TeknikProyeksiPendidikan

54
TEKNIK PROYEKSI PENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT STATISTIK PENDIDIKAN JAKARTA, DESEMBER 2007

Transcript of TeknikProyeksiPendidikan

Page 1: TeknikProyeksiPendidikan

TEKNIK PROYEKSI PENDIDIKAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT STATISTIK PENDIDIKAN JAKARTA, DESEMBER 2007

Page 2: TeknikProyeksiPendidikan

ii

KATA PENGANTAR

Buku “Teknik Proyeksi Pendidikan” ini merupakan salah satu bahan dalam pelatihan nasional Tenaga Teknis Pusat dalam Pengelolaan Data Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang, Depdiknas. Pelatihan ini diselenggarakan selama 5 hari pada bulan Desember 2007.

Buku ini disusun dengan menggunakan sumber data yang telah ada. Beberapa sumber yang digunakan adalah Buku Profil Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/Kota, Buku Indikator Pendidikan, Buku Propenas, Buku Rencana Strategi 2005-2009, Buku Proyeksi Repelita, Buku tentang Perencanaan, dan lain-lain buku yang relevan. Buku ini dibuat secara sederhana dengan diberikan contohnya sehingga memudahkan bagi pemula dalam melaksanakan proyeksi pendidikan dan berdasarkan data yang dimiliki. Buku ini telah mengalami perbaikan berdasarkan masukan dari peserta pelatihan di tingkat daerah yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya.

Mudah-mudahan buku ini dapat menjadi bahan masukan dalam melaksanakan proyeksi pendidikan khususnya proyeksi pada sekolah-sekolah di bawah naungan Ditjen Manajemen Dikdasmen. Selain itu, buku dapat menjadi bahan dalam menyusun perencanaan pendidikan dan akhirnya dapat menjadi bahan penentukan kebijakan atau pengambilan keputusan. Saran perbaikan dari para peserta pelatihan sangat kami harapkan sehingga buku ini dapat dimanfaatkan dengan optimal.

Jakarta, Desember 2007

Page 3: TeknikProyeksiPendidikan

iii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL/BAGAN iv BAB I: PENDAHULUAN 1 A. Otonomi Pendidikan 1 B. Perencanaan 2 BAB II: METODE SPRAGUE MULTIPLIER 5 A. Pengertian 1 B. Data yang Diperlukan 7 C. Cara Menghitung 7 D. Aplikasi 10 BAB III: PROYEKSI PENDUDUK DAN PENDUDUK USIA

SEKOLAH 12 A. Pendahuluan 12 B. Pengertian 12 C. Data yang Diperlukan 13 D. Rumus 13 E. Kegunaan 14 F. Aplikasi 14 BAB IV: ASUMSI PROYEKSI DAN SUMBER DATA 16

A. Asumsi 16 B. Sumber Data 19

BAB V: METODE PROYEKSI SISWA 21 A. Angka Pertumbuhan 21 B. Angka Penyerapan Kasar 23 C. Kohort Siswa 25 D. Masukan-keluaran 28 E. Arus Siswa 30 F. Rangkuman Metode Proyeksi 32

BAB VI: PROYEKSI SISWA MENGGUNAKAN ARUS SISWA 34 A. Pengertian 34 B. Data yang Diperlukan 34 C. Proyeksi Parameter dan Indikator Pendidikan 36

Page 4: TeknikProyeksiPendidikan

iv

Halaman D. Rumus yang Digunakan 37 E. Aplikasi 40 BAB VII: PENUTUP 46 A. Data harus Valid 46 B. Tujuan 46 C. Pemilihan Metode 46 D. Kebijakan Daerah

DAFTAR KEPUSTAKAAN 46 LAMPIRAN Bahan Sajian

Page 5: TeknikProyeksiPendidikan

v

DAFTAR TABEL/BAGAN

Halaman

BAB I Bagan 1.1: Hubungan Antarbab 4 BAB II Tabel 2.1: Tabel Bilangan Pengali Sprague 6 Tabel 2.2: Tabel Bilangan Pengali Sprague Berdasarkan Usia yang Akan Dihitung 10 BAB III Tabel 3.1: Jumlah Penduduk Tahun 1997-2006 14 BAB IV Tabel 4.1: Asumsi yang Digunakan menurut Jenjang Pendidikan 16 Tabel 4.2: Proyeksi Indikator APK Menggunakan Asumsi Target dengan Rata-rata Kenaikan per Tahun 1,78% 17 Tabel 4.3: Proyeksi Indikator AL Menggunakan Asumsi

Kecenderungan Dengan Rata-rata Kenaikan per Tahun 0,625% 18

Table 4.4: Proyeksi Parameter AU Menggunakan Asumsi Konstan Sama dengan Tahun Terakhir Data 18

Tabel 4.5: Proyeksi Paramater AM, AL, dan APS Menggunakan Gabungan Asumsi 19 Tabel 4.6: Sumber Data Dasar yang Digunakan untuk Menyusun Proyeksi Siswa menurut Jenjang

Pendidikan 20 BAB V Bagan 5.1: Kohort Siswa SMP (menurut Istilah Asli) 25 Bagan 5.2: Contoh Kohort Siswa Tingkat SMP (Modifikasi Dari Arus Siswa) 25 Tabel 5.1: Data Siswa Baru Tingkat I, Siswa, dan Lulusan, Tahun 2004-2006 29 Tabel 5.2: Penggunaan Metode Proyeksi dan Jenis Sekolah 32 Tabel 5.3: Parameter dan Indikator Pendidikan yang Diproyeksikan 33 BAB VI Tabel 6.1: Data yang Diperlukan untuk Menyusun Proyeksi Siswa menurut Jenjang Pendidikan 35 Tabel 6.2: Proyeksi Parameter yang Digunakan untuk Menyusun Proyeksi Siswa menurut Jenjang Pendidikan 36

Page 6: TeknikProyeksiPendidikan

vi

Halaman Tabel 6.3: Lulusan SD/MI, Siswa Baru Tingkat I, Siswa Menurut Tingkat dan Lulusan tingkat SMP 40 Table 6.4: Mengulang menurut Tingkat, SMP 40 Tabel 6.5: Proyeksi Lulusan SD/MI 41 Tabel 6.6: Angka Melanjutkan ke SMP 41 Tabel 6.7: Angka Mengulang menurut Tingkat SMP 41 Tabel 6.8: Angka Naik Tingkat dan Angka Putus Sekolah menurut Tingkat SMP 42 Tabel 6.9: Proyeksi Angka Melanjutkan, Angka Mengulang dan Angka Putus Sekolah menurut Tingkat SMP 42 Tabel 6.10: Hasil Proyeksi Siswa SMP 43 Tabel 6.11: Data Tingkat SMP 43 Tabel 6.12: Proyeksi Indikator Pendidikan 44 Tabel 6.13: Proyeksi Siswa SMP 45

Page 7: TeknikProyeksiPendidikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab I Pendahuluan ini akan dibahas terlebih dahulu otonomi pendidikan dalam kaitannya dengan otonomi daerah kabupaten/kota. Setelah dipahami otonomi pendidikan, langkah berikutnya adalah dengan adanya otonomi pendidikan di kabupaten/kota, maka sudah saatnya sumber daya manusia di kabupaten/kota memahami perencanaan pendidikan karena merekalah yang akan melakukan perencanaan pendidikan baik yang bersifat makro maupun mikro.

A. Otonomi Pendidikan

Dengan adanya otonomi daerah dan khususnya otonomi pendidikan, tatanan organisasi maupun kepegawaiannya juga mengalami perubahan. Perubahan itu bisa terjadi karena ketidaktahuan pemerintah kabupaten/kota tentang program pendidikan yang telah dan sedang dilaksanakan atau yang akan dilaksanakan. Hal itu wajar karena sentralisasi pendidikan telah berlangsung selama 32 tahun sehingga mereka yang bukan berasal dari pendidikan tidak akan dapat dengan segera memahami apa yang sedang dikembangkan di bidang pendidikan.

Kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus-menerus, untuk itu diperlukan penyegaran kembali tentang apa yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan dalam pembangunan program pendidikan. Bagi mereka yang telah lama berkecimpung dalam bidang pendidikan program pembangunan pendidikan yang dilaksanakan sekarang ini hendaknya merupakan upaya untuk mengingat kembali atau mengembangkan apa-apa yang telah pernah dikerjakan sedangkan bagi mereka yang berasal dari luar bidang pendidikan hendaknya dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan program pembangunan pendidikan yang ada.

Selain itu, otonomi pendidikan bukan berarti pendidikan antardaerah otonomi harus berdiri sendiri, melainkan justru harus ada keterkaitan sehingga dapat saling mempelajari satu sama lain untuk mengembangkan pendidikan antardaerah otonomi. Walaupun otonomi pendidikan berada di tingkat kabupaten/kota, jalinan kerja sama dengan pemerintah daerah propinsi dalam arti Dinas Pendidikan provinsi masih perlu dilaksanakan sehingga terjadi kesinambungan pengelolaan pendidikan di tingkat nasional, wilayah provinsi, dan kabupaten/kota.

Bila sebelum adanya otonomi daerah terjadi hubungan secara hirarkhi antara Pusat – Provinsi – Kabupaten/Kota, namun setelah otonomi pendidikan hubungan tersebut berubah menjadi koordinasi. Koordinasi tersebut hendaknya dibina secara terus-menerus antara Pusat (dalam hal ini adalah Depdiknas) dengan provinsi (Dinas Pendidikan Provinsi) dan kabupaten/kota (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota) sehingga pembangunan pendidikan dapat

Page 8: TeknikProyeksiPendidikan

2

dilaksanakan secara berkseinambungan dan segala masalah pendidikan akan dapat dengan segera diketahui dan ditangani.

B. Perencanaan

Perencanaan adalah sebuah proses pembuatan keputusan untuk melakukan sesuatu di masa depan dengan menggunakan sumber-sumber yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan. Dari definsi ini dapat disimpulkan bahwa penyusunan rencana erat kaitannya dengan kondisi masa depan yang ingin dicapai dengan kondisi lebih baik dari kondisi masa sekarang.

Sebelum adanya otonomi daerah dan otonomi pendidikan, semua perencanaan pendidikan dilaksanakan secara sentralisasi di pusat. Hal ini menyebabkan perencanaan yang ada terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah karena tidak mempertimbangkan aspirasi daerah. Selama itu, daerah tidak diberikan kebebasan untuk merencanakan daerahnya sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya otonomi pendidikan ini diharapkan semua perencanaan pendidikan dilakukan sendiri oleh aparat Dinas Pendidikan dari kabupaten/kota.

Salah satu kesulitan dalam menyusun perencanaan adalah ketidakpastian kondisi masa depan. Misalnya, kita tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah siswa SMP pada lima tahun mendatang. Kondisi dari prediksi ini adalah pemerintah dan masyarakat harus menyediakan tempat belajar sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan kebijakan yang ada. Oleh karena itu, dalam perencanaan harus ada sasaran-sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai secara nasional. Pada kenyataannya, sasaran tersebut hanya bisa dicapai apabila ada sinergi antara kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi karena data nasional adalah akumulasi dari kecamatan sampai provinsi. Dengan demikian, kabupaten/kota dan provinsi juga harus menyusun perencanaan daerahnya masing-masing.

Agar dapat dilakukan perencanaan pendidikan, komponen utamanya adalah data. Hal itu menyebabkan data yang baik dalam arti tepat waktu, dapat dipercaya, dan objektif menjadi penting untuk dipahami. Bila dahulu data yang dikumpulkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota hanya dianggap untuk memenuhi kebutuhan akan data di pusat (Depdiknas) maka sudah saatnya anggapan seperti itu diubah. Data di pusat untuk kebutuhan perbandingan dengan pendidikan internasional sehingga hanya diperlukan data yang sifatnya global, sedangkan data bagi daerah menjadi kebutuhan untuk perencanaan pendidikan di kabupaten/kota.

Oleh karena sampai saat ini struktur organisasi Dinas Pendidikan di semua kabupaten/kota yang jumlahnya mencapai sekitar 440 tidak sama atau berbeda, demikian juga tugas dan fungsinya maka pusat masih memerlukan data yang lebih terinci misalnya per individu sekolah. Bila suatu saat semua kabupaten/kota sudah dapat menghasilkan data yang valid maka keperluan pusat akan data hanya bersifat global atau cukup rangkuman kabupaten/kota.

Page 9: TeknikProyeksiPendidikan

3

Perlu dipahami juga bahwa data yang diperlukan oleh pusat digunakan untuk melaporkan perkembangan pendidikan di Indonesia dalam hubungannya dengan internasional. Untuk itu, setiap tahun hendaknya dilakukan perbaikan data sehingga dapat diperoleh data yang valid. Setelah data yang valid dapat dihasilkan, langkah berikutnya adalah memahami berbagai metode yang digunakan dalam perencanaan pendidikan.

Untuk menyusun perencanaan pendidikan tidak hanya data yang diperlukan melainkan juga data tahun-tahun sebelumnya dan data proyeksi atau perkiraan data di tahun-tahun mendatang. Agar dapat dilakukan proyeksi maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang penduduk yang dalam hal ini adalah metode pemecahan penduduk usia sekolah. Setelah diketahui metode pemecahan penduduk maka dilanjutkan dengan cara menyusun proyeksi penduduk. Penduduk usia sekolah sebagai masukan siswa sehingga berbagai metode menyusun proyeksi siswa perlu dipahami. Agar dapat disusun proyeksi siswa maka perlu dipahami tentang asumsi proyeksi dan sumber data yang diperlukan. Oleh karena itu, secara berturut-turut akan dijelaskan tentang cara memecah penduduk usia lima-tahunan menjadi usia tahunan, proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah, metode proyeksi siswa, asumsi proyeksi dan sumber data, proyeksi menggunakan arus siswa dan diakhiri dengan data yang digunakan untuk menyusun proyeksi harus data yang berkualitas.

Pemecahan penduduk usia lima-tahunan menjadi tahunan yang disajikan pada Bab II menggunakan Tabel Bilangan Pengali Sprague yang secara langsung diperoleh dari lembaga pendidikan internasional yaitu UNESCO. Sesuai dengan tugas dan fungsi, data penduduk harus dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), namun data penduduk yang disajikan oleh BPS belum sesuai dengan kebutuhan pendidikan yaitu usia sekolah. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data penduduk menurut usia sekolah hendaknya berkoordinasi dengan BPS Kabupaten/Kota. Namun, bila pada saat diperlukan data tersebut belum tersedia atau hanya tersedia dalam bentuk usia lima-tahunan, maka diperlukan metode pemecahan penduduk yaitu Sprague Multiplier.

Proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah disajikan pada Bab III sangat diperlukan dalam menyusun proyeksi siswa. Bila data penduduk dan penduduk usia sekolah termasuk proyeksinya dapat dihasilkan oleh BPS Provinsi dan Kabupaten/Kota maka Bab III ini hanya sebagai wawasan bagaimana menyajikan data proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah menggunakan rumus angka pertumbuhan.

Pada Bab IV asumsi proyeksi dan sumber data perlu dipahami sebelum menyusun proyeksi karena semua metode proyeksi menggunakan asumsi dan sumber data yang sama.

Metode proyeksi untuk menyusun proyeksi siswa yang disajikan pada Bab V merupakan beberapa metode yang sampai sekarang masih digunakan dalam menyusun proyeksi siswa atau mahasiswa di TK, tingkat SD, SMP, SM, bahkan sampai PT. Penggunaan masing-masing metode disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Sebagai

Page 10: TeknikProyeksiPendidikan

4

pelengkap dalam pemahaman tentang masing-masing metode tersebut maka disajikan pula bagaimana penerapannya.

