TESIS EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU HANGAT …
Transcript of TESIS EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU HANGAT …
TESIS
EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU HANGAT
DAN MASSAGE PERUT DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNIK HURUF JEPANG (の= NO) PADA PASIEN
STROKE DENGAN KONSTIPASI
DI RS MAYAPADA TANGERANG
TAHUN 2016
OLEH :
YOGIE ERLANGGA HAQ
NPM : 2014980048
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA, AGUSTUS 2016
i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU HANGAT
DAN MASSAGE PERUT DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNIK HURUF JEPANG (の= NO) PADA PASIEN
STROKE DENGAN KONSTIPASI
DI RS MAYAPADA TANGERANG
TAHUN 2016
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Magister Ilmu Keperawatan
OLEH :
YOGIE ERLANGGA HAQ
NPM : 2014980048
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA, AGUSTUS 2016
ii
iii
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU HANGAT
DAN MASSAGE PERUT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK HURUF
JEPANG (の= NO) PADA PASIEN STROKE DENGAN KONSTIPASI DI
RS MAYAPADA TANGERANG TAHUN 2016”.
Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menempuh pendidikan di Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhamadiyah Jakarta.
Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
sempurna dan pada saat penyusunannya penulis banyak menghadapi hambatan
dan kesulitan, namun berkat bantuan berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terimakasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Muhamad Hadi, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhamadiyah Jakarta.
2. Dr. Hj. Tri Kurniati, S.Kep., M.Kes selaku Kepala Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhamadiyah Jakarta.
3. Prof. Dr. Ir. H. Suhendar Sulaeman, MS selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis untuk penyusunan tesis ini.
4. Ns. Rohman Azzam, S.Pd, M.Kep., Sp.KMB selaku pembimbing II yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan tesis ini.
5. Seluruh Dosen Program Pasca Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan
ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
viii
ix
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
Tesis, Agustus 2016
Yogie Erlangga Haq
EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU HANGAT DAN
MASSAGE PERUT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK HURUF
JEPANG (の= NO) PADA PASIEN STROKE DENGAN KONSTIPASI
DI RS MAYAPADA TANGERANG TAHUN 2016
X + 87 hal + 7 Tabel + 4 Gambar + 7 Lampiran
ABSTRAK
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis
dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat
(Dewanto, George, 2009). Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu
didunia dan penyebab kematian nomor tiga didunia (Abubakar dan Isezuo, 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk Diketahuinya efektifitas pemberian sari kacang
hijau hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No) pada pasien stroke dengan konstipasi. Desain penelitian ini menggunakan
quasi eksperiment dengan rancangan preintervensi-postintervensi. Jumlah sampel
27 responden, yang dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing kelompok terdiri
dari 9 orang kelompok perlakuan dengan pemberian sari kacang hijau hangat 9
responden. Kelompok perlakuan dengan massage perut teknik huruf Jepang (の=
No) 9 responden, dan kelompok gabungan (dengan perlakuan pemberian sari
kacang hijau hangat dan massage perut teknik huruf Jepang (の= No) sebanyak 9
responden). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna
dalam mengatasi konstipasi sebelum dan setelah intervensi pada kelompok
perlakuan dengan pemberian sari kacang hijau hangat (p = 0,000). Hasil ini
menunjukkan bahwa pemberian sari kacang hijau hangat efektif dengan
konstipasi.
Kata kunci : Sari kacang hijau hangat, massage perut teknik huruf Jepang (の=
No), konstipasi.
Daftar pustaka : 92 (2006-2016)
x
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH JAKARTA
FACULTY OF NURSING
GRADUATE PROGRAM
Thesis, August 2016
Yogie Erlangga Haq
EFFECTIVENESS OF GIVING WARM GREEN BEAN EXTRACT AND
ABDOMINAL MASSAGE TECHNIQUES USED JAPANESE LETTERS
(の = NO) AT THE PATIENT OF STROKE WITH CONSTIPATION
IN MAYAPADA HOSPITAL TANGERANG
X + 87 pages + 7 Table + 4 Figure + 7 attachment
ABSTRACT
Stroke is a syndrome caused by circulatory disorders of the brain (GPDO) with
acute onset, accompanied by clinical manifestations in the form of neurological
deficit and not as a result of tumor, trauma or infection of the central nervous
system (Dewanto, George., 2009). Stroke is the number one cause of disability in
the world and the third cause of death in the world (Abubakar and Isezuo, 2012).
This study aims to Knowledgeable effectiveness of warm green bean extract and
massage the abdomen using the technique of Japanese characters (の = No) in
stroke patients with constipation. This study design using quasi-experimental
design with pre-post intervention. Total sample of 27 respondents, who were
divided into three groups each group consisting of 9 treatment groups by
administering warm green bean juice 9 respondents. The treatment group
abdominal massage techniques with Japanese characters (の = No) 9 respondents,
and the combined group (with treatment provision of warm green bean juice and
abdominal massage techniques Japanese characters (の = No) were 9
respondents). The results showed a significant difference in overcoming
constipation before and after the intervention in the group treated with the
administration of warm green bean extract (p = 0.000). These results indicate that
administration of warm green bean extract is effective against constipation.
Keywords : warm green beans extract, abdominal massage techniques Japanese
characters (の = No), constipation.
Reference : 92 (2006-2016)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................................................ x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1. Tujuan Umum Penelitian .......................................................... 7
2. Tujuan Khusus Penelitian ......................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
1. Manfaat Aplikasi ...................................................................... 8
2. Manfaat Keilmuan Bagi Ilmu Keperawatan ............................. 8
3. Manfaat bagi Institusi Pendidikan ............................................ 8
4. Bagi Peneliti Lain ..................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke .................................................................................. 9
B. Etiologi ............................................................................................ 9
C. Patofiologi ........................................................................................ 9
xii
D. Faktor Risiko ................................................................................. 11
E. Manifestasi Klinis .......................................................................... 12
F. Klasifikasi Stroke ........................................................................... 12
G. Konstipasi ...................................................................................... 13
1. Definisi Konstipasi ................................................................. 13
2. Epidemiologi Konstipasi ........................................................ 14
3. Etiologi konstipasi .................................................................. 16
4. Tanda dan Gejala Konstipasi .................................................. 17
5. Patofisiologi Konstipasi .......................................................... 18
6. Konstipasi pada Stroke ........................................................... 18
a. Fisiologi Buang Air Besar ............................................... 22
b. Mekanisme....................................................................... 22
H. Definisi Sari Kacang Hijau ............................................................ 24
1. Kandungan Gizi Sari Kacang Hijau ....................................... 25
2. Manfaat Kacang Hijau ............................................................ 26
3. Manfaat Serat .......................................................................... 26
I. Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Pada Stroke terhadap
Konstipasi ...................................................................................... 27
1. Terapi Farmakologi ................................................................ 27
a. Irigasi Kolon dengan Enema Regular .............................. 27
2. Terapi Non Farmakologi......................................................... 27
a. Terapi Massage (Urut) dengan Menggunakan Teknik
Huruf Jepang (の= No) ................................................... 28
b. Membahas lebih lanjut mengenai massage perut
menurut Suciati tahun 2010 ............................................. 31
1) Ada beberapa Bagian tubuh lain yang dapat
dimassage ................................................................. 31
2) Hal hal yang perlu dilakukan dalam melakukan
massage ..................................................................... 31
3) Tujuan atau manfaat pengurutan (massage) ............. 32
J. Umur .............................................................................................. 33
K. Jenis Kelamin ................................................................................. 34
xiii
L. Pendidikan ..................................................................................... 34
M. Pola Makan .................................................................................... 35
N. Konsep Utama Teori Henderson ................................................... 37
1. Manusia................................................................................... 37
2. Keperawatan ........................................................................... 39
3. Kesehatan ................................................................................ 39
4. Lingkungan ............................................................................. 39
5. Tujuan Keperawatan menurut Henderson .............................. 41
O. Kerangka Teori .............................................................................. 42
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep ........................................................................... 43
B. Definisi Operasional ...................................................................... 45
C. Hipotesis ........................................................................................ 49
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................... 51
B. Populasi dan Sampel ...................................................................... 52
C. Tempat Penelitian .......................................................................... 54
D. Waktu Penelitian ............................................................................ 54
E. Etika Penelitian .............................................................................. 55
F. Alat Pengumpulan Data ................................................................. 57
G. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 58
H. Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................... 60
1. Pengolahan Data ..................................................................... 60
2. Analisis Data ........................................................................... 60
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden ................................................................ 65
B. Analisa Univariat ........................................................................... 66
C. Analisa Bivariat ............................................................................. 67
xiv
BAB VI HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden ................................................................ 71
1. Usia ......................................................................................... 71
2. Jenis Kelamin.......................................................................... 72
3. Pendidikan .............................................................................. 72
4. Pola Makan ............................................................................. 73
B. Rata-Rata Lama Hari Teratasinya Konstipasi dengan Pemberian
Sari Kacang Hijau Hangat pada Pasien Stroke dengan
Konstipasi ...................................................................................... 74
C. Rata-Rata Lama Hari Teratasinya Konstipasi dengan Massage
Perut dengan Menggunakan Teknik Huruf Jepang (の= No)
pada Pasien Stroke dengan Konstipasi .......................................... 75
D. Rata-Rata Lama Hari Teratasinya Konstipasi dengan Intervensi
Gabungan (Pemberian Sari Kacang Hijau Hangat dan Massage
Perut dengan Menggunakan Teknik Huruf Jepang (の= No))
pada Pasien Stroke dengan Konstipasi .......................................... 77
E. Intervensi yang Paling Efektif ....................................................... 78
F. Faktor yang paling berpengaruh dalam lama hari teratasinya
konstipasi pada pasien stroke (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Pola Makan) dengan Lama Teratasi Konstipasi ............................ 79
1. Usia ......................................................................................... 79
2. Jenis Kelamin.......................................................................... 79
3. Pendidikan .............................................................................. 80
4. Pola Makan ............................................................................. 81
G. Kaitan Konsep Teori Henderson dengan Penelitian ...................... 82
H. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 83
BAB VII HASIL PENELITIAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 84
B. Saran .............................................................................................. 85
1. RS Mayapada Tangerang ........................................................ 85
2. Perawat Pelaksana .................................................................. 86
xv
3. Institusi Pendidikan ................................................................ 86
4. Penelitian Selanjutnya ............................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
2.1 Komposisi zat gizi beberapa biji-bijian (dalam g per 100 g) ......................... 26
4.1 Jadwal Penelitian (Tahun 2016) ..................................................................... 55
4.2 Analisis Bivariat ............................................................................................. 61
5.1 Karakteristik Pasien Stroke Dengan Konstipasi di Rumah Sakit Mayapada
Tangerang ....................................................................................................... 65
5.2 Lama Hari Teratasi Konstipasi dan Variabel Confounding (Usia, Jenis
Kelamin, Pendidikan, dan Pola Makan) pada Ketiga Kelompok Sebelum
dan Sesudah Intervensi ................................................................................... 66
5.3 Perbedaan Lama Hari Teratasi Konstipasi Sebelum dan Sesudah Intervensi
pada Ketiga Kelompok ................................................................................... 68
5.4 Hubungan (Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Status) dengan Lama Hari
Teratasi Konstipasi ......................................................................................... 69
xvii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Konstipasi pada usus ...................................................................................... 16
2.2 Stimulus Sistem Saraf Terhadap Defekasi ..................................................... 22
2.3 Terapi Massage (Urut) Teknik Huruf Jepang (の=No) .................................. 31
2.4 Palpasi Perut ................................................................................................... 33 24
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Surat Izin Pengambilan Data Awal dan Izin Riset/Penelitian
Lampiran II : Penjelasan Tentang Penelitian
Lampiran III : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran IV : Kuesioner Penelitian
Lampiran V : Kuesioner Penelitian Konstipasi pada Pasien Stroke
Lampiran VI : Panduan untuk Kelompok Intervensi Sari Kacang Hijau Hangat
Lampiran VII : Panduan untuk Kelompok Intervensi Massage Perut dengan
Menggunakan Teknik Huruf Jepang (の= No)
Lampiran VIII : Panduan untuk Kelompok Intervensi Pemberian Sari Kacang
Hijau Hangat dan Massage Perut dengan Menggunakan Teknik
Huruf Jepang (の= No)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan beberapa sumber terkait dan beberapa sumber jurnal
pendukung yang menjadi latar belakang yang akan dijadikan sebagai landasan dari
penelitian tentang pengaruh efektifitas pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) pada pasien
stroke dengan konstipasi.
A. Latar Belakang Masalah
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis
dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat
(Dewanto George, 2009). Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu
didunia dan penyebab kematian nomor tiga didunia (Abubakar dan Isezuo,
2012).
Menurut American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar 795.000
orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Rata-rata seseorang
mengalami stroke setiap 40 detik dan mengalami kematian setiap 4 menit. Dari 4
juta orang Amerika Serikat yang hidup pasca stroke, 15-30% diantaranya
menderita cacat menetap (Centers forDisease Control and Prevention, 2013).
Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa 7 dari 1000 orang di
Indonesia terkena stroke. Riskesdas pada tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian utama pada semua umur dengan proporsi stroke
15,4%. Menurut WHO, Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia untuk
jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai
138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011
(Rahayu dkk, 2014).
2
Setiap 1000 orang 8 diantaranya terkena stroke di Indonesia (Depkes, 2009).
Stroke disebabkan oleh plak arterioskleriotik yang terbentuk di satu atau lebih
arteri besar diotak (Muttaqin, 2008). Bahan plak memicu mekanisme
pembekuan, yang dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah dan
penyumbatan arteri. Saraf intramural bagian pleksus pada sistem saluran cerna,
stimulasi simpatis dan parasimpatis dapat mempengaruhi aktivitas
gastrointestinal terutama dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas
sistem saraf enterik usus. Ujung saraf simpatis mengeluarkan norepinefrin, yang
menimbulkan efek melalui dua cara: (1) efek langsung (sebagian kecil) yang
menghambat otot polos, dan (2) efek tak langsung (sebagian besar) dengan
menghambat neuron-neuron sistem saraf enteric (Guyton & Hall, 2008).
Salah satu dampak yang bisa terjadi akibat stroke adalah konstipasi. Konstipasi
merupakan suatu gejala proses defekasi yang bermasalah dapat berupa defekasi
tidak lancar dan tidak teratur, mengedan serta defekasi keras dan tidak tuntas
(Tjay dan Rahardja, 2007). Semakin lama tinja tertahan dalam usus,
konsistensinya semakin keras sehingga susah dikeluarkan. Hal tersebut
berpangkal pada kelemahan tonus otot dinding usus akibat penuaan yaitu
kegiatan fisik yang mulai berkurang, serta kurangnya asupan serat dan cairan
(Arisman, 2007).
Pasien stroke perlu buang air besar secara teratur paling tidak setiap 2-3 hari,
jika buang air besar kurang dari tiga kali seminggu disebut konstipasi.
Konstipasi adalah masalah umum dijumpai pada orang yang mengalami stroke,
konstipasi yang tidak mendapatkan penanganan yang baik akan menimbulkan
berbagai macam masalah kesehatan lainnya (Feigin, 2006).
Hasil penelitian di North Carolina Amerika Serikat menyebutkan bahwa
konstipasi meningkatkan risiko kanker kolon hingga dua kali lipat, efek
konstipasi pada pasien stroke tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup pasien,
3
tetapi juga menginduksi terjadinya gangguan pada kardiovaskuler dan
serebrovaskuler yang membahayakan pasien (Diananda, 2007).
Beberapa kondisi klinis juga bisa menghadirkan konstipasi, misalnya penyakit
saraf seperti Parkinson dan stroke, penyakit metabolik : diabetes mellitus,
hiperkalsemia, dan hipotiroid, penyumbatan semu usus, atau secara mekanik
memang ditemukan tumor, penyumbatan usus, dan divertickulosis (Gerai, 2013).
Cara penanganan konstipasi seperti makan makanan dengan cukup kandungan
serat dan minum cukup banyak cairan adalah kunci dalam penanganan
konstipasi. Dengan minum cukup air dan makanan berserat akan membantu
pergerakan feses dan membuat feses menjadi lebih lunak. Peningkatan aktifitas
fisik juga akan membantu dalam mengatasi konstipasi (UPT yankes ITB, 2008).
Menurut Muhammad Zia-Ul-Haq pada tahun 2014 tentang “Compositional
studies and biological activities of some mash bean (Vigna mungo (L.) Hepper)
cultivars commonly consumed in Pakistan", bahwa Semua kultivar adalah
sumber yang kaya protein dan memiliki konten yang cukup dari serat makanan,
profil asam amino yang seimbang, asam lemak jenuh yang rendah dan kapasitas
antioksidan yang merasionalisasi banyak kegunaan tradisional pada benih
tanaman ini selain gizi. Data yang terkumpul akan berguna untuk peneliti
akademis, perusahaan, ahli gizi dan ahli diet klinis serta konsumen.
Hasil penelitian dalam Journal of Food and Drug Analysis, Vol. 17, No. 4, 2009
tentang “In Vitro Interactions on Glucose by Different Fiber Materials Prepared
from Mung Bean Hulls, Rice Bran and Lemon Pomace”, bahwa penelitian ini
menunjukkan bahwa serat yang diolah dari lambung kacang hijau, dedak padi
dan lemon pomace efektif bisa menyerap glukosa, menunda pelepasan glukosa
dari pati dan menghambat aktivitas amilase α-. Semua mekanisme ini mungkin
berfungsi untuk menurunkan tingkat adsorpsi glukosa, sebagai hasilnya
menurunkan konsentrasi glukosa serum postprandial. Penelitian lebih lanjut
4
diperlukan untuk menganalisis efek hipoglikemik in vivo dan fungsi fisiologis
lain dari jenis serat.
Sementara itu Deraz and Khalil tahun 2008 tentang “Strategies to Improve
Protein Quality and Reduce Antinutritional Factors in Mung Bean”, biji legum
mengandung 20-25% protein, yang 2-3 kali lebih tinggi dari kandungan dalam
sereal, dan karena itu telah dianggap sebagai kandidat utama untuk pasokan
protein ke daerah-daerah yang kekurangan gizi di dunia. Kacang hijau
merupakan sumber energi yang baik, protein, vitamin, mineral dan serat
makanan. Harga kacang hijau relatif murah dibandingkan dengan daging dan
karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Isi lisin yang tinggi kacang
hijau sangat baik kualitas protein bila dikombinasikan dengan protein sereal
gandum. Namun, seperti kacang-kacangan lainnya, pemanfaatan protein kacang
hijau masih kurang, sebagian disebabkan oleh kekurangan dari beberapa asam
amino esensial dalam protein dan juga karena adanya beberapa faktor anti nutrisi
terkait dengan protein mereka. PI, lektin, gossypol, faktor penyebab perut
kembung dan lain-lain merupakan salah satu faktor antinutritional terkait dengan
protein kacang-kacangan makan.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Heltty tahun (2008)
tentang “Pengaruh Jus Kacang Hijau terhadap Kadar Hemoglobin dan Jumlah
Sel Darah Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan
Kemoterapi” dengan hasil penelitian diperoleh adanya peningkatan kadar
hemoglobin dan sel darah pada kelompok intervensi (p = 0,000), artinya bahwa
pemberian jus kacang hijau pada pasien kanker kemoterapi berpengaruh
terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah. Penelitian ini
dapat memperkaya keilmuan keperawatan dimana dapat dijadikan sebagai
intervensi keperawatan dalam penatalaksanaan pasien kanker dengan
kemoterapi. Rekomendasi hasil penelitian ini perlu adanya penelitian lebiih
lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar, berbagai derajat keganasan,
memperhatikan adanya penyakit penyerta, dosis obat kemoterapi, dan perlu
adanya pengawasan yang ketat terhadap pengambilan serta analisa sampel darah.
