang lebih sering.
10. PHBS sebagai Indikator Perilaku Kesehatan Masyarakat a. Program PHBS
Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah
diprogramkan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Departemen Kesehatan yang sekarang bernama Pusat
Promosi Kesehatan. PHBS adalah wujud keberdayaan masyarakat
yang sadar, mau, mampu, mempraktikkan PHBS. Dalam hal ini ada
lima program prioritas yaitu KIA, gizi, kesehatan lingkungan,
pemberantas penyakit menular dan gaya hidup. Program PHBS
adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan
pengetahuan sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan
(advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan
masyarakat (empowerment). Dengan demkian masyarakat dapat
mengenali dan mengatasi masalah sendiri, terutama dalam tatanan
masing-masing dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup
32
sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang di
praktekkan atas dasar sebagai hasil pembelajaran, yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya (Depkes RI, 2006).
Kemitraan
2 Bina
suasana (B)
3 Advokasi
(A)
1 Gerakkan pemberda
yaan (C)
Perilaku pencegahan dan mengatasi masalah kesehatan
Masyarakat
Gambar 7. Tiga strategi dasar PHBS (Depakes RI, 2002)
Salah satu tujuan program PHBS adalah mengukur perilaku
masyarakat terhadap kesehatan di berbagai tatanan. Tatanan
tersebut adalah tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan,
tatanan tempat kerja, tatanan institusi kesehatan dan tatanan
tempat-tempat umum (Depkes RI, 2006). PHBS dirumah tangga
adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar
tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan
sehat serta berperan aktif dalam gerakkan kesehatan di
masyarakat. Kondisi pencapaian PHBS di rumah tangga adalah
pada tahun 2005 30% rumah tangga sehat, 2006 37% rumah
tangga sehat, 2007 44% rumah tangga sehat, 2008 51% rumah
tangga sehat, 2009 58% rumah tangga sehat, 2010 65% rumah
tangga sehat (Depkes RI, 2006). Tujuan dari perilaku hidup bersih
33
dan sehat di rumah tangga yaitu meningkatkan pengetahuan
kemauan dan kemampuan anggota rumah tangga untuk
melaksanakan PHBS, meningkatkan peran aktif keluarga dalam
gerakkan PHBS di masyarakat, meningkatkan rumah tangga sehat
di kabupaten atau kota. Sedangkan sasarannya adalah setiap
rumah tangga, keluarga, masyarakat sekitar rumah tangga.
Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat secara umum terdiri
atas dua indikator yaitu indikator perilaku dan indikator lingkungan.
Perilaku yang terkait dengan hygiene perorangan memang murni
tergantung dari individu dalam keluarga, sedang jajaran kesehatan
dan pemerintah hanya bertindak sebagai pembina dalam hal ini
membimbing untuk perilaku tersebut. Namun demikian agar
masyarakat melakukan pemeriksaan kesehatan, memanfaatkan
pelayanan kesehatan tentu memerlukan sarana dan prasarana
untuk hal tersebut. Bagaimana mungkin masyarakat dapat
memeriksa kesehatan kahamilan misalnya bila didaerah tersebut
tidak ada bidan. Dalam hal ini pemerintah dan jajaran kesehatan
selain mengupayakan ketersediaan sarana juga berupaya agar
masyarakat mau dan mampu menjangkau layanan kesehatan yang
seharusnya mereka terima.
b. Manajemen PHBS
Untuk mewujudkan perilaku hidup bersih bersih dan sehat
(PHBS) ditiap tatanan diperlukan pengelolaan manajemen program
PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan, penggerakkan
pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian,
selanjutnya kembali ke proses semula.
34
Pengkajian
P Perencanaan
Pemantauan
Penilaian
Penggerakkan
pelaksanaan
Gambar 8. Kerangka konsep manajemen PHBS (Depkes RI, 2006)
Pengkajian dilakukan terhadap masalah kesehatan, masalah
perilaku (PHBS) dan sumber daya. Luaran pengkajian adalah
pemetaan masalah PHBS yang dilanjutkan dengan rumusan
masalah. Perencanaan berbasis data dan menghasilkan rumusan
tujuan, rumusan intervensi dan jadwal kegiatan. Pengerakkan
pelaksanaan, merupakan implementasi dari intervensi masalah
terpilih, yang penggerakkannya dilakukan oleh petugas promosi
kesehatan, sedangkan pelaksanaanya bisa oleh petugas promosi
kesehatan atau lintas program dan lintas sektor terkait.
Pemantauan dilakukan secara berkala dengan menggunakan
format pertemuan bulanan, sedangkan penilaian dilakukan pada
enam bulan pertama atau akhir tahun berjalan.
35
Pengkajian
Promosi kesehatan
Penyuluhan kesehatan
- Kebijakkan - Peraturan - Organisasi
Faktor Pemudah
Faktor pemungkin
Faktor penguat
Faktor Lingkungan
Faktor perilaku dan gaya hidup
Derajat kesehatan
Kualitas hidup
Penindak lanjutan Gambar 9 . Precede proceed model (Adaptasi Konsep LW Green, Depkes RI
2006)
Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor
yang mempengaruhi, serta cara menindak lanjutinya dengan
berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku
tersebut kearah yang lebih positif. Proses pengkajiaan mengikuti
anak panah dari kanan ke kiri, sedangkan proses penindak lanjutan
dilakukan dari kiri ke kanan. Dengan demikian manajemen PHBS
adalah penerapan keempat proses manajemen pada umumnya ke
dalam model pengkajian dan penindak lanjutan (Depkes RI, 2006).
c. Cara pengukuran PHBS
Cara pengukuran PHBS dengan mengacu kepada indikator
PHBS yaitu suatu alat ukur menilai keadaan atau permasalahan
kesehatan di rumah tangga. Indikator ini berpedoman kepada
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada sepuluh
indikator PBHS yang terdiri dari :
36
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (Nakes)
2. Balita diberi ASI ekslusif
3. Balita ditimbang
4. Cuci tangan sebelum makan
5. Menggunakan air bersih
6. Menggunakan jamban
7. Rumah bebas jentik
8. Tidak merokok/ tidak merokok dalam rumah
9. Makan sayur dan buah setiap hari
10. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
Untuk mengukur masalah PHBS ditatanan rumah tangga, maka
jumlah sample harus mencukupi. Perhitungan sample sederhana
yang direkomendasikan WHO yaitu 30 x 7 = 210 ( 30 kluster dan 7
rumah tangga per kluster). Ditingkat kabupaten atau kota dapat
disetarakan dengan kelurahan atau desa. Ada tahapan kluster yang
digunakan untuk tatanan rumah tangga, tahap pertama dapat dipilih
sejumlah kluster (kelurahan atau desa), tahap kedua ditentukan
rumah tangganya (Depkes RI, 1998)
11. Tinjauan Umum tentang Sarana Kesehatan Lingkungan
a. Pengertian
Kesehatan lingkungan merupakan upaya kesehatan yang
meliputi kegiatan analisis dan pengendalian resiko-resiko
kesehatan sebagai akibat dari kurang terpenuhinya kebutuhan
kesehatan dasar seperti air bersih, fasilitas sanitasi yang memadai
dan tempat tinggal yang layak serta penurunan tingkat resiko
kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran dan bahaya-bahaya
lingkungan atau kondisi lingkungan yang memiliki potensi bahaya
bagi kesehatan. Sebagai upaya untuk menghindari resiko-resiko
lingkungan diatas dibutuhkan sarana kesehatan lingkungan yang
memenuhi standar persyaratan minimal kesehatan. Sarana yang
37
terkait dengan kemungkinan penularan penyakit diare adalah
sarana air bersih, jamban keluarga, sarana pembuangan sampah.
b. Hubungan antara manusia dengan lingkungan
Timbulnya penyakit pada manusia disebabkan tiga faktor yang
dikenel sebagai ”multiple causation” yaitu penjamu (host),
lingkungan (environment) dan penyebab (agent) penyakit
(Soemirat, 2000). Perhatian utama ilmu kedokteran adalah manusia
dan lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan manusia.
Faktor-faktor lingkungan saling berhubungan, mereka
mempemgaruhi agent dan penjamu, bahkan antara mereka sendiri.
Jadi penyakit adalah sebagai hasil hubungan antara ketiga faktor
tersebut. Komponen lingkungan meliputi lingkungan fisik seperti,
iklim, suhu dan sifat tanah, lingkungan biologik seperti flora dan
fauna sebagai sumber makanan, penjamu dan vektor, serta
lingkungan sosial ekonomi (Notoatmodjo, 1997).
Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi
atau keadaan lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh
positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup
perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah),
rumah hewan ternak dan sebagainya (Soemirat, 2000). Penyakit-
penyakit yang berkaitan erat dengan kesehatan lingkungan yang
jelek seperti diare, infeksi saluran pernafasan, TBC relative masih
tinggi. Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian balita
dan penyebab kedua kematian bayi demikian juga dengan penyakit
infeksi saluran pernafasan, sedangkan TBC merupakan penyebab
utama kematian kelompok usia produktif (Musadad, 1996). Banyak
faktor secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong
terjadinya diare, faktor tersebut adalah biomedikal, sosial ekonomi,
kebudayaan, perilaku dan lingkungan (Emch, 1999) .
38
c. Penggunaan air bersih
Air mempunyai peranan penting dalam kehidupan, baik untuk
minum maupun kebersihan, tetapi dapat juga sebagai media
penularan penyakit. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit
penularannya yang bersifat faecal-oral. Karena itu penyakit diare
dapat ditularkan melalui beberapa jalur diantaranya melalui air
(water borne) (Emch, 1999). Beberapa ahli kesehatan lingkungan
menemukan bahwa ada dua faktor penting dari keadaan
lingkungan yang mempengaruhi timbulnya diare yaitu keadaan air
bersih untuk rumah tangga dan fasilitas jamban (Sukana et al.,
1993). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu
daerah yang tidak mengunakan air bersih, akan memiliki
kecendrungan menderita penyakit diare. Hal ini sejalan dengan
penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa penyediaan air
bersih dapat menurunkan risiko diare.
Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik
tidak menjamin hilangnya penyakit diare, tetapi perubahan sikap
dan tingkah laku manusia yang memanfaatkan sarana tersebut
sangat menentukan keberhasilan perbaikan sanitasi dan masalah
diare (Mosley et al., 1984).
d. Jamban keluarga
Jamban atau sistem pembuangan tinja perlu di kelola dengan
baik karena tinja yang dihasilkan dari metabolisme manusia banyak
mengandung kuman penyakit dan dapat menjadi sumber bagi agen
penyakit, terutama penyakit menular seperti diare ( Khan et al.,
2004). Penularan dapat terjadi dari satu orang ke orang lain melalui
sumber air yang terkontaminasi ataupun melalui vektor penyakit
seperti serangga dan binatang pengganggu. Oleh karena itu
jamban yang harus digunakan harus sesuai dengan syarat-syarat
kesehatan. Jamban dikatakan sehat jika jamban tertutup, sehingga
tinja tidak di hinggapi lalat (vektor penyakit) dan jarak jamban
39
dengan sumber air bersih lebih dari 10 Meter. Hal ini penting agar
tinja tidak masuk atau mencemari sumber air tersebut (Depkes R.I,
2004). Sedangkan menurut Sanropi (1994) syarat jamban keluarga
yang sehat adalah; (1) tidak mencemari lingkungan; (2) tidak
terjangkau serangga dan binatang penularan penyakit lain; (3) tidak
menimbulkan bau; (4) mempunyai penutup; (5) mempunyai jarak
yang cukup dengan sumber air.
e. Sarana pembuangan sampah rumah tangga
Sarana pembuangan sampah meliputi tempat sampah, tempat
penampungan sementara. Tempat sampah biasanya diletakkan di
dekat sumbernya. Penentuan lokasi pembuangan sampah harus
mempertimbangkan beberapa hal yaitu tidak mencemari lingkungan
seperti sumber air, tanah dan udara, tidak terjangkau dan
digunakan sebagai tempat perkembangkan biakan oleh vektor
penyakit, tidak mengganggu pemandangan dan berbau tidak sedap
akibat proses pembusukan (Kusnoputranto, 1986).
f. Perilaku mencuci tangan
Perilaku spesifik mendapat perhatian utama dalam kaitannya
dengan penularan penyakit diare adalah perilaku penanganan air,
penanganan makanan dan cuci tangan. Praktek cuci tangan
sebelum makan sangat perlu diperhatikan, mengingat kebanyakan
dari masyarakat dipedesaan mempunyai kebiasaan makan dengan
menggunakan tangan. Masalahnya kebanyakan dari mereka tidak
mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan. Kondisi ini
memberi peluang bagi agen penyebab diare untuk
mengkontaminasi dan menularkan penyakit secara oral (Sulaiman,
dan Julitasari, 1995 cit Firdous, 2002)
12. Sistem Informasi Georafis (SIG) Geographic Information System disingkat (GIS) adalah sistem
informasi khusus yang mengelola data untuk menghasilkan informasi
spasial (bereferensi keruangan). Dalam arti yang lebih sempit GIS
40
merupakan sistim komputer yang memiliki kemampuan untuk
membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi
bereferensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya,
dalam sebuah data base. Para praktisi juga memasukkan orang yang
membangun dan mengoperasikan data sebagai bagian dari sistem.
