Tesis Kompensasi Guru
-
Upload
ibnu-masykur -
Category
Documents
-
view
31 -
download
3
description
Transcript of Tesis Kompensasi Guru
PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMPENSASI
TERHADAP KINERJA GURU PADA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA NEGERI 3 SEKAYU
T E S I S
Oleh :
I Wayan Eka Arthika
NIM 11251009
MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS BINA DARMA
PALEMBANG
2011
BAB I
1
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang
menghasilkan sumber daya manusia yang nantinya diharapkan dapat
menggerakan roda pembangunan nasional. Pembangunan nasional
sesuatu yang bersifat dinamis, maka sekolah menengah dituntut pula
untuk mengikuti serta senantiasa meningkatkan kualitasnya. Salah satu
kunci utama peningkatan mutu pendidikan di sebuah sekolah adalah guru.
Tanpa didukung oleh mutu guru yang baik, upaya peningkatan mutu
pendidikan akan menjadi hampa, sekalipun didukung oleh komponen
lainnya yang memadai, karenanya sangat beralasan bila pemerintah saat
ini lebih memfokuskan peningkatan mutu guru sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kondisi saat ini sangat dituntut
keseriusan untuk meningkatkan mutu guru bersangkutan.
Sumber daya manusia harus dikelola dengan professional agar
dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumber daya manusia
dengan tuntutan serta kemajuan organisasi. Keseimbangan tersebut
merupakan kunci sukses utama bagi perguruan tinggi agar dapat
berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Perkembangan
organisasi sangat tergantung pada kinerja yang ada di organisasi.
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya
adalah kinerja. Kepuasan kerja sendiri dapat diartikan sebagai sikap
2
emosional yang menyenangkan dan mencintainya pekerjaannya dengan
tolok ukur tingkat disiplin, moral kerja dan turnover guru. Menurut Robbins
(2006; 78) Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan
yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral kerja,
kedisiplinan dan prestasi kerja guru dalam mendukung terwujudnya tujuan
sekolah. Seorang guru yang bekerja dengan baik dan menghasilkan
kinerja yang baik akan merasa puas, sebab ia telah mampu memberikan
hasi yang terbaik. Kinerja yang baik akan mendorong moral seorang guru
untuk melakukan dengan lebih baik sehingga ia mempunyai prestasi yang
tinggi (Robbins; 2006; 83). Prestasi yang tinggi ini merupakan perwujudan
dari kinerja kerja. Sehingga kinerja akan sangat mempengaruhi kepuasan
kerja seorang guru.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dari kinerja adalah
kompensasi. Salah satu cara meningkatkan kepuasan kerja, motivasi dan
kinerja guru adalah dengan memberikan kompensasi. Menurut Werther
dan Davis (Wiowo; 2007; 133) kompensasi adalah apa yang diterima
pekerja sebagai pertukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Dalam
kompensasi terdapat sistem yang menghubungkannya dengan kinerja.
Dengan kompensasi kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan
kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja (Wibowo;
2007; 134). Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator
3
kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan guru
mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan
barangkali merupakan sesuatu yang khas dalam suatu pekerjaan.
Kompensasi penting bagi guru sebagai individu karena besarnya
kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara guru itu
sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga
penting bagi sekolah, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi
untuk mempertahankan sumberdaya manusia.
Dilihat dari hal-hal diatas maka menjadi suatu hal yang mutlak bagi
pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu untuk dapat
mempunyai guru yang berkinerja baik serta kompensasi yang baik,
sehingga guru-guru akan merasa puas dalam bekerja dan akan
memberikan yang terbaik dalam proses belajar mengajar. Untuk
mendapatkan kepuasan kerja dari guru ini maka pihak Sekolah Menengah
Pertama Negeri 3 Sekayu harus dapat memberikan kompensasi yang
sesuai dengan hasil kerja, selain itu kinerja kerja juga harus diciptakan
untuk memberikan rasa puas bagi guru sehingga dapat memberikan hasil
proses belajar mengajar yang baik. Pihak Sekolah Menengah Pertama
Negeri 3 Sekayu bersama dengan Pemerintah Daerah telah berusaha
memberikan kompensasi kepada guru sehingga guru akan merasa puas
dalam bekerja. Sebagai seorang pegawai negeri sipil seorang guru
setidaknya akan menerima tunjangan daerah sebesar 1 juta rupiah, jika
guru tersebut telah lulus sertifikasi maka ia akan mendapatkan tunjangan
4
sertifikasi sebesar 1 kali gaji pokok. Sedangkan jika guru tersebut belum
mendapatkan sertfikasi maka ia mendapatkan tunjangan dari pemerintah
pusat sebesar 250 ribu rupiah per bulan. Kompensasi lain yang diterima
guru adalah dana komite sekolah pengganti BP3 sedangkan jika guru
tersebut memegang jabatan tertentu maka ia akan mendapatkan
tunjangan jabatan yang berasal dari dana BOS dan sekolah gratis. Jika
dilihat dari kompensasi yang diterima memberi kepuasan pada guru.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan perbaikan dalam
kompensasi dan kepuasan kerja pada guru akan membuat meningkatnya
kinerja guru ?
Berdasarkan kondisi diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Pengaruh Kepuasan kerja dan Kompensasi terhadap
Kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut :
1. Pemberian kompensasi kepada guru masih menyebabkan
ketidakpuasan terhadap sistem kompensasi yang ada.
2. Masih terlihat guru yang kurang mempunyai kinerja kerja
yang baik walaupun telah menerima tunjangan-tunjangan sebagai
guru di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
5
3. Masih sering terjadinya keluhan-keluahan guru yang merasa
kurang puas terhadap pekerjaan dan sistem kompensasi yang ada
di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
1.3. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja dan kompensasi terhadap
kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu ?
2. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja guru pada
Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu?
3. Bagaimana pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru pada
Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu?
