TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1...
Transcript of TESIS - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2044/1/MHI1622558 AROFAH.pdf · 1...
1
IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR 8 TAHUN 2006
(Studi Kasus Pendirian Rumah Ibadat
di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Hukum Islam dalam Konsentrasi Methodologi Pemikiran Hukum Islam
OLEH:
AROFAH NIM: MHI. 16.2.2558
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019
ii
ii
iii
iv
iv
v
MOTTO
Artinya : Katakanlah (Muhammad): "wahai orang-orang kafir! aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah
apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah apa yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukku
agamaku."(QS : Al-Kafirun : 1-6)1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam, 2007), hal. 919
vi
vi
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan kepada :
Almamater tercinta UIN STS Jambi
Ayahku yang terhormat H. M. Thariq Zakaria
Ibuku termulia Hj. Maimunah
Ayah Mertuaku H. M. Yusuf Mu‟az
Ibu Mertuaku Sabti
Istriku tersayang Khomsiyah Nofys
Putri dan Putraku tercinta
Rasyiqa Meisya dan Muhammad Zhafran
vii
ABSTRAK Arofah (2019) Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pendirian Rumah Ibadat (Studi Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari), Tesis = Program Pascasarjana.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan; (1) Implementasi PBM Tahun 2006 yang di aktualisasikan Pemerintah Daerah dan FKUB Kabupaten Batang Hari dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari. (2) Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari. (3) Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, dan model analisis datanya menggunakan analisis model spradly, melalui analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial ,dan analisis tema budaya, juga dengan berbagai model pengecekan data dan trianggulasi untuk menjadi lebih sempurna nya penelitian ini.
Setelah melalui proses penelitian yang panjang, penelitian ini menemukan, yaitu; (1) implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang zin pendirian rumah ibadat di kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari ternyata sangat memprihatinkan. Banyak terdapat ketimpangan dan ketidaksesuaian seperti apa yang sudah tertulis pada peraturan bersama tersebut. (2) Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari, berjalan sebagaimana yang diharapkan akan tetapi konflik pendirian rumah ibadat cendrung menjadi masalah serius dilingkungan kecamatan Bajubang hal ini disebabkan karena faktor individu dan kepentingan tertentu. (3) Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari adalah dilakukan dengan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap masyarakat, pemerintah, forum kerukunan antar umat beragama serta tokoh-tokoh masyarakat. Penelitian ini merekomendasikan kepada semua kalangan umat Islam, umat dan tokoh-tokoh agama lain, tokoh-tokoh pemuka agama Islam, FKUB Batang Hari, dan para pengelola dan pengurus rumah ibadat, untuk masing-masing bisa berperan aktif dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama dengan diharapkan partisipasinya dalam menjaga toleransi umat beragama di kabupaten Batang Hari.
Kata Kunci = Implementasi Peraturan Bersama, Pendirian Rumah Ibadah
viii
viii
ABSTRACT
Arofah (2019) Implementation of Joint Regulation of the Minister of Religion and Minister of Home Affairs Number 9 & Number 8 of 2006 Regarding the Establishment of Worship House (Study in Bajubang District, Batang Hari Regency), Thesis = Postgraduate Program.
This study aims to find; (1) Implementation of PBM 2006 which is
actualized by the Government and FKUB Batang Hari Regency in the Construction of Houses of Worship in Bajubang District, Batang Hari Regency. (2) Implications of PBM 2006 for the Establishment of Worship Houses in Bajubang District, Batang Hari Regency. (3) Mechanism of Settlement of problems in the Establishment of Worship Houses in Bajubang Regency, Batang Hari Regency.
This research uses a descriptive qualitative approach. Data collection methods in this study are through observation, interviews and documentation, and data analysis models use spradly model analysis, through domain analysis, taxonomic analysis, component analysis, and cultural theme analysis, also with various data checking and triangulation models to further refine research this.
After going through a long research process, this research found, namely; (1) The implementation of Joint Regulation of the Minister of Religion and Minister of Home Affairs Number 9 and 8 of 2006 concerning zin establishment of houses of worship in Bajubang District, Batang Hari Regency, is very alarming. There are so many imbalances and discrepancies such as what has been written in the joint rules. (2) Implications of PBM 2006 for the Establishment of Houses of Worship in Bajubang District, Batang Hari Regency, proceeded as expected but the conflict over the construction of houses of worship tends to be a serious problem in Bajubang District because this is due to individual factors and certain interests. (3) Mechanism of Settlement of problems in the Establishment of Houses of Worship in Bajubang District, Batang Hari Regency is carried out by approaching the community, the government, a forum for harmony between religious communities and community leaders. This study recommends that all Muslims, followers and other religious leaders, Islamic religious leaders, FKUB Batanghari, and managers and administrators of houses of worship, so that each can play an active role in bringing about harmony among the religious community with the expected participation in maintaining religious tolerance in Batang Hari Regency.
Keywords = Implementation of Combined Rules, Building Houses of
Worship
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat allah SWT, yang telah
melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dengan judul “Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 (Studi Kasus Pendirian
Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)”. Shalawat dan
salam kepada Nabi Muhammad SAW, rahmat sekalian alam.
Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak
menerima bantuan pemikiran, kritikan dan saran dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof.
Drs. H. Hasbi Umar, Ma, Ph.D dan Bapak Dr. Bahrul Ulum, MA selaku
pembimbing I dan II yang telah membimbing penulis, memberi saran serta
masukan yang bersifat konstruktif dalam menyelesaikan tesis ini. Serta
berbagai pihak yang telah memberi perhatian dan bantuan kepada penulis, yang
terhormat:
1. Rektor UIN STS Jambi Bapak Prof. DR. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA, Ph.D yang
telah menyediakan fasilitas selama penulis mengikuti perkuliahan pada
Pascasarjana UIN STS Jambi.
2. Direktur Pascasarjana UIN STS Jambi Bapak Prof. DR. H. Ahmad Husein
Ritonga, MA, yang telah menyediakan fasilitas selama mengikuti perkuliahan
pada Program Pascasarjana UIN STS Jambi
3. Para Guru Besar, Dosen, Karyawan/Karyawati Pascasarjana UIN STS Jambi
yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana UIN STS Jambi yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini,
5. Istriku yang terus bersabar dalam mendampingi penulis dan selalu
memberikan motivasi kepada penulis.
6. Anak-anakku yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Teman-teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi memberi dukungan
x
x
baik moril maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa masih terdapat kekrangan dalam tesis
ini, untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan
inovatif sangat penulis harapkan dari kesempurnaan tesis ini. Semoga Allah SWT
membalas kebaikannya dan meridhai apa yang telah, sedang dan akan kita
lakukan. Amin ya rabbal 'alamin.
Jambi, Oktober 2019 Penulis Arofah NIM. MHI. 16.2.2558
xi
DAFTAR ISI Hal.
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii NOTA DINAS ........................................................................................... iii PENGESAHAN PERBAIKAN .................................................................. iv SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ..................................... v MOTTO .................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ..................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................ viii KATA PENGANTAR ................................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................. xii PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................... 12 C. Fokus Penelitian ........................................................... 12 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................. 13
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN ........ 15
A. Landasan Teori ...... ...................................................... 15 1. Pengertian Implementasi ........................................ 17 2. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 .. 19 3. Kerukunan Umat Beragama .................................... 20 4. Forum Kerukunan Umat Beragama ........................ 30 5. Kerukunan Umat Beragama dalam Pendirian
Rumah Ibadah .. ...................................................... 32 6. Konsep Kerukunan dalam Kehidupan Masyarakat . 36 7. Makna Kerukunan dan Toleransi Antar Umat
Beragama......... ...................................................... 37 8. Fungsi dan Peran Pemimpin Keagamaan Dalam
Agama-Agama . ...................................................... 54 B. Penelitian Yang Relevan ............................................... 57
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 61
A. Pendekatan Penelitian .................................................. 61 B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian ............................ 61 C. Jenis dan Sumber Data ................................................ 63 D. Teknis Pengumpulan Data ........................................... 64 E. Teknik Analisis Data ..................................................... 65 F. Uji Keterpecayaan Data ................................................ 66 G. Rencana dan Penelitian ............................................... 68
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ....................................................................... 69
xii
xii
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................... 69 B. Temuan dan Analisis Hasil Penelitian dan .................... 81
1. Implementasi PBM Tahun 2006 yang dikaktualisasikan Pemda Kabupaten Batanghari dan Eksistensi pendirian rumah ibadah ditinjau dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 .. 81
2. Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari ............................................................. 92
BAB V PENUTUP .............................................................................. 127
A. Kesimpulan ........................................................................... 127 B. Implikasi ................................................................................ 128 C. Rekomendasi ........................................................................ 130 D. Kata Penutup ........................................................................ 131
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
xiv
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara faktual, masyarakat Indonesia sangat beraneka ragam,
baik suku, agama, budaya, maupun ras. Para bapak pendiri republik
(founding fathers) sepakat menjadikan negara ini sebagai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan semboyan “bhinneka
tunggal ika” dan menjadikan pancasila sebagai dasar negara. Para
pendiri republik tidak membentuk negara ini sebagai negara sekuler
tapi tidak juga sebagai negara agama. Namun demikian agama
menjadi bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini tercermin dari sila pertama pancasila “Ketuhanan yang Maha
Esa” dan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1, yakni “Negara berdasar
atas Ketuhanan yang Maha Esa”. UUD 1945 juga memberi jaminan
kebebasan beragama sebagaimana tercantum pada pasal 28 E, yakni
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya...” dan pasal 29 ayat 2, yakni, “Negara menjamin
kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.
Secara teoritis, agama berfungsi sebagai sumber nilai, sumber
moral, sumber perekat atau integrasi sosial, dan sebagai alat kontrol
sosial, namun agama juga potensial sebagai sumber konflik antara
pemeluk agama yang berbeda. Kondisi kerukunan umat beragama di
indonesia secara umum cukup baik, sementara peraturan perundang
undangan dan kebijakan pemerintah terhadap ini juga cukup
kondusif.2
Dalam konteks Indonesia yang saat ini memiliki enam agama
2 MUI, Solusi Hukum Islam Terhadap Masalah keutamaan dan kebangsaan, Himpunan Makalah Pendukung Bahan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia (Jakarta, 2012), hal. 205
2
resmi (official religions) yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha
dan Kong Hu Cu, tentu saja pluralisme agama harus dipahami oleh
semua penganut agama yang ada di Indonesia. Pemahaman secara
utuh bahwa keberadaan agama-agama di Indonesia memang di
lindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusionil, seperti yang tercantum dalam pasal 29 Serta dasar
Negara Indonesia yakni Pancasila sebagai landasan Idiil dengan
slogan “Bhinneka Tunggal Ika” yang secara sederhana slogan
tersebut bermakna bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam
persatuan, akan menumbuhkan sikap toleransi pada setiap umat
beragama yang ada di Indonesia.
Negara Indonesia bukanlah negara agama (teokrasi), juga
bukan negara yang sekular, tetapi Indonesia tepat berada di tengah-
tengah yaitu negara Pancasila dengan segenap nilai-nilainya. Di
Indonesia Negara tidak identik dengan agama tertentu, tetapi Negara
tidak melepaskan agama dari urusan Negara. Negara bertanggung
jawab atas eksistensi agama, kehidupan beragama, dan kerukunan
hidup beragama. Apa yang telah dirumuskan founding fathers tentang
Pancasila dapat dilihat sebagai kesadaran mereka akan adanya
keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia dimana mereka
jauh-jauh sebelumnya sudah memikirkan bagaimana mengakomodasi
segala kepentingan yang berasal dari berbagai macam suku bangsa
terlebih lagi dari berbagai macam agama yang ada.3
Kemajemukan agama berarti pluralisme agama. Agama yang
ada di Indonesia tidaklah satu tetapi ada enam agama: Islam,
Katholik, Kristen, Hindu, Budha,dan Konghucu. Sedangkan yang
dimaksud dengan kerukunan beragama adalah apa yang dimaksud
dengan istilah agree in disagreement, setuju dalam perbedaan, artinya
setiap penganut agama percaya bahwa agama yang dianutnya itulah
3 Idrus Ruslan, Etika Islam dan semangat Plurisme Agama di era Global,Al-AdYaN/Vol.V, N0.1/Januari-Juni/2010, Hal. 12
3
agama yang paling baik dan benar, dan di antara agama satu dengan
lainnya terdapat berbagai persamaan disamping perbedaan-
perbedaannya. Dengan demikian bukanlah seperti yang dikira orang
bahwa kerukunan beragama adalah ingin menyatukan semua agama,
atau ingin menyamaratakan semua agama, atau ingin menciptakan
suatu agama baru yang dipadukan dari semua agama yang ada. Akan
tetapi yang ingin kita usahakan bersama ialah upaya membangun
jembatan keharmonisan hubungan antar umat beragama. Dengan
sikap kemajemukan tersebut haruslah ditumbuhkan suasana
kerjasama atau kerukunan hidup antarumat beragama. Paling tidak
harus disadari bahwa sikap kemajemukan sangat diperlukan untuk
membangun suasana keberagaman, saling memahami dan
mendewasakan diri, yang pada akhirnya akan dapat mengantarkan
kita pada kemaslahatan bersama dalam persoalan sosial
kemanusiaan.4
Pluralitas agama adalah sunnatullah untuk menjaga
keseimbangan kehidupan spiritual umat manusia. Itu pula ditunjukkan
dalam relasi antara islam dan kristen (Nasrani). Sejarah mencatat
bagaimana relasinya begitu erat dan saling terkait hingga sulit untuk
dipisahkan dalam perkembangan agama-agama samawi. Bermula
dari Muhammad pada waktu kecil yang pernah diajak pamannya
berdagang ke negeri Syam, sesampai di daerah Bushrah, seorang
pendeta Nasrani bernama Buhaira menemuinya dan membuka tabir
sosok Muhammad sebagai nabi Allah yang terakhir. Saat itu Buhaira
menyadari bahwa keselamatan Muhammad terancam, oleh karena itu
dia berinisiatif menyelamatkannya dengan menyarankan kepada Abu
Thalib agar segera membawa keponakannya pulang kembali ke
Makkah. Demikian pula ketika Nabi Muhammad SAW mengalami
guncangan psikis setelah menerima wahyu pertama sebagai tanda
4 Sirajuddin Zar, Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Perspektif Islam, (Toleransi, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2013), Hal. 72
4
kenabian. Khadijah sang istri membawa Nabi kepada Waraqah ibn
Naufal, saudara sepupunya (Waraqah adalah anak paman Khadijah).
Tokoh Nasrani yang taat ini menenangkan Nabi dan meyakinkannya
bahwa wahyu yang dialaminya itu berasal dari Tuhan sebagai tanda
kenabian terakhir. Jadi orang Nasranilah dari segi horizontal yang
memberi legitimasi kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.
Apabila seperti itu sikap kalangan Nasrani, demikian pula sikap
toleransi umat islam terhadap kristen.5
Sejarah masa silam membuktikan bahwa hubungan antar
pemeluk agama pernah demikian mesra dan merasuk sampai ke
tingkat yang paling dalam pada sanubari manusi. Dua pemeluk agama
besar Islam dan Kristen pernah hidup berdampingan dengan serasi
dan harmonis kendati terdapat perbedaan keyakinan antar mereka.
Al-Muqauwqis Patriak Alexandria penguasa mesir mempersembahkan
beberapa hadiah kepada Nabi Muhammad SAW.6
Hubungan yang harmonis diantara agama itu ditunjukkan pula
dalam prilaku Nabi Saw. Beliau tidak pernah memaksakan islam
kepada orang yang belum menerimanya, nabi juga sangat
menghormati (tasamuh) perbedaan keyakinan agama. Misalnya, saat
ada rombongan jenazah orang Yahudi Lewat, Nabi berdiri
menghormatinya. Rosulullah Saw sendiri ketika melepas tentara islam
yang akan berangkat untuk berperang sudah memperingatkan para
sahabat agar memperhatikan etika. Mereka tidak boleh membunuh
anak-anak, perempuan, dan orang tua dan juga tidak boleh
membunuh orang-orang yang berada dalam tempat-tempat ibadah
(gereja, sinagoge, dan sebagainya) tidaklah mengherankan jika
akhirnya terbentuk suatu tatanan masyarakat majemuk yang hidup
5 Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi (Jakarta: Yayasan Khas, 2009), Hal. 303
6 M. Quraish Shihab, Kerukunan Beragama dari Perspektif Negara, HAM dan Agama Agama (MUI Jakarta: 1996), Hal. 2
5
rukun, damai dan sentosa.7
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Qur‟an), dan di antaranya ada (pula) orang- orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Jika mereka (tetap) mendustakan kamu, maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang Aku kerjakan dan akupun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus: 40-41)
Sebagian besar umat islam di indonesia yang notabene
merupakan kelompok mayoritas di negara ini tetap mempertahankan
ajaran-ajaran agama yang benar (haqq), dan sebaliknya menolak
paham atau aliran yang menyimpang, bahwa mempertahankan
kemurnian ajaran islam merupakan kewajiban individual (Fardhu „ain).
Namun dalam hubungan dengan umat lain, umat islam telah
menunjukkan toleransi yang tinggi, tidak pernah mempersoalkan
ajaran agama mereka. Dalam hal ini umat islam berpedoman kepada
Al-Qur‟an surat Al-Baqarah : 256
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar
dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, Maka sungguh, dia telah berpegang (teguh padal tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha mendengar, Maha mengetahui.”
7 Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi (Jakarta: Yayasan Khas, 2009), Hal. 326
6
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Kalau kini terkadang masih dijumpai adanya ketegangan atau
konflik antar umat Islam dengan umat lain, bukanlah disebabkan
karena substansi ajaran agama, melainkan persoalan pembangunan
tempat ibadah yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Untuk
menghindari terjadinya konflik, Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri telah mengeluarkan PBM Tahun 2006.8
Setiap agama besar yang ada di Indonesia dilindungi oleh
undang-undang yang berlaku dan agama-agama itu memiliki hak
yang sama untuk hidup dan berkembang. Setiap umat beragama
berhak menyiarkan agama dan mendirikan rumah ibadah. Tetapi,
kalau tidak ada aturanya atau ada aturan, tetapi dilanggar maka
terjadi benturan atau konflik antar umat beragama itu sendiri.
Keberagaman yang ada tersebut menciptakan polarisasi dalam
pengelompokkan atau kelas sosial masyarakat. Beragamnya jenis
suku, ras dan agama maka tidak terhindarkan munculnya problem
sosial terutama kaitannya dalam kehidupan beragama. Kondisi kota
yang sedang berkembang tidak terhindarkan banyaknya potensi
konflik yang terjadi. Tidak jarang terjadi perselisihan di masyarakat
yang mengetengahkan isu atau simbol agama seperti pendirian
rumah ibadah. Permasalahan itu muncul antara lain adanya
pendirian rumah ibadah yang tidak mempunyai izin, penggunaan
fasilitas umum sebagai tempat ibadah, dan munculnya protes warga
terhadap keberadaan suatu rumah ibadah.9
Salah satu instrumen hukum yang memuat pedoman tentang
pendirian rumah ibadat ialah Peraturan Bersama Menteri Agama dan
8 Ma‟ruf Amin, Harmoni dalam keberagaman, Dinamika Relasi Agama-Negara (Dewan Pertimbangan Presiden, Jakarta: 2011), Hal. 36-37
9 Hasil observasi di kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.
7
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pembedayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya
disingkat PBM). Tiap agama memiliki rumah ibadat. Agama yang
dipeluk oleh penduduk Indonesia sebagaimana disebutkan dalam
Penjelasan UU No. 1 PNPS Tahun 1965, ialah: Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha dan Khonghucu. Pemeluk agama mendirikan rumah
ibadat. Fakta yang terjadi dalam prosesnya selain memunculkan
resepsi (penerimaan) oleh masyarakat dengan damai, juga terdapat
penolakan yang dapat menimbulkan konflik yang dapat mengganggu
kerukunan umat beragama, ketentraman dan ketertiban masyarakat.10
Suatu kebijakan dan instrumen pedoman penting dalam
memelihara kerukunan umat beragama ialah ditetapkannya Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8
Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala daerah
dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Selanjutnya disebut dengan PBM Tahun 2006.
PBM tahun 2006 merupakan kesepakatan majelis majelis
agama tingkat pusat yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali
Gereja Indonesia (KWI), Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
dan Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI) bersama wakil dari
Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Hasil
kesepakatan tersebut disahkan oleh Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri pada tanggal 21 Maret 2006.11
10
M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006), Hal. 3
11 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011), Hal. vi
8
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Kebebasan
beragama dan berkeyakinan adalah hak yang tidak dapat dibatasi
dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Namun berkaitan
dengan manifestasi pelaksanaan agama, khususnya dalam
mendirikan rumah ibadah, maka pengaturan pendirian rumah ibadah
oleh negara dapat dibenarkan. Jim Murdoch menyebutkan bahwa di
dalam pengaturan tersebut sangat dibutuhkan netralitas Negara. Di
dalamnya harus dipastikan bahwa pengaturan atau pembatasan
terkait tempat ibadah didasarkan pada pertimbangan yang
legitimate, artinya pembatasan tidak dibuat untuk tujuan-tujuan
tersembunyi misalnya untuk menguntungkan atau menghalangi
agama tertentu. Menurut ODIHR, bukanlah praktik yang biasa bagi
negara untuk menerapkan aturan khusus untuk membatasi
komunitas agama untuk mengelola fasilitas keagamaan. Jikapun
harus ada aturan semacam itu, maka hal itu dapat dilakukan dengan
alasan dan cara yang benar-benar netral.12
Untuk pendirian rumah ibadah itu sendiri telah diatur dalam
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Mengenai pendirian rumah ibadat diatur dalam bab IV Tentang
Pendirian Rumah Ibadat pada Pasal 14 menyebutkan, bahwa:
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat1
pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus
meliputi :
12
WAHID FOUNDATION, Hak atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia ( Jakarta: 2016 ), Hal. 176
9
a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah
ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan
oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh)
orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota; dan
d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi,
pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi
pembangunan rumah ibadat.13
Bajubang merupakan salah satu kecamatan yang ada di
kabupaten Batanghari yang dihuni oleh penganut agama yang
beragam, wilayah bajubang juga tidak sepi dari problem yang
menyertainya. Kasus-kasus yang muncul terkait hubungan antar umat
beragama yang timbul ke permukaan adalah perkawinan beda agama,
pendirian rumah ibadah, atau penggunaan bangunan tertentu untuk
beribadah. Bentuk pelarangan fasilitas ibadah itu beragam, termasuk
antara lain munculnya sekelompok masyarakat yang mempersoalkan
pembangunan rumah ibadah, baik yang sifatnya renovasi maupun
pembangunan dari awal. Selain itu, masyarakat juga mempersoalkan
penggunaan rumah tinggal sebagai tempat ibadah. Untuk gangguan
dalam beribadah sendiri, dalam pengertian ketika umat sedang
beribadah kemudian datang gangguan, sampai saat ini belum pernah
terjadi di kecamatan Bajubang.
13
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011), Hal. 49
10
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batanghari.14
No Jumlah Penduduk Menurut Agama
Agama Jumlah
1 Islam 45.349
2 Protestan 102
3 Katolik 8
4 Hindu 0
5 Budha 0
6 Konghucu 0
Jumlah 45.459
Berdasarkan tabel di atas penduduk yang beragama Islam
adalah yang terbanyak yaitu berjumlah 45.349 orang, jumlah terbanyak
kedua adalah penduduk beragama Kristen (Protestan) yaitu 102 orang,
jumlah ketiga adalah penduduk yang beragama katolik yaitu sebanyak
8 orang, sementara agama hindu, budha dan konghucu dari data yang
ada tidak ada pemeluknya.
Tabel 2.1 Jumlah Tempat Ibadah per Desa/Kelurahan
di Kecamatan Bajubang.15
No
Desa/Kelurahan
Masjid
Langgar
Gereja
Vihara
Pura
1 2 3 4 5 6 7
1
2
3
4
5
6
7
Bungku
Sungkai
Penerokan
Ladang Peris
Pompa Air
Mekar Jaya
Bajubang
8
3
10
10
3
3
9
7
-
18
3
6
4
8
1
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14
BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 6 15
BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 6
11
8
9
10
Batin
Petajin
Mekar sari Ness
4
3
2
7
4
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
56
61
2
-
-
Berdasarkan tabel di atas jumlah tempat ibadah Di Kecamatan
Bajubang tempat ibadah orang Islam sebanyak 117, jumlah ini terdiri
dari 56 Mesjid, 61 Langgar. Jumlah rumah ibadah penduduk yang
beragama Kristen adalah 2 Gereja. sedangkan kepercayaan lain
belum memiliki rumah ibadah. Jumlah keseluruhan rumah ibadah dari
berbagai macam agama adalah adalah 119 rumah ibadah.
Dari tabel di atas,secara keseluruhan bahwa bahwa masing-
masing agama telah memenuhi target kuota bagi berdirinya rumah
ibadah dan satu sama lain seharusnya tidak dipermasalahkan,karena
telah memenuhi aturan-aturan yang dibutuhkan dalam pendirian
rumah ibadah.
Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan dengan
pembangunan rumah ibadah gereja terbanyak di antara kecamatan
lainnya yang ada di kabupaten Batang Hari yaitu ada beberapa jumlah
gereja, namun pendirian disinyalir terdapat masalah di dalamnya,
Yakni banyaknya pendirian rumah ibadah yang tidak sesuai dengan
peraturan yang ada. Sehingga penulis memilih melakukan penelitian
di Kecamatan Bajubang kabupaten Batang Hari, untuk meneliti
apakah permasalahan tersebut bertentangan atau telah sesuai
dengan PBM Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah
ibadat dan bagaimana Implementasi PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006
tentang pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang. Dalam
pendirian rumah ibadat tentu harus mengacu pada hukum yang
berlaku melalui peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.
12
Dengan PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 ini, FKUB
telah dibentuk di kabupaten Batang Hari. Salah satu tugas utamanya
yaitu tentang pendirian rumah ibadat. Kajian dan penelitian ini
berkaitan dengan Implementasi PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006
tentang pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten
Batang Hari.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas dan untuk
menghindari kerancuan permasalahan maka perlu adanya batasan
masalah yang akan dibahas. Agar tulisan ini lebih praktis dan
operasional. Maka penelitian ini akan membahas tentang
“Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pendirian
Rumah Ibadat (Studi Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)”,
dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Implementasi PBM Tahun 2006 yang dikaktualisasikan
Pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari dan Eksistensi
pendirian rumah ibadah ditinjau dari Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun
2006?
2. Bagaimana Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah
Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?
C. Fokus Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Bajubang Kabupaten
Batang Hari. Objek penelitian ini adalah FKUB dan Instansi terkait
Pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari.
Informan dalam penelitian ini adalah FKUB Kabupaten Batang
Hari terkait dengan Implementasi PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun
2006 dalam memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan
13
pendirian rumah ibadat dan instansi pemerintah daerah terkait izin
mendirikan bangunan pendirian rumah ibadat.
Adapun informan yang diperlukan dalam penelitian kualitatif tidak
dapat ditetapkan, proses penelitian berlangsung dari satu informan ke
informan lainnya. Bermula dari penanggung jawab dalam
melaksanakan tugasnya yaitu FKUB Kabupaten Batang Hari,Instansi
Pemerintah daerah, Kecamatan, Kelurahan/Desa, ketua RT/RW,
masyarakat.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui
Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten
Batang Hari. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menkaji
permasalahan permasalahan sebagaimana yang telah dirumuskan
sebelumnya, yaitu:
a. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi PBM Tahun 2006
yang dikaktualisasikan Pemda Kabupaten Batanghari dan
Eksistensi pendirian rumah ibadah ditinjau dari Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
dan Nomor 8 Tahun 2006;
b. Untuk mengetahui bagaimana implikasi PBM Tahun 2006
terhadap pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang;
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah
satu referensi sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan memiliki
sumbangan akademis serta Kontribusi pemikiran khususnya
mengenai pendirian rumah Ibadat yang mesti di implementasikan
14
baik oleh pemerintah daerah, instansi terkait, maupun FKUB
Kabupaten Batang Hari.
b. Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi terhadap masyarakat jambi secara umum, khususnya
di Kabupaten Batang Hari dalam prosedur pendirian rumah
ibadah yang sesuai dengan PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.
