TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

10
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 845 TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI David Setiadi 1 , Asep Firdaus 2 1 & 2 Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sukabumi Alamat Korespondensi : Jl. R. Syamsudin, SH. No. 50 Sukabumi, Tlp: (0266) 218342 E-mail: 1) [email protected] , 2) [email protected] Abstrak Penelitian terhadap permainan anak tradisional memang sudah dilakukan di berbagai daerah, akan tetapi khusus untuk lokalitas Sukabumi belum banyak yang melakukannya. Oleh karena itu, penelitian terhadap permainan anak Ucang-ucang Angge ini akan memaparkan permasalah yang meliputi; bagaimana struktur teks permainan anak Ucang-ucang Angge, bagaimana konteks penuturan permainan anak Ucang-ucang Angge, bagaimana makna yang terkandung dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge dalam masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bentuk atau model-model struktur teks permainan anak, beserta bagaimana konteks penuturan penciptaan, dan fungsinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, data-data yang diperoleh dari informan ketika wawancara digambarkan sedetail mungkin, kemudian data dianalisis dengan teori yang relevan. Penelitian ini memeroleh temuan berupa struktur teks permainan anak yang meliputi formula sintaksis dan formula bunyi. Selain itu, konteks penuturan dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge memperlihatkan bahwa permainan ini dilakukan sebagai bentuk pola asuh terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi folklor yang menunjukkan nilai-nilai pendidikan dalam bentuk permainan anak tradisional. Kata kunci: Folklor, Permainan Anak, Sastra lisan 1. PENDAHULUAN Tradisi lisan merupakan medium terindah dalam sejarah kesusastraan Nusantara. Sejarah tersebut menjadi bagian dalam khazanah sastra Nusantara yang tersebar luas hampir di seluruh bagian Indonesia. Peradaban Nusantara dibangun dengan berbagai macam tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun, baik bergenre prosa, puisi, maupun drama. Sebuah karya sastra bisa dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan dinikmati disaat senggang. Ia menjadi sesuatu yang ringan, menarik, menyenangkan, dan bisa mengendurkan pikiran. Karya sastra bisa juga dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan mulia, yang hanya bisa dipahami dan dihayati bila dikaji dan direnungkan dengan sungguh-sungguh karena di dalamnya terdapat hakikat kebenaran, kebaikan, keindahan yang diungkapkan secara artistik. Horatius (dalam Teeuw, 1988: 8) mengatakan bahwa karya seni (sastra) yang baik harus memenuhi aspek dulce et utile, yang berarti sastra itu menghibur dan mendidik bagi penikmatnya. Dengan mengacu pada tiga paradigma peradaban menurut Alvin Toffler (1980), ranah sastra dapat dipilah ke dalam tiga paradigma yang meliputi; peradaban agraris, industrial, dan informasi. Sastra dalam peradaban agraris didominasi genre sastra lisan, sastra dalam peradaban industrial didominasi genre sastra tulis, dan sastra dalam peradaban informasi didominasi genre sastra elektronik (cyber sastra). Berdasarkan kategori tersebut objek penelitian sastra dapat diklasifikasikan ke dalam sastra elektronik, sastra tulis, dan sastra lisan (sebagian lisan). Sastra lisan yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, umumnya akan berbeda dengan daerah yang lain. Bahkan dalam daerah yang bersangkutan terdapat kemungkinan tentang adanya versi. Hal ini tidak menjadi persoalan karena ciri khas dari sebuah karya sastra lisan adalah dengan adanya

Transcript of TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

Page 1: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 845

TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE:

ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN

FUNGSI

David Setiadi1, Asep Firdaus2

1 & 2

Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Alamat Korespondensi : Jl. R. Syamsudin, SH. No. 50 Sukabumi, Tlp: (0266) 218342

E-mail: 1)[email protected] , 2)[email protected]

Abstrak

Penelitian terhadap permainan anak tradisional memang sudah dilakukan di berbagai daerah, akan

tetapi khusus untuk lokalitas Sukabumi belum banyak yang melakukannya. Oleh karena itu,

penelitian terhadap permainan anak Ucang-ucang Angge ini akan memaparkan permasalah yang

meliputi; bagaimana struktur teks permainan anak Ucang-ucang Angge, bagaimana konteks

penuturan permainan anak Ucang-ucang Angge, bagaimana makna yang terkandung dan fungsi

permainan anak Ucang-ucang Angge dalam masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk

mengungkapkan bentuk atau model-model struktur teks permainan anak, beserta bagaimana konteks

penuturan penciptaan, dan fungsinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis, data-data yang diperoleh dari informan ketika wawancara digambarkan

sedetail mungkin, kemudian data dianalisis dengan teori yang relevan. Penelitian ini memeroleh

temuan berupa struktur teks permainan anak yang meliputi formula sintaksis dan formula bunyi.

Selain itu, konteks penuturan dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge memperlihatkan

bahwa permainan ini dilakukan sebagai bentuk pola asuh terhadap anak yang dilakukan oleh orang

tua. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi folklor yang menunjukkan nilai-nilai pendidikan dalam

bentuk permainan anak tradisional.

