Terje Mahan

19
Svechnikov’s sign as an indicator of drowning in immersed bodies changed by decomposition : an autopsy study Vladimir Z ˇ ivkovic ́, Dragan Babic ́, Slobodan Nikolic ́ Abstrak Tujuan: mayat yang ditemukan didalam air seringkali menjadi masalah yang sulit pada patologi forensik. Tujuan dari studi ini adalah untuk memeriksa adanya dan jumlah dari cairan bebas di sinus sphenoid pada kasus meninggal karena tenggelam, dan untuk membandingkan dengan jumlah cairan yang ditemukan pada mayat yang membusuk di air, dan mayat yang membusuk pada lingkungan daratan. Metode: cairan bebas dari sinus sphenoid diaspirasi menggunakan jarum dan syringe dengan cara menusukan pada daerah fossa hypophyseal. Pada kasus meninggal karena tenggelam juga diperiksa untuk hemolytic staining pada intima dari aorta. Hasil: pada 29 kasus meninggal karena tenggelam ditemukan 1,36 – 1,48 ml pada sinus shenoid. Dengan 21 dari sampel memiliki hemolytic staining dari intima orta. Pada kasus mayat yang membusuk di air (22 kasus) ditemukan 1,26-1,40 ml pada sinus sphenoid, dan pada kasus yang membusuk di lingkungan daratan (52 kasus) berbeda sangat signifikan hanya ditemukan 0,57-0,92 ml. Kesimpulan: cairan bebas pada sinus sphenoid (svechnikov’s sign) dapat dipertimbangkan sebagai reaksi vital pada kasus meninggal karena tenggelam. hemolytic staining pada intima aorta dapat menjadi tanda yang 1

description

abcdeee

Transcript of Terje Mahan

Svechnikovs sign as an indicator of drowning in immersed bodies changed by decomposition : an autopsy study

Vladimir Z ivkovic , Dragan Babic , Slobodan Nikolic

Abstrak

Tujuan: mayat yang ditemukan didalam air seringkali menjadi masalah yang sulit pada patologi forensik. Tujuan dari studi ini adalah untuk memeriksa adanya dan jumlah dari cairan bebas di sinus sphenoid pada kasus meninggal karena tenggelam, dan untuk membandingkan dengan jumlah cairan yang ditemukan pada mayat yang membusuk di air, dan mayat yang membusuk pada lingkungan daratan.

Metode: cairan bebas dari sinus sphenoid diaspirasi menggunakan jarum dan syringe dengan cara menusukan pada daerah fossa hypophyseal. Pada kasus meninggal karena tenggelam juga diperiksa untuk hemolytic staining pada intima dari aorta.

Hasil: pada 29 kasus meninggal karena tenggelam ditemukan 1,36 1,48 ml pada sinus shenoid. Dengan 21 dari sampel memiliki hemolytic staining dari intima orta. Pada kasus mayat yang membusuk di air (22 kasus) ditemukan 1,26-1,40 ml pada sinus sphenoid, dan pada kasus yang membusuk di lingkungan daratan (52 kasus) berbeda sangat signifikan hanya ditemukan 0,57-0,92 ml.

Kesimpulan: cairan bebas pada sinus sphenoid (svechnikovs sign) dapat dipertimbangkan sebagai reaksi vital pada kasus meninggal karena tenggelam. hemolytic staining pada intima aorta dapat menjadi tanda yang signifikan pada kasus meninggal karena tenggelam. Pada kasus mayat yang membusuk di air, sejumlah 0,55 ml cairan bebas pada sinus sphenoid, dapat berarti bahwa korban masih hidup ketika kontak dengan air, namun kehadiran dari cairan bebas pada sinus sphenoid, tidak berarti mengindikasikan bahwa tenggelam menjadi penyebab kematian.

