Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan: Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio...

10
Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan: Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci Antonio Gramsci, lahir 1891 di Saridinia Italia, anak keempat dari tujuh bersaudara, dari keluarga pegawai negeri yang miskin (Magnis-Suseno, 2003). Pertumbuhan Gramsci kecil tidak seperti anak kebanyakan, dia menyandang cacat berupa punggung yang bongkok akibat gizi yang kurang baik(Magnis-Suseno, 2003). Gramsci adalah juga seorang pemimpin Partai Komunis Italia (PCI) dan juga pemimpin buruh dalam memperjuangkan kebebasan di Saridinia Italia (Magnis- Suseno, 2003). Dalam beberapa literature Gramsci juga sering menulis untuk media-media local maupun nasional, namun yang paling menarik adalah ketika dia berada dipenjara menulis sebuah catatan dipenjara dengan pemikira-pemikiran yang cukup terkenal diantaranya adalah mengenai Hegemoni. Dan dalam essay ini sebagaian besar akan membahas mengenai konsep hegemoni dari Gramsci yang juga bagaiamana jika dikaitkan dengan konsep ideologi dan media massa sebagai insrumentnya. Secara sederhana, konsep hegemoni adalah ketika kelas-kelas subordinat dipimpin oleh ‘blok historis’ faksi kelas yang berkuasa menjalankan otoritas sosial melalu kombinasi antara kekuatan dan juga konsensus (Barker, 2004). Konsep hegemoni sendiri ditemukan awalnya ketika Gramsci mencari sebuah pola dalam kelas sosial baru yang saat itu Gramsci lebih banyak melihat fenomena pada sejarah gereja Roma (the Roman Church). Dia terlihat kagum melihat kekuatan ideologi Kristen gereja roma yang berhasil menekan gap yang berlebihan berkembang antara agama yang terpelajar (religion of the learned) dan rakyat sederhana (simple folk) (Kolakowski, 1978). Gramsci, Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 1

Transcript of Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan: Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio...

Page 1: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan: Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

Antonio Gramsci, lahir 1891 di Saridinia Italia, anak keempat dari tujuh bersaudara, dari

keluarga pegawai negeri yang miskin (Magnis-Suseno, 2003). Pertumbuhan Gramsci kecil tidak

seperti anak kebanyakan, dia menyandang cacat berupa punggung yang bongkok akibat gizi yang

kurang baik(Magnis-Suseno, 2003). Gramsci adalah juga seorang pemimpin Partai Komunis Italia

(PCI) dan juga pemimpin buruh dalam memperjuangkan kebebasan di Saridinia Italia (Magnis-

Suseno, 2003). Dalam beberapa literature Gramsci juga sering menulis untuk media-media local

maupun nasional, namun yang paling menarik adalah ketika dia berada dipenjara menulis sebuah

catatan dipenjara dengan pemikira-pemikiran yang cukup terkenal diantaranya adalah mengenai

Hegemoni. Dan dalam essay ini sebagaian besar akan membahas mengenai konsep hegemoni dari

Gramsci yang juga bagaiamana jika dikaitkan dengan konsep ideologi dan media massa sebagai

insrumentnya.

Secara sederhana, konsep hegemoni adalah ketika kelas-kelas subordinat dipimpin oleh ‘blok

historis’ faksi kelas yang berkuasa menjalankan otoritas sosial melalu kombinasi antara kekuatan dan

juga konsensus (Barker, 2004). Konsep hegemoni sendiri ditemukan awalnya ketika Gramsci

mencari sebuah pola dalam kelas sosial baru yang saat itu Gramsci lebih banyak melihat fenomena

pada sejarah gereja Roma (the Roman Church). Dia terlihat kagum melihat kekuatan ideologi Kristen

gereja roma yang berhasil menekan gap yang berlebihan berkembang antara agama yang terpelajar

