Tentang Bullying
-
Upload
farhahd-saja -
Category
Documents
-
view
247 -
download
0
description
Transcript of Tentang Bullying
Tentang Bullying
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus penganiyayaan di SMK Tanjungsari, dua pelajar ditetapkan sebagai
tersangka
Wonosari (Kedaulatan Rakyat) – setelah melakukan penyelidikan terhadap kasus
penganiyayaan terhadap Bangun Gagah Perkasa (14) pelajar SMKN 1 Tanjungsari
Logandeng Playen petugas Polsek Playen akhirnya menetapkan dua orang sebagai
tersangka yakni Yan (15) dan Jon (15) yang tak lain senior korban.
Penetapan tersangka tersebut dilakukan menyusul keterangan dari 8 saksi yang
menyatakan keduanya melakukan pemukulan terhadap korban beberapa kali di bagian
perut. “Meski demikian, kedua tersangka belum kami tahan. Karena dari pihak sekolah
sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan dan keduanya tidak akan
mempersulit jalannya pemeriksaan, “ujar Kapolsek Playen AKP Luthfi, Selasa (7/8).
Proses pemeriksaan juga telah disesuaikan oleh dugaan keterlibatan anak yang
masih berstatus dibawah umur. “Proses hukum sudah kami lakukan dan telah didukung
dengan barang bukti, saksi dan visum dokter RSUD Wonosari. Kedua tersangka tersebut
dikenakan pasal 70 KUHP yakni melakukan penganiyayaan secara bersama-sama yang
menyebabkan orang lain mengalami luka,” imbuhnya.
Terpisah Ketua Komisi D DPRD Gunungkidul, Drs. Supriyadi, juga sepakat dengan
langkah-langkah yang diambil kepolisian. “Jika memungkinkan penanganan agar
mengedepankan azas masa depan anak dengan sanksi bisa menimbulkan kesadaran
untuk tidak mengulangi perbuatannya dan menimbulkan efek jera. Dengan demikian
masing-masing pihak tidak ada yang terganggu dalam proses belajarnya, “ harapnya.
(Dikutip dari Koran Kedaulatan Rakyat)
1.2 Rumusan Masalah
1) Teori apa saja yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah yang terjadi?
2) Bagaimana pembentukan kepribadian anak oleh keluarga dan lingkungan?
3) Bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak yang melakukan tindakan?
4) Faktor apa yang mungkin mendorong anak melakukan tindakan penganiyayaan?
5) Bagaimana solusi yang tepat untuk masalah tersebut?
1.3 Tujuan
1) Dapat mengetahui teori yang sesuai dengan kasus yang ada.
2) Dapat menelusuri pola asuh yang diterapkan oleh orang tua siswa yang melakukan
tindakan penganiyayaan.
3) Dapat mengetahui kepribadian anak secara detai dilihat dari kasus dan teori yang
mendasari.
4) Dapat mengetahui faktor pendorong anak melakukan penganiyayan.
5) Dapat menemukan solusi yang tepat dan membantu bagi yang bersangkutan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bullying
Bullying adalah suatu tindakan penindasan yang dilakukan oleh satu orang atau
lebih kepada seorang lainnya. Bullying sendiri ada bermacam-macam bentuk, seperti :
a. Bullying yang tidak langsung, biasanya orang yang melakukan tindakan bullying
secara tidak langsung ini mereka mengolok-olok korbannya dengan perkataan yang
menyakitkan, menghina, mencaci maki, mengucilkan korban saat di sekolah, atau
bisa juga meneror korban melalui alat komunikasi, dan tak jarang ada yang
menghinanya atau mencaci maki melalui media sosial.
b. Bullying yang secara langsung, yaitu tindakan penindasan yang dilakukan pelaku
kepada korbannya secara langsung atau secara tatap muka. Misalnya dengan
mengancam, memukul, menganiyaya, mengompas dan lain sebagainya.