Kata Kunci: Patologi forensik, drowning, cairan bebas di sinus sphenoid, Svechinkovs sign, Pewarnaan hemolitik pada aorta

Pendahuluan

Menurut definisi, drowning adalah proses yang menyebabkan kegagalan fungsi respiratori karena terendam pada media cair. Mekanisme dari kematian melibatkan hypoxia yang irreversible. Ciri-ciri secara patologi dari kematian karena tenggelam tidak spesifik selain itu akibat dari pembusukan membuat temuan-temuan dari otopsi menghilang secara cepat. Disanalah diagnosis dari drowning harus ditentukan secara hati-hati dievaluasi dari keadaan disekitar TKP dan juga mengeklusi potensi naturan atau tidak natural dari penyebab kematian. Namun sayangnya tidak ada metode yang pasti untuk mendiagnosis kasus tenggelam dan merupakan salah satu kasus yang kompleks dan sulit untuk didiagnosis dari ilmu kedokteran forensik.

Mayat yang ditemukan di air biasanya merupakan kasus yang sulit pada forensik patologi. Biasanya kasus tenggelam diasumsikan sebagai penyebab kematian dan pada manner of death biasanya disebut sebagai bunuh diri atau kecelakaan. Sebagai tambahan, penyebab dari kematian ditentukan dalam tubuh yang diambil dari air dapat berasal dari penyakit alami atau cedera sebelum atau sedang masuk ke air, atau dari efek perendaman. Banyak kasus pada pemeriksaan menunjukan tanda-tanda dari perendaman, pada sinus paranasal

Perbedaan reaksi vital yang ditemukan saat otopsi didasari dari aspirasi air, dapat menjelaskan drowning sebagai penyebab kematian. Salah satu tanda tersebut kemungkinan adanya cairan aqueous dalam hubungannya dengan temuan lain, seperti gumpalan buih sekitar mulut dan lubang hidung, emphysema aquosum, palataufs spots, peningkatan hemolisis dan lain-lain. Sinus sphenoid sangat mudah diakses saat otopsi dan cairan pada sinus tersebut mudah untuk diambil.

Tujuan dari studi ini adalah untuk memeriksa kehadiran dan jumlah dari cairan bebas di sinus sphenoid pada kasus drowning dengan sedikit tanda pembusukan, dam membandingkannya dengan mayat yang ditemukan di air dengan tanda pembusukan dimana ada perubahan yang signifikan dan juga dengan mayat yang yang ditemukan di daratan dengan pembusukan. Pada kasus drowning dengan sedikit pembusukan, kehadiran dari hemolityc staining pada intima aorta dan berat dari paru-paru juga diperiksa. Dimana beberapa aspek dapat dipertimbangkan sebagai tanda vital yang penting untuk menentukan penyebab dari kematian pada kasus drowningBahan dan Metode

Sebuah studi otopsi prospektif yang dilakukan selama 4 tahun, dari periode (2009-2012), dimana tiga kelompok kasus dipilih.

Kelompok pertama terdiri dari kasus tenggelam di air tawar, tanpa tanda-tanda pembusukan, dan yang otopsi dilakukan dalam waktu 24-36 jam setelah kematian. Diagnosis drowning ditentukan berdasarkan temuan saat otopsi (juga untuk menemukan penyebab lain kematian), dan sebagai sumber data untuk kepolisian. Kasus-kasus ini diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya cairan bebas dalam sinus sphenoid dan bercak hemolitik dari intima aorta. Pada setiap kasus, dua pengamat independen akan mengkonfirmasi ada atau tidak adanya bercak hemolitik dari intima aorta saat otopsi dilakukan, tanpa kadar intensitasnya; selanjutnya, pengamat tidak dapat menilai apakah bercak hemolitik intima aorta muncul atau tidak. Pengamat membandingkan perbedaan bercak antara aorta dan batang paru, dan jika ada perbedaan, mereka memberi label yang berarti hasil bercakya positif. Berat paru-paru diukur pada semua kasus, serta konsentrasi alkohol dalam darah juga diukur. Semua subjek yang termasuk dalam sampel dianalisis hanya yang meninggal di tempat, bukan meninggal beberapa waktu setelah initial drowning.