5
Adapula penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sulistyaningsih (2015)
tentang “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kacang Hijau terhadap Kadar Kolesterol
Total pada Wanita Hiperkolesterolemia” dengan hasil rerata kadar kolesterol
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan adalah 238,13 mg/dl
dan 217 mg/dl. Terdapat perbedaan kadar kolesterol sebelum dan sesudah
intervensi pada kelompok perlakuan (p = 0,031). Rerata kadar kolesterol total
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol adalah 243,07 mg/dl dan
241,47 mg/dl. Tidak terdapat perbedaan kadar kolesterol total sebelum dan
sesudah pada kelompok kontrol (p = 0,704), artinya pemberian ekstrak kacang
hijau sebanyak 75 g/hari berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol total
secara bermakna pada wanita hiperkolesterolemia.
Penelitian ini berpedoman pada Model Keperawatan The Activities Of Living
Virginia Handerson, Virginia Henderson memperkenalkan definition of nursing
(definisi keperawatan). Ia menyatakan bahwa definisi keperawatan harus
menyertakan prinsip keseimbangan fisiologis. Konstribusi penting oleh
Henderson (1966) adalah definisi keperawatan berikut yang saat ini menjadi
definisi yang sudah diterima secara umum : “Fungsi unik dari keperawatan
adalah untuk membantu individu sehat atau sakit, dalam hal memberikan
kesehatan atau pemulihan (kematian yang damai) yang dapat dilakukan tanpa
bantuan jika ia memiliki kekuatan, kemauan atau pengetahuan. Dan
melakukannya dengan cara tersebut dapat membantunya mendapatkan
kemandirian secepat mungkin” (Alligood, M. R. & Tomey, A. M., 2006).
RS. Mayapada adalah sebuah rumah sakit yang diprakarsai oleh Mayapada
Group melalui Mayapada Healthcare Group (MHG). RS. Mayapada merupakan
salah satu rumah sakit swasta yang berada di Tangerang, dan akan memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat. Tujuan didirikannnya RS.
Mayapada adalah melayani pasien terutama masyarakat Indonesia agar
mendapatkan perawatan dan pelayanan rumah sakit berstandar International
tanpa harus ke luar negeri. Untuk itu RS. Mayapada telah melakukan
6
penambahan berbagai peralatan yang mutakhir untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik.
Sesuai dengan visi dan misi RS. Mayapada yaitu menjadi tempat tujuan
pelayanan kesehatan yang inovatif dan menyeluruh, maka untuk menunjang misi
tersebut RS. Mayapada terus mengembangkan diri dengan dokter-dokter
spesialis dan subspesialis yang berkualitas serta mempunyai komitmen untuk
melayani dengan penuh kasih, kekeluargaan dan bertanggung jawab. Pelayanan
penunjang medis pun disediakan dengan lengkap dan mengikuti perkembangan
terakhir. Untuk itu, beberapa Center of Excellence dikembangkan di RS.
Mayapada yang merupakan pelayanan kesehatan one stop service untuk
konsultasi, observasi dan tindakan dengan tim dokter yang berpengalaman di
bidangnya masing-masing. Dengan adanya pelayanan one stop service, maka
pasien dapat ditangani secara menyeluruh tanpa harus berpindah-pindah tempat.
Kunjungan pasien RS. Mayapada terdiri dari beberapa kasus penyakit, salah
satunya adalah kasus stroke. Dari data yang didapat pada Januari 2016 jumlah
responden stroke berjumlah 52 orang dan yang mengalami konstipasi sebanyak
62% dari jumlah pasien stroke yaitu sekitar 32 orang.
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti “EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU
HANGAT DAN MASSAGE PERUT DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNIK HURUF JEPANG (の= NO) PADA PASIEN STROKE DENGAN
KONSTIPASI DI RS MAYAPADA TANGERANG TAHUN 2016”.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang belum pernah diteliti oleh
peneliti-peneliti sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
Prevalensi kontipasi pada pasien stroke terus meningkat di Indonesia, jika
konstipasi ini tidak ditangani dengan serius maka meningkatkan risiko kanker
kolon hingga dua kali lipat, selain itu efek dari konstipasi tidak hanya
mempengaruhi kualitas hidup pasien, tetapi juga menginduksi terjadinya
7
gangguan pada kardiovaskuler dan serebrovaskuler yang membahayakan pasien
(Diananda, 2007).
Berdasarkan permasalahan diatas yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini
adalah bagaimana efektifitas pemberian sari kacang hijau hangat dan massage
perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) pada pasien stroke
dengan konstipasi.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Diketahuinya efektifitas pemberian sari kacang hijau hangat dan massage
perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) pada pasien
stroke dengan konstipasi.
2. Tujuan Khusus Penelitian
a. Diketahuinya gambaran karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan,
dan pola makan) pada pasien stroke dengan konstipasi.
b. Diketahuinya rata-rata lama hari teratasinya konstipasi dengan
pemberian sari kacang hijau hangat pada pasien stroke dengan
konstipasi.
c. Diketahuinya rata-rata lama hari teratasinya konstipasi dengan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No)
pada pasien stroke dengan konstipasi.
d. Diketahuinya rata-rata lama hari teratasinya konstipasi dengan
intervensi gabungan (pemberian sari kacang hijau hangat dan massage
perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No)) pada pasien
stroke dengan konstipasi.
e. Diketahuinya intervensi yang paling efektif.
f. Diketahuinya faktor yang paling berpengaruh dalam lama hari
teratasinya konstipasi pada pasien stroke.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Aplikasi
a. Hasil penelitian akan mendukung pemanfaatan antara pemberian sari
kacang hijau hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik
huruf Jepang (の= No) pada pasien stroke dengan konstipasi.
b. Hasil penelitian dapat menjadi suatu acuan tindakan keperawatan
khususnya dalam mengatasi konstipasi pada pasien stroke.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat ditindak lanjuti bagi peneliti
selanjutnya dalam memperluas atau memperdalam terapi komplementer
terutama dalam penelitian mengatasi konstipasi pada pasien stroke.
2. Bagi Ilmu Keperawatan
a. Hasil penelitian akan menjadi data base penelitian tentang manfaat
pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) pada pasien stroke dengan
konstipasi, sehingga dapat mendukung evidence based nursing.
b. Hasil penelitian dapat bermanfaat dalam pengembangan mata ajar
kebutuhan dasar manusia dalam acuan pemberian intervensi tindakan
keperawatan yang berhubungan dengan kebutuhan eliminasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat dukungan dan rujukan
dalam proses pembelajaran untuk kajian pengembangan terapi
komplementer terutama pemberian sari kacang hijau hangat dan massage
perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) pada pasien
stroke dengan konstipasi.
4. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan untuk peneliti selanjutnya dan
diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengembangan asuhan
keperawatan, serta dapat memberikan informasi bagi penelitian dimasa
mendatang dalam mengatasi konstipasi pada pasien stroke.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GPDO) dengan awitan akut disertai manifestasi klinis berupa defisit berupa
defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi
susunan saraf pusat (George Dewanto, 2009). Stroke didefinisikan sebagai
defisit (gangguan) fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak dan disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak (Rizaldy Pinzon, 2010).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan perdarahan
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca B.
Batticaca, 2008). Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik,
karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang lain yang berlawanan dari otak (Arif Muttaqin, 2008).
B. Etiologi
Menurut Fransisca B. Batticaca (2008) ada 3 hal yang menjadi penyebab
terjadinya stroke:
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
C. Patofisiologi
Menurut (Fransisca B. Batticaca, 2008), setiap kondisi yang menyebabkan
perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia.
10
Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak, iskemik
yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan
iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal permanen
akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang
terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh
darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan
arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien
pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang
lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis disebut infark. Gangguan peredaran darah otak akan
menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel
neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme
tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang
menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan kedalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi menyebabkan timbulnya
penebalan dan degenerative pembuluh darah yang dapat menyebabkan
rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan
menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
11
direabsorbsi. Rupture ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-
10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah
sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang
merusak jaringan otak. Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya
edema dapat meningkatkan tekanan intracranial yang membahayakan jiwa
dengan cepat. Peningkatan tekanan intracranial yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi
bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah
dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif
yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi
serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai
ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak.
Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.
D. Faktor Risiko
Usia dan jenis kelamin, genetik, ras, mendengkur dan sleep apnea, inaktivitas
fisik, hipertensi, merokok, diabetes mellitus, penyakit jantung, aterosklerosis,
dislipidemia, alkohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas (George
Dewanto, 2009).
Menurut (Arif Muttaqin, 2008), terdapat beberapa faktor-faktor risiko stroke :
1. Hipertensi merupakan faktor risiko utama. Pengendalian hipertensi
adalah kunci untuk mencegah stroke.
12
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronoria.
Gagal jantung kongestif
Hipertrofi ventrikel kiri.
Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium).
Penyakit jantung kongestif.
3. Kolesterol tinggi.
4. Obesitas.
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebri.
6. Diabetes-dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi.
7. Kontrasepsi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
8. Merokok.
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain).
10. Konsumsi alkohol.
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Eka Julianta Wahjoepramono, 2010) manifestasi klinis stroke akut
dapat berupa kelumpuhan wajah atau anggota badan yang timbul mendadak,
gangguan sensibilitas seperti baal, atau kesemutan pada satu atau lebih
anggota badan, penurunan kesadaran yang mendadak, bicara tidak lancar,
pelo atau cadel, kesulitan memahami ucapan orang lain, gangguan
penglihatan, pusing, serasa berputar, nyeri kepala, mual dan muntah.
F. Klasifikasi Stroke
Menurut Nina (2009) berdasarkan penyebab stroke dibagi menjadi dua jenis,
yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik:
1. Stroke Iskemik
Terjadi pada sel-sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi
yang disebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah
(arteriosklerosis).
13
Jenis-jenis stroke iskemik berdasarkan mekanisme penyebabnya :
a. Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan
terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya
pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Darah yang keluar dari pembuluh darah yang
pecah mengenai dan merusak sel-sel otakdi sekitarnya. Selain itu, sel
otak juga mengalami kematian karena aliran darah yang membawa
oksigen dan nutrisi terhenti. Stroke jenis ini terjadi sekitar 20% dari
seluruh pasien stroke. Namun, 80% dari orang yang terkena stroke
hemoragik mengalami kematian dan hampir 70% kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi.
Menurut letaknya stroke hemoragik dibagi menjadi dua jenis, sebagai
berikut :
a. Hemoragik intraserebral, yakni perdarahan terjadi di dalam jaringan
otak
b. Hemoragik subaraknoid, yakni perdarahan terjadi di ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
G. Konstipasi
1. Definisi Konstipasi
Konstipasi didefinisikan NANDA sebagai “keadaan ketika seorang
individu mengalami perubahan dalam kebiasaan defekasi normal yang
14
dikarakteristikkan dengan penurunan frekuensi dan/atau pengeluaran
feses yang keras dan kering (T.M Marelli; alih bahasa, Egi Komara
Yudha, 2007).
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya
buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang
keras. Disepakati bahwa buang air besar yang normal frekuensinya
adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Dalam praktek sehari-hari
dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu
atau 3 hari tidak buang air besar atau buang air besar diperlukan
mengejan secara berlebihan (Djojoningrat, 2009).
Kebiasaan buang air besar „normal‟ mempunyai variasi yang luas pada
setiap orang. Perubahan kebiasaan buang air besar merupakan
manifestasi klinis yang umum dari penyakit saluran cerna. Konstipasi
didefinisikan sebagai evakuasi feses yang jarang atau sulit dan dapat akut
atau kronis (Pierce A Grace & Neil R. Barley, 2007).
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar dan
sering disebabkan oleh sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada
kolon desenden yang menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan
(Guyton, 2008).
2. Epidemiologi Konstipasi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ghofar (2012) dalam Journal
Eduhealth Vol,2 No.1 tentang “Hubungan tingkat konsumsi serat dengan
kejadian konstipasi pada lansia di dusun tambakberas desa tambakrejo
kecamatan jombang kabupaten jombang” Semua orang dapat mengalami
konstipasi terlebih pada lanjut usia akibat gerakan peristaltik lebih lambat
dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang
15
berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kasus konstipasi umumnya
diderita masyarakat umum sekitar 4-30 % pada kelompok usia 60 tahun ke
atas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wiwi Hermy Putri (2015),
Konstipasi adalah suatu keadaan sulit defekasi dalam 2 minggu atau lebih
yang meliputi berkurangnya frekuensi defekasi atau meningkatnya
konsistensi feses yang menyebabkan nyeri saat defekasi. Angka kejadian
konstipasi di Amerika berkisar antara 2-15%, di Eropa kejadiannya
bervariasi antara 3-20%, sedangkan di Indonesia kejadiannya antara 0,3-
10,1%, di mana 90% di antaranya merupakan konstipasi fungsional.
Beberapa penyebab umum konstipasi adalah kegagalan merespons
dorongan buang air besar, asupan serat dan cairan tidak memadai,
kelemahan otot perut, dan dehidrasi. Konstipasi pada anak merupakan
suatu keadaan yang perlu diperhatikan, karena sekitar 24% dapat menetap
hingga dewasa muda. Jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
berbagai hal yang tidak diinginkan seperti enkopresis, enuresis, sakit perut
berulang, dan prolaps rektum.
Kriteria Rome III menggunakan kombinasi gejala subjektif untuk
mendefinisikan sembelit, dan saat ini digunakan secara luas untuk
melakukan penelitian klinis di bidang ini. Hal ini melaporkan bahwa
prevalensi konstipasi meningkat dengan usia, terutama mereka yang
berusia di atas 65 tahun. Pada pasien lanjut usia yang tinggal di
masyarakat, prevalensi konstipasi adalah 50% angka ini bahkan lebih
tinggi di penghuni panti jompo, dengan 74% menggunakan laxatives.
Harian Demikian juga, wanita tua adalah 2 sampai 3 kali lebih mungkin
untuk melaporkan sembelit. Sembelit dari counterparts. Laki-laki juga
lebih sering terlihat pada pasien yang memakai beberapa pengobatan
(Satish SC Rao and Jorge T Go., 2010).
16
3. Etiologi Konstipasi
Adapun etiologi dari konstipasi adalah sebagai berikut :
a. Pola hidup; diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air
besar yang tidak teratur, kurang olah raga.
b. Obat–obatan; antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium
hidroksida, suplemen besi dan kalsium, opiate ( kodein dan morfin)
c. Kelainan stuktural kolon ; tumor, stiktur, hemoroid, abses perineum,
magakolon.
d. Penyakit sistemik ; hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes
mellitus.
e. Penyakit neurologik ; hirschprung, lesi medulla spinalis, neuropati
otonom.
f. Disfungsi otot dinding dasar pelvis.
g. Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronis.
h. Irritable Bowel syndrome tipe konstipasi (Djojoningrat, 2009).
Gambar 2.1 Konstipasi pada usus
(Sumber: www. medicastore.com)
17
4. Tanda dan Gejala Konstipasi
Menurut (Akmal, dkk, 2010) ada beberapa tanda dan gejala yang umum
ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderita
sembelit sebagai berikut:
a. Perut terasa begah, penuh dan kaku;
b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah sehingga
malas mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering mengantuk;
c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,
mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam;
d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri,
tidak bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan
kualitas, dan produktivitas kerja;
e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit
daripada biasanya;
f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat
bersamaan tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan
atupun menekan- nekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan dan membuang feses (bahkan sampai mengalami
ambeien/wasir);
g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai
terganjal sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses
yang kering dan keras atau karena mengalami wasir sehingga pada
saat duduk terasa tidak nyaman;
h. Lebih sering buang angin yang berbau lebih busuk daripada
biasanya;
i. Usus kurang elastis (biasanya karena mengalami kehamilan atau usia
lanjut), ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang
mengganjal, dan gerakannya lebih lambat dari pada biasanya;
j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar;
18
Adapun untuk sembelit kronis (obstipasi), gejalanya tidak terlalu berbeda
hanya sedikit lebih parah, diantaranya:
a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas;
b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil;
c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu;
d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat;
e. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri;
f. Tetap merasa lapar, tetapi ketika makan akan lebih cepat kenyang
(apalagi ketika hamil perut akan terasa mulas) karena ruang dalam
perut berkurang dan mengalami mual bahkan muntah.
5. Patofisiologi Konstipasi
Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa
makanan yang tidak dapat dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan
masuk kedalam usus besar (kolon) sebagai massa yang tidak mampat
serta basah. Di sini, kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut
diserap oleh tubuh. Kemudian, massa tersebut bergerak ke rektum
(dubur), yang dalam keadaan normal mendorong terjadinya gerakan
peristaltik usus besar. Pengeluaran feses secara normal, terjadi sekali atau
dua kali setiap 24 jam (Akmal, dkk, 2010).
6. Konstipasi pada Stroke
Penyebab utama terjadinya konstipasi adalah kurangnya aktivitas fisik,
konsumsi makanan berserat dan asupan cairan (Potter & Perry, 2006).
Perubahan dalam tingkat aktivitas fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak yang juga menyebabkan penurunan peristaltik usus
dan dapat mengakibatkan konstipasi (Herdman, 2012). Kurangnya
aktivitas fisik seperti pada pasien stroke yang sering mengalami
kelumpuhan dan imobilisasi sehingga pasien harus menjalani tirah
baring dalam waktu yang lama. Tirah baring yang terlalu lama
berpengaruh pada penurunan kondisi otot. Imobilisasi dapat
19
mengakibatkan infeksi pernapasan, nyeri tekan, tromboflebitis dan
konstipasi (Kholisa Agustina, Dafid Arifiyanto, 2015). Konstipasi akan
terjadi karena pergerakan sisa makanan / tinja dalam usus bergerak
terlalu lambat, sehingga proses penyerapan air terjadi begitu besar dan
lama, akibatnya tinja akan lebih keras dan kering dari pada normalnya.
Gangguan peristaltik usus yang terlalu lambat ini mungkin saja bisa
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: konstipasi akibat gangguan
pada colon dan rectum. Konstipasi akibat terjadinya gangguan saraf pada
kolon dan usus besar, sehingga menyebabkan gangguan fungsi otot-otot
colon dan rektum yang tidak bisa berkontrasi secara normal untuk
mendorong kotoran keluar (Iqfadhilah, 2016).
Pada pasien stroke infark terdapat gangguan sistem aliran darahnya.
Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai macam gejala, salah satunya
ialah gangguan motorik dan sensorik diantaranya terjadi hemiparese
(Ganong, 2008). Pasien stroke perlu buang air besar secara teratur paling
tidak setiap 2-3 hari, jika buang air besar kurang dari tiga kali seminggu
disebut konstipasi. Konstipasi bisa beresiko pada klien, regangan ketika
buang air besar dapat menyebabkan stres pada abdomen. Peregangan
sering bersamaan dengan tertahannya napas, hal ini dapat meningkatkan
tekanan intratorakal dan intrakranial (Siregar, 2009). Mengedan selama
defekasi merupakan kontra indikasi pada pasien resiko peningkataan
intra kranial seperti pada pasien stroke karena bisa berakibat terjadinya
valsava manuver, yang tidak menutup kemungkinan berakhir dengan
kematian.
Ketidakmampuan yang terjadi pada pasien stroke karena kerusakan sel-
sel otak saat stroke. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan
berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh seperti gangguan fungsi
kognitif, gangguan sirkulasi, gangguan kekuatan otot, gangguan fungsi
perifer, gangguan fisiologis yang akan berpengaruh pada sistem sensorik
20
dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan
mengalami immobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak secara
aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau
organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Pasien stroke dengan
gangguan mobilisasi hanya berbaring saja tanpa mampu untuk
mengubah posisi karena keterbatasan tersebut. Pasien dengan
immobilisasi akan mengakibatkan perubahan pada fungsi fisiologis.
