Tesis_Vera.pdf

117
ANALISIS SPASIAL PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT SEBAGAI FAKTOR RISIKO DIARE DI KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN TAHUN 2007 TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S-2 Minat Utama Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (Simkes) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Diajukan Oleh : Vera Elfiatri. M NIM :19153/ PS/ IKM/ 06 Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008

Transcript of Tesis_Vera.pdf

Page 1: Tesis_Vera.pdf

ANALISIS SPASIAL PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT SEBAGAI FAKTOR RISIKO DIARE DI KECAMATAN SANGIR

KABUPATEN SOLOK SELATAN TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S-2

Minat Utama Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (Simkes) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Diajukan Oleh :

Vera Elfiatri. M NIM :19153/ PS/ IKM/ 06

Kepada PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2008

Page 2: Tesis_Vera.pdf

2

Page 3: Tesis_Vera.pdf

3

Page 4: Tesis_Vera.pdf

4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karean

menyadari bahwa dalam proses

Mada dan Direktur

2. ku pembimbing utama yang

3. embimbing II yang

4. ten Solok Selatan dan Kepala Dinas Keseahan

limpahan karunia dan hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Tesis ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi

persyaratan dalam mencapai derajad Magister Kesehatan di bidang

Epidemiologi Lapangan Kosentrasi Sistem Informasi Manajeme Kesehatan di

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dengan sepeuh hati penulis

penyusunan tesis ini banyak mendapat dukungan dan bantuan dari banyak

pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Direktur sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah

Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pada Program

Sistem Informasi Manajemen Kesehatan.

Bapak Prof. Dr. Hari Kusnanto, DrPH sela

telah memberi motivasi, bimbingan, perhatian dan kesabaran serta

memberikan fasilitas dalam perkuliahan dan penulisan tesis ini,

sekaligus Ketua Minat Program Sistem Informasi Manajemen

Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Bapak Dr. Lutfan Lazuardi, M. Kes. Ph.D selaku p

dengan sabar da penuh perhatian memberikan dukungan,

kesempatan dan kemudahan selama pelaksanaan penelitian dan

penyusunan tesis ini.

Bapak Bupati Kabupa

Kabupaten Solok Selatan yang telah memberikan kesempatan dan

kemudahan selama proses studi, penelitian dan mendukung dalam

keberhasilan penyusunan tesis ini.

Page 5: Tesis_Vera.pdf

5

5. Bapak Tata Usaha Bappeda dan pegawai BPS yang telah

memberikan data untuk memberikan kesempurnaan pada tesis ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan tenaga labor computer Simkes atas

keramahan, keterbukaan dan keakraban selama proses studi yang

penulis jalani.

7. Seluruh pengelola Simkes, mbak Nia thank’s ya mbak untuk semua

bantuannya dan supportnya untuk segera menyelesaikan tesis ini,

mbak Rosita makasih untuk perhatiannya, mbak Asti makasih juga

untuk senyuman dan supportnya, mbak Estu makasih juga untuk

terjemahannya dan Sunny (momom) makasih juga untuk semua

bantuannya selama menjalani hari-hari di Simkes, pengelola Simkes

The best.

8. Seluruh Staf Perputakaan Umum, Fakultas Kedokteran dan Pasca,

yang telah banyak memfasilitasi penulis dalam mencari referensi

manual maupun elektronik dalam penulisan ini.

9. Terimakasih yang tidak terhingga dan tidak dapat diukur buat Ibu

tersayang, terimaksih untuk dukungan moril materil dan doa-doa

dalam sholat untuk bisa segera menyeselaikan studi S2, abak (alm)

tercinta walaupun di dunia berbeda tetapi selalu melihat dan

memberikan inspirasi Ei, Nepi, Da Ep Terimakasih saudaraku yang

begitu perhatian dan support yang luar biasa selama menjalani studi

ini. Ponakan-ponaakan yang selalu ingin dibelikan oleh-oleh Jogja,

Abang, Oca, Uni, Kakak, Mbak Iya dan Adek suatu hari nanti kalian

juga harus bisa seperti Ucu.

10. Yang tidak akan pernah terlupakan walau sampai kapan pun Bang

Erwin terimakasih untuk 3G nya dan ispirasinya, semoga Tuhan

mendengar dan mengabulkan apa yang kita inginkan.

11. Teman-teman Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan, Riko

makasih untuk semua bantuannya dalam penulisan tesis ini, Susi

Page 6: Tesis_Vera.pdf

6

maksih juga untuk laporan PHBS, Devi makasih untuk lapora

diarenya, Ul thank’s semua bantuan dan motifasinya dan semua

teman-teman di Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

12. Semua teman-teman mahasiswa Simkes 05 (mas nardi, bang

abdulallah) Simkes 06,dan Simkes 07 terutama mas adi thank’s

banget bantuannya dan pak johan makasih windowsnya.

13. Semua yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan

materil kepeda penulis selama menjalani pendidikan hingga

menyelesaikan tesis ini.

14. Seluruh responden dan informan yang telah meluangkan waktu

sehingga penelitian dapat diselesaikan dengan baik.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini

masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang

membangun sangat penulisan harapankan. Semoga tesis ini dapat

memberukan manfaat terutama sebagai masukan bagi

pengembangan dan pencerahan spasial untuk penyakit-penyakit

lainnya dimasa yang akan datang, Amin.

Yogyakarta, Juli 2008

Penulis

VERA ELFIATRI. M

Page 7: Tesis_Vera.pdf

7

DAFTAR ISI Halaman

Halaman Judul ……………………………………………………….................. iLembar Pengesahan... ………………………………………………………….. Lembar Pernyataan....................................................................................... Kata Pengantar..............................................................................................

iiiiiiv

Daftar Isi…………………………………………………………………………… Daftar Gambar...………………………………………………………………….. Daftar Tabel....…………………………………………………………………….

viiixxi

Daftar Lampiran…………………………………………………………………... xiiIntisari……………………………………………………………………………… Abstract…………………………………………………………………………….

xiii xiv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….... 1 A. Latar Belakang ………………………………………................

B. Rumusan Masalah……………………………………………… C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. D. Manfaat Penelitian……………………………………………… E. Keaslian Penelitian………………………………………………

110111112

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………... 15

A. Telaah Pustaka………………………………………………… 1. Definisi Diare…………………………………………….. 2. Klasifikasi Diare………………………………………….. 3. Penyebab Diare………………………………………….. 4. Mekanisme Penularan Diare……………………………. 5. Epidemiologi Diare………………………………………. 6. Diagnosa dan Klasifikasi Dehidrasi…………………….. 7. Tata Laksana Penderita Diare yang Tepat dan Efektif. 8. Peranan PHBS dalam Pencegahan Diare…………….. 9. Konsep Perilaku Kesehatan…………………………….. 10. PHBS sebagai Indikator Perilaku Kesehatan

Masyarakat…………………………………….................. 11. Tinjauan Umum Tentang Sarana Kesehatan

Lingkungan.....................................................................12. Sistem Informasi Geografis (SIG).................................. 13. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi....................... 14. Global Positioning System (GPS).................................. 15. Aplikasi Sistem Informasi Geografis.............................. 16. Pemanfaatan SIG di Bidang Kesehatan Masyarakat.....17. Fungsi dan Kegunaan SIG.............................................18. Analisa Spasial...............................................................

15151516172121222426

31

3639434449515253

Page 8: Tesis_Vera.pdf

8

B. Landasan Teori…………………………………………………. C. Kerangka Konsep ……………………………………………… D. Hipotesa …………………………………………………………

545656

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….. 57 A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………

B. Subjek Penelitian……………………………………………….. C. Variabel Penelitian………………………………………………D. Defenisi Operasional…………………………………………… E. Bahan dan Alat Penelitian……………………………………...F. Cara Pengumpulan Data………………………………………. G. Analisis Data………………………………………....................H. Etika Penelitian…………………………………………………. I. Jalannya Penelitian…………………………………………….. J. Jadwal Kegiatan Penelitian…………………………………….

57575858596060606162

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………

A. Hasil Penelitian…………………………………………………… B. Pembahasan………………………………………………………

636385

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………… A. Kesimpulan……………………………………………………….. B. Saran………………………………………………………………

898989

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Page 9: Tesis_Vera.pdf

9

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal 1. Peta Administrasi Kabupaten Solok Selatan ............................ 3

2. Siklus terjadinya diare .............................................................. 18

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan diare ........................ 19

4. Peranan PHBS dalam kasus diare ........................................... 26

5. Hakekat perilaku ...................................................................... 27

6. Perilaku dalam masalah kesehatan ......................................... 29

7. Tiga strategi dasar PHBS………………………………………… 32

8. Kerangka konsep manajemen PHBS........................................ 34

9. Precede proceed model………………………………………….. 35

10. Penentuan titik dengan menggunakan GPS............................. 45

11. Fungsi GPS dalam aplikasinya................................................. 46

12. Kerangka Konsep...................................................................... 56

13. Peta batas administrasi............................................................. 64

14. Jumlah penduduk dan luas wilayah.......................................... 65

15. Ketinggian................................................................................. 67

16. Peta lokasi penelitian................................................................ 69

17. Peta Jorong............................................................................... 70

18. Jumlah Balita............................................................................. 71

19. Grafik kasus dan sampel diare.................................................. 71

20. Kasus dan kontrol diare............................................................ 72

21. PHBS perjorong………………………........................................ 73

22. Koordinat PHBS…………………………………………………… 73

23. Cluster diare……………………………………………………….. 79

24. Overlay PHBS dengan cluster kasus diare…………………….. 80

25. Scater Plot penggunaan jamban………………………………… 81

Page 10: Tesis_Vera.pdf

10

26. Scater Plot penggunaan air bersih………………………………. 82

27. Scater Plot pembuangan sampah……………………………….. 83

28. Scater Plot kebiasaan mencuci tangan…………………………. 83

Page 11: Tesis_Vera.pdf

11

DAFTAR TABEL Tabel Hal 1. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya……………. 13

2. Puskesmas dan Puskesmas pembantu…………………………………….66

3. Proyeksi jumlah penduduk………………………………………………….. 68

Page 12: Tesis_Vera.pdf

12

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Format Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Lampiran 2. Kuesioner untuk Perilaku Masyarakat.

Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Spasial (Spatial Error Model – Maximum

Estimation).

Lampiran 4. Hasil uji SPSS Kasus dan Kontol di Kecamatan Sangir Tahun

2007.

Lampiran 5. Hasil SaTScan menggunakan Space – Time Permutation Model

(Likelihood Ratio Test) Januari – Desember 2007.

Lampiran 6. Hasil uji statistic Chi-Square penggunaan jamban keluarga,

pengguaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan

mencuci tangan.

Page 13: Tesis_Vera.pdf

13

INTISARI Latar Belakang : Angka prevalensi diare di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan mencapai 1.092 kasus pada tahun 2007. Teknik pengambilan sampel purposive area random sampling dari beberapa jorong-jorong yang ada di Kecamatan Sangir. Dari permasalahan tersebut diatas maka peneliti ingin memotret beberapa aspek yang dapat mempengaruhi prevalensi diare, yang dilihat dari perilaku hidup bersih dan sehat dalam hal penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan. Pemodelan ini diharapkan dapat menghasilkan model spasial yang menentukan kerentanan wilayah terhadap penyakit diare di Kecamatan sangir. Tujuan : Mengetahui manfaat pemodelan spasial dalam menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap penyakit diare, mengetahui adanya hubungan penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan dengan prevalensi diare dan manfaat informasi spasial dalam meningkatkan manajemen pengendalian diare di wilayah dengan tingkat kejadian kasus yang tinggi. Metode Penelitian : Prevalensi diare tinggi ditemukan di Kecamatan Sangir sebanyak 132 kasus menggunakan penghitungan sample size calculator dengan tingkat kepercayaan 95 %. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan menggunakan pedekatan desain case control. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan Softwere GeoDa dan SaTScan. Hasil Penelitian : Hubungan antara penggunaan jamban keluarga dengan kasus diare diperoleh hasil z value = - 4,820473, p = 0,000001 (p<0,05), hubungan antara penggunaan air bersih dengan kasus diare ketahui bahwa nilai z value = 2,810922 dan p = 0,0049401 (p < 0,05), hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare diperoleh nilai z value = -0,5995125 dan p= 0,5488311 (p>0,05) dan hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kasus diare diperoleh nilai z value= 0,3934589 dan p = 0,6939806 (p>0,05). Kesimpulan : (a) kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga p = 0,000001 (p<0,05); (b) kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan air bersih p = 0,0049401 (p < 0,05); (c) kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan pembuangan sampah p= 0,5488311 (p>0,05); (d) kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan kebiasaan mencuci tangan p = 0,6939806 (p>0,05); (e) kasus diare tersebar pada 17 jorong di Kecamatan Sangir dengan kasus tertinggi 14.39% pada Jorong Sampu dan 11.36% pada Jorong Bariang; (f) terdapat clustering kasus diare yang signifikan di Kecamatan Sangir. Clustering kasus diare terjadi dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang dilihat dari penggunaan jamban

Page 14: Tesis_Vera.pdf

14

keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan. Kata Kunci : Spasial PHBS sebagai Faktor Risiko Diare.

Page 15: Tesis_Vera.pdf

15

SPATIAL ANALYSIS OF CLEAN AND HEALTHY BEHAVIORS AS THE DIARRHEA RISK FACTORS AT SANGIR SUBDISTRICT, SOUTH SOLOK

IN THE YEAR OF 2007

Vera Elfiatri1, Hari Kusnanto2, Lutfan Lazuardi3

ABSTRACT

Background: Diarrhea prevalence rate in Sangir Subdistrict, South Solok reached to 1092 cases in 2007. This problem aroused the researcher’s concern to observe several aspects which influenced the diarrhea prevalence. There were several aspects of clean and healthy behaviors would be examined, such as the use of family toilet and clean water, garbage dumping, and. This model would deliver a spatial model which determined area susceptibility to diarrhea at Sangir Subdistrict. Objectives: This study aimed to find out the advantage of spatial modeling in determining area susceptibility level to diarrhea and finding out the relationship between diarrhea prevalence and the use of family toilet and clean water, garbage dumping, also hand washing habit. It also aimed to find out the advantage of spatial information in improving diarrhea control management at high prevalence area. Method: This study was an analytical study by using case control design method. The sample was 132 diarrhea cases in Sangir Subdistrict. It was determined by using purposive area random sampling from several villages in Sangir. The data were analyzed by using software of GeoDa and SaTScan. Results: The relationship between the use of family toilet and diarrhea cases was z = -4.820, p = 0.001 (p < 0.05); the relationship between the use of clean water and diarrhea cases was z = 2.811, p = 0.0049 (p < 0.05); the relationship between garbage dumping and diarrhea cases was z = 0.599, p = 0.549 (p > 0.05); the relationship between hand washing habit and diarrhea cases was z = 0.393, p = 0.694 (p > 0.05). Conclusion: (a) Diarrhea cases at Sangir were related to the use of family toilet p = 0.001 (p < 0.05), (b) Diarrhea cases at Sangir were related to the use of clean water p = 0.0049 (p < 0.05), (c) Diarrhea cases at Sangir were not related to the garbage dumping p = 0.549 (p > 0.05), (d) Diarrhea cases at Sangir were not related to hand washing habit p = 0.694 (p > 0.05), (e) The diarrhea cases occured at 17 villages at Sangir; the highest cases rate was 14.39 % at Sampu village and followed by 11.36% at Bariang village, (f) There was clustering of diarrhea cases in Sangir significantly.

1 Health Office of South Solok, West Sumatera. 2 Health Management Information System, Graduate Program of Public Health, Gadjah Mada University, Yogyakarta. 3 Health Management Information System, Graduate Program of Public Health, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Page 16: Tesis_Vera.pdf

16

Clustering of diarrhea cases was related to the clean and healthy behaviors such as the use of family toilet and clean water, garbage dumping, and hand washing habit. Keywords: Spatial analysis, clean and healthy behavior, diarrhea risk factors

Page 17: Tesis_Vera.pdf

17

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan

Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat

adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang

bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak

faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada

peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Secara makro

paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi

pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti

pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif

tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI,2001).

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010,

dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan

sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan

merata. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah

ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional dengan keputusan Menteri Kesehatan

No. 131/ Menkes/ SK/ II/ 2004 dan salah satu dari subsistem SKN adalah

subsistem Pemberdayaan Masyarakat Kebijakan Nasional Promosi

Kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat ditetapkan

Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI.

No. 1193/ Menkes/ SK/ X/ 2004 yaitu : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010

(PHBS 2010). Untuk melaksanakan program Promosi Kesehatan di daerah

telah ditetapkan Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di daerah

dengan keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1114/ Menkes/SK/ VII/ 2005

(Depkes RI, 2005).

Page 18: Tesis_Vera.pdf

18

Kabupaten Solok Selatan sebagai daerah baru, merupakan daerah

pemekaran dari Kabupaten Solok terbentuk berdasarkan undang-undang

Republik Indonesia No. 38 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dengan

luas 3.346.20 km² dan jumlah penduduk 128.654 jiwa Tahun 2007, sehingga

rata-rata kepadatan penduduk adalah 39 jiwa/km²,dengan ibu kota kabupaten

Padang Aro, yang terletak pada wilayah kerja Kecamatan Sangir. Kabupaten

Solok Selatan terdiri dari 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Koto Parik Gadang

Diateh (KPGD), Kecamatan Sungai Pagu, Kecamatan Alam Pauh Duo,

Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuan, Kecamatan Sangir Janggo

dan Kecamatan Sangir Batang Hari. Dalam hal ini pelayanan kesehatan

kabupaten Solok selatan memiliki beberapa fasilitas kesehatan yaitu 1 buah

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), 8 puskesmas dan 34 puskesmas

pembantu (BPS Solok Selatan,2006).

Kabupaten Solok Selatan memiliki wilayah yang besar dan beberapa

daerahnya sulit dijangkau, namun segala keterbatasannya harus berusaha

untuk tetap maju. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk

melaksanakan pola hidup sehat dan bersih masih sulit dicapai. Kendala

terutama oleh faktor sosial ekonomi yang belum pulih dari krisis disertai

dengan tingkat pendidikan dan budaya yang belum mendukung.

Pemberlakuan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan

keuangan antara pusat dan daerah memberikan pengaruh terhadap

pembangunan kesehatan. Desentralisasi upaya kesehatan memberikan

wewenang kepada kabupaten atau kota untuk menentukan sendiri prioritas

pembangunan kesehatan sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kondisi

daerahnya sehingga keberhasilan pembangunan kesehatan sangat

tergantung pada sumber daya manusia di daerah tersebut.

Page 19: Tesis_Vera.pdf

19

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Solok Selatan (Sumber : Bappeda Kabupaten Solok Selatan, 2007)

Menurut tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia sehat 2010 akan

dapat diperoleh apabila telah tercapai secara keseluruhan kabupaten sehat,

dengan dikembangkan sistem kesehatan kabupaten yang merupakan

subsistem dari sistem kesehatan nasional, harus ditetapkan pula kegiatan

minimal yang harus dilaksanakan oleh kabupaten sesuai yang tercantum

dalam Keputusan Menteri Kesehatan R.I No. 1457/Menkes/ SK/ X/2004

tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan kabupaten

yaitu Rumah Tangga Sehat 65 %, ASI ekslusif 80 %, desa dengan garam

beryodium 90 % dan posyandu purnama 40 % (Depkes RI, 2004). Bentuk

konkritnya perilaku sehat yaitu perilaku proaktif memelihara dan

Page 20: Tesis_Vera.pdf

20

meningkatkan kesehatan. Mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi

diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan

(Depkes RI, 2004).

Upaya mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi

pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan

kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat,

memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata

dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,

keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya (Depkes RI,1997). Masalah

kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini sudah mulai mengalami

pergeseran dari masalah penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, hal ini

dipengaruhi oleh kondisi geografis yang luas dengan segala kompleksitasnya

menyebabkan pergeseran pola penyakit juga berbeda, sehingga angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit degeneratif dan ulah manusia

meningkat. (Depkes R.I, 2001). Menurut data Badan Kesehatan Dunia

(WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia.

Di Indonesia diare adalah pembunuh Balita nomor dua setelah ISPA

(Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Sementara UNICEF memperkirakan

bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal karena diare. Di

Indonesia, setiap tahun 100.000 Balita meninggal karena diare. Pada April

2004, diare menyerang penduduk Gresik Jawa Timur dengan jumlah kasus

6.161 dilaporkan dua orang meninggal. Pada bulan yang sama Tahun 2003

jumlah kasus diare yang terjadi sebanyak 7.024 (Dir.Jen PPM-PL, Depkes RI,

2004). Pada pertengahan November 2004, diare kembali menyerang warga

di beberapa daerah di Indonesia seperti DKI Jakarta, beberapa daerah di

Sumatera dan Sulawesi (Depkes RI, 2004).

Di kota dan Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat telah terjadi

Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare dengan gejala muntah-muntah, mencret

atau berak-berak, sakit perut dan kesadaran menurun. KLB diare yang terjadi

Page 21: Tesis_Vera.pdf

21

di 3 Wilayah Puskesmas Kota dan Kabupaten Solok sejak 8 November

sampai dengan 18 November 2004 itu mengakibatkan 263 kasus diare dan 4

orang diantaranya meninggal dunia. Demikian penjelasan Dirjen

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL

Depkes) menanggapi berbagai pemberitaan media tentang KLB diare yang

terjadi di Kabupaten dan Kota Solok Provinsi Sumatera Barat dan Surabaya

di Jakarta tanggal 19 November 2004 (Depkes RI, 2004).

Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan menyebutkan kasus usia 5

tahun keatas yang terjadi di Kecamatan Sangir adalah diare 23% dari seluruh

kasus (1.248), TBC adalah 29,8 % dari 543 kasus yang dilaporkan,

sedangkan infeksi saluran pernafasan atas adalah 35.6 % seluruh kasus

yang dilaporkan (Laporan Tahuan PL-PKM, Dinas Kesehatan Solok Selatan

2005). Kejadian Diare yang tersebar hampir di seluruh kecamatan di

Kabupaten Solok Selatan seperti pada Kecamatan Sangir 1.092 kasus,

Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD) 852 kasus, Kecamatan

Sungai Pagu 575 kasus. Tingginya kasus diare pada Kecamatan Sangir yang

penyebarannya di 17 jorong yaitu, jorong Koto Rambah 73 kasus, jorong

Mangis 31 kasus, jorong Sampu 110 kasus, jorong Sungai Pauh 17 kasus,

jorong Bariang 97 Kasus, jorong Sungai Lolo 66 kasus, jorong Lubuk Gadang

80 kasus, jorong Padang Aro 67 kasus, jorong Durian Taruang 97 kasus,

jorong Sungai Landeh 24 kasus, jorong Malus 82 kasus, jorong Timbulun 43

kasus,Taluak Aia Putiah 93 kasus, jorong Sukoharjo 39 kasus, jorong

Sukabumi 51 kasus, jorong Liki Bawah 73 kasus dan Kubang Gajah 49 kasus

(Dinas Kesehatan Solok Selatan, 2007).

Menurut info penyakit menular yang diterbitkan Dir.Jen PPM-PL

Depkes RI penyakit diare masih sering menimbulkan KLB seperti halnya

kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian

dapat ditekan seminimal mungkin (Dir.Jen PPM-PL, Depkes RI, 2007). Faktor

Page 22: Tesis_Vera.pdf

22

kelalaian manusia dalam menjaga kebersihan lingkungan tidak dapat

diabaikan. Selain banjir yang membawa sampah dan kotoran lainnya,

kemarau juga menciptakan situasi yang sama, dalam keadaan kemarau,

persediaan air bersih kurang, sehingga masyarakat terpaksa menggunakan

air seadanya, masyarakat terkadang lupa untuk mencuci tangan sebelum dan

sesudah makan. Lalat juga menjadi donatur penyebab diare. Pada beberapa

masyarakat kita masih punya kebiasaan buruk, buang air besar (BAB) di

tempat terbuka. Perilaku ini apabila telah dilaksanakan dengan baik maka

mata rantai terjadinya diare dapat dicegah.

Menurut Selomo (1997), kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah

82 % kejadian diare. Sanropie et al., (1994) mengatakan bahwa ketersediaan

air bersih dapat mencegah diare sampai 90 %. Berdasarkan laporan

Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007, keluarga

yang memiliki persediaan air bersih sebayak 44 %, jauh di bawah standar

nasional yaitu 90 % penduduk untuk wilayah kabupaten telah tercakup air

bersih. Cakupan jamban keluarga baru mencapai 36 % sedangkan target

nasional adalah 70 %.

Masalah diare merupakan masalah utama dari beberapa masalah

penyakit menular lainnya di Kabupaten Solok Selatan, sebagaimana

kabupaten pemekaran yang selalu menghadapi masalah yang komplek di

sektor kesehatan maupun sektor lainnya. Sebagai upaya untuk meningkatkan

perilaku sehat masyarakat, maka Departemen Kesehatan melalui komponen

perilaku dan lingkungan sehat merupakan garapan utama promosi

kesehatan. Promosi kesehatan adalah proses memandirikan masyarakat

agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (WHO),

dengan mecanangkan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

yang telah dilaksanakan pada tahun 1996.

Ada beberapa indikator PHBS sebagai alat ukur untuk menilai

keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator ini

Page 23: Tesis_Vera.pdf

23

mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada

10 indikator PHBS yang terdiri dari 6 indikator perilaku dan 4 indikator

lingkungan yaitu, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, balita diberi

ASI ekslusif, balita di timbang, cuci tangan sebelum makan , menggunakan

air bersih, menggunakan jamban, rumah bebas jentik, tidak meokok atau

tidak merokok dalam rumah, makan sayur dan buah setiap hari dan

melakukan aktifitas fisik setiap hari (Depkes RI, 2007).

Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk

memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari

ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan

Masyarakat. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat diharapkan dapat

diterapkan pada lima tatanan yaitu, rumah tangga, tempat kerja, tempat

umum, institusi pendidikan dan sarana kesehatan. Dari kelima tatanan

tersebut, maka tatanan rumah tangga merupakan tatanan yang penting

sebab sebagian besar waktu dan aktifitas yang rawan akan terjadinya

gangguan kesehatan adalah pada tatanan rumah tangga (Depkes RI,2007).

Perilaku kesehatan lingkungan dalam program PHBS adalah individu

dan keluarga menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari,

menggunakan jamban keluarga sehat, dan buang sampah pada tepatnya

sehingga tidak menjadi mata rantai penularan penyakit terutama saluran

pencernaan seperti diare. Selain itu kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

sebelum meyentuh dan menjamah makanan serta setelah buang air besar

diharapkan menjadi bagian dari kebiasaan sehat masyarakat sehingga

kemungkinan terjadinya penyakit saluran pencernaan dapat dicegah. Guna

mengukur perilaku kesehatan masyarakat maka dalam Program PHBS

dikembangkan pendataan PHBS yang secara rutin dilaksanakan setiap

tahun. Secara garis besar indikator yang digunakan adalak indikator perilaku

dan indikator lingkungan sebanyak 10 indikator (Lampiran 2). Hasil survey ini

akan menggambarkan keluarga dengan klasifikasi PHBS sehat I, sehat II,

Page 24: Tesis_Vera.pdf

24

sehat III, sehat IV. Selanjutnya secara agregat hasil pendataan keluarga

sehat ini akan menggambarkan Jorong Sehat I, Sehat II, Sehat III dan Sehat

IV.

Kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) merupakan hasil interaksi

berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor

ekternal (dari luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri atas faktor fisik dan

psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari atas faktor lain, sosial, budaya,

lingkungan fisik, politik, ekonomi dan pendidikan. Dalam hubungannya

dengan penyakit diare maka dari 10 indikator program PHBS diatas terdapat

indikator yang menunjukan keterkaitan antara penyakit diare dengan perilaku

hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga di Kabupaten Solok Selatan

dilihat dari indikator kesehatan lingkungan yang ada yaitu ketersediaan air

bersih, penggunaan jamban yang sehat, pembuangan sampah pada

tempatnya dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, maka informasi ini

dapat memberikan gambaran tentang jorong yang rawan diare sehingga

Program Kesehatan Lingkungan dan Program Pencegahan Pernyakit dan

Program Promosi Kesehatan serta program lain yang terkait dengan

penanggulangan diare dapat memanfaatkannya untuk upaya pengendalian.

Petunjuk operasionalnya dalam menilai keberhasilan program PHBS di

daerah menjadi 4 kategori yaitu : warna merah klasifikasi I bila melaksanakan

1-3 dari 10 kegiatan,warna kuning klasifikasi II bila telah melaksanakan 4-6

kegiatan,warna hijau klasifikasi III bila telah melaksanakan 7-9 kegiatan, dan

warna biru klasifikasi IV bila telah melaksanakan klasifikasi III (Depkes,

2007). Namun demikian, hasil pendataan klasifikasi hanya menggambarkan

tingkatan seberapa banyak item indikator perilaku yang dilaksanakan

keluarga dalam suatu jorong tanpa menjelaskan perilaku apa saja yang

belum dilaksanakan yang justru berpotensi menimbulkan masalah kesehatan.

Berdasarkan item indikator yang ada, maka sesuai dengan struktur

organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan ada empat program

Page 25: Tesis_Vera.pdf

25

yang terkait dengan masalah PHBS yaitu Program Kesehatan Lingkungan,

Program Promosi Kesehatan, Program Pencegahan Penyakit Menular,

Program Kesehatan Keluarga. Untuk itu informasi yang begitu banyak

dikumpulkan oleh petugas penyuluhan kesehatan lapangan hendaknya dapat

dimaksimalkan untuk mengatasi masalah kesehatan di Kabupaten Solok

Selatan termasuk masalah diare. Informasi yang dihasilkan dengan

memanfatkan Sistem Informasi Manajemen atau lebih dikenal dengan nama

SIM merupakan suatu sistem yang biasanya diterapkan dalam suatu

organisasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan informasi yang

dihasilkan dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen atau dengan kata

lain teknik pengelolaan informasi dalam suatu organisasi. Sistem informasi

manajemen dapat digunakan secara efektif untuk mendukung setiap

tingkatan pada proses pengambilan keputusan dan dapat digunakan juga

untuk memperoleh dan menyimpan informasi yang berkaitan dengan

masalah, standar dan situasi sekarang. Sistem informasi juga dapat

memberikan cara yang sulit atau kompleks dapat mengasilkan dengan cepat

dan akurat informasi yang diperoleh. Sistem pengelolaan data tentang

penyakit diare dan PHBS dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG)

belum diterapkan oleh dinas kesehatan Kabupaten Solok Selatan.

Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware),

perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukan data,

pengolahan, analisis, pemodelan (modelling), dan penayangan data

geospatial. Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara,

citra satelit, label statistik dan dokumen lain yang berhubungan. Data

geospatial dibedakan menjadi data grafis dan data non grafis. Data grafis

mempunyai 3 elemen yaitu titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) dalam

bentuk vektor ataupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran,

bentuk, posisi dan arah. Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi

yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating)

Page 26: Tesis_Vera.pdf

26

yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang

diinginkan dan merencanakan aplikasi (Murai, 2004).

SIG berguna untuk mengolah data atau informasi dalam konteks

spasial untuk mendukung pengambilan keputusan, dengan melakukan

gambaran distribusi spasial kejadian diare. Analisis spasial merupakan suatu

proses penggabungan informasi dalam berbagai peta dengan cara tumpang

susun (map overlay) untuk menurunkan informasi baru. SIG merupakan

sistem berbasis komputer yang mampu melakukan pemodelan spasial

(Danoedoro, 2004). Input data dalam SIG dapat berasal dari data

penginderaan jauh (foto udara maupun citra satelit), data survei lapangan,

data klimatologi maupun data sosial ekonomi. Geografis Information System

(GIS), penginderaan jauh, dan Global Positioning System (GPS) atau sistem

penentu posisi global merupakan suatu alat baru yang sangat penting dalam

penelitian dan pengendalian penyakit diare.

Sistem informasi geografis ini sangatlah penting untuk dapat melihat

gambaran distribusi spasial (keruangan) kejadian diare, terutama pada

Kecamatan Sangir dengan melakukan tinjauan jumlah kasus perjorong

terutama jorong yang mempunyai kasus diare tinggi. Berdasarkan studi awal

yang dilakukan oleh peneliti didapatkan informasi bahwa Kecamatan Sangir

sebagai pemenang lomba Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tahun 2007

tetapi berdasarkan laporan dari PL-PKM Dinas Kesehatan Solok Selatan

didapatkan bahwa di Kecamatan Sangir tersebut kasus diare tertinggi

dibadingkan dengan kecamatan yang lainnya.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah yang dihadapi didapatkan rumusan masalah

sebagai berikut: “Bagaimana distribusi spasial faktor risiko kasus diare

hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat (penggunaan jamban

Page 27: Tesis_Vera.pdf

27

keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan

mencuci tangan) di Kecamatan Sangir tahun 2007”.

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan umum dan khusus sebagai

berikut :

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (penggunaan

jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan

kebiasaan mencuci tangan) dengan kejadian diare di Kecamatan Sangir

tahun 2007”.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan PHBS (penggunaan jamban keluarga, penggunaan

air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan) di

Kecamatan Sangir tahun 2007.

b. Mengetahui kejadian diare di Kecamatan Sangir tahun 2007.

c. Mengetahui distribusi spasial kasus diare di Kecamatan Sangir pada

tahun 2007.

d. Mengetahui cluster diare di Kecamatan Sangir pada tahun 2007.

e. Menganalisis hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (penggunaan

jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan

kebiasaan mencuci tangan) dengan kejadian diare.

D. Manfaat Penelitian1. Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan di bidang kesehatan

masyarakat dalam melakukan perencanaan dalam pencegahan dan

penanggulangan diare di Kabupaten Solok Selatan. 2. Pemanfaatan SIG untuk perencanaan dalam pemantauan dan

penanggulangan diare serta perilaku hidup bersih dan sehat.

Page 28: Tesis_Vera.pdf

28

E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, penelitian analisis spasial perilaku

hidup bersih dan sehat sebagai faktor risiko diare di Kecamatan Sangir

Kabupaten Solok Selatan belum pernah dilakukan, tapi ada beberapa

penelitian serupa yang pernah dilakukan, yaitu :

1. Ali et al (2001), yang berjudul ”identifikasi lingkungan faktor risiko untuk

endemik kolera dengan mengunakan GIS.

2. Kusugiharjo (2007), yang berjudul “analisa spasial kejadian TB Paru BTA

(+) menggunakan sistem informasi geografis (GIS) di Kabupaten Sleman”.

3. Naingolan (2006), yang berjudul ” kondisi fisik rumah dan perilaku

keluarga dengan kejadiaan diare akut pada balita di desa Rambung

Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

4. Suwarno (2007), yang berjudul ” instalasi air bersih PDAM terhadap PHBS

masyarakat di Kecamatan Pojong Kabupaten Gunungkidul.

5. Widayani (2004), yang berjudul “Pemodelan spasial epidemiologi Deman

Berdarah Dengue menggunakan sistem informasi georafis di Kelurahan

Terban Kecamatan Gondokusuman Kotamadya Yogyakarta.

Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian serupa

Persamaan Perbedaan

Ali et al (2006)

Data yang digunakan data sekunder yang didapat dari data kesehatan dengan mempergunakan Sistem Informasi Geografi (SIG)

Melihat faktor resiko lingkungan untuk daerah endemik kolera sedangkan pada penelitian ini melihat perilaku hidup bersih dan sehat sebagai faktor risiko diare.

Kusugiharjo (2007)

Populasi wilayah (Area population), analisa data

Variabel independent terdiri dari demografi (kepadatan penduduk dan kemiskinan) dan lingkungan

Page 29: Tesis_Vera.pdf

29

dengan SaTScan, analisis spatially weighted regression menggunakan GeoDa.

(sarana yankes), variabel dependent kejadiaan TB Paru BTA (+). Sedangkan penelitian ini variable independent perilaku hidup bersih dan sehat dan variabel dependent prevalensi diare.

Naingolan (2006)

Rancangan penelitian case control

Analisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif distribusi frekwensi, subjek penelitan keluarga yang memiliki anak berusia dibawah lima tahun yang menderita diare dalam tiga bulan terakhir, sedangkan penelitian ini analisa data dengan SaTScan, analisis spatially weighted regression menggunakan GeoDa, sedangkan subjek penelitian adalah kasus diare selama satu tahun.

Suwarno (2007)

Data yang digunakan data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan, wawancara langsung dan data sekunder studi kepustakaan serta data dokumenter.

Data-data dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis sedangkan pada penelitian ini metode yang digunakan kuantitatif dengan rancagan penelitian case control menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG).

Widayani (2004)

Pemodelan Spasial dengan menggunakan SIG dalam menghasilkan peta

Prototype pemodelan spasial epidemiologi demam berdarah dengue, menggunakan analisis crosstabs, sampel yang digunakan metode gabungan antara area sampling dengan random sampling, sedangkan pada penelitian ini menggunakan

Page 30: Tesis_Vera.pdf

30

rancangan penelitian case control dengan random sampling area populasi.

Page 31: Tesis_Vera.pdf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Definisi Diare Menurut Depkes RI (2000) menyebutkan diare adalah terjadinya

perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, melembek sampai mencair

serta bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya dan lazimnya tiga

kali atau lebih dalam sehari. Menurut WHO (1999) secara klinis diare

didefenisikan “ Acute watery diarrhea (passage of 3 or more or watery

stools in the past 24 hours) with or without dehydration”. Seseorang

dikatakan diare apabila buang air besar dengan frekuensi lebih sering dari

biasanya. Pada bayi yang berumur kurang dari satu bulan dikatakan diare

apabila frekuensi buang air besar lebih dari empat kali sehari. Untuk bayi

diatas satu bulan dikatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari

tiga kali sehari. Untuk dewasa tinja biasanya lebih cair dan pada kondisi

tertentu disertai dengan muntah-muntah. Kebanyakan diare akut dengan

pengolahan yang tepat akan sembuh dengan sendirinya, namun dari

sebagian kecil yang tertolong akan mengalami diare kronik atau

komplikasi lainnya, sehingga menimbulkan kematian (Sudigbia, 1987).

Faktor yang mempengaruhi diare lingkungan, gizi, kependudukan,

pendidikan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat penyebab terjadinya

diare peradangan usus oleh agen penyebab bakteri, virus, parasit (jamur,

cacing, protozoa) keracunan makanan dan minuman yang disebabkan

oleh bakteri maupun bahan kimia, kurang gizi alergi terhadap susu,

immuno defesi dan diare dapat juga disebabkan karena stress, gangguan

fisiologi saluran cerna akibat kecelakaan atau trauma (Depkes RI, 2007).

2. Klasifikasi Diare Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan diare menjadi

empat kelompok, 1) diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari

Page 32: Tesis_Vera.pdf

16

14 hari; 2) diare persisten yaitu diare akut yang berlanjut sampai empat

belas hari atau lebih; 3) diare dengan penyakit penyerta yaitu diare akut

atau persisten yang di sertai penyakit lain; dan 4) diare berdarah (disentri).

Diare akut merupakan kejadian diare dengan awal mendadak pada

seseoarang yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Kejadian ini paling

sering disebabkan oleh peradangan usus akibat infeksi bakteri, virus

maupun parasit (Suharyono et al., 1988). Penyebab diare akut

dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab yang bersifat infeksi dan non

infeksi. Penyebab yang bersifat infeksi banyak diakibatkan oleh bakteri,

virus maupun parasit seperti Shigella, Salmonella, Escherichia Coli,

Staphylococcus, Clostridium Perfringens, Rotavirus, Cryptosporidium,

Giardia Lamblia, Entamuba Histolitica san Cholera. Penyebab yang

bersifat non infeksi disebabkan oleh keracunan makanan, efek samping

obat-obatan, keracunan bahan yang dikandung dan diproduksi, jasad

renik, alga, aikan, buah-buahan, sayur-sayuran. Imuno defisiensi dan

sebab-sebab lainnya serta karena sebab-sebab lain. Klasifiaksi diare yang

lain berdasarkan pada ada atau tidak adanya infeksi (Short cit Suharyono,

1991) meliputi; (1) diare infeksi spesifik, misalnya diare karena tifus

abdomen dan paratifus, disertai disentri basil serta enterokolitis stafilokok;

(2) diare non spesifik atau diare dietetik misalnya karena makan yang

terlalu pedas, makanan yang sullit dicerna.

Golongan Rotavirus ada 7 grup yang telah diketehui, grup A – G, akan

tetapi hanya grup A, B dan C yang diketahui menginfeksi manusia (Aman,

2004). Mayoritas infeksi Rotavirus pada manusia disebabkan oleh grup A

(Cunliffe, 2002 dalam cit Aman 2004). Rotavirus grup A merupakan

penyebab utama diare pada balita dan terutama pada umur enam bulan

sampai dua tahun. Diperkirakan 40 – 60% diare berat pada balita, baik di

Negara berkembang maupun dinegara industri disebabkan oleh Rotavirus.

3. Penyebab Diare Pada bulan Oktober 1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera

0139 yang kemudian digantikan Vibrio cholera strain El Tor di tahun 1993

Page 33: Tesis_Vera.pdf

17

dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996, kecuali di India dan

Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157 sebagai

penyebab diare berdarah dan HUS (Haemolytic Uremia Syndrome). KLB

pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika Selatan dan Australia. Dan untuk

Indonesia sendiri kedua strain di atas belum pernah terdeksi. Diare dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari infeksi, malabsorbsi,

makanan, hingga psikologis. Infeksi yang mengakibatkan diare,

disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan parenteral. Kuman-kuman

seperti bakteri, virus, dan parasit menginfeksi saluran pencernaan. Vibrio

cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, dan

Aeromonas merupakan beberapa contoh bakteri biang diare. Virus-virus,

seperti Enterovirus (virus echo, coxsakie, poliomylitis), adenovirus,

rotavirus, dan astrovirus juga dapat menyebabkan diare. Sedangkan

parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan, di antaranya cacing

(Ascaris, Trichruris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba

histolyca, Giardia lamblia, Trichomonas hominis) dan jamur (Candida

albicans). Selain infeksi di saluran pencernaan, diare juga dapat

disebabkan oleh infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar

alat pencernaan. Misalnya, otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,

bronchopneumonia, dan ensefalitis. Keadaan ini terutama menjangkiti

anak di bawah dua tahun. Diare dapat juga disebabkan oleh agen biologi,

agen biologi seperti bakteri, virus dan parasit (cacing, protozoa). Agen non

biologi misalnya kimia, immunodefisiensi, alergi dan gangguan pisikis

(ketakutan, gugup) (Suharyono et al., 1988). Diare yang disebabkan oleh

non biologi merupakan diare yang bersifat tidak menular, sedangkan diare

yang disebabkan oleh biologi adalah diare yang dapat menular tetapi

dapat dicegah dengan memutuskan mata rantai penularannya (Powell,

2003).

