TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu...

108
TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. KNITTER Skripsi Disusun Oleh: M. SYAHID JULI ASHARI NIM. 106032101066 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Transcript of TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu...

Page 1: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

TEOLOGI AGAMA-AGAMA

DALAM PEMIKIRAN PAUL F. KNITTER

Skripsi

Disusun Oleh:

M. SYAHID JULI ASHARI

NIM. 106032101066

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

TEOLOGI AGAMA-AGAMA

DALAM PEMIKIRAN PAUL F. KNITTER

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Disusun Oleh:

NIM: 106032101066 M. SYAHID JULI ASHARI

Di Bawah Bimbingan

NIP: 19510304 198203 1 003 Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer

Jurusan Perbandingan Agama

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

1431 H./2010 M.

Page 3: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM

PEMIKIRAN PAUL F. KNITTER” telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus

pada 16 Desember 2010 di hadapan dewan penguji. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Jurusan

Perbandingan Agama.

Jakarta, 16 Desember 2010

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua

Drs. M. Nuh Hasan, MA NIP. 19610312 198903 002

Sekretaris

Maulana, MA NIP. 19650207 199903 001

Anggota

Penguji I

Dr. Ismatu Ropi, MA NIP. 1691115 199503 1 002

Penguji II

Dr. Media Zainul Bahri, MA NIP. 19751019 200031 21 003

Di bawah bimbingan

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer NIP. 19510304 198203 1 003

Page 4: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

i

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Allah SWT sudah sepantasnya penulis panjatkan

sebagai ungkapan rasa syukur atas segala karunia, rahmat dan nikmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta

salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta

keluarganya yang telah membimbing dan mengajarkan umat manusia untuk peduli

terhadap keadilan dan pembebasan saudara-saudara kita yang tertindas, agar

tercipta hubungan yang harmonis antara penguasa dan rakyat, kaya dan miskin,

bahkan antar umat beragama.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa

bantuan sesamanya. Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini, banyak pihak yang telah membimbing dan membantu penulis. Oleh karena

itu, ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada pihak-

pihak tersebut, terutama kepada :

1. Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer sebagai pembimbing dalam penulisan

skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta

kesabaran memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, terutama

mengenai penulisan skripsi yang baik dan benar.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA; Ketua

Jurusan Perbandingan Agama, Drs. M. Nuh Hasan, MA; Sekretaris

Jurusan, Maulana, MA; serta seluruh civitas akademika Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Sri Mulyati, MA, yang telah memberikan arahan kepada penulis, serta

bersedia menerima penulis untuk konsultasi mengenai proposal skripsi.

Page 5: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

ii

4. Pimpinan dan staf Perpustakaan STF Driyarkara Jakarta dan STT Jakarta,

yang telah memberikan banyak sumber utama dan informasi terutama

yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan FU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang dalam penulisan skripsi ini memberikan andil dalam hal penyediaan

bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan

skripsi ini.

6. Ibunda Helida Abbas dan Ayahanda Syahruddin Hasyamin yang penulis

cintai dan hormati sepanjang hidup, dengan rasa cinta dan kasih sayang

mereka secara tulus telah mengurus, membesarkan dan mendidik penulis

hingga hari ini. Munajat doanya di setiap waktu telah memberikan

kekuatan lahir dan batin dalam mengarungi bahtera kehidupan.

7. Siti Mahbubah tercinta yang tak pernah menyerah memberikan semangat

bersaing dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga

kita berjodoh di dunia dan akhirat, amin.

8. Adik-adik penulis, M. Syarif Syahruddin, S.Pdi, M. Syafri Syahruddin, M.

Syahrir Syahruddin, dan si kecil Siti Shofia Syahruddin, yang selalu

memberikan motivasi dan keceriaan disaat kejenuhan menghampiri.

9. Teman-teman mahasiswa Juruasan PA angkatan 2006 (Dwi-Q, Jibrun,

Sofyan, Abbas, IskandR, Babeh, Iqbal, Aji Jr., Syamsul BEM, Ay, Nung,

Yuni, Y. Bhakti, Ghoffur, Raja, Ratu, Rudi, Riri dll)

10. Bob Acri dengan lantunan pianis Sleeping Away, suara merdu Phil Collins

dalam You’ll Be in My Heart, dan senandung Negeri di Awan Katon

Page 6: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

iii

Bagaskara, yang telah memberikan inspirasi dan kedamaian di saat-saat

penulisan skripsi ini.

11. Pihak-pihak lain yang mungkin belum penulis sebutkan.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan, perhatian, dan

motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya

skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat pada penulis

khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Amin.

Jakarta, Dzul Hijjah 1431 H

November, 2010 M

Penulis

Page 7: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

D. Metode Penelitian .......................................................................... 6

E. Sistematika Penulisan ................................................................... 7

BAB II SIKAP TEOLOGIS KRISTEN TERHADAP BERBAGAI AGAMA

LAIN

A. Tipologi Sikap ............................................................................... 8

1. Eksklusivisme ....................................................................... 8

2. Inklusivisme .......................................................................... 12

3. Pluralisme .............................................................................. 16

B. Sikap Gereja Katolik Terhadap Agama-Agama Lain ................... 20

1. Sebelum Konsili Vatikan II .................................................. 21

2. Pasca Konsili Vatikan II ....................................................... 28

BAB III PAUL F. KNITTER

A. Riwayat Hidupnya .......................................................................... 34

B. Karya-Karyanya ........................................................................... 39

Page 8: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

v

BAB IV TEOLOGI KORELASIONAL DAN TANGGUNG JAWAB

GLOBAL

A. Pandangan Paul F. Knitter Terhadap Agama-Agama Lain .......... 43

1. Model Penggantian ............................................................... 44

2. Model Pemenuhan ................................................................ 48

3. Model Mutualitas ................................................................. 52

4. Model Penerimaan ................................................................ 57

B. Arti Kesetiaan Pada Yesus ............................................................ 67

C. Konvergensi Agama-Agama ......................................................... 77

D. Dialog Korelasional dan Tanggung Jawab Global ........................ 84

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 94

B. Saran …………………………………………………………….. 96

DAFTAR PUSTAKA

Page 9: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pluralisme1 agama ̶ sampai detik ini masih memicu pro dan kontra yang

akhirnya menimbulkan perbedaan sikap terhadap gagasan tersebut ̶ merupakan

pandangan yang menerima adanya keragaman2

1 Istilah pluralisme perlu dibedakan dengan istilah “Pluralitas” agar tidak terjadi kesalahan

pemaknaan. “Pluralitas” atau dalam bahasa Inggrisnya “plurality” mengandung makna “mayoritas;

jumlah besar,” “keadaan jamak.”

kebenaran dan keselamatan agama.

Istilah “pluralisme” sering diartikan sebagai “suatu konsepsi yang menegaskan adanya

pelbagi prinsip, ruang lingkup dan bentuk realitas yang tidak mungkin dikurangi atau dijabarkan lagi.

Pluralisme mengasumsikan terjadinya proses diskontinuitas.” Dalam istilah sosiologi, pluralisme

adalah “keadaan dimana kelompok yang besar dan kelompok yang kecil dapat mempertahankan

identitas mereka di dalam masyarakat tanpa menentang kebudayaan yang dominan.” Sedangkan dalam

perspektif ilmu politik, pluralisme diartikan sebagai “doktrin yang menyatakan bahwa kekuasaan

pemerintahan di suatu negara harus dibagi-bagikan antara pelbagi golongan karyawan dan tidak

dibenarkan adanya monopoli suatu golongan. Adapun dalam istilah filsafat, pluralisme diartikan

sebagai “Pandangan yang menyatakan bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua

substansi, tetapi banyak substansi yang bersifat independen satu sama lain” (lawan dari monisme).

Lihat Kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga. Inggris-indonesia indonesia-inggris (Jakarta: Erlangga,

1993), h. 256., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, cet. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 641., Peter Salim, Salim's Ninth

Collegiate English-Indonesian Dictionary (Jakarta: Modern English Press, 2000), h. 1106., Suryono

Sukanto, Kamus Sosiologi, cet. 3 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993), h. 329, Save M. Dagun,

Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Cet 1 (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN),

1997), h. 861. 2 Gerald O’Colins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, terj. I. Suharyo (Yogyakarta:

Kanisius, 1996), h. 257.

Page 10: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

2

Jadi tidak hanya ada satu agama yang benar dan mampu memberikan keselamatan

bagi pemeluknya, namun banyak agama.

Sikap anti (penolakan) terhadap pluralisme memperkeruh hubungan antar

agama yang sedang dalam masa konflik, baik intra maupun lintas agama

(interreligius). Konflik semacam itu, tak jarang kita temui pada bangsa ini. Misalnya,

konflik Poso dan Ambon yang bermula dari konflik politik kemudian diselipkan

sentimen keagamaan yang berupa klaim kebenaran dan keselamatan agama tertentu

adalah contoh konkret tantangan pluralisme di Indonesia. Secara historis, konflik-

konflik itu tidak lepas dari pemahaman dan kesadaran masyarakat yang kurang

terhadap pentingnya kerjasama, toleransi, dan hidup berdampingan dengan agama

lain.

Untuk mengatasi masalah tersebut, kesadaran tentang pluralisme harus

ditanamkan sejak dini. Menurut Paul F. Knitter, untuk menciptakan hubungan antar

agama tanpa konflik hanya ada satu jalan, yaitu dengan interreligius dialog.

Paul F. Knitter, seorang teolog Kristen, bukan orang asing bagi mereka yang

selama ini mencurahkan perhatian pada proses dialog antar-iman di Tanah Air,

khususnya dari lingkungan Kristiani. Karya besarnya, No Other Name? (1985), yang

kontroversial sekaligus menjadi survei kritis tentang berbagai paradigma yang

muncul dalam teologi Kristen tentang pluralitas agama-agama.3

3 Joas Adiprasetya, "Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul F. Knitter", dalam

Soegeng Hardiyanto, Agama dalam Dialog: Pencerahan, Perdamaian dan Masa Depan. Punjung

Tulis 60 Tahun Prof. DR. Olaf Herbert Schumann (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), h. 145.

Page 11: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

3

Praktek dialog antar-iman bagi Knitter bukan sekadar kenikmatan intelektual

semata, melainkan pergulatan yang menyentuh dan mengubah seluruh aspek

kehidupan, yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan penuh dan

terbuka bagi transformasi timbal-balik (mutual transformation) para pelakunya.

Di situ terjadi proses perjumpaan suatu keimanan dengan keimanan yang lain

yang kemudian menghasilkan keimanan yang berjalan bersama-sama dan mengalami

transformasi timbal balik. Hal ini yang menyebabkan Knitter dalam perjalanan

rohaninya berjumpa dengan berbagai tradisi keagamaan yang kemudian

mengubahnya secara radikal: dari seorang misionaris Katolik menjadi pengusung

dialog antar-iman.4

Fakta sejarah menceritakan bahwa terjadi pergeseran-pergeseran paradigma

teologi Kristiani beberapa abad lalu, pergeseran dari eklesiosentris (teologi yang

berpusat pada gereja) ke teologi agama-agama yang kristosentris (berpusat pada

Kristus), yang diembuskan oleh Konsili Vatikan II, kemudian ke teologi agama-

agama yang teosentris (berpusat pada Allah).

5

4 Perubahan paradigma teologi Paul F. Knitter secara panjang lebar dikisahkan dalam

autobiografisnya yang terdapat dalam Menggugat Arogansi Kekeristenan, terj. M. Purwatman

(Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 23-42, dan Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan

Tanggung Jawab Global, terj. Nico A. Likumahua (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 1-31.

Umumnya, sejak Alan Race (1983),

5 Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, terj. Nico A. Likumahua (Yogyakarta:

Kanisius, 2008), h. 74-91.

Page 12: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

4

orang menandai pergeseran-pergeseran itu sebagai pergeseran paradigma dari

eksklusivisme menjadi inklusivisme, kemudian pluralism.6

Menurut Knitter, pergeseran itu belum memadai dan harus dilanjutkan. Di

sinilah sumbangan utama Knitter. Ia mengusulkan sebuah langkah baru dalam

membangun teologi agama-agama yang pada akhirnya mampu membawa umat

beragama untuk duduk bersama menghadapi masalah-masalah, dalam istilah Knitter,

eko-manusiawi.

7

Indonesia adalah bangsa yang plural, terdiri dari berbagai etnis, suku, bahasa,

dan agama. Hal ini menyimpan potensi konflik yang tinggi. Di samping itu, sikap

terhadap agama-agama lain bermacam-macam, mulai dari yang pluralisme hingga

eksklusivisme. Seharusnya ajaran agama dapat dipahami sebagaimana setiap agama

mengajarkan kepada pemeluknya keharusan menghormati sesama manusia, serta

pentingnya hidup damai dan harmonis di antara sesama. Hal ini yang penulis temui

dalam teologi agama-agama Paul F. Knitter yang berusaha menjawab persoalan-

persoalan hubungan antar-umat beragama.

Oleh karena itu, penulis merasa perlu menggali lebih dalam pemikiran-

pemikiran Paul F. Knitter terutama mengenai teologi agama-agama yang berujung

pada terciptanya dialog antar-iman dengan judul “Teologi Agama-Agama Dalam

Pemikiran Paul F. Knitter”.

6 Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

Global, h.36, atau lihat Alan Race, Christian and Religious Pluralism: Patterns in Christian Theology

of Religions (Maryknoll, New York: Orbis Books, 1983). 7 Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 52-53.

Page 13: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

5

B. Rumusan Masalah

Untuk menggali lebih dalam bangunan teologi agama-agama Paul F. Knitter,

penulis merumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: bagaimana

pandangan Paul F. Knitter terhadap berbagai agama yang ada? Jika ada pengakuan

terhadap kebenaran agama-agama lain, apakah hal itu berarti meninggalkan kesaksian

Kristen yang disampaikan Injil dan tradisi melalui Kristus? Adakah konvergensi

agama-agama, dengan kata lain, mungkinkah terdapat semacam esensi bersama atau

pengalaman religius yang sama ataupun suatu tujuan bersama yang jelas dalam semua

agama? Karena konsep teologi agama-agama Paul Knitter tidak terlepas dari, bahkan

menitikberatkan pada upaya terwujudnya dialog antar-umat beragama (interreligious

dialog), timbul pertanyaan; bagaimana konsep dialog antar-umat beragama yang

dapat membawa kedamaian dan keharmonisan di antara sesama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah untuk mengetahui rumusan teologi

agama-agama Paul F. Knitter yang meliputi pandangannya terhadap agama-agama

lain, arti kesetian terhadap Kristus, konvergensi agama-agama, serta konsep dialog

antar-umat beragama.

Adapun relevansinya terhadap kehidupan bangsa Indonesia adalah timbulnya

kesadaran terhadap kebhinekaan masyarakat terutama dalam hal agama, sehingga

tercipta pola hubungan antar-agama yang relasional, dialogis dan peduli terhadap

penderitaan bangsa Indonesia.

Page 14: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

6

D. Metodologi Penelitian

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode riset kepustakaan (library

research), yaitu suatu teknik dengan cara menuliskan data-data yang ada kaitannya

dengan masalah yang sedang diteliti, serta menuliskan data-data dari buku-buku yang

ada relefansinya untuk memperoleh data kepustakaan.

Oleh karena itu penulis menggunakan sumber yang diperlukan, baik sumber

primer maupun sumber sekunder. Adapun sumber primer skripsi ini adalah karya-

karya intelektual Paul F. Knitter. Di antaranya, Satu Bumi Banyak Agama: Dialog

Multi-Agama dan Tanggung Jawab Global, Pengantar Teologi Agama-Agama,

Menggugat Arogansi Kekeristenan, dan Mitos keunikan Agama Kristen. Selain itu,

penulis juga menggunakan karya intelektual penulis lain yang menulis pemikiran-

pemikiran beliau.

Untuk membahas permasalahan yang ada, penulis menggunakan pendekatan

deskiptif-analitik, yang mana data-data yang diperoleh dijabarkan dan dihubungkan

satu sama lain kemudian penulis menganalisis data-data tersebut guna mendapatkan

gambaran mengenai permasalahan yang dibahas.8

Dalam Penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

diterbitkan CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

8 Lih U. Maman Kh. et. al., Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2006), h. 29.

Page 15: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

7

E. Sistematika Penulisan

Agar skripsi lebih terarah, pembahasan dibagi menjadi lima bab dengan

sistematika sebagai berikut: Bab I, merupakan pendahuluan yang sedikit memaparkan

masalah pluralisme agama di Indonesia yang sering menimbulkan konflik atas nama

agama, serta memuat latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian. Bab II,

berbicara mengenai Sikap Teologis Kristen Terhadap Berbagai Agama Lain yang

terdiri dari dua sub bab, yaitu tipologi sikap, serta sikap Gereja Katolik terhadap

agama-agama lain sebelum dan pasca Konsili Vatikan II. Bab III, memuat biografi

singkat Paul F. Knitter beserta karya-karyanya.

Adapun Bab IV, berisi pembahasan dari permasalahan skripsi ini, yaitu

pandangan Paul F. Knitter terhadap agama-agama lain, arti kesetian terhadap Kristus,

konvergensi agama-agama, serta konsep dialog antar-umat beragama dengan

beberapa analisa yang penulis buat. Ditutup dengan kesimpulan dan saran dalam

Bab V.

Page 16: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

8

BAB II

SIKAP TEOLOGIS KRISTEN

TERHADAP BERBAGAI AGAMA LAIN

A. Tipologi Sikap

Untuk mengetahui sikap umat Kristen terhadap agama-agama lain, perlu

digambarkan terlebih dahulu tipologi sikap beragama secara umum. Paul F. Knitter,

begitu pula John Hick, membagi sikap Kristen terhadap agama-agama lain menjadi

tiga bagian, eksklusivisme, inklusivisme, dan pluralism.1 Klasifikasi ini pertama kali

digunakan oleh Alan Race (1983).2

1. Eksklusivisme

Istilah “eksklusivisme” berasal dari kata “eksklusif”. Secara

terminologi, eksklusif diartikan sebagai “terpisah dari yang lain”, “khusus”,

atau “tidak termasuk”. Sedangkan “eksklusivisme” dalam perspektif sosial

berarti paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari

masyarakat.3

1 Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

Global, terj. Nico A. Likumahua (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h.36.

2 Klasifikasi ini dapat juga dilihat dalam buku Alan Race yang berjudul Christians and

Religious Pluralism: Patterns in the Christian Theology of Religions, diterbitkan oleh Orbis Books

pada 1983. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Cet 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 1990,) h. 221.

Page 17: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

9

Adapun Eksklusivisme dalam arti teologis merupakan paham yang

memandang bahwa hanya ada satu agama saja yang mengajarkan kebenaran

dan satu-satunya jalan menuju keselamatan dan pembebasan, yaitu agamanya.

Agama lain dipandang keliru bahkan sesat karena merupakan buatan manusia

atau telah menyeleweng dari Kitab Suci sehingga tidak ada kemungkinan

kompromi dengan kebenaran agama lain. Pengikut-pengikutnya berada di luar

lingkup keselamatan dan tidak ada harapan apa pun bagi mereka.4

Oleh karena itu, mereka berusaha agar umat beragama lain masuk atau

memeluk apa yang mereka yakini. Eksklusivisme dapat mengambil beragam

bentuk. Ia dapat menekankan nilai penting, keyakinan-keyakinan fundamental

yang membentuk inti keselamatan dan tanpanya orang akan merugi, ia dapat

menekankan sentralisasi suatu institusi keagamaan otoritatif yang kepadanya

orang masuk ke dalam wilayah keselamatan, pada tingkat yang lebih

sosiologis ia dapat menekankan signifikasi kelompok etnisnya sendiri sebagai

titik pijak keagamaan yang benar. Jenis pertama, fundamental agama Kristen

antara tahun 1912-1914 dan melahirkan istilah fundamentalisme; kedua,

menemukan ekspresi klasiknya dalam gagasan bahwa di luar Gereja tidak ada

keselamatan (extra eclesiam nulla salus); dan ketiga, muncul dalam batasan-

4 Lih John Hick, “Religious Pluralism”, dalam Mircea Eliade, The Encyclopedia of Religion

(New York: Macmillan Library Reverence, 1993), vol 11, h. 331, Frank Whaling, “Pendekatan

Teologis,” dalam Peter Connolly, ed. Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khoiri (Yogyakarta:

LKiS Yogyakarta, 2002,) h. 345-346, ABD. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama;

Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an (Depok: KataKita, 2009), h. 54, Raimundo Pannikar,

Dialog Intrareligius, terj. J. Dwi Helly Purnomo dan P. Puspobinatmo (Yogyakarta: Kanisius, 1994),

h. 18-20.

Page 18: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

10

batasan kasta yang dibangun dalam tradisi Hinduisme klasik, dan batasan

etnik yang dibangun dalam Yahudi klasik, sebagai umat pilihan Tuhan (God’s

Chosen People).5

Menurut Paul F. Knitter, eksklusivisme dalam Kristen memandang

umat beragama lain yang tidak mengenal atau tidak tertarik kepada Kristus

tidak memperoleh keselamatan. Mereka meyakini walaupun Allah adalah

orang tua yang mengasihi dan merangkul semua anak-Nya, Ia sendiri telah

memilih untuk melaksanakan karya penyelamatan-Nya, yaitu mengaku dan

merespon tawaran kasih ilahi, yang tersedia hanya melalui realitas historis

Kristus dan melalui komunitas dimana berita dan kuasa keselamatan ada

dalam Gereja Kristen.

