Teknologi Sexing Spermatozoa X Dan Y
-
Upload
afrizal-fikri -
Category
Documents
-
view
204 -
download
18
Transcript of Teknologi Sexing Spermatozoa X Dan Y
Teknologi Sexing Spermatozoa X dan Y
Perkembangan bioteknologi di bidang reproduksi ternak kini telah mengalami berbagai
peningkatan diantaranya adalah teknologi pemisahan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y.
Teknologi ini bertujuan untuk memperkirakan jenis kelamin anak yang dilahirkan sehingga dapat
disesuaikan dengan permintaan pasar.
Upaya pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan kromosom pada semen pejantan yaitu X dan
Y yang dapat menentukan jenis kelamin anak. Perbedaan spermatozoa diantara keduanya adalah pada
berat, pergerakan, kandungan biokimia, muatan permukaan dan besar spermatozoa. Metode pemisahan
spermatozoa yang dapat dilakukan antara lain adalah sedimentasi, immunologi, elektroforesis dan
metode filtrasi (Saili et al., 1998). Metode lain yang juga dapat dilakukan antara lain adalah dengan kolum
albumen (Susilawati et al., 2002). Menurut Saili (1999) penggunaan putih telur dapat sebagai pengganti
bahan Bovine Serum Albumen (BSA). Penggantian bahan ini dapat lebih ekonomis jika dibandingkan
dengan metode pemisahan lain.
Terdapat perbedaan kromosom pada individu ternak jantan dan betina. Perbedaan ini akan
menentukan jenis kelamin anak yang dilahirkan. Sepasang kromosom umumnya terdiri dari pasangan
kromosom homozigot/sejenis (XX) dan pasangan kromosom yang heterozogot/tidak sejenis (XY).
Kromosom heterozigot dibawa oleh ternak jantan dengan produksi dua macam gamet yang seimbang
yaitu gamet yang membawa kromosom X dan Y, sedangkan kromosom homozigot dibawa oleh ternak
betina yang hanya menghasilkan satu jenis gamet. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa
kombinasi gamet yang mungkin terbuahi hanya dua dan hasilnya 50% jantan dan 50% betina (Pineda,
1989).
Spermatozoa hanya mengandung setengah jumlah DNA pada sel-sel somatik sebagai hasil
pembelahan reduksi selama spermatogenesis, sehingga terbentuklah dua macam kromosom.
Spermatozoa yang membawa kromosom X disebut spermatozoa X dan spermatozoa yang membawa
kromosom Y disebut spermatozoa Y. Spermatozoa X pada mamalia jika membuahi sel telur akan
menghasilkan embrio betina sedangkan spermatozoa Y akan menghasilkan embrio jantan (Graves, 1994
dan Toelihere, 1985).
Semua sel tubuh akan didapatkan autosom-autosom yang berpasangan yang diploid dan satu
pasang seks kromosom. Secara primer jenis kelamin ditentukan oleh kromosom seks. Hewan mamalia
dalam semua sel tubuh betina didapatkan dua kromosom X dan pada hewan jantan didapatkan satu
kromosom X dan satu kromosom Y (Yatim, 1986).
Penerapan teknologi pemisahan spermatozoa masih terkedala diantaranya adalah penurunan
kualitas yang diakibatkan oleh proses metabolisme yang berlebih yang kemudian menyebabkan asam
laktat yang berdampak pada penurunan pH sehingga berakibat pada penurunan motilitas spermatozoa
(Bearden dan Fuquay, 1984 dan Sonjaya et al., 2005).
Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
penambahan zat tertentu yang dapat mempertahankan kualitas spermatozoa, diantaranya adalah kafein.
Kafein (1,3,7 Trimetyl 2,6 Dioksipurin) mampu meningkatkan motilitas pada spermatozoa yang tidak motil
seperti yang terdapat pada testes dengan cara menghambat siklus nukleotida fospodiesterase dan
mempengaruhi level intraseluler dari siklus AMP (El Gaafary et al., 1990).
Hasil penelitian Lopez dan Alvarino (2000) menunjukan bahwa penambahan kafein pada semen
kelinci yang disimpan selama 96 jam pada konsentrasi 0,2 mM/L dapat meningkatkan motilitas
spermatozoa. Garbers et al. (1971) melaporkan bahwa peningkatan motilitas spermatozoa sapi dengan
pemberian kafein, berhubungan erat dengan peningkatan kadar cAMP.
Hasil penelitian Hasbi et al. (2011) menjelaskan bahwa penambahan ekstrak kopi sebelum proses
pemisahan dapat mengurangi laju penurunan motilitas spermatozoa selama penyimpanan. Motilitas dan
persentase hidup spermatozoa hasil pemisahan menurun selama penyimpanan. Motilitas dan persentase
hidup spermatozoa pada medium pemisah 30% (spermatozoa pembawa kromosom Y) lebih tinggi jika
dibandingkan pada medium pemisah 10% (spermatozoa pembawa kromosom X).
