teori Diabetes Melitus

51
LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep Dasar Diabetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth, 2002). Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006). 2. Etiologi 2.1 Pada Diabetes tipe I: Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin lingkungan . 1) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. 1

description

Laporan pendahuluan ini berisikan tentang teori Diabetes Melitus

Transcript of teori Diabetes Melitus

Page 1: teori Diabetes Melitus

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth, 2002).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis

termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika

telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan

hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular

mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).

2. Etiologi

2.1 Pada Diabetes tipe I:

Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin

disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin lingkungan .

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu

predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.

2) Faktor imunologi

Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal dimana

antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.

3) Faktor-faktor lingkungan

Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor external yang

dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh virus atau toksin tertentu dapat

memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

1

Page 2: teori Diabetes Melitus

2.2 Pada Diabetes tipe II

Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe ini

sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:

1) Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini

terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen

berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.

2) Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis dan

cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada

penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin dan resistensi

insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun

3) Gaya hidup stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji

yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap

kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan

meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikkan

kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga

berdampak pada penurunan insulin.

4) Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena

diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan

gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan

cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakseimbangan kerja

pankreas.

5) Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan

berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas pada

penderita obesitas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa

untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.

2

Page 3: teori Diabetes Melitus

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh

Price & Wilson (2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu :

3.1 Diabetes Melitus

3.1.1 Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin) 5-10% kejadian.

a. akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.

b. idiopatik, tidak diketahui sumbernya.

Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika, Asia.

Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya muda < 30 tahun.

Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan BB

yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami komplikasi akut

hiperglikemi: ketoasidosis diabetik (Brunner & Suddarth, 2002).

3.1.2 Tipe 2 (onset maturity dan nondependen insulin) : 90-95% kejadian.

Obesitas, herediter dan lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini.

Awitan terjadi di segala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat

pada usia > 65 tahun. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan

kadar glukosa darah melalui penurunan berat badan. Agens hipoglikemia

oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan

latihan tidak berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau

panjang untuk mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila

dalam keadaan stress atau menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom

hiperosmolar nonketotik (Brunner & Suddarth, 2002).

3.2 Diabetes Gestasional (GDM)

Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua

kehamilan. Faktor resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat

keluarga dan riwayat gestasional dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi

berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa

maka kehamilan adalah suatu keadaaan diabetogenik.

3.3 Tipe khusus lain

Cacat genetik fungsi sel beta: MODY

3

Page 4: teori Diabetes Melitus

Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14

tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.

Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin

yang berat dan akantosis negrikans.

Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.

Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.

Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta.

Infeksi.

3.4 Gangguan toleransi glukosa (IGT)

Tes toleransi glukosa menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan

asimtomatis. IGT mungkin menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini.

Mereka ini tidak digolongkan sebagai penderita diabetes tetapi dianggap

beresiko tinggi terhadap diabetes.

4. Manifestasi Klinis

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:

- Gejala awal pada penderita DM adalah

a.Poliuria (peningkatan volume urine)

b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat

besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi

intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar

sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic

hormone) dan menimbulkan rasa haus.

c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,

penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini

penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien

diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar

sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

4

Page 5: teori Diabetes Melitus

e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,

gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes

kronik.

f. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,

lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat

tumbuhnya jamur.

g. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur

terutama candida.

h. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan

akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.

Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.

i. Kelemahan tubuh

j. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis

tidak dapat berlangsung secara optimal.

k. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan

dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak

diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan

untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.

l. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun

karena kerusakan hormon testosteron.

m. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada

lensa oleh hiperglikemia.

5. Komplikasi

Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor,

yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.

5.1 Komplikasi Metabolik Akut

a. Hyperglikemia.

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar

glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml

5

Page 6: teori Diabetes Melitus

darah. Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme

dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat

cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan

terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah

yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini

akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan

jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin tergambar

pada perubahan metabolik sebagai berikut:

Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.

Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap

terdapat kelebihan glukosa dalam darah.

Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen

berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus

melebihi kebutuhan.

Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan

lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan

asam amino dan lemak.

Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia yaitu :

(1) Ketoasidosis Diabetik (DKA)

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan

glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan

oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan

keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton

meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan

ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil

akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan

mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma

dan kematian.

Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)

6

Page 7: teori Diabetes Melitus

Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi

insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis.

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan

dehidrasi berat.

Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi

insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang

jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk

mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya

hipoglikemia.

Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana

kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini

dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,

konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.

Tingkatan hypoglikemia adalah sbb:

(1) Hipoglikemia ringan

Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang.

Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi,

tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.

(2) Hipoglikemia sedang

Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh

cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan

fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi,

sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir

serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,

perilaku yang tidak rasional,

(3) Hipoglikemia berat

Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien

memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang

7

Page 8: teori Diabetes Melitus

dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami

disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan

kehilangan kesadaran.

Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi

biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral

misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah

atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak

sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg

dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang

diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan

glukosa.

5.2 Komplikasi Kronik Jangka Panjang

1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan

arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan

saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).

2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.

Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin

dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa

penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan

pembekuan darah.

6. Data Penunjang Diagnostik

Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut

Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:

a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140

mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai

gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.

b. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau

evaluasi pengobatan bukan diagnostik.

c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.

8

Page 9: teori Diabetes Melitus

d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam <

200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.

e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan

kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi

absorbsi glukosa.

f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.

Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan

penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM

kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil

positif.

g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.

-   Nilai HbA1c < 6.5 % berarti kendali diabetes baik.

-   Nilai HbA1c 6.5 – 8 % berarti kendali diabetes sedang.

-   Nilai HbA1c > 8 % berarti kendali diabetes buruk.

h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.

i. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat

digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian

diabetes.

7. Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak

hamil,

pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).

Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl

(11,1 mmol/L). (World Health Organization, Diabetes Melitus, Report of a

WHO study group. Teach Report Series No. 727, 1985) kutipan dalam

Brunner & Suddarth (2002).

9

Page 10: teori Diabetes Melitus

8. Penatalaksanaan

8.1 Diet

Tujuan utama penatalaksanaan diet pada DM adalah:

1. mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar

normal.

2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.

4. Meningkatkan kualitas hidup.

Pada dasarnya harus mengikuti prinsip berikut:

1. Cukup kalori atau mempertahankan BB idaman

2. Perhatikan bila ada komplikasi. Sesuaikan dengan komplikasi itu

3. Cukup vitamin dan mineral

1) Tepat jumlah :

Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.

Tepat jumlah: karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah

kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan

kegiatan jasmani .

Penentuan gizi penderita dilaksanakan menurut Brocca:

Catatan: laki-laki dibawah 160 cm atau perempuan dibawah 150 cm berlaku

rumus

Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang

dibutuhkan pasien:

1. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB dengan 30

untuk laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan

yang dilakukan:

Ringan Sedang Berat

100-200Kcal/jm 200-350Kcal/jam 400-900Kcal/jm

10

BB idaman= 90% x (tinggi badan dlm cm – 100)x 1 kg

BB idaman= x (tinggi badan dlm cm – 100)x 1 kg

Page 11: teori Diabetes Melitus

Mengendarai mobil

Memancing

Kerja Lab

Kerja sekertaris

Mengajar

Kerja RT

Bersepeda

Jalan cepat

Berkebun

Aerobik

Bersepeda

Memanjat

Menari, lari

Sepak bola

Tennis

2. Kerja ringan tambah 10% dari kebutuhan basal

- Pada pasien kurus : 2300-2500 Kcal

- Pada pasien normal: 1700-2100 Kcal

- Pada pasien gemuk: 1300-1500 Kcal

Dewasa Kcalori/ kg BB idaman

Kerja santai Kerja sedang Kerja berat

Gemuk 25-25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40-50

2) Tepat Jenis

Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang

diolah dengan menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu,

sirop. alkohol (Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan

dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan).

Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak

jenuh , lontong, ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.

Batasi natrium untuk menghindari hipertensi

3) Tepat jadwal.

Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam

8.2 Olah raga.

Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi

otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam

11

Page 12: teori Diabetes Melitus

sel. Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan

menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum

pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah

mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan

sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini

membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar

glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan insulin setelah latihan

dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi

dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.

8.3 Obat-obatan

Indikasi pengobatan insulin

- Ketoasidosis diabetikum/koma hiperosmolar non ketotik

- Diabetes dengan berat badan kurang

- Diabetes yang mengalami stres (infeksi, operasi dll)

- Diabetes kehamilan

- Diabetes tipe 1

- Kegagalan pemakaian obat hiperglikami oral

Golongan obat-obat DM

(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.

(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan

hipoglikemia.

(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase

didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia post prandial.

(4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas

berbagai masalah akibat resistensi insulin.

o Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh

obat: actrapid.

o Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.

o Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.

12

Page 13: teori Diabetes Melitus

8.4 Penyuluhan Kesehatan

Informasi yg perlu diberikan :

patofisiologi sederhana: definisi diabetes , batas-batas kadar glukosa darah

dan efek terapi insulin

pendekatan terapi : cara pemberian insulin,

Dasar-dasar diit,

pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.

pengenalan, penanganan dan pencegahan: hipoglikemia hiperglikemia.

informasi pragmatis: dimana membeli dan menyimpan insulin, kapan dan

bagaimana cara menghubungi dokter.

13

Page 14: teori Diabetes Melitus

II. Konsep Dasar Nefropaty Diabetik

1. Pengertian

Nefropati diabetic merupakan kelainan degeratif vaskuler ginjal, mempunyai

hubungan gangguan metabolism karbohidrat atau intoleransi glukosa.

2. Etiologi

Secara ringkas dari buku Ilmu Penyakit dalam edisi IV (2006) disebutkan

beberapa faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetic sebagai berikut:

Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160

mg/dl (7,7-8,8 nmol/L)

AIC >7,8%.

- Nilai HbA1c < 6.5 % berarti kendali diabetes baik.

-   Nilai HbA1c 6.5 – 8 % berarti kendali diabetes sedang.

-   Nilai HbA1c > 8 % berarti kendali diabetes buruk.

Factor-faktor genetis

Kelainan hemodinamik 9peningkatan aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerolus, peningkatan tekanan intraglomerolus)

Hipertensi sistemik

Sindroma resistensi insulin (Sindroma metabolic)

Peradangan

Perubahan permebilitas pembuluh darah

Asupan protein berlebihan

Gangguan metabolic

Pelepasan growth factor

Kelainan metabolism karbohidrat/lemak/protein

Kelainan structural (hipertropi, glomerolus, ekspansi mesangium.

Penebalan membrane basalis glomerolus)

Hiperlipedemia

Aktivasi protein kinase

14

Page 15: teori Diabetes Melitus

3. Factor resiko

Tidak semua pasien DM tipe 1 dan tipe 2 berakhir dengan nefropati

diabetic

Hipertensi

Kepekaan (suspeptibillity) nefropati diabetika

1) Antigen HLA (Human Leucosit Antigen), beberapa penelitian

menemukan hubungan factor genetika tipe antigen HLA dengan

kejadian nefropati diabetic. Kelompok penderita diabetes dengan

nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-Bg

2) Hiperglikemia

3) Konsumsi protein hewani

4. Manifestasi klinik :

Menurut Erik Tapan (2004 : 28)