Teknologi. SIG dapat digunakan untuk investigasi ilmiah pengelolaan
sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan
rute perjalanan. SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat
menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau untuk
mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari
polusi ( Clean, 2005).
SIG memungkinkan transformasi dan manipulasi secara interaksi
antar berbagai data dan informasi sumberdaya lahan. Berbagai
perlakukan dapat disimulasikan untuk mengetahui proses yang terjadi
beserta dampaknya terhadap perubahan lingkungan. Dengan adanya SIG
yang berbasis komputer akan mudah dalam pembuatan peta dalam
berbagai skala, proyeksi maupun warna. Namun lebih utama pemanfaatan
SIG adalah sebagai alat untuk melakukan analisis, yaitu melakukan
hubungan spasial antara informasi geografis mengenai feature tertentu
pada peta yang disimpan sebagai atribut. Dengan demikian SIG tidak
hanya menangani peta atau gambar tetapi juga menangani basis data.
Sejalan dengan kemajuan teknologi komputer, memungkinkan untuk
mempersempit pengertian SIG menjadi seperangkat sistem berbasis
komputer yang digunakan untuk memasukan, mengelola (memberi dan
memanggil kembali), manipulasi dan analisis data serta memberi uraian
yang mempunyai rujukan tertentu (Aronoff,1989). Sistem Informasi
Geografis merupakan sistem yang didesaian untuk bekerja dengan data
spasial atau data merujuk koordinat (lokasi di muka bumi), sebagai sarana
untuk mengintegrasi data yang diperoleh dalam berbagai skala dan waktu
serta dalam berbagai format. SIG diterapkan dan dikembangkan untuk
pengukuran, pemantauan, evaluasi dan prediksi. Dengan demikian, SIG
41
sangat bermanfaat untuk penanganan data spasial. Fungsi yang
dilaksanakan oleh SIG dibagi menjadi empat kategori yang luas yaitu
input, analisis, manajemen data, tampilan dan konveksi data.
SIG merupakan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang memiliki
kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan, pemindaian
(digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat, memasukkan garis
sebagai arc yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi
lokasional pada berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer
bernama Roger Tomlinson kemudian disebut "Bapak SIG" (Prahasta,
2005). Struktur data spasial dalan SIG dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu struktur data vektor dan struktur data raster. Struktur data
vektor merupakan struktur kenampakan keruangan yang disajiakan dalam
bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu. Sedangkan
struktur data raster disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang
membentuk gambar (Aronoff, 1989). SIG dapat membantu dalam
mengintekrasi berbagai macam data yang diperoleh dari sumber yang
berbeda-beda melalui pemodelan spasial berbasis komputer, sehingga
penurunan informasi spasial yang baru dapat dilakukan dengan lebih
mudah, lebih cepat dan lebih efisien. Penurunan informasi tertentu dapat
diperoleh melalui citra pengindraan jauh dan analisis selanjutnya
dilakukan dengan bantuan SIG.
a. Input data
Input data pada Sistem Informasi Geografis biasanya terdiri dari
dua komponen yaitu data grafis atau data spasial dan data atribut
atau tabular. Data grafis atau data spasial adalah data digital yang
menggambarkan kenampakan peta (permukaan bumi), yang
meliputi koordinat, garis dan simbol yang menunjukan elemen
kartografi pada peta. Data atribut atau data tabular adalah tabel
yang menggambarkan karakteristik, kualitas atau hubungan
kenampakan peta dan lokasi geografis (Antenucci,1991). Kumpulan
dari data grafis dan data atribut yang terstruktur dinamakan data
42
base atau basis data. Basis data meliputi data tentang posisinya
dimuka bumi dan atribut dari kenampakan georafis, yang disimpan
dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan psikel atau grid.
Data yang disimpan dalam bentuk titik meliputi titik ketinggian,
stasiun curah hujan, lokasi pengeboran dan informasi tupografi.
Data dalam bentuk garis diantaranya jaringan jalan, jaringan pipa
air minum, pola aliran, kelurusan geologi dan garis kontur. Data
dalam bentuk area meliputi unit administrasi, unit geomorfologi, unit
geologi, unit jenis tanah, dan unit penggunaan lahan. Data dalam
bentuk piksel adalah data citra satelit dan data hasil konversi dari
data vektor ataupun poligon. Dalam penelitian ini digunakan input
data berupa peta administrasi, peta kasus diare, peta jorong
PBHS. Data tersebut diolah dalam SIG terlebih dahulu diubah
formatnya ke dalam format digital. Secara umum pengubahan data
analog menjadi data digital dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
digitasi manual dan scaning.
b. Pemrosesan data
Hasil proses SIG diarahkan untuk dapat menghasilkan
inforemasi baru dari berbagai input data grafis diharapkan akan
diperoleh data peta dengan tema baru (Antenucci et al., 1991). Ada
dua macam data yang diolah dalam SIG, yaitu data spasial atau
data grafis dan non-grafis atau data atribut. Beberapa fasilitas
pemrosesan yang terdapat dalam perangkat lunak SIG
diantaranya; (1) pemrosesan data atribut; (2) pemrosesan data
grafis; (3) perpaduan antara grafis dan atribut. Dengan semakin
majunya teknologi antarmuka (interface) dalam sistem komputer
untuk SIG, saat ini perbedaan antara analisis data dan penyajian
dalam perspektif model datapun semakin jelas. Maksudnya adalah
proses analisis data dapat dilakukan dalam lingkungan SIG vektor,
akan tetapi tayangan bisa dalam lingkungan raster, begitu pula
sebaliknya. Secara singkat pemrosesan data dalam SIG yang
43
dapat dilakukan adalah pembuatan format data, transformasi
(Transform), (overly) tumpang susun peta (Identity), klasifikasi ids
(dissolve), generalisasi (eliminate), pembuatan peta jarak (buffer),
pengolahan dan manipulasi data atribut dan sebagainya.
c. Output Data
Output data adalah suatu prosedur penyajian informasi yang
dihasilkan oleh SIG dalam bentuk yang sesuai bagi para pengguna
(Aronoff, 1989). Keluaran dalam SIG dapat berupa data digital yang
dapat ditanyangkan pada monitor, maupun dalam bentuk cetak
kertas. Kedua output tersebut diperolah dari konversi data analog,
ataupun hasil pemrosesan (overlay, klasifikasi maupun hasil
pemodelan). Disamping data yang berupa data grafis (peta),
dimungkinkan pula diperoleh data atributnya dalam bentuk tabel.
Hasil pemrosesan yang akan diwujudkan dalam cetak kertas dapat
berupa cetak warna, yang berupa peta garis (dengan
menggunakan plotter) maupun dengan peta biasa (dengan
menggunakan printer). Untuk menghasilkan peta cetak warna
digunakan menu epi info dalam pembuatan komposisi peta sesuai
kaidah karografis.
13. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalah
merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dijadikan sebagai
penyediaan informasi tentang berbagai parameter faktor penyebab
kemungkinan terjadinya bahaya longsor di suatu daerah. Dengan
berbagai metoda evaluasi dan melalui sistem analisis overlay dengan
score sistem dari berbagai parameter pendukung terjadinya bahaya
longsor, dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan (mengindetifikasi)
besaran kualitatif potensi longsor di suatu daerah, efektif dan efisien. Dari
hasil identifikasi tersebut dapat digunakan sebagai mitigasi bencana
alam (Gopal, 2002).
44
SIG merupakan teknologi mutakhir sebagai implementasi Teknik
Inderaja yang dimanfaatkan dalam pengumpulan data, pengolahan data,
editing atau melakukan simulasi matematis dari berbagai data, baik data
satelit maupun non satelit untuk menganalisis suatu wilayah yang
bereferensi geografis. Metode Pembuatan Sistim informasi geografis
adalah :
a. Siapkan data primer (satelit atau foto udara)
b. Siapkan data sekunder (peta geografi, topografi, land system dan
lain - lain)
c. Siapkan data penyelidikan lapangan (ground checking)
d. Pilih software untuk proses digital maping, antara lain : AutoCad
Map, Map Info, Arc/info dan lain – lain.
e. Pilih software untuk proses data citra / foto udara, antara lain :
Erdas, Softcopy Fotogrametry, Er Mapper dll
f. Lakukan proses digital dari seluruh data yang akan digunakan
dengan format yang sama
g. Siapkan formula model evaluasi yang diperlukan (tujuan analisa
wilayah)
h. Masukkan dalam proses GIS modeling yang ada dalam perangkat
tersebut di atas
i. Print / cetak hasil evaluasi ke dalam hard copy (Prahasta, 2005).
14. Global Positioning System ( GPS ) Survai dengan GPS tidak memerlukan saling keterlibatan antar titik
seperti halnya survai truthing, yang diperlukan adalah saling keterlibatan
antara titik dengan satelit GPS yaitu punya ruang pandang kelangit yang
relatif terbuka, titik dalam jaringan GPS bisa mempunyai spasi jarak yang
relatif jauh sampai puluhan maupun ratusan kilo meter. Peranan GPS
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penentuan koordinat dan titik- titik dasar
2. Penentuan koordinat titik batas persil tanah
3. Penentuan dan perencanaan persilahan
45
Gambar 10 . Penentuan titik dengan menggunakan Global Position System ( Abidin,2007).
a. Kegunaan Global Position System untuk GIS
Global Position System (GPS) berfungsi sebagai berikut :
1. Membawa Sistem Informasi Geografis ke lapangan
2. Sebagai pendijitasi bumi
3. Sebagai alat pemanggilan data dan analisa
4. Sebagai ground truthing
5. Sebagai pengkorelasi data
Dimana dalam penggunaannya dapat mempercepat perencanaan
kerangka dasar dan mempercepat pembangunan sistim informasi
(Abidin, 2007) dapat digambarkan pada gambar 11 dibawah ini :
46
Gambar 11. Fungsi Global Position System dalam aplikasinya (Abidin, 2007)
b. GPS sebagai perangkat pembantu Analisa
Menggunakan informasi posisi sebagai kunci untuk
menganalisa, membuat kesimpulan atau memutuskan apakah
suatu program dapat dilaksanakan dengan baik, juga menginput
posisi untuk mencari jawaban pertanyaan dari :
1. Atributnya apa
2. Siapa yang akan di intervensi
3. Jarak yang ditempuh
Aplikasi GPS yang dikombinasikan dengan sistem komunikasi
data bermanfaat untuk pemantauan (Surveilance), pemanduan,
serta pengumpulan data (Juwono, 2007).
47
c. Aspek pengelolaan data survey GPS
Adapun karakteristik pengumpulan data dengan survai
menggunakan GPS adalah :
1. Pengolahan data umumnya bertumpu pada hitungan peralatan,
kuadrat kecil.
2. Koordinat di hitung umumnya dalam kartesian tiga dimensi
(x,y,x) yang geosentrik.
3. Pengolahan data dilakukan umumnya secara bertahap,
baseline, per baseline untuk kemudian setelah membentuk
jaringan dilakukan perataan jaringan.
4. Perhitungan vektor baseline dapat dilakukan setelah data dari
receiver GPS yang terkait secara fisik kesemuanya di bawah ke
komputer.
5. Ketelitian koordinat yang diperoleh akan dipengaruhi oleh factor
ketelitian data serta geometrid an strategi pengamatan (Gopal,
2002 ).
d. Modeling GIS dan Remote Sensing
Keuntungan teknologi GIS dan Remote Sensing adalah
kemampuannya dalam menyediakan data atau informasi untuk
menjawab pertanyaan khusus berkenaan dengan keruangan
(spasial). Sebagian besar penyajian data spasial selalu merujuk
kepada kapasitas GIS atau remote sensing untuk menganalisis
data (data analysis). Hasil analisis data geografi dapat disampaikan
melalui media peta, laporan atau keduanya ( Susilo, 2005 ).Di
dalam GIS Peta dipakai untuk menampilkan hubungan geografi
suatu data, sementara itu laporan sangat tepat untuk merangkum
data tabular dan mendokumentasikan suatu nilai hasil perhitungan
atau analisis. fungsi analisis berdasarkan data vektor tidak sama
dengan data raster. GIS menyediakan fasilitas- fasilitas khusus
untuk menyimpan dan memanipulasi data spasial agar lebih
bermanfaat dengan menggunakan software GIS yang digabung
48
dengan software database konvensional. Sebetulnya kebanyakan
sistem GIS mempunyai sistem manajemen database (database
management system/DBMS). Tujuan utama analisis spasial adalah
menghasilkan informasi - informasi yang dapat dipakai untuk
mendukung pengambilan keputusan (decision making). Sistem GIS
pada kenyataannya hanya mendukung 3 tipe feature dasar, yaitu
titik (points), garis (lines) dan poligon (areas) ( Prahasta, 2005).
Dalam perencanaan pengelolaan suatu taman nasional atau
kawasan konservasi lainnya, maka peranan analisis atau modeling
GIS dan Remote Sensing sekarang ini dirasakan sangat penting.