Kata kunci: Folklor, Permainan Anak, Sastra lisan

1. PENDAHULUAN

Tradisi lisan merupakan medium terindah dalam sejarah kesusastraan Nusantara. Sejarah

tersebut menjadi bagian dalam khazanah sastra Nusantara yang tersebar luas hampir di seluruh

bagian Indonesia. Peradaban Nusantara dibangun dengan berbagai macam tradisi lisan yang

diwariskan secara turun temurun, baik bergenre prosa, puisi, maupun drama.

Sebuah karya sastra bisa dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan dinikmati disaat

senggang. Ia menjadi sesuatu yang ringan, menarik, menyenangkan, dan bisa mengendurkan pikiran.

Karya sastra bisa juga dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan mulia, yang hanya bisa dipahami

dan dihayati bila dikaji dan direnungkan dengan sungguh-sungguh karena di dalamnya terdapat

hakikat kebenaran, kebaikan, keindahan yang diungkapkan secara artistik. Horatius (dalam Teeuw,

1988: 8) mengatakan bahwa karya seni (sastra) yang baik harus memenuhi aspek dulce et utile, yang

berarti sastra itu menghibur dan mendidik bagi penikmatnya. Dengan mengacu pada tiga paradigma peradaban menurut Alvin Toffler (1980), ranah sastra

dapat dipilah ke dalam tiga paradigma yang meliputi; peradaban agraris, industrial, dan informasi.

Sastra dalam peradaban agraris didominasi genre sastra lisan, sastra dalam peradaban industrial

didominasi genre sastra tulis, dan sastra dalam peradaban informasi didominasi genre sastra

elektronik (cyber sastra). Berdasarkan kategori tersebut objek penelitian sastra dapat diklasifikasikan

ke dalam sastra elektronik, sastra tulis, dan sastra lisan (sebagian lisan).

Sastra lisan yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, umumnya akan berbeda dengan daerah

yang lain. Bahkan dalam daerah yang bersangkutan terdapat kemungkinan tentang adanya versi. Hal

ini tidak menjadi persoalan karena ciri khas dari sebuah karya sastra lisan adalah dengan adanya

Page 2: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

846 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

versi. Banyak peneliti yang telah mengkaji sastra lisan yang ada di Indonesia, tetapi masih banyak

pula sastra lisan yang terlewatkan untuk diteliti. Sastra lisan merupakan warisan budaya yang kita miliki. Sudah seharusnya kita sebagai

bagian dari masyarakat untuk melestarikan agar jangan sampai semua itu luntur. Sastra lisan

merupakan kajian yang menarik jika kita mampu menelusuri lebih dalam tentang sebuah sastra lisan.

Banyak hal yang terkandung dalam sebuah sastra lisan, tidak hanya mencakup makna simbolik,

fungsi, serta nilai tetapi juga dapat kita kaji aspek strukturnya sebagaimana struktur dalam sebuah

karya sastra. Seperti halnya dengan sebuah karya sastra, sastra lisan dapat ditafsirkan sebagai langkah

untuk memeroleh pesan, makna, dan fungsi. Sastra lisan sebagai salah satu bentuk kebudayaan, tumbuh dan terpelihara dalam masyarakat

pendukungnya secara turun-temurun. Sastra lisan merupakan cerminan situasi, kondisi, tata karma

dan kepercayaan masyarakat pendukungnya. Selain itu, sastra lisan merupakan salah satu bentuk

folklor yang memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan folklor lainnya. Termasuk

dalam jenis sastra lisan ini adalah permainan anak.

Danandjaja (2007:171) menyatakan bahwa setiap bangsa di dunia ini umumnya mempunyai

permainan rakyat, maka hampir sebagian besar permainan rakyat tersebut ada dalam sebuah

permainan anak. Terutama jika kita menilik dari permainan anak tradisional yang banyak terdapat di

Indonesia. Salah satunya adalah permainan anak ucang-ucang angge yang menjadi objek penelitian

ini.

Dalam permainan anak Ucang-ucang Angge, terdapat sebuah teks yang dinyanyikan sebagai

pengiring dalam permainan. Tradisi permainan anak Ucang-ucang Angge merupakan warisan turun-

temurun dari si empunya cerita yang diwariskan dengan sisitem vertikal. Meskipun hampir punah

dan tergerus oleh sastra tulisan atau sastra elektronik, permainan anak ini masih tetap hidup sampai

sekarang. Warisan tersebut dijaga keasliannya dengan cara terus dipelihara dan dilakukan, walaupun

hanya dalam lingkungan terbatas.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini mencoba memecahkan masalah berkaitan

dengan; struktur teks permainan anak Ucang-ucang Angge, makna yang terkandung dan fungsi

permainan anak Ucang-ucang Angge dalam masyarakatnya. Untuk dilakukan analisis terhadap telaah

teks permainan anak tersebut dibutuhkan beberapa teori pendukung yang meliputi; folklor,

permainan anak tradisional dan teori mitos.