15
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
Hukum memiliki fungsi untuk melakukan social engineering,
rekayasa sosial, menciptakan sebuah masyarakat yang menjadi cita-
cita sebuah bangsa yang menamakan dirinya sebagai negara hukum.
Hukum adalah hasil ciptaan masyarakat, tetapi sekaligus ia juga
menciptakan masyarakat. Sehingga konsep dalam berhukum
seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakatnya.
Kerukunan umat beragama merupakan salah satu cita-cita hukum
bagi sebuah negara yang memiliki pluralitas agama di dalamnya,
negara memiliki peranan untuk menjadi mediasi antar umat
beragama.16
Pada saat ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan
kerukunan umat beragama dengan keluarnya peraturan bersama
(PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8
Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan
Pendirian Rumah Ibadat. Sebelum penetapan Peraturan Bersama ini
Menteri Agama telah mengundang organisasi-organisasi keagamaan
yang mewakili agama-agama resmi di indonesia untuk membahas dan
merumuskan rancangan PBM tersebut, sehingga PBM ini juga
merupakan kesepakatan majelis-majelis agama yang ada, yang
meliputi (1) Majelis Ulama Indonesia (MUI), (2) Persekutuan Gereja-
Gereja Indonesia (PGI), (3) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI),
(4) Parisada Hindu Dharma Indonesia (PARISADA), dan (5)
16
BPHN Puslitbang, Laporan Akhir Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beagama, Hal. 13
16
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI)17
Sebagian warga masyarakat memang ada yang
mempertanyakan mengapa masalah agama diatur oleh pemerintah,
bukankah itu merupakan bagian dari kebebasan beragama. Dalam
kaitan ini dijelaskan bahwa yang diatur oleh peraturan bersama ini
bukanlah aspek doktrin agama yang merupakan kewenangan masing-
masing agama, melainkan hal-hal yang terkait dengan lalu lintas para
pemeluk agama yang juga warga negara Indonesia ketika mereka
bertemu sesama warga negara indonesia pemeluk agama lain dalam
mengamalkan ajaran agama mereka. Kerena itu pengaturan ini sama
sekali tidak mengurangi kebebasan beragama yang disebut dalam
pasal 29 UUD 1945. Beribadat dan membangun rumah ibadat adalah
dua hal yang berbeda. Beribadat adalah ekspresi keagamaan
sesorang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan membangun
rumah ibadat adalah tindakan yang berhubungan dengan warga
negara lainnya karena kepemilikan, kedekatan lokasi, dan
sebagainya. Karena itu maka prinsip yang dianut dalam peraturan
bersama ini ialah bahwa pendirian sebuah rumah ibadat harus
memenuhi peraturan perundang-undangan yang ada.18
Dengan demikian sangat jelas bahwa keberadaan PBM Tahun
2006 ini merupakan salah satu bentuk hukum yang merupakan
pelaksanaan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Itulah sebabnya mengapa PBM ini berjudul Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Adapun
subtansi atas pedoman ini mencakup tiga hal, yaitu :
1. Pemeliharaan kerukunan umat beragama
2. Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama
17
Ma‟ruf Amin, Harmoni Dalam Keberagaman (Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, 2011), Hal. 22 18
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011), Hal. 8
17
3. Pendirian rumah ibadat.19
Untuk lebih memudahkan dalam memahami penulisan ini,
maka penulis akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan topik
pembahasan yang meliputi pengertian Implementasi Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan
Pendirian Rumah Ibadat.
1. Pengertian Implementasi
Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti pelaksana atau penerapan,20 istilah
implementasi biasanya di kaitkan dengan suatu kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Kamus Webster,
merumuskan secara pendek bahwa to implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carryingout
(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give
practical effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu). Pengertian tersebut mempunyai arti bahwa untuk
mengimplementasikan sesuatu harus disertai sarana yang
mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau
akibat terhadap sesuatu itu.21
Sedangkan Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A.
Sabatier menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan
bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu
program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus
perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian
dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-
19
Ibid, Hal. 21 20
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 1999 : 327 21
Meter dan Horn, The Policy Implementation Process : A Conseptual Framework, Administration and Society 6, 1975, p. 67
18
pedoman kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha-
usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan
akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian- kejadian.22
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari
sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.
Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah
dianggap sempurna. Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah
bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme
suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.23
Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan
dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan
pelaksana, birokrasi yang efektif.24 Van Meter dan Horn dalam
Wibawa, dkk., melekatkan implementasi dengan kebijakan dengan
mendefinisikannya sebagai tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara
kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.25
Dengan demikian implementasi yang dimaksud dalam
penelitian adalah Pelaksanaan aktivitas yang dilakukan oleh FKUB
dan instansi terkait untuk melaksanakan tugas pemerintahan dalam
memberikan pelayanan atau mengatur perilaku umat beragama
dalam pendirian rumah ibadat khususnya di Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batang Hari sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
22
Abdul Wahab. Solichin, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebjaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara. 2001, Hal.65
23 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,(Jakarta: Grasindo,2002),
Hal.70 24
Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan,(Jakarta: Balai Pustaka, 2004), Hal. 39
25 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik (Jakarta: Intermedia, 1994), Hal. 15
19
Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat.
2. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat.
Peraturan ini menggantikan SKB Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1969 yang dinilai sangat
diskriminatif. Peraturan ini bertujuan untuk merespon berbagai
keluhan yang dirasakan masyarakat atas maraknya pendirian
rumah ibadat umat minoritas diwilayah umat mayoritas dan
beragamnya peraturan pendirian rumah ibadat di berbagai daerah
pasca pemberlakuan otonomi daerah yang akhirnya membuat umat
beragama kesulitan mendirikan rumah ibadat.
Jika SKB Tahun 1969 mengatur kehidupan kerukunan
beragama secara umum maka Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8
Tahun 2006 mengatur secara khusus dua hal yang saling
berkaitan. Pertama, pembinaan kerukunan umat beragama melalui
pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama. Kedua, prosedur
pendirian rumah ibadat. Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun
2006 lebih rinci mengatur kewenangan pemeliharaan kerukunan
20
umat beragama, mekanisme perizinan rumah ibadat, dan
penyelesaian bila terjadi konflik.26
Diterbitkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 ini bukan
berarti seluruh persoalan pendirian rumah ibadah selesai, karena
masih harus diuji pada tingkat implementasi.
Jika dilihat dari perspektif Pemerintah, dapat dipahami
bahwa mengapa pemerintah mencoba membuat suatu pengaturan
terkait dengan pembangunan Rumah Ibadah melalui PBM
pendirian rumah Ibadat Tahun 2006, yaitu untuk menjaga ketertiban
umum, mengingat Negara Indonesia adalah negara yang plural
yang memiliki berbagai agama dan kepercayaan. Pada dasarnya
ketentuan PBM ini adalah prosedur administratif, yang berarti
sepanjang aturan dipenuhi seyogyanya tidak akan menimbulkan
konflik. Pengaturan tentang izin pembangunan rumah Ibadah ini
dalam konteks HAM pada dasarnya diperkenankan sepanjang
untuk mencegah kekacauan publik.27
3. Kerukunan Umat Beragama
Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari
bahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau
dasar, misalnya: rukun Islam, asas Islam atau dasar agama Islam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai
berikut:
Rukun (nnomina): (1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk
sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup
syarat dan rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya
terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun
26
Ardiansyah, legalitas Pendirian Rumah Ibadat berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 1 Tahun 2016, Hal. 172
27 Nela Sumika Putri, Pelaksanaan Kebebasan beragama diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah, Jurnal Dinamika Hukum, Hal. 232
21
Islam: tiang utama dalam agama Islam; rukun iman: dasar
kepercayaan dalam agama Islam.
Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak berten-
tangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu
hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun sekali. Merukunkan
berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan:
(1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan
hidup bersama.28
Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya adalah dari
Bahasa Arab, yakni ruknun yang berarti tiang, dasar, atau sila.
Jamak rukun adalah arkaan. Dari kata arkaan diperoleh pengertian,
bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari
berbagai unsur yang berlainan dari setiap unsur tersebut saling
menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur
tersebut yang tidak berfungsi. Sedangkan yang dimaksud
kehidupan beragama ialah terjadinya hubungan yang baik antara
penganut agama yang satu dengan yang lainnya dalam satu
pergaulan dan kehidupan beragama, dengan cara saling
memelihara, saling menjaga serta saling menghindari hal-hal yang
dapat menimbulkan kerugian atau menyinggung perasaan.
Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau
concord. Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi social yang
ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak
berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu sosial,
kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi)
yang berarti the creation and maintenance of diversified patterns of
interactions among outnomous units. Kerukunan merupakan
kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi
28
Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), Hal. 5
22
yang beragam diantara unit-unit(unsure/ sub sistem) yang otonom.
Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh
sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati
dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan.29
Dalam terminologi yang digunakan oleh Pemerintah secara
resmi, konsep kerukunan hidup umat beragama mencakup 3 (tiga)
kerukunan, yaitu:
1. Kerukunan intern umat beragama;
2. Kerukunan antar umat beragama;
3. Kerukunan antara umat beragama dengan Pemerintah.
Tiga kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah “Trilogi
Kerukunan”.30
Sedangkan menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian rumah Ibadat
dinyatakan bahwa:
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan
ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara RepublikTahun 1945.
a. Kerukunan Intern Umat Beragama
Dalam Islam, Kerukunan intern umat Islam harus
berdasarkan atas semangat ukhuwah islamiah. Islam adalah
agama yang sangat toleran dan menghargai pendapat sesama
29
http://eprints.walisongo.ac.id/6995/3/BAB%20II.pdf 30
Ibid, Hal. 6
23
umat Islam, yang didasari atas ukhuwah Islamiah. Hal ini sesuai
dengan apa yang diisyaratkan al-Qur‟an :
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh Jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). dan jangan pula sekumpulan perempuan (mengolok-olokan) perempuan lainn, karena boleh Jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok) . dan janganlah kamu saling satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelaran yang buruk. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan Barang siapa tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Ukhuwah islamiah dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
1. Ukhuwah „ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan
kesetundukan kepada Allah.
2. Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat
manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah
dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
3. Ukhuwah wathaniyah wannasab yaitu persaudaraan dalam
keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang
ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab
dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan
hubungan persaudaraan dalam haditsnya:
24
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam
dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.
Alqur‟an mengajarkan umat islam untuk menjalin persatuan dan
kesatuan sebagaimana di firmankan Allah SWT QS. Al-Anbiya: 92
Artinya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku”.
Kata umat dalam ayat di atas dikaitkan dengan tauhid karena
itu umat yang dimaksud adalah pemeluk agama islam. Sehingga
ayat tersebut pada hakekatnya menunjukkan bahwa agama umat
islam adalah agama yang satu dalam prinsip-prinsip usulnya; tiada
perbedaan dalam aqidahnya walaupun dapat berbeda-beda dalam
rincian(furu‟) ajarannya. Karena itu kesatuan umat bukan berarti
bersatu dalam satu wadah, melainkan dalam satu aqidah.31
Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya
seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal
sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan
atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya
merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu
menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai
penafsiran.Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam
dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga
konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al „ibadah (keragaman cara beribadah).
Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan
31
Toto Suryana, Jurnal pendidikan agama islam-ta‟lim vol. 9 No. 2-2011, Hal. 129
25
Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada
pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama
merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah
merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam
berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung
arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang
ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh
Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di
sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang
benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah yang baru
akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula
diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang
yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritas
keilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum
menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan
seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada
persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara
pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah
belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat
islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya
melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan
hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil
ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa
ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman
maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan
firman-fiman-Nya, sedangkan interpretasi terhadap firman-
firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk
26
terjadi perbedaan. perbedaan tidak harus melahirkan
pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang
Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang
terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila
telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya
dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling
bertentangan.32
b. Kerukunan antar umat beragama
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak
dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan
aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak
intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri pihak lain, tetapi
aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama
yang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari
hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran
Islam.
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran
kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan,
sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan
bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak
diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan
32
https://lampung.kemenag.go.id/artikel/15012/kerukunan-antar-umat-beragama menurut pandangan-islam
27
yang kami (Islam) sembah adalah Tuhan yang kalian (non-Islam)
sembah. Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam agama
Islam.33 Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai
"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Adapun kerukunan hidup umat Islam terhadap umat-umat
agama lain, seperti termaktub dalam surat Al- Maidah : 48
Artinya: “Dan kami telah menurunkan Kitab (Al Qur‟an) kepdamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu kembali semuanya, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah perselisihkan.” (QS. Al-Maidah: 48)
33
Lihat: Keputusan Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme.
28
Dalam sejarah Islam, sikap menghargai atau kerukunan hidup
telah lama dipraktikkan Nabi Muhammad SAW. Dengan konsep
kebersamaannya ia telah mampu meredam ketegangan dan konflik
berkepanjangan antara suku di Madinah. Lewat “Konstitusi Madinah”
aturan main antar suku yang bertikai dicarikan titik temunya tanpa
merugikan eksistensi masing-masing kelompok yang berbeda-beda.
Tradisi yang baik ini diikuti pula oleh Khalifah Umar bin Khattab yang
mengeluarkan: “Piagam Aelia” yang mengatur tata hubungan
masyarakat Yerusalem.
Dalam Islam tidak dibenarkan memaksakan kebenaran kepada
umat agama lain. Ajaran Islam melarang umatnya mempengaruhi
siapapun untuk masuk Islam, apalagi dalam bentuk tekanan-tekanan
sosial dan politik. Umar bin Khattab sering mempengaruhi budaknya,
Astiq non Islam untuk menerima Islam. Akan tetapi ketika budaknya
menolak, Umar hanya dapat berucap: La ikraha fi al-din (tidak ada
paksaan dalam agama Islam).34
Sikap seseorang muslim maupun non-muslim akan tercipta
kerukunan apabila mereka benar-benar paham tentang agamanya,
karena semua agama adalah sebuah aturan yang mengajarkan
tentang kebaikan.
Jika di telaah dari nash Alqur‟an, maka dapat diketahui bahwa
islam mewajibkan ummatnya mentaati umara dan melarang
menentang mereka, Allah SWT berfirman :
34
Sirajuddin Zar, Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Perspektif Islam, (Toleransi, Vol. 5 No. 2 Juli – Desember 2013), Hal. 73
29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. Annisa : 59)
Dengan demikian, basis relasi antara penguasa dan rakyat
saling membutuhkan. Ketaatan yang diberikan terhadap penguasa
oleh rakyatnya adalah ketaatan bersyarat, sepanjang dapat menjamin
kemaslahatan dan tidak menabrak ketentuan syari‟ah. Sepanjang
syarat tersebut terpenuhi, maka rakyat wajib mentaati kebijakannya.
Hal ini nampak dalam hadis nabi yang secara eksplisit memerintahkan
ketaatan, meski secara personal kita tidak menyukainya,
sebagaimana sabdanya:
“Wajib bagi kalian untuk taat (kepada Pemimpin), meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya Habsyi”. (HR. Imam Bukhari dari Irbadh bin Sariyah)
Setiap kebijakan yang diambil oleh pemegang kekuasaan
negara, baik eksekutif, yudikatif dan legislatif harus mendasarkan diri
pada perwujudan kemaslahatan masyarakat yang bersifat umum serta
penghilangan kemafsadatan (iqamah al-mashalih wa izalah al-
mafasid). Dalam implementasi kebijakan, mencegah terjadinya
kemafsadatan harus didahulukan dari pada merealisasikan
kemaslahatan.
Apabila terjadi benturan kepentingan kemaslahatan para pihak,
maka kepentingan kemaslahatan umum harus didahulukan dari pada
kemaslahatan yang bersifat personal; dan ketika terjadi benturan
kepentingan kemafsadatan para pihak, maka adanya kemafsadatan
yang dialami sekelompok orang bisa diabaikan untuk kepentingan
melindungi terjadinya kemafsadatan yang bersifat umum.
Dalam implementasinya, kebijakan penyelenggara negara
(tasharruf al-imam) harus mengedepankan prinsip prioritas,
mendahulukan atau memprioritaskan rakyat yang lebih membutuhkan
30
dibanding yang kurang membutuhkan. Prinsip prioritas (aulawiyat)
menjadi penting dan merupakan diskreasi ulil amr untuk menentukan
kelompok masyarakat mana yang harus didahulukan dalam
pewujudan kemaslahatan. Tetapi tentu harus terukur sesuai dengan
kaedah-kaedah di atas.35
Dalam Alqur‟an jelas sekali bahwa Allah Swt memerintahkan
tolong-menolong untuk kebajikan dan ketaqwaan sekaligus
melarang tolong-menolong untuk perbuatan dosa dan pelanggaran.
Allah Swt berfirman :
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS. Al-Maidah: 2)
Ibnu Katsir mengutip penjelasan ibnu Jarir al-Thabari
menyampaikan bahwa yang dimaksud al-udwaan (pelanggaran)
artinya melampaui apa yang digariskan oleh Allah dalam agama,
serta melupakan apa yang difardlukan oleh Allah. Ibnu katsir juga
menukil sebuah hadits Nabi SAW :
“Barang siapa yang berjalan bersama orang yang zalim untuk membantunya, sedangkan dia mengetahui kezalimannya, maka sesungguhnya dia telah kabur dari islam” (Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu‟jam al-Kabir Juz I/ hal.227 hadits No. 619).
Berangkat dari ayat ini pula, kebanyakan para fuqaha tidak
membolehkan seorang muslim bekerja di rumah ibadah orang non
35
MUI, Solusi Hukum Islam Terhadap Masalah keutamaan dan kebangsaan, Himpunan Makalah Pendukung Bahan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia (Jakarta, 2012), Hal. 9
31
muslim karena termasuk menolong atau menfasilitasi perbuatan
pelanggaran (al-udwaan).36
4. Forum Kerukunan Umat Beragama
Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah forum
yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
dalam rangka membangun, memelihara, dan memerdayakan
umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
Mengenai Forum Kerukunan Umat Beragama diatur dalam
bab III, Pasal 8 menyebutkan bahwa :
(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
daerah.
(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan
yang bersifat konsultatif.
Pasal 9
(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
mempunyai tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh
masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi
masyarakat;
36
Ainul Yaqin, Menolak Liberalisme Islam (Surabaya: MUI Jawa Timur, 2015), Hal. 281
32
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat
dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan
gubernur;
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan
kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) mempunyai tugas :
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh
masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi
masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat
dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan
bupati/walikota;
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan
kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;
e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian
rumah ibadat.
5. Kerukunan Umat Beragama dalam Pendirian Rumah Ibadah
a. Tata Cara Pendirian Rumah Ibadah Berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan
Kerukunan umat beragama tidak dapat dilepaskan dari
pendirian rumah ibadat yang menjadi pusat peribadatan dan
kebudayaan dari tiap agama. Namun, dalam pembangunan rumah
ibadat dapat berlangsung secara damai karena adanya saling
pengertian. Namun bisa menimbulkan kekisruhan akibat penolakan
atas dasar berbagai kepentingan. Untuk itulah perlu pengaturan
pendirian rumah ibadat.
33
Pengaturan pendirian rumah ibadat bukanlah intervensi
negara atau pemerintah terhadap agama, melainkan bersifat
penertiban administrasi belaka. Jadi tidak ada pembatasan dalam
pendirian rumah ibadat. Pendirian rumah ibadat meliputi
pembangunan yang sama sekali baru, maupun renovasi setelah
berlakunya PBM Tahun 2006. Karena renovasi berarti perubahan
bangunan yang juga memerlukan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB).37
Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Berdasarkan kompilasi kebijakan dan perundang-undangan
kerukunan umat beragama pada bab IV Tentang Pendirian Rumah
Ibadah diatur dalam pasal 13 sampai 17, yaitu:
Pasal 13 terdiri 3 ayat, yaitu: (1) Pendirian rumah ibadah
berdasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh
berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
beragama yang bersangkutan diwilayah kelurahan/desa. (2)
Pendirian rumah ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak
mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi
peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal keperluan nyata bagi
pelayanan umat beragama diwilayah kelurahan/desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah
penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota
atau provinsi.
37
M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006), Hal. 7
34
Pasal 14 juga terdiri dari 3 ayat, yaitu: (1) Pendirian rumah
ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis bangunan gedung. (2) Selain memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian rumah ibadah
harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. Daftar nama dan
Karu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90
(Sembilan puluh) orang yang di sah kan oleh pejabat setempat
sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dalam pasal 13
ayat (3), b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam
puluh) orang yang di sah kan oleh lurah/kepala desa, c.
Rekomendasi tertulis kepada kantor Departemen Agama
Kabupaten, dan d. Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.
Pasal 15 menjelaskan pasa 14 yaitu, bahwa rekomendasi
FKUB sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf d.
merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB di
tuangkan dalam bentuk tertulis. Sedangkan pasal 16 dari 2 ayat
yaitu: (1) Permohonan pendirian rumah ibadah sebagaimana
dimaksud dalanm pasal 14 diajukan panitia pembangunan rumah
ibadah kepada Bupati/Walikota memberikan keputusan paling
lambat 90 (Sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah
ibadah diajukan sebagaimana dimaksud ayat (1). Dan pasal 17
merupakan penjelasan pasal 16 yaitu: bahwa pemerintah
memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah
ibadah yang telah dimiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan
rencana tata ruang wilayah.38
b. Pedoman Pendirian dan Pembangunan Rumah Ibadah
1) Pendirian Rumah Ibadah
a) Keperluan nyata dan sungguh-sungguh
Pendirian rumah ibadah berdasarkan pada keperluan
38
Departemen Agama RI. Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehhidupan Keagamaan,Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Ketentraman Umat Beragama. (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), Hal. 304-306
35
nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan jumlah penduduk
bagi pelayanan umat beragama yang bebrsangkutan
diwilayah keluraha/desa.
b) Persyaratan Pedirian Rumah Ibadah
(1) Daftar nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah
ibadah paling sedikit 90 orang yang di sah kan pejabat
setempat.
(2) Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang
yang di sah kan pejabat setempat.
(3) Rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota.
(4) Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.
c) Rekomendasi FKUB
Rekomendasi FKUB merupakan hasil musyawarah dan
mufakat dalam FKUB.
d) Izin Pendirian Rumah Ibadah
Permohohnan izin pendirian rumah ibadah diajukan oleh
panitia pembangunan rumah ibadah kepada Bupati/Walikota
untuk memperoleh IMB rumah ibadah. Bupati/Walikota
memberikan keputusan paling lambat 90 sejak permohonan
pendirian rumah ibadah diajukan.
2) Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung
a) Persyaratan memperoleh izin sementara
Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadah
sebagai rumah ibadah harus mendapat surat keterangan
pemberian izin sementara dari Bupati/Walikota dengan
memenuhi syarat, baik fungsi, pemeliharaan kerukunan serta
ketentraman dan ketertiban masyarakat. Persyaratan
pemeliharaan ketentraman umat beragama serta ketentraman
dan ketertiban masyarakat meliputi: izin tertulis, rekomendasi
36
tertulis lurah/kepala desa, pelaporan tertulis FKUB
kabupaten/kota, dan pelaporan tertulis kepada kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota.
b) Pemberian Pertimbangan
Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan
gedung bukan rumah ibadah oleh Bupati/Walikota setelah
setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepada kantor
Departemen Agama Kabupate/Kota dan FKUB Kabupaten/Kota.
c) Masa Berlaku Izin Sementara
Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan
bangunan bukan rumah ibadah berlaku paling lama 2 tahun.
d) Pertimbangan Wewenang
Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara
dapat diupahkan kepada camat setempat.
3) Penyelesaian Perselisihan
Perselisihan akibat pendirian rumah ibadah diselesaikan
secara musyawarah oleh masyarakat setempat. Penyelesaian
perselisihan dilakukan oleh Bupati/Walikota melalui musyawarah
yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan
mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB
Kabupaten/Kota. Jika penyelesaian perselisihan tidak didapat
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri
setempat.
Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap
Bupati/Walikota serta instansi terkait didaerah dalam
menyelesaikan perselisihan.39
6. Konsep Kerukunan dalam Kehidupan Masyarakat
Kerukunan adalah suatu bentuk manifestasi dari berbagai fenomena
39
Ibid. Hal.60-64
37
kehidupan manusia yang saling berdampingan, saling menghargai dan
menghormati antar yang satu dengan yang lainnya. Menurut Norcholis
Majid yaitu bahwa logika toleransi, apalagi kerukunan ialah saling
pengertian dan penghargaan.40
Jauh dari makna kerukunan ini sebenarnya menyangkut banyak hal
dalam kehidupan manusia. Hidup rukun dalam bersosialisasi dengan
sesama manusia bisa terjadi dalam setiap bentuk perkumpulan kehidupan
manusia. Kerukunan dalam segala hal seperti kerukunan dalam rumah
tangga, kerukunan dalam bermasyarakat, kerukunan dalam bernegara,
kerukunan inter dan antar umat beragama dan lain-lain yang bisa
digolongkan dalam suku, agama, ras, juga antar golongan (SARA).
a. Kerukunan dalam lingkungan keluarga
Keluarga terbentuk dari sebab ikatan perkawinan. Dalam membahas
hubungannya dengan ikatan sosial dalam antropologi agama,
perhatiannya pada pengaruh sosial yang bermula dari keluarga. Keluarga
berfungsi untuk memperkuat solidaritas sosial. Kerukunan keluarga
dibentuk dari kemaslahatan dari keluarga itu sendiri, dan biasanya fungsi
sosial budaya keluarga dari perkawinan akan lebih tercapai dengan
menghayati dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan
berkeluarga.41
b. Kerukunan dalam Lingkungan Suku
Pengelompokan atau organisasi sosial yang lebih besar dari keluarga
adalah kekerabatan dan umat beragama. Kerukunan dalam kelompok
sosial berdasarkan suku dan agama dinilai oleh masyarakat sebagai
ikatan tradisional karena didasarkan kepada ikatan primordial. Suku yang
didasarkan pada hubungan daerah atau keturunan seseorang.42
c. Kerukunan dalam Lingkungan Agama
Agama seseorang secara sosiologi dianut pada sepanjang hidupnya. 40
Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). Hal. XXIV
41 Bustanudin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi Agama. (Jakarta : PT. Raja Grafinso Persada, 2007). Hal. 204-206
42 Ibid, Hal. 208
38
Agama adalah keyakinan tidak dipilih berdasarkan pertimbangan rasional.
Teori Durkheim mengatakan bahwa agama memperkuat ikatan solidaritas
sosial. Akan tetapi, pandangan sekuler mengatakan bahwa justru ikatan-
ikatan primordial keagamaan itulah yang menyebabkan perpecahan,
karena paham sekuler berpendapat seseorang boleh pindah atau masuk
dalam beberapa organisasi sejenis, tidak seperti suku, marga, dan
agama.43
d. Kerukunan dalam Organisasi Sosial dan Politik
Organisasi sosial adalah kumpulan orang-orang yang punya tujuan
yang sama. Pada umumnya organisasi sosial tidak dibentuk dengan telah
adanya banyak orang yang punya tujuan dan cita-cita yang sama.