Kelompok kedua terdiri dari mayat yang ditemukan dari air tawar yang sudah terjadi proses pembusukan pasca kematian, dan kelompok ke tiga terdiri dari mayat yang ditemukan dalam lingkungan indoor yang juga sudah terjadi proses pembusukan, seperti pelunakan jaringan dan adanya cairan yang keluar dari mulut dan lubang hidung akibat dari proses pembusukan. Pada kedua kelompok ini, otopsi dilakukan hingga 15 hari dari awal kematian (menurut lapran polisi, data heteroanamesis, dan temuan otopsi). Kasus pada kelompok ketiga juga diperiksa adanya cairan bebas dalam sinus sphenoid, namun disini mayat dalam proses pembusukan di dalam ruangan sehingga ada atau tidaknya cairan dari sinus sphenoid dipantau. Pada semua kasus yang dipilih, data tentang jenis kelamin dan umur juga diikut sertakan. Informasi yang terkandung dalam penelitian ini didapat dari laporan polisi dan data heteroanamnesis yang menggambakan kronologis kematian korban. Karena perbedaan volume dari sinus sphenoid, mayat yang berusia dibawah usia lima belas tahun tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.

Cairan bebas dalam sinus sphenoid yang diaspirasi menggunakan jarum suntik dan jarum ditusukkan melalui fossa hypophysealis. Kepala dan leher tubuh mayat di extensikan maksimal sampai batas kelenturannya (dibatasi oleh kaku mayat) hal ini dilakukan untuk memudahkan mengaspirasi cairan dari sinus supaya semua cairan dapat diambil. Jarum dapat diputar-putar di dalam sinus sphenoid, ini bertujuan untuk mengaspirasi cairan sebanyak mungkin dari kedua sinus tersebut.

Untuk menentukan kadar alkohol dalam darah, sampel diperoleh dari vena femoralis saat otopsi. Analisis kromatografi dilakukan untuk memisahkan molekul etanol (batas deteksi etanol adalah 0,001 g/L dan batas kuantifikasi etanol adalah 0,003 g/L).

Data yang diperoleh menggunakan Chi-square uji Pearson, Mann -Whitney U test dan koefisien korelasi Spearman untuk memperkirakan hubungan semua variabel akan menunjukkan kontribusi nonparametrik (yang diuji dengan menggunakan Kolmogorv Smirnov tes untuk distribusi normal). Analisis kurva ROC ( yang menerima operasi kurva karakteristik) juga digunakan dalam penelitian ini. Nilai kurang dari 0,05 dianggap signifikan dan kurang dari 0,01 dianggap sangat signifikan. Pada penelitian ini menggunakan Versi soft ware PSS17.0 (lisensinomor 106454) digunakan untuk analisis data statistik.Hasil

Kelompok pertama, kasus tenggelam air tawar tanpa tanda-tanda pembusukan, terdiri dari 29 mayat, 21 laki-laki dan 8 perempuan. Kelompok ini memiliki dominasi laki laki yang signifikan (x2 = 5,828, = 0,016) dan usia rata-rata 55,4 18,4 tahun (mulai 17-81 tahun). Jumlah rata-rata cairan bebas dalam sinus sphenoid yang ditemukan adalah 1,36 1,48 ml (kisaran 0-6,0 ml, dari total 29 kasus, 6 diantaranya tidak dapat di aspirasi). Bercak hemolitik dari intima aorta menunjukkan jumlah yang signifikan dari kasus tenggelam di air tawar yang diperiksa, yaitu : 21 dari 29 (x2 = 5,828, =0,016). Berat total paru paru dalam kelompok ini adalah 1.313 320g (kisaran 820-1,930). Sepuluh dari 29 kasus dinyatakan positif alkohol, dengan konsentrasi alkohol dalam darah rata-rata 2,50 1,22 g/L (kisaran 0,18-4,07); kasus mayat yang berusia muda terbukti lebih sering dibawah pengaruh alkohol (Spearmanrho = - 0,456, = 0,013) dan konsentrasi yang paling tinggi dari alkohol (rho Spearman = - 0,426, = 0.021). Kelompok kedua, adalah mayat yang ditemukan dari air tawar dengan adanya proses pembusukan post mortem, terdiri dari 22 mayat. Pada kelompok ini laki-laki yang lebih dominan (x2 = 8,909, = 0,003), 18 adalah laki-laki dan 4 adalah perempuan. Usia rata-rata adalah 38,8 14,6 tahun (berkisar antara usia 15 sampai 65 tahun). Jumlah rata-rata cairan bebas dalam sinus sphenoid ditemukan 1,26 1,40ml (sekitar 0 - 6,0 ml, dari 22 total kasus, 5 diantaranya tidak terdapat cairan bebas dari sinusnya. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam jumlah cairan bebas di sphenoid sinus antara kelompok ini dan kelompok kasus tenggelam yang tidak memiliki tanda-tanda pembusukan (Mann-Whitney U 313,500, = 0,916; Gambar 1.).

