Teori Perencanaan

30
Teori Perencanaan (Perencanaan Kota) Disusun oleh : Nama : Raymond Kharisma NPM : 0914000281 Mata Kuliah : Azas-azas Manajemen H/R/J : Kamis/R/16.30

Transcript of Teori Perencanaan

Page 1: Teori Perencanaan

Teori Perencanaan (Perencanaan Kota)

Disusun oleh :

Nama : Raymond Kharisma

NPM : 0914000281

Mata Kuliah : Azas-azas Manajemen

H/R/J : Kamis/R/16.30

Dosen : Sunarno

Penugasan ke : 1

Page 2: Teori Perencanaan

BAB I

Unsur-Unsur Dalam Perencanaan

Perencanaan kota merupakan suatu pemikiran rasional dan kegiatan

implementatif untuk mengakomodasi kebutuhan baru di masa datang. Hal ini

dimaksudkan untuk memprediksi perkembangan kota dengan melihat

karakteristik lokal dan regional. Sehingga informasi yang up to date menjadi

tuntutan proses perencanaan.

Pemikiran rasional dalam perencanaan merupakan proses identifikasi

potensi, kendala, permasalahan, kecenderungan perkembangan, dan

keterkaitannya dengan kota-kota lain disekitarnya dalam suatu konstelasi

regional. Sedangkan kegiatan implementatif merupakan suatu kegiatan

pelaksanaan rencana dalam bentuk program-program pembangunan. Sehingga,

kebutuhan kota di masa depan dapat dimanifestasikan dalam bentuk fisik dan non

fisik berupa sosial budaya, sosial ekonomi, politik yang diwujudkan dalam

rencana-rencana pembangunan kota. Produk rencana tersebut berupa rencana tata

ruang yang berdimensi pada dimensi waktu pelaksanaan. Oleh karena itu

perencanaan kota harus mencerminkan kondisi yang berkesinambungan. Karena

dalam proses pelaksanaannya penyusunan dokumen perencanaan tidak akan lepas

dari kecenderungan perkembangan yang terdapat di kota dan arahan

pembangunan dari dokumen perencanaan di atasnya. Data yang aktual menjadi

salah satu faktor penentu keberhasilan perencanaan. Data merupakan suatu

refleksi kondisi eksisting kota berupa "modal" awal pengidentifikasian kondisi

serta penyelarasan perencanaan dengan karakteristik lokalnya.

Page 3: Teori Perencanaan

I. Sistem Informasi yang Dinamis

Sistem informasi merupakan alat sebagai media penyaji

dan analisator yang sangat bermanfaat pada proses perencanaan.

Sistem yang dinamis menjadi tuntutan penyajian data. karena pada

dasarnya data-data yang dibutuhkan pada proses perencanaan

wilayah dan kota bersifat dinamis dan berubah dipengaruhi oleh

kondisi masyarakat dan kondisi fisik lingkungannya. Penguasaan

para perencana terhadap sistem informasi yang dinamis merupakan

modal awal profesionalisme perencana. Menjadi satu hal yang

harus dipenuhi oleh setiap perencana untuk dapat menguasai serta

mengaplikasikan sistem informasi yang dinamis. Hal itu

diwujudkan dalam sebuah sistem informasi perencanaan yang

termuat dalam data base yang dapat diakses secara mudah via

internet maupun intranet. Disamping itu instalasi wireless menjadi

salah satu pendukung potensial kemudahan akses database. Hal

tersebut juga didukung oleh instalasi software-software pemetaan

serta sistem informasi perencaan yang terintegrasi pada setiap

komputer di laboratorium, perpustakaan, maupun di administrasi.

Secara umum, jenis data untuk perencanaan dapat digolongkan ke

dalam dua kelompok besar, yaitu data spasial (keruangan) dan

nonspasial. Dalam hal manajemennya, kedua kelompok data

tersebut juga harus dikelola secara berbeda, yaitu data fisik bersifat

statis, sedangkan data sosial-ekonomi bersifat dinamis dan harus

selalu di-update. Dari sisi substansi pembangunan ekonomi, data

perencanaan pembangunan juga dapat dilihat dari sudut suplai

(ketersediaan) dan demand (kebutuhan). Dengan melihat dari

kedua sisi tersebut diharapkan kedua aspek penting pembangunan

dapat terangkum.

