Tesis USUhdshd

82
DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3 (DEN-3) DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN REVERSE TRANSCRIPTASE- PCR (RT-PCR) DI KOTA MEDAN TESIS Oleh YUNILDA ANDRIYANI 067027009/IKT SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Yunilda Andriyani : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

description

hsihdksdsk

Transcript of Tesis USUhdshd

Page 1: Tesis USUhdshd

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3 (DEN-3) DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN

REVERSE TRANSCRIPTASE- PCR (RT-PCR) DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

YUNILDA ANDRIYANI 067027009/IKT

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Yunilda Andriyani : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 2: Tesis USUhdshd

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3 (DEN-3) DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN

REVERSE TRANSCRIPTASE- PCR (RT-PCR) DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pasacasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNILDA ANDRIYANI 067027009/IKT

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Yunilda Andriyani : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 3: Tesis USUhdshd

Judul Tesis :DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3 DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN REVERSE TRANSCRIPTASE-PCR (RT-PCR) DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa :Yunilda Andriyani Nomor Pokok :067027009 Program Studi :Ilmu Kedokteran Tropis

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Prof.A.A.P.Depari, DTM&H, Sp.ParK Ketua

(dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK) (dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,DTM&H,M.Sc(CTM),SpA(K)) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

Tanggal lulus : 12 Februari 2009

Yunilda Andriyani : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 4: Tesis USUhdshd

Telah diuji pada

Tanggal : 12 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.A.A.P.Depari, DTM&H, Sp.ParK Anggota :1. dr.R.Lia Kusumawati, MS, SpMK 2. dr.Dewi Masyithah Darlan,DAP&E,MPH 3. dr. Endang Haryanti Gani,DTM&H,SpPark 4. Dr.Dra.Maryani Cyccu Tobing,MS Yunilda Andriyani : Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 5: Tesis USUhdshd

ABSTRAK

Kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Mulai saat itu sampai kini penyakit DBD belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Hal ini diketahui dari peningkatan jumlah korban yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan mengenai hampir seluruh wilayah Indonesia. Data dalam buku “Profil Indonesia 2000” menunjukkan bahwa di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menduduki urutan kedua tertinggi kasus DBD setelah Vietnam. Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melaui gigitan nyamuk Aedes spp. Virus dengue sampai saat ini diketahui memiliki 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penelitian dilakukan secara deskriptif terhadap 100 sampel nyamuk Aedes aegypti dengan metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk menemukan serotipe virus DEN-3. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahat (resting places) di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00-pukul 11.00 WIB, dari 5 kecamatan endemis DBD di wilayah Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru dan Medan Amplas dari bulan September-Oktober 2008. Dari 100 sampel nyamuk A. aegypti yang diteliti ternyata tidak ditemukan satu pun nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe-3 (DEN-3). Kata kunci : Nyamuk Aedes aegypti, serotipe virus Dengue DEN-3, DBD, RT- PCR

i

5

Page 6: Tesis USUhdshd

ABSTRACT In Indonesia, case of DHF firstly found in Surabaya, 1968, but virologic confirm was in 1970. Since then until now, DHF could not completely controlled. The datas suggesting this, because there are increasing number of victims every year in almost part of Indonesia. Data from “Profile of Indonesia 2000” , showed that Indonesia was the 2nd of highest DHF case after Vietnam among ASEAN countries. DHF is the disease which is caused by Dengue virus, which is transmitted by Aedes spp. Untill now, there are 4 serotype for Dengue virus ; DEN-1,DEN-2,DEN-3, and DEN-4. This is descriptive study for 100 samples of Aedes aegypti from 5 endemic areas in Medan; Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Baru, Medan Amplas and Medan Sunggal from September to October 2008. The mosquitoes were caught from their resting places in house of DHF victims at 07.00-11.00 AM. The samples were processed with RT-PCR, to find Dengue virus type-3 (DEN-3). The result showed that Dengue virus type-3 (DEN-3) was negative from 100 collecting samples of Aedes aegypti. Key words : Aedes aegypti, Dengue virus serotype DEN-3, DHF, RT-PCR

ii

6

Page 7: Tesis USUhdshd

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan karunia-Nyalah tesis ini dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kedokteran Tropis di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama masa kuliah sampai diselesaikannya tesis ini, penulis banyak sekali

memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,

Sp.A(K), atas kesempatan, bantuan biaya pendidikan, dan fasilitas yang diberikan

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A.

Siregar, Sp.PD, KGEH, atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti

pendidikan program Magister.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., atas kesempatan menjadi mahasiswa pada

Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis, Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K), beserta jajaran dan seluruh stafnya, atas

kesempatan, bimbingan, dan petunjuk selama menjadi mahasiswa.

Ketua Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, dr. Nurfida Kh. Arrasyid, M.Kes., atas izin, dukungan, dan pengertiannya

selama penulis menyelesaikan pendidikan program Magister.

iii

7

Page 8: Tesis USUhdshd

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada :

Prof. dr. A.A.P. Depari, DTM&H, Sp.ParK, dr. R. Lia Kusumawati, MS,

Sp.MK, dan dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, selaku pembimbing yang

dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran untuk

penyelesaian tesis ini.

dr. Endang H. Gani, DTM&H, Sp.ParK dan Dr. Dra. Mariani Cyccu Tobing,

MS, selaku dosen pembanding dan penguji tesis, atas segala masukan dan koreksi

yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini.

Terima kasih terkhusus untuk dr. R.Lia Kusumawati, MS, Sp.MK, dr. Dewi

Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, dan dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed., yang

telah berkenan mengajak penulis untuk meneliti salah satu dari payung penelitian

yang sedang mereka teliti. Semoga kebaikan mereka dibalas oleh Allah SWT.

Orang tua penulis, Ayahanda Alm. M.Azmi dan Ibunda Nurchairani, yang

telah membesarkan penulis dan tak henti-hentinya mendoakan, mendukung, serta

menasehati dengan penuh kasih sayang. Juga kepada mertua penulis, dr. H. Abdul

Wahid, Sp.PD dan dr.Syahrani Lubis yang selalu memberi dukungan, bantuan serta

doa.

Suami penulis, dr. Wahyu Diansyah, yang selalu setia mendampingi dan

memberi motivasi serta dukungan baik dalam suka dan duka kepada penulis selama

menjalani pendidikan.

Rekan-rekan seperjuangan Angkatan III Program Magister Ilmu Kedokteran

Tropis yang telah bersama-sama menjalani masa perkuliahan dalam suka dan duka.

Semoga persahabatan kita tidak terputus dengan berakhirnya masa pendidikan.

iv

8

Page 9: Tesis USUhdshd

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, banyak

kekurangan baik dari segi materi maupun tata bahasanya. Saran dan kritik sangat

diharapkan dengan tujuan untuk menyempurnakan dan mengembangkan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan

sumbangan ilmu pengetahuan kepada kita semua. Amin.

Medan, Februari 2009

Penulis

v

9

Page 10: Tesis USUhdshd

RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Yunilda Andriyani Tempat / Tanggal Lahir : Medan , 3 Juni 1979

Sebagai anak ke dua dari Bapak M Azmi (Alm.) dan Ibu Nurchairani

Alamat : Jl. STM Gg. Aman No. 26 Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar : SD Percobaan Negeri Jl. Sei Petani Medan, thn.

1985-1991 2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Jend. Sudirman Medan, thn. 1991-1994 3. Sekolah Menengah Umum : SMUN 6 Medan, thn. 1994-1997 4. Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, thn. 1997-2003 5. Pendidikan / Latihan lain : Advanced Cardiac Life Support (ACLS), thn.2003 Biologi Molekuler Dasar, thn. 2005 Malaria Microscopy Training, thn. 2007 Riwayat Pekerjaan :

1. Staf Pengajar Tetap Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran USU Medan, sejak tahun 2004 sampai sekarang.

vi

10

Page 11: Tesis USUhdshd

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK .................................................................................................. i

ABSTRACT................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR................................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vi

DAFTAR ISI............................................................................................... vii

DAFTAR TABEL........................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

I.1. Latar Belakang........................................................................... 1

I.2. Perumusan Masalah ................................................................... 5

I.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5

I.3.1. Tujuan Umum................................................................... 5

I.3.2. Tujuan Khusus .................................................................. 5

I.4. Manfaat ...................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 7

II.1. Virus Dengue............................................................................ 7

II.2. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue.................................. 9

vii

11

Page 12: Tesis USUhdshd

II.3. Nyamuk Aedes Aegypti Sebagai Vektor Virus Dengue ........... 11

II.4 Patogenesa dan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue ................. 14

II.5. Manifestasi Klinis..................................................................... 17

II.5.1.Demam Dengue (DD) ..................................................... 17

II.5.2.Demam Berdarah Dengue (DBD) ................................... 18

II.5.3.Sindroma Syok Dengue (SSD)........................................ 19

II.6. Diagnosa ................................................................................... 20

II.7. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). 23

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 26

III.1.Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 26

III.2.Subjek Penelitian...................................................................... 26

III.3.Perkiraan Besar Sampel ........................................................... 26

III.4.Rancangan Penelitian ............................................................... 27

III.5.Kerangka Kerja ........................................................................ 28

III.6.Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 29

III.6.1.Alat dan Bahan............................................................... 29

III.6.2.Pengumpulan Data ......................................................... 30

III.6.3.Ekstraksi RNA Virus Dengue ........................................ 31

III.6.4.RT-PCR.......................................................................... 34

III.6.5.Elektroforesis ................................................................. 35

III.6.6.Gel Imaging.................................................................... 35

viii

12

Page 13: Tesis USUhdshd

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 36

IV.1 Hasil Penelitian .............................................................. ..... 36

IV.2 Pembahasan.............................................................................. 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 59

V.1 Kesimpulan ............................................................................... 59

V.2 Saran.......................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... ................ 61

ix

13

Page 14: Tesis USUhdshd

DAFTAR SINGKATAN

DENV Dengue Virus

DD Demam Dengue

DBD Demam Berdarah Dengue

CFR Case Fatality Rate

IR Incidence Rate

RT-PCR Reverse-Transcriptase Polymerase

Chain Reaction

BM Berat Molekul

APC Antigen Presenting Cell

TNF Tumor Necrotizing Factor

IL Interleukin

SSD Sindroma Syok Dengue

WHO World Health Organization

IgG Immunoglobulin G

IgM Immunoglobulin M

DNA Deoxyribonuclease Acid

m-RNA messenger Ribonuclease Acid

cDNA complement deoxyribonuclease acid

DMEM Drainage Enrich Medium

MgSO4 Magnesium Sulfat

bp base pair

KLB Kejadian Luar Biasa

P2P Program Pemberantasan Penyakit

xiii

14

Page 15: Tesis USUhdshd

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Aedes aegypti betina ………………………………….......... 13 2. Kerangka Kerja .............................................................. 28 3. Marker 100 bp DNA ladder ………………………............. 38 4. Kontrol positif hasil RT-PCR dari seluruh serotipe virus Dengue ................................................................................. 39 5. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 1 sampai 10 ............................................................. 40 6. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 11 sampai 20 ............................................................. 41 7. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 21 sampai 30 ............................................................. 42 8. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 31 sampai 40 ............................................................. 43 9. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 41 sampai 50 ............................................................. 44 10. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 51 sampai 60 ............................................................. 45 11. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 61 sampai 70 .................................................... ....... 46

xi

15

Page 16: Tesis USUhdshd

12. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 71 sampai 80 ................................................... .......... 47 13. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 81 sampai 90 .... ............................................ ............ 48 14. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue nomor 91 sampai 100 ........... .................................................. 49 15. Pola Dominasi serotipe virus Dengue dari serum manusia dari tahun 2004-2007 .............................................................. 55

xii

16

Page 17: Tesis USUhdshd

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kegiatan dan waktu penelitian ...................................... 27