Folklor

Istilah folklor merupakan peng-Indonesiaan dari bahasa Inggris folklore. Kata tersebut

adalah kata mejemuk yang berasal dari dua kata folk dan lore. Dundes (dalam Danandjaja, 2007:1-

2) menyebutkan bahwa folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial,

dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dengan kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal

tersebut antara lain dapat berwujud; warna kulit yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama

yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni

kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat meraka

akui sebagai milik bersamanya. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan

identitas kelompok mereka sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan lore adalah tradisi folk, yaitu

sebagian kebudayaan, yang diwariskan turun-temurun secara lisan melalui suatu contoh yang disetai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Zaidan (2007:74) menyebutkan bahwa semua folklor adalah semua tradisi rakyat, seperti

kepercayaan, warisan kebudayaan, dan adat istiadat yang tradisional. Istilah ini berasal dari tradisi

Anglo Saxon, Folk “rakyat” dan lore “pelajaran”, biasanya hanya mencakup bahan-bahan yang

disebarkan secara lisan, tetapi sekarang meliputi sumber tertulis tentang tradisi, pandangan hidup,

dan kebiasaan rakyat, balada rakyat, dongeng, mitos, peribahasa, pepatah tradisi lisan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Brunvand (1978:3) membagi folklor secara umum

dalam tiga bentuk, yaitu folkor lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (partly verbal folklore),

dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). Sementara itu, Danandjadja (2007:21)

mengklasiikasikan folklor ke dalam jenis-jenis tradisi yang ada di Indonesia berdasarkan bentuknya

meliputi:

Page 3: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 847

1) folkor lisan; Bahasa rakyat (folk speech), ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah, petitih,

pameo), pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat (pantun, gurindam, syair), prosa

rakyat (dongeng, mite, legenda).

2) folklor sebagian lisan; kepercayaan rakyat, permainan rakyat, pesta rakyat, dan lain-lain.

3) folklor bukan lisan; rumah adat, kerajinan tangan, gerak isyarat tradisional

Dalam penelitian ini, bentuk folklor yang akan diteliti adalah folklor sebagain lisan (partly

verbal folklore) berupa permainan anak tradisional yang bentuknya merupakan campuran antara

unsur lisan dan bukan lisan.Untuk mengetahui lebih lanjut tentang permainan anak tradisional, pada

sub berikutnya akan dijelaskan tentang permainan rakyat (folk games).

Permainan Rakyat (Folk Games)

Permainan rakyat (folk games) merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap kebudayaan.

Oleh karena itu, setiap bangsa di dunia pasti memiliki permainan rakyat. Permainan rakyat

merupakan bagian dari folklor jika dilihat dari sumber penyebarannya. Hal ini selaras dengan yang

dikatakan Danandjaja (2007: 171) bahwa permainan rakyat merupakan bagian dari folklor karena

diperoleh melalui warisan lisan. Hal ini terutama berlaku pada permainan rakyat kanak-kanak, karena

permainan ini disebarluaskan murni melalui tradisi lisan.

Permainan rakyat untuk dewasa maupun anak biasanya dilakukan dengan mengandalkan

aspek kinetik berupa gerakan tubuh. Gerakan tubuh tersebut bisa berupa lari, lompat, sembunyi, atau

yang lainnya yang membutuhkan gerak tubuh. Danandjaja (2007:171) membagi permainan rakyat

dalam dua bagian besar yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding

(game).

Perbedaan dua bagian permainan rakyat tersebut adalah yang pertama bersifat untuk mengisi

waktu senggang, sedangkan yang kedua bersifat kompetisi untuk mendapatkan sesuatu. Namun

seperti yang dikemukakan Roberts, dkk. (dalam Danandjaja, 2007: 171) kedua bagian permainan

rakyat tersebut selalu memunyai lima sifat khusus seperti; 1) terorganisasi, 2) perlombaan, 3) harus

dimainkan sedikitnya oleh dua orang, 4) mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang

dan siapa yang kalah, 5) mempunyai peraturan permainan.

Dengan demikian, merujuk dari beberapa penjelasan di atas permainan anak Ucang-ucang

Angge dapat memenuhi kriteria apa yang disebut sebagai permainan rakyat. Untuk lebih menjelaskan

makna yang terkadung dalam teks permainan anak Ucang-ucang Angge, dibutuhkan teori mitos

sebagai acuan dalam mengkaji keberadaan makna tersebut. Pada bagian selanjutnya akan dipaparkan

teori mitos.

Teori Mitos

Lebih awal perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian tentang mythes (mitos) yang

berbeda dengan apa yang kita kenal sejauh ini. Teori mitos yang dikemukakan oleh Roland Barthes

merupakan salah satu jenis wicara (a type of speech). Mitos adalah sistem komunikasi, dan bukan

suatu konsep atau pun suatu gagasan, melainkan suatu cara signifikansi suatu bentuk. Mitos tidak

ditentukan oleh objek ataupun oleh materi pesan yang disampaikan, melainkan oleh cara mitos itu

disampaikan.