6 Contoh model ini adalah evangelikal konservatif dan

pentakosta yang bercorak eklesiosentris (terpusat pada Gereja) dengan model

kristologis “Kristus bertentangan dengan agama-agama lain.”7

Dengan demikian, pengakuan terhadap adanya keselamatan dari

agama selain Kristen merupakan suatu tamparan terhadap muka Allah; suatu

penghinaan terhadap apa yang telah dilakukan Allah dalam Yesus. Begitupun

dalam AlKitab, agama-agama selain Kristen dipandang sebagai usaha

manusia yang sia-sia dalam mengenal Allah dan memperoleh keselamatan.

Dikatakan sia-sia karena Allah telah mewahyukan kehendak-Nya hanya,

5 Frank Whaling, “Pendekatan Teologis,” h. 345-346, John Hick, “Religious Pluralism”, h.

331. 6 Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama; Diolog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

Global, h. 37-38. 7 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 35-36.

Page 19: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

11

secara eksklusif, dalam dan melalui Yesus Kristus. Dialah satu-satunya

Penyelamat manusia.

Walaupun gereja-gereja eksklusivis berdialog dengan agama lainnya,

tujuannya tidak lain untuk membuat orang bertobat dan menerima kuasa

keselamatan melalui gereja. Menurut mereka, Allah menghendaki Buddha,

Hindu, Islam dan Yahudi menjadi Kristen. Karena hanya ada satu agama yang

benar. Jika orang penganut agama lain tidak mengenal keselamatan melalui

Kristus yang bukan karena kesalahan mereka, itu adalah urusan Allah di alam

Tranhistoris, tugas misionaris adalah mengkristenkan manusia. Tokoh

pendekatan ini antara lain Karl Barth dan H. Kraemer.8

Sikap ini, menurut Raimundo Pannikar, telah membawa dua dampak

negatif terhadap hubungan antar-agama. Yaitu, pertama, menimbulkan sikap

intoleransi, kesombongan, dan penghinaan terhadap agama lain, kedua, sikap

ini mengandung kelemahan intrinsik karena mengandaikan konsepsi

kebenaran yang seolah logis secara murni dan tidak kritis.

9

Terlepas dari hal tersebut, sikap ini biasanya memiliki komitmen yang

teguh dalam memelihara keyakinannya. Jadi eksklusivisme tidak selamanya

Kebenaran kitab

suci diterima dan ditafsirkan secara tekstual, tanpa adanya interpretasi

kontekstual yang melatarbelakangi ayat-ayat eksklusif.

8 Lih Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 38, Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja, Jilid VII:

Pi-Sek (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005), h. 17, dan Ensiklopedi Gereja, Jilid IV: Ph- To

(Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994), h. 16. 9 Pannikar, Dialog Intrareligius, h. 19.

Page 20: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

12

bisa disalahkan dan dipandang negatif, tetapi sikap tersebut lebih banyak

dipengaruhi minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang agamanya,

bahkan sangat terpengaruh terhadap lingkungan sosial dan kultural di mana ia

tinggal.

Jadi eksklusivisme adalah suatu pandangan yang mengklaim bahwa

hanya agama, bahkan alirannya yang benar dan satu-satunya jalan menuju

keselamatan. Agama lain dipandang sesat, tidak ada keselamatan darinya,

dengan begitu ia berusaha untuk memasukkan penganut agama lain ke dalam

apa yang dipahaminya. Eksklusivisme memiliki dampak negatif terhadap

hubungan antar agama, akan tetapi ia juga memilki bentuk-bentuk positif,

terutama terhadap keteguhan memegang kepercayaannya sendiri.

2. Inklusivisme

Menurut John Hick, inklusivisme merupakan suatu pandangan bahwa

tradisi keagamaan lain juga memuat kebenaran religius namun di hari akhir

akan dimasukkan ke dalam posisi yang mereka miliki.10

Ia menambahkan bahwa inklusivisme merupakan paham bahwa suatu

agama tertentu adalah kebenaran terakhir agama-agama lain. Raimundo

Panikkar berpendapat bahwa walaupun sikap ini lebih toleran terhadap

keyakinan-keyakinan agama lain, pada akhirnya “anda menyatakan sebagai

pemilik kebenaran yang lebih penuh dibandingkan dengan semua orang lain

10 Frank Whaling, “Pendekatan Teologis,” h. 344.

Page 21: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

13

yang hanya mempunyai kebenaran-kebenaran parsial dan relative.”11

Paham ini muncul melalui perjumpaan dengan nilai-nilai dari agama

lain yang menyadarkan bahwa jalan menuju Tuhan tidak terbatas pada agama

tertentu, namun tidak sesempurna agama yang dianutnya. Umat Buddha

sering melihat aspek Dharma yang tercermin dalam agama-agama lain yang

tidak lengkap

Dengan

kata lain kebenaran agama-agama lain adalah sementara, tidak sempurna, dan

mencerminkan adanya kebenaran final dalam agamanya. Oleh karena itu,

melalui agamanya lah penyempurnaan itu terjadi.

12. Kalangan Islam inklusif memandang bahwa agama semua

nabi adalah satu, dimana masing-masing umat telah ditetapkan syari’atnya

menurut situasi dan kondisi zamannya masing-masing.13

Konsili Vatikan II (Oktober 1962) merupakan awal lahirnya

pengakuan pihak gereja terhadap kebenaran dan nilai-nilai dari agama Hindu,

Buddha, Islam yang sebelumnya tidak pernah diakui dalam satu dokumen

resmi gereja.

Dasar teologis dari inklusivisme terdapat dalam kristologinya yang

bercorak kristosentris, Kristus sebagai pusat keselamatan. Beberapa di antara

mereka memandang bahwa Yesus bersifar konstitutif atas keselamatan.

Maksudnya ialah bahwa tawaran Allah atas kebenaran dan anugerah

11 Pannikar, Dialog Intrareligius, h. 21-22. 12 Hick, “Religious Pluralism”, h. 331. 13 Budi Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta:

Paramadina, 2001), h. 47.

Page 22: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

14

penyelamatan telah berlangsung atau telah dimungkinkan oleh kehidupan,

kematian, dan kebangkitan Yesus historis. Jadi, apa pun kebenaran dan

kehadiran Roh dalam agama-agama lain adalah secara anonim bersifat Kristen

(anonymous Christian), Kristen tanpa nama, disebabkan oleh dan diarahkan

ke pemenuhan di dalam Yesus dan umat-Nya.14

Karl Rahner adalah orang yang telah meletakkan dasar-dasar teologis

bagi pandangan Vatikan II yang baru dan positif tentang agama-agama dunia

lainnya. Ia berpendapat bahwa orang Kristen bukan hanya bisa tetapi harus

menganggap agama-agama lainnya sebagai “sah” dan merupakan “jalan

keselamatan,”

Tokoh yang terkenal dalam

perspektif ini adalah Karl Rahner.

15 dalam istilahnya disebut “Kristen Anonim”, yaitu mereka

yang bukan Kristen yang “diselamatkan” oleh anugerah dan kehadiran Kristus

secara terselubung dalam agama-agama mereka.16

Jadi ada pandangan bahwa manusia hanya bisa diselamatkan dengan

perantaraan Kristus namun Allah juga ingin menyelamatkan semua orang.

Oleh karena itu orang yang tidak mengenal Kristus memperoleh keselamatan

dari agama-agama mereka sendiri namun tanpa disadari Kristuslah yang

menyelamatkan mereka.

17

14 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h 39.

15 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 6-7. 16 Lih Adolf Heuken, Ensiklopedia Gereja, Jilid III,: H-J, Edisi ke-4 ( Jakarta: Yayasan Cipta

Loka Caraka, 2004), h. 111, dan Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 8. 17 Atau dimaksudkan oleh Allah, untuk mencari pemenuhan final dan identitas di dalam

Yesus Kristus. Lih Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja, Jilid VII: Pi-Sek, h. 17.

Page 23: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

15

Perspektif kristologis berikutnya ialah Yesus sebagai reperesentative,

wakil, kasih dan kebenaran Allah yang menyelamatkan. Ia bukan penyebab

adanya kasih Allah, sebab kasih adalah bagian dari struktur keberadaan Allah.

Namun Yesus mewujudkan dan menyatakan kasih Allah dan karena itu Dia

mewakili kasih itu yang menyelamatkan secara sepenuhnya di dalam

lingkungan hidup manusia. Aliran ini masih segan mengatakan umat agama

lain, seperti Buddha, sebagai Kristen tanpa nama, mereka lebih cenderung

mengatakan umat Buddha sebagai “Kristen Potensial”, yaitu kebenaran yang

diperoleh umat Buddha diwakili oleh Kristus dan Karen itu memperoleh

kepenuhan di dalam-Nya.18

Sikap ini membawa individu untuk bersikap toleran terhadap pemeluk

agama lain dan hendak merangkul agama lain dengan cara halus untuk hidup

harmonis di tengah-tengah keragaman. Cara pandang ini memang terbuka

terhadap adanya berbagai jalan menuju Tuhan, tetapi mereka menganggap

jalan yang paling benar atau paling sempurna adalah melalui agamanya.

Panikkar menambahkan, sikap ini juga menimbulkan kesombongan

sebab hanya agama tertentu yang memiliki privilese atas kebenaran yang

mencakup semua. Jadi patokan agamanyalah yang digunakan untuk menilai

agama lain sehingga sikap ini masih menginginkan kelompok lain di luar

agama atau kelompok mereka menempuh jalan yang sama dengan dirinya.19

18 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 39.

19 Lih Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, h. 61, dan Pannikar, Dialog Intra

religious, h. 21.

Page 24: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

16

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa inklusivisme adalah

paham bahwa semua tradisi keagamaan memiliki jalan keselamatannya

masing-masing. Namun jalan tersebut tidak sempurna, sebab agama yang

dianutnya adalah bentuk pemenuhan/ final dari agama-agama lain.

3. Pluralisme20

Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, bahwa

pluralisme, yang dimaksud adalah pluralisme agama, adalah suatu pandangan

yang menerima adanya keragaman kebenaran dan keselamatan agama (secara

teologis), suatu paham bahwa tradisi-tradisi keagamaan mengejawantahkan

diri dalam beragam konsepsi mengenai yang sejati (the real) dan memberi

respon terhadapnya, dari sana muncul jalan kultural yang berebeda-beda bagi

manusia.

21

Adapun menurut John Hick, pluralisme adalah “teori bahwa agama-

agama besar dunia merupakan konsepsi dan persepsi berbeda dari, dan

tanggapan terhadap, sesuatu yang abadi atau realitas misterius ilahi.”

22

20 Raymundo Panikkar lebih sering menyebut paralelisme dari pada Pluralisme, lih Raimundo

Panikkar, Dialog Intra religious, h. 22-24.

Pandangan tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh

21 Frank Whaling, “Pendekatan Teologis,” dalam Peter Connolly, ed. Aneka Pendekatan Studi

Agama, terj. Imam Khoiri, h. 344-345. 22Hick, “Religious Pluralism”, h. 331.

Page 25: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

17

Knitter,23 bahwa agama-agama lain juga memiliki pandangan dan respons

mereka sendiri yang abash terhadap Misteri ini (Misteri Ilahi). Jadi mereka

tidak perlu dimasukkan dalam kekeristenan (eksklusif dan inklusif).24

Dengan kata lain, setiap agama memiliki perbedaan dalam rumusan

teologis, doktrin, dan ritual sebagai respon mereka terhadap realitas Tunggal.

Meskipun berbeda, setiap agama memiliki tujuan yang sama, yaitu membawa

para pengikutnya kepada keselamatan akhirat.

Berbeda dengan perspektif mereka berdua, Hick dan Knitter, Panikkar

berpendapat bahwa, semua kepercayaan yang berbeda-beda sesungguhnya

mempunyai kesejajaran untuk bertemu pada eschaton, akhir kehidupan

manusia. Oleh karena itu, setiap agama merupakan jalan-jalan yang sejajar

dan setiap pemeluk agama selayaknya tidak mencampuri, mengklaim sesat

atau merendahkan ketidaksempurnaan, agama lain.25

Walaupun berbeda perspektif, pluralisme/paralelisme mengindikasikan

adanya fenomena “Satu Tuhan banyak agama” yang berarti suatu sikap

menerima dan menghargai terhadap adanya jalan lain kepada Tuhan, dan ini

merupakan suatu keuntungan yang sangat positif bagi hubungan antar-

23 Dalam Satu Bumi Banyak Agama sikap teologis Knitter tidak lagi pluralis, sebagaimana

yang dapat dilihat dalam No Other Name?. Ia telah beranjak menuju suatu teologi “korelasional.”

Pembahasan tersebut penulis tuangkan dalam bab IV pada sub judul “Pandangan Paul F. Knitter

Terhadap Agama-Agama Lain.” 24 Lih Paul F. Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, terj. M. Purwatman (Yogyakarta:

Kanisius, 2005), h. 37, dan Satu Bumi Banyak Agama, h. 11. 25 Pannikar, Dialog Intrareligius, h. 22-23.

Page 26: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

18

agama.26

Kita menemukan contoh visi keagamaan, baik inklusivis atau pluralis,

yang mampu berkembang dalam masing-masing tradisi agama-agama dunia,

walaupun biasanya tidak sebagai tema sentral. Jadi, dalam bukti baru ini

tertulis bahwa logos yang berinkarnasi sebagai Yesus Kristus, adalah "cahaya

yang mencerahkan setiap orang" (Yoh 1:9). Dalam Bhagavadgita dikatakan

bahwa, "siapapun manusia dapat mendekati saya, bahkan begitu juga saya

menerima mereka, sebab, pada semua pihak, apa pun jalan mereka pilih

adalah milikku/jalanku: (4.11). dan dalam aliran Buddhisme Mahayana,

Bodhisattva memberikan diri "untuk keselamatan semua makhluk"

(Siksasamuccaya 280). Di dalam Alquran (2:115) kita membaca:

Dengan demikian tradisi-tradisi keagamaan harus dianggap sebagai

alternatif keselamatan di mana atau sepanjang semua manusia dapat

menemukan keselamatan, pembebasan, dan pemenuhan di dalamnya.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Penyair sufi muslim, Rumi, menuliskan hal tersebut dari tradisi-tradisi

keagamaan yang berbeda: "lampu berbeda tetapi cahaya kami sama: yaitu

berasal dari luar jangkauan."27

26 Lih Budhi Munawar, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, h. 51, dan

Pannikar, Dialog Intrareligius, h. 23

27 Hick, “Religious Pluralism”, h. 331-332.

Page 27: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

19

Menghadapi pluralitas agama tidak hanya melahirkan sikap eksklusif

dan inklusif, akan tetapi membawa individu kepada suatu paradigma yang

mengakui bahwa jalan menuju Tuhan tidaklah tunggal. Jalan tersebut terdapat

di dalam setiap agama, semuanya bergerak menuju tujuan yang satu, Tuhan.

Tuhan yang satu tidak dapat dipahami secara tunggal oleh umat manusia

karena adanya perbedaan kualitas intelektual dan pencerapan setiap

individu28. Setiap agama mempunyai jalan keselamatannya sendiri, dan

karena itu klaim kebenaran sepihak (eksklusif), atau yang melengkapi maupun

mengisi jalan yang lain (inklusif), harus ditolak, demi alasan-alasan teologis

dan fenomenologis.29

Konsekuensi dari paradigma ini adalah pemberian hak yang sama

terhadap semua agama untuk tumbuh dan berkembang termasuk hak pemeluk

agama untuk menjalankan agamanya secara bebas. Dengan begitu diharapkan

tercipta sikap saling mengakui dan saling mempercayai, tanpa ada

kekhawatiran untuk dikonversikan ke dalam agama tertentu. Jadi paradigma

seperti ini tidak menyatakan bahwa semua agama adalah sama (paralel).

30

Sekalipun pluralisme memiliki efek positif bagi kelangsungan

hubungan antar-agama, model ini juga memiliki sisi negatif, terutama

terhadap pengakuan banyak agama yang benar dan relatif. Knitter

berpendapat bahwa pluralisme seringkali terjebak dalam universalisme dan

28 Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme, h. 59. 29 Budhi Munawar, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, h. 48. 30 Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, h. 60.

Page 28: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

20

sinkritisme serta tidak jarang para teolog tergelincir dalam imperialisme dan

relativisme.31

Dari keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa, Pluralisme

adalah pandangan bahwa semua agama memiliki tujuan yang sama, sebagai

akibat dari respon dan persepsi, walaupun berbeda-beda, terhadap realitas

Ilahi yang satu. Dengan begitu bisa dikatakan bahwa banyak agama yang

benar dan menyelamatkan.

Pluralisme membawa sikap positif bagi hubungan antar-agama yang

saling menerima dan menghargai eksistensi agama-agama lain, akan tetapi

juga berdampak negatif karena pluralisme seringkali terjebak dalam

universalisme dan sinkritisme serta tidak jarang para teolog tergelincir dalam

imperialisme dan relativisme.

B. Sikap Gereja Katolik Terhadap Agama-Agama Lain

Konsili Vatikan II, 8 Desember 1965, disebut sebagai titik tolak sikap Gereja

yang dialogis. Namun hal ini tidak berarti bahwa sebelum konsili Vatikan II sikap

Gereja yang dialogis tidak ada. Menurut penelitian Jean L. Jadot (1983) bahwa sikap

Gereja, melalui pendekatan Paulus dan para rasul lain, mengutamakan dan

31 Lih Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 44-45, dan Togardo Siburian, “Tren-Tren

Teologis dalam Spirit Pascamodernisme” dalam, Jurnal Teologis Stulos (Bandung: Yayasan STT

Bandung, September 2009), h. 142. Ulasan mengenai kritik Knitter terhadap pluralisme penulis bahas

pada bab IV dengan sub judul “Pandangan Paul F. Knitter Terhadap Agama-Agama Lain.”

Page 29: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

21

menghargai pribadi-pribadi lain. Hal tersebut merupakan suatu contoh sikap positif

terhadap umat kepercayaan lain.32

Sikap positif Gereja terhadap agama lain sebenarnya kurang menjadi sikap

yang menonjol dan mendasar. Sebaliknya sikap yang menonjol adalah eksklusivisme,

triumphalisme, dan sejenisnya. Akibatnya Gereja sebelum Vatikan II tampak tertutup

dan kurang memandang positif agama-agama lain.

1. Sebelum Konsili Vatikan II

Telah dikemukakan di atas bahwa sikap Gereja terhadap agama-agama

lain sebelum Vatikan II menunjukkan sikap bersahabat dan tidak

menampilkan agresivitas kekerasan. Sikap ini diwariskan kepada Bapa

Gereja, seperti Ireneus, Origenes, Hippolitus, dan Gregorius Nazianse (sekitar

abad ke-3). Mereka merefleksikan peranan agama-agama non-Kristen dalam

rencana keselamatan universal Allah.33

Ketika Eropa mulai melakukan ekspansi ke benua-benua baru, sekitar

abad ke-16 dan 17, terjadilah perjumpaan yang intens antara Kristen dengan

agama-agama lain. Pada 1510 kekeristenan masuk ke Goa, pada tahun yang

sama juga sampai ke Congo. Kemudian, Fransiskus Xaverius tiba di Jepang

pada 1549. Perjuampaan Kristen dengan agama dan kebudayaan lain

membuat para misionaris, menurut penulis mereka terpaksa, mengambil sikap

32 Armada Rianto, Dialog Agama Dalam Pandangan Gereja Katolik (Yogyakarta: Kanisius,

1995), h. 23-24. 33 Rianto, Dialog Agama, h. 24.

Page 30: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

22

toleran34

Sikap positif Gereja Katolik terhadap agama-agama lain ditegaskan

pula oleh Kongregasi untuk Penyebaran Iman (Propaganda Fide, berdiri pada

1622) dalam surat, dibuat pada 1659, yang memuat norma-norma bagi para

Uskup Eropa yang menadapat tugas memimpin Gereja-Gereja Asia.

dan merangkul agama dan kebuadayaan pribumi. Tokoh-tokoh

seperti Matteo Ricci di China, Valignano di Jepang, dan De Nobili di India

merupakan tokoh-tokoh yang mengambil sikap positif dan menegaskan bahwa

iman Kristen tidak eksklusif dan tidak mengucilkan apa yang baik dan suci

dari agama serta budaya lain.

Norma-norma tersebut berbicara mengenai desakan untuk tidak

memaksa masyarakat pribumi mengubah ritus-ritus asli, kebudayaan, dan

cara-cara hidup khas mereka, kecuali jelas-jelas bertentangan dengan agama

dan moral. Ditegaskan pula agar tidak memunculkan budaya baru seperti

(sinkritisme) Prancis-China, Spanyol-Philipina, dan Portugis-Indonesia.

Budaya-budaya asli patut dipertahankan dan dilestarikan kerena mengarah

pada benih-benih keselamatan.35

34 Tolerant atau dalam bahasa Latin Tolerantis berasal dari kata Tolero. Berarti kemampuan

untuk menahan terhadap/ dapat menerima. Toleransi yang dimaksud adalah kecenderungan untuk

sabar menghadapi/ tahan terhadap keyakinan orang lain yang berbeda-beda. Jadi, menurut penulis,

walaupun tidak ada penerimaan terhadap keyakinan orang lain. Namun masih ada sikap menerima

(selain konsep teologis) dan kesediaan bekerja sama dengan umat agama lain. Lih Philip Babcok

Gove, ed., The New Grolier Webster’s International Dictionary of The English Language, Vol II

(Massachusetts: G & C. Merriam Company Publishers, 1960), h. 1035.