Page 4: Teori Perencanaan

II. Transformasi

Proses perubahan yang sistematis dari informasi empiris

menjadi rencana. Dengan menganalisisnya menjadi sebuah

pedoman atau instruksi yang berupa rencana. Sejumlah metode

telah dikembangkan dalam menganalisis setiap informasi untuk

membandingkan secara sistematis setiap alternatif untuk dapat

memilih salah satu yang terbaik. Misalnya metode yang paling

mudah dan paling sering digunakan adalah metode SWOT.

Analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (strengths,

weaknesses, opportunities and threats) adalah perangkat analisis

yang paling populer, terutama untuk kepentingan perumusan

strategi. Asumsi dasar yang melandasi adalah organisasi harus

menyelaraskan aktivitas internalnya dengan realitas eksternal agar

dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Peluang tidak akan berarti

manakala perusahaan tidak mampu memanfaatkan sumber daya

yang dimilikinya untuk memanfaatkan peluang tersebut.

Kemampuan analisis SWOT bertahan sebagai alat

perencanaan yang masih terus digunakan sampai saat ini,

membuktikan kehebatan analisis ini di mata para manajer. Analisis

SWOT telah lama menjadi kerangka kerja pilihan bagi banyak

manajer, karena kesederhanaannya, proses penyajiannya, serta

dianggap dapat merefleksikan esensi dari suatu penyusunan

strategi, yaitu mempertautkan peluang dan ancaman dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

Namun, analisis SWOT adalah sebuah pendekatan

konseptual yang luas, yang menjadikannya rentan terhadap

Page 5: Teori Perencanaan

beberapa keterbatasan. Pearce dan Robinson mengungkapkan

beberapa keterbatasan analisis SWOT ini.

Pertama, analisis SWOT berpotensi untuk terlalu banyak

memberikan penekanan pada kekuatan internal dan kurang

memberikan perhatian pada ancaman eksternal. Dalam hal ini,

perencana strategi di perusahaan di samping harus menyadari

kekuatan yang dimiliki pada saat ini, juga harus menyadari

pengaruh lingkungan eksternal terhadap kekuatan yang sekarang

dimiliki tersebut. Perubahan lingkungan yang sangat cepat dapat

menjadikan kekuatan yang sekarang dimiliki menjadi tidak

bermakna, bahkan bisa berubah menjadi kelemahan yang

menghambat kemajuan perusahaan.

III. Mengabaikan perubahan

Kedua, analisis SWOT dapat menjadi sesuatu yang bersifat

statis dan berisiko mengabaikan perubahan situasi dan lingkungan

yang dinamis. Hal ini sama dengan apa yang terjadi pada proses

perencanaan. Kritik yang sering muncul terhadap suatu

perencanaan adalah bahwa perencanaan ini hanya berhenti di atas

kertas, namun miskin implementasi. Salah satu penyebabnya

adalah lingkungan yang berubah sangat cepat, sehingga asumsi

yang digunakan sebagai dasar dalam proses perencanaan menjadi

tidak valid.

Karena analisis SWOT sering digunakan dalam proses

perencanaan, tidaklah mengherankan bila analisis ini mendapat

kritik dalam hal ketidakmampuannya memberikan respons yang

cepat terhadap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, analisis

SWOT tidak boleh bersifat statis dan tidak boleh mengabaikan

kemungkinan terjadinya perubahan, yang pasti terjadi. Perlu

Page 6: Teori Perencanaan

diingat bahwa analisis SWOT merepresentasikan sebuah

pandangan yang khusus hanya pada satu titik waktu tertentu. Oleh

karenanya elemen yang ada dalam analisis SWOT harus dikaji dan

dievaluasi secara berkala. Ketiga, analisis SWOT berpotensi terlalu

memberikan penekanan hanya pada satu kekuatan atau elemen dari

strategi. Padahal, kekuatan yang ditekankan tersebut belum tentu

mampu menutupi kelemahan yang dimiliki, serta belum tentu

mampu menghadapi berbagai ancaman yang muncul. Sebuah

organisasi harus senantiasa menggali berbagai macam sumber daya

yang mungkin memiliki potensi menjadi sumber kekuatan

organisasi.

