Teori Dasar Seismik

21
19 BAB III DASAR TEORI III.1 Metode Seismik Metode seismik adalah salah satu metode geofisika yang berdasar pada sifat-sifat gelombang seismik. Gelombang seismik sendiri adalah gelombang bunyi yang merambat dalam medium bumi. Dikarenakan medium bumi terdiri dari lapisan-lapisan batuan yang memiliki densitas dan kecepatan yang berbeda pada setiap lapisannya, maka gelombang yang melewati bidang batas antar lapisan akan terpantulkan atau terbiaskan ( hukum Snell ), diilustrasikan pada gambar 3.1. Maka gelombang seismik yang melewati bidang batas antar medium akan memenuhi persamaan : (3.1) dimana : θ 1 = sudut datang. θ 2 = sudut bias. V p1 = kecepatan gelombang seismik pada medium pertama. Gambar 3.1 Lintasan gelombang seismik saat melewati batas antara dua medium 1 2 1 2 sin sin p p V V θ θ =

Transcript of Teori Dasar Seismik

19

BAB III

DASAR TEORI

III.1 Metode Seismik

Metode seismik adalah salah satu metode geofisika yang berdasar pada

sifat-sifat gelombang seismik. Gelombang seismik sendiri adalah gelombang

bunyi yang merambat dalam medium bumi. Dikarenakan medium bumi terdiri

dari lapisan-lapisan batuan yang memiliki densitas dan kecepatan yang berbeda

pada setiap lapisannya, maka gelombang yang melewati bidang batas antar lapisan

akan terpantulkan atau terbiaskan ( hukum Snell ), diilustrasikan pada gambar 3.1.

Maka gelombang seismik yang melewati bidang batas antar medium akan

memenuhi persamaan : (3.1)

dimana : θ1 = sudut datang.

θ2 = sudut bias.

Vp1 = kecepatan gelombang seismik pada medium pertama.

Gambar 3.1 Lintasan gelombang seismik saat melewati batas antaradua medium

1 2

1 2

sin sin

p pV Vθ θ

=

20

Vp2 = kecepatan gelombang seismik pada medium kedua.

Berdasarkan sifat tersebut maka dikembangkan dua jenis metode seismik

yaitu metode seismik refleksi/pantul yang berdasar pada sifat gelombang terpantul

dan metode seismik refraksi/bias yang berdasar pada sifat gelombang terbiaskan.

Kedua jenis metode tersebut memiliki karakteristik dan kegunaan masing-masing.

Dalam eksplorasi hidrokarbon metode yang sering digunakan adalah metode

seismik refleksi (pantul).

III.2. Metode Seismik Refleksi

Dalam eksplorasi hidrokarbon, metode seismik refleksi dilakukan dengan

cara menggenerasikan sumber gelombang yang akan menyebabkan gelombang

menjalar kebawah permukaan dan terpantul oleh bidang batas medium, akhirnya

sampai ke permukaan dan diterima oleh geophone (gambar 3.2).

Sumber ledakanG1 G2 G……

Geophone

Gelombang refleksi

ρ1 V1

ρ2 V2

Gambar 3.2. Penjalaran gelombang seismik dari sumber ke penerima

21

2 2 1 1 2 1

2 2 1 1 2 1

P P

P P

V V AI AIR CV V AI AI

ρ ρρ ρ

− −= =

+ +

Berdasarkan sifat gelombang terpantul tersebut, metode seismik refleksi

pada dasarnya menganalisa gelombang terpantul dari bidang batas medium.

Dengan demikian dapat diketahui karakteristik perlapisan batuan bawah

permukaan yang merupakan kunci utama dalam eksplorasi hidrokarbon.