Organisasi sosial yang bersifat keagamaan maupun organisasi lainnya
dipandang sebagai bentuk persepsi dan kecenderungan yang berbeda
dari pengaruh sosial, budaya, historis, lingkungan fisik disamping ada pula
pengaruh dominan oleh ajaran agama yang mereka anut.44
7. Makna Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama
1. Konsep Kerukunan dalam Perspektif Keagamaan
Islam mengenal kebebasan. Kebebasan dalam Islam adalah
terminologi yang cukup serius dipelajari. Kebebasan menunjukkan makna
sebuah kemerdekaan seseorang. Sedangkan dari istilah didefinisikan
sebagai suatu hak manusia, yang orang lain tidak boleh mengganggunya
dan menghambat kemauannya.45 Karena tidak patut bagi kita sebagai
umat Islam memaksakan kehendaknya kepada pihak lain sehingga
membuat orang lain hilang kebebasannnya. Kebebasan Islam tetap dalam
koridor tertentu. Untuk itu dibuat sebuah peraturan bagi manusia agar
tercipta kebebasan yang terarah dan produktif.46
Manusia sebagai makhluk yang cerdas dan memiliki insting secara
43
Ibid, Hal. 209 44
Ibid, Hal. 224-225 45
Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan. (Jakarta : Gema Insani, 2006). Hal. 89 46
Ibid, Hal. 91
39
naluri yang tajam, akan mampu membedakan arti kebenaran menurut
versi masing-masing. Hidup adalah pilihan, dimana manusia sendiri yang
menentukan. Dari semua agama yang ada, memang terdapat beberapa
agama yang masih punya “kesamaan agama”. Di sini bukan kesamaan
dalam arti formal dalam aturan-aturan syariah, bahkan tidak ada dalam
pokok-pokok keyakinan tertentu. Islam memiliki segi-segi perbedaan
dengan misalnya Yahudi dan Nasrani, dua agama yang paling dekat
dengan karena sama-sama berasal dari millah Ibrahim.47 Sehingga Al-
Qur‟an menegaskan hakikat kesamaan ini, dan implikasi-implikasinya.
: (841)انبقرة
Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 148)48
: (41)انمائدة
Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
47
Budhy Munawar Rahman. Op.Cit. Hal. 26 48
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemah.. Opcit. Hal.20
40
kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (QS. Al-Maidah : 48)
: (99)يونس
Artinya : “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”. (QS. Yunus : 99)49
Setelah prinsip kebebasan, prinsip kerukunan dan toleransi di antara
agama-agama. Lebih lanjut Nurcholis Majid menjelaskan :
“Masing-masing agama, bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern agama tertentu sendiri, ….. Karena itulah ikut campur oleh seorang penganut agama dalam urusan rasa kesucian orang dari agama lain adalah tidak rasional dan absurd. Sebagai misal, agama Islam melarang para penganutnya berbantah-bantahan dengan para penganut kitab suci yang lain, melainkan dengan cara yang sebaik-baiknya, termasuk menjaga kesopanan dan tenggang rasa …..”.50
Pernyataan Nurcholis Majid di atas didasarkan pada ayat Al-Qur‟an,
Surat Al-Ankabut (29) ayat : 46 berikut :
: (46)انعنكبوت
Artinya : “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang
49
Baca juga QS. Al-Maidah : 48, hal. 117 dan QS. Yunus : 99, Hal. 221 50
Budhy Munawar Rahman. Op.Cit. Hal. XXV
41
zalim di antara mereka, dan katakanlah: “kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri”. (QS. Al-„Ankabut : 46).51
Dalam konteks Al-Qur‟an, para penganut kitab suci lain yaitu Yahudi
dan Nasrani. Akan tetapi Nabi SAW dan para sahabat, juga para ulama
sejak dari yang klasik sampai yang modern memberlakukan itu untuk
penganut agama lain seperti para pemeluk zoro antrianisme, hinduisme,
Budhisme, kontusianisme, shintoisme, dan lain-lain.52
Agama tertentu tidak akan terlepas dengan asal mula agama itu
berdiri. Agama itu akan dibawa oleh bangsa yang pertama-tama
menegakkannya. Sebut saja agama Islam akan identik dan berhubungan
dengan bangsa atau budaya Arab. Agama Hindu akan identik dengan
bangsa atau budaya Hindia. Agama Budha akan identik dengan bangsa
Tibet (Cina), agama Konghuchu akan identik dengan bangsa Cina, dan
lain-lain.53
Demikian juga dengan agama-agama baru seperti agama Kejawen
yang merupakan sinkretisme dari agama Jawa Kuno, Hindu, Budha,
Kristen, dan Islam yang berpedoman dengan kitab Serat Wulanreh yang
ditulis oleh Raja Pakubuwono IV Solo dalam aksara Jawa. Agama Sapto
Darmo yang diajarkan oleh Hardjo Sapoetro yang berdiri setelah
kemerdekaan 1947. Agama Djawa Asli Republik Indonesia (ADARI) yang
didirikan oleh S.W. Mangun Wijoyo (Lahir 1892 di Surakarta.54
Dari setiap agama yang mereka anut, akan berkembang dan meluas
seiring dengan perjalanan dan peredaran manusia di seluruh dunia.
Agama itu akan mereka bawa ke manapun mereka pergi. Hal ini akan
menjadikan variasi yang bermacam-macam dalam suatu kumpulan
masyarakat tertentu. Tidak bisa dipungkiri, bangsa Indonesia adalah
51
Opcit, Hal. 403 52
Ibid, Hal. XXV-XXVI 53
Betty R. Schort. Sosiologi Agama, Edisi Kedua. (Jakarta : Frenada Media, 2004). Hal. 57
54 Bustanudin Agus. Op.Cit. Hal. 315-323
42
bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, baik suku yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang masing-masing
memiliki latar belakang dan budaya tersendiri. Maka timbullahistilah
golongan mayoritas dan minoritas dari segi keagamaan.
Sebagian besar penganut agama tertentu dalam suatu kelompok
tertentu dalam tempat tertentu maka otomatis kelompok beragama ini
akan menjadi kelompok mayoritas. Dan sebaliknya kelompok skala lebih
kecil jumlahnya dalam suatu komunitas kelompok tertentu itu disebut
minoritas. Dalam menyinggung kelompok mayoritas dan minoritas, Ali
Kettani menjelaskan dalam kata pengantarnya sebagai berikut :
“Minoritas adalah kelompok orang yang karena satu dan lain hal
menjadi korban pertama despotisme negara atau komunitas yang
membentuk mayoritas dan karena itu, merupakan pangkalan manusia
di atas mana negara bersandar.55
Kondisi seperti tersebut di atas, disadari betul oleh pemerintah
Republik Indonesia, yang memiliki bangsa besar yang terdiri dari berbagai
macam suku, sehingga dibuatlah Undang-Undang yang mengatur tentang
keanekaragaman suku agama ras dan antar golongan (SARA), yaitu agar
terjadi kerukunan baik dalam beragama, bermasyarakat, dan bernegara.
Seperti yang terdapat dalam UUD 1945
2. Prinsip Islam dalam Hubungannya dengan Kerukunan Antar Umat
Beragama Serta Penerapannya dalam Kehidupan Bernegara
a. Anjuran Islam Agar Membentuk Pola Kerukunan Sebagai Suri
Tauladan Manusia di Dunia
Agama Islam adalah agama dengan mengajarkan pola tatanan
kehidupan dengan sangat sempurna. Segala hal yang berhubungan
dengan pola hidup, baik mengenai akhlaq, norma, budaya, dan etika 55
M. Ali Kettani. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005). Hal. V
43
diatur dalam ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akhlak kepada manusia
misalnya, diatur bagaimana sikap terhadap orang tua, keluarga, tetangga,
orang lain, bahkan sikap terhadap orang yang beragama lain semua
diajarkan dalam ajaran agama Islam.56
Islam tidak membenarkan tentang kesombongan, penganiayaan,
pemerasan, penghinaan, pengadu-dombaan, pelecehan, pemfitnahan,
atau perlakuan-perlakuan yang tidak adil bagi makhluk yang ada di muka
bumi ini. Kedamaian, ketentraman, dan keselamatan selalu dinomor
satukan dalam dunia Islam. Adapun peperangan dan kekerasan adalah
jalan keluar terakhir jika yang ditempuh untuk menghindari fitnah seperti
yang disebut di atas.57
Hal tersebut di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam firman-
Nya, yaitu:
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya : 107)58
Kepada Islam seluruh umat manusia diperintahkan untuk bergabung
menjadi umat yang satu.
Artinya : “Katakanlah: “Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka
56
M. Yatim Abdullah, Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an. (Jakarta : Amzah, 2007). Hal. 212-223
57 H. Mazaheri. Akhlak Untuk Semua. (Jakarta : Al-Huda, 2005). Hal. 1-65
58 Baca juga QS. Al-Anbiya : 107, Hal. 332
44
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-A‟raf : 158)
Dan juga diutus untuk segenap manusia.
Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-Nisa : 79)59
Kedatangan Nabi Muhammad SAW pembawa risalah Islamiah yang
melengkapi risalah rasul-rasul sebelumnya.
ال(
(18عمران :
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS. Ali Imran : 81)60
Dan berita kedatangan Nabi Muhammad dalam kitab-kitab Taurat dan Injil 59
Baca juga QS. Al-A‟raf : 158, Hal. 129 dan QS. An-Nisa : 79, Hal. 117 60
Lihat juga QS. Ali Imran : 81 Hal. 75
45
: (6)انصف
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. (QS. Ash-Shaf : 6)61
Nubuat mengenai Nabi Muhammad SAW sang messiah yang
dijelaskan oleh Musadiq Marhaban, berikut :
“Peristiwa ini menjadi ujian spiritual untuk menunjukkan kecintaan, ketakutan, dan kesabaran Ibrahim AS maupun Ismail AS dalam menjalankan perintah Allah. Ketabahan Ibrahim dan Ismail AS dalam menghadapi ujian ini menjadi pertanda dan berbuah janji dari Allah tentang akan adanya sebuah peristiwa besar di kemudian hari. Atas ketabahan mereka, Allah akan mengkaruniakan seorang Nabi dan Rasul untuk yang terakhir kalinya kepada segenap umat manusia. Kedatangannya akan menjadi penutup bagi mata rantai kenabian sampai akhir zaman”.62
Selanjutnya Musadiq menukilkan ayat-ayat pada kitab Taurat dan Injil
sebagai berikut :
“Kenyataan ini memang tepat seperti yang pernah dinubuatkan oleh Musa AS dan Yesasa AS, yaitu : …aku akan menaruh firmanku dalam mulutnya, dan ia akan menyatakan kepada mereka segala yang kuperintahkan kepadanya. (Ulangan 18 : 18). ..… Aku telah menaruh rohku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada banagsa-bangsa. (Yesasa 2 : 1). Di samping itu, Yesus juga pernah menubuatkan hal serupa, seperti
61
Baca juga QS. Ash-Shaf : 6, Hal. 805 62
Musadiq Marhaban. Yudas Penghianat Atau Penyelamat. (Jakarta : Penerbit Lentera, 2006). Hal. 123
46
pada ucapannya berikut ini :
Tetapi apabila ia datang, yaitu roh kebenaran, ia akan memimpin
kamu ke dalam seluruh kebenaran, sebab ia tidak akan berkata-kata dari
dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya itulah akan
dikatakannya dan ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan
datang. (Yohanes 16 : 13).63
Islam dalam risalah Nabi Muhammad SAW kecuali berorientasi untuk
segenap manusia juga wawasan ajarannya berlaku sepanjang masa,
sejak saat diturunkannya hingga hari kiamat, sehingga ajaran Islam yang
dibawa Nabi Muhammad memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Memahami semua aspek kejiwaan manusia, karena diturunkan bagi
setiap insan yang hidup di bumi tanpa membeda-bedakan bangsa,
negara, lingkungan, kondisi geografis, historis, dan lain-lain.
2) Memenuhi semua hajat manusia baik masa lalu, sekarang, dan masa-
masa mendatang, hingga berakhirnya eksistensi manusia di bumi.
3) Kesempurnaan, yaitu Islam berpedoman pada dua sumber (Al-Qur‟an
dan Al-Hadits). Al-Qur‟an sebagai kitab suci dijamin Allah telah
sempurna, mengandung petunjuk, panutan, sumber nilai dari berbagai
aspek kehidupan.64
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
(885)الأنعام :
Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-An‟am : 115)65
Dan firman Allah SWT :
63
Ibid. Hal. 129-130 64
Kaelany HD. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Edisi Kedua. (Jakarta : Bumi Aksara, 2005). Hal. 23-26
65 Baca juga QS. Al-An‟am : 115, Hal. 192
47
: (3)انمائدة
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Maidah : 3)66
Sikap mengikuti suri tauladan Rasul, seperti dalam hal makan, minum,
berpakaian, tidur, terjaga, buang hajat, interaksi dengan orang lain,
tetangga, tetangga non Muslim, interaksi dengan orang lain, dalam
seluruh aktivitas kita semua telah diajarkan dan contohi oleh Rasulullah
SAW.67
b. Sikap Islam Dalam Menghormati Agama Lain
66
Lihat juga QS. Al-Maidah : 3, Hal. 142 67
Syaikh Mustofa Mansyur. Fiqh Dakwah, Edisi Lengkap. (Jakarta : Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2005). Hal. 113
48
Islam adalah agama sekaligus sistem negara yang menjamin politik
untuk mewujudkan keadilan bagi umat manapun. Sebab dasar-dasar
Islam sangat tepat menjadi landasan bagi sistem yang adil dan sesuai
dengan kemaslahatan manusia dalam setiap zaman dan di setiap
tempat.68 Islam dengan etikanya yang luhur telah menjamin hak-hak asasi
manusia bagi semua, Muslim maupun non Muslim. Tidak hanya itu, Islam
menetapkan perlakuan-perlakuan khusus bagi non Muslim yang tingkat
peradabannya tidak bisa diketahui kecuali dengan membandingkan hak-
hak orang lain dalam peraturan abad 20 dari hal mereka dalam naungan
negara Islam yang telah tercatat selama empat belas abad.69
1) Hak-hak posisi orang asing dalam peraturan modern
a) Pengakuan orang aaasing terhadap karakteristik hukum, atau hukum
yang menjamin terlaksananya proses hukum yang selayaknya bagi
kehidupan individu
b) Pengakuan bagi orang asing atas hak-hak yang diperolehnya di
wilayah negara sesuai dengan hukum perundang-undangan yang
berlaku di sana, selama memperoleh hak-hak tersebut dengan cara
yang dibenarkan.
c) Pengakuan bagi orang asing terhadap kebebasan yang selayaknya,
yang dibutuhkan oleh karakteristik manusia, seperti kebebasan akidah,
kebebasan menjalankan agama dengan terbuka dalam batas
peraturan umum dan etika, kebebasan individu dalam kebaikan dan
peraturan umum, etika umum, kebenaran umum, darurat perang, juga
kebebasan tempat tinggal dan migrasi dalam batasan hukum.
d) Setiap negara maju mengakui bagi orang asing atas hak mendapatkan
keadilan di depan hukum.
e) Orang asing mempunyai hak untuk membela negara yang
didaminya.70
68
Samir Aliyah. Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam. (Jakarta : Kholifa, 2004). Hal. VII
69 Ibid. Hal. 203
70 Ibid, Hal. 204
49
2) Perlakuan terhadap orang asing dalam negara Islam
a) Perjanjian dzimmah adalah perjanjian keamanaaan dan prioritas
Arti dzimmah secara bahasa adalah perjanjian, dan secara istilah
adalah keamanan yang selamanya. Jadi akad dzimmah adalah
perjanjian yang menjadikan non Muslim mendapatkan hak tinggal
selamanya di negara Islam dengan perlindungan syari‟at Islam yang
mentolerir mereka dari wajib militer dalam pasukan Islam, sebagai
ganti dari pajak yang disebut jizyah sebagai bentuk partisipasi dalam
menjaga stabilitas negara sebagaimana umat Islam berpartisipasi
dalam membayar pajak yang diwajibkan kepada mereka.71
b) Kebebasan non Muslim untuk tetap pada keyakinan mereka
Islam menolak memaksakan manusia pada keyakinan yang tidak
bisa diterimanya. Allah SWT menjelaskan tidak diperbolehkannya
pemaksaan terhadap non Muslim untuk masuk agama Islam.
Islam memberikan pada non Muslim hak untuk menjalani
kehidupan pribadi mereka sesuai dengan perintah agamanya.
Misalnya, orang Kristen percaya bahwa minum arak dan makan daging
babi adalah halal dalam agama mereka, walaupun hal tersebut
diharamkan dalam syari‟at Islam. (Pendapat gila)
c) Menghormati tempat ibadah mereka
Kebebasan orang non Muslim untuk tetap pada akidahnya dan
menghormati tempat ibadah mereka. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT :
: انحج(
44) Artinya : “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
71
Ibid, Hal. 206
50
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa”. (QS. Al-Hajj : 40)72
d) Menghormati urusan pribadi dan privasinya
Non Muslim tunduk pada prinsip hukum dan perundang-
undangan yang diberlakukan juga bagi umat Islam. Adapun urusan
pribadi seperti pernikahan, nasab, keturunan dan semua masalah
keluarga termasuk dalam urusan tempat ibadah, sesuai dengan
peraturan pada agama masing-masing. Hal ini berdasarkan firman
Allah SWT :
: (44)انمائدة
Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maidah : 42)73
72
Baca juga QS. Al-Hajj : 40, Hal. 469 73
Lihat juga QS. Al-Maidah : 42, Hal. 152
51
: (49)انمائدة
Artinya : “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah : 49)74
e) Melindungi mereka dari setiap penindasan
Islam memberikan jaminan kepada non Muslim dengan
perlindungan yang sempurna dari setiap penindasan yang terjadi pada
jiwa, harta, dan semua hak-hak mereka atas dasar persamaan dengan
orang-orang Islam.
f) Perlakuan dan kaidah hidup yang baik kepada mereka
Seorang muslim diperkenankan mengadakan pergaulan dan
hubungan yang berkisar dalam toleransi dan kebaikan dengan tetap
memperlakukan mereka dengan penuh kebaikan, dan toleransi yang
bersumber dari iman, akidah dalam menjalankan perintah Tuhannya.
Salah satu contoh, jika seorang anak masuk Islam, sedang ayah dan
ibunya tidak, maka anak tersebut wajib berbuat baik kepada keduanya
dan harus mematuhinya kecuali dalam hal yang berhubungan dengan
akidah. Ini sesuai dengan firman Allah SWT :
74
Baca juga QS. Al-Maidah : 49, Hal. 154
52
: نقمان(
84-85) Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman : 14-15)75
Sebagai penjelasan lebih lanjut, perlunya dakwah kepada ahli kitab
karena adanya kesamaan agama.
: (64)ال عمران
Artinya : “Katakanlah: “Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Ali Imran : 64).76
Islam juga mengajari pentingnya berdebat dengan mereka dengan
cara yang baik.
75
Baca juga QS. Luqman : 14-15, Hal. 581-582 76
Lihat juga QS. Ali Imran : 64, Hal. 72
53
: اننحم(
845) Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl : 125)77
Selain itu diperbolehkan bagi umat Islam untuk memakan
sembelihan mereka yang tidak diharamkan, sebagaimana firman Allah
SWT :
: (5)انمائدة
Artinya : “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (QS. Al-Maidah : 5)78
g) Diperbolehkan bagi orang Islam laki-laki untuk menikahi perempuan
Nasrani atau Yahudi?
77
Baca juga QS. An-Nahl : 125, Hal. 383 78
Lihat juga QS. Al-Maidah, Hal. 143
54
Di antara kelebihan khusus wanita ahli kitab, Yahudi dan Nasrani
adalah diperbolehkannya umat Islam untuk menikahi mereka. Syariat
Islam memberikan kebebasan kepada istri yang berasal dari ahli kitab
untuk tetap berada dalam agamanya setelah menikah juga
memperbolehkannya pergi ke gereja untuk melaksanakan kewajiban
ibadah.
Diperbolehkannya menikah dengan ahli kitab hanya berlaku bagi
laki-laki yang mau menikah dengan ahli kitab. Hal ini tidak berlaku bagi
wanita Muslimah.
8. Fungsi dan Peran Pemimpin Keagamaan Dalam Agama-Agama
Dalam setiap kelompok kleagamaan terdapat tokoh agama atau
pemimpin agama yang dijadikan panutan sekelompok umat keagamaan
tersebut. Sebutan nama dan peran serta fungsi para pemimpin agama
tersebut, seperti yang sudah dijelaskan oleh Betty R. Schart berikut :
“Dalam kedua agama yang terkait sangat tidak ketat dengan komunitas-komunitas tertentu, yakni agama Kristen dan agama Buddha, peranan-peranan keagamaan secara teoritik selalu bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak dikaitkan dengan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Pendeta, biarawan, atau biarawati Kristen mengangkat sumpah perorangan dan secara seremonial dikukuhkan dalam statusnya itu, yang dalam hal pendeta Katolik, dipersyaratkan memiliki kemampuan untuk melaksanakan peribadatan-peribadatan sekramental tertentu yang tidak dimiliki oleh semua pemeluk Katolik lainnya. Untuk pengukuhan ini sama sekali tidak ada kualifikasi atau diskualifikasi karena faktor keturunan atau kelahiran. Pemimpin ordo, denominasi atau sekte Kristen memperoleh posisinya sebagai pemimpin keagamaan karena keberhasilan perorangannya untuk mengumpulkan beberapa orang pemeluk di lingkungannya. Dalam agama Buddha lembaga sentralnya adalah ordo monasik (sangha), yang secara teoritik bebas dimasuki oleh semua pria dan wanita, tanpa mempermasalahkan asal usul keturunan mereka”.79 “Bahkan dalam berbagai agama yang ikatannya dengan suatu
komunitas lebih kuat, terdapat banyak peranan-peranan keagamaan bisa diperoleh. Kelompok Muslim yang ahli dalam bidang hukum (Syari‟ah) atau ulama dan para imam salat di masjid-masjid dididik untuk menjalankan peranan-peranan keagamaan mereka dan tidak
79
Betty R. Schart. Op.Cit. Hal. 63
55
menerimanya sebagai warisan. Peranan khalifah, pemimpin tertinggi komunitas politiko-relijius dalam Islam, yang ada sejak wafatnya Nabi Muhammad saw. (th. 6321 hingga tahun 1924 ketika jabatan tersebut dihapuskan oleh Mustafa Kamal Pasha Attaturk dari Turki), lebih sulit dinilai apakah diperoleh ataukah dikaitkan dengan kualifikasi tertentu, karena ummat Muslim sendiri berbeda pendapat mengenai pemilihan khalifah yang benar. Dalam sejarah aktual ternyata jabatan itu cenderung sangat mirip dengan jabatan raja sekular, melalui pergantian berdasarkan kesamaan dinasti, tetapi juga dengan pergantian-pergantian dari dinasti yang satu kepada dinasti yang lain melalui perjuangan perebutan kekuasaan di antara mereka. Peranan syaikh atau wali dalam Islam sebagian memiliki sifat askriptif terikat dengan kualifikasi tertentu tetapi bisa juga diupayakan oleh semua Muslim. Pemimpin baru mungkin muncul, dengan mengumpulkan para pengikut di sekitarnya yang percaya akan pengakuannya sebagai orang suci, penglihatan batin (ma'rifat) dan pengalaman ekstasinya serta kekuatan-kekuatannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa. Namun keberhasilannya akan mengawali munculnya dinasti para syaikh, karena kesucian jenis ini dianggap sebagai hasil warisan”.80
Dalam agama Yahudi para pemimpin agama, peran dan fungsi mereka
pada sebatas bidang hukum, seperti penjelasan berikut di bawah ini :
“Dalam agama Yahudi tampaknya rabbi (ulama) merupakan spesialis di bidang hukum dan pemimpin peribadatan umum; posisinya itu dia upayakan, tidak diperoleh karena keturunan. Para nabi dalam agama Yahudi kuno, yang mentransformasikan agama tersebut dari penyembahan kepada satu sesembahan (dewa) kesukuan kepada monoteisme etik, tampaknya merupakan para pemimpin yang mendapatkan peranan-peranan tradisional sebagai juru ramal dan pembimbing spiritual, tetapi memainkan peranan-peranan tersebut dengan cara baru, dengan memadukan tugas lamanya yaitu meramal masa depan dengan tugas barunya yakni sebagai kritikus sosial dan pembaharu agama. Sudah barang tentu faktor keturunan atau kelahiran sama sekali tidak memainkan peranan dalam kualifikasi-kualifikasi mereka”.81
Begitu juga agama Hindu. Peran pemimpin keagamaan mereka ibarat
guru yang jadi panutan kehidupan mereka.
“Agama Hindu juga menunjukkan berbagai peranan keagamaan yang
80
Ibid. Hal. 63-64 81
Ibid. Hal. 64
56
dapat diupayakan, meskipun telah ada teori Brahmanik mengenai hal itu. Guru, atau pemimpin agama (Hindu) yang, sebagaimana para syaikh di kalangan Muslim, mengajukan tuntutan pribadi dan mengumpulkan pengikut, tidak perlu berasal dari kasta Brahmana. Dia adalah tokoh kuat dalam sejarah agama Hindu”.82
Demikian pula agama Konghucu, peran pemimpin dinggap sebagai
pembantu raja dalam suatu negara.
Akhirnya kita bisa mencatat bahwa dalam agama Kong H. Cu sistem
penunjukan para pengelola kegiatan keagamaan melalui penelitian juga
merupakan sistem tentang peranan-peranan kependetaan yang bisa
diupayakan, karena para pengelola itu adalah pembantu-pembantu Raja
untuk melaksanakan berbagai peribadatan Kong Hu Cu.
Dalam agama Kong Hu Cu, meskipun para pengelola kegiatan-
kegiatan keagamaan mengupayakan jabatan-jabatan mereka, pendeta
tertingginya adalah Raja itu sendiri, yang posisinya diperoleh melalui
berbagai kualifikasi”.83
Dan secara umum, peranan dan fungsi dari para pemimpin agama,
dibahas dalam penjelasan kutipan berikut :
“Barangkali bisa diduga bahwa dalam sistem monastisisme selibat sebagaimana dalam agama Buddha secara teoretik tidak dimungkinkan untuk diserahkannya peranan-peranan keagamaan kepada seseorang berdasarkan pertimbangan keturunan atau kelahiran. Karena itu menarik untuk dicatat bahwa di Tibet, dalam hal biksu-biksu Buddha yang menjalankan kekuatan politik paling besar, dan kepala negaranya pun seorang biksu, teori reinkarenasi jiwa digunakan sedemikian rupa untuk menyerahkan peranan-peranan Dalai Lama dan Panchen Lama kepada bayi-bayi pada saat dilahirkan.
Baik dalam agama Kristen maupun dalam agama Buddha, kapan saja
agama terikat erat dengan nasib atau hidup-matinya negara tertentu,
peranan raja dengan sendirinya diberi sifat sakral, melalui berbagai
upacara penobatan dan upacara sejenis lainnya, dan peranan ini, setidak-
tidaknya secara teoretik, diberikan kepadanya berdasarkan kualifikasi 82
Ibid. Hal. 65 83
Ibid
57
tertentu, tidak dengan upaya yang bersangkutan. Bahkan dalam berbagai
sistem selibat pun keinginan kuat untuk meningkatkan atau memperkokoh
status sosial suatu keluarga dapat menjurus kepada unsur kuat dalam
askripsi berbagai peranan keagamaan. Para pemimpin di gereja atau
berbagai ordo keagamaan cenderung diangkat dari strata sosial yang
lebih tinggi dalam masyarakat. Namun demikian organisasi pendeta atau
biksu yang kuat, lembaga-lembaga pendidikan yang dimiliki oleh para
'ulama', sampai batas tertentu bisa bertahan terhadap tekanan-tekanan
dari kelompok elit bukan-keagamaan ini, sebagaimana dilakukan dari
masa ke masa oleh [lembaga] Kepausan dalam sejarah agama Kristen.
Selain itu pengaruh kekayaan dan kekuasaan yang bersifat sekular
kurang begitu dirasakan dalam berbagai peranan keagamaan yang
memiliki unsur inovatif itu, atau bahkan unsur pemberontakan, seperti
berbagai peranan yang dimiliki oleh kelompok sektarian dalam Kristen,
para syaikh di kalangan ummat Muslim, atau para biksu Buddha yang
berkelana ke sana ke mari sambil mengajarkan versi barn agamanya.
Karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa meskipun agama-agama
besar sering sekali menganggap suci struktur sosial dari berbagai peranan
askriptif yang bersifat sekular, para fungsionaris mereka sendiri belum
pernah terorganisasikan secara sempurna menurut pola ini”.84
Dari penjelasan kutipan-kutipan di atas, telah jelas bahwa setiap
agama bervariasi dalam cara membedakan ulama, pendeta-pendeta atau
kelompok spesialisnya dalam bidang keagamaan dari para pemeluk
agama kebanyakan orang awam. Hubungan pemimpin dengan yang
dipimpinnya bisa diungkapkan pada masing-masing tradisi agama, yang
diberi istilah seperti guru dalam agama Hindu, syaikh bagi dalam Islam,
robbi chacidic pada umat yahudi di Eropa Timur, pendiri ordo atau sekte
tertentu dalam agama Kristen, dan biksu dalam agama Budha yang
mengajarkan cara baru memperoleh nirwana.