Sebagai suatu sistem semiologis Roland Barthes mengemukakan teori tentang mitos sebagai

berikut:

Berdsarkan bagan di atas, proses pemaknaan berlangsung dalam dua tahap. Tanda pada tahap

pertama, menjadi penanda pada tahap kedua yang selanjutnya menjadi tanda pada pemaknaan kedua.

Tanda merupakan proses akhir yang harus ditemukan dalam sebuah tafsiran akan sebuah makna.

penanda petanda

Tanda

PENANDA

PETANDA

TANDA

Page 4: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

848 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Sastra (baik lisan maupun tulisan) tidak ditulis dalam situasi kekosongan budanya (Teeuw,

1988). Pengarang atau pencerita dalam konteks ini merupakan bagian dari masyarakat budayanya,

dan setiap karya yang tercipta merupakan bagian dari produk yang dihasilkan oleh suatu masyarakat.

Kondisi sosial masyarakat yang ada dapat membentuk kepribadian seorang pengarang dan lebih

lanjutnya dapat membentuk karakter dari setiap karya sastra yang tercipta. Cerita lisan dapat

ditampilkan dengan komposisi yang bergaya, yaitu dengan menggunakan formula, ritme, metrum,

dan kosakata yang teratur

Dalam analisis ini, jenis tradisi masyarakat tersebut berupa permainan anak yang berasal

dari kearifan budaya Sunda, yang menurut istilah bahasa Sunda sering disebut dengan kaulinan

budak. Permainan anak tradisional yang merupakan warisan turun-temurun dari si empunya cerita

hingga saat ini masih dipertahankan, dalam artian sampai dengan penelitian ini dilakukan khazanah

kebudayaan tersebut masih banyak dilakukan. Untuk lebih jauhnya, permainan anak Ucang-ucang

Angge ini diajarkan guna melestarikan khazanah kebudayaan Sunda secara khususnya, dan

kebudayaan Indonesia pada umumnya.

Berdasarkan beberapa acuan teori di atas, penelitian ini akan diarahkan sesuai dengan

pendapat Endraswara (2003:154) yang menyatakan bahwa penelitian sastra lisan harus meliputi; 1)

kajian asal-usul sastra lisan, yang mengungkap dari mana sastra itu lahir, apakah berhasil

merefleksikan keadaan masyarakat, 2) kajian terhadap pesan dan makna, yaitu nilai-nilai apa yang

hendak disampaikan, simbol-simbol apa yang digunakan untuk membukus pesan, apakah masih

relevan bagi masyarakat sekarang, dan 3) mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk kontrol

sosial politik, mendidik masyarakat, menyindir, dan sebagainya.

2. METODE PENELITIAN

Berdasarkan masalah penelitian yang dirumuskan maka penelitian ini menggunakan metode

deskriptif. Menurut Sukmadinata (2008) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat

alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang hanya

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala ataupun keadaan (Arikunto, 2003).

Penelitian ini mendeskripsikan tentang analisis struktur teks, konteks penuturan, proses penciptaan

dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge. Lokasi penelitian berada di Desa Batu Karut,

Kampung Sayang Kabupaten Sukabumi. Adapun identitas informan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Narasumber

Nama : Nining

Umur : 72 Tahun

Pendidikan : Sekolah Dasar

Sumber tuturan : Dilisankan

Hari dan Tgl Perekaman : Terjadwal

Alamat informan : Jl. Sukabumi-Cianjur (Batu Karut) Kp. Sayang

Desa Margaluyu, RT. 03/11 Kab. Sukabumi

Pemilihan narasumber dalam penelitian ini ditentukan melalui sebuah pengamatan yang

berdasarkan hasil observasi awal. Teknik pengumpulan data dengan melakukan proses wawancara,

perekaman, dan pencatatan. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

menanyakan sesuatu dengan informan. Teknik ini dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai

teks dan cara permainan anak ucang-ucang angge. Sifat wawancara yang dilakukan dalam penelitian

ini adalah bebas. Dengan wawancara bebas informan dapat memberikan info secara terbuka.

Perekaman dan pencatatan merupakan bagian dari upaya untuk men-transkripsi teks permainan anak

ucang-ucang angge dari lisan menjadi bentuk tulisan. Proses selanjutnya adalah proses

menerjemahkan sebagai bagian dari upaya penerjemahan dari bahasa sumber terhadap bahasa

sasaran. Bagian inti dari penelitian ini adalah mengkaji struktur teks permainan anak ucang-ucang

angge berdasarkan hasil dari proses transkripsi. Berdasarkan proses pengkajian teks dilanjutkan

Page 5: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 849

dengan pengkajian pada tataran konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi dari permainan

anak ucang-ucang angge.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Permainan anak ucang-ucang angge merupakan jenis permainan yang dipadukan antara

gerak dan lagu. Oleh karena itu, syair lagu permainan anak ini menjadi bagian yang penting untuk

melengkapi permainan ini ketika dilakukan. Pada bagian ini akan dibahas analisis struktur teks dan

konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi permainan anak ucang-ucang angge.

