teori Diabetes Melitus
-
Upload
dwy-martha -
Category
Documents
-
view
35 -
download
7
description
Transcript of teori Diabetes Melitus
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep Dasar Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth, 2002).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
2. Etiologi
2.1 Pada Diabetes tipe I:
Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin lingkungan .
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.
2) Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor-faktor lingkungan
Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor external yang
dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
1
2.2 Pada Diabetes tipe II
Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe ini
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen
berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis dan
cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin dan resistensi
insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
3) Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji
yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap
kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikkan
kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin.
4) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan
gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan
cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakseimbangan kerja
pankreas.
5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas pada
penderita obesitas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa
untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
2
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh
Price & Wilson (2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu :
3.1 Diabetes Melitus
3.1.1 Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin) 5-10% kejadian.
a. akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
b. idiopatik, tidak diketahui sumbernya.
Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika, Asia.
Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya muda < 30 tahun.
Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan BB
yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami komplikasi akut
hiperglikemi: ketoasidosis diabetik (Brunner & Suddarth, 2002).
3.1.2 Tipe 2 (onset maturity dan nondependen insulin) : 90-95% kejadian.
Obesitas, herediter dan lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini.
Awitan terjadi di segala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat
pada usia > 65 tahun. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan
kadar glukosa darah melalui penurunan berat badan. Agens hipoglikemia
oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan
latihan tidak berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau
panjang untuk mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila
dalam keadaan stress atau menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom
hiperosmolar nonketotik (Brunner & Suddarth, 2002).
3.2 Diabetes Gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua
kehamilan. Faktor resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat
keluarga dan riwayat gestasional dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa
maka kehamilan adalah suatu keadaaan diabetogenik.
3.3 Tipe khusus lain
Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
3
Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14
tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.
Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin
yang berat dan akantosis negrikans.
Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.
Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta.
Infeksi.
3.4 Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Tes toleransi glukosa menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan
asimtomatis. IGT mungkin menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini.
Mereka ini tidak digolongkan sebagai penderita diabetes tetapi dianggap
beresiko tinggi terhadap diabetes.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
- Gejala awal pada penderita DM adalah
a.Poliuria (peningkatan volume urine)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar
sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini
penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar
sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
4
e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
f. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
g. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
h. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
i. Kelemahan tubuh
j. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis
tidak dapat berlangsung secara optimal.
k. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan
untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
l. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun
karena kerusakan hormon testosteron.
m. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.
5. Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor,
yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
5.1 Komplikasi Metabolik Akut
a. Hyperglikemia.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar
glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml
5
darah. Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme
dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat
cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan
terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah
yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini
akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan
jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin tergambar
pada perubahan metabolik sebagai berikut:
Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap
terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen
berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus
melebihi kebutuhan.
Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan
lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan
asam amino dan lemak.
Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia yaitu :
(1) Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan
keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan
mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma
dan kematian.
Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
6
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi
insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis.
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan
dehidrasi berat.
Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi
insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang
jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya
hipoglikemia.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana
kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Tingkatan hypoglikemia adalah sbb:
(1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang.
Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
(2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh
cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan
fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi,
sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir
serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,
perilaku yang tidak rasional,
(3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien
memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang
7
dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan
kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi
biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral
misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah
atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak
sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg
dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang
diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan
glukosa.
5.2 Komplikasi Kronik Jangka Panjang
1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan
saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.
Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin
dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan
pembekuan darah.
6. Data Penunjang Diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140
mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai
gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau
evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
8
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam <
200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan
penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM
kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil
positif.
g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
- Nilai HbA1c < 6.5 % berarti kendali diabetes baik.
- Nilai HbA1c 6.5 – 8 % berarti kendali diabetes sedang.
- Nilai HbA1c > 8 % berarti kendali diabetes buruk.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
i. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat
digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes.
7. Kriteria Diagnostik
Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak
hamil,
pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl
(11,1 mmol/L). (World Health Organization, Diabetes Melitus, Report of a
WHO study group. Teach Report Series No. 727, 1985) kutipan dalam
Brunner & Suddarth (2002).
9
8. Penatalaksanaan
8.1 Diet
Tujuan utama penatalaksanaan diet pada DM adalah:
1. mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal.
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4. Meningkatkan kualitas hidup.