(religion of the learned) dan rakyat sederhana (simple folk) (Kolakowski, 1978). Gramsci,

mengatakan bahwa hubungan tersebut memang terjadi secara “mekanikal”, namun dia menyadari

bahwa gereja Roma telah sangat berhasil dalam perjuangan memperebutkan dan menguasai hati

nurani para pengikutnya (Kolakowski, 1978). Dalam pemikirannya, jika saja kelas pekerja bisa

membentuk suatu budaya baru dan sistem kekuatan yang baru seperti yang dilakukan gereja Roma,

kelas pekerja akan membentuk pola baru terhadap pekerja intelektual dan interrelasi baru antara

politik dan produksi ekonomi disatu sisi dan, disisi lain aktivitas dari kaum proletar diambil alih oleh

kaum intelektual yang terbentuk (Kolakowski, 1978).

Melalui sebuah penjelasan diatas, dikatakan bahwa kaum proletar membutuhkan yang

dinamakan dengan intelektual organik. Kaum intelektual sendiri dalam pendapat Gramsci adalah

sebuah kelompok dominan dari para deputi yang mencari fungsi terpendam dari hegemoni sosial dan

pemerintahan politik (Milner & Browitt, 2002). Dalam hal ini, Gramsci membagi dua jenis

intelektual yaitu intelektual organic yang dimana suatu kelompok sosial menciptakan sendiri sebuah

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 1

Page 2: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

pemahaman atas kesadaran fungsi terpendam dari hegemoni sosial dan pemerintahan politik., serta

intelektual tradisional yaitu kategori intelektual yang sudah ada sebelumnya yang merepresentasikan

sejarah yang sudah ada dan tinggal dilanjutkan saja (Milner & Browitt, 2002).

Melalui pemikiran mengenai intelektual tersebut, Gramsci berargumen bahwa pendekatan

budaya adalah sangat penting untuk membuat sebuah kerangka teori revolusi sosial, dimana banyak

dari pemikir ortodoks hanya terfokus pada hegemoni sosial yang terangkum dalam pemikiran basis

dan bangunan atas dari marxsisme (Magnis-Suseno, 2003). Grossberg, dalam nalarnya

mengemukakan budaya sebagai, kuasa sistem tertentu untuk merepresentasikan representasi-

representasinya sendiri sebagai refleksi langsung atas yang real, untuk menghasilkan maknanya

sendiri sebagai pengalaman (Hardt, 1992). Raymond Williams juga mengatkaan mengenai budaya,

bahwa budaya adalah hal yang biasa, yang dia maksudkan bahwa membentuk suatu masyarakat

adalah menemukan makna dan tujuan bersama. Kemudian dapat dikatakan, pendekatan budaya yang

diungkap Gramsci juga menginginkan penjelasan terhadap hegemoni untuk melihat dinamika real

yang terjadi dalam masyarakat untuk nantinya bisa menjelaskan penempatan posisi dalam kelas

dominan dan kelas subordinat terhadap kelompok aliansi lainnya.

Jadi dalam perspektif Gramsci, hegemoni dengan cara paling baik dipikirkan sebagai arena

pertarungan yang berkesinambungan, dimana kaum borjuis dan kelas pekerja membangun aliansi-

aliansi ekonomi, politik dan budaya dengan kelompok sosial lainnya (Stevenson, 2002). Pada

akhirnya, diarena pertarungan tersebut tujuan masing-masing adalah untung mengubah

keseimbangan dari kepentingan publik dan persepsi publik kearah satu sisi kelompok yang dalam hal

ini perspektif Gramsci mengenai ideologi sangat menarik untuk dikaji (Stevenson, 2002).

Ideologi sendiri, direpresentasikan sebagai “the social cement” yang mengikat bersama

berbagai aliansi kelas yang berbeda (Stevenson, 2002). Dalam perspektif Gramsci, perilaku praktis

disediakan oleh ideologi berserta tuntutan moral yang sepadan dengan agama yang secara sekuler

dipahami sebagai kesatuan keyakinan antara konsepsi dunia dan tindakan terkait (Barker, 2004).