Contoh menyusun proyeksi siswa menggunakan arus siswa disajikan tersendiri dan yang paling lengkap pada Bab VI. Proyeksi siswa sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan pendidikan karena siswa merupakan subjek utama dalam program pembangunan pendidikan. Proyeksi siswa yang dicontohkan hanya menggunakan arus siswa karena dengan menggunakan metode ini akan menghasilkan perkiraan siswa yang paling mendekati dengan kenyataan. Proyeksi siswa merupakan syarat utama dalam melakukan proyeksi lainnya karena yang menjadi sasaran utama pendidikan adalah siswa sedangkan proyeksi lainnnya adalah sebagai penunjang seperti proyeksi kebutuhan Ruang Kelas dan Guru karena kedua kebutuhan tersebut merupakan hal yang paling penting dalam penyelenggaraan pendidikan.

Sebagai penutup pada Bab VII, disajikan pedoman yang harus dipertimbangkan dalam menyusun proyeksi siswa yaitu data harus valid, tujuan dalam menyusun proyeksi siswa, pemilihan metode yang tepat, dan kebijakan daerah. Hubungan antarbab disajikan pada Bagan 1.1 berikut ini.

Bagan 1.1

Hubungan Antarbab

Berdasarkan Bagan 1.1 dapat dilihat adanya keterkaitan antarbab sehingga perlu dipahami setiap bab karena dari pemahaman tentang pemecahan penduduk, proyeksi penduduk, asumsi proyeksi dan sumber data, metode proyeksi siswa, dan khusus proyeksi siswa menggunakan metode arus siswa. Dari proyeksi siswa dapat dihasilkan proyeksi kebutuhan ruang kelas dan kebutuhan guru. Kondisi ini harus dilaksanakan secara berurutan dan tidak dapat dilakukan secara simultan. Namun, dalam sajian ini hanyalah sampai pada proyeksi siswa.

Metode Pemecahan Penduduk

Lima-tahunan

Data Persekolahan

Proyeksi Penduduk

dan Penduduk

Usia Sekolah

Proyeksi Siswa

Asumsi Proyeksi dan Sumber Data Metode proyeksi i

Page 11: TeknikProyeksiPendidikan

5

BAB II

METODE SPRAGUE MULTIPLIER

Pemecahan penduduk usia lima-tahunan menjadi usia tahunan

diperlukan dalam perencanaan pendidikan karena pada kenyataannya penduduk menurut usia sekolah dengan data penduduk usia yang tersedia dari Badan Pusat Statistik (BPS) tidaklah sama. Data penduduk yang ada pada penerbitan BPS di tingkat nasional maupun daerah menggunakan kelompok usia lima-tahunan seperti 0-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-19 tahun, 20-24 tahun dan seterusnya. Untuk keperluan pendidikan, penduduk yang digunakan adalah kelompok usia sekolah yaitu 4-5 tahun dan 4-6 tahun untuk TK, 6-7 tahun dan 7-12 tahun untuk tingkat SD, 13-15 tahun untuk tingkat SMP, 16-18 tahun untuk tingkat SM, 19-24 tahun untuk tingkat PT.

Untuk itu, diperlukan metode yang dapat memecah kelompok usia lima-tahunan menjadi kelompok usia sekolah. Ada beberapa metode untuk memecah kelompok usia lima-tahunan menjadi tahunan, namun dalam hal ini dipilih metode yang sesuai dengan kondisi Indonesia yaitu Sprague Multiplier.

A. Pengertian

Metode Sprague Multiplier adalah bilangan pengali Sprague yang disusun menurut cara tertentu untuk menghitung usia penduduk tahunan atau untuk memecah penduduk usia lima-tahunan menjadi usia tahunan. Dalam kaitan dengan data BPS yaitu usia 0-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, dan 15-19 tahun akan dipecah menjadi penduduk usia sekolah, misalnya usia 4-5 tahun, 5-6 tahun, 6-7 tahun dan kelompok usia yang diinginkan seperti usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, 16-18 tahun, dan 19-24 tahun maka diperlukan metode tersebut.

Angka bilangan pengali Sprague disajikan dalam bentuk tabel yang disebut Tabel Bilangan Pengali Sprague (Sprague Multiplier Table) yang disajikan pada Tabel 2.1.

Angka bilangan pengali Sprague terdapat dalam 5 tabel, yaitu 1) Tabel pertama; 2) Tabel kedua, 3) Tabel ketiga atau tabel perantara, 4) Tabel keempat, dan 5) Tabel kelima. Masing-masing tabel berisi kelompok angka sebagai berikut. 1. Tabel Pertama/Tabel 1, tabel ini digunakan untuk menghitung

penduduk kelompok usia 0-4 tahun atau kelompok usia yang pertama. Syaratnya: Selain diketahui penduduk kelompok usia 0-4 tahun, perlu diketahui juga 3 kelompok usia berikutnya yaitu kelompok usia 5-9 tahun, 10-14 tahun, dan 15-19 tahun.

2. Tabel Kedua/Tabel 2, tabel ini digunakan untuk menghitung penduduk kelompok usia 5-9 tahun atau kelompok usia kedua.

Page 12: TeknikProyeksiPendidikan

6

Tabel 2.1 Tabel Bilangan Pengali Sprague

Tabel Usia F-3 F-2 F-1 F0 F1 F2 F3

Tabel 1 Fa - 0.3616 -0.2768 0.1488 -0.0336Fb - 0.2640 -0.0960 0.0400 -0.0080Fc - 0.1840 0.0400 -0.0320 0.0080Fd - 0.1200 0.1360 -0.0720 0.0160Fe - 0.0704 0.1968 -0.0848 0.0176

Tabel 2 Fa - 0.0336 0.2272 -0.0752 0.0144 -Fb - 0.0080 0.2320 -0.0480 0.0080 -Fc - -0.0800 0.2160 -0.0080 0.0000 -Fd - -0.0160 0.1840 0.0400 -0.0080 -Fe - -0.0176 0.1408 0.0912 -0.0144 -

Tabel 3 Fa - -0.0128 0.0848 0.1504 -0.0240 0.0016 -Fb - -0.0016 0.0144 0.2224 -0.0416 0.0064 -Fc - 0.0064 -0.0336 0.2544 -0.0336 0.0064 -Fd - 0.0064 -0.0416 0.2224 0.0144 -0.0016 -Fe - 0.0016 -0.0240 0.1504 0.0848 -0.0128 -

Tabel 4 Fa - -0.0144 0.0912 0.1408 -0.0176 - -Fb - -0.0080 0.0400 0.1840 -0.0160 - -Fc - 0.0000 -0.0080 0.2160 -0.0080 - -Fd - 0.0080 -0.0480 0.2320 0.0080 - -Fe - 0.0144 -0.0752 0.2272 0.0336 - -

Tabel 5 Fa 0.0176 -0.0848 0.1968 0.0704 - - -Fb 0.0160 -0.0720 0.1360 0.1200 - - -Fc 0.0080 -0.0320 0.0400 0.1840 - - -Fd -0.0080 0.0400 -0.0960 0.2640 - - -Fe -0.0336 0.1488 -2768.0000 0.3616 - - -

Syaratnya: Selain diketahui penduduk kelompok usia 5-9 tahun, perlu diketahui juga 1 kelompok usia sebelumnya yaitu kelompok usia 0-4 tahun dan 2 kelompok usia berikutnya yaitu 10-14 tahun, dan 15-19 tahun.

3. Tabel Ketiga/Tabel Perantara/Tabel 3, tabel ini digunakan untuk menghitung penduduk kelompok usia dari 10-14 tahun sampai 70-74 tahun. Syaratnya: Selain diketahui kelompok usia yang akan dihitung, perlu diketahui juga 2 kelompok usia sebelumnya dan 2 kelompok usia berikutnya. Bila akan dihitung kelompok usia 20-24 tahun, maka 2 kelompok usia sebelumnya yang dipakai adalah kelompok 10-14 tahun dan 15-19 tahun sedangkan 2 kelompok berikutnya yang dipakai adalah kelompok usia 25-29 tahun dan 30-34 tahun.

4. Tabel Keempat/Tabel 4, tabel ini digunakan untuk menghitung penduduk kelompok usia 75-79 tahun atau 1 kelompok sebelum kelompok usia terakhir yang dimiliki. Syaratnya: Selain diketahui kelompok usia 75-79 tahun perlu diketahui 2 kelompok usia sebelumnya yaitu kelompok usia 65-69 tahun dan 70-74 tahun dan 1 kelompok usia berikutnya yaitu usia 80-84 tahun.

5. Tabel Kelima/Tabel 5, tabel ini digunakan untuk menghitung penduduk kelompok usia 80-84 tahun atau kelompok usia terakhir yang dimiliki.

Page 13: TeknikProyeksiPendidikan

7

Syaratnya: Selain diketahui kelompok usia terakhir yaitu 80-84 tahun perlu juga diketahui 3 kelompok usia sebelumnya yaitu kelompok usia 65-69 tahun, 70-74 tahun, dan 75-79 tahun.

B. Data yang Diperlukan

Agar dapat dipecah penduduk usia lima tahunan menjadi tahunan maka daya yang diperlukan adalah penduduk kelompok usia lima tahunan yang dihasilkan oleh BPS, yaitu mulai usia 0-4 tahun sampai dua kelompok usia lima tahunan berikutnya dari kelompok usia yang akan dipecah menjadi usia tahunan.

C. Cara Menghitung

Dalam menghitung atau memecah penduduk lima-tahunan

menjadi penduduk usia tahunan berdasarkan angka bilangan pengali Sprague digunakan simbol-simbol sebagai berikut. F0: Penduduk kelompok usia yang akan dipecah menjadi penduduk

menurut usia tahunan F1, F2, F3: Penduduk kelompok usia berikutnya sesudah F0 F-1, F-2, F-3: Penduduk kelompok usia sebelum F0 Fa, Fb, Fc, Fd, Fe: Penduduk menurut usia tahunan yang pertama,

kedua, ketiga, keempat, dan kelima dari F0 Misalnya yang akan dipecah adalah kelompok usia 10-14 tahun

maka sebagai F0 adalah kelompok usia 10-14 tahun sehingga F1 adalah kelompok usia 15-19 tahun, F2 adalah kelompok usia 20-24 tahun, F3 adalah kelompok usia 25-29 tahun sedangkan F-1 adalah kelompok usia 5-9 tahun dan F-2 adalah kelompok usia 0-4 tahun.

Rumus yang digunakan untuk masing-masing tabel adalah sebagai berikut: Rumus I

Fa = S1a x F0 + S2a x F1 + S3a x F2 + S4a x F3 Keterangan: Fa adalah penduduk menurut usia tahunan yang pertama F0 adalah penduduk kelompok usia yang akan dipecah F1 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang pertama sesudah F0 F2 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang kedua sesudah F0 F3 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang ketiga sesudah F0 S1a adalah bilangan pengali Srague yang pertama untuk usia a tahun S2a adalah bilangan pengali Srague yang kedua untuk usia a tahun S3a adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia a tahun S4a adalah bilangan pengali Srague yang keempat untuk usia a tahun

Fb = S1b x F0 + S2b x F1 + S3b x F2 + S4b x F3

Keterangan: Fb adalah penduduk menurut usia tahunan yang pertama F0 adalah penduduk kelompok usia yang akan dipecah F1 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang pertama sesudah F0 F2 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang kedua sesudah F0 F3 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang ketiga sesudah F0

Page 14: TeknikProyeksiPendidikan

8

S1b adalah bilangan pengali Srague yang pertama untuk usia b tahun S2b adalah bilangan pengali Srague yang kedua untuk usia b tahun S3b adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia b tahun S4b adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia b tahun

Fc = S1c x F0 + S2c x F1 + S3c x F2 + S4c x F3

Keterangan: Fc adalah penduduk menurut usia tahunan yang pertama F0 adalah penduduk kelompok usia yang akan dipecah F1 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang pertama sesudah F0 F2 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang kedua sesudah F0 F3 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang ketiga sesudah F0 S1c adalah bilangan pengali Srague yang pertama untuk usia c tahun S2c adalah bilangan pengali Srague yang kedua untuk usia c tahun S3c adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia c tahun S4c adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia c tahun

Fd = S1d x F0 + S2d x F1 + S3d x F2 + S4d x F3

Keterangan: Fd adalah penduduk menurut usia tahunan yang pertama F0 adalah penduduk kelompok usia yang akan dipecah F1 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang pertama sesudah F0 F2 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang kedua sesudah F0 F3 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang ketiga sesudah F0 S1d adalah bilangan pengali Srague yang pertama untuk usia d tahun S2d adalah bilangan pengali Srague yang kedua untuk usia d tahun S3d adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia d tahun S4d adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia d tahun

Fe = S1e x F0 + S2e x F1 + S3e x F2 + S4e x F3

Keterangan: Fe adalah penduduk menurut usia tahunan yang pertama F0 adalah penduduk kelompok usia yang akan dipecah F1 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang pertama sesudah F0 F2 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang kedua sesudah F0 F3 adalah penduduk kelompok usia berikutnya yang ketiga sesudah F0 S1e adalah bilangan pengali Srague yang pertama untuk usia e tahun S2e adalah bilangan pengali Srague yang kedua untuk usia e tahun S3e adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia e tahun S4e adalah bilangan pengali Srague yang ketiga untuk usia e tahun

Rumus pertama ini khusus dipakai untuk menghitung penduduk kelompok usia 0-4 tahun. Rumus II

Fa = S1a x F-1 + S2a x F0 + S3a x F1 + S4a x F2

Fb = S1b x F-1 + S2b x F0 + S3b x F1 + S4b x F2

Fc = S1c x F-1 + S2c x F0 + S3c x F1 + S4c x F2 Dst.

Rumus kedua ini khusus dipakai untuk menghitung penduduk kelompok usia 5-9 tahun.

Page 15: TeknikProyeksiPendidikan

9

Rumus III

Fa = S1a x F-2 + S2a x F-1 + S3a x F0 + S4a x F1 + S5a x F2

Fb = S1b x F-2 + S2b x F-1 + S3b x F0 + S4b x F1 + S5b x F2

Fc = S1c x F-2 + S2c x F-1 + S3c x F0 + S4c x F1 + S5c x F2 Dst.

Rumus ketiga ini khusus dipakai untuk menghitung semua kelompok usia kecuali 2 kelompok usia pertama (0-4 tahun dan 5-9 tahun) dan 2 kelompok usia yang terakhir (75-79 tahun dan 80-84 tahun) dari data penduduk yang dimiliki.

Rumus IV

Fa = S1a x F-2 + S2a x F-1 + S3a x F0 + S4a x F1

Fb = S1b x F-2 + S2b x F-1 + S3b x F0 + S4b x F1

Fc = S1c x F-2 + S2c x F-1 + S3c x F0 + S4c x F1 Dst.

Rumus keempat ini khusus dipakai untuk menghitung kelompok sebelum kelompok usia terakhir yang ada, misalnya kelompok usia terakhir adalah 80-84 tahun.

Rumus V

Fa = S1a x F-3 + S2a x F-2 + S3a x F-1 + S4a x F0

Fb = S1b x F-3 + S2b x F-2 + S3b x F-1 + S4b x F0

Fc = S1c x F-3 + S2c x F-2 + S3c x F-1 + S4c x F0 Dst.