Pada dasarnya harus mengikuti prinsip berikut:
1. Cukup kalori atau mempertahankan BB idaman
2. Perhatikan bila ada komplikasi. Sesuaikan dengan komplikasi itu
3. Cukup vitamin dan mineral
1) Tepat jumlah :
Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.
Tepat jumlah: karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani .
Penentuan gizi penderita dilaksanakan menurut Brocca:
Catatan: laki-laki dibawah 160 cm atau perempuan dibawah 150 cm berlaku
rumus
Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang
dibutuhkan pasien:
1. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB dengan 30
untuk laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan
yang dilakukan:
Ringan Sedang Berat
100-200Kcal/jm 200-350Kcal/jam 400-900Kcal/jm
10
BB idaman= 90% x (tinggi badan dlm cm – 100)x 1 kg
BB idaman= x (tinggi badan dlm cm – 100)x 1 kg
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja Lab
Kerja sekertaris
Mengajar
Kerja RT
Bersepeda
Jalan cepat
Berkebun
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari, lari
Sepak bola
Tennis
2. Kerja ringan tambah 10% dari kebutuhan basal
- Pada pasien kurus : 2300-2500 Kcal
- Pada pasien normal: 1700-2100 Kcal
- Pada pasien gemuk: 1300-1500 Kcal
Dewasa Kcalori/ kg BB idaman
Kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 25-25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
2) Tepat Jenis
Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang
diolah dengan menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu,
sirop. alkohol (Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan
dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan).
Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak
jenuh , lontong, ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
3) Tepat jadwal.
Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
8.2 Olah raga.
Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi
otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam
11
sel. Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan
menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum
pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah
mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan
sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar
glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan insulin setelah latihan
dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi
dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.
8.3 Obat-obatan
Indikasi pengobatan insulin
- Ketoasidosis diabetikum/koma hiperosmolar non ketotik
- Diabetes dengan berat badan kurang
- Diabetes yang mengalami stres (infeksi, operasi dll)
- Diabetes kehamilan
- Diabetes tipe 1
- Kegagalan pemakaian obat hiperglikami oral
Golongan obat-obat DM
(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan
hipoglikemia.
(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin.
o Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh
obat: actrapid.
o Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
o Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.
12
8.4 Penyuluhan Kesehatan
Informasi yg perlu diberikan :
patofisiologi sederhana: definisi diabetes , batas-batas kadar glukosa darah
dan efek terapi insulin
pendekatan terapi : cara pemberian insulin,
Dasar-dasar diit,
pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.
pengenalan, penanganan dan pencegahan: hipoglikemia hiperglikemia.
informasi pragmatis: dimana membeli dan menyimpan insulin, kapan dan
bagaimana cara menghubungi dokter.
13
II. Konsep Dasar Nefropaty Diabetik
1. Pengertian
Nefropati diabetic merupakan kelainan degeratif vaskuler ginjal, mempunyai
hubungan gangguan metabolism karbohidrat atau intoleransi glukosa.
2. Etiologi
Secara ringkas dari buku Ilmu Penyakit dalam edisi IV (2006) disebutkan
beberapa faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetic sebagai berikut:
Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160
mg/dl (7,7-8,8 nmol/L)
AIC >7,8%.
- Nilai HbA1c < 6.5 % berarti kendali diabetes baik.
- Nilai HbA1c 6.5 – 8 % berarti kendali diabetes sedang.
- Nilai HbA1c > 8 % berarti kendali diabetes buruk.
Factor-faktor genetis
Kelainan hemodinamik 9peningkatan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerolus, peningkatan tekanan intraglomerolus)
Hipertensi sistemik
Sindroma resistensi insulin (Sindroma metabolic)
Peradangan
Perubahan permebilitas pembuluh darah
Asupan protein berlebihan
Gangguan metabolic
Pelepasan growth factor
Kelainan metabolism karbohidrat/lemak/protein
Kelainan structural (hipertropi, glomerolus, ekspansi mesangium.