4. Mekanisme Penularan Diare Diare akibat infeksi saluran pencernaan umumnya disebabkan oleh

virus dan bakteri. Vibrio cholera sebagai salah satu agen penyebab kolera

Page 34: Tesis_Vera.pdf

18

dapat hidup di lingkungan di luar tubuh manusia sampai delapan hari dan

yang paling baik pertumbuhannya adalah lingkungan akuantik (Dir.jen

P2M-PL Depkes RI, 1984). Penyebaran diare dapat bersumber dari

kotoran penerita diare yang mengandung kuman penyebab diare. Bila

kotoran ini tidak dibuang secara tertutup maka akan dapat dijangkau oleh

binatang atau serangga penular penyakit serta dapat mencemari tanah

dan sumber air (Ali et al., 2002). Kuman yang ada pada kotoran dapat

langsung ditularkan kepada orang lain melalui tangan maupun makanan.

Penularan dapat juga terjadi melalui air yang digunakan untuk menggosok

gigi, berkumur, mencuci sayur-sayuran atau makanan. Selain melalui

tangan dan air, kuman dapat juga ditularkan melalui vektor penyakit

seperti binatang dan serangga yang hinggap pada kotoran kemudian

menyentuh makanan. Untuk mencegah penyakit ini adalah meningkatkan

sanitasi jamban keluarga dan air bersih masyarakat untuk memutuskan

mata rantai penularan. Siklus terjadinya diare pada manusia, dapat dilihat

sebagai berikut :

Dalam saluran pencernaan

Makanan tercemar

Dibawa vektor

Kuman keluar bersama tinja

D I A R E Kuman masuk kedalam mulut

Linkungan tercemar

Gambar 2 Siklus terjadinya diare (Depkes, 1984)

Reservoir infeksi diare yang utama adalah manusia dan hanya

sebagian kecil ada pada binatang. Kesehatan lingkungan dan kebersihan

perorangan mempunyai pengaruh langsung terhadap insiden diare dalam

Page 35: Tesis_Vera.pdf

19

suatu masyarakat. Berkaitan dengan kejadian diare di Negara

berkembang enam belas kali episode pada seorang anak pada tahun

pertama hidupnya. Anak – anak dibawah satu tahun rata-rata mendapat

diare sekali setahunnya, sedangkan 1-5 tahun antara sekali sampai dua

kali. Dari proses kejadian diare, berbagai faktor yang dapt berhubungan

dengan kejadian penyakit diare diantaranya keadaan gizi, hygiene dan

sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kepadatan

pendduduk dan faktor lainnya seperti perilaku yang dapat dilihat pada

gambar dibawah ini :

Keadaan gizi

Hygiene & sanitasi

lingkungan

Sosial budaya

Penderita diare

Meninggal

Sembuh

Kuman penyebab penyakit

diare

Kepadatan penduduk

Sosial ekonomi

Faktor lain-lain

Masyarakat sehat

Kuman penyebab penyakit

diare

Masyarakat

Gambar 3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare (Depkes, 1984)

Penyakit diare ditularkan melalui air, tingginya kejadian diare

disebabkan perilaku hidup yang kurang sehat yang ditunjukkan dengan

data cakupan jamban sehat baik yang masih rendah sehingga

menurunkan sanitasi lingkungan. Diare paling banyak menyerang anak

Page 36: Tesis_Vera.pdf

20

umur di bawah lima tahun, terutama anak usia enam bulan sampai dua

tahun. Kuman diare biasanya menyebar melalui makanan atau minuman

yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Perilaku

masyarakat yang dapat menyebabkan penyebaran kuman penyebab diare

dan meningkatnya resiko terjangkit diare antara lain menggunakan air

minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan air dan sabun

sesudah buang air besar, serta tidak membuang tinja dengan benar.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit diare

pertama adalah kurangnya sarana air bersih. Diare yang di sebabkan oleh

agent biologi merupakan diare yang menular, diare tersebut dapat

ditularkan secara oral, yaitu melalui kontak langsung dengan tinja

(Kandun, 2003). Namun yang paling sering dan menjadi masalah

kesehatan masyarakat adalah infeksi saluran pencernaan melalui

makanan dan minuman. Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan

makanan dan air minum yang terkontaminasi tinja serta muntahan

penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan

tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan. Selain kuman,

makanan dan minuman juga dapat menyebabkan diare. Walaupun jarang

terjadi, faktor makanan, seperti makanan basi, beracun, dan alergi

terhadap makanan serta faktor psikologis, seperti rasa takut dan cemas

juga dapat menimbulkan diare.

Faktor kelalaian manusia dalam menjaga kebersihan lingkungan tidak

dapat diabaikan. Selain banjir yang membawa sampah dan kotoran

lainnya, kemarau juga menciptakan situasi yang sama. Dalam keadaan

kemarau, persediaan air bersih kurang sehingga masyarakat terpaksa

menggunakan air seadanya. Tak heran jika masyarakat terkadang lupa

untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Lalat juga menjadi

donatur penyebab diare. Apalagi, di sebagian masyarakat kita masih

punya kebiasaan buruk, Buang Air Besar (BAB) di tempat terbuka.

Page 37: Tesis_Vera.pdf

21

5. Epidemiologi Diare Epidemiologi diare menggambarkan cepatnya penyebaran penyakit ini

bahkan dapat menjadi wabah dibeberapa daerah di Indonesia. Di negara

berkembang pada tahun 2000 ada 1,3 juta balita meninggal akibat diare

yang disebabkan persediaan air yang tidak bersih serta sanitasi dan

hygiene yang jelek. Diare yang sering terjadi pada balita biasanya bersifat

akut yaitu belangsung 3 – 5 hari. Akan tetapi kira –kira 5 – 15 persen

kejadian diare berlangsung selama dua minggu atau bahkan lebih dan

menetap menjadi diare pasisten. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia

karena diare menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), tahun

1996 menepati urutan ketiga sebesar 15,5 %. Pada SKRT 1992, AKB

karena diare menepati urutan ke dua sebesar 11 persen dan menurut

SKRT 1995 menempati urutan ke tiga sebesar 13.9% (Hidayati, 2002). 6. Diagnosa dan Klasifikasi Dehidrasi

Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

fisik. Amati konsistensi tinja dan frekuensi buang air besar bayi atau balita.

Jika tinja encer dengan buang air besar tiga kali atau lebih dalam sehari

maka bayi atau balita tersebut menderita diare. Pemeriksaan darah dapat

dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih,

namun untuk mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan

pembiakan terhadap contoh tinja. Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO,

maka dehidrasi dibagi menjadi (a) dehidrasi ringan, tidak ada keluhan atau

gejala yang menyolok, tandanya anak terlihat agak lesu, haus dan agak

rewel, (b) dehidrasi sedang, Tandanya ditemukan gejala gelisah,

kehausan, mata cekung, kulit keriput bila dicubit kulit dinding perut tidak

segera kembali keposisi semula, (c) dehidrasi berat, tandanya ditemukan

gejala bercak cair terus menerus, muntah terus menerus, kesadaran

menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak

mau makan, mata cekung, bibir kering dan biru, tidak kencing enam jam

atau lebih, kadang-kadang disertai kejang dan panas tinggi.

Page 38: Tesis_Vera.pdf

22

7. Tatalaksana Penderita Diare yang Tepat dan Efektif Mencegah dan menghindari lebih baik daripada mengobati. Meskipun

diare dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, penyakit ini

sebenarnya dapat dihindari dan dicegah dengan cara mempraktikkan

gaya hidup bersih. Beberapa gaya hidup bersih, di antaranya mencuci

tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, selalu buang air

besar di kakus, memasak makanan dan air minuman hingga matang,

menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik, menghindari makanan

yang telah terkontaminasi oleh lalat, tidak memakan makanan basi, dan

menghindari makanan yang dapat menimbulkan alergi tubuh. Tatalaksana

penderita diare di rumah meningkatkan pemberian cairan rumah tangga

(kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)

Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta

makanan ekstra sesudah diare membawa penderita diare ke sarana

kesehatan bila dalam tiga hari tidak membaik atau buang air besar makin

sering dan banyak sekali, muntah terus menerus, rasa haus yang nyata,

tidak dapat minum atau makan, demam tinggi dan ada darah dalam tinja.

Bayi sangat rentan terhadap diare. Untuk menghindari terjadinya diare

pada bayi, berikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan dan

lakukan imunisasi campak. Kita juga harus menghindari pemberian

makanan yang dapat menimbulkan diare pada bayi. Artinya, kita jangan

memberikan susu yang telah basi kepada bayi. Setiap kali akan

memberikan susu formula, pastikan botol yang digunakan benar-benar

bersih. Untuk itu, bersihkan botol susu terlebih dahulu dengan cara

merendamnya dengan air panas dan setiap kali jangan pernah

memberikan susu yang sudah tersimpan lebih dari satu jam. Bila diare

terjadi pada bayi, oralit tetap dapat diberikan untuk mengganti cairan

tubuh yang hilang. Selain itu, pasokan ASI harus tetap terjaga.

Seandainya terpaksa harus memberikan susu formula, berikanlah susu

rendah laktosa. Penyakit diare masih sering menimbulkan Kejadian Luar

Biasa (KLB) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak

Page 39: Tesis_Vera.pdf

23

dalam waktu yang singkat. Namun dengan tatalaksana diare yang cepat,

tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin.

a. Akibat diare

Diare dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi akibat

mencret, yaitu dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat. Selain

itu, diare juga mengakibatkan berkurang cairan tubuh

(hipovolemik), kadar natrium dalam tubuh (hiponatremia), dan

kadar gula dalam tubuh (hipoglikemia). Mencret terjadi karena

adanya kuman yang masuk ke dalam usus halus, kemudian

berkembang biak di dalamnya. Kuman yang menempel pada

dinding usus ini menyebabkan dinding usus rusak. Usus yang

terinfeksi akan mengeluarkan cairan dan lendir.

Pada keadaan tertentu, infeksi akibat kuman-kuman ini juga

dapat menyebabkan perdarahan. Kuman juga mengeluarkan racun

diaregenik penyebab hipersekresi (peningkatan volume buangan)

yang menganggu transportasi cairan dan elektrolit sehingga cairan

menjadi encer. Selain encer, BAB orang yang mengalami diare juga

terkadang mengandung darah. Jika mencret terus berlangsung

akan menyebabkan kematian terutama pada pasien balita. Akibat

kekurangan elektrolit (terutama natrium dan kalium), tubuh akan

bertambah lemas dan tidak bertenaga yang berujung pada

penurunan kesadaran, bahkan kematian. Kondisi akan semakin

parah jika diare disertai oleh muntah-muntah.

b. Pengobatan Diare

Jika diare menjangkiti keluarga atau kerabat kita, ada beberapa

tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya, mulai dari

pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan), pemberian

makanan (ietetik), hingga pemberian obat-obatan. Terapi,

pemberian cairan yang paling umum adalah dengan memberikan

formula lengkap atau sering disebut dengan oralit. Oralit

mengandung garam dapur alias natrium klorida (NaCl), natrium

Page 40: Tesis_Vera.pdf

24

bikarbonat (NaHCO3), kalium klorida (KCl), dan glukosa. Oralit

berfungsi sebagai pengganti cairan tubuh dan elektrolit yang hilang

terbuang melalui tinja. Sebenarnya, prinsip pengobatan diare

adalah menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat buang air

besar dan muntah-muntah. Jadi, obat anti diare tidak perlu

diberikan pada diare akut. Cukup dengan memberikan oralit atau

membuat larutan gula garam (LGG), diare dijamin sembuh. Tetapi,

lain halnya jika diare tersebut kronis atau disebabkan infeksi. Untuk

mengatasinya diperlukan obat anti diare dengan ditambah

antobiotik untuk membunuh kuman penyebab diare tersebut.

c. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)

Peningkatan kejadian kesakitan atau kematian karena diare

secara terus menerus selama tiga kurun waktu berturut-turut (jam,

hari, minggu). Peningkatan kejadian kematian kasus diare dua kali

atau lebih dibandingkan jumlah kesakitan atau kematian karena

diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari,

minggu). CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu

menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan periode

sebelumnya.

8. Peranan PHBS dalam Pencegahan Diare Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya

memberikan pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi

perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur

komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk

meningkatkan sikap dan perilaku. Dengan demikian masyarakat dapat

mengenali dan mengatasi masalanya sendiri terutama dalam tatananya

masing-masing masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat

dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes

RI, 2001). Perilaku kesehatan dalam mencegah terjadinya diare adalah

tersedianya dan dimanfaatkannya jamban keluarga untuk mengisolasi

kuman penyebab diare sehingga tidak mengkontaminasikan sumber air

Page 41: Tesis_Vera.pdf

25

masyarakat. Pemanfaatan dan pemeliharaan sumber air bersih juga

penting sehingga air yang dikonsumsi dan untuk keperluan sehari-hari

lainya terbebas dari kemungkinan kuman diare (Stanton et al., 2004).

Konsep PHBS adalah pengkajian, perencanaan, penggerakan

pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian (Depkes RI,

2007).

Pengkajian dilakukan melalui pendataan PHBS tatanan rumah tangga

melalui pengukuran 10 indikator, empat indikator diantaranya yang

termasuk kedalam pengelompokkan PHBS pada bidang kesehatan

lingkunga adalah yang sangat terkait dengan masalah diare yaitu cuci

tangan sebelum makan, menggunakan air bersih, menggunakan jamban

dan membuang sampah pada tempatnya. Hasil pendatan ini akan menjadi

bahan perencanaan untuk meningkatkan perilaku masyarakat. Intervensi

untuk mengatasi masalah perilaku yang dapat dilaksanakan oleh promosi

kesehatan adalah bagaimana masyarakat termotivasi untuk

memanfaatkan sarana sanitasi sedangkan secara teknis tentang

tersedianya sarana yang memenuhi syarat adalah wewenang dari

program, program lain yaitu program kesehatan lingkungan.

Page 42: Tesis_Vera.pdf

26

Masalah kesehatan masyarakat (Diare)

Medis/teknis

Pemecahan masalah

Program Perilaku Hidup Besih dan Sehat (PHBS) - Cuci tangan dengan

sabun - Menggunakan air bersih - Menggunakan jamban - Membuang sampah

pada tempatnya

Perilaku tidak PHBS

Medis/teknis minum obat

Gambar 4. Peranan PHBS dalam kasus diare (Depkes RI, 2007)

9. Konsep Perilaku Kesehatan a. Pengertian

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme

bersangkutan khususnya manusia yang ada pada hakikatnya

tindakan atau aktifiatas dari manusia yang mempunyai bentangan

yang sangat luas meliputi kegiatan yang tidak teramati dari luar

seperti berfikir, persepsi, emosi, etensi dan sebagainya

(Notoatmodjo, 1997). Ada tiga domain perilaku yaitu kognitif, afektif

da psikomotor. Dalam perkembangannya teori ini dimodifikasi untuk

pengukuran perilaku kesehatan menjadi domain pengetahuan,

sikap dan tindakkan atau praktek. Sedangkan perilaku manusia itu

sendiri adalah perilaku masyarakat dalam meyikapi, mengelola

lingkungan dan memelihara serta meningkatkan kesehatan.

Mengkondisikan perilaku manusia diperlukan suatu pengetahuan

Page 43: Tesis_Vera.pdf

27

kesehatan melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

timbul dari luar maupun dari dalam dirinya. Untuk membentuk dan

mengubah perilaku dari perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku

yang sehat diperlukan proses melalui pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan dengan pola mengajak masyarakat untuk

mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat,

mempertahankan kesehatan melalui pembinaan yang kemudian

berkembang menjadi perilaku sehat (Machfoedz et al., 2005)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia yang terbentuk dari

pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan sikap tidak

dapat diamati secara langsung namun dapat diamati melalui

pernyataan, sedangkan tindakan dapat diamati secara langsung

dari kegiatan manusia.

Pengetahuan

Tahu/ tidak tahu

Sikap Tindakan

Mampu/ tidak

mampu

Sarana

Mau/ tidak mau

Gambar 5. Hakekat perilaku (Depkes RI, 2006)

Page 44: Tesis_Vera.pdf

28

b. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon sesorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta

lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan dapat

dikelompokkan dalam tiga kelompok perilaku yaitu perilaku

pemeliharaan kesehatan (health maintenance) yaitu usaha

seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha

penyembuhan jika sedang sakit, perilaku pencariaan dan

penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health seeking

behaviour) adalah Perilaku pencarian peningkatan kesehatan

adalah pemeliharaan kesehatan dalam kondisi tidak sakit namun

berusaha mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya

secara dinamis juga dapat dilihat dari perilaku makanan dan

minuman terkait dengan gizi makanan serta keamanan makanan

dan minuman yang dikonsumsi. Perlaku pencarian dan

penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan yang juga

dikenal dengan perilaku pencarian pengobatan meliputi tindakan

seseorang pada saat menderita penyakit kecelakaan dan perilaku

kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon

lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial budaya sehingga

lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya

(Notoatmodjo, 2003).

Page 45: Tesis_Vera.pdf

29

Penyebab secara Penyebab teknis

Medis Lingkungan

Diare

Lingkungan yang tidak sehat

Masalah diare di individu

Perilaku tidak bersih dan sehat

Perilaku tidak partisipatif

P E N U L A R A N

KLB Diare

Penyebab perilaku Gambar 6. Perilaku dalam masalah kesehatan (Depkes RI, 2006)

c. Teori perubahan perilaku

Teori perubahan perilaku sudah berkembang dengan pesat

seiring semakin teridentifikasinya faktor-faktor penyebab perubahan

perilaku yang ternyata semakin kompleks. Disini hanya diambil

beberapa teori yang terkait dengan PHBS pada tatanan rumah

tangga. Menurut Ngatimin (1997), dua aspek utama penyebab

perubahan perilaku yaitu dengan tekanan (enforcement) dan

edukasi. Ada tiga faktor dalam terbentuk dan perubahan perilaku

yaitu predisposing factor, enabling factor, reinforcing factor.

Predisposing factor merupakan aspek yang ada didalam diri

manusia antara lain dapat dirubah melalui proses perubahan

pengetahuan yang diikuti dengan perubahan sikap dan diwujudkan

dengan tindakan. Faktor predisposisi ialah faktor yang memberikan

kecendrungan seseorang untuk berperilaku, yang mencakup

pengetahuan, sikap, persepsi dan sebagainya. Enabling factor

adalah aspek yang memungkinkan individu, kelompok dan

masyarakat secara keseluruhan untuk berbuat, mencakup

ketersediaan fasilitas untuk membuat orang berperilaku termasuk

Page 46: Tesis_Vera.pdf

30

resources, keterjangkauan, akseptabilitas, keterampilan dan

sebagainya. Sebagai contoh dalam Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) adalah ketersediaan sarana dan keterjangkauan

sarana memungkinkan untuk menggunakan sarana tersebut.

Reinforcing factor adalah faktor penguat yang mendorong individu,

kelompok dan masyarakat secara keseluruhan untuk berperilaku.

Sebagai contoh adanya perilaku petugas, tokoh masyarakat,

bimbingan, peraturan dan norma dalam masyarakat untuk

mendorong orang untuk berperilaku.

Seseorang akan berperilaku sehat apabila seseorang tahu akan

manfaat dari apa yang dilakukan ditunjang oleh faktor pendorong

dan penguat dari lingkungan sosialnya, serta tersedianya sarana

yang memungkinkan seseorang untuk berperilaku. Perubahan

perilaku dapat juga dikelompokkan menjadi perubahan perilaku

secara kuantitatif dan perubahan perilaku secara kualitatif. Yang

dimaksud dengan perubahan perilaku secara kuantitatif adalah

perubahan perilaku yang sedang berjalan. Sebagai contoh

seseorang yang biasanya merokok dua bungkus dalam sehari

menjadi hanya satu bungkus sehari dan seorang ibu yang

menimbang balitanya bila sempat menjadi secara rutin setiap

bulan.

Perubahan perilaku kuantitatif merupakan hal yang penting

dalam kesehatan bila diinginkan peningkatan dan penurunan

frekuensi perilaku terhadap kesehatan yang sudah berjalan di

masyarakat. Perubahan perilaku kuantitatif dapat berupa

peningkatan frekuensi perilaku positif terhadap kesehatan, ataupun

terjadinya penurunan frekuensi negatif terhadap kesehatan.

Sebagai contoh meningkatnya frekuensi aktifitas seperti olah raga

adalah peningkatan frekuensi positif sedang menurunkan frekuensi

merokok, minuman minuman berakohol sebagai bentuk penurunan

frekuensi perilaku negatif.

Page 47: Tesis_Vera.pdf

31

Perubahan perilaku secara kuantitatif adalah menyangkut

kejadian terbentuknya perilaku baru atau menghilangkan perilaku

yang sudah ada. Sebagai contoh suatu keluarga yang sebelumnya

mempercayakan pengobatan kepada dukun, menjadi

memeriksakan kesehatan dan mempercayakan pelayanan

kesehatan atau pengobatan kepada petugas kesehatan dan sarana

kesehatan. Seseorang yang sebelumnya buang air di lingkungan

menjadi buang air di jamban. Kedua kategori perubahan perilaku

diatas tidak sepenuhnya terpisah satu dengan yang lainnya,

melainkan memiliki interaksi antara keduanya. Sebagai contoh

seseorang yang hanya merokok bila ada pesta atau diberi oleh

teman, lambat laun menjadi memiliki sendiri dengan jumlah dan

frekuensi yang lebih sering.