Bahaya fisiologis akan mempengaruhi fungsi metabolisme normal,
menurunkan laju metabolisme dan menyebabkan gangguan
gastrointestinal seperti nafsu makan dan penurunan peristaltik dengan
konstipasi dan impaksi fekal. Tirah baring yang terus-menerus atau
selama 5 hari atau lebih dapat menyebabkan konstipasi. Konstipasi
didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Immobilisasi yang
terjadi akan mengakibatkan otot-otot menjadi lemah, sementara tonus
perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.
Aktivitas usus juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi
pergerakan chyme sepanjang kolon sedangkan otot-otot yang lemah
sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intra abdominal selama
proses defekasi. Immobilisasi yang lama akan menyebabkan penurunan
motilitas usus sehingga berdampak pada gangguan pasase feses. Feses
yang berada lebih lama di dalam kolon akan menjadi lebih keras
sehingga lebih sulit dikeluarkan dari anus hal ini disebabkan oleh proses
reabsorbsi air banyak terjadi di kolon. Pasien stroke yang mengalami
immobilisasi akan mengalami perubahan dalam kebiasaan toileting,
dimana defekasi yang biasanya dilakukan di toilet, namun pada saat di
rawat di rumah sakit pasien harus buang air besar di atas tempat tidur
dengan menggunakan pot. Perubahan kebiasaan toileting ini akan
mempengaruhi fisiologis pasien sehingga pasien akan mengalami
kesulitan untuk buang air besar saat pasien di rawat di rumah sakit.
Beberapa situasi yang menyebabkan seseorang beresiko untuk terjadi
konstipasi akut antara lain penurunan aktivitas fisik, perubahan
21
kebiasaan toileting, perubahan pola makan sehari-hari, obat-obatan dan
stres (Aindrawati, dkk, 2014).
Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut
buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk
defekasi, yang terletak di medulla dan sumsum tulang belakang. Apabila
terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan
mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang
untuk buang air besar, kemudian sphincter anus bagian luar yang diawasi
oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau
mengendur. Selam defekasi berbagai otot lain membantu prose situ,
seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot – otot dasar pelvis.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses
defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsik dan refleks defekasi
parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa
makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian
flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses
sampai di anus. Lalu pada saat sphincter internal relaksasi, maka
terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasintetis
dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang saraf
rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke
sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi
relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat
sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan seperti
selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya
tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi
kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.
22
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris
dalam melakukan defekasi.
a. Fisiologi Buang Air Besar
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang
mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air
besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan
oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan
pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan
dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke
kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam
mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam
rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi
perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah
dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot
abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Evelyn
C. Pearce, 2009).
b. Mekanisme
Gambar 2.2
Stimulus Sistem Saraf Terhadap Defekasi
23
1) Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus
jarang timbul pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua
dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat kearah anus oleh
kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam
sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae
yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan
waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus hanya dari
katup ileosekal ke kolon transversum, sementara kimusnya
sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah
padat bukan setengah cair.
2) Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang
ditandai timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang
teregang di kolon transversum, kemudian dengan cepat kolon
distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat konstriksi
tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu
unit, mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni
kolon.
3) Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih
besar selama kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi
selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi pergerakan
massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon.
Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya
selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali
setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila
pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum,
akan timbul keinginan untuk defekasi (Guyton and Hall, 2008).
Penyebab konstipasi biasanya multifaktor, misalnya : Konstipasi sekunder
(diit, kelainan anatomi, kelainan endokrin dan metabolik, kelainan syaraf,
penyakit jaringan ikat, obat, dan gangguan psikologi), konstipasi fungsional
(konstipasi biasa, “Irritabel bowel syndrome”, konstipasi dengan dilatasi
24
kolon, konstipasi tanpa dilatasi kolon, obstruksi intestinal kronik, “rectal
outlet obstruction”, daerah pelvis yang lemah, dan “ineffective straining”),
dan lain-lain (diabetes melitus, hiperparatiroid, hipotiroid, keracunan timah,
neuropati, Parkinson, dan skleroderma).
H. Definisi Sari Kacang Hijau
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman jenis tanaman
pangan, salah satunya adalah jenis kacang-kacangan (leguminosae) seperti
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang panjang. Kacang-
kacangan merupakan sumber bahan pangan yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan bahan pangan hewani dan mudah untuk diperoleh.
Selain itu kacang-kacangan juga merupakan sumber protein nabati yang baik.
Kandungan protein kacang-kacangan berkisar antara 20-35%. Kacang-
kacangan juga mengandung karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan serat
yang baik (Rahman dan Agustina, 2010).
Susu Kacang hijau adalah salah satu usaha diversifikasi pangan hasil olahan
kacang hijau. Minuman ini mulai cukup dikenal di masyarakat sebagai
minuman kesehatan. Meskipun popularitas susu kacang hijau memang masih
kalah jika dibandingkan dengan susu kedelai. Namun kandungan gizi kacang
hijau tidak jauh berbeda dengan kedelai. Seperti halnya susu kedelai, susu
kacang hijau merupakan susu nabati yang dapat dikonsumsi oleh penderita
lactose intolerance (intoleransi laktosa) atau oleh orang yang alergi terhadap
susu sapi (Astawan, M. 2009). Minuman susu kacang hijau juga sangat baik
dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia, khususnya untuk golongan rawan
seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui (Khomsan, A. 2006).
25
Menurut Astawan (2009), kacang hijau dikenal dengan beberapa nama,
seperti “mungo”, “mung bean”, “green bean”, dan “mung”. Buah kacang
hijau merupakan polong bulat memanjang antara 6-15cm. Biji kacang hijau
berbebtuk bulat atau lonjong. Umumnya berwarna hijau, tetapi ada juga yang
berwarna kuning, coklat, atau berbintik-bintik hitam.
1. Kandungan Gizi Sari Kacang Hijau
Menurut Astawan (2009), Komposisi kimia kacang hijau sangat
beragam, tergantung varietas, faktor genetik, iklim, maupun lingkungan.
Karbohidrat merupakan komponen terbesar (lebih dari 55%) biji kacang
hijau, yang terdiri dari pati, gula, dan serat. Pati pada kacang hijau
memiliki daya cerna yang sangat tinggi yaitu 99,8% sehingga sangat baik
dijadikan bahan makanan bayi dan anak balita yang sistem
pencernaannya belum sesempurna orang dewasa.
Berdasarkan jumlahnya, protein merupakan penyusun utama kedua
setelah karbohidrat. Kacang hijau mengandung 20-25% protein pada
kacang hijau mentah memiliki daya cerna sekitar 77%. Daya cerna yang
tidak terlalu tinggi tersebut disebabkan oleh adanya zat anti gizi, seperti
anti ripsin dan tanin (polifenol). Untuk meningkatkan daya cerna protein
tersebut, kacang hijau harus diolah terlebih dahulu melalui proses
pemasakan, seperti perebusan, pengukusan, dan sangrai.
Kacang hijau juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber). Kadar
serat dalam kacang hijau mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya sembelit (susah buang air besar) serta berbagai
penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
26
Tabel 2.1
Komposisi Zat Gizi Beberapa Biji-Bijian (dalam g per 100g)
Komoditas Air Lemak Protein Karbohidrat Serat
Jagung 12 4.5 10 71 2.0
Gandum 13 2.0 11 70 2.0
Kacang Hijau 12 1.0 22 57 4.7
Kacang merah 10 1.5 22 61 4.0
Kedelai 8 18.0 35 20 4.5
Kacang tanah 6 45.0 27 17 3.0
(Astawan, 2009)
2. Manfaat Kacang Hijau
Menurut Wirakusumah (2007) :
a. Memperlancar saluran pencernaan dan mencegah konstipasi.
b. Berperan dalam pembentukan sel darah merah dan mencegah
anemia.
c. Berperan dalam menjaga kesehatan tulang dan gigi.
3. Manfaat Serat
Selain itu menurut Tianshi (2008), ada beberapa manfaat lain yang
dimiliki oleh serat bagi tubuh terutama oleh usus, yaitu :
a. Memperlancar buang air besar, mencegah atau mengurangi sembelit.
b. Menurunkan kolesterol, mencegah pengerasan pembuluh darah
jantung. Meningkatkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)
adalah unsur penyebab pengerasan pembuluh darah. Konsumsi serat
tinggi bukan saja bisa mengeluarkan kolesterol dari dalam darah dan
menurunkan tingkat kepekatan lemak di dalam darah, juga mencegah
terserapnya lemak dari dalam makanan.
c. Mempertahankan berat badan, mencegah kegemukan. Kegemukan
adalah salah satu pemicu utama penyakit jantung dan hipertensi.
d. Mencegah kanker usus besar.
27
e. Memperbaiki sensitifitas jaringan ujung saraf terhadap insulin,
mengurangi kebutuhan akan insulin, dengan demikian tercapai efek
pengaturan tingkat gula darah penderita diabetes.
I. Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi pada pasien stroke terhadap
konstipasi
Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi farmakologi dan
non-farmakologi. Terapi farmakologi dengan obat laksatif sedangkan terapi
non-farmakologi dengan diet dan perubahan perilaku. Terapi pijat merupakan
bagian dari terapi non-farmakologi (Ferius S, Efar P, Mansur S, Gunardi H.,
2008).
1. Terapi Farmakologi
a. Irigasi kolon dengan enema regular
Enema adalah pemberian cairan kedalam rectum dan kolon,
diberikan untuk merangsang peristaltic dan segera mengeluarkan
feses. Enema pembersih digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa
pencernaan atau bila perut mengeras/tegang karena tidak dapat
flatus.
Terapi obat yang biasa digunakan adalah gliserin, merupakan
tindakan memasukan cairan gliserin kedalam poros usus dengan
menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang
peristaltic usus, sehingga pasien dapat buang air besar (khususnya
pada orang yang mengalami sembelit) (Hidayat, A. Aziz Alimul,
2008).
2. Terapi Non Farmakologi
Selain terapi farmakologi, penanganan pada konstipasi juga dapat
dilakukan terapi non farmakologi dengan terapi komplementer. Terapi
komplementer ini bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah
dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi
28
tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, refleksiologi, dan hidroterapi
(Sudoyo, 2006).
a. Terapi Massage (Urut) dengan Menggunakan Teknik Huruf
Jepang (の= No)
Pijat adalah terapi sentuh yang paling tua dan populer yang dikenal
manusia. Pijat merupakan seni perawatan dan pengobatan yang telah
dipraktekkan sejak berabad-abad silam dari awal kehidupan manusia
di dunia (Roesli, 2009).
Pijatan secara umum akan membantu menyeimbangkan energi dan
mencegah penyakit. Secara fisiologis, pijatan merangsang dan
mengatur tubuh, memperbaiki aliran darah dan kelenjar getah
bening, sehingga oksigen, zat makanan, dan sisa makanan dibawa
secara efektif ke dan dari jaringan tubuh anda dan plasenta. Dengan
mengendurkan ketegangan dan membantu menurunkan emosi pijat
juga merelaksasi dan menenangkan saraf, serta membantu
menurunkan tekanan darah. Bila kita sedang merasa tidak sehat,
pijatan dapat meningkatkan kemampuan diri kita untuk
menyembuhkan diri sendiri dan cara ini dapat digunakan untuk
melengkapi terapi alami. Kata massage sendiri berasal dari kata Arab
“mash” yang berarti “menekan dengan lembut” atau kata Yunani
“massien” yang berarti memijat atau melulut (Bambang Priyonoadi,
2008).
Adapun manfaat pijat punggung dalam persalinan antara lain
memberikan kenyamanan, mengurangi rasa sakit, membantu
relaksasi pada ibu saat proses persalinan, memperbaiki sirkulasi
darah, mengembalikan kemampuan berkontraksi, dan meningkatkan
kerja sistem organ, sehingga dapat mengeluarkan zat-zat beracun
lebih lancar baik melalui urine maupun keringat.
29
Saat ini terapi laksativ merupakan salah satu medical management
untuk mengatasi konstipasi. Menurut Sinclair (2010) penggunaan
laksatif dalam jangka waktu yang lama justru akan menyebabkan
masalah konstipasi dan fecal impaction. Salah satu terapi
komplementer yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
masalah konstipasi adalah dengan melakukan massage abdominal.
Massage abdominal merupakan salah satu manajemen keperawatan
untuk mengatasi konstipasi yang sudah dilakukan sejak tahun 1870
dan pada perkembangannya, massage abdominal merupakan
intervensi yang efektif untuk mengatasi konstipasi tanpa
menimbulkan efek samping.
Mekanisme massage abdominal dapat menurunkan kejadian
konstipasi belum dapat dipahami sepenuhnya, kemungkinan
disebabkan oleh adanya efek kombinasi dari stimulasi dan relaksasi.
Tekanan secara langsung pada dinding abdomen secara berurutan
dan kemudian diselingi dengan waktu relaksasi dengan cepat dapat
meningkatkan reflek gastrokolik dan meningkatkan kontraksi dari
intertinal dan rectum (Brooks, et al., 2004, dalam Sinclair, 2010).
Massage abdominal dapat menurunkan konstipasi melalui beberapa
mekanisme yang berbeda-beda antara lain dengan: menstimulasi
sistem persyarafan parasimpatis sehingga dapat menurunkan
tegangan pada otot abdomen, meningkatkan motilitas pada sistem
pencernaan, meningkatkan sekresi pada sistem intestinal serta
memberikan efek pada relaksasi sfingter. Massage abdomen dapat
dilakukan pada pasien stroke jika tidak terdapat peningkatan TIK
(Tekanan Intrakranial), peningkatan tekanan intrakranial pada stroke
sangat penting dan menentukan fungsi otak selanjutnya. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat menurunkan aliran darah serebral dan/atau
herniasi otak mengakibatkan kompresi dan iskemi batang otak, hal
30
ini dapat mengakibatkan kerusakan pada otak (Lamas, 2009 dalam
Sinclair, 2010).
Pengurutan (Massage) merupakan salah satu cara perawatan tubuh
paling tua dan paling bermanfaat dalam perawatan fisik (badan)
Massage mengarahkan penerapan manipulasi (penanganan)
perawatan dari bagian luar tubuh yang dilakukan dengan perantaraan
tangan atau dengan bantuan alat-alat listrik (mekhanik) seperti
steamer facial, vibrator dsb. (Suciati, 2010).
Ada beberapa manajemen atau treatment yang dapat dilakukan
kepada penderita stroke diantaranya adalah terapi pijat. Ada bukti
bahwa pijat dapat mengurangi kecemasan dan mengurangi nyeri
bahu, denyut jantung dan tekanan darah. Jika tujuannya adalah untuk
mengurangi tonus otot yang abnormal, pijat dapat digunakan sebagai
pelengkap metode lain pelatihan relaksasi (Krug, G., Otr, L., &
Mccormack, G., 2009).
Terapi lain selain terapi medis untuk penderita stroke antara lain
terapi nutrisi, terapi herbal, terapi olah tubuh dan yoga, terapi musik,
dan terapi pijat. Terapi pijat bagi penderita stroke dapat dilakukan
secara tradisional maupun akupresur (dengan memijat titik-titik
akupuntur). Terapi pijat harus dilakukan oleh ahlinya. Tujuan terapi
ini adalah merevitalitasi saraf-saraf yang terganggu akibat stroke,
yang membuat penderitanya tidak berdaya melakukan aktifitas
sehari-hari. Penyembuhan bisa cepat atau lambat bergantung pada
parahnya kerusakan yang disebabkan stroke (Srikandi Waluyo,
2009).
31
Gambar 2.3
Terapi Massage (Urut) Teknik Huruf Jepang (の=No)
(Health Care University Japan)
b. Membahas lebih lanjut mengenai massage perut menurut
Suciati tahun 2010
1) Ada beberapa Bagian tubuh lain yang dapat dimassage
terutama pada bagian :
a) Kulit kepala,
b) Wajah, leher, dan bahu,
c) Punggung dan dada bagian atas,
d) Tangan dan lengan.
2) Hal hal yang perlu dilakukan dalam melakukan massage :
a) Massage tidak dilakukan pada kondisi : jantung tidak baik,
tekanan darah tinggi, sendi dan kelenjar membengkak, kulit
lecet, pembuluh kapiler pecah.
b) Massage membutuhkan sentuhan yang pasti dan kuat,
hingga membangkitkan kepercayaan pada orang yang
diurut.
c) Mengerjakan massage merupakan gabungan atau kombinasi
dari satu atau lebih gerakan dasar sesuai kondisi orang yang
diurut serta hasil yang diinginkan. Hasil perawatan massage
tergantung atas besarnya tekanan, arah gerakan, dan
lamanya masing-masing jenis pengurutan.
32
3) Tujuan atau manfaat pengurutan (massage) :
a) Meningkatkan fungsi kulit.
b) Melarutkan lemak.
c) Meningkatkan refleksi pada pencernaaan.
d) Meningkatkan fungsi jaringan otot
e) Meningkatkan pertumbuhan tulang dan gerak persendian
f) Meningkatkan fungsi jaringan syaraf.
g) Sistem Getah Bening. Massage dapat mengosongkan
saluran getah bening dan menyembuhkan bengkak.
h) Sistem Kandung Kemih: Massage di bagian punggung dan
perut akan meningkatkan aktivitas ginjal yang mendorong
pembuangan produk sisa metabolisme dan mengurangi
penumpukkan cairan.
i) Sistem Reproduksi: Massage pada bagian perut dan
punggung dapat membantu meredakan masalah haid, seperti
rasa sakit, pra menstruasi, haid tidak teratur, dan lain-lain.
Menurut Vickers A, Zollman C, Reinish JT, (2007) pijat merupakan
suatu gerakan manipulasi jaringan lunak di area seluruh tubuh untuk
memberikan kenyamanan kesehatan, seperti relaksasi, peningkatan
kualitas tidur, menurunkan kecemasan, atau manfaat pada bagian fisik
tertentu seperti nyeri otot. Pijat dapat memakan waktu sekitar 15-90
menit tergantung dari kondisi individu tersebut. Selain itu, penanganan
yang dapat dilakukan pada pasien konstipasi adalah dengan terapi pijat.
Terapi pijat telah ada di Indonesia sejak lama dan saat ini mulai diteliti
pengaruh dan manfaatnya pada tubuh. Pijat memberikan manfaat pada
konstipasi dengan cara menstimulasi gerak peristaltik dan menurunkan
waktu transit kolon sehingga dapat meningkatkan frekuensi buang air
besar. Kelebihan pijat diantaranya tidak memiliki efek samping, dapat
dilakukan sendiri oleh pasien karena pijat mudah untuk dipelajari, dan
biayanya murah.
33
Palpasi abdomen diperlukan untuk mengetahui susunan dinding perut,
termasuk ukuran, kondisi, dan konsistensi dari organ perut; adanya massa
abdomen; dan adanya lokasi, dan derajat nyeri perut. Palpasi abdomen
meliputi palpasi ringan, palpasi dalam, dan ballottement. Palpasi ringan
merupakan tindakan yang paling pertama dilakukan, bertujuan untuk
mengidentifikasi kekuatan otot pada daerah perut (Gambar. 39-10).
Ujung jari yang digunakan untuk menekan dinding perut yaitu sedalam 1
cm (0,5 inci).
Gambar 2.4
Palpasi Perut
J. Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu
benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur
manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur
itu dihitung. (Depkes RI, 2009). Lebih lanjut menurut Nuzulul (2011)
masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas
ternyata lebih sering mengeluh konstipasi dan insiden konstipasi meningkat
seiring bertambahnya umur.
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ia akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada
34
orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat
dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Mubarak, Wahit Iqbal, dkk.,
2007).