3.1 Analisis Struktur Teks Permainan Ucang-ucang Angge

Permainan anak ucang-ucang angge dalam praktik memainkannya dilakukan dengan dua

unsur yaitu gerak dan lagu. Syair lagu dan gerak permainannya merupakan unsur utama dalam

permainan ini. Sehingga antara syair dan gerak merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

dalam memainkan permainan ini. Pada bagian ini akan membahas struktur teks permainan Ucang-

ucang Angge yang meliputi; formula sintaksis (fungsi dan kategori) dan formulasi bunyi. Untuk lebih

memudahkan pembahasan strukur teks, berikut di bawah ini akan dipaparkan hasil transkripsi dan

transliterasi teks permainan anak Ucang-ucang Angge:

Tabel 1. Transkripsi Teks Ucang-ucang Angge

TRANSKRIPSI

/Cang-ucang angge/

/mulung muncang ka parangge//

/Digog-gog ku anjing gede/

/Anjing gede nu pa lebe//

/Ari gog, gog cungungung/

/Ari gog, gog cungungung//

Berdasarkan hasil transkripsi di atas, teks permainan Ucang-ucang Angge memiliki tiga bait.

Dengan demikian, hasil ini dapat memudahkan peneliti untuk mencari formula sintaksis dalam teks

permainan anak ini. Formula sintaksis dalam penelitian ini meliputi analisis fungsi kalimat dan

kategori kata dalam satuan formula Sintaksis. Formula tersebut dapat dilihat pada bagian berikutnya.

3.1.1 Formula Sintaksis Teks Permainan Ucang-ucang Angge

Permainan anak ucang-ucang angge merupakan bentuk permainan yang dilakukan dengan

kolaborasi antara lagu dan gerak. Syair lagu digunakan sebagai penunjang bagi gerakan yang

dilakukan dalam bentuk aktivitas. Dalam pembahasan formula sintaksis ini, akan dipaparkan analisis

terhadap teks syair lagu ucang angge sebagai bagian dari permainan ini secara keseluruhan.

Teks syair lagu ucang-ucang angge terdiri dari tiga bait yang tersusun dengan pola yang

ajeg. Ditambah dengan repetisi larik pada bait ketiga sebagai bentuk penegasan pada akhir permainan

ini. Untuk lebih jelasnya, formula sintaksis teks syair lagu permainan anak ucang angge dalam

berdasarkan fungsi dan kategori kata dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Formula Sintaksis teks lagu ucang angge

Berdasarkan

fungsinya

(ujang/neng) (urang) Cang ucang angge,

S P O

(ujang/neng) mulung muncang ka parangge

S P O Ket.

Digog-gog ku anjing gede

P S

Anjing gede nu pa lebe

P S

Ari gog..gog cungungung

nonsense

Ari gog..gog cungungung

nonsense

Page 6: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

850 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Berdasarkan

kategori

(ujang/neng) (urang) Cang ucang angge,

N V V

(ujang/neng) mulung muncang ka parangge

N V N V

Digog-gog ku anjing gede

Adj. N

Anjing gede nu pa lebe

N Adj.

Ari gog..gog cungungung

nonsense

Ari gog..gog cungungung

nonsense

Berdasarkan tabel di atas, teks ucang-ucang angge terdiri dari lima larik. Larik pertama

terdapat dua kalimat. Kalimat pertama setelah melalui pembacaan secara heurestik terdiri dari satu

frasa ditambah dengan dua kata penunjang fungsi sintaksis. Frasa /cang ucang angge/ berfungsi

sebagai objek (O) dan memiliki kategori verba (kata kerja). Sedangkan kata /(Ujang/neng)/ berfungsi

sebagai Subjek (S) dalam kalimat pertama di larik pertama. Kalimat kedua dalam larik pertama

terdapat empat kata dan delapan suku kata. Kata /mulung/ berfungsi sebagai predikat (P) yang

memiliki makna mengambil dan memiliki kategori verba (kata kerja). Kata /muncang/ berfungsi

sebagai objek (O) dan memiliki kategori sebagai nomina (kata benda) yang memiliki padanan kata

dalam bahasa Indonesia yaitu Kemiri. Kata /parangge/ berfungsi sebagai keterangan tempat (Ket.)

yang memiliki makna sebagai tempat yang terdapat di dapur. Sedangkan kata /(Ujang/neng)/

berfungsi sebagai subjek (S) dalam kalimat kedua di larik pertama ini.

Larik kedua terdiri dari satu kalimat yang terdiri dari satu kata, satu frasa dan 6 suku kata.