2. Asal dan Jumlah Nyamuk Aedes aegypti dari Kecamatan di Kota Medan …………………………………. 36 3. Jumlah dan Persentase Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan Kecamatan di Kota Medan yang Mengandung Virus Dengue tipe 3 (DEN-3) ............................. 50 4. Rangkuman Hasil Penelitian .......................... ............................. 53

x

17

Page 18: Tesis USUhdshd

18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Infeksi virus dengue (DENV) telah ada di Indonesia sejak abad ke-18. Pada masa

itu, atau selama dua abad, infeksi virus Dengue di Asia Tenggara merupakan penyakit

ringan yang tidak menimbulkan kematian. Namun, sejak timbulnya wabah Demam

Dengue (DD) di Manila, Filipina pada tahun 1953-1954, dimana disertai dengan

renjatan (shock) dan perdarahan saluran cerna sehingga dapat menimbulkan

kematian, maka pandangan tersebut berubah. Demam Berdarah Dengue (DBD) ini

kemudian menyebar ke negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan

Vietnam. Di Indonesia penyakit DBD ini pertama kali ditemukan di Surabaya dan

Jakarta pada tahun 1968.

Walaupun kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada

tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Mulai saat

itu sampai kini penyakit DBD belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Hal ini

diketahui dari peningkatan jumlah korban yang cenderung meningkat dari tahun ke

tahun dan mengenai hampir seluruh wilayah Indonesia (Soedarmo, 2005; Hadinegoro

et al., 2006).

Pada tahun 1997, DD/DBD merupakan penyakit arbovirus yang paling penting.

Diperkirakan 50-100 juta kasus DD dan beberapa ratus ribu kasus DBD muncul

setiap tahunnya, dan hal ini bergantung dari daerah endemisnya (Gubler, 1997).

Page 19: Tesis USUhdshd

Pada tahun 1998, kasus DBD mengalami peningkatan di Indonesia. Dahulu

diketahui kasus DBD ini lebih banyak pada anak-anak, namun dalam dekade terakhir

ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita DBD pada orang

dewasa (Porter et al., 2005; Soedarmo, 2005).

Telah dilaporkan bahwa angka morbiditas DBD di Indonesia dari tahun 1997,

2004 dan 2005 berturut-turut adalah 15,28 per 100.000 orang, 30 per 100.000 orang

dan 13,7 per 100.000 orang. Case Fatality Rate (CFR) untuk DBD di Indonesia telah

menurun dari 41% pada tahun 1968 menjadi 2% sejak tahun 2000. Bahkan pada

tahun 2004 pernah turun menjadi 1,21%, tetapi hal ini bervariasi di setiap propinsi

(Setiati et al., 2006).

Di Propinsi Sumatera Utara terjadi peningkatan jumlah kasus DBD dari tahun ke

tahun. Data enam tahun terakhir (1998-2003) menunjukkan bahwa Incidence Rate

(IR) sekitar 1-7,66 per 100.000 penduduk dan CFR berada pada kisaran 0,00%-

3,68%. Kota Medan termasuk daerah yang paling tinggi jumlah kasus DBD-nya dari

tahun ke tahun. Pada tahun 1998 dijumpai 570 kasus dan berturut-turut dari tahun

1999 sampai 2003 dijumpai 81, 103, 447, 197 dan 596 kasus per tahun (Sulani,

2004).

DD atau DBD disebabkan oleh infeksi dari virus dengue yang memiliki 4

serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Gubler, 1997). DEN-1 pertama

kali ditemukan di Hawai pada tahun 1944, DEN-2 di Papua Nugini pada tahun 1944

dan DEN-3 serta DEN-4 ditemukan di Philipina pada tahun 1956 (Ananthanarayan,

2000).

7

Page 20: Tesis USUhdshd

Berdasarkan hasil penelitian Corwin, dkk. (1997), Suwandono, dkk. (1998) serta

Sukri, dkk. (2003) melaporkan bahwa serotipe virus Dengue yang terbanyak di

daerah yang mereka teliti di Indonesia adalah DEN-3. Hal serupa juga ditemukan di

Amazon yang dilakukan oleh Pinheiro, dkk. (2005) serta di India oleh Dash, dkk.

(2006). Akan tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk

mendeteksi serotipe virus Dengue terutama dari tubuh nyamuk Aedes aegypti di kota

Medan.

Virus Dengue menular pada manusia melalui perantaraan gigitan vektor, yaitu

nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor

sekunder (Gubler, 1997; Hadi, 2006). Nyamuk Aedes spp. tersebar luas di seluruh

tanah air, oleh karena itu seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko penularan DD

dan DBD.

Surveilans terhadap virus (virologic surveilance) telah digunakan sebagai sistem

peringatan dini (early warning system) untuk memperkirakan timbulnya epidemi.

Surveilans ini menggunakan isolasi virus dari serum manusia yang kemudian

diperiksa dengan menggunakan kultur sel ataupun inokulasi pada nyamuk dan

imunofluoresens. Namun pendekatan cara ini dinilai kurang efektif mengingat virus

ini telah dalam tahap menginfeksi penderita dan banyak laboratorium yang tidak

memiliki kemampuan utuk mengkultur atau mengisolasinya. Pendekatan yang lebih

efektif adalah dengan mendeteksi virus di dalam tubuh nyamuk sebelum ia

menginfeksi manusia (Harris et al., 1998).

8

Page 21: Tesis USUhdshd

Untuk mendiagnosa lebih cepat dapat dilakukan dengan uji Reverse

Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang mempunyai spesifisitas

dan sensitivitas yang tinggi. Teknik ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen

yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia dan nyamuk. Meskipun sensitivitas

PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan

spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling), bahkan

adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR. Selain untuk

menentukan adanya RNA virus Dengue, PCR juga dapat menentukan serotipe virus

dengue yang ditemukan. Hal ini penting untuk dapat membuat pola distribusi serotipe

virus Dengue di berbagai wilayah khususnya yang berbeda kondisi geografis dan

klimatologisnya, seperti daerah dataran rendah, dataran sedang dan dataran tinggi.

(Wuryadi, 2000; Massi, 2006).

9

Page 22: Tesis USUhdshd

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

Belum diketahui prevalensi serotipe virus Dengue tipe-3 (DEN-3) pada nyamuk

A. aegypti di kota Medan .

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya virus Dengue tipe-3 (DEN-3) pada tubuh nyamuk A.

aegypti di Kota Medan.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mendeteksi virus Dengue tipe-3 (DEN-3) dari nyamuk A. aegypti

secara molekuler dengan menggunakan teknik Reverse Transcriptase-

Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

2. Untuk mengetahui secara epidemiologi keberadaan virus Dengue tipe-3

(DEN-3) di kota Medan.

10

Page 23: Tesis USUhdshd

I.4. Manfaat

1. Untuk mengetahui prevalensi virus Dengue tipe-3 dari tubuh nyamuk A.

aegypti di Kota Medan.

2. Sebagai bahan informasi mengenai keberadaan virus Dengue tipe- 3 (DEN-3)

di kota Medan

11

Page 24: Tesis USUhdshd

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Virus Dengue

DBD merupakan penyakit yang ditularkan oleh serangga (Arthropoda) dan virus

penyebabnya yaitu virus dengue digolongkan Arthropode-borne virus

(Arbovirus).(Ananthanarayan, 2000; Hutabarat, 2004) Nama dengue sendiri berasal

dari bahasa Swahili ’ki denga pepo’ yang berarti kejang tiba-tiba. (Ananthanarayan,

2000)

Virus dengue termasuk ke dalam famili Flaviviridae yang termasuk ke dalam

Arbovirus. Keistimewaan transmisi Flavivirus adalah virus ini dapat berkembang

biak dalam tubuh vektor. Bila virus tidak mampu bereplikasi dalam tubuh vektor,

maka virus tidak akan dapat ditularkan dari satu hospes ke hospes berikutnya. Oleh

karena virus dengue ditularkan oleh nyamuk maka infeksi yang disebabkannya

disebut juga mosquito-borne infection.

Virus ini berkembang biak sangat baik pada nyamuk dari genus Aedes. A. aegypti

dan A. albopictus merupakan dua spesies yang paling penting. Pada beberapa spesies

Aedes dapat terjadi transmisi transovarial, oleh karena itu fenomena transovarial

dapat dianggap salah satu cara virus bertahan di alam.

Pada manusia viremia berkisar 2 – 12 hari. Bila terhisap darah viremik oleh

vektor, maka virus akan masuk ke dalam tubuh vektor, kemudian berkembang biak di

Page 25: Tesis USUhdshd

dalam tubuh vektor dan selanjutnya akan ditemukan di kelenjar ludah vektor

(nyamuk).

Virus dengue mempunyai struktur yang lengkap, terdiri dari cor, capsid dan

envelope, dan oleh karena itu disebut virion. Memiliki diameter ± 40-65 nm dan

terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal (single stranded RNA).

Virus dengue terdiri dari asam nukleat, yaitu isi dari cor atau nucleocapsid yang

tersusun dari protein tunggal dan dikelilingi oleh envelope yang terdiri dari 2 lapisan

lipid dan 1 lapisan membran protein (M-protein) dimana melekat tonjolan E-

glycoprotein. Selubung (envelope) virion berperan dalam hal haemaglutinasi,

netralisasi dan interaksi antara virus dengan sel saat awal infeksi.

Virus dengue memiliki empat jenis protein virus yaitu :

1. C-protein pada capsid, yang merupakan protein pertama yang dibentuk pada saat

translasi genom virus dengan BM 13.500, kaya akan asam aminolisin dan arginin

sehingga bersifat basa. Oleh karena itu protein C mampu berinteraksi dengan

RNA virion. Pada ujung karboksilnya, protein C terdiri dari rangkaian asam

amino hidrofobik yang memungkinkannya menempel pada membran sebelum

dipecah pada ujung protein prM.