84
Ibid, Hal. 66-67
58
B. Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap objek yang diteliti,
maka ada beberapa penelitian yang telah mengangkat Tentang
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
9 dan Nomor 8 Tahun 2006, diantaranya adalah sebagai berikut:
Oleh M. Yusuf Asry dengan Judul “Pendirian Rumah Ibadat di
Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006)” Tujuan penelitian
ini ialah mendeskripsikan pendirian rumah ibadat yang diterima
dengan damai, yang mendapat penolakan, dan upaya penyelesaian
masalah terkait dengan pendirian rumah ibadat di 7 kabupaten/kota
yaitu Kota Jakarta Timur, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota
Denpasar, dan Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Sikka, dan
Kota Sorong. Dalam kesimpulannya diantaranya dikatakan bahwa
Pendirian rumah ibadat merupakan kebutuhan dasar dari tiap agama,
yang berfungsi sebagai pusat peribatan dan kebudayaan yang dijiwai
oleh nilai-nilai luhur (sacral). Dalam pendirian rumah ibadat, termasuk
renovasi bangunan menjadi tuntutan dari pertumbuhan umat, dan
kompleksitas kegiatan yang harus mengacu pada PBM Tahun 2006
dan tetap harus ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB).85
Jurnal Hukum Respublika oleh Ardiansyah dengan judul
“Legalitas Pendirian Rumah Ibadat Berdasarkan Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006”
dapat dijelaskan bahwa apabila dicermati keseluruhan dari subtansi
Perasturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 Tahun 2006 maka dilihat dari aspek aturan administrasif,
peraturan tersebut telah memberikan keadilan. Meskipun aturan
administratif telah terpenuhi, bukan berarti pemeluk agama dapat
dengan mudah melaksanakan pembangunan rumah ibadat.
85
M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006)
59
PBM tahun 2006 mengatur penyelesaian masalah melalui jalur
musyawarah dan pengadilan. Apabila perselisihan mengenai rumah
ibadat tidak bisa di selesaikan melalui jalur musyawarah maka
perselisihan mengenai rumah ibadat bisa diselesaikan melalui jalur
pengadilan. Apabila kedua jalur penyelesaian tersebut tidak juga bisa
menyelesaikan perselisihan maka perlu ditingkatkan level pengaturan
rumah ibadat menjadi undang-undang.86
Jurnal Harmoni oleh Husni Mubarok dengan judul “Dilema
Rumah Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan” dapat dijelaskan
bahwa keragaman memiliki akar terdalam dalam diri bangsa, yakni
keterbatasan sumber pengetahuan, panca indera, akal dan ahasa.
Keterbatasan diri dalam interaksi sosialnya, melahirkan
pengelompokan di masyarakat hingga menjadi identitas. Konstelasi
antar identitas tidak hanya melahirkan kerjasama tetapi juga seringkali
berbuntut kekerasan dan menelan korban. Diperlukan harmonisasi
untuk memperkuat keragaman dan menghindari malapetaka.
Harmonisasi keragaman harus datang dari dalam diri, bukan dari luar.
Kesadaran tersebut adalah kesadaran eksistensial, yakni perbedaan
dan keragaman yang tidak bisa ditolak Wajar jika umat manusia tidak
seluruhnya memiliki kesadaran ini, meski ada pihak yang ingin
menghempaskan pihak lainnya demi kekuasaan publik. Oleh karena
itu, dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum
yang berlaku. Sembari pada saat yang bersamaan menciptakan ruang
kontestasi yang adil, transparan dan bertanggung jawab.87
Jurnal Dinamika Hukum Nela Sumika Putri dengan judul,
Pelaksanaan Kebebasan Beragama di Indonesia (External Freedom)
di Hubungkan Ijin Pembangunan Rumah Ibadah, dapat disimpulkan
86
Ardiansyah, legalitas Pendirian Rumah Ibadat berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 1 Tahun 2016
87 Husni Mubarok, Dilema Pendirian Rumah Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan,
Jurnal Harmoni Vol. IX Nomor 35 Juli-September 2010
60
Aturan pembangunan rumah ibadat masih diperlukan untuk ketertiban
umum, akan tetapi yang terpenting bukanlah aturan melainkan
bagaimana para pihak dapat saling menghormati dan menghargai
kebebasan pemeluk agama lain untuk dapat menjalankan ibadahnya.
Oleh karena itu memupuk toleransi merupakan hal yang harus
dilakukan saat ini oleh seluruh warga indonesia dengan di dukung
oleh semua pihak yaitu pemerintah, pemimpin agama serta
lingkungan pendidikan. PBM Tahun 2006 terkait pembangunan rumah
ibadah yang mana di tujukan untuk menjaga ketertiban umum secara
hak asasi manusia diperkenankan karena pembangunan rumah
ibadah merupakan bagian dari forum eksternum dimana kebebasan
beragama bukan dipandang sebagai sesuatu yang absolut. Akan
tetapi pelaksanaan forum eksternum sendiri tentu harus dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip non dis-kriminasi dan mencegah
intoleransi antar umat beragama.88
Dari penelusuran penulis mengenai penelitian tentang PBM
Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pendirian Rumah Ibadat
secara spesifik belum ada yang meneliti, Implementasi Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan
Nomor 8 Tahun 2006 (Studi Kasus Pendirian Rumah Ibadat di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)
88
Nela Sumika Putri, Jurnal Dinamika Hukum, Pelaksanaan Kebebasan beragama diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah
61
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis.
menggunakan metode penelitian hukum empiris, yaitu suatu metode
penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian
nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan
masyarakat. Dikerenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam
hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum
empiris dapat juga dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis.89
karena penelitian ini mengambil fakta-fakta yang ada di dalam suatu
masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah terkait dengan
implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Kemudian dikaitkan
dengan tema pembahasan penelitian.
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1. Situasi Sosial
Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial
penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada
obyek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam
aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place)
tertentu.90
Obyek dari penelitian ini adalah Implementasi Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan
Nomor 8 Tahun 2006 (Studi kasus Pendirian Rumah Ibadat di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari). Dalam penelitian,
peneliti melihat Implementasi PBM Tahun 2006 dan sikap Forum
Kerukunan Agama Kabupaten Batang Hari terhadap Pendirian Rumah
89
https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ 90
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:Alfabeta, 2010), Hal. 215
62
Ibadat di Kecamatan Bajubang. Di samping itu peneliti menemui para
instansi terkait dan para tokoh agama/ masyarakat serta orang-orang
yang berperan penting terhadap pendirian rumah ibadat. Dikaitkan
dengan penelitian ini, maka tempat penelitian dilaksanakan penulis
dengan alasan di lokasi tersebut adalah: pertama, bahwa Kecamatan
Bajubang Kabupaten Batanghari secara geografis salah satu
kabupaten yang terluas terletak di wilayah selatan dalam Provinsi
Jambi dimana masyarakatnya yang memiliki berbagai macam suku,
ras, dan agama yang menandakan pluralitas sangat terasa disini.
Kedua, beberapa kasus pendirian rumah ibadat di Kecamatan
Bajubang yang disinyalir tidak sesuai ketentuan PBM tahun 2006.
Ketiga, penelitian ini belum ada orang yang melakukan penelitian.
2. Subjek Penelitian
Secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini meliputi aspek-
aspek yang berkaitan dengan Implementasi Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8
Tahun 2006 (Studi kasus Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan
Bajubang Kabupaten Batanghari).. Sedangkan subjek penelitian
merupakan populasi yang akan diteliti dan ada kemungkinan dijadikan
informan secara keseluruhan, maka tidak perlu diambil sampel dalam
penelitian kualitatif, kecuali wawancara mendalam dari beberapa
orang informan yaitu, pengurus FKUB Kabupaten Batang Hari,
Instansi terkait, tokoh agama/masyarakat. Berdasarkan hal tersebut
maka penetapan informan yang dirasakan sesuai teknik purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.91 Pertimbangan tersebut lebih tepat berasal dari ahli untuk
memberi pertimbangan dalam pengambilan beberapa informan yang
diperlukan, pendekatan inilah yang paling tepat untuk studi kasus
karena banyak aspek yang bisa dijadikan bahan refresentasi untuk
diamati dan dianalisa.
91
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Hal. 80
63
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penulis ini adalah
penelitian lapangan (field reseach). Yakni penelitian yang mengkaji
dan menganalisa data-data lapangan, observasi lapangan untuk
mengamati secara langsung. Instansi terkait, FKUB Kabupaten
Batang Hari, tokoh agama/masyarakat sebagai informasi data primer
dan data sekunder sebagai data pendukung melalui di ambil peraturan
perundangan-undangan, PBM Tahun 2006, buku-buku, hasil
penelitian, tulisan karya ilmiah, majalah dan seluruh data yang terkait
dengan tema penelitian.
Penelitian ini bersifat kualitatif. Yakni masalah yang di bawa
oleh penulis masih belum jelas (remang-remang), bahkan gelap,
komplek dan dinamis. Oleh karena itu masih bersifat sementara,
tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah penulis berada
dilapangan.92 Penelitian ini akan memaparkan realitas data yang
ditemukan dilapangan, terutama informasi dari pengurus FKUB
Kabupaten Batang Hari dan instansi yang terkait dengan dengan
pendirian rumah ibadat.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh dari studi lapangan yaitu berupa hasil wawancara dengan
responden yang berkompeten terhadap masalah dalam penelitian.
data sekunder dalam penelitian normatif terdiri dari:
1. Bahan hukum primer yang ada antara lain meliputi:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
c. Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
92
Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 2011), Hal.200
64
Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008
tentang Kecamatan
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer seperti literatur-literatur, makalah-makalah dan lain lain yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang tanpak pada objek penelitian.
Metode observasi yang digunakan adalah observasi langsung
dengan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada bantuan alat standar lain untuk kepentingan tersebut.93
Observasi atau metode pengamatan mempunyai sifat dasar
naturalistik yang berlangsung dalam konteks natural (asli) dari
kejadian, pelakunya berpartisipasi secara wajar dalam interaksi.94
b. Wawancara
Mengajukan pertanyaan untuk mendapat jawaban yang benar
merupakan pekerjaan yang cukup sulit, wawancara merupakan cara
yang umum dan ampuh untuk memahami suatu
keinginan/kebutuhan. Wawancara termasuk bagian terpenting dalam
sosiologi karena merupakan studi tentang interaksi antar manusia.95
Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara detail
dan mendalam dari informan sehubungan dengan fokus masalah
93
Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1998), Hal. 212 94
Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 2011), Hal.74 95
Ibid, Hal.80
65
yang diteliti. Dari wawancara ini diharapkan diperoleh respon dan
opini subjek penelitian yang berkaitan dengan tema pembahasan
penelitian. Untuk membantu peneliti dalam memfokuskan masalah
yang diteliti dibuat pedoman wawancara dan pengamatan. Moleong
menyebutkan sebagai wawancara terstruktur dan tak terstruktur.96
Wawancara terstruktur diperlukan secara khusus bagi
informan terpilih, Informan yang akan diwawancarai dalam penelitian
ini adalah Pengurus FKUB Kabupaten Batang Hari dan instansi yang
terkait dengan pendirian rumah ibadat di Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batang Hari. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
c. Dokumentasi
Metode Dokumentasi merupakan sumber non manusia,
sumber ini adalah sumber yang cukup bermanfaat sebab telah
tersedia sehinggga akan relatif mudah untuk memperolehnya,
merupakan sumber yang stabil dan akurat sebagai cerminan situasi
dan kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang
dengan tidak mengalami perubahan.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah
tersedia dalam catatan dokumen atau laporan. Fungsinya sebagai
pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui
observasi dan wawancara.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikan data-data yang tersedia ke dalam suatu pola,
katagori, dan satuan uraian yang mendasar. Analisis data adalah
proses mengatur dan mengurutkan data kedalam pola, katagori dan
satuan uraian dasar untuk ditemukan tema dalam analisis seperti
96
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian, Hal. 138
66
yang disarankan data.97 Analisis data pada dua tahap tersebut agar :
1. Analisis data pada saat masih dilapangan, hal ini dimaksudkan agar
setiap data yang ditemukan tidak mudah terlupakan, dan jika ada
data yang terlupakan, peneliti akan konfirmasi secara cepat kepada
informan. Selain itu juga menghindari penumpukan data selama
proses penelitian berlangsung dan dikhawatirkan hanya
membingungkan.
2. Analisis data pada saat setelah data terkumpul selurunya, kegiatan
utama pada tahap kedua adalah memperbaiki dan mempertajam
analisis untuk menarik kesimpulan sementara. Seluruh kegiatan
dalam analisis data ini peneliti akan berpedoman pada tujuan
penelitian.
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah
berdasarkan analisis interaktif sebagaimana dikemukakan oleh
Milles dan Hubberman. Analisis tersebut terdiri adari tiga kegiatan
yang saling berinteraksi, yaitu : (1) reduksi data (data reduction), (2)
penyajian data (data display), (3) penarikan kesimpulan (conslution).
F. Uji Keterpercayaan Data
Dalam menerapkan kesahihan atau keterpercayaan data
diperlukan teknik pemeriksaan, yang didasarkan atas kriteria
tertentu. Menurut Moleong, ada empat kriteria yang digunakan,
yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterahlian (transferability),
ketergantungan (dependability), dan kepastian (confir-mability).98
Agar memperoleh data yang valid dan obyektif maka dalam
penelitian ini digunakan teknik sebagai berikut :
a. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk membantu dalam proses penelitian, maka penulis
menggunakan macam prosedur pengumpulan data, yaitu:
97
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Hal. 224
98 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., Hal. 10
67
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh dengan
cara membaca, mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan
perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan permasalahan yang dibahas.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan yaitu mencari data dengan cara melakukan
wawancara terbuka terhadap narasumber maupun pihak lain.
Wawancara dilakukan kepada Pengurus FKUB Kabupaten Batang
Hari dan instansi terkait, tokoh agama/masyarakat yang
berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
b. Prosedur Pengolahan Data
Apabila data yang diperoleh dari studi pustaka dan studi
lapangan telah cukup, maka selanjutnya adalah melakukan
pengolahan data yakni dengancara sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data, yaitu berupa penentuan data sesuai dengan
pokok bahasan apabila ada kemungkinan kurang atau keliru.
2. Klasifikasi data, yaitu menentukan data yang sesuai dengan
pokok bahasannya masing-masing.
3. Penyusunan data, yaitu menetapkan data pada tiap kerangka
bahasan pada permasalahan yang akan diteliti.
4. Seleksi data, yaitu memilih data yang benar-benar valid serta
berhubungan dengan inti masalah.
Analisis data bermaksud untuk menyederhanakan data
kedalam bentuk yang jelas sehingga mudah dipahami. Data
tersebut setelah diolah, lalu diteliti dan disederhanakan. Dalam
analisis data, penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif
kualitatif yaitu dengan cara merinci, menguraikan, memberi arti
lalu dihubungkan antara teori dan kenyataan pelaksanaannya
dalam bentuk kalimat untuk selanjutnya ditarik kesimpulan guna
menjawab permasalahan dalam penelitian terhadap Implementasi
68
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 (Studi kasus Pendirian Rumah
Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari)
G. Rencana dan waktu Penelitian
Adapun rencana dan waktu penelitian penyelesaian tesis ini adalah
selama enam bulan, dengan perincian jadwal sebagai berikut :
NO
KEGIATAN BULAN/ MINGGU TAHUN 2018-2019
OKTOBER NOPEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulisan draf proposal
X X X X
2 Komunikasi dengan Ketua Prodi
X X X X
3 Revisi draf proposal
X X X X
4 Proses untuk ujian proposal
X X X X
5 Revisi draf proposal setelah ujian
6 Konsultasi dengan Pembimbing
7 Koleksi data 8 Analisis dan
penulisan draf awal
9 Draf awal dibaca Pemb
10 Revisi draf awal 11 Draf dua dibaca
Pemb
12 Revisi draf dua 13 Draf dua dibaca
Pemb
14 Penulisan draf akhir
15 Draf akhir dibaca Pemb
16 Ujian tahap awal 17 Revisi setelah
ujian
18 Ujian Munaqasyah
19 Revisi tesis setelah ujian Munaqasyah
20 Mengikuti Wisuda
69
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN
DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Batang Hari
a. Sejarah Singkat
Kabupaten Batang Hari dengan Filosofi “Serentak Bak Regam“
beribukota Muara Bulian dibentuk Tanggal 1 Desember 1948 melalui
Peraturan Komisaris Pemerintah RI di Bukit Tinggi No.81/Kom/U tanggal
30 Nopember 1948 dengan Pusat Pemerintahan waktu itu di Jambi,
Sekarang kota Jambi, dan merupakan satu dari 11 Kabupaten/Kota
dalam Provinsi Jambi, sedang Provinsi Jambi dibentuk dengan UU
Darurat No.19 tahun 1957 bersamaan dengan pembentukan Provinsi
Sumatera Barat dan Riau.
Secara historis, pada masa pemerintahan Nurdin sebagai Bupati
Pertama 1950 -1952 kawasan Batang Hari masih belum memiliki
otonomi dan kedudukan pusat pemerintahan sebagai Daerah Tk. II
secara pasti, ini berlangsung hingga masa kepemimpinan M.Djamin Datuk
Bagindo 1952-1963, dan Abdul Manaf Bupati ketiga 1953-1954.
Namun demikian pembangunan di kawasan Kabupaten Batang Hari
terus berjalan. Sejak tahun 1954 cikal bakal pemimpin-pemimpin wilayah
Batang Hari dalam hal memperbaiki mekanisme pemerintahan daerah
serta mewujudkan berbagai apek pembangunan mulai dirintis sebagai
langkah awal menuju pembangunan berikutnya.
Tahun 1954-1956 Batanghari dipimpin oleh Bupati Madolangeng,
Tahun 1956-1957 R. Sunarto, tahun 1957-1958 dipimpin oleh Ali Sudin,
dan Tahun 1958-1966 saat dipimpin oleh H. Bakri Sulaiman terjadi
perubahan otoritas pemerintahan. Tahun 1963 Pusat pemerintahan
Kabupaten Batang Hari dipindah ke KM.10 Kenali Asam (saat ini masuk
wilayah Kota Jambi). Tahun 1965 sesuai UU No.7 Tahun 1965,
69
70
Kabupaten Batang Hari dimekarkan menjadi 2 Daerah Tingkat II yakni
Kabupaten Dati II Batang Hari yang beribukota KM. 10 Kenali Asam dan
Kabupaten Batanghari.
Tahun 1966-1968 Kabupaten Batang Hari dipimpin Drs. H.Z.
Muchtar DM dan tahun 1968-1979 dilanjutkan oleh Rd. Syuhur. Tahun
1979 Pusat Pemerintahan Kabupaten Batang Hari dipindahkan dari Km.
10 Kenali Asam ke Muara Bulian berdasarkan UU NO. 12 Tahun 1979
dan diresmikan oleh Mendagri Bapak Amir Machmud tanggal 21 Juli
1979.
Tahun 1981-1991 Kabupaten Batanghari dipimpin oleh Drs.H. Hasip
Kalimuddinsyam. Tahun 1991-2001 Batanghari dipimpin oleh Bupati H.M.
Saman Chatib, SH. sejalan dengan era reformasi dan tuntutan otonomi
daerah Kabupaten Batang Hari. Berdasarkan UU. No. 54 tahun 1999
dimekarkan kembali menjadi 2, yakni Kabupaten Batang Hari yang
beribukota Muara Bulian dan Kabupaten Muaro Jambi yang beribukota
Sengeti yang peresmian dilakukan oleh Mendagri di Jakarta bulan
Oktober 1999, sehingga saat ini Kabupaten Batanghari memiliki luas
wilayah 5.809,43 Km persegi, berpenduduk sampai Desember 2010
sebanyak 240.763 jiwa tersebar pada 8 Kecamatan dengan 100 Desa
dan 13 Kelurahan.
Tahun 2001-2006 Kabupaten Batang Hari dipimpin oleh H. Abdul
Fattah, SH dengan Wakilnya Ir. Syahirsah, Sy yang menjadi Wakil Bupati
pertama sejak Batang Hari berdiri. Tahun 2006-2011 Kabupaten
Batanghari dipimpin oleh Bupati Ir. Syahirsah, Sy dengan Wakil Bupati H.
Ardian Faisal, SE, MSi (Putra HM. Saman Chatib, SH), sebagai Bupati
dan Wakil Bupati yang dipilih langsung oleh rakyat untuk yang pertama
kali melalui proses Pilkada Langsung.
Tahun 2011 Kabupaten Batang Hari dipimpin oleh H. Abdul Fattah,
SH dan Sinwan, SH yang menjadi Bupati dan wakil Bupati Batang Hari
periode 2011-2016. Pada periode Tahun 2013-2016Kabupaten Batanghari
dipimpin oleh Sinwan ,SH sebagai Bupati.
71
Periode baru saat ini dengan mengusung slogan "Batang Hari
Bersatu", pasangan Ir. H. Syahirsah. SY dan Hj.Sofia Joesoef, SH
terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Batang Hari
untuk tahun pengabdian 2016-2021.
Kabupaten Batang Hari mengalami dua kali pemekaran, yang
pertama sesuai UU No.7 Tahun 1965 Kabupaten Batang Hari
dimekarkan menjaddi dua Daerah Tingkat II, yakni Kabupaten Batang
Hari beribukota Kenali Asam dan Kabupaten Batanghari, Kedua, sesuai
dengan UU No. 54 Tahun 1999 Kabupaten BatangHari kembvali
dimekarkan menjadi Dua Kabupaten yakni Kabupaten Batang Hari
dengan Ibukota Muara Bulian dan Kabupaten Muaro Jambi beribukota
Sengeti.
Saat ini Kabupaten Batang Hari memiliki luas wilayah 5.804,83 Km
Bujur sangkar dengan penduduk Sampai Desember 2010 berjumlah
241.334 jiwa tersebar di 8 Kecamatan atau 100 Desa dan 13 Kelurahan.99
b. Letak Geografis
Kabupaten Batang Hari terletak diantara 1023‟ Lintang Selatan dan
2023‟Lintang Selatan, dan antara 102029‟ Bujur Timur dan 103028‟ Bujur
Timur. Daerah ini beriklim tropis, dengan tingkat elevasi sebagian besar
terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian 11-100 meter di
ataspermukaan laut (sebesar 92,67 persen). Sedangkan 7,33 persen
lainnya berada pada ketinggian 101-500 meter di ata permukaan laut.
Kabupaten ini juga dilalui dua sungai besar yaitu Sungai Batang Hari dan
Sungai Tembesi. Luas Wilayah Kabupaten Batang Hari adalah 5.804,83
ribu kilometer persegi (km2). Pada tahun 2017 Kabupaten Batang Hari
terdiri dari 8 kecamatan dan 124 Desa/Kelurahan. Batas-batas wilayah
kabupaten adalah sebagai berikut:
99
http://www.batangharikab.go.id
72
1. Utara : Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan
Kabupaten Batanghari
2. Timur : Kabupaten Muaro Jambi
3. Selatan : Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Sarolangun,
dan Kabupaten Muaro Jambi
4. Barat : Kabupaten Tebo100
Kabupaten Batang Hari merupakan salah satu daerah otonom
kabupaten di Provinsi Jambi. Kabupaten ini terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan, 14 kelurahan dan 110 desa, dengan rincian sebagai berikut:
1. Mersam yang beribukota di Kembang Paseban, terdiri dari 15 desa
dan 1 kelurahan.
2. Maro Sebo Ulu yang beribukota di Simpang Sungai Rengas, terdiri dari
16 Desa dan 1 kelurahan.
3. Batin XXIV yang beribukota di Muara Jangga, terdiri dari 15 desa dan
2 kelurahan.
4. Muara Tembesi yang beribukota di Muara Tembesi, terdiri dari 12 desa
dan 2 kelurahan.
5. Muara Bulian yang beribukota di Muara Bulian, terdiri dari 16 desa dan
5 kelurahan.
6. Bajubang yang beribukota di Bajubang, terdiri dari 9 desa dan 1
kelurahan.
7. Maro Sebo Ilir yang beribu kota di Terusan, terdiri dari 7 desa dan 1
kelurahan.
8. Pemayung yang beribu kota di Jembatan Mas, terdiri dari 18 desa dan
1 kelurahan.
c. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Batang Hari pada tahun 2017 adalah
sebanyak 266.971 jiwa, sedangkan pada tahun 2016 sebanyak jiwa
100
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 10
73
263.896. Jumlah penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Muara Bulian,
sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Maro Sebo Ilir.
Rasio jenis kelamin (laki-laki dibandingkan perempuan) penduduk
Kabupaten Batang Hari pada tahun 2017 adalah 104 (di atas 100). Ini
berarti, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Batang Hari lebih banyak
daripada penduduk perempuan, seperti disajikan
Jumlah penduduk yang begitu besar dan terus bertambah setiap
tahun tersebut tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran
penduduk. Kecamatan Muara Bulian yang wilayahnya hanya 7,2 persen,
dihuni sebanyak 23,09 persen dari seluruh penduduk Kabupaten Batang
Hari. Kecamatan Bajubang yang memiliki luas terbesar hanya dihuni
15,28 persen penduduk Kabupaten Batang Hari.
Jumlah penduduk Kabupaten Batang Hari terdiri dari:
1. Penduduk Asli
2. Warga Negara Indonesia Keturunan
3. Minang
4. Jawa
5. Batak
6. Palembang
7. Dll.
Gambar 1.4. Presentase Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Batang
Hari (km2), 2017.101
101
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 13
74
Tabel 1.4 Banyaknya Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
Kabupaten Batang Hari, 2017.102
No
Kecamatan
Penduduk (Orang)
Rasio Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4 5 7
1
2
3
4
5
6
7
8
Mersam
Maro Sebo Ulu
Batin XXIV
Muara Tembesi
Muara Bulian
Bajubang
Maro Sebo Ilir
Pemayung
13.852
16.729
14.385
15.469
31.246
21.501
7.153
15.860
13.607
16.602
13.499
15.344
30.407
12.295
6.534
15.488
27.459
33.331
27.884
30.813
61.653
40.796
13.687
31.348
102
101
107
101
103
111
109
102
Jumlah 136.195 130.776 266.971 104
Tabel 2.4
Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Batang Hari tahun 2017.103
No
Kecamatan
Luas
Penduduk (Orang)
Kepadatan Penduduk
Orang/Km2
KM % Jumlah %
1 2 3 4 5 6 7
1
2
3
4
5
6
7
8
Mersam
Maro Sebo Ulu
Batin XXIV
Muara Tembesi
Muara Bulian
Bajubang
Maro Sebo Ilir
Pemayung
801,90
906,33
904,14
419,77
417,97
1.203,51
129,06
1.022,15
13,81
15,61
15,58
7,23
7,20
20,73
2,22
17,61
27.459
33.331
27.884
30.813
61.653
40.796
13.687
31.348
10,29
12,48
10,48
11,54
23,09
15,28
5,13
11,74
34
37
31
73
148
34
106
31
Jumlah 5.804,83 100,00 266.971 100,00 46
102
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 63 103
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 61
75
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Agama yang Dianut di
Kabupaten Batang Hari, 2017.104
No Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lain
1 2 3 4 5 6 7 8
1
2
3
4
5
6
7
8
Mersam
Maro Sebo Ulu
Batin XXIV
Muara Tembesi
Muara Bulian
Bajubang
Maro Sebo Ilir
Pemayung
29.424
36.640
27.660
30.035
59.320
45.349
13.726
31.737
91
8
259
340
234
102
96
37
0
0
149
280
80
8
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
0
0
95
4
0
0
0
0
4
0
53
0
0
0
0
Batang Hari 273.891 1.167 517 9 99 57
Tabel 4.4
Jumlah Tempat Ibadah per Kecamatan di Kabupaten Batang Hari
Tahun 2017.105
No Kecamatan Masjid Langgar Musholla Gereja Protestan
Gereja Katolik
Pura Vihara
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8
Mersam
Maro Sebo Ulu
Batin XXIV
Muara Tembesi
Muara Bulian
Bajubang
Maro Sebo Ilir
Pemayung
26
26
44
34
70
54
16
35
47
24
41
34
64
44
28
53
4
3
3
9
28
9
17
4
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah 305 334 79 1 0 0 0
104
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 203 105
Ibid
76
2. Gambaran Umum Kecamatan Bajubang
a. Sejarah Singkat
Kecamatan Bajubang merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Kecamatan ini merupakan
kecamatan terluas di Kabupaten Batanghari. Luas wilayahnya adalah
1.203,51 Km² atau 20,73% total wilayah Kabupaten Batanghari.