2.2 Teori dari Para Ahli
1. Teori Kepribadian Sigmund Freud
Pendapat Freud menyatakan bahwa pengalaman masa kecil sangat menentukan atau
berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Freud sangat membenci dan bahkan
dia memusuhi ayahnya. Dia begitu karena dia memiliki alasan, bahwa semasa dia kecil
ayahnya selalu keras pada dia dan bersikap otoriter (Syamsu Yusuf dan Juntika N, 2011 :
40)
2. Hall & Lindzey
Mengemukakan bahwa kepribadian adalah (1) keterampilan atau kecakapan sosial, dan
(2) kesan yang paling menonjol yang ditunjukan seseorang kepada orang lain (Syamsu
Yusuf dan Juntika N, 2007 : 3).
3. Teori dari George Kelly
Kepribadian dapat diartikan sebagai cara yang unik yang dilakukan oleh individu untuk
menunjukkan pengalaman-pengalaman yang ada dalam hidupnya (Rismawaty, 2008 : 3).
4. Teori Empirisme John Locke
Menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuannya dari pengalaman yang
didapatnya. Ketika manusia lahir dia putih seperti kertas Tabularasa, dan kelak saat anak
itu mulai tumbuh barulah dia akan melukiskan pengalaman yang didapatnya diatas
kertas putih dalam dirinya tersebut.
5. Dr. H. Syamsu Yusuf
Dr. H. Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak &
Remaja, menyatakan bahwa perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi
oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya terutama
orangtuanya. Dr. H. Syamsu Yusuf juga mengatakan, masih dalam buku yang sama, ada
beberapa sikap dari orang tua yang berhubungan dengan perkembangan moral anak,
yaitu :
a. Konsisten dalam mendidik anak
b. Sikap orang tua terhadap anak
c. Penghayatan dan pengalaman yang dianut
d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma ( Syamsu Yusuf dan Juntika N,
2005 : 133 )
6. Hall (dalam Liebert dan kawan-kawan , 1974 :478)
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa.
Hall (dalam Liebert dan kawan-kawan , 1974 :478) memandang bahwa masa remaja ini
adalah masa “storm and stress”. Ia menyatakan bahwa selama masa remaja banyak
masalah yang dihadapi karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya
(identitasnya) – kebutuhan aktualisasi diri (Sunarto dan Agung Hartono, 2008 : 68).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Seputar permasalahan Bullying
Seperti yang telah saya paparkan didalam latar belakang, bahwa terdapat kasus
seorang pelajar SMK dianiyaya oleh seniornya, dan kita akhir-akhir ini tak dapat
dipungkiri telah memiliki suatu permasalahan baru, kita harus menghadapi masalah
yang kebanyakan masalah tersebut timbul dan berkembang dalam jenjang pendidikan
atau sekolah maupun perguruan tinggi. Masalah tersebut adalah Bullying.
Tindakan Bullying akhir-akhir ini sangat meresahkan warga masyarakat, tidak hanya di
Indonesia namun juga di luar negri. Tindakan bullying mengakibatkan trauma dan
tekanan bagi si korban yang membuat kelangsungan hidup dan perkembangannya
terganggu atau terhambat. Dengan adanya tindakan bullying, biasanya korban akan
berubah sikap dari yang semula dia misalkan seorang yang ceria dan periang menjadi
anak yang kaku, dingin dan tertutup. Anak yang dibully oleh teman –temannya akan
merasa bahwa dirinya adalah orang yang lemah, tidak dapat berbuat apa – apa, dan
bersifat pesimis. Banyak sekali kejadian di luar negri bahkan di Indonesia anak – anak
korban bullying yang tertekan dengan tindakan teman – temannya yang menjadi stres
dan akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Kebanyakan mereka mengeluh dan
bercerita kepada teman atau keluarga bahwa mereka sudah tidak sanggup menjalani
hidup dengan kondisi dan situasi seperti ini. Nah setelah kita mengetahui banyak sekali
kerugian dan fenomena mengenai bullying kita dapat menyimpulkan sendiri bahwa
tindakan bullying sangat merusak kehidupan orang lain dan sangat merugikan orang lain
yang tidak bersalah. Saya mengangkat sebuah masalah dimana ada seorang pelajar
Sekolah Menengah Kejuruan yang dianiyaya oleh dua seniornya. Tindakan
penganiyayaan ini jelas masuk kategori bullying. Dengan berbekal teori dari beberapa
ahli saya akan mencoba mengulas alasan yang melatar belakangi si pelaku atau kedua
senior tersebut sehingga melakukan tindakan penganiyayaan tersebut.