Dalam hal tersebut, Gramsci berasumsi bahwa ideologi dapat menjadi sangat efektif jika sudah

menyentuh ‘common sense’ dari subjek penerima pesan ideologi tersebut (Stevenson, 2002). Jadi

dalam hal ini, nalar awan dari subjek yang tidak bersifat rigid dijadikan sebagai arena pertarungan

dari blok hegemoni dan kontra hegemoni untuk mencapai tujuannya masing-masing.

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 2

Page 3: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

Kemudian untuk mencapai pertarungan pada arena awan tersebut, dibutuhkanlah sebuah

instrument untuk menyampaikan pesan ideologis tersebut kepada masyarakat. Sebelumnya, dalam

pesrpektif Raymond Williams dalam konsep hegemoni, adalah sebuah kombinasi dari tiga proses

cultural yaitu tradisi, institusi, dan formasi (Stevenson, 2002). Tradisi secara konstan ditemukan dan

ditemukan kembali (invented and reinvented) oleh negara bangsa, yang disajikan secara tetap, final,

dan netral yang kemudian materi produksi dan reproduksi dari tradisi yang ditemukan sangat

bergantung dengan institusi-institusi seperti media massa. (Stevenson, 2002) Kemudian Formasi

dikatakan sebagai kesadaran dari suatu pergerakan dan kecenderungan yang dalam skala besar

bekerja bersama arti dan nilai yang dominan. (Stevenson, 2002)

Jadi, melalui penjelasan Williams diatas, instrument yang digunakan untuk menyampaikan

pesan yang terbentuk diantara tradisi dan formasi adalah institusi berupa media massa. Media

memainkan peranan penting dalam instrument hegemoni seperti yang dikatakan oleh Ralph

Miliband,

media memberi andil untuk memupuk iklim konformitas tidak dengan

penindasan total atas perbedaan pendapat, melainkan dengan menyajikan

pandangan yang berada diluar konsesnsus sebagai bidah aneh, atau bahkan

lebih efektif, dengan memperlakukan mereka sebagai keeksentrikan yang

menyimpang, dimana orang-orang yang serius dan berlaku pantas mungkin

menolaknya sebagai tanpa konsekuensi, ini sangat fungsional. (Hardt, 1992)

Berdasarkan pernyataan diatas, kelompok yang berkepentingan dalam konsep hegemoni dapat

menggunakan media untuk menciptakan ataupun memperkuat citra tertentu dalam suatu isu untuk

tujuan pemposisian kepentingan tertentu seperti politik dan ekonomi. Namun, tetap saja dalam

penguatan posisi untuk berada pada garis mapan, mengetahui posisi dalam pertarungan ideologi

sangat penting untuk bisa memanfaatkan media massa secara komprehensif.

Kemudian masalah yang muncul dalam pertarungan blok hegemoni dan kontra hegemoni

dengan instrument media, ketika ideologi itu sendiri tidak sampai kepada nalar masyarakat awam.

Dalam konteks negara modern, Kelas dominan (aparat negara) dengan sangat baik dapat

membungkus sub-sistem ideologi terhadap kelas sub-ordinat melalui institusi dan agensi yang

berkaitan secara langsung ataupun tidak langsung untuk memainkan perannya. Karena pada

pengamatan terhadap negara modern yang dilakukan oleh Max Webber, bahwa negara modern tidak

terbatas pada regulasi aktifitas sosial ekonomi dan kebijakan politik, melainkan juga bagaimana

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 3

Page 4: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

mempertahankan tatanan beserta wilayah yang sudah ada dan bagaimana memperthankan batas-

batas wilayah vis a vis negara bangsa yang lain (Thompson, 2004).

Oleh karena itu, untuk mempertahankan dominasi tersebut, penguasaan terhadap media dan

kontrol infromasi sangat penting dilakukan oleh kelompok dominan di negara modern untuk

mendapatkan kekuasaan yang relatif stabil. Seperti yang dikatakan Gramsci bahwa kelas dominan

mendapatkan hegemoninya melalui proses strukturisasi bidang ideologi, kelas dominan berhasil

menerapkan kepemimpinan politik atas ‘persetujuan aktif’ kelas subordinat dan mampu menyatukan

faksi-faksi kelas dominan kedalam blok kekuasaan yang relatif stabil (Thompson, 2004).