1.4. Tujuan dan Manfaat
1.4.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan Kompensasi
terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3
Sekayu
2. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap Kinerja
Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu
3. Untuk menganalisis pengaruh kompensasi terhadap Kinerja Guru
pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu
6
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberi informasi sebagai masukan bagi pihak Sekolah
Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu dalam meningkatkan
kepuasan Gurunya sehingga dapat memberikan hasil proses
belajar mengajar dengan baik.
2. Digunakan sebagai masukan bagi peneliti lain, ataupun akademis
dalam mendalami ilmu manajemen pendidikan dan berguna
sebagai bahan penelitian lanjutan dengan objek penelitian yang
sama.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh kepuasan kerja dan
Kompensasi secara bersama terhadap Kinerja Guru pada Sekolah
Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepuasan Kerja
7
Kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaannya dalam Handoko (2001; 193).
Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap
pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap
pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang
tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang
berbeda – beda satu dengan yang lainnya. Adanya ketidakpuasan kerja
karyawan seharusnya dapat dideteksi oleh organisasi. Variabel-variabel
yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah
absenteeism, turnover, and job performance.Mengutip pendapat tersebut
As’ad (2001 ; 103) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan
indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi
(absenteeism), tingginya keluar masuknya karyawan (turnover),
menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja karyawan
(performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja karyawan
tersebut muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani supaya
tidak merugikan organisasi.
Mengacu pada pendapat Handoko (2001; 167) dan As’ad
(2001;105) bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan
mengaitkannya pada output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja
menurun, turn over meningkat, dan efektivitas lainnya seperti menurunnya
8
kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan
baru, dan tingginya tingkat kecelakaan.
Untuk mengetahui indikator apa saja yang mempengaruhi
kepuasan kerja, terdapat lima indikator menurut Kreitner (2005; 270) yaitu:
1. Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan
system upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan
sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan
pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan
pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan
dihasilkan kepuasan;
2. Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk
mengunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan, dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan
yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang
terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan
perasaan gagal;
3. Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah
mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan
mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat;
9
4. Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang
karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang
lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang
organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan
umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian,
kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan
merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan
organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian
karyawan setinggi mungkin;
5. Kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang
penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan
karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam
melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka
mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama
dengan bawahan
2.2. Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan
sebagai balas jasa untuk kerja mereka dalam Handoko (2001: 156).
Menurut Gomez-Mejia dalam Ninuk (2002: 109); Schuler dan Jackson
serta Luthans dalam Ninuk (2002: 109), kompensasi total dapat
diklasifikasikan dalam tiga komponen utama, yaitu: Pertama, kompensasi
dasar yaitu kompensasi yang jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap,
10
seperti upah dan gaji. Kedua, kompensasi variabel merupakan
kompensasi yang jumlahnya bervariasi atau waktu pembayarannya tidak
pasti. Kompensasi variabel ini dirancang sebagai penghargaan pada
karyawan yang berprestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah
pembayaran insentif pada individu maupun kelompok, gainsharing, bonus,
pembagian keuntungan (profit sharing), rencana kepemilikan saham
karyawan (employee stock-ownership plans) dan stock-option plans.
Ketiga, merupakan komponen terakhir dari kompensasi total adalah
benefit atau seringkali juga disebut indirect compensation (kompensasi
tidak langsung). Termasuk dalam komponen ini adalah (1) perlindungan
umum, seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan
pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan
asuransi; (3) pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti
pelatihan, cuti kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan
siklus hidup dalam bentuk bantuan hukum, perawatan orang tua,
perawatan anak, program kesehatan, dan konseling.
Dalam kenyataannya, kompensasi yang diberikan oleh suatu
organisasi tidak selalu meliputi semua jenis kompensasi seperti yang telah
dijabarkan di atas. Pemberian kompensasi dapat bervariasi, dan biasanya
berdasarkan pada pendapat pimpinan dan manajemen organisasi tentang
penting tidaknya suatu bentuk kompensasi harus diberikan kepada
karyawan dan disesuaikan pula dengan kemampuan organisasi yang
bersangkutan. Masih banyak organisasi di sini yang hanya memberikan
11
kompensasi dasar. Sebagian sudah memberikan kompensasi variabel,
misalnya bonus dan pembagian keuntungan, namun perhitungannya
masih belum transparan. Untuk kompensasi tidak langsung, biasanya
hanya organisasi-organisasi yang berskala besar saja yang telah
melaksanakan program ini.
Bagi karyawan, kompensasi dalam bentuk riil seperti kompensasi
dasar maupun kompensasi variabel adalah penting, sebab dengan
kompensasi ini mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung,
terutama kebutuhan fisiologisnya. Namun demikian, tentunya karyawan
juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan
penilaiannya terhadap pengorbanan yang telah diberikan kepada
kelompoknya maupun kepada organisasi. Karyawan juga berharap agar
kompensasi yang diterimanya sebanding dengan yang diberikan oleh
organisasi kepada karyawan lainnya, yang menurut pendapatnya
karyawan lain tersebut mempunyai kemampuan dan kinerja yang sama
dengan dirinya.
Apabila harapan karyawan mengenai kompensasi yang demikian
dapat diwujudkan oleh organisasi, maka karyawan akan merasa
diperlakukan secara adil oleh organisasi.
Menurut Siagian (2003: 112), rasa keadilan dapat membuat
karyawan menjadi puas terhadap kompensasi yang diterimanya.
Sebaliknya, pihak organisasi juga berharap bahwa kepuasan yang
dirasakan oleh karyawan akan mampu memotivasi karyawan tersebut
12
untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai. Apabila hal ini dapat terwujud, sebenarnya bukan hanya tujuan
organisasi yang tercapai, namun kebutuhan karyawan juga akan
terpenuhi.