K. Jenis Kelamin
Hungu (2007) mengatakan “jenis kelamin merupakan perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Jenis
kelamin berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat
dipertukarkan diantara keduanya”.
Menurut Sudarma (2008) pengertian jenis kelamin (seks) merupakan
pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yaitu bahwa
pria memiliki penis (zakar) serta memproduksi sperma. Sedangkan wanita
memiliki alat reproduksi seperti memiliki rahim, payudara (untuk menyusui),
dan vagina (saluran untuk melahirkan), serta memproduksi sel telur).
Hal ini pun pernah diungkapkan oleh Nuzulul (2011) mengenai kasus
konstipasi yang umumnya terjadi dan diderita pada kelompok usia 60 tahun
ke atas. Dan ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria
dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring
bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian
pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar
34 persen wanita dan pria 26 persen.
L. Pendidikan
Pengertian pendidikan menurut Dwi Siswoyo dkk (2007), mengartikan dalam
arti teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat, melalui lembaga-
lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau melalui lembaga-
35
lembaga lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dari generasi ke
generasi. Secara umum pendidikan merupakan sebuah fenomena antropologis
yang usianya hampir setua dengan sejarah manusia itu sendiri. Mengacu
pendapat Niccolo Machiavelli seperti yang dikutip oleh (Doni Koesoema,
2010) memahami pengertian pendidikan dalam kerangka proses
penyempurnaan diri manusia secara terus menerus.
Lebih lanjut lagi menurut Zamanmania Aceh (2013), sebagai makhluk hidup
manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari hukum-hukum kehidupan
biologisnya, misalnya pemenuhan kebutuhan jasmani. Manusia dapat
mengembangkan dirinya hingga mampu membentuk berbagai norma yang
didasari nilai-nilai untuk mensejahterakan hidupnya, baik secara perorangan
maupun untuk kehidupan bermasyarakat. Pemanfaatan sumber daya alam
tentunya dilaksanakan berdasarkan pengetahuan atau pendidikan yang
dimilikinya. Untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan
tentang nilai gizi, pertimbangan kebutuhan fisiologi lebih menonjol
dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psychis. Tetapi umumnya akan
terjadi kompromi antara kebutuhan psychis dengan posisi hidangan yang
memenuhi kepuasan psychis maupun kebutuhan fisiologis tubuh. Maka
hidangan akan mempunyai sifat lezat di samping nilai gizi tinggi. Menurut
pendapat di atas masyarakat yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi,
tentu akan banyak memperoleh pengetahuan tentang pola makan sehat,
dengan demikian masyarakat yang berpendidikan tinggi akan memenuhi
keluarganya dengan makanan yang sehat, cukup gizi, tidak hanya makanan
yang lezat dan sedap dipandang mata.
M. Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai
macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang
36
dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu
(Sulistyoningsih, 2011).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).
Pola makan menurut beberapa pakar yaitu cara pemenuhan kebutuhan zat gizi
yang diperoleh dari makanan yang digunakan sebagai bahan energi tubuh.
Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu (Baliwati, 2009).
Lebih lanjut lagi menurut Zamanmania Aceh (2013) pola makan merupakan
kebiasaan pribadi atau masyarakat untuk mengkonsumsi makanan pada
waktu-waktu tertentu. Pada umumya pola makan masyarakat Indonesia
adalah tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan malam hari.
Pada dasarnya bahan-bahan makanan yang dikonsumsi manusia dapat di
klasifikasikan dalam tiga jenis yaitu :
1. Bahan makanan nabati, di dalamnya termasuk berbagai macam bahan
makanan seperti sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian dan buah-
buahan.
2. Bahan makan hewani, termasuk di dalamnya daging, ikan, susu, telor,
unggas, kerang dsb.
3. Bahan makanan macam ragam seperti gula, minyak makan, minuman,
madu, mentega, dsb.
Dengan pola makan tersebut di atas merupakan pedoman dasar untuk
merencanakan makanan bagi keluarga dalam usaha mencapai taraf kesehatan
yang maksimal. Namun ada pula sebagian individu atau masyarakat yang
37
mempunyai pola makan yang berbeda dari yang dianjurkan. Masalah yang
sering terjadi adalah tidak terpenuhinya satu, dua, atau bahkan tiga kelompok
makanan yang telah ditetapkan dalam pola makan di atas.
Dalam menyusun pola makan sehari-hari hendaklah dipikirkan beberapa
faktor yang menunjang tersusunnya menu seimbang, misalnya kebutuhan zat
makanan, biaya yang diperlukan dan banyak makanan yang tersedia. Di
dalam menyusun menu sehari-hari di samping memahami 4 sehat 5
sempurna, harus diperhatikan pula beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam menyusun menu sehari-hari tersebut :
1. Mudah dicerna oleh pencernaan
2. Adanya variasi antara satu hidangan dengan hidangan lainya, baik rasa
maupun warna.
3. Harganya disesuaikan dengan ekonomi keluarga
4. Hidangannya harus membangkitkan selera
5. Diusahakan penggantian menu setiap hari
6. Praktis pengelolaannya dan disukai
N. Konsep Utama Teori Henderson
Dibawah ini akan dijabarkan beberapa konsep utama dalam teori Henderson
mencakup manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan dalam buku
Nursing Theorists and Their Work, 6th Edition Martha Raile Alligood (2006).
1. Manusia
Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan
bantuan untuk meraih kesehatan, kebebasan, atau kematian yang damai,
serta bantuan untuk meraih kemandirian. Menurut Henderson, kebutuhan
dasar manusia terdiri atas 14 komponen yang merupakan komponen
penanganan perawatan.
Ke 14 kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bernapas secara normal.
b. Makan dan minum dengan cukup.
38
c. Membuang kotoran tubuh.
d. Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan.
e. Tidur dan istirahat.
f. Memilih pakaian yang sesuai.
g. Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan
pakaian dan mengubah lingkungan.
h. Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta serta melindungi
integumen.
i. Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan, rasa takut, atau pendapat.
k. Beribadah sesuai dengan keyakinan.
l. Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi.
m. Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi.
n. Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun
pada perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan
fasilitas kesehatan yang tersedia.
Keempatbelas kebutuhan dasar manusia di atas dapat diklasifikasikan
menjadi empat kategori, yaitu komponen kebutuhan biologis, psikologis,
sosiologis, dan spiritual. Kebutuhan dasar poin 1-9 termasuk komponen
kebutuhan biologis, poin 10 dan 14 termasuk komponen kebutuhan
psikologis, poin 11 termasuk kebutuhan spiritual, dan komponen 12 dan
13 termasuk komponen kebutuhan sosiologis.
Henderson juga menyatakan bahwa pikiran dan tubuh manusia tidak
dapat dipisahkan satu sama lain (inseparable). Sama halnya dengan klien
dan keluarga, mereka merupakan satu kesatuan (unit).
Menurut Henderson, keempatbelas kebutuhan dasar yang harus menjadi
fokus asuhan keperawatan dipengaruhi oleh :
39
a. Usia
b. Kondisi emosional (mood dan tempramen)
c. Latar belakang sosial dan budaya
d. Kondisi fisik dan mental, termasuk : berat badan; kemampuan dan
ketidakmampuan sensorik, kemampuan dan ketidakmampuan
lokomotif; status mental.
2. Keperawatan
Perawat mempunyai fungsi unik untuk membantu individu, baik dalam
keadaan sehat maupun sakit. Sebagai anggota tim kesehatan, perawat
mempunyai fungsi independence di dalam penanganan perawatan
berdasarkan kebutuhan dasar manusia (14 komponen di atas). Untuk
menjalankan fungsinya, perawat harus memiliki pengetahuan biologis
maupun sosial.
3. Kesehatan
Sehat adalah kualitas hidup yang menjadi dasar seseorang dapat
berfungsi bagi kemanusiaan. Memperoleh kesehatan lebih penting
daripada mengobati penyakit. Untuk mencapai kondisi sehat, diperlukan
kemandirian dan saling ketergantungan. Individu akan meraih atau
mempertahankan kesehatan bila mereka memiliki kekuatan, kehendak,
serta pengetahuan yang cukup.
4. Lingkungan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan aspek
lingkungan:
a. Individu yang sehat mampu mengontrol lingkungan mereka, namun
kondisi sakit akan menghambat kemampuan tersebut.
b. Perawat harus mampu melindungi pasien dari cedera mekanis.
c. Perawat harus memiliki pengetahuan tentang keamanan lingkungan.
40
d. Dokter menggunakan hasil observasi dan penilaian perawat sebagai
dasar dalam memberikan resep.
e. Perawat harus meminimalkan peluang terjadinya luka melalui saran-
saran tentang konstruksi bangunan dan pemeliharaannya.
f. Perawat harus tahu tentang kebiasaan sosial dan praktik keagamaan
untuk memperkirakan adanya bahaya.
Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara
perawat dan klien. Menurut Henderson, hubungan perawat-klien terbagi
dalam tiga tingkatan, mulai dari hubungan sangat bergantung hingga
hubungan sangat mandiri.
1) Perawat sebagai pengganti (subtitute) bagi pasien.
2) Perawat sebagai penolong (helper) bagi pasien.
3) Perawat sebagai mitra (partner) bagi pasien.
Pada situasi pasien yang gawat, perawat berperan sebagai pengganti
(subtitute) di dalam memenuhi kekurangan pasien akibat kekuatan fisik,
kemampuan, atau kemauan pasien yang berkurang. Disini perawat
berfungsi untuk “melengkapinya”. Setelah kondisi gawat berlalu dan
pasien berada pada fase pemulihan, perawat berperan sebagai penolong
(helper) untuk menolong atau membantu pasien mendapatkan kembali
kemandiriannya. Kemandirian ini sifatnya relatif, sebab tidak ada satu
pun manusia yang tidak bergantung pada orang lain. Meskipun
demikian, perawat berusaha keras saling bergantung demi mewujudkan
kesehatan pasien. Sebagai mitra (partner), perawat dan pasien bersama-
sama merumuskan rencana perawatan bagi pasien. Meski diagnosisnya
berbeda, setiap pasien memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
Hanya saja, kebutuhan dasar tersebut dimodifikasi berdasarkan kondisi
patologis dan faktor lainnya, seperti usia, tabiat, kondisi emosional,
status sosial atau budaya, serta kekuatan fisik dan intelektual.
41
Kaitannya dengan hubungan perawat-dokter, Henderson berpendapat
bahwa perawat tidak boleh selalu tunduk mengikuti perintah dokter.
Henderson sendiri mempertanyakan filosofi yang membolehkan seorang
dokter memberi perintah kepada pasien atau tenaga kesehatan lainnya.
Tugas perawat adalah membantu pasien dalam melakukan manajemen
kesehatan ketika tidak ada tenaga dokter. Rencana perawatan yang
dirumuskan oleh perawat dan pasien harus dijalankan sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi rencana pengobatan yang ditentukan oleh
dokter.
5. Tujuan Keperawatan Menurut Henderson
Dari penjelasan tersebut tujuan keperawatan yang dikemukakan oleh
Handerson adalah untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi
pelayanan kesehatan dan membantu klien untuk mendapatkan kembali
kemandiriannya secepat mungkin. Dimana pasien merupakan makhluk
sempurna yang dipandang sebagai komponen bio, psiko, kultural, dan
spiritual yang mempunyai empatbelas kebutuhan dasar. (Aplikasi model
konseptual keperawatan, Meidiana D). Menurut Handerson peran
perawat adalah menyempurnakan dan membantu mencapai kemampuan
untuk mempertahankan atau memperoleh kemandirian dalam memenuhi
empatbelas kebutuhan dasar pasien. Faktor menurunnya kekuatan,
kemauan dan pengetahuan adalah penyebab kesulitan pasien dalam
memperoleh kemandiriannya. Untuk itu diperlukan fokus intervensi yaitu
mengurangi penyebab dimana pola intervensinya adalah mengembalikan,
menyempurnakan, melengkapi, menambah, menguatkan kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan (Alligood, M. R. & Tomey, A. M., 2006).
42
O. Kerangka Teori
(Hidayat & Alimul 2008, Sudoyo 2006, Health Care University Japan 2015,
Alligood & Tomey 2006)
Hirarki Kebutuhan Dasar
Manusia
Kebutuhan Tingkat
yang Lebih Rendah
Kebutuhan Tingkat
yang Lebih Tinggi
Kebutuhan untuk
Bertahan Hidup
(Biofisikal):
Makanan
dan
minuman
Eleminasi
Ventilasi
Kebutuhan
Fungsional
(Psikofisikal):
Aktifitas
dan
istirahat
Seksualitas
Kebutuhan
Integratif
(Psikososial):
Berprestasi
Berafiliasi
Kebutuhan
untuk
Berkembang
(Intrapersonal-
Interpersonal):
Aktualisasi
diri
Konstipasi
Penanganan
Farmakologi
Penanganan Non
Farmakologi
Pemberian cairan
kedalam rectum
dan kolon
(Enema)
Terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan
terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif,
refleksiologi, dan hidroterapi
Pemberian sari kacang
hijau hangat
Massage perut dengan
menggunakan teknik
huruf Jepang (の= No)
Konstipasi teratasi
Meningkatnya motilitas usus
43
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kerangka konsep, definisi operasional serta
hipotesis. Kerangka konsep adalah skema yang membantu peneliti dalam
menggambarkan hubungan antara hasil penemuan dengan teori yang ada yang
dapat memberikan arah dalam menentukan hipotesis penelitian yang dilakukan.
Definisi operasional adalah definisi yang diamati berdasarkan karakteristik dari
variabel yang diteliti untuk lebih memperjelas maksud dan arah dari penelitian
yang dilakukan. Hipotesis merupakan pernyataan sementara dari peneliti yang
akan menguji kebenaran yang akan dinyatakan dalam hipotesis alternatif sebagai
suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan suatu hasil.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari
hal-hal yang khusus, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur.
Kerangka kosep hanya dapat diamati atau diukur melalui variabel-variabel
(Notoatmojo, 2010). Kerangka konsep merupakan hasil identifikasi yang
sistematis dan analisis yang kritis terhadap teori-teori yang ada kaitanya
dengan masalah penelitian yang diangkat (Hermawanto, 2010).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sari kacang
hijau hangat, massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No), dan gabungan (sari kacang hijau hangat dan massage perut
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No)). Yang menjadi variabel
confounding adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pola makan. Sementara
yang menjadi variable dependen adalah konstipasi teratasi. Hubungan antar
variabel dalam penelitian ini digambarkan seperti skema dibawah ini:
44
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kerangka konsep penelitian dibuat sejak bertemu dengan pasien stroke yang
mengeluh belum buang air besar selama lebih dari 3 hari, mengeluh
kembung, mengeluh perut terasa keras. Responden yang diikut sertakan
dalam penelitian ini adalah responden yang memenuhi kriteria dan bersedia
ikut serta dalam penelitian ini. Selanjutnya akan dibagi tiga kelompok yaitu
kelompok perlakuan yang diberi sari kacang hijau hangat, kelompok
perlakuan yang dilakukan massage perut dengan menggunakan teknik huruf
Jepang (の= No), dan kelompok perlakuan gabungan (yang diberi sari kacang
hijau hangat dan dilakukan massage perut dengan menggunakan teknik huruf
Pasien Stroke Konstipasi
Variabel Confounding
Usia
Jenis kelamin
Pendidikan
Pola Makan
Pemberian Sari Kacang
Hijau Hangat
Massage Perut dengan
menggunakan teknik
huruf Jepang (の= No)
Intervensi Gabungan
(Pemberian Sari
Kacang Hijau Hangat
dan Massage Perut
dengan menggunakan
teknik huruf Jepang
(の= No)
45
Jepang (の= No)). Pada kelompok tersebut masing-masing akan diberikan
intervensi setiap 2 hari sekali dan pengukuran akan dilakukan setiap 1
minggu sekali setelah dilakukan intervensi dan akan dilakukan intervensi
selama 4 minggu.
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable Independen,
variable dependen dan variabel perancu (Confounding Variabel).
1. Variabel bebas (Independen Variabel)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian sari kacang hijau
hangat, massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No) dan gabungan (sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No)).
2. Variabel terikat (Dependen Variabel)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah konstipasi teratasi.
3. Variabel Perancu (Confounding Variabel)
Variabel perancu dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
pendidikan, pola makan.
B. Definisi Operasional
Berikut ini adalah definisi operasional dari masing-masing variabel
penelitian:
Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1. Independen Variable
Sari kacang
hijau
hangat
Salah satu usaha
diversifikasi pangan
hasil olahan kacang
hijau.
Observasi
Nominal
Massage Gerakan memijat Observasi
46
Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
perut
dengan
menggunak
an teknik
huruf
Jepang
(の= No)
Gabungan
(sari
kacang
hijau
hangat dan
massage
perut
menggunak
an teknik
huruf
Jepang
(の= No)
perut sambil menekan
ringan perut, pijat
perlahan dari mulai
titik sekitar pusar
searah dengan jarum
jam membentuk huruf
Jepang (の= No).
Suatu intervensi
pemberian sari kacang
hijau hangat di
kombinasikan dengan
gerakan memijat perut
sambil menekan
ringan perut, pijat
perlahan dari mulai
titik sekitar pusar
searah dengan jarum
jam membentuk huruf
Jepang (の= No).
Nominal
2. Confounding Variabel
Usia Umur atau usia adalah
satuan waktu yang
mengukur waktu
keberadaan suatu
benda atau makhluk,
baik yang hidup
maupun yang mati.
Kuisioner 1 = dewasa
tengah (<
45 Tahun)
2 = dewasa
akhir (> 45
Tahun)
Interval
47
Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
Semisal, umur
manusia dikatakan
lima belas tahun
diukur sejak dia lahir
hingga waktu umur itu
dihitung.
Jenis
kelamin
Jenis kelamin
merupakan perbedaan
antara perempuan
dengan laki-laki
secara biologis sejak
seseorang lahir. Jenis
kelamin berkaitan
dengan tubuh laki-laki
dan perempuan,
dimana laki-laki
memproduksikan
sperma, sementara
perempuan
menghasilkan sel telur
dan secara biologis
mampu untuk
menstruasi, hamil dan
menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi
biologis laki-laki dan
perempuan tidak dapat
dipertukarkan diantara
Kuisioner 1 = laki-laki
2 =
perempuan
Nominal
48
Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
keduanya.
Pendidikan Pengertian pendidikan
dalam arti teknis,
pendidikan adalah
proses dimana
masyarakat, melalui
lembaga-lembaga
pendidikan (sekolah,
perguruan tinggi atau
melalui lembaga-
lembaga lain), dengan
sengaja
mentransformasikan
warisan budayanya,
yaitu pengatahuan,
nilai-nilai dan
keterampilan-
keterampilan, dari
generasi ke generasi.
Kuisioner 1= Pendidikan
Tinggi (SMA,
Perguruan
tinggi)
2=Pendidikan
rendah (Tidak
sekolah,SD,
SMP)
Ordinal
Pola makan Pola makan menurut
beberapa pakar yaitu
cara pemenuhan
kebutuhan zat gizi
yang diperoleh dari
makanan yang
digunakan sebagai
bahan energi tubuh.
Pola makan atau pola
Observasi
hasil
dietary
fiber dari
bagian gizi
klinik
1= tinggi serat
(jika
konsumi
serat > 25
mg per
hari)
2=rendah
serat (jika
Ordinal
49
Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
konsumsi pangan
adalah susunan jenis
dan jumlah makanan
yang dikonsumsi
seseorang atau
kelompok orang pada
waktu tertentu.
konsumsi
serat < 25
mg per
hari)
3. Dependen Variable
Konstipasi Konstipasi
didefinisikan
NANDA sebagai
“keadaan ketika
seorang individu
mengalami perubahan
dalam kebiasaan
defekasi normal yang
dikarakteristikan
dengan penurunan
frekuensi dan/atau
pengeluaran feses
yang keras dan
kering.