35 Rianto, Dialog Agama, h. 24-25.

Page 31: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

23

Sikap positif ini kemudian meluntur ketika praktek kolonialisme

dilancarkan, salah satu usahanya ialah mengganti kebudayaan pribumi dengan

kebudayaan Eropa, termasuk agama sehingga pewartaan misionaris identik

dengan invasi kubudayaan Eropa. Ditambah lagi dengan muculnya aliran/ordo

Yansenisme yang mempropogandakan bahwa di luar Gereja tidak ada

keselamatan, dikenal dengan istilah Extra Ecclesiam Nulla Salus yang

mendapat simpati luas pada abad ke-18 hingga 1936

Namun menurut Harold Coward, pertikaian Arius dan Athanasius

mengenai hakikat hubungan antara Allah dan Yesus, yang dimenangkan oleh

Athanasius, bahwa Yesus adalah penjelmaan sejati satu-satunya, merupakan

puncak sikap tertutup dan eksklusif agama Kristen, sebelumnya sikap tersebut

telah dimulai pada masa Gnostik (abad ke-2).

. Dengan demikian, sikap

eksklusivisme Gereja Katolik muncul sekitar abad 18-19 M.

37

Adapun John Hick berpandangan bahwa, sikap eksklusivisme

merupakan fase awal dari perkembangan sikap Kristen terhadap agama-agama

lain, ditandai dengan adanya Konsili Florence (1438-1445) yang menyatakan

bahwa “tidak ada seorang pun yang berada di luar Gereja Katolik dapat

menjadi bagian di dalam kehidupan abadi tetapi mereka akan pergi ke dalam

36 Rianto, Dialog Agama, h. 25. 37 Harold Coward, Pluralisme, Tantangan bagi Agama-Agama, terj. Bosco Carvallo

(Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 84-85.

Page 32: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

24

api kekal yang disiapkan untuk setan dan pengikutnya kecuali jika sebelum

akhir hidupnya mereka menjadi anggota Gereja.”38

Jadi ada tiga pendapat mengenai awal mula sikap eksklusif Kristen

terhadap agama-agama lain, pertama, dimulai pada abad pertengahan ketika

Bangsa Eropa mulai mempraktekkan Kolonialisme (abad ke-16, namun secara

intens terjadi pada abad 18-19), Kedua, dimulai sejak awal perkembangan

agama Kristen ketika berjumpa dengan filsafat Yunani (abad ke-2), dan

ketiga, sejak diadakannya Konsili Florence pada abad ke-15.

Meskipun demikian, menurut Armada Rianto, pendapat pertama

mengenai awal mula sikap eksklusif Kristen dipertegas dan diperkuat oleh

pernyataan bahwa extra ecclesiam nulla salus adalah ungkapan yang berasal

dari Santo Cyprianus (abad ke-3) yang sebenarnya bersifat apologetik dan

bukan eksklusif, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ungkapan

tersebut disalahartikan. Sesungguhnya ungkapan Cyprianus tersebut ditujukan

kepada baptisan yang diberikan oleh para bidaah (yang memisahkan dari dari

Gereja yang benar). Ditegaskan bahwa baptisan para bidaah itu sesat dan tidak

membawa kepada keselamatan. Hanya melalui Gereja Katolik yang membawa

keselamatan, “baptisan” di luar Gereja tidak ada keselamatan.

Pandangan tersebut bertolak dari pemikiran bahwa Gereja merupakan

“bahtera” Nuh yang menyelamatkan para penghuni di dalamnya, yang

memisahkan diri dengan sendirinya juga menjauhkan diri dari keselamatan.

38 John Hick, Tuhan Punya Banyak Nama, terj. Amin Ma’ruf dan Taufik Aminuddin

(Yogyakarta: Dian/ Interfidei, 2006), h. 23-24.

Page 33: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

25

Pernyataan serupa juga disampaikan Santo Agustinus yang menyatakan

bahwa “di luar Gereja Katolik ada apa saja, kecuali keselamatan.” Pandangan

tersebut semakin meluas sejak disebarluaskan oleh murid Santo Agustinus,

Uskup Fulgentius (467-533).39

Menurut John Hick, doktrin extra ecclesiam nulla salus menekankan

bahwa hanya orang Katolik yang dapat diselamatkan. Meskipun demikian,

orang-orang yang bukan Katolik secara metafisis adalah Katolik sebab mereka

mungkin mempunyai iman implisit sebagai ganti iman yang eksplisit. Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Sri Paus Pius XI pada 1854, sebagai berikut:

tentu saja itu harus dipegang sebagai persoalan iman bahwa di luar Gereja kerasulan Roma tidak seorang pun dapat diselamatkan, serta bahwa Gereja menjadi satu-satunya perahu keselamatan dan siapa pun yang tidak memasukinya akan binasa dalam banjir. Pada sisi lain, harus diyakini sebagai hal khusus bahwa siapa pun yang dipengaruhi oleh ketidakmengertian akan agama yang benar bukanlah orang yang harus menanggung kesalahan dari permasalahan ini di hadapan Tuhan jika itu merupakan ketidakmengertian yang tidak terelakkan.40

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa, umat agama lain selain

Kristen yang tidak mengenal karya penyelamatan Yesus karena informasi

mengenai Dia tidak sampai pada mereka, secara tidak sadar atau secara

implisit adalah Kristen. Hal ini akan kembali dipertegas oleh Rahner dengan

istilah “Kristen Anonim.”

39 Rianto, Dialog Agama, h. 26. 40 Hick, Tuhan Punya Banyak Nama, h. 26-27.

Page 34: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

26

Menurut Walter Kasper bahwa ungkapan extra ecclesiam nulla salus

pada awalnya tidaklah eksklusif. Ungkapan tersebut hanyalah sebagai “pagar”

bagi kesatuan dan persatuan umat Kristen yang pada masa itu mulai goyah.

Dengan kata lain ungkapan extra ecclesiam nulla salus digunakan untuk

mencegah keluarnya umat Kristen dari ajaran yang benar (Gereja Katolik) dan

untuk meyakinkan kesesatan pandangan-pandangan para bidaah dan kaum

gnostis.

Diketahui bahwa pada masa itu Bapa Gereja hanya mengenal satu

Gereja yang benar, Gereja Katolik. Adapaun Fulgentinus adalah Uskup

Rospe, Afrika Utara dan murid setia Santo Agustinus yang dikenal sebagai

penentang kuat aliran sesat Arianisme. Kemudian pada 1442 dalam Konsili

Florence ungkapan extra ecclesiam nulla salus pertama kali, dalam

dokumennya, ditujukan kepada orang kafir atau, secara khusus, orang yang

sesat dalam beriman Kristen sebagai apologetika, bukan kepada orang

beragama lain.41

Namun, seperti yang telah disebutkan bahwa dalam perjalanan

sejarahnya, ungkapan tersebut disalahartikan. Penafsiran mengenai di luar

iman Kristus atau bahkan di luar Gereja Katolik tidak ada keselamtan semakin

meluas, terutama setelah ditemukannya benua-benua baru sekitar abad ke-15.

Oleh karena itu, para misionaris meyakini bahwa memenangkan jiwa-jiwa

yang dipandang celaka karena tidak mengenal Kristus merupakan tugas mulia.

Dengan demikian wajar jika ungkapan tersebut dimunculkan.

41 Rianto, Dialog Agama, h. 26-27.

Page 35: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

27

Menurut Aloysius Pieris bahwa semangat misionaris pada waktu itu

bukanlah eksklusif, akan tetapi lebih kepada kesadaran dan tanggung jawab

besar terhadap keselamatan orang kafir dan tidak bersifat negatif bahwa di

luar Gereja tidak ada keselamatan. Dengan begitu dasar pewartaan para

misionaris adalah berdasarkan cinta kepada Kristus dan kemiskinan rohani

orang-orang kafir.42

Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap Gereja terhadap agama-agama

lain sebelum Konsili Vatikan II adalah bersahabat dan toleran, meskipun ada

ungkapan bahwa umat non-Kristen, walaupun tidak mengenal Yesus dan

Gerejanya bukan karena kesalahan mereka, memiliki keterarahan pada Kristus

(inklusivisme). Munculnya ungkapan extra ecclesiam nulla salus pada

awalnya dimaksudkan untuk membentengi kesatuan dan persatuan umat

Kristen yang pada masa tersebut mulai goyah akibat munculnya para bidaah

yang digolongkan sebagai kaum gnostis. Seiring dengan jalannya waktu,

terjadi salah penafsiran terhadap ungkapan tersebut, terutama ketika

ditemukannya benua-benua baru dan kolonialisme, menjadi tidak ada

keselamatan pada agama-agama lain. Hal ini berlangsung hingga Konsili

Vatikan II yang merubah sikap eksklusivisme Gereja menjadi lebih terbuka

terhadap agam lain, inklusif.

42 Rianto, Dialog Agama, h. 27.

Page 36: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

28

2. Pasca Konsili Vatikan II

Sikap Gereja terhadap agama-agama lain pasca Konsili Vatikan II

tidak jauh berbeda dari apa yang dirumuskan dalam Nostra Aetate seperti

yang terungkap dalam NA 2:

Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama. Gereja memandang dengan penghargaan yang tulus cara hidup dan cara bertindak, peraturan dan ajaran agama-agama itu, yang biarpun dalam hal banyak berbeda dengan apa yang dipahami dan diajarkan Gereja, toh tidak jarang memantulkan cahaya Kebenaran, yang menerangi semua manusia.”43

Penilaian teologis mengenai tradisi agama-agama berangkat dari

prinsip bahwa semua manusia diselamatkan oleh dan dalam Kristus. Berikut

adalah beberapa ayat yang berbicara mengenai hal tersebut:

Allah menghendaki semua manusia diselamatkan. Rencana keselamatan Allah itu sudah mulai sejak awal penciptaan. Sebab penciptaan sendiri merupakan pencetusan awal keselamatan. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, janji keselamatan Allah kepada semua manusia diwartakan. Dan janji keselamatan Allah itu terpenuhi dalam diri Kristus. Allah Putra yang menjelma menjadi manusia. Yesus Kristuslah Sang Penyelamat satu-satunya yang dengan wafat di salib menuntaskan karya penyelamatan Allah bagi manusia. Yesus Kristus mati di salib sebagai tebusan bagi semua orang.

(1 Tim 2:3-7)

43 Lih Riyanto, Dialog Agama, h. 83, dan Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana

(Jakarta: Yayasan Obor, 1993), h. 310, dan Deklarasi Vatikan II: Asas Pendidikan Kristen, Sikap

Gereja Terhadap Agama-Agama Bukan Kristen, Kebebasan Beragama (Ende: Arnoldus Ende Flores,

1966), h. 32.

Page 37: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

29

“Maka Kristus adalah Penebus dan Penyelamat bagi semua orang.”

(Kis 2:38; 4:12; 10:43)

Dalam Perjanjian Baru, Mazmur dan Amsal terbitan Lembaga Alkitab

Indonesia44

Gereja memandang setiap tradisi-tradisi keagamaan merupakan

ungkapan hasil rahmat Allah. Sebagaimana yang diajarkan oleh Bapa Gereja,

seperti Ireneus dan Clemens dari Alexandria yang meyakini bahwa Allah juga

menyatakan diri-Nya di luar kekeristenan. Namun pernyataan Allah tersebut

tidak sempurna seperti dalam kesempurnaan iman Kristen. Sebab Kristus

adalah pemenuhan definitif Wahyu Allah, maka tradisi-tradisi keagamaan

memiliki keterarahan kepada Kristus.

disebutkan bahwa “…Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya

sebagai tebusan bagi semua manusia.” (1 Tim 2: 5-6) dan dalam Kisah Para Rasul

pasal 4 ayat 12 yang menyatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan

keselamatan, menurut penulis, adalah tanda bahwa sebenarnya Allah menginginkan

semua manusia selamat melalui peran Kristus. Akan tetapi, tidak semua manusia

mengenal Kristus sebagai penyelamat, sehingga Kasih Allah yang universal

bertentangan dengan peran Yesus yang partikular. Hal tersebut memicu perdebatan di

kalangan teolog Kristen. Inilah yang berusaha dijawab oleh Gereja Katolik Roma

dengan teori “iman implisit” atau “Kristen Anonim” Karl Rahner.

45

44 Lih Perjanjian Baru, Mazmur dan Amsal, cet ke-3 (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,

2008), h. 319.

45 Riyanto, Dialog Agama, h. 84-85.

Page 38: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

30

Inilah yang disebut oleh Karl Rahner sebagai Kristen Anonim atau

dalam istilah Gereja “Iman implisit”, yaitu iman yang disatu pihak perlu bagi

keselamatan ̶ sejauh memenuhi syarat yang dituntut pembenaran dan

keselamatan kekal, yaitu pengharapan dan cinta kasih kepada Tuhan dan

manusia ̶ tetapi dilain pihak iman itu tercetus tanpa hubungan eksplisit dan

sadar atas imannya kepada Kristus.46

Istilah imam implisit atau Kristen anonin tidak tertulis dalam

dokumen-dokumen konsili Vatikan II, akan tetapi istilah tersebut tersirat

dalam beberapa dokumennya, antara lain: Lumen Gentium, seterusnya

disingkat menjadi LG (konstitusi dogmatik tentang Gereja) 13, mengenai

hubungan antara Gereja sebagai sakramen keselamatan bagi seluruh manusia

dengan agama-agama lain pada umumnya, LG 16, tentang keterarahan mereka

yang belum menerima Injil kepada Umat Allah yang baru dalam Kristus

sebagai kepalanya, LG 17, berisi penetapan Kristus sebagai dasar

penyelamatan seluruh dunia oleh Allah di satu pihak dan semakin tidak

sedikit/banyak manusia yang belum mengenal Kristus di pihak lain, Gaudium

et Spes (konstitusi pastoral tentang Gereja dalam dunia modern) 22, tentang

partisipasi semua manusia dalam misteri Paskah Kristus, dan Nostra Aetate

(deklarasi hubungan Gereja dengan agama bukan Kristen) 2 yang berisi

Dengan kata lain iman implisit adalah

kesaksian atas Tuhan Yang Maha Kuasa tanpa pengakuan Kristus sebagai juru

selamat.

46 Riyanto, Dialog Agama, h. 86-87, Hick, Tuhan Punya Banyak Nama, h. 30, dan Knitter,

Satu Bumi Banyak Agama, h 39.

Page 39: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

31

mengenai nilai-nilai keselamatan yang hadir dalam tradisi-tradisi keagamaan

lain.47

Dengan demikian Gereja mengakui bahwa iman implisit atau Kristen

anonim dapat menjadi syarat yang cukup untuk keselamatan. Sebab mereka

yang bukan karena kesalahnnya sendiri tidak mengenal Injil Kristus serta

Gereja-Nya, tetapi dengan hati yang tulus mencari Allah, serta karena

terdorong oleh rahmat dengan perbuatan mereka berusaha memenuhi

kehendak Allah yang dikenal melalui suara hatinya, mereka itu dapat

memperoleh keselamtan abadi. Sungguh apa yang benar dan baik dari agama-

agama lain dipandang oleh Gereja sebagai persiapan akan Injili.

48

Istilah “persiapan Injili” (preparation Evangelica) pertama kali

dicetuskan oleh Eusebius dari Cesarea yang dimaksudkan sebagai paham

mengenai apa-apa yang baik, benar, dan suci dari agama-agama lain.

Persiapan Injili adalah ide-ide yang baik dan benar mengenai Allah, jiwa

manusia serta kebenaran-kebenaran yang ditampilkan dalam berbagai ritual

keagamaan. Persiapan Injili merangkum pengertian dan praktik hubungan

antara Allah dengan manusia serta hubungan antara manusia yang dikatakan

dapat menjadi persiapan yang tepat untuk wahyu Injili.

Persiapan Injili juga mencakup keyakinan-keyakinan bahwa sejarah

manusia selalu ada dalam bimbingan Allah. Allah mendidik manusia dalam

sejarahnya agar manusia siap menerima Wahyu Kristus. Agama-agama lain

47 Riyanto, Dialog Agama, h. 86. 48 Riyanto, Dialog Agama, h. 91.

Page 40: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

32

disebut sebagai persiapan akan Injili, bila sejauh agama tersebut mengajarkan

ajaran-ajaran yang membuat para pemeluknya terbuka akan kebenaran Injil.49

Oleh karena itu, Gereja mengajak umatnya agar melalui dialog dan

kerja sama dengan para penganut agama lain, memelihara dan

mengembangkan hal-hal yang baik, spiritual dan moral, maupun nilai-nilai

sosio-kultural yang terdapat di kalangan orang-orang tersebut. Gereja pun

berusaha membina dan memelihara hubungan baik dengan kepercayaan-

kepercayaan lain demi kepentingan seluruh umat manusia, mengutuk keras

tindakan diskriminasi kepada siapa pun, karena hal itu bertentangan dengan

semangat Kristus.

50

Dari keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa sikap Gereja

terhadap agama lain pasca Konsili Vatikan II lebih terbuka, dialogis dan telah

benar-benar menghilangkan sikap eksklusif mereka. Hal tersebut ditandai

dengan dikeluarkannya dokumen Nostra Aetate yang berisi sikap Gereja

terhadap agama non-Kristen. Jika diperhatiakn, sikap toleran Gereja terhadap

agama lain pasca Konsili Vatikan II tidak jauh berbeda dari sebelumnya .

Kristus merupakan kepenuhan dari agama -agama lain , dengan kata lain ,

agama-agama yang bukan Kristen ̶ walaupun eksistensinya diakui oleh

Gereja ̶ memerlukan Kristus sebagai jalan Final menuju keselamatan,

49 Riyanto, Dialog Agama, h. 92. 50 Deklarasi Vatikan II: Asas Pendidikan Kristen, Sikap Gereja Terhadap Agama-Agama

Bukan Kristen, Kebebasan Beragama, h. 32-37.

Page 41: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

33

meskipun mereka tidak menyadari kehadiran Kristus sebagai iman implisit

maupun sebagai Kristen anonim.

Page 42: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

34

BAB III

PAUL F. KNITTER

A. Riwayat Hidupnya

Paul F. Knitter lahir pada 25 Februari 1939 di Chicago.1 Pada usianya

yang ke-13, ia mulai menjalani kehidupan kependetaan Katolik. Pada tahun 1958

setelah empat tahun belajar di seminari ditambah dua tahun novisit, Knitter resmi

menjadi anggota “Divine Word Missionaries” (SDV, singkatan dari Societas

Verbi Divini) sebagai seorang misionaris. Hal tersebut merupakan fase awal dari

kehidupannya yang dipengaruhi oleh keberadaan agama lain terutama setelah ia

mempelajari “adaptasi misioner”, yaitu proses mencari titik persamaan agama

Kristen dengan agama lain2 sebagai langkah awal misi pertobatan. Setelah meraih

gelar sarjana muda filsafat dari Divine Word Seminary pada 1962, ia mulai

merasakan bahwa model Kristen yang eksklusif sebagai terang dan agama lain

sebagai kegelapan tidak sesuai dengan kenyataannya.3

Knitter melanjutkan studinya di Pontifical Gregorian University, Roma,

pada 1962, bertepatan dengan diselenggarakannya Konsili Vatikan II 11 Oktober

1962. Pada 1965 Karl Rahner menjadi guru besar tamu di Universitas Gregorian

1 Paul F. Knitter, artikel diakses pada 03 Juni 2010 dari situs resmi

Union Theological Seminary New York, http://www.utsnyc.edu/Page.aspx?pid=381 2 Bagi Knitter adaptasi missioner merupakan langkah awal untuk mengakui nilai-nilai

positif dari agama-agama lain. Hal ini, pada perkembangan selanjutnya, sangat mempengaruhi

perspektif teologisnya. 3 Lih Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 4-6, Paul F. Knitter, Menggugat Arogansi

Kekeristenan, terj. M. Purwatman (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 29-31.

Page 43: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

35

tempat Knitter menuntut ilmu. Melalui gagasan-gagasan Rahner, sikap teologis

Knitter terhadap agama lain mulai bergeser dari eksklusivisme menjadi lebih

terbuka terhadap agama lain, inklusivisme. Setelah memperoleh gelar lisensiat

bidang teologi di Roma (1968), ia melanjutkan studi ke Universitas Münster,

Jerman (1972) dibawah bimbingan Karl Rahner dengan tesis berjudul “Sikap

Katolik Terhadap Agama-Agama Lain”. Karena ada kesamaan judul dengan

disertasi orang lain di Roma, ia disarankan untuk menulis hal yang sama dalam

sudut pandang Protestan Kontemporer.

Akhirnya Knitter pindah ke Universitas Marburg, Jerman (1972) di bawah

bimbingan Prof. Carl Heinz Ratschow, Penasehat bantuan dari Prof. Rudolf

Bultman, dengan judul disertasi “Menuju Suatu Teologi Agama-Agama

Protestan”. Hal tersebut menjadikannya sebagai orang Katolik Roma pertama

yang mendapatkan gelar Doktor Teologi dari Departement of Protestant Theology

dari University of Marburg.4

Pada 1972 Knitter mulai mengajar mata kuliah teologi agama-agama di

Teologi Union Katolik (Catholic Theological Union), Chicago, sebagai asisten

profesor studi doktrinal. Pada 1975 ia keluar dari SDV dan pindah ke Universitas

Xavier, Cincinnati, Ohio dan mengajar studi yang sama. Dari mata kuliah yang

diajarkannya dan perjumpaan dengan orang beragama lain yang lebih baik dari

orang Kristen yang dikenalnya, Knitter merasakan jembatan Rahner mulai goyah.

4 Lih Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 6-8, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h.

31-34. dan Paul F. Knitter, http://www.utsnyc.edu/Page.aspx?pid=381

Page 44: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

36

Oleh karena itu ia mulai mencari pedoman/perspektif baru dalam memandang

“sesuatu yang religius” di luar teori Kristen anonim Rahner.

Di antara sekian banyak pedoman yang dipercaya dan berani yang

digunakannya tercermin dalam dua tokoh, Raimundo Panikkar dan Thomas

Merton sebelum akhirnya ia membaca buku Hans Küng, On Being a Christian

(1976). Menurt Knitter, kritik Küng terhadap teori Kristen anonim telah

membuatnya keluar dari jembatan Rahner, akan tetapi ia tidak sependapat dengan

Küng, dan itu dianggapnya salah, ialah mengenai finalitas Kristus. Pada 1985

Knitter menulis buku No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes

toward World Religions sebagai survei kritis atas sikap Kristen.

