Teodas Uji Disolusi

8
UJI DISOLUSI Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing- masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing-masing monografi uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji pelepasan obat (961), kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. (FI IV, 1083). Alat 1 alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 370 ± 0,50 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi

description

teodas

Transcript of Teodas Uji Disolusi

Page 1: Teodas Uji Disolusi

UJI DISOLUSI

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera

dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan

bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak

kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa

sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing-masing monografi uji disolusi atau uji waktu

hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara

pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji pelepasan obat (961), kecuali

dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. (FI IV, 1083).

Alat 1 alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan

lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang

berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran

sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 370 ± 0,50 selama

pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian

dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan,

goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk.

Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian

berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola,

tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal

1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat

digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga

sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah, berputar dengan halus

dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga

memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan

kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.

(FI IV, 1084).

Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi

bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan table penerimaan.

Lanjutkan pengujian samapai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2.

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing

Page 2: Teodas Uji Disolusi

monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam table

adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q.

Uji kehancuran yang tercantum dalam seluruh farmakope merupakan criteria kualitas

penting untuk peroralia (Tablet, Dragee, Granulat, Kapsul), meskipun informasinya bagi

ketersediaan hayati sangat terbatas. Kehancuran total menjadi persyaratan yang baik bagi

pelepasan, meskipun bahan penolong dapat memblokir bahan obat sehingga pelepasannya dari

produk yang telah hancur sangat dihambat. Oleh karena kecepatan melarut zat aktif seringkali

menjadi tahap penentu kecepatan untuk proses resorpsi, maka uji pelarutan (dissolution-test)

memberikan informasi yang lebih akurat. Hal itu dapat dilakukan menggunakan alat uji

kehancuran otomatik yang umum, dimana pengamatan tidak ditujukan kepada kehancuran

bentukan kecil, melainkan pada jumlah bahan obat dalam interval waktu tertentu, yang melarut

dalam cairan uji (cairan pencernaan buatan) dari seluruh atau pecahan sediaan obat, yang

dideteksi secara analitik. Hubungan antara bahan obat terlarut (%) terhadap waktu dilukiskan

dalam bentuk grafik kurva pelarutan. Penentuan kecepatan pelarutan pada preparat depo (lama

percobaan 8 jam, cairan pencernaan 37˚C) dan khususnya pada jenis tablet, dimana kehancuran

tablet tidak terjadi (tablet perancah), menjadi alternatif tertinggi.

Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak

kurang dari Q + 5%

S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 +

S2) adalah sama dengan atau

lebih besar dari niali Q dan tidak

satu unit sediaan yang lebih kecil

dari Q-15%

S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 +

S2 +S3) adalah sama dengan atau

lebih besar dari Q, tidak lebih

Page 3: Teodas Uji Disolusi

dari 2 unit sediaan yang lebih

kecil dari Q-15% dan tidak satu

unit pun yang lebih kecil dari Q-

25%

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada tempat

absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul

tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat salam

slauran lambung usus. Dalam hal ini di mana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah

medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan

dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Anief, 1997).

Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan

mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang

membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi.

Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan

berhubungan dengan membran biologis serta absorpsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus

meninggalkan lapisan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari

permukaan partikel obat dan proses absorpsi tersebut berlanjut (Martin, et. al., 2008).

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan

sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorpsi terutama

akan tergantung pada kesanggupannya menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi

untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk

dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju

dalam proses absorpsi. Perlahan-lahan obat-obat yang larut tidak hanya bisa diabsorpsi pada

suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorpsi atau dalam beberapa

hal banyak yang tidak diabsorpsi setelah emberian oral, karena batasan waktu alamiah bahwa

obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus. Dengan demikian, obat-obat yang sukar

larut atau produk obat yang formulasinya buruk bisa mengakibatkan absorpsi tidak sempurna

dari obat tersebut serta lewatnya dalam bentuk tidak berubah-keluar sistem melalui feses

(Lachman, et. al., 1994).

Page 4: Teodas Uji Disolusi

KECEPATAN PELARUTAN

Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu.

Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897 dan

diformulasikan secara matematik sebagai berikut :

dcdt

=k (Cs−Ct )

dc / dt = kecepatan pelarutan ( perubahan konsentrasi per satuan waktu )

Cs = kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut )

Ct = konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t

K = konstanta yang membandingkan koefisien difusi, voume larutan

jenuh dan tebal lapisan difusi (Martin, et. al., 2008).

Persamaan tersebut menyatakan bahwa tetapnya luas permukaan dan konstannya suhu,

menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari gradien konsentasi antara konsentasi jenuh

dengan konsentrasi pada waktu t (Martin, et. al., 2008).

Pada saat melarutnya zat padat di sekelilingnya akan terbentuk lapisan tipis dari larutan

jenuhnya, dari lapisan ini akan terjadi difusi ke bagian sisi larutan di sekitarnya. Dengan

mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Nernst, Brunner dan Bogoski

dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret (Martin, et. al.,

2008).

dcdt

=D F (Cs−Ct )

h V

dc / dt = Kecepatan pelarutan

D = Koefisin difusi bahan obat dalam bahan pelarut (lapisan difusi)

F = Permukaan partikel bahan obat tak larut

h = Tebal lapisan difusi yang mengelilingi partikel bahan obat

V = Volume larutan

Cs = Konsentrasi jenuh

Ct = Konsentrasi bahan obat pada waktu t (Martin, et. al., 2008).

Kecepatan pelarutan ternyata berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat,

koefisien difusi, serta berbanding lurus juga dengan turunnya konsentrasi pada waktu t.

Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi (Anief, 1997).

Page 5: Teodas Uji Disolusi

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. UGM Press. Yogyakarta.

Ansel, C. H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida

Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan

RI. Jakarta.