TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1...

153
IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR 8 TAHUN 2006 (Studi Kasus Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Hukum Islam dalam Konsentrasi Methodologi Pemikiran Hukum Islam OLEH: AROFAH NIM: MHI. 16.2.2558 PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Transcript of TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1...

Page 1: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

1

IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR 8 TAHUN 2006

(Studi Kasus Pendirian Rumah Ibadat

di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Hukum Islam dalam Konsentrasi Methodologi Pemikiran Hukum Islam

OLEH:

AROFAH NIM: MHI. 16.2.2558

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Page 2: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

ii

ii

Page 3: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

iii

Page 4: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

iv

iv

Page 5: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

v

MOTTO

Artinya : Katakanlah (Muhammad): "wahai orang-orang kafir! aku tidak akan

menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah

apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah

apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi

penyembah apa yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukku

agamaku."(QS : Al-Kafirun : 1-6)1

1 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam, 2007), hal. 919

Page 6: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

vi

vi

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada :

Almamater tercinta UIN STS Jambi

Ayahku yang terhormat H. M. Thariq Zakaria

Ibuku termulia Hj. Maimunah

Ayah Mertuaku H. M. Yusuf Mu‟az

Ibu Mertuaku Sabti

Istriku tersayang Khomsiyah Nofys

Putri dan Putraku tercinta

Rasyiqa Meisya dan Muhammad Zhafran

Page 7: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

vii

ABSTRAK Arofah (2019) Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pendirian Rumah Ibadat (Studi Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari), Tesis = Program Pascasarjana.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan; (1) Implementasi PBM Tahun 2006 yang di aktualisasikan Pemerintah Daerah dan FKUB Kabupaten Batang Hari dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari. (2) Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari. (3) Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, dan model analisis datanya menggunakan analisis model spradly, melalui analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial ,dan analisis tema budaya, juga dengan berbagai model pengecekan data dan trianggulasi untuk menjadi lebih sempurna nya penelitian ini.

Setelah melalui proses penelitian yang panjang, penelitian ini menemukan, yaitu; (1) implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang zin pendirian rumah ibadat di kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari ternyata sangat memprihatinkan. Banyak terdapat ketimpangan dan ketidaksesuaian seperti apa yang sudah tertulis pada peraturan bersama tersebut. (2) Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari, berjalan sebagaimana yang diharapkan akan tetapi konflik pendirian rumah ibadat cendrung menjadi masalah serius dilingkungan kecamatan Bajubang hal ini disebabkan karena faktor individu dan kepentingan tertentu. (3) Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari adalah dilakukan dengan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap masyarakat, pemerintah, forum kerukunan antar umat beragama serta tokoh-tokoh masyarakat. Penelitian ini merekomendasikan kepada semua kalangan umat Islam, umat dan tokoh-tokoh agama lain, tokoh-tokoh pemuka agama Islam, FKUB Batang Hari, dan para pengelola dan pengurus rumah ibadat, untuk masing-masing bisa berperan aktif dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama dengan diharapkan partisipasinya dalam menjaga toleransi umat beragama di kabupaten Batang Hari.

Kata Kunci = Implementasi Peraturan Bersama, Pendirian Rumah Ibadah

Page 8: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

viii

viii

ABSTRACT

Arofah (2019) Implementation of Joint Regulation of the Minister of Religion and Minister of Home Affairs Number 9 & Number 8 of 2006 Regarding the Establishment of Worship House (Study in Bajubang District, Batang Hari Regency), Thesis = Postgraduate Program.

This study aims to find; (1) Implementation of PBM 2006 which is

actualized by the Government and FKUB Batang Hari Regency in the Construction of Houses of Worship in Bajubang District, Batang Hari Regency. (2) Implications of PBM 2006 for the Establishment of Worship Houses in Bajubang District, Batang Hari Regency. (3) Mechanism of Settlement of problems in the Establishment of Worship Houses in Bajubang Regency, Batang Hari Regency.

This research uses a descriptive qualitative approach. Data collection methods in this study are through observation, interviews and documentation, and data analysis models use spradly model analysis, through domain analysis, taxonomic analysis, component analysis, and cultural theme analysis, also with various data checking and triangulation models to further refine research this.

After going through a long research process, this research found, namely; (1) The implementation of Joint Regulation of the Minister of Religion and Minister of Home Affairs Number 9 and 8 of 2006 concerning zin establishment of houses of worship in Bajubang District, Batang Hari Regency, is very alarming. There are so many imbalances and discrepancies such as what has been written in the joint rules. (2) Implications of PBM 2006 for the Establishment of Houses of Worship in Bajubang District, Batang Hari Regency, proceeded as expected but the conflict over the construction of houses of worship tends to be a serious problem in Bajubang District because this is due to individual factors and certain interests. (3) Mechanism of Settlement of problems in the Establishment of Houses of Worship in Bajubang District, Batang Hari Regency is carried out by approaching the community, the government, a forum for harmony between religious communities and community leaders. This study recommends that all Muslims, followers and other religious leaders, Islamic religious leaders, FKUB Batanghari, and managers and administrators of houses of worship, so that each can play an active role in bringing about harmony among the religious community with the expected participation in maintaining religious tolerance in Batang Hari Regency.

Keywords = Implementation of Combined Rules, Building Houses of

Worship

Page 9: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat allah SWT, yang telah

melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini dengan judul “Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 (Studi Kasus Pendirian

Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)”. Shalawat dan

salam kepada Nabi Muhammad SAW, rahmat sekalian alam.

Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak

menerima bantuan pemikiran, kritikan dan saran dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof.

Drs. H. Hasbi Umar, Ma, Ph.D dan Bapak Dr. Bahrul Ulum, MA selaku

pembimbing I dan II yang telah membimbing penulis, memberi saran serta

masukan yang bersifat konstruktif dalam menyelesaikan tesis ini. Serta

berbagai pihak yang telah memberi perhatian dan bantuan kepada penulis, yang

terhormat:

1. Rektor UIN STS Jambi Bapak Prof. DR. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA, Ph.D yang

telah menyediakan fasilitas selama penulis mengikuti perkuliahan pada

Pascasarjana UIN STS Jambi.

2. Direktur Pascasarjana UIN STS Jambi Bapak Prof. DR. H. Ahmad Husein

Ritonga, MA, yang telah menyediakan fasilitas selama mengikuti perkuliahan

pada Program Pascasarjana UIN STS Jambi

3. Para Guru Besar, Dosen, Karyawan/Karyawati Pascasarjana UIN STS Jambi

yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis

ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana UIN STS Jambi yang telah

memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini,

5. Istriku yang terus bersabar dalam mendampingi penulis dan selalu

memberikan motivasi kepada penulis.

6. Anak-anakku yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Teman-teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi memberi dukungan

Page 10: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

x

x

baik moril maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa masih terdapat kekrangan dalam tesis

ini, untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan

inovatif sangat penulis harapkan dari kesempurnaan tesis ini. Semoga Allah SWT

membalas kebaikannya dan meridhai apa yang telah, sedang dan akan kita

lakukan. Amin ya rabbal 'alamin.

Jambi, Oktober 2019 Penulis Arofah NIM. MHI. 16.2.2558

Page 11: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

xi

DAFTAR ISI Hal.

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii NOTA DINAS ........................................................................................... iii PENGESAHAN PERBAIKAN .................................................................. iv SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ..................................... v MOTTO .................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ..................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................ viii KATA PENGANTAR ................................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................. xii PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................... 12 C. Fokus Penelitian ........................................................... 12 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................. 13

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN ........ 15

A. Landasan Teori ...... ...................................................... 15 1. Pengertian Implementasi ........................................ 17 2. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 .. 19 3. Kerukunan Umat Beragama .................................... 20 4. Forum Kerukunan Umat Beragama ........................ 30 5. Kerukunan Umat Beragama dalam Pendirian

Rumah Ibadah .. ...................................................... 32 6. Konsep Kerukunan dalam Kehidupan Masyarakat . 36 7. Makna Kerukunan dan Toleransi Antar Umat

Beragama......... ...................................................... 37 8. Fungsi dan Peran Pemimpin Keagamaan Dalam

Agama-Agama . ...................................................... 54 B. Penelitian Yang Relevan ............................................... 57

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 61

A. Pendekatan Penelitian .................................................. 61 B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian ............................ 61 C. Jenis dan Sumber Data ................................................ 63 D. Teknis Pengumpulan Data ........................................... 64 E. Teknik Analisis Data ..................................................... 65 F. Uji Keterpecayaan Data ................................................ 66 G. Rencana dan Penelitian ............................................... 68

BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ....................................................................... 69

Page 12: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

xii

xii

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................... 69 B. Temuan dan Analisis Hasil Penelitian dan .................... 81

1. Implementasi PBM Tahun 2006 yang dikaktualisasikan Pemda Kabupaten Batanghari dan Eksistensi pendirian rumah ibadah ditinjau dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 .. 81

2. Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari ............................................................. 92

BAB V PENUTUP .............................................................................. 127

A. Kesimpulan ........................................................................... 127 B. Implikasi ................................................................................ 128 C. Rekomendasi ........................................................................ 130 D. Kata Penutup ........................................................................ 131

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

xiii

Page 14: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

xiv

xiv

Page 15: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara faktual, masyarakat Indonesia sangat beraneka ragam,

baik suku, agama, budaya, maupun ras. Para bapak pendiri republik

(founding fathers) sepakat menjadikan negara ini sebagai Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan semboyan “bhinneka

tunggal ika” dan menjadikan pancasila sebagai dasar negara. Para

pendiri republik tidak membentuk negara ini sebagai negara sekuler

tapi tidak juga sebagai negara agama. Namun demikian agama

menjadi bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal ini tercermin dari sila pertama pancasila “Ketuhanan yang Maha

Esa” dan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1, yakni “Negara berdasar

atas Ketuhanan yang Maha Esa”. UUD 1945 juga memberi jaminan

kebebasan beragama sebagaimana tercantum pada pasal 28 E, yakni

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya...” dan pasal 29 ayat 2, yakni, “Negara menjamin

kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.

Secara teoritis, agama berfungsi sebagai sumber nilai, sumber

moral, sumber perekat atau integrasi sosial, dan sebagai alat kontrol

sosial, namun agama juga potensial sebagai sumber konflik antara

pemeluk agama yang berbeda. Kondisi kerukunan umat beragama di

indonesia secara umum cukup baik, sementara peraturan perundang

undangan dan kebijakan pemerintah terhadap ini juga cukup

kondusif.2

Dalam konteks Indonesia yang saat ini memiliki enam agama

2 MUI, Solusi Hukum Islam Terhadap Masalah keutamaan dan kebangsaan, Himpunan Makalah Pendukung Bahan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia (Jakarta, 2012), hal. 205

Page 16: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

2

resmi (official religions) yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha

dan Kong Hu Cu, tentu saja pluralisme agama harus dipahami oleh

semua penganut agama yang ada di Indonesia. Pemahaman secara

utuh bahwa keberadaan agama-agama di Indonesia memang di

lindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan

konstitusionil, seperti yang tercantum dalam pasal 29 Serta dasar

Negara Indonesia yakni Pancasila sebagai landasan Idiil dengan

slogan “Bhinneka Tunggal Ika” yang secara sederhana slogan

tersebut bermakna bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam

persatuan, akan menumbuhkan sikap toleransi pada setiap umat

beragama yang ada di Indonesia.

Negara Indonesia bukanlah negara agama (teokrasi), juga

bukan negara yang sekular, tetapi Indonesia tepat berada di tengah-

tengah yaitu negara Pancasila dengan segenap nilai-nilainya. Di

Indonesia Negara tidak identik dengan agama tertentu, tetapi Negara

tidak melepaskan agama dari urusan Negara. Negara bertanggung

jawab atas eksistensi agama, kehidupan beragama, dan kerukunan

hidup beragama. Apa yang telah dirumuskan founding fathers tentang

Pancasila dapat dilihat sebagai kesadaran mereka akan adanya

keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia dimana mereka

jauh-jauh sebelumnya sudah memikirkan bagaimana mengakomodasi

segala kepentingan yang berasal dari berbagai macam suku bangsa

terlebih lagi dari berbagai macam agama yang ada.3

Kemajemukan agama berarti pluralisme agama. Agama yang

ada di Indonesia tidaklah satu tetapi ada enam agama: Islam,

Katholik, Kristen, Hindu, Budha,dan Konghucu. Sedangkan yang

dimaksud dengan kerukunan beragama adalah apa yang dimaksud

dengan istilah agree in disagreement, setuju dalam perbedaan, artinya

setiap penganut agama percaya bahwa agama yang dianutnya itulah

3 Idrus Ruslan, Etika Islam dan semangat Plurisme Agama di era Global,Al-AdYaN/Vol.V, N0.1/Januari-Juni/2010, Hal. 12

Page 17: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

3

agama yang paling baik dan benar, dan di antara agama satu dengan

lainnya terdapat berbagai persamaan disamping perbedaan-

perbedaannya. Dengan demikian bukanlah seperti yang dikira orang

bahwa kerukunan beragama adalah ingin menyatukan semua agama,

atau ingin menyamaratakan semua agama, atau ingin menciptakan

suatu agama baru yang dipadukan dari semua agama yang ada. Akan

tetapi yang ingin kita usahakan bersama ialah upaya membangun

jembatan keharmonisan hubungan antar umat beragama. Dengan

sikap kemajemukan tersebut haruslah ditumbuhkan suasana

kerjasama atau kerukunan hidup antarumat beragama. Paling tidak

harus disadari bahwa sikap kemajemukan sangat diperlukan untuk

membangun suasana keberagaman, saling memahami dan

mendewasakan diri, yang pada akhirnya akan dapat mengantarkan

kita pada kemaslahatan bersama dalam persoalan sosial

kemanusiaan.4

Pluralitas agama adalah sunnatullah untuk menjaga

keseimbangan kehidupan spiritual umat manusia. Itu pula ditunjukkan

dalam relasi antara islam dan kristen (Nasrani). Sejarah mencatat

bagaimana relasinya begitu erat dan saling terkait hingga sulit untuk

dipisahkan dalam perkembangan agama-agama samawi. Bermula

dari Muhammad pada waktu kecil yang pernah diajak pamannya

berdagang ke negeri Syam, sesampai di daerah Bushrah, seorang

pendeta Nasrani bernama Buhaira menemuinya dan membuka tabir

sosok Muhammad sebagai nabi Allah yang terakhir. Saat itu Buhaira

menyadari bahwa keselamatan Muhammad terancam, oleh karena itu

dia berinisiatif menyelamatkannya dengan menyarankan kepada Abu

Thalib agar segera membawa keponakannya pulang kembali ke

Makkah. Demikian pula ketika Nabi Muhammad SAW mengalami

guncangan psikis setelah menerima wahyu pertama sebagai tanda

4 Sirajuddin Zar, Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Perspektif Islam, (Toleransi, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2013), Hal. 72

Page 18: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

4

kenabian. Khadijah sang istri membawa Nabi kepada Waraqah ibn

Naufal, saudara sepupunya (Waraqah adalah anak paman Khadijah).

Tokoh Nasrani yang taat ini menenangkan Nabi dan meyakinkannya

bahwa wahyu yang dialaminya itu berasal dari Tuhan sebagai tanda

kenabian terakhir. Jadi orang Nasranilah dari segi horizontal yang

memberi legitimasi kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.

Apabila seperti itu sikap kalangan Nasrani, demikian pula sikap

toleransi umat islam terhadap kristen.5

Sejarah masa silam membuktikan bahwa hubungan antar

pemeluk agama pernah demikian mesra dan merasuk sampai ke

tingkat yang paling dalam pada sanubari manusi. Dua pemeluk agama

besar Islam dan Kristen pernah hidup berdampingan dengan serasi

dan harmonis kendati terdapat perbedaan keyakinan antar mereka.

Al-Muqauwqis Patriak Alexandria penguasa mesir mempersembahkan

beberapa hadiah kepada Nabi Muhammad SAW.6

Hubungan yang harmonis diantara agama itu ditunjukkan pula

dalam prilaku Nabi Saw. Beliau tidak pernah memaksakan islam

kepada orang yang belum menerimanya, nabi juga sangat

menghormati (tasamuh) perbedaan keyakinan agama. Misalnya, saat

ada rombongan jenazah orang Yahudi Lewat, Nabi berdiri

menghormatinya. Rosulullah Saw sendiri ketika melepas tentara islam

yang akan berangkat untuk berperang sudah memperingatkan para

sahabat agar memperhatikan etika. Mereka tidak boleh membunuh

anak-anak, perempuan, dan orang tua dan juga tidak boleh

membunuh orang-orang yang berada dalam tempat-tempat ibadah

(gereja, sinagoge, dan sebagainya) tidaklah mengherankan jika

akhirnya terbentuk suatu tatanan masyarakat majemuk yang hidup

5 Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi (Jakarta: Yayasan Khas, 2009), Hal. 303

6 M. Quraish Shihab, Kerukunan Beragama dari Perspektif Negara, HAM dan Agama Agama (MUI Jakarta: 1996), Hal. 2

Page 19: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

5

rukun, damai dan sentosa.7

Artinya: “Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Qur‟an), dan di antaranya ada (pula) orang- orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Jika mereka (tetap) mendustakan kamu, maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang Aku kerjakan dan akupun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus: 40-41)

Sebagian besar umat islam di indonesia yang notabene

merupakan kelompok mayoritas di negara ini tetap mempertahankan

ajaran-ajaran agama yang benar (haqq), dan sebaliknya menolak

paham atau aliran yang menyimpang, bahwa mempertahankan

kemurnian ajaran islam merupakan kewajiban individual (Fardhu „ain).

Namun dalam hubungan dengan umat lain, umat islam telah

menunjukkan toleransi yang tinggi, tidak pernah mempersoalkan

ajaran agama mereka. Dalam hal ini umat islam berpedoman kepada

Al-Qur‟an surat Al-Baqarah : 256

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam);

Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar

dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, Maka sungguh, dia telah berpegang (teguh padal tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha mendengar, Maha mengetahui.”

7 Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi (Jakarta: Yayasan Khas, 2009), Hal. 326

Page 20: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

6

Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

Kalau kini terkadang masih dijumpai adanya ketegangan atau

konflik antar umat Islam dengan umat lain, bukanlah disebabkan

karena substansi ajaran agama, melainkan persoalan pembangunan

tempat ibadah yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Untuk

menghindari terjadinya konflik, Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri telah mengeluarkan PBM Tahun 2006.8

Setiap agama besar yang ada di Indonesia dilindungi oleh

undang-undang yang berlaku dan agama-agama itu memiliki hak

yang sama untuk hidup dan berkembang. Setiap umat beragama

berhak menyiarkan agama dan mendirikan rumah ibadah. Tetapi,

kalau tidak ada aturanya atau ada aturan, tetapi dilanggar maka

terjadi benturan atau konflik antar umat beragama itu sendiri.

Keberagaman yang ada tersebut menciptakan polarisasi dalam

pengelompokkan atau kelas sosial masyarakat. Beragamnya jenis

suku, ras dan agama maka tidak terhindarkan munculnya problem

sosial terutama kaitannya dalam kehidupan beragama. Kondisi kota

yang sedang berkembang tidak terhindarkan banyaknya potensi

konflik yang terjadi. Tidak jarang terjadi perselisihan di masyarakat

yang mengetengahkan isu atau simbol agama seperti pendirian

rumah ibadah. Permasalahan itu muncul antara lain adanya

pendirian rumah ibadah yang tidak mempunyai izin, penggunaan

fasilitas umum sebagai tempat ibadah, dan munculnya protes warga

terhadap keberadaan suatu rumah ibadah.9

Salah satu instrumen hukum yang memuat pedoman tentang

pendirian rumah ibadat ialah Peraturan Bersama Menteri Agama dan

8 Ma‟ruf Amin, Harmoni dalam keberagaman, Dinamika Relasi Agama-Negara (Dewan Pertimbangan Presiden, Jakarta: 2011), Hal. 36-37

9 Hasil observasi di kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.

Page 21: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

7

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pembedayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya

disingkat PBM). Tiap agama memiliki rumah ibadat. Agama yang

dipeluk oleh penduduk Indonesia sebagaimana disebutkan dalam

Penjelasan UU No. 1 PNPS Tahun 1965, ialah: Islam, Kristen, Katolik,

Hindu, Buddha dan Khonghucu. Pemeluk agama mendirikan rumah

ibadat. Fakta yang terjadi dalam prosesnya selain memunculkan

resepsi (penerimaan) oleh masyarakat dengan damai, juga terdapat

penolakan yang dapat menimbulkan konflik yang dapat mengganggu

kerukunan umat beragama, ketentraman dan ketertiban masyarakat.10

Suatu kebijakan dan instrumen pedoman penting dalam

memelihara kerukunan umat beragama ialah ditetapkannya Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala daerah

dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan

Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Selanjutnya disebut dengan PBM Tahun 2006.

PBM tahun 2006 merupakan kesepakatan majelis majelis

agama tingkat pusat yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI),

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali

Gereja Indonesia (KWI), Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI)

dan Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI) bersama wakil dari

Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Hasil

kesepakatan tersebut disahkan oleh Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri pada tanggal 21 Maret 2006.11

10

M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006), Hal. 3

11 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011), Hal. vi

Page 22: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

8

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Kebebasan

beragama dan berkeyakinan adalah hak yang tidak dapat dibatasi

dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Namun berkaitan

dengan manifestasi pelaksanaan agama, khususnya dalam

mendirikan rumah ibadah, maka pengaturan pendirian rumah ibadah

oleh negara dapat dibenarkan. Jim Murdoch menyebutkan bahwa di

dalam pengaturan tersebut sangat dibutuhkan netralitas Negara. Di

dalamnya harus dipastikan bahwa pengaturan atau pembatasan

terkait tempat ibadah didasarkan pada pertimbangan yang

legitimate, artinya pembatasan tidak dibuat untuk tujuan-tujuan

tersembunyi misalnya untuk menguntungkan atau menghalangi

agama tertentu. Menurut ODIHR, bukanlah praktik yang biasa bagi

negara untuk menerapkan aturan khusus untuk membatasi

komunitas agama untuk mengelola fasilitas keagamaan. Jikapun

harus ada aturan semacam itu, maka hal itu dapat dilakukan dengan

alasan dan cara yang benar-benar netral.12

Untuk pendirian rumah ibadah itu sendiri telah diatur dalam

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat

Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Mengenai pendirian rumah ibadat diatur dalam bab IV Tentang

Pendirian Rumah Ibadat pada Pasal 14 menyebutkan, bahwa:

(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat1

pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus

meliputi :

12

WAHID FOUNDATION, Hak atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia ( Jakarta: 2016 ), Hal. 176

Page 23: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

9

a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah

ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan

oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh)

orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama

kabupaten/kota; dan

d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi,

pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi

pembangunan rumah ibadat.13

Bajubang merupakan salah satu kecamatan yang ada di

kabupaten Batanghari yang dihuni oleh penganut agama yang

beragam, wilayah bajubang juga tidak sepi dari problem yang

menyertainya. Kasus-kasus yang muncul terkait hubungan antar umat

beragama yang timbul ke permukaan adalah perkawinan beda agama,

pendirian rumah ibadah, atau penggunaan bangunan tertentu untuk

beribadah. Bentuk pelarangan fasilitas ibadah itu beragam, termasuk

antara lain munculnya sekelompok masyarakat yang mempersoalkan

pembangunan rumah ibadah, baik yang sifatnya renovasi maupun

pembangunan dari awal. Selain itu, masyarakat juga mempersoalkan

penggunaan rumah tinggal sebagai tempat ibadah. Untuk gangguan

dalam beribadah sendiri, dalam pengertian ketika umat sedang

beribadah kemudian datang gangguan, sampai saat ini belum pernah

terjadi di kecamatan Bajubang.

13

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011), Hal. 49

Page 24: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

10

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Bajubang

Kabupaten Batanghari.14

No Jumlah Penduduk Menurut Agama

Agama Jumlah

1 Islam 45.349

2 Protestan 102

3 Katolik 8

4 Hindu 0

5 Budha 0

6 Konghucu 0

Jumlah 45.459

Berdasarkan tabel di atas penduduk yang beragama Islam

adalah yang terbanyak yaitu berjumlah 45.349 orang, jumlah terbanyak

kedua adalah penduduk beragama Kristen (Protestan) yaitu 102 orang,

jumlah ketiga adalah penduduk yang beragama katolik yaitu sebanyak

8 orang, sementara agama hindu, budha dan konghucu dari data yang

ada tidak ada pemeluknya.

Tabel 2.1 Jumlah Tempat Ibadah per Desa/Kelurahan

di Kecamatan Bajubang.15

No

Desa/Kelurahan

Masjid

Langgar

Gereja

Vihara

Pura

1 2 3 4 5 6 7

1

2

3

4

5

6

7

Bungku

Sungkai

Penerokan

Ladang Peris

Pompa Air

Mekar Jaya

Bajubang

8

3

10

10

3

3

9

7

-

18

3

6

4

8

1

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

14

BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 6 15

BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 6

Page 25: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

11

8

9

10

Batin

Petajin

Mekar sari Ness

4

3

2

7

4

4

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Jumlah

56

61

2

-

-

Berdasarkan tabel di atas jumlah tempat ibadah Di Kecamatan

Bajubang tempat ibadah orang Islam sebanyak 117, jumlah ini terdiri

dari 56 Mesjid, 61 Langgar. Jumlah rumah ibadah penduduk yang

beragama Kristen adalah 2 Gereja. sedangkan kepercayaan lain

belum memiliki rumah ibadah. Jumlah keseluruhan rumah ibadah dari

berbagai macam agama adalah adalah 119 rumah ibadah.

Dari tabel di atas,secara keseluruhan bahwa bahwa masing-

masing agama telah memenuhi target kuota bagi berdirinya rumah

ibadah dan satu sama lain seharusnya tidak dipermasalahkan,karena

telah memenuhi aturan-aturan yang dibutuhkan dalam pendirian

rumah ibadah.

Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan dengan

pembangunan rumah ibadah gereja terbanyak di antara kecamatan

lainnya yang ada di kabupaten Batang Hari yaitu ada beberapa jumlah

gereja, namun pendirian disinyalir terdapat masalah di dalamnya,

Yakni banyaknya pendirian rumah ibadah yang tidak sesuai dengan

peraturan yang ada. Sehingga penulis memilih melakukan penelitian

di Kecamatan Bajubang kabupaten Batang Hari, untuk meneliti

apakah permasalahan tersebut bertentangan atau telah sesuai

dengan PBM Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah

ibadat dan bagaimana Implementasi PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

tentang pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang. Dalam

pendirian rumah ibadat tentu harus mengacu pada hukum yang

berlaku melalui peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah.

Page 26: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

12

Dengan PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 ini, FKUB

telah dibentuk di kabupaten Batang Hari. Salah satu tugas utamanya

yaitu tentang pendirian rumah ibadat. Kajian dan penelitian ini

berkaitan dengan Implementasi PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

tentang pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas dan untuk

menghindari kerancuan permasalahan maka perlu adanya batasan

masalah yang akan dibahas. Agar tulisan ini lebih praktis dan

operasional. Maka penelitian ini akan membahas tentang

“Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pendirian

Rumah Ibadat (Studi Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)”,

dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi PBM Tahun 2006 yang dikaktualisasikan

Pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari dan Eksistensi

pendirian rumah ibadah ditinjau dari Peraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun

2006?

2. Bagaimana Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah

Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?

C. Fokus Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari. Objek penelitian ini adalah FKUB dan Instansi terkait

Pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari.

Informan dalam penelitian ini adalah FKUB Kabupaten Batang

Hari terkait dengan Implementasi PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun

2006 dalam memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan

Page 27: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

13

pendirian rumah ibadat dan instansi pemerintah daerah terkait izin

mendirikan bangunan pendirian rumah ibadat.

Adapun informan yang diperlukan dalam penelitian kualitatif tidak

dapat ditetapkan, proses penelitian berlangsung dari satu informan ke

informan lainnya. Bermula dari penanggung jawab dalam

melaksanakan tugasnya yaitu FKUB Kabupaten Batang Hari,Instansi

Pemerintah daerah, Kecamatan, Kelurahan/Desa, ketua RT/RW,

masyarakat.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui

Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang

Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menkaji

permasalahan permasalahan sebagaimana yang telah dirumuskan

sebelumnya, yaitu:

a. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi PBM Tahun 2006

yang dikaktualisasikan Pemda Kabupaten Batanghari dan

Eksistensi pendirian rumah ibadah ditinjau dari Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

dan Nomor 8 Tahun 2006;

b. Untuk mengetahui bagaimana implikasi PBM Tahun 2006

terhadap pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang;

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah

satu referensi sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan memiliki

sumbangan akademis serta Kontribusi pemikiran khususnya

mengenai pendirian rumah Ibadat yang mesti di implementasikan

Page 28: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

14

baik oleh pemerintah daerah, instansi terkait, maupun FKUB

Kabupaten Batang Hari.

b. Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi terhadap masyarakat jambi secara umum, khususnya

di Kabupaten Batang Hari dalam prosedur pendirian rumah

ibadah yang sesuai dengan PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.