Keterbatasan yang berkaitan dengan subjektivitas.

Mintzberg mengatakan bahwa boleh jadi penilaian mengenai

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi tidak dapat

diandalkan (unreliable) dan bias. Dalam beberapa kasus, faktor

yang menentukan kekuatan dan kelemahan, peluang maupun

ancaman yang dimiliki sebuah organisasi ditentukan oleh orang-

orang yang terlalu dekat atau terlalu jauh dengan aktivitas aktual

perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan strategi yang

merugikan perusahaan.

Berbagai keterbatasan analisis SWOT seperti yang telah

diuraikan di atas bukan berarti SWOT tidak bisa lagi digunakan.

Justru keterbatasan ini dapat menjadi panduan dan pelajaran bagi

perusahaan agar dapat memanfaatkan analisis SWOT dengan tepat,

yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.

Seperti halnya alat analisis yang lain, kegunaan analisis SWOT ini

secara langsung berhubungan dengan kesesuaian (appropriateness)

aplikasi, serta keterampilan mereka yang menggunakannya.

Page 7: Teori Perencanaan

IV. Pedoman atau instruksi (rencana)

Hasil suatu transformasi yang berbentuk pedoman atau

instruksi (rencana). Rencana adalah setiap proses hierarkhis dalam

organisme yang dapat mengendalikan urutan tahap pelaksanaan

kegiatan-kegiatan.

V. Perencanaan didukung Ilmu Pengetahuan

Ketika perencanaan dipandang sebagai sebuah alat dan

metode dalam pengambilan keputusan dan tindakan publik, maka

sudah sewajarnya dipahami akan adanya dimensi politik dalam

perencanaan. Dimensi politik dalam perumusan kebijakan publik

merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses

perencanaan sebagai sebuah tindakan yang rasional dan ilmiah.

Perbedaan dalam proses perencanaan yang teknokratis dengan

perencanaan yang demokratis sangat jelas terlihat dan

mempengaruhi perencana untuk masing-masing konteks.

Dalam konteks politik, perencanaan didominasi oleh para

pemain yang berkepentingan dengan tingkat pengaruh yang

berbeda agar kepentingannya dimasukkan dalam agenda

perencanaan. Para pemain inilah yang mendominasi proses

perumusan kebijakan yang terjadi. Penelitian yang pernah

dilakukan oleh Robert Dahl (1960) di New Haven

menyimpulkan bahwa terdapat 1% kelompok masyarakat di

Amerika Serikat yang mengontrol lebih dari 25% kesejahteraan

di AS secara umum. Vilfredo Pareto (dalam Djatmoko 2004)

menyatakan bahwa dalam sebuah masyarakat konsentrasi

kekuasaan hanya berputar pada 20% kelompok masyarakat yang

menguasai 80% kelompok yang lain. Secara sederhana, 20%

Page 8: Teori Perencanaan

masyarakat tersebut mengendalikan atau mengeksploitasi 80%

yang lain.

Paradigma yang ada saat ini adalah proses perencanaan

sebagai sebuah proses teknokratis dan rasional, sehingga

menafikkan keberadaan dimensi politik sebagai elemen yang

secara signifikan mempengaruhi proses dan hasil perencanaan.

Perencanaan dipersepsikan menjadi sebagai alat pengambilan

keputusan yang bebas nilai dan tidak ada urusannya dengan

kepentingan dan proses politik yang dilakukan oleh para

politikus dan pengambil keputusan. Paradigma seperti ini melihat

politik sebagai elemen bebas yang menganggu keseimbangan

dalam proses perencanaan yang terjadi.