Menurut Schuler dan Jackson dalam Ninuk (2002: 110)
kompensasi dapat digunakan ntuk (a) menarik orang-orang yang potensial
atau berkualitas untuk bergabung dengan organisasi. Dalam
hubungannya dengan upaya rekrutmen, program kompensasi yang baik
dapat membantu untuk mendapatkan orang yang potensial atau
berkualitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisasi. Hal ini
disebabkan karena orang-orang dengan kualitas yang baik akan merasa
tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dengan kompensasi
yang dianggap layak dan cukup baik. (b) mempertahankan karyawan yang
baik. Jika program kompensai dirasakan adil secara internal dan
kompetitif secara eksternal, maka karyawan yang baik (yang ingin
dipertahankan oleh organisasi) akan merasa puas.
Sebaliknya, apabila kompensai dirasakan tidak adil maka akan
menimbulkan rasa kecewa, sehingga karyawan yang baik akan
meninggalkan organisasi. Oleh karena itu agar dapat mempertahankan
karyawan yang baik, maka program kompensasi dibuat sedemikian rupa,
sehingga karyawan yang potensial akan merasa dihargai dan bersedia
untuk tetap bertahan di organisasi. (c) meraih keunggulan kompetitif.
Adanya program kompensasi yang baik akan memudahkan organisasi
13
untuk mengetahui apakah besarnya kompensasi masih merupakan biaya
yang signifikan untuk menjalankan bisnis dan meraih keunggulan
kompetitif. Apabila sudah tidak signifikan lagi, maka organisasi mungkin
akan beralih dengan menggunakan sistem komputer dan mengurangi
jumlah tenaga kerjanya atau berpindah ke daerah yang tenaga kerjanya
lebih murah. (d) memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas
atau mencapai tingkat kinerja yang tinggi. Dengan adanya program
kompensasi yang dirasakan adil, maka karyawan akan merasa puas dan
sebagai dampaknya tentunya akan termotivasi untuk meningkatkan
kinerjanya. (e) melakukan pembayaran sesuai aturan hukum.
Dalam hal ini kompensasi yang diberikan kepada karyawan
disesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku. Contoh, sesuai
peraturan pemerintah patokan minimal pemberian upah yang berlaku saat
ini adalah sebesar UMR (upah minimum regional), maka organisasi harus
memberikan kompensasi kepada karyawannya minimum sebesar UMR
tersebut. (f) memudahkan sasaran strategis. Suatu organisasi mungkin
ingin menjadi tempat kerja yang menarik, sehingga dapat menarik
pelamar-pelamar terbaik.
Kompensasi dapat digunakan oleh organisasi untuk mencapai
sasaran ini dan dapat juga dipakai untuk mencapai sasaran strategis
lainnya, seperti pertumbuhan yang pesat, kelangsungan hidup dan
inovasi. (g) mengokohkan dan menentukan struktur. Sistem kompensasi
dapat membantu menentukan struktur organisasi, sehingga berdasarkan
14
hierarki statusnya, maka orang-orang dalam suatu posisi tertentu dapat
mempengaruhi orang-orang yang ada di posisi lainnya.
Tujuan dari pemberian kompensasi tersebut saling terkait, artinya
apabila pemberian kompensasi tersebut mampu mengundang orang-
orang yang potensial untuk bergabung dengan organisasi dan membuat
karyawan yang baik untuk tetap bertahan di organisasi, serta mampu
memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, berarti produktivitas
juga akan meningkat dan organisasi dapat menghasilkan produk dengan
harga yang kompetitif, sehingga organisasi lebih dimungkinkan untuk
dapat mencapai sasaran strategisnya yaitu mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengembangkan usaha.
Apabila perhitungan kompensasi didasarkan pada jabatan atau
keterampilan yang relevan dengan jabatan, maka organisasi juga akan
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menarik, memotivasi dan
mempertahankan karyawan yang berpotensi dan mempunyai kinerja
tinggi. Di satu pihak kebutuhan organisasi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengembangkan usahanya akan tercapai, di
pihak lain karyawan juga dapat menikmati hasil berupa kompensasi yang
diberikan oleh organisasi dengan rasa puas. Dengan demikian
kompensasi dapat dipandang sebagai alat untuk mengelola sumber daya
manusia secara efektif sesuai dengan kebutuhan organisasi dan
kebutuhan karyawan itu sendiri.
15
Dasar perhitungan kompensasi dipakai untuk mendapatkan sistem
pembayaran kompensasi yang adil, dan menjadikan organisasi menarik,
mampu bertahan hidup dan mampu memotivasi karyawannya serta dapat
melakukan penghematan biaya. Menurut Gomez-Mejia dalam Ninuk
(2002: 95), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu menggunakan pendekatan pekerjaan atau jabatan (job-
based approaches) dan menggunakan pendekatan keterampilan (skill-
based approaches). Pendekatan pekerjaan atau jabatan mengasumsikan
bahwa pekerjaan dapat dilakukan oleh orang yang dibayar untuk jabatan
tertentu, sedangkan pendekatan keterampilan mengasumsikan bahwa
karyawan tidak dibayar karena jabatan yang disandangnya, tetapi lebih
pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.
Kompensasi berdasarkan jabatan atau pekerjaan, Ada tiga
komponen kunci untuk mengembangkan rencana kompensasi
berdasarkan jabatan. Pertama, mewujudkan keadilan internal melalui
evaluasi jabatan; kedua, mewujudkan keadilan eksternal melalui survei
pasar; dan ketiga, mencapai keadilan individu menurut Gomez-Mejia
dalam Ninuk (2002: 111). Kompensasi Sebagai Motivator Untuk
Meningkatkan Kinerja Karyawan.