1) Tidak ada nafsu makan, mual, muntah

2) Bau khas yang keluar dari mulut (fetor uremik

3) Sering cegukan

4) Kulit gatal, pucat dan kekuning-kuningan

5) Anemia

6) Sering merasa pegal pada kaki

7) Terjadi peningkatan tekanan darah

8) Sering mengalami nyeri dada dan sesak nafas

9) Terjadi penurunan libido

5. Gambaran kinik :

Menurut Price( 1992: 813-814)

Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes mellitus tipe 1 (IDDM) dapat

dibedakan dalam 5 tahap:

Stadium 1 (Hiperfiltration-hipertropy Stage)

Secara klinis pada tahap ini akan dijumpai:

15

Page 16: teori Diabetes Melitus

- Hiperfiltrasi: meningkatkan laju filtrasi glomerolus mencapai 20-50%

diatas normal menurut usia

- Hipertropy ginjal yang dapat dilihat melalui foto sinar X

- Glukosemia disertai poliuria

Stadium 2

Ditandai dengan Mikroalbuminea normal atau mendekati normal (<20

mg/mm)

Stadium 3 (inaprent nefropaty stage)

Stadium ini ditandai dengan:

- awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap

- awal hipotensi

Stadium 4 (over nefropaty stage)

Stadium ini dtandai dengan:

- Proteinnuri menetap (>0,5 gr/24 jam)

- Hipertensi

- Penuaan laju filtrasi glomerolus

Stadium 5 (Ind stage renal falure)

- Pada stadium ini laju filtrasi glomerolus sudah mendekati nol dan

dijumpai fibrosis ginjal

- Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi nefrotik

6. Pemeriksaan Diagnostik:

Menurut Suhardjono (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu:

1) Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan 

abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

2) Ultrasonografi (USG)

Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena

batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.

16

Page 17: teori Diabetes Melitus

3) Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.

Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

4) Pieolografi Intra-Vena (PIV)

Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai

sistem pelviokalises dan ureter.

5) Pemeriksaan Pielografi

Retrograd

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

6) Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid

overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial

7) Pemeriksaan Radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

8) Pemeriksaan Laboratorium

Yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal

Ginjal Kronik :

- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia.

- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan

kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh

karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan

steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum

lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens

Kreatinin yang menurun.

- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan

menurunnya diuresis.

- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

17

Page 18: teori Diabetes Melitus

1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.

- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama

Isoenzim fosfatase lindi tulang.

- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada

gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)

- Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak disebabkan

peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan menurunnya

lipoprotein lipase.

- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang

menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,

semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

7. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan medisnya yaitu:

1) Tentukan dan tata laksana penyebabnya.

2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.

Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau

diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah

kelebihan cairan.

3) Diet tinggi kalori dan rendah protein

Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala

anoreksia dan nausea dari uremia.

4) Kontrol hipertensi

Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan

cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik

loop, selain obat antihipertensi.

5) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari) atau

diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium

18

Page 19: teori Diabetes Melitus

(misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).

6) Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal

Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti

aluminium hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium karbonat (500– 3000

mg) pada setiap makan.

7) Deteksi dini dan terapi infeksi

Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih

ketat.

8) Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal

Banyak obat yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksis dan

dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat,

amfoterisin.

9) Deteksi dan terapi komplikasi

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,

neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang

meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.

10) Persiapkan dialisis dan program transplantasi

Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi.

19

Page 20: teori Diabetes Melitus

20

Page 21: teori Diabetes Melitus

21

Page 22: teori Diabetes Melitus

22

Page 23: teori Diabetes Melitus

23

Page 24: teori Diabetes Melitus

Konsep Asuhan Keparawatan

1. Pengkajian

A. Anamnesa

1) Identitas Pasien

Usia : Nefropati diabetik terjadi terutama pada usia lanjut (50-

70 th) maupun usia muda

Jenis kelamin : terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

2) Keluhan utama

Pada pasien setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia. Keluhan pasien

tergantung pada tingkat kerusakan ginjal dan kondisi yang mendasari.