Kelompok ketiga, adalah mayat yang ditemukan di lingkungan dalam ruangan dengan proses pembusukan, terdiri dari 52 mayat, 37 adalah laki-laki dan 15 perempuan. Kelompok ini memiliki laki-laki yang lebih dominan dari pada perempuan, (x2 = 9,308, p = 0,002), dengan rata-rata usia menjadi 61,5 16,4 tahun (mulai 21-84). Jumlah rata-rata cairan bebas dalam sinus sphenoid yang didapatkan pada kelompok ketiga adalah 0.57 0,92 ml (berbagai 03,5 ml ; dari total 52 kasus, 31 kasus tidak ada cairan bebas yang dapat diaspirasi. Kelompok ini memiliki jumlah cairan bebas di sphenoid yang signifikan lebih kecil dibandingkan dengan ke dua kelompok tenggelam di air tawar tanpa pembusukan (Mann Whitney U 446,000, = 0,001) dan kelompok dengan mayat yang dari air tawar dengan pembusukan pasca kematian (Mann-Whitney U 355,000, = 0,006; Gambar 1).Diskusi

Drowning dapat di diagnosis dengan melihat temuan saat otopsi yang penting yaitu berdasarkan aspirasi air. Meskipun demikian, temuan itu tidak spesifik karena dapat ditemukan juga pada kondisi lain (misalnya pada overdosis obat atau serangan jantung). Selain itu, ketidakadaanya tidak dapat mengeksklusi kemungkinan tenggelam.