10. PHBS sebagai Indikator Perilaku Kesehatan Masyarakat a. Program PHBS

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah

diprogramkan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan

Masyarakat Departemen Kesehatan yang sekarang bernama Pusat

Promosi Kesehatan. PHBS adalah wujud keberdayaan masyarakat

yang sadar, mau, mampu, mempraktikkan PHBS. Dalam hal ini ada

lima program prioritas yaitu KIA, gizi, kesehatan lingkungan,

pemberantas penyakit menular dan gaya hidup. Program PHBS

adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau

menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok

dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan

informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan

pengetahuan sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan

(advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan

masyarakat (empowerment). Dengan demkian masyarakat dapat

mengenali dan mengatasi masalah sendiri, terutama dalam tatanan

masing-masing dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup

Page 48: Tesis_Vera.pdf

32

sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan

kesehatannya. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang di

praktekkan atas dasar sebagai hasil pembelajaran, yang

menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di

bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan

masyarakatnya (Depkes RI, 2006).

Kemitraan

2 Bina

suasana (B)

3 Advokasi

(A)

1 Gerakkan pemberda

yaan (C)

Perilaku pencegahan dan mengatasi masalah kesehatan

Masyarakat

Gambar 7. Tiga strategi dasar PHBS (Depakes RI, 2002)

Salah satu tujuan program PHBS adalah mengukur perilaku

masyarakat terhadap kesehatan di berbagai tatanan. Tatanan

tersebut adalah tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan,

tatanan tempat kerja, tatanan institusi kesehatan dan tatanan

tempat-tempat umum (Depkes RI, 2006). PHBS dirumah tangga

adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar

tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan

sehat serta berperan aktif dalam gerakkan kesehatan di

masyarakat. Kondisi pencapaian PHBS di rumah tangga adalah

pada tahun 2005 30% rumah tangga sehat, 2006 37% rumah

tangga sehat, 2007 44% rumah tangga sehat, 2008 51% rumah

tangga sehat, 2009 58% rumah tangga sehat, 2010 65% rumah

tangga sehat (Depkes RI, 2006). Tujuan dari perilaku hidup bersih

Page 49: Tesis_Vera.pdf

33

dan sehat di rumah tangga yaitu meningkatkan pengetahuan

kemauan dan kemampuan anggota rumah tangga untuk

melaksanakan PHBS, meningkatkan peran aktif keluarga dalam

gerakkan PHBS di masyarakat, meningkatkan rumah tangga sehat

di kabupaten atau kota. Sedangkan sasarannya adalah setiap

rumah tangga, keluarga, masyarakat sekitar rumah tangga.

Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat secara umum terdiri

atas dua indikator yaitu indikator perilaku dan indikator lingkungan.

Perilaku yang terkait dengan hygiene perorangan memang murni

tergantung dari individu dalam keluarga, sedang jajaran kesehatan

dan pemerintah hanya bertindak sebagai pembina dalam hal ini

membimbing untuk perilaku tersebut. Namun demikian agar

masyarakat melakukan pemeriksaan kesehatan, memanfaatkan

pelayanan kesehatan tentu memerlukan sarana dan prasarana

untuk hal tersebut. Bagaimana mungkin masyarakat dapat

memeriksa kesehatan kahamilan misalnya bila didaerah tersebut

tidak ada bidan. Dalam hal ini pemerintah dan jajaran kesehatan

selain mengupayakan ketersediaan sarana juga berupaya agar

masyarakat mau dan mampu menjangkau layanan kesehatan yang

seharusnya mereka terima.

b. Manajemen PHBS

Untuk mewujudkan perilaku hidup bersih bersih dan sehat

(PHBS) ditiap tatanan diperlukan pengelolaan manajemen program

PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan, penggerakkan

pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian,

selanjutnya kembali ke proses semula.

Page 50: Tesis_Vera.pdf

34

Pengkajian

P Perencanaan

Pemantauan

Penilaian

Penggerakkan

pelaksanaan

Gambar 8. Kerangka konsep manajemen PHBS (Depkes RI, 2006)

Pengkajian dilakukan terhadap masalah kesehatan, masalah

perilaku (PHBS) dan sumber daya. Luaran pengkajian adalah

pemetaan masalah PHBS yang dilanjutkan dengan rumusan

masalah. Perencanaan berbasis data dan menghasilkan rumusan

tujuan, rumusan intervensi dan jadwal kegiatan. Pengerakkan

pelaksanaan, merupakan implementasi dari intervensi masalah

terpilih, yang penggerakkannya dilakukan oleh petugas promosi

kesehatan, sedangkan pelaksanaanya bisa oleh petugas promosi

kesehatan atau lintas program dan lintas sektor terkait.

Pemantauan dilakukan secara berkala dengan menggunakan

format pertemuan bulanan, sedangkan penilaian dilakukan pada

enam bulan pertama atau akhir tahun berjalan.

Page 51: Tesis_Vera.pdf

35

Pengkajian

Promosi kesehatan

Penyuluhan kesehatan

- Kebijakkan - Peraturan - Organisasi

Faktor Pemudah

Faktor pemungkin

Faktor penguat

Faktor Lingkungan

Faktor perilaku dan gaya hidup

Derajat kesehatan

Kualitas hidup

Penindak lanjutan Gambar 9 . Precede proceed model (Adaptasi Konsep LW Green, Depkes RI

2006)

Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor

yang mempengaruhi, serta cara menindak lanjutinya dengan

berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku

tersebut kearah yang lebih positif. Proses pengkajiaan mengikuti

anak panah dari kanan ke kiri, sedangkan proses penindak lanjutan

dilakukan dari kiri ke kanan. Dengan demikian manajemen PHBS

adalah penerapan keempat proses manajemen pada umumnya ke

dalam model pengkajian dan penindak lanjutan (Depkes RI, 2006).

c. Cara pengukuran PHBS

Cara pengukuran PHBS dengan mengacu kepada indikator

PHBS yaitu suatu alat ukur menilai keadaan atau permasalahan

kesehatan di rumah tangga. Indikator ini berpedoman kepada

Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada sepuluh

indikator PBHS yang terdiri dari :

Page 52: Tesis_Vera.pdf

36

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (Nakes)

2. Balita diberi ASI ekslusif

3. Balita ditimbang

4. Cuci tangan sebelum makan

5. Menggunakan air bersih

6. Menggunakan jamban

7. Rumah bebas jentik

8. Tidak merokok/ tidak merokok dalam rumah

9. Makan sayur dan buah setiap hari

10. Melakukan aktifitas fisik setiap hari

Untuk mengukur masalah PHBS ditatanan rumah tangga, maka

jumlah sample harus mencukupi. Perhitungan sample sederhana

yang direkomendasikan WHO yaitu 30 x 7 = 210 ( 30 kluster dan 7

rumah tangga per kluster). Ditingkat kabupaten atau kota dapat

disetarakan dengan kelurahan atau desa. Ada tahapan kluster yang

digunakan untuk tatanan rumah tangga, tahap pertama dapat dipilih

sejumlah kluster (kelurahan atau desa), tahap kedua ditentukan

rumah tangganya (Depkes RI, 1998)

11. Tinjauan Umum tentang Sarana Kesehatan Lingkungan

a. Pengertian

Kesehatan lingkungan merupakan upaya kesehatan yang

meliputi kegiatan analisis dan pengendalian resiko-resiko

kesehatan sebagai akibat dari kurang terpenuhinya kebutuhan

kesehatan dasar seperti air bersih, fasilitas sanitasi yang memadai

dan tempat tinggal yang layak serta penurunan tingkat resiko

kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran dan bahaya-bahaya

lingkungan atau kondisi lingkungan yang memiliki potensi bahaya

bagi kesehatan. Sebagai upaya untuk menghindari resiko-resiko

lingkungan diatas dibutuhkan sarana kesehatan lingkungan yang

memenuhi standar persyaratan minimal kesehatan. Sarana yang

Page 53: Tesis_Vera.pdf

37

terkait dengan kemungkinan penularan penyakit diare adalah

sarana air bersih, jamban keluarga, sarana pembuangan sampah.

b. Hubungan antara manusia dengan lingkungan

Timbulnya penyakit pada manusia disebabkan tiga faktor yang

dikenel sebagai ”multiple causation” yaitu penjamu (host),

lingkungan (environment) dan penyebab (agent) penyakit

(Soemirat, 2000). Perhatian utama ilmu kedokteran adalah manusia

dan lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan manusia.

Faktor-faktor lingkungan saling berhubungan, mereka

mempemgaruhi agent dan penjamu, bahkan antara mereka sendiri.

Jadi penyakit adalah sebagai hasil hubungan antara ketiga faktor

tersebut. Komponen lingkungan meliputi lingkungan fisik seperti,

iklim, suhu dan sifat tanah, lingkungan biologik seperti flora dan

fauna sebagai sumber makanan, penjamu dan vektor, serta

lingkungan sosial ekonomi (Notoatmodjo, 1997).

Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi

atau keadaan lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh

positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal. Ruang

lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup

perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air

bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah),

rumah hewan ternak dan sebagainya (Soemirat, 2000). Penyakit-

penyakit yang berkaitan erat dengan kesehatan lingkungan yang

jelek seperti diare, infeksi saluran pernafasan, TBC relative masih

tinggi. Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian balita

dan penyebab kedua kematian bayi demikian juga dengan penyakit

infeksi saluran pernafasan, sedangkan TBC merupakan penyebab

utama kematian kelompok usia produktif (Musadad, 1996). Banyak

faktor secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong

terjadinya diare, faktor tersebut adalah biomedikal, sosial ekonomi,

kebudayaan, perilaku dan lingkungan (Emch, 1999) .

Page 54: Tesis_Vera.pdf

38

c. Penggunaan air bersih

Air mempunyai peranan penting dalam kehidupan, baik untuk

minum maupun kebersihan, tetapi dapat juga sebagai media

penularan penyakit. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit

penularannya yang bersifat faecal-oral. Karena itu penyakit diare

dapat ditularkan melalui beberapa jalur diantaranya melalui air

(water borne) (Emch, 1999). Beberapa ahli kesehatan lingkungan

menemukan bahwa ada dua faktor penting dari keadaan

lingkungan yang mempengaruhi timbulnya diare yaitu keadaan air

bersih untuk rumah tangga dan fasilitas jamban (Sukana et al.,

1993). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu

daerah yang tidak mengunakan air bersih, akan memiliki

kecendrungan menderita penyakit diare. Hal ini sejalan dengan

penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa penyediaan air

bersih dapat menurunkan risiko diare.

Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik

tidak menjamin hilangnya penyakit diare, tetapi perubahan sikap

dan tingkah laku manusia yang memanfaatkan sarana tersebut

sangat menentukan keberhasilan perbaikan sanitasi dan masalah

diare (Mosley et al., 1984).

d. Jamban keluarga

Jamban atau sistem pembuangan tinja perlu di kelola dengan

baik karena tinja yang dihasilkan dari metabolisme manusia banyak

mengandung kuman penyakit dan dapat menjadi sumber bagi agen

penyakit, terutama penyakit menular seperti diare ( Khan et al.,

2004). Penularan dapat terjadi dari satu orang ke orang lain melalui

sumber air yang terkontaminasi ataupun melalui vektor penyakit

seperti serangga dan binatang pengganggu. Oleh karena itu

jamban yang harus digunakan harus sesuai dengan syarat-syarat

kesehatan. Jamban dikatakan sehat jika jamban tertutup, sehingga

tinja tidak di hinggapi lalat (vektor penyakit) dan jarak jamban

Page 55: Tesis_Vera.pdf

39

dengan sumber air bersih lebih dari 10 Meter. Hal ini penting agar

tinja tidak masuk atau mencemari sumber air tersebut (Depkes R.I,

2004). Sedangkan menurut Sanropi (1994) syarat jamban keluarga

yang sehat adalah; (1) tidak mencemari lingkungan; (2) tidak

terjangkau serangga dan binatang penularan penyakit lain; (3) tidak

menimbulkan bau; (4) mempunyai penutup; (5) mempunyai jarak

yang cukup dengan sumber air.

e. Sarana pembuangan sampah rumah tangga

Sarana pembuangan sampah meliputi tempat sampah, tempat

penampungan sementara. Tempat sampah biasanya diletakkan di

dekat sumbernya. Penentuan lokasi pembuangan sampah harus

mempertimbangkan beberapa hal yaitu tidak mencemari lingkungan

seperti sumber air, tanah dan udara, tidak terjangkau dan

digunakan sebagai tempat perkembangkan biakan oleh vektor

penyakit, tidak mengganggu pemandangan dan berbau tidak sedap

akibat proses pembusukan (Kusnoputranto, 1986).

f. Perilaku mencuci tangan

Perilaku spesifik mendapat perhatian utama dalam kaitannya

dengan penularan penyakit diare adalah perilaku penanganan air,

penanganan makanan dan cuci tangan. Praktek cuci tangan

sebelum makan sangat perlu diperhatikan, mengingat kebanyakan

dari masyarakat dipedesaan mempunyai kebiasaan makan dengan

menggunakan tangan. Masalahnya kebanyakan dari mereka tidak

mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan. Kondisi ini

memberi peluang bagi agen penyebab diare untuk

mengkontaminasi dan menularkan penyakit secara oral (Sulaiman,

dan Julitasari, 1995 cit Firdous, 2002)

12. Sistem Informasi Georafis (SIG) Geographic Information System disingkat (GIS) adalah sistem

informasi khusus yang mengelola data untuk menghasilkan informasi

spasial (bereferensi keruangan). Dalam arti yang lebih sempit GIS

Page 56: Tesis_Vera.pdf

40

merupakan sistim komputer yang memiliki kemampuan untuk

membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi

bereferensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya,

dalam sebuah data base. Para praktisi juga memasukkan orang yang

membangun dan mengoperasikan data sebagai bagian dari sistem.

Teknologi. SIG dapat digunakan untuk investigasi ilmiah pengelolaan

sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan

rute perjalanan. SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat

menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau untuk

mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari

polusi ( Clean, 2005).

SIG memungkinkan transformasi dan manipulasi secara interaksi

antar berbagai data dan informasi sumberdaya lahan. Berbagai

perlakukan dapat disimulasikan untuk mengetahui proses yang terjadi

beserta dampaknya terhadap perubahan lingkungan. Dengan adanya SIG

yang berbasis komputer akan mudah dalam pembuatan peta dalam

berbagai skala, proyeksi maupun warna. Namun lebih utama pemanfaatan

SIG adalah sebagai alat untuk melakukan analisis, yaitu melakukan

hubungan spasial antara informasi geografis mengenai feature tertentu

pada peta yang disimpan sebagai atribut. Dengan demikian SIG tidak

hanya menangani peta atau gambar tetapi juga menangani basis data.

Sejalan dengan kemajuan teknologi komputer, memungkinkan untuk

mempersempit pengertian SIG menjadi seperangkat sistem berbasis

komputer yang digunakan untuk memasukan, mengelola (memberi dan

memanggil kembali), manipulasi dan analisis data serta memberi uraian

yang mempunyai rujukan tertentu (Aronoff,1989). Sistem Informasi

Geografis merupakan sistem yang didesaian untuk bekerja dengan data

spasial atau data merujuk koordinat (lokasi di muka bumi), sebagai sarana

untuk mengintegrasi data yang diperoleh dalam berbagai skala dan waktu

serta dalam berbagai format. SIG diterapkan dan dikembangkan untuk

pengukuran, pemantauan, evaluasi dan prediksi. Dengan demikian, SIG

Page 57: Tesis_Vera.pdf

41

sangat bermanfaat untuk penanganan data spasial. Fungsi yang

dilaksanakan oleh SIG dibagi menjadi empat kategori yang luas yaitu

input, analisis, manajemen data, tampilan dan konveksi data.

SIG merupakan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang memiliki

kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan, pemindaian

(digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat, memasukkan garis

sebagai arc yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi

lokasional pada berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer

bernama Roger Tomlinson kemudian disebut "Bapak SIG" (Prahasta,

2005). Struktur data spasial dalan SIG dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu struktur data vektor dan struktur data raster. Struktur data

vektor merupakan struktur kenampakan keruangan yang disajiakan dalam

bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu. Sedangkan

struktur data raster disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang

membentuk gambar (Aronoff, 1989). SIG dapat membantu dalam

mengintekrasi berbagai macam data yang diperoleh dari sumber yang

berbeda-beda melalui pemodelan spasial berbasis komputer, sehingga

penurunan informasi spasial yang baru dapat dilakukan dengan lebih

mudah, lebih cepat dan lebih efisien. Penurunan informasi tertentu dapat

diperoleh melalui citra pengindraan jauh dan analisis selanjutnya

dilakukan dengan bantuan SIG.

a. Input data

Input data pada Sistem Informasi Geografis biasanya terdiri dari

dua komponen yaitu data grafis atau data spasial dan data atribut

atau tabular. Data grafis atau data spasial adalah data digital yang

menggambarkan kenampakan peta (permukaan bumi), yang

meliputi koordinat, garis dan simbol yang menunjukan elemen

kartografi pada peta. Data atribut atau data tabular adalah tabel

yang menggambarkan karakteristik, kualitas atau hubungan

kenampakan peta dan lokasi geografis (Antenucci,1991). Kumpulan

dari data grafis dan data atribut yang terstruktur dinamakan data

Page 58: Tesis_Vera.pdf

42

base atau basis data. Basis data meliputi data tentang posisinya

dimuka bumi dan atribut dari kenampakan georafis, yang disimpan

dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan psikel atau grid.

Data yang disimpan dalam bentuk titik meliputi titik ketinggian,

stasiun curah hujan, lokasi pengeboran dan informasi tupografi.

Data dalam bentuk garis diantaranya jaringan jalan, jaringan pipa

air minum, pola aliran, kelurusan geologi dan garis kontur. Data

dalam bentuk area meliputi unit administrasi, unit geomorfologi, unit

geologi, unit jenis tanah, dan unit penggunaan lahan. Data dalam

bentuk piksel adalah data citra satelit dan data hasil konversi dari

data vektor ataupun poligon. Dalam penelitian ini digunakan input

data berupa peta administrasi, peta kasus diare, peta jorong

PBHS. Data tersebut diolah dalam SIG terlebih dahulu diubah

formatnya ke dalam format digital. Secara umum pengubahan data

analog menjadi data digital dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

digitasi manual dan scaning.

b. Pemrosesan data

Hasil proses SIG diarahkan untuk dapat menghasilkan

inforemasi baru dari berbagai input data grafis diharapkan akan

diperoleh data peta dengan tema baru (Antenucci et al., 1991). Ada

dua macam data yang diolah dalam SIG, yaitu data spasial atau

data grafis dan non-grafis atau data atribut. Beberapa fasilitas

pemrosesan yang terdapat dalam perangkat lunak SIG

diantaranya; (1) pemrosesan data atribut; (2) pemrosesan data

grafis; (3) perpaduan antara grafis dan atribut. Dengan semakin

majunya teknologi antarmuka (interface) dalam sistem komputer

untuk SIG, saat ini perbedaan antara analisis data dan penyajian

dalam perspektif model datapun semakin jelas. Maksudnya adalah

proses analisis data dapat dilakukan dalam lingkungan SIG vektor,

akan tetapi tayangan bisa dalam lingkungan raster, begitu pula

sebaliknya. Secara singkat pemrosesan data dalam SIG yang

Page 59: Tesis_Vera.pdf

43

dapat dilakukan adalah pembuatan format data, transformasi

(Transform), (overly) tumpang susun peta (Identity), klasifikasi ids

(dissolve), generalisasi (eliminate), pembuatan peta jarak (buffer),

pengolahan dan manipulasi data atribut dan sebagainya.

c. Output Data

Output data adalah suatu prosedur penyajian informasi yang

dihasilkan oleh SIG dalam bentuk yang sesuai bagi para pengguna

(Aronoff, 1989). Keluaran dalam SIG dapat berupa data digital yang

dapat ditanyangkan pada monitor, maupun dalam bentuk cetak

kertas. Kedua output tersebut diperolah dari konversi data analog,

ataupun hasil pemrosesan (overlay, klasifikasi maupun hasil

pemodelan). Disamping data yang berupa data grafis (peta),

dimungkinkan pula diperoleh data atributnya dalam bentuk tabel.

Hasil pemrosesan yang akan diwujudkan dalam cetak kertas dapat

berupa cetak warna, yang berupa peta garis (dengan

menggunakan plotter) maupun dengan peta biasa (dengan

menggunakan printer). Untuk menghasilkan peta cetak warna

digunakan menu epi info dalam pembuatan komposisi peta sesuai

kaidah karografis.

13. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalah

merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dijadikan sebagai

penyediaan informasi tentang berbagai parameter faktor penyebab

kemungkinan terjadinya bahaya longsor di suatu daerah. Dengan

berbagai metoda evaluasi dan melalui sistem analisis overlay dengan

score sistem dari berbagai parameter pendukung terjadinya bahaya

longsor, dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan (mengindetifikasi)

besaran kualitatif potensi longsor di suatu daerah, efektif dan efisien. Dari

hasil identifikasi tersebut dapat digunakan sebagai mitigasi bencana

alam (Gopal, 2002).

Page 60: Tesis_Vera.pdf

44

SIG merupakan teknologi mutakhir sebagai implementasi Teknik

Inderaja yang dimanfaatkan dalam pengumpulan data, pengolahan data,

editing atau melakukan simulasi matematis dari berbagai data, baik data

satelit maupun non satelit untuk menganalisis suatu wilayah yang

bereferensi geografis. Metode Pembuatan Sistim informasi geografis

adalah :

a. Siapkan data primer (satelit atau foto udara)

b. Siapkan data sekunder (peta geografi, topografi, land system dan

lain - lain)

c. Siapkan data penyelidikan lapangan (ground checking)

d. Pilih software untuk proses digital maping, antara lain : AutoCad

Map, Map Info, Arc/info dan lain – lain.

e. Pilih software untuk proses data citra / foto udara, antara lain :

Erdas, Softcopy Fotogrametry, Er Mapper dll

f. Lakukan proses digital dari seluruh data yang akan digunakan

dengan format yang sama

g. Siapkan formula model evaluasi yang diperlukan (tujuan analisa

wilayah)

h. Masukkan dalam proses GIS modeling yang ada dalam perangkat

tersebut di atas

i. Print / cetak hasil evaluasi ke dalam hard copy (Prahasta, 2005).