Page 29: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

15

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori

Hukum memiliki fungsi untuk melakukan social engineering,

rekayasa sosial, menciptakan sebuah masyarakat yang menjadi cita-

cita sebuah bangsa yang menamakan dirinya sebagai negara hukum.

Hukum adalah hasil ciptaan masyarakat, tetapi sekaligus ia juga

menciptakan masyarakat. Sehingga konsep dalam berhukum

seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakatnya.

Kerukunan umat beragama merupakan salah satu cita-cita hukum

bagi sebuah negara yang memiliki pluralitas agama di dalamnya,

negara memiliki peranan untuk menjadi mediasi antar umat

beragama.16

Pada saat ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan

kerukunan umat beragama dengan keluarnya peraturan bersama

(PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan

Pendirian Rumah Ibadat. Sebelum penetapan Peraturan Bersama ini

Menteri Agama telah mengundang organisasi-organisasi keagamaan

yang mewakili agama-agama resmi di indonesia untuk membahas dan

merumuskan rancangan PBM tersebut, sehingga PBM ini juga

merupakan kesepakatan majelis-majelis agama yang ada, yang

meliputi (1) Majelis Ulama Indonesia (MUI), (2) Persekutuan Gereja-

Gereja Indonesia (PGI), (3) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI),

(4) Parisada Hindu Dharma Indonesia (PARISADA), dan (5)

16

BPHN Puslitbang, Laporan Akhir Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beagama, Hal. 13

Page 30: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

16

Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI)17

Sebagian warga masyarakat memang ada yang

mempertanyakan mengapa masalah agama diatur oleh pemerintah,

bukankah itu merupakan bagian dari kebebasan beragama. Dalam

kaitan ini dijelaskan bahwa yang diatur oleh peraturan bersama ini

bukanlah aspek doktrin agama yang merupakan kewenangan masing-

masing agama, melainkan hal-hal yang terkait dengan lalu lintas para

pemeluk agama yang juga warga negara Indonesia ketika mereka

bertemu sesama warga negara indonesia pemeluk agama lain dalam

mengamalkan ajaran agama mereka. Kerena itu pengaturan ini sama

sekali tidak mengurangi kebebasan beragama yang disebut dalam

pasal 29 UUD 1945. Beribadat dan membangun rumah ibadat adalah

dua hal yang berbeda. Beribadat adalah ekspresi keagamaan

sesorang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan membangun

rumah ibadat adalah tindakan yang berhubungan dengan warga

negara lainnya karena kepemilikan, kedekatan lokasi, dan

sebagainya. Karena itu maka prinsip yang dianut dalam peraturan

bersama ini ialah bahwa pendirian sebuah rumah ibadat harus

memenuhi peraturan perundang-undangan yang ada.18

Dengan demikian sangat jelas bahwa keberadaan PBM Tahun

2006 ini merupakan salah satu bentuk hukum yang merupakan

pelaksanaan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Itulah sebabnya mengapa PBM ini berjudul Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Adapun

subtansi atas pedoman ini mencakup tiga hal, yaitu :

1. Pemeliharaan kerukunan umat beragama

2. Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama

17

Ma‟ruf Amin, Harmoni Dalam Keberagaman (Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, 2011), Hal. 22 18

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011), Hal. 8

Page 31: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

17

3. Pendirian rumah ibadat.19

Untuk lebih memudahkan dalam memahami penulisan ini,

maka penulis akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan topik

pembahasan yang meliputi pengertian Implementasi Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan

Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan

Pendirian Rumah Ibadat.

1. Pengertian Implementasi

Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia berarti pelaksana atau penerapan,20 istilah

implementasi biasanya di kaitkan dengan suatu kegiatan yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Kamus Webster,

merumuskan secara pendek bahwa to implement

(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carryingout

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give

practical effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap

sesuatu). Pengertian tersebut mempunyai arti bahwa untuk

mengimplementasikan sesuatu harus disertai sarana yang

mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau

akibat terhadap sesuatu itu.21

Sedangkan Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A.

Sabatier menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan

bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu

program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus

perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian

dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-

19

Ibid, Hal. 21 20

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 1999 : 327 21

Meter dan Horn, The Policy Implementation Process : A Conseptual Framework, Administration and Society 6, 1975, p. 67

Page 32: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

18

pedoman kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha-

usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan

akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian- kejadian.22

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari

sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.

Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah

dianggap sempurna. Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah

bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme

suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu

kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.23

Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan

aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan

dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan

pelaksana, birokrasi yang efektif.24 Van Meter dan Horn dalam

Wibawa, dkk., melekatkan implementasi dengan kebijakan dengan

mendefinisikannya sebagai tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara

kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.25

Dengan demikian implementasi yang dimaksud dalam

penelitian adalah Pelaksanaan aktivitas yang dilakukan oleh FKUB

dan instansi terkait untuk melaksanakan tugas pemerintahan dalam

memberikan pelayanan atau mengatur perilaku umat beragama

dalam pendirian rumah ibadat khususnya di Kecamatan Bajubang

Kabupaten Batang Hari sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun

2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil

22

Abdul Wahab. Solichin, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebjaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara. 2001, Hal.65

23 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,(Jakarta: Grasindo,2002),

Hal.70 24

Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan,(Jakarta: Balai Pustaka, 2004), Hal. 39

25 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik (Jakarta: Intermedia, 1994), Hal. 15

Page 33: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

19

Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian

Rumah Ibadat.

2. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun

2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian

Rumah Ibadat.

Peraturan ini menggantikan SKB Menteri Dalam Negeri dan

Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1969 yang dinilai sangat

diskriminatif. Peraturan ini bertujuan untuk merespon berbagai

keluhan yang dirasakan masyarakat atas maraknya pendirian

rumah ibadat umat minoritas diwilayah umat mayoritas dan

beragamnya peraturan pendirian rumah ibadat di berbagai daerah

pasca pemberlakuan otonomi daerah yang akhirnya membuat umat

beragama kesulitan mendirikan rumah ibadat.

Jika SKB Tahun 1969 mengatur kehidupan kerukunan

beragama secara umum maka Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8

Tahun 2006 mengatur secara khusus dua hal yang saling

berkaitan. Pertama, pembinaan kerukunan umat beragama melalui

pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama. Kedua, prosedur

pendirian rumah ibadat. Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun

2006 lebih rinci mengatur kewenangan pemeliharaan kerukunan

Page 34: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

20

umat beragama, mekanisme perizinan rumah ibadat, dan

penyelesaian bila terjadi konflik.26

Diterbitkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 ini bukan

berarti seluruh persoalan pendirian rumah ibadah selesai, karena

masih harus diuji pada tingkat implementasi.

Jika dilihat dari perspektif Pemerintah, dapat dipahami

bahwa mengapa pemerintah mencoba membuat suatu pengaturan

terkait dengan pembangunan Rumah Ibadah melalui PBM

pendirian rumah Ibadat Tahun 2006, yaitu untuk menjaga ketertiban

umum, mengingat Negara Indonesia adalah negara yang plural

yang memiliki berbagai agama dan kepercayaan. Pada dasarnya

ketentuan PBM ini adalah prosedur administratif, yang berarti

sepanjang aturan dipenuhi seyogyanya tidak akan menimbulkan

konflik. Pengaturan tentang izin pembangunan rumah Ibadah ini

dalam konteks HAM pada dasarnya diperkenankan sepanjang

untuk mencegah kekacauan publik.27

3. Kerukunan Umat Beragama

Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari

bahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau

dasar, misalnya: rukun Islam, asas Islam atau dasar agama Islam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai

berikut:

Rukun (nnomina): (1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk

sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup

syarat dan rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya

terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun

26

Ardiansyah, legalitas Pendirian Rumah Ibadat berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 1 Tahun 2016, Hal. 172

27 Nela Sumika Putri, Pelaksanaan Kebebasan beragama diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah, Jurnal Dinamika Hukum, Hal. 232

Page 35: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

21

Islam: tiang utama dalam agama Islam; rukun iman: dasar

kepercayaan dalam agama Islam.

Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak berten-

tangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu

hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun sekali. Merukunkan

berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan:

(1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan

hidup bersama.28

Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya adalah dari

Bahasa Arab, yakni ruknun yang berarti tiang, dasar, atau sila.

Jamak rukun adalah arkaan. Dari kata arkaan diperoleh pengertian,

bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari

berbagai unsur yang berlainan dari setiap unsur tersebut saling

menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur

tersebut yang tidak berfungsi. Sedangkan yang dimaksud

kehidupan beragama ialah terjadinya hubungan yang baik antara

penganut agama yang satu dengan yang lainnya dalam satu

pergaulan dan kehidupan beragama, dengan cara saling

memelihara, saling menjaga serta saling menghindari hal-hal yang

dapat menimbulkan kerugian atau menyinggung perasaan.

Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau

concord. Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi social yang

ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak

berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu sosial,

kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi)

yang berarti the creation and maintenance of diversified patterns of

interactions among outnomous units. Kerukunan merupakan

kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi

28

Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), Hal. 5

Page 36: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

22

yang beragam diantara unit-unit(unsure/ sub sistem) yang otonom.

Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh

sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati

dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan.29

Dalam terminologi yang digunakan oleh Pemerintah secara

resmi, konsep kerukunan hidup umat beragama mencakup 3 (tiga)

kerukunan, yaitu:

1. Kerukunan intern umat beragama;

2. Kerukunan antar umat beragama;

3. Kerukunan antara umat beragama dengan Pemerintah.

Tiga kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah “Trilogi

Kerukunan”.30

Sedangkan menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan

Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian rumah Ibadat

dinyatakan bahwa:

Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan

sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,

saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan

ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara RepublikTahun 1945.

a. Kerukunan Intern Umat Beragama

Dalam Islam, Kerukunan intern umat Islam harus

berdasarkan atas semangat ukhuwah islamiah. Islam adalah

agama yang sangat toleran dan menghargai pendapat sesama

29

http://eprints.walisongo.ac.id/6995/3/BAB%20II.pdf 30

Ibid, Hal. 6

Page 37: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

23

umat Islam, yang didasari atas ukhuwah Islamiah. Hal ini sesuai

dengan apa yang diisyaratkan al-Qur‟an :

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh Jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). dan jangan pula sekumpulan perempuan (mengolok-olokan) perempuan lainn, karena boleh Jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok) . dan janganlah kamu saling satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelaran yang buruk. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan Barang siapa tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Ukhuwah islamiah dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :

1. Ukhuwah „ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan

kesetundukan kepada Allah.

2. Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat

manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah

dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.

3. Ukhuwah wathaniyah wannasab yaitu persaudaraan dalam

keturunan dan kebangsaan.

4. Ukhuwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.

Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang

ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab

dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan

hubungan persaudaraan dalam haditsnya:

Page 38: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

24

“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam

dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.

Alqur‟an mengajarkan umat islam untuk menjalin persatuan dan

kesatuan sebagaimana di firmankan Allah SWT QS. Al-Anbiya: 92

Artinya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku”.

Kata umat dalam ayat di atas dikaitkan dengan tauhid karena

itu umat yang dimaksud adalah pemeluk agama islam. Sehingga

ayat tersebut pada hakekatnya menunjukkan bahwa agama umat

islam adalah agama yang satu dalam prinsip-prinsip usulnya; tiada

perbedaan dalam aqidahnya walaupun dapat berbeda-beda dalam

rincian(furu‟) ajarannya. Karena itu kesatuan umat bukan berarti

bersatu dalam satu wadah, melainkan dalam satu aqidah.31

Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya

seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal

sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan

atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya

merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu

menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai

penafsiran.Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam

dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga

konsep,yaitu :

1. Konsep tanawwul al „ibadah (keragaman cara beribadah).

Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan

31

Toto Suryana, Jurnal pendidikan agama islam-ta‟lim vol. 9 No. 2-2011, Hal. 129

Page 39: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

25

Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada

pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama

merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah

merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang

ditemukan dalam riwayat (hadits).

2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam

berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung

arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang

ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh

Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di

sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang

benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah yang baru

akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula

diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang

yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritas

keilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.

3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum

menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan

seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada

persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara

pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah

belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat

islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya

melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan

hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil

ijtihad itu berbeda-beda.

Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa

ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman

maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan

firman-fiman-Nya, sedangkan interpretasi terhadap firman-

firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk

Page 40: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

26

terjadi perbedaan. perbedaan tidak harus melahirkan

pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang

Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang

terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila

telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya

dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling

bertentangan.32

b. Kerukunan antar umat beragama

Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak

dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan

aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak

intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri pihak lain, tetapi

aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama

yang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari

hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran

Islam.

Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran

kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan,

sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan

bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak

diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan

32

https://lampung.kemenag.go.id/artikel/15012/kerukunan-antar-umat-beragama menurut pandangan-islam

Page 41: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

27

yang kami (Islam) sembah adalah Tuhan yang kalian (non-Islam)

sembah. Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI)

menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam agama

Islam.33 Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai

"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".

Adapun kerukunan hidup umat Islam terhadap umat-umat

agama lain, seperti termaktub dalam surat Al- Maidah : 48

Artinya: “Dan kami telah menurunkan Kitab (Al Qur‟an) kepdamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu kembali semuanya, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah perselisihkan.” (QS. Al-Maidah: 48)

33

Lihat: Keputusan Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme.

Page 42: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

28

Dalam sejarah Islam, sikap menghargai atau kerukunan hidup

telah lama dipraktikkan Nabi Muhammad SAW. Dengan konsep

kebersamaannya ia telah mampu meredam ketegangan dan konflik

berkepanjangan antara suku di Madinah. Lewat “Konstitusi Madinah”

aturan main antar suku yang bertikai dicarikan titik temunya tanpa

merugikan eksistensi masing-masing kelompok yang berbeda-beda.

Tradisi yang baik ini diikuti pula oleh Khalifah Umar bin Khattab yang

mengeluarkan: “Piagam Aelia” yang mengatur tata hubungan

masyarakat Yerusalem.

Dalam Islam tidak dibenarkan memaksakan kebenaran kepada

umat agama lain. Ajaran Islam melarang umatnya mempengaruhi

siapapun untuk masuk Islam, apalagi dalam bentuk tekanan-tekanan

sosial dan politik. Umar bin Khattab sering mempengaruhi budaknya,

Astiq non Islam untuk menerima Islam. Akan tetapi ketika budaknya

menolak, Umar hanya dapat berucap: La ikraha fi al-din (tidak ada

paksaan dalam agama Islam).34

Sikap seseorang muslim maupun non-muslim akan tercipta

kerukunan apabila mereka benar-benar paham tentang agamanya,

karena semua agama adalah sebuah aturan yang mengajarkan

tentang kebaikan.

Jika di telaah dari nash Alqur‟an, maka dapat diketahui bahwa

islam mewajibkan ummatnya mentaati umara dan melarang

menentang mereka, Allah SWT berfirman :

34

Sirajuddin Zar, Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Perspektif Islam, (Toleransi, Vol. 5 No. 2 Juli – Desember 2013), Hal. 73

Page 43: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

29

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. Annisa : 59)

Dengan demikian, basis relasi antara penguasa dan rakyat

saling membutuhkan. Ketaatan yang diberikan terhadap penguasa

oleh rakyatnya adalah ketaatan bersyarat, sepanjang dapat menjamin

kemaslahatan dan tidak menabrak ketentuan syari‟ah. Sepanjang

syarat tersebut terpenuhi, maka rakyat wajib mentaati kebijakannya.

Hal ini nampak dalam hadis nabi yang secara eksplisit memerintahkan

ketaatan, meski secara personal kita tidak menyukainya,

sebagaimana sabdanya:

“Wajib bagi kalian untuk taat (kepada Pemimpin), meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya Habsyi”. (HR. Imam Bukhari dari Irbadh bin Sariyah)

Setiap kebijakan yang diambil oleh pemegang kekuasaan

negara, baik eksekutif, yudikatif dan legislatif harus mendasarkan diri

pada perwujudan kemaslahatan masyarakat yang bersifat umum serta

penghilangan kemafsadatan (iqamah al-mashalih wa izalah al-

mafasid). Dalam implementasi kebijakan, mencegah terjadinya

kemafsadatan harus didahulukan dari pada merealisasikan

kemaslahatan.

Apabila terjadi benturan kepentingan kemaslahatan para pihak,

maka kepentingan kemaslahatan umum harus didahulukan dari pada

kemaslahatan yang bersifat personal; dan ketika terjadi benturan

kepentingan kemafsadatan para pihak, maka adanya kemafsadatan

yang dialami sekelompok orang bisa diabaikan untuk kepentingan

melindungi terjadinya kemafsadatan yang bersifat umum.

Dalam implementasinya, kebijakan penyelenggara negara

(tasharruf al-imam) harus mengedepankan prinsip prioritas,

mendahulukan atau memprioritaskan rakyat yang lebih membutuhkan

Page 44: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

30

dibanding yang kurang membutuhkan. Prinsip prioritas (aulawiyat)

menjadi penting dan merupakan diskreasi ulil amr untuk menentukan

kelompok masyarakat mana yang harus didahulukan dalam

pewujudan kemaslahatan. Tetapi tentu harus terukur sesuai dengan

kaedah-kaedah di atas.35

Dalam Alqur‟an jelas sekali bahwa Allah Swt memerintahkan

tolong-menolong untuk kebajikan dan ketaqwaan sekaligus

melarang tolong-menolong untuk perbuatan dosa dan pelanggaran.

Allah Swt berfirman :

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS. Al-Maidah: 2)

Ibnu Katsir mengutip penjelasan ibnu Jarir al-Thabari

menyampaikan bahwa yang dimaksud al-udwaan (pelanggaran)

artinya melampaui apa yang digariskan oleh Allah dalam agama,

serta melupakan apa yang difardlukan oleh Allah. Ibnu katsir juga

menukil sebuah hadits Nabi SAW :

“Barang siapa yang berjalan bersama orang yang zalim untuk membantunya, sedangkan dia mengetahui kezalimannya, maka sesungguhnya dia telah kabur dari islam” (Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu‟jam al-Kabir Juz I/ hal.227 hadits No. 619).

Berangkat dari ayat ini pula, kebanyakan para fuqaha tidak

membolehkan seorang muslim bekerja di rumah ibadah orang non

35

MUI, Solusi Hukum Islam Terhadap Masalah keutamaan dan kebangsaan, Himpunan Makalah Pendukung Bahan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia (Jakarta, 2012), Hal. 9

Page 45: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

31

muslim karena termasuk menolong atau menfasilitasi perbuatan

pelanggaran (al-udwaan).36

4. Forum Kerukunan Umat Beragama

Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian

Rumah Ibadat.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah forum

yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah

dalam rangka membangun, memelihara, dan memerdayakan

umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

Mengenai Forum Kerukunan Umat Beragama diatur dalam

bab III, Pasal 8 menyebutkan bahwa :

(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah

daerah.

(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan

yang bersifat konsultatif.

Pasal 9

(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

mempunyai tugas:

a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh

masyarakat;

b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi

masyarakat;

36

Ainul Yaqin, Menolak Liberalisme Islam (Surabaya: MUI Jawa Timur, 2015), Hal. 281

Page 46: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

32

c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat

dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan

gubernur;

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan

kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan

kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (1) mempunyai tugas :

a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh

masyarakat;

b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi

masyarakat;

c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat

dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan

bupati/walikota;

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan

kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan

kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;

e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian

rumah ibadat.

5. Kerukunan Umat Beragama dalam Pendirian Rumah Ibadah

a. Tata Cara Pendirian Rumah Ibadah Berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan

Kerukunan umat beragama tidak dapat dilepaskan dari

pendirian rumah ibadat yang menjadi pusat peribadatan dan

kebudayaan dari tiap agama. Namun, dalam pembangunan rumah

ibadat dapat berlangsung secara damai karena adanya saling

pengertian. Namun bisa menimbulkan kekisruhan akibat penolakan

atas dasar berbagai kepentingan. Untuk itulah perlu pengaturan

pendirian rumah ibadat.

Page 47: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

33

Pengaturan pendirian rumah ibadat bukanlah intervensi

negara atau pemerintah terhadap agama, melainkan bersifat

penertiban administrasi belaka. Jadi tidak ada pembatasan dalam

pendirian rumah ibadat. Pendirian rumah ibadat meliputi

pembangunan yang sama sekali baru, maupun renovasi setelah

berlakunya PBM Tahun 2006. Karena renovasi berarti perubahan

bangunan yang juga memerlukan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB).37

Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan

Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Berdasarkan kompilasi kebijakan dan perundang-undangan

kerukunan umat beragama pada bab IV Tentang Pendirian Rumah

Ibadah diatur dalam pasal 13 sampai 17, yaitu:

Pasal 13 terdiri 3 ayat, yaitu: (1) Pendirian rumah ibadah

berdasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh

berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat

beragama yang bersangkutan diwilayah kelurahan/desa. (2)

Pendirian rumah ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak

mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi

peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal keperluan nyata bagi

pelayanan umat beragama diwilayah kelurahan/desa sebagaimana

dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah

penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota

atau provinsi.

37

M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006), Hal. 7

Page 48: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

34

Pasal 14 juga terdiri dari 3 ayat, yaitu: (1) Pendirian rumah

ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan

teknis bangunan gedung. (2) Selain memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian rumah ibadah

harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. Daftar nama dan

Karu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90

(Sembilan puluh) orang yang di sah kan oleh pejabat setempat

sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dalam pasal 13

ayat (3), b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam

puluh) orang yang di sah kan oleh lurah/kepala desa, c.

Rekomendasi tertulis kepada kantor Departemen Agama

Kabupaten, dan d. Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.

Pasal 15 menjelaskan pasa 14 yaitu, bahwa rekomendasi

FKUB sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf d.

merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB di

tuangkan dalam bentuk tertulis. Sedangkan pasal 16 dari 2 ayat

yaitu: (1) Permohonan pendirian rumah ibadah sebagaimana

dimaksud dalanm pasal 14 diajukan panitia pembangunan rumah

ibadah kepada Bupati/Walikota memberikan keputusan paling

lambat 90 (Sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah

ibadah diajukan sebagaimana dimaksud ayat (1). Dan pasal 17

merupakan penjelasan pasal 16 yaitu: bahwa pemerintah

memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah

ibadah yang telah dimiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan

rencana tata ruang wilayah.38

b. Pedoman Pendirian dan Pembangunan Rumah Ibadah

1) Pendirian Rumah Ibadah

a) Keperluan nyata dan sungguh-sungguh

Pendirian rumah ibadah berdasarkan pada keperluan

38

Departemen Agama RI. Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehhidupan Keagamaan,Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Ketentraman Umat Beragama. (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), Hal. 304-306

Page 49: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

35

nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan jumlah penduduk

bagi pelayanan umat beragama yang bebrsangkutan

diwilayah keluraha/desa.

b) Persyaratan Pedirian Rumah Ibadah

(1) Daftar nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah

ibadah paling sedikit 90 orang yang di sah kan pejabat

setempat.

(2) Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang

yang di sah kan pejabat setempat.

(3) Rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kota.

(4) Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.

c) Rekomendasi FKUB

Rekomendasi FKUB merupakan hasil musyawarah dan

mufakat dalam FKUB.

d) Izin Pendirian Rumah Ibadah

Permohohnan izin pendirian rumah ibadah diajukan oleh

panitia pembangunan rumah ibadah kepada Bupati/Walikota

untuk memperoleh IMB rumah ibadah. Bupati/Walikota

memberikan keputusan paling lambat 90 sejak permohonan

pendirian rumah ibadah diajukan.

2) Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung

a) Persyaratan memperoleh izin sementara

Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadah

sebagai rumah ibadah harus mendapat surat keterangan

pemberian izin sementara dari Bupati/Walikota dengan

memenuhi syarat, baik fungsi, pemeliharaan kerukunan serta

ketentraman dan ketertiban masyarakat. Persyaratan

pemeliharaan ketentraman umat beragama serta ketentraman

dan ketertiban masyarakat meliputi: izin tertulis, rekomendasi

Page 50: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

36

tertulis lurah/kepala desa, pelaporan tertulis FKUB

kabupaten/kota, dan pelaporan tertulis kepada kantor

Departemen Agama Kabupaten/Kota.

b) Pemberian Pertimbangan

Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan

gedung bukan rumah ibadah oleh Bupati/Walikota setelah

setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepada kantor

Departemen Agama Kabupate/Kota dan FKUB Kabupaten/Kota.

c) Masa Berlaku Izin Sementara

Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan

bangunan bukan rumah ibadah berlaku paling lama 2 tahun.

d) Pertimbangan Wewenang

Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara

dapat diupahkan kepada camat setempat.

3) Penyelesaian Perselisihan

Perselisihan akibat pendirian rumah ibadah diselesaikan

secara musyawarah oleh masyarakat setempat. Penyelesaian

perselisihan dilakukan oleh Bupati/Walikota melalui musyawarah

yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan

mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB

Kabupaten/Kota. Jika penyelesaian perselisihan tidak didapat

penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri

setempat.

Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap

Bupati/Walikota serta instansi terkait didaerah dalam

menyelesaikan perselisihan.39

6. Konsep Kerukunan dalam Kehidupan Masyarakat

Kerukunan adalah suatu bentuk manifestasi dari berbagai fenomena

39

Ibid. Hal.60-64

Page 51: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

37

kehidupan manusia yang saling berdampingan, saling menghargai dan

menghormati antar yang satu dengan yang lainnya. Menurut Norcholis

Majid yaitu bahwa logika toleransi, apalagi kerukunan ialah saling

pengertian dan penghargaan.40

Jauh dari makna kerukunan ini sebenarnya menyangkut banyak hal

dalam kehidupan manusia. Hidup rukun dalam bersosialisasi dengan

sesama manusia bisa terjadi dalam setiap bentuk perkumpulan kehidupan

manusia. Kerukunan dalam segala hal seperti kerukunan dalam rumah

tangga, kerukunan dalam bermasyarakat, kerukunan dalam bernegara,

kerukunan inter dan antar umat beragama dan lain-lain yang bisa

digolongkan dalam suku, agama, ras, juga antar golongan (SARA).

a. Kerukunan dalam lingkungan keluarga

Keluarga terbentuk dari sebab ikatan perkawinan. Dalam membahas

hubungannya dengan ikatan sosial dalam antropologi agama,

perhatiannya pada pengaruh sosial yang bermula dari keluarga. Keluarga

berfungsi untuk memperkuat solidaritas sosial. Kerukunan keluarga

dibentuk dari kemaslahatan dari keluarga itu sendiri, dan biasanya fungsi

sosial budaya keluarga dari perkawinan akan lebih tercapai dengan

menghayati dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan

berkeluarga.41

b. Kerukunan dalam Lingkungan Suku

Pengelompokan atau organisasi sosial yang lebih besar dari keluarga

adalah kekerabatan dan umat beragama. Kerukunan dalam kelompok

sosial berdasarkan suku dan agama dinilai oleh masyarakat sebagai

ikatan tradisional karena didasarkan kepada ikatan primordial. Suku yang

didasarkan pada hubungan daerah atau keturunan seseorang.42

c. Kerukunan dalam Lingkungan Agama

Agama seseorang secara sosiologi dianut pada sepanjang hidupnya. 40

Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). Hal. XXIV

41 Bustanudin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi Agama. (Jakarta : PT. Raja Grafinso Persada, 2007). Hal. 204-206

42 Ibid, Hal. 208

Page 52: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

38

Agama adalah keyakinan tidak dipilih berdasarkan pertimbangan rasional.

Teori Durkheim mengatakan bahwa agama memperkuat ikatan solidaritas

sosial. Akan tetapi, pandangan sekuler mengatakan bahwa justru ikatan-

ikatan primordial keagamaan itulah yang menyebabkan perpecahan,

karena paham sekuler berpendapat seseorang boleh pindah atau masuk

dalam beberapa organisasi sejenis, tidak seperti suku, marga, dan

agama.43

d. Kerukunan dalam Organisasi Sosial dan Politik

Organisasi sosial adalah kumpulan orang-orang yang punya tujuan

yang sama. Pada umumnya organisasi sosial tidak dibentuk dengan telah

adanya banyak orang yang punya tujuan dan cita-cita yang sama.