Kecamatan Bajubang secara resmi menjadi kecamatan defenitif
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 tentang
pembentukan Kecamatan Bajubang.106
Batas-batas Kecamatan Bajubang:
Utara : Kecamatan Muara Bulian
Timur : Kecamatan Muaro Jambi
Selatan : Provinsi Sumatera Selatan
Barat : Kabupaten Sarolangun
Kelurahan Bajubang adalah ibukota dari kecamatan ini. Berikut
adalah Desa/Kelurahan yang ada di Kecamatan Bajubang:
1. Desa Bungku
2. Desa Sungkai
3. Desa Penerokan
4. Desa Ladang Peris
5. Desa Pompa Air
6. Desa Mekar Jaya
7. Kelurahan Bajubang
8. Desa Batin
9. Desa Petajin
10. Desa Mekar sari Ness 106
Expose Kecamatan Bajubang
77
Tabel 5.4 Jarak Desa/Kelurahan di Kecamatan Bajubang dengan Ibukota
Kecamatan (Bajubang).107
No
Desa/Kelurahan
Jarak Ke Ibukota Kecamatan (KM)
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bungku
Sungkai
Penerokan
Ladang Peris
Pompa Air
Mekar Jaya
Bajubang
Batin
Petajin
Mekar sari Ness
30
14
5
3
11
15
1
9
11
7
Tabel 6.4 Jarak Desa/Kelurahan di Kecamatan Bajubang dengan Ibukota
Kabupaten Batang Hari (Muara Bulian).
No
Desa/Kelurahan
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (KM)
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bungku
Sungkai
Penerokan
Ladang Peris
Pompa Air
Mekar Jaya
Bajubang
Batin
Petajin
Mekar sari Ness
45
31
23
19
25
20
17
16
20
14
107
BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 6
78
Tabel 7.4 Jarak Desa/Kelurahan di Kecamatan Bajubang dengan Ibukota
Provinsi Jambi (Jambi).
No
Desa/Kelurahan
Jarak Ke Ibukota Provinsi (KM)
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bungku
Sungkai
Penerokan
Ladang Peris
Pompa Air
Mekar Jaya
Bajubang
Batin
Petajin
Mekar sari Ness
85
45
48
53
62
71
52
48
47
50
Kecamatan Bajubang merupakan salah satu dari 8 kecamatan
yang ada dalam Kabupaten Batang Hari.
Kecamatan Bajubang terdiri dari 10 desa/kelurahan, 38 dusun, 145
rukun tetangga (RT) dengan perincian :
1. Desa Bungku terdiri dari 5 dusun dan 41 rukun tetangga
2. Desa Sungkai terdiri dari 3 dusun dan 10 rukun tetangga
3. Desa Penerokan terdiri dari 4 dusun dan 22 rukun tetangga
4. Desa Ladang Peris terdiri 4 dusun dan 10 rukun tetangga
5. Desa Pompa Air terdiri dari 4 dusun dan 11 rukun tetangga
6. Desa Mekar Jaya terdiri dari 4 dusun dan 11 rukun tetangga
7. Kelurahan Bajubang terdiri dari 6 rukun warga dan 21 rukun tetangga
8. Desa Batin terdiri dari 6 dusun dan 21 rukun tetangga.
9. Desa Petajin terdiri dari 4 dusun dan 13 rukun tetangga
79
10. Desa Meka sari ness terdiridari 3 dusun dan 8 rukun tetangga
Pusat pemerintahan Kecamatan Bajubang terletak di Kelurahan
Bajubang. Jarak pusat pemerintahan kecamatan Bajubang ke ibukota
kabupaten (Muara Bulian) kurang lebih 17 Km.108
Jumlah Penduduk Kecamatan Bajubang pada tahun 2017 tercatat
sebanyak 40.796 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 21.501 jiwa dan
penduduk perempuan 19.295 jiwa. Perbandingan penduduk laki-laki dan
penduduk perempuan (sex ratio) di Kecamatan Bajubang adalah 118 yang
berarti bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan
atau dari 118 jiwa penduduk laki terdapat 100 jiwa perempuan.
Persebaran Penduduk di Kecamatan Bajubang tercatat 67 jiwa per
Km2.109
Pelayanan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk
kehidupan masyarakat dan mengatasi berbagai masalah sosial budaya
yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa.
Di Kecamatan Bajubang secara resmi terdapat 56 buah Mesjid
dan 61 buah Langgar dan 2 gereja.
Tabel 8.4 Jumlah Tempat Ibadah Dirinci per Desa/Kelurahan di Kecamatan
Bajubang.
No
Desa/Kelurahan
Masjid
Langgar
Gereja
Vihara
Pura
1 2 3 4 5 6 7
1
2
3
4
5
Bungku
Sungkai
Penerokan
Ladang Peris
Pompa Air
8
3
10
10
3
7
-
18
3
6
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
108
BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 9 109
BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka, Hal. 18
80
6
7
8
9
10
Mekar Jaya
Bajubang
Batin
Petajin
Mekar sari Ness
3
9
4
3
2
4
8
7
4
4
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
56
61
2
-
-
Tabel 9.4
Jumlah Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Kecamatan Bajubang Tahun 2017.110
No
Desa/Kelurahan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bungku
Sungkai
Penerokan
Ladang Peris
Pompa Air
Mekar Jaya
Bajubang
Batin
Petajin
Mekar Sari Ness
6.273
607
4.270
1.657
1.337
932
3.387
1.268
1.147
623
5.150
561
868
1.487
1.248
830
3.213
1.229
1.104
605
11.423
1.168
8.138
3.144
2.585
1.762
6.600
2.497
2.251
1.228
Jumlah
21.501
19.295
40.796
110
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 77
81
B. Temuan Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian
1. Implementasi PBM Tahun 2006 yang dikaktualisasikan Pemda
Kabupaten Batanghari dan Eksistensi pendirian rumah ibadah
ditinjau dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten
Batang Hari, jika merujuk pada peraturan bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006, FKUB adalah forum yang
dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka
membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk
kerukunan dan kesejahteraan. Selanjutnya disebutkan bahwa FKUB di
bentuk di setiap Wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Kedua FKUB
tersebut tidak memiliki hubungan koordinasi tetapi lebih bersifat
konsultatif.
Tugas FKUB Tingkat Kab/Kota adalah sama dengan tugas Tingkat
Provinsi hanya ada satu tambahan tugas yaitu: Memberikan rekomendasi
tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah. Sebagaimana sesuai
dengan observasi penulis di sekretariat FKUB Kabupaten Batang Hari
bahwa FKUB Kabupaten Batang Hari pertama kali dibentuk berdasarkan
keputusan Bupati Nomor 111 tahun 2007. Motivasi dibentuknya FKUB
bertujuan untuk menjalin silaturahmi antar umat beragama yang ada di
Kabupaten Batang Hari, dan sebagai wadah untuk mengatasi bila terjadi
konflik dengan melibatkan wakil dari semua agama. Dalam perjalanannya
forum ini mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak dan didayagunakan
bukan hanya ketika ada persoalan yang akan diselesaikan, tetapi
didayagunakan untuk berbagai hal yang berkaitan dengan peningkatan
kerjasama antar umat beragama dalam aktifitas kehidupan sehari-hari,
menampung dan menyalurkan aspirasi dari berbagai pihak. Berbagai
bentuk dukungan pemerintah untuk memperdayakan forum ini antara lain:
82
1. Mengalokasikan dana bantuan setiap tahunnya untuk menunjang
aktivitas forum ini agar program-program yang telah disusun oleh
pengurus FKUB bisa berjalan;
2. Pihak Pemda dan Kemenag senatiasa memberikan dorongan motivasi
agar pengurus aktif menjalankan peran dan tugasnya;
3. Penyelenggaran rapat bersama antara dewan penasehat dalam rapat
tersebut terdapat banyak arahan-arahan dari dewan penasehat;
4. Memfasilitasi kegiatan pertemuaan dan rapat-rapat FKUB seperti
dilakukan oleh Badan Kesbangpol Kabupaten Batang Hari dalam
penyelenggaraan rapat-rapat pengurus FKUB;
5. Menyediakan lokasi gedung sekretariat FKUB dalam area kantor
Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari.111
Pendirian Rumah Ibadah di Kecamatan Bajubang Kabupaten
Batang Hari, salah satu karakterik masyarakat di Bajubang adalah
heterogen dari segi kepemilikan agama. Di Kecamatan ini terdapat
pemeluk antar umat beragama yaitu umat Islam, Kristen, dan Katolik.
Kondisi tersebut menjadi potensi tersendiri bagi peningkatan kedewasaan
kehidupan keagamaan menuju kehidupan yang rukun sekalipun
berdekatan dengan mereka yang berbeda agama. Namun demikian,
heterogenitas dari segi kepemilikan agama di satu sisi dapat menjadi
potensi ketidakrukunan. Salah satu faktor dapat munculnya
ketidakrukunan adalah persoalan pendirian rumah ibadah. Karena rumah
ibadah memang bukan hanya sekedar sebagai sarana ibadah saja, tapi
juga sebagai pusat penyiaran agama. Berbagai persoalan dalam pendirian
rumah ibadah masih terjadi di beberapa diwilayah kecamatan Bajubang
yang tidak sesuai dengan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Sebagaimana observasi penulis
bahwa proses berdirinya rumah ibadah di Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batang Hari boleh dikatakan tidak berjalan dengan baik namun
111
Observasi, tanggal 01 Mei 2019
83
tidak sampai menimbulkan masalah yang sangat serius. Sejauh ini, FKUB
sudah menemukan kasus-kasus konflik yang dipicu dalam pendirian
rumah ibadah di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari yaitu di
Desa Pompa Air dan Desa Bungku.
Sebagaimana wawancara penulis dengan Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari, ia mengatakan bahwa:
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari dalam meredam dan mendeteksi secara dini potensi konflik di Kabupaten Batang Hari terus digalakan. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari dalam upaya penanganan potensi konflik adalah: 1. Memberikan pemahaman bagi masing-masing antar umat beragama
tentang pentingnya kerukunan sesuai dengan agama masing - masing; 2. Meminimalisir dan membingkai permasalahan sosial dan budaya antar
umat beragama dalam konteks masalah sesungguhnya yang dapat menimbulkan konflik ditengah masyarakat.
3. Mendayagunakan secara optimal peran FKUB untuk bisa perperan aktif dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama bersama masyarakat sebagai umat beragama;
4. Jika ada persoalan antar kelompok agama, senantiasa mencari penyelesaian terbaik melalui musyawarah, dialog dan komunikasi yang dimediasi oleh Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama.112
Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan dengan
pembangunan rumah ibadah gereja terbanyak di antara kecamatan
lainnya yang ada di kabupaten Batang Hari, terdapat permasalahan di
dalamnya, yaitu banyaknya pendirian rumah ibadat yang tidak sesuai
dengan peraturan yang ada.
Ada beberapa peristiwa berkaitan dengan pendirian rumah ibadat
yang terjadi seperti pada kasus pendirian rumah ibadat gereja di Desa
Pompa Air kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.
Sebagaimana wawancara penulis dengan tokoh agama Kristen,
dikatakan bahwa awalnya seluruh jemaat gereja ini dibolehkan dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan oleh masyarakat seperti perayaan
112
Wawancara, Herman ( Kepala Kantor Kemenag Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019
84
natal dan kegiatan rohani lainnya namun pada akhirnya terjadi gejolak
atau konfilk sehingga warga sekitar melarang karena alasan
pembangunan rumah ibadah gereja yang tidak diakui/tidak sesuai dengan
peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
dan 8 tahun 2006. Disamping persoalan IMB masyarakat juga merasa
tidak pernah dilibatkan dan dimintai persetujuan di dalam pembangunan
rumah ibadah, sehingga dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60
(enam puluh) orang yang disahkan oleh Kepala Desa ini tidak ada.
Persoalan inilah yang menjadi alasan keberatan dan penolakan
masyarakat Desa Pompa Air terhadap pendirian rumah ibadat gereja
dilokasi tersebut sehingga pada akhirnya ditertibkan berdasarkan
keputusan musawarah FKUB Kabupaten Batang Hari. Persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan persyaratan administrasi dan teknis
yang harus dipenuhi dalam pembangunan sebuah rumah ibadat dikatakan
sangat rumit dan memberatkan.
Kemudian dikatakan bahwa pendirian rumah ibadah yang berbeda
agama dengan mayoritas warga setempat juga terdapat di Desa Bungku
Kecamatan Bajubang, namun tidak menumbulkan konflik di tengah-tengah
masyarakat, dengan alasan bahwa telah terjadinya komunikasi yang baik
antara pemilik rumah ibadat (umat kristen) dengan masyarakat muslim
setempat, sejak lama telah terjadi komunikasi yang baik selama ini.
Sehingga kedua bela pihak tidak memiliki rasa kecurigaan dari segi
kegiatan-kegiatan keagamaam. Termasuk dalam pendirian rumah ibadat,
kemudian Interaksi sosial di antara masyarakat telah terbagun dengan
baik sejak lama. Kedua unsur masyarakat telah bergaul dengan baik,
sehingga sentimen keagamaan bisa pudar akibat interkasi sosial yang
sudah baik. Selanjutnya terdapat kepekaan sosial yang cukup tinggi
antara dua masyarakat yang berbeda agama tersebut dalam bentuk
kehidupan saling tolong menonolong, baik dari aspek sosial
85
kemasyarakatan, maupun hubungan induvidual masing-masing anggota
masyarakat.113
Kebijakan pemerintah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat
kurang mencerminkan keadilan dan lemahnya penegakan hukum
berpotensi terhadap timbulnya ketidak-harmonisan hubungan antar
kelompok sosial dan umat beragama, maupun hubungan antar umat
beragama dengan pemerintah.
Pembangunan Rumah Ibadat yang akan dibangun sebenarnya
harus mematuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis hal itu
sudah diatur dalam pasal 14 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat dikatakan bahwa:
“Pendirian rumah ibadat harus mematuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan gedung.”
Kemudian dipertegas pada Pasal 14 ayat (2) Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah yang
mengatakan selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus
lainnya. Persyaratan khusus itu antara lain meliputi:
a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling
sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat
sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3);
113
Wawancara, Marulan Silalahi (Pengurus HKBP Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019
86
b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang
yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota; dan
d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
dan pada pasal 14 ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat dikatakan apabila persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan
persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban
memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Disini jelas peran pemerintah adalah menjembatani kebebasan tiap
pemeluk agama untuk beribadat sesuai dengan agamanya masing-
masing, sehingga kedepannya tidak ada lagi persoalan tentang
kebebasan beragama dan peraturan yang ada harus berjalan efektif.
Kultural masyarakat yang belum menerima jika pendirian rumah
ibadah memerlukan pengaturan oleh pemerintah dalam rangka fungsi
ketertiban bahwa pendirian rumah ibadat tidak perlu diatur oleh
pemerintah, karena sejak nenek moyang membangun rumah ibadah tidak
perlu ijin dari siapapun. Padahal, Peraturan Bersama Menteri Nomor 9
dan No. 8 tahun 2006, khususnya tentang pendirian rumah ibadat tidak
dimaksudkan membatasi ibadah. Harus dibedakan antara mengatur
pendirian rumah ibadah dan membatasi kebebasan beribadah. Semangat
peraturan tersebut adalah menertibkan pendirian rumah ibadah dan
menghindari konflik horizontal antar pemeluk agama.
Peraturan bersama itu merupakan arahan atau pedoman kepada
daerah untuk membangun kerukunan nasional serta mendukung
pemerintah untuk mempertahankan keamanan dan ketertiban
87
masyarakat. Salah satu sarana untuk pelaksanaan ibadat adalah
tersedianya rumah ibadat bagi masing-masing agama.
Berdasarkan data rumah ibadat yang tersedia di Kabupaten Batang
Hari, pada tahun 2017 jumlah tempat ibadah umat Islam berjumlah 718.
Masjid, 305 Langgar. 334 dan 79 Musholla. Sedangkan tempat ibadah
untuk umat Protestan 1 Gereja, umat Katolik dan umat Budha serta umat
Hindu masing-masing tidak ada rumah ibadah. Disamping itu berdasarkan
catatan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari terdapat 1.060
Majelis Taklim, 562 Mubaligh / Mubalighah, 81 penyuluh Agama Islam
Non PNS Dan 765 Taman Pendidikan Al Qur‟an (TPQ).114
Menurut Kepala Kepala Seksi Hubungan Antar Lembaga
Kesbangpol kabupaten Batang Hari, Tapiandri mengatakan bahwa yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Batang Hari untuk menjaga dan
melindungi Kerukunan Antar Umat Beragama salah satunya adalah pada
tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Batang Hari membentuk Forum
Kerukunan Umat Beragama yang merupakan Forum lintas Agama, Forum
ini berupaya untuk mendeteksi dan meminimalkan gejolak-gejolak yang
ada terkait persoalan kerukunan antar umat beragama serta menjadi
wadah kerukunan antar umat beragama. Sebagaimana sudah dijelaskan
bahwa hadirnya PBM adalah upaya pemerintah khususnya pemerintah
daerah untuk dapat mengapresiasi dan melayani pendirian rumah ibadat
dan menyadarkan para pihak pemuka dan tokoh agama serta para
pengikut agama untuk selalu menyadari dan mematuhi terhadap
peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif yang berlaku, dan
harus terjamin untuk menjaga semangat kerukunan umat beragama, serta
menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat secara maksimal.115
114
BPS kabupaten Batang Hari, Hal. 203 115
Wawancara, Tapiandri (Kepala Seksi Hubungan Antar Lembaga Kesbangpol
Kabupaten Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019
88
Namun kenyataan yang terjadi dalam pendirian rumah ibadah,
sebagaimana observasi penulis dilapangan seperti yang dikemukakan
oleh beberapa tokoh masyarakat/agama islam yang berdomisili di Desa
Bungku Kecamatan Bajubang bahwa berdasarkan keterangan yang
diketahui ada beberapa pendirian rumah ibadat kristen yang didirikan
namun tidak memiliki izin. Dalam hal ini dapat dikatakan permasalahan
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Batang Hari kurang
tegas dalam mengontrol laju pembangunan rumah ibadah. Dalam hal ini
pemerintah Kabupaten Batang Hari khususnya di Kecamatan Bajubang
harus memperhatikan dan mempertegas aturan terkait tentang pendirian
izin rumah ibadat. Dapat dikatakan bahwa belum adanya tindakan tegas
yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan fenomena ini tidak ada jalan penyelesaiannya.
Dalam hal ini, pemerintah terlihat tidak serius dan tidak
berkomitmen dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Seharusnya
dengan banyaknya fenomena yang telah terjadi pemerintah seharusnya
melakukan peninjauan kembali apa yang menyebabkan permasalahan ini
masih terjadi.
Menurut Kepala Bagian Kesra Kabupaten Batang Hari, M. Syukri
bahwa pendirian rumah ibadat yang terdapat di Desa Bungku Kecamatan
Bajubang tidak diketahui dengan jelas keberadaannya dan berapa
jumlahnya belum juga diketahui dengan pasti, hanya saja keberadaannya
diketahui melalui informasi yang berkembang dari masyarakat, disini
pemerintah daerah sudah sangat banyak berperan memberikan
kesempatan kepada masyarakat agar pelaksanaan ibadah dan
pengamalan agama tersebut dapat berjalan dengan tenang dan tentram.
Tidak benar jika ada tanggapan apabila pejabat pemerintah mempersulit
atau menghalang-halangi kegiatan rutinitas keagamaan termasuk dalam
hal pendirian rumah ibadat.116
116
Wawancara, Syukri (Kepala Bagian Kesra Batang Hari) tanggal 15 Mei 2018
89
Menurut Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang
Hari, bahwa untuk pendirian rumah ibadah harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yaitu mendapat izin dari pemerintah
Kabupaten/kota, pada proses setiap pembangunan rumah ibadah juga
harus di verifikasi Forum Kerukunan Umat Bergama, setelah melakukan
verifikasi lalu FKUB memberikan rekomendasi layak tidaknya atau boleh
tidaknya mendirikan rumah ibadat, namun sebelumnya juga harus ada
surat rekomendasi tertulis dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Batang Hari sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006
tentang persyaratan dalam pendirian rumah ibadat.117
Pendirian rumah ibadah dapat dikatakan berlangsung damai lebih
banyak ditunjang karena faktor toleransi dan kerukunan yang baik di
antara warga setempat yang berbeda agama. Dilihat dari jumlah warga
setempat, warga muslim sangat dominan, masyarakat pendatang
kebanyakan muslim daripada pendatang non muslim. Namun di luar faktor
itu, warga muslim disekitar tidak banyak diajak bermusyawarah jika ada
rencana yang akan menimbulkan efek pada semua pihak, termasuk dalam
hal pendirian rumah ibadat.
Persyaratan yang mempergunakan kartu tanda penduduk, baik
paling sedikit 90 orang untuk pengguna rumah ibadah maupun 60 orang
sebagai dukungan masyarakat setempat sangat strategis untuk
terlindunginya baik bagi para pengguna rumah ibadah maupun
masyarakat yang berada di lokasi didirikannya rumah ibadah dan
terjadinya hubungan harmonis di antara pihak umat beragama. Akan
tetapi, dalam dataran aplikasi di lapangan menjadi krusial dan menjadi
pemicu konflik baik internal maupun eksternal antar umat beragama.
Menurut informasi dari tokoh masyarakat setempat dikatakan
bahwa dalam mengumpulkan 90 KTP untuk para pengguna rumah
117
Wawancara, Herman (Kepala Kantor Kemenag Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019
90
ibadah, panitia pembangunan mengumpulkannya dengan mengambil KTP
pengguna rumah ibadah yang bukan berasal dari KTP Desa sesuai
dengan lokasi yang akan dibangun rumah ibadah tersebut. KTP pengguna
rumah ibadah itu diambil dari Kecamatan dan bahkan dari Kabupaten lain
yang tidak ada kaitannya dengan lokasi rumah ibadah yang akan
dibangun. Demikian juga, untuk 60 orang pendukung dari masyarakat
sekitar lokasi sangat rawan dimanipulasi, dukungan tertulis melalui
tandatangan atau dukungan dalam bentuk fotocopy KTP yang semuanya
itu sedemikian rupa di duga direkayasa. Dokumen tandatangan itu untuk
kepentingan dukungan masyarakat dan bahkan tokoh masyarakat
dimasukkan dalam dukungan pembangunan rumah ibadah tersebut
namun hingga pada saat ini belum diketahui dengan jelas apakah sudah
ada izinnya atau tidak. Inilah dugaan bentuk rekayasa dalam manipulasi
data yang terjadi dalam pendirian rumah ibadah di berbagai tempat yang
ada di Desa Bungku Kecamatan Bajubang.118
Salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam pendirian
rumah ibadat adalah Forum Kerukunan Umat Beragama, diantara tugas
penting FKUB adalah kebijakan mengenai pemberian rekomendasi
pendirian rumah ibadat sebelum memperoleh izin tetap dari Pemerintah
Daerah (Pemda) dalam bentuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Disinilah
letak krusial dan rentannya peran FKUB. Posisinya sangat menentukan
terhadap berdiri atau tidaknya sebuah rumah ibadat di setiap wilayah
Kab/Kota di Indonesia, termasuk Kabupaten Batang Hari.
Dalam kesempatan ini penulis juga mewawancarai ketua FKUB
Kabupaten Batang Hari, Syamsuddin Ali mengatakan bahwa diakuinya
banyak terdapat beberapa jumlah rumah ibadah gereja di Kabupaten
Batang Hari khususnya di Kecamatan Bajubang yang diketahui belum ada
perizinannya. FKUB Kabupaten Batang Hari seharusnya intens
melakukan kegiatan survey dan monitoring tentang kelayakan persyaratan
dalam pendirian rumah ibadat. Pada tingkat inilah FKUB kabupaten
118
Wawancara, Matasan ( Tokoh Masyarakat), tanggal 03 Mei 2019
91
Batang Hari mengalami kendala lapangan, karena tidak adanya dukungan
penuh yang diberikan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari
baik dalam bentuk bantuan moril maupun materil untuk melakukan survey
dan monitoring ke lapangan. Namun secara umum, kondisi kerukunan
umat beragama di Kabupaten Batang Hari cukup baik.119
Menurut penuturan beberapa pihak dari tokoh agama Katholik
Bernandus M. Siagian mengatakan bahwa sebenarnya sebagian dari
kelompok keagamaan ini telah mengajukan diri untuk membangun
mendirukan rumah ibadah Gereja, namun belum sampai sekarang ini
masih belum terwujud. Proses perizinan dirasakan sangat ketat dan
terhenti karena persyaratan yang harus dipenuhi, terutama jumlah jemaat
pendukung. Alasan inilah mengapa mereka tetap memilih membangun
rumah gereja sebagai tempat ibadah, karena beratnya memenuhi
persyaratan. Ketika memproses pendirian rumah ibadah dengan adanya
syarat tentang jumlah umat yang domisilinya berdekatan (dalam radius
satu kecamatan sekalipun), menurut mereka, tidak mungkin mencapai
jumlah 90 an, untuk waktu sekarang ini. Dengan kata lain, kalau mengikuti
aturan dalam PBM itu tidak akan bisa mendirikan rumah ibadah. Pada
umat Katolik juga, rumah tinggalnya terpencar di beberapa wilayah dan
sulit menemukan jumlah 90 jemaat dalam satu wilayah setempat.
Keluhannya sama dengan yang dikemukakan oleh beberapa pendeta dari
Katolik.Terlepas dari kesulitan yang dihadapi, komunitas Katolik sudah
berusaha untuk memenuhi persyaratan namun tidak terpenuhi
sebagaimana ketentuan. Pendirian rumah ibadah di beberapa gereja
memiliki persoalan dengan perijinan, kasusnya sempat menghangat dan
mencuat dipublik. Pada gereja Protestan, masalahnya bukan saja soal
perijinan, tapi dengan banyaknya jumlah denominasi, lebih sering
mengemuka sebagai kasus. Karena masing-masing denominasi
mendirikan gereja. Bahkan juga dikeluhkan oleh pemuka Kristen sendiri,
119
Wawancara, Syamsuddin Ali (Ketua FKUB Batang Hari), tanggal 15 Mei 2018
92
yang kebetulan menjadi pengurus FKUB. “Kami menjadi kesulitan dalam
mengumpulkan jumlah jemaat yang mendukung pendirian gerejanya”.120
2. Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari
Perlu disadari bersama bahwa tanggung jawab dalam kehidupan
beragama bukan semata-mata dibebankan sepenuhnya kepada
pemerintah, namun masyarakat sebagai umat beragama sendirilah yang
berada pada garda terdepan memikul tanggung jawab itu. Pemerintah
lebih banyak berperan sebagai kekuatan penunjang dan memberikan
kesempatan agar pelaksanaan ibadah dan pengamalan agama itu dapat
berjalan dengan tenang dan tentram. Tidak benar dan tidak pada
tempatnya apabila pejabat pemerintah mempersulit atau menghalang-
halangi kegiatan rutinitas keagamaan. Hal ini tidak boleh terjadi dalam
negara kita yang berdasarkan Pancasila, tetapi sebaliknya negara
memang tidak dapat berdiam diri apabila ada unsur-unsur yang
menyalahgunakan keleluasaan ibadah agama itu dengan melakukan
kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Dalam kasus gangguan kerukunan hidup umat beragama bukan hanya
muncul antar umat beragama yang berbeda tapi sering pula terjadi pada
intern agama yang sama. Dalam hal ini terjadi pertentangan intern agama.