14. Global Positioning System ( GPS ) Survai dengan GPS tidak memerlukan saling keterlibatan antar titik

seperti halnya survai truthing, yang diperlukan adalah saling keterlibatan

antara titik dengan satelit GPS yaitu punya ruang pandang kelangit yang

relatif terbuka, titik dalam jaringan GPS bisa mempunyai spasi jarak yang

relatif jauh sampai puluhan maupun ratusan kilo meter. Peranan GPS

dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Penentuan koordinat dan titik- titik dasar

2. Penentuan koordinat titik batas persil tanah

3. Penentuan dan perencanaan persilahan

Page 61: Tesis_Vera.pdf

45

Gambar 10 . Penentuan titik dengan menggunakan Global Position System ( Abidin,2007).

a. Kegunaan Global Position System untuk GIS

Global Position System (GPS) berfungsi sebagai berikut :

1. Membawa Sistem Informasi Geografis ke lapangan

2. Sebagai pendijitasi bumi

3. Sebagai alat pemanggilan data dan analisa

4. Sebagai ground truthing

5. Sebagai pengkorelasi data

Dimana dalam penggunaannya dapat mempercepat perencanaan

kerangka dasar dan mempercepat pembangunan sistim informasi

(Abidin, 2007) dapat digambarkan pada gambar 11 dibawah ini :

Page 62: Tesis_Vera.pdf

46

Gambar 11. Fungsi Global Position System dalam aplikasinya (Abidin, 2007)

b. GPS sebagai perangkat pembantu Analisa

Menggunakan informasi posisi sebagai kunci untuk

menganalisa, membuat kesimpulan atau memutuskan apakah

suatu program dapat dilaksanakan dengan baik, juga menginput

posisi untuk mencari jawaban pertanyaan dari :

1. Atributnya apa

2. Siapa yang akan di intervensi

3. Jarak yang ditempuh

Aplikasi GPS yang dikombinasikan dengan sistem komunikasi

data bermanfaat untuk pemantauan (Surveilance), pemanduan,

serta pengumpulan data (Juwono, 2007).

Page 63: Tesis_Vera.pdf

47

c. Aspek pengelolaan data survey GPS

Adapun karakteristik pengumpulan data dengan survai

menggunakan GPS adalah :

1. Pengolahan data umumnya bertumpu pada hitungan peralatan,

kuadrat kecil.

2. Koordinat di hitung umumnya dalam kartesian tiga dimensi

(x,y,x) yang geosentrik.

3. Pengolahan data dilakukan umumnya secara bertahap,

baseline, per baseline untuk kemudian setelah membentuk

jaringan dilakukan perataan jaringan.

4. Perhitungan vektor baseline dapat dilakukan setelah data dari

receiver GPS yang terkait secara fisik kesemuanya di bawah ke

komputer.

5. Ketelitian koordinat yang diperoleh akan dipengaruhi oleh factor

ketelitian data serta geometrid an strategi pengamatan (Gopal,

2002 ).

d. Modeling GIS dan Remote Sensing

Keuntungan teknologi GIS dan Remote Sensing adalah

kemampuannya dalam menyediakan data atau informasi untuk

menjawab pertanyaan khusus berkenaan dengan keruangan

(spasial). Sebagian besar penyajian data spasial selalu merujuk

kepada kapasitas GIS atau remote sensing untuk menganalisis

data (data analysis). Hasil analisis data geografi dapat disampaikan

melalui media peta, laporan atau keduanya ( Susilo, 2005 ).Di

dalam GIS Peta dipakai untuk menampilkan hubungan geografi

suatu data, sementara itu laporan sangat tepat untuk merangkum

data tabular dan mendokumentasikan suatu nilai hasil perhitungan

atau analisis. fungsi analisis berdasarkan data vektor tidak sama

dengan data raster. GIS menyediakan fasilitas- fasilitas khusus

untuk menyimpan dan memanipulasi data spasial agar lebih

bermanfaat dengan menggunakan software GIS yang digabung

Page 64: Tesis_Vera.pdf

48

dengan software database konvensional. Sebetulnya kebanyakan

sistem GIS mempunyai sistem manajemen database (database

management system/DBMS). Tujuan utama analisis spasial adalah

menghasilkan informasi - informasi yang dapat dipakai untuk

mendukung pengambilan keputusan (decision making). Sistem GIS

pada kenyataannya hanya mendukung 3 tipe feature dasar, yaitu

titik (points), garis (lines) dan poligon (areas) ( Prahasta, 2005).

Dalam perencanaan pengelolaan suatu taman nasional atau

kawasan konservasi lainnya, maka peranan analisis atau modeling

GIS dan Remote Sensing sekarang ini dirasakan sangat penting.

Analisis yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola

sebagai masukan (input) dalam review sistem zonasi yang lama,

identifikasi perluasan area taman nasional, identifikasi area-area

yang dapat dijadikan penghubung (corridor) dengan kawasan

konservasi lainnya di sekitar taman nasional tersebut dan lain-lain

dengan mempertimbangkan faktor keanekaragaman hayati

(biodiversity) dan bentang alam (landscape) yang ada. (Crist et al.,

2000). Beberapa analisis atau modeling yang hasilnya sangat

bermanfaat untuk kepentingan perencanaan dan pengelolaan suatu

taman nasional atau pun kawasan konservasi lainnya .Seluruh peta

digital di overlay dalam GIS untuk mengidentifikasi individu spesies,

area yang kaya akan biodiversity dan tipe vegetasi tidak atau belum

terwakili dalam kawasan konservasi yang sudah ada. Produk yang

dihasilkan dalam gap analysis terdiri dari peta dan rangkuman data

tabular (tabel). Keterwakilan spesies-spesies yang terancam

(threatened, endangered dan spesies) sebagai fokus perhatian

kawasan konservasi juga dievaluasi. Hasil ini dapat digunakan

sebagai bahan dalam membangun strategi konservasi

keaneragaman hayati yang terpadu (Scott et al., 1993).

Page 65: Tesis_Vera.pdf

49

15. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Suharyadi (1993) mengemukakan bahwa sistem informasi geografis

pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait

yaitu masukan data dan penyimpanan data, pemrosesan data dan

keluaran data. Masukan data dalam sistem informasi geografis biasanya

terdiri dari dua komponen yaitu data grafis atau data keruangan dan data

atribut atau data tabular. Kumpulan dua komponen tersebut dinamakan

basis data. Sumber basis data untuk SIG secara konvensional dibagi

menjadi tiga kategori yaitu; (a) data atribut atau informasi numerik berasal

dari data statistik, sensus, catatan lapangan dan data tabular lainnya; (b)

data garfis atau data keruangan yang berasal dari peta analog, foto udara

dan citra pengindraan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.

Pemrosesan data masukan dalam sistem informasi geografis

dilakukan dengan bantuan komputer sehingga pemrosesan data dapat

dilakukan secara detil, mudah mendapat kembali serta cepat dalam

pengolahan data untuk diperbaharui. Keluaran dari SIG ini dapat berupa

peta hasil cetak warna, peta digital dan peta tabular.

Cakupan utama Aplikasi SIG dapat dikelompokkan ke dalam lima

kategori yaitu

a. Pengelolaan fasilitas

Peta skala besar dan akurat, dan analisis jaringan (network

analysis) digunakan untuk pengelolaan utilitas kota. AM atau FM

biasanya digunakan pada tujuan ini.

b. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan

Untuk tujuan ini digunakan peta skala menegah dan kecil,

dengan teknik tumpang tindih (overlay) digabung dengan foto udara

dan citra satelit untuk analisis dampak lingkungan, kesehatan dan

pengeloaan sumber daya alam.

Page 66: Tesis_Vera.pdf

50

c. Jaringan jalan

Untuk fungsi jaringan jalan digunakan peta skala besar dan

menengah serta analisa keruangan yang digunakan untuk rute

kendaraan, lokasi perumahan dan jalan.

d. Perencanaan dan rekayasa

Digunakan peta skala besar dan menengah dan model

rekayasa untuk perencanaan sipil.

e. Sistem informasi lahan

Digunakan peta kadastral skala besar atau peta persil tanah dan

analisis keruangan untuk informasi kadastral, pajak (Murai, 2004).

SIG biasanya menjadi alat yang sangat penting pada pengambilan

keputusan untuk pembangunan berkelanjutan, karena SIG memberikan

informasi pada pengambilan keputusan termasuk pembuatan kebijakan,

perencanaan, pengelolaan dapat diimplementasikan secara lengsung

dengan pertimbangan faktor-faktor penyebabnya melalui suatu konsesus

masyarakat. Faktor penyebab itu bisa berupa pertumbuhan polulasi,

tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan, tingkat teknologi, politik,

ekonomi, yang kemudian ditentukan target dan tujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup (Ali et al., 2002). Faktor penyebab dari manusia, elemen

kunci dimensi manusia pada pengambilan keputusan, akan memberikan

akaibat pada lingkungan seperti peningkatan pemakaian sumber daya

alam, urbanisasi, industrialisasi, konstruksi, konsumsi energi. Akibat yang

terjadi pada manusia hal ini akan berpengaruh pada perubahan

lingkungan, seperti perubahan penggunaan lahan tanah, perubahan gaya

hidup, degrasi tanah, polusi, perubahan iklim. Perubahan lingkungan itu

dapat dipantau unuk meningkatkan kewaspadaan publik. Pengindraan

jauh dapat sangat berguna untuk pemahaman yang lebih baik atas akibat

pada manusia dengan perubahan lingkungan, selain pengindraan jauh

juga membangun data base. Dimensi fisik atau lingkungan yang dapat

dipantau dengan pengindraan jauh dapat memberikan umpan balik pada

manusia melalui analisis dan pengkajian dengan SIG untuk mendukung

Page 67: Tesis_Vera.pdf

51

pengambilan keputusan yang lebih baik.Dalam hal ini pengindraan jauh

harus diintegrasikan dengan SIG.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, dalam proses analisis

peneliti menggunakan sisten informasi geografis karena sistem ini akan

memudahkan dalam pengolahan data, pembaharuan data ataupun dalam

pemanggilan kembali data, sehingga nantinya data yang tertampilkan

merupakan data yang menyeluruh dan bukan lagi merupakan data yang

terpisah-pisah. Hal ini akan memudahkan dalam analisis selanjutnya.

Sistem Informasi Geografis adalah perangkat peralatan yang efektif dan

efisien, dalam penyimpanan dan manipulasi data yang dapat berguna bagi

para peneliti, pengelola sumber-sumber data dan pembuat keputusan.

Demikian juga bentuk-bentuk data dan informasi lain yang bersifat

keruangan atau bukan keruangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan

(scientific), perdagangan (commercial) dan informasi yang berorientasi

bagi pengelola dan penbuat kebijakan (Estes, 1992). Berdasarkan hal

tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa foto udara sangat

baik digunakan untuk analisis keruangan objek-objek yang terdapat

dipermukaan bumi, terutama objek-objek yang terkait dengan studi

perkotaan. Pengumpulan data tentang objek dari pengindraan jauh

diperoleh melalui proses interprestasi secara visual atau digital.

16. Pemanfaatan SIG di Bidang Kesehatan Masyarakat Pemanfaatan Sistem informasi geografi di bidang kesehatan yaitu

menyediakan data atribut dan data spasial yang menggambarkan

distribusi atau pola penyebaran penderita suatu penyakit atau model

penyebaran distribusi unit – unit fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya

tenaga medis, serta tenaga kesehatan lain ( Prahasta, 2005 ). Sistem

informasi geografis merupakan penggunaan teknologi informasi untuk

mengumpulkan, mengolah dan memvisualisasikan data spasial serta data

tabular lain. Penerapan pertama kali sistem informasi geografis di bidang

kesehatan dipelopori oleh John Snow ketika membuat peta pompa air

pada saat wabah kolera pada abad 19. Menurut Pope (1994),

Page 68: Tesis_Vera.pdf

52

pemanfaatan data SIG di bidang kesehatan antara lain digunakan untuk

memprediksi dinamika populasi nyamuk Anopheles di daerah pantai,

memonitor pola transmisi malaria, memprediksi epidemic dan

merencanakan strategi kontrol (Abidin, 2007).

Sistem informasi berbasis pemetaan dan geografi adalah sebuah alat

bantu manajemen berupa informasi berbasis komputer yang berkait erat

dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta

peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG

mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa

digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan,

serta analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas, serta

berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan melalui analisis geografis

melalui gambar-gambar petanya. Kemampuan tersebut membuat sistem

informasi GIS berbeda dengan sistem informasi pada umumnya dan

bermanfaat bagi kepentingan masyarakat atau perseorangan untuk

memberikan penjelasan tentang suatu peristiwa, membuat peramalan

kejadian, dan perencanaan strategis lainnya (Clean, 2005)

Pada aplikasi penanganan kesehatan, misalnya, bisa digunakan

untuk memutuskan, di kawasan mana lagikah pusat layanan kesehatan

baru akan didirikan berdasarkan atas data-data kependudukan.

Selanjutnya, berdasarkan sistem informasi tersebut kita dapat menarik

informasi dari peta yang tersedia dalam aplikasi SIG tersebut, atau

sebaliknya, memperoleh informasi mengenai peta kawasan tertentu

manakah yang akan muncul, jika kita menggunakan peta merupakan

kunci pada SIG. Proses untuk membuat (menggambar) peta dengan SIG

jauh lebih fleksibel, dibanding dengan menggambar peta secara manual,

atau dengan pendekatan kartografi yang serba otomatis (Clean, 2005).

17. Fungsi dan Kegunaan SIG Salah satu fungsi SIG yang utama adalah untuk seleksi wilayah

menurut kesamaan karakter yang kita cari keteraturannya, misalnya dalam

hal kasus diare pada jorong yang memiliki perilaku hidup bersih dan

Page 69: Tesis_Vera.pdf

53

sehat, SIG berguna sebagai alat untuk pemetaan wilayah dengan kasus

diare dan berguna untuk memantaunya sesuai rangkaian waktu

(Prahasta,2005).

18. Analisa Spasial Derajat kesehatan dalam satu wilayah selalu bersifat dinamik sesuai

dengan perubahan perilaku sebagai bagian dari pertumbuhan sosial

ekonomi dan perubahan kondisi lingkungan yang keduanya saling

berpengaruh secara timbal balik. Sejalan dengan pertumbuhan sosial

ekonomi dan kondisi geografis lingkungannya terdapat pula perbedaan

masalah kesehatan secara spasial. Spasial dapat diartikan sebagai satu

kesatuan ruang, waktu dengan berbagai komponen lingkungan

didalamnya sebagai suatu ekosistem yang saling berinteraksi satu sama

lain. Dinamika ekosistem berubah dari watu ke waktu, serta berbeda dari

satu spasial satu ke spasial dari spasial lainnya (Achmadi, 2001).

Populasi manusia pada dasarnya merupakan salah satu komponen

dalam satu kesatuan ekosistem yang berinteraksi dengan komponen lain

seperti udara, tanah, air, tumbuhan, hewan dan manusia itu sendiri. Begitu

pula kejadian penyakit baik itu penyakit menular maupun penyakit tidak

menular merupakan bagian dari ekosistem, merupakan bagian dari

dinamika perilaku penduduk dengan lingkungannya, dalam kurung waktu

dan ruang tertentu. Oleh sebab itu pemahaman terhadap kejadian

penyakit dalam perspektif ekosistem, dalam perspektif spasial adalah

perlu bagi penyelesaian masalah secara komprehensif (Achmadi, 2001)

Terminologi spasial digunakan bagi satu kesatuan geografi dengan

segala isi diatasnya termasuk udara (ruang) dan secara ekologis memiliki

batas distinct, seperti persamaan peruntukkan, kesamaan ciri-ciri

geografis, iklim, topokrafi dan lain-lain. Dengan demikian batas

administratif digunakan karena sulit ditinggalkan. Derajat kesehatan suatu

populasi dalam suatu kesatuan spasial pada dasarnya ditentukan oleh

kondisi lingkungannya serta segala atribut yang dimiliki oleh manusia

seperti perilaku, gender, umur dan lain-lain. Sedangkan kondisi

Page 70: Tesis_Vera.pdf

54

lingkungan ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi penduduknya. Dengan

kata lain pola penyakit dan pola persoalan kesehatan pedesaan

memerlukan bentuk-bentuk program kesehatan berbeda dengan

perkotaan. Masalah kesehatan kawasan pantai berlainan dengan pola

penyakit dikawasan pergunungan dan lain sebagainya. Melalui

pendekatan spasial dapat diperolh peningkatan derajat kesehatan secara

lebih optimal, dalam waktu yang bersamaan (Achmadi, 2001).

Pola penyakit di wilayah yang penduduknya dalam berkembang

secara sosial dan ekonomi, berlainan dengan pola penyakit disuatu

wilayah yang penduduknya maju secara sosial dan ekonomi, seperti

penduduk negara industri. Perubahan dalam pola penyebaran dan

prevalensi ini pada umumnya disebabkan oleh pengaruh manusia

terhadap lingkungan hidupnya dan bukan oleh suatu perubahan di dalam

agen bioorganoisme. Berbagai penyakit kekurangan gizi dan penyakit

infeksi dapat digeneralisasi sebagai suatu pola penyakit wilayah yang

berpenduduk mayoritas lapisan masyarakat sosial ekonomi rendah atau

digeneralisasi sebagai pola penyakit suatu negara berkembang atau

praindustri (Lumenta, 1989).

B. Landasan Teori Penyebab diare tidaklah berdiri tunggal, tetapi sangatlah

kompleks.Timbulnya penyakit diare dipengaruhi oleh bebagai faktor yang

berkaitan satu dengan yang lainnya, diantaranya kesehatan lingkungan,

keadaan sosial ekonomi dan budaya. Kesehatan lingkungan dimaksud

meliputi, penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembungan sampah

dan faktor perilaku yang meliputi kebiasaan mencuci tangan dalam lima

waktu penting yaitu sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum

memegang bayi, setelah menceboki anak dan menyiapkan makanan.

Masalah diare harus ditanggulangi secara komprehensif dari

berbagai program dengan menggunakan indikator yang tepat sehingga

upaya penanggulangan sesuai dengan permasalahan di lapangan. Untuk

Page 71: Tesis_Vera.pdf

55

menghasilkan pemodelan spasial perilaku hidup bersih dan sehat dalam

penaggulangan diare diperlukan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG

menyediakan fasilitas untuk ; (1) mengukur (Investigasi); (2) memetakan

(pemetaan); (3) memonitor (monitoring) dan ; (4) modeling (pemodelan).

SIG berfungsi untuk melakukan proses pemasukan data yang berupa data

grafis maupun data atribut, kemudian untuk melakukan proses

manajemen data, proses tumpang susun, clustering kasus diare, serta

layout peta (Ali et al., 2006).

Frekuensi penggunaan sistem informasi geografis semakin

meningkat dalam studi epidemiologi lingkungan. Penerapan yang

dilaporkan termasuk diantaranya studi populasi dengan penentuan lokasi

di atas bumi (dengan menandai koordinat pada peta), dengan kedekatan

analisis sumber kontaminan sebagai pengganti eksposure, dan integrasi

analisis data monitoring lingkungan pada outcome kesehatan. Meskipun

kebanyakan studi berdesain ekologis, namun beberapa menggunakan

SIG untuk memperkirakan tingkat pengaruh lingkungan pada individu dan

desain pengukuran eksposur yang digunakan pada studi epidemiologis.

Global Position System (GPS) dapat memberikan informasi posisi

dan waktu dengan ketelitian sangat tinggi. Untuk keperluan sistem

informasi geografis, GPS sering juga diikutsertakan dalam pembuatan

peta, seperti mengukur jarak perbatasan, ataupun sebagai referensi

pengukuran. Untuk mengetahui posisi dari GPS, diperlukan minimal 3

satelit. Pemodelan spasial tentang hasil pendataan PHBS yang tidak

terbatas pada klasifikasi jorong sehat I, sehat II, sehat III dan sehat IV

melainkan secara spesifik menggambarkan masalah perilaku keluarga

yang terkait dengan diare secara cakupan sarana kesehatan lingkungan

dalam kejadian diare menurut jorong di Kecamatan Sangir. Indikator yang

ada menjadi dasar bagi program terkait dalam pelaksanaan upaya

pencegahan diare. Untuk jangka panjang dilakukan program promosi

kesehatan dengan melakukan upaya promotif melalui penyuluhan untuk

perubahan perilaku masyarakat. Jangka menengah program kesehatan

Page 72: Tesis_Vera.pdf

56

lingkungan melakukan bimbingan teknis dalam membangun, memperbaiki

dan memelihara sarana sanitasi serta jangka pendek Program P2M

merencanakan kesiap siagaan bilamana terjadi peningkatan kasus diare.

C. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori yang ada dapat disusun suatu

kerangka konsep dalam penelitian ini seperti terlihat pada gambar di

bawah ini

Variabel Dependen Variabel Independen

Prevalensi Diare

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat : 1. Penggunaan jamban keluarga 2. Penggunaan air bersih 3. Pembuangan sampah 4. Kebiasaan mencuci tangan

Gambar 12 Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

1. Ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (penggunaan jamban

keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan

mencuci tangan) yang baik dengan resiko diare yang rendah di

Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007.

2. Bagaimana pengelompokan kasus diare secara spasial di Kecamatan

Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007.