Setiap medium akan mempunyai nilai impedansi akustik yang berbeda,

impedansi akustik adalah parameter yang menggambarkan kemampuan medium

untuk menjalarkan gelombang akustik. Nilai impedansi akustik dinyatakan

dengan persamaan :

pAI Vρ= (3.2)

dimana AI = Accoustic Impedance ( Impedansi Akustik)

= densitas medium

Vp = kecepatan gelombang P

Perbedaan impedansi akustik antar medium akan mempengaruhi koefisien

refleksi, yaitu nilai perbandingan antara amplitudo gelombang datang dan

amplitudo gelombang pantul atau disebut juga reflektifitas. Nilai koefisien refleksi

dinyatakan sebagai berikut :

(3.3)

dimana RC = Reflection Coefficient (koefisien refleksi )

ρ1, ρ2 = densitas medium 1 dan 2

VP1,VP2 = kecepatan gelombang P pada medium 1 dan 2

ρVP = AI = impedansi akustik medium

22

Posisi koefisien refleksi relatif terhadap posisi perlapisan geologi dapat

diperlihatkan pada gambar 3.3.

Koefisien refleksi dapat bernilai positif maupun negatif tergantung pada besarnya

impedansi akustik kedua medium yang bersangkutan dan nilai mutlaknya tidak

lebih dari 1.

Karena dalam metode seismik menggunakan sumber energi yang

digambarkan sebagai wavelet, jejak seismik diasumsikan sebagai hasil konvolusi

antara reflektifitas dengan wavelet sumber yang ditunjukkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.3. Reflektivitas batuan

* =

Lapisan Batuan Deret KR Wavelet Jejak seismik

Gambar 3.4. Penyusun jejak seismik, dengan ∗ adalah operator konvolusi

23

Setiap bidang batas yang menjadi bidang pantul (reflektor) akan

digambarkan sebagai puncak (peak) atau lembah (trough) pada penampang

seismik tergantung dari nilai koefisien releksinya (KR). Namun ada saat dimana

seismik tidak dapat memberi gambaran secara jelas pada saat memisahkan even

satu dengan even yang lain. Keadaan tersebut terjadi saat tebal lapisan dibawah

resolusi seismik.

Resolusi seismik adalah kemampuan seismik untuk memisahkan dua even

atau reflektor yang berdekatan. Resolusi seismik dibedakan menjadi dua, yaitu

resolusi vertikal dan resolusi horisontal.

a. Resolusi Vertikal

Resolusi vertikal adalah kemampuan gelombang seismik untuk memisahkan

atau membedakan dua bidang batas perlapisan secara vertikal. Resolusi

vertikal sangat tergantung pada ketebalan dan panjang gelombang. Dua

refleksi akan terpisah dengan baik jika ketebalan lapisan sama atau lebih besar

dari seperempat panjang gelombang (tuning thickness). Saat ketebalan lapisan

kurang dari seperempat panjang gelombang, maka dua refleksi akan

menumpuk (overlap) dan terjadi interferensi. Panjang gelombang λ dapat

dituliskan dalam persamaan :

fV

=λ (3.4)

dengan, λ = panjang gelombang seismik (m)

V = kecepatan (m/s)

f = frekuensi (Hz)

24

Informasi antara 2 even refleksi yang berdekatan dapat dilihat pada gambar

3.5.

Pada gambar 3.5(c). terlihat bahwa batas antar lapisan tidak dapat lagi

diinterpretasikan dari data seismik.

b. Resolusi Horisontal

Resolusi horisontal berhubungan dengan pemisahan kenampakan-kenampakan

di sepanjang refleksi seismik yang diukur secara lateral. Ada tiga faktor utama

yang mempengaruhi resolusi horisontal menurut Anstey (1986), yaitu :

a) Kerapatan interval jejak pada penampang seismik.

Jika interval terlalu besar, maka kenampakan-kenampakan kecil (reef,

lensa, sesar, channel) yang menarik akan hilang atau tidak terlihat,

ditunjukkan pada gambar 3.6. Jadi, untuk mendapatkan target yang kecil,

interval jejak seismiknya harus disesuaikan.

b) Panjang bentangan.

Pengambilan panjang bentangan sebaiknya proporsional dengan luas area

survey karena dapat mempengaruhi perubahan kenampakan lateral pada

Gambar 3.5. Efek interferensi, (a) ketebalan lapisan > tuning thickness ,(b) ketebalan lapisan = tuning thickness, (c) ketebalan lapisan < tuning

thickness

A B C

25

reflektor,hal ini ditunjukkan pada gambar 3.7. Kenampakan struktur sesar

menjadi samar karena perubahan amplitudo yang sebenarnya sepanjang

reflektor menjadi tereduksi, sehingga batas-batas suatu channel maupun

reef menjadi tidak jelas.

c) Difraksi.