Format
pengkajian
defekasi
ROME-III
dan format
observasi
defekasi
1 = tidak BAB
selama 3
hari
2 = tidak BAB
> 3 hari
Ordinal
C. Hipotesis
1. Bahwa pemberian sari kacang hijau hangat efektif untuk mengatasi
konstipasi pada pasien stroke.
2. Bahwa massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No) efektif untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke.
50
3. Bahwa pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) efektif untuk mengatasi
konstipasi pada pasien stroke.
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai desain penelitian, populasi dan
sampel, tempat dilaksanakannya penelitian, waktu dilaksanakannya penelitian,
etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, serta
pengolahan data dan analisa data.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi Eksperimental di mana suatu
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain tanpa randomisasi yang ketat (Notoatmojo, 2010).
Rancangan penelitian ini menggunakan kelompok subyek yang telah
terbentuk secara wajar (teknik rumpun), diawali dengan pre test dan setelah
pemberian intervensi kemudian diadakan post test (Nursalam, 2013). Dengan
skema sebagai berikut:
Skema 4.1 Desain Penelitian
Keterangan :
O1 :
X1 :
Observasi awal sebelum dilakukan intervensi sari kacang hijau hangat
pada kelompok intervensi pemberian sari kacang hijau hangat.
Intervensi pemberian sari kacang hijau hangat selama 2 hari sekali
Kelompok pemberian Sari
Kacang Hijau Hangat
Kelompok Massage Perut
Teknik Huruf Jepang (の= No)
Kelompok Gabungan
O1
O3
X1 O2
O5
X2 O4
X1+X2 O2
:
:
:
52
O2 :
O3 :
X2 :
dilakukan selama 4 minggu.
Observasi setelah dilakukan intervensi pemberian sari kacang hijau
hangat selama 1 minggu sekali selama 4 minggu.
Observasi awal sebelum dilakukan intervensi massage perut teknik
huruf Jepang (の= No) pada kelompok intervensi.
Intervensi massage perut teknik huruf Jepang (の= No) dilakukan
selama 10 – 15 menit selama 2 hari sekali dalam kurun waktu selama
4 minggu.
O4 :
O5 :
X1+2:
O6 :
Observasi setelah dilakukan intervensi massage perut teknik huruf
Jepang (の= No) selama 1 minggu sekali selama 4 minggu.
Observasi awal sebelum dilakukan intervensi gabungan (pemberian
sari kacang hijau hangat dan massage perut teknik huruf Jepang (の=
No)) pada kelompok intervensi gabungan.
Intervensi gabungan (pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut teknik huruf Jepang (の= No)) selama 2 hari sekali
selama 4 minggu.
Observasi setelah dilakukan intervensi gabungan (pemberian sari
kacang hijau hangat dan massage perut teknik huruf Jepang (の= No))
selama 1 minggu sekali selama 4 minggu.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas beberapa contoh obyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Supardi,
2013). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh klien stroke yang
mengalami konstipasi di Rumah Sakit Mayapada yang berjumlah 32 orang.
Dalam penelitian ini calon sampel yang dipilih harus memenuhi persyaratan
inklusi yang telah ditetapkan peneliti. Di mana dari seluruh sampel ini akan
dibagi 3 (tiga) kelompok yang sama besar yaitu kelompok perlakuan dengan
53
pemberian sari kacang hijau hangat. Kelompok perlakuan dengan massage
perut teknik huruf Jepang (の= No) dan kelompok gabungan (dengan
perlakuan pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut teknik huruf
Jepang (の= No)).
Calon sampel dalam penelitian ini adalah dari 27 pasien yang terdiagnosa
stroke terhadap konstipasi di Rumah Sakit Mayapada Tangerang.
Dan hanya 27 orang pasien yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Klien dengan susah BAB lebih dari 3 hari.
2. Klien dengan kesadaran baik.
3. Klien stroke dengan terpasang NGT.
4. Klien dengan bising usus kurang dari 5x/menit.
5. Klien stroke dengan konstipasi yang bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi sampel pada penelitian ini, adalah :
1. Klien stroke yang mengalami penurunan kesadaran.
2. Klien stroke yang tidak kooperatif.
3. Klien stroke yang tidak bersedia menjadi responden.
4. Klien stroke yang memiliki penyakit kronik seperti: gagal jantung,
gagal ginjal, dan kanker.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive
sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pelaksanaan
pengambilan sampel secara purposive ini di mana peneliti mengadakan studi
pendahuluan dengan mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan
populasi (Anggraeni, D.M., & Saryono., 2013). Menentukan besar sampel
(replikasi) untuk rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktoral secara
sederhana dapat digunakan rumus di bawah ini :
54
Dimana: t = banyak kelompok perlakuan
r = jumlah replikasi
(3-1) (r-1) ≥ 15
2 (r-1) ≥15
r ≥ 8,5 dibulatkan menjadi = 9
Jadi jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini masing-masing
kelompok berjumlah 9 responden. Dengan masing-masing kelompok yang
sama besar yaitu kelompok perlakuan dengan pemberian sari kacang hijau
hangat 9 responden. Kelompok perlakuan dengan massage perut teknik huruf
Jepang (の= No) 9 responden, dan kelompok gabungan (dengan perlakuan
pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut teknik huruf Jepang
(の= No) sebanyak 9 responden).
C. Tempat Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Rumah Sakit Mayapada
Tangerang.
D. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai awal Februari sampai akhir
September 2016
(t-1) (r-1) ≥ 15
55
Tabel 4.1
Jadwal Penelitian (Tahun 2016)
Kegiatan
Februari-
April Mei Juni-Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal dan
Uji Proposal
x x x x x x
Uji Validitas x x
Pengumpulan
Data
x x x x
Penyusunan
Hasil
x x x
Sidang Hasil x x
Sidang Tesis x x x
5. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan obyek manusia yaitu pasien stroke yang dirawat
di Rumah Sakit Mayapada Tangerang yang memiliki kebebasan dalam
menentukan dirinya, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia
(Hidayat, 2010). Jumlah pasien yang telah didiagnosa stroke oleh dokter
Rumah Sakit Mayapada berjumlah 32 orang, sedangkan pada tanggal 3 Juni
2016 pada saat dilakukan pengumpulan data demografi kemudian dilakukan
observasi awal, di mana 32 orang pasien yang memenuhi kriteria inklusi, lalu
diambil 27 orang pasien kemudian dikelompokkan dalam tiga kelompok
intervensi. Sebelum penelitian dimulai, peneliti terlebih dahulu menjelaskan
tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada pasien yang
menjadi responden. Kemudian keluarga pasien mewakili pasien
menandatangani surat persetujuan menjadi responden dengan mengisi
informed consent, dan 27 pasien menyetujui untuk berperan serta dalam
penelitian ini (Polit & Beck tahun 2006 dalam Novarenta 2013).
56
Penelitian ini menjunjung tinggi prinsip etika penelitian yang merupakan
standar etika dalam melakukan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Self determination
Para pasien diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau
tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela dan tanpa
paksaan dari peneliti setelah mendapat penjelasan.
2. Privacy
Peneliti menjaga kerahasiaan semua data dan informasi yang telah
disampaikan oleh pasien sebagai responden dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian.
3. Anonymity
Selama kegiatan penelitian berlangsung, nama responden tidak
digunakan dan sebagai gantinya peneliti menggunakan kode untuk
masing-masing pasien dengan kode yang berbeda.
4. Confidentiality
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas pasien dan informasi yang
diberikan pasien. Semua catatan atau data pasien disimpan sebagai
dokumentasi peneliti setelah penelitian berakhir.
5. Protection from discomfort
Pasien dikondisikan dalam keadaan bebas dari rasa tidak nyaman, pasien
diberi penjelasan terlebih dahulu sebelum penelitian, kemudian pada saat
pelaksanaan penelitian posisi tidur tetap dikontrol kenyamanannya,
dengan melibatkan dua asisten untuk fokus mengawasi antara 2-4 pasien
di masing-masing kelompok intervensi dan memastikan bahwa
kenyamanan pasien terjaga selama intervensi dilaksanakan. Dan
melakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap minyak gosok yang akan
digunakan untuk memijat perut untuk menghindari terjadinya alergi pada
pasien.
6. Benefience
Dengan dilaksanakannya prosedur ini pasien berpotensi untuk
mendapatkan manfaat dari prosedur yang diberikan baik pemberian sari
57
kacang hijau hangat, massage perut teknik huruf Jepang (の= No) atau
yang gabungan. Pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut
teknik huruf Jepang (の= No) merupakan tindakan keperawatan yang
non invasive, diharapkan tidak menimbulkan resiko cidera atau efek
samping maka dengan dilakukannya pengawasan melibatkan asisten
diharapkan dapat menjaga rasa aman dan nyaman pasien selama
dilakukan intervensi.
7. Justice
Pasien berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan baik sebelum,
selama, dan, setelah berpartisipasi dalam penelitian. Semua pasien tetap
menjalankan terapi standar (terapi dari dokter). Pasien yang bergabung
dalam kelompok intervensi mendapatkan tambahan terapi berupa
pemberian sari kacang hijau hangat, massage perut teknik huruf Jepang
(の= No) atau terapi gabungan (Pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut teknik huruf Jepang (の= No)) selama 2 hari sekali dalam
4 minggu.
F. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah berupa kuisioner yang baku
dan sudah digunakan pada penelitian sebelumnya mengenai “prevalensi
konstipasi dan faktor risiko konstipasi pada anak” di daerah Bali oleh Floria
Eva. Dan adapun peralatan yang akan digunakan dalam perlakuan pada
kelompok perlakuan pemberian sari kacang hijau hangat yaitu berupa
peralatan makan seperti (sendok, gelas ukur, gelas) termo air raksa, dan pada
kelompok perlakuan massage yaitu menyiapkan minyak telon sebagai alat
untuk perlakuan massage, serta lembar pengumpulan data. Pengumpulan data
yang diisi oleh peneliti yang memuat informasi mengenai karakteristik usia,
jenis kelamin, pendidikan, pola makan. Diawal penelitian, minggu ke-1,
minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 selama penelitian berlangsung.
58
Uji validitas artinya sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur
suatu data. Sedangkan reliabilitas yaitu suatu ukuran yang menunjukkan
sejauh mana hasil penelitian tetap konsisten bila dilakukan 2 kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang sama (Kemenkes RI 2013).
G. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pelaksanaan penelitian eksperimen dijelaskan secara rinci untuk
melihat desain yang digunakan, pengamatan, perlakuan dan garis waktu
kegiatan (Prof. Dr. Buchari tahun 2003). Dibawah ini merupakan beberapa
prosedur dalam pengambilan data :
1. Sebelum pengumpulan data dilakukan dengan terlebih dahulu
proposal penelitian diujikan di depan Tim Penguji Tesis Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
2. Selanjutnya mengajukan surat ijin penelitian dari Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
3. Uji kelayakan oleh Komite Etik dari Falkutas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
4. Prosedur ijin dilakukan dengan pengajuan ijin yang ditujukan kepada
Direktur Rumah Sakit Mayapada Tangerang pada bulan April 2016
sebagai tempat kegiatan penelitian.
Kemudian peneliti membentuk Tim Peneliti yang terdiri dari peneliti utama
dan dua orang asisten peneliti yaitu perawat yang bertugas di Rumah Sakit
Mayapada Tangerang dengan kualifikasi S1 Keperawatan Ners, di mana
tugas dari asisten peneliti hanya mendampingi peneliti setiap melaksanakan
intervensi pada masing-masing kelompok untuk menjaga agar intervensi
berjalan dengan fokus, dan untuk menjaga hal-hal yang tidak diharapkan
selama intervensi berjalan (seperti kelelahan pada pasien yang menjalani
intervensi ataupun tidak fokus seperti mengajak ngobrol pasien yang lain
dalam proses intervensi berjalan).
59
Menetapkan sampel penelitian yaitu dengan menentukan pasien sesuai
dengan kriteria inklusi di mana pasien yang dirawat di Rumah Sakit
Mayapada Tangerang dari sejumlah 32 responden (pasien perempuan dan
pasien laki-laki) yang terdiagnosa stroke yang memenuhi kriteria inklusi pada
saat dilakukan pengumpulan data. Sehingga pembagian kelompok untuk
masing-masing kelompok intervensi berjumlah 9 orang merujuk pada jumlah
minimal menurut rumus uji hipotesis rerata dua populasi berpasangan.
Kemudian pasien dibagi kelompok intervensi sesuai yang akan dilaksanakan
dengan menjelaskan tentang tujuan, manfaat, resiko, serta prosedur penelitian
serta hak dan kewajiban selama penelitian berlangsung, dan kesediaan
menjadi sampel dalam penelitian dengan persetujuan informed consent yang
telah disetujui dengan tanda tangan sebagai bukti persetujuan menjadi
responden.
Pemberian penjelasan mengenai penelitian mengenai penelitian yang
dilaksanakan dijelaskan secara lisan juga tertulis (terlampir) pada masing-
masing responden sebelum intervensi dilaksanakan. Kemudian bersama
pasien dan juga atas ijin dari perawat di rumah sakit menetapkan kontrak
waktu untuk pelaksanaan intervensi setiap 2 hari sekali. Intervensi pemberian
sari kacang hijau hangat dilaksanakan setiap 2 hari sekali selama 4 minggu
dilaksanakan pada pasien dan dilaksanakan perorangan dengan membimbing
2 responden sekaligus dalam satu waktu. Dan untuk intervensi massage perut
teknik huruf Jepang (の= No) dan gabungan dilakukan di ruang yang telah
disediakan dilaksanakan setiap 2 hari sekali selama 4 minggu.
Selama intervensi dilaksanakan, pasien diobservasi tentang pelaksanaan dan
juga respon yang terjadi selama intervensi dilaksanakan, jika ada pasien yang
tidak fokus selama intervensi maka akan diingatkan kembali untuk
memfokuskan pada apa yang sedang dilaksanakan. Untuk pencatatan peneliti
tidak melakukan sendiri tetapi dilakukan oleh perawat asisten yang bertugas
setiap 2 hari sekali, setelah dilakukan intervensi dan peneliti mendampingi
60
intervensi yang dilakukan, kemudian dilakukan pendokumentasian dan
rekapitulasi pencatatan secara keseluruhan.
H. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Menurut Notoatmojo tahun 2010, data yang terkumpul diolah dengan
prosedur pengolahan data sebagai berikut :
a. Editing
Hasil dari setiap jawaban dan pemberian sari kacang hijau hangat
yang telah terkumpul kemudian dikoreksi kembali dan selanjutnya
jawaban diberi kode untuk memudahkan analisa data.
b. Coding
Coding data dilakukan oleh peneliti langsung, sebelum peneliti
meninggalkan responden, hal ini dilakukan untuk menghindari
pengukuran dan pengkajian data yang berulang.
c. Tabulasi/Entry Data
Dari hasil coding selanjutnya data dimasukkan pada sistem
pengolahan data dengan menggunakan aplikasi komputer.
d. Cleaning
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan
bahwa data yang telah lengkap dan benar-benar bersih dari
kesalahan serta siap untuk dianalisa.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Melakukan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik
responden yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi. Variable yang dianalisis pada penelitian ini adalah usia,
jenis kelamin, pendidikan dan pola makan.
61
Analisa univariat untuk variabel lama tidak BAB menggunakan
central tendensi (mean, standar deviasi, minimum-maksimum).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisa hubungan antar
variable yang diteliti, dengan analisis ini dapat diketahui pengaruh
pemberian sari kacang hijau hangat. Intervensi massage perut
teknik huruf Jepang (の= No) serta intervensi gabungan
(Pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut teknik
huruf Jepang (の= No)) terhadap konstipasi pada kelompok
intervensi (Hidayat, 2010) dan juga hubungan variable confounding
dengan variable dependen seperti pada table 4.2.
Table 4.2 Analisis Bivariat
No. Variabel Uji Statistik
1 Mengetahui pengaruh
intervensi sari kacang hijau
hangat, massage perut teknik
huruf Jepang (の= No) dan
gabungan dalam mengatasi
konstipasi
Paired T Test
2 Perbedaan lama teratasi
konstipasi pasien stroke dengan
konstipasi sebelum dan sesudah
pada kelompok 1, 2 dan 3
Uji Analisis varian satu
arah (Anova)
3 Hubungan usia, jenis kelamin,
Pendidikan, pola makan dengan
lama teratasi konstipasi (hari)
Regresi linier sederhana
62
c. Analisis Multivariat
Analisis multivariabel merupakan teknik analisis pengembangan
analisis bivariabel. Proses analisis multivariabel dengan
menghubungkan beberapa variabel independent dengan satu
variabel dependent. Analisis ini bertujuan melihat faktor yang
paling besar pengaruhnya terhadap defikasi, uji yang digunakan
adalah regresi linier ganda karena variable dependennya numerik.
Dalam analisis multivariat dengan uji regresi linier ganda, akan
melalui suatu tahapan pemodelan dimana langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
1) Melakukan analisis bivariat untuk menentukan variabel yang
menjadi kandidat model. Masing-masing variabel independen
dihubungkan dengan variabel dependen (bivariat), bila hasil
bivariat mempunyai nilai p<0,25, maka variabel tersebut
masuk dalam model multivariat.
2) Lakukan analisis secara bersamaan, lakukan pemilihan
variabel yang masuk dalam model. Variabel yang masuk
dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai p
value ≤ 0,05. Untuk variabel yang p valuenya > 0,05 dilakukan
pengeluaran dari model satu per satu, dimulai dari variabel
yang p valuenya paling besar. Bila variabel tersebut setelah
dikeluarkan dari model mengakibatkan koefisien dari variabel
yang masih ada dalam model berubah besar (lebih dari 10 %)
maka variabel tersebut dimasukan kembali dalam model dan
dijadikan variable confounding. Lakukan proses ini berulang-
ulang sampai semua variabel yang p valuenya > 0,05 dicoba
dikeluarkan dari model yang akhirnya jadilah model terakhir
multivariat.
3) Untuk melihat variabel yang paling besar pengaruhnya
terhadap variable dependen, maka dilihat nilai OR (nilai Exp
63
B), semakin besar nilai Exp B, maka semakin besar pengaruh
variable tersebut terhadap variabel independen.
Rumus prediksi persamaan regresi logistik adalah (Dahlan, 2011) :
1 1 2 2 ..... n ny a b X b X b X
Keterangan :
a = Konstanta
b1, b2,....bn= Koefisien regresi variabel independen,
X1, X2,....Xn = Koefisien prediktor yang pengaruhinya (nilai
variabel bebas)
Dengan probablilitas :
-y
1P =
(1+e )
Keterangan :
p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian
e = bilangan natural =2.7
y = 1 1 2 2konstanta ..... i ia x a x a x
64
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian mengenai efektifitas pemberian sari kacang
hijau hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No) pada pasien stroke terhadap konstipasi. Penelitian ini dilakukan bulan April
sampai dengan Juli 2016 di RS Mayapada Tangerang. Sampel dalam penelitian ini
adalah 27 pasien yang terdiagnosa stroke dengan konstipasi di Rumah Sakit
Mayapada Tangerang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Dari 27 sampel ini akan dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang sama besar
melalui proses matching, yaitu 9 responden yang diberi perlakuan pemberian sari
kacang hijau hangat, 9 responden massage perut dengan menggunakan teknik
huruf Jepang (の= No) dan 9 responden mendapat intervensi gabungan keduanya.
