Telemedicine sebagai Gaya Hidup

di Era Normal : Sisi Pandang Bioetika dan Hukum Pidana

Dr. Yovita A. Mangesti, SH.,MH., CLA

Webinar FH Untag Semarang, Untag Surabaya, MHKI

14 Juli 2020

Dr. Yovita Arie Mangesti, SH.,MH,CLA

Pendidikan: Doktor Ilmu Hukum

Profesi : Dosen, Advokat, Mediator–Non hakim, Legal Auditor

Dosen:

Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Praktisi : Advokat, Mediator Non-Hakim, Legal Auditor

Konsultan Hukum Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta

Kantor :

Cita Prasada Law Consultant & Legal Auditor

Kutisari Selatan XIII/20 B Surabaya

Telp.(031) 8492852 . Hp. 082176771988

mangestiyovita@gmail.com yovita.lawoffice@gmail.com

Terminologi

• Telemedicine berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata tele- artinya: jauh, dan medic / medicine artinya pelayanan kesehatan.

• Telemedis sebagai penggabungan teknologi informasi komunikasi dengan kepakaran medis untuk memberikan layanan kesehatan tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan dari jarak jauh.

WHO :

tele-health dipahami sebagai integrasi antara sistem telekomunikasi dengan praktek kesehatan yang lebih bersifat preventif dan promotif. Sementara istilah telemedis lebih mengacu kepada aktivitas kuratif.

Telemedicine

Real time (synchronous)

Store and forward (Asynchronous telemedicine)

Kehadiran kedua pihak pada waktu yang sama

Penggunaan peralatan kesehatan yang dihubungkan ke computer secara interaktif

Life style : e-Health, Talk to doctor, Buy medicines, Get a lab check up, Pager doctor, Detik Health, Solusi sehat, Haloofarm, Megle, layanan

konseling melalui YouTube, zoom meeting, google, spotify, dll

Dinamika perkembangan telemedicine

Apakah hukum berfungsi sebagai instrument Legal protection bagi masyarakat (pasien) dan penyelenggara (dokter)

PMK 20/2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan telemedicine

Menimbang :

• a. bahwa dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan spesialistik dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan terutama daerah terpencil, dilakukan berbagai upaya salah satunya melalui penggunaan teknologi informasi bidang kesehatan berupa pelayanan konsultasi antar fasilitas pelayanan kesehatan melalui telemedicine ;

• b. bahwa untuk mewujudkan pelayanan telemedicine yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien, diperlukan pengaturan secara khusus mengenai pelayanan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan;

• c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 90 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pelayanan telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

PASAL 1:

1. Telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.

2.Pelayanan telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang selanjutnya disebut Pelayanan telemedicine adalah telemedicine yang dilaksanakan antara fasilitas pelayanan kesehatan satu dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain berupa konsultasi untuk menegakkan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit.

…

3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Fasyankes adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

4. Fasyankes Pemberi Konsultasi adalah Fasyankes yang menerima permintaan dan memberikan pelayanan konsultasi telemedicine .

5. Fasyankes Peminta Konsultasi adalah Fasyankes yang mengirim permintaan konsultasi telemedicine .

Sisi pandang Bioetika

• Etika turunan:

• Veracity, privacy,

Kaidah Dasar Bioetika: 1. Tindakan berbuat

baik (beneficence) 2. Tidak merugikan

(non-maleficence) 3. Keadilan (justice) 4. Otonomi (self

determination)

Etika turunan: 1. Kejujuran 2. Kesetiaan 3. Privacy 4. Konfidensialitas 5. Menghormati

kontrak 6. Ketulusan

1. Medical Indication ( prosedur diagnostik dan terapi --

--beneficence dan nonmaleficence )

2. Patient Preferrence (manfaat dan beban bagi pasien ------otonomi)

3. Quality of Life (aktualisasi tujuan kedokteran :memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani--------beneficence, nonmaleficence & otonomi)

4. Contextual Features (aspek non medis yang mempengaruhi pembuatan keputusan: faktor keluarga, ekonomi, budaya ----justice) Respect for human dignity and human being

Implementasi kaidah bioetika dalam layanan telemedicine:

1. Tindakan berbuat baik (beneficence) 2. Tidak merugikan (non-maleficence)

3. Keadilan (justice) : pola hubungan partnership , access keadilan bagi vulnerable person

4. Otonomi (Respect For Authonomy) : informed consent, hak rahasia medis, perlindungan dan keselamatan

Kompetensi:

kompetensi yang dimiliki seorang dokter dan dokter gigi meliputi:

1. mewawancarai pasien;

2. memeriksa fisik dan mental pasien;

3. menentukan pemeriksaan penunjang;

4. menegakkan diagnosis;

5. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

6. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;

7. menulis resep obat dan alat kesehatan;

8. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;

9. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;

10. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil.