Politik dianggap elemen radikal bebas yang irasional dan

kontraproduktif terhadap proses perencanaan yang teknokratis

dan rasional. Paradigma rasionalistik sangat menekankan peran

perencanaan sebagai sebuah proses yang rasional dan mekanis,

sehingga produk perencanaan memiliki posisi yang sangat

signifikan dalam mentransformasi masyarakat. Rasionalitas yang

dimaksud disini identik dengan technical rationality, bagian dari

tiga rasonalitas yang dikemukakan oleh Goulet. Paradigma ini

menempatkan masyarakat sebagai objek rekayasa dan politik

sebagai sebuah elemen irasional dan varian yang harus dihindari.

Perencana selama ini dibuai dengan sebuah anggapan

bahwa perencanaan dan perencana adalah sebuah elemen bebas

nilai dan kepentingan, sehingga prosedur legal dan kajian yang

didasarkan pada sebuah rasionalitas merupakan amunisi utama

perencana dalam melakukan perencanaan, Posisi ini

menempatkan perencana sebagai penasehat utama para

Page 9: Teori Perencanaan

pengambil keputusan dengan kepercayaan diri yang sangat besar.

Pendekatan yang konvensional terhadap proses perencanaan

yang mengutamakan proses penyusunan dokumen semata untuk

jangka waktu tertentu tanpa melibatkan peran masyarakat akan

memberikan keleluasaan kepada para politisi dengan membekali

mereka sebuah buku ajaib guna merasuk dalam pertemuan

politik atau konsultasi dengan para donor.

Perencana tidak jarang menyerahkan ”nasib” hasil

perencanaan yang dihasilkan kepada para politis tanpa ada

sebuah tindakan untuk mengawal dalam kerangkan

mempertahankan tujuan dari perencanaan. Perencana selalu

berlindung kepada anggapan ”kalau sudah bersentuhan dengan

politik, itu bukan urusan kami lagi”. Sehingga, bias antara tujuan

perencaaan dengan produk perencanaan setelah melewati proses

politik bisa sangat jauh berbeda.

Demokratisasi yang terjadi di Indonesia membawa

sebuah perubahan besar dalam paradigma perencanaan di

Indonesia. Perencanaan yang pada awalnya sebuah proses teknis

ekonomis yang berasal dari rejim penguasa bergeser menjadi

sebuah proses partisipasi yang menuntut pelibatan serta akses

yang sama dalam melakukan intervensi untuk memutuskan

sebuah kebijakan yang terkait dengan kepentingan publik.

Lembaga perencana berubah dari sebuah lembaga

teknokrat yang tertutup menjadi sebuah lembaga publik yang

harus membuka kesempatan yang sama untuk publik dalam

melakukan intervensi. Reformasi di Indonesia menyebabkan

ruang demokrasi makin terbuka luas sehingga tuntutan untuk

lebih melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan semakin

Page 10: Teori Perencanaan

besar dan diikuti oleh gugatan terhadap posisi hegemonik

pemerintah dalam perumusan kebijakan.

Dalam kondisi seperti ini, posisi dimensi politik dalam

sebuah perumusan kebijakan publik menjadi sangat signifikan.

Pemerintah maupun kelompok masyarakat memanfaatkan arena

politik sebagai sebuah upaya mengintervensi hasil perencanaan.

Pendekatan politis dalam dunia perencanaan sudah saatnya untuk

diungkapkan sebagai usaha perencana dalam memahami realita

politik dalam proses perencanaan yang terjadi di masyarakat.

John Friedman menyatakan sebuah permasalahan dalam

memahami relasi perencanaan dan politik serta menaruhnya

dalam konteks sebuah teori adalah ambivalensi perencana

terhadap posisi power. Karena, terdapat pandangan yang

bertentangan mengenai keberadaan dimensi politik dalam

perencanaan sebagai sebuah realita yang harus diterima atau

sebuah error yang harus dihindari dalam dunia perencanaan.

Perencanaan tidak dapat berlepas diri dari kepentingan politik,

karena perencana memiliki hubungan yang sangat dekat dengan

lembaga dan individu yang bergerak berdasarkan kepentingan

politik.