Sebelumnya pada 1984 ia dan istrinya, Cathy, menjadi anggota “Santuary

Movement”, yaitu suatu organisasi oikumenis dari berbagai gereja dan sinagoge

yang memberi bantuan dan tempat perlindungan bagi para pengungsi korban

perang El Savador, Amerika Tengah. Dari kegiatan organisasi ini, Knitter

mengunjungi El Savador dan Nikaragua dengan membawa misi kemanusiaan. Di

sana ia menyaksikan langsung bagaimana penderitaan yang dialami masyarakat El

Savador. Oleh karena itu, bagi Knitter teologi pembebasan bukan saja sebagai

“metode baru”, tetapi suatu pemahaman baru tentang agama dan kesetiaan sebagai

murid Yesus dengan mendahulukan mereka yang tertindas sebagai tuntutan. Hal

ini berpengaruh terhadap cara berteologinya di mana ia tidak dapat menjalankan

teologi agama-agama kecuali ada kaitannya dengan teologi pembebasan.5

5 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 8-12, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 34-

39.

Page 45: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

37

Knitter telah menggabungkan dua teologi yang berbeda, teologi agama-

agama dan teologi pembebasan yang ia sebut sebagai teologi korelasional yang

bertanggung jawab secara global. Hal ini membuat Harvey Cox memberikan

apresiasi penuh terhadap langkah Knitter dalam menyatukan teologi yang tampak

berbeda tersebut, bahwa keprihatinan terhadap mereka yang menderita (Suffering

Others) dan terhadap mereka yang berkeyakinan lain (religious Others)

merupakan keprihatinan bersama, keduanya saling membutuhkan dan akan

timpang dan tidak efektif jika salah satunya ditiadakan.6

Hal tersebut mempengaruhi tulisannya, Toward a Liberation Theology of

Religions, dalam buku yang ditulis Knitter bersama John Hick dan beberapa

teolog untuk melihat sejauh mana pengaruh pluralisme di antara para teolog

Kristen dengan judul The Myth of Christian Uniqueness: Toward a Pluralistic

Theology of Religions (1987).

7

Sebagai salah satu anggota Dewan Penyantun CRISPAZ (Umat Kristen

untuk perdamaian di El Savador), Knitter aktif dalam berbagai kelompok

perdamaian dan keadilan di Cincinnati. Ia telah mengunjungi El Savador dan

Nikaragua selama musim panas 84, 85, 86, 88, 90, 91 dan Januari 95, 96 untuk

mempelajari situsi politik dan kehidupan gereja-gereja disana.

8

Pada 1991 Knitter mengunjungi India selama lima bulan cutinya. Di sana

ia menemukan bahwa dialog dan pembebasan harus merupakan dua segi dari

6 Harvey Cox dalam “Pengantar”, Paul F. Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h.

14-15. 7 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 11-12, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 39. 8 Paul F. Knitter, http://www.utsnyc.edu/Page.aspx?pid=381

Page 46: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

38

agenda yang sama. Hal ini telah berlangsung di India, diantara umat Hindu,

Kristen dan Muslim yang bersatu memerangi penindasan selama berabad-abad.

Disamping hal tersebut, ia juga belajar bahwa penderitan bukan hanya meliputi

manusia, tetapi semua makhluk lainnya termasuk bumi. Senada dengan Hans

Küng mengenai etika global, bahwa keprihatinan bagi suatu dialog harus

dipadukan dengan keprihatinan terhadap keadilan. Dengan kata lain, dialog antar-

agama harus memasukkan masalah etis di balik penderitaan manusia dan bumi

sebagai agenda yang paling mendesak.9

Pada 2002 Knitter menjadi Profesor Emeritus Teologi di Xavier University

sebelum ia bergabung dengan Uni Theologi Seminary, New York pada 2007.

Sebagian besar penelitian dan tulisan Knitter berkaitan dengan pluralisme agama

dan dialog antar-agama.

Sejak menulis buku No Other Name? (1985), Knitter telah menjelajahi

bagaimana komunitas beragama di dunia dapat bekerja sama dalam

mempromosikan kesejahteraan manusia dan ekologi, hal tersebut ia tuangkan

dalam buku One Earth Many Religions: Multifaith Dialogue & Global

Responsbility (1995) dan Jesus and the Other Names: Christian Mission and

Global Responsibility (1996), dan survei kritis tentang pendekatan Kristen

terhadap agama lain: Introducing Theologies of Religions ( Orbis Books, 2002).

Pada 2005, Knitter mengedit buku mengenai eksplorasi antar-agama dengan The

Myth of Religious Superiority (Orbis Books). Saat ini proyek tulisannya

9 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 14-15, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 39-

42.

Page 47: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

39

dijadwalkan dipublikasikan pada awal tahun 2009, adalah Without Buddha I

Could Not Be A Christian: A Personal Journey of Passing Over and Passing

Back.10

B. Karya-karyanya

Karya-karya intelektual Knitter yang berupa buku kurang lebih berjumlah

15 buah, sedangkan yang berbentuk artikel berjumlah sekitar 5311

Selain itu, No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes

toward World Religions (1985) juga termasuk karya monumentalnya, merupakan

survey kritis mengenai sikap Kristen terhadap agama-agama lain. Buku ini ditulis

setelah Knitter merasa perlu dan harus melampaui inklusivisme Rahner dan Küng.

. Karya-karya

intelektual Paul F. Knitter yang terpenting terutama yang berkaitan dengan

pluralisme dan dialog antar-agama adalah, Towards a Protestant Theology of

Religions (1974), merupakan karya pertama Knitter yang berupa disertasi

mengenai teologi agama-agama dalam sudut pandang Protestan. Hal ini

menjadikannya sebagai orang Katolik pertama yang mendapatkan gelar Doktor

Teologi dari Departement of Protestant Theology dari University of Marburg.

Ada pun The Myth of Christian Uniqueness: Toward a Pluralistic

Theology of Religions (1987), merupakan kumpulan tulisan mengenai tinjauan

para teolog terhadap pluralisme. Buku ini diedit oleh Kintter dan John Hick, ia

10 Paul F. Knitter, artikel diakses pada 03 Juni 2010 dari

http://www.utsnyc.edu/Page.aspx?pid=381 11 Untuk lebih jelas, lih Paul F. Knitter, dalam Union Theological Seminary of New York

http://www.utsnyc.edu/Page.aspx?pid=381

Page 48: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

40

sendiri menulis dalam buku tersebut sebuah judul, yaitu “Toward Liberation of

Religions” yang merupakan konsep awal teologi korelasional dan bertanggung

jawab global, perpaduan antara teologi agama-agama dengan teologi pembebasan.

Pada 1990, Knitter menulis sebuah buku yang berjudul Buddhist

Emptiness and Christian Trinity Essays and Explorations (1990). Buku tersebut

merupakan editan Knitter bersama Roger Corless. Pada tahun yang sama ia

bersama John B. Cobb, Jr., Monika Hellwig, dan Leonard Swidler menulis buku

yang berjudul Death or Dialogue: From the Age of Monologue to the Age of

Dialogue (1990), yang berisi tentang perkembangan dan pentingnya dialog antar-

agama. Selain itu, ia juga menulis mengenai pluralisme dan tantangan terhadap

teologi agama-agama yang dikarang oleh beberapa teolog dengan judul Pluralism

and Oppression: Theology in World Perspective (1990) diedit oleh Knitter pada

tahun yang sama.

Buku Knitter yang cukup populer, diterbitkan dalam berbagai bahasa,

salah satunya berbahasa Indonesia adalah One Earth Many Religions: Multifaith

Dialogue and Global Responsibility (1995). Buku tersebut diterbitkan oleh BPK

Gunung Mulia pada 2008 dengan judul Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-

Agama dan Tanggung Jawab Global. Buku ini berisi mengenai hubungan antar

agama yang tidak hanya pada tataran intelektual dan spiritual, akan tetapi berbagai

agama yang berbeda bersama-sama menaggapi penderitaan eko-manisiawi dalam

praksis pembebasan, dimulai dengan dialog yang korelasional.

Selanjutnya Jesus and the Other Names: Christian Mission and Global

Responsibility (1996), merupakan tantangan kristologi Kristen mengenai misi dan

Page 49: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

41

respon Gereja/Kristen terhadap dunia global. Buku ini merupakan kelanjutan dari

One Earth Many Religions dan lebih menitikberatkan pada masalah kristologi.

Diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Menggugat Arogansi

Kekeristenan oleh penerbit Kanisius, 2005.

Setahun kemudian, Leonard Swidler dan Paul Mojzes menjadi editor buku

The Uniqueness of Jesus: A Dialogue with Paul Knitter (1997), buku ini berisi

tentang lima Thesis Knitter terhadap keunikan Yesus beserta tanggapan dari para

teolog. Pada 2005, Knitter mengedit buku mengenai eksplorasi antar-agama

dengan dengan judul The Myth of Religious Superiority.

Karya terakhir Knitter sebelum ia mengeluarkan buku Without Buddha I

Could Not Be A Christian: A Personal Journey of Passing Over and Passing Back

pada awal 2009 adalah Introducing Theologies of Religions (2002). Buku tersebut

merupakan revisi dari No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes

toward World Religions (1985), berupa deskripsi mengenai model sikap Kristen

terhadap agama-agama lain dengan tambahan satu model baru yang disebut model

pemenuhan (teologi korelasional).

Page 50: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

42

BAB IV

TEOLOGI KORELASIONAL DAN TANGGUNG JAWAB GLOBAL

Pada bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana pergeseran

paradigma teologi Knitter, diawali dengan paradigma eksklusif dengan perspektif

kristologi eklesiosentris ketika ia bergabung dengan SDV, kemudian inklusif-

kristosentris, dan akhirnya pluralis yang teosentris saat pengaruh mereka yang

berkeyakinan lain dan mereka yang menderita semakin kuat. Namun menurut Knitter,

pergeseran tersebut belum memadai dan harus dilanjutkan.

Knitter telah menggabungkan dua teologi yang berbeda, teologi agama-agama

dan teologi pembebasan, yang disebut sebagai teologi korelasional dan tanggung

jawab global. Hal ini membuat Harvey Cox memberikan apresiasi penuh terhadap

langkah Knitter dalam menyatukan teologi yang tampak berbeda tersebut, bahwa

keprihatinan terhadap mereka yang menderita (Suffering Others) dan terhadap

mereka yang berkeyakinan lain (religious Others) merupakan keprihatinan bersama,

keduanya saling membutuhkan dan akan timpang dan tidak efektif jika salah satunya

ditiadakan.1

Alasan Knitter menggabungkan teologi agama-agama dengan teologi

pembebasan adalah pertama, agama berperan penting dalam menghasilkan

1 Harvey Cox dalam “Pengantar”, Paul F. Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, terj. M.

Purwatman (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 14-15.

Page 51: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

43

transformasi sosial dan politik. Pembebasan ekonomi, politik, dan sosial merupakan

tugas yang sangat berat bagi satu bangsa, budaya, maupun agama. oleh karena itu,

gerakan pembebasan membutuhkan bukan hanya satu agama, tetapi berbagai agama

dalam suatu kerja sama lintas budaya, antar agama dalam praksis pembebasan.

Kedua, dialog antar agama tidak hanya terjadi di tataran teologis. Namun juga

mengharapkan aksi berbagai agama terhadap penderitaan yang dialami manusia,

seperti kemiskinan dan ketidakadilan, serta terhadap penderitaan bumi yang

diakibatkan oleh ulah manusia sendiri2

Adapun unsur-unsur penting dalam teologi korelasional dan

bertanggungjawab secara global yang penulis bahas adalah pemahaman tentang

agama-agama lain, pemahaman tentang kesetiaan kepada Kristus dan titik temu

(konvergensi) agama-agama, kesemuanya itu berujung atau tertuju pada dialog antar-

agama dan tanggung jawab global.

.

A. Pandangan Paul F. Knitter Terhadap Agama-Agama Lain

Salah satu tugas yang paling mendesak yang dihadapi teologi Kristen hari ini

adalah memberikan laporan tentang eksistensi dan vitalitas baru dari agama -agama

lain ̶ dengan kata lain , suatu teologi agama-agama dunia. Jika peran teologi adalah

untuk memfokuskan terang Kitab Suci dan tradisi sejarah berlangsung pada

pengalaman manusia, maka pengalaman baru dari pluralisme agama menuntut

2 Paul F. Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama”, dalam John Hick & Paul F.

Knitter, ed. Mitos keunikan Agama Kristen (Jakarta: PT PBK Gunung Mulia, 2001), h. 276-279.

Page 52: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

44

semacam interpretasi terhadap kekristenan.3

Sebelum membahas perspektif Knitter terhadap agama-agama lain, ada

baiknya penulis mendeskripsikan secara ringkas beberapa model teologi agama-

agama Kristen menurut Knitter. Dalam perspektif teologis Kristen terhadap agama-

agama lain (teologi agama-agama), Knitter membagi empat model pendekatan, yaitu:

Untuk itulah, Knitter berusaha menafsir

ulang doktrin-doktrin Kristen agar dapat “berjalan bersama” dengan agama lain.

1. Model Penggantian

Model penggantian menghormati perbedaan yang ditemui dalam

agama-agama lain, namun tujuannya menghilangkan dan menggantikannya

dengan tradisi Kristen (eksklusivisme). Agama Kristen diciptakan untuk

menggantikan semua agama lain. Sikap ini juga dominan dan pada umumnya

dianut sepanjang sebagian besar sejarah agama Kristen.

Di dalam model ini, Allah menghendaki hanya satu agama, yaitu

agama Kristen. Kasih Allah memang universal untuk semua orang, namun

kasih itu diwujudkan melalui komunitas Yesus Kristus yang partikular dan

singular. Model ini terutama dianut oleh komunitas Kristen beraliran

Fundamentalisme atau Evangelikalisme.4

Dalam menganalisis model penggantian, Knitter membaginya ke

dalam dua bagian, penggantian total dan parsial.

3 Paul F. Knitter, No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes toward World

Religions (Maryknoll: Orbis, 1985), h. 17. 4 Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, terj. Nico A. Likumahua (Yogyakarta:

Kanisius, 2008), h. 21.

Page 53: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

45

a. Penggantian Total

Model ini menganggap bahwa ada yang kurang, atau

menyimpang, di dalam agama-agama lain. Dengan kata lain, tidak ada

nilai dalam agama-agama lain. Sikap semacam ini masih dianut oleh

banyak gereja fundamentalis dan sebagian gereja Pentakosta.5 Salah

satu tokohnya adalah Karl Barth6

Model penggantian total menganggap bahwa di dalam agama-

agama lain tidak ada nilai, tidak ada kehadiran Allah. Agama-agama

lain dianggap buatan manusia sehingga menjadi penghalang,

(1886-1968).

7

5 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 25.

bukan

6 Dasar pemikiran Barth tertuang dalam perkataannya “Biarlah Tuhan menjadi Tuhan – di

dalam Yesus Kristus”. Ia berpendapat bahwa berdasarkan kitab-kitab Injil dan surat-surat Santo

Paulus, manusia tidak sanggup bertindak sendiri tanpa Allah. Agar hal itu dimungkinkan, manusia

harus membiarkan Allah menjadi Allah.

Bagi Barth, hal tersebut terkandung dalam Perjanjian Baru, khususnya yang diberitakan Santo

Paulus dan para Revormator yang dijelaskan dalam empat “hanya”, yaitu: pertama, “Kita diselamatkan

hanya oleh rahmat”. Menurut Barth, ketika kejatuhan manusia (dosa asal), manusia akan selamanya

menderita kecuali ia mengakui adanya satu “Kekuasaan yang Lebih Tinggi”, disebut rahmat; kedua,

“Kita diselamatkan hanya oleh iman”, agar bias menerima rahmat, kita harus mundur, keluar dari jalan

yang salah, dan mengakui ketidakmampuan kita menuntun kehidupan kita sendiri. Namun, hal ini bisa

dilakukan hanya kalau percaya; ketiga, “Kita diselamatkan hanya oleh Kristus”, dan keempat, “Kita

diselamatkan hanya oleh firman Tuhan”. Dengan begitu, hanya umat Kristen lah yang selamat dari

penderitaan karena telah memenuhi syarat empat “hanya” di atas. Lih Knitter, Pengantar Teologi

Agama-Agama, h. 26-27. 7 Menurut Barth, semua agama pada dasarnya sama yaitu, sama-sama menghalangi yang

Ilahi, termasuk Kristen. Karena agama adalah ketidakpercayaan, tepatnya di dalam agama dan karena

agama, manusia tidak percaya dan tidak membiarkan Allah menjadi Allah di dalam Kristus. Jadi tidak

ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa Kristen lebih baik dari pada yang lain. Akan tetapi,

Page 54: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

46

saluran, kasih Allah. Dalam istilah teologi, tidak ada wahyu maupun

keselamatan di dalam agama-agama lain.

Atas dasar itu umat Kristen, dengan model penggantian total,

tidak memungkinkan untuk berdialog dengan agama-agama lain,

bahkan Barth melarang para misionaris mencari titik temu di dalam

agama-agama lain. Kalau pun ada, dialog antara umat Kristen dengan

umat beragama lainnya hanya berupa usaha memahami agama-agama

lain secara mendalam agar bisa menggantikan agama-agama itu

dengan agama Kristen.8

Dalil yang sering digunakan untuk memperkuat paham mereka

adalah :

“dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di

dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang

diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis

4; 12).

“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang

pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:16).9

menurut Barth, Kristen merupakan agama yang benar karena merupakan satu-satunya agama yang

sadar akan kepalsuan dirinya dan juga tahu betul bahwa umatnya diselamatkan melalui Yesus Kristus.

Lih Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 28-29. 8 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 29 9 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 29-31.

Page 55: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

47

b. Penggantian parsial

Model ini lebih halus dalam memandang agama-agama lain,

perbedaannya dengan pergantian total terletak pada masalah wahyu.

Menurut mereka yang beraliran penggantian parsial bahwa wahyu

Allah ada dan tersebar dalam agama-agama lain yang disebut sebagai

“wahyu/ rahmat penciptaan” atau “wahyu umum”.

Jadi dalam model ini, agama-agama lain bukan “buatan

manusia”, seperti yang dikatakan Barth, tetapi agama-agama lain itu

dikehendaki oleh Allah, mereka adalah “wakil” Allah, “alat” Allah di

mana Allah menjalankan rencana ilahinya. Dengan kata lain, Allah

berbicara kepada umat beragama lain melalui agama mereka masing-

masing.10

Meskipun wahyu Allah ada pada agama-agama lain, Allah

tidak memberi keselamatan di dalam agama-agama lain dengan alasan

kesaksian Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa keselamatan

dibawa dan diperkenalkan hanya oleh Yesus Kristus, dan bukti yang

berasal dari agama-agama itu sendiri, yaitu bahwa agama-agama lain

tidak membiarkan Allah bekerja sebagai Allah. Maksudnya ialah

agama-agama lain berusaha dengan berbagai cara dan tingkatan

10 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 37-40.

Page 56: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

48

menyelamatkan diri mereka sendiri tanpa mengakui atau menyadari

karya Allah melalui Kristus.11

Berkaitan dengan sikap teologis agama Kristen dengan agama-

agama lain, model ini menyetujui adanya dialog. Namun, dialog pada

akhirnya sampai pada perbedaan yang jelas-jelas berbeda antara

agama Kristen dengan agama-agama lain. Hal ini yang menjadikan

dialog bukan hanya saling berbagi informasi atau menyelesaikan

masalah-masalah sosial, tetapi juga membicarakan apa yang menjadi

kendala dalam hubungan antar agama, yaitu klaim kebenaran. Dengan

begitu dialog menjadi ajang kompetisi suci, di mana setiap agama

berusaha membuktikan bahwa dirinya lebih mampu menerangi

kehidupan, menjawab berbagai masalah hidup dan kebutuhan rohani

manusia.

12

Meskipun kedua model pergantian di atas berbeda, keduanya tetap

bersikukuh bahwa tidak seorang pun akan diselamatkan kecuali mereka yang

berada dalam hubungan khusus dengan Yesus dan injilnya.

2. Model Pemenuhan

Model pemenuhan merupakan satu langkah ke depan dalam usaha

agama Kristen membangun satu pemahaman yang berimbang tentang agama-

11 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 40-44. 12 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 45-46.

Page 57: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

49

agama lain. Model ini menawarkan satu teologi yang dapat memberikan bobot

yang sama kepada dua keyakinan dasar Kristen yaitu, bahwa kasih Allah itu

universal, diberikan kepada semua bangsa, namun kasih itu juga partikular

yang hanya diberikan secara nyata di dalam Yesus Kristus.

Model pemenuhan mewakili pandangan mayoritas umat Kristen saat

ini, yaitu gereja-gereja “aliran utama”: Lutheran, Reformasi, Methodis,

Anglikan, Ortodoks Yunani, dan Roma Katolik.13 Mereka percaya bahwa

agama-agama lain memiliki nilai, Tuhan ada pada mereka, dan umat Kristen

perlu berdialog dengan mereka, bukan sekedar memberitakan Injil.14

Meskipun demikian, terdapat keterbatasan dalam model ini.

Pandangan yang menyeimbangkan pengakuan kehadiran Tuhan di dalam

agama-agama lain dan kehadiran Tuhan yang khusus melalui Yesus tidak

dapat diperjelas lagi, sebab kalau beranjak terlalu jauh (menuju pluralisme,

menurut penulis), identitas Kristen akan hilang, keunikan Yesus sebagai

penyelamat manusia dan inkarnasi Tuhan tidak berarti.