Kalimat pada larik kedua ini memiliki kontruksi kalimat inversi. Kata /digog-gog/ merupakan bentuk

reduplikasi (pengulangan) dari kata /gog/ yang disalin suara menjadi /gog-gog/. Kata /gog-gog/

merupakan bentuk onomatope (tiruan bunyi) dari suara anjing yang dikonvensi dalam budaya Sunda

menjadi Gog-gog. Dalam budaya Sunda, selain gog-gog merupakan tiruan bunyi untuk suara anjing,

gog-gog juga merupakan bentuk eufemisme untuk menyebut binatang anjing. Kata /gog-gog/

berfungsi sebagai predikat (P) dalam kalimat ini, dan memiliki kategori sebagai kata Adjektiva (kata

sifat). Sedangkan frasa /ku anjing gede/ berfungsi sebagai subjek dalam kalimat ini, dan memiliki

kategori sebagai nomina (benda). Frasa /ku anjing gede/ menunjukkan bahwa ada anjing besar yang

dalam konteks kalimat ini berhubungan dengan suaranya yang mengaung secara keras.

Larik ketiga terdiri dari satu kalimat yang terdiri dari satu kata, satu frasa dan 6 suku kata.

Kalimat dalam larik ketiga ini memiliki struktur kalimat inversi. Kata /anjing gede/ berfungsi sebagai

predikat (P) dengan kategori kata sebagai nomina (kata benda). Sedangkan frasa /nu pa lebe/

berfungsi sebagai subjek (S) dengan kategori kata sebagai Adjektiva (Adj.). frasa /nu pa lebe/ dalam

kalimat ini menunjukkan sebuah kepunyaan yang melekat pada pada subjek.

Larik keempat dan kelima diisi dengan satu kontruksi yang sama. Larik /Ari gog..gog

cungungung/ pada larik keempat direpetisi pada larik kelima dengan intonasi ang meninggi ketika

diucapkan pada larik kelima. Larik /Ari gog..gog cungungung/ jika dianalisis secara sintaksis tidak

memiliki fungsi yang jelas dan cenderung nonsense. Namun, kata /cungungung/ merupakan

ungkapan yang menunjukkan sebuah ekspresi dalam permainan anak ucang angge ini.

Berdasarkan analisis formula sintaksis di atas, teks lagu permainan ucang angge memiliki

keteraturan dalam pola sintaksis. Walaupun dalam beberapa larik menunjukkan ketidakkonsistenan

dalam pola kalimat yang dibuat. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa ketidakkonsistenan tersebut

terjadi untuk menunjang aspek estetik dalam pembuatan ritme lagu. Sehingga penggunaan kata atau

frasa dalam teks lagu disesuaikan dengan kebutuhan dalam permainan ini secara keseluruhan. Selain

pembahasan tentang formula sintaksis, perlu dibahas pula berkaitan dengan formula bunyi. Oleh

karena itu, bagian selanjutnya membahas formula bunyi.

3.1.2 Formula Bunyi Teks Permainan Ucang-ucang Angge

Analisis formula bunyi dalam penelitian ini didasari pada pendapat Pradopo (2002:22) yang

mengemukakan bahwa bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi juga mempunyai tugas yang

Page 7: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 851

lebih penting untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang

jelas dan menimbulkan suasana yang khusus. Analisis formula bunyi dalam penelitian ini meliputi

pembahasan mengenai asonansi, aliterasi, serta efek bunyi yang ditimbulkan dari keduanya.

Larik pertama pada teks ucang angge ini terdapat bunyi vokal yang muncul diantaranya /e/

dan /u/ dengan kombinasi konsonan seperti /p/, /m/ dan /c/. Kombinasi antara vokal dengan konsonan

tersebut menimbulkan efek bunyi ringan ketika diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat pada kata

angge, Mulung, muncang dan parangge.

Larik kedua bunyi vokal yang muncul meliputi vokal /o/ dan /e/ yang dikombinasikan

dengan konsonan /g/ yang menimbulkan efek bunyi yang ringan ketika diucapkan. Hal tersebut dapat

terlihat pada kata gog-gog dan gede. Sedangkan larik ketiga, vokal yang dominan muncul adalah

vokal /e/ yang dikombinasikan dengan konsonan /g/ dan /l/. Efek bunyi yang dimunculkan dalam

kombinasi masih berupa efek ringan ketika kata-kata tersebut diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat

pada kata gede dan lebe.

Larik keempat dan kelima berisi sebuah onomaope (tiruan bunyi) dan sebuah ungkapan yang

diulang dua kali dengan perubahan intonasi pada lari terakhir sehingga menimbulkan penegasan.

Pada kedua larik ini (keempat dan kelima) vokal yang muncul didominasi oleh vokal /o/ dan /u/.

Sedangkan konsonan yang dominan adalah /g/ dan /c/. Sehingga efek bunyi yang muncul masih sama

dengan larik-larik sebelumnya yaitu efek bunyi ringan ketika diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat

pada kata gog-gog dan ungkapan cungungung.