Hasil penelitian berupa hasil analisis univariat, bivariat dan multivariat untuk
mengetahuai faktor yang paling dominan terhadap lama hari teratasinya konstipasi
pada pasien stroke. Berikut hasil analisa univariat, bivariat dan multivariat akan
disajikan pada tabel berikut ini :
65
A. Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Karakteristik Pasien Stroke Dengan Konstipasi
Di Rumah Sakit Mayapada Tangerang
Variabel Frekuensi (n=27) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 16 59.3
Perempuan 11 40.7
Jumlah 27 100
Usia
< 45 Tahun 10 37
> 45 Tahun 17 63
Jumlah 27 100
Pendidikan
Tinggi 19 70.4
Rendah 8 29.6
Jumlah 27 100
Pola Makan
Tinggi Serat 16 59.3
Rendah Serat 11 40.7
Jumlah 27 100
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa dari 27 pasien pasien stroke dengan
konstipasi sebagian besar yaitu 16 (59.3%) berjenis kelamin laki-laki,
sebagian besar dalam kategori usia > 45 tahun yaitu 17 (63%), berpendidikan
tinggi (> SMA) yaitu 19 (70.4%) dan pola makan tinggi serat yaitu 16
(59.3%).
66
B. Analisa Univariat
Tabel 5.2
Lama Hari Teratasi Konstipasi dan Variabel Confounding
(Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pola Makan)
pada Ketiga Kelompok Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kelompok
Total
Kelompok
I
Kelompok
II
Kelompok
III
Lama Hari
Teratasi
Konstipasi
Sebelum 5.56 hari 6.33 hari 6.11 hari
Sesudah 2.89 hari 3.11 hari 2.67 hari
Usia < 45 Th 5 (50%) 2 (20%) 3 (30%) 10 (100%)
> 45 Th 4 (23.5%) 7 (41.2%) 6 (35,3%) 17(100%)
Jenis
kelamin
Laki-laki 5 (31.25%) 6 (37.5%) 5 (31.25%) 16 (100%)
Perempuan 4 (36.4%) 3 (27.2%) 4 (36.4%) 11 (100%)
Pendidikan Tinggi 5 (26.3%) 6 (31.6%) 8 (42.1%) 19 (100%)
Rendah 4 (50%) 3 (37.5%) 1 (12.5%) 8 (100%)
Pola
makan
Tinggi serat 5 (31.2%) 5 (31.2%) 6 (37.6%) 16 (100%)
Rendah serat 4 (36.4%) 4 (36.4%) 3 (27.2%) 11 (100%)
Berdasarkan tabel 5.2, pada intervensi kelompok I didapatkan rata-rata lama
hari konstipasi sebelum intervensi yaitu 5.56 hari sedangkan rata-rata lama
hari teratasi konstipasi sesudah intervensi yaitu 2.89 hari, dengan usia
responden < 45 th sebanyak 5 responden (50%) dan > 45 th sebanyak 4
responden (23.5%), untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 responden
(31.25%) dan perempuan sebanyak 4 responden (36.4%), pendidikan tinggi
sebanyak 5 responden (26.3%) dan pendidikan rendah sebanyak 4 responden
(50%), serta pola makan tinggi serat sebanyak 5 responden (31.2%) dan
rendah serat sebanyak 4 responden (36.4%).
Pada intervensi kelompok II didapatkan rata-rata lama hari konstipasi
sebelum intervensi yaitu 6.33 hari sedangkan rata-rata lama hari teratasi
konstipasi sesudah intervensi yaitu 3.11 hari, dengan usia responden < 45 th
sebanyak 2 responden (20%) dan > 45 th sebanyak 7 responden (41.2%),
untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 responden (37.5%) dan perempuan
67
sebanyak 3 responden (27.2%), pendidikan tinggi sebanyak 6 responden
(31.6%) dan pendidikan rendah sebanyak 3 responden (37.5%), serta pola
makan tinggi serat sebanyak 5 responden (31.2%) dan rendah serat sebanyak
4 responden (36.4%).
Pada intervensi kelompok III didapatkan rata-rata lama hari konstipasi
sebelum intervensi yaitu 6.11 hari sedangkan rata-rata lama hari teratasi
konstipasi sesudah intervensi yaitu 2.67 hari, dengan usia responden < 45 th
sebanyak 3 responden (30%) dan > 45 th sebanyak 6 responden (35.3%),
untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 responden (31.25%) dan perempuan
sebanyak 4 responden (36.4%), pendidikan tinggi sebanyak 8 responden
(42.1%) dan pendidikan rendah sebanyak 1 responden (12.5%), serta pola
makan tinggi serat sebanyak 6 responden (37.6%) dan rendah serat sebanyak
3 responden (27.2%).
C. Analisa Bivariat
Untuk mengevaluasi pengaruh efektifitas pemberian sari kacang hijau
hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No) pada pasien stroke terhadap konstipasi dilakukan dengan menggunakan
uji beda rata-rata dua kelompok berpasangan (dependen) dimana terlebih
dahulu dilakukan pengujiaan normalitas data secara analitik menggunakan
shapiro wilk test (data jumlahnya < 60 yaitu 27 terbagi menjadi 3 kelompok).
Karena data berdistribusi normal (hasil uji normalitas data terlampir) maka
pengujian secara bivariate menggunakan uji T Dependen. Analisa bivariat
juga digunakan untuk mengetahui variabel konfonding antara kelompok
melalui uji homogenitas melalui uji chi square dan uji anova (uji beda rata-
rata 3 kelompok).
68
Tabel 5.3
Perbedaan Lama Hari Teratasi Konstipasi
Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Ketiga Kelompok
Kelompok Intervensi Mean Standar
Deviasi
Rata-rata
Penurunan
T
Hitung P value
I Sebelum 6,11 1,537
3,444 6,499 0.000 Sesudah 2,67 0,707
II Sebelum 6,33 1,936
3,222 4,143 0.003 Sesudah 3,11 1,054
III Sebelum 5,56 1,509
2,667 4,131 0.003 Sesudah 2,89 1,616
Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata lama hari teratasi konstipasi
sebelum intervensi pemberian sari kacang hijau hangat (Kelompok 1) adalah
6,11 hari dan sesudah intervensi adalah 2,67 hari dengan rata-rata penurunan
3,444 hari. Hasil uji T Dependen diperoleh P value (0.000) < (0,05) dan
thitung(6.499) > ttabel(2.306) maka Ho ditolak artinya ada perbedaaan lama hari
teratasi konstipasi sebelum dan sesudah intervensi pemberian sari kacang
hijau hangat.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata lama hari teratasi konstipasi
sebelum intervensi massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang
(の= No) (Kelompok 2) adalah 6,33 hari dan sesudah intervensi adalah 3,11
hari dengan rata-rata penurunan 3,222 hari. Hasil uji T Dependen diperoleh P
value (0.003) < (0,05) dan thitung(4,143) > ttabel(2.306) maka Ho ditolak
artinya ada perbedaaan lama hari teratasi konstipasi sebelum dan sesudah
intervensi massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No).
Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata lama hari teratasi konstipasi
sebelum intervensi gabungan pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No)
(Kelompok 3) adalah 5,56 hari dan sesudah intervensi adalah 2,89 hari
dengan rata-rata penurunan 2,667 hari. Hasil uji T Dependen diperoleh P
value (0.003) < (0,05) dan thitung(4,131) > ttabel(2.306) maka Ho ditolak
69
artinya ada perbedaaan lama hari teratasi konstipasi sebelum dan sesudah
intervensi gabungan pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut
dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No).
Dari ketiga kelompok intervensi masing-masing memiliki efektfitas dalam
mengatasi lama hari konstipasi, akan tetapi dari ketiga kelompok perlakuan
penurunan angka secara signifikan terjadi pada kelompok pertama yaitu yang
mendapatkan intervensi pemberian sari kacang hijau hangat, dan dapat
disimpulkan bahwa ketiga intervensi ini efektif dalam mengatasi konstipasi.
Tabel 5.4
Hubungan (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pola Makan)
dengan Lama Hari Teratasi Konstipasi
Variabel Lama Hari Teratasi Konstipasi
Pvalue Thitung
Kategori Usia 0,608 0,516
Jenis Kelamin 0.182 1,354
Pendidikan 0,583 0,553
Pola Makan 0,044 2,061
Hasil analisis hubungan kategori usia dengan lama teratasi konstipasi
diperoleh value = 0,608 > (0,05) maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan antara kategori usia dengan lama teratasi konstipasi.
Hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan lama teratasi konstipasi
diperoleh value = 0,182 > (0,05) maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan lama teratasi konstipasi.
Hasil analisis hubungan pendidikan dengan lama teratasi konstipasi diperoleh
value = 0,583 > (0,05) maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan lama teratasi konstipasi.
70
Hasil analisis hubungan pola makan dengan lama teratasi konstipasi diperoleh
value = 0,044 < (0,05) maka Ho ditolak artinya ada hubungan antara pola
makan dengan lama teratasi konstipasi.
Dari hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, dan
pendidikan tidak terdapat hubungan dengan lama teratasi konstipasi.
Sedangkan pola makan terdapat hubungan dengan lama teratasi konstipasi.
71
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan pembahasan tentang bagaimana pengaruh pemberian sari
kacang hijau hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang
(の= No) pada pasien stroke dengan konstipasi di RS Mayapada Tangerang.
A. Karakteristik Responden
1. Usia
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 27 pasien stroke dengan konstipasi
sebagian besar dalam kategori usia > 45 tahun yaitu 17 (63%).
Karakteristik usia responden didominasi oleh usia >40 (75%). Sisanya
adalah responden usia ≤ 40 tahun (25%). Usia merupakan faktor yang
sangat berhubungan dengan proses degeneratif yang berarti penurunan
fungsi pada sistem tubuh manusia termasuk pada sistem pencernaan dan
sitem neurologi (Hikaya, 2014).
Hasil yang sama terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Ginting,
tentang konstipasi pada pasien stroke, dimana rerata usia pasiennya
adalah 55,46 tahun. Hal ini dikarenakan fokus subjek penelitiannya
adalah pasien stroke dimana faktor usia sangat mempengaruhi. Resiko
stroke meningkat pada kelompok usia 45-74 tahun (Denny, 2012).
Menurut Potter & Perry (2006), gerakan peristaltik menurun seiring
dengan peningkatan usia dan melambatnya pengosongan esofagus.
Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perinium dan sfingter
anus sehingga cenderung mengalami konstipasi.
Berdasarkan asumsi peneliti, hasil yang sama ini dikarenakan fokus
subjek penelitian ini adalah pasien-pasien imobilisasi akibat gangguan
72
neurologi yang beresiko mengalami konstipasi. Sehingga pengambilan
sampel berdasarkan pada penyebab imobilisasi yang spesifik yaitu pada
gangguan neurologi.
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 27 pasien pasien stroke dengan
konstipasi sebagian besar yaitu 16 (59.3%) berjenis kelamin laki-laki.
Proporsi jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini
hampir sama, namun proporsi jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dengan jumlah 53%. Secara umum, laki-laki memiliki resiko lebih tinggi
mengalami stroke dibandingkan dengan perempuan. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Yea, Suh, Sien dan Min (2008) di
Taiwan Utara yang melaporkan sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki dengan jumlah 54.1%. Hal yang sama juga dilaporkan
oleh Ones, Yalcinkaya, Toklu dan Caglar (2009) di Istanbul bahwa
proporsi laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 56.81%. Data ini
menunjukkan bahwa proporsi laki-laki yang mengalami stroke lebih
tinggi.
Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan pengaruh hormon pada laki -
laki dan perempuan. Pada laki-laki terdapat hormon testosteron, dimana
hormon ini dapat meningkatkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein),
apabila kadar LDL tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol
dalam darah yang merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
degeneratif seperti stroke (Bull, 2007).
3. Pendidikan
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 pasien pasien stroke dengan
konstipasi sebagian besar berpendidikan tinggi (>SMA) yaitu 19
(70.4%). Sejalan dengan teori yang menyatakan pendidikan seseorang
berhubungan merupakan faktor predisposing (pendorong) yang
73
berhubungan pengatahuan seseorang. Semakin tinggi pengetahuan
seseorang maka akan semakin luas wawasan yang dimilikinya. Walau
demikian, tingkat pendidikan yang rendah tidak berarti pengetahuannya
selalu rendah karena pengetahuan tentang kesehatan tidak hanya
diperoleh dari pendidikan formal. Hal ini sesuai dengan peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal tetapi dapat
juga diperoleh dari pendidikan non formal (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Zamanmania Aceh (2013) menyatakan bahwa Apabila
masyarakat mempunyai pendidikan dan pengetahuan tentang gizi, maka
masyarakat tersebut akan berusaha untuk memenuhi makanan yang
mempunyai nilai gizi yang baik. Pola makan inilah yang berpengaruh
langsung terhadap konstipasi.
4. Pola Makan
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 27 pasien pasien stroke dengan
konstipasi sebagian besar yaitu 16 (59.3%) pola makan tinggi serat.
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan
jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan
kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan
penyakit. (Depkes RI, 2009). Lebih lanjut lagi menurut Zamanmania
Aceh (2013) pola makan merupakan kebiasaan pribadi atau masyarakat
untuk mengkonsumsi makanan pada waktu-waktu tertentu. Pada
umumya pola makan masyarakat Indonesia adalah tiga kali sehari yaitu
pagi, siang dan malam hari.
Penelitian dengan hasil menunjukkan terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh melatarbelakangi kejadian konstipasi pada pasien stroke
yaitu faktor asupan serat kurang dari 25gr/hari (86.40%).
74
Diet, pola, atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses, defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun
mempengaruhinya (Uliyah, dkk, 2008).
Faktor penyebab konstipasi (Smeltzer & Bare, 2008), fisiologis
perubahan pola makan dan makanan yang biasa dikonsumsi, penurunan
motilitas saluran gastrointestinal, dehidrasi, insufisiensi asupan serat,
insufisiensi asupan cairan, pola makan buruk.
B. Rata-Rata Lama Hari Teratasinya Konstipasi dengan Pemberian Sari
Kacang Hijau Hangat pada Pasien Stroke dengan Konstipasi
Dari hasil analisis intervensi dengan pemberian sari kacang hijau hangat
(kelompok 1) didapatkan bahwa rata-rata lama hari teratasi kostipasi sebelum
intervensi pemberian sari kacang hijau hangat adalah 6,11 hari dan sesudah
intervensi adalah 2,67 hari. Hasil analisis menunjukkan P value= 0.000; <
0,05 diketahui bahwa ada perbedaaan lama hari teratasi konstipasi sebelum
dan sesudah intervensi pemberian sari kacang hijau hangat.
Cara penanganan konstipasi seperti makan makanan dengan cukup
kandungan serat dan minum cukup banyak cairan adalah kunci dalam
penanganan konstipasi. Dengan minum cukup air dan makanan berserat akan
membantu pergerakan feses dan membuat feses menjadi lebih lunak.
Peningkatan aktifitas fisik juga akan membantu dalam mengatasi konstipasi.
(UPT yankes ITB, 2008).
Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi farmakologi dan
non-farmakologi. Terapi farmakologi dengan obat laksatif sedangkan terapi
non-farmakologi dengan diet dan perubahan perilaku. Terapi pijat merupakan
bagian dari terapi non-farmakologi (Ferius S, Efar P, Mansur S, Gunardi H.,
2008).
75
Hal ini didukung oleh penelitian Shu-Chen Huang et all (2009) yang berjudul
“In Vitro Interactions on Glucose by Different Fiber Materials Prepared
from Mung Bean Hulls, Rice Bran and Lemon Pomace”, yang menyatakan
bahwa serat yang diolah dari lambung kacang hijau, dedak padi dan lemon
pomace efektif bisa menyerap glukosa, menunda pelepasan glukosa dari pati
dan menghambat aktivitas amilase α-. Semua mekanisme ini mungkin
berfungsi untuk menurunkan tingkat adsorpsi glukosa, sebagai hasilnya
menurunkan konsentrasi glukosa serum postprandial.
Menurut Astawan (2009), Pati pada kacang hijau memiliki daya cerna yang
snagat tinggi yaitu 99,8% sehingga sangat baik dijadikan bahan makanan bayi
dan anak balita yang sistem pencernaanya belum sesempurna orang dewasa
(Untuk meningkatkan daya cerna protein tersebut, kacang hijau harus diolah
terlebih dahulu melalui proses pemasakan, seperti perebusan, pengukusan,
dan sangrai. Kacang hijau juga merupakan sumber serat pangan (dietary
fiber). Kadar serat dalam kacang hijau mempunyai peranan yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya sembelit (susah buang air besar) serta
berbagai penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
C. Rata-Rata Lama Hari Teratasinya Konstipasi dengan Massage Perut
dengan Menggunakan Teknik Huruf Jepang (の= No) pada Pasien
Stroke dengan Konstipasi
Dari hasil intervensi massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang
(の= No) (Kelompok 2) didapatkan bahwa rata-rata lama hari teratasi
konstipasi sebelum intervensi adalah 6,33 hari dan sesudah intervensi adalah
3,11 hari. Hasil analisis diperoleh P value (0.003) < (0,05) menunjukkan ada
perbedaaan lama hari teratasi kostipasi sebelum dan sesudah intervensi
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No).
76
Hal ini sejalan dengan penelitian Sanaya (2014) tentang Pengaruh Massage
Abdomen Terhadap Penurunan Konstipasi Pada Klien Stroke Non Hemoragik
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang dimana hasil analisa
diperoleh bahwa dari 17 responden penelitian menunjukan konstipasi
sebelum dilakukan terapi masase abdomen mayoritas nilai CAS 10 sebanyak
4 responden (23,5%) dan setelah dilakukan terapi masase abdomen mayoritas
nilai CAS 7 sebanyak 5 responden (29,4%). Hasil uji kedua variabel tersebut
menggunakan uji Paired Sample t-test diperoleh p-value =0,001 < 0,05 yang
berarti Terapi masase abdomen berpengaruh terhadap penurunan konstipasi
pada klien stroke non hemoragik.
Mekanisme massage abdominal dapat menurunkan kejadian konstipasi belum
dapat dipahami sepenuhnya, kemungkinan disebabkan oleh adanya efek
kombinasi dari stimulasi dan relaksasi. Tekanan secara langsung pada dinding
abdomen secara berurutan dan kemudian diselingi dengan waktu relaksasi
dengan cepat dapat meningkatkan reflek gastrokolik dan meningkatkan
kontraksi dari intertinal dan rectum (Brooks, et al., 2004, dalam Sinclair,
2010). Massage abdominal dapat menurunkan konstipasi melalui beberapa
mekanisme yang berbeda-beda antara lain dengan: menstimulasi sistem
persyarafan parasimpatis sehingga dapat menurunkan tegangan pada otot
abdomen, meningkatkan motilitas pada sistem pencernaan, meningkatkan
sekresi pada sistem intestinal serta memberikan efek pada relaksasi sfingter
(Lamas, 2009 dalam Sinclair, 2010).
Aktivitas massage meningkatkan peristaltik usus (Potter & Perry, 2006).
Dalam hal ini pengaruh perilstastik melalui sistem sirkulasi akan terjadi
penjalaran potensial aksi di sepanjang serat terminal, maka proses
depolarisasi meningkatkan permeabilitas membran serat saraf terhadap ion
kalsium, sehingga mempermudah ion ini berdifusi ke varikositas saraf. Disini
ion kalsium berinteraksi dengan vesikel sekretori yang letaknya berdekatan
dengan membran, sehingga vesikel ini bersatu dengan membran dan
77
mengosongkan isinya keluar dan akhirnya disekresikan asetilkolin. Dengan
dihasilkannya asetilkolin akan memicu gerakan peristaltik dan relaksasi
sfingter yang akan mempermudah pengeluaran isi usus melalui proses
defekasi (Guyton & Hall, 2008).
Menurut teori Potter and Perry (2006) isi usus adalah stimulus utama untuk
terjadinya kontraksi produk dan buangan gas memberikan tekanan pada
dinding kolon. Lapisan otot meregang, menstimulasi reflek yang
menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltik massa, mendorong makanan
yang tidak tercerna menuju rektum. Gerakan peristaltik dapat dirangsang
dengan melakukan massage.
Salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
mengatasi masalah konstipasi adalah dengan melakukan massage abdominal.
Massage abdominal merupakan intervensi yang efektif untuk mengatasi
konstipasi tanpa menimbulkan efek samping (Sinclair, 2010).
D. Rata-Rata Lama Hari Teratasinya Konstipasi dengan Intervensi
Gabungan (Pemberian Sari Kacang Hijau Hangat dan Massage Perut
dengan Menggunakan Teknik Huruf Jepang (の= No)) pada Pasien
Stroke dengan Konstipasi
Dari hasil intervensi gabungan (pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No))
didapatkan bahwa rata-rata lama hari teratasi konstipasi sebelum intervensi
gabungan pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) (Kelompok 3) adalah 5,56 hari
dan sesudah intervensi adalah 2,89 hari.
Terapi gabungan ini efektif mengatasi konstipasi, terapi ini merupakan terapi
komplementer dimana banyak mempunyai manfaat salah satunya untuk
melancarkan sistem pencernaan/konstipasi. Dengan terapi gabungan ini akan
78
diperoleh manfaat yang lebih, dietary fiber dapat diperoleh dengan asupan
sari kacang hijau dan stimulus dari luar diperoleh dengan massage.
Hal ini sejalan penelitian Kristian (2015) yang menyimpulkan bahwa terapi
akupresure bersamaan dengan mengkonsumsi buah dan sayuran tinggi serat
dalam mengatasi konstipasi pada klien stroke yang mengalami tirah baring
lama di RSPAD Gatot Soebroto mendapatkan hasil 100% mengalami BAB
setiap harinya 1-2 kali, bising usus normal 15x/menit, feses normal tidak
fekalit.
E. Intervensi yang Paling Efektif
Dari ketiga kelompok perlakuan masing-masing memiliki efektfitas dalam
mengatasi konstipasi. Pada intervensi pemberian sari kacang hijau hangat
hasil analisis diketahui bahwa ada perbedaaan lama hari teratasi kostipasi
sebelum dan sesudah intervensi pemberian sari kacang hijau hangat diperoleh
(P value= 0.000; < 0,05), pada intervensi massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) hasil uji T Dependen diperoleh P
value (0.003) < (0,05), hasil analisa intervensi gabungan (pemberian sari
kacang hijau hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik huruf
Jepang (の= No)) dengan uji T Dependen diperoleh P value (0.003) < (0,05).
Akan tetapi dari ketiga kelompok perlakuan, penurunan angka secara
signifikan terjadi pada kelompok pertama yaitu yang mendapatkan intervensi
pemberian sari kacang hijau hangat dengan (P value= 0.000; < 0,05).
79
F. Faktor yang paling berpengaruh dalam lama hari teratasinya konstipasi
pada pasien stroke (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pola Makan)
dengan Lama Teratasi Konstipasi
1. Usia
Hasil analisis hubungan kategori usia dengan lama teratasi
konstipasi diperoleh Pvalue = 0,608 > (0,05) maka Ho diterima artinya
tidak ada hubungan antara kategori usia dengan lama teratasi konstipasi.
Pada usia ini pasien stroke masuk ke dalam kategori usia
pertengahan (middle age) dan lanjut usia (elderly). Constantinides (1994)
dalam Maryam dkk (2008) pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Untuk sistem pencernaan pada usia lanjut terjadi
perubahan berupa penurunan fungsi absorpsi, penurunan peristaltik usus.
Oleh karena itu pengkajian dan perhatian dalam perawatan sangatlah
diperlukan pada saat merawat pasien stroke khususnya pasien yang
masuk ke dalam kategori lanjut usia.
2. Jenis Kelamin
Hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan lama teratasi konstipasi
diperoleh value = 0,182 > (0,05) maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan lama teratasi konstipasi.
Penelitian Nuzulul (2011) mengenai kasus konstipasi yang umumnya
terjadi dan diderita pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Dan ternyata,
wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan
perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring
bertambahnya umur, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen
wanita dan pria 26 persen.
80
Faktor hormonal karena telah dilaporkan bahwa gejala IBS sering
muncul pada wanita yang sedang menstruasi. Dari sini keluar pemikiran
hormon reproduksi dapat meningkatkan gejala konstipasi Guyton, A.C.,
& Hall, J.E. (2008).
3. Pendidikan
Hasil analisis hubungan pendidikan dengan lama teratasi konstipasi
diperoleh value = 0,583 > (0,05) maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan lama teratasi konstipasi.
Penelitian serupa dilakukan oleh Zulfa (2012) yang menyatakan tidak
ditemukan adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan
tingkat pengetahuan tentang stroke (P=0,161) pada kelompok usia di atas
35 tahun di RW 09 Kelurahan Cirendeu Kecamatan Ciputat Timur tahun
2012.
Berarti tingkat pendidikan individu yang semakin baik belum tentu dapat
membuat pengetahuan mereka tentang stroke menjadi lebih baik. Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti memang masih
rendahnya kesadaran untuk mendapatkan informasi yang lebih tentang
stroke. Pengetahuan tentang stroke juga dapat dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor seperti riwayat stroke dikeluarga yang akan membuat
pengetahuan mereka bisa lebih baik.
Menurut peneliti, pasien stroke dengan tingkat pendidikan tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang baik untuk mencari dan memahami
informasi mengenai perawatan penyakitnya sehingga pasien dapat
mengontrol penyakitnya. Hubungannya dengan konstipasi, dengan
pendidikan yang tinggi diharapkan bahwa pengetahuan pasien stroke
81
tentang permasalahan yang sering dialami pasien stroke seperti
konstipasi dapat diatasi.
4. Pola Makan
Hasil analisis hubungan pola makan dengan lama teratasi konstipasi
diperoleh Pvalue = 0,044 < (0,05) maka Ho ditolak artinya ada
hubungan antara pola makan dengan lama teratasi konstipasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Astinal Eka, S (2011) di RSUP H.Adam
Malik, dapat diketahui bahwa dari 60 penderita konstipasi, ada 7 orang
(11,7%) mengalami konstipasi dengan tinggi serat, 333 orang (55%)
dengan baik serat dan 20 orang (33,3%) dengan kurang serat. Sebagai
kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pola
makanan berserat dengan kejadian konstipasi Serat penting artinya bagi
kesehatan sistem pencernaan dan mencegah sembelit. Serat juga
membantu menjaga kadar gula darah. Ada dua macam serat, yaitu serat
yang terlarut dan tak larut. Serat terlarut ditemukan dalam makanan
semisal apel, pir, havermut (oat), gandum hitam, dan polong-polongan.
Serat membantu kenyang lebih lama dan menjaga pelepasan gula yang
stabil kedalam darah. Serat tak terlarut yang ditemukan didalam kacang-
kacangan, buah, sayuran hijau, kacang india, dan sereal whole-grain
membantu pergerakan makanan melalui sistem pencernaan dan
mencegah sembelit (Campbell, 2006).
Serat makanan adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna
secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat terserap di saluran
pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas
berbagai substansi yang kebanyakan adalah karbohidrat kompleks. Rata-
rata negara di dunia ini menetapkan sebanyak 25-30 gram kebutuhan
akan serat setiap harinya (Akmal, dkk, 2010).
82
Meskipun rata-rata asupan serat pasien kurang dari yang dianjurkan,
namun ternyata mempengaruhi pola eliminasi defakasi pasien. Massa
feses dipengaruhi oleh asupan serat dalam makanan (Kozier & Erb,
2009).
Serat yang tidak dicerna akan menyerap air, membantu menembah massa
feses dan melunakkan feses sehingga mempercepat pasase intestinal.
Keseimbangan diit tinggi serat diperlukan untuk menstimulasi peristaltik
usus, selain itu serat juga mempengaruhi konsistensi dari feses dimana
diit tinggi serat menjadikan feses menjadi lunak (Carpenito, 2009).
G. Kaitan Konsep Teori Henderson dengan Penelitian
Berikut ini beberapa konsep utama dalam teori Henderson mencakup
manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan. Henderson melihat
manusia sebagai individu yang membutuhkan bantuan untuk meraih
kesehatan, kebebasan, atau kematian yang damai, serta bantuan untuk meraih
kemandirian. Menurut Henderson, kebutuhan dasar manusia terdiri atas 14
komponen yang merupakan komponen penanganan perawatan. Salah satu
komponennya adalah mengenai “membuang kotoran tubuh”.
Jika individu selalu mengalami konstipasi maka secara kaitan konsep teori
Henderson individu tersebut kebutuhan dasar manusianya tidak terpenuhi
dengan baik terutama pada komponen “membuang kotoran tubuh”. Namun
dari ketiga kelompok intervensi masing-masing memiliki efektfitas dalam
mengatasi konstipasi dengan nilai P value masing-masing kelompok
pemberian sari kacang hijau hangat P value= 0.000; < 0,05, massage perut
dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) P value (0.003)
< (0,05), dan intervensi gabungan (pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No)) P value
83
(0.003) < (0,05). Sehingga dapat disimpulkan kebutuhan dasar manusia pada
individu tersebut terpenuhi dengan baik.
H. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan antara lain:
1. Sampel
Pada penelitian ini, jumlah sampel mencukupi walaupun hanya pada
batas minimal jumlah responden. Namun, responden pada penelitian
ini terbatas pada pasien stroke yang menjalani rawat inap sedangkan
yang rawat jalan tidak. Hal ini menjadi kendala dalam proses
pengambilan data dikarenakan oleh kondisi pasien rawat inap yang
kurang memungkinkan untuk dilakukan intervensi, pasien yang
dirawat inap dalam masa perawatan intensive, dalam kondisi kurang
baik secara tingkat kesadaran, klien stroke yang tidak kooperatif, dan
ada beberapa klien stroke yang memiliki penyakit penyerta seperti
gagal jantung.
2. Metode Recall 24 Jam
Metode ini memang rekomendasi dari WHO untuk menggambarkan
pola makan seseorang, namun untuk pasien stroke dengan
keterbatasan memori mengingat (fungsi kognitif) hal ini sulit
dilakukan. Pasien harus berusaha keras mengingat apa yang dia
konsumsi 24 jam terakhir. Disini peran keluarga yang mendampingi
sangat diperlukan untuk membantu pasien mengingat konsumsi
makanan.
84
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini telah mengidentifikasi karakteristik responden berupa usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pola makan. Rata-rata usia responden
stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi pemberian sari kacang
hijau hangat adalah < 45 tahun, jenis kelamin responden stroke dengan
konstipasi yang mendapat intervensi pemberian sari kacang hijau hangat
paling banyak adalah laki-laki yaitu 5 orang (31.25%), tingkat pendidikan
responden stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi pemberian
sari kacang hijau hangat paling banyak berpendidikan tinggi yaitu 5 orang
(26.3%). Responden stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi
pemberian sari kacang hijau hangat dengan pola makan tinggi serat
sebanyak 5 orang (31.2%).
Rata-rata usia responden stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) adalah >
45 tahun, jenis kelamin responden stroke dengan konstipasi yang mendapat
intervensi massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の=
No) paling banyak adalah laki-laki yaitu 6 orang (37.5%), tingkat
pendidikan responden stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) paling
banyak berpendidikan tinggi yaitu 6 orang (31.6%). Responden stroke
dengan konstipasi yang mendapat intervensi massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) dengan pola makan tinggi serat
sebanyak 5 orang (31.2%).
85
Rata-rata usia responden stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi
pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) adalah > 45 tahun, jenis
kelamin responden stroke dengan konstipasi yang mendapat intervensi
pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) paling banyak adalah laki-laki
yaitu 5 orang (31.25%), tingkat pendidikan responden stroke dengan
konstipasi yang mendapat intervensi pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) paling
banyak berpendidikan tinggi yaitu 8 orang (42.1%). Responden stroke
dengan konstipasi yang mendapat intervensi massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) dengan pola makan tinggi serat
sebanyak 6 orang (37.6%).
1. Terdapat perubahan lama hari teratasinya konstipasi sebelum dan
sesudah intervensi pemberian sari kacang hijau hangat.
2. Terdapat perubahan lama hari teratasinya konstipasi sebelum dan
sesudah intervensi massage perut dengan menggunakan teknik huruf
Jepang (の= No).
3. Terdapat perubahan lama hari teratasinya konstipasi sebelum dan
sesudah pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut dengan
menggunakan teknik huruf Jepang (の= No).
4. Metode pemberian sari kacang hijau hangat lebih efektif dalam
mengatasi konstipasi pada pasien stroke.
B. Saran
1. RS. Mayapada Tangerang
a. Terapi pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut
dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) diharapkan
dapat menjadi sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam
86
mengatasi masalah konstipasi pada pasien stroke. Hal ini bisa
dijadikan pertimbangan oleh pengambil keputusan di unit pelayanan
untuk dapat menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan terapi pemberian sari kacang hijau hangat dan massage
perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) di ruangan
rawat inap.
b. Terapi pemberian sari kacang hijau hangat dan massage perut
dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= No) terbukti sangat
efektif dalam mengatasi masalah konstipasi pada pasien stroke, maka
disarankan agar terapi ini dapat menjadi salah satu intervensi mandiri
keperawatan yang dapat dilakukan perawat untuk terapi non
farmakologis, dan menjadi salah satu SOP, SAK dalam perawatan
pasien stroke dengan permasalahan konstipasi.
2. Perawat Pelaksana
a. Perawat di tatanan rumah sakit dapat bekerja sama dengan bagian
gizi dalam pemberian sari kacang hijau hangat dan rehabilitasi medik
dalam massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang
untuk memberikan intervensi lebih lanjut pada pasien stroke yang
mengalami masalah konstipasi.
b. Perawat spesialis KMB dapat berperan sebagai inisiator dalam
program penanganan untuk masalah konstipasi pasien stroke
berbasis penelitian. Kedepannya, diharapkan perawat spesialis KMB
juga dapat menjadi konselor bagi pasien stroke dan keluarga dalam
pencegahan konstipasi seperti konsulatsi pola makan. Selain itu,
diharapkan perawat spesialis KMB dapat mengembangkan suatu
model asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien stroke
terkait terapi non farmakologi dalam penanganan konstipasi.
c. Perawat hendaknya melibatkan keluarga dalam manajemen
pengobatan dan perawatan pasien. Hal ini dilakukan agar keluarga
termotivasi untuk senantiasa memberikan dukungan pada pasien
87
dalam menjaga pola makan sehingga mencegah terjadinya
konstipasi.
d. Bagi perawat dan tim kesehatan lainnya sebaiknya diperhatikan
kebutuhan diet serat dan cairan setiap pasien stroke juga dilatih
olahraga secara teratur.
3. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai evidence base
practice dan memasukkan kedalam sub pokok bahasan manajemen
keperawatan dan keperawatan KMB khususnya materi tentang terapi non
farmakologi bagi pasien stroke dalam upaya mengatasi konstipasi.
4. Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan menjadi data dasar untuk penelitian berikutnya
khususnya mengenai penanganan masalah yang timbul pada pasien
stroke berupa konstipasi. Dan penelitian selanjutnya tidak hanya
menggunakan metode kuantitatif tetapi juga kualitatif untuk
mendapatkan informasi yang mendalam dengan mix methods. Selain itu
diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang lebih besar
dan menggunakan kontrol yaitu pasien yang tidak diberikan terapi
farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, S.A., & Isezuo, S.A. (2012). Health related quality of life of stroke
survivors: Experience of a Stroke Unit. International Journal of Biomedical
Science.
Agustina Kholisa, Dafid Arifiyanto, (2015). Pengaruh Mobilitas Fisik Terhadap
Kejadian Konstipasi Pasien Stroke di RSUD Kabupaten Pekalongan.
Diakses tanggal 05 Agustus 2016 dari http://www.e-skripsi.stikesmuh-
pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=show_detail&id=871.
Aindrawati, Kartika; Dewi, Rahayu (2014). Pengaruh Penyuluhan Gizi Terhadap
Sikap Pola Asuh Gizi Orang Tua Anak Usia Dini (AUD) Di TK Idhata
Unesa. E-Journal Boga. 03 (01). Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Akmal, M. Zely, I. (2010). Ensiklopedi Kesehatan Untuk Umum. Yogyakarta : Ar-
ruzz Media.
Alimul Hidayat A.A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif,
Jakarta : Heath Books.
Alligood, M. R. & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. 6th ed.
Missouri : Mosby.
Anggraeni, D.M., & Saryono. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Arisman. (2007). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Astawan, M. (2009). Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta :
Balitbang KemenKes RI.
Baliwati, A. (2009). Pengantar Ilmu Gizi. Yogjakarta : Liberty.
Batticaca, Fransisca B,. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Bull, Eleanor. (2007). Simple Guide : Kolesterol. Penerbit Erlangga Jakarta.
Campbell N.A. Mitchell LG, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. (2006). Biology, 5th
ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword City,
England.
Carpenito. (2009), Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, EGC;
Jakarta.
Dahlan, Sopiyudin. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.
Jakarta : Salemba Medika.
Denny. (2012). Pengaruh Pemberian Terapi Air Putih 500 Ml pada Pagi Hari
terhadap Kejadian Konstipasi pada Pasien Imobilisasi Akibat Gangguan
Sistem Musculoskeletal. Thesis, Universitas Indonesia.
DepKes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes RI.
Deraz and Khalil. (2008). Strategies to Improve Protein Quality and Reduce
Antinutritional Factors in Mung Bean. Diakses tanggal 25 April 2016 dari
globalsciencebooks.info.
Dewanto, George. (2009). Panduan Praktis Diagnosa & Tatalaksana Penyakit Saraf.
Jakarta : EGC.
Diananda R. (2007). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati.
Djojoningrat, D,. 2009. Dispepsia Fungsional. In : Sudoyo, AW., Setiyohadi,
B,.Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dwi Siswoyo. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pers.
Evelyn C, Pearce. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Feigin, V. (2006). Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Ferius S, Efar P, Mansur S, Gunardi H. (2008). Pengaruh Pijat Bayi Menggunakan
Minyak Mineral atau Minyak Kelapa terhadap Kenaikan Berat Badan pada
Neonatus Aterm. Sari Pediatri.
Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Ke-22. Jakarta: EGC
Gardiarini, Praseptia. (2010). Pola Defekasi Mahasiswi Kaitannya dengan Asupan
Serat dan Cairan serta Aktifitas Fisik. Diakses tanggal 19 Februari 2016.
Dari : http://eprints.undip.ac.id/24866/
Gerai. (2013). Gastroenterologi : Kenali Jenis Konstipasi dan Tentukan Terapi.
Farmacia.
Grace, Pierce A dan Barley, Neil R. (2007). At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta
: Erlangga.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta
: EGC.
Health Care University Japan. (2015). Diakses tanggal 15 April 2016 dari
http://www.skincare-univ.com/article/002123/
Heltty. (2008). “Pengaruh Jus Kacang Hijau terhadap Kadar Hemoglobin dan
Jumlah Sel Darah Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker
dengan Kemoterapi”. Diakses tanggal 18 April 2016 dari FIK : UI.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi
2012-2014. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Hermawanto, Hery. (2010). Menyiapkan Karya Tulis Ilmiah Panduan untuk
Menyusun Karya Tulis Ilmiah di Bidang Kesehatan. Jakarta : TIM.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Hikaya, Rosdian Indawahyuni. (2014). Efektifitas Pemberian Terapi Air Pada Pagi
Hari Terhadap Kejadian Konstipasi Pada Pasien Imobilisasi Akibat
Gangguan Sistem Neurologi. Dikases tanggal 25 Juli 2016 dari
http://eprints.ung.ac.id/id/eprint/12443
http://www.kamusbesar.com/51940/jeniskelamin. Diakses pada tanggal 15 April
2016.
Hungu. (2007). Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta : Penerbit Grasindo.