Penebalan membrane basalis glomerolus)
Hiperlipedemia
Aktivasi protein kinase
14
3. Factor resiko
Tidak semua pasien DM tipe 1 dan tipe 2 berakhir dengan nefropati
diabetic
Hipertensi
Kepekaan (suspeptibillity) nefropati diabetika
1) Antigen HLA (Human Leucosit Antigen), beberapa penelitian
menemukan hubungan factor genetika tipe antigen HLA dengan
kejadian nefropati diabetic. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-Bg
2) Hiperglikemia
3) Konsumsi protein hewani
4. Manifestasi klinik :
Menurut Erik Tapan (2004 : 28)
1) Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
2) Bau khas yang keluar dari mulut (fetor uremik
3) Sering cegukan
4) Kulit gatal, pucat dan kekuning-kuningan
5) Anemia
6) Sering merasa pegal pada kaki
7) Terjadi peningkatan tekanan darah
8) Sering mengalami nyeri dada dan sesak nafas
9) Terjadi penurunan libido
5. Gambaran kinik :
Menurut Price( 1992: 813-814)
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes mellitus tipe 1 (IDDM) dapat
dibedakan dalam 5 tahap:
Stadium 1 (Hiperfiltration-hipertropy Stage)
Secara klinis pada tahap ini akan dijumpai:
15
- Hiperfiltrasi: meningkatkan laju filtrasi glomerolus mencapai 20-50%
diatas normal menurut usia
- Hipertropy ginjal yang dapat dilihat melalui foto sinar X
- Glukosemia disertai poliuria
Stadium 2
Ditandai dengan Mikroalbuminea normal atau mendekati normal (<20
mg/mm)
Stadium 3 (inaprent nefropaty stage)
Stadium ini ditandai dengan:
- awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap
- awal hipotensi
Stadium 4 (over nefropaty stage)
Stadium ini dtandai dengan:
- Proteinnuri menetap (>0,5 gr/24 jam)
- Hipertensi
- Penuaan laju filtrasi glomerolus
Stadium 5 (Ind stage renal falure)
- Pada stadium ini laju filtrasi glomerolus sudah mendekati nol dan
dijumpai fibrosis ginjal
- Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi nefrotik
6. Pemeriksaan Diagnostik:
Menurut Suhardjono (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu:
1) Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan
abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
2) Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
16
3) Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
4) Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter.
5) Pemeriksaan Pielografi
Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
6) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial
7) Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
8) Pemeriksaan Laboratorium
Yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal
Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum
lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens
Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis
17
1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak disebabkan
peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
7. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan medisnya yaitu:
1) Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau
diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan.
3) Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia.
4) Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik
loop, selain obat antihipertensi.
5) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari) atau
diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium
18
(misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
6) Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium karbonat (500– 3000
mg) pada setiap makan.
7) Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih
ketat.
8) Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksis dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat,
amfoterisin.
9) Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
10) Persiapkan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi.
19
20
21
22
23
Konsep Asuhan Keparawatan
1. Pengkajian
A. Anamnesa
1) Identitas Pasien
Usia : Nefropati diabetik terjadi terutama pada usia lanjut (50-
70 th) maupun usia muda
Jenis kelamin : terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2) Keluhan utama
Pada pasien setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia. Keluhan pasien
tergantung pada tingkat kerusakan ginjal dan kondisi yang mendasari.
3) Riwayat penyakit dahulu
penyakit infeksi tubulo interstitial (pielonefritis kronik atau refluks nefropati),
Penyakit peradangan (glomerulonefritis), Penyakit vaskuler hipertensif
(nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis), Gangguan
jaringan ikat (Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik
progresif), Gangguan kongenital dan herediter (penyakity ginjal polisiklik, asidosis
tubulus ginjal), Penyakit metabolik (DM, GOUT, hiperparatiroidisme, amiloldosis),
Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik, nefropati timah), Nefropati obstruktif
(traktus urinarius baagian atas : batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus
urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher
VU dan uretra).
4) Riwayat penyakit sekarang: diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
5) Riwayat penyakit keluarga: adanya riwayat penyakit keluarga seperti DM dan
hipertensi.
6) Pola aktivitas sehari-hari
(1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien yang menderita nefropati diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak dari
24
penyakit sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
(2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien.
Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia).
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
(3) Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
Eliminasi alvi : Diare atau konstipasi
(4) Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
(5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
(6) Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan
25
fungsi peran).
(7) Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan nefropati diabetik cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat
dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
(8) Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
(9) Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
(10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/ adaptif.
Gejala: faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
(11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal
ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien.
26
B. Pemeriksaan fisik
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Nafas pendek, dispnoe nokturnal paroksismal, takhipnoe, batuk produktif dengan/
tanpa sputum kental dan banyak.
