Teori Fungsionalme Struktural

12

Click here to load reader

Transcript of Teori Fungsionalme Struktural

Page 1: Teori Fungsionalme Struktural

Teori Fungsionalme Struktural

Teori ini menekankan pada keteraturan (order) san mengabaikan konflik dan

perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi,

disfungsi, fungsi laten, manifest dan manifest (equilibrium).

Menurut teori ini masyarakat merupaka suatu sistem sosial yang terdiri atas

bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam

kesimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan mebawa perubahan pula

pada bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa dalam setiap struktur dalam sistem

sosial, fungsional terhadap yamg lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur

itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini cenderung untuk

melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa pada suatu sistem yang lain

dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dapat

berfungsi menentang fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut

sistem ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi

suatu masyarakat. Dengan demikian pada tingkat tertentu umpamanya peperangan,

ketidaksamaan sosial, perbedaan ras bahkan kemiskinan “diperlukan” oleh suatu

masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau

terjadi konflik, penganut teori Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya

kepada masalah bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masayarakat tetap dalam

keseimbangan.

Robert K. Merton seorang pentolan teori ini berpendapat bahwa obyek analisa

sosial adalah fakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial,

organisasi kelompok, pengendalian sosial dan lainnya. Hampir semua penganut teori ini

berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannyakepada fungsi dari satu fakta sosial

terhadap fakta sosial yang lain. Hanya saja menurut Merto pula, sering terjadi

pencampuradukan antara motif-motif subyektif dengan pengertian fungsi. Padahal

perhatian Fungisionalisme Struktural harus lebih banyak ditujukan kepada fungsi-fungsi

dibandingkan dengan motif-motif. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang

menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena itu fungsi bersifat

netral secara ideologis maka Merton mengajukan pula satu konsep yang disebutnya:

disfungsi. Sebagaimana struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbang terhadap

Page 2: Teori Fungsionalme Struktural

pemeliharaan fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga dapat mengakibatkan akibat-

akibat yang bersifat negatif. Contohnya adalah perbudakan dalam sistem sosial Amerika

Serikat lama, khususnya di bagian Selatan. Perbudakan tersebut jelas fungsional bagi

masyarakat Amerika kulit putih. Karena sistem tersebut dapat menyediakan tenaga buruh

yangmurah, memajukan ekonomi pertanian kapas serta memberikan sumber bagi status

sosial bagi kulit putih. Tetapi sebaliknya, perbudakan mempunyai disfungsi. Sistem

perbudakan membuat orangu sangat tergantung kepada sistem ekonomi agraris sehingga

tidak siap untuk memasuki sistem industrialisasi.

Dari uraian di atas terlihat bahwa suatu pranata atau institusi tertentu dapat

fungsional bagi suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya dis-fungsional bagi unit sosial

yang lain. Dalam contoh di atas, pranata perbudakan itu fungsional bagi uit sosial kulit

putih dan disfungsional bagi unit sosial negro. Di sini kita sebenarnya telah memasuki

suatu konsep lain dari Merton yakni mengenai sifat dari fungsi. Merton membedakannya

atas funsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest (manifest) adalah fungsi yang

diharapkan (intended). Fungsi manifest dari institusi perbudakan di atas adalah untuk

meningkatkan produktivitas di Amerika Serikat bagian Selatan. Sedangkan fungsi laten

adalah sebaliknya fungsi yang tidak diharapkan. Sepanjang menyakut contoh di atas

fungsi latennya adalah menyediakan kelas rendah yang luas yang memungkinkan

peningkatan kelas sosial orang kulit putih baik yang kaya maupun yang miskin. Funsi

laten ini berhubungan dengan konsep Merton lainnya yang disebutnya: Un Anticipated

Qonsequences.