Difraksi dapat timbul akibat perubahan yang tiba-tiba dari bidang

reflektor, misalnya sesar, intrusi, dan karst. Bidang kontak yang berubah

Gambar 3.7. Bentangan yang terlalu panjang akan menyamarkan indikasiperubahan lateral (contoh : sesar)

Gambar 3.6. Target yang tidak terlihat karena interval jejak yangterlalu besar

26

tiba-tiba akan menghamburkan energi ke seluruh arah dan terekam dalam

jejak seismik yang berbentuk hiperbolik dengan sumber difraksi sebagai

puncaknya (apex). Meskipun penyederhanaan sering dilakukan dengan

mengasumsikan bahwa gelombang seismik pantul berasal dari satu titik,

tetapi sebenarnya refleksi tersebut dapat berasal dari daerah di mana

terjadi interaksi antara muka gelombang dan bidang reflektor. Efek

difraksi biasanya dihilangkan dengan teknik migrasi. Ilustrasi terjadinya

difraksi pada sebuah sesar ditunjukkan pada gambar 3.8.

III.3 Seismogram Sintetik

Dalam penerapannya, metode seismik selalu didukung oleh data sumur.

Hal ini dimaksudkan untuk mengontrol interpretasi seismik dengan data

sebenarnya yang diperoleh dari data sumur. Pada dasarnya data sumur adalah data

parameter-parameter fisis batuan yang diukur dalam fungsi kedalaman pada

sebuah sumur. Data sumur dapat dipercaya kebenarannya karena diukur langsung.

Gambar 3.8. Ilustrasi terjadinya difraksi pada bidang sesar

27

Jenis data yang sering digunakan diantaranya data densitas, data kecepatan, data

potensial diri dan lain-lain.

Dari data densitas dan data kecepatan pada sumur kita dapat mengetahui

nilai impedansi akustik dan nilai koefisien refleksi, sehingga kita dapat

mengetahui deret koefisien refleksi pada sumur tersebut. Dengan

mengkonvolusikan wavelet yang tepat, diharapkan kita bisa mendapatkan jejak

sintetik yang sama dengan jejak yang terekam pada pada seismik. Seismogram

sintetik adalah jejak seismik buatan hasil konvolusi antara reflektifitas dengan

yang diperoleh dari data sumur dengan wavelet tertentu ( gambar 3.9).

Setelah mendapat seismogram sintetik, langkah selanjutnya adalah

pengikatan antara data sumur yang dalam hal ini adalah seismogram sintetik

dengan jejak seismik. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui even-even yang

terlihat pada data sumur agar bisa diketahui kenampakannya di jejak seismik

sehingga memudahkan interpretasi.

Gambar 3.9. Konvolusi koefisien refleksi dengan wavelet menghasilkan seismogram sintetik

28

III.4. Metode Seismik Refleksi Dalam Eksplorasi Hidrokarbon

Dalam eksplorasi hidrokarbon, metode seismik terdiri atas tiga tahap, yaitu

akuisisi, pemrosesan data dan interpretasi data.. Pada tahap akuisisi data atau

pengumpulan data dilakukan survei seismik untuk mendapatkan data seismik pada

suatu daerah yang menurut informasi geologi mempunyai kemungkinan besar

mengandung cadangan hidrokarbon. Parameter-parameter pengambilan data

disesuaikan dengan target.

Pada Tahap pengolahan, data seismuk yang didapatkan pada tahap akuisisi

selanjutnya diolah agar menjadi data yang siap diinterpretasi pada tahap

selanjutnya. Pada dasarnya tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas

data dan menghilangkan semua gangguan yang ada. Keluaran dari tahap ini

adalah data seismik yang sudah termigrasi.

Tahap interpretasi bertujuan untuk menerjemahkan data seismik ke dalam

pengertian geologi. Pada tahap ini keluaran dari tahap pengolahan dapat langsung

diinterpretasikan maupun diolah secara lanjut untuk memudahkan

penginterpretasian yang sering disebut dengan advance processing. Metode yang

sering digunakan pada advance processing adalah metode atribut seismik, AVO

dan inversi.