3.2 Pembahasan Masalah Dengan Teori Para Ahli
3.2.1 Teori Psikoanalisa Sigmund Freud
Ditinjau dengan teori kepribadian Psikoanalisa dari Sigmund Freud, dia
mengatakan bahwa pengalaman masa kecil sangat berpengaruh pada kepribadian saat
dewasa. Nah berlandaskan teori Freud ini kita dapat mulai membahas mengenai
bagaimana kehidupan masa kecil kedua senior tersebut. Apakah keluarga dari kedua
senior tersebut harmonis, tentram atau mereka melalui masa kecil dengan banyak
kekerasan dan ancaman dalam orang tua mendidik mereka. Teori Freud bisa dikaitkan
dengan perilakunya yang mereka lakukan pada adik kelasnya tersebut mengenai
pengalaman masa kecil mereka.
Ada berbagai kemungkinan, bisa jadi pada waktu mereka kecil memang mereka
dari orang tua yang berbeda dan mungkin saja mereka pun bertemu setelah mereka
satu sekolah di SMK ini, namun tidak menutup kemungkinan bahwa didikan orang tua
mereka serta kondisi di rumah mereka hampir sama. Bisa jadi kedua anak ini mengalami
tindakan kekerasan atau ancaman saat mereka berusia 1 – 5 tahun. Penerapan
peraturan keluarga yang ketat, didikan orang tua kepada keluarga yang keras dan
otoriter dalam teori Freud hal semacam ini akan terus terbawa oleh anak yang
mengalami dalam keluarga keras sampai ia dewasa. Dan apa yang ia terima itu,
kekerasan itu akan mempengaruhi bahkan menjadi penentu kepribadiannya. Karena
tindakan kekerasan itu telah ia dapat saat umur mereka dibawah 5 tahun. Pada anak
usia 1 – 5 tahun merupakan tahun dimana anak mulai meniru apa yang mereka lihat,
apa yang mereka dapat dan apa yang mereka dengarkan. Begitu kekerasan masuk
kekerasan itu akan keluar. Tidak diragukan bila anak-anak ditangani dengan ancaman
kekerasan, pemberian hukuman, atau rasa bersalah kelak pada waktu mereka merasa
lepas kendali mereka aka menggunakan kekerasan, hukuman atau rasa bersalah untuk
mendapatkan rasa kendali kembali (John Gray Ph : 29 ). Jadi menurut uraian John ini
sangatlah berhubungan dengan teori Freud, dimana anak yang masa kecilnya selalu
mendapatkan perilaku kekerasan dan hukuman, maka kelak diapun akan menjadi
seorang yang keras dan otoriter pula, sama seperti apa yang ia dapatkan ketika masih
kecil. Pelampiasnnya seperti dia membully orang lain, atau adik kelas yang notabennya
lebih lemah dari dia. Disana dia merasa berpuas diri, karena segala emosi dan dendam
semasa kecil dapat sedik demi sedikit dia lampiaskan kepada orang lain. Begitu menurut
teori Freud.
3.2.2 Teori Hall & Lindzey
Pembahsan yang kedua akan ditijau dari teori atau pendapat yang dikemukakan
oleh Hall & Lindzey, dimana mereka mangatakan bahwa kepribadian adalah
keterampilan sosial dan hal yang menonjol dalam diri individu. Kaitannya dengan
masalah yang ada, kecakapan sosial ini apa? Kecakapan sosial dari dua senior ini adalah
mereka menguasai adik kelas mereka dan menggunakan kekuasaan mereka untuk
menindas orang lain yang lebih lemah darinya. Yang meonjol dari mereka adalah sikap
berkuasa dan kesan merasa hebat jika mereka mampu melumpuhkan atau menaklukkan
orang lain dengan cara menganiyaya atau memukul tersebut.