Analisis yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola
sebagai masukan (input) dalam review sistem zonasi yang lama,
identifikasi perluasan area taman nasional, identifikasi area-area
yang dapat dijadikan penghubung (corridor) dengan kawasan
konservasi lainnya di sekitar taman nasional tersebut dan lain-lain
dengan mempertimbangkan faktor keanekaragaman hayati
(biodiversity) dan bentang alam (landscape) yang ada. (Crist et al.,
2000). Beberapa analisis atau modeling yang hasilnya sangat
bermanfaat untuk kepentingan perencanaan dan pengelolaan suatu
taman nasional atau pun kawasan konservasi lainnya .Seluruh peta
digital di overlay dalam GIS untuk mengidentifikasi individu spesies,
area yang kaya akan biodiversity dan tipe vegetasi tidak atau belum
terwakili dalam kawasan konservasi yang sudah ada. Produk yang
dihasilkan dalam gap analysis terdiri dari peta dan rangkuman data
tabular (tabel). Keterwakilan spesies-spesies yang terancam
(threatened, endangered dan spesies) sebagai fokus perhatian
kawasan konservasi juga dievaluasi. Hasil ini dapat digunakan
sebagai bahan dalam membangun strategi konservasi
keaneragaman hayati yang terpadu (Scott et al., 1993).
49
15. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Suharyadi (1993) mengemukakan bahwa sistem informasi geografis
pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait
yaitu masukan data dan penyimpanan data, pemrosesan data dan
keluaran data. Masukan data dalam sistem informasi geografis biasanya
terdiri dari dua komponen yaitu data grafis atau data keruangan dan data
atribut atau data tabular. Kumpulan dua komponen tersebut dinamakan
basis data. Sumber basis data untuk SIG secara konvensional dibagi
menjadi tiga kategori yaitu; (a) data atribut atau informasi numerik berasal
dari data statistik, sensus, catatan lapangan dan data tabular lainnya; (b)
data garfis atau data keruangan yang berasal dari peta analog, foto udara
dan citra pengindraan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.
Pemrosesan data masukan dalam sistem informasi geografis
dilakukan dengan bantuan komputer sehingga pemrosesan data dapat
dilakukan secara detil, mudah mendapat kembali serta cepat dalam
pengolahan data untuk diperbaharui. Keluaran dari SIG ini dapat berupa
peta hasil cetak warna, peta digital dan peta tabular.
Cakupan utama Aplikasi SIG dapat dikelompokkan ke dalam lima
kategori yaitu
a. Pengelolaan fasilitas
Peta skala besar dan akurat, dan analisis jaringan (network
analysis) digunakan untuk pengelolaan utilitas kota. AM atau FM
biasanya digunakan pada tujuan ini.
b. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
Untuk tujuan ini digunakan peta skala menegah dan kecil,
dengan teknik tumpang tindih (overlay) digabung dengan foto udara
dan citra satelit untuk analisis dampak lingkungan, kesehatan dan
pengeloaan sumber daya alam.
50
c. Jaringan jalan
Untuk fungsi jaringan jalan digunakan peta skala besar dan
menengah serta analisa keruangan yang digunakan untuk rute
kendaraan, lokasi perumahan dan jalan.
d. Perencanaan dan rekayasa
Digunakan peta skala besar dan menengah dan model
rekayasa untuk perencanaan sipil.
e. Sistem informasi lahan
Digunakan peta kadastral skala besar atau peta persil tanah dan
analisis keruangan untuk informasi kadastral, pajak (Murai, 2004).
SIG biasanya menjadi alat yang sangat penting pada pengambilan
keputusan untuk pembangunan berkelanjutan, karena SIG memberikan
informasi pada pengambilan keputusan termasuk pembuatan kebijakan,
perencanaan, pengelolaan dapat diimplementasikan secara lengsung
dengan pertimbangan faktor-faktor penyebabnya melalui suatu konsesus
masyarakat. Faktor penyebab itu bisa berupa pertumbuhan polulasi,
tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan, tingkat teknologi, politik,
ekonomi, yang kemudian ditentukan target dan tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup (Ali et al., 2002). Faktor penyebab dari manusia, elemen
kunci dimensi manusia pada pengambilan keputusan, akan memberikan
akaibat pada lingkungan seperti peningkatan pemakaian sumber daya
alam, urbanisasi, industrialisasi, konstruksi, konsumsi energi. Akibat yang
terjadi pada manusia hal ini akan berpengaruh pada perubahan
lingkungan, seperti perubahan penggunaan lahan tanah, perubahan gaya
hidup, degrasi tanah, polusi, perubahan iklim. Perubahan lingkungan itu
dapat dipantau unuk meningkatkan kewaspadaan publik. Pengindraan
jauh dapat sangat berguna untuk pemahaman yang lebih baik atas akibat
pada manusia dengan perubahan lingkungan, selain pengindraan jauh
juga membangun data base. Dimensi fisik atau lingkungan yang dapat
dipantau dengan pengindraan jauh dapat memberikan umpan balik pada
manusia melalui analisis dan pengkajian dengan SIG untuk mendukung
51
pengambilan keputusan yang lebih baik.Dalam hal ini pengindraan jauh
harus diintegrasikan dengan SIG.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, dalam proses analisis
peneliti menggunakan sisten informasi geografis karena sistem ini akan
memudahkan dalam pengolahan data, pembaharuan data ataupun dalam
pemanggilan kembali data, sehingga nantinya data yang tertampilkan
merupakan data yang menyeluruh dan bukan lagi merupakan data yang
terpisah-pisah. Hal ini akan memudahkan dalam analisis selanjutnya.
Sistem Informasi Geografis adalah perangkat peralatan yang efektif dan
efisien, dalam penyimpanan dan manipulasi data yang dapat berguna bagi
para peneliti, pengelola sumber-sumber data dan pembuat keputusan.
Demikian juga bentuk-bentuk data dan informasi lain yang bersifat
keruangan atau bukan keruangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan
(scientific), perdagangan (commercial) dan informasi yang berorientasi
bagi pengelola dan penbuat kebijakan (Estes, 1992). Berdasarkan hal
tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa foto udara sangat
baik digunakan untuk analisis keruangan objek-objek yang terdapat
dipermukaan bumi, terutama objek-objek yang terkait dengan studi
perkotaan. Pengumpulan data tentang objek dari pengindraan jauh
diperoleh melalui proses interprestasi secara visual atau digital.
16. Pemanfaatan SIG di Bidang Kesehatan Masyarakat Pemanfaatan Sistem informasi geografi di bidang kesehatan yaitu
menyediakan data atribut dan data spasial yang menggambarkan
distribusi atau pola penyebaran penderita suatu penyakit atau model
penyebaran distribusi unit – unit fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya
tenaga medis, serta tenaga kesehatan lain ( Prahasta, 2005 ). Sistem
informasi geografis merupakan penggunaan teknologi informasi untuk
mengumpulkan, mengolah dan memvisualisasikan data spasial serta data
tabular lain. Penerapan pertama kali sistem informasi geografis di bidang
kesehatan dipelopori oleh John Snow ketika membuat peta pompa air
pada saat wabah kolera pada abad 19. Menurut Pope (1994),
52
pemanfaatan data SIG di bidang kesehatan antara lain digunakan untuk
memprediksi dinamika populasi nyamuk Anopheles di daerah pantai,
memonitor pola transmisi malaria, memprediksi epidemic dan
merencanakan strategi kontrol (Abidin, 2007).
Sistem informasi berbasis pemetaan dan geografi adalah sebuah alat
bantu manajemen berupa informasi berbasis komputer yang berkait erat
dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG
mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa
digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan,
serta analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas, serta
berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan melalui analisis geografis
melalui gambar-gambar petanya. Kemampuan tersebut membuat sistem
informasi GIS berbeda dengan sistem informasi pada umumnya dan
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat atau perseorangan untuk
memberikan penjelasan tentang suatu peristiwa, membuat peramalan
kejadian, dan perencanaan strategis lainnya (Clean, 2005)
Pada aplikasi penanganan kesehatan, misalnya, bisa digunakan
untuk memutuskan, di kawasan mana lagikah pusat layanan kesehatan
baru akan didirikan berdasarkan atas data-data kependudukan.
Selanjutnya, berdasarkan sistem informasi tersebut kita dapat menarik
informasi dari peta yang tersedia dalam aplikasi SIG tersebut, atau
sebaliknya, memperoleh informasi mengenai peta kawasan tertentu
manakah yang akan muncul, jika kita menggunakan peta merupakan
kunci pada SIG. Proses untuk membuat (menggambar) peta dengan SIG
jauh lebih fleksibel, dibanding dengan menggambar peta secara manual,
atau dengan pendekatan kartografi yang serba otomatis (Clean, 2005).
17. Fungsi dan Kegunaan SIG Salah satu fungsi SIG yang utama adalah untuk seleksi wilayah
menurut kesamaan karakter yang kita cari keteraturannya, misalnya dalam
hal kasus diare pada jorong yang memiliki perilaku hidup bersih dan
53
sehat, SIG berguna sebagai alat untuk pemetaan wilayah dengan kasus
diare dan berguna untuk memantaunya sesuai rangkaian waktu
(Prahasta,2005).
18. Analisa Spasial Derajat kesehatan dalam satu wilayah selalu bersifat dinamik sesuai
dengan perubahan perilaku sebagai bagian dari pertumbuhan sosial
ekonomi dan perubahan kondisi lingkungan yang keduanya saling
berpengaruh secara timbal balik. Sejalan dengan pertumbuhan sosial
ekonomi dan kondisi geografis lingkungannya terdapat pula perbedaan
masalah kesehatan secara spasial. Spasial dapat diartikan sebagai satu
kesatuan ruang, waktu dengan berbagai komponen lingkungan
didalamnya sebagai suatu ekosistem yang saling berinteraksi satu sama
lain. Dinamika ekosistem berubah dari watu ke waktu, serta berbeda dari
satu spasial satu ke spasial dari spasial lainnya (Achmadi, 2001).
Populasi manusia pada dasarnya merupakan salah satu komponen
dalam satu kesatuan ekosistem yang berinteraksi dengan komponen lain
seperti udara, tanah, air, tumbuhan, hewan dan manusia itu sendiri. Begitu
pula kejadian penyakit baik itu penyakit menular maupun penyakit tidak
menular merupakan bagian dari ekosistem, merupakan bagian dari
dinamika perilaku penduduk dengan lingkungannya, dalam kurung waktu
dan ruang tertentu. Oleh sebab itu pemahaman terhadap kejadian
penyakit dalam perspektif ekosistem, dalam perspektif spasial adalah
perlu bagi penyelesaian masalah secara komprehensif (Achmadi, 2001)
Terminologi spasial digunakan bagi satu kesatuan geografi dengan
segala isi diatasnya termasuk udara (ruang) dan secara ekologis memiliki
batas distinct, seperti persamaan peruntukkan, kesamaan ciri-ciri
geografis, iklim, topokrafi dan lain-lain. Dengan demikian batas
administratif digunakan karena sulit ditinggalkan. Derajat kesehatan suatu
populasi dalam suatu kesatuan spasial pada dasarnya ditentukan oleh
kondisi lingkungannya serta segala atribut yang dimiliki oleh manusia
seperti perilaku, gender, umur dan lain-lain. Sedangkan kondisi
54
lingkungan ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi penduduknya. Dengan
kata lain pola penyakit dan pola persoalan kesehatan pedesaan
memerlukan bentuk-bentuk program kesehatan berbeda dengan
perkotaan. Masalah kesehatan kawasan pantai berlainan dengan pola
penyakit dikawasan pergunungan dan lain sebagainya. Melalui
pendekatan spasial dapat diperolh peningkatan derajat kesehatan secara
lebih optimal, dalam waktu yang bersamaan (Achmadi, 2001).
Pola penyakit di wilayah yang penduduknya dalam berkembang
secara sosial dan ekonomi, berlainan dengan pola penyakit disuatu
wilayah yang penduduknya maju secara sosial dan ekonomi, seperti
penduduk negara industri. Perubahan dalam pola penyebaran dan
prevalensi ini pada umumnya disebabkan oleh pengaruh manusia
terhadap lingkungan hidupnya dan bukan oleh suatu perubahan di dalam
agen bioorganoisme. Berbagai penyakit kekurangan gizi dan penyakit
infeksi dapat digeneralisasi sebagai suatu pola penyakit wilayah yang
berpenduduk mayoritas lapisan masyarakat sosial ekonomi rendah atau
digeneralisasi sebagai pola penyakit suatu negara berkembang atau
praindustri (Lumenta, 1989).
B. Landasan Teori Penyebab diare tidaklah berdiri tunggal, tetapi sangatlah
kompleks.Timbulnya penyakit diare dipengaruhi oleh bebagai faktor yang
berkaitan satu dengan yang lainnya, diantaranya kesehatan lingkungan,
keadaan sosial ekonomi dan budaya. Kesehatan lingkungan dimaksud
meliputi, penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembungan sampah
dan faktor perilaku yang meliputi kebiasaan mencuci tangan dalam lima
waktu penting yaitu sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum
memegang bayi, setelah menceboki anak dan menyiapkan makanan.