Pemerintah menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada umat
beragama yang bersangkutan. Karena pada prinsipnya pemerintah tidak
mencampuri ajaran/aqidah agama seseorang.
Berdasarkan observasi penulis bahwa Pemerintah, dalam hal ini
Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Kabupaten Batang Hari
telah memberikan kontribusi yang besar dalam upaya pembinaan dan
pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kabupaten Batang Hari.
Wujud dari semua dukungan itu adalah:
120 Wawancara, Bernandus M. Siagian (Sekretaris FKUB Kabupaten Batang Hari),
tanggal 15 Mei 2019
93
1. Keseriusan pemerintah yang didukung segenap aparat dan masyarakat
yang selalu bersikap waspada serta bertindak cepat bila muncul gejala
gangguan kerukunan;
2. Pemerintah berusaha membentuk dan mengaktifkan forum-forum
komunikasi serta dialog antar agama, kelompok agama dan sosial
setempat sampai ketingkat yang lebih rendah;
3. Diterbitkannya peraturan Bupati Batang Hari nomor 111 tahun 2007
tentang FKUB Kabupaten Batang Hari untuk memberikan suatu
pedoman bagi organisasi FKUB Kabupaten Batang Hari dalam
eksistensi dan kegiatanya.
a. Perlunya Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Pendirian
Rumah Ibadah
Pelaksanaan ibadah tiap-tiap agama tentunya tidak sama, tetapi
pelaksanaan ibadah tersebut pada prinsipnya yaitu untuk memuji Tuhan
yang Maha Esa. Pelaksanaan ibadah yang benar adalah bila sesuai
dengan agama yang dianutnya, karena pelaksanaan ibadah merupakan
peristiwa yang menyangkut keyakinan. Peribadatan yang dilakukan oleh
agama tidak dapat di campuradukkan dengan peribadatan agama lain,
apabila pribadatan tersebut berhubuhgan langsung dengan pemujaan
terhadap Sang Khaliq. Dalam al-Qur‟an juga telah dijelaskan mengenai
kebebasan beribadah yaitu dalam surat Al-Kafirun 1-6 :
Artinya : Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan
94
untukkulah, agamaku."121
Jika peribadatan tersebut bersifat sosial, maka di beri kelonggaran
untuk toleransi dan bekerja sama dengan pemeluk agama lain sepanjang
tidak bertentangan dengan hukum Tuhan yang telah ditentukan. Hal ini di
karenakan tujuan dari ibadah sosial itu sendiri adalah untuk menjalin
hubungan yang harmonis dan seimbang antar pemeluk agama.
Pelaksanaan ibadah diletakkan dalam posisi yang wajar, maka akan
terjalin pola kehidupan masyarakat yang serasi dan rukun. Kerukunan
antar umat beragama merupakan syarat dalam membina kehidupan
bermasyarakat yang seimbang. Selain akan menimbulkan kerukunan.
dengan tetap menghormati perasaan masyarakat, maka akan terbentuk
sikap dan perilaku toleransi atas dasar hormat menghormati antar
pemeluk agama. Bila hal tersebut sudah terwujud, maka tidak akan sulit
untuk menciptakan kerjasama antar pemeluk agama dalam mewujudkan
kerukunan antar umat beragama.
Hal ini Sesuai dengan Observasi penulis Kerukunan umat beragama
di Kecamatan Bajubang terbina dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari
kehidupan mereka sehari-hari. Mereka hidup bertetangga dengan hidup
rukun tanpa adanya konflik, di mana orang Islam ataupun agama Kristen
bertempat tinggal sangat dekat dengan masjid bahkan ada yang
bertetangga dengan masjid. Mereka tidak saling menggangu dalam
pelaksanaan ibadah. Toleransi di Kecamatan Bajubang tetap di junjung
tinggi mereka saling hormat menghormati, saling tolong menolong dan
saling menghargai.122
Mengenai kerukunan umat beragama dalam pendirian rumah ibadah
di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari terangkum dalam
wawancara penulis dengan tokoh masyarakat di Bajubang sebagai
berikut:
121
Baca juga QS. Al-Kafirun : 1-6, Hal. 919 122
Observasi, tanggal 26 Mei 2019
95
Sebatas pengetahuan saya, bahwa kerukunan umat beragama di kecamatan Bajubang baik-baik saja, tidak pernah ada yang namanya kerusuhan. Antara umat Islam dengan pemeluk agama lain, mereka hidup bertetangga yang harmonis dan sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama demi terwujudnya ketenagan hidup harga menghargai, dan hormat menghormati antar masyarakat di kecamatan Bajubang. Kerjasama antar umat beragama hanya dapat diwujudkan dalam bentuk keiklasan untuk membiarkan pemeluk agama lain beribadah menurut keyakinannya, hanya saja jika terdengar adanya pendirian rumah ibadah selain agama Islam, umat Islam sering ada perbincangan isu-isu tertentu.123
Juga perlunya kerukunan hidup umat beragama dalam bentuk
penghormatan dan pemberian kebebasan terhadap pendirian rumah
ibadah bagi agama-agama, seperti wawancara penulis dengan Pendeta
Gereja Himpunan Kristen Batak Protestan (HKBP), sebagai berikut:
“Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama yang ada di Bajubang Batanghari, serta perlunya membangun keharmonisan antar umat beragama, masing-masing agama harus menyadari bahwa setiap umat butuh rumah ibadah oleh karena itu tidak perlu dipermasalahkan jika ada umat beragama lain mendirikan rumah ibadahnya sebatas tidak menggangu umat beragama lain. menciptakan kerukunan dalam bentuk toleransi, menempatkan cinta kasih tuhan dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana rukun, damai, tentram dan aman”.124
Tidak semua umat Islam berpandangan sempit mengenai kerukunan
antar umat beragama, akan tetapi sebagian tokoh agama Islam sangat
memahami pentingnya kerukunan umat beragama, Sebagaimana
wawancara penulis dengan Masyarakat Bajubang sebagai berikut:
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi dengan sesama manusia.. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan suku, ras, budaya
123
Wawancara, Asef Syaipuddin, (Tokoh Masyarakat), tanggal 26 Mei 2019 124
Wawancara, Marulan Silalahi (Pendeta HKPB Batang Hari), tanggal 15 Mei 2019
96
dan agama.125 Menurut saya kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, budaya, dan agama. Kerukunan antar umat beragama dapat ditunjukkan melalui saling menghargai dan menghormati ajaran masing-masing agama menghormati atau tidak melecehkan suatu agama maupun kitab suci masing-masing agama. Tidak mengotori atau merusak tempat ibadah agama orang lain, serta ikut menjaga ketertiban dan ketenangan kegiatan keagamaan.126
Kerukunan umat Kristen Protestan selama ini tidak mengalami
permasalahan yang berarti dan menunjukkan semangat keberagamaan
yang mengembirakan. Kerukunan umat beragama yang terdapat dalam
umat Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptgnya kesatuan
pelayanan. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Pendeta
Marulan Silalahi di Bajubang Sebagai berikut:
Kerukunan antar umat beragama di Bajubang yang seharusnya dipegang baik oleh agama dan pemerintah dalam membina kerukunan antar umat beragama adalah bagaimana melayani Tuhan dan bagaimana melayani umat sebaik-baiknya. Dalam mengguraikan tentang nasehat kepada jemaat yang realitas hidupnya pengakuan terhadap golongan masing-masing sebagai suatu tindakan yang menunjukan keduniawian dan kemanusiaan. Di Bajubang kehidupan bermasyarakat yang memiliki keanekaragaman agama yang diwarnai dengan kesadaran tentang rasa saling menghargai, mengasihi, memberi dan menerima satu dengan yang lain dan akan melahirkan suatu kehidupan yang harmonis dan tentram untuk kehidupan bersama.127
Kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar
umat beragama adalah usaha untuk membina kerukunan hidup di
Bajubang yang menganut berbagai agama dan kepercayaan harus
berusaha membangun semangat dan sikap kebersamaan di antara
penganut berbagai agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat kita.
125
Wawancara, Abdul Gani (tokoh Agama Islam Bajubang), tanggal 26 Mei 2019 126
Wawancara, Rusman, (Ketua RT 06 Kelurahan Bajubang), tanggal 26 Mei 2019 127
Wawancara, Marulan Silalahi, tanggal 15 Mei 2019
97
Kerukunan hidup antar umat beragama dipandang dari aspek sosial-
budaya menempati posisi yang sangat penting bagi kerukunan antar umat
beragama di Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis dengan jemaat
Kristen Protestan sebagai berikut:
Melalui ikatan semangat kerukunan hidup antar umat beragama
akan mampu membangun atau memperkokoh persatuan masyarakat di
Bajubang sehingga menjadi daerah kesatuan yang sangat solid. Kita
sadar bahwa banyak masalah-masalah yang dihadapi,
Tetapi harus bersyukur bahwa sudah banyak masalah yang dapat diselesaikan walaupun hasilnya belum memuaskan. Karena situasi umum masyarakat kita komplek dan menantang. Oleh karena itu perlu lebih kritis dalam menilai pertumbuhan yang bersifat ke dalam, artinya berkaitan dengan gereja-gereja, agar jangan terlalu gegabah dalam bertindak.128 Saya sebagai jemaat Kristen Protestan dituntut untuk bersama-bersama atas misi yang sama terhadap pelayanan bagi masyarakat untuk menjadi berkat bagi setiap orang. Kerukunan antar umat beragama itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dan Kristus.129
Dari pendapat tokoh masyarakat di atas dapat di simpulkan bahwa
untuk menciptakan kerukunan umat beragama di Bajubang dapat
dilakukan dengan cara saling tenggang rasa, saling menghargai, dan
toleransi antar umat beragama. Untuk mewujudkan dan memelihara
kerukunan hidup umat beragama, tidak boleh memaksakan seseorang
untuk memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi
manusia untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-
masing.
Kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan senantiasa
terpelihara, apabila masing-masing umat beragama dapat mematuhi
aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya. Umat beragama tidak
diperkenankan untuk membuat aturan-aturan pribadi atau kelompok, yang 128
Wawancara, Om Silitonga, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019 129
Wawancara, Hotma Siregar, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019
98
berakibat pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat
beragama yang diakibatkan karena adanya kepentingan pribadi dan
golongan.
Agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dalam bentuk
kerukunan antar umat beragama, senantiasa memelihara kerukunan
hidup secara mantap, sebagaimana penulis melakukan wawancara
dengan Pendeta Gereja Himpunan Kristen Batak Protestan (HKBP)
sebagai berikut:
Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama yang ada di Bajubang, serta membangun keharmonisan antar umat beragama demi terwujudkan kerukunan antar umat beragama, dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Kerukunan antar umat beragama dalam menciptakan kerukunan dan sikap toleransi. Menempatkan cinta dan kasih Tuhan dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana, rukun, damai, tentram dan aman.130
Untuk memantapkan kerukunan umat beragama dalam mewujudkan
kerukunan antar umat beragama yang harus diperhatikan adalah fungsi
pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah, yang dapat diteladani
dan membimbing, sehingga apa yang diperbuat mereka akan dipercayai
dan diikuti.
Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat
manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia ini ingin hidup rukun,
damai, dan tentram dalam menjalankan kehidupan ditengah-tengah
masyarakat dalam menjalankan ibadahnya sehingga terciptanya
kerukunan antar umat beragama.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang diciptakan
Tuhan baik dari suku, ras, bahasa, budaya, maupun agama. Indonesia
sebagai Negara kepulauan terbesar didunia dengan berbagai
kemajemukan sosial-budaya akan tetap menjadi gejala yang harus tetap
diperhitungkan dalam mewujudkan keutuhan kerukunan antar umat
130
Wawancara, Marulan Silalahi, tanggal 15 Mei 2019
99
beragama, kemajemukan bangsa adalah kenyataan hidup yang sudah
menjadi kehendak Tuhan yang Maha Kuasa dan tidak saling menggangu
keimanan masing-masing pemeluk antar agama.
Berikut penulis sajikan beberapa pandangan tiap-tiap agama yang
ada di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari terhadap kerukunan
umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama.
1. Pandangan Islam
Memahami ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu
hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat
diaplikasikan dalam masyarakat manapun, meskipun dapat dipahami
bahwa Islam hanya dirujukkan kepada konsep Al-quran dan As-sunnah,
tetapi dampak sosial yang lahir dari pelaksanaan ajaran Islam dapat
dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan
secara universal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan, dan
keadilan dengan mengedepankan kedamaian. Menghindari pertentangan
dan perselisihan, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar.
Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar
bagi hubungan antar umat manusia secara keseluruhan dengan tidak
mengenal suku, bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang
oleh Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan ibadah. Persoalan
tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri
pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja
sama yang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari
hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam.
Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun
budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang
lingkup kebaikan.
100
Kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar
umat beragama demi terciptanya hubungan yang harmonis antar
masyarakat yang teguh dan tak tergoyahkan. Sebagaimana wawancara
penulis dengan Masyarakat Kabupaten Batanghari sebagai berikut:
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi dengan sesama manusia.. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan suku, ras, budaya dan agama.131
Menurut saya kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, budaya, dan agama. Kerukunan antar umat beragama dapat ditunjukkan melalui saling menghargai dan menghormati ajaran masing-masing agama menghormati atau tidak melecehkan suatu agama maupun kitab suci masing-masing agama. Tidak mengotori atau merusak tempat ibadah agama orang lain, serta ikut menjaga ketertiban dan ketenangan kegiatan keagamaan.132
Dalam ajaran Islam sebenarnya persatuan telah ada, yaitu setiap
orang yang beriman adalah bersaudara. Memang persaudaraan kadang
tidak mesti akan mewujudkan persatuan. Tetapi, maksud dan Tujuan
persaudaraan di dalam Islam adalah sebagai ujung tombak dalam
kerukunan antar umat beragama.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Penerapan
ajaran-ajaran Islam akan memberikan dampak positif bagi kehidupan
umat Islam. Apabila persatuan sudah dapat diwujudkan, umat akan
merasa terpanggil untuk kepentingan bersama. Demi kemajuan umat
secara keseluruhan, maka negara-negara Islam dan negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, akan saling menolong, saling 131
Wawancara, Abdul Gani, (Tokoh Agama Islam), tanggal 26 Mei 2019 132
Wawancara, Rusman, (Tokoh Masyarakat), tanggal 26 Mei 2019
101
membantu, dan bekerja sama antara satu dengan yang lainnya.
Dengan modal kerukunan antar umat beragama itulah upaya menuju
kekuatan dan ketahanan umat akan mudah direalisasikan. Karena antara
yang satu dengan yang lainnya merasa bertanggung jawab atas
terwujudnya kerjasama dalam segala aspek kehidupan. Sebagaimana
wawancara penulis dengan Masyarakat Kecamatan Bajubang yang
mengatakan:
Kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang dapat terwujud dengan baik sehingga suasana kebersamaan tercermin tentram, damai penuh kekeluargaan. Satu sama lain saling menghargai, menghormati saling membantu. Sehingga mampu memperkukuh aqidah dan keyakinan kepada Allah sehingga dapat menjalin rasa kesetiakawanan dan persaudaraan.133
Wawancara diatas menggambarkan bahwa kerukunan umat
beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari tetap terpelihara dengan
baik, baik itu antara umat beragama maupun antar agama itu sendiri.
Karena hidup rukun merupakan impian kita semua demi terwujudnya
suasana yang kondusif, aman. damai, tentram, adil dan sejahtera.
2. Pandangan Kristen Protestan
Didepan kita ada kebinekaan masyarakat, agama, suku, ras maupun
kebudayaan yang dapat menggangu kenyamanan seseorang, adanya
banyak isu Kristenisasi yang menyibukkan kita sepanjang masa. Begitu
banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, akan tetapi
Tuhan menempatkan umatNya dalam rangka rencana
menyelamatkannya.
Kerukunan umat Kristen Protestan selama ini tidak mengalami
permasalahan yang berarti dan menunjukkan semangat keberagamaan
yang mengembirakan. Kerukunan umat beragama yang terdapat dalam
umat Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptanya kesatuan
133
Wawancara. Ahmad Tohari, Tanggal 27 Mei 2019
102
pelayanan. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Pendeta Arifin
Manik di Bajubang Sebagai berikut:
Kerukunan antar umat beragama di Bajubang yang seharusnya dipegang baik oleh agama dan pemerintah dalam membina kerukunan antar umat beragama adalah bagaimana melayani Tuhan dan bagaimana melayani umat sebaik-baiknya. Dalam mengguraikan tentang nasehat kepada jemaat yang realitas hidupnya pengakuan terhadap golongan masing-masing sebagai suatu tindakan yang menunjukan keduniawian dan kemanusiaan. Di Kabupaten Batanghari kehidupan bermasyarakat yang masing-masing memiliki keanekaragaman agama yang diwarnai dengan kesadaran tentang rasa saling menghargai, mengasihi, memberi dan menerima satu dengan yang lain dan akan melahirkan suatu kehidupan yang harmonis dan tentram untuk kehidupan bersama.134
Kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar
umat beragama adalah usaha untuk membina kerukunan hidup di
Kabupaten Batanghari yang menganut berbagai agama dan kepercayaan
harus berusaha membangun semangat dan sikap kebersamaan di antara
penganut berbagai agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat kita.
Kerukunan hidup antar umat beragama dipandang dari aspek sosial-
budaya menempati posisi yang sangat penting bagi kerukunan antar umat
beragama di Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis dengan jemaat
Kristen Protestan sebagai berikut:
Melalui ikatan semangat kerukunan hidup antar umat beragama
akan mampu membangun atau memperkokoh persatuan masyarakat di
Bajubang sehingga menjadi daerah kesatuan yang sangat solid. Kita
sadar bahwa banyak masalah-masalah yang dihadapi,
Tetapi harus bersyukur bahwa sudah banyak masalah yang dapat diselesaikan walaupun hasilnya belum memuaskan. Karena situasi umum masyarakat kita komplek dan menantang. Oleh karena itu perlu lebih kritis dalam menilai pertumbuhan yang bersifat ke dalam, artinya berkaitan dengan gereja-gereja, agar jangan terlalu gegabah dalam bertindak.135 Saya sebagai jemaat Kristen Protestan dituntut untuk bersama-
134
Wawancara, Arifin Manik (Wakil Ketua II FKUB Batang Hari), tanggal 26 Mei 2019 135
Wawancara, Om Silitonga, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019
103
bersama atas misi yang sama terhadap pelayanan bagi masyarakat untuk menjadi berkat bagi setiap orang. Kerukunan antar umat beragama itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dan Kristus.136
3. Pandangan Kristen Khatolik
Kerukunan umat beragama merupakan Pembebasan Menuju
Persaudaraan Sejati, masyarakat mampu membebaskan diri dan
kepentingan kelompok dan menuju kepada kesejahteraan umum. Dalam
penghormatan terhadap martabat manusia, dasar kemanusiaan ini akan
mengembangkan semangat solidaritas. Selanjutnya kalau makin
berkembang akan memiliki sikap mengutamakan keberpihakan pada yang
lemah. Hubungan antar umat beragama yang positif dan pribadi dan
jemaat-jemaat dari agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami,
menghargai, dan menghormati.
Orang yang tidak memiliki kebenaran secara sempurna dan utuh,
tetapi dapat bersama orang-orang lain menuju kebenaran. Peneguhan
timbal balik, saling mengoreksi dan hubungan persahabatan akan menjadi
makin matang, yang pada akhimya akan menghasilkan kerukunan antar
umat beragama antara pribadi maupun kelompok. Kerukunan umat
beragama mencakup perhatian, penghormatan dan sikap ramah kepada
orang lain.
Mengenai Pandangan Kristen Khatolik dalam menciptakan
kerukunan umat beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat
beragama di Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis dengan Pastur
Kristen Khatolik sebagai berikut:
Gereja Khatolik dalam membangun kerukunan antar umat beragama di Bajubang, dengan mengajak semua umat beragama untuk membangun kerukunan antar umat beragama melalui kerjasama spiritualitas dialogal. Yaitu gerakan religius umat beriman dengan mengosongkan dirinya untuk dipenuhi dengan Roh ilahi dan melihat realitas hidup di sekitarnya untuk berdialog secara integral dan transformatif dengan sesama umat beriman lainnya menuju
136
Wawancara, Hotma Siregar, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019
104
kedamaian dan kerukunan hidup yang sesungguhnya.137 Saya sebagai jemaat Katolik sangat menaruh perhatian kepada kerukunan hidup antar umat beragam di Kabupaten Batanghari masyarakat dapat menentukan imannya berdasarkan hati nuraninya yang bebas dan segala paksaan dan tekanan. Semua usaha manusia dalam mencari Tuhan yang diimaninya akan terwujud sebuah perdamajan jika diiringi dengan praktek hidup sehari-hari dalam dialog antar umat beragama.138
Dalam agama Khatolik sangat menjujung tinggi persatuan dan
keasatuan dalam rangka menciptakan kerukunan. Adanya cinta kasih
antar sesama manusia tetap dijunjung tinggi baik berupa tingkahlaku
maupun cara menghargai orang lain. Sebagaimana wawancara penulis
dengan salah seorang jemaat Khatolik yang menyatakan bahwa sebagai
berikut:
Kami mencintai anda, kami membutuhkan anda. Kita bersaudara dalam siraman kasih Tuhan yang tanpa batas. Dengan keyakinan itu, kita akan selalu saling membahagiakan. Karenanya dengan rendah hati. kami mengajak saudara-saudaraku, marl kita sama-sama saling merangkul, bergandengan tangan untuk membangun dan mewariskan suatu dunia yang lebih baik bagi anak-anak kita, bagi generasi penerus kita, yaitu suatu dunia yang penuh dengan kedamaian, kesejukan dan kesejahteraan atau bebas dari kekerasan dan kekejaman.139
Dari pendapat di atas senada yang dikatakan oleh Lasma Sihombing
sewaktu penulis melakukan wawancara dikediamannya dia mengatakan
sebagai berikut:
Sifat mulia seseorang yang arif bijaksana dan penuh pengertian akan melahirkan kerukunan antar umat beragama. Kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam mengambil tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan serta memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Dengan selalu percaya diri dapat dipercaya orang lain, dan senantiasa menepati janji.140
137
Wawancara, Bernandus M. Siagian, (Pastur Gereja Khatolik), tanggal 5 Juni 2019 138
Wawancara, Markus Sihombing, (Jemaat Khatolik), tanggal 5 Juni 2019 139
Wawancara, Lina Wati, (Sekertaris Gereja Khatolik), 5 Juni 2019 140
Wawancara, Lasma Sihombing, Tanggal 1 Juni 2019
105
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa kerukunan umat
beragama terjalin dengan baik, karena setiap agama mengajarkan
umatnya untuk saling menghormati, menghargai dan tolong menolong
sesama manusia, Jika sesama manusi sudah saling menghormati,
menghargai dan mempunyai tata krama, dan budipekerti. Tidak menutup
kemungkinan kerukunan umat beragama dapat di wujudkan demi
terciptanya kerukunan antar umat beragama masyarakat.
Dari berbagai wawacara penganut berbagai agama tersebut di atas
bisa disimpulkan bahwa tidak ada agama yang membenarkan adanya
tindakan kekerasan atau pendiskriditan terhadap agama lain. kebebasan
beragama adalah mutlak dan harus dijunjung tinggi. Rumah ibadah
hanyalah sarana untuk mendekatkan diri pada tuhan yang harus dihormati
oleh agama apapun. Kerukunan antar umat beragama adalah salah
satunya diterapkan dengan menghargai dan menghormati tempat ibadah
agama lain.
b. Faktor-faktor yang Menyebabkan Timbulnya Pertentangan
Pendirian Rumah Ibadah di Luar Agama Islam di Kecamatan
Bajubang.
Perkembangan kerukunan antar umat beragama di Kecamatan
Bajubang, mengalami pasang surut. Hal ini karena di daerah Kecamatan
Bajubang dan sekitarnya kebanyakan penduduknya adalah sama-sama
suku pendatang. Wilayah pesisir yang dulunya kosong dan sepi, secara
berangsur-angsur datang pendatang baru dari berbagai suku, seperti suku
banjar, jawa, bugis, batak dan cina. Adapun penduduk asli setempat
adalah suku melayu.
Dari berbagai suku yang ada memiliki latar belakang yang berbeda-
beda. Perbedaan seperti budaya sikap, pengetahuan, wawasan, ajaran
agama dan karakter yang ada mewarnai akulturasi budaya setempat yang
ada. Namun dominasi masyarakat muslim lebih memegang peran aktif
dalam menguasai budaya yang ada. Factor inilah yang menjadi
106
pertimbangan diterima atau ditolak suatu hal baru yang kemungkinan
menyinggung kelompok mayoritas yang terdiri dari berbagai manusia yang
komplek yang memiliki ragam karakter dan pandangan yang berbeda-
beda.