Metode evaluasi jabatan memusatkan diri pada jabatan sebagai
unit kepentingan. Beberapa metode mengevaluasi jabatan secara
keseluruhan, sedangkan beberapa lainnya menggunakan faktor-faktor
yang dapat dikompensasi. Metode evaluasi jabatan yang sudah sangat
16
populer dipakai untuk mengevaluasi posisi eksekutif, manajer dan
professional maupun posisi teknik, administrasi dan manufaktur adalah
metode Hay Guide Chart-Profile . Secara operasional, sistem ini
mengandalkan tiga faktor utama yang bisa dikompensasi, yaitu
pemecahan masalah (problem solving), kecakapan (know how) dan
pertanggungjawaban (accountability). Menurut metode ini, faktor-faktor
yang penting mempunyai nilai tinggi, sedangkan faktor-faktor yang kurang
penting mempunyai nilai yang lebih rendah. Evaluasi jabatan ini hanya
untuk internal organisasi bukan untuk menghitung tingkat upah di pasar
atau organisasi lain. Selain itu evaluasi jabatan ini hanya fokus pada nilai
tugas masing-masing jabatan, bukan pada orang yang melaksanakannya
(Schuler dan Jackson dalam Ninuk; 2002: 111).
Kompensasi berdasarkan keterampilan, Para akademisi dan
konsultan menegaskan bahwa pembayaran kompensasi berdasarkan
jabatan dapat dengan mudah disalahgunakan dan sudah tidak cocok lagi
dengan kebutuhan pada dewasa ini. Menurut Bridges, Murlis dan Fitt
dalam As’ad (2004; 96), pendekatan-pendekatan kompensasi
berdasarkan jabatan yang konvensional: (1) mendukung organisasi
hierarkis kaku yang menekan motivasi serta kreativitas karyawan, (2)
beranggapan bahwa orang adalah komoditas yang dapat dibentuk untuk
“cocok dengan” peran-peran yang telah ditentukan, (3) tidak cocok untuk
organisasi yang lebih ramping saat ini, dimana tim-tim kecil dan fleksibel
yang terdiri dari orang-orang dengan aneka keterampilan secara
17
ekonomis lebih masuk akal daripada sejumlah individu dengan satu
keterampilan, (4) tidak cocok dalam sektor jasa, dimana keberhasilan
masa depan terletak pada pengetahuan yang dimiliki pekerja ketimbang
jabatan yang diberikan kepada mereka.
Menurut Lawler dalam Ninuk (2002: 112), alasan digunakannya
keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi adalah karena (a)
karyawan yang berkemampuan tinggi atau yang mampu mengembangkan
keterampilannya dapat menerima kompensasi yang lebih tinggi, walaupun
jabatannya tetap. (b) nilai individu akan lebih tersorot daripada nilai
pekerjaan yang dilakukannya. Karyawan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan tentu akan tertarik pada organisasi yang memberikan
kompensasi berdasarkan kemampuan dan keterampilan, sebab pada
umumnya karyawan yang mempunyai keterampilan lebih, mengharapkan
kompensasi yang lebih banyak pula.
Organisasi yang ingin mempertahankan karyawan yang berprestasi
baik, maka harus berani memberikan kompensasi yang lebih besar
daripada karyawan yang tidak atau kurang berprestasi. Apabila organisasi
tidak melakukan hal ini, maka karyawan yang berprestasi baik, yang
seharusnya dipertahankan oleh organisasi, akan meninggalkan
organisasi. Mereka yakin akan bisa memperoleh kompensasi yang lebih
baik di tempat lainnya atau di organisasi lainnya. Hal ini berarti hanya
karyawan yang tidak atau kurang berprestasi yang akan tetap bertahan di
organisasi, kondisi ini tentunya akan berdampak negatif bagi organisasi.
18
Sudah sewajarnya apabila karyawan yang memiliki keterampilan
dan pengetahuan lebih banyak adalah lebih bernilai dan harus dibayar
menurut kemampuannya, bukan menurut tugas jabatan. Dalam job-based
pay, maka besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan dikaitkan
dengan jabatan atau pekerjaannya, tanpa memperhatikan apakah
karyawan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut secara efektif.
Dalam sistem pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan,
tingkat pembayaran kompensasi awal bagi semua karyawan adalah sama.
Apabila terjadi peningkatan keterampilan, maka masing-masing
keterampilan baru yang mereka miliki dihargai satu tingkat lebih tinggi.
Jadi kompensasi hanya akan mengalami kenaikan setelah karyawan
memperlihatkan kemampuannya dalam melakukan suatu pekerjaan
tertentu. Hal ini sangat berbeda dengan sistem kompensasi berdasarkan
pekerjaan atau jabatan, kenaikan Kompensasi Sebagai Motivator Untuk
Meningkatkan Kinerja Karyawan pembayaran akan terjadi secara
otomatis, biasanya pada interval waktu tertentu atau apabila terjadi
peningkatan jabatan. Pada kenyataannya, masih banyak organisasi yang
memperhatikan jabatan seseorang bukan pada kemampuan yang
bersangkutan untuk mengembangkan keterampilannya.
Perbedaan lain antara sistem pembayaran kompensasi
berdasarkan keterampilan dengan sistem kompensasi berdasarkan
pekerjaan atau jabatan adalah berkaitan dengan senioritas. Secara
19
tradisional, senioritas atau lamanya bekerja di tingkat tertentu memainkan
peran besar, sehingga lebih lama dalam jabatan diasumsikan lebih
berpengalaman sehingga cocok untuk mendapatkan nilai yang lebih
besar. Dengan sistem berdasarkan keterampilan, nilai lebih menyatu pada
keterampilan daripada jabatan.
Selain itu, peluang promosi bagi karyawan yang mempunyai
keterampilan juga lebih besar, karena lebih mudah bagi karyawan yang
memiliki keterampilan untuk dipromosikan atau pindah dari satu pekerjaan
kepada pekerjaan yang lain. Berkaitan dengan senioritas, kondisi ini
masih banyak dijumpai pada organisasi maupun organisasi di sini.
Semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka akan
semakin tinggi kompensasi yang diterimanya, hal ini disebabkan karena
peningkatan kompensasi diberikan secara otomatis dalam kurun waktu
tertentu, sehingga sangat sulit bagi karyawan yunior untuk mendapatkan
kompensasi yang lebih tinggi dibanding karyawan yang senior, walaupun
karyawan yunior mempunyai kemampuan dan keterampilan yang lebih
baik dibandingkan karyawan senior tersebut.