Organisasi sosial yang bersifat keagamaan maupun organisasi lainnya

dipandang sebagai bentuk persepsi dan kecenderungan yang berbeda

dari pengaruh sosial, budaya, historis, lingkungan fisik disamping ada pula

pengaruh dominan oleh ajaran agama yang mereka anut.44

7. Makna Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama

1. Konsep Kerukunan dalam Perspektif Keagamaan

Islam mengenal kebebasan. Kebebasan dalam Islam adalah

terminologi yang cukup serius dipelajari. Kebebasan menunjukkan makna

sebuah kemerdekaan seseorang. Sedangkan dari istilah didefinisikan

sebagai suatu hak manusia, yang orang lain tidak boleh mengganggunya

dan menghambat kemauannya.45 Karena tidak patut bagi kita sebagai

umat Islam memaksakan kehendaknya kepada pihak lain sehingga

membuat orang lain hilang kebebasannnya. Kebebasan Islam tetap dalam

koridor tertentu. Untuk itu dibuat sebuah peraturan bagi manusia agar

tercipta kebebasan yang terarah dan produktif.46

Manusia sebagai makhluk yang cerdas dan memiliki insting secara

43

Ibid, Hal. 209 44

Ibid, Hal. 224-225 45

Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan. (Jakarta : Gema Insani, 2006). Hal. 89 46

Ibid, Hal. 91

Page 53: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

39

naluri yang tajam, akan mampu membedakan arti kebenaran menurut

versi masing-masing. Hidup adalah pilihan, dimana manusia sendiri yang

menentukan. Dari semua agama yang ada, memang terdapat beberapa

agama yang masih punya “kesamaan agama”. Di sini bukan kesamaan

dalam arti formal dalam aturan-aturan syariah, bahkan tidak ada dalam

pokok-pokok keyakinan tertentu. Islam memiliki segi-segi perbedaan

dengan misalnya Yahudi dan Nasrani, dua agama yang paling dekat

dengan karena sama-sama berasal dari millah Ibrahim.47 Sehingga Al-

Qur‟an menegaskan hakikat kesamaan ini, dan implikasi-implikasinya.

: (841)انبقرة

Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 148)48

: (41)انمائدة

Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan

47

Budhy Munawar Rahman. Op.Cit. Hal. 26 48

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemah.. Opcit. Hal.20

Page 54: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

40

kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (QS. Al-Maidah : 48)

: (99)يونس

Artinya : “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”. (QS. Yunus : 99)49

Setelah prinsip kebebasan, prinsip kerukunan dan toleransi di antara

agama-agama. Lebih lanjut Nurcholis Majid menjelaskan :

“Masing-masing agama, bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern agama tertentu sendiri, ….. Karena itulah ikut campur oleh seorang penganut agama dalam urusan rasa kesucian orang dari agama lain adalah tidak rasional dan absurd. Sebagai misal, agama Islam melarang para penganutnya berbantah-bantahan dengan para penganut kitab suci yang lain, melainkan dengan cara yang sebaik-baiknya, termasuk menjaga kesopanan dan tenggang rasa …..”.50

Pernyataan Nurcholis Majid di atas didasarkan pada ayat Al-Qur‟an,

Surat Al-Ankabut (29) ayat : 46 berikut :

: (46)انعنكبوت

Artinya : “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang

49

Baca juga QS. Al-Maidah : 48, hal. 117 dan QS. Yunus : 99, Hal. 221 50

Budhy Munawar Rahman. Op.Cit. Hal. XXV

Page 55: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

41

zalim di antara mereka, dan katakanlah: “kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri”. (QS. Al-„Ankabut : 46).51

Dalam konteks Al-Qur‟an, para penganut kitab suci lain yaitu Yahudi

dan Nasrani. Akan tetapi Nabi SAW dan para sahabat, juga para ulama

sejak dari yang klasik sampai yang modern memberlakukan itu untuk

penganut agama lain seperti para pemeluk zoro antrianisme, hinduisme,

Budhisme, kontusianisme, shintoisme, dan lain-lain.52

Agama tertentu tidak akan terlepas dengan asal mula agama itu

berdiri. Agama itu akan dibawa oleh bangsa yang pertama-tama

menegakkannya. Sebut saja agama Islam akan identik dan berhubungan

dengan bangsa atau budaya Arab. Agama Hindu akan identik dengan

bangsa atau budaya Hindia. Agama Budha akan identik dengan bangsa

Tibet (Cina), agama Konghuchu akan identik dengan bangsa Cina, dan

lain-lain.53

Demikian juga dengan agama-agama baru seperti agama Kejawen

yang merupakan sinkretisme dari agama Jawa Kuno, Hindu, Budha,

Kristen, dan Islam yang berpedoman dengan kitab Serat Wulanreh yang

ditulis oleh Raja Pakubuwono IV Solo dalam aksara Jawa. Agama Sapto

Darmo yang diajarkan oleh Hardjo Sapoetro yang berdiri setelah

kemerdekaan 1947. Agama Djawa Asli Republik Indonesia (ADARI) yang

didirikan oleh S.W. Mangun Wijoyo (Lahir 1892 di Surakarta.54

Dari setiap agama yang mereka anut, akan berkembang dan meluas

seiring dengan perjalanan dan peredaran manusia di seluruh dunia.

Agama itu akan mereka bawa ke manapun mereka pergi. Hal ini akan

menjadikan variasi yang bermacam-macam dalam suatu kumpulan

masyarakat tertentu. Tidak bisa dipungkiri, bangsa Indonesia adalah

51

Opcit, Hal. 403 52

Ibid, Hal. XXV-XXVI 53

Betty R. Schort. Sosiologi Agama, Edisi Kedua. (Jakarta : Frenada Media, 2004). Hal. 57

54 Bustanudin Agus. Op.Cit. Hal. 315-323

Page 56: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

42

bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, baik suku yang

berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang masing-masing

memiliki latar belakang dan budaya tersendiri. Maka timbullahistilah

golongan mayoritas dan minoritas dari segi keagamaan.

Sebagian besar penganut agama tertentu dalam suatu kelompok

tertentu dalam tempat tertentu maka otomatis kelompok beragama ini

akan menjadi kelompok mayoritas. Dan sebaliknya kelompok skala lebih

kecil jumlahnya dalam suatu komunitas kelompok tertentu itu disebut

minoritas. Dalam menyinggung kelompok mayoritas dan minoritas, Ali

Kettani menjelaskan dalam kata pengantarnya sebagai berikut :

“Minoritas adalah kelompok orang yang karena satu dan lain hal

menjadi korban pertama despotisme negara atau komunitas yang

membentuk mayoritas dan karena itu, merupakan pangkalan manusia

di atas mana negara bersandar.55

Kondisi seperti tersebut di atas, disadari betul oleh pemerintah

Republik Indonesia, yang memiliki bangsa besar yang terdiri dari berbagai

macam suku, sehingga dibuatlah Undang-Undang yang mengatur tentang

keanekaragaman suku agama ras dan antar golongan (SARA), yaitu agar

terjadi kerukunan baik dalam beragama, bermasyarakat, dan bernegara.

Seperti yang terdapat dalam UUD 1945

2. Prinsip Islam dalam Hubungannya dengan Kerukunan Antar Umat

Beragama Serta Penerapannya dalam Kehidupan Bernegara

a. Anjuran Islam Agar Membentuk Pola Kerukunan Sebagai Suri

Tauladan Manusia di Dunia

Agama Islam adalah agama dengan mengajarkan pola tatanan

kehidupan dengan sangat sempurna. Segala hal yang berhubungan

dengan pola hidup, baik mengenai akhlaq, norma, budaya, dan etika 55

M. Ali Kettani. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005). Hal. V

Page 57: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

43

diatur dalam ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akhlak kepada manusia

misalnya, diatur bagaimana sikap terhadap orang tua, keluarga, tetangga,

orang lain, bahkan sikap terhadap orang yang beragama lain semua

diajarkan dalam ajaran agama Islam.56

Islam tidak membenarkan tentang kesombongan, penganiayaan,

pemerasan, penghinaan, pengadu-dombaan, pelecehan, pemfitnahan,

atau perlakuan-perlakuan yang tidak adil bagi makhluk yang ada di muka

bumi ini. Kedamaian, ketentraman, dan keselamatan selalu dinomor

satukan dalam dunia Islam. Adapun peperangan dan kekerasan adalah

jalan keluar terakhir jika yang ditempuh untuk menghindari fitnah seperti

yang disebut di atas.57

Hal tersebut di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam firman-

Nya, yaitu:

Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya : 107)58

Kepada Islam seluruh umat manusia diperintahkan untuk bergabung

menjadi umat yang satu.

Artinya : “Katakanlah: “Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka

56

M. Yatim Abdullah, Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an. (Jakarta : Amzah, 2007). Hal. 212-223

57 H. Mazaheri. Akhlak Untuk Semua. (Jakarta : Al-Huda, 2005). Hal. 1-65

58 Baca juga QS. Al-Anbiya : 107, Hal. 332

Page 58: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

44

berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-A‟raf : 158)

Dan juga diutus untuk segenap manusia.

Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-Nisa : 79)59

Kedatangan Nabi Muhammad SAW pembawa risalah Islamiah yang

melengkapi risalah rasul-rasul sebelumnya.

ال(

(18عمران :

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS. Ali Imran : 81)60

Dan berita kedatangan Nabi Muhammad dalam kitab-kitab Taurat dan Injil 59

Baca juga QS. Al-A‟raf : 158, Hal. 129 dan QS. An-Nisa : 79, Hal. 117 60

Lihat juga QS. Ali Imran : 81 Hal. 75

Page 59: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

45

: (6)انصف

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. (QS. Ash-Shaf : 6)61

Nubuat mengenai Nabi Muhammad SAW sang messiah yang

dijelaskan oleh Musadiq Marhaban, berikut :

“Peristiwa ini menjadi ujian spiritual untuk menunjukkan kecintaan, ketakutan, dan kesabaran Ibrahim AS maupun Ismail AS dalam menjalankan perintah Allah. Ketabahan Ibrahim dan Ismail AS dalam menghadapi ujian ini menjadi pertanda dan berbuah janji dari Allah tentang akan adanya sebuah peristiwa besar di kemudian hari. Atas ketabahan mereka, Allah akan mengkaruniakan seorang Nabi dan Rasul untuk yang terakhir kalinya kepada segenap umat manusia. Kedatangannya akan menjadi penutup bagi mata rantai kenabian sampai akhir zaman”.62

Selanjutnya Musadiq menukilkan ayat-ayat pada kitab Taurat dan Injil

sebagai berikut :

“Kenyataan ini memang tepat seperti yang pernah dinubuatkan oleh Musa AS dan Yesasa AS, yaitu : …aku akan menaruh firmanku dalam mulutnya, dan ia akan menyatakan kepada mereka segala yang kuperintahkan kepadanya. (Ulangan 18 : 18). ..… Aku telah menaruh rohku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada banagsa-bangsa. (Yesasa 2 : 1). Di samping itu, Yesus juga pernah menubuatkan hal serupa, seperti

61

Baca juga QS. Ash-Shaf : 6, Hal. 805 62

Musadiq Marhaban. Yudas Penghianat Atau Penyelamat. (Jakarta : Penerbit Lentera, 2006). Hal. 123

Page 60: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

46

pada ucapannya berikut ini :

Tetapi apabila ia datang, yaitu roh kebenaran, ia akan memimpin

kamu ke dalam seluruh kebenaran, sebab ia tidak akan berkata-kata dari

dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya itulah akan

dikatakannya dan ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan

datang. (Yohanes 16 : 13).63

Islam dalam risalah Nabi Muhammad SAW kecuali berorientasi untuk

segenap manusia juga wawasan ajarannya berlaku sepanjang masa,

sejak saat diturunkannya hingga hari kiamat, sehingga ajaran Islam yang

dibawa Nabi Muhammad memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memahami semua aspek kejiwaan manusia, karena diturunkan bagi

setiap insan yang hidup di bumi tanpa membeda-bedakan bangsa,

negara, lingkungan, kondisi geografis, historis, dan lain-lain.

2) Memenuhi semua hajat manusia baik masa lalu, sekarang, dan masa-

masa mendatang, hingga berakhirnya eksistensi manusia di bumi.

3) Kesempurnaan, yaitu Islam berpedoman pada dua sumber (Al-Qur‟an

dan Al-Hadits). Al-Qur‟an sebagai kitab suci dijamin Allah telah

sempurna, mengandung petunjuk, panutan, sumber nilai dari berbagai

aspek kehidupan.64

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

(885)الأنعام :

Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-An‟am : 115)65

Dan firman Allah SWT :

63

Ibid. Hal. 129-130 64

Kaelany HD. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Edisi Kedua. (Jakarta : Bumi Aksara, 2005). Hal. 23-26

65 Baca juga QS. Al-An‟am : 115, Hal. 192

Page 61: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

47

: (3)انمائدة

Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Maidah : 3)66

Sikap mengikuti suri tauladan Rasul, seperti dalam hal makan, minum,

berpakaian, tidur, terjaga, buang hajat, interaksi dengan orang lain,

tetangga, tetangga non Muslim, interaksi dengan orang lain, dalam

seluruh aktivitas kita semua telah diajarkan dan contohi oleh Rasulullah

SAW.67

b. Sikap Islam Dalam Menghormati Agama Lain

66

Lihat juga QS. Al-Maidah : 3, Hal. 142 67

Syaikh Mustofa Mansyur. Fiqh Dakwah, Edisi Lengkap. (Jakarta : Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2005). Hal. 113

Page 62: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

48

Islam adalah agama sekaligus sistem negara yang menjamin politik

untuk mewujudkan keadilan bagi umat manapun. Sebab dasar-dasar

Islam sangat tepat menjadi landasan bagi sistem yang adil dan sesuai

dengan kemaslahatan manusia dalam setiap zaman dan di setiap

tempat.68 Islam dengan etikanya yang luhur telah menjamin hak-hak asasi

manusia bagi semua, Muslim maupun non Muslim. Tidak hanya itu, Islam

menetapkan perlakuan-perlakuan khusus bagi non Muslim yang tingkat

peradabannya tidak bisa diketahui kecuali dengan membandingkan hak-

hak orang lain dalam peraturan abad 20 dari hal mereka dalam naungan

negara Islam yang telah tercatat selama empat belas abad.69

1) Hak-hak posisi orang asing dalam peraturan modern

a) Pengakuan orang aaasing terhadap karakteristik hukum, atau hukum

yang menjamin terlaksananya proses hukum yang selayaknya bagi

kehidupan individu

b) Pengakuan bagi orang asing atas hak-hak yang diperolehnya di

wilayah negara sesuai dengan hukum perundang-undangan yang

berlaku di sana, selama memperoleh hak-hak tersebut dengan cara

yang dibenarkan.

c) Pengakuan bagi orang asing terhadap kebebasan yang selayaknya,

yang dibutuhkan oleh karakteristik manusia, seperti kebebasan akidah,

kebebasan menjalankan agama dengan terbuka dalam batas

peraturan umum dan etika, kebebasan individu dalam kebaikan dan

peraturan umum, etika umum, kebenaran umum, darurat perang, juga

kebebasan tempat tinggal dan migrasi dalam batasan hukum.

d) Setiap negara maju mengakui bagi orang asing atas hak mendapatkan

keadilan di depan hukum.

e) Orang asing mempunyai hak untuk membela negara yang

didaminya.70

68

Samir Aliyah. Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam. (Jakarta : Kholifa, 2004). Hal. VII

69 Ibid. Hal. 203

70 Ibid, Hal. 204

Page 63: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

49

2) Perlakuan terhadap orang asing dalam negara Islam

a) Perjanjian dzimmah adalah perjanjian keamanaaan dan prioritas

Arti dzimmah secara bahasa adalah perjanjian, dan secara istilah

adalah keamanan yang selamanya. Jadi akad dzimmah adalah

perjanjian yang menjadikan non Muslim mendapatkan hak tinggal

selamanya di negara Islam dengan perlindungan syari‟at Islam yang

mentolerir mereka dari wajib militer dalam pasukan Islam, sebagai

ganti dari pajak yang disebut jizyah sebagai bentuk partisipasi dalam

menjaga stabilitas negara sebagaimana umat Islam berpartisipasi

dalam membayar pajak yang diwajibkan kepada mereka.71

b) Kebebasan non Muslim untuk tetap pada keyakinan mereka

Islam menolak memaksakan manusia pada keyakinan yang tidak

bisa diterimanya. Allah SWT menjelaskan tidak diperbolehkannya

pemaksaan terhadap non Muslim untuk masuk agama Islam.

Islam memberikan pada non Muslim hak untuk menjalani

kehidupan pribadi mereka sesuai dengan perintah agamanya.

Misalnya, orang Kristen percaya bahwa minum arak dan makan daging

babi adalah halal dalam agama mereka, walaupun hal tersebut

diharamkan dalam syari‟at Islam. (Pendapat gila)

c) Menghormati tempat ibadah mereka

Kebebasan orang non Muslim untuk tetap pada akidahnya dan

menghormati tempat ibadah mereka. Hal ini sesuai dengan firman

Allah SWT :

: انحج(

44) Artinya : “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman

71

Ibid, Hal. 206

Page 64: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

50

mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa”. (QS. Al-Hajj : 40)72

d) Menghormati urusan pribadi dan privasinya

Non Muslim tunduk pada prinsip hukum dan perundang-

undangan yang diberlakukan juga bagi umat Islam. Adapun urusan

pribadi seperti pernikahan, nasab, keturunan dan semua masalah

keluarga termasuk dalam urusan tempat ibadah, sesuai dengan

peraturan pada agama masing-masing. Hal ini berdasarkan firman

Allah SWT :

: (44)انمائدة

Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maidah : 42)73

72

Baca juga QS. Al-Hajj : 40, Hal. 469 73

Lihat juga QS. Al-Maidah : 42, Hal. 152

Page 65: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

51

: (49)انمائدة

Artinya : “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah : 49)74

e) Melindungi mereka dari setiap penindasan

Islam memberikan jaminan kepada non Muslim dengan

perlindungan yang sempurna dari setiap penindasan yang terjadi pada

jiwa, harta, dan semua hak-hak mereka atas dasar persamaan dengan

orang-orang Islam.

f) Perlakuan dan kaidah hidup yang baik kepada mereka

Seorang muslim diperkenankan mengadakan pergaulan dan

hubungan yang berkisar dalam toleransi dan kebaikan dengan tetap

memperlakukan mereka dengan penuh kebaikan, dan toleransi yang

bersumber dari iman, akidah dalam menjalankan perintah Tuhannya.

Salah satu contoh, jika seorang anak masuk Islam, sedang ayah dan

ibunya tidak, maka anak tersebut wajib berbuat baik kepada keduanya

dan harus mematuhinya kecuali dalam hal yang berhubungan dengan

akidah. Ini sesuai dengan firman Allah SWT :

74

Baca juga QS. Al-Maidah : 49, Hal. 154

Page 66: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

52

: نقمان(

84-85) Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada

dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman : 14-15)75

Sebagai penjelasan lebih lanjut, perlunya dakwah kepada ahli kitab

karena adanya kesamaan agama.

: (64)ال عمران

Artinya : “Katakanlah: “Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Ali Imran : 64).76

Islam juga mengajari pentingnya berdebat dengan mereka dengan

cara yang baik.

75

Baca juga QS. Luqman : 14-15, Hal. 581-582 76

Lihat juga QS. Ali Imran : 64, Hal. 72

Page 67: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

53

: اننحم(

845) Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl : 125)77

Selain itu diperbolehkan bagi umat Islam untuk memakan

sembelihan mereka yang tidak diharamkan, sebagaimana firman Allah

SWT :

: (5)انمائدة

Artinya : “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (QS. Al-Maidah : 5)78

g) Diperbolehkan bagi orang Islam laki-laki untuk menikahi perempuan

Nasrani atau Yahudi?

77

Baca juga QS. An-Nahl : 125, Hal. 383 78

Lihat juga QS. Al-Maidah, Hal. 143

Page 68: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

54

Di antara kelebihan khusus wanita ahli kitab, Yahudi dan Nasrani

adalah diperbolehkannya umat Islam untuk menikahi mereka. Syariat

Islam memberikan kebebasan kepada istri yang berasal dari ahli kitab

untuk tetap berada dalam agamanya setelah menikah juga

memperbolehkannya pergi ke gereja untuk melaksanakan kewajiban

ibadah.

Diperbolehkannya menikah dengan ahli kitab hanya berlaku bagi

laki-laki yang mau menikah dengan ahli kitab. Hal ini tidak berlaku bagi

wanita Muslimah.

8. Fungsi dan Peran Pemimpin Keagamaan Dalam Agama-Agama

Dalam setiap kelompok kleagamaan terdapat tokoh agama atau

pemimpin agama yang dijadikan panutan sekelompok umat keagamaan

tersebut. Sebutan nama dan peran serta fungsi para pemimpin agama

tersebut, seperti yang sudah dijelaskan oleh Betty R. Schart berikut :

“Dalam kedua agama yang terkait sangat tidak ketat dengan komunitas-komunitas tertentu, yakni agama Kristen dan agama Buddha, peranan-peranan keagamaan secara teoritik selalu bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak dikaitkan dengan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Pendeta, biarawan, atau biarawati Kristen mengangkat sumpah perorangan dan secara seremonial dikukuhkan dalam statusnya itu, yang dalam hal pendeta Katolik, dipersyaratkan memiliki kemampuan untuk melaksanakan peribadatan-peribadatan sekramental tertentu yang tidak dimiliki oleh semua pemeluk Katolik lainnya. Untuk pengukuhan ini sama sekali tidak ada kualifikasi atau diskualifikasi karena faktor keturunan atau kelahiran. Pemimpin ordo, denominasi atau sekte Kristen memperoleh posisinya sebagai pemimpin keagamaan karena keberhasilan perorangannya untuk mengumpulkan beberapa orang pemeluk di lingkungannya. Dalam agama Buddha lembaga sentralnya adalah ordo monasik (sangha), yang secara teoritik bebas dimasuki oleh semua pria dan wanita, tanpa mempermasalahkan asal usul keturunan mereka”.79 “Bahkan dalam berbagai agama yang ikatannya dengan suatu

komunitas lebih kuat, terdapat banyak peranan-peranan keagamaan bisa diperoleh. Kelompok Muslim yang ahli dalam bidang hukum (Syari‟ah) atau ulama dan para imam salat di masjid-masjid dididik untuk menjalankan peranan-peranan keagamaan mereka dan tidak

79

Betty R. Schart. Op.Cit. Hal. 63

Page 69: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

55

menerimanya sebagai warisan. Peranan khalifah, pemimpin tertinggi komunitas politiko-relijius dalam Islam, yang ada sejak wafatnya Nabi Muhammad saw. (th. 6321 hingga tahun 1924 ketika jabatan tersebut dihapuskan oleh Mustafa Kamal Pasha Attaturk dari Turki), lebih sulit dinilai apakah diperoleh ataukah dikaitkan dengan kualifikasi tertentu, karena ummat Muslim sendiri berbeda pendapat mengenai pemilihan khalifah yang benar. Dalam sejarah aktual ternyata jabatan itu cenderung sangat mirip dengan jabatan raja sekular, melalui pergantian berdasarkan kesamaan dinasti, tetapi juga dengan pergantian-pergantian dari dinasti yang satu kepada dinasti yang lain melalui perjuangan perebutan kekuasaan di antara mereka. Peranan syaikh atau wali dalam Islam sebagian memiliki sifat askriptif terikat dengan kualifikasi tertentu tetapi bisa juga diupayakan oleh semua Muslim. Pemimpin baru mungkin muncul, dengan mengumpulkan para pengikut di sekitarnya yang percaya akan pengakuannya sebagai orang suci, penglihatan batin (ma'rifat) dan pengalaman ekstasinya serta kekuatan-kekuatannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa. Namun keberhasilannya akan mengawali munculnya dinasti para syaikh, karena kesucian jenis ini dianggap sebagai hasil warisan”.80

Dalam agama Yahudi para pemimpin agama, peran dan fungsi mereka

pada sebatas bidang hukum, seperti penjelasan berikut di bawah ini :

“Dalam agama Yahudi tampaknya rabbi (ulama) merupakan spesialis di bidang hukum dan pemimpin peribadatan umum; posisinya itu dia upayakan, tidak diperoleh karena keturunan. Para nabi dalam agama Yahudi kuno, yang mentransformasikan agama tersebut dari penyembahan kepada satu sesembahan (dewa) kesukuan kepada monoteisme etik, tampaknya merupakan para pemimpin yang mendapatkan peranan-peranan tradisional sebagai juru ramal dan pembimbing spiritual, tetapi memainkan peranan-peranan tersebut dengan cara baru, dengan memadukan tugas lamanya yaitu meramal masa depan dengan tugas barunya yakni sebagai kritikus sosial dan pembaharu agama. Sudah barang tentu faktor keturunan atau kelahiran sama sekali tidak memainkan peranan dalam kualifikasi-kualifikasi mereka”.81

Begitu juga agama Hindu. Peran pemimpin keagamaan mereka ibarat

guru yang jadi panutan kehidupan mereka.

“Agama Hindu juga menunjukkan berbagai peranan keagamaan yang

80

Ibid. Hal. 63-64 81

Ibid. Hal. 64

Page 70: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

56

dapat diupayakan, meskipun telah ada teori Brahmanik mengenai hal itu. Guru, atau pemimpin agama (Hindu) yang, sebagaimana para syaikh di kalangan Muslim, mengajukan tuntutan pribadi dan mengumpulkan pengikut, tidak perlu berasal dari kasta Brahmana. Dia adalah tokoh kuat dalam sejarah agama Hindu”.82

Demikian pula agama Konghucu, peran pemimpin dinggap sebagai

pembantu raja dalam suatu negara.

Akhirnya kita bisa mencatat bahwa dalam agama Kong H. Cu sistem

penunjukan para pengelola kegiatan keagamaan melalui penelitian juga

merupakan sistem tentang peranan-peranan kependetaan yang bisa

diupayakan, karena para pengelola itu adalah pembantu-pembantu Raja

untuk melaksanakan berbagai peribadatan Kong Hu Cu.

Dalam agama Kong Hu Cu, meskipun para pengelola kegiatan-

kegiatan keagamaan mengupayakan jabatan-jabatan mereka, pendeta

tertingginya adalah Raja itu sendiri, yang posisinya diperoleh melalui

berbagai kualifikasi”.83

Dan secara umum, peranan dan fungsi dari para pemimpin agama,

dibahas dalam penjelasan kutipan berikut :

“Barangkali bisa diduga bahwa dalam sistem monastisisme selibat sebagaimana dalam agama Buddha secara teoretik tidak dimungkinkan untuk diserahkannya peranan-peranan keagamaan kepada seseorang berdasarkan pertimbangan keturunan atau kelahiran. Karena itu menarik untuk dicatat bahwa di Tibet, dalam hal biksu-biksu Buddha yang menjalankan kekuatan politik paling besar, dan kepala negaranya pun seorang biksu, teori reinkarenasi jiwa digunakan sedemikian rupa untuk menyerahkan peranan-peranan Dalai Lama dan Panchen Lama kepada bayi-bayi pada saat dilahirkan.

Baik dalam agama Kristen maupun dalam agama Buddha, kapan saja

agama terikat erat dengan nasib atau hidup-matinya negara tertentu,

peranan raja dengan sendirinya diberi sifat sakral, melalui berbagai

upacara penobatan dan upacara sejenis lainnya, dan peranan ini, setidak-

tidaknya secara teoretik, diberikan kepadanya berdasarkan kualifikasi 82

Ibid. Hal. 65 83

Ibid

Page 71: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

57

tertentu, tidak dengan upaya yang bersangkutan. Bahkan dalam berbagai

sistem selibat pun keinginan kuat untuk meningkatkan atau memperkokoh

status sosial suatu keluarga dapat menjurus kepada unsur kuat dalam

askripsi berbagai peranan keagamaan. Para pemimpin di gereja atau

berbagai ordo keagamaan cenderung diangkat dari strata sosial yang

lebih tinggi dalam masyarakat. Namun demikian organisasi pendeta atau

biksu yang kuat, lembaga-lembaga pendidikan yang dimiliki oleh para

'ulama', sampai batas tertentu bisa bertahan terhadap tekanan-tekanan

dari kelompok elit bukan-keagamaan ini, sebagaimana dilakukan dari

masa ke masa oleh [lembaga] Kepausan dalam sejarah agama Kristen.

Selain itu pengaruh kekayaan dan kekuasaan yang bersifat sekular

kurang begitu dirasakan dalam berbagai peranan keagamaan yang

memiliki unsur inovatif itu, atau bahkan unsur pemberontakan, seperti

berbagai peranan yang dimiliki oleh kelompok sektarian dalam Kristen,

para syaikh di kalangan ummat Muslim, atau para biksu Buddha yang

berkelana ke sana ke mari sambil mengajarkan versi barn agamanya.

Karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa meskipun agama-agama

besar sering sekali menganggap suci struktur sosial dari berbagai peranan

askriptif yang bersifat sekular, para fungsionaris mereka sendiri belum

pernah terorganisasikan secara sempurna menurut pola ini”.84

Dari penjelasan kutipan-kutipan di atas, telah jelas bahwa setiap

agama bervariasi dalam cara membedakan ulama, pendeta-pendeta atau

kelompok spesialisnya dalam bidang keagamaan dari para pemeluk

agama kebanyakan orang awam. Hubungan pemimpin dengan yang

dipimpinnya bisa diungkapkan pada masing-masing tradisi agama, yang

diberi istilah seperti guru dalam agama Hindu, syaikh bagi dalam Islam,

robbi chacidic pada umat yahudi di Eropa Timur, pendiri ordo atau sekte

tertentu dalam agama Kristen, dan biksu dalam agama Budha yang

mengajarkan cara baru memperoleh nirwana.

84

Ibid, Hal. 66-67

Page 72: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

58

B. Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap objek yang diteliti,

maka ada beberapa penelitian yang telah mengangkat Tentang

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor

9 dan Nomor 8 Tahun 2006, diantaranya adalah sebagai berikut:

Oleh M. Yusuf Asry dengan Judul “Pendirian Rumah Ibadat di

Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006)” Tujuan penelitian

ini ialah mendeskripsikan pendirian rumah ibadat yang diterima

dengan damai, yang mendapat penolakan, dan upaya penyelesaian

masalah terkait dengan pendirian rumah ibadat di 7 kabupaten/kota

yaitu Kota Jakarta Timur, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota

Denpasar, dan Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Sikka, dan

Kota Sorong. Dalam kesimpulannya diantaranya dikatakan bahwa

Pendirian rumah ibadat merupakan kebutuhan dasar dari tiap agama,

yang berfungsi sebagai pusat peribatan dan kebudayaan yang dijiwai

oleh nilai-nilai luhur (sacral). Dalam pendirian rumah ibadat, termasuk

renovasi bangunan menjadi tuntutan dari pertumbuhan umat, dan

kompleksitas kegiatan yang harus mengacu pada PBM Tahun 2006

dan tetap harus ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB).85

Jurnal Hukum Respublika oleh Ardiansyah dengan judul

“Legalitas Pendirian Rumah Ibadat Berdasarkan Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006”

dapat dijelaskan bahwa apabila dicermati keseluruhan dari subtansi

Perasturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 Tahun 2006 maka dilihat dari aspek aturan administrasif,

peraturan tersebut telah memberikan keadilan. Meskipun aturan

administratif telah terpenuhi, bukan berarti pemeluk agama dapat

dengan mudah melaksanakan pembangunan rumah ibadat.

85

M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006)

Page 73: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

59

PBM tahun 2006 mengatur penyelesaian masalah melalui jalur

musyawarah dan pengadilan. Apabila perselisihan mengenai rumah

ibadat tidak bisa di selesaikan melalui jalur musyawarah maka

perselisihan mengenai rumah ibadat bisa diselesaikan melalui jalur

pengadilan. Apabila kedua jalur penyelesaian tersebut tidak juga bisa

menyelesaikan perselisihan maka perlu ditingkatkan level pengaturan

rumah ibadat menjadi undang-undang.86

Jurnal Harmoni oleh Husni Mubarok dengan judul “Dilema

Rumah Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan” dapat dijelaskan

bahwa keragaman memiliki akar terdalam dalam diri bangsa, yakni

keterbatasan sumber pengetahuan, panca indera, akal dan ahasa.

Keterbatasan diri dalam interaksi sosialnya, melahirkan

pengelompokan di masyarakat hingga menjadi identitas. Konstelasi

antar identitas tidak hanya melahirkan kerjasama tetapi juga seringkali

berbuntut kekerasan dan menelan korban. Diperlukan harmonisasi

untuk memperkuat keragaman dan menghindari malapetaka.

Harmonisasi keragaman harus datang dari dalam diri, bukan dari luar.

Kesadaran tersebut adalah kesadaran eksistensial, yakni perbedaan

dan keragaman yang tidak bisa ditolak Wajar jika umat manusia tidak

seluruhnya memiliki kesadaran ini, meski ada pihak yang ingin

menghempaskan pihak lainnya demi kekuasaan publik. Oleh karena

itu, dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum

yang berlaku. Sembari pada saat yang bersamaan menciptakan ruang

kontestasi yang adil, transparan dan bertanggung jawab.87

Jurnal Dinamika Hukum Nela Sumika Putri dengan judul,

Pelaksanaan Kebebasan Beragama di Indonesia (External Freedom)

di Hubungkan Ijin Pembangunan Rumah Ibadah, dapat disimpulkan

86

Ardiansyah, legalitas Pendirian Rumah Ibadat berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 1 Tahun 2016

87 Husni Mubarok, Dilema Pendirian Rumah Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan,

Jurnal Harmoni Vol. IX Nomor 35 Juli-September 2010

Page 74: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

60

Aturan pembangunan rumah ibadat masih diperlukan untuk ketertiban

umum, akan tetapi yang terpenting bukanlah aturan melainkan

bagaimana para pihak dapat saling menghormati dan menghargai

kebebasan pemeluk agama lain untuk dapat menjalankan ibadahnya.

Oleh karena itu memupuk toleransi merupakan hal yang harus

dilakukan saat ini oleh seluruh warga indonesia dengan di dukung

oleh semua pihak yaitu pemerintah, pemimpin agama serta

lingkungan pendidikan. PBM Tahun 2006 terkait pembangunan rumah

ibadah yang mana di tujukan untuk menjaga ketertiban umum secara

hak asasi manusia diperkenankan karena pembangunan rumah

ibadah merupakan bagian dari forum eksternum dimana kebebasan

beragama bukan dipandang sebagai sesuatu yang absolut. Akan

tetapi pelaksanaan forum eksternum sendiri tentu harus dengan tetap

memperhatikan prinsip-prinsip non dis-kriminasi dan mencegah

intoleransi antar umat beragama.88

Dari penelusuran penulis mengenai penelitian tentang PBM

Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pendirian Rumah Ibadat

secara spesifik belum ada yang meneliti, Implementasi Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan

Nomor 8 Tahun 2006 (Studi Kasus Pendirian Rumah Ibadat di

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)

88

Nela Sumika Putri, Jurnal Dinamika Hukum, Pelaksanaan Kebebasan beragama diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah

Page 75: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

61

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis.

menggunakan metode penelitian hukum empiris, yaitu suatu metode

penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian

nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan

masyarakat. Dikerenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam

hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum

empiris dapat juga dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis.89

karena penelitian ini mengambil fakta-fakta yang ada di dalam suatu

masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah terkait dengan

implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Kemudian dikaitkan

dengan tema pembahasan penelitian.

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian

1. Situasi Sosial

Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial

penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada

obyek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam

aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place)

tertentu.90

Obyek dari penelitian ini adalah Implementasi Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan

Nomor 8 Tahun 2006 (Studi kasus Pendirian Rumah Ibadat di

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari). Dalam penelitian,

peneliti melihat Implementasi PBM Tahun 2006 dan sikap Forum

Kerukunan Agama Kabupaten Batang Hari terhadap Pendirian Rumah

89

https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ 90

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:Alfabeta, 2010), Hal. 215

Page 76: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

62

Ibadat di Kecamatan Bajubang. Di samping itu peneliti menemui para

instansi terkait dan para tokoh agama/ masyarakat serta orang-orang

yang berperan penting terhadap pendirian rumah ibadat. Dikaitkan

dengan penelitian ini, maka tempat penelitian dilaksanakan penulis

dengan alasan di lokasi tersebut adalah: pertama, bahwa Kecamatan

Bajubang Kabupaten Batanghari secara geografis salah satu

kabupaten yang terluas terletak di wilayah selatan dalam Provinsi

Jambi dimana masyarakatnya yang memiliki berbagai macam suku,

ras, dan agama yang menandakan pluralitas sangat terasa disini.

Kedua, beberapa kasus pendirian rumah ibadat di Kecamatan

Bajubang yang disinyalir tidak sesuai ketentuan PBM tahun 2006.

Ketiga, penelitian ini belum ada orang yang melakukan penelitian.

2. Subjek Penelitian

Secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini meliputi aspek-

aspek yang berkaitan dengan Implementasi Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8

Tahun 2006 (Studi kasus Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan

Bajubang Kabupaten Batanghari).. Sedangkan subjek penelitian

merupakan populasi yang akan diteliti dan ada kemungkinan dijadikan

informan secara keseluruhan, maka tidak perlu diambil sampel dalam

penelitian kualitatif, kecuali wawancara mendalam dari beberapa

orang informan yaitu, pengurus FKUB Kabupaten Batang Hari,

Instansi terkait, tokoh agama/masyarakat. Berdasarkan hal tersebut

maka penetapan informan yang dirasakan sesuai teknik purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu.91 Pertimbangan tersebut lebih tepat berasal dari ahli untuk

memberi pertimbangan dalam pengambilan beberapa informan yang

diperlukan, pendekatan inilah yang paling tepat untuk studi kasus

karena banyak aspek yang bisa dijadikan bahan refresentasi untuk

diamati dan dianalisa.

91

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Hal. 80

Page 77: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

63

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penulis ini adalah

penelitian lapangan (field reseach). Yakni penelitian yang mengkaji

dan menganalisa data-data lapangan, observasi lapangan untuk

mengamati secara langsung. Instansi terkait, FKUB Kabupaten

Batang Hari, tokoh agama/masyarakat sebagai informasi data primer

dan data sekunder sebagai data pendukung melalui di ambil peraturan

perundangan-undangan, PBM Tahun 2006, buku-buku, hasil

penelitian, tulisan karya ilmiah, majalah dan seluruh data yang terkait

dengan tema penelitian.

Penelitian ini bersifat kualitatif. Yakni masalah yang di bawa

oleh penulis masih belum jelas (remang-remang), bahkan gelap,

komplek dan dinamis. Oleh karena itu masih bersifat sementara,

tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah penulis berada

dilapangan.92 Penelitian ini akan memaparkan realitas data yang

ditemukan dilapangan, terutama informasi dari pengurus FKUB

Kabupaten Batang Hari dan instansi yang terkait dengan dengan

pendirian rumah ibadat.

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa

data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

diperoleh dari studi lapangan yaitu berupa hasil wawancara dengan

responden yang berkompeten terhadap masalah dalam penelitian.

data sekunder dalam penelitian normatif terdiri dari:

1. Bahan hukum primer yang ada antara lain meliputi:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

c. Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan

92

Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 2011), Hal.200

Page 78: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

64

Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008

tentang Kecamatan

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer seperti literatur-literatur, makalah-makalah dan lain lain yang

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Metode Observasi

Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala yang tanpak pada objek penelitian.

Metode observasi yang digunakan adalah observasi langsung

dengan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa

ada bantuan alat standar lain untuk kepentingan tersebut.93

Observasi atau metode pengamatan mempunyai sifat dasar

naturalistik yang berlangsung dalam konteks natural (asli) dari

kejadian, pelakunya berpartisipasi secara wajar dalam interaksi.94

b. Wawancara

Mengajukan pertanyaan untuk mendapat jawaban yang benar

merupakan pekerjaan yang cukup sulit, wawancara merupakan cara

yang umum dan ampuh untuk memahami suatu

keinginan/kebutuhan. Wawancara termasuk bagian terpenting dalam

sosiologi karena merupakan studi tentang interaksi antar manusia.95

Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara detail

dan mendalam dari informan sehubungan dengan fokus masalah

93

Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1998), Hal. 212 94

Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 2011), Hal.74 95

Ibid, Hal.80

Page 79: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

65

yang diteliti. Dari wawancara ini diharapkan diperoleh respon dan

opini subjek penelitian yang berkaitan dengan tema pembahasan

penelitian. Untuk membantu peneliti dalam memfokuskan masalah

yang diteliti dibuat pedoman wawancara dan pengamatan. Moleong

menyebutkan sebagai wawancara terstruktur dan tak terstruktur.96

Wawancara terstruktur diperlukan secara khusus bagi

informan terpilih, Informan yang akan diwawancarai dalam penelitian

ini adalah Pengurus FKUB Kabupaten Batang Hari dan instansi yang

terkait dengan pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang

Kabupaten Batang Hari. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

c. Dokumentasi

Metode Dokumentasi merupakan sumber non manusia,

sumber ini adalah sumber yang cukup bermanfaat sebab telah

tersedia sehinggga akan relatif mudah untuk memperolehnya,

merupakan sumber yang stabil dan akurat sebagai cerminan situasi

dan kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang

dengan tidak mengalami perubahan.

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah

tersedia dalam catatan dokumen atau laporan. Fungsinya sebagai

pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui

observasi dan wawancara.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikan data-data yang tersedia ke dalam suatu pola,

katagori, dan satuan uraian yang mendasar. Analisis data adalah

proses mengatur dan mengurutkan data kedalam pola, katagori dan

satuan uraian dasar untuk ditemukan tema dalam analisis seperti

96

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian, Hal. 138

Page 80: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

66

yang disarankan data.97 Analisis data pada dua tahap tersebut agar :

1. Analisis data pada saat masih dilapangan, hal ini dimaksudkan agar

setiap data yang ditemukan tidak mudah terlupakan, dan jika ada

data yang terlupakan, peneliti akan konfirmasi secara cepat kepada

informan. Selain itu juga menghindari penumpukan data selama

proses penelitian berlangsung dan dikhawatirkan hanya

membingungkan.

2. Analisis data pada saat setelah data terkumpul selurunya, kegiatan

utama pada tahap kedua adalah memperbaiki dan mempertajam

analisis untuk menarik kesimpulan sementara. Seluruh kegiatan

dalam analisis data ini peneliti akan berpedoman pada tujuan

penelitian.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah

berdasarkan analisis interaktif sebagaimana dikemukakan oleh

Milles dan Hubberman. Analisis tersebut terdiri adari tiga kegiatan

yang saling berinteraksi, yaitu : (1) reduksi data (data reduction), (2)

penyajian data (data display), (3) penarikan kesimpulan (conslution).

F. Uji Keterpercayaan Data

Dalam menerapkan kesahihan atau keterpercayaan data

diperlukan teknik pemeriksaan, yang didasarkan atas kriteria

tertentu. Menurut Moleong, ada empat kriteria yang digunakan,

yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterahlian (transferability),

ketergantungan (dependability), dan kepastian (confir-mability).98

Agar memperoleh data yang valid dan obyektif maka dalam

penelitian ini digunakan teknik sebagai berikut :

a. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk membantu dalam proses penelitian, maka penulis

menggunakan macam prosedur pengumpulan data, yaitu:

97

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Hal. 224

98 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., Hal. 10

Page 81: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

67

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh dengan

cara membaca, mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan

dengan permasalahan yang dibahas.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan yaitu mencari data dengan cara melakukan

wawancara terbuka terhadap narasumber maupun pihak lain.

Wawancara dilakukan kepada Pengurus FKUB Kabupaten Batang

Hari dan instansi terkait, tokoh agama/masyarakat yang

berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

b. Prosedur Pengolahan Data

Apabila data yang diperoleh dari studi pustaka dan studi

lapangan telah cukup, maka selanjutnya adalah melakukan

pengolahan data yakni dengancara sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data, yaitu berupa penentuan data sesuai dengan

pokok bahasan apabila ada kemungkinan kurang atau keliru.

2. Klasifikasi data, yaitu menentukan data yang sesuai dengan

pokok bahasannya masing-masing.

3. Penyusunan data, yaitu menetapkan data pada tiap kerangka

bahasan pada permasalahan yang akan diteliti.

4. Seleksi data, yaitu memilih data yang benar-benar valid serta

berhubungan dengan inti masalah.

Analisis data bermaksud untuk menyederhanakan data

kedalam bentuk yang jelas sehingga mudah dipahami. Data

tersebut setelah diolah, lalu diteliti dan disederhanakan. Dalam

analisis data, penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif

kualitatif yaitu dengan cara merinci, menguraikan, memberi arti

lalu dihubungkan antara teori dan kenyataan pelaksanaannya

dalam bentuk kalimat untuk selanjutnya ditarik kesimpulan guna

menjawab permasalahan dalam penelitian terhadap Implementasi

Page 82: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

68

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 (Studi kasus Pendirian Rumah

Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)

G. Rencana dan waktu Penelitian

Adapun rencana dan waktu penelitian penyelesaian tesis ini adalah

selama enam bulan, dengan perincian jadwal sebagai berikut :

NO

KEGIATAN BULAN/ MINGGU TAHUN 2018-2019

OKTOBER NOPEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penulisan draf proposal

X X X X

2 Komunikasi dengan Ketua Prodi

X X X X

3 Revisi draf proposal

X X X X

4 Proses untuk ujian proposal

X X X X

5 Revisi draf proposal setelah ujian

6 Konsultasi dengan Pembimbing

7 Koleksi data 8 Analisis dan

penulisan draf awal

9 Draf awal dibaca Pemb

10 Revisi draf awal 11 Draf dua dibaca

Pemb

12 Revisi draf dua 13 Draf dua dibaca

Pemb

14 Penulisan draf akhir

15 Draf akhir dibaca Pemb

16 Ujian tahap awal 17 Revisi setelah

ujian

18 Ujian Munaqasyah

19 Revisi tesis setelah ujian Munaqasyah

20 Mengikuti Wisuda

Page 83: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

69

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN

DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Batang Hari

a. Sejarah Singkat

Kabupaten Batang Hari dengan Filosofi “Serentak Bak Regam“

beribukota Muara Bulian dibentuk Tanggal 1 Desember 1948 melalui

Peraturan Komisaris Pemerintah RI di Bukit Tinggi No.81/Kom/U tanggal

30 Nopember 1948 dengan Pusat Pemerintahan waktu itu di Jambi,

Sekarang kota Jambi, dan merupakan satu dari 11 Kabupaten/Kota

dalam Provinsi Jambi, sedang Provinsi Jambi dibentuk dengan UU

Darurat No.19 tahun 1957 bersamaan dengan pembentukan Provinsi

Sumatera Barat dan Riau.

Secara historis, pada masa pemerintahan Nurdin sebagai Bupati

Pertama 1950 -1952 kawasan Batang Hari masih belum memiliki

otonomi dan kedudukan pusat pemerintahan sebagai Daerah Tk. II

secara pasti, ini berlangsung hingga masa kepemimpinan M.Djamin Datuk

Bagindo 1952-1963, dan Abdul Manaf Bupati ketiga 1953-1954.

Namun demikian pembangunan di kawasan Kabupaten Batang Hari

terus berjalan. Sejak tahun 1954 cikal bakal pemimpin-pemimpin wilayah

Batang Hari dalam hal memperbaiki mekanisme pemerintahan daerah

serta mewujudkan berbagai apek pembangunan mulai dirintis sebagai

langkah awal menuju pembangunan berikutnya.

Tahun 1954-1956 Batanghari dipimpin oleh Bupati Madolangeng,

Tahun 1956-1957 R. Sunarto, tahun 1957-1958 dipimpin oleh Ali Sudin,

dan Tahun 1958-1966 saat dipimpin oleh H. Bakri Sulaiman terjadi

perubahan otoritas pemerintahan. Tahun 1963 Pusat pemerintahan

Kabupaten Batang Hari dipindah ke KM.10 Kenali Asam (saat ini masuk

wilayah Kota Jambi). Tahun 1965 sesuai UU No.7 Tahun 1965,

69

Page 84: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

70

Kabupaten Batang Hari dimekarkan menjadi 2 Daerah Tingkat II yakni

Kabupaten Dati II Batang Hari yang beribukota KM. 10 Kenali Asam dan

Kabupaten Batanghari.

Tahun 1966-1968 Kabupaten Batang Hari dipimpin Drs. H.Z.

Muchtar DM dan tahun 1968-1979 dilanjutkan oleh Rd. Syuhur. Tahun

1979 Pusat Pemerintahan Kabupaten Batang Hari dipindahkan dari Km.

10 Kenali Asam ke Muara Bulian berdasarkan UU NO. 12 Tahun 1979

dan diresmikan oleh Mendagri Bapak Amir Machmud tanggal 21 Juli

1979.

Tahun 1981-1991 Kabupaten Batanghari dipimpin oleh Drs.H. Hasip

Kalimuddinsyam. Tahun 1991-2001 Batanghari dipimpin oleh Bupati H.M.

Saman Chatib, SH. sejalan dengan era reformasi dan tuntutan otonomi

daerah Kabupaten Batang Hari. Berdasarkan UU. No. 54 tahun 1999

dimekarkan kembali menjadi 2, yakni Kabupaten Batang Hari yang

beribukota Muara Bulian dan Kabupaten Muaro Jambi yang beribukota

Sengeti yang peresmian dilakukan oleh Mendagri di Jakarta bulan

Oktober 1999, sehingga saat ini Kabupaten Batanghari memiliki luas

wilayah 5.809,43 Km persegi, berpenduduk sampai Desember 2010

sebanyak 240.763 jiwa tersebar pada 8 Kecamatan dengan 100 Desa

dan 13 Kelurahan.

Tahun 2001-2006 Kabupaten Batang Hari dipimpin oleh H. Abdul

Fattah, SH dengan Wakilnya Ir. Syahirsah, Sy yang menjadi Wakil Bupati

pertama sejak Batang Hari berdiri. Tahun 2006-2011 Kabupaten

Batanghari dipimpin oleh Bupati Ir. Syahirsah, Sy dengan Wakil Bupati H.

Ardian Faisal, SE, MSi (Putra HM. Saman Chatib, SH), sebagai Bupati

dan Wakil Bupati yang dipilih langsung oleh rakyat untuk yang pertama

kali melalui proses Pilkada Langsung.

Tahun 2011 Kabupaten Batang Hari dipimpin oleh H. Abdul Fattah,

SH dan Sinwan, SH yang menjadi Bupati dan wakil Bupati Batang Hari

periode 2011-2016. Pada periode Tahun 2013-2016Kabupaten Batanghari

dipimpin oleh Sinwan ,SH sebagai Bupati.

Page 85: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

71

Periode baru saat ini dengan mengusung slogan "Batang Hari

Bersatu", pasangan Ir. H. Syahirsah. SY dan Hj.Sofia Joesoef, SH

terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Batang Hari

untuk tahun pengabdian 2016-2021.

Kabupaten Batang Hari mengalami dua kali pemekaran, yang

pertama sesuai UU No.7 Tahun 1965 Kabupaten Batang Hari

dimekarkan menjaddi dua Daerah Tingkat II, yakni Kabupaten Batang

Hari beribukota Kenali Asam dan Kabupaten Batanghari, Kedua, sesuai

dengan UU No. 54 Tahun 1999 Kabupaten BatangHari kembvali

dimekarkan menjadi Dua Kabupaten yakni Kabupaten Batang Hari

dengan Ibukota Muara Bulian dan Kabupaten Muaro Jambi beribukota

Sengeti.

Saat ini Kabupaten Batang Hari memiliki luas wilayah 5.804,83 Km

Bujur sangkar dengan penduduk Sampai Desember 2010 berjumlah

241.334 jiwa tersebar di 8 Kecamatan atau 100 Desa dan 13 Kelurahan.99

b. Letak Geografis

Kabupaten Batang Hari terletak diantara 1023‟ Lintang Selatan dan

2023‟Lintang Selatan, dan antara 102029‟ Bujur Timur dan 103028‟ Bujur

Timur. Daerah ini beriklim tropis, dengan tingkat elevasi sebagian besar

terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian 11-100 meter di

ataspermukaan laut (sebesar 92,67 persen). Sedangkan 7,33 persen

lainnya berada pada ketinggian 101-500 meter di ata permukaan laut.

Kabupaten ini juga dilalui dua sungai besar yaitu Sungai Batang Hari dan

Sungai Tembesi. Luas Wilayah Kabupaten Batang Hari adalah 5.804,83

ribu kilometer persegi (km2). Pada tahun 2017 Kabupaten Batang Hari

terdiri dari 8 kecamatan dan 124 Desa/Kelurahan. Batas-batas wilayah

kabupaten adalah sebagai berikut:

99

http://www.batangharikab.go.id

Page 86: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

72

1. Utara : Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan

Kabupaten Batanghari

2. Timur : Kabupaten Muaro Jambi

3. Selatan : Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Sarolangun,

dan Kabupaten Muaro Jambi

4. Barat : Kabupaten Tebo100

Kabupaten Batang Hari merupakan salah satu daerah otonom

kabupaten di Provinsi Jambi. Kabupaten ini terdiri dari 8 (delapan)

kecamatan, 14 kelurahan dan 110 desa, dengan rincian sebagai berikut:

1. Mersam yang beribukota di Kembang Paseban, terdiri dari 15 desa

dan 1 kelurahan.

2. Maro Sebo Ulu yang beribukota di Simpang Sungai Rengas, terdiri dari

16 Desa dan 1 kelurahan.

3. Batin XXIV yang beribukota di Muara Jangga, terdiri dari 15 desa dan

2 kelurahan.

4. Muara Tembesi yang beribukota di Muara Tembesi, terdiri dari 12 desa

dan 2 kelurahan.

5. Muara Bulian yang beribukota di Muara Bulian, terdiri dari 16 desa dan

5 kelurahan.

6. Bajubang yang beribukota di Bajubang, terdiri dari 9 desa dan 1

kelurahan.

7. Maro Sebo Ilir yang beribu kota di Terusan, terdiri dari 7 desa dan 1

kelurahan.

8. Pemayung yang beribu kota di Jembatan Mas, terdiri dari 18 desa dan

1 kelurahan.

c. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Batang Hari pada tahun 2017 adalah

sebanyak 266.971 jiwa, sedangkan pada tahun 2016 sebanyak jiwa

100

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 10

Page 87: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

73

263.896. Jumlah penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Muara Bulian,

sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Maro Sebo Ilir.

Rasio jenis kelamin (laki-laki dibandingkan perempuan) penduduk

Kabupaten Batang Hari pada tahun 2017 adalah 104 (di atas 100). Ini

berarti, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Batang Hari lebih banyak

daripada penduduk perempuan, seperti disajikan

Jumlah penduduk yang begitu besar dan terus bertambah setiap

tahun tersebut tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran

penduduk. Kecamatan Muara Bulian yang wilayahnya hanya 7,2 persen,

dihuni sebanyak 23,09 persen dari seluruh penduduk Kabupaten Batang

Hari. Kecamatan Bajubang yang memiliki luas terbesar hanya dihuni

15,28 persen penduduk Kabupaten Batang Hari.

Jumlah penduduk Kabupaten Batang Hari terdiri dari:

1. Penduduk Asli

2. Warga Negara Indonesia Keturunan

3. Minang

4. Jawa

5. Batak

6. Palembang

7. Dll.

Gambar 1.4. Presentase Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Batang

Hari (km2), 2017.101

101

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 13

Page 88: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

74

Tabel 1.4 Banyaknya Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

Kabupaten Batang Hari, 2017.102

No

Kecamatan

Penduduk (Orang)

Rasio Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 2 3 4 5 7

1

2

3

4

5

6

7

8

Mersam

Maro Sebo Ulu

Batin XXIV

Muara Tembesi

Muara Bulian

Bajubang

Maro Sebo Ilir

Pemayung

13.852

16.729

14.385

15.469

31.246

21.501

7.153

15.860

13.607

16.602

13.499

15.344

30.407

12.295

6.534

15.488

27.459

33.331

27.884

30.813

61.653

40.796

13.687

31.348

102

101

107

101

103

111

109

102

Jumlah 136.195 130.776 266.971 104

Tabel 2.4

Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Batang Hari tahun 2017.103

No

Kecamatan

Luas

Penduduk (Orang)

Kepadatan Penduduk

Orang/Km2

KM % Jumlah %

1 2 3 4 5 6 7

1

2

3

4

5

6

7

8

Mersam

Maro Sebo Ulu

Batin XXIV

Muara Tembesi

Muara Bulian

Bajubang

Maro Sebo Ilir

Pemayung

801,90

906,33

904,14

419,77

417,97

1.203,51

129,06

1.022,15

13,81

15,61

15,58

7,23

7,20

20,73

2,22

17,61

27.459

33.331

27.884

30.813

61.653

40.796

13.687

31.348

10,29

12,48

10,48

11,54

23,09

15,28

5,13

11,74

34

37

31

73

148

34

106

31

Jumlah 5.804,83 100,00 266.971 100,00 46

102

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 63 103

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 61

Page 89: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

75

Tabel 3.4

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Agama yang Dianut di

Kabupaten Batang Hari, 2017.104

No Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lain

1 2 3 4 5 6 7 8

1

2

3

4

5

6

7

8

Mersam

Maro Sebo Ulu

Batin XXIV

Muara Tembesi

Muara Bulian

Bajubang

Maro Sebo Ilir

Pemayung

29.424

36.640

27.660

30.035

59.320

45.349

13.726

31.737

91

8

259

340

234

102

96

37

0

0

149

280

80

8

0

0

0

0

0

0

9

0

0

0

0

0

0

95

4

0

0

0

0

4

0

53

0

0

0

0

Batang Hari 273.891 1.167 517 9 99 57

Tabel 4.4

Jumlah Tempat Ibadah per Kecamatan di Kabupaten Batang Hari

Tahun 2017.105

No Kecamatan Masjid Langgar Musholla Gereja Protestan

Gereja Katolik

Pura Vihara

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1

2

3

4

5

6

7

8

Mersam

Maro Sebo Ulu

Batin XXIV

Muara Tembesi

Muara Bulian

Bajubang

Maro Sebo Ilir

Pemayung

26

26

44

34

70

54

16

35

47

24

41

34

64

44

28

53

4

3

3

9

28

9

17

4

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Jumlah 305 334 79 1 0 0 0

104

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 203 105

Ibid

Page 90: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

76

2. Gambaran Umum Kecamatan Bajubang

a. Sejarah Singkat

Kecamatan Bajubang merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Kecamatan ini merupakan

kecamatan terluas di Kabupaten Batanghari. Luas wilayahnya adalah

1.203,51 Km² atau 20,73% total wilayah Kabupaten Batanghari.