Pelayanan humanistik konvensional - telemedicine

PRAKTIK KONVENSIONAL • Kompetensi 1-10 Terlaksana • Humanis • Kendali mutu dan

kendali biaya

TELEMEDICINE • Potensi kembali pada

pola paternalistic, professional gap

• Transaksionis • Perlindungan hukum

lemah

Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan

Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan,

kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan

keselamatan pasien. (Ps 2. UU 29/2004)

Potensi ketidakamanan (unsafeness) pada pelayanan medis terjadi di berbagai belahan dunia. Salah satu yang cukup dramatik adalah bahwa di Amerika Serikat medical error diduga mengakibatkan kematian pada 100.000 orang pertahun. Angka ini jauh lebih besar dari kematian akibat kecelakaan lalu lintas (43.458 kasus), kanker payudara (42.397), atau akibat AIDS (16.516). Linda T. Kohn, Janet M. Corrigan, and Molla S. Donaldson, (Eds) To Err Is

Human. Building a Safer Health System. National Academy Press. Washington, DC, 1999.

• Medical error :The failure of a planned action to be completed as intended (error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (error of planning).

• Medication error dapat terjadi pada pelayanan kefarmasian, pada tahapan prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, yang berujung pada kegagalan penyembuhan pasien.

Sisi Pandang Hukum Pidana

• KUHP 267,322,346,344, 347,348, 349,359 KUHP

Telemedicine: 267, 322 KUHP

• UU 29/2004 (Pasal 75,76,78,79,80,190,193, 194, 195, 196,197,198)

Telemedicine: 75 (tanpa STR),76 (tanpa SIP), 77 (identitas seolah2 dr/drg), 78,79, 80, 196,197,198

• UU 36/2009 (Pasal 83-86)

UU Praktik Kedokteran 75 : Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki STR (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

Setiap dokter atau dokter gigi WNA yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR sementara/bersyarat (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

76 : setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki SIP (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

77 : setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).

UU Praktik Kedokteran

78:setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).

79: setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memasang papan nama, atau tidak membuat rekam medis, atau tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 51 huruf a,b,c,d atau e (pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp. 50 juta).

80:Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp. 300 juta). Pelaku perbuatan korporasi dipidana denda maksimal Rp. 300 juta ditambah dengan 1/3 atau pencabutan izin.

…

• Pasal 196 : setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

• Pasal 197 : setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar (pidana penjara maksimal 15 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1,5 miliar).

• Pasal 198 : setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian (pidana denda maksimal Rp. 100 juta).

Kapan dikatakan malpraktik?

• Malpraktek tidak didasarkan pada buruknya hasil (result), tetapi pada baik/buruknya mutu upaya medis (inspaning / effort).

• Parameter / pembanding : standar pelayanan medis (standard of care).

• ………….perlu Standard of Care dalam telemedicine

…

Standard of care = the legal guidelines for minimally safe and adequate medical practice.

Standard of care = suatu mutu layanan medis yang menggambarkan telah diterapkannya knowledge, skill, care dan judgment yang dilakukan oleh kebanyakan dokter dalam menghadapi situasi dan kondisi yang sama.

Penjelasan Ps. 50 UU No. 29 Tahun 2004

• Yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

• Yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi

Pembuktian perkara pidana:

• KUHAP : Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

• UU ITE :

Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan Pasal 44 huruf b UU 11/2008 jo UU 19/2016 : informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Pembuktian perkara pidana : (a) keterangan saksi;

(b) keterangan ahli;

(c) surat;

(d) petunjuk;

(e) keterangan terdakwa; dan

(f) informasi elektronik, dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya.

Tantangan:

• Investasi IT dan akurasi

• Degradasi afeksi

• Trust : evidence-based vs testimony-based

• Kualitas rekam medis

• Asuransi

• Sistem Pengawasan

• Aksesabilitas keadilan dalam pelayanan medis

Catatan kritis:

1. Dokter memiliki kewajiban etik, professional, dan legalitas pelayanan medis.

2. Pasien adalah manusia, bukan obyek e-commerce.

3. Telemedicine sebagai pelayanan medis yang marketable harus memiliki domicile / domain. Terhadap ayat (1), (2), (3) pasal 36 UU Pradok kewenangan seorang dokter hanya diberikan untuk praktik di satu tempat tempat sampai tiga tertentu dengan domisili yang jelas. Undang-Undang tidak menyebutkan tentang dunia internet.

4. Perlu penyelenggaraan alat bukti medis elektronik secara memadai (Permenkes Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis).

5. Akses keadilan bagi pemberi dan penerima layanan telemedicine.

Solusi

• Rekonstruksi perUUan minimal setingkat Peraturan Menteri menyangkut :

kewenangan klinis , Izin Praktik telemedicine

• Kendali mutu pelayanan dan kendali biaya

• Sistem Pengawasan

• Mekanisme penyelesaian perkara telemedicine

• Aksesabilitas keadilan dalam pelayanan medis

Teknologi di buat untuk manusia bukan untuk mendegaradasi nilai manusia…

Sekian, Terima kasih