3.2.3 Teori George Kelly
Pembahasan yang ketiga adalah pembahasan masalah ditinjau dari teori
kepribadian George Kelly. Dalam teorinya George Kelly mengatakan bahwa kepribadian
merupakan suatu hal atau cara – cara unik yang ditunjukkan oleh individu untuk
mengekspresikan pengalaman-pengalaman yang ada dalam hidupnya. Teori ini hampir
sama dengan teori Psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, dimana dalam
teori Freud dikatakan pengalaman masa kecil sangat berpengaruh dalam kepribadian
saat dewasa dana dimana dalam teori George dikatakan bahwa kepribadian adalah hal
atau cara unik yang dilakukan oleh individu untuk mengungkapkan pengalaman
hidupnya. Kedua teori ini sama – sama menekankan pada pengalaman. Jadi menurut
teori George ini, kedua seinior SMK ini sedang mengungkapkan pengalaman yang
pernah mereka alami kepada orang lain.
Dengan kata lain kita dapat saja mengambil kesimpulan bahwa kedua anak ini
sebelumnya pernah mengalami yang namanya di bully.
Seperti yang terpapar diatas bahwa tindakan bullying tidak hanya ada satu,
namun banyak macamnya. Dapat saja kedua anak ini pernah dibully oleh kakak kelasnya
dulu semasa mereka berada di kelas X, sehingga apa yang mereka alami itu mereka
terapkan juga kepada adik-adik kelasnya sebagai wujud pelampiasan mereka, mereka
berpikir bahwa dulu mereka mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan,
perilaku penindasan dari kakak kelas mereka terdahulu dan sekarang mereka harus
melakukan hal yang sama yang pernah mereka alami kepada adik kelasnya. Mereka
ingin apa yang mereka alami apa yang mereka rasakan dirasakan juga oleh adik-adik
kelasanya, demikian. Namun bisa juga dengan bullying yang tidak secara fisik, dulu
mereka selalu mendapatkan penghinaan dari kakak kelasnya, sehingga mereka
membalas dendamnya kepada adik kelas dengan tindakan yang lebih berat dari apa
yang mereka alami sebelumnya.
Contoh tersebut apabila teori dari George dikaitkan dengan kemungkinan
pengalaman kedua senior tersebut dengan pengalaman teman sebaya, akan berbeda
apabila kita mengambil perkiraan dengan pengalaman anak dalam keluarganya.
Kemungkinan anak selalu mendapakan perlakuan kasar dari orang tuanya, misal orang
tua acuh terhadap anak, waktu orang tua habis untuk bekerja sibuk mencari uang
namun anak tidak terkontrol. Jarang meluangkan waktu untuk berkumpul keluarga,
sehingga hubungan anak dengan orang tua jauh. Orang tua hanya ingin tahu anaknya
sekolah dengan rajin, dan apabila tidak patuh dengan apa yang diperintahkan orang tua,
maka anak akan kena marah, kena hukuman, kena caci maki dan sebagainya. Nah hal ini
sangat bisa membentuk kepribadian anak yang kurang baik. Dia akan cenderung meniru
apa yang ia lihat, ia dengar sehari-hari dari pengalamannya sendiri dalam lingkungan
keluarga yang seharusnya keluarga menjadi tempat nyaman baginya pulang.
3.2.4 Teori Empirisme John Locke
Pembahasan masalah selanjutnya akan kita hubungkan dengan teori Empirisme
dari John Locke. Dimana kita ketahui John Locke terkenal sekali dengan teori Empirisme
yang menggunakan istilah kertas Tabularasa. Anak itu terlahir suci, putih seperti kertas
tabularasa, dan dengan pengalaman yang ia peroleh itu maka kertas putih itu akan terisi
dengan pengalamannya. Kurang lebih seperti itu, jadi sebenarnya teori ini hampir sama
dengan teori George Kelly dan Freud, hanya saja disini yang dimaksud pengalaman yang
berpengaruh adalah lingkungan.