Pada pemeriksaan luar, adanya busa di mulut, hidung, atau bahkan keduanya, adalah penanda penting. Busa muncul seperti balon kecil atau massa seperti jamur, dengan warna putih atau merah muda. Hal ini diduga merupakan suatu campuran udara, cairan, lendir, dan surfaktan, dan, fenomena antemortem. Sayangnya, busa yang keluar dapat dengan mudah hanyut oleh air sebelum pengambilan tubuh atau selama upaya resusitasi. Hal ini juga dapat luput dari laporan polisi di lokasi kejadian, atau mungkin sengaja atau tidak sengaja terhapus sebelum otopsi.Pemeriksaan dalam mampu menampilkan fitur yang berbeda dan khas dalam kasus tenggelam, namun terkadang dapat menjadi tidak spesifik atau tidak stabil. Busa juga bisa diamati dalam saluran udara. Perdarahan pleura agak besar, yang diproduksi oleh robeknya partisi antar-alveolar, pertama kali ditemukan oleh Paltauf, terkadang terlihat, terutama segera di bawah pleura tersebut. Salah satu tanda tenggelam adalah paru-paru menjadi besar atau seperti balon, dan sering menyebabkan terjadinya tumpang tindih perikardium. Selain, berat paru-paru, sendiri, jumlah transudasi pleura, telah diusulkan sebagai kriteria kematian karena tenggelam. Pada penelitian yang berbeda juga didapatkan berat paru biasanya meningkat (edema paru berair), bersamaan dengan bobot limpa yang lebih ringan dalam kasus tenggelam dibandingkan dengan sesak napas atau kasus trauma. Semua studi ini telah menggunakan nilai rata-rata daripada nilai cutoff yang jelas.Namun, nilai cutoff sebesar 500 gram telah digunakan oleh Copeland yang melaporkan bahwa pada 80-90% kasus tenggelam, berat paru-paru meningkat. Dalam kasus tenggelam air tawar tanpa pembusukan, penelitian ini juga menunjukkan berat total paru (1,313-1320 gram) lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran berat normal organ tersebut yang sejalan dengan data yang baru diterbitkan oleh Molina dan DiMaio (840 gram untuk kedua paru-paru). Data ini juga sesuai dengan penelitian serupa yang dilaporkan mengenai total berat paru-paru, yaitu di atas 1.000 gram pada sejumlah besar kasus tenggelam. Baru-baru ini juga telah diperkenalkan indeks tenggelam yang merupakan rasio dari berat paru paru dan efusi pleura pada lien yang menunjukan rasio yang lebih tinggi dalam kasus tenggelam. Beberapa penilaian baru yang berguna dalam menilai penyelidikan potensial kematian karena tenggelam, seperti menentukan tingkat natrium vitreous humor (berkurang pada air tawar dan air asin, meningkat pada tenggelam), ekspresi intrapulmoner dari aquaporin-5, adanya lesi pada mukosa lambung, tanda Wydler (tertelannya air), Mallory-Weiss 'sindrom (esophageal mucosal tears), dan ditemukannya plankton dan diatom dalam tubuh korban, terutama jika disertai dengan konfirmasi PCR.Bercak hemolitik pada intima aorta telah dikutip dalam literatur sebagai penanda tenggelam dalam air tawar; namun tanda tersebut tidak selalu disebutkan dalam buku teks. Apakah peristiwa tenggelam terjadi di air tawar atau air laut, hasil akhirnya adalah edema paru, penurunan compliance paru, dan peningkatan ketidakcocokan ventilasi / perfusi. Setelah aspirasi cairan hipotonik atau hipertonik, perubahan selain yang mempengaruhi parenkim paru secara historis dianggap cukup penting. Untuk menghasilkan perubahan yang signifikan dalam volume darah membutuhkan aspirasi cairan dengan volume besar. Jika lebih dari 11 ml / kg cairan hipotonik yang disedot, volume darah akan meningkat dalam proporsi langsung dengan jumlah disedot. Jika pasien berhasil diresusitasi, akan diserap cairan yang dengan cepat didistribusikan dan hipovolemia dapat terjadi dalam 1 jam. Namun, sebagian besar korban tenggelam tidak ada aspirasi cairan yang cukup untuk menyebabkan perubahan yang mengancam jiwa. Dengan demikian, hal ini juga menjelaskan mengapa perubahan yang mengancam jiwa dalam konsentrasi elektrolit serum jarang dilaporkan di air tawar dan air laut pada korban tenggelam. Jika volume besar air tawar yang disedot dengan adanya hipoksemia, hemolisis sel darah merah dapat terjadi, menyebabkan plasma hemoglobin dan kadar kalium serum meningkat. Hemolisis terjadi sekunder tidak hanya karena hipotonik tetapi juga hipoksemia. Byard telah menunjukkan bahwa bercak hemolitik dari intima aorta dan batang paru terjadi relatif lama setelah paparan awal dari jaringan yang dipotong dalam studi mereka terhadap pembuluh darah babi. Hasilnya lebih jelas ketika campuran air dan darah disuntikkan ke dalam ventrikel kiri, mengalir ke aorta proksimal, bukan pada saat menggunakan air murni.Pada studi otopsi penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah besar kasus tenggelam pada air tawar intima aorta nya mengandung bercak hemolitik merah (21 dari 29, 72%, X2 = 5,828, p = 0,016), tanpa ada perubahan warna dari paru - paru (Gambar. 2). Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tsokos et al. yang ditemukan hanya 5% dari kasus (6 dari total 120 kasus). Alasan untuk perbedaan yang besar ini disebabkan karena studi yang dilakukan oleh Tsokos et al. adalah studi retrospektif, sementara tulisan ini adalah studi prospektif. Hasil ini menunjukkan bercak hemolitik pada intima aorta tidak diakui, dan meskipun ini adalah penanda subyektif, mungkin menjadi penanda tenggelam pada air tawar tanpa pembusukan.Secara praktis tidak ada tanda-tanda yang disebutkan sebelumnya dapat digunakan dalam menentukan diagnosis tenggelam bagi tubuh yang mengalami pembusukan post mortem yang telah keluar dari air.Meskipun telah dijelaskan oleh Svechnikov pada tahun 1965, tenggelamnya cairan di sinus sphenoid (Svechnikov adalah tanda cairan pada sinuum paranasalium) hanya disebutkan dalam literatur. Ini menunjukkan temuan diagnostik tambahan pada wet drowning dan mengindikasikan adanya cairan bebas di sinus paranasl (paling sering di sinus maxilla dan sphenoid). Sebuah studi oleh Bohnert et al. telah menunjukkan bahwa antara 1 dan 4 ml cairan berair ditemukan pada sinus sphenoid pada 92% dari kasus tenggelam. Meskipun cairan ditemukan pada 52% kasus otopsi lainnya untuk studi mereka, volume rata-rata aspirasi lebih kecil pada kelompok kontrol dibandingkan dengan korban tenggelam. Sebagai catatan tambahan, studi oleh Hotmar juga menemukan cairan berair pada 75% kasus tenggelam mereka.Sinus sphenoid bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan kaitannya dengan sella. Atap sinus mungkin berbeda dalam ketebalan dan kekhususan dasar sella. Selain itu, dibagi oleh satu atau lebih septa vertikal yang sering asimetris. Tingkat pneumatisasi sinus sphenoid juga dapat bervariasi. Volume sinus berkisar 3 sampai 10 ml. Sinus sphenoid membuka ke reses sphenoethmoidal dekat garis tengah. Ostia dapat berbentuk oval atau bulat dan biasanya terletak 10-20 mm. di atas lantai sinus. Diameter rata-rata dari tulang ostium adalah 2-7 mm, namun lipatan mukosa mungkin merusak bagian atasnya, sehingga berkurang secara signifikan.Dalam penelitian ini sejumlah besar kasus, di mana 79% dari kasus tenggelam (23 dari 29, X2 = 9,966, p = 0,002) tanpa pembusukan, dan 78% dari semua tubuh yang diangkat dari air (dengan atau tanpa pembusukan post-mortem 40 dari 51 kasus), ditemukan memiliki cairan bebas dalam sinus sphenoid mereka. Seperti telah diasumsikan bahwa sejumlah cairan bebas dapat hadir dalam sinus sphenoid dalam kasus pembusukan dalam ruangan, karena perubahan post-mortem dan pencairan jaringan, mereka kemudian digunakan sebagai kelompok kontrol. Di dalamnya, cairan bebas hadir di 41% kasus (21 dari 52), yang secara signifikan lebih sedikit bila dibandingkan dengan mayat yang ditemukan di air (X2 = 15,434, p < 0,001).Jumlah cairan bebas dalam sinus sphenoid pada kasus tenggelam tanpa pembusukan dan tenggelam dengan pembusukan, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (p > 0,05), namun secara signifikan cairan bebas dalam kedua kasus tersebut (lebih banyak dua kali lipat) jika dibandingkan dengan kasus pembusukan dalam lingkungan ruangan (masing-maisng p < 0,01 dan p < 0,05). Hal ini mengarah pada kesimpulan tenggelam tanpa pembusukan, adalah penyebab utama adanya cairan bebas dalam sinus sphenoid.Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah tertentu dari cairan bebas dalam sinus sphenoid dapat menjadi prediktor bermakna bahwa seseorang masih hidup pada saat perendaman. Fakta ini jelas ditunjukkan dalam kurva ROC (Gambar. 3), dimana daerah di bawah kurva adalah 0.690 (p = 0.010) dan nilai cutoff dari jumlah cairan bebas adalah 0,55 ml yang menunjukkan sensitivitas sebesar 64% dan spesifisitas sebesar 70%. Jumlah cairan bebas di dalam sinus sphenoid pada mayat yang ditemukan di perairan lebih dari 0,55 ml dan terdapat aspirasi air pada 2/3 kasus yang diamati sehingga kemungkinan terjadinya kasus positif palsu berkisar 30%.