Page 73: Tesis_Vera.pdf

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

analitik dengan menggunakan pendekatan desain kasus kontrol yaitu

rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan

dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan

kelompok kontrol berdasarkan paparannya. Ciri-ciri studi kasus kontol

adalah pemilihan subjek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian

dilakukan pengamatan apakah subjek mempunyai riwayat terpapar faktor

penelitian atau tidak. Subjek yang didiagnosa menderita penyakit tersebut

kasus, sedangkan yang tidak menderita penyakit disebut control.

Dalam penelitian ini yang menjadi kasus adalah anak balita menderita

diare yang dibawa berobat ke puskesmas dan berdasarkan diagnosa yang

ditegakkan oleh dokter, bidan atau perawat dinyatakan menderita diare.

Sedangkan kontrol sebagai pembanding adalah anak balita yang tidak

menderita diare. B. Subjek Penelitian

1. Populasi dalam penelitian ini adalah populasi wilayah (area population)

dengan menggunakan metode random sampling pada wilayah Sangir

Kabupaten Solok Selatan dengan kejadian diare sebanyak 1.092

kasus.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah penduduk Kecamatan Sangir

Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2007 dengan melakukan

perhitungan sampel mempergunakan sample size calculator, dengan

tingkat kepercayaan 95% maka diperoleh sampel penelitian 132 kasus

dan 132 kontrol. Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan yang

merupakan kecamatan dengan peringkat terbaik dalam pelaksanaan

Page 74: Tesis_Vera.pdf

58

program PHBS di Kabupaten Solok Selatan dan juga merupakan

daerah paling tinggi kasus diarenya.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel dependent : kejadiaan diare

Kejadian diare selama satu tahun

2. Variabel independent: penggunaan jamban keluarga, penggunaan air

bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan.

D. Definisi Operasional 1. Variabel Dependen

Diare adalah penyakit akibat infeksi saluran pencernaan umumnya

yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang menyebabkan

perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, melembek dan mencair

serta bertambah frekuensi berak lebih dari biasanya dan lazimnya tiga

kali atau lebih dalam sehari yang terjadi pada penduduk di Kecamatan

Sangir Kabupaten Solok Selatan.

Skala : Nominal

Alat ukur : Kuesioner

2. Variabel Independen

a. Penggunaan jamban keluarga adalah perilaku senantiasa

membuang tinja oleh seluruh anggota keluarga pada sarana

jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan

hasil pendataan PHBS yang dilakukan petugas promosi kesehatan

puskesmas.

Skala : nominal

Alat ukur : kuesioner

b. Penggunaan sarana air bersih adalah perilaku memperoleh,

menyimpan dan mengunakan air bersih dari sarana kesehatan

yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan pendataan PHBS

yang dilakukan petugas promosi kesehatan puskesmas.

Page 75: Tesis_Vera.pdf

59

Skala : nominal

Alat ukur : kuesioner

c. Pembuangan sampah adalah perilaku keluarga senantiasa

membuang sampah pada tempat sampah yang memenuhi syarat

kesehatan berdasarkan hasil pendataan PHBS yang dilakukan

petugas promosi kesehatan puskesmas.

Skala : nominal

Alat ukur : kuesioner

d. Kebiasaan mencuci tangan adalah melakukan kegitan mencuci

tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu,

sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi,

setelah menceboki anak dan menyiapkan makanan berdasarkan

hasil pendataan PHBS yang dilakukan petugas promosi kesehatan

puskesmas.

Skala : nominal

Alat ukur : kuesioner

E. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

a. Peta adminstrasi Kabupaten Solok Selatan skala 1 : 350.000, peta

ini sebagai peta dasar bagi peta-peta lain yang berhubungan

dengan penelitian.

b. Format penderita diare

c. Format PHBS

2. Alat

a. Seperangkat komputer (laptop acer) dengan printer merk hp 3920

b. Global Positioning System (GPS) merk Garmin, untuk menentukan

lokasi koordinat suatu objek.

c. Kamera digital merk Nikon : exilim optical 3x, 4.0 mega pixel

d. Software EpiMap/ Epi Info versi 3.2.2, SaTScan, GeoDa dan Excel

Distcalc untuk proses SIG.

Page 76: Tesis_Vera.pdf

60

F. Cara Pengumpulan Data 1. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu

jumlah balita dan jumlah penduduk pada jorong yang tinggi angka

diare yang diperoleh dari laporan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Solok Selatan yaitu laporan rutin penderita diare di puskemas dan

puskesmas pembantu.

2. Data yang terkumpul kemudian dilakukan survei pada alamat penderita

dan melakukan pengukuran koordinat dengan alat Global Positioning

System (GPS) untuk menentukan posisi titik suatu kasus kejadian

diare.

G. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggambarkan

karakteristik dari kejadian kasus diare dan selanjutnya dilakukan analisis

spasial dengan SaTScan untuk mengetahui clustering diare kemudian

dilakukan analisis spatially weighted regression menggunakan GeoDa

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel bebas (penggunaan

jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan

kebiasaan mencuci tangan dengan prevalensi diare)

H. Etika Penelitian Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari

Universitas Gadjah Mada, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok

Selatan dan kepala puskesmas yang ada di Kecamatan Sangir. Semua

data yang dikumpulkan dalam penelitian ini hanya digunakan untuk

keperluan ilmiah. Kode dan identitas subjek penelitian akan sangat

dirahasiakan untuk umum.

Page 77: Tesis_Vera.pdf

61

I. Jalannya Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan maret

2008 dan dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :

1. Tahap persiapan a. Melakukan studi pendahuluan yaitu mengumpulkan data penderita

diare di Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan berdasarkan

laporan dari puskesmas dan tahun 2007.

b. Mendapatkan bimbingan dari pembimbing dalam penyempurnaan

judul penelitian, pembuatan proposal, mencari serta melakukan

studi kepustakaan sebagai sarana acuan dalam penelitian.

c. Menyiapkan instrumen penelitian berupa peta administrasi, formulir

survei penderita, format PHBS, Global Positioning System (GPS)

untuk menentukan posisi titik kejadian kasus Diare, dan kamera

digital untuk dokumentasi pada saat pengukuran titik koordinat di

lapangan.

d. Mendapatkan izin penelitian dari Prodi S-2 IKM dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Solok Selatan.

e. Meminta petugas surveilans dinas kesehatan dan surveilans

puskesmas untuk membantu peneliti melakukan survei area

kejadian kasus diare di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok

Selatan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pengumpulan data sekunder kasus kejadian diare di

Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan. b. Melakukan pengambilan data primer yaitu pengukuran di lapangan

untuk menentukan titik koordinat pada kejadian kasus diare dengan

menggunakan Global Positioning System (GPS). 3. Tahap Penyelesaian

a. Melakukan pengentrian data dan penganalisaan data frekuensi

distribusi secara deskriptif serta spasial epidemiologi. b. Penulisan laporan penelitian

Page 78: Tesis_Vera.pdf

62

J. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Mart 08

April 08

Mei 08

Juni 08

Juli 08

Agst 08

I Persiapan • Penyajian Usulan • Perbaikan Usulan • Pengurusan ijin

penelitian • Pertemuan dengan

petugas surveilans

II Pelaksanaan • Pengumpulan

Data • Pengukuran Titik

Koordinat

III Penyelesaian • Memasukkan data • Analisis data • Penulisan laporan

penelitian • Seminar hasil • Penyusunan tesis • Ujian tesis • Perbaikan tesis

Page 79: Tesis_Vera.pdf

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Solok Selatan berada ketinggian 350 – 430 Meter dari

permukaan laut, dengan ibu kota kabupaten Padang Aro. Menurut letak

geografis berada antara 01º 17’ 13” – 01º 46’ 45” Lintang Selatan dan

100º 53’ 24” – 101º 26’ 27” Bujur Timur (BPS Kabupaten Solok Selatan

2007) (gambar 13). Kabupaten Solok Selatan lebih dikenal sebagai

daerah kelapa sawit dan kayu manis. Di sentra-sentra perkebunan, lahan

yang terhampar di kabupaten yang bertetangga dengan Kabupaten

Kerinci, Provinsi Jambi itu didominasi tanaman kelapa sawit, juga kayu

manis. Dulu, sempat juga ditemui tanaman karet, namun karena iklim

yang tidak cocok, tanaman tersebut banyak yang mati. Lama-kelamaan

lahannya telantar sehingga dialih fungsikan untuk ditanami kelapa sawit.

Batas wilayah Kabupaten Solok Selatan adalah sebagai berikut :

Sebelah utara : Kabupaten Solok

Sebelah Selatan : Provinsi Jambi

Sebelah Barat : Kabupaten Pesisir Selatan

Sebelah Timur : Kabupaten Sawahlunto Sijunjung

Kecamatan sangir yang merupakan salah satu Kecamatan di

Kabupaten Solok Selatan dengan jumlah penduduk 37.515 jiwa, luas

daerah kurang lebih 632.99 Km². Sebagai daerah pertanian yang

mempunyai luas lahan sawah 2534.00 Ha dan non sawah 60.765.00 Ha

dan dengan banyak hari hujan 122 hari serta banyaknya curah hujan

2.470 Mm yang tersebar pada 17 jorong (gambar 14). Wilayah kerja

Kecamatan Sangir juga mencakup ibu kota Kabupaten dengan ketinggian

350 Meter dari permukaan laut, dan memiliki 1 buah puskesmas dan 8

buah puskesmas pembantu (tabel 2)

Page 80: Tesis_Vera.pdf

64

Nagari Lubuk UlangAling

Nagari Dusun Tangah

Nagari Abai

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Bidar Alam

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

Nagari Aia Dingin

Nagari Koto Baru

Nagari Pasir Talang

Nagari Pakan Raba'a

ari Sako Pasir Talang

Koto Parik Gadang Diateh

Sungai Pagu

SangirSangir Jujuhan

Sangir Batanghari

PETA ADMINISTRASI KABUPATEN SOLOK SELATANPROVINSI SUMATRA BARAT

0 5 10 15 20 25 Kilometers

1°30'1°00'

101°00' 101°30'

Legenda :Kecamatan Solok Selatan

KOTO PARIK GADANG DIATEHSANGIRSANGIR BATANGHARISANGIR JUJUHANSUNGAI PAGUSungai

Jalan

Batas AdministrasiBatas KabupatenBatas Kecamatan

Ñ Puskesmas

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

Gambar 13 Peta Batas Administrasi Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007

Page 81: Tesis_Vera.pdf

65

%[ Padang Aro

Kotarambah

Manggis

Bariang

Durian TaruangPadang Aro

Timbulun

Sukoharjo

Liki Bawah

Air Putih Kubang Gajah

Sukabumi

Sungai Lolo

MALUS

Sungai Pauh

Sungai Landeh

Lubuk Gadang

Sampu

SANGIR JUJUHAN

SUNGAI PAGUSANGIR

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

Dingin

Nagari Koto Baru

1°40

' 1°40'

101°20'

Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06

Batas Administrasi

%[ Ibukota

SungaiJalan

Legenda :

PETA ADMINISTRASI KECAMATAN SANGIR

0 6 12 Kilometers

N

1.511jiwa39,98 km2

1.070 jiwa34,64 km2

1.563jiwa48,24 km2

1.844jiwa67,45 km2

5.501jiwa51,78 km2

4.018 jiwa21,43 km27.159jiwa

63,21 km28.02 jiwa27,65 km21.058 jiwa

34,67 km2

1.522 jiwa34,92 km2

3.020 jiwa46,32 km2

1313jiwa41,28 km2

1.677 jiwa48.90 km2

315 jiwa28,89 km2

2.022jiwa32,78 km2

1.115 jiwa13.79 km2

2.005jiwa59,75 km2

Gambar 14 Jumlah Penduduk dan Luas Wialyah di Kecamatan Sangir

menurut Jorong pada Tahun 2007

Page 82: Tesis_Vera.pdf

66

Tabel 2. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Kecamatan Sangir

pada Tahun 2007 Puskesmas Puskesmas Pembantu

Lubuk Gadang

1. Liki

2. Sungai lambai

3. Bangun Rejo

4. Padang Aro

5. Sungai Aro

6. Taluak Aia Putih

7. Tandai

8. Sukabumi

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007

a. Keadaan Geografis

Secara administrasif Kabupaten Solok Selatan dengan luas

kurang lebih 3.346.20 km², dan jumlah penduduk 128.654 jiwa

pada Tahun 2007 (tabel 3), sehingga rata-rata kepadatan

penduduk adalah 39 jiwa/km² terdiri dari 7 kecamatan yaitu

Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD), Kecamatan Sungai

Pagu, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan

Sangir Jujuan, Kecamatan Sangir Janggo dan Kecamatan Sangir

Batang Hari, sedangkan pada awal pemekaran dibagi menjadi 5

kecamatan dengan luas yang bevariasi. Luas suatu wilayah dapat

dihitung berdasarkan data koordinat karena batas wilayah

Kabupaten Solok Selatan tidak teratur sehingga perhitungan luas

wilayah berdasarkan data sekunder dari Badan Pusat Statistik

Kabupaten Solok Selatan dengan data ketinggian yang dapat dilhat

pada gambar 15.

Page 83: Tesis_Vera.pdf

67

Gambar 15 Kondisi Ketinggian dan Arah Aliran Air

Page 84: Tesis_Vera.pdf

68

Tabel 3 . Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Solok Selatan

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 No Tahun Pertumbuhan Jumlah Penduduk 1.35% per Tahun

1. 2004 123.583 jiwa

2. 2005 125. 251 jiwa

3. 2006 126.421 jiwa

4. 2007 128.654 jiwa

5. 2008 130.390 jiwa

6. 2009 132.150 jiwa

7. 2010 133.934 jiwa

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Solok Selatan 2007

Kabupaten Solok Selatan yang meupakan daerah baru dimana

pembangunan yang dilakukan belum merata pada semua wilayah yang

ada, beberapa wilayah yang masih sulit dilalui lewat darat, yang hanya

bisa dilewati dengan transportasi sungai dengan memakai kendaraan

perahu. Daerah Kabupaten Solok Selatan yang merupakan daerah

pegunungan dan hutan yang sangat luas, serta sungai yang lebar. Hal

tersebut menjadikan beberapa jorong ada yang sangat sulit dijangkau,

dan jorong tersebut di kategorikan pada jorong tertinggal dan terpencil.

Dilihat dari keadaan geografis Kabupaten Solok Selatan tersebut

mengakibatkan pembangunan serta pelayanan kesehatan tidak merata.

Keterbatasan dan kondisi wilayah yang agak sulit tersebut dapat memicu

pemerintahan kabupaten untuk dapat mencari solusi dan bekerja lebih

maksimal untuk dapat mewujudkan pembangunan dan pelayanan

kesehatan yang merata, untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sehat

pada semua wilayah yang ada.

Page 85: Tesis_Vera.pdf

69

101° 20 '

#

#

#

#

#

#

# #

##

##

#

#

S a

A i

%[%U

#ÑÑ

S AN G IR J U J U H AN

S U N G A I P A G U S AN G IR

N aga ri S un ga i K un y it

N aga ri Lub u k M a la ko

N aga ri Lu b uk G a d an g

N ag a ri K o to B a ru m p u

M alus

B a ria ng

T im bu lunrpu tih

S uk abu m i

L ik ib aw ah

S uk oha rjo

P ada ng A r o

S ung a il o loLubu k G a dan g

K uba ngg a ja h

Du ria n ta r uan g

M an gg isS ung a ip auh

K o to r am b ah

S ung a iland eh

1°40

' 1°40'

PE TA A D M IN IS TR A S I D A E R AH P EN E L ITIA N

N

0 6 12 K ilo m e te rs

S ek o la h P a sc as ar janaP rogra m S tud i Ilm u K es eh a ta n M as ya ra ka tUn iv e rs ita s G a d jah M ada , 2 008

D ibua t O le h : V e ra E lf ia t r i.MNI M : 191 53 / P S /IK M /06

D a e ra h Pe n e lit ia n

%[ Ibu k o taJ oro n g

%U N a g a r iSu n g a iJ ala n

Le g e n da :

#

Gambar 16. Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Sangir Tahun 2007

b. Kondisi Demografi

Penyebaran penduduk di Kecamatan Sangir di 17 jorong bervariasi

jumlahnya, penduduk terbanyak berdomisili di jorong Padang Aro yaitu

7159 jiwa, jorong Lubuk Gadang yaitu 4018 jiwa, serta jorong Durian

Taruang yaitu 5501 jiwa, daerah yang padat penduduknya ini

disebabkan karena daerah tersebut adalah pusat ibu kota kabupaten,

ada beberapa jorong yang paling sedikit jumlah penduduknya yaitu

jorong Timbulun dengan jumlah penduduk 802 jiwa serta jorong

Kubang gajah dengan jumlah penduduk 315 jiwa, sedikitnya jumlah

penduduk pada jorong tersebut disebabkan karena daerahnya juga

banyak hutan dan pegunungan. Keadaan demografi memiliki

Page 86: Tesis_Vera.pdf

70

pengaruh penting terhadap perkembangan suatu daerah dan juga

terhadap lingkungan pemukiman (gambar 17).

%[ Padang Aro

Kotarambah

Manggis

Bariang

Durian TaruangPadang Aro

Timbulun

Sukoharjo

Liki Bawah

Air Putih Kubang Gajah

Sukabumi

Sungai Lolo

MALUS

Sungai Pauh

Sungai Landeh

Lubuk Gadang

Sampu

SANGIR JUJUHAN

SUNGAI PAGU SANGIR

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

Dingin

Nagari Koto Baru

1°40

' 1°40'

101°20'

Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06

Batas Administrasi

%[ Ibukota

SungaiJalan

Legenda :

PETA ADMINISTRASI KECAMATAN SANGIR

0 6 12 Kilometers

N

Gambar 17. Jorong-jorong di Kecamatan Sangir

Page 87: Tesis_Vera.pdf

71

Gambar 18. Jumlah Balita di Kecamatan Sangir 2007

Gambar 19. Grafik Kasus dan Sampel Diare

Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh Kantor Badan Pusat

Statistik Kecamatan Sangir pada Tahun 2007 mencapai 37.515 jiwa,

jumlah tersebut terdiri dari laki-laki 18.489 jiwa dan perempuan 19.026

jiwa (BPS Kabupaten Solok Selatan), dengan jumlah balita 3.950 (gambar

18) yang tersebar pada semua jorong yang ada di Kecamatan Sangir,

kasus diare sebanyak 1.092 kasus dengan sampel 132 kasus (gambar

19).

Page 88: Tesis_Vera.pdf

72

2. Hasil Penelitian a. Distribusi Frekuensi Variabel Dependen

Pada Kabupeten Solok Selatan kasus diare yang tertinggi berada

pada Kecamatan Sangir 1.092 kasus yang tersebar pada jorong-

jorong yang ada di Kecamatan Sangir. Penelitian ini mengambil

sampel 132 kasus dan 132 kontrol (gambar 20) yang paling tinggi

angka kasus diare terdapat pada Jorong Sampu dengan kasus diare

19 kasus (14.39% dari total kasus) dan Jorong Bariang dengan kasus

diare 15 kasus (11.36% dari total kasus). Sedangkan yang rendah

kasus diarenya terdapat pada Jorong Sukoharjo 3 kasus (2.27% dari

total kasus)

2.005jiwa59,75 km2

1.115 jiwa13.79 km2

2.022jiwa32,78 km2

315 jiwa28,89 km2

1.677 jiwa48.90 km2

1313jiwa41,28 km2

3.020 jiwa46,32 km2

1.522 jiwa34,92 km2

1.058 jiwa34,67 km2

8.02 jiwa27,65 km2

7.159jiwa63,21 km2

4.018 jiwa21,43 km2

5.501jiwa51,78 km2

1.844jiwa67,45 km2

1.563jiwa48,24 km2

1.070 jiwa34,64 km2

1.511jiwa39,98 km2

Legenda :

JalanSungai

Kasus Diare$Z

Batas Administrasi

N

0 6 12 Kilomet

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

ers

101°20'

1°40'1°40

'

%[

%U

%U%U

%U%U

%U%U %U%U%U%U

%U%U%U %U

%U%U%U

%U

%U%U%U

%U%U %U

%U%U

%U

%U%U%U%U%U

%U%U%U %U%U%U%U%U%U%U %U%U%U%U

%U%U%U %U%U%U%U%U%U

%U%U%U%U

%U

%U%U%U

%U%U%U%U

%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U

%U%U%U%U

%U%U%U%U%U

%U%U%U%U%U%U%U

%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U

%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U%U %U%U%U%U%U

%U%U

%U%U

$Z$Z

$Z$Z

$Z$Z $Z

$Z$Z$Z

$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z$Z

$Z$Z$Z$Z $Z

$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z $Z

$Z$Z

$Z

$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z $Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z $Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z$Z

$Z$Z$Z$Z$Z $Z

$Z$Z$Z$Z$Z

$Z

$Z$Z

$Z$Z

$Z$Z$Z$Z$Z

Padang Aro

Kotarambah

Manggis

Bariang

Durian TaruangPadang Aro

Timbulun

Sukoharjo

Liki Bawah

Air Putih Kubang Gajah

Sukabumi

Sungai Lolo

MALUS

Sungai Pauh

Sungai Landeh

Lubuk Gadang

Sampu

SANGIR JUJUHAN

SUNGAI PAGU SANGIR

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

aDingin

Nagari Koto Baru

PETA DISTRIBUSI KASUS DIAREKECAMATAN SANGIR

%U Kontrol Diare

Gambar 20. Kasus dan kontrol diare di Kecamatan Sangir

Page 89: Tesis_Vera.pdf

73

b. Distibusi Frekuensi Variabel Independen

Untuk lebih jelas melihat keadaan jumlah kasus diare yang dilihat

dari perilaku hidup bersih dan sehat perjorong di Kecamatan Sangir

pada tahun 2007 (gambar 21).