2. M-protein pada membran (bagian luar dari envelope), berasal dari prM protein.

PrM Protein adalah glikoprotein dengan BM 22.000 dan dipecah menjadi M-

protein dan glikoprotein lainnya menjelang morfogenensis lengkap virion.

Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis karena

pemecahannya diikuti dengan naiknya titer virus aktif.

26

Page 26: Tesis USUhdshd

3. E-protein pada envelope, memiliki BM 51.000-60.000 dan dalam virion berada

dalam bentuk homotrimer. Pada serotipe-serotipe virus dengue, 60%-74%

bagiannya adalah residu asam amino gen E yang merupakan pembeda antara

serotipe yang satu dengan lainnya dan menyebabkan reaksi antibodi.

4. NS-protein yaitu protein non struktural, terdiri dari NS1, NS2a, NS2b, NS3,

NS4a, NS4b, dan NS5 (Hutabarat, 2004; Brooks, 2005; Soedarmo, 2005 Massi,

2006).

Infeksi salah satu serotipe pada seseorang akan menimbulkan antibodi terhadap

serotipe yang bersangkutan. Hal ini akan menyebabkan orang tersebut kebal terhadap

serotipe virus tersebut. Meskipun keempat virus memiliki daya antigenis yang sama

namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa

bulan terjadi infeksi dengan salah satu serotipe. Keempat serotipe dapat menyebabkan

penyakit berat dan fatal (Suroso, 2003).

II.2. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Virus dengue telah tersebar di seluruh dunia baik di negara tropis dan subtropis.

Secara geografis, daerah-daerah di dunia yang terinfeksi virus dengue adalah India,

Asia Tenggara, Cina, Jepang, Kepulauan Pasifik, Karibia, Amerika Tengah dan

Selatan, Afrika serta Timur Tengah. Pola penyakit yang berubah mungkin disebabkan

oleh pertumbuhan populasi masyarakat kota yang cepat, kondisi yang berdesak-

desakan dan kurangnya usaha-usaha pengendalian nyamuk.

27

Page 27: Tesis USUhdshd

Perang Dunia II menyebabkan terjadinya penyebaran dengue dari Asia Tenggara

ke Jepang dan Kepulauan Pasifik. Epidemi dengue biasanya terjadi ketika virus baru

masuk ke dalam suatu wilayah atau jika mereka yang mudah terjangkit pindah ke

dalam wilayah endemis (Brooks, 2005).

Epidemik dengue pertama kali dijumpai di Philadelphia pada tahun 1780 oleh

Benjamin Rush, dan transmisinya melalui vektor A. aegypti pertama kali dijelaskan

oleh Bancroft pada tahun 1906. Sampai saat ini diperkirakan terdapat 100 juta kasus

penyakit demam dengue dan 250.000 kasus DBD terjadi di seluruh dunia setiap

tahunnya (Kusumawati, 2005).

Dalam komunitas urban, epidemik dengue bersifat letusan dan melibatkan

sebagian besar populasi. Umumnya infeksi DBD dimulai selama musim hujan, yaitu

ketika vektor nyamuk A. aegypti banyak berkembang biak. Setelah periode 8-14 hari,

nyamuk menjadi infektif dan bisa tetap demikian seumur hidupnya (1-3 bulan). Pada

daerah tropis, perkembangbiakan nyamuk yang berlangsung sepanjang tahun

menjadikan terpeliharanya penyakit ini.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

a. Vektor ; perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

b. Pejamu (host) ; terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

c. Lingkungan ; curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh tanah air.

28

Page 28: Tesis USUhdshd

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989

sampai 1995) dan pernah meningkat tajam pada tahun 1998 hingga 35 per 100.000

penduduk. Akan tetapi angka mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai

2% pada tahun 1999 (Suhendro, 2006).

Data dalam buku “Profil Indonesia 2000” menunjukkan bahwa di antara negara-

negara ASEAN, Indonesia menduduki urutan kedua tertinggi kasus DBD yaitu

sebesar 39.404 kasus setelah Vietnam (Sulani, 2004).

II.3. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Virus Dengue

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Aedes termasuk subfamili dari

Culicinae bersama-sama dengan Culex, Mansonia dan Armigeres. Nyamuk Aedes ini

tersebar luas di seluruh Indonesia oleh karena itu hampir seluruh daerah Indonesia

memiliki resiko tinggi untuk terjangkit DBD kecuali daerah dengan ketinggian lebih

dari 1000 meter di atas permukaan laut (Darlan, 2004).

Sampai saat ini diketahui ada beberapa nyamuk yang berperan sebagai vektor

dengue. A. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama. Vektor lain yang

juga berperanan pada penularan virus Dengue adalah A. albopictus, A. polynesiensis,

anggota dari A. scuttelaris complex dan A.(finlaya) niveus. Selain A. aegypti semua

vektor sekunder mempunyai daerah distribusi geografis tersendiri yang terbatas.

Yang paling efisien sebagai vektor epidemi adalah A. aegypti (Suroso, 2003;

Soedarmo, 2005).

29

Page 29: Tesis USUhdshd

Secara geografis, spesies nyamuk ini umumnya ditemukan berada di 40° Lintang

Utara sampai 40° Lintang Selatan di belahan tropis dan subtropis dunia. Spesies ini

sangat lemah pada kondisi suhu yang panas dan kering.

A. aegypti adalah spesies yang unik, karena mampu mengurangi denging sayap

saat mendekati manusia sehingga manusia tidak dapat mendengarnya. Hal ini berbeda

seperti halnya spesies nyamuk lain yang mengeluarkan bunyi denging yang sangat

mengganggu bahkan mampu membangunkan orang yang sedang tidur. Nyamuk ini

juga memiliki sifat tidak meninggalkan sarangnya lebih dari jarak 90 meter yang

sekaligus menjamin persediaan makanannya (Darlan, 2004).

A. aegypti bersifat antrofopilik (lebih memilih manusia) dan hanya nyamuk betina

yang menghisap darah. Nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap darah pada siang

hari (day biting), di dalam rumah (indoor biting) dan waktu istirahat di dalam rumah

(indoor resting).

Nyamuk dewasa biasanya berukuran 3-6 mm. Pada betina, alat mulutnya panjang

dan runcing yang disesuaikan untuk menusuk dan mengisap darah. Antenanya

panjang (filiform), pada nyamuk jantan memiliki banyak bulu yang disebut antena

plumose sedangkan pada betina sedikit berbulu dan disebut antena pilose. Maksilaris

palpi betina berukuran lebih pendek dari panjang probosis, sedangkan pada jantan

panjang palpi hampir sama dengan panjang probosis (Husaini, 2003; Hadi, 2006).

30

Page 30: Tesis USUhdshd

Nyamuk ini dapat dibedakan dari jenis nyamuk lainnya dengan melihat ujung

abdomen yang meruncing dan sersi yang menonjol. Aedes dewasa pada tubuhnya

memiliki corak belang hitam putih di toraks, abdomen dan tungkai. Corak ini adalah

sisik yang menempel di luar tubuh nyamuk. Untuk membedakan A. aegypti dan A.

albopictus dapat dilihat dari corak putih ini, dimana pada A. aegypti corak putih pada

dorsal toraks berbentuk seperti siku yang berhadapan (lyre-shaped) sedangkan pada

A. albopictus berbentuk lurus di tengah-tengah punggung (median stripe) (Hadi,

2006).

Gambar 1. Aedes Aegypti betina (Gaiani, 2007; Hadi 2006)

A. aegypti betina suka bertelur dalam tempat penampungan air yang tidak

beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan barang bekas

yang dapat menampung air hujan. Air harus jernih dan terlindung dari cahaya

matahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam dan di dekat

rumah. Tempat air yang tertutup kurang rapat lebih disukai oleh nyamuk betina

dibandingkan dengan tempat air yang terbuka. Hal ini disebabkan tempat tersebut

akan relatif lebih gelap dibandingkan dengan tempat air yang terbuka (Soedarmo,

2005; Hadi, 2006).

31

Page 31: Tesis USUhdshd

Telurnya bewarna hitam, berbentuk oval-panjang, dan tanpa pelampung. Pada

dinding telur tampak garis-garis seperti anyaman kain kasa. Tampak telur-telur

tersebut diletakkan satu persatu di atas air. Telur A. aegypti ini ternyata mampu

bertahan hidup pada kondisi kering tanpa air sampai setahun lamanya. Bila

bercampur dengan air, sebagian telur akan menetas dalam beberapa waktu (biasanya

< 24 jam), sedangkan sebagian lagi akan tercelup lebih lama dalam air dan akan

menetas dalam beberapa hari atau minggu.

Larva Aedes memiliki sebuah siphon yang pendek dan sepasang lempengan sirip

perut (subventral tufts) yang tumbuh maksimal seperempat panjang siphon. Selain itu

terdapat sedikitnya 3 pasang bulu yang keras (setae) dari bulu-bulu sirip perut

(ventral brush). Larva memperoleh makanan dari mikrobiota air yang tumbuh pada

permukaan tempat hidupnya. Waktu yang dibutuhkan untuk berkembang tergantung

dari suhu air dan persediaan makanan, biasanya berkisar antara 4 sampai 10 hari.

Larva ini akan mati pada suhu di bawah 10 °C atau di atas 44 °C (Darlan, 2004;

Soedarmo, 2005).

II.4. Patogenesa dan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue

Jika nyamuk A. aegypti menghisap darah penderita infeksius virus Dengue, maka

virus Dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam

tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh

nyamuk terutama di kelenjar liur. Saat nyamuk infeksius menghisap darah manusia

lain, maka air liur bersama virus Dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang

32

Page 32: Tesis USUhdshd

akan dihisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus Dengue ditularkan ke

manusia lainnya.

Dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial

dengan target utama virus adalah Antigen Presenting Cells (APC) yang umumnya

berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer di hepar. Viremia timbul

pada saat menjelang gejala klinis muncul hingga 5-7 hari sesudahnya.

Manifestasi klinis Demam Dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya

virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC. Antigen yang menempel di

makrofag ini akan mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang

akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Proses ini akan menyebabkan

terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik dan gejala

lainnya.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang

menimbulkan ‘cross reaction’ atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini

menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Infeksi oleh satu

serotipe virus Dengue akan menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus

tersebut, tetapi tidak ada ‘cross protective’ terhadap serotipe virus yang lain.

33

Page 33: Tesis USUhdshd

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.

Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskannya, tetapi yang paling sering

digunakan adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection) atau

sequential infection dari Halstead.