Jadi lingkungan dimana tempat anak yang bersangkutan ini tinggal, bagaimana
teman – teman sebayanya, bagaimana kondisi sekolah inilah yang berpengaruh
teradapap perilakunya. Setelah kita diatas membahsa tentang lingkungan keluarga disini
kita akan membahas mngenai lingkungan sekelilingnya dimulai dari lingkugan sekolah.
Anak yang memang sudah memiliki pengalaman keras diwaktu masa kecilnya, kemudian
ia bertemu dengan teman – teman yang juga membawa pengaruh negative dalam arti
dia mengajak si anak yang memiliki pengalaman keras dalam hidupnya untuk bertindak
menyimpang, maka kepribadian si anak ini akan semakin tidak sehat. Ketika seorang
anak yang tidak tahu apa – apa dan kemudian anak itu diajak untuk berteman dengan
orang – orang yang senang berbuat onar atau menyimpang seperti tadi, membully
orang lain yang lebih lemah maka dia pun akan masuk dan tergolong seperti mereka. Ini
contoh lingkungan yang buruk yang mempengaruhi anak sehingga bukan tidak mungkin
akan mengubah dan membentuk kepribadian baru bagi si anak.
Contoh lain, seorang yang hidup dengan keluarganya di lingkungan dimana
disana banyak sekali pengangguran, banyak premanisme maka dengan sendirinya pun
orang atau anak yang tinggal di daerah itu pasti akan terbawa lingkungan. Sama, dia
akan menjadi seorang yang berkepribadian keras, suka menentang norma dan aturan
yang ada, sehingga bukan tak mungkin pula sikap dan perilaku itu akan ia bawa dan ia
terapkan kepada teman – teman di sekolah.
3.2.5 Pendapat Syamsu Yusuf
Kemudian menurut pendapat yang dismapaikannya dalam bukunya Syamsu
Yusuf, bahwa anak dalam pembentukan moralnya sangatlah dipengaruhi oleh
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Orangtua memiliki beberapa peran dalam
keluarga dalam upayanya membentuk moral yang baik dan sesuai dalam masyarakat
dalam diri si anak seperti ; Konsisten dalam mendidik anak ; Sikap orang tua terhadap
anak ; Penghayatan dan pengalaman yang dianut ; Sikap konsisten orang tua dalam
menerapkan norma. Jadi apabila kita paparkan pendapat ini maka akan menjadi seperti
berikut. Apabila peran orang tua dalam membentuk moral anak itu sesuia dan berhasil,
maka akan menghasilkan pula anak yang bermoral baik yang sesuai dengan apa yang
ada dalam masyarakat. Namun sebaliknya apabila membentukan itu gagal maka anak
akan menjadi seorang yang bermoral jelek. Disana disebutkan beberapa hal peran orang
tua dalam membentuk moral, kita ambil contoh yang paling mudah misalkan sikap
orang tua terhadap anak. Apakah mereka disiplin dalam mendidik sehingga anak akan
menurut dan patuh dengan apa yang disampaikan orang tua, atau malah orang tua
cenderung acuh dengan apa yang dilakukan anaknya sehingga pembentukan moral pun
gagal dan anak akan melakukan sesuka dia.
3.2.6 Menurut Hall dalam Liebert
Sedangkan menurut Hall (dalam Liebert dan kawan-kawan , 1974 :478) Masa
remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa.
memandang bahwa masa remaja ini adalah masa “storm and stress”. Jadi bila kita
kembali pada kasus yang ada, maka dua orang remaja ini sebenarnya mereka sedang
berada dalam masa badai dan tekanan. Maksudnya adalah masa remaja adalah masa
dimana anak-anak beralih menjadi seorang dewasa, disana para remaja ini mengalami
masa-masa sulit dan banyak tekanan serta masalah yang baru yang sebelumnya tidak
pernah mereka temukan atau mereka hadapi ketika mereka dalam mada anak-anak.