Menurut Mathis (2002; 117) terdapat empat perbedaan antara
kompensasi berdasarkan keterampilan (skill-based pay) dan kompensasi
berdasarkan pekerjaan atau jabatan (jobbased pay) yaitu: tes kompetensi,
efek perubahan jabatan, senioritas, dan peluang promosi.
Michael dan Harold dalam Ninuk (2002: 114) membagi
kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas. Bentuk
20
kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan
komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (phisical reinforcer),
misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta
berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan.
Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat dengan
kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini
misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas
prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan
kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang
dibentuk untuk memecahkan permasalahan organisasi.
Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang
mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak
disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas
tertentu.
2.3. Kinerja
Waldman dalam Koesmono (2005: 170); kinerja merupakan
gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan
pilihannya atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada masing-masing
individu dalam organisasi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:67);
kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan
21
kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Cascio dalam Koesmono (2005: 170) mengatakan bahwa
kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas-tugasnya yang telah
ditetapkan. Soeprihantono (Koesmono: 2005: 170) mengatakan bahwa
kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan selama pereode
tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard,
sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama.
Ada banyak definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai kinerja
diantaranya Bernandin & Russell dalam Gomes (2003: 136) memberi
batasan mengenai kinerja sebagai "... the record of outcomes produced
on. a specified job junction or activity during a specified time periode",
(catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu
atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu). Menurut Dessler
(2000 : 321) dalam bukunya Human Resources Management
mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Penilaian kinerja
diartikan sebagai mengevaluasi kinerja dari seseorang karyawan baik saat
ini maupun di masa yang lalu dihubungkan dengan standar kinerja dari
karyawan tersebut.
Pendapat lain mengatakan kinerja merupakan suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan
seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
22
tertentu (Rivai: 2005: 309). Kesediaan dan keterampilan seseorang
tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman
yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai kinerja kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai
dengan perannya dalam lembaga. Kinerja karyawan merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam upaya lembaga untuk mencapai tujuannya.
Dari beberapa definisi penilaian kinerja tersebut di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi
kinerja dari seseorang karyawan tidak hanya saat ini saja tetapi juga di
masa lampau dan dihubungkan dengan standar kinerja karyawan
tersebut.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk perkembangan lembaga.
Sasaran yang menjadi objek penilaian kinerja adalah kecakapan,
kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas
yang dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur tertentu secara objektif
dan dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja
lembaga yang dicerminkan oleh kinerja karyawan atau dengan kata lain,
kinerja merupakan hasil kerja konkret yang dapat diamati dan dapat
diukur. Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan
terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi
sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk
tingkat ketidak hadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah
23
merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya. Di
dalam dunia usaha yang berkompetisi secara global, lembaga
memerlukan kinerja tinggi. Pada saat yang bersamaan, karyawan
memerlukan umpan balik atas hasil kerja mereka sebagai panduan bagi
perilaku mereka di masa yang akan datang (Rivai: 2005: 311). Para
pekerja juga ingin mendapatkan umpan balik bersifat positif atas berbagai
hal yang tidak mereka lakukan dengan baik, walaupun kenyataannya hasil
penilaian prestasi tersebut masih lebih banyak berupa koreksi/kritik
Analisis suatu pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh jawaban atau pengetahuan mengenai menurut Rivai (2005:
312):
1) bagaimana cara meningkatkan prestasi yang berhasil dalam
jabatan secara keseluruhan
2) tingkat ketrampilan atau ilmu pengetahuan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas-tugasnya
3) menetapkan hal-hal yang merupakan hambatan, bagaimana
mereka mengenalinya, apa yang menyebabkan terjadinya
kasus-kasus tersebut dan apa yang harus dilakukan untuk
menghindarkan atau memperbaiki kesalahan, dan
4) teknik pemberian instruksi dan jenis serta lamanya suatu
masa kerja yang diperlukan untukuntuk menjadi seorang ahli
dalam setiap jenis pekerjaan.
24
Ukuran kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang obyektif,
yaitu kinerja pekerjaan yang dapat dibuktikan oleh orang lain dan
biasanya dalam bentuk kuantitatif. Selain itu dapat merupakan ukuran
yang subyektif, yaitu evaluasi yang didasarkan pada standar atau opini
pribadi dari mereka yang melakukan evaluasi tidak ada keseragaman para
ahli dalam menetapkan metode yang digunakan. Namun demikian, pada
dasarnya evaluasi ini dapat dibedakan atas beberapa metode (Rivai:
2005: 314), yaitu:
1) Global rating evaluation, dalam penelitian ini atasan
melakukan penelitian secara menyeluruh atas hasil kerja
bawahannya tanpa memperhatikan proses dan unsur pekerjaan
yang ada
2) Man to man comparison, dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan karyawan dengan
karyawan yang lain yang melakukan pekerjaan sejenis
3) Check list evaluation, evaluasi dengan menggunakan daftar
pekerjaan yang sudah atau belum dikerjakan atau dengan bobot
presentase dari pekerjaan yang dikerjakan
4) Behavior based, dimaksudkan sebagai usaha untuk menilai
apakah yang dikerjakan karyawan dalam pekerjaannya sudah
sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang sudah
disusun sebelumnya. Metode ini memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk mendapatkan umpan balik.
25
5) Effectiveness based evaluation, metode evaluasi ini dilakukan
oleh organisasi besar dan menggunakan sistem pengelolaan
organisasi berdasarkan sasaran. Dalam metode ini para
karyawan tidak dinilai bagaimana menggunakan waktunya
dalam pelaksanaan pekerjaan, tetapi yang mereka nilai adalah
apa yang mereka hasilkan.