2) Cardiovascular (B 2 : Blood)
Riwayat hipertensi lama, nyeri dada atau angina dan gangguan irama jantung,
edema, nadi kuat atau lemah, oedema jaringan umum, piting pada kaki dan telapak
tangan, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning kecenderungan perdarahan, miopati, anemia normokrom, gangguan fungsi
trombosit, trombositopenia, gangguan leukosit.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Disorientasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma, ensefalopati
metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrom (akibat kerusakan saraf
tepi). Endokrin terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak,
gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan
metabolisme vitamin D.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare,
abdomen kembung
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/ berulangnya infeksi. Pruritus, demam (sepsis), petekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi. Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis,
urea frost, bekas garukan karena gatal.
27
2. Diagnose keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulator sekunder akibat nefropati diabetik yang ditandai dengan edema,
kulit menegang atau mengkilap, penurunan haluaran urine.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan sekunder akibat mual dan muntah dengan pasien
mengungkapkan tidak nafsu makan, BB turun, kelemahan otot.
3) Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-
epidermal sekunder akibat gagal ginjal ditandai dengan kulit gatal-gatal,
ada lesi bekas garukan, kulit kering dan pecah-pecah.
4) Intoleran aktivitas berhubungan dengan gangguan system transport
oksigen sekunder akibat anemia yang ditandai dengan kelemahan, pasien
mengeluh pusing, RR meningkat, pasien terlihat pucat.
5) Gangguan pada pernafasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam
inspirasi yang ditandai dengan takipneu, RR meningkat, pasien tampak
sesak.
6) Resiko terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama,
konduksi jantung, akumulasi urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
7) Kecemasan berhubungan dengan komplikasi tindakan dan tidak
mengetahui hasil pengobatan ditandai dengan pasien tampak gelisah,
banyak bertanya, nadi dan TD meningkat
8) Resiko gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan
tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi
tubuh, dampak pengobatan.
9) Gangguan pola eliminasi uri berhubungan dengan penurunan isyarat
kandung kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat
kandung kemih yang ditandai dengan pasien mengeluh tidak bisa kencing,
anuria, oliguria, nokturia.
28
Intervensi
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulator sekunder akibat nefropati diabetik yang ditandai dengan edema,
kulit menegang atau mengkilap, penurunan haluaran urine.
Tujuan : Pasien menunjukkan keseimbangan cairan setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :
o Edema berkurang
o Kulit tidak menegang atau tidak mengkilap
o Keseimbangan masukan dan haluaran
o BB normal
Intervensi :
(1) Jelaskan kepada pasien penyebab kelebihan volume cairan
R/ kelebihan volume cairan disebabkan oleh penurunan GFR
(2) Batasi masukan cairan
R/ intake cairan yang tidak terkontrol dapat meningkatkan cairan
dalam tubuh serta memperberat kerja ginjal.
(3) Timbang BB sehari-hari
R/ penimbangan berat badan untuk mendeteksi peningkatan BB akibat
peningkatan cairan dalam tubuh.
(4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan diet rendah garam
R/ diet rendah garam akan menurunkan retensi Na+
(5) Observasi BB, balance cairan, edema dan turgor kulit
R/ BB, balance cairan turgor kulit dalam batas normal dan tidak ada
edema menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan.
2) Gangguan kenyamanan (Mual) berhubungan dengan mual/muntah akibat
nefropati diabetic,
Tujuan : Pasien mengungkapkan mual berkurang
Intervensi:
29
(1) Motivasi pasien untuk makan sedikit-sedikit dan untuk makan dengan
perlahan.
R/ makan sedikit-sedikit dengan perlahan dapat mengurangi tekanan
abdomen sehingga tidak timbul rasa mual
(2) Atur lingkungan dan jauhkan bau yang tidak sedap dari area makan
R/ lingkungan yang bersih dan tidak bau dapat mengurangi stimulus
mual
(3) Motivasi pasien untuk istirahat pada posisi semi fowler setelah makan
dan mengganti posisi dengan perlahan.
R/ posisi semi fowler dan mengganti posisi perlahan dapat
meminimalkan rasa mual
(4) Ajarkan teknik untuk mengurangi mual (Distraksi dan relaksasi)
R/Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan Menstimulasi system control desendens yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
R/Relaksasi dapat meningkatkan sekresi endorphin dan enkefalin pada sel inhibitor kornu dorsalis medulla spinalis yang dapat menghambat transmisi nyeri
(5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menghidangkan makanan yang tidak berbumbuR/ makanan berbumbu dapat meningkatkan rasa mual.