Gambar 21. Perilaku hidup bersih dan sehat perjorong di Kecamatan Sangir

Tahun 2007

2.005jiwa59,75 km2

1.115 jiwa13.79 km2

2.022jiwa32,78 km2

315 jiwa28,89 km2

1.677 jiwa48.90 km2

1313jiwa41,28 km2

3.020 jiwa46,32 km2

1.522 jiwa34,92 km2

1.058 jiwa34,67 km2

8.02 jiwa27,65 km2

7.159jiwa63,21 km2

4.018 jiwa21,43 km2

5.501jiwa51,78 km2

1.844jiwa67,45 km2

1.563jiwa48,24 km2

1.070 jiwa34,64 km2

1.511jiwa39,98 km2

Legenda :

JalanSungai

Ibukota%[

Batas Administrasi

N

0 6 12 Kilomete

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

rs

101°20'

1°40'1°40

'

%[

#Y#Y

#Y#Y

#Y

#Y

#Y

#Y#Y#Y

#Y#Y#Y#Y

#Y#Y#Y

#Y#Y

#Y

#Y#Y#Y

#Y#Y#Y

#Y

#Y#Y

#Y#Y

#Y

#Y#Y#Y#Y

#Y

#Y#Y

#Y

Padang Aro

Kotarambah

Manggis

Bariang

Durian TaruangPadang Aro

Timbulun

Sukoharjo

Liki Bawah

Air Putih Kubang Gajah

Sukabumi

Sungai Lolo

MALUS

Sungai Pauh

Sungai Landeh

Lubuk Gadang

Sampu

SANGIR JUJUHAN

SUNGAI PAGU SANGIR

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

Dingin

Nagari Koto Baru

PETA DISTRIBUSI PHBS KECAMATAN SANGIR

#Y PHBS

Gambar 22. Koordinat PHBS di Kecamatan Sangir

Page 90: Tesis_Vera.pdf

74

1) Penggunaan Jamban Keluarga

Penggunaan jamban keluarga di Kecamatan Sangir dibagi

menjadi 3 kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 % dan

tinggi > 75 %. Penggunaan jamban keluarga di Kecamatan Sangir

pada tahun 2007 adalah 50,12%. Hanya ada satu jorong yang

tinggi tingkat penggunaan jamban keluarga yaitu Jorong Manggis

83%, ini disebabkan kecendrungan penduduk yang tidak sering

mempergunakan sungai dan air selokan yang ada pada lingkungan

tempat tinggal mereka, sedangkan tingkat penggunaan jamban

keluarga rendah terdapat pada Jorong Sungai Landeh 25%, Jorong

Sampu 26%, Jorong Timbulun 29%, Jorong Sukoharjo 33%,

Jorong Koto Rambah 36%, Jorong Liki Bawah 38%, Jorong

Bariang 47% dan Jorong Sungai Pauh, Lubuk Gadang, Malus 50%.

Tingkat pengunaan jamban keluarga sedang terdapat pada Jorong

Sungai Lolo 57%, Jorong Durian Taruang, Aia Putiah 60%, Jorong

Sukabumi 67%, Jorong Kubang Gajah 70% dan Jorong Padang

Aro 71%. Pada jorong yang rendah tingkat penggunaan jamban

keluarganya adalah jorong yang dekat dengan sungai dan air

pegunungan, dengan membuat selokan di depan rumah dan

belakang rumahuntuk dialiri air pegunungan tersebut, yang dapat

mereka pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu

walaupun pada saat ini mereka telah mempunyai jamban dirumah

masing-masing tetapi kebiasaan mereka untuk mempergunakan air

sungai dan air selokan sulit untuk dihilangkan. Sedangkan daerah

yang tinggi penggunaan jamban keluarganya disebabkan keadaan

daerahnya yang jauh dari aliran sungai, dengan demikian mereka

berusaha membuat sumur gali untuk mendapatkan air bersih dan

membuat jamban yang dipergunakan anggota keluarga.

Page 91: Tesis_Vera.pdf

75

2) Penggunaan Air Bersih

Penggunaan air bersih di Kecamatan Sangir dibagi menjadi 3

kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 % dan tinggi > 75 %.

Pada tahun 2007 dengan penggunaan air bersih di Kecamatan

Sangir 50.05%. Penggunaan air bersih yang rendah terdapat pada

Jorong Sungai Pauh, Sungai Landeh 25%, Jorong Sungai Lolo

29%, Jorong Sukoharjo 33%, Jorong Durian Taruang, Aia Putiah,

Kubang Gajah 40% dan Jorong Lubuk Gadang, Jorong Malus,

Jorong Liki Bawah 50%. Tingkat penggunaan air bersih sedang

ada pada Jorong Sampu 53%, Jorong Timbulun 57%, Jorong

Bariang 60%, Jorong Koto Rambah 64% dan Jorong Sukabumi

67% sedangkan yang tinggi tingkat penggunaan air besih terdapat

pada Jorong Manggis 83% dan Jorong Padang Aro 86%.

Penyebaran penyakit diare yang jadi masalah penting adalah

adanya pencemaran kuman oleh kotoran manusia yang

mengandung kuman-kuman penyebab diare dan kebiasaan

masyarakat yang kurang sehat, antara lain membuang kotoran di

sembarang tempat. Salah satu langkah penting dalam

penanggulangan penyakit diare, diantaranya mengusahakan agar

air minum yang dipakai penduduk aman atau tidak berbahaya dan

tidak terkontaminasi oleh kuman penyebab penyakit diare.

Menyadari pentingnya air bagi manusia, maka air harus di kelola

dengan baik. Apabila air yang digunakan tidak memenuhi syarat

kesehatan, maka akan menimbulkan gangguan terhadap

kesehatan. Air juga merupakan media penularan penyakit. Agen

penyebab diare dapat ditularkan dengan media air, agen penyakit

yang dibawa air dapat ditularkan pada orang lain jika air yang

dikonsumsi tidak dimasak sebelumnya. Penyakit bawaan air

sebetulnya dapat dicegah dengan adanya program Perilaku Hidup

Page 92: Tesis_Vera.pdf

76

Bersih dan Sehat (PHBS) (Slamet, 2004). Masalah yang sering

dihadapi masyarakat adalah kurangnya sumber air bersih tersebut.

Upaya perbaikan kualitas sumber air dapat mengurangi

kontaminasi agen penyebab diare dengan air (Sunoto, 1990 cit

Rustamaji, 1996). Air untuk kebutuhan sehari adalah air yang

bebas dari organisme penyebab penyakit dan bebas mineral yang

berlebihan sehingga berbahaya bagi kesehatan. Agar air untuk

kebutuhan sehari-hari tersebut aman bagi kesehatan manusia

maka air hendaknya bersumber dari sarana yang memenuhi syarat

konstruksi. Menurut Dir.jen PLP Depkes RI (2000), penentuan

sarana air bersih yang memenuhi syarat kesehatan yang

digunakan Departemen Kesehatan adalah mengacu pada hasil

inspeksi sanitasi sarana air bersih meliputi syarat konstruksi,

lingkungan sarana mempunyai jarak yang cukup dengan sumber

pencemaran dan memiliki kualitas air yang memenuhi syarat fisik,

kimia, mikroorganisme dan radioaktif (Depkes RI, 1992). Hasil

inspeksi sanitasi sarana air bersih menghasilkan tingkat resiko

pencemaran dari masing-masing sarana yaitu resiko rendah, resiko

sedang, resiko tinggi dan resiko amat tinggi. Sarana dengan resiko

rendah dan sedang merupakan sarana yang memenuhi syarat

minimal konstruksi sarana air bersih. Akses pemakaian air bersih

serta meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah antara

lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau

proses klorinasi.

3) Pembuangan sampah

Pembuangan sampah di Kecamatan Sangir dibagi menjadi 3

kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 % dan tinggi > 75 %.

Pada tahun 2007 dengan pembuangan sampah di Kecamatan

Sangir 55.52%. Dilihat dari pembungan sampah yang ada di

Page 93: Tesis_Vera.pdf

77

Kecamatan Sangir yang tersebar di jorong yang ada yang dilihat

dari kriterianya. Daerah yang rendah pembuangan sampahnya

terdapat pada Jorong Sungai Landeh 25%, Jorong Sampu 32%,

Jorong Sukoharjo, Sokabumi 33%, Jorong Koto Rambah 36%,

Jorong Liki Bawah 38% dan Jorong Kubang Gajah 40%. Kemudian

daerah yang sedang tingkat pembungan sampah terdapat pada

Jorong Padang Aro 57%, Jorong Malus 58%, Jorong Aia Putiah

60%, Jorong Bariang 67%, Jorong Sungai Lolo, Jorong Timbulun

71% dan Jorong Sungai Pauh 75% dan tingkat penbuangan

sampah yang tinggi terdapat pada Jorong Durian Taruang 80% dan

Jorong Manggis, Jorong Lubuk Gadang 83%. Faktor lain adalah

membuang sampah pada tempatnya serta pengolahan sampah

yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa,

kutu, lipas), membuang air besar dan air kecil pada tepatnya,

sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik. Walaupun

jarang terjadi, faktor makanan, seperti makanan basi, beracun, dan

alergi terhadap makanan serta faktor psikologis, seperti rasa takut

dan cemas juga dapat menimbulkan diare.

4) Kebiasaan mencuci tangan

Dilihat dari kebiasaan mencuci tangan di Kecamatan Sangir

dibagi menjadi 3 kriteria yaitu rendah < 50 %, sedang 50% -70 %

dan tinggi > 75 %. Pada tahun 2007 dengan pembuangan sampah

di Kecamatan Sangir 75.53%, hanya ada satu jorong yang rendah

kebiasaan mencuci tangan yaitu pada Jorong Sungai Pauh 50%,

sedangkan yang kriteria sedang terdapat pada Jorong Durian

Taruang 60%, Jorong Sampu 63%, Jorong Koto Rambah 64%,

Jorong Sukoharjo, Jorong Sukabumi 67%, Jorong Sungai Lolo 71%

dan Jorong Sungai Landeh 75%, kriteria tinggi kebiasaan mencuci

tangan terdapat pada Jorong Bariang, Jorong Aia Putiah 80%,

Page 94: Tesis_Vera.pdf

78

Jorong Manggis, Jorong Lubuk Gadang 83%, Jorong Padang Aro,

Jorong Timbulun 86% Jorong Liki Bawah 88%, Jorong Kubang

Gajah 90% dan Jorong Malus 92%.

Penyakit diare sangat terkait dengan masalah sanitasi dasar

terutama ketersediaan air bersih dan kebiasaan mencuci tangan

pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu, sebelum

makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah

menceboki anak dan menyiapkan makanan.

c. Clustering Diare

Hasil SaTScan menggunakan Space-Time Permutation Model

(Likelihood Estimation) mendapatkan 9 cluster, detail masing-masing

cluster terdapat pada lampiran 3. Cluster 1 yang terjadi pada 2007/1/1

– 2007/1/31 berpusat pada koordinat (-1.534600 S, 101.252700 E)

dengan radius 0.42 km. Sedangkan cluster utama yang dengan Most

Likely Cluster yang terjadi pada 2007/11/1 – 2007/11/30 berpusat

pada koordinat (-1.577100 S, 101271800 E) dengan radius 0.30 km

Gambaran cluster selengkapnya dapat dilihat pada peta cluster diare

(gambar 23).

Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 9 cluster kasus

diare tahun 2007. Peta cluster diare tersebut kemudian dilakukan

Overlay (gambar 24) dengan peta faktor yang berpengaruh terhadap

kasus diare yaitu perilaku hidup bersih dan sehat di Kecamatan sangir

yang tersebar di 17 jorong, Untuk melihat hubungan antara perilaku

hidup bersih dan sehat dengan cluster diare.

Page 95: Tesis_Vera.pdf

79

%[

101°20'

#####

##

#

#

## ### ##

##

##

###

##

#

######

#

####

#S

#S

#S#S

Padang Aro

Kotarambah

Manggis

Bariang

Durian TaruangPadang Aro

Timbulun

Sukoharjo

Liki Bawah

Air Putih Kubang Gajah

Sukabumi

Sungai Lolo

MALUS

Sungai Pauh

Sungai Landeh

Lubuk Gadang

Sampu

SANGIR JUJUHAN

SUNGAI PAGU SANGIR

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

aDingin

Nagari Koto Baru

1°40

' 1°40'

PETA KLUSTER KASUS DIARE DI KECAMATAN SANGIR TAHUN 2007

N

0 6 12 Kilometers

Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06

Batas Administrasi

%[ Ibukota

SungaiJalan

Legenda :

0.430.18Kontrol Diare#

Kasus Diare 0.710.3#0.910.352.660.4231.02

Kluster DiareKmKmKmKm

KmKmKmKmKm

1234

56789

Gambar 23. Clustering diare di Kecamatan Solok Selatan tahun 2007

Page 96: Tesis_Vera.pdf

80

%[

#####

##

#

#

## ### ##

##

##

###

##

#

#####

#

#

####

#S

#S

#S#S

%U%U

%U

%U%U

%U

%U

%U%U%U

%U%U%U%U

%U%U

%U

%U%U

%U

%U

%U%U

%U

%U%U

%U

%U%U

%U%U

%U

%U%U%U%U

%U

%U%U

%U SANGIR JUJUHAN

SUNGAI PAGU SANGIR

Nagari Sungai Kunyit

Nagari Lubuk Malako

Nagari Lubuk Gadang

Dingin

Nagari Koto Baru

Kotarambah

Manggis

Bariang

Durian TaruangPadang Aro

Timbulun

Sukoharjo

Liki Bawah

Air Putih Kubang Gajah

Sukabumi

Sungai Lolo

MALUS

Sungai Pauh

Sungai Landeh

Lubuk Gadang

Sampu

Padang Aro

1°40

' 1°40'

101°20'

Sekolah PascasarjanaProgram Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Gadjah Mada, 2008

Dibuat Oleh : Vera Elfiatri.MNIM : 19153/PS/IKM/06

Batas Administrasi

%[ PHBS

SungaiJalan

Kontrol Diare#

Kasus Diare

PETA KLUSTER PHBS DAN KASUS DIARE DI KECAMATAN SANGIR TAHUN 2007

N

0 6 12 Kilometers

Legenda :

0.430.180.710.3# 0.910.352.660.4231.02

Kluster DiareKmKmKmKm

KmKmKmKmKm

12

34

5

6789

%[ Ibukota

Gambar 24. Overlay Peta Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Cluster

Kasus Diare

Page 97: Tesis_Vera.pdf

81

3. Pengujian Hipotesis a. Analisis regresi menggunakan spasial model

Uji hipotesis dilakukan dengan analisis spasial, pada uji ini

dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup

bersih dan sehat dengan kasus diare di Kecamatan Sangir. Peta

perilaku hidup bersih dan sehat ditumpang susun dengan kasus diare

di Kecamatan Sangir tahun 2007. Berdasarkan hasil overlay peta

dapat dilakukan analisis secara spasial kesesuaian antara peta

perilaku hidup bersih dan sehat dan tingkat kasus diare. Analisis

spasial dilakukan dengan analysis spatially weighted regression

(spatial error model – Maximum Likelihood Estimation) menggunakan

Aplikasi GeoDa.

Dlihat dari hasil analisis penggunan jamban keluarga dengan kasus

diare maka diperolah hasil z value = - 4,820473, p = 0,000001

(p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

penggunaan jamban keluarga dengan terjadi kasus diare yang juga

dapat digambarkan pada hasil analisis scatter plot penggunaan

jamban keluarga, dapat dilihat pada gambar 25, sedangkan hasil

analisis penggunaan air bersih dengan terjadinya kasus diare

diperoleh nilai z value = 2,810922 dan p = 0,0049401 (p < 0,05) yang

berarti ada hubungan yang signifikan antara penggunaan air bersih

dengan terjadinya kasus diare di Kecamatan Sangir, dengan analisis

scatter plot penggunaan air bersih dapat dilihat pada gambar 26.

Hasil analisis pada pembuangan sampah dengan kasus diare

diperoleh nilai z value = -0,5995125 dan p= 0,5488311 (p>0,05) yang

berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pembuangan

sampah dengan kasus diare dengan hasil analisis scatter plot

pembuangan sampah dapat dilihat pada gambar 27. Sedangkan pada

kebiasaan mencuci tangan tidak berhubungan dengan kasus diare

Page 98: Tesis_Vera.pdf

82

dengan hasil analisis nilai z value= 0,3934589 dan p = 0,6939806

(p>0,05), dengan hasil analisis scatter plot kebiasaan mencuci tangan

dapat dilihat pada gambar 28.

Gambar 25 Gambar 26

Gambar 26 Gambar 28

b. Hasil uji statistik Chi-Square

1) Hubungan antara penggunaan jamban keluarga dengan kasus

diare.

Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square, X²= 11.528 p =

0,001 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

penggunaan jamban keluarga dengan terjadi kasus diare. Dengan

kata lain kasus diare berhubungan dengan penggunaan jamban

keluarga di Kecamatan Sangir.

Page 99: Tesis_Vera.pdf

83

2) Hubungan antara penggunaan air bersih dengan kasus diare.

Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square X²= 29.939 p =

0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

penggunaan air bersih dengan terjadi kasus diare. Dengan kata

lain kasus diare berhubungan dengan penggunaan air bersih di

Kecamatan Sangir.

3) Hubungan antara pembuangan sampah dengan kasus diare.

Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square X²= 0.015 p = 0,902

(p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara

pembuangan sampah dengan terjadi kasus diare. Dengan kata lain

kasus diare tidak berhubungan dengan pembuangan sampah di

Kecamatan Sangir.

4) Hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kasus diare.

Pada analisis diperoleh hasil uji Chi-Square X²= 5.312 p = 0,021

(p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

kebiasaan mencuci tangan dengan terjadi kasus diare. Dengan

kata lain kasus diare berhubungan dengan kebiasaan mencuci

tangan di Kecamatan Sangir.

B. PEMBAHASAN

1. Keterbatasan Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kasus diare

berdasarkan pada perilaku hidup bersih dan sehat yang dilihat dari

penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembuangan sampah

dan kebiasaan mencuci tangan di Kecamatan Sangir pada tahun 2007. Data

penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder, sehingga keterbatasan

dalam penelitian ini adalah ketidak mampuan peneliti dalam mengontrol data

Page 100: Tesis_Vera.pdf

84

baik dalam proses pengumpulan data, sistem pencatatan dan pelaporan

maupun cara menganalisa data. Jumlah data penyakit diare pada penelitian

ini terbatas penderita diare pada balita saja yang berkunjung ke puskesmas

dan laporan penderita diare yang berkunjung ke puskesmas pembantu.

Pola distribusi kasus diare pada jorong-jorong yang ada di Kecamatan

Sangir tidak sama, jorong yang paling tinggi angka kasus diarenya adalah

Jorong Sampu dengan 19 kasus (14.39% dari total kasus) dan Jorong

Bariang dengan 15 kasus (11.36% dari total kasus). Jorong-jorong tersebut

merupakan daerah perkampungan yang dialiri oleh sebuah sungai dan

dikelilingi perbukitan, diamana masyarakat yang ada lebih cendrung

melakukan kegiatan mandi, cuci dan kakus (MCK) di sungai tersebut atau di

beberapa air yang pengalir dari berbukitan yang ada. Kedua daerah tersebut

juga merupakan daerah yang dekat dari ibukota kabupaten dan dekat dari

sarana kesehatan yaitu puskesmas dan ada beberapa puskesmas pembantu

yang tersebar di jorong tersebut, sehingga pasien penderita diare lebih cepat

mendapatkan pengobatan.

a. Hubungan antara penggunaan jamban keluarga dengan kasus diare

Pada analisis diperoleh hasil z value = - 4,820473, p = 0,000001

(p<0,05), dengan hasil uji Chi-Square, X²= 11.528 dan p = 0,001

(p<0,05), yang berarti ada hubungan kasus diare dengan penggunaan

jamban keluarga di Kecamatan Sangir. Sebagian besar jorong yang

mempunyai jumlah kasus diare yang tinggi mempunyai cakupan

jamban yang rendah, hal ini disebabkan jarak antara sumber air

minum dengan tempat pembuangan akhir tinja tidak memenuhi syarat,

maka sumber air tersebut dapat tercemar oleh tinja dan

mengakibatkan kejadian diare. Menurut Warouw (2002) sebanyak

34,4% di perkotaan dan 17.3% di perdesaan, sumber air berjarak

kurang dari 10 meter. Dapat dilihat juga dari kebiasaan masyarakat di

beberapa jorong yang tinggi kasus diarenya yang terletak pada daerah

Page 101: Tesis_Vera.pdf

85

yang dialiri sungai yang mengakibatkan kecendrung masyarakat

setempat lebih memililih pengunakan air sungai sebagai tempat buang

air besar dibandingkan dengan jamban yang ada di rumah mereka.

b. Hubungan antara penggunaan air bersih dengan kasus diare

Setelah dilakukan analisis dapat kita ketahui bahwa nilai z value =

2,810922 dan p = 0,0049401 (p < 0,05) dengan hasil uji Chi-Square

X²= 29.939 dan p = 0,000 (p<0,05), yang berarti ada hubungan yang

signifikan antara kasus diare di Kecamatan Sangir dengan

penggunaan air bersih di Kecamatan Sangir. Dilihat dri penyebaran

kasus diare juga dapat di tularkan dengan cara water borne dan water

washed. Penggunaan air bersih dapat mencegah penularan diare

melalui cara water washed, sedangkan pencegahan penularan diare

dari cara water borne baru dapat dilakukan kalau kualitas bakteriologis

dari air bersih memenuhi syarat kesehatan. Dalam penelitian ini faktor

kualitas bakteriologis tidak menjadi bagian dari variabel penelitian ini.