Remaja ini sedang berusaha mencari jati diri mereka, berusaha mencari apa sebenarnya
kemampuan mereka, dan lain sebagainya. Anak-anak usia mereka biasanya jika memiliki
masalah akan jarang untuk menceritakannya kepada orang tua atau keluarga, mereka
akan cederung dekat dan akan bercerita kepada teman sebayanya. Dan ketika mereka
tidak tau bagaimana akan menyelesaikannya mereka akan mencari pelampiasan untuk
menyalurkannya, seperti contohnya berbuat hal negative membully orang lain yang
akan memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka.
Nah itulah pembahsan masalah yang dapat saya tinjau dengan beberapa teori
dari para ahli. Berbicara mengenai manusia, atau bahkan makhluk hidup pastilah tidak
terlepas dari yang namanya emosi. Yah, emosi merupakan perasaan senang dan tidak
senang yang ada dalam diri individu. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu
sama, kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.
Seorang yang pola kehidupannya berlangsung mulus, dimana dorongan-dorongan atau
keinginan-keinginan atau minatnya dapat tepenuhi atau dapat dicapai, ia (mereka)
cenderung memiliki perkembangan emosi yang stabil dan dengan demikian dapat
menikmati hidupnya. Tetapi sebaliknya, jika dorongan dan keinginannya tidak berhasil
terpenuhi, baik hal itu disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk memenuhinya
atau karena kondisi lingkungan yang kurang menunjang, sangat dimungkinkan
perkembangan emosionalnya mengalami gangguan (Sunarto dan Agung Hartono, 2008 :
148).
Jadi kaitannya dengan masalah kita bahwa, semasa dua senior ini kecil, keinginan
dan dorongan-dorongan yang mereka miliki tidak dapat terpenuhi dengan baik maka
akan menghambat dan mengganggu perkembangannya dimasa sekarang. Misal
keinginan untuk selalu bersama orang tua dan dorongan untuk diperhatikan oleh
keluarga yang tidak dapat tercapai karena orang tua sibuk bekerja, sehingga anak
merasa kesepian. Tidak ada yang bersamanya ketika dia sendiri, tidak ada yang
menyemangati harinya. Disini anak akan selalu ingat apa yang dulu ia alami, dalam
situasi dan keadaan yang kurang perhatian dan kasih sayang ini anak berubah menjadi
pribadi yang ingin semaunya. Karena dia merasa apa yang dia inginkan tak pernah
terwujud maka dia melampiaskan kekesalannya pada perilaku yang menyimpang seperti
kenakalan.
Kemudian yang tidak kalah penting dalam membahas masalah ini, bahwa
tindakan yang dilakukan oleh orang senior ini merupakan tindakan fisik. Tentu erat
kaitannya dengan moral, moral sendiri merupakan ajaran tentang baik buruk perbuatan
dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya (Purwadarminto, 1957 : 957). Dalam
moral diatur segala perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral
berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan
yang salah. Apabila orang tua memberikan pendidikan moral yang tepat dan sesuai
kepada anak sejak dini, sejak anak ini masih kecil maka kelak anak ini pun akan memiliki
moral yang baik dalam kehidupannya sama seperti apa yang kedua orangtua mereka
ajarkan semasa mereka kecil. Namun sebaliknya apabila pembentukan moral ini gagal,
atau bahkan tidak terbentuk maka anak akan hidup tanpa moral yang baik.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang anak tahu, dalam
keluargalah anak pertama kali akan diperkenalkan dan diajarkan berbagai macam hal.
Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk menanamkan sikap dan perilaku yang baik
kepada anak serta memperkenalkannya dengan aturan-aturan yang benar sehingga
pembentukan moral akan lebih mudah. Anak yang memahami pentingnya moral tidak
akan berbuat hal-hal yang melanggar peraturan.