Proses perencanaan telah bergeser dari sebuah proses

rasional menjadi sebuah proses komunikatif, dimana setiap aktor

berkomunikasi mengenai kepentingan, keberpihakan dan sikap

yang diusung. Perencana harus berani untuk mengambil sikap di

hadapan proses politik, tanpa harus terlibat dalam kepentingan

praktis yang identik dengan dunia politik. Hal ini dilakukan

dalam konteks mempertahankan justifikasi ilmiah yang dimiliki

Page 11: Teori Perencanaan

dan tujuan perencanaan yang dirumuskan. Peran perencana

dalam sebuah proses politik didefinisikan sebagai berikut :

1. Sebagai teknokrat dan engineer

Peran ini dimainkan dengan mengambil posisi sebagai

advisor bagi para pengambil kebijakan dengan berporos

kepada rasionalitas dan pertimbangan ilmiah. Informasi

dimanfaatkan sebagai sebuah landasan dalam membangun

kekuasaan dan kepentingan.

2. Sebagai birokrat

Perencana sebagai seorang birokrat memiliki fungsi

menjaga stabilisasi organisasi dan jalannya roda

pemerintahan. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah alat

dalam menjaga kepentingan dan keberlangsungan

organisasi. Peran ini biasanya disertai oleh kekuasaan yang

datang secara formal dan legal kepada perencana.

3. Sebagai Advokat dan Aktivis

Fungsi ini merupakan sebuah manifestasi dari usaha

menjembatani masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat

teknis dari sebuah produk rencana. Selain itu terdapat peran

dalam melakukan mobilisasi kekuatan dan potensi

masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap

dominasi Pemerintah. Informasi dan proses komunikasi

diperlakukan sebagai usaha membangun pemahaman

masyarakat dan counter-opinion terhadap kebijakan yang

merugikan masyarakat. Peran ini lahir dari sebuah

paradigma bahwasanya kelompok tertindas harus

membebaskan dirinya sendiri dari dominasi kelompok

penguasa (Freire, 1972). Kekuasaan didapatkan melalui

Page 12: Teori Perencanaan

mobilisasi kekuatan massa atau klaim dukungan

masyarakat.

4. Sebagai Politikus

Politikus identik dengan tujuan pragmatis dan komunalis,

sehingga perencana tidak diharapkan untuk bergabung

dengan dunia politik. Maksud dari peran ini adalah seorang

perencana tidak bisa lepas dari kepentingan dan dalam

memperjuangkan kepentingannya, perencana dituntut

memiliki perspektif seorang politisi. Seorang politikus

memiliki insting dalam berkomunikasi dengan kelompok

yang memiliki kepentingan yang berbeda lebih baik

Keempat peran diatas adalah refleksi dari posisi perencana

dalam proses politik. Proses politik yang terjadi mendesak

perubahan paradigma pada dunia perencanaan di Indonesia.

Tantangan dan perubahan paradigma di dunia perencana, menuntut

perencana untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

proses pengambilan kebijakan. Dominasi pemerintah terhadap

masyarakat hanya melahirkan sebuah sikap apatis dari masyarakat

terhadap pemerintah dan produk perencanaan. Sikap apatis yang

melahirkan ketidakefisienan dari pelaksanaan perencanaan karena

tidak ada dukungan dari masyarakat terhadap produk perencanaan.

Paradigma perencanaan sebagai proses komunikatif

menuntut perencana lebih dari sekedar seorang mekanis dengan

berbekalkan analisis-analisis ilmiah dan teknis. Beberapa kasus

perencanaan di Indonesia menunjukkan fenomena analisis ilmiah

yang tergilas oleh argumen politik yang dibangun. Dalam situasi

seperti ini, seorang perencana harus mampu memainkan peranan

komunikator dalam mengartikulasikan kepentingan yang dimiliki

Page 13: Teori Perencanaan

oleh tiap-tiap aktor menjadi sebuah hasil perencanaan dengan

kerangka argumen rasional dan pertimbangan teknis lainnya.

Dengan kata lain seorang perencana harus mampu secara teknis,

piawai secara organisatorik dan administratif serta mampu

mengartikulasikan kepentingan-kepentingan politik.