Menurut Rivai (2005: 315) berkaitan dengan prosedur evaluasi,
maka prosedur evaluasi yang didasarkan atas hasil cocok dengan konsep
pemikiran manajemen yang mengharuskan pimpinan dan bawahan
mengadakan diskusi bersama untuk menyepakati tindakan-tindakan yaitu:
1) Maksud keseluruhan dari jabatan
2) Tugas-tugas utama yang harus dilaksanakan untuk mencapai
tujuan
3) Sasaran yang harus dicapai untuk setiap tugas dalam suatu
periode dengan menetapkan target, standar dan tugas-tugas
atau proyek-proyek khusus
4) Hasil yang dicapai
5) Memperbaiki sasaran untuk peninjauan berikutnya
Evaluasi kinerja menurut Dessler (2000 : 2) dapat didefinisikan
sebagai prosedur yang meliputi:
1) Penetapan standar kinerja
2) Evaluasi kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan
standar-standar ini
26
3) Memberikan umpan balik tersebut untuk menghilangkan
kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.
Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa evaluasi
kinerja karyawan harus memenuhi 2 (dua) manfaat, yaitu manfaat
evaluasi dan manfaat pengembangan. Manfaat evaluasi ditujukan pada
pekerjaan yang telah dan sedang dikerjakan, sedangkan manfaat
pengembangan pekerjaan meliputi pemberian umpan balik terhadap hasil
pekerjaan, membiarkan karyawan untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangannya, memberikan kesempatan untuk meningkatkan
ketrampilan dan mengarahkan karyawan untuk berprestasi di masa yang
akan datang.
Evaluasi kinerja digunakan untuk berbagai tujuan dalam
organisasi. Setiap organisasi menekankan pada tujuan yang berbeda-
beda dan organisasi lain dapat juga menekankan tujuan yang berbeda
dengan sistem evaluasi yang sama (Rivai; 2006;50).
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, menurut
Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007; 134) faktor-faktor tersebut
adalah:
1) Faktor-faktor pribadi :
kemampuan individu, kompetensi, motivasi dan komitmen
2) Faktor-faktor
kepemimpinan : kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan
yang disediakan oleh pimpinan dan pemimpin lain
27
3) Faktor-faktor tim :
kualitas dukungan yang disediakan oleh rekan kerja
4) Faktor-faktor sistem :
sistem kerja dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi
5) Faktor-faktor situasional :
tekanan lingkungan internal dan eksternal serta perubahan-
perubahan
Menurut Wibowo (2007; 136) indikator-indikator kinerja adalah
sebagai berikut:
1) Kemampuan atau kecakapan kerja, Merupakan kemampuan
menguasai seluk beluk pekerjaannya serta mampu
menyelesaikan permasalahan pekerjaan dengan baik.
2) Kerajinan, Merupakan ketekunan atau kerajinan seseorang
karyawan dalam melakukan pekerjaan.
3) Kepatuhan kerja, Merupakan kepatuhan seorang karyawan
terhadap prosedur atau peraturan dalam melakukan pekerjaan.
4) Kualitas pekerjaan, Merupakan kesempurnaan hasil pekerjaan,
kerapihan, kebenaran prosedur kerja, keletihan dan kecepatan
kerja.
5) Hubungan kerjasama, Merupakan mutu hasil pekerjaan yang
memerlukan kerjasama serta bagaimana minat dan
kemampuannya.
28
6) Prakarsa atau inisiatif, Merupakan kemampuan
menggabungkan pikiran dan usaha dan berusaha memulai
sesuatu tanpa diminta.
7) Kepemimpinan, Merupakan kemampuan dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan seluruh kegiatan dalam
bidang tugasnya serta mampu atau sanggup membimbing,
mendorong dan menjadi teladan bawahannya.
8) Tanggung jawab, Berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan
hasil baik, tepat waktu dan dapat bekerjasama dengan selaras
serta jujur dalam melaksanakan tugas.
Menurut Mathis (2006; 378) Ada beberapa elemen untuk mengukur
kinerja karyawan yaitu :
1) Kualitas kerja karyawan. Meliputi segi ketelitian dan kerapihan
kerja, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketepatan waktu dan
kecakapan.
2) Kuantitas kerja karyawan, merupakan kemampuan secara
kuantitaif dalam mencapai target atau basil kerja atas tugas-
tugas, seperti kemampuan menyusun rencana, kemampuan
melaksanakan perintah/instruksi.
3) Kehadiran Karyawan, Adalah aktifitas para karyawan di dalam
kegiatan rutin kantor maupun acara-acara lain yang ada
kaitannya dengan kedinasan.
29
4) Kerjasama Karyawan Kemampuan karyawan dalam melakukan
kerjasama dengan setiap orang baik vertikal maupun
horisontal.
2.4. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
N
o
.
Peneliti Judul Variabel
Penelitian
Metod
e
Peneli
tian
Hasil
1 Ninuk
Muljani
(2002)
Kompensasi Sebagai
Motivator Untuk
Meningkatkan
Kinerja Karyawan
Kompensasi
dan kinerja
Deskri
psi
Kompensasi mempunyai
dampak dalam
meomotivasi karyawan
untuk bekerja dengan
baik dan menghasilkan
kinerja kerja yang baik
pula
2 S.
Pantja
Djati
(2003)
Kajian Terhadap
Kepuasan
Kompensasi,
Komitmen
Organisasi,
Dan Prestasi Kerja
Kepuasan
Kompensasi,
Komitmen
Organisasi,
Dan Prestasi
Kerja
Regre
si linier
bergan
da
terdapat hubungan yang
kuat antara
kepuasan karyawan,
komitmen karyawan pada
organisasi dan prestasi
kerja. Lebih spesifik
dimana ditemukan
bahwa kepuasan
karyawan pada
30
kompensasi memang
mempunyai pengaruh
positif yang signifikan
terhadap komitmen
karyawan pada
organisasi begitu juga
komitmen
karyawan pada
organisasi berpengaruh
terhadap kecakapan
karyawan pada
pekerjaan. Dalam
penelitian ini secara
simultan variable dalam
konsep kepuasan
kompensasi berpengaruh
terhadap komitmen
organisasi serta prestasi
kerja karyawan.