Masalah diare harus ditanggulangi secara komprehensif dari
berbagai program dengan menggunakan indikator yang tepat sehingga
upaya penanggulangan sesuai dengan permasalahan di lapangan. Untuk
55
menghasilkan pemodelan spasial perilaku hidup bersih dan sehat dalam
penaggulangan diare diperlukan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG
menyediakan fasilitas untuk ; (1) mengukur (Investigasi); (2) memetakan
(pemetaan); (3) memonitor (monitoring) dan ; (4) modeling (pemodelan).
SIG berfungsi untuk melakukan proses pemasukan data yang berupa data
grafis maupun data atribut, kemudian untuk melakukan proses
manajemen data, proses tumpang susun, clustering kasus diare, serta
layout peta (Ali et al., 2006).
Frekuensi penggunaan sistem informasi geografis semakin
meningkat dalam studi epidemiologi lingkungan. Penerapan yang
dilaporkan termasuk diantaranya studi populasi dengan penentuan lokasi
di atas bumi (dengan menandai koordinat pada peta), dengan kedekatan
analisis sumber kontaminan sebagai pengganti eksposure, dan integrasi
analisis data monitoring lingkungan pada outcome kesehatan. Meskipun
kebanyakan studi berdesain ekologis, namun beberapa menggunakan
SIG untuk memperkirakan tingkat pengaruh lingkungan pada individu dan
desain pengukuran eksposur yang digunakan pada studi epidemiologis.
Global Position System (GPS) dapat memberikan informasi posisi
dan waktu dengan ketelitian sangat tinggi. Untuk keperluan sistem
informasi geografis, GPS sering juga diikutsertakan dalam pembuatan
peta, seperti mengukur jarak perbatasan, ataupun sebagai referensi
pengukuran. Untuk mengetahui posisi dari GPS, diperlukan minimal 3
satelit. Pemodelan spasial tentang hasil pendataan PHBS yang tidak
terbatas pada klasifikasi jorong sehat I, sehat II, sehat III dan sehat IV
melainkan secara spesifik menggambarkan masalah perilaku keluarga
yang terkait dengan diare secara cakupan sarana kesehatan lingkungan
dalam kejadian diare menurut jorong di Kecamatan Sangir. Indikator yang
ada menjadi dasar bagi program terkait dalam pelaksanaan upaya
pencegahan diare. Untuk jangka panjang dilakukan program promosi
kesehatan dengan melakukan upaya promotif melalui penyuluhan untuk
perubahan perilaku masyarakat. Jangka menengah program kesehatan
56
lingkungan melakukan bimbingan teknis dalam membangun, memperbaiki
dan memelihara sarana sanitasi serta jangka pendek Program P2M
merencanakan kesiap siagaan bilamana terjadi peningkatan kasus diare.
C. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori yang ada dapat disusun suatu
kerangka konsep dalam penelitian ini seperti terlihat pada gambar di
bawah ini
Variabel Dependen Variabel Independen
Prevalensi Diare
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat : 1. Penggunaan jamban keluarga 2. Penggunaan air bersih 3. Pembuangan sampah 4. Kebiasaan mencuci tangan
Gambar 12 Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis
1. Ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (penggunaan jamban
keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan
mencuci tangan) yang baik dengan resiko diare yang rendah di
Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007.
2. Bagaimana pengelompokan kasus diare secara spasial di Kecamatan
Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
analitik dengan menggunakan pendekatan desain kasus kontrol yaitu
rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan
dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan
kelompok kontrol berdasarkan paparannya. Ciri-ciri studi kasus kontol
adalah pemilihan subjek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian
dilakukan pengamatan apakah subjek mempunyai riwayat terpapar faktor
penelitian atau tidak. Subjek yang didiagnosa menderita penyakit tersebut
kasus, sedangkan yang tidak menderita penyakit disebut control.
Dalam penelitian ini yang menjadi kasus adalah anak balita menderita
diare yang dibawa berobat ke puskesmas dan berdasarkan diagnosa yang
ditegakkan oleh dokter, bidan atau perawat dinyatakan menderita diare.
Sedangkan kontrol sebagai pembanding adalah anak balita yang tidak
menderita diare. B. Subjek Penelitian
1. Populasi dalam penelitian ini adalah populasi wilayah (area population)
dengan menggunakan metode random sampling pada wilayah Sangir
Kabupaten Solok Selatan dengan kejadian diare sebanyak 1.092
kasus.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah penduduk Kecamatan Sangir
Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2007 dengan melakukan
perhitungan sampel mempergunakan sample size calculator, dengan
tingkat kepercayaan 95% maka diperoleh sampel penelitian 132 kasus
dan 132 kontrol. Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan yang
merupakan kecamatan dengan peringkat terbaik dalam pelaksanaan
58
program PHBS di Kabupaten Solok Selatan dan juga merupakan
daerah paling tinggi kasus diarenya.
C. Variabel Penelitian 1. Variabel dependent : kejadiaan diare
Kejadian diare selama satu tahun
2. Variabel independent: penggunaan jamban keluarga, penggunaan air
bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan.
D. Definisi Operasional 1. Variabel Dependen
Diare adalah penyakit akibat infeksi saluran pencernaan umumnya
yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang menyebabkan
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, melembek dan mencair
serta bertambah frekuensi berak lebih dari biasanya dan lazimnya tiga
kali atau lebih dalam sehari yang terjadi pada penduduk di Kecamatan
Sangir Kabupaten Solok Selatan.
Skala : Nominal
Alat ukur : Kuesioner
2. Variabel Independen
a. Penggunaan jamban keluarga adalah perilaku senantiasa
membuang tinja oleh seluruh anggota keluarga pada sarana
jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan
hasil pendataan PHBS yang dilakukan petugas promosi kesehatan
puskesmas.
Skala : nominal
Alat ukur : kuesioner
b. Penggunaan sarana air bersih adalah perilaku memperoleh,
menyimpan dan mengunakan air bersih dari sarana kesehatan
yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan pendataan PHBS
yang dilakukan petugas promosi kesehatan puskesmas.
59
Skala : nominal
Alat ukur : kuesioner
c. Pembuangan sampah adalah perilaku keluarga senantiasa
membuang sampah pada tempat sampah yang memenuhi syarat
kesehatan berdasarkan hasil pendataan PHBS yang dilakukan
petugas promosi kesehatan puskesmas.
Skala : nominal
Alat ukur : kuesioner
d. Kebiasaan mencuci tangan adalah melakukan kegitan mencuci
tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu,
sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi,
setelah menceboki anak dan menyiapkan makanan berdasarkan
hasil pendataan PHBS yang dilakukan petugas promosi kesehatan
puskesmas.
Skala : nominal
Alat ukur : kuesioner
E. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
a. Peta adminstrasi Kabupaten Solok Selatan skala 1 : 350.000, peta
ini sebagai peta dasar bagi peta-peta lain yang berhubungan
dengan penelitian.
b. Format penderita diare
c. Format PHBS
2. Alat
a. Seperangkat komputer (laptop acer) dengan printer merk hp 3920
b. Global Positioning System (GPS) merk Garmin, untuk menentukan
lokasi koordinat suatu objek.
c. Kamera digital merk Nikon : exilim optical 3x, 4.0 mega pixel
d. Software EpiMap/ Epi Info versi 3.2.2, SaTScan, GeoDa dan Excel
Distcalc untuk proses SIG.
60
F. Cara Pengumpulan Data 1. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu
jumlah balita dan jumlah penduduk pada jorong yang tinggi angka
diare yang diperoleh dari laporan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Solok Selatan yaitu laporan rutin penderita diare di puskemas dan
puskesmas pembantu.
2. Data yang terkumpul kemudian dilakukan survei pada alamat penderita
dan melakukan pengukuran koordinat dengan alat Global Positioning
System (GPS) untuk menentukan posisi titik suatu kasus kejadian
diare.
G. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggambarkan
karakteristik dari kejadian kasus diare dan selanjutnya dilakukan analisis
spasial dengan SaTScan untuk mengetahui clustering diare kemudian
dilakukan analisis spatially weighted regression menggunakan GeoDa
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel bebas (penggunaan
jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan
kebiasaan mencuci tangan dengan prevalensi diare)
H. Etika Penelitian Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
Universitas Gadjah Mada, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok
Selatan dan kepala puskesmas yang ada di Kecamatan Sangir. Semua
data yang dikumpulkan dalam penelitian ini hanya digunakan untuk
keperluan ilmiah. Kode dan identitas subjek penelitian akan sangat
dirahasiakan untuk umum.
61
I. Jalannya Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan maret
2008 dan dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Tahap persiapan a. Melakukan studi pendahuluan yaitu mengumpulkan data penderita
diare di Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan berdasarkan
laporan dari puskesmas dan tahun 2007.
b. Mendapatkan bimbingan dari pembimbing dalam penyempurnaan
judul penelitian, pembuatan proposal, mencari serta melakukan
studi kepustakaan sebagai sarana acuan dalam penelitian.
c. Menyiapkan instrumen penelitian berupa peta administrasi, formulir
survei penderita, format PHBS, Global Positioning System (GPS)
untuk menentukan posisi titik kejadian kasus Diare, dan kamera
digital untuk dokumentasi pada saat pengukuran titik koordinat di
lapangan.
d. Mendapatkan izin penelitian dari Prodi S-2 IKM dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Solok Selatan.
e. Meminta petugas surveilans dinas kesehatan dan surveilans
puskesmas untuk membantu peneliti melakukan survei area
kejadian kasus diare di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok
Selatan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan pengumpulan data sekunder kasus kejadian diare di
Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan. b. Melakukan pengambilan data primer yaitu pengukuran di lapangan
untuk menentukan titik koordinat pada kejadian kasus diare dengan
menggunakan Global Positioning System (GPS). 3. Tahap Penyelesaian
a. Melakukan pengentrian data dan penganalisaan data frekuensi
distribusi secara deskriptif serta spasial epidemiologi. b. Penulisan laporan penelitian
62
J. Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Mart 08
April 08
Mei 08
Juni 08
Juli 08
Agst 08
I Persiapan • Penyajian Usulan • Perbaikan Usulan • Pengurusan ijin
penelitian • Pertemuan dengan
petugas surveilans
II Pelaksanaan • Pengumpulan
Data • Pengukuran Titik
Koordinat
III Penyelesaian • Memasukkan data • Analisis data • Penulisan laporan
penelitian • Seminar hasil • Penyusunan tesis • Ujian tesis • Perbaikan tesis
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kabupaten Solok Selatan berada ketinggian 350 – 430 Meter dari
permukaan laut, dengan ibu kota kabupaten Padang Aro. Menurut letak
geografis berada antara 01º 17’ 13” – 01º 46’ 45” Lintang Selatan dan
100º 53’ 24” – 101º 26’ 27” Bujur Timur (BPS Kabupaten Solok Selatan
2007) (gambar 13). Kabupaten Solok Selatan lebih dikenal sebagai
daerah kelapa sawit dan kayu manis. Di sentra-sentra perkebunan, lahan
yang terhampar di kabupaten yang bertetangga dengan Kabupaten
Kerinci, Provinsi Jambi itu didominasi tanaman kelapa sawit, juga kayu
manis. Dulu, sempat juga ditemui tanaman karet, namun karena iklim
yang tidak cocok, tanaman tersebut banyak yang mati. Lama-kelamaan
lahannya telantar sehingga dialih fungsikan untuk ditanami kelapa sawit.