Data cakupan penggunaan sumber air minum ini belum dapat

dikatakan memenuhi syarat kualitas sesuai Permenkes No. 416 tahun

1990, karena walaupun dapat digolongkan sumber air minum

terlindung secara fisik tetapi belum tentu memenuhi syarat secara

bakteriologik. Hal ini menyebabkan di beberapa jorong yang

mempunyai kasus diare yang tinggi dengan penggunaan air bersih

yang rendah, dikarenakan masyarakat yang ada pada jorong yang

tinggi kasus diare lebih mempergunakan air sungai dan air

penggunungan yang ada di daerah mereka untuk keperluan sehari-

hari, yang mereka lihat dari fisik air yang jernih dan tidak berbau dan

tidak dilihat dari tercemar atau tidak dari bakteriologis.

c. Hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare

Hasil analisis pada pembuangan sampah dengan kasus diare

diperoleh nilai z value = -0,5995125 dan p= 0,5488311 (p>0,05)

Page 102: Tesis_Vera.pdf

86

dengan hasil uji Chi-Square X²= 0.015 dan p = 0,902 (p>0,05), yang

berarti tidak ada hubungan kasus diare di Kecamatan Sangir dengan

pembuangan sampah. Kaitanya pembuangan sampah dengan kasus

diare dapat dilihat dari sampah yang dibuang tidak pada tempatnya

dan dibiarkan saja terbuka dan tidak dibakar, hal ini lama kelamaan

sampah makin menumpuk yang mengakibatkan menyebarkan bau

kedaerah sekitarnya dan mengundang datangnya lalat, lalat yang

berdatangan akan berterbangan dan akan hinggap di makanan yang

terbuka yang bisa menyebabkan diare. Dalam penelitian ini hal

tersebut tidak menjadi variabel penelitian. Akan tetapi di beberapa

jorong yang tinggi atau maupun jorong yang rendah kasus diarenya

kecendrungan masyarakat tidak membuang sampah pada tempat

pembuangan sampah tetapi sampah tersebut di buang ke sungai atau

selokan yang ada. Ada juga beberapa jorong yang dekat dari ibukota

kabupaten sampahnya di angkut oleh mobil sampah yang dikelola oleh

pemda setempat. Mobil sampah sampai saat ini hanya baru bisa

mengambil sampah hanya pada jorong-jorong yang bisa dilalui oleh

mobil sampah tersebut dilihat dari kondisi daerah yang ada belum bisa

di lalui oleh kendaraan roda empat. Sampai saat ini pemda belum bisa

menyediakan kendaraan sampah dari roda dua.

d. Hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kasus diare

Pada hasil analisis pada kebiasaan mencuci tangan dengan kasus

diare diperoleh nilai z value= 0,3934589 dan p = 0,6939806 (p>0,05),

yang berarti tidak ada hubungan kasus diare di Kecamatan Sangir

dengan kebiasaan mencuci tangan, berbeda dengan hasil uji t tes

dimana ada hubungan yang signfikan kasus diare dengan kebiasaan

mencuci tangan dimana hasil uji Chi-Square X²= 5.312 p = 0,021

(p<0,05), yang berarti ada hubungan antara kebiasaan mencuci

tangan dengan kasus diare. Terjadinya perbedaan hasil dari analisa

Page 103: Tesis_Vera.pdf

87

diatas disebabkan karena pada nilai z digunakan data agregat dari unit

analisis jorong sedangkan uji chi-square data yang digunakan adalah

data individu yang dilihat dari kontrol.

Page 104: Tesis_Vera.pdf

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasar hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan

jamban keluarga p = 0,000001 (p<0,05).

2. Kasus diare di Kecamatan Sangir berhubungan dengan penggunaan air

bersih p = 0,0049401 (p < 0,05).

3. Kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan

pembuangan sampah p= 0,5488311 (p>0,05).

4. Kasus diare di Kecamatan Sangir tidak berhubungan dengan kebiasaan

mencuci tangan p = 0,6939806 (p>0,05).

5. Kasus diare tersebar pada 17 jorong di Kecamatan Sangir dengan kasus

tertinggi 14.39% pada Jorong Sampu dan 11.36% Jorong Bariang

6. Terdapat clustering kasus diare yang signifikan di Kecamatan Sangir.

Clustering kasus diare terjadi dengan perilaku hidup bersih dan sehat

yang dilihat dari penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih,

pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa jumlah kasus diare yang tinggi

banyak terjadi pada jorong dengan penggunan jamban keluarga dan

penggunaan air bersih yang rendah, diharapkan pemda Kabupaten

Solok Selatan dan instansi yang terkait lebih meningkatkan penggunaan

jamban keluarga, kesehatan lingkungan, penggunaan air bersih dan

meningkatkan peran serta masyarakat melalui penyuluhan.

Page 105: Tesis_Vera.pdf

lxxxix

2. Pada daerah pemukiman yang dekat dengan sungai dan air

pegunungan yang kecendrungan mempergunakan air tersebut untuk

keperluan seharí-hari perlu diperhatikan kondisi sanitasi lingkungan,

sehingga tidak terjadi penularan lebih luas bila terdapat penderita diare,

ditunjang dengan penyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan

sehat.

3. Petugas promosi kesehatan dinas kesehatan yang bekerjasama dengan

lintas sektor untuk dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat

yang tinggal dekat dengan sungai diharuskan membuat jamban di

rumah masing-masing dan dapat dipergunakan sesuai kegunaannya.

4. Meningkatkan pencatatan dan pelaporan di dinas kesehatan,

puskesmas, puskesmas pembantu, sehingga data yang ada dapat

dianalisa dan digunakan untuk pengambilan keputusan yang tepat

dibidang kesehatan.

5. Perlu dilakukan penelitian analisis spatial lebih lanjut, baik di wilayah

yang berbeda, dengan penyakit yang berbeda maupun dengan variabel

yang berbeda, sehingga dapat diketahui local specificity dan masalah

kesehatan ditiap-tiap wilayah.

lxxxix

Page 106: Tesis_Vera.pdf

xc

Daftar Pustaka

Abidin,Z. (2007) Global Position System( GPS) dalam mendukung Sistem

informasi geografis , Informatika Bandung Abdullah, D.K. (1987) Tinjauan keadaan kasus diare dan sumber air minum

yang digunakan masyarakat desa pisang, baru kecamatan Balunqa Lampung Utara. APK –TS : Jakarta.

Achmadi, U. F. (1991) Transformasi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan

Kerja di Indonesia, Orasi Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Kesehatan Lingkunagan dan Kesehatan Kerja FKM – UI, Jakarta.

Ali M, Goovaerts P, Nazia N, Haq MZ, Yunus M, Emch M. (2006) Application

of Poisson Kriging to The Mapping of Cholera and Dysentery incidence in an Endemic Area of Bangladesh. Information System Journal.

Aman, A.T. (2004) Perkembangan Terkini. Vaksin terhadap Diare.

Disampaikan dalam Seminar Nasional Diare Perkembangan Terkini dan Permasalahannya, Yogyakarta.

Antenucci. (1991) GIS a Guide to The Technology, New York, van Nostrand

Reinhold. Aronoff S (1989) Geographic Information System, Manajemen Perspective,

WPC Publication, Otawa. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). (2007)

Kabupaten Solok Selatan. Peta Administrasi, Solok Selatan. Bonita F. Stanton and J.D. Clemens. (2004) Socioeconomic Variables and

Rates of Diarrhoeal Disease in Urban Bangladesh. Information System Journal.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Solok Selatan. (2007)Solok Selatan

Dalam Angka, Solok Selatan. Cleans C. (2005) GIS – Mapping Solution. Scomptec, inc (diakses 18 Maret

2007).

xc

Page 107: Tesis_Vera.pdf

xci

Crist, Patrick and B. Csuti. (2000) Gap Analysis Chapter. Handbook of Gap

Analysis. Idaho Cooperative Fishand Wildlife Research Unit. Moscow.

Danoedoro, P. (2004) Sains Informasi Geografis, dari Perolehan dan Analisis Citra hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial, Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.

Depkes, R.I. (2001)Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/ Kota

Sehat. Tersedia Dalam : http : // www.depkes.go.id ( Diakses 17 Januari 2008).

Depkes, R.I. (2004) Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di

Kabupaten/ Kota, Jakarta. Depkes, R.I. (1997) Buku Pedoman Manajemen Tingkat Puskesmas, Pusat

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Depkes R.I Ditjen P2M-PLP. (2004) Info Penyakit Menular, Bulletin Edisi 4,

Jakarta. Depkes, R.I. (2004) Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare. Tersedia Dalam : http :

// www.depkes.go.id ( Diakses 16 Januari 2008). Depkes R.I Ditjen PPM-PLP. (2007) Pusat Informasi Penyakit Infeksi

Tersedia Dalam : http : // www.depkes.go.id ( Diakses 14 Januari 2008).

Depkes, R.I. (2007) Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/ Kota

Sehat. Tersedia Dalam : http : // www.depkes.go.id ( Diakses 17 Januari 2008).

Depkes, R.I. (2000) Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta. Depkes, R.I. (2000) Ditjen PPM & PL Tatalaksana Kasus Diare Bermasalah,

Jakarta. Depkes, R.I. (2000) Ditjen PPM & PL Buku Pedoman Pelaksanaan Program

P2 Diare, Jakarta. Depkes R.I Ditjen P2M-PLP. (1984) Peningkatan Upaya Pencegahan dalam

Program Pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta.

xci

Page 108: Tesis_Vera.pdf

xcii

Depkes R.I. (1992) Pedoman Kerja Survei Kesehatan Rumah Tangga.Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Laporan Tahunan. (2005) Bidang

PL-PKM, Solok Selatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Laporan Tahunan. (2007) Bidang

PL-PKM, Solok Selatan. Estes, J.E. (1992) Remotsensing and Geographic Information System

Integration : Research Need, Status, and Trend, Hamilton Publishing Company, New York.

Firdous, U. (2002) Cuci Tangan Sebelum akan Menurunkan Risiko Kejadian

Hepatitis Akut Klinis, Buletin Penelitian Kesehatan Vol.33, No. 3. Hidayati, WB. (2002) Diare Persisten Salah Satu Masalah Gastroenterologi

Anak Terkini, Artikel Bemas, Yogyakarta. Kandun, IN. (2003) Upaya Pencegahan Diare ditinjau dari Aspek Kesehatan

Masyarakat, Makalah, Kongres Nasionlan II BKGAI, Bandung. Krishna, Gopal. (2002) Spatial Analysis and Modeling. National Bureau of

Animal Genetic Resources (I. C. A.) Kusnoputranto, H. (1986) Kesehatan Lingkungan. Badan Penerbit Kesehatan

Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Lumenta, B. (1989) Penyakit, Citra, Alam dan Budaya.Kanisius, Yogyakarta. Machfoedz, I, Sutrisno, ES, Santosa, S. (2005) Pendidikan Kesehatan Bagian

dari Promosi Kesehatan, Penerbit Fitramaya, Jakarta. Moesley, W.H., and Chen, L.C. (1984) Child Survival. Strategies for research

and development rev. A Supplement vol. 10. Mohammad Ali, Michael Emch, J.P.Donnay, Mohammad Yunus and R.

B.Sacke. (2002) The Spasial Epedemiology of Cholera in an Endemic Area of Bangladesh, Information System Journal.

xcii

Page 109: Tesis_Vera.pdf

xciii

Mohammad Ali, Michael Emch, J.P.Donnay, Mohammad Yunus and R. B.Sacke. (2002) Identifying Environmental Risk Factor for Endemic Cholera : a Raster GIS Approach, Information System Journal.

Moslem Uddin Khan and Md. Shahidullah. (2004) Role of Water and

Sanitation in The incidence of Cholera in Refugee Camp, Bangladesh, Information System Journal.

Michael Emch. (1999) Diarrheal Disease Rish in Matlab, Bangladesh,

Information System Journal

Munir, M. (1983) Peranan aspek epidemiologi dan social dalam penanggulangan diare. Pertemuan ilmiah penelitian penyakit daiare, Depkes, Jakarta.

Musadad, A. (1996) Kesehatan lingkungan dan kemiskinan. Artikel. VI (3), 1-5. Sumber : Media penelitian dan pengembangan kesehatan, Jakarta.

Ngatimin, Rusli, 2003, Perilaku Kesehatan pada Masyarakat Suku Bajo, UNHAS, Makasar .

Notoatmodjo, S. (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip-prinsip Dasar.

Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka

Cipta, Jakarta. Powell, DR. (2003) 365 Tips Hidup Sehat, Pustaka Delapratasa, Jakarta. Prahasta. (2005) Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis,

Informatika, Bandung.

Purbawati, Aris. (2002) Otomatisasi Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga di Kabupaten Purwakarta, Tesis IKM UI, Jakarta.

Pusat Peyuluhan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I. (1998) Buku Panduan Manajemen Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Tingkat Provinsi, Jakarta.

Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. (2002) Panduan Manajemen PHBS menuju Kota/ Kabupaten Sehat, Jakarta.

xciii

Page 110: Tesis_Vera.pdf

xciv

Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. (2004) Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta.

Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan R.I, 2006, Panduan Manajemen PHBS menuju Kota/ Kabupaten Sehat, Jakarta.

Rustamaji. (1996) Hubungan Higiene perorangan dengan Protozoa Penyebab Diare disekitar Aliran Sungai Code Yogyakarta, Skripsi, UGM, Yogyakarta.

Sanropie, Jasio. (1994) Pedoman Penyediaan Air Bersih, Jakarta. Selomo, Makmur. (2001) Masalah Pencemaran dan Dampak Terhadap

Lingkungan, Program Studi Ilmu Kesehatan Universitas Hasanuddin, Makasar.

Shunji Murai. (2004) GIS Workbook. Volume 1. University of Tokyo. Slamet, J.S. (2004) Keseahatan Lingkungan, GMU Press, Yogyakarta. Soemirat, J. (2000) Epidemiologi Lingkungan , Yogyakarta Gadjah Mada

University Press, Sudigbia, I. (1987) Pencegah dan pengelolaan diare kronik dalam Sudigbia, I.

Harijono, R dan Sumantri, A. Sugeng Juwono. (2007) Bahan Perkuliahan Sistem Informasi Geografi

Bagian Parasitologi FK UGM Yogyakarta. Suharyadi. (1993) Mengolah Data Spasial dengan Sistem Informasi

Geografis PC Arc/Info, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suharyono, Boediarso, A., Halimun, E.M. (1988) Gastroenterologi Anak

Praktis, BP FK UI, Jakarta. Suharyono. (1991) Diare Aku Klinik dan Laboratorik, Rineka Cipta, Jakarta Sukana, B. , Haryoto, dan Kusnindar. (1993) Penelitian sarana penyediaan

air minum dan hubungannya dengan penyakit diare para pemulung di pemukiman sekitar LPA Budhi Dharma kelurahan Semper Jakarta Utara. Penelitian, 21 (1), 41-47. Sumber : Buletin Penelitian Kesehatan Jakarta.

xciv

Page 111: Tesis_Vera.pdf

xcv

Susilo. (2005) Dasar –dasar modeling sistem informasi geografi, informtika Bandung.

Suwarno. (2007) Instalasi air bersih PDAM terhadap PHBS masyarakat di

Kecamatan Pojong Kabupaten Gunung Kidul. Yusliana Naingolan. (2006) Kondisi fisik rumah dan perilaku keluarga dengan

kejadiaan diare akut pada balita di desa Rambung Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

Warouw,SP. (2002) Hubungan faktor lingkungan dan sosiol ekonomi dengan

morbiditas (keluhan ISPA dan diare), kerjasama Surkesnas, Depkes RI dan WHO, Jakarta.

Wawan Kusugiharjo. (2007) Analisa spasial kejadian TB Paru BTA (+)

menggunakan sistem informasi geografis (GIS) di Kabupaten Sleman”.

xcv

Page 112: Tesis_Vera.pdf

xcvi

Lampiran 1

KUESIONER UNTUK PERILAKU MASYARAKAT Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang

analisa spasial Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sebagai faktor risiko diare di

Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2007.

Petunjuk pengisian sebagai berikut :

1. Isilah titik-titik dibawah ini sesuai dengan jawaban bapak/ ibu.

2. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang bapak/ ibu anggap sesuai

dengan kondisi ibu pada saat pilihan.

A. Identitas Responden No………………..

1. Ayah

a. Nama :

b. Umur :

c. Pendidikan terakhir :

1. Akademi/PT 2. SLTA 3. SLTP

4. SD 5. Tidak tamat SD 6. Buta Huruf

d. Pekerjaan :

1. PNS 2. Karyawan 3. Pedagang 4. Buruh

5. Tidak bekerja

2. Ibu

a. Nama :

b. Umur :

c. Pendidikan terakhir :

1. Akademi/PT 2. SLTA 3. SLTP

4. SD 5. Tidak tamat SD 6. Buta Huruf

xcvi

Page 113: Tesis_Vera.pdf

xcvii

d. Pekerjaan :

1. PNS 2. Karyawan 3. Pedagang

4. Buruh 5. Tidak bekerja

e. Jumlah anggota keluarga : orang

f. Jumlah Balita dalam keluarga : orang

B. Identitas Anak Nama anak :

Tanggal lahir dan umur : (bulan)

Jenis kelamin : P/L (Coret yang tidak perlu)

Berat badan : (Kg)

C. Kejadian diare 1. Apakah anak ibu pernah berak dengan tinja yang lembek atau cair

sampai 3 kali sehari dalam 1 bulan terakhir ?

1. Ada 2. Tidak ada

2. Berapa lamanya ? hari

D. Keadaan sarana kesehatan lingkungan 1. Air Bersih

a. Apakah bapak/ ibu mengambil air bersih dari PDAM/ sumur

pompa/ sumur gali/ mata air terlindung ?

1. Ya 2. Tidak

b. Apakah bapak/ ibu memiliki sarana air bersih tersebut ?

1. Ya 2. Tidak

c. Apakah Bapak/ ibu menampung air yang digunakan untuk

keperluan minum di wadah tertutup ?

1. Ya 2. Tidak

xcvii

Page 114: Tesis_Vera.pdf

xcviii

d. Apakah Bapak/ Ibu menguras tempat air minum seminggu sekali?

1. Ya 2. Tidak

e. Apakah air yang digunakan mencukupi untuk kebutuhan sehari-

hari ?

1. Ya 2. Tidak

f. Apakah bapak/ ibu mengambil air dengan cara perpipaan/

ember?

1. Ya 2. Tidak

g. Apakah untuk diminum air dimasak sampai mendidih

1. Ya 2. Tidak

h. Berapa jarak air bersih ke rumah : Meter

2. Jamban

a. Apakah dirumah bapak/ ibu ada tersedia jamban keluarga ?

1. Ya 2. Tidak

b. Apakah bapak/ ibu selalu menggunakan jamban keluarga untuk

buang air besar (BAB) ?

1. Ya 2. Tidak

c. Apakah di rumah bapak/ibu tidak memiliki jamban, apakah bapak/

ibu BAB di jamban umum, tetangga atau sungai ?

1. Ya 2. Tidak

d. Apakah jamban dibersihkan secara teratur maximal seminggu

sekali pada permukaan jamban yang kotor ?

1. Ya 2. Tidak

e. Apakah di jamban selalu tersedia air yang cukup ?

1. Ya 2. Tidak

f. Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas vektor

1. Ya 2. Tidak

xcviii

Page 115: Tesis_Vera.pdf

xcix

g. Apakah jenis jamban yang digunakan keluarga bapak/ ibu jenis

jamban leher angsa atau jamban cemplung tertutup ?

1. Ya 2. Tidak

h. Apakah ada tempat untuk penampungan tinja ?

1. Ya 2. Tidak

i. Apakah bapak/ ibu membuang tinja Balita ke jamban ?

1. Ya 2. Tidak

j. Berakah jarak jamban dengan rumah : meter

3. Sampah

a. Apakah rumah saudara dilengkapi tempat penampungan sampah

sementara ?

1. Ya 2. Tidak

b. Apabila tempat sampah selalu tertutup rapat ?

1. Ya 2. Tidak

c. Apakah kebiasaan anggota keluarga membuang sampah pada

tempatnya ?

1. Ya 2. Tidak

d. Apakah tempat pembuangan sampah sementara bebas dari

serangga dan vektor lain ?

1. Ya 2. Tidak

e. Berapakah jarak tempat pengumpulan sampah ke rumah ?

meter

4. Mencuci tangan

a. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan sebelum makan ?

1. Ya 2. Tidak

b. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan sesudah buang air

besar ?

xcix

Page 116: Tesis_Vera.pdf

c

1. Ya 2. Tidak

c. Apakah ibu biasa mencuci tangan sebelum memegang bahan

makanan yang akan diolah ?

1. Ya 2. Tidak

d. Apakah ibu selalu mencuci tangan setelah ibu menyajikan

makanan ?

1. Ya 2. Tidak

e. Apakah ibu selalu mencuci tangan anak setelah anak buang air

besar ?

1. Ya 2. Tidak

f. Apakah ibu biasa mencuci tangan setelah membasuh anak

buang air besar ?

1. Ya 2. Tidak

g. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan yang kotor dengan

sabun dan air bersih ?

1. Ya 2. Tidak

h. Apakah bapak/ ibu biasa mencuci tangan yang kotor dengan

cara menggosok telapak, punggung tangan sampai ujung jari-jari

tangan ?

1. Ya 2. Tidak

i. Apakah ibu menyuapi anak makan menggunakan sendok yang

bersih atau tangan yang sudah dicuci bersih degan air dan sabun

1. Ya 2. Tidak

c

Page 117: Tesis_Vera.pdf

ci

ci