Sumber : Jurnal/Tesis
2.5. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
31
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, hipotesis penelitan yang
akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga Kepuasan Kerja dan Kompensasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja Guru pada Sekolah Menengah
Pertama Negeri 3 Sekayu
2. Diduga Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap
kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3
Sekayu
3. Diduga Kompensasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama
Negeri 3 Sekayu
BAB III
METODE PENELITIAN
32
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain
Korelasional. Korelasional adalah desain penelitian yang akan
mengungkapkan hubungan kolektif dua variable atau lebih, dimana nilai
masing-masing variabel dimiliki oleh individu. Penerapan dalam penelitian
ini adalah mengkorelasikan variabel bebas yaitu Kepuasan Kerja (X1),
kompensasi (X2) dengan variabel terikat yaitu kinerja (Y), serta untuk
menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Seluruh data yang
diperoleh akan diproses dan diolah dengan suatu analisa kuantitatif
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas;
obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Supranto: 2003: 76). Jumlah populasi dalam penelitian ini
berjumlah 37 orang, yang merupakan guru dari Sekolah Menengah
Pertama Negeri 3 Sekayu. Jumlah populasi sebanyak 37 orang
keseluruhannya adakan diambil sebagai responden penelitian. Metode ini
disebut dengan metode sampel jenuh atau sensus.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan
berasal dari dua sumber :
33
1. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan
menggunakan angket tertutup. Pengukuran hasil angket tertutup
digunakan dengan menggunakan skala likert. Pemilihan skala
likert didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
responden tentang fenomena sosial yang ada disekitarnya. Untuk
keperluan analisis kuantitatif jawaban diberi skors maksimal 5 dan
skor minimal 1.
2. Data Sekunder
Diperoleh dari buku-buku, literatur kepustakaan dan jurnal-jurnal
yang berhubungan dengan tema penelitian.
3.5. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
Uraian dari masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Kepuasan Kerja (X1)
Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional
terhadap berbagai aspek pekerjaan (Kreitner; 2005; 270). Definisi ini
berarti bahwa kepuasan bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya,
seseorang merasa puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak
puas dengan salah satu atau lebih. Untuk menilai kepuasan kerja
34
seseorang dengan dimensi kerja sebagai berikut; 1). pekerjaan, 2). upah,
3). promosi, 4). rekan kerja, 5). pengawasan.
Operasionalisasi dari variabel kepuasan kerja dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel Kepuasan Kerja
Variabel Dimensi Indikator Skala
Kepuasan Kerja (X1)
Pekerjaan Sikap terhadap pekerjaanSifat dalam bekerja
Interval
Upah Gaji, insentif, bonus IntervalPromosi Perkembangan Karir IntervalRekan kerja Hubungan dengan
rekan kerja, Hubungan dengan pimpinan
Interval
Pengawasan Supervisi IntervalSumber : Kreitner; 2005; 270
Instrumen untuk melihat Kepuasan Kerja diberikan kepada masing-
masing responden. Adapun penilaian dari instrument ini adalah dengan
memberi bobot sebagai berikut :
5 = Sangat puas
4 = Puas
3 = Cukup
2 = Tidak puas
1 = Sangat tidak puas
2. Variabel Kompensasi (X2)
35
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima Guru sebagai
balas jasa untuk kerja mereka (Handoko, 2001: 156). Menurut Michael
dan Harold (Ninuk; 2002: 114) membagi kompensasi dalam tiga dimensi,
yaitu material, sosial dan aktivitas.
Instrumen untuk melihat kompensasi diberikan kepada masing-
masing responden. Adapun penilaian dari instrument ini adalah dengan
memberi bobot sebagai berikut :
5 = Sangat setuju
4 = Setuju
3 = Kurang Setuju
2 = Tidak setuju
1 = Sangat tidak setuju
Secara lengkap, operasionalisasi Kompensasi seperti tertera pada
tabel di bawah ini :
Tabel 3.2.
36
Operasionalisasi Kompensasi
Variabel Dimensi Indikator SkalaKompensasi (X2)
Kompensasi material
Gaji, bonus, dan komisi, fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan
Interval
Kompensasi sosial
Status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi
Interval
Kompensasi aktivitas
kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu
Interval
Sumber : Michael dan Harold (Ninuk; 2002: 114)
3. Variabel Kinerja (Y)
Menurut Mangkunegara (2001:67); kinerja dapat didefinisikan
sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh
seseorang Guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Cara penilaiannya masing-
masing pertanyaan diberi bobot sebagai berikut:
5 = Sangat baik
4 = Baik
3 = Cukup baik
2 = Tidak baik
1 = Sangat tidak baik
37
Secara lengkap, operasionalisasi variabel Kinerja seperti
tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.3.
Operasionalisasi Variabel Kinerja
Variabel Dimensi Indikator Skala
Kinerja (Y) Kualitas Pekerjaan
ketelitian dan kerapihan kerja, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketepatan waktu dan kecakapan
Interval
Kuantitas Kerja Kemampuan menyusun rencana, kemampuan melaksanakan perintah/instruksi
Interval
Kehadiran aktifitas para guru di dalam kegiatan rutin sekolah
Kerjasama Kemampuan guru dalam melakukan kerjasama
Interval
Sumber : Robert L Mathis (2006; 378)
3.5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner tertutup model likert
dengan interval 1 sampai 5. hasil kuesioner selanjutnya dilakukan uji
validitas menggunakan product moment dan reliabilitas dengan teknik
Cronbach's Alpha
Selanjutnya dari kuesioner-kuesioner tersebut akan dilakukan uji
validasi dan realibilitas :
1. Uji Validitas Data
Uji Validitas yang diperlukan agar diperoleh instrumen yang
valid artinya instrumen yang tepat untuk mengukur apa yang
38
seharusnya diukur. Menurut Sugiyono (2003; 124). Uji Validitas
dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap butir
dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor pertanyaan
yang dijawab oleh responden. Sebelum kuisioner digunakan untuk
dua jenis validitas mengumpulkan data, terlebih dahulu diuji
validitasnya, dengan menggunakan rumus teknik korelasi item total
Product moment. Skor setiap pertanyaan yang diuji validitasnya
dikorelasikan dengan skor total seluruh item. Jika koefisien korelasi
positif, maka item yang bersangkutan valid, jika negatif maka item
yang bersangkutan tidak valid dan dikeluarkan dari kusioner,
dengan kata lain item valid jika koefisien korelasi antar skor item
dengan skor totalnya positif dan signifikan dengan p – value < =
0,05. Dengan demikian semakin tinggi nilai koefisien suatu item
menunjukkan semakin tinggi validitas item tersebut.