Batas wilayah Kabupaten Solok Selatan adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : Kabupaten Solok
Sebelah Selatan : Provinsi Jambi
Sebelah Barat : Kabupaten Pesisir Selatan
Sebelah Timur : Kabupaten Sawahlunto Sijunjung
Kecamatan sangir yang merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Solok Selatan dengan jumlah penduduk 37.515 jiwa, luas
daerah kurang lebih 632.99 Km². Sebagai daerah pertanian yang
mempunyai luas lahan sawah 2534.00 Ha dan non sawah 60.765.00 Ha
dan dengan banyak hari hujan 122 hari serta banyaknya curah hujan
2.470 Mm yang tersebar pada 17 jorong (gambar 14). Wilayah kerja
Kecamatan Sangir juga mencakup ibu kota Kabupaten dengan ketinggian
350 Meter dari permukaan laut, dan memiliki 1 buah puskesmas dan 8
buah puskesmas pembantu (tabel 2)
64
Nagari Lubuk UlangAling
Nagari Dusun Tangah
Nagari Abai
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Bidar Alam
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
Nagari Aia Dingin
Nagari Koto Baru
Nagari Pasir Talang
Nagari Pakan Raba'a
ari Sako Pasir Talang
Koto Parik Gadang Diateh
Sungai Pagu
SangirSangir Jujuhan
Sangir Batanghari
PETA ADMINISTRASI KABUPATEN SOLOK SELATANPROVINSI SUMATRA BARAT
0 5 10 15 20 25 Kilometers
1°30'1°00'
101°00' 101°30'
Legenda :Kecamatan Solok Selatan
KOTO PARIK GADANG DIATEHSANGIRSANGIR BATANGHARISANGIR JUJUHANSUNGAI PAGUSungai
Jalan
Batas AdministrasiBatas KabupatenBatas Kecamatan
Ñ Puskesmas
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
Gambar 13 Peta Batas Administrasi Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007
65
%[ Padang Aro
Kotarambah
Manggis
Bariang
Durian TaruangPadang Aro
Timbulun
Sukoharjo
Liki Bawah
Air Putih Kubang Gajah
Sukabumi
Sungai Lolo
MALUS
Sungai Pauh
Sungai Landeh
Lubuk Gadang
Sampu
SANGIR JUJUHAN
SUNGAI PAGUSANGIR
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
Dingin
Nagari Koto Baru
1°40
' 1°40'
101°20'
Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06
Batas Administrasi
%[ Ibukota
SungaiJalan
Legenda :
PETA ADMINISTRASI KECAMATAN SANGIR
0 6 12 Kilometers
N
1.511jiwa39,98 km2
1.070 jiwa34,64 km2
1.563jiwa48,24 km2
1.844jiwa67,45 km2
5.501jiwa51,78 km2
4.018 jiwa21,43 km27.159jiwa
63,21 km28.02 jiwa27,65 km21.058 jiwa
34,67 km2
1.522 jiwa34,92 km2
3.020 jiwa46,32 km2
1313jiwa41,28 km2
1.677 jiwa48.90 km2
315 jiwa28,89 km2
2.022jiwa32,78 km2
1.115 jiwa13.79 km2
2.005jiwa59,75 km2
Gambar 14 Jumlah Penduduk dan Luas Wialyah di Kecamatan Sangir
menurut Jorong pada Tahun 2007
66
Tabel 2. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Kecamatan Sangir
pada Tahun 2007 Puskesmas Puskesmas Pembantu
Lubuk Gadang
1. Liki
2. Sungai lambai
3. Bangun Rejo
4. Padang Aro
5. Sungai Aro
6. Taluak Aia Putih
7. Tandai
8. Sukabumi
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007
a. Keadaan Geografis
Secara administrasif Kabupaten Solok Selatan dengan luas
kurang lebih 3.346.20 km², dan jumlah penduduk 128.654 jiwa
pada Tahun 2007 (tabel 3), sehingga rata-rata kepadatan
penduduk adalah 39 jiwa/km² terdiri dari 7 kecamatan yaitu
Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD), Kecamatan Sungai
Pagu, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan
Sangir Jujuan, Kecamatan Sangir Janggo dan Kecamatan Sangir
Batang Hari, sedangkan pada awal pemekaran dibagi menjadi 5
kecamatan dengan luas yang bevariasi. Luas suatu wilayah dapat
dihitung berdasarkan data koordinat karena batas wilayah
Kabupaten Solok Selatan tidak teratur sehingga perhitungan luas
wilayah berdasarkan data sekunder dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Solok Selatan dengan data ketinggian yang dapat dilhat
pada gambar 15.
67
Gambar 15 Kondisi Ketinggian dan Arah Aliran Air
68
Tabel 3 . Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 No Tahun Pertumbuhan Jumlah Penduduk 1.35% per Tahun
1. 2004 123.583 jiwa
2. 2005 125. 251 jiwa
3. 2006 126.421 jiwa
4. 2007 128.654 jiwa
5. 2008 130.390 jiwa
6. 2009 132.150 jiwa
7. 2010 133.934 jiwa
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Solok Selatan 2007
Kabupaten Solok Selatan yang meupakan daerah baru dimana
pembangunan yang dilakukan belum merata pada semua wilayah yang
ada, beberapa wilayah yang masih sulit dilalui lewat darat, yang hanya
bisa dilewati dengan transportasi sungai dengan memakai kendaraan
perahu. Daerah Kabupaten Solok Selatan yang merupakan daerah
pegunungan dan hutan yang sangat luas, serta sungai yang lebar. Hal
tersebut menjadikan beberapa jorong ada yang sangat sulit dijangkau,
dan jorong tersebut di kategorikan pada jorong tertinggal dan terpencil.
Dilihat dari keadaan geografis Kabupaten Solok Selatan tersebut
mengakibatkan pembangunan serta pelayanan kesehatan tidak merata.
Keterbatasan dan kondisi wilayah yang agak sulit tersebut dapat memicu
pemerintahan kabupaten untuk dapat mencari solusi dan bekerja lebih
maksimal untuk dapat mewujudkan pembangunan dan pelayanan
kesehatan yang merata, untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sehat
pada semua wilayah yang ada.
69
101° 20 '
#
#
#
#
#
#
# #
##
##
#
#
S a
A i
%[%U
#ÑÑ
S AN G IR J U J U H AN
S U N G A I P A G U S AN G IR
N aga ri S un ga i K un y it
N aga ri Lub u k M a la ko
N aga ri Lu b uk G a d an g
N ag a ri K o to B a ru m p u
M alus
B a ria ng
T im bu lunrpu tih
S uk abu m i
L ik ib aw ah
S uk oha rjo
P ada ng A r o
S ung a il o loLubu k G a dan g
K uba ngg a ja h
Du ria n ta r uan g
M an gg isS ung a ip auh
K o to r am b ah
S ung a iland eh
1°40
' 1°40'
PE TA A D M IN IS TR A S I D A E R AH P EN E L ITIA N
N
0 6 12 K ilo m e te rs
S ek o la h P a sc as ar janaP rogra m S tud i Ilm u K es eh a ta n M as ya ra ka tUn iv e rs ita s G a d jah M ada , 2 008
D ibua t O le h : V e ra E lf ia t r i.MNI M : 191 53 / P S /IK M /06
D a e ra h Pe n e lit ia n
%[ Ibu k o taJ oro n g
%U N a g a r iSu n g a iJ ala n
Le g e n da :
#
Gambar 16. Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Sangir Tahun 2007
b. Kondisi Demografi
Penyebaran penduduk di Kecamatan Sangir di 17 jorong bervariasi
jumlahnya, penduduk terbanyak berdomisili di jorong Padang Aro yaitu
7159 jiwa, jorong Lubuk Gadang yaitu 4018 jiwa, serta jorong Durian
Taruang yaitu 5501 jiwa, daerah yang padat penduduknya ini
disebabkan karena daerah tersebut adalah pusat ibu kota kabupaten,
ada beberapa jorong yang paling sedikit jumlah penduduknya yaitu
jorong Timbulun dengan jumlah penduduk 802 jiwa serta jorong
Kubang gajah dengan jumlah penduduk 315 jiwa, sedikitnya jumlah
penduduk pada jorong tersebut disebabkan karena daerahnya juga
banyak hutan dan pegunungan. Keadaan demografi memiliki
70
pengaruh penting terhadap perkembangan suatu daerah dan juga
terhadap lingkungan pemukiman (gambar 17).
%[ Padang Aro
Kotarambah
Manggis
Bariang
Durian TaruangPadang Aro
Timbulun
Sukoharjo
Liki Bawah
Air Putih Kubang Gajah
Sukabumi
Sungai Lolo
MALUS
Sungai Pauh
Sungai Landeh
Lubuk Gadang
Sampu
SANGIR JUJUHAN
SUNGAI PAGU SANGIR
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
Dingin
Nagari Koto Baru
1°40
' 1°40'
101°20'
Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06
Batas Administrasi
%[ Ibukota
SungaiJalan
Legenda :
PETA ADMINISTRASI KECAMATAN SANGIR
0 6 12 Kilometers
N
Gambar 17. Jorong-jorong di Kecamatan Sangir
71
Gambar 18. Jumlah Balita di Kecamatan Sangir 2007
Gambar 19. Grafik Kasus dan Sampel Diare
Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh Kantor Badan Pusat
Statistik Kecamatan Sangir pada Tahun 2007 mencapai 37.515 jiwa,
jumlah tersebut terdiri dari laki-laki 18.489 jiwa dan perempuan 19.026
jiwa (BPS Kabupaten Solok Selatan), dengan jumlah balita 3.950 (gambar
18) yang tersebar pada semua jorong yang ada di Kecamatan Sangir,
kasus diare sebanyak 1.092 kasus dengan sampel 132 kasus (gambar
19).
72
2. Hasil Penelitian a. Distribusi Frekuensi Variabel Dependen
Pada Kabupeten Solok Selatan kasus diare yang tertinggi berada
pada Kecamatan Sangir 1.092 kasus yang tersebar pada jorong-
jorong yang ada di Kecamatan Sangir. Penelitian ini mengambil
sampel 132 kasus dan 132 kontrol (gambar 20) yang paling tinggi
angka kasus diare terdapat pada Jorong Sampu dengan kasus diare
19 kasus (14.39% dari total kasus) dan Jorong Bariang dengan kasus
diare 15 kasus (11.36% dari total kasus). Sedangkan yang rendah
kasus diarenya terdapat pada Jorong Sukoharjo 3 kasus (2.27% dari
total kasus)
2.005jiwa59,75 km2
1.115 jiwa13.79 km2
2.022jiwa32,78 km2
315 jiwa28,89 km2
1.677 jiwa48.90 km2
1313jiwa41,28 km2
3.020 jiwa46,32 km2
1.522 jiwa34,92 km2
1.058 jiwa34,67 km2
8.02 jiwa27,65 km2
7.159jiwa63,21 km2
4.018 jiwa21,43 km2
5.501jiwa51,78 km2
1.844jiwa67,45 km2
1.563jiwa48,24 km2
1.070 jiwa34,64 km2
1.511jiwa39,98 km2
Legenda :
JalanSungai
Kasus Diare$Z
Batas Administrasi
N
0 6 12 Kilomet
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
ers
101°20'
1°40'1°40
'
%[
%U
%U%U
%U%U
%U%U %U%U%U%U
%U%U%U %U
%U%U%U
%U
%U%U%U
%U%U %U
%U%U
%U
%U%U%U%U%U
%U%U%U %U%U%U%U%U%U%U %U%U%U%U
%U%U%U %U%U%U%U%U%U
%U%U%U%U
%U
%U%U%U
%U%U%U%U
%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U
%U%U%U%U
%U%U%U%U%U
%U%U%U%U%U%U%U
%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U
%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U %U%U%U%U%U
%U%U
%U%U
$Z$Z
$Z$Z
$Z$Z $Z
$Z$Z$Z
$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z$Z
$Z$Z$Z$Z $Z
$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z $Z
$Z$Z
$Z
$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z $Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z $Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z
$Z$Z$Z$Z$Z $Z
$Z$Z$Z$Z$Z
$Z
$Z$Z
$Z$Z
$Z$Z$Z$Z$Z
Padang Aro
Kotarambah
Manggis
Bariang
Durian TaruangPadang Aro
Timbulun
Sukoharjo
Liki Bawah
Air Putih Kubang Gajah
Sukabumi
Sungai Lolo
MALUS
Sungai Pauh
Sungai Landeh
Lubuk Gadang
Sampu
SANGIR JUJUHAN
SUNGAI PAGU SANGIR
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
aDingin
Nagari Koto Baru
PETA DISTRIBUSI KASUS DIAREKECAMATAN SANGIR
%U Kontrol Diare
Gambar 20. Kasus dan kontrol diare di Kecamatan Sangir
73
b. Distibusi Frekuensi Variabel Independen
Untuk lebih jelas melihat keadaan jumlah kasus diare yang dilihat
dari perilaku hidup bersih dan sehat perjorong di Kecamatan Sangir
pada tahun 2007 (gambar 21).
Gambar 21. Perilaku hidup bersih dan sehat perjorong di Kecamatan Sangir
Tahun 2007
2.005jiwa59,75 km2
1.115 jiwa13.79 km2
2.022jiwa32,78 km2
315 jiwa28,89 km2
1.677 jiwa48.90 km2
1313jiwa41,28 km2
3.020 jiwa46,32 km2
1.522 jiwa34,92 km2
1.058 jiwa34,67 km2
8.02 jiwa27,65 km2
7.159jiwa63,21 km2
4.018 jiwa21,43 km2
5.501jiwa51,78 km2
1.844jiwa67,45 km2
1.563jiwa48,24 km2
1.070 jiwa34,64 km2
1.511jiwa39,98 km2
Legenda :
JalanSungai
Ibukota%[
Batas Administrasi
N
0 6 12 Kilomete
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
rs
101°20'
1°40'1°40
'
%[
#Y#Y
#Y#Y
#Y
#Y
#Y
#Y#Y#Y
#Y#Y#Y#Y
#Y#Y#Y
#Y#Y
#Y
#Y#Y#Y
#Y#Y#Y
#Y
#Y#Y
#Y#Y
#Y
#Y#Y#Y#Y
#Y
#Y#Y
#Y
Padang Aro
Kotarambah
Manggis
Bariang
Durian TaruangPadang Aro
Timbulun
Sukoharjo
Liki Bawah
Air Putih Kubang Gajah
Sukabumi
Sungai Lolo
MALUS
Sungai Pauh
Sungai Landeh
Lubuk Gadang
Sampu
SANGIR JUJUHAN
SUNGAI PAGU SANGIR
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
Dingin
Nagari Koto Baru
PETA DISTRIBUSI PHBS KECAMATAN SANGIR
#Y PHBS
Gambar 22. Koordinat PHBS di Kecamatan Sangir
74
1) Penggunaan Jamban Keluarga
Penggunaan jamban keluarga di Kecamatan Sangir dibagi
menjadi 3 kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 % dan
tinggi > 75 %. Penggunaan jamban keluarga di Kecamatan Sangir
pada tahun 2007 adalah 50,12%. Hanya ada satu jorong yang
tinggi tingkat penggunaan jamban keluarga yaitu Jorong Manggis
83%, ini disebabkan kecendrungan penduduk yang tidak sering
mempergunakan sungai dan air selokan yang ada pada lingkungan
tempat tinggal mereka, sedangkan tingkat penggunaan jamban
keluarga rendah terdapat pada Jorong Sungai Landeh 25%, Jorong
Sampu 26%, Jorong Timbulun 29%, Jorong Sukoharjo 33%,
Jorong Koto Rambah 36%, Jorong Liki Bawah 38%, Jorong
Bariang 47% dan Jorong Sungai Pauh, Lubuk Gadang, Malus 50%.