Rumus kelima ini khusus dipakai untuk menghitung kelompok usia yang terakhir dari penduduk yang ada, misalnya kelompok usia terakhir adalah 80-84 tahun.

Untuk memudahkan penggunaan rumus dan tabel bilangan pengali Sprague, disajikan tabel bilangan pengali Sprague berdasarkan usia yang akan dihitung pada Tabel 2.2.

Page 16: TeknikProyeksiPendidikan

10

Tabel 2.2 Tabel Bilangan Pengali Sprague berdasarkan Usia yang Akan Dihitung

Usia 0-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun

15-19 tahun 20-24 tahun

25-29 tahun

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)0 tahun 0.3616 -0.2768 0.1488 -0.03361 tahun 0.2640 -0.0960 0.0400 -0.00802 tahun 0.1840 0.0400 -0.0320 0.00803 tahun 0.1200 0.1360 -0.0720 0.01604 tahun 0.0704 0.1968 -0.0848 0.01765 tahun 0.0336 0.2272 -0.0752 0.01446 tahun 0.0080 0.2320 -0.0480 0.00807 tahun -0.0800 0.2160 -0.0080 0.00008 tahun -0.0160 0.1840 0.0400 -0.00809 tahun -0.0176 0.1408 0.0912 -0.014410 tahun -0.0128 0.0848 0.1504 -0.0240 0.001611 tahun -0.0016 0.0144 0.2224 -0.0416 0.006412 tahun 0.0064 -0.0336 0.2544 -0.0336 0.006413 tahun 0.0064 -0.0416 0.2224 0.0144 -0.001614 tahun 0.0016 -0.0240 0.1504 0.0848 -0.012815 tahun -0.0128 0.0848 0.1504 -0.0240 0.001616 tahun -0.0016 0.0144 0.2224 -0.0416 0.006417 tahun 0.0064 -0.0336 0.2544 -0.0336 0.006418 tahun 0.0064 -0.0416 0.2224 0.0144 -0.001619 tahun 0.0016 -0.0240 0.1504 0.0848 -0.0128

Kelompok Usia

Usia 60-64 tahun

65-69 tahun

70-74 tahun

75-79 tahun 80-84 tahun

-1 -2 -3 -4 -5 -670 tahun -0.0128 0.0848 0.1504 -0.0240 0.001671 tahun -0.0016 0.0144 0.2224 -0.0416 0.006472 tahun 0.0064 -0.0336 0.2544 -0.0336 0.006473 tahun 0.0064 -0.0416 0.2224 0.0144 -0.001674 tahun 0.0016 -0.0240 0.1504 0.0848 -0.012875 tahun -0.0144 0.0912 0.1408 -0.017676 tahun -0.0080 0.0400 0.1840 -0.016077 tahun 0.0000 -0.0080 0.2160 -0.008078 tahun 0.0080 -0.0480 0.2320 0.008079 tahun 0.0144 -0.0752 0.2272 0.033680 tahun 0.0176 -0.0848 0.1968 0.070481 tahun 0.0160 -0.0720 0.1360 0.120082 tahun 0.0080 -0.0320 0.0400 0.184083 tahun -0.0080 0.0400 -0.0960 0.264084 tahun -0.0336 0.1488 -0.2768 0.3616

Kelompok Usia

D. Aplikasi

Diketahui:

Data penduduk kelompok usia:

Page 17: TeknikProyeksiPendidikan

11

a. 0-4 tahun = 83.441 b. 5-9 tahun = 77.254 c. 10-14 tahun = 56.790 d. 15-19 tahun = 52.274 e. 20-24 tahun = 42.650 f. 25-29 tahun = 40.100

Hitunglah: Kelompok usia 13-15 tahun

Perhitungan: Untuk mencari kelompok usia 13-15 tahun, dilakukan dalam 2 tahap yaitu: 1) Kelompok usia 13-15 tahun termasuk dalam 2 kelompok usia

lima-tahunan yaitu kelompok 10-14 tahun dan 15-19 tahun, maka perlu dipecah kedua kelompok usia tsb.

2) Setelah diperoleh usia tunggal kelompok usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun maka diambil usia tunggal 13, dan 14 dari kelompok pertama dan 15 tahun dari kelompok kedua. Selain itu, ada cara lain yang lebih singkat yaitu dengan

menghitung langsung usia 13, 14, dan 15 tahun, kemudian dijumlahkan.

Perhitungan di bawah ini menggunakan cara yang lebih singkat yaitu: a. Penduduk usia 13 tahun

Berdasarkan bilangan pengali Sprague (Tabel 1.2), untuk menghitung penduduk usia 13 tahun digunakan bilangan pengali:

0.0064, - 0.0416, 0.2224, 0.0144, - 0.0016 Sebagai penduduk adalah kelompok usia 0-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-19 tahun, dan 20-24 tahun. Kemudian masukkan ke rumus: P13th = 0.0064 x 83.441 - 0.0416 x 77.254 + 0.2224 x 56.790

+ 0.0144 x 52.274 - 0.0016 x 42.650 = 534 – 3.214 + 12.630 + 753 – 68 = 10.635

b. Penduduk usia 14 tahun Berdasarkan bilangan pengali Sprague (Tabel 1.2), untuk menghitung penduduk usia 14 tahun digunakan bilangan pengali:

0.0016 , - 0.0240, 0.1504 , 0.0848, - 0.0128 Sebagai penduduk adalah kelompok usia 0-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-19 tahun dan 20-24 tahun. Kemudian masukkan ke rumus: P14th = 0.0016 x 83.441 - 0.0240 x 77.254 + 0.1504 x 56.790

+ 0.0848 x 52.274 - 0.0128 x 42.650 = 134 – 1.854 + 8.541 + 4.433 – 546 = 10.708

c. Penduduk usia 15 tahun Berdasarkan bilangan pengali Sprague (Tabel 1.2), untuk menghitung penduduk usia 15 tahun digunakan bilangan pengali:

- 0.0128 , 0.0848, 0.1504 , - 0.0240, 0.0016

Page 18: TeknikProyeksiPendidikan

12

Sebagai penduduk adalah kelompok usia 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-19 tahun, 20-24 tahun dan 25-29 tahun. Kemudian masukkan ke rumus: P15th = - 0.0128 x 77.254 + 0.0848 x 56.790 + 0.1504 x

52.274 - 0.0240 x 42.650 + 0.0016 x 40.100 = - 989 + 4.816 + 7.862 – 1 + 64 = 11.752

d. Jumlah penduduk usia 13-15 tahun adalah jumlah penjumlahan dari hasil butir a + b + c yaitu:

= 10.635 + 10.708 +11.752 = 33.095

Page 19: TeknikProyeksiPendidikan

13

BAB III

PROYEKSI PENDUDUK DAN PENDUDUK USIA SEKOLAH

Proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah sangat diperlukan dalam menyusun proyeksi siswa. Oleh karena itu, perlu dipahami bagaimana cara memproyeksikannya.

A. Pendahuluan

Proyeksi penduduk seharusnya dapat diperoleh dari BPS, BPS

Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota. Proyeksi penduduk yang dilakukan BPS menggunakan dua cara, yaitu 1) metode komponen berdasarkan asumsi tentang kecenderungan fertilitas, mortalitas serta perpindahan penduduk antarpropinsi dan 2) angka pertumbuhan.

Dalam menyusun proyeksi yang penting diperhatikan adalah asumsi yang digunakan. BPS mengartikan kunci perhitungan proyeksi penduduk menggunakan kecenderungan dari tingkat kelahiran, kematian serta perpindahan penduduk yang ditentukan oleh kecenderungan yang terjadi di masa lalu dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi ketiga komponen laju pertumbuhan di atas. Selain itu, harus dilengkapi dengan pandangan para pakar dan para pengambil keputusan yang berwawasan luas ke masa yang akan datang mengenai masalah kependudukan. Hal ini semua digunakan untuk menentukan asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi penduduk.

Bila sampai batas waktu tertentu ternyata BPS tidak menyajikan proyeksi penduduk menurut usia sekolah, untuk sementara dapat disusun proyeksi dengan menggunakan metode kedua. Metode yang kedua ini dirasakan lebih cocok karena metode angka pertumbuhan ini lebih mudah dipelajari jika dibandingkan dengan metode pertama yang digunakan oleh BPS yang memiliki wewenang tentang penyajian penduduk. Proyeksi siswa TK, SD, dan SLB memerlukan penduduk karena asal siswa yang masuk ke TK adan penduduk usia 4-5 tahun dan 5-6 tahun sedangkan SD adalah penduduk usia 6-7 tahun. Khusus proyeksi siswa SLB menggunakan penduduk usia 7-18 tahun yang tuna. Proyeksi siswa lainnya menggunakan penduduk usia masuk sekolah sebagai masukan ke TK dan SD serta penduduk usia sekolah sebagai kontrol dalam menentukan angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), atau APM usia sekolah. B. Pengertian

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), proyeksi adalah perkiraan tentang keadaan masa yang akan datang dengan menggunakan data yang ada sekarang. Proyeksi penduduk adalah perhitungan matematis jumlah penduduk masa yang akan datang berdasarkan jumlah penduduk yang ada sekarang. Proyeksi

Page 20: TeknikProyeksiPendidikan

14

penduduk dapat dilakukan dalam kurun waktu tahunan, lima-tahunan, sepuluh-tahunan atau sesuai dengan kebutuhan.

C. Data yang Diperlukan

Untuk menghitung angka pertumbuhan maka diperlukan data penduduk selama minimal 2 tahun. Makin banyak data yang digunakan akan semakin teliti proyeksi yang dihasilkan. Untuk menyusun proyeksi penduduk selama 5 tahun ke depan sebaiknya digunakan data 5 tahun sebelumnya sehingga akan lebih teliti hasilnya. Misalnya, data dasar penduduk tahun 2006 dan akan disusun proyeksi sampai tahun 2011 maka selain data dasar tahun 2006 juga diperlukan data 5 tahun sebelumnya yaitu tahun 2001 sampai 2005.

Hal yang sama dalam menghitung proyeksi penduduk usia sekolah. Sebagai kontrol, setelah dihitung proyeksi penduduk usia sekolah supaya dibandingkan dengan penduduk seluruhnya. Untuk itu, perlu dihitung persentase penduduk usia sekolah terhadap penduduk seluruhnya sehingga proyeksi yang dihasilkan rasional.

D. Rumus

Rumus yang digunakan untuk menghitung proyeksi penduduk

dan penduduk usia sekolah menggunakan angka pertumbuhan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menghitung angka pertumbuhan. Agar angka pertumbuhan dapat

dihitung diperlukan data minimal dua tahun berurutan. Rumus untuk menghitung angka pertumbuhan penduduk dan penduduk usia sekolah (usia 4-6 tahun, 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun) adalah:

Pn – Pn-1 APPn = ------------------ x 100 Pn-1 Keterangan: APPn adalah angka pertumbuhan penduduk dari tahun n-1 ke n Pn adalah penduduk tahun n Pn-1 adalah penduduk tahun n-1

Angka pertumbuhan yang dihasilkan dapat negatif atau positif, a. bila hasilnya negatif maka proyeksi penduduk akan menurun

dan b. bila positif berarti proyeksi penduduk akan naik atau lebih

besar dari tahun sebelumnya. Agar tidak terjadi nilai yang negatif maka dalam menyusun proyeksi sebaiknya menggunakan data lebih dari 2 tahun dan dipilih yang memiliki interval yang naik. Bila dari data misalnya 10 tahun memang menurun maka angka pertumbuhannya tetap negatif. Hal ini berarti proyeksinya juga akan menurun. Setelah diketahui angka pertumbuhan, langkah berikutnya dapat disusun proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah.

Page 21: TeknikProyeksiPendidikan

15

2. Menyusun proyeksi penduduk dan penduduk usia sekolah dengan menggunakan angka pertumbuhan, rumus proyeksi penduduk adalah sebagai berikut:

Pn+1 = Pn x [(1 + APPn) / 100] Keterangan Pn+1 adalah proyeksi penduduk tahun n+1 Pn adalah penduduk tahun n APPn adalah angka pertumbuhan penduduk dari tahun n-1 ke n

Hal yang sama untuk proyeksi penduduk usia sekolah, rumus yang digunakan adalah:

PUSn+1 = PUSn x [(1 + APPUSn) / 100] Keterangan PUSn+1 adalah proyeksi penduduk usia sekolah tahun n+1 PUSn adalah penduduk usia sekolah tahun n APPUSn adalah angka pertumbuhan penduduk usia sekolah dari tahun n-1 ke n

E. Kegunaan

Proyeksi penduduk sangat diperlukan untuk mengetahui banyaknya penduduk di masa mendatang. Selain itu, proyeksi penduduk usia masuk sekolah sangat diperlukan dalam menghitung anak yang akan masuk TK atau masuk SD sedangkan penduduk usia sekolah sangat diperlukan dalam menghitung APK, APM, dan APM usia sekolah. F. Aplikasi Diketahui: Berdasarkan data penduduk selama 10 tahun yang

terdapat pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk, Tahun 1997 – 2006

Tahun Penduduk Tahun Penduduk Tahun Penduduk 1997 150.000 2001 170.000 2005 190.000 1998 125.000 2002 165.000 2006 195.000 1999 145.000 2003 160.000 2000 155.000 2004 170.000

Hitunglah:

1. Angka pertumbuhan dengan menggunakan data 2 tahun terakhir, 3 tahun terakhir, 5 tahun terakhir dan 10 tahun terakhir secara berurutan.

2. Proyeksi penduduk tahun 2007 sampai 2011 menggunakan angka pertumbuhan dengan menggunakan data 10 tahun.

Perhitungan: 1. Menggunakan data:

a. 2 tahun terakhir yaitu tahun 2005 dan 2006 Angka pertumbuhan selama 1 tahun (APn) = (195.000-190.000) / 190.000 x 100

Page 22: TeknikProyeksiPendidikan

16

= 2,63 % b. 3 tahun yaitu tahun 2004 sampai 2006

Angka pertumbuhan selama 2 tahun (AP2n) = (195.000-170.000) / 170.000 x 100 = 14,70 % atau rata-rata per tahun = 7,35 persen

c. 5 tahun yaitu tahun 2002 sampai 2006 Angka pertumbuhan selama 4 tahun (AP4n) = (195.000-165.000) / 165.000 x 100 = 18,18 % atau rata-rata per tahun = 4,5 persen

d. 10 tahun yaitu tahun 1997 sampai 2006 Angka pertumbuhan selama 9 tahun (AP9n)

= (195.000-150.000) / 150.000 x 100 = 30,0 % atau rata-rata per tahun = 3,3 persen

2. Proyeksi penduduk menggunakan data 10 tahun dengan angka pertumbuhan selama 9 tahun atau 3,3 persen per tahun.

a. Tahun 2007 Rumus yang digunakan: P2002 = P2001 x (1 + AP 2001/100) = 195.000 x (1+0.033) = 201.435

b. Tahun 2008 = 201.435 x (1+0.033) = 208.082

c. Tahun 2009 = 208.082 x (1+0.033) = 214.949

d. Tahun 2010 = 214.949 x (1+0.033) = 222.042

e. Tahun 2011 = 214.949 x (1+0.033) = 229.370

Dengan melihat contoh perhitungan proyeksi di atas dapat diketahui bahwa setiap asumsi yang digunakan akan menghasilkan proyeksi yang berbeda. Hal ini juga terlihat makin banyak tahun yang digunakan dalam menyusun proyeksi akan semakin teliti hasil perhitungannya. Namun, perlu dipahami pula bahwa untuk menyusun proyeksi diperlukan data yang valid sehingga hasilnya pun valid. Selain itu, kondisi daerah yang akan diproyeksikan penduduknya juga dalam keadaan stabil. Misalnya, dalam kasus di Aceh dan Maluku menyebabkan data penduduk tidak stabil. Untuk menyusun proyeksi penduduk di daerah yang tak stabil seperti itu maka data penduduk yang ada perlu dirapikan terlebih dahulu sehingga dapat dihasilkan proyeksi yang cukup baik.