Kasus perencanaan di Indonesia, peran perencana dibatasi

hanya sampai kepada proses rasional dan prosedural. Perencana

tidak bisa atau tidak mau dalam memperjuangkan kepentingannya

yang termanifestasi dalam produk yang dibuatnya. Perencana yang

bergerak dalam dimensi politik, bukan seorang perencana yang

terjebak dalam kepentingan politik yang pragmatis. Tetapi

perencana yang menggunakan media politik sebagai media untuk

memperjuangkan kepentingannya. Seorang perencana pada

akhirnya harus dapat menjadi seorang komunikator dalam proses

politik yang terjadi, untuk mengkomunikasi kepentingan yang

dimilikinya dan mengartikulasikan kepentingan kelompok lain

dalam sebuah arena politik yang terbentuk.

Fungsi mediasi bahwa perencanaan juga merupakan interelasi

politik dan science seperti yang telah dijelaskan di atas.

Page 14: Teori Perencanaan

VI. Metodologi Perencanaan

Perencana perkotaan mengamabil metode dari berbagai

bidnag illmu dan memodifikasikannya dan/atau mengembangkan

metode-metode baru untuk memperoleh dan menyaring berbagai

sumber informasi. Jenis-jenis metode :

1. Proses Perencanaan

2. Perencanaan sebagai rekayasa pengetahuan

3. Perencanaan sebagai problem solving

4. Perencanaan sebagai proses produksi

VII. Proses Perencanaan

Proses perencanaan merupakan sebuah proses yang

dilakukan dalam rangka mencapai sebuah kestabilan. Sehingga

setiap aktivitas yang ada di dalamnya merupakan sebuah usaha

yang dilakukan memiliki titik fokus untuk mencapai satu kondisi

keseimbangan dalam konteks problem solving, future oriented dan

resource allocation. John Friedman (1987) memberikan definisi

lebih luas mengenai planning sebagai upaya menjembatani

pengetahuan ilmiah dan teknik (scientific and technical

knowledge) kepada tindakan-tindakan dalam domain publik,

menyangkut proses pengarahan social dan proses transformasi

social.

Berdasarkan definisi luas planning yang dikemukakan oleh

John Friedman dapat disimpulkan bahwa filosofi peran serta

Page 15: Teori Perencanaan

masyarakat dalam perencanaan mengalami suatu pergeseran, dari

for people sebagai sifat perencanaan social reform menjadi by

people sebagai sifat perencanaan dalam social learning. Oleh

karena itu dalam memahami perencanaan maka akan lebih baik

apabila perencanaan dipahami sebagai sebuah suatu upaya untuk

membuat pengetahuan dan tindakan teknis dalam perencanaan

yang secara efektif akan mendorong tindakan-tindakan publik.

Menurut Goulet (1986) setidaknya ada tiga rasionalitas

yang saling berinter-relasi dalam penentuan kebijakan publik,

yaitu technological rationality, politician rationality dan ethical

rationality. Technological rationality menekankan kepada

epistemologi ilmu modern. Political Rationality merupakan logika

kepentingan yang selalu mengedepankan pemeliharaan kebijakan

dan institusi. Seringkali motif mempertahankan institusi dan

kebijakan menyelubungi motif untuk mempertahankan kekuasaan

dan mencari keuntungan. Ethical rationality lebih menekankan

pada pencitraan, pemeliharaan atau mempertahankan norma.

Adapun proses perencanaan pembangunan nasional meliputi :

1. Proses politik

2. Proses teknokratik Perencana yang dilakukan oleh

perencana profesional, atau oleh lembaga / unit

organisasi yang secara fungsional melakukan

perencanaan khususnya dalam pemantapan peran,

fungsi dan kompetensi lembaga perencana.

3. Proses partisipatif Proses yang melibatkan

masyarakat (stakeholders).

Page 16: Teori Perencanaan

4. Proses bottom-up dan top-down

Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke

bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki

pemerintahan. Perencanaan dengan pendekatan

teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan

metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga

atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas

untuk itu. Perencanaan dengan pendekatan

partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua

pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap

pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk

mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa

memiliki. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan

bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan

menurut jenjang pemerintahan.