Penganut teori fungsional ini memang memandang segala pranata sosial yang ada

dalam masyarakat tertentu serba fungsional dalam artian positif dan negatif. Herbert Gans

(1972) menilai kemiskinan saja fungsional dalam suatu sistem sosial. Hanya saja perlu

dipertanyakan: fungsionalnya bagi siapa? Sebab bagi si miskin sendiri jelas dis-

fungsional. Dalam sisteem sosial di Amerika Serikat dilihat oleh Gans adanya lima belas

fungsi dari kemiskinan yang dapat diredusir menjadi empat kriteria, masing-masing

fungsi: ekonomi, sosial, kultural dan politik. Fungsi ekonominya meliputi: 1)

menyediakan tenaga untuk pekerjaan kotor dalam masyarakat. 2) menimbulkan dana-

dana sosial (funds). 3) membulka lapangan kerja baru karena dikehendaki oleh orang

miskin. 4) pemanfaatan barang bekas yang tidak diinginkan oleh orang kaya. Fungsi

Page 3: Teori Fungsionalme Struktural

sosial meliputi: 5) kemiskinan menguatkan norma-norma sosia dalam masyarakat. 6)

menimbulkan altruisme terutama terutama terhadap orang-orang miskin yang sangat

memerlukan santunan. 7) si kaya dapat merasakan kesusahan hidup miskin tanpa perlu

mengalaminya sendiri dengan membayangkan kehidupan si miskin. 8) orang miskin

menyediakan ukuran kemajuan (rod) bagi kelas yang lain. 9) membantu kelompok lain

yang sedang berusaha sebagai anak tangganya. 10) kemiskinan menyediakan alasan

untuk munculnya kalangan orang kaya yangmembantu orang miskin dengan berbagai

badan amal. Fungsi kultural dari kemiskinan meliputi: 11) kemiskinan menyediakan

tenaga fisik yang diperlukan untuk pembangunan monomen-monomen kebudayaan. 12)

kultur orang miskin sering diterima pula oleh strata sosial yang berada di atas mereka.

Fungsi politik, meliputi: 13) orang miskin berjasa sebagai “kelompok gelisah” atau

menjadi musuh bagi kelompok politik tertentu. 14)pokok isu megenai perubahan dan

pertumbuhan dalam masyarakat (terutama di AS) selalu diletakkan di atas masalah

bagaimana membantu orang miskin. 15) kemiskinan menyebabkan sistem politik (di AS)

menjadi lebih centrist dan lebih stabil.

Perlu ditekankan disini bahwa meskipun Gans mengemukakan sejumlah fungsi

kemiskinan tapi itu tidak berarti bahwa ia setuju dengan institusi tersebut. Implikasi dari

pendapat Gans ini adalah bahwa jika orang ingin menyingkirkan kemiskinan, maka orang

harus mampu mencari alternatif untuk orang miskin berupa aneka macam fungsi baru.

Alternatif yang diusulkan Gans adalah otomatisasi. Otomatisasi dapat menggantikan

fungsi si miskin yang semula mengkerjakan pekerjaan kotor, untuk kemudian dapat

dialihkan kepada fungsi yang lain yang memberikan upah yang lebih tinggi.

Gans menyimpulkan adanya tiga alasan yang menyebabkan kemiskinan itu tetap

berlangsung dalam masyarakat.

1. Kemiskinan masih tetap fungsional terhadap berbagai unit dalam masyarakat.

2. Belum adanya alternatif lain atau baru untuk berbagai pelaksanaan fungsi bagi

orang miskin.

3. alternatif yang ada masih saja lebih mahal daripada imbalan kesenangan yang

diberikan.

Page 4: Teori Fungsionalme Struktural

Kemiskinan akan lenyap melalui dua syarat. Pertama bila miskin itu sudah

sedemikian tidak berfungsi lagi bagi kemakmuran. Kedua jika orang miskin berusaha

sekuat teaga untuk mengubah sistem yang dominan dalam stratifikasi sosial.