Tingkat pengunaan jamban keluarga sedang terdapat pada Jorong
Sungai Lolo 57%, Jorong Durian Taruang, Aia Putiah 60%, Jorong
Sukabumi 67%, Jorong Kubang Gajah 70% dan Jorong Padang
Aro 71%. Pada jorong yang rendah tingkat penggunaan jamban
keluarganya adalah jorong yang dekat dengan sungai dan air
pegunungan, dengan membuat selokan di depan rumah dan
belakang rumahuntuk dialiri air pegunungan tersebut, yang dapat
mereka pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu
walaupun pada saat ini mereka telah mempunyai jamban dirumah
masing-masing tetapi kebiasaan mereka untuk mempergunakan air
sungai dan air selokan sulit untuk dihilangkan. Sedangkan daerah
yang tinggi penggunaan jamban keluarganya disebabkan keadaan
daerahnya yang jauh dari aliran sungai, dengan demikian mereka
berusaha membuat sumur gali untuk mendapatkan air bersih dan
membuat jamban yang dipergunakan anggota keluarga.
75
2) Penggunaan Air Bersih
Penggunaan air bersih di Kecamatan Sangir dibagi menjadi 3
kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 % dan tinggi > 75 %.
Pada tahun 2007 dengan penggunaan air bersih di Kecamatan
Sangir 50.05%. Penggunaan air bersih yang rendah terdapat pada
Jorong Sungai Pauh, Sungai Landeh 25%, Jorong Sungai Lolo
29%, Jorong Sukoharjo 33%, Jorong Durian Taruang, Aia Putiah,
Kubang Gajah 40% dan Jorong Lubuk Gadang, Jorong Malus,
Jorong Liki Bawah 50%. Tingkat penggunaan air bersih sedang
ada pada Jorong Sampu 53%, Jorong Timbulun 57%, Jorong
Bariang 60%, Jorong Koto Rambah 64% dan Jorong Sukabumi
67% sedangkan yang tinggi tingkat penggunaan air besih terdapat
pada Jorong Manggis 83% dan Jorong Padang Aro 86%.
Penyebaran penyakit diare yang jadi masalah penting adalah
adanya pencemaran kuman oleh kotoran manusia yang
mengandung kuman-kuman penyebab diare dan kebiasaan
masyarakat yang kurang sehat, antara lain membuang kotoran di
sembarang tempat. Salah satu langkah penting dalam
penanggulangan penyakit diare, diantaranya mengusahakan agar
air minum yang dipakai penduduk aman atau tidak berbahaya dan
tidak terkontaminasi oleh kuman penyebab penyakit diare.
Menyadari pentingnya air bagi manusia, maka air harus di kelola
dengan baik. Apabila air yang digunakan tidak memenuhi syarat
kesehatan, maka akan menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan. Air juga merupakan media penularan penyakit. Agen
penyebab diare dapat ditularkan dengan media air, agen penyakit
yang dibawa air dapat ditularkan pada orang lain jika air yang
dikonsumsi tidak dimasak sebelumnya. Penyakit bawaan air
sebetulnya dapat dicegah dengan adanya program Perilaku Hidup
76
Bersih dan Sehat (PHBS) (Slamet, 2004). Masalah yang sering
dihadapi masyarakat adalah kurangnya sumber air bersih tersebut.
Upaya perbaikan kualitas sumber air dapat mengurangi
kontaminasi agen penyebab diare dengan air (Sunoto, 1990 cit
Rustamaji, 1996). Air untuk kebutuhan sehari adalah air yang
bebas dari organisme penyebab penyakit dan bebas mineral yang
berlebihan sehingga berbahaya bagi kesehatan. Agar air untuk
kebutuhan sehari-hari tersebut aman bagi kesehatan manusia
maka air hendaknya bersumber dari sarana yang memenuhi syarat
konstruksi. Menurut Dir.jen PLP Depkes RI (2000), penentuan
sarana air bersih yang memenuhi syarat kesehatan yang
digunakan Departemen Kesehatan adalah mengacu pada hasil
inspeksi sanitasi sarana air bersih meliputi syarat konstruksi,
lingkungan sarana mempunyai jarak yang cukup dengan sumber
pencemaran dan memiliki kualitas air yang memenuhi syarat fisik,
kimia, mikroorganisme dan radioaktif (Depkes RI, 1992). Hasil
inspeksi sanitasi sarana air bersih menghasilkan tingkat resiko
pencemaran dari masing-masing sarana yaitu resiko rendah, resiko
sedang, resiko tinggi dan resiko amat tinggi. Sarana dengan resiko
rendah dan sedang merupakan sarana yang memenuhi syarat
minimal konstruksi sarana air bersih. Akses pemakaian air bersih
serta meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah antara
lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau
proses klorinasi.
3) Pembuangan sampah
Pembuangan sampah di Kecamatan Sangir dibagi menjadi 3
kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 % dan tinggi > 75 %.
Pada tahun 2007 dengan pembuangan sampah di Kecamatan
Sangir 55.52%. Dilihat dari pembungan sampah yang ada di
77
Kecamatan Sangir yang tersebar di jorong yang ada yang dilihat
dari kriterianya. Daerah yang rendah pembuangan sampahnya
terdapat pada Jorong Sungai Landeh 25%, Jorong Sampu 32%,
Jorong Sukoharjo, Sokabumi 33%, Jorong Koto Rambah 36%,
Jorong Liki Bawah 38% dan Jorong Kubang Gajah 40%. Kemudian
daerah yang sedang tingkat pembungan sampah terdapat pada
Jorong Padang Aro 57%, Jorong Malus 58%, Jorong Aia Putiah
60%, Jorong Bariang 67%, Jorong Sungai Lolo, Jorong Timbulun
71% dan Jorong Sungai Pauh 75% dan tingkat penbuangan
sampah yang tinggi terdapat pada Jorong Durian Taruang 80% dan
Jorong Manggis, Jorong Lubuk Gadang 83%. Faktor lain adalah
membuang sampah pada tempatnya serta pengolahan sampah
yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa,
kutu, lipas), membuang air besar dan air kecil pada tepatnya,
sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik. Walaupun
jarang terjadi, faktor makanan, seperti makanan basi, beracun, dan
alergi terhadap makanan serta faktor psikologis, seperti rasa takut
dan cemas juga dapat menimbulkan diare.
4) Kebiasaan mencuci tangan
Dilihat dari kebiasaan mencuci tangan di Kecamatan Sangir
dibagi menjadi 3 kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 %
dan tinggi > 75 %. Pada tahun 2007 dengan pembuangan sampah
di Kecamatan Sangir 75.53%, hanya ada satu jorong yang rendah
kebiasaan mencuci tangan yaitu pada Jorong Sungai Pauh 50%,
sedangkan yang kriteria sedang terdapat pada Jorong Durian
Taruang 60%, Jorong Sampu 63%, Jorong Koto Rambah 64%,
Jorong Sukoharjo, Jorong Sukabumi 67%, Jorong Sungai Lolo 71%
dan Jorong Sungai Landeh 75%, kriteria tinggi kebiasaan mencuci
tangan terdapat pada Jorong Bariang, Jorong Aia Putiah 80%,
78
Jorong Manggis, Jorong Lubuk Gadang 83%, Jorong Padang Aro,
Jorong Timbulun 86% Jorong Liki Bawah 88%, Jorong Kubang
Gajah 90% dan Jorong Malus 92%.
Penyakit diare sangat terkait dengan masalah sanitasi dasar
terutama ketersediaan air bersih dan kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu, sebelum
makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah
menceboki anak dan menyiapkan makanan.
c. Clustering Diare
Hasil SaTScan menggunakan Space-Time Permutation Model
(Likelihood Estimation) mendapatkan 9 cluster, detail masing-masing
cluster terdapat pada lampiran 3. Cluster 1 yang terjadi pada 2007/1/1
– 2007/1/31 berpusat pada koordinat (-1.534600 S, 101.252700 E)
dengan radius 0.42 km. Sedangkan cluster utama yang dengan Most
Likely Cluster yang terjadi pada 2007/11/1 – 2007/11/30 berpusat
pada koordinat (-1.577100 S, 101271800 E) dengan radius 0.30 km
Gambaran cluster selengkapnya dapat dilihat pada peta cluster diare
(gambar 23).
Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 9 cluster kasus
diare tahun 2007. Peta cluster diare tersebut kemudian dilakukan
Overlay (gambar 24) dengan peta faktor yang berpengaruh terhadap
kasus diare yaitu perilaku hidup bersih dan sehat di Kecamatan sangir
yang tersebar di 17 jorong, Untuk melihat hubungan antara perilaku
hidup bersih dan sehat dengan cluster diare.
79
%[
101°20'
#####
##
#
#
## ### ##
##
##
###
##
#
######
#
####
#S
#S
#S#S
Padang Aro
Kotarambah
Manggis
Bariang
Durian TaruangPadang Aro
Timbulun
Sukoharjo
Liki Bawah
Air Putih Kubang Gajah
Sukabumi
Sungai Lolo
MALUS
Sungai Pauh
Sungai Landeh
Lubuk Gadang
Sampu
SANGIR JUJUHAN
SUNGAI PAGU SANGIR
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
aDingin
Nagari Koto Baru
1°40
' 1°40'
PETA KLUSTER KASUS DIARE DI KECAMATAN SANGIR TAHUN 2007
N
0 6 12 Kilometers
Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06
Batas Administrasi
%[ Ibukota
SungaiJalan
Legenda :
0.430.18Kontrol Diare#
Kasus Diare 0.710.3#0.910.352.660.4231.02
Kluster DiareKmKmKmKm
KmKmKmKmKm
1234
56789
Gambar 23. Clustering diare di Kecamatan Solok Selatan tahun 2007
80
%[
#####
##
#
#
## ### ##
##
##
###
##
#
#####
#
#
####
#S
#S
#S#S
%U%U
%U
%U%U
%U
%U
%U%U%U
%U%U%U%U
%U%U
%U
%U%U
%U
%U
%U%U
%U
%U%U
%U
%U%U
%U%U
%U
%U%U%U%U
%U
%U%U
%U SANGIR JUJUHAN
SUNGAI PAGU SANGIR
Nagari Sungai Kunyit
Nagari Lubuk Malako
Nagari Lubuk Gadang
Dingin
Nagari Koto Baru
Kotarambah
Manggis
Bariang
Durian TaruangPadang Aro
Timbulun
Sukoharjo
Liki Bawah
Air Putih Kubang Gajah
Sukabumi
Sungai Lolo
MALUS
Sungai Pauh
Sungai Landeh
Lubuk Gadang
Sampu
Padang Aro
1°40
' 1°40'
101°20'
Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008
Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06
Batas Administrasi
%[ PHBS
SungaiJalan
Kontrol Diare#
Kasus Diare
PETA KLUSTER PHBS DAN KASUS DIARE DI KECAMATAN SANGIR TAHUN 2007
N
0 6 12 Kilometers
Legenda :
0.430.180.710.3# 0.910.352.660.4231.02
Kluster DiareKmKmKmKm
KmKmKmKmKm
12
34
5
6789
%[ Ibukota
Gambar 24. Overlay Peta Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Cluster
Kasus Diare
81
3. Pengujian Hipotesis a. Analisis regresi menggunakan spasial model
Uji hipotesis dilakukan dengan analisis spasial, pada uji ini
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup
bersih dan sehat dengan kasus diare di Kecamatan Sangir. Peta
perilaku hidup bersih dan sehat ditumpang susun dengan kasus diare
di Kecamatan Sangir tahun 2007. Berdasarkan hasil overlay peta
dapat dilakukan analisis secara spasial kesesuaian antara peta
perilaku hidup bersih dan sehat dan tingkat kasus diare. Analisis
spasial dilakukan dengan analysis spatially weighted regression
(spatial error model – Maximum Likelihood Estimation) menggunakan
Aplikasi GeoDa.
Dlihat dari hasil analisis penggunan jamban keluarga dengan kasus
diare maka diperolah hasil z value = - 4,820473, p = 0,000001
(p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan jamban keluarga dengan terjadi kasus diare yang juga
dapat digambarkan pada hasil analisis scatter plot penggunaan
jamban keluarga, dapat dilihat pada gambar 25, sedangkan hasil
analisis penggunaan air bersih dengan terjadinya kasus diare
diperoleh nilai z value = 2,810922 dan p = 0,0049401 (p < 0,05) yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara penggunaan air bersih
dengan terjadinya kasus diare di Kecamatan Sangir, dengan analisis
scatter plot penggunaan air bersih dapat dilihat pada gambar 26.