Tabel 3. Asonansi dan Aliterasi Teks ucang-ucang angge

LARIK ASONANSI ALITERASI

1 /e/ dan /u/ /p/, /m/, /c/

2 /o/ dan /e/ /g/

3 /e/ /g/ dan /l/

4 /o/ dan /u/ /g/ dan /c/

5 /o/ dan /u/ /g/ dan /c/

Berdasarkan tabel di atas, asonansi yang paling dominan adalah bunyi vokal /e/, /o/ dan /u/

yang menghasilkan efek pengucapan yang ringan. Sedangkan untuk aliterasi, konsonan yang

dominan muncul adalah konsonan /g/ dan /c/. Selain itu, konsonan /m/, /p/, dan /l/ menjadi pelengkap

dari konsonan yang dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa teks diucapkan dengan banyak

memunculkan tekanan pada bunyi sehingga ketika kata-kata tersebut diucapkan pada saat bermain

menimbulkan efek ceria dan menyenangkan. Dengan demikian, pada analisis formula bunyi teks

permainan ucang angge, pemilihan kata disajikan secara sederhana agar menimbulkan efek

keceriaan ketika permainan anak ini dilakukan.

3.2 Konteks Penuturan Teks Permainan Ucang-ucang Angge

Permainan Ucang-ucang angge jika diklasifikasikan dalam ilmu folklor, merupakan bagian

dari folklor setengah lisan. Hal tersebut karena bentuk permainan ini merupakan kombinasi antara

gerakan dan nyanyian. Bunyi yang tercipta dari masing-masing larik erat hubungannya dengan anasir

musik (nada) yang merupakan inti dari permainan ini. Syair lagu yang dinyanyikan merupakan

bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan permainan ini.

Permainan ucang-ucang angge merupakan permainan yang pada umumnya dilakukan oleh

orang tua bersama anaknya. Permainan ini biasanya dilakukan untuk mengisi waktu luang sambil

mengasuh anaknya. Teknis permainan ucang angge ini, orang tua akan bertindak sebagai pengungkit

dan si anak sebagai yang diungkit. Orangtua akan berbaring dengan mengangkat kedua kaki yang

ditekuk pada lutut, posisi kaki dirapatkan, kemudian anak akan duduk di kedua kaki tersebut. Setelah

posisi anak nyaman, si orang tua akan mengayun anaknya naik turun sambil mendendangkan syair

lagu. Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas pada gambar di bawah ini:

Page 8: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

852 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Gambar 1. Gerakan awal permainan Gambar 2. Gerakan mengayun anak

Gambar 3. Gerakan akhir permainan

Berdasarkan gambar di atas, gerakan awal dilakukan bersama dengan nyayian dari syair lagu

anak Ucang-ucang angge. Gerakan terus dilakukan bersama dengan nyayian hingga diakhir gerakan

si Ibu meninggikan nada pada larik /Ari gog..gog cungungung/ sembari menaikkan ayunan sehingga

si anak meninggi dalam ayunan si Ibu. Gerakan terkahir ini dilakukan berulang kali bisa sampai tiga

kali.

Dengan demikian, berdasarkan konteks penuturan maka permainan anak ucang-ucang angge

merupakan sebuah permainan yang ingin menunjukkan nilai-nilai kebersamaan sejak dini dari orang

tua kepada anaknya. Orang tua hadir memberikan kasih sayang yang penuh kepada anaknya

semenjak dini. Sehingga permainan ini selain berfungsi sebagai pola asuh, dapat pula dijadikan

sebagai muatan pendidikan kasih sayang dari orang tua kepada anak.

3.3 Proses Penciptaan Permainan Anak Ucang-ucang Angge Proses penciptaan permainan anak Ucang-ucang angge merupakan tradisi yang diwariskan

secara turun temurun. Dalam prosesnya dapat dilihat dari cara masyarakat setempat, masyarakat

kampung Sayang, Batu Karut Sukaraja menurunkan khazanah permainan anak ini secara spontan

dan juga terstruktur. Dikatakan spontan karena proses penurunan terjadi dengan begitu saja tanpa

mempertimbangkan aspek lain. Sehingga dalam konteks penuturan selanjutnya sering terjadi proses

interpolasi (penambahan atau pengurangan isi teks). Hal tersebut yang memungkinkan terjadinya

berbagai macam versi dalam praktik permainan anak tradisional. Termasuk dalam hal ini permainan

anak Ucang-ucang Ange yang merupakan versi tersendiri dari permainan anak sejenis.

Permainan anak Ucang-ucang anngge diperoleh secara vertikal antara si empunya dengan si

pewaris. Sesuai dengan tuturan narasumber, bahwa permainan anak ini merupakan sesuatu yang

didapatkan dari orang tua yang diwariskan secara turun-temurun. Proses penciptaan teks permainan

anak ini dapat dikategorikan terstruktur. Artinya terdapat proses pembelajaran dengan cara

menghapal dalam cara pewarisan permainan ini. Oleh karena itu, permainan anak ini tetap bisa

Page 9: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 853

bertahan, walaupun hanya sebagian kecil masyarakat (daerah) yang masih mempertahankannya

(menggunakannya).

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Proses penciptaan merupakan tradisi yang sangat

tergantung kepada masyarakat pemilik dan sifat isi yang diciptakannya. Proses penciptaan itu dapat

terjadi dalam suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, pilihan proses penciptaan dapat

dikembalikan pada kebiasaan masyarakat pemilik tradisi lisan. Dengan demikian, keberlangsungan

permainan anak Ucang-ucang anngge ini dapat terjaga dari kepunahan.