15

13 Pembahasan model pemenuhan memfokuskan pada komunitas Kristen yang pertama kali

mengembangkan model ini, yaitu Gereja Roma Katolik.

Jadi model

pemenuhan mengakui adanya kebenaran dan keselamatan dalam agama-

agama lain, namun agama-agama tersebut memiliki keterarahan kepada

Kristus melalui Gereja (inklusivisme).

14 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 73. 15 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 73-74.

Page 58: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

50

Karl Rahner dianggap sebagai tokoh yang membuka hubungan yang

dialogis dengan agama-agama lain (lihat bab II). Masalah utama teologi

agama-agama Rahner berkaitan dengan Kasih Tuhan, di mana Rahner

menjelaskan implikasi Kasih Tuhan bahwa kalau Tuhan mau merangkul dan

menjangkau semua orang dan makhluk hidup dengan kasih-Nya, Tuhan akan

bertindak melakukan apa pun agar maksud-Nya tercapai. Menurut Rahner,

tindakan yang Tuhan lakukan adalah, Ia menyatakan diri-Nya kepada semua

orang dengan memampukan tiap-tiap orang mengalami realitas –damai,

penguatan, ketertarikan, perhatian ̶ dari kehadiran Tuhan. Dengan begitu

Allah mengaruniakan rahmat keselamatan kepada setiap manusia. Kalau

tidak, berarti Tuhan tidak mengasihi tiap-tiap orang.16

Rahner mengungkapkan arti Tuhan itu kasih dengan keyakinan bahwa

rahmat, atau kehadiran Allah penuh kasih, merupakan bagian dari tiap kodrat

manusia. Oleh karena itu, rahmat harus selalu diwujudkan dalam bentuk

materi, yaitu agama. kemudian ia menambahkan satu keyakinan Kristen ke

teologi agama-agamanya sehingga menjadi teologi Kristen, yaitu bahwa

semua rahmat adalah anugerah Kristus.

17

16 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 79-80.

17 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 80-84.

Page 59: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

51

Berbeda dengan penganut Evangelikal yang meyakini bahwa Yesus

merupakan sebab efisien,18 Rahner berkeyakinan lain, bahwa Yesus

merupakan sebab final, yaitu bahwa mereka yang tidak mengenal Yesus

masih bisa merasakan kasih Allah yang menyelamatkan, namun belum

mampu melihat dengan jelas arah dan tujuannya (belum sempurna).19

Atas dasar itu, setiap umat Buddha, Hindu, dan Islam yang

mengalami rahmat kasih Allah di dalam agama mereka maing-masing, sudah

terhubung dengan Yesus yang adalah representasi dari tujuan rahmat kasih

Allah yang Maha Sempurna.

Mereka, komunitas yang memberitakan berita baik Yesus sepanjang

sejarah, yang “dianugerahi” juga telah terorientasi pada gereja Kristiani,

mereka dapat dikatakan sudah menjadi Kristen tanpa nama, atau umat Kristen

anonym.20

18 Artinya bahwa siapa saja yang tidak mengenal Yesus, tidak akan merasakan kasih Allah

yang merangkul dan menyelamatkan.

19 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 85. 20 Menurut Knitter bahwa pandangan Rahner tentang Kristen anonim hanya ditujukan untuk

kalangan Kristen dengan tujuan agar umat Kristen terbebas dari pandangan negatif tentang mereka

yang berada di luar gereja dan memampukan umat Kristiani untuk menyadari bahwa Tuhan bisa

memanggil siapa pun untuk mengikuti Kristus, di mana pun dan kapan pun Ia kehendaki. Jadi Rahner

tidak menghendaki umat Kriatiani mengatakan kepada mereka yang beragama Buddha atau Islam telah

berada di dalam lingkungan Kristen. Lih Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 85-86.

Menurut penulis, maksud Knitter dengan pandangan Rahner mengenai Kristen anonim adalah

mereka yang berada di luar gereja Roma Katolik, sebab Rahner berbicara sebagai seorang teolog

Katolik. Namun perspektif ini perlu dikaji lebih dalam lagi.

Page 60: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

52

Berbeda dengan model penggantian, Bagi model pemenuhan, berbagai

perbedaan yang diterima umat Kristen dalam agama-agama lain harus diberi

nilai, dihormati dan dipelajari, namun yang terpenting dalam model ini adalah

kesamaan yang bisa dijumpai oleh umat Kristen dan umat agama-agama lain.

3. Model Mutualitas

Model mutualitas lebih berpihak pada kasih dan kehadiran Allah yang

universal di dalam agama-agama lain dari pada kehadiran Tuhan yang khusus

melalui Yesus. Umat Kristen yang menganut model mutualitas merasa bahwa

teleskop teologis tradisional yang menganggap agama-agama lain sebagai

agama yang akhirnya harus digantikan (model penggantian) atau

disempurnakan (model pemenuhan) oleh agama Kristen sama sekali tidak

menunjukkan apa yang sebenarnya ada di dalam agama-agama lain maupun di

dalam Injil Yesus. Oleh karena itu, mereka menolak model-model yang

mapan ini. Jadi, mereka sedang mencari jalan yang dapat menghindarkan

mereka dari apa yang disebut sebagai pemahaman Kristus dan agama Kristen

yang “absolut” (di mana Kristus merupakan satu-satunya Juru Selamat dan

Kata akhir) dan yang bisa membawa mereka ke sesuatu yang bersifat “rendah

hati.”21

21 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h.129.

Page 61: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

53

Bagi model ini, dialog dengan agama-agama lain merupakan satu

kewajiban etis, sebab dialog merupakan bagian mutlak dari kewajiban

mengasihi sesama. Oleh karena itu, apa yang dijumpai umat Kristen di dalam

berbagai tradisi agama lain yang begitu luas bukan hanya keragaman tetapi

mitra dialog yang potensial. Atas dasar itu, hubungan lebih penting dari pada

pluralitas. Hubungan tersebut harus mutual, artinya hubungan dan percakapan

dua arah yang memungkinkan kedua belah pihak saling berbicara dan

mendengarkan, terbuka untuk belajar dan berubah.22

Untuk menciptakan kesetaraan dalam dialog, menurut model

mutualitas, dibutuhkan sebuah “keseimbangan kasar” di antara agama-agama.

Maksudnya adalah semua agama memiliki “hak sederajat” untuk berbicara

dan didengarkan, berdasarkan nilai yang melekat pada mereka tanpa adanya

superioritas, final, atau absolut pada salah satu agama. Jika demikian perlu

pemahaman baru mengenai keunikan Yesus agar dialog dapat terus

dipertahankan.

Dalam usaha membina dialog yang setara, model ini tetap memelihara

keragaman dan perbedaan yang nyata di antara berbagai agama yang ada. Jadi

pendapat yang menyatakan bahwa semua agama secara esensial sama atau

22 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h.130.

Page 62: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

54

hanya berbicara yang sama perlu dihindari. Namun, harus ada sesuatu yang

sama di antara agama-agama sehingga memungkinkan adanya dialog.23

Model ini telah melampaui apa yang dikenal sebagai model

penggantian (eksklusivisme), dan telah menyeberangi jembatan kaum gereja

Katolik dengan model pemenuhan (inklusivisme). Citra yang sering

digunakan penganut model mutualitas untuk menggambarkan berbagai

implikasi dari prospek mereka adalah “menyeberangi sungai Rubicon.”

24

Ada tiga jembatan yang berbeda, namun tetap saling mengisi, yang

merupakan isyarat bagi umat Kristen untuk menyeberang ke model

mutualitas,

25

a. Jembatan Filosofis-Historis

yaitu:

Jembatan ini bertumpu pada dua pilar: keterbatasan historis

dari semua agama26

23 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 130-132.

dan kemungkinan filosofis bahwa ada satu

Kenyataan Ilahi di balik dan di dalam semua agama. Tokoh yang

24 Sungai yang memisahkan kekuasaan Romawi dengan wilayah lain. Ungkapan ini

menggambarkan keberanian Julius Caesar memasuki medan/ wilayah baru yang penuh dengan

berbagai kemungkinan baru maupun ketidakpastian baru. Lih Knitter, Pengantar Teologi Agama-

Agama, h.133. 25 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h.133. 26 Umat beragama hanya mampu memahami fenomena dari Yang Nyata, tetapi tidak mampu

memahami Yang Nyata dalam dirinya sendiri atau nomena-Nya. Inilah yang disebut relativisme

historis. Dengan demikian, tidak ada satu agama pun yang dapat menganggap kebenaran penuh, final,

dan tak tersaingi tentang Yang Ilahi karena pengetahuan manusia secara historis maupun sosial

terbatas. Lih Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 135-139.

Page 63: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

55

terkenal dengan perspektif ini adalah John Hick dengan teori “revolusi

Kopernikus”. Singkatnya, menurut Hick bahwa pusat religious semua

agama yang memungkinkan terciptanya dialog yang setara bukanlah

gereja (eklesiosentris), bukan pula pada Kristus (kristosentris),

melainkan pada Allah (teosentris).

Sadar bahwa citra Allah sering kali diartikan “buatan agama

Kristen”, dan juga Islam, serta agama-agama seperti Buddha tidak

berbicara tentang Allah atau suatu Makhluk Ilahi, Hick kemudian

memakai istilah “yang Nyata” atau yang “benar-benar Nyata” sebagai

pusat semua agama.27

b. Jembatan Religius-Mistik

Berbeda dengan jembatan filosofis-historis, pendekatan

religious-mistik menekankan bahwa apa yang terdapat di pusat tiap

agama (Yang Ilahi) adalah sesuatu yang jauh melampaui semua yang

dirasakan atau dinyatakan manusia baik individu maupun kelompok.

Yang Ilahi lebih dari pada apa yang diketahui agama namun

justru hadir dalam pengalaman mistik semua agama. Oleh karena itu,

Yang Ilahi tidak boleh dibatasi oleh perspektif manusia, biarkanlah

27 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 134-135.

Page 64: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

56

Yang Ilahi beragam seperti halnya agama. Salah satu tokoh yang

terkenal dengan pendekatan ini adalah Raimundo Pannikar.28

c. Jembatan Etis-Praktis

Kebanyakan agama mampu membangun jembatan ini, yaitu

pengakuan bahwa kemiskinan dan penderitaan yang merusak

kemanusian dan bumi ini merupakan keprihatian semua agama. Semua

agama terpanggil untuk mengatasi berbagai penderitaan ini, yang

kalau dilaksanakan secara serius akan memampukan mereka mengakui

bahwa dialog yang lebih efektif di antara mereka perlu dilakukan.

Salah satu tokohnya adalah Thomas Berry. Ia berpendapat

bahwa kepedulian bagi kesejahteraan planet ini merupakan kepedulian

yang diharapkan dapat membawa berbagai bangsa dan agama ke

dalam komunitas antar bangsa dan antar agama.29

Bertindak bersama-sama memampukan agama-agama untuk

saling mengenal dengan baik. Dengan adanya tanggung jawab

terhadap dunia dan penderitaan manusia, agama-agama berkesempatan

untuk memahami baik dirinya sendiri maupun sesama. Oleh karena

28 Menurut Pannikar, walaupun perbedaan agama tak terbandingkan, ada satu Roh yang

menggerakkan dan hidup di antara kepelbagaian itu, ia juga yakin bahwa ada kemungkinan dan

kebutuhan untuk menghubungkan, atau membangun relasi di antara berbagai agama. Pannikar secara

eksplisit mengatakan bahwa ada koeksistensi damai di antara agama-agama yang dengan saling

berhubungan, melalui dialog, mereka akan menemukan dan memperluas identitas mereka masing-

masing. Lih Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 149-150. 29 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 160-164.

Page 65: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

57

itu, masalah penderitaan dunia dan manusia merupakan asas bersama

dalam dialog agama-agama.30

4. Model Penerimaan

Model ini merupakan reaksi terhadap kekurangan model-model

sebelumnya; model penggantian dan pemenuhan lebih menekankan

partikularitas satu agama sehingga validitas agama-agama lain hancur, model

mutualitas lebih menitikberatkan pada universalitas dari semua agama

sehingga menutupi perbedaan partikularitas yang ada.31

Bagi model ini, perbedaan antar agama bukan hanya pada bahasa,

melainkan, lebih jauh lagi, menyangkut tujuan terakhir dan “pemenuhan”

dalam setiap agama. Agama-agama bukan hanya berbeda dalam bentuk, tetapi

juga berbeda dalam tujuan dan keselamatan. Sebagai contoh, apa yang

diartikan oleh umat Buddha dengan pencerahan dalam tingkat kebahagiaan

yang non-persona jelas-jelas berbeda dengan apa yang umat Kristen artikan

dengan persekutuan dengan Tuhan yang penuh kasih, keduanya merupakan

titik-tujuan yang berbeda, dua “pemenuhan” yang berbeda, karena hal tersebut

merupakan dua realitas yang berbeda.

32

30 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 165.

Umat Buddha tiba di Nirwana, umat

Kristen tiba dalam persekutuan dengan Tuhan, mereka semua bahagia. Oleh

31 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 205. 32 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 227-228.

Page 66: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

58

karena itu, perbedaan bukan hanya sesuatu yang bisa diterima secara

temporer, tetapi sesuatu yang ingin diterima secara permanen.

Salah satu tokoh dari pendekatan ini adalah S. Mark Heim. Ia

mengusulkan satu konsep bahwa semua agama yang berbeda-beda

memimpikan dan berusaha mencapai salvations, bukan salvation, bahwa ada

lebih dari satu keselamatan di antara berbagai agama.33

Selain mengakui bahwa tujuan akhir (eskatologis) tiap agama berbeda-

beda, Heim menambahkan bahwa mungkin saja ada lebih dari satu Wujud

Ilahi (Devine Being) atau Tuhan. Perbedaan agama terjadi karena adanya

perbedaan Tuhan. Untuk menjelaskan maksud tersebut kepada umat Kristen,

Heim menggunakan kerangka teologi tradisional Kristen, bahwa Tuhan

berbentuk Tritunggal.

Jadi, usaha yang

dilakukan teolog penganut model mutualitas untuk mencari persamaan atau

satu tujuan yang sama di antara berbagai agama, bahwa walaupun agama-

agama berbeda, semua agama memiliki satu tujuan yang sama (Yang Nyata),

harus dihindari.

34

33 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 228.

Hal ini berarti bahwa semua umat beragama harus

34 Melalui wahyu Yesus sebagai Kristus dan di dalam apa yang dialami Yesus sebagai yang

Ilahi, umat Kristen merasa dan berusaha menjelaskan perasaan mereka bahwa Yang Ilahi itu bukanlah

satu realitas. Yang Ilahi itu juga banyak, banyak dalam cara Allah berhubungan dengan dunia, serta

banyak pula dalam cara Allah berhubungan dengan dirinya sendiri. Lih Knitter, Pengantar Teologi

Agama-Agama, h. 230.

Page 67: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

59

menggali keberadaan dan kehidupan mereka dalam perbedaan yang

memunculkan hubungan antar agama, yaitu melaui dialog.

Ketika dialog dilakukan, para penganut model mutualitas merasa perlu

menanggalkan sesuatu yang absolut dari berbagai agama agar dialog dapat

berjalan seimbang. Berbeda dengan model tersebut, Heim berpendapat bahwa

justru berbagai yang absolut itu merupakan substansi dan energi untuk

berdialog. Dalam dialog, peserta dialog harus tetap mempertahankan

perbedaannya masing-masing. Dengan begitu, umat beragama yang berbeda-

beda akan saling berdialog dan belajar. Perbedaan yang tak dapat dihindari

ini, bagi Heim disebut “pluralisme orientasional.”35

Perspektif semacam ini juga tercermin dalam apa yang diusahakan Knitter

dalam tahun-tahun terakhir perjalanan teologisnya. Knitter mengajukan sebuah model

baru, setidaknya Knitter bukan orang pertama yang mengajukan pendekatan seperti

ini,

36 pendekatan yang lebih korelasional terhadap agama-agama lain dengan alasan

bahwa, esklusivisme telah menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan antar

agama sehingga perlu dihindari dan dikoreksi. Begitupun inklusivisme, telah

memunculkan ambiguitas terhadap kebenaran agama-agama lain,37

35 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 233-234.

di samping

36 Perhatikan pembahasan tentang model penerimaan di atas. 37 Maksud ambiguitas disini adalah, agama-agama lain benar dan mampu menyelamatkan

manusia, namun tidak sempurna sebagaimana agamanya. (di satu sisi benar, di sisi lain tidak

sempurna). Lih Paul F. Kintter, Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

Global, terj. Nico A. Likumahua (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 41.

Page 68: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

60

adanya keyakinan bahwa orang-orang dari latar belakang religius yang berbeda dapat

berdialog dan saling memahami untuk dapat membuat pembicaraan bermanfaat,

memperkaya dan mungkin transformatif.38 Oleh karena itu, suatu pendekatan

korelasional terhadap penganut agama lain berusaha menghilangkan bahasa

“absolutis”. Sehingga, klaim bahwa umat Kristen memiliki kata akhir yang diberikan

Allah atas semua kebenaran dapat dihindari.39

Dalam hubungan dengan agama-agama lain, teologi pluralis atau korelasional

pertama-tama mengakui, menegaskan, merangkul, dan menggumuli perbedaan-

perbadaan yang nyata, jelas, bahwa tradisi-tradisi keagamaan memang berbeda dan

kadang tidak bisa dibandingkan di antara berbagai tradisi agama.

Hal ini senada dengan apa yang telah

diupayakan para teolog model mutualitas seperti John Hick dan Raimundo Pannikar.

40 Kemudian

mengakui nilai dan keabsahan dari dunia yang serba berbeda ini. Agama-agama lain

bukan hanya sangat berbeda, namun bisa juga sangat bernilai. Bagi Knitter inilah

yang disebut “kesamaan yang kasar” di antara berbagai tradisi.41

38 Paul F. Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 60-61.

Keberagaman

agama bukan suatu keburukan yang harus dihilangkan, melainkan suatu kekayaan

yang harus diterima dan disambut oleh semua agama, sebab kita tidak dapat

39 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 42. 40 Perbedaan disini seperti yang telah dikatakan Heim di atas bahwa agama-agama bukan

hanya berbeda dalam bentuk, mereka bahkan berbeda dalam tujuan dan Tuhan. Knitter, Pengantar

Teologi Agama-Agama, h. 259. 41 Knitter, satu Bumi Banyak Agama, h. 45.

Page 69: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

61

menghindari atau menutup mata dari keragaman agama di sekitar kita.42

Akan tetapi, perlu ditekankan kehati-hatian terhadap pengakuan adanya

kemungkinan nilai dari agama-agama lain. Seperti yang dikatakan Schubert Odgen,

kebanyakan tokoh Kristen yang pluralis terlalu cepat mengatakan “ada banyak agama

yang benar.” Generalisasi sepintas tersebut sama kelirunya atau mungkin sama

berbahayanya kalau dikatakan bahwa “semua orang Amerika itu demokratis.” Jika

melihat sejarah bagaimana agama-agama telah dipakai sebagai alat manipulasi dan

eksploitasi, seperti di Ambon dan Poso, diperlukan bukti sebelum menyatakan bahwa

semua agama baik dan bernilai.

Jadi,

biarkanlah perbedaan (diversitas) agama terjadi.

43 Peringatan ini juga diperkuat oleh pendapat Hick,

bahwa perbedaan tetap bermasalah, tidak semua jalan atau agama mengarah pada

puncak gunung (Yang Nyata). Hal ini disebabkan dalam sejarah agama, Yang Nyata

seringkali digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok

lain.44

42 Agama-agama jelas berbeda dan tidak mungkin mengumpulkan mereka dalam satu “kata

akhir” atau apa yang disebut Hick sebagai “Yang Nyata”. Lih Knitter, Pengantar Teologi Agama-

Agama, h. 9, dan Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 68-70.

Namun, Hick tetap dalam pendiriannya bahwa ada satu Kenyataan Ilahi di

balik dan di dalam semua agama. Inilah yang membedakan cara pandang Hick

dengan perspektif Knitter terhadap agama-agama lain.

43 Dalam konteks ini, Knitter mencontohkan India sebagai negara yang pemerintahannya

menjadikan agama sebagai objek eksploitasi untuk melanggengkan kekuasaan. 44 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 139-140.

Page 70: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

62

Knitter mengkritik para teolog pluralis, seperti Hick, bahwa mereka seringkali

mengabaikan bahkan menyelewengkan diversitas (bahwa agama-agama benar-benar

berbeda termasuk perbedaan keselamatan). Memaksakan semacam asas bersama45

dan aturan main bersama dalam berdialog telah membuat para teolog pluralis terjebak

dalam imperialisme. Para teolog pluralis tidak sadar bahwa asas dan aturan main

bersama tersebut seringkali merupakan perspektif dari satu agama. Hal senada seperti

yang diungkapkan S. Mark Heim bahwa kalau mereka meyakini Tuhan sebagai yang

absolut bagi semua agama tanpa menyebut Tuhan siapa yang mereka maksud, mereka

telah menjadikan dirinya menjadi Tuhan.46

Jadi terhadap pernyataan bahwa banyak agama yang benar adalah betul dan

memang hal itu merupakan kenyataan, akan tetapi bukan berarti semuanya benar dan

memiliki tujuan yang sama. Setiap agama memiliki tujuannya masing-masing. Hal ini

merupakan sikap kehati-hatian Knitter yang hampir menyerupai sikap Heim terhadap

berbagai agama lain. Menurut penulis, pandangan Knitter terhadap berbagai agama

lain tidak terlepas dari pengaruh Mark Heim. Namun, penulis belum menemukan

argumen yang menunjukkan bahwa Knitter setuju dengan pandangan Heim mengenai

perbedaan agama yang mungkin disebabkan akibat perbedaan Tuhan.