Pemisahan spermatozoa dapat mengakibatkan penurunan kualitas. Adapun parameter didalam
menentukan kualitas yang paling diutamakan adalah sebagai berikut :
Motilitas adalah persentase spermatozoa yang bergerak maju kedepan. Motilitas dipengaruhi oleh
perbedaan bangsa, waktu pemeriksaan dan juga ukuran tubuh. Semakin besar motilitas spermatozoa
yang teramati maka semakin banyak jumlah spermatozoa yang masih bertahan hidup dan mampu
bergerak. Integritas membran plasma spermatozoa sangat dipengaruhi oleh komposisi plasma semen
(Herdis, 2005).
Persentase membran plasma utuh adalah jumlah spermatozoa dengan keadaan dimana lapisan
terluar spermatozoa tetap dalam keadaan utuh pasca pemisahan. Kerusakan membran plasma
spermatozoa akan mengganggu metabolisme spermatozoa, akibatnya akan dapat menurunkan motilitas.
Hal inilah yang membuat keduanya sangat berkorelasi (Yu dan Leibo 2002). Gliserol merupakan salah
satu komponen yang berperan dalam menjaga kestabilan membran. Membran spermatozoa akan tetap
stabil saat berada dalam plasma semen (Yanagimachi disitasi Hafez, 2000).
Evaluasi terhadap integritas membran plasma spermatozoa dapat dilakukan dengan metode
HOS(Hypoosmotic Swelling Test). Menurut prosedur Jayendran et al. (1984) :
2. Penghitungan minimal dilakukan terhadap 200 ekor spermatozoa.
3. Ekor spermatozoa dengan membran plasma utuh akan melingkar/menggulung.
Persentase spermatozoa dengan tudung akrosom utuh. Evaluasi parameter ini dapat dilakukan
dengan melihat pada bagian kepala spermatozoa yang menunjukan warna gelap pada bagian atas
kepala spermatozoa. Keutuhan tudung akrosom dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan semen,
antara lain dengan adanya penurunan pH semen yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah asam laktat
(Samsudewa, 2006). Menurut Salisbury dan VanDemark (1985) penurunan pH semen akan
meningkatkan ion hidrogen cairan semi gelatinous sapi sehingga akan menurunkan tekanan osmotik.
Peningkatan ini akan menurunkan permeabilitas membran spermatozoa sehingga menyebabkan
plasmolisis sel spermatozoa. Plasmolisis sel ini akan menyebabkan meluruhnya tudung akrosom.
DAFTAR PUSTAKABearden, H.J. and J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. 2nd ed. Reston Publishing Company.
Reston, Virginia.El-Gaafary, M.N., A.D. Daader, and A. Ziedan. 1990. Effects of caffein on bull semen quality and sperm
penetration into cervical mucus. Anim. Reprod. Sci., 23 : 13-90.Garbers, D.I., N.L. First, J.J. Sullivan, and H.A. Lardy. 1971. Stimulation and maintenance of ejaculated bovine
spermatozoa respiration and motility by caffein. Biol. Reprod., 5 : 336-339.Graves JAM, 1994. Mammalia Sex-Determining Genes In the Difference Betwenn the sexes, short, RV and
Balaban E (Ed) Camride University press. London.Hisbi , H., H. Sonjaya dan S. Gustina. 2011. Pengaruh medium pemisah, penambahan ekstrak kopi sebelum proses
pemisahan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y dan lama penyimpanan terhadap kualitas semen cair kambing Peranakan Ettawa. JITP 1 (2).
Pineda MH, 1989. The Biologi of Sex. In Veterinary Endocrinology and Reproduction. 4ed. Mc. Donald, LE and Pineda, MH (Editors) Lea and Febiger. Phiadelpia.
Saili, T., M.R. Toelihere, A. Boediono, dan B. Tappa. 1998. Pengendalian jenis kelamin anak melalui sexing spermatozoa untuk reproduksi ternak. Warta Biotek, 12 (1-2): 1-5
Saili, T. 1999. Efektivitas penggunaan albumen sebagai medium separasi dalam upaya mengubah rasio alamiah spermatozoa pembawa kromosom X dan Y pada sapi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Salisbury, G. W. dan N. L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh R. Djaunar).
Samsudewa, D. 2006. Pengaruh Jumlah Spermatozoa Per Inseminasi Terhadap Kualitas Semen Beku dan Penampilan Kesuburan Pada Kambing Peranakan Etawah. Universitas Diponegoro. Semarang (Tesis Magister Ilmu Ternak).
Sonjaya, H., Hasbi, Sutomo dan Hastuti. 2005. Pengaruh penambahan calcium ionophore terhadap kualitas spermatozoa kambing Boer hasil seksing. J. Sains & Teknologi, 5 (2): 90-101.
Susilawati, T., P. Hermanto, E. Srianto, dan Yuliani. 2002. Pemisahan spermatozoa X dan Y pada sapi Brahman menggunakan gradien putih telur pada pengencer tris dan tris kuning telur. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati, 14 (2): 176-181.
Yatim W, 1986. Genetika. Penerbit Tarsito. BandungYu, I. and SP. Leibo. 2002. Recovery motile, membrane intact spermatozoa from canine epididymides stored for
8 days at 4˚C. Theriogenology. 57 (3) : 1179-1190.