2. Uji Reliabilitas Data
Pengujian reliabilitas instrument ini dilakukan dengan internal
consistency dengan teknik belah dua ( Split half) yaitu pengujian
reliabilitas internal yang dilakukan dengan membelah item-item
intrumen menjadi dua kelompok (ganjil dan genap) kemudian
ditotal, dicari korelasinya dan selanjutnya dianalisis dengan metode
Alpha Cronbach. Dalam SPSS, apabila Cronbach yang diperoleh
lebih besar 0,6 intrumen dinyatakan reliable (Haryono, 2007 : 8).
39
Untuk mengetahui tingkat keeratan pengaruh dari variable
independen secara bersamaan terhadap variable dependen maka
digunakan alat ukur korelasi berganda (r), sedangkan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variable independen secara bersamaan
terhadap variable dependen akan dilihat dari r2. Kemudian untuk melihat
keeratan hubungan secara individu antara variable independen dan
variable dependen digunakan alat ukur korelasi parsial (r).
Sebelum dianalisis persamaan regresi maka akan dilakukan uji
normalitas dan heterokedatisitas terhadap data-data yang ada :
Uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Analisis normalitas data dalam penelitian ini akan
menggunakan pengujian skewness dan kurtosis. Skewness adalah
ukuran distribusi normal yang sebaran datanya cenderung mengarah
kebagian pinggir dibawah kurva normal. Sedangkan kurtosis adalah
ukuran distribusi normal yang sebaran datanya cenderung mengarah
puncak kurva.
Adapun rasio skewness dan kurtosis dapat dicari dengan cara
membagi nilai skewness dan kurtosis dengan masing-masing standar
error-nya. Kriteria penilaian layak atau tidaknya, adalah nilai rasio
skewness dan kurtosis harus terletak diantara -2 dan +2, jika nilai rasio
kurtosis maupun skewness berada diantara nilai tersebut maka data
distribusi normal.
40
Sedangkan Pengujian heterokedastisitas bertujuan untuk
mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians
dari residual pengamatan kepengamatan yang lain. Pengujian
Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatn lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda dsebut
heteroskedastisitas.
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas. Namun dalam penelitia ini, cara yang dipakai ialah
melihat grafik plot antara nilai variabel terikat (ZPRED) dengan residual
(SRESID) Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah residual (Y predeksi Y
sesungguhnya) yang telah dipredeksi dengan dasar pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut :
a. Jika ada data yang membentuk pola tertentu, seperti titik-titik yang
membentuk pola tertentu dan teratur (bergelombang, melebar
kemudian meyempit) maka telah terjadi heterokedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas
41
Dalam menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap
dependen, model yang digunakan adalah model regresi berganda, yang
dapat dinyatakan sebagai berikut. (Umar, 2004: 188).
Y = a + b1X1+ b2X2 + e
Dimana:
Y = Kinerja
a = Konstanta
b1,b2 = koefisien regresi
X1 = Kepuasan Kerja
X2 = Kompensasi
e = error term (10%)
3.6. Teknik Pengujian Hipotesis
Selanjutnya untuk menguji hipotesis digunakan persyaratan
sebagai berikut:
Ho = Tidak ada pengaruh positif dan signifikan dari Kepuasan Kerja dan
Kompensasi secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri
terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3
Sekayu.
Ha = Ada pengaruh positif dan signifikan dari Kepuasan Kerja dan
Kompensasi secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri
terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3
Sekayu.
42
Untuk menguji koefisien regresi secara bersama-sama dengan
menggunakan alat uji-F atau F- test dengan tahapan sebagai berikut:
(1) Membuat formulasi hipotesis
Ho : 1 = 2 = 0 (hipotesis nol). Artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan dari variabel independen Kepuasan Kerja (X1) dan
Kompensasi (X2) terhadap Kinerja Guru (Y).
Ha : 1 ≠ 2 ≠ 0 (hipotesis alternatif). Artinya ada pengaruh yang
signifikan dari variabel independen Kepuasan Kerja (X1) dan
Kompensasi (X2) terhadap Kinerja Guru (Y).
(2) Menentukan level of significant
(3) Menguji hipotesis :
Untuk menguji hipotesis, maka akan dilakukan 2 uji yaitu uji t dan
uji F. Uji t digunakan untuk menguji secara parsial sedangkan uji F
digunakan untuk menguji secara bersamaan.
Untuk menguji hipotesis secara parsial adalah dengan
menggunakan uji t. Uji t ini juga digunakan untuk mengetahui secara
parsial masing-masing variabel independen berpengaruh pada variabel
dependen.
43
3.7. Jadwal dan Lokasi Penelitan
Waktu penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 8 (Delapan) M
sampai sejak proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil
penelitian, agar penelitian dapat dilaksanakan secara sistimatis dan
bersinambungan, maka penelitian menyusun jadwal penelitian sebagai
berikut :
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
NO KEGIATANBulan .......................................
Ming 1 Ming 2 Ming 3 Ming 4 Ming 5 Ming 6 Ming 7 Ming 8
1Menemukan Masalah
2Melakukan Kajian Pustaka
3Memilih Metode Penelitian
4Membuat Proposal
5Melaksanakan Seminar
6Menyiapkan Instrumen
7Mengumpulkan Data
8 Mengolah Data
9Menulis Laporan Penelitian
10 Sidang Tesis
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Sekolah Menengah Pertama
Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin
44