Interpretasi lain dari analisis statistik ini dapat menunjukkan bahwa jika jumlah cairan bebas dalam sinus sphenoid melebihi 0,55 ml dalam kasus mayat yang ditemukan dari air dengan tanda pembusukan, itu berarti bahwa orang tersebut masih hidup saat kontak awal dengan air dan air disedot secara aktif. Namun hal ini harus dipertegas bahwa tidak ada keharusan yang menyatakan bahwa tenggelam adalah suatu penyebab kematian. Di sisi lain, mekanisme cairan masuk ke dalam sinus masih belum jelas. Satu penyebab yang mungkin adalah adanya aspirasi aktif dari cairan perendaman. Penyebab lain dapat karena pemasukan secara pasif karena tingginya tekanan hidrostatik dari cairan perendaman. Ukuran dari ostium sinus yang lebih kecil (yang hanya beberapa milimeter) dan tekanan hidrostatik saat perendaman harus diperhitungkan. Sedikit perubahan pada radius dari lumen akan berdampak besar pada tahanan aliran air yang melewatinya, ini sesuai dengan rumus Poiseulle mengenai tahanan aliran air yang mengalir pada pipa. Menurut Hukum Laplace, semakin kecil suatu bola maka semakin besar tekanan yang diperlukan untuk mengembangkannya. Sama hal nya pada sinus ostium, saat radiusnya mengecil, maka semakin besar tekanan idrostatik yang diperlukan di dalam rongga hidung untuk menekan cairan di dalam sinus itu. Karena sinus ostium itu berukuran kecil maka dapat diasumsikan diperlukan tambahan tekanan. Pada proses tenggelam, setelah proses awal menahan nafas dari laringospasme pada korban, sebenarnya terjadi kondisi hiperbarik hipoksemia dan asidosis. Yang berujung pada refleks penarikan nafas panjang dan aspirasi air. Proses ini dapat menambah tekanan yang dapat menyebabkan masuknya cairan ke dalam sinus paranasalis. Pada kondisi ini pergerakan semacam itu menggambarkan suatu reaksi vital. Namun seperti yang sudah ditegaskan sbelumnya, ini hanyalah suatu spekulasi tanpa bukti yang jelas namun dapat menjadi bahan penelitian ke depannya. Sebagai tambahan, hanya sinus spenoid yang telah diteliti saat ini karena bagian itu sangat mudah diakses pada saat autopsi. Pada penelitian berikutnya mungkin sinus paranasalis lainnya dapat ikut serta dipelajari, Diagnosis dari tenggelam masih meragukan dan terjadi karena kombinasi beberapa tanda seperti berat paru-paru, pewarnaan hemolitik pada intima aorta dan adanya cairan bebas pada sinus sphenoid dapat membantu untuk lebih menegakkan diagnosis. Namun hal ini sulit jika mayat yang ditemukan di air mengalami pembusukan post-mortem. Adanya sebanyak 0,55 ml atau lebih cairan pada sinus sphenoid menandakan kasus tersebut perlu dipertimbangkan sebagai reaksi penting dan menunjukkan bahwa korban masih hidup sebelum tenggelam. Namun hal tersebut tidak mengharuskan bahwa tenggelam adalah penyebab kematian.Poin Penting1. Cairan bebas pada sinus sphenoid dapat dipertimbangkan sebagai reaksi vital dalam kasus drowning, sekalipun tidak diikuti dengan pembusukan