Page 23: TeknikProyeksiPendidikan

17

BAB IV

ASUMSI PROYEKSI DAN SUMBER DATA

Dalam menyusun proyeksi, asumsi merupakan hal yang sangat

penting agar dapat dihasilkan proyeksi yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain itu, sumber data dalam menyusun proyeksi merupakan bahan yang penting karena dengan mengetahui sumber data akan diketahui validitas dan reliabilitas datanya. Data yang valid dan reliabel atau data yang baik akan menghasilkan proyeksi yang baik pula.

A. Asumsi

Dalam menyusun proyeksi siswa digunakan asumsi, hal ini dilaksanakan karena tanpa asumsi tidak akan diketahui ke mana arah proyeksi siswa. Untuk itu, terdapat tiga jenis asumsi yang digunakan, yaitu 1) berdasarkan kebijakan, 2) tanpa kebijakan, dan 3) gabungan antara kebijakan dan tanpa kebijakan. Asumsi kebijakan selalu dikaitkan dengan target yang ingin dicapai, sedangkan tanpa kebijakan adalah menggunakan kecenderungan berdasarkan data beberapa tahun terakhir dan konstan berdasarkan data tahun terakhir.

Oleh karena proyeksi siswa menggunakan arus siswa ini yang paling kompleks maka asumsi yang digunakan juga lebih kompleks dan sebaiknya menggunakan gabungan antara kebijakan dan tanpa kebijakan. Dengan kata lain, gunakanlah asumsi target, kecenderungan, dan konstan yang disesuaikan dengan kebutuhan

Asumsi target dilaksanakan dengan cara menentukan target pada tahun akhir proyeksi kemudian diproyeksikan secara linear atau menggunakan rata-rata pertumbuhan per tahun. Misalnya, angka naik tingkat ditargetkan meningkat, angka putus sekolah ditargetkan menurun. Peningkatan dan penurunan asumsi ini dimaksudkan agar menghasilkan proyeksi siswa yang makin membaik.

Tabel 4.1 Asumsi yang Digunakan menurut Jenjang Pendidikan

No. Asumsi Jenis TK SLB SD SMP SM1 Kebijakan Target v v V V V2 Tanpa Kebijakan Konstan v V V V V

Kecenderungan V V V V V3 Gabungan Target V V V V V

Konstan V V V V VKecenderungan v V v V V

Asumsi yang digunakan untuk menyusun proyeksi siswa

hendaknya menggunakan ketiga asumsi di atas. Hal ini dimaksudkan karena kebijakan yang ada belum mencakup semua

Page 24: TeknikProyeksiPendidikan

18

parameter yang digunakan dalam menyusun proyeksi siswa. Rangkuman asumsi yang digunakan terdapat pada Tabel 4.1.

Aplikasi penggunaan asumsi dengan tiga alternatif disajikan berikut ini.

1. Target

Bila akan dilakukan proyeksi siswa sampai tahun akhir proyeksi

2013 maka parameter atau indikator pendidikan supaya ditentukan terlebih dahulu. Misalnya, APK SMP tahun 2006 adalah 72,5 persen, pada tahun 2013 ditargetkan mencapai 85 persen. Oleh karena itu, selama 7 tahun diharapkan dapat meningkat 12,5 persen (85 persen – 72,5 persen = 12,5 persen) atau rata-rata per tahun adalah 1,78 persen. Proyeksi indikator APK dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Proyeksi Indikator APK menggunakan Asumsi Target Dengan Rata-rata Kenaikan per Tahun 1,78 persen

Jenis Tahun Kenaikan APK Data 2006 - 72,50

Proyeksi 2007 1,78 72,5+1,78=74,28 2008 1,78 74,28+1,78=76,06 2009 1,78 76,06+1,78=77,87 2010 1,78 77,87+1,78=79,62 2011 1,78 79,62+1,78=81,40 2012 1,78 81,40+1,78=83,18

Target 2013 1,78 83,18+1,78=85,00

2. Kecenderungan

Bila akan dilakukan proyeksi siswa supaya dilihat data beberapa

tahun terakhir, misalnya data 5 tahun terakhir yaitu tahun 2002 sampai 2006. Misalnya data angka lulusan (AL) lima tahun terakhir adalah: tahun 2002 sebesar 90,5 persen, tahun 2003 sebesar 91,0 persen, tahun 2004 sebesar 91,8 persen, tahun 2005 sebesar 92,5 dan tahun 2006 sebesar 93,0 persen.

Berdasarkan data lima tahun tersebut terdapat kecenderungan AL meningkat walaupun peningkatannya tidak selalu sama yaitu selama 4 tahun meningkat 2,5 persen atau rata-rata per tahun 0,625 persen. Oleh karena itu, dalam menyusun proyeksi siswa indikator angka lulusan (AL) ditingkatkan setiap tahunnya 0,625 persen. Proyeksi parameter AL dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Contoh di atas adalah kecenderungan yang meningkat. Namun, bila terjadi kecenderungan menurun, sebaiknya tidak menggunakan asumsi kecenderungan kecuali untuk angka mengulang (AU) dan angka putus sekolah (APS) memang harus turun. Parameter atau indikator lainnya untuk menyusun proyeksi siswa harus meningkat karena sehingga dapat dihasilkan proyeksi siswa yang meningkat. Penggunaan kecenderungan yang salah akan mengakibatkan proyeksi menjadi turun. Hal ini yang tidak diharapkan dalam menyusun proyeksi siswa.

Page 25: TeknikProyeksiPendidikan

19

Tabel 4.3 Proyeksi Indikator AL menggunakan Asumsi Kecenderungan

Dengan Rata-rata Kenaikan per Tahun 0,625 persen

Jenis Tahun Kenaikan AL Data 2002 - 90,50

2003 0,50 91,00 2004 0,80 91,80 2005 0,70 92,50 2006 0,50 93,00

Proyeksi 2007 0,625 93,00+0,625=93,63 Kecenderungan 2008 0,625 93,63+0,625=94,25

2009 0,625 94,25+0,625=94,88 2010 0,625 94,88+0,625=95,50 2011 0,625 95,50+0,625=96,13 2012 0,625 96,13+0,625=96,75 2013 0,625 96,75+0,625=97,38

3. Konstan

Bila akan dilakukan proyeksi siswa, parameter atau indikator

pendidikan yang ada langsung digunakan sama dengan parameter atau indikator pendidikan tahun terakhir dan sampai akhir tahun proyeksi digunakan angka konstan atau sama dengan angka tahun terakhir. Misalnya, angka mengulang (AU) sebesar 0,5 persen maka setiap tahun sampai akhir tahun proyeksi juga digunakan 0,5 persen. Penggunaan konstan ini biasanya karena parameter atau indikator pendidikan yang sudah sangat kecil untuk indikator yang sifatnya negatif seperti AU dan APS atau sebaliknya sudah terlalu besar untuk parameter atau indikator yang sifatnya positif seperti angka naik tingkat (AN) dan angka lulusan (AL). Proyeksi indikator pendidikan AU dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Proyeksi Parameter AU menggunakan Asumsi Konstan Sama dengan Tahun Terakhir Data

Jenis Tahun AU Data 2006 0,50

Proyeksi 2007 0,50 Konstan 2008 0,50

2009 0,50 2010 0,50 2011 0,50 2012 0,50 2013 0,50

4. Gabungan (Target, Kecenderungan atau Konstan)

Bila akan dilakukan proyeksi siswa, parameter atau indikator

pendidikan yang digunakan tidak hanya satu jenis melainkan ada beberapa jenis. Untuk itu, masing-masing parameter dapat digunakan asumsi yang berbeda. Artinya, dapat digunakan ketiga asumsi di atas. Misalnya, angka melanjutkan (AM) ditargetkan

Page 26: TeknikProyeksiPendidikan

20

meningkat, AL diasumsikan mengikuti kecenderungan data yang ada, dan APS diasumsikan konstan seperti kondisi tahun terakhir. Proyeksi ketiga indikator pendidikan yaitu AM, AL, APS dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5

Proyeksi Parameter AM, AL dan APS menggunakan Gabungan Asumsi

Jenis Tahun Target Kecenderungan Konstan AM Delta AL Delta APS Sama

Data 2002 78,4 - 92,5 - 0,50 - 2003 78,5 - 93,0 - 0,55 - 2004 78,7 - 93,5 - 0,40 - 2005 79,0 - 94,0 - 0,65 - 2006 79,2 - 94,5 - 0,60 -

Proyeksi 2007 80,0 0,83 95,0 0,5 0,60 Seperti 2008 80,9 0,83 95,5 0,5 0,60 Tahun 2009 81,7 0,83 96,0 0,5 0,60 2006 2010 82,5 0,83 96,5 0,5 0,60 Data 2011 83,3 0,83 97,0 0,5 0,60 Tera- 2012 84,2 0,83 97,5 0,5 0,60 khir 2013 85,0 0,83 98,0 0,5 0,60

B. Sumber Data

Agar data yang diperoleh adalah data yang baik dalam arti validitas dan reliabilitasnya dapat terpenuhi maka sumber data yang digunakan hendaknya dari data yang primer. Sumber data dari data dasar yang digunakan untuk menyusun proyeksi siswa dapat diperoleh, dari 1) BPS atau BPS Provinsi dan kabupaten/kota, 2) PSP atau Dinas Pendidikan Propinsi dan kabupaten/kota, dan 3) Depag atau Kanwil Agama atau Kandep Agama kabupaten/kota. Masing-masing instansi tersebut hendaknya dapat menyajikan data yang diperlukan dalam menyusun proyeksi siswa.

BPS dan BPS Provinsi dan kabupaten/kota menyajikan data penduduk dan penduduk usia sekolah seperti usia 4-5 tahun, 4-6 tahun, 6-7 tahun, 7-12 tahun, 13-5 tahun, 16-18 tahun, dan 19-24 tahun serta proyeksinya sampai tahun yang dibutuhkan. PSP, Dinas Pendidikan Propinsi dan Kabupaten/kota menyajikan data persekolahan yang lengkap dan Depag, Kanwil Agama dan Kandep Agama menyajikan data yang berkaitan dengan madrasah. Ketiga sumber data tersebut dirangkum dalam Tabel 4.6.

Page 27: TeknikProyeksiPendidikan

21

Tabel 4.6 Sumber Data Dasar yang Digunakan untuk Menyusun Proyeksi Siswa

menurut Jenjang Pendidikan

No. Data Dasar Sumber Data 1. Penduduk seluruh

BPS, BPS Propinsi dan Kabupaten/Kota

Proyeksi penduduk seluruh 2. Penduduk 4-5 tahun Proyeksi Penduduk 4-5 tahun 3. Penduduk 5-6 tahun Proyeksi Penduduk 5-6 tahun 4. Proyeksi 4-6 tahun Proyeksi Penduduk 4-6 tahun 5. Penduduk 6-7 tahun Proyeksi Penduduk 6-7 tahun 6. Penduduk 7-12 tahun Proyeksi Penduduk 7-12 tahun 7. Penduduk 13-15 tahun Proyeksi Penduduk 13-15 tahun 8. Penduduk 16-18 tahun Proyeksi Penduduk 16-18 tahun 9. Siswa menurut kelompok Statistik Persekolahan TK, SD, SMP, 10. Siswa baru tingkat I SM dari PSP, Dinas Pendidikan 11. Siswa menurut tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan 12. Lulusan Proyeksi Lulusan berasal dari hasil Proyeksi Lulusan Proyeksi SD dan SMP 13. Mengulang menurut tingkat

Page 28: TeknikProyeksiPendidikan

22

BAB V

METODE PROYEKSI SISWA

Berdasarkan pengalaman melaksanakan proyeksi siswa maka terdapat lima jenis metode dalam menyusun proyeksi siswa, yaitu 1) angka pertumbuhan siswa, 2) angka penyerapan siswa, 3) kohort siswa, 4) masukan-keluaran siswa serta 5) arus siswa. Masing-masing metode memiliki karakteristik, penggunaan, dan rumus yang berbeda. Untuk itu, berikut ini akan disajikan kelima metode tersebut dengan masing-masing disajikan, tentang 1) pengertian, 2) data yang diperlukan, 3) rumus atau cara menghitung, 4) kegunaan, dan 5) aplikasinya. Khusus untuk metode arus siswa akan dibahas tersendiri pada Bab VI.

A. Angka Pertumbuhan 1. Pengertian

Angka pertumbuhan siswa adalah kenaikan siswa setiap tahun yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Angka pertumbuhan ini biasanya digunakan untuk menghitung proyeksi penduduk, namun metode ini dapat digunakan untuk menghitung proyeksi lainnya misalnya proyeksi di bidang pendidikan atau proyeksi siswa/mahasiswa secara makro.

2. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam menyusun proyeksi menggunakan angka pertumbuhan siswa minimal 2 tahun data. Namun, bila memiliki data yang lebih banyak akan menghasilkan angka pertumbuhan yang lebih teliti. Misalnya, bila akan diproyeksikan selama 5 tahun ke depan maka akan lebih baik menggunakan data 5 tahun sebelumnya.

3. Rumus yang Digunakan

Rumus yang digunakan untuk menghitung angka pertumbuhan ini adalah rumus yang banyak digunakan dalam statistik dan ilmu sosial. Rumus aslinya adalah:

Pn = P0 x (1 + r ) n Keterangan: Pn adalah penduduk tahun n P0 adalah penduduk tahun 0 atau tahun awal r adalah angka pertumbuhan penduduk

Dengan demikian, rumus angka pertumbuhan siswa adalah sebagai berikut:

Page 29: TeknikProyeksiPendidikan

23

Sn r n = ---------- – 1 S0

Keterangan: rn adalah angka pertumbuhan tahun n Sn adalah siswa tahun n S0 adalah siswa tahun 0 atau tahun awal Dalam menyusun proyeksi siswa, angka pertumbuhan tersebut

dimodifikasi sehingga lebih memudahkan bagi mereka yang tidak memahami statistik atau ilmu sosial. Hal ini ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:

Sn – Sn-1 ATSn = ---------- x 100 Sn-1 Keterangan: ATSn adalah angka pertumbuhan siswa tahun n Sn adalah siswa tahun n Sn-1 adalah siswa tahun n-1

Untuk menyusun proyeksi siswa, proyeksi setiap tahunnya

dihitung dengan menggunakan kenaikan dari hasil angka pertumbuhan sehingga diperoleh hasil proyeksi sampai tahun yang diinginkan. Bila angka pertumbuhannya minus atau menurun maka proyeksi yang dihasilkan juga menurun. Sebaliknya, jika angka pertumbuhan naik maka proyeksi yang dihasilkan akan meningkat. Rumus yang digunakan untuk menyusun proyeksi siswa adalah:

Sn+1 = Sn x [(1 + ATSn) / 100] Keterangan Sn+1 adalah proyeksi siswa tahun n+1 Sn adalah penduduk tahun n ATSn adalah angka pertumbuhan siswa dari tahun n-1 ke n

4. Kegunaan

Metode angka pertumbuhan ini sangat berguna jika ingin menghitung proyeksi siswa satu tahun ke depan sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih cepat karena menggunakan rumus yang paling sederhana. Metode ini dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa untuk semua jenis dan jenjang pendidikan seperti TK, SLB, SD, SMP, SM dan PT dan bahkan untuk pendidikan nonformal (PNF). Data yang dapat diproyeksikan adalah satu jenis data, misalnya siswa, siswa baru tingkat I, lulusan, ruang kelas, dan data pendidikan lainnya.