III.5 Atribut Seismik

Atribut seismik didefinisikan sebagai sifat kuantitatif dan deskriptif dari

data seismik yang dapat ditampilkan pada skala yang sama dengan data aslinya

(Barnes, 1999). Sedangkan Chien dan Sidney (1997) mendefinisikan atribut

29

seismik sebagai pengukuran spesifik mengenai sifat geometri, kinematik, dinamik

atau statistikal hasil turunan dari data seismik.

Pada dasarnya atribut seismik digunakan untuk memperjelas semua

informasi yang terdapat pada data seismik sehingga memudahkan interpretasinya

dengan cara melihat semua aspek-aspek pada data seismik dalam kaidah fisika.

Dengan demikian data seismik dapat dikelompokkan sesuai dengan sifat fisisnya

yang berhubungan dengan sifat fisis medium yang dilewati gelombang.

Atribut seismik terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah atribut

kompleks yang berdasarkan tentang jejak kompleks dan atribut AVO yang

berdasar pada anomali AVO. Pada penelitian ini atribut seismik yang dimaksud

adalah atribut kompleks.

III.5.1 Jejak Kompleks

Analisa jejak kompleks banyak dibahas dalam bidang ilmu elektronika dan

matematika. Jejak kompleks disebut juga sebagai pre-envelope dalam bidang

elektronika. Ahli matematika biasanya menggunakan istilah analitic signal atau

suatu sinyal yang tidak mempunyai komponen frekuensi negatif. Aplikasi dalam

bidang geofisika, khususnya dalam bidang seismik eksplorasi dilakukan pertama

kali oleh Taner dkk. (1979).

Pada metode ini, seismik dianggap sebagai jejak kompleks, dimana jejak

kompleks terdiri dari bagian riil dan bagian imajiner. Bagian imajiner disebut juga

sebagai quadrature trace atau konjugat kompleks, jejak kompleks sinyal seismik

30

ditunjukkan pada gambar 3.10. Jejak kompleks di kawasan waktu dinyatakan

sebagai :

( ) ( ) ( )*t t tF f jf= + (3.5)

dengan F(t) adalah jejak kompleks pada kawasan waktu, f(t) adalah jejak seismik

riil, f*(t) adalah jejak seismik imajiner dan j adalah bilangan kompleks. Jejak

seismik sebenarnya adalah jejak riil dari konsep jejak kompleks, sehingga atribut

kompleks membutuhkan metode untuk mendapatkan jejak imajiner dari jejak riil.

Untuk memperoleh jejak imajiner dari jejak riil dapat digunakan Transformasi

Hilbert atau Transformasi Wavelet Kontinyu.

III.5.2. Transformasi Hilbert

Transformasi Hilbert merupakan operator yang menggeser fase suatu

sinyal sebesar ± π/2. Contoh yang paling sederhana, hasil transformasi Hilbert

dari fungsi kosinus adalah fungsi sinus. Transformasi Hilbert disebut juga sebagai

all pass filter. Transformasi Hilbert hanya menggeser fase sinyal dan tidak

mengubah spektrum amplitudo dari sinyal. Transformasi Hilbert digunakan untuk

Gambar 3.10. Jejak seismik kompleks pada kawasan waktu

31

menghasilkan jejak imajiner dari jejak riilnya. Suatu fungsi riil ( f(t)) dengan hasil

transformasi Hilbert (f* (t)) dapat digunakan untuk perhitungan jejak kompleks.

Persamaan Transformasi Hilbert dapat diturunkan dengan dua cara. Cara

yang pertama adalah menggunakan Transformasi Fourier berdasarkan pengertian

jejak kompleks pada kawasan frekuensi. Cara yang kedua adalah berdasarkan

definisi dasar Transformasi Hilbert yaitu pergeseran fase ± π/2. Dalam penelitian

ini digunakan cara yang pertama.