Hasil analisis pada pembuangan sampah dengan kasus diare
diperoleh nilai z value = -0,5995125 dan p= 0,5488311 (p>0,05) yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pembuangan
sampah dengan kasus diare dengan hasil analisis scatter plot
pembuangan sampah dapat dilihat pada gambar 27. Sedangkan pada
kebiasaan mencuci tangan tidak berhubungan dengan kasus diare
82
dengan hasil analisis nilai z value= 0,3934589 dan p = 0,6939806
(p>0,05), dengan hasil analisis scatter plot kebiasaan mencuci tangan
dapat dilihat pada gambar 28.
Gambar 25 Gambar 26
Gambar 26 Gambar 28
b. Hasil uji statistik Chi-Square
1) Hubungan antara penggunaan jamban keluarga dengan kasus
diare.
Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square, X²= 11.528 p =
0,001 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan jamban keluarga dengan terjadi kasus diare. Dengan
kata lain kasus diare berhubungan dengan penggunaan jamban
keluarga di Kecamatan Sangir.
83
2) Hubungan antara penggunaan air bersih dengan kasus diare.
Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square X²= 29.939 p =
0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan air bersih dengan terjadi kasus diare. Dengan kata
lain kasus diare berhubungan dengan penggunaan air bersih di
Kecamatan Sangir.
3) Hubungan antara pembuangan sampah dengan kasus diare.
Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square X²= 0.015 p = 0,902
(p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
pembuangan sampah dengan terjadi kasus diare. Dengan kata lain
kasus diare tidak berhubungan dengan pembuangan sampah di
Kecamatan Sangir.
4) Hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kasus diare.
Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square X²= 5.312 p = 0,021
(p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan mencuci tangan dengan terjadi kasus diare. Dengan
kata lain kasus diare berhubungan dengan kebiasaan mencuci
tangan di Kecamatan Sangir.
B. PEMBAHASAN
1. Keterbatasan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kasus diare
berdasarkan pada perilaku hidup bersih dan sehat yang dilihat dari
penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah
dan kebiasaan mencuci tangan di Kecamatan Sangir pada tahun 2007. Data
penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder, sehingga keterbatasan
dalam penelitian ini adalah ketidak mampuan peneliti dalam mengontrol data
84
baik dalam proses pengumpulan data, sistem pencatatan dan pelaporan
maupun cara menganalisa data. Jumlah data penyakit diare pada penelitian
ini terbatas penderita diare pada balita saja yang berkunjung ke puskesmas
dan laporan penderita diare yang berkunjung ke puskesmas pembantu.
Pola distribusi kasus diare pada jorong-jorong yang ada di Kecamatan
Sangir tidak sama, jorong yang paling tinggi angka kasus diarenya adalah
Jorong Sampu dengan 19 kasus (14.39% dari total kasus) dan Jorong
Bariang dengan 15 kasus (11.36% dari total kasus). Jorong-jorong tersebut
merupakan daerah perkampungan yang dialiri oleh sebuah sungai dan
dikelilingi perbukitan, diamana masyarakat yang ada lebih cendrung
melakukan kegiatan mandi, cuci dan kakus (MCK) di sungai tersebut atau di
beberapa air yang pengalir dari berbukitan yang ada. Kedua daerah tersebut
juga merupakan daerah yang dekat dari ibukota kabupaten dan dekat dari
sarana kesehatan yaitu puskesmas dan ada beberapa puskesmas pembantu
yang tersebar di jorong tersebut, sehingga pasien penderita diare lebih cepat
mendapatkan pengobatan.
a. Hubungan antara penggunaan jamban keluarga dengan kasus diare
Pada analisis diperoleh hasil z value = - 4,820473, p = 0,000001
(p<0,05), dengan hasil uji Chi-Square, X²= 11.528 dan p = 0,001
(p<0,05), yang berarti ada hubungan kasus diare dengan penggunaan
jamban keluarga di Kecamatan Sangir. Sebagian besar jorong yang
mempunyai jumlah kasus diare yang tinggi mempunyai cakupan
jamban yang rendah, hal ini disebabkan jarak antara sumber air
minum dengan tempat pembuangan akhir tinja tidak memenuhi syarat,
maka sumber air tersebut dapat tercemar oleh tinja dan
mengakibatkan kejadian diare. Menurut Warouw (2002) sebanyak
34,4% di perkotaan dan 17.3% di perdesaan, sumber air berjarak
kurang dari 10 meter. Dapat dilihat juga dari kebiasaan masyarakat di
beberapa jorong yang tinggi kasus diarenya yang terletak pada daerah
85
yang dialiri sungai yang mengakibatkan kecendrung masyarakat
setempat lebih memililih pengunakan air sungai sebagai tempat buang
air besar dibandingkan dengan jamban yang ada di rumah mereka.
b. Hubungan antara penggunaan air bersih dengan kasus diare
Setelah dilakukan analisis dapat kita ketahui bahwa nilai z value =
2,810922 dan p = 0,0049401 (p < 0,05) dengan hasil uji Chi-Square
X²= 29.939 dan p = 0,000 (p<0,05), yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara kasus diare di Kecamatan Sangir dengan
penggunaan air bersih di Kecamatan Sangir. Dilihat dri penyebaran
kasus diare juga dapat di tularkan dengan cara water borne dan water
washed. Penggunaan air bersih dapat mencegah penularan diare
melalui cara water washed, sedangkan pencegahan penularan diare
dari cara water borne baru dapat dilakukan kalau kualitas bakteriologis
dari air bersih memenuhi syarat kesehatan. Dalam penelitian ini faktor
kualitas bakteriologis tidak menjadi bagian dari variabel penelitian ini.
Data cakupan penggunaan sumber air minum ini belum dapat
dikatakan memenuhi syarat kualitas sesuai Permenkes No. 416 tahun
1990, karena walaupun dapat digolongkan sumber air minum
terlindung secara fisik tetapi belum tentu memenuhi syarat secara
bakteriologik. Hal ini menyebabkan di beberapa jorong yang
mempunyai kasus diare yang tinggi dengan penggunaan air bersih
yang rendah, dikarenakan masyarakat yang ada pada jorong yang
tinggi kasus diare lebih mempergunakan air sungai dan air
penggunungan yang ada di daerah mereka untuk keperluan sehari-
hari, yang mereka lihat dari fisik air yang jernih dan tidak berbau dan
tidak dilihat dari tercemar atau tidak dari bakteriologis.
c. Hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare
Hasil analisis pada pembuangan sampah dengan kasus diare
diperoleh nilai z value = -0,5995125 dan p= 0,5488311 (p>0,05)
86
dengan hasil uji Chi-Square X²= 0.015 dan p = 0,902 (p>0,05), yang
berarti tidak ada hubungan kasus diare di Kecamatan Sangir dengan
pembuangan sampah. Kaitanya pembuangan sampah dengan kasus
diare dapat dilihat dari sampah yang dibuang tidak pada tempatnya
dan dibiarkan saja terbuka dan tidak dibakar, hal ini lama kelamaan
sampah makin menumpuk yang mengakibatkan menyebarkan bau
kedaerah sekitarnya dan mengundang datangnya lalat, lalat yang
berdatangan akan berterbangan dan akan hinggap di makanan yang
terbuka yang bisa menyebabkan diare. Dalam penelitian ini hal
tersebut tidak menjadi variabel penelitian. Akan tetapi di beberapa
jorong yang tinggi atau maupun jorong yang rendah kasus diarenya
kecendrungan masyarakat tidak membuang sampah pada tempat
pembuangan sampah tetapi sampah tersebut di buang ke sungai atau
selokan yang ada. Ada juga beberapa jorong yang dekat dari ibukota
kabupaten sampahnya di angkut oleh mobil sampah yang dikelola oleh
pemda setempat. Mobil sampah sampai saat ini hanya baru bisa
mengambil sampah hanya pada jorong-jorong yang bisa dilalui oleh
mobil sampah tersebut dilihat dari kondisi daerah yang ada belum bisa
di lalui oleh kendaraan roda empat. Sampai saat ini pemda belum bisa
menyediakan kendaraan sampah dari roda dua.
d. Hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kasus diare
Pada hasil analisis pada kebiasaan mencuci tangan dengan kasus
diare diperoleh nilai z value= 0,3934589 dan p = 0,6939806 (p>0,05),
yang berarti tidak ada hubungan kasus diare di Kecamatan Sangir
dengan kebiasaan mencuci tangan, berbeda dengan hasil uji t tes
dimana ada hubungan yang signfikan kasus diare dengan kebiasaan
mencuci tangan dimana hasil uji Chi-Square X²= 5.312 p = 0,021
(p<0,05), yang berarti ada hubungan antara kebiasaan mencuci
tangan dengan kasus diare. Terjadinya perbedaan hasil dari analisa
87
diatas disebabkan karena pada nilai z digunakan data agregat dari unit
analisis jorong sedangkan uji chi-square data yang digunakan adalah
data individu yang dilihat dari kontrol.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasar hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan
jamban keluarga p = 0,000001 (p<0,05).
2. Kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan air
bersih p = 0,0049401 (p < 0,05).
3. Kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan
pembuangan sampah p= 0,5488311 (p>0,05).
4. Kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan kebiasaan
mencuci tangan p = 0,6939806 (p>0,05).
5. Kasus diare tersebar pada 17 jorong di Kecamatan Sangir dengan kasus
tertinggi 14.39% pada Jorong Sampu dan 11.36% Jorong Bariang
6. Terdapat clustering kasus diare yang signifikan di Kecamatan Sangir.
Clustering kasus diare terjadi dengan perilaku hidup bersih dan sehat
yang dilihat dari penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih,
pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan.
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa jumlah kasus diare yang tinggi
banyak terjadi pada jorong dengan penggunan jamban keluarga dan
penggunaan air bersih yang rendah, diharapkan pemda Kabupaten
Solok Selatan dan instansi yang terkait lebih meningkatkan penggunaan
jamban keluarga, kesehatan lingkungan, penggunaan air bersih dan
meningkatkan peran serta masyarakat melalui penyuluhan.
lxxxix
2. Pada daerah pemukiman yang dekat dengan sungai dan air
pegunungan yang kecendrungan mempergunakan air tersebut untuk
keperluan seharí-hari perlu diperhatikan kondisi sanitasi lingkungan,
sehingga tidak terjadi penularan lebih luas bila terdapat penderita diare,
ditunjang dengan penyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat.
3. Petugas promosi kesehatan dinas kesehatan yang bekerjasama dengan
lintas sektor untuk dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
yang tinggal dekat dengan sungai diharuskan membuat jamban di
rumah masing-masing dan dapat dipergunakan sesuai kegunaannya.
4. Meningkatkan pencatatan dan pelaporan di dinas kesehatan,
puskesmas, puskesmas pembantu, sehingga data yang ada dapat
dianalisa dan digunakan untuk pengambilan keputusan yang tepat
dibidang kesehatan.
5. Perlu dilakukan penelitian analisis spatial lebih lanjut, baik di wilayah
yang berbeda, dengan penyakit yang berbeda maupun dengan variabel
yang berbeda, sehingga dapat diketahui local specificity dan masalah
kesehatan ditiap-tiap wilayah.
lxxxix
xc
Daftar Pustaka
Abidin,Z. (2007) Global Position System( GPS) dalam mendukung Sistem
informasi geografis , Informatika Bandung Abdullah, D.K. (1987) Tinjauan keadaan kasus diare dan sumber air minum
yang digunakan masyarakat desa pisang, baru kecamatan Balunqa Lampung Utara. APK –TS : Jakarta.
Achmadi, U. F. (1991) Transformasi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan
Kerja di Indonesia, Orasi Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Kesehatan Lingkunagan dan Kesehatan Kerja FKM – UI, Jakarta.
Ali M, Goovaerts P, Nazia N, Haq MZ, Yunus M, Emch M. (2006) Application
of Poisson Kriging to The Mapping of Cholera and Dysentery incidence in an Endemic Area of Bangladesh. Information System Journal.
Aman, A.T. (2004) Perkembangan Terkini. Vaksin terhadap Diare.
Disampaikan dalam Seminar Nasional Diare Perkembangan Terkini dan Permasalahannya, Yogyakarta.
Antenucci. (1991) GIS a Guide to The Technology, New York, van Nostrand
Reinhold. Aronoff S (1989) Geographic Information System, Manajemen Perspective,
WPC Publication, Otawa. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). (2007)
Kabupaten Solok Selatan. Peta Administrasi, Solok Selatan. Bonita F. Stanton and J.D. Clemens. (2004) Socioeconomic Variables and
Rates of Diarrhoeal Disease in Urban Bangladesh. Information System Journal.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Solok Selatan. (2007)Solok Selatan
Dalam Angka, Solok Selatan. Cleans C. (2005) GIS – Mapping Solution. Scomptec, inc (diakses 18 Maret
2007).
xc
xci
Crist, Patrick and B. Csuti. (2000) Gap Analysis Chapter. Handbook of Gap
Analysis. Idaho Cooperative Fishand Wildlife Research Unit. Moscow.