Penganut Teori Fungionalisme Struktural sering dituduh mengabaikan variabel konflik

dan perubahan sosial dalam teori-teori mereka. Tetapi penganut Teori Fungsionalisme

Struktural Modern yang dilengkapi dengan konsep-konsep seperti fungsi, dis-fungsi,

fungsi laten dan keseimbangan telah banyak menjuruskan perhatian para sosiolog kepada

persoalan konflik dan perubahan sosial. Menurut mereka pehaman terhadap perubahan

sosial membantu penganalisaan struktur sosial. Parson sebagai tokoh fungsional modern

berpedirian bahwa orang tidak berharap banyakmempelajari perubahan sosial sebelum

memahami secara memadai strutur sosial.

Karena terlalu memberikan tekanan kepada keteraturan (order) dalam masyarakat

dan mengabaikan konflik dan perubahan sosial, mengakibatkan golongan fungsional ini

dinilai secara ideologis sebagai konservatif. Sosolog terkemuka memandang golongan

fungsional ini sebagai sosiolog yang berusaha untuk mepertahankan status quo itu.

Satu hal penting yang dapat disimpulkan adalah bahwa masayarakat menurut kaca mata

teori (fungsional) senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur

dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa serta struktur yang ada,

fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada, diperlukan

oleh sistem sosial itu, bahkan kemisinan serta kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat

dilihat dalam kondisi: dinamika dalam kesimbangan.

Teori Konflik

Teori ini dibangun dalam rangka untuk menentang secara langsung terhadap Teori

Fungsionalisme Struktural. Karena itu tidak mengherankan apabila proposisi yang

dikemukakan oleh penganutnya bertentangan dengan proposisi yang terdapat dalam Teori

Fungsionalisme Struktural. Tokoh utama Teori Konflik ada;lah Ralp Dahrendorf.

Kalau menurut Teori Fungsionalisme Struktural masyarakat berada dalam kondisi statis

atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan maka menurut Teori Konflik malah

sebaliknya. Masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh

pertentangan yang terus menerus di antara unsur-unsrnysa. Kalau menurut Teori

Page 5: Teori Fungsionalme Struktural

Fungsionalisme Struktural setiap elemen atau setiap institusi memberikan dukungan

terhadap stabilitas maka Teori Konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan

sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Kontras lainnya adalah bahwa kalau penganut

Teori Fungsionalisme Struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh

norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum, maka Teori Konflik menilai keteraturan

yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau

pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.

Kosep sentral teori ini adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan fakta

sosial. Inti tesisnya sebagai berikut. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak

merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis.

Perbedaan wewenang adlaah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat.

Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang diantara individu dalam masyarakat itulah

yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog. Struktur yang sebenarnya dari

konflik-konflik harus diperhatikan di dalam susunan peranan sosial yang dibantu oleh

harapan-harapan terhadap kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama

menganalisa adalah mengidentifikasi berbagai peran kekuasaan dalam masyarakat.

Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi

bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap indiidu yang

tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian

masyarakat disebut oleh Dahrendorf sebagai: persekutuan yang terkoordinasi secara

paksa (imperatively coordinated assositions).

Oleh karena kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antar penguasa dan yang

dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan.

Masing-masing golongan dpersatukan oleh ikatan kepentingan nyata bertentangan secara

substansial dan secara langsung diantara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi

dalam situasi dimana golongan ymang berkuasa berusaha mempertahankan status-quo

sedangkangolongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.

Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur. Karena

itu kekuasaan yang sah selalu berada dalam keadaan terancam bahaya dari golongan yang

anti status-quo. Kepentingan yang terdapat dalam sat golongan tertentu selalu dinilai

obyektif oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan (coherence) dengan

Page 6: Teori Fungsionalme Struktural

posisi individu yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang individu akan bersikap

dan bertindak sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan yang diharapkan oleh

golongannya. Dalam konflik seorang individu akan menyesuaikan diri dengan peranan

yang diharapakan oleh golongannya itu, yang oleh Dahrendorf disebut sebagai peranan

laten.

Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe.

Kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group). Kelomok

semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan

kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan.