5. Aplikasi Diketahui:

Data siswa SMP tahun 2005 dan 2006 sebesar 10.000 dan 10.250 Hitunglah:

Proyeksi siswa tahun 2007 dan 2008 menggunakan angka pertumbuhan.

Perhitungan:

Page 30: TeknikProyeksiPendidikan

24

Angka pertumbuhan siswa SMP = (siswa 2006 – siswa 2005)/ siswa 2005 x 100 10.250-10.000 x 100 = 250 x 100 = 2,5 % 10.000 10.000 Proyeksi siswa tahun 2007 = siswa 2006 x (1+(ATS/100)) = 10.250 x (1+0,025) = 10.250 x 1.025 = 10.506 Proyeksi siswa tahun 2008 = siswa 2007 x (1+(ATS/100)) = 10.506 x (1+0,025) = 10.506 x 1.025 = 10.769

B. Angka Penyerapan Kasar 1. Pengertian

Angka penyerapan merupakan penduduk usia sekolah yang diserap agar menjadi siswa baru di sekolah. Dengan kata lain, sebagai masukan siswa adalah penduduk usia sekolah. Disebut angka penyerapan kasar karena tidak memperhitungkan usia masuk sekolah tetapi menggunakan semua anak usia sekolah yang masuk ke sekolah.

2. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam menyusun proyeksi menggunakan angka penyerapan kasar siswa minimal 2 tahun data dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar dapat dilihat kecenderungannya selam dua tahun itu. Namun, bila memiliki data yang lebih banyak akan menghasilkan angka penyerapan kasar yang lebih teliti. Misalnya, bila akan diproyeksikan selama 5 tahun ke depan maka akan lebih baik menggunakan data 5 tahun sebelumnya. Hasil proyeksinya bersifat global yaitu hanya untuk siswa baru tingkat I (khusus SD dan MI) dan siswa baru (Khusus TK). Oleh karena itu, penggunaan metode ini hanya untuk jenis sekolah tertentu, yaitu TK dan SD.

3. Rumus yang Digunakan

Rumus yang digunakan untuk menghitung angka penyerapan

kasar adalah: ASKSn = SBn : Pend x100

Keterangan: ASKSn adalah angka penyerapan kasar siswa tahun n SBIn adalah siswa baru tahun n Pendn adalah penduduk usia masuk sekolah, untuk TK adalah 4-5 tahun dan SD adalah 6-7 tahun.

Untuk menyusun proyeksi siswa, proyeksi setiap tahunnya

dihitung dengan menggunakan kenaikan atau penurunan dari hasil angka penyerapan kasar sehingga diperoleh hasil proyeksi sampai

Page 31: TeknikProyeksiPendidikan

25

tahun yang diinginkan. Jika ASK menurun maka supaya digunakan metodel lain karena ASK yang menurun akan menghasilkan proyeksi siswa yang turun pula. Jadi, yang diproyeksikan adalah ASK kelompok A dan kelompok B untuk TK dan ASK siswa baru tingkat I SD untuk SD. 4. Kegunaan

Metode angka penyerapan kasar ini sangat berguna jika ingin menghitung proyeksi siswa satu tahun ke depan sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih cepat karena menggunakan rumus yang paling sederhana. Metode ini dapat digunakan untuk menyusun proyeksi jumlah siswa TK kelompok A dan kelompok B sedangkan untuk SD dapat diketahui siswa baru tingkat I yang masuk SD. Metode ini dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa SLB. 5. Aplikasi Diketahui:

Data penduduk usia 6-7 tahun (usia masuk SD) tahun 2005 dan 2006 sebesar 10.000 dan 10.250 dan proyeksi tahun 2007 sebesar 10.500 dan tahun 2008 sebesar 10.750. Data siswa baru tingkat I SD tahun 2005 dan 2006 sebesar 5.000 dan 5.200

Hitunglah: Proyeksi siswa baru tingkat I SD tahun 2007 dan 2008 menggunakan angka penyerapan kasar.

Perhitungan: Angka penyerapan kasar SD = Tahun 2005 = 5.000 x 100 10.000 = 50,0% Tahun 2006 = 5.200 x 100 10.250 = 50,73 % Selama 2 tahun terdapat kecenderungan meningkat ASK SD sebesar = ASK 2006 – ASK 2005 = 50,73% - 50,00% = 0,73% Hasil proyeksi siswa baru tingkat I SD = Tahun 2007 = penduduk 2007 x (ASK 2006+ Kenaikan ASK/100) = 10.500 x (50,73+0,73)/100 = 10.500 x (51,46/100) = 5.403 Tahun 2008 = penduduk 2008 x (ASK 2007 + Kenaikan ASK/100) = 10.750 x (51,46+0,73)/100 = 10.750 x (52.19/100) = 5.610

Page 32: TeknikProyeksiPendidikan

26

C. Kohort Siswa 1. Pengertian

Menurut istilah aslinya, kohort adalah satu angkatan orang yang akan dilihat hasil atau keluarannya. Dalam pendidikan, yang dimaksud kohort siswa adalah satu angkatan siswa yang bersekolah sampai mereka dapat menamatkan pendidikannya di suatu jenjang pendidikan. Misalnya, siswa tingkat I SD sampai lulus SD, siswa tingkat I SMP sampai lulus SMP, dan tingkat I SM sampai lulus SM. Kohort menurut istilah asli untuk SMP atau sistem 3 tingkat disajikan pada Bagan 5.1.

Bagan 5.1

Kohort Siswa SMP (Menurut Istilah Asli)

I II III

2004 1,000

2005 900

2006 800

700

TahunTingkat

Lulusan

Bagan 5.2

Kohort Siswa Tingkat SMP (Modifikasi dari Arus Siswa)

Tahun Tingkat I Tingkat II Tingkat III Lulusan Jml.Siswa

2004 160,940 153,249 139,912 454,101

AT I ANT II ANT III2.68 96.84 98.30 135,435

AL 96.80

2005 165,250 155,862 150,643 471,755

AT I ANT II ANT III1.18 97.07 98.68 146,000

AL 96.92

2006 167,200 160,400 153,800 481,400

Catatan: AT I = angka pertumbuhan tingkat I, ANT = angka naik tingkat, AL = angka lulusanTahun AT 1 ANT II ANT III AL2005 2.68 96.84 98.30 96.802006 1.18 97.07 98.68 96.92

Kohort siswa biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat

efisiensi internal pendidikan, oleh karena itu kohort hanya dapat digunakan untuk jenis sekolah yang memiliki tingkat atau untuk pendidikan jalur sekolah. Kohort siswa merupakan modifikasi dari

Page 33: TeknikProyeksiPendidikan

27

arus siswa. Pada Bagan 5.2 dibentuk kohort lain yang merupakan modifikasi dari arus siswa yang sebenarnya. Dalam kaitannya dengan proyeksi siswa, kohort siswa tingkat SMP disederhanakan seperti digambarkan pada Bagan 5.2. 2. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam menyusun proyeksi menggunakan

kohort siswa minimal 2 tahun data dan berurutan. Namun, bila memiliki data yang lebih banyak akan menghasilkan parameter dan indikator yang lebih teliti. Misalnya, bila akan diproyeksikan selama 5 tahun ke depan maka akan lebih baik menggunakan data minimal 5 tahun berurutan sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungannya.

3. Rumus yang Digunakan

Untuk menyusun proyeksi siswa SD (sistem 6 tingkat), proyeksi

setiap tahunnya dihitung dengan menghitung siswa tingkat I menggunakan ATS dan menggunakan AN di semua tingkat yaitu dari naik ke tingkat II, ke tingkat III, ke tingkat IV, ke tingkat V, dan ke tingkat VI serta AL sehingga diperoleh hasil proyeksi per tingkat dan lulusan sampai tahun yang diinginkan.

Hal yang sama untuk menyusun proyeksi siswa SMP dan SM (sistem 3 tingkat), proyeksi setiap tahunnya dihitung dengan menghitung siswa tingkat I menggunakan ATS dan menggunakan AN di semua tingkat yaitu dari naik ke tingkat II dan ke tingkat III serta AL sehingga diperoleh hasil proyeksi per tingkat dan lulusan sampai tahun yang diinginkan.

Oleh karena itu, terdapat dua rumusan yang digunakan, yaitu 1) angka pertumbuhan siswa tingkat I dan 2) angka naik tingkat II, naik tingkat III, dan lulusan. Rumus untuk angka pertumbuhan seperti halnya pada metode pertama sedangkan rumus untuk menghitung naik tingkat adalah:

ANIIt+1 = SIIt+1 : SIt x100 Keterangan: ANIIt+1 adalah angka naik tingkat II tahun t SIIt+1 adalah siswa tingkat II tahun t+1 SIt adalah siswa tingkat I tahun t

ANIIIt+1 = SIIIt+1 : SIIt x100 Keterangan: ANIIIt+1 adalah angka naik tingkat III tahun t SIIIt+1 adalah siswa tingkat III tahun t+1 SIIt adalah siswa tingkat II tahun t

Rumus untuk menghitung angka lulusan adalah: ALt+1 = Lt+1 : SIIIt x100

Keterangan: ALt+1 adalah angka lulusan tahun t+1 Lt+1 adalah lulusan tahun t+1 SIIIt adalah siswa tingkat III tahun t

Bila digunakan untuk SD (sistem 6 tingkat) maka AN ditambahkan sampai AN VI dan menggunakan rumus yang sama.

Page 34: TeknikProyeksiPendidikan

28

4. Kegunaan

Dengan menggunakan Bagan 5.2 di atas dapat diketahui bahwa hasil proyeksi akan lebih teliti jika dibandingkan dengan menggunakan metode pertama angka pertumbuhan atau kedua angka penyerapan kasar. Ketelitian ini terlihat dari angka proyeksi yang dihasilkan tidak hanya proyeksi siswa secara global melainkan juga siswa menurut tingkat dan lulusan. Hasil proyeksinya lebih lengkap jika dibandingkan dengan menggunakan metode sebelumnya yaitu dapat diperoleh proyeksi siswa, siswa baru, dan lulusan.

Metode kohort siswa dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa khusus sekolah yang mempunyai tingkat yaitu SD, SMP, SMA dan SMK.

5. Aplikasi Diketahui:

Berdasarkan data yang terdapat pada Bagan 5.2 Hitunglah: Proyeksi tahun 2007 menggunakan kohort siswa. Perhitungan: Langkah-langkah perhitungan 1. Hitung angka pertumbuhan tingkat I

ATS tingkat I 2005 = (Siswa tk I 2005 – Siswa tk I 2004) / Siswa tk I 2005 x 100 = (165.250-160.490) / 160.940 x 100 = 4.310 / 160.940 = 2,68 ATS tingkat I 2006 = (Siswa tk I 2006 – Siswa tk I 2005) / Siswa tk I 2006 x 100 = (167.200-165.250) / 165.250 x 100 = 1.950 / 165.250 = 1,18 Dengan menggunakan asumsi konstan sehingga proyeksi angka pertumbuhan 2007 = 1,18

Hasil perhitungan:

Tahun Tingkat I Tingkat II Tingkat III Lulusan Jml.Siswa AT I ANT II ANT III ALDATA2004 160,940 153,249 139,912 454,101

ANT II ANT IIIAT I NA NA 135,4352.68 96.84 98.30 AL NA 96.80

2005 165,250 155,862 150,643 471,755 2.68 96.84 98.30 96.80

ANT II ANT IIIAT I NA NA 146,0001.18 97.07 98.68 AL 96.92

2006 167,200 160,400 153,800 481,400 1.18 97.07 98.68 96.92PROYEKSI

ANT II ANT III Asumsi konstanAT I 97.30 99.06 149,2411.18 AL 97.04

2007 169,173 162,686 158,892 490,751 1.18 97.30 99.06 97.04

kecenderungan

Page 35: TeknikProyeksiPendidikan

29

2. Hitung AN II, AN III, dan AL

AN II 2005 = 155.862 / 160940 x 100 = 96,84 % AN III 2005 = 150.643 / 153.249 x 100 = 98,30 % AL 2005 = 134.435 / 139.912 x 100 = 96,80 % AN II 2006 = 160.400 / 165.250 x 100 = 97,07 % AN III 2006 = 153.800 / 155.862 x 100 = 98,68 % AL 2006 = 146.000 / 150.643 x 100 = 96,92 % Setelah diketahui AN dan AL maka tentukan asumsi yang digunakan untuk menghitung proyeksi siswa tahun 2007. AN II, AN III dan AL menggunakan asumsi kecenderungan sehingga proyeksi indikatornya menjadi: AN II 2007 = 97.07 + (97.07-96.84) = 97.30 % AN III 2007 = 98.68 + (98.68-98.30) = 99.06 %

AL 2007 = 96.92 + (96.92-96.80) = 97.04 % 3. Hitung proyeksi tahun 2007

Proyeksi siswa tingkat I 2007 = ATS2007 x Siswa tk I 2006 = 1.18 x 167.200 = 169.173

Proyeksi siswa tingkat II 2007 = AN II x Siswa tk I 2006 = 97.30/100 x 167.200 = 162.686

Proyeksi siswa tingkat III 2007 = AN III x Siswa tk II 2006 = 99.06/100 x 160.400 = 158.892

Lulusan 2007 = AL x Siswa tk III 2006 = 97.01/100 x 153.800 = 149.241

Dengan demikian, proyeksi siswa seluruhnya = 169.173+162.686+158.892= 490.751. D. Masukan dan Keluaran Siswa 1. Pengertian

Metode masukan dan keluaran ini lebih dikenal untuk melihat sistem efisiensi secara internal pendidikan dan mendasarkan pada siswa tahun lalu, siswa baru tingkat I, lulusan dan putus sekolah. Metode ini biasanya digunakan untuk menghitung putus sekolah secara makro.

2. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam menyusun proyeksi menggunakan

kohort siswa minimal 2 tahun data dan berurutan. Namun, bila memiliki data yang lebih banyak akan menghasilkan parameter dan indikator yang lebih teliti. Misalnya, bila akan diproyeksikan selama 5 tahun ke depan maka akan lebih baik menggunakan data minimal 5 tahun berurutan sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungannya.

Page 36: TeknikProyeksiPendidikan

30

3. Rumus yang Digunakan Rumus yang digunakan untuk menghitung proyeksi siswa

menggunakan masukan dan keluaran seperti halnya menghitung putus sekolah secara makro. Rumus putus sekolah adalah:

PSt = St-1 – St + SbI t – Lt Keterangan: PSt adalah putus sekolah tahun t St-1 adalah siswa tahun t-1 St adalah siswa tahun t SBIt adalah siswa baru tingkat I tahun t Lt adalah lulusan tahun t

Dalam menyusun proyeksi siswa, rumus tersebut dimodifikasi

menjadi sebagai berikut: St = St-1 + SbI t – Lt - PSt Keterangan: St adalah siswa tahun t St-1 adalah siswa tahun t-1 SBIt adalah siswa baru tingkat I tahun t Lt adalah lulusan tahun t PSt adalah putus sekolah tahun t

4. Kegunaan

Dengan menggunakan rumus ini dapat diketahui proyeksi siswa

yang lebih teliti jika dibandingkan dengan menggunakan angka pertumbuhan atau angka penyerapan karena dalam rumus ini juga diperhitungan siswa baru tingkat I, lulusan, dan putus sekolah yang ada. Hasil proyeksi menggunakan metode ini lebih lengkap jika dibandingkan dengan menggunakan metode sebelumnya yaitu dapat diperoleh proyeksi siswa, siswa baru, lulusan, dan putus sekolah. Metode ini dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa dengan jenis sekolah yang memiliki sistem tingkat, yaitu SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK.