45 Asas bersama yang dimaksud seperti yang diusulkan beberapa teolog, "common essence"

(A. Toynbee) atau "universal faith" (W.C. Smith, B. Lonergen) atau "mystical faith" (W. Stace, Th.

Merton. F. Schuon). 46 Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, h. 187-189.

Page 71: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

63

Dalam perspektif pluralis atau model mutualitas, umat Kristen menolak dan

menghindari diri dari berbagai kata sifat seperti “hanya satu-satunya”, “definitif”,

“superior”, “absolut”, “final”, “tak terlampaui”, “total” untuk menjelaskan kebenaran

yang ditemukan dalam Injil Yesus sang Kristus. Knitter menambahkan, tanpa

mengklaim bahwa semua agama setara (equal), sehingga relativisme dapat

dihindari.47

Dengan demikian umat Kristen bisa dan harus mendekati agama-agama lain

bukan hanya dengan harapan bahwa mereka mungkin (possibly) akan menemukan

kebenaran dan kebaikan di dalamnya, seperti apa yang diyakini oleh para teolog

pendekatan model penerimaan (inklusif) seperti Rahner, tetapi bahwa mereka lebih

mungkin (probably) menemukannya

Equal disini seperti apa yang telah dibahas di atas bahwa semua agama,

dalam diversitasnya memiliki tujuan universal atau keselamatan yang sama.

48

Teologi korelasional memungkinkan umat Kristen berpegang pada

kemungkinan, dan mendorong probabilitas, bahwa sumber kebenaran dan

transformasi yang mereka sebut Allah dari Yesus Kristus memilki lebih banyak

kebenaran dan bentuk-bentuk transformasi lainnya yang mampu dinyatakan daripada

yang telah dinyatakan dalam Yesus. Maksudnya adalah sumber kebenaran dan

keselamatan bukan hanya dapat diperoleh melalui Kristus, agama-agama lain pun

memiliki kebenaran dan jalan keselamatan, namun dengan jalannya masing-masing.

tanpa harus menanggalkan perbedaan.

47 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 42. 48 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 45-48.

Page 72: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

64

Model teologi agama-agama yang pluralistik-korelasional bukan hanya

menegaskan kemungkinan tetapi juga realitas umat beragama yang otentik lainnya

dan karena itu menegaskan adanya agama-agama benar lainnya. Sampai sejauh mana

hal ini bisa dibandingkan dengan yang lainnya, dapat diketahui hanya melalui dialog.

Semua usaha membangun teologi agama-agama harus dimulai dengan dialog dengan

agama-agama lain.49

Oleh karena itu, model korelasional yang diusulkan Knitter juga menegaskan

hakikat agama yang relasional dan dialogis. Jadi semua agama perlu berbicara dan

bertindak bersama. Walau pun model ini mengakui adanya perbedaan dan

partikularitas radikal dan tidak terhidarkan di antara semua agama, ia juga mengakui

adanya hubungan antar-sesama yang muncul dari ketidaksempurnaan dalam diri

semua agama.

Dengan demikian, karena kapelbagaian berbagai agama harus

diakui dan dijaga, dan karena kepelbagaian itu diyakini bernilai dan penting secara

potensial bagi semua orang, maka kandungan yang bernilai dari agama-agama

tersebut harus dibagi dan dikomunikasikan, agama-agama dunia harus berdialog.

50

Perspektif teologi agama-agama Paul F. Knitter, teologi korelasional dan

bertanggung jawab secara global,

51

49 Knitter, Teologi Agama-Agama, h. 261-264.

menolak klaim-klaim kebenaran dan keselamatan

50 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 48-49. 51 Dalam hal ini, Knitter mengajukan dukungan kultural bagi model korelasional dan

bertanggung jawab secara global, yaitu kesadaran akan yang lain, bahwa kita tidak dapat menutup

mata dari keberagaman agama yang ada disekitar kita, kesadaran akan sejarah, bahwa semua agama,

pengetahuan yang kita peroleh, terbatas pada konteks sejarah. Jadi perlu reinterpretasi ulang terhadap

Page 73: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

65

yang hanya dimiliki satu agama (eksklusivisme), klaim bahwa Kristus merupakan

kata akhir dari semua agama (inklusivisme), bahkan melampaui pluralisme yang

menyatakan banyak agama yang benar karena agama-agama merupakan manifestasi

Tuhan di dunia dalam berbagai tingkat cakrawala pikiran manusia sehingga semua

agama relatif. Meskipun secara filosofis Knitter menggunakan perspektif ini, ia

merasa perspektif tersebut belum cukup untuk merangkul semua agama.

Perbedaan fundamental antara Knitter dan Hick dalam memandang agama-

agama lain terletak pada penerimaan dan penghargaan Knitter terhadap agama-agama

lain tanpa mencari kesamaan teologis sebagaimana yang diupayakan Hick dengan

pendekatan teosentris. Bagi Knitter biarlah agama-agama tetap berbeda tanpa

melepaskan keunikan masing-masing. Namun tetap menerima dan menghargai

kebenaran dalam setiap agama. Walaupun ia sangat berhati-hati dengan pengakuan

adanya nilai kebenaran dalam suatu agama. Hal ini dilakukannya untuk menghindari

penyalahgunaan agama demi kepentingan suatu kelompok tertentu.

Cara pandang Knitter dengan penekanan terhadap diversitas agama-agama,

tapi juga mengkritik absolusitas dan normativitas Kristus yang telah mapan dalam

doktrin Kristen, menurut penulis, merupakan upayanya untuk menghilangkan

klaim-klaim agama yang telah terbentuk oleh sejarah, kesadaran imperiatif moral dialog, bahwa

dialog di antara agama-agama tidak lagi suatu kemewahan tetapi merupakan kebutuhan teologis, jadi

untuk menemukan kebenaran kita sendiri, kita harus berdialog dengan kebenaran dari yang lain,

Kesadaran akan tanggung jawab bagi dunia, bahwa umat beragama tidak hanya terfokus pada dialog

antar-iman, penderitaan yang lain termasuk dunia merupakan tanggung jawab semua agama. Knitter,

Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 68-83.

Page 74: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

66

eksklusivisme dan inklusivisme dalam Kristen. Namun tetap mempertahankan

keunikan Kristus sebagai sesuatu yang unik dalam agama Kristen. Menurut penulis

keunikan yang dimaksud Knitter dalam setiap agama adalah sesuatu yang membuat

agama tersebut spesial, khusus dan berbeda dari agama-agama lain ̶ seperti Kristus

dan Kerajaan Allah dalam Kristen, Gaotama dan Sunyata dalam Buddha ̶ bukan

yang menyebabkan suatu agama menjadi absolut, normatif dan final.52

Dengan demikian, pandangan Knitter terhadap agama-agama lain terbuka

terhadap kemungkinan bahwa, secara filosofis, ada banyak agama yang benar dan

menyelamatkan, karena merupakan manifestsi dari Tuhan yang satu, dan bahwa

agama Kristen merupakan salah satu cara di mana Allah menyentuh dan merubah

dunia, namun tetap menekankan diversitas agama-agama. Selain mengakui eksistensi

agama lain, umat Kristen juga harus tetap melihat ada perbedaan besar antara Kristen

dan agama lain yang tidak mungkin disatukan, sehingga setiap agama meyakini

doktrin agama mereka masing-masing namun tetap terbuka terhadap perbedaan

tersebut. Selanjutnya untuk mengenal dan memahami agama lain dilakukan melalui

dialog yang korelasional, dimana setiap agama memiliki hak yang sama dalam

berdialog, tidak ada yang mendominasi agama lain.

Oleh karena

itu, ketika berdialog setiap agama tidak perlu menanggalkan keunikannya masing-

masing sebagai komitmen terhadap agama yang dianutnya. Akan tetapi, yang perlu

dihilangkan adalah sikap eksklusif dan inklusif dari setiap agama.

52 Lihat selengkapnya di pembahasan mengenai “Arti Kesetiaan Pada Yesus”.

Page 75: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

67

B. Arti Kesetiaan Pada Yesus

Mengakui kebenaran agama-agama lain, bagi Knitter tidak berarti

meningglkan kesaksian Kristen yang disampaikan Injil dan tradisi melalui Kristus.

Kesetiaan, bagi Knitter, bukan sesuatu yang dimiliki seseorang tetapi lebih

merupakan sesuatu yang dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Atas

dasar itu, sumber dari iman yang setia tidak hanya terdapat dalam Injil atau Kitab

Suci (ortodoksi). Akan tetapi ada keharusan menghubungkan atau menerapkan apa

yang kita dengar dari Kitab Suci dalam kehidupan yang real (ortopraksis). Oleh

karena itu, ada dua sumber dari mana seharusnya menghayati iman dan membangun

kesetiaan, Kitab Suci dan kehidupan nyata (praksis).

Kesetiaan pada tradisi Kristen, khususnya pada Kitab Suci “yang normatif”,

bersumber dari kata yang benar (ortodoksi) yang berakar dalam tindakan yang benar

(ortopraksis). Jadi kesetiaan terhadap Yesus tidak hanya merupakan pengakuan dan

keyakinan terhadap-Nya. Namun kesetiaan itu juga berarti sejauh mana seseorang

dapat mengikuti hidup dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Yesus53

53 Lih Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 130-135, dan Leonard Swidler dan Paul

Mojzez, ed., The Uniqueness of Jesus: A Dialogue with Paul F. Knitter (Maryknoll: Orbis Books,

1997), h. 14.

. Tetapi,

bagaimana umat Kristen dapat memahami keunikan Yesus sedemikian rupa sehingga

Page 76: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

68

tetap setia pada kesaksian Kristen, dan pada saat yang sama sungguh-sungguh

terbuka terhadap pembicaraan dan kerja sama yang otentik dengan iman orang lain?

Untuk itu, di bawah ini, penulis memaparkan bagaimana reinterpretasi Knitter

terhadap klaim kristologi tradisional54

Bagi Knitter, Yesus Kristus itu unik, namun dengan keunikan yang ditetapkan

oleh kemampuannya berelasi dengan figur agama lain yang juga unik. Dengan kata

lain, keunikan yang dikemukakan Knitter adalah keunikan relasional

atas keunikan Yesus Kristus sebagai dokrtin

dalam Kristen.

55, bahwa Yesus

sungguh-sungguh dan bukan satu-satunya transformasi Allah di dunia. Muhammad,

Musa, dan Gaotama juga merupakan transformasi itu.56

54 “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam dia, sebab di bawah

kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat

diselamatkan” (Kis 4:12). Ayat tersebut menunjukkan bahwa Yesus merupakan satu-satunya jalan

keselamatan, dengan kata lain kristologi tradisional menekankan finalitas, absolusitas, dan nomativitas

Yesus. Kristologi semacam ini seperti yang diakui dan diyakini oleh penganut model penggantian.

Pembahasan ini merupakan kritik Knitter terhadap model penggantian, pemenuhan, dan juga model

mutualitas.

Keunikan relasional, bagi

Knitter, konsisten dengan pendirian teologis pluralisme yang teosentris. Yesus dalam

pelayanannya sebagai juru selamat terarah pada Allah, sama seperti figur agama lain

pun terarah pada Allah. Semua figur agama yang ada terkait dan terhubung satu sama

55 Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 162-167. 56 Leonard Swidler dan Paul Mojzez, ed., The Uniqueness of Jesus: A Dialogue with Paul F.

Knitter, h. 10-11.

Page 77: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

69

lain, terarah pada satu Allah,57

Dalam Jesus and the Other Names, Knitter berusaha membuat klarifikasi

mengenai terminologi unik. Baginya, unik tidak perlu menunjukkan tidak adanya

sesuatu yang lain. Keunikan seseorang lebih berarti sesuatu yang membuat ia spesial,

khusus dan berbeda, yang tanpanya orang itu tidak menjadi pribadi sebagaimana

adanya ia. Dengan menghilangkan kualitas unik tersebut kita akan berjumpa dengan

pribadi yang lain.

dan bahkan lebih jauh lagi, penulis membahasnya

dalam poin selanjutnya, kepada soteriosentrisme.

58

Knitter mencoba untuk memperlihatkan dasar Alkitabiah dari keunikan

Yesus. Pertama, sejak semula karya Yesus terarah kepada Allah Bapa, atau tepatnya

pada kerajaan Allah. Yesus tidak memberitakan diri-Nya sendiri, tetapi mewartakan

datangnya kerajaan Allah yang membawa keselamatan bagi manusia. Dari sini

Knitter sebenarnya mengusulkan suatu istilah lain untuk menggantikan teosentrisme,

yaitu kingdomsentrisme

59

57 Ini merupakan perspektif teologi agama-agama Knitter ketika berada pada model

mutualitas. Selanjutnya ia akan beralih ke model penerimaan. Lih Knitter, Menggugat Arogansi

Kekeristenan, h. 145-146, dan Joas Adiprasetya, "Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul

F. Knitter", dalam Soegeng Hardiyanto, Agama dalam Dialog: Pencerahan, Perdamaian dan Masa

Depan. Punjung Tulis 60 Tahun Prof. DR. Olaf Herbert Schumann (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1999), h. 145.

atau soteriasentrisme.

58 Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 169. 59 Knitter bukan orang pertama yang menggunakan istilah tersebut. Kingdomsentrisme atau

berpusat pada Kerajaan Allah merupakan kristologi dan misi Yesus yang diperkenalkan oleh Jon

Sobrino. Lih pada pembahasan konversi agama-agama.

Page 78: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

70

Kedua, kristologi yang yang dipaparkan dalam Alkitab sejak semula beragam

tidak pernah ada definisi tentang siapa Kristus, tetapi yang ada adalah interpretasi-

interpretasi tentang siapa Kristus. Jadi tidak boleh ada satu kristologi (interpretasi atas

Kristus) yang bisa dimutlakkan dan meniadakan kristologi lainnya.

Ketiga, klaim Kristus sebagai juruselamat satu-satunya tidak boleh dipandang

secara tekstual, melainkan lebih sebagai ungkapan konvensional. Hal ini membuat

kita bisa lebih terbuka pada pengakuan-pengakuan iman agama-agama lain60.

Maksud utama bahasa dan gelar-gelar kristologis Perjanjian Baru bukanlah

menawarkan pernyataan-pernyataan ontologis yang definitif tentang pribadi atau

karya Yesus, melainkan memampukan manusia untuk merasakan kuasa serta daya

tarik visi Yesus dan kemudian untuk pergi dan melakukan hal yang sama,61

Menurut Knitter, akan lebih tepat secara penggembalaan efektif, bila kita

menyebut klaim-kliam Perjanjian Baru mengenai Yesus sebagai "bahasa aksi". Ia

disebut "satu-satunya" atau "anak satu-satunya" bukan terutama untuk memberikan

kepada kita pernyataan-pernyataan teologis-filosofis yang definitif, dan bukan

terutama untuk menyisihkan yang lainnya, melainkan untuk mendorong aksi atau

praktik komitmen total kepada visi dan jalan-Nya, terhadap hal-hal yang Yesus selalu

menempatkan diri di bawahnya, yaitu kerajaan kasih, kesatauan dan keadilan.

seperti

sifat kasih terhadap semua orang tanpa memandang ras dan agama.

60 Lih Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 299-300, Joas Adiprasetya,

"Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul F. Knitter," h. 145-146, dan Knitter, Menggugat

Arogansi Kekeristenan, h. 176-182. 61 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 307-308.

Page 79: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

71

Guna melayani dan mengembangkan kerajaan ini, ada keinginan untuk

berdialog dan bekerja dengan orang lain dan terbuka terhadap kemungkinan bahwa

ada guru-guru dan pembebas-pembebas serta juruselamat-juruselamat lain yang dapat

menolong kita memahami dan bekerja demi kerajaan itu dalam cara-cara yang belum

pernah kita dengat atau berada di luar imajinasi kita. "barang siapa tidak melawan

kita, ia ada di pihak kita" (Mrk. 9:40). Dengan demikian, kristologi pembebasan

mengizinkan dan bahkan menuntut kita mengakui kemungkinan hadirnya pembebas

lainnya dari agama-agama lain.62

Pemahaman Kristen tradisional mengenai Yesus Kristus sebagai suara Allah

yang normatif, definitif, dan final perlu ditata kembali guna menghindari posisi-posisi

absolut yang telah dimapankan dan menghalangi dialog yang sungguh-sungguh

korelasional. Dalam hal ini, Knitter mencoba mengaitkan topik keunikan Kristus

dengan praksis pembebasan, antara teologi agama-agama dan teologi pembebasan

yang kaitannya terletak pada pentingnya praksis. Menurutnya, kristologi yang harus

diupayakan adalah yang berbasis pada praksis.

63

Pertama, pengakuan dan pewartaan Kristen bahwa Yesus adalah pernyataan

Allah yang final dan normatif tak dapat berhenti pada perumusan doktrin atau

pengalaman personal. Keunikan Kristus dapat dikenal dan ditegaskan hanya dalam

praksis keterlibatan historis.

Sehubungan dengan ini, ada empat

hal yang penting, yaitu:

62 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 308-309. 63 Joas Adiprasetya, "Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul F. Knitter," h. 147.

Page 80: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

72

Praksis merupakan titik tolak bagi semua kristologi, ia tetap menjadi kriterium

bagi semua kristologi karena segala sesuatu yang diketahui atau dikatakan mengenai

Yesus harus terus-menerus dikonfirmasikan, diperjelas dan mungkin dikoreksi di

dalam praksis, yaitu dengan tindakan menghidupkan visi-Nya di dalam konteks-

konteks sejarah yang berubah.

Kita tidak dapat mulai mengenal siapa Yesus dari Nazaret itu kecuali kalau

kita mengikuti Dia, mempraktikan pesan-Nya di dalam hidup kita. Dari sinilah proses

perumusan gelar-gelar Perjanjian Baru untuk Yesus; gelar-gelar itu adalah buahnya,

kerugma penuh sukacita, yang digali dari pengalaman mengikuti Dia. Karena

pengalaman ini berbeda-beda menurut berbagai komunitas dan konteks jemaat-jemaat

perdana, gelar-gelar Yesus pun berkembang. Oleh karena itu, tidak ada satu pun yang

kita katakan mengenai Yesus itu final, tidak ada gelar yang diberikan kepada Kristus

yang dapat dimutlakkan.64

Jadi, secara kongkret, bahwa bila kita tidak terlibat di dalam praksis dialog

Kristen dengan agama-agama lain, mengikuti Kristus, menerapkan pesan-Nya, di

dalam dialog dengan orang-orang percaya lainnya, kita tidak dapat mengalami dan

mengukuhkan apa arti keunikan dan normativitas Kristus.

65

64 Lih Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 299-300, dan Joas

Adiprasetya, "Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul F. Knitter," h. 147.

65 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 300.

Page 81: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

73

Kedua, mengutamakan ortopraksis di atas ortodoksi, maksudnya ialah bahwa

keprihatinan utama suatu teologi pembebasan agama-agama66 yang soteriosentris

bukanlah kepercayaan yang benar tentang keunikan Kristus, melainkan praktik yang

benar dengan agama-agama lain, dalam memperluas kerajaan dan soteria-Nya.

Kejelasan tentang apakah Kristus dan bagaimana Ia menjadi satu Tuhan dan

juruselamat, maupun kejelasan tentang doktrin lain mana pun, mungkin penting,

tetapi tidak lebih lebih penting dibandingkan dengan melaksanakan pengutamaan

kaum miskin dan nonpribadi.67

Menurut Knitter orang Kristen tidak membutuhkan kejelasan dan kepastian

ortodoksi mengenai Yesus sebagai Juruselamat “satu-satunya” atau “final” atau

“universal” guna mengalami dan sepenuhnya, menyerahkan diri mereka demi

kebenaran yang membebaskan dalam pesan-Nya. Apa yang memang diketahui orang

Kristen, berdasarkan praksis mereka dalam mengikuti Yesus, adalah bahwa pesan-

Nya adalah sarana yang pasti untuk menghasilkan pembebasan dari ketidakadilan dan

penindasan, bahwa pesan-Nya itu memang efektif, penuh pengharapan, secara

universal merupakan cara yang bermakna untuk menunjukkan Soteria dan

66 Dalam buku Mitos Keunikan Agama Kristen (1987), Knitter menulis judul “Menuju

Theologi Pembebasan Agama-Agama” (Towards a Liberation Theology of Religions). Dalam buku

tersebut ia memperkenalkan suatu teologi agama-agama yang berhubungan, sengaja dihubungkan oleh

Knitter, dengan teologi pembebasan dan ia menyebutnya sebagai teologi pembebasan agama-agama.

Sejalan dengan perkembangan pemikirannya, model tersebut berubah menjadi teologi korelasional

yang bertanggung jawab secara global, seperti yang terdapat dalam kedua bukunya, Satu Bumi Banyak

Agama dan Menggugat Arogansi Kekeristenan. 67 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 301.

Page 82: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

74

mengembangkan kerajaan Allah. Tidak mengetahui apakah Yesus itu unik, apakah Ia

adalah firman Allah yang final dan normatif untuk segala zaman, tidaklah menggangu

komitmen untuk melakukan praksis mengikuti Dia dan bekerja sama dengan agam-

agama lain, untuk membangun kerajaan.68

Jadi, penekanan pada pentingnya praksis tidak lantas membuat orang Kristen

dapat memiliki alasan untuk mengatakan bahwa finalitas dan normativitas Yesus

telah utuh dan dipenuhi. Data mengenai praksis Yesus tidak memadai untuk

menekankan keunikan Kristus.