III.5.2.a. Transformasi Fourier

Transformasi Fourier merupakan transformasi yang digunakan untuk

membawa sinyal dalam kawasan waktu (time domain) ke dalam kawasan

frekuensi (frequency domain). Dalam transformasi ini, gelombang akan dibagi

menjadi gelombang-gelombang sinus yang mempunyai beragam frekuensi.

Transformasi Fourier akan menghasilkan distribusi densitas spektral yang

mencirikan amplitudo dan fase dari beragam frekuensi yang menyusun suatu

sinyal.

Transformasi Fourier dan invers Transformasi Fourier (transformasi balik)

suatu fungsi f(t) dapat dituliskan :

( ) ( ) j tF f t e dtϖω∞

−∞

= ∫% (3.6a)

atau bisa ditulis :

(3.6b)

sedangkan f(t) :

1( ) ( )2

j tf t F e dωω ωπ

−∞

= ∫ % (3.7)

[ ]( ) cos( ) sin( )f t t j t dtω ω∞

−∞

= −∫

32

dimana ( )F ω% adalah Transformasi Fourier dari ( )f t , dan ( )f t adalah invers

Transformasi Fourier dari ( )F ω% . Dari kedua persamaan diatas dapat diketahui

bahwa untuk melihat sinyal dalam kawasan frekuensi digunakan Transformasi

Fourier dan untuk melihat sinyal dalam kawasan waktu digunakan invers

Transformasi Fourier, dengan kata lain tidak bisa melihat sinyal dalam kawasan

waktu dan frekuensi sekaligus. Saat sinyal dalam kawasan frekuensi, informasi

waktu akan hilang, sehingga untuk sinyal-sinyal yang tidak stasioner atau transien

tidak bisa diketahui keterangan tentang waktu kejadian sebuah even.

Untuk menghasilkan jejak imajiner dari jejak riil terlebih dulu membawa

data ke kawasan frekuensi, dinyatakan dengan :

( ) ( ) ( ) ( )ωωωω FFZ sgn+= (3.8)

dengan

( )

010001sgn

<−===>+=

ωωωω

(3.9)

( )ωZ didefinisikan sebagai jejak kompleks pada kawasan frekuensi. Jejak

kompleks spektrum amplitudonya mempunyai harga nol untuk frekuensi negatif.

Untuk frekuensi positif, spektrum amplitudonya mempunyai harga dua kali lipat

dari spektrum riil,hal ini ditunjukkan oleh gambar 3.11.

Transformasi Fourier balik dari ( )ωZ dapat dituliskan :

(3.10)

( )

( )0

1( )2

1

j t

j t

Z e dz t

F e d

ω

ω

ω ωπ

ω ωπ

−∞

=

=

33

dari persamaan 3.5 dan 3.8 didapatkan hubungan

( ) ( ) ( ) ( ) ( )* sgnf t j f t F Fω ω ω+ ⇔ + (3.11)

Tanda ⇔ menyatakan Transformasi Fourier maju maupun balik. Dari persamaan

3.11 dapat kita lihat bahwa ( ) ( )ωFtf ⇔ dan ( ) ( ) ( )* sgnj f t Fω ω⇔ , maka

akan didapatkan:

( ) ( ) ( )( )* sgnf t F jω ω⇔ − (3.12)

Transformasi Fourier balik dari ( )ωsgnj− adalah tπ/1 , maka akan didapat jejak

imajiner pada kawasan waktu.

( ) ( )

( )( )

1* *f t f tt

H f tπ

=

= (3.13)

dengan tπ/1 merupakan Transformasi Hilbert pada kawasan waktu.

Gambar 3.11. Penggambaran jejak kompleks dalam domain frekuensi(a) Jejak riil dan (b) Jejak kompleks

a b

34

Pada prinsipnya untuk mendapat jejak imajiner adalah dengan

mentransformasi jejak riil yang semula dalam domain waktu ke domain frekuensi

menggunakan Transformasi Fourier. Selanjutnya spektrum untuk frekuensi

negatif dihilangkan sedangkan spektrum positif dikalikan dua. Kemudian

dilakukan inverse Transformasi Fourier untuk mendapatkan jejak imajiner pada

kawasan waktu.