Danoedoro, P. (2004) Sains Informasi Geografis, dari Perolehan dan Analisis Citra hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial, Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
Depkes, R.I. (2001)Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/ Kota
Sehat. Tersedia Dalam : http : // www.depkes.go.id ( Diakses 17 Januari 2008).
Depkes, R.I. (2004) Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/ Kota, Jakarta. Depkes, R.I. (1997) Buku Pedoman Manajemen Tingkat Puskesmas, Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Depkes R.I Ditjen P2M-PLP. (2004) Info Penyakit Menular, Bulletin Edisi 4,
Jakarta. Depkes, R.I. (2004) Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare. Tersedia Dalam : http :
// www.depkes.go.id ( Diakses 16 Januari 2008). Depkes R.I Ditjen PPM-PLP. (2007) Pusat Informasi Penyakit Infeksi
Tersedia Dalam : http : // www.depkes.go.id ( Diakses 14 Januari 2008).
Depkes, R.I. (2007) Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/ Kota
Sehat. Tersedia Dalam : http : // www.depkes.go.id ( Diakses 17 Januari 2008).
Depkes, R.I. (2000) Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta. Depkes, R.I. (2000) Ditjen PPM & PL Tatalaksana Kasus Diare Bermasalah,
Jakarta. Depkes, R.I. (2000) Ditjen PPM & PL Buku Pedoman Pelaksanaan Program
P2 Diare, Jakarta. Depkes R.I Ditjen P2M-PLP. (1984) Peningkatan Upaya Pencegahan dalam
Program Pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta.
xci
xcii
Depkes R.I. (1992) Pedoman Kerja Survei Kesehatan Rumah Tangga.Jakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Laporan Tahunan. (2005) Bidang
PL-PKM, Solok Selatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Laporan Tahunan. (2007) Bidang
PL-PKM, Solok Selatan. Estes, J.E. (1992) Remotsensing and Geographic Information System
Integration : Research Need, Status, and Trend, Hamilton Publishing Company, New York.
Firdous, U. (2002) Cuci Tangan Sebelum akan Menurunkan Risiko Kejadian
Hepatitis Akut Klinis, Buletin Penelitian Kesehatan Vol.33, No. 3. Hidayati, WB. (2002) Diare Persisten Salah Satu Masalah Gastroenterologi
Anak Terkini, Artikel Bemas, Yogyakarta. Kandun, IN. (2003) Upaya Pencegahan Diare ditinjau dari Aspek Kesehatan
Masyarakat, Makalah, Kongres Nasionlan II BKGAI, Bandung. Krishna, Gopal. (2002) Spatial Analysis and Modeling. National Bureau of
Animal Genetic Resources (I. C. A.) Kusnoputranto, H. (1986) Kesehatan Lingkungan. Badan Penerbit Kesehatan
Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
Lumenta, B. (1989) Penyakit, Citra, Alam dan Budaya.Kanisius, Yogyakarta. Machfoedz, I, Sutrisno, ES, Santosa, S. (2005) Pendidikan Kesehatan Bagian
dari Promosi Kesehatan, Penerbit Fitramaya, Jakarta. Moesley, W.H., and Chen, L.C. (1984) Child Survival. Strategies for research
and development rev. A Supplement vol. 10. Mohammad Ali, Michael Emch, J.P.Donnay, Mohammad Yunus and R.
B.Sacke. (2002) The Spasial Epedemiology of Cholera in an Endemic Area of Bangladesh, Information System Journal.
xcii
xciii
Mohammad Ali, Michael Emch, J.P.Donnay, Mohammad Yunus and R. B.Sacke. (2002) Identifying Environmental Risk Factor for Endemic Cholera : a Raster GIS Approach, Information System Journal.
Moslem Uddin Khan and Md. Shahidullah. (2004) Role of Water and
Sanitation in The incidence of Cholera in Refugee Camp, Bangladesh, Information System Journal.
Michael Emch. (1999) Diarrheal Disease Rish in Matlab, Bangladesh,
Information System Journal
Munir, M. (1983) Peranan aspek epidemiologi dan social dalam penanggulangan diare. Pertemuan ilmiah penelitian penyakit daiare, Depkes, Jakarta.
Musadad, A. (1996) Kesehatan lingkungan dan kemiskinan. Artikel. VI (3), 1-5. Sumber : Media penelitian dan pengembangan kesehatan, Jakarta.
Ngatimin, Rusli, 2003, Perilaku Kesehatan pada Masyarakat Suku Bajo, UNHAS, Makasar .
Notoatmodjo, S. (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip-prinsip Dasar.
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta. Powell, DR. (2003) 365 Tips Hidup Sehat, Pustaka Delapratasa, Jakarta. Prahasta. (2005) Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis,
Informatika, Bandung.
Purbawati, Aris. (2002) Otomatisasi Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga di Kabupaten Purwakarta, Tesis IKM UI, Jakarta.
Pusat Peyuluhan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I. (1998) Buku Panduan Manajemen Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Tingkat Provinsi, Jakarta.
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. (2002) Panduan Manajemen PHBS menuju Kota/ Kabupaten Sehat, Jakarta.
xciii
xciv
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. (2004) Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta.
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan R.I, 2006, Panduan Manajemen PHBS menuju Kota/ Kabupaten Sehat, Jakarta.
Rustamaji. (1996) Hubungan Higiene perorangan dengan Protozoa Penyebab Diare disekitar Aliran Sungai Code Yogyakarta, Skripsi, UGM, Yogyakarta.
Sanropie, Jasio. (1994) Pedoman Penyediaan Air Bersih, Jakarta. Selomo, Makmur. (2001) Masalah Pencemaran dan Dampak Terhadap
Lingkungan, Program Studi Ilmu Kesehatan Universitas Hasanuddin, Makasar.
Shunji Murai. (2004) GIS Workbook. Volume 1. University of Tokyo. Slamet, J.S. (2004) Keseahatan Lingkungan, GMU Press, Yogyakarta. Soemirat, J. (2000) Epidemiologi Lingkungan , Yogyakarta Gadjah Mada
University Press, Sudigbia, I. (1987) Pencegah dan pengelolaan diare kronik dalam Sudigbia, I.
Harijono, R dan Sumantri, A. Sugeng Juwono. (2007) Bahan Perkuliahan Sistem Informasi Geografi
Bagian Parasitologi FK UGM Yogyakarta. Suharyadi. (1993) Mengolah Data Spasial dengan Sistem Informasi
Geografis PC Arc/Info, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suharyono, Boediarso, A., Halimun, E.M. (1988) Gastroenterologi Anak
Praktis, BP FK UI, Jakarta. Suharyono. (1991) Diare Aku Klinik dan Laboratorik, Rineka Cipta, Jakarta Sukana, B. , Haryoto, dan Kusnindar. (1993) Penelitian sarana penyediaan
air minum dan hubungannya dengan penyakit diare para pemulung di pemukiman sekitar LPA Budhi Dharma kelurahan Semper Jakarta Utara. Penelitian, 21 (1), 41-47. Sumber : Buletin Penelitian Kesehatan Jakarta.
xciv
xcv
Susilo. (2005) Dasar –dasar modeling sistem informasi geografi, informtika Bandung.
Suwarno. (2007) Instalasi air bersih PDAM terhadap PHBS masyarakat di
Kecamatan Pojong Kabupaten Gunung Kidul. Yusliana Naingolan. (2006) Kondisi fisik rumah dan perilaku keluarga dengan
kejadiaan diare akut pada balita di desa Rambung Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
Warouw,SP. (2002) Hubungan faktor lingkungan dan sosiol ekonomi dengan
morbiditas (keluhan ISPA dan diare), kerjasama Surkesnas, Depkes RI dan WHO, Jakarta.
Wawan Kusugiharjo. (2007) Analisa spasial kejadian TB Paru BTA (+)
menggunakan sistem informasi geografis (GIS) di Kabupaten Sleman”.
xcv
xcvi
Lampiran 1
KUESIONER UNTUK PERILAKU MASYARAKAT Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang
analisa spasial Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sebagai faktor risiko diare di
Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007.
Petunjuk pengisian sebagai berikut :
1. Isilah titik-titik dibawah ini sesuai dengan jawaban bapak/ ibu.
2. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang bapak/ ibu anggap sesuai
dengan kondisi ibu pada saat pilihan.
A. Identitas Responden No………………..
1. Ayah
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan terakhir :
1. Akademi/PT 2. SLTA 3. SLTP
4. SD 5. Tidak tamat SD 6. Buta Huruf
d. Pekerjaan :
1. PNS 2. Karyawan 3. Pedagang 4. Buruh
5. Tidak bekerja
2. Ibu
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan terakhir :
1. Akademi/PT 2. SLTA 3. SLTP
4. SD 5. Tidak tamat SD 6. Buta Huruf
xcvi
xcvii
d. Pekerjaan :
1. PNS 2. Karyawan 3. Pedagang
4. Buruh 5. Tidak bekerja
e. Jumlah anggota keluarga : orang
f. Jumlah Balita dalam keluarga : orang
B. Identitas Anak Nama anak :
Tanggal lahir dan umur : (bulan)
Jenis kelamin : P/L (Coret yang tidak perlu)
Berat badan : (Kg)
C. Kejadian diare 1. Apakah anak ibu pernah berak dengan tinja yang lembek atau cair
sampai 3 kali sehari dalam 1 bulan terakhir ?
1. Ada 2. Tidak ada
2. Berapa lamanya ? hari
D. Keadaan sarana kesehatan lingkungan 1. Air Bersih
a. Apakah bapak/ ibu mengambil air bersih dari PDAM/ sumur
pompa/ sumur gali/ mata air terlindung ?
1. Ya 2. Tidak
b. Apakah bapak/ ibu memiliki sarana air bersih tersebut ?
1. Ya 2. Tidak
c. Apakah Bapak/ ibu menampung air yang digunakan untuk
keperluan minum di wadah tertutup ?
1. Ya 2. Tidak
xcvii
xcviii
d. Apakah Bapak/ Ibu menguras tempat air minum seminggu sekali?
1. Ya 2. Tidak
e. Apakah air yang digunakan mencukupi untuk kebutuhan sehari-
hari ?
1. Ya 2. Tidak
f. Apakah bapak/ ibu mengambil air dengan cara perpipaan/
ember?
1. Ya 2. Tidak
g. Apakah untuk diminum air dimasak sampai mendidih
1. Ya 2. Tidak
h. Berapa jarak air bersih ke rumah : Meter
2. Jamban
a. Apakah dirumah bapak/ ibu ada tersedia jamban keluarga ?
1. Ya 2. Tidak
b. Apakah bapak/ ibu selalu menggunakan jamban keluarga untuk
buang air besar (BAB) ?
1. Ya 2. Tidak
c. Apakah di rumah bapak/ibu tidak memiliki jamban, apakah bapak/
ibu BAB di jamban umum, tetangga atau sungai ?
1. Ya 2. Tidak
d. Apakah jamban dibersihkan secara teratur maximal seminggu
sekali pada permukaan jamban yang kotor ?
1. Ya 2. Tidak
e. Apakah di jamban selalu tersedia air yang cukup ?
1. Ya 2. Tidak
f. Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas vektor
1. Ya 2. Tidak
xcviii
xcix
g. Apakah jenis jamban yang digunakan keluarga bapak/ ibu jenis
jamban leher angsa atau jamban cemplung tertutup ?
1. Ya 2. Tidak
h. Apakah ada tempat untuk penampungan tinja ?
1. Ya 2. Tidak
i. Apakah bapak/ ibu membuang tinja Balita ke jamban ?
1. Ya 2. Tidak
j. Berakah jarak jamban dengan rumah : meter
3. Sampah
a. Apakah rumah saudara dilengkapi tempat penampungan sampah
sementara ?
1. Ya 2. Tidak
b. Apabila tempat sampah selalu tertutup rapat ?
1. Ya 2. Tidak
c. Apakah kebiasaan anggota keluarga membuang sampah pada
tempatnya ?
1. Ya 2. Tidak
d. Apakah tempat pembuangan sampah sementara bebas dari
serangga dan vektor lain ?
1. Ya 2. Tidak
e. Berapakah jarak tempat pengumpulan sampah ke rumah ?
meter
4. Mencuci tangan
a. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan sebelum makan ?
1. Ya 2. Tidak
b. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan sesudah buang air
besar ?
xcix
c
1. Ya 2. Tidak
c. Apakah ibu biasa mencuci tangan sebelum memegang bahan
makanan yang akan diolah ?
1. Ya 2. Tidak
d. Apakah ibu selalu mencuci tangan setelah ibu menyajikan
makanan ?
1. Ya 2. Tidak
e. Apakah ibu selalu mencuci tangan anak setelah anak buang air
besar ?
1. Ya 2. Tidak
f. Apakah ibu biasa mencuci tangan setelah membasuh anak
buang air besar ?
1. Ya 2. Tidak
g. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan yang kotor dengan
sabun dan air bersih ?
1. Ya 2. Tidak
h. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan yang kotor dengan
cara menggosok telapak, punggung tangan sampai ujung jari-jari
tangan ?
1. Ya 2. Tidak
i. Apakah ibu menyuapi anak makan menggunakan sendok yang
bersih atau tangan yang sudah dicuci bersih degan air dan sabun
1. Ya 2. Tidak
c
ci
ci