5. Aplikasi Diketahui:

Tabel 5.1 Data Siswa Baru Tingkat I, Siswa, dan Lulusan, Tahun 2004-2006

Tahun SB I Siswa Lulusan 2004 159.190 454.101 - 2005 163.592 471.755 135.435 2006 165.600 481.400 146.000

Hitunglah: Proyeksi siswa tahun 2007 sampai 2010 menggunakan

masukan dan keluaran siswa. Hasil Perhitungan: 1. Hitung parameter dan indikator pendidikan tahun 2005 dan 2006

Putus sekolah 2005 = Siswa 2004 – siswa 2005 + siswa baru 2005 – lulusan 2005 = 454.101 - 471.755 + 163.592 – 135.435

Page 37: TeknikProyeksiPendidikan

31

= 10.503 APS 2005 = PS 2005 / siswa 2004 x 100 = 10.503 / 454.101 x 100 = 2,31 % Putus sekolah 2006 = Siswa 2005 – siswa 2006 + siswa baru 2006 – lulusan 2006 = 471.755- 481.400 + 165.600 – 146.000 = 9.955 APS 2006 = PS 2006 / siswa 2005 x 100 = 9.955 / 471.755 x 100 = 2,11 % % SBI 2005 = ((SB 1 2005 / SB I 2004) – 1) x 100 = ((163.592 / 159.190) – 1) x 100 = (1,0277 – 1) x 100 = 2,77 % % SBI 2006 = ((SB 1 2006 / SB I 2005) – 1) x 100 = ((165.600 / 163.592) – 1) x 100 = (1,0123 – 1) x 100 = 1,23 % AL 2005 = Lulusan 2005 / Siswa 2004 x 100 = 135.435 / 454. 101 x 100 = 29,82 % AL 2006 = Lulusan 2006 / Siswa 2005 x100 = 146.000 / 471.755 x 100 = 30,95 %

2. Hitunglah proyeksi parameter atau indikator pendidikan tahun 2007 sampai 2010. Asumsi yang digunakan adalah target akhir tahun proyeksi, yaitu:

Pada tahun 2010, API menjadi 3,00%, AL menjadi 33,00 dan APS menjadi 1,50%.

Hasil perhitungan:

AsumsiTahun SB I Siswa Lulusan Putus Sek %SB I AL APS

Data 2004 159,190 454,101 - - - - -

2005 163,592 471,755 135,435 10,503 2.77 29.82 2.31

2006 165,600 481,400 146,000 9,955 1.23 30.95 2.11

Proyeksi 2007 168,366 488,888 151,454 9,424 1.67 31.46 1.96 Targetakhir

2008 171,925 496,112 155,691 9,011 2.11 31.85 1.84 tahunproyeksi

2009 176,321 504,291 159,423 8,719 2.56 32.13 1.76 (2010)

2010 181,611 511,922 166,416 7,564 3.00 33.00 1.50

Data Parameter/Indikator

E. Arus Siswa

Sampai saat ini, menyusun proyeksi dengan metode arus siswa secara makro masih merupakan metode yang paling baik dalam arti mendekati kenyataan. Hal ini dimungkinkan karena dalam menyusun proyeksi telah menggunakan berbagai parameter dan indikator pendidikan yang fungsinya dapat mengontrol hasil proyeksi siswa menjadi rasional.

Page 38: TeknikProyeksiPendidikan

32

Arus siswa ini adalah metode yang mengikuti ke mana siswa dalam satu jenjang pendidikan dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Dalam arus siswa terdapat tiga arus dari setiap tingkat, yaitu 1) angka mengulang, 2) angka naik tingkat, dan 3) angka putus sekolah sehingga setiap siswa di tingkat I pada tahun mendatang akan terjadi siswa mengulang di tingkat I, siswa naik ke tingkat II, dan siswa yang putus sekolah di tingkat I. Oleh karena itu, jumlah siswa tingkat I sama dengan siswa mengulang tingkat I ditambah dengan siswa naik ke tingkat II dan siswa putus sekolah tingkat I atau dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan: SI t adalah siswa tingkat I tahun t SNIIt+1 adalah siswa naik ke tingkat II tahun t+1 SUIt+1 adalah siswa mengulang di tingkat I tahun t+1 SPSIt+1 adalah siswa putus sekolah di tingkat I tahun t+1 Rumus ini dalam angka dan bukan persentase. Keterangan: SI t adalah siswa tingkat I tahun t ANII t+1 adalah angka naik tingkat II tahun t+1 AUIt+1 adalah angka mengulang tingkat I tahun t+1 APSIt+1 adalah angka putus sekolah tingkat I tahun t+1 Rumus ini dalam angka dan bukan persentase sehingga nilai siswa tingkat I adalah 100 %.

Ketiga arus tersebut digambarkan sebagai berikut:

Tingkat I Tahun t

Tahun t+1

Dalam arus tersebut dapat digambarkan dalam bentuk jumlah siswa atau dalam bentuk persentase.

Dengan melihat bagan yang cukup kompleks ini, dapat dikatakan bahwa arus siswa merupakan metode yang paling lengkap dibandingkan dengan metode lainnya dalam menyusun proyeksi siswa. Uraian selengkapnya tentang metode arus siswa disajikan pada Bab VI.

Siswa Tingkat I

Putus Sekolah Tingkat I

Naik ke Tingkat II

Mengulang Tingkat I

SI t = SNIIt+1 + SUIt+1 + SPSIt+1

SI t = ANIIt+1 + AUIt+1 + APSIt+1

atau

Page 39: TeknikProyeksiPendidikan

33

F. Rangkuman Metode Proyeksi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya masing-masing metode memiliki rumusan, karakteristik, dan penggunaan yang berbeda. Berikut ini disajikan penggunaan masing-masing metode tersebut. 1. Metode angka pertumbuhan siswa (ATS) dapat digunakan untuk

menyusun proyeksi siswa untuk semua jenis dan jenjang pendidikan seperti TK, SLB, SD, SMP, SM dan PT dan bahkan untuk pendidikan luar sekolah (PLS).

2. Metode angka penyerapan kasar (ASK) dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa khusus TK dan SLB serta siswa baru tingkat I SD.

3. Metode kohort siswa dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa khusus sekolah yang mempunyai tingkat yaitu SD, SMP, SMA dan SMK.

4. Metode masukan-keluaran siswa dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa dengan jenis sekolah, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK.

5. Metode arus siswa dapat digunakan untuk menyusun proyeksi siswa khusus sekolah yang mempunyai tingkat yaitu SD, SMP, dan SMK. Penggunaan masing-masing metode disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Penggunaan Metode Proyeksi dan Jenis Sekolah

No. Metode TK SLB SD SMP SMA SMK PT 1. ATS v v v v v V v 2. ASK v v v - - - - 3. Kohort siswa - - v v v V - 4. Masukan-keluaran v - v v v V V 5. Arus siswa - - v v v V -

Dalam menyusun proyeksi siswa maka yang diproyeksikan

sebenarnya angka parameter atau indikator pendidikan. Beberapa parameter dan indikator yang diproyeksikan untuk masing-masing jenis metode juga berbeda. Untuk metode ATS dan ASK yang diproyeksikan hanya satu jenis yaitu angka pertumbuhan dan angka penyerapan kasar sedangkan metode lainnya lebih dari satu. Untuk metode ATS yang diproyeksikan adalah angka pertumbuhannya, misalnya angka pertumbuhan siswa, angka pertumbuhan siswa baru tingkat I, angka pertumbuhan lulusan, dan lainnya. Untuk metode ASK yang diproyeksikan angka penyerapannya, misalnya angka penyerapan kasar kelompok A, angka penyerapan kasar kelompok B atau angka penyerapan siswa baru tingkat I.

Untuk kohort siswa, ada 3 jenis yang diproyeksikan yaitu 2 parameter dan 1 indikator pendidikan. Kedua parameter tersebut adalah angka pertumbuhan siswa tingkat I, angka naik tingkat dan 1 indikator pendidikan yaitu angka lulusan. Untuk masukan-keluaran siswa, juga ada 3 jenis yang diproyeksikan yaitu 1 parameter dan 2 indikator pendidikan. Parameter tersebut adalah angka pertumbuhan

Page 40: TeknikProyeksiPendidikan

34

siswa baru tingkat I dan 2 indikator pendidikan adalah angka lulusan dan angka putus sekolah. Untuk arus siswa juga ada 3 jenis indikator pendidikan yang diproyeksikan yaitu angka penyerapan kasar (khusus SD) atau angka melanjutkan (khusus SMP dan SM), angka mengulang dan angka putus sekolah.

Jenis parameter dan indikator yang diproyeksikan dalam setiap metode proyeksi disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3.

Parameter dan Indikator Pendidikan yang Diproyeksikan No. Metode TK SLB SD SMP SMA SMK PT 1. ATS/ATI v v v v v V v 2. ASK/AM - - v v v v v 2. ANT - - v v v v - 3. AL - - v v v V - 4. APS - - v v v V V 5. AU - - v v v V -

Page 41: TeknikProyeksiPendidikan

35

BAB VI

PROYEKSI SISWA MENGGUNAKAN ARUS SISWA

Proyeksi siswa yang dibahas pada bab ini adalah proyeksi siswa dengan menggunakan arus siswa. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, TK, SLB, dan PT tak dibahas di sini karena dalam menyusun proyeksi siswa tidak dapat menggunakan metode arus siswa. Hasil proyeksi menggunakan metode ini yang paling mendekati keadaan karena berbagai parameter dna indikator pendidikan telah digunakan. Lingkup proyeksi adalah pendidikan dasar yang mencakup tingkat sekolah dasar yaitu SD dan MI dan tingkat sekolah menengah pertama yaitu SMP dan MTs. Selain itu, dengan cara yang sama dapat disusun proyeksi siswa tingkat sekolah menengah yaitu SMA, MA dan SMK.

Proyeksi siswa dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu secara makro maupun secara mikro. Perbedaan antara makro dan mikro adalah untuk makro tidak dimasukkan siswa yang mutasi sedangkan dalam mikro dimasukkan siswa yang mutasi. Oleh karena itu, proyeksi siswa secara makro lebih cocok untuk tingkat provinsi dan daerah yang lebih luas seperti tingkat nasional sedangkan proyeksi siswa secara mikro lebih cocok untuk tingkat kabupaten/kota dan yang lebih rendah.

A. Pengertian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, arus siswa adalah metode proyeksi yang mengikuti ke mana siswa dalam satu jenjang pendidikan dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Dalam arus siswa secara makro terdapat tiga arus dari setiap tingkat, yaitu 1) angka mengulang, 2) angka naik tingkat, dan 3) angka putus sekolah sehingga setiap siswa di tingkat I pada tahun mendatang akan terjadi siswa mengulang di tingkat I, siswa naik ke tingkat II, dan siswa yang putus sekolah di tingkat I.

Dalam arus siswa secara mikro terdapat empat arus dari setiap tingkat, yaitu 1) angka mengulang, 2) angka naik tingkat, 3) angka putus sekolah, dan 4) angka mutasi sehingga setiap siswa di tingkat I pada tahun mendatang akan terjadi siswa mengulang di tingkat I, siswa naik ke tingkat II, siswa yang putus sekolah di tingkat I, dan siswa mutasi di tingkat I. B. Data yang Diperlukan

Terdapat sedikit perbedaan data yang diperlukan untuk tingkat SD dengan tingkat SMP dan SM. Khusus tingkat SD, data yang diperlukan sebanyak 6 atau 7 jenis adalah: 1. Penduduk dan penduduk usia 6-7 tahun dua tahun berurutan dan

proyeksi penduduk dan penduduk usia 6-7 tahun sampai tahun akhir proyeksi.

Page 42: TeknikProyeksiPendidikan

36

2. Penduduk kelompok usia 7-12 tahun minimal dua tahun berurutan dan proyeksi kelompok usia 7-12 tahun sampai tahun akhir proyeksi.

3. Siswa baru tingkat I dua tahun berurutan. 4. Siswa menurut tingkat dua tahun berurutan. 5. Lulusan tahun terakhir. 6. Siswa mengulang menurut tingkat tahun terakhir.

Bila akan dilakukan proyeksi secara mikro maka data yang diperlukan ditambah dengan: 7. Siswa putus sekolah menurut tingkat tahun terakhir.

Data dasar yang digunakan untuk menyusun proyeksi SMP dan SM sebanyak 7 atau 8 jenis adalah: 1. Penduduk dan proyeksi penduduk usia 13-15 tahun dan 16-18

tahun dua tahun berurutan dan proyeksi kelompok usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun sampai tahun akhir proyeksi.

2. Lulusan dan proyeksi lulusan tingkat SD dan SMP sampai tahun akhir proyeksi.

3. Siswa baru tingkat I SMP dan SM dua tahun berurutan. 4. Siswa menurut tingkat SMP dan SM dua tahun berurutan. 5. Lulusan tahun terakhir SMP dan SM. 6. Siswa mengulang menurut tingkat SMP dan SM tahun terakhir. 7. Siswa putus sekolah menurut tingkat SMP dan SM tahun terakhir.

Bila akan dilakukan proyeksi secara mikro maka data yang diperlukan ditambah dengan: 8. Siswa putus sekolah menurut tingkat tahun terakhir.

Rangkuman data yang diperlukan menurut jenjang pendidikan

dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Data yang Diperlukan untuk Menyusun Proyeksi Siswa

menurut Jenjang Pendidikan

No. Data Dasar Tahun Tk. SD Tk. SMP Tk. SM1 Penduduk seluruh 2 tahun V V V

Proyeksi penduduk Sesuai hasil proyeksi V V V2 Penduduk 6-7 tahun 2 tahun V - -

Proyeksi P6-7 tahun Sesuai hasil proyeksi V - -3 Penduduk 7-12 tahun 2 tahun V - -

Proyeksi P7-12 tahun Sesuai hasil proyeksi V - -4 Penduduk 13-15 tahun 2 tahun - V -

Proyeksi P13-15 tahun Sesuai hasil proyeksi - V -5 Penduduk 16-18 tahun 2 tahun - - V

Proyeksi P16-18 tahun Sesuai hasil proyeksi - - V6 Siswa baru tingkat I 2 tahun V V V7 Siswa menurut tingkat 2 tahun V V V8 Lulusan 1 tahun V V V

Proyeksi Lulusan Sesuai hasil proyeksi V V -9 Mengulang menurut 1 tahun V V V

Catatan: 1. Proyeksi Penduduk diasumsikan hanya mengambil dari BPS, BPS Provinsi atau

BPS kabupaten/kota

Page 43: TeknikProyeksiPendidikan

37

2. Proyeksi Lulusan SD diperoleh setelah dilakukan proyeksi siswa SD 3. Proyeksi Lulusan SMP diperoleh setelah dilakukan proyeksi siswa SMP C. Proyeksi Parameter atau Indikator Pendidikan

Agar dapat disusun proyeksi siswa, maka beberapa parameter

atau indikator pendidikan harus diproyeksikan. Terdapat sedikit perbedaan antara parameter atau indikator tingkat SD dengan parameter atau indikator tingkat SMP dan SM. Perbedaan tersebut untuk SD adalah indikator pendidikan Angka Penyerapan Kasar (ASK) sedangkan SMP dan SM adalah Angka Melanjutkan (AM). Proyeksi parameter dan indikator pendidikan SD yang digunakan sebanyak 5 item adalah 1. ASK adalah perbandingan antara siswa baru tingkat I SD dengan

penduduk usia masuk SD (usia 6-7 tahun) dan dinyatakan dalam persentase.