Kecamatan Bajubang secara resmi menjadi kecamatan defenitif

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 tentang

pembentukan Kecamatan Bajubang.106

Batas-batas Kecamatan Bajubang:

Utara : Kecamatan Muara Bulian

Timur : Kecamatan Muaro Jambi

Selatan : Provinsi Sumatera Selatan

Barat : Kabupaten Sarolangun

Kelurahan Bajubang adalah ibukota dari kecamatan ini. Berikut

adalah Desa/Kelurahan yang ada di Kecamatan Bajubang:

1. Desa Bungku

2. Desa Sungkai

3. Desa Penerokan

4. Desa Ladang Peris

5. Desa Pompa Air

6. Desa Mekar Jaya

7. Kelurahan Bajubang

8. Desa Batin

9. Desa Petajin

10. Desa Mekar sari Ness 106

Expose Kecamatan Bajubang

Page 91: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

77

Tabel 5.4 Jarak Desa/Kelurahan di Kecamatan Bajubang dengan Ibukota

Kecamatan (Bajubang).107

No

Desa/Kelurahan

Jarak Ke Ibukota Kecamatan (KM)

1 2 3

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Bungku

Sungkai

Penerokan

Ladang Peris

Pompa Air

Mekar Jaya

Bajubang

Batin

Petajin

Mekar sari Ness

30

14

5

3

11

15

1

9

11

7

Tabel 6.4 Jarak Desa/Kelurahan di Kecamatan Bajubang dengan Ibukota

Kabupaten Batang Hari (Muara Bulian).

No

Desa/Kelurahan

Jarak Ke Ibukota Kabupaten (KM)

1 2 3

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Bungku

Sungkai

Penerokan

Ladang Peris

Pompa Air

Mekar Jaya

Bajubang

Batin

Petajin

Mekar sari Ness

45

31

23

19

25

20

17

16

20

14

107

BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 6

Page 92: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

78

Tabel 7.4 Jarak Desa/Kelurahan di Kecamatan Bajubang dengan Ibukota

Provinsi Jambi (Jambi).

No

Desa/Kelurahan

Jarak Ke Ibukota Provinsi (KM)

1 2 3

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Bungku

Sungkai

Penerokan

Ladang Peris

Pompa Air

Mekar Jaya

Bajubang

Batin

Petajin

Mekar sari Ness

85

45

48

53

62

71

52

48

47

50

Kecamatan Bajubang merupakan salah satu dari 8 kecamatan

yang ada dalam Kabupaten Batang Hari.

Kecamatan Bajubang terdiri dari 10 desa/kelurahan, 38 dusun, 145

rukun tetangga (RT) dengan perincian :

1. Desa Bungku terdiri dari 5 dusun dan 41 rukun tetangga

2. Desa Sungkai terdiri dari 3 dusun dan 10 rukun tetangga

3. Desa Penerokan terdiri dari 4 dusun dan 22 rukun tetangga

4. Desa Ladang Peris terdiri 4 dusun dan 10 rukun tetangga

5. Desa Pompa Air terdiri dari 4 dusun dan 11 rukun tetangga

6. Desa Mekar Jaya terdiri dari 4 dusun dan 11 rukun tetangga

7. Kelurahan Bajubang terdiri dari 6 rukun warga dan 21 rukun tetangga

8. Desa Batin terdiri dari 6 dusun dan 21 rukun tetangga.

9. Desa Petajin terdiri dari 4 dusun dan 13 rukun tetangga

Page 93: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

79

10. Desa Meka sari ness terdiridari 3 dusun dan 8 rukun tetangga

Pusat pemerintahan Kecamatan Bajubang terletak di Kelurahan

Bajubang. Jarak pusat pemerintahan kecamatan Bajubang ke ibukota

kabupaten (Muara Bulian) kurang lebih 17 Km.108

Jumlah Penduduk Kecamatan Bajubang pada tahun 2017 tercatat

sebanyak 40.796 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 21.501 jiwa dan

penduduk perempuan 19.295 jiwa. Perbandingan penduduk laki-laki dan

penduduk perempuan (sex ratio) di Kecamatan Bajubang adalah 118 yang

berarti bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan

atau dari 118 jiwa penduduk laki terdapat 100 jiwa perempuan.

Persebaran Penduduk di Kecamatan Bajubang tercatat 67 jiwa per

Km2.109

Pelayanan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk

kehidupan masyarakat dan mengatasi berbagai masalah sosial budaya

yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa.

Di Kecamatan Bajubang secara resmi terdapat 56 buah Mesjid

dan 61 buah Langgar dan 2 gereja.

Tabel 8.4 Jumlah Tempat Ibadah Dirinci per Desa/Kelurahan di Kecamatan

Bajubang.

No

Desa/Kelurahan

Masjid

Langgar

Gereja

Vihara

Pura

1 2 3 4 5 6 7

1

2

3

4

5

Bungku

Sungkai

Penerokan

Ladang Peris

Pompa Air

8

3

10

10

3

7

-

18

3

6

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

108

BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 9 109

BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 18

Page 94: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

80

6

7

8

9

10

Mekar Jaya

Bajubang

Batin

Petajin

Mekar sari Ness

3

9

4

3

2

4

8

7

4

4

-

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Jumlah

56

61

2

-

-

Tabel 9.4

Jumlah Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Kecamatan Bajubang Tahun 2017.110

No

Desa/Kelurahan

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Bungku

Sungkai

Penerokan

Ladang Peris

Pompa Air

Mekar Jaya

Bajubang

Batin

Petajin

Mekar Sari Ness

6.273

607

4.270

1.657

1.337

932

3.387

1.268

1.147

623

5.150

561

868

1.487

1.248

830

3.213

1.229

1.104

605

11.423

1.168

8.138

3.144

2.585

1.762

6.600

2.497

2.251

1.228

Jumlah

21.501

19.295

40.796

110

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 77

Page 95: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

81

B. Temuan Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian

1. Implementasi PBM Tahun 2006 yang dikaktualisasikan Pemda

Kabupaten Batanghari dan Eksistensi pendirian rumah ibadah

ditinjau dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten

Batang Hari, jika merujuk pada peraturan bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006, FKUB adalah forum yang

dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka

membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk

kerukunan dan kesejahteraan. Selanjutnya disebutkan bahwa FKUB di

bentuk di setiap Wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Kedua FKUB

tersebut tidak memiliki hubungan koordinasi tetapi lebih bersifat

konsultatif.

Tugas FKUB Tingkat Kab/Kota adalah sama dengan tugas Tingkat

Provinsi hanya ada satu tambahan tugas yaitu: Memberikan rekomendasi

tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah. Sebagaimana sesuai

dengan observasi penulis di sekretariat FKUB Kabupaten Batang Hari

bahwa FKUB Kabupaten Batang Hari pertama kali dibentuk berdasarkan

keputusan Bupati Nomor 111 tahun 2007. Motivasi dibentuknya FKUB

bertujuan untuk menjalin silaturahmi antar umat beragama yang ada di

Kabupaten Batang Hari, dan sebagai wadah untuk mengatasi bila terjadi

konflik dengan melibatkan wakil dari semua agama. Dalam perjalanannya

forum ini mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak dan didayagunakan

bukan hanya ketika ada persoalan yang akan diselesaikan, tetapi

didayagunakan untuk berbagai hal yang berkaitan dengan peningkatan

kerjasama antar umat beragama dalam aktifitas kehidupan sehari-hari,

menampung dan menyalurkan aspirasi dari berbagai pihak. Berbagai

bentuk dukungan pemerintah untuk memperdayakan forum ini antara lain:

Page 96: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

82

1. Mengalokasikan dana bantuan setiap tahunnya untuk menunjang

aktivitas forum ini agar program-program yang telah disusun oleh

pengurus FKUB bisa berjalan;

2. Pihak Pemda dan Kemenag senatiasa memberikan dorongan motivasi

agar pengurus aktif menjalankan peran dan tugasnya;

3. Penyelenggaran rapat bersama antara dewan penasehat dalam rapat

tersebut terdapat banyak arahan-arahan dari dewan penasehat;

4. Memfasilitasi kegiatan pertemuaan dan rapat-rapat FKUB seperti

dilakukan oleh Badan Kesbangpol Kabupaten Batang Hari dalam

penyelenggaraan rapat-rapat pengurus FKUB;

5. Menyediakan lokasi gedung sekretariat FKUB dalam area kantor

Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari.111

Pendirian Rumah Ibadah di Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari, salah satu karakterik masyarakat di Bajubang adalah

heterogen dari segi kepemilikan agama. Di Kecamatan ini terdapat

pemeluk antar umat beragama yaitu umat Islam, Kristen, dan Katolik.

Kondisi tersebut menjadi potensi tersendiri bagi peningkatan kedewasaan

kehidupan keagamaan menuju kehidupan yang rukun sekalipun

berdekatan dengan mereka yang berbeda agama. Namun demikian,

heterogenitas dari segi kepemilikan agama di satu sisi dapat menjadi

potensi ketidakrukunan. Salah satu faktor dapat munculnya

ketidakrukunan adalah persoalan pendirian rumah ibadah. Karena rumah

ibadah memang bukan hanya sekedar sebagai sarana ibadah saja, tapi

juga sebagai pusat penyiaran agama. Berbagai persoalan dalam pendirian

rumah ibadah masih terjadi di beberapa diwilayah kecamatan Bajubang

yang tidak sesuai dengan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Sebagaimana observasi penulis

bahwa proses berdirinya rumah ibadah di Kecamatan Bajubang

Kabupaten Batang Hari boleh dikatakan tidak berjalan dengan baik namun

111

Observasi, tanggal 01 Mei 2019

Page 97: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

83

tidak sampai menimbulkan masalah yang sangat serius. Sejauh ini, FKUB

sudah menemukan kasus-kasus konflik yang dipicu dalam pendirian

rumah ibadah di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari yaitu di

Desa Pompa Air dan Desa Bungku.

Sebagaimana wawancara penulis dengan Kepala Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari, ia mengatakan bahwa:

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari dalam meredam dan mendeteksi secara dini potensi konflik di Kabupaten Batang Hari terus digalakan. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari dalam upaya penanganan potensi konflik adalah: 1. Memberikan pemahaman bagi masing-masing antar umat beragama

tentang pentingnya kerukunan sesuai dengan agama masing - masing; 2. Meminimalisir dan membingkai permasalahan sosial dan budaya antar

umat beragama dalam konteks masalah sesungguhnya yang dapat menimbulkan konflik ditengah masyarakat.

3. Mendayagunakan secara optimal peran FKUB untuk bisa perperan aktif dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama bersama masyarakat sebagai umat beragama;

4. Jika ada persoalan antar kelompok agama, senantiasa mencari penyelesaian terbaik melalui musyawarah, dialog dan komunikasi yang dimediasi oleh Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama.112

Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan dengan

pembangunan rumah ibadah gereja terbanyak di antara kecamatan

lainnya yang ada di kabupaten Batang Hari, terdapat permasalahan di

dalamnya, yaitu banyaknya pendirian rumah ibadat yang tidak sesuai

dengan peraturan yang ada.

Ada beberapa peristiwa berkaitan dengan pendirian rumah ibadat

yang terjadi seperti pada kasus pendirian rumah ibadat gereja di Desa

Pompa Air kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.

Sebagaimana wawancara penulis dengan tokoh agama Kristen,

dikatakan bahwa awalnya seluruh jemaat gereja ini dibolehkan dalam

melaksanakan kegiatan keagamaan oleh masyarakat seperti perayaan

112

Wawancara, Herman ( Kepala Kantor Kemenag Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019

Page 98: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

84

natal dan kegiatan rohani lainnya namun pada akhirnya terjadi gejolak

atau konfilk sehingga warga sekitar melarang karena alasan

pembangunan rumah ibadah gereja yang tidak diakui/tidak sesuai dengan

peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

dan 8 tahun 2006. Disamping persoalan IMB masyarakat juga merasa

tidak pernah dilibatkan dan dimintai persetujuan di dalam pembangunan

rumah ibadah, sehingga dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60

(enam puluh) orang yang disahkan oleh Kepala Desa ini tidak ada.

Persoalan inilah yang menjadi alasan keberatan dan penolakan

masyarakat Desa Pompa Air terhadap pendirian rumah ibadat gereja

dilokasi tersebut sehingga pada akhirnya ditertibkan berdasarkan

keputusan musawarah FKUB Kabupaten Batang Hari. Persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan persyaratan administrasi dan teknis

yang harus dipenuhi dalam pembangunan sebuah rumah ibadat dikatakan

sangat rumit dan memberatkan.

Kemudian dikatakan bahwa pendirian rumah ibadah yang berbeda

agama dengan mayoritas warga setempat juga terdapat di Desa Bungku

Kecamatan Bajubang, namun tidak menumbulkan konflik di tengah-tengah

masyarakat, dengan alasan bahwa telah terjadinya komunikasi yang baik

antara pemilik rumah ibadat (umat kristen) dengan masyarakat muslim

setempat, sejak lama telah terjadi komunikasi yang baik selama ini.

Sehingga kedua bela pihak tidak memiliki rasa kecurigaan dari segi

kegiatan-kegiatan keagamaam. Termasuk dalam pendirian rumah ibadat,

kemudian Interaksi sosial di antara masyarakat telah terbagun dengan

baik sejak lama. Kedua unsur masyarakat telah bergaul dengan baik,

sehingga sentimen keagamaan bisa pudar akibat interkasi sosial yang

sudah baik. Selanjutnya terdapat kepekaan sosial yang cukup tinggi

antara dua masyarakat yang berbeda agama tersebut dalam bentuk

kehidupan saling tolong menonolong, baik dari aspek sosial

Page 99: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

85

kemasyarakatan, maupun hubungan induvidual masing-masing anggota

masyarakat.113

Kebijakan pemerintah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat

kurang mencerminkan keadilan dan lemahnya penegakan hukum

berpotensi terhadap timbulnya ketidak-harmonisan hubungan antar

kelompok sosial dan umat beragama, maupun hubungan antar umat

beragama dengan pemerintah.

Pembangunan Rumah Ibadat yang akan dibangun sebenarnya

harus mematuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis hal itu

sudah diatur dalam pasal 14 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat

Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat dikatakan bahwa:

“Pendirian rumah ibadat harus mematuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis bangunan gedung.”

Kemudian dipertegas pada Pasal 14 ayat (2) Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006

tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah

Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah yang

mengatakan selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus

lainnya. Persyaratan khusus itu antara lain meliputi:

a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling

sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat

sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (3);

113

Wawancara, Marulan Silalahi (Pengurus HKBP Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019

Page 100: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

86

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang

yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama

kabupaten/kota; dan

d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

dan pada pasal 14 ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat

Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat dikatakan apabila persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan

persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban

memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Disini jelas peran pemerintah adalah menjembatani kebebasan tiap

pemeluk agama untuk beribadat sesuai dengan agamanya masing-

masing, sehingga kedepannya tidak ada lagi persoalan tentang

kebebasan beragama dan peraturan yang ada harus berjalan efektif.

Kultural masyarakat yang belum menerima jika pendirian rumah

ibadah memerlukan pengaturan oleh pemerintah dalam rangka fungsi

ketertiban bahwa pendirian rumah ibadat tidak perlu diatur oleh

pemerintah, karena sejak nenek moyang membangun rumah ibadah tidak

perlu ijin dari siapapun. Padahal, Peraturan Bersama Menteri Nomor 9

dan No. 8 tahun 2006, khususnya tentang pendirian rumah ibadat tidak

dimaksudkan membatasi ibadah. Harus dibedakan antara mengatur

pendirian rumah ibadah dan membatasi kebebasan beribadah. Semangat

peraturan tersebut adalah menertibkan pendirian rumah ibadah dan

menghindari konflik horizontal antar pemeluk agama.

Peraturan bersama itu merupakan arahan atau pedoman kepada

daerah untuk membangun kerukunan nasional serta mendukung

pemerintah untuk mempertahankan keamanan dan ketertiban

Page 101: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

87

masyarakat. Salah satu sarana untuk pelaksanaan ibadat adalah

tersedianya rumah ibadat bagi masing-masing agama.

Berdasarkan data rumah ibadat yang tersedia di Kabupaten Batang

Hari, pada tahun 2017 jumlah tempat ibadah umat Islam berjumlah 718.

Masjid, 305 Langgar. 334 dan 79 Musholla. Sedangkan tempat ibadah

untuk umat Protestan 1 Gereja, umat Katolik dan umat Budha serta umat

Hindu masing-masing tidak ada rumah ibadah. Disamping itu berdasarkan

catatan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari terdapat 1.060

Majelis Taklim, 562 Mubaligh / Mubalighah, 81 penyuluh Agama Islam

Non PNS Dan 765 Taman Pendidikan Al Qur‟an (TPQ).114

Menurut Kepala Kepala Seksi Hubungan Antar Lembaga

Kesbangpol kabupaten Batang Hari, Tapiandri mengatakan bahwa yang

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Batang Hari untuk menjaga dan

melindungi Kerukunan Antar Umat Beragama salah satunya adalah pada

tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Batang Hari membentuk Forum

Kerukunan Umat Beragama yang merupakan Forum lintas Agama, Forum

ini berupaya untuk mendeteksi dan meminimalkan gejolak-gejolak yang

ada terkait persoalan kerukunan antar umat beragama serta menjadi

wadah kerukunan antar umat beragama. Sebagaimana sudah dijelaskan

bahwa hadirnya PBM adalah upaya pemerintah khususnya pemerintah

daerah untuk dapat mengapresiasi dan melayani pendirian rumah ibadat

dan menyadarkan para pihak pemuka dan tokoh agama serta para

pengikut agama untuk selalu menyadari dan mematuhi terhadap

peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif yang berlaku, dan

harus terjamin untuk menjaga semangat kerukunan umat beragama, serta

menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat secara maksimal.115

114

BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 203 115

Wawancara, Tapiandri (Kepala Seksi Hubungan Antar Lembaga Kesbangpol

Kabupaten Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019

Page 102: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

88

Namun kenyataan yang terjadi dalam pendirian rumah ibadah,

sebagaimana observasi penulis dilapangan seperti yang dikemukakan

oleh beberapa tokoh masyarakat/agama islam yang berdomisili di Desa

Bungku Kecamatan Bajubang bahwa berdasarkan keterangan yang

diketahui ada beberapa pendirian rumah ibadat kristen yang didirikan

namun tidak memiliki izin. Dalam hal ini dapat dikatakan permasalahan

tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Batang Hari kurang

tegas dalam mengontrol laju pembangunan rumah ibadah. Dalam hal ini

pemerintah Kabupaten Batang Hari khususnya di Kecamatan Bajubang

harus memperhatikan dan mempertegas aturan terkait tentang pendirian

izin rumah ibadat. Dapat dikatakan bahwa belum adanya tindakan tegas

yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan fenomena ini tidak ada jalan penyelesaiannya.

Dalam hal ini, pemerintah terlihat tidak serius dan tidak

berkomitmen dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Seharusnya

dengan banyaknya fenomena yang telah terjadi pemerintah seharusnya

melakukan peninjauan kembali apa yang menyebabkan permasalahan ini

masih terjadi.

Menurut Kepala Bagian Kesra Kabupaten Batang Hari, M. Syukri

bahwa pendirian rumah ibadat yang terdapat di Desa Bungku Kecamatan

Bajubang tidak diketahui dengan jelas keberadaannya dan berapa

jumlahnya belum juga diketahui dengan pasti, hanya saja keberadaannya

diketahui melalui informasi yang berkembang dari masyarakat, disini

pemerintah daerah sudah sangat banyak berperan memberikan

kesempatan kepada masyarakat agar pelaksanaan ibadah dan

pengamalan agama tersebut dapat berjalan dengan tenang dan tentram.

Tidak benar jika ada tanggapan apabila pejabat pemerintah mempersulit

atau menghalang-halangi kegiatan rutinitas keagamaan termasuk dalam

hal pendirian rumah ibadat.116

116

Wawancara, Syukri (Kepala Bagian Kesra Batang Hari) tanggal 15 Mei 2018

Page 103: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

89

Menurut Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang

Hari, bahwa untuk pendirian rumah ibadah harus sesuai dengan

ketentuan yang berlaku yaitu mendapat izin dari pemerintah

Kabupaten/kota, pada proses setiap pembangunan rumah ibadah juga

harus di verifikasi Forum Kerukunan Umat Bergama, setelah melakukan

verifikasi lalu FKUB memberikan rekomendasi layak tidaknya atau boleh

tidaknya mendirikan rumah ibadat, namun sebelumnya juga harus ada

surat rekomendasi tertulis dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten

Batang Hari sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006

tentang persyaratan dalam pendirian rumah ibadat.117

Pendirian rumah ibadah dapat dikatakan berlangsung damai lebih

banyak ditunjang karena faktor toleransi dan kerukunan yang baik di

antara warga setempat yang berbeda agama. Dilihat dari jumlah warga

setempat, warga muslim sangat dominan, masyarakat pendatang

kebanyakan muslim daripada pendatang non muslim. Namun di luar faktor

itu, warga muslim disekitar tidak banyak diajak bermusyawarah jika ada

rencana yang akan menimbulkan efek pada semua pihak, termasuk dalam

hal pendirian rumah ibadat.

Persyaratan yang mempergunakan kartu tanda penduduk, baik

paling sedikit 90 orang untuk pengguna rumah ibadah maupun 60 orang

sebagai dukungan masyarakat setempat sangat strategis untuk

terlindunginya baik bagi para pengguna rumah ibadah maupun

masyarakat yang berada di lokasi didirikannya rumah ibadah dan

terjadinya hubungan harmonis di antara pihak umat beragama. Akan

tetapi, dalam dataran aplikasi di lapangan menjadi krusial dan menjadi

pemicu konflik baik internal maupun eksternal antar umat beragama.

Menurut informasi dari tokoh masyarakat setempat dikatakan

bahwa dalam mengumpulkan 90 KTP untuk para pengguna rumah

117

Wawancara, Herman (Kepala Kantor Kemenag Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019

Page 104: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

90

ibadah, panitia pembangunan mengumpulkannya dengan mengambil KTP

pengguna rumah ibadah yang bukan berasal dari KTP Desa sesuai

dengan lokasi yang akan dibangun rumah ibadah tersebut. KTP pengguna

rumah ibadah itu diambil dari Kecamatan dan bahkan dari Kabupaten lain

yang tidak ada kaitannya dengan lokasi rumah ibadah yang akan

dibangun. Demikian juga, untuk 60 orang pendukung dari masyarakat

sekitar lokasi sangat rawan dimanipulasi, dukungan tertulis melalui

tandatangan atau dukungan dalam bentuk fotocopy KTP yang semuanya

itu sedemikian rupa di duga direkayasa. Dokumen tandatangan itu untuk

kepentingan dukungan masyarakat dan bahkan tokoh masyarakat

dimasukkan dalam dukungan pembangunan rumah ibadah tersebut

namun hingga pada saat ini belum diketahui dengan jelas apakah sudah

ada izinnya atau tidak. Inilah dugaan bentuk rekayasa dalam manipulasi

data yang terjadi dalam pendirian rumah ibadah di berbagai tempat yang

ada di Desa Bungku Kecamatan Bajubang.118

Salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam pendirian

rumah ibadat adalah Forum Kerukunan Umat Beragama, diantara tugas

penting FKUB adalah kebijakan mengenai pemberian rekomendasi

pendirian rumah ibadat sebelum memperoleh izin tetap dari Pemerintah

Daerah (Pemda) dalam bentuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Disinilah

letak krusial dan rentannya peran FKUB. Posisinya sangat menentukan

terhadap berdiri atau tidaknya sebuah rumah ibadat di setiap wilayah

Kab/Kota di Indonesia, termasuk Kabupaten Batang Hari.

Dalam kesempatan ini penulis juga mewawancarai ketua FKUB

Kabupaten Batang Hari, Syamsuddin Ali mengatakan bahwa diakuinya

banyak terdapat beberapa jumlah rumah ibadah gereja di Kabupaten

Batang Hari khususnya di Kecamatan Bajubang yang diketahui belum ada

perizinannya. FKUB Kabupaten Batang Hari seharusnya intens

melakukan kegiatan survey dan monitoring tentang kelayakan persyaratan

dalam pendirian rumah ibadat. Pada tingkat inilah FKUB kabupaten

118

Wawancara, Matasan ( Tokoh Masyarakat), tanggal 03 Mei 2019

Page 105: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

91

Batang Hari mengalami kendala lapangan, karena tidak adanya dukungan

penuh yang diberikan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari

baik dalam bentuk bantuan moril maupun materil untuk melakukan survey

dan monitoring ke lapangan. Namun secara umum, kondisi kerukunan

umat beragama di Kabupaten Batang Hari cukup baik.119

Menurut penuturan beberapa pihak dari tokoh agama Katholik

Bernandus M. Siagian mengatakan bahwa sebenarnya sebagian dari

kelompok keagamaan ini telah mengajukan diri untuk membangun

mendirukan rumah ibadah Gereja, namun belum sampai sekarang ini

masih belum terwujud. Proses perizinan dirasakan sangat ketat dan

terhenti karena persyaratan yang harus dipenuhi, terutama jumlah jemaat

pendukung. Alasan inilah mengapa mereka tetap memilih membangun

rumah gereja sebagai tempat ibadah, karena beratnya memenuhi

persyaratan. Ketika memproses pendirian rumah ibadah dengan adanya

syarat tentang jumlah umat yang domisilinya berdekatan (dalam radius

satu kecamatan sekalipun), menurut mereka, tidak mungkin mencapai

jumlah 90 an, untuk waktu sekarang ini. Dengan kata lain, kalau mengikuti

aturan dalam PBM itu tidak akan bisa mendirikan rumah ibadah. Pada

umat Katolik juga, rumah tinggalnya terpencar di beberapa wilayah dan

sulit menemukan jumlah 90 jemaat dalam satu wilayah setempat.

Keluhannya sama dengan yang dikemukakan oleh beberapa pendeta dari

Katolik.Terlepas dari kesulitan yang dihadapi, komunitas Katolik sudah

berusaha untuk memenuhi persyaratan namun tidak terpenuhi

sebagaimana ketentuan. Pendirian rumah ibadah di beberapa gereja

memiliki persoalan dengan perijinan, kasusnya sempat menghangat dan

mencuat dipublik. Pada gereja Protestan, masalahnya bukan saja soal

perijinan, tapi dengan banyaknya jumlah denominasi, lebih sering

mengemuka sebagai kasus. Karena masing-masing denominasi

mendirikan gereja. Bahkan juga dikeluhkan oleh pemuka Kristen sendiri,

119

Wawancara, Syamsuddin Ali (Ketua FKUB Batang Hari), tanggal 15 Mei 2018

Page 106: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

92

yang kebetulan menjadi pengurus FKUB. “Kami menjadi kesulitan dalam

mengumpulkan jumlah jemaat yang mendukung pendirian gerejanya”.120

2. Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari

Perlu disadari bersama bahwa tanggung jawab dalam kehidupan

beragama bukan semata-mata dibebankan sepenuhnya kepada

pemerintah, namun masyarakat sebagai umat beragama sendirilah yang

berada pada garda terdepan memikul tanggung jawab itu. Pemerintah

lebih banyak berperan sebagai kekuatan penunjang dan memberikan

kesempatan agar pelaksanaan ibadah dan pengamalan agama itu dapat

berjalan dengan tenang dan tentram. Tidak benar dan tidak pada

tempatnya apabila pejabat pemerintah mempersulit atau menghalang-

halangi kegiatan rutinitas keagamaan. Hal ini tidak boleh terjadi dalam

negara kita yang berdasarkan Pancasila, tetapi sebaliknya negara

memang tidak dapat berdiam diri apabila ada unsur-unsur yang

menyalahgunakan keleluasaan ibadah agama itu dengan melakukan

kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat.