Sedangkan kelompok yang kedua yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelopok

semu yang lebih luas. Kelomok kepentngan ini mempunyai struktur, organisasi, program,

tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata

timbulnya konflik dalam masyarakat.

Dahrendorf berpendapat bahwa konsep-konsep seperti kepentingan nyata dan

kepentingan laten, kelompok kepentingan dan kelompk semu, posisi dan wewenang

merupakan unsur-unsur dasr untuk dapat menerangkan bentuk-bentuk dari konflik. Di

bawah kondisi ideal, tidak ada lagi variabel lain yang diperluan untuk dapat menerangkan

sebabtimbulnya konflik sosial. Dalam kondisi yang tidak ideal memang masih ada

beberapa faktor yang dapat berpengaruh dalam proses terjadinya konflik sosial.

Diantaranya kondisi teknik dengan personal yang cukup, kondisi politik dengan suhu

yang normal, kondisi sosial dengan adanya rantai komunikasi. Faktor lain menyangkut

cara pembentukan kelompok semu. Kalau pembentukannya cukup acak serta benar-benar

ditentukan oleh kesempatan maka konflik kelompok tidak akan muncul.

Dengan demikian berbeda dengan pandangan Marx, Dahraendorf tidak merasa

bahwa lumpen-proletariat akan menjadi kelopok koflik kalau orang yang menjadi

anggotanya terbentuk secara kebetulan (bychance). Malah sebaliknya kelompok semu

yang pebentukannya ditentukan secara struktural memungkinkan untuk terbentuk

menjadi kelompok kepentingan yang merupakan sumber pertentangan itu.

Aspek terakhir teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan

perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin ke arah perubahan dan pembangunan.

Dalam situasi konflik golongan yang terlibat melakukan tindakan-tindakan untuk

Page 7: Teori Fungsionalme Struktural

mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka

perubahan yang timbul akan bersifat radikal. Begitu pula kalau konflik itu disertai oleh

penggunaan kekerasan maka perubahan struktural akan efektif.

Uraian di atas melihatkan kontras yang nyata dengan teori yang diungkapkan

sebelumnya. Pierre van den Berghae (1963) mencoba mempertemukan kedua teori itu.

Dia menunjukkan beberapa persamaan analisa antara kedua pendekatan itu yaitu sama-

sama bersifat holistik dalam arti sama-sama melihat masyarakat sebagai bagian yang

saling berkaitan satu dengan yang lain, dan perhatian ditujukan kepada antar hubungan

bagian-bagian itu. Kedua teori itu cenderung untuk memusatkan perhatiannya terhadap

variabl-variabekl mereka sendiri dan pada waktu yang sama mengabaikan variabel yag

menjadi perhatian teori lain. Teori-teori tersebut mengakui bahwa konflik dapat

memberikan sumbangan terhadap integrasi dan sebaliknya integrasi dapat pula

melahirkan konflik.

Berghe mengemukakan empat fungsi dari konflik:

1. Sebagai alat untuk memelihara solidaritas.

2. Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain.

3. Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi (Protes terhadap perang

Vietnam mendorong pemuda di AS untuk aktif berkapanye untuk Mc. Govern

yang anti perang tesebut).

4. Fungsi komunikasi sebelum konflik kelompok tertentu mungkin tidak mengetahui

posisi lawan. Tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara kelompok

menjadi lebih jelas. Individu dan kelompok tahu secara pasti di mana mereka

berdiri dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik untuk bertindak

dengan lebih tepat.

Kesimpulan penting yang dapat diambil adalah bahwa teori konflik ini ternyata

terlalu mengabaikan keteraturan dan stablitas yang memang ada dalam masyarakat

disamping konflik itu sendiri. Masyarakat selalu dipandangnya dalam kondisi konflik.

Mengabaikan norma-norma dan nilai yang berlaku umum yang menjamin terciptanya

keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah aman dari pertikaian

dan pertentangan. Seperti membenarkan Hobbes yang mengatakan: bellum omniom

contra omnest.