Diatas dikatakan bahwa moral berkaitan dengan kemampuan untuk
membedakan mana yang tidak baik dan harus dihindari, jika kasusnya adalah seperti
diatas, berarti kedua senior ini belum paham betul tentang moral. Ya karena jika mereka
paham, menganiyaya orang lain merupakan rindakan yang melanggar aturan dan harus
dihindari, namun mereka melakukan pelanggaran tersebut.
3.3 Hal yang Perlu diperhatikan untuk solusi
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa awal, maka
seorang konselor atau guru BK dalam membantu siswanya yang bermasalah dan
membutuhkan bantuan penyelesaian haruslah menyesuaikan cara dan tehnik yang
digunakan sesuai dengan usia si anak atau siswa. Dalam kasus ini dua senior di sebuah
SMK di Gunungkidul melakukan tindakan penganiyayaan kepada adik kelasnya atau
tindakan bulying, tentu hal seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Selain hal ini
merugikan korban, juga dapat merugikan bagi pelaku. Maka untuk itu perlu adanya
penangan bagi kedua senior yang melakukan tindakan tersebut agar tindakan yang tidak
terpuji itu tidak terulang kembali. Memang, dari pihak korban mereka telah dilaporkan
kepada polisi, dan polisi pun sudah menindak lanjuti masalah tersebut. Keduanya
terancam mendapatkan hukuman dari pihak yang berwajib. Sebenarnya masalah seperti
ini keluarga korban tidak usah terburu-buru untuk membawa kasus tersebut pada
kepolisian, didalam sekolah pun ada guru BK yang dapat membantu kedua pihak yang
bersangkutan untuk menyelesaikan masalah.
Dalam masalah seperti ini, pihak sekolah dapat mengajukan permintaan
perdamaian pada pihak siswa yang menjadi korban. Hal ini bertujuan pula untuk
menyelamatkan dua senior ini dari kehancuran masa depan yang dapat merusak dan
menghambat perkembangannya kelak. Tidak semata-mata dibebaskan, namun kedua
siswa ini haruslah mendapatkan konseling dari guru BK untuk membantu memecahkan
permasalah yang dihadapi mereka sehingga mereka melakukan tindakan
penganiyayaan. Tentu dalam memberikan layanan konseling kepada anak remaja SMK
ini sangat berbeda dengan memberikan koseling kepada anak-anak, sehingga guru BK
harus bisa mencari cara yang sesuai dengan usia mereka sehingga mereka tidak merasa
diperlakukan seperti anak kecil maupun tidak merasa seperti disalahkan sepenuhnya
dalam kasus ini.
Kita perlu mengingat bahwa anak muda bukanlah anak-anak lagi dan mereka
belum menjadi dewasa mreka masih berada dalam masa transisi. Oleh karenanya kita
sebagai guru BK perlu mempersiapkan pendekatan konseling kita untuk dapat terlibat
secara langsung dan aktif dengan anak muda dan menggunakan strategi yang akan
secara khusus memberikan perhatian pada berbagai macam kebutuhan mereka dalam
cara-cara yang bisa mereka terima (Kathtryn Geldard & David Geldard, 2011 :112).
3.4 Pemecahan Masalah
Hal hal berikut mungkin dapat dilakukan konselor atau guru BK :
a. Jangan langsung memarahi anak yang melakukan tindakan, tanya dan bicara baik-
baik apa sebab yang mendasarinya.
b. Memberikan bimbingan kelompok atau individu untuk dua siswa ini dengan strategi
perilaku dan perilaku kognitif dengan cara atau tema : pengendalian diri, menentang
kepercayaan yang merusak diri, mengelola kemarahan, latihan kepercayaan diri,
membuat keputusan.
c. Pemberian konseling individu oleh guru bk untuk mengulas latar belakang mereka
melakukan tindakan bullying ini dilihat dari aspek kepribadian si anak dan data yang
ada.