Namun, melalui teori Gramsci diatas, untuk konteks kelas dominan di negara modern penulis

berargumen bahwa persetujuan aktif sudah tidak relevan lagi karena pertama ideologi yang

disampaikan bukan lagi berbentuk common goods melainkan sebuah pola yang diciptakan atas dasar

pragmatisme dan kedua, pola pikir subordinat sudah terstruktur seperti kelas dominan yang

cenderung berpola pikir insentif. Inilah yang akhirnya bergeserlah persetujuan tersebut menjadi

persetujuan pasif karena sudah tidak ada lagi proses dialektis sebelumnya dan cenderung mengikuti

bahkan menikmati hegemoni tersebut.

Jadi, dapat dikatakan dalam era modern ini, either you have information or you have no

information. Dalam arena politik, penguasaan media dalam usaha menghegemoni masyarakat adalah

penting, karena seorang penguasa bisa menentukan apa yang bisa menjadi konsumsi publik. Jadi

presiden yang powerfull dimata penulis, bukanlah presiden dalam artian pemimpin negara saja, tapi

presiden yang bisa menguasai media. Seperti halnya, di Indonesia, tidak perlu menjadi presiden

Indonesia untuk mengusai Indonesia. Cukuplah menjadi presiden Media, anda sudah menguasai

80% penduduk Indonesia.

Untuk penjelasan-penjelasan diatas masih banyak menggunakan perspektif politik. Kemudian

bagaimana, media digunakan sebagai alat hegemony kebudayaan yang kita tahu dalam perspektif

Raymond Williams institusi seperi media diapit oleh tradisi dan formasi? Dalam penetrasi pesan,

terdapat apa yang disebut sebagai imperialisme budaya, yaitu bentuk baru kolonialisasi melalui

budaya, dengan mengubah sistem nilai yang kemudian memformulasikan sistem nilai tersebut

menajadi sebuah nilai yang dominan. Jadi dalam konteks ini, nilai yang sudah tertatanam didiri

manusia, dijajah kembali untuk dibentuk sebuah tatanan nilai baru oleh pemilik kepentingan

terhadap nilai-nilai itu.

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 4

Page 5: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

Sebagai contoh kekinian, kita pasti sadar banyak sekali Mall-Mall yang sudah dibangun

dengan jargon yang hampir sama yaitu “life stlye”. Yang menarik, mall-mall tersebut dibangun

dengan jarak yang berdekatan. Tentu saja secara tidak langsung bila kita akan merasakan, otak kita

sedang di cuci ulang oleh agen-agen tersebut untuk menggunakan produk-produk yang akhirnya

membuat kita menjadi konsumtif. Padahal, kita mengetahui bahwa sebuah produk tidak akan

berguna jika tidak ada yang mengkonsumsi. Pola tersebut mungkin awalnya kita sadari, namun lama

kelamaan ketika kita sudah mulai menikmati, dan kita akan menerima saja jajahan tersebut.

Disitulah, terjadi hegemoni budaya yang dikemas dalam pola life style yang berpola pada

kebudayaan tertentu.

Contoh lain yang mungkin menjadi kegelisahan banyak orang, adalah ketika melihat pola

televisi yang ada di Indonesia sekarang. Tidak ada lagi ke ontentikan dari tayangan – tayangan yang

ada di media televise Indonesia. Seperti munculnya acara-acara, Indonesia Idol, AFI (akademi

fantasi), Idola Cilik, American Got Talent, Take Me Out, dan banyak lagi. Pernah kita tau acara-

acara itu diambil dari program tv mana? Dinegara apa? Yang menjadi pertanyaan, apakah ini

menjadi pola masyarakat Indonesia atau dibentuk untuk menjadi pola masyarakat Indonesia? Atas

nama entertainment, pasar dimanjakan dengan formasi “nina bobo” yang akhirnya terlena dengan

acara tersebut, yang hanya menggunakan permainan bahasa (sebelumnya bahasa Inggris Amerika

menjadi bahasa Indonessia) dan akhirnya mengadopsinya menjadi gaya hidup keseharian. Namun,

jauh diluar sana, kita tidak menyadari ada beberapa kelompok dengan senangnnya mengatkan “oke

teman-teman, kita semua sukses.”