Dalam kasus gangguan kerukunan hidup umat beragama bukan hanya

muncul antar umat beragama yang berbeda tapi sering pula terjadi pada

intern agama yang sama. Dalam hal ini terjadi pertentangan intern agama.

Pemerintah menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada umat

beragama yang bersangkutan. Karena pada prinsipnya pemerintah tidak

mencampuri ajaran/aqidah agama seseorang.

Berdasarkan observasi penulis bahwa Pemerintah, dalam hal ini

Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari

telah memberikan kontribusi yang besar dalam upaya pembinaan dan

pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kabupaten Batang Hari.

Wujud dari semua dukungan itu adalah:

120 Wawancara, Bernandus M. Siagian (Sekretaris FKUB Kabupaten Batang Hari),

tanggal 15 Mei 2019

Page 107: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

93

1. Keseriusan pemerintah yang didukung segenap aparat dan masyarakat

yang selalu bersikap waspada serta bertindak cepat bila muncul gejala

gangguan kerukunan;

2. Pemerintah berusaha membentuk dan mengaktifkan forum-forum

komunikasi serta dialog antar agama, kelompok agama dan sosial

setempat sampai ketingkat yang lebih rendah;

3. Diterbitkannya peraturan Bupati Batang Hari nomor 111 tahun 2007

tentang FKUB Kabupaten Batang Hari untuk memberikan suatu

pedoman bagi organisasi FKUB Kabupaten Batang Hari dalam

eksistensi dan kegiatanya.

a. Perlunya Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Pendirian

Rumah Ibadah

Pelaksanaan ibadah tiap-tiap agama tentunya tidak sama, tetapi

pelaksanaan ibadah tersebut pada prinsipnya yaitu untuk memuji Tuhan

yang Maha Esa. Pelaksanaan ibadah yang benar adalah bila sesuai

dengan agama yang dianutnya, karena pelaksanaan ibadah merupakan

peristiwa yang menyangkut keyakinan. Peribadatan yang dilakukan oleh

agama tidak dapat di campuradukkan dengan peribadatan agama lain,

apabila pribadatan tersebut berhubuhgan langsung dengan pemujaan

terhadap Sang Khaliq. Dalam al-Qur‟an juga telah dijelaskan mengenai

kebebasan beribadah yaitu dalam surat Al-Kafirun 1-6 :

Artinya : Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan

Page 108: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

94

untukkulah, agamaku."121

Jika peribadatan tersebut bersifat sosial, maka di beri kelonggaran

untuk toleransi dan bekerja sama dengan pemeluk agama lain sepanjang

tidak bertentangan dengan hukum Tuhan yang telah ditentukan. Hal ini di

karenakan tujuan dari ibadah sosial itu sendiri adalah untuk menjalin

hubungan yang harmonis dan seimbang antar pemeluk agama.

Pelaksanaan ibadah diletakkan dalam posisi yang wajar, maka akan

terjalin pola kehidupan masyarakat yang serasi dan rukun. Kerukunan

antar umat beragama merupakan syarat dalam membina kehidupan

bermasyarakat yang seimbang. Selain akan menimbulkan kerukunan.

dengan tetap menghormati perasaan masyarakat, maka akan terbentuk

sikap dan perilaku toleransi atas dasar hormat menghormati antar

pemeluk agama. Bila hal tersebut sudah terwujud, maka tidak akan sulit

untuk menciptakan kerjasama antar pemeluk agama dalam mewujudkan

kerukunan antar umat beragama.

Hal ini Sesuai dengan Observasi penulis Kerukunan umat beragama

di Kecamatan Bajubang terbina dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari

kehidupan mereka sehari-hari. Mereka hidup bertetangga dengan hidup

rukun tanpa adanya konflik, di mana orang Islam ataupun agama Kristen

bertempat tinggal sangat dekat dengan masjid bahkan ada yang

bertetangga dengan masjid. Mereka tidak saling menggangu dalam

pelaksanaan ibadah. Toleransi di Kecamatan Bajubang tetap di junjung

tinggi mereka saling hormat menghormati, saling tolong menolong dan

saling menghargai.122

Mengenai kerukunan umat beragama dalam pendirian rumah ibadah

di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari terangkum dalam

wawancara penulis dengan tokoh masyarakat di Bajubang sebagai

berikut:

121

Baca juga QS. Al-Kafirun : 1-6, Hal. 919 122

Observasi, tanggal 26 Mei 2019

Page 109: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

95

Sebatas pengetahuan saya, bahwa kerukunan umat beragama di kecamatan Bajubang baik-baik saja, tidak pernah ada yang namanya kerusuhan. Antara umat Islam dengan pemeluk agama lain, mereka hidup bertetangga yang harmonis dan sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama demi terwujudnya ketenagan hidup harga menghargai, dan hormat menghormati antar masyarakat di kecamatan Bajubang. Kerjasama antar umat beragama hanya dapat diwujudkan dalam bentuk keiklasan untuk membiarkan pemeluk agama lain beribadah menurut keyakinannya, hanya saja jika terdengar adanya pendirian rumah ibadah selain agama Islam, umat Islam sering ada perbincangan isu-isu tertentu.123

Juga perlunya kerukunan hidup umat beragama dalam bentuk

penghormatan dan pemberian kebebasan terhadap pendirian rumah

ibadah bagi agama-agama, seperti wawancara penulis dengan Pendeta

Gereja Himpunan Kristen Batak Protestan (HKBP), sebagai berikut:

“Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama yang ada di Bajubang Batanghari, serta perlunya membangun keharmonisan antar umat beragama, masing-masing agama harus menyadari bahwa setiap umat butuh rumah ibadah oleh karena itu tidak perlu dipermasalahkan jika ada umat beragama lain mendirikan rumah ibadahnya sebatas tidak menggangu umat beragama lain. menciptakan kerukunan dalam bentuk toleransi, menempatkan cinta kasih tuhan dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana rukun, damai, tentram dan aman”.124

Tidak semua umat Islam berpandangan sempit mengenai kerukunan

antar umat beragama, akan tetapi sebagian tokoh agama Islam sangat

memahami pentingnya kerukunan umat beragama, Sebagaimana

wawancara penulis dengan Masyarakat Bajubang sebagai berikut:

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi dengan sesama manusia.. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan suku, ras, budaya

123

Wawancara, Asef Syaipuddin, (Tokoh Masyarakat), tanggal 26 Mei 2019 124

Wawancara, Marulan Silalahi (Pendeta HKPB Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019

Page 110: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

96

dan agama.125 Menurut saya kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, budaya, dan agama. Kerukunan antar umat beragama dapat ditunjukkan melalui saling menghargai dan menghormati ajaran masing-masing agama menghormati atau tidak melecehkan suatu agama maupun kitab suci masing-masing agama. Tidak mengotori atau merusak tempat ibadah agama orang lain, serta ikut menjaga ketertiban dan ketenangan kegiatan keagamaan.126

Kerukunan umat Kristen Protestan selama ini tidak mengalami

permasalahan yang berarti dan menunjukkan semangat keberagamaan

yang mengembirakan. Kerukunan umat beragama yang terdapat dalam

umat Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptgnya kesatuan

pelayanan. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Pendeta

Marulan Silalahi di Bajubang Sebagai berikut:

Kerukunan antar umat beragama di Bajubang yang seharusnya dipegang baik oleh agama dan pemerintah dalam membina kerukunan antar umat beragama adalah bagaimana melayani Tuhan dan bagaimana melayani umat sebaik-baiknya. Dalam mengguraikan tentang nasehat kepada jemaat yang realitas hidupnya pengakuan terhadap golongan masing-masing sebagai suatu tindakan yang menunjukan keduniawian dan kemanusiaan. Di Bajubang kehidupan bermasyarakat yang memiliki keanekaragaman agama yang diwarnai dengan kesadaran tentang rasa saling menghargai, mengasihi, memberi dan menerima satu dengan yang lain dan akan melahirkan suatu kehidupan yang harmonis dan tentram untuk kehidupan bersama.127

Kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar

umat beragama adalah usaha untuk membina kerukunan hidup di

Bajubang yang menganut berbagai agama dan kepercayaan harus

berusaha membangun semangat dan sikap kebersamaan di antara

penganut berbagai agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat kita.

125

Wawancara, Abdul Gani (tokoh Agama Islam Bajubang), tanggal 26 Mei 2019 126

Wawancara, Rusman, (Ketua RT 06 Kelurahan Bajubang), tanggal 26 Mei 2019 127

Wawancara, Marulan Silalahi, tanggal 15 Mei 2019

Page 111: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

97

Kerukunan hidup antar umat beragama dipandang dari aspek sosial-

budaya menempati posisi yang sangat penting bagi kerukunan antar umat

beragama di Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis dengan jemaat

Kristen Protestan sebagai berikut:

Melalui ikatan semangat kerukunan hidup antar umat beragama

akan mampu membangun atau memperkokoh persatuan masyarakat di

Bajubang sehingga menjadi daerah kesatuan yang sangat solid. Kita

sadar bahwa banyak masalah-masalah yang dihadapi,

Tetapi harus bersyukur bahwa sudah banyak masalah yang dapat diselesaikan walaupun hasilnya belum memuaskan. Karena situasi umum masyarakat kita komplek dan menantang. Oleh karena itu perlu lebih kritis dalam menilai pertumbuhan yang bersifat ke dalam, artinya berkaitan dengan gereja-gereja, agar jangan terlalu gegabah dalam bertindak.128 Saya sebagai jemaat Kristen Protestan dituntut untuk bersama-bersama atas misi yang sama terhadap pelayanan bagi masyarakat untuk menjadi berkat bagi setiap orang. Kerukunan antar umat beragama itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dan Kristus.129

Dari pendapat tokoh masyarakat di atas dapat di simpulkan bahwa

untuk menciptakan kerukunan umat beragama di Bajubang dapat

dilakukan dengan cara saling tenggang rasa, saling menghargai, dan

toleransi antar umat beragama. Untuk mewujudkan dan memelihara

kerukunan hidup umat beragama, tidak boleh memaksakan seseorang

untuk memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi

manusia untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-

masing.

Kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan senantiasa

terpelihara, apabila masing-masing umat beragama dapat mematuhi

aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya. Umat beragama tidak

diperkenankan untuk membuat aturan-aturan pribadi atau kelompok, yang 128

Wawancara, Om Silitonga, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019 129

Wawancara, Hotma Siregar, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019

Page 112: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

98

berakibat pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat

beragama yang diakibatkan karena adanya kepentingan pribadi dan

golongan.

Agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dalam bentuk

kerukunan antar umat beragama, senantiasa memelihara kerukunan

hidup secara mantap, sebagaimana penulis melakukan wawancara

dengan Pendeta Gereja Himpunan Kristen Batak Protestan (HKBP)

sebagai berikut:

Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama yang ada di Bajubang, serta membangun keharmonisan antar umat beragama demi terwujudkan kerukunan antar umat beragama, dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Kerukunan antar umat beragama dalam menciptakan kerukunan dan sikap toleransi. Menempatkan cinta dan kasih Tuhan dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana, rukun, damai, tentram dan aman.130

Untuk memantapkan kerukunan umat beragama dalam mewujudkan

kerukunan antar umat beragama yang harus diperhatikan adalah fungsi

pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah, yang dapat diteladani

dan membimbing, sehingga apa yang diperbuat mereka akan dipercayai

dan diikuti.

Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat

manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia ini ingin hidup rukun,

damai, dan tentram dalam menjalankan kehidupan ditengah-tengah

masyarakat dalam menjalankan ibadahnya sehingga terciptanya

kerukunan antar umat beragama.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang diciptakan

Tuhan baik dari suku, ras, bahasa, budaya, maupun agama. Indonesia

sebagai Negara kepulauan terbesar didunia dengan berbagai

kemajemukan sosial-budaya akan tetap menjadi gejala yang harus tetap

diperhitungkan dalam mewujudkan keutuhan kerukunan antar umat

130

Wawancara, Marulan Silalahi, tanggal 15 Mei 2019

Page 113: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

99

beragama, kemajemukan bangsa adalah kenyataan hidup yang sudah

menjadi kehendak Tuhan yang Maha Kuasa dan tidak saling menggangu

keimanan masing-masing pemeluk antar agama.

Berikut penulis sajikan beberapa pandangan tiap-tiap agama yang

ada di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari terhadap kerukunan

umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama.

1. Pandangan Islam

Memahami ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu

hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat

diaplikasikan dalam masyarakat manapun, meskipun dapat dipahami

bahwa Islam hanya dirujukkan kepada konsep Al-quran dan As-sunnah,

tetapi dampak sosial yang lahir dari pelaksanaan ajaran Islam dapat

dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.

Ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan

secara universal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan, dan

keadilan dengan mengedepankan kedamaian. Menghindari pertentangan

dan perselisihan, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar.

Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar

bagi hubungan antar umat manusia secara keseluruhan dengan tidak

mengenal suku, bangsa dan agama.

Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang

oleh Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan ibadah. Persoalan

tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri

pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja

sama yang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari

hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam.

Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun

budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang

lingkup kebaikan.

Page 114: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

100

Kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar

umat beragama demi terciptanya hubungan yang harmonis antar

masyarakat yang teguh dan tak tergoyahkan. Sebagaimana wawancara

penulis dengan Masyarakat Kabupaten Batanghari sebagai berikut:

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi dengan sesama manusia.. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan suku, ras, budaya dan agama.131

Menurut saya kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, budaya, dan agama. Kerukunan antar umat beragama dapat ditunjukkan melalui saling menghargai dan menghormati ajaran masing-masing agama menghormati atau tidak melecehkan suatu agama maupun kitab suci masing-masing agama. Tidak mengotori atau merusak tempat ibadah agama orang lain, serta ikut menjaga ketertiban dan ketenangan kegiatan keagamaan.132

Dalam ajaran Islam sebenarnya persatuan telah ada, yaitu setiap

orang yang beriman adalah bersaudara. Memang persaudaraan kadang

tidak mesti akan mewujudkan persatuan. Tetapi, maksud dan Tujuan

persaudaraan di dalam Islam adalah sebagai ujung tombak dalam

kerukunan antar umat beragama.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Penerapan

ajaran-ajaran Islam akan memberikan dampak positif bagi kehidupan

umat Islam. Apabila persatuan sudah dapat diwujudkan, umat akan

merasa terpanggil untuk kepentingan bersama. Demi kemajuan umat

secara keseluruhan, maka negara-negara Islam dan negara-negara yang

mayoritas penduduknya beragama Islam, akan saling menolong, saling 131

Wawancara, Abdul Gani, (Tokoh Agama Islam), tanggal 26 Mei 2019 132

Wawancara, Rusman, (Tokoh Masyarakat), tanggal 26 Mei 2019

Page 115: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

101

membantu, dan bekerja sama antara satu dengan yang lainnya.

Dengan modal kerukunan antar umat beragama itulah upaya menuju

kekuatan dan ketahanan umat akan mudah direalisasikan. Karena antara

yang satu dengan yang lainnya merasa bertanggung jawab atas

terwujudnya kerjasama dalam segala aspek kehidupan. Sebagaimana

wawancara penulis dengan Masyarakat Kecamatan Bajubang yang

mengatakan:

Kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang dapat terwujud dengan baik sehingga suasana kebersamaan tercermin tentram, damai penuh kekeluargaan. Satu sama lain saling menghargai, menghormati saling membantu. Sehingga mampu memperkukuh aqidah dan keyakinan kepada Allah sehingga dapat menjalin rasa kesetiakawanan dan persaudaraan.133

Wawancara diatas menggambarkan bahwa kerukunan umat

beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama di

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari tetap terpelihara dengan

baik, baik itu antara umat beragama maupun antar agama itu sendiri.

Karena hidup rukun merupakan impian kita semua demi terwujudnya

suasana yang kondusif, aman. damai, tentram, adil dan sejahtera.

2. Pandangan Kristen Protestan

Didepan kita ada kebinekaan masyarakat, agama, suku, ras maupun

kebudayaan yang dapat menggangu kenyamanan seseorang, adanya

banyak isu Kristenisasi yang menyibukkan kita sepanjang masa. Begitu

banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, akan tetapi

Tuhan menempatkan umatNya dalam rangka rencana

menyelamatkannya.

Kerukunan umat Kristen Protestan selama ini tidak mengalami

permasalahan yang berarti dan menunjukkan semangat keberagamaan

yang mengembirakan. Kerukunan umat beragama yang terdapat dalam

umat Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptanya kesatuan

133

Wawancara. Ahmad Tohari, Tanggal 27 Mei 2019

Page 116: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

102

pelayanan. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Pendeta Arifin

Manik di Bajubang Sebagai berikut:

Kerukunan antar umat beragama di Bajubang yang seharusnya dipegang baik oleh agama dan pemerintah dalam membina kerukunan antar umat beragama adalah bagaimana melayani Tuhan dan bagaimana melayani umat sebaik-baiknya. Dalam mengguraikan tentang nasehat kepada jemaat yang realitas hidupnya pengakuan terhadap golongan masing-masing sebagai suatu tindakan yang menunjukan keduniawian dan kemanusiaan. Di Kabupaten Batanghari kehidupan bermasyarakat yang masing-masing memiliki keanekaragaman agama yang diwarnai dengan kesadaran tentang rasa saling menghargai, mengasihi, memberi dan menerima satu dengan yang lain dan akan melahirkan suatu kehidupan yang harmonis dan tentram untuk kehidupan bersama.134

Kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar

umat beragama adalah usaha untuk membina kerukunan hidup di

Kabupaten Batanghari yang menganut berbagai agama dan kepercayaan

harus berusaha membangun semangat dan sikap kebersamaan di antara

penganut berbagai agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat kita.

Kerukunan hidup antar umat beragama dipandang dari aspek sosial-

budaya menempati posisi yang sangat penting bagi kerukunan antar umat

beragama di Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis dengan jemaat

Kristen Protestan sebagai berikut:

Melalui ikatan semangat kerukunan hidup antar umat beragama

akan mampu membangun atau memperkokoh persatuan masyarakat di

Bajubang sehingga menjadi daerah kesatuan yang sangat solid. Kita

sadar bahwa banyak masalah-masalah yang dihadapi,

Tetapi harus bersyukur bahwa sudah banyak masalah yang dapat diselesaikan walaupun hasilnya belum memuaskan. Karena situasi umum masyarakat kita komplek dan menantang. Oleh karena itu perlu lebih kritis dalam menilai pertumbuhan yang bersifat ke dalam, artinya berkaitan dengan gereja-gereja, agar jangan terlalu gegabah dalam bertindak.135 Saya sebagai jemaat Kristen Protestan dituntut untuk bersama-

134

Wawancara, Arifin Manik (Wakil Ketua II FKUB Batang Hari), tanggal 26 Mei 2019 135

Wawancara, Om Silitonga, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019

Page 117: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

103

bersama atas misi yang sama terhadap pelayanan bagi masyarakat untuk menjadi berkat bagi setiap orang. Kerukunan antar umat beragama itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dan Kristus.136

3. Pandangan Kristen Khatolik

Kerukunan umat beragama merupakan Pembebasan Menuju

Persaudaraan Sejati, masyarakat mampu membebaskan diri dan

kepentingan kelompok dan menuju kepada kesejahteraan umum. Dalam

penghormatan terhadap martabat manusia, dasar kemanusiaan ini akan

mengembangkan semangat solidaritas. Selanjutnya kalau makin

berkembang akan memiliki sikap mengutamakan keberpihakan pada yang

lemah. Hubungan antar umat beragama yang positif dan pribadi dan

jemaat-jemaat dari agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami,

menghargai, dan menghormati.

Orang yang tidak memiliki kebenaran secara sempurna dan utuh,

tetapi dapat bersama orang-orang lain menuju kebenaran. Peneguhan

timbal balik, saling mengoreksi dan hubungan persahabatan akan menjadi

makin matang, yang pada akhimya akan menghasilkan kerukunan antar

umat beragama antara pribadi maupun kelompok. Kerukunan umat

beragama mencakup perhatian, penghormatan dan sikap ramah kepada

orang lain.

Mengenai Pandangan Kristen Khatolik dalam menciptakan

kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat

beragama di Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis dengan Pastur

Kristen Khatolik sebagai berikut:

Gereja Khatolik dalam membangun kerukunan antar umat beragama di Bajubang, dengan mengajak semua umat beragama untuk membangun kerukunan antar umat beragama melalui kerjasama spiritualitas dialogal. Yaitu gerakan religius umat beriman dengan mengosongkan dirinya untuk dipenuhi dengan Roh ilahi dan melihat realitas hidup di sekitarnya untuk berdialog secara integral dan transformatif dengan sesama umat beriman lainnya menuju

136

Wawancara, Hotma Siregar, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019

Page 118: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

104

kedamaian dan kerukunan hidup yang sesungguhnya.137 Saya sebagai jemaat Katolik sangat menaruh perhatian kepada kerukunan hidup antar umat beragam di Kabupaten Batanghari masyarakat dapat menentukan imannya berdasarkan hati nuraninya yang bebas dan segala paksaan dan tekanan. Semua usaha manusia dalam mencari Tuhan yang diimaninya akan terwujud sebuah perdamajan jika diiringi dengan praktek hidup sehari-hari dalam dialog antar umat beragama.138

Dalam agama Khatolik sangat menjujung tinggi persatuan dan

keasatuan dalam rangka menciptakan kerukunan. Adanya cinta kasih

antar sesama manusia tetap dijunjung tinggi baik berupa tingkahlaku

maupun cara menghargai orang lain. Sebagaimana wawancara penulis

dengan salah seorang jemaat Khatolik yang menyatakan bahwa sebagai

berikut:

Kami mencintai anda, kami membutuhkan anda. Kita bersaudara dalam siraman kasih Tuhan yang tanpa batas. Dengan keyakinan itu, kita akan selalu saling membahagiakan. Karenanya dengan rendah hati. kami mengajak saudara-saudaraku, marl kita sama-sama saling merangkul, bergandengan tangan untuk membangun dan mewariskan suatu dunia yang lebih baik bagi anak-anak kita, bagi generasi penerus kita, yaitu suatu dunia yang penuh dengan kedamaian, kesejukan dan kesejahteraan atau bebas dari kekerasan dan kekejaman.139

Dari pendapat di atas senada yang dikatakan oleh Lasma Sihombing

sewaktu penulis melakukan wawancara dikediamannya dia mengatakan

sebagai berikut:

Sifat mulia seseorang yang arif bijaksana dan penuh pengertian akan melahirkan kerukunan antar umat beragama. Kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam mengambil tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan serta memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Dengan selalu percaya diri dapat dipercaya orang lain, dan senantiasa menepati janji.140

137

Wawancara, Bernandus M. Siagian, (Pastur Gereja Khatolik), tanggal 5 Juni 2019 138

Wawancara, Markus Sihombing, (Jemaat Khatolik), tanggal 5 Juni 2019 139

Wawancara, Lina Wati, (Sekertaris Gereja Khatolik), 5 Juni 2019 140

Wawancara, Lasma Sihombing, Tanggal 1 Juni 2019

Page 119: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

105

Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa kerukunan umat

beragama terjalin dengan baik, karena setiap agama mengajarkan

umatnya untuk saling menghormati, menghargai dan tolong menolong

sesama manusia, Jika sesama manusi sudah saling menghormati,

menghargai dan mempunyai tata krama, dan budipekerti. Tidak menutup

kemungkinan kerukunan umat beragama dapat di wujudkan demi

terciptanya kerukunan antar umat beragama masyarakat.

Dari berbagai wawacara penganut berbagai agama tersebut di atas

bisa disimpulkan bahwa tidak ada agama yang membenarkan adanya

tindakan kekerasan atau pendiskriditan terhadap agama lain. kebebasan

beragama adalah mutlak dan harus dijunjung tinggi. Rumah ibadah

hanyalah sarana untuk mendekatkan diri pada tuhan yang harus dihormati

oleh agama apapun. Kerukunan antar umat beragama adalah salah

satunya diterapkan dengan menghargai dan menghormati tempat ibadah

agama lain.

b. Faktor-faktor yang Menyebabkan Timbulnya Pertentangan

Pendirian Rumah Ibadah di Luar Agama Islam di Kecamatan

Bajubang.

Perkembangan kerukunan antar umat beragama di Kecamatan

Bajubang, mengalami pasang surut. Hal ini karena di daerah Kecamatan

Bajubang dan sekitarnya kebanyakan penduduknya adalah sama-sama

suku pendatang. Wilayah pesisir yang dulunya kosong dan sepi, secara

berangsur-angsur datang pendatang baru dari berbagai suku, seperti suku

banjar, jawa, bugis, batak dan cina. Adapun penduduk asli setempat

adalah suku melayu.

Dari berbagai suku yang ada memiliki latar belakang yang berbeda-

beda. Perbedaan seperti budaya sikap, pengetahuan, wawasan, ajaran

agama dan karakter yang ada mewarnai akulturasi budaya setempat yang

ada. Namun dominasi masyarakat muslim lebih memegang peran aktif

dalam menguasai budaya yang ada. Factor inilah yang menjadi

Page 120: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

106

pertimbangan diterima atau ditolak suatu hal baru yang kemungkinan

menyinggung kelompok mayoritas yang terdiri dari berbagai manusia yang

komplek yang memiliki ragam karakter dan pandangan yang berbeda-

beda.