Prinsip persamaan hak dalam setiap sistem hukum demokrasi
dianggap, sebagai rukun inti di dalamnya, sebab ia mencakup hak-hak
dan kebebasan-kebebasan mendasar bagi individu. la juga selalu
beriringan dengan prinsip kebebasan, tidak pernah terpisah, hingga
persamaan hak dan kebebasan itu menjadi makna yang langsung
terbayang dalam benak tentang demokrasi, di setiap tempat dan setiap
manusia.141
Pengakuan keadaan umat Islam yang komplek yang sering terjadi
perbedaan pendapat dalam menanggapi isu-isu sebuah pendirian rumah
ibadah besar-besaran di luar agama Islam, seperti pernyataan tokoh
agama Islam di masyarakat Bajubang berikut:
“Orang Islam banyak, ada yang berpendidikan tinggi, ada yang tidak
berpendidikan, ada yang panatik, ada yang berfikir liberal, ada yang
masih berfikir primitiv, ada yang sangat toleran. Jadi tidak semua
menentang setiap kali ada isu pendirian rumah ibadah di luar agama
Islam di Kabupaten Batanghari. Hal ini sebenarnya hanyalah bentuk
kekuatiran masyarakat muslim akan timbulnya penyelewengan
aqidah di kalangan umat Islam kebanyakan, menurut saya tidak
perlu mengkhawatirkan hal itu”.142
Menurut pengamatan penulis ada beberapa faktor yang
menyebabkan isu-isu pertentangan, setiap ada usaha pendirian rumah
ibadah selain agama Islam. Berdasarkan ungkapan-ungkapan penjelasan
berbagai tokoh agama yang ada, penulis kategorikan beberapa poin,
diantaranya:
141
Farid Abdul Kholik, Terj. Fikih Politik Islam. (Jakarta: Amzah, 2009), Hal. 28 142
Wawancara, Sulaiman, tanggal 15 Mei 2019
107
1. Sikap Fanatisme
Mengenai hal tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan
salah seorang Imam Masjid Nurul Yaqin, sebagai berikut:
Faktor-faktor yang di hadapi oleh masyarakat dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Bajubang adalah Masih banyak masyarakat yang berpandangan sempit, karena sebagian besar diantara masyarakat yang belum memiliki wawasan luas tentang pengetahuan umum maupun agama, masih banyak masyarakat beranggapan mereka yang bukan beragama Islam adalah orang-orang kafir yang harus di perangi, apalagi sekarang timbulnya Islam aliran keras. Apabila anggapan ini dibiarkan berkembang di tengah-tengah masyarakat maka akan merusak kerukunan umat beragama yang ada di Kabupaten Batanghari, jika hal ini tidak di iringi dengan Ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama, ini sangat berbahaya bisa meruntuhkan kerukunan antar umat beragama. Serta pengaruh lingkungan yang menyebabkan masyarakat susah diatur dan di kendalikan.143
Sesungguhnya minimnya kreasi pemikiran dan lepasnya ilmu
pengetahuan telah menimbulkan bagian yang berbahaya ini, yaitu
kebekuan dan berhentinya pemahaman Islam, di mana ia merupakan
matinya kemampun ulama-ulama Islam dalam berijtihad dan rnewujudkan
solusi yang efektif terhadap semua masalah-masalah baru sehingga
datang penjajahan kebudayaan Barat sementara orang-orang Islam dalam
kondisi yang meresahkan ini, mereka bersiap-siap Menerima tuduhan
yang dilontarkan oleh musuh-musuh mereka terhadap pemahaman Islam
(fiqih), tuduhan itu adalah bahwa pemahaman Islam itu tidak mampu
berjalan seiring dengan kehidupan, beku dan terbelakang, kemudian
tuduhan yang terakhir bahwa pemahaman Islam sebenarnya tidak ada.144
Pendapat di atas senada yang dikatakan oleh tokoh masyarakat
Abdul Rahman yang mengatakan sebagai berikut:
Salah satu penyebab konflik antar umat beragama adalah disebabkan oleh pemahaman terhadap ajaran agama secara dangkal, sehingga pemahamannya tidak menjadi utuh. Pemahaman
143
Wawancara, Sulaiman, tanggal 15 Mei 2019 144
Abdullah Bin Hamid Asy Syabanah. Keterpurukan Moralitas Umat Islam (Jakarta;Iqro‟ Insan Press, 2005), Hal.128
108
seperti ini akan melahirkan kelompok masyarakat yang memiliki cara pandang yang sangat sempit, yang sering mengakibatkan kekeliruan yang tidak mereka sadari. Ajaran agama, seharusnya dipahami secara menyeluruh sehingga pemahamannya menjadi lurus terhindar dan pemahaman yang ekstrim.145
Kebebasan beragama dilakukan dengan tidak mengganggu dan
merugikan umat beragama lain, karena terganggunya hubungan antar
pemeluk berbagai agama akan membawa akibat yang dapat
menggoyahkan kerukunan antar umat beragama. Kelompok kelompok
dalam beragama yang umumnya bersikap keras dan kaku. Sebagaimana
wawancara penulis dengan Jemaat Gereja Protestan sebagai berikut:
Faktor-faktor dalam dinamika kehidupan beragama seringkali kita jumpai gerakan atau aliran keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Tuhan atau pendirian yang dianut oleh mayoritas umat. Karena itu, keberadaan mereka seringkali radikal atau ekstrim serta memiliki fanatisme buta.146 Faktor yang kita hadapi sekarang ini berupa Kcrusuhan-kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini baik yang di beritakan media cetak atau pun elektronik bukanlah kerusuhan agama, tetapi umat beragama dijadikan alat untuk mempercepat meletusnya kerusahan, yang paling cepat menimbulkan kerusuhan adalah alasan agama dan alasan social ekonomi serta politik, Saya mengharapkan semoga masyarakat kita tidak mudah terpropokasi dengan hal-hal yang dapat memicu lahirnya konflik antar umat beragama.147
Pendapat di atas senada yang dikatakan oleh Om Silitonga salah
satu tokoh masyarakat kristen yang ada di kecamatan Bajubang. Hal ini
sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut:
Faktor-faktor yang dihadapi dalam mencapai kerukunan hidup umat beragama di kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari ada beberapa sebab, antara lain; rendahnya sikap toleransi, kepentingan politik dan sikap fanatisme. kejadian-kejadian yang terjadi bukanlah isu agama tetapi beberapa orang yang tidak bertanggung jawab bahkan yang senang dengan kekacauan untuk mencari keuntungan
145
Wawancara, Abdul Rahman, tanggal 26 Mei 2019 146
Wawancara, Tedy Pane, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019 147
Wawancara, Hotma Siregar, (Jemaat Protestan), tanggal 28 Mei 2019
109
kelompok ataupun pribadi.148
2. Rendahnya Sikap Toleransi
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat
dihindarkan di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan
penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai
persatuan. Kabupaten Batanghari merupakan daerah yang multikultur,
dengan budaya yang berbeda-beda menjadikan masyarakatnya memiliki
kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Namun terdapat kendala
dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Sebagaimana
wawancara penulis dengan tokokh agama Islam Abdul Gani sebagai
berikut:
Faktor yang di hadapi untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama disebabkan oleh suatu perbedaan. dimana perlunya diciptakan suatu aturan bagi umat beragama untuk tetap hidup bersatu, walaupun mempunyai latar belakang agama yang berbeda antara umat beragama akan tercipta apabila tiap-tiap orang dari pemeluk suatu agama dapat saling memahami dan menanamkan sikap toleransi. keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting demi terciptanya Kerukunan antar umat beragama. pemahaman keagamaan masyarakat sangat mempengaruhi terwujudnya sikap toleransi antar umat beragama, agama yang mendorong terciptanya masyarakat yang damai. Sebab, agama memiliki dua sisi yang bertentangan sekaligus. Di satu sisi, agama mempunyai kekuatan yang luar biasanya dalam menyatukan manusia dari berbagai latar belakang etnik budaya, tapi di sisi lain agama juga menjadi potensi pemicu konflik yang sangat efektif. Di sinilah terlihat betapa pemahaman agama bisa mendorong konflik yang pada gilirannya akan merusak harmoni sosial.149 Kerukunan umat beragama, adalah hal yang mudah difahami namun
selalu saja ada halangan dan kendala untuk mewujudkannya entah
kendalanya karena memang mereka tidak mampu, atau karena mereka
tidak mau. Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut
agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar masyarakat
terbebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
148
Wawancara, Om Silitonga, (Jemaat Protestan), tanggal 21 Mei 2019 149
Wawancara, Abdul Gani, tanggal 26 Mei 2019
110
Hal yang sangat penting dalam mengembangkan hidup bersama
dengan menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
Sebagaimana wawancara penulis denga jemaat Khatolik sebagai berikut:
Masyarakat yang majemuk dan heterogin Merupakan kendala dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dengan sikap saling menghormati dan mengharagai perbedaan yang ada harus senantiasa dikembangkan. Jangan sampai agama dijadikan alat untuk melakukan kekerasan terhadap pemeluk agama lain.150 Toleransi juga berarti menghormati dan belajar dari orang lain,
menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan budaya, menolak
ketidakadilan, sehingga tercapai kesamaan sikap dan Toleransi juga
merupakan konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan
perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-
kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam
suatu masyarakat.
Keanekaragaman suku, ras, adat istiadat, budaya, bahasa, serta
agama, menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah Agama,
ataupun kesenjangan sosial. bentuk kerjasama ini harus kita wujudkan
dalam kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan dan tidak
menyinggung keyakinan agama masing-masing. Kita sebagai umat
beragama berkewajiban menahan diri untuk tidak menyinggung perasaan
umat beragama yang lain. Hidup rukun dan bertoleransi. Sebagaimana
wawancara penulis dengan masyarakat Bajubang sebagai berikut.
Kehidupan masyarakat di Kecamatan Bajubang merupakan contoh terkecil dari kerukunan hidup antar umat beragama, Kerukunan harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah agama. Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinan kita masing-masing. Kepemilikan rumah ibadah sesuatu yang wajar karena keberadaannya sudah diatur dalam undang-undang.151
150
Wawancara, Paulus Penggabean, tanggal 26 Mei 2019 151
Wawancara, Agusmono, tanggal 26 Mei 2019
111
Dasarnya adalah masalah umat yang bersangkutan, tetapi dinamika
internal suatu umat pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan umat
itu dengan umat lainnya. Karena itu, pemeliharaan kerukunan internal
urnat beragama juga tidak kurang pentingnya. Apalagi apabila yang
dimaksud kerukunan internal urnat itu menyangkut urnat Islam Indonesia,
maka menjadi lebih penting lagi karena jurniahnya yang sangat besar
sehingga praktis mewarnai hampir seluruh wajah kerukunan urnat
beragama di Indonesia. Di sinilah pentingnya kajian-kajian -yang mencoba
memahami dinamika kerukunan internal urnat Islam Indonesia.
Indonesia rnemproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945 dalam bentuk negara kesatuan. Negara ini herbentuk
kepulauan yang memanjang dari Sabang sampai Merauke, terdiri atas
17.000 pulau besar dan kecil, berpenghuni dan tak berpenghuni. Jika
seseorang menggunakan pesawat terbang melakukan perjalanan dari
Sabang sampai Merauke, diperlukan waktu tempuh sekitar 7 jam
penerbangan. Meskipun 88% dari penduduk Indonesia yang berjumiah
220 juta orang itu memeluk agama Islam, Indonesia bukanlah negara
Islam tetapi juga bukan negara sekuler. 152
Agama seseorang ,secara sosiologis juga tetap seumur hidup dan
karenanya dinarnakan sebagai ikatan primordial. Menganut agama
tertentu secara tradisional tidak berubah-ubah sepanjang hidup
seseorang. Agama adalah keyakinan yang juga secara sosiologis tidak
dipilih berdasarkan pertimbangan rasional.
Teori Durkheim mengatakan bahwa agama memperkuat ikatan atau
solidaritas sosial. Akan tetapi pandangan secular mengatakan bahwa
justru ikatan-ikatan primordial itulah yang menyebabkan perpecahan.
Karenanya pendukung paham sekular berpendapat bahwa agama, ras
dan suku bangsa tidak boleh lagi dijadikan perbedaan untuk mendapatkan
hak-hak publik. Untuk itu pemersatu yang perlu dikembangkan adalah
152
M. Atho Mudzhar, Menjaga Aswaja dan Kerukunan Ummat. (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012), Hal. 2
112
ikatan kepentingan, seperti organisasi profesi, organisasi olah raga,
organisasi pekerja. Seseorang boleh pindah atau masuk dalam beberapa
organisasi sejenis, tidak seperti suku, marga dan agama.153
3. Kepentingan Politik
Di bidang pollitik, masih banyak para politisi yang semestinya
menunjukkan sikap kenegarawanannya, ternyata masih ada yang
bersikap mementingkan kepentingan kelompoknya. Akibatnya, mereka
kurang fokus memikirkan permasalahan masyarakat dan bangsa. Hukum
ada yang tumpang-tindih. Terjadi pula kerancuan dalam penanganan
berbagai kasus dan penegakan hukum itu sendiri, sehingga menimbulkan
kekecewaan masyarakat yang berkepanjangan. munculnya berbagai
permasalahan sosial, yang juga berdampak pada kondisi kehidupan
beragama. Gangguan terhadap kerukunan umat beragama masih saja
terjadi balk internal mau pun eksternal. Sebagaimana waancara penulis
dengan salah seorang pemeluk agama Kristen sebagai berikut:
Di kalangan umat Kristen sendiri masih terjadi gesekan-gesekan kecil, yang pada umumnya disebabkan lemahnya pemahaman agama yang terkait dengan keanekaragaman budaya keagamaan dan berbagai komunitas etnis, pengaruh ekonomi, dan dampak kepentingan dari politik yang berkembang di masyarakat. Untuk itu kesepakatan umat Kristen untuk memiliki sebuah Gereja di Bajubang terhambat terkadang karena masalah intern.154
Dengan saling membutuhkan antara Manusia yang satu dengan
lainnya mempunyai corak yang berbeda, kendati, demikian mempunyai
kepentingan yang sama dalam menjalani kehidupannya. Dalam mengejar
kepentingan ada norma atau etika manusia sebagai makhluk yang
berbudaya. Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi
membutuhkan bantuan orang lain.
Pengaruh Islam terhadap kehidupan politik cukup luas dalam
berbagai aspek; baik dalam kehidup pribadi sampai urusan bernegara.
153
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 208-209
154 Wawancara, Lasma Sihombing, tanggal 27 Mei 2019
113
Bagi banyak orang. kebangkitan Islam masih sering diartikan sebatas
keagungan theopathy, sedangkan bagi yang lain, hal ini merupakan
kebangkitan secara umum dan universal. Islam sebagai agama samawi
termuda tetap memiliki ketegasan di satu sisi dan elastisitas di sisi lain.
Islam tidak hanya menjadi instrumen bagi kekuatan politik tertentu, tapi
berpotensi memperigaruhi formasi program-program politik, seperti yang
dikernukakan, oleh O.P. Florensky, "Iman menentukan bentuk ritual
pengabdian, sedangkan pengabdian (ibadah) menentukan pandangan
dunia yang melahirkan budaya yang menjadi dasar gerakan politik"155
Kehidupan umat beragama jangan sampai di campuri dengan
kepentingan pribadi atau politik sehingga menghalalkan segala cara.
Sebagaimana wawancara penulis dengan Jemaat Kristen Protestan
sebagai berikut:
Ideologi agama masih terkesan sebagai bentuk reformasi. Sebagai kepentingan kelompok dan kepentingan politik lebih menonjol dibanding kepentingan bersama sebagai bangsa yang bermartabat. Pemikiran politik cenderung mengabaikan dimensi pemikiran yang membangun kerukunan antar umat beragama. Menurut saya suatu golongan atau komunitas yang seringkali disalah gunakan untuk kepentingan kelompok dianggap tidak sesuai dengan ajaran atau paham yang dianutnya. Kadangkala persoalan individu dapat berkembang menjadi persoalan antar etnis maupun antar komunitas agama, bahkan ditunggangi kepentingan politik tertentu.156
Faktor penting yang sering kurang dapat diantisipasi oleo para tokoh
agama sendiri sekali pun, adalah masuknya atau infiltrasi kepentingan
politik praktis di dalam kepentingan dakwah atau mision. Infiltrasi
kepentingan politik itu bahkan cenderung menjadikan praktek politik
tertentu memperoleh klaim kebenaran dengan legitimasi agama. Terjadi
kejumbuhan antara proses indoktrinasi politik dengan dogma tisme
agama, sampai-sampai identifikasi keberagamaan seseorang juga
155
Victor Feodorovich Sychev, Islam Indonesia di Mata Orientalis Rusia. (Jakarta: Balai Penelitian Pengembangan Jakarta, 2008), Hal. 20-21
156 Wawancara, Lasma Sihombing, tanggal 27 Mei 2019
114
ditentukan oleh afiliasi kepentingan politik dalam sebuah partai.
Kejumbuhan demikian amatlah ironis, mengingat keberagamaan
seseorang yang mestinya bersifat sakral ditentukan oleh ukuran-ukuran
afiliasi politik praktis yang bersifat profan dan sekuler.
Disintegrasi sosial yang bertebaran di berbagai wilayah yang
diwujudkan dalam bentuk ras, antar-suku dan antar-golongan, menjadi
demikian parah karena adanya infiltrasi politik tersebut. Belum lagi konflik
social bernuansa agama. Adanya harmoni, kedamaian sosial dan upaya-
upaya dialog antar-agama selama ini, tampak menjadi kenyataan yang
cenderung semu.
Berkenaan dengan hal itu ada beberapa persoalan yang patut kita
catat, antara:
a. Bahwa setiap pengelola/pengurus tempat ibadah perlu melakukan
dialog-dialog antar agama. Dialog dimaksud selama ini terkesan
hanya berlangsung pada level elit aga-ma (tokoh agama), para
intelektual dan pemimpin saja, belum menyentuh "arus bawah"
masyarakat.
b. Dialog-dialog antar agama hanya berlangsung di kalangan yang
memang sudah dikenal sebagai pluralis dan inklusif itu menjadi
kurang produktif dan aplikatif, karena menjadi semacam arena Baru
bagi para intelektual untuk beradu wacana dan analisis.
c. Konsekuensi lebih lanjut, di maim dialog antar agama hanya berputar-
putar di sate kalangan yang bersifat elitis, maka dialog antar agama
deinikian juga telah mengabaikan media-media yang penting dalam
komunikasi dan transmisi keagamaan yang pop uler, seperti: khotbah-
khotbah keagamaan, peran da'i atau missionaris, pers-pers
keagamaan dan lain-lain.157
Upaya kerukunan umat beragama untuk mewujudkan kerukunan
antar umat beragama bagi masyarakat pada dasarnya merupakan cita-
157
A. Hakim dan Soleh Isre, Fungsi Sosial Rumah Ibadah dari Berbagai Agama dalam Persfektif Kerukunan Umat Beragama. (Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama, 2005), Hal. ix
115
cita dari pembangunan agama. Lebih dari itu agama menghendaki agar
pemeluknya menjalani kehidupan yang aman dan damai. Pembangunan
agama diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan
masyarakat Kabupaten Batanghari Khususnya dan Batanghari pada
umumnya yang aman, damai. dan sejahtera. Sejalan dengan realitas
kehidupan beragama yang berkembang di masyarakat, maka
pengembangan nilai-nilai keagamaan serta peningkatan kerukunan umat
beragama dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama agar
dapat terus di tingkatkan.
Merinci kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama di
Indonesia, Kepala Badan Litbang dan Dikiat Departemen Agama dalam
papernya berjudul Kebijakan Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia menyebutkan tujuh langkah upaya mendorong kerukunan antar
umat beragama, yaitu:
1. Memperkuat landasan/dasar-dasar (aturan/etika bersama) tentang
kerukunan internal dan antar umat beragama.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk
upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk
hidup rukun dalam bingkai teologi yang ideal untuk menciptakan
kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam
rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta
pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan
hidup intern dan antarumat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai
kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia.
5. Melakukan pendalaman nilia-nilai spiritual yang implementatif bagi
kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan.
6. Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap unsur dan
lapisan masyarakat.
116
7. Menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwa perbedaan
adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu,
hendaknya hal ini dapat dijadikan mozaik yang dapat memperindah
fenomena kehidupan beragama.158
Salah satu upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat
beragama di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari, Sebagamana
wawancara Penulis dengan Pendeta HKBP mengatakan:
Untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari Kami sebagai umat Kristen membantu masyarakat di Bajubang, baik tenaga pikiran maupun bantuan-bantuan sosial, seperti setiap ada bencana alam, bantuan tersebut berupa sembako, dan mau Natal kami memberikan nasik bungkus Ke Lembaga Permayarakatan (LP) dan membantu masyarakat disini jika membutuhkan bantuan. Setiap hari besar Islam kami memberikan Tunjangan Hari Raya kepada masayarakat yang berdomisili di sekitar Gereja HKBP. Ini adalah bentuk kepedulian kami menciptakan kerukunan antar umat beragama untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Hal ini merupakan bentuk pendekatan terhadap masyarakat guna memudahkan sosialisasi toleransi antar umat beragama, sehingga tertanam rasa legowo jika ada usaha pendirian gereja.159 Untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Kecamatan
Bajubang Kabupaten Batanghari berbagai upaya yang di lakukan.
Sebagaimana wawancara penulis dengan Pastur Kristen Khatolik.
Kami sebagai Khatolik upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama demi terwujudnya kerukunan dengan melakukan banyak kegiatan di lingkungan Gereja Khatolik RT 10 Kecamatan Bajubang. Seperti setiap hari-hari besar keagamaan kami memberikan Tunjangan dalam bentuk sandang dan pangan kepada janda-janda dan anak-anak yatim. Setiap ada bencana alam kami dari Kristen Khatolik turut membantu saudara kita, Seperti bantuan sandang dan panggan baik yang berdomisili di kecamatan Bajubang maupun di luar Kecamatan, Setiap ada acara di ( Gereja Khatolik (acara sosial) kami mengundang Bapak/Ibu yang bertempat tinggal di dekat Gereja Khatolik dan sekitar untuk hadir. Ini adalah bentuk kepedulian kami dalam mewujudkan kerukunan antar umat
158
Kompilasi Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama, Cet. XI (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Kementerian Agama RI, 2012), Hal. 10
159 Wawancara, Marulan Silalahi, tanggal 26 Mei 2019
117
beragama.160
Hal senadapun juga di katakan oleh Ketua RT 06 Kelurahan
Bajubang. Sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut:
Jika ada acara di Gereja kami warga RT 06 juga di undang untuk menghadirinya. Tentunya dalam hal ini kami sebagai umat Islam di bedakan dalam bentuk makanan. Untuk makanan orang Islam khusus di masak oleh orang Islam dan di masak oleh warga RT 06 yang beragama Islam. Sedangkan untuk masakan orang Kristen di masak oleh mereka sendiri ini adalah salah satu bentuk kepedulian mereka kepada kami.161
Kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang dapat
diwujudkan dengan menanamkan moralitas, etika dan nilai spiritual,".
Sebagaimana wawancara penulis dengan tokoh masyarakat sebagai
berikut:
Upaya untuk mewujudkan toleransi dalam beribadah sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat secara berkesinambungan, diharapkan segala kesalahpahaman dapat diredam, serta saling pengertian dapat dibangun ke arah kehidupan yang rukun, damai, dan sejahtera.162 Upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama dapat
dijadikan sebagai filosofi kehidupan dalam mewujudkan keselarasan dan
kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana wawancara penulis dengan
masyarakat Bajubang Kabupaten Batanghari sebagai berikut:
Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama seperti saling hormat menghormati, dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, saling bersikap menghargai, sehingga hubungan kerjasama antar pemeluk agama dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling tolong-menolong, hidup rukun dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu antar umat yang berbeda-beda agamanya, sehinga terciptanya kerukunan antar umat beragama di Kecamatan Bajubang Kabupaten
160
Wawancara, Bernandus M. Siagian, tanggal 26 mei 2019 161
Wawancara, Sudarma, tanggal 27 Mei 2019 162
Wawancara, Asef Syaipuddin, tanggal 26 Mei 2019
118
Batanghari yang lebih baik.163 Untuk memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu
dilakukan suatu upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat
beragama secara mantap. Sebagaimana wawancara penulis dengan
Masyarakat yang beragama Kristen sebagai berikut:
Menciptakan suasana kehidupan beragama di Kabupaten Batanghari kami dari umat Kristen membina kefukunan hidup intern dan eksteren antar umat beragama dengan membangun harmoni sosial dan persatuan dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat Kristen untuk hidup rukun dalam bingkai kerukunan antar umat beragama serta diimplementasi untuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi. Dengan saling menghormati, saling menghargai dan saling tenggang rasa.164
Pendapat di atas senada dengan Jemaat Khatolik di Bajubang.
Sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut.
Salah satu upaya yang di lakukan oleh umat Khatolik dengan menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama.165
Lain lagi dengan pendapat Masyarakat Kabupaten Batanghari yang
beragama konghucu. Sebagaimana wawancara penulis sebagai berikut:
Upaya untuk mewujudkan kerukunan umat beragama merupakan hubungan semua umat yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.166
Kerjasama dalam berbagai kelompok masyarakat dapat
dikembangkan untuk menciptakan suasana kerukunan hidup antar umat
beragama karena didasarkan atas keterikatan kepada tempat tinggal yang
merasa dimiliki bersama. Sebagaimana wawancara penulis sebagai
163
Wawancara, Agusmono, tanggal 26 Mei 2019 164
Wawancara, Yohanes. tanggal 27 Mei 2019 165
Wawancara, Lina Wati, tanggal 27 Mei 2019 166
Wawancara, Alex, tanggal 27 Mei 2019
119
berikut:
Upaya untuk mewujudkan kegiatan sosial bagi agama hindu dilandasi oleh semangat kemanusiaan merupakan potensi untuk tercipta kerukunan. Bantuan yang diberikan atas dasar kemanusiaan, tampa mengharapkan imbalan yang di berikan kepada masyarakat tanpa menonjolkan agama.167 Kerukunan antar umat beragama masyarakat Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batanghari dapat dilihat dari pergaulan mereka sehari-hari,
antara agama yang satu dengan agama yang lain saling menghormati dan
menghargai. Hal ini dapat kita lihat pada acara pernikahan, tamu yang
hadir bukan hanya agama Islam tapi dari agama-agama lain juga turut
hadir, Ini adalah upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat
beragama antar agama dan masyarakat. Hal ini menunjukkan
persaudaraan kita masih kuat sebagai suatu bangsa dalam tanah air yang
sama.
Oleh sebab itu, Kita semua sepakat bahwa sekecil apapun konflik
bernuansa agama yang terjadi, harus segera diredam, dan dipadamkan
untuk kemudian dibangun di atasnya jaringan persahabatan dan
kerjasama. Sehingga terciptanya kerukunan umat beragama dalam
mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dengan memanfaatkan
lembaga pemerintah yang ada segala permasalahan bisa di atasi. Hal ini
seperti pengakuan umat Gereja Khatolik di Kecamatan Bajubang,yaitu:
“Dengan menjalin kerjasama dengan FKUB, semua permasalahan yang berhubungan dengan pendirian rumah ibadah bisa di atasi, FKUB Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari sangat berperan aktif membantu agama-agama di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari dalam menjalankan kebebasan memeluk dan menjalankan ibadah sesuai agamanya termasuk mendirikan rumah ibadah.”168 Setelah agama Islam berakar dalam masyarakat, peranan ulama
sangat menonjol. Mereka bertindak sebagai Guru dan pengawal hukum
Islam. Dengan hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa hakim pada
periode awal Islam di nusantara ini adalah serang ulama yang 167
Wawancara, Yampeng, tanggal 27 Mei 2019 168
Wawancara, Yohanes. tanggal 27 Mei 2019
120
menyebarkan agama Islam, dipercaya dan ditunjuk oleh mereka yang
bersengketa untuk menyelesaikan segala perselisihan yang mereka
hadapi dan putusannya dilaksanakan sebagai hukum Islam.169
Berdasarkan penelitian penulis ,baik melalui observasi ,wawancara
maupun observasi,ditemukan berbagai informasi mengenai tentang FKUB
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan keagamaan di
Kabupaten Batanghari. Forum Kerukunar Umat Beragama (FKUB)
Kabupaten Batanghari ialah forum yang dibentuk oleh masyarakat, yang
difasilitasi oleh Pemerintah Daerah dalam rangka membangun,
memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan
kesejahteraan, karena kerukunan umat beragama itu sangat penting yaitu
dengan berlaku adil dalam. menjalankan peraturan yang ada kesetiap
pemeluk agama. Sebagaimana dalam Al-Qur'an Allah berfirman pada
Surat Al-Mumtahanah ayat 8, yang berbunyi:
Artinya: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dan negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.170
Adapun tugas yang dilaksanakan oleh forum ini sudah diatur oleh
Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Oleh
karena itu, penulis ingin mengkaji tentang FKUB Kabupaten Batanghari
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.Forum Kerukunan Umat
Beragama Kabupaten Batanghari telah melaksanakan berbagai macam
169
Mohd. Arifullah, Rekontruksi Citra Islam. (Jakarta: Penerbit Sulthan Thaha Press IAIN STS Jambi, 2005). Hal. 194
170 Op.cit. Hal. 496
121
tugas untuk memelihara dan memberdayak-an umat beragama untuk
kerukunan dan kesejahteraan masyarakat, diantara memberikan
rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah,
menampung aspirasi ormas keagamaan, dan lain-lain.
a. Memberikan Rekomendasi Tertulis atas Permohonan Pendirian
Rumah Ibadah.
Peran tempat ibadah dan tokoh agama dalam masyarakat yang
plural otomatis juga menjadi problematik, utamanya bagi agama dakwah.
Agama dakwah semisal Islam, Katholik, Hindu, Buddha dan Kristen,
senantiasa menuntut para tokoh agamanya menjadi sering juru dakwah
atau missionaris bagi. kebenaran ajarannya. Dalam praktek misi atau
dakwah tersebut, seringkali para tokoh agama terjebak di dalam klairn
kebenaran yang eksklusif, sehingga bisa rnengganggu kehidupan
keagamaan yang harmonis, toleran dan inklusif.