Dari sisi media berita, kita juga familiar dengan kata VOA (voice of America), sudah sangat

jelas institusi tersebut mengarah ke mana. Pola media kita jadi semakin jelas, ada apa dibalik siapa,

ada kepentingan apa dibalik kepentingan siapa. Pemberitaan VOA jika kita lihat lebih banyak

memberitakan kehidupan orang-orang Amerika dan juga politik Amerika. Ini sangat berbahaya, jika

kita tidak punya mekanisme penyaring dan menerima begitu saja. Lebih lagi yang lucu sekarang

sudah VOA Indonesia, apa kira-kira tujuannya, mungkin pembaca bisa menafsirkan sendiri.

Kesimpulannya, konsep hegemoni adalah bagaiamana suatu kelompok dominan dapat

memainkan pengaruhnya yang tanpa sadar kelompok subordinat mengikuti struktur yang ditawarkan

oleh kelompok dominan. Dalam perspektif Gramsci, hegemoni tidak saja melibatkan hegemoni

sosial saja, melainkan juga melibatkan hegemoni budaya melalui pengalaman yang diciptakan atas

dasar membentuk suatu masyarakat untuk menemukan makna dan tujuan bersama.

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 5

Page 6: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

Pertarungan Ideologi juga menjadi sangat penting dalam perspektif Antonio Gramsci karena

inti dari Hegemoni adalah bagaimana suatu kelompok dapat mengubah persepsi melalui pertarungan

ideologi yang melibatkan nalar awan dari masyarakat. Kemudian, sebagai instrument untuk

menyampaikan pesan ideologis, agen-agen media diciptakan dan didominasi sebagai alat untuk

mencitrakan, merekayasa kesepakatan, dan pengontrol informasi dari kepentingan-kepentingan blok

hegemoni ataupun blok kontra hegemoni.

Hegemoni juga terdiri dari hegemoni sosial dan hegemoni budaya, dimana secara politik dan

budaya, hegemoni bisa selalu masuk dan membuat kita terlena dibuat oleh kepentingan.Wacan yang

dilempar oleh Gramsci adalah bagaiman sebenarnya kelas sub ordinat bisa melakukan revolusi

sosial. Namun, melihat perkembangan kekinian, revolusi tidak akan pernah cukup, karena sebaiknya

revolusi harus diikuti dengan evolusi. Sadar secara cultural bahwa kita sedang di hegemoni adalah

sebuah langkah awal yang tepat. Selanjutnya, untuk mengambil alih arena pertarungan nalar awam,

pendidikan adalah kuncinya. Seperti yang dikatakan Med Yones, “ In the internet age, information is

cheap. Education is expensive."

BibliographyBarker, C. (2004). Cultural Studies Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Hardt, H. (1992). Critical Communication Studies: Sebuah Pengantar Komprehensif Sejarah Perjumpaan Tradisi Kritis Eropa dan Tradisi Pragmatis Amerika. Yogyakarta: Jalasutra.

Kolakowski, L. (1978). Main Currents Of Marxism Its Origin, Growth, And Dissolution. London: Oxford University Press.

Magnis-Suseno, F. (2003). Dalam Bayangan Lenin. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Milner, A., & Browitt, J. (2002). Third Editon Contemporary Cultural Theory An Introduction. London: Routledge.

Stevenson, N. (2002). Understanding Media Cultures. London: Sage Publication.

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 6

Page 7: Teori Kritis, Komunikasi dan Kebudayaan:  Ideologi - Hegemoni dan Media Massa: Perspektif Antonio Gramsci

Thompson, J. B. (2004). Kritik Ideologi Global Teori Sosial Kritis Tentang Relasi Ideologi dan Komunikasi Massa. Yogyakarta: IRCiSoD.

Benni Yusriza Hasbiyalloh Page 7