Prinsip persamaan hak dalam setiap sistem hukum demokrasi

dianggap, sebagai rukun inti di dalamnya, sebab ia mencakup hak-hak

dan kebebasan-kebebasan mendasar bagi individu. la juga selalu

beriringan dengan prinsip kebebasan, tidak pernah terpisah, hingga

persamaan hak dan kebebasan itu menjadi makna yang langsung

terbayang dalam benak tentang demokrasi, di setiap tempat dan setiap

manusia.141

Pengakuan keadaan umat Islam yang komplek yang sering terjadi

perbedaan pendapat dalam menanggapi isu-isu sebuah pendirian rumah

ibadah besar-besaran di luar agama Islam, seperti pernyataan tokoh

agama Islam di masyarakat Bajubang berikut:

“Orang Islam banyak, ada yang berpendidikan tinggi, ada yang tidak

berpendidikan, ada yang panatik, ada yang berfikir liberal, ada yang

masih berfikir primitiv, ada yang sangat toleran. Jadi tidak semua

menentang setiap kali ada isu pendirian rumah ibadah di luar agama

Islam di Kabupaten Batanghari. Hal ini sebenarnya hanyalah bentuk

kekuatiran masyarakat muslim akan timbulnya penyelewengan

aqidah di kalangan umat Islam kebanyakan, menurut saya tidak

perlu mengkhawatirkan hal itu”.142

Menurut pengamatan penulis ada beberapa faktor yang

menyebabkan isu-isu pertentangan, setiap ada usaha pendirian rumah

ibadah selain agama Islam. Berdasarkan ungkapan-ungkapan penjelasan

berbagai tokoh agama yang ada, penulis kategorikan beberapa poin,

diantaranya:

141

Farid Abdul Kholik, Terj. Fikih Politik Islam. (Jakarta: Amzah, 2009), Hal. 28 142

Wawancara, Sulaiman, tanggal 15 Mei 2019

Page 121: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

107

1. Sikap Fanatisme

Mengenai hal tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan

salah seorang Imam Masjid Nurul Yaqin, sebagai berikut:

Faktor-faktor yang di hadapi oleh masyarakat dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Bajubang adalah Masih banyak masyarakat yang berpandangan sempit, karena sebagian besar diantara masyarakat yang belum memiliki wawasan luas tentang pengetahuan umum maupun agama, masih banyak masyarakat beranggapan mereka yang bukan beragama Islam adalah orang-orang kafir yang harus di perangi, apalagi sekarang timbulnya Islam aliran keras. Apabila anggapan ini dibiarkan berkembang di tengah-tengah masyarakat maka akan merusak kerukunan umat beragama yang ada di Kabupaten Batanghari, jika hal ini tidak di iringi dengan Ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama, ini sangat berbahaya bisa meruntuhkan kerukunan antar umat beragama. Serta pengaruh lingkungan yang menyebabkan masyarakat susah diatur dan di kendalikan.143

Sesungguhnya minimnya kreasi pemikiran dan lepasnya ilmu

pengetahuan telah menimbulkan bagian yang berbahaya ini, yaitu

kebekuan dan berhentinya pemahaman Islam, di mana ia merupakan

matinya kemampun ulama-ulama Islam dalam berijtihad dan rnewujudkan

solusi yang efektif terhadap semua masalah-masalah baru sehingga

datang penjajahan kebudayaan Barat sementara orang-orang Islam dalam

kondisi yang meresahkan ini, mereka bersiap-siap Menerima tuduhan

yang dilontarkan oleh musuh-musuh mereka terhadap pemahaman Islam

(fiqih), tuduhan itu adalah bahwa pemahaman Islam itu tidak mampu

berjalan seiring dengan kehidupan, beku dan terbelakang, kemudian

tuduhan yang terakhir bahwa pemahaman Islam sebenarnya tidak ada.144

Pendapat di atas senada yang dikatakan oleh tokoh masyarakat

Abdul Rahman yang mengatakan sebagai berikut:

Salah satu penyebab konflik antar umat beragama adalah disebabkan oleh pemahaman terhadap ajaran agama secara dangkal, sehingga pemahamannya tidak menjadi utuh. Pemahaman

143

Wawancara, Sulaiman, tanggal 15 Mei 2019 144

Abdullah Bin Hamid Asy Syabanah. Keterpurukan Moralitas Umat Islam (Jakarta;Iqro‟ Insan Press, 2005), Hal.128

Page 122: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

108

seperti ini akan melahirkan kelompok masyarakat yang memiliki cara pandang yang sangat sempit, yang sering mengakibatkan kekeliruan yang tidak mereka sadari. Ajaran agama, seharusnya dipahami secara menyeluruh sehingga pemahamannya menjadi lurus terhindar dan pemahaman yang ekstrim.145

Kebebasan beragama dilakukan dengan tidak mengganggu dan

merugikan umat beragama lain, karena terganggunya hubungan antar

pemeluk berbagai agama akan membawa akibat yang dapat

menggoyahkan kerukunan antar umat beragama. Kelompok kelompok

dalam beragama yang umumnya bersikap keras dan kaku. Sebagaimana

wawancara penulis dengan Jemaat Gereja Protestan sebagai berikut:

Faktor-faktor dalam dinamika kehidupan beragama seringkali kita jumpai gerakan atau aliran keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Tuhan atau pendirian yang dianut oleh mayoritas umat. Karena itu, keberadaan mereka seringkali radikal atau ekstrim serta memiliki fanatisme buta.146 Faktor yang kita hadapi sekarang ini berupa Kcrusuhan-kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini baik yang di beritakan media cetak atau pun elektronik bukanlah kerusuhan agama, tetapi umat beragama dijadikan alat untuk mempercepat meletusnya kerusahan, yang paling cepat menimbulkan kerusuhan adalah alasan agama dan alasan social ekonomi serta politik, Saya mengharapkan semoga masyarakat kita tidak mudah terpropokasi dengan hal-hal yang dapat memicu lahirnya konflik antar umat beragama.147

Pendapat di atas senada yang dikatakan oleh Om Silitonga salah

satu tokoh masyarakat kristen yang ada di kecamatan Bajubang. Hal ini

sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut:

Faktor-faktor yang dihadapi dalam mencapai kerukunan hidup umat beragama di kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari ada beberapa sebab, antara lain; rendahnya sikap toleransi, kepentingan politik dan sikap fanatisme. kejadian-kejadian yang terjadi bukanlah isu agama tetapi beberapa orang yang tidak bertanggung jawab bahkan yang senang dengan kekacauan untuk mencari keuntungan

145

Wawancara, Abdul Rahman, tanggal 26 Mei 2019 146

Wawancara, Tedy Pane, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019 147

Wawancara, Hotma Siregar, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019

Page 123: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

109

kelompok ataupun pribadi.148

2. Rendahnya Sikap Toleransi

Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat

dihindarkan di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan

penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai

persatuan. Kabupaten Batanghari merupakan daerah yang multikultur,

dengan budaya yang berbeda-beda menjadikan masyarakatnya memiliki

kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Namun terdapat kendala

dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Sebagaimana

wawancara penulis dengan tokokh agama Islam Abdul Gani sebagai

berikut:

Faktor yang di hadapi untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama disebabkan oleh suatu perbedaan. dimana perlunya diciptakan suatu aturan bagi umat beragama untuk tetap hidup bersatu, walaupun mempunyai latar belakang agama yang berbeda antara umat beragama akan tercipta apabila tiap-tiap orang dari pemeluk suatu agama dapat saling memahami dan menanamkan sikap toleransi. keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting demi terciptanya Kerukunan antar umat beragama. pemahaman keagamaan masyarakat sangat mempengaruhi terwujudnya sikap toleransi antar umat beragama, agama yang mendorong terciptanya masyarakat yang damai. Sebab, agama memiliki dua sisi yang bertentangan sekaligus. Di satu sisi, agama mempunyai kekuatan yang luar biasanya dalam menyatukan manusia dari berbagai latar belakang etnik budaya, tapi di sisi lain agama juga menjadi potensi pemicu konflik yang sangat efektif. Di sinilah terlihat betapa pemahaman agama bisa mendorong konflik yang pada gilirannya akan merusak harmoni sosial.149 Kerukunan umat beragama, adalah hal yang mudah difahami namun

selalu saja ada halangan dan kendala untuk mewujudkannya entah

kendalanya karena memang mereka tidak mampu, atau karena mereka

tidak mau. Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut

agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar masyarakat

terbebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.

148

Wawancara, Om Silitonga, (Jemaat Protestan), tanggal 21 Mei 2019 149

Wawancara, Abdul Gani, tanggal 26 Mei 2019

Page 124: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

110

Hal yang sangat penting dalam mengembangkan hidup bersama

dengan menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama.

Sebagaimana wawancara penulis denga jemaat Khatolik sebagai berikut:

Masyarakat yang majemuk dan heterogin Merupakan kendala dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dengan sikap saling menghormati dan mengharagai perbedaan yang ada harus senantiasa dikembangkan. Jangan sampai agama dijadikan alat untuk melakukan kekerasan terhadap pemeluk agama lain.150 Toleransi juga berarti menghormati dan belajar dari orang lain,

menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan budaya, menolak

ketidakadilan, sehingga tercapai kesamaan sikap dan Toleransi juga

merupakan konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan

perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-

kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam

suatu masyarakat.

Keanekaragaman suku, ras, adat istiadat, budaya, bahasa, serta

agama, menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah Agama,

ataupun kesenjangan sosial. bentuk kerjasama ini harus kita wujudkan

dalam kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan dan tidak

menyinggung keyakinan agama masing-masing. Kita sebagai umat

beragama berkewajiban menahan diri untuk tidak menyinggung perasaan

umat beragama yang lain. Hidup rukun dan bertoleransi. Sebagaimana

wawancara penulis dengan masyarakat Bajubang sebagai berikut.

Kehidupan masyarakat di Kecamatan Bajubang merupakan contoh terkecil dari kerukunan hidup antar umat beragama, Kerukunan harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah agama. Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinan kita masing-masing. Kepemilikan rumah ibadah sesuatu yang wajar karena keberadaannya sudah diatur dalam undang-undang.151

150

Wawancara, Paulus Penggabean, tanggal 26 Mei 2019 151

Wawancara, Agusmono, tanggal 26 Mei 2019

Page 125: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

111

Dasarnya adalah masalah umat yang bersangkutan, tetapi dinamika

internal suatu umat pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan umat

itu dengan umat lainnya. Karena itu, pemeliharaan kerukunan internal

urnat beragama juga tidak kurang pentingnya. Apalagi apabila yang

dimaksud kerukunan internal urnat itu menyangkut urnat Islam Indonesia,

maka menjadi lebih penting lagi karena jurniahnya yang sangat besar

sehingga praktis mewarnai hampir seluruh wajah kerukunan urnat

beragama di Indonesia. Di sinilah pentingnya kajian-kajian -yang mencoba

memahami dinamika kerukunan internal urnat Islam Indonesia.

Indonesia rnemproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17

Agustus 1945 dalam bentuk negara kesatuan. Negara ini herbentuk

kepulauan yang memanjang dari Sabang sampai Merauke, terdiri atas

17.000 pulau besar dan kecil, berpenghuni dan tak berpenghuni. Jika

seseorang menggunakan pesawat terbang melakukan perjalanan dari

Sabang sampai Merauke, diperlukan waktu tempuh sekitar 7 jam

penerbangan. Meskipun 88% dari penduduk Indonesia yang berjumiah

220 juta orang itu memeluk agama Islam, Indonesia bukanlah negara

Islam tetapi juga bukan negara sekuler. 152

Agama seseorang ,secara sosiologis juga tetap seumur hidup dan

karenanya dinarnakan sebagai ikatan primordial. Menganut agama

tertentu secara tradisional tidak berubah-ubah sepanjang hidup

seseorang. Agama adalah keyakinan yang juga secara sosiologis tidak

dipilih berdasarkan pertimbangan rasional.

Teori Durkheim mengatakan bahwa agama memperkuat ikatan atau

solidaritas sosial. Akan tetapi pandangan secular mengatakan bahwa

justru ikatan-ikatan primordial itulah yang menyebabkan perpecahan.

Karenanya pendukung paham sekular berpendapat bahwa agama, ras

dan suku bangsa tidak boleh lagi dijadikan perbedaan untuk mendapatkan

hak-hak publik. Untuk itu pemersatu yang perlu dikembangkan adalah

152

M. Atho Mudzhar, Menjaga Aswaja dan Kerukunan Ummat. (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012), Hal. 2

Page 126: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

112

ikatan kepentingan, seperti organisasi profesi, organisasi olah raga,

organisasi pekerja. Seseorang boleh pindah atau masuk dalam beberapa

organisasi sejenis, tidak seperti suku, marga dan agama.153

3. Kepentingan Politik

Di bidang pollitik, masih banyak para politisi yang semestinya

menunjukkan sikap kenegarawanannya, ternyata masih ada yang

bersikap mementingkan kepentingan kelompoknya. Akibatnya, mereka

kurang fokus memikirkan permasalahan masyarakat dan bangsa. Hukum

ada yang tumpang-tindih. Terjadi pula kerancuan dalam penanganan

berbagai kasus dan penegakan hukum itu sendiri, sehingga menimbulkan

kekecewaan masyarakat yang berkepanjangan. munculnya berbagai

permasalahan sosial, yang juga berdampak pada kondisi kehidupan

beragama. Gangguan terhadap kerukunan umat beragama masih saja

terjadi balk internal mau pun eksternal. Sebagaimana waancara penulis

dengan salah seorang pemeluk agama Kristen sebagai berikut:

Di kalangan umat Kristen sendiri masih terjadi gesekan-gesekan kecil, yang pada umumnya disebabkan lemahnya pemahaman agama yang terkait dengan keanekaragaman budaya keagamaan dan berbagai komunitas etnis, pengaruh ekonomi, dan dampak kepentingan dari politik yang berkembang di masyarakat. Untuk itu kesepakatan umat Kristen untuk memiliki sebuah Gereja di Bajubang terhambat terkadang karena masalah intern.154

Dengan saling membutuhkan antara Manusia yang satu dengan

lainnya mempunyai corak yang berbeda, kendati, demikian mempunyai

kepentingan yang sama dalam menjalani kehidupannya. Dalam mengejar

kepentingan ada norma atau etika manusia sebagai makhluk yang

berbudaya. Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi

membutuhkan bantuan orang lain.

Pengaruh Islam terhadap kehidupan politik cukup luas dalam

berbagai aspek; baik dalam kehidup pribadi sampai urusan bernegara.

153

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 208-209

154 Wawancara, Lasma Sihombing, tanggal 27 Mei 2019

Page 127: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

113

Bagi banyak orang. kebangkitan Islam masih sering diartikan sebatas

keagungan theopathy, sedangkan bagi yang lain, hal ini merupakan

kebangkitan secara umum dan universal. Islam sebagai agama samawi

termuda tetap memiliki ketegasan di satu sisi dan elastisitas di sisi lain.

Islam tidak hanya menjadi instrumen bagi kekuatan politik tertentu, tapi

berpotensi memperigaruhi formasi program-program politik, seperti yang

dikernukakan, oleh O.P. Florensky, "Iman menentukan bentuk ritual

pengabdian, sedangkan pengabdian (ibadah) menentukan pandangan

dunia yang melahirkan budaya yang menjadi dasar gerakan politik"155

Kehidupan umat beragama jangan sampai di campuri dengan

kepentingan pribadi atau politik sehingga menghalalkan segala cara.

Sebagaimana wawancara penulis dengan Jemaat Kristen Protestan

sebagai berikut:

Ideologi agama masih terkesan sebagai bentuk reformasi. Sebagai kepentingan kelompok dan kepentingan politik lebih menonjol dibanding kepentingan bersama sebagai bangsa yang bermartabat. Pemikiran politik cenderung mengabaikan dimensi pemikiran yang membangun kerukunan antar umat beragama. Menurut saya suatu golongan atau komunitas yang seringkali disalah gunakan untuk kepentingan kelompok dianggap tidak sesuai dengan ajaran atau paham yang dianutnya. Kadangkala persoalan individu dapat berkembang menjadi persoalan antar etnis maupun antar komunitas agama, bahkan ditunggangi kepentingan politik tertentu.156

Faktor penting yang sering kurang dapat diantisipasi oleo para tokoh

agama sendiri sekali pun, adalah masuknya atau infiltrasi kepentingan

politik praktis di dalam kepentingan dakwah atau mision. Infiltrasi

kepentingan politik itu bahkan cenderung menjadikan praktek politik

tertentu memperoleh klaim kebenaran dengan legitimasi agama. Terjadi

kejumbuhan antara proses indoktrinasi politik dengan dogma tisme

agama, sampai-sampai identifikasi keberagamaan seseorang juga

155

Victor Feodorovich Sychev, Islam Indonesia di Mata Orientalis Rusia. (Jakarta: Balai Penelitian Pengembangan Jakarta, 2008), Hal. 20-21

156 Wawancara, Lasma Sihombing, tanggal 27 Mei 2019

Page 128: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

114

ditentukan oleh afiliasi kepentingan politik dalam sebuah partai.

Kejumbuhan demikian amatlah ironis, mengingat keberagamaan

seseorang yang mestinya bersifat sakral ditentukan oleh ukuran-ukuran

afiliasi politik praktis yang bersifat profan dan sekuler.

Disintegrasi sosial yang bertebaran di berbagai wilayah yang

diwujudkan dalam bentuk ras, antar-suku dan antar-golongan, menjadi

demikian parah karena adanya infiltrasi politik tersebut. Belum lagi konflik

social bernuansa agama. Adanya harmoni, kedamaian sosial dan upaya-

upaya dialog antar-agama selama ini, tampak menjadi kenyataan yang

cenderung semu.

Berkenaan dengan hal itu ada beberapa persoalan yang patut kita

catat, antara:

a. Bahwa setiap pengelola/pengurus tempat ibadah perlu melakukan

dialog-dialog antar agama. Dialog dimaksud selama ini terkesan

hanya berlangsung pada level elit aga-ma (tokoh agama), para

intelektual dan pemimpin saja, belum menyentuh "arus bawah"

masyarakat.

b. Dialog-dialog antar agama hanya berlangsung di kalangan yang

memang sudah dikenal sebagai pluralis dan inklusif itu menjadi

kurang produktif dan aplikatif, karena menjadi semacam arena Baru

bagi para intelektual untuk beradu wacana dan analisis.

c. Konsekuensi lebih lanjut, di maim dialog antar agama hanya berputar-

putar di sate kalangan yang bersifat elitis, maka dialog antar agama

deinikian juga telah mengabaikan media-media yang penting dalam

komunikasi dan transmisi keagamaan yang pop uler, seperti: khotbah-

khotbah keagamaan, peran da'i atau missionaris, pers-pers

keagamaan dan lain-lain.157

Upaya kerukunan umat beragama untuk mewujudkan kerukunan

antar umat beragama bagi masyarakat pada dasarnya merupakan cita-

157

A. Hakim dan Soleh Isre, Fungsi Sosial Rumah Ibadah dari Berbagai Agama dalam Persfektif Kerukunan Umat Beragama. (Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama, 2005), Hal. ix

Page 129: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

115

cita dari pembangunan agama. Lebih dari itu agama menghendaki agar

pemeluknya menjalani kehidupan yang aman dan damai. Pembangunan

agama diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan

masyarakat Kabupaten Batanghari Khususnya dan Batanghari pada

umumnya yang aman, damai. dan sejahtera. Sejalan dengan realitas

kehidupan beragama yang berkembang di masyarakat, maka

pengembangan nilai-nilai keagamaan serta peningkatan kerukunan umat

beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama agar

dapat terus di tingkatkan.

Merinci kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama di

Indonesia, Kepala Badan Litbang dan Dikiat Departemen Agama dalam

papernya berjudul Kebijakan Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama di

Indonesia menyebutkan tujuh langkah upaya mendorong kerukunan antar

umat beragama, yaitu:

1. Memperkuat landasan/dasar-dasar (aturan/etika bersama) tentang

kerukunan internal dan antar umat beragama.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk

upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk

hidup rukun dalam bingkai teologi yang ideal untuk menciptakan

kebersamaan dan sikap toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam

rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta

pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan

hidup intern dan antarumat beragama.

4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai

kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia.

5. Melakukan pendalaman nilia-nilai spiritual yang implementatif bagi

kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan.

6. Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap unsur dan

lapisan masyarakat.

Page 130: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

116

7. Menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwa perbedaan

adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu,

hendaknya hal ini dapat dijadikan mozaik yang dapat memperindah

fenomena kehidupan beragama.158

Salah satu upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat

beragama di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari, Sebagamana

wawancara Penulis dengan Pendeta HKBP mengatakan:

Untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari Kami sebagai umat Kristen membantu masyarakat di Bajubang, baik tenaga pikiran maupun bantuan-bantuan sosial, seperti setiap ada bencana alam, bantuan tersebut berupa sembako, dan mau Natal kami memberikan nasik bungkus Ke Lembaga Permayarakatan (LP) dan membantu masyarakat disini jika membutuhkan bantuan. Setiap hari besar Islam kami memberikan Tunjangan Hari Raya kepada masayarakat yang berdomisili di sekitar Gereja HKBP. Ini adalah bentuk kepedulian kami menciptakan kerukunan antar umat beragama untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Hal ini merupakan bentuk pendekatan terhadap masyarakat guna memudahkan sosialisasi toleransi antar umat beragama, sehingga tertanam rasa legowo jika ada usaha pendirian gereja.159 Untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Kecamatan

Bajubang Kabupaten Batanghari berbagai upaya yang di lakukan.

Sebagaimana wawancara penulis dengan Pastur Kristen Khatolik.

Kami sebagai Khatolik upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama demi terwujudnya kerukunan dengan melakukan banyak kegiatan di lingkungan Gereja Khatolik RT 10 Kecamatan Bajubang. Seperti setiap hari-hari besar keagamaan kami memberikan Tunjangan dalam bentuk sandang dan pangan kepada janda-janda dan anak-anak yatim. Setiap ada bencana alam kami dari Kristen Khatolik turut membantu saudara kita, Seperti bantuan sandang dan panggan baik yang berdomisili di kecamatan Bajubang maupun di luar Kecamatan, Setiap ada acara di ( Gereja Khatolik (acara sosial) kami mengundang Bapak/Ibu yang bertempat tinggal di dekat Gereja Khatolik dan sekitar untuk hadir. Ini adalah bentuk kepedulian kami dalam mewujudkan kerukunan antar umat

158

Kompilasi Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama, Cet. XI (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Kementerian Agama RI, 2012), Hal. 10

159 Wawancara, Marulan Silalahi, tanggal 26 Mei 2019

Page 131: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

117

beragama.160

Hal senadapun juga di katakan oleh Ketua RT 06 Kelurahan

Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut:

Jika ada acara di Gereja kami warga RT 06 juga di undang untuk menghadirinya. Tentunya dalam hal ini kami sebagai umat Islam di bedakan dalam bentuk makanan. Untuk makanan orang Islam khusus di masak oleh orang Islam dan di masak oleh warga RT 06 yang beragama Islam. Sedangkan untuk masakan orang Kristen di masak oleh mereka sendiri ini adalah salah satu bentuk kepedulian mereka kepada kami.161

Kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang dapat

diwujudkan dengan menanamkan moralitas, etika dan nilai spiritual,".

Sebagaimana wawancara penulis dengan tokoh masyarakat sebagai

berikut:

Upaya untuk mewujudkan toleransi dalam beribadah sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat secara berkesinambungan, diharapkan segala kesalahpahaman dapat diredam, serta saling pengertian dapat dibangun ke arah kehidupan yang rukun, damai, dan sejahtera.162 Upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama dapat

dijadikan sebagai filosofi kehidupan dalam mewujudkan keselarasan dan

kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana wawancara penulis dengan

masyarakat Bajubang Kabupaten Batanghari sebagai berikut:

Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama seperti saling hormat menghormati, dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, saling bersikap menghargai, sehingga hubungan kerjasama antar pemeluk agama dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling tolong-menolong, hidup rukun dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu antar umat yang berbeda-beda agamanya, sehinga terciptanya kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang Kabupaten

160

Wawancara, Bernandus M. Siagian, tanggal 26 mei 2019 161

Wawancara, Sudarma, tanggal 27 Mei 2019 162

Wawancara, Asef Syaipuddin, tanggal 26 Mei 2019

Page 132: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

118

Batanghari yang lebih baik.163 Untuk memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu

dilakukan suatu upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat

beragama secara mantap. Sebagaimana wawancara penulis dengan

Masyarakat yang beragama Kristen sebagai berikut:

Menciptakan suasana kehidupan beragama di Kabupaten Batanghari kami dari umat Kristen membina kefukunan hidup intern dan eksteren antar umat beragama dengan membangun harmoni sosial dan persatuan dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat Kristen untuk hidup rukun dalam bingkai kerukunan antar umat beragama serta diimplementasi untuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi. Dengan saling menghormati, saling menghargai dan saling tenggang rasa.164

Pendapat di atas senada dengan Jemaat Khatolik di Bajubang.

Sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut.

Salah satu upaya yang di lakukan oleh umat Khatolik dengan menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama.165

Lain lagi dengan pendapat Masyarakat Kabupaten Batanghari yang

beragama konghucu. Sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut:

Upaya untuk mewujudkan kerukunan umat beragama merupakan hubungan semua umat yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.166

Kerjasama dalam berbagai kelompok masyarakat dapat

dikembangkan untuk menciptakan suasana kerukunan hidup antar umat

beragama karena didasarkan atas keterikatan kepada tempat tinggal yang

merasa dimiliki bersama. Sebagaimana wawancara penulis sebagai

163

Wawancara, Agusmono, tanggal 26 Mei 2019 164

Wawancara, Yohanes. tanggal 27 Mei 2019 165

Wawancara, Lina Wati, tanggal 27 Mei 2019 166

Wawancara, Alex, tanggal 27 Mei 2019

Page 133: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

119

berikut:

Upaya untuk mewujudkan kegiatan sosial bagi agama hindu dilandasi oleh semangat kemanusiaan merupakan potensi untuk tercipta kerukunan. Bantuan yang diberikan atas dasar kemanusiaan, tampa mengharapkan imbalan yang di berikan kepada masyarakat tanpa menonjolkan agama.167 Kerukunan antar umat beragama masyarakat Kecamatan Bajubang

Kabupaten Batanghari dapat dilihat dari pergaulan mereka sehari-hari,

antara agama yang satu dengan agama yang lain saling menghormati dan

menghargai. Hal ini dapat kita lihat pada acara pernikahan, tamu yang

hadir bukan hanya agama Islam tapi dari agama-agama lain juga turut

hadir, Ini adalah upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat

beragama antar agama dan masyarakat. Hal ini menunjukkan

persaudaraan kita masih kuat sebagai suatu bangsa dalam tanah air yang

sama.

Oleh sebab itu, Kita semua sepakat bahwa sekecil apapun konflik

bernuansa agama yang terjadi, harus segera diredam, dan dipadamkan

untuk kemudian dibangun di atasnya jaringan persahabatan dan

kerjasama. Sehingga terciptanya kerukunan umat beragama dalam

mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dengan memanfaatkan

lembaga pemerintah yang ada segala permasalahan bisa di atasi. Hal ini

seperti pengakuan umat Gereja Khatolik di Kecamatan Bajubang,yaitu:

“Dengan menjalin kerjasama dengan FKUB, semua permasalahan yang berhubungan dengan pendirian rumah ibadah bisa di atasi, FKUB Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari sangat berperan aktif membantu agama-agama di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari dalam menjalankan kebebasan memeluk dan menjalankan ibadah sesuai agamanya termasuk mendirikan rumah ibadah.”168 Setelah agama Islam berakar dalam masyarakat, peranan ulama

sangat menonjol. Mereka bertindak sebagai Guru dan pengawal hukum

Islam. Dengan hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa hakim pada

periode awal Islam di nusantara ini adalah serang ulama yang 167

Wawancara, Yampeng, tanggal 27 Mei 2019 168

Wawancara, Yohanes. tanggal 27 Mei 2019

Page 134: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

120

menyebarkan agama Islam, dipercaya dan ditunjuk oleh mereka yang

bersengketa untuk menyelesaikan segala perselisihan yang mereka

hadapi dan putusannya dilaksanakan sebagai hukum Islam.169

Berdasarkan penelitian penulis ,baik melalui observasi ,wawancara

maupun observasi,ditemukan berbagai informasi mengenai tentang FKUB

dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan keagamaan di

Kabupaten Batanghari. Forum Kerukunar Umat Beragama (FKUB)

Kabupaten Batanghari ialah forum yang dibentuk oleh masyarakat, yang

difasilitasi oleh Pemerintah Daerah dalam rangka membangun,

memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan

kesejahteraan, karena kerukunan umat beragama itu sangat penting yaitu

dengan berlaku adil dalam. menjalankan peraturan yang ada kesetiap

pemeluk agama. Sebagaimana dalam Al-Qur'an Allah berfirman pada

Surat Al-Mumtahanah ayat 8, yang berbunyi:

Artinya: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil

terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama

dan tidak (pula) mengusir kamu dan negerimu. Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.170

Adapun tugas yang dilaksanakan oleh forum ini sudah diatur oleh

Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Oleh

karena itu, penulis ingin mengkaji tentang FKUB Kabupaten Batanghari

dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.Forum Kerukunan Umat

Beragama Kabupaten Batanghari telah melaksanakan berbagai macam

169

Mohd. Arifullah, Rekontruksi Citra Islam. (Jakarta: Penerbit Sulthan Thaha Press IAIN STS Jambi, 2005). Hal. 194

170 Op.cit. Hal. 496

Page 135: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

121

tugas untuk memelihara dan memberdayak-an umat beragama untuk

kerukunan dan kesejahteraan masyarakat, diantara memberikan

rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah,

menampung aspirasi ormas keagamaan, dan lain-lain.

a. Memberikan Rekomendasi Tertulis atas Permohonan Pendirian

Rumah Ibadah.

Peran tempat ibadah dan tokoh agama dalam masyarakat yang

plural otomatis juga menjadi problematik, utamanya bagi agama dakwah.

Agama dakwah semisal Islam, Katholik, Hindu, Buddha dan Kristen,

senantiasa menuntut para tokoh agamanya menjadi sering juru dakwah

atau missionaris bagi. kebenaran ajarannya. Dalam praktek misi atau

dakwah tersebut, seringkali para tokoh agama terjebak di dalam klairn

kebenaran yang eksklusif, sehingga bisa rnengganggu kehidupan

keagamaan yang harmonis, toleran dan inklusif.