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapat infeksi

primer dengan satu jenis serotipe virus, akan terjadi kekebalan terhadap serotipe virus

tersebut dalam jangka waktu lama. Tetapi bila ia mendapat infeksi sekunder dari jenis

serotipe virus lainnya, maka akan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan pada

infeksi sekunder antibodi heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus Dengue baru dari serotipe berbeda, akan

tetapi tidak dapat dinetralisasi (non neutralizing) bahkan membentuk kompleks yang

infeksius. Hal ini dapat merangsang produksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha. Karena

antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisasi bahkan bebas

bereplikasi di dalam makrofag. Kemudian TNF alpha yang dihasilkan baik dari INF

gamma atau pun dari makrofag yang teraktifasi, beserta komplemen-komplemen

seperti C3a dan C5a (anafilatoksin), akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh

darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh akibat kerusakan endotel

pembuluh darah sehingga dapat mengakibatkan syok (Ginting, 2004; Soegijanto,

2006; Kusumawati, 2006).

34

Page 34: Tesis USUhdshd

II.5. Manifestasi Klinis

II.5.1. Demam Dengue (DD)

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dimulai sekitar 4 sampai 6 hari, dengan

rentang sekitar 3 sampai 14 hari, setelah suatu gigitan nyamuk infeksius. Gejala dapat

bersifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas. Onset demam bisa

mendadak atau mungkin ada gejala prodromal berupa malaise, menggigil dan nyeri

kepala. Umumnya timbul nyeri terutama di punggung, sendi, otot dan bola mata., dan

oleh karena itu sering disebut juga sebagai ‘demam patah tulang’ atau break-bone

fever.

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, ditandai dengan 2

atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

A. Nyeri kepala

B. Nyeri retro-orbital

C. Mialgia / artralgia

D. Ruam kulit

E. Manifestasi perdarahan seperti petekie

Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari)

kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada

hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Pada fase

penyembuhan, suhu akan turun dan timbul petekie yang menyeluruh pada kaki dan

tangan. Di antara petekie dapat dijumpai area kulit normal berupa bercak keputihan

dan dapat disertai dengan rasa gatal.

35

Page 35: Tesis USUhdshd

Perjalanan penyakit biasanya pendek yaitu sekitar 5 hari, tetapi dapat juga lebih lama

sampai beberapa minggu yang terutama ditemukan pada penderita dewasa (Suhendro

et al., 2006).

II.5.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi mendadak dengan suhu

bisa mencapai 40 °C selama 2 hingga 7 hari, disertai dengan wajah yang kemerahan.

Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang dan sendi, mual dan

muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut di epigastrium dan di

bawah tulang iga.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah dengan uji Torniquet (Rumple

leede) yang positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena

atau pada bekas pengambilan darah. Umumnya petekie halus ditemukan pada fase

awal dari demam yang dapat dijumpai di ekstremitas, aksila, wajah dan palatum

molle. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, namun perdarahan

saluran cerna ringan dapat dijumpai pada fase demam.

Hepar dapat dijumpai membesar, mulai dari yang sekedar dapat teraba sampai 2-4

cm di bawah arcus costae kanan. Pembesaran hepar ini tidak berhubungan dengan

berat ringannya penyakit, tetapi umumnya sering dijumpai pada penderita dengan

syok (Hadinegoro et al., 2006).

36

Page 36: Tesis USUhdshd

Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan telah terjadi

kebocoran plasma, sedangkan pada DD belum terjadi kebocoran plasma (Suhendro et

al., 2006).

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba dan biasanya sering terjadi gangguan sirkulasi. Pada

kasus dengan gangguan sirkulasi yang ringan biasanya terjadi perubahan yang

minimal, tetapi pada yang berat dapat terjadi syok (Hadinegoro et al., 2006; Suhendro

et al., 2006).

II.5.3. Sindroma Syok Dengue (SSD)

Syok dapat terjadi pada saat terjadi penurunan suhu, yaitu pada hari ke-3 sampai

hari ke-7 dari mulai demam. Penderita mula-mula terlihat letargi atau gelisah dan

kemudian masuk ke dalam fase syok yang ditandai dengan kulit yang teraba dingin

dan lembab, sianosis di sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, hipotensi, serta tekanan

nadi ≤ 20 mmHg.

Syok bisa menjadi lebih berat bila terjadi asidosis metabolik dan perdarahan berat

dari saluran cerna. Prognosis umumnya baik apabila pengeluaran urin cukup dan

kembalinya nafsu makan (Hadinegoro et al., 2006).

37

Page 37: Tesis USUhdshd

II.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang timbul ditambah

dengan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi.

Pada DD, lekosit pada fase awal akan dijumpai normal dan akan menurun selama

fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula pada semua

faktor pembekuan.

Untuk menegakkan diagnosis DBD dengan menggunakan kriteria yang dibuat

oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, yaitu :

1). Klinis

A. Demam atau riwayat demam akut mendadak tanpa sebab yang jelas, terus-

menerus selama 2-7 hari, dan biasanya bifasik.

B. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

a. Uji Torniquet atau uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis atau purpura

c. Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan

dari tempat lain

d. Hematemesis dan melena

38

Page 38: Tesis USUhdshd

C. Pembesaran hati

2). Laboratoris

A. Trombositopenia ≤ 100.000/μl.

B. Adanya kebocoran plasma dengan manifestasi sebagai berikut :

a. Peningkatan hematokrit ≥ 20%.

b. Penurunan hematokrit ≤ 20% dari nilai sebelumnya, setelah dilakukan

penggantian volume plasma.

Diagnosa DBD ditegakkan apabila memenuhi dua kriteria klinis ditambah satu

kriteria laboratoris. Hal yang perlu diperhatikan dalam memonitor hematokrit adalah

riwayat anemia sebelumnya, perdarahan berat atau adanya penggantian volume

plasma. Apabila terjadi efusi pleura yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiologi,

atau dari pemeriksaan darah dijumpai hipoalbuminemia, maka hal ini dapat

memperkuat terjadinya kebocoran plasma.

Derajat DBD menurut WHO dibagi menjadi empat derajat, dimana pada setiap

derajat telah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pembagian tersebut

adalah :

1. Derajat I ; demam disertai gejala tidak khas. Satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah Uji Torniquet.

2. Derajat II ; seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

39

Page 39: Tesis USUhdshd

3. Derajat III ; telah terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,

kulit dingin dan lembab dan penderita yang tampak gelisah.

4. Derajat IV ; syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak terukur (Hadinegoro et al., 2006).

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa selain pemeriksaan darah rutin adalah :

1. Hemostatis atau pemeriksaan faktor pembekuan darah.

2. Protein / albumin

3. Fungsi hati dan fungsi ginjal

4. Elektrolit, sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

5. Imunoserologi, yaitu pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

a. IgM terdeteksi mulai hari ketiga sampai hari kelima meningkat sampai

minggu ketiga dan akan menghilang setelah 60 sampai 90 hari.

b. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan

pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari kedua.

Diagnosa dini infeksi primer melalui pemeriksaan serologi, hanya dapat ditegakkan

dengan mendeteksi IgM setelah hari kelima, sedangkan infeksi sekunder ditandai

dengan peningkatan yang cepat dari IgG dan IgM.

40

Page 40: Tesis USUhdshd

Diagnosis pasti untuk infeksi dengue didapatkan dari hasil isolasi virus dengue

melalui kultur virus atau dengan deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik

Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Suhendro et al, 2006;

Soegijanto, 2006).

II.7. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

PCR ditemukan pertama kali oleh Kary Mulis pada tahun 1985, suatu prosedur

yang efektif untuk pelipatgandaaan sekuen DNA target dan dapat memperoleh 106 -

109 kali jumlah DNA target awal. Proses pelipatgandaan ini dikenal dalam istilah

biologi molekuler sebagai amplifikasi DNA.

RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang diamplifikasi berupa m-

RNA. Mula-mula RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunakan reverse

transcriptase yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA dan menghasilkan

DNA yang dikenal dengan nama cDNA (complement DNA). Hanya enzim jenis ini

yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya

dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Setelah DNA terbentuk, maka

DNA itu dapat diamplifikasi seperti umumnya proses pada PCR. Jadi, RT-PCR

digunakan untuk mengamplifikasi RNA yang kestabilannya jauh lebih rendah

dibandingkan DNA (Sudjadi, 2008).

41

Page 41: Tesis USUhdshd

RNA merupakan asam ribonukleat utas tunggal, sedangkan DNA adalah asam

ribonukleat utas ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapatnya gugus nukleotida

Timin (T) tetapi diganti dengan Urasil (U). Oleh karena itu dalam proses RT-PCR

akan disintesis cDNA dari pasangan antara gugus basa Urasil (U) dan Adenin (A)

serta Guanin (G) dengan Sitosin (C).

Proses amplifikasi PCR meliputi 3 tahapan proses utama yaitu :

1. Denaturasi (denaturation), yaitu pelepasan utas ganda DNA menjadi utas tunggal

DNA .

2. Annealing, yaitu pemasangan 2 utas primer pada kedua utas tunggal DNA

tersebut. Primer digunakan sebagai pancingan awal untuk melipatgandakan

segmen DNA. Umumnya primer terdiri dari 18-24 deret basa nukleotida

pengkode DNA yang disintesis secara buatan dan biasanya dapat dipasangkan

dengan DNA yang akan dideteksi.

3. Extension atau perpanjangan, yaitu deoxyribonucleatide triphosphate (dNTP)

yang sebelumnya telah ditambahkan dalam reaksi akan menyebabkan primer

memperoleh tambahan basa nukleotida, dan kemudian akan menjadi sepanjang

segmen DNA yang dilipatgandakan itu.

Pada RT-PCR, disebabkan adanya penambahan proses sintesis cDNA maka pada

tahap pertama tidak dilakukan lebih dulu denaturasi tetapi annealing. Hal ini

bertujuan untuk memasangkan primer untuk membentuk molekul cDNA. Setelah

terbentuk cDNA, baru kemudian masuk pada reaksi PCR biasa (Sopian, 2006).

42

Page 42: Tesis USUhdshd

RT-PCR penting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan

menentukan serotipe virus Dengue terutama pada tubuh nyamuk karena dapat

mendeteksi dini serotipe virus dan sebagai informasi untuk studi epidemiologi. Selain

itu teknik ini relatif lebih murah dengan sensitivitas dan sensitifitas yang tinggi

(Harris et al., 1998).

43

Page 43: Tesis USUhdshd

44

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel nyamuk A. aegypti betina

dari rumah-rumah penduduk daerah endemik DBD di kota Medan, Sumatera Utara

dari bulan September sampai Oktober 2008. Wilayah tempat pengambilan sampel

terdiri dari 5 kecamatan yaitu Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal,

Medan Baru dan Medan Amplas. Sampel kemudian diperiksa di SMF Laboratorium

Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan

dengan menggunakan metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction

(RT-PCR).

III.2. Subjek Penelitian

Nyamuk A. aegypti betina yang didapat dari dalam dan sekitar rumah-rumah

penduduk penderita DBD di kota Medan yaitu Kecamatan Medan Helvetia, Medan

Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru, dan Medan Amplas.