Tempat Ibadah seperti Masjid, Gereja, Pura dan Vihara
dipergunakan pula sebagai tempat untuk pengembangan pendidikan
agama, karena di setiap tempat ibadah pada umum-nya dibangun sarana
pendidikan. Dengan demikian, tempat ibadah juga berfungsi untuk
mengelola pendidikan sebagai pengembangan umatnya melalui sekolah
yayasan yang dikelola oleh rurnah ibadah itu sendiri. Dalam konteks ini
maka lembaga pendidikan yang ada dalam tempat ibadah merupakan
tempat strategis dalam rangka membangun kerukunan. Pendidikan
sebagai pusat kebudayaan merupakan potret bangsa Indonesia yang
menunjukkan pluralisrne. Melalui lembaga pendidikan atau tempat ibadah,
tercermin wajah Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya, agama,
bahasa, dan etnis. Berbagai perbedaan tersebut memperkaya khazanah
budaya toleransi dan kasih sayang antara satu dengan yang lain
sebagairnana yang diajarkan masing-masing agama.171
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari
sudah banyak memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan
171
A. Hakim dan Soleh Isre, Ofcit,, Hal. ix
122
pendirian rumah ibadah di Kabupaten Batanghari ini dan tak terkecuali
untuk daerah Kecamatan Bajubang. Sebagaimana hasil wawancara
penulis kepada salah satu anggota FKUB Kabupaten Batanghari. Yaitu:
Kami sebagai forum yang berwenang untuk memberikan atau surat rekomendasi atas permohonan pendirian rumah ibadah baik di dalam Kota maupun daerah Pedesaan, itu sudah kami berikan kepada siapa saja yang ingin meminta surat rekomendasi tersebut, dan kepada agama apapun akan kami berikan, tetapi harus memiliki persyaratan yang Iengkap sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu peraturan tentang mendirikan rumah ibadah.172
Berhubungan dengan pendapat di atas Basiq Jalil menjelaskan
tentang peranan undang-undang dalam persamaan untuk mendapatkan
peradilan dalam kehidupan masyarakat Beliau mengatakan yaitu:
“Itulah sebabnya manusia selalu membutuhkan peradilan hingga
kehidupan mereka tidak menjadi liar. Oleh karena itu, dimaklumi perlunya
undangundang bagi kehidupan masyarakat, tetapi belum cukup untuk
menyelamatkan kehidupan sosial karena manusia pasti akan berselisih
tentang makna rumusan undang-undang, tentang kepatuhan pada
undang-undang serta kewajiban menghormatinya, dan kadang-kadang
perselisihan mereka itu terletak pada penerapan terhadap kasus yang
terjadi, baik yang menyangkut undang-undang itu sendiri maupun segi
lainnya. Dan kadang-kadang ada yang secara terang-terangan
menentang rumusan undang-undang itu atau memunglcirinya. Maka,
peradilanlah yang akan berperan menentukan makna undang-undang
dengan sempurna karena untuk menentukan rumusan undang-undang di
keluarkan harus melalui penetapan pemilikan”.173
Pada pembahasan ini, penulis melakukan observasi ke sebuah
lokasi yang sedang mengerjakan pembuatan rumah Ibadah, bahwa rumah
ibadah yang sedang dibangun tersebut benar-benar sudah mendapatkan
172
Wawancara: KH. M.N. Parlindungan Hasibuan. (Wakil Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari), tanggal 26 Mei 2019
173 Basiq Jalil, Peradilan Islam., (Jakarta: Amzah, 2012), Hal. 8
123
surat rekomendasi dan FKUB Kabupaten Batanghari untuk mendirikan
rumah ibadah.174
Kemudian untuk memperkuat data pada izin pendirian rumah ibadah
ini, penulis mengadakan wawancara kepada salah satu Panitia
Pelaksanaan Pembangunan Masjid Nurul Jami', ia menuturkan :
Masjid Nurul Islam, ini asal mulanya ialah Langgar atau Mushalla, kemudian kami melihat dilingkungan ini masyarakatnya sudah mulai padat, sehingga kami memutuskan untuk membangun Masjid, karena masyarakat yang tinggal diwilayah ini sudah padat dan biasanya kami melaksanakan Shalat Jum‟at harus ke masjid yang agak jauh dan sudah padat jamaahnya, OIeh karena itu kami membuat surat pengajuan untuk mendirikan rumah ibadah yaitu Masjid, dan kami diberikan izin.175 Dan hasil beberapa wawancara dan observasi ini, bahwa kegiatan
FKUB Kabupaten Batanghari dalam rangka memberikan surat
rekomendasi atas permohonan mendirikan rumah ibadah benar-benar
terlaksana sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
b. Menampung Aspirasi Masyarakat dan Ormas Keagamaan
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari
juga ada memiliki tugas untuk menampung aspirasi masyarakat ataupun
Ormas Keagamaan, seperti belakangan ini FKUB telah menampung
aspirasi dan masyarakat. Masvarakat dalam hal ini memberikan masukkan
aspirasi kepada FKUB Kabupaten Batanghari tentang penolakan
pembangunan rumah ibadat Gereja diwilayah Desa Pompa Air
Kecamatan Bajubang, Masyarakat menyampaikan aspirasinya bahwa
mereka menolak pendirian tempat ibadah diwilayah Desa Pompa Air
tersebut.
Seperti wawancara yang dilakukan Penulis kepada salah seorang
tokoh masyarakat yang berdomisili di Desa Pompa Air Kecamatan
Bajubang ia mengatakan :
174
Observasi, tanggal 02 Mei 2019 175
Wawacara dengan H. Usman (Panitia Pembangunan), tanggal 29 Mei 2019
124
Kami sebagai warga Desa Pompa Air kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari telah menyampaikan aspirasi ke beberapa lembaga salah satunya ialah Forum Kerukunan Umat Beragama yang biasa disebut FKUB, aspirasi yang kami sampaikan ialah tentang penolakan pembangunan rumah ibadat Gereja, karena dilingkungan kami mayoritas banyak yang beragama Islam dan sebaiknya pemerintah melakukan koordinasi yang baik kepada masyarakat terkait yang bertugas dalam pemberian rekomendasi pendirian rumah ibadah.176 Dalam permasalahan ini FKUB telah menampung aspirasi tersebut
untuk dikaji lebih mendalam, dan kami telah mendapatkan keterangan dari
berbagai pihak bahwa pembangunan tempat ibadah Gereja tersebut
belum memenuhi persyaratan yang diperlukan sesuai dengan peraturan
yang ada. Sebagaimana hasil wawancara Penulis kepada salah satu
pengurus FKUB Kabupaten Batanghari ia menjelaskan bahwa
Tentang aspirasi yang disampaikan oleh pihak masyarakat ini sudah kami terima. mereka menyampaikan aspirasinya tentang pembangunan tempat ibadah Gereja, menurut masyarakat yang melakukan penolakan bahwa pembangunan tersebut tidak layak dilaksanakan. Tetapi sebelum pembangunan ibadah tersebut dari pihak pengurus gereja sudah mengajukan permohonan dan belum memenuhi persyaratan yang harus dimiliki. Selanjutya kasus ini akan kami selesaikan dengan jalan musyawarah.177 Dari hasil wawancara tentang pendirian rumah ibadah tersebut, ini
membuktikan bahwa masyarakat telah menyampaikan aspirasinya kepada
FKUB Kabupaten Batanghari, dan FKUB telah menampung aspirasi yang
disampaikan oleh masyarakat tersebut, ini menunjukkan bahwa FKUB
Kabupaten Batanghari juga telah melaksanakan peran dan tugasnya
sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 demi terbentuknya kerukunan umat
beragama masyarakat Kabupaten Batanghari.
176
Wawancara, Akmal Hakim, (tokoh masyarakat), 29 Mei 2019 177
Wawancara: Marulan Silalahi, (Anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari), 28 Mei 2019
125
c. Melakukan Dialog dengan Pemuka Agama dan Tokoh Masyarakat.
FKUB Kabupaten Batanghari juga pemah melakukan dialog dengan
Pemuka Agama dan tokoh masyarakat membahas tentang mengantisifasi
masuknya aliran sempalan yang bisa merusak kerukunan umat beragama
di wilayah Kabupaten Batanghari khususnya di Kecamatan Bajubang.
Sebagaimana basil wawancara yang dilakukan kepada salah satu Wakil
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Batanghari, ia
menceritakan
Kami pemah malakukan dialog dengan Pemuka Agama dan Tokoh
Masyarakat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari yang
berkenaan dengan permasalahan aliran sempalan yaitu agama yang
mengaku-ngaku sebagai agama Islam, tetapi ajarannya terutama tentang
akidah ada perbedaan dengan ajaran agama yang sesungguhnya.178
d. Melakukan Sosialiasasi Peraturan Perundang-undangan dan
Kebijakan di bidang Keagamaan.
Melakukan sosialisasi peraturan perudang-undangan dan kebijakan
dibidang keagamaan juga menjadi agenda rutin yang harus dilaksanakan
oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Batanghari
Adapun sosialisasi yang dilaksanakan oleh FKUB Kabupaten Batanghari
kepada masyarakat terutama para pemuka agama dan tokoh masyarakat
yaitu Peraturan berkenaan Kerukunan umat beragama dan pendirian
rumah Ibadat dan menjelaskan secara rinci syarat-syarat untuk
mendirikan rumah ibadah, kegiatan ini bertujuan supaya masyarakat
mengetahui dan memahami semua aturan tentang konsep kerukunan
umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
Seperti hasil wawancara Penulis kepada salah satu Pengurus FKUB
Kabupaten Batang Hari, ia mengatakan bahwa :
“Kami telah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada pemuka agama dan tokoh masyarakat, berkenaan dengan ketentuan peraturan yang mengatur tentang mendirikan rumah ibadah harus memiliki atau memenuhi persyaratan-persyaratan yang sudah
178
Wawancara, Syamsuddin Ali, (Ketua FKUB Batang Hari), tanggal 26 Mei 2019
126
ditentukan”.179 Kemudian penulis mewawancarai salah satu Pemuka Agama Islam,
ia membenarkan pernyataan yang mengatakan bahwa FKUB Kabupaten
Batang Hari Pernah mensosialisasikan tentang peraturan untuk
mendirikan rumah ibadah kepada Pemuka-pemuka Agama. Berdasarkan
data Dokumentasi Program Kerja FKUB Kabupaten Batanghari, bahwa
benar adanya kegiatan Sosialisasi Kerukunan Umat Beragama, Peraturan
berkenaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah
yang dilaksanakan di wilayah Kabupaten Batanghari.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa FKUB
Kabupaten Batang Hari sudah melaksanakan tugasnya dengan baik
sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
Langkah-langkah FKUB dalam membantu menyelesaikan
permasalahan kehidupan keagamaan masyarakat Kabupaten Batang
Hari, perkembangan atau isu-sisu konflik mengenai pendirian rumah
ibadah di luar agama Islam sangat realistis. Oleh karena anggota FKUB
dalam kebanyakan diisi oleh kalangan berbagai agama, yang terdiri dari
orang-orang berpendidikan, memiliki wawasan dan pemikiran ke depan,
penguasaan dan pemahaman undang-undang dan peraturan pemerintah
mengenai perlunya kerukunan antar umat beragama.
Dalam Islam juga sangat diatur mengenai konsep kehidupan
keagamaan di sebuah negara Islam, di mana Islam sangat menghargai
dan melindungi kebebasan beragama di tengah kehidupan dalam
kekuasaan Islam. Toleransi merupakan persoalan aktual sepanjang masa
terlebih lagi toleransi beragama, islam memberikan perhatian yang tinggi
terhadap kehidupan antar umat beragama karena sejak awal
perkembangan islam, baik tersurat ataupun tersirat semuanya tercantum
didalam Alqur‟an dan prilaku Nabi Muhammad SAW.
179
Wawancara, KH. M.N. Parlindungan Hasibuan (Wakil Ketua I FKUB), 26 Mei 2019
127
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa
permasalahan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini yang telah
difokuskan secara rinci dalam rumusan masalah, yaitu : mengupas
Bagaimana Implementasi PBM Tahun 2006 yang di aktualisasikan
FKUB Kabupaten Batang Hari dalam Pendirian Rumah Ibadat di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari, Bagaimana Implikasi
PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan
Bajubang Kabupaten Batang Hari, Bagaimana Mekanisme
Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan
Bajubang Kabupaten Batang Hari. Dapat disimpulkan dalam bentuk
uraian singkat sebagai berikut:
1. Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang zin pendirian
rumah ibadah di kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari
ternyata sangat memprihatinkan. Banyak sekali terdapat
ketimpangan dan ketidaksesuaian seperti apa yang sudah tertulis
pada peraturan bersama tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari: a) Banyaknya rumah ibadah yang
tidak memiliki izin pendirian yang sesuai dengan prosedur yang
berlaku dan pemerintah setempat sebenarnya mengetahui hal
tersebut, tetapi pemerintah tidak ada mengambil tindakan yang
tepat dan tegas. 2) Kurangnya sosialisasi yang diberikan dari
pemerintah untuk menyadarkan pengurus rumah ibadah untuk
membuat izin pendirian rumah ibadah yang sah yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari, berjalan
127
128
sebagaimana yang diharapkan akan tetapi konflik pendirian rumah
ibadah cendrung menjadi masalah serius dilingkungan kecamatan
bajubang hal ini disebabkan karena faktor individu dan kepentingan
tertentu. masalah tentang pentingnya kerukunan bagi setiap agama
adalah tidak ada yang dipermasalahkan. Setiap agama
mengajarkan tentang arti penting kerukunan dan toleransi. Hanya
saja sering ada faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
pertentangan agama lain, di antara faktor tersebut yang adalah :
a. Rendahnya Sikap Toleransi
b. Kepentingan Politik
B. Implikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat itu perlu adanya kerukunan dan
toleransi antar sesama umat manusia ada berdasarkan kodrat alam yang
sepertinya ada dengan begitu saja, tanpa disadari ada di setiap tempat
yang ada. Kesadaran akan adanya yang lain dalam perbedaan-perbedaan
itu perlu dipahami bahwa kehidupan manusia bisa berlangsung dengan
adanya perbedaan tadi. Bila ditelusuri manusia juga diciptakan dari dua
hal yang bentuknya berbeda yaitu laki-laki dan perempuan, dari
perbedaan inilah manusia bisa berkembangbiak sampai sekarang.
Demikian juga dengan perbedaaan dalam arti budaya dan keyakinan.
Perkara yang paling penting dalam menjalani hidup adalah rasa
aman, bebas dari intimidasi dan keterpaksaan. Dengan demikian hidup
bisa menjadi harmonis dan penuh ketentraman, terbebas dari rasa
permusuhan dan kedengkian yang membawa umat manusia kepada
kehancuran dan kesengsaraan yang tidak ada ujung habisnya.
Pembelajaran seperti kerusuhan-kerusuhan dan bentrokan-bentrokan
suku agama ras dan antar golongan (SARA) di berbagai tempat, daerah,
wilayah, negara di berbagai belahan dunia sering terjadi karena tidak
adanya kesadaran hidup untuk hidup rukun dengan adanya toleransi antar
sesama umat manusia.
129
Kerukunan dan toleransi antar umat agama mutlak diperlukan di
dalam kehidupan bermasyarakat. Ternyata isu-isu pertentangan, jika
ditelusuri hanyalah masalah yang sebenarnya timbul akibat kekurang
pahaman dan kekurang sadaran manusia baik sebagai individu maupun
kelompok masyarakat tentang pemahaman ke dalam intern ajaran agama
yang sebenarnya dan ekstern yang berhubungan dengan tata aturan
dalam perundang-undangan yang ada bahwa semua itu telah diatur dan
ditetapkan. Menjadi tugas semua pihak kerukunan dan toleransi antar
umat beragama di suatu daerah tertentu yang memiliki keragaman
budaya, suku, ras, agama dan latar belakang yang berbeda-beda untuk
menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Melalui dari hasil
penelitian ini nampak jelas bahwa isu-isu pertentangan itu hanyalah
perkara seperti yang di sebutkan di atas. Dengan hasil penelitian ini
hendaknya bisa dijadikan pelajaran, terutama bagi masyarakat
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari khususnya dan umumnya
bagi masyarakat secara luas. Kehidupan keagamaan yang sudah terbina
dengan baik jangan sampai tercoreng dan rusak akibat kepentingan-
kepentingan baik itu kepentingan individu maupun kepentingan kelompok
tertentu karena itu hanyalah mementingkan nafsu keinginan dan
kepentingannya tanpa berpikir akibat yang ditimbulkannya.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kerukunan dan toleransi bisa
terbentuk dengan adanya kerjasama yang baik, baik pihak-pihak terkait
dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Pendirian rumah
ibadah tertentu hanyalah masalah kebutuhan hidup dalam berkeyakinan
dan menjalankan agamanya. Rumah ibadah di samping tata aturan
pendiriannya telah diatur oleh pemerintah, juga sebagai hal yang wajar
keberadaannya dan dibutuhkan dalam rangka pembinaan umat menuju
hidup yang lebih baik, jadi tdak perlu dipermasalahkan.
130
C. Rekomendasi
Dengan selesainya pembahasan dalam penelitian ini, penulis
merekomendasikan kepada semua pihak-pihak yang terkait, yang dalam
hal ini diharapkan bisa dijadikan prospek ke depan terutama yang
berhubungan dengan inti permasalahan dalam penelitian ini, yaitu agar ke
depan permasalahan serupa tidak terjadi lagi dan bisa dijadikan dasar
bagi semua lapisan masyarakat dalam mewujudkan kerukunan antar umat
beragama serta mengaplikasikan peraturan bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Rekomendasi penulis
dalam penelitian ini ditunjukkan, yaitu terutama kepada:
1. Pemerintah Kabupaten Batang Hari dan instansi terkait sebaiknya
mendata ulang seluruh rumah ibadah yang ada di Kecamatan
Bajubang, supaya bisa mengetahui mana saja rumah ibadah yang
memiliki ataupun tidak memilliki izin pendirian.
2. Pemerintah Kabupaten Batang Hari dan instansi terkait harus
memberikan kejelasan dan sosialisasi terhadap izin pendirian rumah
ibadah dan harus mengambil tindakan yang tegas terhadap rumah
ibadah yang tidak memiliki izin.
3. Umat Islam secara keseluruhan, yaitu agar supaya lebih meningkatkan
pemahaman keagamaan untuk menghindari cara berpikir sempit dan
fanatik ekstrim guna menjabarkan pemahaman agama yang lebih luas
untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah rahmatan lil‟alamin
yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam.
4. Umat dan tokoh agama lain, yaitu agar supaya lebih aktif dalam
melakukan pendekatan dan kerjasama yang baik kepada kelompok
mayoritas umat Islam sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan
demi membantu pemerintah dalam membina kerukunan antar umat
beragama di Kecamatan Bajubang. Melalui pengelola, pengurus dan
tokoh-tokoh agamanya agar supaya lebih menjalin dan merepotkan diri
dalam membina umat masing-masing agar terkontrol dengan baik.
131
5. Tokoh-tokoh dan pemuka agama Islam di masyarakat, yaitu agar bisa
memberikan pembelajaran dan pendalaman nilai keagamaan pada
umat Islam guna meningkatkan tingkat keilmuan umat Islam sehingga
terhindar dari cara berfikir sempit dan ekstrim tanpa di dasari
pengetahuan agama yang benar. Menggerakkan pengajian-pengajian
di berbagai tempat dengan dibarengi dengan solidaritas dan toleransi
yaitu tidak memberikan pengertian-pengertian yang mengarah kepada
pendiskriditan agama tertentu yang bisa menimbulkan sikap anti
agama lain yang bisa memicu adanya konflik agama, sekaligus bisa
berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam mensosialisasikan
tentang peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
perlunya kerukunan antar umat beragama.
6. FKUB Kabupaten Batang Hari, yaitu agar supaya forum ini lebih giat
dalam menfasilitasi berbagai hal yang bisa memberikan pencerahan
terhadap pemahaman masyarakat tentang arti penting kerukunan dan
toleransi antar umat beragama. Melalui program-pogram ke depan
dalam upaya meningkatkan kerukunan antar umat beragama di
Kecamatan Bajubang. FKUB Kabupaten Batang Hari hendaknya bisa
berfungsi sebagai forum teladan yang mampu mengatasi berbagai
permasalahan keagamaan yang ada.
7. Bagi pengelola dan pengurus rumah ibadah secara keseluruhan, yaitu
agar supaya keberadaan dan kegiatan rumah ibadah diusahakan
untuk tidak menganggu kegiatan masyarakat secara umum.
D. Kata Penutup
Dengan mengucapkan rasa syukur terhadap Allah SWT, penulis
menyadari bahwa selesainya penelitian ini tidak terlepas dari pertolongan
dan hidayahnya. Sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penulis
menyadari bahwa karya ilmiah dalam bentuk tesis ini masih banyak
kekurangannya, untuk itu kritik dan sarannya sangat penulis harapkan
demi sempurnanya karya ilmiah ini. Atas bantuan, bimbingan, arahan,
132
kerjasama yang baik dari berbagai pihak, penulis menyatakan ribuan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat
bagi masyarakat khususnya masyarakat Kecamatan Bajubang dan
umumnya masyarakat Indonesia seluruhnya. Amiin.
133
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Bin Hamid Asy Syabanah.Keterpurukan Moralitas Umat Islam.Jakarta;Iqro‟ Insan Press,2005
Abdul Wahab. Solichin, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke
Implementasi Kebjaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara. 2001 Ardiansyah, legalitas Pendirian Rumah Ibadat berdasarkan Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 1 Tahun 2016
Ainul Yaqin, Menolak Liberalisme Islam, Surabaya: MUI Jawa Timur, 2015 Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan. Jakarta : Gema Insani, 2006 A. Hakim dan Soleh Isre, Fungsi Sosial Rumah Ibadah dari Berbagai
Agama dalam Persfektif Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama, 2005
Betty R. Schort. Sosiologi Agama, Edisi Kedua. Jakarta : Frenada Media,
2004 Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum
Beriman. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 Bustanudin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafinso Persada, 2007 BPS kabupaten Batang Hari, Kecamatan Bajubang Dalam Angka BPHN Puslitbang, Laporan Akhir Pengkajian Hukum tentang Perlindungan
Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beagama Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Kebijakan dan
Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009
Departemen Agama RI. Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehhidupan
Keagamaan, Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Ketentraman Umat Beragama. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009
Farid Abdul Kholik, Terj. Fikih Politik Islam. Jakarta: Amzah, 2009
134
Husni Mubarok, Dilema Pendirian Rumah Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan, Jurnal Harmoni Vol. IX Nomor 35 Juli-September 2010
Idrus Ruslan, Etika Islam dan semangat Plurisme Agama di era Global,Al-
AdYaN/Vol.V, N0.1/Januari-Juni/2010 Keputusan Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme. Ma‟ruf Amin, Harmoni dalam keberagaman, Dinamika Relasi Agama-
Negara, Dewan Pertimbangan Presiden, Jakarta: 2011 M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006
M. Quraish Shihab, Kerukunan Beragama dari Perspektif Negara, HAM
dan Agama Agama, MUI Jakarta: 1996 Meter dan Horn, The Policy Implementation Process : A Conseptual
Framework, Administration and Society 6, 1975 M. Atho Mudzhar, Menjaga Aswaja dan Kerukunan Ummat. Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012 MUI, Solusi Hukum Islam Terhadap Masalah keutamaan dan kebangsaan,
Himpunan Makalah Pendukung Bahan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, Jakarta, 2012
Wahid Foundation, Hak atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di
Indonesia, Jakarta: 2016 M. Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006
M. Ali Kettani. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2005 M. Yatim Abdullah, Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Jakarta : Amzah,
2007 Musadiq Marhaban. Yudas Penghianat Atau Penyelamat. Jakarta :
Penerbit Lentera, 2006
135
Nela Sumika Putri, Pelaksanaan Kebebasan beragama
diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah, Jurnal Dinamika Hukum
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,Jakarta:
Grasindo,2002 Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan, Jakarta:
Balai Pustaka, 2004 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik, Jakarta: Intermedia, 1994 Sirajuddin Zar, Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Perspektif Islam,
Toleransi, Vol. 5 No. 2 Juli – Desember 2013 Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mengedepankan Islam
sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, Jakarta: Yayasan Khas, 2009 Toto Suryana, Jurnal pendidikan agama islam-ta‟lim vol. 9 No. 2-2011 H. Mazaheri. Akhlak Untuk Semua. Jakarta : Al-Huda, 2005 Kaelany HD. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Edisi Kedua.
Jakarta : Bumi Aksara, 2005 Syaikh Mustofa Mansyur. Fiqh Dakwah, Edisi Lengkap. Jakarta : Al-
I‟tishom Cahaya Umat, 2005 Samir Aliyah. Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam.
Jakarta : Kholifa, 2004 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya,(Pusat Kerukunan Umat Beragama: 2011
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 1999 Nela Sumika Putri, Jurnal Dinamika Hukum, Pelaksanaan Kebebasan
beragama diIndonesia(External Freedom) dihubungkan ijin Pembangunan Rumah Ibadah
136
https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta, 2010 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta,
2008 Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 2011 Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia, 1998 Sedarmayanti, Metodologi Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 2011 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2008 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif... Victor Feodorovich Sychev, Islam Indonesia di Mata Orientalis Rusia.
Jakarta: Balai Penelitian Pengembangan Jakarta, 2008 Kompilasi Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat
Beragama, Cet. XI, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Kementerian Agama RI, 2012
Mohd. Arifullah, Rekontruksi Citra Islam. Jakarta: Penerbit Sulthan Thaha
Press IAIN STS Jambi, 2005 Basiq Jalil, Peradilan Islam., Jakarta: Amzah, 2012 Dokumentasi:Progratri Ketja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
Kabupaten Batanghari, Tahun 2015. https://ejurnal.unilak.ac.id/index.php/Respublica/article/view/592/421 https://lampung.kemenag.go.id/artikel/15012/kerukunan-antar-umat-
beragama menurut pandangan-islam http://www.batangharikab.go.id
137
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)
Judul : IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 & NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAT (STUDI KECAMATAN BAJUBANG KABUPATEN BATANG HARI
A. Pedoman Wawancara
1. Pengurus Rumah Ibadah tertentu
a. Kapan rumah ibadah ini berdiri?
b. Ada berapa jamaah di tempat ibadah ini?
c. Bagaimana latar belakang berdirinya tempat ibadah ini?
d. Apa ada pernah terjadi konflik (pertentangan) saat rumah ibadah ini
dibangun?
e. Bagaimana langkah pengurus gereja mengatasi konflik?
f. Bagaimana pihak pengurus rumah ibadah melakukan sosialisasi
dan pendekatan kepada masyarakat?
g. Bagaimana pengurus rumah ibadah berkomunikasi dengan FKUB?
h. Bagaimana implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang
Hari?
i. Bagaimana Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah
Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?
j. Bagaimana Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian
Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?
2. Wawancara dengan Tokoh Masyarakat.
a. Bagaimana sebenarnya tentang pendirian rumah ibadah pada
agama lain?
b. Apa pendapat bapak mengenai rumah ibadah bagi agama lain
menurut islam?
c. Konflik dimana saja yang pernah ada tentang pendirian rumah
ibadah ?
d. Bagaimana penyelesaian tentang konflik pendirian rumah ibadah
berdasarkan agama anda?
e. Apa arti pentingnya kerukunan bagi umat beragama?
138
f. Bagaimana FKUB dalam menanggapi isu konflik rumah ibadah?
g. Bagaimana FKUB mengatasi konflik yang berhubungan dengan
rumah ibadah?
h. Bagaimana FKUB menjaga kerukunan antar umat beragama?
i. Bagaimana sosialisasi FKUB mengenai pentingnya kerukunan antar
umat beragama?
j. Bagaimana implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang
Hari?
k. Bagaimana Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah
Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?
l. Bagaimana Mekanisme Penyelesaian masalah dalam Pendirian
Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari?
B. Pedoman Observasi
1. Observasi tentang letak rumah ibadah tertentu
2. Observasi tentang jumlah jema‟ah pada rumah ibadah tertentu
3. Observasi tentang kondisi masyarakat sekitar
C. Pedoman Dokumentasi
1. Mencari dokumen-dokumen pemerintah yang berhubungan dengan data
penelitian
2. Mencari dokumen-dokumen tentang kepengurusan FKUB
3. Mencari dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan dan berhubungan
dengan data penelitian
139
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : AROFAH
NIM : MHI. 16.2.2558
Tempat/Tgl Lahir : Dusun Olak, 20 Desember 1983
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : RT. 032 RW. 07 Kelurahan Muara Bulian Kecamatan
Muara Bulian Kabupaten Batang Hari
Jenjang Pendidikan : 1. SDN 185/1 Desa Olak : 1996
2. Pon-Pes Darqis : 1999
3. MAN Muara Bulian : 2002
4. S1 Fakultas Syariah IAIN STS Jambi : 2006
5. Pascasarjana UIN STS Jambi : 2019
Pekerjaan : Kepala KUA Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang Hari
Tahun 2018 sampai dengan sekarang
Jambi, November 2019 Penulis
AROFAH NIM. MHI. 16.2.2558