3) Riwayat penyakit dahulu

penyakit infeksi tubulo interstitial (pielonefritis kronik atau refluks nefropati),

Penyakit peradangan (glomerulonefritis), Penyakit vaskuler hipertensif

(nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis), Gangguan

jaringan ikat (Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik

progresif), Gangguan kongenital dan herediter (penyakity ginjal polisiklik, asidosis

tubulus ginjal), Penyakit metabolik (DM, GOUT, hiperparatiroidisme, amiloldosis),

Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik, nefropati timah), Nefropati obstruktif

(traktus urinarius baagian atas : batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus

urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher

VU dan uretra).

4) Riwayat penyakit sekarang: diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi

anafilaksis, renjatan kardiogenik.

5) Riwayat penyakit keluarga: adanya riwayat penyakit keluarga seperti DM dan

hipertensi.

6) Pola aktivitas sehari-hari

(1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien yang menderita nefropati diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak dari

24

Page 25: teori Diabetes Melitus

penyakit sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan

kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang

lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah

dimengerti pasien.

(2) Pola nutrisi dan metabolisme

Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang

kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya

gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan

klien.

Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan

(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia).

Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan

memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

(3) Pola Eliminasi

Eliminasi uri :

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,

tidak dapat kencing.

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)

abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau

anuria.

Eliminasi alvi : Diare atau konstipasi

(4) Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.

(5) Pola Aktivitas dan latihan

Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu

melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.

Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

(6) Pola hubungan dan peran.

Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan

25

Page 26: teori Diabetes Melitus

fungsi peran).

(7) Pola sensori dan kognitif.

Klien dengan nefropati diabetik cenderung mengalami neuropati / mati rasa

pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat

dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.

(8) Pola persepsi dan konsep diri.

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya

biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan

dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).

(9) Pola seksual dan reproduksi.

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi

sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun

ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

(10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,

perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena

ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,

kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak

mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/ adaptif.

Gejala: faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,

Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

(11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal

ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun

mempengaruhi pola ibadah klien.

26

Page 27: teori Diabetes Melitus

B. Pemeriksaan fisik

1) Pernafasan (B 1 : Breathing)

Nafas pendek, dispnoe nokturnal paroksismal, takhipnoe, batuk produktif dengan/

tanpa sputum kental dan banyak.

2) Cardiovascular (B 2 : Blood)

Riwayat hipertensi lama, nyeri dada atau angina dan gangguan irama jantung,

edema, nadi kuat atau lemah, oedema jaringan umum, piting pada kaki dan telapak

tangan, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,

kuning kecenderungan perdarahan, miopati, anemia normokrom, gangguan fungsi

trombosit, trombositopenia, gangguan leukosit.

3) Persyarafan (B 3 : Brain)

Disorientasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma, ensefalopati

metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrom (akibat kerusakan saraf

tepi). Endokrin terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak,

gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan

metabolisme vitamin D.

4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak

dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)

5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare,

abdomen kembung

6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal,

ada/ berulangnya infeksi. Pruritus, demam (sepsis), petekie, area ekimosis pada

kulit, fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi

keterbatasan gerak sendi. Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis,

urea frost, bekas garukan karena gatal.

27

Page 28: teori Diabetes Melitus

2. Diagnose keperawatan

1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulator sekunder akibat nefropati diabetik yang ditandai dengan edema,

kulit menegang atau mengkilap, penurunan haluaran urine.

2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan

nafsu makan sekunder akibat mual dan muntah dengan pasien

mengungkapkan tidak nafsu makan, BB turun, kelemahan otot.

3) Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-

epidermal sekunder akibat gagal ginjal ditandai dengan kulit gatal-gatal,

ada lesi bekas garukan, kulit kering dan pecah-pecah.

4) Intoleran aktivitas berhubungan dengan gangguan system transport

oksigen sekunder akibat anemia yang ditandai dengan kelemahan, pasien

mengeluh pusing, RR meningkat, pasien terlihat pucat.