III.3. Perkiraan Besar Sampel

Z2 (0,5 – α/2).p.q n ≥ e2 Keterangan : n = besar sampel

Z (0,5 – α/2), dengan α = 0,05 1,96

p = proporsi = 50% = 0,5

q = 1-p = 0,5

Page 44: Tesis USUhdshd

e = tingkat ketepatan 10% =0,1

maka n ≥ 96,04 ~ 96

Dari perhitungan di atas didapatkan besar sampel paling sedikit berkisar 96 nyamuk.

Berdasarkan hal ini diambil sebanyak 100 sampel nyamuk (Arma, 2006).

III.4. Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan secara deskriptif terhadap 100 sampel nyamuk A. aegypti

betina dengan metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

di SMF Mikrobiologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian

dimulai dari bulan September 2008 sampai Januari 2009.

Tabel 1. Kegiatan dan waktu penelitian

September Oktober November Desember Januari No Kegiatan

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

1. Pengumpulan nyamuk

2. Ekstraksi

3. RT-PCR dengan menggunakan Primer DEN-3

4. Elektroforesis dan Visualisasi dengan Gel Imaging

36

Page 45: Tesis USUhdshd

III.5.Kerangka Kerja

Ekstraksi RNA virus Dengue

RT-PCR dengan menggunakan Primer DEN-3

Elektroforesis

Pengumpulan sampel nyamuk A. aegypti betina

Visualisasi dengan gel imaging

Gambar 2. Kerangka Kerja

37

Page 46: Tesis USUhdshd

III.6. Pelaksanaan Penelitian

III.6.1. Alat dan Bahan

Alat :

1. Tip 25 µL 2. Tip 200 µL 3. Vortexer (Maxi Mix II®) 4. Oven 50ºC 5. Pinset steril 6. Homogeniser steril 7. Microcentrifuge 8. Microwave 9. Beaker glass 10. Penggerus 11. Ice bath 12. Collection tube (2ml) 13. Tabung eppendorf 14. Tabung erlenmeyer 15. Tabung kultur dengan C6/36 cell line 16. Tabung kultur 12 ml (plastik screw cap) 17. Api bunsen 18. Aspirator 19. Inkubator 20. Baki steril 21. Freezer/refregerator -70 0 C 22. Mesin elektroforesis 23. Tangki elektroforesis 24. Multi block heater (Barnstead International ®) 25. Mesin centrifuge (Sorvall Biofuge Primo R Centrifuge ®) 26. Mesin PCR (thermal cycler) (BioRad ®) 27. Lampu ultraviolet 28. Polaroid 29. Mesin pencitraan/imaging (BioRad ®) 30. Biosafety Cabinet kelas II (Esco class II type A2 ®)

38

Page 47: Tesis USUhdshd

Bahan :

1. Medium pertumbuhan MEM dengan 5% FBS (Foetal Bovinus Serum) 2. QIAamp® Viral RNA Mini Kit dari Qiagen (QIAamp MinElute Columns,

buffer AL, buffer AW 1, buffer AW 2, RNA-se free water atau buffer AVE, qiagen protease, carrier RNA, protease resuspension buffer)

3. MgSO4 4. Superscript III RT 5. Etanol 96-100% 6. Buffer TAE 50 ml 7. DMEM (Drainage Enrich Medium) 8. Aquadest 100 ml 9. Agarose 1 gram 10. Syber safe gel stainning 11. Blue juice 12. Gel imaging (Bio Rad)

III.6.2. Pengumpulan Data

Populasi nyamuk alam (natural population) vektor DBD, yaitu nyamuk A.

aegypti, ditangkap dari 5 kecamatan endemik DBD di wilayah Medan, Sumatera

Utara, yaitu Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru dan

Medan Amplas dari bulan September-Oktober 2008. Nyamuk ditangkap dari habitat

istirahat (resting places) di dalam rumah, terutama di tempat-tempat yang lembab,

gelap dan pakaian yang tergantung serta di bawah kolong oleh 4 (empat) kolektor

pada pagi hari (pukul 07.00-pukul 11.00 WIB).Diperiksa sebanyak 100 rumah dan

pengumpulan nyamuk dilakukan di rumah-rumah di sekitar rumah penderita DBD

atau sekitarnya berdasarkan hasil laporan dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan.

39

Page 48: Tesis USUhdshd

Nyamuk hasil tangkapan dibawa ke laboratorium dan dimatikan dengan cara

dimasukkan ke dalam kulkas dalam vial secara individual. Setelah mati, sampel

nyamuk disimpan pada suhu -70°C. Sampel dipergunakan sebagai bahan untuk

pemeriksaan virus. Virus yang akan diperiksa adalah virus Dengue serotipe-3 (DEN-

3).

III.6.3 Ekstraksi RNA Virus Dengue

Sebelum dilakukan ektraksi RNA virus Dengue, dilakukan persiapan sebagai

berikut :

1. Mempersiapkan Qiagen Protease

Sebanyak 1,4 ml buffer AVE ditambahkan ke dalam Qiagen Protease dengan

dicampurkan dan tidak menggunakan vortex. Hasil campuran dipisahkan ke dalam 5-

6 tabung eppendorf dimana masing-masing berukuran 250 µl (untuk 10 reaksi),

kemudian disimpan ke dalam kulkas pada suhu -20 ºC.

2. Mempersiapkan Buffer AL

Sebanyak 310 µl buffer AVE ditambahkan ke dalam tabung berisi ’carrier RNA’

(310 µg). Kemudian pisahkan ke dalam 5 tabung eppendorf dimana masing-masing

tabung berisi 62 µl (untuk 10 reaksi), dan disimpan pada suhu -20 ºC.

3. Mempersiapkan Buffer AW 1

Sebanyak 30 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam buffer AW 1, lalu

disimpan pada suhu ruangan.

40

Page 49: Tesis USUhdshd

4. Mempersiapkan Buffer AW 2

Sebanyak 30 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam buffer AW 2, lalu

disimpan pada suhu ruangan.

5. Mencampur Medium Virus

DMEM (Drainage Enrich Medium) dimasukkan ke dalam tabung kultur 12 ml

(plastik screw cap) sebanyak 0,5 ml per tabung. Lalu FBS sebanyak 0,5 ml

ditambahkan ke dalam DMEM dan disimpan di kulkas pada suhu 4°C.

Selanjutnya dilakukan ekstraksi RNA virus Dengue dengan cara sebagai berikut :

Seekor nyamuk dengan menggunakan pinset steril dimasukkan ke dalam tabung

eppendorf yang telah berisi 300 μl medium virus (DMEM + FBS). Kemudian

nyamuk digerus dengan penggerus steril dan selanjutnya disentrifus dengan

kecepatan 14000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C.

Supernatant hasil sentrifugasi diambil 200 μl dengan menggunakan mikropipet

dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml yang berisi 25 μl

Qiagen protease. Setelah itu ditambahkan 200 μl buffer AL dan diinkubasi selama 15

menit pada suhu 56 °C, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama

1 menit. Selanjutnya ditambahkan 250 μl ethanol, ditutup dan dicampurkan dengan

menggunakan vortexer selama 15 detik, kemudian campuran tersebut diinkubasi

selama 5 menit pada suhu ruangan dan selanjutnya disentrifugasi lagi dengan

kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.

41

Page 50: Tesis USUhdshd

Setelah dikeluarkan dari mesin sentrifugasi, campuran tersebut dimasukkan ke

dalam column dengan menggunakan mikropipet. Selanjutnya disentrifugasi lagi

dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Column kemudian dikeluarkan dari

mesin sentrifugasi dan collection tube yang mengandung filtrat dibuang dan column

dimasukkan ke dalam colection tube yang baru. Kemudian dilakukan berturut-turut

pencucian dengan buffer AW-1, buffer AW-2 dan etanol, dengan cara menambahkan

500 μl masing-masing larutan tersebut ke dalam campuran pada column, selanjutnya

masing-masing disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.

Collection tube yang mengandung filtrat kembali dibuang dan column dimasukkan ke

dalam collection tube yang baru. Hasilnya disentrifugasi dengan 14000 rpm selama 3

menit untuk mengeringkan (dry spin).

Column dimasukkan ke dalam collection tube yang baru dengan tutup terbuka,

lalu diinkubasi dengan 56 ºC selama 3 menit. Kemudian collection tube dibuang, dan

column ditempatkan pada tabung microcentrifuge 1,5 ml. Buffer AVE sebanyak 20-

150 μl (±50 μl ) atau RNA-se free water dimasukkan ke tengah-tengah membran, lid

ditutup dan diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruangan, lalu disentrifugasi dengan

14000 rpm selama 1 menit. Dari hasil sentrifugasi, column dibuang dan RNA yang

telah diekstraksi disimpan dalam freezer dengan suhu -70 °C.

42

Page 51: Tesis USUhdshd

III.6.4. RT-PCR

Sebelum dilakukan RT-PCR, dipersiapkan terlebih dahulu Master mix yang

dibuat dengan mencampurkan 25μl dari 2x reaksi mix (bufer yang terdiri dari 0,4 mM

dari dNTP, 3.2 mM MgSO4), 1μl dari 10μM primer universal, 1μl dari 10μM primer

D3, 2μl superscript III RT, 4μl MgSO4 dan ditambahkan aquadest sampai 20μl.

Master mix ini dicampurkan dengan pipeting dan spin down.

Produk RNA dipersiapkan dengan memanaskan tube pada 65 °C selama 5 menit

dengan menggunakan block heater, kemudian ditempatkan di dalam es selama

mempersiapkan master mix. Kemudian 5 μl produk RNA ditambahkan ke dalam

master mix, kemudian brief centrifuge dengan kecepatan 8.000 rpm selama 1 menit,

dan dimasukkan ke dalam mesin PCR.

Yang merupakan urutan program PCR adalah :

1. cDNA-sintesis, dengan suhu 60 °C selama 30 menit.

2. Pemanasan awal (hot start), dengan suhu 92 °C selama 3 menit.

3. Denaturasi (denaturation), dengan suhu 92 °C selama 30 detik.

4. Pendinginan (annealing), dengan suhu 53 °C selama 30 detik.

5. Perluasan (extension), dengan suhu 72 °C selama 1 menit.

6. Perluasan akhir (final extension), dengan suhu 72 °C selama 5 menit.

Langkah RT dilakukan pada suhu 60 °C selama 30 menit untuk menghasilkan

cDNA, kemudian amplifikasi dengan langkah PCR berikut : 92 °C selama 3 menit

untuk permulaan denaturasi, 92 °C selama 30 detik untuk denaturasi, 53 °C selama 30

detik untuk pendinginan dan 72 °C selama 1 menit untuk perluasan. Siklus ini

43

Page 52: Tesis USUhdshd

diulangi sebanyak 40 kali sebelum perluasan akhir dengan suhu 72 °C selama 5

menit. Produk PCR ini disimpan pada 4 °C sebelum digunakan.