2. Angka mengulang (AU) adalah perbandingan antara siswa mengulang dengan siswa tahun ajaran sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase.

3. Angka putus sekolah (APS) adalah perbandingan antara siswa putus sekolah dengan siswa tahun ajaran sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase atau angka naik tingkat adalah perbandingan antara siswa yang naik tingkat dengan siswa tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase.

4. Angka lulusan (AL) adalah perbandingan antara lulusan dengan tingkat VI tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase.

5. Persentase siswa SD usia 7-12 tahun terhadap siswa seluruhnya. Proyeksi parameter SMP dan SM yang digunakan sebanyak 5 item

adalah: 1. AM adalah perbandingan antara siswa baru tingkat I SMP dan SM

dengan lulusan jenjang sebelumnya (SD dan SMP) dan dinyatakan dalam persentase.

2. AU SMP dan SM 3. APS SMP dan SM atau AN SMP dan SM 4. AL SMP dan SM 5. Persentase siswa SMP usia 13-15 tahun dan siswa SM usia 16-18

tahun terhadap siswa SMP dan SM seluruhnya. Berbagai parameter dan indikator pendidikan yang diproyeksikan

dirangkum pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Proyeksi Parameter yang Digunakan untuk Menyusun Proyeksi Siswa

menurut Jenjang Pendidikan

No. Parameter Proyeksi Tk. SD Tk. SMP Tk. SM 1. Angka penyerapan kasar V - - 2. Angka melanjutkan - V V 3. Angka mengulang V V V 4. Angka putus sekolah atau

Angka naik tingkat V V V

5. Angka lulusan V V V

Page 44: TeknikProyeksiPendidikan

38

Indikator pendidikan lainnya yang juga diperlukan adalah APK dan APM, dan APM usia sekolah namun kegunaannya adalah untuk mengecek hasil proyeksi siswa dan rasionalnya sehingga tidak terjadi proyeksi siswa di mana APM atau APM usia sekolah lebih dari 100 persen yang berarti hasil proyeksi siswa tersebut tidak rasional.

D. Rumus yang Digunakan

Rumus untuk menghitung proyeksi siswa secara makro dapat

dibedakan menjadi dua yaitu proyeksi yang menggunakan 6 tingkat dan proyeksi yang menggunakan 3 tingkat. Proyeksi 6 tingkat adalah proyeksi tingkat SD dan proyeksi 3 tingkat adalah proyeksi tingkat SMP dan SM. Berikut ini disajikan proyeksi siswa tingkat SD dan dilanjutkan dengan tingkat SMP karena tingkat SM menggunakan rumus yang sama dengan tingkat SMP.

1. Proyeksi Siswa tingkat SD (proyeksi siswa 6 tingkat)

Untuk menyusun proyeksi dengan menggunakan arus siswa

dilaksanakan dengan mengikuti jumlah anak usia sekolah yang masuk menjadi siswa baru tingkat I di SD, siswa yang naik tingkat/lulusan, siswa yang mengulang, dan putus sekolah. a. Siswa baru tingkat I SD

Dihitung berdasarkan persentase penduduk usia 6-7 tahun yang menjadi siswa baru tingkat I SD. Metode yang digunakan adalah indikator angka penyerapan kasar yaitu perbandingan antara siswa baru tingkat I SD dengan jumlah penduduk usia 6-7 tahun. Rumus yang digunakan: PSBIt = (ASKt/100) x (P6+7)t Keterangan: PSBIt adalah proyeksi siswa baru tingkat I tahun t ASKt adalah angka penyerapan kasar tahun t P6+7t adalah proyeksi penduduk usia 6+7 tahun, tahun t

b. Siswa tingkat SD dihitung dengan menggunakan arus siswa

berdasarkan persentase kenaikan tingkat/lulusan, mengulang, dan putus sekolah. Dalam metode ini dikenal 3 angka parameter yaitu: (1) angka mengulang (AU), (2) angka naik tingkat (AN), dan (3) angka putus sekolah (APS). Bila dijumlahkan, AU+AN+APS = 100 persen.

1) Menghitung siswa tingkat I berdasarkan siswa baru tingkat I

dan angka mengulang tingkat I. Rumus yang digunakan: PSIt = PSBIt + (AUt/100) x SIt-1 Keterangan: PSIt adalah proyeksi siswa tingkat I tahun t PSBIt adalah proyeksi siswa baru tingkat I tahun t AUt adalah angka mengulang tahun t SIt-1 adalah siswa tingkat I tahun t-1

Page 45: TeknikProyeksiPendidikan

39

2) Menghitung siswa tingkat II sampai tingkat VI berdasarkan angka naik tingkat dan angka mengulang. Rumus yang digunakan: a) Siswa tingkat II, rumusnya adalah:

PSIIt = (ANIIt/100 x SIt-1) + (AUIIt/100 x SIIt-1) Keterangan: PSIIt adalah proyeksi siswa tingkat II tahun t ANIIt adalah angka naik tingkat II tahun t SIt-1 adalah siswa tingkat I tahun t-1 AUIIt adalah angka mengulang tingkat II tahun t SIIt-1 adalah siswa tingkat II tahun t-1

b) Siswa tingkat III, rumusnya adalah: PSIIIt = (ANIIIt/100 x SIIt-1) + (AUIIIt/100 x SIIIt-1) Keterangan: PSIIIt adalah proyeksi siswa tingkat III tahun t ANIIIt adalah angka naik tingkat III tahun t SIIt-1 adalah siswa tingkat II tahun t-1 AUIIIt adalah angka mengulang tingkat III tahun t SIIIt-1 adalah siswa tingkat III tahun t-1

c) Siswa tingkat IV, rumusnya adalah: PSIVt = (ANIVt/100 x SIIIt-1) + (AUIVt/100 x SIVt-1) Keterangan: PSIVt adalah proyeksi siswa tingkat IV tahun t ANIVt adalah angka naik tingkat IV tahun t SIIIt-1 adalah siswa tingkat III tahun t-1 AUIVt adalah angka mengulang tingkat IV tahun t SIVt-1 adalah siswa tingkat IV tahun t-1

d) Siswa tingkat V, rumusnya adalah: PSVt = (ANVt/100 x SIVt-1) + (AUVt/100 x SVt-1) Keterangan: PSVt adalah proyeksi siswa tingkat V tahun t ANVt adalah angka naik tingkat V tahun t SIVt-1 adalah siswa tingkat IV tahun t-1 AUVt adalah angka mengulang tingkat V tahun t SVt-1 adalah siswa tingkat V tahun t-1

e) Siswa tingkat VI, rumusnya adalah: PSVIt = (ANVIt/100 x SVt-1) + (AUVIt/100 x SVIt-1) Keterangan: PSVIt adalah proyeksi siswa tingkat VI tahun t ANVIt adalah angka naik tingkat VI tahun t SIVt-1 adalah siswa tingkat V tahun t-1 AUVIt adalah angka mengulang tingkat VI tahun t SVIt-1 adalah siswa tingkat VI tahun t-1

3) Menghitung siswa seluruhnya (tingkat I sampai tingkat VI)

dengan cara menjumlahkan proyeksi siswa tingkat I sampai VI. Rumus yang digunakan: PSt = PSIt + PSIIt + PSIIIt + PSIVt + PSVt + PSVIt Keterangan: PSt adalah proyeksi siswa seluruhnya tahun t PSIt adalah proyeksi siswa tingkat I tahun t PSIIt adalah proyeksi siswa tingkat II tahun t PSIIIt adalah proyeksi siswa tingkat III tahun t PSIVt adalah proyeksi siswa tingkat IV tahun t PSVt adalah proyeksi siswa tingkat V tahun t PSVIt adalah proyeksi siswa tingkat VI tahun t

Page 46: TeknikProyeksiPendidikan

40

4) Menghitung lulusan berdasarkan angka lulusan yaitu perbandingan antara jumlah lulusan dengan tingkat VI. Rumus yang digunakan: PLt = Alt/100 x SVIt-1 Keterangan: PLt adalah proyeksi lulusan tahun t Alt adalah angka lulusan tahun t SVIt-1 adalah siswa tingkat VI tahun t-1

2. Proyeksi Siswa tingkat SMP dan SM (proyeksi siswa 3 tingkat)

Untuk menyusun proyeksi dengan menggunakan arus siswa

dilaksanakan dengan mengikuti jumlah lulusan tingkat SD yang melanjutkan menjadi siswa baru tingkat I di SMP atau tingkat SMP yang akan melanjutkan ke SMA termasuk MA dan SMK, siswa yang naik tingkat/lulusan, siswa yang mengulang, dan putus sekolah. a. Siswa baru tingkat I SMP/SM

Dihitung berdasarkan persentase lulusan SD/SMP yang

melanjutkan ke tingkat SMP/SM dan menjadi siswa baru tingkat I SMP/SM. Metode yang digunakan adalah indikator angka melanjutkan yaitu perbandingan antara siswa baru tingkat I SMP/SM dengan jumlah lulusan SD/SMP. Rumus yang digunakan:

PSBIt = (AMt/100) x (LSD/SMP)t Keterangan: PSBIt adalah proyeksi siswa baru tingkat I SMP/SM tahun t AMSMP/SMt adalah angka melanjutkan ke SMP/SM tahun t LSD/SMPt adalah lulusan SD/SMP tahun t

b. Siswa tingkat SMP/SM dihitung dengan menggunakan arus siswa

berdasarkan persentase kenaikan tingkat/lulusan, mengulang, dan putus sekolah. Dalam metode ini dikenal 3 angka parameter yaitu: (1) angka mengulang (AU), (2) angka naik tingkat (AN), dan (3) angka putus sekolah (APS). Bila dijumlahkan, AU+AN+APS = 100 persen.

1) Menghitung siswa tingkat I berdasarkan siswa baru tingkat I

dan angka mengulang tingkat I. Rumus yang digunakan: PSIt = PSBIt + (AUt/100) x SIt-1 Keterangan: PSIt adalah proyeksi siswa tingkat I tahun t PSBIt adalah proyeksi siswa baru tingkat I tahun t AUt adalah angka mengulang tahun t SIt-1 adalah siswa tingkat I tahun t-1

2) Menghitung siswa tingkat II sampai tingkat III berdasarkan

angka naik tingkat dan angka mengulang. Rumus yang digunakan: a) Siswa tingkat II, rumusnya adalah:

PSIIt = (ANIIt/100 x SIt-1) + (AUIIt/100 x SIIt-1) Keterangan:

Page 47: TeknikProyeksiPendidikan

41

PSIIt adalah proyeksi siswa tingkat II tahun t ANIIt adalah angka naik tingkat II tahun t SIt-1 adalah siswa tingkat I tahun t-1 AUIIt adalah angka mengulang tingkat II tahun t SIIt-1 adalah siswa tingkat II tahun t-1

b) Siswa tingkat III, rumusnya adalah: PSIIIt = (ANIIIt/100 x SIIt-1) + (AUIIIt/100 x SIIIt-1) Keterangan: PSIIIt adalah proyeksi siswa tingkat III tahun t ANIIIt adalah angka naik tingkat III tahun t SIIt-1 adalah siswa tingkat II tahun t-1 AUIIIt adalah angka mengulang tingkat III tahun t SIIIt-1 adalah siswa tingkat III tahun t-1

3) Menghitung siswa SMP/SM seluruhnya (tingkat I sampai tingkat III) dengan cara menjumlahkan proyeksi siswa tingkat I sampai III. Rumus yang digunakan: PSt = PSIt + PSIIt + PSIIIt Keterangan: PSt adalah proyeksi siswa seluruhnya tahun t PSIt adalah proyeksi siswa tingkat I tahun t PSIIt adalah proyeksi siswa tingkat II tahun t PSIIIt adalah proyeksi siswa tingkat III tahun t

4) Menghitung lulusan SMP/SM berdasarkan angka lulusan yaitu

perbandingan antara jumlah lulusan SMP/SM dengan tingkat III tahun ajaran sebelumnya. Rumus yang digunakan: PLt = (Alt/100) x SIIIt-1 Keterangan: PLt adalah proyeksi lulusan tahun t Alt adalah angka lulusan tahun t SIIIt-1 adalah siswa tingkat III tahun t-1

E. Aplikasi Soal 1 Diketahui:

Data tingkat SMP yang tercantum pada Tabel 6.3 dan Tabel 6.4.

Tabel 6.3 Lulusan SD/MI, Siswa Baru Tk.I, Siswa , dan Lulusan tingkat SMP

Tahun 2005/2006—2006/2007

Tahun Lulus SMP/MTs SD/MI SB Tk.I I II III Lulusan Jumlah 2005 36.067 25.719 25.830 26.041 24.093 - 75.964 2006 36.296 25.598 25.715 25.216 24.715 23.151 75.646

Tabel 6.4

Mengulang menurut Tingkat, tingkat SMP Tahun 2006/2007

Tahun SMP/MTs I II III Jumlah 2006 117 1.012 20 1.149

Page 48: TeknikProyeksiPendidikan

42

Hitunglah: Proyeksi Siswa SMP menggunakan metode arus siswa secara makro tahun 2007 sampai 2010.

Perhitungan: 1. Hitunglah proyeksi lulusan SD tahun 2007/2008 sampai

2010/2011 Proyeksi lulusan SD tahun 2007/2008 sampai 2010/2011 menggunakan angka pertumbuhan sebagai berikut. Berdasarkan data 2 tahun terjadi kenaikan lulusan SD/MI sebesar = Lulusan SD/MI tahun 2005 – lulusan SD/MI tahun 2006 =

36.296 – 36.067 = 229 Angka pertumbuhan lulusan SD =

229 ---------- x 100 = 0,63 % 36.067

Angka pertumbuhan lulusan SD sebesar 0,63 % per tahun ini digunakan untuk menghitung pertumbuhan tahun-tahun berikutnya sampai tahun 2010/2011 dengan cara seperti tercantum pada Tabel 6.5.