Ketiga, Kriteria soteriosentris untuk dialog antar-agama yang terkandung di

dalam pengutamaan kaum tertindas menawarkan kepada orang Kristen perangkat-

perangkat untuk secara kritis menguji dan barangkali merevisi pemahaman

tradisional tentang keunikan Kristus, bahwa Kristus adalah satu-satunya sarana, jalan

keselamatan69

Dalam perjuampaan dengan orang-orang percaya dan jalan-jalan lain, para

teolog Kristen dapat menemukan bahwa meskipun ada juruselamat-juruselamat lain

di dalam tradisi-tradisi lain, Yesus dari Nazaret tetap tampil bagi mereka sebagai

pembebas yang unik dan bagaimanapun juga istimewa, sebagai Dia yang

mempersatuakan dan menggenapi semua upaya lain menuju soteria. Kemungkianan

lain, orang Kristen mungkin menemukan bahwa agama-agama lain dan tokoh-tokoh

. Klaim tersebut perlu ditafsir ulang agar umat Kristen dapat berdialog

secara korelasional dengan umat agama lain tanpa adanya hirarki.

68 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 302. 69 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 303.

Page 83: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

75

agama lain menawarkan cara dan visi pembebasan yang sejajar dengan apa yang

diwartakan Yesus, bahwa tidak mungkin menggolongkan juruselamat atau makhluk

yang mendapat pencerahan dalam pengertian memperingkatkan mereka. Dengan

demikian, Yesus akan menjadi unik, bersama-sama dengan para pembebas lainnya

yang juga unik, Ia akan menjadi juruselamat yang universal, bersama-sama dengan

para juruselamat lain yang universal. Universalitas dan keunikannya tidak akan

eksklusif ataupun inklusif, tetapi saling melengkapi.

Meskipun demikian, pencermatan-pencermatan tentang keunikan dan finalitas

pada akhirnya dibuat atau tidak tidaklah penting dalam analisi terkahir, sejauh bahwa

kita dengan semua orang dan agama, mencari dahulu kerajaan dan keadilannya.

Atas dasar itu, jika metode kristologi pembebasan memperlihatkan mengapa

klaim normatif bagi Yesus, bahwa Yesus adalah satu-satunya, tidaklah mungkin,

maka jelas itu bahwa hal itu sebenarnya tak perlu. Jika memang titik perhatian kita

terletak pada praksis, maka pertanyaan doktiner mengenai keunikan Kristus menjadi

tak begitu perlu.70

Keempat, Dengan memahami dan mengukuhkan keutamaan otopraksis, orang

beriman, dapat ditolong untuk melihat bahwa di dalam menerima pandangan-

pandangan baru tentang Yesus,

71

70 Lih Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 303-304, dan Joas

Adiprasetya, "Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul F. Knitter," h. 147.

mereka bukan hanya sekedar setia pada kesaksian

71 Mengenai berbagai kemungkinan paham nonabsolutis atau nondefinitif Kristus, para teolog

seperti mengalami kesulitan terhadap paham tersebut. Ada dua alasan yang dikemukakan Küng

terhadap kesulitannya itu, pemahaman tersebut cenderung mengasingkan dirinya dari komunitas

Page 84: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

76

Perjanjian Baru dan tradisi, melainkan juga ditantang untuk memiliki komitmen, yang

bahkan lebih mendalam kepada Kristus dan Injil-Nya.72

Orang-orang Kristen yang ditantang dan dimampukan untuk menciptakan

hubungan antara pengalaman mereka sendiri, Injil dan praksis yang membebaskan,

akan setuju bahwa hakikat menjadi Kristen adalah melakukan kehendak Bapa dari

pada mengetahui atau menekankan bahwa Yesus adalah satu-satunya atau yang

terbaik dari kelompok itu. Malah, psikologi kasih dan komitmen tampaknya

mengatakan bahwa semakin mendalam dan semakin kukuh komitmen seseorang

kepada suatu jalan atau orang tertentu, ia akan semakin terbuka kepada keindahan

atau kebenaran jalan-jalan dan orang-orang lain. Orang Kristen dapat diajak untuk

melihat bahwa komitmen mereka terhadap Yesus ataupun kemampuan mereka untuk

menyembah-Nya (lex orandi) tidak akan perlu dijungkirbalikkan hanya karena ada

yang lain yang seperti Dia.

73

Jadi, pengakuan akan nilai agama-agama lain tidak mengurangi kesetiaan

umat Kristen terhadap Kristus, bahkan memampukan mereka untuk

imannya (gereja) dan akan cenderung mengurangi kedalaman dan kekukuhan komitmen pribadi orang-

orang Kristen kepada Yesus Kristus. Keraguan-keraguan ini didasarkan pada bentrokan yang disadari

terjadi antara pandangan-pandangan nonabsolutis yang baru tentang Kristus dangan (kepekaan

naluriah dalam hal iman yang dimiliki seluruh umat beriman). Jadi, bila kristologi-kristologi baru ini

mempunyai masa depan di lingkungan teologi Kristen, kristologi ini membutuhkan sebuah perantaraan

gerejawi yang lebih baik agar dapat diterima oleh umat, kristologi ini perlu disosialisasikan. Lih

Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 304-306. 72 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 307. 73 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 307.

Page 85: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

77

mengaktualisasikan karya Yesus dalam keterlibatan dengan agama-agama lain. Oleh

karena itu, perlu reinterpretasi klaim kristologi tradisional akan keunikan Yesus.

Dengan menekankan praksis dalam kristologi, klaim bahwa Yesus satu-satunya,

absolut, normatif, dan final harus ditolak, kemudian memunculkan interpretasi baru

bahwa Yesus “sungguh-sungguh, tapi bukan satu-satunya”, bahwa pesan-Nya adalah

sarana yang pasti untuk menghasilkan pembebasan dari ketidakadilan dan

penindasan, kemudian pesan-Nya itu memang efektif, penuh pengharapan, secara

universal merupakan cara yang bermakna untuk menunjukkan Soteria dan

mengembangkan kerajaan Allah. Dengan demikian, Yesus akan menjadi unik,

bersama-sama dengan para pembebas lainnya yang juga unik, Ia akan menjadi

juruselamat yang universal, bersama-sama dengan para juruselamat lain yang

universal.

C. Konvergensi Agama-Agama

Seperti yang penulis sampaikan sebelumnya, bahwa rumusan teologi agama-

agama Knitter berujung pada suatu dialog antar-agama. Untuk itu, Knitter

mengajukan sebuah pendekatan atau konteks bersama yang dapat mempertemukan

beragam tradisi agama-agama, namun tradisi-tradisi tersebut tetap dalam

kepelbagaiannya masing-masing.

Bagi Knitter, ada semacam esensi bersama atau pengalaman religius yang

sama ataupun suatu tujuan bersama yang jelas dalam semua agama, suatu konteks

Page 86: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

78

bersama yang di dalamnya terdapat berbagai masalah yang kompleks. Konteks ini

membutuhkan suatu agenda bersama di mana semua agama dapat bersama-sama

memahami dan memberi makna satu sama lain. Namun mengusulkan Allah, dan

bukan gereja atau Kristus, sebagai basis bersama, secara implisit, para teolog tidak

sadar tetapi masih imperialistis memaksakan pemahaman-pemahaman tertentu

tentang yang ilahi atau Yang Tertinggi, kepada orang-orang percaya lain. Seperti

kebanyakan umat Buddhis74, mereka mungkin malah tidak ingin berbicara tentang

Allah, atau mereka mengalami Yang Tertinggi sebagai sunyata, yang sama sekali

tidak atau sedikit sekali berhubungan dengan apa yang orang Kristen alami dan

disebut sebagai Allah.75

Jadi konteks bersama tersebut tidak boleh berawal dan berbasis dari sebuah

dasar bersama (commond ground) yang dimiliki semua agama, seperti yang

diusulkan beberapa teolog, "common essence" (A. Toynbee) atau "universal faith"

(W.C. Smith, B. Lonergen) atau "mystical faith" (W. Stace, Th. Merton. F. Schuon).

Gagasan tersebut ditolak Knitter karena merupakan bentuk lain dari foundationalism

atau objectivism. Apa yang sama dalam berbagai masalah ini maupun dalam konteks

74 Menurut penulis, maksud Knitter dengan memaksakan pemahaman tentang Yang Ilahi

berarti sama seperti dengan imperialisme atau penjajahan keyakinan orang lain, sebab tidak semua

agama berbicara mengenai Yang Ilahi. Oleh karena itu, ia mengusulkan sebuah landasan etis bersama,

suatu tujuan bersama yang jelas dalam semua agama, tanggung jawab global. Tanggung jawab global

bagi Knitter, merupakan konteks yang dapat menyatukan berbagai agama-agama yang jelas berbeda,

walaupun dengan respon yang tidak satu. 75 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 286.

Page 87: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

79

yang dimaksudkan oleh Knitter76 adalah pengalaman atas kenyataan penderitaan

yang mengerikan, penderitaan yang menguras kehidupan dan membahayakan masa

depan umat manusia. Tetapi, penderitan bukan hanya meliputi manusia, melainkan

semua makhluk lainnya termasuk bumi. Bagi para teolog pembebasan, konteks

bersama ini adalah pengutamaan kaum miskin dan nonpribadi, artinya pengutamaan

untuk bekerja dengan dan untuk para korban dunia ini.77

Oleh karena keadaan yang memprihatinkan dari penderitaan-penderitaan

dunia ini, ada sekelompok orang yang berusaha merumuskan suatu etika global yang

dapat dipakai sebagai dasar yang dapat menuntut sikap bersama untuk mengatasi

semua krisis yang ada. Salah satunya adalah Hans Küng yang berpendapat bahwa

masalah-masalah yang mengancam manusia kini membutuhkan penanganan bersama

dan terpadu, namun hal itu tidak mungkin terjadi kecuali didasarkan pada dan

diarahkan oleh satu persetujuan bersama tentang tujuan etis dan cara-cara etis yang

dipakai untuk mencapai tujuan itu.

Etika global semacam itu, yang diperlukan untuk melestarikan aksi global

tidak bisa dirumuskan tanpa sumbangan agama. Dalam berbagai simbol dan naratif

yang sangat berbeda-beda, agama menawarkan kepada para pengikutnya suatu visi

76 Walaupun Knitter tidak setuju dengan “jembatan” filosofis-historis dan religius-mistik,

tampaknya Knitter sejalan dengan para teolog model mutualitas yang menggunakan jembatan etis-

praktis sebagaimana yang akan terlihat dalam pembahasan selanjutnya. 77 Lih Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama”, h. 288, Knitter, Satu Bumi

Banyak Agama, h. 84, dan Joas Adiprasetya, "Etikosenrisme Hans Kung dan Soteriosentrisme Paul F.

Knitter", h. 148.

Page 88: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

80

tentang pengharapan bahwa mereka dan dunianya bisa berbeda, bisa mengalami

transformasi, bisa menjadi lebih baik. Keyakinan religius bahwa visi pengharapan ini

bisa terlaksana didorong dan dikuatkan oleh energi yang dimiliki agama untuk

menjalankan keyakinan itu, menghimpun kita semua untuk tujuan itu, apa pun yang

terjadi. Inilah kontribusi dari visi dan energi yang dapat dan harus diberikan agama

dalam merumuskan dan menindaklanjuti suatu etika global.

Usulan Küng ini, walaupun barangkali lebih kompleks dari yang diduganya,

dan walaupun harus dilaksanakan dengan lebih berhati-hati dalam bentuk yang lebih

berbeda dari yang diusulkannya, merupakan pandangan yang akan diterima oleh lebih

banyak orang dan bangsa-bangsa di dunia ini. Masyarakat membutuhkan bentuk-

bentuk kerjasama etis baru yang bisa dipakai untuk melaksanakan dialog dan

konsensus etis yang baru, dan untuk inilah, semua agama – secara bersama-sama,

bukan sendiri-sendiri – memainkan peranan yang sangat penting.78

Dengan kata lain, apabila agama-agama dunia dapat menyadari kemiskinan

dan penindasan sebagai masalah bersama, apabila mereka dapat memiliki komitmen

bersama, yang diungkapkan dalam bentuk yang berbeda-beda, untuk menyingkirkan

kejahatan-kejahatan seperti itu, mereka akan mempunyai dasar untuk menyebrangi

ketidaksebandingan dan perbedaan-perbedaan mereka, untuk saling mendengar dan

memahami yang lain dan kemungkinan diubah di dalam prosesnya.

78 Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 101-108.

Page 89: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

81

Pemahaman tentang peranan sentral pengutamaan kaum miskin dan

nonpribadi di dalam dialog antar-agama berarti bahwa evolusi dalam sikap-sikap

Kristen terhadap agama-agama lain telah berkembang dari eklesiosentrisme kepada

kristosentrisme kemudian teosentrisme, sikap-sikap tersebut harus terus berlanjut

dengan apa yang disebut sebagai “kerajaan sentrisme” atau yang lebih universal

“soteriosentrisme.”79

Konteks bersama ini, berkaitan dengan pandangan Jon Sobrino mengenai

kristologi dan misi Yesus. Sebagaimana yang dikutip Knitter dalam bukunya

Menggugat Arogansi Kekeristenan, Sobrino menegaskan bahwa, Pertama, “Yesus

bukanlah yang pokok pada diri-Nya sendiri” (kristosentris), kedua, “Yang pokok bagi

Yesus tidak hanya Allah,” maksudnya adalah, Yesus tidak hanya mewartakan Allah,

Allah tidak hanya dan sama sekali tidak secara absolut merupakan referansi utama

Yesus (Teosentris), ketiga, “Pokok perhatian Yesus juga bukan Gereja atau Kerajaan

surga” (eklesiosentris). Namun “yang utama bagi Yesus adalah Kerajaan Allah”

(Soteriosentris).

80

79 Knitter memakai kata Yunani soteria sebagai istilah yang heuristik atau petunjuk arah

untuk menegaskan bahwa keperihatinan terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan dapat menjadi

titik berangkat atau pertemuan untuk berdialog. Lih Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 53, dan

Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama,” h. 291.

Kerajaan Allah yang dimaksud adalah realitas duniawi, yaitu

kerajaan Allah yang hadir di dunia dimana Yesus mengarahkan tindakan-Nya untuk

perbaikan, kesejahteraan, hidup yang lebih baik bagi orang-orang disekitarnya,

terutama yang menderita. Singkatnya, bagi Sobrino, Kerajaan Allah adalah “segala

80 Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 177.

Page 90: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

82

sesuatu yang memajukan kesejahteraan manusia dan menghilangkan penderitaan.”81

Pendekatan soteriosentris dapat dibedakan dari kristosentrime atau

teosentrisme, yaitu dalam soteriosentrisme adanya pengakuan yang eksplisit bahwa di

hadapan misteri soteria, tidak satu pun perantara atau sistem lambang yang mutlak.

Perspektif soteria yang diberikan oleh seorang perantara selalu terbuka untuk

diperjelas, dilengkapi, barangkali dikoreksi oleh pandangan-pandangan perantara-

perantara lain.

Dari penjelasan Jon Sobrino, yang dimaksud Knitter dengan soteria, yaitu upaya

mensejahterakan dan membebaskan orang-orang yang tertindas dari penderitaan,

termasuk penderitaan dunia, dalam istilah Knitter, eko-manusiawi.

82

Knitter megajukan kriteria soretiosentris, di mana tidak perlu menggiring pada

suatu bentuk fondasionalisme di luar praksis pembebasan dan dialog. kriteria

soteriosentri berfungsi sebagai sebuah perangkat yang heurustis dan bukan sebagai

sebuah basis yang didefinisikan. Kriterianya dapat dikenal hanya di dalam praksis

sesungguhnya dalam bergumul untuk mengatasi penderitaan dan penindasan dan

hanya dalam praksis dialog. Misalnya, apa cara terbaik untuk menghapuskan

penderitaan dan penindasan? Analisis sosial-budaya apakah yang dibutuhkan?

Transformasi pribadi atau perubahan kesadaran apakah yang dibutuhkan?

Pengutamaan kaum miskin tidak meberikan jawaban-jawaban yang sudah

baku terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun, titik tolak untuk bergumul

81 Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 179-180. 82 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama”, h. 298.

Page 91: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

83

bersama, menuju jawaban-jawaban yang diberiakan dalam pengutamaan fundamental

untuk, dan dalam komitmen kepada, kaum tertindas. Meskipun kemungkinan ada

kesepakatan umum tentang bagaimana meningkatkan keadilan dan menyingkirkan

penindasan, setaip agama atau tradisi akan mempunyai pemahamannya sendiri

tentang apa yang dilahirkan oleh soteria atau pembebasan.83

Jadi, untuk menghindari relativisme, imperialisme dan fondasionisme, Knitter

mengajukan semacam esensi bersama atau pengalaman religius yang sama ataupun

suatu tujuan bersama yang jelas dalam semua agama. Konteks bersama akan

membantu agama-agama untuk menilai satu sama lain. Konteks bersama tersebut

adalah soteriasentris (Kerajaan Allah). Kerajaan Allah yang dimaksud adalah realitas

duniawi, yaitu kerajaan Allah yang hadir di dunia dimana Yesus mengarahkan

tindakan-Nya untuk perbaikan, kesejahteraan, hidup yang lebih baik bagi orang-orang

disekitarnya, terutama yang menderita, termasuk bumi yang semakin lama semakin

rusak. Konteks ini lebih dikenal dengan sebutan tanggung jawab global. Meletakkan

tanggung jawab global sebagai konteks bersama, bukanlah sebagai pereduksian

agama pada moralitas. Namun, berdasarkan unsuru-unsur hakiki yang ada dalam

agama, yaitu spirit transformatif. Agama-agama pada dasarnya bertujuan mengantar

orang pada transformasi diri, disamping itu faktanya bahwa ajaran agama memilki

sumber etis yang tidak hanya mengarah pada dunia lain (eskatologi).

83 Knitter, “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama”, h. 295-297.

Page 92: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

84

D. Dialog Korelasional dan Tanggung Jawab Global

Setelah membahas bagaimana Knitter memahami agama-agama lain tanpa

meninggalkan kesetiannya terhadap kesaksian Kristus, ia juga menawarkan suatu

konteks bersama, di mana semua agama dapat memberikan respon mereka yang

berbeda-beda, suatu tanggung jawab bersama terhadap penderitaan eko-human.

Seluruh gagasan teologis Knitter itu akhirnya berakhir pada, apa yang disebutbya

sebagai, dialog korelasional yang bertanggung jawab secara global. Oleh karena itu,

penulis akan sedikit mereview rumusan teologi agama-agama Knitter, kemudian

dihubungkan dengan dialog antar-agama sebagai tujuan dasar teologi Knitter.

Ada dua kata kunci penting di sini. Pertama, kata korelasional, yang berarti

hubungan dialogis dua arah dan dilakukan dalam suatu komunitas yang egaliter dan

bukan hierarkis. Tidak boleh ada pihak yang lebih unggul (kelemahan dasar

eksklusivisme), apalagi yang menjadi "norma" (kelemahan dasar inklusivisme yang

bersandar pada Kristus sebagai norma). Dialog juga sebaiknya tidak berhenti pada

relativisme (kelemahan dasar pluralisme).

Dengan demikian, dialog semacam ini berupaya melaksanakan suatu dialog

yang benar-benar korelasioanal antar agama, suatu dialog di mana semua pihak bisa

Page 93: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

85

saling mendengar dan menantang, suatu hubungan dialogis yang otentik dan sungguh

timbal-balik di antara komunitas-komunitas agama di dunia.84

Kedua, tanggung jawab global. Bagi Knitter, tanggung jawab global harus

merupakan konteks, basis, titik berangkat, atau sasaran semua praktek dialog antar-

agama. Melaksanakan suatu dialog antar-agama yang soteriosentris yang memiliki

tanggungjawab global sebagai konteksnya, titik berangkatnya, dan tujuannya adalah

mengusulkan suatu dialog di mana praksis memainkan peranan penting. Mitra dialog

tidak boleh hanya berbicara tentang tradisi religius mereka masing-masing tetapi juga

tentang bagaimana tradisi itu bisa dipahami dan perlu dipahami ulang dalam dunia

kontemporer kita.

Dialog harus menghubungkan tradisi kita dengan pengalaman kita dan dunia

ini. Penderitaan itu universal dan bersifat langsung sehingga menjadi ranah yang

sangat cocok, dan diperlukan untuk membangun suatu dasar bersama dalam

melaksanakan perjumpaan antar-agama. Oleh karena itu, suara korban yang

tersingkir, termasuk mereka yang berbicara atas nama Bumi yang dikorbankan,

memiliki tempat terhormat dalam dialog, bukan karena mereka begitu berbeda, tetapi

karena perbedaan mereka menantang dan bisa merusak atau mengalihkan kesadaran

kita.85

Dengan kata lain, tanggung jawab global menjadi "kunci teologis untuk

mendengar dan memahami Injil dalam keterbukaan yang lebih dialogis terhadap

84 Knitter, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 50. 85 Knitter, satu Bumi Banyak Agama, h. 122-135.

Page 94: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

86

agama-agama lain", sekaligus sebagai “kunci hermeneutis untuk mendengar dan

memahami keberlainan dan perbedaan-perbedaan yang ada dalam berbagai jalan

rohani lainnya.”86

Senada dengan Hans Küng mengenai etika global, bahwa keprihatinan bagi

suatu dialog harus dipadukan dengan keprihatinan terhadap keadilan. Dengan kata

lain, dialog antar-agama harus memasukkan masalah etis di balik penderitaan

manusia dan bumi sebagai agenda yang paling mendesak.

Bagi Knitter, kebutuhan akan teologi seperti itu merupakan upaya

kekristenan dalam menjawab tantangan zaman yang paling krusial pada abad ini.