Tempat Ibadah seperti Masjid, Gereja, Pura dan Vihara

dipergunakan pula sebagai tempat untuk pengembangan pendidikan

agama, karena di setiap tempat ibadah pada umum-nya dibangun sarana

pendidikan. Dengan demikian, tempat ibadah juga berfungsi untuk

mengelola pendidikan sebagai pengembangan umatnya melalui sekolah

yayasan yang dikelola oleh rurnah ibadah itu sendiri. Dalam konteks ini

maka lembaga pendidikan yang ada dalam tempat ibadah merupakan

tempat strategis dalam rangka membangun kerukunan. Pendidikan

sebagai pusat kebudayaan merupakan potret bangsa Indonesia yang

menunjukkan pluralisrne. Melalui lembaga pendidikan atau tempat ibadah,

tercermin wajah Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya, agama,

bahasa, dan etnis. Berbagai perbedaan tersebut memperkaya khazanah

budaya toleransi dan kasih sayang antara satu dengan yang lain

sebagairnana yang diajarkan masing-masing agama.171

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari

sudah banyak memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan

171

A. Hakim dan Soleh Isre, Ofcit,, Hal. ix

Page 136: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

122

pendirian rumah ibadah di Kabupaten Batanghari ini dan tak terkecuali

untuk daerah Kecamatan Bajubang. Sebagaimana hasil wawancara

penulis kepada salah satu anggota FKUB Kabupaten Batanghari. Yaitu:

Kami sebagai forum yang berwenang untuk memberikan atau surat rekomendasi atas permohonan pendirian rumah ibadah baik di dalam Kota maupun daerah Pedesaan, itu sudah kami berikan kepada siapa saja yang ingin meminta surat rekomendasi tersebut, dan kepada agama apapun akan kami berikan, tetapi harus memiliki persyaratan yang Iengkap sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu peraturan tentang mendirikan rumah ibadah.172

Berhubungan dengan pendapat di atas Basiq Jalil menjelaskan

tentang peranan undang-undang dalam persamaan untuk mendapatkan

peradilan dalam kehidupan masyarakat Beliau mengatakan yaitu:

“Itulah sebabnya manusia selalu membutuhkan peradilan hingga

kehidupan mereka tidak menjadi liar. Oleh karena itu, dimaklumi perlunya

undangundang bagi kehidupan masyarakat, tetapi belum cukup untuk

menyelamatkan kehidupan sosial karena manusia pasti akan berselisih

tentang makna rumusan undang-undang, tentang kepatuhan pada

undang-undang serta kewajiban menghormatinya, dan kadang-kadang

perselisihan mereka itu terletak pada penerapan terhadap kasus yang

terjadi, baik yang menyangkut undang-undang itu sendiri maupun segi

lainnya. Dan kadang-kadang ada yang secara terang-terangan

menentang rumusan undang-undang itu atau memunglcirinya. Maka,

peradilanlah yang akan berperan menentukan makna undang-undang

dengan sempurna karena untuk menentukan rumusan undang-undang di

keluarkan harus melalui penetapan pemilikan”.173

Pada pembahasan ini, penulis melakukan observasi ke sebuah

lokasi yang sedang mengerjakan pembuatan rumah Ibadah, bahwa rumah

ibadah yang sedang dibangun tersebut benar-benar sudah mendapatkan

172

Wawancara: KH. M.N. Parlindungan Hasibuan. (Wakil Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari), tanggal 26 Mei 2019

173 Basiq Jalil, Peradilan Islam., (Jakarta: Amzah, 2012), Hal. 8

Page 137: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

123

surat rekomendasi dan FKUB Kabupaten Batanghari untuk mendirikan

rumah ibadah.174

Kemudian untuk memperkuat data pada izin pendirian rumah ibadah

ini, penulis mengadakan wawancara kepada salah satu Panitia

Pelaksanaan Pembangunan Masjid Nurul Jami', ia menuturkan :

Masjid Nurul Islam, ini asal mulanya ialah Langgar atau Mushalla, kemudian kami melihat dilingkungan ini masyarakatnya sudah mulai padat, sehingga kami memutuskan untuk membangun Masjid, karena masyarakat yang tinggal diwilayah ini sudah padat dan biasanya kami melaksanakan Shalat Jum‟at harus ke masjid yang agak jauh dan sudah padat jamaahnya, OIeh karena itu kami membuat surat pengajuan untuk mendirikan rumah ibadah yaitu Masjid, dan kami diberikan izin.175 Dan hasil beberapa wawancara dan observasi ini, bahwa kegiatan

FKUB Kabupaten Batanghari dalam rangka memberikan surat

rekomendasi atas permohonan mendirikan rumah ibadah benar-benar

terlaksana sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.

b. Menampung Aspirasi Masyarakat dan Ormas Keagamaan

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari

juga ada memiliki tugas untuk menampung aspirasi masyarakat ataupun

Ormas Keagamaan, seperti belakangan ini FKUB telah menampung

aspirasi dan masyarakat. Masvarakat dalam hal ini memberikan masukkan

aspirasi kepada FKUB Kabupaten Batanghari tentang penolakan

pembangunan rumah ibadat Gereja diwilayah Desa Pompa Air

Kecamatan Bajubang, Masyarakat menyampaikan aspirasinya bahwa

mereka menolak pendirian tempat ibadah diwilayah Desa Pompa Air

tersebut.

Seperti wawancara yang dilakukan Penulis kepada salah seorang

tokoh masyarakat yang berdomisili di Desa Pompa Air Kecamatan

Bajubang ia mengatakan :

174

Observasi, tanggal 02 Mei 2019 175

Wawacara dengan H. Usman (Panitia Pembangunan), tanggal 29 Mei 2019

Page 138: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

124

Kami sebagai warga Desa Pompa Air kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari telah menyampaikan aspirasi ke beberapa lembaga salah satunya ialah Forum Kerukunan Umat Beragama yang biasa disebut FKUB, aspirasi yang kami sampaikan ialah tentang penolakan pembangunan rumah ibadat Gereja, karena dilingkungan kami mayoritas banyak yang beragama Islam dan sebaiknya pemerintah melakukan koordinasi yang baik kepada masyarakat terkait yang bertugas dalam pemberian rekomendasi pendirian rumah ibadah.176 Dalam permasalahan ini FKUB telah menampung aspirasi tersebut

untuk dikaji lebih mendalam, dan kami telah mendapatkan keterangan dari

berbagai pihak bahwa pembangunan tempat ibadah Gereja tersebut

belum memenuhi persyaratan yang diperlukan sesuai dengan peraturan

yang ada. Sebagaimana hasil wawancara Penulis kepada salah satu

pengurus FKUB Kabupaten Batanghari ia menjelaskan bahwa

Tentang aspirasi yang disampaikan oleh pihak masyarakat ini sudah kami terima. mereka menyampaikan aspirasinya tentang pembangunan tempat ibadah Gereja, menurut masyarakat yang melakukan penolakan bahwa pembangunan tersebut tidak layak dilaksanakan. Tetapi sebelum pembangunan ibadah tersebut dari pihak pengurus gereja sudah mengajukan permohonan dan belum memenuhi persyaratan yang harus dimiliki. Selanjutya kasus ini akan kami selesaikan dengan jalan musyawarah.177 Dari hasil wawancara tentang pendirian rumah ibadah tersebut, ini

membuktikan bahwa masyarakat telah menyampaikan aspirasinya kepada

FKUB Kabupaten Batanghari, dan FKUB telah menampung aspirasi yang

disampaikan oleh masyarakat tersebut, ini menunjukkan bahwa FKUB

Kabupaten Batanghari juga telah melaksanakan peran dan tugasnya

sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 demi terbentuknya kerukunan umat

beragama masyarakat Kabupaten Batanghari.

176

Wawancara, Akmal Hakim, (tokoh masyarakat), 29 Mei 2019 177

Wawancara: Marulan Silalahi, (Anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari), 28 Mei 2019

Page 139: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

125

c. Melakukan Dialog dengan Pemuka Agama dan Tokoh Masyarakat.

FKUB Kabupaten Batanghari juga pemah melakukan dialog dengan

Pemuka Agama dan tokoh masyarakat membahas tentang mengantisifasi

masuknya aliran sempalan yang bisa merusak kerukunan umat beragama

di wilayah Kabupaten Batanghari khususnya di Kecamatan Bajubang.

Sebagaimana basil wawancara yang dilakukan kepada salah satu Wakil

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Batanghari, ia

menceritakan

Kami pemah malakukan dialog dengan Pemuka Agama dan Tokoh

Masyarakat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari yang

berkenaan dengan permasalahan aliran sempalan yaitu agama yang

mengaku-ngaku sebagai agama Islam, tetapi ajarannya terutama tentang

akidah ada perbedaan dengan ajaran agama yang sesungguhnya.178

d. Melakukan Sosialiasasi Peraturan Perundang-undangan dan

Kebijakan di bidang Keagamaan.

Melakukan sosialisasi peraturan perudang-undangan dan kebijakan

dibidang keagamaan juga menjadi agenda rutin yang harus dilaksanakan

oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari

Adapun sosialisasi yang dilaksanakan oleh FKUB Kabupaten Batanghari

kepada masyarakat terutama para pemuka agama dan tokoh masyarakat

yaitu Peraturan berkenaan Kerukunan umat beragama dan pendirian

rumah Ibadat dan menjelaskan secara rinci syarat-syarat untuk

mendirikan rumah ibadah, kegiatan ini bertujuan supaya masyarakat

mengetahui dan memahami semua aturan tentang konsep kerukunan

umat beragama dan pendirian rumah ibadah.

Seperti hasil wawancara Penulis kepada salah satu Pengurus FKUB

Kabupaten Batang Hari, ia mengatakan bahwa :

“Kami telah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada pemuka agama dan tokoh masyarakat, berkenaan dengan ketentuan peraturan yang mengatur tentang mendirikan rumah ibadah harus memiliki atau memenuhi persyaratan-persyaratan yang sudah

178

Wawancara, Syamsuddin Ali, (Ketua FKUB Batang Hari), tanggal 26 Mei 2019

Page 140: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

126

ditentukan”.179 Kemudian penulis mewawancarai salah satu Pemuka Agama Islam,

ia membenarkan pernyataan yang mengatakan bahwa FKUB Kabupaten

Batang Hari Pernah mensosialisasikan tentang peraturan untuk

mendirikan rumah ibadah kepada Pemuka-pemuka Agama. Berdasarkan

data Dokumentasi Program Kerja FKUB Kabupaten Batanghari, bahwa

benar adanya kegiatan Sosialisasi Kerukunan Umat Beragama, Peraturan

berkenaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah

yang dilaksanakan di wilayah Kabupaten Batanghari.

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa FKUB

Kabupaten Batang Hari sudah melaksanakan tugasnya dengan baik

sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.

Langkah-langkah FKUB dalam membantu menyelesaikan

permasalahan kehidupan keagamaan masyarakat Kabupaten Batang

Hari, perkembangan atau isu-sisu konflik mengenai pendirian rumah

ibadah di luar agama Islam sangat realistis. Oleh karena anggota FKUB

dalam kebanyakan diisi oleh kalangan berbagai agama, yang terdiri dari

orang-orang berpendidikan, memiliki wawasan dan pemikiran ke depan,

penguasaan dan pemahaman undang-undang dan peraturan pemerintah

mengenai perlunya kerukunan antar umat beragama.

Dalam Islam juga sangat diatur mengenai konsep kehidupan

keagamaan di sebuah negara Islam, di mana Islam sangat menghargai

dan melindungi kebebasan beragama di tengah kehidupan dalam

kekuasaan Islam. Toleransi merupakan persoalan aktual sepanjang masa

terlebih lagi toleransi beragama, islam memberikan perhatian yang tinggi

terhadap kehidupan antar umat beragama karena sejak awal

perkembangan islam, baik tersurat ataupun tersirat semuanya tercantum

didalam Alqur‟an dan prilaku Nabi Muhammad SAW.

179

Wawancara, KH. M.N. Parlindungan Hasibuan (Wakil Ketua I FKUB), 26 Mei 2019

Page 141: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

127

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa

permasalahan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini yang telah

difokuskan secara rinci dalam rumusan masalah, yaitu : mengupas

Bagaimana Implementasi PBM Tahun 2006 yang di aktualisasikan

FKUB Kabupaten Batang Hari dalam Pendirian Rumah Ibadat di

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari, Bagaimana Implikasi

PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan

Bajubang Kabupaten Batang Hari, Bagaimana Mekanisme

Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan

Bajubang Kabupaten Batang Hari. Dapat disimpulkan dalam bentuk

uraian singkat sebagai berikut:

1. Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang zin pendirian

rumah ibadah di kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari

ternyata sangat memprihatinkan. Banyak sekali terdapat

ketimpangan dan ketidaksesuaian seperti apa yang sudah tertulis

pada peraturan bersama tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari: a) Banyaknya rumah ibadah yang

tidak memiliki izin pendirian yang sesuai dengan prosedur yang

berlaku dan pemerintah setempat sebenarnya mengetahui hal

tersebut, tetapi pemerintah tidak ada mengambil tindakan yang

tepat dan tegas. 2) Kurangnya sosialisasi yang diberikan dari

pemerintah untuk menyadarkan pengurus rumah ibadah untuk

membuat izin pendirian rumah ibadah yang sah yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

2. Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari, berjalan

127

Page 142: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

128

sebagaimana yang diharapkan akan tetapi konflik pendirian rumah

ibadah cendrung menjadi masalah serius dilingkungan kecamatan

bajubang hal ini disebabkan karena faktor individu dan kepentingan

tertentu. masalah tentang pentingnya kerukunan bagi setiap agama

adalah tidak ada yang dipermasalahkan. Setiap agama

mengajarkan tentang arti penting kerukunan dan toleransi. Hanya

saja sering ada faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

pertentangan agama lain, di antara faktor tersebut yang adalah :

a. Rendahnya Sikap Toleransi

b. Kepentingan Politik

B. Implikasi

Dalam kehidupan bermasyarakat itu perlu adanya kerukunan dan

toleransi antar sesama umat manusia ada berdasarkan kodrat alam yang

sepertinya ada dengan begitu saja, tanpa disadari ada di setiap tempat

yang ada. Kesadaran akan adanya yang lain dalam perbedaan-perbedaan

itu perlu dipahami bahwa kehidupan manusia bisa berlangsung dengan

adanya perbedaan tadi. Bila ditelusuri manusia juga diciptakan dari dua

hal yang bentuknya berbeda yaitu laki-laki dan perempuan, dari

perbedaan inilah manusia bisa berkembangbiak sampai sekarang.

Demikian juga dengan perbedaaan dalam arti budaya dan keyakinan.

Perkara yang paling penting dalam menjalani hidup adalah rasa

aman, bebas dari intimidasi dan keterpaksaan. Dengan demikian hidup

bisa menjadi harmonis dan penuh ketentraman, terbebas dari rasa

permusuhan dan kedengkian yang membawa umat manusia kepada

kehancuran dan kesengsaraan yang tidak ada ujung habisnya.

Pembelajaran seperti kerusuhan-kerusuhan dan bentrokan-bentrokan

suku agama ras dan antar golongan (SARA) di berbagai tempat, daerah,

wilayah, negara di berbagai belahan dunia sering terjadi karena tidak

adanya kesadaran hidup untuk hidup rukun dengan adanya toleransi antar

sesama umat manusia.

Page 143: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

129

Kerukunan dan toleransi antar umat agama mutlak diperlukan di

dalam kehidupan bermasyarakat. Ternyata isu-isu pertentangan, jika

ditelusuri hanyalah masalah yang sebenarnya timbul akibat kekurang

pahaman dan kekurang sadaran manusia baik sebagai individu maupun

kelompok masyarakat tentang pemahaman ke dalam intern ajaran agama

yang sebenarnya dan ekstern yang berhubungan dengan tata aturan

dalam perundang-undangan yang ada bahwa semua itu telah diatur dan

ditetapkan. Menjadi tugas semua pihak kerukunan dan toleransi antar

umat beragama di suatu daerah tertentu yang memiliki keragaman

budaya, suku, ras, agama dan latar belakang yang berbeda-beda untuk

menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Melalui dari hasil

penelitian ini nampak jelas bahwa isu-isu pertentangan itu hanyalah

perkara seperti yang di sebutkan di atas. Dengan hasil penelitian ini

hendaknya bisa dijadikan pelajaran, terutama bagi masyarakat

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari khususnya dan umumnya

bagi masyarakat secara luas. Kehidupan keagamaan yang sudah terbina

dengan baik jangan sampai tercoreng dan rusak akibat kepentingan-

kepentingan baik itu kepentingan individu maupun kepentingan kelompok

tertentu karena itu hanyalah mementingkan nafsu keinginan dan

kepentingannya tanpa berpikir akibat yang ditimbulkannya.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kerukunan dan toleransi bisa

terbentuk dengan adanya kerjasama yang baik, baik pihak-pihak terkait

dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Pendirian rumah

ibadah tertentu hanyalah masalah kebutuhan hidup dalam berkeyakinan

dan menjalankan agamanya. Rumah ibadah di samping tata aturan

pendiriannya telah diatur oleh pemerintah, juga sebagai hal yang wajar

keberadaannya dan dibutuhkan dalam rangka pembinaan umat menuju

hidup yang lebih baik, jadi tdak perlu dipermasalahkan.

Page 144: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

130

C. Rekomendasi

Dengan selesainya pembahasan dalam penelitian ini, penulis

merekomendasikan kepada semua pihak-pihak yang terkait, yang dalam

hal ini diharapkan bisa dijadikan prospek ke depan terutama yang

berhubungan dengan inti permasalahan dalam penelitian ini, yaitu agar ke

depan permasalahan serupa tidak terjadi lagi dan bisa dijadikan dasar

bagi semua lapisan masyarakat dalam mewujudkan kerukunan antar umat

beragama serta mengaplikasikan peraturan bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Rekomendasi penulis

dalam penelitian ini ditunjukkan, yaitu terutama kepada:

1. Pemerintah Kabupaten Batang Hari dan instansi terkait sebaiknya

mendata ulang seluruh rumah ibadah yang ada di Kecamatan

Bajubang, supaya bisa mengetahui mana saja rumah ibadah yang

memiliki ataupun tidak memilliki izin pendirian.

2. Pemerintah Kabupaten Batang Hari dan instansi terkait harus

memberikan kejelasan dan sosialisasi terhadap izin pendirian rumah

ibadah dan harus mengambil tindakan yang tegas terhadap rumah

ibadah yang tidak memiliki izin.

3. Umat Islam secara keseluruhan, yaitu agar supaya lebih meningkatkan

pemahaman keagamaan untuk menghindari cara berpikir sempit dan

fanatik ekstrim guna menjabarkan pemahaman agama yang lebih luas

untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah rahmatan lil‟alamin

yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam.

4. Umat dan tokoh agama lain, yaitu agar supaya lebih aktif dalam

melakukan pendekatan dan kerjasama yang baik kepada kelompok

mayoritas umat Islam sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan

demi membantu pemerintah dalam membina kerukunan antar umat

beragama di Kecamatan Bajubang. Melalui pengelola, pengurus dan

tokoh-tokoh agamanya agar supaya lebih menjalin dan merepotkan diri

dalam membina umat masing-masing agar terkontrol dengan baik.

Page 145: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

131

5. Tokoh-tokoh dan pemuka agama Islam di masyarakat, yaitu agar bisa

memberikan pembelajaran dan pendalaman nilai keagamaan pada

umat Islam guna meningkatkan tingkat keilmuan umat Islam sehingga

terhindar dari cara berfikir sempit dan ekstrim tanpa di dasari

pengetahuan agama yang benar. Menggerakkan pengajian-pengajian

di berbagai tempat dengan dibarengi dengan solidaritas dan toleransi

yaitu tidak memberikan pengertian-pengertian yang mengarah kepada

pendiskriditan agama tertentu yang bisa menimbulkan sikap anti

agama lain yang bisa memicu adanya konflik agama, sekaligus bisa

berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam mensosialisasikan

tentang peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

perlunya kerukunan antar umat beragama.

6. FKUB Kabupaten Batang Hari, yaitu agar supaya forum ini lebih giat

dalam menfasilitasi berbagai hal yang bisa memberikan pencerahan

terhadap pemahaman masyarakat tentang arti penting kerukunan dan

toleransi antar umat beragama. Melalui program-pogram ke depan

dalam upaya meningkatkan kerukunan antar umat beragama di

Kecamatan Bajubang. FKUB Kabupaten Batang Hari hendaknya bisa

berfungsi sebagai forum teladan yang mampu mengatasi berbagai

permasalahan keagamaan yang ada.

7. Bagi pengelola dan pengurus rumah ibadah secara keseluruhan, yaitu

agar supaya keberadaan dan kegiatan rumah ibadah diusahakan

untuk tidak menganggu kegiatan masyarakat secara umum.

D. Kata Penutup

Dengan mengucapkan rasa syukur terhadap Allah SWT, penulis

menyadari bahwa selesainya penelitian ini tidak terlepas dari pertolongan

dan hidayahnya. Sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penulis

menyadari bahwa karya ilmiah dalam bentuk tesis ini masih banyak

kekurangannya, untuk itu kritik dan sarannya sangat penulis harapkan

demi sempurnanya karya ilmiah ini. Atas bantuan, bimbingan, arahan,

Page 146: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

132

kerjasama yang baik dari berbagai pihak, penulis menyatakan ribuan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat

bagi masyarakat khususnya masyarakat Kecamatan Bajubang dan

umumnya masyarakat Indonesia seluruhnya. Amiin.

Page 147: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

133

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Bin Hamid Asy Syabanah.Keterpurukan Moralitas Umat Islam.Jakarta;Iqro‟ Insan Press,2005

Abdul Wahab. Solichin, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke

Implementasi Kebjaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara. 2001 Ardiansyah, legalitas Pendirian Rumah Ibadat berdasarkan Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 1 Tahun 2016

Ainul Yaqin, Menolak Liberalisme Islam, Surabaya: MUI Jawa Timur, 2015 Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan. Jakarta : Gema Insani, 2006 A. Hakim dan Soleh Isre, Fungsi Sosial Rumah Ibadah dari Berbagai

Agama dalam Persfektif Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama, 2005

Betty R. Schort. Sosiologi Agama, Edisi Kedua. Jakarta : Frenada Media,

2004 Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum

Beriman. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 Bustanudin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar

Antropologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafinso Persada, 2007 BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka BPHN Puslitbang, Laporan Akhir Pengkajian Hukum tentang Perlindungan

Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beagama Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Kebijakan dan

Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009

Departemen Agama RI. Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehhidupan

Keagamaan, Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Ketentraman Umat Beragama. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009

Farid Abdul Kholik, Terj. Fikih Politik Islam. Jakarta: Amzah, 2009

Page 148: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

134

Husni Mubarok, Dilema Pendirian Rumah Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan, Jurnal Harmoni Vol. IX Nomor 35 Juli-September 2010

Idrus Ruslan, Etika Islam dan semangat Plurisme Agama di era Global,Al-

AdYaN/Vol.V, N0.1/Januari-Juni/2010 Keputusan Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang

Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme. Ma‟ruf Amin, Harmoni dalam keberagaman, Dinamika Relasi Agama-

Negara, Dewan Pertimbangan Presiden, Jakarta: 2011 M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

M. Quraish Shihab, Kerukunan Beragama dari Perspektif Negara, HAM

dan Agama Agama, MUI Jakarta: 1996 Meter dan Horn, The Policy Implementation Process : A Conseptual

Framework, Administration and Society 6, 1975 M. Atho Mudzhar, Menjaga Aswaja dan Kerukunan Ummat. Jakarta:

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012 MUI, Solusi Hukum Islam Terhadap Masalah keutamaan dan kebangsaan,

Himpunan Makalah Pendukung Bahan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, Jakarta, 2012

Wahid Foundation, Hak atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di

Indonesia, Jakarta: 2016 M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

M. Ali Kettani. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. (Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2005 M. Yatim Abdullah, Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Jakarta : Amzah,

2007 Musadiq Marhaban. Yudas Penghianat Atau Penyelamat. Jakarta :

Penerbit Lentera, 2006

Page 149: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

135

Nela Sumika Putri, Pelaksanaan Kebebasan beragama

diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah, Jurnal Dinamika Hukum

Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,Jakarta:

Grasindo,2002 Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan, Jakarta:

Balai Pustaka, 2004 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik, Jakarta: Intermedia, 1994 Sirajuddin Zar, Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Perspektif Islam,

Toleransi, Vol. 5 No. 2 Juli – Desember 2013 Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mengedepankan Islam

sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, Jakarta: Yayasan Khas, 2009 Toto Suryana, Jurnal pendidikan agama islam-ta‟lim vol. 9 No. 2-2011 H. Mazaheri. Akhlak Untuk Semua. Jakarta : Al-Huda, 2005 Kaelany HD. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Edisi Kedua.

Jakarta : Bumi Aksara, 2005 Syaikh Mustofa Mansyur. Fiqh Dakwah, Edisi Lengkap. Jakarta : Al-

I‟tishom Cahaya Umat, 2005 Samir Aliyah. Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam.

Jakarta : Kholifa, 2004 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian

Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 1999 Nela Sumika Putri, Jurnal Dinamika Hukum, Pelaksanaan Kebebasan

beragama diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah

Page 150: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

136

https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta, 2010 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta,

2008 Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 2011 Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia, 1998 Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 2011 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

2008 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif... Victor Feodorovich Sychev, Islam Indonesia di Mata Orientalis Rusia.

Jakarta: Balai Penelitian Pengembangan Jakarta, 2008 Kompilasi Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat

Beragama, Cet. XI, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Kementerian Agama RI, 2012

Mohd. Arifullah, Rekontruksi Citra Islam. Jakarta: Penerbit Sulthan Thaha

Press IAIN STS Jambi, 2005 Basiq Jalil, Peradilan Islam., Jakarta: Amzah, 2012 Dokumentasi:Progratri Ketja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

Kabupaten Batanghari, Tahun 2015. https://ejurnal.unilak.ac.id/index.php/Respublica/article/view/592/421 https://lampung.kemenag.go.id/artikel/15012/kerukunan-antar-umat-

beragama menurut pandangan-islam http://www.batangharikab.go.id

Page 151: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

137

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

Judul : IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 & NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAT (STUDI KECAMATAN BAJUBANG KABUPATEN BATANG HARI

A. Pedoman Wawancara

1. Pengurus Rumah Ibadah tertentu

a. Kapan rumah ibadah ini berdiri?

b. Ada berapa jamaah di tempat ibadah ini?

c. Bagaimana latar belakang berdirinya tempat ibadah ini?

d. Apa ada pernah terjadi konflik (pertentangan) saat rumah ibadah ini

dibangun?

e. Bagaimana langkah pengurus gereja mengatasi konflik?

f. Bagaimana pihak pengurus rumah ibadah melakukan sosialisasi

dan pendekatan kepada masyarakat?

g. Bagaimana pengurus rumah ibadah berkomunikasi dengan FKUB?

h. Bagaimana implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang

Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang

Hari?

i. Bagaimana Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah

Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?

j. Bagaimana Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian

Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?

2. Wawancara dengan Tokoh Masyarakat.

a. Bagaimana sebenarnya tentang pendirian rumah ibadah pada

agama lain?

b. Apa pendapat bapak mengenai rumah ibadah bagi agama lain

menurut islam?

c. Konflik dimana saja yang pernah ada tentang pendirian rumah

ibadah ?

d. Bagaimana penyelesaian tentang konflik pendirian rumah ibadah

berdasarkan agama anda?

e. Apa arti pentingnya kerukunan bagi umat beragama?

Page 152: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

138

f. Bagaimana FKUB dalam menanggapi isu konflik rumah ibadah?

g. Bagaimana FKUB mengatasi konflik yang berhubungan dengan

rumah ibadah?

h. Bagaimana FKUB menjaga kerukunan antar umat beragama?

i. Bagaimana sosialisasi FKUB mengenai pentingnya kerukunan antar

umat beragama?

j. Bagaimana implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang

Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang

Hari?

k. Bagaimana Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah

Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?

l. Bagaimana Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian

Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?

B. Pedoman Observasi

1. Observasi tentang letak rumah ibadah tertentu

2. Observasi tentang jumlah jema‟ah pada rumah ibadah tertentu

3. Observasi tentang kondisi masyarakat sekitar

C. Pedoman Dokumentasi

1. Mencari dokumen-dokumen pemerintah yang berhubungan dengan data

penelitian

2. Mencari dokumen-dokumen tentang kepengurusan FKUB

3. Mencari dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan dan berhubungan

dengan data penelitian

Page 153: TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1 IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR

139

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : AROFAH

NIM : MHI. 16.2.2558

Tempat/Tgl Lahir : Dusun Olak, 20 Desember 1983

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : RT. 032 RW. 07 Kelurahan Muara Bulian Kecamatan

Muara Bulian Kabupaten Batang Hari

Jenjang Pendidikan : 1. SDN 185/1 Desa Olak : 1996

2. Pon-Pes Darqis : 1999

3. MAN Muara Bulian : 2002

4. S1 Fakultas Syariah IAIN STS Jambi : 2006

5. Pascasarjana UIN STS Jambi : 2019

Pekerjaan : Kepala KUA Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang Hari

Tahun 2018 sampai dengan sekarang

Jambi, November 2019 Penulis

AROFAH NIM. MHI. 16.2.2558