Iqfadhilah. (2016). Konstipasi. Diakses tanggal 05 Agustus 2016 dari
http://www.idmedis.com/2016/02/penyebab-konstipasi-susah-bab-dan-
cara.html
Journal Eduhealth. (2012). Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian
Konstipasi pada Lansia di Dusun Tambakberas Desa Tambakrejo
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang. Diakses tanggal 11 Desember
2015. Dari : http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/eduhealth
/article/view/123
Journal of Food and Drug Analysis. (2009). In Vitro Interactions on Glucose by
Different Fiber Materials Prepared from Mung Bean Hulls, Rice Bran and
Lemon Pomace. Diakses tanggal 11 Desember 2015. Dari :
http://search.proquest.com/openview/e9750085871830265c01adf00d0b95fb
/1.pdf?pq-origsite=gscholar
Khomsan, A. (2006). Solusi Makanan Sehat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Koesoema, Doni. (2010). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta : Grasindo.
Kozier, Erb. (2009).Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5.Jakarta:
EGC.
Kristian. (2015). Terapi Akupresure Dalam Mengatasi Konstipasipada Pasien Stroke
Yang Mengalami Tirah Baring Lama Pada Pasien Stroke.Program studi
Ners. Fakultas Ilmu Kesehatan. Jakarta :Universitas Esa Unggul.
Krug, G., Otr, L., & Mccormack, G. (2009). Occupational Therapy : Evidence-Based
Interventions for Stroke.
Lamas, K., Lindholm, L., Stenlund, H., Engstro, B., Jacobsson, C. (2009). Efects of
Abdominal Massage in Management of Constipations. International
Journal of Nursing Studies. Diakses tanggal 15 April 2016 dari
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19217105
Marrelli, T.M. (2007). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Editor : Egi Komara
Yudha. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Maryam, S., Ekasari M.F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I.,. (2008). Mengenal
Usia Lanjut dan perawatannya. Salemba Medika.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2007). “Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan
Aplikasi” .Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nina. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta
: Salemba Medika.
Nuzulul. (2011). Askep Konstipasi. Diakses tanggal 20 April 2016 dari
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35845kep%20
Pencernaan-Askep%20Konstipasi.html#popup.
Ones, K., Yalcinkaya, E. Y., Toklu, B. C., & Caglar, N. (2009). Effect of Age,
Gender, and Cognitive, Functional and Motor Status on Functional
Outcomes of Stroke Rehabilitation. Neuro Rehabilitation, 25, 241-249.
Pinzon, Rizaldy & Laksim Asanti. (2010). AWAS STROKE! – Pengertian, Gejala,
Tindakan, Perawatan, dan Pencegahan. Yogyakarta : ANDI.
Polit, D F., & Beck, C.T. (2006). Essentials of Nursing Research: Methods,
appraisal, and utilization (6th
ed). Philadelphia: Lippincot Williams &
Walkims
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan
praktik. Jakarta : EGC.
Priyonoadi Bambang. (2008). Sport Massage. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Keolahragaan.
Prof. Dr. Buchari, dr. MPH. (2012). Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah
Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Rahayu, Sri, dkk. (2014). Hubungan Frekuensi Stroke Dengan Fungsi Kognitif Di
RSUD Arifin Achmad.
Rahman, T., dan Agustina, W. (2010). Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Gula
Terhadap Sifat Risiko Kimia Susu Kental Manis Kacang Hijau. Bandung :
Universitas Parahyangan.
Roesli, U. (2009). Pedoman Pijat Bayi. Jakarta : Trubus Agriwidya, Anggota IKAPI,
MBA, CIMI, dan Jhonson and Jhoson.
Sanaya, Andrea Aji (2014). Pengaruh Masase Abdomen terhadap Penurunan
Konstipasi pada Klien Stroke Non Hemoragik di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang. Skripsi. Fakultas ilmu keperawatan Universitas
Islam Sultan Agung Semarang.
Sari, Astinal Eka. (2012). Hubungan Pola Makan Berserat dengan Kejadian
Konstipasi di RSUP H. Adam Malik. Diakses tanggal 28 Januari 2016. Dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31596
Satish SC Rao and Jorge T Go. (2010) Update on the Management of Constipation in
the Elderly: New Treatment Options. Diakses tanggal 31 Januari 2016 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC2920196/US National
Library of Medicine National Institutes of Health
Sinclair, Marybetts L.M.T. (2010). The Use of Abdominal Massage to Treat Chronic
Constipation. Journal of Bodywork & Movement Therapies.. Diakses 12
Desember 2015 dari www.elsevier.com
Singgih, Santoso. (2010). Statistik Multivariat, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS,
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Siregar, A. (2009). Pemberian ASI Ekskusif dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jurnal : Universitas Sumatra Utara.
Smeltzer & Bare . (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2. Philadelphia:
Linppincott William & Wilkins.
Springer Link. (2012). The Treatment of Chronic Constipation in Elderly People.
Diakses tanggal 11 Desember 2015 dari
http://link.springer.com/article/10.2165/00002512-200421140-00002
Suciati. (2010). Pengurutan (Massage). Diakses tanggal 11 Desember 2015 dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KEL
UARGA/197501282001122-SUCIATI/Massage.pdf. Pengurutan (Massage)
Sudarma, Momon. (2008). “Sosiologi untuk Kesehatan”. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, A.W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Vol 4) Jakarta : IPD FKUI.
Sulistyaningsih. (2015). “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kacang Hijau terhadap
Kadar Kolesterol Total pada Wanita Hiperkolesterolemia”. Diakses tanggal
18 April 2016 dari http://eprints.undip.ac.id/47009/
Sulistyoningsih, Hariyani. (2011). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Supardi. (2013) Aplikasi Statistika dalam Penelitian Konsep Statistika yang Lebih
Komprehensif. Jakarta : Change Publication.
Tianshi. (2008). Gaya Hidup Sehat Sejahtera. Yogyakarta : Amadeus.
Tjay dan Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Uliyah, M dan A Hidayat. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk
Kebidanan. Salemba medika. Jakarta.
UPT yankes ITB. (2008). Konstipasi: Penyebab dan Cara Penanganan yang Tepat.
Diakses tanggal 20 April 2016 dari http://yankes.itb.ac.id /?page_id=365.
Vickers A, Zollman C, Reinish JT. (2007). Massage Therapies. West J Med.
Wahjoepramono, Eka Julianta. (2010). Tanya Jawab Tentang Stroke. Jakarta :
Gramedia.
Waluyo, Srikandi. (2009). 100 Questions&Answers Osteoporosis. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo.
Wirakusuma1, E., S. (2007). 202 Jus Buah dan Sayuran. Jakarta : Niaga Swadaya.
Wiwi Hermy Putri, Yusri Dianne Jurnalis, Edison. (2015). Hubungan Status Gizi
dengan Kejadian Konstipasi pada Siswa SD di Kecamatan Padang Barat.
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran. Sumatra Barat :
Universitas Andalas.
Yea, I. L. S., Suh, H. M., Sien, T. C., & Min, C.C. (2008). Quality of Live Among
Older Stroke Patients in Taiwan During The First Year After Discharge.
Journal of Clinical Nursing, 18, 2320-2328.
Zamanmania Aceh. (2013). Hubungan Pendidikan dan Pola Makan. Diakses tanggal
20 April 2016 dari http://zamanmaniaceh.blogspot.co.id/2013/11/
hubungan-pendidikan-dan-pola-makanan_28.html.
Zia-Ul-Haq et al. Biological Research. (2014). Compositional studies and biological
activities of some mash bean (Vigna mungo (L.) Hepper) cultivars
commonly consumed in Pakistan.
Zulfa, Reani. (2012). Hubungan Tingkat Faktor Risiko dengan Pengetahuan Stroke
pada Kelompok Usia diatas 35 Tahun di Rw 09 Kelurahan Cirendeu
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Jakarta : Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yogie Erlangga Haq
Tempat/Tanggal Lahir : Cirebon, 31 Mei 1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Cikalahang No. 02 Blok I RT 003 RW 001
Kecamatan Dukupuntang - Kabupaten Cirebon
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 1 Cikalahang, lulus tahun 1998
2. SLTPN 1 Dukupuntang, lulus tahun 2001
3. SMAN 1 Sumber, lulus tahun 2004
4. S1 Keperawatan – Ners STIKES Mahardika Cirebon, lulus tahun 2009
5. Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, lulus tahun 2016
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Pertama-tama saya selaku peneliti akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu,
nama saya Yogie Erlangga Haq Mahasiswa Program Magister Keperawatan,
Fakultas Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Dengan ini saya selaku peneliti bermaksud melaksanakan
penelitian dengan judul “EFEKTIFITAS PEMBERIAN SARI KACANG HIJAU
HANGAT DAN MASSAGE PERUT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK
HURUF JEPANG (の= NO) PADA PASIEN STROKE DENGAN
KONSTIPASI DI RS MAYAPADA TANGERANG TAHUN 2016”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian sari kacang
hijau hangat dan massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= NO)
pada pasien stroke dengan konstipasi. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
dalam membantu mengatasi konstipasi pada pasien stroke.
Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah para responden mengisi form yang
menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, dengan mencantumkan
nama, usia dan membubuhi tanda tangan yang menyatakan sudah jelas maksud dan
tujuan penelitian ini, dan dengan sukarela menjadi responden penelitian ini tanpa
paksaan apapun, dan tidak menuntut apapun yang terjadi pada saat penelitian
berlangsung ataupun sesudah penelitian.
Prosedur penelitian yang akan dilaksanakan adalah responden pertama kalinya
diminta untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti pada lembar
kuesioner konstipasi dan mengisi riwayat asupan makanan dan minuman harian data
24 jam Food Recall. Setelah itu para responden disiapkan senyaman mungkin diatas
tempat tidur untuk selanjutnya setiap responden akan ditangani oleh perawat/asisten
dalam menjalani intervensi yang akan dilakukan yaitu pada masing-masing
kelompok perlakuan kelompok pemberian sari kacang hijau hangat dengan
menyiapkan peralatan seperti gelas ukur, sendok makan, susu bubuk sesuai diit
pasien yang dikonsumsi setiap hari dan air hangat serta catheter TIP (syringe
disposable yang digunakan untuk pemberian sonde/makan pada responden yang
memiliki gangguan menelan) jika diperlukan, kelompok perlakuan massage perut
dengan teknik huruf Jepang (の= NO) dengan menyiapkan minyak telon yang sesuai
dengan kondisi kulit responden dan memiliki aroma tidak menyengat dan efek rasa
panas yang dapat mengganggu kenyamanan responden dalam menjalani intervensi
yang sedang dilakukan dan kelompok perlakuan gabungan pemberian sari kacang
hijau hangat dan kelompok massage perut dengan teknik huruf jepang (の= NO).
Kemudian masing-masing kelompok akan diberikan perlakuan selama 5-10 menit
dalam setiap tindakan. Dilakukan setiap 2 hari sekali dan diobservasi hasil intervensi
yang sudah dilakukan dalam 1 minggu sekali dan kegiatan ini akan dilakukan selama
4 minggu, untuk mengetahui apakah terdapat hasil yang tepat dalam mengatasi
konstipasi pada pasien stroke setelah diberikan intervensi.
Demikian penjelasan singkat mengenai penelitian yang akan peneliti lakukan, atas
kerjasama dan kesukarelaan bapak/ibu, saya ucapkan terima kasih.
Tangerang, April 2016
Peneliti
Yogie Erlangga Haq
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama Reponden :
Usia :
Nomor Responden :
Tanggal :
Salam sejahtera untuk kita semua.
Dengan ini diinformasikan bahwa akan diadakan penelitian tentang “Efektifitas
Pemberian Sari Kacang Hijau Hangat dan Massage Perut dengan Menggunakan
Teknik Huruf Jepang (の= NO) Pada Pasien Stroke Dengan Konstipasi Di RS
Mayapada Tangerang Tahun 2016”. Saya mengharapkan kesediannya untuk menjadi
responden, informasi dan biodata bapak/ibu sekalian akan dirahasiakan. Setelah
mendapat informasi secara jelas dan saya paham maksud dari penelitian ini, dengan
ini saya menyatakan kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini tanpa
menuntut resiko yang terjadi dan tidak mengharapkan imbalan apapun dari peneliti.
Tangerang, April 2016
Responden
(……………………………………)
Tanda Tangan & Nama Jelas
KUESIONER PENELITIAN
Selamat pagi/siang/sore
Saya adalah mahasiswa tingkat akhir Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Universitas Muhamadiyah Jakarta angkatan Ke–IV tahun 2014. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian.
mengenai “Efektifitas Pemberian Sari kacang hijau hangat dan Massage Perut
Dengan Menggunakan Teknik Huruf Jepang (の= NO) Pada Pasien Stroke Dengan
Konstipasi Di RS Mayapada Tangerang Tahun 2016”. Mohon kesediaan anda untuk
mengisi kuesioner dibawah ini dengan sejujur-jujurnya dan apa adanya sesuai
dengan pengalaman anda. Tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Jawaban
anda dijamin kerahasiaannya. Harap tidak ada pertanyaan yang terlewatkan. Terima
kasih atas partisipasi dan bantuan anda.
Hormat Saya,
Penulis
Yogie Erlangga Haq
INSTRUMENT PENELITIAN
KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE
WAWANCARA DAN OBSERVASI PADA PASIEN
A. DATA DEMOGRAFI (Oleh Peneliti)
1. Inisial Responden : Kode Responden :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Lama hari belum BAB sebelumnya : hari
6. Lama hari belum BAB setelah intervensi minggu ke IV : hari
Minggu I :
Minggu II :
Minggu III :
Minggu IV :
7. Observasi dietary fiber
a. tinggi serat (jika konsumi serat > 25 mg per hari)
b. rendah serat (jika konsumsi serat < 25 mg per hari)
KUESIONER
Petunjuk pengisian:
Diharapkan mengisi jawaban sesuia kolom yang tersedia dan memilih satu jawaban
dengan memberikan tanda (X) pada jawaban yang dipilih.
Riwayat Penyakit (Sesuai Kriteria ROME III)
1. Berapa kali buang air besar (BAB) dalam 1 minggu?
( 1 ) 1x/minggu ( 3 ) >2x/minggu
( 2 ) 2x/minggu
2. Bagaimana bentuk tinja (Berdasarkan The Bristol Stool Form Scale)
( 1 ) Cair (Tipe 7) ( 3 ) Biasa (Tipe 4) ( 5 ) Sangat Keras (Tipe 1)
( 2) Lembek (Tipe 6) ( 4) Keras (Tipe 2)
3. Bagaimana ukuran tinja?
( 1 ) Kecil ( 2 ) Biasa ( 3 ) Besar
4. Apakah ada ungkapan merasa tidak puas setelah BAB (merasa ada sisa tinja)?
( 1 ) Ya (2 ) Tidak
5. Apakah ada ungkapan nyeri saat BAB?
( 1 ) Ya ( 2 ) Tidak
6. Lama riwayat tidak bisa BAB?
( 1 ) < 2 bulan ( 2) > 2 bulan
7. Apakah pada makanan yang diberikan ditambah dengan sayuran?
( 1 ) Ya ( 2 ) Tidak
8. Berapa banyak air putih yang diberikan setiap hari? (takaran gelas ± 250 ml)
( 1 ) < 8 gelas ( 2 ) > 8 gelas
9. Apakah ada buah-buahan yang diberikan setiap hari?
( 1 ) Ya ( 2 ) Tidak
10. Jenis buah apa yang selalu diberikan? Sebutkan….
11. Pada saat susah BAB, apakah ada obat yang diberikan seperti obat pencahar
(obat memperlancar BAB)?
( 1 ) Ya ( 2 ) Tidak
12. Apakah makanan yang diebrikan sehari-hari lebih banyak protein dan
karbohidratnya (ikan, ayam, nasi) dibandingkan sayur atau buah (serat)?
( 1 ) Ya ( 2 ) Tidak
A. Riwayat asupan makanan dan minuman harian. Data 24 jam Food Recall
No Hari Jenis makanan/minuman URT Gram Keterangan
PANDUAN UNTUK KELOMPOK INTERVENSI
SARI KACANG HIJAU HANGAT
A. Persiapan Responden
Menjelaskan prosedur dan tujuan dari pemberian sari kacang hijau
hangat, mengecek kondisi pasien sebelum dilakukan pemberian sari kacang
hijau hangat.
B. Panduan Melakukan Pemberian Sari Kacang Hijau Hangat
1. Responden ditempatkan di tempat tidur senyaman mungkin dengan
posisi semifowler (kemiringan 30-45 derajat).
2. Responden diminta untuk berbaring dengan rileks.
3. Mempersiapkan peralatan untuk memberikan sari kacang hijau hangat
(gelas, sendok, susu bubuk diit pasien) dan air hangat sebanyak 250 ml
dengan suhu 37-42 ºC, jika diperlukan menggunakan catheter tip dalam
pemberiannya .
4. Responden diberikan sari kacang hijau hangat secara bertahap selama 5
menit.
5. Mengobservasi keadaan, reaksi responden sebelum, selama dan sesudah
dilakukan intervensi.
6. Tindakan ini akan dilaksanakan setiap 2 hari sekali dan akan
diobservasi hasil intervensi dalam 1 minggu sekali, selama 4 minggu.
PANDUAN UNTUK KELOMPOK INTERVENSI MASSAGE PERUT
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK HURUF JEPANG (の= NO)
A. Persiapan Responden
Menjelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan yaitu
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= NO),
mengecek kondisi pasien sebelum dilakukan tindakan massage, mengecek
apakah kondisi kulit di area perut responden dalam keadaan baik dan tidak
ada luka.
B. Panduan Melakukan Massage Perut dengan Menggunakan Teknik Huruf
Jepang (の= NO)
1. Responden dibaringkan di tempat tidur senyaman mungkin.
2. Responden diminta untuk berbaring dengan rileks.
3. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan dalam memijat perut
pasien yaitu minyak gosok yang disesuaikan dengan kondisi kulit
responden.
4. Memberi tetesan minyak gosok secukupnya di perut klien di sekitar area
pusar.
5. Tindakan massage yang akan dilakukan pada responden yaitu selama 5 -
10 menit.
6. Mengobservasi keadaan, reaksi responden sebelum, selama dan sesudah
dilakukan intervensi.
7. Tindakan ini akan dilaksanakan setiap 2 hari sekali dan akan diobservasi
hasil intervensi dalam 1 minggu sekali, selama 4 minggu.
PANDUAN UNTUK KELOMPOK INTERVENSI PEMBERIAN SARI
KACANG HIJAU HANGAT DAN MASSAGE PERUT DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK HURUF JEPANG (の= NO)
A. Persiapan Responden
Menjelaskan prosedur dan tujuan dari pemberian sari kacang hijau hangat, dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= NO), mengecek
kondisi pasien sebelum dilakukan pemberian sari kacang hijau hangat dan
massage perut dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= NO).
B. Panduan Melakukan pemberian sari kacang hijau hangat, dan massage perut
dengan menggunakan teknik huruf Jepang (の= NO)
1. Prosedur pemberian sama dengan prosedur diatas pada pemberian sari kacang
hijau hangat.
2. Kemudian responden diistirahatkan selama 30 menit setelah pemberian sari
kacang hijau hangat.
3. Mengkaji respon pasien terlebih dahulu ketika akan memulai tindakan
berikutnya yaitu massage.
4. Responden diminta untuk berbaring dengan rileks.
5. Lakukan prosedur massage perut dengan menggunakan teknik huruf jepang
(の= NO).
6. Mengobservasi keaadaan, reaksi responden sebelum, selama dan sesudah
dilakukan intervensi.
7. Tindakan ini akan dilaksanakan setiap 2 hari sekali dan akan diobservasi hasil
intervensi dalam 1 minggu sekali, selama 4 minggu.