Tabel 6.5

Proyeksi Lulusan SD/MI Tahun 2007/2008—2010/2011

Tahun Lulusan Perhitungan Data 2005 36.067 2006 36.296 Proyeksi 2007 36.526 36.296 x (1 + 0,0063) = 36.296 x 1.0063 2008 36.757 36.526 x (1 + 0,0063) = 36.526 x 1,0063 2009 36.989 36.758 x (1 + 0.0063) = 36.758 x 1.0063 2010 37.222 36.992 x (1 + 0,0063) = 36.992 x 1.0063

2. Berdasarkan data pada Tabel 6.3 dan Tabel 6.4 tersebut, dihitung

indikator pendidikan AM, AU, AL, AN dan APS menurut tingkat. Indikator pendidikan yang dihitung disajikan pada Tabel 6.6 AM, Tabel 6.7 AU, dan Tabel 6.8 ANT dan APS sebagai berikut:

Tabel 6.6

Angka Melanjutkan ke SMP Tahun 2005/2006--2006/2007

Tahun Lulusan SB Tk.I AM Data 2005 36.067 25.719 25.719 : 36.067 x 100 = 71,3 %

2006 36.296 25.598 25.598 : 36.296 x 100 = 70,5 %

Tabel 6.7 Angka Mengulang menurut Tingkat SMP

Tahun 2005/2006--2006/2007

Tahun Variabel Tk. I Tk. II Tk. III Jumlah/% 2006 Mengulang 117 1.012 20 1.149 2005 Siswa 25.830 26.041 24.093 75.964 2006 AU 0,5 % 3,9 % 0,1 % 1,5 %

Page 49: TeknikProyeksiPendidikan

43

Tabel 6.8 Angka Naik Tingkat dan Angka Putus Sekolah menurut Tingkat SMP

Tahun 2005/2006--2006/2007

Tahun Variabel Tk. I Tk. II Tk. III Lulusan Jumlah/% 2006 Mengulang 117 1.012 20 - 1.149

Siswa 25.715 25.216 24.715 - 75.646 Naik Tk. - 24.204 24.695 24.093 72.992

2005 Siswa 25.830 26.041 24.093 - 76.646 2006 AN - 93,7 % 94,8 % 96,1 % 95,2 % 2006 APS 5,8 % 1,3 % 3,8 % - 3,3 %

3. Susunlah proyeksi indikator pendidikan AM, AU, dan APS dari

tahun 2007/2008 sampai 2010/2011. a. Indikator AM karena terjadi penurunan pada tahun 2006/2007

maka untuk proyeksinya digunakan asumsi target yaitu dinaikkan setiap tahunnya = 0,5 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

b. Indikator AU tingkat I karena kondisinya sudah kecil maka digunakan asumsi konstan yaitu 0,5 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

c. Indikator AU tingkat II digunakan asumsi target menurun setiap tahunnya = 0,2 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

d. Indikator AU tingkat III karena kondisinya sudah kecil maka digunakan asumsi konstan = 0,1 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

e. Indikator APS tingkat I digunakan asumsi target menurun setiap tahunnya = 0,2 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

f. Indikator APS tingkat II karena kondisinya sudah kecil maka digunakan asumsi konstan = 1,2 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

g. Indikator APS tingkat III digunakan asumsi target menurun setiap tahunnya = 0,2 persen dari tahun 2007/2008 ke 2010/2011.

Proyeksi indikator berdasarkan asumsi di atas disajikan pada Tabel 6.9.

Tabel 6.9

Proyeksi Angka Melanjutkan, Angka Mengulang dan Angka Putus Sekolah menurut Tingkat SMP

Tahun 2007/2008--2010/2011

Angka Mengulang Angka Putus Sekolah Tahun AM I II III I II III

Data 2005 71,3 0,5 - 0,1 - - - 2006 70,5 0,5 3,9 0,1 5,8 1,3 3,8

Proyeksi 2007 71,0 0,5 3,7 0,1 5,6 1,2 3,6 2008 71,5 0,5 3,5 0,1 5,4 1,2 3,4 2009 72,0 0,5 3,3 0,1 5,2 1,2 3,2 2010 72,5 0,5 3,1 0,1 5,0 1,2 3,0

Page 50: TeknikProyeksiPendidikan

44

5. Dengan menggunakan indikator AM, AU, dan APS dapat disusun proyeksi siswa SMP dengan menggunakan arus siswa tahun 2007/2008 sampai 2010/2011 yang terdapat pada Tabel 6.10.

Dengan demikian, proyeksi siswa SMP pada tahun 2010/2011 menjadi 23.531.

Tabel 6.10

Hasil Proyeksi Tingkat SMP Tahun 2007/2008—2010/2011

Lulusan Siswa Baru Tingkat Tingkat Tingkat Lulusan Jumlah Putus

Tahun SD Tingkat I I PS II PS III PS SLTP Siswa SekolahAM

2005 36,067 25,719 25,830 1,509 26,041 334 24,093 922 75,964 2,76571.3% 5.8% 1.3% 3.8% 3.6%

117 1,012 20DATA 0.5% 24,204 3.9% 24,695 0.1% 23,151

U 93.7% U 94.8% U 96.1%AM NT NT

2006 36,296 25,598 25,715 1,440 25,216 303 24,715 889 75,646 2,63270.5% 5.6% 1.2% 3.6% 3.5%

PRO- 0.5% 3.7% 0.1%YEKSI 129 24,146 933 23,980 25

U 93.9% U 95.1% U 23,801AM NT NT 96.3%

2007 36,526 25,933 26,062 1,407 25,079 301 24,005 816 75,146 2,52471.0% 5.4% 1.2% 3.4% 3.4%

0.5% 3.5% 0.1%130 24,525 878 23,900 24U 94.1% U 95.3% U 23,165

AM NT NT 96.5%2008 36,757 26,281 26,411 1,373 25,403 305 23,924 765 75,738 2,443

71.5% 5.2% 1.2% 3.2% 3.2%0.5% 3.3% 0.1%

132 24,906 838 24,260 24U 94.3% U 95.5% U 23,135

AM NT NT 96.7%2009 36,989 26,632 26,764 1,338 25,744 309 24,284 729 76,792 2,376

72.0% 5.0% 1.2% 3.0% 3.1%0.5% 3.1% 0.1%

134 25,292 798 24,637 24U 94.5% 95.7% U 23,531

AM NT NT 96.9%2010 37,222 26,986 27,120 26,090 24,661 77,871

72.5%

Catatan:U = mengulang/angka mengulang, PS = putus sekolah/angka putus sekolah, NT = naik tingkat/angka naik tingkatAM = angka melanjutkan, U + PS + NT = 100%

Soal 2 Diketahui:

Data tingkat SMP yang tercantum pada Tabel 6.11

Tabel 6.11 Data Tingkat SMP

Tahun 2004/2005—2006/2007

Tahun SB I Tingkat I Tingkat II Tingkat III Lulusan Jml.Siswa

2,085 700 2,100 4,885 Putus Sek2004 159,190 160,940 1.30% 153,249 0.46% 139,912 1.50% 454,101 1.08% APS

3,000 435 2,183 5,618 Mutasi1.86% 0.28% 1.56% 1.24% AMI

Mengulang 1,658 1,665 1941.03% 154,197 1.09% 150,449 0.14% 135,435 440,081

95.81% 98.17% 96.80% 96.91%2,325 450 2,210 4,985 Putus Sek

2005 163,592 165,250 1.41% 155,862 0.29% 150,643 1.47% 471,755 1.06% APS2,425 312 2,233 4,970 Mutasi1.47% 0.20% 1.48% 1.05% AMI

Mengulang 1,600 1,500 2000.97% 158,900 0.96% 153,600 0.13% 146,000 458,500 Naik Tk/Lls

96.16% 98.55% 96.92% 97.19%

2006 165,600 167,200 160,400 153,800 481,400

Catatan:

Angka Biru: data yang harus diisi, yaitu siswa menurut tingkat, siswa mengulang menurut tingkat, putus sekolah menurut tingkat, dan lulusan

Angka Merah: siswa mutasi menurut tingkat adalah hasil perhitungan

Angka Hijau: siswa naik tingkat adalah hasil perhitungan Hitunglah:

Page 51: TeknikProyeksiPendidikan

45

Proyeksi Siswa SMP menggunakan metode arus siswa secara mikro tahun 2007 sampai 2008.

Perhitungan: 1. Hitung indikator pendidikan tahun 2005 dan 2006

a. Hitung AN II, AN III, dan AL b. Hitung AU I, AU II dan AU III c. Hitung APS I, APS II dan APS III d. Hitung AMI I, AMI II, AMI III

2. Buatlah proyeksi indikator pendidikan tahun 2007 dan 2008 menggunakan asumsi kecenderungan. AN II, AN III dan AL meningkat AU I, AU II dan AU III menurun APS I, APS II dan APS III menurun Berdasarkan AN, AU dan APS maka dapat dihitung AMI I, AMI II, dan AMI III.

Proyeksi indikator pendidikan tahun 2007 dan 2008 disajikan pada Tabel 6.12.

Tabel 6.12

Proyeksi Indikator Pendidikan Tahun 2007/2008 dan 2008/2009

No. Indikator Tahun I II II1. Angka naik tingkat (ANT) Data 2005 95.81 98.17 96.80

2006 96.16 98.55 96.92

Proyeksi 2007 96.59 98.70 97.07

2008 97.03 98.85 97.23

2. Angka mengulang (AU) Data 2005 1.03 1.09 0.14

2006 0.97 0.96 0.13

Proyeksi 2007 0.91 0.84 0.13

2008 0.84 0.71 0.12

3. Angka putus sekolah (APS) Data 2005 1.30 0.46 1.50

2006 1.41 0.29 1.47

Proyeksi 2007 1.30 0.28 1.40

2008 1.19 0.27 1.33

4. Angka Mutasi (AMI) Data 2005 1.86 0.28 1.56

2006 1.47 0.20 1.48

Proyeksi 2007 1.20 0.18 1.40

2008 0.93 0.16 1.32

3. Hitunglah proyeksi indikator pendidikan tahun 2007 dan 2008

dengan data yang sesuai. Contoh perhitungan: Siswa mengulang tingkat I 2007 adalah AU I 2007 x siswa tingkat I 2006 = (0,91/100) x 167.200 = 1.515 Siswa tingkat I 2007 adalah siswa baru tingkat I 2007 + siswa mengulang tingkat I 2007 = 167.608 + 1.515 = 169.123

Page 52: TeknikProyeksiPendidikan

46

Siswa putus sekolah tingkat I 2007 adalah APS I 2007 x siswa tingkat I 2006 = (1.30/100) x 167.200 = 2.174 Siswa mutasi tingkat I 2007 adalah AMI I 2007 x siswa tingkat I 2006 = (1.20/100) x 167.200 = 2.006 Siswa naik tingkat II tahun 2007 adalah siswa tingkat I 2006 – mengulang tingkat I 2006 – putus sekolah tingkat I 2006 – siswa mutasi I 2006 = 167.200 – 1.515 - 2.174 – 2006 = 161.505 Siswa tingkat I 2008 adalah siswa baru tingkat I 2008 + siswa mengulang tingkat I 2008 = 169.616 + 1.428 = 171.044 Dengan cara yang sama dapat dihitung siswa tingkat-tingkat selanjutnya dan tahun 2008. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 6.13.

Tabel 6.13

Proyeksi Siswa SMP Tahun 2007/2008 dan 2008/2009

Tahun SB I Tingkat I Tingkat II Tingkat III Lulusan Jml.SiswaDATA

2,085 700 2,100 4,885 Putus Sek2004 159,190 160,940 1.30% 153,249 0.46% 139,912 1.50% 454,101 1.08% APS

3,000 435 2,183 5,618 Mutasi1.86% 0.28% 1.56% 1.24% AMI

Mengulang 1,658 1,665 1941.03% 154,197 1.09% 150,449 0.14% 135,435 440,081

95.81% 98.17% 96.80% 96.91%2,325 450 2,210 4,985 Putus Sek

2005 163,592 165,250 1.41% 155,862 0.29% 150,643 1.47% 471,755 1.06% APS2,425 312 2,233 4,970 Mutasi1.47% 0.20% 1.48% 1.05% AMI

Mengulang 1,600 1,500 2000.97% 158,900 0.96% 153,600 0.13% 146,000 458,500 Naik Tk/Lls

96.16% 98.55% 96.92% 97.19%2,174 449 2,153

2006 165,600 167,200 1.30% 160,400 0.28% 153,800 1.40% 481,400PROYEKSI 2,006 289 2,153 4,448 Mutasi

1.20% 0.18% 1.40% 0.92% AMIMengulang 1,515 1,345 195

0.91% 161,505 0.84% 158,317 0.13% 149,299 469,121 Naik Tk/Lls96.59% 98.70% 97.07% 97.45%2,018 442 2,113

2007 167,608 169,123 1.19% 162,850 0.27% 158,512 1.33% 490,4851,577 260 2,089 3,926 Mutasi0.93% 0.16% 1.32% 0.80% AMI

Mengulang 1,428 1,163 1920.84% 164,100 0.71% 160,985 0.12% 154,118 479,203 Naik Tk/Lls

97.03% 98.85% 97.23% 97.70%

2008 169,616 171,044 165,263 161,177 497,484

Catatan:

Data Angka Biru: data yang harus diisi, yaitu siswa menurut tingkat, siswa mengulang menurut tingkat, putus sekolah menurut tingkat, dan lulusan

Angka Merah: siswa mutasi menurut tingkat adalah hasil perhitungan

Angka Hijau: siswa naik tingkat adalah hasil perhitungan

Proyeks Angka Biru: data yang harus diisi yaitu siswa baru tingkat I, angka mengulang dan angka putus sekolah

Page 53: TeknikProyeksiPendidikan

47

BAB VII

PENUTUP

Pada bab penutup ini diberikan pedoman yang harus dipertimbangkan dalam menyusun proyeksi siswa, yaitu 1) data harus valid, 2) tujuan proyeksi, 3) pemilihan metode harus sesuai, dan 4) adanya kebijakan daerah.

A. Data harus Valid

Berdasarkan pengalaman selama ini, agar dapat dihasilkan

proyeksi siswa yang mendekati kenyataan, diperlukan data yang valid. Data yang valid adalah data yang baik dalam arti rasional. Bila digunakan data yang tidak valid akan dihasilkan proyeksi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan proyeksi data tersebut harus dilakukan verifikasi. Verifikasi adalah pemeriksaan data sehingga data yang dihasilkan adalah data yang benar-benar rasional. Menyusun proyeksi siswa dengan menggunakan data yang tidak valid menyebabkan hasilnya juga tidak baik. B. Tujuan

Dalam menyusun proyeksi harus sudah dipertimbangkan sebelumnya tujuan untuk menyusun proyeksi siswa tersebut sehingga perlu dipersiapkan data apa saja yang diperlukan. Bila tujuannya untuk pengambilan keputusan maka dapat disusun proyeksi menggunakan tiga alternatif, misalnya alternatif tinggi, sedang, atau rendah.

C. Pemilihan Metode

Dalam menyusun proyeksi harus dipertimbangkan pula metode yang akan digunakan sehingga dapat dipersiapkan datanya. Pada bab sebelumnya telah diuraikan bermacam metode yang dapat digunakan dalam menyusun proyeksi siswa disertai dengan kelemahan/keterbatasan dan keuntungan/kelebihannya. Untuk itu, perlu dikaji terlebih dahulu tentang data, sumber daya manusia, waktu, dan tujuannya. D. Kebijakan Daerah

Dalam menyusun proyeksi harus disertakan kebijakan daerah sehingga proyeksi yang dihasilkan telah mengacu pada apa yang diperlukan oleh perencana di daerah. Bila proyeksi hanya ingin melihat perkembangan pendidikan maka dapat digunakan asumsi kecenderungan dan konstan, tetapi bila akan digunakan untuk sesuatu tujuan misalnya penuntasan wajar dikdas 9 tahun pada tahun 2008, kebijakan daerah sangat diperlukan.

Page 54: TeknikProyeksiPendidikan

48

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Buku I Konsep Profil

Pendidikan, Jakarta: Sekretariat Jenderal, Biro Perencanaan Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Buku II-B Data dan

Indikator Verifikasi, Jakarta: Sekretariat Jenderal, Biro Perencanaan

Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Buku III Indikator Profil Pendidikan, Jakarta: Sekretariat Jenderal, Biro Perencanaan

Departemen Pendidikan Nasional, 2006, Proyeksi Pendidikan Persekolahan, Jakarta: Pusat Statistik Pendidikan

Pusat Informatika, 1993, Aplikasi Model Proyeksi Pendidikan dan Tenaga Kerja Tingkat Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pusat Informatika, 1993, Petunjuk Menyusun Proyeksi Murid, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pusat Informatika, 1993, Petunjuk Menyusun Proyeksi Tenaga Keluaran Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pusat Informatika, 1997, Proyeksi Kuantitatif Repelita VII, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.