III.6.5. Elektroforesis

Agarose 2% dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml 1X TAE buffer dengan

100 ml aquades (pengenceran 10x). Kemudian 50 ml larutan tersebut dicampurkan

dengan 1 gram agarose dan dipanaskan hingga mendidih. Kemudian ditambahkan

1:10.000 syber safe-TM dan dituang ke dalam cetakan gel agarose yang telah

disiapkan sesuai dengan jumlah sumuran (well) yang dibutuhkan.

Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan dalam tangki elektroforesis yang

berisi 1X TAE buffer. Sebanyak 5-10 µl hasil PCR ,yang telah dicampur blue juice

2X, dimasukkan ke dalam sumuran. Kemudian sebanyak 10 µl marker dimasukkan

juga pada sumur nomor 1 atau sumur terakhir.

Elektroforesis dijalankan 80-100 Volt, DNA akan bergerak dari kutub negatif

menuju kutub positif.

III.6.6. Gel Imaging

Setelah proses elektroforesis, gel dimasukkan ke dalam alat imaging untuk melihat

hasil amplifikasi RNA virus dengue yang dilakukan dengan teknik RT-PCR.

44

Page 53: Tesis USUhdshd

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

Distribusi 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang diambil dari 5 kecamatan

endemis DBD di Kota Medan dapat dilihat dari Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Asal dan Jumlah Nyamuk Aedes aegypti betina dari Kecamatan di Kota Medan

Kecamatan Jumlah nyamuk

(ekor)

%

Medan Helvetia 20 20,0

Medan Amplas 20 20,0

Medan Selayang 20 20,0

Medan Baru 20 20,0

Medan Sunggal 20 20,0

Total 100 100,0

Dari 100 sampel nyamuk berdasarkan Tabel 2 di atas, maka pada masing-masing

sampel nyamuk diberi penomoran 1 sampai 100. Nyamuk dari Kecamatan Medan

Helvetia diberi nomor 1 sampai 20, Medan Amplas nomor 21 sampai 40, Medan

Selayang nomor 41 sampai 60, Medan Baru nomor 61 sampai 80 dan Medan Sunggal

nomor 81 sampai 100.

Page 54: Tesis USUhdshd

Sampel-sampel yang telah dinomori itu kemudian diekstraksi untuk

mendapatkan RNA virus dari nyamuk yang telah dikumpulkan. Setelah proses

ekstraksi, maka untuk merubahnya menjadi DNA dan mengamplifikasinya maka

dilakukan proses RT-PCR dengan menggunakan Primer DEN-3. Kemudian

dilakukan elektroforesis diikuti dengan pembacaan hasil menggunakan gel

imaging.

Untuk 1 kali elektroforesis hanya bisa mengerjakan 10 sampel, sehingga

perlu dilakukan 10 kali proses elektroforesis dan gel imaging untuk mendapatkan

hasil 100 sampel. Campuran gel agarose yang digunakan adalah 2%, yang

dimasukkan ke dalam tray dan dicetak pada sisir yang memiliki 15 sumur. Sumur

ke-1 diisi dengan marker 100 bp DNA ladder, sumur ke-2 diisi dengan kontrol

negatif free water nucleus, dan sumur ke-3 disi dengan kontrol positif DEN-3

yang memiliki pasangan basa sebanyak 290 bp. Kemudian untuk sumur ke-4

sampai sumur ke-13 dimasukkan sampel yang telah diproses sebelumnya. Sumur

selebihnya tidak dipakai oleh karena pertimbangan hasil pembacaan yang bisa

kurang baik karena letaknya yang terlalu di ujung serta untuk memudahkan

penghitungan jumlah sampel.

Untuk menentukan ada atau tidaknya virus DEN-3 adalah dengan

mendapakan pita (band) DNA berukuran 290 bp. Hal ini dapat diketahui dengan

membandingkan sampel dengan kontrol positif untuk DEN-3.

Marker yang digunakan adalah marker universal (dapat dilihat dari Gambar

2) yang memiliki 11 pita yang berbeda-beda, yaitu dimulai dari 2072 bp sebagai

pita pertama dan yang paling jelas bentuk pitanya, sampai 100 bp sebagai pita

59

Page 55: Tesis USUhdshd

terakhir. Pasangan basa DNA virus DEN-3 adalah 290 bp, maka dari marker dapat

dilihat bahwa pasangan basa virus ini terletak antara 200 bp sebagai pita

kesepuluh dan 300 bp sebagai pita kesembilan, dan lebih mendekati pita 300 bp

dari pada pita 200 bp.

Gambar 3. Marker 100 bp DNA ladder

Gambar 3 di bawah ini adalah potongan kontrol positif dari keseluruhan

serotipe virus Dengue yang dipakai sebagai pembanding untuk menentukan ada

atau tidaknya serotipe virus Dengue dari sampel yang diteliti.

60

Page 56: Tesis USUhdshd

500 400 300 200 100

bp (marker 100 bp DNA ladder)

290

Gambar 4. Kontrol positif hasil RT-PCR dari seluruh Serotipe Virus Dengue Keterangan : 1. Kontrol positif DEN-2 119 bp 2. Kontrol positif DEN-3 290 bp 3. Kontrol positif DEN-4 398 bp 4. Kontrol positif DEN-1 482 bp 5. Marker 100 bp DNA ladder

Dalam penelitian ini, dari 100 sampel nyamuk A. aegypti yang diteliti

ternyata tidak ditemukan satu pun nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe-

3. Hal ini berarti dari hasil elektroforesis tidak terlihat adanya pita yang berada

antara 200 bp dan 300 bp. Gambar 4 sampai Gambar 13 merupakan hasil

pembacaan foto dari 100 sampel yang diteliti.

61

Page 57: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

Gambar 5. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 1 sampai 10

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 5: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 6 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 7 : negatif 4. Sampel 1 : negatif 11. Sampel 8: negatif 5. Sampel 2 : negatif 12. Sampel 9 : negatif 6. Sampel 3 : negatif 13. Sampel 10 : negatif 7. Sampel 4 : negatif

Gambar 4 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 1 sampai 10 yang berasal dari

Kecamatan Medan Helvetia, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

62

Page 58: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300bp 290 bp

Gambar 6. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 11 sampai 20

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 15: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 16 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 17 : negatif 4. Sampel 11 : negatif 11. Sampel 18: negatif 5. Sampel 12 : negatif 12. Sampel 19 : negatif 6. Sampel 13 : negatif 13. Sampel 20 : negatif 7. Sampel 14 : negatif

Gambar 5 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 11 sampai 20 yang berasal dari

Kecamatan Medan Helvetia, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

63

Page 59: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp

300 bp 290 bp

Gambar 7. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 21 sampai 30

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 25: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 26 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 27 : negatif 4. Sampel 21 : negatif 11. Sampel 28: negatif 5. Sampel 22 : negatif 12. Sampel 29 : negatif 6. Sampel 23 : negatif 13. Sampel 30 : negatif 7. Sampel 24 : negatif

Gambar 6 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 21 sampai 30 yang berasal dari

Kecamatan Medan Amplas, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif

mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita

dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di

sumur nomor 3.

64

Page 60: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

Gambar 8. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 31 sampai 40

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 35: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 36 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 37 : negatif 4. Sampel 31 : negatif 11. Sampel 38: negatif 5. Sampel 32 : negatif 12. Sampel 39 : negatif 6. Sampel 33 : negatif 13. Sampel 40 : negatif 7. Sampel 34 : negatif Gambar 7 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 31 sampai 40 yang berasal dari

Kecamatan Medan Amplas, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif

mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita

dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di

sumur nomor 3.

65

Page 61: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

Gambar 9. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 41 sampai 50

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 45: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 46 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 47 : negatif 4. Sampel 41 : negatif 11. Sampel 48: negatif 5. Sampel 42 : negatif 12. Sampel 49 : negatif 6. Sampel 43 : negatif 13. Sampel 50 : negatif 7. Sampel 44 : negatif

Gambar 8 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 41 sampai 50 yang berasal dari

Kecamatan Medan Selayang, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

66

Page 62: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300bp 290 bp

Gambar 10. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 51 sampai 60

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 55: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 56 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 57 : negatif 4. Sampel 51 : negatif 11. Sampel 58: negatif 5. Sampel 52 : negatif 12. Sampel 59 : negatif 6. Sampel 53 : negatif 13. Sampel 60 : negatif 7. Sampel 54 : negatif

Gambar 9 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 51 sampai 60 yang berasal dari

Kecamatan Medan Selayang, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

67

Page 63: Tesis USUhdshd

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Gambar 11. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 61 sampai 70

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 65: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 66 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 67 : negatif 4. Sampel 61 : negatif 11. Sampel 68: negatif 5. Sampel 62 : negatif 12. Sampel 69 : negatif 6. Sampel 63 : negatif 13. Sampel 70 : negatif 7. Sampel 64 : negatif

Gambar 10 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 61 sampai 70 yang berasal

dari Kecamatan Medan Baru, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

68

Page 64: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp

Gambar 12. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 71 sampai 80 Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 75: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 76 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 77 : negatif 4. Sampel 71 : negatif 11. Sampel 78: negatif 5. Sampel 72 : negatif 12. Sampel 79 : negatif 6. Sampel 73 : negatif 13. Sampel 80 : negatif 7. Sampel 74 : negatif

Gambar 11 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 71 sampai 80 yang berasal

dari Kecamatan Medan Baru, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

69

Page 65: Tesis USUhdshd

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

Gambar 13. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue Nomor 81 sampai 90

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 85: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 86 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 87 : negatif 4. Sampel 81 : negatif 11. Sampel 88: negatif 5. Sampel 82 : negatif 12. Sampel 89 : negatif 6. Sampel 83 : negatif 13. Sampel 90 : negatif 7. Sampel 84 : negatif Gambar 12 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 81 sampai 90 yang berasal

dari Kecamatan Medan Sunggal, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor 3.