III.5.2.b. Atribut Seismik Berbasis Transformasi Hilbert

Jejak kompleks pada persamaan (3.5) dapat dinyatakan dalam bentuk :

( )( ) ( ) j tz t A t e θ= (3.14)

dengan nilai A(t) dan (t) adalah :

2 2( ) ( ) * ( )A t f t f t= + (3.15)

1 *( )( ) tan( )

f ttf t

θ − =

(3.16)

Nilai A(t) adalah nilai envelope atau disebut juga nilai amplitudo sesaat

(instantaneous amplitude) dan kuat refleksi. Atribut ini sensitif dengan perubahan

impedansi akustik, bright spot, batas sekuen, ketidakselarasan dan perubahan

lingkungan pengendapan.

Nilai (t) sering disebut dengan fase sesaat (instantaneous phase) yang

merupakan sudut yang terbentuk antara komponen riil dan imajiner. Atribut ini

biasa digunakan untuk melihat kemenerusan lapisan, karena sifatnya yang

independen terhadap amplitudo.

35

Perubahan fase sesaat terhadap waktu akan menghasilkan fungsi yang

disebut frekuensi sesaat (instantaneous frequency), dapat dinyatakan dengan :

dttdt )()( θ

ω = (3.17)

Melalui atribut frekuensi sesaat kita dapat mengetahui karakter frekuensi dari

suatu reflektor sehingga memudahkan interpretasi, juga dapat mengetahui adanya

fluida pori dari karakter frekuensi rendah pada data.

Ketiga nilai atribut di atas merupakan atribut dasar yang populer

digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Selain itu masih banyak atribut lain

yang diturunkan dari persamaan ketiga atribut diatas. Namun pada penelitian ini

difokuskan pada tiga atribut utama tersebut.

III.5.3.a Transformasi Wavelet Kontinyu

Karena di alam sebagian besar sinyal merupakan sinyal yang tidak

stasioner, maka diperlukan sebuah transformasi yang mempunyai resolusi tinggi

dalam menganalisa sinyal. Diantaranya adalah STFT (Short Time Fourier

Transform), namun metode ini masih mempunyai kelemahan dalam pemilihan

jendela (window). STFT masih menggunakan window yang mempunyai lebar

tetap, sedangkan sinyal terdiri dari bermacam-macam frekuensi dari rendah

sampai tinggi. Pemilihan window lebar akan baik untuk frekuensi rendah tapi

buruk untuk frekuensi tinggi sedangkan window sempit baik untuk frekuensi

tinggi namun buruk untuk frekuensi rendah.

36

Kemudian dikenalkan transformasi wavelet. Transformasi ini memecah

atau mendekomposisi sinyal menjadi versi terskala (scaled) dan tergeser (shifted)

dari sebuah wavelet utama (mother wavelet) (Foufula dan Kumar, 1994). Dengan

demikian transformasi ini akan menghasilkan window waktu yang fleksibel, skala

kecil (window sempit) untuk frekuensi tinggi dan skala besar (window lebar)

untuk frekuensi rendah (Nurcahya, 2003). Sehingga hasil transformasi ini akan

mempunyai resolusi yang lebih tinggi daripada transformasi Fourier.

Transformasi wavelet fungsi 2( )x t R∈ pada waktu t = u dan skala s

didefinisikan (Mallat, 1998) sebagai :

, ,( , ) , ( ) ( ) ( )x u s u sW u s x t x t t dt∞

−∞

= Ψ = Ψ ∗∫ (3.18)

dengan :

,1( )u s

t utss− Ψ = Ψ

(3.19)

adalah fungsi wavelet utama (mother wavelet), dan

,1( )u s

t utss− Ψ ∗ = Ψ ∗

(3.20)

adalah konjugate dari fungsi wavelet tersebut. Harga s yang kecil berhubungan

dengan fungsi wavelet yang mempunyai frekuensi yang tinggi dan berlaku

sebaliknya.

Sedangkan transformasi balik (inverse) dari transformasi waveletnya adalah :

,20

1 1( ) ( , ) ( )x u sx t W u s t dudsC sΨ

−∞ ∞

−∞

= Ψ∫ ∫ (3.21)

37

dengan

2( )

C dω

ωω

Ψ

−∞

Ψ= < +∞∫

% (3.22)

adalah kondisi admisibilitas fungsi wavelet dimana ( )ψ ω% adalah Transformasi

Fourier dari fungsi wavelet yang digunakan.

Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam pemilihan fungsi

wavelet adalah nilai mean (rata-rata) dan norm.

a. Mean

Fungsi wavelet yang dipilih harus mempunyai mean yang sama dengan nol,

atau dengan kata lain energinya terbatas.

( ) 0t dt∞

−∞

Ψ =∫ (3.23)

b. Norm

Norm adalah akar dari hasil perkalian antara fungsi wavelet dan konjugatenya

(inner product). Norm dari fungsi wavelet yang dipilih harus sama dengan satu.

( ), , , ,

122( ) ( ) ( ) ( ) 1u s u s u s u st t t t

−∞

Ψ = Ψ Ψ ∗ = Ψ =

∫ (3.24)

Dengan demikian, integral minus tak hingga sampai tak hingga (3.18) akan

memberikan hasil yang berhingga.

Beberapa fungsi yang bisa digunakan dalam aplikasi transformasi wavelet

adalah Wavelet Haar, Wavelet DOG dan Wavelet Morlet. Namun yang paling

38

sering digunakan adalah Wavelet Morlet karena memiliki akurasi yang baik dalam

analisa waktu dan frekuensi dibanding wavelet lainnya. Wavelet Morlet adalah

fungsi wavelet yang dibuat dari fungsi sinus dikalikan dengan Fungsi Gaussian

(Torrence dan Kompo, 1998). Lebar Wavelet Morlet adalah sama dengan lebar

Fungsi Gaussian yang mengenai fungsi sinus (gambar 3.12).

Wavelet tersebut berbentuk kompleks dan biasa digunakan untuk mengekstraksi

informasi amplitudo atau fase suatu sinyal. Karena wavelet merupakan fungsi

Gambar 3.12. Rekonstruksi Morlet Wavelet(a). fungsi sinus dikalikan fungsi gaussian (b). Wavelet Morlet

Gambar 3.13 Komponen Wavelet Morlet dan spektrum frekuensinya(a). komponen riil (garis tebal), komponen imajiner (garis patah-patah)

(b). spectrum frekuensi dari Wavelet Morlet

39

komplek maka wavelet tersebut mempunyai bagian riil dan imajiner seperti

diperlihatkan pada gambar 3.13.

III.5.3.b Atribut Seismik Berbasis Transformasi Wavelet Kontinyu

Fungsi wavelet Ψ(t) adalah fungsi kompleks, dengan demikian hasil

Transformasi Wavelet dari z(t) yang berupa Wx(t) (u,s) akan berupa fungsi

kompleks juga. Karena Wx(t) (u,s) merupakan fungsi kompleks, maka dapat

dipisahkan menjadi komponen riil dan komponen imajinernya, bagian riil ℜ

Wx(t) (u,s) ] dan bagian imajinernya ℑ [Wx(t) (u,s) ] (Nurcahya, 2004).

Setelah mengetahui komponen riil dan imajinernya maka selanjutnya

dapat dihitung atribut seismik yang berdasar pada Transformasi Wavelet. Pada

dasarnya rumus yang digunakan adalah sama, sehingga kegunaan dari atribut

seismik yang berbasis pada Ttransformasi Wavelet Kontinyu sama dengan atribut

seismik yang berbasis pada Transformasi Hilbert. Penghitungan untuk atribut

utamanya adalah sebagai berikut :

Amplitudo sesaat (instantaneous amplitude)

[ ]( ) [ ]( )( ) ( ) ( )2 2

( , ) ( , ) ( , )x t x t x tA u s W u s W u s= ℜ + ℑ (3.25)

Fase sesaat (instantaneous phase)

[ ][ ]

1 ( )( )

( )

( , )( , ) tan

( , )x t

x tx t

W u su s

W u s− ℑ

Φ = ℜ (3.26)

Frekuensi sesaat (instantaneous frequency)

( ) ( )1( , ) ( , )

2x t x t

dF u s u sdtπ

= Φ (3.27)