(6) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic
R/obat mengurangi mual
(7) Observasi TTV dan keluhan mual
R/untuk mengetahui respons mual dan merupakan indikator
keberhasilan tindakan.
3) Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan penumpukan
kretinin dipori-pori kulit akibat nefropati diabetik ditandai dengan kulit
gatal-gatal, ada lesi bekas garukan, kulit kering dan pecah-pecah.
Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit setelah
dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil :
30
o Tidak ada lesi
oMembrane mukosa dan kulit lembab
Intervensi :
(1) Jelaskan pada pasien penyebab kerusakan integritas kulit
R/ kerusakan integritas kulit disebabkan bedrest yang terlalu lama dan
didukung oleh kandungan ureum dalam tubuh yang meningkat.
(2) Ubah posisi tiap 3 jam
R/ perubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk
memperbaiki sirkulasi
(3) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
R/ kelembaban akan meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko
kerusakan kulit.
(4) Berikan minyak kayu putih atau lotion pada permukaan kulit
R/ kulit yang kering rentan untuk iritasi
(5) Observasi keadaan kulit pasien (eritema, mukosa lembab, tidak ada
lesi)
R/ Tidak ada eritema dan lesi serta mukosa yang lembab
menunjukkan tidak adanya kerusakan integritas kulit.
4) Intoleran aktifitas berhubungan dengan gangguan system transport oksigen
sekunder akibat anemia yang ditandai dengan kelemahan, pasien mengeluh
pusing, RR dan nadi meningkat, pasien terlihat pucat.
Tujuan : Pasien dapat beraktivitas normal setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil :
o Pasien tidak lemah
o Pasien tidak mengeluh pusing
o RR normal (12-24 kali/mnt)
o Nadi normal (60-100 kali/mnt)
o Pasien tidak terlihat pucat
Intervensi :
31
(1) Jelaskan kepada pasien alas an pembatasan aktifitas
R/ membatasi pengeluaran energi yang berlebihan
(2) Berikan lingkungan yang terang, pertahankan tirah baring
R/ meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh
(3) Bantu pasien memenuhi kebutuhannya
R/ untuk menghindari pengeluaran oksigen berlebihan
(4) Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas secara bertahap
R/ aktifitas yang mendadak dapat menyebabkan pusing dan
meningkatkan resiko cedera
(5) Observasi keluhan pusing, RR dan nadi, keadaan umum pasien
R/ RR dan nadi dalam rentang normal, keadaan umum yang baik dan
tidak adanya pusing melanjutkan aktifitas dapat teratasi.
5) Gangguan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan oksigen
dalam udara inspirasi yang ditandai dengan takipneu, pasien tampak
sesak, RR meningkat.
Tujuan : Pasien memperlihatkan pola nafas efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan criteria hasil :
o Tidak ada dispneu
o Pola nafas normal
o RR normal (12-20 kali/mnt)
o Tidak ada retraksi dada
Intervensi :
(1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan
R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif
terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
(2) Berikan posisi semifowler atau fowler
R/ posisi semifowler membuat diafragma tidak terdorong oleh isi
abdomen sehingga ekspansi paru meningkat.
32
(3) Kolaborasi dalam pemberian
o Diuretik
R/ Membatasi retensi cairan yang berlebihan dengan cara
menghambat reabsorbsi natrium dan kalium pada ascenden loop and
handle dan selanjutnya mengurangi preload.
o Oksigen
R/ Oksigen akan meningkatkan oksigen alveoli dan oksigenasi arteri
untuk memperbaiki hipoksemia
(4) Observasi pola nafas, RR, adanya retraksi dada
R/ menilai keberhasilan tindakan dan menentukan tindakan
selanjutnya
33
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Keperawatan. Ed. 8. Alih Bahasa: Monica Ester. 2006. Jakarta: EGC
Doenges at all, 1993. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa. 1999. Jakarta: EGC
Junadi, Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Noer, Sjaifoellah. 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Vol. 2. Alih Bahasa: Brahm. 2005. Jakrta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2. Alih Bahasa: Agung Waluyo. 2001. Jakarta: EGC.
Suparman.1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
34