d. Karena banyak sekali teori yang menunjukkan bahwa kasus seperti ini biasanya ada
pengaruh besar selama masa kanak-kanak maka guru bk memberikan testment yang
dapat mengulas masa kecil si anak dan membantunya untuk tidak terus tenggelam
didalam masa lalu yang membuatnya dendam di masa sekarang.
e. Pemberian punishment atau hukuman yang mendidik, disesuaikan dengan bobot
pelanggaran yang dilakukan seperti hukuman di skors selama seminggu dengan
mengerjakan tugas dirumah.
f. Pemberian motivasi dan dorongan yang merujuk mereka untuk mengubah perilaku
mereka ini sangat penting dengan dorongan dan sugesti yang posistif.
g. Apabila anak tidak ada perubahan, dapat dilakukan rehabilitasi secara bertahap
missal seminggu sekali dalam beberapa bulan.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh orang tua anak yang bersangkutan
melakukan tindakan penganiyayaan adalah :
a. Untuk tindakan preventif orang tua tidak membiasakan menerapkan pola asuh yang
keras dan otoriter kepada anak, beri sedikit ruang bagi anak untuk melakunan hal
yang dia ingin dan suka.
b. Luangkan waktu bersama keluarga agar anak merasa diperhatikan, dan anak merasa
mendapat kasih saying yang cukup.
c. Jangan memberikan punishment atau hukuman yang memberatkan anak. Berilah
hukuman yang mendidik dan setelah itu berbicaralah kepada anak mengenai
kesalahan yang ia buat.
d. Jika sudah terjadi kejadian seperti pada masalah yang ada, lebih baik jangan
langsung memarahi anak. Tanyakan mengapa dia melakukan hal tersebut.
e. Beri dorongan anak agar dia mau merubah sikapnya dan berperilaku baik sehingga
masalah seperti ini tidak perlu terulang kembali.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengalaman masa kanak-kanak sangat berpengaruh terhadap perkembangan
dan pembentukan kepribadian seorang anak. Apabila dalam masa kanak-kanaknya dulu
ia selalu mendapat kasih saying yang cukup, perhatian yang cukup dari orang tau dan
mendapatkan perlakuan yang baik maka ketika beranjak dewasa pun dia akan menjadi
anak yang santun. Namun sebaliknya apabila dia selalu mendapat kekerasan,
penghinaan dan penolakan maka kelak beranjak dewasa pun yang akan kembali keuar
dari dirinya adalah kekerasan.
Jadi keluarga dan orang tua sangat berperan penting terhadap tumbuh
kembangnya anak berdasarkan dari bagaimana mereka mendidik dan membesarkan
anak mereka.
4.2 Saran
Jadi saran saya selaku pembuat makalah mengenai masalah yang ada adalah,
bahwa orang tua lebih memantau bagaimana keadaan anak. Sesibuk apapun orangtua
untuk tetap menyembaptkan bertanya tentang keadaan anak disekolah bagaimana, dan
harus selalu menyikapi tingkah laku anak dengan baik-baik. Karena apabila orang tua
terlalu keras kepada anak, hanya akan mencetak anak yang berkeribadian keras seperti
apa yang dilakukan oleh orangtua mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Kathryn Geldard Dan David Geldard. 2010. Konseling Remaja. Pustka Remaja :
Yogyakarta
Koswara. 1991. Teori Kepribadian. Pt Eresco : Bandung
Samsunuwiyati Mar’at. 2010. Psikologi Perkembangan. Pt Remaja Rosdakarya :
Bandung
Syamsu Yusuf Dan Juntika Nurihsan. 2005. Psikologi Perkembangan Anak Dan
Remaja. Pt Remaja Rosdakarya : Bandung
Syamsu Yusuf Dan Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Pt Rosdakarya :
Bandung
Syamsu Yusuf Dan Juntika Nurihsan. 2007. Teori Kepribadian. Pt Rosdakarya :
Bandung
Rismawati. 2008. Kepribadian Dan Etika Profesi : Graham Ilmu
Sunarto Dan Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peseta Didik . Rineka Cipta : Jakarta