5) Gangguan pada pernafasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam

inspirasi yang ditandai dengan takipneu, RR meningkat, pasien tampak

sesak.

6) Resiko terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama,

konduksi jantung, akumulasi urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.

7) Kecemasan berhubungan dengan komplikasi tindakan dan tidak

mengetahui hasil pengobatan ditandai dengan pasien tampak gelisah,

banyak bertanya, nadi dan TD meningkat

8) Resiko gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan

tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi

tubuh, dampak pengobatan.

9) Gangguan pola eliminasi uri berhubungan dengan penurunan isyarat

kandung kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat

kandung kemih yang ditandai dengan pasien mengeluh tidak bisa kencing,

anuria, oliguria, nokturia.

28

Page 29: teori Diabetes Melitus

Intervensi

1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulator sekunder akibat nefropati diabetik yang ditandai dengan edema,

kulit menegang atau mengkilap, penurunan haluaran urine.

Tujuan : Pasien menunjukkan keseimbangan cairan setelah dilakukan

tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :

o Edema berkurang

o Kulit tidak menegang atau tidak mengkilap

o Keseimbangan masukan dan haluaran

o BB normal

Intervensi :

(1) Jelaskan kepada pasien penyebab kelebihan volume cairan

R/ kelebihan volume cairan disebabkan oleh penurunan GFR

(2) Batasi masukan cairan

R/ intake cairan yang tidak terkontrol dapat meningkatkan cairan

dalam tubuh serta memperberat kerja ginjal.

(3) Timbang BB sehari-hari

R/ penimbangan berat badan untuk mendeteksi peningkatan BB akibat

peningkatan cairan dalam tubuh.

(4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan diet rendah garam

R/ diet rendah garam akan menurunkan retensi Na+

(5) Observasi BB, balance cairan, edema dan turgor kulit

R/ BB, balance cairan turgor kulit dalam batas normal dan tidak ada

edema menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan.

2) Gangguan kenyamanan (Mual) berhubungan dengan mual/muntah akibat

nefropati diabetic,

Tujuan : Pasien mengungkapkan mual berkurang

Intervensi:

29

Page 30: teori Diabetes Melitus

(1) Motivasi pasien untuk makan sedikit-sedikit dan untuk makan dengan

perlahan.

R/ makan sedikit-sedikit dengan perlahan dapat mengurangi tekanan

abdomen sehingga tidak timbul rasa mual

(2) Atur lingkungan dan jauhkan bau yang tidak sedap dari area makan

R/ lingkungan yang bersih dan tidak bau dapat mengurangi stimulus

mual

(3) Motivasi pasien untuk istirahat pada posisi semi fowler setelah makan

dan mengganti posisi dengan perlahan.

R/ posisi semi fowler dan mengganti posisi perlahan dapat

meminimalkan rasa mual

(4) Ajarkan teknik untuk mengurangi mual (Distraksi dan relaksasi)

R/Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan Menstimulasi system control desendens yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.

R/Relaksasi dapat meningkatkan sekresi endorphin dan enkefalin pada sel inhibitor kornu dorsalis medulla spinalis yang dapat menghambat transmisi nyeri

(5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menghidangkan makanan yang tidak berbumbuR/ makanan berbumbu dapat meningkatkan rasa mual.

(6) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic

R/obat mengurangi mual

(7) Observasi TTV dan keluhan mual

R/untuk mengetahui respons mual dan merupakan indikator

keberhasilan tindakan.

3) Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan penumpukan

kretinin dipori-pori kulit akibat nefropati diabetik ditandai dengan kulit

gatal-gatal, ada lesi bekas garukan, kulit kering dan pecah-pecah.

Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit setelah

dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil :

30

Page 31: teori Diabetes Melitus

o Tidak ada lesi

oMembrane mukosa dan kulit lembab

Intervensi :

(1) Jelaskan pada pasien penyebab kerusakan integritas kulit

R/ kerusakan integritas kulit disebabkan bedrest yang terlalu lama dan

didukung oleh kandungan ureum dalam tubuh yang meningkat.

(2) Ubah posisi tiap 3 jam

R/ perubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk

memperbaiki sirkulasi

(3) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan

R/ kelembaban akan meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko

kerusakan kulit.

(4) Berikan minyak kayu putih atau lotion pada permukaan kulit

R/ kulit yang kering rentan untuk iritasi

(5) Observasi keadaan kulit pasien (eritema, mukosa lembab, tidak ada

lesi)

R/ Tidak ada eritema dan lesi serta mukosa yang lembab

menunjukkan tidak adanya kerusakan integritas kulit.

4) Intoleran aktifitas berhubungan dengan gangguan system transport oksigen

sekunder akibat anemia yang ditandai dengan kelemahan, pasien mengeluh

pusing, RR dan nadi meningkat, pasien terlihat pucat.

Tujuan : Pasien dapat beraktivitas normal setelah dilakukan tindakan

keperawatan dengan criteria hasil :

o Pasien tidak lemah

o Pasien tidak mengeluh pusing

o RR normal (12-24 kali/mnt)

o Nadi normal (60-100 kali/mnt)

o Pasien tidak terlihat pucat

Intervensi :

31

Page 32: teori Diabetes Melitus

(1) Jelaskan kepada pasien alas an pembatasan aktifitas

R/ membatasi pengeluaran energi yang berlebihan

(2) Berikan lingkungan yang terang, pertahankan tirah baring

R/ meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen

tubuh

(3) Bantu pasien memenuhi kebutuhannya

R/ untuk menghindari pengeluaran oksigen berlebihan

(4) Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas secara bertahap

R/ aktifitas yang mendadak dapat menyebabkan pusing dan

meningkatkan resiko cedera

(5) Observasi keluhan pusing, RR dan nadi, keadaan umum pasien

R/ RR dan nadi dalam rentang normal, keadaan umum yang baik dan

tidak adanya pusing melanjutkan aktifitas dapat teratasi.

5) Gangguan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan oksigen

dalam udara inspirasi yang ditandai dengan takipneu, pasien tampak

sesak, RR meningkat.

Tujuan : Pasien memperlihatkan pola nafas efektif setelah dilakukan

tindakan keperawatan dengan criteria hasil :

o Tidak ada dispneu

o Pola nafas normal

o RR normal (12-20 kali/mnt)

o Tidak ada retraksi dada

Intervensi :

(1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan

dilakukan

R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif

terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

(2) Berikan posisi semifowler atau fowler

R/ posisi semifowler membuat diafragma tidak terdorong oleh isi

abdomen sehingga ekspansi paru meningkat.

32

Page 33: teori Diabetes Melitus

(3) Kolaborasi dalam pemberian

o Diuretik

R/ Membatasi retensi cairan yang berlebihan dengan cara

menghambat reabsorbsi natrium dan kalium pada ascenden loop and

handle dan selanjutnya mengurangi preload.

o Oksigen

R/ Oksigen akan meningkatkan oksigen alveoli dan oksigenasi arteri

untuk memperbaiki hipoksemia

(4) Observasi pola nafas, RR, adanya retraksi dada

R/ menilai keberhasilan tindakan dan menentukan tindakan

selanjutnya

33

Page 34: teori Diabetes Melitus

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Keperawatan. Ed. 8. Alih Bahasa: Monica Ester. 2006. Jakarta: EGC

Doenges at all, 1993. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa. 1999. Jakarta: EGC

Junadi, Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Noer, Sjaifoellah. 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Vol. 2. Alih Bahasa: Brahm. 2005. Jakrta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2. Alih Bahasa: Agung Waluyo. 2001. Jakarta: EGC.

Suparman.1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.

34