70

Page 66: Tesis USUhdshd

Gambar 14. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 91 sampai 100

Keterangan : 1. Marker 8. Sampel 95: negatif 2. Kontrol negatif 9. Sampel 96 : negatif 3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 97 : negatif 4. Sampel 91 : negatif 11. Sampel 98: negatif 5. Sampel 92 : negatif 12. Sampel 99 : negatif 6. Sampel 93 : negatif 13. Sampel 100 : negatif 7. Sampel 94 : negatif

Gambar 13 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 91 sampai 100 yang berasal

dari Kecamatan Medan Sunggal, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang

positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak

tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif

yang berada di sumur nomor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

71

Page 67: Tesis USUhdshd

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Nyamuk Aedes aegypti berdasarkan Kecamatan

di Kota Medan yang Mengandung Virus Dengue tipe-3 (DEN-3)

Kecamatan Jumlah (ekor)

Nomor Sampel

Hasil RT-PCR DEN-3

Positif DEN-3

(%) Medan Helvetia 20 1 Negatif 0,0 2 Negatif 3 Negatif 4 Negatif 5 Negatif 6 Negatif 7 Negatif 8 Negatif 9 Negatif 10 Negatif 11 Negatif 12 Negatif 13 Negatif 14 Negatif 15 Negatif 16 Negatif 17 Negatif 18 Negatif 19 Negatif 20 Negatif Medan Amplas 20 21 Negatif 0,0 22 Negatif 23 Negatif 24 Negatif 25 Negatif 26 Negatif 27 Negatif 28 Negatif 29 Negatif 30 Negatif 31 Negatif

72

Page 68: Tesis USUhdshd

Lanjutan Tabel 3. 32 Negatif 33 Negatif 34 Negatif 35 Negatif 36 Negatif 37 Negatif 38 Negatif 39 Negatif 40 Negatif Medan Selayang 20 41 Negatif 0,0 42 Negatif 43 Negatif 44 Negatif 45 Negatif 46 Negatif 47 Negatif 48 Negatif 49 Negatif 50 Negatif 51 Negatif 52 Negatif 53 Negatif 54 Negatif 55 Negatif 56 Negatif 57 Negatif 58 Negatif 59 Negatif 60 Negatif Medan Baru 20 61 Negatif 0,0 62 Negatif 63 Negatif 64 Negatif 65 Negatif 66 Negatif

73

Page 69: Tesis USUhdshd

Lanjutan Tabel 3 67 Negatif 68 Negatif 69 Negatif 70 Negatif 71 Negatif 72 Negatif 73 Negatif 74 Negatif 75 Negatif 76 Negatif 77 Negatif 78 Negatif 79 Negatif 80 Negatif Medan Sunggal 20 81 Negatif 0,0 82 Negatif 83 Negatif 84 Negatif 85 Negatif 86 Negatif 87 Negatif 88 Negatif 89 Negatif 90 Negatif 91 Negatif 92 Negatif 93 Negatif 94 Negatif 95 Negatif 96 Negatif 97 Negatif 98 Negatif 99 Negatif 100 Negatif

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa dari 100 sampel nyamuk A. aegypti yang

dikumpulkan dari 5 kecamatan di Kota Medan yaitu Medan Helvetia, Medan

Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal, ternyata tidak

74

Page 70: Tesis USUhdshd

ditemukan virus Dengue tipe-3 yang memilki pasangan basa 290 bp. Rangkuman

dari persentase nyamuk yang mengandung DEN-3 dapat dilihat dari Tabel 4 di

bawah ini.

Tabel 4. Rangkuman Hasil Penelitian

Kecamatan Jumlah (ekor) Positif DEN-3 %

Medan Helvetia 20 - 0,0

Medan Amplas 20 - 0,0

Medan Selayang 20 - 0,0

Medan Sunggal 20 - 0,0

Medan Baru 20 - 0,0

Total 100 0,0

IV.2. Pembahasan

Virus dengue sebagai penyebab Demam Berdarah Dengue yang ditularkan

melalui nyamuk A. aegypti penting untuk dapat segera didiagnosa. Hal ini

berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penderita DBD setiap tahunnya

terutama di kota Medan dan dapat menimbulkan kematian (Sulani, 2004).

Tujuan pemeriksaan dengan RT-PCR ini adalah untuk menentukan adanya

RNA virus Dengue pada tubuh nyamuk dan sekaligus menentukan serotipe virus

Dengue yang ditemukan. Laporan dari WHO menyatakan bahwa seluruh wilayah

tropis di dunia telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara

bersama-sama di wilayah-wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika (Hariadhi,

2007).

75

Page 71: Tesis USUhdshd

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan ternyata tidak ditemukan virus

Dengue tipe-3 (DEN-3) dari 100 sampel nyamuk yang diambil dari 5 kecamatan

di Kota Medan. Akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan ditemukannya

virus Dengue tipe lain dalam tubuh nyamuk-nyamuk tersebut, karena primer yang

digunakan pada saat PCR adalah primer khusus untuk Dengue tipe-3 (DEN-3).

Berdasarkan penelitian Nisalak, dkk. (2003) di Bangkok, ternyata serotipe

virus Dengue bersirkulasi berbeda-beda seiring kurun waktu yang berbeda pula.

Untuk DEN-3 terutama pada tahun 1987, 1995-1999, dan virus tipe ini sering

berkaitan dengan terjadinya wabah.

Hariadhi, dkk. (2007) melakukan penelitian dari sampel darah penderita DBD

pada daerah endemik di Jawa Timur. Dari penelitian ini hanya ditemukan 1 orang

(10%) dari 10 penderita DBD yang menderita virus Dengue serotipe DEN-3 yang

dijumpai bersamaan dengan DEN-2 (mix infection) dan ternyata penderita ini

mengalami infeksi DBD derajat IV (SSD).

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya DBD, antara lain faktor hospes

(host), lingkungan dan virus itu sendiri. Bahkan dari beberapa penelitian

menunjukkan adanya pergeseran genotipe virus sehingga menyebabkan terjadinya

SSD (Suhendro, 2006; Hariadhi, 2007).

Di Indonesia, faktor lingkungan (musim) juga mempengaruhi angka kejadian

infeksi virus Dengue serta tipe virus yang berjangkit pada periode waktu tertentu.

Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

76

Page 72: Tesis USUhdshd

Gambar 15. Pola Dominasi Serotipe Virus Dengue dari serum manusia dari tahun 2004-2007 (Sumber : Depkes RI, 2007) Walaupun Gambar 14 di atas menunjukkan serotipe virus Dengue yang

berasal dari serum manusia, tetapi dapat dipastikan bahwa gambaran infeksi yang

terjadi pada tubuh manusia berasal dari infeksi virus yang ditularkan oleh

nyamuk. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa infeksi virus Dengue dijumpai

puncaknya sekitar awal tahun dan serotipe yang paling dominan adalah DEN-2

diikuti DEN-3. Selain itu dapat juga kita lihat DEN-3 terutama ditemukan pada

KLB, yaitu peningkatan secara tiba-tiba pada tahun 2007 setelah menurun pada

tahun 2006.

Suwandono, dkk. (2006) melaporkan bahwa di Indonesia terjadi KLB kasus

DBD pada tahun 2004 dan saat itu ditemukan serotipe virus Dengue yang paling

dominan adalah DEN-3, diikuti DEN-2 dan DEN-1. Hal senada juga dilaporkan

oleh Noguiera, dkk. (2001) pada peristiwa KLB DBD di Brazil, dimana

77

Page 73: Tesis USUhdshd

ditemukan serotipe virus DEN-3 sebagai serotipe virus Dengue yang paling

dominan yaitu 99%. Begitu juga laporan dari Bharaj, dkk. (2008) di India yang

menemukan serotipe virus DEN-3 sebagai serotipe yang paling dominan, diikuti

DEN-1, DEN-2 dan DEN-4. Dari laporannya dikatakan pada KLB umumnya

ditemukan multiple virus serotipe sehingga dapat memperburuk gejala klinis

penderita dan cenderung menyebabkan kematian.

Dari seluruh serotipe virus Dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3

merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di banyak

daerah, yang diikuti DEN-2, DEN-1 dan DEN-4. Dan diketahui pula bahwa DEN-

3 juga merupakan serotipe yang paling dominan berhubungan dengan tingkat

keparahan penyakit (Hariadhi, 2007).

Virus Dengue tipe-3 (DEN-3) yang ditemukan pertama kali pada tahun 1978

di Puerto Rico dan menghilang selama 16 tahun, kemudian muncul lagi pada

tahun 1994 di Nikaragua, dan diindikasikan sebagai penyebab utama epidemik

DBD. Sedangkan tipe lain yaitu DEN-1, 2 dan 4 ditemukan secara endemik. Salah

satu alasan mengapa DEN-3 sebagai penyebab timbulnya KLB kasus DBD adalah

bahwa pada situasi endemik yang biasanya muncul adalah DEN-1, 2 dan 4,

sehingga secara imunologi tubuh masih ’virgin’ dengan DEN-3. Jadi, bila DEN-3

muncul akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gejala klinis yang lebih

parah. Tetapi tidak diketahui pasti mengapa secara tiba-tiba DEN-3 muncul

setelah menghilang selama beberapa tahun. Berdasarkan data yang ada dari

seluruh dunia, diperkirakan peristiwa KLB umumnya terjadi 1 sampai 5 tahun.

78

Page 74: Tesis USUhdshd

Hal ini sesuai dengan peristiwa KLB di Indonesia yaitu pada tahun 1995, 2000

dan 2004 (CDC, 1995; Virus Weekly, 2003; Sulani, 2004).

Menurut data dari P2P Dinas Kesehatan Kota Medan (2009) pada bulan

September dan Oktober 2008, yaitu saat pengambilan sampel, berturut-turut

ditemukan 215 kasus dan 130 kasus DBD dari seluruh kecamatan di Kota Medan.

Sedangkan jumlah keseluruhan penderita DBD dari bulan Januari sampai

November 2008 adalah 1440 kasus. Jumlah penderita DBD ini lebih kecil bila

dibandingkan dengan jumlah penderita DBD pada tahun 2007 yaitu 1917 kasus.

Jadi dari data ini dapat disimpulkan bahwa pada saat pengambilan sampel, di Kota

Medan tidak terjadi KLB DBD, sehingga hal ini dapat menjadi sebab tidak

ditemukannya virus Dengue tipe-3 (DEN-3).

Kekurangan penelitian ini sehingga tidak ditemukannya virus Dengue tipe-3

(DEN-3) adalah waktu pengambilan yang dilakukan kurang tepat yaitu pada saat

tidak terjadi KLB DBD, atau di awal tahun dimana sering dijumpai lonjakan

kasus seperti Gambar 14 di atas.

Sehubungan dengan perkiraan epidemik kasus DBD di Indonesia dan hampir

di seluruh dunia yang berlangsung kira-kira setiap 5 tahun, ada baiknya lebih

ditingkatkan kewaspadaan akan munculnya KLB DBD pada tahun 2009 ini,

karena kasus KLB DBD terakhir di Indonesia adalah tahun 2004.

Dengan tidak ditemukannya DEN-3 dari tubuh nyamuk A.aegypti pada

penelitian ini, seharusnya menjadi hal yang patut dikhawatirkan, karena

79

Page 75: Tesis USUhdshd

kemungkinan timbulnya gejala klinis yang lebih parah seperti SSD bila DEN-3

kembali muncul. Sehingga peneliti berpendapat hal ini patut menjadi perhatian

dari pemerintah untuk mencegah timbulnya kasus DBD dengan gejala klinis yang

lebih parah atau bahkan dapat menimbulkan kematian.