3.4 Fungsi Permainan Anak Ucang-ucang Angge

Analisis terhadap fungsi permainan anak ucang-ucang angge ini dapat dilihat dari dua aspek.

Keuda aspek tersebut meliputi aspek permainan (games) dan aspek bahasa yang digunakan dalam

teks permainan anak ucang-ucang angge ini. Kedua aspek tersebut menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam mencari fungsi dan muatan makna yang terkadung dalam permainan ini.

Permainan ucang-ucang angge layaknya sebagai sebuah permainan berisi dengan berbagai

macam cara atau aturan (rule) dalam memainkannya. Jika dilihat berdasarkan cara memainkannya,

permainan ini merupakan permainan yang cukup dilakukan oleh dua orang. Dua orang tersebut

biasanya dilakukan oleh orang tua (ibu/bapak) dengan anak. Dengan mengacu dari kebiaasaan yang

dilakukan dalam memainkan permainan anak ini, dapat terlihat bahwa permainan anak ucang-ucang

angge ini menunjukkan sebuah pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Makna yang

bisa terlihat adalah keakraban antara orang tua dengan anak, atau dapat pula dimaknai sebagai

muatan pendidikan kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anak.

Sementara itu, teks syair lagu yang digunakan merupakan bagian dari penunjang permainan

anak ini. Lirik lagu dalam permainan anak Ucang-ucang angge ini jika dilihat dari penggunaan kata

(diksi) dibeberapa larik memang tidak sesuai dengan fungsi pendidikan seperti yang dijelaskan pada

bagian sebelumnya. Penggunaan kata ucang, mulung muncang, ka parangge, anjing gede, pa lebe,

cungungung secara semantis tidak berkaitan dengan pesan yang ingin disampaikan dalam permainan

anak ucang-ucang angge ini. Unsur-unsur bahasa (diksi) dalam teks lagu permainan ini digunakan

sebagai bentuk ekspresivitas atau penyesuaian keselarasan bunyi dengan gerakan dalam memainkan

permainan ini.

Dengan demikian, berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam permainan anak Ucang-

ucang angge mempunyai fungsi sebagai berikut; Pertama, sebagai pengesahan budaya. Artinya,

sebagai produk budaya dari suatu kelompok masyarakat yang telah diwariskan secara turun-temurun

dalam suatu masyarakat kolektif. Kedua, sebagai alat pendidikan anak. Artinya, walaupun hanya

berupa permainan tetapi dalam permainan tersebut terdapat edukasi yang merupakan sebuah bentuk

pendidikan. Terutama dalam hal ini pendidikan kasih sayang dari orang tua terhadap anak.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan dapat diperoleh simpulan dari peneltian ini

sebagai berikut; Pertama, Analisis struktur teks permainan anak Ucang-ucang angge yang meliputi

analisis formula sintaksis dan formula bunyi menunjukkan bahwa terdapat pola penyusunan teks

yang ajeg dengan mempertimbangkan aspek bahasa (teks lagu) digunakan sebagai sarana penunjang

kelerasan permainan anak ini dalam gerak maupun lagu.

Kedua, permainan Ucang-ucang angge dilakukan sebagai bentuk pola asuh dari orang tua

terhadap anak. Konteks penuturan teks permaian ini digunakan secara bersama sebagai bagian yang

tidak terpisahkan antara gerak fisik dengan nyayian. Dengan demikian, sebagai bagian dari folklor

setengah lisan, permainan anak Ucang-ucang angge ini telah memenuhi syarat sebagai permainan

anak tradisional yang memadukan antara gerakan dengan lagu sebagai permainan yang masih dapat

dilakukan dalam bentuk pola asuh anak. Ketiga, permainan anak ucang-ucang angge memiliki fungsi

sebagai bentuk pengesahan budaya yang merupakan ciri khas dari masyarakat penuturnya, dan dapat

dijadikan sebagai sarana pendidikan.

Page 10: TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS …

854 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arikunto, S. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

[2] Barthes, Roland. 1996. Mythologies (trans. Annette Lavers). New York: Hill and Wang.

[3] Brunvand, Jan Harold. 1978. The Study of American Folklore –an Introducing. New York:

W.W. Norton & Co-Inc.

[4] Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta:

Grafiti.

[5] Endraswara, Suwardi . 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Widyatama.

[6] Endraswara, Suwardi . 2003. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi.

Yogyakarta: MedPress.

[7] Saputra Karsono H. (Ed.). 1997. Tradisi Tulis Nusantara: Kumpulan Makalah Simposium

Tradisi Tulis Indonesia. Jakarta: Manasa.

[8] Sukmadinata, N.S (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

[9] Kaflan, David. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

[10] Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Graha Ilmu. [11] Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

[12] Toffler, Alvin. 1980. The Future Shock “Third Wave”. New York: Banta Book.

[13] Zaidan, A.R. (et.al). 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.