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat

tahapan yakni:

1. penyusunan rencana;

2. penetapan rencana;

3. pengendalian pelaksanaan rencana;

4. evaluasi pelaksanaan rencana.

Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan

sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan

yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk

menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk

ditetapkan yang terdiri dari empat langkah. Langkah pertama

Page 17: Teori Perencanaan

adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat

teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-

masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja

dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang

telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat

(stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang

dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui

musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah

keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pem Evaluasi

pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan

pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan

menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran,

tujuan dan kinerja pembangunan.

Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran

kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan.

Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran

(output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

Perencanaan paling baik apabila dilaksanakan selangkah demi

selangkah yang diatur dalam urutannya : yaitu perencanaan

dimulai dengan pengumpulan data yang relevan kemudian

dilanjutkan dengan menentukan persoalan yang harus dipercahkan

dan tujuan yangharus dicapai , dengan membuat sederetan cara

pemecahan yang mungkin dapat dilakukan, dengan mengadakan

pengujian pemecahan soal-soal ini secara komparatif sesuai

dengan tujuan perencanaan dan akhirnya dengan memilih tahapan

pelaksanaan yang diinginkan dan menjabarkan tahap pelaksanaan

itu ke dalam rencana tindakan.

Tujuan perencanaan pada umumnya tidak jelas

sampai kemungkinan pemecahan diuji dan

Page 18: Teori Perencanaan

dibicarakan. Mungkin diperlukan waktu beberapa

tahap untuk memperdebatkan rencana, memperjelas

tujuan, dan membuat rencana baru sebelum orang

merasa puas.

Konsep penting dalam proses perencanaan modern

adalah bahwa perencanaan hahrus merupakan

perencanaan iteratif (tinjauan berulang), dengan

masing-masing tahapan menjadi lebih terperinci dan

lebih konkrit. Tiap-tiap siklus terdiri atas

rangkuman persoalan melakukan usaha dengan

pemecahan, dan mempertimbangkan kebaikan

pemecahan persoalan itu terhadap apa yang telah

diketahui.

Jika menggunakan pendekatan iteratif, maka perlu

diperhatikan agar jangan terlalu bersusah payah

mengumpulkan data sebelum orang mencoba

merumuskan sejumlah usulan tahap permulaan, agar

tidak terlalu banyak data yang salah dikumpulkan.

Kunci lain agar perencanaan bisa efektif adalah

mengetahui bahwa keterlibatan masyarakata perlu

untuk mencapai kesepakatan masyarakat yang

diperlukan untuk pelaksanaan kerja. Perencana

harus membantu semua pihak yang berkepentingan

untuk mencapai kesepakatan tentang permasalahan

dan rencana yang diinginkan.

Perencanaan sebagai rekayasa pengetahuan

Rekayasa pengetahuan merupakan proses

perubahan pemahaman melalui pesan (message),

sedangkan perencanaan sebagai rekayasa

pengetahuan harus ada tindakan yang jelas karena

Page 19: Teori Perencanaan

perencanaan sebagai sebuah pedoman atau

instruksi. Perencanaan harus jelas jenis pedoman

apa, berapa intensitas / besaran pedoman, dimana

lokasi pedoman dilaksanakan, kapan dan kurun

waktu pedoman dilaksanakan, siapa stakeholders

pedomannya, cara dan alat dalam melaksanakan

pedoman, dan tujuan dari pedoman tersebut. Para

penyusun rencana membuat pedoman atau instruksi

yang kemudian disampaikan kepada publik atau

privat.

Perencanaan tidak dapat terlepas dari kepentingan

politik, karena perencana memiliki hubungan yang

sangat dekat dengan lembaga dan individu yang

bergerak berdasarkan kepentingan politik. Proses

perencanaan telah bergeser dari sebuah proses

rasional menjadi sebuah proses komunikatif,

dimana setiap aktor berkomunikasi mengenai

kepentingan, keberpihakan, dan sikap yang diusung.

Perencana harus berani untuk mengambil sikap di

hadapan proses politik, tanpa harus terlibat dalam

kepentingan praktis yang identik dengan dunia

politik.