80

Page 76: Tesis USUhdshd

81

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Hasil pengumpulan 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang diambil dari 5

kecamatan di Kota Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan

Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal, kemudian dilakukan proses ekstraksi,

RT-PCR, elektroforesis, dan gel imaging untuk meneliti ada tidaknya virus DEN-

3 sebagai penyebab DBD, tidak ditemukan adanya virus Dengue tipe-3 dalam

tubuh nyamuk.

V.2. Saran

Pada penelitian ini tidak ditemukan virus Dengue tipe-3 (DEN-3), tetapi tidak

berarti di Kota Medan tidak ada infeksi Dengue akibat DEN-3, karena dari

penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan serum penderita DD/DBD

ditemukan DEN-3.

Oleh karena itu peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan di

kecamatan-kecamatan lain di Kota Medan dengan waktu penelitian yang tepat

yaitu di sekitar awal tahun atau pada saat terjadi KLB DBD, sehingga

kemungkinan ditemukannya DEN-3 menjadi lebih besar.

Biaya yang cukup besar untuk menyelenggarakan penelitian ini dapat menjadi

hambatan diadakannya penelitian lebih lanjut, oleh karena itu sangat diharapkan

bantuan dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk penelitian lanjutan. Hal

ini perlu menjadi perhatian pemerintah karena penelitian dengan menggunakan

sampel nyamuk untuk menemukan virus Dengue adalah sebagai salah satu cara

untuk diagnosa dini infeksi virus Dengue, sehingga dapat dijadikan pencegahan

untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat infeksi virus ini.

Selain itu, peneliti mengharapkan hal ini dapat menjadi peringatan bagi

pemerintah tentang kemungkinan timbulnya epidemik atau KLB kasus Dengue

Page 77: Tesis USUhdshd

pada tahun 2009 ini, karena berdasarkan data dari seluruh dunia, KLB terjadi hampir

setiap 5 tahun.

Semoga penelitian ini dapat menjadi dasar dilakukannya penelitian-penelitian

lanjutan sehubungan virus Dengue dan penyakit yang diakibatkannya, dan menambah

data bagi pemerintah daerah maupun pusat mengenai pemetaan virus Dengue di

Indonesia.

61

Page 78: Tesis USUhdshd

62

DAFTAR PUSTAKA

Ananthanarayan, R. and Paniker, C.K.J. 2000. Textbook of Microbiology. Sixth

edition. pp.487-491. Orient Longman, Hyderabad. Arma, A.J.A. 2006. Statistik Penelitian Kinik. h.34. (unpublished) Bharaj, P., Chahar H.S., Pandey A., Diddi K., Dar L., Guleria R., Kabra S.K., and

Broor S. 2008. Concurrent infections by all four dengue virus serotypes during an outbreak of dengue in 2006 in Delhi, India. Virology Journal 5(1):1-5

Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., and Morse, S.A. 2007. Arthropode-Borne &

Rodent-Borne Viral Disease. In : Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th edition. pp.522-524. Mc Graw Hill, New York.

CDC. 1995. International Notes Dengue Type 3 Infection - Nicaragua and Panama,

October-November 1994. Available on : http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/0003553.htm (accessed on Februari, 1st 2009)

Corwin, A.L., Larasati, R.P., Bangs, M.J., Wuryadi, S., Arjoso, S., Sukri, N.,

Listyaningsih, E., Hartati, S., Namursa, R., Anwar, Z., Chandra, S., Loho, B., Ahmad, H., Campbell, J.R., and Porter, K.R. 2001. Epidemic dengue transmission in southern Sumatra, Indonesia. Trans R Soc Trop Med Hyg 95(3):257-265.

Darlan, D.M. 2004. Aedes spp. Sebagai vektor utama dari demam berdarah dengue.

Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):7-10

Dash, P.K., Parida, M.M., Saxena, P., Abhyankar, A., Singh, C.P., Tewari, K.N.,

Jana, A.M., Sekhar, K., and Rao, P.V.L. 2006. Reemergence of dengue virus type-3 (subtype-III) in India: Implications for increased incidence of DHF & DSS. Virology Journal 3:55.

Page 79: Tesis USUhdshd

Dinas Kesehatan Kota Medan-P2P. 2009. Data kasus DBD 2007 dan 2008. (unpublished)

Gaiani, M. Aedes aegypti. 2006. Available on

www.flickcr.com/photos/mgaiani/2241172712 (accessed on July, 22nd 2008)

Ginting, Y. 2004. Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah dengue/sindroma syok dengue. Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):23-25

Gubler, D.J. 1997. Epidemic dengue/dengue haemorrhagic fever : A global public

health program in the 21st century. Dengue Bulletin 21 Hadi, U.K. and Koesharto, F.X. 2006. Nyamuk. In : Sigit, S.H., Hadi, U.K. (Eds).

Hama Permukiman Indonesia. h. 23-35. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB, BogorHadinegoro, S.R.H., Soegijanto, S., Wuryadi, S., and Suroso, T. 2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Hariadhi, S. and Soegijanto, S. 2007. Pola Distribusi Serotipe Virus Dengue pada

Beberapa Daerah Endemik di Jawa Timur dengan Kondisi Geografis Berbeda. Available on: http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2007-hariadhisho-5330width=300..-37k (accessed on January, 15th 2009)

Harris, E., Roberts, T.G., Smith, L., Selle, J., Kramer, L.D., Valle, S., Sandoval, E.,

and Balmaseda, A. 1998. Typing of dengue viruses in clinical specimens and mosquitoes by single-tube multiplex reverse transcriptase PCR. Journal of Clinical Microbiology 36(9):2634-2639.

Hutabarat, G.F. 2004. Sifat-sifat virus dengue. Majalah Kedokteran Nusantara

Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):16-18.

63

Page 80: Tesis USUhdshd

Husaini, M. 2003. Entomologi Kedokteran. h.79-89. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran USU, Medan.

Kusumawati, L. 2005. Teori sequential infection dari Halstead. USU Repository.

Universitas Sumatera Utara. Available on : http://library.usu.ac.id/download/fk/mikrobiologi/pdf. accessed on August, 2nd 2008)

Massi, M.N. dan Sabran, A.A. 2006. Teknik identifikasi serotipe virus dengue (DEN

1-4) dengan uji reverse transcription polymerase chain (RT-PCR). Jurnal Medika Nusantara 27(1):1-6

Nisalak, A., Endy, T.P., Nimmannitya, S., Kalayanarooj, S.,Thisayakorn, U., Scott,

R.M., Burke, D.S., Hoke, C.H., Innis, B.L., and Vaughn, D.W. 2003. Serotype-specific dengue virus circulation and dengue disease in Bangkok, Thailand from 1973 to 1999. Am J Trop Med Hyg 68(2):191-202

Noguiera, R.M.R., Miagostovich, M.P., Filippis, A.M.B., Pereira, M.A.S.P., and

Schatzmayr, H.G. 2001. Dengue virus type 3 in Rio de Janeiro, Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz 96(7):925-926

Porter, K.R., Becket C.G., Kosasih, H., Irsianatan, R., Alisjahbana, B., Rudiman,

P.I..F., Widjaja, S., Listiyaningsih, E., Ma’roef, C.N., McArdle, J.L., Parwati, I., Sudjana, P., Jusuf, H., Yuwono D., and Wuryadi, S. 2005. Epidemiology of dengue and dengue haemorrhagic fever in cohort of adults living in Bandung, West Java, Indonesia. Am J Trop Med Hyg 72(1):60-66

Pinheiro, V.C.S., Tadei, W.P., Barros, P.M.S.S., Vasconcelos P.F.C., and Cruz,

A.C.R. 2005. Detection of dengue virus serotype 3 by reverse transcription-polymerase chain reaction in Aedes aegypti (Diptera, Culicidae) captured in Manaus, Amazonas. Mem Ins Oswaldo Cruz 100(8):833-839.

Samuel, P.P. and Tyagi, B.K. 2006. Diagnostic methods for detection & isolation of

dengue viruses from vector mosquitoes. Indian J Med Res 122:615-628.

64

Page 81: Tesis USUhdshd

Setiati, T.E., Wagenaar, J.F.P., de Kruif, M.D., Mairuhu, A.T.A., van Gorp, E.C.M. and Soemantri, A. 2006. Changing epidemiology of dengue haemorrhagic fever in Indonesia. Dengue Buletin 30:8-10

Soedarmo, S.S.P. 2005. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. h.1-35. UI Press,

Jakarta. Soegijanto, S. 2006. Patogenesa dan perubahan patofisologi infeksi virus dengue.

Available on : www.pediatrik.com/buletin/20060220-8ma2gi-buletin.pdf (accessed on August, 2nd 2008)

Sopian, T. 2006. Aplikasi teknologi PCR mendeteksi flu burung. Available on :

http://64.203.71.11/Kompas-cetak (accessed on October, 2nd 2008) Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. h.94-142. Kanisius, Jakarta. Suhendro., Nainggolan, L., Chen, K., and Pohan, H.K. 2006. Demam Berdarah

Dengue. In : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (Eds). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. h. 1731-1735. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.

Sulani, F., 2004. Analisis situasi penyakit demam berdarah dengue di provinsi

Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):1-6.

Sukri, N.C., Laras, R., Wandra, T., Didi, S., Larasati, RP., Josef, R.R., Osok, S., Tjia,

P., Saragih, J.M., Hartati, S., Listyaningsih, E., Porter K.R., Becket, C.G., Prawira, I.S., Punjabi, N., Suparmanto, S.A., Beecham, H.J., Bangs, M.J. and Corwin, A.L. 2003. Transmission of epidemic dengue hemorrhagic fever in easternmost Indonesia. Am J Trop Med Hyg 08(5):529-535

Suroso,T. Hadinegoro, S.R., and Wuryadi, S. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan

Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. h. 14-16. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Suwandono, A., Kosasih H., Nurhayati, Kusriastuti, R., Harun, S., Ma’roef, C.,

Wuryadi, S., Herianto, B., Yuwono, D., Porter, KR., Becket, C.G., and Blair, P.J. 2006. Four dengue virus serotypes found circulating during an outbreak of dengue fever and dengue haemorrhagic fever in Jakarta, Indonesia. Trans R Soc Trop Med Hyg 100(9):855-862

65

Page 82: Tesis USUhdshd

66

Virus Weekly. 2003. DEN-3 serotype linked to outbreaks. Available on : http://www.accesmylibrary.com (accessed onFebruary, 1st 2009)

Wuryadi, S. 2000. Diagnosis laboratorium infeksi virus dengue. In : Hadinegoro,

S.R.H., Satari, H.I. (Eds). Demam berdarah dengue, Naskah Lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tata laksana kasus DBD. h.55-64. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.