87

Penderitaan manusia dan lingkungan dapat menjadi konteks dan kriteria

bersama bagi semua umat beragama untuk menilai berbagai klaim kebenaran religius,

karena hal tersebut universal dan langsung. Sifatnya yang langsung ini memampukan

agama-agama untuk saling menatap dan bertanya dan kemudian bergabung dalam

penilaian bersama terhadap kebenaran. Namun, dapatkah soteria benar-benar

berfungsi sebagai kaca mata bersama di antara berbagai umat beragama yang jelas-

jelas memilki cara pandang yang berbeda terhadap penderitaan manusia dan

lingkungan?

Oleh karenanya, tidaklah cukup bahwa para peserta dialog antar-agama hanya

“mengingat” kenyataan penderitaan, korban ketidakadilan manusiawi dan ekologis.

Yang menderita, para korban, harus turut menentukan agenda dialog, prosedur,

format, tempat dan juga bahasanya. Dengan kehadiran aktif suara mereka yang

86 Knitter, satu Bumi Banyak Agama, h. 53. 87 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 14-15, Menggugat Arogansi Kekeristenan, h. 39-42.

Page 95: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

87

menderita dalam wacana antar-agama, para peserta bisa menerapkan kriteria etis-

politis88

Jadi dengan proses dialog ̶ di mana satu visi keadilan bias memperlembut ,

mengkritik, dan memperdalam yang lain sehingga setiap visi menjadi lebih kaya

dalam pemahaman dan penerapan ̶ keadilan bukan hanya ditegaskan, tetapi juga

diciptakan. Refleksi tentang kesejahteraan manusia dan lingkungan sebagai kriteria

relatif-absolut semacam ini bisa berwawasan, bahkan juga inspiratif.

dengan lebih realistis dan efektif terhadap penderitaan yang dialami eko-

manusiawi. Jadi, terutama dalam tingkat praktis ini, umat beragama dapat mengalami

klaim kebenaran mereka sebagai absolut dan relatif. Absolut, ketika klaim mereka

terhadap keadilan mengharuskan menolak klaim-klaim dari yang lain, pada saat yang

sama mereka juga merangkul yang lain dan siap belajar dari yang lain tersebut

(relatif).

89

Dialog selalu merupakan langkah kedua, setelah praksis pembebasan, seperti

apa yang dikatakan oleh para teolog pembebasan (teologi selalu merupakan langkah

kedua). Melihat pembahasan sebelumnya, Knitter sangat menekankan praksis dalam

teologi agama-agama, dan ini berdampak pada dialog yang juga harus didasarkan

pada praksis. Ketika umat beragama berbagi pergumulan bersama sebagai umat

beragama, mereka akhirnya akan berbicara tentang agama. Mereka akan berbagi apa

88 Kriteia ini bisa lebih dimengerti melalui pertanyaan, “Bagaimana pengalaman dan

keyakinan keagamaan kita bisa membuat dunia menjadi lebih baik, baik untuk kepentingan-

kepentingan kita dan masyarakat?” 89 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 184-190.

Page 96: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

88

yang menggerakkan dan menuntun mereka dalam ketekunan mereka mengobati

penderitaan sesama dan bumi ini. Dari hal itu lah dialog praksis diarahkan.

Di dalam metode yang liberatif atau yang bertanggungjawab secara global,

roda hermeneutik berputar dengan empat jari-jari yang terus-menerus saling

mengajak dan membantu. Semua kata yang menggambarkan empat jari-jari ini mulai

dengan awalan atau preposisi cum (“with”) yang diinggriskan: com-passion,

conversion, col-laboration, com-prehension.90

Compassion (belas kasih) adalah gerakan pertama menuju perjumpaan antar-

umat berbeda agama. Mereka yang merasakan hal tersebut akan mendapatkan diri

mereka terhubung dua arah: dengan para korban dan dengan mereka yang

menanggapi dengan belas kasih yang sama. Dari sinilah, awal prinsip persatuan dapat

ditemukan antar berbagai agama.

Conversion91

90 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 199-202.

(pertobatan) yaitu merasa bersama, dan bagi sesama yang

menderita berarti merasa diklaim oleh mereka. Mereka bukan hanya menyentuh

perasaan kita, tetapi juga mengajak kita memberi tanggapan. Sesungguhnya, merasa

berbelas kasih berarti bertobat; hidup kita berbalik dan berubah. Maksudnya adalah,

adanya suatu keinginan untuk bersama-sama dengan berbagai agama lain yang juga

91 Menurut penulis, conversion semacam kesadaran terhadap penderitaan orang lain atau lebih

dikenal dengan istilah empati yang menuntut tanggapan dari berbagai pihak.

Page 97: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

89

mengalami conversion, ketika mereka yang menderita “menuntut” tanggapan

terhadap penderitaan dan ketidakadilan yang mereka derita.92

Namun ini adalah pertobatan bersama. Jadi dalam pertemuan-pertemuan awal

dari satu dialog liberatif, umat berbeda agama akan berbicara tentang bagaimana

mereka merasa berbelas kasih dan bagaimana mereka merasa diubah oleh berbagai

pengalaman ketidakadilan atau penderitaan manusia dan lingkungan atau bagaimana

mereka sendiri menjadi korban. Hal ini yang membuat mereka dapat berkumpul

bersama dan memberi tanggapan dengan jalan masing-masing.

Collaboration (kolaborasi). Rasa belas kasih terhadap penderitaan dan

bertobat atas penyebabnya akan memungkinkan lahirnya tindakan, yaitu suatu

kolaborasi terhadap penderitaan. Di sinilah letaknya pusat praksis liberatif yang akan

mempererat ikatan eksistensial manusia di antara umat yang berbeda latar belakang

agama. Praksis ini menunjuk agar sesudah menyetujui masalah-masalah yang akan

ditangani, para peserta dialog berupaya mengidentifikasi dan memahami asal-usul

atau penyebab masalah-masalah tersebut. Ini membutuhkan semacam analisis sosio-

ekonomi bersama.93

Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk saling mendengarkan analisis dan

usulan masing-masing yang berakar di dalam dan ditopang oleh sikap belas kasih

terhadap mereka yang menderita. Jadi, keprihatinan utama yang mengarahkan

pembicaraan bukanlah keinginan masing-masing untuk memperkenalkan agenda atau

92 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 203. 93 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 204-205.

Page 98: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

90

keyakinan religius masing-masing, tetapi keinginan untuk menghapus penderitaan

dan memperbaiki keadaan. Lebih efektif lagi, segala upaya yang dilakukan oleh

berbagai agama dalam membangun kolaborasi dari dalam kepelbagaian analisis dan

rencana akan dituntun dan selalu dikoreksi oleh para korban dan kaum miskin yang

tengah berjuang. Mereka berfungsi sebagai “wasit” di antara berbagai pemikiran

umat beragama yang berbeda-beda.

Comprehension (pemahaman), terlaksana setelah berbagai agama ini

bertindak dan merasakan penderitaan para korban dari bumi ini, kini mereka akan

merenungkan dan berbicara tentang berbagai keyakinan dan motivasi religius mereka.

Mereka mulai berusaha “mendengar kembali” atau “meninjau ulang” kitab suci,

keyakinan dan kisah masing-masing serta kemudian menjelaskannya bukan hanya

kepada mereka sendiri, tetapi juga kepada orang lain tentang apa yang menggerakkan

dan menuntun serta melestarikan sikap belas kasih, pertobatan, dan kolaborasi

mereka demi kesejahteraan manusia dan lingkungan.94

Dengan demikian, keempat komponen tersebut ̶ compassion, conversion,

collaboration, comprehension ̶ dapat menghasilkan penegakan keadilan, dan tidak

hanya itu, komunikasi dan saling pengertian di antara berbagai agama akan semakin

terjalin dengan baik.

Menurut Knitter, agama-agama di dunia ini harus bersekutu (bersatu), bukan

untuk membentuk suatu agama tunggal (absolut), tetapi suatu komunitas dialogis dari

94 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 205-207.

Page 99: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

91

berbagai komunitas. Oleh karena itu diperlukan komunitas basis manusiawi seperti,

Parlemen Agama-Agama Sedunia (World Parliament of Religions) di Chicago 1993

dan di Cape Town tahun 1999. Dalam perkumpulan itu, para tokoh agama-agama

besar dunia menekankan akan pentingnya kerjasama antar agama.95

Komunitas basis manusiawi diharapkan bukan hanya sebagai suatu sarana

berbagai agama untuk menaggapi penderitaan manusia dan lingkungan, tetapi juga

sebagai salah satu cara untuk mencegah penyalahgunaan agama, seperti

pengeksploitasian agama untuk tujuan-tujuan politik yang terdapat di India. Jadi hal

pertama yang dilakukan dalam membangun komunitas berbasis manusiawi yang

terdiri dari banyak umat beragama yang berbeda-beda, adalah mencurigai kejahatan

yang telah terjadi atau sedang terjadi atas nama agama. Dalam komunitas ini, upaya

mereka untuk saling berinteraksi harus juga melibatkan keprihatinan bersama tentang

kesejahteraan manusia dan ekologi.

96

Jadi prioritas utama sebagai tipe dialog yang liberatif dan bertanggungjawab

secara global adalah dialog aksi. Akan tetapi, walaupun demikian dialog semacam itu

harus juga mencakup dialog studi dan dialog spiritualitas agar dapat kuat dan

berputar.

97

Dengan demikian, dialog korelasional dan bertanggung jawab global yang

diusung Knitter adalah suatu dialog di mana semua pihak bisa saling mendengar dan

95 Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama, h. 9. 96 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 208-221. 97 Kintter, Satu Bumi Banyak Agama, h. 221-222.

Page 100: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

92

menantang, suatu hubungan dialogis yang otentik dan sungguh timbal-balik di antara

komunitas-komunitas agama di dunia, serta bertanggung jawab terhadap pembebasan

dan keadilan eko-manusiawi. Oleh karena itu, suara korban yang tersingkir, termasuk

mereka yang berbicara atas nama bumi yang dikorbankan, memiliki tempat terhormat

dalam dialog.

Dalam metode dialog, Knitter mengajukan empat langkah, compassion,

conversion, collaboration dan comprehension yang berlangsung dalam komunitas

basis manusiawi. Diharapkan komunitas basis manusiawi, setelah melalui langkah-

langkah tersebut, akan saling memahami satu sama lain, bersama-sama menanggapi

penderitaan manusia dan lingkungan serta mampu mencegah penyalahgunaan agama.

Dengan melihat teologi agama-agama Knitter, penulis berpendapat bahwa

Knitter adalah seorang teolog yang selalu gelisah dan sangat berhati-hati terhadap apa

yang diyakininya. Ia juga seorang yang selalu ingin berubah menjadi lebih baik lagi,

dinamis dan tidak fanatik terhadap pandangan tertentu.

Sikap Knitter terhadap agama-agama lain yang selalu berubah dan dinamis,

merupakan pengaruh dari Whitehead, seorang filosof yang mengedepankan filsafat

proses dalam metode filsafatnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari perspektif

teologis Knitter terhadap agama lain yang selama perjalanan hidupnya selalu

berubah-ubah, dari eksklusif, inklusif, pluralis, dan akhirnya pluralis yang

korelasional, yang ia ceritakan secara jujur dalam autobiografisnya pada Satu Bumi

Banyak Agama dan Menggugat Arogansi Kekeristenan.

Page 101: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

93

Knitter juga termasuk orang yang berani mengkritik pandangan teolog-teolog

lain seperti John Hick dengan relativismenya, Hans Küng dengan finalitas Kristus,

dan Scubert Odgen yang hanya berani menyatakan adanya kemungkinan kebenaran

dalam agama-agama lain. Meskipun hal tersebut tidak murni dari pemikirannya

sendiri, Knitter mengakui bahwa pemikirannya tersebut merupakan “adopsi” dari

berbagai perspektif teologi yang diramunya sehingga melahirkan teologi korelasional

yang bertanggung jawab global.

Menurut penulis, kekurangan dari teologi agama-agama Knitter adalah

penekanannya pada sisi sosiologis dari pada teologis. Sedangkan teologi agama-

agama seharusnya lebih banyak berbicara pada tataran teologis. Terlepas dari itu,

suatu hal yang menarik dari Knitter adalah bahwa ia tidak hanya seorang pemikir,

akan tetapi ia juga termasuk seorang aktivis. Hal ini dapat dilihat dari

keikutsertaannya pada aksi kemanusiaan di El-Savador dan India.

Page 102: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

94

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Knitter menyadari bahwa ada banyak agama yang benar dan

menyelamatkan dan bahwa agama Kristen merupakan salah satu cara di mana

Allah menyentuh dan merubah dunia, sebagaimana Hick berpendapat bahwa

agama-agama adalah respon manusia terhadap Yang Nyata, namun tetap

menekankan diversitas agama-agama, bahwa agama-agama itu berbeda termasuk

dalam tujuan dan keselamatan. Selain mengakui eksistensi agama lain, umat

Kristen juga harus tetap melihat ada perbedaan besar antara Kristen dan agama

lain yang tidak mungkin disatukan, sehingga setiap agama meyakini doktrin

agama mereka masing-masing, namun tetap terbuka terhadap perbedaan tersebut.

Selanjutnya untuk mengenal dan memahami agama lain dilakukan melalui dialog

yang korelasional, dimana setiap agama memiliki hak yang sama dalam

berdialog, tidak ada yang mendominasi agama lain.

Dengan demikian, ketika berdialog setiap agama tidak perlu

menanggalkan keunikannya masing-masing sebagai komitmen terhadap agama

yang dianutnya. Akan tetapi, yang perlu dihilangkan adalah sikap eksklusif dan

inklusif dari setiap agama.

Bagi Knitter, pengakuan akan nilai agama-agama lain tidak mengurangi

kesetiaan umat Kristen terhadap Kristus, bahkan memampukan mereka untuk

Page 103: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

95

mengaktualisasikan karya Yesus dalam keterlibatan dengan agama-agama lain.

Oleh karena itu, ia “menerjemahkan ulang” klaim kristologi tradisional tentang

keunikan Yesus. Dengan menekankan praksis dalam kristologi, klaim bahwa

Yesus satu-satunya, absolut, normatif, dan final harus ditolak, kemudian

memunculkan interpretasi baru bahwa Yesus “sungguh-sungguh, tapi bukan satu-

satunya”, bahwa pesan-Nya adalah sarana yang pasti untuk menghasilkan

pembebasan dari ketidakadilan dan penindasan, kemudian pesan-Nya itu memang

efektif, penuh pengharapan, secara universal merupakan cara yang bermakna

untuk menunjukkan Soteria dan mengembangkan kerajaan Allah. Dengan

demikian, Yesus akan menjadi unik, bersama-sama dengan para pembebas

lainnya yang juga unik, Ia akan menjadi juruselamat yang universal, bersama-

sama dengan para juruselamat lain yang universal.

Knitter berpendapat bahwa memaksakan pemahaman tentang Yang Ilahi

berarti sama seperti dengan imperialisme atau penjajahan keyakinan orang lain,

sebab tidak semua agama berbicara mengenai Yang Ilahi. Oleh karena itu, ia

mengusulkan sebuah landasan etis bersama, suatu tujuan bersama yang jelas

dalam semua agama, tanggung jawab global. Tanggung jawab global, bagi

Knitter, merupakan konteks yang dapat menyatukan berbagai agama-agama yang

jelas berbeda, walaupun dengan respon yang tidak satu.

Teologi agama-agama Knitter tidak dapat dipisahkan dari dialog antar

agama, karena dialog merupakan sarana untuk mempelajari lebih dalam keyakian

pribadi maupun keyakinan orang lain. Oleh karena itu, Knitter mengusung suatu

Page 104: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

96

bentuk dialog korelasional dan bertanggung jawab global, di mana semua pihak

bisa saling mendengar dan menantang, suatu hubungan dialogis yang otentik dan

sungguh timbal-balik di antara komunitas-komunitas agama di dunia, serta

bertanggung jawab terhadap pembebasan dan keadilan eko-manusiawi. Atas dasar

tersebut, suara korban yang tersingkir, termasuk mereka yang berbicara atas nama

Bumi yang dikorbankan, memiliki tempat terhormat dalam dialog.

Dalam metode dialog, Knitter mengajukan empat langkah, compassion,

conversion, collaboration dan comprehension yang berlangsung dalam komunitas

basis manusiawi. Diharapkan komunitas basis manusiawi, setelah melalui

langkah-langkah tersebut, akan saling memahami satu sama lain, bersama-sama

menanggapi penderitaan manusia dan lingkungan serta mampu mencegah

penyalahgunaan agama.

B. Saran

Agar tercipta pola hubungan antar-agama yang relasional, dialogis dan

peduli terhadap penderitaan bangsa Indonesia, penulis mengharapkan pemerintah

bersama tokoh agama duduk bersama mencari solusi yang tepat untuk

menyelesaikan berbagai masalah hubungan antar agama yang kurang harmonis.

Salah satu contohnya adalah, penguatan fungsi, revitalisasi, FKUB dalam

menyelesaikan perseteruan antar agama.

Selain itu, penulis berharap forum dialog antar umat agama ditingkatkan,

mulai dari tingkat desa hingga perkotaan yang tidak hanya berbicara tentang

Page 105: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

97

keyakinan masing-masing pemeluk agama, tetapi juga berusaha mencari solusi

terbaik bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia yang tertindas dan juga

mengenai problem-problem mendasar dari kerusakan lingkungan.

Page 106: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

DAFTAR PUSTAKA

Adiprasetya, Joas. "Etikosenrisme Hans Küng dan Soteriosentrisme Paul F.

Knitter". Dalam Soegeng Hardiyanto. Agama dalam Dialog: Pencerahan, Perdamaian dan Masa Depan. Punjung Tulis 60 Tahun Prof. DR. Olaf Herbert Schumann. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Coward, Harold. Pluralisme, Tantangan bagi Agama-Agama. Terj. Bosco

Carvallo. Yogyakarta: Kanisius, 1989. Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Cet 1. Jakarta: Lembaga

Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997. Deklarasi Vatikan II: Asas Pendidikan Kristen, Sikap Gereja Terhadap Agama-

Agama Bukan Kristen, Kebebasan Beragama. Ende: Arnoldus Ende Flores, 1966.

Dokumen Konsili Vatikan II. Terj. R. Hardawiryana. Jakarta: Yayasan Obor,

1993. Hick, John. Tuhan Punya Banyak Nama. Terj. Amin Ma’ruf dan Taufik

Aminuddin. Yogyakarta: Dian/ Interfidei, 2006. ________. “Religious Pluralism”. Dalam Mircea Eliade, ed. In Chief, The

Encyclopedia of Religion. 16 Volume. New York: Macmillan Library Reference, 1995, 11: 331-333.

Heuken, Adolf. Ensiklopedia Gereja, Jilid III: H-J. Edisi ke-4. Jakarta: Yayasan

Cipta Loka Caraka, 2004. ________. Ensiklopedi Gereja, Jilid VII: Pi-Sek. Jakarta: Yayasan Cipta Loka

Caraka, 2005. ________. Ensiklopedi Gereja, Jilid IV: Ph- To. Jakarta: Yayasan Cipta Loka

Caraka, 1994. Kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga. Inggris-indonesia indonesia-inggris,

(Jakarta: Erlangga, 1993) Kh., U. Maman, et. al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik. Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada, 2006. Knitter, Paul F.. Pengantar Teologi Agama-Agama. Terj. Nico A. Likumahua.

Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Page 107: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

________. Menggugat Arogansi Kekeristenan. Terj. M. Purwatman. Yogyakarta:

Kanisius, 2005. ________. “Menuju Teologi Pembebasan Agama-Agama”. Dalam John Hick &

Paul F. Knitter, ed. Mitos keunikan Agama Kristen. Terjemahan. Jakarta: PT PBK Gunung Mulia, 2001.

________. No Other Name? A Critical Survey of Christian Attitudes toward

World Religions. Maryknoll: Orbis, 1985. ________. Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

Global. Terj. Nico A. Likumahua. Jakarta: Gunung Mulia, 2008. Moqsith Ghazali, ABD. Argumen Pluralismee Agama: Membangun Toleransi

Berbasis Al-Qur’an. Depok: KataKita, 2009. Munawar Rachman, Budi. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.

Jakarta: Paramadina, 2001. O’Colins, Gerald dan Farrugia, Edward G. Kamus Teologi. Terj. I. Suharyo.

Yogyakarta: Kanisius, 1996. Pannikar, Raimundo. Dialog Intrarelogius. Terj. J. Dwi Helly Purnomo dan P.

Puspobinatmo. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Perjanjian Baru, Mazmur dan Amsal. Cet ke-3. Jakarta: Lembaga Alkitab

Indonesia, 2008. Rianto, Armada. Dialog Agama Dalam Pandangan Gereja Katolik. Yogyakarta:

Kanisius, 1995. Salim, Peter. Salim's Ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary. Jakarta:

Modern English Press, 2000. Siburian, Togardo “Tren-Tren Teologis dalam Spirit Pascamodernisme”. Dalam

Jurnal Teologis Stulos. Bandung: Yayasan STT Bandung, September 2009.

Sukanto, Suryono. Kamus Sosiologi. cet. 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

1993. Swidler, Leonard dan Paul Mojzez, ed.. The Uniqueness of Jesus: A Dialogue

with Paul F. Knitter. Maryknoll: Orbis Books, 1997. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. cet. 3. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Page 108: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DALAM PEMIKIRAN PAUL F. · PDF fileD. Dialog Korelasional dan ... yaitu suatu pertaruhan eksistensial yang meminta keterlibatan ... Fakta sejarah menceritakan bahwa

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: CeQDA UIN Jakarta, 2007.

Whaling, Frank. “Pendekatan Teologis”. Dalam Peter Connolly, ed. Aneka

Pendekatan Studi Agama. Terj. Imam Khoiri. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2002.

Website : Paul F. Knitter, artikel diakses pada 03 Juni 2010 dari situs resmi

Union Theological Seminary New York, http://www.utsnyc.edu/Page.aspx?pid=381