2. Bercak hemolitik pada intima aorta dapat menjadi penanda signifikan dari tenggelam pada air tawar dalam kasus tanpa pembusukan

3. Pada mayat yang membusuk karena tenggelam, sejumlah 0,55ml cairan bebas pada sinus sphenoid dapat menandakan bahwa korban masih hidup sebelum kontak dengan air

4. Pada mayat yang ditemukan di air, adanya cairan bebas di sinus sphenoid tidak mengindikasikan bahwa tenggelam adalah penyebab kematian

5. Sejumlah cairan bebas dapat diperkirakan ada pada kasus meninggal di dalam ruang dengan pembusukan post mortem tetapi dengan jumlah yang sedikit

Gambar 1. Skema box ini menggambarkan jumlah cairan bebas di dalam sinus sphenoid pada kelompok mayat kasus tenggelam (baik yang menunjukkan tanda pembusukan maupun tidak) dan kelompok mayat yang membusuk di dalam lingkungan ruangan. Batas bawah box merujuk pada persentil 25, garis pada box merupakan median dan batas atas menunjukkan persentil 75. Batas garis error di atas dan bawah box menujukkan secara berurutan menunjukkan persentil 90 dan 10.

Gambar 2 . Ilustrasi pengecatan pada arteri pulomnaris dan aorta pada kasus tenggelam di air tawar.

Gambar 3. Kurva ROC : Sumbu x menggambarkan sensitivitas dan sumbu y menggambarkan spesifisitas. Area di bawah kurva adalah 0,690 dan nilai batas dari jumlah cairan bebas di dalam sinus sphenoid adalah 0,55ml yang berarti tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk aspirasi cairan pada mayat dengan kasus tenggelam secara berurutan adalah 64% dan 70%.12